EFFEK PENGGUNAAN UKURAN KINERJA KEUANGAN DAN NON KEUANGAN DALAM EVALUASI KINERJA TERHADAP KEJELASAN...
Transcript of EFFEK PENGGUNAAN UKURAN KINERJA KEUANGAN DAN NON KEUANGAN DALAM EVALUASI KINERJA TERHADAP KEJELASAN...
EFFEK PENGGUNAAN UKURAN KINERJA KEUANGAN DAN NON KEUANGAN DALAM
EVALUASI KINERJA TERHADAP KEJELASAN PERAN, KONFLIK PERAN ,
KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL
(Studi pada Bank di Pekanbaru-Riau)
Amris Rusli Tanjung
Yesi Mutia Basri
Nur Azlina
Universitas Riau
Abstract
This study examines relationship financial and nonfinancialperformance on manager behavioral (role conflict,role clarity,procedural fairness and managerial performance), and examinesmediated role conflict,role clarity, procedural fairness onrelationship financial and nonfinancial measure on managerialperformance. This study provides insights into prior studies'findings by distinguishing those effects arising fromnonfinancial measures from those arising from financial measures.Based on a sample of 67 managers in Bank, the results indicatethat nonfinancial measures, by themselves, significantlyinfluence on role conflict,role clarity, procedural fairness andmanagerial performance but financial performace significant onprocedural fairness In this research role conflict, role clarityand procedural fairness not mediated relation financial and nonfinancial performance on managerial performance.
Key word : Financial performance. Nonfinancial performance, roleconflict,role claity,procedural fairness and managerialperformance
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan ukuran kinerja dalam evaluasi kinerja merupakan
hal yang penting bagi karyawan. Mereka akan peduli dengan apa
kinerja mereka diukur dan bagaimana cara mengukur kinerja
tersebut. Penilaian kinerja tidak hanya berhubungan dengan
kompensasi , penghargaan, dan promosi, penilaian tersebut juga
merupakan cerminan dari keberhasilan atau kegagalan (Kaplan dan
Atkinson,1998; Horngren et al,2002).
Banker et al. (2004) menyatakan bahwa manajer senior dapat
membuat apa yang mereka inginkan dalam jangka panjang
dibandingkan jangka pendek dengan berorientasi pada keuntungan.
Pilihan bijaksana untuk menetapkan pengukuran kinerja adalah
dengan menentukan kriteria keuangan . Oleh karena itu, proses
evaluasi terutama kriteria evaluasi yang digunakan, cenderung
memiliki dampak yang signifikan terhadap sikap karyawan, terhadap
organisasi mereka dan pekerjaan mereka. Organisasi pada umumnya
mengakui bahwa keberhasilan jangka panjang organisasi tergantung
pada tindakan individu (Otley 1978; Schiemann dan Lingle 1999),
2
Penelitian mengenai pengaruh sistem pengukuran kinerja
terhadap perilaku individu telah diteliti oleh beberapa peneliti
pada dekade terkhir (misalnya, Burney dan Widener,2007 ; Hall,
2008,2012, Hartman dan Sclapnipar, 2009,2012 ; Lau dan Sholihin,
2005, 2008, 2011). Namun beberapa literatur menunjukkan ketidak
konsistenan hasil penelitian mengenai pengaruh sistem pengukuran
kinerja terhadap perilaku individu (Burney dan Widener 2007).
Para peneliti telah menyarankan bahwa efek sistem pengukuran
terhadap kinerja manajerial cenderung tidak langsung melalui
variabel intervening. Hartman dan Sclapnipar (2009) meneliti
bagaimana sistem pengukuran kinerja formal mempengaruhi
kepercayaan individu dimediasi oleh keadilan procedural. Hasil
penelitian Hartman dan Sclapnipar (2012) juga menunjukkan bahwa
karakteristik evaluasi kinerja yang berkaitan dengan persepsi
keadilan efeknya tergantung pada tingkat ketidakpastian tugas dan
toleransi untuk ambiguitas. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pengukuran kinerja non keuangan dan keuangan berpengaruh
terhadap kepuasan kerja melalui keadilan prosedural dan
kepercayaan (Lau dan Sholihin, 2005). Pengukuran kinerja non
3
keuangan juga mempengaruhi komitmen organisasi. (Solihin dan
Pike, 2010) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika kinerja
karyawan dinilai secara wajar (fair) dengan adanya keperacayaan
pada atasan dan komitmen organisasi maka akan meningkatkan
kepuasan kerja mereka. Selanjutnya komitmen organisasi dapat
meningkatkan kepuasan kerja (Lau dan Solihin ,2005 ; Lau et
al ,2008 ; Solihin dan Pike, 2009).
Burney dan Widener (2007) menemukan bahwa sistem pengukuran
kinerja strategis berhubungan dengan ketidak jelasan peran
(role ambiguity) dan konflik peran . Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa semakin jelas informasi yang relevan diterima
oleh karyawan maka menurunkan ketidakjelasan peran dan konflik
peran. Kinerja karyawan akan meningkat jika ambiguitas peran
rendah. Hall (2008) juga menemukan bahwa sistem pengukuran
kinerja komprehensif secara signifikan berhubungan dengan
kejelasan sasaran yang merupakan dimensi kejelasan peran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa efek sistem pengukuran kinerja
terhadap kinerja manajerial adalah tidak langsung melalui
kejelasan peran.
4
Lau (2011) menggunakan pengukuran kinerja keuangan dan non
keuangan terhadap kinerja manajerial dengan menggunakan
kejelasan peran sebagai variabel intervening. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kejelasan peran berpengaruh terhadap hubungan
pengukuran kinerja Keuangan dan non Keuangan. Hasil penelitiannya
juga menunjukkan bahwa efek pengukuran kinerja nonkeuangan lebih
kuat dibandingkan dengan keuangan.
Penelitian ini menguji pengaruh pengukuran kinerja keuangan
dan non keuangan terhadap perilaku individu yang didasarkan pada
penelitian Lau (2011). Namun dalam penelitian Lau (2011) hanya
menjelaskan efek kejelasan peran sebagai variabel mediasi.
Penelitian ini juga menguji bagaimana pengaruh pengukuran
kinerja keuangan dan non keuangan terhadap ketidak jelasan peran
dimediasi oleh dan konflik peran, kejelasan peran dan keadilan
prosedural. Burney dan Widener (2007) menggunakan ketidakjelasan
peran dan konflik peran dalam hubungan pengukuran kinerja
strategis dengan kinerja manajerial. Tetapi penelitian Burney dan
Widener (2007) tidak membedakan pengukuran kinerja keuangan dan
non keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin
5
menguji bagaimana hubungan pengukuran kinerja keuangan dan non
keuangan dengan konflik peran, kejelasan peran,keadilan
prosedural dan kinerja manajerial.
II. KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
2.1. Hubungan Pengukuran Kinerja keuangan dan Nonkeuangan dengan
Konflik Peran
Konflik peran timbul ketika manajer tidak mampu memenuhi
harapan dari tuntan pekerjaan mereka yang tidak kompatibel (Rizzo
et al, 1970). Misalnya manajer dapat menerima permintaan untuk
meningkatkan kualitas tetapi mengakibatkan biaya produk yang
lebih tinggi, sementara departemen keuangan mengatakan kepada
manajer untuk menggunakan cara apapun yang untuk mengurangi
biaya. Dalam situasi tersebut akan menyebabkan terjadinya.
Kaplan dan Norton (1996, 2001) menyatakan bahwa sistem
pengukuran kinerja terkait dengan strategi menciptakan pemahaman
bersama, dan eksekutif kemudian dapat menyelaraskan tindakan
individu dengan pemahaman bersama. Oleh karena itu alat ukur
kinerja yang digunakan harus dapat mengurangi tuntutan yang
6
bertentangan dari atasan, dengan kata lain manajer tidak harus
dihadapkan pada pilihan yang bertentangan. Pengaruh konflik
peran dalam pengukuran kinerja telah diteliti oleh Burney dan
Widener (2007) yang menggunakan sistem pengukuran kinerja
strategis. Hasil penelitiannya menunjukkan jika komunikasi
atasan dan bawahan jelas dalam pengukuran kinerja, maka konflik
peran akan menurun.
Ittner et al. (2003) menyatakan sistem pengukuran kinerja
diharapkan dapat meningkatkan komunikasi yang diperlukan untuk
mencapai strategi yang dipilih, memotivasi kinerja untuk
mencapai tujuan dan memberikan umpan balik . Dengan demikian
sistem pengukuran kinerja dapat mengurangi konflik peran
karyawanan (Robbins, 2003). Rizzo et al. (1970) memberikan
empiris bukti bahwa formalisasi tujuan dikaitkan dengan penurunan
konflik peran. Dengan demikian maka dihipotesiskan :
H1a: Penggunaan ukuran kinerja keuangan dalam evaluasi kinerja
berhubungan negatif dengan konflik peran.
H1b: Penggunaan ukuran kinerja nonkeuangan dalam evaluasi kinerja
berhubungan negatif dengan konflik peran.
7
2.2 Hubungan Pengukuran Kinerja Keuangan dan Nonkeuangan dengan
Kejelasan Peran
Ukuran kinerja dapat mempengaruhi kejelasan peran melalui
dua proses yang berbeda. Proses pertama adalah tergantung pada
kepentingan senior manajer pada ukuran kinerja (terlepas dari
apakah tindakan tersebut finansial atau nonfinansial) untuk
mengevaluasi kinerja bawahan . Kedua proses tergantung pada tipe
ukuran yang digunakan apakah Keuangan atau non Keuangan. Ukuran
kinerja memperjelas proses evaluasi kinerja dan membiarkan
karyawan tahu bagaimana mereka akan dievaluasi ( Lau, 2011)
Alat ukur kinerja yang digunakan merupakan sarana untuk
mengkomunikasikan rencana dan strategi kepada karyawan (Kaplan &
Norton, 1996). Melalui ukuran kinerja, karyawan akan menyadari
apa peran mereka dan tanggung jawab yang diharapkan atasan dari
karyawan. Karyawan mengetahui apa yang harus dicapai dari rencana
dan strategi yang telah diadopsi. Karyawan harus mengarahkan
perhatian mereka, waktu dan usaha ( Lau,2011). Rizzo et al (1970)
menyatakan bahwa ketidakjelasan peran ditentukan karena
keterbatasan dari keberadaan atau kejelasan persyaratan
8
perilaku, seringkali dalam hal masukan dari lingkungan yang akan
berfungsi untuk memandu perilaku, dan memberikan pengetahuan
bahwa perilaku yang tepat. Kahn et al (1964) juga menunjukkan
bahwa tidak mengetahui atau tidak memahami bagaimana individu
dievaluasi dan ketidakpastian tentang cara atasan mengevaluasi
kinerja bawahan merupakan sumber dari ambiguitas peran
(ketidakjelasan) untuk bawahan. Oleh karena itu, jika bawahan
menyadari kinerja mereka diukur oleh atasannya maka kejelasan
peran akan meninkat.
Lau (2011) meneliti pengaruh pengukuran kinerja keuangan dan
non keuangan terhadap kejelasan peran. Efek tingkat kepentingan
atasan melampirkan ukuran kinerja pada kejelasan peran yaitu
kejelasan peran cenderung lebih tinggi jika atasan melampirkan
tinggi pentingnya tindakan nonfinansial dibandingkan dalam
situasi ketika atasan mementingkan rendah untuk ukuran
nonfinansial. Oleh karena itu, kejelasan peran kemungkinan akan
berhubungan positif dengan tingkat kepentingan yang melekat pada
tindakan nonfinansial dalam evaluasi kinerja karyawan .
Kejelasan peran akan lebih tinggi bila kepentingan tinggi dan
9
kejelasan peran cenderung lebih tinggi jika atasan melampirkan
kepentingan yang tinggi dalam pengukuran kinerja.
Locke dan Latham (1991) menyatakan bahwa pengaturan tujuan
diasumsikan untuk meningkatkan kejelasan peran dan harmoni.
Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Lau (2011) yang
menemukan bahwa ukuran nonkeuangan berhubungan positif dengan
kejelasan peran. Berdasarkan hal diatas maka dihipotesiskan :
H2a. Penggunaan ukuran kinerja keuangan dalam evaluasi kinerja
berhubungan positif dengan kejelasan peran
H2b. Penggunaan ukuran kinerja nonkeuangan dalam evaluasi
kinerja berhubungan positif dengan kejelasan peran
2.3. Hubungan Pengukuran Kinerja Keuangan dan Nonkeuangan dengan
Keadilan prosedural
Keadilan prosedural menurut Thibaut dan Walker (1975)
merujuk pada konsekuensi psyehological sosial variasi
prosedural, dengan penekanan khusus pada efek prosedural pada
keadilan dalam penilaian . Studi Thibaut dan Walker (1975)
berfokus pada pengendalian proses dan hasil sebagai variabel
kunci yang mempengaruhi keadilan prosedural.10
Mereka menemukan bahwa: (1) persepsi terhadap keadilan
prosedural menghasilkan peningkatan kepuasan , (2) prosedur yang
adil adalah penentu terpenting preferensi, dan (3) kontrol proses
yang tinggi menyebabkan tingginya penilaian keadilan prosedural.
Berdasarkan temuan ini, Thibaut dan Walker (1978) mengembangkan
teori menganjurkan bahwa untuk sengketa yang melibatkan konflik
kepentingan yang kuat, prosedur yang adil sesuai dengan
masyarakat harus digunakan, bukan kriteria obyektif dari
keadilan.
Persepsi keadilan dari proses evaluasi kinerja yaitu
keadilan yang dirasakan dari semua aspek proses organisasi dan
prosedur yang digunakan oleh atasan untuk mengevaluasi kinerja
bawahan mereka, berkomunikasi, umpan balik kinerja dan menentukan
penghargaan mereka seperti promosi dan kenaikan gaji (Lind dan
Tyler, 1988; McFarlin dan Sweeney, 1992).
Penerapan ukuran kinerja dapat dirasakan oleh bawahan
sebagai sesuatu yang adil. Ukuran kinerja lebih luas dan
bervariasi. Berbagai ukuran tersedia sesuai dengan lingkungan
operasi bawahan. Bawahan akan melihat langkah-langkah dalam
11
evaluasi lebih bermakna dan relevan. Tindakan evaluasi kinerja
dengan ukuran non finansial dan finansial memandang lingkup
kinerja bawahan lebih luas yang memungkinkan dimensi yang
berbeda dari prestasi bawahan. Hasil penelitian Lau dan Sholihin
(2005 ) dan Sholihin dan Pike (2010) menunjukkan pengukuran
kinerja keuangan dan non keuangan behubungan dengan keadilan
dalam evaluasi kinerja. Berdasarkan hal diatas maka
dihipotesiskan :
H3a : Penggunaan ukuran kinerja keuangan dalam evaluasi kinerja
berhubungan positif dengan keadilan prosedural
H3a : Penggunaan ukuran kinerja non keuangan dalam evaluasi
kinerja berhubungan positif dengan keadilan prosedural
2.4. Hubungan Konflik Peran dengan Kinerja Manajerial
Konflik peran adalah suatu konflik yang timbul karena
mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan
norma, aturan, etika dan kemandirian profesional. Kondisi
tersebut biasanya terjadi karena adanya dua perintah yang berbeda
yang diterima secara berbarengan dan pelaksanaan salah satu
perintah saja akan mengakibatkan terabainya perintah yang lain.
12
Penelitian mengenai pengaruh konflik peran telah diteliti
oleh beberapa peneliti seperti Fischer (2001) dan Robbins (2002)
yang meneliti konflik peran yang terjadi pada auditor. Konflik
peran dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan bisa
menurunkan motivasi kerja karena mempunyai dampak negatif
terhadap perilaku individu, seperti timbulnya ketegangan kerja,
banyaknya terjadi perpindahan pekerja, penurunan kepuasan kerja
sehingga bisa menurunkan kinerja.
Dalam pengukuran kinerja peran harus didefinisikan secara
tepat untuk mana bawahan untuk meminta pertanggungjawaban. Dengan
informasi ini, atasan bisa mendelegasikan tugas, memberi petunjuk
dan bimbingan, dan mengatur, memantau, dan mengukur kinerja
terhadap ekspektasi (Rizzo et al, 1970). Jika peran tidak
didefinisikan secara tegas dan manajer dihadapkan dengan konflik
peran , penurunan kinerja akan menghasilkan ketidakefisienan,
salah arah, atau tidak cukup (Jackson dan Schuler 1985, 43).
Secara konseptual, hubungan antara hasil dan konflik peran
berdasarkan kesatuan komando, yang menyatakan bahwa individu
harus memiliki hanya satu individu kepada siapa mereka
13
bertanggung jawab (Rizzo et al. 1970). Rantai komando salah satu
prinsip-prinsip dasar teori organisasi, mengikuti dari kesatuan
komando (Rizzo et al. 1970). Sebuah rantai komando mengurangi
ketidakpastian mengenai harapan, mengurangi game pada bagian dari
individu, dan memastikan pelaporan yang konsisten dan evaluasi
(Rizzo et al. 1970). Dengan penurunan konflik peran, manajer
tidak dihadapkan dengan situasi di mana mereka dihadapkan pada
tujuan yang berbeda (Jackson dan Schuler 1985), sehingga manajer
dapat fokus pada tugas yang jelas. Berdasarkan uraian diatas maka
dihipotesiskan :
H4 : Konflik peran berhubungan negatif dengan kinerja manajerial
2.5. Hubungan Kejelasan Peran dengan Kinerja Manajerial
Klarifikasi peran karyawan dalam organisasi melalui
penggunaan ukuran kinerja dapat menyebabkan peningkatan kinerja
manajerial. Literatur menunjukkan kejelasan peran bernilai
karena efeknya dalam meningkatkan harmoni dan mengurangi konflik,
kecemasan dan stres di tempat kerja (misalnya, Bedeian dan
Armenakis, 1981; Jackson dan Schuler, 1985). Locke dan Latham
(1991) menyatakan bahwa kejelasan peran identik dengan harmoni.14
Sebaliknya, ketidakjelasan peran cenderung menciptakan konflik
dan kelelahan emosional ketika ambiguitas peran yang sangat
kronis ada di lingkungan kerja. Efek potensial dari ambiguitas
peran secara individu dapat meningkatkan stres emosional,
kecemasan, ketidakpuasan, dan akhirnya berpengaruh terhadap
prestasi kerja (Senatra, 1980). Ambiguitas peran juga berdampak
terhadap organisasi. Lingkungan kerja yang sangat menegangkan
dapat menyebabkan kepercayaan menjadi rendah dan emosi negatif
terhadap seluruh organisasi. Hal ini dapat meningkatkan absensi
karyawan dan omset, dan menurunkan komitmen karyawan dan
menurunkan kinerja (Jackson & Schuler, 1985). Ambiguitas peran
dapat menghalangi kinerja karena karyawan tidak mampu
melanjutkan tugas mereka untuk pencapaian strategi secara
efektif karena kurangnya jelasnya tujuan dan kebingungan atas apa
yang diharapkan (Jackson & Schuler, 1985). Meningkatnya kejelasan
peran karyawan akan meminimalkan disfungsional konsekuensi
sehingga akan meningkatkan kinerja.
Hall (2008) menemukan hubungan positif antara kejelasan
tujuan dan kinerja manajerial-ukuran yang termasuk pengawasan,
15
evaluasi, dan perencanaan. Hasil penelitian Lau (2011) juga
menunjukkan bahwa kejelasan peran berhubungan langsung dengan
kinerja manajerial. Berdasarkan uraian diatas maka dihipotesiskan
:
H5. Kejelasan peran berhubungan positif dengan kinerja
manajerial
2.6 Hubungan Keadilan Prosedural dengan Kinerja Manajerial
Penelitian mengenai keadilan prosedural berada dalam
konteks akuntansi, hukum, politik, organisasi dan manajemen
menunjukkan bahwa keadilan prosedural kemungkinan akan
mempengaruhi sikap dan perilaku orang (misalnya Alexander dan
Ruderman, 1987). Tang dan Sarfield-Baldwin (1996) menyatakan
bahwa jika manajer dapat menerapkan aturan secara adil dan
konsisten kepada seluruh karyawan dan memberi upah pada mereka
berdasarkan kinerja dan prestasi tanpa prasangka pribadi, maka
karyawan akan memiliki persepsi positif terhadap keadilan
prosedural, sehingga kepuasan, komitmen dan keterlibatan lebih
tinggi. Hopwood (1972) juga menyarankan bahwa proses evaluasi
kinerja yang dilihat tidak adil oleh bawahan akan menjadi sumber
16
konflik, ketegangan dan kecemasan. Kaplan dan Atkinson (1998)
mencatat bahwa ada pertimbangan perilaku penting dimana sistem
pengukuran kinerja harus mencerminkan aspek utama yaitu sistem
yang adil. Dengan demikian apabila karyawan merasa proses
evaluasi kinerja mereka dirasakan adil maka mereka akan
termotivasi untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Sebaliknya
jika karyawan merasa proses evaluasi kinerja mereka tidak adil
maka akan menurunkan kinerja mereka. Berdasarkan uraian diatas
maka dihipotesiskan :
H6 : Keadilan prosedural dalam evaluasi kinerja berhubungan
positif dengan kinerja
2.7 Mediasi Konflik Peran
Konflik peran dalam pengukuran kinerja dapat terjadi apa
ukuran kinerja yang digunakan tidak jelas. Konflik peran dapat
menimbulkan situasi yang tidak nyaman dalam bekerja dan
menurunkan motivasi serta dapat menurunkan kinerja. Fried(2008)
menyatakn pengaruh konflik peran sering terjadi pada level
kinerja yang lebih rendah. Walaupun dalam penelitian Burney dan
Widener (2007) tidak menguji efek mediasi konflik peran terhadap
17
hubungan pengukuran kinerja dengan kinerja manajerial, dalam
penelitian ini diusulkan mediasi konflik peran dalam hubungan
pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan dengan kinerja
manajerial. Pengujian ini didasarkan pada hipotesis 1a dan 1b
dan hipotesis 4. Berdasarkan uraian diatas maka dihipotesiskan :
H7a : Pengukuran kinerja keuangan berhubungan tidak langsung
dengan kinerja manajerial melalui konflik peran
H7b : Pengukuran kinerja non keuangan berhubungan tidak langsung
dengan kinerja manajerial melalui konflik peran
2.8 Mediasi Kejelasan Peran
Baron and Kenny (1986) menyatakan bahwa mediasi ditunjukkan
apabila variabel indipenden signifikan mempengaruhi variabel
mediasi dan variabel mediasi mempengaruhi variabel dependen.
Hubungan antara pengukuran kinerja nonkeuangan secara tidak
langsung melalui konflik peran dan kejelasan peran (Baron &
Kenny, 1986). Lau (2011) menemukan bahwa hubungan pengukuran
kinerja terhadap kinerja manajerial secara tidak langsung melalui
18
kejelasan peran. Kriteria alat ukur kinerja yang digunakan dalam
pengukuran kinerja meningkatkan kejelasan sasaran yang akan
dicapai sehingga dapat meningkatkan motivasi karyawan untuk
mencapai kinerja yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut
dihipotesiskan :.
H8a : Pengukuran kinerja keuangan berhubungan tidak langsung
dengan kinerja manajerial melalui kejelasan peran
H8b : Pengukuran kinerja non keuangan berhubungan tidak langsung
dengan kinerja manajerial melalui kejelasan peran
2.9 Mediasi Keadilan Prosedural
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa persepsi
keadilan dari proses evaluasi kinerja yaitu keadilan yang
dirasakan dari semua aspek proses organisasi dan prosedur yang
digunakan oleh atasan untuk mengevaluasi kinerja bawahan mereka,
berkomunikasi, umpan balik kinerja dan menentukan penghargaan
mereka seperti promosi dan kenaikan gaji (Lind dan Tyler, 1988;
McFarlin dan Sweeney, 1992).
Apabila individu dalam organisasi memiliki persepsi yang
baik terhadap keadilan dalam penentuan kriteria ukuran kinerja
19
maka dapat meningkatkan motivasi mereka untuk mencapai kinerja
yang lebih baik. Sebaliknya jika peresepsi mereka jelek terhadap
ukuran kinerja dan merasa tidak adil maka akan mempengaruhi
perilaku mereka.
Magner et al. (1995) menyatakan bahwa salah satu penyebab
sikap kebencian disebabkan sikap negatif terhadap pengambil
keputusan yang dapat diidentifikasi dengan hasil yang buruk dan
prosedur yang tidak adil. Hasil penelitian Lau dan Sholihin
(2005), Lau dan Wong (2008) menunjukkan bahwa adanya keadilan
dalam prosedur evaluasi kinerja dapat meningkatkan kepuasan kerja
bawahan. Karena itu, baik pembenaran teoritis dan bukti empiris
yang menunjukkan bahwa seperti tindakan nonfinansial dapat
mempengaruhi keadilan prosedural dan meningkatkan kinerja.
Berdasarkan hal tersebut maka dihipotesiskan
H 9a : Pengukuran kinerja keuangan berhubungan tidak langsung
dengan kinerja manajerial melalui keadilan prosedural
H9b : Pengukuran kinerja non keuangan berhubungan tidak langsung
dengan kinerja manajerial melalui keadilan prosedural
2.10 Model Penelitian
20
Model penelitian dapat dilihat pada gambar 2.1
III. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Bank yang berlokasi
di Kota Pekanbaru. Data mengenai jumlah Bank diperoleh dari UPT
media center Provinsi Riau. Dari sumber yang diperoleh terdapat
46 Bank yang berada di pekanbaru. Sedangkan Sampel dalam
penelitian ini adalah pimpinan Bank yang tergolong pada lower dan
middle manajer. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling method)
dengan adanya kriteria sampel yang harus dipenuhi. Penentuan
kriteria tersebut dengan pertimbangan bahwa manajer atau kepala
bagian setingkat manajer yang bekerja pada perusahaan perbankan
yang berada di pekanbaru.
3.2. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengantarkan langsung
kuisioner ke Bank yang menjadi obyek penelitian dengan menujukan21
kuisioner ke responden yang menjadi sasaran penelitian. Jika
dimungkinkan peneliti melakukan wawancara dengan pihak perusahaan
sehingga meyakinkan pihak perusahaan tentang keseriusan
penelitian ini. Setiap Bank disebarkan sebanyak 3-5 eksemplar
kuisioner. Total kuisioner yang disebarkan adalah sebayak 160
eksemplar kuisioner.
3. 3 Pengukuran Variabel
Pengukuran kinerja Keuangan dan Non Keuangan
Pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan menggunakan
ukuran terdiri dari 3 item mengukur kinerja keuangan dan 13
item pertanyaan yang berasal dari pengukuran non keuangan yang
diadopsi dari Kaplan dan Norton (1992) . Setiap pertanyaan diukur
dengan menggunakan skala likert 5 poin yang menunjukkan seberapa
sering pengukuran kinerja yang digunakan dalam mengevaluasi
kinerja yang terdiri 4 perspektif kinerja dari Balancedscorecard
yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Poin 1= Tidak Pernah sampai dengan 5= Sangat Sering
Konflik Peran
22
Merupakan gejala prikologis yang dialami oleh anggota organisasi
yang menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Untuk
mengukur konflik peran digunakan kuisioner yang dikembangkan oleh
Rizzo et al (1970) yang menggunakan 10 item pertanyaan yang
diukur dengan skala likert 5 poin dengan rangking 1= sangat
salah sampai dengan 5= sangat benar
Kejelasan peran
Kejelasan peran diukur dengan instrument yang dikembangkan oleh
Rizzo et al (1970) yang terdiri dari 4 item pertanyaan. Variabel
diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin yang dengan
rangking 1= sangat salah sampai dengan 5= sangat benar. Responden
diminta menilai tentang kejelasan cara melakukan pekerjaan,
kejelasan informasi, kebijakan yang jelas, kejelasan bagaimana
melaksanakan pekerjaan.
Keadilan Prosedural
Variabel ini digunakan untuk menaksir respon keadilan prosedural
yang meliputi konsisten, akurasi, koreksi, bias, dan informasi
dengan menggunakan skala 5 poin dimana skala 1 menunjukkan sangat
23
tidak adil dan 5 menunjukkan sangat adil. Variabel ini terdiri
dari 6 pertanyaan yang diadopsi dari Tang,Li Ping (1996) .
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menggunakan 5 item pertanyaan yang diukur dengan
menggunakan skala likert 5 pin yaitu poin 1 = sangat tidak setuju
sampai dengan 5= sangat setuju. Indikator kepuasan kerja yang
digunakan adalah tingkat kesukaan terhadap pekerjaan,antusiasme
dan kenyamanan dan kepuasan terhadap pekerjaan. Kuisioner
dikembangkam oleh Campbel (1998)
Kinerja Manajerial
Kinerja manajerial menurut Mahoney et al (1963) dalam Hall (2004)
adalah suatu kecakapan manajer dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan manajerial antara perencanaan, investigasi, koordinasi,
supervisi, pengaturan staf, negosiasi dan representasi. Variabel
ini diukur dengan menggunakan kuisioner, manajer diminta menilai
sendiri kinerjanya yang dikembangkan oleh Mahoney (1963 ).
Instrumen ini menggunakan delapan pertanyaan dengan cara memilih
salah satu nilai pada skala Likert, dimana skala 1-2 rendah,
skala 3 menunjukkan rata-rata, dan skala 4-5 tinggi.
24
3.4 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan
Partial Least Square (PLS). PLS adalah model persamaan
Structural Equation Model (SEM) yang berbasis komponen atau
varian. Menurut Ghozali (2006), PLS merupakan pendekatan
alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian
menjadi berbasis varian.
SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas atau
teori sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS
merupakan metode analisis yang powerfull (Ghozali, 2006), karena
tidak didasarkan pada banyak asumsi.Misalnya, data harus
terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi teori.
PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan
antar variabel laten. Variabel laten adalah variabel yang tidak
bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator
(variable manifest/ variable observed ) sebagai proksi. Dalam PLS
variabel independen sering disebut juga variabel eksogen,
sedangkan variable dependen dapat disebut juga variabel endogen.
25
PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan
indikator refleksif dan formatif. Dalam penelitian ini
menggunakan indikator reflektif karena variabel laten
mempengaruhi indikatornya (Ghozali, 2006).
Tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk tujuan prediksi.
Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear
agregat dari indikator indikatornya. Weight estimate untuk
menciptakan komponen skor variable laten didapat berdasarkan
bagaimana inner model (model struktural yang menghubungkan antar
variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan
antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi Ghozali
(2006).
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat
dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang
digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua,
mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan
variabel laten dan antar variabel laten dan indikatornya
(loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi parameter
(nilai konstantaregresi) untuk indikator dan variabel laten.26
Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses
iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan
estimasi. Tahap pertama, menghasilkan weight estimate , tahap kedua
menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan
tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (Ghozali, 2006).
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Responden
Jumlah kuisioner yang disebar adalah sebanyak 160 eksempar.
JUmlah kuisioner yang terkumpul sampai dengan batas waktu yang
ditentukan adalah sebanyak 73 kuisioner. Namun kuisioner yang
dapat digunakan dan diolah hanya sebanyak 67 kuisioner, Sebanyak
6 kuisioner tidak dapat digunakan berhubung karena tidak
lengkap. Demografi responden dapat dilihat pada tabel 4.1
4.2 Hasil Pengujian outer model
Convergent validity
Hasil pengujian Convergent validity dapat dilihat dengan cara
evaluasi measurement (outer) model yaitu melihat besarnya loading
27
factor untuk masing-masing konstruk. Konstruk dikatakan valid jika
memiliki nilai cross loading ≥0,5. Tetapi jika nilai cross loading
< 0,5 maka harus dieksekusi. Hasil pengolahan menunjukkan bebera
item tidak valid yaitu item NFM5,NFM7,NFM10, sehingga harus
dikeluarkan. Hasil analisis cross loading setelah item yang
tidak valid dikeluarkan adalah sebagai berikut (tabel 4.2)
Hasil pengujian convergent validity menunjukka nilai cross
loading pada tabel diatas berada pada nilai ≥0,5 yang berarti
seluruh item yang digunalan telah memenuhi convergent validity
Discriminant Validity
Discriminant validity dapat diketahui dengan melihat nilai avearge
variance extrated (AVE) untuk setiap konstruk. Validitas diskrimanan
terpenuhi jika akar AVE memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan korelasi antara konstruk. AVE dan akar AVE dapat
dilihat pada tabel Tabel 4. 3. Hasil analisis menunjukkan nilai
AVE berada diatas 0.5 dan akar AVE memiliki nilai yang tinggi
yaitu berada diatas 0.8. Perbandingan antara akar avearge variance
extrated (AVE) dengan latent variable correlations disajikan pada tabel
4.4 . Hasil pengujian menunjukkan akar AVE memiliki nilai yang
28
lebih tinggi dibandingkan korelasi antar konstruk, yang berarti
validitas diskriminan terpenuhi.
Composite reliability
Pengujian reliabilitas yaitu dengan melihat nilai composite
reliability . Hasil pengujian menunjukkan variabel memiliki nilai
composite realibility berada diatas 0.9 yang berarti reliability
baik. Hasil pengujian composite reliability dapat dilihat pada tabel
4.5 berikut .
4.3 Hasil Pengujian Inner Model
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk
melihat hubungan antara variabel, nilai signifikansi dan R-square
dari model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan
menggunakan R-square untuk variabel dependen, Stone-Geisser Q-square test
untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien
parameter jalur struktural. R square dapat dilihat pada Tabel
4.6
Hasil pengujian menunjukkan nilai R-square konstruk Konflik
peran (RC) sebesar 0.594, Kejelasan Peran (RCL) sebesar 0,221.
29
Keadilan prosedural (PF) sebesar 0.846 , konstruk kinerja
manajerial (MP) sebesar 0.727. Semakin tinggi nilai R-square,
maka semakin besar kemampuan variabel independen tersebut dapat
menjelaskan variabel dependen sehingga semakin baik persaman
struktural.
Structural Equation Model (SEM)
Metode analisis utama dalam penelitian ini dilakukan dengan
Structural Equation Model (SEM). Pengujian dilakukan dengan bantuan
program SmartPLS. Hasil pengujian diperoleh dilihat pada gambar
4.1.
4.4. Hasil Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis yang diajukan, dapat dilihat dari
besarnya nilai t-statistik. Signifikasi parameter yang diestimasi
memberikan informasi yang sangat berguna mengenai hubungan antara
variabel-variabel penelitian. Batas untuk menolak dan menerima
hipotesis yang diajukan adalah ±1,645 ( 1-tailed) dan ±1,960
30
signifikan pada p<0.05 (2-tailed). Hasil estimasi t-statistik dapat
dilihat pada tabel 4. 7
S tahun 2013
Hasil Pengujian Hipotesis 1
Hasil pengujian hipotesis 1a yaitu penggunaan ukuran kinerja
keuangan dalam evaluasi kinerja berhubungan negatif dengan
konflik peran menunjukkan nilai dengan t statistic sebesar 0.131
dibandingkan dengan titik kritis < ±1,645 ( 1-tailed) pada α 5%
yang berarti hipotesis ditolak. Sedangkan hasil pengujian
hipotesis 1b yaitu penggunaan ukuran kinerja nonkeuangan dalam
evaluasi kinerja berhubungan negatif dengan konflik peran
menunjukkan nilai dengan t statistik 1.99 dibandingkan dengan
titik kritis > ±1,645 ( 1-tailed) pada α 5% yang berarti
hipotesis diterima. Hasil penelitian membuktikan bahwa pengukuran
kinerja yang menggunakan ukuran nonkeuangan lebih memiliki
pengaruh yang signifikan dibandingkan penggunaaan ukuran kinerja
non keuangan. Penelitian ini konsisten dengan Lau (2011)
Hasil Pengujian Hipotesis2 .
31
Hasil pengujian hipotesis 2a yaitu penggunaan ukuran kinerja
keuangan dalam evaluasi kinerja berhubungan positif dengan
kejelasan peran menunjukkan nilai t statistik sebesar 0.943
dibandingkan dengan titik kritis < ±1,645 ( 1-tailed) pada α 5%
yang berarti hipotesis ditolak. Sedangkan hasil pengujian
hipotesis 2b yaitu penggunaan ukuran kinerja nonkeuangan dalam
evaluasi kinerja berhubungan positif dengan kejelasan peran
menunjukkan nilai t statistik sebesar 5.047 dibandingkan dengan
titik kritis > ±1,645 ( 1-tailed) pada α 5% yang berarti
hipotesis dapat dibuktikan. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian Lau (2011)
Hasil Pengujian Hipotesis 3
Hasil pengujian hipotesis 3a yaitu penggunaan ukuran kinerja
keuangan dalam evaluasi kinerja berhubungan positif dengan
keadilan prosedural menunjukkan nilai t statistik sebesar 1.8
dibandingkan dengan titik kritis > ±1,645 ( 1-tailed) pada α
5% yang berarti hipotesis diterima. Sedangkan hasil pengujian
hipotesis 3b yaitu penggunaan ukuran kinerja Nonkeuangan dalam
32
evaluasi kinerja berhubungan positif terhadap keadilan
prosedural menunjukkan nilai t statistik sebesar 5.258
dibandingkan dengan titik kritis > ±1,645 ( 1-tailed) pada α
5% yang berarti hipotesis diterima. Hasil penelitian mendukung
penelitian Lau dan Sholihin (2005) dan Sholihin dan Pike (2010)
yang menunjukkan pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan
behubungan dengan keadilan dalam evaluasi kinerja.
Hasil Pengujian hipotesis 4
Hasil pengujian hipotesis 4 yaitu konflik peran berhubungan
negatif dengan kinerja manajerial menunjukkan nilai t statistik
sebesar 1.721 dibandingkan dengan titik kritis > ±1,645 ( 1-
tailed) pada α 5% yang berarti hipotesis diterima. Hasil
penelitian mendukung penelitian Burney dan Widener (2007)
Hasil Pengujian Hipotesis 5
Hasil pengujian hipotesis 5 yaitu kejelasan peran
berhubungan positif dengan kinerja manajerial menunjukkan nilai
t statistic sebesar 3.462 dibandingkan dengan titik kritis >
±1,645 ( 1-tailed) pada α 5% yang berarti hipotesis diterima.
Hasil penelitian mendukung penelitian Lau (2007) dan Hall (2008).
33
Hasil Pengujian Hipotesis 6
Hasil pengujian hipotesis 6 yaitu keadilan prosedural dalam
evaluasi kinerja berhubungan positif dengan kinerja menunjukkan
nilai t statistic sebesar 0.763 dibandingkan dengan titik kritis
< ±1,645 ( 1-tailed) pada α 5% yang berarti hipotesis ditolak.
Hasil penelitian ini tidak dapat mebuktikan teori yang
dinyatakan bahwa keadilan prosedural dapat mempengarhi perikau
individu dalam organisasi. Kemungkinan pengaruh keadilan yang
dirasakan tidak berdampak langsung terhadap kinerja akan tetapi
lebih dahulu mempengaruhi kepuasan kerja sebagaimana yang
diteliti oleh Sholihin (2005) bahwa keadilan yang dirasakan
individu dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
Hasil Pengujian Hipotesis 7
Hasil pengujian hipotesis 7a yaitu mediasi konflik peran
terhadap hubungan pengukuran kinerja keuangan tidak signifikan
dikarenakan pengukuran kinerja keuangan terhadap konflik peran
tidak signifikan (H1a) Sedangkan hipotesis 7a mediasi konflik
peran terhadap hubungan pengukuran kinerja non keuangan dengan
kinerja manajerial menunjukkan hubungan pengukuran kinerja
34
nonkeuangan dengan konflik peran signifikan (H1b) dan hubungan
konflik peran dengan kinerja manajerial juga signifikan (H4).
Total hubungan tidak langsung adalah -0.637 x -0.159 = 0.10.
Sedangkan hubunganlangsung pengukuran kinerja non keuangan
dengan kinerja manajerial signifikan dengan t statistik 1.781 >
±1,645 ( 1-tailed) dengan koefisien hubungan 0.619. Nilai
koefisien hubungan tidak langsung lebih kecil dari hubungan
langsung yang berarti hipotesis mediasi kejelasan peran tidak
dapat dibuktikan.
Hasil Pengujian Hipotesis 8
Hasil pengujian hipotesis 8a yaitu mediasi kejelasanan
peran terhadap hubungan pengukuran kinerja keuangan dengan
kinerja manajerial tidak signifikan dikarenakan hubungan
pengukuran kinerja keuangan terhadap konflik peran tidak
signifikan (H2a). Sedangkan hipotesis 8b mediasi kejelasan
peran terhadap hubungan pengukuran kinerja non keuangan dengan
kinerja manajerial menunjukkan hubungan pengukuran kinerja
nonkeuangan dengan kejelasan peran signifikan (H2b) dan hubungan
kejelasan peran dengan kinerja manajerial juga signifikan (H5).
35
Total hubungan tidak langsung adalah 1.018 x 0.501 = 0.510
sedangkan hubungan langsung pengukuran kinerja non keuangan
dengan kinerja manajerial signifikan dengan t statistic 1.781
> ±1,645 ( 1-tailed) dengan koefisien hubungan 0.619. Koefisien
hubungan tidak langsung lebih kecil dibandingkan dengan hubungan
langsung berarti hipotesis mediasi kejelasan peran tidak dapat
dibuktikan.
Hasil Pengujian Hipotesis 9
Hasil pengujian hipotesis 9a yaitu mediasi keadilan
prosedural terhadap hubungan pengukuran kinerja keuangan dengan
kinerja manajerial tidak signifikan dikarenakan hubungan
pengukuran kinerja keuangan dengan kinerja manajerial tidak
signifikan yaitu t statistic 1.083 < titik kritis ±1,645
( 1-tailed) . Sedangkan hipotesis 9b mediasi keadilan prosedural
terhadap hubungan pengukuran kinerja non keuangan dengan kinerja
manajerial menunjukkan hubungan pengukuran kinerja nonkeuangan
dengan keadilan procedural signifikan (H3b) dan hubungan
keadilan prosedural dengan kinerja manajerial tidak signifikan
(H6). Dengan demikian hipotesis ini juga tidak dapat dibuktikan.
36
V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
5.1. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan pengukuran
kinerja keuangan dan nonkeuangan dengan konflik peran, kejelasan
peran, keadilan prosedural dan kinerja manajerial. Hasil analisis
menunjukkan bahwa penggunaan ukuran kinerja nonkeuangan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap konflik peran, kejelasan peran
dan keadilan prosedural. Sedangkan penggunaan ukuran kinerja
keuangan dalam evaluasi kinerja tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap konflik peran dan kejelasan peran.
Penggunaan ukuran kinerja keuangan memiliki hubungan yang
signifikan dengan keadilan prosedural. Penelitian ini mendukung
penelitian Lau (2011) yang menyatakan bahwa pengaruh ukuran
kinerja nonkeuangan lebih kuat dibandingkan dengan ukuran kinerja
keuangan terhadap kejelasan peran. Namun hasil penelitian ini
tidak dapat membuktikan mediasi variabel konflik peran,
kejelasan peran dan keadilan prosedural.
37
Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Lau dan
Sholihin (2005 ) dan Sholihin dan Pike (2010) menunjukkan bahwa
pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan behubungan dengan
keadilan dalam evaluasi kinerja. Namun dalam penelitian ini
keadilan prosedural tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan kinerja manajerial.
5.2. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu
kemampuan peneliti untuk mengumpulkan data yang cukup. Sampel
dalam penelitian ini masih tergolong sedikit dan obyek penelitian
yang digunakan hanya mencakup lokasi yang sempit.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini
memeiliki keterbatasan yaitu bersifat prediktif. Untuk penelitian
selanjutnya dapat menggunakan teknik analisis untuk statistic
parametric dengan AMOS atau LISREL.
5.3 Implikasi
Penelitian ini memiliki peluang besar untuk dikembangkan
mengingat masih terdapat keterbatasan dalam penelitian ini.
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan obyek dan lokasi
38
penelitian dan memperbanyak jumlah sampel penelitian sehingga
penelitian selanjutnya lebih dapat digeneralisasi.
Penelitian mengenai pengukuran kinerja banyak dikembangkan
oleh peneliti untuk menguji bagaimana pengaruh pengukuran kinerja
yang digunakan terhadap perilaku individu dalam organisasi.
Selain itu pengaruh pengukuran kinerja juga diteliti bagaimana
dampaknya terhadap kinerja organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Banker, R.D., H. Chang and M. Pizzini, 2002. The BalancedScorecard: Judgmental Effects of Performance Measures Linkedto Strategy. British Accounting Review 79: pp. 1-23.
Baron, R. M., & Kenny, D. A. 1986. The moderator–mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6), 1173–1182.
Bedeian, A. G., & Armenakis, A. A. 1981. A path-analytic study ofthe consequences ofrole conflict and ambiguity. The Academyof Management Journal, 24(2), 417–424.
Burney, L. L., & Widener, S.(2007. Strategic performance measurement systems, jobrelevant information and managerial behavioral responses — Role stress and performance. Behavioral Research in Accounting, 19, 43–69.
39
Brockner, J., Siegel, P., 1996. Understanding the interaction between procedural and distributive justice: role of trust. In: Kramer, R.M., Tyler, T.R. (Eds.), Trust in Organizations: Frontiers of Theory and Research. Sage Publications, London.
Fisher , Richard T, 2001, Role Stress, The Type A Behavior Pattern, And External Auditor, Job Satisfaction and Performance, Jornal of Behavioral Research in Accounting
Ghozali, Imam .2006. Struktural Equation Modeling, Metode Alternatif denganPartial Least Square. Universitas Diponegoro
Hasmarini, Dwi Penny. 2008. Pengaruh Keadilan Prosedural danDistributif terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Afektif.Jurnal Bisnis Srategi, Vol. 17, No. 1, Juli 2008.
Hall, M. 2008. The effect of Comprehensive PerformanceMeasurement Systems on Role Clarity, Psycological,Empowerment and Managerial Performance. Accounting, Organizationsand Society ,141–163
Hartmann, F., & Slapnicar, S. 2009. How formal performanceevaluation affects trust between superior and subordinatemanagers. Accounting Oganizations and Society. 34 (6,7), 695-886.
Hartmann, F., & Slapnicar, S. 2009, The perceived fairness of performance evaluation: The role of Uncertainty, Management Accounting Research 23; 17– 33
Ittner, C, and D. Larcker. 1998. Are nonfinancial measuresleading indicators of financial performance? An analysis ofcustomer satisfaction. Journal of Accounting Reasearch 36 (3): 1-46.
Jackson, S., & Schuler, R. 1985. A meta-analysis and conceptualcritique of research on role ambiguity and role conflict inwork settings. Organizational Behaviour and Human DecisionProcesses, 36, 16–78.
40
Kahn, R., Wolfe, D., Quinn, R., Snoek, J., & Rosenthal, R. 1964. Organizational stress:Studies in role conflict and ambiguity. New York: John Wiley & Sons Inc.
Kaplan, R. S., & Atkinson, A. A. 1998. Advanced management accounting. (3rd ed.). New Jersey, USA: Prentice Hall Inc.
Kaplan, R. S., & Norton, D. P. 1996. The balanced scorecard: Translating strategy into action. Boston: Harvard Business School Press.
Kline, R. B. 2005. Principles and practice of structural equationmodeling. New York: Guilford Press.
Lau, C. M., Low, L. C., & Eggleton, I. R. 1995. The impact of reliance on accounting performance measures on job-related tension and managerial performance: Additional evidence. Accounting, Organizations and Society, 20(5), 359–381.
Lau, C. M., & Moser, A. 2008. Behavioral effects of nonfinancial performance measures: The role of procedural fairness. Behavioral Research in Accounting, 20 (2), 55–71.
Lau, C. M., & Sholihin, M. 2005. Financial and nonfinancial measures: How do they affect job satisfaction? The British Accounting Review, 37, 389–413.
Lau, C. M. 2011. Nonfinancial and financial performance measures:How do they affect employee role clarity and performance?Advances in Accounting, incorporating Advances inInternational Accounting
Lind, E.A., Tyler, T.R., 1988. The Social Psychology OfProcedural Justice. Plenum Press, New York.
Lynch, R.L., Cross, K.F., 1991. Measure Up. Blackwell Publisers,Cambridge, MA.
41
Magner, N. and Welker, R.B. (1994). ‘Responsibility centermanager’s reactions to justice in budgetary resourceallocation’. Advances in Management Accounting, 3: 237–253.
Mahoney, T.A., T.H. Jerdee and S.J. Carroll. 1963. Development ofManagerial Performance: A Research Approach. Cincinnati. OH:Soutwestern Publishing Co.
McFarlin,D.B. and Sweeney, P.D. 1992. “Distributive andProcedural Justice as Predictors of Satisfaction withPersonal and Organisational Outcomes”, Academy of ManagementJournal, 35(3), pp. 626–637.
Otley, D.T., 1978. Budget use and managerial performance. Journalof Accounting Research 16, 12–148.
Rizzo, J. R., House, R. J., & Lirtzman, S. I. 1970. Role conflictand ambiguity in complex organizations. Administrative Science Quarterly, 15, 150–163.
Robbins, S. P. 2003. Organizational Behavior. 10th edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall Publishers.
Sholihin Dan Pike, 2010 Organisational Commitment In The Police Service: Exploring The Effects Of Performance Measures, Procedural Justice And Interpersonal Trust, Financial Accountability & Management, 26(4), November 2010, 0267-4424
Sholihin, et al ,2011, Goal-setting participation and goalcommitment: Examining the mediating roles of proceduralfairness and interpersonal trust in a UK financial servicesorganization, The British Accounting Review 43 hal 135–146
Tang, T.L., Sar eld-Baldwin, L.J., 1996. Distributive andfiprocedural justice as related to satisfaction andcommitment. SAM Advanced Management Journal 61, 25–31.
42
Thibaut, J., Friedland, N. and Walker, L. (1974). “Compliancewith Rule: Some Social Determinants”, Journal of Personality andSocial Psychology, 30, pp. 782–801.
Whitener, E.M., Brodt, S.E., Kosgaard, M.A., Werner, J.M., 1998.Managers as initiators of trust: an exchange relationshipframework for understanding managerial trustworthy behavior.Academy of Management Review 23, 513–530
LAMPIRANGambar 2.1 : Model Penelitian
43
Pengukuran Keuangan
Konflik Peran
KejelasanPeran
Kinerja manajerial
Keadilan Prosedural
Tabel 4.1 : Data Demografi Responden
No Keterangan JumlahResponden Presentase
1 Jenis Kelamin:- Laki –laki - Perempuan
4720
70,14%29,86%
2 Umur:- 20 – 25- 26 – 30- 31 – 35- 36 – 40- 41 – 45- 46 – 50- > 50
-11101715113
16,42%14,93%25,37%22,38%16,42%4,48%
3 Pendidikan:- SLTA - D3- S1- S2- S3
--32218
47,76%31,34%11,9%
4 Pengalaman manajer:- 2 – 5 Tahun- 6 – 10 Tahun- 11 – 15 Tahun- 16 – 20 Tahun- > 20 Tahun
38236--
56,71%34,33%8,96%
Sumber : Pengolahan data oleh Peneliti tahun 2013
44
Pengukuran Non Keuangan
Tabel 4.2 : Cross Loading
FM NFM RC RCL PF MP
FM1 0.913 0.92-
0.692 0.726 0.895 0.708
FM2 0.904 0.766-
0.508 0.628 0.707 0.68
FM3 0.884 0.832-
0.553 0.664 0.814 0.67
MP1 0.569 0.697-
0.591 0.738 0.648 0.843
MP2 0.666 0.771-
0.657 0.73 0.721 0.848
MP3 0.657 0.75-
0.632 0.8 0.718 0.844
MP4 0.688 0.879-
0.606 0.785 0.766 0.864
MP5 0.609 0.75-
0.635 0.776 0.72 0.833MP6 0.583 0.671 -0.55 0.708 0.594 0.804
MP7 0.576 0.768-
0.591 0.794 0.651 0.875MP8 0.554 0.744 -0.54 0.795 0.628 0.865
NFM1 0.675 0.888-
0.712 0.956 0.835 0.853
NFM11 0.719 0.885-
0.542 0.639 0.739 0.653
NFM12 0.785 0.926-
0.687 0.823 0.927 0.781
NFM13 0.846 0.894-
0.634 0.77 0.97 0.776
NFM14 0.804 0.881-
0.527 0.702 0.856 0.708
NFM2 0.719 0.882-
0.712 0.946 0.822 0.815
NFM3 0.617 0.782-
0.572 0.776 0.672 0.726NFM4 0.755 0.847 - 0.868 0.84 0.815
45
0.639
NFM8 0.734 0.811-
0.529 0.643 0.763 0.656
NFM9 0.887 0.897-
0.648 0.861 0.996 0.779
PF1 0.712 0.802-
0.497 0.636 0.9 0.644
PF2 0.719 0.915-
0.586 0.693 0.86 0.734
PF3 0.78 0.878-
0.661 0.765 0.908 0.76
PF4 0.772 0.901-
0.654 0.813 0.922 0.732
PF5 0.645 0.672-
0.514 0.582 0.713 0.496
PF6 0.707 0.88-
0.649 0.761 0.885 0.729
RC1-
0.518-
0.648 0.794-
0.827 -0.615-
0.661
RC10-
0.396-
0.488 0.647 -0.48 -0.503-
0.435
RC2-
0.443 -0.48 0.781 -0.6 -0.466-
0.514
RC3-
0.531 -0.61 0.844-
0.663 -0.59-
0.619
RC4-
0.533-
0.638 0.775-
0.757 -0.567-
0.628
RC5-
0.423-
0.526 0.74-
0.596 -0.531-
0.476
RC6-
0.536-
0.708 0.723-
0.781 -0.723-
0.626
RC7-
0.529-
0.636 0.824-
0.643 -0.604 -0.55
RC8-
0.503-
0.573 0.826-
0.637 -0.535-
0.566
RC9-
0.582-
0.646 0.819-
0.699 -0.542-
0.687
46
RCl1 0.559 0.743-
0.704 0.884 0.702 0.706
RCl2 0.522 0.733-
0.679 0.872 0.638 0.768
RCl3 0.678 0.883-
0.707 0.875 0.763 0.842
RlC4 0.719 0.938-
0.789 0.916 0.817 0.861Sumber : Hasil Output PLS tahun 2013
Tabel 4. 3 : Average variance extracted (AVE ) dan Akar AVE
Average variance extracted (AVE)
FM 0.81NFM 0.757RC 0.607RCL 0.787PF 0.753MP 0.718
Sumber : Hasil Output PLS tahun 2013
Tabel 4.4 : Korelasi antar konstruk
FM NFM RC RCL PF MPFM 1 NFM 0.879 1
RC-
0.603-
0.675 1
RCL 0.691 0.838-
0.724 1 47
PF 0.859 0.916-
0.653 0.756 1
MP 0.772 0.867-
0.737 0.864 0.798 1Sumber : Hasil Output PLS tahun 2013
Tabel 4.5 : Composite Reliability
Composite Reliability
FM 0.928NFM 0.969RC 0.928RCL 0.937PF 0.948MP 0.953
Sumber : Hasil Output PLS tahun 2013
Tabel 4.6 : R Square
R-square
RC 0.594RCL 0.221PF 0.846MP 0.727
Sumber : Hasil Output PLS tahun 2013
Gambar 4.1. Full Struktural Equation Model
48
Tabel 4.7 : Result for inner weight
Hipotesis
original sample estimate
mean ofsubsamples
Standard deviation
T-Statistic
Kesimpulan
H1aFM -> RC
-0.042 -0.071 0.324 0.131
Ditolak
H1b NFM -> RC
-0.637 -0.603 0.32 1.99
Diterima
H2a FM -> RCL
-0.204 -0.171 0.216 0.943
Ditolak
H2b NFM -> RCL 1.018 0.981 0.202 5.047
Diterima
H3a FM -> PF 0.235 0.228 0.131 1.8 DiterimaH3b NFM ->
PF 0.709 0.717 0.135 5.258Diterima
49
H4RC -> MP
-0.159 -0.159 0.092 1.721
Diterima
H5 RCL -> MP 0.501 0.476 0.145 3.462
Diterima
H6 PF -> MP 0.124 0.131 0.163 0.763 Ditolak
FM -> MP-
0.336 -0.297 0.31 1.083NFM -> MP 0.619 0.659 0.347 1.781
Sumber : Hasil Output PL
CURICULUM VITAE PENULIS
Bidang kajian : Akuntansi Manajemen
Metode penelitian : Kuantitatif
Penulis I
Nama : Amris Rusli Tanjung
Pekerjaan : Dosen Universitas Riau
Alamat :
Email :
No Hp :
Penulis II
Nama : Yesi Mutia Basri
Pekerjaan : Dosen Universitas Riau
Alamat : Jl Pelitasari No 4A. Tangkerang Selatan,
Pekanbaru-Riau
50
Email : [email protected]
No Hp : 082388051999
Penulis III
Nama : Nur azlina
Pekerjaan : Dosen Universitas Riau
Email : [email protected]
No Hp : 081378542910
51