Farmasi Hipertensi

31
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superfisial pada kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel – folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa sinonim yang digunakan termasuk ringworm of the scalp dan tinea tonsurans. Di Amerika Serikat dan wilayah lain di dunia insiden dari tinea kapitis meningkat. Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik yang nyata, tergantung pada letak anatomi dan etiologi agents. Secara klinis dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa (hasil dari infeksi oleh Trichophyton schoenleinii), tinea corporis ( ringworm of glabrous skin ), tinea imbrikata ( ringworm hasil infeksi oleh T. concentrikum ), tinea unguium ( ringworm of the nail ), tinea pedis ( ringworm of the feet ), tinea barbae ( ringworm of the beard ) dan tinea manum ( ringworm of the hand). Di klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda dari dermatofitosis non inflamasi dengan sisik mirip dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi bersisik yang eritematous dan kerontokan rambut atau alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang 1

Transcript of Farmasi Hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh

infeksi jamur superfisial pada kulit kepala, bulu mata

dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan

folikel – folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada

mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa

sinonim yang digunakan termasuk ringworm of the scalp

dan tinea tonsurans. Di Amerika Serikat dan wilayah

lain di dunia insiden dari tinea kapitis meningkat.

Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik

yang nyata, tergantung pada letak anatomi dan etiologi

agents. Secara klinis dermatofitosis terdiri atas tinea

kapitis, tinea favosa (hasil dari infeksi oleh

Trichophyton schoenleinii), tinea corporis ( ringworm

of glabrous skin ), tinea imbrikata ( ringworm hasil

infeksi oleh T. concentrikum ), tinea unguium

( ringworm of the nail ), tinea pedis ( ringworm of the

feet ), tinea barbae ( ringworm of the beard ) dan

tinea manum ( ringworm of the hand).

Di klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda

dari dermatofitosis non inflamasi dengan sisik mirip

dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi

bersisik yang eritematous dan kerontokan rambut atau

alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang

1

berat berupa abses yang dalam disebut kerion, ysng

mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan

menyebabkan alopesia yang menetap. Keadaan penyakit ini

tergantung pada interaksi antara host dan agen

penyebab.

I.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan sebagai syarat

dalam kepaniteraan klinik Lab/SMF Ilmu Farmasi Fakultas

Kedokteran UNISMA-RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

BAB II

STATUS PENDERITA

II.1. ANAMNESA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. H

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : karyawan bank

Alamat : Surakarta

B. Keluhan Utama : Kepala cekot-cekot bagian tengkuk

2

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Kurang lebih 1 minggu yang lalu pasien sering

mengeluh kepala cekot-cekot. Cekot-cekot terutama

dirasakan di kepala bagian belakang. Cekot-cekot

dirasakan hilang timbul terutama jika malamnya

susah tidur. Pasien sering tidak bisa bekerja

karena sakit kepalanya itu. Beberapa bulan yang

lalu pasien pernah mengalami rasa sakit yang sama.

Kemudian pasien periksa ke puskesmas dan

dinyatakan darah tinggi. Dari puskesmas pasien

mendapat obat, namun pasien lupa obat yang telah

dikonsumsinya. Pasien merasa baikan setelah

meminum obat dari puskesmas, dan tidak berobat

lagi secara rutin karena merasa sudah sembuh.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat sakit jantung : disangkal

b. Riwayat stroke : disangkal

c. Riwayat asma : disangkal

d. Riwayat batuk lama : disangkal

e. Riwayat sakit liver : disangkal

f. Riwayat alergi : disangkal

g. Riwayat mondok : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat merokok : disangkal

b. Riwayat minum jamu : disangkal

c. Riwayat minum obat pegal linu : disangkal

3

d. Riwayat minum minuman keras :

disangkal

e. Riwayat olah raga teratur :

disangkal

F. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

a. Riwayat sakit gula : disangkal

b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

c. Riwayat sakit gula : disangkal

d. Riwayat asma : disangkal

e. Riwayat alergi : disangkal

f. Riwayat batuk lama : disangkal

G. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien sehari-hari bekerja sebagai karyawan

bank. Mempunyai satu orang istri dan empat orang

anak. Pasien makan tiga kali sehari, porsi sedang

dengan lauk pauk tempe, tahu, kadang-kadang telur,

daging ayam atau ikan.

H. PEMERIKSAAN FISIK

A

.

Keadaan

Umum

Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan

cukupTanda Vital Tensi : 190/110 mmHg

Nadi : 108 x/ menit, irama reguler,

isi dan tegangan cukup

Heart rate : 108 x/ menit, irama

reguler

4

Status Gizi Frekuensi Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36.8 0C

BB=53 kg

TB=155 cm

BMI=22,06C

.

Kulit Warna coklat, turgor menurun (-),

hiperpigmentasi (-), kering (-),

teleangiektasis (-), petechie (-),

ikterik (-), ekimosis (-), pucat (-)D

.

Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,

uban

(-), mudah rontok (-), luka (-)E

.

Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat

(-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil

isokor dengan diameter (3 mm/3 mm),

reflek cahaya (+/+), edema palpebra

(-/-), strabismus (-/-)F

.

Telinga Membran timpani intak, sekret (-),

darah (-), nyeri tekan mastoid (-),

nyeri tekan tragus (-)G

.

Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-),

epistaksis (-), fungsi penghidu baik H

.

Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), gigi

tanggal (+), bibir kering (-), pucat

(-), lidah tifoid (-), papil lidah

atrofi (-), stomatitis (-), luka pada

5

sudut bibir (-)I

.

Leher JVP R+2cm (tidak meningkat), trakea di

tengah, simetris, pembesaran kelenjar

tiroid (-), pembesaran limfonodi

cervical (-), leher kaku (-), distensi

vena-vena leher (-)J

.

Thorax Bentuk normochest, simetris,

pengembangan dada kanan = kiri,

retraksi intercostal (-), spider nevi

(-), pernafasan torakoabdominal, sela

iga melebar (-), pembesaran KGB axilla

(-/-)Jantung :Inspeksi Iktus kordis tidak tampakPalpasi Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm

medial linea medioclavicularis

Iktus kordis tidak kuat angkat Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea

sternalis dextra

Batas jantung kanan bawah : SIC IV

linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri atas : SIC II linea

parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm

medial linea medioklavicularis sinistra

Pinggang jantung : SIC II-III

parasternalis sinistra

6

→ konfigurasi jantung kesan tidak

melebarAuskultasi HR : 108 kali/menit reguler. Bunyi

jantung I-II murni, intensitas normal,

reguler, bising (-), gallop (-). Bunyi

jantung I > Bunyi jantung II, di SIC V

1 cm medial linea medioklavikula

sinistra dan SIC IV linea parasternal

sinistra. Bunyi jantung II > Bunyi

jantung I di SIC II linea parasternal

dextra et sinistra.Pulmo :Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar

(-), iga mendatar (-). Pengembangan

dada kanan = kiri, sela iga melebar,

retraksi intercostal (-)Palpasi Simetris. Pergerakan dada ka = ki,

peranjakan dada ka = ki, fremitus raba

kanan = kiriPerkusi Sonor / SonorAuskultasi Suara dasar vesikuler intensitas normal,

suara tambahan wheezing (-/-), ronchi

basah kasar (-/-), ronchi basah halus

basal paru (-/-), krepitasi (-/-)K

.

Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis

(-), nyeri ketok kostovertebra (-),

7

L

.

Abdomen :

Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding

thorak, distended (-), venektasi (-),

sikatrik (-), stria (-), caput medusae

(-)Auscultasi Peristaltik (+) normal Perkusi Timpani, pekak alih (-)Palpasi Supel, nyeri tekan (-). Hepar tidak

teraba. Lien tidak teraba.M Genitourina

ria

Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda

radang (-)N

.

Ekstremitas Kuku pucat (+), spoon nail (-)

Akral dingin Odem_ __ _

_ __ _

I. DIAGNOSIS

HIPERTENSI STAGE II

II.2. TUJUAN PENGOBATAN

1 menurunkan tekanan darah tanpa memperberat

penyakit penyerta.

2. menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat

peningkatan tekanan darah.

3. modifikasi gaya hidup

8

II.3. PENGOBATAN

1. Nonmedikamentosa

a. menghentikkan merokok

b. menurunkan berat badan yang berlebihan

c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan

d. latihan fisik

e. menurunkan asupan garam

f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur

g. menurunkan asupan lemak

2. Medikamentosa

R/ HCT tab mg 25 No.XXI

S 1 dd tab 1 mane

R/ Captopril tab mg 12,5 No.XXI

S 2 dd tab 1 ac

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. DEFINISI

Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah

sistol >139 mmHg dan diastole >89 mmHg. Tekanan darah

tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana

9

terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam

jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-

kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi

140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai

keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi

adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan

jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan

merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua

angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat

jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah

diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).

Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan

sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya

terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.

Hipertensi terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau

ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka

beberapa minggu.

Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan

sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer,

sedangkan hipertensi sekunder terjadi dengan sebab yang

diketahui. The Seventh Report Of The Joint National Committe on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

terbagi menjadi kelompok 4 (Tabel 3.1)

Tabel 3.1 Klasifikasi Tekanan Darah (JNC7)

10

III.2. EPIDEMIOLOGI

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya populasi lanjut usia, maka jumlah pasien

dengan hipertensi kemungkinan besar juga, dimana

hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik

diastolik sering timbul pada usia >60 tahun. Data dari

The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)

menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,insiden

hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang

berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di

Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data

NHANES III tahun 1989-1991.Hipertensi esensial sendiri

merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.

III.3. MANIFESTASI KLINIS

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan

satu-satunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul

setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak,

atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan

adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga

11

berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata

berkunang –kunang dan pusing

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak

menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja

beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal

sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan

dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada

penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan

tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak

diobati, timbul gejala berikut:

* sakit kepala * kelelahan

* mual * muntah

* sesak nafas * gelisah

* pandangan menjadi kabur yang terjadi karena

adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan

ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami

penurunan kesadaran dan bahkan koma karena pembengkakan

otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang

memerlukan penanganan segera.

III.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan

sebelum memulai terapi bertujuan untuk menentukkan

12

adanya kerusakan organ dan faktor lain atau mencari

penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa,

darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium,

kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total,

kolesterol HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai

tambahan dapat dilakukan pemeriksaan yang lain seperti

klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat,

kolesterol HDL,dan EKG.

III.5. DIAGNOSIS

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam

satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah

dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang

berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau

gejala-gejala klinis. Pengukuran pertama harus

dikonfirmasikan pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam

waktu satu sampai beberapa minggu. Pengukuran tekanan

darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,

setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan

ukuran pembungkus lengan yang sesuai.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat

hipertensi dan lamanya menderita, riwayat dan gejala-

gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit jantung

koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll.

Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga dan

gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab

hipertensi, perubahan aktivitas/kebiasaan merokok,

13

konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor

lingkungan, pekerjaan, psikososial dsb.

III.6. PATOGENESIS

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial

yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-

faktor resiko tertentu. Faktor- faktor resiko yang

mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah :

1. faktor resiko, seperti : diet dan asupan garam,

stress, ras, obesitas, merokok, genetik

2. sistem syaraf simpatis

a.tonus simpatis

b.variasi diurnal

3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan

vasokonstriksi : endotel pembuluh darah

berperan utama, tetapi remodeling dari endotel,

otot polos dan interstitium juga memberikan

kontribusi akhir.

4. pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan

pada system renin, angiotensin, dan aldosteron.

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperandalam pengendalian tekanan darah ialah curah jantungdan tekanan perifer.

14

Gambar 3.1. Mekanisme Patofisiologi Hipertensi (Oparil,2003)

III.7. PENGOBATAN

Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :

a. target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk

individu beresiko tinggi (diabetes,gagal ginjal

proteinuri) <130/80 mmHg

b. penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit

kardiovaskuler

c. mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi

nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi

nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien

hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah

dan mengendalikan faktor-faktor resiko, serta penyakit

penyerta lainnya. Adapun terapi nonfarmakologis sbb:

15

a. menghentikkan merokok

b. menurunkan berata badan yang berlebihan

c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan

d. latihan fisik

e. menurunkan asupan garam

f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur

g. menurunkan asupan lemak

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi

farmakologis hipertensi yang dianjurkan oelh JNC 7

adalah :

a. diuretika, terutaman jenis thiazid atau

aldosterone antagonist

b. beta bloker (BB)

c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor

antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi

dimulai secara bertahap dan target tekanan darah

dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.

Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan

masa kerja panjang dan yang memberikan efikasi 24 jam

dengan pemberian sekali sehari. Jika terapi dimulai

dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan

kemudian tekanan darah belum mancapai target, maka

langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat

16

tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang lain

dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi.

Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah :

diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau

ARB, CCB dan diuretika, ARB dan BB, kadang diperlukan

tiga atau empat kombinasi obat.

Tabel 3.2 Rekomendasi Perubahan Pola Hidup (JNC7)

17

Gambar 3.1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi (JNC7)

III.8. PEMANTAUAN PENGOBATAN

Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan

harus datang kembali untuk evaluasi lanjutan dan

pengaturan dosis samapi target tekanan darah tercapai.

Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan

selanjutnya dengan interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi

ini juga ditentukkan oleh ada tidaknya komorbiditas

seperti gagal jantung, diabetes, dan kebutuhan akan

pemeriksaan laboratorium.

Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pasien yaitu

empati dokter yang akan meningkatkan kepercayaan,

18

motivasi dan kepatuhan pasien, dokter harus

mempertimbangkan latar belakang budaya, kepercayaan

pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan, pasien

diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang

masih harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya

serta pentingnya mengikuti rencana tersebut.

Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama

hidup. Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan

diikuti oleh naiknya tekanan darah sampai seperti

sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun

demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan

jumlah obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien

yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap

patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini

harus disertai dengan pengawasan tekanan darah yang

ketat.

III.9. PEMBAHASAN OBAT

Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan

cara mendeplesikan simpanan natrium tubuh. Awalnya,

diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan

volume darah, curah jantung, dan tahanan vaskuler

perifer. Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan

terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan

volume plasma dan stroke volume yang akan menurunkan

curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan darah.

19

Obat-obat diuretik yang digunakan dalam terapi

hipertensi yaitu : diuretik  golongan tiazid, diuretik

kuat dan diuretik hemat kalium 

Obat-obat pilihan

A. Golongan Tiazid

1. Bendroflazid/bendroflumetazid ( Corzide® )

- Indikasi: edema, hipertensi

- Kontra indikasi: hipokalemia yang refraktur,

hiponatremia, hiperkalsemia, , gangguan

ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia

yang simptomatik, penyakit adison.

- Bentuk sediaan obat: tablet

- Dosis: edema dosis awal 5-10 mg sehari atau

berselang sehari pada pagi hari; dosis

pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali

semingguHipertensi, 2,5 mg pada pagi hari

- Efek samping:hipotensi postural dan gangguan

saluran cerna yang ringan; impotensi

(reversibel bila obat dihentikan);

hipokalemia, hipomagnesemia,  hiponatremia,

hiperkalsemia, alkalosis hipokloremanik,

hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan

peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang

terjadi ruam kulit, fotosensitivitas, ganggan

darah (termasuk neutropenia dan

trombositopenia, bila diberikan pada masa

20

kehamilan akhir); pankreatitis, kolestasis

intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia,

memperburuk diabetes dan pirai; mungkin

memperburuk SLE ( eritema lupus sistemik );

usia lanjut; kehamilan dan menyusui; gangguan

hati dan ginjal yang berat;porfiria.  

2. Chlortalidone ( Hygroton®, Tenoret 50®,

Tenoretic® )

- Indikasi : edema, hipertensi, diabetes

insipidus

- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping:

lihat pada Bendrofluazid

- Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi

hari atau 100-200 mg selang sehari, kurangi

untuk pemeliharaan jika mungkin.Hipertensi,

25 mg; jika perlu ditingkatkan sampai 50 mg

pada pagi hari

- Bentuk sediaan obat: tablet

3. Hidroklorotiazid (HCT)

- Indikasi: edema, hipertensi

- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping:

lihat pada Bendrofluazid

- Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg, kurangi

untuk pemeliharaan jika mungkin; untuk pasien

dengan edema yang berat dosis awalnya 75 mg

sehariHipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari;

21

jika perlu ditingkatkan sampai 25 mg pada

pagi hari

- Bentuk sediaan obat: tablet  

B. Diuretik kuat

1. Furosemide ( Lasix®, uresix®, impugan® )

- Indikasi: edema pada jantung, hipertensi

- Kontra indikasi: gangguan ginjal dan hati

yang berat.

- Bentuk sediaan obat: tablet, injeksi, infus

- Dosis: oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari,

anak 1-3 mg/kg bb; Injeksi, dewasa dosis awal

20-50 mg im, anak 0,5-1,5mg/kg sampai dosis

maksimal sehari 20 mg; infus IV disesuaikan

dengan keadaan pasien

- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan

kadang-kadang reaksi alergi seperti ruam

kulit

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia

dan hiponatremia; kehamilan dan menyusui;

gangguan hati dan ginjal; memperburuk

diabetes mellitus; perbesaran prostat;

porfiria. 

C. Diuretik hemat kalium

1. Amilorid HCL ( Amiloride®, puritrid®, lorinid® )

- Indikasi: edema, hipertensi, konservasi

kalium dengan kalium dan tiazid

22

- Kontra indikasi: gangguan ginjal,

hiperkalemia.

- Bentuk sediaan obat: tablet

- Dosis: dosis tunggal, dosis awal 10 mg/hari

atau 5 mg 2x/hari maks 20 mg sehari.

Kombinasi dengan diuretik lain 5-10 mg sehari

- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan

kadang reaksi alergi seperti ruam kulit,

bingung, hiponatremia.

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia

dan hiponatremia; kehamilan dan menyusui;

gangguan hati dan ginjal; memperburuk

diabetes mellitus; usia lanjut.

2. Spironolakton ( Spirolactone®, Letonal®,

Sotacor®, Carpiaton® )

- Indikasi: edema, hipertensi

- Kontra indikasi: gangguan ginjal,

hiperkalemia, hipernatremia, kehamilan dan

menyusui, penyakit adison.

- Bentuk sediaan obat: tablet

- Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu

tingkatkan sampai 400 mg; anak, dosis awal 3

mg/kg dalam dosis terbagi.

- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan

kadang-kadang reaksi alergi s

23

- eperti ruam kulit, sakit kepala, bingung,

hiponatremia, hiperkalemia, hepatotoksisita,

impotensi.

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia

dan hiponatremia; kehamilan dan menyusui;

gangguan hati dan ginjal; usia lanjut.  

ACE Inibitor

ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat

sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan menghambat

perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga

menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium

dengan mengurangi sekresi aldosteron. Oleh karena ACE

juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE

inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu

vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan

prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin

meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE

inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab terhadap efek

samping berupa batuk kering. ACE inhibitor mengurangi

mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung

yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien

harus dirawat di rumah sakit (hospitalization),

meningkatkan ketahanan tubuh dalam beraktivitas, dan

mengurangi gejala.

ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam

dosis yang rendah untuk menghindari resiko hipotensi

24

dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum

potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi

dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan

dosis. Salah satu obat yang tergolong dalam ACE

inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE inhibitor

pertama yang digunakan secara klinis.

1. Nama Generik : Captopril

2. Nama Dagang :

- Acepress : Tab 12,5mg, 25mg

- Capoten : Tab 12,5mg, 25mg

- Captensin : Tab 12,5mg, 25mg

- Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg

- Casipril : Tab 12,5mg, 25mg

- Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg

- Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg

- Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg

- Locap : Tab 25mg

- Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg

- Metopril : Tab salut selaput 12,5mg, 25mg; Kapl

salut selaput 50mg

- Otoryl : Tab 25mg

- Praten : Kapl 12,5mg

- Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg

- Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg

- Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg

- Tensobon : Tab 25mg

3. Indikasi :

25

- Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan

hipertensi yang parah.

- Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal

(renal hypertension).

- Diabetic nephropathy dan albuminuria.

- Gagal jantung (Congestive Heart Failure).

- Postmyocardial infarction

- Terapi pada krisis scleroderma renal.

- Kontraindikasi :

- Hipersensitif terhadap ACE inhibitor.

- Kehamilan.

- Wanita menyusui.

- Angioneurotic edema yang berkaitan dengan

penggunaan ACE inhibitor sebelumnya.

- Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua

ginjal.

4. Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput,

Kaplet, Kaplet salut selaput.

5. Dosis dan aturan pakai captopril pada pasien

hipertensi dengan gagal jantung :

6. Dosis inisial : 6,25-12,5mg 2-3 kali/hari dan

diberikan dengan pengawasan yang tepat. Dosis ini

perlu ditingkatkan secara bertingkat sampai

tercapai target dosis.

7. Target dosis : 50mg 3 kali/hari (150mg sehari)

8. Aturan pakai : captopril diberikan 3 kali sehari

dan pada saat perut kosong yaitu setengah jam

26

sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini

dikarenakan absorbsi captopril akan berkurang 30%-

40% apabila diberikan bersamaan dengan makanan.

9. Efek samping :

Batuk kering, Hipotensi, Pusing, Disfungsi ginjal,

Hiperkalemia, Angioedema, Ruam kulit, Takikardi,

Proteinuria.

10. Resiko khusus :

- Wanita hamil.

Captopril tidak disarankan untuk wanita yang

sedang hamil karena dapat menembus plasenta dan

dapat mengakibatkan teratogenik. Hal ini juga

dapat menyebabkan kematian janin. Morbiditas

fetal berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor

pada seluruh masa trisemester kehamilan.

Captopril beresiko pada kehamilan yaitu pada

level C (semester pertama) dan D (semester kedua

dan ketiga).

- Wanita menyusui.

Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita

yang sedang menyusui karena bentuk awal

captopril dapat menembus masuk dalam ASI sekitar

1% dari konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak

diketahui apakah metabolit dari captopril juga

dapat menembus masuk dalam ASI.

- Penyakit ginjal.

27

Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien

dengan gangguan ginjal akan memperparah

kerusakan ginjal karena hampir 85% diekskresikan

lewat ginjal (hampir 45% dalam bentuk yang tidak

berubah) sehingga akan memperparah kerja ginjal

dan meningkatkan resiko neutropenia. Apabila

captopril digunakan pada pasien dengan gangguan

ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis

dimana berfungsi untuk menurunkan klirens

kreatininnya.

β-blocker

Merupakan obat utama pada penderita hipertensi

ringan sampai moderat dengan penyakit jantung koroner

atau dengan aritmia. Bekerja dengan menghambat reseptor

β1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di

mana β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk

menstimulasi produksi katekolamin yang akan

menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya

produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang

disertai dengan turunnya tekanan darah. Sebagai contoh:

propanolol, bisoprolol.

α-blocker

Bekerja dengan menghambat reseptor α1 di pembuluh

darah sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena.

28

Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.

Sebagai contoh: Doxazosin, Prazosin.

Calcium channel blocker

Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam

otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan

perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja

pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga

merupakan obat utama bagi penderita hipertensi yang

juga penderita angina. Sebagai contoh: Nifedipin,

Amlodipin.

BAB IV

PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah

kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah

secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang

mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah

yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan

mempunyai keadaan darah tinggi. Tujuan pengobatan pada

pasien hipertensi adalah target tekanan darah <140/90

mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes,gagal

ginjal proteinuri) <130/80 mmHg, mengahambat laju

29

penyakit ginjal proteinuri, penurunan morbiditas dan

mortalitas penyakit kardiovaskuler.

Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama

hidup. Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan

diikuti oleh naiknya tekanan darah sampai seperti

sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun

demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan

jumlah obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien

yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap

patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini

harus disertai dengan pengawasan tekanan darah yang

ketat.

IV.2. SARAN

1. Penderita hipertensi sebaiknya selalu menjaga

kepatuhan terhadap minum obat antihipertensi

sebagai tindakan preventif dari komplikasi

penyakitnya.

2. Selain teratur minum obat, pasien juga harus

menjaga pola hidup dan rutin kunjungan dokter

agar mudah memantau perkembangan dari penyakit

serta pengobatan yang telah diberikan.

30

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et

al, eds. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, jilid I.

Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-522

Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi

4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Oparil S et al. 2003. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern

Med; 139;761-776.

Supandiman, I., Fadjari, H. 2006. Anemia pada Penyakit

Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 651-652

Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,

Simardibrata K. M., Setiati, S. 2006. Hipertensi

Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614

31