ETIKA BISNIS ISLAM siap

15
TUGAS RANGKUMAN DARI BUKU ETIKA BISNIS DALAM ISLAM Karangan : Drs. Faisal Badroen,MBA, Suhendra S.Ag.,MM, M. Arief Mufraeni.Lc.,M.Si. Ahmad D.Bashori,MA

Transcript of ETIKA BISNIS ISLAM siap

TUGAS

RANGKUMAN DARI BUKU

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

Karangan : Drs. Faisal Badroen,MBA,

Suhendra S.Ag.,MM,

M. Arief Mufraeni.Lc.,M.Si.

Ahmad D.Bashori,MA

ETIKA BISNIS ISLAM

BAB I Konsep Etika

Ketetapan itu ada sejak manusia pertama dimuka bumi ini yaitu ketetapan “boleh”

dan “tidak” yang dikisahkan dalam AL Qur’an, kedua manusia yang di perbolehkan oleh

Allah untuk menetap di surga dan akan tetapi jangan sekali kali mendekati pohon yaitu

pohon yang apabila mereka dilakukan maka akan tergolong ke dalam orang orang yang

zalim. (al-Baqarah :35):

Dan kami berfirman: "Wahai Adam! Tinggallah engkau dan isterimu dalam syurga, dan makanlah

dari makanannya sepuas-puasnya apa sahaja kamu berdua sukai, dan janganlah kamu hampiri

pokok ini; (jika kamu menghampirinya) maka akan menjadilah kamu dari golongan orang-orang

yang zalim".

Kelanjutan Boleh dan Tidak ini dilanjutkan pada masa Nabi Ibrahim, Musa, Isa Dan

Muhammad SAW. Mereka di utus untuk mengsosialisasikan ketentuan Sang pencipta dan

mengarahkan manusia untuk hidup bahagia di dunia Tatanan itu digunakan ialah untuk

mencegah kerusakan ulah manusia yang cendrung egoistis dan liar. Maka Tata nilai ini lah

yang di sebut Etika

Ditengah zaman modern saat ini sudah banyak permasalahan yang di timbulkan

oleh ke liaran dan egoistis manusia yang merusak Tata nilai kehidupan seperti penyalah

gunaan minuman ber alcohol, karyawan yang mencuri, isu pengawasan kualitas, dan lain

sebagainya, ini lah yang di anggap persoalan besar yang sedang di hadapi.Semua persoalan

ini menjadi penyakit yang serius di tubuh perusahaan maka untuk itu perusahaan harus

mencari vaksin. Maka perusahaan mengambil tindakan untuk menerapkan aturan ataupun

yang di sebut sebagai etika atau kode etik dalam berbisnis.

Dunia usaha Barat sangat memperhatikan konsep kode etik dalam berbisnis dan

ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Dr. Husain Husain Shahata yaitu

Pertama” tumbuh suburnya immoralitas yang terjadi di Antara para eksekutif perusahaan

dan para pegawainya sehingga membuat perusahaan harus merugi dan gagal.

Kedua” studi lapangan yang dilakukan membuktikan bahwa perusahaan yang menerapkan

kode etik yang superior punya nama dan reputasi yang baik sehingga mendaptangkan

keuntungan. Islam yang kita kenal juga mengatur aspek aspek di atas dengan basis

moralitas. Islam menyatukan dilai nilai spiritual dengan material dalam kesatuan yang

seimbang dan menjadikan tujuan hidup manusia yang bahagia dunia dan akhirat. Tetapi

persoalan yang paling besar pada saat ini ialah dimana konsep materialistis yang menyeret

nilai spiritual di pinggirkan . hal ini terutama di kaum pembisnis yang pada giliran nya

berimbas negative pada lapisan yang lain. Paradikma yang terbangun dalam masyarakat

bahwa harta, tahata, menjadi tolak ukur “baik” atau “tidak”-nya seseorang.

(EBI) Etika Bisnis Islam menjadi alternative solusi keluar dari budaya korup dan

improfesionalisme tersebut. Bukan karena studi duania usaha barat yang mempromosikan

sebuah rangking perusahaan dengan kode etik kerja akan tetapi itu menjadi bagian dari

perwujudan dan profesionalitas yang menjadi keniscayaan ber-islamnya seseorang muslim

dan realitas adagium yang mengatakan : “a good business is a good ethic”

DEFINISI ETIKA

Asal muasal etika tidak terlepas dari asli kata ethos dalam Bahasa yunani yang berarti

kebiasaan (custom) atau karakter (character). Seperti pemaknaan kamus Webster berarti “

the distinguishing character, sentiment, moral, or guiding beliefs of person group, or

institution.(karakter istimewa, sentiment, tabiat,moral, atau keyakinan yang membimbing

seseorang kelompok atau institusi).

Ethics menjadi padanan dan etika. Definisi lain tentang etika sebagai philosophical inquiry

into the nature and grounds of morality. Dalam dalam makna yang lebih tegas yaitu kutipan

buku kuliah etika mendefinikan etika secara terminology yang artinya :bahwa etika

merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai ,baik,buruk,harus,benar salah dan

lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk

mengaplikasikanyan atas apa saja.

Istilah etika dalam Al-Qur’an yaitu al-khuluq, untuk mendeskripsikan konsep kebajikan .

DEFENISI MORAL

Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang

beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan

(akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan

yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.

Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian

diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud

dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun

dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma

kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa

Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau

peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.

DEFINISI NORMA

Norma menurut Drs. Achmad Charris Zubaik bahwa norma adalah nilai yang

menjadi milik mersama ,tertanam, dan disepakati semua pihak dalam masyarakat yang

berangkat dari nilai baik,cantik atau berguna yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan

kemudian menghadirkan ukuran atau norma. Artinya norma bermula dari penilaian

,nilai,dan norma.

Sebuah norma adalah sebuah aturan, patokan atau ukuran, taitu sesuatu yang

bersifat pasti dan tidak berubah. Dengan adanya norma kita dapat memperbandingkan

sesuatu hal lain yang hakikatnya, ukurannya, serta kualitasnya kita ragukan. Norma

berguna untuk menilai baik-buruknya tindakan masyarakat sehari-hari. Sebuah norma bisa

bersifat objektif dan bisa pula bersifat subjektif. bila norma objektif adalah norma yang

dapat diterapkan diterapkan secara langsung apa adanya, maka norma subjektif adalah

norma yang bersifat moral dan tidak dapat memberikan ukuran atau patokan yang

memadai.

Macam Norma :

Norma-norma Khusus

adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya

aturan olah raga, aturan pendidikan dan lain-lain

Norma-norma Umum

sebaliknya lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat tertentu boleh dikatakan

bersifat universal.

Norma Sopan santun

adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah dalam pergaulan

sehari-hari.

Norma Hukum

adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena

dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam

kehidupan bermasyarakat.

Norma Moral

yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.

Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan

dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.

ETIKA CABANG FILSAFAT

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang ada dan

yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:

1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,

2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,

3. Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,

4. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,

5. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,

6. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.

Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat.

Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi karena ilmu tersebut

kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas

dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui

sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas

sendiri. (Alfan: 2011)

Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama,

estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep

dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia

berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah

dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup

dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat. (rangkuman Maksufi Alwi

IAIN)

Macam-macam Aliran Etika Barat

Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas antara lain:

A. Teori Teleologi

Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud,

dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala

kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian

Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-

gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan,

sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam

arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi,

atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran

filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia.

Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik

buruknya suatu tindakan dilakukan, Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana

yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan

akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan

berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya

menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan

tindakan yang benar menurut hukum. Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi

dengan “benar” dan “salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan

hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi “yang baik bagi diri sendiri.

Berdasarkan pembahasan etika teleologi ini, kemudian muncul aliran-aliran teleologi, yaitu

egoisme dan utilitarianisme.

a. Egoisme

Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya

bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Perilaku yang dapat

diterima tergantung pada konsekuensinya. Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan

dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya

sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan

pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia

cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi

diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Memaksimalkan

kepentingan kita terkait erat dengan akibat yang kita terima.

Seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain untuk menjalankan apa yang

paling baik bagi kita sendiri. Jadi, menurut egoisme etis, seseorang tidak mempunyai

kewajiban alami terhadap orang lain. Meski mementingkan diri sendiri, bukan berarti

egoisme etis menafikan tindakan menolong. Mereka yang egoisme etis tetap saja menolong

orang lain, asal kepentingan diri itu bertautan dengan kepentingan orang lain. Atau

menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk menciptrakan keuntungan bagi diri

sendiri. Menolong di sini adalah tindakan berpengharapan, bukan tindakan yang ikhlas

tanpa berharap pamrih tertentu.

Contoh: R.Budi dan Michael Hartono, misalnya, memiliki kekayaan US$ 11 miliar dan

menempati perigkat pertama. Kekayaan ini diperoleh dari antara lain kelapa sawit dan

industri rokok (Djarum). Angka kekayaan ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan total

kekayaan 40 orangterkaya sebanyak US$ 71 miliar. sesungguhnya sudah bisa melihat

karakter egoisme etis pada mereka. Yang mana? Jikalau mereka altruisme, bisa dipastikan

tak akan berbisnis rokok. Orang-orang altruisme akan berpikir rokok merupakan komoditas

yang “mematikan” banyak orang, maka harus dicegah utnuk memperbanyak alat pembunuh

itu. Sebaliknya, egoisme etis mengabaikan rokok yang disepadankan dengan alat

pembunuh. Egoisme etis harus meneguhkan hati, “Ini cuma bisnis, jadi harus diabaikan

dampak-dampak yang ditimbulkan. Salah sendiri orang lain mau membeli rokok sang

pembunuh ini”.

b. Utilitarianism

Semakin tinggi kegunaannya maka semakin tinggi nilainya. Berasal dari bahasa

latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika

membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang

melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang

tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan

perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari

prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.

Contoh: Industri rokok “menolong” kemajuan olahraga dengan menggelontorkan dana

sebanyak-banyaknya, namun berpengharapan para penggila olahraga ini (pemain atau

penonton) menjadi perokok aktif maupun pasif. Jelas, menolong yang dilakukan adalah

berdasarkan keterpautan kepentingan diri sendiri.

B. Teori Deontologi

Teori Deontologi yaitu : berasal dari bahasa Yunani, “Deon“ berarti tugas

dan “logos” berarti pengetahhuan. Sehingga Etika Deontologi menekankan kewajiban

manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan

berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakanyang dilakukan, melainkan

berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri. Dengan kata lainnya, bahwa

tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat

dari tindkan itu. Contoh: jika seseorang diberi tugas dan melaksanakanny sesuai dengan

tugas maka itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.

Teori ini menafikan konsep Teori Teleologikal karena golongan deontologist ini

ialah golongan yang tidak percaya dengan akibat. Teori ini menegaskan bahwa betul atau

salahnya sesuatu tindakan itu tidak berdasarkan atau ditentukan oleh akibat-akibat tindakan

tersebut. Mengikut teori ini, nilai moral suatu tindakan tidak boleh dinilai ke atas

kesudahannya iaitu hasil atau kebaikan yang akan didapati kerana kesudahan sesuatu

tindakan adalah tidak jelas dan tidak dapat ditentukan hasilnya semasa tindakan tersebut

dibuat tetapi bergantung pada niat seseorang itu yang membuat keputusan atau melakukan

tindakan.

Immanuel Kant, seorang ahli falsafah German (1724-1804) yang pernah mengajar

di University of Konigsberg di bahagian barat Rusia merupakan seorang ahli falsafah yang

sering dikaitkan dengan Teori Deontologikal ini. Hal ini kerana, beliau percaya bahawa apa

yang memberi nilai moral kepada sesuatu tindakan bukan akibatnya kerana akibat-akibat

tindakan kita tidak sentiasa berada di bawah kawalan kita tetapi motif atau niat tindakan

kita adalah di bawah kawalan kita. Oleh itu, kita harus bertanggungjawab secara moral atas

motif kita untuk membuat kebaikan atau keburukan.

Teori Deontologikal ini terbagi kepada dua aspek yaitu deontologikal tindakan

(eksistensialisme) dan deontologikal peraturan (prinsip kewajiban). Eksistensialisme

bermaksud kebebasan moral bertindak tanpa amanah, paksaan dan larangan iaitu

merangkumi aspek kebebasan; kebebasan jasmani, kebebasan kehendak dan kebebasan

moral. Eksistensialisme berasal daripada perkataan existent yang bermaksud wujud atau

ada. Deontologikal tindakan ini dipelopori oleh Jean Paul Satre yang menekankan

kebebasan iaitu manusia bebas memilih tindakannya. Individu bebas buat pilihan atau

keputusan moral dan tidak membenarkan pilihan atau keputusannya dipengaruhi orang

lain.

Eksistensialisme juga dikaitkan dengan pilihan moral (First Hand Choice) iaitu

membuat pilihan terus dari akal rasional berdasarkan kepada sesuatu keputusan moral yang

sentiasa berubah, tidak universal, bersifat subjektif, tidak mutlak, tidak kekal dan

individualistik. Contohnya, seseorang individu tidak dilahirkan terus untuk menjadi guru,

tetapi merupakan pilihan individu tersebut untuk menjadi guru atau pekerjaan lain. Begitu

juga dengan pelaksaan tindakan lain oleh seseorang yang dirasakan yakin dan betul untuk

dilaksanakan. Aspek ini mementingkan kebebasan individu untuk memilih tanpa

dipengaruhi oleh faktor lain tetapi masih dalam konteks rasional membuat pemilihan.

Prinsip kewajiban pula membawa maksud sesuatu tindakan dianggap bermoral jika

dilakukan dengan kerelaan hati atau tanggungjawab yang diakui. Arti kata lain, prinsip ini

menegaskan tanggungjawab dilaksanakan semata-mata karena amalan itu merupakan

kewajipan. Sebagi contoh, menunaikan janji yang telah dikotakan. Seorang ayah yang telah

berjanji akan memberi hadiah atau ganjaran kepada anaknya sekiranya berjaya di dalam

peperiksaan, perlu menunaikan janjinya. Jika tidak si anak akan hilang kepercayaan

terhadap ayahnya dan berputus asa untuk meneruskan kejayaannya kerana janji yang

dikotakan tidak dilaksanakan. Bagi mengambil sesuatu tindakan bermoral, kita perlu

mempraktikkan formula berikut:

Kebebasan + Keadilan + Kebijaksanaan + Pilihan (rujukan Maxim) = Tindakan Bermoral.

Tekad baik dapat diterangkan lebih jelas dengan tindakan manusia dalam

melakukan tugas dan tanggungjawabnya semata-mata kerana desakan nilai dalaman yang

dipanggil ‘good will’ atau tekad baik dan bukan disebabkan oleh motif-motif lain seperti

ganjaran, hukuman atau tekanan. Jika seseorang melakukan tugas dan tanggungjawabnya

disebabkan keseronokan, simpati atau kasihan tetapi bukan disebabkan ‘good will’, maka

tindakannya dikatakan tidak mempunyai nilai moral walaupun mendapat sanjungan dan

pujian.

Prinsip kewajiban terbagi kepada dua kategori iaitu categorikal imperative (perintah

mutlak) dan practical imperative. Categorical imperative atau perintah mutlak

menerangkan perintah yang wujud tanpa sebarang pengecualian atau syarat-syarat.

Terdapat tiga prinsip utama dalam perintah mutlak ini iaitu prinsip tersebut mestilah

diterima secara umum, dapat menghormati manusia dan pihak yang bertanggungjawab

sanggup diperlakukan sedemikian sekiranya dia berada dalam kedudukan

teraniaya. Practical imperative (Praktikal Imperatif) menyatakan bahawa kemanusiaan

hendaklah sentiasa menjadi matlamat dan bukan alat perlakuan individu. Malah,

kemanusiaan adalah suatu nilai intrinsik manusia.

Contoh yang berkaitan dengan kehidupan seharian yang boleh dikaitkan

dengan categorical imperative atau perintah mutlak ialah situasi semasa peperiksaan.

Ramai yang mengetahui meniru atau menipu di dalam peperiksaan merupakan satu

tindakan yang salah, namun atas sifat mementingkan diri dan ingin mencapai kejayaan

dengan mudah masih ramai yang berani meniru atau menipu di dalam peperiksaan.

Perlakuan ini akan sentiasa dihina kerana ia merupakan satu perbuatan yang tidak adil bagi

individu yang jujur dan berusaha untuk mencapai kejayaan.

Hasil daripada pembacaan dan pemahaman saya berkaitan Teori Deontologikal ini,

dapat saya ulaskan bahwa setiap tindakan yang dilakukan diletakkan atas niat, tujuan dan

motif, bukan pada apa yang dilakukannya atau kesan dan akibat hasil daripada tindakannya.

Setiap tindakan yang diambil akan mempunyai nilai moral yang baik jika dilakukan atas

kerelaan hati dan motif tindakannya ialah satu tanggungjawab kepada masyarakat bukan

kerana paksaan atau desakan. Sekiranya disebabkan desakan atau paksaan, tindakan

tersebut mempunyai nilai moral yang buruk. Selain itu, setiap tindakan yang dianggap betul

dari segi moral tidak dianggap memadai jika dilakukan semata-mata untuk kepentingan

diri. Contohnya seperti menderma, menderma merupakan satu tindakan yang baik dan

setiap individu digalakkan untuk menderma. Menderma juga dikatakan salah satu tindakan

yang bermoral dan mempunyai nilai yang baik jika dilakukan dengan penuh keikhlasan

serta kerelaan hati penderma. Namun, menderma masih menjadi tindakan bermoral tetapi

mempunyai nilai yang buruk jika berlaku desakan yang memaksa penderma untuk

menderma.

3. Teori Hybrid

Teori Hybrid merupakan kombinasi atau suatu yang berlainan dari teori teleologi dan

deontologi. Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi:

1) Personal Libertarianism

Dikembangkan oleh Robert Nozick, di mana perbuatan etikal diukur bukan dengan

keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi

semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini

percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.

2) Ethical Egoism

Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan

individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan,

bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang

dianggap penting oleh pengambil keputusan yang dalam hal ini adalah yang bersangkutan.

3) Existentialism

Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar

perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua

benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai

karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.

4) Relativism

Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari

situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk

menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda

setiap budaya dan negara.

5) Teori Hak (right)

Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan

pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang

tidak dapat ditawar.

kutipan :

PERSAINGAN BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Penulis : Ratnawati

Suatu perusahaan didirikan dengan tujuan aktivitas bisnis yang jelas, harus juga mampu

menyiapkan diri menghadapi persaingan yang akan terjadi di masa mendatang.Di era

globalisasi seperti sekarang, banyak pedagangan bebas dan terbuka diikuti dengan

kecanggihan teknologi dan kecepatan informasi, membuat banyaknya bisnis baru yang

salingbersaing untuk mendapatkan keuntungan besar.

Menurut pendapat Muhammad Asep Zaelani, salah seorang pekerja sosial dan juga

mantan santri Pesantren Daarut Tauhid, “Persaingan dalam bisnis bukan menjadi persoalan

yang tabu, tapi justru persaingan dijadikan sebagai sarana untuk bisa berprestasi secara fair

dan sehat (fastabikul al-khayrat). Jika Allah tidak menghendaki adanya persaingan, maka

tentu Allah tidak akan menciptakan kita dalam beragam etnis dan budaya yang berbeda.

Adanya persaingan justru harus bisa memacu umat Islam untuk menjadi umat yang terbaik

(khairu ummat). Jadikanlah sebagai partner untuk memicu kita agar menjadi manusia-

manusia yang kreatif dan terus berinovasi untuk menghasilkan produk-produk baru.” Bagi

seorang muslim, bisnis yang dilakukan adalah dalam rangka memperoleh dan

mengembangkan kepemilikan harta. Seorang muslim akan memandang berbisnis sebagai

pelaksanaan perintah Allah untuk bertebaran di muka bumi dalam mencari karunia-Nya.

Baginya, yang disebut persaingan adalah berebut menjadi yang terbaik. Terbaik di hadapan

Allah yang dicapai dengan cara bekerja keras dan penuh tawakal. Sebagaimana firman

Allah SWT : ”Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran,

dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah

tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka

sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada

yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (QS. 13:

11). Persaingan terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau

melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Persaingan yang tajam merupakan akibat dari

sejumlah faktor-faktor struktural yang saling berinteraksi (Michael E Porter, alih bahasa

Agus Maulana, Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing, Erlangga,

Jakarta, 1980).

Dengan banyaknya pesaing yang bermunculan dalam dunia bisnis, membuat setiap

perusahaan mengatur strategi yang tepat guna memenangkan persaingan. Mulai dengan

meningkatkan kualitas produk, memperbaiki mutu layanan dan sebagainya.

Namun tidak jarang juga, strategi yang digunakan menyebabkan kerugian bagi pesaing atau

pun para pelanggannya dengan berbuat curang atau tidak adil. Hal tersebut tentu

bertentangan dengan ajaran Islam yang menyerukan kepada umatnya untuk selalu berbuat

adil dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya : “...Dan

janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,

sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. 5: . Islam

mengkombinasikan nilai-nilai spiritual dan material dalam kesatuan yang seimbang dengan

tujuan menjadikan manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat. Tetapi, kemudian konsep

materialistik yang berkembang di zaman modern seperti sekarang ini sehingga menyeret

manusia pada keadaan di mana nilai-nilai spiritual terpinggirkan. Hal ini terutama terjadi di

kalangan pebisnis, yang mengharapkan keuntungan material sebanyak mungkin (Drs.

Faisal Badroen, MBA, Suhendra, S.Ag.,MM, Arief Mufraini, Lc, M.Si, Ahmad D. Bashori,

MA, Etika Bisnis Dalam Islam, UIN Jakarta Pers, Jakarta, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Rangkuman dari buku Etika Bisnis Islam (Drs.faisal badroel.MBA) (Suhendra, S.Ag.,MM

http://r4hm190.wordpress.com/2011/10/11/pengertian-contoh-dari-etika-teleologi-deontologi-teori-hak-teori-

keutamaan/, Oktober 11, 2011, 9:56 am.

http://bembyagus.blogspot.com/2012/04/teori-teori-etika-bisnis-etika.html, Minggu, 08 April 2012

http://taufananggriawan.wordpress.com/2011/10/10/a-etika-teleologi-b-deontologi-c-teori-hak-d-teori-

keutamaan-virtue/

http://taufananggriawan.wordpress.com/2011/10/10/a-etika-teleologi-b-deontologi-c-teori-hak-d-teori-

keutamaan-virtue/[5] http://bembyagus.blogspot.com/2012/04/teori-teori-etika-bisnis-etika.html, Minggu, 08

April 2012

http://notakuliahpismp.blogspot.com/4/4/2013/19.00

http://yinwlungz.blogspot.com/2011/06/business-ethics.html

http://jumadibismillahsukses.blogspot.com