Ghulam proposal penelitian

70
UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI BENTUK INOKULUM Rhizobakteri Indigenous MERAPI DAN METODE APLIKASI TERHADAP HASIL TANAMAN PADI GOGO Usulan Penelitian Diajukan oleh : Cakra Ghulam Zatnicko 20110210020 Program Studi Agroteknologi Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Transcript of Ghulam proposal penelitian

UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI BENTUK INOKULUM RhizobakteriIndigenous MERAPI DAN METODE APLIKASI TERHADAP HASIL

TANAMAN PADI GOGO

Usulan Penelitian

Diajukan oleh :Cakra Ghulam Zatnicko

20110210020Program Studi Agroteknologi

KepadaFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA2015

ii

Usulan Penelitian

UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI BENTUK INOKULUM RhizobakteriIndigenous MERAPI DAN METODE APLIKASI TERHADAP HASIL

TANAMAN PADI GOGO

Yang diajukan oleh`

Cakra Ghulam Zatnicko20110210020

Program Studi Agroteknologi

telah disetujui/disahkan oleh:

Pembimbing Utama

Ir. Agung Astuti M. Si

NIP.19620923199303133017Tanggal.......................

Pembimbing Pendamping

Ir. HariyonoNIK. Tanggal........................

Mengetahui:iii

Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Innaka Ageng R., SP. MP

NIK.133.050 Tanggal........................

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produktivitas beras di Indonesia terus meningkat,

hal ini dibuktikan dengan tingginya tingkat konsumsi

masyarakat terhadap makanan pokok ini. Pada tahun 2011

tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 139

kg/orang/tahun dengan jumlah penduduk mencapai 241 juta

jiwa, sehingga kebutuhan akan beras sebesar 33,49 juta

ton beras (BPS, 2011). Kebutuhan ini akan terus

bertambah seiring meningkatnya jumlah penduduk dengan

rata-rata laju pertumbuhan 1,49% per tahun. Peningkatan

jumlah penduduk ini, akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan kebutuhan area pemukiman penduduk dan

pengurangan luasan lahan pertanian. Menurut Dirjen

Pengelolaan Lahan dan Air (2005) setiap tahunnya

sekitar 187.720 hektar sawah beralih fungsi

kepenggunaan lain terutama di Pulau Jawa. Hal tersebut

akan menjadi ancaman bagi ketahanan pangan national.

Disamping pengaliah fungsian lahan, masih ada beberapa

factor lain yang juga menjadi ancaman bagi ketahananiv

pangan nasional, seperti rusaknya infrastruktur

pengairan dan terjadinya perubahan iklam (Climate Change)

yang tidak menentu.

Salah satu perubahan iklim yang berdampak pada

gagalnya produksi beras adalah kemarau panjang yang

mengakibatkan lahan sawah kering. Bappenas (2010)

menyatakan bahwa lahan sawah di beberapa wilayah

Sumatra dan Jawa rentan terhadap bahaya kekeringan, 74

ribu ha diantaranya sangat rentan dan sekitar satu juta

ha rentan terhadap kekeringan. Masalah kekeringan lahan

sawah akibat perubahan iklim ini sulit untuk diatasi

dan sangat berdampak besar terhadap penurunan produksi

beras nasional. Sehingga perlu adanya peran teknologi

pertanian, seperti menambahkan mikroorganisme yang

dapat menyediakan asupan makanan untuk tanaman pada

kondisi cekaman kekeringan atau mengembangkan jenis dan

varietas tanaman pangan yang toleran terhadap stress

lingkungan, seperti kenaikan suhu udara, kekeringan,

banjir dan salinitas. Salah satu varietas padi yang

tahan terhadap kekeringan adalah padi gogo beras merah

segreng.

Di Indonesia penanaman padi gogo beras merah

segreng masih jarang, salah satu daerah yang menanam

padi beras merah ini adalah daerah istimewa Yogyakarta

(DIY). Padahal kandungan gizi yang terkandung di dalam

beras merah memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan

v

tubuh manusia. Dari hasil penelitian Fajar_Indriyani

dkk (2013) pada 100 gram beras merah memiliki kandungan

gizi yang terdiri atas protein 7,5 g, lemak 0,9 g,

karbohidrat 77,6 g, kalsium 16 mg, fosfor 163 mg, zat

besi 0,3 g, vitamin B1 0,21 mg dan antosianin.

Antosianin didalam beras merah adalah senyawa fenolik

yang masuk kelompok tinggi flavonoid yang berperan

penting, baik bagi tanaman itu sendiri maupun bagi

kesehatan manusia. Peran bagi kesehatan manusia dapat

mencegah beberapa penyait hati (hepatitis), kanker

usus, stroke, diabetes, sangat esensial bagi fungsi

otak dan mengurangi pengaruh penuaan otak. Kandungan

antosianin pada setiap gram padi beras merah masih

sangat beragam dan berkisar antara 0,34-93,5 µg

(Damanhuri; 2005; Herani dan Rahardjo, 2005). Tingginya

manfaat beras merah bagi kesehatan tubuh manusia,

seharusnya mendorong para petani untuk

membudidayakannya lebih luas lagi di setiap daerah di

Indonesia. Selain itu, beras merah padi gogo segreng

merupakan salah satu varietas yang tahan terhadap

kekeringan. Dari hasil penelitian Agung_Astuti dkk,

(2014) padi gogo segreng yang ditanam di lahan marginal

dan tanpa perlakuan dapat menghasilkan 1,30 ton/ha.

Hasil tersebut masih dapat ditingkatkan apabila ada

perlakuan dalam proses budidaya padi gogo segreng.

vi

Salah satu caranya yaitu dengan menambahkan

mikrobiologi berupa pupuk hayati pada tanah marginal.

Pada tahun 2012 Agung_Astuti menemukan adanya

mikrobia yang dapat tumbuh dan bertahan pada perakaran

rumput pioneer pasca erupsi gunung Merapi Yogyakarta pada

tahun 2010. Hasil identifikasi dan karakterisasi

menunjukan bahwa Rhizobakteri indigenous Merapi memiliki

kemampuan osmotoleran hingga >2,75 M NaCl serta

memiliki kemampuan Nitritikasi, Amonifikasi dan

Melarutkan Posphat (Agung_Astuti dkk,2013). Isolat

Rhizobakteri indigenous Merapi memiliki potensi untuk

dimanfaatkan sebagai pupuk hayati, khususnya pada

tanaman padi di lahan yang mengalami keterbatasan air.

Aplikasi Rhizobakteri indigenous Merapi pada tanaman padi

IR-64 menggunakan inokulum pada medium Luria Bertani

Cair (LBC) 2 ml/bibit, menunjukan hasil yang baik dalam

peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman padi yang

bertahan tanpa penyiraman hingga 6 hari (Agung_Astuti

dkk, 2013). Sedangkan inokulum Rhizobakteri indigenous

Merapi diaplikasikan kembali kepada tanaman padi gogo

varietas segreng, Ciherang dan IR-64 untuk melihat

hasil produksi padi, hasil aplikasi tersebut menunjukan

bahwa inokulum Rhizobakteri indigenous Merapi pada padi gogo

dengan varietas segreng mampu menghasilkan produksi

lebih baik hingga mencapai 1,78 ton/ha lebih banyak

30,5% dibandingkan dengan hasil varietas Ciherang dan

vii

34,6% dibandingkan dengan hasil IR-64 (Agung_Astuti

dkk, 2014).

Pada tahun 2014, Agung_Astuti dkk melanjutkan

penelitian metode aplikasi inokulum Rhizobakteri indigenous

Merapi pada tanaman padi IR-64 dengan menggunakan

inokulum padat dan cair. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan jenis carrier yang baik sebagai pembawa

mikroorganisme sekaligus menjadi tempat hidup bagi

populasi Rhizobakteri indigenous Merapi agar tetap

mempertahankan efektivitasnya sebagai pupuk hayati

hingga jangka waktu yang cukup lama. Dari hasil

penelitian tersebut menunjukan bahwa metode aplikasi

dengan inokulum padat yaitu perlakuan gambut+kaolin

(2:1 w:w) mampu meningkatkan proliferasi akar tanaman

dan meningkatkan populasi tanaman padi IR-64. Sedangkan

metode aplikasi menggunakan inokulum cair, mendapatkan

hasil baik pada perlakuan air kelapa 50%+ air rendaman

kedelai 50%. Perlakuan tersebut dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman padi IR-64 sebanyak 57,44 cm.

B. Perumusan Masalah

1. Belum diketahuinya metode aplikasi Rhizobakteri

indigenous Merapi yang paling baik antara inokulum

padat dan inokulum cair terhadap hasil tanaman padi

gogo.

viii

C. Tujuan

1. Mempelajari pengaruh metode aplikasi inokulum

Rhizobakteri indigenous Merapi terhadap hasil tanaman

padi gogo.

2. Menentukan jenis carrier terbaik terhadap tanaman

padi yang mengalami cekaman kekeringan.

ix

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Tanaman Padi (Oryza sativa)

Padi diklasifikasikan sebagai Kingdom Plantae,

Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae, Kelas

Monocotyledoneae, Ordo Poales, Familia Poaceae, Genus

Oryza, Spesies Oryza sativa. Tanaman padi dapat tumbuh di

daerah beriklim panas yang lembab, memerlukan curah

hujan rata-rata 200 mm/bulan dengan distribusi selama 4

bulan, sedangkan pertahun sekitar 1.500-2.000 mm. Suhu

yang panas berpengaruh terhadap kehampaan pada biji,

dan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi yaitu pada

suhu 23oC. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari

penuh tanpa naungan (Bappenas, 2000).

Pertumbuhan padi dibagi ke dalam tiga fase yaitu

vegetatif, generatif dan pematangan. Fase vegetatif

ditandai dengan pertumbuhan jumlah anakan, tinggi

tanaman, jumlah, bobot dan luas daun. Padi IR 64 dengan

umur tanam 115 hari memiliki fase vegetatif 45 hari.

Sistem perakaran terdiri dari akar primer dan beberapa

akar sekunder, termasuk akar lateral dan akar adventitious.

Munculnya daun yang menembus keluar melalui kleoptil

terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 setelah benih disebar

dipersemaian (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Benih terus berkecambah menjadi bibit hingga hampir

keluar anakan pertaman. Selama pertumbuhan tanaman

10

muda akan terbentuk akar seminal dan lima daun dan

tunas akan terus tumbuh hingga dua daun akan terbentuk.

Kecepatan pertumbuhan daun yaitu 1 daun tiap 3-4 hari

pada tahap awal pertumbuhan, kemudian akan tumbuh akar

sekunder membentuk perakaran serabut permanen yang

menggatikan radikula dan akar seminal sementara.

Pembentukan anakan berlangsung sejak munculnya anakan

pertama hingga pembentukan anakan maksimum pada hari

ke-30 setelah tanaman dipindah dari persemaian. Tanaman

akan memanjang dan aktif membentuk anakan, hingga

memasuki pemanjangan batang (Makarim dan Suhartatik, ,

2009).

Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya

beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya

jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting

11

12

dan pembungaan. Pada saat tahap bunting, ujung daun

akan layu karena tua dan kemudian mati dan akan

terlihat anakan non produktif pada dasar tanaman.

Inisiasi primordia (bakal malai) biasanya dimulai 30

hari sebelum heading (keluarnya bunga atau malai) dan

waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas

batang yang terus berlanjut sampai berbunga sehingga

stadia primordia disebut juga stadia pemanjangan ruas.

Keluarnya malai ditandai dengan munculnya ujung malai

dari pelepah daun bendera (Makarim dan Suhartatik, ,

2009).

Fase pematangan terjadi saat gabah mulai terisi

dengan cairan kental berwarna putih susu. Malai akan

mulai menghijau dan merunduk dan pelayuan pada anakan

didasar tanaman akan berlanjut. Daun bendera dan dua

daun dibawah tetap hijau. Saat gabah mencapai tahap ½

matang, maka akan berubah menjadi gumpalan lunak dan

kemudian mengeras. Gabah akan mulai menguning dan

pelayuan pada dasar tanaman akan tampak jelas. Gabah

yang telah matang penuh akan memiliki tekstur yang

keras dan berwarna kuning (Makarim dan Suhartatik, ,

2009).

Padi yang memiliki umur tanaman pendek ialah padi

IR 64 dengan lama tanam 110-115 hari dimana lama fase

vegetatif 45 hari, fase reproduktif 35 hari dan fase

pematangan 30-35 hari. Hasil panen padi IR 64 bisa

13

mencapai kurang lebih 5 ton/h. Bentuk tanaman padi IR

64 tegak dengan tinggi kurang lebih 85 cm dan memiliki

anakan yang hingga 36 anakan (Sumardi, 2010). Batang

dan kaki padi IR 64 berwarna hijau, sedangkan telinga

daun dan lidah daun tidak berwarna. Posisi daun dan

daun bendera tegak dan daun memiliki permukaan yang

kasar. Gabah yang dihasilkan memiliki bentuk ramping

dan panjang dan berwarna kuning bersih. Bobot 1000

butir benih padi IR 64 ialah 27 gram. (BBPTP, 2008).

B. Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Kekeringan merupakan cekaman lingkungan yang

menyebabkan tanaman kekurangan air, sehingga berakibat

terganggunya proses-proses fisiologi tanaman yang dapat

ditunjukkan dengan berkurangnya organ-organ itu sendiri

dan selanjutnya berpengaruh terhadap hasil. Tanaman

mengalami cekaman kekeringan bila terjadi kekurangan

air, baik di dalam tanaman maupun di dalam tanah.

Tanaman dapat menghindari kekeringan dengan

mempertahankan serapan air. Mekanisme ini ditunjang

oleh sistem perakaran yang mampu menyerap air tanah

lebih banyak. Terjadinya cekaman air selama masa

pertumbuhan tanaman, umumnya akan mempengaruhi

morfologi, fisiologi dan aktivitas pada tingkat

molekular tanaman padi, seperti tertundanya pembungaan,

mengurangi distribusi dan alokasi bahan kering,

mengurangi kapasitas fotosintesis akibat dari

14

menutupnya stomata dan rusaknya kloroplas. Tanaman yang

toleran terhadap kondisi cekaman kekeringan akan

menunjukkan respons morfologis dan fisiologis yang

berbeda dibandingkan dengan tanaman yang peka. Respons

morfologi dalam beradaptasi terhadap cekaman kekeringan

dapat diketahui melalui sistem perakaran dan bentuk

tajuk. Respon fisiologis terhadap cekaman kekeringan

dapat diketahui melalui perubahan perilaku stomata,

peningkatan akumulasi prolin, fotosintesis, translokasi

dan penurunan potensial osmotik jaringan (Santos,

2009).

Padi merupakan tanaman yang sangat sensitif

terhadap cekaman kekeringan. Menurut Farooq et al (2010),

mekanisme pertahanan tanaman padi terhadap kekeringan

dilakukan dengan cara menutup stomata untuk mengurangi

transpirasi. Cekaman kekeringan akan menurunkan jumlah

daun, luas daun, bobot kering tanaman, jumlah anakan,

tinggi tanaman dan transpirasi. Tanda awal dari

pengaruh kekeringan ialah menggulungnya daun yang

diakibatkan oleh hilangnya turgor pada daun, kemudian

terjadi penutupan stomata dan pengurangan perkembangan

sel dengan demikian akan mengurangi luas permukaan daun

dan laju fotosintesis tiap satuan luas daun. Tanaman

padi yang mengalami cekaman air pada fase-fase

pembungaan dan pengisian biji menyebabkan berkurangnya

komponen-komponen hasil. Pengaruh cekaman air pada masa

15

pembungaan dan pengisian biji akan mempengaruhi banyak

gabah yang hampa akibat kekurangan air. Air berpengaruh

besar terhadap pertumbuhan vegetatif maupun generatif

tanaman padi, terutama dapat mempengaruhi rendahnya

hasil panen. Ketahanan terhadap cekaman air merupakan

sifat yang kompleks dari beberapa karakter morfologi,

fisiologi, dan biokimia yang secara positif

berkontribusi kepada kemampuan untuk tumbuh dan

berproduksi pada keadaan yang terbatas. Mekanisme

fisiologis tanaman padi dalam menghadapi cekaman air

dapat dengan cara menghindar atau toleransi. Peranan

air sangat penting pada saat pembentukan anakan dan

awal fase pemasakan (Sulistyo dkk, 2012).

C. Interaksi Rhizobacteri Dengan Tanaman

Rhizobacteri merupakan bakteri yang tumbuh di sekitar

perakaran tanaman/zona perakaran. Rhizobacteri banyak

dikenal sebagai bakteri pemacu tumbuh tanaman populer

disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR), yaitu

kelompok bakteri menguntungkan yang mengkolonisasi

rizosfer. Aktivitas Rhizobacteri memberi keuntungan bagi

pertumbuhan tanaman. Pengaruh langsung Rhizobacteri

didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan

memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai

unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah

konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh.

16

Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitkan dengan

kemampuan Rhizobacteri menekan aktivitas patogen dengan

cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit

seperti antibiotik dan siderophore (Husen dan Irawan,

2010). Sebagian besar Rhizobacteri berasal dari kelompok

gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari

genus Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia.

Selain kedua genus tersebut, dilaporkan antara lain

dari genus Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter, Burkholderia dan

Bacillus (Husen dkk. 2011). Meskipun sebagian besar

Bacillus (gram-positif) tidak tergolong pengkoloni akar,

beberapa strain tertentu dari genus ini ada yang mampu

melakukannya, sehingga bisa digolongkan sebagai

Rhizobacteri pemacu tumbuh tanaman.

Fungsi Rhizobacteri dalam meningkatkan pertumbuhan

tanaman dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 1)

pemacu/perangsang pertumbuhan (biostimulants) dengan

mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai zat

pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA),

Giberellin, Sitokinin, dan Etilen dalam lingkungan

akar; 2) penyedia hara (biofertilizers) dengan menambat N2

dari udara secara asimbiosis dan melarutkan hara P yang

terikat di dalam tanah; 3) pengendali patogen berasal

dari tanah (bioprotectants) dengan cara menghasilkan

berbagai senyawa atau metabolit anti patogen seperti

Siderophore, β-1,3- glukanase, Kitinase, antibiotik, dan

17

Sianida (Husen dkk. 2011). Agung_stuti (2012) menemukan

adanya bakteri yang dapat tumbuh pada rumput yang

bertahan pada daerah terdampak erupsi Merapi. Hasil

isolasi tahun 2013 didapat 4 isolat yang berbeda warna,

diameter dan bentuk. Ke empat isolat tersebut memiliki

kemampuan dalam Nitrifikasi, Amonifikasi dan melarutkan

unsur Phosphat. Pertumbuhan isolat bakteri Rhizobacteri

indigenous Merapi optimal setelah dilakukan kultur gojok

selama 48 jam. Pertumbuhan isolat bakteri Rhizobacteri

indigenous Merapi baru memulai fase penurunan setelah 48

jam dan jumlah bakteri terus menurun sampai waktu 72

jam (Agung_Astuti dkk, 2013).

D. Formulasi Inokulum Padat Rhizobacteri indigenous

Merapi

Formulasi bahan pembawa bertujuan untuk mendapatkan

inokulum dengan komposisi yang sesuai bagi pertumbuhan

mikroorganisme seperti bakteri maupun jamur selama masa

penyimpanan dan tetap memiliki efektivitas yang baik

saat diaplikasikan sebagai pupuk hayati. Bahan pembawa

inokulum yang lazim disebut sebagai carrier pada dasarnya

merupakan suatu bahan yang dapat digunakan sebagai

tempat hidup inokulum pupuk hayati sebelum

diaplikasikan, sehingga harus dapat mengaktifkan

kegiatan mikrobia agar mampu tumbuh dan berkembang

pada saat digunakan (Puriana, 2007)..

18

Hal yang perlu diperhatikan untuk membuat bahan

pembawa yang baik bagi mikroba ialah: 1) non toksik

terhadap inokulum, 2) memiliki kapasitas absorpsi yang

baik, 3) mudah untuk diproses dan bebas dari bahan yang

dapat membentuk bongkahan, 4) mudah untuk disterilisasi

atau dipasteurisasi, 5) tersedia dalam jumlah yang

banyak, 6) harga tidak mahal, 7) memiliki kapasitas

penyangga yang baik, 8) tidak bersifat toksik terhadap

tanaman dan 9) memiliki sifat perekat bagi benih

(FNCA, 2006; Metting, 1992). Bahan pembawa (carrier) yang

digunakan harus memiliki nutrisi yang dibutuhkan bagi

mikroba seperti air, karbon, energi, nitrogen, elemen

mineral dan faktor pertumbuhan (suhu, pH, aerasi).

Karbon adalah sumber utama dalam sintesa untuk

menghasilkan sel baru dan karbohidrat merupakan sumber

karbon yang mungkin dan paling ekonomis. Bakteri juga

membutuhkan Nitrogen organik dalam bentuk asam amino

tunggal atau material kompleks meliputi asam nukleat

dan vitamin (Puriana, 2007). Kelembaban carrier juga

perlu diperhatikan sekitar 40% atas dasar berat basah

carrier (Metting, 1992).

Sejak lama banyak yang telah meneliti tentang

penggunaan gambut sebagai bahan pembawa mikrobia,

karena dapat menyediakan perlindungan yang lebih baik

untuk Rhizobia di dalam kemasan dan pada benih yang telah

dilapisi oleh bahan pembawa. Inokulum padat dapat

19

berbentuk granular maupun bubuk. Ukuran partikel yang

dibutuhkan untuk menghasilkan inokulum bubuk ialah

antara 60-100 m. Inokulum bubuk biasanya digunakan

langsung untuk melapisi benih sebelum ditanam. Inokulum

bubuk dibuat agar dapat menempel pada benih dengan

pelapisan permukaan benih menggunakan bahan perekat

adhesif yang sesuai sebelum inokulum diaplikasikan,

seperti : sukrosa 10%, gum arabic 10% (w/v), atau metil

selulosa 1%). Pengaplikasian inokulum secara langsung

pada benih akan lebih efektif dan lebih mudah. Aplikasi

inokulum pada benih dapat dilakukan dengan takaran 4-6

g/kg benih atau setara dengan 0,28-0,42 kg/ha

(Metting, 1992). Sudah banyak penelitian yang berhasil

memformulasikan beberapa bahan seperti zeolit, arang

aktif, kaolin, debu vulkanik maupun kapur sebagai bahan

pembawa mikroba dan teruji efektif saat diaplikasikan

dan tetap memberikan viabilitas mikrobia yang baik

selama penyimpanan.

1. Gambut

Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari

akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk

sehingga kandungan bahan organiknya tinggi. Gambut

terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh

terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan

berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi

anaerob di perairan setempat. Sebagian besar tanah

20

gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan,

daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang

belum sepenuhnya membusuk (Wikipedia, 2013).

Karakteristik kimia lahan gambut sangat ditentukan oleh

kandungan, ketebalan dan jenis di dasar gambut, serta

tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di

Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah

bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-

senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar

lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa,

lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa

lainnya. Komposisi kimia gambut sangat dipengaruhi oleh

bahan induk tanamannya, tingkat dekomposisi dan sifat

kimia lingkungan aslinya (Ratmini, 2012).

Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan yang

rendah, ditandai dengan pH masam, ketersediaan sejumlah

unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn,

dan Bo) yang rendah, mengandung asam-asam organik yang

beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK)

yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah.

Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai

sedang, berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan

N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia

bagi tanaman, oleh karena rasio C/N yang tinggi

(Najiyati dkk, 2005). Telah banyak penelitian mengenai

pemanfaatan gambut sebagai bahan pembawa mikrobia,

21

Andhika (2008) telah meneliti bahwa gambut yang

dicampur dengan kaolin (2:1 w:w) dan 2,5% w/w CaCO3

dengan pH 6,46 merupakan formula pupuk hayati terbaik

dengan kepadatan populasi Rhizobacteri IMRG-4, IMRG-5,

IMRG-19, IMRG-30 sebesar 1011,39 CFU/g. Sedang

pemanfaatan gambut sebagai bahan pembawa yang tidak

steril ialah mencampurkan gambut dengan inokulum cair

isolat bakteri kemudian pH disesuaikan hingga 6,5-6,8

menggunakan CaCO3 dan kadar air yang dibutuhkan ialah

40% dari dasar berat basah (Metting, 1992).

2. Arang Aktif

Arang aktif adalah suatu bahan hasil proses

pirolisis arang pada suhu 600-900oC. Selama ini bahan

arang aktif yang digunakan berasal dari limbah limbah

kayu dan bambu. Bahan lainnya yang dapat digunakan

adalah dari limbah pertanian antara lain sekam padi,

jerami padi, tongkol jagung, batang jagung, serabut

kelapa, tempurung kelapa, tandan kosong dan cangkang

kelapa sawit, dan sebagainya. Pada tahap awal limbah

pertanian dibuat arang melalui proses karbonisasi 500oC

dan tahap selanjutnya dilakukan aktivasi pada suhu

800oC-900oC. Perbedaan mendasar arang dengan arang

aktif adalah bentuk pori-porinya. Pori-pori arang aktif

lebih besar dan bercabang serta berbentuk zig-zag. Arang

aktif bersifat multifungsi, selain media meningkatkan

kualitas lingkungan juga pori-porinya sebagai tempat

22

tinggal ideal bagi mikroba termasuk mikroba

pendegradasi sumber pencemar seperti residu pestisida

dan logam berat tertentu (Harsanti dkk, 2011).

Arang aktif memiliki fungsi sebagai rumah untuk

mikroorganisme di dalam tanah. Pori-pori kecil pada

karbon aktif digunakan sebagai tempat tinggal bakteri,

sedangkan pori besar dan retakan (cracks) digunakan

sebagai tempat berkumpul. Penggunaan arang aktif di

lahan sawah dapat meningkatkan jumlah bakteri dan

bakteri fiksasi Nitrogen (Azotobacter) di sekitar akar

tanaman pangan. Arang aktif sering dipergunakan untuk

menstimulir pertumbuhan akar. Hasil penelitian di

Jepang melaporkan bahwa lahan yang diberi arang aktif

meningkatkan frekuensi bakteri fiksasi Nitrogen sebesar

10-15% di Hokkaido dan Tohoku (Honshu Utara), 36-48% di

Kanto hingga Chugoku (Honshu sebelah Timur-Barat), dan

59-66% di Kyusu (Harsanti dkk, 2011).

Pemanfaatan arang pirolisis (Bio-Char) sebagai bahan

pembawa bakteri pemantap agregat (bioamelioran)

Pseudomonas fluorescens PG7II.1, Flavobacterium sp. PG7II.2

dan P. diminuta PG7II.9 dengan masa simpan 3-9 bulan

dapat mempertahankan populasi bakteri lebih tinggi

(10-8CFU/gram) dibandingkan dengan bahan pembawa kompos

dan gambut. Bio-char memiliki kapasitas menahan air

yang cukup tinggi sehingga memungkinkan terjaganya

kelembaban bahan pembawa sehingga menciptakan daya

23

dukung lingkungan untuk perkembangbiakan sel bakteri.

Diketahui bahwa penggunaan bio-char sebagai komponen

bahan pembawa memiliki potensi untuk mempertahankan

daya tumbuh bakteri dalam jangka waktu 12 bulan, serta

mempunyai nilai pH 6,7 dan kadar air 12,2 % (Santi dan

Goenadi, 2010). Komposisi bahan pembawa yang digunakan

dalam penelitian tersebut terdiri dari tiga komponen

yaitu zeolit granul (diameter 1-3 mm), bio-char (80

mesh) dan mineral liat (80 mesh). Zeolit granul

digunakan sebagai inti granulasi, sementara bio-char dan

mineral liat masing-masing digunakan sebagai pelapis

dan pengikat.

3. Kapur

Kapur merupakan bahan ameliorasi atau bahan yang

dapat meningkatkan kesuburan melalui perbaikan kondisi

fisik dan kimia tanah. Bahan amelioran yang baik bagi

lahan gambut memiliki kriteria: memiliki kejenuhan basa

(KB) tinggi, mampu meningkatkan derajat pH secara

nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki

kandungan unsur hara yang banyak atau lengkap sehingga

juga berfungsi sebagai pupuk, mampu mengusir senyawa

beracun, terutama asam-asam organik. Penggunaan kapur

dapat meningkatkan kadar pH tanah dan basa-basa seperti

tanah gambut yang masam (Agus dan Subiksa, 2008).

Menurut Hardjowigeno (1996) kapur yang diberikan ke

dalam tanah gambut akan memperbaiki kondisi tanah

24

gambut dengan cara menaikkan pH tanah, mengusir

senyawa-senyawa organik beracun, meningkatkan KB,

menambah unsur Ca dan Mg, menambah ketersedian hara,

memperbaiki kehidupan mikrooraginisme tanah termasuk

yang berada dalam bintil-bintil akar.

Menurut Wijaya-Adhi (1955) pemberian kapur

merupakan syarat pertama dalam memperbaiki kesuburan

tanah gambut. Hasil penelitian Arsyad (2009) menunjukan

penggunaan kapur Dolomit (CaMg(CO3)2) sebagai carrier

Rhizobium dari bintil akar putri malu dengan

perbandingan 5 g Dolomit berbanding 30 ml starter

kultur Rhizobium yang paling efektif sebagai pupuk pada

pertumbuhan tanaman kacang hijau.

Dolomit berasal dari batu kapur Dolimitik dengan

rumus [CaMg (CO3)2]. Pupuk Dolomit sebenarnya tergolong

mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk

ini sebenarnya banyak digunakan sebagai bahan pengapur

pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH tanah.

Dolomit banyak digunakan karena relatif murah dan mudah

didapat. Disamping itu bahan tersebut dapat memperbaiki

sifat fisik tanah dan kimia dengan tidak meninggalkan

residu yang merugikan tanah. Apabila pH tanah telah

meningkat, maka kation Aluminium akan mengendap sebagai

gibsit sehingga tidak lagi merugikan. Dolomit terbentuk

dari hasil reaksi antara unsur Mg dengan batu gamping

(limestone). Pembentukan dolomit berlangsung dalam air

25

laut dan unsur Mg yang diperlukan berasal dari hasil

disosiasi (penguraian) garam MgCO3 yang terdapat dalam

air laut. Sebagai mana diketahui bahwa air laut

mengandung berbagai jenis garam-garaman, antara lain

MgCO3 dan CaCO3. Proses pembentukannya berlangsung

ratusan sampai ribuan tahun.

4. Kaolin

Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari

material lempung dengan kandungan besi yang rendah, dan

umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Kaolin

mempunyai komposisi hidrous Alumunium Silikat

(2H2O.Al2O3.2SiO2), dengan disertai beberapa mineral

penyerta. Proses pembentukan kaolin (kaolinisasi) dapat

terjadi melalui proses pelapukan dan proses hidrotermal

alterasi pada batuan beku felspartik, mineral-mineral

potas aluminium silka dan feldspar diubah menjadi

kaolin. Endapan kaolin ada dua macam, yaitu: endapan

residual dan sedimentasi. Mineral yang termasuk dalam

kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit, dan

halloysit (Al2(OH)4SiO5.2H2O), yang mempunyai kandungan

air lebih besar dan umumnya membentuk endapan

tersendiri. Sifat-sifat mineral kaolin antara lain,

yaitu: kekerasan 2-2,5, berat jenis 2,6-2,63, plastis,

mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah,

serta pH bervariasi. Potensi dan cadangan kaolin yang

besar di Indonesia terdapat di Kalimantan Barat,

26

Kalimantan Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung,

serta potensi lainnya tersebar di Pulau Sumatera, Pulau

Jawa, dan Sulawesi Utara (ESDM. 2005).

Hasil penelitian Andhika (2008) mengenai

pemanfaatan gambut yang dicampur dengan kaolin (2:1

w:w) dan 2,5% w/w CaCO3 dengan pH 6,46 merupakan

formula pupuk hayati terbaik dengan kepadatan populasi

Rhizobacteri IMRG-4, IMRG-5, IMRG-19, IMRG-30 sebesar

1011,39 CFU/g.

5. Kulit Pisang

Kandungan nutrisi tertinggi kulit pisang ialah

karbohidrat sekitar 18,5% per 100 gram. Kandungan

karbohidrat yang tinggi pada kulit pisang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembawa bagi bakteri. Karbon

adalah sumber utama dalam sintesa untuk menghasilkan

sel baru dan karbohidrat merupakan sumber karbon yang

mungkin dan paling ekonomis (Puriana, 2007). Kulit

pisang juga mengandung nutrisi lain seperti : Protein,

Kalsium, Fosfor, Lemak, Vitamin C, Vitamin B dan Besi.

Hasil penelitian Tyas (2008) menunjukan bahwa

pemanfaatan kulit pisang 60-90 g dan zeolit 30-60 g

sebagai carrier dapat mempertahankan populasi bakteri

pelarut pospat Bacillus megatherium hingga minggu ke-6

penyimpanan dengan rata-rata populasi sebesar 5,2x107

CFU/g bahan pembawa.

27

6. Zeolit

Zeolit merupakan kristal alumina silikat yang

terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan

rongga-rongga di dalam yang berisi ion-ion logam,

biasanya golongan logam alkali, dan molekul air yang

bergerak bebas. Zeolit merupakan suatu kelompok mineral

yang dihasilkan dari proses hidrotermal pada batuan

beku basa. Mineral zeolit biasanya dijumpai mengisi

celah-celah ataupun rekahan dari batuan tersebut.

Zeolit juga merupakan endapan dari aktivitas vulkanik

yang banyak mengandung unsur silika. Sifat umum zeolit

antara lain mempunyai susunan kristal yang agak lunak,

berat jenis 2-2,4, berwarna kebiruan-kehijauan, putih

dan coklat. Jenis mineral zeolit yang terdapat di

Indonesia adalah modernit dan klipnoptilolit (Eddy,

2006). Secara kimia kandungan zeolit yang utama adalah:

SiO2=62,75%; A12O3=12,71%; K2O=1,28%; CaO=3,39%;

Na2O=1,29 %; MnO=5,58 %; Fe2O3=2,01%; MgO= 0,85 %;

Clinoptilotit =30%; Mordernit = 49%. Sedangkan nilai

KPK antara 80-120 me/100 gr, nilai yang tergolong

tinggi untuk penilaian tingkat kesuburan tanah.

Nilai KPK akan menentukan kemampuan bahan tersebut

untuk menyimpan pupuk yang diberikan sebelum diserap

tanaman. Secara umum fungsi zeolit bagi lahan

pertanian adalah: meningkatkan kadar oksigen terlarut

dalam air irigasi lahan persawahan, menjaga

28

keseimbangan pH tanah, mampu mengikat logam berat yang

bersifat meracun tanaman misalnya Pb dan Cd, mengikat

kation dari unsur dalam pupuk misalnya NH4+dari Urea

dan K+ dari KCl, sehingga penyerapan pupuk menjadi

effisien, ramah lingkungan karena menetralkan unsur

yang mencemari lingkungan, memperbaiki struktur tanah

(sifat fisik) karena kandungan Ca dan Na, meningkatkan

KPK tanah (sifat kimia), meningkatkan hasil tanaman.

Bila dibandingkan dengan bahan organik dalam fungsinya

sebagai pemantap tanah, maka zeolit akan lebih unggul

(Edi, 2004). Hasil penelitian Tyas (2008) menunjukan

bahwa dengan pemanfaatan kulit pisang 60-90 g dan

zeolit 30-60 g sebagai carrier dapat mempertahankan

populasi bakteri pelarut pospat Bacillus megatherium

hingga minggu ke-6 penyimpanan dengan rata-rata

populasi sebesar 5,2x107 CFU/g bahan pembawa.

7. Debu Vulkanik Kelud (DVK)

Debu vulkanik adalah bahan material vulkanik

jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu

letusan, terdiri dari batuan berukuran besar sampai

berukuran halus. Batuan yang berukuran besar (bongkah -

kerikil) biasanya jatuh disekitar kawah sampai radius 5

– 7 km dari kawah, dan yang berukuran halus dapat jatuh

pada jarak mencapai ratusan km bahkan ribuan km dari

kawah karena dapat terpengaruh oleh adanya hembusan

angin. Kandungan kimia debu vulkanik berbeda-beda untuk

29

tiap gunung berapi (Wikipedia, 2013). Unsur yang paling

berlimpah dalam magma adalah silika (SiO2) dan oksigen.

Letusan erupsi rendah dari basal (batuan beku)

memproduksi karakteristk abu berwarna gelap yang

mengandung 45-55 persen silika yang kaya akan zat besi

(Fe) dan magnesium (Mg). Gas-gas utama dilepaskan

selama aktivitas gunung api adalah air, Karbon

Dioksida, Sulfur Dioksida, Hidrogen, Hidrogen Sulfida,

Karbon Monoksida Dan Hidrogen Klorida. Kandungan

Belerang dan Gas Halogen serta logam ini dihapus dari

atmosfer oleh proses reaksi kimia. Menurut Suradikarta,

abu vulkanik Gunung Kelud Jawa Timur mengandung 45,9%

SiO2 dan mineral yang dominan adalah plagioklas

intermedier. Abu vulkanik Gunung Kelud dapat

meningkatkan pH tanah, meningkatkan tinggi tanaman,

berat kering tanaman dan akar jagung dan semakin halus

abu vulkan semakin efektif terhadap pertumbuhan tanaman

jagung (Suriadikarta dkk, 2010). Hasil Penelitian

Dwiyantores (2012) menunjukan bahwa pemanfaatan Debu

Vulkanik Merapi (DVM) +15% air kelapa (v/b) + 0,1%

bahan perekat (v/b) dapat digunakan sebagai media

memperbanyak bakteri Bacillus thuringiensis dengan kepadatan

populasi 322 x 108 cfu/ml sampel setelah 24 jam setelah

inkubasi.

30

8. Air Kelapa

Air kelapa kaya akan Kalium hingga 17 % , gula

antara 1,7 sampai 2,6 % dan protein 0,07 hingga 0,55 %.

Mineral lainnya antara lain Natrium (Na), Kalsium (Ca),

Magnesium (Mg), Ferum (Fe), Cuprum (Cu), Fosfor (P) dan

Sulfur (S) (Bustamante, 2004). Sedangkan menurut

Dwidjoseputro (1994) disamping kaya mineral, air kelapa

juga mengandung berbagai macam vitamin seperti Asam

Sitrat, Asam Nikotinat, Asam Pantotenal, Asam Folat,

Niacin, Riboflavin, dan Thiamin. Terdapat pula dua

hormon alami yaitu auksin dan sitokinin sebagai

pendukung pembelahan sel embrio kelapa. Penelitian yang

dilakukan oleh Puriana (2007) menunjukan bahwa air

kelapa dapat digunakan sebagai media memperbanyak

bakteri Bacillus thuringiensis Barliner.

9. Gula Merah

Gula merah terbentuk dari hasil karamelisasi air

nira. Setiap 100 g gula merah aren terkandung 368 cal

Kalori, 95 g Karbohidrat, 75 mg Kalsium, 35 mg Fosfor,

3 mg Besi dan 4 mg Air. Gula berfungsi sebagai starter

untuk menstimulir perkembangan mikroba (Husen dan

Irawan, 2010).

E. Bahan Pengemas Inokulum Rhizobacteri

Salah satu tahap dari pembuatan pupuk hayati ialah

pengemasan. Syarat dari bahan kemasan yang akan

31

digunakan sebagai pupuk hayati ialah harus kedap

udara/kedap air, tidak mudah pecah/koyak, bobot kemasan

30- 150 g neto. Bahan kemasan bisa digunakan dari

Alumunium foil atau plastik Polietilen dan kedap cahaya

minimal 40%. Polietilen yang akan digunakan dianjurkan

memiliki ketebalan sekitar 0,038-0,076 mm sehingga

mampu menjaga kelembaban dari pupuk hayati tersebut,

namun kemasan tersebut juga dapat memungkinkan

pertukaran gas yang memadai dan dapat mengontrol dari

adanya kontaminasi. (Metting, 1992).

1. Plastik Polietilen (PE)

Polietilen adalah termoplastik yang digunakan

secara luas oleh konsumen produk sebagai kantong

plastik. PE merupakan polimer yang terdiri dari rantai

panjang monomer etilena. Molekul etena C2H4 adalah

CH2=CH2. Dua grup CH2 bersatu dengan ikatan ganda.

Polietilena dibentuk melalui proses polimerisasi dari

etena. Polietilena bisa diproduksi melalui proses

polimerisasi radikal, polimerisasi adisi anionik,

polimerisasi ion koordinasi, atau polimerisasi adisi

kationik (Wikipedia, 2011).

2. Alumunium Foil

Aluminium foil adalah bahan kemasan berupa lembaran

logam aluminum yang padat dan tipis dengan

ketebalan <0.15 mm. Kemasan ini mempunyai tingkat

32

kekerasan dari 0 yaitu sangat lunak, hingga H-n

yang berarti keras. Semakin tinggi bilangan H-, maka

aluminium foil tersebut semakin keras. Alumunium Foil

memiliki daya rentang yang kuat, tidak mudah sobek.

Aluminium Foil dirancang khusus untuk memantulkan

radiasi panas hingga 95% dan sangat cocok untuk

mencegah penguapan dan menghindari kebocoran (Anonim,

2010).

Hasil penelitian Andhika (2008) menunjukkan bahwa

bahan pembawa (carrier) Gambut + kaolin (2:1 w:w) + 2,5%

w/w CaCO3 dengan pH 6,46 untuk kemasan plastik memiliki

kepadatan populasi Rhizobakteri IMRG-4, IMRG-5, IMRG-

19, IMRG-30 adalah 1011,39 cfu/g. Bahan pembawa (carrier)

gambut + 2,5% w/w CaCO3 dengan pH 6,4 untuk kemasan

alumunium foil memiliki kepadatan populasi Rhizobakteri

IMRG-4, IMRG-5, IMRG-19, IMRG-30 adalah 1011,35 cfu/g.

F. Hipotesis

Formula inokulum padat Rhizobacteri indigenous Merapi

dengan menggunakan carrier gambut + 1 % (w/w) gula +

10% (w/w) arang aktif + 2% (w/w) CaCO3 dalam kemasan

Alumunium foil, merupakan formula terbaik terhadap

aktifitas Rhizobacteri indigenous Merapi dan pertumbuhan

tanaman padi yang mengalami cekaman kekeringan.

III. METODE PENELITIAN

A. Rencana Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret

hingga Juli 2014 bertempat di Laboratorium

Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian UMY, Jl. Lingkar

Barat,Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

DIY.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Padi IR 64, Rhizobakteri indigenous Merapi isolat MA, MB,

MD, aquadest, alkohol, gambut, gula jawa, arang aktif,

CaCO3, Kaolin, Zeolit, air kelapa, tepung kulit pisang,

Debu Vulkanik Kelud, gula merah, medium LBA dan LBC,

medium Ekstrak Tanah Agar, plastik polietilen,

Alumunium foil, pupuk kandang, pupuk NPK (Urea, SP-36

dan KCl) dan pestisida.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

autoklaf, oven, erlemeyer, gelas piala, lampu bunsen,

lumpang, martir, rotary shaker, tabung reaksi, jarum ose,

petridish, driglasky, skalpel, pinset, pipet ukur, mikro

pipet, blue dan yellow tip, colony counter, besek penyemaian,

sungkup, cangkul, penggaris dan timbangan analitik.

33

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahapan

pertama yaitu pembuatan inokulum campuran Rhizobacteri

indigenous Merapi dan formulasi inokulum padat di

Laboratorium Fakultas Pertanian UMY. Tahap kedua yaitu

aplikasi inokulum padat Rhizobacteri indigenous Merapi pada

benih padi IR 64 serta uji efektifitasnya terhadap

pertumbuhan tanaman padi yang mengalami cekaman.

Percobaan eksperimental pada laboratorium dan lahan

disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

desain percobaan Faktorial (2X4). Faktor 1 adalah

komposisi bahan pembawa yang terdiri dari 4 aras,

yaitu:

(C1) Gambut + 1 % (w/w) gula + 10% (w/w) arang aktif

+ 2% (w/w) CaCO3

(C2) Gambut + Kaolin (2:1 w:w) + 2,5% (w/w) CaCO3

(C3) Tepung kulit pisang + 40% (w/w) zeolit

34

35

(C4) Debu Vulkanik Kelud + 15% (v/w) air kelapa +

0,1% (v/w) bahan perekat

Faktor 2 adalah jenis bahan pengemas yang terdiri

dari 2 aras, yaitu :

(P1) Plastik polietilen

(P2) Alumunium foil

Total diperoleh 8 kombinasi perlakuan yang masing-

masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan,

dengan demikian diperoleh 24 unit perlakuan korban

(lampiran 2).

D. Tata Cara Penelitian

1. Tahap Pertama : pembuatan inokulum campuranRhizobacteri indigenous Merapi dan formulasi carier padat

a. Sterilisasi alat dan bahan formula

Alat-alat yang terbuat dari logam dan gelas dicuci

bersih kemudian setelah kering alat-alat tersebut

dibungkus menggunakan kertas payung. Alat-alat dari

logam dan kaca yang telah terbungkus kertas payung

kemudian disterilkan dalam autoklaf dengan temperatur

121oC bertekanan 1 atm selama 30 menit.

Seluruh bahan formula, seperti tanah gambut, CaCO3,

Aranf aktif, Zeolit, Kaolin, Debu Vulkanik Kelud

dikeringkan anginkan dan kemudian disaring dengan

saringan 30 mesh. Bahan-bahan untuk formulasi perlu

disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan

autoklav sebanyak dua kali sterilisasi pada 121ºC, 1

36

atm, selama 15-20 menit. pH seluruh bahan dicek dan

disesuaikan hingga didapatkan pH netral 6,5-7.

Kapasitas lapang tanah gambut dapat ditentukan dengan

mengeringkan 50 g tanah pada suhu 80ºC selama 24 jam.

Setelah diautoklaf dan didinginkan, sampel tanah

tersebut dilembabkan dengan akuades steril untuk

mencapai kapasitas lapang.

b. Pembuatan medium LBA untuk identifikasi sertapemurnian isolat Rhizobacteri indigenous Merapi

Medium perbanyakan yang digunakan untuk pembuatan

biakan murni ialah media Luria Bertani Agar (LBA)

(Lampiran 3). Seluruh bahan LBA dimasukkan ke dalam

erlenmeyer kemudian dicampur dengan air dan dipanaskan

hingga larutan mendidih. Larutan LBA yang telah homogen

setelah dipanaskan kemudian diukur kadar pHnya. pH

larutan tidak boleh melebihi 7,2 ataupun kurang dari

6,5. Penyimpangan pH yang terjadi saat pertumbuhan

bakteri di dalam medium akan memperngaruhi protein

(enzim dan sistem transport) yang terdapat pada membran

sel. Struktur protein akan berubah bila pH dalam medium

berubah. pH medium yang menyimpang akan menghambat

pertumbuhan isolat Rhizobacter indigenous Merapi. Medium

LBA kemudian dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi steril

sebanyak 10 ml/tabung, kemudian sebagian medium LBA

dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah medium dipindah

ke dalam tabung reaksi dan erlenmeyer, kemudian

37

disterilkan menggunakan autoklaf pada temperatur 121oC

tekanan 1 atm selama 15-20 menit. Medium steril dalam

tabung rekasikemudian diletakan dengan kemiringan 30-

45o. Saat tabung reaksi dimiringkan, media agar tidak

boleh menyentuh tutup tabung untuk menghindari

kebocoran medium dan kontaminasi.

c. Pembuatan Medium LBC untuk perbanyakan isolatRhizobacteri indigenous Merapi

Medium Luria Bertani Cair (LBC) digunakan untuk

pebanyakan Rhizobacteri indigenous Merapi sesuai kebutuhan

(lampiran 3). Seluruh bahan untuk membuat medium LBC

dilarutkan dengan air di dalam erlenmeyer sebanyak 360

ml kemudian dipanaskan hingga mendidih agar seluruh

bahan larut dengan air. Setelah seluruh bahan homogen,

kemudian dilakukan pengecekan pH menggunakan kertas

lakmus. pH yang dikehendaki ialah antara 6,5-7,2.

Medium yang telah siap kemudian disterilkan menggunakan

autoklaf pada temperatur 121oC tekanan 1 atm selama 15-

20 menit. Medium LBA steril kemudian dimasukkan ke

dalam erlenmeyer.

d. Identifikasi koloni dan sel isolat MA, MB dan MDRhizobacter indigenous Merapi

Identifikasi koloni dilakukan dengan cara

menumbuhkan isolat MA, MB dan MD dari hasil pembiakan

kultur murni pada medium LBA menggunakan metode

38

permukaan (surface platting method). Pada tahap ini yang

perlu diamati ialah warna, diameter, bentuk koloni,

bentuk tepi, elevasi dan struktur dalam koloni serta

bentuk dan sifat sel Rhizobacteri indigenous (Lay, 1994).

e. Pembuatan biakan murni Isolat Rhizobacter indigenousMerapi untuk kultur stok

Biakan murni bakteri ialah biakan yang mengandung

satu macam bakteri dan dapat dibiakan menggunakan

bahan cair atau padat (Lay, 1994). Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Agung_Astuti (2013) didapat 4

isolat Rhizobacteri indigenous Merapi yaitu MA, MB, MC dan

MD. Ke empat isolat memiliki kemampuan melarutkan

Phospat, Nitrifikasi dan Amonifikasi dan tidak mampu

memfiksasi N, akan tetapi isolat MA, MB dan MD memiliki

kemampuan melarutkan Phospat, Nitrifikasi dan

Amonifikasi yang paling baik dibandingkan dengan isolat

MC, sehingga dalam penelitian akan digunakan 3 isolat

yaitu MA, MB dan MD. Biakan murni akan dibuat dari

isolat MA, MB dan MD pada medium Luria Bertani Agar

miring.

Masing-masing isolat Rhizobacteri indigenous Merapi

dimurnikan dengan cara mengambil 1 ose isolat bakteri

kemudian ditumbuhkan pada medium LBA miring dan

diinkubasi selama 48 jam. Biakan murni haruslah

diinkubasi pada ruangan dengan suhu dan kelembaban yang

sesuai untuk pertumbuhan bakteri yaitu 27oC. Rhizobacter

39

sp. merupakan bakteri mesofil sehingga dapat tumbuh

optimal pada suhu 20-50oC.

f. Perbanyakan dan pembuata starter campuran isolatMA, MB dan MD

Perbanyakan isolat MA, MB dan MD didapat dari

kultur stok isolat MA, MB dan MD. Perbanyakan dilakukan

dengan mengambil 1 ose biakan murni isolat kemudian

diinokulaikan ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml

medium LBC untuk tiap isolat, kemudian diinkubasi

dengan suhu ruang 27oC selama 48 jam pada rotary shaker

dengan kecepatan 120 rpm.

Isolat MA, MB dan MD yang telah diperbanyak dan

diinkubasi selama 48 jam kemudian diinokulasikan dan

dicampur sebanyak 10% per isolat ke dalam 4 erlenmeyer

steril berisi 100 ml LBC untuk masing-masing formula.

Proses pengaktifan dilakukan dengan inkubasi pada

rotary shaker selama 48 jam dengan suhu ruang sebagai

fase mid log dari pertumbuhan bakteri. Kultur yang telah

aktif inilah yang akan menjadi inokulum kemudian

diamati viabilitas Rhizobacteri indigenous Merapi pada per

ml dengan metode Total Plate Count pada media Ekstrak

Tanah Agar.

g. Formulasi inokulum padat

Bakteri Rhizobacteri indigenous Merapi diaplikasikan

dengan ketentuan setiap 15 ml starter campuran untuk 50

40

gram bahan pembawa sesuai komposisi yang telah dibuat

(Noviana dkk, 2009). Kemasaman dan kadar air formula

harus disesuaikan yaitu pH 7 dan kadar air 40% untuk

menunjang pertumbuhan Rhizobacteri indigenous Merapi dalam

carrier.

Berikut merupakan komposisi carrier dan penggunaan

bahan kemasan:

1) Gambut + 1 % (w/w) gula + 10% (w/w) arang aktif +

2% (w/w) CaCO3 pada kemasan plastik polietilen

2) Gambut + 1 % (w/w) gula + 10% (w/w) arang aktif +

2% (w/w) CaCO3 pada kemasan alumunium foil

3) Gambut + Kaolin (2:1 w:w) + 2,5% (w/w) CaCO3 pada

kemasan plastik polietilen

4) Gambut + Kaolin (2:1 w:w) + 2,5% (w/w) CaCO3 pada

kemasan alumunium foil

5) Tepung kulit pisang + 40% (w/w) Zeolit pada kemasan

plastik polietilen

6) Tepung kulit pisang + 40% (w/w) Zeolit pada kemasan

alumunium foil

7) Debu Vulkanik + 15% (v/w) air kelapa + 0,1% (v/w)

bahan perekat pada kemasan plastik polietilen

8) Debu Vulkanik + 15% (v/w) air kelapa + 0,1% (v/w)

bahan perekat pada kemasan alumunium foil.

Ke-8 kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali

sehingga didapat 24 unit perlakuan atau 24 kemasan

formula inokulum padat. Penyimpanan formula dilakukan

41

pada ruangan dengan suhu ruang 27oC selama 1 bulan dan

pada minggu ke 1,2,3 dan 4 setelah penyimpanan

dilakukan pengujian viabilitas Rhizobacteri indigenous Merapi

menggunakan metode total palte count pada media Ekstrak

Tanah Agar.

2. Tahap Kedua : aplikasi inokulum padat Rhizobacteriindigenous Merapi pada benih padi IR 64 serta ujiefektifitasnya terhadap pertumbuhan tanaman padiyang mengalami cekaman

a. Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan satu minggu sebelum tanam

dengan pembajakan 2 kali. Pembajakan pertama tanpa

garu, kemudian lahan dibagi sesuai lay out pada masing-

masing blok (lampiran 1). Selanjutnya pemberian pupuk

dasar berupa pupuk kandang dan SP-36 sesuai anjuran

pemupukan (lampiran 7).

b. Seleksi benih dengan larutan garam

Seleksi benih dilakukan dengan cara memasukkan

benih ke dalam wadah yang berisi air dan dicampur

dengan garam ± 20% dari volume air yang digunakan,

kemudian benih tersebut diaduk sampai benih terpisah

antara yang terapung dan tenggelam. Benih yang

tenggelam adalah benih yang bagus untuk dibibitkan.

Selanjutnya benih tenggelam diambil dan dibilas dengan

air biasa sampai bersih dan dikering anginkan.

42

c. Uji daya kecambah

Uji daya kecambah dilakukan untuk mengetahui

potensi benih yang bisa berkecambah dari suatu kelompok

atau satuan berat benih. Pengujian ini dilakukan dengan

cara mengambil 100 biji secara acak kemudian benih

disemai pada petridish yang sudah diberi kapas atau

kertas saring yang telah dibasahi. Kemudian dihitung

berapa jumlah benih yang berkecambah, rumus perhitungan

daya kecambah :

DB = (JBK / JBT) x

100 %

Keterangan :

DB = Persentase biji berkecambah

JBK = Jumlah biji berkecambah

JBT = Jumlah biji yang ditabur

d. Aplikasi formula inokulum padat Rhizobacteri padabenih

Berbagai formula Rhizobacteri diaplikasikan pada benih

padi IR 64 sesuai perlakuan dengan takaran 4-6 g/kg

benih atau setara dengan 0,28-0,42 kg/ha (Metting,

1992). Perekatan carrier pada benih dilakukan dengan

membasahi benih padi IR 64 kemudian digunakan bahan

perekat sebagai adhesiv dapat berupa indostik dengan

penggunaan sebanyak 0,03% (v/w). Benih yang telah

terlapisi dengan carrier Rhizobacteri kemudian didiamkan

43

selama 24 dimaksudkan agar Rhizobacteri indigenous Merapi

melekat pada benih.

e. Penyemaian

Setelah 1 hari diinkubasi, bibit diangkat kemudia

ditaburkan diatas 24 besek sesuai perlakuan. Media

tanam berupa tanah Regosol dengan campuran pupuk

kandang 2:1. Besek diletakkan ditempat yang terkena

sinar matahari langsung selama 3 minggu. Benih yang di

semaikan dipelihara dengan cara disiram agar media

tempat persemaian selalu lembab. Selama persemaian

dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan Rhizobacteri

saat fase persemaian. Pengamatan viabilitas Rhizobacteri

indigenous Merapi dilakukan setiap 1 minggu sekali selama

3 minggu dengan metode Total Plate Count menggunakan media

Ekstrak Tanah Agar.

f. Penanaman

Penanaman dilakukan saat padi berumur 3 minggu

setelah semai kemudian ditanam dengan cara tanam 2

bibit dalam 1 lubang untuk mengurangi resiko jika ada

tanaman yang mati. Penanaman dilakukan dengan jarak

tanam 20cm x 20cm (Lampiran 1).

g. Pemeliharaan

1) Pengairan

44

Pada awal penanaman selama 1 minggu kondisi tanah

akan disamakan sesuai syarat penanaman padi sawah yaitu

tergenang, setelah itu pengairan disesuaikan dengan

cekaman kekeringan, jika kadar air melebihi 12% maka

tidak dilakukan penyiraman (lampiran 8). Hasil

penelitian sebelumya mengenai frekuensi penyiraman

tanaman padi yang diinokulasikan Rhizobacteri indigenous

Merapi membuktikan bahwa tanaman padi yang

diinokulasikan dengan Rhizobacteri indigenous Merapi dengan

frekuensi penyiraman 6 hari tidak berbeda nyata dengan

perlakukan tanaman padi tanpa inokulasi dengan

frekuensi penyiraman 1 hari (Agung_Astuti dkk, 2013).

2) Pemupukan susulan

Pupuk susulan di aplikasikan saat 14, 30, 40 hari

setelah tanam dengan menggunakan ½ anjuran penggunaan

Urea. Total kebutuhan pupuk yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 7.

3) Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan dengan cara mencabut

dan membenamkan gulma ke tanah dengan alat gosrok,

penyiangan dilakukan ketika gulma yang tumbuh di lahan

populasinya > 50% setiap 1 minggu..

4) Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dilakukan secara mekanis, tapi

apabila serangan hama melewati ambang batas akan

45

dilakukan pengendalian secara kimiawi menggunakan

pestisida. Beberapa hama yang sering ada pada tanaman

padi:

i. Wereng Coklat (Nilaparvata lugens)

Hama ini dapat menyebabkan tanaman padi mati kering

dan tampak seperti terbakar atau puso, serta dapat

menularkan beberapa jenis penyakit. Gejala serangan

adalah terdapatnya imago wereng coklat pada tanaman dan

menghisap cairan tanaman pada pangkal batang, kemudian

tanaman menjadi menguning dan mengering. Pengendalian

dianjurkan menggunakan insektisida sistemik Winder 100EC

(0,25-0,5 ml/L), Winder 25WP (0,125-0,5 g/L), WinGran0,5GR ditaburkan merata.

ii. Wereng Hijau (Nephotettix virescens)

Hama wereng hijau merupakan hama penyebar (vector)

virus tungro yang menyebabkan penyakit tungro. Fase

pertumbuhan padi yang rentan serangan wereng hijau

adalah saat fase persemaian sampai pembentukan anakan

maksimum, yaitu umur ± 30 hari setelah tanam. Gejala

kerusakan yang ditimbulkan adalah tanaman kerdil,

anakan berkurang, daun berubah menjadi kuning sampai

kuning oranye. Pencegahan dan pengendalian Pengendalian

dianjurkan menggunakan insektisida sistemik Winder100EC (0,25-0,5 ml/L), Winder 25WP (0,125-0,5 g/L),WinGran 0,5GR ditaburkan merata.

46

iii. Walang Sangit (Leptocorixa acuta)

Walang sangit merupakan hama yang menghisap cairan

bulir pada fase masak susu. Kerusakan yang ditimbulkan

walang sangit menyebabkan beras berubah warna, mengapur

serta hampa. Hal ini dikarenakan walang sangit

menghisap cairan dalam bulir padi. Fase tanaman padi

yang rentan terserang hama walang sangit adalah saat

tanaman padi mulai keluar malai sampai fase masak susu.

Pengendalian dianjurkan dilakukan pada saat gabah masak

susu pada umur 70-80 hari setelah tanam dengan

disemprot insektisida Greta 500EC (1-2 ml/L).

h. Pengamatan dan Pemanenan

Pengamatan dilakukan mulai dari 1 minggu hingga

minggu ke 8 setelah padi ditanam. Panen dilakukan

setelah tanaman berumur 56 hari setelah tanam dengan

ciri tanaman malai berwarna hijau segar.

E. Variabel pengamatan

1. Tahap 1 : Formulasi dan Kemasan inokulum padatRhizobacteri indigenous Merapi

a. Viabilitas bakteri selama penyimpanan

(cfu/ml)

Pengujian dilakukan pada hari ke 7, 14, 21 hari

setelah carrier diformulasikan, dengan menggunakan medium

Ekstrak Tanah Agar dengan kadar NaCl 0,2 M.. 1 gram

sampel carrier diencerkan pada 3 botol air steril 99 ml

47

(10-2; 10-4; 10-6) dan 2 tabung rekasi (10-7;10-8),

sehingga didapat seri pengencerah hingga 10-8. Setiap

0,1 ml pada seri 10-6;10-7;10-8 diinokulasikan dengan

metode permukaan atau surface platting method dan setiap

seri pengenceran yang diujikan (10-7;10-8;10-9) dibuat

ulangan sebanyak 3 kali ulangan. Uji kemampuan hidup

mikroba berdasarkan daya viabilitas dan jumlah koloni

populasi bakteri. Penghitungan populasi bakteri ini

dengan metode Total Plate Count (TPC). Jumlah bakteri per

ml dapat ditentukan dengan menghitung koloni yang

tumbuh dari masing-masing pengenceran. Penentuan jumlah

bakteri per mililiter dengan menggunakan rumus :

Jumlah bakteri per ml sampel (CFU/ml) =Jumlah koloni

Faktor pengenceran

Dalam perhitungan dengan menggunakan cara TPC harus

memenuhi syarat sebagai berikut:

i. Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30-300

koloni.

ii. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari

setengah luas cawan petri (Spreader).

iii. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran yang

berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar

dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama atau lebih

kecil dari 2 maka hasilnya dirata-rata, dan jika

lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah

koloni dari hasil pengenceran sebelumnya.

48

iv. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat

hasilnya dirata-rata.

2. Tahap 2 : Pertumbuhan Tanaman

a. Viabilitas bakteri selama pembibitan dan

penananam di lahan (cfu/ml)

Pengujian dilakukan pada minggu ke 1, 2 dan 3

selama pembibitan, dengan menggunakan medium Ekstrak

Tanah Agar dengan kadar NaCl 0,2 M.. 1 gram sampel

carrier diencerkan pada 3 botol air steril 99 ml (10-2;

10-4; 10-6) dan 2 tabung rekasi (10-7;10-8), sehingga

didapat seri pengencerah hingga 10-8. Setiap 0,1 ml

pada seri 10-6;10-7;10-8 diinokulasikan dengan metode

permukaan atau surface platting method dan setiap seri

pengenceran yang diujikan (10-7;10-8;10-9) dibuat ulangan

sebanyak 3 kali ulangan. Uji kemampuan hidup mikroba

berdasarkan daya viabilitas dan jumlah koloni populasi

bakteri. Penghitungan populasi bakteri ini dengan

metode Total Plate Count (TPC). Jumlah bakteri per ml

dapat ditentukan dengan menghitung koloni yang tumbuh

dari masing-masing pengenceran.

b. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada tanaman

sampel pada tiap petak. Tinggi tanaman diukur dari

pangkal batang/permukaan tanah sampai ujung daun

teratas menggunakan meteran. Pengamatan dilakuan setiap

minggu hingga minggu ke-8.

49

c. Jumlah anakan

Pengamatan jumlah anakan dilakukan pada tanaman

sampel. Pengamatan dilakukan dengan menghitung

keseluruhan jumlah anakan dinyatakan dalam satuan.

Diamati setiap satu minggu sekali sampai minggu ke-8.

d. Proliferasi akar

Poliferasi akar diketahui dengan melihat penyebaran

perakaran tanaman korban yang diambil setiap 2 minggu

sekali. Pengamatan poliferasi akar dilakukan setiap 2

minggu sekali yaitu pada minggu ke-2, k-4 dan ke-6.

e. Bobot segar dan kering tajuk (g)

Pengamatan bobot segar tajuk dilakukan dengan cara

mencabut tanaman korban kemudian menimbang bagian daun

dan batang. Tajuk ditimbang menggunakan timbangan

analitik, dan dinyatakan dalam satuan gram. Selanjutnya

tajuk dijemur di bawah sinar matahari selama 24 jam dan

dioven pada suhu 60oC sampai bobotnya konstan.

Pengamatan bobot kering tajuk dilakukan dengan cara

menimbang daun dan batang yang sudah kering oven

menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam

satuan gram. Penghitungan bobot segar dan kering tajuk

dilakukan setiap 2 minggu sekali yaitu pada minggu ke-

2, k-4 dan ke-6.

f. Bobot segar dan kering akar (g)

Pengamatan bobot segar akar dilakukan dengan cara

mencabut tanaman korban, kemudian menimbang bagian

50

akar yang sudah dibersihkan dari tanahnya. Akar

ditimbang menggunakan timbangan analitik, dan

dinyatakan dalam satuan gram. Selanjutnya akar dijemur

di bawah sinar matahari selama 24 jam dan dioven pada

suhu 60oC sampai bobotnya konstan. Pengamatan bobot

kering akar dilakukan dengan cara menimbang akar yang

sudah kering oven menggunakan timbangan analitik dan

dinyatakan dalam satuan gram. Penghitungan bobot segar

dan kering akar dilakukan setiap 2 minggu sekali yaitu

pada minggu ke-2, k-4 dan ke-6.

g. Bobot segar dan kering tanaman (g)

Pengamatan bobot segar tanaman dilakukan dengan

cara mencabut tanaman sampel kemudian menimbang bagian

seluruh bagian tanaman menggunakan timbangan analitik,

dan dinyatakan dalam satuan gram. Selanjutnya tanaman

dijemur di bawah sinar matahari selama 24 jam dan

dioven pada suhu 60oC sampai bobotnya konstan.

Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan cara

menimbang seluruh bagian tanaman yang sudah kering oven

menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam

satuan gram.

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan setiap hari (kontinyu) dari

semua variabel dibuat grafik untuk mengetahui aktivitas

sakarifikasi dan fermentasi. Data hasil pengamatan

51

dianalisis dengan sidik ragam pada taraf kesalahan 5%

untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Jika ada beda

nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan

menggunakan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).

52

G. Jadwal Penelitian

No KegiatanBlnke-1

Blnke-2

Blnke-3

Blnke-4

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Sterilisasi alat

2 Pembuatan media LBCdan LBA

3Identifikasi kolonidan sel Rhizobacteri

indigenous Merapi

4 Pembuatan biakanmurni

5 Perbanyakan isolatMA, MB dan MD

6 Pembuatan inokulumcampuran

7Formulasi Inokulumpadat Rhizobacteriindigenous Merapi

8Pengamatan 1 (Ujiviabilitas, pH dan

kadar air)

9Pengamatan 2 (Ujiviabilitas, pH dan

kadar air)

10 Seleksi benih danuji daya kecambah

11Pengamatan 3 (Ujiviabilitas, pH dan

kadar air)

12Aplikasi inokulumpadat pada benih

padi IR 6413 Penyemaian

14 Uji viabilitasbakteri 1

15 Uji viabilitas

53

bakteri 2

16 Uji viabilitasbakteri 3

17 Pengolahan lahan18 Penanaman19 Penyiraman20 Penyiangan21 Pengamatan22 Pemanenan23 Analisis data

54

DAFTAR PUSTAKA

Agung-Astuti. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Rhizobacteri Akar Rumput di lahan Pasir Vulkanik Merapi . Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.

Agung-Astuti. Sarjiyah. Haryono. 2013. Uji PotensiRhizobacteri Indigenous Lahan Pasir VulkanikMerapi Untuk Dikembangkan Sebagai Pupuk HayatiDi Lahan Marginal. Prosiding Seminar NasionalPemanfaatan Lahan Marginal Sumberdaya Lokal.

Agung-Astuti. Sarjiyah. Haryono. 2013. PengembanganIsolat Rhizobacteri Indigenous Sebagai PupukHayati Di Untuk Meningkatkan Produktivitas PdiLahan Kering. Laporan Hibah Dikti. Belumdipublikasikan.

Agus, F dan Subiksa, I. 2008. Lahan Gambut: Potensiuntuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. BalaiPenelitian Tanah Badan Penelitian dan BalaiPenelitian Tanah dan World Agroforestry Centre(ICRAF), Bogor, Indonesia.

Andhika, S. D. 2008. Produksi Inokulum Dan FormulasiRhizobacteri Tahan Kekeringan Dan Kemasaman SebagaiPupuk Hayati (Biofertilizer). http://www.student-research.umm.ac.id. Diakses pada 09 Pebruari 2014.

Anonim. 2010. Teknologi Pengemasan-Kemasan Logam.http://ocw.usu.ac.id/course/. Diakses pada 13Maret 2014.

Arsyad, M. 2009. Studi Isolasi Rhizobium YangDiinokulasikan Ke Dakam Dolomit Sebagai Pembawa(carrier) Serta Pemanfaatannya Sebagai PupukMikroba. Skripsi S1.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2010. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap.

55

http://www. Bappenas.go.id. Diakses pada 09 Pebruari 2014.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2000. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 09 Pebruari 2014.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPTP). 2008. Deskripsi Padi Varietas IR64. http://www.pustaka-deptan.go.id. Diakses pada tanggal 09 Pebruari 2014.

BPS. 2012. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi http://www.bps.go.id /tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=2. Diakses pada tanggal 21 Juni 2013.

Bustamante, J. O. 2004. New biotechnologicalapplications of coconuts.Electronic Journal ofBiotechnology. 7 (1) : `1-4.

Dirjen PLA. 2005. Strategi dan Kebijakan PengelolaanLahan. http://www.pertanian.go.id. Dalam Iqbal, Mdan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian AlihFungsi Lahan Bertumpu Pada PartisipasiMasyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian.5 (2):167-182 Diakses pada tanggal 21 Pebruari 2014.

Dwiyantores. Agung-Astuti dan Supriyadi. 2012.Pengembangan B. thuringiensis Dalam Media PupukOrganik Cair dan Debu Vulkanik Merapi Serta UjiToksinitas Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura)Pada Tanaman Caisim (Brassica juncea. L). Skripsi S1.Tidak dipublikasikan.

Edi. 2004. “Zeolit Bahan Pembenah Tanah”. Suara Merdeka, 23 Pebruari 2004.

Eddy, R. H. 2006. Potensi Dan Pemanfaatan Zeolit Di Provinsi Jawa Barat Dan Banten. Buletin Sumber Daya Geologi. 1 (2) : 7-12

56

ESDM. 2005. Kaolin. http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Kaolin/ulasan.asp ?xdir= Kaolin&commId=19&comm=Kaolin. Diakses pada tanggal 13 Maret 2014.

Farooq, M. Kobayashi, N. Ito, O. Wahid, A dan Serraj, R.2010. Broader leaves result in better performanceof indica rice under drought stress.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20392520.Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.

Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). 2006. Biofertilizer Manual. Japan Atomic Industrial Forum (JAIF). 124 p.

Hardjowigeno, S. 1996. Pengembangan lahan gambut untukpertanian: suatu peluang dan tantangan. BahanOrasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah dalamNajiyati, S. Muslihat, L dan Suryadiputra, I.N. 2005. PANDUAN Pengelolaan Lahan Gambut untukPertanian Berkelanjutan. Perpustakaan Nasional:Katalog Dalam Terbitan (KDT). Bogor: WetlandsInternational – IP.

Harsanti, E.S. dan Ardiwinata, A. N. 2011. Arang Aktif Meningkatkan Kualitas Lingkungan. Badan Litbang. Agroinovasi. XLI (3400) : 2-6

Husen, E. Saraswati, R. dan Hastuti, R. D. 2011.Rizobakteri Pemacu Tumbuh Tanaman.http://www.ristek.go.id.. Diakses pada tanggal 09Pebruari 2014.

Husen, E. dan Irawan. 2010. Efektivitas Dan EfisiensiMikroba Dekomposer Komersial Dan Lokal DalamPembuatan Kompos Jerami.http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses padatanggal 09 Pebruari 2014.

Lay, B. W. 1994. Analisis Mikrobia Di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 34.

57

Makarim, A. K dan Suhartatik, E. Morfologi danFisiologi Tanaman Padi.http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itkp_11. Diakses tanggal 12Pebruari 2014.

Metting, F. B. Jr.1992. Soil Mikrobial Ecology:Application in agricultural and enviromentalmanagement. Marcel Dekker, Inc. New York. 30-38p.

Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N.Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahangambut untuk pertanian berkelanjutan. ProyekClimate Change, Forests and Peatlands inIndonesia. Wetlands International – IndonesiaProgramme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.Indonesia. Hal 20.

Noviana, L dan Raharjo, B. 2009. Viabilitas Rhizobakteri Bacillus sp. DUCC-BR K1.3 pada Media Pembawa Tanah Gambut Disubstitusi dengan Padatan Limbah Cair Industri Rokok. BIOMA. 11 (1) : 30-39

Nurhayati. 2008. Tanggapan Tanaman Kedelai Di TanahGambut Terhadap Pemberian Beberapa Jenis BahanPerbaikan Tanah. Tesis S2.http://www. repository.usu.ac.id . Diakses padatanggal 09 Pebruari 2014.

Puriana, M dan Fardedi. 2007. Pemanfaatan Air KelapaDan Air Rendaman Kedelai Sebagai MediaPerbanyakan Bakteri Bacillus Thuringiensis Barliner.Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 9 (1): 64-70.

Ratmini, S. 2012. Karakteristik dan Pengelolaan LahanGambut untuk Pengembangan Pertanian. Jurnal LahanSuboptimal. 1 (2) : 197-206.

58

Santi, L. K dan Goenadi, D. H. 2010. Pemanfaatan bio-char sebagai pembawa mikroba untuk pemantapagregat tanah Ultisol dari Taman Bogo-Lampung.Menara Perkebunan. 78(2), 52-60.

Sumardi. 2010. Produktivitas Padi Sawah Pada KepadatanPopulasi Berbeda. Jurnal ilmu-ilmu pertanianIndonesia. 12 (1): 49-54.

Santos, J. D. 2009. Pengaruh cekaman air terhadapproduktivitas dan total produksi padi sawah diTimor Leste selama 5 tahun (2005, 2006, 2007,2008, 2009).http://maf.gov.tl/uploads/planu_jornal_sientifiku.pdf. Diakses tanggal 12 Maret 2014.

Sulistyo, E. Suwarno. Lubis, I dan Suhendar, D. 2012.Pengaruh Frekuensi Irigasi Terhadap PertumbuhanDan Produksi Lima Galur Padi Sawah. AgroVigor. 5(1) : 2.

Suriadikarta, D.A., Abdullah Abbas Id., Sutono, DediErfandi, Edi Santoso dan A. Kasno. 2010.Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah DanAir Di Lokasi Dampak Letusan Gunung Merapi.http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses padatanggal 09 Pebruari 2014.

Suratin, A. 1999. Pertumbuhan Padi Gogo Pada TanahRegosol (Entisol) Yang Diinokulasikan DenganRhizobakteri Osmotoleran Pada Kondisi CekamanKekeringan. Tidak Dipublikasikan.

Tyas, I. N. 2008. Pemanfaatan Kulit Pisang SebagaiBahan Pembawa Inokulum Bakteri Pelarut Fosfat.http://www. eprints.uns.ac.id . Diakses pada tanggal09 Pebruari 2014.

Wahyunto, 2005. Lahan sawah rawan kekeringan dankebanjiran di Indonesia. Balai Besar SumberdayaLahan Pertanian. Bogor dalam Bappenas. 2010.Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap.

59

Wikipedia. 2011. Polietilena. http://id.wikipedia.org/wiki/Polietilena. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.

Wikipedia. 2013. Gambut. http://id.wikipedia.org/wiki/Gambut. Diakses pada tanggal 21 Juni 2013.

Wikipedia. 2013. Abu Vulkanik. http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Vulkanik. Diakses pada tanggal 10 Maret 2014.

Wijaya-Adhi. 1955. Pengelolaan, pemanfaatan danpengembangan rawa untuk usaha tani dalampembangunan berkelanjutan dan berwawasanlingkungan. dalam Najiyati, S. Muslihat, L danSuryadiputra, I. N. 2005. PANDUAN PengelolaanLahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan.Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan(KDT). Bogor: Wetlands International – IP.

60

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lay out Penelitian

a. Lay Out penelitian pada Laboratorium

b. Lay Out penelitian pada Lahan

1. Rancang Acak Kelompok Lengkap

C1P1 C2P1 C3P1 C4P1 C2P2 C2P1

C4P1 C1P1 C3P2 C1P1 C4P2 C2P2

C1P2 C4P2 C2P2 C4P2 C1P2 C3P1

C3P2 C3P1 C1P2 C3P2 C2P1 C4P1

61

Keterangan

Komposisi bahan pembawa (C1) Gambut + 1 % (w/w) gula + 10% (w/w) arang aktif+ 2% (w/w) CaCO3

(C2) Gambut + Kaolin (2:1 w:w) + 2,5% (w/w) CaCO3

(C3) kulit pisang + 40% (w/w) zeolit(C4) Debu Vulkanik + 15% (v/w) air kelapa + 0,1%(v/w) bahan perekat.

Bahan pengemas(P1) Plastik(P2) Alumunium foil

2. Lay out Jarak Tanam

IRIGASI

C1P1

DRAINASE

RIGASI

C2P1

DRAINASE

RIGASI

C3P1

DRAINASE

C4P1 C2P2 C2P1

C4P1 C1P1 C3P2

C1P1 C4P2 C2P2

C1P2 C4P2 C2P2

C4P2 C1P2 C3P1

C3P2 C3P1 C1P2

C3P2 C2P1 C4P1Blok 1 Blok 2 Blok 3

100 cm

120 cm

SALURAN IRIGASI UTAMASALURAN IRIGASI UTAMA

62

Keterangan

Tanaman Sampel (S) : 3Tanaman Korban (K) : 3Jumlah Tanaman : 30/Petak

Lampiran 2. Komposisi Media

1. Media Luria Bertani Cair/La. Tryptone = 10 mlb. Yeast Extract = 5 gramc. NaCl = 10 gramd. Aquadest = 1000 mle. pH = 7,2

2. Media Luria Bertabi Aagar/La. Tryptone = 10 mlb. Yeast Extract = 5 gram

X X X X X

X K1 X S3 X

X X S2 X X

X K2 X K3 X

X X S1 X X

X X X X X

20 20

63

c. NaCl = 10 gramd. Agar = 15 %e. Aquadest = 1000 mlf. pH = 7,2

3. Media Ekstrak Tanah Agar (Allen, 1957 cit johnson etal., 1960)a. Glukosa : 1 gb. K2HPO4 : 0,5 gc. Agar : 15 gd. Aquades Steril : 900 mle. Ekstrak tanah : 250 ml

Cara membuat :- Ekstrak tanah

Ekstrak tanah dibuat dengan mengautoklav 1.000gram contoh tanah yang ditambahkan 1 lier aquadessteril selama 30 menit. Kemudian ditambahkansedikit kalsium karbonat dan suspensi tanahdisaring dengan kertas saring ganda hinggadiperoleh cairan jernih.

64

Lampiran 3. Skema Perbanyakan isolat Rhizobacteri

indigenous Merapi

Gambar 2. Skema alur perbanyakan isolat MA, MB dan MD

Gambar 3. Skema alur pembuatan inokulum campuran

Sumber Isolat

LBA

1 ose

Inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam

Inokulasi

Biakan murni

LBC

1 ose

Suhu ruang selama 48 jam

Inokulasi

Rotary shaker

Inkubasi

Gambar 1. Skema alur pembuatan biakan murni isolat bakteri MA, MBdan MD

C1 C2 C3 C4MA MB MD

10 ml Isolat

100 ml LBC per erlenmeyer

10% per isolat (1 ml) setiap

erlenmeyer

Diinokulasikan dan dicampur

Inkubasi selama 48 jam di rotary shaker

Suhu ruangan

65

Gambar 4. Formulasi inokulum padat

P1

Plastik

P2

Alumunium foil

(C1P1, C2P1, C3P1, C4P1, C1P2, C2P2, C3P2, C4P2)

50 gr Carrier

C1 C2 C3 C4

15 ml Inokulum campuran

66

Lampiran 4. Kebutuhan inokulum campuran Rhizobacteri

Indigenous Merapi

Kebutuhan inokulum campuran per perlakuan 10 ml.

Jumlah perlakuan yang membutuhkan inokulum sebanyak 8

perlakuan dan setiap perlakuan memiliki 3 ulangan

sehingga kebutuhan inokulum campuran yaitu 8x3x10ml=

240 ml.

Total kebutuhan inokulum campuran = 240 ml

Total inokulum MA = 80 ml

Total inokulum MB = 80 ml

Total inokulum MD = 80 ml

67

Lampiran 5. Kebutuhan benih padi IR 64

Jumlah tanaman per petak 30 tanaman dikalikan 2tanaman per lubang tanam, sehingga kebutuhan tanamanper pertak 60 tanaman.

Jumlah petak = 24

Kebutuhan total tanaman 1.440 tanaman diasumsikanmenjadi 1.500 butir benih.

Bobot 1000 butir benih padi IR 64 = 27 gram

Kebutuhan benih padi IR 64 = 1.500 x 27 1000 = 40,5 gram benih

68

Lampiran 6. Kadar Lengas Tanah

Penyiraman 6 hari sekali1 11,50 %2 12,70 %3 12 %

rata-rata 12 % Sumber : Agung_Astuti dkk (2013)

69

70

Lampiran 7. Kebutuhan Pupuk

A. Kebutuhan pupuk per hektar :

Pupuk kandang = 25.000 kg/ha

Urea = 200 kg/ha

SP-36 = 150 kg/ha

KCl = 100 kg/ha.

B. Kebutuhan pupuk per petak

C. Kebutuhan pupuk susulan

No Pupuk Pupukdasar

Pupuksusulan1 (14HST)

Pupuksusulan2 (30HST)

Pupuksusulan3 (40HST)

TotalKebutuhanpupuk

Totalkebutuh

anpupuk(3

blok)

1. Kandang 3 kg - - - 3 kg 9

kg

2. Urea - 24 g 24 g 24 g 72 g 216 g

3. SP-36 18 g - - - 18 g 54 g

4. KCl - 12 g - 12 g 24 g 72 g