ETIKA BISNIS ISLAM DALAM JUAL BELI
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of ETIKA BISNIS ISLAM DALAM JUAL BELI
1
ETIKA BISNIS ISLAM DALAM JUAL BELI
Oleh: Taufiq
ABSTRAK
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan umatmanusia, termasuk didalamnya persoalan bisnisyang berlandaskan pada etika. Etika bisnis Islamtidak mengekang pelaku bisnis dalam mencaripelanggan dan keuntungan, namun etika bisnisIslam menuntun agar pelaku bisnis, jujur, adildan tidak eksploitatif terhadap lainnya dalamberbagai hal. Ada beberapa prinsip umum yangharus dijadikan landasan dalam jual beli, yaituprinsip antaradhin minkum (keridhaan sesama pelakubisnis) dan prinsip latazlimuna wa tuzlamun (jangansaling menzalimi). Dari kedua prinsip tersebutdapat diderivatif dari dalam tadlis (penipuan),gharar (ketidak jelasan), sumpah palsu, salingmenjelekkan mitra bisnis. Aplikasinya terhadapkualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahanobjek transaksi. Etika bisnis Islam memberikanbatasan-batasan terhadap bentuk larangan-larangantersebut. Baik yang didasari pada dalil naqlimaupun aqli.
A. Pendahuluan
Dalam konteks Islam semua aktifitas harus mengacu
pada Al-Quran dan Hadis ataupun Ijtihad para ulama.
Begitu juga dalam hal bisnis maka harus mengacu pada
hukum-hukum dasar tersebut. Untuk itu secara
terminologi tentunya akan berbeda antara etika bisnis
dengan etika bisnis Islam. Bisnis Islam dikendalikan
2
oleh halal dan haram baik dari cara memperolehnya atau
pemanfaatannya.
Islam melarang semua bentuk transaksi yang akan
menimbulkan kesulitan dan masalah, sebuah bentuk
transaksi yang hanya semata berdasarkan pada kans dan
spekulasi, dimana semua pihak yang terlibat dalam
bisnis itu itu tidak dijelaskan dengan seksama yang
akibatnya memungkinkan sebagian dari pihak yang
terlibat bisa menarik keuntungan namun dengan merugikan
pihak lain.1
Al-quran sebagai sumber nilai, telah memberikan
batasan-batasan umum mengenail nilai-nilai prinsipil
yang harus dijadikan acuan dalam berbisnis. Terma-terma
al-batil, al-fasad, dan al-zalim yang disebutkan dalam Al-Quran
dapat difungsikan sebagai landasan bagi prilaku yang
bertentangan dengan prilaku yang dibolehkan Al-Quran
dalam berbisnis.
Ini dapat dibuktikan dengan adanya ayat-ayat yang
memiliki kandungan makna tentang bisnis, sering
menggunakan terma-terna tersebut ketika menjelaskan
prilaku bisnis yang buruk. Al-batil dalam Al-Quran
terdapat 36 kali dengan berbagai derivasinya. Batala
disebut satu kali dalam surah al-‘Araf ayat 11, tubtilu
dua kali dalam surah al-Baqarah ayat 264 dan surah
Muhammad ayat 33. Yubtilu satu kali dalam surah al-Anfal1 Abu A’la al-Maududi, Mu’ayyasatil Islam, (Lahore: Islamic
Publication, 1969), h.58
3
ayat 8 dan sayubtiluhu satu kali dalam surah Yunus ayat
81. Dibanding bentuk kata lainnya, kata batilun disebut
paling banyak yaitu 24 kali dalam Al-Quran. Batilan
disebut dua kali dan mubtilun disebut lima kali.2
B. Asas Transaksi Dalam Islam
Islam sangat consent dengan persoalan etika dalam
bisnis, yang tidak menginginkan adanya pelanggaran atau
perampasan terhadap hak dan kekayaan orang lain dalam
berbagai bentuk kegiatan transaksi termasuk cara
berkonsumsi. Dan mengecam keras perilaku bisnis yang
mengandung unsur kazaliman (zhulum) dan kebatilan.3
Prilaku-prilaku seperti riba, mengurangi takaran
tau timbangan, penipuan (tadlis), gharar, skandal bisnis,
korupsi dan kolusi, monopoli serta penimbunan,
menjatuhkan mitra bisnis dan lain-lain merupakan
perilaku-perilaku yang bertentangan dengan dengan etika
bisnis.
Secara umum ada beberapa prinsip atau asas yang
harus diperhatikan dalam sebuah akad bisnis agar bisnis
tersebut tidak keluar dari kaidah-kaidah muamalah baik
fasid maupun batal. Sebagaimana dijelaskan oleh Syamsul
Anwar: 4 yaitu:
2 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Mu’jam Mufahrasy li Alfadz Al-Quran,(t.p,t., 1981), h. 123-124.
3 Abdul Karim Al-Khatib, As-Siyasah al-Maliyah fi al-Islam ea Shilatuhu bial-Mu’amalah al-Mu’ashirah, (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1976), 151-152.
4Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalamFikih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h.83.
4
1. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah) yaitu sesuai dengankaidah muamalah yaitu “pada dasarnya segalasesuatu itu boleh dilakukan selama belum adadalil yang melarangnya”. Ini menyiratkankemubahan untuk melakukan akad terhadap objekapa saja selama sesuai dengan hukum yang ada.
2. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyah at-Ta’qud),yaitu kebebasan untuk berakad kepada siapa sajatanpa ada pembatasan dan pengecualian selainyang ditetapkan oleh dalil-dalil.
3. Asas Konsensualisme (Mabda’ ar-Radhaiyyah), yaituprinsip saling ridha dalam diri para pihak yangberakad.
4. Asas Janji itu Mengikat, yaitu adanya akibathukum dalam atau setelah dilaksanakan akadyang harus dijalankan para pihak sesuai denganyang diakadkan.
5. Asas Kesimbangan (Mabda’ at-Tawazun fil Mu’awadhah),yaitu adanya keseimbangan hak dan kewajibanantara para pihak dan tidak memberatkan salahsatu pihak baik dari risiko yang timbul maupunkeuntungan yang diperoleh.
6. Asas Kemaslahatan, yaitu dari akad yangdilakukan tidak boleh menimbulkan kerugian(mudharat) atau memberatkan (masyaqqah) bagi parapihak atau salah satu pihak maupun pihak laindiluar para pihak yang berakad.
7. Asas Amanah, yaitu kepatuhan para pihakterhadap akibat hukum yang ditimbulkan dariakad yang dilakukan.
8. Asas Keadilan, yaitu adanya nilai-nilaikeadilan dalam proses akad, baik dari segiwaktu maupun kesempatan untuk menjalankanprosesi atau akibat hukum yang ditimbulkan.
Keadilan adalah tawazun (keseimbangan) antara
berbagai potensi individu baik moral maupun material.
5
Ia adalah tawazun antara individu dan komunitas
(masyarakat). Kemudian antara satu komunitas dengan
komunitas yang lain dan tidak ada jalan menuju tawazun
ini kecuali dengan berhukum kepada syariah Allah dan
kepada Kitab serta hikmah yang Ia turunkan.5
Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang
berkaitan dengan keadilan dalam Al-Quran (QS: an-Nisa :
135) dari kata ‘adl, yaitu sesuatu yang benar, sikap
yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan
cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Secara
keseluruhan, pengertian diatas terkait langsung dengan
sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk
keadilan dalam kehidupan hakiki.6
Berbeda dengan Syamsul Anwar, Adiwarman A. Karim
lebih umum dan integral dalam menetapkan prinsip-
prinsip akad yang mesti dipatuhi oleh para pihak yang
melakukan akad. Prinsip-prinsip umum yang dibahas oleh
Adiwarman A. Karim lebih fokus pada persoalan transaksi
muamalah maliyah7, yaitu:
1. Prinsip An-Taradhin Minkum. Prinsip saling ridhadiantara para pihak yang berakad. Dalam hal initidak adanya unsure tadlis (penipuan) baik dari
5 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Ekonomi Islam, terj.Didin Hafidhuddin, Setiawan Budi Utomo dan Aunur Rafiq ShalehTamhid, (Jakarta: Robbani Press, 2001), h. 396.
6 H. Akrim, Pengaruh Pengamalan Ibadah Terhadap Praktek Dagang DiKalangan Pengusaha Muslim Pusat Pasar Kota Medan, Tesis, (Medan: PascaSarjana IAIN Medan, 2006), h. 55.
7 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,(Jakarta: Rawali Pers, Cet. VII, 2010), h. 31.
6
segi kualitas, kuantitas, harga maupun waktupenyerahan.Kata An-Taradhin Minkum memiliki arti “salingridha diantara kamu”, merupakan kalimat yangbersumber dari ayat 29 surah an-Nisa. Para ulama menafsirkan beragam makna yangtersirat dalam ayat tersebut. Sebagian ulamaberpendapat bahwa harus adanya khiyar8 diantarapara pihak (penjual dan pembeli) setelahmelakukan akad jual beli. Mereka mengambildalil hadis yang menyebutkan “jual beli dengankhiyar sebelum keduanya berpisah”9. Dalamkonteks hadis ini dipahami bahwa keridhaan ituadalah kebebasan untuk melanjutkan jual beliatau membatalkan selama belum berpisah Malik bin Anas, Abu Hanifah, Abu Yusufberpendapat, bahwa makna An-Taradhin Minkumtersebut adalah keridhaan dalam jual beliterletak pada akad, penjual menyerahkan barangdan pembeli menyerahkan uangnya, baik adakhiyar atau tidak setelah atau masih dalamtransaksi. Dengan alasan karena jual beliterjadi dengan lisan atau ucapan. Golongan iniberpegang pada makna hadis ”Jual beli dengan khiyarselama belum berpisah”. Dalam artian selama belumberpisah maka keridhaan itu bisa dinyatakandengan ucapan.
8Khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali atau tidak jadi jual beli). Khiyar dibenarkan dalam jual beli agar penjual dan pembeli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak jadi penyesalan di kemudian hari lantaran merasa tertipu. Khiyar ada tiga macam: khiyar majlis, khiyar syarat dan khiyar aibi.
9 ان� ع������� ي� ار ال�ب� ������� ي� خ� ال� م ب�� ال� م��������ا ق�� ف�ر ي� ? ي��
7
Bila dilihat dari segi arti harfiah An-Taradhin
Minkum, bahwa kata راض� memiliki mamiliki wazan ت����musyarakah, yang artinya bahwa kalimat tersebutmenunjukkan adanya hubungan timbal balik antara
satu dengan lainnya. Kata dasar dari راض� ت���������adalah ى .yang artinya rela/suka رض�
2. Prinsip La Tadhlimuna wa la Tudhlamuna (tidakterdhalimi dan tidak mendhalimi). Praktek-praktek yang melanggar prinsip ini diantaranya:gharar, riba, maysir, risywah dan sumpah palsu. Dan jugaberlaku pada kualitas, kuantitas, harga maupunwaktu penyerahan.Dhalim atau dhulum mempunyai hubungan erat
dengan etika bisnis, لم terambil dari kata ال�ظ*dasar *م ل ظ yang bermakna meletakkan sesuatutida pada tempatnya, ketidak adilan,penganiayaan, penindasan, tindakan sewenang-wenang dan kegelapan.10
Dalam konteks Al-Quran zalim bermakna tidakadanya cahaya dan itu merupakan gambaran darikebodohan, kesyirikan, kefasikan, sebagaimanaterdapat dalam surah Ibrahim ayat 1.Dalam konteks hukum, kezaliman itu dibagi tiga;Pertama, kezaliman manusia terhadap Allah sepertikufur, syirik, nifaq. Misalnya dalam surah Hudayat 18 dan az-Zumar ayat 32. Kedua, kezalimanantara sesama manusia, hal ini diantaranyaseperti termaktub dalam surah al-Baqarah ayat
10 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir,(Yogyakarta: PPKrapyak, 1984), h. 946-947.
8
279, al-Isra ayat 33 dan asy-Syura ayat 42. Danketiga, kezaliman terhadap diri sendiri.11
Selain al-batil dan al-zalim ada juga penyelewengan
etika dalam bisnis Islam yaitu al-fasad. Terma al-fasad
disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 48 kali dengan
berbagai derivasinya.12
Penggunaan terma al-fasad kebanyakan mempunyai
pengertian kebinasaan, kerusakan, membuat kerugian,
kekacauan di muka bumi, menimbulkan kerusakan, atau
mengadakan kerusakan di muka bumi. Misalnya dalam surat
al-Baqarah:27, al-Maidah:32, al-Anfal:73, Hud:116 dan
beberapa tempat lainnya.
Oleh karena itu, perilaku-perilaku seperti riba,
penipuan (tadlis), gharar, sumpah palsu, menjelek-jelekkan
mitra bisnis, penimbunan, mengurangi takaran dan lain-
lainnya merupakan perilaku-perilaku yang yang
bertentangan dengan etika bisnis Islam dan kesemuaannya
tergolong dalam prinsip-prinsip al-fasid, al-batil dan al zalim.
Selain itu, juga dimensi keberkahan menjadi
perhatian khusus dalam bisnis. Dalam hal mencari
keberkahan dan keridhaan Allah harus diperhatikan
beberapa hal sebagai landasan dalam usaha atau bisnis
dan itu merupakan bahagian dari etika bisnis islami,
yaitu:
11 Abi al-Qasim al-Husain bin Muhammad ar-Raghib Al-Asfahani,Mufradat fi Gharib Al-Quran, (Mesir: Maktabah wa Matba’ah al-Bab al-Halabi wa Auladih, 1961), h. 315-316.
12 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Mu’jam Mufahrasy…, h. 518.
9
1.Shiddiq, yaitu benar dan jujur, tidak pernahberdusta dalam melakukan berbagai macam transaksibisnis, nilai shiddiq, atau memberikan suatuinformasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran,disamping bermakna jujur, juga bermakna tahan uji,ikhlas serta memiliki keseimbangan emosional.Tepatnya makna jujur adalah sesuainya perkataandalam jiwa dengan apa yang diberitakannya.13
Sebagaimana termaktub dalam surah at-Taubah ayat119 dan al-Ahzab ayat 70.
2.Kreatif, berani dan percaya diri. Ketiga ciriinimencerminkan kemauan berusaha untuk mencari danmenemukan peluang-peluang bisnis baru, prospektifdan berwawasan masa depan, namun tidak mengabaikanprinsip kekinian. Hal ini dapat dilakukan bilaseorang pebisnis memiliki kepercayaan diri dankeberanian untuk berbuat sekaligus siap menanggungberbagai macam resiko.
3.Tabligh, yaitu mampu berkomunikasi dengan baik.Istilah ini juga diterjemahkan dalam bahasamanajemen sebagai supel, cerdas, deskripsi,kendali dan supervise.
4.Istiqamah, yaitu secara konsisten menampilkan danmengimplementasikan nilai-nilai diatas walaumendapatkan godaan dan tantangan. Hanya denganistiqamah dan mujahadah, peluang-peluang bisnisyang prospektif dan menguntung akan selaluterbuka.14
C. Prilaku yang Dilarang dalam Bisnis Islam
Islam mengajarkan agar dalam jual beli baik
penjual maupun pembeli masing-masing mendapatkan
keuntungan. Pembeli beruntung karena mendapatkan barang
13 Abdul Rahman Abdullah, Pendidikan Al-Quran: Membina Minda & Jiwa Cemerlang, Cet. I, (Kuala Lumpur: Zafar Sdn Bhd, 1996), h. 189.
14 ? Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen SyariahDalam Praktek, Cet.I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 55-56.
10
yang dibutuhkan dengan harga wajar, sedangkan penjual
beruntung karena mendapatkan penghasilan atau untung
yang wajar sebagai balasan dalam mengadakan barang yang
dijualnya. Maka dalam jual beli hendaknya ada unsur
suka sama suka (at-taradhin) antara penjual dan beli.
Sehingga tidak ada yang terpaksa dalam praktik jual
beli tersebut (QS. an-Nisa’: 5). Ada beberapa prinsip
yang harus diperhatikan oleh pedagang, prinsip-prinsip
tersebut merupakan interprestasi atau derivatif dari
makna ‘antaradhin minkum dan latazlumna walatuzlamun, yaitu:
1. Penipuan (Tadlis)
Tadlis atau diistilahkan dengan Unknown to One Party,
kondisi ideal dalam sebuah pasar adalah adalah apabila
penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama
tentang barang akan diperjualbelikan. apabila salah
satu pihak tidak mempunyai informasi seperti yang
dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak lain,
maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadi
kecurangan/penipuan.
Tadlis dalam pengertiannya secara etimologi, khada’a
(menipu/memperdaya) dan zalama (menzalimi). Dan
berbentuk masdar dari kata د لس .yang berarti penipuan ب��Dalam perdagangan biasanya penjual yang memiliki
informasi lengkap mengenai barang yang
diperdagangkannya, dalam hal tadlis, pedagang tersebut
11
tidak memberikan atau memberikan informasi yang tidak
sesuai dengan barang yang diperdagangkan. Sabda
Rasulullah saw dalam sebuah hadis yang membicarkan
tentang penipuan dalam aktivitas mua’malah :
ى� و ن4 ي�6 د ى ح� ن� خ ن� ي�� وب� ب�� ي<� ة� ا@ ب� Dب ي� ن� وق�� ��ر واب�� ج� عا ح� مي� ن� ج�� ل ع� معي� س��� Rا ن� عف���ر ب�� ال ج�� ن� ق���� اب��وب� ي<��� ا ا@ ي� UVي د ل ح��� معي� س��� Rال ا ي� ق���� � Xن ��ر ب� خ� علاء ا@ ن� ال� ه ع� ب��� �bي ن� ا@ ي� ع� �Vن رة� ا@ ت<��� ر ن� ه� ول ا@ رس���
ى اهلل ل ص��� ه اهلل �� لب� م ع� ل ر وس��� لى م�� رة� ع� ب� ام ص�� ع�� ل ط� دح���� ا@ دة ق�� ها ب���� ي� ت� ق�� ال� ي��� عه ق�� اب�� ص��� لا ا@ ل ب��ال ق� ا ف�� ا م� د� ا ه� ب� ب�� اح� عام ص� ال ال�ط ة ق�� ب� �Vي ا ص� ماء ا@ ا ال�س ول ب�� رس� ال اهلل لا ق�� ق�� ة ا@ علب� ج��
وق� عام ف� ال�ط ي� راة ك� اس ت�� ن� ال�ي� س6 م� س ع�� لي� ى� ق�� ن� 15م�
Artinya : Suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihiwa sallam melewati seorang pedagang di pasar. Disamping pedagang tersebut terdapat seonggokmakanan. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallammemasukkan tangannya yang mulia ke dalam makananitu, dan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallammerasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawahmakanan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallambertanya kepada pedagang: “Apa ini, wahaipedagang?” Orang itu menjawab: “Makanan ituterkena air hujan, wahai Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam !” kemudian Rasulullahbersabda: “Mengapa engkau tidak menaruhnya diatas, agar bisa diketahui oleh pembeli?Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidaktermasuk golongan kami.”
15 Hadis Shahih Muslim, Kitab Iman, Jilid 1 No 183, Sunan Al-Tirmidzi, Bab Buyu’ , No 1331.
12
Hadis di atas jelas menunjukkan bahwa dalam
kegiatan mu’amalah Islam, melakukan bisnsis dengsn
penipuan adalah haram dan merupakan dosa besar serta
perbuatan yang sangat dicela karena menyalahi dasar-
dasar agama dan kesusilaan serta perikemanusiaan.
Tadlis dibagi tiga macam, yaitu tadlis dari segi
kuantitas, kualitas, harga dan waktu. Tadlis kuantitas,
penipuan ini termasuk juga kegiatan menjual barang
kuantitas sedikit dengan harga barang kuantitas banyak.
Tadlis kualitas, penipuan ini adalah menyembunyikan
cacat atau kualitas barang yang buruk yang tidak sesuai
dengan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Tadlis harga atau ghaban, tadlis harga ini termasuk
menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan
pembeli atau penjual. Di dalam Islam, setiap penjual
berhak menentukan harga barangan yang dimilikinya,
namun demikian ia masih terikat dengan harga pasaran.
Justeru, harga yang ditawarkan hendaklah :
a. Diterima harga pasaran.b. Jika mau keluar dari harga pasaran, ia mesti
mempunyai sesuatu add value atau tambahan nilai unik pada kualitas barangan yang diperdagangkan.
c. Tidak bertujuan spekulasi (harga yang ditawarbukan bertujuan untuk jual beli sebenar tetapihanya dibuat bagi untuk member kesan bahwa hargapasar tinggi
13
Tadlis waktu penyerahan, tadlis waktu penyerahan
juga dilarang, contohnya si penjual tahu persis ia
tidak akan dapat menyerahkan barang pada besok hari,
namun menjajikan akan menyerahkan barang pada besok
hari, namun menjanjikan akan menyerahkan barang
tersebut pada besok hari.
Mengenai ketetapan batasan untung yang boleh
diambil, tidak ada nas yang menerangkannya, namun hadis
Rasulullah SAW menyebutkan:
ن� ى� ا@ ن� لى� ال�ب���� ه ال�له -ص���� ع�ظ���اة ع�لب� لم- ا@ ارا وس���� ي���� �bي ب�ري� د ه له ي��ش���6 ، ب�� اة� ب�ري� س����6 اش���6 ه له ق�� ب��، ن� ي� ات�� اع س���6 ي��� داه�ما ق�� ح��� Rار، ا ي� �bي د اء ب���� ج��� ار ف�� ي� �bي د اة� ب���� دع�ا وس���6 ه� له ق���� رك��� الب� ى� ب�� ع��ه، ف� ي� ان� ي�� ل�و وك���
ب�ري� ح الب�راب� اش6 �Vه ل�ري ب� 16 ق��
Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW memberi 'Urwah satudinar untuk membeli seekor kambing, maka (ataskebijaksanaannya) dapat dibelinya dua ekorkambing, lalu dijualnya seekor dengan harga satudinar, lalu ia datang bertemu Nabi membawa satudinar dan seekor kambing, maka Nabi terusmendoakannya dalam jualannya, yang jika iamembeli tanah sekalipun pasti ia akan mendapatuntung" ( HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bagaimana sahabat membeli
dua ekor kambing dengan harga satu dinar, bermakna 1/2
dinar seekor, dan kemudian menjualnya degan harga 100%
16 Kitab Shahih Bukhari, No 3642
14
keuntungan iaitu 1 dinar seekor. Transaksi ini tidak
dibantah oleh Nabi SAW. malah dipuji dan didoakannya.
2. Ketidak Jelasan (Gharar)
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang
bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad
mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian,
baik mengenai ada atau tidaknya obyek akad, besar kecil
jumlah maupun menyerahkan obyek akad tersebut.17
Menurut Imam Nawawi, gharar merupakan unsur akad yang
dilarang dalam syariat Islam.
Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah al-khathr
(pertaruhan)18. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya
(majhul al-‘aqibah)19. Sedangkan menurut Syaikh As-Sa’di, al-
gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah
(ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori
perjudian20
Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini
terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang
berbunyi:
17M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (FiqhMuamalah),Cet. II, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 147.
18Al-Mu’jam Al-Wasith, hal. 648.19Majmu Fatawa, 29/22 20Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Bahjah Qulub Al-Abrar wa Qurratu
Uyuuni Al-Akhyaar Fi Syarhi Jawaami Al-Akhbaar, Tahqiq Asyraf Abdulmaqshud, Cet.II, ( t.p., Dar Al-Jail.1992), h. 164.
15
هى ول ن�� رس� ى اهلل ل ص� ه اهلل لب� م ع� ل ن� وس� ع ع� ي� اة� ي�� ص ح ن� ال� ع وع� ي� رر ي�� غ� 21ال�
Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammelarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar”(HR. Muslim)
Ada beberapa jenis gharar dalam paraktek muamalah,
diantaranya yaitu:
a. Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), sepertijual beli habal al habalah (janin dari hewan ternak).
b. Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baikyang muthlak, seperti pernyataan seseorang : “Sayamenjual barang dengan harga seribu rupiah”, tetapibarangnya tidak diketahui secara jelas, atauseperti ucapan seseorang : “Aku jual barangku inikepadamu dengan harga sepuluh ribu”, namun jenisdan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa jugakarena ukurannya tidak jelas, seperti ucapanseseorang : “Aku jual tanah kepadamu seharga limapuluh juta”, namun ukuran tanahnya tidakdiketahui.
c. Jual-beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual beli budak yang kabur,atau jual beli mobil yang dicuri. Ketidak jelasanini juga terjadi pada harga, barang dan pada akadjual belinya.
3. Sumpah Palsu
Termasuk juga dalam perbuatan menipu ialah
perbuatan bersumpah dengan nama Allah dengan tujuan
melariskan barang jualan seperti menyatakan “demi
21Shaih Muslim, Kitab Al-Buyu, Bab : Buthlaan Bai Al-Hashah wal BaiAlladzi Fihi Gharar, 1513
16
Allah, barang ini adalah paling murah dijual di kota
ini dan saya hanya menjual harga modal saja” sedangkan
hakikat yang sebenar adalah sebaliknya.
ن� ي� ع� �Vن رة� ا@ ت<��� ر ن� ه� ول ا@ رس��� ى اهلل ل ص��� ه اهلل �� لب� م ع� ل ر وس��� لى م�� رة� ع� ب� ام ص�� ع�� ل ط� دح���� ا@ ق��دة ا ب������ ه���� ي� ت� ق�� ال� ي����� عه ق�� اب�� ص����� لا ا@ ل ال ب�� ق����� ا ف�� ا م� د� ا ه����� ب� ب�� اح� ام ص����� ع���� ال ؟ ال�ط ة ق������ ب� �Vي ا ص����� ا@
ماء ا ال�س��� ول ب�� رس���� ال. اهلل لا ق����� ق�� ة ا@ علب���� وق� ج�� ام ف���� ع��� ال�ط ي� راة ك� اس ت����� ن� ال�ي���� س6 م� ع��س لي� ي� ق�� . ا@ ى� ن� س6 : م�ن� م� س ع�� لي� ى ع�لى ق�� ن� ب� )م�سلم رواة(ال�كام�ل. دت��
Artinya : Suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihiwa sallam melewati seorang pedagang di pasar. Disamping pedagang tersebut terdapat seonggokmakanan. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallammemasukkan tangannya yang mulia ke dalam makananitu, dan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallammerasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawahmakanan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallambertanya kepada pedagang: “Apa ini, wahaipedagang?” Orang itu menjawab: “Makanan ituterkena air hujan, wahai Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam !” kemudian Rasulullahbersabda: “Mengapa engkau tidak menaruhnya diatas, agar bisa diketahui oleh pembeli?Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidaktermasuk golongan kami.”
ن� ي� ع� �Vن ادة� ا@ ي��� اري� ق�� ص�� ن�� ه الا@ ���Vب مع ا@ ول س��� رس��� ى اهلل ل ص��� ه اهلل �� لب� م ع� ل ول وس��� ق��� م ب�� اك� ب<��� Rاب6رة� وك� لف� ج ى� ال� ع ف� ي� ب� ه ال� ب�� Rا ق� ق�� ق� ي� م ي�� ن� ث�6 ا@ : ق�� ي� . ا@ ق� مح ى ال�جلف� ك�ب6رة� ي�� ع ف� ي� د ال�ب� دي� ق�� و@ ي��
لي لا ال�سلعه� رواج� ا@ Rه ا ب�� عد ا@ ل�كÀ ب�� لي د� Rل ا ت<� ر4 ها ت�� ي� رك� .الب�
17
Artinya: Dari Abi Qatadah al-Anshari, sesungguhnya iatelah mendengar Rasulullah SAW bersabda, awaskamu dari banyak bersumpah dalam berniaga.Sesungguhnya banyak bersumpah dalam berniagabukan mendatangkan keuntungan akan tetapimenghilangkan keberkahan
4. Menjelekkan Mitra Bisnis
Salah satu cara menjatuhkan lawan bisnis adalah
dengan meganggu konsumen agar tidak atau beralih pada
barang yang diperdagangkannya, baik dengan menurunkan
harga atau mengganggu harga orang lain dengan beragam
cara sehingga pembeli beralih. Rasulullah SAW. bersabda
:
ع لا ي� Dم� ي� ك عص� لى ب�� ع ع� ي� ي�� عض� ب��Artinya: “Janganlah sebagian di antara kalian berjualan
di atas jualan sebagian”.
Ibnu Hajar mengatkan transaksi diatas haram
berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Ibnu Hajar
rahimahullah berkata,
ع ي� ب� لى ال� ع ع� ي� ب� رام ال� كÀ ، ح� ل� د� راء وك� لى ال�ش6 راء ع� و ، ال�ش6 ن� وه� ول ا@ ق��� من� ب�� ب�ري ل� اش��6لعه� ى� س� ف� ن� م� ار ر� ي� خ� سح� ال� عكÀ : اق�� ي� �Vي ض لا@ ق� ب�� ا@ و ، ب�� ول ا@ ق� ع ب�� ئ<@ ا لي� ح� ل� س�� ب�ري� اق�� ش��6 كÀ لا@ ي��� م�
د �Vب ر� ا@ و ، ب�� مع وه� ج� ه م� لب� ع�
18
Artinya: “Menjual di atas jualan orang lain, begitupula membeli di atas belian orang lain, hukumnyaharam. Bentuknya adalah seperti seseorangmembeli suatu barang dari pembeli pertema danmasih pada masa khiyar, lalu penjual keduamengatakan, “Batalkan saja transaksimu tadi, inisaya jual dengan harga lebih murah.” Ataubentuknya adalah seorang pembeli mengatakan padapenjual, “Batalkan saja transaksimu denganpembeli pertama tadi, saya bisa beli lebih dariyang ia tawarkan. Jual beli semacam ini haramdan disepakati oleh para ulama.”22
Misalnya, seseorang mencari barang, dan dia
membelinya dari seorang pedagang. Lalu pedagang ini
memberikan hak pilih (jadi atau tidak) kepada si
pembeli dalam tempo selama dua atau tiga hari atau
lebih. Pada masa-masa ini, tidak boleh ada pedagang
lain yang masuk dan mengatakan kepada si pembeli tadi
“tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan barang
sejenis dengan kwalitas yang lebih baik dan harga lebih
murah”. Penawaran seperti ini merupakan perbuatan
haram, karena berjualan di atas akad jual beli
saudaranya.
Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon
pembeli, maka biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan
ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia bisa
melanjutkan akad jual beli atau membatalkan akad. Jika
22 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Juz IV, Cet.III,(Kairo: Maktabah as-Salafiah, 1408 H), h.353.
19
akadnya sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau
boleh menawarkan barang kepadanya.
Begitu juga membeli di atas pembelian saudaranya,
hukumnya haram. Misalnya, jika ada seseorang mendatangi
pedagang hendak membeli suatu barang dengan harga
tertentu, lalu dia memberikan hak pilih kepada pedagang
(jadi dijual atau tidak) selama beberapa waktu. Maka
selama masa memilih ini, tidak boleh ada orang lain
ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan “saya
akan membeli barang ini darimu dengan harga yang lebih
tinggi dari tawaran si fulan”. Demikian ini merupakan
perbuatan haram. Karena dalam perbuatan ini tersimpan
banyak madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak
kaum muslimin, menyakitkan hati mereka. Karena jika
orang ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan
merusak akad antara dia dengan pembeli atau penjual,
dia akan merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan
mungkin dia mendoakan keburukkan bagimu, karena engkau
telah menzhaliminya.
Dewasa ini sering sekali perdagangan yang
dilakukan menyimpang dari nilai-nilai ukhuwah, atau
menjadikan mitra bisnis secara diam-diam sebagai musuh
atau memusuhi orang lain (mitra bisnis) demi melariskan
barangnya. Boleh jadi dari segi harga maupun kualitas
yang ditawarkan (QS: al-Hujarat : 11-12).
20
Prilaku menjatuhkan mitra bisnis atau sejawat
dalam perdagangan merupakan prilaku syaithaniyah yang
membawa kehancuran bisnis secara kolektif. Karena akan
berimplikasi pada ketidak percayaan pelanggan atau
konsumen terhadap pasar yang tersebut.
Selain berimplikasi pada pasar juga secara konteks
etika bisnis Islam akan ada pertanggung jawab dengan
Khaliq di akhirat nantinya. Al-Quran menetapkan
tanggung jawab individual. Pada tanggungjawab itulah
dibebankan tanggung jawab (taklif) dan keutamaan etika
diatas tanggungjawab setiap manusia (QS; Al-Baqarah:
268).
Dalam pandangan Monzer Kahf bahwa tanggungjawab
muslim yang sempurna ini tentu saja didasarkan atas
cakupan kebebasan yang luas, yang dimulai dari
kebebasan untuk memilih keyakinan dan berakhir dengan
keputusan yang paling tegas yang perlu diambil.23
D. Penutup
Pada hakekatnya berbisnis dalam Islam tidak
dilarang (mubah), selama praktek bisnis tersebut tidak
menyimpang dari hukum ekonomi Islam dan etika bisnis23 Monzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem
Ekonomi Islam, terj. Machnun Husein, Cet.I, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 1995), 53.
21
dalam Islam. Secara hukum Islam (mu’amalah) bisnis
tidak dilarang selama yang ditransaksikan bukanlah
objek dan prilaku yang diharamkan, namun secara etika
binis Islam ada bentuk-bentuk larangan yang harus
diperhatikan yaitu penipuan (tadlis), gharar, sumpah palsu,
menjelek-jelekkan mitra bisnis. Baik secara kualitas,
kuantitas, harga maupun waktu. Bentuk larangan seperti
ini merupakan tujuan dari bentuk keridhaan dalam
berbisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Al-Khatib, As-Siyasah al-Maliyah fi al-Islam eaShilatuhu bi al-Mu’amalah al-Mu’ashirah, Kairo: Dar al-Fikral-‘Arabi, 1976.
Abdul Rahman Abdullah, Pendidikan Al-Quran: Membina Minda &Jiwa Cemerlang, Cet. I, Kuala Lumpur: Zafar Sdn Bhd,1996.
22
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Bahjah Qulub Al-Abrar waQurratu Uyuuni Al-Akhyaar Fi Syarhi Jawaami Al-Akhbaar, TahqiqAsyraf Abdulmaqshud, Cet. II, t.p., Dar Al-Jail.1992.
Abi al-Qasim al-Husain bin Muhammad ar-Raghib Al-Asfahani, Mufradat fi Gharib Al-Quran, Mesir: Maktabah waMatba’ah al-Bab al-Halabi wa Auladih, 1961.
Abu A’la al-Maududi, Mu’ayyasatil Islam, Lahore: IslamicPublication, 1969.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,Jakarta: Rawali Pers, Cet. VII, 2010.
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, Yogyakarta: PPKrapyak, 1984.
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen SyariahDalam Praktek, Cet.I, Jakarta: Gema Insani Press,2003.
Fathul Bari, 4/353
H.Akrim, Pengaruh Pengamalan Ibadah Terhadap Praktek Dagang DiKalangan Pengusaha Muslim Pusat Pasar Kota Medan, Tesis,Medan: Pasca Sarjana IAIN Medan, 2006.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Juz IV, Cet.III,Kairo: Maktabah as-Salafiah, 1408 H
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (FiqhMuamalah),Cet. II, Jakarta: Rajawali Press, 2004.
Majmu Fatawa, 29/22
Monzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi SistemEkonomi Islam, terj. Machnun Husein, Cet.I,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
23
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Mu’jam Mufahrasy li Alfadz Al-Quran,t.p,t., 1981.
Muslim, Shahih Muslim, Jilid 1 No 183,
Sunan Al-Tirmidzi, Bab Buyu’ , No 1331.
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akaddalam Fikih Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2007.
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Ekonomi Islam,terj. Didin Hafidhuddin, Setiawan Budi Utomo danAunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Robbani Press,2001.