Bakal Tesis

298
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN SUATU KAJIAN TEORETIK KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PENDIDIK, MANAJER, ADMINISTRATOR, SUPERVISOR, PEMIMPIN, INOVATOR, DAN MOTIVATOR PENDIDIKAN OLEH I NYOMAN NATAJAYA PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN 1

Transcript of Bakal Tesis

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

SUATU KAJIAN TEORETIK KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PENDIDIK, MANAJER, ADMINISTRATOR, SUPERVISOR,

PEMIMPIN, INOVATOR, DAN MOTIVATOR PENDIDIKAN

OLEHI NYOMAN NATAJAYA

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

1

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS PENDIDIKAN GENESHA

SINGARAJA 2012

PRAKATA

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang

Widhi Waca Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan

bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ajar dengan

judul Problematika Pendidikan (Suatu Kajian Teoretik Kepemimpinan

Kepala Sekolah sebagai Pendidik, Manajer, Administrator,

Supervisor, Pemimpin, Inovator, dan Motivator Pendidikan) dapat

dislesaikan tepat sesuai dengan jadwal waktu yang direncanakan.

Buku ajar adalah sebagai salah satu produk dari pelaksanaan

penelitian pengembangan perangkat pembelajaran pada Program

Pascasarjana Undiksha Singaraja dalam rangka untuk mendukung

perkuliahan mata kuliah Analisis Sumberdaya Pendidikan pada

Program Studi S2 Administrasi Pendidikan. Buku ajar ini dapat

diselesaikan sudah tentunya tidak dapat dilepaskan dari bantuan

berbagai pihak terutama Direktur Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha yang berkenan membiayai penelitian dan

penulisan buku ajar ini. Lembaga Penelitian Undiksha Singaraja

2

yang berkenan memfasilitasi secara administrasi pelaksanaan

penelitian dan penulisan buku ajar ini. Demikian juga pihak-pihak

lain yang telah membantu mencermati, mengkritisi dan memberikan

saran yang diperlukan, sehingga penelitian dan penulisan buku ajar

ini dapat dilaksanakan dan selesai tepat sesuai dengan waktu yang

direncanakan. Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima

kasih.

Kami menyadari bahwa buku ajar sebagai produk dalam

penelitian pengembangan ini masih ada kekurangannya, oleh karena

itu tegur sapa, masukkan dan koreksi dari berbagai pihak terutama

yang memiliki perhatian terhadap laporan penelitian dan buku ajar

ini masih tetap kami harapkan demi untuk menambah kesempurnaannya.

Singaraja, Nopember2012

Peneliti,

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ................................................................................................. i

3

PARAKATA ..................................................

..........................................................

ii

DAFTAR

ISI ........................................................

.................................................... iii

BAB. IPENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Rasional PenulisanBuku ................................................................... 1

B. StandarKompetensi ........................................................................... 4

BAB. II KEPALA SEKOLAH SEBAGAIPENDIDIK ....................................... 5

A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ............................. 5

B. Pengertian TenagaKependidikan ...................................................... 5

C. Jenis-jenis dan Kualifikasi TenagaKependidikan ........................... 8

D. Kepala sekolah sebagaiPendidik ................................................... 15

E. Rangkuman ...................................................................................... 19

4

F. Evaluasi ............................................................................................20

BAB. III KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MANAJERPENDIDIKAN ............ 21

A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ........................... 21

B. PengertianManajemen .................................................................... 21

C. Pengertian ManajemenPendidikan .................................................25

D. Kepala Sekolah Sebagai ManajerPendidikan ................................ 30

E.Rangkuman ..................................................................................... 35

F.Evaluasi ........................................................................................... 36

BAB. IV KEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR PENDIDIKAN .37

A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ........................... 37

B. AdministrasiKurikulum .................................................................. 37

C. AdministrasiKesiswaan ................................................................... 40

D. Administrasi Kepegawaian ………………………………………… 42E. Administrasi Keuangan ……………………………………...…… 43F. Administrasi Sarana Prasarana ……………………………………. 46

5

G. Administrasi Kehumasan …………..................……...………….. 48

H. Rangkuman ………………………………………………………… 51I. Evaluasi .........................................

...................................................52

BAB. V KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISORPENDIDIKAN ....... 53

A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ............................. 53

B. Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan SupervisiPendidikan ........... 54

C. Kompetensi Kepala Sekolah SupervisorPendidikan ...................... 58

D. Prinsip-prinsip, Metode, Teknik-teknik SupervisiPendidikan ....... 66

E. Berbagai Pendekatan SupervisiPendidikan ....................................70

F. Pengembangan Perencanaan program SupervisiPendidikan .......... 84

G. Rangkuman ....................................................................................... 88

H. Evaluasi ...........................................................................................89

BAB. VI KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPINPENDIDIKAN ............ 91

A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ............................ 91

B. PengertianKepemimpinan .............................................................. 91

6

C. Berbagai Gayakpemimpinan .......................................................... 94

D. Kepemimpinan Asta Berata Sebagai gaya Kepemimpinanyang Berbasis BudayaBali ..................................................................... 104

E. Kompetensi Kepala Sekolah sebagai PemimpinPendidikan ......... 120

F. Kuasa dan Jenis Kuasa KepalaSekolah ..........................................128

G. Rangkuaman .................................................................................... 134

H. Evaluasi ...........................................................................................135

BAB. VII KEPALA SEKOLAH SEBAGAI INOVATORPENDIDIKAN ......... 136

A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ........................... 136

B. Pengertian InovasiPendidikan ....................................................... 136

C. Pentingnya InovasiPendidikan ...................................................... 142

D. Kepala Seolah sebagai InovatorPendidikan .................................. 146

E. Rangkuman ..................................................................................... 149

F. Evaluasi ..........................................................................................151

7

BAB. VIII KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MOTIVATOR PENDIDIKAN ...152

A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya .......................... 152B. PengertianMotivasi ......................................................................... 152C. faktor-faktor dan Cara-caraMotivasi ............................................. 154D. Teori-teoriMotivasi ........................................................................ 156E.Rangkuman ..................................................................................... 169f.Evaluasi ........................................................................................... 170

DAFTARPUSTAKA ........................................................................................... 171

BAB. IPENDAHULUAN

A. Rasional Penulisan Buku

Program studi yang dibina di lingkungan program

pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)

8

Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa

Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,

Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Studi

Teknologi Pendidikan, Program Studi Pendidikan Dasar, Program

Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi

Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan

dikelola di lingkungan Undiksha ini memiliki visi, misi dan

tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi Pendidikan

misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi

Pendidikan memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam

pengembangan sumberdaya manusia, dapat mengikuti tantangan

dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan

kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program

Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan

program pendidikan yang menyiapkan tenaga ahli dalam bidang

kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon

kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon

pengawas dari tingkat SD sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga

ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menyeleng-

9

garakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam

bidang administrasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang

ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat

dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang

kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di

tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian

tujuan dari Program Studi Adminsitrasi Pendidikan adalah

pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam bidang

kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam

Administrasi Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD

sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD sampai SMTA, tenaga

ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang

pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan humaniora yang menunjang

pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas profesi

tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi

pendidikan dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah

menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut

memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan umumnya

10

dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalah-

masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten,

propinsi, dan tingkat nasional.

Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai

permasalahan yang dihadapi oleh Program Pascasarjana Program

S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program Studi Administrasi

Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar

antara lima sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK

komulatif yang dicapai oleh para lulusan berkisar antara 3,00

sampai dengan 3, 50. Dilihat dari masa studi dan IPK yang

dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan

pendidikan pada program Pascasarjana di Undiksha belum

terlaksana secara maksimal.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan

penyelenggaraan pendidikan pada Program Pascasarjana Undiksha

belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya adalah

fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur

yang tersedia baik di perpustakaan umum di Undiksha maupun di

perpustakaan Program Pascasajana masih terbatas dan kurang

11

lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini

terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang

dilakukan oleh tim dosen Program Pascasajana di Undiksha

terhadap lulusan Program Pascasarjana yang dilakukan secara

berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun

2010 dan tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan

dan kelangkaan buku-buku literatur tersebut lebih diperparah

dengan sulitnya dapat ditemukan dan sangat jarangnya dijual

di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli

untuk dimiliki bagi para mahasiswa.

Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa

program Pascasarjana pada saat ini adalah bahwa sebagian

besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD,

SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk

mengakses semua guru yang akan melanjutkan studi lanjut, maka

perkuliahan untuk mahasiswa program pascasarjana tersebut

dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan

kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang

ini teknologi imformasi komunikasi begitu pesat

12

perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi

imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran

pendidikan jarak jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan

dapat berhasil dengan baik.

Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang

mendukung kelancaran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada

dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu di kampus Singaraja dan

kampus Pegok Denpasar tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian pengembangan dengan mengangkat judul ”Pengembangan

Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Analisis Pengembangan

Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan,

Supervisi Pendidikan, dan Problematika Kepemimpinan

Pendidikan Berbasis E-Learning”

Jadi dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan

menghasilkan produk paling tidak empat buah buku yang

diharapkan dapat mendukung materi perkulihan dalam mata

kuliah: (1) Analisis pengembangan sumberdaya pendidikan, (2)

Analisis pengendalian mutu pendidikan, (3) Supervisi

pendidikan, dan (4) Problematika pendidikan dengan berbagai

13

keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan

buku-buku literatur, dan secara teknis ada peluang untuk

mengembangkan proses pembelajaran yang berbasis E-Learning.

Jadi tujuan utama penulisan buku ini adalah pembangunan

perangkat lunak (software) yang akan dipasang pada portal web e-

learning Program Pascasarjana Undiksha untuk menyediakan sumber

belajar alternatif kepada mahasiswa khususnya untuk mendu-

kung materi mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya

Tenaga Kependidikan.

B. Standar Kompetensi

Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki

kemampuan, wawasan, pemahaman terhadap berbagai konsep dan

teori tentang sumberdaya tenaga kependidikan mampu

menganalisis keterpaduan antara sumberdaya (sumberdaya

manusia khususnya kepemimpinan kepala sekolah, tenaga

kependidikan yang lainnya, sarana prasarana, dan sumberdaya

keuangan) mampu memecahkan berbagai masalah sumberdaya

pendidikan serta terampil mengaplikasikannya sebagai pemimpin

dan manajer pendidikan.

14

BAB. IIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI

PENDIDIK

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya

Memahami Pengertian Tenaga

Kepen-didikan

Dapat menjelaskan pengertian

tenaga kependi-dikan secara

hukum dan secara teoritik.

Memahami Jenis-jenis dan

Kualifikasi Tenaga

Kependidikan

Dapat menjelaskan fungsi dan

tugas utama dari masing-masing

jenis tenaga kependidikan.

Memahami Kepala Sekolah

sebagai pendidik.

Dapat menjelaskan kepala

sekolah sebagai pendidik.

B. Pengertian Tenaga Kependidikan

15

Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan disebut

dengan nama atau istilah yang berbeda-beda. Sutisna (1983)

menyebut dengan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut

dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut

dengan istilah ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979)

menyebut dengan istilah personel, kemudian Makmun (1996)

menyebut dengan istilah tenaga kependidikan, sedangkan kalau

melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur

tentang tenaga kependidikan di Indonesia, dan Undang-undang

RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyebutnya dengan istilah tenaga kependidikan.

Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan tenaga

kependidikan tersebut secara konseptual dan teoritik semuanya

memang benar dalam arti dapat diterima, lebih-lebih istilah

tenaga kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu

Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tampaknya akan lebih

tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga

dikenal dan digunakan istilah secara lebih umum, yaitu

istilah sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan

16

tulisan di buku ini, maka istilah yang digunakan barangkali

dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan secara

silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.

Persoalannya yang muncul dan perlu dibahas adalah

siapakah yang dimaksud dengan tenaga kependidikan. Menurut

ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (5) tenaga

kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang

mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan

pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan

pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi

sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,

tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang

sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam

menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5) dan (6) Undang-undang

RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga

kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yang

jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud

17

termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut di samping

pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar,

widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah juga

termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan

PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang

pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar,

penguji dan yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan

tersebut penting untuk dibahas dalam kajian ini karena sangat

bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam pengembangan

keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yang

lebih penting adalah untuk kepentingan praktis dalam rangka

dapat mengkontribusi pelaksanaan pengembangan tenaga

kependidikan khususnya kepala sekolah yang dianggap ideal.

Memang demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tersebut

dalam segala fungsi dan perannya sangat penting bagi

pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang

pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya

manusia yang dilandasi oleh suatu persepsi, kajian teori yang

18

keliru, dan salah, yang dijadikan dasar dalam mengelola semua

faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material

yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak

akan menjadi signifikan dan determinan dalam mencapai tujuan

pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya

manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang

agak berbeda dengan mengelola material yang berupa mesin-

mesin atau teknologi yang canggih dimana mesin-mesin tersebut

walaupun juga menentukan keberhasilan suatu organisasi,

tetapi mesin-mesin tersebut tidak akan bisa mengeluh, tidak

bisa melawan perintah, tidak akan mangkir dalam melaksanakan

tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat

dalam konflik-konflik seperti manusia, tidak akan bisa

mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan

negatif yang lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu

pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan

Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga

kependidikan merupakan komponen yang determinan dan menempati

posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan

19

sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki

kualitas kemampuan yang profesional dan kinerja yang baik,

tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang

dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja

dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya

kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan

martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada

umumnya. Demikian juga untuk lebih dapat memahami kajian

tentang profesi kependidikan ini secara konseptual dan

teoritik, lebih empirik serta praktis, maka kajiannya akan

difokuskan pada tenaga kependidikan tetentu saja, khususnya

kepala sekolah saja, karena jabatan kepala sekolah tersebut

adalah merupakan pengembangan jabatan dari guru. Kepala

sekolah sebagai jabatan atau tugas tambahan dari guru cukup

menarik untuk dibahas karena di dalam diri kepala sekolah

tersebut di samping berfungsi sebagai pendidik juga

disebutkan berfungsi sebagai manajer, administrator,

supervisor, pemimpin, inovator dan mativator, sehingga

jabatan kepala sekolah tersebut sering diakronimkan menjadi

20

Emaslim. Dengan mengkhu-suskan fokus kajiannya pada kepala

sekolah juga akan lebih mudah dalam memberikan berbagai

ilustrasi, contoh-contoh, pendalaman maupun dalam

pengayaannya.

C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Tenaga Kependidikan

Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian tenaga

kependidikan sudah dapat dimengerti secara jelas yang

dimaksud dengan tenaga kependidikan tersebut adalah anggota

masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang

penyelenggaraan pendidikan seperti guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan

fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua,

rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang

bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber

belajar, dan yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk

semua pengelola yayasan pada lembaga-lembaga pendidikan

swasta, dan semua pengambil kebijakan di birokrasi dan

stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota,

tingkat keca-matan, dan di tingkat desa.

21

Kalau persoalan jenis-jenis tenaga kependidikan dan

tenaga pendidikan sudah tampak dalam pembahasan teruraikan

dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan lebih

lanjut adalah masalah bagaimana kualifikasi tenaga

kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan kepala sekolah

tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya

pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan

tersebut dapat dibedakan menjadi tenaga pendidik, tenaga

manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis kependidikan,

tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti,

pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi.

1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas

dari masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut,

dengan penjelasannya yang lebih difokuskan pada kualifikasi

tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah.

Kualifikasi tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan

yang secara fungsional tugas utamanya secara langsung

memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta

didik. Sesungguhnya dalam hubungan ini alam telah melibatkan

22

semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut

termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing

dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang

lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar

pada pusat-pusat atau balai pelatihan dan kursus-kursus, para

pembina dan pembimbing pada berbagai perkumpulan atau sanggar

atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan membimbing

keterampilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di

pondok pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian di

surau dan langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh

acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia

cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, buku

pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan,

para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum,

pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah

maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan

kependidikan tersebut dapat secara tatap muka secara langsung

di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara

korespondensi, dan berbagai bentuk komunikasi lainnya. Namun

23

demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik

tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang

atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan

pasal 9 undang-undang guru dapat diketahui bahwa kualifikasi

akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi

program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau

diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang sistem pendidikan

nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia

dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi

akademik seorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan

tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula

dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan

bahwa guru SD/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang

PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam

pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/

SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang

sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang dan

peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru

24

seperti menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan

seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan

tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika makna bunyi pasal-

pasal yang diatur dan terdapat dalam undang-undang sistem

pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun

2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk

menjadi guru di Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1

atau D4 dari program studi yang relevan, misalnya untuk

menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan

pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan

lainnya. Seseorang untuk dapat diangkat menjadi guru

SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi

program S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya.

Untuk menjadi guru Matematika SMP/MTS/ SMPLB atau

SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi

program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika.

Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini

merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya

25

meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk.

2006).

Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga

kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara

tidak langsung kepada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi

melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan

mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,

memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti,

serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan

penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan

pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat

struktural pusat, regional atau daerah, sampai pada tingkat

operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut,

maka yang bisa dimasukkan sebagai tenaga manajemen

kependidikan adalah: para perencana pendidikan, para pimpinan

struktural dari tingkat pusat sampai tingkat operasional

kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para kepala

sekolah, penilik dan pengawas, penilai dan penguji

pendidikan, para pembuat kebijakan atau keputusan.

26

Kualifikasi tenaga penunjang teknis kependidikan, adalah

tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya

menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas teknis

kependidikan berikut memberikan pelayanan teknis

pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran

proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga penunjang

teknis yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi

sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran di

laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di

instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber

belajar di PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan,

tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya

mengadakan dan menyiapkan sarana dan prasarana kependidikan

serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak

tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga

teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan sesuai

dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan tenaga

penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat

27

disebut seperti tenaga admi-nistratif birokrasi,

ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi tenaga peneliti, pengembang, dan konsultan

kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara

fungsional tugas utamanya tidak terlibat secara langsung

dalam teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan,

layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada tenaga

penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan

berbagai perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat

dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan

informal dan konsultansi kepada semua pihak yang

berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang

bertugas dan bertang-gunjawab serta terlibat dengan

penyelengaraan, pengelolaan dan pembuatan keputusan tentang

kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini

idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem

kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian

selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan

tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki berbagai

28

pusat penelitian, berbagai pusat pengembangan, maupun

berbagai pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan pada uraian tentang berbagai jenis

kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas kepala sekolah

adalah termasuk tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi

sebagai tenaga manajemen pendidik, karena secara fungsional

melakukan layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis

kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan

dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,

memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti,

serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan

penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan

pada tingkat persekolahan. Sehingga di dalam Peraturan

Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala

Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, untuk dapat seorang

guru diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah adalah

seorang guru apabila telah memenuhi persyaratan kualifikasi

secara umum, dan kualifikasi khusus kepala sekolah.

Persyaratan kualifikasi umum yang dimaksudkan adalah sebagai

29

berikut: (a) memiliki kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau

diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan pada

perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) pada waktu diangkat

sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun,

(c) memiliki penga-laman mengajar sekuarang-kurangnya lima

tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman

Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman

mengajar sekuang-kurangnya tiga tahun di TK/RA, dan (d)

memiliki pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri

sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan dengan

kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang

berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang

harus dipenuhi oleh seorang guru untuk dapat diangkat menjadi

kepala sekolah tersebut sangan tergantung pada jenis dan

jenjang persekolahan tersebut, maka barangkali sebagai contoh

dapat dikutifkan persyaratan kualifikasi khusus Kepala

Sekolah Menengah Atas/Madrsah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai

berikut: (1) bersetatus sebagai guru SMA/MA, (2) memiliki

sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan (3) memiliki

30

sertifikat kepla sekolah SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga

yang ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan kepala

sekolah merupakan tugas tambahan dari guru, maka secara

fungsional tugas kepala sekolah masih tetap sebagai tenaga

kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara langsung

juga memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta

didik, dan sebagai tenaga manajemen pendidikan melakukan

layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis

kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan

dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,

memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti,

serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan

penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan

pada tingkat persekolahan. Jadi dalam jabatan kepala sekolah

tersebut termasuk dua kualifikasi yaitu sebagai kualifikasi

tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik. Untuk kepala

sekolah sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendi-dikan

dalam tugas tambahan kepala sekolah akan dibahas secara lebih

teoritikal, lebih dalam, dan lebih luas dalam pembahasan bab-

31

bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah sebagai kualifikasi

tenaga pendidik akan dibahas dalam uraian selanjutnya.

D. Kepala Sekolah Sebagai Pendidik

Di dalam uraian tentang jenis dan kualifikasi tenaga

kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah merupakan

jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik

maupun fungsional kepala sekolah juga disebutkan termasuk

tenaga pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang

mengatur tentang Sistem pendidikan Nasional dalam pasal 39

(2) berbunyi pendidik merupakan tenaga profesional yang

bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada

masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Kemudian dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen dalam pasal 1 (1) berbunyi guru adalah pendidik

professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi

32

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dengan

demikian melihat posisi kualifikasi kepala sekolah sebagai

tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka kepala

sekolah juga melaksanakan tugas sebagai pendidik, yaitu

mendidik. Mendidik menurut Wahjosumidjo (2008) diartikan

memberikan latihan mengenai akhlak dan kecer-dasan pikiran

sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan

sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

latihan. Demikian juga dalam perkembangan selanjutnya kata

pendidikan dipersamakan dengan kata-kata pengajaran.

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut

memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara

khusus dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga

diselenggarakan di luar sekolah, yaitu keluarga dan

masyarakat. Lebih jauh dapat juga dipahami bahwa seorang

pendidik tersebut harus benar-benar mengetahui teori-teori

dan metode dalam pendidikan tersebut. Kepala sekolah sebagai

33

seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan dan

meningkatkan paling tidak empat macam nilai, yaitu: (1) nilai

mental, nilai yang berkaitan dengan sikap bathin dan watak

manusia, (2) nilai moral yang berkaitan dengan hal-hal ajaran

baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu

moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan

kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan

kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia

secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan

kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.

Kepala sekolah sebagai pendidik juga harus memperhatikan

dua permasalahan pokok, yaitu pertama adalah sasarannya, dan

yang kedua adalah cara dalam melaksanakan perannya sebagai

pendidik.

Ada tiga kelompok yang menjadi sasaran dari kepala

sekolah dalam melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama

adalah peserta didik atau murid, yang kedua adalah pegawai

administrasi, dan yang ketiga adalah guru-guru. Ketiga

kelompok ini menjadi sasaran dalam pendidikan yang dilakukan

34

oleh kepala sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara kelompok

yang satu dengan kelompok yang lainnya memiliki perbedaan-

perbedaan yang sangat prinsip, yang secara umum dapat

dicermati dalam berbagai gejala dan perilaku yang

ditunjukannya seperti misalnya dalam tingkat kematangannya,

latar belakang sosial yang berbeda, motivasi yang berbeda,

tingkat kesadaran dalam bertanggungjawab, dan lain

sebagainya. Konsekwensi dengan adanya perbedaan-perbedaan

tersebut adalah kepala sekolah di dalam melaksanakan tugas

mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai

yang berkaitan dengan sikap bathin dan watak manusia, (2)

nilai moral yang brkaitan dengan hal-hal ajaran baik dan

buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yang

diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (3)

nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani

atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara

lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan

kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan, juga seharusnya

dengan menggunakan cara atau pendekatan yang berbeda-beda

35

terhadap setiap sasaran didiknya, tidak bisa dilakukan dengan

pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang bisa digunakan oleh kepala

sekolah terhadap kelompok sasaran dalam melaksanakan

pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-

trasi, dan guru-gurunya. Pertama dengan menggunakan

pendekatan atau strategi persuasi. Persuasi yang dimaksudkan

di sini adalah mampu meyakinkan secara halus sehingga para

siswa, staf pegawai administrasi dan guru-guru yakin akan

kebenaran, merasa perlu dan menganggap penting nilai-nilai

yang terkandung dalam nilai-nilai aspek mental, moral, fisik,

dan estetika ke dalam kehidupan mereka. Persuasi dapat

dilakukan secara individu maupun secara kelompok.

Kedua dengan pendekatan dan setrategi keteladanan,

adalah hal yang patut, baik dan perlu untuk dicontoh yang

disampaikan oleh kepala sekolah melalui sikap, perbuatan,

perilaku termasuk penampilan kerja dan penampilan fisik.

Sudah tentunya kepala sekolah dalam menggunakan

pendekatan dan strategi persuasi dan keteladanan terhadap

36

muridnya, staf pegawai, dan guru-guru tersebut harus tetap

berpijak dan menghormati norma-norma dan etika-etika yang

berlaku dimasyarakat khususnya di dunia pendidikan. Secara

lebih spesifik bagaimana kepala sekolah seharusnya

memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah

sebaiknya harus memahami bahwa pengertian pendidikan tersebut

tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses

mengajar saja, tetapi juga adalah sebagai bimbingan, dan yang

lebih penting juga adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya

proses bimbingan tersebut. Tampaknya dalam hubungan dengan

pemaknaan terhadap bimbingan tersebut tidak dapat dilepaskan

dari pengertian pembimbingan yang dikemukakan oleh Ki Hajar

Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang

terkenal dalam sistem among tersebut adalah ing ngarso sung

tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat

tersebut mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi

contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat

mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis

Kosasi, 1999). Sebagai kepala sekolah harus mampu menciptakan

37

dan menum-buhkan kodisi yang kondusif yang dapat memberi dan

membiarkan anak didiknya menuruti bakat dan kondratnya

sementara kepala sekolah memperhatikannya, dan mem-

pengaruhinya dalam arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan

demikian membimbing mengandung arti dalam bersikap menentukan

ke arah pembentukan kemana anak didik mau dibawa atau ke arah

tujuan pendidikan.

Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di sekolah harus

bersikap positif terha-dap guru-guru dan pegawai administrasi

lainnya dalam melaksanakan tugasnya untuk pencapai tujuan

sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu untuk dapat

kerjasama, mam-pu untuk memberi arahan, dan memberi petunjuk,

kepala sekolah diharapkan juga mampu menerima berbagai

masukkan, dan kritik dari guru-guru. Kepala sekolah juga

mampu membina, mendidik, melatih semua guru dan pesonil

sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dalam usaha

tambahan pengetahuan keterampilan dan pengalaman maupun

perubahan sikap yang lebih positif terhadap pelakasanaan

tugas.

38

E. Rangkuman

Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang

mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan

pendidikan. Tenaga kependidikan tersebut memiliki makna dan

cakupan yang jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang

dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut di

samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong

belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator,

adalah juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor,

pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang

pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar,

penguji dan yang lainnya. Kepala sekolah sebagai tenaga

kependidikan dilihat dari kualifikasinya termasuk sebagai

tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, dan tenaga

adminis-trator prndidikan. Kepala sekolah sebagai tenga

pendidik harus memahami bahwa pengertian pendidikan tersebut

tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses

mengajar saja, tetapi juga sebagai bimbingan, dan yang lebih

penting juga adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya proses

39

bimbingan tersebut. Tampaknya dalam hubungan dengan pemaknaan

terhadap bimbingan tersebut tidak dapat dilepaskan dari

pengertian pembimbingan yang dikemukakan oleh Ki Hajar

Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang

terkenal dalam sistem among tersebut adalah ing ngarso sung

tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat

tersebut mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi

contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat

mengendalikan peserta anak didiknya. Sebagai kepala sekolah

harus mampu menciptakan dan menum-buhkan kodisi yang kondusif

yang dapat memberi dan membiarkan anak didiknya menuruti

bakat dan kondratnya sementara kepala sekolah

memperhatikannya, dan mempe-ngaruhinya dalam arti mendidiknya

dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti

dalam bersikap menentukan ke arah pembentukan kemana anak

didik mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

F. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian tenaga kependidikan secara hukum dan

secara teoritik!

40

2. Jelaskan fungsi dan tugas utama dari masing-masing jenis

tenaga kependidikan !

3. Jelaskan kepala sekolah sebagai pendidik !

41

BAB. IIIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI

MANAJER PENDIDIKAN

A. Standar Kompetensi dan Indikator Pencapaiannya

Standar Kompetensi Indikator Pencapaiannya

Memahami pengertian Manajemen Dapat menjelaskan pengertian

manjemen dari tiga orang ahli

Memahami pengertian Manajemen

Pendidikan

Dapat menjelaskan manajemen

pendidikan dari sisi proses.

Memahami Kepala Sekolah

Sebagai Manajer Pendidikan

Dapat menjelaskan

keterampilan-keterampilan

kepala sekolah sebagai

manajer

B. Pengertian Manajemen

Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan,

memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi

serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam

rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wahjosumidjo.

2008). Pendapat yang lainnya menjelaskan bahwa pengertian

42

manajemen adalah seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-

orang (Stoner dan Freeman. 2000). Manajemen adalah proses

perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, serta mengawasi

aktivitas-aktivitas sesuatu organisasi dalam rangka upaya

mencapai suatu koordinasi sumber daya manusia dan sumber daya

alam dalam hal pencapaian sasasaran secara efektif serta

efisien (Winardi. 1990), Demikian juga Terry (1982)

memberikan pengertian manajemen sebagai pencapaian tujuan

yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan

orang lain. Sedangkan Seckler yang dikutif oleh Suryosubroto

(2004) menjelaskan bahwa dalam proses manajemen tersebut

melalui beberapa kegiatan atau langkah pokok, yaitu sebagai

berikut: (1) proses perumusan dan perumusan kembali pokok

kebijakan umum, (2) proses pemberian, pembagian dan

penggunaan wewenang, (3) proses perencanaan, (4) proses

pengorganisasian (5) proses penganggaran, (6) proses

kepegawaian, (7) proses pelaksanaan, (8) proses pelaporan,

dan ke (9) proses pengarahan, pembimbingan, dan pengendalian.

Demikian juga Zainun (1987) dengan merujuk pada tugas-tugas

43

manajemen yang dilakukan oleh Kantor Anggaran di Amerika

Serikat menyebutkan bahwa langkah dalam proses manajemen

tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, policy planning, adalah menggariskan apa-apa yang

menjadi tujuan yang meliputi tugas-tugas: (1) menentukan

tujuan dalam garis besarnya sesuai dengan hasil yang

diinginkan, (2) menentukan prioritas pencapaian diantara

tujuan-tujuan yang dirumuskan, (3) menentukan cara-cara umum

untuk merealisasikan tujuan tersebut, (4) mengadakan batasan-

batasan tentang waktu, biaya, serta mutu hasil yang hendak

diproduksi. Kedua, program planning, adalah menyusun rencana

kerja untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan yang meliputi tugas-tugas: (1) menggariskan usaha

kongkrit, (2) melaksanakan prioritas di antara usaha, (3)

menegaskan usaha-usaha dalam bentuk rencana kerja dengan

lebih terperinci dengan memperkirakan kegiatan, tempat, orang

yang dilayani, kesatuan organisasi, waktu, uang, keahlian,

menyusun jadwal waktu, memperkirakan hal-hal yang akan

mempengaruhi. Ketiga, organization planning jaitu merencanakan

44

kegiatan dan membentuk suatu kerangka organisasi dengan

kegiatan yang mencakup (1) meneliti dan membandingkan proses

kerja yang ada, (2) menyusun suatu kerangka organisasi yang

akan memperhatikan masing-masing proses dan kegiatan-kegiatan

tersebut, (3) mengada-kan satuan-satuan pembantu untuk

masing-masing tingkat organisasi. Keempat, merenca-nakan dan

menyusun prosedur dan metode kerja yang lebih khusus untuk

masing-masing bagian, kegiatan bantuan, dan kegiatan

tambahan. Kelima, menyediakan dana serta mengurus keuangan ,

memperhitungan, memperkirakan pemasukan dan pengeluaran yang

diperlukan, serta pembagian anggaran kepada yang membutuhkan.

Keenam, melaksanakan tugas-tugas kepegawaian yang mencakup

penetapan jenis dan jumlah jabatan yang perlu diisi, jabatan-

jabatan yang lebih mendesak diperlukan, menempatkan orang-

orang yang sesuai dengan jabatan, serta mengusahakan

pengembangan pegawai yang berhubungan dengan jabatan,

pekerjaan, dan lingkungannya. Ketujuh, mengumpulkan informasi

yang diperlukan untuk menjalankan pengontrolan yang

diperlukan dalam menilai kinerja, melihat kemajuan, dan

45

mengetahui kekayaan. Dengan demikian dalam langkah ini perlu

juga didukung sistem penilaian kerja, menetapkan ukuran-

ukuran kerja baik mengnai biaya, mutu, dan hasil, mengolah

catatan-catatan dan pelaporan-pelaporan, sistem pemeriksaan

kerja, informasi tentang akibat usaha organisasi terhadap

masyarakat, dan mengumpulkan informsi yang diperlukan untuk

menyempurnakan rencana selanjutnya. Kedelapan, menganalsis

informasi tentang pelaksanaan kerja yang diperoleh melalui

laporan atau hasil-hasil penijauan untuk mengetahui:

penyimpangan-penyimpangan, kesalahan-kesalahan dari ukuran-

ukuran, tingkat kemajuan, jadwal kerja. Menganalisis

informasi tersebut harus dilakukan secara obyektif dengan

cara meneliti pengaruhnya terhadap masyarakat, pandangan-

pandangan orang lain, menilai tujuan dan cara pencapaiannya

sudah tepat dan benar. Kesembilan, mengadakan penyesuaian dan

perbaikan terhadap program operasi dan program obyektif

dengan merevisi dan memperbaiki organisasi, prosedur, dan

metode kerja, mencukupi faslitas, dan mengadakan pergeseran

dalam program obyektif dan usaha untuk menyesuaikan dengan

46

keadaan. Kesepuluh, menggerakkan organisasi dengan jalan:

mengetahui reaksi pegawai terhadap kebijaksanaan manajemen

dan tujuan organisasi, menganlisis kekuatan-kekuatan dan

keadaan-keadaan luar yang mempengaruhi sikap pegawai,

mengkoordinasikan kebijaksanaan organisasi, menyampaikan

perubahan tujuan organisasi kepada anggota organisasi,

mengadakan berbagai perangsang sosial, ekonomi dan lain-lain,

mengadakan sitem komunikasi yang baik, meningkatkan daya

kerja dan kerja sama di antara pegawai, memberitahukan

berbagai kemajuan terhadap anggota organisasi. Kesebelas,

mencukupkan fasilitas dan alat perlengkapan yang lainnya

dengan membangun, memelihara serta menggunakan bangunan-

bangunan yang baik, menyediakan dan memelihara alat-alat

perlengkapan lainnya. Keduabelas, memelihara hubungan-hubungan

ke luar antara lain dengan badan perwakilan rakyat, penjabat-

penjabat administratif, yang lebih tinggi, dinas-dinas yang

mempunyai hubungan, dan masyarakat umum. Ketigabelas

mengeluarkan perintah-perintah harian untuk melaksanakan

47

keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta mengadakan

pengawasan dan pengumuman dan selebaran yang lainnya.

Bedasarkan pada uraian tentang berbagai kegiatan atau

tugas manajemen tersebut di atas secara umum manajemen di

sekolah dapat diberi makna dari berbagai sudut pandang,

seperti: (1) manajemen pendidikan sebagai kerjasama untuk

mencapai tujuan pendidikan, (2) manajemen pendidikan sebagai

proses untuk mencapai tujuan pendidikan, (3) manajemen

pendidikan sebagai suatu sistem, (4) manajemen pendidikan

sebagai suatu upaya pendayagunaan sumber-sumber untuk

mencapai tujuan pendidikan, (5) manajemen pendidikan sebagai

kepemimpinan manajemen, (6) manajemen pendidikan sebagai

proses pengambilan keputusan, (7) manajemen pendidikan

sebagai aktifitas komunikasi, dan (8) manajemen pendidikan

sebagai kegiatan tata usaha di sekolah (Suryosubroto. 2004).

C. Pengertian Manajemen Pendidikan

Apabila beberapa pengertian manajemen tersebut dibahas

secara lebih lanjut, maka suatu uraian pendapat yang dapat

dirujuk untuk lebih menjelaskan pengertian manajemen

48

pendidikan tersebut adalah pendapat yang dikemukakan oleh

Sutjipto. dkk (1994) yang menguraikan secara lebih jelas dan

lengkap sebagai berikut.

Pertama, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai

suatu kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan

pendidikan pada dasarnya merentang dari tujuan yang sederhana

sampai pada tujuan pendidikan yang kompleks, sesuai dengan

lingkup dan tingkat pendidikan. Tujuan pendidikan dalam satu

jam pelajaran di kelas satu SMP, misalnya lebih mudah

dirumuskan dan dicapai bila dibandingkan dengan tujuan

pendidikan luar sekolah maupun untuk pendidikan orang dewasa,

atau tujuan pendidikan nasional. Jika tujuan pendidikan

tersebut kompleks maka cara mencapai tujuan pendidikan

tersebut juga kompleks, dan seringkali tujuan pendidikan

tersebut tidak dapat dicapai oleh satu orang pendidik saja,

tetapi melalui kerjasama dengan pendidik yang lainnya, dengan

segala aspek kerumitannya. Untuk lebih jelasnya memahami

pengertian manejemen pendidikan sebagai proses kerja sama

dapat dicontohkan dengan contoh yang lainnya seperti misalnya

49

pada tujuan pendidikan tingkat sekolah tidak akan dapat

dicapai tanpa adanya proses kerjasama antara semua komponen

sekolah mulai dari guru, pegawai, kepala sekolah, komite

sekolah pengawas dan lain sebagainya yang ada kaitnya dengan

sekolah.

Kedua, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai

suatu proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses adalah

suatu cara yang sistemik dalam mengerjakan sesuatu

(Wahjosumidjo. 2008). Jadi seorang manajer dimanapun termasuk

kepala sekolah dengan ketangkasan dan keterampilannya yang

khusus akan mengusahakan berbagai kegiatan yang saling

berkaitan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan-

kegiatan tersebut berupa kegiatan merencanakan,

mengorganisasikan, memimpin, mengen-dalikan serta penilaian.

Merencanakan berarti kepala sekolah harus benar-benar

memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan

tindakan yang akan dilakukan, mengorga-nisasikan berarti

kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengkoordinasikan

sumberdaya manusia dan sumber material sekolah, sebab

50

keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kecakapan dalam

mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai

tujuan. Kemudian memimpin berarti kepala sekolah mampu

mengarahkan dan mempengaruhi semua sumberdaya manusia untuk

melakukan tugas-tugas yang esensial, dan mngendalikan berarti

kepala sekolah memperoleh jaminan, bahwa sekolah berjalan

mencapai tujuan. Apabila terdapat kesalahan diantara bagian-

bagian yang ada di sekolah, kepala sekolah harus memberikan

petunjuk dalam meluruskan. Demikian pula akhirnya dalam

proses kerjasama pendidikan tersebut harus ada penilaian

untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai

atau tidak, dan kalau tidak apakah ada hambatan-hambatan.

Penilaian dapat berupa penilaian proses kegiatan atau

penilaian hasil kegiatan itu. Kemudian manajemen pendidikan

sebagai proses dapat digambarkan sebagai berikut di bawah

ini.

Fungsi/TugasManajemen

Manusia Fasilitas Uang

51 Tujuanpendidikan

MerencanakanGuru,Kepsek,Pegawai,Murid,

Kurikulum,Laboratorium,Perpustakaan,Gedung,Lapangan olahraga,

MengorganissaikanMemimpinMengendalikanPenilaianDst.nya

Gambar 3.1. Manajemen sebagai proses

Ketiga, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai

sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-

bagian dan bagian-bagian tersebut saling berinteraksi dalam

suatu proses untuk mengubah masukkan menjadi keluaran. Hal

ini dapat digam-barkan, sebagai berikut di bawah ini.

MasukanKeluaran

muridlulusan

Gambar 3.2 Manajemen sebagai suatu sistem

52

Proses belajar mengajar.Kurikulum.Lingkungan murid.Sarana dan

Tujuanpendidikan

Pengertian manjemen pendidikan sebagai sistem tersebut

tampaknya agak sulit, tetapi sebenarnya tidak demikian.

Ambilah contoh misalnya sekolah dasar. Sekolah dasar

merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk memproses anak

didik menjadi lulusan. Sebagai suatu sistem sekolah dasar

dapat dilihat ada komponen (1) masukkan, yaitu bahan mentah

yang berasal dari luar sistem yang akan diolah oleh sistem

dalam sistem sekolah. Masukkan tersebut berupa anak didik,

(2) proses, yaitu kegiatan sekolah berserta aparatnya untuk

mengolah masukkan menjadi keluaran atau lulusan, dan (3)

keluaran, yaitu masukan yang telah diolah melalui proses

tertentu. Luaran yang dimaksudkan di sini adalah berupa

lulusan.

Didalam manajemen modern termasuk didalam manajemen

pendidikan tampaknya waktu memiliki peranan penting mengingat

waktu akan berjalan terus dan berlalu begitu saja dan tidak

dapat diperbarui. Waktu dalam manajemen berarti kesempatan

jika tidak dipergunakan dengan baik maka akan kehilangan

53

waktu tersebut, dan kehilangan waktu tersebut menjadi sebab

kegagalan manajemen tersebut.

Keempat, manajemen pendidikan dapat diberikan pengertian

sebagai pemanfaatan sumberdaya manusia. Sumberdaya yang

dimaksudkan tersebut adalah dapat berupa manusia, uang,

sarana parasarana dan waktu. Dalam mengunakan sumberdaya

tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Buku paket

maupun alat-alat laboratorium sering hanya dipajang, demikian

kegiatan pembelajaran tidak digunakan secara efektif. Murid

banyak disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang kurang

bermanfaat seperti mencatat bahan pelajaran yang sudah ada

dalam buku, menunggu guru yang sering terlambat ke kelas, dan

lain sebagainya.

Kelima, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai

kepemimpinan. Pengertian manajemen pendidikan sebagai

kepemimpinan ini merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan

bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator

pendidikan, pemimpin dapat melaksanakan tut wuri handayani, ing

madyo mangun karsa, dan ing ngarsa sung tulado dalam pencapaian tujuan

54

pendidikan. Dengan kata yang lain kepala sekolah dalam

menggerakkan bawahan untuk mau bekerja secara lebih giat

dengan dapat dan mampu mempengaruhi dan mengawasi, bekerja

sama dan memberi contoh. Oleh karena itu maka seorang kepala

sekolah tersebut seharusnya sudah tentunya menguasai dan

memahami teori dan praktik kepemimpinan, serta mampu dan mau

untuk melaksanakan pengetahuan dan kemaunnya tersebut.

Keenam, manajemen pendidikan diberikan pengertian

sebagai proses pengambilan keputusan. Setiap saat seoarang

kepala sekolah akan dihadapkan pada berbagai macam masalah,

dan masalah tersebut segera harus dicarikan pemecahannya.

Dalam memecahkan masalah tersebut seorang kepala sekolah akan

memerlukan kemampuan dalam mengambil keputusan, yaitu memilih

kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan, sebab di dalam

mengambil keputusan tersebut akan ada banyak pilihan. Seorang

kepala sekolah agar mampu mengambil suatu keputusan yang

terbaik untuk semua warga sekolah. Dalam hubungan dengan

kemampuan untuk mengambil keputusan tersebut manajmen

pendidikan akan dapat menuntun kepala sekolah untuk mengambil

55

keputusan yang terbaik dari arti akan memiliki resiko paling

minimal.

Ketujuh, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai

cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi secara sederhana

dapat diartikan sebagai usaha untuk membuat orang lain

mengerti apa yang kita maksudkan, dan kita juga mengerti apa

yang dimaksudkan oleh orang lain. Semua kegiatan atau

aktivitas dalam pendidikan tidak ada dan dapat dilakukan

tanpa dengan adanya komunikasi. Jadi dalam pendidikan akan

terjadi komunikasi dan kerja sama untuk dapat saling

mengetahui apa yang diinginkan oleh kepala sekolah, oleh

guru-guru, pegawai adminstrasi serta anak didik, sehingga

proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dalam mencapai

tujuan secaranya efektif.

Kedelapan, manajemen pendidikan diberikan pengertian

sebagai kegiatan ketatalaksanaan yang intinya adalah kegiatan

rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan,

menyelenggarakan surat menyurat, mempersiapkan laporan dan

56

yang lainnya. Pengertian manajemen pendidikan yang demikian

tersebut adalah sangat sempit.

D. Kepala Sekolah Sebagai Manajer Pendidikan

Kepala sekolah sebagai manajer merupakan motor

penggerak, dan menentukan arah kebijakan sekolah, yang akan

menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan

pada umumnya dapat direalisasikan. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka kepala sekolah dituntut untuk meningkatkan

efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidik-

kan akan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja

kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer adalah segala

upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala

sekolah di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan

secara efektif dan efesien. Sehubungan dengan itu kepala

sekolah sebagai manajer pendidikan dapat dilihat dari: (1)

mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses

pebelajaran dengan baik, lancar dan produktif, (2) dapat

menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan, (3) mampu menjalin hubungan yang harmonis

57

dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara

aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan,

(4) berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai

dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai di sekolah, (5)

bekerja dengan tim manajemen serta, (6) berhasil mewujudkan

tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan. Demikian juga untuk dapat efktifitas dan

efisiensi manajemen pendidikan dapat terwujud maka seorang

kepala sekolah menurut Stoner yang dikutif oleh Wahjosumidjo

(2008) mampu melaksanakan fungsi manajemen sebagai berikut:

(1) Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan atau melalui

orang lain. Jadi orang lain yang dimaksudkan disini adalah

para guru, siswa, dan pegawai adminitrasi, termasuk atasan

kepala sekolah dalam hal ini adalah pemerintah. Dalam fungsi

seperti ini kepala sekolah berperilaku sebagai saluran

komunikasi di lingkungan sekolah. (2) Kepala sekolah harus

bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan terhadap

keberhasilan atau kegagalan sebagai seorang manajer.

Bertangungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh

58

bawahan. Perbuatan yang dilakukan oleh guru, siswa, staf dan

orang tua tidak dapat lepas dari tanggungjawab kepala

sekolah. (3) Kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai

persoalan. Dengan segala keterbatasannya seorang kepala

sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara tepat.

Bahkan ada kalanya seorang kepala sekolah harus dapat

menentukan suatu prioritas bilamana terjadi konflik antara

kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah. (4) Kepala

sekolah harus memiliki kemampuan berpikir analistik dan

konsepsional. Kepala sekolah di dalam memecahkan suatu

permasalahan harus melalui suatu analisis, kemudian

menyelesaikan persoalan dengan suatu solusi yang feasible.

Kepala sekolah harus mampu melihat setiap tugas sebagai

suatu kseluruhan yang saling berkaitan, dan memandang

persoalan yang timbul sebagai bagian yang terpisahkan dari

suatu kesluruhan. (5) Kepala sekolah harus mampu sebagai

mediator. Kepala sekolah harus turun tangan sebagai penengah

di sekolah, sekolah sebagai suatu organisasi tidak akan

terelakan dari adanya suatu perbedaan-perbedaan dan

59

pertentangan-pertentangan atau konflik satu dengan yang

lainnya sebagai warga sekolah. (6) Kepala sekolah harus

sebagai politisi. Sebagai kepala sekolah harus selalu

berusaha untuk meningkatkan tujuan sekolah serta

mengembangkan program jauh ke depan. Untuk itu sebagai

seorang politisi kepala sekolah harus dapat membangun

hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan

kesepakatan. Peran politisi atau kecakapan politisi seorang

kepala sekolah dapat berkembang secara efektif apabila

memiliki prinsip jaringan saling pengertian terhadap

kewajiban masing-masing, terbentuk suatu aliansi atau kualisi

seperti organisasi profesi PGRI, K3S dll, terciptanya kerja

sama dengan berbagai pihak, sehingga aneka macam aktivitas

dapat dilaksanakan. (7) Kepala sekolah harus mampu sebagai

seorang diplomat. Kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah

yanhg dipimpinnya. Dalam peran sebagai diplomat berbagai

macam pertemuan akan diikuti. (8) Kepala sekolah sebagai

pengambil keputusan yang sulit. Tidak ada suatu organisasi

apapun yang berjalan mulus tanpa problem. Demikian pula

60

sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari problem,

sperti biaya, pegawai, perbedaan pendapat, dll. Apabila

terjadi persoalan seperti tersebut kepala sekolah diharapkan

berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan

yang sulit tersebut.

Demikian beberapa tugas dan kemampuan yang harus

dimiliki oleh seorang manajer dalam hubungan ini seorang

kepala sekolah. Lebih dari itu tugas dan kemampuan tersebut

harus pula didukung dengan beberapa keterampilan, yaitu

keterampilan konseptual, keterampilan hubungan manusiawi, dan

keterampilan teknik (Pidarta. 1986, Wahjosumidjo. 2008,

Balanchard. dkk. 1986). Lebih dari itu dijelaskan bahwa pada

dasarnya setiap pemimpin tersebut sebagai manajer sudah

memilikinya. Persoalannya keterampilan yang manakah yang

harus lebih atau paling dominan didalam mengaplikasikannya

tergantung dari posisi seorang manajer tersebut, apakah

posisinya sebagai manajer puncak, manajer menengah, dan

manajer supervisor. Kalau seorang pemimpin tersebut posisinya

sebagai manajer puncak mungkin yang paling menonjol harus

61

dimiliki dan diaplikasikan adalah keterampilan konseptual,

apabila seorang pemimpin tersebut posisinya sebagai manajer

menengah maka yang harus dominan dimiliki dan diaplikasikan

adalah keterampilan hubungan manusia, dan kalau posisi

pemimpin tersebut sebagai supervisor maka yang harus dimiliki

dan diaplikasikan secara lebih dominan adalah keterampilan

teknis.

Untuk mudahnya dapat memahami keterampilan manajer

tersebut, maka secara visualisasinya dapat digambarkan dengan

sebuah gambar sebagai berikut di bawah ini.

PosisiManajer

Keterampilan manajer

ManajerPuncak

Keterampilankonseptual

ManajerMenegah

Hubunganmnausiawi

ManajerSupervisor

Keterampilan teknik

Kemudian secara lebih rinci dijelaskan oleh Wahjosumidjo

(2008) bahwa masing-masing keterampilan tersebut mempunyai

62

beberapa indikator. Keterampilan konseptual misalnya terditi

dari: (1) kemampuan anlisis, (2) kemampuan berpikir

rasional, (3) ahli atau cakap dalam berbagai macam konsepsi,

(4) mampu menganalisis berbagai kejadian, serta mampu

memahami berbagai kecendrungan, (5) mampu mengantisipasikan

perintah, (6) mampu mengenali berbagai macam kesempatan dan

problem sosial. Keterampilan hubungan manusiawi terdiri dari:

(1) kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses

kerjasama, (2) kemampuan untuk memahami isi hati, sikap dan

motif orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku, (3)

kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif, (4)

kemampuan untuk menciptakan kerjasama yang efektif,

kooperatif, praktis dan diplomatis, (5) mampu berperilaku

yang dapat diterima. Kemudian keteram-pilan teknis terdiri

dari: (1) menguasai tentang merode, proses, prosedur dan

teknik untuk melaksanakan suatu kegiatan khusus, dan (2)

kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana,

peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang

bersifat khusus tersebut. Dengan rumusan yang agak berbeda

63

Danim (2006) menjelaskan masing-masing keterampilan tersebut

sebagai berikut. Keterampilan teknis adalah keteram-pilan

dalam menerapkan pengetahuan teoritis kedalam tindakan

praktis, kemampuan menyelesaikan tugas dengan baik dan

sistematis. Keterampilan teknis ini biasanya dominan dimiliki

oleh tenaga kerja bawahan, yang indikator mencakup: (1)

keterampilan dalam menyusun laporan pertanggungjawaban, (2)

keterampilan menyusun program tertulus, (3) keterampilan, (3)

kamampuan untuk membuat data statistik sekolah, (4)

keterampilan merealisasikan keputusan, (5) keterampilan

mengetik, (6) keterampilan menata ruang, (7) keterampilan

membuat surat. Keterampilan hubungan manusiawi adalah

keterampilan untuk menempatkan diri dalam kelompok kerja dan

keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan

kepuasan semua warga sekolah. Hubungan manusiawi ini akan

melahirkan situasi kooperatif dan menciptakan kontak

manusiawi diantara para warga sekolah. Hubungan manusiawi ini

mencakup: (1) kemampuan menempatkan diri dalam kelompok, (2)

kemampuan untuk menciptakan kepuasan pada diri bawahan, (3)

64

sikap terbuka pada kelompok kerja, (4) kemampuan mengambil

hati melalui keramah tamahan, (5) penghargaan terhadap nilai-

nilai etis, (6) pemerataan tugas dan tanggungjawab, dan (7)

itikad baik, adil, menghormati, dan menghargai orang lain.

Kemudian keterampilan konseptual yang dimaksudkan adalah

kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-

teori, melakukan aplikasi, melihat kecendrungan berdasarkan

kemampuan teoritis yang dibutuhkan di dalam dunia kerja.

Kepala sekolah dituntut memahami konsep dan teori yang erat

hubungannya dengan pekerjaan. Demikian juga indikator dari

ketrampilan konseptual tersebut disebutkan adalah mencakup:

(1) pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam, (2)

kemampuan mengorganisasikan pikiran, (3) keberanian

mengeluarkan pendapat secara akademik, dan (4) kemampuan

untuk mengkorelasikan bidang ilmu yang dimiliki dengan

berbagai situasi. Dalam hubungan dengan keterampilan kepala

sekolah Bordman, dkk (1961) menyatakan bahwa seorang kepala

sekolah harus mampu mengembangkan kemampuan profesional guru,

mengembangkan program super-visi, dan merangsang guru untuk

65

berpartisipasi aktif di dalam usaha mencapai tujuan

pendidikan yang diharapkan.

Dengan berdasarkan pada beberapa keterampilan yang

dimiliki oleh kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, maka

kepala sekolah harus mampu dan bisa membagi habis semua tugas

kepada guru dan personil sesuai dengan tingkat pengetahuan

dan kemampuan masing-masing. Kepala sekolah harus mampu

membimbing semua personil agar mampu melaksanakan tugas

seoptimal mungkin secara efektif dan efisien.

E. Rangkuman

Kepala sekolah sebagai manajer merupakan motor

penggerak, dan menentukan arah kebijakan sekolah, yang akan

menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan

pada umumnya dapat direalisasikan. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka kepala sekolah dituntut untuk mampu

memberdayakan segala sumberdaya dalam rangka meningkatkan

efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidikkan

akan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja

kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer adalah segala

66

upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala

sekolah di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan

secara efektif dan efesien

F. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian manjemen dari tiga pendapat ahli !.

2. Jelaskan manajemen pendidikan dari sisi proses !.

3. Jelaskan keterampilan-keterampilan kepala sekolah sebagaimanajer pendidikan !.

67

BAB. IVKEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR PENDIDIKAN

A. Standar Kompetensi dan Indikator Pencapaiannya

Standar Kompetensi Indikator Pencapaiannya

Memahami administrasi

kurikulum sekolah.

Dapat menjelaskan bidang-

bidang yang ter-masuk

administrasi kurikulum.

Memahami administrasi

kesiswaan .

Dapat menjelaskan tujuan

administrasi kesiswaan.

Memahami administrasi

kepegawaian sekolah.

Dapat menjelaskan emahami

administrasi kepegawaian

sekolah.

Memahami administrasi

keuangan sekolah.

Dapat menjelaskan tahapan

dalam menyu-sun anggaran

68

Memahami administrasi keu-

angan sekolah.

Memahami administrasi sarana

prasarana sekolah.

Dapat menjelaskan berbagai

macam sarana prasarana

sekolah.

Memahami administrasi

kehumasan sekolah

Dapat mnejelaskan posisi

administrasi kehu-masan

sekolah.

Administrasi sekolah menurut Knezevicch yang dikutif

oleh Sahertian (1985) adalah suatu proses yang terdiri dari

usaha mengkreasi, memelihara, menstimulir, dan mempersatukan

semua daya yang ada pada suatu lembaga pendidikan agar dapat

mencapai tujuan yang telah ditentukan dulu. Selanjutnaya

Knezevicch menjelaskan bahwa cakupan dari administrasi

sekolah adalah meliputi: (1) pengembangan pengajaran dan

kurikulum, (2) pengelolaan kesiswaan, (3) mengelola

personalia sekolah, (4) mengelola gedung dan perlengkapan

sekolah, (5) mengelola angkutan sekolah, (5) mengatur

69

struktur sekolah, (6) mengelola usaha dan keuangan sekolah,

(7) mengelola hubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu

maka semestinya para calon kepala sekolah, dan para kepala

sekolah diberikan pengertian, pemahaman secara teoretik dan

empirik lebih luas dan dalam tentang administrasi pendidikan,

sehingga kelak dikemudian hari apabila sudah menjadi kepala

sekolah akan dapat melakukan dan menerapkan dalam

melakasanakan tugas sebagai kepala sekolah dengan baik, dalam

arti mampu mendayagunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya

sarana dan prasarana lainnya.

B. Administrasi Kurikulum

Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 dan Peratuan Menteri No. 22

Tahun 2006 ruang lingkup administrasi kurikulum dan program

pengajaran maka standar isi meliputi: (a) kerangka dasar dan

struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan

kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, (b) beban belajar

bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,

(c) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan

dikembangkan dan disusun oleh guru berdasarkan panduan

70

penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari

standar isi, (d) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan

pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar

dan menengah. Standar isi dikembangkan oleh BSNP.

Struktur kurikulum di SMA/MA misalnya meliputi substansi

mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan

selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII.

Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi

lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

Pengorganisaian kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16

mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan

lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi

daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak

dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.

Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

Pengembangan diri bukan mata pelajaran yang harus diasuh oleh

guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan

71

diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta

didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan

diri difasilitasi dan dibimbing oleh konselor, guru, atau

tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk

kegiatan ekstrakurikuler. Kemudian hal lainnya yang juga di

dalam kurikulum adalah: (1) jam pelajaran sesuai dengan yang

tertera dalam struktur kurikulum. (2) satuan pendidikan

dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran

perminggu secara keseluruhan, (3) alokasi waktu satu jam

pelajaran adalah 45 menit, dan (4) minggu efektif dalam satu

tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

Standar kompetensi lulusan. Berdasarkan peraturan

Menteri No. 23 tahun 2006, standar kompetensi lulusan

digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan

peserta didik dari satuan pendidikan. Standar Kompetensi

lulusan ini meliputi kompetensi seluruh mata pelajaran atau

kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan ini mencakup

aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan.

72

Standar penilaian pendidikan. Standar penilaian adalah

standar yang mengatur mekanisme, prosedur, dan instrumen

penilaian prestasi belajar peserta didik. Penilaian

pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah seperti

tertuang dalam PP 19 tahun 2005 terdiri atas: (a) penilaian

hasil belajar oleh pendidik, (b) penilaian hasil belajar oleh

satuan pendidikan; dan (c) penilaian hasil belajar oleh

Pemerintah. Panduan penilaian setiap kelompok mata pelajaran

yang diterbitkan oleh BSNP. Panduan penilaian tersebut

meliputi: (a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,

(b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,

(c) kelompok mata pelajaran ilmu pengeta-huan dan teknologi,

(d) kelompok mata pelajaran estetika; dan (e) kelompok mata

pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

Dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan

pendidikan berdasarkan Permen No. 22 tentang Standar Isi dan

Permen 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan, maka perangkat

pembelajaran yang dapat disusun oleh sekolah meliputi: (1)

pemetaan kompe-tensi dasar setiap mata pelajaran (analisis

73

konteks), dan (2) standar ketuntasan belajar minimal (SKBM).

SKBM adalah pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran oleh

siswa per mata pelajaran. Penetapan SKBM ini dilakukan oleh

forum guru yang berada di lingkungan sekolah yang

bersangkutan maupun dengan sekolah yang terdekat (MGMP).

C. Adminstrasi Kesiswaan

Administrasi kesiswaan adalah merupakan pengaturan

terhadap kegiatan-kegiatan peserta didik dari mulai masuk

sekolah sampai lulus sekolah. Tujuan dari pengaturan

kegiatan-kegiatan peserta didik dari mulai masuk sekolah

sampai lulus sekolah tersebut diarahkan pada peningkatan mutu

kegiatan belajar mengajar baik intra maupun ekstra kurikuler,

sehingga memberikan kontribusi bagi pencapaian visi, misi,

dan tujuan sekolah serta tujuan pendidikan secara

keseluruhan. Dengan demikian administrasi kesiswaan di

sekolah menengah (SMA-SMK) disusun untuk memberi petunjuk

bagi penyelenggara dan pengelola administrasi di sekolah agar

pada pelaksanaan administrasi kesiswaan dapat tertib dan

teratur sehingga mendukung tercapainya tujuan sekolah.

74

Ruang lingkup administrasi kesiswaan meliputi: (1)

perencanaan peserta didik yang diawali dengan penerimaan

siswa baru, dan masa orientasi siswa (MOS), (2) penerimaan

siswa baru (PSB) meliputi: penentuan kebijaksanaan PSB,

sistem PSB, kriteria PSB, prosedur PSB, dan pemecahan

problema-problema PSB, (3) orientasi siswa baru, meliputi

pengaturan hari-hari pertama sekolah. Masa orientasi siswa

(MOS), pendekatan dan teknik-teknik yang digunakan dalam

orientasi siswa adalah (1) mengatur kehadiran, dan ketidak

hadiran peserta didik di sekolah, (2) mengatur pengelompokan

peserta didik, (3) mengatur evaluasi peserta didik, baik

dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar, bimbingan

penyuluhan maupun kepentingan promosi peserta didik, (4)

mengatur kenaikan tingkat/ kenaikan kelas peserta didik, (5)

mengatur peserta didik yang drop out, (6) mengatur kode etik,

dan peningkatan disiplin peserta didik, (7) mengatur

organisasi peserta didik yang meliputi seperi OSIS,

Organisasi pramuka, PMR, KIR, kelompok studi, club pencinta

alam, peringatan hari besar keagamaan, (8) mengatur layanan

75

peserta didik meliputi: layanan BP/BK, layanan perpustakaan,

layanan laboratorium, layanan penasihat akademik (wali

kelas), layanan koperasi siswa, mengatur kegiatan pelaksanaan

wawasan wyatamandala.

D. Administrasi Kepegawaian

Dalam pasal 1 Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang

perubahan atas Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang

pokok-pokok kepegawaian, bahwa yang dimaksud dengan Pegawai

Negeri Sipil (PNS) adalah setiap warga negara RI yang telah

memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh penjabat yang

berwenang dan diberikan tugas dalam suatu jabatan negara atau

diserahi tugas negara lain dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penjabat yang

berwenang adalah penjabat yang mempunyai wewenang mengangkat,

memindahkan, dan memberhentikan PNS berdasarkan peraturan

yang berlaku. Kedudukan PNS berdasarkan UU nomor 8 tahun 1974

adalah unsur aparatur negara, abdi negara, abdi masyarakat,

76

namun dengan adanya perubahan dengan UU nomor 43 tahun 1999,

PNS berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,

jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,

pemerintah, dan pembangunan.

Melihat kedudukan PNS sebagai pelayan masyarakat, maka

bagi PNS yang bertugas di sekolah adalah melayani masyarakat

sekolah atau steakholder yaitu guru, tenaga kepen-didikan,

siswa, orangtua siswa, masyarakat lingkungan sekolah atau

masyarakat peduli pendidikan. Untuk memenuhi pelayanan,

Mendiknas dengan keputusannya nomor 053/U/ 2001 menetapkan

pedoman penyusunan standar pelayanan minimal penyelenggaraan

perse-kolahan bidang pendidikan dasar dan menengah.

Dilihat dari struktur organisasi SMA, Kepala Sekolah

bertanggung jawab penuh atas pelayanan kepada seluruh

masyarakat sekolah dan pembinaan keberhasilan dan peningkatan

mutu pendidikan di SMA tersebut. Dalam memenuhi pelayanan

yang optimal, maka kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala

sekolah, kepala urusan tata usaha, koordinator atau

77

penangungjawab unit laboratorium, perpustakaan, atau unit

lainnya.. Berbagai hal yang termasuk dalam Administarsi

Kepegawaian tersebut adalah mencakup rangkaian kegiatan

penyelenggaraan dan pelayanan administrasi kepegawaian,

antara lain: (1) penyusunan formasi kebutuhan pegawai, (2)

penerimaan pegawai, (3) pencatatan pegawai dalam buku induk

pegawai, (4) perlengkapan file kepegawaian, (5) prajabatan

dan pendidikan jabatan, (6) kenaikan pangkat, (7) kenaikan

gaji berkala, (8) penyusunan DUK, (9) DP3, (10) Cuti, (11)

disiplin pegawai, dan (12) pemberhentian dan pension.

E. Administrasi Keuangan Sekolah.

Pengelolaan keuangan secara sederhana dapat dikemukakan

sebagai suatu usaha/proses merencanakan, mengorganisasikan,

mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan melaporkan

kegiatan bidang keuangan agar tujuan sekolah dapat tercapai

secara efektif dan efisien.

a. Perencanaan

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam menyusun

rencana keuangan sekolah adalah:

78

1) Perencanaan harus realistis. Perencanaan

harus mampu menilai bahwa alternatif yang dipilih sesuai

dengan kemampuan sarana/fasilitas, daya/tenaga, dana,

maupun waktu.

2) Perlunya koordinasi dalam perencanaan.

Perencanaan harus mampu memperhatikan cakupan dan

sasaran/volume kegiatan sekolah yang cukup kompleks.

3) Perencanaan harus berdasarkan pengalaman,

pengetahuan dan intuisi. Pengalaman, pengetahuan, dan

intuisi mampu menganalisa berbagai kemungkinan yang

terbaik dalam menyusun perencanaan

4) Perencanaan harus fleksibel (luwes).

Perencanaan mampu menyesuaikan dengan segala kemungkinan

yang tidak diperhitungkan sebelumnya tanpa harus membuat

revisi.

5) Perencanaan yang didasarkan penelitian.

Perencanaan yang berkualitas perlu didukung suatu data

yang lengkap dan akurat melalui suatu penelitian.

79

6) Perencanaan akan menghindari under dan over

planning. Perencanaan yang baik akan menentukan mutu

kegiatan-kegiatan yang diselengga-rakan.

(Langkah-langkah penyusunan RAPBS diuraikan dalam

pembahasan RAPBS)

b. Organisasi dan Koordinasi

Agar perencanaan tersebut dapat dilaksanakan sesuai

dengan yang diinginkan, Kepala Sekolah dituntut untuk

dapat mengorganisasikan dengan menetapkan orang-orang yang

akan melaksanakan tugas pekerjaan, membagi tugas, dan

menetapkan kedudukan, serta hubungan kerja satu dengan

yang lainnya agar tidak terjadi benturan, kesimpangsiuran,

dobel pekerjaan antara satu dengan lainnya. Dalam

menetapkan orang-orang untuk menempati kedudukan, Kepala

Sekolah perlu mempertimbangkan kemampuan dari masing-

masing orang yang ditunjuk antara lain adalah mampu

melaksanakan sebagai:

1) Bendahara

2) Pemegang Buku Kas Umum

80

3) Pemegang Buku Pembantu Mata Anggaran, Buku Bank,

Buku Pajak, Registrasi SPM, dan lain-lain

4) Pembuat laporan dan pembuat arsip pertanggung

jawaban keuangan (Jumlah tenaga/staf yang diperlukan

untuk mengelola kegiatan dana perlu disesuaikan dengan

bobot pekerjaan)

c. Pelaksanaan

Staf yang dipilih diberi kepercayaan untuk membantu

pengelolaan keuangan di sekolah dituntut untuk memahami

tugasnya sebagai berikut:

1) Paham pembukuan

2) Memahami peraturan-peraturan yang berlaku

dalam penyelenggaraan administrasi keuangan

3) Layak dan mempunyai dedikasi tinggi terhadap

pimpinan dan tugas.

4) Memahami bahwa bekerja dibidang keuangan

adalah pelayanan

5) Kurang tanggapnya bagian keuangan akan dapat

mempengaruhi kelancaran pencapaian tujuan

81

d. Pengawasan

Pengawasan adalah suatu usaha untuk mencegah

kemungkinan-kemungiinan penyimpangan dari rencana

instruksi, arahan/saran dari pimpinan. Dengan adanya

pengawasan (controlling) diharapkan penyimpangan yang mungkin

terjadi dapat ditekan sehingga kerugian dapat dihindari.

Untuk melakukan pengawasan yang tepat Kepala Sekolah

dituntut untuk memahami secara garis besar pekerjaan yang

dilakukan oleh pelaksana administrasi keuangan, dan paham

peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur tentang

penggunaan dan pertanggung jawaban serta

pengadministrasian uang negara.

F. Administrasi Sarana Prasarana Pendidikan

Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,

bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam

proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pen-didikan

adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak

langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.

82

Dalam hubungannya dengan sarana pendidikan, Nawawi

(1987) mengklasifika-sikannya menjadi tiga macam kelompok:

(1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat

digunakan; dan (3) hubungannya dengan proses belajar

mengajar.

Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan

atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang

relatif singkat. Sebagai contoh adalah kapur tulis yang biasa

digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran, beberapa

bahan kimia yang digunakan oleh seorang guru dan siswa dalam

pembelajaran IPA. Semua contoh di atas merupakan sarana

pendidikan yang benar-benar habis dipakai. Selain itu, ada

beberapa sarana pendidikan yang berubah bentuk, misalnya

kayu, besi, dan kertas karton yang sering kali digunakan oleh

guru dalam mengajar materi pelajaran keterampilan. Sementara,

sebagai contoh sarana pendidikan yang berubah bentuk adalah

pita mesin tulis, bola lampu, dan kertas. Semua contoh

tersebut merupakan saran pendidikan yang apabila dipakai satu

kali atau beberapa kali bisa habis dipakai atau berubah

83

sifatnya. Sarana pendidikan yang tahan lama. Sarana

pendidikan yang tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat

yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang

relatif lama. Beberapa contohnya adalah bangku sekolah, mesin

tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan olahraga.

Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan

yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan

pemakaiannya. Lemari arsip sekolah misalnya, merupakan salah

satu sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindahkan

ke mana-mana bila diinginkan. Demikian pula bangku sekolah

termasuk sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau

dipindahkan ke mana saja. Sarana pendidikan yang tidak bisa

bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau

relatif sangat sulit untuk dipindahkan. Misalnya saluran dari

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Semua peralatan yang

berkaitan dengan itu, seperti pipanya relatif tidak mudah

untuk dipindahkan ke tempat-tempat tertentu.

Ditinjau dari fungsi atau peranannya dalam pelaksanaan

proses belajar mengajar, maka sarana pendidikan dibedakan

84

menjadi 3 macam, yaitu alat pelajaran, alat peraga, dan media

pengajaran, kadang-kadang ketiga macam sarana tersebut sukar

dibedakan, namun dibawah ini dicoba dijelaskan sebagai

berikut: (1) alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara

langsung dalam proses belajar mengajar. Alat ini mungkin

berwujud buku, alat peraga, alat tulis, dan alat praktek, (2)

alat peraga adalah alat bantu pendidikan dan pengajaran,

dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang mudah

memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang

abstrak sampai kepada yang kongkrit, dan (3) media

pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai

perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih

mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan

pendidikan. Ada 3 jenis media yaitu media audio, media

visual, dan media audio visual.

Prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan

menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara

langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti

ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan,

85

dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang

keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar,

tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses

belajar mengajar, misalnya ruang kantor, kantin sekolah,

tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha

kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan

tempat parkir kendaraan.

Secara umum, tujuan administrasi sarana prasarana

sekolah adalah memberikan layanan secara profesional di

bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka

terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan

efisien. Secara rinci, tujuannya adalah sebagai berikut: (1)

untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan

melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan

seksama. Melalui administrasi sarana prasarana sekolah

diharapkan semua perlengkapan yang didapatkan oleh sekolah

adalah sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas

tinggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang

efisien, dan (2) untuk mengupayakan pemakaian sarana

86

prasarana sekolah secara tepat dan efisien, sehingga

keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap

dipelukan oleh semua personel sekolah.

G. Administrasi Kehumasan

Menurut The British Institute of Public Relation humas adalah

aktivitas mengelola komunikasi antara organisasi dan

publiknya (Ruslan: 2006). Kemudian Harlow dalam menjelaskan

bahwa Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas dan

mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara

organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi,

pengertian, penerimaan dan kerja sama; melibatkan manajemen

dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen

untuk menanggapi opini publik; mendukung manajemen dalam

mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif;

bertindak sebagai system peringatan dini dalam mengantisipasi

kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi

yang sehat dan etis sebagai sarana utama (Ruslan: 2006).

Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa humas

adalah aktivitas yang menghubungkan antara organisasi dengan

87

masyarakat (public) demi tercapainya tujuan organisasi dan

harapan masyarakat tentang produk yang dihasilkan.

Humas dalam sistem pendidikan khususnya di sekolah

mempunyai tujuan: 1) Meningkatkan partisipasi, dukungan, dan

bantuan secara konkrit dari masyarakat baik berupa tenaga,

sarana prasarana maupun dana demi kelancaran dan tercapainya

tujuan pendidikan. 2). Menimbulkan dan membangkitkan rasa

tanggung jawab yang lebih besar pada masyarakat terhadap

kelangsungan program pendidikan di sekolah secara efektif dan

efisien. 3). Mengikutsertakan masyarakat dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi sekolah. 4). Menegakkan dan

mengembangkan suatu citra yang menguntungkan (favorable image)

bagi sekolah terhadap para stakeholdersnya dengan sasaran

yang terkait yaitu publik internal dan publik eksternal. 5)

Membuka kesempatan yang lebih luas kepada para pemakai

produk/lulusan dan pihak-pihak yang terkait untuk

berpartisipasi dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Hasil yang diharapkan dan indikator keberhasilan

pelaksanaan humas sebagai berikut. (1) Perhatian masyarakat

88

meningkat. (2) Organisasi/instansi memiliki program-program

yang sesuai dengan keinginan masyarakat. (3)Terjalinnya

kemitraan antara organisasi/instansi dan masyarakat. (4)

Akses informasi meningkat. (5) Provesionalisme sivitas

akademika, para pemimpin, dan para pengelola meningkat.

Humas/PR merupakan mediator yang menghubungkan antara

organisasi/ instansi dengan mayarakat memiliki sifat-sifat

sebagai berikut. 1) Timbal balik. Hubungan yang bersifat dua

arah dalam rangka mendukung fungsi dan tujuan manajemen

dengan meningkatkan pembinaan kerja sama dan memberikan

manfaat bagi sekolah maupun masyarakat. 2) Sukarela. Hubungan

yang dilaksanakan secara iklas. 3) Berkesinambungan. Hubungan

yang berlangsung secara terus-menerus

Menurut Bernay (Ruslan, 2006) ada tiga fungsi utama

humas yaitu: (1) memberikan penerangan kepada masyarakat, (2)

melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan

masyarakat secara langsung, dan (3) berupaya untuk

mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan/lembaga

sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya.

89

Selanjutnya, fungsi humas menurut Cutlip & Centre, and

Canfield ( 1982) adalah: (1) menunjang aktivitas utama

manajemen dalam mencapai tujuan bersama, (2) membina hubungan

yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya yang

merupakan halayak sasaran, (3) mengidentifikasi segala

sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi dan tanggapan

masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya, atau

sebaliknya, (4) melayani keinginan publiknya dan memberikan

sumbang saran kepada pimpinan demi tujuan dan manfaat

bersama, (5) menciptakan komunikasi dua arah timbal balik,

dan mengatur informasi, publikasi serta pesan dari badan/

organisasi ke publiknya atau sebaliknya, demi tercapainya

citra positif bagi kedua belah pihak.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi

humas adalah sebagai berikut. 1) Agen pembaharuan, 2) Wadah

kerja sama, 3) Penyalur aspirasi, 4) Pemberi informasi.

Posisi humas/PR berada di antara organisasi/instansi dan

masyarakat sehingga kedudukan humas/PR adalah menilai sikap

masyarakat (publik) agar tercipta keserasian antara

masyarakat dengan kebijaksanaan organisasi /instansi. Oleh

90

karena itu, aktivitas, program, humas, tujuan (goal) dan

hingga sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi/instansi

tersebut tidak terlepas dari dukungan, serta citra positf

dari pihak publiknya. Fungsi humas/PR dalam menyelenggarakan

komunikasi timbal balik dua arah (reciprocal two way traffic

communication) antara organisasi/instansi yang diwakilinya

dengan publik sebagai sasaran (target audience) pada akhirnya

dapat menentukan sukses atau tidaknya tujuan dan citra yang

hendak dicapai oleh organisasi bersangkutan. Posisi humas

dapat digambarkan sperti gambar berikut di bawah ini.

O M RA

G SA H YN U A

I MR

S A AA S KS AI T

G. Rangkuman

Administrasi sekolah adalah suatu proses yang terdiri

dari usaha mengkreasi, memelihara, menstimulir, dan

mempersatukan semua daya yang ada pada suatu lembaga

91

pendidikan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan

dulu. Cakupan dari administrasi sekolah adalah meliputi: (1)

pengembangan pengajaran dan kurikulum, (2) pengelolaan

kesiswaan, (3) mengelola personalia sekolah, (4) mengelola

gedung dan perlengkapan sekolah, (5) mengelola usaha dan

keuangan sekolah, dan (6) mengelola hubungan dengan

masyarakat. Para calon kepala sekolah dan para kepala sekolah

diberikan pengertian, pemahaman secara teoretik dan empirik

lebih luas dan dalam tentang administrasi pendidikan,

sehingga kelak dikemudian hari apabila sudah menjadi kepala

sekolah akan dapat melakukan dan menerapkan dalam

melakasanakan tugas sebagai kepala sekolah dengan baik, dalam

arti mampu mendayagunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya

sarana dan prasarana lainnya.

H. Evaluasi

1. Jelaskan bidang-bidang yang termasuk administrasikurikulum!

2. Jelaskan tujuan administrasi kesiswaan!.

3. Jelaskan administrasi kepegawaian sekolah!.

92

4. Jelaskan tahapan dalam menyusun anggaran!.

5. Jelaskan berbagai macam sarana prasarana sekolah!.

6. Jelaskan fungsi-fungsi administrasi kehumasan sekolah!.

BAB. VKEPALA SEKOLAH SEBAGAISUPERVISOR PENDIDIKAN

A. Standar Kompetensi dan IndikatorPencapaiannya

Standar Kompetensi Indikator Pencapaiannya

Memahami hakekat perkembangan

supervi-si pendidikan.

Dapat menjelaskan hakekat

perkembangan supervsi

pendidikan.

Memahami tujuan supervisi Dapat menjelaskan tujuan

93

pendidikan. supervisi pendi-dikan.

Memahami kompetensi Kepala

sekolah sebagai supervisor

pendidikan.

Menganalisis kompetensi

Kepala sekolah sebagai

supervisor pendidikan.

Memahami prinsip-prinsip

supervisi pendi-dikan

Dapat menganalisis pentingnya

prinsip-prinsip supervisi

pendidikan

Memahami metode supervisi

pendidikan

Dapat mengaplikasikan metode

supervisi pendidikan sesuai

dengan teknik supervisi

pendidikan yang digunakan.

Memahami Teknik-teknik

supervisi pendi-dikan

Dapat menganalisis kelebihan

dan kekurang teknik observasi

kelas.

Memahami berbagai pendekatan

dalam su-pervisi pendidikan

Dapat merancang langkah-

langkah dalam melaksanakan

pendekatan kolaboratif dalam

supervisi pendidikan.

94

B. Hakekat Perkembangan dan Tujuan Supervisi Pendidikan

Pendidikan di sekolah adalah merupakan salah satu dari

tri pusat pendidikan, di samping pendidikan dalam keluarga

dan pendidikan dalam masyarakat (Dewantara.1977). Pendidikan

di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan yang dilakukan

dan diorga-nisasikan secara formal. Sekolah sebagai

organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang sangat

kompleks, di dalamnya terdiri dari berbagai komponen yang

mempunyai tugas dan fungsi secara sendiri-sendiri maupun

saling berkaitan satu sama lainnya, dan berproses dalam

rangka mencapai tujuannya.

Untuk dapat berfungsi dan berprosesnya berbagai

komponen sekolah tersebut secara efektif dalam mencapai

tujuan pendidikan, maka berbagai fungsi manajemen dalam

lembaga pendidikan sekolah supaya dilakukan secara benar.

Fungsi-fungsi manajemen yang dimaksudkan diantaranya adalah

fungsi perencanaan, pengorgasian, komunikasi, pengarahan,

kepemimpinan, pengawasan, evaluasi, monitoring, dan ber-bagai

fungsi yang lainnya.

95

Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen tersebut

khususnya fungsi pengawasan dalam penyelenggarakan pendidikan

di sekolah dikenal dengan istilah supervisi pendidikan.

Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara nasional

mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan

diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam

perkembangannya, tampaknya pada setiap pergantian kurikulum,

supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman

kurikulum (Depdikbud. 1976), walaupun kata supervisi dianggap

tidak mengandung makna yang sesuai dalam bidang pendidikan,

karena diberi pemaknaan pembinaan, yaitu pembinaan

professional guru sesuai dengan sistem pembinaan professional

(SPP) sebagai hasil dari proyek Cianjur 1984 (Depdikbud.

1986). Tampaknya dalam hubungan ini kata pembinaan itu

sendiri hanya lebih dikenal di kalangan praktisi seperti

kepala sekolah, dan pengawas, dan sebaliknya kurang dikenal

oleh guru, karena para guru merasa lebih familiar dengan

istilah supervisi. Namun demikian secara akademis apapun

istilah yang digunakan untuk supervisi pendidikan bukanlah

96

sesuatu yang perlu dipertentangkan. Karena tugas pengawas

dan supervisor dalam konteks pendidikan, dan pengajaran

memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah: (1)

tujuannya memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru, (2)

berfungsi sebagai monitoring, (3) kegiatannya memiliki fungsi

manajemen, (4) berorientasi pada tujuan pendidikan. Kemudian

perbedaannya adalah bahwa kepengawasan lebih menekankan pada

upaya untuk menemukan penyimpangan atau hambatan dari rencana

yang telah ditetapkan, sedangkan supervisi lebih menekankan

pada upaya-upaya membantu guru untuk perbaikan dan

peningkatan proses belajar mengajar.

Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum

karena dilakukan untuk memonitor berbagai kegiatan yang

dilaksanakan di sekolah. Karena itu seringkali kesalahan para

personil sekolah akan lebih banyak dieksploitasi dan

ditonjolkan, bahkan jika melebihi batas atau melanggar suatu

aturan atau kebijakan akan membawa konsekwensi seseorang

personel tertentu dapat diberikan sangsi sampai pada

pemecatan. Itulah sebabnya supervisi pada waktu itu lebih

97

banyak dikonotasikan sifatnya lebih melecehkan supervisi

dengan ungkapan snoopervision atau penembak jitu.

Kemudian lebih lanjut dalam perkembangannya konsepsi

supervisi lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar

mengajar guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi

supervisi umum yaitu kegiatan supervisi yang ditujukan pada

penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti

sarana dan parasarana dan lingkungannya yang berupa gedung,

ruang kelas, media, alat-alat pelajaran, kafetaria, dan

transfortasi dan tidak bersifat administratif. Kemudian

supervisi pengajaran yang lebih bersifat khusus untuk

membantu guru dalam bidang studi tertentu. Dalam hubungan ini

kemudian Poerwanto (2006) memperjelas pengertian dan fungsi

supervisor tersebut sebagai mitra guru, inovator, konselor,

motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam

meningkatkan proses belajar mengajarnya.

Berdasarkan konsepsi bahwa supervisi untuk membantu guru

dalam bidang studi tertentu, maka supervisi diartikan sebagai

kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar

98

mengajar. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi

pendidikan itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan

pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu pendidikan.

Konsepsi supervisi kemudian lebih memfokus pada kegiatan

PBM, sehingga supervisi diberikan pengertian sebagai setiap

layanan yang diberikan kepada guru, yang hasil akhirnya

adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran guru,

pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum (Neagley dan

Evans. 1980). Supervisi sebagai usaha untuk mendorong,

mengkoordinasikan, dan menuntun pertumbuhan guru-guru secara

berkesi-nambungan di suatu sekolah, baik secara individu

maupun secara kelompok dalam pengertian yang lebih baik, dan

tindakan yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran sehingga

mereka dapat mampu untuk mendorong dan menuntun pertumbuhan

setiap siswa secara berkesinambungan menuju partisipasi yang

cerdas dan kaya dalam kehidupan masyarakat demokratis modern

(Boardman, dkk. 1961), nilai supervisi terletak pada

perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang

direfleksikan pada perkem-bangan para siswa (Mark, dkk.1974).

99

Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan nilai dari supervisi

pengajaran tersebut sangat penting dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan, maka permasyalahan lainnya yang tampaknya

juga perlu dibahas adalah apakah syarat-syarat yang harus

dipenuhi oleh seseorang untuk dapat diangkat menjadi pengawas

Pengawas secara akademik adalah bisa bersifat formal

yang berasal dari luar sekolah, yaitu kalau pengawas tersebut

ditunjuk secara legal oleh Dinas Pendidikan pada tingkat

kabupaten, provinsi, dan tingkat kecamatan, dan ada juga

supervisor yang berasal dari dalam sekolah sendiri, yaitu

kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan

para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986).

Kemudian seseorang yang dapat diangkat menjadi supervisor

terutama yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sesuai dengan

Permen Pendidikan Nasional RI No.12 Tahun 2007 tentang

standar pengawas sekolah/ madrasah, untuk tingkat SMA harus

memenuhi kualifikasi: (1) memiliki pendidikan minimum

Magister (S2) Kependidikan dengan berbasis Sarjana (S1) dalam

rumpun mata pelajaran pada perguruan tinggi yang

100

terkreditasi, (2) guru SMA bersertifikat pendidik sebagai

guru dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam

rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA, atau kepala

sekolah SMA dengan pengalaman kerja empat tahun, untuk

menjadi pengawas sesuai dengan rumpun mata pelajarannya, (3)

memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c, (4)

berusia setinggi-tingginya 50 tahun sejak diangkat sebagai

pengawas satuan pendidikan, (5) memenuhi kompetensi sebagai

pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalaui uji

kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional

pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah, (6) lulus

seleksi pengawas satuan pendidikan.

C. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Pendidikan

Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan

informal. Pengawas formal adalah pengawas yang diangkat oleh

dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten, dan tingkat

kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal adalah

101

pengawas yang bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala

sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru

bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kedua jenis

pengawas tersebut harus memiliki kompetensi kepenga-wasan.

Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki meliputi: (1)

kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan

pengajaran, (3) menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan

fasilitas belajar, (5) menyiapkan bahan-bahan pelajaran, (6)

menyelenggarakan penataran guru-guru, (7) memberikan

konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8)

mengkordinasikan layanan terhadap para siswa, (10)

mengembangkan hubungan dengan masyarakat, dan (11) menilai

pelajaran (Neagley dan Evans. 1980).

Tampaknya semua komptensi yang disebutkan di atas

berkaitan dengan pengem-bangan kurikulum. Secara lebih legal

persyaratan kompetensi pengawas telah dituangkan dalam bentuk

kebijakan pemerintah yaitu Permendiknas No.12 Tahun 2007.

Kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas adalah (1)

kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial,

102

(3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi evaluasi

pendidikan, (5) kompetensi penelitian pengembangan, dan (6)

kompetensi sosial.

Secara lebih rinci kompetensi yang dituntut terhadap

seorang pengawas tersebut terutama sesuai dengan Permendiknas

No.12 Tahun 2007 adalah sebagai berikut.

KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

Dimensi Kompetensi Kompetensi

1. Kompetensi

keperiba-

dian

1.1 Memiliki tanggungjawab sebagai

pengawas satuan

pendidikan.

1.2 Kreatif dalam bekerja dan

memecahkan masalah baik yang

berkaitan dengan kehidupan pribadi

maupun tugas-tugas jabatannya.

1.3 Memiliki rasa ingintahu akan hal-

hal baru tentang pendidikan, ilmu

pengetahuan teknologi dan seni yang

103

menunjang tugas pokok dan tanggung-

jawabnya.

1.4 Menumbuhkan motivasi kerja pada

dirinya dan pada stakeholder

pendidikan.

2. Kompetensi

Supervisi

Manajerial.

2.1 Menguasai metode, teknik dan

prinsip supervisi da-

lam rangka meningkatkan mutu

pendidikan di seko-lah menengah

yang sejenis.

2.2 Menyusun program kepengawasan

berdasarkan visi-misi-tujuan dan

program pendidikan sekolah mene-

ngah yang sejenis.

2.3 Menyusun metode kerja, instrumen

yang diperlukan untuk melaksanakan

tugas pokok dan fungsi kepe-

ngawasan di sekolah menengah yang

sejenis.

104

2.4 Menyusun laporan hasil pengawasan

dan menin-daklanjutinya untuk

perbaikan program pengawasan

berikutnya di sekolah menengah yang

sejenis.

2.5 Membina kepala sekolah dalam

pengelolaan dan administrasi satuan

pendidikan berdasarkan ma-najemen

peningkatan mutu pendidikan di

sekolah menengah yang sejenis.

2.6 Membina kepala sekolah dan guru

dalam melak-sanakan bimbingan dan

konseling di sekolah mene-ngah yang

sejenis.

2.7 Mendorong guru dan kepala sekolah

dalam mere-fleksikan hasil-hasil

yang dicapainya untuk mene-mukan

kelebihan dan kekurangan dalam

melaksa-nakan tugas pokoknya di

105

sekolah menengah yang sejenis.

2.8 Memantau pelaksanaan standar

nasional pendidikan dan

memanfaatkan hasil-hasilnya untuk

membantu kepala sekolah dalam

mempersiapkan akreditasi sekolah

menengah yang sejenis.

3. Kompetensi

supervisi

akademik.

3.1 Memahami konsep, prinsip, teori

dasar, karakteristik, dan

kecendrungan perkembangan tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

3.2 Memahami konsep, prinsip,

teori/teknologi, karak-

teristik, dan kecendrungan

perkembangan proses

pembelajaran/bimbingan tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata

106

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

3.3 Membimbing guru dalam menyusun

silabus tiap mata pelajaran dalam

rumpun mata pelajaran yang relevan

di sekolah menengah yang sejenis

berlandaskan standar isi, standar

kompetensi, dan kompetensi dasar,

dan prinsip-prinsip pengembangan

KTSP.

3.4 Membimbing guru dalam memilih dan

mengguna-kanstrategi/metode/teknik

pembelajaran/bombing-an yang dapat

mengembangkan berbagai potensi

siswa melalui mata pelajaran dalam

rumpun mata pelajaran yang relevan

di Sekolah menengah yang sejenis.

3.5 Membimbing guru dalam menyusun

rencana pe-laksanaan pembelajaran

107

(RPP) untuk tiap mata pelajaran

dalam rumpun mata pelajaran yang

rele-van di sekolah menengah yang

sejenis.

3.6 Membimbing dalam melaksanakan

kegiatan pem-belajaran/bimbingan

(di kelas, laboratorium, dan atau

di di lapangan) untuk tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

3.7 Membimbing guru dalam mengelola,

merawat,

mengembangkan dan menggunakan

media pendi-dikan dan fasilitas

pembelajaran/bimbingan tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

108

3.8 Memotivasi guru untuk

memanfaatkan teknologi in-formasi

untuk pembelajaran/bimbingan tiap

mata pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

4. Kompetensi

evaluasi

Pendidikan.

4.1 Menyusun kriteria dan indikator

keberhasilan pen-didikan dan

pembelajaran/bimbingan tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

4.2 Membimbing guru dalam menentukan

aspek-

aspek yang penting dinilai

dalam pembelajaran/ bimbingan tiap

mata pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

109

4.3 Menilai kinerja kepala sekolah,

kinerja guru, dan staf sekolah

lainnya dalam melaksanakan tugas

pokok dan tanggungjawab untuk

meningkatkan mutu mutu pendidikan

dan pembelajaran/bim bingan tiap

mata pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

4.4 Memantau pelaksanaan

pembelajaran/bimbingan dan hasil

belajar siswa serta menganlisisnya

untuk per-baikan mutu

pembelajaran/bimbingan tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah

menengah yang sejenis.

4.5 Mebina guru dalam memanfaatkan

hasil penilaian untuk kepentingan

110

pendidikan dan pembelajaran/

bimbingan tiap mata pelajaran dalam

rumpun mata pelajaran yang relevan

di sekolah menengah yang sejenis.

4.6 Mengolah dan menganlisis data

hasil penilaian kinerja kepala

sekolah, kinerja guru dan staf

lsekolah di sekolah menengah yang

sejenis.

5. Kompetensi

penelitian

Pengembangan.

5.1 Menguasai berbagai pendekatan,

jenis, dan metode penelitian dalam

pendidikan.

5.2 Menentukan masalah kepengawasan

yang penting diteliti baik untuk

keperluan tugas kepengawasan maupun

untuk pengembangan karirnya sebagai

pengawas.

5.3 Menyusun proposal penelitian

pendidikan proposal penelitian

111

kualitatif maupun penelitian

kuantitatif.

5.4 Melaksanakan penelitian pendidikan

untuk peme-cahan masalah

pendidikan, dan perumusan kebi-

jakan pendidikan yang bermanfaat

bagi tugas pokok tangjawabnya.

5.5 Mengolah dan menganalisis data

hasil penelitian

pendidikan baik data

kualitatif maupun kuantitatif.

5.6 Menulis karya tulis ilmiah (KTI)

dalam bidang pendidikan dan atau

dalam bidang kepengawasan dan

memanfaatkannya untuk perbaikan

mutu pendidikan.

5.7 Menyusun pedoman/panduan dan atau

buku/modul yang diperlukan untuk

melaksnakan tugas penga-wasan di

112

sekolah menengah yang sejenis.

5.8 Memberikan bimbingan kepada guru

tentang pe-nelitian tindakan kelas,

baik perencanaan maupun

pelaksanaannya di sekolah menengah

yang sejenis.

6. Kompetensi

sosial

6.1 Bekerjasama dengan beberapa pihak

dalam rangka meningkatkan kualitas

diri untuk dapat melak-sanakan

tugas dan tanggungjawabnya.

6.2 Aktif dalam kegiatan asosiasi

pengawas satuan

pendidikan.

Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi

manajerial terutama pengawas Sekolah Menengah Atas dan

Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa aspek-aspek

pengawasan supervisi manjerial adalah mencakup membina kepala

sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan

113

pendidikan, membina kepala sekolah dan guru dalam

melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, membimbing guru

dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan

menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan

yang dapat mengembangkan potensi siswa melalui mata

pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan

bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah

dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk

menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas

pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan,

dan membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.

Demikian juga aspek-aspek yang dimonitoring dalam

pelaksanaan supervisi akademik adalah mencakup membimbing

guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun

mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih

dan menggunakan strategi/metode/teknik

pembelajaran/bimbingan, mem-bimbing guru dalam menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), mem-bimbing guru

dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau

114

lapangan, membimbing guru dalam mengelola, merawat,

mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas

pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi

informasi.

Agar seorang pengawas dapat melaksanakan tugasnya

dengan baik tampak-nya di samping dituntut memiliki

kompetensi seperti yang diuraikan di atas juga dilengkapi dan

didukung dengan berbagai pemahaman dan pengayaan yang lain,

seperti: prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi.

Seorang pengawas harus dapat merencanakan program supervisi

dan melaporkan hasilnya.

D. Prinsip-prinsip, Metode dan Teknik-teknik SupervisiPendidikan

Seorang pengawas akan dapat melakasanakan tugasnya

dengan baik apabila dalam melaksanakan tugasnya berpegang

dan berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-

prinsip sepervisi yang dimasudkan adalah:

1. Prinsip ilmiah. Prinsip ini bercirikan bahwa kegiatan

supervisi tersebut hendaknya berlandaskan pada data

115

obyektif yang diperoleh dari kenyataan yang dialami oleh

guru dalam proses belajar mengajar guru. Untuk memperoleh

data tersebut diper-lukan berbagai alat perekam data,

seperti angket, lembar observasi, cheklist, pedoman

wawancara, dan yang lainnya. Ciri yang lainnya adalah

dilakukan secara sistematis, berencana, dan berkelanjutan.

2. Prinsip demokrasi. Prinsip ini mengharapkan bahwa di

dalam pelaksanaan tugas supervisi dilandasi oleh suatu

hubungan kemanusiaan yang akrab dan hangat, menjumjung

tinggi harga diri dan martabat guru, berdasarkan

kesejawatan, bukan berdasarkan pada hubungan atasan dan

bawahan.

3. Prinsip kerja sama. Prinsip ini mengembangkan usaha

bersama, memberi dukung-an, menstimulasi, sehingga guru

merasa bertumbuh.

4. Prinsip konstruktif dan kreatif. Supervisor harus mampu

mengembangkan dan menciptakan suasana kerja yang

menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan

(Sahertian. 2000., Wijono. 1989., Hariwung.19890).

116

Prinsip-prinsip supervisi yang diuraikan di atas dalam

pelaksanaannya sebaiknya didukung dengan menggunakan metode

dan beberapa teknik yang dapat digunakan oleh seorang

pengawas agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

Metode supervisi yang dimaksudkan adalah metode langsung dan

tidak langsung (Ametembun. 1975). Metode langsung merupakan

suatu cara dimana seorang penga-was secara pribadi langsung

dapat berhadapan dengan guru yang disupervisi baik secara

individu maupun secara kelompok. Kemudian metode tidak

langsung apabila seorang pengawas dalam melaksanakan

fungsinya dengan menggunakan alat peran-tara atau media

terhadap guru yang disupervisinya. Demikian pula yang

dimaksud dengan teknik supervisi tersebut ada yang disebut

dengan teknik individual, seperti kunjungan kelas, observasi

kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, menilai

diri sendiri, dan ada pula teknik supervisi bersifat

kelompok, seperti: rapat guru, studi kelompok antar guru,

diskusi sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman,

lokakarya, diskusi panel, seminar, simposium, demontrasi,

117

perpustakaan jabatan, buletin supervisi, membaca langsung,

mengikuti kursus, organisasi jabatan, perjalanan sekolah

untuk staf sekolah (Sahertian dan Mataheru. 1982). Pemilihan

terhadap salah satu metode supervisi tersebut akan berkaitan

erat dengan penggunaan suatu teknik supervisi. Pemilihan dan

penggunaan metode supervisi langsung misalnya dapat digunakan

secara bersamaan dengan teknik supervisi kunjungan kelas,

pertemuan individual, dan rapat guru. Demikian pula pemilihan

dan penggunaan metode supervisi tidak langsung, dapat

digunakan secara bersamaan dengan teknik supervisi, misalnya,

buleletin supervisi, papan pembinaan, angket, dan televisi.

Dalam hubungan dengan pemilihan metode dan teknik supervisi

tersebut ada pendapat yang menekankan pada penggunaan metode

langsung dan teknik individual, bahkan lebih jauh menyatakan

bahwa pengawas dinyatakan belum melakukan kegiatan supervisi

apabila tidak menggunakan teknik individual. Dengan demikian

seorang supervisor tersebut haruslah melakukan kunjungan

kelas, observasi, dan percakapan, karena dengan kunjungan

kelas inilah kelemahan dan kelebihan guru dalam mengajar

118

dapat dideteksi (Neagley dan Evans. 1980). Sehubungan dengan

pentingnya teknik kunjungan kelas, observasi yang didahului

dengan percakapan, maka kunjungan kelas tersebut lebih lanjut

disebut dengan tulang punggung supervisi.

Bagan. 2.1Siklus Kegiatan Supervisi

Kunjungan Kelas

Sejalan dengan perkembangan iptek supervisi juga

mengalami perkembangan. Pada tahun 1983 P2LPTK Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Departemen P dan K juga

memperkenalkan supervisi klinis yang merupakan hasil karya

Morris Cogan dan Robert J. Krajewski yang telah dikembangkan

pada tahun 1961. Model supervisi ini dianggap efektif, oleh

karena itu banyak pakar yang ikut mengembangkannya antara

lain Cogan, Mosher dan Perpel, Oliva, Robert Goldhamamer

Percakapan sebelum observasi

3. Percakapan setelah observasi

119

2. Observasi/kunjungan Kelas

(Bafadal.1992). Perbedaan pengembangan di antara para pakar

tersebut terletak pada langkah proses atau siklusnya, ada

yang 3 langkah, 5 langkah, ada pula 8 langkah. Siklus yang

paling banyak diikuti adalah yang terdiri dari 3 langkah,

demikian juga penggunaan supervisi klinis hanya terbatas pada

guru yang menghadapi masalah pengajaran, atau bagi guru yang

ingin mencobakan hal-hal yang baru.Variasi dan perbedaan

langkah proses dalam siklusnya tampak dalam bagan di bawah

ini.

Bagan 2.2Deskripsi Siklus Supervisi Klinik

Cogan (1973) Mosher dan

Perpel

(1972)

Oliva

(1984)

Goldhammer,

dkk. (1981).

Bafadal

. 1992

Membangun dan

menetapkan

hubungan.

Perencanaan

dengan guru.

Perencanaan

kegiatan

observasi

Perencanaan

Kontak dan

komunikasi

dengan guru

untuk

merenca-

nakan

observasi

Pertemuan

sebelum

observasi.

Tahap

pertemu

-an

awal.

Tahap

120

Observasi kelas Observasi. Observasi

kelas

Observasi

kelas

observa

si

mengaja

r

Analisis proses

belajar mengajar.

Perencanaan

pertemuan.

Pertemuan.

Penjajagan

pertemuan

berikutnya.

Evaluasi

dan

analisis

Tindak

lanjut

observasi.

Analisis data

strategis.

Pertemuan

supervisi.

Analisis

sesudah

pertemuan

supervisi.

Tahap

pertemu

-an

balikan

.

E. Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan

Kemudian dalam pengembangan supervisi pengajaran untuk

dapat mencapai tujuannya secara efektif seorang supervisor

dapat menggunakan berbagai pendekatan yang memiliki pijakan

ilmiah, yaitu supervisi saintifik, artistik, dan klinik

(Sahertian. 2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri:

(1) dilaksanakan secara berencana dan kontinyu, (2)

sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu,

121

(3) menggunakan instrumen pengumpulan data, dan (4) data

obyektif yang diperoleh dari keadaan riil, dan dianalisis.

Supervisi artistik memandang bahwa mengajar itu adalah suatu

pengetahuan, keterampilan, dan suatu kiat. Lebih jauh

dijelaskan bahwa supervisi bekerja menyangkut untuk orang

lain, melalui orang lain. Oleh karena itu pekerjaan supervisi

akan berhasil apabila ada kerelaan, kepercayaan, saling

mengerti, dan saling mengakui dan menerima orang sebagaimana

adanya, sehingga orang lain merasa aman dan mau maju.

Supervisi klinik pada mulanya diperkenalkan oleh Moris L.

Cogan, Robert Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas

Harvard pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam

puluhan (Krajewski.1982). Supervisi klinik dirancang sebagai

salah satu model atau pendekatan dalam mensupervisi calon

guru yang berperaktek mengajar. Penekanannya adalah pada

klinik atau dalam pengobatan dan penyembuhan, yang diwujudkan

dalam bentuk tatap muka antara supervisor dengan calon guru.

Supervisi klinik lebih memusatkan perhatiannya pada perilaku

guru yang aktual di kelas.

122

Demikian juga pada tahun 80 an dalam perkembangan

supervisi pengajaran menggunakan pendekatan yang bertitik

tolak pada pijakan psikologi belajar, yaitu psikologi

behavioral, humanistik, dan kognitif. Psikologi behavioral

memandang belajar sebagai kondisioning individu dengan dunia

di luar dirinya. Belajar adalah hasil peniruan atau latihan-

latihan yang memperoleh ganjaran jika berhasil dan hukuman

jika gagal. Psikilogi humanistik berdasarkan pemikiran bahwa

belajar adalah hasil keingintahuan individu untuk menemukan

rasionalitas dan keteraturan di alam ini, sehingga belajar

dipandang sebagai proses pembawaan yang berkembang (terbuka).

Guru menunjang keingintahuan individu dari hasil belajar

melalui self-discovery. Psikologi kognitif berpendapat bahwa

belajar adalah hasil keterpaduan antara interaksi kegiatan

individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar dianggap

sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan murid.

Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara

guru dan murid, antara murid atau obyek yang dimanipulasi.

123

Berdasarkan pendekatan di atas, supervisi dirumuskan

sebagai proses perba-ikan dan peningkatan kelas dan sekolah

melalui kerjasama secara langsung dengan guru. Untuk itu,

maka supervisor perlu memilih kegiatan supervisinya yang

sesuai dengan tujuan perbaikan atau peningkatan pembelajaran

tertentu. Pemilihan kegiatan supervisi yang bersumber dari

pandangan mendasar itu menjadikan supervisi lebih kokoh

karena memiliki pijakan ilmiah dan lebih efektif. Dengan

memperhatikan tahapan perkembangan guru itu, tokohnya Carl D.

Glickman menyebutnya supervisi perkembangan.

Gambaran tentang belajar dan supervisi digambarkan,

sebagai berikut di bawah ini:

GAMBAR. 2.3PANDANGAN TENTANG BELAJAR

Tanggungjawab

siswa

Tinggi Sedang Rendah

Tanggungjawab

guru

Rendah Sedang Tinggi

Pandangan Humanistik Kognitivisti Behavioralist

124

psikologi tentang

belajar.

k ik

Metode belajar. Menemukan

sendiri

(Self-

Discovery).

Mencoba-coba

(eksperiment

asi)

Dikondisikan

(conditioning

).

GAMBAR. 2.4PANDANGAN TENTANG SUPERVISI

Tingkat komitmen

guru

Tinggi Sedang Rendah

Tigkat abstraksi

guru

Tinggi Sedang Rendah

Tanggungjawab

supervisor

Rendah Sedang Tinggi

Orientasi

supervisi

Nondirektif Kollaboratif Direktif.

Metode utama Penilaian

diri sendiri

Kontrak

bersama

(Self

assessment)

Menetapkan

pato-kan

(Delineated

standard)

125

Berdasarkan dua dimensi penting yang dimiliki oleh

setiap individu guru, yaitu dimensi derajat komitmen dan

dimensi kekomplekkan kognitif atau derajat abstraksi seperti

yang disajikan dalam gambar 2 di atas, maka pendekatan

supervisi pengajaran yang dapat dikembangkan adalah supervisi

yang berorientasi pada pende-katan non-direktif, kolaboratif,

dan direktif. Dalam hubungan ini Sergiovanni (1991)

mengembangkan supervisi dengan menambahkan dua dimensi baru,

yaitu bertitik tolak dari tanggungjawab guru yang bisa dilhat

derajat kematangan dan derajat tanggungjawabnya. Dengan

memadukan supervisi individual, kolegial, dan informal dengan

membangun suatu kerangka berpikir yang baru dalam supervisi

seperti yang ada dalam gambar di bawah ini

GAMBAR 2.5 DIMENSI DERAJAT KOMITMEN DAN TANGGUNGJAWAB GURU

126

Tinggi

Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada

keyakinan bahwa mengajar terdiri dari keterampilan teknis

dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan dan

diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Peran

supervisor adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi

model, dan menilai kompetensi yang telah ditetapkan.

Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas

asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah,

dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih orang ikut

serta mengemukakan sebuah hipotesis dan sebuah masalah,

eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu,

Derajat

abstraksi

+ -Kuadran 3.Pengamat analitik

- -Kuadran 1Guru DO

Rendah

127

- +Kuadran 2.Guru kurang perhatian

++Kuadran 4. Profesional

Rendah

yang dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran

supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah, para

anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap

memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Supervisi

nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah

penga-laman pribadi dimana individu pada akhirnya harus

menemukan pemecahan masalah sendiri untuk memperbaiki

pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah

mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan

kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan pengalaman guru

(Glickman. 1990).

Pengukuran kedua dimensi tersebut akan membantu guru dan

supervisor dalam menetapkan pada tahapan mana guru berada dan

perlakuan supervisi yang bagaimana seharusnya dilakukan pada

guru, dan pada gilirannya supervisi harus berkembang

ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi

Glickman (1980) disebut supervisi perkembangan, karena tujuan

supervisi menurutnya adalah ….. membantu guru belajar

bagaimana para guru meningkatkan kapasitas mereka untuk

128

mewujudkan tujuan pembelajaran siswa yang telah ditetapkan.

Di sisi lain perlu juga disadari bahwa essensi dari supervisi

tersebut adalah proses bantuan, oleh karena itu maka bantuan

supervisi tersebut sebaiknya diberikan apabila diperlukan

oleh guru-guru. Pengembangan masing-masing model supervisi

pengajaran yang disebut dengan supervisi direktif, supervisi

kolaboratif, dan supervisi non direktif secara lebih

lengkapnya akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.

a. Supervisi Pengajaran Direktif

Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan

pada keyakinan bahwa mengajar terdiri dari keterampilan

teknis dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan

dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif.

Pendekatan supervisi pengajaran direktif oleh Sutjipto dan

Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan pendekatan supervisi

pengajaran berdasarkan kompetensi. Peran supervisor dalam

menerapkan pendekatan direktif ini adalah mengimformasikan,

mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang telah

ditetapkan.

129

Langkah-langkah dalam supervisi dengan pendekatan

direktif tersebut dimulai dengan: (1) pre conference, (2)

observasi, (3) analisa dan interpretasi, (4) post conference,

(5) post analysis, dan (6) diskusi (Sahertian. Ida Aleida

Sahertian. 1990). Langkah-langkah ini yang semestinya

dilakukan oleh seorang supervisor, yang dalam hal ini bisa

jadi dilakukan oleh seorang pengawas terhadap guru-guru,

ataupun oleh seorang kepala sekolah terhadap guru-guru dalam

rangka meningkatkan kompe-tensinya dalam mengajar.

Pre conference dilakukan oleh supervisor untuk

mendapatkan gambaran yang jelas dan dapat memilih

permasalahan apa yang dihadapi oleh guru-guru, sehinggga

seorang mengetahui dan mempunyai masalah apa saja yang akan

diobservasinya, yangn lebih lanjut akan dapat menetapkan

tindakan apa yang akan dapat dilaksanakan.

Observasi, pada tahap ini supervisor berada di dalam

kelas dan mengadakan observasi. Dalam melaksanakan observasi

tersebut seorang supervisor mengamati perilaku siswa dari

awal sampai akhir pelajaran. Untuk lebih mudahnya dalam

130

melakukan supervisi alat yang berupa cheklist dapat

digunakan, dan sudah tentunya berbagai perilaku siswa lainnya

yang dianggap perlu juga dapat dan perlu dicatat.

Analisa dan interpretasi, data yang didapat dalam

melakukan observasi dibuatkan semacam tabulasi data tentang

perilaku siswa, sehingga lebih lanjut data tersebut dapat

dianalisis sehingga dapat diambil suatu kesimpulan terhadap

perilaku siswa tersebut. Kesimpulan dari hasil analisis

tersebut akan dapat menyimpulkan bahwa bisa jadi perilaku

siswa tersebut bisa positif ataupun negatif. Dalam proses

pembelajaran selanjutnya berbagai perilaku negatif siswa

tersebut perlu diperbaiki. Berdasarkan pada hasil analisis

data observasi tersebut akan dapat disimpulkan bahwa guru

tersebut sering mengalami kesulitan dalam menghadapi perilaku

siswa, dan kondisi ini sangat perlu harus diberitahukan dan

diketahui oleh guru.

Post conference, dalam kegiatan ini supervisor dengan

guru kembali memba-has cara untuk mengatasi masalah yang

dihadapi oleh guru, membuat rencana pembelajaran sebagai

131

perbaikannya yang akan didemonstrasikan oleh pengawas,

menetapkan jadwal observasi berikutnya setelah demonstrasi.

Post analysis, dalam kegiatan ini dilaksanakan kembali

evaluasi terhadap penerapan berbagai contoh yang telah

diberikan dan dilakukan oleh supervisor dalam melaksanakan

demosntrasi mengajar, yang lebih lanjut akan dicontoh dan

dilaksna-kan oleh guru. Kemudian lebih lanjut menetapkan

program yang akan diambil pada masa-masa berikutnya.

Diskusi, sebagai langkah terakhir dari pendekatan

direktif ini, maka dibahas beberapa hal, (1) menjelaskan

masalah-masalah guru sehingga dapat dipahami dengan jelas,

(2) menampilkan ide-ide tentang informasi yang seharusnya

dikumpulkan dan bagaimana mengumpulkannya, (3) mengarahkan

dan memberi petunjuk kepada guru mengenai usaha apa yang

diperlukan sesudah terkumpul dan dianalisa, (4) mendemon-

trasikan kepada guru bagaimana mengajar yang baik, agar guru

mau saling mengunjungi dalam mengajar, (5) menstandarkan

tolak ukur yang digunakan untuk dasar perbaikan, dan (6)

meyakinkan atau menguatkan dengan berbagai cara untuk

132

memberikan dorongan psychologis. (Sahertian. Ida Aleida

Sahaertian. 1990). Untuk lebih mudahnya dapat memahami

langkah-langkah pendekatan supervisi pengajaran direktif

dapat dibuatkan bagan sebagai berikut di bawah ini.

PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN DIREKTIF

1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. PemecahanMasalah 6.Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. Penguatang

S

Keterangan:

Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang besar,

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

133

1. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 2. Mempresentasikan ide

3. Memastikan apa yang harus dilakukan.

4. Mendemonstrasikan

5 Menetapkan Standar

b. Supervisi Pengajaran Kolaboratif.

Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan

atas asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan

masalah, dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih orang

ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis sebuah masalah,

eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu,

yang dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran

supervisor membimbing ke proses peme-cahan masalah, para

anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap

memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Penerapan

pendekatan supervisi kolaboratif ini oleh Sutjipto dan Raflis

Kosasi (1999) disebut juga supervisi klinis.

134

Dalam pendekatan kolaboratif supervisor dan guru

merupakan teman sejawat dalam memecahkan masalah-masalah

pengajaran di kelas. Masalah-masalah tersebut seringkali

dipusatkan pada : (1) kesadaran dan kepercayaan diri dalam

melaksanakan tugas mengajar, (2) keterampilan-keterampilan

dasar yang diperlukan dalam mengajar, yang meliputi

keterampilan dalam menggunakan variasi dalam mengajar dan

menggunakan stimulus, keterampilan dalam melibatkan siswa

dalam proses belajar, serta keterampilan dalam mengelola

kelas dan disiplin siswa.

Dalam melaksanakan supervisi dengan menggunakan

pendekatan kolaboratif sebaiknya melalui lima langkah, yaitu:

(1) pembicaraan praobservasi, (2) melaksa-nakan observasi,

(3) melakukan analisis dan menetapkan strategi, (4)

melaksanakan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan (5)

melakukan analisis setelah pembicaraan.

Pelaksanaan pembicaraan praobservasi disebut juga engan

istilah pembicaraan pendahuluan. Dalam tahap ini supervisor

dan guru bersama-sama membicarakan rencana keterampilan apa

135

yang akan diobservasi atau dicatat. Pada tahap ini memberikan

kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengientifikasi

keteram-pilan mana yang memerlukan perbaikan. Keterampilan

yang dipilih kemudian dioperasionalkan dalam bentuk rumusan

tingkah laku yang dapat diamati. Dalam pertemuan ini pula

dibicarakan dan ditentukan jenis data apa ang akan dicatat

selama pembelajaran berlangsung. Dala pembicaraan pra-

observasi ini memerlukan komuni-kasi terbuka, sehingga

tercipta ikatan kolegial antara supervisor dan guru yang

harmonis. Terdapat lima masalah yang harus dicermati dalam

pembicaraan pendahu-luan ini, yaitu: menciptakan suasana yang

akrab antara supervisor dengan guru, meneliti ulang rencana

pelajaran serta tujuan pelajaran, mencermati kembali kom-

ponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati, memilih

dan mengembangkan instrumen observasi, dan membicarakan

bersama untuk mendapatkan kesepakatan tentang instrumen

obsrvasi yang dipilih.

Pada tahap pelaksanaan observasi ini guru melakukan

latihan dalam tingkah laku mengajar tertentu yang telah

136

dipilih. Di sisi lain sementara guru berlatih, maka

supervisor mengamati dan mencatat tingkah laku siswa, guru,

interaksi antara guru dan siswa.

Supervisor mengadakan analisis terhadap hasil catatan-

catatan observasi di kelas. Tujuannya adalah mengartikan data

yang diperoleh dan selanjutnya merenca-nakan pertemuan dengan

guru untuk menususn strategi pembelajaran selanjutnya. Dalam

melakukan analisis, supervisor harus menggunakan kategorisasi

perilaku mengajar dan melihat data yang dikumpulkan itu atas

kategori yang ditetapkan.

Pembicaraan tentang hasil analisis ini adalah untuk

memberikan balikan kepada guru dalam memperbaiki perilaku

mengajarnya. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam

tahapan ini, yaitu: (1) menayakan perasaan guru secara umum,

atau kesan umum guru ketika ia mengajar serta memberi

penguatan, (2) mengamati kembali tujuan pembelajaran, (3)

mencermati keterampilan serta perhatian utama guru, (4)

menanyakan perasaan guru tenang jalannya pengajaran

berdasarkan target, (5) menunjukan hasil data rekaman dan

137

memberi kesempatan kepada guru menaf-sirkan data tersebut,

(6) menginterpretasikan data rekaman secara bersama, (7)

menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data

tersebut, (8) menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang

sebenarnya merupakan keinginan atau target guru dan apa

sebernarnya yang telah terjadi dan dicapai, dan (9)

menentukan secara bersama-sama dan mendorong guru untuk

merencanakan hal-hal yang perlu dilatih atau diperhatikan

pada kesempatan berikutnya.

Lagkah yang terakhir dari pelaksanaan supervisi kinis

tersebut adalah analisis sesudah pembicaraan. Dalam tahap ini

supervisor haus meneliti ulang apa yang telah yang telah

dilakukan dalam menetapkan kriteria perilaku mengajar yang

ditetapkan dalam pra-observasi dan kriteria yang dipakai

dalam melakukan observasi. Di samping itu, perlu dibicarakan

hasil evaluasi diri tentang keberhasilan supervisor dalam

membantu guru. Kegiatan ini akan mudah dilakukan apabila

supervisor mempunyai catatan yang lengkap tentang proses

138

kegiatan yang dilakukan, kalau mungkin sebaiknya direkam

dengan video.

Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari

pendekatan supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif,

maka dapat digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut di

bawah ini.

PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN KOLABORATIF.

1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. PemecahanMasalah

139

6.Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. PenguatanG

s

Keterangan:

Pengawas (Supervisor) dan guru mempunyai tanggungjawab yang

sama atau seimbang, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mempresentasikan 2. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 3. Mendengarkan

4. Mengajukan alternativpemecahan masalah.

5.

Negoisasi

c. Supervisi Pengajaran Nondirektif

Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada

dasarnya adalah penga-laman pribadi dimana individu pada

140

akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk

memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor

adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan,

membangkitan kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan

pengalaman guru (Glickman. 1990). Supervisi nondi-rektif ini

oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan

nama pendekatan humanistik. Pendekatan non direktif ini

timbul dari keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat

diperlakukan sebagai alat semata-mata dalam meningkatkan

kualitas belajar mengajar. Dalam proses pembinaan guru

mengalami perkembangan secara terus menerus, dan program

supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya.

Tugas supervisor adalah membimbing guru-guru sehingga makin

lama guru makin dapat berdiri sendiri dan berkembang dalam

jabatannya dengan usaha sendiri. Belajar dilakukan melalui

pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara real.

Dengan demikian guru harus mencari sendiri pengalaman itu

secara aktif. Dorongan dapat berasal dari yang bersifat

fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah

141

menjadi dorongan yang bersifat dari dalam atau internal,

yaitu karena guru-guru merasa bahwa belajar merupakan

kewjiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor

percaya bahwa guru mampu melakukan analisis dan memecahkan

masalah yang dihadapinya dalam tugas mengajarnya. Guru

merasakan adanya kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan

mengalami perubahan, dan ia bersedia mengambil tanggungjawab

terjadinya dalam perubahan tersebut. Supervisor hanya

befungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan struktur

formal sekecil mungkin.

Supervisor yang menggunakan pendekatan ini di dalam

melaksanakan super-visi tidak ditunut untuk menggunakan

format yang standar, tetapi agar dissuaikan dengan kebutuhan

guru. Bisa jadi kegiatan supervisi tersebut hanya terbatas

mela-kukan observasi saja tanpa dilanjutkan dengan melakukan

analisis dan interpretasi, atau bisa jadi hanya melakukan

komunikasi yang berupa mendengar penjelasan guru tanpa

memberi sumber bahan belajar yang diminta guru. Walaupun

secara umumnya dapat disebutkan bahwa pelaksanaan supervisi

142

pengajaran dengan pendekatan non direktif tersebut ada tiga

langkah, tetapi dapat secara lebih teknis dirinci sebagai

berikut di bawah in.

a. Pembicaraan awal, pada saat ini supervisor memancing

apakah dalam menga-jarnya guru tersebut mengalami masalah.

Pembicaran tersebut dilakukan secara informal. Jika dalam

pembicaraan tersebut guru tidak memerlukan bantuan, maka

proses supervisi akan berhenti.

b. Observasi. Jika guru perlu, maka supervisor mengadakan

observasi kelas. Dalam melaksanakan observasi tersebut

supervisor duduk di belakang tanpa menggu-nakan catatan-

catatan, supervisor hanya mengamati kegiatan kelas.

c. Analisis dan interpretasi. Setelah observasi dilakukan,

supervisor kembali ke kantor memikirkan kemungkinan

kekeliruan guru dalam melakasanakan proses belajarnya.

Jika menurut supervisor, guru telah menemukan jawabannya

maka supervisor tidak tidak perlu memberikan bantuannya.

Apabila diminta oleh guru supervisor hanya menjelaskan dan

melukiskan keadaan kelas tanpa dilengkapi dengan

143

penilaian. Supervisor kemudian menanyakan kepada guru,

apakah memerlukan saran, dan memberikan kesempatan untuk

mencoba cara lain yang diperkirakan oleh guru lebih baik.

d. Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada

periode tertentu guru dan supervisor mengadakan

pembicaraan akhir, mengenai apa yang sudah dicapai oleh

guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih

memerlukan bantuan lagi.

e. Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan

interpretasi berdasarkan penilaian supervisor. Laporan ini

ditulis untuk guru, kepala sekolah, atau atasan kepala

sekolah untuk perbaikan di masa selanjutnya.

Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari

pendekatan supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif,

maka dapat digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut di

bawah ini

PENDEKKATAN SUPERVISI PENGAJARAN NONDIREKTIF

1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong

144

4. Presentasi 5. PemecahanMasalah 6.Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. PenguatanG

s

Keterangan:

Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang lebih

kecil dari guru, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mendengarkan 2. Mendorong

3. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 4. Pemecahan Masalah 5. Memastikan Tindakan.

E. Pengembangan Prencanaan Program Supervisi Pendidikan

Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi

manajerial terutama pengawas Sekolah Menengah Atas dan

145

Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa supervisi

pendidikan mencakup aspek-aspek pengawasan supervisi akademik

yang dalam pelaksanaan supervisi akademik tersebut mencakup

aspek-aspek monitoring dan membimbing guru dalam menyusun

silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang

relevan, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan

strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing

guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

membimbing guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas,

laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam mengelola,

merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan

fasilitas pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan

teknologi informasi.

Demikian pula supervisi manjerial adalah mencakup

aspek-aspek pembinaan dan monitoring kepala sekolah dalam

pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina

kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan

konseling di sekolah, membimbing guru dalam menyusun silabus,

membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi

146

/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembang-

kan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala

sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling,

mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-

hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan

kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya, memantau

pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan membantu kepala

sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.

Dalam upaya pengembangan prencanaan program supervisi

akademik dan supervisi manajerial tersebut seorang pengawas

dituntut untuk mampu mengem-bangkan beberapa program

perencanaan, seperti rencana program kepengawasan akademik

dan rencana kepengawasan manajerial, rencana program tahunan,

dan rencana program semester. Demikian pula semua jenis

rencana program tersebut di dalamnya supaya mencakup: (1)

aspek masalah, (2) Tujuan, (3) indikator, keberhasilan, (4)

strategi/metode kerja (teknik supervisi yang digunakan), (5)

sekenario kegiatan, (6) sumber biaya, (7) penilaian dan

instrumen, dan (8) rencana tindak lanjut. Beberapa jenis

147

rencana program kepengawasan tersebut dapat dilihat dalam

beberapa tabel seperti contoh di bawah ini.

a. Rencana Program Kepengawasan Akademik

Rencana prgram kepengawasan akademik mencakup masalah

yang akan disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester

berapa, tahun berapa, sekolah yang disupervisi, dan skor

rata-rata yang diberikan oleh pengawas.

Rencana Program Kepengawasan Akademik (RKA)

No Aspek yangdisupervisi

Semester/Tahun

Sekolahsasaran

Skor (Yangdiisi penga-was).

123

Rata-rata skor

b. Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)

Rencana prgram kepengawasan manajerial mencakup masalah

yang akan disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester

berapa, tahun berapa, sekolah yang disupervisi, dan skor

rata-rata yang diberikan oleh pengawas.

148

Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)

No Aspek yangdisupervisi

Semester/Tahun

Sekolahsasaran

Skor (Yangdiisi penga-was).

123

Rata-rata skorc. Rencana Program tahunan

Rencana program tahunan dan semster berisi no, jenis

sarana, tahun/semester pelaksanaan, jumlah sekolah, dan skor

yang akan diisi oleh pengawas.

Rencana Program tahunan

No Jenis rencana Tahun Jumlahsekolahbinaan

Skor yangdiisi olehpengawas

Rencana Program Semeteran

No Jenis rencana Semester Jumlahsekolahbinaan

Skor yangdiisi olehpengawas

149

Di samping menyusun rencana program kepengawasan dengan

beberapa jenisnya seperti yang telah diuraikan di atas,

pengawas dituntut juga untuk melaporkan hasil kepengawasan

yang dilakukannya tersebut. Demikian juga pelaporannya

dilakukan secara tertulis dengan mengikuti suatu penulisan

yang sistematikannya mengikuti suatu prosedur dan langkah

tertentu. Sistematika penulisan laporan tersebut meliputi

komponen sebagai berikut di bawah ini.

SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN KEPENGAWASAN

Bab. I Pendahuluan

a. Latar belakang masalah

b. Fokus masalah

c. Tujuan dan sasaran pengawasan.

d. Ruang lingkup pengawasan.

Bab. II Kerangka Berpikir dan Pemecahan Masalah

Bab. III Pendekatan dan Metode

Bab. IV Hasil Pengawasan

150

a. Hasil Pengawasan

b. Pembahasan Hasil

Bab. VI Penutup

a. Simpulan.

b. Saran.

F. Rangkuman

Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen khususnya

fungsi pengawasan di sekolah dikenal dengan istilah supervisi

pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara

nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan

dengan diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam

perkembangannya pada setiap pergantian kurikulum, supervisi

dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman kurikulum.

Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena

dilakukan untuk memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan

di sekolah. Kemudian dalam perkembangannya konsepsi supervisi

lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar mengajar

guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi supervisi

umum yang ditujukan pada penunjang keberhasilan proses

151

belajar mengajar, seperti sarana dan parasarana dan

lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-

alat pelajaran, kafetaria, dan transfortasi yang tidak

bersifat administratif, dan supervisi pengajaran yang

bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi

tertentu, oleh karena itu maka fungsi supervisor tersebut

adalah sebagai mitra guru, inovator, konselor, motivator,

kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam

meningkatkan proses belajar mengajarnya. Ada dua tujuan yang

harus diwujudkan dari supervisi pendidikan itu, yaitu: (1)

perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan

mutu pendidikan.

Dalam perkembangan selanjutnya supervisi kemudian lebih

memfokus pada kegiatan PBM, sehingga supervisi diberikan

pengertian sebagai layanan yang diberikan kepada guru, yang

hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan

pengajaran guru, pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum.

Dengan demikian nilai supervisi terletak pada perkembangan

dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan

152

pada perkembangan para siswa. Sehubungan dengan tujuan,

manfaat dan nilai dari supervisi pendidikan menjadi sangat

penting dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, oleh

karena itu untuk dapat efektif dan efisiennya pelakasanaan

supervisi tersebut maka seorang supervisor tersebut dituntut

untuk memiliki kompetensi teretentu, memiliki pemamaham dan

menerapkan berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan

supervisi pendidikan. Supervisor yang memiliki kompetensi,

memiliki pemamaham tentang berbagai prinsip, teknik, metode,

dan pendekatan supervisi akan dapat menyusun rencana program

kegiatan pembinaan dan akan lebih berhasil dalam melakukan

pembinaan terhadap guru.

H. Evaluasi

1. Jelaskan hakekat supervisi pendidikan!.

2. Jelaskan perkembangan supervisi pendidikan di Indonesia!.

3. Jelaskan tujuan supervisi pendidikan!.

4. Jelaskan prinsip-prinsip supervisi pendidikan !.

5. Jelaskan mana yang baik menurut pendapat anda metode

supervisi pendidikan

153

langsung atau tidak langsung!.

6. Analisis mengapa dalam melaksanakan supervisi pendidikan

sebaiknya menggunakan teknik individual?

7. Analisis kapan sebaiknya menerapkan pendekatan

kolaborati, nondirektif dan direktif dalam melakukan

supervisi akademik pendidikan !.

8. Buatlah suatu rencana program pembinaan supervisi

akademik dan supervisi manaje-

rial untuk satu semester!.

154

BAB. VIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPIN PENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

B. Kompetensi

Dasar

Indikator Pencapaiannya

Memahami pengertian

kepemimpinan dari berbagai

ahli.

Dapat menyebutkan pengertian

kepemim-pinan dari berbagai

ahli.

Memahami berbagai gaya

kepemimpinan.

Dapat menganalisis berbagai

kelebihan dan dan kelemahan

gaya kepemimpinan situa-

sional.

Memahami gaya kepemimpinan Dapat membandingkan gaya

155

yang berbasisi budaya Bali kepemimpinan yang berbasisi

budaya Bali dengan gaya

kepemimpinan transformsional.

Memahami kompetensi kepala

sekolah sebagai pemimpin

Dapat menganalisis kompetensi

kepala sekolah sebagai

pemimpin yang dapat dianggap

efektif.

Memahami kuasa dan jenis

kepala sekolah.

Dapat menganalisis sumber-

sumber kuasa dan jenis kusa

kepala sekolah.

B. Pengertian Kepemimpinan

Secara umum mungkin dapat diartikan kepemimpinan

tersebut sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang

diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Namun

demikian tampaknya pengertian kepemimpinan oleh para ahli

tersebut masing-masing ada perbedaannya tergantung dari sudut

pandang, penekanannya, keluasannya dan kedalaman yang

terkandung di dalamnya. Sutisna (1993) misalnya merumuskan

156

kepemim-pinan tersebut sebagai suatu proses mempengaruhi

kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam usaha ke arah

pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Supardi

(1988) menyatakan bahwa kepemimpinan tersebut sebagai

kemampuan untuk mengge-rakkan, mempengaruhi, membimbing,

menyuruh, memerintah, melarang, dan kalau perlu menghukum,

serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media

manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi

secara efektif dan efisien.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut

menunjukkan bahwa dalam kepe-mimpinan tersebut paling tidak

mencakup tiga hal yang saling berkaitan, yaitu: adanya

pemimpin dan karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya

situasi dalam kelompok tempat pemimpin dan bawahan saling

berinteraksi.

Dengan demikian untuk dapat dijelaskan efektifnya suatu

organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya akan sangat

tergantung pada: pertama pemimpin dan karakteristiknya yang

dalam manajemen kemudian lazim disebut dan dikenal dengan

157

istilah pola kepemimpinan atau gaya kepemimpinan, yang mana

pola atau gaya kepemimpinan tersebut kemudian secara

realitanya akan tampak dalam suatu pola perilaku seorang

pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi bawahannya, apa

yang dipilih oleh pemimpin atau yang dikerjakannya, cara

memimpin dan bertindak dalam mempengaruhi bawahannya sehingga

bawahannya mau taat serta melakukannya (Thoha.1995). Faktor

kedua yang dapat menentukan efektifnya suatu organisasi dalam

mencapai tujuannya adalah faktor bawahan yang tekanannya pada

tingkat kematangan bawahan tersebut, jadi semakin tinggi

tingkat kematangan bawahan atau karyawan tersebut efektifitas

suatu organisasi akan semakin tinggi. Kemudian faktor ketiga

yang dapat menentukan efektifnya suatu organisasi dalam

mencapai tujuannya adalah faktor situasi interaksi tempat

berkerja yang dalam manajemen sering disebut dengan istilah

iklim organisasi atau budaya organisasi dan lain sebagainya

(Komariah dan Triatna. 2006). Sedangkan di sisi yang lain

Tilaar (1993) menyatakan bahwa untuk dapat organisasi

berhasil mencapai tujuannya secara efektif dalam kondisi yang

158

sedang mengalami berbagai perubahan adalah: (1) adanya suatu

visi yang jelas dari organisasi tersebut, (2) kejelasan

misinya, (3) kejelasan rancangan kerjanya, (4) sumber daya

yang memadai, (5) keterampilan profesionalitas, dan (6)

motivasi dan insentif.

Sekolah sebagai suatu organisasi sosial yang merupakan

bagian penyelenggaraan dari sistem pendidikan nasional, pada

saat ini tampaknya juga mengalami perubahan yang sangat besar

dalam berbagai dimensi, sebagai akibat adanya perubahan

sistem dan kewe-nangan dalam mengatur penyelenggaraan sistem

pendidikan nasional, yaitu yang pada mulanya bersifat

sentralistik sesuai dengan UU No. 2 tahun 1989 yang telah

diganti menjadi sistem yang bersifat desentralisasi sesuai

dengan UU No. 20 tahun 2003, telah melahirkan berbagai

kebijakan yang menuntut peran pemerintah daerah provinsi,

kabupaten/kota adanya sistem manajemen, gaya kepemimpinan,

dan keterampilan manaje-rial yang lebih tinggi dalam

penyelenggaraan sistem pendidikan di tingkat mikro atau di

tingkat sekolah.

159

Bertitik tolak pada uraian tersebut di atas dapat

ditegaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat

menentukan dari efektifitas suatu organisasi termasuk dalam

bidang pendidikan terutama di sekolah. Tampaknya dari

berbagai faktor yang telah disebutkan di atas, faktor

kepemimpinan yang paling sangat penting dan determinan

mengingat yang akan memenaje bawahan serta mengkondisikan

situasi interaksi dalam organisasi, dan mengelola faktor-

faktor organisasi yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan

organisasi tersebut adalah pimpinan.

C. Berbagai Gaya Kepemimpinan

Dalam kepustakaan disebutkan ada berbagai cara dalam

mendekati kepemimpinan dan karkteristiknya atau gaya

kepemimpinan seseorang yang disebut efektif. Pendekatan teori

kepemimpinan tersebut mulai dari teori pendekatan sifat,

teori pendekatan perilaku, teori pendekatan situasional, dan

teori kemungkinan pengembangan kepemimpinan pada era

desentralisasi ini.

160

Teori pendekatan sifat mencoba menjelaskan keefektipan

dan keberhasilan seorang pemimpinan dengan bertolak pada

asumsi-asumsi bahwa individu merupakan pusat kepe-mimpinan

seseorang. Kepemimpinan dipandang sebagai sesuatu yang

mengandung lebih banyak unsur-unsur individu terutama sifat-

sifat individu. Jadi orang yang memiliki sifat-sifat tertentu

yang dipertimbangkan untuk dapat menduduki posisi pimpinan

(Mulyasa. 2002). Sifat-sifat bawaan inilah yang membedakan

antara pemimpin dengan bukan pemim-pin. Demikian juga yang

dimaksudkan dengan sifat-sifat bawaan tersebut, seperti

kekuatan fisik dan susunan syaraf, penghayatan terhadap arah

tujuan, antusiasisme, keramahan, integritas, keahlian,

kemampuan mengambil keputusan, keterampilan memimpin, dan

kepercayaan.

Tampakya sifat-sifat bawaan seseorang belum mampu

memberikan jawaban yang memuaskan, oleh karena itulah para

pakar tampaknya mengalihkan perhatiannya pada perilaku

pemimpin. Teori pendekatan kepemimpinan ini tampaknnya

memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari

161

pemimpin dalam melakukan kegiatan mempenga-ruhi bawahannya.

Beberapa studi dengan menggunakan teori pendekatan perilaku

kepemimpinan ini adalah Universitas OHIO, dengan melihat

perilaku inisiatif (initiating structure) dan perhatian

(consideration) dari pemimpin, Universitas Michigan dengan

melihat perilaku orientasi pada bawahan, dan orientasi pada

produksi dalam organisasi, kemudian teori jaringan manajemen

oleh Blacke dan Mouton yang melihat perilaku pimpinan dari

perhatiannya terhadap produksi dan karyawannya.

Kemudian yang dimaksud dengan pendekatan situasional

adalah suatu pendekatan yang dalam menyoroti perilaku

pemimpin dalam situasi tertentu, dengan lebih menekankan

kepemimpinan merupakan fungsi daripada sebagai kualitas

pribadi yang timbul karena interaksi orang-orang dalam

situasi tertentu. Atas dasar pandangan teori pendekatan

situasi-onal dikembangkan beberapa gaya kepemimpinan,

seperti: kepemimpinan kontingensi oleh Fiedler dan Chemers

(Mulyasa. 2002) yang menjelaskan bahwa seseorang akan menjadi

pemimpin yang efektif akan sangat tergantung dari hubungan

162

antara pemimpin dengan bawahan artinya bagaimana seorang

pemimpin dapat diterima oleh bawahannya serta bagaimana

persepsi pemimpin terhadap bawahannya, struktur tugas dalam

arti apakah tugas-tugas bawahan merupakan sebagai sesuatu

yang rutin dan jelas, dan kekuasaan yang bersumber dari

organsasi akan mendapatkan kepatuhan yang lebih besar dari

bawahnnya. Kemudian muncul juga teori dari Reddin yang

dikenal dengan teori kepemimpinan tiga dimensi. Dasar yang

digunakan untuk menentukan efektifitas kepemimpinan seseorang

adalah perhatian pada produksi dan tugas, perhatian pada

bawahan, dan efektifitas (Mulyasa. 2002). Dan salah satu

teori kepemimpinan dengan menggunakan pendekatan situasional

ini adalah teori yang dikembangkan Hersey dan Blanchard

(1982) yang menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan

seseoang akan sangat tergantung pada tiga faktor, yaitu:

pertama faktor perilaku tugas, yang berupa petunjuk oleh

pimpinan, penje-lasan tertertu apa yang harus dilakukan,

bilamana dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, serta

pengawasan yang ketat. Kedua, faktor perilaku hubungan berupa

163

ajakan kepada bawahan melalui komunikasi dari dua arah, yaitu

pimpinan dan bawahan. Kemudian faktor ketiga adalah faktor

kematangan bawahan yang berupa kemauan dan kemampuan dari

bawahan dalam melaksanakan tugasnya.

GAMBAR BAGAN. 7.1GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

THPartispasidanRT G3

MenjajakanTT dan TH

G2

G4DelegasiRH dan RT

G1TTMendiktedan RH

Rendah Perilaku

Tugas

Tinggi Tinggi Sedang

Rendah M4 M3 M2 M1

Matang Kematangan

Pengikut Tidak Matang

164

Tinggi

PerilakuHubungan

Keterangan: TH = Tinggi hubungan M4 =

Mampu dan mau

RT = Rendah tugas

M3 = Mampu tapi tidak mau

RH = Rendah hubungan M2

= Mau tapi tidak mampu

TT = Tinggi tugas

M1 = Tidak mampu dan tidak mau

Dari gambar bagan di atas tampak secara jelas tingkat

kematangan bawahan tersebut menjadi faktor determinan dari

seorang pemimpin untuk dapat memilih dan menetapkan gaya

kepemimpinan yang bagaimana dapat diterapkan untuk dapat

efektif memberikan pengaruh terhadap bawahannya dalam rangka

meningkatkan profesionalis-menya. Dalam bidang pendidikan

misalnya kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan akan

dihadapkan pada masalah gaya kepemimpinan yang bagaimana

sebaiknya diterapkan yang dianggap tepat dan sesuai dengan

tingkat kematangan guru sebagai bawahan. Seperti misalnya

kalau tingkat kematangan guru termasuk tinggi (M4) yang

ditandai dengan ciri-ciri bawahan atau guru mampu dan mau

melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya,

165

maka gaya kepemimpinan yang seharusnya digunakan oleh seorang

kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan delegasi (G4) yang

ditandai dengan ciri-ciri kepemimpinannya tinggi hubungan dan

rendah tugas. Demikian pula halnya kalau seorang pemimpin

atau kepala sekolah dihadapkan pada guru yang memiliki

tingkat kematangan yang termasuk sedang (M3, M2) yang

ditandai dengan ciri-ciri guru mampu tapi tidak mau atau guru

mau tapi tidak mampu melakukan peningkatan kualitas

kompetensi profesi-onalismenya, maka gaya kepemimpinan yang

seharusnya digunakan oleh seorang kepala sekolah adalah gaya

kepemimpinan partisipasi (G3) yang ditandai dengan ciri-ciri

kepemimpinannya rendah hubungan dan rendah tugas atau gaya

kepemimpinan menjajakan (G2) yang ditandai dengan ciri-ciri

kepemimpinannya tinggi tugas dan rendah hubungan. Begitu pula

halnya kalau seorang pemimpin atau kepala sekolah dihadapkan

pada guru yang memiliki tingkat kematangan yang termasuk

rendah (M1) yang ditandai dengan ciri-ciri guru tidak mampu

dan tidak mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi

profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yang seharusnya

166

digunakan oleh seorang kepala sekolah adalah gaya

kepemimpinan mendikte (G1) yang ditandai dengan ciri-ciri

kepemimpinannya tinggi tugas dan tinggi hubungan.

Kemudian teori kepemimpinan yang bagaimanakah yang

dianggap paling efektif pada masa sekarang yang sedang

mengalami perubahan dan masa globalisasi. Paling tidak ada

tiga jenis kepemimpinan yang dipandang referensentatif dengan

tuntutan jaman yang sedang mengalami perubahan khususnya

dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dengan sistem

desentralisasi pada saat ini. Jenis kepemimpinan yang

dimaksud adalah kepemim-pinan transsaksional, visioner, dan

kepemimpinan transfomasional (Komariah dan Triatna. 2006.,

Danim. 2005. 2006).

Kepemimpinan transaksional yang dimaksudkan adalah

pemimpin yang menekan-kan pada tugas yang diemban oleh

bawahan, merancang pekerjaannya, beserta mekanisme-nya,

bawahan melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya, dan di

sisi yang lain bawahan melakukan tugasnya bukan dalam rangka

untuk aktualisasi diri, tetapi untuk mendapatkan insentif

167

sesuai dengan beban pekerjaan dan kemampuannya. Dengan kata

lain dalam kepemimpinan yang transaksional pimpinan

dihadapkan pada bawahan yang masih kurang matang yang ingin

memenuhi kebutuhan hidupnya dari sisi sandang, pangan, dan

papan. Dengan demikian kepemimpinan transaksional disebut

juga dengan dorongan konti-ngen dalam bentuk reward dan

punishment yang merupakan kesefakatan bersama dalam kontrak

kerja yang apabila bawahan dapat bekerja dengan berhasil baik

sesuai dengan harapan, maka juga akan mendapat kontingen

berupa imbalan. Dalam kaitan ini Hoover, dan Leitwood (dalam

Komariah dan Triatna. 2006) menjelaskan secara skematis gaya

kepe-mimpinan transaksional sebagai bagan di bawah ini.

BAGAN. 7.2KEPEIMIMPINAN TRANSAKSIONAL

168

Kepemimpinan yang visioner, yaitu kepemimpinan yang

kerja pokoknya difokus-kan pada rekayasa masa depan yang

penuh tantangan. Kepemimpinan yang visioner adalah ditandai

oleh adanya kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas

sehingga dari rumusan visinya akan tergambar sasaran apa yang

hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya.

Kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki kemampuan

untuk merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan,

mentransforma-sikan, dan mengimplementasikan pikiran-pikiran

idealnya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota

organisasi dan yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di

Pemimpin mengidentifikasi apa yang mesti dikerjakan bawahan untuk tujuan yang diinginkan

Pemimpin mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan baahannya

Pemimpin memperjelas peran bawahannya.

Pemimpin memperjelas bagaimana kebutuhan bawahan akan dipenuhi, sebagai imbalan terhadap pekerjaan-nya.

Bawahan merasa mampu memenuhi tuntutan atas perannya (secara subyektif).

Bawahan menganggap imbalan tersebut sepadan dengan pencapaian hasil yang dikerjakan.

Bawahan termotivasi untuk meraih hasil yang diinginkan tersebut

169

masa depan yang harus diraih dan diwujudkan melalui komitmen

semua personel.

Kemudian kepemimpinan transformasional adalah sebagai

suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan pengikutnya

saling menaikan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang

lebih tinggi (Komariah dan Triatna. 2006). Kepemimpinan

transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh

ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan

organisasi untuk di masa depan. Danim (2006) dengan mengutip

Burns menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional suatu

proses kepemimpinan yang mana pemimpin dan bawahannya saling

merangsang diri satu sama lain untuk meningkatkan moralitas

dan motivasinya yang lebih besar yang dikaitkan dengan tugas

pokok dan fungsinya. Dengan kepemimpinan transformasional ini

akan mampu membawa kesadaran pengikutnya memunculkan ide-ide

produktif, hubungan yang sinergik, tanggungjawab, kepedulian

terhadap pendidikan, cita-cita bersama dan nilai-nilai moral,

bersama-sama menerjemahkan visi, misi organisasinya.

170

Kalau pengertian kepemimpinan transformasional tersebut

digambarkan dalam bentuk bagan dengan mengutif dari Komariah

dan Triatna (2006), maka akan tampak seperti dalam bagan 02

di bawah ini.

BAGAN 7.3KEPEMIMPINAN TRANSFORMASINAL

171

Secara lebih jelas dalam mendeskripsikan kepemimpinan

transformasional tersebut adalah seperti yang dikemukakan

oleh Bass dan Aviola (Komariah dan Triatna. 2006), sebagai

berikut:

1. Perilaku pemimpin yang menghasilkan rasa hormat dan rasa

percaya diri pada bawah-annya. Perilaku pemimpin seperti

ini juga mengandung arti saling berbagi risiko mela-lui

pertimbangan kebutuhan para staf di atas kebutuhan pribadi

dan perilaku moral etis.

Pemimpin memper-luas kebutuhan bawahan.

Pemimpin memper-tinggi nilai kebenaran bawahan.

Pemimpin mentranfor-masikan perhatian kebu-tuhan bawahann.

Pemimpin mengangkat nuansa kebutuhan bawahan ke tingkat yang lebih tinggi pada hiarki motivasi.

Makin meningginya motvasi bawahan untuk mencapai hasil dengan upaya tambahan.Bawahan menghasilkan kinerja melebihi apa yang diharapkan.

172

Pemimpin memper-tinggi keberhasilan yang subyektif.

Kondisi sekarang dan upaya yang diharapkan bawahan.

Bawahan menghasilkan kinerja sebagaimana yang diharapkan

Pemimpin yang membangun nilai, mo-ralitas, rasa percaya diri bawahan.

2. Perilaku pemimpin yang senantiasa menyediakan tantangan

pekerjaan bagi bawahannya dan memperhatikan makna

pekerjaan bagi bawahannya. Pemimpin menunjukan atau

mendemontrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi

melalui perilaku yang dapat diobservasi. Pemimpin adalah

motivator yang bersemangat terus membangkitkan antu-

siasisme dan optimisme staf.

3. Perilaku pemimpin yang memperaktekkan inovasi-inovasi.

Sikap dan perilaku kepe-mimpinannya didasarkan pada

pengetahuan yang berkembang dan secara intektual ia mampu

menerjemahkan dalam bentuk kinerja yang produktif. Sebagai

intelektual pemimpin senantiasa menggali ide-ide dan

solusi yang kreatif dari para staf dan tidak lupa

mendorong staf mempelajarinya dan melakukan pendekatan

baru dalam mela-kukan pekerjaan.

4. Perilaku pemimpin merefleksikan dirinya sebagai orang

penuh perhatian dalam men-dengarkan dan menindaklanjuti

keluhan, ide, harapan, dan segala masukkan yang disampaikan

oleh staf. Bahkan secara lebih rinci Anderson (Usman. 2006),

173

mengambarkan ciri-ciri dari kepemimpinan tarnsformasional

adalah sebagai berikut. Pertama kepemimpian transformasinal

memiliki atau bercirikan bahwa seorang pemimpin tersebut

pertama harus menunjukkan diri sebagai komunikator: yaitu

mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, memahami bawahan-

nya dengan akurat, mengkomunikasikan visinya dengan

bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi

terhadap bawahannya, mengatasi konflik antar pribadi, membina

hubungan yang efektif dan menyenangkan terhadap bawahanya,

menghormati dan menghargai bawahanya, memberikan dukungan

terhadap bawahannya. Kedua sebagai konselor, yaitu: membantu

bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya membuat

rencana atau tujuan yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya

untuk bertindak, menghadapi orang-orang yang jenuh dan

membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara

selektif, dan efektif, membagi pengalaman pada bawahanya,

membina bawahannya untuk mencapai tujuan, mengevaluasi

kinerja dan memberikan unpan balik. Ketiga pemimpin tersebut

harus menunjukkan diri sebagai konsultan, yaitu: melaksanakan

174

konsultasi dan komunikasi dengan bawahanya, membuat nilai dan

budaya bersama, melegitimasi kepemimpinan orang lain,

memfasilitasi perkembangan kelompok, mengklarifikasi norma-

norma, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi dan

misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan permasalahan

organisasi, menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti

informasi yang penting bagi bawahan dan organisasi,

merencanakan dan mengkoordinasikan berbagai sumberdaya

organisasi.

Tampaknya mencermati gaya kepemimpinan transsaksional,

visioner, dan tarnsfor-masional masing-masing dari ketiga

jenis gaya kepemimpinan tersebut memiliki kekhusus-nya yang

saling melengkapi sesuai dengan jenis permasalahan dan

mekanisme kerja dalam hubungannya dengan para bawahannya.

Dari ketiga jenis gaya kepemimpinan tersebut gaya

kepemimpinan transformasional disebutkan sebagai gaya

kepemimpinan yang mempunyai sisi-sisi yang paling cocok

dengan jaman sekarang ini.

175

Berdasarkan pada pembahasan terhadap beberapa jenis gaya

kepemipinan seperti yang telah diuraikan di atas, ternyata

terdapat berbagai jenis gaya kemimpinan yang masing-masing

memiliki kelebihan dan kelemahannya. Dari hasil pembahasan

terhadap berbagai jenis gaya kepemimpinan tersebut tampaknya

memang benar bahwa kepemim-pinan transformasional tersebut

memiliki kelebihan, karena memperhatikan dan menjadi-kan

berbagai sisi positif yang dijadikan dasar dalam

mengembangkan teori kepemimpinan yang lainnya tersebut, baik

dalam teori yang menggunakan pendekatan sifat, pendekatan

perilaku, dan pendekatan situasional, tampaknya tercakup di

dalamnya. Kemudian kepada para kepala sekolah silahkan

merfleksi diri dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai kepala

sekolah dengan berpijak pada berbagai teori kepempinan

tersebut, lebih lanjut menghayati berbagai kelebihan dan

kekurangan dari setiap gaya kepemimpinan. Lebih lanjut akan

dapat mengambil sisi-sisi positifnya dan mengaplikasikannya

dalam menjalankan tugas-tugas sebagai kepala sekolah sehingga

176

akan diharapkan berdampak langsung terhadap pening-katan mutu

pengelolaan pendidikan di sekolah.

D. Kepemimpinan Asta Sebagai Gaya Kepempinan Berbasis Budaya

Bali

Pada saat sekarang ini masyarakat Bali pada umumnya dan

masyarakat akademik khususnya nampak menunjukkan adanya

kecendrungan bahwa dalam belajar tentang kepemimpinan lebih

banyak dan lebih suka pada teori-teori yang berasal dari

negara-negara barat, seperti teori-teori manajemen dan

kepemimpinan yang berkembang di Eropa dan Amerika. Masyarakat

Bali pada umumnya dan masyarakat akademik khususnya jika

dalam melakukan suatu kegiatan akademik yang berfokus pada

masalah kepemimpinan maka di dalam menguraikan, membahas,

mengkaji, menganalisisnya tanpa berpijak dan berlandaskan

pada teori-teori manajemen dan kepemimpinan yang berkembang

di dunia barat tersebut, maka produk dari karya kegiatan

ilmiah tersebut akan dirasakan kurang berkualitas, kurang

ilmiah, kurang modern, kurang canggih, dan terkesan kurang

menarik. Padahal disisi lain sebenarnya masih ada teori-teori

177

kepemimpinan yang tidak kalah baiknya serta hebatnya yang

terdapat dan bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-

sastra Agama Hindu yang merupakan mahakarya yang luhur dan

adi luhung yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia

dari sejak jaman dahulu yang seharusnya juga sangat penting

perlu dipelajari dan dapat dijadikan rujukan, landasan

pijakan di dalam membahas masalah-masalah kepemimpinan, serta

diaplikasikan dalam mengemban suatu kepemimpinan tersebut

termasuk dalam dunia pendidikan khususnya para kepala

sekolah. Ariasna (1988) misalnya menjelaskan ada beberapa

pola atau sisfat-sifat kepemimpinan yang bersumber dari

budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu, seperti:

(1) model kepemimpinan menurut Niti Sastra, (2) Asta Brata,

(3) Panca Sthiti Dharmaning Prabhu, (4) Asta Dasa Paramiteng

Perabhu, (5) Panca Pendawa, (6) Catur Kotamaning Nrpati, dan

(7) Catur Naya Sandhi.

Dalam buku ajar ini juga dibahas salah satu model atau

sifat kepemimpinan yang bersumber dari teori-teori budaya,

dan sastra-sastra agama Hindu tersebut, yaitu model atau

178

kepemimpinan Asta Brata.Tulisan ini dilakukan untuk mencoba

menelusuri dan mendeskripsikan bagaimana kelebihan dan

kehebatan dari teori-teori kepemimpinan yang bersumber dari

budaya, karya-karya santra, dan agama Hindu tersebut, juga

sebagai bahan masukkan bagi masyarakat atau publik khususnya

para kepala sekolah sebagai pelaku, sebagai pigur pendidikan

yang sentral dan strategis untuk dijadikan rujukan dalam

penyelengaraan pengelolaan pendidikan di sekolah, dan dalam

rangka ikut mewujudkan pencapaian sasaran kebijakan lokal

gerakan dan melestarikan Ajeg Bali.

Dalam kepustakaan disebutkan ada berbagai cara dalam

mendekati kepemimpinan dan karkteristik atau gaya

kepemimpinan seseorang. Pendekatan teori kepemimpinan

tersebut mulai dari teori pendekatan sifat, teori pendekatan

perilaku, teori kontingensi, dan pendekatan situasional

(Mulyasa.2002). Demikian juga pada saat jaman globalisasi

seka-rang ini yang penuh ditandai dengan adanya perubahan

dalam semua aspek kehidupan manusia yang begitu cepat dan

dasyat juga dikaji teori kepemimpinan yang dianggap sesuai

179

dengan jamannya seperti teori kepemimpinan dalam keberagaman

budaya (Gerring Supriyadi, Suradji, Daan Suganda. 2001),

kemudian teori kepemimpinan transaksional, visioner, dan

transformasional (Komariah dan Triatna. 2006., Danim. 2005.

2006., Raihani. 2010).

Semua gaya atau pola kepemimpinan yang disebutkan di

atas pada dasarnya adalah merupakan teori-teori dalam

manjemen dan kepemimpinan yang dipelajari dan berkem-bang di

dunia barat.

Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas teori

kepemimpinan Asta Brata yang merupakan salah satu teori

kepemimpinan yang bersumber dari budaya, dan sastra agama

Hindu. Dipilihnya teori kepemimpinan Asta Brata dalam

pembahasan ini, karena model kepemimpinan ini tidak saja

dikenal khususnya dalam masyarakat Indonesia yang beragama

Hindu, tetapi sudah dikenal oleh seluruh masyarakat bangsa

Indonesia pada umumnya. Alasan lainnya yang dapat disebutkan

mengapa pola kepemimpinan Asta Brata ini perlu dibahas karena

memiliki kebenaran universal, memiliki nilai yang luhur dan

180

adi luhung, berasal dari warisan budaya bangsa bersumber dari

ajaran agama Hindu. Oleh karena itu model kepemimpinan Asta

Brata tersebut sangat penting dipelajari, dipahami sehingga

dapat diaplikasikan dalam melaksanakan tugas para pemimpin,

baik sebagai pemimpin adat, pemimpin agama dan pemimpin dalam

berbagai organisasi formal dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Mengingat begitu pentingnya model kepemimpinan

Asta Brata ini, maka dahulu pada jaman pemerintahan Presiden

Soeharto ketika menerima para peserta pekan Wayang Indonesia

ke VI di Istana Negara menyatakan bahwa tentang pendidikan

kepemimpinan yang belum diperoleh di sekolah bisa diajarkan

lewat tokoh-tokoh masyarakat khususnya para Dalang yakni Asta

Brata yang menjadi dasar kepemimpinan pada kisah Ramayana dan

kisah Maha Brata. Lebih jauh mantan Presiden Soeharto juga

menyatakan Asta Brata memberikan ajaran yang mudah dipahami,

karena menggunakan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa menjadi

ancer-ancer atau titik tolak, yaitu dengan mendalami atau

menghayati sifat dan watak alam semesta, baik sifat bumi,

samudra, angin, angkasa, matahari, bulan, api dan bintang.

181

Lebih lanjut beliau juga menyatakan bahwa kalau saja semua

masyarakat Indonesia bisa dan dapat mempelajari kepemimpinan

Asta Brata ini, mulai dari yang muda sampai kepada yang pada

saat sekarang ini memegang pimpinan mau dan bisa menerapkan

sifat dan watak alam yang digunakan sebagai ancer-ancer

kepemimpinannya, saya kira Indonesia akan menjadi jaya

(Ariasna. 1998). Dari kutipan tersebut menunjukkan bahwa

betapa mantan Presiden Soeharto mengharapkan kepemimpinan

Asta Brata tersebut supaya dipelajari karena telah terbukti

memiliki berbagai kelebihannya dari sejak jaman dahulu yakni

semenjak jaman nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman

kejayaan kerajaan Sri Wijaya dan kerajaan Majapahit.

Oleh karena model kepemimpinan Asta Berata tersebut

merupakan warisan budaya bangsa, warisan budaya Hindu maka

harus dipelajari, dipahami secara baik, dan sudah tentunya

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh semua orang yang

disebut pemimpin, apakah pemimpin dalam bidang adat, agama,

bangsa dan negara termasuk para kepala sekolah. Bahkan

khususnya masyarakat Bali dengan mempelajari, memahami secara

182

benar, dan menerapkannya secara konsisten dalam melaksanakan

tugas sebagai kepala sekolah berarti pula para kepala sekolah

tersebut telah ikut berpartisipasi dalam menyukseskan

kebijaksanaan lokal gerakan dan melestarikan ajeg Bali.

Persoalannya adalah bagaimanakah model dan profil

kepemimpinan Asta Brata tersebut secara lebih lengkap dan

utuh.

Asta Berata berasal dari kata Asta yang berarti delapan,

dan Brata yang berarti tugas, kewajiban, laku utama,

keteguhan hati (Oka Mahendra. 2001). Dengan demikian Asta

Brata berarti delapan tugas atau kewajiban utama yang mesti

dipegang teguh oleh seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas

seorang pemimpin. Asta Brata terdapat dalam Kitab

Manawadharma Sastra atau Manusmrti Bab IX Sloka 303 yang

menyatakan sebagai berikut: ”Hendaknya raja atau pemimpin

berbuat seperti perilaku yang sama dengan Indra, Surya, Wayu,

Yama, Waruna, Candra, Agni dan Pertiwi”.

Demikian pula ajaran Asta Brata tersebut terdapat dalam

Kakawin Ramayana yang diubah oleh Pujangga Walmiki dan

183

terdiri atas 10 seloka (Wiratmadja. 1995). Dalam seloka

pendahuluannya disebutkan tentang sifat Hyang Widhi Waca yang

menjadikan kekuatan umatnya dan menggambarkan tentang

kemampuan yang harus dimiliki oleh segenap pemimpin. Kemudian

dalam sloka yang keduanya disebutkan: ”Dewa Indra, Yama,

Surya, Candra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna, dan Agni itulah

delapan Dewa yang merupakan badan sang pemimpin, kedelapannya

itulah yang merupakan Asta Brata”.

Kemudian penjelasan dari Asta Brata tersebut dengan

merujuk pada penjelasan Oka Mahendra (2001) dapat disajikan

sebagai berikut di bawah ini.

1. Indra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 304

dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Indra yang

mencurahkan hujan di musim hujan. Demikianlah raja

menempati kedudukan Indra dengan menghujankan dana

kekakayan bagi kerajaannya”. Kemudian dalam Ramayana XXIV:

58 dikemukakan: ”Beginilah brata Hyang Indra yang harus

diikuti yaitu memberikan hujan kesejahteraan pada rakyat,

184

anda hendaknya meniru brata Indra ini, sudana-lah yang anda

limpahkan demi kesejahtraan rakyat”.

Sesuai dengan ajaran Indra Brata seperti yang telah

dikutip di atas seorang pemimpin hendaknya mampu memenuhi

keperluan dasar masyarakat di bidang ekonomi, membe-rikan

rasa aman, meningkatkan kecerdasan rakyat, memberikan

perhatian yang besar pada masyarakat lapisan bawah, sering

turun ke bawah menyerap aspirasi masyarakat sebagai

masukan dalam mengambil kebijakan, serta mampu

menghanyutkan segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan

yang menghambat kesejahtraan dan keadilan pada masyarakat.

Dengan demikian pemimpin hendaknya bagaikan air hujan yang

turun dari langit yang memberikan kesejukan, menghapuskan

kegersangan sehingga tercipta kesejahteraan lahir bathin

secara adil dan merata sampai dengan lapisan masyarakat

yang paling bawah dan ke seluruh penjuru.

2. Yama Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 307 dikemukakan

sebagai berikut: ”Laksana Yama yang saatnya bertindak

tegas kepada teman maupun kepada lawan, demikianlah

185

hendaknya semua rakyatnya dikendalikan oleh raja sesuai

dengan kedu-dukannya menyerupai Dewa Yama”. Kemudian dalam

Ramayana XXIV: 54 dikemu-kakan: ”Dalam menghadapi

perbuatan jahat hendaknya diterapkan ajaran Yama Brata

yaitu menghukum setiap perbuatan jahat pencurian apalagi

bila sampai menyebabkan kematian. Ikut dihukum mereka yang

turut serta berbuat salah. Setiap orang yang mengacaukan

negara patut mendapatkan hukuman mati”.

Jadi sesuai dengan ajaran Yama Brata seperti yang telah

dikutip di atas seorang pemimpin harus mampu menciptakan

ketertiban dengan hukum sebagai sarananya. Semua orang

termasuk penguasa harus tunduk dan taat pada hukum sebagai

sarana ketertiban serta pembangunan. Tidak ada seorangpun

yang kebal hukum, berdiri di atas hukum, atau berada di

luar hukum. Dengan demikian sebagai seorang pemimpin harus

bisa menegakan wibawa hukum, menggunakan hukum sebagai

dasar tindakannya, memperlakukan semua orang sama di depan

hukum, berlaku adil dengan menghormati harkat dan

martabat manusia.

186

3. Surya Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 305

dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Surya, selama

delapan bulan menyerap air melalui sinar panasnya yang

tidak terlihat, demikianlah hendaknya beliau dengan

perlahan-lahan menarik pajak rakyat-nya, sesuai dengan

kedudukannya yang menyerupai Matahari” Dari kutipan

tersebut terkesan mengemukakan sesuatu makna yang khusus

hanya dalam hal pemungutan pajak. Tampaknya dalam Ramayana

XXIV: 55 akan memiliki makna yang lebih luas karena di

dalamnya dikemukakan: ”Dewa Matahari selalu menyerap air

perlahan-lahan tidak tergesa-gesa, demikianlah hendaknya

kalau anda menginginkan sesuatu dalam mengambilnya,

hendaknya sebagai caranya Matahari, yaitu selalu dengan

cara yang lemah lembut”.

Dari kutipan-kutipan tersebut di atas sesuai dengan ajaran

Surya Brata seorang pemimpin diharapkan mampu menggali

potensi pajak sebagai sumber pendapatan dan sumber

pembangunan yang dipungut secara adil, maupun membebaskan

tanah untuk pembangunan misalnya haruslah dilakukan dengan

187

sebaik-baiknya. Seorang pemimpin tidak boleh tergesa-gesa,

tanpa perencanaan yang mantap dan tujuan yang jelas

mengambil sesuatu dari rakyat. Setiap sumber pendapatan

yang dipungut dari rakyat harus dikembalikan kepada

rakyat, untuk kesejahteraan rakyat. Jadi ibarat matahari

yang menyerap air dari samudra, kemudian menjadi mendung,

dan akhirnya menjadi hujan yang turun menyegarkan segala

yang ada di bumi. Dengan demikian pemimpin juga dituntut

untuk melindungi kepada rakyatnya dari segala bentuk

kejahatan, serta dapat memberikan energi, kekuatan kepada

masyarakat agar memiliki motivasi dan kegairahan untuk

membangun dengan mengandalkan kemampuan sendiri.

4. Candra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 309

dikemukakan sebagai berikut: ” Baginda adalah raja yang

menduduki tempatnya Dewi Candra, yang rakyatnya menyambut

kehadirannya dengan penuh senang hati, sebagai orang-orang

yang gembira melihat bulan purnama”. Kemudian dalam

Ramayana XXIV: 56 dikemu-kakan: ”Laku utama dari Dewa

Bulan membuat seluruh dunia merasa bahagia. Demikianlah

188

tindakan adinda, hendaknya selalu manis sebagai air

kehidupan, junjung tinggilah orang tua serta orang-orang

bijakasana dan bermurah hatilah terhadap mereka”

Jadi sesuai dengan ajaran Candra Brata maka seorang

pemimpin tersebut haruslah meperlakukan bawahannya dengan

penuh kasih sayang, penuh kesejukan, serta dengan penuh

simpatik. Menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-

lebih orang yang banyak berjasa pada masyarakat, para

rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani

dan mencerdaskan masyarakat. Pemimpin harus mampu memberi

sinar terang, menyejukan, dan membahagiakan rakyatnya.

5. Vhayu Brata (Maruta). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 306

dikemukakan sebagai berikut: ”laksana wahyu (angin)

bergerak kemana-mana masuk merupakan napas bagi semua

mahluk hidup, demikianlah hendaknya raja melalui segala

arah, karena sebagai inilah kedudukannya menyerupai

angin”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56

dikemukakan:”Hendaknya anda berbuat sebagai angin jika

anda ingin menyelidiki tingkah laku orang lain.

189

Penyelidikan itu hendaknya dilakukan dengan sopan tidak

nampak. Itulah Bayu Brata yang tinggi nilainya dan

membawakan jasa yang sangat bagus.”

Dari dua kutipan di atas dapat disebutkan bahwa seorang

pemimpin menurut ajaran Vhayu Brata pertama harus

menguasai seluruh wilayahnya, rakyatnya dan menjadi nafas

kehidupan bagi semua mahluk. Kedua Pemimpin harus

berkomunikasi dan melakukan kunjungan resmi maupun tidak

resmi, selalu berkomunikasi dengan rakyatnya secara timbal

balik. Jadi pemimpin bagaikan angin berada dimana-mana

memhami apa yang hidup dan berkembang dan terjadi di

tengah-tengah rakyatnya, baik berupa masalah-masalah,

keluhan-keluhan, yang akan menghambat harapan rakyatnya.

Menurut ajaran Asta Brata pengawasan juga sangat penting

dilakukan untuk mengukur apa yang dicapai, menilai, serta

mengadakan perbaikan terhadap berbagai kebijakan yang

dipandang perlu. Pengawasan yang dilaksanakan tidak saja

melekat pada sistem, tetapi melekat pada diri sendiri,

190

sehingga walaupun tidak tampak, tetapi dirasakan ada

seperti layaknya angin yang ada di mana-mana.

6. Bhumi (Dhanada). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 331

dikemukakan sebagai berikut: ”laksana Bhumi menunjang

semua mahluk hidup secara adil dan merata, demikianlah

hendaknya raja terhadap rakyatnya sesuai dengan

kedudukannya sebagai ibu pertiwi”. Kemudian dalam Ramayana

XXIV: 58 dikemukakan:” Nikmatilah kekayaan hidup ini,

tanpa melewati batas, baik dalam makan, minum, pakaian dan

perhiasan, itulah laksana utama dari Dewa Dhanada yang

hendaknya dipegang sebagai contoh”.

Dari dua kutipan tersebut di atas para pemimpin hendaknya

mengusahakan kesejah-teraan semua mahluk secara adil dan

merata. Sesuai dengan fungsi bumi pemimpin hendaknya

memberi peluang dan kesempatan yang sama kepada rakyatnya

untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan bathin.

Memperhatikan kesejahteraan rakyat banyak, para pemimpin

harus menjadi tauladan dalam menerapkan pola hidup

191

sederhana, dan tidak dibenarkan melewati batas dalam

menggunakan kekayaan untuk biaya hidup.

7. Varuna Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 308

dikemukakan sebagai berikut: ” Laksana orang-orang berdosa

tampak terikat tali oleh Waruna, demikianlah hendaknya

raja menghukum orang-orang jahat itu sesuai kedudukannya

menyerupai Waruna”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58

dikemukakan: ”Dewa Waruna memegang senjata yangat berbisa

yaitu Nagapasa yang dapat mengikat secara ketat, anda

hendak-nya memakai secara teladan hakekat dari Nagapasa

ini, yaitu anda harus mengikat dengan ketat mereka yang

jahat”.

Bedasarkan pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa

seorang pemimpin haruslah memerangi semua jenis kejahatan

tanpa kenal kompromi. Pemimpin harus tegas menghukum

kejahatan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,

pemimpin harus mampu menghalangi sumber-sumber kejahatan,

demi terciptanya pergaulan sosial yang tertib dan tentram.

192

8. Agni Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 310 dikemukakan

sebagai berikut: ”Bila baginda bersemangat dalam menumpas

penjahat dan memiliki kekuatan yang dasyat serta mampu

menghancurkan penguasa-penguasa yang jahat, maka sifat

baginda sama dikatakan seperti Agni”. Kemudian dalam

Ramayana XXIV: 60 dikemukakan:” Kewa-jiban utama yang

dilakukan oleh Bahni (Api) ialah selalu menghanguskan

penentang-nya. Keberanian dan ketangguhan untuk menghadapi

musuh, itulah perlambang api, siapapun yang anda serang

pasti hancur lebur, itulah yang dinamkan Agni Brata”

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa

seorang pemimpin tersebut harus memiliki kemampuan dalam

menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan wilayah

negara dan menjaga kekuasaan negara dari berbagai ancaman

yang datangnya dari dalam dan dari luar. Pemimpin harus

mampu melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan dan

musuh yang datangnya dari luar dan dari dalam negeri,

pemimpin harus memiliki kemampuan dan kekuatan untuk

193

membasmi segala bentuk kejahatan demi untuk kejayaan

masyarakat.

Berdasarkan pada penjelasan dari masing-masing unsur

kepemimpinan Asta Brata tersebut di atas, tampak begitu

banyak berisi dan mengandung nilai-nilai, norma-norma,

kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang dapat dan

seharusnya ditauladani, ditaati, dan dilaksanakan serta perlu

dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap pemimpin

termasuk kepala sekolah. Kemudian kalau dicermati secara

lebih hati-hati, tampaknya dengan keterbatasan kekeritisan

dari penulis, keterbatasan dalam bahan sumber kajian terutama

yang bersumber dari ajaran-ajaran agama Hindu sebagai pisau

atau alat analisisnya, mungkin penulis akan dapat

mengidentifikasi dan menjabarkan turunannya secara lebih

bebas, sederhana, operasional, dan riil bahwa nilai-nilai,

norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang

bersumber dari Kepemimpinan Asta Brata tersebut yang

seharusnya dapat dan diharapkan ditauladani seorang pemimpin

khususnya seorang kepala sekolah haruslah mampu mewujudkan

194

sifat atau pola kepemimpinan Asta Brata yang bercirikan

kurang lebih atau paling tidak sebagai berikut di bawah ini:

1. Kepala sekolah harus mampu mewujudkan dan memenuhi

keperluan dasar masyarakat/ warga sekolah dalam berbagai

fasilitas material dan non material.

2. Kepala sekolah harus memberikan rasa aman kepada semua

warga sekolah.

3. Kepala sekolah harus meningkatkan kecerdasan semua warga

sekolah.

4. Kepala sekolah harus memberikan perhatian yang besar

pada warga sekolah sampai lapisan paling bawah seperti

pesuruh, maupun tukang kebersihan sekolah.

5. Kepala sekolah harus mampu menyerap aspirasi warga

sekolah yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam

mengambil berbagai keputusan.

6. Kepala sekolah mampu menegakan wibawa hukum terhadap

warga sekolah.

195

7. Kepala sekolah harus berani memberantas dan

menghanyutkan segala bentuk penyim-pangan dan

penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh warga sekolah.

8. Kepala sekolah harus mampu menciptakan ketertiban

sekolah dengan berbagai peraturan, dan hukum sebagai

sarananya.

9. Kepala sekolah harus menggunakan hukum sebagai dasar

tindakannya,

10. Kepala sekolah harus memperlakukan semua warga sekolah

sama di depan hukum, dan berlaku secara adil dengan

menghormati harkat dan martabat manusia.

11. Kepala sekolah harus tunduk dan taat pada hukum sebagai

sarana ketertiban serta pembangunan.

12. Kepala sekolah mampu menggali potensi sumber pendapatan

dan sumber pembangun-an secara adil.

13. Kepala sekolah tidak boleh tergesa-gesa, tanpa

perencanaan yang mantap dan tujuan yang jelas, strategis,

dan visioner dalam mengambil sesuatu kebijakan.

196

14. Kepala sekolah mampu melindungi warga sekolah dari

segala bentuk kejahatan.

15. Kepala sekolah dapat memberikan energi, kekuatan kepada

warga sekolah agar memi-liki motivasi dan kegairahan untuk

membangun dengan mengandalkan kemampuan sendiri.

16. Kepala sekolah harus menghormati para sesepuh dan pini

sepuh, lebih-lebih orang yang banyak berjasa pada

masyarakat, seperti para rohaniawan, cendekiawan, karena

mereka membimbing rohani dan mencerdaskan warga sekolah.

17. Kepala sekolah harus mampu memberi sinar terang,

menyejukan, dan membahagiakan warga sekolah.

18. Kepala sekolah meperlakukan warga sekolah dengan penuh

kasih sayang dan dengan penuh simpatik.

19. Kepala sekolah harus menguasai seluruh lingkungan

sekolah, warga sekolah dan menjadi nafas kehidupan bagi

semua di lingkungan sekolah.

20. Kepala sekolah harus mampu berkomunikasi secara

baik.dengan warga sekolah.

197

21. Kepala sekolah mampu mengembangkan sistem pengawasan

yang ada pada diri sendiri para warga sekolah, sehingga

walaupun tidak tampak, tetapi dirasakan ada seperti

layaknya angin yang ada di mana-mana.

22. Kepala sekolah hendaknya memberi peluang dan kesempatan

yang sama kepada warga sekolah untuk memperoleh

kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata.

23. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya menjadi

tauladan bagi warga sekolah dalam menerapkan pola hidup

sederhana.

24. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mampu

memerangi semua jenis kejahatan yang kemungkinannya

dilakukan oleh warga sekolah tanpa kenal kompromi.

25. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki sifat

yang tegas menghukum terhadap warga sekolah yang melakukan

kejahatan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,

26. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mampu

menghalangi sumber-sumber kejahatan, demi terciptanya

198

pergaulan sosial yang tertib dan tentram diantara warga

sekolah.

27. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki

kemampuan dalam menegak-kan persatuan dan kesatuan warga

sekolah.

28. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mampu

melindungi warga sekolah sekolah dari ancaman kejahatan

yang datangnya dari luar dan dari dalam sekolah.

29. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki

kemampuan dan kekuatan untuk membasmi segala bentuk

kejahatan demi untuk kejayaan sekolahnya.

Demikianlah mungkin deskripsi pola kepemimpinan Asta

Brata yang dapat diidentifikasi dan diturunkan dalam bentuk

nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk,

pedoman sebagai pemimpin dalam melaksanakan tugas sebagai

kepala sekolah, sudah tentunya masih banyak yang dapat dan

bisa digali serta dikembangkan, terlebih-lebih unsur-unsur

dari kepemimpinan Asta Brata tersebut sesungguhnya disebut-

kan adalah sebagai pencerminan dan manifestasi dari sifat-

199

sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, yang sudah tentunya

sesuai dengan ajaran agama Hindu Tuhan Ida Shang Hyang Widhi

Waca memiliki sifat yang maha sempurna. Jadi barangkali

nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk,

pedoman yang disebutkan oleh penulis tersebut hanya baru

merupakan bagian kecil saja, hanya sebagai stimulan agar

berbagai lapisan mayarakat khususnya di Bali ikut mengkajinya

dan mendiskusikannya dari berbagai sisi. Demikian pula karena

semua bentuk nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah,

petunjuk-petunjuk, pedoman sebagai pemimpin tersebut adalah

sebagai manipestasi dan bersumber dari sifat Tuhan Ida Shang

Hyang Widhi Waca, maka sebagai seorang pemimpin sudah

tentunya seharusnya menerapkannya karena merupakan sifat-

sifat dan kehendak dari Tuhan. Namun demikian sesungguhnya

kalau dicermati dan dikritisi secara lebih akademik cara

berpikir yang memposisikan pola kepemimpinan Asta Brata

sebagai suatu model kepemimpinan yang bersumber dari sifat-

sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca yang kemudian

memunculkan adanya adagium yang menyatakan suara raja sebagai

200

pemimpin adalah suara Tuhan. Suara raja atau semua perintah

raja tersebut adalah benar, raja tidak pernah berbuat salah

pada saat sekarang ini di jaman modern tampak ada semacam

kontradiksi dengan paham kepemimpinan yang bersifat

demokrasi, yang memunculkan adagium suara rakyat adalah suara

Tuhan. Jadi rakyatlah yang paling berkuasa, walaupun pada

saat modern ini dipresentasikan melalui wakil-wakilnya.

Secara sepintas jelas kedua pola kepemimpinan tersebut tampak

bertentangan. Dan sudah tentunya menurut hemat penulis dari

kedua cara padang, cara berpikir, dan cara mendekati pola

kepemimpinan tersebut tidak mesti didebatkan atau

dipertentangkan, karena pada dasarnya kalau dilihat secara

lebih dalam dari sisi sifat, indikator, maupun ciri-cirinya

secara realnya kepemim-pinan Asta Brata dan kepemimpinan yang

bersifat demokratis yang disebut paling relevan dengan jaman

globalisasi seperti misalnya kepemimpinan transaksional,

visioner, dan tarnsformasi tidak jauh berbeda, malah banyak

memiliki kesamaannya, saling melengkapi. Dalam hubungan ini

barangkali bisa dibandingkan beberapa nilai-nilai, norma-

201

norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang dicoba

dan dapat diidentikasikan dari kepemimpinan Asta Brata

tersebut di atas dengan beberapa sifat yang merupakan ciri

dari kepemimpinan transformasional seperti yang dikemukakan

oleh Anderson (Usman. 2006), sebagai berikut. Kepemimpian

transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seorang

pemimpin tersebut, pertama, harus menunjukkan diri sebagai

komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola

bawahannya, memahami bawahannya dengan akurat, mengko-muni-

kasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan

bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi

konflik antar pribadi, membina hubungan yang efektif dan

menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati dan menghargai

bawahanya, memberikan dukungan terhadap bawahannya. Kedua,

sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi

masalahnya, membantu bawahannya membuat rencana atau tujuan

yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya untuk bertindak,

menghadapi orang-orang yang jenuh dan membangkang, melakukan

pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi

202

pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya untuk mencapai

tujuan, mengevaluasi kinerja dan memberikan unpan balik, dan

yang ketiga, pemimpin tersebut harus menunjukkan diri sebagai

konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi

dengan bawahanya, membuat nilai dan budaya bersama,

melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi

perkembangan kelompok, mengklari-fikasi norma-norma, nilai-

nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi dan misi, dan

tujuan arganisasi, memecahkan permasalahan organisasi,

menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti informasi yang

penting bagi bawahan dan organisasi, merencanakan dan

mengkoordinasikan berbagai sumberdaya organisasi. Bahkan

kelebihan dari kepemim-pinan Asta Brata tersebut tidak saja

karena ada kesamaan ciri dengan kepemimpinan transformasi,

tetapi juga karena dasarnya, sumbernya adalah keyakinan,

kepercayaan, religiusitas, moralitas, kesetiaan, komitmen,

keteguhan prinsip pada ajaran agama Hindu tanpa ada diskusi

yang panjang secara akademik, maka tampaknya dan seharusnya

orang-orang yang disebut pemimpinan pasti akan merasa lebih

203

terikat, lebih terdorong untuk mengaplikasikannya, dan akan

merasa dosa atau bersalah apabila tidak melaksanakan dalam

tugasnya sebagai pemimpin yang selalu harus diingatkan atau

diinstruksikan secara formal oleh atasan secara garis kuasa

atau birokrasi yang vertikal dalam suatu lembaga atau

organisasi seperti sekolah.

E. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan

Kompetensi adalah merupakan salah satu kriteria dari

suatu profesi. Kepala sebagai suatu pengembangan jabatan dari

guru yang disebut tugas tambahan juga dituntut untuk memenuhi

kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi bisa dilihat dari

berbagai aspek seperti pengertiannya, karakteristiknya,

maupun cara mengukur kompetensi tersebut. Dalam pembahasan

bab ini juga dibahas beberapa aspek dari kompetensi profesi

tenaga kependidikan khususnya kepla sekolah.

Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri

dari profesi dalam kepus-takaan diberikan pengertian secara

beraneka ragam tergantung dari sudut pandang para penulis.

Keaneka ragaman pengertian kompetensi tersebut, dapat

204

ditunjukkan dalam pembahasan ini, seperti, misalnya ada

pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi tersebut adalah

suatu hal yang menggambarkan kemampuan seseorang, baik yang

kuali-tatif maupun kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut

dijelaskan bahwa pengertian kompe-tensi seperti ini

mengandung makna bahwa kompetensi tersebut dapat digunakan

dalam dua kontek. Kontek pertama sebagai indikator yang

menunjukkan kepada perbuatan yang diamati. Kontek kedua

sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif. afektif,

dan perbuatan, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh.

Kemudian kompetensi juga diberikan pengertian sebagai

pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh

seseorang yang telah menjadi bagian darinya sehingga ia dapat

melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan

psikomotorik dengan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003).

Kompetensi juga diberikan pengertian sebagai panguasaan

terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang

diperlukan untuk keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian

Gordon dalam Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari

205

kompetensi, sebagai berikut. Pertama pengetahuan, yaitu

kesadaran dalam bidang kognitif, seperti, misalnya seorang

guru sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan

bantuan yang diperlukan muridnya dalam melakukan pembelajaran

dikelasnya. Kedua pemahaman yaitu kedalaman kognitif dan

apektif yang dimiliki oleh individu, seperti misalnya seorang

guru yang akan melaksanakan pemebelajaran harus memiliki

pemahaman yang luas tentang karekteristik dan kondisi

muridnya agar dapat pembelajaran berjalan secara efktif.

Ketiga kemampuan, yaitu suatu yang dimiliki oleh seseorang

untuk dapat melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan

kepadanya, seperti, misalnya kemam-puan guru dalam memilih

dan membuat media pembelajaran yang diperlukan untuk lebih

memotivasi dan memudahkan pembelajaran peserta didik. Keempat

nilai, yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan

secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang,

seperti, misalnya standar perilaku dalam pembelajaran, antara

lain kejujuran, keterbukaan, demokratis, obyektif, adil.

Kelima sikap, yaitu perasaan seperti perasaan senang dan

206

tidak senang, suka tidak suka, atau reaksi terhadap terhadap

suatu rangsangan yang datang dari luar, seperti reaksi

terhadap krisis ekonomi, kenaikan gaji, dan sebagainya.

Keenam minat yaitu kecendrungan seseorang untuk melakukan

suatu perbuatan, seperti, misalnya, minat sesorang untuk

melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu. Ada juga pendapat

yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh

suatu profesi adalah mencakup: kemampuan untuk mengembangkan

pribadi, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan,

kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi dan berprilaku dalam

berkarya, dapat hidup bermasya-akat (Pusposutardjo. 2002).

Pengertian kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya

menguraikan bahwa kompetensi tersebut mengandung tiga

pengertian. (1) pengertian kompetensi itu pada dasarnya

merupakan kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu

pekerjaan, (2) menunjuk pada pengertian bahwa kompetensi itu

merupakan sifat orang-orang, yang memiliki kecakapan,

kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain

sebagainya untuk dapat mengerjakan sesuatu yang diperlukan,

207

dan (3) bahwa kompetensi merupakan tindakan atau kinerja

rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara

memuaskan berdasarkan kondisi yang diharapkan (Makmun.1996,

Dep-dikbud.1978, Depdikbud. 1984). Lebih jauh Makmun (1996)

menyatakan bahwa berpijak pada pengertian kompetensi tersebut

dapat juga dijelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yang dapat

disebut sebagai profesional yang kompeten, kalau menunjukkan

karakteristik: (1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu

secara rasional, dalam arti, ia memiliki visi dan misi yang

jelas, ia melakukan sesuatu berdasarkan pada hasil analitis

kritis dan pertimbangan logis dalam membuat pilihan dan

mengambil keputusan tentang apapun yang akan dikerjakan, (2)

menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip

dan kaidah, hipotesis dan generalisasi, data dan imformasi

lainnya tentang seluk beluk apa yang menjadi bidang tugas

pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yang

mencakup strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur dan

mekanisme, sarana dan instrumen, tentang cara melakukan tugas

pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan ambang

208

tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari

proses yang dapat ditoleran-sikan dan kriteria keberhasilan

yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya, (5) memiliki

daya dan citra unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya.

Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal,

melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin, dan (6)

memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perangkat

kompetensi yang dalam batas tertentu dapat didemontrasikan

dan teruji sehinga memung-kinkan memperoleh pengakuan pihak

berwewenang.

Demikian variasi pengertian tentang kompetensi dari para

penulis, dengan demikian berdasarkan pada pengertian

kompetensi yang begitu beragam tersebut menambah wawas-an dan

khasanah para calon kepla sekolah, dan lebih lanjut akan

memiliki pijakan yang lebih luas dan kuat dalam mempelajari

serta memahami kompetensi profesi kependidikan khususnya

jabatan kepala sekolah tersebut.

Persoalannya sekarang bagaimanakah kompetensi yang harus

dimiliki oleh seorang kepala sekolah agar dapat melaksanakan

209

tugasnya sebagai pemimpin secara efektif? Dalam hubungannya

dengan kompetensi kepala sekolah ada pendapat yang

menyatakan bahwa seorang kepala sekolah dituntut untuk

memiliki kemampuan: (1) perilaku yang berorientasi pada tugas

dengan memfokuskan pada kegiatan penyusunan perencanaan,

mengatur pekerjaan, melakukan koordinasi kegiatan anggota,

dan menyediakan peralatan dan bantuan teknis yang diperlukan,

(2) perilaku yang berorientasi hubungan kepala sekolah

sebagai manajer harus penuh perhatian mendukung dan membantu

guru, konselor, dan karyawan sekolah dan berusaha memahami

permasalahan dan pemecahannya, da (3) perilaku partisipatif,

kepala sekolah melakukan pertemuan kelompok yang memudahkan

partisipasi, pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi,

mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik

(Sergiovanni. 1977). Sesuai dengan Peraturan Menteri No. 13

Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah diatur bahwa

seorang kepala sekolah tersebut dituntut harus memiliki

kompetensi keperibadian, kompetensi manajerial, kompetensi

kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.

210

Secara lebih lebih lengkap dan rincinya kompetensi yang

dimaksudkan tersebut adalah seperti yang disajikan dalam

daftar tabel berikut di bawah ini.

TABEL NO. 7.1DAFTAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

1.Kepribadian

Mampu atau memiliki akhlak mulia.

Mampu mengembangkan budaya dan tradisi akhlak

mulia di sekolah tempat bertugas.

Mampu menjadi teladan akhlak mulia bagi

komunitas sekolah.

Mampu atau memiliki integritas kepribadian

dalam memimpin di sekolah

Mampu atau memiliki keinginan yang kuat dalam

pengembangan diri sebagai kepala sekolah

Mampu mengembangkan sikap terbuka dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai

kepala sekolah.

Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi

masalah dalam peker-jaan sebagai kepala

211

sekolah.

Mampu atau memiliki bakat dan minat sebagai

kepala sekolah.

2. Manajerial

Mampu menyusun perencanaan yang visioner.

Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai

kebutuhan.

Mampu memimpin sekolah dalam menggunakan

sumberdaya seko-lah.

Mampu mengelola perubahan dan pengembangan

sekolah menuju organisasi belajar yang

efektif.

Mampu menciptakan budaya dan iklim sekolah

yang kondusif dan inovatif bagi PBM siswa.

Mampu menerapkan nilai-nilai kewirausahaan

dalam menciptakan inovasi yang berguna bagi

pembangunan sekolah.

Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka

pandayagunaan SDM secara optimal.

Mampu mengelola sarana dan prasarana sekolah

212

dalam rangka panda-yagunaan secara optimal.

Mampu mengelola hubungan sekolah dan

masyarakat dalam rangka pencarian dukungan

ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah.

Mampu mengelola kesiswaan dalam rangka

penerimaan siswa baru, penempatan siswa, dan

pengembangan kafasitas siswa.

Mampu mengelola perkembangan kurikulum dan

kegiatan pem-belajaran sesuai dengan arah dan

tujuan pendidikan nasional.

Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan

prinsip pengelo-laan yang akuntabel,

tranfarans, dan efisien.

Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam

mendukung penca-paian tujuan sekolah.

Mampu mengelola untuk layanan khusus sekolah

dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan

kegiatan kesiswaan lainnya.

Mengelola system informasi sekolah dalam

mendukung penyusunan program dan pengambilan

213

keputusan.

Mampu memanfaatkan kemajuan teknologi

informasi bagi peningkat-an pembelajaran dan

manajemen sekolah.

Mampu mengelola kegiatan produksi/jasa sebagai

sumber belajar siswa.

Mampu melakukan monitoring evaluasi, dan

pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah

dengan prosedur yang tepat, serta meren-

canakan tindak lanjutnya.

3. Kewirausahaan

Mampu menciptakan inovasi bagi pengembangan

sekolah.

Mampu bekerja keras untuk mencapai

keberhasilan sekolah sebagai organisasi

pembelajar yang efektif.

Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai

pemimpin sekolah.

Pantang menyerah dan selalu mencari solusi

terbaik dalam mengha-dapi kendala yang

214

dihadapi sekolah.

Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola

kegiatan produksi/ jasa sekolah/sebagai sumber

belajar peserta didik.

4. Supervisor

Mampu merencanakan program supervisi akademik

dalam rangka meingkatkan profesionalisme guru.

Mampu melaksanakan supervisi akademik terhadap

guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik

supervisi yang tepat.

Mampu menindaklanjuti hasil supervisi akademik

terhadap guru da-lam rangka peningkatan

profesionalisme guru.

5. Sosial

Mampu bekerjasama dengan pihak lain untuk

kepentingan sekolah

Mampu melakukan partisipasi dalam kegiatan

sosial.

Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau

kelompok lain.

6. Penunjang Mampu meningkatkan citra dan profesionalisme

215

sekolah.

Mampu meningkatan daya saing sekolah secara

global.

Mampu menggugah jati diri bangsa

Demikian juga di samping kepala sekolah dituntut

memiliki kemampuan seperti yang telah diuraikan di atas,

lebih dari itu kemampuan tersebut sebaiknya didukung oleh

suatu sifat kepemipinan yang menurut pendapat Dewantara

(Depdikbud, Dijendikdasmen. 1993) kepala sekolah harus

memiliki sifat kepemimpinan yang sesuai dengan kepribadian

bangsa. Kepemimpinan yang paling cocok dengan kepribadian

bangsa Indonesia adalah kepemimpinan Pancasila, yaitu ing

ngarso sung tuludo, ing madio mangun karso, tut wuri andayani. Sifat

kepemimpinan tersebut kemudian lebih dejelaskan sebagai

berikut. Ing ngarso sung tuludo yang artinya kurang lebih sebagai

kepala sekolah yang berdiri tegak di paling depan harus mampu

memberi contoh atau teladan kepada bawahannya misalnya

sebagai berikut: cara berpakaian yang rapi, kehadiran yang

216

lebih awal dari guru-guru yang lain, memiliki wibawa,

menguasai masalah yang menyangkut bidangnnya, memiliki rasa

tanggungjawab yang tinggi, penuh dedikasi, aktif dan kreatif.

Ing madio mangun karso yang artinya kurang lebih sebagai berikut

kepla sekolah yang ideal apabila ada ditengah-tengah

lingkungan tugasnya dan bijkasana, yaitu mampu memberikan

motivasi terhadap guru-guru dan karyawan yang lainnya agar

mencintai profesinya, mampu dan menunjukkan masalah-masalah

pekerjaan apabila guru dan karyawan mendapatkan kesulitan,

jangan hanya bisa menyalahkan, mencari kesalahan guru-guru

dan karyawan, tetapi harus mebantu memecahkan masalah

tersebut, harus mampu menciptakan suasana yang menyenangkan

sehingga guru dan karyawan bekerja dengan suasana aman,

merasa tidak ditekan, serta memperhatikan kesejahteraaan

bawahannya dalam hal transpotasi, kehidupan keluarga, tempat

tinggal, membantu memecahkan masalah keluarga apabila

dimintai pertimbangan oleh bawahan, sehingga bawahan dapat

bekerja dengan tenang. Ttut wuri andayani yang artinya kurang

lebih kepala sekolah hendaknya memberi kebebasan kepada

217

bawahannya untuk bertindak aktif dan kreatif dalam

menjalankan tugasnya, yaitu mampu menjabarkan tugas-tugas

sebagai guru dan karyawan, wakil kepala sekolah dan staf

karyawan agar diberikan kesempatan untuk menjabarkan

kebijakan kepla sekolah yang telah dituangkan dalam program,

dan administrasi sekolah yang dikelola oleh karyawan tata

usaha agar dijabarkan sesuai dengan kebutuhannya. Kepala

sekolah mengikutinya, mengarahkannya apbila terjadi kesalahan

penafsiran atau terjadi penyimpangan dari kebijkan yang telah

ditetapkan.

F. Kuasa dan Jenis Kuasa Kepala Sekolah

Istilah kekuasaan dalam literatur manajemen telah

digunakan secara umum, akan tetapi masih juga terjadi

kekaburan tentang pengertiannya. Sering istilah kekuasaan

digunakan secara silih berganti dengan istilah-istilah

lainnya, seperti pengaruh, dan otoritas. Menurut Max Weber

(Thoha. 1990) memberikan pengertian kekuasaan sebagai suatu

kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu

hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan

218

keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Dalam

sumber yang sama Thoha (1990) mengutip pendapat Walter Nord

yang memberikan pengertian kekuasaan tersebut sebagai suatu

kemampuan untuk mempengaruhi aliran energi dan dana yang

tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara

jelas dari tujuan yang lainnya. Wexley dan Yukl (1977)

memberikan pengertian kekuasaan sebagai kapasitas

mempengaruhi orang lain. Seorang mempunyai kekuasaan

sepanjang terus dapat mempengaruhi tidak peduli apakah usaha-

usaha yang dilakukan itu benar-benar mem-punyai pengaruh.

Kemudian Rivai (2004) memberikan pengertian kekuasaan sebagai

kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang

diinginkan oleh pihak yang lainnya. Kekuasaan meliputi

hubungan antara dua orang atau lebih. Seseorang atau kelompok

tidak akan dapat memiliki kekuasaan dalam keadaan terisolasi,

kekuasaan harus diterapkan, atau mempunyai potensi untuk

diterapkan dalam hubungannya dengan orang atau kelompok

lainnya. Rogers (1973) berusaha membuat lebih jelas kekaburan

istilah dengan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi

219

dari suatu pengaruh. Dengan demikian kekuasaan adalah suatu

sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan.

Pengunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam

kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat

suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Rogers tampaknya

telah memberikan rumusan yang bermakna bagi kepemimpinan

dijelaskan olehnya bahwa kepemimpinan ialah suatu proses

untuk mempengaruhi aktivitas-aktivitas individu dan kelompok

dalam usahanya untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Dengan mengikuti penjelasan dari Rogers dapat disimpulkan

bahwa kepemim-pinan adalah setiap usaha untuk mempengaruhi,

sementara itu kekuasaan dapat diartikan sebagai suatu potensi

pengaruh dari seorang pemimpin tersebut. Demikian pula

dijelaskan bahwa otoritas adalah sebagai suatu tipe khusus

dari kekuasaan yang secara asli melekat pada jabatan yang

diduduki oleh pemimpin.

Banyak teori yang menjelaskan jenis kuasa yang telah

dikaji oleh para ahli. Dari sejumlah teori tersebut

diantaranya Bateman dan Snell (2007) dengan mengutip teori

220

dari French dan Raven menyebutkan bahwa pemimpin tersebut

paling tidak memiliki lima jenis kuasa, demikian juga Wexley

dan Yukl (1977), Koontz, dkk (1984), Stoner, dkk (1995)

menyebutkan lima jemis kuasa bisa dipakai secara luas. Jenis

kuasa yang dimaksudkan adalah kuasa paksaan (Coercive power),

kuasa refernsi (Refrent power), kuasa legitimasi (Legitimte

power), kuasa keahlian (Expert power), dan kuasa penghargaan

(reward power).

Kuasa paksaan (Coercive power) adalah didasarkan atas rasa

ketakutan bahwa kegagalan mematuhi peraturan atau perintah

akan mengakibatkan beberapa bentuk hukuman.

Sumber dari kuasa paksaan adalah pengendaliannya atas

konsekwensi-konsekwensi negatif para bawahan, seperti: denda,

skorsing, serta pemecatan, penurunan pangkat, mutasi, dan

lain sebagainya.

Kuasa refernsi (Refrent power) adalah didasarkan atas

identifikasi dan ketertarikan. Sejumlah pemimpin politik atau

kegamaan memiliki kharisma atau daya tarik pribadi yang luar

biasa dan para bawahannya sangat patuh dan menghormati. Kuasa

221

refrensi ditentukan oleh kepribadian pemimpin dan

kapasitasnya dalam memberi inspirasi terhadap bawahan serta

memberikan harapan-harapan dan nilai-nilai. Disamping itu

kuasa refernsi ditentukan juga oleh bagaimana caranya

pemimpin memperlakukan bawahan. Cara yang paling layak bagi

seorang pemimpin adalah dengan meninggikan konsiderasi.

Kuasa legitimasi (Legitime power) adalah kekuasaan yang

bersumber dari kedu-dukan atau jabatan formal atau informal

yang dipegang seseorang. Kekuasaan legitimasi diperoleh dari

wewenang hukum. Kekuasa ini meliputi kepatuhan bawahan dengan

peraturan dan perintah serta petunjuk yang diberikan dari

pimpinan bila hal ini dianggap sah oleh bawahan dari segi

lingkup pemimpin. Lingkup wewenang ditentukan oleh organisasi

dan keanggotaan bawahan ditentukan dalam perjanjian formal

atau mungkin sudah tercakup dalam persetujuan informal.

Wewenang pemimpin sangat tinggi terutama yang berkaitan

dengan prosedur dan penjawalan kerja. Banyaknya pengaruh

seorang pemimpin berasal dari wewenang organisasi, karena itu

222

kuasa legitimasi dari pemimpin biasanya sebaiknya didukung

dengan kuasa paksaan.

Kuasa keahlian (Expert power) adalah kuasa yang bersumber

dari suatu keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh seorang

pemimpin. Seorang pemimpin dapat mempe-ngaruhi pendapat

bawahan jika ia dipandang memiliki pengetahuan dan keahlian

yang luas. Dengan keahliannya mempengaruhi secara tidak

langsung perilaku bawahanya. Pengaruh pimpinan akan lebih

besar apabila memiliki pengetahuan penting yang luas, jika

pemimpin sangat persuasif dan pintar dalam mempengaruhi

bawahannya, jika pemimpin memiliki kejujuran dan kepercayaan

yang tinggi dari bawahan..

Kuasa penghargaan (reward power) adalah kekuasaan yang

bersumber dari hadiah atau penghargaan yang diberikan oleh

seorang pemimpin. Pemimpimpin akan mengen-dalikan atas

konsekwensi-konsekwensi positif yang ditimbulkan terhadap

bawahan, sperti kenaikan upah, kenaikan gaji, kenaikan

pangkat, promosi, penugasan, pengakuan formal, dan

penghargaan yang lainnya.

223

Dari kutipan dan uraian di atas dapat diketahui paling

tidak ada lima jenis kuasa yang dikenal dalam teori

manajemen, namun demikian kalau mengikuti uraiannya Hersey

dan Blanchard (1982) disamping lima jenis kuasa di atas,

masih ada dua jenis kuasa yang lainnya, yaitu kuasa koneksi

dan kuasa informasi.

Berdasarkan uraian di atas maka ada berberapa variasi

pilihan jenis kuasa yang dapat dipilih dan digunakan oleh

seorang pemimpin dalam upaya untuk meningkatkan kinerja atau

profesionalime bawahannya. Demikian juga dalam bidang

pendidikan seorang kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan

memiliki variasi pilihan jenis kuasa yang dapat disesuaikan

dan sudah tentunya juga dengan mempertimbangkan tingkat

kematangan para guru sebagai bawahannya dalam rangka untuk

peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya.

Secara teori manajemen terutama dalam teori gaya

kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan

Blanchard (1982) bahwa tingkat kematangan bawahan atau

pengikut tidak hanya menentukan gaya kepemimpinan seseorang

224

pemimpin, tetapi juga sangat menentukan di dalam memilih

jenis kuasa yang seharusnya perlu digunakan pemimpin untuk

dapat menimbulkan peningkatan kepatuhan perilaku bawahan.

Oleh karena itu pemimpin yang efektif perlu menyesuaikan atau

memvariasikan jenis kuasa yang diterapkan atau diperlakukan

terhadap pengikutnya. Jenis kuasa yang dapat mempengaruhi

perilaku bawahan pada berbagai level kematangan dapat

digambarkan dalam gambar bagan berikut di bawah ini.

GAMBAR BAGAN.2.1TINGKAT KEMATANGAN BAWAHAN YANG MEMPENGARUHI

VARIASI JENIS KUASA PIMPINAN

Kematangan Tinggi Kematangan SedangKematangan Rendah

M4 M3

M2 M1

Kehalian Referen

Penghargaan Paksaan

Informasi

Legitimasi Koneksi

Berdasarkan gambar bagan di atas tampak secara jelas

bahwa tingkat kematangan bawahan tersebut memiliki hubungan

225

yang sangat tinggi atau menjadi faktor determinan bagi

seorang pemimpin dalam menentukan pilihan jenis kuasa yang

mana akan diterapkan terhadap bawahannya. Dalam hubungan ini

apabila tingkat kematangan bawahan tersebut termasuk tingggi

(M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu

diterapkan oleh seorangg pemimpin sehingga kepemimpinannya

tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa

keahlian. Apabila tingkat kematangan bawahan tersebut

termasuk sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa

yang perlu diterapkan oleh seorang pemimpin sehingga

kepemimpinannya tersebut dapat terlaksana secara efektif

adalah jenis kuasa refrensi atau kuasa penghargaan. Demikian

pula apabila tingkat kematangan bawahan tersebut termasuk

rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu

diterapkan oleh seorang pemimpin sehingga kepemimpinannya

tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa

paksaan.

Dengan demikian dalam bidang pendidikan terutama di

sekolah kepala sekolah tampaknya juga mempunyai variasi

226

pilihan jenis kuasa yang dapat dipilih dan digunakan dalam

rangka melaksanakan pembinaan kualitas kompetensi

profesionalisme para guru sebagai bawahannya. Apabila kepala

sekolah dalam rangka melaksanakan pembinaan peningkatan

kualitas kompetensi profesionalime guru berhadapan dengan

para guru sebagai bawahnya yang memiliki tingkat kematangan

yang tingi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang

perlu diterapkan sehingga pembinaanya tersebut dapat

terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa keahlian.

Kemudian Apabila kepala sekolah dalam rangka melaksanakan

pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime guru

berhadapan dengan para guru sebagai bawahnya memiliki tingkat

kematangan yang sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan

jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga pembinaanya

tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa

refernsi atau jenis kuasa penghargaan. Demikian juga apabila

kepala sekolah dalam rangka melaksanakan pembinaan

peningkatan kualitas kompetensi profesionalime para guru

tersebut berhadapan dengan guru sebagai bawahnya yang

227

memiliki tingkat kematangan yang rendah (M1), maka alternatif

pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga

pembinaannya tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah

jenis kuasa paksaan.

G. Rangkuman

Kepemimpinan oleh para ahli diberikan pengertian yang

berbeda-beda tergantung dari sudut pandang, penekanannya,

keluasannya dan kedalaman yang terkandung di dalamnya. Dari

beberapa pengertian kepemimpinan tersebut menunjukkan bahwa

dalam kepemimpinan tersebut paling tidak mencakup tiga hal

yang saling berkaitan, yaitu: adanya pemimpin dan

karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya situasi dalam

kelompok tempat pemimpin dan bawahan saling berinteraksi.

Untuk dapat efektifnya suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya akan sangat tergantung pada: pertama pemimpin dan

karakteristiknya yang dalam manajemen kemudian lazim disebut

dan dikenal dengan istilah pola kepemimpinan atau gaya

kepemimpinan, kompetensi yang dimiliki pemimpinnya, jenis

kuasa yang dimiliki para pemimpinnya. Faktor kedua yang dapat

228

menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya adalah faktor bawahan yang tekanannya pada tingkat

kematangan bawahan tersebut, jadi semakin tinggi tingkat

kematangan bawahan atau karyawan tersebut efektifitas suatu

organisasi akan semakin tinggi. Kemudian faktor ketiga yang

dapat menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya adalah faktor situasi interaksi tempat berkerja

yang dalam manajemen sering disebut dengan istilah iklim

organisasi atau budaya organisasi dan lain sebagainya.

H. Evaluasi

1. Sebutkan pengertian kepemimpinan dari berbagai ahli!.

2. Analisis berbagai kelebihan dan dan kelemahan gaya

kepemimpinan situasional!.

3. Bandingkan gaya kepemimpinan yang berbasisi budaya Bali

dengan gaya kepemim-

pinan transformsional!.

4. Analisis kompetensi kepala sekolah sebagai pemimpin yang

dapat dianggap efektif!.

229

5. Analisis sumber-sumber kuasa dan jenis kusa kepala

sekolah!.

BAB. VIIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI INOVATOR PENDIDIKAN

230

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya

Memahami pengertian inovasi. Dapat menjelaskan pengertian

inovasi.

Memahami factor-faktor

inovasi.

Dapat menjelaskan faktor-

faktor inovasi.

Memahami pentingnya inovasi. Dapat menjelaskan pentingnya

inovasi.

Kepala sekolah sebagai

inovatotr pendi-dikan.

Dapat menjelaskan bahwa

kepala sekolah sebagai

inovatot pendidikan.

B. Pengertian Inovasi Pendidikan

Inovasi berasal dari bahasa Inggris innovation yang

berarti segala hal yang baru atau pembaharuan. Ada beberapa

pendapat tentang pengertian inovasi tersebut. Rogers (1983)

memberikan pengertian inovasi tersebut sebagai suatu gagasan,

teknik-teknik, atau praktik atau benda yang disadari dan

231

diterima oleh seseorang atau suatu kelompok untuk diadopsi.

Robbins (1994) memberi pengertian terhadap inovasi sebagai

suatu gagasan yang baru yang diterapkan untuk memprakarsai

atau memperbaiki suatu produk, proses, dan jasa. Freedman

(1988) memberikan pengertian inovasi sebagai suatu proses

pengimple-mentasian ide-ide baru dengan mengubah konsep

kreatif menjadi suatu kenyataan. Sedangkan Lena Ellitan dan

Lina Anatan (2009) memberikan pengertian inovasi sebagai

sistem aktivitas organisasi yang mentransformasi teknologi

mulai dari ide sampai komersialisasi. Jadi dari beberapa

pengertian inovasi tersebut dapat diketahui bahwa dalam

inovasi tersebut tercakup pembaharuan dalam bidang produk,

proses, dan inovasi sistem manjerial.

Disamping istilah inovasi terdapat juga beberapa istilah

lainya yang mempunyai hubungan dan makna yang sama dengan

inovasi seperti misalnya diskoferi dan invensi. Diskoferi adalah

suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya ada atau hal tersebut

sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Contohnya seperti

Newton menemukan hukum Gravitasi Bumi, yang sebenarnya gaya

232

tarik bumi tersebut sudah ada sejak lama, Columbus yang

menemukan Benua Amerika tahun 1942, yang sebenarnnya benua

tersebut sudah ada, hanya karena Columbus yang menemukan

pertama.

Invensi adalah suatu penemuan baru yang benar-benar baru

sebagai hasil rekayasa manusia. Manusia melalui

pengalamannya, pengamatannya, dan konsistensinya dalam

mempelajari atau menelaah sesuatu sampai kepada suatu bentuk

model diakui orang lain sebagai sesuatu yang baru, sperti

misal teori-teori belajar, arsitektur unik, mode pakaian,

teknologi bangunan, dll nya.

Dari beberapa pengertian inovasi tersebut, sebenarnya

dapat dimpulkan bahwa inovasi adalah suatu gagasan, barang,

kejadian, teknik-teknik, metode-metode, atau praktik yang

diamati, disadari, dirasakan, diterima dan digunakan sebagai

suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok sebagai

hasil diskoferi dan invensi.

Demikian juga dalam konteks sosial inovasi juga

diberikan pengertian tersendiri, seperti misalnya Zaltman dan

233

Duncan (1973) memberikan pengertian inovasi dalam konteks

sosial sebagai berikut, inovasi adalah perubahan sosial yang

digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk

memecahkan suatu masalah tertentu. Drucker (1995) memberikan

pengertian inovasi sebagai perubahan sosial yang di dalamnya

mencakup dimensi proses kreatif, adanya perubahan, mengarah

kepada pembaharuan, dan memiliki nilai tambah.

Inovasi dalam suatu perubahan sosial akan mengalami tiga

tahapan, yaitu invensi, difusi, dan konsekwensi. Ketiga

tahapan tersebut Rogers (1983) menjelaskan sebagai berikut.

Invensi adalah suatu tahapan ketika ide-ide baru diciptakan

dan dikembangkan , difusi adalah suatu tahapan proses ketika

ide-ide baru dikomunikasikan pada sistem sosial, dan

konsekwensi adalah suatu tahapan ketika perubahan-perubahan

yang terjadi dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari

penerimaan atau penolakan ide-ide baru, dan secara totalitas

dan perubahan sosial tersebut merupakan hasil komunikasi.

Demikian juga dalam bidang pendidikan sebagai bagian dari

suatu sistem sosial inovasi pendidikan diberikan pengertian

234

sebagai suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau

diamati sebagai hal yang baru bagi seorang atau kelompok

orang atau masyarakat baik berupa hasil invensi atau

diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan

atau untuk memecahkan masalah pendidikan (Ibrahim. 1988).

Pendidikan sebagai suatu sistem mencakup beberapa komponen.

Dengan demikian inovasi tersebut dapat dilakukan terhadap

setiap komponen sistem pendidikan tersebut yang sudah

tentunya dalam inovasi tersebut disesuaikan dengan perubahan

dan perkembangan sistem pendidikan (Miles. 1964). Miles lebih

lanjut menje-laskan beberapa komponen sistem pendidikan yang

bisa dilakukan inovasi adalah sebegai berikut di bawah ini.

Pertama, pembinaan personalia. Pendidikan yang merupakan

bagian dari sistem sosial tentu menentukan personal sebagai

komponen sistem. Inovasi yang sesuai dengan komponen personal

misalnya: peningkatan mutu guru, sistem kenaikan pangkat,

sistem atau model pembelajaran guru, dan lain-lainnya.

Kedua, banyaknya personalia dan wilayah kerja. Sistem

sosial menjelaskan tentang berapa jumlah personalia yang

235

terikat dalam sistem serta dimana wilayah kerjanya. Inovasi

pendidikan yang relevan dengan aspek ini, misalnya berapa

rasio guru dengan murid dalam suatu sekolah. Dalam sekolah

yang menganut sistem pamong misalnya diperkenalkan inovasi 1

guru: 200 murid, di Amerika Serikat misalnya 1:27 orang

murid, perubahahan luasnya wilayah kepenilikan, dan

sebaginya.

Ketiga, fasilitas pisik. Sistem sosial termasuk juga

sistem pendidikan mendaya-gunakan berbagai sarana dan hasil

teknologi untuk mencapai tujuan. Inovasi pendidikan yang

sesuai dengan komponen ini, misalnya perubahan tempat duduk,

perubahan pengaturan dinding ruangan, kelengkapan

laboratorium, laboratorium bahasa, penggunaan CCTV, televisi

siaran dan sebaginya.

Keempat, penggunaan waktu. Suatu sistem pendidikan akan

memeiliki perencanaan penggunaan waktu. Inovasi yang relevan

dengan komponen ini adalah pengaturan waktu belajar sistem

semester, catur wulan, pembuatan jadawal pelajaran yang

236

memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih waktu sesuai

dengan keperluannya, dan sebaginya.

Kelima, prumusan tujuan. Sistem pendidikan memiliki

rumusan tujuan yang jelas. Inovasi yang relevan dengan

komponen ini misalnya perubahan perumusan tjuan tiap jenis

sekolah, perumusan tujuan pendidikan nasional, dan lain

sebaginya.

Keenam, prosedur. Sistem pendidikan mempunyai sistem

atau prosedur dalam mencapai tujuan. Inovasi yang relevan

dengan komponen ini, misalnya, penggunaan kurikulum baru,

cara membuat persiapan mengajar, pengajaran individual, dan

pengajaran kelompok, dan sebagainya.

Ketujuh, peran yang diperlukan. Dalam sistem pendidikan

mempunyai diperlukan kejelasan peran yang diperlukan untuk

memperlancar jalannya mencapai tujuan. Inovasi yang relevan

dalam hal ini adalah peran guru sebagai pemakai media, maka

memerlukan keterampilan menggunakan berbagai macam media,

peran guru sebagai pengelola kegiatan kelompok, guru sebagai

anggota team teaching, dan sebagainya.

237

Kedelapan, wawasan dan perasaan. Dalam interaksi sosial

biasanya dikembangkan suatu wawasan dan perasaan tertentu

yang akan menunjang kelancaran dalam melaksanakan tugas.

Kesamaan wawasan dan perasaan dalam melaksanakan tugas untuk

mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan akan mempercepat

tercapainya tujuan. Inovasi yang relevan dengan bidang ini

seperti misalnya wawasan pendidikan seumur hidup, wawasan

pendekatan keterampilan proses, perasaan cinta pada pada

pekerjaan sebagai guru, kesediaan berkorban, kesabaran sangat

menunjang pelaksanaan kurikulum SD yang disempurnakan, dan

sebagainya.

Kesembilan, bentuk hubungan antar bagian. Dalam sistem

pendidikan diperlukan adanya kejelasan hubungan natar bagian

atau mekanisme kerja antar bagian dalam kegiatan untuk

mencapai tjuan. Inovasi yang relevan dengan komponen ini

misalnya, didakannya perubahan pembagian tugas antar seksi

di kantor depdikbud , di perguruan tinggi, fakultas, biro

pengadministrasi nilai maha siswa, dan sebagainya.

238

Kesepuluh, hubungan sistem sistem yang lain. Dalam

pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam beberapa hal harus

berhubungan atau bekerja sama dengan sistem yang lain.

Inovasi yang relevan dengan bidang ini misalnya: dalam

pelaksanaan usaha kesehatan sekolah perlu bekerja sama dengan

departemen kesehatan, dalam pelaksanaan KKN harus kerjasama

dengan pemerintah daerah setempat, dan sebagainya.

Kesebelas, startegi. Strategi yang dimaksud disini adalah

adalah tahap-tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk

mencapai tujuan inovasi pendidikan. Adapun macam dan pola

strategi yang digunakan akan sangat sukar untuk

diklasifikasikan, tetapi secara kronologi biasanya

menggunakan pola urutan sebagai: (1) desain, ditemukannya

suatu inovasi dengan perencanaan penyebarannya berdasarkan

suatu penelitian dan observasi atau hasil penilain terhadap

pelaksanaan sistem pendidikan yang sudah ada, (2) kesadaran

dan perhatian, suatu potensi yang sangat menunjang

berhasilnya inovasi ialah adanya kesadaran dan perhatian

sasaran inovasi baik untuk individu maupun kelompok akan

239

perlunya inovasi. Bedasarkan kesadaran tersebut mereka akan

berusaha mencari informasi tentang inovasi, (3) evaluasi,

para sasaran inovasi mengadakan penilaian terhadap inovasi

tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan, tentang

kemungkinan dapat terlaksananya sesuai dengan kondisi dan

situasi, pembiayaannya dan sebagainya, (4) percobaan, para

sasaran inovasi mencoba menerapkan inovasi untuk membuktikan

apakah memang benar inovasi yang telah dinilai baik tersebut

dapat diterapkan seperti yang diharapkan. Jika ternyata

berhasil maka inovasi akan diterima dan dilaksanakan dengan

sempurna strategi inovasi yang telah direncanakan.

Demikian barangkali sebagai gambaran tentang inovasi

pendidikan yang disertai dengan contoh-contohnya, yang

barangkali akan dapat menjadi pemicu para kepala sekolah

untuk dapat melakukan inovasi pendidikan di sekolahnya

masing-masing sesuai dengan permasalahan yang perlu

diperbaiki sesuai dengan sistuasi dan kondisi sekolahnya

masing-masing.

240

C. Pentingnya Inovasi Pendidikan

Dalam melakukan suatu inovasi perlu adanya suatu

perencanaan termasuk dalam melaksanakan dalam iovasi

pendidikan, karena tanpa suatu rencana yang mantap proses

inovasi tidak akan dapat terlaksana secara efektif. Setelah

diketahui tentang suatu rencana inovasi dilanjutkan dengan

pembicaraan tentang beberapa model inovasi pendidikan,

kemudian diakhiri dengan pembicaraan tentang petunjuk untuk

mengadakan inovasi pendidikan tersebut. Penjelasan tentang

penerapan inovasi pendidikan di sekolah diharapkan dapat

digunakan sebagai pedoman jika seorang guru atau kepala

sekolah akan mengadakan inovasi atau suatu perubahan di

sekolah tempatnya bertugas. Pengertian inovasi pendidikan

yang dimaksudkan disini bisa jadi yang berasal dari

pemerintah pusat dan bisa juga inovasi pendidikan yang berupa

ide atau gagasan baru dalam memperbaiki sekolah di tempat

guru dan kepala sekolah bertugas. Untuk dapat melaknakan

suatu inovasi tersebut dengan baik, tampaknnya guru dan

kepala sekolah perlu memahmai berbagai hal yang berkaitan

241

dengan perencanaan inovasi, model inovasi, dan petunjuk

tentang cara menerapakan inovasi pendidikan tersebut. Dengan

wawasan yang lebih luas dan lengkap tentang inovasi

pendidikan akan dapat membantu kelancaran proses pelaksanaan

inovasi pendidikan.

Lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan

tinggi merupakan bagian dari sistem sosial, oleh karena itu

jika terjadi suatu perubahan dalam masyarakat, maka

pendidikan formal juga akan mengalami perubahan, demikian

juga sebaliknya jika lembaga pendidikan mengalami perubahan

maka hasil perubahan tersebut akan mempengaruhi terhadap

perubahan masyarakat. Dengan demikian sesungguhnya lembaga

pendidikan memiliki beban ganda yaitu melestarikan nilai

budaya tradisional dan mempersiapkan generasi muda agar mampu

menghadapai tantangan kemajuan jaman (Ibrahim. 1988).

Ada dua faktor yang mendorong perlunya inovasi

pendidikan di sekolah dilakukan, pertama adalah kemauan

sekolah untuk mengadakan respon terhadap tantangan dan

kebutuhan masyarakat, dan yang kedua adanya usaha untuk

242

menggunakan sekolah untuk memecahkan masalah yang dihadapi

masyarakat. Sesungguhnya antara lembaga pendi-dikan dan

masyarakat tersebut memmpunyai hubungan yang erat dan saling

pengaruh-mempengaruhi (Ibrahim. 1988).

Agar dapat lebih dipahami tentang perlunya inovasi

pendidikan tersebut, maka dapat dilihat dari tiga faktor

yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah,

yaitu kegiatan belajar mengajar guru, faktor internal dan

eksternal, dan faktor sistem pengelolaan pendidikan di

sekolah sendiri.

Guru di sekolah dalam melaksanakan tugas belajar

mengajarnya banyak memiliki kelemahan oleh karena itu maka

dibutuhkan dan diadakan inovasi, beberapa kelemahannya

tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini.

1. Guru. Keberhasilan guru dalam mengelola

pembelajaran sangat ditentukan oleh hubungan interpersonal

antar guru dengan siswa. Dengan kemampuan guru yang sama

belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang sama dalam

kelas yang berbeda. Demikian juga sebaliknya kelas yang

243

sama bila diajar oleh guru yang berbeda belum tentu dapat

menghasilkan prestasi yang sama, walaupun para guru

tersebut sudah memenuhi persyaratan sebagai guru yang

profesional.

2. Guru melakukan tugas dan kegiatan

pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan

kegiatan yang terisolasi. Pada waktu sedang mengajar dia

tidak mendapat balikan oleh teman sejawat

dalammkelompoknya, tanpa diketahui oleh guru yang lainnya.

Ia menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh dirinya

sebagai guru menganggap sebagai cara yang terbaik. Dengan

demikian guru tidak akan mendapat kritik dalam rangka

untuk mengembangkan profesinya.

3. Guru melakukan tugas dan kegiatan

pembelajaran, pembelajaran guru merupakan kegiatan yang

terisolir, kritik dari teman guru yang lainnya akan tidak

ada, maka apa yang dilakukan oleh guru di kelas seolah-

olah merupakan hak mutlak tanggung jawabnya, orang lain

244

tidak boleh ikut campur tangan, padahal apa yang

dilakukannya mungkin masih banyak kekurangannya.

4. Guru sulit emilih model pengelolaan

pembelajaran karena belum ada kriteria yang baku tentang

model pengelolaan pembelajaran yang baku yang menjamin

efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Masih ada

beberapa variabel lain yang ikut mengkontribusi terhadap

keberhasilan belajar murid.

5. Guru kesulitan dalam menghadapi kondisi

siswa yang berbeda-beda dalam berbagai dimensi, seperti

dari segi fisik, mental intelektual, sifat, minat, bakat,

dan sosial ekonominya. Dengan demikian seorang guru tidak

mungkin akan dapat melayani siswa dengan memperhatikan

semua perebedaan-perbedaan siswa tersebut.

6. Guru dalam mengajarnya diharapkan dapat

melakukannya dengan menggunakan cara yang pleksibel, di

sisi yang lain guru dituntut untuk mencapai perubahan yang

sama dalam diri anak sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan. Jadi anak-anak yang berbeda diarahkan menjadi

245

sama. Jika guru tidak dapat mengatasi perbedaan anak ini

akan memunculkan keraguan masyarakat terhadap kualitas

profesionalnya.

7. Guru dalam petumbuhan jabatan karirnya

mengalami hambatan, karena tugas guru dirasakan berat,

pendapatan yang rendah, jumlah siswa yang besar, tugas

administrasi, cukup menghadapi tantangan dalam usaha

meningkatkan kemampuan profesionalnya, tidak adanya

keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya dalam

mengatur beban tugas yang dilakukan tanpa bantuan dan

insentif dari sekolahnya.

8. Guru dalam mengelola pembelajaran

mengalami kesulitan dalam memenuhi berbagai macam tuntutan

yang diutamakan. Ada tuntutan yang mengutamakan

keterampilan proses belajar, ada yang mengutamakan

menyelesaikan materi dalam kurikulum, dituntut untuk

mengutamakan perubahan tingkah laku, ada juga tuntutan

yang mengutamakan aspek kognitif. Guru akan dihadpkan pada

beberapa plihan yang diutamakan.

246

Faktor lainnya yang menyebabkan perlunya ada inovasi

dalam pendidikan di sekolah, adalah faktor internal yaitu

anak didik. Kondisi siswa sangat mempengaruhi terhadap proses

inovasi karena tujuan pendidikan adalah untuk terjadinya

perubahan tingkah laku anak didik. Anak didik adalah

merupakan pusat perhatian dan bahan pertimbangan dalam

melaksanakan berbagai kebijakan pendidikan. Demikian juga

para ahli pendidik, pegawai administrasi, konselor yang

terlibat langsung dalam pendidikan di sekolah akan membantu

untuk mengadakan berbagai fasilitas di sekolah. Demikian juga

sistem pendidikan yang membatasi kewenangannya dan peluang

bagi guru untuk mengambil kebijakan berkreasi dalam

melaksanakan tugasnya untuk menghadapi tantangan kemajuan

jaman. Kondisi sistem pendidikan seperti ini akan bisa jadi

menimbulkan rasa prustasi, mengurangi rasa tanggungjawab dan

rasa ikut terlibat dalam melaksanakan tugas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan inovasi pendidikan di sekolah akan lancar jika

kemampuan profesional guru lebih ditingkatkan dan diberikan

247

wewenang untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan

tugasnya agar dapat menyesuaikan dengan kondisi dan situasi

pada jamannya.

D. Kepala Sekolah Sebagai Inovator Pendidikan

Kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang pemimpin

pendidikan di sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan maka

dituntut untuk memiliki kemampuan mempengaruhi membimbing,

menyuruh, memerintah, melarang, serta membina dengan maksud

agar bawahan sebagai media manajemen dalam hubungan ini guru-

guru mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi

secara efektif dan efisien. Berbagai hal yang dapat dilakukan

oleh seorang kepala sekolah untuk dapat tercapainya tujuan

pendidikan di sekolah diantaranya adalah melakukan

pembaharuan manajemen di sekolahnya atau melakukan

pembaharuan dalam bidang administrasi pendidikan. Danim

(2002) menjelas-kan dengan mengutip pendapatnya Coombs bahwa

pembaharuan dalam bidang pendidikan harus diawali dengan

revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Ini berarti

sekolah harus dikelola dengan administrasi yang inovatif.

248

Kepala sekolah atau pemimpin pendidikan yang ingin atau akan

sukses dituntut untuk mengadakan inovasi sehingga mampu

menampung dinamika perkembangan yang terjadi di luar sistem

pendidikan. Dengan demikian fungsi pemimpin dalam melakukan

pembaharuan atau inovasi adalah (a) fungsi tanggap terhadap

terhadap inovasi, (b ) fungsi mengharmoniskan atau mengkom-

plementasikan atau fungsi pembinaan, dan (c) fungsi

pengarahan (Muhadjir. 1983). Lebih lanjut Muhadjir juga

menjelaskan bahwa dalam hubungannya dengan fungsi pemimpin

dalam melakukan pembaharuan tersebut ada dua macam. Pemimpin

yang cepat-cepat tanggap terhadap inovasi, dan pemimpin tidak

tanggap terhadap inovasi. Pemimpin yang cepat-cepat tanggap

terhadap inovasi disebutnya dengan pemimpin adopsi inovasi.

Kepala sekolah sekolah sebagai pemimpin, hendaknya menjadi

pemimpin adopsi inovasi, lebih dari itu seorang kepala

sekolah dalam melakukan inovasi dituntut untuk berani

mengambil resiko, proaktif, dan kemitmen pada tugasnya. Tugas

lainnya yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai inovator

adalah membantu kelancaran jalannya arus inovasi dari

249

pemerintah, oleh para ahli, para kepala sekolah, atau guru

yang senior terhadap kliennya atau guru-guru unior yang

lainnya. Kelancacaran jalannya proses arus inovasi atau

komunikasi inovasi tersebut terjadi apabila inovasi yang

dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari kliennya atau sesuai

dengan masalah yang dihadapinya. Ibrahim (1988) dengan

mengutif pendapatnya Rogers menjelaskan bahwa untuk

berhasilnya seorang kepala sekolah melaksanakan pembaharuan

atau inovasi, maka kepala sekolah tersebut supaya berpedoman

pada beberapa faktor.

Pertama, kegigihan yang dilakukan oleh kepala sekolah

yang terlihat dari banyaknya bawahannya yang dihubungi untuk

berkomunikasi, banyaknya waktu yang digunakan, ketepatan

memilih waktu, banyaknya keaktifan yang dilakukan dalam

proses inovasi. Keberhasilan pembaharuan kepala sekolah akan

berhubungan positif dengan besarnya usaha mengadakan kontak

dengan bawahannya.

Kedua, orientasi pada bawahan. Posisi kepala sekolah

harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keberhasilan

250

pembaharuan dalam pendidikan di sekolahnya, di satu sisi ia

juga bekerja bersama dan untuk memenuhi kepentingan

bawahananya. Kepala sekolah harus mengambil kebijakan yang

berorientasi pada bawahan, menunjukkan keakraban dengan

bawahannya, memperhatikan kebutuhan bawahan, sehingga akan

memperoleh kepercayaan yang besar dari bawahan. Dengan

demikian keberhasilan kepala sekolah melaksanakan pembaharuan

berhubungan positif dengan orientasi pada bawahan dari pada

berhubungan dengan pmemerintah sebagai penentu kebijakan

inovasi.

Ketiga, Sesuai dengan kebutuhan bawahan. Banyak terbukti

usaha inovasi gagal karena tidak mendasarkan pada kebutuhan

bawahan, tetapi lebih mengutamakan pada target inovasi sesuai

dengan kehendak pemerintah sebagai pembuata kebijakan

inovasi. Sehingga keberhasilan kepala sekolah dalam

melaksanakan pembaharuan akan berhubungan dengan kesesuaian

program difusi dengan kebutuhan bahawan.

Keempat, emphati. Kepala sekolah apabila dapat bersikap

emphati dalam melaksanakan komunikasi dengan bawahannya akan

251

sangat mempengaruhi efektifitas komunikasinya. Komunikasi

yang efektif akan lebih memudahkan menerima suatu inovasi.

Kelima, homophily. Homophily adalah pasangan individu

yang berinteraksi dengan memiliki ciri-ciri atau

karakteristik yang sama misalnya dalam bahasa, kepercayaan,

adat istiadat. Biasanya agen pembaruan akan lebih suka

komunikasi dengan bawahan yang memiliki persamaan dengan dia.

Keenam, kontak kepala sekolah dengan bawahannya yang

berstatus lebih rendah. Sebenarnya bawahan yang lebih rendah

kemampuan ekonominya, bawahan yang lebih rendah

pendidikannya, harus lebih banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari kepala sekolah.

Ketujuh, para profesional. Pembantu para profesional

ialah orang yang bertugas membantu kepala sekolah agar

terjadi hubungan dengan bawahan yang bersetatus lebih rendah.

Pembantu para profesional dari segi pengetahuan tentang

pembaharuan dan teknik penyebaran inovasi kurang dari kepala

sekolah. Tetapi dia akan lebih dekat dengan bawahan sehingga

memungkinkan untuk kontak secara lebih banyak.

252

Kedelapan, kepercayaan bawahan terhadap kepala sekolah.

Pembantu agen pembaharu kurang memperoleh kepercayaan dari

bawahan, jika ditinjau dari kompetensi profesional karena

memang ia bukan profesional. Tetapi pembantu para kepala

sekolah memiliki kepercayaan dari bawahannya karena adanaya

hubungan yang lebih akrab sehingga tidak timbul kecurigaan.

Bawahan akan percaya kepada pembantu kepala sekolah karena

keyakinannya akan membawa kebaikan bagi dirinya yang disebut

kepecayaaan keselamatan.

Kesembilan, kemampuan bawahan untuk menilai inovasi.

Salah satu keunikan kepala sekolah dalam inovasi adalah

memiliki kemampuan teknik yang menyebabkan ia berwewenang

untuk bertindak sesuai dengan keahliannya. Namun untuk dapat

berhasil inovasi tersebut bawahan dituntut untuk memiliki

kemampuan teknik dan kemampuan dalam menilai potensi inovasi

yang dicapainya sendiri.

E. Rangkuman

Inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-

teknik, metode-metode, atau praktik yang diamati, disadari,

253

dirasakan, diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang baru

oleh seseorang atau kelompok sebagai hasil diskoferi dan

invensi. Dalam konteks sosial inovasi diberikan pengertian

sebagai perubahan sosial yang digunakan untuk mencapai

tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.

Perubahan sosial tersebut dalamnya mencakup dimensi proses

kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada pembaharuan, dan

memiliki nilai tambah.

Inovasi dalam suatu perubahan sosial akan mengalami tiga

tahapan, yaitu invensi, difusi, dan konsekwensi. Invensi

adalah suatu tahapan ketika ide-ide baru diciptakan dan

dikembangkan, difusi adalah suatu tahapan proses ketika ide-

ide baru dikomunikasikan pada sistem sosial, dan konsekwensi

adalah suatu tahapan ketika perubahan-perubahan yang terjadi

dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari penerimaan atau

penolakan ide-ide baru, dan secara totalitas dan perubahan

sosial tersebut merupakan hasil komunikasi. Demikian juga

dalam bidang pendidikan sebagai bagian dari suatu sistem

sosial inovasi pendidikan diberikan pengertian sebagai suatu

254

ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal

yang baru bagi seorang atau kelompok orang atau masyarakat

baik berupa hasil invensi atau diskoveri yang digunakan untuk

mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah

pendidikan. Beberapa komponen sistem pendidikan yang bisa

dilakukan inovasi adalah pembinaan personalia, banyaknya

personalia dan wilayah kerja, fasilitas pisik, penggunaan

waktu, prumusan tujuan, prosedur dalam mencapai tujuan,

peran yang diperlukan, wawasan dan perasaan, bentuk hubungan

antar bagian, hubungan sistem sistem yang lain, startegi

tahap-tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai

tujuan inovasi pendidikan.

Demikian barangkali sebagai gambaran tentang inovasi

pendidikan yang disertai dengan contoh-contohnya, yang dapat

menjadi pemicu para kepala sekolah untuk dapat melakukan

inovasi pendidikan di sekolahnya masing-masing sesuai dengan

permasalahan yang perlu diperbaiki sesuai dengan sistuasi dan

kondisi sekolahnya masing-masing.

I. Evaluasi

255

1. Jelaskan pengertian inovasi!.

2. Jelaskan faktor-faktor inovasi!.

3. Jelaskan pentingnya inovasi!.

4. Jelaskan bahwa sekolah sebagaiinovator pendidikan.

256

BAB. VIIIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI MOTIVATOR PENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya

Memahami pengertian motivasi Dapat menjelaskan pengertian

motivasi

Memahamai faktor-faktor dan

cara-cara memotivasi

Dapat menjelaskan faktor-

faktor dan cara-cara

memotivasi

Memahamai teori-teori

motivasi

Dapat menjelaskan teori-

teori motivasi

257

Memahami kepala sekolah

sebagai moti-vator

pendidikan.

Dapat menjelaskan kepala

sekolah sebagai motivator

pendidikan.

B. Pengertian Motivasi

Pengertian motivasi dalam beberapa buku sumber diberikan

pengertian secara berbeda dan beragam sesuai dengan cara

pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak

secara bahasa, maka istilah motivasi berasal dari bahasa

latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau

gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya

sebagai daya penggerak, pendorong seseorang untuk melakukan

aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan (Winardi.

2001). Motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan atau

aktifitas kepada sesorang atau diri sendidri untuk berbuat

sesuatu dalam rangka mencapai kepuasan atau tujuan

(Depdikbud. 1994). Motivasi kerja adalah sesuatu atau kondisi

yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau semangat

bergerak (Martoyo. 2000). Kondisi yang dimaksudkan tersebut

258

dapat berhubungan dengan ling-kungan kerja, demikian juga

yang dimaksud dengan lingkungan kerja di sini adalah

lingkungan sekolah. Sekolah sebagai suatu organisasai di

dalamnya terdapat sejumlah orang yang berpartisipasi dan

bekerjasama serta mempunyai peranan dan sangat penting untuk

dapat digerakkan atau diberikan motivasi dalam rangka

mencapai tujuan sekolah. Motivasi menjadi faktor penentu bagi

perilaku orang-orang yang bekerja atau dapat dikatakan

perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari

motivasi.

Untuk menambah wawasan dan khasanah yang lebih luas

tentang pengertian dari motivasi tersebut tampaknya perlu

juga dikutifkan beberapa pengertian motivasi di samping

pengertian motivasi yang telah disebutkan dalam uraian

sebelumnya, seperti Mangkunegara (2003) menjelaskan bahwa

motivasi adalah kondisi yang menggerakkan dari dalam diri

individu yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Mcdonald yang dikutif Hamalik (1992) menjelaskan motivasi

adalah suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang

259

ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai

tujuan. Kemudian Flippo (1984) yang memberikan pengertian

motivasi sebagai suatu keahlian dalam menggerakkan pegawai

dan organisasi agar mau bekerja, sehingga keinginan para

pegawai dan tujuan organisasi dapat tercapai. Gorton (1976)

menjelaskan bahwa motivasi adalah merupakan dorongan untuk

melakukan suatu pekerjaan, dan motivasi erat hubungannya

dengan kinerja atau performansi seseorang, motivasi kerja

yang tinggi akan menyebabkan seseorang melakukan pekerjaan

dengan lebih bersemangat, karena dalam melakukan pekerjaan

tersebut ia melaksanakannya dengan senang hati dan dengan

dorongan yang kuat untuk melakukannya.

Berdasarkan pada beberapa pengertian motivasi dalam

uraian-uraian sebelumnya, tampaknya ada unsur persamaamnya

yaitu bahwa motivasi tersebut merupakan dorongan dari dalam

diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan baik sehingga

tercapai tujuan suatu organisasi dengan maksimal juga.

Kemudian kalau pengertian motivasi tersebut dikaitkan dengan

tugas kepala sekolah sebagai seorang motivator dalam bidang

260

pendidikan di sekolah, ini berarti bahwa seorang kepala

sekolah tersebut harus mampu menciptakan kondisi atau

lingkungan sekolah agar semua orang yang berpartispasi atau

semua sumberdaya manusia terdorong dari dalam dirinya

sendiri, memiliki harapan maupun terangsang untuk dapat

melaksanakan tugasnya secara maksimal sehingga tujuan

organisasi atau sekolah juga dapat tercapai dengan baik..

C. Faktor-faktor dan Cara-cara Memotivasi

Ada banyak faktor yang mampu memotivasi para pekerja,

seperti situasi industrial kayawan yang bersangkutan dalam

hal bisa lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat,

kebutuhan, aspirasi, keinginan (Winardi. 2004). Faktor

lainnya yang digunakan untuk memotivasi kerja adalah uang,

karena uang dapat digunakan atau ditukar dengan barang-barang

atau jasa yang bernilai ekonomis, yang dapat memuaskan

kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan dasar. Kebutuhan

fisilogikal dan uang dalam pandangan orang banyak, maka uang

merupakan simbol hasil yang dicapai, sukses, prestasi, atau

kekuasaan sebagai sarana memenuhi kebutuhan sosial yang lebih

261

tinggi. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa keterbatasan

uang sebagai sebagai alat memotivasi orang dalam melaksanakan

pekerjaan dan menyatakan pentingnya kelompok kerja sebagai

kekuatan yang memotivasi (Winardi. 2004). Kemudian ada juga

pendapat yang menyatkan bahwa motivasi antara orang yang satu

dengan orang yang lainnya sangatlah berbeda, ada banyak

paktor yang mempengaruhinya, diantarnya adalah faktor

kewibawaan, ambisi, pendidikan dan umur (Tery.dan Leslie

W.Rue. 2001). Pendapat yang lainnya adalah bahwa motivasi

seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor individual dan

organisasi. Faktor individual tersebut mencakup kebutuhan-

kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan.

Kemudian faktor yang berasal dari organisasi tersebut

mencakup gaji, keamanan pekerjaan sesama kerja pekerja,

pengawasan, pujian, dan pekerjaan itu sendiri.

Berdasarkan pada uraian fator-faktor motivasi tersebut,

maka sebagai seorang kepala sekolah dalam rangka memotivasi

bawahnya atau semua sumberdaya manusia yang ada dalam

organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan faktor yang

262

bersifat individual maupun faktor organisasi sekolahnya.

Seorang kepala sekolah agar dapat berhasil memotivasi

bawahnyanya haruslah memperhatikan, mengenal, memahami,

menghargai dan mencoba untuk memenuhi dengan segala peluang

dan keterbatasanya berbagai kebutuhan-kebutuhan, tujuan-

tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan sumber-daya manusia

yang ada di sekolahnya sehingga semua sumberdaya manusia

tersebut terdorong, terangsang, dan memepunyai harapan-

harapan dalam melaksanakan tugasnya dan bertugas dengan baik

dan maksimal. Di sisi lain seorang kepala sekolah harus mampu

mengelola semua material dan fasilitas yang ada di sekolah

apakah menyangkut persoalan keuangan seperti gaji dan

kesejahteraan yang lainnya, keamanan dan kenyamanan dalam

melaksanakan pekerjaan, kekompakan dan kerja sama sesama

pekerja, melakukan pengawasan, memberikan pujian dan

penghargaan kepada bawahan, dan menumbuhkan kondisi agar para

bawahannya menjadi mencintai pekerjaan itu sendiri.

263

D. Teori-teori Motivasi

Dalam sumber kepustakaan disebutkan ada beberapa teori

tentang motivasi, dintaranya adalah: (1) teori motivasi

berdasarkan harapan, (2) teori motivasi berdasarkan

kebutuhan, (3) teori motivasi berdasarkan keadilan, dan (4)

teori motivasi berdasarkan kepuasan.

1. Teori Motivasi Berdasarkan Harapan

Teori motivasi berdasarkan harapan beranggapan bahwa

yang menjadi pendorong utama seseorang untuk dapat lebih giat

bekerja karena adanya harapan yang disertai dengan penuh

keyakinan, bahwa apa yang diusahakan atau dikerjakan akan

berhasil. Ada beberapa variasi model teori, formulasi-

formulasi teori yang lebih baru yang menyebut ada tiga konsep

esensial yang menentukan, tinggi rendahnya motivasi harapan

(expectancy) disingkat E, Valensi (valence) disingkat V, dan

peralatan (instrumental) disingkat dengan I (Hoy dan Miskel,

1987).

264

Harapan merupakan keyakinan bahwa apa yang diusahakan

oleh seseorang akan mengarah pada keberhasilan dalam mencapai

tujuan. Harapan merupakan keyakinan subyektif seseorang dalam

serangkaian kegiatan tertentu akan didapat suatu hasil atau

tujuan positif yang tinggi. Misalnya seorang guru merasa

yakin dengan usaha-usahanya sendiri dapat memperbaiki atau

meningkatkan kecapakan hidup pada masyarakat yang kurang

mampu, maka orang itu mempunyai tingkat harapan tinggi. Jadi

tingkat harapan yang tinggi akan menyebabkan adanya motivasi

yang tinggi. Valensi merupakan suatu tingkat kemenarikan

atau keinginan seorang individu dikaitkan dengan suatu

penghargaan. Sebab seseorang diberikan tugas melaksanakan

perkejaan, maka untuk itu mereka diberi insentif, seperti,

gaji, prestasi, kondisi kerja yang baik, kesempatan untuk

maju dan sebagainya. Valenci ditentukan apabila mereka

mengindikasikan apa yang mereka inginkan dari suatu

pekerjaan. Valensi dikatakan tinggi bila terdapat ketertiban

di dalam meningkatkan suatu usaha. Selanjutnya peralatan

265

merupakan korelasi yang diperoleh antara melakukan suatu

pekerjaan dengan menerima penghargaan.

Teori motivasi yang berdasarkan harapan dari Vroom ini

dikembangkan oleh Porter dan Luwler, kemudian Nadler

(Handoko, 2003., Atkinson (1964). Berdasarkan teori motivasi

yang sudah ada, Atkinson mengembangkan teori Vroom dengan

mengajukan teori motivasi berdasarkan harapan. Teori tersebut

mempunyai generalisasi secara umum tingkah laku yang

ditentukan oleh suatu relasi multiplikatif bukan aditif

diantara harapan-harapan, peralatan-perlatan, dan valensi-

valensi seseorang. Hoy dan Miskel (1987) menyatakan perbedaan

konseptual yang mendasar dari teori Vroom dan Atkinson adalah

bahwa Atkinson hanya memfokuskan pada satu jenis motivasi

intrinsik, yaitu prestasi, sedangkan Vroom memfokuskan pada

motivasi ektrinsik memandang kekuatan motivation dalam tiga

variabel pada persamaan berikut: M = f (M x E x I ),

Motivation = f (motive x expectancy x Incentive).

Ada beberapa istilah yang merujuk pada persamaan arti:

(a) motive merujuk disposisi secara umum tentang individu yang

266

berusaha untuk memuaskan kebutuhan. Hal ini menunjukan betapa

pentingnya kebutuhan untuk dipenuhi, (b) expectancy kebutuhan

subjektif tentang kemungkinan pemberian tindakan yang

berhasil dalam memuaskan kebutuhan, dan (c) incentive adalah

perhitungan subyektif tentang ganjaran yang diharapkan untuk

mencapai suatu tujuan.

Menurut Atkinson terdapat tiga faktor motivasi yaitu

motif, harapan dan insentif. Model Atkinson ini telah dites

dalam sejumlah situasi experimental. Model ini telah

diaplikasikan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan prestasi.

Istilah-istilah persamaan diekspresi secara positif dan

negatif. Motivasi untuk mencapai keberhasilan dan motivasi

mengindari kegagalan (Hoy dan Miskel, 1987).

a. Motif

Para ahli psikologi berpendapat bahwa dalam diri

individu ada sesuatu yang menentukan prilaku, bekerja dengan

cara tertentu untuk mempengaruhi prilaku tersebut. Ada yang

menyebut penentu prilaku tersebut dengan istilah kebutuhan

atau need, ada yang menyebutnya dengan istilah motif, ada

267

pula yang menggunakan kedua istilah tersebut secara

bergantian, misalnya Miskel at. al (1967) dan Mc Clelland

(1987) menggunakan istilah motif dan motivasi dalam arti yang

sama, dan motif didapat dari hasil belajar. Selanjutnya ia

mengatakan bahwa semua motif tentu didasari emosi akan tetapi

motif itu sendiri tidak sama dengan emosi, dan bahwa motif

merupakan dorongan untuk berubah dalam kondisi yang efektif.

motif tidak dapat dilihat begitu saja dari prilaku, karena

motif tidak selalu seperti yang tampak, kadang-kadang malahan

berlawanan dengan yang tampak. Berdasarkan hal tersebut ia

berpendapat bahwa untuk menemukan motif yang mendasari suatu

perbuatan, cara yang terbaik ialah dengan menganalisis motif

yang ada di dalam fantasi seseorang.

Atkinson (1983) menganggap motif sebagai suatu disposisi

laten yang berusaha dengan kuat untuk menuju ke tujuan

tertentu, tujuan itu dapat berupa prestasi, afiliasi,

ataupun kekuasaaan. Motivasi adalah keadaaan individu yang

terangsang yang terjadi jika suatu motif yang telah

dihubungkan dengan suatu penghargaan yang sesuai misalnya

268

saja, jika sesuatu perbuatan akan dapat mencapai tujuan motif

yang bersangkutan.

Heckhousen (Martiniah. 1984) menyatakan apa yang disebut

oleh Atkinson sebagai motif, disebutnya sebagai motivasi

potensial, sedangkan yang disebut oleh Atkinson motivasi,

dinamakannya dengan motivasi aktual. Lebih lanjut Heckhousen

menjelaskan bahwa motivasi potensial adalah suatu keadaan

normal yang menentukan bagaimana suatu katagori situasi

hidup tertentu supaya dapat memberikan pemuasan. Motivasi

aktual terdiri dari penghargaan yang menghubungkan keadaan

sekarang dengan keadaan yang akan datang. Heckhousen dalam

tulisannya mengatakan bahwa motif merupakan kondisi yang

mengandung suatu katagori kejadian tertentu, yang isinya

homogen yang terjadinya atau adanya dapat mempengaruhi secara

positif atau negatif nilai-nilai atau kepercayaan seseorang.

Jadi ia mengganggap motif sebagai disposisi nilai seseorang

yang kalau dibentuk secara relatif dapat bertahan, meskipun

masih ada kemungkinan untuk dimodifikasi. Adapun proses

269

motivasi adalah interaksi antara motif dengan aspek situasi

yang diamati relevan dengan motif yang bersangkutan.

Motif merupakan dorongan yang datang dari dalam diri

seorang untuk melakukan sesuatu atau setidak-tidaknya

menyebabkan tingkah laku tertentu, motif-motif yang

menggerakan tersebut menggambarkan tingkat untuk memenuhi

suatu kepentingan. Dorongan untuk melakukan tindakan atau

tingkah laku tersebut dapat datang dari luar atau dapat

merupakan hasil dari proses pemikiran dari dalam diri

seseorang. Sedangkan Thoha (2003) mengartikan motif lebih

sederhana yaitu suatu rangkaian yang dapat menyebabkan

individu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dan untuk

mencapai tujuan tertentu.

b. Harapan

Harapan merupakan kemungkinan dan keyakinan perbuatan

akan mencapai tujuan. Hoy dan Miskel (1987) mengemukakan

bahwa setiap prilaku individu itu dipenuhi oleh dua sumber

yang besar yaitu sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan

270

peranannya antara lain tuntunan formal dari pihak pekerjaan

yang dirinci dalam tugas yang seharunya dilakukan. Serta

tuntunan informal yang dituntut oleh sekelompok-sekelompok

individu dalam lingkungan kerjanya. Jadi ada harapan secara

formal dan informal yang kedua-duanya menuntut perlakuan

tertenu dari individu. Sebagai akibat dari tututan ini,

individu berusaha untuk menyusun suatu struktur dalam situasi

sosial yang dihadapai dan untuk mendefinisikan perannya dalam

struktur tersebut.

c. Insentif

Insentif merupakan keadaan yang membangkitkan kekuatan

dinamis manusia, atau persiapan dari pada keadaan-keadaan

yang menghantarkan harapan yakni, dapat mempengaruhi atau

merubah sikap prilaku seseorang (Mathis & Jacson. 2002).

Dengan demikian insentif merupakan suatu perangsang atau daya

tarik yang sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan

untuk membangun, memelihara, dan memperkuat harapan-harapan

tenaga kerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang

lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi. Namun demikian

271

insentif tidaklah sama persis dengan ganjaran. Ganjaran

menunjukan bahwa sesuatu yang diinginkan dilakukan (Steer &

Porter. 1961). Insentif dapat bersifat positif dalam arti

tenaga kerja mau berbuat sesuatu untuk membantu melancarkan

atau mengembangkan bentuk dan tingkah laku, sedangkan

insentif negatif adalah perasaan yang timbul karena tidak

sesuai dengan harapan dan dapat menghalang-halangi atau

sejenisnya.

Jadi teori Atkinson tetang motif, harapan, dan insentif

berguna untuk memberi daya motivasi bagi setiap tenaga kerja

yang bekerja, sebab setiap orang yang berkerja pastilah

mempunyai motivasi tertentu, harapan tertentu, dan kebutuhan

insentif tertentu. Model teori harapan menurut Mitchell (Hoy

dan Miskel. 1987) dikembangkan dalam psikologi pada tiga

puluh penelitian model harapan prediktif bagi performansi

pekerja serta usaha kerja. Konsekuensinya adanya dukungan ini

sangat bersar bagi validitas model tersebut. Namun dalam

model ini, masih sedikit diselenggarakan riset dalam bidang

pendidikan. Mitchell dan Golstein (1987) menyatakan bahwa

272

penelitian terhadap teori harapan pada latar pendidiklan

dewasa ini telah banyak dilakukan oleh para ahli pendidikan

formal diantaranya : (a) Mowday yang menemukan bahwa kepala

sekolah dengan harapan tinggi lebih aktif dalam usaha

mempengaruhi keputusan distrik dari pada mereka yang motivasi

harapannya rendah, (b) Herrick dalam studinya memuji hubungan

antara struktur organisasi dan motivasi pegawai, menemukan

korelasi negatif yang kuat antara kekuatan motivational

harapan dengan sentralisasi dan stratifikasi. Selanjutnya

organisasi yang sentraslisasi dan stratifikasi penstafannya

tinggi terhadap pegawai mempunyai kekuatan motivasi yang

rendah, (c) Miskel, Delirain dan Vicox dalam studinya

terhadap pegawai kekuatan motivasi pada kepuasan kerja dengan

penerimaan performansi kerja, kekuatan motivasi secara

signifikan berkaitan dengan kinerja dalam penerimaan unjuk

kerja diantara dua kelompok, (d) Miskel, Mc Donald dan Bloom

menemukan bahwa motivasi harapan para pegawai secara

konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja pegawai, sikap

pegawai terhadap organisasi, dan pemahaman terhadap

273

keefektifan organisasi, dan (e) Graham menggunakan teori

harapan dengan sampel mahasiswa, menemukan dukungan yang

tinggi untuk kemampuan dari teori harapan guna memperediksi

kepuasan, partisipasi dalam kegiatan dan prestasi mahasiswa.

Beberapa penulis telah meriviu laporan riset berdasarkan

teori motivasi, harapan dan menyimpulkan hasil yang sama,

yaitu bahwa kekuatan motivasi model harapan telah menunjukan

korelasi positif dengan kepuasan kerja, usaha dan unjuk kerja

sebagai latar, termasuk latar pendidikan. Dengan kata lain

motivasi harapan merupakan faktor penting dalam usaha dan

unjuk kerja dan merupakan faktor kontributor yang penting

dalam lingkungan. Selanjutnya, Steer dan Porter (1991)

menjamin bahwa teori harapan memberi frame work yang

komperhenship berkaitan dengan prilaku karyawan. Miner (Hoy &

Miskel, 1987) menyatakan bahwa manakala semua prilaku

termotifasi tidak dapat dijelaskan pada semua kerja

organisasi, teori harapan cukup menjelaskan usaha kerja untuk

diikuti lebih lanjut. Ringkasnya teori harapan telah

melahirkan sejumlah penelitian secara luas. Secara umum

274

hasilnya memberikan sokongan. Bahkan melalui pertanyaan dan

kritikan di sekitar pendekatannya diyakini bahwa dengan

desain studi yang hati-hati teori harapan dapat memberikan

kontribusi yang bermanfaat pada bidang administrasi

pendidikan.

Davis dan Newston (1989) memaparkan bahwa diantara

model-model teori motivasi yang ada semuanya mempunyai

kekuatan dan kelemahan serta mempunyai pendukung dan

penentang. Tidak ada suatu model yang sempurna namun semuanya

memperkaya pemahaman tentang proses motivasi. Walaupun

demikian Hoy dan Miskel (1987) memberikan komentar umum

sebagai berikut: model predisposisi yang dikembangkan oleh

Argyrs dan teori Hirarkhi Kebutuhan yang dikemukakan oleh

Abraham Maslow dan para pengembang selanjutnya merupakan dua

pendekatan yang lazim terhadap studi motivasi. Sedangkan

teori dua faktor yang dikembangkan oleh Herzberg merupakan

teori secara khusus dikembangkan untuk menjelaskan motivasi

kerja, dan teori harapan yang diformulasikan secara terpisah

oleh Atkinson dan Vroom berkembang secara cepat sebagai

275

teori yang paling luas diterima dan didukung untuk pekerjaan

dan motivasi.

2. Teori Motivasi Berdasarkan Kebutuhan

Teori ini berdasarkan pada adanya kebutuhan yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Teori kebutuhan

ini dikemukaan oleh Abraham Maslow (Supardi dan Anwar, 2002)

yang berdasarkan teori dalam dua hal pokok yaitu: (1) setiap

orang dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan suatu

kebutuhan. (2) kebutuhan itu tersusun secara hierarkhis.

Maslow (Owen, 1991) menyebutkan bahwa lima kebutuhan manusia

yang tersusun secara hierarkhis yaitu: kebutuhan fisiologis,

kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap

penghargaan, dan kebutuhan terhadap aktualisasi diri.

Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan seperti rasa lapar,

haus, sex, perumahan, tidur dan sebagainya. Kebutuhan rasa

aman yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari

bahaya, ancaman dan perampasan, ataupun pemecatan dari

pekerjaan (Owens, 1991). Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan

akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalani hubungan dengan

276

orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta dirterima

dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan dan

kasih sayang (Winardi, 2004). Kebutuhan penghar-gaan yaitu

kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan diri,

reputasi dan prestasi (Robbins, 1998). Kebutuhan aktualisasi

diri mempergunakan potensi diri, pengembangan diri semaksimal

mungkin, kreatifitas, ekspresi diri, dan melakukan apa yang

paling cocok, serta menyelesaikan (Kartono. 2003). Dengan

adanya pengakuan dari masyarakat sese-orang akan dapat

merasakan kepuasan dalam hidupnya.

Proses kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan di atas

saling tergantung dan saling menopang. Kebutuhan yang paling

rendah tidak hilang jika kebutuhan di atas terpenuhi begitu

selanjutnya senantiasa saling keterkaitan.

Suatu kebutuhan mencapai puncaknya maka kebutuhan

tersebut berhenti menjadi motivasi utama. Kemudian kebutuhan

selanjutnya mulai mendominasi, walaupun kebu-tuhan telah

terpuaskan, kebutuhan lain masih mempengaruhi perilaku, namun

intensitasnya lebih kecil karena kebutuhan seseorang saling

277

tergantung satu dengan yang lain. Alderfer (Thoha. 2003)

mengklasifikasikan kebutuhan dasar manusia menjadi tiga hal

penting yaitu : (1) kebutuhan eksistensi diri (existence needs)

yang disingkat E. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan

fisiologis, rasa aman, (2) kebutuhan keterikatan (relationess

needs) yang disingkat dengan R. Kebutuhan ini berhubungan

dengan rasa kebermaknaan dan kepuasan hubungan sosial. (3)

kebutuhan pertumbuhan (growth needs ) yang disingkat dengan G.

Kebutuhan ini mewakili tingkat kebutuhan yang tinggi yaitu

penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini lebih dikenal

dengan teori ERG. Pada prinsipnya teori ini mirip dengan

teori hierarkhi kebutuhan Maslow. Kebutuhan eksistensi diri

sama dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman dari Maslow.

Kebutuhan keterikatan sama dengan kebutuhan kasih yang atau

afiliasi. Kebutuhan pertumbuhan merupakan kebutuhan akan

harga diri dan aktualisasi diri.

Teori motivasi lain yang berkenaan dengan kebutuhan

adalah teori berpretasi dari Mc Clelland (Supardi dan Anwar,

2002). Berdasarkan teori ini kebutuhan dasar manusia itu

278

diklasifikasi menjadi tiga yaitu: (1) kebutuhan berprestasi,

merupakan kebutuhan yang mendorong manusia untuk berbuat yang

lebih baik dari pada orang lain, (2) kebutuhan afiliasi

merupkan kebutuhan untuk bergabung dengan orang lain, dan (3)

kebutuhan akan kekuasaan merupakan kebutuhan untuk menguasai

dan mempengaruhi orang lain.

3. Teori Motivasi Berdasarkan Keadilan

Teori motivasi berdasarkan keadilan dikemukakan oleh

Porter dan Lawler ( Handoko, 2003) yang mendasarkan pada

anggapan bahwa seseorang bersedia melakukan sesuatu kalau

diperlakukan secara adil. Orang yang membandingkan antara

masukan-masukan yang diberikan kepada pekerjaanya dalam

bentuk pendidikan, pengalaman, pelatihan dan usahanya dengan

kompensasi atau penghargaan yang mereka terima. Orang juga

membandingkan imbalan yang diperoleh orang lain dengan yang

diperoleh untuk dirinya sendiri dalam pekerjaan yang sama.

Dengan demikian suatu kewajaran kalau sering terjadi suatu

tindakan unjuk rasa yang dilakukan oleh karyawan, yang

disebabkan karena tidak terpenuhinya rasa keadilan ini.

279

Menurut Handoko (2003) bahwa teori motivasi

berdasarkan keadilan ini didasarkan pada empat tahap proses

pembentukan persepsi keadilan, yaitu: (1) penilaian tehadap

diri sendiri (evaluation of self), (2) penilaian terhadap orang

lain (evaluation of others), (3) perbandingan diri sendiri dengan

orang lain (comparison of self with others), dan (4) merasakan

keadilan dan ketidak adilan (feeling of equaty on in equity). Proses

pembentukan persepsi keadilan tersebut dapat di uraikan

sebagai berikut: (1) individu menilai dirinya sendiri

bagaimana diperlakukan oleh pemimpin, (2) disamping menilai

dirinya sendiri, seseorang juga mengembangkan suatu

penilaian, sebagai orang lain diperlakukan oleh pimpinan.

Perbandingan dengan orang lain ini bisa saja dalam organisasi

yang sama ataupun dengan orang lain yang ada pada bagian yang

lain dari organisasi tersebut, (3) setelah menilai perlakukan

pimpinan terhadap dirinya sendiri dan perlakuannya terhadap

orang lain seseorang akan membandingkan keduanya. Artinya

seorang akan melihat lingkungannya sendiri dengan

menghubungkan dengan situasi dengan orang lain, (4) Sebagai

280

akibat dari perbandingan itu seseorang akan merasakan

keadilan atau ketidakadilan. Keyakinan tehadap rasa keadilan

itu ataupun rasa ketidakadilan itu dalam memberi penghargaan

terhadap seseorang, akan mempengaruhi perilaku yang dilakukan

dalam suatu organisasi. Sudah barang tentu hal ini akan

mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.

4. Teori Motivasi Berdasarkan Kepuasan

Teori motivasi berdasarkan kepuasan ini dikemukakan oleh

Herzberg (Supardi dan Anwar, 2002) yang disebut dengan the

motivation higiene theory atau disebut dengan teori dua faktor.

Berdasarkan teori ini, motivasi akan timbul apabila seseorang

mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya. Bukanlah yang

menyebabkan seseorang termotivasi untuk bekerja, akan tetapi

karena kebutuhannya terpenuhi, akan memperoleh kepuasan dalam

bekerja. Kepuasan ini yang mendorong seseorang untuk berkerja

lebih bergairah dan bersemangat dalam mencapai tujuan.

Kepuasan kerja merupakan refleksi dari motivasi dan

produktifitas kerja, sedangan ketidakpuasan merupakan

sebaliknya, tidak terdapat motivasi dan produktifitas kerja

281

(Winardi, 2004). Teori ini terkenal dengan teori dua faktor

karena ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu

motivation factor dan Hygiene factor (Supardi dan Anwar, 2002).

Motivation factor adalah faktor yang dapat menyebabkan kepuasan

(satisfaction). Faktor pendorong merupakan faktor penyebab

kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan keseluruhan sikap

positif seseorang pekerjanya (Supardi dan Anwar, 2002). Ada

lima faktor penyebab kepuasan kerja seseorang yaitu prestasi,

pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan

kenaikan pangkat. Sedangkan faktor penyehat terdiri dari:

gaji, peluang untuk berkembang, hubungan dengan bawahan,

hubungan dengan teman pekerja, teknik supervisi, kebijakan

dan administrasi, kondisi kerja, kehidupan pribadi dan

kemanan kerja (Herzberg dalam Thoha, 2004).

Faktor pendorong, merupakan faktor yang beroperasi untuk

meningkatkan kepuasan kerja, sedangkan faktor penyehat

merupakan faktor yang bekerja untuk menimbulkan ketidakpuasan

kerja (Herzberg dalam Winardi, 2004). Adanya pengurangan dari

faktor pendorong (motivatin factor) tidak mengakibatkan

282

munculmnya ketidakpuasan kerja dan dilain pihak adanya

peningkatan faktor ketidakpuasan dan cenderung untuk

mengurangi ketidakpuasan kerja. Walaupun ada penambahan dalam

faktor-faktor ini, ternyata tidak mendorong kepuasan kerja

para karyawan.

Harapan adalah suatu ksesempatan yang diberikan terjadi

karena prilaku mempunyai nilai yang berkisar dari nol yang

menunjukan tidak ada kemungkinan bahwa sesuatu hasil akan

mucul sesudah perilaku atau tindakan tertentu, sampai angka

positif. Menunjukan kepastian bahwa hasil tertentu akan

mengikuti suatu tindakan perilaku. Harapan dinyatakan dalam

probabilitas persatuan (instrumentality) adalah persepsi dari

individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan

hasil kedua. Motivasi nilai besarnya akan mengarah pada semua

kekuatan paling besar adalah tindakan yang paling mungkin

dilakukan. Kemampuan adalah menunjukan potensi seseorang

untuk melaksanakan pekerjaan seseorang, yang berhubugan erat

dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk

melaksanakan pekerjaan. Teori harapan menjelaskan proses di

283

mana orang menentukan pilihan motivasinya atas dasar imbalan

yang bakal diterima, hubungan antara kinerja dan imbalan

serta harapan untuk mencapai hasil.

Berdasarkan urain di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

faktor yang mendorong seseorang guru untuk melakukan tugas

dengan baik, dapat berupa jaminan fisik, jaminan ekonomi,

pengakuan, status, prestasi, dan pengalaman-pengalaman baru.

Dengan demikian timbul kepuasan kerja yang membawa dampak

positif kearah tercapainya tujuan bersama yaitu tujuan

sekolah. Motivasi kepemimpinan mengarahkan pada hal-hal yang

dilakukan oleh kepala sekolah dalam mempengaruhi bawahan

kearah tercapainya tujuan sekolah. Dalam mempengaruhi

kegiatan ini tidak cukup hanya mengandalkan wibawa yang

mereka miliki, memotivasi kerja guru untuk memeriksa seluruh

daya pergerakan atau pendorong yang menimbulkan adanya

keinginan untuk menaklukan kegiatan atau aktifitas dalam

menjalankan tugas sebagai tenaga teknis yang dilakukan secara

prima dan sistematis dan berulang-ulang, kontinyu, dan

progesif untuk mencapai tujuan. Tenaga pendorong atau daya

284

penggerak seperti yang diungkapkan pada teori-teori di atas

yaitu: (1) motif merupakan dorongan dari dalam diri seseorang

untuk mencapai tujuan tertentu, (2) harapan merupakan

keyakinan perbuatan akan mencapai tujuan baik secara formal

maupun secara non formal, (3) insentif merupakan keadaan yang

membangkitkan kekuatan dinamis manusia.

Mengkaji berbagai teori motivasi sebagaimana yang

dikemukakan para ahli tersebut di atas dalam kontek sekolah

adalah tugas kepala sekolah untuk berusaha agar para guru

mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjalankan tugas yang

diberikan kepada mereka. Pada hakekatnya tingkah laku manusia

merupakan tingkah laku yang sadar tujuan, artinya tingkah

laku yang di dorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan yang

berguna untuk kehidupannya. Oleh karena itu peranan motivasi

dalam manajemen sangat penting. Motivasi adalah kemampuan

untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan,

keinginan, dan dorongan (Hersey & Balnchard, 1978). Motivasi

seseorang ditentukan oleh motifnya. Permaslahannya yang

285

paling penting bagi kepala sekolah adalah bagaimana dapat

menumbuhkan motivasi para guru disekolahnya.

E. Rangkuman

Pengertian motivasi dalam beberapa buku sumber diberikan

pengertian secara berbeda dan beragam sesuai dengan cara

pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak

secara bahasa, maka istilah motivasi berasal dari bahasa

latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau

gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya

sebagai daya penggerak, pendorong seseorang untuk melakukan

aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Ada banyak

faktor yang mampu memotivasi para pekerja, seperti situasi

industrial kayawan yang bersangkutan dalam hal bisa

lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat, kebutuhan,

aspirasi, keinginan. Faktor lainnya yang digunakan untuk

memotivasi kerja adalah uang, karena uang dapat digunakan

atau ditukar dengan barang-barang atau jasa yang bernilai

ekonomis, yang dapat memuaskan kebutuhan fisiologikal dan

kebutuhan dasar. Kepala sekolah dalam rangka memotivasi

286

bawahnya atau semua sumberdaya manusia yang ada dalam

organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan faktor yang

bersifat individual maupun faktor organisasi sekolahnya agar

dapat berhasil memotivasi bawahnyanya. Di sisi lain seorang

kepala sekolah harus mampu mengelola semua material dan

fasilitas yang ada di sekolah apakah menyangkut persoalan

keuangan seperti gaji dan kesejahteraan yang lainnya,

keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan,

kekompakan dan kerja sama sesama pekerja, melakukan

pengawasan, memberikan pujian dan penghargaan kepada bawahan,

dan menumbuhkan kondisi agar para bawahannya menjadi

mencintai pekerjaan itu sendiri.

F. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian motivasi !

2. Jelaskan faktor-faktor dan cara-cara memotivasi !

3. Jelaskan teori-teori motivasi !

4. Jelaskan kepala sekolah sebagai motivator pendidikan !

287

DAFTAR PUSTAKA

Ametembun, N. A. (1975). Supervisi pendidikan penuntun bagi paraPembina kepala seko-lah dan guru-guru. Bandung: Karya Remaja.

Ardika, Pt. (2006). Hubungan pemberian motivasi dan lingkungan kerjaterhadap kinerja guru IPS ekonomi SMP Negeri di Kabupaten Jemberana.Tesis Program Pasca-sarjana pada IKIP Negeri Singarajatidak dipublikasikan.

Ariasna, K. G. (1998). Kepemimpinan hindu. Surabaya: Paramita.

288

Atkinson, J.W. (1964). An introduction to motivation. New York: VanNostrand.

Bafadal, I. (1992). Supervisi pengajaran. Teori dan aplikasinya dalammembina profe-sional guru. Jakarta: Bumi Aksara.

Bateman, T. S. dan S.A. Snell. (2009). Manajemen kepemimpinandan kolaborasi dalam dunia kompetitip. Jakarta: Salemba Empat.

Boardman, dkk (1961). Democratic supervision in secondary schools.Cambridge: Rever-side Press.

McClelland, David and William R.King (1992). Managemen : Asystem approach. New York : Mc Graw Hill Book Company.

Cogan, M. L. (1973). Clinical supervision. Boston: HoughtonMifflin, Co.

Danim, S. (2002). Inovasi pendidikan, dalam upaya peningkatkanprofesionalisme tenaga kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Danim, S. (2005). Menjadi komunitas pembelajar, kepemimpinan transformasional dalam komunitas organisasi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Danim, S. (2006). Visi baru manajemen sekolah. Jakarta: BumiAksara

Dewantara, K. H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis LuhurPersatuan Taman Siswa.

Depdikbud. (1976). Kurikulum SD tahun 1975. GBPP. Buku IIID. Pedomanadministrasi dan supervisi. Jakarta: PN Bali Pustaka.

Depdikbud. (1986). Kurikulum pedoman pembinaan guru. JakartaBalitbangdikbud.

289

Depdikbud. (1993). Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: DirjenPendidikan Dasar dan Menengah Direktorat PendidikanMenengah Umum.

Djamarah, S. B. dan Aswan Z. (2002). Strategi belajar mengajar.Jakarta: Rineka Cipta.

Drucker, Feter. F. (1994). Inovasi dan kewiraswastaan, praktek dandasar-dasar. Jakarta: Erlangga.

Ellitan L., Lina Anatan. (2009). Manajemen inovasi, transformasimenuju organisasi kelas dunia. Bandung: Alfabeta.

Flippo, EB. (1986). Personnel mangement. New York: McGraw-Hill.

Glickman, Carl D. (1990). Supervision of instruction: a developmentatapproach. Needham Heights: Allyn and Bacon.

Glickman, Carl D. (1980). Developmental supervision. Alternativepractice for helping teachers improve instruction. Virginia,Alexandria: ASCD.

Handoko, H. T. (2003). Manajemen. Yogyakarta:BPFE

Hariwung, A. J. (1989). Supervisi pendidikan. Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebu-dyaan Direktorat Jendral PendidikanTinggi.

Hersey, P. dan Ken Blanchard. (1986). Manajemen perilakuorganisasi. Jakarta: Erlangga.

Hoy, W.K. and Miskel, C.G. (1987), Educational administration: Asystem approach to managing. London: Addisonwesely PublishingCompany.

290

Ibrahim. (1988). Inovasi pendidkan. Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral PendidikanTinggi Proyek Pengembangan Lembaga Tenaga Kependidikan.

Kartono, K. (2003). Pemimpin dan kepemimpinan. Jakarta: PT. RajaGrafindo.

Komariah, A. Cepi Triatna. (2006). Visionary leadreship menujusekolah efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Koontz, H., C.O. Donnell., H. Weihrich. ( 1984). Management.McGraw-Hill.

Krajewski, R.J. (1982). Clinical supervison: a conceptual frame work.Journal of research and development in education.Volume 15. Number 2.

Mahendra, O. (2001). Ajaran hindu tentang kepemimpinan konsep negara dan wiweka. Jakarta: Swadaya.

Marks, dkk. (1980). Handbook of educational supervision. Boston: Allyn and Bacon Inc.

Mathis, R. L., J.H. Jackson. (2002). Manajemen sumberdaya manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Makmun, A.S. (1996). Pengembangan profesi dan kinerja tenaga kependidikan. Bandung: Program Pascasarjana IKIP bandung.

Muhadjir, N. (1983). Kepemimpinan adopsi inovasi untuk pembangunan masyarakat. Yogyakarta: Rake Press.

Mulyasa, E. (2002). Manajemen berbasis sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nawawi, H. (1991). Administrasi pendidikan. Jakarta: CV. HajiMasagung

291

Ndraha, T. (2003). Budaya organisasi. Jakarta: Rineka Cipta

Neagley, R. L. dan Evans N Dean. (1980). Handbook for effectivesupervision. Englewood Cliffs. Nj: Printice Hall.

Pidarta, M. (1986). Pemikiran tentang supervisi pendidikan. Jakarta:Sarana Press.

Pidarta, M. (2004). Pmanajemen pendidikan Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta.

Purwanto, N. (1990). Psikologi pendidikan. Bandung: Tarsito.

Raihani. (2010). Kepemimpinan sekolah transformatif. Yogyakarta: LkiS

Rivai, V. (2004). Kepemimpinan perilaku organisasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Robbins, S. (1996). Perilaku organisasi, konsep kontroversi aplikasi.Jakarta: Prenhallindo.

Sahertian, P. A. (2000). Konsep dasar dan teknik supervisi pendidikandalam rangka pe-ngembangan sumberdaya manusia. Jakarta: PTRineka Cipta.

Sahertian, P. A. dan F. Mataheru (1982). Prinsip dan teknik supervisipendidikan. Sura-baya: Nasional.

Sanusi, A. (1990). Profesionalisme dalam pengelolaan pendidikannasional. Makalah di-sampaikan dalam Semlok PendidikanNasional. Jakarta: IKIP Jakarta.

Sanusi, A. dkk (1990). Studi pengembangan model pendidikanprofesional tenaga pend-idikan. Bandung: PPS IKIP Bandung.

Sergiovanni, T. J. (1991). The principalship: a refelective practiceperspective. Needham Height: Alliyn and Bacon.

292

Siagian, PS. (2004). Teori motivasi dan aplikasi. Jakarta : PT.Rineka Cipta

Stoner, J. A.F dkk. (2000). Manajemen. Jakarta: PTPrenhallindo

Soetjipto dan Raflis K. (1999). Profesi keguruan. Jakarta:Rineka Cipta.

Soepardi. (1988). Dasar-dasar administrasi pendidikan. Jakarta:P2LPTK.

Suryosubroto. B. (2004). Manajemen pendidikan di sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.

Sutisna, O. (1993). Administrasi pendidikan : dasar teoritis dan peraktek profesional. Bandung: Angkasa.

Supriyadi, G. Suradji, D. S. (2001). Kepemimpinan dalam keragaman budaya. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Terry, G. R. (2001). Dasar-dasar manajemen. Jakarta: BumiAksara.

Thoha. (1995). Kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta: Rajawali.

Tilaar, H.A.R. (1997). Pengembangan sumberdaya manusia dalam eraglobalisasi, visi, misi, dan program aksi pendidikan dan pelatihan menuju2020. Jakarta: Grasindo.

Usman, H. (2006). Manajemen, teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi Akasara.

Wahjosumidjo. (1999). Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: PTRajaGrafindo.

293

Waldo, D. (1955). The study of publik administration, New: Doubleday &Co.

Wexley, K.N., G.A. Yukl. (1977). Perilaku organisasi dan psikologipersonalia. Jakarta: PT Bina Aksara.

Wijono (1989). Administrasi dan supervisi Pendidikan. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudyaan Direktorat JendralPendidikan Tinggi.

Winardi. (1990). Asas-asas manajemen. Bandung: Mandar Maju.

Wiratmadja, A. GK. (1995). Kepemimpinan hindu. Denpasar:Yayasan Dharma Naradha.

Zainun, B. (1987). Organisasi sekolah dan manajemen. Jakarta:Balai Aksara.

294

.

Toha, M. 2008. Perilaku Organisasi Konsep Dasar danAplikasinya. Jakarta. PT Raja Grafinso Persada

Uno, HB. (2009). Model Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Usman, MU. (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Usman MU. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. RemajaRosdakarya.

Wahjosumidjo, 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Wibowo.2007. Manajemen Kinerja. Jakarta : PT Raja GrafindoPersada.

Winardi, 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta. Kencana

Yamin, M. (2007) Profesional Guru dan Implementasi. Jakarta : GaungPersada Press.

295

.

296

297

298