Download - Evaluasi Kinerja Online - Gerai Otomatisasi ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Download - Evaluasi Kinerja Online - Gerai Otomatisasi ...
1
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan dan rahmat
Nya, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional dapat terselesaikan.
Penyusunan Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, berdasarkan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah, serta Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun
2015 tanggal 19 Mei 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian.
Dengan semangat transparansi dan komitmen untuk memberikan yang terbaik, Deputi
Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian akan terus berupaya membangun kultur organisasi yang lebih transparan dan
akuntabel, untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada segala pihak yang ikut berkontribusi dalam
menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 24 Februari 2020
Deputi Bidang Koordinasi
Kerja Sama Ekonomi Internasional
Rizal Affandi Lukman
KATA PENGANTAR
2
KATA PENGANTAR -------------------------------- 1
DAFTAR ISI ---------------------------------------- 2
DAFTAR TABEL ----------------------------------- 3
DAFTAR GAMBAR --------------------------------- 4
RINGKASAN EKSEKUTIF --------------------------- 5
INFOGRAFIS -------------------------------------- 9
BAB I: PENDAHULUAN ---------------------------- 19 A. Latar Belakang -------------------------------- 19 B. Organisasi Dan Fungsi ------------------------- 20 C. Kapasitas Organisasi -------------------------- 21 D. Isu Strategis 2019 ---------------------------- 25 E. Sistematika Penyajian Laporan ---------------- 26
BAB II: PERENCANAAN KINERJA ------------------- 28 A. Visi Dan Misi ---------------------------------- 28 B. Rencana Strategis
Deputi VII 2015-2019 ------------------------- 29 C. Penetapan Kinerja Tahun 2019 ---------------- 31 D. Pengelolaan Dan
Pengukuran Kinerja --------------------------- 34
BAB III: AKUNTABILITAS KINERJA ----------------- 39 A. Program Prioritas dan Program Reguler
Tahun 2019 ----------------------------------- 39 B. Nilai Kinerja Organisasi ------------------------ 60 C. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019 -- 62 D. Perbandingan Capaian Kinerja ----------------- 92 E. Akuntabilitas Keuangan ----------------------- 94 F. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya -- 99 G. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja----------- 101
BAB IV: CAPAIAN KOORDINASI DI BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN 2015-2019 DAN ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024 ----------- 98 A. Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019 - 105 B. Dampak Kinerja Tahun 2015-2019 ------------ 110 C. Isu Strategis Tahun 2020-2024 --------------- 118
BAB V: PENUTUP ---------------------------------- 122 A. Kesimpulan ----------------------------------- 122 B. Rencana Aksi Tindak Lanjut ------------------- 123
LAMPIRAN ---------------------------------------- 124
3
Gambar 1.1. Stuktur Organisasi Deputi VII ------------------------------- 21
Gambar 2.1. Proses Penghitungan NKO --------------------------------- 36
Gambar 2.2. Polarisasi Maximize ---------------------------------------- 37
Gambar 2.3. Polarisasi Minimize ---------------------------------------- 37
Gambar 3.1. Program Prioritas dan Program Reguler Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional -------------- 42
Gambar 3.2. Pelatihan Analisis Database Staf Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional -------------- 58
Gambar 3.3. The 9th Ministerial Meeting of Six Economic
Working Group Indonesia-Singapore ---------------------- 69
Gambar 3.4. Proyek Instalation of Solar Power System and Storage
Battery to Commercial Facilities di AEON Mall
Jakarta Garden City ---------------------------------------- 82
Gambar 3.5. Proyek Energy Saving for Industrial Park with Smart
LED Street Lighting System Kawasan Industri Karawang
Internasional Industrial City (KIIC) -------------------------- 83
Gambar 3.6. Perkembangan Terkini JCM Tahun 2019 -------------------- 89
Gambar 3.7. Persebaran Pusat Studi ASEAN di Indonesia ---------------- 92
Gambar 3.8. Grafik Tingkat Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019 ------- 95
Gambar 3.9. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019----- 97
Gambar 4.1. Perkembangan Penerbitan Kredit Karbon (Penurunan Emisi) 118
DAFTAR GAMBAR
4
Tabel Capaian Kinerja Deputi VII ---------------------------------------- 6 Tabel 1.1. Komposisi Pegawai Deputi VII Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Jabatan ----------------------------------------------------- 22 Tabel 1.2. Rencana Kerja dan Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Tahun 2019 --------------- 23 Tabel 1.3. Sistematika Penyajian Laporan ------------------------------- 26 Tabel 2.1 Matriks Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional Tahun 2015-2019 ------------------------------ 29 Tabel 2.2. Sasaran Startegis Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional ------------------------------------------------- 31 Tabel 2.3. Sasaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional ------------------------------------------------- 33 Tabel 2.4. Kriteria NKO -------------------------------------------------- 35 Tabel 2.5. Indeks Capaian IKU ------------------------------------------- 36 Tabel 2.6. Sasaran Program/ Indikator Program ------------------------- 37 Tabel 2.7. Kriteria NSS -------------------------------------------------- 38 Tabel 3.0. Nilai Kinerja Organsiasi (NKO) Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019 --------------- 61 Tabel 3.1. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi
Internasional ------------------------------------------------- 62 Tabel 3.2. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional ------------------------------------------------- 77 Tabel 3.3. Perbandingan Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama
Ekonomi Internasional 2015-2019 --------------------------- 93 Tabel 3.4. Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019 ------------------------ 95 Tabel 3.5. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019 ---------------------------------------- 90 Tabel 3.6. Anggaran dan Realisasi Per Output Tahun Anggaran 2019 ---------------------------------------- 97 Tabel 3.7. Tingkat Efisiensi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam Pencapaian Kinerja - 100 Tabel 4.1. Target Kinerja dalam Renstra Tahun 2015-2019 -------------- 105 Tabel 4.2. Ringkasan Capaian Renstra Tahun 2015-2019 ---------------- 107 Tabel 4.3. Perkembangan FTA Indonesia dengan Negara Mitra ---------- 110 Tabel 4.4. Form Surat Keterangan Asal (SKA) ---------------------------- 113
DAFTAR TABEL
5
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama
Ekonomi Internasional (Deputi VII) Tahun 2019 adalah
bentuk laporan pertanggungjawaban Kinerja Deputi VII
kepada seluruh stakeholder dan sebagai bahan untuk
perbaikan dan peningkatan kinerja pada tahun-tahun
kedepan.
Pada tahun 2019 ini Deputi VII, Kemenko
Perekonomian telah menetapkan Indikator Kinerja Utama
(IKU). IKU tersebut telah ditetapkan oleh Deputi VII dan disetujui oleh Menko Perekonomian
dalam Perjanjian Kinerja (PK). Dalam PK Deputi VII tahun 2019 memiliki Sasaran Strategis
yang diukur dengan indikator kinerja yaitu 1 paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi
kerja sama ekonomi internasional yang meliputi:
1. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
2. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia
3. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah
4. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
5. Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
Secara umum, pencapaian kinerja kegiatan Deputi VII, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian pada Tahun Anggaran 2019 telah berjalan dengan baik. Adapun
capaian kinerja Deputi VII secara ringkas dapat dilihat sebagaimana tabel di bawah ini:
RINGKASAN EKSEKUTIF
6
Tabel Capaian Kinerja Deputi VII
No. Sasaran Strategis Indikator Kerja Target 2019
1. Terwujudnya koordinasi
dan sinkronisasi kebijakan
perekonomian
Jumlah paket
rekomendasi hasil
koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
bidang kerja sama
ekonomi internasional
● Persiapan
pelaksanaan
koordinasi dan
sinkronisasi
kebijakan
● Pelaksanaan
koordinasi dan
sinkronisasi
kebijakan
1 Paket Rekomendasi
2. Terwujudnya Pengendalian
Kebijakan Bidang
Perekonomian
Jumlah paket
rekomendasi hasil
pengendalian kebijakan
bidang kerja sama
ekonomi internasional
● Rapat koordinasi
tingkat Eselon I
● Pelaksanaan
pemantauan dan
evaluasi
1 Paket Rekomendasi
7
No. Sasaran Strategis Indikator Kerja Target 2019
● Sosialisasi dan FGD
hasil-hasil kerja
sama internasional
Output yang dihasilkan berupa Rekomendasi Kesepakatan kerja sama ekonomi
internasional yang dikoordinasikan oleh Deputi VII untuk penyelesaian perjanjian kerja
sama ekonomi internasional dan rekomendasi hasil pengendalian kebijakan kerja sama
ekonomi internasional. Untuk Outcome, dalam hal ini dampak yang diharapkan dari output
yang dihasilkan adalah nilai perdagangan dan investasi, tingkat partisipasi dalam kerja
sama internasional, jumlah kesepakatan kerja sama ekonomi internasional, jumlah
kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti dan jumlah proyek Joint
Credit Mechanism (JCM) yang terintegrasi/disetujui metodologinya. Sedangkan manfaat
dari kesepakatan kerja sama ekonomi internasional baru dapat terlihat hasilnya beberapa
tahun ke depan.
Tercapainya kinerja Deputi VII tahun 2019 bukan berarti pekerjaan berjalan tanpa
hambatan. Terdapat faktor-faktor penghambat kinerja Deputi VII, mulai dari adanya
perbedaan kepentingan di antara pemangku kepentingan di dalam negeri, hingga
perbedaan kepentingan masing-masing Negara dalam proses penyusunan kesepakatan
baik tingkat bilateral, regional dan sub regional serta multilateral, yang mengakibatkan
proses pembahasan kesepakatan memakan waktu lebih lama. Selain itu, kendala-kendala
teknis seperti jadwal pertemuan kerja sama ekonomi internasional juga memerlukan
kesesuaian waktu antara 2 (dua) negara atau lebih serta situasi dan kondisi dalam negeri
suatu negara, sehingga terdapat beberapa penyelenggaraan pertemuan bilateral yang
tertunda. Kendala bahasa juga menjadi salah satu faktor tidak aktifnya pemerintah daerah
pada forum-forum internasional, pmisalnya pada pertemuan BIMP-EAGA dan IMT-GT yang
seharusnya daerah lebih aktif dalam memanfaatkan peluang kerja sama ekonomi yang ada
dan keterbatasan anggaran. Keadaan ini yang membuat Deputi VII harus memilih
kegiatan/forum secara cermat sesuai dengan urgensinya terhadap kepentingan nasional.
Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut, telah dilakukan langkah-langkah efisiensi
dan efektifitas komunikasi dengan pemangku kepentingan pada forum bilateral, regional &
8
sub regional serta multilateral dan memilih isu-isu yang dianggap lebih prioritas dan
strategis, juga lebih membangun komunikasi dengan pemerintah daerah dan pemangku
kepentingan agar dapat aktif terlibat dalam kegiatan/kerja sama ekonomi internasional dan
memanfaatkan hasil-hasil kesepakatan ekonomi internasional. Untuk perbaikan kinerja
selanjutnya, Deputi VII akan meningkatkan koordinasi dengan pemangku kepentingan
terkait sebelum mengikuti/menyelenggarakan forum internasional guna menyamakan
persepsi, menyelaraskan kepentingan dan membuat perencanaan kegiatan yang lebih
matang, serta diharapkan adanya penyesuaian anggaran sesuai dengan kebutuhan dalam
melaksanakan kegiatan.
Anggaran untuk menyelenggarakan program dan kegiatan tahun 2019, Deputi VII
memperoleh anggaran sebesar Rp. 9.800.000.000,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp
9.756.527.688,- (99,56%).
13
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING TAHUN 2019
Foto Tanggal Deskripsi
8 Maret 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
memimpin delegasi Indonesia
dalam pertemuan Strategic
Roundtable on Global Economic
Challenges with Southeast Asian
Thought Leaders di Singapura.
8 – 9 April 2019 Menko Perekonomian
melakukan misi Gabungan ke
Brussels, Belgia dalam upaya
diplomasi sawit ke Uni Eropa
(Joint Mission CPOPC)
14
Foto Tanggal Deskripsi
30 April – 1 Mei
2019
Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
selaku Sherpa G20 Indonesia
memimpin delegasi Indonesia
pada Pertemuan Kedua Sherpa
G20 di bawah Presidensi Jepang
2019 di Yokohama, Jepang
20 – 22 Mei 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
mendampingi Dirjen PPI,
Kemendag dalam the 12th Joint
Committee Meeting of General
Review Indonesia – Japan
Economic Partnership
Agreement (GR-IJEPA)
29 Mei 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
mendampingi Menteri
Perdagangan (Mendag) RI
dalam pertemuan bilateral
dengan Menteri Ekonomi,
Industri dan Perdagangan
Jepang
15
Foto Tanggal Deskripsi
23 Juni 2019 Menko Perekonomian
mendampingi Bapak Presiden RI
yang memimpin 12th IMT-GT
Summit
25-29 Juni 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
memimpin delegasi Indonesia
dalam pertemuan Sherpa G20
pada tanggal 25-27 Juni 2019
dan pertemuan Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada
tanggal 28-29 Juni 2019
Presidensi Jepang di Osaka
8 Agustus 2019 Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
memimpin Rapat Koordinasi Tim
Clearing House Penyelesaian
Sengketa DS 484
16
Foto Tanggal Deskripsi
12 September
2019
Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
memimpin Rapat Koordinasi
Kelanjutan Kerja Sama JCM
16 September
2019
Menko Perekonomian
melakukan prosesi
penandatanganan Joint Report
pada the 9th Ministerial Meeting
RI-Singapura
7 – 11 Oktober
2019
Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
memimpin perundingan Working
Group Cooperation and Capacity
Building pada the 10th Round of
Negotiation, Indonesia – Korea
Comprehensive Economic
Partnership Agreement
(IKCEPA)
17
Foto Tanggal Deskripsi
31 Oktober 2019 Menko Perekonomian memimpin
delegasi Indonesia pada
pertemuan Dewan MEA ke-18
didampingi oleh Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional di Bangkok,
Thailand
30 Oktober – 4
November 2019
Menko Perekonomian memimpin
delegasi Indonesia pada
rangkaian pertemuan KTT
ASEAN ke-35 didampingi oleh
Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional di
Bangkok, Thailand
4-5 Desember
2019
Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
memimpin delegasi Indonesia
pada Pertemuan Pertama
Tingkat Sherpa G20, 4-5
Desember 2019, di Riyadh-Arab
Saudi dengan membawa isu
Pendidikan dan Pengembangan
SDM sebagai prioritas utama
Indonesia
18
Visi dan Misi Deputi Bdang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
Acara Sosialisasi RCEP dengan
keynote speaker Menko
Perekonomian, di Hotel Mandirin
16.12.2019. Bapak Deputi salah
satu penerima penghargaan
RCEP katagori koordinator isu
BAB 1PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Organisasi Dan Fungsi
C. Kapasitas Organisasi
D. Isu Strategis 2019
E. Sistematika Penyajian Laporan
19
A. Latar Belakang
Kerja sama ekonomi internasional tidak dapat dilepaskan sebagai pendukung
perekonomian negara. Kerjasama ekonomi baik dalam kerja sama bilateral, regional,
maupun multilateral diperlukan untuk kemudahan perdagangan dan investasi.
Hubungan baik yang terjalin antar negara ini diharapkan dapat menguntungkan bagi
masing-masing pihak melalui perjanjian yang disepakati bersama. Selain itu,
koordinasi dan sinkronisasi dalam perumusan, penetapan, pelaksanaan, dan
pengendalian terhadap isu-isu di bidang kerjasama ekonomi internasional juga sangat
penting untuk dapat dilakukan. Peran ini diemban oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Tugas pokok dan fungsi yang telah dilaksanakan oleh Deputi Bidang Koordinasi
Kerja Sama Ekonomi Internasional disusun ke dalam sebuah laporan kinerja.
Penyusunan laporan kinerja merupakan pelaksanaan amanat Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah, sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu
Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Laporan kinerja ini juga sebagai wujud untuk senantiasa bersungguh-sungguh
dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip good governance. Laporan kinerja tahun anggaran
2019 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban dan sekaligus memberikan
informasi terkait hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional yang dibiayai oleh
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui DIPA Kementerian Koordinator
BAB I PENDAHULUAN
20
Bidang Perekonomian Tahun 2019 untuk mencapai sasaran strategis yang telah
ditetapkan.
B. Organisasi dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian maka kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, sebagai berikut:
1. Kedudukan
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
2. Tugas Pokok
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional mempunyai tugas
untuk menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan,
dan pelaksanaan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kerja sama ekonomi
internasional
3. Fungsi
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama
Ekonomi Internasional menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga
yang terkait dengan isu di bidang kerja sama ekonomi internasional;
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait
dengan isu di bidang kerja sama ekonomi internasional;
c. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang kerja sama
ekonomi bilateral;
d. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang kerja sama
ekonomi multilateral;
e. Koordinasi, sinkronisasi, perumusan, pemberdayaan, dan pengendalian
kebijakan di bidang kerja sama ekonomi regional;
f. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang kerja sama ekonomi
internasional, dan
g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator
21
C. Kapasitas Organisasi
1. Sumber Daya Manusia
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional terdiri atas: (a) Asisten
Deputi Kerja Sama Ekonomi Asia; (b) Asisten Deputi Kerja Sama
Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah; (c) Asisten Deputi Kerja
Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik; (d) Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi
Regional dan Sub Regional; dan (e) Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi
Multilateral dan Pembiayaan. Bagan struktur organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional adalah sebagai berikut:
22
Gambar 1.1. Struktur Organisasi Deputi VII
Dari struktur organisasi tersebut di atas, masing-masing kepala bidang
(Eselon III) terdiri dari 2 (dua) orang Eselon IV. Pada Tahun 2019 jumlah
pegawai di unit Deputi VII sebanyak 48 (empat puluh delapan) orang, dengan
komposisi sebagai berikut:
Pendidikan Jumlah
(orang)
SMA 1
23
Tabel 1.1. Komposisi Pegawai Deputi VII
Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Jabatan
Keterangan Eselon I Eselon II Eselon III Eselon IV Pelaksana
Laki-laki 1 4 7 15 11
Perempuan 0 1 3 2 17
Jumlah 1 5 10 17 28
Diploma I 2
Diploma III 11
Sarjana (S1) 13
Pasca
Sarjana (S2) 19
Doktoral (S3) 3
Jumlah 62
24
2. Dukungan Anggaran
Pagu anggaran untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pada
Deputi VII tahun 2019 sebesar Rp 9.800.000.000,- (sesuai dengan pagu
anggaran di dokumen Perjanjian Kinerja), sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 1.2. Rencana Kerja dan Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional Tahun 2019
Program Sasaran
Strategis Kegiatan Anggaran
Koordinasi Kebijakan di Bidang Perekonomian
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang kerja sama ekonomi internasional
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja sama Ekonomi Asia
Rp 1.343.650.000
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
Rp 1.143.735.000
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
Rp 1.438.680.000
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
Rp 1.498.802.000
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
Rp 1.447.625.000
Terwujudnya pengendalian kebijakan di bidang kerja sama
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Asia
Rp 99.660.000
25
Program Sasaran
Strategis Kegiatan Anggaran
ekonomi internasional
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
Rp 298.070.000
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
Rp 73.090.000
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
Rp 36.690.000
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
Rp 74.813.000
Terwujudnya pemahaman peserta atas materi sosialisasi kerja sama ekonomi internasional
● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Asia
Rp 165.490.000
● Laporan sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
Rp 218.195.000
● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
Rp 148.230.000
● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama
Rp 124.508.000
26
Program Sasaran
Strategis Kegiatan Anggaran
Ekonomi Regional dan Sub Regional
● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
Rp 137.562.000
Terwujudnya Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional
● Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional
Rp 1.551.200.000
TOTAL Rp 9.800.000.000,-
D. Isu Strategis Tahun 2019
Kebijakan Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam
rangka mengemban tugas dan fungsi untuk melaksanakan arah kebijakan
pembangunan nasional maupun program – program prioritas nasional dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, melalui
strategi koordinasi dan sinkronisasi, pengendalian, studi kebijakan/kajian/telaahan dan
sosialisasi kerja sama ekonomi internasional. Strategi tersebut merupakan langkah-
langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional mendorong
peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih optimal baik dalam pelaksanaan
program/kegiatan sektor atau lintas sektor menjadi lebih efektif dan efisien melalui
rapat-rapat koordinasi dan diplomasi ekonomi pada pertemuan-pertemuan
internasional.
Salah satu upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional adalah
dengan meningkatkan dan memperkuat kerjasama ekonomi internasional secara lebih
27
luas, baik dalam skema Free Trade Agreement (FTA) maupun partnership. FTA bagi
kebanyakan masyarakat Indonesia adalah negatif dan dianggap sebagai suatu
ancaman, hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Indonesia dapat memilih FTA, skema-
skema FTA yang dianggap tepat dan dapat menguntungkan Indonesia. Jadikan FTA
sebagai peluang dan tantangan bagi Indonesia untuk memperluas pergaulan global
dan mengambil manfaat ekonomi yang seluas-luasnya untuk mendongkrak
pertumbuhan ekonomi nasional.
Peningkatan pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat
memberikan manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang
kerjasama ekonomi internasional. Untuk itu, fokus Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional dalam upaya menuju sasaran strategis adalah:
a. Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Bilateral;
b. Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral;
c. Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan sub Regional.
Sinkronisasi program dan kebijakan pemerintah antara pusat dan daerah serta
pola pikir masyarakat dan pelaku usaha yang belum melihat secara keseluruhan
potensi dan peluang serta manfaat yang dapat diraih dalam keterbukaan pasar global
dan juga integrasi ekonomi ASEAN. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah yang tepat
dan berbagai kebijakan serta perbaikan regulasi yang mendukung program-program
penguatan di bidang-bidang yang strategis.Sinergitas antar Kementerian dan
Lembaga juga perlu dioptimalisasikan, sehingga perumusan dan strategi yang dibuat
sebagai modal untuk terjun di pasar global dapat memperkuat posisi tawar Indonesia
dalam berbagai perundingan di forum Internasional.
E. Sistematika Penyajian Laporan Kinerja
Format laporan kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja. Sistematika Pelaporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi InternasionalTahun 2019 terdiri dari 5 Bab yaitu :
Tabel 1.3. Sistematika Penyajian Laporan
BAB I PENDAHULUAN
28
Menyajikan penjelasan umum organisasi, kedudukan, identifikasi aspek strategis dan isu strategis/permasalahan utama yang merupakan masalah yang dihadapi organisasi di Tahun 2019.
Bab II PERENCANAAN KINERJA
Menguraikan tahapan secara ringkas penentuan indikator – indikator yang tertuang dalam dokumen perencanaan dan perjanjian kinerja. Terdiri dari Rencana Strategis, Rencana Kerja, Perjanjian Kinerja dan Metode Pengukuran yang digunakan.
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Menjabarkan akuntabilitas kinerja yang terdiri dari capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis.
BAB IV CAPAIAN KOORDINASI DI BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN 2015-2019
DAN ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024
Menjabarkan Capaian Kinerja Berdasarkan Renstra 2015-2019, Dampak dari Kinerja, dan Isu Strategis Tahun 2020-2024.
BAB V PENUTUP
Sebagai penutup diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah-langkah di masa mendatang untuk meningkatkan kinerja.
BAB 2PERENCANAAN
KINERJA
A. Visi Dan Misi
B. Rencana Strategis Deputi VII 2015-2019
C. Penetapan Kinerja Tahun 2019
D. Pengelolaan Dan Pengukuran Kinerja
29
Sesuai tugas pokok dan fungsi, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai rencana
strategis yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai selama kurun waktu lebih dari 1
(satu) tahun, dengan memperhitungkan potensi dan peluang yang ada serta kendala yang
mungkin dihadapi. Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang mencakup Visi dan Misi serta
pencapaian tujuan dan sasaran diuraikan dalam Bab ini. Sedangkan terkait sasaran yang
dicapai dalam tahun 2019 dijelaskan dalam Perjanjian Kinerja 2019.
A. Visi dan Misi
Visi dan Misi Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
“Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan berkelanjutan di bidang kerja sama ekonomi internasional”
Visi Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional ini
mendukung visi Menko Perekonomian untuk mewujudkan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan berkelanjutan di bidang
kerja sama ekonomi di panggung internasional.
“Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi
penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan
perekonomian di bidang kerja sama ekonomi internasional”
Misi Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional ini
mendukung misi Menko Perekonomian untuk mewujudkan terjaganya dan perbaikan pada
koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian peleksanaan kebijakan
perekonomian di bidang kerja sama ekonomi di panggung internasional
BAB II PERENCANAAN KINERJA
30
B. Rencana Strategis Deputi VII 2015-2019
Kebijakan Deputi Bidang koordinasi Kerja Sama ekonomi Internasional dalam rangka
mengemban tugas dan fungsi untuk melaksanakan arah kebijakan pembangunan nasional
maupun program-program prioritas nasional melalui koordinasi dan sinkronisasi,
pengendalian, studi kebijakan/kajian/telaahan dan sosialisasi. Strategi tersebut merupakan
langkah-langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional untuk
mendorong peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih optimal, baik dalam
pelaksanaan program/kegiatan sektor atau lintas sektor menjadi lebih efektif dan efisien.
Tabel 2.1. Matriks Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional Tahun 2015-2019
Sasaran Strategis / Indikator kinerja Target
2015 2016 2017 2018 2019
Sasaran Strategis
Terwujudnya Koordinasi dan
Sinkronisasi Kebijakan
Bidang Kerja Sama Ekonomi
Internasional.
Indikator:
Persentase (%) kesepakatan
kerja sama ekonomi
internasional yang terselesaikan.
85 85 85 85 85
Persentase (%) Rekomendasi
penguatan daya sain nasional
dalam rangka memenuhi
komitmen Indonesia dalam
MEA.
75 75 75 75 75
Sasaran Strategis
Terwujudnya Pengendalian
Kebijakan di Bidang Kerja Sama
Ekonomi Internasional.
Indikator: 85 85 85 85 85
31
Sasaran Strategis / Indikator kinerja Target
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase (%) kesepakatan
kerja sama ekonomi
internasional yang
ditindaklanjuti.
Persentase (%) rekomendasi
hasil monitoring dan evaluasi
kerja sama ekonomi
internasional yang
ditindaklanjuti.
85 85 85 85 85
Sasaran Strategis
Terwujudnya Pemahaman
Peserta atas Materi Sosialisasi
Hasil-Hasil Kerja Sama Ekonomi
Internasional.
Indikator:
Persentase (%) pemahaman
peserta atas materi sosialisasi
hasil-hasil kerja sama ekonomi
internasional.
85 85 85 85 85
Peningkatan pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat memberikan
manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang perekonomian, sehingga
pada akhirnya dengan tercapainya target-target sektor/lintas sektor secara akumulatif
memberikan kontribusi dampak terhadap keberhasilan akan terwujudnya sasaran
pembangunan ekonomi yang mandiri dan berdaya saing, sebagaimana tertuang pada
RPJMN 2015-2019 dapat dicapai. Adapun fokus koordinasi Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional dalam upaya menuju sasaran strategis adalah sebagai
berikut:
a) Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Bilateral dengan negara-negara mitra utama
Indonesia, antara lain: Jepang, China, Korea, Singapura dan Rusia melalui
32
pertemuan-pertemuan internasional, seperti Joint Economic Forum, Working
Group Meeting dan forum internasional lainnya;
b) Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral, guna memasukkan kepentingan
Indonesia dalam forum-forum multilateral, seperti The Group of 20 (G20), United
Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP),
The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan
lain-lain;
c) Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional dengan negara-
negara di kawasan, seperti ASEAN, RCEP, IMT-GT, BIMP-EAGA dan APEC.
C. Penetapan Kinerja Tahun 2019
Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang
merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam
rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang
dikelolanya. Tujuan khusus Perjanjian Kinerja antara lain adalah untuk: meningkatkan
akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara
penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian
keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan menciptakan tolak
ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur.
Dokumen Perjanjian Kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari
pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk
melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Perjanjian Kinerja
pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional ditetapkan hingga level
Eselon II. Untuk level eselon di bawahnya hingga pelaksana, kontrak kinerja individu
tertuang dalam Sasaran Kerja Pegawai. Pencapaian sasaran strategis diukur dengan
Indikator Kinerja Utama (IKU). Penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau
kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan.
Oleh karena itu, Indikator kinerja dan target tahunan yang tertuang dalam Perjanjian
Kinerja adalah merupakan indikator kinerja utama tingkat Eselon I (Deputi VII) yang telah
ditetapkan dan merupakan penjabaran Renstra. Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi
Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Sasaran Strategis Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional
33
No. Sasaran Strategis Indikator Kerja Target 2019
1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional ● Persiapan
pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
● Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
1 Paket Rekomendasi
2. Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional ● Rapat
koordinasi tingkat Eselon I
● Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
● Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional
1 Paket
Rekomendasi
34
Dengan membandingkan antara dokumen Renstra Tahun 2015-2019 dan dokumen
penetapan Kinerja Tahun 2019 pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, diketahui bahwa terdapat penyesuaian penetapan sasaran strategis dan indikator kinerja utama di tahun 2019, sebagaimana berikut:
Tabel 2. 3. Sasaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
Renstra 2015-2019 Penetapan Kinerja Tahun 2019 Keterangan
Sasaran Strategis
IKU Sasaran Strategis IKU
Sasaran 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian
Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan
Sasaran 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
- Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
Dilebur menjadi 1 Paket
Rekomendasi
Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA
Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional
35
Renstra 2015-2019 Penetapan Kinerja Tahun 2019 Keterangan
Sasaran Strategis
IKU Sasaran Strategis IKU
(Tidak ada) (Tidak ada) Sasaran 2: Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
- Rapat koordinasi tingkat Eselon I
- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional
Penambahan Sasaran Strategis
D. Pengelolaan dan Pengukuran Kinerja
Pengelolaan Kinerja
Pengelolaan Kinerja pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional meliputi Penetapan Kinerja melalui penandatanganan dokumen Perjanjian
Kinerja, pengumpulan data kinerja, Pengukuran Data Kinerja, Pelaporan Kinerja, serta
Monitoring dan Evaluasi Kinerja secara periodik. Pelaksanaan pengumpulan data,
pelaporan, dan monitoring atas capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama
Ekonomi Internasionaldilakukan dalam Sistem Manajemen Kinerja secara terintegrasi dan
dapat diakses secara luas oleh publik melalui sistem aplikasi ekon-GO (Evaluasi Kinerja
Online-Gerai Otomatisasi), di laman situs http://kinerja.ekon.go.id.
Mekanisme pengelolaan kinerja diatur melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja dan
Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan
Peraturan Sekretaris Kementerian Koordinator Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk
Teknis Pengelolaan Kinerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
36
Pengukuran Kinerja Organisasi
Pengukuran kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
tahun 2019 dilakukan dengan membandingkan antara realisasi dengan target yang
ditentukan pada awal tahun, sesuai dengan dokumen yang diperjanjikan yang berdasarkan
pada Perjanjian Kinerja (PK) tahun 2019. Untuk mengukur tingkat capaian kinerja Deputi
Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019, dilakukan pengukuran
terhadap Capaian Kinerja Organisasi atau disebut Nilai Kinerja Organisasi (NKO). NKO
menunjukkan konsolidasi dari seluruh nilai sasaran dari unit kerja. Status capaian NKO yang
ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau, ditentukan oleh besaran NKO tersebut.
Status NKO ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:
Tabel 2. 4. Kriteria NKO
Hijau NKO ≥ 100% Memenuhi Ekspektasi
Kuning 80% ≤ NKO < 100% Belum Memenuhi Ekspektasi
Merah NKO < 80% Tidak Memenuhi Ekspektasi
Nilai Capaian Kinerja dihotung berdasarkan penilaian capaian IKU yang dilakukan
berdasarkan hasil perhitungan dari data realisasi berdasarkan rumusan pada manual IKU.
Dalam hal pada suatu periode tertentu ternyata belum tersedia data realisasi, maka capaian
IKU pada periode tersebut dianggap belum tersedia (n.a.), bukan diberikan nilai 0 (nol).
Namun, harus disertakan alasan atas kondisi tersebut. Selanjutnya, capaian IKU dilakukan
indeksasi capaian IKU, yaitu dengan membandingkan antara realisasi IKU dengan target
setelah memperhitungkan polarisasi IKU. Terdapat tiga jenis polarisasi IKU: i) Polarisasi
Maximize, yaitu kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari
target; ii) Polarisasi Minimize, yaitu kriteria nilai terbaik penuapaian IKU adalah realisasi
yang lebih kecil dari target; iii) Polarisasi Stabilize, yaitu kriteria nilai terbaik pencapaian IKU
adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target. Indeks
Capaian IKU dapat dikonversi menjadi 120.
Berdasarkan hasil perhitungan capaian IKU, maka dapat diperoleh Nilai Perspektif
(NP). NP adalah nilai yang menunjukkan konsolidasi dari seluruh Nilai Sasaran Strategis
(NSS). Mekanisme penghitungan NP adalah dengan menghitung nilai rata-rata NSS dalam
37
perspektif yang sama. Apabila dalam suatu periode pelaporan, terdapat SS yang tidak
memiliki nilai (n/a), maka SS tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan.
Nilai Kinerja Organisasi menunjukkan konsolidasi dari seluruh nilai perspektif atau
seluruh realisasi IKU dalam sebuah organisasi. NKO digunakan untuk menilai kinerja unit
yang memiliki peta strategi sehingga menggambarkan pula kinerja pejabat yang memimpin
unit kerja yang bersangkutan. Perhitungan NKO mengacu pada realisasi target-target IKU
yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja. Bobot perspektif peta strategi ditentukan
sesuai jumlah perspektif: Stakeholder Perspective sebesar 30%; Customers Perspective
sebesar 30%; Internal Process Perspective sebesar 20%; dan Learning and Growth sebesar
20%.
Komponen Perhitungan NKO terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu:
1. Capaian IKU.
2. Nilai Sasaran Strategis (NSS).
Proses penghitungan NKO dapat digambarkan dalam tahapan berikut ini:
Gambar 2. 1. Proses Penghitungan NKO
1. Penghitungan Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Capaian IKU dihitung dengan membandingkan antara target dengan realisasi.
Adapun status Capaian IKU ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:
38
Tabel 2. 5. Indeks Capaian IKU
Hijau IKU ≥ 100% Memenuhi Ekspektasi
Kuning 80% ≤ IKU < 100% Belum Memenuhi Ekspektasi
Merah IKU < 80% Tidak Memenuhi Ekspektasi
Berdasarkan target capaiannya, polarisasi IKU dibedakan menjadi 3, yaitu:
(1) Polarisasi Maximize
Pada polarisasi maximize kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang
lebih tinggi dari target. Contoh: Persentase Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 2. 2. Polarisasi Maximize
Capaian Semakin BURUK
Nilai Capaian < Target
Nilai Capaian > Target Capaian
Semakin BAIK
(2) Polarisasi Minimize
Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang
lebih kecil dari target. Contoh: Persentase Jumlah Temuan Pemeriksaan
Gambar 2. 3. Polarisasi Minimize
Capaian Semakin
BAIK
Nilai Capaian < Target
Nilai Capaian > Target Capaian
Semakin BURUK
(3) Polarisasi Stabilize
Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang
berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target atau Semakin
Stabil/sesuai dengan nilai target (tidak naik dan tidak turun) maka kinerja semakin
baik. Contoh: Persentase deviasi asumsi makro ekonomi.
39
Pada tahun 2019, dari 2 (dua) Sasaran Program pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional, terdapat 2 (dua) Indikator Kinerja yang bersifat Maximize,
sebagaimana dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2. 6. Sasaran Program/ Indikator Program
Sasaran Indikator Kinerja Target 2019
Polarisasi
Sasaran 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
- Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan;
- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan.
1 Paket
Rekomendasi
Maximize
Sasaran 2: Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional:
- Rapat koordinasi tingkat Eselon I
- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional
1 Paket
Rekomendasi
Maximize
Sumber: Perjanjian Kinerja
2. Nilai Sasaran Strategis (NSS)
NSS adalah nilai yang menunjukkan konsolidasi dari seluruh IKU di dalam satu SS.
Status capaian SS yang ditunjukkan dengan warna merah/kuning/hijau ditentukan oleh
NSS. Status SS ditentukan oleh nilai indeks sebagai berikut:
Tabel 2. 7. Kriteria NSS
Hijau NSS ≥ 100% Memenuhi Ekspektasi
Kuning 80% ≤ NSS < 100% Belum Memenuhi Ekspektasi
Merah NSS < 80% Tidak Memenuhi Ekspektasi
40
Penghitungan NSS Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Tahun
2019 dilakukan atas dua sasaran sebagaimana dilaporkan dalam tabel di atas, dengan
besaran bobot yang sama pada setiap sasaran.
BAB 3AKUNTABILITAS
KINERJAA. Program Prioritas dan Program Reguler Tahun
2019
B. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019
C. Perbandingan Capaian Kinerja
D. Akuntabilitas Keuangan
E. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya
F. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja
41
A. Program Prioritas dan Program Reguler Tahun 2019
Salah satu upaya penciptaan fokus untuk mendukung pencapaian target ekonomi dan
akuntabilitas kinerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Tahun 2019,
dilakukan melalui penetapan 26 Program Prioritas dan 40 Program Reguler Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian. Program Prioritas (PP) merupakan program-program
koordinasi strategis, yang mendukung pencapaian target-target pengembangan ekonomi
nasional, dan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Penugaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk pelaksanaan
program diatur di dalam Peraturan Perundang-undanganan.
2. Pelaksanaan program berdasarkan arahan Presiden dan/atau Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian.
Adapun Program Reguler (PR) merupakan program-program rutin Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
Seluruh target yang ditetapkan di dalam PP dan PR Tahun 2019 merupakan bagian
dari Indikator Kinerja Utama (IKU) seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian. Monitoring atas capaian target PP dan PR dilakukan melalui media
rapat pimpinan dalam bentuk Leaders’ Offsite Meeting (LOM) dan Rapat Piminan Kinerja
(Rapimja). Seluruh data capaian atas PP dan PR Tahun 2019 dapat diperoleh oleh seluruh
pemangku kepentingan, serta masyarakat luas melalui sisitem manajemen kinerja ekon-GO
(Evaluasi Kinerja Online – Gerai Otomatisasi) di alamat situs http://kinerja.ekon.go.id.
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
42
Gambar 3.1. Program Prioritas dan Program Reguler Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam mengemban
amanah memiliki Program kerja yang dikategorikan menjadi 4 (empat) Program Prioritas
dan 3 (tiga) Program Reguler sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
Program Prioritas
1. Penyelesaian Perundingan Perdagangan Bebas
43
General Review Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement (GR IJEPA)
Perjanjian IJEPA ditandatangani pada Juli 2007 dan mulai efektif
berlaku (entry into force) pada 1 Juli 2008. Setelah dilakukannya implementasi
lebih dari lima tahun, kedua pihak sepakat untuk dilakukan General Review
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (GR IJEPA). GR-IJEPA telah
berhasil diselesaikan dan diumumkan oleh kedua Kepala Negara pada bulan
Juni 2019 pada KTT G20 di Osaka, Jepang. GR-IJEPA telah dilaksanakan
sebanyak 14 putaran sejak tahun 2017 dengan melibatkan 8 Working Group
yaitu Trade in Goods, Trade in Services, Cooperation, Investment, Government
Procurement, Movement of Natural Persons, Improvement of Business
Environment and Promotion of Business Confidence (IBE & PBC), dan Rules of
Origin. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional sebagai
penanggung jawab WG on IBE & PBC.
GR-IJEPA adalah sebuah kesepakatan antara Indonesia dengan
Jepang yang dituangkan dalam bentuk Term of Reference of Sub-Committee on
Improvement of Business Environment and Promotion of Business Confidence
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement. Melalui Sub Committee IBE-
44
PBC kerja sama potensial kedua negara diantaranya kegiatan peningkatan
kapasitas pejabat pemerintah Indonesia dalam perumusan kebijakan yang
mendorong perbaikan iklim berusaha dan business confidence di Indonesia;
Seminar, workshop dan diskusi bersama dalam rangka peningkatan iklim
berusaha; serta kegiatan sosialisasi kebijakan ekonomi baru yang dikeluarkan
oleh pemerintah Indonesia kepada investor Jepang.
Sedangkan hasil utama dari GR IJEPA secara umum adalah perluasan
akses pasar perdagangan barang termasuk melalui penghapusan dan
pengurangan tarif yang mencakup barang industri, perikanan, kehutanan dan
pertanian serta fleksibilitas prosedur dan peraturan terkait perikanan dan produk
pertanian. Komitmen Jepang untuk memberikan kerja sama bilateral untuk
pengembangan kapasitas di berbagai bidang, yaitu industri manufaktur (MIDEC),
pertanian, kehutanan dan perikanan, promosi perdagangan dan investasi,
pengembangan sumber daya manusia, pariwisata, teknologi informasi dan
komunikasi, layanan keuangan, pengadaan pemerintah, lingkungan, dengan
tujuan untuk memperkuat kemitraan ekonomi antara kedua negara.
Khusus kerja sama MIDEC, area kerja sama yang disepakati antara
lain:
1). Peningkatan daya saing industri manufaktur termasuk dalam bidang
manajemen, teknologi, R&D, dan standardisasi industri;
2). Pengembangan SDM bidang industri manufaktur;
3). Pengembangan infrastruktur industri manufaktur;
4). Joint research
Hasil utama GR IJEPA lainnya adalah, meneruskan program kerja
sama penempatan nurse dan caregiver bersertifikat Indonesia dengan komitmen
Jepang untuk memberikan pelatihan bahasa Jepang sebelum keberangkatan di
Indonesia selain pelatihan di Jepang yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011.
Sejak TA 2008 hingga TA 2018, dari total 2.445 kandidat nurse dan caregiver
bersertifikat Indonesia yang dikirim dan 644 dari mereka telah lulus Ujian
Nasional dan ditempatkan di Jepang.
Sedangkan dalam bidang jasa, Jepang berkomitmen untuk
menyediakan dan memfasilitasi pembangunan kapasitas untuk Indonesia pada:
45
1). Pengembangan kapasitas untuk pekerja kreatif indonesia;
2). Pengembangan kapasitas untuk game indonesia, aplikasi dan animasi;
3). Inisiatif pengembangan kapasitas pada cold chain;
4). Training shipping dan logistik;
5). Peningkatan investasi dari Jepang pada industri perawatan kesehatan
melalui peningkatan kapasitas industri perangkat medis dan sumber daya
manusia untuk kesehatan.
Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership
Agreement (IK CEPA)
Pengumuman resmi selesainya perjanjian IKCEPA telah diumumkan
oleh kedua Kepala Negara pada tanggal 25 November 2019 di sela-sela the 30th
ASEAN-Korea Commemorative Summit di Busan, Korea Selatan.
Perundingan IK-CEPA terdiri dari enam kelompok kerja, yaitu
perdagangan barang, perdagangan jasa; investasi; ketentuan asal barang,
prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan (ROOCPTF); isu hukum dan
kelembagaan, serta kerja sama dan pengembangan kapasitas yang
dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional.
Kesepakatan kedua Negara dalam Working Group on Cooperation
and Capacity Building dalam kerangka IK-CEPA adalah kesepakatan kedua
Negara yang dituangkan dalam Implementing Arrangement for Economic
Cooperation Pursuant to Chapter X of the Comprehensive Economic Partnership
Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The
Government of the Republic of Korea. Kerja sama yang diikat dalam
Implementing Arrangement mencakup kerja sama dalam berbagai sektoral yaitu:
movement of natural persons (MNP); healthcare; construction services;
infrastructure; culture and other creative areas; fair competition; energy and
mineral resources; agriculture, fisheries, forestry; rules and procedures.
Hasil secara umum IK-CEPA antara lain tingkat liberalisasi
perdagangan barang (93% untuk Indonesia dan 95,5% untuk Korea), lebih tinggi
dari kesepakatan ASEAN Korea FTA. IK-CEPA akan menjadi platform
46
pembangunan bagi kedua negara serta untuk meningkatkan kerja sama
ekonomi melalui perdagangan dan investasi dengan kemudahan akses pasar
untuk barang, jasa, orang dan investasi. Indonesia mendapatkan akses pasar
produk utama untuk plywood, tropical fruits, tuna, dan t-shirt, sedangkan Korea
untuk steel dan chemical products.
ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN)
Kerja sama Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) berdiri
pada tahun 1967 dan saat ini usianya telah mencapai 52 tahun. Pada usianya
yang telah mencapai lebih dari setengah abad, berbagai prestasi telah dicapai
oleh ASEAN. Dari sisi GDP, ASEAN tumbuh sebesar 130x, dari USD 23 Billion
di tahun 1967, menjadi USD 2.986 Billion di tahun 2018, dari sisi GDP/kapita
tumbuh sebesar 38x dari USD 122 menjadi USD 4.601, dan nilai perdagangan
tumbuh sebesar 282x dari USD 10 Billion menjadi USD 2.817 Billion, keduanya
pada periode yang sama.
ASEAN merupakan prioritas kerja sama internasional Indonesia,
khususnya pada bidang ekonomi. Peran Indonesia semakin penting di ASEAN
karena merupakan salah satu pendiri ASEAN (founding father of ASEAN).
Selain itu, profil Indonesia di ASEAN merupakan negara terbesar dari sisi
jumlah penduduk, luas wilayah, dan perekonomian, yang mencakup sekitar
40% atau hampir separuh wilayah ASEAN.
Menko Perekonomian merupakan Ketua Dewan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) Indonesia yang bertugas mengimplementasikan
berbagai kerja sama di bawah pilar ekonomi ASEAN dan
mengimplementasikannya di dalam negeri. Beberapa kesepakatan yang
berhasil disepakati pada tahun 2019 dalam memasuki era Transformasi Digital
ASEAN adalah penandatanganan ASEAN Agreement on E-commerce, ASEAN
Trade in Services Agreement (ATISA), 8th ASEAN Framework Agreement on
Services (AFAS) Financial Services, dan ASEAN Assessment on Industrial
Revolution 4.0 (4IR).
47
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
Perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
telah dimulai sejak tahun 2013 dan diharapkan dapat ditandatangani pada tahun
2020. RCEP merupakan konsolidasi lebih lanjut kesepakatan perdagangan
bebas (FTA) 10 negara ASEAN dengan 6 negara mitra FTA-nya yaitu Australia,
China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. Tujuan RCEP adalah
untuk meningkatkan integrasi ekonomi kawasan dan memperlancar arus
perdagangan barang, jasa dan investasi dengan tingkat liberalisasi tarif barang
hingga 92% dalam kurun waktu 15-20 tahun sejak entry to force. Jika terwujud
maka RCEP menjadi Blok Perdagangan Bebas terbesar di dunia dengan
representasi 32% Perekonomian Dunia dan 29% Perdagangan Dunia.
Isu-isu yang dibahas dalam perundingan RCEP antara lain meliputi:
Trade in Goods (ROO, SPS, Trade Remedies), Trade in Services (akses pasar,
ratchet, transition to negative list, MNP), Investment (akses pasar, ratchet,
automotive MFN, Prohibition of Performance Requirements), Intellectual
Property (TRIPS-plus, geographical indicator), Competition (commercial
activities subject to competition law), E-Commerce (location of computing
facilities, custom duties), Government Procurement (fokus pada transparency &
cooperation tanpa ada kaitannya dengan akses pasar) , Economic & Technical
Cooperation dan Small & Medium Enterprises (SME).
Pada KTT RCEP ke-3 yang berlangsung di Bangkok 4 November
2019, 15 negara RCEP telah berhasil menyelesaikan negosiasi teks
perundingan dan negosiasi akses pasar secara essential. Saat ini India
merupakan satu-satunya negara yang memiliki isu sehingga belum dapat
menyetujui perjanjian RCEP. 15 negara RCEP masih berharap India dapat
bergabung dan akan mengintensifkan proses negosiasi mutual satisfactory way
dengan India sehingga dapat ditandatangani pada November 2020 oleh 16
negara. Saat ini sedang dilakukan proses legal scrubbing perjanjian RCEP yang
diharapkan dapat diselesaikan pada bulan Mei atau Juni 2020.
2. Penyelesaian Sengketa Perdagangan di WTO
48
Sejak keterlibatan dalam WTO, tercatat total 70 (tujuh puluh) kasus sengketa
perdagangan yang melibatkan Indonesia dengan rincian: 12 kasus Indonesia selaku
Penggugat (Complainant); 15 kasus Indonesia selaku Tergugat (Respondent), dan 43
kasus Indonesia turut serta selaku Pihak Ketiga (Third Party). Mayoritas dari sengketa
perdagangan tersebut terkait dengan kebijakan dan regulasi Indonesia di bidang Non-
Tariff Measures (NTMs), yakni kebijakan perdagangan selain tarif yang berpotensi
memiliki dampak ekonomi yang dapat mendistorsi perdagangan dan berdampak
negatif pada daya saing perdagangan. NTMs seringkali dipermasalahkan ketika suatu
negara memberlakukan kebijakan tersebut secara tidak transparan, diskriminatif,
hingga terkesan ”sengaja” dengan memberlakukan persyaratan yang memberatkan
pelaku usaha dalam memenuhi kebijakan tersebut.
Pada bulan September 2019, Kementerian Perdagangan menginisiasi High
Level Policy Dialogue terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs) dan prinsip-prinsip
Good Regulatory Practices (GRPs) untuk menyelaraskan kebijakan dan peraturan
nasional dengan komitmen Indonesia di WTO. Kegiatan tersebut ditindaklanjuti
dengan usulan Menteri Perdagangan untuk membentuk Tim Nasional di bidang NTMs
dan GRPs. Tim Nasional tersebut diusulkan terdiri atas para Menteri dan Kepala
Lembaga yang bertanggung jawab dan menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang: perekonomian; peraturan perundang-undangan; perindustrian; perdagangan;
pertanian; lingkungan hidup; penanaman modal; karantina; dan standarisasi.
Sebagai referensi, terkait isu NTMs terdapat inisiatif yang dilakukan oleh
beberapa Kementerian dan Lembaga. Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah
membentuk Komite Nasional Penanganan Hambatan Teknis Perdagangan melalui
PerKa BSN Nomor 3 Tahun 2017. Komite nasional ini beranggotakan unsur
Pemerintah, asosiasi industri, dan pakar yang diketuai oleh Pejabat tingkat Eselon I di
49
BSN. Tugas komite nasional ini adalah memberikan memberikan rekomendasi di
bidang Hambatan Teknis Perdagangan/Technical Barrier to Trade (TBT), khususnya
terkait posisi Indonesia terhadap isu ofensif dan defensif dalam forum negosiasi
internasional di bidang Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment
Procedures kepada Kepala BSN. Inisiatif serupa sedang diformulasikan oleh
Kementerian Pertanian melalui usulan untuk membentuk tim nasional Sanitary and
Phytosanitary (SPS) yang terkait dengan kebijakan Indonesia yang berhubungan
dengan perlindungan manusia, hewan, dan tumbuhan melalui penerapan ketentuan-
ketentuan untuk mengelola risiko yang berhubungan dengan impor.
Usulan Menteri Perdagangan serta inisiatif dari BSN dan Kementerian Pertanian
tersebut kiranya perlu untuk ditindaklanjuti lebih lanjut oleh Kemenko Perekonomian,
mengingat isu ini memerlukan koordinasi lintas sektoral, namun dengan tetap
mempertimbangkan wewenang dan keahlian yang dimiliki oleh setiap
Kementerian/Lembaga.
Kasus lainnya, Indonesia digugat terkait sengketa DS 477/478 dan DS 484.
Kebijakan (measures) Indonesia terkait impor produk hortikultura, hewan dan produk
hewan dianggap tidak sesuai dengan ketentuan World Trade Organization (WTO) dan
menjadi dasar bagi Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru (SB) serta 14
(empat belas) negara sebagai third parties mengajukan gugatan ke Dispute Settlement
Body (DSB) dalam sengketa DS 477/478. Berdasarkan Panel Report tanggal 22
Desember 2016, DSB mengabulkan gugatan AS dan SB dalam sengketa DS 477/478
dan meminta Indonesia segera menyesuaikan kebijakan impornya, keputusan tersebut
diperkuat oleh Appellate Body Report tanggal 22 November 2017.
Indonesia harus merevisi 4 (empat) peraturan menteri (dua Permentan dan dua
Permendag) dan 4 (empat) Undang-Undang. Saat ini status Indonesia dalam usaha
full compliance untuk melaksanakan hasil putusan. Indonesia telah melakukan
penerbitan Permentan 02/2020 dan Revisi Permendag 44/2019 tentang impor
hortikultura; Penerbitan Permentan 42/2019, Permendag 72/2019 tentang impor
hewan dan produknya; dan Revisi UU Nomor 13/2010, 18/2012, 19/2013 dan 41/2014.
Perkembangan per Januari 2020 bahwa 4 UU tersebut masuk dalam program
Omnibus Law yang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian. Amandemen 4 UU
tersebut sedang dalam tahap harmonisasi Omnibus Law. Selain itu, AS menunda
proses arbitrase DS478 seiring dengan diakomodirnya proposal agar Indonesia
50
membuka impor produk apel, anggur, daging sapi dan citrus. Pemri telah melakukan
revisi terhadap Permentan dan Permendag yang mengakomodir putusan DSB WTO.
AS menunda proses arbitrase DS 478 seiring dengan diakomodirnya proposal AS agar
Indonesia membuka impor produk apel, anggur, daging sapi dan citrus. Untuk
memenuhi status fully comply terhadap rekomendasi/putusan DSB WTO, Kemenko
Perekonomian ditunjuk sebagai Ketua Tim Clearing House.
Panel Report DSB WTO tanggal 22 November 2017 DSB menyatakan bahwa
Indonesia melanggar ketentuan WTO terhadap DS 484 terkait importasi daging dan
produk ayam dan mengabulkan gugatan Brazil dan 19 (sembilan belas) negara
sebagai third parties yang mempermasalahkan 4 (empat) isu yakni: Positive List, Fixed
License Term, Intended Use dan Undue Delay. Pemerintah RI telah melakukan
penyesuaian regulasi melalui rapat koordinasi Tim Clearing House yang diketuai oleh
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, telah diterbitkan 2 (dua)
peraturan menteri, yakni Permendag 72/2019 dan Permentan 42/2019 mengenai
impor hewan dan produknya.
Indonesia telah menyampaikan komitmen untuk sepenuhnya patuh dengan
putusan dan rekomendasi DSB dan tetap mengoptimalkan saluran bilateral Indonesia-
Brazil. Kedua negara telah melalui beberapa tahapan proses penyelesaian sengketa
yang ditetapkan panel yaitu:
● First Written Submission (FWS) tanggal 13 September 2019 untuk Brasil dan
tanggal 18 Oktober 2019 untuk Indonesia
● Third parties Submission tanggal 1 November 2019 yang terdiri dari negara
Australia, Kanada, China, UE, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru,
Norwegia, Rusia, Arab Saudi, dan AS
● Second Written Submission (SWS) tanggal 15 November 2019 untuk Brasil
dan tanggal 13 Desember 2019 untuk Indonesia
Kedua negara akan menghadiri First Substantive Meeting (FSM) di Jenewa pada
tanggal 4-5 Februari 2020. Delegasi Indonesia yang akan ikut serta pada FSM
diantaranya Direktorat Perundingan Multilateral Kemendag, Biro Advokasi
Perdagangan dan JWK Lawyer.
Selain itu, Indonesia juga digugat oleh China Taipei dan Vietnam pada kasus DS
490 dan 496 terkait safeguard untuk produk besi dan baja tertentu. Status Indonesia
terhadap DS 490 dan 496 adalah fully comply. Telah diterbitkan PMK No. 26/2019
51
tentang Pengenaan Bea Masuk tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap Impor Produk
Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan (BjLAS) Impor dari China Taipei dan
Viet Nam per 22 Maret 2019 tidak lagi dikenakan BMTP.
Generalized System of Preference (GSP)
Generalized System of Preference (GSP) merupakan program
unilateral dari AS kepada 121 negara berupa pemberian tarif preferensi untuk
produk tertentu. GSP merupakan program impor pembebasan tarif yang
dikeluarkan oleh Pemerintah AS untuk negara berkembang atau less developed
countries. Sejak April 2018, AS menginisiasi Country Practice Review eligibilitas
negara penerima GSP. Indonesia termasuk dalam daftar negara-negara yang
memiliki surplus perdagangan besar dengan Amerika Serikat. Indonesia
menerima manfaat GSP AS sejak tahun 1976.
Pemerintah Indonesia telah berupaya melakukan diplomasi
perdagangan untuk mempertahankan eligibilitas Indonesia atas GSP. Pada saat
ini, Kemenko Perekonomian mengkoordinasikan berbagai K/L terkait untuk
upaya penyelesaian Review GSP tersebut. Terdapat paling tidak 10 (sepuluh)
isu yang menjadi concerns AS. Pemri telah menyelesaikan seluruh pending
issues GSP kecuali lokalisasi data terkait Pasal 21 ayat 4 PP nomor 71 tahun
2019. Pemri berkeberatan dengan permintaan AS untuk liberalisasi lokalisasi
data terkait Pasal 21 ayat 4 PP nomor 71 tahun 2019 karena berhubungan
dengan data nasabah yang terhubung dengan data publik seperti Data Dukcapil.
52
3. Peningkatan Engagement Ekonomi dengan Negara Mitra Utama
● Kerja Sama Ekonomi Bilateral RI – Singapura
Capaian: (1) Masuknya investasi asing ke Batam sebagai hasil promosi
bersama RI - Singapura ke negara ketiga; (2) Penguatan Nongsa Digital Park
sebagai pusat kerja sama pengembangan digital; (3). Pembukaan rute cruise
baru dari Singapura ke Belitung.
● Pertemuan First Working Group on Marine and Fisheries RI – Rusia, di
St. Petersburg, Federasi Rusia, 10 – 11 Juli 2019
Merupakan tindak lanjut dari SKB ke-12 RI – Rusia bidang kerja sama
perdagangan ekonomi dan teknik tahun 2018, sebagai forum kerja sama
bilateral di sektor kelautan dan perikanan. Pada pertemuan ini masing-masing
Negara sepakat untuk : i) meningkatkan kerja sama memerangi Illegal,
Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) dan ii) mengadakan kerja sama
riset di bidang kelautan dan perikanan.
● Pertemuan Sherpa dan KTT G20 di Osaka
Pada tanggal 28-29 Juni 2019, telah berlangsung pertemuan KTT G20
Osaka 2019 dan didahului dengan pertemuan ke-3 Sherpa G20 tanggal 25-
27 Juni 2019 di Osaka dengan hasil-hasil pertemuan sebagai berikut:
− Pertemuan Sherpa dan Finance Track dimaksudkan untuk menyelesaikan
dokumen hasil akhir (outcome) KTT G20 yang menjadi kesepakatan para
Pemimpin G20. Namun, banyaknya isu yang contentious antara lain isu
53
perubahan iklim, penguatan multilateralisme, perdagangan-reformasi
WTO, steel access capacity, migrasi dll membuat pertemuan Sherpa
diperpanjang hingga sampai hari akhir KTT G20 tanggal 29 Juni 2019.
− KTT G20 di Osaka berhasil mengeluarkan G20 Osaka Leaders’
Declaration yang isinya mencakup hal-hal yang termuat dalam 4 sub-tema
KTT G20 yakni (i) ekonomi global; (ii) inovasi dan ekonomi digital; (iii)
mengatasi kesenjangan dan SDGs; dan (iv) perubahan iklim dan
lingkungan hidup. Dalam G20 Osaka Leaders’ Declaration banyak paragraf
yang memuat masukan dan dorongan dari Indonesia antara lain terkait
pendanaan inovatif blended finance, creative industry, IUU Fishing, family
farming and small scale farmers, women as agents of peace dll.
− Presiden RI menyampaikan intervensi pada sesi kedua mengenai Digital
Economy and Artificial Intelligence dan menjadi lead speaker pada sesi
ketiga dengan tema Addressing Inequalities and Realizing an Inclusive and
Sustainable World.
− KTT G20 juga mengeluarkan G20 Osaka Leaders’ Statement on
Preventing Exploitation of the Internet for Terrorism and Violent
Extremism Conducive to Terrorism (VECT) yang merupakan inisiatif
Australia. Pembahasan ini dilakukan pada Sherpa track dan mendapat
konsensus dari semua anggota G20. Intinya dari deklarasi ini adalah untuk
meminta semua pihak termasuk swasta mendukung usaha mencegah
penggunaan internet oleh pelaku teroris dan kekerasan ekstrim.
● Kerja Sama Ekonomi Sub Regional
Menko Perekonomian adalah Ketua Tim Koordinasi KESR (Indonesia-
Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam-
Indonesia-Malaysia-Philippines (BIMP-EAGA)). Kedeputian VII merupakan
Sekretariat Nasional. Beberapa capaian kerja sama pada tahun 2019, adalah
sebagai berikut:
• Pelaksanaan 39 proyek infrastruktur prioritas IMT-GT senilai 48 milyar
USD:
o 11 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek);
o 28 proyek sedang berjalan;
54
• Pelaksanaan 69 proyek infrastruktur prioritas BIMP-EAGA senilai 23
milyar USD
o 16 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek)
o 53 sedang berjalan
• Penyelesaian proyek sektoral di Indonesia, antara lain:
o Revitalisasi penerbangan rute Manado-Davao by Garuda Indonesia;
o Pemanfaatan interkoneksi listrik Kalimantan Barat-Sarawak sebesar
215 MW.
o Reviu 5 Koridor Ekonomi IMT-GT dan Pembentukan Koridor ke-6
● Kesepakatan implementasi mekanisme APEC Online Dispute Resolution
(ODR)
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kemenko
Perekonomian mengkoordinasikan Economic Committee (EC), dengan
agenda utama Reformasi Struktural.
Capaian dari Pertemuan EC APEC tahun 2019 adalah: i) Laporan APEC
Economic Policy Report (AEPR) 2019 yang mengangkat tema Structural
Reform and Digital Economy; ii) Tema dan agenda Pertemuan Tingkat Menteri
Reformasi Struktural tahun 2020 dan agenda Reformasi Struktural Post 2020;
iii) Pengesahan 2 dokumen Online Dispute Resolution, yaitu: a) APEC
Collaborative Framework for ODR of Cross-Border B2B Disputes; dan b)
Model Procedural Rules for the APEC Collaborative Framework for ODR of
Cross-Border B2B Disputes.
4. Program Joint Crediting Mechanism (JCM)
55
Sampai saat ini terdapat 22 metodologi dan 39 proyek (19 proyek dalam proses
registrasi, 20 proyek telah diregistrasi). 12 proyek yang telah diregistrasi sudah
menerbitkan kredit karbon dengan total 56.254 ton CO2/ tahun. Total investasi JCM
sebesar $128 juta (Swasta $ 78 juta dan Subsidi Pemerintah Jepang $ 50 juta). Total
grant dari Pemerintah Jepang $ 10 juta untuk 122 studi kelayakan.
Program Reguler
1. Pembentukan Pusat MEA dan Sekretariat Nasional KESR
Pusat Masayarakat Ekonomia Asean (MEA)
Kegiatan Pusat MEA Indonesia tahun 2019:
Melaksanakan koordinasi implementasi Annual Priorites ASEAN Economic
Community (AEC) Blueprint 2020;
Reformatting penyusunan Rencana Aksi Nasional Masyarakat Ekonomi
ASEAN (RAN MEA) 2025;
Penyiapan General Review ASEAN Trade in Goods (ATIGA) sebagai upaya
menaikkan perdagangan intra-ASEAN;
Persiapan legal scrubbing dan penyelesaian perundingan akses pasar
Regional Comprehensive Economic Partnerhsip (RCEP) yang ditargetkan
untuk ditandatangani pada November 2020.
Sekretariat Nasional Kerja Sama Ekonomi Sub Regional
Sekretariat Nasional Kerja Sama Ekonomi Sub Regional (Setnas KESR)
dibentuk sesuai dengan amanat Keputusan Presiden (Keppres) 13 Tahun
56
2001 tentang Tim Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Sub Regional dimana
Menko Perekonomian ditunjuk sebagai Ketua Tim Koordinasi. Tugas utama
Setnas KESR adalah mendukung tugas Menko Perekonomian dalam
mengkoordinasikan partisipasi Indonesia dalam memanfaatkan kerja sama
IMT-GT untuk mendukung perekonomian daerah.
Beberapa capaian penting Setnas KESR selama tahun 2019 adalah:
mengkoordinasikan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur prioritas
seperti pembangunan pelabuhan Kuala Tanjung Tahap I, 3 ruas jalan tol di
Sumatera, Pelabuhan Makassar tahap 1. Untuk membangun konektivitas
maka telah dibuka kembali penerbangan antara Manado, Sulawedi Utara
menuju Davao, Filipina, sekaligus mendukung keberlaanjutan pelayaran rute
Bitung-Davao. Partisipasi pemerintah daerah yang semakin meningkat juga
didukung dengan pembentukan Sekretariat Daerah di Kep. Bangka Belitung
dan Kalimantan Barat. Saat ini sedang dilakukan inisiasi untuk membentuk
sekretariat yg lebih besar yg akan mengkoordinasikan pemerintah daerah.
Implementasi dari MoU on Air Linkages juga didorong dengan menyusun
Rencana Aksi untuk membuka penerbangan baru pada rute-rute yang sudah
ditunjuk poin bandaranya. Terdapat beberapa bandara yaitu: Medan, Banda
aceh, padang siborong-borong dan tanjung pandan. Demikian juga dengan
konektivitas laut, saat ini sedang dikoordinasikan untuk pembukaan rute
Dumai-Malaka yang ditargetkan pada tahun 2020. Potensi industri halal yang
menjadi arahan Presiden Joko Widodo dalam KTT IMTGT ke 12 tanggal 23
Juni 2019 juga menunjukkan pencapaian yang melebihi target yaitu dengan
membentuk 4.215 industri skala UKM yang berorientasi ekspor (target awal
3.000 industri).
57
2. Pelatihan Database untuk Analisa Perdagangan Internasional
Deputi VII bekerja sama dengan Prospera telah melaksanakan pelatihan
database analisa perdagangan untuk meningkatkan kualitas analisa staf dalam
perdagangan internasional. Ruang lingkup pelatihan difokuskan pada pemanfaatan
sumber data perdagangan yang mencakup BPS, UNComtrade, Trade Map, dan WITS.
Deputi VII juga bekerjasama dengan ERIA dan Prospera melakukan kajian terhadap
kinerja ekspor Indonesia di negara tujuan ekspor. Adapun output yang diharapkan dari
kajian yakni:
● Identifikasi produk ekspor potensial di negara tujuan
● Strategi dan rencana aksi untuk penetrasi di pasar tujuan ekspor
Untuk meningkatkan kapasitas analisa kerja sama perdagangan internasional,
Deputi VII akan berlangganan Global Trade Analysis Project (GTAP) dan
meningkatkan kapasitas staf dalam penggunaan GTAP.
58
Gambar 3.2. Pelatihan Analisis Database Staf Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
3. Diplomasi Ekonomi sebagai Upaya Memperbaiki Neraca Perdagangan
● Perbaikan harga komoditas karet di pasar Internasional
Pada 16 Agustus 2019. IRCo telah membahas implementasi AETS dengan
hasil sebagai berikut:
a. Implementasi AETS hingga 19 September memberikan korelasi positif
terhadap perbaikan harga karet (USD 139,44 cents/kg periode Jan-April
2019 menjadi USD 155,62 cents/kg periode April-Juli 2019)
b. Baik Indonesia dan Malaysia sudah comply terhadap kesepakatan
kuantitas AETS yang disepakati, sedangkan Thailand hingga sekarang
masih melaksanakan AETS.
c. ITRC perlu mewaspadai tren penurunan harga yang saat ini terjadi
disebabkan oleh perang dagang RRT dan AS dan wabah penyakit gugur
daun Pestalotiopsis yang menyerang Indonesia dan Malaysia.
● Generalized System Preferences
a. Sejak AS melakukan GSP Country Practice Review pada April 2018,
Indonesia telah menyelesaikan 9 dari 10 isu concern AS. Isu terakhir terkait
lokalisasi data, compulsory licensing, Asuransi dan Reasuransi.
59
b. Terkait Isu Asuransi, telah terbit dan diundangkan pada tanggal 20 Januari
2020 PP No. 3 Th. 2020 untuk merevisi PP No. 14 Th 2018 yang
mengakomodir strong grandfathering Clause dan minimum capital.
c. Terkait isu Reasuransi, POJK telah merevisi POJK nomor 14/2015 dengan
menerbitkan POJK nomor 19/2019 per tanggal 30 Agustus 2019. Pemri
dapat mengakomodir permintaan AS untuk melakukan penghapusan
secara bertahap terkait kewajiban retensi dengan reasuradur dalam negeri
(mandatory domestic cession)
d. Terkait compulsory licensing Pemri telah menerbitkan Permenkumham
nomor 30/2019 tanggal 9 Desember 2019.
e. Terkait lokalisasi data, Pemri telah merevisi PP nomor 82/2012 menjadi PP
nomor 71/2019 tanggal 10 Oktober 2019. Posisi final Pemri terkait Pasal 21
ayat 4, Pemri akan mengakomodir penyimpanan data transaksi komersil di
luar negeri namun untuk data nasabah harus tetap disimpan di dalam negeri
karena berisi data pribadi WNI dan berhubungan dengan data publik seperti
data Dukcapil.
● Diplomasi Kelapa Sawit
a. Pertemuan Menko Perekonomian segenap pihak yang terlibat dalam
penyusunan kebijakan RED III dan DR UE, termasuk Komisi, Dewan dan
Parlemen Eropa serta sektor bisnis Eropa pada pada 6-11 April 2019 di
Brussels, Belgia.
b. Kunjungan Kerja Menko Perekonomian ini dalam rangka menanggapi
kebijakan Renewable Energy Directive III dan Delegated Regulation (DR) Uni
Eropa di Brussels, Belgia. Delegasi RI dipimpin oleh Bapak Darmin Nasution,
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan diikuti oleh beberapa
pemangku kepentingan terkait isu sawit Indonesia dalam kerangka Joint
Mission CPOPC yang juga disertai oleh Delegasi dari Malaysia dan Kolombia.
Delegasi Malaysia dipimpin oleh Sekjen Ministry of Primary Industry (MPI) dan
terdiri dari CEO MPOC, MPOCC, dan perwakilan Kedutaan Besar Malaysia di
Brussel. Delegasi Kolombia dipimpin oleh Duta Besar Kolombia untuk
Kerajaan Belgia dan Uni Eropa.
c. Adapun beberapa agenda yang dilakukan antara lain:
Pejabat tiga institusi UE (Komisi, Parlemen dan Dewan Eropa);
60
Joint Meeting dengan Ketua Indonesia-EU Parliamentary Friendship
Group bersama dengan MEPs dari DASE, Komite INTA, ITRE dan
ENVI;
Perwakilan asosiasi perusahaan industri biofuels UE;
Joint Press Statement dan Multi-stakeholder Event;
Deputy DG Trade Komisi Eropa dan Ketua Perunding IEU CEPA;
Pertemuan dengan beberapa law firms yang berbasis di UE.
d. Menko Perekonomian menyampaikan beberapa hal pokok antara lain:
Kecewa atas kebijakan UE yang mendiskriminasi sawit;
Menyampaikan Joint Letter Presiden RI dan PM Malaysia kepada
pimpinan 3 institusi pilar UE;
Peran penting industri sawit bagi Indonesia;
Regulasi Indonesia untuk melindungi dan konservasi kawasan hutan;
Utamakan pendekatan dialog yang konstruktif, namun tegas untuk
melakukan review hubungan bilateral dan membawa kasus ini ke WTO.
e. Hasil Pertemuan
Menanggapi pengenaan definitive measure ini, Pemri akan
berkoordinasi untuk mengambil sikap bersama dalam menghadapi UE.
Terdapat beberapa opsi yang dapat diambil, termasuk mengajukan
gugatan ke forum Dispute Settlement Body WTO.
Sebagai catatan, Indonesia telah memenangkan kasus sengketa anti-
dumping produk yang sama (biodiesel) melawan EU (DS 480) dimana
berakhir dengan hampir keseluruhan klaim Indonesia dinyatakan benar
oleh Panel DSB WTO karena metodologi yang digunakan oleh Otoritas
EU dalam kalkulasi dumping dan penentuan injury dinyatakan tidak
sesuai dengan ketentuan WTO yang berlaku.
B. Nilai Kinerja Organisasi
Penilaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
dilakukan dengan menghitung capaian atas Nilai Kinerja Organisasi (NKO) di tahun 2019.
Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui perbandingan antara realisasi kinerja
dengan target yang ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja. Mekanisme
61
penghitungan Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diatur di dalam Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor Nomor 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja
dan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja di atas, diperoleh Nilai Kinerja Organisasi
(NKO) Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional untuk Tahun 2019
adalah sebesar 100%, dengan kategori “Memuaskan”.
Tabel 3.0. Nilai Kinerja Organsiasi (NKO) Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional tahun 2019
No.Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Realisasi
% Capaian IKU
% Capaian NSS
1 Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Persiapan pelaksanaan
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
1 Paket Rekomendasi
1 Paket Rekomendasi
100 100%
2 Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
- Rapat koordinasi tingkat Eselon I
- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional
1 Paket Rekomendasi
1 Paket Rekomendasi
100 100%
Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Tahun 2019 100% Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target dan Realisasi
Kinerja (dalam persentase)
62
C. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019
Sasaran Strategis 1:
Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian
Dalam pencapaian sasaran strategis “Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi
Kebijakan Perekonomian”, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional mengindentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) berupa
Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja
Sama Ekonomi Internasional. IKU ini merupakan perubahan sasaran dari Renstra
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Tahun 2015-2019.
Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan
Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional
Indikator Kinerja Utama (IKU) ke-1, berupa Jumlah Paket Rekomendasi Hasil
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional,
digunakan untuk mengukur hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan yang dihasilkan
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional. Target kinerja pada IKU-
1. berupa 1 (satu) Paket Rekomendasi yang terdiri atas rekomendasi-rekomendasi
kebijakan yang terbagi ke dalam dua kegiatan, yaitu Persiapan pelaksanaan
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan; Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan. Pada tahun 2019, perhitungan capaian kinerja IKU-1 diperoleh sebesar
100%.
Tabel 3.1. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi Dan
Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional
1. Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-
CEPA)
Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-
CEPA) adalah sebuah kemitraan komprehensif yang mencakup perjanjian
perdagangan barang (Rules of Origin, Custom Procedures and Trade Facilitation,
Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Kinerja
IKU-1. Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional
1 paket
rekomendasi
1 Paket
rekomendasi
100%
Ket: Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perekonomian terdiri atas Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan; Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan.
SS-1
63
Technical Barriers to Trade, Sanitary and Phytosanitary), perdagangan jasa
(Movement of Natural Persons, Financial Services, Telecommunications,
Professional Services), Investment, E-Commerce, Competition Policy, Institutional
and Framework Provisions, dan Economic Cooperation. Perundingan putaran
pertama IA-CEPA pada tahun 2012, ditandatangani pada tanggal 4 Maret 2019
setelah melalui 12 perundingan, dan diharapkan proses ratifikasi IA-CEPA dapat
diselesaikan pada Januari 2020.
Penandatanganan Perundingan (IA-CEPA) sebagai momentum baru kemitraan
strategis bagi kedua negara dan diharapkan dapat membawa hubungan kedua
ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. IA-CEPA merupakan salah satu perjanjian
penting bagi Indonesia karena sifat dan cakupannya yang menyeluruh. Bukan saja
di bidang perdagangan barang, jasa, dan investasi, tetapi IA-CEPA juga mencakup
kerja sama dan kemitraan ekonomi yang lebih luas terutama di bidang
pembangunan manusia dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia. IA-
CEPA mengintegrasikan pemberian konsesi akses pasar dengan kerja sama
ekonomi.
Economic Cooperation (EC) menjadikan IA-CEPA berbeda dengan Free Trade
Agreement (FTA) lainnya. Dapat dipahami bersama, kekhawatiran akan semakin
besarnya gap defisit nilai perdagangan Indonesia atas Australia saat melakukan
implementasi IA-CEPA, untuk itu melalui komitmen EC lebih luas termasuk antara
lain Vocational Education Training (VET) dan higher education, health sector dan
diharapkan dapat mewujudkan konsep ‘economic powerhouse’ melalui kolaborasi
kekuatan ekonomi untuk mendorong produktivitas produk industri Indonesia
(manufacturing powerhouse) dan meningkatkan ekspor ke pasar negara ketiga
(global value chains). Dengan kemudahan akses berbagai bahan baku dan penolong
murah serta berkualitas dari Australia.
Dalam jangka menengah proyek kerjasama dalam kerangka IA-CEPA
memprioritaskan pembangunan kapasitas sumber daya manusia Indonesia, promosi
dan inovasi untuk meningkatkan standar dan daya saing, serta pemberdayaan
UMKM. Proyek-proyek kerjasama akan difokuskan dalam sektor pendidikan
vokasional, kesehatan dan farmasi, pariwisata, pangan (termasuk grain partnership
dan hortikultura), industri kreatif, tekstil dan alas kaki, e-commerce, dan industri
berbasis teknologi tinggi.
64
a. Perdagangan Barang
Indonesia akan mendapat penghapusan tarif untuk semua pos tarif Australia
(6474 pos tarif atau 100% dari total pos tarif), tanpa kuota dan tanpa
seasonality pada saat implementasi.
b. Perdagangan Jasa
Indonesia memberikan komitmen sejumlah 128 sektor dalam IA-CEPA
dengan kisaran foreign equity partnership (FEP) 67-95%, komitmen ini lebih
maju dibandingkan dalam RCEP dan AANZFTA. Konsesi yang diberikan
Indonesia akan menarik investasi dalam sektor pendidikan tinggi, pendidikan
vokasional, pertambangan, energi, pariwisata, rumah sakit, dan infrastruktur.
c. Movement of Natural Person (MNP)
Indonesia mendapatkan konsesi dari Australia berupa peningkatan kuota
work and holiday visa serta program pembangunan manusia berupa program
magang dan pertukaran tenaga kerja (skill exchange) serta peningkatan
standar profesi Indonesia.
d. Investasi
Indonesia memberikan konsesi berupa Chapter on Investment yang
memungkinkan lebih dari 400 perusahaan Australia akan memperoleh
kepastian dan jaminan hukum yang lebih baik dalam berinvestasi. Setelah
IA-CEPA ditandatangani, proses selanjutnya adalah ratifikasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). DPR akan mengevaluasi dokumen IA-CEPA dan
mempertimbangkan bentuk Perundang-undangan yang akan dipakai untuk
mengimplementasikannya.
Selanjutnya jika Indonesia dan Australia sudah meratifikasi dokumen IA-CEPA,
maka akan dipertukarkan nota diplomatik untuk memberitahukan bahwa semua
persyaratan untuk pemberlakuan Persetujuan tersebut telah dilaksanakan. Setelah
ratifikasi tersebut, maka IA-CEPA secara resmi dapat dimanfaatkan oleh semua
pihak.
Sektor yang berpotensi mendapatkan keuntungan dengan dilakukannya
ratifikasi IA-CEPA antara lain sektor investasi pertambangan dan pariwisata serta
sektor tenaga kerja. Investasi di sektor pertambangan berpeluang mengalami
peningkatan signifikan terutama di sektor pertambangan mineral dan batubara
(minerba).
65
Sektor pariwisata berpotensi untuk meraih keuntungan dikarenakan adanya
peningkatan pendapatan pajak, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan
kapasitas industri.
Sektor tenaga kerja akan mendapatkan untung dikarenakan adanya movement
of natural person antara dua negara, meskipun berpotensi menimbulkan brain drain
di pihak Indonesia.
2. TVET dalam Kerangka IA-CEPA
Dalam kerangka IA-CEPA turut dilakukan pengembangan TVET yang
bertujuan untuk pengembangan kapasitas tenaga kerja yang bersifat high-skilled dan
industry-ready. Pengembangan TVET sesuai dengan kebutuhan industri dengan
standar yang dapat diterima oleh lapangan kerja di Indonesia, Australia, dan negara
ketiga.
Terdapat 5 sektor utama yang diusulkan untuk tahun pertama implementasi
Economic Cooperation IA-CEPA :
a. Technical and Vocational Education Training
b. Food Innovation
c. Grain Partnership
d. Advanced Manufacturing
e. Animal Health
Australia dapat menyelenggarakan pelatihan kerja di Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia
b. Market access yang diberikan oleh Indonesia untuk subsektor pelatihan
kerja sebesar 67%
c. Untuk Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) level 1 s.d. 5 dengan
kerangka kualifikasi yang terdaftar di Australia
d. Rasio antara instruktur dan staf administrasi ditentukan melalui
kesepakatan pihak-pihak yang terlibat dalam investasi TVET.
Kemenko Perekonomian c.q. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Amerika dan
Pasifik merupakan Koordinator Implementasi TVET IA-CEPA bekerja sama dengan
K/L pembina sektor pendidikan dan ketenagakerjaan. Berkenaan dengan hal tersebut,
Delegasi Kemenko Perekonomian RI telah melakukan kunjungan ke Melbourne,
66
Victoria, dan Darwin pada awal Desember. Dalam kunjungan tersebut, delegasi telah
menyampaikan beberapa fokus utama Pemerintah RI dalam hal pengembangan SDM
melalui pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, tantangan yang
sedang dihadapi saat ini dan potensi kerjasama vokasi di bawah payung IA-CEPA.
Tindak lanjut yang akan dilakukan setelah kunjungan dan pertemuan tersebut
yaitu memfasilitasi kunjungan berbagai institusi vokasi dan penyedia jasa pelatihan
dan penempatan tenaga kerja Australia pada awal tahun 2020, direncanakan akan
diselenggarakan berbagai pertemuan dengan pelaku usaha dan industri sebagai end
users dan institusi vokasi Indonesia untuk membahas program-program kongkrit dan
peluang kerja sama.
3. Sub Committee on Improvement of Business Environment and Promotion
of Business Confidence (IBE & PBC), General Review Indonesia-Japan
Economic Partnership Agreement (IJ-EPA)
a. Capaian kinerja Kedeputian VII Menko Perekonomian dalam GR-IJEPA
adalah sebuah kesepakatan antara Indonesia dengan Jepang yang
dituangkan dalam bentuk Term of Reference of Sub-Committee on
Improvement of Business Environment and Promotion of Business
Confidence Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement.
b. Melalui Sub Committee IBE-PBC kerja sama potensial kedua negara
diantaranya kegiatan peningkatan kapasitas pejabat pemerintah Indonesia
dalam perumusan kebijakan yang mendorong perbaikan iklim berusaha dan
business confidence di Indonesia; Seminar, workshop dan diskusi bersama
dalam rangka peningkatan iklim berusaha; serta kegiatan sosialisasi
kebijakan ekonomi baru yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia
kepada investor Jepang.
c. Sedangkan hasil utama dari GR IJEPA secara umum adalah perluasan akses
pasar perdagangan barang termasuk melalui penghapusan dan
pengurangan tarif yang mencakup barang industri, perikanan, kehutanan dan
pertanian serta fleksibilitas prosedur dan peraturan terkait perikanan dan
produk pertanian. Komitmen Jepang untuk memberikan kerja sama bilateral
untuk pengembangan kapasitas di berbagai bidang, yaitu industri manufaktur
(MIDEC), pertanian, kehutanan dan perikanan, promosi perdagangan dan
investasi, pengembangan sumber daya manusia, pariwisata, teknologi
67
informasi dan komunikasi, layanan keuangan, pengadaan pemerintah,
lingkungan, dengan tujuan untuk memperkuat kemitraan ekonomi antara
kedua negara.
4. Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK
CEPA)
Kesepakatan kedua Negara dalam Working Group on Cooperation and Capacity
Building dalam kerangka IK-CEPA adalah kesepakatan kedua Negara yang
dituangkan dalam Implementing Arrangement for Economic Cooperation Pursuant to
Chapter X of the Comprehensive Economic Partnership Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and The Government of the Republic of
Korea. Kerjasama yang diikat dalam Implementing Arrangement mencakup kerja sama
dalam berbagai sektoral yaitu: movement of natural persons (MNP); healthcare;
construction services; infrastructure; culture and other creative areas; fair competition;
energy and mineral resources; agriculture, fisheries, forestry; rules and procedures.
Hasil secara umum IK-CEPA antara lain tingkat liberalisasi perdagangan barang
(93% untuk Indonesia dan 95,5% untuk Korea), lebih tinggi dari kesepakatan ASEAN
Korea FTA. IK-CEPA akan menjadi platform pembangunan bagi kedua negara serta
untuk meningkatkan kerja sama ekonomi melalui perdagangan dan investasi dengan
kemudahan akses pasar untuk barang, jasa, orang dan investasi. Indonesia
mendapatkan akses pasar produk utama untuk plywood, tropical fruits, tuna, dan t-
shirt, sedangkan Korea untuk steel dan chemical products.
5. The 9th Ministerial Meeting of Six Economic Working Group Indonesia-
Singapore
Pertemuan Tingkat Menteri (Ministerial Meeting/MM) RI-Singapura telah
dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional. Dalam pertemuan tersebut Menko Perekonomian RI dan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Singapura menandatangani Joint Reports to Leaders
dengan hasil capaian yang tertuang sebagai berikut:
a. Dalam rangka promosi peluang dan investasi di Batam, telah dilakukan
kegiatan promosi investasi bersama antara BKPM, BP Batam, Gallant Ventures
dan Citramas ke Tiongkok pada tanggal 27-28 Maret 2019. Kegiatan tersebut
telah membuahkan hasil, di mana perusahaan manufaktur elektronik Taiwan, PT
68
Pegatron telah membuka pabrik pada bulan Juli 2019. Selain itu, beberapa
perusahaan sektor manufaktur lainnya juga telah menyatakan minatnya untuk
berinvestasi di Batam.
b. Terkait dengan pengembangan Nongsa Digital Park (NDP), sejak diresmikan
pada tanggal 20 Maret 2018 hingga pada Q3-2019, tercatat telah terdapat 90
perusahaan yang menyerap lebih dari 300 Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pada
akhir tahun 2019, diharapkan dapat menyerap 1.000 tenaga kerja. Sebanyak 40
programer telah dipekerjakan di NDP. Selama dua tahun ke depan, Glints
Academy menawarkan pelatihan bagi 1.000 programer.
c. Dalam hal menunjang movement of goods, services and people Singapore-
BBK telah dilakukan uji coba selama 3 bulan dengan menggunakan kapal feri
untuk pengiriman kargo dari Terminal Feri Nongsapura, Batam dan Terminal Feri
Tanah Merah. Uji coba dilakukan pada tanggal 8 Juli 2019 dan terdapat
peningkatan muatan dari Batam ke tujuan lainnya. Masa uji coba diperpanjang
karena memberikan feedback positif bagi pelaku usaha.
d. Berkaitan dengan investasi di Kawasan Industri Kendal, sampai dengan bulan
Desember 2019, terdapat 61 penyewa berkomitmen untuk berinvestasi di
Kawasan Industri Kendal (KIK) dengan total investasi senilai Rp 15,8 triliun.
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan/pengembangan ekonomi di wilayah
KIK dan sekitarnya serta menaikkan proposisi nilai KIK di mata investor asing,
telah disetujui pemberian status Kawasan Ekonomi Khusus kepada KIK melalui
PP Nomor 85 tahun 2019 yang ditetapkan pada 11 Desember 2019.
69
Gambar 3.3. The 9th Ministerial Meeting of Six Economic Working Group
Indonesia-Singapore
6. Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Indonesia Dengan Rusia
Dalam Bentuk Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile Dalam
Kerangka Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Rusia
Pertemuan Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile RI – Rusia
dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2019. Pertemuan tersebut merupakan amanat dari
Pertemuan Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-12 RI – Rusia Bidang Kerja Sama
Perdagangan, Ekonomi dan Teknik yang telah dilaksanakan di Moskow, Federasi
Rusia, pada tanggal 26 Oktober 2018.
Pertemuan dimaksud dibagi menjadi 2 (dua) sesi yaitu seminar dan private
meeting. Sesi seminar dibuka oleh Direktur Akses Sumber Daya Industri dan Promosi
Internasional, Kementerian Perindustrian, di pihak Indonesia serta Direktur
Departemen Kondisi Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja, Kementerian
Perburuhan dan Perlindungan Sosial Federasi Rusia dari pihak Rusia. Sesi ini
bertujuan untuk bertukar pengalaman dan teknologi terkait keamanan dan kesehatan
pada penggunaan Chrysotile terutama untuk proses produksi dan produk akhir. Selain
70
itu, kedua pihak juga mendiskusikan bukti – bukti ilmiah dan biomedis terkait
keamanan dan kesehatan penggunaan Chrysotile.
Pertemuan ini juga ditujukan untuk membangun pemahaman yang lebih baik
tentang produksi dan penggunaan Chrysotile yang aman, terutama pada aspek
teknologi dan kesehatan produksi dan pemanfaatan produk akhir. Beberapa poin hasil
dari diskusi antara lain:
a. Implementasi kebijakan untuk memastikan keamanan dalam penggunaan
bahan berserat, termasuk produk berbasis chrysotile dan harus didasarkan
pada data objektif dan ilmiah dengan mempertimbangkan penggunaan bahan
– bahan tersebut adalah untuk kepentingan nasional bukan hanya alasan
politik dan ekonomi.
b. Kolaborasi di tingkat ahli dari kedua negara untuk berbagi pengalaman dalam
mengukur konten partikel berserat di udara melalui pelatihan spesialis
Indonesia dalam bidang ini, serta peningkatan kerjasama antara pusat
penelitian di kedua negara. Kedua pihak juga melakukan private meeting
untuk membahas secara komprehensif tentang potensi kerjasama di bidang
Chrysotile pada masa mendatang, termasuk sektor kesehatan dan
keselamatan kerja. Pada private meeting tersebut, delegasi Indonesia
dipimpin oleh Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur
Tengah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia,
dan delegasi Rusia dipimpin oleh Direktur Departemen Kondisi Perburuhan
dan Perlindungan Tenaga Kerja, Kementerian Perburuhan dan Perlindungan
Sosial Federasi Rusia.
c. Pertemuan Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile RI – Rusia
yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2019 telah menjadi bahan masukan
sebagai progres capaian untuk mempersiapkan Pertemuan Sidang Komisi
Bersama (SKB) ke-13 RI – Rusia Bidang Kerja Sama Perdagangan, Ekonomi
dan Teknik yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2020.
d. Selain pertemuan Konsultasi Bilateral Tenaga Ahli (KBTA) Chrysotile RI –
Rusia, Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia juga
tengah menyiapkan deliverables yang dapat dibahas dalam pertemuan
71
Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-13 RI – Rusia Bidang Kerja Sama
Perdagangan, Ekonomi dan Teknik yaitu proyek New Grass Root Refinery
(NGRR) di Tuban, Jawa Timur.
7. Kesepakatan G20 yang Disepakati di Tingkat Leaders
Pertemuan ke-1 Sherpa G20 Osaka tahun 2019
a. Pada tanggal 19-20 Januari 2019 telah berlangsung pertemuan ke-1 Sherpa
G20 di Tokyo dengan hasil-hasil sebagai berikut:
− Terdapat sejumlah area yang menjadi prioritas Jepang pada Presidensi
G20 2019, diantaranya (i) mendukung peningkatan perdagangan bebas
dan investasi global; (ii) mengurangi kesenjangan melalui pencapaian
SDGs; (iii) mendorong human-centered future society/society 5.0 yang
terbuka, inklusif dan berkelanjutan; (iv) mendukung perwujudan global
health; (v) menangani isu energi, perubahan iklim, dan marine plastic
litter; serta (vi) mendalami isu ketenagakerjaan yang terkait dengan tren
ageing society, kesetaraan gender, new forms of work, perkembangan
teknologi dan digitalisasi.
− Pemri memiliki beberapa prioritas di antaranya (i) mendukung
pelaksanaan reformasi WTO yang merupakan tulang punggung
perdagangan internasional; (ii) mendorong perwujudan sharing platform
digital bernama Inclusive Digital Economy Accelerator (IDEA) Hub; (iii)
mendukung inovasi pemanfaatan dan pengembangan sumber energi
berbasis nabati sebagai sarana transisi menuju energi bersih dan
terbarukan; (iv) menekankan pentingnya investasi bagi pembangunan
infrastruktur tahan bencana dalam konteks penyediaan quality
infrastructure.
− Beberapa hal yang menjadi tindak lanjut dari pertemuan Sherpa ke-1, di
antaranya (i) Pemerintah RI (Pemri) melakukan diskusi dengan Sherpa
Brazil untuk menekankan intensi Indonesia menjadi host Presidensi 2023;
(ii) mengadakan rapat koordinasi dengan Kementerian Luar negeri
(Kemlu), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Sekretariat Kabinet
(Setkab) guna membahas rencana Presidensi G20 2023; dan (iii)
menetapkan secara nasional keputusan mengenai Presidensi Indonesia
di G20 tahun 2023.
72
b. Pada tanggal 18 Februari 2019 telah berlangsung Rapat Koordinasi Terbatas
(Rakortas) Tingkat Eselon I Pembahasan Rencana Indonesia sebagai
Presidensi G20 tahun 2023, dengan hasil-hasil sebagai berikut:
− Rakortas sepakat untuk mendorong pencalonan Indonesia dalam
Presidensi G20 tahun 2023.
− Diperlukan rapat kabinet terbatas dalam rangka menyiapkan rencana
Presiden RI untuk menyampaikan secara informal (sounding) keinginan
Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2023 pada KTT G20 di Osaka.
− Merekomendasikan Kementerian Luar Negeri untuk menyelenggarakan
rapat koordinasi selanjutnya dalam rangka persiapan pelaporan kepada
Presiden RI.
Pertemuan ke-2 Sherpa G20 Osaka tahun 2019
Pada tanggal 30 April – 1 Mei 2019 telah berlangsung pertemuan Sherpa G20
ke-2 2019 di Yokohama dengan hasil-hasil sebagai berikut:
− Pertemuan ke-2 Sherpa terdiri dari 6 (enam) sesi utama yakni (i) Sesi 1 –
ekonomi global dan overview diskusi pada jalur keuangan (global economy
and overview of finance track); (ii) Sesi 2 – ketenagakerjaan, pemberdayaan
perempuan, dan kesehatan (employment, women’s empowerment, and
health); (iii) Sesi 3 – Perdagangan, investasi dan digitalisasi (trade, investment
and digitalization); (iv) Sesi 4 – perubahan iklim, lingkungan hidup, dan energi
(climate, environment, and energy); (v) Sesi 5 – pembangunan berkelanjutan
dan antikorupsi (sustainable development and anti-corruption); dan Sesi 6 –
migrasi (international migration trends).
− Sejumlah negara G20 mendukung agenda prioritas presidensi Jepang
termasuk berbagai key message and possible deliverables KTT G20 (Osaka
Summit) pada akhir Juni 2019.
− Pemri menyampaikan beberapa poin intervensi di antaranya (i) penyampaian
non-paper Indonesia mengenai reformasi WTO guna memperkuat sistem
perdagangan multilateral; b) pentingnya transisi energi ke arah energi baru
dan terbarukan (renewable energy); dan c) ekonomi digital, yaitu pemanfaatan
teknologi untuk mewujudkan pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan dan
peningkatan kesejahteraan (addressing inequalities).
73
− Indonesia juga telah melakukan konsultasi bilateral dengan Brazil terkait
rencana (intention) pengajuan Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2023.
Sherpa G20 Brazil mengusulkan agar dilakukan pembahasan intensif
mengenai rencana tersebut.
Pertemuan ke-3 Sherpa G20 dan KTT G20 Osaka tahun 2019
Pada tanggal 28-29 Juni 2019, telah berlangsung pertemuan KTT G20 Osaka
2019 dan didahului dengan pertemuan ke-3 Sherpa G20 tanggal 25-27 Juni 2019
di Osaka dengan hasil-hasil pertemuan sebagai berikut:
− Pertemuan Sherpa dan Finance Track dimaksudkan untuk menyelesaikan
dokumen hasil akhir (outcome) KTT G20 yang menjadi kesepakatan para
Pemimpin G20. Namun, banyaknya isu yang contentious antara lain isu
perubahan iklim, penguatan multilateralisme, perdagangan-reformasi WTO,
steel access capacity, migrasi dll membuat pertemuan Sherpa diperpanjang
hingga sampai hari akhir KTT G20 tanggal 29 Juni 2019.
− KTT G20 di Osaka berhasil mengeluarkan G20 Osaka Leaders’ Declaration
yang isinya mencakup hal-hal yang termuat dalam 4 sub-tema KTT G20 yakni (i)
ekonomi global; (ii) inovasi dan ekonomi digital; (iii) mengatasi kesenjangan dan
SDGs; dan (iv) perubahan iklim dan lingkungan hidup. Dalam G20 Osaka
Leaders’ Declaration banyak paragraf yang memuat masukan dan dorongan dari
Indonesia antara lain terkait pendanaan inovatif blended finance, creative
industry, IUU Fishing, family farming and small scale farmers, women as agents
of peace dll.
− Presiden RI menyampaikan intervensi pada sesi kedua mengenai Digital
Economy and Artificial Intelligence dan menjadi lead speaker pada sesi ketiga
dengan tema Addressing Inequalities and Realizing an Inclusive and Sustainable
World.
− KTT G20 juga mengeluarkan G20 Osaka Leaders’ Statement on Preventing
Exploitation of the Internet for Terrorism and Violent Extremism Conducive
to Terrorism (VECT) yang merupakan inisiatif Australia. Pembahasan ini
dilakukan pada Sherpa track dan mendapat konsensus dari semua anggota G20.
Intinya dari deklarasi ini adalah untuk meminta semua pihak termasuk swasta
mendukung usaha mencegah penggunaan internet oleh pelaku teroris dan
kekerasan ekstrim.
74
− Sementara itu, pihak Jepang secara sepihak mengeluarkan dokumen Osaka
Declaration on Digital Economy yang tidak dinegosiasikan (silent procedure),
yang mendorong usaha dari Joint Statement Initiative (JSI) on e-Commerce di
luar dari kerangka WTO. Dokumen tersebut bukan merupakan kesepakatan KTT
G20. Indonesia bersama India dan Afrika Selatan tidak ikut dalam deklarasi
dimaksud.
8. Kesepakatan-Kesepakatan JCM yang disetujui antara Pemerintah
Indonesia dan Jepang
a. Pada tanggal 27 Februari- 1 Maret 2019 telah berlangsung pertemuan antara
Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan selaku co-
chair Komite Bersama JCM Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Pada
pertemuan tersebut Pemerintah Jepang sepakat untuk memberikan
dukungan pendanaan bagi 2 (dua) tenaga ahli Sekretariat JCM Indonesia dan
untuk review metodologi proyek JCM di Indonesia;
b. Rules and guidelines dari kerja sama JCM di Indonesia telah diadopsi untuk
Indonesia Certified Emission Reduction (ICER) yang merupakan inisiatif dari
Kementerian LHK untuk memfasilitasi insentif bagi aksi mitigasi melalui
Sistem Registri Nasional (SRN). Sekretariat JCM Indonesia menjadi
narasumber pada pertemuan penyusunan aturan dan pedoman ICER yang
berlangsung pada tanggal 14-15 Maret 2019 di Grand Aston, Yogyakarta.
c. Pada tanggal 1 April 2019 telah dilangsungkan pertemuan Komite Bersama
JCM di Hotel Oria, Jakarta. Berdasarkan hasil pertemuan ini, disepakati
bahwa pertemuan tahunan ke-9 Komite Bersama akan dilaksanakan pada
bulan September 2019. Kemudian menyangkut usulan perpanjangan kerja
sama JCM dengan Pemerintah Jepang, peserta rapat menyepakati untuk
diadakan konsultasi lebih lanjut untuk mematangkan posisi Indonesia
terhadap usulan tersebut.
d. Pada bulan Juli dan Agustus 2019 telah dilangsungkan audiensi JCM ke
Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite Bersama. Audiensi ini
selain memaparkan perkembangan JCM terkini, juga dibahas dukungan
Kementerian/Lembaga terkait aktivitas JCM di Indonesia. Dukungan ini juga
dinyatakan dalam Rapat Koordinasi Kelanjutan Kerja Sama JCM Tingkat
Eselon 1 yang diselenggarakan 10 Oktober 2019. Pada rakor ini, para K/L
75
selain menyatakan dukungan atas kontribusi positif JCM di Indonesia, juga
memberi masukan terhadap kelanjutan kerja sama yang akan dibicarakan
nanti saat JC meeting ke-9 yang akan diselenggarakan pada triwulan IV, yang
sebelumnya direncanakan diselenggarakan pada triwulan III. JC meeting
diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk persiapan yang lebih
matang dengan diselenggarakannya pertemuan pendahuluan berupa JC
Meeting Teknis dan JC Meeting Internal Indonesia.
e. Telah dilaksanakan Pertemuan Komite Bersama Mekanisme Kredit Bersama
ke-9 di Denpasar, Bali pada tanggal 31 Oktober-1 November 2019 dengan
pokok bahasan perkembangan implementasi JCM di tahun 2019, diskusi
rencana kerja sama JCM di Indonesia paska 2020, pembahasan mengenai
rules and guidelines, serta dukungan Pemerintah Jepang untuk JCM selama
tahun 2019. Di dalam pertemuan kali ini, terdapat pembahasan mengenai tiga
(3) metodologi, satu (1) registrasi proyek, dan tujuh (7) proyek yang akan
menerbitkan kredit karbon.
Hasil Pertemuan Komite Bersama Mekanisme Kredit Bersama ke-9 tertuang
dalam keputusan-keputusan berikut:
· Penyetujuan terhadap 3 metodologi JCM.
· Registrasi atau pendaftaran 1 proyek JCM.
· Penyetujuan penerbitan karbon kredit untuk 6 proyek dan alokasinya.
· Usulan Indonesia untuk melakukan perubahan pada rules of
implementation terkait alokasi karbon kredit telah diterima dan akan
dibicarakan pada pertemuan berikutnya.
· Indonesia dan Jepang akan meneruskan pembicaraan masalah kelanjutan
kerja sama bilateral antar negara.
· Usulan Pemerintah Jepang untuk melakukan diskusi dan persetujuan
masalah link (tersambung) JCM dengan CORSIA (Carbon Offsetting and
Reduction Scheme for International Aviation).
f. Pada Tahun 2019, telah terdapat 39 Proyek implementasi JCM di sejumlah
wilayah di Indonesia. Dimana sebelumnya pada tahun 2019 proyek tersebut
hanya berjumlah 32 proyek. Sebagai tambahan pada tahun 2019, potensi
pengurangan karbon telah mencapai 360.877 tCO2e/tahun dari jumlah proyek
tersebut.
76
9. Implementasi Cetak Biru ASEAN 2025
Telah diselenggarakannya Rapat Koordinasi Persiapan Pertemuan Committee of
the Whole terkait keketuaan Thailand di tahun 2019. 3 (tiga) elemen besar yang
diangkat oleh Thailand pada tahun 2019 ini yaitu Advancing (Tingkat Pemanfaatan),
Partnership (Kemitraan), dan sustainability (Keberlangsungan). Selain itu, Rapat
Koordinasi implementasi AEC 2018 untuk mengetahui prioritas yang telah dan belum
terimplementasi juga telah dilaksanakan. Berdasarkan Rapat Koordinasi persiapan
Pertemuan AEC Council ke-18 tersebut terdapat beberapa hal yang dibahas, yakni
implementasi Cetak Biru ASEAN 2025. Dari rapat mencatat implementasi prioritas
ASEAN tahun 2019 dari total 171 Prioritas, 93 prioritas (54,4%) telah
diimplementasikan sehingga tersisa 78 prioritas yang belum diimplementasikan.
Indonesia hanya perlu melaksanakan 169 prioritas, dan hingga akhir oktober 2019
Indonesia telah melaksanakan 103 prioritas (61%).
Tercatat ASEAN telah mengimplementasikan prioritas AEC tahun 2019 sebanyak
123 (72,4%) prioritas dari total 170 prioritas. Pada awalnya terdapat 171 prioritas tahun
2019, tetapi 1 (satu) prioritas telah ditarik kembali oleh badan sektoral terkait.
Indonesia hanya perlu mengimplementasikan 168 prioritas dari 170 prioritas karena 2
(dua) prioritas lainnya merupakan pilot project ASEAN Customs Transit System
(ACTS) yang belum memerlukan keterlibatan Indonesia. Sejauh ini, Indonesia telah
mengimplementasikan 131 prioritas (78%). Dari 48 prioritas yang belum
diimplementasikan, 34 prioritas carried over pada tahun 2020. 11 prioritas juga carried
over namun tidak diidentifikasikan sebagai prioritas tahun 2020, dan 2 (dua) prioritas
masih dalam pertimbangan. Sedangkan 1 (satu) prioritas ditarik kembali (withdrawn).
Sasaran Strategis 2:
Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
Dalam pencapaian sasaran strategis “Terwujudnya Pengendalian Kebijakan
Bidang Perekonomian”, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
mengindentifikasikan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama (IKU) berupa “Jumlah paket
rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional”.
SS-2
77
IKU ini merupakan perubahan sasaran dari Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Tahun 2015-2019.
Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama
Ekonomi Internasional
Indikator Kinerja Utama (IKU) ke-1, berupa Jumlah paket rekomendasi hasil
pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional, digunakan untuk
mengukur hasil pengendalian kebijakan yang dilaksanakan oleh Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional. Target kinerja pada IKU-1 berupa
1 (satu) Paket Rekomendasi yang terdiri atas rekomendasi-rekomendasi kebijakan
yang terbagi ke dalam tiga kegiatan, yaitu Rapat koordinasi tingkat Eselon I;
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi; Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama
internasional. Pada tahun 2019, perhitungan capaian kinerja IKU-1 diperoleh sebesar
100%.
Tabel 3.2. Indikator Kinerja Utama Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan
Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional
1. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi Kesepakatan G20
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (monev) G20 tahun 2019 dikhususkan
pada implementasi agenda ekonomi digital. Monev didasari kepentingan untuk
mempererat komitmen dan sinergi antara pemerintah dan pelaku ekonomi digital
dalam rangka memastikan implementasi kesepakatan KTT G20 Argentina, khususnya
dalam memaksimalkan pertumbuhan ekonomi digital yang pada gilirannya dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Hal ini mengingat bahwa ekonomi
digital merupakan salah satu solusi inovatif dalam mengatasi tantangan ekonomi dan
sosial, terutama inequality di Indonesia. Untuk itu, guna mengetahui tingkat
keselarasan antara komitmen internasional Pemerintah RI dan implementasi di tingkat
nasional, maka di laksanakan kunjungan kerja ke Bandung Digital Valley (BDV) Jawa
Barat dan Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Barat pada tanggal 8 Agustus
2019.
Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Kinerja
IKU-1. Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional
1 paket
rekomendasi
1 Paket
rekomendasi
100%
Ket: Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional terdiri atas Rapat koordinasi tingkat Eselon I; Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi; Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional.
78
Maksud dan tujuan dari pelaksanaan monev dimaksud yaitu (i) mengidentifikasi
serta menganalisis dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan Pemri di bidang
ekonomi digital; (ii) meninjau dan memastikan pelaksanaan implementasi hasil
kesepakatan G20 tahun 2018 terkait agenda ekonomi digital Indonesia; (iii)
mengoptimalkan kerja sama yang dilakukan antara Keasdepan KSEMP dengan
pelaku ekonomi digital Indonesia; dan (iv) menampung masukan bagi penyusunan
kebijakan di bidang kerja sama ekonomi luar negeri, khususnya agenda ekonomi
digital.
Monev yang dilakukan di BDV, inkubator dan co-working space sebagai
jembatan penghubung start-ups dengan capital access via program digital, dihadiri
oleh 4 (empat) start-ups binaan BDV yaitu CyberArmy, Koperansel, Lapang Bola, dan
Vallet. Dalam kesempatan ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo) juga mengelaborasi program Inclusive Digital Economy Accelerator
Hub (IDEA Hub), yang diinisiasi Indonesia dalam forum G20 tahun 2018, menekankan
pada 3 (tiga) aspek utama yaitu sharing economy, workforce digitalization, dan
financial inclusion. Selanjutnya, kunjungan ke Dinas Komunikasi dan Informatika
Provinsi Jawa Barat (Diskominfo Jabar) dipimpin oleh Kepala Dinas Diskominfo Jabar
dan dihadiri oleh perwakilan Jabar Digital Service (JDS). Adapun beberapa hal yang
menjadi pokok pembicaraan antara lain rencana Presidensi G20 Indonesia tahun 2023
yang disambut baik oleh Kadis Diskominfo Jabar karena sejalan dengan agenda
ekonomi digital dan semangat digitalisasi Jawa Barat.
2. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi dairy partnership dari
perusahaan asal Selandia Baru
Monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan di Balai Besar Pembibitan Ternak
Unggul dan Hijauan Pakan ternak Baturraden (BBPTU-HPT) merupakan unit eselon
II di Kementerian Pertanian yang berada di bawah Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan. BBPTU-HPT mendistribusikan dan menjual produk produk
sebagai berikut :
a. Menjual bibit sapi perah dengan harga yang relatif terjangkau;
b. Mendistribusikan sapi;
c. Mendistribusikan kambing perah;
d. Mendistribusikan kambing saanen.
79
Target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibebankan kepada
BBPTU-HPT adalah senilai 8 Milyar Rupiah per tahun. BBPTU-HPT menggunakan
konsep animal welfare sebagai basis utama untuk meningkatkan kualitas hidup
hewan yang berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Mayoritas sapi
dan kambing yang diimpor didatangkan dari Kanda, Belgia, dan Swiss. Hal tersebut
dilakukan sebagai upaya Balai untuk menjaga kualitas genetik dari sapi dan kambing
yang dipelihara. BBPTU-HPT masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sapi perah
di daerah Jawa dikarenakan faktor kapasitas yang terbatas di fasilitas yang ada di
Baturraden. Banyaknya permintaan kepada Balai untuk menyediakan sapi dalam
jumlah sangat banyak dan waktu yang mendadak sehingga dapat mengganggu
keseimbangan supply sapi yang dimiliki oleh BBPTU-HPT. Namun begitu, rantai
pasok industri susu nasional yang melibatkan stakeholder baik dari pihak pemerintah
maupun swasta (koperasi dan korporasi) akan terus dipantau keadaanya untuk
meningkatkan produksi susu domestik dan memperkuat eksistensi UMKM.
3. Rekomendasi Pengendalian terkait Tindak Lanjut Vocational Education and
Training (VET) dalam Kerangka IA-CEPA (Kerja Sama VETEA dengan
Pemerintah Daerah)
Kemenko Perekonomian c.q. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Amerika dan
Pasifik merupakan Koordinator Implementasi TVET IA-CEPA yang melibatkan
berbagai Kementerian/Lembaga (K/L). Tim Ahli Australia pada saat ini tengah
menyusun grand design kerjasama TVET IA-CEPA, berkoordinasi dengan Kemenko
Perekonomian dan K/L pembina sektor pendidikan dan ketenagakerjaan untuk
merumuskan berbagai program konkrit dan pilot project dalam tahap awal kerja sama.
Sebagai tindak lanjut pertemuan dengan Tim Ahli Australia, kami telah
melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi ke Politeknik Pariwisata (Poltekpar)
Palembang untuk membahas isu pengembangan sumber daya manusia sektor
pariwisata sebagai salah satu sektor tenaga kerja profesional di bawah program TVET
IA-CEPA.
Poltekpar Palembang telah menjajaki kerjasama dengan University of Leicester
sebagai benchmarking untuk mengembangkan program studi sport tourism namun
masih terkendala jumlah tenaga pengajar yang disyaratkan, yakni minimal lima orang
tenaga pengajar setara Strata-2 (S2). Poltekpar mengharapkan kiranya di bawah
skema IA-CEPA dapat dibuka akses pendidikan pariwisata untuk pengembangan
80
keprodian, kualifikasi pengajar, dan modul pengajaran. Salah satu target penting
adalah kerja sama dengan Melbourne Polytechnic untuk prodi Diploma of Travel and
Tourism.
Sehubungan dengan hal di atas, Kemenko Perekonomian akan menyarankan
agar bidang studi tersebut dapat menjadi salah satu usulan pilot project dalam tahap
awal kerja sama TVET IA-CEPA.
4. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi monitoring dan evaluasi
kerja sama Indonesia-Korea – Meeting of Government Task Force Team
Implementasi monitoring dan evaluasi kerja sama Indonesia-Korea pada triwulan
I adalah monev yang terkait pertemuan Government Task Force Team for Supporting
Indonesia Steel Industry Development (TFT) ke-4 dalam rangka pembangunan Klaster
Industri Baja 10MT di Cilegon kerja sama Indonesia dan Korea Selatan. Adapun hasil-
hasil pertemuan sebagai berikut:
a. Pertemuan TFT Baja ini diselenggarakan Kemenko Perekonomian
bekerjasama dengan PT Krakatau Steel dan POSCO dalam rangka
menindaklanjuti hasil Kunjungan Kenegaraan Presiden RI ke Seoul Republik
of Korea tanggal 16 Mei 2016, yakni mengenai komitmen Pemerintah
Indonesia dalam mendukung Pembangunan Klaster Industri Baja oleh
Krakatau Steel dan POSCO dengan kapasitas produksi sampai dengan 10
juta ton di Cilegon pada tahun 2025.
b. Pabrik baja yang telah dibangun oleh PT KP saat ini sudah memproduksi baja
dengan total produksi sebanyak 3,9 juta ton per tahun, dengan rincian hot strip
mill (HSM) 2,4 juta ton per tahun dan plate mill (PM) 1,5 juta ton per tahun.
Dalam upaya upaya mewujudkan pembangunan Roadmap 10 juta ton Cluster
Steel, pada saat ini PT Krakatau Steel dan PT Krakatau Posco (KP) sedang
dalam tahap penyelesaian pembangunan Hot Strip Mill (HSM #2 Project)
dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton HRC. Hingga Desember 2019 telah
tercapai 93% dari target yang telah ditetapkan. Hingga Desember 2019
progress pembangunannya telah mencapai 93% dan ditargetkan dapat
beroperasi pada April 2020.
5. Rekomendasi Pengendalian terkait Implementasi Kerja Sama Indonesia-
Singapura
81
Implementasi monitoring dan evaluasi kerja sama Indonesia-Singapura adalah
monev yang terkait kebijakan di bidang pariwisata dalam hal mendorong arus
wisatawan asal Singapura ke Indonesia, yang mana telah ditindaklanjuti oleh PT
Pelindo III, diantaranya adalah rekomendasi revitalisasi pelabuhan Benoa, Bali untuk
menjadi home port cruise melalui peningkatan fasilitas dan kapasitas pelabuhan tahun
2019:
a. Pendalaman dan pengerukan yang bertujuan bersinggahnya kapal pesiar
dengan ukuran panjang (LOA/Length of All) lebih dari 350 meter dimana
sebelumnya hanya dapat berlabuh di luar pelabuhan. Sasaran utama adalah
kapal pesiar Singapura yaitu Genting Dreams berkapasitas 6.000
penumpang.
b. Pembangunan gedung terminal penumpang kapal pesiar hingga mencapai
luas 5.600meter persegi yang bertujuan untuk meningkatkan daya tampung
penumpang, hingga bulan Februari 2019 pembangunan fisik bangunan telah
mencapai 60 persen.
6. Peningkatan Proyek Kerja Sama melalui Joint Crediting Mechanism (JCM)
a. Proyek JCM I – telah tercapai
82
Gambar 3.4. Proyek Instalation of Solar Power System and Storage Battery
to Commercial Facilities di AEON Mall Jakarta Garden City
Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang
mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2013-2014 dengan
perkembangan sebagai berikut:
− Telah dilakukan monitoring dan evaluasi terkait permohonan registrasi
untuk proyek Installation of Solar Power System and Storage Battery to
Commercial Facilities. Proyek ini merupakan proyek pembangkit listrik
tenaga surya (PLTS) yang dibangun di atap AEON Mall Jakarta Garden
City. Kegiatan yang dilaksanakan adalah untuk memastikan kebenaran
atas informasi yang termuat pada dokumen yang telah disampaikan dalam
rangka registrasi proyek. Berdasarkan diskusi dan peninjauan langsung
ke lokasi proyek pada tanggal 23 April 2019 diperoleh kesimpulan bahwa
proyek telah diimplementasikan sesuai dengan dokumen yang telah
disampaikan. Peserta dalam kegiatan adalah perwakilan dari Kemenko
Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
dan, Sekretariat JCM Indonesia.
− Telah dilakukan monitoring dan evaluasi atas proyek Power Generation
by Waste Heat Recovery pada industri semen dengan partisipan proyek
JFE Engineering Corporation dan PT. Semen Indonesia. Proyek ini
memanfaatkan uap panas yang ditangkap kembali yang kemudian
digunakan untuk membangkit listrik sebagai kebutuhan pabrik semen.
Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, dilakukan site visit
dalam rangka meninjau proses monitoring sebelum dilaksanakan
penerbitan kredit karbon. Site visit diikuti oleh Sekretariat JCM Indonesia,
Kemenko Perekonomian dan Kementerian ESDM. Dalam kegiatan
tersebut diketahui bahwa penerbitan kredit karbon yang dapat dihasilkan
tidak sesuai estimasi perhitungan awal karena berbagai faktor non teknis
seperti tidak berproduksinya pabrik secara optimal akibat over supply
semen di Indonesia.
− Telah dilakukan juga monitoring dan evaluasi ke proyek JCM “Energy
Saving project by Installation of double bundle-type Heat Pump” di Toyota
Tsusho Lippo (TTL) Residences Cikarang pada tanggal 12 Desember
83
2019. Kegiatan dimaksudkan untuk memantau kemajuan implementasi
proyek yang sedang dalam tahap monitoring data sebagai dasar bagi
penerbitan kredit karbon. Berdasarkan kunjungan diperoleh informasi
bahwa proyek telah berjalan sesuai dengan siklus dimana saat ini sedang
mempersiapkan dan melengkapi persyaratan proses registrasi.
b. Proyek JCM II – telah tercapai
Gambar 3.5. Proyek Energy Saving for Industrial Park with Smart LED Street
Lighting System Kawasan Industri Karawang International Industrial City
(KIIC)
Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang
mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2015 dengan
perkembangan sebagai berikut:
▪ Proyek Energy Saving for Industrial Park with Smart LED Street Lighting
System
▪ Pada tanggal 7 Maret 2019 metodologi proyek ini resmi ditetapkan
sebagai metodologi ID_AM018 setelah disetujui oleh para anggota Komite
Bersama Indonesia dan Komite Bersama Jepang. Proyek ini merupakan
proyek penggunaan lampu LED hemat energi untuk penerangan jalan di
kawasan industri Karawang International Industrial City (KIIC). Kegiatan
monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau perkembangan
84
implementasi proyek yang saat ini sedang dalam tahap pengumpulan data
sebagai dasar penerbitan kredit karbon.
● Proyek Introduction of High Efficiency Once-through Boiler System and
RO Pure Water System in Golf Ball Factory
▪ Pada tanggal 28 Februari 2019 telah dilakukan kegiatan monitoring dan
evaluasi dalam rangka proses validasi proyek yang dilakukan secara
independen oleh third party entity (TPE). Perwakilan Kemenko
Perekonomian dan Sekretariat JCM Indonesia ikut serta dalam kegiatan
dimaksud untuk memastikan bahwa validasi yang dilakukan telah sesuai
dengan Guidelines for Validation and Verification. Proyek ini mengganti
boiler baru dengan efisiensi sangat tinggi dalam memproduksi bola golf
sehingga dapat mengurangi konsumsi listrik dan terjadi pengurangan
emisi karbon sekitar 329 tCO2 per tahun. Berdasarkan kegiatan yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses validasi dan verifikasi telah
dilakukan sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku di JCM.
● Proyek Introduction of High Efficiency Once-through Boiler System in Film
Factory
▪ Pada tanggal 27 Februari 2019 telah dilakukan kegiatan monitoring dan
evaluasi dalam rangka proses validasi proyek yang dilakukan secara
independen oleh third party entity (TPE). Perwakilan Kemenko
Perekonomian dan Sekretariat JCM Indonesia ikut serta dalam kegiatan
dimaksud untuk memastikan bahwa validasi yang dilakukan telah sesuai
dengan Guidelines for Validation and Verification. Proyek ini mengganti
boiler baru dengan efisiensi sangat tinggi dalam memproduksi lembaran
film sehingga dapat mengurangi konsumsi listrik dan terjadi pengurangan
emisi karbon sekitar 363 tCO2 per tahun. Berdasarkan kegiatan yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses validasi dan verifikasi telah
dilakukan sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku di JCM.
● Proyek Installation of Gas Engine Cogeneration System to Supply
Electricity and Heat to the Vehicle Manufacturing Factory of PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia. Berdasarkan kegiatan monitoring dan
evaluasi terhadap proyek ini maka permohonan registrasi dapat diproses
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pada tanggal 9 Mei 2019
85
mendapat persetujuan dari Komite Bersama. Proyek ini memanfaatkan
high efficiency gas-engine dan heat recovery untuk menghasilkan listrik
hingga 7,8 MW. Berkat penggunaan teknologi ini, diperkirakan emisi
karbon yang dapat dikurangi per tahunnya mencapai 21.793 tCO2. Pada
tanggal 1 Agustus 2019, telah dilaksanakan monitoring dan evaluasi
terhadap proyek JCM yang mendapat pendanaan dari Jepang pada fiscal
year 2014. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka untuk memantau
kemajuan implementasi proyek yang sedang melakukan pengumpulan
data sebagai dasar bagi penerbitan kredit karbon. Dari hasil kegiatan
monev, dapat dipastikan bahwa proyek telah diimplementasikan sesuai
ketentuan dan sesuai dengan PDD (Project Design Document) yang telah
disampaikan kepada Sekretariat JCM Indonesia. Berdasarkan kegiatan
monitoring dan evaluasi terhadap proyek ini maka permohonan registrasi
dapat diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada tanggal 3
September 2019, registrasi proyek Introduction of High Efficiency Once-
through Boiler in Golf Ball Factory di Karawang (PT Sumi Rubber
Indonesia) disetujui Komite Bersama.
c. Proyek JCM III – telah tercapai
Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang
mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2016 dengan
perkembangan sebagai berikut:
● Proyek Roof Top Self Consumption Solar Power Generation Project for
Food Ingredients and Aroma Ingredients Factory.
▪ Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap proyek ini,
termasuk kegiatan local stakeholder consultation, validation, dan public
comment, maka permohonan registrasi dapat diproses sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pada tanggal 7 Maret 2019 proyek ini ditetapkan
sebagai proyek teregistrasi dengan nomor ID017 berdasarkan persetujuan
dari Komite Bersama kedua negara. Proyek ini mengimplementasikan
solar pv dengan kapasitas 0,5 MW yang dipasang pada atap pabrik untuk
memasok listrik dalam proses pengolahan produk aroma, minyak
esensial, perasa makanan, dan bumbu makanan. Proyek berpotensi
mengurangi emisi karbon mencapai 416 tCO2/tahun.
86
● Proyek 10 MW Mini Hydro Power Plant Project in North Sumatera
▪ Proyek ini merupakan proyek pembangkit listrik mini hidro (PLTMH) yang
memanfaatkan aliran sungai dengan kapasitas mencapai 10 MW. PLTMH
berlokasi di wilayah Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Berdasarkan
kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Sekretariat JCM
Indonesia dan Jepang, termasuk pengecekan kelengkapan dokumen dan
substansi metodologi, maka proses pengajuan metodologi dinyatakan
sesuai ketentuan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui. Pada
tanggal 9 Mei 2019 metodologi untuk proyek ini dengan judul “Electricity
generation by installation of run-of-river hydro power generation system(s)
in Indonesia, ver1.0” disetujui oleh Komite Bersama dengan nomor
ID_AM019 (metodologi yang sama digunakan pada proyek 10MW Mini
Hydro Power Plant Project in Lae Ordi River in North Sumatra).
● Proyek Introduction of High-Efficiency Looms in Weaving Mill
▪ Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi, proyek Introduction of
High-Efficiency Looms in Weaving Mill (PT Nikawa Textille Industry)
termasuk kegiatan local stakeholder consultation, validation, dan public
comment, maka permohonan registrasi dapat diproses sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pada 3 September 2019 Komite Bersama
menyetujui registrasi proyek Introduction of High-Efficiency Looms in
Weaving Mill (PT Nikawa Textille Industry) di Karawang. Proyek ini
dilakukan di PT Nikawa Textile Industry dengan memasang 81 unit
pemintal dengan teknologi terkini (JAT 810) yang dilengkapi dengan air-
saving technology yang dapat mengurangi konsumsi udara untuk weft
insertion sebesar 15%. Estimasi emisi karbon yang dikurangi adalah
sebanyak 430 tCO2 pertahun.
● Proyek Introduction of High-Efficiency Once-through Boiler in Film Factory
▪ Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap proyek
Introduction of High-Efficiency Once-through Boiler in Film Factory, maka
permohonan registrasi dapat diproses sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pada tanggal 31 Oktober 2019, registrasi proyek Introduction of
High-Efficiency Once-through Boiler in Film Factory disetujui oleh Komite
Bersama. Sebelum melakukan penerbitan kredit karbon, dilakukan
87
kunjungan ke Tunjungan Plaza pada tanggal 1-2 Oktober 2019 dalam
proyek JCM berjudul “Energy Saving for Air-Conditioning in Shopping Mall
with High Efficiency Centrifugal Chiller”. Dalam kunjungan tersebut, diikuti
oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Sekretariat
JCM Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bidang
Unit Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Berdasarkan
kegiatan monev dapat disimpulkan bahwa proyek berjalan dan
diimplementasikan secara optimal sehingga dapat dihasilkan kredit karbon
sesuai dengan estimasi perhitungan awal. Selain itu, partisipan proyek
Indonesia dan Jepang telah sepakat terhadap alokasi kredit karbon
sebagaimana yang telah diajukan dalam surat permohonan penerbitan
kredit karbon.
d. Proyek JCM IV – telah tercapai
Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang
mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2017 dengan
perkembangan sebagai berikut:
● Proyek 10MW Mini Hydro Power Plant Project in Lae Ordi River in North
Sumatra.
▪ Proyek ini merupakan proyek pembangkit listrik mini hidro (PLTMH) yang
memanfaatkan aliran sungai dengan kapasitas mencapai 10 MW. PLTMH
berlokasi di Kabupaten Pakpak Barat, Sumatera Utara. Berdasarkan
kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Sekretariat JCM
Indonesia dan Jepang, termasuk pengecekan kelengkapan dokumen dan
substansi metodologi, maka proses pengajuan metodologi dinyatakan
sesuai ketentuan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui. Pada
tanggal 9 Mei 2019 metodologi untuk proyek ini dengan judul “Electricity
generation by installation of run-of-river hydro power generation system(s)
in Indonesia, ver1.0” disetujui oleh Komite Bersama dengan nomor
ID_AM019.
● Proyek “Introduction of Gas Co-Generation System and Absorption Chiller
Motor Parts Factory”
▪ Pada tanggal 11 Desember 2019, telah dilaksanakan peninjauan bersama
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Sekretariat JCM
88
Indonesia dan Kementerian ESDM pada proyek JCM “Introduction of Gas
Co-Generation System and Absorption Chiller Motor Parts Factory” pada
PT. Denso Indonesia di Cikarang. Peninjauan ini dimaksudkan untuk
memantau perkembangan implementasi proyek yang selesai dan mulai
beroperasi pada Agustus 2019. Berdasarkan kegiatan monitoring dan
evaluasi dapat disimpulkan bahwa co-generation berjalan normal dan
menyuplai listrik berkapasitas 2MW ke pabrik.
e. Proyek JCM V – telah tercapai
Monitoring dan evaluasi pada klasifikasi ini dilakukan pada proyek JCM yang
mendapatkan subsidi dari Jepang untuk tahun anggaran 2018 dengan
perkembangan sebagai berikut:
● Proyek Introduction of CNG-Diesel Hybrid Equipment to Public Bus in
Semarang
▪ Telah dilakukan pembahasan proyek Introduction of CNG-Diesel
Hybrid Equipment to Public Bus in Semarang yang merupakan proyek
penggunaan converter untuk menggantikan penggunaan bahan bakar
diesel menjadi gas pada bus kota milik Pemkot Semarang agar lebih
ramah lingkungan. Saat ini pembahasan memasuki tahapan teknis
menyangkut prosedur hibah alat converter dari partisipan proyek Jepang
kepada Pemkot Semarang yang dilakukan oleh Kementerian
Perhubungan sebagai kementerian pemangku hibah.
● Proyek Rehabilitation Project of Power Generation System at Karai 7 MW
Mini Hydro Power Plant
▪ Proyek ini merupakan proyek rehabilitasi PLTMH Karai 7, Sumatera Utara
untuk penggantian dengan turbin dan generator yang sudah aus dan
rusak. Dengan penggunaan peralatan yang memiliki teknologi terkini, yaitu
voith hydro dan high velocity oxygen fuel, output dapat meningkat hingga
8,8%. Berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh
Sekretariat JCM Indonesia dan Jepang, serta pengecekan kelengkapan
dokumen dan substansi metodologi, maka proses pengajuan metodologi
dinyatakan sesuai ketentuan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui.
Pada tanggal 9 Mei 2019 metodologi untuk proyek ini dengan judul
“Electricity generation by rehabilitation of run-of-river hydro power
89
generation system(s) in Indonesia” disetujui oleh Komite Bersama dengan
nomor ID_AM021.
● Pada tanggal 5 Desember 2019, dilaksanakan site visit ke proyek JCM
“Rehabilitation Project of Power Generation System at Karai 7 Mini Hydro
Power Plant” di Sumatera Utara. Proyek partisipan Jepang adalah Voith
Fuji Hydro K.K dan partisipan Indonesia adalah PT Global Karai Energi.
Site visit ini dilaksanakan dalam rangka untuk mengetahui kondisi
kerusakan turbin dan generator serta meninjau proses rehabilitasi yang
direncanakan mulai Desember 2019. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan
Kemenko Perekonomian, Kementerian ESDM dan Sekretariat JCM
Indonesia. Berdasarkan diskusi dan peninjauan langsung diketahui bahwa
rehabilitasi memang seharusnya segera dilakukan mengingat kerusakan
menyebabkan menurunnya produksi listrik, sementara masyarakat sekitar
sangat membutuhkan pasokan listrik untuk menunjang kegiatan
perekonomian.
Gambar 3.6. Perkembangan Terkini JCM Tahun 2019
90
7. Peningkatan Kerja Sama dengan Pusat Studi ASEAN (PSA) dalam
Implementasi MEA
Selama Tahun 2019 Peningkatan kerjasama dengan Pusat Studi ASEAN (PSA)
dilakukan dengan diadakannya Diskusi dengan PSA yang ada di wilayah
Jabodetabek dengan topik bahasan Peningkatan Ekspor Indonesia ke ASEAN dan
Dunia. Hasil – hasil diskusi dengan akademisi didapatkan bahwa struktur ekspor
unggulan Indonesia masih didominasi oleh primary product yang belum sesuai
dengan demand dunia berupa produk manufaktur. Peningkatan ekspor harus diiringi
91
dengan penekanan impor. Namun penekanan impor sulit dilakukan karena impor
terbesar Indonesia berupa bahan baku industri/manufaktur. Program substitusi
impor belum berjalan sebagaimana mestinya dan perlu dibahas tersendiri karena
cakupan permasalahan cukup luas. Kesimpulan dan tindak lanjut dari diskusi yang
ada antara lain:
i. Perlu segera menyesuaikan komoditas ekspor dengan demand dunia
melalui pengembangan produk kategori sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa).
Indonesia juga perlu mengembangkan produk dengan kompleksitas dan
eksklusifitas yang tinggi untuk menambah nilai produk ekspor.
ii. Persoalan substitusi merupakan permasalahan yang kompleks karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang membentuk struktur pembiayaan sebuah
industri yang menyebabkan industri Indonesia kurang kompetitif dibandingkan
dengan negara lain. Oleh karena itu dibutuhkan pembahasan lebih lanjut khusus
terkait upaya substitusi impor.
iii. Perlu strategi branding yang lebih baik untuk mempromosikan produk-
produk unggulan Indonesia yang memiliki potensi di pasar ASEAN.
iv. Perlu melaksanakan kerja sama yang komprehensif antara pemerintah,
pelaku usaha dan civitas akademik dalam mewujudkan blended action dalam upaya
peningkatan ekspor Indonesia ke ASEAN dan Dunia. Pada tahun 2019 juga telah
dilakukan monitoring dan evaluasi dengan PSA Universitas Lampung dan PSA
Universitas Jenderal Soedirman. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh PSA ini
adalah:
● Dalam rangka mendorong Masyarakat Ekonomi ASEAN, Universitas
Lampung telah memasukkan mata kuliah entrepreneurship sebagai mata kuliah
wajib mahasiswa. Sebagai hasilnya, banyak mahasiswa Universitas Lampung yang
mulai belajar menjadi pengusaha dan menjual produknya ke luar daerah dengan
memanfaatkan e-commerce.
● PSA Universitas Lampung dan Universitas Jenderal Soedirman telah
melakukan berbagai penelitian tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN dan
pemanfaatannya oleh masyarakat. Peningkatan kerja sama dengan PSA dapat
dilihat dengan bertambahnya jumlah PSA. Pada akhir tahun 2018 Jumlah PSA di
Indonesia adalah 56. Selama tahun 2019 terdapat penambahan 12 PSA baru. Total
PSA per akhir 2019 adalah 68 PSA. Universitas Surabaya dan Universitas Jambi
92
terbentuk pada pertengahan tahun 2019 dan 10 lainnya terbentuk pada konferensi
PSA di Yogyakarta tanggal 16 Desember 2019.
Di tahun 2019 Indonesia berhasil menambah 12 PSA menjadi 68 PSA dari 56
PSA di tahun 2018. Adapun dampak atau outcome yang diharapkan dari pendirian
PSA ini adalah riset/kajian yang telah dan akan dilakukan oleh kalangan akademisi
dapt menjadi rujukan maupun rekomendasi kepada pemerintah Indonesia serta
sekretariat ASEAN dalam menyusun strategi kebijakan yang lebih baik, guna
meningkatkan daya saing perekonomian nasional di kawasan Asean dan global.
Gambar 3.7. Persebaran Pusat Studi ASEAN di Indonesia
93
D. Perbandingan Capaian Kinerja
Tabel 3.3. Perbandingan Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional 2015-2019
Indikator Kinerja Capaian Kinerja (dalam persentase)
2015 2016 2017 2018 2019 T R K T R K T R K T R K T R K
Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan
85 94 110 85 82,60 97 85 92 108 85 - - 85 - -
Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA
75 100 133 80 88,89 111 85 100 118 75 - - 75 - -
Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
85 86 101 85 82,60 97 85 100 118 85 - - 85 - -
Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
85 92 108 85 88,10 104 85 100 118 85 - - 85 - -
Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional
85 83 97,6 85 86,80 102 85 88 104 85 - - 85 - -
Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional - Kebijakan Bidang Kerja
Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
- -
- -
- -
100 100 100 - -
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan
- -
- -
- -
- - 100 100 100
94
Indikator Kinerja Capaian Kinerja (dalam persentase)
2015 2016 2017 2018 2019 T R K T R K T R K T R K T R K
sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Persiapan pelaksanaan
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Rapat koordinasi tingkat
Eselon I - Pelaksanaan
pemantauan dan evaluasi
- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional
- -
- -
- -
- -
100 100
Pada tahun 2019 indikator kinerja dirumuskan menjadi 2 (dua) paket rekomendasi. 1)
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama
ekonomi internasional yang terdiri dari persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan dan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Jumlah paket
rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional dan 2)
Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi
internasional yang terdiri dari rapat koordinasi tingkat Eselon I, pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi, dan sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional. Capaian
indikator kinerja tahun 2019 sebesar 100%.
E. Akuntabilitas Keuangan
Pada tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
mendapat Pagu Anggaran Awal sebesar Rp. 9.800.000.000,- (sesuai dengan pagu
anggaran di dokumen Perjanjian Kinerja). Realisasi yang dimanfaatkan sebesar Rp.
9.777.781.544,- atau terserap 99,77%. Dari sasaran yang ditargetkan, telah dapat
diwujudkan dengan baik, dilihat dari indikator kinerja yang digunakan.
95
Gambar 3.8. Grafik Tingkat Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019
Tabel 3.4. Realisasi Anggaran Tahun 2016-2019
TAHUN 2016 2017 2018 2019
TOTAL
ANGGARAN
8.979.599.215 14.192.749.000 11.800.000.000 9.800.000.000
TOTAL
REALISASI
8.876.024.489 13.958.596.938 11.750.705.344 9.777.781.544
Realisasi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
tahun 2019 adalah sebagai berikut:
1. Pagu Anggaran tahun 2019 adalah sebesar Rp. 9.800.000.000,- dengan rincian
sebagai berikut:
a. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Asia, sebesar Rp 3.160.000.000,-
b. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Amerika & Pasifik, sebesar Rp
1.660.000.000,-
c. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Eropa, Afrika dan Timur Tengah, sebesar
Rp 1.660.000.000,-
Rp8,979,599,215
Rp14,192,749,000
Rp11,800,000,000
Rp9,800,000,000
Rp8,876,024,489
Rp13,958,596,938
Rp11,750,705,344
Rp9,777,781,544
Rp7,000,000,000
Rp8,000,000,000
Rp9,000,000,000
Rp10,000,000,000
Rp11,000,000,000
Rp12,000,000,000
Rp13,000,000,000
Rp14,000,000,000
Rp15,000,000,000
2016 2017 2018 2019
Realisasi Anggaran 2016-2019
TOTAL ANGGARAN TOTAL REALISASI
96
d. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Regional dan sub Regional, sebesar
Rp 1.660.000.000,-
e. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Multilateral dan Pembiayaan, sebesar
Rp 1.660.000.000,-
2. Realisasi Anggaran per tanggal 31 Desember 2019 adalah sebesar Rp.
11.750.705.344 atau sebesar 99,56% dari pagu anggaran, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Asia, sebesar Rp 3.133.103.887,-
b. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Amerika & Pasifik, sebesar Rp.
1.655.550.542,-
c. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Eropa, Afrika dan Timur Tengah, sebesar
Rp. 1.653.698.071,-
d. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Regional dan sub Regional, sebesar
Rp. 1.659.142.210,-
e. Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Multilateral dan Pembiayaan, sebesar
Rp. 1.655.032.978,-
Realisasi anggaran perkegiatan tahun 2019 dapat dilihat pada tabel dan grafik sebagai
berikut:
Tabel 3.5. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019
No Kegiatan Pagu
Anggaran (Rp)
Realisasi
Anggaran (Rp) %
1 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Asia
Rp 3.160.000.000 Rp 3.133.103.887 99,15%
2 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Amerika Pasifik
Rp 1.660.000.000 Rp 1.655.550.542 99,73%
3 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Eropa, Afrika dan Timur Tengah
Rp 1.660.000.000 Rp 1.653.698.071 99,62%
4 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Regional & Sub Regional
Rp 1.660.000.000 Rp 1.659.142.210 99,95%
5 Koordinasi Kebijakan Bidang KSE Multilateral & Pembiayaan
Rp 1.660.000.000 Rp 1.655.032.978 99,70%
Total Realisasi Rp 9,800,000,000 Rp 9.756.527.688 99.56%
97
Gambar 3.9. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019
Sedangkan anggaran dan realisasi belanja per-output Tahun anggaran 2019
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.6. Anggaran dan Realisasi Per Output Tahun Anggaran 2019
Sasaran Strategis Kegiatan Pagu Anggaran Realisasi
( Rp ) Anggaran (Rp) %
Terwujudnya kesepakatan kerja sama ekonomi internasional
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja sama Ekonomi Asia
Rp 1.343.650.000 Rp 1.342.990.480 99.95%
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
Rp 1.143.735.000 Rp 1.138.825.836 99.57%
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
Rp 1.438.680.000 Rp 1.434.318.442 99.70%
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
Rp 1.498.802.000 Rp 1.498.010.453 99.95%
● Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
Rp 1.447.625.000 Rp 1.443.815.678 99.74%
98
Sasaran Strategis Kegiatan Pagu Anggaran Realisasi
( Rp ) Anggaran (Rp) %
Terwujudnya pengendalian kebijakan di bidang kerja sama ekonomi internasional
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Kerja sama Ekonomi Asia
Rp 99.660.000 Rp 98.543.417 98.88%
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
Rp 298.070.000 Rp 297.041.635 99.65%
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
Rp 73.090.000 Rp 73.036.600 99.93%
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
Rp 36.690.000 Rp 36.678.804 99.97%
● Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
Rp 74.813.000 Rp 74.373.980 99.41%
Terwujudnya pemahaman peserta atas materi sosialisasi kerja sama ekonomi internasional
● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Asia
Rp 165.490.000 Rp 165.410.194 99.95%
● Laporan sosialisasi Hasil Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
Rp 218.195.000 Rp 217.830.600 99.83%
● Laporan Sosialisasi Hasil Kebijakan Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
Rp 148.230.000 Rp 148.195.500 99.98%
● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
Rp 124.508.000 Rp 124.452.953 99.96%
● Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama
Rp 137.562.000 Rp 136.843.320 99.48%
99
Sasaran Strategis Kegiatan Pagu Anggaran Realisasi
( Rp ) Anggaran (Rp) %
Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
Terwujudnya Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional
● Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional
Rp 1.551.200.000 Rp 1.526.159.796 98.39%
TOTAL Rp 9.800.000.000,- Rp 9.756.527.688 99,58%
F. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya
Pelaksanaan analisis efisensi pemanfaatan sumber daya dihitung berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi
Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan penjumlahan
dari selisih antara perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran (CKK) dan
realisasi anggaran keluaran, dengan penjumlahan dari perkalian pagu anggaran keluaran
dengan capaian keluaran. Rumus untuk pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.
Keterangan:
E : Efisiensi
PAKi : Pagu Anggaran Keluaran i
RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran i
CKi : Capaian Keluaran i
Berdasarkan hasil perhitungan pada Capaian Kinerja Keluaran (Output) Kegiatan pada
bagian sebelumnya, dapat dihitung tingkat efisiensi anggaran Deputi Bidang Koordinasi
Kerja sama Ekonomi Internasional dalam pencapaian kinerja di tahun 2019, sebagai berikut.
100
Tabel 3.7. Tingkat Efisiensi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional Dalam Pencapaian Kinerja
No. Output
Capaian Keluaran Kegiatan
(CKK)
Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.)
1 Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
1
1,143,735,000 1,138,825,836
2 Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Kerjasama Ekonomi Amerika dan Pasifik (Paket Rekomendasi)
1
298,070,000 297,041,635
3 Laporan sosialisasi hasil-hasil Kerja sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
1
218,195,000 217,830,600
4 Rekomendasi Kesepakatan Kerja sama Ekonomi Asia
1 1,343,650,000 1,342,990,480
5 Rekomendasi Hasil Pengendalian Kerja sama Ekonomi Asia (Paket Rekomendasi)
1
99,660,000 98,543,417
6 Laporan hasil sosialisasi kerja sama ekonomi Asia
1 165,490,000 165,410,194
7 Layanan Dukungan Program dan Tata Kelola Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional
1
1,551,200,000 1,526,159,796
8 Rekomendasi Kesepakatan di bidang kerja sama ekonomi Eropa Afrika dan Timur Tengah
1
1,438,680,000 1,434,318,442
9 Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
1
73,090,000 73,036,600
10 Laporan Hasil Sosialisasi Kerja sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah
1
148,230,000 148,195,500
101
No. Output
Capaian Keluaran Kegiatan
(CKK)
Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.)
11 Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
1
1,447,625,000 1,443,815,678
12 Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
1
74,813,000 74,373,980
13 Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
1
137,562,000 136,843,320
14 Rekomendasi Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
1
1,498,802,000 1,498,010,453
15 Rekomendasi Pengendalian Kebijakan di Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
1
36,690,000 36,678,804
16 Laporan Sosialisasi Hasil Kerja sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
1
124,508,000 124,452,953
Sumber: Tingkat Efisiensi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional Dalam Pencapaian Kinerja 2019
Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung bahwa capaian efisiensi Deputi Bidang
Koordinasi Kerja sama Ekonomi Internasional Tahun 2019 adalah sebesar 0.44%. Hal ini
menunjukkan bahwa pada Tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi
Internasional telah berhasil melaksanakan rencana kerja yang ditetapkan dalam dokumen
anggaran (DIPA), serta mencapai target atas setiap keluaran (output) yang diperjanjikan,
dengan mengoptimalisasi besaran pagu anggaran yang tersedia.
G. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja
Pelaksanaan program Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
tahun 2019, dapat tercapai karena perencanaan dan koordinasi dengan stakeholder terkait
terlaksana dengan lebih baik sehingga kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Koordinasi
yang baik antara Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kemenko
Perekonomian dengan Kementerian dan Lembaga sangat memainkan peranan penting
dalam mendukung terlaksananya proses negosiasi yang efektif dengan negara mitra
dagang utama. Salah satu bukti tercapainya kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama
102
Ekonomi Internasional adalah keberhasilan Pemerintah Indonesia bernegosiasi dengan
Pemerintah Korea dan Jepang yang ditunjukan melalui tersusunnya teks Implementing
Arrangement For Economic Cooperation IK CEPA dan Term of Reference of Sub-
Committee on Improvement of Business Environment and Promotion of Business
Confidence IJEPA yang akan digunakan sebagai guideline implementasi kerja sama.
Selain itu, bukti keberhasilan Deputi VII lainnya adalah keberhasilan ASEAN dalam
menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di kawasan dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi. Ekosistem perdamaian dan stabilitas yang diciptakan ASEAN telah memacu
pertumbuhan ekonomi negara anggota lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan dunia.
Hal ini menjadikan setiap negara anggota merasakan dampak positif dari integrasi ekonomi
ASEAN. Sejak ASEAN berdiri (1967) sampai dengan tahun 2018, GDP ASEAN telah
meningkat 130 kali yakni dari 23 Billion menjadi 2.986 Billion, sedangkan untuk GDP per
Kapita meningkat 38 kali yakni dari USD 132 menjadi USD 4601. Dari sisi transaksi
perdagangan, nilainya meningkat 282 kali, yakni dari USD 10 Billion pada tahun 1967
menjadi USD 2.817 pada tahun 2018. Data ekonomi tersebut menunjukkan bahwa di
ASEAN, ekosistem kawasan yang damai dan stabil telah membantu pula ekosistem
peningkatan pembangunan dan kesejahteraan.
Saat ini dalam perdagangan barang intra ASEAN telah berhasil dilakukan liberalisasi
tarif mencapai 99,2%, dengan pengecualian untuk beras, gula & minol bagi Indonesia. Di
bidang perdagangan jasa telah disepakati 8 Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk
subsektor insinyur, arsitek, dokter, dokter gigi, perawat, akuntan, pariwisata & surveyor. Dari
8 subsektor tersebut yang sudah diimplementasikan ada 3 subsektor beserta persentase
pemegang MRA sebagai berikut insinyur (36 %), arsitek (32%) dan akuntan (17).
Keberhasilan tersebut diharapkan semakin meningkat dengan akan dimulainya kerja
sama RCEP yang mewakili 31 % perekonomian dunia dan 29 % Perdagangan dunia.
Setelah melakukan perundingan selama tujuh tahun sejak 2013, 15 negara RCEP pada
KTT RCEP ke-3 yang dilaksanakan tanggal 4 November 2019 di Bangkok berhasil
menyelesaikan perundingan teks dan perundingan akses pasar secara essential.
Selanjutnya 15 negara RCEP tersebut telah memulai proses legal scrubbing, dimulai pada
bulan Desember 2019 hingga bulan Mei/Juni 2020
103
Namun tingginya capaian kinerja bukan berarti pekerjaan berjalan tanpa hambatan.
Untuk mencapai tujuan besar kerja sama Indonesia dengan negara mitra tentu terdapat
beberapa faktor-faktor penghambat kinerja Deputi VII, yaitu:
● Adanya perbedaan kepentingan di antara masing-masing Negara dalam proses
penyusunan kesepakatan baik tingkat bilateral, regional & sub regional serta
multilateral, yang mengakibatkan proses pembahasan kesepakatan memakan
waktu lebih lama.
● Salah satu contoh hambatan yang dialami Deputi VII dalam menangani bidang
kerja sama ekonomi ASEAN adalah masing-masing Negara Anggota masih
banyak yang menerapkan NonTariff Measurements (NTM) untuk melindungi
pasar domestiknya terutama untuk para pelaku Usaha kecil dan Menengah
(UKM) dari membanjirnya barang-barang impor yang sejenis.
● Sementara itu, terkait RCEP, tantangan yang dihadapi saat ini adalah India
merupakan satu-satunya negara yang memiliki isu sehingga belum dapat
menyetujui perjanjian RCEP. Di sisi lain, 15 negara RCEP lainnya masih
berharap India dapat bergabung dan segera mengintensifkan proses negosiasi
mutually satisfactory way dengan India sehingga perjanjian RCEP dapat
ditandatangani pada November 2020 oleh seluruh ke 16 negara.
● Jadwal pertemuan kerja sama ekonomi internasional juga memerlukan
kesesuaian waktu antara 2 (dua) negara atau lebih serta situasi dan kondisi
dalam negeri suatu negara, sehingga terdapat beberapa penyelenggaraan
pertemuan bilateral yang tertunda.
● Kendala bahasa juga menjadi salah satu faktor tidak aktifnya pemerintah daerah
pada forum-forum internasional, misalnya pada pertemuan BIMP-EAGA dan
IMT-GT yang seharusnya daerah lebih aktif dalam memanfaatkan peluang kerja
sama ekonomi yang ada, serta
● Adanya keterbatasan anggaran. Keadaan ini yang membuat Deputi VII harus
memilih kegiatan/forum secara cermat sesuai dengan urgensinya terhadap
kepentingan nasional.
Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut, telah dilakukan langkah-langkah efisiensi
dan efektifitas komunikasi dengan pemangku kepentingan pada forum bilateral, regional &
sub regional serta multilateral dan memilih isu-isu yang dianggap lebih prioritas dan
strategis, juga lebih membangun komunikasi dengan pemerintah daerah dan pemangku
104
kepentingan agar dapat aktif terlibat dalam kegiatan/kerja sama ekonomi internasional dan
memanfaatkan hasil-hasil kesepakatan ekonomi internasional. Untuk perbaikan kinerja
selanjutnya, Deputi VII akan meningkatkan koordinasi dengan pemangku kepentingan
terkait sebelum mengikuti/menyelenggarakan forum internasional guna menyamakan
persepsi, menyelaraskan kepentingan dan membuat perencanaan kegiatan yang lebih
matang.
BAB 4CAPAIAN KOORDINASI DI
BIDANG PEREKONOMIAN
TAHUN 2015-2019
A. Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019
B. Dampak Kinerja Tahun 2015-2019
C. Isu Strategis Tahun 2020-2024
105
A. Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019
Target Kinerja Rencana Strategis Tahun 2015-2019
Pada dokumen Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional Tahun 2015-2019, terdapat dua Sasaran Strategis (SS) pada Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, yaitu:
- Sasaran Strategis 1 (SS-1):
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perekonomian
- Sasaran Strategis 2 (SS-2):
Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
Masing-masing Sasaran Strategis (SS) diukur pencapaiannya melalui
penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target tahunan untuk periode tahun 2015-
2019, sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 4. 1. Target Kinerja dalam Renstra Tahun 2015-2019
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Kinerja Tahunan
2015 2016 2017 2018 2019
Sasaran Strategis 1 (SS-1): Terwujudnya
koordinasi dan
sinkronisasi
kebijakan
perekonomian
1) Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan
85 85 85 85 85
2) Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA
75 80 85 75 75
3) Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
85 85 85 85 85
BAB IV CAPAIAN KOORDINASI DI BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN 2015-2019 DAN ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024
106
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Kinerja Tahunan
2015 2016 2017 2018 2019
4) Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
85 85 85 85 85
5) Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional
85 85 85 85 85
6) Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan
- Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
n.a n.a n.a 100 n.a
7) Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
- Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
- Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
n.a n.a n.a n.a 100
Sasaran Strategis 2 (SS-2): Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
8) Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
- Rapat koordinasi tingkat Eselon I
- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
- Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama internasional
n.a n.a n.a n.a 100
Perubahan Target Kinerja dan Metode Pengukuran Kinerja
Seiring dengan dinamika perkembangan organisasi, terhitung sejak tahun 2018,
dilakukan perubahan atas target kinerja dalam Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama EKonomi Internasional Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
107
- Di tahun 2018, indikator kinerja dirumuskan menjadi jumlah paket rekomendasi
kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional. 1 (satu) paket
rekomendasi ini terdiri dari 5 (lima) kebijakan yang terdiri dari: 1) kebijakan bidang
kerja sama ekonomi Amerika dan Pasifik; 2) kebijakan bidang kerja sama ekonomi
Asia; 3) kebijakan bidang kerja sama ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah; 4)
kebijakan bidang kerja sama ekonomi Multilateral dan Pembiayaan; dan 5) kebijakan
bidang kerja sama ekonomi Regional dan Sub Regional.
- Kemudian di tahun 2019, indikator kinerja dirumuskan kembali menjadi 2 (dua) yakni sebagai berikut jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional dan Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
Capaian Rencana Strategis Tahun 2015-2019
Ringkasan capaian atas Renstra Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi InternasionalTahun 2015-2019, disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4. 2. Ringkasan Capaian Renstra Tahun 2015-2019
Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target dan Realisasi Kinerja (dalam persentase)
2015 2016 2017 2018 2019 T R T R T R T R T R
(SS-1) Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan
85 94 85 82,60 85 92 85 n.a 85 n.a
Persentase (%) rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA
75 100 80 88,89 85 100 75 n.a 75 n.a
Persentase (%) kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
85 86 85 82,60 85 100 85 n.a 85 n.a
Persentase (%) rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti
85 92 85 88,10 85 100 85 n.a 85 n.a
Persentase (%) pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional
85 83 85 86,80 85 88 85 n.a 85 n.a
Jumlah paket rekomendasi kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika
dan Pasifik - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa,
Afrika, dan Timur Tengah - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral
dan Pembiayaan - Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional
dan Sub Regional
n.a n.a n.a n.a n.a n.a 100 100 n.a n.a
108
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Persiapan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan - Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a 100 100
(SS-2) Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional - Rapat koordinasi tingkat Eselon I - Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi - Sosialisasi dan FGD hasil-hasil kerja sama
internasional
n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a 100 100
Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Deputi VII Tahun 2015-2019
91 85,80 96 100 100
n.a. (not available) / tidak ditetapkan
Pada tahun 2015 hingga 2017, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional menetapkan 5 (lima) indikator kinerja, antara lain 1) Persentase kesepakatan
kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan; 2) Persentase rekomendasi hasil
penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia dalam MEA;
3) Persentase kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti; 4)
Persentase rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kerja sama ekonomi internasional
yang ditindaklanjuti; dan 5) Persentase pemahaman peserta atas materi sosialisasi hasil-
hasil kerja sama ekonomi internasional. Rata-rata realisasi capaian indikator kinerja
tersebut meningkat setiap tahun, dari 91% di tahun 2015 menjadi 96% di tahun 2017.
Di tahun 2018, indikator kinerja dirumuskan menjadi jumlah paket rekomendasi
kebijakan bidang koordinasi kerja sama ekonomi internasional. 1 (satu) paket rekomendasi
ini terdiri dari 5 (lima) kebijakan yang terdiri dari: 1) kebijakan bidang kerja sama ekonomi
Amerika dan Pasifik; 2) kebijakan bidang kerja sama ekonomi Asia; 3) kebijakan bidang
kerja sama ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah; 4) kebijakan bidang kerja sama
ekonomi Multilateral dan Pembiayaan; dan 5) kebijakan bidang kerja sama ekonomi
Regional dan Sub Regional.
Kemudian di tahun 2019, indikator kinerja dirumuskan kembali menjadi 2 (dua) yakni
sebagai berikut jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
bidang kerja sama ekonomi internasional dan Jumlah paket rekomendasi hasil
pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional. Capaian kinerja tahun
2018 dan 2019 sebesar 100%.
109
Rata-rata nilai capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional selama periode tahun 2015-2019 adalah 94,56%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa target-target sebagaimana ditetapkan dalam Renstra Tahun 2015-2019, beserta
dinamika perubahannya, telah dapat berhasil dicapai. Pencapaian atas target indikator
kinerja tersebut akan terlihat dari sejumlah dampak kinerja yang akan disampaikan pada
bagian selanjutnya.
110
B. Dampak Kinerja Tahun 2015-2019
Terkait dampak dari kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional selama 5 (lima) tahun terakhir yaitu dari 2015-2019, telah tercatat di dalam
laporan kinerja instansi Pemerintah tahunan. Selain itu terdapat beberapa indikator capaian
meningkatnya angka presentase penyelesaian perundingan sekaligus peningkatan dalam
kerja sama dibidang ekonomi dengan negara mitra utama. Hal ini selaras dengan indikator
kinerja pada Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional seperti: 1)
Persentase kesepakatan kerja sama ekonomi internasional yang terselesaikan; 2)
Persentase rekomendasi hasil penguatan daya saing nasional dalam rangka memenuhi
komitmen Indonesia dalam MEA; 3) Persentase kesepakatan kerja sama ekonomi
internasional yang ditindaklanjuti; 4) Persentase rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi
kerja sama ekonomi internasional yang ditindaklanjuti; dan 5) Persentase pemahaman
peserta atas materi sosialisasi hasil-hasil kerja sama ekonomi internasional. Beberapa
dampak dari capaian kinerja tersebut diantaranya telah dibuktikan dengan:
1. Penyelesaian Negosiasi Perdagangan Indonesia
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional telah mendukung
perekonomian negara dalam mengadakan perjanjian kerjasama ekonomi antar
negara. Dalam periode kerja 2015 - 2019 telah selesai 20 FTA, sementara 12 FTA
sedang dinegosiasikan dan 14 FTA sedang dijajaki, sebagai berikut:
Tabel 4.3. Perkembangan FTA Indonesia dengan Negara Mitra
No. FTA yang Telah Selesai
1 General Review Indonesia - Japan EPA
2 Protocol to Amend Indonesia-Pakistan PTA
3 MoU Indonesia-Palestine on Trade Facilitation for Certain Products
4 Indonesia-Chile CEPA
5 Indonesia-EFTA CEPA
6 Indonesia-Australia CEPA
7 Indonesia-Mozambique CEPA
8 Indonesia-Korea CEPA
9 ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA)
10 ASEAN-India Trade in Service Agreement
111
No. FTA yang Telah Selesai
11 ASEAN Agreement on Medical Device Directive
12 ASEAN-Korea FTA (AKFTA)
13 ASEAN-China FTA (ACFTA)
14 ASEAN-Hong Kong-China FTA & Investment Agreement
15 ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)
16 ASEAN Agreement on E-Commerce
17 ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
18 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership
19 ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)
20 ASEAN Trade in Services Agreement (ATISA)
No FTA yang sedang dinegosiasikan
1 Indonesia-European Union CEPA
2 Indonesia-Turkey CEPA
3 Indonesia-Pakistan TIGA
4 Indonesia-Tunisia PTA
5 Indonesia-Bangladesh PTA
6 Indonesia-Marocco PTA
7 Indonesia-Iran PTA
8 Indonesia-Mauritius PTA
9 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
10 ASEAN Economic Community (AEC)
11 ASEAN-India FTA (AIFTA)
12 ASEAN-Australia-New Zealand FTA
No. FTA yang sedang dijajaki
1 Indonesia-South Africa Customs Union (SACU)
2 Indonesia-Nigeria (ECOWAS) PTA
3 Indonesia-Kenya (EAC) PTA
112
No. FTA yang sedang dijajaki
4 Indonesia-Djibouti PTA
5 Indonesia-Gulf Cooperation Council (GCC)
6 Indonesia-Sri Lanka
7 Indonesia-Colombia PTA
8 Indonesia-Peru
9 Indonesia-Papua New Guinea PTA
10 Indonesia-Fiji PTA
11 Indonesia-Eurasian EConomic Union (EAEU)
12 Indonesia-New Zealand CEPA
13 ASEAN-Canada FTA
14 ASEAN-European Union FTA
2. Pemanfaatan Surat Keterangan Asal (SKA)
SKA / Certificate of origin adalah kesepakatan diantara negara anggota ASEAN
dalam rangka memperlancar arus ekspor dan impor, baik intra ASEAN maupun
dengan mitra dialog. SKA merupakan surat keterangan dari mana barang tersebut
berasal. Untuk intra ASEAN apabila barang tersebut berasal dari ASEAN, maka akan
menikmati pembebasan tarif bea masuk sampai dengan 99,2% dari post tarif.
Sedangkan untuk mitra dialog tergantung kesepakatan antara ASEAN dengan negara
mitra (China, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru dan India).
Berdasarkan data pemanfaatan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk ekspor
Indonesia ke negara tujuan ekspor di ASEAN, tercatat relatif meningkat sejak tahun
2015 hingga Oktober 2019. Hal ini menandakan mulai banyaknya pengusaha yang
memanfaatkan fasilitas ekspor tersebut karena mendapatkan pembebasan tarif bea
masuk.
Selain Intra ASEAN, juga terdapat SKA ke negara mitra dialog. Tabel di bawah
menunjukkan kecenderungan pemanfaatan SKA ke negara mitra dialog. Beberapa
form SKA yang dimanfaatkan Indonesia untuk melakukan ekspor, sebagai berikut:
113
Tabel 4.4. Form Surat Keterangan Asal (SKA)
Sumber: Kementerian Perdagangan, 2019
3. Dampak Diplomasi Indonesia: Indonesia – Pakistan PTA
Indonesia – Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA) ditandatangani
sejak 3 Februari 2012 dan efektif diimplementasikan sejak 1 September 2013. Sejak
ditandatangani, total ekspor Indonesia ke Pakistan meningkat sebesar 79% dari USD
1,3 miliar (2012) menjadi USD 2,4 miliar (2018). Minyak kelapa sawit/palm oil
merupakan produk ekspor yang dominan serta mengalami peningkatan yang
signifikan. Pada tahun 2012 ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Pakistan
sebesar USD 745 juta, kemudian pada tahun 2018 meningkat menjadi USD 1,4
miliar. Sebelum penandatanganan IP-PTA, total ekspor Indonesia ke Pakistan hanya
sebesar USD 688 juta (2010) dan USD 936 juta (2011).
Melalui IP-PTA, Indonesia mampu menggantikan posisi pangsa pasar minyak
kelapa sawit di Pakistan yang sebelumnya didominasi oleh Malaysia. Sebagai
perbandingan, pangsa pasar/market share minyak kelapa sawit Indonesia di
Pakistan pada tahun 2012 adalah sebesar 34% dan pada tahun 2018 meningkat
menjadi 74%. Sedangkan pangsa pasar/market share minyak kelapa sawit Malaysia
114
di Pakistan pada tahun 2012 adalah sebesar 61% dan pada tahun 2018 menurun
menjadi 25%.
Setelah 5 tahun implementasi IP-PTA, kedua negara sepakat untuk
menandatangani Protokol Perubahan IP-PTA pada tanggal 27 Januari 2018. Dengan
protokol perubahan tersebut, jumlah konsesi perdagangan barang Indonesia-
Pakistan menjadi 279 pos tarif Indonesia dan 320 pos tarif Pakistan. Indonesia dan
Pakistan juga sepakat untuk memperluas perjanjian Indonesia-Pakistan Preferential
Trade Agreement (IP-PTA) menjadi Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement
(IP-TIGA). Dalam IP-PTA kedua negara hanya memberikan preferensi tarif atas
sejumlah produk yang disepakati bersama, sedangkan IP-TIGA akan mencakup
keseluruhan pos tarif Indonesia dan Pakistan untuk memberikan manfaat maksimal
bagi kedua negara.
Perundingan pertama Joint Negotiating Committee (JNC) IP-TIGA telah
dilaksanakan pada tanggal 8-9 Agustus 2019 di Islamabad. Perundingan IP-TIGA
ditargetkan akan selesai pada tahun 2021.
4. Peningkatan Engagement Indonesia dengan Negara-Negara di Kawasan
Afrika
Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan pembangunan di kawasan Afrika
mengalami peningkatan pesat, dan berdasarkan analisa dari African
Development Bank diprediksi Afrika akan menghabiskan anggaran
pembangunan sebesar USD 130-170 Miliar per tahun. Melihat situasi tersebut
Pemerintah Indonesia menganggap ini sebagai peluang dan telah melakukakan
beberapa pendekatan ekonomi dengan menyelenggarakan beberapa forum
Internasional terutama dengan negara-negara di Kawasan Afrika. Dalam hal ini
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional turut mendukung
dan berpartisipasi pada beberapa forum sebagai berikut:
Indonesia Africa Forum (10-11 April 2018)
Indonesia-Africa Forum merupakan suatu bentuk nyata upaya Indonesia
untuk menjalin hubungan dengan negara-negara di kawasan Afrika. Kegiatan dibuka
oleh Menlu RI dan dihadiri oleh Wakil Presiden RI yang memberikan Remark serta
beberapa Menteri sebagai panelis. Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah
115
penandatanganan Business Deals, Remarks Wakil Presiden RI, Diskusi Panel,
Business Exhibition, dan Pertemuan Bilateral. Berikut adalah Business Deals seniali
USD 586 million yang telah ditandatangani:
o Letter of Intent kontrak penjualan pesawat PT Dirgantara Indonesia
senilai USD 75 million (RI-Senegal dan Pantai Gading);
o Share Holder Agreement PT. Timah dengan Topwide Ventures Ltd.
senilai USD 25,9 million (RI-Nigeria);
o Kerjasama PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dengan Amirco Commercial
Services (Global Textile) senilai USD 20 million (RI-Ethiopia, Madagaskar,
Mauritius, Somalia, Mesir);
o Letter of Intent kontrak pembangunan 2 unit kapal Offshore Patrol Vessel
(OPV) 60 meter PT. PAL Indonesia untuk Angkatan Laut Senegal senilai
USD 110 million (RI-Senegal);
o Framework Agreement fasilitas credit line antara Indonesia Eximbank
dengan African Eximbank secara resiprokal senilai USD 100 million (RI-
Mesir selaku Kanotr Pusat African Eximbank);
o Agreement fasilitas renegosiasi / pendiskontoan kembali surat kredit
(Letter of Credit) Standard Chartered Bank dengan Indonesia Eximbank
senilai USD 100 million (RI- Nigeria, Mesir, Afrika Selatan, Pantai Gading,
Mauritius, Uganda, Kenya, Ghana, Tanzania dan negara Afrika lainnya
dimana Standard Chartered Bank berada.);
o Agreement antara Indonesia Eximbank dengan CommerzBank senilai
USD 122,8 million (RI-Bank atau institusi keuangan di negara-negara
Afrika);
o Kontrak Ekspor-Impor PT. Perusahaan Perniagaan Internasional dengan
Madaranch Madagaskar senilai USD 3 million (RI-Madagaskar);
o PT WIKA, Indonesia Eximbank, dan Chief of Cabinet of Republik of Niger
senilai 26,7 million (RI-Niger);
o GMF AeroAsia, Max Air, dan Ethiopian Airlines senilai USD 3,1 million.
Pacific Exposition (11-14 Juli 2019)
116
Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue 2019 (20-21 Agustus 2019)
Indonesia-Africa Infrastructure Dialoge merupakan kegiatan lanjutan dari
Indonesia-Africa Forum pada tahun 2018, namun lebih berfokus pada inrastruktur.
Kegiatan dibuka oleh Menlu RI dan dihadiri oleh Presiden RI yang memberikan
Remark serta beberapa Menteri sebagai panelis. Rangkaian kegiatan yang
dilakukan adalah penandatanganan Business Deals, Remarks Presiden RI, Diskusi
Panel, Perundingan dan Peluncuran Preferential Trade Agreement (PTA), Business
Exhibition, dan Pertemuan Bilateral. Berikut adalah Business Deals seniali USD 822
million yang telah ditandatangani:
O Exploration Development Buzi Block EPCC senilai USD 83 million (RI-
Mozambique);
O Prospect Mining in Mozambique for Mineral Graphite and Rare Earth
Element senilai USD 25 million (RI-Mozambique);
O Frame Agreement on Design and Building of Presidential Palace Zone
3 senilai USD 10 million (RI-Niger);
O Business Agreement between Dexa Group and Bahari Pharmacy
senilai USD 1,5 million (RI-Tanzania);
O Framework Agreement on the Construction of Zanibar Bulk Liquid
Terminal Phase 1 and Expendable to the Construction of Container
Terminal senilai USD 190 million (RI-Zanibar,Tanzania);
O Development of the Production of Clove Leaf Oil and Perform Trading
senilai USD 2,5 million (RI-Zanibar,Tanzania);
O Distribution Agreement senilai USD 2,5 million (RI-Nigeria);
O MoU Bio Farma with Bahari Pharma and Biovaccine Nigeria senilai
USD 7,5 million (RI-Tanzania dan Nigeria);
O Framework Agreement on the Construction of La Tour De Goree in
Dakar, Senegal senilai 250 million (RI-Senegal);
O Framework Agreement on the Construction of 1500 unit Social Housing
in Songon and Expendable to the Contruction of 18.500 unit Social
Housing senilai USD 200 million (RI-Cote D’ivoire);
117
O Framework Agreement with Development Bank of the Central African
States/la Banque de Developmnet des Etats de I’Afrique Centrale
(BDEAC) senilai 50 million (RI-BDEAC).
5. Penyelesaian Proyek Kerja Sama Sub Regional
Capaian kerja sama sub regional Indonesia - Malaysia - Thailand Growth
Triangle (IMT-GT) dan kerja sama Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia -
Philippines (BIMP-EAGA), sebagai berikut:
• Pelaksanaan 39 proyek infrastruktur prioritas IMT-GT senilai 48 milyar USD:
o 11 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek);
o 28 proyek sedang berjalan;
• Pelaksanaan 69 proyek infrastruktur prioritas BIMP-EAGA senilai 23 milyar USD
o 16 proyek selesai (Indonesia: 5 proyek);
o 53 sedang berjalan;
• Penyelesaian proyek sektoral di Indonesia, antara lain:
o Revitalisasi penerbangan rute Manado-Davao by Garuda Indonesia;
o Pemanfaatan interkoneksi listrik Kalimantan Barat-Sarawak sebesar 215 MW;
o Reviu 5 Koridor Ekonomi IMT-GT dan Pembentukan Koridor ke-6.
Menko Perekonomian adalah Ketua Tim Koordinasi KESR (Indonesia-Malaysia-
Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-
Philippines (BIMP-EAGA). Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional sebagai Sekretariat Nasional.
6. Kerja Sama Proyek Joint Crediting Mechanism (JCM)
118
Gambar 4.1. Perkembangan Penerbitan Kredit Karbon (Penurunan Emisi)
Hingga Desember 2019 telah terdapat 22 metodologi dan 39 proyek di mana 20
proyek telah diregistrasi dan 12 di antaranya telah menerbitkan kredit karbon
(penurunan emisi) dengan total 56,254 ton Co2. Sedangkan total investasi yang
tercipta sebesar $128 juta (investasi swasta $78 juta dan subsidi pemerintah Jepang
$50 juta). Selain itu, sejumlah $10 juta juga telah dikeluarkan pemerintah Jepang
untuk membiayai 122 buah studi kelayakan.
C. Isu Strategis Tahun 2020-2024
Sesuai dengan sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024, yaitu
mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui
percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur
perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, maka kebijakan
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional dalam rangka mengemban
tugas dan fungsi untuk melaksanakan arah kebijakan pembangunan nasional maupun
program – program prioritas nasional adalah melalui strategi koordinasi dan sinkronisasi,
pengendalian, studi kebijakan/kajian/telaahan terkait kerja sama ekonomi internasional.
Strategi tersebut merupakan langkah-langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama
Ekonomi Internasional mendorong peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih
optimal baik dalam pelaksanaan program/kegiatan sektor maupun lintas sektor menjadi
lebih efektif dan efisien melalui rapat-rapat koordinasi dan diplomasi ekonomi pada
pertemuan-pertemuan internasional.
Salah satu upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional adalah
dengan meningkatkan dan memperkuat kerjasama ekonomi internasional secara lebih
luas. Peningkatan pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat
memberikan manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang kerjasama
ekonomi internasional. Untuk itu, fokus Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional dalam upaya menuju sasaran strategis pada tahun 2020-2024 ada 5 (lima)
yaitu;
1. Dukungan Pengembangan Ekspor ke Pasar Non Tradisional
Dukungan ini adalah dalam rangka memenuhi instruksi Presiden terkait upaya
perluasan akses pasar non-tradisional. Selain itu, seperti diketahui bersama, telah
119
terjadi defisit perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra sampai dengan
Agustus 2019 ditambah hambatan yang banyak dialami oleh produk-produk
unggulan Indonesia di pasar tradisional dewasa ini. Oleh karena itu, Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional merasa perlu agar dukungan
pengembangan ekspor ke pasar non-tradisional di Kawasan Amerika Selatan,
Pasifik, Asia Selatan, dan Afrika perlu ditingkatkan.
2. Penyelesaian Kasus Sengketa Perdagangan Bilateral dan Multilateral
Isu ini dirasa perlu untuk diangkat karena melihat kebijakan Indonesia dalam
hal impor maupun ekspor terkadang tidak sesuai dengan kepentingan negara mitra
dagang sehingga menemui kesulitan hingga sengketa dagang. Hal ini terangkum
pada beberapa sengketa perdagangan antara Indonesia dengan negara mitra pada
tahun 2020 sebagai berikut:
• DS 477/478 terkait impor hortikultura, hewan dan produk hewan yang digugat
oleh Selandia Baru dan Amerika Serikat di DSB WTO. Indonesia harus
merevisi empat Permen (dua Permentan dan dua Permendag) dan empat UU.
Untuk upaya fully comply, Kemenko Perekonomian ditunjuk sebagai Ketua
Tim Clearing House.
• DS 484 terkait impor ayam dan produk ayam yang digugat oleh Brasil di DSB
WTO. Indonesia diharuskan melakukan revisi Permentan dan Permendag.
Kemenko Perekonomian mengkoordinasikan rapat untuk
mengharmonisasikan amandemen atau pembentukan Permen dalam rangka
fully comply terhadap putusan DSB WTO dan Compliance Panel.
• Semenjak bergabung di WTO pada tahun 1995, hingga saat ini terdapat 70
sengketa dagang melibatkan Indonesia di WTO, dengan mayoritas kasus
terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs). Diperlukan mekanisme
perumusan NTMs yang tepat, tidak bertentangan dengan komitmen
internasional Indonesia, serta harmonis satu dengan yang lain.
• DS 592 merupakan gugatan Uni Eropa terhadap sejumlah kebijakan
Indonesia di bidang pertambangan mineral, dengan cakupan pembatasan
ekspor nikel; syarat pemrosesan di dalam negeri; kewajiban pemasaran
domestik; subsidi yang dilarang dan export licensing.
120
• DS 593 merupakan gugatan Indonesia terhadap Uni Eropa, yaitu terkait
regulasi Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation yang
mendiskriminasi produk biofuel berbasis sawit dari Indonesia.
Sengketa dagang yang timbul ini diharapkan dapat diselesaikan melalui
mekanisme forum multilateral (WTO) maupun bilateral. Oleh karena itu, sangat
dibutuhkan koordinasi yang kuat antar K/L untuk merumuskan suatu kebijakan yang
menguntungkan perekonomian nasional dengan tetap memperhatikan ketentuan
internasional.
3. Percepatan Penyelesaian Perundingan Perdagangan
Saat ini dunia sedang mengalami kekhawatiran akan datangnya ancaman
krisis ekonomi akibat dari perang dagang, kondisi politik luar negeri maupun hal-hal
penting lainnya. Oleh karena itu penting untuk dilakukannya upaya-upaya
peningkatan hubungan ekonomi perdagangan serta investasi melalui akselerasi
penyelesaian perundingan perdagangan bebas antara Indonesia dengan negara-
negara mitra.
4. Implementasi Joint Crediting Mechanism (JCM) Indonesia-Jepang
Untuk memenuhi komitmen internasional Indonesia terkait Paris Agreement,
yaitu penurunan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan
internasional, dibutuhkan sumber daya yang besar sehingga memerlukan
keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta. Namun, sektor
swasta sering terkendala dengan kapasitas teknologi dan modal.
Skema JCM Indonesia – Jepang (JCM IJ) memberi dukungan investasi,
peningkatan kapasitas dan transfer teknologi rendah karbon terkini yang terbukti
sangat diminati sektor swasta dan memberikan dampak positif antara lain berupa
replikasi teknologi di luar skema JCM IJ. Namun, perjanjian bilateral JCM dan
landasan hukum bagi implementasi JCM IJ meliputi, SK Menko untuk Tim Koordinasi
Perundingan Perdagangan Karbon Antarnegara (TKPPKA) dan SK Deputi VII untuk
anggota Komite Bersama dan Kepala Sekretariat JCM Indonesia, akan berakhir
sampai tahun 2019 sehingga perlu diperpanjang.
Saat ini terdapat 39 proyek JCM IJ di Indonesia dengan nilai investasi sebesar
128 juta USD. Mengingat manfaat JCM IJ, perlu terus di jajaki kerjasama bilateral
serupa dengan negara lain dalam rangka meningkatkan kapasitas teknologi dan
pembiayaan.
121
5. Kepemimpinan Indonesia di Forum Internasional
Pada KTT G20 Osaka, Indonesia mulai melakukan sounding terkait rencana
untuk mengajukan diri sebagai Presidensi G20 pada tahun 2023. Telah dilakukan
Rapat Koordinasi Terbatas Tingkat Eselon I ke-2 pada tanggal 26 Agustus 2019 yang
dikoordinasikan Deputi VII Kemenko Perekonomian, dengan melibatkan Sekretariat
Kabinet, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Keuangan.
Pada Tahun 2023 Indonesia akan menjadi ketua ASEAN hal ini sesuai dengan
amanat piagam ASEAN dimana disepakati pergiliran tuan rumah ASEAN bagi
negara anggota setiap tahunnya. Deputi 7 Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Penanggung jawab substansi pilar ekonomi ASEAN akan
berkontribusi dalam pelaksanaan keketuaan ASEAN 2023.
Kerja sama Ekonomi Sub Regional (BIMP-EAGA dan IMT-GT) merupakan
kerja sama yang melibatkan daerah dan sektor swasta. Masing-masing negara
anggota akan menjadi Keketuaan secara periodik bergilir yaitu 3 tahun untuk IMT-
GT dan 4 tahun untuk BIMP-EAGA. Indonesia akan menjadi Ketua IMT-GT pada
2020 dan 2023 sementara untuk BIMP-EAGA akan menjadi ketua pada 2021.
122
A. KESIMPULAN
Secara umum, capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi
Internasional (Deputi VII) selama tahun 2019 telah memenuhi target kinerja yang ditetapkan
dalam Kontrak Kinerja Deputi VII. Deputi VII mempunyai fungsi untuk melakukan
koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan kerja sama ekonomi internasional,
dalam melaksanakan kegiatannya tidak hanya tergantung dari kesiapan kementerian /
lembaga pemerintah dan swasta Indonesia namun juga sangat tergantung pada kegiatan
negara mitra kerja sama, oleh sebab itu rencana kegiatan yang disusun di awal tahun juga
perlu mempertimbangkan kesediaan negara mitra.
Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kerja sama ekonomi internasional antara
pemerintah pusat dan daerah juga perlu ditingkatkan, serta perbaikan regulasi yang
mendukung program-program penguatan dan peningkatan investasi dibidang-bidang
strategis. Selain itu, perlu ditingkatkannya kegiatan sosialisasi, agar stakeholder lebih
memahami dan dapat memanfaatkan peluang kerja sama internasional.
Peningkatan kerja sama dengan negara mitra akan berdampak pada peningkatan
indikator ekonomi seperti perdagangan dan investasi. Upaya Deputi VII untuk meningkatkan
indikator ekonomi dilakukan dengan mempererat kerja sama ekonomi dengan negara mitra
maupun dalam lingkup kerja sama bilateral, regional, sub regional dan multilateral, melalui
agreement, agreed minutes, MOU, joint statement yang dilakukan sesuai tahapan kerja
sama internasional yang berlaku umum. Dengan melaksanakan tahapan proses kerja sama
ekonomi yang telah dilakukan, dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan baik secara
mandiri maupun bersama-sama dengan kementerian/lembaga terkait, dalam bentuk rapat
BAB V PENUTUP
123
koordinasi antar kementerian/lembaga, sosialisasi, focus group dicussion (FGD) serta
monitoring dan evaluasi.
Dalam pelaksanaan seluruh kegiatan tersebut, Deputi VII senantiasa berupaya
meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja melalui upaya perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian serta evaluasi, sebagai bagian untuk mewujudkan reformasi birokrasi
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
B. RENCANA AKSI TINDAK LANJUT
Penetapan indikator kinerja merupakan salah satu perangkat dalam mencapai tujuan
dan sasaran strategis organisasi. Pencapaian kinerja merupakan perwujudan sinergi
seluruh bidang ke Deputi VII dan stakeholders terkait dalam menghadapi tantangan di tahun
2019. Namun demikian, upaya penyempurnaan dan perbaikan indikator kinerja akan terus
dilakukan melalui penetapan indikator kinerja yang lebih berkualitas. Untuk itu, beberapa
rencana aksi tindak lanjut perlu dilakukan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja
kedepannya, antara lain:
1. Meningkatkan peran dalam mengkoordinasikan penyusunan kebijakan terkait kerja
sama ekonomi internasional;
2. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap implementasi
kesepakatan kerja sama ekonomi internasional;
3. Meningkatkan kapasitas SDM dengan mengikutsertakan dalam diklat-diklat terkait
tugas dan fungsi Deputi VII, guna mendukung efektifitas kinerja pegawai;
4. Meningkatkan Kualitas Perencanaan hingga Pelaporan Kinerja Deputi Bidang
Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
Laporan Kinerja Deputi VII ini diharapkan dapat memberikan informasi atas capaian
kinerja dan dapat menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan capaian kinerja
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, khususnya Deputi Bidang Koordinasi
Kerja Sama Ekonomi Internasional yang akan berdampak positif dalam peningkatan daya
saing perekonomian Indonesia.
LAMPIRAN
A. Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi
Kerja Sama Ekonomi Internasional
B. Manual IKU Deputi Bidang Koordinasi Kerja
Sama Ekonomi Internasional
C. Narasi Capaian IKU Deputi Bidang Koordinasi
Kerja Sama Ekonomi Internasional
D. Jumlah Proyek JCM per 2019
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUI3LIK INDONESIA
DEPUTI BIDANG KOORDINASI KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019
NOMOR : PK - /DVII.M.EKON/2019
Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, dans par an dan akuntabel serta berorientasi pada basil, kaini yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Rizal Affandi Lukman
Jabatan : Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
selanjutnya disebut Pihak Pertama
Nama : Darmin Nasution
Jabatan : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku atasan Pihak Pertama, selanjutnya disebut Pihak Kedua.
Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab kami.
Pihak Kedua akan melakukan supervisi yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi terhadap capaian kinerja dari perjanjian ini dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi.
Jakarta, Januari 2019
Pihak Pertama,
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
Pihak Kedua,
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution Rizal Affandi Lukman
( K
rLAMPIRAN PERJANJIAN KINERJA TAIIUN 2019
DEPUTI BIDANG KOORDINASI KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL
No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target
Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian
Jumlah Paket Rekomendasi Basil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional.
1 Paket Rekomendasi
1
Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Bidang Perekonomian
Jumlah Paket Rekomendasi Basil Pengendalian Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional.
1 Paket Rekomendasi
2.
Program : Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
Kegiatan1. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Amerika dan Pasifik2. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Asia3. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah Rp4. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan5. Koordinasi Kebijakan Bidang Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional
Anggaran
RP 1.900.000.0002.200.000.0001.900.000.0001.900.000.0001.900.000.000
Rp
RpRp
9.800.000.000Sembilan Milyar Delapan Ratus Juta Rupiah
Rp
Jakarta, Januari2019
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional
Darmin Nasution Rizal Affandi Lukman
`
Definisi : Mengukur jumlah rekomendasi yang dihasilkan/disetujui/ditandatangani dalam pertemuan/perundingan internasional atau rapat koordinasi yang dilaksanakan oleh dan dengan stakeholder terkait
Satuan : Paket Rekomendasi
Teknik Menghitung : Rekomentasi = Jumlah rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi yang dilaksanakan (L) dalam pertemuan/perundingan internasional atau rapat koordinasi dikalikan 100%. Formula:
Sifat Data IKU : Maximize
Sumber Data : Asdep KSE Asia; Eropa, Afrika dan Timur Tengah; Amerika dan Pasifik; Regional & Sub Regional; Multilateral & Pembiayaan
Periode Data IKU : Semesteran
Definisi : Mengukur jumlah rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi terhadap hasil kerjasama ekonomi internasional
Satuan : Paket Rekomendasi
Teknik Menghitung
: Jumlah rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi terhadap hasil kerjasama ekonomi internasional yang dilaksanakan (R) dikalikan 100%. Formula:
Sifat Data IKU
: Maximize
Sumber Data : Asdep KSE Asia; Eropa, Afrika dan Timur Tengah; Amerika dan Pasifik; Regional & Sub Regional; Multilateral & Pembiayaan
Periode Data IKU
: Semesteran
Jumlah paket rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang kerja sama ekonomi internasional
Manual
Perhitungan
IKU Deputi VII 1
Jumlah paket rekomendasi hasil pengendalian kebijakan bidang kerja sama ekonoi internasional
Manual
Perhitungan
IKU Deputi VII 2
JCM Indonesia
Ref No.
Project Name Project Participant Third Party Entities
Registration Date
Sectoral Scope
Estimated Emission Reduction Average (tCO2)
ID001 Energy Saving for Air-Conditioning and Process Cooling by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller
Nippon Koei Co. Ltd. (Focal Point) Ebara Refrigeration Equipment & Systems Co., Ltd.
Lloyd’s Register Quality Assurance Limited
31 Oct 2014 Energy Demand 114
ID002 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Food Industry Cold Storage in Indonesia
PT. Adib Global Food Supplies PT. Mayekawa Indonesia
Japan Quality Assurance Organization
29 Mar 2015 Energy Demand 120
ID003 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Frozen Food Processing Plant in Indonesia
PT. Adib Global Food Supplies PT. Mayekawa Indonesia
Japan Quality Assurance Organization
29 Mar 2015 Energy Demand 21
ID004 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Karawang, West Java
Nippon Koei Co., Ltd. (Focal Point), Ebara Refrigeration Equipment & Systems Co., Ltd. PT. Nikawa Textile Industry
PT. Mutu Agung Lestari
24 Mar 2016 Energy Demand 176
ID005 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Batang, Central Java (Phase 2)
Nippon Koei Co., Ltd. (Focal Point), Ebara Refrigeration Equipment & Systems Co., Ltd. PT. Primatexco Indonesia
Lloyd’s Register Quality Assurance Limited
24 Mar 2016 Energy Demand 145
ID006 Installation of Inverter-type Air Conditioning System, LED Lighting and Separate Type Fridge Freezer Showcase to Grocery Stores in Republic of Indonesia
Lawson Inc., PT. MIDI UTAMA INDONESIA
Japan Quality Assurance Organization
3 June 2016 Energy Demand 115
ID008 Introducing double-bundle modular electric heat pumps at AXIA SOUTH CIKARANG Tower 2
Toyota Tsusho Corporation; PT. TTL Residences
Japan Quality Assurance Organization
10 Feb 2017 Energy Demand 166
ID009 Energy Saving for Air-Conditioning at
PT. PAKUWON JATI Tbk NTT
Japan Quality
04 Dec 2017 Energy Demand 325
Ref No.
Project Name Project Participant Third Party Entities
Registration Date
Sectoral Scope
Estimated Emission Reduction Average (tCO2)
Shopping Mall with High Efficiency Centrifugal Chiller
FACILITIES, INC Assurance Organization
ID011 Reduction of Energy Consumption by Introducing an Energy-Efficient Waste Paper Processing System into a Packaging Paper Factory
PT FAJAR SURYA WISESA Tbk KANEMATSU CORPORATION
Japan Quality Assurance Organization
22 Dec 17 Manufacturing Industries Energy Demand
17,822
ID012 GHG emission reductions through utility facility operation optimization system for refineries in the Republic of Indonesia
PT. PERTAMINA (PERSERO) Azbil Corporation
Japan Quality Assurance Organization
10 Jul 18 Energy Demand 20,000
ID013 Power generation by waste heat recovery in the PT Semen Indonesia (Persero) Tbk factory in Tuban
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk JFE Engineering Corporation
Japan Quality Assurance Organization
10 Jul 18 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)
149,063
ID014 Energy saving by optimum operation at an oil refinery
PT. PERTAMINA (PERSERO) Yokogawa Electric Corporation
Japan Quality Assurance Organization
10 Jul 18 Energy Demand 1,275
ID015 Reducing GHG emission at textile factories by upgrading to air-saving loom
PT Indonesia Synthetic Textile Milles (ISTEM),
PT Easterntex, PT Century Textile Industry Tbk (CENTEX)
PT Mutu Agung Lestari
24 Aug 2018 Energy Demand 742
ID016 Installation of Tribrid System to mobile communication’s Base Transceiver Stations in the Republic of Indonesia
PT XL Axiata Tbk. KDDI Corporation
Japan Quality Assurance Organization
10 Jul 18 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)
363
ID017 Introduction of 0.5MW Solar Power System to Aroma and Food Ingredients Factory
PT. Indesso Aroma Next Energy and Resources Co., Ltd.
Lloyd’s Register Quality Assurance Limited
07 Mar 19 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)
417
ID018 1.6MW Solar PV Power Plant Project in Jakabaring Sport City
Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Sharp Energy Solutions Corporation
Japan Quality Assurance Organization
07 Mar 19 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)
917
ID019 Installation of gas engine cogeneration system to supply electricity and heat to the vehicle
PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia Toyota Tsusho Corporation
Japan Quality Assurance Organization
09 May 19 Energy Industries (renewable/non-renewable sources)
21,793
Ref No.
Project Name Project Participant Third Party Entities
Registration Date
Sectoral Scope
Estimated Emission Reduction Average (tCO2)
manufacturing factory of PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
ID020 Introduction to High-Efficiency Looms in Weaving Mills
PT Nikawa Textile Industry Nisshinbo Textile Inc.
Japan Quality Assurance Organization
03 Sep 19 Energy Demand 376
ID021 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Film Factory
PT MC Pet Film Indonesia Mitsubishi Chemical Corporation, Nippon Koei Co., Ltd.
Lloyd’s Register Quality Assurance Limited
31 Oct 19 Energy Demand 816
ID022 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Golf Ball Factory
PT Sumi Rubber Indonesia Sumitomo Rubber Industries, Ltd.; Nippon Koei Co., Ltd.
Lloyd’s Register Quality Assurance Limited
03 Sep 19 Energy Demand 131