Download - Evaluasi Kinerja Online - Gerai Otomatisasi ...

138

Transcript of Download - Evaluasi Kinerja Online - Gerai Otomatisasi ...

1

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan dan rahmat

Nya, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional dapat terselesaikan.

Penyusunan Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional,

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, berdasarkan Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang

Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja

Instansi Pemerintah, serta Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun

2015 tanggal 19 Mei 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian.

Dengan semangat transparansi dan komitmen untuk memberikan yang terbaik, Deputi

Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian akan terus berupaya membangun kultur organisasi yang lebih transparan dan

akuntabel, untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada segala pihak yang ikut berkontribusi dalam

menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 24 Februari 2020

Deputi Bidang Koordinasi

Kerja Sama Ekonomi Internasional

Rizal Affandi Lukman

KATA PENGANTAR

2

KATA PENGANTAR -------------------------------- 1

DAFTAR ISI ---------------------------------------- 2

DAFTAR TABEL ----------------------------------- 3

DAFTAR GAMBAR --------------------------------- 4

RINGKASAN EKSEKUTIF --------------------------- 5

INFOGRAFIS -------------------------------------- 9

BAB I: PENDAHULUAN ---------------------------- 19 A. Latar Belakang -------------------------------- 19 B. Organisasi Dan Fungsi ------------------------- 20 C. Kapasitas Organisasi -------------------------- 21 D. Isu Strategis 2019 ---------------------------- 25 E. Sistematika Penyajian Laporan ---------------- 26

BAB II: PERENCANAAN KINERJA ------------------- 28 A. Visi Dan Misi ---------------------------------- 28 B. Rencana Strategis

Deputi VII 2015-2019 ------------------------- 29 C. Penetapan Kinerja Tahun 2019 ---------------- 31 D. Pengelolaan Dan

Pengukuran Kinerja --------------------------- 34

BAB III: AKUNTABILITAS KINERJA ----------------- 39 A. Program Prioritas dan Program Reguler

Tahun 2019 ----------------------------------- 39 B. Nilai Kinerja Organisasi ------------------------ 60 C. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019 -- 62 D. Perbandingan Capaian Kinerja ----------------- 92 E. Akuntabilitas Keuangan ----------------------- 94 F. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya -- 99 G. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja----------- 101

BAB IV: CAPAIAN KOORDINASI DI BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN 2015-2019 DAN ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024 ----------- 98 A. Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019 - 105 B. Dampak Kinerja Tahun 2015-2019 ------------ 110 C. Isu Strategis Tahun 2020-2024 --------------- 118

BAB V: PENUTUP ---------------------------------- 122 A. Kesimpulan ----------------------------------- 122 B. Rencana Aksi Tindak Lanjut ------------------- 123

LAMPIRAN ---------------------------------------- 124

3

Gambar 1.1. Stuktur Organisasi Deputi VII ------------------------------- 21

Gambar 2.1. Proses Penghitungan NKO --------------------------------- 36

Gambar 2.2. Polarisasi Maximize ---------------------------------------- 37

Gambar 2.3. Polarisasi Minimize ---------------------------------------- 37

Gambar 3.1. Program Prioritas dan Program Reguler Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional -------------- 42

Gambar 3.2. Pelatihan Analisis Database Staf Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional -------------- 58

Gambar 3.3. The 9th Ministerial Meeting of Six Economic

Working Group Indonesia-Singapore ---------------------- 69

Gambar 3.4. Proyek Instalation of Solar Power System and Storage

Battery to Commercial Facilities di AEON Mall

Jakarta Garden City ---------------------------------------- 82

Gambar 3.5. Proyek Energy Saving for Industrial Park with Smart

LED Street Lighting System Kawasan Industri Karawang

Internasional Industrial City (KIIC) -------------------------- 83

Gambar 3.6. Perkembangan Terkini JCM Tahun 2019 -------------------- 89

Gambar 3.7. Persebaran Pusat Studi ASEAN di Indonesia ---------------- 92

Gambar 3.8. Grafik Tingkat Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019 ------- 95

Gambar 3.9. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019----- 97

Gambar 4.1. Perkembangan Penerbitan Kredit Karbon (Penurunan Emisi) 118

DAFTAR GAMBAR

4

Tabel Capaian Kinerja Deputi VII ---------------------------------------- 6 Tabel 1.1. Komposisi Pegawai Deputi VII Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Jabatan ----------------------------------------------------- 22 Tabel 1.2. Rencana Kerja dan Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Tahun 2019 --------------- 23 Tabel 1.3. Sistematika Penyajian Laporan ------------------------------- 26 Tabel 2.1 Matriks Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional Tahun 2015-2019 ------------------------------ 29 Tabel 2.2. Sasaran Startegis Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional ------------------------------------------------- 31 Tabel 2.3. Sasaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional ------------------------------------------------- 33 Tabel 2.4. Kriteria NKO -------------------------------------------------- 35 Tabel 2.5. Indeks Capaian IKU ------------------------------------------- 36 Tabel 2.6. Sasaran Program/ Indikator Program ------------------------- 37 Tabel 2.7. Kriteria NSS -------------------------------------------------- 38 Tabel 3.0. Nilai Kinerja Organsiasi (NKO) Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019 --------------- 61 Tabel 3.1. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi

Internasional ------------------------------------------------- 62 Tabel 3.2. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional ------------------------------------------------- 77 Tabel 3.3. Perbandingan Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama

Ekonomi Internasional 2015-2019 --------------------------- 93 Tabel 3.4. Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019 ------------------------ 95 Tabel 3.5. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019 ---------------------------------------- 90 Tabel 3.6. Anggaran dan Realisasi Per Output Tahun Anggaran 2019 ---------------------------------------- 97 Tabel 3.7. Tingkat Efisiensi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam Pencapaian Kinerja - 100 Tabel 4.1. Target Kinerja dalam Renstra Tahun 2015-2019 -------------- 105 Tabel 4.2. Ringkasan Capaian Renstra Tahun 2015-2019 ---------------- 107 Tabel 4.3. Perkembangan FTA Indonesia dengan Negara Mitra ---------- 110 Tabel 4.4. Form Surat Keterangan Asal (SKA) ---------------------------- 113

DAFTAR TABEL

5

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama

Ekonomi Internasional (Deputi VII) Tahun 2019 adalah

bentuk laporan pertanggungjawaban Kinerja Deputi VII

kepada seluruh stakeholder dan sebagai bahan untuk

perbaikan dan peningkatan kinerja pada tahun-tahun

kedepan.

Pada tahun 2019 ini Deputi VII, Kemenko

Perekonomian telah menetapkan Indikator Kinerja Utama

(IKU). IKU tersebut telah ditetapkan oleh Deputi VII dan disetujui oleh Menko Perekonomian

dalam Perjanjian Kinerja (PK). Dalam PK Deputi VII tahun 2019 memiliki Sasaran Strategis

yang diukur dengan indikator kinerja yaitu 1 paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi

kerja sama ekonomi internasional yang meliputi:

1. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

2. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia

3. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah

4. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

5. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

Secara umum, pencapaian kinerja kegiatan Deputi VII, Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian pada Tahun Anggaran 2019 telah berjalan dengan baik. Adapun

capaian kinerja Deputi VII secara ringkas dapat dilihat sebagaimana tabel di bawah ini:

RINGKASAN EKSEKUTIF

6

Tabel Capaian Kinerja Deputi VII

No. Sasaran Strategis Indikator Kerja Target 2019

1. Terwujudnya koordinasi

dan sinkronisasi kebijakan

perekonomian

Jumlah paket

rekomendasi hasil

koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan

bidang kerja sama

ekonomi internasional

● Persiapan

pelaksanaan

koordinasi dan

sinkronisasi

kebijakan

● Pelaksanaan

koordinasi dan

sinkronisasi

kebijakan

1 Paket Rekomendasi

2. Terwujudnya Pengendalian

Kebijakan Bidang

Perekonomian

Jumlah paket

rekomendasi hasil

pengendalian kebijakan

bidang kerja sama

ekonomi internasional

● Rapat koordinasi

tingkat Eselon I

● Pelaksanaan

pemantauan dan

evaluasi

1 Paket Rekomendasi

7

No. Sasaran Strategis Indikator Kerja Target 2019

● Sosialisasi dan FGD

hasil-hasil kerja

sama internasional

Output yang dihasilkan berupa Rekomendasi Kesepakatan kerja sama ekonomi

internasional yang dikoordinasikan oleh Deputi VII untuk penyelesaian perjanjian kerja

sama ekonomi internasional dan rekomendasi hasil pengendalian kebijakan kerja sama

ekonomi internasional. Untuk Outcome, dalam hal ini dampak yang diharapkan dari output

yang dihasilkan adalah nilai perdagangan dan investasi, tingkat partisipasi dalam kerja

sama internasional, jumlah kesepakatan kerja sama ekonomi internasional, jumlah

kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti dan jumlah proyek Joint

Credit Mechanism (JCM) yang terintegrasi/disetujui metodologinya. Sedangkan manfaat

dari kesepakatan kerja sama ekonomi internasional baru dapat terlihat hasilnya beberapa

tahun ke depan.

Tercapainya kinerja Deputi VII tahun 2019 bukan berarti pekerjaan berjalan tanpa

hambatan. Terdapat faktor-faktor penghambat kinerja Deputi VII, mulai dari adanya

perbedaan kepentingan di antara pemangku kepentingan di dalam negeri, hingga

perbedaan kepentingan masing-masing Negara dalam proses penyusunan kesepakatan

baik tingkat bilateral, regional dan sub regional serta multilateral, yang mengakibatkan

proses pembahasan kesepakatan memakan waktu lebih lama. Selain itu, kendala-kendala

teknis seperti jadwal pertemuan kerja sama ekonomi internasional juga memerlukan

kesesuaian waktu antara 2 (dua) negara atau lebih serta situasi dan kondisi dalam negeri

suatu negara, sehingga terdapat beberapa penyelenggaraan pertemuan bilateral yang

tertunda. Kendala bahasa juga menjadi salah satu faktor tidak aktifnya pemerintah daerah

pada forum-forum internasional, pmisalnya pada pertemuan BIMP-EAGA dan IMT-GT yang

seharusnya daerah lebih aktif dalam memanfaatkan peluang kerja sama ekonomi yang ada

dan keterbatasan anggaran. Keadaan ini yang membuat Deputi VII harus memilih

kegiatan/forum secara cermat sesuai dengan urgensinya terhadap kepentingan nasional.

Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut, telah dilakukan langkah-langkah efisiensi

dan efektifitas komunikasi dengan pemangku kepentingan pada forum bilateral, regional &

8

sub regional serta multilateral dan memilih isu-isu yang dianggap lebih prioritas dan

strategis, juga lebih membangun komunikasi dengan pemerintah daerah dan pemangku

kepentingan agar dapat aktif terlibat dalam kegiatan/kerja sama ekonomi internasional dan

memanfaatkan hasil-hasil kesepakatan ekonomi internasional. Untuk perbaikan kinerja

selanjutnya, Deputi VII akan meningkatkan koordinasi dengan pemangku kepentingan

terkait sebelum mengikuti/menyelenggarakan forum internasional guna menyamakan

persepsi, menyelaraskan kepentingan dan membuat perencanaan kegiatan yang lebih

matang, serta diharapkan adanya penyesuaian anggaran sesuai dengan kebutuhan dalam

melaksanakan kegiatan.

Anggaran untuk menyelenggarakan program dan kegiatan tahun 2019, Deputi VII

memperoleh anggaran sebesar Rp. 9.800.000.000,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp

9.756.527.688,- (99,56%).

9

Highlight Capaian Koordinasi Bidang Ekonomi Tahun 2015-2019

INFOGRAFIS

10

11

Ikhtisar Capaian Kinerja Tahun 2019

12

13

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING TAHUN 2019

Foto Tanggal Deskripsi

8 Maret 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

memimpin delegasi Indonesia

dalam pertemuan Strategic

Roundtable on Global Economic

Challenges with Southeast Asian

Thought Leaders di Singapura.

8 – 9 April 2019 Menko Perekonomian

melakukan misi Gabungan ke

Brussels, Belgia dalam upaya

diplomasi sawit ke Uni Eropa

(Joint Mission CPOPC)

14

Foto Tanggal Deskripsi

30 April – 1 Mei

2019

Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

selaku Sherpa G20 Indonesia

memimpin delegasi Indonesia

pada Pertemuan Kedua Sherpa

G20 di bawah Presidensi Jepang

2019 di Yokohama, Jepang

20 – 22 Mei 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

mendampingi Dirjen PPI,

Kemendag dalam the 12th Joint

Committee Meeting of General

Review Indonesia – Japan

Economic Partnership

Agreement (GR-IJEPA)

29 Mei 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

mendampingi Menteri

Perdagangan (Mendag) RI

dalam pertemuan bilateral

dengan Menteri Ekonomi,

Industri dan Perdagangan

Jepang

15

Foto Tanggal Deskripsi

23 Juni 2019 Menko Perekonomian

mendampingi Bapak Presiden RI

yang memimpin 12th IMT-GT

Summit

25-29 Juni 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

memimpin delegasi Indonesia

dalam pertemuan Sherpa G20

pada tanggal 25-27 Juni 2019

dan pertemuan Konferensi

Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada

tanggal 28-29 Juni 2019

Presidensi Jepang di Osaka

8 Agustus 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

memimpin Rapat Koordinasi Tim

Clearing House Penyelesaian

Sengketa DS 484

16

Foto Tanggal Deskripsi

12 September

2019

Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

memimpin Rapat Koordinasi

Kelanjutan Kerja Sama JCM

16 September

2019

Menko Perekonomian

melakukan prosesi

penandatanganan Joint Report

pada the 9th Ministerial Meeting

RI-Singapura

7 – 11 Oktober

2019

Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

memimpin perundingan Working

Group Cooperation and Capacity

Building pada the 10th Round of

Negotiation, Indonesia – Korea

Comprehensive Economic

Partnership Agreement

(IKCEPA)

17

Foto Tanggal Deskripsi

31 Oktober 2019 Menko Perekonomian memimpin

delegasi Indonesia pada

pertemuan Dewan MEA ke-18

didampingi oleh Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional di Bangkok,

Thailand

30 Oktober – 4

November 2019

Menko Perekonomian memimpin

delegasi Indonesia pada

rangkaian pertemuan KTT

ASEAN ke-35 didampingi oleh

Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional di

Bangkok, Thailand

4-5 Desember

2019

Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

memimpin delegasi Indonesia

pada Pertemuan Pertama

Tingkat Sherpa G20, 4-5

Desember 2019, di Riyadh-Arab

Saudi dengan membawa isu

Pendidikan dan Pengembangan

SDM sebagai prioritas utama

Indonesia

18

Visi dan Misi Deputi Bdang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

Acara Sosialisasi RCEP dengan

keynote speaker Menko

Perekonomian, di Hotel Mandirin

16.12.2019. Bapak Deputi salah

satu penerima penghargaan

RCEP katagori koordinator isu

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Organisasi Dan Fungsi

C. Kapasitas Organisasi

D. Isu Strategis 2019

E. Sistematika Penyajian Laporan

19

A. Latar Belakang

Kerja sama ekonomi internasional tidak dapat dilepaskan sebagai pendukung

perekonomian negara. Kerjasama ekonomi baik dalam kerja sama bilateral, regional,

maupun multilateral diperlukan untuk kemudahan perdagangan dan investasi.

Hubungan baik yang terjalin antar negara ini diharapkan dapat menguntungkan bagi

masing-masing pihak melalui perjanjian yang disepakati bersama. Selain itu,

koordinasi dan sinkronisasi dalam perumusan, penetapan, pelaksanaan, dan

pengendalian terhadap isu-isu di bidang kerjasama ekonomi internasional juga sangat

penting untuk dapat dilakukan. Peran ini diemban oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Tugas pokok dan fungsi yang telah dilaksanakan oleh Deputi Bidang Koordinasi

Kerja Sama Ekonomi Internasional disusun ke dalam sebuah laporan kinerja.

Penyusunan laporan kinerja merupakan pelaksanaan amanat Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah, sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014

tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu

Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Laporan kinerja ini juga sebagai wujud untuk senantiasa bersungguh-sungguh

dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan yang

didasarkan pada prinsip-prinsip good governance. Laporan kinerja tahun anggaran

2019 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban dan sekaligus memberikan

informasi terkait hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional yang dibiayai oleh

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui DIPA Kementerian Koordinator

BAB I PENDAHULUAN

20

Bidang Perekonomian Tahun 2019 untuk mencapai sasaran strategis yang telah

ditetapkan.

B. Organisasi dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5

Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian maka kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, sebagai berikut:

1. Kedudukan

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional berada di bawah

dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

2. Tugas Pokok

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional mempunyai tugas

untuk menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan,

dan pelaksanaan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan

Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kerja sama ekonomi

internasional

3. Fungsi

Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama

Ekonomi Internasional menyelenggarakan fungsi:

a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga

yang terkait dengan isu di bidang kerja sama ekonomi internasional;

b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait

dengan isu di bidang kerja sama ekonomi internasional;

c. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang kerja sama

ekonomi bilateral;

d. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang kerja sama

ekonomi multilateral;

e. Koordinasi, sinkronisasi, perumusan, pemberdayaan, dan pengendalian

kebijakan di bidang kerja sama ekonomi regional;

f. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang kerja sama ekonomi

internasional, dan

g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator

21

C. Kapasitas Organisasi

1. Sumber Daya Manusia

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional terdiri atas: (a) Asisten

Deputi Kerja Sama Ekonomi Asia; (b) Asisten Deputi Kerja Sama

Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah; (c) Asisten Deputi Kerja

Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik; (d) Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi

Regional dan Sub Regional; dan (e) Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi

Multilateral dan Pembiayaan. Bagan struktur organisasi Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional adalah sebagai berikut:

22

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Deputi VII

Dari struktur organisasi tersebut di atas, masing-masing kepala bidang

(Eselon III) terdiri dari 2 (dua) orang Eselon IV. Pada Tahun 2019 jumlah

pegawai di unit Deputi VII sebanyak 48 (empat puluh delapan) orang, dengan

komposisi sebagai berikut:

Pendidikan Jumlah

(orang)

SMA 1

23

Tabel 1.1. Komposisi Pegawai Deputi VII

Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Jabatan

Keterangan Eselon I Eselon II Eselon III Eselon IV Pelaksana

Laki-laki 1 4 7 15 11

Perempuan 0 1 3 2 17

Jumlah 1 5 10 17 28

Diploma I 2

Diploma III 11

Sarjana (S1) 13

Pasca

Sarjana (S2) 19

Doktoral (S3) 3

Jumlah 62

24

2. Dukungan Anggaran

Pagu anggaran untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pada

Deputi VII tahun 2019 sebesar Rp 9.800.000.000,- (sesuai dengan pagu

anggaran di dokumen Perjanjian Kinerja), sebagaimana tabel di bawah ini:

Tabel 1.2. Rencana Kerja dan Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional Tahun 2019

Program Sasaran

Strategis Kegiatan Anggaran

Koordinasi Kebijakan di Bidang Perekonomian

Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang kerja sama ekonomi internasional

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja sama Ekonomi Asia

Rp 1.343.650.000

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

Rp 1.143.735.000

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

Rp 1.438.680.000

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

Rp 1.498.802.000

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

Rp 1.447.625.000

Terwujudnya pengendalian kebijakan di bidang kerja sama

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Asia

Rp 99.660.000

25

Program Sasaran

Strategis Kegiatan Anggaran

ekonomi internasional

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

Rp 298.070.000

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

Rp 73.090.000

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

Rp 36.690.000

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

Rp 74.813.000

Terwujudnya pemahaman peserta atas materi sosialisasi kerja sama ekonomi internasional

● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Asia

Rp 165.490.000

● Laporan sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

Rp 218.195.000

● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

Rp 148.230.000

● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama

Rp 124.508.000

26

Program Sasaran

Strategis Kegiatan Anggaran

Ekonomi Regional dan Sub Regional

● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

Rp 137.562.000

Terwujudnya Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional

● Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional

Rp 1.551.200.000

TOTAL Rp 9.800.000.000,-

D. Isu Strategis Tahun 2019

Kebijakan Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam

rangka mengemban tugas dan fungsi untuk melaksanakan arah kebijakan

pembangunan nasional maupun program – program prioritas nasional dalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, melalui

strategi koordinasi dan sinkronisasi, pengendalian, studi kebijakan/kajian/telaahan dan

sosialisasi kerja sama ekonomi internasional. Strategi tersebut merupakan langkah-

langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional mendorong

peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih optimal baik dalam pelaksanaan

program/kegiatan sektor atau lintas sektor menjadi lebih efektif dan efisien melalui

rapat-rapat koordinasi dan diplomasi ekonomi pada pertemuan-pertemuan

internasional.

Salah satu upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional adalah

dengan meningkatkan dan memperkuat kerjasama ekonomi internasional secara lebih

27

luas, baik dalam skema Free Trade Agreement (FTA) maupun partnership. FTA bagi

kebanyakan masyarakat Indonesia adalah negatif dan dianggap sebagai suatu

ancaman, hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Indonesia dapat memilih FTA, skema-

skema FTA yang dianggap tepat dan dapat menguntungkan Indonesia. Jadikan FTA

sebagai peluang dan tantangan bagi Indonesia untuk memperluas pergaulan global

dan mengambil manfaat ekonomi yang seluas-luasnya untuk mendongkrak

pertumbuhan ekonomi nasional.

Peningkatan pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat

memberikan manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang

kerjasama ekonomi internasional. Untuk itu, fokus Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional dalam upaya menuju sasaran strategis adalah:

a. Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Bilateral;

b. Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral;

c. Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan sub Regional.

Sinkronisasi program dan kebijakan pemerintah antara pusat dan daerah serta

pola pikir masyarakat dan pelaku usaha yang belum melihat secara keseluruhan

potensi dan peluang serta manfaat yang dapat diraih dalam keterbukaan pasar global

dan juga integrasi ekonomi ASEAN. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah yang tepat

dan berbagai kebijakan serta perbaikan regulasi yang mendukung program-program

penguatan di bidang-bidang yang strategis.Sinergitas antar Kementerian dan

Lembaga juga perlu dioptimalisasikan, sehingga perumusan dan strategi yang dibuat

sebagai modal untuk terjun di pasar global dapat memperkuat posisi tawar Indonesia

dalam berbagai perundingan di forum Internasional.

E. Sistematika Penyajian Laporan Kinerja

Format laporan kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja. Sistematika Pelaporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi InternasionalTahun 2019 terdiri dari 5 Bab yaitu :

Tabel 1.3. Sistematika Penyajian Laporan

BAB I PENDAHULUAN

28

Menyajikan penjelasan umum organisasi, kedudukan, identifikasi aspek strategis dan isu strategis/permasalahan utama yang merupakan masalah yang dihadapi organisasi di Tahun 2019.

Bab II PERENCANAAN KINERJA

Menguraikan tahapan secara ringkas penentuan indikator – indikator yang tertuang dalam dokumen perencanaan dan perjanjian kinerja. Terdiri dari Rencana Strategis, Rencana Kerja, Perjanjian Kinerja dan Metode Pengukuran yang digunakan.

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

Menjabarkan akuntabilitas kinerja yang terdiri dari capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis.

BAB IV CAPAIAN KOORDINASI DI BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN 2015-2019

DAN ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024

Menjabarkan Capaian Kinerja Berdasarkan Renstra 2015-2019, Dampak dari Kinerja, dan Isu Strategis Tahun 2020-2024.

BAB V PENUTUP

Sebagai penutup diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah-langkah di masa mendatang untuk meningkatkan kinerja.

BAB 2PERENCANAAN

KINERJA

A.  Visi Dan Misi

B.  Rencana Strategis Deputi VII 2015-2019

C.  Penetapan Kinerja Tahun 2019

D. Pengelolaan Dan Pengukuran Kinerja

29

Sesuai tugas pokok dan fungsi, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai rencana

strategis yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai selama kurun waktu lebih dari 1

(satu) tahun, dengan memperhitungkan potensi dan peluang yang ada serta kendala yang

mungkin dihadapi. Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional,

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang mencakup Visi dan Misi serta

pencapaian tujuan dan sasaran diuraikan dalam Bab ini. Sedangkan terkait sasaran yang

dicapai dalam tahun 2019 dijelaskan dalam Perjanjian Kinerja 2019.

A. Visi dan Misi

Visi dan Misi Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

“Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan berkelanjutan di bidang kerja sama ekonomi internasional”

Visi Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional ini

mendukung visi Menko Perekonomian untuk mewujudkan koordinasi,

sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan berkelanjutan di bidang

kerja sama ekonomi di panggung internasional.

“Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi

penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan

perekonomian di bidang kerja sama ekonomi internasional”

Misi Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional ini

mendukung misi Menko Perekonomian untuk mewujudkan terjaganya dan perbaikan pada

koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian peleksanaan kebijakan

perekonomian di bidang kerja sama ekonomi di panggung internasional

BAB II PERENCANAAN KINERJA

30

B. Rencana Strategis Deputi VII 2015-2019

Kebijakan Deputi Bidang koordinasi Kerja Sama ekonomi Internasional dalam rangka

mengemban tugas dan fungsi untuk melaksanakan arah kebijakan pembangunan nasional

maupun program-program prioritas nasional melalui koordinasi dan sinkronisasi,

pengendalian, studi kebijakan/kajian/telaahan dan sosialisasi. Strategi tersebut merupakan

langkah-langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional untuk

mendorong peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih optimal, baik dalam

pelaksanaan program/kegiatan sektor atau lintas sektor menjadi lebih efektif dan efisien.

Tabel 2.1. Matriks Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional Tahun 2015-2019

Sasaran Strategis / Indikator kinerja Target

2015 2016 2017 2018 2019

Sasaran Strategis

Terwujudnya Koordinasi dan

Sinkronisasi Kebijakan

Bidang Kerja Sama Ekonomi

Internasional.

Indikator:

Persentase (%) kesepakatan

kerja sama ekonomi

internasional yang terselesaikan.

85 85 85 85 85

Persentase (%) Rekomendasi

penguatan daya sain nasional

dalam rangka memenuhi

komitmen Indonesia dalam

MEA.

75 75 75 75 75

Sasaran Strategis

Terwujudnya Pengendalian

Kebijakan di Bidang Kerja Sama

Ekonomi Internasional.

Indikator: 85 85 85 85 85

31

Sasaran Strategis / Indikator kinerja Target

2015 2016 2017 2018 2019

Persentase (%) kesepakatan

kerja sama ekonomi

internasional yang

ditindaklanjuti.

Persentase (%) rekomendasi

hasil monitoring dan evaluasi

kerja sama ekonomi

internasional yang

ditindaklanjuti.

85 85 85 85 85

Sasaran Strategis

Terwujudnya Pemahaman

Peserta atas Materi Sosialisasi

Hasil-Hasil Kerja Sama Ekonomi

Internasional.

Indikator:

Persentase (%) pemahaman

peserta atas materi sosialisasi

hasil-hasil kerja sama ekonomi

internasional.

85 85 85 85 85

Peningkatan pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat memberikan

manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang perekonomian, sehingga

pada akhirnya dengan tercapainya target-target sektor/lintas sektor secara akumulatif

memberikan kontribusi dampak terhadap keberhasilan akan terwujudnya sasaran

pembangunan ekonomi yang mandiri dan berdaya saing, sebagaimana tertuang pada

RPJMN 2015-2019 dapat dicapai. Adapun fokus koordinasi Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional dalam upaya menuju sasaran strategis adalah sebagai

berikut:

a) Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Bilateral dengan negara-negara mitra utama

Indonesia, antara lain: Jepang, China, Korea, Singapura dan Rusia melalui

32

pertemuan-pertemuan internasional, seperti Joint Economic Forum, Working

Group Meeting dan forum internasional lainnya;

b) Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral, guna memasukkan kepentingan

Indonesia dalam forum-forum multilateral, seperti The Group of 20 (G20), United

Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP),

The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan

lain-lain;

c) Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional dengan negara-

negara di kawasan, seperti ASEAN, RCEP, IMT-GT, BIMP-EAGA dan APEC.

C. Penetapan Kinerja Tahun 2019

Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang

merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam

rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang

dikelolanya. Tujuan khusus Perjanjian Kinerja antara lain adalah untuk: meningkatkan

akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara

penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian

keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan menciptakan tolak

ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur.

Dokumen Perjanjian Kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari

pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk

melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Perjanjian Kinerja

pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional ditetapkan hingga level

Eselon II. Untuk level eselon di bawahnya hingga pelaksana, kontrak kinerja individu

tertuang dalam Sasaran Kerja Pegawai. Pencapaian sasaran strategis diukur dengan

Indikator Kinerja Utama (IKU). Penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau

kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan.

Oleh karena itu, Indikator kinerja dan target tahunan yang tertuang dalam Perjanjian

Kinerja adalah merupakan indikator kinerja utama tingkat Eselon I (Deputi VII) yang telah

ditetapkan dan merupakan penjabaran Renstra. Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi

Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Sasaran Strategis Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional

33

No. Sasaran Strategis Indikator Kerja Target 2019

1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional ● Persiapan

pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

● Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

1 Paket Rekomendasi

2. Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional ● Rapat

koordinasi tingkat Eselon I

● Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

● Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional

1 Paket

Rekomendasi

34

Dengan membandingkan antara dokumen Renstra Tahun 2015-2019 dan dokumen

penetapan Kinerja Tahun 2019 pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, diketahui bahwa terdapat penyesuaian penetapan sasaran strategis dan indikator kinerja utama di tahun 2019, sebagaimana berikut:

Tabel 2. 3. Sasaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

Renstra 2015-2019 Penetapan Kinerja Tahun 2019 Keterangan

Sasaran Strategis

IKU Sasaran Strategis IKU

Sasaran 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian

Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan

Sasaran 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

- Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

Dilebur menjadi 1 Paket

Rekomendasi

Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA

Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional

35

Renstra 2015-2019 Penetapan Kinerja Tahun 2019 Keterangan

Sasaran Strategis

IKU Sasaran Strategis IKU

(Tidak ada) (Tidak ada) Sasaran 2: Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

- Rapat koordinasi tingkat Eselon I

- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional

Penambahan Sasaran Strategis

D. Pengelolaan dan Pengukuran Kinerja

Pengelolaan Kinerja

Pengelolaan Kinerja pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional meliputi Penetapan Kinerja melalui penandatanganan dokumen Perjanjian

Kinerja, pengumpulan data kinerja, Pengukuran Data Kinerja, Pelaporan Kinerja, serta

Monitoring dan Evaluasi Kinerja secara periodik. Pelaksanaan pengumpulan data,

pelaporan, dan monitoring atas capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama

Ekonomi Internasionaldilakukan dalam Sistem Manajemen Kinerja secara terintegrasi dan

dapat diakses secara luas oleh publik melalui sistem aplikasi ekon-GO (Evaluasi Kinerja

Online-Gerai Otomatisasi), di laman situs http://kinerja.ekon.go.id.

Mekanisme pengelolaan kinerja diatur melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Nomor 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja dan

Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan

Peraturan Sekretaris Kementerian Koordinator Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk

Teknis Pengelolaan Kinerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

36

Pengukuran Kinerja Organisasi

Pengukuran kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

tahun 2019 dilakukan dengan membandingkan antara realisasi dengan target yang

ditentukan pada awal tahun, sesuai dengan dokumen yang diperjanjikan yang berdasarkan

pada Perjanjian Kinerja (PK) tahun 2019. Untuk mengukur tingkat capaian kinerja Deputi

Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019, dilakukan pengukuran

terhadap Capaian Kinerja Organisasi atau disebut Nilai Kinerja Organisasi (NKO). NKO

menunjukkan konsolidasi dari seluruh nilai sasaran dari unit kerja. Status capaian NKO yang

ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau, ditentukan oleh besaran NKO tersebut.

Status NKO ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:

Tabel 2. 4. Kriteria NKO

Hijau NKO ≥ 100% Memenuhi Ekspektasi

Kuning 80% ≤ NKO < 100% Belum Memenuhi Ekspektasi

Merah NKO < 80% Tidak Memenuhi Ekspektasi

Nilai Capaian Kinerja dihotung berdasarkan penilaian capaian IKU yang dilakukan

berdasarkan hasil perhitungan dari data realisasi berdasarkan rumusan pada manual IKU.

Dalam hal pada suatu periode tertentu ternyata belum tersedia data realisasi, maka capaian

IKU pada periode tersebut dianggap belum tersedia (n.a.), bukan diberikan nilai 0 (nol).

Namun, harus disertakan alasan atas kondisi tersebut. Selanjutnya, capaian IKU dilakukan

indeksasi capaian IKU, yaitu dengan membandingkan antara realisasi IKU dengan target

setelah memperhitungkan polarisasi IKU. Terdapat tiga jenis polarisasi IKU: i) Polarisasi

Maximize, yaitu kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari

target; ii) Polarisasi Minimize, yaitu kriteria nilai terbaik penuapaian IKU adalah realisasi

yang lebih kecil dari target; iii) Polarisasi Stabilize, yaitu kriteria nilai terbaik pencapaian IKU

adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target. Indeks

Capaian IKU dapat dikonversi menjadi 120.

Berdasarkan hasil perhitungan capaian IKU, maka dapat diperoleh Nilai Perspektif

(NP). NP adalah nilai yang menunjukkan konsolidasi dari seluruh Nilai Sasaran Strategis

(NSS). Mekanisme penghitungan NP adalah dengan menghitung nilai rata-rata NSS dalam

37

perspektif yang sama. Apabila dalam suatu periode pelaporan, terdapat SS yang tidak

memiliki nilai (n/a), maka SS tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan.

Nilai Kinerja Organisasi menunjukkan konsolidasi dari seluruh nilai perspektif atau

seluruh realisasi IKU dalam sebuah organisasi. NKO digunakan untuk menilai kinerja unit

yang memiliki peta strategi sehingga menggambarkan pula kinerja pejabat yang memimpin

unit kerja yang bersangkutan. Perhitungan NKO mengacu pada realisasi target-target IKU

yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja. Bobot perspektif peta strategi ditentukan

sesuai jumlah perspektif: Stakeholder Perspective sebesar 30%; Customers Perspective

sebesar 30%; Internal Process Perspective sebesar 20%; dan Learning and Growth sebesar

20%.

Komponen Perhitungan NKO terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu:

1. Capaian IKU.

2. Nilai Sasaran Strategis (NSS).

Proses penghitungan NKO dapat digambarkan dalam tahapan berikut ini:

Gambar 2. 1. Proses Penghitungan NKO

1. Penghitungan Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)

Capaian IKU dihitung dengan membandingkan antara target dengan realisasi.

Adapun status Capaian IKU ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:

38

Tabel 2. 5. Indeks Capaian IKU

Hijau IKU ≥ 100% Memenuhi Ekspektasi

Kuning 80% ≤ IKU < 100% Belum Memenuhi Ekspektasi

Merah IKU < 80% Tidak Memenuhi Ekspektasi

Berdasarkan target capaiannya, polarisasi IKU dibedakan menjadi 3, yaitu:

(1) Polarisasi Maximize

Pada polarisasi maximize kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang

lebih tinggi dari target. Contoh: Persentase Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 2. 2. Polarisasi Maximize

Capaian Semakin BURUK

Nilai Capaian < Target

Nilai Capaian > Target Capaian

Semakin BAIK

(2) Polarisasi Minimize

Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang

lebih kecil dari target. Contoh: Persentase Jumlah Temuan Pemeriksaan

Gambar 2. 3. Polarisasi Minimize

Capaian Semakin

BAIK

Nilai Capaian < Target

Nilai Capaian > Target Capaian

Semakin BURUK

(3) Polarisasi Stabilize

Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang

berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target atau Semakin

Stabil/sesuai dengan nilai target (tidak naik dan tidak turun) maka kinerja semakin

baik. Contoh: Persentase deviasi asumsi makro ekonomi.

39

Pada tahun 2019, dari 2 (dua) Sasaran Program pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional, terdapat 2 (dua) Indikator Kinerja yang bersifat Maximize,

sebagaimana dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. 6. Sasaran Program/ Indikator Program

Sasaran Indikator Kinerja Target 2019

Polarisasi

Sasaran 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

- Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan;

- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan.

1 Paket

Rekomendasi

Maximize

Sasaran 2: Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional:

- Rapat koordinasi tingkat Eselon I

- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional

1 Paket

Rekomendasi

Maximize

Sumber: Perjanjian Kinerja

2. Nilai Sasaran Strategis (NSS)

NSS adalah nilai yang menunjukkan konsolidasi dari seluruh IKU di dalam satu SS.

Status capaian SS yang ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau ditentukan oleh

NSS. Status SS ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:

Tabel 2. 7. Kriteria NSS

Hijau NSS ≥ 100% Memenuhi Ekspektasi

Kuning 80% ≤ NSS < 100% Belum Memenuhi Ekspektasi

Merah NSS < 80% Tidak Memenuhi Ekspektasi

40

Penghitungan NSS Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Tahun

2019 dilakukan atas dua sasaran sebagaimana dilaporkan dalam tabel di atas, dengan

besaran bobot yang sama pada setiap sasaran.

BAB 3AKUNTABILITAS

KINERJAA. Program Prioritas dan Program Reguler Tahun

2019

B. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019

C. Perbandingan Capaian Kinerja

D. Akuntabilitas Keuangan

E. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya

F. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja

41

A. Program Prioritas dan Program Reguler Tahun 2019

Salah satu upaya penciptaan fokus untuk mendukung pencapaian target ekonomi dan

akuntabilitas kinerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Tahun 2019,

dilakukan melalui penetapan 26 Program Prioritas dan 40 Program Reguler Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian. Program Prioritas (PP) merupakan program-program

koordinasi strategis, yang mendukung pencapaian target-target pengembangan ekonomi

nasional, dan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Penugaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk pelaksanaan

program diatur di dalam Peraturan Perundang-undanganan.

2. Pelaksanaan program berdasarkan arahan Presiden dan/atau Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian.

Adapun Program Reguler (PR) merupakan program-program rutin Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian.

Seluruh target yang ditetapkan di dalam PP dan PR Tahun 2019 merupakan bagian

dari Indikator Kinerja Utama (IKU) seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian. Monitoring atas capaian target PP dan PR dilakukan melalui media

rapat pimpinan dalam bentuk Leaders’ Offsite Meeting (LOM) dan Rapat Piminan Kinerja

(Rapimja). Seluruh data capaian atas PP dan PR Tahun 2019 dapat diperoleh oleh seluruh

pemangku kepentingan, serta masyarakat luas melalui sisitem manajemen kinerja ekon-GO

(Evaluasi Kinerja Online – Gerai Otomatisasi) di alamat situs http://kinerja.ekon.go.id.

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

42

Gambar 3.1. Program Prioritas dan Program Reguler Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam mengemban

amanah memiliki Program kerja yang dikategorikan menjadi 4 (empat) Program Prioritas

dan 3 (tiga) Program Reguler sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

Program Prioritas

1. Penyelesaian Perundingan Perdagangan Bebas

43

General Review Indonesia-Japan Economic Partnership

Agreement (GR IJEPA)

Perjanjian IJEPA ditandatangani pada Juli 2007 dan mulai efektif

berlaku (entry into force) pada 1 Juli 2008. Setelah dilakukannya implementasi

lebih dari lima tahun, kedua pihak sepakat untuk dilakukan General Review

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (GR IJEPA). GR-IJEPA telah

berhasil diselesaikan dan diumumkan oleh kedua Kepala Negara pada bulan

Juni 2019 pada KTT G20 di Osaka, Jepang. GR-IJEPA telah dilaksanakan

sebanyak 14 putaran sejak tahun 2017 dengan melibatkan 8 Working Group

yaitu Trade in Goods, Trade in Services, Cooperation, Investment, Government

Procurement, Movement of Natural Persons, Improvement of Business

Environment and Promotion of Business Confidence (IBE & PBC), dan Rules of

Origin. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional sebagai

penanggung jawab WG on IBE & PBC.

GR-IJEPA adalah sebuah kesepakatan antara Indonesia dengan

Jepang yang dituangkan dalam bentuk Term of Reference of Sub-Committee on

Improvement of Business Environment and Promotion of Business Confidence

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement. Melalui Sub Committee IBE-

44

PBC kerja sama potensial kedua negara diantaranya kegiatan peningkatan

kapasitas pejabat pemerintah Indonesia dalam perumusan kebijakan yang

mendorong perbaikan iklim berusaha dan business confidence di Indonesia;

Seminar, workshop dan diskusi bersama dalam rangka peningkatan iklim

berusaha; serta kegiatan sosialisasi kebijakan ekonomi baru yang dikeluarkan

oleh pemerintah Indonesia kepada investor Jepang.

Sedangkan hasil utama dari GR IJEPA secara umum adalah perluasan

akses pasar perdagangan barang termasuk melalui penghapusan dan

pengurangan tarif yang mencakup barang industri, perikanan, kehutanan dan

pertanian serta fleksibilitas prosedur dan peraturan terkait perikanan dan produk

pertanian. Komitmen Jepang untuk memberikan kerja sama bilateral untuk

pengembangan kapasitas di berbagai bidang, yaitu industri manufaktur (MIDEC),

pertanian, kehutanan dan perikanan, promosi perdagangan dan investasi,

pengembangan sumber daya manusia, pariwisata, teknologi informasi dan

komunikasi, layanan keuangan, pengadaan pemerintah, lingkungan, dengan

tujuan untuk memperkuat kemitraan ekonomi antara kedua negara.

Khusus kerja sama MIDEC, area kerja sama yang disepakati antara

lain:

1). Peningkatan daya saing industri manufaktur termasuk dalam bidang

manajemen, teknologi, R&D, dan standardisasi industri;

2). Pengembangan SDM bidang industri manufaktur;

3). Pengembangan infrastruktur industri manufaktur;

4). Joint research

Hasil utama GR IJEPA lainnya adalah, meneruskan program kerja

sama penempatan nurse dan caregiver bersertifikat Indonesia dengan komitmen

Jepang untuk memberikan pelatihan bahasa Jepang sebelum keberangkatan di

Indonesia selain pelatihan di Jepang yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011.

Sejak TA 2008 hingga TA 2018, dari total 2.445 kandidat nurse dan caregiver

bersertifikat Indonesia yang dikirim dan 644 dari mereka telah lulus Ujian

Nasional dan ditempatkan di Jepang.

Sedangkan dalam bidang jasa, Jepang berkomitmen untuk

menyediakan dan memfasilitasi pembangunan kapasitas untuk Indonesia pada:

45

1). Pengembangan kapasitas untuk pekerja kreatif indonesia;

2). Pengembangan kapasitas untuk game indonesia, aplikasi dan animasi;

3). Inisiatif pengembangan kapasitas pada cold chain;

4). Training shipping dan logistik;

5). Peningkatan investasi dari Jepang pada industri perawatan kesehatan

melalui peningkatan kapasitas industri perangkat medis dan sumber daya

manusia untuk kesehatan.

Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership

Agreement (IK CEPA)

Pengumuman resmi selesainya perjanjian IKCEPA telah diumumkan

oleh kedua Kepala Negara pada tanggal 25 November 2019 di sela-sela the 30th

ASEAN-Korea Commemorative Summit di Busan, Korea Selatan.

Perundingan IK-CEPA terdiri dari enam kelompok kerja, yaitu

perdagangan barang, perdagangan jasa; investasi; ketentuan asal barang,

prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan (ROOCPTF); isu hukum dan

kelembagaan, serta kerja sama dan pengembangan kapasitas yang

dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional.

Kesepakatan kedua Negara dalam Working Group on Cooperation

and Capacity Building dalam kerangka IK-CEPA adalah kesepakatan kedua

Negara yang dituangkan dalam Implementing Arrangement for Economic

Cooperation Pursuant to Chapter X of the Comprehensive Economic Partnership

Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The

Government of the Republic of Korea. Kerja sama yang diikat dalam

Implementing Arrangement mencakup kerja sama dalam berbagai sektoral yaitu:

movement of natural persons (MNP); healthcare; construction services;

infrastructure; culture and other creative areas; fair competition; energy and

mineral resources; agriculture, fisheries, forestry; rules and procedures.

Hasil secara umum IK-CEPA antara lain tingkat liberalisasi

perdagangan barang (93% untuk Indonesia dan 95,5% untuk Korea), lebih tinggi

dari kesepakatan ASEAN Korea FTA. IK-CEPA akan menjadi platform

46

pembangunan bagi kedua negara serta untuk meningkatkan kerja sama

ekonomi melalui perdagangan dan investasi dengan kemudahan akses pasar

untuk barang, jasa, orang dan investasi. Indonesia mendapatkan akses pasar

produk utama untuk plywood, tropical fruits, tuna, dan t-shirt, sedangkan Korea

untuk steel dan chemical products.

ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN)

Kerja sama Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) berdiri

pada tahun 1967 dan saat ini usianya telah mencapai 52 tahun. Pada usianya

yang telah mencapai lebih dari setengah abad, berbagai prestasi telah dicapai

oleh ASEAN. Dari sisi GDP, ASEAN tumbuh sebesar 130x, dari USD 23 Billion

di tahun 1967, menjadi USD 2.986 Billion di tahun 2018, dari sisi GDP/kapita

tumbuh sebesar 38x dari USD 122 menjadi USD 4.601, dan nilai perdagangan

tumbuh sebesar 282x dari USD 10 Billion menjadi USD 2.817 Billion, keduanya

pada periode yang sama.

ASEAN merupakan prioritas kerja sama internasional Indonesia,

khususnya pada bidang ekonomi. Peran Indonesia semakin penting di ASEAN

karena merupakan salah satu pendiri ASEAN (founding father of ASEAN).

Selain itu, profil Indonesia di ASEAN merupakan negara terbesar dari sisi

jumlah penduduk, luas wilayah, dan perekonomian, yang mencakup sekitar

40% atau hampir separuh wilayah ASEAN.

Menko Perekonomian merupakan Ketua Dewan Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) Indonesia yang bertugas mengimplementasikan

berbagai kerja sama di bawah pilar ekonomi ASEAN dan

mengimplementasikannya di dalam negeri. Beberapa kesepakatan yang

berhasil disepakati pada tahun 2019 dalam memasuki era Transformasi Digital

ASEAN adalah penandatanganan ASEAN Agreement on E-commerce, ASEAN

Trade in Services Agreement (ATISA), 8th ASEAN Framework Agreement on

Services (AFAS) Financial Services, dan ASEAN Assessment on Industrial

Revolution 4.0 (4IR).

47

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

Perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

telah dimulai sejak tahun 2013 dan diharapkan dapat ditandatangani pada tahun

2020. RCEP merupakan konsolidasi lebih lanjut kesepakatan perdagangan

bebas (FTA) 10 negara ASEAN dengan 6 negara mitra FTA-nya yaitu Australia,

China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. Tujuan RCEP adalah

untuk meningkatkan integrasi ekonomi kawasan dan memperlancar arus

perdagangan barang, jasa dan investasi dengan tingkat liberalisasi tarif barang

hingga 92% dalam kurun waktu 15-20 tahun sejak entry to force. Jika terwujud

maka RCEP menjadi Blok Perdagangan Bebas terbesar di dunia dengan

representasi 32% Perekonomian Dunia dan 29% Perdagangan Dunia.

Isu-isu yang dibahas dalam perundingan RCEP antara lain meliputi:

Trade in Goods (ROO, SPS, Trade Remedies), Trade in Services (akses pasar,

ratchet, transition to negative list, MNP), Investment (akses pasar, ratchet,

automotive MFN, Prohibition of Performance Requirements), Intellectual

Property (TRIPS-plus, geographical indicator), Competition (commercial

activities subject to competition law), E-Commerce (location of computing

facilities, custom duties), Government Procurement (fokus pada transparency &

cooperation tanpa ada kaitannya dengan akses pasar) , Economic & Technical

Cooperation dan Small & Medium Enterprises (SME).

Pada KTT RCEP ke-3 yang berlangsung di Bangkok 4 November

2019, 15 negara RCEP telah berhasil menyelesaikan negosiasi teks

perundingan dan negosiasi akses pasar secara essential. Saat ini India

merupakan satu-satunya negara yang memiliki isu sehingga belum dapat

menyetujui perjanjian RCEP. 15 negara RCEP masih berharap India dapat

bergabung dan akan mengintensifkan proses negosiasi mutual satisfactory way

dengan India sehingga dapat ditandatangani pada November 2020 oleh 16

negara. Saat ini sedang dilakukan proses legal scrubbing perjanjian RCEP yang

diharapkan dapat diselesaikan pada bulan Mei atau Juni 2020.

2. Penyelesaian Sengketa Perdagangan di WTO

48

Sejak keterlibatan dalam WTO, tercatat total 70 (tujuh puluh) kasus sengketa

perdagangan yang melibatkan Indonesia dengan rincian: 12 kasus Indonesia selaku

Penggugat (Complainant); 15 kasus Indonesia selaku Tergugat (Respondent), dan 43

kasus Indonesia turut serta selaku Pihak Ketiga (Third Party). Mayoritas dari sengketa

perdagangan tersebut terkait dengan kebijakan dan regulasi Indonesia di bidang Non-

Tariff Measures (NTMs), yakni kebijakan perdagangan selain tarif yang berpotensi

memiliki dampak ekonomi yang dapat mendistorsi perdagangan dan berdampak

negatif pada daya saing perdagangan. NTMs seringkali dipermasalahkan ketika suatu

negara memberlakukan kebijakan tersebut secara tidak transparan, diskriminatif,

hingga terkesan ”sengaja” dengan memberlakukan persyaratan yang memberatkan

pelaku usaha dalam memenuhi kebijakan tersebut.

Pada bulan September 2019, Kementerian Perdagangan menginisiasi High

Level Policy Dialogue terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs) dan prinsip-prinsip

Good Regulatory Practices (GRPs) untuk menyelaraskan kebijakan dan peraturan

nasional dengan komitmen Indonesia di WTO. Kegiatan tersebut ditindaklanjuti

dengan usulan Menteri Perdagangan untuk membentuk Tim Nasional di bidang NTMs

dan GRPs. Tim Nasional tersebut diusulkan terdiri atas para Menteri dan Kepala

Lembaga yang bertanggung jawab dan menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang: perekonomian; peraturan perundang-undangan; perindustrian; perdagangan;

pertanian; lingkungan hidup; penanaman modal; karantina; dan standarisasi.

Sebagai referensi, terkait isu NTMs terdapat inisiatif yang dilakukan oleh

beberapa Kementerian dan Lembaga. Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah

membentuk Komite Nasional Penanganan Hambatan Teknis Perdagangan melalui

PerKa BSN Nomor 3 Tahun 2017. Komite nasional ini beranggotakan unsur

Pemerintah, asosiasi industri, dan pakar yang diketuai oleh Pejabat tingkat Eselon I di

49

BSN. Tugas komite nasional ini adalah memberikan memberikan rekomendasi di

bidang Hambatan Teknis Perdagangan/Technical Barrier to Trade (TBT), khususnya

terkait posisi Indonesia terhadap isu ofensif dan defensif dalam forum negosiasi

internasional di bidang Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment

Procedures kepada Kepala BSN. Inisiatif serupa sedang diformulasikan oleh

Kementerian Pertanian melalui usulan untuk membentuk tim nasional Sanitary and

Phytosanitary (SPS) yang terkait dengan kebijakan Indonesia yang berhubungan

dengan perlindungan manusia, hewan, dan tumbuhan melalui penerapan ketentuan-

ketentuan untuk mengelola risiko yang berhubungan dengan impor.

Usulan Menteri Perdagangan serta inisiatif dari BSN dan Kementerian Pertanian

tersebut kiranya perlu untuk ditindaklanjuti lebih lanjut oleh Kemenko Perekonomian,

mengingat isu ini memerlukan koordinasi lintas sektoral, namun dengan tetap

mempertimbangkan wewenang dan keahlian yang dimiliki oleh setiap

Kementerian/Lembaga.

Kasus lainnya, Indonesia digugat terkait sengketa DS 477/478 dan DS 484.

Kebijakan (measures) Indonesia terkait impor produk hortikultura, hewan dan produk

hewan dianggap tidak sesuai dengan ketentuan World Trade Organization (WTO) dan

menjadi dasar bagi Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru (SB) serta 14

(empat belas) negara sebagai third parties mengajukan gugatan ke Dispute Settlement

Body (DSB) dalam sengketa DS 477/478. Berdasarkan Panel Report tanggal 22

Desember 2016, DSB mengabulkan gugatan AS dan SB dalam sengketa DS 477/478

dan meminta Indonesia segera menyesuaikan kebijakan impornya, keputusan tersebut

diperkuat oleh Appellate Body Report tanggal 22 November 2017.

Indonesia harus merevisi 4 (empat) peraturan menteri (dua Permentan dan dua

Permendag) dan 4 (empat) Undang-Undang. Saat ini status Indonesia dalam usaha

full compliance untuk melaksanakan hasil putusan. Indonesia telah melakukan

penerbitan Permentan 02/2020 dan Revisi Permendag 44/2019 tentang impor

hortikultura; Penerbitan Permentan 42/2019, Permendag 72/2019 tentang impor

hewan dan produknya; dan Revisi UU Nomor 13/2010, 18/2012, 19/2013 dan 41/2014.

Perkembangan per Januari 2020 bahwa 4 UU tersebut masuk dalam program

Omnibus Law yang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian. Amandemen 4 UU

tersebut sedang dalam tahap harmonisasi Omnibus Law. Selain itu, AS menunda

proses arbitrase DS478 seiring dengan diakomodirnya proposal agar Indonesia

50

membuka impor produk apel, anggur, daging sapi dan citrus. Pemri telah melakukan

revisi terhadap Permentan dan Permendag yang mengakomodir putusan DSB WTO.

AS menunda proses arbitrase DS 478 seiring dengan diakomodirnya proposal AS agar

Indonesia membuka impor produk apel, anggur, daging sapi dan citrus. Untuk

memenuhi status fully comply terhadap rekomendasi/putusan DSB WTO, Kemenko

Perekonomian ditunjuk sebagai Ketua Tim Clearing House.

Panel Report DSB WTO tanggal 22 November 2017 DSB menyatakan bahwa

Indonesia melanggar ketentuan WTO terhadap DS 484 terkait importasi daging dan

produk ayam dan mengabulkan gugatan Brazil dan 19 (sembilan belas) negara

sebagai third parties yang mempermasalahkan 4 (empat) isu yakni: Positive List, Fixed

License Term, Intended Use dan Undue Delay. Pemerintah RI telah melakukan

penyesuaian regulasi melalui rapat koordinasi Tim Clearing House yang diketuai oleh

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, telah diterbitkan 2 (dua)

peraturan menteri, yakni Permendag 72/2019 dan Permentan 42/2019 mengenai

impor hewan dan produknya.

Indonesia telah menyampaikan komitmen untuk sepenuhnya patuh dengan

putusan dan rekomendasi DSB dan tetap mengoptimalkan saluran bilateral Indonesia-

Brazil. Kedua negara telah melalui beberapa tahapan proses penyelesaian sengketa

yang ditetapkan panel yaitu:

● First Written Submission (FWS) tanggal 13 September 2019 untuk Brasil dan

tanggal 18 Oktober 2019 untuk Indonesia

● Third parties Submission tanggal 1 November 2019 yang terdiri dari negara

Australia, Kanada, China, UE, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru,

Norwegia, Rusia, Arab Saudi, dan AS

● Second Written Submission (SWS) tanggal 15 November 2019 untuk Brasil

dan tanggal 13 Desember 2019 untuk Indonesia

Kedua negara akan menghadiri First Substantive Meeting (FSM) di Jenewa pada

tanggal 4-5 Februari 2020. Delegasi Indonesia yang akan ikut serta pada FSM

diantaranya Direktorat Perundingan Multilateral Kemendag, Biro Advokasi

Perdagangan dan JWK Lawyer.

Selain itu, Indonesia juga digugat oleh China Taipei dan Vietnam pada kasus DS

490 dan 496 terkait safeguard untuk produk besi dan baja tertentu. Status Indonesia

terhadap DS 490 dan 496 adalah fully comply. Telah diterbitkan PMK No. 26/2019

51

tentang Pengenaan Bea Masuk tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap Impor Produk

Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan (BjLAS) Impor dari China Taipei dan

Viet Nam per 22 Maret 2019 tidak lagi dikenakan BMTP.

Generalized System of Preference (GSP)

Generalized System of Preference (GSP) merupakan program

unilateral dari AS kepada 121 negara berupa pemberian tarif preferensi untuk

produk tertentu. GSP merupakan program impor pembebasan tarif yang

dikeluarkan oleh Pemerintah AS untuk negara berkembang atau less developed

countries. Sejak April 2018, AS menginisiasi Country Practice Review eligibilitas

negara penerima GSP. Indonesia termasuk dalam daftar negara-negara yang

memiliki surplus perdagangan besar dengan Amerika Serikat. Indonesia

menerima manfaat GSP AS sejak tahun 1976.

Pemerintah Indonesia telah berupaya melakukan diplomasi

perdagangan untuk mempertahankan eligibilitas Indonesia atas GSP. Pada saat

ini, Kemenko Perekonomian mengkoordinasikan berbagai K/L terkait untuk

upaya penyelesaian Review GSP tersebut. Terdapat paling tidak 10 (sepuluh)

isu yang menjadi concerns AS. Pemri telah menyelesaikan seluruh pending

issues GSP kecuali lokalisasi data terkait Pasal 21 ayat 4 PP nomor 71 tahun

2019. Pemri berkeberatan dengan permintaan AS untuk liberalisasi lokalisasi

data terkait Pasal 21 ayat 4 PP nomor 71 tahun 2019 karena berhubungan

dengan data nasabah yang terhubung dengan data publik seperti Data Dukcapil.

52

3. Peningkatan Engagement Ekonomi dengan Negara Mitra Utama

● Kerja Sama Ekonomi Bilateral RI – Singapura

Capaian: (1) Masuknya investasi asing ke Batam sebagai hasil promosi

bersama RI - Singapura ke negara ketiga; (2) Penguatan Nongsa Digital Park

sebagai pusat kerja sama pengembangan digital; (3). Pembukaan rute cruise

baru dari Singapura ke Belitung.

● Pertemuan First Working Group on Marine and Fisheries RI – Rusia, di

St. Petersburg, Federasi Rusia, 10 – 11 Juli 2019

Merupakan tindak lanjut dari SKB ke-12 RI – Rusia bidang kerja sama

perdagangan ekonomi dan teknik tahun 2018, sebagai forum kerja sama

bilateral di sektor kelautan dan perikanan. Pada pertemuan ini masing-masing

Negara sepakat untuk : i) meningkatkan kerja sama memerangi Illegal,

Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) dan ii) mengadakan kerja sama

riset di bidang kelautan dan perikanan.

● Pertemuan Sherpa dan KTT G20 di Osaka

Pada tanggal 28-29 Juni 2019, telah berlangsung pertemuan KTT G20

Osaka 2019 dan didahului dengan pertemuan ke-3 Sherpa G20 tanggal 25-

27 Juni 2019 di Osaka dengan hasil-hasil pertemuan sebagai berikut:

− Pertemuan Sherpa dan Finance Track dimaksudkan untuk menyelesaikan

dokumen hasil akhir (outcome) KTT G20 yang menjadi kesepakatan para

Pemimpin G20. Namun, banyaknya isu yang contentious antara lain isu

53

perubahan iklim, penguatan multilateralisme, perdagangan-reformasi

WTO, steel access capacity, migrasi dll membuat pertemuan Sherpa

diperpanjang hingga sampai hari akhir KTT G20 tanggal 29 Juni 2019.

− KTT G20 di Osaka berhasil mengeluarkan G20 Osaka Leaders’

Declaration yang isinya mencakup hal-hal yang termuat dalam 4 sub-tema

KTT G20 yakni (i) ekonomi global; (ii) inovasi dan ekonomi digital; (iii)

mengatasi kesenjangan dan SDGs; dan (iv) perubahan iklim dan

lingkungan hidup. Dalam G20 Osaka Leaders’ Declaration banyak paragraf

yang memuat masukan dan dorongan dari Indonesia antara lain terkait

pendanaan inovatif blended finance, creative industry, IUU Fishing, family

farming and small scale farmers, women as agents of peace dll.

− Presiden RI menyampaikan intervensi pada sesi kedua mengenai Digital

Economy and Artificial Intelligence dan menjadi lead speaker pada sesi

ketiga dengan tema Addressing Inequalities and Realizing an Inclusive and

Sustainable World.

− KTT G20 juga mengeluarkan G20 Osaka Leaders’ Statement on

Preventing Exploitation of the Internet for Terrorism and Violent

Extremism Conducive to Terrorism (VECT) yang merupakan inisiatif

Australia. Pembahasan ini dilakukan pada Sherpa track dan mendapat

konsensus dari semua anggota G20. Intinya dari deklarasi ini adalah untuk

meminta semua pihak termasuk swasta mendukung usaha mencegah

penggunaan internet oleh pelaku teroris dan kekerasan ekstrim.

● Kerja Sama Ekonomi Sub Regional

Menko Perekonomian adalah Ketua Tim Koordinasi KESR (Indonesia-

Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam-

Indonesia-Malaysia-Philippines (BIMP-EAGA)). Kedeputian VII merupakan

Sekretariat Nasional. Beberapa capaian kerja sama pada tahun 2019, adalah

sebagai berikut:

• Pelaksanaan 39 proyek infrastruktur prioritas IMT-GT senilai 48 milyar

USD:

o 11 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek);

o 28 proyek sedang berjalan;

54

• Pelaksanaan 69 proyek infrastruktur prioritas BIMP-EAGA senilai 23

milyar USD

o 16 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek)

o 53 sedang berjalan

• Penyelesaian proyek sektoral di Indonesia, antara lain:

o Revitalisasi penerbangan rute Manado-Davao by Garuda Indonesia;

o Pemanfaatan interkoneksi listrik Kalimantan Barat-Sarawak sebesar

215 MW.

o Reviu 5 Koridor Ekonomi IMT-GT dan Pembentukan Koridor ke-6

● Kesepakatan implementasi mekanisme APEC Online Dispute Resolution

(ODR)

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kemenko

Perekonomian mengkoordinasikan Economic Committee (EC), dengan

agenda utama Reformasi Struktural.

Capaian dari Pertemuan EC APEC tahun 2019 adalah: i) Laporan APEC

Economic Policy Report (AEPR) 2019 yang mengangkat tema Structural

Reform and Digital Economy; ii) Tema dan agenda Pertemuan Tingkat Menteri

Reformasi Struktural tahun 2020 dan agenda Reformasi Struktural Post 2020;

iii) Pengesahan 2 dokumen Online Dispute Resolution, yaitu: a) APEC

Collaborative Framework for ODR of Cross-Border B2B Disputes; dan b)

Model Procedural Rules for the APEC Collaborative Framework for ODR of

Cross-Border B2B Disputes.

4. Program Joint Crediting Mechanism (JCM)

55

Sampai saat ini terdapat 22 metodologi dan 39 proyek (19 proyek dalam proses

registrasi, 20 proyek telah diregistrasi). 12 proyek yang telah diregistrasi sudah

menerbitkan kredit karbon dengan total 56.254 ton CO2/ tahun. Total investasi JCM

sebesar $128 juta (Swasta $ 78 juta dan Subsidi Pemerintah Jepang $ 50 juta). Total

grant dari Pemerintah Jepang $ 10 juta untuk 122 studi kelayakan.

Program Reguler

1. Pembentukan Pusat MEA dan Sekretariat Nasional KESR

Pusat Masayarakat Ekonomia Asean (MEA)

Kegiatan Pusat MEA Indonesia tahun 2019:

Melaksanakan koordinasi implementasi Annual Priorites ASEAN Economic

Community (AEC) Blueprint 2020;

Reformatting penyusunan Rencana Aksi Nasional Masyarakat Ekonomi

ASEAN (RAN MEA) 2025;

Penyiapan General Review ASEAN Trade in Goods (ATIGA) sebagai upaya

menaikkan perdagangan intra-ASEAN;

Persiapan legal scrubbing dan penyelesaian perundingan akses pasar

Regional Comprehensive Economic Partnerhsip (RCEP) yang ditargetkan

untuk ditandatangani pada November 2020.

Sekretariat Nasional Kerja Sama Ekonomi Sub Regional

Sekretariat Nasional Kerja Sama Ekonomi Sub Regional (Setnas KESR)

dibentuk sesuai dengan amanat Keputusan Presiden (Keppres) 13 Tahun

56

2001 tentang Tim Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Sub Regional dimana

Menko Perekonomian ditunjuk sebagai Ketua Tim Koordinasi. Tugas utama

Setnas KESR adalah mendukung tugas Menko Perekonomian dalam

mengkoordinasikan partisipasi Indonesia dalam memanfaatkan kerja sama

IMT-GT untuk mendukung perekonomian daerah.

Beberapa capaian penting Setnas KESR selama tahun 2019 adalah:

mengkoordinasikan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur prioritas

seperti pembangunan pelabuhan Kuala Tanjung Tahap I, 3 ruas jalan tol di

Sumatera, Pelabuhan Makassar tahap 1. Untuk membangun konektivitas

maka telah dibuka kembali penerbangan antara Manado, Sulawedi Utara

menuju Davao, Filipina, sekaligus mendukung keberlaanjutan pelayaran rute

Bitung-Davao. Partisipasi pemerintah daerah yang semakin meningkat juga

didukung dengan pembentukan Sekretariat Daerah di Kep. Bangka Belitung

dan Kalimantan Barat. Saat ini sedang dilakukan inisiasi untuk membentuk

sekretariat yg lebih besar yg akan mengkoordinasikan pemerintah daerah.

Implementasi dari MoU on Air Linkages juga didorong dengan menyusun

Rencana Aksi untuk membuka penerbangan baru pada rute-rute yang sudah

ditunjuk poin bandaranya. Terdapat beberapa bandara yaitu: Medan, Banda

aceh, padang siborong-borong dan tanjung pandan. Demikian juga dengan

konektivitas laut, saat ini sedang dikoordinasikan untuk pembukaan rute

Dumai-Malaka yang ditargetkan pada tahun 2020. Potensi industri halal yang

menjadi arahan Presiden Joko Widodo dalam KTT IMTGT ke 12 tanggal 23

Juni 2019 juga menunjukkan pencapaian yang melebihi target yaitu dengan

membentuk 4.215 industri skala UKM yang berorientasi ekspor (target awal

3.000 industri).

57

2. Pelatihan Database untuk Analisa Perdagangan Internasional

Deputi VII bekerja sama dengan Prospera telah melaksanakan pelatihan

database analisa perdagangan untuk meningkatkan kualitas analisa staf dalam

perdagangan internasional. Ruang lingkup pelatihan difokuskan pada pemanfaatan

sumber data perdagangan yang mencakup BPS, UNComtrade, Trade Map, dan WITS.

Deputi VII juga bekerjasama dengan ERIA dan Prospera melakukan kajian terhadap

kinerja ekspor Indonesia di negara tujuan ekspor. Adapun output yang diharapkan dari

kajian yakni:

● Identifikasi produk ekspor potensial di negara tujuan

● Strategi dan rencana aksi untuk penetrasi di pasar tujuan ekspor

Untuk meningkatkan kapasitas analisa kerja sama perdagangan internasional,

Deputi VII akan berlangganan Global Trade Analysis Project (GTAP) dan

meningkatkan kapasitas staf dalam penggunaan GTAP.

58

Gambar 3.2. Pelatihan Analisis Database Staf Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

3. Diplomasi Ekonomi sebagai Upaya Memperbaiki Neraca Perdagangan

● Perbaikan harga komoditas karet di pasar Internasional

Pada 16 Agustus 2019. IRCo telah membahas implementasi AETS dengan

hasil sebagai berikut:

a. Implementasi AETS hingga 19 September memberikan korelasi positif

terhadap perbaikan harga karet (USD 139,44 cents/kg periode Jan-April

2019 menjadi USD 155,62 cents/kg periode April-Juli 2019)

b. Baik Indonesia dan Malaysia sudah comply terhadap kesepakatan

kuantitas AETS yang disepakati, sedangkan Thailand hingga sekarang

masih melaksanakan AETS.

c. ITRC perlu mewaspadai tren penurunan harga yang saat ini terjadi

disebabkan oleh perang dagang RRT dan AS dan wabah penyakit gugur

daun Pestalotiopsis yang menyerang Indonesia dan Malaysia.

● Generalized System Preferences

a. Sejak AS melakukan GSP Country Practice Review pada April 2018,

Indonesia telah menyelesaikan 9 dari 10 isu concern AS. Isu terakhir terkait

lokalisasi data, compulsory licensing, Asuransi dan Reasuransi.

59

b. Terkait Isu Asuransi, telah terbit dan diundangkan pada tanggal 20 Januari

2020 PP No. 3 Th. 2020 untuk merevisi PP No. 14 Th 2018 yang

mengakomodir strong grandfathering Clause dan minimum capital.

c. Terkait isu Reasuransi, POJK telah merevisi POJK nomor 14/2015 dengan

menerbitkan POJK nomor 19/2019 per tanggal 30 Agustus 2019. Pemri

dapat mengakomodir permintaan AS untuk melakukan penghapusan

secara bertahap terkait kewajiban retensi dengan reasuradur dalam negeri

(mandatory domestic cession)

d. Terkait compulsory licensing Pemri telah menerbitkan Permenkumham

nomor 30/2019 tanggal 9 Desember 2019.

e. Terkait lokalisasi data, Pemri telah merevisi PP nomor 82/2012 menjadi PP

nomor 71/2019 tanggal 10 Oktober 2019. Posisi final Pemri terkait Pasal 21

ayat 4, Pemri akan mengakomodir penyimpanan data transaksi komersil di

luar negeri namun untuk data nasabah harus tetap disimpan di dalam negeri

karena berisi data pribadi WNI dan berhubungan dengan data publik seperti

data Dukcapil.

● Diplomasi Kelapa Sawit

a. Pertemuan Menko Perekonomian segenap pihak yang terlibat dalam

penyusunan kebijakan RED III dan DR UE, termasuk Komisi, Dewan dan

Parlemen Eropa serta sektor bisnis Eropa pada pada 6-11 April 2019 di

Brussels, Belgia.

b. Kunjungan Kerja Menko Perekonomian ini dalam rangka menanggapi

kebijakan Renewable Energy Directive III dan Delegated Regulation (DR) Uni

Eropa di Brussels, Belgia. Delegasi RI dipimpin oleh Bapak Darmin Nasution,

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan diikuti oleh beberapa

pemangku kepentingan terkait isu sawit Indonesia dalam kerangka Joint

Mission CPOPC yang juga disertai oleh Delegasi dari Malaysia dan Kolombia.

Delegasi Malaysia dipimpin oleh Sekjen Ministry of Primary Industry (MPI) dan

terdiri dari CEO MPOC, MPOCC, dan perwakilan Kedutaan Besar Malaysia di

Brussel. Delegasi Kolombia dipimpin oleh Duta Besar Kolombia untuk

Kerajaan Belgia dan Uni Eropa.

c. Adapun beberapa agenda yang dilakukan antara lain:

Pejabat tiga institusi UE (Komisi, Parlemen dan Dewan Eropa);

60

Joint Meeting dengan Ketua Indonesia-EU Parliamentary Friendship

Group bersama dengan MEPs dari DASE, Komite INTA, ITRE dan

ENVI;

Perwakilan asosiasi perusahaan industri biofuels UE;

Joint Press Statement dan Multi-stakeholder Event;

Deputy DG Trade Komisi Eropa dan Ketua Perunding IEU CEPA;

Pertemuan dengan beberapa law firms yang berbasis di UE.

d. Menko Perekonomian menyampaikan beberapa hal pokok antara lain:

Kecewa atas kebijakan UE yang mendiskriminasi sawit;

Menyampaikan Joint Letter Presiden RI dan PM Malaysia kepada

pimpinan 3 institusi pilar UE;

Peran penting industri sawit bagi Indonesia;

Regulasi Indonesia untuk melindungi dan konservasi kawasan hutan;

Utamakan pendekatan dialog yang konstruktif, namun tegas untuk

melakukan review hubungan bilateral dan membawa kasus ini ke WTO.

e. Hasil Pertemuan

Menanggapi pengenaan definitive measure ini, Pemri akan

berkoordinasi untuk mengambil sikap bersama dalam menghadapi UE.

Terdapat beberapa opsi yang dapat diambil, termasuk mengajukan

gugatan ke forum Dispute Settlement Body WTO.

Sebagai catatan, Indonesia telah memenangkan kasus sengketa anti-

dumping produk yang sama (biodiesel) melawan EU (DS 480) dimana

berakhir dengan hampir keseluruhan klaim Indonesia dinyatakan benar

oleh Panel DSB WTO karena metodologi yang digunakan oleh Otoritas

EU dalam kalkulasi dumping dan penentuan injury dinyatakan tidak

sesuai dengan ketentuan WTO yang berlaku.

B. Nilai Kinerja Organisasi

Penilaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

dilakukan dengan menghitung capaian atas Nilai Kinerja Organisasi (NKO) di tahun 2019.

Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui perbandingan antara realisasi kinerja

dengan target yang ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja. Mekanisme

61

penghitungan Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diatur di dalam Peraturan Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian Nomor Nomor 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja

dan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja di atas, diperoleh Nilai Kinerja Organisasi

(NKO) Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional untuk Tahun 2019

adalah sebesar 100%, dengan kategori “Memuaskan”.

Tabel 3.0. Nilai Kinerja Organsiasi (NKO) Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019

No.Sasaran Strategis

Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Realisasi

% Capaian IKU

% Capaian NSS

1 Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Persiapan pelaksanaan

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

1 Paket Rekomendasi

1 Paket Rekomendasi

100 100%

2 Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

- Rapat koordinasi tingkat Eselon I

- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional

1 Paket Rekomendasi

1 Paket Rekomendasi

100 100%

Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Tahun 2019 100% Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target dan Realisasi

Kinerja (dalam persentase)

62

C. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019

Sasaran Strategis 1:

Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian

Dalam pencapaian sasaran strategis “Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi

Kebijakan Perekonomian”, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional mengindentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) berupa

Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja

Sama Ekonomi Internasional. IKU ini merupakan perubahan sasaran dari Renstra

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Tahun 2015-2019.

Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan

Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional

Indikator Kinerja Utama (IKU) ke-1, berupa Jumlah Paket Rekomendasi Hasil

Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional,

digunakan untuk mengukur hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan yang dihasilkan

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional. Target kinerja pada IKU-

1. berupa 1 (satu) Paket Rekomendasi yang terdiri atas rekomendasi-rekomendasi

kebijakan yang terbagi ke dalam dua kegiatan, yaitu Persiapan pelaksanaan

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan; Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan. Pada tahun 2019, perhitungan capaian kinerja IKU-1 diperoleh sebesar

100%.

Tabel 3.1. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi Dan

Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional

1. Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-

CEPA)

Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-

CEPA) adalah sebuah kemitraan komprehensif yang mencakup perjanjian

perdagangan barang (Rules of Origin, Custom Procedures and Trade Facilitation,

Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Kinerja

IKU-1. Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional

1 paket

rekomendasi

1 Paket

rekomendasi

100%

Ket: Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perekonomian terdiri atas Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan; Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan.

SS-1

63

Technical Barriers to Trade, Sanitary and Phytosanitary), perdagangan jasa

(Movement of Natural Persons, Financial Services, Telecommunications,

Professional Services), Investment, E-Commerce, Competition Policy, Institutional

and Framework Provisions, dan Economic Cooperation. Perundingan putaran

pertama IA-CEPA pada tahun 2012, ditandatangani pada tanggal 4 Maret 2019

setelah melalui 12 perundingan, dan diharapkan proses ratifikasi IA-CEPA dapat

diselesaikan pada Januari 2020.

Penandatanganan Perundingan (IA-CEPA) sebagai momentum baru kemitraan

strategis bagi kedua negara dan diharapkan dapat membawa hubungan kedua

ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. IA-CEPA merupakan salah satu perjanjian

penting bagi Indonesia karena sifat dan cakupannya yang menyeluruh. Bukan saja

di bidang perdagangan barang, jasa, dan investasi, tetapi IA-CEPA juga mencakup

kerja sama dan kemitraan ekonomi yang lebih luas terutama di bidang

pembangunan manusia dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia. IA-

CEPA mengintegrasikan pemberian konsesi akses pasar dengan kerja sama

ekonomi.

Economic Cooperation (EC) menjadikan IA-CEPA berbeda dengan Free Trade

Agreement (FTA) lainnya. Dapat dipahami bersama, kekhawatiran akan semakin

besarnya gap defisit nilai perdagangan Indonesia atas Australia saat melakukan

implementasi IA-CEPA, untuk itu melalui komitmen EC lebih luas termasuk antara

lain Vocational Education Training (VET) dan higher education, health sector dan

diharapkan dapat mewujudkan konsep ‘economic powerhouse’ melalui kolaborasi

kekuatan ekonomi untuk mendorong produktivitas produk industri Indonesia

(manufacturing powerhouse) dan meningkatkan ekspor ke pasar negara ketiga

(global value chains). Dengan kemudahan akses berbagai bahan baku dan penolong

murah serta berkualitas dari Australia.

Dalam jangka menengah proyek kerjasama dalam kerangka IA-CEPA

memprioritaskan pembangunan kapasitas sumber daya manusia Indonesia, promosi

dan inovasi untuk meningkatkan standar dan daya saing, serta pemberdayaan

UMKM. Proyek-proyek kerjasama akan difokuskan dalam sektor pendidikan

vokasional, kesehatan dan farmasi, pariwisata, pangan (termasuk grain partnership

dan hortikultura), industri kreatif, tekstil dan alas kaki, e-commerce, dan industri

berbasis teknologi tinggi.

64

a. Perdagangan Barang

Indonesia akan mendapat penghapusan tarif untuk semua pos tarif Australia

(6474 pos tarif atau 100% dari total pos tarif), tanpa kuota dan tanpa

seasonality pada saat implementasi.

b. Perdagangan Jasa

Indonesia memberikan komitmen sejumlah 128 sektor dalam IA-CEPA

dengan kisaran foreign equity partnership (FEP) 67-95%, komitmen ini lebih

maju dibandingkan dalam RCEP dan AANZFTA. Konsesi yang diberikan

Indonesia akan menarik investasi dalam sektor pendidikan tinggi, pendidikan

vokasional, pertambangan, energi, pariwisata, rumah sakit, dan infrastruktur.

c. Movement of Natural Person (MNP)

Indonesia mendapatkan konsesi dari Australia berupa peningkatan kuota

work and holiday visa serta program pembangunan manusia berupa program

magang dan pertukaran tenaga kerja (skill exchange) serta peningkatan

standar profesi Indonesia.

d. Investasi

Indonesia memberikan konsesi berupa Chapter on Investment yang

memungkinkan lebih dari 400 perusahaan Australia akan memperoleh

kepastian dan jaminan hukum yang lebih baik dalam berinvestasi. Setelah

IA-CEPA ditandatangani, proses selanjutnya adalah ratifikasi oleh Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). DPR akan mengevaluasi dokumen IA-CEPA dan

mempertimbangkan bentuk Perundang-undangan yang akan dipakai untuk

mengimplementasikannya.

Selanjutnya jika Indonesia dan Australia sudah meratifikasi dokumen IA-CEPA,

maka akan dipertukarkan nota diplomatik untuk memberitahukan bahwa semua

persyaratan untuk pemberlakuan Persetujuan tersebut telah dilaksanakan. Setelah

ratifikasi tersebut, maka IA-CEPA secara resmi dapat dimanfaatkan oleh semua

pihak.

Sektor yang berpotensi mendapatkan keuntungan dengan dilakukannya

ratifikasi IA-CEPA antara lain sektor investasi pertambangan dan pariwisata serta

sektor tenaga kerja. Investasi di sektor pertambangan berpeluang mengalami

peningkatan signifikan terutama di sektor pertambangan mineral dan batubara

(minerba).

65

Sektor pariwisata berpotensi untuk meraih keuntungan dikarenakan adanya

peningkatan pendapatan pajak, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan

kapasitas industri.

Sektor tenaga kerja akan mendapatkan untung dikarenakan adanya movement

of natural person antara dua negara, meskipun berpotensi menimbulkan brain drain

di pihak Indonesia.

2. TVET dalam Kerangka IA-CEPA

Dalam kerangka IA-CEPA turut dilakukan pengembangan TVET yang

bertujuan untuk pengembangan kapasitas tenaga kerja yang bersifat high-skilled dan

industry-ready. Pengembangan TVET sesuai dengan kebutuhan industri dengan

standar yang dapat diterima oleh lapangan kerja di Indonesia, Australia, dan negara

ketiga.

Terdapat 5 sektor utama yang diusulkan untuk tahun pertama implementasi

Economic Cooperation IA-CEPA :

a. Technical and Vocational Education Training

b. Food Innovation

c. Grain Partnership

d. Advanced Manufacturing

e. Animal Health

Australia dapat menyelenggarakan pelatihan kerja di Indonesia dengan

ketentuan sebagai berikut :

a. Dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia

b. Market access yang diberikan oleh Indonesia untuk subsektor pelatihan

kerja sebesar 67%

c. Untuk Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) level 1 s.d. 5 dengan

kerangka kualifikasi yang terdaftar di Australia

d. Rasio antara instruktur dan staf administrasi ditentukan melalui

kesepakatan pihak-pihak yang terlibat dalam investasi TVET.

Kemenko Perekonomian c.q. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Amerika dan

Pasifik merupakan Koordinator Implementasi TVET IA-CEPA bekerja sama dengan

K/L pembina sektor pendidikan dan ketenagakerjaan. Berkenaan dengan hal tersebut,

Delegasi Kemenko Perekonomian RI telah melakukan kunjungan ke Melbourne,

66

Victoria, dan Darwin pada awal Desember. Dalam kunjungan tersebut, delegasi telah

menyampaikan beberapa fokus utama Pemerintah RI dalam hal pengembangan SDM

melalui pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, tantangan yang

sedang dihadapi saat ini dan potensi kerjasama vokasi di bawah payung IA-CEPA.

Tindak lanjut yang akan dilakukan setelah kunjungan dan pertemuan tersebut

yaitu memfasilitasi kunjungan berbagai institusi vokasi dan penyedia jasa pelatihan

dan penempatan tenaga kerja Australia pada awal tahun 2020, direncanakan akan

diselenggarakan berbagai pertemuan dengan pelaku usaha dan industri sebagai end

users dan institusi vokasi Indonesia untuk membahas program-program kongkrit dan

peluang kerja sama.

3. Sub Committee on Improvement of Business Environment and Promotion

of Business Confidence (IBE & PBC), General Review Indonesia-Japan

Economic Partnership Agreement (IJ-EPA)

a. Capaian kinerja Kedeputian VII Menko Perekonomian dalam GR-IJEPA

adalah sebuah kesepakatan antara Indonesia dengan Jepang yang

dituangkan dalam bentuk Term of Reference of Sub-Committee on

Improvement of Business Environment and Promotion of Business

Confidence Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement.

b. Melalui Sub Committee IBE-PBC kerja sama potensial kedua negara

diantaranya kegiatan peningkatan kapasitas pejabat pemerintah Indonesia

dalam perumusan kebijakan yang mendorong perbaikan iklim berusaha dan

business confidence di Indonesia; Seminar, workshop dan diskusi bersama

dalam rangka peningkatan iklim berusaha; serta kegiatan sosialisasi

kebijakan ekonomi baru yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia

kepada investor Jepang.

c. Sedangkan hasil utama dari GR IJEPA secara umum adalah perluasan akses

pasar perdagangan barang termasuk melalui penghapusan dan

pengurangan tarif yang mencakup barang industri, perikanan, kehutanan dan

pertanian serta fleksibilitas prosedur dan peraturan terkait perikanan dan

produk pertanian. Komitmen Jepang untuk memberikan kerja sama bilateral

untuk pengembangan kapasitas di berbagai bidang, yaitu industri manufaktur

(MIDEC), pertanian, kehutanan dan perikanan, promosi perdagangan dan

investasi, pengembangan sumber daya manusia, pariwisata, teknologi

67

informasi dan komunikasi, layanan keuangan, pengadaan pemerintah,

lingkungan, dengan tujuan untuk memperkuat kemitraan ekonomi antara

kedua negara.

4. Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK

CEPA)

Kesepakatan kedua Negara dalam Working Group on Cooperation and Capacity

Building dalam kerangka IK-CEPA adalah kesepakatan kedua Negara yang

dituangkan dalam Implementing Arrangement for Economic Cooperation Pursuant to

Chapter X of the Comprehensive Economic Partnership Agreement between the

Government of the Republic of Indonesia and The Government of the Republic of

Korea. Kerjasama yang diikat dalam Implementing Arrangement mencakup kerja sama

dalam berbagai sektoral yaitu: movement of natural persons (MNP); healthcare;

construction services; infrastructure; culture and other creative areas; fair competition;

energy and mineral resources; agriculture, fisheries, forestry; rules and procedures.

Hasil secara umum IK-CEPA antara lain tingkat liberalisasi perdagangan barang

(93% untuk Indonesia dan 95,5% untuk Korea), lebih tinggi dari kesepakatan ASEAN

Korea FTA. IK-CEPA akan menjadi platform pembangunan bagi kedua negara serta

untuk meningkatkan kerja sama ekonomi melalui perdagangan dan investasi dengan

kemudahan akses pasar untuk barang, jasa, orang dan investasi. Indonesia

mendapatkan akses pasar produk utama untuk plywood, tropical fruits, tuna, dan t-

shirt, sedangkan Korea untuk steel dan chemical products.

5. The 9th Ministerial Meeting of Six Economic Working Group Indonesia-

Singapore

Pertemuan Tingkat Menteri (Ministerial Meeting/MM) RI-Singapura telah

dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional. Dalam pertemuan tersebut Menko Perekonomian RI dan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Singapura menandatangani Joint Reports to Leaders

dengan hasil capaian yang tertuang sebagai berikut:

a. Dalam rangka promosi peluang dan investasi di Batam, telah dilakukan

kegiatan promosi investasi bersama antara BKPM, BP Batam, Gallant Ventures

dan Citramas ke Tiongkok pada tanggal 27-28 Maret 2019. Kegiatan tersebut

telah membuahkan hasil, di mana perusahaan manufaktur elektronik Taiwan, PT

68

Pegatron telah membuka pabrik pada bulan Juli 2019. Selain itu, beberapa

perusahaan sektor manufaktur lainnya juga telah menyatakan minatnya untuk

berinvestasi di Batam.

b. Terkait dengan pengembangan Nongsa Digital Park (NDP), sejak diresmikan

pada tanggal 20 Maret 2018 hingga pada Q3-2019, tercatat telah terdapat 90

perusahaan yang menyerap lebih dari 300 Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pada

akhir tahun 2019, diharapkan dapat menyerap 1.000 tenaga kerja. Sebanyak 40

programer telah dipekerjakan di NDP. Selama dua tahun ke depan, Glints

Academy menawarkan pelatihan bagi 1.000 programer.

c. Dalam hal menunjang movement of goods, services and people Singapore-

BBK telah dilakukan uji coba selama 3 bulan dengan menggunakan kapal feri

untuk pengiriman kargo dari Terminal Feri Nongsapura, Batam dan Terminal Feri

Tanah Merah. Uji coba dilakukan pada tanggal 8 Juli 2019 dan terdapat

peningkatan muatan dari Batam ke tujuan lainnya. Masa uji coba diperpanjang

karena memberikan feedback positif bagi pelaku usaha.

d. Berkaitan dengan investasi di Kawasan Industri Kendal, sampai dengan bulan

Desember 2019, terdapat 61 penyewa berkomitmen untuk berinvestasi di

Kawasan Industri Kendal (KIK) dengan total investasi senilai Rp 15,8 triliun.

Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan/pengembangan ekonomi di wilayah

KIK dan sekitarnya serta menaikkan proposisi nilai KIK di mata investor asing,

telah disetujui pemberian status Kawasan Ekonomi Khusus kepada KIK melalui

PP Nomor 85 tahun 2019 yang ditetapkan pada 11 Desember 2019.

69

Gambar 3.3. The 9th Ministerial Meeting of Six Economic Working Group

Indonesia-Singapore

6. Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Indonesia Dengan Rusia

Dalam Bentuk Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile Dalam

Kerangka Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Rusia

Pertemuan Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile RI – Rusia

dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2019. Pertemuan tersebut merupakan amanat dari

Pertemuan Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-12 RI – Rusia Bidang Kerja Sama

Perdagangan, Ekonomi dan Teknik yang telah dilaksanakan di Moskow, Federasi

Rusia, pada tanggal 26 Oktober 2018.

Pertemuan dimaksud dibagi menjadi 2 (dua) sesi yaitu seminar dan private

meeting. Sesi seminar dibuka oleh Direktur Akses Sumber Daya Industri dan Promosi

Internasional, Kementerian Perindustrian, di pihak Indonesia serta Direktur

Departemen Kondisi Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja, Kementerian

Perburuhan dan Perlindungan Sosial Federasi Rusia dari pihak Rusia. Sesi ini

bertujuan untuk bertukar pengalaman dan teknologi terkait keamanan dan kesehatan

pada penggunaan Chrysotile terutama untuk proses produksi dan produk akhir. Selain

70

itu, kedua pihak juga mendiskusikan bukti – bukti ilmiah dan biomedis terkait

keamanan dan kesehatan penggunaan Chrysotile.

Pertemuan ini juga ditujukan untuk membangun pemahaman yang lebih baik

tentang produksi dan penggunaan Chrysotile yang aman, terutama pada aspek

teknologi dan kesehatan produksi dan pemanfaatan produk akhir. Beberapa poin hasil

dari diskusi antara lain:

a. Implementasi kebijakan untuk memastikan keamanan dalam penggunaan

bahan berserat, termasuk produk berbasis chrysotile dan harus didasarkan

pada data objektif dan ilmiah dengan mempertimbangkan penggunaan bahan

– bahan tersebut adalah untuk kepentingan nasional bukan hanya alasan

politik dan ekonomi.

b. Kolaborasi di tingkat ahli dari kedua negara untuk berbagi pengalaman dalam

mengukur konten partikel berserat di udara melalui pelatihan spesialis

Indonesia dalam bidang ini, serta peningkatan kerjasama antara pusat

penelitian di kedua negara. Kedua pihak juga melakukan private meeting

untuk membahas secara komprehensif tentang potensi kerjasama di bidang

Chrysotile pada masa mendatang, termasuk sektor kesehatan dan

keselamatan kerja. Pada private meeting tersebut, delegasi Indonesia

dipimpin oleh Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur

Tengah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia,

dan delegasi Rusia dipimpin oleh Direktur Departemen Kondisi Perburuhan

dan Perlindungan Tenaga Kerja, Kementerian Perburuhan dan Perlindungan

Sosial Federasi Rusia.

c. Pertemuan Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile RI – Rusia

yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2019 telah menjadi bahan masukan

sebagai progres capaian untuk mempersiapkan Pertemuan Sidang Komisi

Bersama (SKB) ke-13 RI – Rusia Bidang Kerja Sama Perdagangan, Ekonomi

dan Teknik yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2020.

d. Selain pertemuan Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile RI –

Rusia, Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah,

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia juga

tengah menyiapkan deliverables yang dapat dibahas dalam pertemuan

71

Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-13 RI – Rusia Bidang Kerja Sama

Perdagangan, Ekonomi dan Teknik yaitu proyek New Grass Root Refinery

(NGRR) di Tuban, Jawa Timur.

7. Kesepakatan G20 yang Disepakati di Tingkat Leaders

Pertemuan ke-1 Sherpa G20 Osaka tahun 2019

a. Pada tanggal 19-20 Januari 2019 telah berlangsung pertemuan ke-1 Sherpa

G20 di Tokyo dengan hasil-hasil sebagai berikut:

− Terdapat sejumlah area yang menjadi prioritas Jepang pada Presidensi

G20 2019, diantaranya (i) mendukung peningkatan perdagangan bebas

dan investasi global; (ii) mengurangi kesenjangan melalui pencapaian

SDGs; (iii) mendorong human-centered future society/society 5.0 yang

terbuka, inklusif dan berkelanjutan; (iv) mendukung perwujudan global

health; (v) menangani isu energi, perubahan iklim, dan marine plastic

litter; serta (vi) mendalami isu ketenagakerjaan yang terkait dengan tren

ageing society, kesetaraan gender, new forms of work, perkembangan

teknologi dan digitalisasi.

− Pemri memiliki beberapa prioritas di antaranya (i) mendukung

pelaksanaan reformasi WTO yang merupakan tulang punggung

perdagangan internasional; (ii) mendorong perwujudan sharing platform

digital bernama Inclusive Digital Economy Accelerator (IDEA) Hub; (iii)

mendukung inovasi pemanfaatan dan pengembangan sumber energi

berbasis nabati sebagai sarana transisi menuju energi bersih dan

terbarukan; (iv) menekankan pentingnya investasi bagi pembangunan

infrastruktur tahan bencana dalam konteks penyediaan quality

infrastructure.

− Beberapa hal yang menjadi tindak lanjut dari pertemuan Sherpa ke-1, di

antaranya (i) Pemerintah RI (Pemri) melakukan diskusi dengan Sherpa

Brazil untuk menekankan intensi Indonesia menjadi host Presidensi 2023;

(ii) mengadakan rapat koordinasi dengan Kementerian Luar negeri

(Kemlu), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Sekretariat Kabinet

(Setkab) guna membahas rencana Presidensi G20 2023; dan (iii)

menetapkan secara nasional keputusan mengenai Presidensi Indonesia

di G20 tahun 2023.

72

b. Pada tanggal 18 Februari 2019 telah berlangsung Rapat Koordinasi Terbatas

(Rakortas) Tingkat Eselon I Pembahasan Rencana Indonesia sebagai

Presidensi G20 tahun 2023, dengan hasil-hasil sebagai berikut:

− Rakortas sepakat untuk mendorong pencalonan Indonesia dalam

Presidensi G20 tahun 2023.

− Diperlukan rapat kabinet terbatas dalam rangka menyiapkan rencana

Presiden RI untuk menyampaikan secara informal (sounding) keinginan

Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2023 pada KTT G20 di Osaka.

− Merekomendasikan Kementerian Luar Negeri untuk menyelenggarakan

rapat koordinasi selanjutnya dalam rangka persiapan pelaporan kepada

Presiden RI.

Pertemuan ke-2 Sherpa G20 Osaka tahun 2019

Pada tanggal 30 April – 1 Mei 2019 telah berlangsung pertemuan Sherpa G20

ke-2 2019 di Yokohama dengan hasil-hasil sebagai berikut:

− Pertemuan ke-2 Sherpa terdiri dari 6 (enam) sesi utama yakni (i) Sesi 1 –

ekonomi global dan overview diskusi pada jalur keuangan (global economy

and overview of finance track); (ii) Sesi 2 – ketenagakerjaan, pemberdayaan

perempuan, dan kesehatan (employment, women’s empowerment, and

health); (iii) Sesi 3 – Perdagangan, investasi dan digitalisasi (trade, investment

and digitalization); (iv) Sesi 4 – perubahan iklim, lingkungan hidup, dan energi

(climate, environment, and energy); (v) Sesi 5 – pembangunan berkelanjutan

dan antikorupsi (sustainable development and anti-corruption); dan Sesi 6 –

migrasi (international migration trends).

− Sejumlah negara G20 mendukung agenda prioritas presidensi Jepang

termasuk berbagai key message and possible deliverables KTT G20 (Osaka

Summit) pada akhir Juni 2019.

− Pemri menyampaikan beberapa poin intervensi di antaranya (i) penyampaian

non-paper Indonesia mengenai reformasi WTO guna memperkuat sistem

perdagangan multilateral; b) pentingnya transisi energi ke arah energi baru

dan terbarukan (renewable energy); dan c) ekonomi digital, yaitu pemanfaatan

teknologi untuk mewujudkan pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan dan

peningkatan kesejahteraan (addressing inequalities).

73

− Indonesia juga telah melakukan konsultasi bilateral dengan Brazil terkait

rencana (intention) pengajuan Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2023.

Sherpa G20 Brazil mengusulkan agar dilakukan pembahasan intensif

mengenai rencana tersebut.

Pertemuan ke-3 Sherpa G20 dan KTT G20 Osaka tahun 2019

Pada tanggal 28-29 Juni 2019, telah berlangsung pertemuan KTT G20 Osaka

2019 dan didahului dengan pertemuan ke-3 Sherpa G20 tanggal 25-27 Juni 2019

di Osaka dengan hasil-hasil pertemuan sebagai berikut:

− Pertemuan Sherpa dan Finance Track dimaksudkan untuk menyelesaikan

dokumen hasil akhir (outcome) KTT G20 yang menjadi kesepakatan para

Pemimpin G20. Namun, banyaknya isu yang contentious antara lain isu

perubahan iklim, penguatan multilateralisme, perdagangan-reformasi WTO,

steel access capacity, migrasi dll membuat pertemuan Sherpa diperpanjang

hingga sampai hari akhir KTT G20 tanggal 29 Juni 2019.

− KTT G20 di Osaka berhasil mengeluarkan G20 Osaka Leaders’ Declaration

yang isinya mencakup hal-hal yang termuat dalam 4 sub-tema KTT G20 yakni (i)

ekonomi global; (ii) inovasi dan ekonomi digital; (iii) mengatasi kesenjangan dan

SDGs; dan (iv) perubahan iklim dan lingkungan hidup. Dalam G20 Osaka

Leaders’ Declaration banyak paragraf yang memuat masukan dan dorongan dari

Indonesia antara lain terkait pendanaan inovatif blended finance, creative

industry, IUU Fishing, family farming and small scale farmers, women as agents

of peace dll.

− Presiden RI menyampaikan intervensi pada sesi kedua mengenai Digital

Economy and Artificial Intelligence dan menjadi lead speaker pada sesi ketiga

dengan tema Addressing Inequalities and Realizing an Inclusive and Sustainable

World.

− KTT G20 juga mengeluarkan G20 Osaka Leaders’ Statement on Preventing

Exploitation of the Internet for Terrorism and Violent Extremism Conducive

to Terrorism (VECT) yang merupakan inisiatif Australia. Pembahasan ini

dilakukan pada Sherpa track dan mendapat konsensus dari semua anggota G20.

Intinya dari deklarasi ini adalah untuk meminta semua pihak termasuk swasta

mendukung usaha mencegah penggunaan internet oleh pelaku teroris dan

kekerasan ekstrim.

74

− Sementara itu, pihak Jepang secara sepihak mengeluarkan dokumen Osaka

Declaration on Digital Economy yang tidak dinegosiasikan (silent procedure),

yang mendorong usaha dari Joint Statement Initiative (JSI) on e-Commerce di

luar dari kerangka WTO. Dokumen tersebut bukan merupakan kesepakatan KTT

G20. Indonesia bersama India dan Afrika Selatan tidak ikut dalam deklarasi

dimaksud.

8. Kesepakatan-Kesepakatan JCM yang disetujui antara Pemerintah

Indonesia dan Jepang

a. Pada tanggal 27 Februari- 1 Maret 2019 telah berlangsung pertemuan antara

Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan selaku co-

chair Komite Bersama JCM Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Pada

pertemuan tersebut Pemerintah Jepang sepakat untuk memberikan

dukungan pendanaan bagi 2 (dua) tenaga ahli Sekretariat JCM Indonesia dan

untuk review metodologi proyek JCM di Indonesia;

b. Rules and guidelines dari kerja sama JCM di Indonesia telah diadopsi untuk

Indonesia Certified Emission Reduction (ICER) yang merupakan inisiatif dari

Kementerian LHK untuk memfasilitasi insentif bagi aksi mitigasi melalui

Sistem Registri Nasional (SRN). Sekretariat JCM Indonesia menjadi

narasumber pada pertemuan penyusunan aturan dan pedoman ICER yang

berlangsung pada tanggal 14-15 Maret 2019 di Grand Aston, Yogyakarta.

c. Pada tanggal 1 April 2019 telah dilangsungkan pertemuan Komite Bersama

JCM di Hotel Oria, Jakarta. Berdasarkan hasil pertemuan ini, disepakati

bahwa pertemuan tahunan ke-9 Komite Bersama akan dilaksanakan pada

bulan September 2019. Kemudian menyangkut usulan perpanjangan kerja

sama JCM dengan Pemerintah Jepang, peserta rapat menyepakati untuk

diadakan konsultasi lebih lanjut untuk mematangkan posisi Indonesia

terhadap usulan tersebut.

d. Pada bulan Juli dan Agustus 2019 telah dilangsungkan audiensi JCM ke

Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite Bersama. Audiensi ini

selain memaparkan perkembangan JCM terkini, juga dibahas dukungan

Kementerian/Lembaga terkait aktivitas JCM di Indonesia. Dukungan ini juga

dinyatakan dalam Rapat Koordinasi Kelanjutan Kerja Sama JCM Tingkat

Eselon 1 yang diselenggarakan 10 Oktober 2019. Pada rakor ini, para K/L

75

selain menyatakan dukungan atas kontribusi positif JCM di Indonesia, juga

memberi masukan terhadap kelanjutan kerja sama yang akan dibicarakan

nanti saat JC meeting ke-9 yang akan diselenggarakan pada triwulan IV, yang

sebelumnya direncanakan diselenggarakan pada triwulan III. JC meeting

diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk persiapan yang lebih

matang dengan diselenggarakannya pertemuan pendahuluan berupa JC

Meeting Teknis dan JC Meeting Internal Indonesia.

e. Telah dilaksanakan Pertemuan Komite Bersama Mekanisme Kredit Bersama

ke-9 di Denpasar, Bali pada tanggal 31 Oktober-1 November 2019 dengan

pokok bahasan perkembangan implementasi JCM di tahun 2019, diskusi

rencana kerja sama JCM di Indonesia paska 2020, pembahasan mengenai

rules and guidelines, serta dukungan Pemerintah Jepang untuk JCM selama

tahun 2019. Di dalam pertemuan kali ini, terdapat pembahasan mengenai tiga

(3) metodologi, satu (1) registrasi proyek, dan tujuh (7) proyek yang akan

menerbitkan kredit karbon.

Hasil Pertemuan Komite Bersama Mekanisme Kredit Bersama ke-9 tertuang

dalam keputusan-keputusan berikut:

· Penyetujuan terhadap 3 metodologi JCM.

· Registrasi atau pendaftaran 1 proyek JCM.

· Penyetujuan penerbitan karbon kredit untuk 6 proyek dan alokasinya.

· Usulan Indonesia untuk melakukan perubahan pada rules of

implementation terkait alokasi karbon kredit telah diterima dan akan

dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

· Indonesia dan Jepang akan meneruskan pembicaraan masalah kelanjutan

kerja sama bilateral antar negara.

· Usulan Pemerintah Jepang untuk melakukan diskusi dan persetujuan

masalah link (tersambung) JCM dengan CORSIA (Carbon Offsetting and

Reduction Scheme for International Aviation).

f. Pada Tahun 2019, telah terdapat 39 Proyek implementasi JCM di sejumlah

wilayah di Indonesia. Dimana sebelumnya pada tahun 2019 proyek tersebut

hanya berjumlah 32 proyek. Sebagai tambahan pada tahun 2019, potensi

pengurangan karbon telah mencapai 360.877 tCO2e/tahun dari jumlah proyek

tersebut.

76

9. Implementasi Cetak Biru ASEAN 2025

Telah diselenggarakannya Rapat Koordinasi Persiapan Pertemuan Committee of

the Whole terkait keketuaan Thailand di tahun 2019. 3 (tiga) elemen besar yang

diangkat oleh Thailand pada tahun 2019 ini yaitu Advancing (Tingkat Pemanfaatan),

Partnership (Kemitraan), dan sustainability (Keberlangsungan). Selain itu, Rapat

Koordinasi implementasi AEC 2018 untuk mengetahui prioritas yang telah dan belum

terimplementasi juga telah dilaksanakan. Berdasarkan Rapat Koordinasi persiapan

Pertemuan AEC Council ke-18 tersebut terdapat beberapa hal yang dibahas, yakni

implementasi Cetak Biru ASEAN 2025. Dari rapat mencatat implementasi prioritas

ASEAN tahun 2019 dari total 171 Prioritas, 93 prioritas (54,4%) telah

diimplementasikan sehingga tersisa 78 prioritas yang belum diimplementasikan.

Indonesia hanya perlu melaksanakan 169 prioritas, dan hingga akhir oktober 2019

Indonesia telah melaksanakan 103 prioritas (61%).

Tercatat ASEAN telah mengimplementasikan prioritas AEC tahun 2019 sebanyak

123 (72,4%) prioritas dari total 170 prioritas. Pada awalnya terdapat 171 prioritas tahun

2019, tetapi 1 (satu) prioritas telah ditarik kembali oleh badan sektoral terkait.

Indonesia hanya perlu mengimplementasikan 168 prioritas dari 170 prioritas karena 2

(dua) prioritas lainnya merupakan pilot project ASEAN Customs Transit System

(ACTS) yang belum memerlukan keterlibatan Indonesia. Sejauh ini, Indonesia telah

mengimplementasikan 131 prioritas (78%). Dari 48 prioritas yang belum

diimplementasikan, 34 prioritas carried over pada tahun 2020. 11 prioritas juga carried

over namun tidak diidentifikasikan sebagai prioritas tahun 2020, dan 2 (dua) prioritas

masih dalam pertimbangan. Sedangkan 1 (satu) prioritas ditarik kembali (withdrawn).

Sasaran Strategis 2:

Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

Dalam pencapaian sasaran strategis “Terwujudnya Pengendalian Kebijakan

Bidang Perekonomian”, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

mengindentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) berupa “Jumlah paket

rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional”.

SS-2

77

IKU ini merupakan perubahan sasaran dari Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Tahun 2015-2019.

Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama

Ekonomi Internasional

Indikator Kinerja Utama (IKU) ke-1, berupa Jumlah paket rekomendasi hasil

pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional, digunakan untuk

mengukur hasil pengendalian kebijakan yang dilaksanakan oleh Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional. Target kinerja pada IKU-1 berupa

1 (satu) Paket Rekomendasi yang terdiri atas rekomendasi-rekomendasi kebijakan

yang terbagi ke dalam tiga kegiatan, yaitu Rapat koordinasi tingkat Eselon I;

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi; Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama

internasional. Pada tahun 2019, perhitungan capaian kinerja IKU-1 diperoleh sebesar

100%.

Tabel 3.2. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan

Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional

1. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi Kesepakatan G20

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (monev) G20 tahun 2019 dikhususkan

pada implementasi agenda ekonomi digital. Monev didasari kepentingan untuk

mempererat komitmen dan sinergi antara pemerintah dan pelaku ekonomi digital

dalam rangka memastikan implementasi kesepakatan KTT G20 Argentina, khususnya

dalam memaksimalkan pertumbuhan ekonomi digital yang pada gilirannya dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Hal ini mengingat bahwa ekonomi

digital merupakan salah satu solusi inovatif dalam mengatasi tantangan ekonomi dan

sosial, terutama inequality di Indonesia. Untuk itu, guna mengetahui tingkat

keselarasan antara komitmen internasional Pemerintah RI dan implementasi di tingkat

nasional, maka di laksanakan kunjungan kerja ke Bandung Digital Valley (BDV) Jawa

Barat dan Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Barat pada tanggal 8 Agustus

2019.

Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Kinerja

IKU-1. Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional

1 paket

rekomendasi

1 Paket

rekomendasi

100%

Ket: Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional terdiri atas Rapat koordinasi tingkat Eselon I; Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi; Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional.

78

Maksud dan tujuan dari pelaksanaan monev dimaksud yaitu (i) mengidentifikasi

serta menganalisis dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan Pemri di bidang

ekonomi digital; (ii) meninjau dan memastikan pelaksanaan implementasi hasil

kesepakatan G20 tahun 2018 terkait agenda ekonomi digital Indonesia; (iii)

mengoptimalkan kerja sama yang dilakukan antara Keasdepan KSEMP dengan

pelaku ekonomi digital Indonesia; dan (iv) menampung masukan bagi penyusunan

kebijakan di bidang kerja sama ekonomi luar negeri, khususnya agenda ekonomi

digital.

Monev yang dilakukan di BDV, inkubator dan co-working space sebagai

jembatan penghubung start-ups dengan capital access via program digital, dihadiri

oleh 4 (empat) start-ups binaan BDV yaitu CyberArmy, Koperansel, Lapang Bola, dan

Vallet. Dalam kesempatan ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika

(Kemkominfo) juga mengelaborasi program Inclusive Digital Economy Accelerator

Hub (IDEA Hub), yang diinisiasi Indonesia dalam forum G20 tahun 2018, menekankan

pada 3 (tiga) aspek utama yaitu sharing economy, workforce digitalization, dan

financial inclusion. Selanjutnya, kunjungan ke Dinas Komunikasi dan Informatika

Provinsi Jawa Barat (Diskominfo Jabar) dipimpin oleh Kepala Dinas Diskominfo Jabar

dan dihadiri oleh perwakilan Jabar Digital Service (JDS). Adapun beberapa hal yang

menjadi pokok pembicaraan antara lain rencana Presidensi G20 Indonesia tahun 2023

yang disambut baik oleh Kadis Diskominfo Jabar karena sejalan dengan agenda

ekonomi digital dan semangat digitalisasi Jawa Barat.

2. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi dairy partnership dari

perusahaan asal Selandia Baru

Monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan di Balai Besar Pembibitan Ternak

Unggul dan Hijauan Pakan ternak Baturraden (BBPTU-HPT) merupakan unit eselon

II di Kementerian Pertanian yang berada di bawah Direktorat Jenderal Peternakan

dan Kesehatan Hewan. BBPTU-HPT mendistribusikan dan menjual produk produk

sebagai berikut :

a. Menjual bibit sapi perah dengan harga yang relatif terjangkau;

b. Mendistribusikan sapi;

c. Mendistribusikan kambing perah;

d. Mendistribusikan kambing saanen.

79

Target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibebankan kepada

BBPTU-HPT adalah senilai 8 Milyar Rupiah per tahun. BBPTU-HPT menggunakan

konsep animal welfare sebagai basis utama untuk meningkatkan kualitas hidup

hewan yang berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Mayoritas sapi

dan kambing yang diimpor didatangkan dari Kanda, Belgia, dan Swiss. Hal tersebut

dilakukan sebagai upaya Balai untuk menjaga kualitas genetik dari sapi dan kambing

yang dipelihara. BBPTU-HPT masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sapi perah

di daerah Jawa dikarenakan faktor kapasitas yang terbatas di fasilitas yang ada di

Baturraden. Banyaknya permintaan kepada Balai untuk menyediakan sapi dalam

jumlah sangat banyak dan waktu yang mendadak sehingga dapat mengganggu

keseimbangan supply sapi yang dimiliki oleh BBPTU-HPT. Namun begitu, rantai

pasok industri susu nasional yang melibatkan stakeholder baik dari pihak pemerintah

maupun swasta (koperasi dan korporasi) akan terus dipantau keadaanya untuk

meningkatkan produksi susu domestik dan memperkuat eksistensi UMKM.

3. Rekomendasi Pengendalian terkait Tindak Lanjut Vocational Education and

Training (VET) dalam Kerangka IA-CEPA (Kerja Sama VETEA dengan

Pemerintah Daerah)

Kemenko Perekonomian c.q. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Amerika dan

Pasifik merupakan Koordinator Implementasi TVET IA-CEPA yang melibatkan

berbagai Kementerian/Lembaga (K/L). Tim Ahli Australia pada saat ini tengah

menyusun grand design kerjasama TVET IA-CEPA, berkoordinasi dengan Kemenko

Perekonomian dan K/L pembina sektor pendidikan dan ketenagakerjaan untuk

merumuskan berbagai program konkrit dan pilot project dalam tahap awal kerja sama.

Sebagai tindak lanjut pertemuan dengan Tim Ahli Australia, kami telah

melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi ke Politeknik Pariwisata (Poltekpar)

Palembang untuk membahas isu pengembangan sumber daya manusia sektor

pariwisata sebagai salah satu sektor tenaga kerja profesional di bawah program TVET

IA-CEPA.

Poltekpar Palembang telah menjajaki kerjasama dengan University of Leicester

sebagai benchmarking untuk mengembangkan program studi sport tourism namun

masih terkendala jumlah tenaga pengajar yang disyaratkan, yakni minimal lima orang

tenaga pengajar setara Strata-2 (S2). Poltekpar mengharapkan kiranya di bawah

skema IA-CEPA dapat dibuka akses pendidikan pariwisata untuk pengembangan

80

keprodian, kualifikasi pengajar, dan modul pengajaran. Salah satu target penting

adalah kerja sama dengan Melbourne Polytechnic untuk prodi Diploma of Travel and

Tourism.

Sehubungan dengan hal di atas, Kemenko Perekonomian akan menyarankan

agar bidang studi tersebut dapat menjadi salah satu usulan pilot project dalam tahap

awal kerja sama TVET IA-CEPA.

4. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi monitoring dan evaluasi

kerja sama Indonesia-Korea – Meeting of Government Task Force Team

Implementasi monitoring dan evaluasi kerja sama Indonesia-Korea pada triwulan

I adalah monev yang terkait pertemuan Government Task Force Team for Supporting

Indonesia Steel Industry Development (TFT) ke-4 dalam rangka pembangunan Klaster

Industri Baja 10MT di Cilegon kerja sama Indonesia dan Korea Selatan. Adapun hasil-

hasil pertemuan sebagai berikut:

a. Pertemuan TFT Baja ini diselenggarakan Kemenko Perekonomian

bekerjasama dengan PT Krakatau Steel dan POSCO dalam rangka

menindaklanjuti hasil Kunjungan Kenegaraan Presiden RI ke Seoul Republik

of Korea tanggal 16 Mei 2016, yakni mengenai komitmen Pemerintah

Indonesia dalam mendukung Pembangunan Klaster Industri Baja oleh

Krakatau Steel dan POSCO dengan kapasitas produksi sampai dengan 10

juta ton di Cilegon pada tahun 2025.

b. Pabrik baja yang telah dibangun oleh PT KP saat ini sudah memproduksi baja

dengan total produksi sebanyak 3,9 juta ton per tahun, dengan rincian hot strip

mill (HSM) 2,4 juta ton per tahun dan plate mill (PM) 1,5 juta ton per tahun.

Dalam upaya upaya mewujudkan pembangunan Roadmap 10 juta ton Cluster

Steel, pada saat ini PT Krakatau Steel dan PT Krakatau Posco (KP) sedang

dalam tahap penyelesaian pembangunan Hot Strip Mill (HSM #2 Project)

dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton HRC. Hingga Desember 2019 telah

tercapai 93% dari target yang telah ditetapkan. Hingga Desember 2019

progress pembangunannya telah mencapai 93% dan ditargetkan dapat

beroperasi pada April 2020.

5. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi Kerja Sama Indonesia-

Singapura

81

Implementasi monitoring dan evaluasi kerja sama Indonesia-Singapura adalah

monev yang terkait kebijakan di bidang pariwisata dalam hal mendorong arus

wisatawan asal Singapura ke Indonesia, yang mana telah ditindaklanjuti oleh PT

Pelindo III, diantaranya adalah rekomendasi revitalisasi pelabuhan Benoa, Bali untuk

menjadi home port cruise melalui peningkatan fasilitas dan kapasitas pelabuhan tahun

2019:

a. Pendalaman dan pengerukan yang bertujuan bersinggahnya kapal pesiar

dengan ukuran panjang (LOA/Length of All) lebih dari 350 meter dimana

sebelumnya hanya dapat berlabuh di luar pelabuhan. Sasaran utama adalah

kapal pesiar Singapura yaitu Genting Dreams berkapasitas 6.000

penumpang.

b. Pembangunan gedung terminal penumpang kapal pesiar hingga mencapai

luas 5.600meter persegi yang bertujuan untuk meningkatkan daya tampung

penumpang, hingga bulan Februari 2019 pembangunan fisik bangunan telah

mencapai 60 persen.

6. Peningkatan Proyek Kerja Sama melalui Joint Crediting Mechanism (JCM)

a. Proyek JCM I – telah tercapai

82

Gambar 3.4. Proyek Instalation of Solar Power System and Storage Battery

to Commercial Facilities di AEON Mall Jakarta Garden City

Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang

mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2013-2014 dengan

perkembangan sebagai berikut:

− Telah dilakukan monitoring dan evaluasi terkait permohonan registrasi

untuk proyek Installation of Solar Power System and Storage Battery to

Commercial Facilities. Proyek ini merupakan proyek pembangkit listrik

tenaga surya (PLTS) yang dibangun di atap AEON Mall Jakarta Garden

City. Kegiatan yang dilaksanakan adalah untuk memastikan kebenaran

atas informasi yang termuat pada dokumen yang telah disampaikan dalam

rangka registrasi proyek. Berdasarkan diskusi dan peninjauan langsung

ke lokasi proyek pada tanggal 23 April 2019 diperoleh kesimpulan bahwa

proyek telah diimplementasikan sesuai dengan dokumen yang telah

disampaikan. Peserta dalam kegiatan adalah perwakilan dari Kemenko

Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),

dan, Sekretariat JCM Indonesia.

− Telah dilakukan monitoring dan evaluasi atas proyek Power Generation

by Waste Heat Recovery pada industri semen dengan partisipan proyek

JFE Engineering Corporation dan PT. Semen Indonesia. Proyek ini

memanfaatkan uap panas yang ditangkap kembali yang kemudian

digunakan untuk membangkit listrik sebagai kebutuhan pabrik semen.

Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, dilakukan site visit

dalam rangka meninjau proses monitoring sebelum dilaksanakan

penerbitan kredit karbon. Site visit diikuti oleh Sekretariat JCM Indonesia,

Kemenko Perekonomian dan Kementerian ESDM. Dalam kegiatan

tersebut diketahui bahwa penerbitan kredit karbon yang dapat dihasilkan

tidak sesuai estimasi perhitungan awal karena berbagai faktor non teknis

seperti tidak berproduksinya pabrik secara optimal akibat over supply

semen di Indonesia.

− Telah dilakukan juga monitoring dan evaluasi ke proyek JCM “Energy

Saving project by Installation of double bundle-type Heat Pump” di Toyota

Tsusho Lippo (TTL) Residences Cikarang pada tanggal 12 Desember

83

2019. Kegiatan dimaksudkan untuk memantau kemajuan implementasi

proyek yang sedang dalam tahap monitoring data sebagai dasar bagi

penerbitan kredit karbon. Berdasarkan kunjungan diperoleh informasi

bahwa proyek telah berjalan sesuai dengan siklus dimana saat ini sedang

mempersiapkan dan melengkapi persyaratan proses registrasi.

b. Proyek JCM II – telah tercapai

Gambar 3.5. Proyek Energy Saving for Industrial Park with Smart LED Street

Lighting System Kawasan Industri Karawang International Industrial City

(KIIC)

Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang

mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2015 dengan

perkembangan sebagai berikut:

▪ Proyek Energy Saving for Industrial Park with Smart LED Street Lighting

System

▪ Pada tanggal 7 Maret 2019 metodologi proyek ini resmi ditetapkan

sebagai metodologi ID_AM018 setelah disetujui oleh para anggota Komite

Bersama Indonesia dan Komite Bersama Jepang. Proyek ini merupakan

proyek penggunaan lampu LED hemat energi untuk penerangan jalan di

kawasan industri Karawang International Industrial City (KIIC). Kegiatan

monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau perkembangan

84

implementasi proyek yang saat ini sedang dalam tahap pengumpulan data

sebagai dasar penerbitan kredit karbon.

● Proyek Introduction of High Efficiency Once-through Boiler System and

RO Pure Water System in Golf Ball Factory

▪ Pada tanggal 28 Februari 2019 telah dilakukan kegiatan monitoring dan

evaluasi dalam rangka proses validasi proyek yang dilakukan secara

independen oleh third party entity (TPE). Perwakilan Kemenko

Perekonomian dan Sekretariat JCM Indonesia ikut serta dalam kegiatan

dimaksud untuk memastikan bahwa validasi yang dilakukan telah sesuai

dengan Guidelines for Validation and Verification. Proyek ini mengganti

boiler baru dengan efisiensi sangat tinggi dalam memproduksi bola golf

sehingga dapat mengurangi konsumsi listrik dan terjadi pengurangan

emisi karbon sekitar 329 tCO2 per tahun. Berdasarkan kegiatan yang

dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses validasi dan verifikasi telah

dilakukan sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku di JCM.

● Proyek Introduction of High Efficiency Once-through Boiler System in Film

Factory

▪ Pada tanggal 27 Februari 2019 telah dilakukan kegiatan monitoring dan

evaluasi dalam rangka proses validasi proyek yang dilakukan secara

independen oleh third party entity (TPE). Perwakilan Kemenko

Perekonomian dan Sekretariat JCM Indonesia ikut serta dalam kegiatan

dimaksud untuk memastikan bahwa validasi yang dilakukan telah sesuai

dengan Guidelines for Validation and Verification. Proyek ini mengganti

boiler baru dengan efisiensi sangat tinggi dalam memproduksi lembaran

film sehingga dapat mengurangi konsumsi listrik dan terjadi pengurangan

emisi karbon sekitar 363 tCO2 per tahun. Berdasarkan kegiatan yang

dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses validasi dan verifikasi telah

dilakukan sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku di JCM.

● Proyek Installation of Gas Engine Cogeneration System to Supply

Electricity and Heat to the Vehicle Manufacturing Factory of PT. Toyota

Motor Manufacturing Indonesia. Berdasarkan kegiatan monitoring dan

evaluasi terhadap proyek ini maka permohonan registrasi dapat diproses

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pada tanggal 9 Mei 2019

85

mendapat persetujuan dari Komite Bersama. Proyek ini memanfaatkan

high efficiency gas-engine dan heat recovery untuk menghasilkan listrik

hingga 7,8 MW. Berkat penggunaan teknologi ini, diperkirakan emisi

karbon yang dapat dikurangi per tahunnya mencapai 21.793 tCO2. Pada

tanggal 1 Agustus 2019, telah dilaksanakan monitoring dan evaluasi

terhadap proyek JCM yang mendapat pendanaan dari Jepang pada fiscal

year 2014. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka untuk memantau

kemajuan implementasi proyek yang sedang melakukan pengumpulan

data sebagai dasar bagi penerbitan kredit karbon. Dari hasil kegiatan

monev, dapat dipastikan bahwa proyek telah diimplementasikan sesuai

ketentuan dan sesuai dengan PDD (Project Design Document) yang telah

disampaikan kepada Sekretariat JCM Indonesia. Berdasarkan kegiatan

monitoring dan evaluasi terhadap proyek ini maka permohonan registrasi

dapat diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada tanggal 3

September 2019, registrasi proyek Introduction of High Efficiency Once-

through Boiler in Golf Ball Factory di Karawang (PT Sumi Rubber

Indonesia) disetujui Komite Bersama.

c. Proyek JCM III – telah tercapai

Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang

mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2016 dengan

perkembangan sebagai berikut:

● Proyek Roof Top Self Consumption Solar Power Generation Project for

Food Ingredients and Aroma Ingredients Factory.

▪ Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap proyek ini,

termasuk kegiatan local stakeholder consultation, validation, dan public

comment, maka permohonan registrasi dapat diproses sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Pada tanggal 7 Maret 2019 proyek ini ditetapkan

sebagai proyek teregistrasi dengan nomor ID017 berdasarkan persetujuan

dari Komite Bersama kedua negara. Proyek ini mengimplementasikan

solar pv dengan kapasitas 0,5 MW yang dipasang pada atap pabrik untuk

memasok listrik dalam proses pengolahan produk aroma, minyak

esensial, perasa makanan, dan bumbu makanan. Proyek berpotensi

mengurangi emisi karbon mencapai 416 tCO2/tahun.

86

● Proyek 10 MW Mini Hydro Power Plant Project in North Sumatera

▪ Proyek ini merupakan proyek pembangkit listrik mini hidro (PLTMH) yang

memanfaatkan aliran sungai dengan kapasitas mencapai 10 MW. PLTMH

berlokasi di wilayah Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Berdasarkan

kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Sekretariat JCM

Indonesia dan Jepang, termasuk pengecekan kelengkapan dokumen dan

substansi metodologi, maka proses pengajuan metodologi dinyatakan

sesuai ketentuan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui. Pada

tanggal 9 Mei 2019 metodologi untuk proyek ini dengan judul “Electricity

generation by installation of run-of-river hydro power generation system(s)

in Indonesia, ver1.0” disetujui oleh Komite Bersama dengan nomor

ID_AM019 (metodologi yang sama digunakan pada proyek 10MW Mini

Hydro Power Plant Project in Lae Ordi River in North Sumatra).

● Proyek Introduction of High-Efficiency Looms in Weaving Mill

▪ Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi, proyek Introduction of

High-Efficiency Looms in Weaving Mill (PT Nikawa Textille Industry)

termasuk kegiatan local stakeholder consultation, validation, dan public

comment, maka permohonan registrasi dapat diproses sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Pada 3 September 2019 Komite Bersama

menyetujui registrasi proyek Introduction of High-Efficiency Looms in

Weaving Mill (PT Nikawa Textille Industry) di Karawang. Proyek ini

dilakukan di PT Nikawa Textile Industry dengan memasang 81 unit

pemintal dengan teknologi terkini (JAT 810) yang dilengkapi dengan air-

saving technology yang dapat mengurangi konsumsi udara untuk weft

insertion sebesar 15%. Estimasi emisi karbon yang dikurangi adalah

sebanyak 430 tCO2 pertahun.

● Proyek Introduction of High-Efficiency Once-through Boiler in Film Factory

▪ Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap proyek

Introduction of High-Efficiency Once-through Boiler in Film Factory, maka

permohonan registrasi dapat diproses sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Pada tanggal 31 Oktober 2019, registrasi proyek Introduction of

High-Efficiency Once-through Boiler in Film Factory disetujui oleh Komite

Bersama. Sebelum melakukan penerbitan kredit karbon, dilakukan

87

kunjungan ke Tunjungan Plaza pada tanggal 1-2 Oktober 2019 dalam

proyek JCM berjudul “Energy Saving for Air-Conditioning in Shopping Mall

with High Efficiency Centrifugal Chiller”. Dalam kunjungan tersebut, diikuti

oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Sekretariat

JCM Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bidang

Unit Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Berdasarkan

kegiatan monev dapat disimpulkan bahwa proyek berjalan dan

diimplementasikan secara optimal sehingga dapat dihasilkan kredit karbon

sesuai dengan estimasi perhitungan awal. Selain itu, partisipan proyek

Indonesia dan Jepang telah sepakat terhadap alokasi kredit karbon

sebagaimana yang telah diajukan dalam surat permohonan penerbitan

kredit karbon.

d. Proyek JCM IV – telah tercapai

Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang

mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2017 dengan

perkembangan sebagai berikut:

● Proyek 10MW Mini Hydro Power Plant Project in Lae Ordi River in North

Sumatra.

▪ Proyek ini merupakan proyek pembangkit listrik mini hidro (PLTMH) yang

memanfaatkan aliran sungai dengan kapasitas mencapai 10 MW. PLTMH

berlokasi di Kabupaten Pakpak Barat, Sumatera Utara. Berdasarkan

kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Sekretariat JCM

Indonesia dan Jepang, termasuk pengecekan kelengkapan dokumen dan

substansi metodologi, maka proses pengajuan metodologi dinyatakan

sesuai ketentuan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui. Pada

tanggal 9 Mei 2019 metodologi untuk proyek ini dengan judul “Electricity

generation by installation of run-of-river hydro power generation system(s)

in Indonesia, ver1.0” disetujui oleh Komite Bersama dengan nomor

ID_AM019.

● Proyek “Introduction of Gas Co-Generation System and Absorption Chiller

Motor Parts Factory”

▪ Pada tanggal 11 Desember 2019, telah dilaksanakan peninjauan bersama

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Sekretariat JCM

88

Indonesia dan Kementerian ESDM pada proyek JCM “Introduction of Gas

Co-Generation System and Absorption Chiller Motor Parts Factory” pada

PT. Denso Indonesia di Cikarang. Peninjauan ini dimaksudkan untuk

memantau perkembangan implementasi proyek yang selesai dan mulai

beroperasi pada Agustus 2019. Berdasarkan kegiatan monitoring dan

evaluasi dapat disimpulkan bahwa co-generation berjalan normal dan

menyuplai listrik berkapasitas 2MW ke pabrik.

e. Proyek JCM V – telah tercapai

Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang

mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2018 dengan

perkembangan sebagai berikut:

● Proyek Introduction of CNG-Diesel Hybrid Equipment to Public Bus in

Semarang

▪ Telah dilakukan pembahasan proyek Introduction of CNG-Diesel

Hybrid Equipment to Public Bus in Semarang yang merupakan proyek

penggunaan converter untuk menggantikan penggunaan bahan bakar

diesel menjadi gas pada bus kota milik Pemkot Semarang agar lebih

ramah lingkungan. Saat ini pembahasan memasuki tahapan teknis

menyangkut prosedur hibah alat converter dari partisipan proyek Jepang

kepada Pemkot Semarang yang dilakukan oleh Kementerian

Perhubungan sebagai kementerian pemangku hibah.

● Proyek Rehabilitation Project of Power Generation System at Karai 7 MW

Mini Hydro Power Plant

▪ Proyek ini merupakan proyek rehabilitasi PLTMH Karai 7, Sumatera Utara

untuk penggantian dengan turbin dan generator yang sudah aus dan

rusak. Dengan penggunaan peralatan yang memiliki teknologi terkini, yaitu

voith hydro dan high velocity oxygen fuel, output dapat meningkat hingga

8,8%. Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh

Sekretariat JCM Indonesia dan Jepang, serta pengecekan kelengkapan

dokumen dan substansi metodologi, maka proses pengajuan metodologi

dinyatakan sesuai ketentuan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui.

Pada tanggal 9 Mei 2019 metodologi untuk proyek ini dengan judul

“Electricity generation by rehabilitation of run-of-river hydro power

89

generation system(s) in Indonesia” disetujui oleh Komite Bersama dengan

nomor ID_AM021.

● Pada tanggal 5 Desember 2019, dilaksanakan site visit ke proyek JCM

“Rehabilitation Project of Power Generation System at Karai 7 Mini Hydro

Power Plant” di Sumatera Utara. Proyek partisipan Jepang adalah Voith

Fuji Hydro K.K dan partisipan Indonesia adalah PT Global Karai Energi.

Site visit ini dilaksanakan dalam rangka untuk mengetahui kondisi

kerusakan turbin dan generator serta meninjau proses rehabilitasi yang

direncanakan mulai Desember 2019. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan

Kemenko Perekonomian, Kementerian ESDM dan Sekretariat JCM

Indonesia. Berdasarkan diskusi dan peninjauan langsung diketahui bahwa

rehabilitasi memang seharusnya segera dilakukan mengingat kerusakan

menyebabkan menurunnya produksi listrik, sementara masyarakat sekitar

sangat membutuhkan pasokan listrik untuk menunjang kegiatan

perekonomian.

Gambar 3.6. Perkembangan Terkini JCM Tahun 2019

90

7. Peningkatan Kerja Sama dengan Pusat Studi ASEAN (PSA) dalam

Implementasi MEA

Selama Tahun 2019 Peningkatan kerjasama dengan Pusat Studi ASEAN (PSA)

dilakukan dengan diadakannya Diskusi dengan PSA yang ada di wilayah

Jabodetabek dengan topik bahasan Peningkatan Ekspor Indonesia ke ASEAN dan

Dunia. Hasil – hasil diskusi dengan akademisi didapatkan bahwa struktur ekspor

unggulan Indonesia masih didominasi oleh primary product yang belum sesuai

dengan demand dunia berupa produk manufaktur. Peningkatan ekspor harus diiringi

91

dengan penekanan impor. Namun penekanan impor sulit dilakukan karena impor

terbesar Indonesia berupa bahan baku industri/manufaktur. Program substitusi

impor belum berjalan sebagaimana mestinya dan perlu dibahas tersendiri karena

cakupan permasalahan cukup luas. Kesimpulan dan tindak lanjut dari diskusi yang

ada antara lain:

i. Perlu segera menyesuaikan komoditas ekspor dengan demand dunia

melalui pengembangan produk kategori sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa).

Indonesia juga perlu mengembangkan produk dengan kompleksitas dan

eksklusifitas yang tinggi untuk menambah nilai produk ekspor.

ii. Persoalan substitusi merupakan permasalahan yang kompleks karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang membentuk struktur pembiayaan sebuah

industri yang menyebabkan industri Indonesia kurang kompetitif dibandingkan

dengan negara lain. Oleh karena itu dibutuhkan pembahasan lebih lanjut khusus

terkait upaya substitusi impor.

iii. Perlu strategi branding yang lebih baik untuk mempromosikan produk-

produk unggulan Indonesia yang memiliki potensi di pasar ASEAN.

iv. Perlu melaksanakan kerja sama yang komprehensif antara pemerintah,

pelaku usaha dan civitas akademik dalam mewujudkan blended action dalam upaya

peningkatan ekspor Indonesia ke ASEAN dan Dunia. Pada tahun 2019 juga telah

dilakukan monitoring dan evaluasi dengan PSA Universitas Lampung dan PSA

Universitas Jenderal Soedirman. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh PSA ini

adalah:

● Dalam rangka mendorong Masyarakat Ekonomi ASEAN, Universitas

Lampung telah memasukkan mata kuliah entrepreneurship sebagai mata kuliah

wajib mahasiswa. Sebagai hasilnya, banyak mahasiswa Universitas Lampung yang

mulai belajar menjadi pengusaha dan menjual produknya ke luar daerah dengan

memanfaatkan e-commerce.

● PSA Universitas Lampung dan Universitas Jenderal Soedirman telah

melakukan berbagai penelitian tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN dan

pemanfaatannya oleh masyarakat. Peningkatan kerja sama dengan PSA dapat

dilihat dengan bertambahnya jumlah PSA. Pada akhir tahun 2018 Jumlah PSA di

Indonesia adalah 56. Selama tahun 2019 terdapat penambahan 12 PSA baru. Total

PSA per akhir 2019 adalah 68 PSA. Universitas Surabaya dan Universitas Jambi

92

terbentuk pada pertengahan tahun 2019 dan 10 lainnya terbentuk pada konferensi

PSA di Yogyakarta tanggal 16 Desember 2019.

Di tahun 2019 Indonesia berhasil menambah 12 PSA menjadi 68 PSA dari 56

PSA di tahun 2018. Adapun dampak atau outcome yang diharapkan dari pendirian

PSA ini adalah riset/kajian yang telah dan akan dilakukan oleh kalangan akademisi

dapt menjadi rujukan maupun rekomendasi kepada pemerintah Indonesia serta

sekretariat ASEAN dalam menyusun strategi kebijakan yang lebih baik, guna

meningkatkan daya saing perekonomian nasional di kawasan Asean dan global.

Gambar 3.7. Persebaran Pusat Studi ASEAN di Indonesia

93

D. Perbandingan Capaian Kinerja

Tabel 3.3. Perbandingan Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional 2015-2019

Indikator Kinerja Capaian Kinerja (dalam persentase)

2015 2016 2017 2018 2019 T R K T R K T R K T R K T R K

Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan

85 94 110 85 82,60 97 85 92 108 85 - - 85 - -

Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA

75 100 133 80 88,89 111 85 100 118 75 - - 75 - -

Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

85 86 101 85 82,60 97 85 100 118 85 - - 85 - -

Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

85 92 108 85 88,10 104 85 100 118 85 - - 85 - -

Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional

85 83 97,6 85 86,80 102 85 88 104 85 - - 85 - -

Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional - Kebijakan Bidang Kerja

Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

- -

- -

- -

100 100 100 - -

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan

- -

- -

- -

- - 100 100 100

94

Indikator Kinerja Capaian Kinerja (dalam persentase)

2015 2016 2017 2018 2019 T R K T R K T R K T R K T R K

sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Persiapan pelaksanaan

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Rapat koordinasi tingkat

Eselon I - Pelaksanaan

pemantauan dan evaluasi

- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional

- -

- -

- -

- -

100 100

Pada tahun 2019 indikator kinerja dirumuskan menjadi 2 (dua) paket rekomendasi. 1)

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama

ekonomi internasional yang terdiri dari persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan dan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Jumlah paket

rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional dan 2)

Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi

internasional yang terdiri dari rapat koordinasi tingkat Eselon I, pelaksanaan pemantauan

dan evaluasi, dan sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional. Capaian

indikator kinerja tahun 2019 sebesar 100%.

E. Akuntabilitas Keuangan

Pada tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

mendapat Pagu Anggaran Awal sebesar Rp. 9.800.000.000,- (sesuai dengan pagu

anggaran di dokumen Perjanjian Kinerja). Realisasi yang dimanfaatkan sebesar Rp.

9.777.781.544,- atau terserap 99,77%. Dari sasaran yang ditargetkan, telah dapat

diwujudkan dengan baik, dilihat dari indikator kinerja yang digunakan.

95

Gambar 3.8. Grafik Tingkat Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019

Tabel 3.4. Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019

TAHUN 2016 2017 2018 2019

TOTAL

ANGGARAN

8.979.599.215 14.192.749.000 11.800.000.000 9.800.000.000

TOTAL

REALISASI

8.876.024.489 13.958.596.938 11.750.705.344 9.777.781.544

Realisasi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

tahun 2019 adalah sebagai berikut:

1. Pagu Anggaran tahun 2019 adalah sebesar Rp. 9.800.000.000,- dengan rincian

sebagai berikut:

a. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Asia, sebesar Rp 3.160.000.000,-

b. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Amerika & Pasifik, sebesar Rp

1.660.000.000,-

c. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Eropa, Afrika dan Timur Tengah, sebesar

Rp 1.660.000.000,-

Rp8,979,599,215

Rp14,192,749,000

Rp11,800,000,000

Rp9,800,000,000

Rp8,876,024,489

Rp13,958,596,938

Rp11,750,705,344

Rp9,777,781,544

Rp7,000,000,000

Rp8,000,000,000

Rp9,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp11,000,000,000

Rp12,000,000,000

Rp13,000,000,000

Rp14,000,000,000

Rp15,000,000,000

2016 2017 2018 2019

Realisasi Anggaran 2016-2019

TOTAL ANGGARAN TOTAL REALISASI

96

d. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Regional dan sub Regional, sebesar

Rp 1.660.000.000,-

e. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Multilateral dan Pembiayaan, sebesar

Rp 1.660.000.000,-

2. Realisasi Anggaran per tanggal 31 Desember 2019 adalah sebesar Rp.

11.750.705.344 atau sebesar 99,56% dari pagu anggaran, dengan rincian

sebagai berikut:

a. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Asia, sebesar Rp 3.133.103.887,-

b. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Amerika & Pasifik, sebesar Rp.

1.655.550.542,-

c. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Eropa, Afrika dan Timur Tengah, sebesar

Rp. 1.653.698.071,-

d. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Regional dan sub Regional, sebesar

Rp. 1.659.142.210,-

e. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Multilateral dan Pembiayaan, sebesar

Rp. 1.655.032.978,-

Realisasi anggaran perkegiatan tahun 2019 dapat dilihat pada tabel dan grafik sebagai

berikut:

Tabel 3.5. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019

No Kegiatan Pagu

Anggaran (Rp)

Realisasi

Anggaran (Rp) %

1 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Asia

Rp 3.160.000.000 Rp 3.133.103.887 99,15%

2 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Amerika Pasifik

Rp 1.660.000.000 Rp 1.655.550.542 99,73%

3 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Eropa, Afrika dan Timur Tengah

Rp 1.660.000.000 Rp 1.653.698.071 99,62%

4 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Regional & Sub Regional

Rp 1.660.000.000 Rp 1.659.142.210 99,95%

5 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Multilateral & Pembiayaan

Rp 1.660.000.000 Rp 1.655.032.978 99,70%

Total Realisasi Rp 9,800,000,000 Rp 9.756.527.688 99.56%

97

Gambar 3.9. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019

Sedangkan anggaran dan realisasi belanja per-output Tahun anggaran 2019

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.6. Anggaran dan Realisasi Per Output Tahun Anggaran 2019

Sasaran Strategis Kegiatan Pagu Anggaran Realisasi

( Rp ) Anggaran (Rp) %

Terwujudnya kesepakatan kerja sama ekonomi internasional

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja sama Ekonomi Asia

Rp 1.343.650.000 Rp 1.342.990.480 99.95%

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

Rp 1.143.735.000 Rp 1.138.825.836 99.57%

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

Rp 1.438.680.000 Rp 1.434.318.442 99.70%

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

Rp 1.498.802.000 Rp 1.498.010.453 99.95%

● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

Rp 1.447.625.000 Rp 1.443.815.678 99.74%

98

Sasaran Strategis Kegiatan Pagu Anggaran Realisasi

( Rp ) Anggaran (Rp) %

Terwujudnya pengendalian kebijakan di bidang kerja sama ekonomi internasional

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Kerja sama Ekonomi Asia

Rp 99.660.000 Rp 98.543.417 98.88%

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

Rp 298.070.000 Rp 297.041.635 99.65%

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

Rp 73.090.000 Rp 73.036.600 99.93%

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

Rp 36.690.000 Rp 36.678.804 99.97%

● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

Rp 74.813.000 Rp 74.373.980 99.41%

Terwujudnya pemahaman peserta atas materi sosialisasi kerja sama ekonomi internasional

● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Asia

Rp 165.490.000 Rp 165.410.194 99.95%

● Laporan sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

Rp 218.195.000 Rp 217.830.600 99.83%

● Laporan Sosialisasi Hasil Kebijakan Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

Rp 148.230.000 Rp 148.195.500 99.98%

● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

Rp 124.508.000 Rp 124.452.953 99.96%

● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama

Rp 137.562.000 Rp 136.843.320 99.48%

99

Sasaran Strategis Kegiatan Pagu Anggaran Realisasi

( Rp ) Anggaran (Rp) %

Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

Terwujudnya Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional

● Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional

Rp 1.551.200.000 Rp 1.526.159.796 98.39%

TOTAL Rp 9.800.000.000,- Rp 9.756.527.688 99,58%

F. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya

Pelaksanaan analisis efisensi pemanfaatan sumber daya dihitung berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi

Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan penjumlahan

dari selisih antara perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran (CKK) dan

realisasi anggaran keluaran, dengan penjumlahan dari perkalian pagu anggaran keluaran

dengan capaian keluaran. Rumus untuk pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.

Keterangan:

E : Efisiensi

PAKi : Pagu Anggaran Keluaran i

RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran i

CKi : Capaian Keluaran i

Berdasarkan hasil perhitungan pada Capaian Kinerja Keluaran (Output) Kegiatan pada

bagian sebelumnya, dapat dihitung tingkat efisiensi anggaran Deputi Bidang Koordinasi

Kerja sama Ekonomi Internasional dalam pencapaian kinerja di tahun 2019, sebagai berikut.

100

Tabel 3.7. Tingkat Efisiensi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional Dalam Pencapaian Kinerja

No. Output

Capaian Keluaran Kegiatan

(CKK)

Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.)

1 Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

1

1,143,735,000 1,138,825,836

2 Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Kerjasama Ekonomi Amerika dan Pasifik (Paket Rekomendasi)

1

298,070,000 297,041,635

3 Laporan sosialisasi hasil-hasil Kerja sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

1

218,195,000 217,830,600

4 Rekomendasi Kesepakatan Kerja sama Ekonomi Asia

1 1,343,650,000 1,342,990,480

5 Rekomendasi Hasil Pengendalian Kerja sama Ekonomi Asia (Paket Rekomendasi)

1

99,660,000 98,543,417

6 Laporan hasil sosialisasi kerja sama ekonomi Asia

1 165,490,000 165,410,194

7 Layanan Dukungan Program dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional

1

1,551,200,000 1,526,159,796

8 Rekomendasi Kesepakatan di bidang kerja sama ekonomi Eropa Afrika dan Timur Tengah

1

1,438,680,000 1,434,318,442

9 Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

1

73,090,000 73,036,600

10 Laporan Hasil Sosialisasi Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah

1

148,230,000 148,195,500

101

No. Output

Capaian Keluaran Kegiatan

(CKK)

Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.)

11 Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

1

1,447,625,000 1,443,815,678

12 Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

1

74,813,000 74,373,980

13 Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

1

137,562,000 136,843,320

14 Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

1

1,498,802,000 1,498,010,453

15 Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

1

36,690,000 36,678,804

16 Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

1

124,508,000 124,452,953

Sumber: Tingkat Efisiensi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional Dalam Pencapaian Kinerja 2019

Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung bahwa capaian efisiensi Deputi Bidang

Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional Tahun 2019 adalah sebesar 0.44%. Hal ini

menunjukkan bahwa pada Tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi

Internasional telah berhasil melaksanakan rencana kerja yang ditetapkan dalam dokumen

anggaran (DIPA), serta mencapai target atas setiap keluaran (output) yang diperjanjikan,

dengan mengoptimalisasi besaran pagu anggaran yang tersedia.

G. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja

Pelaksanaan program Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

tahun 2019, dapat tercapai karena perencanaan dan koordinasi dengan stakeholder terkait

terlaksana dengan lebih baik sehingga kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Koordinasi

yang baik antara Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kemenko

Perekonomian dengan Kementerian dan Lembaga sangat memainkan peranan penting

dalam mendukung terlaksananya proses negosiasi yang efektif dengan negara mitra

dagang utama. Salah satu bukti tercapainya kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama

102

Ekonomi Internasional adalah keberhasilan Pemerintah Indonesia bernegosiasi dengan

Pemerintah Korea dan Jepang yang ditunjukan melalui tersusunnya teks Implementing

Arrangement For Economic Cooperation IK CEPA dan Term of Reference of Sub-

Committee on Improvement of Business Environment and Promotion of Business

Confidence IJEPA yang akan digunakan sebagai guideline implementasi kerja sama.

Selain itu, bukti keberhasilan Deputi VII lainnya adalah keberhasilan ASEAN dalam

menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di kawasan dalam mendukung pertumbuhan

ekonomi. Ekosistem perdamaian dan stabilitas yang diciptakan ASEAN telah memacu

pertumbuhan ekonomi negara anggota lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan dunia.

Hal ini menjadikan setiap negara anggota merasakan dampak positif dari integrasi ekonomi

ASEAN. Sejak ASEAN berdiri (1967) sampai dengan tahun 2018, GDP ASEAN telah

meningkat 130 kali yakni dari 23 Billion menjadi 2.986 Billion, sedangkan untuk GDP per

Kapita meningkat 38 kali yakni dari USD 132 menjadi USD 4601. Dari sisi transaksi

perdagangan, nilainya meningkat 282 kali, yakni dari USD 10 Billion pada tahun 1967

menjadi USD 2.817 pada tahun 2018. Data ekonomi tersebut menunjukkan bahwa di

ASEAN, ekosistem kawasan yang damai dan stabil telah membantu pula ekosistem

peningkatan pembangunan dan kesejahteraan.

Saat ini dalam perdagangan barang intra ASEAN telah berhasil dilakukan liberalisasi

tarif mencapai 99,2%, dengan pengecualian untuk beras, gula & minol bagi Indonesia. Di

bidang perdagangan jasa telah disepakati 8 Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk

subsektor insinyur, arsitek, dokter, dokter gigi, perawat, akuntan, pariwisata & surveyor. Dari

8 subsektor tersebut yang sudah diimplementasikan ada 3 subsektor beserta persentase

pemegang MRA sebagai berikut insinyur (36 %), arsitek (32%) dan akuntan (17).

Keberhasilan tersebut diharapkan semakin meningkat dengan akan dimulainya kerja

sama RCEP yang mewakili 31 % perekonomian dunia dan 29 % Perdagangan dunia.

Setelah melakukan perundingan selama tujuh tahun sejak 2013, 15 negara RCEP pada

KTT RCEP ke-3 yang dilaksanakan tanggal 4 November 2019 di Bangkok berhasil

menyelesaikan perundingan teks dan perundingan akses pasar secara essential.

Selanjutnya 15 negara RCEP tersebut telah memulai proses legal scrubbing, dimulai pada

bulan Desember 2019 hingga bulan Mei/Juni 2020

103

Namun tingginya capaian kinerja bukan berarti pekerjaan berjalan tanpa hambatan.

Untuk mencapai tujuan besar kerja sama Indonesia dengan negara mitra tentu terdapat

beberapa faktor-faktor penghambat kinerja Deputi VII, yaitu:

● Adanya perbedaan kepentingan di antara masing-masing Negara dalam proses

penyusunan kesepakatan baik tingkat bilateral, regional & sub regional serta

multilateral, yang mengakibatkan proses pembahasan kesepakatan memakan

waktu lebih lama.

● Salah satu contoh hambatan yang dialami Deputi VII dalam menangani bidang

kerja sama ekonomi ASEAN adalah masing-masing Negara Anggota masih

banyak yang menerapkan NonTariff Measurements (NTM) untuk melindungi

pasar domestiknya terutama untuk para pelaku Usaha kecil dan Menengah

(UKM) dari membanjirnya barang-barang impor yang sejenis.

● Sementara itu, terkait RCEP, tantangan yang dihadapi saat ini adalah India

merupakan satu-satunya negara yang memiliki isu sehingga belum dapat

menyetujui perjanjian RCEP. Di sisi lain, 15 negara RCEP lainnya masih

berharap India dapat bergabung dan segera mengintensifkan proses negosiasi

mutually satisfactory way dengan India sehingga perjanjian RCEP dapat

ditandatangani pada November 2020 oleh seluruh ke 16 negara.

● Jadwal pertemuan kerja sama ekonomi internasional juga memerlukan

kesesuaian waktu antara 2 (dua) negara atau lebih serta situasi dan kondisi

dalam negeri suatu negara, sehingga terdapat beberapa penyelenggaraan

pertemuan bilateral yang tertunda.

● Kendala bahasa juga menjadi salah satu faktor tidak aktifnya pemerintah daerah

pada forum-forum internasional, misalnya pada pertemuan BIMP-EAGA dan

IMT-GT yang seharusnya daerah lebih aktif dalam memanfaatkan peluang kerja

sama ekonomi yang ada, serta

● Adanya keterbatasan anggaran. Keadaan ini yang membuat Deputi VII harus

memilih kegiatan/forum secara cermat sesuai dengan urgensinya terhadap

kepentingan nasional.

Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut, telah dilakukan langkah-langkah efisiensi

dan efektifitas komunikasi dengan pemangku kepentingan pada forum bilateral, regional &

sub regional serta multilateral dan memilih isu-isu yang dianggap lebih prioritas dan

strategis, juga lebih membangun komunikasi dengan pemerintah daerah dan pemangku

104

kepentingan agar dapat aktif terlibat dalam kegiatan/kerja sama ekonomi internasional dan

memanfaatkan hasil-hasil kesepakatan ekonomi internasional. Untuk perbaikan kinerja

selanjutnya, Deputi VII akan meningkatkan koordinasi dengan pemangku kepentingan

terkait sebelum mengikuti/menyelenggarakan forum internasional guna menyamakan

persepsi, menyelaraskan kepentingan dan membuat perencanaan kegiatan yang lebih

matang.

BAB 4CAPAIAN KOORDINASI DI

BIDANG PEREKONOMIAN

TAHUN 2015-2019

A. Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019

B. Dampak Kinerja Tahun 2015-2019

C. Isu Strategis Tahun 2020-2024

105

A. Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019

Target Kinerja Rencana Strategis Tahun 2015-2019

Pada dokumen Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional Tahun 2015-2019, terdapat dua Sasaran Strategis (SS) pada Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, yaitu:

- Sasaran Strategis 1 (SS-1):

Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian

- Sasaran Strategis 2 (SS-2):

Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

Masing-masing Sasaran Strategis (SS) diukur pencapaiannya melalui

penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target tahunan untuk periode tahun 2015-

2019, sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 4. 1. Target Kinerja dalam Renstra Tahun 2015-2019

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Kinerja Tahunan

2015 2016 2017 2018 2019

Sasaran Strategis 1 (SS-1): Terwujudnya

koordinasi dan

sinkronisasi

kebijakan

perekonomian

1) Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan

85 85 85 85 85

2) Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA

75 80 85 75 75

3) Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

85 85 85 85 85

BAB IV CAPAIAN KOORDINASI DI BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN 2015-2019 DAN ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024

106

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Kinerja Tahunan

2015 2016 2017 2018 2019

4) Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

85 85 85 85 85

5) Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional

85 85 85 85 85

6) Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan

- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

n.a n.a n.a 100 n.a

7) Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

- Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

n.a n.a n.a n.a 100

Sasaran Strategis 2 (SS-2): Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

8) Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

- Rapat koordinasi tingkat Eselon I

- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional

n.a n.a n.a n.a 100

Perubahan Target Kinerja dan Metode Pengukuran Kinerja

Seiring dengan dinamika perkembangan organisasi, terhitung sejak tahun 2018,

dilakukan perubahan atas target kinerja dalam Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama EKonomi Internasional Tahun 2015-2019, sebagai berikut:

107

- Di tahun 2018, indikator kinerja dirumuskan menjadi jumlah paket rekomendasi

kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional. 1 (satu) paket

rekomendasi ini terdiri dari 5 (lima) kebijakan yang terdiri dari: 1) kebijakan bidang

kerja sama ekonomi Amerika dan Pasifik; 2) kebijakan bidang kerja sama ekonomi

Asia; 3) kebijakan bidang kerja sama ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah; 4)

kebijakan bidang kerja sama ekonomi Multilateral dan Pembiayaan; dan 5) kebijakan

bidang kerja sama ekonomi Regional dan Sub Regional.

- Kemudian di tahun 2019, indikator kinerja dirumuskan kembali menjadi 2 (dua) yakni sebagai berikut jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional dan Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019

Ringkasan capaian atas Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi InternasionalTahun 2015-2019, disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4. 2. Ringkasan Capaian Renstra Tahun 2015-2019

Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target dan Realisasi Kinerja (dalam persentase)

2015 2016 2017 2018 2019 T R T R T R T R T R

(SS-1) Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan

85 94 85 82,60 85 92 85 n.a 85 n.a

Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA

75 100 80 88,89 85 100 75 n.a 75 n.a

Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

85 86 85 82,60 85 100 85 n.a 85 n.a

Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti

85 92 85 88,10 85 100 85 n.a 85 n.a

Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional

85 83 85 86,80 85 88 85 n.a 85 n.a

Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika

dan Pasifik - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa,

Afrika, dan Timur Tengah - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral

dan Pembiayaan - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional

dan Sub Regional

n.a n.a n.a n.a n.a n.a 100 100 n.a n.a

108

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan - Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a 100 100

(SS-2) Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Rapat koordinasi tingkat Eselon I - Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi - Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama

internasional

n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a 100 100

Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Deputi VII Tahun 2015-2019

91 85,80 96 100 100

n.a. (not available) / tidak ditetapkan

Pada tahun 2015 hingga 2017, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional menetapkan 5 (lima) indikator kinerja, antara lain 1) Persentase kesepakatan

kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan; 2) Persentase rekomendasi hasil

penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA;

3) Persentase kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti; 4)

Persentase rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional

yang ditindaklanjuti; dan 5) Persentase pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-

hasil kerja sama ekonomi internasional. Rata-rata realisasi capaian indikator kinerja

tersebut meningkat setiap tahun, dari 91% di tahun 2015 menjadi 96% di tahun 2017.

Di tahun 2018, indikator kinerja dirumuskan menjadi jumlah paket rekomendasi

kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional. 1 (satu) paket rekomendasi

ini terdiri dari 5 (lima) kebijakan yang terdiri dari: 1) kebijakan bidang kerja sama ekonomi

Amerika dan Pasifik; 2) kebijakan bidang kerja sama ekonomi Asia; 3) kebijakan bidang

kerja sama ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah; 4) kebijakan bidang kerja sama

ekonomi Multilateral dan Pembiayaan; dan 5) kebijakan bidang kerja sama ekonomi

Regional dan Sub Regional.

Kemudian di tahun 2019, indikator kinerja dirumuskan kembali menjadi 2 (dua) yakni

sebagai berikut jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

bidang kerja sama ekonomi internasional dan Jumlah paket rekomendasi hasil

pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional. Capaian kinerja tahun

2018 dan 2019 sebesar 100%.

109

Rata-rata nilai capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional selama periode tahun 2015-2019 adalah 94,56%. Hal tersebut menunjukkan

bahwa target-target sebagaimana ditetapkan dalam Renstra Tahun 2015-2019, beserta

dinamika perubahannya, telah dapat berhasil dicapai. Pencapaian atas target indikator

kinerja tersebut akan terlihat dari sejumlah dampak kinerja yang akan disampaikan pada

bagian selanjutnya.

110

B. Dampak Kinerja Tahun 2015-2019

Terkait dampak dari kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional selama 5 (lima) tahun terakhir yaitu dari 2015-2019, telah tercatat di dalam

laporan kinerja instansi Pemerintah tahunan. Selain itu terdapat beberapa indikator capaian

meningkatnya angka presentase penyelesaian perundingan sekaligus peningkatan dalam

kerja sama dibidang ekonomi dengan negara mitra utama. Hal ini selaras dengan indikator

kinerja pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional seperti: 1)

Persentase kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan; 2)

Persentase rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi

komitmen Indonesia dalam MEA; 3) Persentase kesepakatan kerja sama ekonomi

internasional yang ditindaklanjuti; 4) Persentase rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi

kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti; dan 5) Persentase pemahaman

peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional. Beberapa

dampak dari capaian kinerja tersebut diantaranya telah dibuktikan dengan:

1. Penyelesaian Negosiasi Perdagangan Indonesia

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional telah mendukung

perekonomian negara dalam mengadakan perjanjian kerjasama ekonomi antar

negara. Dalam periode kerja 2015 - 2019 telah selesai 20 FTA, sementara 12 FTA

sedang dinegosiasikan dan 14 FTA sedang dijajaki, sebagai berikut:

Tabel 4.3. Perkembangan FTA Indonesia dengan Negara Mitra

No. FTA yang Telah Selesai

1 General Review Indonesia - Japan EPA

2 Protocol to Amend Indonesia-Pakistan PTA

3 MoU Indonesia-Palestine on Trade Facilitation for Certain Products

4 Indonesia-Chile CEPA

5 Indonesia-EFTA CEPA

6 Indonesia-Australia CEPA

7 Indonesia-Mozambique CEPA

8 Indonesia-Korea CEPA

9 ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA)

10 ASEAN-India Trade in Service Agreement

111

No. FTA yang Telah Selesai

11 ASEAN Agreement on Medical Device Directive

12 ASEAN-Korea FTA (AKFTA)

13 ASEAN-China FTA (ACFTA)

14 ASEAN-Hong Kong-China FTA & Investment Agreement

15 ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)

16 ASEAN Agreement on E-Commerce

17 ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)

18 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership

19 ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)

20 ASEAN Trade in Services Agreement (ATISA)

No FTA yang sedang dinegosiasikan

1 Indonesia-European Union CEPA

2 Indonesia-Turkey CEPA

3 Indonesia-Pakistan TIGA

4 Indonesia-Tunisia PTA

5 Indonesia-Bangladesh PTA

6 Indonesia-Marocco PTA

7 Indonesia-Iran PTA

8 Indonesia-Mauritius PTA

9 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

10 ASEAN Economic Community (AEC)

11 ASEAN-India FTA (AIFTA)

12 ASEAN-Australia-New Zealand FTA

No. FTA yang sedang dijajaki

1 Indonesia-South Africa Customs Union (SACU)

2 Indonesia-Nigeria (ECOWAS) PTA

3 Indonesia-Kenya (EAC) PTA

112

No. FTA yang sedang dijajaki

4 Indonesia-Djibouti PTA

5 Indonesia-Gulf Cooperation Council (GCC)

6 Indonesia-Sri Lanka

7 Indonesia-Colombia PTA

8 Indonesia-Peru

9 Indonesia-Papua New Guinea PTA

10 Indonesia-Fiji PTA

11 Indonesia-Eurasian EConomic Union (EAEU)

12 Indonesia-New Zealand CEPA

13 ASEAN-Canada FTA

14 ASEAN-European Union FTA

2. Pemanfaatan Surat Keterangan Asal (SKA)

SKA / Certificate of origin adalah kesepakatan diantara negara anggota ASEAN

dalam rangka memperlancar arus ekspor dan impor, baik intra ASEAN maupun

dengan mitra dialog. SKA merupakan surat keterangan dari mana barang tersebut

berasal. Untuk intra ASEAN apabila barang tersebut berasal dari ASEAN, maka akan

menikmati pembebasan tarif bea masuk sampai dengan 99,2% dari post tarif.

Sedangkan untuk mitra dialog tergantung kesepakatan antara ASEAN dengan negara

mitra (China, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru dan India).

Berdasarkan data pemanfaatan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk ekspor

Indonesia ke negara tujuan ekspor di ASEAN, tercatat relatif meningkat sejak tahun

2015 hingga Oktober 2019. Hal ini menandakan mulai banyaknya pengusaha yang

memanfaatkan fasilitas ekspor tersebut karena mendapatkan pembebasan tarif bea

masuk.

Selain Intra ASEAN, juga terdapat SKA ke negara mitra dialog. Tabel di bawah

menunjukkan kecenderungan pemanfaatan SKA ke negara mitra dialog. Beberapa

form SKA yang dimanfaatkan Indonesia untuk melakukan ekspor, sebagai berikut:

113

Tabel 4.4. Form Surat Keterangan Asal (SKA)

Sumber: Kementerian Perdagangan, 2019

3. Dampak Diplomasi Indonesia: Indonesia – Pakistan PTA

Indonesia – Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA) ditandatangani

sejak 3 Februari 2012 dan efektif diimplementasikan sejak 1 September 2013. Sejak

ditandatangani, total ekspor Indonesia ke Pakistan meningkat sebesar 79% dari USD

1,3 miliar (2012) menjadi USD 2,4 miliar (2018). Minyak kelapa sawit/palm oil

merupakan produk ekspor yang dominan serta mengalami peningkatan yang

signifikan. Pada tahun 2012 ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Pakistan

sebesar USD 745 juta, kemudian pada tahun 2018 meningkat menjadi USD 1,4

miliar. Sebelum penandatanganan IP-PTA, total ekspor Indonesia ke Pakistan hanya

sebesar USD 688 juta (2010) dan USD 936 juta (2011).

Melalui IP-PTA, Indonesia mampu menggantikan posisi pangsa pasar minyak

kelapa sawit di Pakistan yang sebelumnya didominasi oleh Malaysia. Sebagai

perbandingan, pangsa pasar/market share minyak kelapa sawit Indonesia di

Pakistan pada tahun 2012 adalah sebesar 34% dan pada tahun 2018 meningkat

menjadi 74%. Sedangkan pangsa pasar/market share minyak kelapa sawit Malaysia

114

di Pakistan pada tahun 2012 adalah sebesar 61% dan pada tahun 2018 menurun

menjadi 25%.

Setelah 5 tahun implementasi IP-PTA, kedua negara sepakat untuk

menandatangani Protokol Perubahan IP-PTA pada tanggal 27 Januari 2018. Dengan

protokol perubahan tersebut, jumlah konsesi perdagangan barang Indonesia-

Pakistan menjadi 279 pos tarif Indonesia dan 320 pos tarif Pakistan. Indonesia dan

Pakistan juga sepakat untuk memperluas perjanjian Indonesia-Pakistan Preferential

Trade Agreement (IP-PTA) menjadi Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement

(IP-TIGA). Dalam IP-PTA kedua negara hanya memberikan preferensi tarif atas

sejumlah produk yang disepakati bersama, sedangkan IP-TIGA akan mencakup

keseluruhan pos tarif Indonesia dan Pakistan untuk memberikan manfaat maksimal

bagi kedua negara.

Perundingan pertama Joint Negotiating Committee (JNC) IP-TIGA telah

dilaksanakan pada tanggal 8-9 Agustus 2019 di Islamabad. Perundingan IP-TIGA

ditargetkan akan selesai pada tahun 2021.

4. Peningkatan Engagement Indonesia dengan Negara-Negara di Kawasan

Afrika

Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan pembangunan di kawasan Afrika

mengalami peningkatan pesat, dan berdasarkan analisa dari African

Development Bank diprediksi Afrika akan menghabiskan anggaran

pembangunan sebesar USD 130-170 Miliar per tahun. Melihat situasi tersebut

Pemerintah Indonesia menganggap ini sebagai peluang dan telah melakukakan

beberapa pendekatan ekonomi dengan menyelenggarakan beberapa forum

Internasional terutama dengan negara-negara di Kawasan Afrika. Dalam hal ini

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional turut mendukung

dan berpartisipasi pada beberapa forum sebagai berikut:

Indonesia Africa Forum (10-11 April 2018)

Indonesia-Africa Forum merupakan suatu bentuk nyata upaya Indonesia

untuk menjalin hubungan dengan negara-negara di kawasan Afrika. Kegiatan dibuka

oleh Menlu RI dan dihadiri oleh Wakil Presiden RI yang memberikan Remark serta

beberapa Menteri sebagai panelis. Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah

115

penandatanganan Business Deals, Remarks Wakil Presiden RI, Diskusi Panel,

Business Exhibition, dan Pertemuan Bilateral. Berikut adalah Business Deals seniali

USD 586 million yang telah ditandatangani:

o Letter of Intent kontrak penjualan pesawat PT Dirgantara Indonesia

senilai USD 75 million (RI-Senegal dan Pantai Gading);

o Share Holder Agreement PT. Timah dengan Topwide Ventures Ltd.

senilai USD 25,9 million (RI-Nigeria);

o Kerjasama PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dengan Amirco Commercial

Services (Global Textile) senilai USD 20 million (RI-Ethiopia, Madagaskar,

Mauritius, Somalia, Mesir);

o Letter of Intent kontrak pembangunan 2 unit kapal Offshore Patrol Vessel

(OPV) 60 meter PT. PAL Indonesia untuk Angkatan Laut Senegal senilai

USD 110 million (RI-Senegal);

o Framework Agreement fasilitas credit line antara Indonesia Eximbank

dengan African Eximbank secara resiprokal senilai USD 100 million (RI-

Mesir selaku Kanotr Pusat African Eximbank);

o Agreement fasilitas renegosiasi / pendiskontoan kembali surat kredit

(Letter of Credit) Standard Chartered Bank dengan Indonesia Eximbank

senilai USD 100 million (RI- Nigeria, Mesir, Afrika Selatan, Pantai Gading,

Mauritius, Uganda, Kenya, Ghana, Tanzania dan negara Afrika lainnya

dimana Standard Chartered Bank berada.);

o Agreement antara Indonesia Eximbank dengan CommerzBank senilai

USD 122,8 million (RI-Bank atau institusi keuangan di negara-negara

Afrika);

o Kontrak Ekspor-Impor PT. Perusahaan Perniagaan Internasional dengan

Madaranch Madagaskar senilai USD 3 million (RI-Madagaskar);

o PT WIKA, Indonesia Eximbank, dan Chief of Cabinet of Republik of Niger

senilai 26,7 million (RI-Niger);

o GMF AeroAsia, Max Air, dan Ethiopian Airlines senilai USD 3,1 million.

Pacific Exposition (11-14 Juli 2019)

116

Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue 2019 (20-21 Agustus 2019)

Indonesia-Africa Infrastructure Dialoge merupakan kegiatan lanjutan dari

Indonesia-Africa Forum pada tahun 2018, namun lebih berfokus pada inrastruktur.

Kegiatan dibuka oleh Menlu RI dan dihadiri oleh Presiden RI yang memberikan

Remark serta beberapa Menteri sebagai panelis. Rangkaian kegiatan yang

dilakukan adalah penandatanganan Business Deals, Remarks Presiden RI, Diskusi

Panel, Perundingan dan Peluncuran Preferential Trade Agreement (PTA), Business

Exhibition, dan Pertemuan Bilateral. Berikut adalah Business Deals seniali USD 822

million yang telah ditandatangani:

O Exploration Development Buzi Block EPCC senilai USD 83 million (RI-

Mozambique);

O Prospect Mining in Mozambique for Mineral Graphite and Rare Earth

Element senilai USD 25 million (RI-Mozambique);

O Frame Agreement on Design and Building of Presidential Palace Zone

3 senilai USD 10 million (RI-Niger);

O Business Agreement between Dexa Group and Bahari Pharmacy

senilai USD 1,5 million (RI-Tanzania);

O Framework Agreement on the Construction of Zanibar Bulk Liquid

Terminal Phase 1 and Expendable to the Construction of Container

Terminal senilai USD 190 million (RI-Zanibar,Tanzania);

O Development of the Production of Clove Leaf Oil and Perform Trading

senilai USD 2,5 million (RI-Zanibar,Tanzania);

O Distribution Agreement senilai USD 2,5 million (RI-Nigeria);

O MoU Bio Farma with Bahari Pharma and Biovaccine Nigeria senilai

USD 7,5 million (RI-Tanzania dan Nigeria);

O Framework Agreement on the Construction of La Tour De Goree in

Dakar, Senegal senilai 250 million (RI-Senegal);

O Framework Agreement on the Construction of 1500 unit Social Housing

in Songon and Expendable to the Contruction of 18.500 unit Social

Housing senilai USD 200 million (RI-Cote D’ivoire);

117

O Framework Agreement with Development Bank of the Central African

States/la Banque de Developmnet des Etats de I’Afrique Centrale

(BDEAC) senilai 50 million (RI-BDEAC).

5. Penyelesaian Proyek Kerja Sama Sub Regional

Capaian kerja sama sub regional Indonesia - Malaysia - Thailand Growth

Triangle (IMT-GT) dan kerja sama Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia -

Philippines (BIMP-EAGA), sebagai berikut:

• Pelaksanaan 39 proyek infrastruktur prioritas IMT-GT senilai 48 milyar USD:

o 11 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek);

o 28 proyek sedang berjalan;

• Pelaksanaan 69 proyek infrastruktur prioritas BIMP-EAGA senilai 23 milyar USD

o 16 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek);

o 53 sedang berjalan;

• Penyelesaian proyek sektoral di Indonesia, antara lain:

o Revitalisasi penerbangan rute Manado-Davao by Garuda Indonesia;

o Pemanfaatan interkoneksi listrik Kalimantan Barat-Sarawak sebesar 215 MW;

o Reviu 5 Koridor Ekonomi IMT-GT dan Pembentukan Koridor ke-6.

Menko Perekonomian adalah Ketua Tim Koordinasi KESR (Indonesia-Malaysia-

Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-

Philippines (BIMP-EAGA). Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional sebagai Sekretariat Nasional.

6. Kerja Sama Proyek Joint Crediting Mechanism (JCM)

118

Gambar 4.1. Perkembangan Penerbitan Kredit Karbon (Penurunan Emisi)

Hingga Desember 2019 telah terdapat 22 metodologi dan 39 proyek di mana 20

proyek telah diregistrasi dan 12 di antaranya telah menerbitkan kredit karbon

(penurunan emisi) dengan total 56,254 ton Co2. Sedangkan total investasi yang

tercipta sebesar $128 juta (investasi swasta $78 juta dan subsidi pemerintah Jepang

$50 juta). Selain itu, sejumlah $10 juta juga telah dikeluarkan pemerintah Jepang

untuk membiayai 122 buah studi kelayakan.

C. Isu Strategis Tahun 2020-2024

Sesuai dengan sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024, yaitu

mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui

percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur

perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang

didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, maka kebijakan

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam rangka mengemban

tugas dan fungsi untuk melaksanakan arah kebijakan pembangunan nasional maupun

program – program prioritas nasional adalah melalui strategi koordinasi dan sinkronisasi,

pengendalian, studi kebijakan/kajian/telaahan terkait kerja sama ekonomi internasional.

Strategi tersebut merupakan langkah-langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama

Ekonomi Internasional mendorong peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih

optimal baik dalam pelaksanaan program/kegiatan sektor maupun lintas sektor menjadi

lebih efektif dan efisien melalui rapat-rapat koordinasi dan diplomasi ekonomi pada

pertemuan-pertemuan internasional.

Salah satu upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional adalah

dengan meningkatkan dan memperkuat kerjasama ekonomi internasional secara lebih

luas. Peningkatan pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat

memberikan manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang kerjasama

ekonomi internasional. Untuk itu, fokus Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional dalam upaya menuju sasaran strategis pada tahun 2020-2024 ada 5 (lima)

yaitu;

1. Dukungan Pengembangan Ekspor ke Pasar Non Tradisional

Dukungan ini adalah dalam rangka memenuhi instruksi Presiden terkait upaya

perluasan akses pasar non-tradisional. Selain itu, seperti diketahui bersama, telah

119

terjadi defisit perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra sampai dengan

Agustus 2019 ditambah hambatan yang banyak dialami oleh produk-produk

unggulan Indonesia di pasar tradisional dewasa ini. Oleh karena itu, Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional merasa perlu agar dukungan

pengembangan ekspor ke pasar non-tradisional di Kawasan Amerika Selatan,

Pasifik, Asia Selatan, dan Afrika perlu ditingkatkan.

2. Penyelesaian Kasus Sengketa Perdagangan Bilateral dan Multilateral

Isu ini dirasa perlu untuk diangkat karena melihat kebijakan Indonesia dalam

hal impor maupun ekspor terkadang tidak sesuai dengan kepentingan negara mitra

dagang sehingga menemui kesulitan hingga sengketa dagang. Hal ini terangkum

pada beberapa sengketa perdagangan antara Indonesia dengan negara mitra pada

tahun 2020 sebagai berikut:

• DS 477/478 terkait impor hortikultura, hewan dan produk hewan yang digugat

oleh Selandia Baru dan Amerika Serikat di DSB WTO. Indonesia harus

merevisi empat Permen (dua Permentan dan dua Permendag) dan empat UU.

Untuk upaya fully comply, Kemenko Perekonomian ditunjuk sebagai Ketua

Tim Clearing House.

• DS 484 terkait impor ayam dan produk ayam yang digugat oleh Brasil di DSB

WTO. Indonesia diharuskan melakukan revisi Permentan dan Permendag.

Kemenko Perekonomian mengkoordinasikan rapat untuk

mengharmonisasikan amandemen atau pembentukan Permen dalam rangka

fully comply terhadap putusan DSB WTO dan Compliance Panel.

• Semenjak bergabung di WTO pada tahun 1995, hingga saat ini terdapat 70

sengketa dagang melibatkan Indonesia di WTO, dengan mayoritas kasus

terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs). Diperlukan mekanisme

perumusan NTMs yang tepat, tidak bertentangan dengan komitmen

internasional Indonesia, serta harmonis satu dengan yang lain.

• DS 592 merupakan gugatan Uni Eropa terhadap sejumlah kebijakan

Indonesia di bidang pertambangan mineral, dengan cakupan pembatasan

ekspor nikel; syarat pemrosesan di dalam negeri; kewajiban pemasaran

domestik; subsidi yang dilarang dan export licensing.

120

• DS 593 merupakan gugatan Indonesia terhadap Uni Eropa, yaitu terkait

regulasi Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation yang

mendiskriminasi produk biofuel berbasis sawit dari Indonesia.

Sengketa dagang yang timbul ini diharapkan dapat diselesaikan melalui

mekanisme forum multilateral (WTO) maupun bilateral. Oleh karena itu, sangat

dibutuhkan koordinasi yang kuat antar K/L untuk merumuskan suatu kebijakan yang

menguntungkan perekonomian nasional dengan tetap memperhatikan ketentuan

internasional.

3. Percepatan Penyelesaian Perundingan Perdagangan

Saat ini dunia sedang mengalami kekhawatiran akan datangnya ancaman

krisis ekonomi akibat dari perang dagang, kondisi politik luar negeri maupun hal-hal

penting lainnya. Oleh karena itu penting untuk dilakukannya upaya-upaya

peningkatan hubungan ekonomi perdagangan serta investasi melalui akselerasi

penyelesaian perundingan perdagangan bebas antara Indonesia dengan negara-

negara mitra.

4. Implementasi Joint Crediting Mechanism (JCM) Indonesia-Jepang

Untuk memenuhi komitmen internasional Indonesia terkait Paris Agreement,

yaitu penurunan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan

internasional, dibutuhkan sumber daya yang besar sehingga memerlukan

keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta. Namun, sektor

swasta sering terkendala dengan kapasitas teknologi dan modal.

Skema JCM Indonesia – Jepang (JCM IJ) memberi dukungan investasi,

peningkatan kapasitas dan transfer teknologi rendah karbon terkini yang terbukti

sangat diminati sektor swasta dan memberikan dampak positif antara lain berupa

replikasi teknologi di luar skema JCM IJ. Namun, perjanjian bilateral JCM dan

landasan hukum bagi implementasi JCM IJ meliputi, SK Menko untuk Tim Koordinasi

Perundingan Perdagangan Karbon Antarnegara (TKPPKA) dan SK Deputi VII untuk

anggota Komite Bersama dan Kepala Sekretariat JCM Indonesia, akan berakhir

sampai tahun 2019 sehingga perlu diperpanjang.

Saat ini terdapat 39 proyek JCM IJ di Indonesia dengan nilai investasi sebesar

128 juta USD. Mengingat manfaat JCM IJ, perlu terus di jajaki kerjasama bilateral

serupa dengan negara lain dalam rangka meningkatkan kapasitas teknologi dan

pembiayaan.

121

5. Kepemimpinan Indonesia di Forum Internasional

Pada KTT G20 Osaka, Indonesia mulai melakukan sounding terkait rencana

untuk mengajukan diri sebagai Presidensi G20 pada tahun 2023. Telah dilakukan

Rapat Koordinasi Terbatas Tingkat Eselon I ke-2 pada tanggal 26 Agustus 2019 yang

dikoordinasikan Deputi VII Kemenko Perekonomian, dengan melibatkan Sekretariat

Kabinet, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Keuangan.

Pada Tahun 2023 Indonesia akan menjadi ketua ASEAN hal ini sesuai dengan

amanat piagam ASEAN dimana disepakati pergiliran tuan rumah ASEAN bagi

negara anggota setiap tahunnya. Deputi 7 Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian selaku Penanggung jawab substansi pilar ekonomi ASEAN akan

berkontribusi dalam pelaksanaan keketuaan ASEAN 2023.

Kerja sama Ekonomi Sub Regional (BIMP-EAGA dan IMT-GT) merupakan

kerja sama yang melibatkan daerah dan sektor swasta. Masing-masing negara

anggota akan menjadi Keketuaan secara periodik bergilir yaitu 3 tahun untuk IMT-

GT dan 4 tahun untuk BIMP-EAGA. Indonesia akan menjadi Ketua IMT-GT pada

2020 dan 2023 sementara untuk BIMP-EAGA akan menjadi ketua pada 2021.

BAB 5PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rencana Aksi Tindak Lanjut

122

A. KESIMPULAN

Secara umum, capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi

Internasional (Deputi VII) selama tahun 2019 telah memenuhi target kinerja yang ditetapkan

dalam Kontrak Kinerja Deputi VII. Deputi VII mempunyai fungsi untuk melakukan

koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan kerja sama ekonomi internasional,

dalam melaksanakan kegiatannya tidak hanya tergantung dari kesiapan kementerian /

lembaga pemerintah dan swasta Indonesia namun juga sangat tergantung pada kegiatan

negara mitra kerja sama, oleh sebab itu rencana kegiatan yang disusun di awal tahun juga

perlu mempertimbangkan kesediaan negara mitra.

Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kerja sama ekonomi internasional antara

pemerintah pusat dan daerah juga perlu ditingkatkan, serta perbaikan regulasi yang

mendukung program-program penguatan dan peningkatan investasi dibidang-bidang

strategis. Selain itu, perlu ditingkatkannya kegiatan sosialisasi, agar stakeholder lebih

memahami dan dapat memanfaatkan peluang kerja sama internasional.

Peningkatan kerja sama dengan negara mitra akan berdampak pada peningkatan

indikator ekonomi seperti perdagangan dan investasi. Upaya Deputi VII untuk meningkatkan

indikator ekonomi dilakukan dengan mempererat kerja sama ekonomi dengan negara mitra

maupun dalam lingkup kerja sama bilateral, regional, sub regional dan multilateral, melalui

agreement, agreed minutes, MOU, joint statement yang dilakukan sesuai tahapan kerja

sama internasional yang berlaku umum. Dengan melaksanakan tahapan proses kerja sama

ekonomi yang telah dilakukan, dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan baik secara

mandiri maupun bersama-sama dengan kementerian/lembaga terkait, dalam bentuk rapat

BAB V PENUTUP

123

koordinasi antar kementerian/lembaga, sosialisasi, focus group dicussion (FGD) serta

monitoring dan evaluasi.

Dalam pelaksanaan seluruh kegiatan tersebut, Deputi VII senantiasa berupaya

meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja melalui upaya perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian serta evaluasi, sebagai bagian untuk mewujudkan reformasi birokrasi

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

B. RENCANA AKSI TINDAK LANJUT

Penetapan indikator kinerja merupakan salah satu perangkat dalam mencapai tujuan

dan sasaran strategis organisasi. Pencapaian kinerja merupakan perwujudan sinergi

seluruh bidang ke Deputi VII dan stakeholders terkait dalam menghadapi tantangan di tahun

2019. Namun demikian, upaya penyempurnaan dan perbaikan indikator kinerja akan terus

dilakukan melalui penetapan indikator kinerja yang lebih berkualitas. Untuk itu, beberapa

rencana aksi tindak lanjut perlu dilakukan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja

kedepannya, antara lain:

1. Meningkatkan peran dalam mengkoordinasikan penyusunan kebijakan terkait kerja

sama ekonomi internasional;

2. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap implementasi

kesepakatan kerja sama ekonomi internasional;

3. Meningkatkan kapasitas SDM dengan mengikutsertakan dalam diklat-diklat terkait

tugas dan fungsi Deputi VII, guna mendukung efektifitas kinerja pegawai;

4. Meningkatkan Kualitas Perencanaan hingga Pelaporan Kinerja Deputi Bidang

Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

Laporan Kinerja Deputi VII ini diharapkan dapat memberikan informasi atas capaian

kinerja dan dapat menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan capaian kinerja

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, khususnya Deputi Bidang Koordinasi

Kerja Sama Ekonomi Internasional yang akan berdampak positif dalam peningkatan daya

saing perekonomian Indonesia.

LAMPIRAN

A. Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi

Kerja Sama Ekonomi Internasional

B. Manual IKU Deputi Bidang Koordinasi Kerja

Sama Ekonomi Internasional

C. Narasi Capaian IKU Deputi Bidang Koordinasi

Kerja Sama Ekonomi Internasional

D. Jumlah Proyek JCM per 2019

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

REPUI3LIK INDONESIA

DEPUTI BIDANG KOORDINASI KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019

NOMOR : PK - /DVII.M.EKON/2019

Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, dans par an dan akuntabel serta berorientasi pada basil, kaini yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rizal Affandi Lukman

Jabatan : Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

selanjutnya disebut Pihak Pertama

Nama : Darmin Nasution

Jabatan : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

selaku atasan Pihak Pertama, selanjutnya disebut Pihak Kedua.

Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab kami.

Pihak Kedua akan melakukan supervisi yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi terhadap capaian kinerja dari perjanjian ini dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi.

Jakarta, Januari 2019

Pihak Pertama,

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

Pihak Kedua,

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Darmin Nasution Rizal Affandi Lukman

( K

rLAMPIRAN PERJANJIAN KINERJA TAIIUN 2019

DEPUTI BIDANG KOORDINASI KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL

No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target

Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian

Jumlah Paket Rekomendasi Basil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional.

1 Paket Rekomendasi

1

Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian

Jumlah Paket Rekomendasi Basil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional.

1 Paket Rekomendasi

2.

Program : Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian

Kegiatan1. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik2. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia3. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah Rp4. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan5. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional

Anggaran

RP 1.900.000.0002.200.000.0001.900.000.0001.900.000.0001.900.000.000

Rp

RpRp

9.800.000.000Sembilan Milyar Delapan Ratus Juta Rupiah

Rp

Jakarta, Januari2019

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

Darmin Nasution Rizal Affandi Lukman

`

Definisi : Mengukur jumlah rekomendasi yang dihasilkan/disetujui/ditandatangani dalam pertemuan/perundingan internasional atau rapat koordinasi yang dilaksanakan oleh dan dengan stakeholder terkait

Satuan : Paket Rekomendasi

Teknik Menghitung : Rekomentasi = Jumlah rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi yang dilaksanakan (L) dalam pertemuan/perundingan internasional atau rapat koordinasi dikalikan 100%. Formula:

Sifat Data IKU : Maximize

Sumber Data : Asdep KSE Asia; Eropa, Afrika dan Timur Tengah; Amerika dan Pasifik; Regional & Sub Regional; Multilateral & Pembiayaan

Periode Data IKU : Semesteran

Definisi : Mengukur jumlah rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi terhadap hasil kerjasama ekonomi internasional

Satuan : Paket Rekomendasi

Teknik Menghitung

: Jumlah rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi terhadap hasil kerjasama ekonomi internasional yang dilaksanakan (R) dikalikan 100%. Formula:

Sifat Data IKU

: Maximize

Sumber Data : Asdep KSE Asia; Eropa, Afrika dan Timur Tengah; Amerika dan Pasifik; Regional & Sub Regional; Multilateral & Pembiayaan

Periode Data IKU

: Semesteran

Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional

Manual

Perhitungan

IKU Deputi VII 1

Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonoi internasional

Manual

Perhitungan

IKU Deputi VII 2

JCM Indonesia

Ref No.

Project Name Project Participant Third Party Entities

Registration Date

Sectoral Scope

Estimated Emission Reduction Average (tCO2)

ID001 Energy Saving for Air-Conditioning and Process Cooling by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller

Nippon Koei Co. Ltd. (Focal Point) Ebara Refrigeration Equipment & Systems Co., Ltd.

Lloyd’s Register Quality Assurance Limited

31 Oct 2014 Energy Demand 114

ID002 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Food Industry Cold Storage in Indonesia

PT. Adib Global Food Supplies PT. Mayekawa Indonesia

Japan Quality Assurance Organization

29 Mar 2015 Energy Demand 120

ID003 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Frozen Food Processing Plant in Indonesia

PT. Adib Global Food Supplies PT. Mayekawa Indonesia

Japan Quality Assurance Organization

29 Mar 2015 Energy Demand 21

ID004 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Karawang, West Java

Nippon Koei Co., Ltd. (Focal Point), Ebara Refrigeration Equipment & Systems Co., Ltd. PT. Nikawa Textile Industry

PT. Mutu Agung Lestari

24 Mar 2016 Energy Demand 176

ID005 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Batang, Central Java (Phase 2)

Nippon Koei Co., Ltd. (Focal Point), Ebara Refrigeration Equipment & Systems Co., Ltd. PT. Primatexco Indonesia

Lloyd’s Register Quality Assurance Limited

24 Mar 2016 Energy Demand 145

ID006 Installation of Inverter-type Air Conditioning System, LED Lighting and Separate Type Fridge Freezer Showcase to Grocery Stores in Republic of Indonesia

Lawson Inc., PT. MIDI UTAMA INDONESIA

Japan Quality Assurance Organization

3 June 2016 Energy Demand 115

ID008 Introducing double-bundle modular electric heat pumps at AXIA SOUTH CIKARANG Tower 2

Toyota Tsusho Corporation; PT. TTL Residences

Japan Quality Assurance Organization

10 Feb 2017 Energy Demand 166

ID009 Energy Saving for Air-Conditioning at

PT. PAKUWON JATI Tbk NTT

Japan Quality

04 Dec 2017 Energy Demand 325

Ref No.

Project Name Project Participant Third Party Entities

Registration Date

Sectoral Scope

Estimated Emission Reduction Average (tCO2)

Shopping Mall with High Efficiency Centrifugal Chiller

FACILITIES, INC Assurance Organization

ID011 Reduction of Energy Consumption by Introducing an Energy-Efficient Waste Paper Processing System into a Packaging Paper Factory 

PT FAJAR SURYA WISESA Tbk KANEMATSU CORPORATION

Japan Quality Assurance Organization

22 Dec 17 Manufacturing Industries Energy Demand

17,822

ID012 GHG emission reductions through utility facility operation optimization system for refineries in the Republic of Indonesia

PT. PERTAMINA (PERSERO) Azbil Corporation

Japan Quality Assurance Organization

10 Jul 18 Energy Demand 20,000

ID013 Power generation by waste heat recovery in the PT Semen Indonesia (Persero) Tbk factory in Tuban

PT Semen Indonesia (Persero) Tbk JFE Engineering Corporation  

Japan Quality Assurance Organization

10 Jul 18 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)

149,063

ID014 Energy saving by optimum operation at an oil refinery

PT. PERTAMINA (PERSERO) Yokogawa Electric Corporation

Japan Quality Assurance Organization

10 Jul 18 Energy Demand 1,275

ID015 Reducing GHG emission at textile factories by upgrading to air-saving loom

PT Indonesia Synthetic Textile Milles (ISTEM),

  PT Easterntex,   PT Century Textile Industry Tbk (CENTEX)

PT Mutu Agung Lestari

24 Aug 2018 Energy Demand 742

ID016 Installation of Tribrid System to mobile communication’s Base Transceiver Stations in the Republic of Indonesia

PT XL Axiata Tbk. KDDI Corporation

Japan Quality Assurance Organization

10 Jul 18 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)

363

ID017 Introduction of 0.5MW Solar Power System to Aroma and Food Ingredients Factory

PT. Indesso Aroma Next Energy and Resources Co., Ltd.

Lloyd’s Register Quality Assurance Limited

07 Mar 19 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)

417

ID018 1.6MW Solar PV Power Plant Project in Jakabaring Sport City

Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Sharp Energy Solutions Corporation

Japan Quality Assurance Organization

07 Mar 19 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)

917

ID019 Installation of gas engine cogeneration system to supply electricity and heat to the vehicle

PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia Toyota Tsusho Corporation  

Japan Quality Assurance Organization

09 May 19 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)

21,793

Ref No.

Project Name Project Participant Third Party Entities

Registration Date

Sectoral Scope

Estimated Emission Reduction Average (tCO2)

manufacturing factory of PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia

ID020 Introduction to High-Efficiency Looms in Weaving Mills

PT Nikawa Textile Industry Nisshinbo Textile Inc.  

Japan Quality Assurance Organization

03 Sep 19 Energy Demand 376

ID021 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Film Factory

PT MC Pet Film Indonesia Mitsubishi Chemical Corporation, Nippon Koei Co., Ltd.

Lloyd’s Register Quality Assurance Limited

31 Oct 19 Energy Demand 816

ID022 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Golf Ball Factory

PT Sumi Rubber Indonesia Sumitomo Rubber Industries, Ltd.; Nippon Koei Co., Ltd.

Lloyd’s Register Quality Assurance Limited

03 Sep 19 Energy Demand 131