tinjauan pelaksanaan pengodean diagnosis

12
TINJAUAN PELAKSANAAN PENGODEAN DIAGNOSIS KASUS DIABETES MELLITUS PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TK.II 04.05.01DR. SOEDJONO MAGELANG TAHUN 2017 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta Disusun oleh: RESTU BUSTOMI 1315069 PROGRAM STUDI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN (D-3) FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2018

Transcript of tinjauan pelaksanaan pengodean diagnosis

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGODEAN DIAGNOSIS

KASUS DIABETES MELLITUS PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT TK.II 04.05.01DR. SOEDJONO MAGELANG

TAHUN 2017

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan

Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun oleh:

RESTU BUSTOMI

1315069

PROGRAM STUDI

REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN (D-3)

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

YOGYAKARTA

2018

ii

iii

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGODEAN DIAGNOSIS

KASUS DIABETES MELLITUS PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT TK.II 04.05.01 DR. SOEDJONO MAGELANG

TAHUN 2017

Restu Bustomi1, Sis Wuryanto

2

INTISARI

Latar Belakang: Setiap rumah sakit wajib menyelenggarakan rekam medis untuk

mendukung tertib administrasi. Ketepatan data diagnosis sangat krusial di bidang

manajemen data klinis. Survei peneliti di rumah sakit 17 Mei 2018 untuk

kodefikasi penyakit DM masih ditemukan penulisan kode yang tidak tepat. Dari

30 berkas terdapat kode tidak tepat 18 kode (60%) dan tepat ada 12 kode (40%).

Hal ini berdampak pada keefektifan pengelolaan data dan informasi pelayanan

kesehatan.

Tujuan Penelitian: Mengetahui pelaksanaan pengodean diagnosis kasus diabetes

melitus pada berkas rekam medis pasien rawat inap.

Metode Penelitian: Jenis penelitian kualitatif dengan rancangan case study.

Subjek dokter dan dua coder rawat inap. Objek penelitian ini BRM kasus DM.

Pengumpulan data menggunakan check-list observasi dan pedoman wawancara.

Pengambilan sampel sebanyak 80 BRM.

Hasil: Pengodean dilakukan oleh 2 petugas,salah satu petugas bukan D-3 RM.

Kode diagnosis kasus DM ditinjau dari tiap karakternya sampai dengan karakter

keempat ada 60 kode (75%) tidak tepat dan sejumlah 20 kode (25%) yang

kodenya tepat sampai karakter keempat. Faktor yang mempengaruhi pengodean

yaitu keterbatasan waktu dokter sehingga penulisan diagnosis yang tidak lengkap

dan ada petugas yang belum berlatarbelakang bukan D-3 RM,serta aplikasi

program pengodean yang belum update.

Kesimpulan: Satu coder berlatar belakang bukan D-3 rekam medis, petugas

masih jarang menggunakan ICD-10 volume 3 dan volume 1. Persentase

ketidaktepatan kode diagnosis DM ada 60 kode (75%) dan ketepatan kodenya 20

kode (25%) dari 80 BRM. Faktor yang mempengaruhi pengodean yaitu

keterbatasan waktu dokter, kemampuan dan pengetahuan petugas yang

berbeda,program aplikasi pengodean belum update.

Kata Kunci: Pengodean, Diagnosis, Diabetes Melitus

1Mahasiswa D-3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Jenderal

Achmad Yani Yogyakarta 2Dosen Pembimbing Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

iv

REVIEW OF CODING DIAGNOSIS IMPLEMENTATION

CASE OF DIABETES MELLITUS ON HOSPITAL PATIENTS

IN TK.II HOSPITAL 04.05.01 DR. SOEDJONO MAGELANG

YEAR 2017

Restu Bustomi1, Sis Wuryanto

2

ABSTRACT

Background:Every hospital is obliged to hold a medical record to support

orderly administration. The accuracy of diagnosis data is crucial in the field of

clinical data management. Researchers surveyed at the hospital on May 17, 2018

for the coding of DM still found inappropriate code writing. Of the 30 files there

is an incorrect code 18 codes (60%) and there are exactly 12 codes (40%). This

has an impact on the effectiveness of health service data and information

management.

Objective:Knowing the implementation of the coding for the diagnosis of diabetes

mellitus in the medical records of inpatients.

Method:Type of qualitative research with case study design. Doctor subject and

two inpatient coder. The object of this research is BRM DM case. Data collection

uses the observation check-list and interview guidelines. Sampling is 80 BRM. Result:The coding was carried out by 2 officers,one of the officers was not the D-

3 RM. The diagnosis code for DM cases in terms of each character up to the

fourth character is 60 codes (75%) incorrect and 20 codes (25%) whose code is

right up to the fourth character. Factors that influence coding are the doctor's

time constraints so that the writing of the diagnosis is incomplete and there are

officers who are not background-oriented, not the D-3 RM,as well as the coding

application program that has not been updated.

Conclusion:One coder with a background not a D-3 medical record,officers still

rarely use ICD-10 volume 3 and volume 1. The inaccuracy percentage of DM

diagnosis code is 60 codes (75%) and the accuracy of the code is 20 codes (25%)

of 80 BRM. Factors that affect coding are the limited time of the doctor,the ability

and knowledge of different officers,the coding application program has not been

updated.

Keywords:Encoding, Diagnosis, Diabetes Mellitus

1D-3 Medical Record Student and Health Information General Achmad Yani

University, Yogyakarta

2Lecturers of General Achmad Yani University, Yogyakarta

1

PENDAHULUAN

Rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat. Rumah sakit

dalam menunjang upaya pelayanan

secara paripurna, di antaranya rumah

sakit harus menyelenggarakan

pelayanan rekam medis.(1)

Rekam medis diartikan sebagai

keterangan baik yang tertulis maupun

yang terekam tentang identitas,

anamnese, penentuan fisik

laboratorium, diagnosis, segala

pelayanan dan tindakan medis yang

diberikan kepada pasien, dan

pengobatan baik yang di rawat inap,

rawat jalan, maupun yang didapatkan

di rawat darurat.(2)

Suatu keterangan dan catatan

pribadi tentang pasien digunakan

sebagai sumber data pada bagian

pengolahan rekam medis, bahwa

informasi tersebut harus akurat untuk

menentukan langkah-langkah

strategis dalam pelayanan kesehatan

diantaranya data medis meliputi hasil

pemeriksaan dan diagnosis.

Diagnosis adalah penentuan bentuk

gangguan atau masalah yang

merupakan hasil kesimpulan dan

kumpulan tanda-tanda, gejala-gejala,

riwayat sakit, bila perlu disertai

pemeriksaan laboratorium dan

rongten sesuai standar medis yang

berlaku.(3)

Pengodean adalah

pemberian penetapan kode dengan

menggunakan huruf atau angka atau

kombinasi huruf dalam angka yang

mewakili komponen data. Kegiatan

pengodean dilakukan setelah

perakitan dan analisis berkas.

Pelaksanaan pengodean harus

lengkap dan akurat sesuai dengan

ICD-10.(3)

Berdasarkan pengamatan

sementara peneliti pada tanggal 17

Mei 2018, dalam kodefikasi penyakit

terutama untuk penyakit diabetes

melitus, masih ditemukan penulisan

kode diagnosis kasus diabetes

melitus pada berkas rekam medis

pasien rawat inap yang tidak tepat

sesuai dengan ICD-10, seperti masih

banyak ditemukannya kode E11.9

(Diabetes Mellitus, Without

Complications) dan masih

ditemukannya kode yang seharusnya

adalah E14.9 (Unspecified Diabetes

2

Mellitus) karena tidak diketahui

spesifikasi dari diagnosis diabetes

melitus tesebut, tetapi pada

kenyataanya kode yang dituliskan

adalah E10.9 yang mana kode

tersebut menunjukkan keadaan

(Insulin-Dependent Diabetes

Mellitus) pada formulir ringkasan

masuk dan keluar berkas rekam

medis. Dari hasil kajian sementara di

Rumah Sakit TK.II 04.05.01 dr.

Soedjono Magelang dengan jumlah

sampel sebanyak 30 berkas rekam

medis, dari laporan tersebut terdapat

kode yang tidak tepat sebanyak 18

kode (60%) dan kode yang tepat

sebanyak 12 kode (40%). Hal ini

berdampak pada keefektifan

pengelolaan data dan informasi

pelayanan kesehatan. Selain itu

sistem BPJS yang mulai diterapkan

sejak 2014, pengodean yang tepat

merupakan kunci sukses sistem

tersebut. Apabila kode yang

dicantumkan pada berkas rekam

medis tidak tepat, maka dapat

berdampak terhadap biaya pelayanan

kesehatan.

BAHAN DAN CARA

PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

penelitian deskriptif dengan kualitatif

melalui studi kasus. Lokasi

penelitian di Rumah Sakit TK.II

04.05.01 dr. Soedjono Magelang.

Pengambilan data dilakukan pada

bulan Agustus sampai September.

Subjek dalam penelitian ini adalah

dokter dan dua petugas pengodean

rawat inap. Sedangkan objek

penelitian ini adalah BRM pasien

rawat inap kasus diabetes melitus.

Instrumen penelitian yang digunakan

yaitu, checklist observasi untuk

mengetahui pendukung pengodean,

checklist observasi untuk persentase

ketidaklengkapan, dan pedoman

wawancara, untuk pelaksanaan

pengodean. Data yang telah

terkumpul divalidasi menggunakan

triangulasi sumber, kemudian

dilakukan editing, coding, entry data,

dan cleaning. Analisis yang

digunakan yaitu deskriptif

menggunakan prosen secara induktif

artinya dimulai dari data yang

terkumpul, kemudian diambil

kesimpulan.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pengodean

Pelaksanaan pengodean di

Rumah Sakit TK.II 04.05.01 dr.

Soedjono Magelang telah

menggunakan sistem komputerisasi

dengan 2 petugas pengodean rawat

jalan yang ditempaatkan dibagian

casemix dibagi menjadi 2 dengan

tugas masing-masing 1 petugas

pengodean diagnosis dan 1 petugas

pengodean tindakan, serta 2 petugas

pengodean rawat inap yang

ditempatkan di unit rekam medis.

Penggunaan buku ICD-10 tidak

dilakukan secara maksimal

dikarenakan pengodean telah

dilakukan secara komputerisasi

dengan petugas mengetikan

diagnosis yang ada di formulir

ringkasan masuk dan keluar pada

program aplikasi dan secara otomatis

akan muncul kode penyakit dan

petugas menuliskan kode diagnosis

yang ada di program aplikasi pada

formulir ringkasan masuk dan keluar

di kolom kode penyakit. Menurut

petugas dalam proses pengodean

masih jarang memakai buku ICD-10

volume 3 dan volume 1 dikarenakan

dapat menghemat waktu dalam

pengerjaan dengan memakai

program aplikasi.

Persentase Ketidaklengkapan

Pengodean

Berdasarkan tabel 4.1 diatas

dan observasi coding, ketidaktepatan

pengodean diagnosis kasus Diabetes

Mellitus di Rumah Sakit TK.II

04.05.01 dr. Soedjono Magelang dari

80 berkas rekam medis pada periode

tahun 2017 yaitu masih terdapat kode

yang tidak tepat. Dari hasil analisis

ketidaktepatannya berdasarkan tiap-

tiap karakter, maka dapat diperoleh

hasil pengodean 0 (0%) kode tidak

tepat karakter pertama, 49 (61%)

kode tidak tepat s.d karakter kedua,

62 (78%) kode tidak tepat s.d

karakter ketiga, 65 (81%) kode tidak

tepat s.d karakter keempat, kemudian

No. Kategori Jumlah %

1. Tepat 20 25%

2. Tidak

Tepat

Tepat

karakter 1 0 0%

Tepat

karakter

s.d

Karakter 2

36 45%

Tepat

karakter

s.d

Karakter 3

24 30%

Total 80 100%

4

79 (99%) penggunaan dagger dan

asterisk, serta 1 (1%) kode yang

tidak perlu.

Berdasarkan hasil analisis

terhadap ketidaktepatan kode

diagnosis kasus diabetes mellitus di

Rumah Sakit TK.II 04.05.01 dr.

Soedjono Magelang bulan Januari

sampai dengan Desember periode

tahun 2017 (lihat tabel 4.1), dapat

dilihat bahwa persentase

ketidaktepatan kode diagnosis kasus

diabetes mellitus menunjukkan

tingkat yang cukup tinggi. Persentase

pada hasil analisis ketidaktepatan

kode diagnosis kasus diabetes

mellitus dengan kategori tidak tepat

s.d karakter keempat menunjukkan

angka yang tinggi yaitu (81%)

dengan jumlah kode 65 dari 80

berkas rekam medis. Sedangkan

persentase ketidaktepatan kode

diagnosis kasus diabetes mellitus

dengan kategori tidak tepat s.d

karakter ketiga menunjukkan angka

yang cukup tinggi yaitu (78%)

dengan jumlah kode 62 dari 80

berkas rekam medis. Kemudian

persentase ketidaktepatan kode

diagnosis kasus diabetes mellitus

dengan kategori tidak tepat s.d

karakter kedua yaitu (61%) dengan

jumlah 49 dari 80 berkas rekam

medis. Dengan kata lain dari 80

berkas rekam medis rawat inap yang

digunakan sebagai sampel terdapat

15 berkas rekam medis yang hasil

kodenya tepat s.d karakter keempat.

Sedangkan terdapat 18 berkas rekam

medis yang hasil kodenya tepat s.d

karakter ketiga, dan terdapat 31

berkas rekam medis yang hasil

kodenya tepat s.d karakter kedua.

Faktor yang Mempengaruhi

Ketidaklengkapan Pengodean

Berdasarkan hasil wawancara

dengan Responden A dan Responden

B serta dilakukannya observasi pada

berkas rekam medis ketepatan dan

ketidaktepatan pengodean

dipengaruhi oleh tulisan dokter

terkait diagnosis pasien. Sering

ditemukannya tulisan dokter yang

kurang jelas dan susah dibaca oleh

petugas pengodean sehingga

menghambat pelaksanaan pengodean

dimana petugas kesulitan untuk

menentukan kode dengan tepat.

Pelaksanaan pengodean

diagnosis pasien rawat inap kasus

Diabetes Mellitus di Rumah Sakit

TK.II 04.05.01 dr Soedjono

5

Magelang dilakukan oleh 2 (dua)

petugas pengodean yang berlatar

belakang D-3 rekam medis dan non

D-3 rekam medis. petugas

pengodean belum maksimal dalam

pelaksanaan pengodean terutama

terkait kegiatan untuk melihat catatan

penunjang lain yang dapat di jadikan

landasan bahwa pasien tersebut

masuk dalam kriteria DM dengan

komplikasi terkait penyakit yang

dideritanya, jadi petugas pengodean

masih tergantung pada penulisan.

Pengodean dilakukan dengan

komputerisasi dan petugas

pengodean terkadang juga akan

menggunakan buku ICD-10 karena

dalam sistem aplikasi ICD-10

elektroniknya belum di update.

Berdasarkan hasil wawancara

dengan petugas pengodean dan

triangulasi bahwa petugas pengodean

kesulitan untuk membaca tulisan

dokter dengan alasan penulisan

DM2NO tidak jelas apakah penulisan

itu menunjukkan DM tipe 2 atau

bukan tipe 2, selain itu penulisan

dokter spesialis penyakit dalam

sering menuliskan diagnosa

tambahan yang tidak menunjang

diagnosis tersebut. Hal ini juga

dilandasi oleh pernyataan triangulasi

yang menyebutkan bahwa, jika ada

konfirmasi diagnosis DM yang

kurang jelas ke dokter, dokter sudah

lupa diagnosis DM pada pasien yang

mana, dengan demikian petugas

pengodean akan menuliskan apa

yang ditulis dokter, dimana penulisan

DM yang tidak diketahui akan

langsung ditulis E14.9 dimana

kategori tersebut adalah DM

unspecified.

Berdasarkan hasil wawancara

dengan petugas pengodean di Rumah

Sakit TK.II 04.05.01 dr.Soedjono

Magelang dalam pengodean rekam

medis rawat inap di lakukan oleh 2

coder yang berlatar belakang

pendidikan D3 rekam medis dan non

D3 rekam medis karena keterbatasan

rumah sakit mengenai sumber daya

manusia yang berlatar belakang D3

rekam medis, tetapi di rumah sakit

sudah ada kebijakan bahwa petugas

coder yang berlatar belakang non D3

rekam medis bisa melaksanakan

tugas dengan syarat mengikuti

pelatihan. Hal ini tidak sejalan

dengan Permenkes No. 55 Tahun

2013 tentang penyelenggaraan

Pekerjaan Rekam medis bahwa

6

syarat minimal petugas harus berlatar

belakang D3 rekam medis.

Berdasarkan obesrvasi

peneliti terkait program aplikasi pada

komputer bahwa program

aplikasinya belum ter-update masih

dengan versi yang lama (2004)

bahkan petugas sering mengikuti

kode pada program aplikasi tersebut.

Hal ini senada dengan teori faktor-

faktor yang menyebabkan kesalahan

pengodean menurut (Bowman, 1992)

meliputi; kegagalan peninjauan

seluruh catatan, pemilihan diagnosis

utama yang salah, pemilihan kode

yang salah, mengode diagnosis atau

prosedur yang salah oleh karena isi

catatan, dan kesalahan didalam

memasukkan kode ke dalam

database atau pada tagihan.

Sehingga harus segera dilakukan

update pada program aplikasi baik

ICD elektroniknya maupun SIMRS.

Berdasarkan observasi peneliti

tentang SOP dan dilandasi oleh

pengakuan triangulasi dikethui

bahwa SOP yang ada belum di revisi

akan tetapi setiap ada pergantian di

revisi atau tidak direvisi akan

dilakukan, dengan maksud bahwa

SOP yang ada keluaran yaitu tahun

2015 hanya saja nanti di ganti tahun

keluarnnya. Hal ini mempengaruihi

tata cara yang dilakukan petugas

pengodean. Disisi lain dilihat dari

aspek pelaksanaan bahwa methode

pengodean yang dilakukan petugas

ketika berkas datang petugas

kemudian memberi kode penyakit

untuk diagnosis yang ditulis dokter

menggunakan ICD-10 revisi 2004,

terkadang petugas menggunakan

ICD-10 volume 3 tanpa melihat ICD-

10 volume 1, petugas memberikan

kode tindakan menggunakan buku

ICD-9 CM 2010 kemudian petugas

menuliskan kode pada kolom di

formulir ringkasan masuk dan keluar

pasien, lalu petugas meng-entry kode

dalam database SIMRS. Hal ini

bertentangan dengan

SPO/MKI/IV/2017 tentang

pemberian kode penyakit dan kode

tindakan di Rumah Sakit TK.II

04.05.01 dr.Soedjono Magelang

yakni pengodean penyakit

menggunakan buku ICD-10 revisi ke

10 dan menggunakan ICD-10

Volume 1, 2, dan 3.

7

KESIMPULAN

Dalam pelaksanaan

pengodean diagnosis kasus diabetes

mellitus di Rumah Sakit TK.II

04.05.01 dr. Soedjono Magelang

dilakukan oleh 2 (dua) coder. Salah

satu coder berlatar belakang

pendidikan non D3 rekam medis,

dalam pengodean petugas

menggunakan aplikasi ICD-10

terkadang petugas juga tidak

menggunakan ICD-10 volume 1 dan

pengodeannya sampai di ICD-10

volume 3.

Pengodean diagnosis kasus

diabetes mellitus belum mengacu

dengan kaidah ICD-10 volume 2.

Persentase ketidaktepatan kode

diagnosis diabetes mellitus tertinggi

pada kategori kode tidak tepat s.d

karakter 4 dan pada kategori kode

tidak tepat s.d karakter 3 dengan

jumlah 65 dan 62 berkas rekam

medis dengan persentase 81% dan

78% dari 100%.

Faktor Penyebab

Ketidaktepatan Pengodean di Rumah

Sakit TK.II 04.05.01 dr. Soedjono

Magelang dipengaruhi oleh beberapa

aspek dari Tulisan dokter yang susah

terbaca sehingga sulit untuk

menentukan kode dengan tepat.

Kemampuan dan pengetahuan

petugas yang berbeda serta jarang

adanya pelatihan terkait pengodean

sehingga mempengaruhi hasil kode

diagnosis. Aplikasi SIMRS terkait

program aplikasi pengodean belum

ter-update. SOP terkait pelaksanaan

pengodean yang belum terlaksana

dengan baik yaitu di dalam SOP

memuat tentang pengodean

menggunakan buku ICD-10 revisi 10

volume 1, 2 dan 3, sedangkan dalam

kenyataannya petugas mengode

menggunakan program aplikasi ICD-

10 elektronik tahun 2004 dan

terkadang petugas hanya

menggunakan volume 3 tanpa

melihat volume 1.

Sebaiknya pelaksanaan

pengodean pasien rawat inap

diagnosis kasus diabetes mellitus di

Rumah Sakit TK.II dr. Soedjono

Magelang harus mengikuti kaidah

ICD-10 volume Sebaiknya dilakukan

pengodean sampai pada karakter ke 4

berdasarkan ICD-10. Melakukan

pembuatan kebijakan terkait

penulisan dokter dengan penggunaan

huruf kapital agar lebih jelas dan

melakukan penulisan diagnosis

8

berdasarkan terminologi medis dan

ICD-10 seperti diagnosis DM2NO

dan perlu tersedianya buku daftar

singkatan diagnosis yang telah

disepakati bersama. Melakukan

sosialisasi antar petugas pengodean

untuk menyatukan persepsi terhadap

ketepatan dan kelengkapan kode

diagnosis dan membuat kebijakan

yang mengikutsertakan petugas

untuk pelatihan pengodean

khususnya diabetes mellitus.

Melakukan update program aplikasi

khususnya untuk program pengodean

baik dari ICD-10 elektroniknya

maupun SIMRS agar kode yang ada

di program sama dengan mengikuti

kode yang ada di buku ICD-10.

Melakukan revisi SOP pengodean

dan menjelaskan tata cara rinci

kerjanya agar lebih jelas. Melakukan

konsep reward dan punishment agar

dapat meningkatkan evaluasi kinerja

dari petugas pengodean.

DAFTAR PUSTAKA

1. Menkes, R. I. 2014. Peraturan

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 56 tahun

2014 tentang Klasifikasi dan

Perizinan Rumah Sakit.

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

2. Hatta, R Gemala. 2013. Pedoman

Manajemen Informasi

Kesehatan di Sarana

Pelayanan Kesehatan Revisi

II. Jakarta: Universitas

Indonesia.

3. WHO. 2010. International

Statistical Classification of

Diseases and Related Health

Problems, tenth Revision,

Volume 1, 2, dan 3. WHO:

Geneva.

4. Bowman, E., & Abdelhak, M.

2001. Coding, Clssification,

and Reimbursement

Systems. Health

Information:Management of a

Strategic Resource. 2nd

Edition. Philadelphia: WB

Saunders Company.

5. Menkes, R. I. 2008. Peraturan

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

269 tahun 2008 tentang

Rekam Medis. Menteri

Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

6. Menkes, R. I. 2013. Keputusan

Menteri Republik Indonesia

Nomor 55 tahun 2013

pasal 3 tentang

Penyelenggaraan Pekerjaan

Rekam Medis. Menteri

Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

7. Tambunan, R M. 2013. Pedoman

Penyusunan Standard

Operating Procedures (SOP),

Jakarta: Maistas Publishing.

8. Republik Indonesia. Undang-

Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2014

Tentang Tenaga Kesehatan.