Gas Dehytration Processing Hydrate Prevention
Transcript of Gas Dehytration Processing Hydrate Prevention
DAFTAR ISI
Hal
BAB I : TYPE – TYPE HYDRAT DAN PEMBENTUKNYA 2
BAB II : KANDUNGAN AIR DI GAS ALAM 10
BAB III
: MEMPREDIKSI TERJADINYA HYDRAT 22
BAB IV : GAS DEHYDRATION DENGAN MENGGUNAKAN 48GLYCOL CONTACTOR
BAB V : GAS DEHYDRATION DENGAN MENGGUNAKAN 57SOLID BED CONTACTOR
BAB VI : MENCEGAH PEMBENTUKAN HYDRAT DENGAN 65INJEKSI BAHAN KIMIA
BAB VII
: PERALATAN PENCEGAH HYDRATE DENGAN 86
METODE PEMANASAN (HEAT EXCHANGER)
BAB VIII
: PERHITUNGAN HEAT EXCHANGER 112
BAB IX : METODE GAS CLEANING 122
DAFTAR PUSTAKA 135
Gas dehydration & Hydrate Prevention 1
BAB I
TYPE-TYPE HYDRAT DAN PEMBENTUKNYA
Hydrate diklasifikasikan berdasarkan susunan molekul
airnya yang berada di dalam susunan kristal hydrate. Ada dua
type hydrate yang umum diketahui di industri gas bumi, yaitu
Type I dan Type II (terkadang juga disebut dengan Struktur I
dan Struktur II). Sedangkan Type III (yang juga disebut
sebagai Type H atau Struktur H) adalah type yang sangat
jarang ditemui di industri minyak dan gas bumi.
Berikut adalah tabel 1.1 yang mana dengan cepat kita
bisa membandingkan Hydrate Type I, Type II dan Type H :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 2
Tabel 1.1 : perbandingan Hydrate Type I, Type IIdan Type H
Berikut adalah gambar 1.1 yang menunjukkan type-type
struktur kerangka hydrat Type I dan Type II :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 3
Gambar 1.1 : struktur kerangka polyhedral
Hydrate Type I dan type II
I.1. Hydrate Type I
Struktur hydrate yang paling sederhana adalah Type I.
Type I ini memiliki dua jenis strukutur kerangka, yaitu
(lihat gambar 1.1) :
1. Dodecahedron
2. Tetrakaidecahedron
Struktur kerangka Dodecahedral lebih kecil bila dibandingkan
dengan struktur kerangka Tetrakaidecahedral. Hydrate Type I
Gas dehydration & Hydrate Prevention 4
terdiri atas 46 molekul air. Jika ada molekul lain yang
berikatan dengan hidrate type I ini maka secara teori rumus
empiris dari hydrate type I menjadi X*5 ¾ H2O, dimana X
adalah pembentuk hydrate.
Derajad kejenuhan dari suatu hydrate bergantung pada
temperatur dan tekanan. Oleh sebab itu, komposisi sebenarnya
dari suatu hydrate tidak seperti teori yang disebutkan pada
paragraf sebelumnya.
I.1.2 Unsur Pembentuk Hydrate Type I
Unsur pembentuk hydrate Type I yang umum seperti methan
(CH4), ethan, karbon dioksida (CO2), dan hydrogen sulfida
(H2S). Hydrate dengan unsur pembentuk gas methane, karbon
dioksida, dan gas H2S serta molekul lainnya yang terikat
dapat menduduki suatu kerangka molekul baik yang kecil
maupun yang besar.
I.2 Hydrate Type II
Struktur molekul dari Hydrate Type II sangatlah komplek
bila dibandingkan dengan struktur molekul Hydrate Type I.
Hydrate Type II juga terdapat dua model kerangka struktur
(lihat gambar 1.1), yaitu :
1. Dodecahedron
2. Hexakaidecahedron
Hydrate Type II terdiri dari 136 molekul air. Jika terdapat
molekul lainnya yang terikat di kerangka struktur hydrate
Gas dehydration & Hydrate Prevention 5
Type II ini maka rumus empiris dari hydrate type II ini
adalah X*5 2/3 H2O, dimana X adalah pembentuk hydrate. Dan
jika molekul lainnya yang terikat di hydrate type II dengan
struktur kerangka yang lebih besar maka secara teoritis
rumus empiris hydrate type II ini menjadi X*17 H2O.
Seperti halnya hydrate Type I, bahwa Hydrate Type II
ini juga bersifat non stoichiometric, sehingga komposisi
aktual dari hydrate type II ini sangatlah berbeda dengan
rumus empiris teoritisnya.
I.2.1 Pembentuk Hydrate Type II
Diantara pembentuk Hydrate Type II ini umumnya adalah
gas nitrogen, gas propan, dan gas isobutan. Yang menarik
adalah gas nitrogen dapat menempati struktur kerangka gas
hydrate type II baik yang berukuran kecil maupun yang besar,
sedangkan untuk gas propan dan isobutan hanya dapat
menempati struktur kerangka hydrate type II yang berukuran
besar.
I.3 Hydrate Type H
Hydrate type H ini jarang ditemui bila di bandingkan
dengan Hydrate Type I dan Type II. Untuk membentuk hydrate
Gas dehydration & Hydrate Prevention 6
type H ini memerlukan suatu molekul yang kecil, seperti :
methan, dan type pembentuk hydrate type H.
Hydrate Type H ini terbentuk dari tiga unsur struktur
molekul, yaitu :
1. Dodecahedron
2. Dodecahedron tak beraturan
3. Icosahedron tak beraturan
satu unit kristal hydrate type H ini terbentuk atas tiga
struktur kerangka dodecahedron yang kecil, dua struktur
kerangka dodecahedron tak beraturan yang berukuran medium,
dan satu struktur kerangka icosahedral ukuran besar. Hydrate
type H ini terdiri dari 34 molekul air.
Hydrate type H ini selalu ganda. Molekul yang berukuran
kecil yang mengikatnya, seperti methan, akan menempati
struktur kerangka ukuran kecil dan medium, sedangkan Molekul
yang berukuran besar yang mengikatnya akan menempati
struktur kerangka ukuran besar.
Dikarenakan dalam membentuk hydrate type H ini diperlukan
dua pembentuk hydrate, maka secara teoritis penentuan rumus
empirisnya sangatlah susah. Jika diperkirakan bentuk rumus
empirisnya adalah Y*5X*34H2O, dimana Y adalah pembentuk
hydrate yang di struktur kerangka ukuran besar, sedangkan X
adalah
pembentuk hydrate yang di struktur kerangka ukuran kecil.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 7
I.3.1 Pembentuk Hydrate Type H
Hydrate Type I dan Type II dapat terbentuk dengan
adanya pembentuk hydrate tunggal, tapi untuk hydrate
type H ini diperlukan dua pembentuk hydrate, yaitu :
1. molekul kecil seperti methan
2. molekul besar.
Berikut adalah spesies pembentuk Hydrate Type H :
1. 2-methylbutan
2. 2,2 dimethylbutan
3. 2,3 dimethylbutan
4. 2,2,3 trimethylbutan
5. 2,2 dimethylpentan
6. 3,3 dimethylpentan
7. methylcyclopentan
8. ethylcyclopentan
9. methylcyclohexane
10. cycloheptane
11. cyclooctane
sebagian besar komponen-komponen diatas umumnya tidak
ditemui di gas alam.
I.4 Kondisi-Kondisi Terjadinya Hydrat
Kondisi-kondisi utama terbentuknya hydrat adalah
sebagai berikut :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 8
1. gas alam berada pada atau dibawa dew point nya dan
terdapat air. Gas hydrat tidak akan terbentuk bila
tidak terdapat air. Air bisa berupa air yang terkandung
di gas atau berupa air bebas. Berikut adalah monograph
untuk mengetahui terjadinya air bebas akibat dari
peristiwa kondensasi :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 9
Gambar 1.2
2. temperatur gas alam berada pada atau dibawah temperatur
pembentukan hydrat (akan di jelaskan pada bab II di
diktat ini).
Gas dehydration & Hydrate Prevention 10
3. operasi tekanan tinggi, hal ini akan menyebabkan
meningkatnya temperatur pembentukan hydrat.
4. Gas mengalami ekspansi, operasi choking atau ekspansi
gas, yaitu gas dari bertekanan tinggi menjadi gas
bertekanan rendah akan menyebabkan temperatur dari gas
menjadi turun. Dan bila temperatur turun berada atau
dibawah temperatur pembentukan hydrat maka terjadilah
gas hydrat. Pembentukan hydrat akibat gas mengalami
ekspansi biasanya terjadi di choke atau di control
valve
Faktor-faktor lain yang bisa juga menyebabkan mempercepat
pembentukan hydrat adalah :
1. kecepatan distribusi gas yang tinggi
2. selama distribusi gas, gas mengalami agitasi
3. pada saat dilakukan distribusi gas, tekanan gas
mengalami pulsasi (berubah-ubah)
4. terdapat sedikit bibit pembentukan hydrat (seperti
butiran air bebas)
5. adanya gas H2S dan CO2 dapat pula mempercepat
pembentukan Hydrat, karena kedua gas asam ini lebih
mudah terlarut dalam air daripada di hydrokarbon.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 11
BAB II
KANDUNGAN AIR DI GAS ALAM
II.1 Pengenalan
Uap air adalah impurities yang paling dihindari di
komposisi gas alam. Uap air selalu terkandung di gas alam,
biasanya berada pada range 400 – 500 lb uap air/MMSCF gas.
Umumnya, keberadaan uap air di gas dikurangi (bila perlu
dihilangkan) karena uap air ini akan menimbulkan masalah
pembentukan hydrate. Air bebas dan gas alam akan membentuk
padatan, yang biasanya disebut dengan “bunga es” yang mana
di gas di sebut dengan hydrate. Hydrate ini akan membuntu di
saluran gas, terutama di flowline serta akan menimbulkan
beberapa permasalahan lainnya. Alasan lain bahwa uap air di
gas ini harus dihilangkan adalah antara lain :
1. Dapat mempercepat terjadinya korosi, terutama bila gas
mengandung H2S dan CO2.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 12
2. Menimbulkan aliran slugging jika air bebas terbentuk di
flow line
3. Uap air yang ada di gas akan mengurangi nilai kalori
gas alam
Karena beberapa alasan di atas, maka spesifikasi gas alam
yang mengalir di pipeline di batasi kandungan airnya yaitu
biasanya tidak boleh lebih besar dari 6 – 8 lbm/MMSCF gas.
II.2 Kandungan Air di Gas Alam
Terkait dengan desain, operasi penghilangan kandungan
air di gas, serta pendistribusian gas di flowline, maka
langkah utama yang harus diketahui adalah potensi
terbentuknya air bebas di gas alam. Kandungan air di gas
secara umum bergantung pada :
a. Tekanan
Kandungan air di gas alam akan berkurang seiring dengan
meningkatnya tekanan.
b. Temperatur
Kandungan air di gas alam akan meningkat seiring dengan
meningkatnya temperatur.
c. Kandungan garam-garaman yang terdapat di air bebas yang
berkesetimbangan dengan gas alam di dalam reservoir
Kandungan air akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kandungan garam-garaman yang terdapat di
reservoir
Gas dehydration & Hydrate Prevention 13
d. Komposisi gas alam
Semakin tinggi densitas gas, biasanya kandungan airnya
semakin kecil
II.3 Dew Point dan Dew Point Depression
Istilah Dew Point dan Dew Point Depression sangatlah
sering digunakan di terminology proses Gas Dehydration. Dew
point secara tidak langsung mengindikasikan kandungan air di
gas alam. Dew Point didefinisikan sebagai temperatur dimana
gas telah jenuh dengan uap air pada tekanan tertentu.
Perbedaan antara temperatur Dew Point dari suatu gas saat
sebelum dan sesudah mengalami proses gas dehydration disebut
dengan Dew Point Depression.
Untuk memahami istilah Dew Point Depression, maka perhatikan
contoh berikut ini :
Gas yang telah jenuh dengan uap air pada tekanan 500 psia
dan temperatur 100 oF, maka dikatakan temperatur dew point
nya adalah 100 oF, memiliki kandungan air sebesar 100
lbm/MMSCF.
Gas ini kemudian di transportasikan melalui pipa dengan
kondisi suhu 60 oF dan tekanannya 500 psia. Jika suatu gas
berada pada temperatur 60 oF dan tekanan 500 psia akan
memiliki kandungan air sebesar 30 lbm/MMSCF.
Sehingga jika gas dilewatkan pada pipa dengan kondisi
tersebut maka akan terbentuk air bebas di pipa sebesar = 100
lbm/MMSCF – 30 lbm/MMSCF = 70 lbm/MMSCF.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 14
Pembentukan air bebas di pipa ini bisa dihindari dengan cara
yaitu sebelum gas masuk pipa, gas terlebih dahulu temperatur
gas diturunkan hingga 60 oF. Dan air bebas sebesar 70
lbm/MMSCF ini di drain, sehingga saat gas di transportasikan
di pipa pada kondisi pipa tersebut diharapkan tidak
terbentuk air bebas.
Dengan kata lain, penurunan suhu sebesar 40 oF (= 100 oF –
60 oF) disebut dengan Dew Point Depression.
II.4 Metode – Metode Perhitungan Kandungan Air di Gas Alam
Ada beberapa metode yang umum digunakan untuk
menentukan besarnya kandungan air di Gas Alam, yaitu antara
lain :
1. Pendekatan Tekanan Parsial (Partial Pressure Approach)
2. Plot Grafis Empiris
3. Persamaan Keadaan
II.4.1 Partial Pressure Approach
Dengan mengasumsikan bahwa gas yang ada adalah gas
ideal campuran, maka persamaan tekanan parsial air di gas
dituliskan sebagai berikut :
.................................(2.1)
Dimana :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 15
Karena air tidak becampur dengan minyak, maka xw biasanya
diasumsi sama dengan 1. Selanjutnya fraksi mole air di gas,
yw, dapat dihitung dengan cara :
...........................(2.2)
Metode perhitungan ini sangatlah terbatas bila diaplikasikan
pada tekanan dan temperatur yang terkait dengan proses gas,
transportasi gas dan produksi gas di sumur gas.
II.4.2 Plot Grafis Empiris
Untuk keperluan perhitungan teknik, plot grafis empiris
ini yang paling banyak digunakan di lapangan. Berikut adalah
beberapa grafis empiris yang sering digunakan untuk
menentukan kandungan air di gas alam :
a. Mc Ketta and Wehe Correlation for sweet gas (1958)
Mc Ketta and Wehe Correlation for sweet gas seperti
ditunjukkan pada gambar 2.1.
b. Robinson et al. Correlation for Sour Gas (1978)
Robinson et al. Correlation for Sour Gas ini didasarkan
atas persamaan keadaan SRK (Soave-Redlich-Kwong). Untuk
porsi gas hydrokarbon diasumsikan murni gas methan.
Tetapi Robinson et al. Correlation for Sour Gas menemukan
bahwa CO2 carrier hanya sebesar 75% sama besarnya dengan
gas H2S pada kondisi yang sama. Untuk mengurangi sejumlah
variabel dan penyederhanaan persamaan, maka muncullah
grafik korelasi Robinson et al. Correlation for Sour Gas,
Gas dehydration & Hydrate Prevention 16
dengan asumsi bahwa kondisi gas seperti disebutkan
diatas. Oleh sebab itu, untuk menggunakan grafis korelasi
ini maka harus mengalikan %CO2 di gas dengan angka 0,75,
dan menambahkannya ke dalam % H2S yang terdapat di gas
untuk mendapatkan efektif H2S Content. Grafis korelasi
ini dapat dilihat pada gambar 2.2 s/d 2.4.
c. Campbell’s Correlation for sweet and Sour Gas (1984a)
Campbell membuat suatu chart komposit untuk penentuan
kandungan air di gas alam yang gas alam nya bisa sour gas
ataupun sweet gas. Grafis campbell ini memberikan nilai
yang sama persis dengan korelasi McKetta and Wehe, tapi
tidak termasuk korelasi untuk gas gravity dan salinitas
air. Grafis korelasi campbell dapat dilihat pada gambar
2.5 s/d 2.7.
Untuk mengkoreksi perhitungan jika gas alam mengandung
banyak H2S dan CO2, maka campbell menurunkan rumusan
sebagai berikut :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 17
Gambar 2.3 Robinson et al. Correlation
3000 – 6000 psia
Gambar 2.4 Robinson et al. Correlation
10.000 psia
Gas dehydration & Hydrate Prevention 21
Gambar 2.6 : Korelasi Campbell untuk kandungan air dengan
adanya CO2
Gas dehydration & Hydrate Prevention 23
Gambar 2.7 : Korelasi Campbell untuk kandungan air dengan
adanya gas H2S
Gas dehydration & Hydrate Prevention 24
Contoh Soal :
Hitunglah kandungan air dari suatu gas pada tekanan 1000
psia dan 100 oF dengan menggunakan :
a. Metode Campbell
b. Metode Robinson et al
Komposisi Gas : CH4 = 80%, C2H6 = 5%, C3H8 = 1,5%, nC4H10 =
0,5%, CO2 = 2,5%, N2 = 2%, H2S = 8,5%
BAB III
MEMPREDIKSI TERJADINYA HYDRAT
Pengetahuan akan temperatur dan tekanan dari suatu
aliran gas di downstream adalah penting sekali untuk
menentukan apakah Hydrate akan terbentuk saat gas mengalami
ekspansi di upstream ketika gas berada di flow line (jalur
pipa). Temperatur fluida di sepanjang pipa bisa saja
mengalami perubahan bilamana pada jalur pipa transmisi
melewati suatu sungai, bawah tanah, atau bahkan di kedalaman
laut sekalipun sehingga perubahan temperatur akan
menyebabkan terbentuknya Hydrat.
Ada beberapa metode perhitungan yang bisa digunakan
untuk memprediksi terjadinya Hydrat, yaitu :
1. Metode pendekatan untuk Sweet Gases
2. Metode Katz et al.
3. Metode Trakell-Campbell untuk gas bertekanan tinggi
Gas dehydration & Hydrate Prevention 25
4. Metode Mc Leod-Campbell untuk Sweet Gas bertekanan
sangat tinggi
III.1. Penentuan Teemperatur Pembentukan Hydrat dengan
Metode Pendekatan untuk Sweet Gas
Beberapa data telah ditampilkan di GPSA (Gas Processing
Suppliers Association) dalam bentuk monograf/chart.
Adapun chart tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1
Gas dehydration & Hydrate Prevention 26
Gambar 3.6
Contoh Penggunaan Monograph
1. gas dengan gravity 0,685 dengan tekanan 500 psia pada
temperatur 100 oF. Temperatur gas dapat diturunkan
sampai berapakah tanpa terbentuknya hydrat ?
2. tekanan gas dapat diturunkan sampai dengan berapakah
tanpa terjadinya hydrat jika gas tersebut memiliki
gravity 0,685 dengan tekanan awal 1500 psia (100 oF) ?
Gas dehydration & Hydrate Prevention 31
III.2 Prediksi Pembentukan Hydrat dengan Menggunakan
Metode Katz
Metode Katz et.al (1959) didasarkan atas suatu prinsip
bahwa gas yang terjebak di hydrat bertingkah laku seolah-
olah seperti padatan, karena gas yang terlepas bersamaan
terjadinya dekomposisi hydrat sehingga membentuk suatu
ikatan gas hydrat dengan density yang besar. Prediksi
menentukan temperatur pembentukan gas hydrat dengan
menggunakan metode Katz ini didasarkan atas kesetimbangan
uap-solid, sehingga muncullah monograph Katz yang disebut
dengan Konstanta Kesetimbangan uap-solid Katz (Kv-s), yang
mana pertama kali diperkenalkan oleh Carson and Katz pada
tahun 1942.
Rumusan kesetimbangan tersebut sebagai berikut :
Kvs = y/xs ..................(3.1)
Dimana :
y = mole fraksi hydrokarbon di gas dengan basis bebas air
x = mole fraksi hydrokarbon di padatan dengan basis bebas
air
dari definisi Kv-s ini nampaklah jelas bahwa Kv-s setara
dengan ∞ untuk gas-gas yang bukan pembentuk hydrat. Untuk
hydrokarbon yang lebih berat daripada butan, Kv-s adalah ∞.
Metode aslinya mengasumsi bahwa gas nitrogen termasuk bukan
Gas dehydration & Hydrate Prevention 32
gas pembentuk hydrat, sedangkan n-butan jika terdapat di gas
alam dengan mole fraksi kurang dari 5%, maka Kv-s nya
memiliki harga yang sama dengan Kv-s nya gas ethan. Secara
teoritis, kondisi ini tidaklah benar, tapi dari sudut
aplikasinya, menggunakan harga Kv-s setara dengan ∞ untuk
nitrogen dan n butan akan memberikan hasil yang sama
(campbell, 1984a).
Harga Kv-s untuk komponen-komponen di gas alamdapat
dimenggunakn monograph berikut ini :
Gambar 3.7
Gas dehydration & Hydrate Prevention 33
Gambar 3.13
Hydrat akan terbentuk jika persamaan dibawah ini dipenuhi :
...................(3.2)
Sehingga perhitungan kondisi pembentukan hydrat ini sama
dengan perhitungan dew point untuk multi komponen gas
campuran.
Metode perhitungan ini juga menyertakan komponen H2S
dan CO2 dan terbukti akurat sampai dengan tekanan 1000 psia
(sanjay kumar hal : 191). Gas dengan H2S content lebih dari
Gas dehydration & Hydrate Prevention 39
20% dapat dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan
gas H2S murni dalam pembentukan hydrat.
Untuk penentuan temperatur pembentukan hydrat dengan
kandungan gas Nitrogen yang besar, maka digunakan persamaan
Heinze (1971) sebagai berikut :
..........................(3.3)
Dimana : temperatur hydrat T dalam Kelvin
Persamaan Heinze ini valid sampai dengan tekanan 5800 psia
(sanjay kumar Hal : 191).
Contoh Penggunaan Monograph :
1. prediksilah tekanan pembentukan Hydrat suatu gas pada
50 oF dengan komposisi berikut :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 40
2. perkirakan temperatur pembentukan Hydrat (oF) dari
suatu gas dengan komposisi berikut yang memiliki
tekanan 500 psia :
Komponen yi
C1
C2
C3
n-C4
CO2
H2S
N2
0,800
0,050
0,015
0,005
0,025
0,085
0,020
III.3 Prediksi Pembentukan Hydrat dengan Menggunakan
Metode Trekell-Campbell untuk Tekanan Tinggi
Trekell dan Campbell (1966) melakukan koreksi terhadap
metode Katz untuk bisa diaplikasikan pada tekanan yang lebih
tinggi, juga menyertakan pengaruh negatif dari adanya
molekul-molekul yang bukan pembentuk hydrat. Metode Trekell
dan Campbell ini menggunakan methan sebagai gas
referensinya, dan mengabaikan gas CO2. Metode Trekell dan
Campbell ini bisa diaplikasikan pada tekanan 1000 – 6000
psia. Pengaruh gas-gas pembentuk hydrat, seperti : C2, C3,
Gas dehydration & Hydrate Prevention 41
n-C4, dan H2S pada berbagai tekanan ditentukan pada gambar
berikut :
Gambar : 3.14
Gas dehydration & Hydrate Prevention 42
Gambar : 3.21
Pembentuk non hydrat dikelompokkan ke dalam pentan plus C5+
dan monographnya dapat dilihat pada gambar 3.20 dan 3.21
diatas sebagai fungsi dari mole % pentane plus dengan basis
fraksi-fraksi gas dari C2 s/d C4. Untuk parameter pentane
plus ini dituliskan sebagai berikut :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 49
................................(3.4)
Dimana :
yC1 dan yC5+ adalah mole fraksi methan dan pentan plus
didalam gas.
Untuk mencari temperatur pembentukan hydrat pada berbagai
tekanan, maka digunakan chart yang sesuai dengan temperatur
displacement untuk berbagai komponen gas sebagai fungsi mole
% di gas. Temperatur displacement ini ditambahkan ke
temperatur pembentukan hydrat gas methan.
Jika terdapat pentane plus didalam gas, maka pengaruh
negatifnya juga harus ditambahkan. Hasil penjumlahannya
adalah temperatur pembentuk hydrat pada tekanan yang
dimaksud. Untuk lebih jelanya perhatikan contoh perhitungan
berikut :
Carilah temperatur pembentukan hydrat dari gas dengan
komposisi berikut pada tekanan 6000 psia :
Komponen yi
C1
C2
C3
n-C4
i-C4
C5+
CO2
H2S
0,810
0,050
0,025
0,015
0,010
0,015
0,025
0,050
Gas dehydration & Hydrate Prevention 50
III.4 Prediksi
Pembentukan Hydrat dengan Menggunakan Metode McLeod-
Campbell untuk Gas Bertekanan Sangat Tinggi
Untuk gas-gas dengan tekanan diatas 6000 psia digunakan
persamaan yang dikembangkan bersama antara McLeod dan
Campbell pada tahun 1961. korelasi tersebut adalah :
…………………………..(3.5)
Dimana : Thydrat dalam satuan oR
Harga dari Ki ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel : 3.1
Mole fraksi dari setiap komponen dinormalisasikan terhadap
komposisi C1 s/d C4.
Contoh penggunaan tabel 3.1 :
Carilah temperatur pembentukan hydrat dari gas dengan
komposisi berikut pada tekanan 6000 psia :
Komponen yi
C1 0,810
Gas dehydration & Hydrate Prevention 51
C2
C3
n-C4
i-C4
C5+
CO2
H2S
0,050
0,025
0,015
0,010
0,015
0,025
0,050
BAB IV
GAS DEHYDRATION DENGAN MENGGUNAKAN
GLYCOL CONTACTOR
IV. 1 Umum
Dehidrasi absorpsi dengan menggunakan larutan (liquid
desicant) merupakan metode pengurangan/penurunan kadar air
di gas yang paling umum digunakan. Beberapa persyaratan yang
Gas dehydration & Hydrate Prevention 52
harus dipenuhi oleh suatu larutan yang akan digunakan
sebagai liquid desicant untuk menyerap air di gas adalah :
1. memiliki efisiensi absorpsi yang tinggi
2. mudah dan ekonomis untuk diregenerasi
3. tidak bersifat korosif dan racun
4. tidak menimbulkan gangguan operasional jika digunakan
dalam konsentrasi tinggi.
5. Tidak bereaksi dengan hidrokarbon dan tidak mudah
dikontaminasi oleh gas asam.
Larutan desicant untuk menyerap air di gas yang umum
digunakan adalah dari golongan Glycol. Golongan Glygol yang
paling bisa digunakan sebagai desicant untuk menyerap air di
gas adalah :
a. Ethylene Glycol (EG)
b. Diethylene Glycol (DEG)
c. Triethylene Glycol (TEG)
d. Tetraethylene Glycol (T4EG)
Golongan Glycol dipilih sebagai larutan desicant karena
a. memiliki dew point depression yang sangat bagus
b. operating cost nya rendah
c. capital cost nya rendah
Suatu unit Gas Plant Dehydration dengan kapasitas 10
MMSCF/D, yang mana pengurangan kandungan air di gas dengan
menggunakan Solid Desicant memerlukan biaya operasionil 53%
Gas dehydration & Hydrate Prevention 53
lebih besar dari pada menggunakan TEG, dan jika kapasitas
dari Gas Plant tersebut adalah 50 MMSCF/D akan memerlukan
biaya opersional 33% lebih besar dari pada menggunakan Solid
Desicant.
Dari semua Gas Plant yang menggunakan larutan Glycol, hampir
semua plant menggunakan larutan TEG karena larutan TEG
memiliki losess yang sangat rendah bila dibandingkan dengan
larutan Glycol lainnya. TEG bahkan bisa digunakan untuk
mendehydrasi gas yang bersifat sweet gas maupun sour gas dan
memberikan pengaruh dew point depression 40 – 140 oF dengan
kondisi operasi antara 25 – 2500 psig dan 40 – 160 oF.
IV.2 Proses Flow Scheme
Pada gambar 4.1 adalah gambaran umum flow sheet dari
proses gas dehydration dengan menggunakan larutan Glycol.
Gambar 4.1 : Flow Diagram Glycol dehydration Plant
Gas dehydration & Hydrate Prevention 54
Gas yang mengandung air yang biasa disebut dengan wet gas
(gas basah) pertama kali sebelum memasuki plant gas
dehydration, terlebih dahulu di bersihkan di Scruber. Dimana
di Scruber ini, gas basah dibersihkan dari berbagai jenis
impuritis yang memiliki ukuran partikel yang lebih besar
dari uap air, seperti : air bebas, hidrokarbon cair
( seperti : kondensat), pasir pasir halus dan debu, lumpur
pengeboran (bila gas alam tersebut berasal dari sumur
langsung di umpankan ke gas dehydration plant), dan beberapa
material padatan lainnya.
Gambar 4.2 : bagian dalam scruber
Padatan ini harus secara menyeluruh di hilangkan dari gas
yang akan di proses di unit dehydration gas, karena
Gas dehydration & Hydrate Prevention 55
impurities ini akan menyebabkan terjadinya foaming dan
flooding di kolom absorber (atau biasa disebut dengan Glycol
Gas Contactor). Kondisi foaming dan flooding di kolom
absorber ini akan menyebabkan :
1. efisiensi proses absorbsi di kolom absorber akan
berkurang
2. losess glycol akan lebih besar
3. maintenance di Glycol Gas Contactor akan lebih susah
dan mahal
peralatan asessories lainnya yang perlu di tambahkan di
scruber adalah Mist Eliminator, dimana peralatan tambahan
ini digunakan untuk memastikan gas yang keluar dari scruber
benar-benar telah bersih dan memenuhi syarat untuk di proses
di kolom absorber.
Setelah gas dianggap telah bersih dari partikel padatan,
maka gas bersih dari scruber diumpankan ke kolom absorber
(Glycol Gas Contactor) melalui bagian bawah kolom absorber.
Dimana gas yang masuk lewat bagian bawah absorber ini akan
mengalami kontak dengan larutan glycol yang masuk ke kolom
absorber lewat bagian atas kolom. Proses kontak antara gas
dan larutan glycol di dalam kolom absorber dengan cara
berlawanan arah ini disebut dengan counter current contact.
Kontak antara gas dan Glycol di dalam kolom absorber pada
dasarnya terjadi di setiap plate (tray) pada kolom absorber.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 56
Tentunya plate di dalam kolom absorber tersebut bisa
berupa :
a. bubble cap tray
b. valve tray
c. atau berupa perforated tray
Gambar 4.3 : gambar kontaktor di setiap piringan (tray) pada kolom
absorber
Glycol biasanya menyerap kira – kira 1 scf gas/gal pada
tekanan absorber 1000 psig tekanan absorber.
Gas yang kandungan airnya telah berkurang (biasanya disebut
dengan gas kering) yang telah keluar dari bagian atas kolom
absorber terlebih dahulu dilewatkan ke sebuah mist
eliminator. Dimana fungsi mist eliminator di bagian atas
Gas dehydration & Hydrate Prevention 57
bagian dalam kolom absorber ini adalah untuk mengurangi
glycol ikutan yang terdapat di gas kering tersebut.
Gambar 4.4 : Mekanisme kerja Mist Eliminator untuk menjerap glycol yangterikut di gas kering yang keluar dari bagian atas di bagian dalam
absorber
Gas kering yang telah keluar dari bagian atas kolom absorer
tersebut kemudian dilewatkan ke dalam Heat Exchanger (HE).
Dimana gas kering yang dilewatkan di HE ini digunakan untuk
mendinginkan glycol panas yang berasal dari Glycol
Regeneration. Glycol panas yang berasal dari Glycol
Regeneration ini adalah glycol yang telah di regenerasi,
yaitu glycol yang telah dihilangkan kandungan airnya dan
yang akan digunakan lagi di kolom absorber untuk menyerap
air yang terkandung di dalam wet gas/gas basah. Glycol panas
yang telah didinginkan di HE ini, untuk selanjutnya
Gas dehydration & Hydrate Prevention 58
diumpankan ke dalam kolom absorber melalui bagian atas
absorber.
Glycol basah (atau disebut dengan rich glycol, atau disebut
juga glycol kaya air) yang keluar pada bagian bawah absorber
sebelum di regenerasi (untuk dihilangkan kandungan airnya
agar supaya bisa digunakan lagi) terlebih dahulu diumpankan
ke Filter bertekanan tinggi. Dimana di filter ini, glycol
basah dibersihkan dari partikel padatan yang mungkin diserap
dari gas (gas yang kemungkinan juga belum bersih saat lewat
di scruber) saat terjadi kontak di absorber. Glycol
bertekanan tinggi ini setelah melewati filter, dipompa
menuju flash separator bertekanan rendah. Di flash separator
bertekanan rendah ini, glycol dibersihkan dari gas yang
masih terlarut dan terikut di glycol.
Flash separator bertekanan rendah ini adalah flash separator
3 fasa yang digunakan untuk memisahkan glycol dari gas
ikutan saat di contactor dan cairan hidrokarbon yang
terserap dari gas (kondensat). Gas yang telah dipisahkan di
separator 3 fasa ini, kemudian digunakan sebagian untuk
pembakaran (bahan bakar gas) di reboiler, atau jika tidak
digunakan di venting ke udara. Glycol yang keluar dari
bagian bawah flash separator 3 fasa ini kemudian dipanaskan
awal di HE dengan media pemanas glycol kering yang telah
diregenrasi.
Glycol yang dipanaskan awal ini kemudian di alirkan ke
stripping still (menara stipper). Dimana di dalam menara
Gas dehydration & Hydrate Prevention 59
stripper ini berisi packing yang terbuat dari keramik dengan
bentuk saddle.
Gambar 4.5 : Macam macam bentuk packing yang terdapat di menara
stripping still
Menara stripper ini biasanya menjadi satu dengan reboiler
dan diletakkan di bagian atas reboiler. Fungsi dari
stripping still ini adalah agar terjadi proses kesetimbangan
antara uap dan cairan (yaitu uap air dan glycol basah).
Proses di stripping still ini hampir sama dengan proses di
glycol contactor. Dimana di stripping still ini, glycol yang
kaya air masuk di bagian atas stripping still dan menerobos
tumpukan packing keramik yang berbentuk saddle. Kemudian
glycol ini turun dan masuk ke dalam reboiler untuk
dipanaskan sehingga air yang terlarut di glycol ini
teruapkan. Uap air yang terlepas dari glycol ini masuk dan
menerobos tumpukan packing di stripping still sehingga
terjadi kesetimbangan uap-cairan di stripping still antara
Gas dehydration & Hydrate Prevention 60
glycol basah dengan uap air yang terlepas dari glycol karena
pemanasan di reboiler. Uap air yang menerobos tumpukan
packing di kolom stripping still ini kemudian dibiarkan
keluar ke udara melalui reflux condensor.
Di reboiler, glycol dipanaskan kira-kira pada suhu 350 – 400
oF sehingga menghasilkan glycol dengan konsentrasi 99,5%
atau lebih. Biasanya untuk meningkatkan konsentrasi dari
glycol perlu diinjeksikan gas stripper ke reboiler.
Glycol yang telah di rekonsentrasi ini kemudian di umpankan
ke HE di bagian shell nya. Dimana glycol panas ini, kemudian
didinginkan di HE tersebut dengan media pendingin Glycol
basah yang berasal dari kolom contactor.
Dari proses gas dehydrasi dengan menggunakan Glycol ini,
diperoleh losses glycol sebesar 0,05 gal/MMSCF untuk gas
yang memiliki tekanan tinggi dan temperatur rendah,
sedangkan losses glycol sebesar 0,30 gal/MMSCF untuk gas
yang memiliki tekanan rendah dan temperatur tinggi. Losses
ini umumnya berasal dari peralatan contactor dan
regenerator.
IV.3 Problem Operasional Glycol Plant
Methanol saat diinjeksikan di pipa untuk mencegah
pembentukan hydrate, maka methanol ini dapat menyebabkan
beberapa permasalahan di proses gas dehydrasi, yaitu :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 61
1. Methanol, yang terserap oleh glycol bersamaan dengan
air dari gas, akan meningkatkan heat requirement di
sistem regenerasi.
2. Laju injeksi methanol yang tinggi dapat menyebabkan
flooding pada operasi di menara absorber dan sistem
regenerasi.
3. Methanol bersifat sangat korosif terhadap logam carbon
steel, sehingga korosi banyak ditemukan di reboiler dan
stripping still.
4. Diperlukan suatu unit methanol recovery pada bagian
outlet uap air yang telah keluar dari stripping still.
Methanol tidak boleh langsung dibuang ke atmosfer
karena dianggap dapat merusak lingkungan.
Beberapa kotoran dan impuritis dapat menkontaminasi glycol
sehingga menyebabkan rusaknya glycol. Selain kotoran dan
impurities, pemanasan terhadap glycol yang berlebihan di
reboiler dapat menyebabkan glycol mengalami dekomposisi.
Produk hasil dekomposisi dari glycol ini berbentuk sludge
(lumpur kotor) yang menempel di permukaan alat pemanas,
sehingga menyebabkan efisiensi pemanasan menjadi berkurang,
bahkan menyebabkan kebuntuan di tubing. Permasalahan ini
biasanya diatasi dengan memasang filter. Disamping itu,
dekomposisi Glycol juga bisa disebabkan karena kontak dengan
gas yang bersifat asam. Umumnya pH dari glycol selalu di
cek, yaitu berada di kisaran 7,0 – 7,5 yang diukur pada
Gas dehydration & Hydrate Prevention 62
pelarutan 1 : 1 dengan air. Jika glycol telah menjadi asam
maka pada aliran sirkulasi glycol perlu diinjeksikan aditif
seperti : Borax, triethanolamine (TEA), atau bahan alkali
lainnya. Besarnya injeksi aditif untuk glycol ini umumnya
adalah 1/4 lb TEA per 100 gallon glycol.
Glycol akan menjadi bersifat korosif bilamana terpapar
terlalu lama dengan oksigen (yang berasal dari udara).
Sehingga glycol yang berada di surge tank umumnya di
selimuti dengan dry gas, kecuali adanya oksigen di gas
stream yang mana perlu suatu penanganan tersendiri agar
oksigen tersebut tidak mengkontaminasi glycol.
Carryover of liquid hydrocarbons (hidrokarbon cair ikutan)
dapat menyebabkan terjadinya foaming pada operasi di menara
absorber. Umumnya untuk mengatasi foaming ini ditambahkan
inhibitor trioctylphosphate 500 ppm. Oleh sebab itu, gas
sebelum masuk ke glycol contactor harus terlebih dahulu
dibersihkan dari liquid hidrokarbon di scruber. Selain
menyebabkan foaming, carryover liquid hydrokarbon ini dapat
menyebabkan deposit kristal di contactor. Cara lain untuk
menghindari liquid hydrocarbon ini terkondensasi di
contactor adalah dengan mensetting temperatur glycol yang
masuk ke contactor lebih tiggi dari temperatur gas.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 63
Liquid hydrocarbon ini juga bisa merusak peralatan di
stripping still, yaitu dapat meningkatkan beban uap yang
menyebabkan vapor flooding di reboiler dan di stripping
still. Karena beban uap yang begitu besar di stripping
still, maka dapat pula menyebabkan terbuangnya glycol keluar
strippping still bersamaan dengan uap air dan gas. Disamping
itu, carryover hydrokarbon berat dapat menimbulkan
terjadinya coke di stripping still dan di reboiler, sehingga
proses rekonsentrasi glycol terhambat.
IV.4 Glycol Plant Design
Ada beberapa variabel yang diperlukan dalam design
Glycol Plant, yaitu : flow rate gas (MMSCFD), gravity gas,
tekanan operasi (psia), maksimum tekanan kerja di contactor
(psia), temperatur gas masuk (oF), serta water content dari
gas setelah keluar proses (lbm/MMSCF). Ada dua kriteria yang
harus dipilih untuk design glycol plant, yaitu :
1. Laju sirkulasi glycol terhadap air yang akan diserap.
Persyaratan yang dipakai umumnya berada pada range 2 –
5 gal TEG/lb water. Sebagian besar lapangan gas
menggunakan laju alir 2,5 – 4 gal TEG/lb water.
2. Konsentrasi Lean TEG dari sistem regenerasi berada pada
range 99,0 % - 99,9%. Sebagian besar desain menggunakan
konsentrasi lean glycol 99,5%.
Laju sirkulasi glycol terhadap air bergantung pada
konsentrasi dari lean glycol, dan jumlah dari tray pada
Gas dehydration & Hydrate Prevention 64
menara absorber. Konsentrasi Lean TEG ditentukan oleh
kemampuan regenerator seberapa banyak merekonsentrasi
glycol, serta batasan terendah viskositas glycol yang
diijinkan oleh peralatan yang memprosesnya.
BAB V
GAS DEHYDRATION DENGAN MENGGUNAKAN
SOLID BED CONTACTOR
Adsorption (atau solid bed) dehydration adalah proses
dimana solid desicant (desicant padatan) digunakan untuk
mengambil uap air dari aliran suatu gas. Desicant padatan
yang umumnya digunakan untuk gas dehydration sifatnya dapat
diregenerasi dan digunakan berkali-kali, yang mana proses
regenerasi ini disebut juga desorption. Proses berulang-
ulang adsorption-desorption ini disebut pula adsortion-
desorption cycle. Beberapa desicant solid dapat mendehydrasi
gas hingga 1 ppm atau bahkan kurang, dan jenis desicant ini
telah banyak digunakan di aliran umpan proses cryogenic.
(GPSA, 1981).
Gas dehydration & Hydrate Prevention 65
Mekanisme adsorption terhadap suatu permukaan ada dua
type yang ada : yaitu secara fisika dan secara kimia. Proses
yang paling akhir yaitu proses secara kimia umumnya
diistilahkan dengan “chemisorption”. Adsorbent kimia umumnya
jarang ditemui di proses gas dehydration. Untuk adsorbent
secara fisika yang digunakan di gas dehydration memiliki
propertis sebagai berikut :
1. memiliki surface area yang besar dengan kapasias yang
besar. Secara komersial, adsorbent secara fisika ini
memiliki surface area 500-800 m2/gm (= 2,4x106 s/d
3,9x106 ft2/lbm).
2. memiliki kemampuan menyerap uap air dan retention time
yang bagus. Adsorbent komersialdapat mengembil uap air
dari gas hingga kandungan air di gas menjadi 1 ppm atau
lebih kecil lagi.
3. memiliki laju transfer massa yang tinggi (laju
penyerapan uap air di gas sangat tinggi)
4. mudah dan ekonomis karena mudah diregenerasi
5. memiliki sifat resistensi yang kecil terhadap aliran
gas, sehingga pressure dropnya kecil
6. memiliki mechanical strength yang tinggi terhadap
penggerusan dan pembentukan debu. Adsorbent juga harus
cukup kuat terhadap penggerusan dalam kondisi basah.
7. murah, non-toxic, non-corrosive, chemically inert, high
bulk density, dan perubahan volumenya kecil bila
terkena air.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 66
V.1 Type-Type Adsorbent
Beberapa material umumnya memenuhi kriteria sebagai
adsorbent untuk proses gas dehydration, yaitu :
1. biji Bauxite (Al2O3.xH2O)
2. Gel, seperti : Silica Gel dan Alumina-Silica Gel
3. Molecular Sieves
Tabel 5.1
V.1.1 Alumina
Alumina yang terhydrasi, dimana alumina ini memiliki
harga yang agak sedikit mahal. Alumina ini (Al2O3.3H2O) di
aktivasi dengan cara dipanaskan sehingga air yang terikat
menjadi lepas dan kembali membentuk alumina terhydrasi
(Al2O3.xH2O). Alumina ini dapat menekan dew point sampai
dengan -100 oF, tapi memerlukan panas yang banyak untuk
meregenerasinya. Alumina ini termasuk jenis alkaline dan
tidak dapat digunakan bila di gas terdapat senyawaan asam
(kandungan asam dalam gas). Kecenderungan untuk mengadsorb
Gas dehydration & Hydrate Prevention 67
hidrokarbon berat sangatlah tinggi, tetapi sangatlah sukar
bila diregenerasi. Desicant ini memiliki resistensi/daya
tahan yang sangat bagus terhadap liquid, tetapi mudah
mengalami disintegrasi yang dikarenakan pengadukan mekanis
akibat aliran turbulensi dari gas.
V.1.2 Gel : Silica Gel dan Silica – Alumina Gel
Gel berbentuk granular (bulatan), solid amorphous yang
terbuat secara reaksi kimia. Gel yang dibuat dari reaksi
antara asam sulfat (H2SO4) dan sodium silikat disebut dengan
silika gel, dan terdiri dari silikon dioksida (SiO2).
Alumina gel utamanya terdiri dari Al2O3 yang terhydrasi.
Silika - alumina gel adalah kombinasi dari silika gel dan
alumina gel.
Gel dapat mendehydrasi gas sampai dengan 10 ppm (GPSA,
1981) dan dapat diregenerasi secara mudah sekali daripada
desicant lainnya. Desicant ini dapat mengadsorb hidrokarbon
berat, serta dapat pula diregenerasi dengan mudah.
Dikarenakan sifat gel ini yang sedikit asam maka gel ini
bisa digunakan untuk mendehidrasi sour gas, tetapi tidak
bisa untuk material yang bersifat alkali seperti larutan
soda kaustik dan amonia. Meskipun tidak terjadi reaksi
dengan gas H2S, tetapi sulfur dapat terdeposit dan menutupi
permukaan desicant jenis ini. Sehingga, gel jenis ini sangat
bermanfaat sekali mendehydrasi gas dengan kandungan H2S
kurang dari 5 – 6 %.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 68
V.1.3 Molecular Sieves
Molecular Sieves ini adalah material yang bebentuk
kristal logam alkali (yaitu : calcium dan sodium)
aluminosilikat, serta memiliki sifat yang serupa dengan
natural clay. Material ini bersifat sangat poros dengan
ukuran range pori yang sangat sempit/kecil, serta memiliki
luas area yang sangat besar. Dibuat dengan cara ion-
exchange, dan molecular Sieves ini adalah desicant yang
paling mahal diantara yang lainnya.
Desicant ini memiliki permukaan dengan sifat polaritas
yang tinggi sehingga sangat efektif untuk menjerap material
seperti air dan H2S. Molecular Sieves ini bersifat alkalin
dan sangat resistent/tahan terhadap material asam sehingga
sangat cocok untuk mendehydrasi gas yang sangat asam (very
sour gases).
Dikarenakan ukuran pori-porinya yang sangat sempit/kecil,
maka dalam penggunannya harus dipilih adsorbat yang memiliki
ukuran molekul yang sangat kecil pula, sehingga desicant ini
tidaklah cocok digunakan untuk mendehydrasi hidrokarbon
berat. Jika gas yang akan di dehydrasi mengandung condensat
tinggi sebaiknya tidak menggunakan desicant jenis ini.
Temperatur regenerasi desicant ini sangatlah tinggi, tetapi
desicant ini bisa menghasilkan gas yang terdehydrasi dengan
kandungan air sampai dengan 1 ppm.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 69
V.2. Proses Alir Gas Dehydrasi dengan Solid Bed
Gambar 5.1 : proses alir gas dehidrasi dengan adsorbent
Proses adsorption ini dikenal dengan proses cyclic
karena prosesnya berlangsung secara kontinyu dengan
menggunakan dua Bed dimana bila satu Bed diregenerasi tidak
akan mengganggu jalannya proses. Sebagian besar adsorbent
bila menyerap hidrokarbon fraksi berat, glycol, dan
methanol, maka adsorbent ini kemampuan serapnya akan
berkurang sehingga menurunkan kapasitas dari desicant.
Adsorbent yang telah mengalami kontaminasi dengan
hidrokarbon fraksi berat, glycol, dan methanol ini akan
sulit untuk diregenerasi. Hal ini akan mengakibatkan
effisiensi performance dari desicant menurun dan menurunkan
life time dari desicant. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan
proses dehydrasi dengan menggunakan solid adsorbent
Gas dehydration & Hydrate Prevention 70
sebaiknya gas telah bersih dari kontaminan-kontaminan
hidrokarbon fraksi berat, glycol, dan methanol serta
padatan. Untuk mengatasi kontaminan-kontaminan ini gas
sebelum masuk ke inlet proses harus dibersihkan dari
kontaminan-kontaminan.
Proses dehydrasi seperti pada gambar 5.1 diatas
merupakan typikal flow diagram untuk dua menara solid
desicant dehydration unit. Komponen utama dari sistem
dehydrasi solid desicant ini adalah :
1. inlet gas separator
2. dua atau lebih menara adsorber yang diisi dengan solid
desicant
3. heater bertemperatur tinggi untuk memberikan panas pada
gas regeneration, dimana gas panas ini digunakan untuk
meregenerasi desicant yang ada di tower
4. gas cooler yang berfungsi untuk mengkondensasikan air
dari gas regeneration yang telah melakukan regenerasi
dari tower yang berisi desicant
5. gas separator yang berfungsi untuk memisahkan air dari
gas regeneration yang telah melakukan regenerasi dari
tower
6. perpipaan, manifold, switching valve dan control untuk
mengarahkan dan mengontrol aliran gas sesuai dengan
persyaratan proses.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 71
Gas basah sebelum masuk ke proses dehydrasi terlebih
dahulu masuk ke separator untuk diremoval free liquid, mist
entrainer dan partikel padatan yang ada di gas basah.
Setelah itu gas basah masuk ke proses dehydrasi yang diawali
melalui bagian atas tower menuju ke bagian bawah tower.
Dimana di tower kandungan air yang ada di gas di serap oleh
desicant. Laju penyerapan kandungan air di gas oleh desicant
bergantung pada komposisi kimia gas alam, ukuran molekul
yang akan diserap, serta ukuran pori-pori dari desicant.
Molekull air pertama kali diserap oleh desicant yang ada di
bagian atas tower sampai menuju ke bagian bawah tower. Jika
gas basah ini juga mengandung liquid hydrokarbon, maka
liquid hydrokarbon ini juga terserap oleh desicant, dimana
liquid hydrokarbon ini akan menempati pori-pori desicant
yang semestinya di tempati oleh uap air dari gas basah.
Pada setiap komponen di aliran gas masuk, ada beberapa
seksi di setiap bagian dalam bed desicant, mulai dari bagian
atas hingga bagian bawah. Jika desicant pada bagian atas
telah jenuh, maka desicant yang dibawahnya mulai menyerap
liquid dan uap air dari gas, dan proses ini beralngsung
secara terus menerus. Kedalaman suatu bed dari mulai proses
penyerapan sampai bed menjadi jenuh, dan kemudian bed
berikutnya mulai melakukan penyerapan, maka kedalaman satu
bed ini disebut dengan mass transfer zone. Di zone inilah
terjadi proses transfer massa dari suatu komponen yang akan
diserap oleh permukaan desicant.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 72
Ketika gas terus mengalir ke bawah kolom, mass transfer
zone berpindah ke bagian zone yang dibawahnya, dan tentunya
uap air dan liquid hidrokarbon sebagian telah terserap di
zone sebelumnya. Jika keseluruhan bed telah jenuh dengan uap
air dan liquid hidrokarbon (dapat diketahui dari kandungan
air dan liquid hidrokarbon di gas saat masuk tower dan saat
keluar tower tidaklah jauh berbeda) maka dilakukanlah
regenerasi terhadap bed. Agar supaya proses dehydrasi dapat
berlangsung secara terus menerus, maka umumnya saat proses
dehidrasi gas di lakukan di satu tower, tower yang lainnya
di regenrasi.
Pada proses regenerasi, gas panas yang digunakan untuk
meregenerasii desicant adalah diambilkan dari sebagian gas
basah yang dikeringkan terlebih dahulu di heater yang
bertemperatur antara 450 oF s/d 600 oF. Gas basah yang telah
dikeringkan di heater ini kemudian di alirkan ke dalam tower
yang akan diregenerasi melalui bagian bawah tower. Saat
proses regenerasi berlangsung, temperatur dari tower ini
akan meningkat, yang menyebabkan air yang terjebak di pori-
pori desicant berubah menjadi steam dan menguap bersama-sama
dengan gas panas yang keluar dari bagian atas tower.
Gas panas beserta uap air dari desicant yang keluar
dari bagian atas tower ini kemudian di alirkan menuju
regeneration gas cooler untuk didinginkan sampai level
jenuhnya tercapai supaya uap air yang ada di gas panas ini
terkondensasi di alat berikutnya yaitu di gas separator. Gas
Gas dehydration & Hydrate Prevention 73
panas yang telah “kering” ini kemudian diputar lagi masuk ke
tower yang diregenerasi, dan proses pemanansan desicant ini
berlangsung secara kontinyu sampai akhirnya tower yang
diregenarsi bisa dinyatakan ”kering”.
Ketika tower telah dinyatakan “kering”, maka tower yang
baru saja diregenerasi didinginkan sampai suhu antara 100 oF
dan 120 oF dengan dialiri gas dingin (gas dingin ini bisa
saja dari gas basah atau gas yang telah mengalami
dehidrasi). Proses pendinginan ini perlu dilakukan supaya
tower berada pada suhu operasi normal sebelum proses
dehidrasi dilaksanakan.
Switching bed dilakukan oleh controller yang telah
disetting waktunya untuk satu cycle. Jika satu cyclenya lama
maka memerlukan bed yang besar pula, tetapi hal ini akan
menambah umur bed. Umumnya, dua putaran bed ini memerlukan
waktu 8 jam adsorpsi dalam satu periode (6 jam digunakan
untuk pemanasan, 2 jam pendinginan untuk regenerasi).
Untuk unit adsorpsi yang memiliki 3 bed, biasanya satu
bed diregenrasi, satu bed siap untuk absorpsi, dan satu lagi
dalam posisi sedang masa pengeringan/adsorpsi.
Internal atau external insulasi untuk absorber biasanya
diperlukan. Tujuan utama dari internal insulasi ini adalah
untuk mengurangi cost dan mengoptimalkan proses regenerasi.
Selain itu, internal insulasi diperlukan untuk menjaga
vessel tidak mengalami crack akibat temperatur operasi
regenerasi yang tinggi.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 74
V.3 Regeneration Cycle (Proses Regenerasi)
Dari gambar 5.2 diatas, pada kurva temperatur outlet
gas regenerasi (kurva 2) terdapat 4 interval putaran
regenerasi, yaitu yang bernotasi A, B, C, dan D dengan
masing-masing temperatur Ta, Tb, Tc, dan Td.
Proses awalnya, gas panas untuk regenerasi memanaskan
tower dan desicant didalamnya dari temperatur T1 sampai
dengan T2. Pada saat temperatur T2 mencapai 240 oF air yang
ada di pori-pori desicant mulai menguap. Kemudian bed
dipanaskan dengan laju yang lambat (kurva 2 yang bagian
tengah) karena sebagian besar panas digunakan untuk
menguapkan air yang ada di desicant. Pemanasan ini berlanjut
sampai temperatur T3 tercapai. Di tempertaur T3 ini hampir
semua air yang ada di desicant terdesorpsi. Besarnya rata-
rata temperatur untuk desorpsi ini adalah sebesar Tb, dan
besarnya Tb ini biasanya untuk design diasumsikan 250 oF.
Pemanasan dilanjutkan hingga temperatur T4 tercapai.
Pada temperatur T4 ini terjadi desorpsi didesicant untuk
Gas dehydration & Hydrate Prevention 75
Gambar 5.2 : Siklus
material hidrokarbon dan kontaminan-kontaminan lainnya.
Untuk satu putaran yang berlangsung selama 4 jam atau lebih,
bed telah dianggap terregenerasi, dimana pada proses ini
temperatur gas panas yang keluar dari bed mencapai
tmeperatur 350-375 oF (T4). Proses pemanasan pada tahap ini
dianggap telah selesai.
Tahapan selanjutnya adalah dimulainya proses
pendinginan, yang mana pada proses pendinginan ini
berlangsung hingga temperatur T5 tercapai yaitu 125 oF.
Temperatur pendinginan ini di setting pada temperatur 125 oF
karena jika didinginkan lagi di bawah temperatur tersebut
dikhawatirkan kandungan air yang ada di gas pendingin ini
(gas pendingin bisa berasal dari gas basah atau gas yang
telah mengalami dehidrasi) akan mengalami kondensasi dan air
kondensasi ini kembali diserap oleh adsorbent yang telah
kering tadi.
BAB VI
MENCEGAH PEMBENTUKAN HYDRAT DENGAN INJEKSI BAHAN
KIMIA
Gas dehydration & Hydrate Prevention 76
Di industri gas alam, penggunaan alkohol, seperti : methanol
dan penggunaan glikol, seperti : ethylen glykol dan
triethylen glykol adalah hal umum dilakukan untuk mencegah
pembentukan Hydrat. Berikut adalah tabel sifat-sifat dari
inhibitor yang umum digunakan.
Tabel 6.1
properties methanol ethanol ethylenglycol
triethylenglycol
Molar mass, g/mol 32,042 46,07 62,07 150,17Boiling point, oC 64,7 78,4 198 288Vapor pressure (at 20
oC), kPa12,5 5,7 0,011 < 0,001
Melting point, oC -98 -112 -13 -4,3Density at 20 oC, kg/m3 792 789 1116 1126Viscousity at 20 oC, cP 0,59 1,2 21 49
Bahan kimia lainnya yang bisa digunakan sebagai inhibitor
pembentukan hydrat adalah logam-logam ionic lainnya, seperti
: sodium cloride (garam), tetapi logam-logaman ini tidak
pernah digunakan di industri gas alam.
VI.1 Freezing Point Depression (menurunkan titik beku)
Teori dasar tentang menurunkan titik beku suatu larutan
dengan menambahkan suatu zat terlarut adalah konsep teori
klasik yang sangat mudah dipahami. Dasar pemahaman teori ini
adalah kesetimbangan antara liquid dan padatan dan
disederhanakan dengan persamaan berikut :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 77
………………(6.1)
Dimana :
xi = mole fraksi dari solute (inhibitor)
ΔT = penurunan temperatur, oC
R = konstanta gas universal (8,314 J/(mol.K))
Tm = melting point dari solvent murni, K
Jika persamaan (6.1) ditulis kembali dengan mengubah dari
mole fraksi menjadi mass fraksi maka :
.....................(6.2)
Dimana :
Ms = molar mass dari solvent
Wi = persen berat solute (inhibitor)
Mi = molar mass dari inhibitor
Ks = 1861 (untuk air)
Persamaan (6.2) ini tidak bisa diaplikasikan untuk larutan
ionic seperti larutan garam. Berikut adalah hasil ploting
dari percobaan persamaan(6.2) :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 78
Freezing point depression untuk methanol cukup akurat sampai
dengan konsentrasi 30% wt. Untuk ethylen glycol, persamaan
diatas akan akurat sampai dengan konsentrasi 15%wt.
VI.2 Persamaan Hammerschmidt
Persamaan Hammerschmidt sangatlah sederhana dan banyak
digunakan untuk memperkirakan banyaknya bahan kimia yang
digunakan sebagai inhibitor. Persamaan Hammerschmidt ini
adalah sebagai berikut :
............(6.3)
Dimana :
ΔT = temperatur depression, oC
Gas dehydration & Hydrate Prevention 79
Gambar 6.1
M = molar mass inhibitor, g/mol
W = konsentrasi inhibitor (dalam fasa aqua), %berat
KH = konstanta dengan nilai 1297
Untuk menggunakan persamaan ini dengan menggunakan satuan
America Engineering digunakan KH = 2355, dan ΔT digunakan
satuan oF.
Untuk mendapatkan besarnya konsentrasi inhibitor yang
diperlukan maka persamaan (6.3) dapat ditulis kembali
menjadi :
..............(6.4)
Untuk menggunakan persamaan Hammerschmidt ini kita harus
mengestimasi kondisi hydrat nya terlebih dahulu tanpa ada
inhibitor. Persamaan Hammerschmidt ini hanya memprediksi
deviasi temperatur tanpa adanya inhibitor, bukan memprediksi
kondisi pembentukan hydrat nya sendiri.
Aslinya, KH di persamaan (6.3) dan (6.4) adalah sebuah
konstanta, tapi lama-lama banyak penelitian yang mengajukan
perubahan konstanta KH ini. Berikut adalah konstanta KH yang
telah dibuat perubahan :
original Ref.1 Ref.2 Ref.3Methanol 1297 1297 1297 1297ethanol 1297 - 1297 1297
Gas dehydration & Hydrate Prevention 80
Ethylen glycol 1297 2222 1222 1500Diethylen glycol 1297 2222 2427 2222Triethylen glycol 1297 2222 2427 3000Ref.1 = Fu (1998) GPSA EngineeringRef.2 = Arnold and StewartRef.3 = Pedersen et.alUmumnya dibuku-buku tersebut terdapat kekeliruan penulisan satuan di tabel, dimana nilai konstanta yang ada dibuku-buku tersebut seharusnya untuk temperatur yang bersatuan oF, bukan oC
Harga 2222 untuk Ethylen Glycol pada tabel diatas didapatkan
dari GPSA Engineering Data Book, yang mana pada buku
tersebut juga merekomendasikan untuk semua jenis Glycol,
tetapi sebenarnya tidak untuk semua jenis Glycol. Prediksi
yang paling baik didapatkan dengan menggunakan harga 1297.
Persamaan Hammerschmidt terbatas pada konsentrasi kira-kira
sampai dengan 30% berat untuk inhibitor methanol dan ethylen
Glycol, sedangkan untuk inhibitor glycol lainnya kira-kira
sampai dengan 20 % berat.
VI.3 Persamaan Nielsen-Bucklin
Nielsen dan Bucklin mengembangkan persamaan untuk
mengestimasi kebutuhan methanol sebagai inhibitor pencegah
pembentukan hydrat. Persamaan tersebut adalah :
ΔT = -72 ln(1 - xM)…………..(6.5)
Dimana :
ΔT = dalam satuan oC
Gas dehydration & Hydrate Prevention 81
xM = mole fraksi methanol
dua peneliti ini mengklaim bahwa persamaan ini akurat sampai
dengan konsentrasi methanol 88%.
Persamaan ini dapat ditulis kembali untuk mngestimasi
konsentrasi methanol sebagai berikut :
…………..(6.6)
Dan kemudian untuk mengubah dari mole fraksi menjadi persen
berat, maka persamaan tersebut dapat ditulis kembali sbb :
………..(6.7)
Dimana :
XM = persen berat methanol
MM = molar mass methanol
Persamaan Nielsen-Bucklin ini dikembangkan untuk penggunaan
dengan menggunakan methanol, tetapi bagaimanapun juga,
persamaan ini sebenarnya tidak bergantung pada pemilihan
jenis inhibitor. Persamaan ini hanya melibatkan propertis
dari air dan konsentrasi dari inhibitor. Oleh sebab itu,
persamaan ini bisa digunakan untuk sembarang inhibitor. Jika
dilihat persamaan ini lebih bisa digunakan untuk semua
Gas dehydration & Hydrate Prevention 82
inhibitor, tetapi para engineer masih lebih suka menggunkan
persamaan Hammerschmidt karena lebih sederhana.
VI.4 Metode Baru
Basis yang digunakan oleh metode baru ini adalah tidak
jauh berbeda dengan persamaan Nielsen-Bucklin. Tetapi
bagimanapun pula, masih terdapat koefisien aktivity yang
harus digunakan untuk mengetahui konsentrasi inhibitor.
Persamaan baru ini adalah sbb :
..........................(6.8)
Dimana :
Langkah berikutnya adalah mencari model koefisien aktivitas
yang realistis dan simple. Model yang paling sederhana
adalah dengan menggunakan persamaan Margule sebagai
berikut :
............(6.9)
Konstanta tidak bergantung pada temperatur dan dapat
digantikan dengan konstanta yang paling umum yang disebut
dengan A-Margules Coeffisien, sehingga persamaan (6.8)
berubah menjadi :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 83
...........(6.10)
Persamaan (6.10) ini cukup akurat untuk digunakan berbagai
konsentrasi inhibitor. Harga Koefisien Margule A ini telah
di tabulasikan sebagai berikut :
Inhibitor Molar Mass(g/mol)
MargulesCoefficient
(A)
BatasanKonsentrasi
(%wt) ΔT (oC)
Methanol 32,04 +0,21 < 85 < 94,3Ethanol 46,07 +0,21 < 35 < 13,3Ethylen
Glycol62,07 -1,25 < 50 < 22,9
Diethylen
Glycol106,12 -8 < 35 < 10,3
Triethylen
Glycol150,17 -15 < 50 < 20,6
Data percobaan tentang inhibitor methanol cukup banyak,
tetapi pada kenyataannya hasil pengukuran konsentrasi
methanol yang ada saat ini adalah sampai dengan 85%wt.
Sayangnya, hasil pengukuran inhibitor ethanol tidak pernah
ada. Sehingga, Koefisien Margules untuk ethanol dianggap
sama dengan methanol.
Data percoban untuk ethylen glycol (EG) dan triethylen
glycol (TEG) cukup banyak dan konsentrasi yang bisa dicapai
adalah sampai dengan 50%wt. Sedangkan data untuk diethylen
glycol (DEG) kurang begitu banyak dan sayangnya DEG jarang
Gas dehydration & Hydrate Prevention 84
digunakan sebagai inhibitor. Sehingga konstanta Margules
untuk DEG adalah rata-rata dari harga EG dan TEG.
Harus diakui bahwa persamaan (6.10) adalah sulit untuk
digunakan, khususnya bila temperatur depression sudah
ditentukan terlebih dahulu dan konsentrasi inhibitor yang
diperlukan harus dihitung. Oleh sebab itu, ada versi
monograph nya untuk persamaan (6.10) pada gambar berikut :
Gambar 6.2
Gas dehydration & Hydrate Prevention 85
Gambar 6.3
Tidak ada data hasil percobaan untuk konsentrasi glycol yang
lebih besar dari 50%wt, sehingga bila konsentrasinya lebih
dari 50% harus di extrapolasi. Dari monograph diatas
sangatlah mudah bila digunakan untuk menentukan temperatur
depression jika konsentrasi inhibitor telah diketahui, dan
sebaliknya.
VI.4.1 Keakurasian Metode Baru
Berikut adalah gambar grafis hasil perhitungan
temperatur depresi untuk methan hydrat yang menggunakan
inhibitor methanol :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 86
Gambar 6.4
Gambar 6.4 menunjukkan temperatur depressi methane hidrate
dengan menggunakan inhibitor methanol yang berkonsentrasi
10; 20; 35; 50; 65; 73,7 dan 85 %wt. Dari gambar grafis
perbandingan tersebut diatas nampak bahwa persamaan baru
memberikan hasil yang sangat bagus meskipun konsentrasi
methanol tinggi.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 87
Gambar 6.5
Sebagai perbandingan, gambar 6.5 yang menggunakan
methanol dengan konsentrasi 65 %wt menunjukkan bahwa
prediksi dengan menggunakan persamaan Hammerschmidt dan
Nielsen-Bucklin memberikan hasil melenceng jauh. Persamaan
Hammerschmidt memprediksi temperatur depressi nya terlalu
jauh sekitar 28 oC, sedangkan persamaan Nielsen-Bucklin
(yang merupakan improvement dari persamaan hammerschmidt)
memberikan prediksi terlalu jauh sekitar 4 oC. Artinya bahwa
: secara praktik, laju injeksi methanol yang diprediksi
dengan menggunakan persamaan Hammerschmidt dan Nielsen-
Bucklin adalah terlalu kecil. Dengan kata lain, bila
dilapangan penambahan inhibitor methanol yang menggunakan
Gas dehydration & Hydrate Prevention 88
persamaan Hammerschmidt dan Nielsen-Bucklin jauh lebih
banyak bila dibandingkan dengan menggunakan persamaan baru.
Gambar 6.6
Gambar 6.6 menunjukkan pengaruh inhibitor ethylen glycol
(EG) terhadap methan hydrat dalam hal memprediksi temperatur
depresi, yang mana persamaan baru menunjukkan hasil prediksi
yang baik. Pada Gambar 6.6 untuk konsentrasi EG 35%wt,
persamaan asli Hammerschimdt secara mengejutkan menunjukkan
hasil prediksi yang baik, tetapi persamaan GPSA menunjukkan
hasil yang over predict. Persamaan GPSA memnujukkan error
sebesar 6 oC. Hal ini berarti bahwa secara praktik
Gas dehydration & Hydrate Prevention 89
penambahan inhibitor EG dilapangan untuk temperatur depressi
diperlukan lebih banyak dari perhitungan semestinya.
VI.4.2 Simpulan Terhadap Persamaan Penentuan Inhibitor
Metode-metode perhitungan sederhana seperti
Hammerschmidt, Nielsen-Bucklin dan Metode Baru memeiliki
karakteristik umum yang sama. Semua persamaan sederhana
tersebut memprediksi temperatur depressi dari temperatur
Hydrat. Persamaan-persamaan tersebut tidak menggambarkan
prediksi pembentukan hidrat yang sebenarnya di lapangan.
Untuk itu, dalam penggunannya, sebaiknya kita memprediksi
terlebih dahulu temperatur pembentukan hidrat tanpa adanya
inhibitor di gas (perhitungan seperti pada BAB III),
setelah temperatur pembentukan hidrat diketahui kemudian
kita menggunakan metode-metode perhitungan diatas untuk
mengkoreksi persamaan-persamaan sederhana tsb diatas
(Hammerschmidt, Nielsen-Bucklin dan Persamaan baru) dengan
kehadiran inhibitor didalamnya. Tetapi bila dalam
menggunakan persamaan penentuan temperatur hidratnya tidak
sesuai dengan kenyataan di lapangan (tanpa kehadiran
inhibitor didalamnya, seperti penjelasan di BAB III), maka
koreksi untuk penggunaan persamaan Hammerschmidt, Nielsen-
Bucklin dan Persamaan baru juga tidak akurat. Dengan kata
lain, kita harus mencoba-coba setiap metode penentuan
temperatur hidrat pada BAB III untuk disesuaikan dengan
kondisi lapangan. Setelah sesuai barulah kita menggunakan
Gas dehydration & Hydrate Prevention 90
persamaan-persamaan penentuan inhibitor (persamaan
Hammerschmidt, Nielsen-Bucklin dan Persamaan baru dipilih
mana yang paling sesuai).
Perlu dicatat bahwa, persamaan-persamaan Hammerschmidt,
Nielsen-Bucklin dan Persamaan Baru tidak memperhitungkan
tekanan gas. Maka seharusnya dilakukan juga percobaan-
percobaan yang juga mempertimbangkan adanya tekanan gas
dalam penentuan inhibitor.
Lebih jauh lagi, metode-metode tersebut diatas
mengasumsikan bahwa temperatur depression tidak bergantung
pada kehadiran pembentuk hidrat alaminya dan type hidrat
yang terbentuk. Jadi temperatur depression dengan
menggunakan methanol 25%wt itu adalah untuk mencegah
pembentukan methan hidrat (hidrat type I) dan propan hidrat
(type II).
VI.5 Perhitungan Tingkat Advance
Ada beberapa perhitungan tingkat advance dalam penentuan
kondisi pembentukan hidrat. Ada banyak metode yang lebih
komplek dalam mengestimasi pengaruh penambahan inhibitor.
Karena begitu kompleknya perhitungan maka diperlukan bantuan
komputer dalam menghitung persamaan-persamaan yang komplek
tersebut. Pada persamaan yang lebih komplek telah
menyertakan beberapa parameter lainnya dalam perhitungannya,
seperti : temperatur, tekanan, type hidrat serta
kesetimbangan uap-cairan dan uap-padatan.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 91
VI.6 Pengaruh Lainnya Penambahan Inhibitor
Methanol sangatlah berguna dalam melawan pembentukan
hydrat di pipa transmisi dan di peralatan proses. Tetapi
methanol juga memiliki pengaruh negatif lainnya di
pemrosesan hidrokarbon.
Contoh problem penambahan inhibitor methanol ini adalah
terkonsentrasinya methanol di produk LPG. Telah diketahui
bahwa propan+methanol dan n-butan methanol adalah larutan
yang bersifat Azeotropic. Larutan azeotropic ini adalah
larutan yang tidak mudah dipisahkan dengan menggunakan
proses distilasi binary biasa. Karena larutan azeotropic
merupakan dua larutan yang melarut sempurna sehingga tekanan
uap nya di satu titik locus yang sama. Sehingga inilah
mengapa methanol terdapat pada produk LPG, yaitu akibat
penambahan inhibitor methanol dalam pencegahan pembentukan
hidrat.
Selain daripada itu, campuran sistem methanol-
hidrokarbon adalah model sistem yang termasuk komplek dan
sulit. Sehingga menyulitkan engineer dalam merancang suatu
sistem pemisahan yang sempurna.
Problem lain dengan adanya methanol ini adalah problem
korosi. Methanol di injeksikan ke dalam pipa transmisi untuk
mencegah pembentukan hidrat, dan bahan kimia inhibitor
lainnya juga diinjeksikan untuk mencegah korosi. Methanol
Gas dehydration & Hydrate Prevention 92
terkadang juga terlarut di inhibitor-inhibitor lainnya yang
memiliki based chemical methanol juga.
Potensi terjadinya korosi akibat methanol adalah
methanol yang diinjeksikan terkadang terlarut udara
(oksigen) didalamnya. Hal ini biasanya ditemui saat
penanganan methanol di tangki penyimpanan yang
terkontaminasi dengan udara (oksigen).
VI.7 Penguapan Inhibitor
Methanol adalah senyawa yang mudah menguap, dan bila
methanol di injeksikan di pipeline gas, maka methanol
terkadang juga ikut menguap bersamaan dengan gas. Dan bila
gas mengandung fraksi berat, sperti kondensat, maka methanol
juga hilang bersama kondensat yang terkondensasi. Sehingga
pada praktiknya penambahan methanol sebagai inhibitor jauh
lebih banyak dari yang diprediksikan sebelumnya. Berikut
adalah tekanan uap dari beberapa inhibitor yang ada :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 93
Gambar 6.7
Untungnya, telah ada beberapa monograph yang bisa
memprediksi kehilangan methanol akibat menguap (losses).
Berikut adalah monograph untuk memprediksi banyaknya
methanol yang hilang (losses). Monograph ini bersifat
perkiraan.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 94
Grafik untuk penentuan jumlah losses methanol Gambar 6.8
adalah yang bersatuan SI, sedangkan untuk Gambar 6.9 adalah
yang bersatuan US.
Untuk menghitung methanol yang terbentuk dalam fasa uap
adalah sebagai berikut :
1. letakkan titik yang terkait dengan tekanan pada sumbu
ordinat.
2. kemudian tarik garis horizontal memotong kurva
temperatur
3. kemudian dari titik temperatur tarik vertikal ke bawah
memotong sumbu x sehingga didapatkan :
dalam satuan SI
atau
dalam satuan US
4. kemudian kalikan dengan laju gas dan konsentrasi
methanol pada fasa aqua.
5. kemudian didapatkan laju methanol pada fasa uap
Contoh :
Gas pada temperatur 9 oC dan 5000 kPa, maka pada daerah
absis (sumbu - x) didapatkan angka 25 .
Jika rate gas adalah 50 x 103 Sm3/day, dan konsentrasi
methanol pada fasa aqua adalah 35 %wt, maka methanol di gas
adalah
Gas dehydration & Hydrate Prevention 96
25 x (50 x 103 Sm3/day) x 35 %wt MeOH =
43,75 kg/day (hasil hitungan ini adalah methanol pada fasa
aqua)
Yang perlu menjadi catatan disini adalah :
1. pada temperatur tetap, losses methanol meningkat dengan
menurunnya tekanan
2. pada tekanan tetap, losses methanol meningkat dengan
meningkatnya temperatur
3. semakin tinggi laju gas, maka makin banyak methanol
losses di fasa uap.
4. semakin tinggi konsentrasi methanol di fasa aqua, maka
semakin banyak losses methanol menjadi uap.
Glycol tidaklah begitu volatil bila dibandingkan dengan
methanol, dan lagi, glycol pada aplikasinya biasanya
digunkan pada temperatur rendah, sehingga losses glycol pada
fasa non aqua tidak terlalu menjadi perhatian.
VI.6.1 Pengupan Inhibitor dengan Pendekatan Teori Dasar
Dasar teori penguapan inhibitor dapat didekati dengan
menggunakan hukum Roult’s, dimana persamaan hukum Roult’s
tersebut sebagai berikut :
..................(6.11)
Dimana :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 97
yi = mole fraksi inhibitor pada fasa uap
xi = mole fraksi pada fasa aqua
Pi = tekanan uap inhibitor
P = tekanan total
Jika persamaan (6.11) diubah ke satuan SI maka persamaannya
menjadi :
..........(6.12)
Dan jika persamaan (6.12) diubah ke satuan US maka
persamaannya menjadi :
..........(6.13)
Dimana :
Yi = inhibitor pada fasa uap, Kg/MSm3 atau lb/MMCF
Xi = % berat inhibitor pada fasa aqua
Mi = molar mass inhibitor
Dari persamaan diatas dapatlah di simpulkan bahwa semakin
tinggi temperatur dan tekanan uapnya, maka inhibitor semakin
Gas dehydration & Hydrate Prevention 98
banyak yang menguap. Losses methanol 2,5 kali lebih banyak
bila dibandingkan dengan ethanol, dan 200 kali bila
dibandingkan dengan ethylen glycol.
Bila dibandingkan dengan metode grafis, ternyata persamaan
(6.12) dan (6.13) terdapat error, semakin tinggi tekanannya,
maka errornya semakin meningkat, sehingga persamaan (6.12)
dan (6.13) dikoreksi menjadi :
....................(6.14)
Atau
....................(6.15)
Dan harga adalah :
= 1,1875 + 1,210 x 10-3 P ............................
(6.16)
P = psia
VI.7 Losses Inhibitor ke hidrokarbon Liquid (Inhibitor
terikut ke kondensat)
Jika gas yang di transportasikan mengandung liquid
hidrokarbon (kondensat) maka dimungkinkan inhibitor juga
terikut di liquid hidrokarbon tersebut. Berikut adalah
Gas dehydration & Hydrate Prevention 99
metode-metode dalam menentukan losses inhibitor di liquid
hidrokarbon :
1. methanol
2. glycol
VI.7.1 Losses Methanol di Liquid Hidrokarbon
GPSA Engineering Data Book telah memplubikasikan grafis
distribusi methanol antara suatu liquid hidrokarbon
(kondensat) dan suatu larutan aqua. Gambar 6.10 adalah hasil
plot data experiment, sedangkan gambar 6.11 adalah grafik
yang sudah mengalami smoothing. Grafik ini merupakan plot
antara mole fraksi liquid hidrokarbon sebagai fungsi
temperatur dan konsentrasi methanol pada fasa kaya air.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 100
Gambar 6.10
Gambar 6.11
Untuk menggunakan monograph gambar 6.10 dan 6.11
diperlukan molar mass hidrokarbon liquid. Sayangnya, tidak
Gas dehydration & Hydrate Prevention 101
ada nilai typikal untuk molar mass. Untuk kondensat ringan
nilai molar mass nya sekitar 125 g/mol, dan untuk minyak
berat sekitar 1000 g/mol.
Untuk fraksi berat antara 20%wt dan 70%wt adalah akurat.
Sedangkan untuk konsentrasi methanol kurang dari 20%wt, maka
digunakan pendekatan linear, yaitu pada konsentrasi methanol
0% di air, maka konsentrasi methanol di hidrokarbon liquid
juga 0%. Sehingga persamaan yang digunakan adalah :
...................(6.17)
Dimana :
X = %wt methanol pada fasa aqua
x(20%wt) = persen molar methanol di kondensat pada saat 20
%wt di air.
x = mole fraksi di liquid hidrokarbon saat harga X
methanol losses meningkat jika liquid hidrokarbonnya
bersifat aromatik. Pada kondensat kaya aromat, losses
methanol bisa mencapai 5 kali lebih banyak bila dibandingkan
di kondensat yang bersifat parafinik.
Pada gambar 6.10 dan 6.11 tidak melibatkan parameter tekanan
pada distribusi methanol antara dua fasa liquid. Tetapi ini
adalah hal biasa untuk kesetimbangan liquid-liquid.
VI.7.2 Losses Glycol di Liquid Hydrokarbon
Sedikit data yang ditemui untuk perhitungan losses
glycol di liquid Hydrocarbon. Biasanya data yang ada pada
Gas dehydration & Hydrate Prevention 102
range temperatur -10 s/d 50 oC yang menunjukkan bahwa
ethylen glycol di liquid hidrokarbon adalah sekitar 100 kali
lebih kecil bila dibandingkan dengan methanol (dalam
hitungan mole fraksi). Sehingga bisa disimpulkan bahwa
losses ethylen glycol di liquid hidrokarbon adalah relatif
kecil.
VI.8 Laju Injeksi Inhibitor
Biasanya laju injeksi methanol di gas alam adalah
sebesar 0,15 sampai dengan 1,5 m3/day (1 s/d 10 bpd). Jarang
sekali laju injeksi ini melebihi angka tersebut diatas
karena injeksi methanol yang melebihi 1,5 m3/day adalah
mahal dari segi biaya. Sebagai contoh, 0,15 m3/day = 0,1
L/min = 1,7 mL/s. Sehingga bila disimpulkan bahwa laju
injeksi methanol adalah 3 tetes/detik (jika satu tetes = 0,5
mL). Injeksi inhibitor ini seringkali dilakukan pada
tekanan tinggi yaitu 7000 kPa (1000 psia). Oleh sebab itu,
pompa injeksi harus di design bisa menangani laju rendah dan
tekanan tinggi. Pompa yang umum digunakan adalah pompa jenis
pompa diafragma dan pompa piston.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 103
BAB VII
PERALATAN PENCEGAH HYDRATE DENGAN METODE PEMANASAN
Heat exchanger atau yang sering disebut alat penukar kalor
atau pesawat penukar panas merupakan alat utama yang sering
digunakan di berbagai industri termasuk industri miyak dan
gas bumi.
Pemilihan maupun pemakaian alat penukar kalor di kilang
Migas pada umumnya berdasarkan perhitungan design ekonomis,
fungsi dan kemudahan pemeliharaan. Design konstruksi alat
penukar kalor menentukan bentuk fisik alat penukar kalor.
Berbagai macam bentuk fisik alat penukar kalor didasarkan
proses yang terjadi didalamnya, pada umumnya terdiri dari
shell (bentuk pipa besar atau bejana) di dalamnya berisi
tube (bentuk pipa kecil). Susunan tube di dalam shell
bermacam-macam berdasarkan pertimbangan faktor kekotoran dan
kemudahan dalam perawatan. Pada akhirnya mengarah pada
design konstruksi yang ekonomis.
Proses pengolahan MIGAS termasuk proses perpindahan
panas di dalamnya, merupakan proses yang cukup komplek dan
mahal. Karena itu pemilihan alat penukar kalor masing-masing
mempunyai fungsi khusus sesuai dengan kegunaannya.
VII.1 Macam-Macam Alat Penukar Kalor
Gas dehydration & Hydrate Prevention 104
Alat penukar kalor ada beberapa macam, dengan
klasifikasi berdasarkan :
~ Bentuk fisik alat ~ Susunan tube
~ Bentuk baffle ~ Aliran fluida di dalamnya
~ Fungsi
Gas dehydration & Hydrate Prevention 105
VII.1.1. Macam alat penukar kalor dilihat dari bentuk fisik
VII.1.1.1. Double Pipe Heat Exchanger (Alat penukar kalor
pipa rangkap)
Alat penukar kalor dengan sistem pipa rangkap, yaitu pipa
kecil satu atau lebih berada dalam pipa besar disusun secara
konsentris.
S2
S1
T1T2
Gambar 7.1. Double Pipe Heat Exchanger
Beberapa keterbatasan jenis ini yang perlu
dipertimbangkan :
~ Perlu tempat yang cukup luas
~ Surface area terbatas 200 ft2
~ Baik untuk proses plant yang relatif cukup kecil
~ Efisiensi relatif rendah
Di dalam double pipe heat exchenger, fluida yang satu
mengalir dalam pipa kecil sedangkan fluida yang satunya
lewat pipa yang besar. Untuk memperbesar permukaan
Gas dehydration & Hydrate Prevention 106
perpindahan panas, biasanya bagian luar pada pipa kecil
dipasang fins (sirip) dalam posisi spiral. Di sekeliling
bagian luar pipa yang disebut : ” Fin Tube”.
Ada beberapa bentuk fin, seperti terlihat pada berikut :
(A) (B) (C)
(D) (E) (F)
Gambar 7.2. Jenis-jenis Fin
Keterangan gambar :
~ Tipe fin tube jenis cross fins
Gambar a, b, d, adalah transfer fins
Gambar c adalah spins
~ Tipe fin tube jenis pin fins
Gambar e adalah pegs atau stud
~ Tipe fin tube jenis longitudinal find
Gambar f adalah longitudinal fins
Gas dehydration & Hydrate Prevention 107
Untuk mendapatkan penempatan kedua pipa secara baris atau
deret dan dihubungkan secara seri, pada rangkaian pada
double pipe heat exchanger.
Penempatan kedua pipa dihubungkan secara seri dapat dilihat
pada gambar berikut :
Gambar 7.3. Rangkaian Seri Double Pipe Heat Exchanger
Untuk penempatan empat buah baris dengan tiga bagian
dihubungkan secara seri. Tube penghubung digunakan untuk
menghubungkan bagian-bagian dari tiap kelompok secara seri.
Lubang pemasukan dan pengeluaran manifold dihubungkan dengan
keempat kelompok disusun secara paralel dari tube, seperti
pada gambar berikut :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 108
Gambar 7.4. Rangkaian Seri-Paralel Double Pipe Heat
Exchanger
Penggunaan double pipe heat exchanger ini pada umumnya untuk
perpindahan panas yang tidak begitu besar.
VII.1.1.2. Shell And Tube Heat Exchenger (HE) (Alat Penukar
Kalor Shell Dan Tube)
Alat penukar kalor yang terdiri dari shell (bejana
berbentuk pipa besar) berisi beberapa tube (pipa-pipa
kecil), yang dilengkapi dengan baffle (penyekat) sebagai
penyearah arus.
Alat penukar kalor jenis ini bekerja lebih efisien karena
kecepatan aliran bisa lebih tinggi, arah aliran bisa diatur,
sehingga memungkinkan perpindahan panas lebih sempurna.
Fluida yang satu mengalir dalam tube sedangkan fluida yang
lain mengalir dalam shell. Pengaliran fluida dapat diatur
jumlah arahnya. Sesuai dengan jumlah arah aliran maka
pemberian nama sebagai berikut :
~ Satu shell dan 2 pass tube HE
~ Dua shell dan 3 pass tube HE
~ Tiga shell dan 4 pass tube HE
~ Empat shell dan 5 pass tube HE
Gas dehydration & Hydrate Prevention 109
~ Dan seterusnya
2 shell dan 4 pass tube HE artinya dua kali lewat shell dan
empat kali lewat tube, seperti gambar di bawah ini :
Gambar 7.5a. Sket Shell Dan Tube 2 - 4 Heat Exchanger
1 shell dan 2 pass tube HE artinya satu kali lewat shell dan
dua kali lewat tube, seperti gambar di bawah ini :
Gambar 7.5b. Sket Shell Dan Tube 1 – 2 Heat Exchanger
Gas dehydration & Hydrate Prevention 110
2 shell dan 2 pass tube HE artinya dua kali lewat shell dan
dua kali lewat tube, seperti gambar di bawah ini :
Gambar 7.5c. Sket Shell Dan Tube 2 – 2 Heat
Exchanger
Tube disusun berbentuk bundle yang dipasang sejajar dengan
shell dengan ujung-ujung yang dirol. Berdasarkan konstruksi
pemasangan tube dalam shell maka alat penukar kalor jenis
shell dan tube ini dapat dibagi menjadi :
Fixed Tube Sheet Exchanger
Bentuk konstruksi tipe ini, tube sheetnya bersatu
dengan shell pada kedua ujungnya, sehingga dapat
dikatakan lebih sederhana dari pada tipe yang lain.
Konstruksi alat penukar kalor shell dan tube jenis
ini dapat lihat pada gambar berikut :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 111
AS2 T1
D
T2 F S1
C B
E
Gambar 7.6. Fixed Tube Sheet Exchanger
Bagian-bagiannya sebagai berikut :
a. Suport sadel d. Instrument
Connection
b. Shell e. Chanle Cover
c. Tube f. Tube Sheet
Kelemahan dari tipe ini adalah pada bagian shell
side tidak dapat dilakukan pembersihan secara
mekanis. Sedang untuk melakukan pembersihan shell
side cukup sulit, begitu juga untuk retube, karena
itu media yang digunakan pada shell side harus
cukup bersih. Selain itu karena dua ujung tube
dilas, maka pemuaian panjang dari tube tidak
tertampung sehingga tube mudah retak, bengkok atau
pecah.
U Tube atau U Bundle (Alat Penukar Kalor Bentuk
U)
Konstruksi tipe ini hanya mempunyai satu buah tube
sheet, dimana tube bundel menjadi satu dan tube
Gas dehydration & Hydrate Prevention 112
dibuat melengkung seperti huruf U. Bentuk ini
dilapangan juga disebut Hair Pin. Tube bundelnya
dapat dikeluarkan dari shell. Aliran fluida pemanas
atau pendingin masuk sebagian dari tube dan kembali
melalui sisanya.
F A E B
D
C
ShellIn
TubeOut
TubeIn
ShellOut
Gambar 7.7. U Tube Exchanger
Keterangan gambar :
a. Suport sandle d. Tube sheet
b. Tube bundle e. Baffle
c. Chanel cover f. Internal head
Bagian internal heat yang berbentuk lengkung
bersifat sebagai penerima pemuaian dari tube.
Floating Head
Konstruksi tipe ini adalah salah satu tube sheet
dilas dan tube sheet yang lain lepas (float).
Bagian yang lepas ini berfungsi sebagai penerima
pemuaian tube. Pada umumnya alat penukar kalor
menggunakan tipe dengan konstruksi ini, karena
dengan dapat mengembang dan menyusut secara
Gas dehydration & Hydrate Prevention 113
longitudinal dengan bebas maka tube akan lebih
awet.
Pipe foating head ini dapat digunakan untuk proses
dengan perbedaan temperatur yang tinggi, perbedaan
temperatur antara shell side dengan tube side
diatas 200F
Konstruksi floating head ini dapat dilihat seperti
gambar sebagai berikut :
Tube & Free ExpandGasket
Gambar 7.8. Floating Head Type Exchanger
Keterangan Gambar :
a. Suport sandle d. Tube sheet
b. Tube bundle e. Floating
tube
c. Chanel cover
Kelemahan tipe ini adalah kemungkinan adanya
kebocoran yang terjadi pada gasket dan korosi pada
bagian shell.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 114
Gambar 7.9. Penampang melintang Shell&Tube Heat Exchanger
jenis Floating Head
VII.1.1.3. Fin Fan (Air Fin Exchanger)
Air fin exchanger adalah jenis pendingin yang
menggunakan udara sebagai media pendingin. Umumnya digunakan
di daerah yang sulit atau mahal untuk mendapatkan air
sebagai media pendingin. Aliran udara dengan menggunakan
fan, tubes transfer line, seperti pada gambar :
Gas dehydration & Hydrate Prevention
ABC
D E F G
ShellOutletNozzle
ChannelInlet Nozzle
Flow
ChannelOutlet Nozzle
ShellInletNozzle
H
I
J
KLMNOP
Q
R
115
FO RCED DRAFT
Gambar 7.10. Fin Fan
Fin fan ini tidak bisa efisiensi untuk perubahan suhu yang
tinggi. Hal ini karena panas jenis udara rendah sehingga
diperlukan fan yang besar untuk mendapatkan rate masa udara
besar, berarti penyediaan energi juga besar. Keuntungan
udara mudah didapat, murah, bersih, aman dan mudah
penanganannya.
VII.1.1.4. Kettle Type Reboiler
Merupakan alat penukar kalor dengan type bejana atau
reboiler dengan bentuk ketel. Alat penukar kalor type ini
tidak mempunyai shell cover seperti pada type yang lain.
Ruang penguapan dalam shell cukup besar, sehingga tube
(bundle) dapat dikeluar masukkan dengan tidak usah melepas
tutup floating head terlebih dulu.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 116
Reboiler ini menggunakan uap air yang dialirkan melalui pipa
untuk mendidihkan minyak didalam shell. Jumlah penguapan
(rate of vaporisation) oleh jumlah aliran uap di dalam
pipa.
VII.1.1.5. Box
Alat penukar kalor type ini mempunyai bentuk kotak atau
bejana dan bundle pipa kecil ditempatkan didalamnya. Terdiri
dari 2 macam yaitu :
WORM
Terdiri dari suatu susunan pipa berbentuk coil yang
dimasukkan ke dalam box yang berisi air.
SUBMERCED SECTION
Terdiri dari suatu beberapa bundle yang dimasukkan
ke dalam box yang berisi air. Karena terdiri dari
tube relatif lebih kecil maka alat ini lebih cocok
dipakai pada box dengan pendinginan air tawar
(karena tidak mudah korosi)
VII.1.1.6. Barometric Condensor
Tipe ini merupakan alat penukar kalor dengan kontak langsung
antara fluida satu dengan yang lain. Digunakan untuk
mengembunkan over head vapor dari suatu vacum unit. Fluida
gas bila diembunkan akan mengalami perubahan voleme yang
sangat drastis (menjadi 1/1.800 kali), sehingga terjadi
vacum, selain juga dibantu oleh ejector.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 117
VII.1.1.7. Tube Flow
Tipe ini merupakan alat penukar kalor yang terdiri dari
pasangan tube yang bagian luarnya saling dihubungkan dengan
fin. Fluida yang satu mengalir pada tube yang satu,
sedangkan fluida yang lainnya mengalir pada pasangan tube
tersebut secara berlawanan arah. Panas berpindah melalui fin
penghubung tube-tubetersebut. Type ini hanya apabila
digunakan kontak kedua fluida tidak diinginkan sama sekali
karena sangat berbahaya bila percampuran kedua fluida
tersebut terjadi kebocoran.
VII.1.1.8. Open Tube
Tipe ini terdiri dari susunan tube yang berdiri sendiri,
tidak dimasukkan dalam box atau shell, biasanya dilengkapi
dengan sirip-sirip. Pendinginan memakai angin atau air yang
diguyurkan dari atas, yang secara langsung turun
mendinginkan tube di bawahnya.
VII.1.2. Macam-Macam Alat Penukar Kalor Dilihat Dari
Pengaturan Tube Dalam Shell
Pengaturan tube dalam shell atau dalam pipa besar ada
bermacam-macam. Pengaturan tube akan menentukan pitch (jarak
dari pusat tube ke pusat tube lain yang terdekat).
Berdasarkan pengaturan tube ini, alat penukar kalor dibagi
menjadi :
~ Triangular Pitch
Gas dehydration & Hydrate Prevention 118
~ In Line Triangular Pitch
~ In Line Square Pitch
~ Diamond Square Pitch
Dasar pengaturan tube dalam shell :
~ Kemudahan perawatan
~ Kesempurnaan perpindahan panas
~ Design ekonomis
~ Kekotoran fluida
VII.1.2.1. Triangular Pitch
Tipe ini sering digunakan, baik untuk non fouling dan
fouling serviceTube0.0
Pitch L
600
Flow
Gas dehydration & Hydrate Prevention 119
Gambar 7.11. Triangular Pitch
Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 60, membentuk
segitiga sama sisi searah dengan flow. Triangular pitch
mempunyai harga perpindahan panas lebih tinggi daripada
square pitch.
VII.1.2.2. In Line Triangular Pitch
Tipe ini tidak banyak digunakan dibanding triangular pitch
dan sesuai untuk kondisi fouling.Tube0.0
PitchL
600
Gambar 7.12. In Line Triangular Pitch
Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 60, membentuk
segitiga sama sisi melintang (horizontal) terhadap flow.
Harga perpindahan panasnya tidak begitu tinggi dibanding
triangular, tetapi masih lebih tinggi dibanding square.
VII.1.2.3. In Line Square Pitch
Gas dehydration & Hydrate Prevention 120
Tipe ini jarang digunakan. Pitch
Tube0.0
L
900
Flow
Gambar 7.13. In Line Square Pitch
Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 90, membentuk segi
empat bujur sangkar vertikal searah dengan flow. Harga
perpindahan panasnya lebih kecil dari pada koefisien
perpindahan panas triangular pitch.
VII.1.2.4. Diamond Square Pitch
Tipe ini jarang digunakan.Tube0.0
900
Flow
Gambar 7.14. Diamond Square Pitch
Pusat-pusat tube membentuk sudut 90, membentuk segi empat
bujur sangkar melintang menghadap arah flow. Harga
perpindahan panasnya lebih baik dibanding square yang in
line, tetapi lebih kecil dari triangular.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 121
Tabel 7.1 Ukuran Pitch Standard
Ukuran
Pitch
Triangular Pitch
(inch)
Square Pitch
(inch)
¾ inch o.d
tube
1 inch o.d
tube
1 ½ inch
o.d tube
15/16
1 ¼
1 7/8
-
1 ¼
1 7/8
o T U B E
Macam
Bare/Plain/Smooth Tube (Tube Biasa)
Finned Tube (Bersirip)
Bare tube lebih umum dipakai, sedangkan finned
tube untuk penggunaan tertentu. Bentuknya biasanya
lurus (straight) atau hair pin (bentuk “U” )
Bahan
Tube dapat dibuat antara lain dari : carbon steel,
stainless steel, albras, cooper, cuper nikel,
monel, glass, hastolly dan lain-lain. Carbon steel
tube relatif murah tetapi mudah berkarat sehingga
Gas dehydration & Hydrate Prevention 122
bila cooling water lewat tube side, akan terjadi
perkaratan (apabila dipakai raw water), sehingga
dalam hal cleaning carbon steel tube lebih berat.
Albras juga banyak dipakai, lebih tahan terhadap
cooling water dan mudah pembersihannya, namun
harganya lebih mahal. Stainless steel tube, nikel
dan monel dipakai untuk cairan-cairan dan khusus
korosi (SO2, Acid, dll).
Ada juga tube yang diberi lapisan seperti email,
gunanya supaya tidak ada kontaminasi antara tube
tersebut dengan servisnya. Karena permukaan tube
licin sekali maka pembersihannya sangat mudah.
Ukuran
Ukuran dari tube adalah standart, gunanya selain
untuk mencegah adanya variasi juga untuk
mempermudah penggantiannya.
Standart ukuran panjang adalah FT antara lain : 3,
10, 12, 16 dan 20 FT, dimana yang paling umum 16
FT.
Ukuran besar tube adalah Di yaitu :
¼” , 3/8” , ½” , 5/8” , ¾” , 1” , 1 ¼” , 1 ½” ,
dan 2” yang paling umum adalah 5/8” - 1”.
Ukuran tebal dari tube adalah BWG (Birmingham Wire
Gauge).
VII.1.3. Macam-Macam Alat Penukar Kalor Dilihat Dari Aliran
Gas dehydration & Hydrate Prevention 123
Fluida yang mengalir dalam alat penukar kalor secara
terpisah, yang satu mengalir dalam shell atau pipa besar dan
yang satu mengalir dalam tube. Arah aliran berbeda-beda
sesuai dengan tipenya.
Macam-macam alat penukar kalor sesuai dengan arah alirannya
yaitu :
VII.1.3.1. Counter Flow
Fluida yang
didinginkan
Media pendingin
Gambar 7.15. Aliran Counter
Kedua fluida mengalir dalam alat penukar kalor dengan arah
berlawanan. Tipe ini sering dijumpai karena perpindahan
panas lebih efektif.
VII.1.3.2. Co Current
Gas dehydration & Hydrate Prevention 124
Gambar 7.16. Aliran Co Current
Aliran fluida yang didinginkan dan media pendingin searah.
Kedua fluida dalam alat penukar kalor mengalir dengan arah
sejajar. Sering dijumpai pada double pipa HE dan beberapa 1
shell dan 2 pass tube HE.
VII.1.3.3. Cross Flow
Gambar 7.17. Cross Flow
Kedua fluida mengalir dalam HE dengan saling memotong arah.
Tipe ini sering ditemui pada alat penukar kalor dengan
bentuk yang besar, misalnya menara pendingin, fin fan dan
lain-lain.
VII.1.4. Macam-macam Alat Penukar kalor Berdasarkan Fungsi
Gas dehydration & Hydrate Prevention 125
VII.1.4.1. Condensor
Suatu alat yang berfungsi mendinginkan suatu aliran gas atau
uap sebagai media biasanya dipakai air atau angin.
VII.1.4.2. Heat Exchanger
Pada alat ini terjadi tukar menukar temperatur antara media
yang satu dengan media yang lain, tanpa adanya perubahan
phase (biasanya sama-sama minyak). Apabila salah satu dari
proses aliran tadi adalah gas, maka alat tersebut disebut
“Vipor Heat Exchanger”. Prinsipnya alat saling menguntungkan
kedua media.
VII.1.4.3. Reboiler
Alat ini berfungsi memberikan panas laten (di titik didih)
pada suatu bottom product, untuk dimasukkan kembali ke dalam
column fractionasi, sebagai pemanas pada umumnya steam.
VII.1.4.4. Chiller
Berfungsi untuk mendinginkan suatu cairan menjadi temperatur
tertentu dengan memakai retrigerant, berbentuk shell dan
tube atau pipe within pipe (contoh di wax plant).
VII.1.4.5. Heater
Untuk memanaskan / menguapkan feed atau suatu proses dengan
steam atau fluida panas hasil produksi.
VII.1.4.6. Cooler
Gas dehydration & Hydrate Prevention 126
Suatu alat yang berfungsi mendinginkan suatu proses aliran
(baik gas maupun cair) tanpa adanya perubahan phase, dengan
memakai air atau angin.
VII.1.5. Macam-macam Alat Penukar Kalor Berdasarkan
Bentuk Baffle
Bentuk buffle pada alat penukar kalor bermacam-macam. Buffle
pada dasarnya adalah penyekat yang berfungsi mengarahkan
arus.
Dilihat dari konstruksi baffle ada 2 macam tipe, yaitu :
VII.1.5.1. Transversal (Melintang)
Segmental Baffle
Bentuk ini paling umum dipakai, berbentuk lengkung
mengikuti shell dengan ada bagian-bagian yang
dipotong secara vertikal dan horizontal
(mencapai antara 20 – 50 %).
Arah aliran fluida pada segmental baffle
Gambar 7.18. Segmental Baffle
Gas dehydration & Hydrate Prevention 127
Disc & Doughnut Baffle
Disc & Doughnut dipotong dari circulair plate yang
sama dan ditempatkan secara berselang-selang
sepanjang tube bundles.
Gambar 7.19. Disc And Doughnut Baffle
Orifice Baffle
Hanya dapat dipakai pada design khusus. Disusun
dari plate bulat yang dilubangi untuk tempat tube
dengan clearance 1/16” - 1/8”. Fluida mengalir
melalui sela-sela tube.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 128
Disc and Doughnut baffle
Arah aliran fluida pada disc and doughnut baffle
FLUID PATH
Gambar 7.20. Orifice Baffle
VII.1.5.2. Longitudinal Baffle (Memanjang)
Dipergunakan untuk membagi aliran shell side menjadi dua
atau lebih. Pada inlet shell yang dipasang longitudinal
baffle yang berfungsi sebagai pelindung tube dan pemerata
aliran.
Kegunaan Baffle, antara lain sebagai :
~ Pengatur kecepatan fluida pada shell side
~ Pengatur pressure drop dari inlet dan outlet
~ Pengatur effectiveness heat transfer
~ Support dari tube bundle
~ Manahan vibrasi yang timbul karena aliran fluida
~ Pengatur banyaknya panas
~ Melindungi tube dari semburan inlet fluida
VII.2 Perawatan Exchanger
Harga presure drop akan menjadi tinggi dan perpindahan panas
akan sangat terpengaruh setelah pipa-pipa exchangermenjadi
Gas dehydration & Hydrate Prevention 129
Arah aliran fluida orifice baffle
kotor, maka pembersihan harus dilakukan secara teratur.
Dilakukan dengan by passing atau mengalirkan fluid diluar
exchanger, sering dilakukan sehingga exchanger dapat
dihentikan dan dibersihkan dengan tidak usah menghentikan
seluruh unit. Bermacam-macam cara pembersihan dapat
dilakukan :
a. Pembersihan pipa sebelah dalam dengan menggunakan
mesin bor. Sebelah luar dibersihkan dengan sikat atau
cukup disemprotkan dengan air.
b. Bundle pipa seluruhnya dimasukkan kedalam minyak
panas dengan caustic soda
c. Exchanger dibersihkan dengan cairan acid yang
dilewatkan ke dalam exchanger
d. Bundle dibersihkan dengan hidroblasting dimana
digunakan pasir yang disemprotkan dengan air pada
tekanan tinggi
e. Membersihkan H.E dengan bahan kimia hasilnya
biasanya lebih sempurna, dibanding dengan cara mekanis.
Dalam perhitungan ekonomis ternyata lebih menguntungkan
pembersihan secara kimia dibanding dengan cara mekanis.
VII.3 Standar Konstruksi Heat Exchanger
Konstruksi heat exchanger mengikuti standard tertentu dan
berlaku secara internasional, yaitu, TEMA (Standard of
Tubular Exchanger Manufactures Association).
Gas dehydration & Hydrate Prevention 130
Dalam perancangan, fabrikasi, dan pemeliharaan Heat
Exchanger umumnya menggunakan standar TEMA (Standards of
Tubular Exchanger Manufactures Association), sehingga dalam
bahasan ini juga berpedoman kepada standar TEMA.
Menurut standar TEMA berdasarkan penggunaan di industri
dibagi menjadi 3 kelas yaitu:
1. Kelas R : Pengolahan minyak dan Gas Bumi.
2. Kelas C : Keperluan Komersial.
3. Kelas B : Proses Kimia.
VII.3.1 Konstruksi Standard
Ditinjau dari segi konstruksi terdiri dari bagian utama
yaitu :
1. Bagian depan yang tetap atau front head Stationary
Head disebut Stationary Head.
2. Shell
3. Bagian ujung belakang atau Rear End Head biasa
disebut Rear Head.
4. Tubes-bundle.
Menurut standar TEMA, dari bagian-bagian tersebut diberi
kode dengan menggunakan huruf:
1. Bagian Stationary terdiri dari 4 Type : A, B, C,
dan D.
2. Shell terdiri dari 6 tipe : E, F, G, H, J, dan K.
3. Bagian Rear End terdiri dari 8 tipe yaitu :
L, M, N, P, S, T, U dan W.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 131
4. Bagian Shell and Tube terdiri dari 2 jenis yaitu :
tubes bundle lurus dan tubes bundle berbentuk U.
Untuk mengetahui konstruksi Heat Exchanger jenis shell and
tubes secara lengkap, maka kita harus menggabungkan kode
Gas dehydration & Hydrate Prevention 132
Gambar 7.21. TEMA ( Standards of Tubular Exchanger
Manufactures Association)
huruf bagian-bagian tersebut, yaitu huruf yang pertama
adalah stationary head, huruf kedua adalah shell dan huruf
ketiga adalah rear head.
Tabel 7.3. Perbedaan Ciri Alat Penukar Kalor
TYPE FRONT END STATIONARY HEAD
A
Digunakan sebagai standard pada Petroleum
Refinery karena dilengkapai dengan Channel
Cover untuk mempermudah test kebocoran,
pemeriksaan atau saat pembersihan Tube Side
B
Tidak dilengkapi dengan Channel Cover
sehingga pada saat test kebocoran,
pemeriksaan atau saat pembersihan Tube Side
seluruh bagian (Bonnet) harus dilepas
C
Tube sheet menyatu dengan Front end
sehingga pada saat pemeriksaan harus
melepas Tube Bundle tidak praktis
D
Tube sheet menyatu dengan Front end
sehingga pada saat pemeriksaan harus
melepas Tube Bundle tidak praktis
TYPE SHELL
ELebih ekonomis tetapi untuk pertimbangan
Pressure drop tipe “J” lebih baik
FAda kekuawatiran terjadi kebocoran antara
Longitudinal Baffle dan Shell
Gas dehydration & Hydrate Prevention 133
GFaktor Koreksi F untuk LMTD lebih rendah
dari tipe “J”
H
Faktor Koreksi F untuk LMTD lebih rendah
dari tipe “J”, tetapi tipe “H” ini
dispesifikasikan untuk Thermosyphone
Reboiler (Literatur Gama Spektra Mandiri ,
Consultan and Training Specialist & Heat
Exchanger)J Pressure drop lebih besar bila dibandingkan
tipe “G” dan “H”
K
● Shell dibentuk khusus tidak mempunyai
Shell Cover sehingga pada saat
mengeluarkan Tube Bundle hanya melalui satu
sisi.
● Kurang ekonomis bila digunakan untuk
proses penguapan fluida yang kecil karena
ruangan (volume) penguapan terlalu besar.
TYPE REAR END HEAD
L Mengatasi Ekspansi pada Shell menggunakan
Expantion joint M Mengatasi Ekspansi pada Shell menggunakan
Expantion jointN Mengatasi Ekspansi pada Shell menggunakan
Expantion jointP Mengatasi Ekspansi menggunakan Floating
Gas dehydration & Hydrate Prevention 134
HeadS Mengatasi Ekspansi menggunakan Floating
HeadT Mengatasi Ekspansi menggunakan Floating
HeadU Setiap Tube bebas berekspansiW Mengatasi Ekspansi menggunakan Floating
Head
VII.4 Penempatan Fluida Dalam Shell Atau Tube
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan
fluida didalam tube atau didalam shell antara lain :
1. Kemampuan untuk dibersihkan (Cleanability).
Jika dibandingkan cara membersihkan shell dan tube,
maka pembersihan shell jauh lebih sulit. Untuk itu
fluida yang bersih dialirkan dalam shell dan fluida
yang kotor dialirkan melalui tube.
2. Korosi
Masalah korosi akan lebih baik diselesaikan dengan cara
fluida dialirkan melalui tube untuk menghemat biaya
yang terjadi karena pada shell ini mempunyai diameter
yang lebih besar daripada tube maka biaya yang
ditimbulkan akan lebih besar.
3. Tekanan Kerja
Gas dehydration & Hydrate Prevention 135
Fluida yang bertekanan lebih tinggi dialirkan melalui
tube karena kalau melalui shell tebal shell juga harus
diperhitungkan.
4. Temperatur
Fluida bertemperatur lebih tinggi dialirkan melalui
tube karena pengaruh tebal shell dan keamanan pekerja.
5. Jumlah aliran fluida
Aliran fluida yang lebih sedikit dialirkan melalui
shell karena mempengaruhi jumlah pass aliran.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 136
BAB VIII
PERHITUNGAN HEAT EXCHANGER
Beberapa ukuran dari bagian heat exchanger misal luas
permukaan perpindahan panas, panjang tube dan shell,
diameter tube dan shell, tebal tube dan shell serta ukuran
yang lain dapat dihitung dengan tahapan – tahapan seperti
uraian berikut :
VIII.1 Tahapan Perhitungan Perancangan Heat
Exchanger
VIII.1.1 Heat Duty
Dalam perancangan Heat Exchanger ini untuk perhitungan heat
duty dapat diperoleh dari persamaan:
.................... (8.1)
Pengecualian reboiler dan kondenser karena dalam proses
tersebut adanya perubahan fase maka digunakan persamaan
heat duty sebagai berikut :
................................... (8.2)
Sehingga dalam proses perpindahan panas pada alat ini, dapat
diwujudkan dalam bentuk persamaan neraca panas sebagai
berikut:
.................................................(8.3)
Dimana:
Gas dehydration & Hydrate Prevention 137
Q = Laju perpindahan panas, Btu/jam
w = Laju massa fluida dingin, lb/jam
W = Laju massa fluida panas, lb/jam
= Panas jenis fluida dingin, Btu/lb ºF
Cp = Panas jenis fluida panas, Btu/lb ºF
ΔH = Beda enthalpy, Btu/lb
t = Suhu fluida dingin, ºF
T = Suhu fluida panas, ºF
1,2 = Masuk, Keluar.
Untuk cooler dengan pendingin air laut, temperatur keluaran
air laut maksimum 120ºF dan kecepatan linear diatas 4 fps.
Perhitungan Cp untuk fluida campuran:
Cp = 0.68 – 0.31G + T (0.00082 – 0.00031G) (8.4)
Dimana:
Cp = kalori spesifik, Btu/lb ºF
G = Spesifik gravity
T = Temperatur fuida, ºF
Berdasarkan Campbell M John, suatu heat exchanger akan
ekonomis dan efisien perpindahan panasnya, bila perbedaan
temperatur keluaran fluida panas dengan masukan fluida
dingin (T2-t1) adalah:
Fan Cooler = 10 – 25 oC ( 18 – 45 oF )
Water cooler/condensor = 8 – 12 oC ( 14
– 22 oF )
Liquid-liquid heat exchanger = 11 – 25 oC ( 20 – 45oF )
Gas dehydration & Hydrate Prevention 138
VIII.1.2 Correction Mean Temperature Difference (CMTD)
Beda suhu rata-rata di seluruh permukaan perpindahan
panas secara matematis adalah rata-rata logaritmik. Macam
aliran menentukan harga rata-rata logaritmik atau log mean
temperature difference (LMTD).
- Untuk aliran searah (co current) :
……………………………… (8.5)
- Untuk aliran berlawanan (counter current) :
Suatu fluida akan mengalami perpindahan panas yang
baik bila dilakukan arah aliran counter current
(berlawanan arah). Karena suhu fluida di heat
exchanger tidak linier maka temperaturnya dicari
dengan cara log.
............(8.6)
Dimana:
Δt1 = Perbedaan suhu pada terminal suhunya rendah,
ºF
Δt2 = Perbedaan suhu pada terminal suhunya tinggi,
ºF
Gas dehydration & Hydrate Prevention 139
Akan tetapi dalam realitanya tidak ada aliran fluida di heat
exchanger yang counter current murni sehingga perlu diadakan
koreksi (Ft) dengan nilainya minimal = 0,8. Bila nilainya
kurang maka menunjukkan bahwa konfigurasi heat exchanger
kurang sesuai dan perlu dipilih konfigurasi lain yang
memberikan pola lebih dekat ke countercurrent. Namun
demikian dalam perhitugan pada kondenser panas isothermal
(diasumsikan tidak ada panas yang hilang) faktor koreksi
tersebut tidak digunakan karena apabila digunakan akan
adanya penyimpangan.
Sehingga Correction Mean Temperature Difference (CMTD) dapat
dihitung dengan persamaan:
........................... (8.7)
Dimana untuk memperoleh Ft sebelumnya dihitung:
R = ................................ (8.8)
S = ............................... (8.9)
Berikut adalah beberapa monograf untuk mencari Ft :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 140
VIII.1.3 Perhitungan Pada Heat Exchanger
Perhitungan pada Heat Exchanger mengikuti prosedur berikut
ini :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 145
Untuk beberapa monograph bisa dilihat di bagian lampiran
dari diktat ini.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 148
BAB IX
METODA GAS CLEANING
Ada beberapa teknik untuk memisahkan gas dari padatan dan
cairan, yaitu dengan metode :
a. Gravity settling
b. Centrifugal
c. Impingement
d. Filtrasi
e. Scrubbing, dan
f. Presipitasi elektronik
Pemilihan penggunaan metode pembersihan gas diatas umumnya
didasarkan atas ukuran partikel yang akan diambil (1 micron
= 10-4). Berikut adalah pemetaan penggunaan peralatan
pembersihan gas berdasarkan ukuran partikelnya :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 149
Persyaratan maintenance peralatan pembersihan gas ini
umumnya sebanding dengan kemampuan peralatan tersebut untuk
mengambil padatan dan cairan dari gas yang dibersihkan. Pada
metode pembersihan yang menggunakan pemisahan secara fisik,
maka ada beberapa kemungkinan yang akan ditemui selama
proses pembersihan gas, yaitu :
1. Adanya partikel yang masih terikut di aliran gas bersih
yang keluar.
2. Pressure differential nya tinggi (P di peralatan
menjadi tinggi) sehingga menyebabkan rusaknya
peralatan.
3. Akumulasi impuritis di peralatan pembersihan akan
menyebabkan terhambatnya aliran gas.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 150
Gambar 9.1
IX.1 Metode – Metode Gas Cleaning
Ada beberapa metode gas cleaning yang umum dilakukan,
yaitu :
a. Impingement
b. Filter
c. Scrubber
IX.1.1 Impingement
Ada beberapa type impingement separator seperti pada
gambar 9.4 berikut di halaman 124. Pada bagian mist
extraction di separator minyak dan gas menggunakan metode
impingement. Basic dari metode impingment ini ada dua jenis,
yaitu Wire mesh pad, Fiber mist eliminator dan Vane type
mist extractor.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 151
Gambar 9.2 : Konstruksi Wire Mesh
Gambar 9.3 :Konstruksi Vane Impingement separator
IX.1.1.a Wire Mesh
Wire mesh separator terdiri dari dari 4 – 6 in pad
tebal (thick pad) yang tersusun atas kawat-kawat dengan
diameter kecil (fine wire dengan diameter 0,003 – 0,011 in).
Gas dehydration & Hydrate Prevention 152
Gambar 9.4 : type–type impingementseparator
Wire mesh ini jika disusun dalam bentuk rajutan akan
memiliki ruang kosong (void volume) sebesar 97 – 99%. Pad
wire mesh ini disusun dengan posisi horizontal, dimana uap
hidrokarbon akan menerobos wire mesh dari bawah ke atas.
Gambar 9.5 : Susunan Wire mesh di dalam separator
Gas yang naik menerobos wire mesh ini menyebabkan air yang
terdapat di gas terjerat di rajutan wire mesh dan terkumpul
serta membentuk suatu butiran air yang lebih besar, sehingga
akhirnya butiran air yang besar ini turun kebawah menerobos
bagian kosong dari wire mesh dan terkumpul di bagian bawah
Gas dehydration & Hydrate Prevention 153
separator. Mekanisme kerja wire mesh ini seperti pada gambar
4.4 diatas.
Kecepatan gas yang dibersihkan di peralatan yang menggunakan
wire mesh ini umumnya berkisar antara 5 -10 ft/sec, atau 120
– 140 persen dari batasan kecepatn maksimum yang diijinkan.
Jika kecepatan gas yang melewati peralatan separator ini
melebihi batas maksimumnya maka akan terjadi flooding dan
banyak liquid yang masih terbawa oleh gas. Sebaliknya, jika
kecepatan gas yang melewati peralatan ini kurang dari batas
yang diijinkan maka gas hanya berputar-putar di sekitar pad
(tumpukan rajutan wire mesh) dan tidak mampu melewati
tumpukan wire mesh tersebut.
Yang perlu dihindari dalam menggunakan separator wire mesh
ini adalah aliran gas dengan konsentrasi padatan/solid,
karena gas dengan konsentrasi padatan yang tinggi akan
menyebabkan buntunya aliran gas yang menerobos tumpukan wire
mesh sehingga menimbulkan pressure drop yang tinggi di
sekitar wire mesh. Untuk gas yang dipisahkan dari tetesan
cairan, maka penggunaan separator dengan wire mesh sangatlah
efisien karena wire mesh di separator ini bisa memisahkan
ukuran tetesan cairan sebesar 4 micron, serta peralatan
separator yang dilegkapi dengan wire mesh ini bisa menangani
gas dengan kapasitas tinggi.
IX.1.1.b Vane Type Separator
Gas dehydration & Hydrate Prevention 154
Design dari Vane type Separator adalah menggunakan
susunan lempengan plat yang berkelok-kelok, yang disebut
dengan Vane. Di vane inilah liquid yang terbawa oleh gas
akan terjebak. Karena terjebak secara terusmenerus maka
ukuran dari tetesan akan semakin besar pula dan secara
gravitasi akan turun ke bawah bagian separator.
Pada impingement bentuk vane mist separator ini, gas yang
dibersihkan pada separator bisa mengandung liquid dan
padatan. Peralatan ini bisa menangani tetesan cairan hingga
berukuran 40 micron.
IX.1.1.c Fiber Mist Eliminator
Bentuk lain dari impingement adalah dengan
menggunakan fiber. Dimana pada peralatan ini menggunakan
susunan packed bad yang berada di dua filter yang kosentris.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 155
Gambar 9.6 :
Mekanisme kerja Vane
Ukuran partikel yang bisa di atasi oleh peralatan ini adalah
:
IX.1.2 Filter
Bentuk tradisional untuk membersihkan gas dari
partikel adalah dengan menggunakan filter. Beberapa jenis
flter yang umum digunakan adalah Bag Filter. Dimana pada Bag
Filter ini menggunakan material woven fabric, catton, wool,
atau asbestos, tetapi material jenis ini akan rusak bila gas
Gas dehydration & Hydrate Prevention 156
Gambar 9.7 : Fiber Mist Elminator
yang dibersihkan masih mengandung liquid. Sehingga saat ini
ada material lain yang bisa digunakan, yaitu : material
sintetis yang terbuat dari fiber glass.
Ukuran partikel yang bisa di tangani oleh filter adalah :
Gas dehydration & Hydrate Prevention 157
Gambar 9.8 : Filter Bag
IX.1.3 Scrubber
Scrubber didefinisikan sebagai peralatan yang
digunakan untuk memisahkan gas dari liquid hydrokarbon
(terkadang bisa berlaku sebaliknya). Peralatan ini secara
mendasar sama dengan separator, kecuali jika peralatan
scrubber ini di desain untuk memisahkan sejumlah kecil
volume gas dan liquid.
Beberapa scrubber yang ada antara lain :
a. Cyclonic scrubber
b. Venturi scrubber
c. Impingement scrubber
d. Spray scrubber
e. Tray type scrubber
Gas dehydration & Hydrate Prevention 158
DAFTAR PUSTAKA
1. Donald Q Kern, “PROCESS HEAT TRANSFER”, 1965, McGraw
Hill Book Company, USA
2. Ernest E. Ludwig, “APPLIED PROCESS DESIGN FOR CHEMICAL
AND PETROCHEMICAL PLANT”, Vol. 1, 3rd ed, 1999, Gulf
Publishing, USA
3. Jhon Carrol, “NATURAL GAS HYDRATE”, 2nd ed, 2009,
Elsevier, England
4. Jhon M. Campbell, “GAS CONDITIONING AND PROCESSING”,
Vol. 2, 7th ed, 1984, USA
5. Sanjay Kumar, “GAS PRODUCTION ENGINEERING”, 1987, Gulf
Publishing Company.
Gas dehydration & Hydrate Prevention 166