JUAL-BELI ORANG KE MALAYSIA - Tempo Institute

13
JUAL-BELI ORANG KE MALAYSIA PRAKTEK lancung pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia masih terus terjadi. Data Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur mencatat lebih dari . orang dari daerah itu menjadi korban perdagangan orang ke Malaysia sepanjang -. Termakan iming-iming gaji besar, sebagian dari mereka pulang membawa luka, bahkan kehilangan nyawa. Anak-anak pun diincar untuk diperdagangkan. Mereka yang berstatus legal juga tak luput dari perbudakan. Investigasi Tempo dan Malaysiakini sejak September menunjukkan jaringan penjual manusia tertata dari Malaysia hingga sejumlah daerah di Indonesia. Uang miliaran rupiah diguyurkan untuk merekrut pekerja ilegal, melibatkan juga para pemalsu identitas dan petugas imigrasi. Para pemain di negeri jiran itu masih tak tersentuh hukum. Laporan ini terselenggara atas kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited. Kantor NG Bersatu di Selangor, Malaysia. —MALAYSIAKINI/ALYAA ALHADJRI.

Transcript of JUAL-BELI ORANG KE MALAYSIA - Tempo Institute

JUAL-BELI ORANG KE MALAYSIA

PRAKTEK lancung pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia masih terus terjadi.

Data Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur mencatat lebih dari �.��� orang dari daerah itu menjadi korban perdagangan orang ke Malaysia

sepanjang ����-����. Termakan iming-iming gaji besar, sebagian dari mereka pulang membawa luka, bahkan kehilangan nyawa. Anak-anak pun

diincar untuk diperdagangkan. Mereka yang berstatus legal juga tak luput dari perbudakan.

Investigasi Tempo dan Malaysiakini sejak September ���� menunjukkan jaringan penjual manusia tertata dari Malaysia hingga sejumlah

daerah di Indonesia. Uang miliaran rupiah diguyurkan untuk merekrut pekerja ilegal,

melibatkan juga para pemalsu identitas dan petugas imigrasi. Para pemain di negeri jiran itu masih tak tersentuh hukum. Laporan ini

terselenggara atas kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited.

Kantor NG Bersatu di Selangor, Malaysia.

—MALAYSIAKINI/ALYAA ALHADJRI.

54 | | 26 MARET 2017

SEPULUH bulan kabur dari rumah, Yufrinda Se-lan akhirnya pulang pada 14 Juli 2016, sehari sebe-lum ulang tahunnya yang ke-19. Bukan ucapan syu-kur, jerit dan tangis kelu-arga menyambut perem-puan kelahiran Timor Te-ngah Selatan, Nusa Teng-

gara Timur, itu. Diam-diam bekerja di Ma-laysia, perempuan yang tak tamat sekolah menengah atas itu kembali dalam balutan kain kafan dan peti mati putih.

Tepat pada hari ulang tahunnya, peti mati Yufrinda dibuka polisi di Rumah Sa-kit Umum Daerah So’e, Timor Tengah Se-latan. Keluarga mengenali dia dari andeng-andeng di kakinya. Tapi mereka kaget ka-rena jenazah penuh jahitan serta ada me-mar di bagian muka, tepatnya di pelipis kiri dan kanan. ”Padahal katanya gantung diri di rumah majikan,” ujar Metusalak Selan, ayah Yufrinda, awal Maret lalu.

Penelusuran Kepolisian Resor Kupang menemukan Yufrinda direkrut jaring-an Eduard Leneng, bekas polisi berpang-kat ajun inspektur satu yang mundur kare-na menjadi calon anggota Dewan Perwakil-an Rakyat Daerah Kota Kupang pada 2009, dan Diana Aman, pemilik PT Pancamanah Utama di Salatiga, Jawa Tengah, perusaha-an penyalur tenaga kerja. Identitas Yufrinda dipalsukan menjadi Melinda Sapay. Eduard, Diana Aman, dan jaringannya sudah diseret ke pengadilan pada awal Maret lalu.

Eduard membantah terlibat perdagang-an manusia. ”Saya tak pernah berurus-an dengan mereka yang merekrut Yufrin-da,” ucapnya. Sedangkan Diana Aman dan pengacaranya, Edwin Manurung, enggan berkomentar. ”Sementara no comment du-lu,” kata Edwin.

Bukan hanya Yufrinda yang pulang tanpa nyawa. Data Balai Pelayanan, Penempat- an, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indo-nesia NTT menunjukkan, pada 2016, ada 33 TKI ilegal kembali ke provinsi itu dalam kondisi mati. Kepala Polres Kupang Ajun

Komisaris Besar Adjie Indra mengatakan lebih dari 2.200 warga NTT menjadi kor-ban perdagangan manusia pada 2015 dan 2016. Jumlah itu didapat dari keterangan saksi dan pelaku yang sudah diperiksa po-lisi. ”Setidaknya ada tujuh jaringan penjual manusia di NTT,” ucap Adjie.

Dia membenarkan belum semua jaring-an terungkap. ”Dilakukan secara berta-hap.” Menurut Adjie, jaringan perdagang-an manusia di NTT didanai oleh agen di Ma-laysia. ”Cara kerjanya sama dan melibat-kan bandar besar di Malaysia.”

■ ■ ■

TEMPO menelusuri jejak perdagangan manusia yang melibatkan para pelaku di Nusa Tenggara Timur, Medan, dan Malay-sia sejak September 2016. Jejaring itu ter-lihat dari dokumen transaksi keuangan periode Januari 2015-Agustus 2016 yang diper oleh Tempo dari penegak hukum. Do-kumen setebal satu rim itu menunjukkan ada uang miliaran rupiah mengalir dari Malaysia ke sejumlah orang di Indonesia untuk merekrut TKI ilegal.

Salah satu transaksi terbesar berasal dari Oey Wenny Gotama. Selama setahun, sejak Agustus 2015, Wenny mentransfer setidak-nya 646 ribu ringgit atau hampir Rp 2 mili-ar ke rekening BCA milik Seri Safk ini, pemi-lik PT Cut Sari Asih, perusahaan perekrut TKI yang berkantor di Medan. Pada 28 Juni 2016, misalnya, Wenny mengirimkan duit 28 ribu ringgit atau sekitar Rp 84 juta de-ngan keterangan ”deposit lima TKW”.

Seri Safk ini kemudian diketahui meng-alirkan dana ke jaringannya di NTT. Salah satunya Yohanes Leonardus Ringgi, petu-gas keamanan penerbangan Bandar Udara El Tari, Kupang. Nilainya lebih dari Rp 1,8 miliar dengan 155 kali pengiriman selama Agustus 2015-Agustus 2016. Jumlah itu le-bih besar jika dihitung sejak Januari 2015, yaitu Rp 2,057 miliar.

Tempo tiga kali menemui Yohanes Ringgi yang ditahan di Kepolisian Sektor Kupang Timur karena kasus perdagangan manusia pada November tahun lalu. Yohanes mem-

TKI asal NTT di penampungan KBRI di Kuala Lumpur.

benarkan menerima fulus dari Seri Safk i-ni serta Eduard Leneng dan Diana Aman untuk mencari calon asisten rumah tang-ga guna dikirim ke Malaysia. Duit dari Di-ana dan Eduard ke Yohanes lebih dari Rp 250 juta.

Menurut Yohanes, Bandara El Tari men-jadi pintu keluar utama TKI ilegal dari NTT. Yohanes, yang bekerja di El Tari selama 16 tahun, bertugas mengamankan calon TKI supaya bisa terbang tanpa hambatan. Dia mengaku sudah mengirimkan lebih dari 400 TKI ke Malaysia melalui Surabaya dan Medan. ”Saya mendapat Rp 500 ribu per TKI,” ujarnya.

Sebagian duit diberikan oleh anak buah Yohanes kepada keluarga calon TKI sebe-sar Rp 1-2 juta. Duit itu sebagai sirih pinang alias mahar agar keluarga membolehkan anaknya bekerja di Malaysia. Terkadang anak buah Yohanes membujuk calon TKI dengan menjanjikan gaji besar.

Seperti dialami Damaris Nifu dan Jeni Maria Tekun, korban jaringan Yohanes

Yufrinda Selan (bawah).

Penanggung Jawab: Setri Yasra | Pemimpin Proyek: Stefanus Teguh Edi Pramono | Penyunting: Setri Yasra | Penulis: Bambang Riyanto, Mustafa Silalahi, Rusman Paraqbueq, Stefanus Teguh Edi Pramono, Yohanes Seo | Penyumbang Bahan: Alyaa Alhadjri (Malaysiakini, Kuala Lumpur), Bambang Riyanto (Medan), Muhammad Irsyam Faiz (Semarang), Yohanes Seo (Kupang), Arkhelaus Wisnu, Mustafa Silalahi, Raymundus Rikang, Rezki Alvionitasari, Rusman Paraqbueq, Stefanus Teguh Edi

Pramono (Jakarta) | Bahasa: Uksu Suhardi, Sapto Nugroho, Iyan Bastian | Desain: Djunaedi | Foto: Subekti

26 MARET 2017 | | 55

yang ditemui Tempo setelah diperiksa Pol-res Kupang. Keduanya tergoda gaji Rp 3 juta sebulan yang ditawarkan Yanto dan Mama Nona, anak buah Yohanes yang kini ditahan polisi, pada pertengahan 2015. Ta-waran itu menggiurkan karena upah mi-nimum di NTT saat itu hanya Rp 1,25 juta. Namun Jeni dan Damaris memilih lari dari tempat bekerja. Ditampung di kantor PT Cut Sari Asih di Medan, tamatan sekolah dasar itu malah dikirim ke Banda Aceh dan akhirnya kabur karena majikannya kasar.

Seperti Jeni dan Damaris—keduanya ma-sih 16 tahun saat direkrut—serta Yufrin-da Selan, TKI ilegal yang dikirim ke Malay-sia kebanyakan masih anak-anak. Peratur-an di Malaysia mewajibkan asisten rumah tangga berusia minimal 21 tahun. Menyia-sati aturan tersebut, jaringan penjual ma-nusia membuat identitas palsu. Adalah Sip-ri Talan, mahasiswa fakultas teknik salah satu kampus di Kupang, yang membuatkan Jeni dan Damaris identitas palsu.

Kepada Tempo, Sipri—yang ditahan di

Polres Kupang—mengaku membuat kartu tanda penduduk palsu dengan mengubah KTP miliknya melalui program Adobe Pho-toshop. Nama, jenis kelamin, dan alamat-nya diganti. Nomor kependudukan menye-suaikan dengan tanggal lahir calon TKI. Se-telah itu, KTP palsu dicetak di atas kertas concord dan dilaminating. ”Tak terlihat be-danya dengan yang asli. Termasuk tanda hologramnya,” kata Sipri, yang terkoneksi dengan sejumlah penyalur TKI ilegal. Un-tuk setiap KTP palsu, Sipri mendapat Rp 100 ribu.

Identitas palsu itu lolos dalam pembuat-an paspor di imigrasi. Yohanes Ringgi me-ngatakan para pengirim TKI ilegal berkom-plot dengan petugas imigrasi. Paspor Yu-frinda Selan, seperti tertulis dalam dakwa-an Eduard Leneng, dibuat oleh Godstar Mo-zes Banik, petugas Imigrasi Kupang. God-star menyangkal membantu membuatkan paspor untuk TKI ilegal. ”Semua sesuai de-ngan prosedur,” ujarnya.

Dengan paspor tersebut, TKI ilegal be-bas melenggang ke Malaysia. Menteri Hu-kum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Ha-monangan Laoly mengakui sistem pem-buatan paspor belum bisa mendeteksi KTP palsu. ”Belum semua orang menggunakan KTP elektronik,” ucapnya pada awal Maret lalu. Kini pemerintah mencoba membata-si permohonan paspor oleh mereka yang diduga calon TKI ilegal. Mereka harus me-nunjukkan memiliki tabungan minimal Rp 25 juta.

■ ■ ■

POSTER besar berwarna dasar kuning menutupi pintu depan kantor NG Bersatu di Bandar Puchong Jaya, Selangor, Malay-sia, Senin dua pekan lalu. Tertulis dalam huruf kapital nama agensi dan ”Penyalur Pembantu”. Menghiasi poster itu foto se- orang perempuan menggendong anak ke-cil, dengan keduanya tersenyum bahagia.

Agak menjorok ke dalam di lantai satu, tersedia kamar penampung TKI. Satu ran-jang susun memenuhi lebih dari separuh kamar. Tiada jendela, hanya kipas angin. Hanya tersisa sedikit tempat untuk duduk di lantai.

Di tempat inilah Sarlin Agustina Djingib, TKI asal Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, tiba pada Agustus 2015. Usianya belum 20 tahun kala direkrut jaringan Yohanes Ring-

gi. ”Semua identitas palsu dan paspor dibi-kin oleh anak buah Yohanes,” ujar Sarlin setelah dimintai keterangan oleh Kepolisi-an Resor Kupang di Kedutaan Besar Repub-lik Indonesia di Kuala Lumpur, awal De-sember 2016.

Sarlin diberangkatkan ke Batam dan di-jemput oleh Angellin Wijaya, putri Seri Saf-kini, pemilik PT Cut Sari Asih. ”Angellin mengantar saya ke Pelabuhan Batam Cen-tre untuk menyeberang ke Johor Bahru,” katanya. Seseorang yang tak dikenalnya lalu mengantar Sarlin ke kantor NG Bersa-tu di Puchong, Selangor.

Sarlin kemudian diambil warga Malaysia keturunan India, Jasmin. ”Saya membayar 19 ribu ringgit (sekitar Rp 57 juta) dari NG Bersatu,” ujar Jasmin. Biaya itu jauh lebih mahal ketimbang ongkos resmi yang dise-pakati pemerintah Indonesia dan Malaysia sebesar 8.400 ringgit. Hingga kini, Sarlin tak memiliki izin kerja.

Tempo menemui Oey Wenny Gotama, yang mentransfer miliaran rupiah ke reke-ning Seri Safk ini, di Kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Dia diperiksa dalam kasus perdagangan manusia, awal Desember ta-hun lalu. Mengaku sebagai warga Indone-sia, perempuan berkulit putih dengan ram-but hitam terurai melebihi bahu itu me-nyatakan mewakili NG Bersatu. ”Saya tak tahu soal kasus perdagangan manusia,” katanya.

Wenny menyangkal pernah mentransfer uang untuk merekrut TKI. Sebaliknya, Ma-najer NG Bersatu di Puchong, Ng Jing Hao, malah membenarkan. ”Wenny yang mem-bayar ke perusahaan di Indonesia,” tutur Jing Hao. Dia menolak menyebutkan jum-lah dana yang dikucurkan ke Indonesia.

Jing Hao juga membenarkan pernah ber-mitra dengan PT Cut Sari Asih. Tapi dia me-nyangkal merekrut Sarlin. Dia berkilah Sarlin datang lewat agen lain. ”Kami ha-nya menyalurkannya,” ujar Jing Hao, yang mengaku menerima komisi ketika menya-lurkan Sarlin. Dia menolak perusahaannya disebut merekrut TKI ilegal. ”Semua di-lengkapi izin kerja.”

Seri Safk ini dan putrinya, Angellin Wija-ya, belum bisa dimintai komentar. Rumah mereka di perumahan Primer Paviliun, Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat, ko-song. Petugas keamanan kompleks, Abdul Rahman, mengatakan Seri dan Angellin su-Y

OU

TU

BE

, FO

TO

IN

STA

GR

AM

PR

IBA

DI,

FA

CE

BO

OK

56 | | 26 MARET 2017

dah lama tak tinggal di rumah yang dulu menjadi penampungan TKI itu.

Di Medan, penampungan Cut Sari Asih di perumahan Taman Ubud, Medan Johor, yang digerebek polisi pada Agustus 2016, digembok rapat. Kepala Polres Kupang Ajun Komisaris Besar Adjie Indra mengata-kan Cut Sari Asih setidaknya mengirimkan 251 TKI ilegal ke Malaysia. Seri Safk ini kini berstatus buron.

■ ■ ■

ALIRAN duit dari Malaysia juga diterima Kobar, bekas perekrut TKI dari Nusa Teng-gara Timur. Kobar mengaku pernah me-ngirimkan enam TKI kepada seorang war-ga Malaysia bernama Albert Tei. ”Untuk se-tiap pekerja yang dikirim, saya mendapat Rp 21 juta,” kata Kobar, yang pernah dita-han karena kasus penjualan orang.

Selain Kobar, dua pengurus Asosiasi Per-usahaan Jasa TKI serta sejumlah agensi di Malaysia mengenal Albert Tei sebagai salah satu perekrut besar TKI. Albert memiliki ManPower88, perusahaan yang mengan-tongi izin delapan agensi penyalur asisten rumah tangga. Pria 29 tahun itu juga memi-liki pabrik pengolah sarang burung walet, Maxim Birdnest, di kawasan Klang, Selan-gor (baca ”Perbudakan di Kilang Walet ”).

Atase Tenaga Kerja di Kedutaan Besar Re-publik Indonesia di Kuala Lumpur, Mustafa Kamal, bercerita pernah berjumpa dengan Albert di kedutaan dan menanyakan jum-lah TKI yang direkrutnya. Menurut Mus-tafa, Albert mengaku bisa ”mengimpor” 100 TKI per bulan. ”Jumlah yang sangat ba-nyak,” ujarnya. Presiden Pertumbuhan Ke-bangsaan Agensi Pekerjaan, asosiasi agensi perekrut tenaga kerja, Dato Raja Zulkepley Dahalam, mengatakan agensi di Malaysia biasanya hanya sanggup merekrut 20 TKI tiap bulan.

Lewat seorang penyidik polisi, Tempo menemui bekas TKI ilegal, Seravina Dahu, di tempat tinggal anaknya di Kelurahan Oe-sapa, Kota Kupang, awal Maret lalu. Ditun-jukkan foto Albert Tei, Seravina langsung membenarkan. ”Bekas bos Mama,” kata-nya kepada putranya.

Perempuan asal Malaka, NTT, itu meng-aku pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga di perusahaan milik Albert, Agensi Pekerjaan Uni Setia Sdn Bhd, di Puchong, Selangor. Seravina menyatakan tak per-

Mengaku dekat dengan polisi, Albert sem-pat melarang Tempo dan Malaysiakini kelu-ar dari ruangan dan mengancam melapor ke polisi. ”Saya ini orang baik-baik. Perusa-haan saya besar,” ujarnya.

Setelah berdebat sekitar 20 menit, lela-ki gempal bertinggi sekitar 180 sentimeter ini bersedia diwawancarai. Mengaku ber-gelar dato—gelar kehormatan dari kerajaan di Malaysia—Albert membantah merekrut TKI ilegal. ”Saya hanya berurusan dengan yang legal,” katanya. ”Kalau ada yang da-tang dengan identitas palsu, saya tidak tahu karena itu urusan agensi di Indonesia.”

Albert juga menyangkal merekrut 100 TKI sebulan. ”Paling banyak 70-80 orang

1. Oey Wenny Gotama.

2. Penampungan Cut Sari Asih di Medan.

3. Albert Tei di depan kilang Maxim Birdnest.

4. Deputi Perlindungan BNP2TKI Teguh Hendro Cahyono.

FO

TO

RU

SM

AN

, BN

P2T

KI,

BA

MB

AN

G R

IYA

NT

O

nah mengantongi izin kerja. ”Banyak war-ga NTT di penampungan Albert, sebagian besar ilegal,” ucapnya.

Ketika dihubungi lewat telepon pada Ka-mis siang pekan pertama Maret, Albert Tei berjanji bertemu dua hari kemudian. Tapi Albert kemudian berulang kali menghu-bungi dan dengan nada gusar menanya-kan tujuan pemuatan tulisan tentang dia. Pria itu malah mempercepat pertemuan pada tengah malam di kilang Maxim Bird-nest miliknya.

Setelah membawa Tempo dan Malaysia- kini berkeliling kilang, Albert meminta Tempo menandatangani pernyataan tak akan menulis nama dan perusahaannya.

( 1 )

( 2 )

26 MARET 2017 | | 57

per bulan. Itu pun saat ekonomi Malaysia bagus. Sekarang paling 30 orang.” Meski demikian, Albert mengakui namanya dike-nal banyak penyalur TKI di Indonesia. ”Ka-lau sebulan saya ambil 50 anak, dua tahun ada 1.200 orang. Wajar kalau mereka sebut nama saya di kampung.”

■ ■ ■

HINGGA akhir 2016, jumlah TKI legal di Malaysia mencapai 1,2 juta orang. Atase Te-naga Kerja di Kedutaan Indonesia memper-kirakan jumlah pekerja ilegal asal Nusan-tara jauh lebih banyak. ”Mungkin bisa dua kali lipatnya,” ucap Mustafa Kamal.

Mustafa mengatakan arus TKI ilegal su-

lit dibendung. Salah satu sebabnya, ”Ada sekitar 150 titik di seluruh perbatasan In-donesia dan Malaysia yang bisa dijadikan pemberangkatan TKI ilegal,” ujarnya. Se-lain itu, jalur resmi seperti di Pelabuhan Batam Centre menjadi pintu mudah untuk menyeberang ke Malaysia.

Deputi Perlindungan Badan Nasional Pe-nempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Teguh Hendro Cah- yono mengatakan para TKI ilegal lebih ren-tan tak memperoleh haknya. Bahkan me-reka disiksa atau dibunuh seperti yang di-duga dialami Yufrinda Selan.

Hingga kini, belum ada titik terang terha-dap dugaan Yufrinda disiksa atau dibunuh

di Malaysia. Wakil Utama Divisi D7—salah satu tugasnya mengusut perdagangan ma-nusia—Markas Besar Polis Diraja Malaysia Komisaris Senior Rohaimi Md Isa juga eng-gan berkomentar. ”Kasus ini telah dibahas dalam pembicaraan bilateral,” katanya.

Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepo-lisian Republik Indonesia Inspektur Jende-ral Boy Rafl i Amar justru mengatakan ka-sus Yufrinda belum dibicarakan dengan polisi Malaysia. Ketua Satuan Tugas Perlin-dungan Warga Negara Indonesia yang juga Konselor Kedutaan Besar Republik Indo-nesia di Malaysia, Yusron B. Ambary, me-ngatakan sudah meminta polisi Malaysia menginvestigasi kasus Yufrinda. ”Yang pu-nya hak menyelidiki polisi Malaysia,” ujar Yusron.

Majikan Yufrinda, Conrad Wee Hoe Thong, yang ditemui wartawan Malaysia- kini Alyaa Alhadjri, enggan menang gapi soal kematian Yufrinda. ”Saya tak mau membicarakannya lagi. Kejadian itu sangat menyedihkan,” ucapnya dari dalam mobil sebelum meninggalkan apartemennya di Awana Puri Condominium, Kuala Lumpur.

Metusalak Selan, ayah Yufrinda, hingga kini masih meratapi kepergian putrinya. Setiap malam, bersama sang istri, Juliana Nomleni, 43 tahun, ia selalu membakar li-lin dan mendaraskan doa di kuburan Yu-frinda di samping rumahnya.

( 3 )

( 4 )

58 | | 26 MARET 2017

RUANGAN seluas 4 x 4 meter itu berdinding tem-bok dan berlantai semen. Persis di sebelahnya terdapat kandang babi, yang ukurannya hampir sama dengan bilik tersebut. Tempatnya yang ber-impitan membuat bau kotoran babi sering me-nyeruak ke mana-mana.

Di ruangan inilah Emilitia Baros, 18 tahun, ber-sama keempat temannya ditampung. Kelimanya calon tenaga kerja yang akan dikirim ke Malaysia. Emilitia sudah lima bu-lan di sini, sejak Juli tahun lalu. Selama di sini, ia jadi terbiasa menghirup bau tidak sedap itu. ”Baunya tercium sampai ka-mar. Tapi, demi kerja, saya harus bertahan,” kata warga Pu-lau Sumba, Nusa Tenggara Timur, ini pada akhir tahun lalu.

Bilik penampungan Emilitia berada di belakang rumah Pe-trus Dasilba, beralamat di Rukun Tetangga 19 Rukun Warga 06, Kelurahan Fatululi, Kupang. Petrus bersama istrinya, Eli-sabet Lina Laniawati, adalah bagian jaringan perekrut calon tenaga kerja ke Malaysia di wilayah Kupang. Keduanya berpe-ran mencari calon tenaga kerja di perkampungan.

Saat merekrut Emilitia, Petrus menjanjikan akan mempe-kerjakannya sebagai tenaga cleaning service di Malaysia de-ngan gaji 1.000 ringgit atau setara dengan Rp 2,9 juta per bu-lan. Tapi, berbulan-bulan menunggu, Emilitia tak juga diki-rim ke negeri jiran.

Tinggal di penampungan tadi ibarat meringkuk dalam ke-rangkeng. Emilitia dan teman-temannya tak bebas ke mana-mana. Kamar sering dikunci dari luar. Tapi, selama di sini, mereka dilatih keterampilan memasak dan bahasa Inggris. Di

antara mereka ada juga yang dijadikan babu di rumah Petrus dengan upah Rp 200 ribu sebulan dan buruh bangunan tanpa digaji.

Petrus, yang dimintai konfi rmasi, tidak membantahnya. ”Mereka kerja atas kemau-an sendiri,” ujarnya berkelit, akhir tahun lalu. Petrus mengatakan baru kali itu me-nampung calon tenaga kerja di rumahnya. Biasanya calon tenaga kerja yang direkrut-nya langsung diserahkan ke PT Sere Mul-ti Pertiwi Cabang Kupang, perusahaan pe-nempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS).

Petrus juga merekrut calon tenaga kerja buat Eduard Le-neng, pemilik PT Mangga Dua, PPTKIS yang beralamat di Ja-lan Suka Bakti, Kuanino, Kupang. Eduard menjadi tersangka di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur dalam kasus du-gaan perdagangan manusia ke Malaysia. Menurut data Dinas Tenaga Kerja NTT, kedua PPTKIS itu tidak terdaftar sebagai perusahaan resmi perekrut TKI di Kupang.

Sere Multi memiliki tempat penampungan calon tenaga kerja tersendiri. Kediaman Nurochmah, Kepala PT Sere Mul-ti Pertiwi Cabang Kupang, di Jalan Suka Bakti disulap menja-di tempat penampungan dan rumah tinggal. Rumah itu ber-ukuran 12 meter persegi. Di dalamnya terdapat beberapa ka-mar. Dua kamar bagian belakang digunakan untuk menam-pung calon tenaga kerja.

Nasib calon tenaga kerja di rumah Nurochmah dan Petrus tak jauh berbeda. Mereka tak bebas berkeliaran. Seolah-olah dipenjara di dalam kamar, mereka ke luar ruangan saat dimin-ta. Pintu kamar selalu tertutup rapat dan dikunci dari luar.

Nurochmah mengatakan Sere Multi biasanya mengirim ca-lon tenaga kerja ke Selangor, Malaysia, untuk dipekerjakan sebagai tenaga cleaning service dan pembantu rumah tangga.

Tapi sebelum dikirim, kata Nurochmah, calon pekerja di-latih keterampilan memasak oleh perusahaan. Ia menampik jika disebut mengirim tenaga kerja secara ilegal.

Akhir tahun lalu, polisi menggerebek tempat penampung-an Petrus Dasilba dan Sere Multi. Di penampungan Sere Mul-ti, polisi menemukan sembilan wanita yang hendak dikirim ke Malaysia. Emilitia Baros dan keempat rekannya yang ”di-sembunyikan” di rumah Petrus juga ditemukan polisi sehing-ga dipulangkan ke kampung masing-masing. Tapi pengalam-an pahit itu tak membuat Emilitia mengurungkan niatnya ke Malaysia. ”Saya tetap ingin bekerja di sana,” ujar wanita lu-lusan sekolah menengah pertama ini.

TERPENJARA DI SEBELAH KANDANG BABI

Petrus Dasilba ditahan di Kepolisian Resor Kota Kupang.

26 MARET 2017 | | 59

EMPAT gadis berkerudung ma-kan dengan lahap di Restoran Rasa Utara, Mal Berjaya Times Square, Kuala Lumpur, Ahad siang pekan terakhir Februa-ri lalu. Tahu asam manis, sayur tauge, sosis, dan chicken nug-

get mereka santap satu per satu. ”Saya be-lum makan dari pagi,” kata Sundari—bukan nama sebenarnya. ”Perusahaan tak mem-beri kami makan pagi pada hari Minggu.”

Sundari bercerita, kadang mereka hanya makan pagi dengan nasi berlauk tempe atau sayur, bahkan tak jarang hanya nasi dan ke-rupuk. Siang hari, kondisinya tak jauh ber-beda. ”Makanan dari perusahaan tak cu-kup untuk 170-an pekerja di sana,” ujar De-nok, kawan Sundari. Malam hari, para pe-kerja harus mencari makan sendiri.

Berasal dari Kabupaten Semarang dan se-kitarnya, keempatnya menjadi pekerja di Maxim Birdnest Sdn Bhd di kawasan Klang, Selangor, Malaysia. Tugas mereka mengolah sarang burung walet, misalnya membersih-kan sarang dari bulu menggunakan pinset. Perusahaan itu milik Albert Tei, yang juga memiliki delapan agensi penyalur asisten rumah tangga. Investigasi majalah ini me-nemukan Albert sebagai salah satu perekrut pekerja Indonesia secara ilegal.

Tiga di antara empat perempuan itu be-lum lagi berusia 20 tahun, tapi gurat hitam di bawah mata mereka begitu kentara. Me-nurut Sundari, mereka sering bekerja le-bih dari 12 jam, bahkan hingga 16 jam seha-ri, untuk memenuhi target membersihkan minimal 15 sarang. Jika target meleset, gaji mereka sebesar 900 ringgit atau sekitar Rp

2,7 juta tiap bulan dipotong.Padahal pembersihan satu sarang bisa le-

bih dari sejam. ”Saya pernah pingsan kare-na terlalu lelah,” kata Denok. Kontrak kerja antara pekerja dan perusahaan menyebut-kan ketentuan delapan jam kerja dengan tambahan lembur dua jam per hari. Mere-ka bekerja enam hari dalam sepekan.

Menurut Denok, Maxim juga memotong gaji pekerja yang sakit, 50 ringgit atau seki-tar Rp 150 ribu per hari. Selain itu, perusa-haan ogah membayar biaya berobat peker-ja yang sakit. Uang lembur 338 ringgit per dua jam langsung dipotong untuk biaya makan sebesar 200 ringgit.

Walhasil, dengan potongan di sana-sini, juga pajak 108 ringgit atau sekitar Rp 324 ribu, para pekerja Indonesia bisa mem-peroleh kurang dari separuh gaji bulanan. Tempo mendapatkan slip gaji sejumlah kar-yawan Maxim. Ada yang hanya menerima gaji kurang dari 200 ringgit atau tak sam-pai Rp 600 ribu.

Berdasarkan Akta Pekerja 1955—meng-atur hubungan pekerja dan majikan di Ma-laysia—pemotongan gaji tak boleh lebih dari 50 persen. ”Ini sudah mengarah ke perbudakan,” tutur Alex Ong, aktivis Mig-rant Care, organisasi pemerhati buruh mig-ran, di Kuala Lumpur.

Atase Tenaga Kerja di Kedutaan Besar Re-publik Indonesia di Kuala Lumpur, Mustafa Kamal, mengatakan seharusnya para peker-ja menerima gaji seribu ringgit atau sekitar Rp 3 juta. Jumlah itu standar minimal yang diputuskan pemerintah Malaysia pada Juni 2016. ”Jam kerja mereka juga seharusnya tak selama itu,” ujar Mustafa kepada Tem-po dan Malaysiakini, akhir Februari lalu.

Albert Tei membantah gaji pekerjanya di bawah standar. Menurut dia, para peker-ja yang masuk sebelum Juni mendapat gaji 900 ringgit dan yang masuk setelah itu ber-gaji 1.000 ringgit. Tempo mendapat slip gaji sejumlah karyawan yang masuk pada Juli 2016 sebesar 900 ringgit.

PERBUDAKAN DI KILANG WALETPara pekerja Indonesia di perusahaan Albert Tei kerap menerima upah jauh di bawah standar. Terikat kontrak dan ancaman denda.

Kantor So� a Sukses Sejati di Semarang.

INS

TAG

RA

M P

RIB

AD

I.

60 | | 26 MARET 2017

Dia juga menyangkal jika anak buahnya disebut bekerja lebih dari 10 jam sehari. ”Kami memberlakukan dua shift, pagi dan malam,” katanya. ”Kalau ada yang mau ke-jar target, dia dapat bonus.”

Albert juga membantah kabar bahwa ma-kanan yang disediakan bagi para pekerja tak layak. ”Kami beri makan ayam juga,” ujar-nya. Ihwal adanya pekerja yang pingsan, Al-bert dan General Manager Maxim Grace Tan tertawa. ”Tak adalah itu.” Albert mengklaim perusahaannya berupaya membe-rikan fasilitas terbaik untuk para pe-kerja. Memang Maxim Birdnest me-nyiapkan asrama, mesin cuci, hing-ga sarana karaoke. ”Anda lihat sen-diri, fasilitas kami sangat leng-kap. Ini perusahaan be-sar.”

■ ■ ■

PEKERJA Maxim Birdnest—kebanyak-an lulusan sekolah me-nengah kejuruan—direkrut oleh PT Sofi a Sukses Sejati, yang beralamat di Semarang. Menurut Sundari dan Denok, perusahaan tersebut bekerja sama dengan se-kolah mereka merekrut siswa yang akan lulus dengan masa kerja di Malaysia selama dua tahun.

Ternyata surat perjanjian ker-ja yang ditandatangani para pe-kerja bukan dengan Maxim, mela-inkan dengan Kiss Produce Food Trading, yang beralamat sama de-ngan Maxim. Kartu izin kerja se-jumlah pekerja di Maxim pun me-nunjukkan mereka bekerja di Kiss Produce. Deputi Perlindungan Ba-dan Nasional Penempatan dan Per-lindungan Tenaga Kerja Indonesia Teguh Hendro Cahyono menilai kontrak kerja tersebut tak sah. ”Bisa saja dua per-usahaan itu satu grup. Tapi kontrak itu ha-rus dengan Maxim, bukan dengan Kiss Pro-duce,” ujarnya.

General Manager Maxim Grace Tan membenarkan bahwa Maxim dan Kiss Pro-duce satu grup. Tapi dia ngotot kontrak de-ngan para TKI sesuai dengan aturan. ”Kon-trak dengan tiap perusahaan. Tak mungkin kami mempekerjakan di perusahaan yang berbeda,” katanya. Kartu izin kerja buruh

di Maxim yang dilihat Tempo memperlihat-kan dia bekerja di Kiss Produce.

Albert Tei mengaku membayar 2.400 ringgit ke PT Sofi a untuk setiap peker-ja yang datang. Setelah itu, Maxim memo-tong gaji karyawan enam kali dengan be-saran 300 ringgit per bulan. ”Saya tidak tahu 2.400 ringgit itu untuk apa saja. Yang jelas, kami subsidi 600 ringgit untuk tiap anak,” ujar Albert.

Semua pekerja yang dikumpulkan Albert

da hingga Rp 11 juta. Perusahaan juga bisa menyita aset keluarga pekerja di kampung.

Teguh Hendro menduga perjanjian itu dibuat tanpa diketahui dinas tenaga kerja setempat. ”Tak boleh ada ketentuan sema-cam itu,” katanya. Memang kontrak kerja tersebut tak ditandatangani Dinas Tenaga Kerja Semarang.

Tempo berupaya menemui Direktur Uta-ma Sofi a, Windi Hiqma Ardiani, di kantor-nya pada akhir Februari lalu. Anggota staf

Windi, Mayang, mengatakan bo-snya sedang menjalankan umrah. Mayang enggan memberi banyak penjelasan. Tapi dia membenar-kan kabar bahwa perusahaannya akan menagih duit TKI yang kem-bali sebelum masa kerja berakhir. ”Kalau TKI kabur atau tak diketa-hui keberadaannya, kami akan ke keluarganya. Saat tanda tangan kontrak kan ada keluarga juga.”

■ ■ ■

DUA memo dikeluarkan oleh Grace Tan, General Manager Maxim Birdnest, dua hari setelah kunjungan Tempo dan Malaysiaki-ni. Satu memo berisi kenaikan gaji para pekerja mulai Maret menja-di 1.000 ringgit dan uang lembur menjadi 375 ringgit. Memo yang sama juga menyatakan para pe-kerja bisa mendapat cuti tahunan 8 hari dan cuti sakit 14 hari setahun.

Selain itu, Maxim menyiapkan biaya pengobatan 300 ringgit se-tahun. Para pekerja yang mau me-nambah kontrak kerja di Maxim ba-kal mendapat tambahan 200 ring-git dengan pajak ditanggung per-usahaan. Sedangkan memo lain berisi prosedur pengajuan cuti.

Perusahaan juga akan menyiapkan mobil untuk mengantar pekerja yang pingsan. Grace membantah anggapan bahwa memo itu dikeluarkan setelah perusahaannya ketahuan melanggar aturan tenaga kerja. ”Sudah disiapkan sejak dulu,” ujarnya.

Bagi Sundari dan Denok, iming-iming itu tak mengubah niat mereka kembali ke In-donesia. ”Yang pertama kali saya ingin la-kukan nanti di rumah adalah makan ma-sakan ibu,” kata Sundari.

Tei ketika Tempo dan Malaysiakini berkun-jung ke salah satu kamar asrama Maxim menyatakan ingin pulang ke Tanah Air. Na-mun seorang di antaranya, dalam bahasa Jawa, menyatakan mereka takut dengan kewajiban membayar denda. Dalam kon-trak dengan PT Sofi a yang diper oleh Tempo disebutkan bahwa pekerja yang kembali sebelum dua tahun harus membayar den-

Memo kenaikan gaji pekerja Maxim.

RUTE GELAP PENGAIS RINGGITDARI SEKITAR 2,5 JUTA TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA, SEPARUH DI ANTARANYA MASUK SECARA ILEGAL. DIATUR SINDIKAT YANG TERORGANISASI, MEREKA MELINTASI ”JALUR TIKUS” YANG JUMLAHNYA MENCAPAI 157 TITIK.

Johor Bahru

Batam

MedanBandar Udara

Kualanamu (transit).

7-30 hari di penampungan.» Iuran kebersihan Rp 25 ribu per orang selama di penampungan. » Iuran mandi/buang air: Rp 4.000 sekali per orang.

Johor

Batam

Pelabuhan Pasir Gudang

2.”Pelabuhan tikus”:» Teluk Mata Ikan, Pulau Berakit, Tanjung Bemban,

Tanjung Uma, Tanjung Riau, Sekupang Ujung, Patam Lestari Berakit, Pantai Melayu.

» Biasanya dokumen tidak lengkap.» 1-3 jam perjalanan dengan kapal pompong.

1. Pelabuhan Batam Centre » Calon TKI menggunakan visa wisata.» 1-2 jam perjalanan dengan feri.

» Sekitar 100 ”pelabuhan tikus” tersebar di Tanjung Sepat, Banting, Selangor, Kuala Gula, Bagan Serai, Perak, Selat Malaka, Johor Bahru.

» NG Bersatu (agen TKI).Dinasti Sentral Nomor 2-5, Jalan Kuchai Maju 18, Kuala Lumpur.

» Ditampung 1-2 hari, TKI disalurkan ke majikan atau perusahaan.

Kuala Lumpur

Kuala Lumpur

M A L A Y S I A

Penang

I. Kupang-Batam-Johor Bahru

II. Kupang-Nunukan-Tawau

Malaysia Indonesia

564.191 TKI Sektor konstruksi dan pembantu rumah tangga

47.538 TKI Sektor konstruksi dan pembantu rumah tangga

BISNIS PERDAGANGAN MANUSIA DI NUSA TENGGARA TIMUR MELIBATKAN UANG BESAR. DOKUMEN ALIRAN DANA PARA PELAKU YANG DIPEROLEH KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR MENEMUKAN TRANSFER UANG MILIARAN RUPIAH KE SEJUMLAH ORANG PADA JANUARI 2015�2016.

MEREMBES KE SEGALA ARAH

Wakil Direktur NG Bersatu, agen TKI di

Malaysia. Penyandang dana dan penyalur TKI.

Seri Safkini (buron

Polda NTT)

Yohanes Leonardus

Ringgi (tersangka)

Direktur PT Cut Sari Asih, perusahaan

penempatan tenaga kerja Indonesia swasta

(PPTKIS).

Petugas keamanan Bandar Udara El Tari, Kupang. Membantu proses pengiriman

TKI.

Rp 1,94 miliar

Rp 2 miliarRp 245 juta

Rp 86 juta Oey Wenny Gotama

Kupang

Kalimantan

Tawau

Nunukan

Beberapa hari di penampungan menunggu pengurusan paspor.

Nunukan

Tawau

Sebatik» TKI mandiri mengurus paspor di Nunukan.» Banyak rumah dijadikan penampungan.nukan

Se

» Dermaga Haji Putri, Sungai Mentri, Kandang Babi, Sungai Bolong, Pangkalan Haji Muchtar.

» Dermaga Sungai Nyamuk dan Lalosalo di Bambangan, Pulau Sebatik.

» Sekitar 50 titik ”pelabuhan tikus” di Sabah dan Sarawak.

» Menyeberang dengan speedboat atau kapal kayu.

M A L A Y S I A

Kuching

140.072 TKI Sektor konstruksi dan pembantu rumah tangga

88.618 TKI Buruh perkebunan

171.648 TKIBuruh perkebunan

TOTAL TKI DI MALAYSIA: 1.289.706 ORANG

ASAL NTT (2016-2017): 97.771 ORANG

TKI ASAL NTT YANG MENINGGAL (2016): 33 ORANG

Angellin Wijaya AMF, ss ILW Brigadir E IS, MNM IR

(anak Seri Sa� ini) AMF (karyawan swasta), SS, pemilik TCA (penyalur

tenaga kerja)

Karyawan swasta Polisi PPTKIS Direktur RB (penyalur TKI)

Rp 3,2 jutaRp 14 juta

Rp 15,5 juta

Rp 120 juta

Rp 221 juta

”BUNDA SARI �SERI SAFKINI� MENGIRIM UANG MELALUI REKENING SAYA UNTUK MEREKRUT TKW.”

”SAYA TIDAK PERNAH MENGIRIM SEJUMLAH UANG KE PT CUT SARI ASIH ATAUPUN PERUSAHAAN LAIN DI

INDONESIA.”

YOHANES LEONARDUS RINGGI

OEY WENNY GOTAMA

66 | | 26 MARET 2017

LAUT Malaysia tampak jelas di ujung cakrawala. Kapal baja ber-baris melego jangkar. Di bela-kangnya, deretan gedung terco-gok mencakar langit. Lewat se-bait pesan, provider kartu tele-pon memberitahukan pember-

lakuan tarif roaming karena sedang berada di wilayah Malaysia. Padahal, awal Desem-ber tahun lalu itu, Tempo tengah berada di Kampung Tua, Teluk Mata Ikan, Kecamat-an Nongsa, Batam.

Nongsa adalah daerah di Batam yang pa-ling dekat dengan Malaysia dan Singapu-ra. Lautnya menyimpan cerita pilu pada 2 November tahun lalu. Sebanyak 93 tenaga kerja Indonesia ilegal yang hendak pulang dari negeri jiran tenggelam dan tewas se-telah kapal yang mereka tumpangi karam saat menuju Teluk Mata Ikan. ”Teluk itu sa-lah satu ’jalur tikus’ penyelundupan TKI ka-rena hanya butuh 30 menit naik perahu ke Malaysia,” ujar Christianus Pascalis, pastor di Gereja Kerahiman Illahi Batam yang juga aktivis buruh migran, kepada Tempo pada Desember tahun lalu.

Nongsa bukan kawasan terpencil. Kepo-lisian Daerah Kepulauan Riau bermarkas di sana. Bandar Udara Hang Nadim, sejum-lah resor, bahkan lapangan golf berstandar internasional turut menghiasi wilayah itu. Namun Kampung Tua merupakan permu-kiman yang sepi. Kampung itu berada di tepi pantai. Jarak antar-rumah berjauhan. Dermaga kecil berjejer di sepanjang pan-tai. Namun tak satu pun perahu terlihat ter-tambat. Dari dermaga-dermaga itulah te-naga kerja Indonesia diselundupkan ke se-berang.

Tepi laut Batam, khususnya di dekat per-mukiman, hampir semuanya merupakan kawasan yang sepi. Suasana ini, kata Pasca-

lis, dimanfaatkan para penyelundup. Me-nurut dia, hampir semua tepi pantai di Ba-tam adalah ”jalur tikus” pengiriman TKI ilegal ke Malaysia. Ia menyebutkan ada tu-juh lokasi favorit para penyelundup, yak-ni Teluk Mata Ikan, Pulau Berakit, Tanjung Bemban,Tanjung Uma, Tanjung Riau, Se-kupang Ujung, dan Kampung Tua Patam Lestari. Hampir semuanya berdekatan de-ngan Nongsa. ”Karena banyak, penyelun-dupan itu jadi sulit diberantas,” ujarnya.

Penyelundupan juga terjadi di kawasan resmi, semacam Pelabuhan Batam Centre, yang berskala internasional. Siti Aisyah, 25 tahun, warga negara Indonesia yang kini ditahan di Malaysia karena diduga terlibat pembunuhan Kim Jong-nam, abang tiri pe-mimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, berangkat ke Malaysia lewat pelabuhan itu pada 2 Februari lalu. Status Siti diduga ilegal karena tak tercatat sebagai TKI meski ia bekerja di Malaysia.

Tempo menemukan berbagai modus ha-ram keberangkatan para TKI dari Batam Centre ke Pelabuhan Stulang Laut dan Pa-sir Gudang di Malaysia. Modus yang paling sering digunakan adalah satu paspor digu-nakan untuk menyelundupkan hingga 10 tenaga kerja. Modus ini dikenal dengan isti-lah ”paspor gayus”. Imigrasi menyebutnya impostor. ”Modus ini melibatkan petugas Imigrasi lokal,” ucap aktivis buruh di Ba-tam yang meminta dipanggil dengan nama Doni demi keamanannya.

Gerombolan TKI terlihat hampir se-tiap hari memenuhi Batam Centre. Tem-po mengikuti satu rombongan yang terdi-ri atas 15 TKI di sana pada Desember tahun lalu. Menjelang keberangkatan, seorang pria dengan tergesa-gesa membagikan pas-por yang sudah diselipkan tiket. Ia sama sekali tak membaca nama pemilik paspor

saat membagikannya. Saat antre di Imigra-si, Tempo mencoba bertanya kepada mere-ka, tapi semua pertanyaan dijawab ”tidak tahu”. Setelah lolos melewati Imigrasi, me-reka tak terlacak karena ada empat keber-angkatan feri ke Malaysia pada jam yang sama.

Ada banyak lagi jalur yang bisa diguna-kan para penyelundup. Apalagi, setelah tragedi karamnya kapal TKI ilegal di Te-luk Mata Ikan, rute haram baru bertum-buh karena meningkatnya patroli di jalur lama. Desember tahun lalu, Tempo meng-ikuti salah satu jalur penyelundupan lewat ”jalur bawah”. Istilah itu digunakan oleh para penyelundup untuk menyebut penye-lundupan via jalur tikus. Biasanya mereka menggunakan kawasan Nongsa, yang ber-ada di timur laut, mereka beralih ke tepi

JALUR CEPAT BERTARUH NYAWABatam menjadi surga para penyelundup tenaga kerja ilegal ke Malaysia. Persoalan Imigrasi yang tak pernah tuntas.

Perkampungan Teluk Mata Ikan, Nongsa, Batam, salah satu jalur favorit pengiriman TKI ilegal.

Calon TKI ilegal yang akan menyeberang melalui ”jalur tikus” dikurung di rumah Basyir (bawah).

26 MARET 2017 | | 67

pantai pulau-pulau di selatan dan tengga-ra Batam.

Rizki adalah salah seorang pentolan ma-kelar di Batam. Makelar ini biasa disebut te-kong. Dia mengklaim bisa menyelundup-kan TKI lewat jalur bawah. Rizki menjaring calon TKI ilegal di kawasan Batam Centre. ”Tarifnya Rp 2,5 juta per orang,” katanya saat dimintai konfi rmasi lewat sambung-an telepon. Tarif itu akan melonjak hing-ga Rp 5 juta jika menggunakan ”paspor ga-

yus”. Calo seperti Rizki tumbuh subur di Batam karena banyaknya calon perantau dari berbagai penjuru Tanah Air yang tak memiliki paspor tapi ingin segera bekerja di Malaysia.

Rizki bekerja dalam jaringan. Bari, pen-cari kerja yang pernah menggunakan jasa-nya, menceritakan pengalaman saat hen-dak menjadi TKI ilegal pada Desember ta-hun lalu. Ia tak memiliki paspor, tapi Rizki menjanjikan bisa masuk ke Malaysia. Ber-

sama tiga calon TKI dari Kupang, mereka dioper dari satu mobil ke mobil lain sam-pai tiga kali. Di sepanjang perjalanan, me-reka berkali-kali diperintahkan harus me-matuhi perintah para calo agar tak tertang-kap petugas hingga ke Malaysia.

Calon TKI disembunyikan selama satu malam di rumah milik Basyir di ka-wasan Pantai Pasir Melayu, Pulau Rem-pang, Batam. Di pantai itu juga mereka diberangkatkan saat tengah malam. Se-mua barang bawaan mereka diminta di-masukkan ke plastik. ”Mereka tak pernah memberikan jaminan keselamatan kepada kami,” tutur Bari.

Basyir adalah anggota jaringan penye-lundup yang bertugas menyembunyikan dan mengantarkan calon TKI ke kapal yang akan memberangkatkan mereka ke Malay-sia. Baik Rizki maupun Basyir membenar-kan pola jaringan itu. ”Tapi saya sekarang sudah berhenti karena semua teman sudah ditangkap polisi,” kata Basyir lewat sam-bungan telepon, akhir Februari lalu.

Jalur ilegal baru, seperti Pantai Pasir Me-layu, terus bertumbuh karena peminatnya yang terus meninggi. Cara ilegal dianggap praktis dan cepat. Jika melewati prosedur resmi, calon TKI membutuhkan waktu se-tidaknya dua bulan sebelum dipekerjakan di Malaysia. Mereka harus melewati tahap-an seperti pelatihan dan mengurus doku-men agar diberi stempel TKI resmi. ”Per-mintaan terus ada karena kebutuhan tena-ga kerja dari Malaysia pun tinggi,” ujar Ke-tua Satuan Tugas Perlindungan WNI Ke-dutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Yusron B. Ambari, di kantornya.

Pihak Imigrasi sadar pelanggaran masih terus terjadi. Kepala Humas Direktorat Jen-deral Imigrasi Agung Sampurno mengata-kan pihaknya sudah meminimalkan kecu-rangan dengan berkali-kali menertibkan petugasnya sendiri. Mereka sudah menye-diakan auto-gate di Batam untuk menganti-sipasi kecurangan yang akan dilakukan pe-tugas. Namun lemahnya pengawasan ke-rap terjadi karena kurangnya jumlah per-sonel. ”Persoalan keimigrasian TKI ini se-perti balon. Ditekan di kiri, ia akan meng-gelembung ke kanan,” kata Agung. Menu-rut dia, petugas Imigrasi berkali-kali me-ngepung jalur-jalur tikus di Batam, tapi penjahat selalu saja berhasil menemukan rute baru. ●