Distribusi Jenis Kelelawar (Pteropodidae( Pada Berbagai Tipe ...

14
121 Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae , Distribusi Jenis Kelelawar (Pteropodidae) Pada Berbagai Tipe Penutupanan Lahan di Sekitar Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Pandam Nugroho & Paskal Sukandar Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta. Jl Pemuda Kampus B, Jakarta. Email:[email protected] ABSTRACT The Mega Bat (Pteropodidae) Distribution on Several Land Coverage at Surrounding Kerinci National Park. The study of bats was carried out on May 2005 to July 2005. In all 5 major land use system (primary forest, disturbed forest, old rubber plantation, young rubber plantation and mix garden) survey was conducted using the same standardized mistnetting. Each of the land use system was sampled for 4 days using 4 mist-nets a night. The total of 2512.5 m 2 of mist-nets night area were set during this survey. A total of 156 bat individuals which consist of 14 specieses and 5 families (Pteropodidae, Vespertilonidae, Emballonuridae, Hipposideridae and Rhinolophidae) acquired. Calculation result using the diversity index measurement from bat samples indicate that the highest diversity was in disturbed forest habitat (H’=1.831; E=0,865) and the lowest was in forest habitat (H’=0.5; E=0.561), meanwhile the biggest dominancy reside in the young rubber plantation (λ=0.767) and disturbed forest had the lowest dominancy (λ=0,138). The most dominant at young rubber plantation habitat is Cynopterus brachyotis. The result of clustering analysis using SPSS 11.5 showed that habitat type were divided become 2 clusters which were old rubber and non old forest (forest, disturbed forest, young rubber plantation and mix garden). This division showed that forest and non forest had a distinctively different habitat. According to Canonical Correspondence Analysis (CCA) by using Canoco for Windows version 4.5 indicated that physical parameter such as temperature, humidity, rainfall and altitude influenced the distribution, commnunity and clustering of bats for land use system Key words: Bats, diversity, Kerinci Seblat National Park, land use type, rubber plantation PENDAHULUAN Taman Nasional Kerinci Seblat terletak pada 100°31’18"-102°44' BT dan 1 0 7’13" -3 0 26’14" LS (1.368.000 Ha). Lokasi Taman Nasional mencakup 4 wilayah propinsi, yaitu Sumatra Barat (353.780 ha), Jambi (422.190 ha), Bengkulu (310.910 ha) dan Sumatra Selatan (281.120 ha). Sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. 192/Kpts-ii/1996. kawasan ini sebagian besar adalah rangkaian pegunungan Bukit Barisan Selatan Sumatera bagian tengah.

Transcript of Distribusi Jenis Kelelawar (Pteropodidae( Pada Berbagai Tipe ...

121

Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae ,

Distribusi Jenis Kelelawar (Pteropodidae) Pada Berbagai TipePenutupanan Lahan di Sekitar Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat

(TNKS)

Pandam Nugroho & Paskal Sukandar

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas NegeriJakarta. Jl Pemuda Kampus B, Jakarta. Email:[email protected]

ABSTRACT

The Mega Bat (Pteropodidae) Distribution on Several Land Coverage at Surrounding KerinciNational Park. The study of bats was carried out on May 2005 to July 2005. In all 5 major landuse system (primary forest, disturbed forest, old rubber plantation, young rubber plantationand mix garden) survey was conducted using the same standardized mistnetting. Each of theland use system was sampled for 4 days using 4 mist-nets a night. The total of 2512.5 m2 ofmist-nets night area were set during this survey. A total of 156 bat individuals which consist of14 specieses and 5 families (Pteropodidae, Vespertilonidae, Emballonuridae, Hipposideridaeand Rhinolophidae) acquired. Calculation result using the diversity index measurement frombat samples indicate that the highest diversity was in disturbed forest habitat (H’=1.831;E=0,865) and the lowest was in forest habitat (H’=0.5; E=0.561), meanwhile the biggestdominancy reside in the young rubber plantation (λ=0.767) and disturbed forest had the lowestdominancy (λ=0,138). The most dominant at young rubber plantation habitat is Cynopterusbrachyotis. The result of clustering analysis using SPSS 11.5 showed that habitat type weredivided become 2 clusters which were old rubber and non old forest (forest, disturbed forest,young rubber plantation and mix garden). This division showed that forest and non forest hada distinctively different habitat. According to Canonical Correspondence Analysis (CCA) byusing Canoco for Windows version 4.5 indicated that physical parameter such as temperature,humidity, rainfall and altitude influenced the distribution, commnunity and clustering of batsfor land use system

Key words: Bats, diversity, Kerinci Seblat National Park, land use type, rubber plantation

PENDAHULUAN

Taman Nasional Kerinci Seblat terletakpada 100°31’18"-102°44' BT dan 107’13"-3026’14" LS (1.368.000 Ha). LokasiTaman Nasional mencakup 4 wilayahpropinsi, yaitu Sumatra Barat (353.780

ha), Jambi (422.190 ha), Bengkulu(310.910 ha) dan Sumatra Selatan(281.120 ha). Sesuai dengan SK MenteriKehutanan No. 192/Kpts-ii/1996.kawasan ini sebagian besar adalahrangkaian pegunungan Bukit BarisanSelatan Sumatera bagian tengah.

122

Nugroho & Sukandar

Myotis muricola merupakan pengendalihama tanaman tebu. Menurut Lekaguldan McNeely (1977), makanan utamasuku Vespertilionidae adalah beberapaektoparasit seperti Macronyssidae,Spinturnicidae, Argasidae, Ioxididae, danTrombiculidae, serangga sepertiStreblidae dan Nycteribidae, danHemiptera seperti Cimicidae. Olehkarena itu kelelawar pemakan seranggamempunyai peranan penting sebagaipengendali hama serangga di alam(Suyanto 2001).

Kebun dengan sistem agroforestkaret atau kebun karet campur diKabupaten Bungo, lokasi s tudikonsorsium RUPES (RewardingUpland Poor for the EnvironmentalServices), yang terletak di antara tigakawasan taman nasional yaitu TN.Kerinci Seblat, TN. Bukit Tiga Puluh danTN. Bukit Dua Belas, memiliki tingkatkeanekaragaman tumbuhan dan hewanyang cukup beragam (Joshi et al. 2003).Aktivitas penduduk pribumi yangmembuat kebun karet campur berve-getasi beragam dan dekat dengan lokasihutan menjadikan kebun karet campurberpotensi sebagai koridor loncatan(stepping stone corridor) satwa liardari dan ke tipe vegetasi hutan dan non-hutan (RUPES 2005). Beberapaindikator takson dijadikan alat untukmeng klarifikasi tingkat keragaman hayatikebun karet campur (Joshi et al,2003). Kelelawar diketahui juga dapatdijadikan sebagai indikator lingkungandengan tingkat keanekaragaman hayatiyang beragam (Suyanto 2001). Olehkarena itu, penelitian keanekaragamankelelawar pada berbagai tipe penutupan

Keseimbangan ekosistem telahdiatur secara alami melalui mekanismerangkaian penyediaan dan keseimbanganjaring pakan yang sederhana. Selain ituperbanyakan dan penyerbukan dirisecara alami diatur pula dengan bantuanhewan penyerbuk atau menyebar melaluiinang perantara. Tujuan pemencaran bijiadalah untuk mengurangi resikokepunahan (Noerdjito & Maryanto2005).

Van der Pijl (1982) melaporkanbahwa kelelawar memencarkan biji jenisbuah-buahan yang termasuk sukuPalmae, Moraceae, Chrysobalanaceae,Annonaceae, Sapotaceae, Anacardia-ceae dan Leguminosae. Hasil penelitianlain juga mengungkapkan bahwa codotfajar gua (Eonycteris spelaea) selainmencari pakan berupa benang sari,ternyata secara tidak langsung telahmenyerbukan bunga durian (Duriozibethinus), bakau (Sonneratia albadan Rhizophora sp), petai (Parkiaspeciosa), kelapa (Cocos nucifera),aren (Arenga sp), pisang-pisangan(Musa sp) dan randu (Ceiba pentandra)(Start & Marshal 1976). Oleh karena itu,kelelawar pemakan buah (Megachirop-tera) ini disebut takson kunci dalammenjaga keseimbangan ekosistem hutantropik (Suyanto 2001).

Hasil penelitian lain menunjukkanpakan kelelawar penghuni gua (Tadaridaplicata) berupa pijer (moth) yaituanggota kupu-kupu (Lepidoptera) yangaktif pada malam hari, dan diketahuibahwa larva dari serangga tersebutmerupakan hama utama tanaman padi(Boeadi et al. 1983), kelelawar jenisPipistrellus sp, Scotophilus sp dan

123

Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae ,

lahan di sekitar Taman Nasional KerinciSeblat (TNKS) ini diharapkan akan dapatmembantu menjustifikasi tingkatkeanekaragaman hayati kebunagroforest karet (kebun karet campur)yang mendukung fungsinya sebagaipreservasi beberapa jenis hewan dantumbuhan hutan.

BAHAN DAN CARA KERJA

Pengambilan data dilakukan padabulan Mei 2005 sampai dengan Juli 2005di desa Lubuk Beringin (01o 44’ 10" LSdan 101o 56’ 00" BT), Buat (dusun SungaiLetung) (01o42’11,0" LS dan 101o50’48,3" BT) dan Rantau Pandan (01o 38’

54,0" LS dan 101o 56’ 12,0 BT), Kabupa-ten Bungo-Jambi. Lokasi tersebut dipilihkarena dekat dengan wilayah TNKSyang terdiri atas hutan, hutan tergangguyang terisolasi (dikelilingi hutan primerdan habitat non hutan) dan kebun karetcampur (agroforests), baik kebun karettua maupun kebun karet muda(cenderung monokultur) (Tabel 1,Gambar 1)

Penangkapan kelelawar dilakukanpada sore hari di antara pukul 17.00–06.00 (pagi harinya) dengan mengguna-kan jaring kabut Dalam penelitiandigunakan 4 buah jaring kabut yangdipasang dengan ketingggian 4-15 meterdari atas permukaan tanah selama 4 hari,

Tipe Habitat Deskripsi Karet Muda Kebun karet dengan sistem tebas bersih atau monokultur. Vegetasi

didominasi oleh pohon karet produktif dengan usia kurang dari 30 tahun.

Karet Tua I (Rantau Pandan)

Kebun karet dengan sistem tradisional, yaitu dengan membiarkan adanya semak dan pohon lain di areal kebun. Perbandingan vegetasi antara karet dan non karet adalah 1:1. Usia karet umumnya lebih dari 30 tahun (kecuali sisipan) dan sudah mengalami penurunan produksi. Terletak di desa yang ramai dan terdapat bekas aktifitas penambangan batu bara.

Karet Tua II (Lubuk Beringin)

Kebun karet sistem tradisional seperti karet tua I, hanya terletak di desa terpencil dengan penduduk yang lebih sedikit.

Kebun Karet Campur Kebun karet sistem tradisional seperti karet tua I dan II, dan dikelilingi oleh kebun karet tua dan kebun karet muda.

Hutan I Hutan lindung di wilayah Rantau Pandan yang telah mengalami pembalakan

dan pembukaan lahan pada sebagian wilayahnya. Hutan ini merupakan hutan yang wilayahnya terganggu dan terisolasi oleh habitat hutan dan non hutan

Hutan II Hutan lindung di Lubuk Beringin yang lebih dekat wilayah TNKS dengan tingkat gangguan paling kecil, namun disekitar habitat ini terdapat kebun karet muda dan bekas pembalakkan.

Tabel 1. Deskripsi tipe habitat tempat pengambilan sampel.

124

Nugroho & Sukandar

Gambar 1. Peta Lokasi Kec. Rantau Pandan dan Lokasi pegambilan sampel di ds. LubukBeringin dan ds. Rantau Pandan. Pembagian lahan berdasarkan tingkat umur karet(Atas) dan hamparan kebun karet Lubuk Beringin dan Rantau Pandan yang menjadilokasi pengambilan sampel (Bawah), berdekatan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat(TNKS). Photo dari World Agroforestry Center (ICRAF) (2002).

dan jaring kabut yang digunakan dalampenelitian ini yaitu sepanjang 9, 12 dan18 meter dengan lebar 2.5 meter danmemiliki mesh (lebar mata jaring) 30-32mm yang terdiri dari 4 tali utama, danketebalan benang jaring 80 Denier.Pendugaan keanekaragaman jenis padasebuah komunitas atau ekosistemdiperlukan dua faktor, yaitu keragamanatau kekayaan jenis (Richness) yangberarti jumlah jenis diperoleh dan

keseragaman (Evenness) atau disebutjuga tingkat keseimbangan dari tiappopulasi jenis. Indeks keragaman yangdigunakan antara lain Shannon (H’),Simpson (1-ë), sedangkan perhitungankeseragaman menggunakan indekskeseragaman Shannon (evenness) danindeks dominansi Simpson (ë) digunakanuntuk mengetahui perbedaan strukturjenis pada penutupan lahan dan melihatadanya dominansi (Magurran 1988 &

125

Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae ,

Krebs 1989). Untuk analisis AnalisisPengaruh Parameter Fisik digunakananalisis koresponden (CCA= CanonicalCorrespondence Analysis) menggunakanperangkat lunak Canoco Pc dan SPSS11,5

HASIL

Komposisi Jenis Kelelawar sukuPteropodidae pada Tiap-Tiap Habitat

Hasil penelitian telah berhasilmencatat 156 individu kelelawar sukuPteropodidae yang terdiri dari 13 jenispada beberapa tipe habitat. Komposisikelelawar pada tiap-tiap habitat dapatdilihat pada Tabel 2. Suku Pteropodidaeterdiri dari 13 jenis yaitu Balionycterismaculata (Thomas, 1893), Chironaxmelanochepalos (Temminck, 1825),Cynopterus brachyotis (Mueller, 1838),

Cynopterus horsfieldi (Gray, 1843),Cynopterus minutus (Miller, 1906),Cynopterus sphinx (Vahl, 1797),Dyacopterus spadiceus (Thomas.1890) Eonycteris spelaea (Dobson,1871), Macroglossus sobrinus(Andersen, 1911), Megaerops ecau-datus (Temminck, 1837), Megae-ropswetmorei (Taylor, 1934), Penthetorlucasi (Dobson, 1880) dan Pteropusvampyrus (Linnaeus, 1758).

Persentase jenis kelelawar yangdidapat adalah jenis C.. brachyotis(62.18%), sedangkan jumlah jenis yangjarang didapat adalah jenis C.melanochepalos, C. sphink, D.spadiceus, E. spelaea, M. wetmorei,Pteropus vampyrus dengan persen-tase masing-masing jenis (0.64%).

Spesies KC KKM KKT I KKT II H I H II Total MEGACHIROPTERA Balionycteris maculata 0 1.96 4.04 8.08 2.05 20.51 36.64 Chironax melanochepalos 0 0 0 0 0 5.12 5.12 Cynopterus brachyotis 63.49 45.09 20.2 92.92 6.15 0 227.85 Cynopterus horsfieldi 28.57 3.92 16.16 8.08 2.05 0 58.78 Cynopterus minutus 25.39 0 0 12.12 2.05 0 39.56 Cynopterus sphinx 3.17 0 0 0 0 0 3.17 Dyacopterus spadiecus 0 0 0 0 2.05 0 2.05 Eonycteris spealea 6.34 0 0 4.04 0 0 10.38 Macroglossus sobrinus 0 0 0 4.04 0 0 4.04 Megaerops ecaudatus 0 0 4.04 4.04 2.05 0 10.13 Megaerops wetmorei 0 0 0 4.04 0 0 4.04 Penthetor lucasi 0 1.96 0 8.08 2.05 0 12.09 Pteropus vampyrus 0 0 0 4.04 0 0 4.04 Total 126.96 52.93 44.44 149.48 18.45 25.63 417.89

Tabel 2. Komposisi kelelawar pada beberapa tipe habitat (kebun campur (KC), kebun karetmuda (KKM), kebun karet tua I (KKT I), kebun karet tua II (KKT II), hutan terganggu (HI) dan hutan primer (H II)).

126

Nugroho & Sukandar

Perbedaan tipe penutupan lahanberdasarkan nilai indeks keaneka-ragaman, keseragaman dan domi-nansi kelelawar

Keanekaragaman jenis kelelawar,memiliki struktur berbeda pada tingkatpemanfaatan lahan yang berbeda .Gambar 1. memperlihatkan adanyakeanekaragaman kelelawar pada tipehabitat yang berbeda menunjukkanperbedaan tingkat keanekaragaman,dominansi dan tingkat keseragaman.Sebaran nila i indeks keragaman,keseragaman dan dominansidiperlihatkan pada Tabel 3.

Pada habita t hutan terganggu(Rantau Pandan) jumlah kelelawar yangdidapat hanya 9 individu. Namun terjadikemerataan jumlah jenis yang didapat(masing-masing individu yang didapattidak lebih dari 2 individu, bahkancenderung 1 jenis 1 individu). Habitathutan I memperlihatkan perbedaanstruktur yang jelas dengan tidak adanyadominansi (0.138) dan nilai keaneka-ragaman yang paling tinggi H’= 1.831dan E=0.865) dari tipe penutupan lahanyang lain.

Nilai keanekaragaman paling rendahterdapat pada habitat hutan II (H’= 0.5)

jumlah sampel yang didapat sebanyak 5individu dengan jumlah 2 jenis. Habitathutan II menunjukan nilai dominasi yangbesar ( λ = 0.667) stelah habitat kebunkaret muda. Pada habitat ini tidak terjadikemerataan jenis (E= 0.516) karenaadanya dominansi dari suatu jenis.

Habitat kebun campur yangmemperlihatkan tingkat dominansi yangrendah dan tingkat keanekaragaman yanglebih tinggi setelah hutan I (hutanterganggu) (λ= 0.338; H’= 1.246 danE=0.836). Kebun karet tua II memilikinilai keanekaragaman terbesar setelahkebun campur ( λ= 0.401; H’= 1.46 danE=0.572). Kebun karet tua I (RantauPandan) ( λ= 0.34; H’= 1.162 danE=0.88). Habitat kebun karet muda (λ= 0.728; H’= 0.573 dan E=0.767)memiliki jumlah jenis yang sama dengankebun karet tua di Rantau Pandan (kebunkaret tua I).

Menggunakan analisis pengelom-pokan (clustering) metode completeLinkage dan ketidaksamaan jarakEuclidean pada tipe habitat terhadapjenis kelelawar didapatkan dendogramketidaksamaan tipe habitat yangditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkandendrogam (Gambar 2) dapat diketahuibahwa berdasarkan distribusi jenis

KC KKM KKT I KKT II H I H II Jumlah sampel 40 54 11 37 9 5 Jumlah Jenis 5 4 4 10 7 2 Kerapatan 142.857 52.941 44.444 145.454 18.461 82.056 Indeks Simpson (1- λ) 0.736 0.213 0.757 0.611 0.916 0.551 Dominansi Simpson (λ) 0.338 0.728 0.34 0.401 0.138 0.667 Indeks Shannon (H') 1.246 0.573 1.162 1.46 1.831 0.5 Shannon Evennes (E) 0.836 0.767 0.88 0.572 0.865 0.561

Tabel 3. Nilai Indeks keanekaragaman jenis dari berbagai lokasi penelitian

127

Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae ,

Gambar 1. Perbandingan Indeks keanekaragaman Shannon, Indeks dominansi Simpsondan kemerataan. KC = Kebun campur, KKM = Kebun Karet Muda, KKT I = KebunKaret Tua I, KKT II = Kebun Karet Tua II, H I = Hutan I, H II = Hutan II

00,10,20,30,40,50,60,70,80,9

1

KC KKM KKT I KKT II H I H II

Inde

ks S

hann

on d

an S

imps

on

0,0000,2000,4000,6000,8001,0001,2001,4001,6001,8002,000

Inde

ks S

hann

on

Dominansi Simpson (λ) Shannon Evennes (E) Indeks Shannon (H')

kelelawar, tipe habitat terbagi atas 2kelompok yaitu kelompok kebun karet tuadan kelompok non kebun karet tua padatingkat ketidaksamaan 90%, kemudiankelompok kebun karet tua salingberasosiasi pada tingkat ketidaksamaan61.2%. Kelompok kebun karet tuaberasosiasi dengan kelompok non kebunkaret tua pada tingkat ketidaksamaan73.6%. Kebun karet muda berasosiasidengan kebun campur dan habitat hutanpada tingkat ketidaksamaan 65.1%,kemudian habitat hutan (hutan 1 danhutan 2) saling berasosiasi pada tingkatketidaksamaan 0%.

Hubungan antara hasil analisispengelompokan tipe habitat berdasarkanjenis kelelawar dengan dampakperubahan penggunaan lahan menyebab-kan terjadinya pengelompokan jenis-jenis

kelelawar yang berbeda pada pengguna-an lahan yang berbeda. Fakta inimenunjukkan bahwa keberadaan kebunkaret tua baik sebagai kebun reproduksimaupun sebagai upaya reboisasi lahanbekas kebun dapat menggantikankeberadaan hutan alami yang mulaiterganggu sebagai sumber keanekaraga-man hayati di sekitar kawasan TamanNasional Kerinci Seblat.

Pengaruh Habitat terhadap Penge-lompokan Distribusi Kelela-war

Gambar 3. memperlihatkan distribusijenis terbagi dalam lima kelompok padataraf ketidaksamaan 25%. Kelompok Aterdiri dari 1 jenis kelelawar yaitu B.maculata dengan distribusi yang meratapada semua tipe habitat kecuali habitatkebun campur. Jumlah individu jenis inicenderung meningkat pada habitat hutan

128

Nugroho & Sukandar

2. Kelompok ini berasosiasi dengankelompok B pada taraf ketidaksamaan54.9%. Kelompok B terdiri dan 1 jeniskelelawar yaitu C. horsfieldi, dengandistibusi yang merata pada semua tipehabitat kecuali habitat hutan 2 danjumlahnya cenderung meningkat padahabitat kebun campur. Jadi kelelawarkelompok A dan B memiliki persebaranyang merata dan jenis yang terbatas,tetapi kelompok B. Kelompok C terdiridari 4 jenis kelelawar yaitu C. minutus,M. ecaudatus, P. lucasi dan D.spadiceus dengan jumlah jenis bervariasidan distribusi yang terbatas, keempat jeniskelelawar tersebut berasosiasi pada tarafketidaksamaan antara 4.7%-26.3%.Distribusi jenis-jenis yang terdapat padakelompok C dibatasi pada 1-3 habitat,seperti jenis M. ecaudatus distibusinyahanya terbatas pada 3 habitat yaitu kebunkaret tua 1, kebun karet tua 2 dan hutan1 dan jumlah sampel yang didapatbervariasi. Kelompok D terbagi menjadi6 jenis kelelawar yaitu C. melano-chepalos, E. spelaea, C. sphinx, M.

sobrinus, P. vampyrus dan M. wetmorei.Keenam jenis kelelawar tersebut salingberasosiasi pada taraf ketidaksamaanantara 0-22.4%, anggota kelompok inididapat dengan jumlah sampel yang lebihsedikit dan persebaran yang lebihterbatas. Distribusi jenis dan jumlahsampel pada kelompok D lebih terbatasjika dibandingkan dengan kelompok C,seperti jenis C. melanochepalos distri-businya hanya terbatas pada 1 habitatsaja yaitu hutan dan jumlahnya hanyasatu. Kelompok E hanya terdiri dari jenisC. brachyotis. Jenis C. brachyo-tis,tersebar merata pada seluruh tipe habitatkecuali pada habitat hutan primer.

Pengaruh Parameter Fisik terhadapDistribusi Kelelawar pada TipeHabitat

Analisis pengelompokan dapatmemperlihatkan tingkat kesamaan atauketidaksamaan dan perbedaan tipehabitat dengan memperhitungkan seluruhaspek parameter fisik dan persebaranjenis (Tabel 4.). Tetapi untuk mengetahui

Tipe Habitat Kebun Karet Tua 2 òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòø

Kebun Karet Tua 1 òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòüòòòòòòòòòòòòòòòòòø

Kebun Karet Muda òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòø ó

Kebun Campur òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòø ùòòòòòòòòò÷

Hutan 2 òø ùòòòòò÷

Hutan 1 òüòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò÷

+---------+---------+---------+---------+---------+

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Jarak Euclidean Gambar 2. Dendogram ketidaksamaan Euclidean tipe habitat berdasarkan keberadaan jenis

kelelawar kelompok sub ordo Pteropodidae

129

Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae ,

pengaruh parameter fisik padapersebaran jenis sulit menggunakananalisis pengelompokan, karena itudigunakan Canonical CorrespondenceAnalysis (CCA) untuk pengaruhparameter fisik terhadap persebaranjenis-jenis kelelawar pada tiap-tiap tipehabitat (Teer Braak1995; 2002).

Korelasi tipe habitat dengan distribusikelelawar terhadap faktor abiotikberdasarkan axis 1 dan 2 diperlihatkanpada Gambar 4. Axis 1 dicirikan olehpengaruh ketinggian dan curah hujanserta jenis-jenis kelelawar yang terdapatpada habitat hutan II dan kebun campur.Sedangkan axis 2 dicirikan oleh pengaruhcurah hujan t serta jenis-jenis kelelawaryang terdapat pada habitat kebun campur.

Korelasi tipe habitat dengan distribusikelelawar terhadap faktor abiotikberdasarkan axis 1 dan 3 diperlihatkanpada Gambar 4. Axis 1 dicirikan oleh

pengaruh ketinggian dan curah hujanserta jenis-jenis kelelawar yang terdapatpada habitat hutan II dan kebun campur.Sedangkan axis 3 dicirikan oleh pengaruhcurah hujan serta jenis kelelawar yangterdapat pada habitat hutan I.

Faktor abiotik seperti suhu dancurah hujan menunjukkan sudut yangnilainya sangat kecil, artinya kedua faktorabiotik tersebut berbanding lurus dansaling mempengaruhi. tidak jauh berbedadengan kedua faktor abiotik lainnnya,ketinggian juga berbanding lurus dengankelembaban. Pengaruh faktor abiotikmembagi tipe habitat menjadi dua tipehabitat yang berbeda yaitu habitat hutanII (hutan primer) dan habitat non hutan(kebun campur, kebun karet muda, kebunkaret tua dan hutan I (hutan terganggu).

Suhu dan curah hujan berkorelasipositif pada habitat non hutan II (kebunkaret tua II kebun karet tua I, kebun karet

Cynopterus brachyotis Megaerops wetmorei òø

Pteropus vampyrus òôòø

Macroglossus sobrinus ò÷ ùòòòø

Cynopterus sphinx òûò÷ ùòòòòòø

Eonyctris spelaea ò÷ ó ó

Chironax melanochepalos òòòòòòò÷ ùòòòòòòòø

Dyacaopterus spadiceus òòòûòø ó ó

Penthetor lucasi òòò÷ ùòòòø ó ùòòòòòø

Megaeros ecaudatus òòòòò÷ ùòòò÷ ó ó

Cynopterus minutus òòòòòòòòò÷ ó ùòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò÷

Cynopterus horsfieldi òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò÷ ó

Balionyteris maculata òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò÷ +---------+---------+---------+---------+---------+

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

A

C

D

E

B

Gambar 3. Dendogram ketidaksamaan Euclidean jenis kelelawar

130

Nugroho & Sukandar

muda dan hutan I). Hal ini dapatdiasumsikan bahwa curah hujan dan suhuakan mempengaruhi jenis-jenis kelelawaryang ada pada tipe habitat tersebut.Faktor abiotik lainnya seperti ketinggiandan kelembaban berkorelasi positif padahabitat hutan II. Hal ini dapatdiasumsikan bahwa semakin mendekatihutan II (hutan primer), ketinggian dankelembaban akan semakin meningkatkankeberadaan jenis-jenis kelelawar yangada pada tipe habitat tersebut.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian diperoleh bahwapeningkatan pemanfaatan lahan ke arahyang lebih intensif mempengaruhikepadatan dan keanakaragaman jeniskelelawar. Hal ini disebabkan karenapada kebun karet muda yang cenderungmonokultur dan intensif pengelolaannya,jenis-jenis kelelawar yang didapat lebihsedikit tetapi jumlahnya menunjukandominansi dari suatu jenis yaituC.brachyotis. Dari hasil penelitiandiketahui bahwa kawasan sekitar TamanNasional Kerinci Seblat didominasi olehjenis C. brachyotis, sesuai denganpenelitian yang dilakukan Danielsen &Heegaard (1995) di Sumatra; Maryanto& Yani (2002) di Taman Nasional LoreLindu Sulawesi dan Azlan et al. (2003)

di Taman Nasional Kayan MentarangKalimantan Timur

Keanekaragaman jenis yangterdapat pada kebun karet muda hasil daripenebangan liar dan konversi hutanprimer menjadi perkebunan karetmenyebabkan penurunan nilai indekskeanekaragaman jenis kelelawar danpeningkatan nilai dominansi dari satujenis kelelawar. Hal ini sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Danielsendan Heegaard (1995) yang melakukanpenelitian tentang efek dari penebanganliar (illegal logging) terhadap keaneka-ragaman jenis di daerah Sumatra.

Penutupan lahan kebun karetcampur tua ataupun hutan terganggu,menunjukkan keanekaragaman jenisyang lebih tinggi. Hal ini disebabkankarena ketersedian sumber pakan bagikelelawar pada habitat kebun karet tuadan kebun campur diduga menyebabkantingginya nilai keanekaragaman jeniskelelawar pada habitat tersebut sebabperbandingan antara pohon buah yangmerupakan pakan kelelawar jenistertentu dengan pohon karet adalah50:50. Penelitian tentang potensi kebunkaret tua sebagai koridor loncatan(stepping stone corridor) satwa daridan ke tipe vegetasi hutan dan non hutantelah dilakukan RUPES (2005).

Parameter fisik KC KKM KKT I KKT II H I H II Suhu (oC) 26 28 27 27 25 26 Kelembaban (%) 81 79 80 81 83 82 Ketinggian (m dpl) 100 100 100 110 230 420 Curah hujan (ml) 0 0 0 200 0 0

Tabel 4. Parameter fisik Keterangan: KC = Kebun campur, KKM = Kebun Karet Muda, KKTI = Kebun Karet Tua I, KKT II = Kebun Karet Tua II, H I = Hutan I, H II = Hutan II

131

Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae ,

-0.4 1.0

-0.8

0.6

Ba_maculata

Chi_melanochepalosCy_brachyotis

Cy_horsfieldiCy_minutus

Cy_sphinx

Dya_spadiceus

Eo_spelaea

Ma_sobrinus

Me_ecaudatus

Me_wetmorei

Pen_lucasi

Pte_vampyrus

Suhu

Kelembaban

Ketinggian

Curah hujan

KC

KKM

KKT I

KKT II

H I

H II

Gambar 4. Analisis Cannonical Correspondence Analysis pengaruh parameter fisik (abiotik)terhadap tipe habitat dan jenis kelelawar (Persentase kumulatif variansi dari data spesies47.4 ; Axis 1 = 0.996 dengan Eigenvalue = 0.561; Axis 2 = 0.986 dengan Eigenvalue =0.221); KC = Kebun campur, KKM = Kebun Karet Muda, KKT I = Kebun Karet Tua I,KKT II = Kebun Karet Tua II, H I = Hutan I, H II = Hutan II

-0.4 1.0

-0.8

0.6

Ba_maculata

Chi_melanochepalos

Cy_brachyotisCy_horsfieldi

Cy_minutus

Cy_sphinx

Dya_spadiceus

Eo_spelaeaMa_sobrinus

Me_ecaudatus

Me_wetmorei

Pen_lucasi

Pte_vampyrus

Suhu

Kelembaban

Ketinggian

Curah hujan

KC

KKM

KKT I

KKT II

H I

H II

132

Nugroho & Sukandar

Persebaran jenis kelelawar tidakhanya dipengaruhi faktor penggunaanlahan saja, tetapi juga oleh faktor fisikseperti suhu, kelembaban, curah hujandan ketinggian pada saat pengambilansampel. Menurut Heaney (2001)keanekaragaman jenis pada suatu daerahakan menurun dengan meningkatnyaketinggian dari suatu daerah Ketinggiandan kelembaban memiliki pengaruh yangbesar pada jumlah dan distribusikelelawar, Hasil penelitian menunjukkanada beberapa jenis kelelawar sepertiBalionycteris maculata dan Chironaxmelanochepalos yang hanya terdapatpada ketinggian tertentu dan tidakterdapat pada tipe vegetasi penutupanlahan yang lain dan menurunnya nilaiindeks keanekaragaman jenis padahabitat tersebut. Hasil analisis CCA(Cannonical Correspondence Analy-sis) menunjukkan bahwa jenis-jeniskelelawar yang terdapat pada habitathutan II dipengaruhi oleh faktorketinggian. Hal ini sesuai denganpenelitian yang dilakukan Kitchener etal. (1990); Sanchez & Cordero (2001);Shukor (2001); Maryanto & Yani ( 2002).

Jenis C. brachyotis mempunyaikemampuan adaptasi yang tinggi,kelelawar jenis ini umum dijumpai padadaerah alami, terganggu maupun buatan.Hal ini sama dengan penelitian yangdilakukan Kitchener et al. (1990) diPulau Lombok. Keberadaan jenis ini padahabitat kebun campur yang semakinmeningkat disebabkan oleh ketersedianpakan yang lebih beraneka ragam padahabitat kebun campur jika dibandingkandengan tipe vegetasi penutupan lahanlain.

Melihat keanekaragaman jeniskelelawar dan hubungannya dengan tipepenutupan lahan pada penelitian ini, makaterbukti bahwa kepadatan dan keragamanjenis kelelawar dapat dijadikan sebagaiindikator untuk menjustifikasi tingkatkesamaan keanekaragaman hayati jenis-jenis yang terdapat pada tipe penutupanlahan kebun karet campur dengan hutan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini terlaksana berkatdukungan dana dari ICRAF (Interna-tional Centre For Research in Agrofo-restry) yang sekarang dikenal sebagaiThe World Agroforestry Centre, dalamprogram RUPES (Rewarding UplandPoor for the Environmental Servicesthey provide) di Muara Bungo, Jambidengan bimbingan Dr. Ibnu Maryanto.Kami ingin mengucapkan banyakterimakasih kepada Dr. Ibnu Maryanto(Puslit Biologi-LIPI) yang membimbingdan menuntun penelitian hingga analisisdan penulisan selesai. Tidak lupaterimakasih kami tujukan kepadaDirektur ICRAF Southeast Asia Dr. M.van Noordwijk, Supervisor lapangan kamidi ICRAF Susilo Adi Kuncoro M, Sc danLaxman Joshi PH. D Endri Martini,Jasnari, ‘bang’ Damsir, ‘Datuk’ (EriMalalo), Ir. Ratna A. M, Si yangmemberikan panduan dan fasilitaslapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Azlan, Mohd. J, I. Maryanto, AP.Kartono, & MT. Abdullah. 2003.Diversity, Relative Abundance and

133

Distribusi Jenis Kelelawar Pteropodidae ,

Conservation of Chiropterans InKayan Mentarang National Park,East Kalimantan, Indonesia.TheSarawak Mus J. LVIII: 252-265.

Boeadi, M. Amir, & A. Suyanto. 1983.An Insectivorous Bat, Tadaridaplicata (Buchanan) (Microchirop-tera : Molossidae) As A PossibleComponent in Biological Control ofInsects. Biotrop. Spec. Publ. 18:245-247

Corbet, GB. & JE. Hill. 1992. TheMammals of The IndomalayanRegion: A Systematic Review.Oxford University Press. Oxford.

Dannielsen, MF & F. Heegard 1995.Impact of Loggin and PlantationDevelopment on Spesies Diversity:Case from Sumatra. Centre forDevelopment and Environment.Sandbunkt (ed) Manangement ofTropical Forest: 73-92

Heaney, L. 2001. Small MammalDiversity Along Gradients in ThePhilippines : An Assesment of Pat-terns and Hypotheses. Global Eco-logy and Biogeography 10: 15-39

Joshi, L., G. Wibawa, H. Beukema, S.Williams. & M.van. Noordwijk,2003. Tecnological change andbiodiversity in the rubberagroecosystem of sumatra. DalamVandermeer, J. (ed) TropicalAgroecosystems. CRC Press, FL.USA: 133-157.

Kitchener, DJ. , Boeadi, L. Charlton, &Maharadatunkamsi. 1990. WildMammals of Lombok Island NusaTenggara, Indonesia: Systematicand Natural History. WesternAustralian Museum

Krebs, CJ. 1989. EcologicalMethodology. New York. Harperand Row Publishers.

Lekagul, B & JA. Mc Neely. 1977.Mammals Of Thailand. Sahakam-bhat. Bangkok.

Magurran, AE. 1988. EcologicalDiversity and Its Measurement.Princeton University Press,Princeton-New Jersey: 179 hlm.

Maryanto, I & M. Yani. 2003. TheDiversity an Abundance of Batsfrom lore Lindu National ParkIndonesia: Associations with Altitude,Land Systems, Vegetations andHabitat. Jap. Mammal: 183-192.

Noerdjito, M. & I. Maryanto. 2005.Kriteria Jenis Hayati Yang Harusdilindungi oleh dan untukMasyarakat Indonesia. LIPI &ICRAF. Bogor

RUPES. 2005. Protokol PenelitianInventaris Hewan di KebunAgroforest Karet Dengan Berba-gai Kelas Umur Kebun. Bogor.ICRAF-Bogor.

Sanchez, V & Cordero. 2001.Elevational Gradients of Diversityfor Rodents and Bats in Oaxaca,Mexico. Global Ecology andBiogeography 10: 63-76

Shukkor, MD Nor. 2001. ElevationalDiversity of Small Mammals onMount Kinabalu, Sabah Malasyia.Global Ecology and Biogeogra-phy 10 : 41-62

Start, AN. & AG. Marshal. 1976.Nectavorous Bats as Polinator ofTress in West Malasyia. AcaemicPress. London

134

Nugroho & Sukandar

Suyanto, A. 2001. Panduan LapanganKelelawar di Indonesia. PusatOenelitian dan PengembanganBiologi – LIPI. Bogor.

Ter Braak, CJ F, and Smilauer, P. 2002.Canoco for Windows version 4.5.Biometris. Plant ResearchInternational, Wageningen, TheNetherland

Ter Braak, C. J. F. 1995. Data AnalysisIn Community and LandscapeEcology. Camribdge Universitypress

Van der Pijl. 1982. Principles of Plantsby Bats(3rd ed). Springer-Verlag,Berlin