Diagnosis Asma
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of Diagnosis Asma
Diagnosis Asma
IGN Bagus Artana
Divisi Paru Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK UNUD / RSUP Sanglah
Pendahuluan
Asma merupakan penyakit saluran nafas kronik yang sering terjadi
dan menimpa semua lapisan masyarakat. Asma menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama di dunia. Kejadian asma berkisar antara 1-
18% dari jumlah populasi pada berbagai negara. Asma terjadi pada
berbagai belahan dunia, baik negara maju atau negara berkembang. Hingga
saat ini asma masih menjadi salah satu penyakit non-infeksi dengan
prevalensi tertinggi. Perkiraan global terbaru dari Global Asthma Network
mendapatkan sebanyak 334 juta orang menderita asma di seluruh dunia.
Angka ini diperkirakan akan terus meningkat.1,2
Selain tingginya prevalensi, asma juga memiliki dampak sosio-
ekonomi yang besar pula. Pasien asma, terlebih yang tidak terkontrol, akan
mengalami penurunan produktifitas yang signifikan. Mereka akan sering
tidak masuk sekolah atau kerja akibat asma yang dideritanya. Selain itu,
biaya yang dikeluarkan untuk penanganan asma juga sangat tinggi. Global
Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan sekitar 1-2 persen dari seluruh
pembiayaan kesehatan suatu Negara dialokasikan untuk penanganan
asma.1
Berbagai organisasi kesehatan bidang respirasi di dunia telah
mengeluarkan konsensus atau panduan untuk mendiagnosis asma.
Sebagian besar konsensus tersebut bisa didapatlkan dengan mudah dan
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
2
gratis. Walaupun demikian, kejadian misdiagnosis atau underdiagnosis
asma masih tinggi, terutama pada populasi anak dan orang tua. Karadag,
dkk.3 melakukan penelitian pada 1134 pasien asma usia 1-17 tahun di
Turki. Hanya 45,5% yang langsung didiagnosis asma berdasarkan riwayat
serangan asma senmentara sisanya tidak langsung didiagnosis dan
ditangani sebagai asma. Penelitian Nish dan Schwietz4 pada tentara
Angkatan Udara Amerika di Texas juga mendapatkan hasil serupa. Pada
192 tentara AU yang baru masuk dilakukan pemeriksaan untuk asma sesuai
dengan consensus nasional. Didapatkkan 30% yang menderita asma, dari
sebelumnya dengan hasil tes kesehatan normal.
Pada populasi orang tua juga didapatkan masalah yang sama.
Banerjee, dkk5 juga mendapatkan hal serupa. Delapan puluh dua pasien
dari 199 lansia dengan diagnosis PPOK memiliki tes reversibilitas yang
positif. Hal ini artinya, hampir setengah pasien PPOK pada penelitian ini
merupakan pasien asma. Parameswaran, dkk.6 dari penelitian komunitas
juga menyimpulkan bahwa asma pada lanjut usia masih tidak diidentifikasi
dengan baik, sehingga penatalaksanaannya masih kurang optimal.
Diagnosis asma memang menjadi tantangan tersendiri dalam
manajemen pasien asma yang baik. Kesalahan diagnosis dan under-
diagnosis masih sering dijumpai pada praktek klinis sehari-hari dari
berbagai kelompok umur pasien. Berikut ini kami sampaikan panduan
mendiagnosis pasien dengan asma.
Diagnosis Asma
Asma secara umum dikenal memiliki karakteristik gejala dan
hambatan aliran udara yang variabel dan episodik. Hal inilah yang menjadi
dasar dalam mendiagnosis asma. Diagnosis asma didapatkan dengan
mengidentifikasi kedua kondisi karakteristik tersebut. Gejala respirasi yang
sering dihubungkan dengan asma adalah mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, atau batuk. Gejala-gejala tersebut memiliki karakteristik tersendiri
untuk mendukung diagnosis asma. Semakin banyak gejala yang ditemukan
pada pasien akan makin menguatkan dugaan kearah asma, terutama pada
kasus dewasa. Sementara itu, kronologis gejala yang biasanya memburuk
saat malam hari atau dini hari serta bervariasi intensitasnya juga
mendekatkan kita pada diagnosis asma. Karakteristik lain adalah pencetus
keluhan dan gejala tersebut yang sangat beragam mulai dari infeksi virus
(flu), olah raga, pajanan alergen, perubahan cuaca, gas iritan, atau bahkan
tertawa yang terlalu keras.(Gambar 1)1
Variabel kedua yang harus dibuktikan selain gejala yang episodik di
atas adalah hambatan aliran udara ekspirasi yang bervariasi dari waktu ke
waktu serta tingkat keparahannya. Hal ini memerlukan pemeriksaan fungsi
paru yang dilakukan pada pasien saat sedang eksaserbasi dan dalam konsisi
asma yang stabil. Pemeriksaan tes fungsi paru memerlukan alat spirometri
yang khusus dan dilakukan oleh petugas terlatih. Hal inilah yang sering
menjadi kendala dalam menegakkan diagnosis asma, khususnya di fasilitas
kesehatan primer. Pada konsensus GINA, pemeriksaan tes fungsi paru
dapat dilakukan dengan pemeriksaan peakflow-meter yang lebih
sederhana dan mudah untuk dilakukan oleh petugas kesehatan di
perifer.1,7
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
4
Gambar 1. Bagan Diagnosis Asma1
Konfirmasi untuk hambatan aliran udara ekspirasi yang bervariasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara pemeriksaan. Pada prinsipnya,
semakin lebar variasi fungsi paru yang didapatkan, makin meyakinkan
diagnosis yang didapatkan. Berikut ini beberapa tes yang
direkomendasikan oleh GINA tahun 2015 serta hasil positif dari pasien
dewasa:1
Bronchodilator (BD) reversibility test positif :
Peningkatan FEV1 >12% dan >200 mL dari baseline, 10–15 menit
setelah inhalasi albuterol 200–400 mcg atau obat ekuivalennya
Variabilitas hasil PEF dua kali sehari yang eksesif selama 2 minggu :
Variabilitas PEF diurnal rata-rata >10%
Peningkatan fungsi paru signifikan setelah pengobatan dengan anti-
inflamasi selama 4 minggu :
Peningkatan FEV1 >12% dan >200mL (atau PEF >20%) dari baseline
setelah terapi 4 minggu, tanpa infeksi saluran nafas
Exercise challenge test positif :
Penurunan FEV1 >10% dan 200mL dari baseline
Bronchial challenge test positif :
Penurunan FEV1 ≥20% dari baseline dengan dosis methacholin atau
histamine standar atau penurunan ≥15% dengan rangsangan
hiperventilasi terstandar, salin hipertonis, atau manitol
Variasi fungsi paru yang eksesif antara kunjungan ke dokter :
Variasi FEV1 >12% dan >200mL antara kunjungan, tanpa adanya
infeksi saluran nafas
Beberapa tes lain dapat dilakukan sesuai indikasinya. Tes provokasi
bronchus dilakukan pada kasus-kasus tidak ditemukannya hambatan aliran
udara yang sesuai dengan kriteria saat tes awal. Pada kondisi ini diperlukan
rangsangan untuk mencetuskan hambatan aliran udara yang dimaksudkan.
Beberapa bahan yang biasa dipakai untuk tes provokasi ini antara lain
methacholine, histamine, latihan fisik, atau manitol. Pada kasus asma alergi
dapat juga dilakukan tes alergi. Tes alergi yang sering dilakukan adalah skin
prick test atau IgE spesifik.1
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
6
Fractional Exhaled Nitric Oxide (FENO) merupakan salah satu
modalitas tes diagnosis asma terbaru yang cukup menjanjikan. Penggunaan
FENO ini dihubungjkan dengan pengukuran eosinophil pada sputum. Hasil
yang meningkat dari kedua tes ini akan lebih mengarahkan diagnosis pada
asma. Penelitian oleh Smith, dkk. menunjukkan superioritas FENO untuk
diagnosis asma dibandingkan hambatan aliran udara variable yang
merupakan pemeriksaan konvensional untuk asma. Pada pasien dengan
gejala kl;inis tidak spesifik atau meragukan, FENO lebih dari 50 ppb (part
per billion) lebih mengarah pada asma, dan memberikan respons yang baik
pada terapi dengan inhalasi kortikosteroid.1,8
Asesmen Asma
Setelah diagnosis asma ditegakkan, pada setiap pasien asma harus
dilakukan beberapa asesmen tambahan. Asesmen dilakukan dalam hal
status kontrol asma (symptom control dan risiko outcome yang buruk di
masa yang akan datang), masalah terapi, serta asesmen komorbiditas.
Ketiga hal ini harus selalu dinilai sejak awal pasien didiagnosis menderita
asma serta setiap kali pasien datang untuk pemeriksaan rutin.1,9,10
Menilai status kontrol asma merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan terapi asma. Kontrol asma memiliki dua
bagian utama, yaitu penilaian gejala dan risiko untuk outcome buruk dalam
jangka panjang. Penilaian gejala asma mencakup segala keluhan yang
berhubungan dengan penyakit asma (mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, dan batuk) serta pengaruh gejala tersebut dalam kehidupan sehari-
hari pasien (beban medis dan psiko-sosial dan ekonomi). Symptom control
yang buruk sangat berhubungan dengan peningkatan risiko eksaserbasi
asma. Secara umum, penilaian symptom control dilakukan dengan
menanyakan segala keluhan dan kondisi yang berkaitan dengan asma
dalam 4 minggu terakhir dengan satuan hari dalam seminggu (Tabel 1).
Beberapa kuesioner seperti Asthma Control Questionnaire (ACQ) atau
Asthma Control Test (ACT), dapat diberikan pada pasien untuk membantu
menilai symptom control ini.9,10
Sedangkan asesmen faktor risiko outcome asma yang buruk didapat
dengan menilai faktor risiko eksaserbasi, faktor risiko hambatan aliran
udara menetap, serta faktor risiko efek samping pengobatan. Selain itu,
data mengenai FEV1 saat memulai terapi serta pengecekan rutin setiap 3-6
bulan sangat ideal dalam melengkapi penilaian risiko outcome asma ini
secara komprehensif.1
Tabel 1. Asesment kontrol asma menurut GINA 20151
Hal yang dialami pasien dalam
4 minggu terakhir
Terkontrol Terkontrol
sebagian
Tidak
terkontrol
Gejala asma siang hari
>2X/minggu
tidak ada
yang
dialami
1-2 variabel 3-4
variabel
Terbangun malam hari akibat
asma
Penggunaan obat pelega
>2X/minggu
Hambatan aktivitas akibat asma
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
8
Faktor risiko independen yang dapat dimodifikasi untuk terjadinya
eksaserbasi antara lain gejala asma yang tidak terkontrol, penggunaan β2
agonis kerja cepat (short-acting β2 agonist/SABA) dosis tinggi (>200 dosis-
kanister sebulan), penggunaan inhalasi kontikosteroid (inhaled
corticosteroid/ICS) yang tidak adekuat dari segi kepatuhan atau teknik
penggunaan inhaler, FEV1 rendah (<60% prediksi), masalah psikologis dan
sosio-ekonomi mayor, pajanan rokok atau allergen, faktor komorbid
(obesitas, rhino-sinusitis, alergi makanan), eosinophilia (sputum atau
darah), kehamilan. Faktor utama lain yang meningkatkan risiko eksaserbasi
adalah riwayat intubasi atau dirawat di ruang intensif akibat asma serta
riwayat eksaserbasi berat ≥ sekali setahun. Faktor risisko mendapatkan
hambatan aliran udara menetap adalah terapi tanpa ICS, pajanan yang
menetap (asap rokok, bahan kimia dan pajanan dari tempat kerja), FEV1
awal yang rendah, hipersekresi mukus kronik, eosinophilia sputum atau
darah.1,11
Sedangkan faktor risiko timbulnya efek samping obat dapat dibagi
menjadi dua, yaitu sistemik dan lokal. Faktor risiko sistemik antara lain
konsumsi kortikosteroid oral yang sering, ICS dosis tinggi dan/atau sangat
poten, konsumsi obat lain yang bersifat inhibitor sitokrom P450. Sementara
faktor risiko lokal antara lain teknik penggunaan inhaler yang tidak tepat
serta penggunaan ICS dengan dosis tinggi atau poten.1,10
Asma sering didiagnosis sekunder, dimana pasien datang mencari
pertolongan kesehatan akibat masalah kesehatan selain asma dan
diagnosis asma akhirnya dapat digali. Beberapa kelainan yang sering
didapatkan bersama asma ini dikenal sebagai komorbid asma. Kelainan-
kelainan tersebut antara lain rhinitis, rhino-sinusitis, gastroesophageal
reflux, obesitas, obstructive sleep apnea, depresi dan ansietas. Kelainan-
kelainan tersebut selain dapat menjadi tempat masuknya diagnosis asma
juga berperan pada outcome dan status kontrol yang buruk dari pasien
asma.1
Ringkasan
Asma merupakan penyakit tidak menular dengan penyebaran
paling luas dan beragam di dunia. Diagnosis asma yang tepat merupakan
kunci utama dalam upaya mengontrol asma secara efektif. Konsensus GINA
telah merumuskan cara sederhana dalam mendiagnosis asma. Asma sudah
dapat didiagnosis bila didapatkan gejala karakeristik dan hambatan aliran
udara yang variabel dan episodik.
Daftar Pustaka
1. FitzGerald JM, Bateman ED, Boulet L-P, et al. Global Initiative for
Asthma (GINA) Global Strategy for Asthma Management and
Prevention (2015 update).
2. World Asthma Prevalence (WHO). Available at http//www.who.int.
Accessed: 15 October 2015.
3. Karadag B, Karakoc F, Ersu R, et al. Is childhood asthma still
underdiagnosed and undertreated in Istanbul? Pediatrics
International 2007;49:508-512.
4. Nish WA, Schwietz LA. Underdiagnosis of asthma in young adults
presenting for USAF basic training. Ann of Allergy 1992;69(3):239-
242.
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
10
5. Banerjee DK, Lee GS, Malik SK, et al. Underdiagnosis of asthma in
the elderly. Brit J Dis of the Chest 1987;81:23-29.
6. Parameswaran K, Hildreth AJ, Chadha D, et al. Asthma in the
elderly: underperceived, underdiagnosed and undertreated; a
community survey. Respir. Med. 1998;92:573-577.
7. Levy ML, Fletcher M, Price DB, Hausen T, Halbert RJ, Yawn BP.
International Primary Care Respiratory Group (IPCRG) Guidelines:
diagnosis of respiratory diseases in primary care. Prim Care Respir J
2006;15:20-34.
8. Smith AD, Cowan JO, Filsell S, et al. Comparisons between Exhaled
Nitric Oxide Measurements and Conventional Tests. Am J Respir Crit
Care Med 2004;169:473-478.
9. Reddel HK, Taylor DR, Bateman ED, et al. An official American
Thoracic Society/European Respiratory Society statement: asthma
control and exacerbations: standardizing endpoints for clinical
asthma trials and clinical practice. Am J Respir Crit Care Med
2009;180:59-99.
10. Bateman ED, Reddel HK, Eriksson G, et al. Overall asthma control:
the relationship between current control and future risk. J Allergy
Clin Immunol 2010;125:600-8.
11. Chung KF, Wenzel SE, Brozek JL, et al. International ERS/ATS
Guidelines on Definition, Evaluation and Treatment of Severe
Asthma. Eur Respir J 2014;43:343-73.