PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
SUATU KAJIAN TEORETIK KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PENDIDIK, MANAJER, ADMINISTRATOR, SUPERVISOR,
PEMIMPIN, INOVATOR, DAN MOTIVATOR PENDIDIKAN
OLEHI NYOMAN NATAJAYA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS PENDIDIKAN GENESHA
SINGARAJA 2012
PRAKATA
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Waca Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ajar dengan
judul Problematika Pendidikan (Suatu Kajian Teoretik Kepemimpinan
Kepala Sekolah sebagai Pendidik, Manajer, Administrator,
Supervisor, Pemimpin, Inovator, dan Motivator Pendidikan) dapat
dislesaikan tepat sesuai dengan jadwal waktu yang direncanakan.
Buku ajar adalah sebagai salah satu produk dari pelaksanaan
penelitian pengembangan perangkat pembelajaran pada Program
Pascasarjana Undiksha Singaraja dalam rangka untuk mendukung
perkuliahan mata kuliah Analisis Sumberdaya Pendidikan pada
Program Studi S2 Administrasi Pendidikan. Buku ajar ini dapat
diselesaikan sudah tentunya tidak dapat dilepaskan dari bantuan
berbagai pihak terutama Direktur Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha yang berkenan membiayai penelitian dan
penulisan buku ajar ini. Lembaga Penelitian Undiksha Singaraja
2
yang berkenan memfasilitasi secara administrasi pelaksanaan
penelitian dan penulisan buku ajar ini. Demikian juga pihak-pihak
lain yang telah membantu mencermati, mengkritisi dan memberikan
saran yang diperlukan, sehingga penelitian dan penulisan buku ajar
ini dapat dilaksanakan dan selesai tepat sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih.
Kami menyadari bahwa buku ajar sebagai produk dalam
penelitian pengembangan ini masih ada kekurangannya, oleh karena
itu tegur sapa, masukkan dan koreksi dari berbagai pihak terutama
yang memiliki perhatian terhadap laporan penelitian dan buku ajar
ini masih tetap kami harapkan demi untuk menambah kesempurnaannya.
Singaraja, Nopember2012
Peneliti,
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL ................................................................................................. i
3
PARAKATA ..................................................
..........................................................
ii
DAFTAR
ISI ........................................................
.................................................... iii
BAB. IPENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Rasional PenulisanBuku ................................................................... 1
B. StandarKompetensi ........................................................................... 4
BAB. II KEPALA SEKOLAH SEBAGAIPENDIDIK ....................................... 5
A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ............................. 5
B. Pengertian TenagaKependidikan ...................................................... 5
C. Jenis-jenis dan Kualifikasi TenagaKependidikan ........................... 8
D. Kepala sekolah sebagaiPendidik ................................................... 15
E. Rangkuman ...................................................................................... 19
4
F. Evaluasi ............................................................................................20
BAB. III KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MANAJERPENDIDIKAN ............ 21
A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ........................... 21
B. PengertianManajemen .................................................................... 21
C. Pengertian ManajemenPendidikan .................................................25
D. Kepala Sekolah Sebagai ManajerPendidikan ................................ 30
E.Rangkuman ..................................................................................... 35
F.Evaluasi ........................................................................................... 36
BAB. IV KEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR PENDIDIKAN .37
A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ........................... 37
B. AdministrasiKurikulum .................................................................. 37
C. AdministrasiKesiswaan ................................................................... 40
D. Administrasi Kepegawaian ………………………………………… 42E. Administrasi Keuangan ……………………………………...…… 43F. Administrasi Sarana Prasarana ……………………………………. 46
5
G. Administrasi Kehumasan …………..................……...………….. 48
H. Rangkuman ………………………………………………………… 51I. Evaluasi .........................................
...................................................52
BAB. V KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISORPENDIDIKAN ....... 53
A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ............................. 53
B. Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan SupervisiPendidikan ........... 54
C. Kompetensi Kepala Sekolah SupervisorPendidikan ...................... 58
D. Prinsip-prinsip, Metode, Teknik-teknik SupervisiPendidikan ....... 66
E. Berbagai Pendekatan SupervisiPendidikan ....................................70
F. Pengembangan Perencanaan program SupervisiPendidikan .......... 84
G. Rangkuman ....................................................................................... 88
H. Evaluasi ...........................................................................................89
BAB. VI KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPINPENDIDIKAN ............ 91
A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ............................ 91
B. PengertianKepemimpinan .............................................................. 91
6
C. Berbagai Gayakpemimpinan .......................................................... 94
D. Kepemimpinan Asta Berata Sebagai gaya Kepemimpinanyang Berbasis BudayaBali ..................................................................... 104
E. Kompetensi Kepala Sekolah sebagai PemimpinPendidikan ......... 120
F. Kuasa dan Jenis Kuasa KepalaSekolah ..........................................128
G. Rangkuaman .................................................................................... 134
H. Evaluasi ...........................................................................................135
BAB. VII KEPALA SEKOLAH SEBAGAI INOVATORPENDIDIKAN ......... 136
A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya ........................... 136
B. Pengertian InovasiPendidikan ....................................................... 136
C. Pentingnya InovasiPendidikan ...................................................... 142
D. Kepala Seolah sebagai InovatorPendidikan .................................. 146
E. Rangkuman ..................................................................................... 149
F. Evaluasi ..........................................................................................151
7
BAB. VIII KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MOTIVATOR PENDIDIKAN ...152
A. Kompetensi Dasar dan IndikatorPencapaiannya .......................... 152B. PengertianMotivasi ......................................................................... 152C. faktor-faktor dan Cara-caraMotivasi ............................................. 154D. Teori-teoriMotivasi ........................................................................ 156E.Rangkuman ..................................................................................... 169f.Evaluasi ........................................................................................... 170
DAFTARPUSTAKA ........................................................................................... 171
BAB. IPENDAHULUAN
A. Rasional Penulisan Buku
Program studi yang dibina di lingkungan program
pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)
8
Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,
Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Studi
Teknologi Pendidikan, Program Studi Pendidikan Dasar, Program
Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi
Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan
dikelola di lingkungan Undiksha ini memiliki visi, misi dan
tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi Pendidikan
misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi
Pendidikan memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam
pengembangan sumberdaya manusia, dapat mengikuti tantangan
dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan
kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program
Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan
program pendidikan yang menyiapkan tenaga ahli dalam bidang
kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon
kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon
pengawas dari tingkat SD sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga
ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menyeleng-
9
garakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam
bidang administrasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang
ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat
dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang
kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di
tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian
tujuan dari Program Studi Adminsitrasi Pendidikan adalah
pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam bidang
kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam
Administrasi Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD
sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD sampai SMTA, tenaga
ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang
pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan humaniora yang menunjang
pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas profesi
tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi
pendidikan dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah
menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut
memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan umumnya
10
dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalah-
masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten,
propinsi, dan tingkat nasional.
Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh Program Pascasarjana Program
S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program Studi Administrasi
Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar
antara lima sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK
komulatif yang dicapai oleh para lulusan berkisar antara 3,00
sampai dengan 3, 50. Dilihat dari masa studi dan IPK yang
dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan
pendidikan pada program Pascasarjana di Undiksha belum
terlaksana secara maksimal.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
penyelenggaraan pendidikan pada Program Pascasarjana Undiksha
belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya adalah
fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur
yang tersedia baik di perpustakaan umum di Undiksha maupun di
perpustakaan Program Pascasajana masih terbatas dan kurang
11
lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini
terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang
dilakukan oleh tim dosen Program Pascasajana di Undiksha
terhadap lulusan Program Pascasarjana yang dilakukan secara
berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun
2010 dan tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan
dan kelangkaan buku-buku literatur tersebut lebih diperparah
dengan sulitnya dapat ditemukan dan sangat jarangnya dijual
di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli
untuk dimiliki bagi para mahasiswa.
Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa
program Pascasarjana pada saat ini adalah bahwa sebagian
besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD,
SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk
mengakses semua guru yang akan melanjutkan studi lanjut, maka
perkuliahan untuk mahasiswa program pascasarjana tersebut
dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan
kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang
ini teknologi imformasi komunikasi begitu pesat
12
perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi
imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran
pendidikan jarak jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan
dapat berhasil dengan baik.
Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang
mendukung kelancaran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada
dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu di kampus Singaraja dan
kampus Pegok Denpasar tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian pengembangan dengan mengangkat judul ”Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Analisis Pengembangan
Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan,
Supervisi Pendidikan, dan Problematika Kepemimpinan
Pendidikan Berbasis E-Learning”
Jadi dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan
menghasilkan produk paling tidak empat buah buku yang
diharapkan dapat mendukung materi perkulihan dalam mata
kuliah: (1) Analisis pengembangan sumberdaya pendidikan, (2)
Analisis pengendalian mutu pendidikan, (3) Supervisi
pendidikan, dan (4) Problematika pendidikan dengan berbagai
13
keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan
buku-buku literatur, dan secara teknis ada peluang untuk
mengembangkan proses pembelajaran yang berbasis E-Learning.
Jadi tujuan utama penulisan buku ini adalah pembangunan
perangkat lunak (software) yang akan dipasang pada portal web e-
learning Program Pascasarjana Undiksha untuk menyediakan sumber
belajar alternatif kepada mahasiswa khususnya untuk mendu-
kung materi mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya
Tenaga Kependidikan.
B. Standar Kompetensi
Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki
kemampuan, wawasan, pemahaman terhadap berbagai konsep dan
teori tentang sumberdaya tenaga kependidikan mampu
menganalisis keterpaduan antara sumberdaya (sumberdaya
manusia khususnya kepemimpinan kepala sekolah, tenaga
kependidikan yang lainnya, sarana prasarana, dan sumberdaya
keuangan) mampu memecahkan berbagai masalah sumberdaya
pendidikan serta terampil mengaplikasikannya sebagai pemimpin
dan manajer pendidikan.
14
BAB. IIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI
PENDIDIK
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya
Memahami Pengertian Tenaga
Kepen-didikan
Dapat menjelaskan pengertian
tenaga kependi-dikan secara
hukum dan secara teoritik.
Memahami Jenis-jenis dan
Kualifikasi Tenaga
Kependidikan
Dapat menjelaskan fungsi dan
tugas utama dari masing-masing
jenis tenaga kependidikan.
Memahami Kepala Sekolah
sebagai pendidik.
Dapat menjelaskan kepala
sekolah sebagai pendidik.
B. Pengertian Tenaga Kependidikan
15
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan disebut
dengan nama atau istilah yang berbeda-beda. Sutisna (1983)
menyebut dengan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut
dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut
dengan istilah ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979)
menyebut dengan istilah personel, kemudian Makmun (1996)
menyebut dengan istilah tenaga kependidikan, sedangkan kalau
melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur
tentang tenaga kependidikan di Indonesia, dan Undang-undang
RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutnya dengan istilah tenaga kependidikan.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan tenaga
kependidikan tersebut secara konseptual dan teoritik semuanya
memang benar dalam arti dapat diterima, lebih-lebih istilah
tenaga kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu
Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tampaknya akan lebih
tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga
dikenal dan digunakan istilah secara lebih umum, yaitu
istilah sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan
16
tulisan di buku ini, maka istilah yang digunakan barangkali
dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan secara
silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.
Persoalannya yang muncul dan perlu dibahas adalah
siapakah yang dimaksud dengan tenaga kependidikan. Menurut
ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (5) tenaga
kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan
pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang
sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5) dan (6) Undang-undang
RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga
kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yang
jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud
17
termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut di samping
pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah juga
termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan
PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang
pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar,
penguji dan yang lainnya.
Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan
tersebut penting untuk dibahas dalam kajian ini karena sangat
bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam pengembangan
keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yang
lebih penting adalah untuk kepentingan praktis dalam rangka
dapat mengkontribusi pelaksanaan pengembangan tenaga
kependidikan khususnya kepala sekolah yang dianggap ideal.
Memang demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tersebut
dalam segala fungsi dan perannya sangat penting bagi
pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang
pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya
manusia yang dilandasi oleh suatu persepsi, kajian teori yang
18
keliru, dan salah, yang dijadikan dasar dalam mengelola semua
faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material
yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak
akan menjadi signifikan dan determinan dalam mencapai tujuan
pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya
manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang
agak berbeda dengan mengelola material yang berupa mesin-
mesin atau teknologi yang canggih dimana mesin-mesin tersebut
walaupun juga menentukan keberhasilan suatu organisasi,
tetapi mesin-mesin tersebut tidak akan bisa mengeluh, tidak
bisa melawan perintah, tidak akan mangkir dalam melaksanakan
tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat
dalam konflik-konflik seperti manusia, tidak akan bisa
mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan
negatif yang lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu
pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan
Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga
kependidikan merupakan komponen yang determinan dan menempati
posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan
19
sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki
kualitas kemampuan yang profesional dan kinerja yang baik,
tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang
dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja
dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya
kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan
martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada
umumnya. Demikian juga untuk lebih dapat memahami kajian
tentang profesi kependidikan ini secara konseptual dan
teoritik, lebih empirik serta praktis, maka kajiannya akan
difokuskan pada tenaga kependidikan tetentu saja, khususnya
kepala sekolah saja, karena jabatan kepala sekolah tersebut
adalah merupakan pengembangan jabatan dari guru. Kepala
sekolah sebagai jabatan atau tugas tambahan dari guru cukup
menarik untuk dibahas karena di dalam diri kepala sekolah
tersebut di samping berfungsi sebagai pendidik juga
disebutkan berfungsi sebagai manajer, administrator,
supervisor, pemimpin, inovator dan mativator, sehingga
jabatan kepala sekolah tersebut sering diakronimkan menjadi
20
Emaslim. Dengan mengkhu-suskan fokus kajiannya pada kepala
sekolah juga akan lebih mudah dalam memberikan berbagai
ilustrasi, contoh-contoh, pendalaman maupun dalam
pengayaannya.
C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian tenaga
kependidikan sudah dapat dimengerti secara jelas yang
dimaksud dengan tenaga kependidikan tersebut adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan seperti guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan
fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua,
rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang
bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber
belajar, dan yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk
semua pengelola yayasan pada lembaga-lembaga pendidikan
swasta, dan semua pengambil kebijakan di birokrasi dan
stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota,
tingkat keca-matan, dan di tingkat desa.
21
Kalau persoalan jenis-jenis tenaga kependidikan dan
tenaga pendidikan sudah tampak dalam pembahasan teruraikan
dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan lebih
lanjut adalah masalah bagaimana kualifikasi tenaga
kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan kepala sekolah
tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya
pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan
tersebut dapat dibedakan menjadi tenaga pendidik, tenaga
manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis kependidikan,
tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti,
pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi.
1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas
dari masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut,
dengan penjelasannya yang lebih difokuskan pada kualifikasi
tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah.
Kualifikasi tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan
yang secara fungsional tugas utamanya secara langsung
memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta
didik. Sesungguhnya dalam hubungan ini alam telah melibatkan
22
semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut
termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing
dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang
lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar
pada pusat-pusat atau balai pelatihan dan kursus-kursus, para
pembina dan pembimbing pada berbagai perkumpulan atau sanggar
atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan membimbing
keterampilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di
pondok pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian di
surau dan langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh
acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia
cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, buku
pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan,
para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum,
pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan
kependidikan tersebut dapat secara tatap muka secara langsung
di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara
korespondensi, dan berbagai bentuk komunikasi lainnya. Namun
23
demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik
tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang
atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan
pasal 9 undang-undang guru dapat diketahui bahwa kualifikasi
akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau
diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang sistem pendidikan
nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia
dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi
akademik seorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan
tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula
dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan
bahwa guru SD/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang
PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam
pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/
SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang dan
peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru
24
seperti menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan
seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan
tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika makna bunyi pasal-
pasal yang diatur dan terdapat dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun
2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk
menjadi guru di Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1
atau D4 dari program studi yang relevan, misalnya untuk
menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan
pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan
lainnya. Seseorang untuk dapat diangkat menjadi guru
SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi
program S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya.
Untuk menjadi guru Matematika SMP/MTS/ SMPLB atau
SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi
program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika.
Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini
merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya
25
meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk.
2006).
Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga
kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara
tidak langsung kepada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi
melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan
mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,
memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti,
serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan
pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat
struktural pusat, regional atau daerah, sampai pada tingkat
operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut,
maka yang bisa dimasukkan sebagai tenaga manajemen
kependidikan adalah: para perencana pendidikan, para pimpinan
struktural dari tingkat pusat sampai tingkat operasional
kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para kepala
sekolah, penilik dan pengawas, penilai dan penguji
pendidikan, para pembuat kebijakan atau keputusan.
26
Kualifikasi tenaga penunjang teknis kependidikan, adalah
tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya
menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas teknis
kependidikan berikut memberikan pelayanan teknis
pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran
proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga penunjang
teknis yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi
sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran di
laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di
instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber
belajar di PSB, dan sebagainya.
Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan,
tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya
mengadakan dan menyiapkan sarana dan prasarana kependidikan
serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak
tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga
teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan sesuai
dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan tenaga
penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat
27
disebut seperti tenaga admi-nistratif birokrasi,
ketatausahaan perkantoran kependidikan.
Kualifikasi tenaga peneliti, pengembang, dan konsultan
kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara
fungsional tugas utamanya tidak terlibat secara langsung
dalam teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan,
layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada tenaga
penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan
berbagai perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat
dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan
informal dan konsultansi kepada semua pihak yang
berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang
bertugas dan bertang-gunjawab serta terlibat dengan
penyelengaraan, pengelolaan dan pembuatan keputusan tentang
kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini
idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem
kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian
selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan
tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki berbagai
28
pusat penelitian, berbagai pusat pengembangan, maupun
berbagai pusat atau unit konsultansi.
Berdasarkan pada uraian tentang berbagai jenis
kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas kepala sekolah
adalah termasuk tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi
sebagai tenaga manajemen pendidik, karena secara fungsional
melakukan layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis
kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan
dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,
memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti,
serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan
pada tingkat persekolahan. Sehingga di dalam Peraturan
Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, untuk dapat seorang
guru diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah adalah
seorang guru apabila telah memenuhi persyaratan kualifikasi
secara umum, dan kualifikasi khusus kepala sekolah.
Persyaratan kualifikasi umum yang dimaksudkan adalah sebagai
29
berikut: (a) memiliki kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau
diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan pada
perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) pada waktu diangkat
sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun,
(c) memiliki penga-laman mengajar sekuarang-kurangnya lima
tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman
Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman
mengajar sekuang-kurangnya tiga tahun di TK/RA, dan (d)
memiliki pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri
sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan dengan
kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang
berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang
harus dipenuhi oleh seorang guru untuk dapat diangkat menjadi
kepala sekolah tersebut sangan tergantung pada jenis dan
jenjang persekolahan tersebut, maka barangkali sebagai contoh
dapat dikutifkan persyaratan kualifikasi khusus Kepala
Sekolah Menengah Atas/Madrsah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai
berikut: (1) bersetatus sebagai guru SMA/MA, (2) memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan (3) memiliki
30
sertifikat kepla sekolah SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga
yang ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan kepala
sekolah merupakan tugas tambahan dari guru, maka secara
fungsional tugas kepala sekolah masih tetap sebagai tenaga
kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara langsung
juga memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta
didik, dan sebagai tenaga manajemen pendidikan melakukan
layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis
kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan
dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,
memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti,
serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan
pada tingkat persekolahan. Jadi dalam jabatan kepala sekolah
tersebut termasuk dua kualifikasi yaitu sebagai kualifikasi
tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik. Untuk kepala
sekolah sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendi-dikan
dalam tugas tambahan kepala sekolah akan dibahas secara lebih
teoritikal, lebih dalam, dan lebih luas dalam pembahasan bab-
31
bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah sebagai kualifikasi
tenaga pendidik akan dibahas dalam uraian selanjutnya.
D. Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di dalam uraian tentang jenis dan kualifikasi tenaga
kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah merupakan
jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik
maupun fungsional kepala sekolah juga disebutkan termasuk
tenaga pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang
mengatur tentang Sistem pendidikan Nasional dalam pasal 39
(2) berbunyi pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Kemudian dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen dalam pasal 1 (1) berbunyi guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
32
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dengan
demikian melihat posisi kualifikasi kepala sekolah sebagai
tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka kepala
sekolah juga melaksanakan tugas sebagai pendidik, yaitu
mendidik. Mendidik menurut Wahjosumidjo (2008) diartikan
memberikan latihan mengenai akhlak dan kecer-dasan pikiran
sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan. Demikian juga dalam perkembangan selanjutnya kata
pendidikan dipersamakan dengan kata-kata pengajaran.
Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut
memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara
khusus dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga
diselenggarakan di luar sekolah, yaitu keluarga dan
masyarakat. Lebih jauh dapat juga dipahami bahwa seorang
pendidik tersebut harus benar-benar mengetahui teori-teori
dan metode dalam pendidikan tersebut. Kepala sekolah sebagai
33
seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan dan
meningkatkan paling tidak empat macam nilai, yaitu: (1) nilai
mental, nilai yang berkaitan dengan sikap bathin dan watak
manusia, (2) nilai moral yang berkaitan dengan hal-hal ajaran
baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu
moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan
kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan
kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia
secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan
kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
Kepala sekolah sebagai pendidik juga harus memperhatikan
dua permasalahan pokok, yaitu pertama adalah sasarannya, dan
yang kedua adalah cara dalam melaksanakan perannya sebagai
pendidik.
Ada tiga kelompok yang menjadi sasaran dari kepala
sekolah dalam melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama
adalah peserta didik atau murid, yang kedua adalah pegawai
administrasi, dan yang ketiga adalah guru-guru. Ketiga
kelompok ini menjadi sasaran dalam pendidikan yang dilakukan
34
oleh kepala sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara kelompok
yang satu dengan kelompok yang lainnya memiliki perbedaan-
perbedaan yang sangat prinsip, yang secara umum dapat
dicermati dalam berbagai gejala dan perilaku yang
ditunjukannya seperti misalnya dalam tingkat kematangannya,
latar belakang sosial yang berbeda, motivasi yang berbeda,
tingkat kesadaran dalam bertanggungjawab, dan lain
sebagainya. Konsekwensi dengan adanya perbedaan-perbedaan
tersebut adalah kepala sekolah di dalam melaksanakan tugas
mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai
yang berkaitan dengan sikap bathin dan watak manusia, (2)
nilai moral yang brkaitan dengan hal-hal ajaran baik dan
buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yang
diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (3)
nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani
atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara
lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan
kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan, juga seharusnya
dengan menggunakan cara atau pendekatan yang berbeda-beda
35
terhadap setiap sasaran didiknya, tidak bisa dilakukan dengan
pendekatan dan strategi yang sama.
Berbagai pendekatan yang bisa digunakan oleh kepala
sekolah terhadap kelompok sasaran dalam melaksanakan
pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-
trasi, dan guru-gurunya. Pertama dengan menggunakan
pendekatan atau strategi persuasi. Persuasi yang dimaksudkan
di sini adalah mampu meyakinkan secara halus sehingga para
siswa, staf pegawai administrasi dan guru-guru yakin akan
kebenaran, merasa perlu dan menganggap penting nilai-nilai
yang terkandung dalam nilai-nilai aspek mental, moral, fisik,
dan estetika ke dalam kehidupan mereka. Persuasi dapat
dilakukan secara individu maupun secara kelompok.
Kedua dengan pendekatan dan setrategi keteladanan,
adalah hal yang patut, baik dan perlu untuk dicontoh yang
disampaikan oleh kepala sekolah melalui sikap, perbuatan,
perilaku termasuk penampilan kerja dan penampilan fisik.
Sudah tentunya kepala sekolah dalam menggunakan
pendekatan dan strategi persuasi dan keteladanan terhadap
36
muridnya, staf pegawai, dan guru-guru tersebut harus tetap
berpijak dan menghormati norma-norma dan etika-etika yang
berlaku dimasyarakat khususnya di dunia pendidikan. Secara
lebih spesifik bagaimana kepala sekolah seharusnya
memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah
sebaiknya harus memahami bahwa pengertian pendidikan tersebut
tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses
mengajar saja, tetapi juga adalah sebagai bimbingan, dan yang
lebih penting juga adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya
proses bimbingan tersebut. Tampaknya dalam hubungan dengan
pemaknaan terhadap bimbingan tersebut tidak dapat dilepaskan
dari pengertian pembimbingan yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang
terkenal dalam sistem among tersebut adalah ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat
tersebut mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi
contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat
mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis
Kosasi, 1999). Sebagai kepala sekolah harus mampu menciptakan
37
dan menum-buhkan kodisi yang kondusif yang dapat memberi dan
membiarkan anak didiknya menuruti bakat dan kondratnya
sementara kepala sekolah memperhatikannya, dan mem-
pengaruhinya dalam arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan
demikian membimbing mengandung arti dalam bersikap menentukan
ke arah pembentukan kemana anak didik mau dibawa atau ke arah
tujuan pendidikan.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di sekolah harus
bersikap positif terha-dap guru-guru dan pegawai administrasi
lainnya dalam melaksanakan tugasnya untuk pencapai tujuan
sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu untuk dapat
kerjasama, mam-pu untuk memberi arahan, dan memberi petunjuk,
kepala sekolah diharapkan juga mampu menerima berbagai
masukkan, dan kritik dari guru-guru. Kepala sekolah juga
mampu membina, mendidik, melatih semua guru dan pesonil
sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dalam usaha
tambahan pengetahuan keterampilan dan pengalaman maupun
perubahan sikap yang lebih positif terhadap pelakasanaan
tugas.
38
E. Rangkuman
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan
pendidikan. Tenaga kependidikan tersebut memiliki makna dan
cakupan yang jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang
dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut di
samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator,
adalah juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor,
pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang
pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar,
penguji dan yang lainnya. Kepala sekolah sebagai tenaga
kependidikan dilihat dari kualifikasinya termasuk sebagai
tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, dan tenaga
adminis-trator prndidikan. Kepala sekolah sebagai tenga
pendidik harus memahami bahwa pengertian pendidikan tersebut
tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses
mengajar saja, tetapi juga sebagai bimbingan, dan yang lebih
penting juga adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya proses
39
bimbingan tersebut. Tampaknya dalam hubungan dengan pemaknaan
terhadap bimbingan tersebut tidak dapat dilepaskan dari
pengertian pembimbingan yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang
terkenal dalam sistem among tersebut adalah ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat
tersebut mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi
contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat
mengendalikan peserta anak didiknya. Sebagai kepala sekolah
harus mampu menciptakan dan menum-buhkan kodisi yang kondusif
yang dapat memberi dan membiarkan anak didiknya menuruti
bakat dan kondratnya sementara kepala sekolah
memperhatikannya, dan mempe-ngaruhinya dalam arti mendidiknya
dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti
dalam bersikap menentukan ke arah pembentukan kemana anak
didik mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.
F. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian tenaga kependidikan secara hukum dan
secara teoritik!
40
2. Jelaskan fungsi dan tugas utama dari masing-masing jenis
tenaga kependidikan !
3. Jelaskan kepala sekolah sebagai pendidik !
41
BAB. IIIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI
MANAJER PENDIDIKAN
A. Standar Kompetensi dan Indikator Pencapaiannya
Standar Kompetensi Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian Manajemen Dapat menjelaskan pengertian
manjemen dari tiga orang ahli
Memahami pengertian Manajemen
Pendidikan
Dapat menjelaskan manajemen
pendidikan dari sisi proses.
Memahami Kepala Sekolah
Sebagai Manajer Pendidikan
Dapat menjelaskan
keterampilan-keterampilan
kepala sekolah sebagai
manajer
B. Pengertian Manajemen
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi
serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wahjosumidjo.
2008). Pendapat yang lainnya menjelaskan bahwa pengertian
42
manajemen adalah seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-
orang (Stoner dan Freeman. 2000). Manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, serta mengawasi
aktivitas-aktivitas sesuatu organisasi dalam rangka upaya
mencapai suatu koordinasi sumber daya manusia dan sumber daya
alam dalam hal pencapaian sasasaran secara efektif serta
efisien (Winardi. 1990), Demikian juga Terry (1982)
memberikan pengertian manajemen sebagai pencapaian tujuan
yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan
orang lain. Sedangkan Seckler yang dikutif oleh Suryosubroto
(2004) menjelaskan bahwa dalam proses manajemen tersebut
melalui beberapa kegiatan atau langkah pokok, yaitu sebagai
berikut: (1) proses perumusan dan perumusan kembali pokok
kebijakan umum, (2) proses pemberian, pembagian dan
penggunaan wewenang, (3) proses perencanaan, (4) proses
pengorganisasian (5) proses penganggaran, (6) proses
kepegawaian, (7) proses pelaksanaan, (8) proses pelaporan,
dan ke (9) proses pengarahan, pembimbingan, dan pengendalian.
Demikian juga Zainun (1987) dengan merujuk pada tugas-tugas
43
manajemen yang dilakukan oleh Kantor Anggaran di Amerika
Serikat menyebutkan bahwa langkah dalam proses manajemen
tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, policy planning, adalah menggariskan apa-apa yang
menjadi tujuan yang meliputi tugas-tugas: (1) menentukan
tujuan dalam garis besarnya sesuai dengan hasil yang
diinginkan, (2) menentukan prioritas pencapaian diantara
tujuan-tujuan yang dirumuskan, (3) menentukan cara-cara umum
untuk merealisasikan tujuan tersebut, (4) mengadakan batasan-
batasan tentang waktu, biaya, serta mutu hasil yang hendak
diproduksi. Kedua, program planning, adalah menyusun rencana
kerja untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan yang meliputi tugas-tugas: (1) menggariskan usaha
kongkrit, (2) melaksanakan prioritas di antara usaha, (3)
menegaskan usaha-usaha dalam bentuk rencana kerja dengan
lebih terperinci dengan memperkirakan kegiatan, tempat, orang
yang dilayani, kesatuan organisasi, waktu, uang, keahlian,
menyusun jadwal waktu, memperkirakan hal-hal yang akan
mempengaruhi. Ketiga, organization planning jaitu merencanakan
44
kegiatan dan membentuk suatu kerangka organisasi dengan
kegiatan yang mencakup (1) meneliti dan membandingkan proses
kerja yang ada, (2) menyusun suatu kerangka organisasi yang
akan memperhatikan masing-masing proses dan kegiatan-kegiatan
tersebut, (3) mengada-kan satuan-satuan pembantu untuk
masing-masing tingkat organisasi. Keempat, merenca-nakan dan
menyusun prosedur dan metode kerja yang lebih khusus untuk
masing-masing bagian, kegiatan bantuan, dan kegiatan
tambahan. Kelima, menyediakan dana serta mengurus keuangan ,
memperhitungan, memperkirakan pemasukan dan pengeluaran yang
diperlukan, serta pembagian anggaran kepada yang membutuhkan.
Keenam, melaksanakan tugas-tugas kepegawaian yang mencakup
penetapan jenis dan jumlah jabatan yang perlu diisi, jabatan-
jabatan yang lebih mendesak diperlukan, menempatkan orang-
orang yang sesuai dengan jabatan, serta mengusahakan
pengembangan pegawai yang berhubungan dengan jabatan,
pekerjaan, dan lingkungannya. Ketujuh, mengumpulkan informasi
yang diperlukan untuk menjalankan pengontrolan yang
diperlukan dalam menilai kinerja, melihat kemajuan, dan
45
mengetahui kekayaan. Dengan demikian dalam langkah ini perlu
juga didukung sistem penilaian kerja, menetapkan ukuran-
ukuran kerja baik mengnai biaya, mutu, dan hasil, mengolah
catatan-catatan dan pelaporan-pelaporan, sistem pemeriksaan
kerja, informasi tentang akibat usaha organisasi terhadap
masyarakat, dan mengumpulkan informsi yang diperlukan untuk
menyempurnakan rencana selanjutnya. Kedelapan, menganalsis
informasi tentang pelaksanaan kerja yang diperoleh melalui
laporan atau hasil-hasil penijauan untuk mengetahui:
penyimpangan-penyimpangan, kesalahan-kesalahan dari ukuran-
ukuran, tingkat kemajuan, jadwal kerja. Menganalisis
informasi tersebut harus dilakukan secara obyektif dengan
cara meneliti pengaruhnya terhadap masyarakat, pandangan-
pandangan orang lain, menilai tujuan dan cara pencapaiannya
sudah tepat dan benar. Kesembilan, mengadakan penyesuaian dan
perbaikan terhadap program operasi dan program obyektif
dengan merevisi dan memperbaiki organisasi, prosedur, dan
metode kerja, mencukupi faslitas, dan mengadakan pergeseran
dalam program obyektif dan usaha untuk menyesuaikan dengan
46
keadaan. Kesepuluh, menggerakkan organisasi dengan jalan:
mengetahui reaksi pegawai terhadap kebijaksanaan manajemen
dan tujuan organisasi, menganlisis kekuatan-kekuatan dan
keadaan-keadaan luar yang mempengaruhi sikap pegawai,
mengkoordinasikan kebijaksanaan organisasi, menyampaikan
perubahan tujuan organisasi kepada anggota organisasi,
mengadakan berbagai perangsang sosial, ekonomi dan lain-lain,
mengadakan sitem komunikasi yang baik, meningkatkan daya
kerja dan kerja sama di antara pegawai, memberitahukan
berbagai kemajuan terhadap anggota organisasi. Kesebelas,
mencukupkan fasilitas dan alat perlengkapan yang lainnya
dengan membangun, memelihara serta menggunakan bangunan-
bangunan yang baik, menyediakan dan memelihara alat-alat
perlengkapan lainnya. Keduabelas, memelihara hubungan-hubungan
ke luar antara lain dengan badan perwakilan rakyat, penjabat-
penjabat administratif, yang lebih tinggi, dinas-dinas yang
mempunyai hubungan, dan masyarakat umum. Ketigabelas
mengeluarkan perintah-perintah harian untuk melaksanakan
47
keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta mengadakan
pengawasan dan pengumuman dan selebaran yang lainnya.
Bedasarkan pada uraian tentang berbagai kegiatan atau
tugas manajemen tersebut di atas secara umum manajemen di
sekolah dapat diberi makna dari berbagai sudut pandang,
seperti: (1) manajemen pendidikan sebagai kerjasama untuk
mencapai tujuan pendidikan, (2) manajemen pendidikan sebagai
proses untuk mencapai tujuan pendidikan, (3) manajemen
pendidikan sebagai suatu sistem, (4) manajemen pendidikan
sebagai suatu upaya pendayagunaan sumber-sumber untuk
mencapai tujuan pendidikan, (5) manajemen pendidikan sebagai
kepemimpinan manajemen, (6) manajemen pendidikan sebagai
proses pengambilan keputusan, (7) manajemen pendidikan
sebagai aktifitas komunikasi, dan (8) manajemen pendidikan
sebagai kegiatan tata usaha di sekolah (Suryosubroto. 2004).
C. Pengertian Manajemen Pendidikan
Apabila beberapa pengertian manajemen tersebut dibahas
secara lebih lanjut, maka suatu uraian pendapat yang dapat
dirujuk untuk lebih menjelaskan pengertian manajemen
48
pendidikan tersebut adalah pendapat yang dikemukakan oleh
Sutjipto. dkk (1994) yang menguraikan secara lebih jelas dan
lengkap sebagai berikut.
Pertama, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai
suatu kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan pada dasarnya merentang dari tujuan yang sederhana
sampai pada tujuan pendidikan yang kompleks, sesuai dengan
lingkup dan tingkat pendidikan. Tujuan pendidikan dalam satu
jam pelajaran di kelas satu SMP, misalnya lebih mudah
dirumuskan dan dicapai bila dibandingkan dengan tujuan
pendidikan luar sekolah maupun untuk pendidikan orang dewasa,
atau tujuan pendidikan nasional. Jika tujuan pendidikan
tersebut kompleks maka cara mencapai tujuan pendidikan
tersebut juga kompleks, dan seringkali tujuan pendidikan
tersebut tidak dapat dicapai oleh satu orang pendidik saja,
tetapi melalui kerjasama dengan pendidik yang lainnya, dengan
segala aspek kerumitannya. Untuk lebih jelasnya memahami
pengertian manejemen pendidikan sebagai proses kerja sama
dapat dicontohkan dengan contoh yang lainnya seperti misalnya
49
pada tujuan pendidikan tingkat sekolah tidak akan dapat
dicapai tanpa adanya proses kerjasama antara semua komponen
sekolah mulai dari guru, pegawai, kepala sekolah, komite
sekolah pengawas dan lain sebagainya yang ada kaitnya dengan
sekolah.
Kedua, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai
suatu proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses adalah
suatu cara yang sistemik dalam mengerjakan sesuatu
(Wahjosumidjo. 2008). Jadi seorang manajer dimanapun termasuk
kepala sekolah dengan ketangkasan dan keterampilannya yang
khusus akan mengusahakan berbagai kegiatan yang saling
berkaitan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan-
kegiatan tersebut berupa kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, mengen-dalikan serta penilaian.
Merencanakan berarti kepala sekolah harus benar-benar
memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan
tindakan yang akan dilakukan, mengorga-nisasikan berarti
kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengkoordinasikan
sumberdaya manusia dan sumber material sekolah, sebab
50
keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kecakapan dalam
mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai
tujuan. Kemudian memimpin berarti kepala sekolah mampu
mengarahkan dan mempengaruhi semua sumberdaya manusia untuk
melakukan tugas-tugas yang esensial, dan mngendalikan berarti
kepala sekolah memperoleh jaminan, bahwa sekolah berjalan
mencapai tujuan. Apabila terdapat kesalahan diantara bagian-
bagian yang ada di sekolah, kepala sekolah harus memberikan
petunjuk dalam meluruskan. Demikian pula akhirnya dalam
proses kerjasama pendidikan tersebut harus ada penilaian
untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai
atau tidak, dan kalau tidak apakah ada hambatan-hambatan.
Penilaian dapat berupa penilaian proses kegiatan atau
penilaian hasil kegiatan itu. Kemudian manajemen pendidikan
sebagai proses dapat digambarkan sebagai berikut di bawah
ini.
Fungsi/TugasManajemen
Manusia Fasilitas Uang
51 Tujuanpendidikan
MerencanakanGuru,Kepsek,Pegawai,Murid,
Kurikulum,Laboratorium,Perpustakaan,Gedung,Lapangan olahraga,
MengorganissaikanMemimpinMengendalikanPenilaianDst.nya
Gambar 3.1. Manajemen sebagai proses
Ketiga, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai
sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-
bagian dan bagian-bagian tersebut saling berinteraksi dalam
suatu proses untuk mengubah masukkan menjadi keluaran. Hal
ini dapat digam-barkan, sebagai berikut di bawah ini.
MasukanKeluaran
muridlulusan
Gambar 3.2 Manajemen sebagai suatu sistem
52
Proses belajar mengajar.Kurikulum.Lingkungan murid.Sarana dan
Tujuanpendidikan
Pengertian manjemen pendidikan sebagai sistem tersebut
tampaknya agak sulit, tetapi sebenarnya tidak demikian.
Ambilah contoh misalnya sekolah dasar. Sekolah dasar
merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk memproses anak
didik menjadi lulusan. Sebagai suatu sistem sekolah dasar
dapat dilihat ada komponen (1) masukkan, yaitu bahan mentah
yang berasal dari luar sistem yang akan diolah oleh sistem
dalam sistem sekolah. Masukkan tersebut berupa anak didik,
(2) proses, yaitu kegiatan sekolah berserta aparatnya untuk
mengolah masukkan menjadi keluaran atau lulusan, dan (3)
keluaran, yaitu masukan yang telah diolah melalui proses
tertentu. Luaran yang dimaksudkan di sini adalah berupa
lulusan.
Didalam manajemen modern termasuk didalam manajemen
pendidikan tampaknya waktu memiliki peranan penting mengingat
waktu akan berjalan terus dan berlalu begitu saja dan tidak
dapat diperbarui. Waktu dalam manajemen berarti kesempatan
jika tidak dipergunakan dengan baik maka akan kehilangan
53
waktu tersebut, dan kehilangan waktu tersebut menjadi sebab
kegagalan manajemen tersebut.
Keempat, manajemen pendidikan dapat diberikan pengertian
sebagai pemanfaatan sumberdaya manusia. Sumberdaya yang
dimaksudkan tersebut adalah dapat berupa manusia, uang,
sarana parasarana dan waktu. Dalam mengunakan sumberdaya
tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Buku paket
maupun alat-alat laboratorium sering hanya dipajang, demikian
kegiatan pembelajaran tidak digunakan secara efektif. Murid
banyak disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang kurang
bermanfaat seperti mencatat bahan pelajaran yang sudah ada
dalam buku, menunggu guru yang sering terlambat ke kelas, dan
lain sebagainya.
Kelima, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai
kepemimpinan. Pengertian manajemen pendidikan sebagai
kepemimpinan ini merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan
bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator
pendidikan, pemimpin dapat melaksanakan tut wuri handayani, ing
madyo mangun karsa, dan ing ngarsa sung tulado dalam pencapaian tujuan
54
pendidikan. Dengan kata yang lain kepala sekolah dalam
menggerakkan bawahan untuk mau bekerja secara lebih giat
dengan dapat dan mampu mempengaruhi dan mengawasi, bekerja
sama dan memberi contoh. Oleh karena itu maka seorang kepala
sekolah tersebut seharusnya sudah tentunya menguasai dan
memahami teori dan praktik kepemimpinan, serta mampu dan mau
untuk melaksanakan pengetahuan dan kemaunnya tersebut.
Keenam, manajemen pendidikan diberikan pengertian
sebagai proses pengambilan keputusan. Setiap saat seoarang
kepala sekolah akan dihadapkan pada berbagai macam masalah,
dan masalah tersebut segera harus dicarikan pemecahannya.
Dalam memecahkan masalah tersebut seorang kepala sekolah akan
memerlukan kemampuan dalam mengambil keputusan, yaitu memilih
kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan, sebab di dalam
mengambil keputusan tersebut akan ada banyak pilihan. Seorang
kepala sekolah agar mampu mengambil suatu keputusan yang
terbaik untuk semua warga sekolah. Dalam hubungan dengan
kemampuan untuk mengambil keputusan tersebut manajmen
pendidikan akan dapat menuntun kepala sekolah untuk mengambil
55
keputusan yang terbaik dari arti akan memiliki resiko paling
minimal.
Ketujuh, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai
cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi secara sederhana
dapat diartikan sebagai usaha untuk membuat orang lain
mengerti apa yang kita maksudkan, dan kita juga mengerti apa
yang dimaksudkan oleh orang lain. Semua kegiatan atau
aktivitas dalam pendidikan tidak ada dan dapat dilakukan
tanpa dengan adanya komunikasi. Jadi dalam pendidikan akan
terjadi komunikasi dan kerja sama untuk dapat saling
mengetahui apa yang diinginkan oleh kepala sekolah, oleh
guru-guru, pegawai adminstrasi serta anak didik, sehingga
proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dalam mencapai
tujuan secaranya efektif.
Kedelapan, manajemen pendidikan diberikan pengertian
sebagai kegiatan ketatalaksanaan yang intinya adalah kegiatan
rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan,
menyelenggarakan surat menyurat, mempersiapkan laporan dan
56
yang lainnya. Pengertian manajemen pendidikan yang demikian
tersebut adalah sangat sempit.
D. Kepala Sekolah Sebagai Manajer Pendidikan
Kepala sekolah sebagai manajer merupakan motor
penggerak, dan menentukan arah kebijakan sekolah, yang akan
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan
pada umumnya dapat direalisasikan. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka kepala sekolah dituntut untuk meningkatkan
efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidik-
kan akan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja
kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer adalah segala
upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala
sekolah di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
secara efektif dan efesien. Sehubungan dengan itu kepala
sekolah sebagai manajer pendidikan dapat dilihat dari: (1)
mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pebelajaran dengan baik, lancar dan produktif, (2) dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan, (3) mampu menjalin hubungan yang harmonis
57
dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara
aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan,
(4) berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai
dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai di sekolah, (5)
bekerja dengan tim manajemen serta, (6) berhasil mewujudkan
tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan. Demikian juga untuk dapat efktifitas dan
efisiensi manajemen pendidikan dapat terwujud maka seorang
kepala sekolah menurut Stoner yang dikutif oleh Wahjosumidjo
(2008) mampu melaksanakan fungsi manajemen sebagai berikut:
(1) Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan atau melalui
orang lain. Jadi orang lain yang dimaksudkan disini adalah
para guru, siswa, dan pegawai adminitrasi, termasuk atasan
kepala sekolah dalam hal ini adalah pemerintah. Dalam fungsi
seperti ini kepala sekolah berperilaku sebagai saluran
komunikasi di lingkungan sekolah. (2) Kepala sekolah harus
bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan terhadap
keberhasilan atau kegagalan sebagai seorang manajer.
Bertangungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh
58
bawahan. Perbuatan yang dilakukan oleh guru, siswa, staf dan
orang tua tidak dapat lepas dari tanggungjawab kepala
sekolah. (3) Kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai
persoalan. Dengan segala keterbatasannya seorang kepala
sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara tepat.
Bahkan ada kalanya seorang kepala sekolah harus dapat
menentukan suatu prioritas bilamana terjadi konflik antara
kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah. (4) Kepala
sekolah harus memiliki kemampuan berpikir analistik dan
konsepsional. Kepala sekolah di dalam memecahkan suatu
permasalahan harus melalui suatu analisis, kemudian
menyelesaikan persoalan dengan suatu solusi yang feasible.
Kepala sekolah harus mampu melihat setiap tugas sebagai
suatu kseluruhan yang saling berkaitan, dan memandang
persoalan yang timbul sebagai bagian yang terpisahkan dari
suatu kesluruhan. (5) Kepala sekolah harus mampu sebagai
mediator. Kepala sekolah harus turun tangan sebagai penengah
di sekolah, sekolah sebagai suatu organisasi tidak akan
terelakan dari adanya suatu perbedaan-perbedaan dan
59
pertentangan-pertentangan atau konflik satu dengan yang
lainnya sebagai warga sekolah. (6) Kepala sekolah harus
sebagai politisi. Sebagai kepala sekolah harus selalu
berusaha untuk meningkatkan tujuan sekolah serta
mengembangkan program jauh ke depan. Untuk itu sebagai
seorang politisi kepala sekolah harus dapat membangun
hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan
kesepakatan. Peran politisi atau kecakapan politisi seorang
kepala sekolah dapat berkembang secara efektif apabila
memiliki prinsip jaringan saling pengertian terhadap
kewajiban masing-masing, terbentuk suatu aliansi atau kualisi
seperti organisasi profesi PGRI, K3S dll, terciptanya kerja
sama dengan berbagai pihak, sehingga aneka macam aktivitas
dapat dilaksanakan. (7) Kepala sekolah harus mampu sebagai
seorang diplomat. Kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah
yanhg dipimpinnya. Dalam peran sebagai diplomat berbagai
macam pertemuan akan diikuti. (8) Kepala sekolah sebagai
pengambil keputusan yang sulit. Tidak ada suatu organisasi
apapun yang berjalan mulus tanpa problem. Demikian pula
60
sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari problem,
sperti biaya, pegawai, perbedaan pendapat, dll. Apabila
terjadi persoalan seperti tersebut kepala sekolah diharapkan
berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan
yang sulit tersebut.
Demikian beberapa tugas dan kemampuan yang harus
dimiliki oleh seorang manajer dalam hubungan ini seorang
kepala sekolah. Lebih dari itu tugas dan kemampuan tersebut
harus pula didukung dengan beberapa keterampilan, yaitu
keterampilan konseptual, keterampilan hubungan manusiawi, dan
keterampilan teknik (Pidarta. 1986, Wahjosumidjo. 2008,
Balanchard. dkk. 1986). Lebih dari itu dijelaskan bahwa pada
dasarnya setiap pemimpin tersebut sebagai manajer sudah
memilikinya. Persoalannya keterampilan yang manakah yang
harus lebih atau paling dominan didalam mengaplikasikannya
tergantung dari posisi seorang manajer tersebut, apakah
posisinya sebagai manajer puncak, manajer menengah, dan
manajer supervisor. Kalau seorang pemimpin tersebut posisinya
sebagai manajer puncak mungkin yang paling menonjol harus
61
dimiliki dan diaplikasikan adalah keterampilan konseptual,
apabila seorang pemimpin tersebut posisinya sebagai manajer
menengah maka yang harus dominan dimiliki dan diaplikasikan
adalah keterampilan hubungan manusia, dan kalau posisi
pemimpin tersebut sebagai supervisor maka yang harus dimiliki
dan diaplikasikan secara lebih dominan adalah keterampilan
teknis.
Untuk mudahnya dapat memahami keterampilan manajer
tersebut, maka secara visualisasinya dapat digambarkan dengan
sebuah gambar sebagai berikut di bawah ini.
PosisiManajer
Keterampilan manajer
ManajerPuncak
Keterampilankonseptual
ManajerMenegah
Hubunganmnausiawi
ManajerSupervisor
Keterampilan teknik
Kemudian secara lebih rinci dijelaskan oleh Wahjosumidjo
(2008) bahwa masing-masing keterampilan tersebut mempunyai
62
beberapa indikator. Keterampilan konseptual misalnya terditi
dari: (1) kemampuan anlisis, (2) kemampuan berpikir
rasional, (3) ahli atau cakap dalam berbagai macam konsepsi,
(4) mampu menganalisis berbagai kejadian, serta mampu
memahami berbagai kecendrungan, (5) mampu mengantisipasikan
perintah, (6) mampu mengenali berbagai macam kesempatan dan
problem sosial. Keterampilan hubungan manusiawi terdiri dari:
(1) kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses
kerjasama, (2) kemampuan untuk memahami isi hati, sikap dan
motif orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku, (3)
kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif, (4)
kemampuan untuk menciptakan kerjasama yang efektif,
kooperatif, praktis dan diplomatis, (5) mampu berperilaku
yang dapat diterima. Kemudian keteram-pilan teknis terdiri
dari: (1) menguasai tentang merode, proses, prosedur dan
teknik untuk melaksanakan suatu kegiatan khusus, dan (2)
kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana,
peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang
bersifat khusus tersebut. Dengan rumusan yang agak berbeda
63
Danim (2006) menjelaskan masing-masing keterampilan tersebut
sebagai berikut. Keterampilan teknis adalah keteram-pilan
dalam menerapkan pengetahuan teoritis kedalam tindakan
praktis, kemampuan menyelesaikan tugas dengan baik dan
sistematis. Keterampilan teknis ini biasanya dominan dimiliki
oleh tenaga kerja bawahan, yang indikator mencakup: (1)
keterampilan dalam menyusun laporan pertanggungjawaban, (2)
keterampilan menyusun program tertulus, (3) keterampilan, (3)
kamampuan untuk membuat data statistik sekolah, (4)
keterampilan merealisasikan keputusan, (5) keterampilan
mengetik, (6) keterampilan menata ruang, (7) keterampilan
membuat surat. Keterampilan hubungan manusiawi adalah
keterampilan untuk menempatkan diri dalam kelompok kerja dan
keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan
kepuasan semua warga sekolah. Hubungan manusiawi ini akan
melahirkan situasi kooperatif dan menciptakan kontak
manusiawi diantara para warga sekolah. Hubungan manusiawi ini
mencakup: (1) kemampuan menempatkan diri dalam kelompok, (2)
kemampuan untuk menciptakan kepuasan pada diri bawahan, (3)
64
sikap terbuka pada kelompok kerja, (4) kemampuan mengambil
hati melalui keramah tamahan, (5) penghargaan terhadap nilai-
nilai etis, (6) pemerataan tugas dan tanggungjawab, dan (7)
itikad baik, adil, menghormati, dan menghargai orang lain.
Kemudian keterampilan konseptual yang dimaksudkan adalah
kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-
teori, melakukan aplikasi, melihat kecendrungan berdasarkan
kemampuan teoritis yang dibutuhkan di dalam dunia kerja.
Kepala sekolah dituntut memahami konsep dan teori yang erat
hubungannya dengan pekerjaan. Demikian juga indikator dari
ketrampilan konseptual tersebut disebutkan adalah mencakup:
(1) pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam, (2)
kemampuan mengorganisasikan pikiran, (3) keberanian
mengeluarkan pendapat secara akademik, dan (4) kemampuan
untuk mengkorelasikan bidang ilmu yang dimiliki dengan
berbagai situasi. Dalam hubungan dengan keterampilan kepala
sekolah Bordman, dkk (1961) menyatakan bahwa seorang kepala
sekolah harus mampu mengembangkan kemampuan profesional guru,
mengembangkan program super-visi, dan merangsang guru untuk
65
berpartisipasi aktif di dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Dengan berdasarkan pada beberapa keterampilan yang
dimiliki oleh kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, maka
kepala sekolah harus mampu dan bisa membagi habis semua tugas
kepada guru dan personil sesuai dengan tingkat pengetahuan
dan kemampuan masing-masing. Kepala sekolah harus mampu
membimbing semua personil agar mampu melaksanakan tugas
seoptimal mungkin secara efektif dan efisien.
E. Rangkuman
Kepala sekolah sebagai manajer merupakan motor
penggerak, dan menentukan arah kebijakan sekolah, yang akan
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan
pada umumnya dapat direalisasikan. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka kepala sekolah dituntut untuk mampu
memberdayakan segala sumberdaya dalam rangka meningkatkan
efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidikkan
akan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja
kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer adalah segala
66
upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala
sekolah di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
secara efektif dan efesien
F. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian manjemen dari tiga pendapat ahli !.
2. Jelaskan manajemen pendidikan dari sisi proses !.
3. Jelaskan keterampilan-keterampilan kepala sekolah sebagaimanajer pendidikan !.
67
BAB. IVKEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR PENDIDIKAN
A. Standar Kompetensi dan Indikator Pencapaiannya
Standar Kompetensi Indikator Pencapaiannya
Memahami administrasi
kurikulum sekolah.
Dapat menjelaskan bidang-
bidang yang ter-masuk
administrasi kurikulum.
Memahami administrasi
kesiswaan .
Dapat menjelaskan tujuan
administrasi kesiswaan.
Memahami administrasi
kepegawaian sekolah.
Dapat menjelaskan emahami
administrasi kepegawaian
sekolah.
Memahami administrasi
keuangan sekolah.
Dapat menjelaskan tahapan
dalam menyu-sun anggaran
68
Memahami administrasi keu-
angan sekolah.
Memahami administrasi sarana
prasarana sekolah.
Dapat menjelaskan berbagai
macam sarana prasarana
sekolah.
Memahami administrasi
kehumasan sekolah
Dapat mnejelaskan posisi
administrasi kehu-masan
sekolah.
Administrasi sekolah menurut Knezevicch yang dikutif
oleh Sahertian (1985) adalah suatu proses yang terdiri dari
usaha mengkreasi, memelihara, menstimulir, dan mempersatukan
semua daya yang ada pada suatu lembaga pendidikan agar dapat
mencapai tujuan yang telah ditentukan dulu. Selanjutnaya
Knezevicch menjelaskan bahwa cakupan dari administrasi
sekolah adalah meliputi: (1) pengembangan pengajaran dan
kurikulum, (2) pengelolaan kesiswaan, (3) mengelola
personalia sekolah, (4) mengelola gedung dan perlengkapan
sekolah, (5) mengelola angkutan sekolah, (5) mengatur
69
struktur sekolah, (6) mengelola usaha dan keuangan sekolah,
(7) mengelola hubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu
maka semestinya para calon kepala sekolah, dan para kepala
sekolah diberikan pengertian, pemahaman secara teoretik dan
empirik lebih luas dan dalam tentang administrasi pendidikan,
sehingga kelak dikemudian hari apabila sudah menjadi kepala
sekolah akan dapat melakukan dan menerapkan dalam
melakasanakan tugas sebagai kepala sekolah dengan baik, dalam
arti mampu mendayagunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya
sarana dan prasarana lainnya.
B. Administrasi Kurikulum
Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 dan Peratuan Menteri No. 22
Tahun 2006 ruang lingkup administrasi kurikulum dan program
pengajaran maka standar isi meliputi: (a) kerangka dasar dan
struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, (b) beban belajar
bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
(c) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan
dikembangkan dan disusun oleh guru berdasarkan panduan
70
penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari
standar isi, (d) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan
pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Standar isi dikembangkan oleh BSNP.
Struktur kurikulum di SMA/MA misalnya meliputi substansi
mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan
selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII.
Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi
lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisaian kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16
mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan
lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak
dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan
71
diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan
diri difasilitasi dan dibimbing oleh konselor, guru, atau
tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Kemudian hal lainnya yang juga di
dalam kurikulum adalah: (1) jam pelajaran sesuai dengan yang
tertera dalam struktur kurikulum. (2) satuan pendidikan
dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran
perminggu secara keseluruhan, (3) alokasi waktu satu jam
pelajaran adalah 45 menit, dan (4) minggu efektif dalam satu
tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Standar kompetensi lulusan. Berdasarkan peraturan
Menteri No. 23 tahun 2006, standar kompetensi lulusan
digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan. Standar Kompetensi
lulusan ini meliputi kompetensi seluruh mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan ini mencakup
aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan.
72
Standar penilaian pendidikan. Standar penilaian adalah
standar yang mengatur mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian prestasi belajar peserta didik. Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah seperti
tertuang dalam PP 19 tahun 2005 terdiri atas: (a) penilaian
hasil belajar oleh pendidik, (b) penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan; dan (c) penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah. Panduan penilaian setiap kelompok mata pelajaran
yang diterbitkan oleh BSNP. Panduan penilaian tersebut
meliputi: (a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
(b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
(c) kelompok mata pelajaran ilmu pengeta-huan dan teknologi,
(d) kelompok mata pelajaran estetika; dan (e) kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan
pendidikan berdasarkan Permen No. 22 tentang Standar Isi dan
Permen 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan, maka perangkat
pembelajaran yang dapat disusun oleh sekolah meliputi: (1)
pemetaan kompe-tensi dasar setiap mata pelajaran (analisis
73
konteks), dan (2) standar ketuntasan belajar minimal (SKBM).
SKBM adalah pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran oleh
siswa per mata pelajaran. Penetapan SKBM ini dilakukan oleh
forum guru yang berada di lingkungan sekolah yang
bersangkutan maupun dengan sekolah yang terdekat (MGMP).
C. Adminstrasi Kesiswaan
Administrasi kesiswaan adalah merupakan pengaturan
terhadap kegiatan-kegiatan peserta didik dari mulai masuk
sekolah sampai lulus sekolah. Tujuan dari pengaturan
kegiatan-kegiatan peserta didik dari mulai masuk sekolah
sampai lulus sekolah tersebut diarahkan pada peningkatan mutu
kegiatan belajar mengajar baik intra maupun ekstra kurikuler,
sehingga memberikan kontribusi bagi pencapaian visi, misi,
dan tujuan sekolah serta tujuan pendidikan secara
keseluruhan. Dengan demikian administrasi kesiswaan di
sekolah menengah (SMA-SMK) disusun untuk memberi petunjuk
bagi penyelenggara dan pengelola administrasi di sekolah agar
pada pelaksanaan administrasi kesiswaan dapat tertib dan
teratur sehingga mendukung tercapainya tujuan sekolah.
74
Ruang lingkup administrasi kesiswaan meliputi: (1)
perencanaan peserta didik yang diawali dengan penerimaan
siswa baru, dan masa orientasi siswa (MOS), (2) penerimaan
siswa baru (PSB) meliputi: penentuan kebijaksanaan PSB,
sistem PSB, kriteria PSB, prosedur PSB, dan pemecahan
problema-problema PSB, (3) orientasi siswa baru, meliputi
pengaturan hari-hari pertama sekolah. Masa orientasi siswa
(MOS), pendekatan dan teknik-teknik yang digunakan dalam
orientasi siswa adalah (1) mengatur kehadiran, dan ketidak
hadiran peserta didik di sekolah, (2) mengatur pengelompokan
peserta didik, (3) mengatur evaluasi peserta didik, baik
dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar, bimbingan
penyuluhan maupun kepentingan promosi peserta didik, (4)
mengatur kenaikan tingkat/ kenaikan kelas peserta didik, (5)
mengatur peserta didik yang drop out, (6) mengatur kode etik,
dan peningkatan disiplin peserta didik, (7) mengatur
organisasi peserta didik yang meliputi seperi OSIS,
Organisasi pramuka, PMR, KIR, kelompok studi, club pencinta
alam, peringatan hari besar keagamaan, (8) mengatur layanan
75
peserta didik meliputi: layanan BP/BK, layanan perpustakaan,
layanan laboratorium, layanan penasihat akademik (wali
kelas), layanan koperasi siswa, mengatur kegiatan pelaksanaan
wawasan wyatamandala.
D. Administrasi Kepegawaian
Dalam pasal 1 Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang
perubahan atas Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian, bahwa yang dimaksud dengan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) adalah setiap warga negara RI yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh penjabat yang
berwenang dan diberikan tugas dalam suatu jabatan negara atau
diserahi tugas negara lain dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penjabat yang
berwenang adalah penjabat yang mempunyai wewenang mengangkat,
memindahkan, dan memberhentikan PNS berdasarkan peraturan
yang berlaku. Kedudukan PNS berdasarkan UU nomor 8 tahun 1974
adalah unsur aparatur negara, abdi negara, abdi masyarakat,
76
namun dengan adanya perubahan dengan UU nomor 43 tahun 1999,
PNS berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintah, dan pembangunan.
Melihat kedudukan PNS sebagai pelayan masyarakat, maka
bagi PNS yang bertugas di sekolah adalah melayani masyarakat
sekolah atau steakholder yaitu guru, tenaga kepen-didikan,
siswa, orangtua siswa, masyarakat lingkungan sekolah atau
masyarakat peduli pendidikan. Untuk memenuhi pelayanan,
Mendiknas dengan keputusannya nomor 053/U/ 2001 menetapkan
pedoman penyusunan standar pelayanan minimal penyelenggaraan
perse-kolahan bidang pendidikan dasar dan menengah.
Dilihat dari struktur organisasi SMA, Kepala Sekolah
bertanggung jawab penuh atas pelayanan kepada seluruh
masyarakat sekolah dan pembinaan keberhasilan dan peningkatan
mutu pendidikan di SMA tersebut. Dalam memenuhi pelayanan
yang optimal, maka kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala
sekolah, kepala urusan tata usaha, koordinator atau
77
penangungjawab unit laboratorium, perpustakaan, atau unit
lainnya.. Berbagai hal yang termasuk dalam Administarsi
Kepegawaian tersebut adalah mencakup rangkaian kegiatan
penyelenggaraan dan pelayanan administrasi kepegawaian,
antara lain: (1) penyusunan formasi kebutuhan pegawai, (2)
penerimaan pegawai, (3) pencatatan pegawai dalam buku induk
pegawai, (4) perlengkapan file kepegawaian, (5) prajabatan
dan pendidikan jabatan, (6) kenaikan pangkat, (7) kenaikan
gaji berkala, (8) penyusunan DUK, (9) DP3, (10) Cuti, (11)
disiplin pegawai, dan (12) pemberhentian dan pension.
E. Administrasi Keuangan Sekolah.
Pengelolaan keuangan secara sederhana dapat dikemukakan
sebagai suatu usaha/proses merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan melaporkan
kegiatan bidang keuangan agar tujuan sekolah dapat tercapai
secara efektif dan efisien.
a. Perencanaan
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam menyusun
rencana keuangan sekolah adalah:
78
1) Perencanaan harus realistis. Perencanaan
harus mampu menilai bahwa alternatif yang dipilih sesuai
dengan kemampuan sarana/fasilitas, daya/tenaga, dana,
maupun waktu.
2) Perlunya koordinasi dalam perencanaan.
Perencanaan harus mampu memperhatikan cakupan dan
sasaran/volume kegiatan sekolah yang cukup kompleks.
3) Perencanaan harus berdasarkan pengalaman,
pengetahuan dan intuisi. Pengalaman, pengetahuan, dan
intuisi mampu menganalisa berbagai kemungkinan yang
terbaik dalam menyusun perencanaan
4) Perencanaan harus fleksibel (luwes).
Perencanaan mampu menyesuaikan dengan segala kemungkinan
yang tidak diperhitungkan sebelumnya tanpa harus membuat
revisi.
5) Perencanaan yang didasarkan penelitian.
Perencanaan yang berkualitas perlu didukung suatu data
yang lengkap dan akurat melalui suatu penelitian.
79
6) Perencanaan akan menghindari under dan over
planning. Perencanaan yang baik akan menentukan mutu
kegiatan-kegiatan yang diselengga-rakan.
(Langkah-langkah penyusunan RAPBS diuraikan dalam
pembahasan RAPBS)
b. Organisasi dan Koordinasi
Agar perencanaan tersebut dapat dilaksanakan sesuai
dengan yang diinginkan, Kepala Sekolah dituntut untuk
dapat mengorganisasikan dengan menetapkan orang-orang yang
akan melaksanakan tugas pekerjaan, membagi tugas, dan
menetapkan kedudukan, serta hubungan kerja satu dengan
yang lainnya agar tidak terjadi benturan, kesimpangsiuran,
dobel pekerjaan antara satu dengan lainnya. Dalam
menetapkan orang-orang untuk menempati kedudukan, Kepala
Sekolah perlu mempertimbangkan kemampuan dari masing-
masing orang yang ditunjuk antara lain adalah mampu
melaksanakan sebagai:
1) Bendahara
2) Pemegang Buku Kas Umum
80
3) Pemegang Buku Pembantu Mata Anggaran, Buku Bank,
Buku Pajak, Registrasi SPM, dan lain-lain
4) Pembuat laporan dan pembuat arsip pertanggung
jawaban keuangan (Jumlah tenaga/staf yang diperlukan
untuk mengelola kegiatan dana perlu disesuaikan dengan
bobot pekerjaan)
c. Pelaksanaan
Staf yang dipilih diberi kepercayaan untuk membantu
pengelolaan keuangan di sekolah dituntut untuk memahami
tugasnya sebagai berikut:
1) Paham pembukuan
2) Memahami peraturan-peraturan yang berlaku
dalam penyelenggaraan administrasi keuangan
3) Layak dan mempunyai dedikasi tinggi terhadap
pimpinan dan tugas.
4) Memahami bahwa bekerja dibidang keuangan
adalah pelayanan
5) Kurang tanggapnya bagian keuangan akan dapat
mempengaruhi kelancaran pencapaian tujuan
81
d. Pengawasan
Pengawasan adalah suatu usaha untuk mencegah
kemungkinan-kemungiinan penyimpangan dari rencana
instruksi, arahan/saran dari pimpinan. Dengan adanya
pengawasan (controlling) diharapkan penyimpangan yang mungkin
terjadi dapat ditekan sehingga kerugian dapat dihindari.
Untuk melakukan pengawasan yang tepat Kepala Sekolah
dituntut untuk memahami secara garis besar pekerjaan yang
dilakukan oleh pelaksana administrasi keuangan, dan paham
peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur tentang
penggunaan dan pertanggung jawaban serta
pengadministrasian uang negara.
F. Administrasi Sarana Prasarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,
bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam
proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pen-didikan
adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak
langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.
82
Dalam hubungannya dengan sarana pendidikan, Nawawi
(1987) mengklasifika-sikannya menjadi tiga macam kelompok:
(1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat
digunakan; dan (3) hubungannya dengan proses belajar
mengajar.
Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan
atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang
relatif singkat. Sebagai contoh adalah kapur tulis yang biasa
digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran, beberapa
bahan kimia yang digunakan oleh seorang guru dan siswa dalam
pembelajaran IPA. Semua contoh di atas merupakan sarana
pendidikan yang benar-benar habis dipakai. Selain itu, ada
beberapa sarana pendidikan yang berubah bentuk, misalnya
kayu, besi, dan kertas karton yang sering kali digunakan oleh
guru dalam mengajar materi pelajaran keterampilan. Sementara,
sebagai contoh sarana pendidikan yang berubah bentuk adalah
pita mesin tulis, bola lampu, dan kertas. Semua contoh
tersebut merupakan saran pendidikan yang apabila dipakai satu
kali atau beberapa kali bisa habis dipakai atau berubah
83
sifatnya. Sarana pendidikan yang tahan lama. Sarana
pendidikan yang tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat
yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang
relatif lama. Beberapa contohnya adalah bangku sekolah, mesin
tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan olahraga.
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan
yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan
pemakaiannya. Lemari arsip sekolah misalnya, merupakan salah
satu sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindahkan
ke mana-mana bila diinginkan. Demikian pula bangku sekolah
termasuk sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau
dipindahkan ke mana saja. Sarana pendidikan yang tidak bisa
bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau
relatif sangat sulit untuk dipindahkan. Misalnya saluran dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Semua peralatan yang
berkaitan dengan itu, seperti pipanya relatif tidak mudah
untuk dipindahkan ke tempat-tempat tertentu.
Ditinjau dari fungsi atau peranannya dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar, maka sarana pendidikan dibedakan
84
menjadi 3 macam, yaitu alat pelajaran, alat peraga, dan media
pengajaran, kadang-kadang ketiga macam sarana tersebut sukar
dibedakan, namun dibawah ini dicoba dijelaskan sebagai
berikut: (1) alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara
langsung dalam proses belajar mengajar. Alat ini mungkin
berwujud buku, alat peraga, alat tulis, dan alat praktek, (2)
alat peraga adalah alat bantu pendidikan dan pengajaran,
dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang mudah
memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang
abstrak sampai kepada yang kongkrit, dan (3) media
pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai
perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih
mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan
pendidikan. Ada 3 jenis media yaitu media audio, media
visual, dan media audio visual.
Prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan
menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara
langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti
ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan,
85
dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang
keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar,
tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses
belajar mengajar, misalnya ruang kantor, kantin sekolah,
tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha
kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan
tempat parkir kendaraan.
Secara umum, tujuan administrasi sarana prasarana
sekolah adalah memberikan layanan secara profesional di
bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka
terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan
efisien. Secara rinci, tujuannya adalah sebagai berikut: (1)
untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan
seksama. Melalui administrasi sarana prasarana sekolah
diharapkan semua perlengkapan yang didapatkan oleh sekolah
adalah sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas
tinggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang
efisien, dan (2) untuk mengupayakan pemakaian sarana
86
prasarana sekolah secara tepat dan efisien, sehingga
keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap
dipelukan oleh semua personel sekolah.
G. Administrasi Kehumasan
Menurut The British Institute of Public Relation humas adalah
aktivitas mengelola komunikasi antara organisasi dan
publiknya (Ruslan: 2006). Kemudian Harlow dalam menjelaskan
bahwa Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas dan
mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara
organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi,
pengertian, penerimaan dan kerja sama; melibatkan manajemen
dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen
untuk menanggapi opini publik; mendukung manajemen dalam
mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif;
bertindak sebagai system peringatan dini dalam mengantisipasi
kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi
yang sehat dan etis sebagai sarana utama (Ruslan: 2006).
Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa humas
adalah aktivitas yang menghubungkan antara organisasi dengan
87
masyarakat (public) demi tercapainya tujuan organisasi dan
harapan masyarakat tentang produk yang dihasilkan.
Humas dalam sistem pendidikan khususnya di sekolah
mempunyai tujuan: 1) Meningkatkan partisipasi, dukungan, dan
bantuan secara konkrit dari masyarakat baik berupa tenaga,
sarana prasarana maupun dana demi kelancaran dan tercapainya
tujuan pendidikan. 2). Menimbulkan dan membangkitkan rasa
tanggung jawab yang lebih besar pada masyarakat terhadap
kelangsungan program pendidikan di sekolah secara efektif dan
efisien. 3). Mengikutsertakan masyarakat dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi sekolah. 4). Menegakkan dan
mengembangkan suatu citra yang menguntungkan (favorable image)
bagi sekolah terhadap para stakeholdersnya dengan sasaran
yang terkait yaitu publik internal dan publik eksternal. 5)
Membuka kesempatan yang lebih luas kepada para pemakai
produk/lulusan dan pihak-pihak yang terkait untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Hasil yang diharapkan dan indikator keberhasilan
pelaksanaan humas sebagai berikut. (1) Perhatian masyarakat
88
meningkat. (2) Organisasi/instansi memiliki program-program
yang sesuai dengan keinginan masyarakat. (3)Terjalinnya
kemitraan antara organisasi/instansi dan masyarakat. (4)
Akses informasi meningkat. (5) Provesionalisme sivitas
akademika, para pemimpin, dan para pengelola meningkat.
Humas/PR merupakan mediator yang menghubungkan antara
organisasi/ instansi dengan mayarakat memiliki sifat-sifat
sebagai berikut. 1) Timbal balik. Hubungan yang bersifat dua
arah dalam rangka mendukung fungsi dan tujuan manajemen
dengan meningkatkan pembinaan kerja sama dan memberikan
manfaat bagi sekolah maupun masyarakat. 2) Sukarela. Hubungan
yang dilaksanakan secara iklas. 3) Berkesinambungan. Hubungan
yang berlangsung secara terus-menerus
Menurut Bernay (Ruslan, 2006) ada tiga fungsi utama
humas yaitu: (1) memberikan penerangan kepada masyarakat, (2)
melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan
masyarakat secara langsung, dan (3) berupaya untuk
mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan/lembaga
sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya.
89
Selanjutnya, fungsi humas menurut Cutlip & Centre, and
Canfield ( 1982) adalah: (1) menunjang aktivitas utama
manajemen dalam mencapai tujuan bersama, (2) membina hubungan
yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya yang
merupakan halayak sasaran, (3) mengidentifikasi segala
sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi dan tanggapan
masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya, atau
sebaliknya, (4) melayani keinginan publiknya dan memberikan
sumbang saran kepada pimpinan demi tujuan dan manfaat
bersama, (5) menciptakan komunikasi dua arah timbal balik,
dan mengatur informasi, publikasi serta pesan dari badan/
organisasi ke publiknya atau sebaliknya, demi tercapainya
citra positif bagi kedua belah pihak.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
humas adalah sebagai berikut. 1) Agen pembaharuan, 2) Wadah
kerja sama, 3) Penyalur aspirasi, 4) Pemberi informasi.
Posisi humas/PR berada di antara organisasi/instansi dan
masyarakat sehingga kedudukan humas/PR adalah menilai sikap
masyarakat (publik) agar tercipta keserasian antara
masyarakat dengan kebijaksanaan organisasi /instansi. Oleh
90
karena itu, aktivitas, program, humas, tujuan (goal) dan
hingga sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi/instansi
tersebut tidak terlepas dari dukungan, serta citra positf
dari pihak publiknya. Fungsi humas/PR dalam menyelenggarakan
komunikasi timbal balik dua arah (reciprocal two way traffic
communication) antara organisasi/instansi yang diwakilinya
dengan publik sebagai sasaran (target audience) pada akhirnya
dapat menentukan sukses atau tidaknya tujuan dan citra yang
hendak dicapai oleh organisasi bersangkutan. Posisi humas
dapat digambarkan sperti gambar berikut di bawah ini.
O M RA
G SA H YN U A
I MR
S A AA S KS AI T
G. Rangkuman
Administrasi sekolah adalah suatu proses yang terdiri
dari usaha mengkreasi, memelihara, menstimulir, dan
mempersatukan semua daya yang ada pada suatu lembaga
91
pendidikan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan
dulu. Cakupan dari administrasi sekolah adalah meliputi: (1)
pengembangan pengajaran dan kurikulum, (2) pengelolaan
kesiswaan, (3) mengelola personalia sekolah, (4) mengelola
gedung dan perlengkapan sekolah, (5) mengelola usaha dan
keuangan sekolah, dan (6) mengelola hubungan dengan
masyarakat. Para calon kepala sekolah dan para kepala sekolah
diberikan pengertian, pemahaman secara teoretik dan empirik
lebih luas dan dalam tentang administrasi pendidikan,
sehingga kelak dikemudian hari apabila sudah menjadi kepala
sekolah akan dapat melakukan dan menerapkan dalam
melakasanakan tugas sebagai kepala sekolah dengan baik, dalam
arti mampu mendayagunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya
sarana dan prasarana lainnya.
H. Evaluasi
1. Jelaskan bidang-bidang yang termasuk administrasikurikulum!
2. Jelaskan tujuan administrasi kesiswaan!.
3. Jelaskan administrasi kepegawaian sekolah!.
92
4. Jelaskan tahapan dalam menyusun anggaran!.
5. Jelaskan berbagai macam sarana prasarana sekolah!.
6. Jelaskan fungsi-fungsi administrasi kehumasan sekolah!.
BAB. VKEPALA SEKOLAH SEBAGAISUPERVISOR PENDIDIKAN
A. Standar Kompetensi dan IndikatorPencapaiannya
Standar Kompetensi Indikator Pencapaiannya
Memahami hakekat perkembangan
supervi-si pendidikan.
Dapat menjelaskan hakekat
perkembangan supervsi
pendidikan.
Memahami tujuan supervisi Dapat menjelaskan tujuan
93
pendidikan. supervisi pendi-dikan.
Memahami kompetensi Kepala
sekolah sebagai supervisor
pendidikan.
Menganalisis kompetensi
Kepala sekolah sebagai
supervisor pendidikan.
Memahami prinsip-prinsip
supervisi pendi-dikan
Dapat menganalisis pentingnya
prinsip-prinsip supervisi
pendidikan
Memahami metode supervisi
pendidikan
Dapat mengaplikasikan metode
supervisi pendidikan sesuai
dengan teknik supervisi
pendidikan yang digunakan.
Memahami Teknik-teknik
supervisi pendi-dikan
Dapat menganalisis kelebihan
dan kekurang teknik observasi
kelas.
Memahami berbagai pendekatan
dalam su-pervisi pendidikan
Dapat merancang langkah-
langkah dalam melaksanakan
pendekatan kolaboratif dalam
supervisi pendidikan.
94
B. Hakekat Perkembangan dan Tujuan Supervisi Pendidikan
Pendidikan di sekolah adalah merupakan salah satu dari
tri pusat pendidikan, di samping pendidikan dalam keluarga
dan pendidikan dalam masyarakat (Dewantara.1977). Pendidikan
di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan yang dilakukan
dan diorga-nisasikan secara formal. Sekolah sebagai
organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang sangat
kompleks, di dalamnya terdiri dari berbagai komponen yang
mempunyai tugas dan fungsi secara sendiri-sendiri maupun
saling berkaitan satu sama lainnya, dan berproses dalam
rangka mencapai tujuannya.
Untuk dapat berfungsi dan berprosesnya berbagai
komponen sekolah tersebut secara efektif dalam mencapai
tujuan pendidikan, maka berbagai fungsi manajemen dalam
lembaga pendidikan sekolah supaya dilakukan secara benar.
Fungsi-fungsi manajemen yang dimaksudkan diantaranya adalah
fungsi perencanaan, pengorgasian, komunikasi, pengarahan,
kepemimpinan, pengawasan, evaluasi, monitoring, dan ber-bagai
fungsi yang lainnya.
95
Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen tersebut
khususnya fungsi pengawasan dalam penyelenggarakan pendidikan
di sekolah dikenal dengan istilah supervisi pendidikan.
Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara nasional
mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan
diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam
perkembangannya, tampaknya pada setiap pergantian kurikulum,
supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman
kurikulum (Depdikbud. 1976), walaupun kata supervisi dianggap
tidak mengandung makna yang sesuai dalam bidang pendidikan,
karena diberi pemaknaan pembinaan, yaitu pembinaan
professional guru sesuai dengan sistem pembinaan professional
(SPP) sebagai hasil dari proyek Cianjur 1984 (Depdikbud.
1986). Tampaknya dalam hubungan ini kata pembinaan itu
sendiri hanya lebih dikenal di kalangan praktisi seperti
kepala sekolah, dan pengawas, dan sebaliknya kurang dikenal
oleh guru, karena para guru merasa lebih familiar dengan
istilah supervisi. Namun demikian secara akademis apapun
istilah yang digunakan untuk supervisi pendidikan bukanlah
96
sesuatu yang perlu dipertentangkan. Karena tugas pengawas
dan supervisor dalam konteks pendidikan, dan pengajaran
memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah: (1)
tujuannya memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru, (2)
berfungsi sebagai monitoring, (3) kegiatannya memiliki fungsi
manajemen, (4) berorientasi pada tujuan pendidikan. Kemudian
perbedaannya adalah bahwa kepengawasan lebih menekankan pada
upaya untuk menemukan penyimpangan atau hambatan dari rencana
yang telah ditetapkan, sedangkan supervisi lebih menekankan
pada upaya-upaya membantu guru untuk perbaikan dan
peningkatan proses belajar mengajar.
Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum
karena dilakukan untuk memonitor berbagai kegiatan yang
dilaksanakan di sekolah. Karena itu seringkali kesalahan para
personil sekolah akan lebih banyak dieksploitasi dan
ditonjolkan, bahkan jika melebihi batas atau melanggar suatu
aturan atau kebijakan akan membawa konsekwensi seseorang
personel tertentu dapat diberikan sangsi sampai pada
pemecatan. Itulah sebabnya supervisi pada waktu itu lebih
97
banyak dikonotasikan sifatnya lebih melecehkan supervisi
dengan ungkapan snoopervision atau penembak jitu.
Kemudian lebih lanjut dalam perkembangannya konsepsi
supervisi lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar
mengajar guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi
supervisi umum yaitu kegiatan supervisi yang ditujukan pada
penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti
sarana dan parasarana dan lingkungannya yang berupa gedung,
ruang kelas, media, alat-alat pelajaran, kafetaria, dan
transfortasi dan tidak bersifat administratif. Kemudian
supervisi pengajaran yang lebih bersifat khusus untuk
membantu guru dalam bidang studi tertentu. Dalam hubungan ini
kemudian Poerwanto (2006) memperjelas pengertian dan fungsi
supervisor tersebut sebagai mitra guru, inovator, konselor,
motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam
meningkatkan proses belajar mengajarnya.
Berdasarkan konsepsi bahwa supervisi untuk membantu guru
dalam bidang studi tertentu, maka supervisi diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar
98
mengajar. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi
pendidikan itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan
pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu pendidikan.
Konsepsi supervisi kemudian lebih memfokus pada kegiatan
PBM, sehingga supervisi diberikan pengertian sebagai setiap
layanan yang diberikan kepada guru, yang hasil akhirnya
adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran guru,
pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum (Neagley dan
Evans. 1980). Supervisi sebagai usaha untuk mendorong,
mengkoordinasikan, dan menuntun pertumbuhan guru-guru secara
berkesi-nambungan di suatu sekolah, baik secara individu
maupun secara kelompok dalam pengertian yang lebih baik, dan
tindakan yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran sehingga
mereka dapat mampu untuk mendorong dan menuntun pertumbuhan
setiap siswa secara berkesinambungan menuju partisipasi yang
cerdas dan kaya dalam kehidupan masyarakat demokratis modern
(Boardman, dkk. 1961), nilai supervisi terletak pada
perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang
direfleksikan pada perkem-bangan para siswa (Mark, dkk.1974).
99
Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan nilai dari supervisi
pengajaran tersebut sangat penting dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan, maka permasyalahan lainnya yang tampaknya
juga perlu dibahas adalah apakah syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh seseorang untuk dapat diangkat menjadi pengawas
Pengawas secara akademik adalah bisa bersifat formal
yang berasal dari luar sekolah, yaitu kalau pengawas tersebut
ditunjuk secara legal oleh Dinas Pendidikan pada tingkat
kabupaten, provinsi, dan tingkat kecamatan, dan ada juga
supervisor yang berasal dari dalam sekolah sendiri, yaitu
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan
para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986).
Kemudian seseorang yang dapat diangkat menjadi supervisor
terutama yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sesuai dengan
Permen Pendidikan Nasional RI No.12 Tahun 2007 tentang
standar pengawas sekolah/ madrasah, untuk tingkat SMA harus
memenuhi kualifikasi: (1) memiliki pendidikan minimum
Magister (S2) Kependidikan dengan berbasis Sarjana (S1) dalam
rumpun mata pelajaran pada perguruan tinggi yang
100
terkreditasi, (2) guru SMA bersertifikat pendidik sebagai
guru dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA, atau kepala
sekolah SMA dengan pengalaman kerja empat tahun, untuk
menjadi pengawas sesuai dengan rumpun mata pelajarannya, (3)
memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c, (4)
berusia setinggi-tingginya 50 tahun sejak diangkat sebagai
pengawas satuan pendidikan, (5) memenuhi kompetensi sebagai
pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalaui uji
kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional
pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah, (6) lulus
seleksi pengawas satuan pendidikan.
C. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Pendidikan
Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan
informal. Pengawas formal adalah pengawas yang diangkat oleh
dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten, dan tingkat
kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal adalah
101
pengawas yang bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru
bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kedua jenis
pengawas tersebut harus memiliki kompetensi kepenga-wasan.
Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki meliputi: (1)
kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan
pengajaran, (3) menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan
fasilitas belajar, (5) menyiapkan bahan-bahan pelajaran, (6)
menyelenggarakan penataran guru-guru, (7) memberikan
konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8)
mengkordinasikan layanan terhadap para siswa, (10)
mengembangkan hubungan dengan masyarakat, dan (11) menilai
pelajaran (Neagley dan Evans. 1980).
Tampaknya semua komptensi yang disebutkan di atas
berkaitan dengan pengem-bangan kurikulum. Secara lebih legal
persyaratan kompetensi pengawas telah dituangkan dalam bentuk
kebijakan pemerintah yaitu Permendiknas No.12 Tahun 2007.
Kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas adalah (1)
kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial,
102
(3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi evaluasi
pendidikan, (5) kompetensi penelitian pengembangan, dan (6)
kompetensi sosial.
Secara lebih rinci kompetensi yang dituntut terhadap
seorang pengawas tersebut terutama sesuai dengan Permendiknas
No.12 Tahun 2007 adalah sebagai berikut.
KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH
Dimensi Kompetensi Kompetensi
1. Kompetensi
keperiba-
dian
1.1 Memiliki tanggungjawab sebagai
pengawas satuan
pendidikan.
1.2 Kreatif dalam bekerja dan
memecahkan masalah baik yang
berkaitan dengan kehidupan pribadi
maupun tugas-tugas jabatannya.
1.3 Memiliki rasa ingintahu akan hal-
hal baru tentang pendidikan, ilmu
pengetahuan teknologi dan seni yang
103
menunjang tugas pokok dan tanggung-
jawabnya.
1.4 Menumbuhkan motivasi kerja pada
dirinya dan pada stakeholder
pendidikan.
2. Kompetensi
Supervisi
Manajerial.
2.1 Menguasai metode, teknik dan
prinsip supervisi da-
lam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di seko-lah menengah
yang sejenis.
2.2 Menyusun program kepengawasan
berdasarkan visi-misi-tujuan dan
program pendidikan sekolah mene-
ngah yang sejenis.
2.3 Menyusun metode kerja, instrumen
yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas pokok dan fungsi kepe-
ngawasan di sekolah menengah yang
sejenis.
104
2.4 Menyusun laporan hasil pengawasan
dan menin-daklanjutinya untuk
perbaikan program pengawasan
berikutnya di sekolah menengah yang
sejenis.
2.5 Membina kepala sekolah dalam
pengelolaan dan administrasi satuan
pendidikan berdasarkan ma-najemen
peningkatan mutu pendidikan di
sekolah menengah yang sejenis.
2.6 Membina kepala sekolah dan guru
dalam melak-sanakan bimbingan dan
konseling di sekolah mene-ngah yang
sejenis.
2.7 Mendorong guru dan kepala sekolah
dalam mere-fleksikan hasil-hasil
yang dicapainya untuk mene-mukan
kelebihan dan kekurangan dalam
melaksa-nakan tugas pokoknya di
105
sekolah menengah yang sejenis.
2.8 Memantau pelaksanaan standar
nasional pendidikan dan
memanfaatkan hasil-hasilnya untuk
membantu kepala sekolah dalam
mempersiapkan akreditasi sekolah
menengah yang sejenis.
3. Kompetensi
supervisi
akademik.
3.1 Memahami konsep, prinsip, teori
dasar, karakteristik, dan
kecendrungan perkembangan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
3.2 Memahami konsep, prinsip,
teori/teknologi, karak-
teristik, dan kecendrungan
perkembangan proses
pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata
106
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
3.3 Membimbing guru dalam menyusun
silabus tiap mata pelajaran dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan
di sekolah menengah yang sejenis
berlandaskan standar isi, standar
kompetensi, dan kompetensi dasar,
dan prinsip-prinsip pengembangan
KTSP.
3.4 Membimbing guru dalam memilih dan
mengguna-kanstrategi/metode/teknik
pembelajaran/bombing-an yang dapat
mengembangkan berbagai potensi
siswa melalui mata pelajaran dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan
di Sekolah menengah yang sejenis.
3.5 Membimbing guru dalam menyusun
rencana pe-laksanaan pembelajaran
107
(RPP) untuk tiap mata pelajaran
dalam rumpun mata pelajaran yang
rele-van di sekolah menengah yang
sejenis.
3.6 Membimbing dalam melaksanakan
kegiatan pem-belajaran/bimbingan
(di kelas, laboratorium, dan atau
di di lapangan) untuk tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
3.7 Membimbing guru dalam mengelola,
merawat,
mengembangkan dan menggunakan
media pendi-dikan dan fasilitas
pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
108
3.8 Memotivasi guru untuk
memanfaatkan teknologi in-formasi
untuk pembelajaran/bimbingan tiap
mata pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
4. Kompetensi
evaluasi
Pendidikan.
4.1 Menyusun kriteria dan indikator
keberhasilan pen-didikan dan
pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
4.2 Membimbing guru dalam menentukan
aspek-
aspek yang penting dinilai
dalam pembelajaran/ bimbingan tiap
mata pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
109
4.3 Menilai kinerja kepala sekolah,
kinerja guru, dan staf sekolah
lainnya dalam melaksanakan tugas
pokok dan tanggungjawab untuk
meningkatkan mutu mutu pendidikan
dan pembelajaran/bim bingan tiap
mata pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
4.4 Memantau pelaksanaan
pembelajaran/bimbingan dan hasil
belajar siswa serta menganlisisnya
untuk per-baikan mutu
pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
4.5 Mebina guru dalam memanfaatkan
hasil penilaian untuk kepentingan
110
pendidikan dan pembelajaran/
bimbingan tiap mata pelajaran dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan
di sekolah menengah yang sejenis.
4.6 Mengolah dan menganlisis data
hasil penilaian kinerja kepala
sekolah, kinerja guru dan staf
lsekolah di sekolah menengah yang
sejenis.
5. Kompetensi
penelitian
Pengembangan.
5.1 Menguasai berbagai pendekatan,
jenis, dan metode penelitian dalam
pendidikan.
5.2 Menentukan masalah kepengawasan
yang penting diteliti baik untuk
keperluan tugas kepengawasan maupun
untuk pengembangan karirnya sebagai
pengawas.
5.3 Menyusun proposal penelitian
pendidikan proposal penelitian
111
kualitatif maupun penelitian
kuantitatif.
5.4 Melaksanakan penelitian pendidikan
untuk peme-cahan masalah
pendidikan, dan perumusan kebi-
jakan pendidikan yang bermanfaat
bagi tugas pokok tangjawabnya.
5.5 Mengolah dan menganalisis data
hasil penelitian
pendidikan baik data
kualitatif maupun kuantitatif.
5.6 Menulis karya tulis ilmiah (KTI)
dalam bidang pendidikan dan atau
dalam bidang kepengawasan dan
memanfaatkannya untuk perbaikan
mutu pendidikan.
5.7 Menyusun pedoman/panduan dan atau
buku/modul yang diperlukan untuk
melaksnakan tugas penga-wasan di
112
sekolah menengah yang sejenis.
5.8 Memberikan bimbingan kepada guru
tentang pe-nelitian tindakan kelas,
baik perencanaan maupun
pelaksanaannya di sekolah menengah
yang sejenis.
6. Kompetensi
sosial
6.1 Bekerjasama dengan beberapa pihak
dalam rangka meningkatkan kualitas
diri untuk dapat melak-sanakan
tugas dan tanggungjawabnya.
6.2 Aktif dalam kegiatan asosiasi
pengawas satuan
pendidikan.
Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi
manajerial terutama pengawas Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa aspek-aspek
pengawasan supervisi manjerial adalah mencakup membina kepala
sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan
113
pendidikan, membina kepala sekolah dan guru dalam
melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, membimbing guru
dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan
menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan
yang dapat mengembangkan potensi siswa melalui mata
pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah
dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk
menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas
pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan,
dan membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.
Demikian juga aspek-aspek yang dimonitoring dalam
pelaksanaan supervisi akademik adalah mencakup membimbing
guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun
mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih
dan menggunakan strategi/metode/teknik
pembelajaran/bimbingan, mem-bimbing guru dalam menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), mem-bimbing guru
dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau
114
lapangan, membimbing guru dalam mengelola, merawat,
mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas
pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi
informasi.
Agar seorang pengawas dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik tampak-nya di samping dituntut memiliki
kompetensi seperti yang diuraikan di atas juga dilengkapi dan
didukung dengan berbagai pemahaman dan pengayaan yang lain,
seperti: prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi.
Seorang pengawas harus dapat merencanakan program supervisi
dan melaporkan hasilnya.
D. Prinsip-prinsip, Metode dan Teknik-teknik SupervisiPendidikan
Seorang pengawas akan dapat melakasanakan tugasnya
dengan baik apabila dalam melaksanakan tugasnya berpegang
dan berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-
prinsip sepervisi yang dimasudkan adalah:
1. Prinsip ilmiah. Prinsip ini bercirikan bahwa kegiatan
supervisi tersebut hendaknya berlandaskan pada data
115
obyektif yang diperoleh dari kenyataan yang dialami oleh
guru dalam proses belajar mengajar guru. Untuk memperoleh
data tersebut diper-lukan berbagai alat perekam data,
seperti angket, lembar observasi, cheklist, pedoman
wawancara, dan yang lainnya. Ciri yang lainnya adalah
dilakukan secara sistematis, berencana, dan berkelanjutan.
2. Prinsip demokrasi. Prinsip ini mengharapkan bahwa di
dalam pelaksanaan tugas supervisi dilandasi oleh suatu
hubungan kemanusiaan yang akrab dan hangat, menjumjung
tinggi harga diri dan martabat guru, berdasarkan
kesejawatan, bukan berdasarkan pada hubungan atasan dan
bawahan.
3. Prinsip kerja sama. Prinsip ini mengembangkan usaha
bersama, memberi dukung-an, menstimulasi, sehingga guru
merasa bertumbuh.
4. Prinsip konstruktif dan kreatif. Supervisor harus mampu
mengembangkan dan menciptakan suasana kerja yang
menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan
(Sahertian. 2000., Wijono. 1989., Hariwung.19890).
116
Prinsip-prinsip supervisi yang diuraikan di atas dalam
pelaksanaannya sebaiknya didukung dengan menggunakan metode
dan beberapa teknik yang dapat digunakan oleh seorang
pengawas agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Metode supervisi yang dimaksudkan adalah metode langsung dan
tidak langsung (Ametembun. 1975). Metode langsung merupakan
suatu cara dimana seorang penga-was secara pribadi langsung
dapat berhadapan dengan guru yang disupervisi baik secara
individu maupun secara kelompok. Kemudian metode tidak
langsung apabila seorang pengawas dalam melaksanakan
fungsinya dengan menggunakan alat peran-tara atau media
terhadap guru yang disupervisinya. Demikian pula yang
dimaksud dengan teknik supervisi tersebut ada yang disebut
dengan teknik individual, seperti kunjungan kelas, observasi
kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, menilai
diri sendiri, dan ada pula teknik supervisi bersifat
kelompok, seperti: rapat guru, studi kelompok antar guru,
diskusi sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman,
lokakarya, diskusi panel, seminar, simposium, demontrasi,
117
perpustakaan jabatan, buletin supervisi, membaca langsung,
mengikuti kursus, organisasi jabatan, perjalanan sekolah
untuk staf sekolah (Sahertian dan Mataheru. 1982). Pemilihan
terhadap salah satu metode supervisi tersebut akan berkaitan
erat dengan penggunaan suatu teknik supervisi. Pemilihan dan
penggunaan metode supervisi langsung misalnya dapat digunakan
secara bersamaan dengan teknik supervisi kunjungan kelas,
pertemuan individual, dan rapat guru. Demikian pula pemilihan
dan penggunaan metode supervisi tidak langsung, dapat
digunakan secara bersamaan dengan teknik supervisi, misalnya,
buleletin supervisi, papan pembinaan, angket, dan televisi.
Dalam hubungan dengan pemilihan metode dan teknik supervisi
tersebut ada pendapat yang menekankan pada penggunaan metode
langsung dan teknik individual, bahkan lebih jauh menyatakan
bahwa pengawas dinyatakan belum melakukan kegiatan supervisi
apabila tidak menggunakan teknik individual. Dengan demikian
seorang supervisor tersebut haruslah melakukan kunjungan
kelas, observasi, dan percakapan, karena dengan kunjungan
kelas inilah kelemahan dan kelebihan guru dalam mengajar
118
dapat dideteksi (Neagley dan Evans. 1980). Sehubungan dengan
pentingnya teknik kunjungan kelas, observasi yang didahului
dengan percakapan, maka kunjungan kelas tersebut lebih lanjut
disebut dengan tulang punggung supervisi.
Bagan. 2.1Siklus Kegiatan Supervisi
Kunjungan Kelas
Sejalan dengan perkembangan iptek supervisi juga
mengalami perkembangan. Pada tahun 1983 P2LPTK Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen P dan K juga
memperkenalkan supervisi klinis yang merupakan hasil karya
Morris Cogan dan Robert J. Krajewski yang telah dikembangkan
pada tahun 1961. Model supervisi ini dianggap efektif, oleh
karena itu banyak pakar yang ikut mengembangkannya antara
lain Cogan, Mosher dan Perpel, Oliva, Robert Goldhamamer
Percakapan sebelum observasi
3. Percakapan setelah observasi
119
2. Observasi/kunjungan Kelas
(Bafadal.1992). Perbedaan pengembangan di antara para pakar
tersebut terletak pada langkah proses atau siklusnya, ada
yang 3 langkah, 5 langkah, ada pula 8 langkah. Siklus yang
paling banyak diikuti adalah yang terdiri dari 3 langkah,
demikian juga penggunaan supervisi klinis hanya terbatas pada
guru yang menghadapi masalah pengajaran, atau bagi guru yang
ingin mencobakan hal-hal yang baru.Variasi dan perbedaan
langkah proses dalam siklusnya tampak dalam bagan di bawah
ini.
Bagan 2.2Deskripsi Siklus Supervisi Klinik
Cogan (1973) Mosher dan
Perpel
(1972)
Oliva
(1984)
Goldhammer,
dkk. (1981).
Bafadal
. 1992
Membangun dan
menetapkan
hubungan.
Perencanaan
dengan guru.
Perencanaan
kegiatan
observasi
Perencanaan
Kontak dan
komunikasi
dengan guru
untuk
merenca-
nakan
observasi
Pertemuan
sebelum
observasi.
Tahap
pertemu
-an
awal.
Tahap
120
Observasi kelas Observasi. Observasi
kelas
Observasi
kelas
observa
si
mengaja
r
Analisis proses
belajar mengajar.
Perencanaan
pertemuan.
Pertemuan.
Penjajagan
pertemuan
berikutnya.
Evaluasi
dan
analisis
Tindak
lanjut
observasi.
Analisis data
strategis.
Pertemuan
supervisi.
Analisis
sesudah
pertemuan
supervisi.
Tahap
pertemu
-an
balikan
.
E. Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan
Kemudian dalam pengembangan supervisi pengajaran untuk
dapat mencapai tujuannya secara efektif seorang supervisor
dapat menggunakan berbagai pendekatan yang memiliki pijakan
ilmiah, yaitu supervisi saintifik, artistik, dan klinik
(Sahertian. 2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri:
(1) dilaksanakan secara berencana dan kontinyu, (2)
sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu,
121
(3) menggunakan instrumen pengumpulan data, dan (4) data
obyektif yang diperoleh dari keadaan riil, dan dianalisis.
Supervisi artistik memandang bahwa mengajar itu adalah suatu
pengetahuan, keterampilan, dan suatu kiat. Lebih jauh
dijelaskan bahwa supervisi bekerja menyangkut untuk orang
lain, melalui orang lain. Oleh karena itu pekerjaan supervisi
akan berhasil apabila ada kerelaan, kepercayaan, saling
mengerti, dan saling mengakui dan menerima orang sebagaimana
adanya, sehingga orang lain merasa aman dan mau maju.
Supervisi klinik pada mulanya diperkenalkan oleh Moris L.
Cogan, Robert Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas
Harvard pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam
puluhan (Krajewski.1982). Supervisi klinik dirancang sebagai
salah satu model atau pendekatan dalam mensupervisi calon
guru yang berperaktek mengajar. Penekanannya adalah pada
klinik atau dalam pengobatan dan penyembuhan, yang diwujudkan
dalam bentuk tatap muka antara supervisor dengan calon guru.
Supervisi klinik lebih memusatkan perhatiannya pada perilaku
guru yang aktual di kelas.
122
Demikian juga pada tahun 80 an dalam perkembangan
supervisi pengajaran menggunakan pendekatan yang bertitik
tolak pada pijakan psikologi belajar, yaitu psikologi
behavioral, humanistik, dan kognitif. Psikologi behavioral
memandang belajar sebagai kondisioning individu dengan dunia
di luar dirinya. Belajar adalah hasil peniruan atau latihan-
latihan yang memperoleh ganjaran jika berhasil dan hukuman
jika gagal. Psikilogi humanistik berdasarkan pemikiran bahwa
belajar adalah hasil keingintahuan individu untuk menemukan
rasionalitas dan keteraturan di alam ini, sehingga belajar
dipandang sebagai proses pembawaan yang berkembang (terbuka).
Guru menunjang keingintahuan individu dari hasil belajar
melalui self-discovery. Psikologi kognitif berpendapat bahwa
belajar adalah hasil keterpaduan antara interaksi kegiatan
individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar dianggap
sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan murid.
Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara
guru dan murid, antara murid atau obyek yang dimanipulasi.
123
Berdasarkan pendekatan di atas, supervisi dirumuskan
sebagai proses perba-ikan dan peningkatan kelas dan sekolah
melalui kerjasama secara langsung dengan guru. Untuk itu,
maka supervisor perlu memilih kegiatan supervisinya yang
sesuai dengan tujuan perbaikan atau peningkatan pembelajaran
tertentu. Pemilihan kegiatan supervisi yang bersumber dari
pandangan mendasar itu menjadikan supervisi lebih kokoh
karena memiliki pijakan ilmiah dan lebih efektif. Dengan
memperhatikan tahapan perkembangan guru itu, tokohnya Carl D.
Glickman menyebutnya supervisi perkembangan.
Gambaran tentang belajar dan supervisi digambarkan,
sebagai berikut di bawah ini:
GAMBAR. 2.3PANDANGAN TENTANG BELAJAR
Tanggungjawab
siswa
Tinggi Sedang Rendah
Tanggungjawab
guru
Rendah Sedang Tinggi
Pandangan Humanistik Kognitivisti Behavioralist
124
psikologi tentang
belajar.
k ik
Metode belajar. Menemukan
sendiri
(Self-
Discovery).
Mencoba-coba
(eksperiment
asi)
Dikondisikan
(conditioning
).
GAMBAR. 2.4PANDANGAN TENTANG SUPERVISI
Tingkat komitmen
guru
Tinggi Sedang Rendah
Tigkat abstraksi
guru
Tinggi Sedang Rendah
Tanggungjawab
supervisor
Rendah Sedang Tinggi
Orientasi
supervisi
Nondirektif Kollaboratif Direktif.
Metode utama Penilaian
diri sendiri
Kontrak
bersama
(Self
assessment)
Menetapkan
pato-kan
(Delineated
standard)
125
Berdasarkan dua dimensi penting yang dimiliki oleh
setiap individu guru, yaitu dimensi derajat komitmen dan
dimensi kekomplekkan kognitif atau derajat abstraksi seperti
yang disajikan dalam gambar 2 di atas, maka pendekatan
supervisi pengajaran yang dapat dikembangkan adalah supervisi
yang berorientasi pada pende-katan non-direktif, kolaboratif,
dan direktif. Dalam hubungan ini Sergiovanni (1991)
mengembangkan supervisi dengan menambahkan dua dimensi baru,
yaitu bertitik tolak dari tanggungjawab guru yang bisa dilhat
derajat kematangan dan derajat tanggungjawabnya. Dengan
memadukan supervisi individual, kolegial, dan informal dengan
membangun suatu kerangka berpikir yang baru dalam supervisi
seperti yang ada dalam gambar di bawah ini
GAMBAR 2.5 DIMENSI DERAJAT KOMITMEN DAN TANGGUNGJAWAB GURU
126
Tinggi
Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada
keyakinan bahwa mengajar terdiri dari keterampilan teknis
dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan dan
diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Peran
supervisor adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi
model, dan menilai kompetensi yang telah ditetapkan.
Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas
asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah,
dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih orang ikut
serta mengemukakan sebuah hipotesis dan sebuah masalah,
eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu,
Derajat
abstraksi
+ -Kuadran 3.Pengamat analitik
- -Kuadran 1Guru DO
Rendah
127
- +Kuadran 2.Guru kurang perhatian
++Kuadran 4. Profesional
Rendah
yang dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran
supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah, para
anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap
memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Supervisi
nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah
penga-laman pribadi dimana individu pada akhirnya harus
menemukan pemecahan masalah sendiri untuk memperbaiki
pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah
mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan
kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan pengalaman guru
(Glickman. 1990).
Pengukuran kedua dimensi tersebut akan membantu guru dan
supervisor dalam menetapkan pada tahapan mana guru berada dan
perlakuan supervisi yang bagaimana seharusnya dilakukan pada
guru, dan pada gilirannya supervisi harus berkembang
ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi
Glickman (1980) disebut supervisi perkembangan, karena tujuan
supervisi menurutnya adalah ….. membantu guru belajar
bagaimana para guru meningkatkan kapasitas mereka untuk
128
mewujudkan tujuan pembelajaran siswa yang telah ditetapkan.
Di sisi lain perlu juga disadari bahwa essensi dari supervisi
tersebut adalah proses bantuan, oleh karena itu maka bantuan
supervisi tersebut sebaiknya diberikan apabila diperlukan
oleh guru-guru. Pengembangan masing-masing model supervisi
pengajaran yang disebut dengan supervisi direktif, supervisi
kolaboratif, dan supervisi non direktif secara lebih
lengkapnya akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
a. Supervisi Pengajaran Direktif
Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan
pada keyakinan bahwa mengajar terdiri dari keterampilan
teknis dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan
dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif.
Pendekatan supervisi pengajaran direktif oleh Sutjipto dan
Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan pendekatan supervisi
pengajaran berdasarkan kompetensi. Peran supervisor dalam
menerapkan pendekatan direktif ini adalah mengimformasikan,
mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang telah
ditetapkan.
129
Langkah-langkah dalam supervisi dengan pendekatan
direktif tersebut dimulai dengan: (1) pre conference, (2)
observasi, (3) analisa dan interpretasi, (4) post conference,
(5) post analysis, dan (6) diskusi (Sahertian. Ida Aleida
Sahertian. 1990). Langkah-langkah ini yang semestinya
dilakukan oleh seorang supervisor, yang dalam hal ini bisa
jadi dilakukan oleh seorang pengawas terhadap guru-guru,
ataupun oleh seorang kepala sekolah terhadap guru-guru dalam
rangka meningkatkan kompe-tensinya dalam mengajar.
Pre conference dilakukan oleh supervisor untuk
mendapatkan gambaran yang jelas dan dapat memilih
permasalahan apa yang dihadapi oleh guru-guru, sehinggga
seorang mengetahui dan mempunyai masalah apa saja yang akan
diobservasinya, yangn lebih lanjut akan dapat menetapkan
tindakan apa yang akan dapat dilaksanakan.
Observasi, pada tahap ini supervisor berada di dalam
kelas dan mengadakan observasi. Dalam melaksanakan observasi
tersebut seorang supervisor mengamati perilaku siswa dari
awal sampai akhir pelajaran. Untuk lebih mudahnya dalam
130
melakukan supervisi alat yang berupa cheklist dapat
digunakan, dan sudah tentunya berbagai perilaku siswa lainnya
yang dianggap perlu juga dapat dan perlu dicatat.
Analisa dan interpretasi, data yang didapat dalam
melakukan observasi dibuatkan semacam tabulasi data tentang
perilaku siswa, sehingga lebih lanjut data tersebut dapat
dianalisis sehingga dapat diambil suatu kesimpulan terhadap
perilaku siswa tersebut. Kesimpulan dari hasil analisis
tersebut akan dapat menyimpulkan bahwa bisa jadi perilaku
siswa tersebut bisa positif ataupun negatif. Dalam proses
pembelajaran selanjutnya berbagai perilaku negatif siswa
tersebut perlu diperbaiki. Berdasarkan pada hasil analisis
data observasi tersebut akan dapat disimpulkan bahwa guru
tersebut sering mengalami kesulitan dalam menghadapi perilaku
siswa, dan kondisi ini sangat perlu harus diberitahukan dan
diketahui oleh guru.
Post conference, dalam kegiatan ini supervisor dengan
guru kembali memba-has cara untuk mengatasi masalah yang
dihadapi oleh guru, membuat rencana pembelajaran sebagai
131
perbaikannya yang akan didemonstrasikan oleh pengawas,
menetapkan jadwal observasi berikutnya setelah demonstrasi.
Post analysis, dalam kegiatan ini dilaksanakan kembali
evaluasi terhadap penerapan berbagai contoh yang telah
diberikan dan dilakukan oleh supervisor dalam melaksanakan
demosntrasi mengajar, yang lebih lanjut akan dicontoh dan
dilaksna-kan oleh guru. Kemudian lebih lanjut menetapkan
program yang akan diambil pada masa-masa berikutnya.
Diskusi, sebagai langkah terakhir dari pendekatan
direktif ini, maka dibahas beberapa hal, (1) menjelaskan
masalah-masalah guru sehingga dapat dipahami dengan jelas,
(2) menampilkan ide-ide tentang informasi yang seharusnya
dikumpulkan dan bagaimana mengumpulkannya, (3) mengarahkan
dan memberi petunjuk kepada guru mengenai usaha apa yang
diperlukan sesudah terkumpul dan dianalisa, (4) mendemon-
trasikan kepada guru bagaimana mengajar yang baik, agar guru
mau saling mengunjungi dalam mengajar, (5) menstandarkan
tolak ukur yang digunakan untuk dasar perbaikan, dan (6)
meyakinkan atau menguatkan dengan berbagai cara untuk
132
memberikan dorongan psychologis. (Sahertian. Ida Aleida
Sahaertian. 1990). Untuk lebih mudahnya dapat memahami
langkah-langkah pendekatan supervisi pengajaran direktif
dapat dibuatkan bagan sebagai berikut di bawah ini.
PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN DIREKTIF
1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. PemecahanMasalah 6.Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. Penguatang
S
Keterangan:
Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang besar,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
133
1. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 2. Mempresentasikan ide
3. Memastikan apa yang harus dilakukan.
4. Mendemonstrasikan
5 Menetapkan Standar
b. Supervisi Pengajaran Kolaboratif.
Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan
atas asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan
masalah, dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih orang
ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis sebuah masalah,
eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu,
yang dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran
supervisor membimbing ke proses peme-cahan masalah, para
anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap
memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Penerapan
pendekatan supervisi kolaboratif ini oleh Sutjipto dan Raflis
Kosasi (1999) disebut juga supervisi klinis.
134
Dalam pendekatan kolaboratif supervisor dan guru
merupakan teman sejawat dalam memecahkan masalah-masalah
pengajaran di kelas. Masalah-masalah tersebut seringkali
dipusatkan pada : (1) kesadaran dan kepercayaan diri dalam
melaksanakan tugas mengajar, (2) keterampilan-keterampilan
dasar yang diperlukan dalam mengajar, yang meliputi
keterampilan dalam menggunakan variasi dalam mengajar dan
menggunakan stimulus, keterampilan dalam melibatkan siswa
dalam proses belajar, serta keterampilan dalam mengelola
kelas dan disiplin siswa.
Dalam melaksanakan supervisi dengan menggunakan
pendekatan kolaboratif sebaiknya melalui lima langkah, yaitu:
(1) pembicaraan praobservasi, (2) melaksa-nakan observasi,
(3) melakukan analisis dan menetapkan strategi, (4)
melaksanakan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan (5)
melakukan analisis setelah pembicaraan.
Pelaksanaan pembicaraan praobservasi disebut juga engan
istilah pembicaraan pendahuluan. Dalam tahap ini supervisor
dan guru bersama-sama membicarakan rencana keterampilan apa
135
yang akan diobservasi atau dicatat. Pada tahap ini memberikan
kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengientifikasi
keteram-pilan mana yang memerlukan perbaikan. Keterampilan
yang dipilih kemudian dioperasionalkan dalam bentuk rumusan
tingkah laku yang dapat diamati. Dalam pertemuan ini pula
dibicarakan dan ditentukan jenis data apa ang akan dicatat
selama pembelajaran berlangsung. Dala pembicaraan pra-
observasi ini memerlukan komuni-kasi terbuka, sehingga
tercipta ikatan kolegial antara supervisor dan guru yang
harmonis. Terdapat lima masalah yang harus dicermati dalam
pembicaraan pendahu-luan ini, yaitu: menciptakan suasana yang
akrab antara supervisor dengan guru, meneliti ulang rencana
pelajaran serta tujuan pelajaran, mencermati kembali kom-
ponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati, memilih
dan mengembangkan instrumen observasi, dan membicarakan
bersama untuk mendapatkan kesepakatan tentang instrumen
obsrvasi yang dipilih.
Pada tahap pelaksanaan observasi ini guru melakukan
latihan dalam tingkah laku mengajar tertentu yang telah
136
dipilih. Di sisi lain sementara guru berlatih, maka
supervisor mengamati dan mencatat tingkah laku siswa, guru,
interaksi antara guru dan siswa.
Supervisor mengadakan analisis terhadap hasil catatan-
catatan observasi di kelas. Tujuannya adalah mengartikan data
yang diperoleh dan selanjutnya merenca-nakan pertemuan dengan
guru untuk menususn strategi pembelajaran selanjutnya. Dalam
melakukan analisis, supervisor harus menggunakan kategorisasi
perilaku mengajar dan melihat data yang dikumpulkan itu atas
kategori yang ditetapkan.
Pembicaraan tentang hasil analisis ini adalah untuk
memberikan balikan kepada guru dalam memperbaiki perilaku
mengajarnya. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam
tahapan ini, yaitu: (1) menayakan perasaan guru secara umum,
atau kesan umum guru ketika ia mengajar serta memberi
penguatan, (2) mengamati kembali tujuan pembelajaran, (3)
mencermati keterampilan serta perhatian utama guru, (4)
menanyakan perasaan guru tenang jalannya pengajaran
berdasarkan target, (5) menunjukan hasil data rekaman dan
137
memberi kesempatan kepada guru menaf-sirkan data tersebut,
(6) menginterpretasikan data rekaman secara bersama, (7)
menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data
tersebut, (8) menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang
sebenarnya merupakan keinginan atau target guru dan apa
sebernarnya yang telah terjadi dan dicapai, dan (9)
menentukan secara bersama-sama dan mendorong guru untuk
merencanakan hal-hal yang perlu dilatih atau diperhatikan
pada kesempatan berikutnya.
Lagkah yang terakhir dari pelaksanaan supervisi kinis
tersebut adalah analisis sesudah pembicaraan. Dalam tahap ini
supervisor haus meneliti ulang apa yang telah yang telah
dilakukan dalam menetapkan kriteria perilaku mengajar yang
ditetapkan dalam pra-observasi dan kriteria yang dipakai
dalam melakukan observasi. Di samping itu, perlu dibicarakan
hasil evaluasi diri tentang keberhasilan supervisor dalam
membantu guru. Kegiatan ini akan mudah dilakukan apabila
supervisor mempunyai catatan yang lengkap tentang proses
138
kegiatan yang dilakukan, kalau mungkin sebaiknya direkam
dengan video.
Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari
pendekatan supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif,
maka dapat digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut di
bawah ini.
PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN KOLABORATIF.
1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. PemecahanMasalah
139
6.Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. PenguatanG
s
Keterangan:
Pengawas (Supervisor) dan guru mempunyai tanggungjawab yang
sama atau seimbang, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mempresentasikan 2. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 3. Mendengarkan
4. Mengajukan alternativpemecahan masalah.
5.
Negoisasi
c. Supervisi Pengajaran Nondirektif
Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada
dasarnya adalah penga-laman pribadi dimana individu pada
140
akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk
memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor
adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan,
membangkitan kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan
pengalaman guru (Glickman. 1990). Supervisi nondi-rektif ini
oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan
nama pendekatan humanistik. Pendekatan non direktif ini
timbul dari keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat
diperlakukan sebagai alat semata-mata dalam meningkatkan
kualitas belajar mengajar. Dalam proses pembinaan guru
mengalami perkembangan secara terus menerus, dan program
supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya.
Tugas supervisor adalah membimbing guru-guru sehingga makin
lama guru makin dapat berdiri sendiri dan berkembang dalam
jabatannya dengan usaha sendiri. Belajar dilakukan melalui
pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara real.
Dengan demikian guru harus mencari sendiri pengalaman itu
secara aktif. Dorongan dapat berasal dari yang bersifat
fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah
141
menjadi dorongan yang bersifat dari dalam atau internal,
yaitu karena guru-guru merasa bahwa belajar merupakan
kewjiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor
percaya bahwa guru mampu melakukan analisis dan memecahkan
masalah yang dihadapinya dalam tugas mengajarnya. Guru
merasakan adanya kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan
mengalami perubahan, dan ia bersedia mengambil tanggungjawab
terjadinya dalam perubahan tersebut. Supervisor hanya
befungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan struktur
formal sekecil mungkin.
Supervisor yang menggunakan pendekatan ini di dalam
melaksanakan super-visi tidak ditunut untuk menggunakan
format yang standar, tetapi agar dissuaikan dengan kebutuhan
guru. Bisa jadi kegiatan supervisi tersebut hanya terbatas
mela-kukan observasi saja tanpa dilanjutkan dengan melakukan
analisis dan interpretasi, atau bisa jadi hanya melakukan
komunikasi yang berupa mendengar penjelasan guru tanpa
memberi sumber bahan belajar yang diminta guru. Walaupun
secara umumnya dapat disebutkan bahwa pelaksanaan supervisi
142
pengajaran dengan pendekatan non direktif tersebut ada tiga
langkah, tetapi dapat secara lebih teknis dirinci sebagai
berikut di bawah in.
a. Pembicaraan awal, pada saat ini supervisor memancing
apakah dalam menga-jarnya guru tersebut mengalami masalah.
Pembicaran tersebut dilakukan secara informal. Jika dalam
pembicaraan tersebut guru tidak memerlukan bantuan, maka
proses supervisi akan berhenti.
b. Observasi. Jika guru perlu, maka supervisor mengadakan
observasi kelas. Dalam melaksanakan observasi tersebut
supervisor duduk di belakang tanpa menggu-nakan catatan-
catatan, supervisor hanya mengamati kegiatan kelas.
c. Analisis dan interpretasi. Setelah observasi dilakukan,
supervisor kembali ke kantor memikirkan kemungkinan
kekeliruan guru dalam melakasanakan proses belajarnya.
Jika menurut supervisor, guru telah menemukan jawabannya
maka supervisor tidak tidak perlu memberikan bantuannya.
Apabila diminta oleh guru supervisor hanya menjelaskan dan
melukiskan keadaan kelas tanpa dilengkapi dengan
143
penilaian. Supervisor kemudian menanyakan kepada guru,
apakah memerlukan saran, dan memberikan kesempatan untuk
mencoba cara lain yang diperkirakan oleh guru lebih baik.
d. Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada
periode tertentu guru dan supervisor mengadakan
pembicaraan akhir, mengenai apa yang sudah dicapai oleh
guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih
memerlukan bantuan lagi.
e. Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan
interpretasi berdasarkan penilaian supervisor. Laporan ini
ditulis untuk guru, kepala sekolah, atau atasan kepala
sekolah untuk perbaikan di masa selanjutnya.
Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari
pendekatan supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif,
maka dapat digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut di
bawah ini
PENDEKKATAN SUPERVISI PENGAJARAN NONDIREKTIF
1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong
144
4. Presentasi 5. PemecahanMasalah 6.Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. PenguatanG
s
Keterangan:
Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang lebih
kecil dari guru, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendengarkan 2. Mendorong
3. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 4. Pemecahan Masalah 5. Memastikan Tindakan.
E. Pengembangan Prencanaan Program Supervisi Pendidikan
Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi
manajerial terutama pengawas Sekolah Menengah Atas dan
145
Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa supervisi
pendidikan mencakup aspek-aspek pengawasan supervisi akademik
yang dalam pelaksanaan supervisi akademik tersebut mencakup
aspek-aspek monitoring dan membimbing guru dalam menyusun
silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan
strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing
guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
membimbing guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas,
laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam mengelola,
merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan
fasilitas pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan
teknologi informasi.
Demikian pula supervisi manjerial adalah mencakup
aspek-aspek pembinaan dan monitoring kepala sekolah dalam
pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina
kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan
konseling di sekolah, membimbing guru dalam menyusun silabus,
membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi
146
/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembang-
kan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala
sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling,
mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-
hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan
kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya, memantau
pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan membantu kepala
sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.
Dalam upaya pengembangan prencanaan program supervisi
akademik dan supervisi manajerial tersebut seorang pengawas
dituntut untuk mampu mengem-bangkan beberapa program
perencanaan, seperti rencana program kepengawasan akademik
dan rencana kepengawasan manajerial, rencana program tahunan,
dan rencana program semester. Demikian pula semua jenis
rencana program tersebut di dalamnya supaya mencakup: (1)
aspek masalah, (2) Tujuan, (3) indikator, keberhasilan, (4)
strategi/metode kerja (teknik supervisi yang digunakan), (5)
sekenario kegiatan, (6) sumber biaya, (7) penilaian dan
instrumen, dan (8) rencana tindak lanjut. Beberapa jenis
147
rencana program kepengawasan tersebut dapat dilihat dalam
beberapa tabel seperti contoh di bawah ini.
a. Rencana Program Kepengawasan Akademik
Rencana prgram kepengawasan akademik mencakup masalah
yang akan disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester
berapa, tahun berapa, sekolah yang disupervisi, dan skor
rata-rata yang diberikan oleh pengawas.
Rencana Program Kepengawasan Akademik (RKA)
No Aspek yangdisupervisi
Semester/Tahun
Sekolahsasaran
Skor (Yangdiisi penga-was).
123
Rata-rata skor
b. Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)
Rencana prgram kepengawasan manajerial mencakup masalah
yang akan disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester
berapa, tahun berapa, sekolah yang disupervisi, dan skor
rata-rata yang diberikan oleh pengawas.
148
Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)
No Aspek yangdisupervisi
Semester/Tahun
Sekolahsasaran
Skor (Yangdiisi penga-was).
123
Rata-rata skorc. Rencana Program tahunan
Rencana program tahunan dan semster berisi no, jenis
sarana, tahun/semester pelaksanaan, jumlah sekolah, dan skor
yang akan diisi oleh pengawas.
Rencana Program tahunan
No Jenis rencana Tahun Jumlahsekolahbinaan
Skor yangdiisi olehpengawas
Rencana Program Semeteran
No Jenis rencana Semester Jumlahsekolahbinaan
Skor yangdiisi olehpengawas
149
Di samping menyusun rencana program kepengawasan dengan
beberapa jenisnya seperti yang telah diuraikan di atas,
pengawas dituntut juga untuk melaporkan hasil kepengawasan
yang dilakukannya tersebut. Demikian juga pelaporannya
dilakukan secara tertulis dengan mengikuti suatu penulisan
yang sistematikannya mengikuti suatu prosedur dan langkah
tertentu. Sistematika penulisan laporan tersebut meliputi
komponen sebagai berikut di bawah ini.
SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN KEPENGAWASAN
Bab. I Pendahuluan
a. Latar belakang masalah
b. Fokus masalah
c. Tujuan dan sasaran pengawasan.
d. Ruang lingkup pengawasan.
Bab. II Kerangka Berpikir dan Pemecahan Masalah
Bab. III Pendekatan dan Metode
Bab. IV Hasil Pengawasan
150
a. Hasil Pengawasan
b. Pembahasan Hasil
Bab. VI Penutup
a. Simpulan.
b. Saran.
F. Rangkuman
Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen khususnya
fungsi pengawasan di sekolah dikenal dengan istilah supervisi
pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara
nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan
dengan diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam
perkembangannya pada setiap pergantian kurikulum, supervisi
dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman kurikulum.
Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena
dilakukan untuk memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan
di sekolah. Kemudian dalam perkembangannya konsepsi supervisi
lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar mengajar
guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi supervisi
umum yang ditujukan pada penunjang keberhasilan proses
151
belajar mengajar, seperti sarana dan parasarana dan
lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-
alat pelajaran, kafetaria, dan transfortasi yang tidak
bersifat administratif, dan supervisi pengajaran yang
bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi
tertentu, oleh karena itu maka fungsi supervisor tersebut
adalah sebagai mitra guru, inovator, konselor, motivator,
kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam
meningkatkan proses belajar mengajarnya. Ada dua tujuan yang
harus diwujudkan dari supervisi pendidikan itu, yaitu: (1)
perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan
mutu pendidikan.
Dalam perkembangan selanjutnya supervisi kemudian lebih
memfokus pada kegiatan PBM, sehingga supervisi diberikan
pengertian sebagai layanan yang diberikan kepada guru, yang
hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan
pengajaran guru, pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum.
Dengan demikian nilai supervisi terletak pada perkembangan
dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan
152
pada perkembangan para siswa. Sehubungan dengan tujuan,
manfaat dan nilai dari supervisi pendidikan menjadi sangat
penting dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, oleh
karena itu untuk dapat efektif dan efisiennya pelakasanaan
supervisi tersebut maka seorang supervisor tersebut dituntut
untuk memiliki kompetensi teretentu, memiliki pemamaham dan
menerapkan berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan
supervisi pendidikan. Supervisor yang memiliki kompetensi,
memiliki pemamaham tentang berbagai prinsip, teknik, metode,
dan pendekatan supervisi akan dapat menyusun rencana program
kegiatan pembinaan dan akan lebih berhasil dalam melakukan
pembinaan terhadap guru.
H. Evaluasi
1. Jelaskan hakekat supervisi pendidikan!.
2. Jelaskan perkembangan supervisi pendidikan di Indonesia!.
3. Jelaskan tujuan supervisi pendidikan!.
4. Jelaskan prinsip-prinsip supervisi pendidikan !.
5. Jelaskan mana yang baik menurut pendapat anda metode
supervisi pendidikan
153
langsung atau tidak langsung!.
6. Analisis mengapa dalam melaksanakan supervisi pendidikan
sebaiknya menggunakan teknik individual?
7. Analisis kapan sebaiknya menerapkan pendekatan
kolaborati, nondirektif dan direktif dalam melakukan
supervisi akademik pendidikan !.
8. Buatlah suatu rencana program pembinaan supervisi
akademik dan supervisi manaje-
rial untuk satu semester!.
154
BAB. VIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPIN PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
B. Kompetensi
Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian
kepemimpinan dari berbagai
ahli.
Dapat menyebutkan pengertian
kepemim-pinan dari berbagai
ahli.
Memahami berbagai gaya
kepemimpinan.
Dapat menganalisis berbagai
kelebihan dan dan kelemahan
gaya kepemimpinan situa-
sional.
Memahami gaya kepemimpinan Dapat membandingkan gaya
155
yang berbasisi budaya Bali kepemimpinan yang berbasisi
budaya Bali dengan gaya
kepemimpinan transformsional.
Memahami kompetensi kepala
sekolah sebagai pemimpin
Dapat menganalisis kompetensi
kepala sekolah sebagai
pemimpin yang dapat dianggap
efektif.
Memahami kuasa dan jenis
kepala sekolah.
Dapat menganalisis sumber-
sumber kuasa dan jenis kusa
kepala sekolah.
B. Pengertian Kepemimpinan
Secara umum mungkin dapat diartikan kepemimpinan
tersebut sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang
diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Namun
demikian tampaknya pengertian kepemimpinan oleh para ahli
tersebut masing-masing ada perbedaannya tergantung dari sudut
pandang, penekanannya, keluasannya dan kedalaman yang
terkandung di dalamnya. Sutisna (1993) misalnya merumuskan
156
kepemim-pinan tersebut sebagai suatu proses mempengaruhi
kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam usaha ke arah
pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Supardi
(1988) menyatakan bahwa kepemimpinan tersebut sebagai
kemampuan untuk mengge-rakkan, mempengaruhi, membimbing,
menyuruh, memerintah, melarang, dan kalau perlu menghukum,
serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media
manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efisien.
Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut
menunjukkan bahwa dalam kepe-mimpinan tersebut paling tidak
mencakup tiga hal yang saling berkaitan, yaitu: adanya
pemimpin dan karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya
situasi dalam kelompok tempat pemimpin dan bawahan saling
berinteraksi.
Dengan demikian untuk dapat dijelaskan efektifnya suatu
organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya akan sangat
tergantung pada: pertama pemimpin dan karakteristiknya yang
dalam manajemen kemudian lazim disebut dan dikenal dengan
157
istilah pola kepemimpinan atau gaya kepemimpinan, yang mana
pola atau gaya kepemimpinan tersebut kemudian secara
realitanya akan tampak dalam suatu pola perilaku seorang
pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi bawahannya, apa
yang dipilih oleh pemimpin atau yang dikerjakannya, cara
memimpin dan bertindak dalam mempengaruhi bawahannya sehingga
bawahannya mau taat serta melakukannya (Thoha.1995). Faktor
kedua yang dapat menentukan efektifnya suatu organisasi dalam
mencapai tujuannya adalah faktor bawahan yang tekanannya pada
tingkat kematangan bawahan tersebut, jadi semakin tinggi
tingkat kematangan bawahan atau karyawan tersebut efektifitas
suatu organisasi akan semakin tinggi. Kemudian faktor ketiga
yang dapat menentukan efektifnya suatu organisasi dalam
mencapai tujuannya adalah faktor situasi interaksi tempat
berkerja yang dalam manajemen sering disebut dengan istilah
iklim organisasi atau budaya organisasi dan lain sebagainya
(Komariah dan Triatna. 2006). Sedangkan di sisi yang lain
Tilaar (1993) menyatakan bahwa untuk dapat organisasi
berhasil mencapai tujuannya secara efektif dalam kondisi yang
158
sedang mengalami berbagai perubahan adalah: (1) adanya suatu
visi yang jelas dari organisasi tersebut, (2) kejelasan
misinya, (3) kejelasan rancangan kerjanya, (4) sumber daya
yang memadai, (5) keterampilan profesionalitas, dan (6)
motivasi dan insentif.
Sekolah sebagai suatu organisasi sosial yang merupakan
bagian penyelenggaraan dari sistem pendidikan nasional, pada
saat ini tampaknya juga mengalami perubahan yang sangat besar
dalam berbagai dimensi, sebagai akibat adanya perubahan
sistem dan kewe-nangan dalam mengatur penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional, yaitu yang pada mulanya bersifat
sentralistik sesuai dengan UU No. 2 tahun 1989 yang telah
diganti menjadi sistem yang bersifat desentralisasi sesuai
dengan UU No. 20 tahun 2003, telah melahirkan berbagai
kebijakan yang menuntut peran pemerintah daerah provinsi,
kabupaten/kota adanya sistem manajemen, gaya kepemimpinan,
dan keterampilan manaje-rial yang lebih tinggi dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan di tingkat mikro atau di
tingkat sekolah.
159
Bertitik tolak pada uraian tersebut di atas dapat
ditegaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
menentukan dari efektifitas suatu organisasi termasuk dalam
bidang pendidikan terutama di sekolah. Tampaknya dari
berbagai faktor yang telah disebutkan di atas, faktor
kepemimpinan yang paling sangat penting dan determinan
mengingat yang akan memenaje bawahan serta mengkondisikan
situasi interaksi dalam organisasi, dan mengelola faktor-
faktor organisasi yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan
organisasi tersebut adalah pimpinan.
C. Berbagai Gaya Kepemimpinan
Dalam kepustakaan disebutkan ada berbagai cara dalam
mendekati kepemimpinan dan karkteristiknya atau gaya
kepemimpinan seseorang yang disebut efektif. Pendekatan teori
kepemimpinan tersebut mulai dari teori pendekatan sifat,
teori pendekatan perilaku, teori pendekatan situasional, dan
teori kemungkinan pengembangan kepemimpinan pada era
desentralisasi ini.
160
Teori pendekatan sifat mencoba menjelaskan keefektipan
dan keberhasilan seorang pemimpinan dengan bertolak pada
asumsi-asumsi bahwa individu merupakan pusat kepe-mimpinan
seseorang. Kepemimpinan dipandang sebagai sesuatu yang
mengandung lebih banyak unsur-unsur individu terutama sifat-
sifat individu. Jadi orang yang memiliki sifat-sifat tertentu
yang dipertimbangkan untuk dapat menduduki posisi pimpinan
(Mulyasa. 2002). Sifat-sifat bawaan inilah yang membedakan
antara pemimpin dengan bukan pemim-pin. Demikian juga yang
dimaksudkan dengan sifat-sifat bawaan tersebut, seperti
kekuatan fisik dan susunan syaraf, penghayatan terhadap arah
tujuan, antusiasisme, keramahan, integritas, keahlian,
kemampuan mengambil keputusan, keterampilan memimpin, dan
kepercayaan.
Tampakya sifat-sifat bawaan seseorang belum mampu
memberikan jawaban yang memuaskan, oleh karena itulah para
pakar tampaknya mengalihkan perhatiannya pada perilaku
pemimpin. Teori pendekatan kepemimpinan ini tampaknnya
memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari
161
pemimpin dalam melakukan kegiatan mempenga-ruhi bawahannya.
Beberapa studi dengan menggunakan teori pendekatan perilaku
kepemimpinan ini adalah Universitas OHIO, dengan melihat
perilaku inisiatif (initiating structure) dan perhatian
(consideration) dari pemimpin, Universitas Michigan dengan
melihat perilaku orientasi pada bawahan, dan orientasi pada
produksi dalam organisasi, kemudian teori jaringan manajemen
oleh Blacke dan Mouton yang melihat perilaku pimpinan dari
perhatiannya terhadap produksi dan karyawannya.
Kemudian yang dimaksud dengan pendekatan situasional
adalah suatu pendekatan yang dalam menyoroti perilaku
pemimpin dalam situasi tertentu, dengan lebih menekankan
kepemimpinan merupakan fungsi daripada sebagai kualitas
pribadi yang timbul karena interaksi orang-orang dalam
situasi tertentu. Atas dasar pandangan teori pendekatan
situasi-onal dikembangkan beberapa gaya kepemimpinan,
seperti: kepemimpinan kontingensi oleh Fiedler dan Chemers
(Mulyasa. 2002) yang menjelaskan bahwa seseorang akan menjadi
pemimpin yang efektif akan sangat tergantung dari hubungan
162
antara pemimpin dengan bawahan artinya bagaimana seorang
pemimpin dapat diterima oleh bawahannya serta bagaimana
persepsi pemimpin terhadap bawahannya, struktur tugas dalam
arti apakah tugas-tugas bawahan merupakan sebagai sesuatu
yang rutin dan jelas, dan kekuasaan yang bersumber dari
organsasi akan mendapatkan kepatuhan yang lebih besar dari
bawahnnya. Kemudian muncul juga teori dari Reddin yang
dikenal dengan teori kepemimpinan tiga dimensi. Dasar yang
digunakan untuk menentukan efektifitas kepemimpinan seseorang
adalah perhatian pada produksi dan tugas, perhatian pada
bawahan, dan efektifitas (Mulyasa. 2002). Dan salah satu
teori kepemimpinan dengan menggunakan pendekatan situasional
ini adalah teori yang dikembangkan Hersey dan Blanchard
(1982) yang menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan
seseoang akan sangat tergantung pada tiga faktor, yaitu:
pertama faktor perilaku tugas, yang berupa petunjuk oleh
pimpinan, penje-lasan tertertu apa yang harus dilakukan,
bilamana dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, serta
pengawasan yang ketat. Kedua, faktor perilaku hubungan berupa
163
ajakan kepada bawahan melalui komunikasi dari dua arah, yaitu
pimpinan dan bawahan. Kemudian faktor ketiga adalah faktor
kematangan bawahan yang berupa kemauan dan kemampuan dari
bawahan dalam melaksanakan tugasnya.
GAMBAR BAGAN. 7.1GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
THPartispasidanRT G3
MenjajakanTT dan TH
G2
G4DelegasiRH dan RT
G1TTMendiktedan RH
Rendah Perilaku
Tugas
Tinggi Tinggi Sedang
Rendah M4 M3 M2 M1
Matang Kematangan
Pengikut Tidak Matang
164
Tinggi
PerilakuHubungan
Keterangan: TH = Tinggi hubungan M4 =
Mampu dan mau
RT = Rendah tugas
M3 = Mampu tapi tidak mau
RH = Rendah hubungan M2
= Mau tapi tidak mampu
TT = Tinggi tugas
M1 = Tidak mampu dan tidak mau
Dari gambar bagan di atas tampak secara jelas tingkat
kematangan bawahan tersebut menjadi faktor determinan dari
seorang pemimpin untuk dapat memilih dan menetapkan gaya
kepemimpinan yang bagaimana dapat diterapkan untuk dapat
efektif memberikan pengaruh terhadap bawahannya dalam rangka
meningkatkan profesionalis-menya. Dalam bidang pendidikan
misalnya kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan akan
dihadapkan pada masalah gaya kepemimpinan yang bagaimana
sebaiknya diterapkan yang dianggap tepat dan sesuai dengan
tingkat kematangan guru sebagai bawahan. Seperti misalnya
kalau tingkat kematangan guru termasuk tinggi (M4) yang
ditandai dengan ciri-ciri bawahan atau guru mampu dan mau
melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya,
165
maka gaya kepemimpinan yang seharusnya digunakan oleh seorang
kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan delegasi (G4) yang
ditandai dengan ciri-ciri kepemimpinannya tinggi hubungan dan
rendah tugas. Demikian pula halnya kalau seorang pemimpin
atau kepala sekolah dihadapkan pada guru yang memiliki
tingkat kematangan yang termasuk sedang (M3, M2) yang
ditandai dengan ciri-ciri guru mampu tapi tidak mau atau guru
mau tapi tidak mampu melakukan peningkatan kualitas
kompetensi profesi-onalismenya, maka gaya kepemimpinan yang
seharusnya digunakan oleh seorang kepala sekolah adalah gaya
kepemimpinan partisipasi (G3) yang ditandai dengan ciri-ciri
kepemimpinannya rendah hubungan dan rendah tugas atau gaya
kepemimpinan menjajakan (G2) yang ditandai dengan ciri-ciri
kepemimpinannya tinggi tugas dan rendah hubungan. Begitu pula
halnya kalau seorang pemimpin atau kepala sekolah dihadapkan
pada guru yang memiliki tingkat kematangan yang termasuk
rendah (M1) yang ditandai dengan ciri-ciri guru tidak mampu
dan tidak mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi
profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yang seharusnya
166
digunakan oleh seorang kepala sekolah adalah gaya
kepemimpinan mendikte (G1) yang ditandai dengan ciri-ciri
kepemimpinannya tinggi tugas dan tinggi hubungan.
Kemudian teori kepemimpinan yang bagaimanakah yang
dianggap paling efektif pada masa sekarang yang sedang
mengalami perubahan dan masa globalisasi. Paling tidak ada
tiga jenis kepemimpinan yang dipandang referensentatif dengan
tuntutan jaman yang sedang mengalami perubahan khususnya
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dengan sistem
desentralisasi pada saat ini. Jenis kepemimpinan yang
dimaksud adalah kepemim-pinan transsaksional, visioner, dan
kepemimpinan transfomasional (Komariah dan Triatna. 2006.,
Danim. 2005. 2006).
Kepemimpinan transaksional yang dimaksudkan adalah
pemimpin yang menekan-kan pada tugas yang diemban oleh
bawahan, merancang pekerjaannya, beserta mekanisme-nya,
bawahan melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya, dan di
sisi yang lain bawahan melakukan tugasnya bukan dalam rangka
untuk aktualisasi diri, tetapi untuk mendapatkan insentif
167
sesuai dengan beban pekerjaan dan kemampuannya. Dengan kata
lain dalam kepemimpinan yang transaksional pimpinan
dihadapkan pada bawahan yang masih kurang matang yang ingin
memenuhi kebutuhan hidupnya dari sisi sandang, pangan, dan
papan. Dengan demikian kepemimpinan transaksional disebut
juga dengan dorongan konti-ngen dalam bentuk reward dan
punishment yang merupakan kesefakatan bersama dalam kontrak
kerja yang apabila bawahan dapat bekerja dengan berhasil baik
sesuai dengan harapan, maka juga akan mendapat kontingen
berupa imbalan. Dalam kaitan ini Hoover, dan Leitwood (dalam
Komariah dan Triatna. 2006) menjelaskan secara skematis gaya
kepe-mimpinan transaksional sebagai bagan di bawah ini.
BAGAN. 7.2KEPEIMIMPINAN TRANSAKSIONAL
168
Kepemimpinan yang visioner, yaitu kepemimpinan yang
kerja pokoknya difokus-kan pada rekayasa masa depan yang
penuh tantangan. Kepemimpinan yang visioner adalah ditandai
oleh adanya kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas
sehingga dari rumusan visinya akan tergambar sasaran apa yang
hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya.
Kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki kemampuan
untuk merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan,
mentransforma-sikan, dan mengimplementasikan pikiran-pikiran
idealnya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota
organisasi dan yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di
Pemimpin mengidentifikasi apa yang mesti dikerjakan bawahan untuk tujuan yang diinginkan
Pemimpin mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan baahannya
Pemimpin memperjelas peran bawahannya.
Pemimpin memperjelas bagaimana kebutuhan bawahan akan dipenuhi, sebagai imbalan terhadap pekerjaan-nya.
Bawahan merasa mampu memenuhi tuntutan atas perannya (secara subyektif).
Bawahan menganggap imbalan tersebut sepadan dengan pencapaian hasil yang dikerjakan.
Bawahan termotivasi untuk meraih hasil yang diinginkan tersebut
169
masa depan yang harus diraih dan diwujudkan melalui komitmen
semua personel.
Kemudian kepemimpinan transformasional adalah sebagai
suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan pengikutnya
saling menaikan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang
lebih tinggi (Komariah dan Triatna. 2006). Kepemimpinan
transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh
ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan
organisasi untuk di masa depan. Danim (2006) dengan mengutip
Burns menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional suatu
proses kepemimpinan yang mana pemimpin dan bawahannya saling
merangsang diri satu sama lain untuk meningkatkan moralitas
dan motivasinya yang lebih besar yang dikaitkan dengan tugas
pokok dan fungsinya. Dengan kepemimpinan transformasional ini
akan mampu membawa kesadaran pengikutnya memunculkan ide-ide
produktif, hubungan yang sinergik, tanggungjawab, kepedulian
terhadap pendidikan, cita-cita bersama dan nilai-nilai moral,
bersama-sama menerjemahkan visi, misi organisasinya.
170
Kalau pengertian kepemimpinan transformasional tersebut
digambarkan dalam bentuk bagan dengan mengutif dari Komariah
dan Triatna (2006), maka akan tampak seperti dalam bagan 02
di bawah ini.
BAGAN 7.3KEPEMIMPINAN TRANSFORMASINAL
171
Secara lebih jelas dalam mendeskripsikan kepemimpinan
transformasional tersebut adalah seperti yang dikemukakan
oleh Bass dan Aviola (Komariah dan Triatna. 2006), sebagai
berikut:
1. Perilaku pemimpin yang menghasilkan rasa hormat dan rasa
percaya diri pada bawah-annya. Perilaku pemimpin seperti
ini juga mengandung arti saling berbagi risiko mela-lui
pertimbangan kebutuhan para staf di atas kebutuhan pribadi
dan perilaku moral etis.
Pemimpin memper-luas kebutuhan bawahan.
Pemimpin memper-tinggi nilai kebenaran bawahan.
Pemimpin mentranfor-masikan perhatian kebu-tuhan bawahann.
Pemimpin mengangkat nuansa kebutuhan bawahan ke tingkat yang lebih tinggi pada hiarki motivasi.
Makin meningginya motvasi bawahan untuk mencapai hasil dengan upaya tambahan.Bawahan menghasilkan kinerja melebihi apa yang diharapkan.
172
Pemimpin memper-tinggi keberhasilan yang subyektif.
Kondisi sekarang dan upaya yang diharapkan bawahan.
Bawahan menghasilkan kinerja sebagaimana yang diharapkan
Pemimpin yang membangun nilai, mo-ralitas, rasa percaya diri bawahan.
2. Perilaku pemimpin yang senantiasa menyediakan tantangan
pekerjaan bagi bawahannya dan memperhatikan makna
pekerjaan bagi bawahannya. Pemimpin menunjukan atau
mendemontrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi
melalui perilaku yang dapat diobservasi. Pemimpin adalah
motivator yang bersemangat terus membangkitkan antu-
siasisme dan optimisme staf.
3. Perilaku pemimpin yang memperaktekkan inovasi-inovasi.
Sikap dan perilaku kepe-mimpinannya didasarkan pada
pengetahuan yang berkembang dan secara intektual ia mampu
menerjemahkan dalam bentuk kinerja yang produktif. Sebagai
intelektual pemimpin senantiasa menggali ide-ide dan
solusi yang kreatif dari para staf dan tidak lupa
mendorong staf mempelajarinya dan melakukan pendekatan
baru dalam mela-kukan pekerjaan.
4. Perilaku pemimpin merefleksikan dirinya sebagai orang
penuh perhatian dalam men-dengarkan dan menindaklanjuti
keluhan, ide, harapan, dan segala masukkan yang disampaikan
oleh staf. Bahkan secara lebih rinci Anderson (Usman. 2006),
173
mengambarkan ciri-ciri dari kepemimpinan tarnsformasional
adalah sebagai berikut. Pertama kepemimpian transformasinal
memiliki atau bercirikan bahwa seorang pemimpin tersebut
pertama harus menunjukkan diri sebagai komunikator: yaitu
mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, memahami bawahan-
nya dengan akurat, mengkomunikasikan visinya dengan
bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi
terhadap bawahannya, mengatasi konflik antar pribadi, membina
hubungan yang efektif dan menyenangkan terhadap bawahanya,
menghormati dan menghargai bawahanya, memberikan dukungan
terhadap bawahannya. Kedua sebagai konselor, yaitu: membantu
bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya membuat
rencana atau tujuan yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya
untuk bertindak, menghadapi orang-orang yang jenuh dan
membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara
selektif, dan efektif, membagi pengalaman pada bawahanya,
membina bawahannya untuk mencapai tujuan, mengevaluasi
kinerja dan memberikan unpan balik. Ketiga pemimpin tersebut
harus menunjukkan diri sebagai konsultan, yaitu: melaksanakan
174
konsultasi dan komunikasi dengan bawahanya, membuat nilai dan
budaya bersama, melegitimasi kepemimpinan orang lain,
memfasilitasi perkembangan kelompok, mengklarifikasi norma-
norma, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi dan
misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan permasalahan
organisasi, menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti
informasi yang penting bagi bawahan dan organisasi,
merencanakan dan mengkoordinasikan berbagai sumberdaya
organisasi.
Tampaknya mencermati gaya kepemimpinan transsaksional,
visioner, dan tarnsfor-masional masing-masing dari ketiga
jenis gaya kepemimpinan tersebut memiliki kekhusus-nya yang
saling melengkapi sesuai dengan jenis permasalahan dan
mekanisme kerja dalam hubungannya dengan para bawahannya.
Dari ketiga jenis gaya kepemimpinan tersebut gaya
kepemimpinan transformasional disebutkan sebagai gaya
kepemimpinan yang mempunyai sisi-sisi yang paling cocok
dengan jaman sekarang ini.
175
Berdasarkan pada pembahasan terhadap beberapa jenis gaya
kepemipinan seperti yang telah diuraikan di atas, ternyata
terdapat berbagai jenis gaya kemimpinan yang masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahannya. Dari hasil pembahasan
terhadap berbagai jenis gaya kepemimpinan tersebut tampaknya
memang benar bahwa kepemim-pinan transformasional tersebut
memiliki kelebihan, karena memperhatikan dan menjadi-kan
berbagai sisi positif yang dijadikan dasar dalam
mengembangkan teori kepemimpinan yang lainnya tersebut, baik
dalam teori yang menggunakan pendekatan sifat, pendekatan
perilaku, dan pendekatan situasional, tampaknya tercakup di
dalamnya. Kemudian kepada para kepala sekolah silahkan
merfleksi diri dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai kepala
sekolah dengan berpijak pada berbagai teori kepempinan
tersebut, lebih lanjut menghayati berbagai kelebihan dan
kekurangan dari setiap gaya kepemimpinan. Lebih lanjut akan
dapat mengambil sisi-sisi positifnya dan mengaplikasikannya
dalam menjalankan tugas-tugas sebagai kepala sekolah sehingga
176
akan diharapkan berdampak langsung terhadap pening-katan mutu
pengelolaan pendidikan di sekolah.
D. Kepemimpinan Asta Sebagai Gaya Kepempinan Berbasis Budaya
Bali
Pada saat sekarang ini masyarakat Bali pada umumnya dan
masyarakat akademik khususnya nampak menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa dalam belajar tentang kepemimpinan lebih
banyak dan lebih suka pada teori-teori yang berasal dari
negara-negara barat, seperti teori-teori manajemen dan
kepemimpinan yang berkembang di Eropa dan Amerika. Masyarakat
Bali pada umumnya dan masyarakat akademik khususnya jika
dalam melakukan suatu kegiatan akademik yang berfokus pada
masalah kepemimpinan maka di dalam menguraikan, membahas,
mengkaji, menganalisisnya tanpa berpijak dan berlandaskan
pada teori-teori manajemen dan kepemimpinan yang berkembang
di dunia barat tersebut, maka produk dari karya kegiatan
ilmiah tersebut akan dirasakan kurang berkualitas, kurang
ilmiah, kurang modern, kurang canggih, dan terkesan kurang
menarik. Padahal disisi lain sebenarnya masih ada teori-teori
177
kepemimpinan yang tidak kalah baiknya serta hebatnya yang
terdapat dan bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-
sastra Agama Hindu yang merupakan mahakarya yang luhur dan
adi luhung yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
dari sejak jaman dahulu yang seharusnya juga sangat penting
perlu dipelajari dan dapat dijadikan rujukan, landasan
pijakan di dalam membahas masalah-masalah kepemimpinan, serta
diaplikasikan dalam mengemban suatu kepemimpinan tersebut
termasuk dalam dunia pendidikan khususnya para kepala
sekolah. Ariasna (1988) misalnya menjelaskan ada beberapa
pola atau sisfat-sifat kepemimpinan yang bersumber dari
budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu, seperti:
(1) model kepemimpinan menurut Niti Sastra, (2) Asta Brata,
(3) Panca Sthiti Dharmaning Prabhu, (4) Asta Dasa Paramiteng
Perabhu, (5) Panca Pendawa, (6) Catur Kotamaning Nrpati, dan
(7) Catur Naya Sandhi.
Dalam buku ajar ini juga dibahas salah satu model atau
sifat kepemimpinan yang bersumber dari teori-teori budaya,
dan sastra-sastra agama Hindu tersebut, yaitu model atau
178
kepemimpinan Asta Brata.Tulisan ini dilakukan untuk mencoba
menelusuri dan mendeskripsikan bagaimana kelebihan dan
kehebatan dari teori-teori kepemimpinan yang bersumber dari
budaya, karya-karya santra, dan agama Hindu tersebut, juga
sebagai bahan masukkan bagi masyarakat atau publik khususnya
para kepala sekolah sebagai pelaku, sebagai pigur pendidikan
yang sentral dan strategis untuk dijadikan rujukan dalam
penyelengaraan pengelolaan pendidikan di sekolah, dan dalam
rangka ikut mewujudkan pencapaian sasaran kebijakan lokal
gerakan dan melestarikan Ajeg Bali.
Dalam kepustakaan disebutkan ada berbagai cara dalam
mendekati kepemimpinan dan karkteristik atau gaya
kepemimpinan seseorang. Pendekatan teori kepemimpinan
tersebut mulai dari teori pendekatan sifat, teori pendekatan
perilaku, teori kontingensi, dan pendekatan situasional
(Mulyasa.2002). Demikian juga pada saat jaman globalisasi
seka-rang ini yang penuh ditandai dengan adanya perubahan
dalam semua aspek kehidupan manusia yang begitu cepat dan
dasyat juga dikaji teori kepemimpinan yang dianggap sesuai
179
dengan jamannya seperti teori kepemimpinan dalam keberagaman
budaya (Gerring Supriyadi, Suradji, Daan Suganda. 2001),
kemudian teori kepemimpinan transaksional, visioner, dan
transformasional (Komariah dan Triatna. 2006., Danim. 2005.
2006., Raihani. 2010).
Semua gaya atau pola kepemimpinan yang disebutkan di
atas pada dasarnya adalah merupakan teori-teori dalam
manjemen dan kepemimpinan yang dipelajari dan berkem-bang di
dunia barat.
Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas teori
kepemimpinan Asta Brata yang merupakan salah satu teori
kepemimpinan yang bersumber dari budaya, dan sastra agama
Hindu. Dipilihnya teori kepemimpinan Asta Brata dalam
pembahasan ini, karena model kepemimpinan ini tidak saja
dikenal khususnya dalam masyarakat Indonesia yang beragama
Hindu, tetapi sudah dikenal oleh seluruh masyarakat bangsa
Indonesia pada umumnya. Alasan lainnya yang dapat disebutkan
mengapa pola kepemimpinan Asta Brata ini perlu dibahas karena
memiliki kebenaran universal, memiliki nilai yang luhur dan
180
adi luhung, berasal dari warisan budaya bangsa bersumber dari
ajaran agama Hindu. Oleh karena itu model kepemimpinan Asta
Brata tersebut sangat penting dipelajari, dipahami sehingga
dapat diaplikasikan dalam melaksanakan tugas para pemimpin,
baik sebagai pemimpin adat, pemimpin agama dan pemimpin dalam
berbagai organisasi formal dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Mengingat begitu pentingnya model kepemimpinan
Asta Brata ini, maka dahulu pada jaman pemerintahan Presiden
Soeharto ketika menerima para peserta pekan Wayang Indonesia
ke VI di Istana Negara menyatakan bahwa tentang pendidikan
kepemimpinan yang belum diperoleh di sekolah bisa diajarkan
lewat tokoh-tokoh masyarakat khususnya para Dalang yakni Asta
Brata yang menjadi dasar kepemimpinan pada kisah Ramayana dan
kisah Maha Brata. Lebih jauh mantan Presiden Soeharto juga
menyatakan Asta Brata memberikan ajaran yang mudah dipahami,
karena menggunakan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa menjadi
ancer-ancer atau titik tolak, yaitu dengan mendalami atau
menghayati sifat dan watak alam semesta, baik sifat bumi,
samudra, angin, angkasa, matahari, bulan, api dan bintang.
181
Lebih lanjut beliau juga menyatakan bahwa kalau saja semua
masyarakat Indonesia bisa dan dapat mempelajari kepemimpinan
Asta Brata ini, mulai dari yang muda sampai kepada yang pada
saat sekarang ini memegang pimpinan mau dan bisa menerapkan
sifat dan watak alam yang digunakan sebagai ancer-ancer
kepemimpinannya, saya kira Indonesia akan menjadi jaya
(Ariasna. 1998). Dari kutipan tersebut menunjukkan bahwa
betapa mantan Presiden Soeharto mengharapkan kepemimpinan
Asta Brata tersebut supaya dipelajari karena telah terbukti
memiliki berbagai kelebihannya dari sejak jaman dahulu yakni
semenjak jaman nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman
kejayaan kerajaan Sri Wijaya dan kerajaan Majapahit.
Oleh karena model kepemimpinan Asta Berata tersebut
merupakan warisan budaya bangsa, warisan budaya Hindu maka
harus dipelajari, dipahami secara baik, dan sudah tentunya
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh semua orang yang
disebut pemimpin, apakah pemimpin dalam bidang adat, agama,
bangsa dan negara termasuk para kepala sekolah. Bahkan
khususnya masyarakat Bali dengan mempelajari, memahami secara
182
benar, dan menerapkannya secara konsisten dalam melaksanakan
tugas sebagai kepala sekolah berarti pula para kepala sekolah
tersebut telah ikut berpartisipasi dalam menyukseskan
kebijaksanaan lokal gerakan dan melestarikan ajeg Bali.
Persoalannya adalah bagaimanakah model dan profil
kepemimpinan Asta Brata tersebut secara lebih lengkap dan
utuh.
Asta Berata berasal dari kata Asta yang berarti delapan,
dan Brata yang berarti tugas, kewajiban, laku utama,
keteguhan hati (Oka Mahendra. 2001). Dengan demikian Asta
Brata berarti delapan tugas atau kewajiban utama yang mesti
dipegang teguh oleh seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas
seorang pemimpin. Asta Brata terdapat dalam Kitab
Manawadharma Sastra atau Manusmrti Bab IX Sloka 303 yang
menyatakan sebagai berikut: ”Hendaknya raja atau pemimpin
berbuat seperti perilaku yang sama dengan Indra, Surya, Wayu,
Yama, Waruna, Candra, Agni dan Pertiwi”.
Demikian pula ajaran Asta Brata tersebut terdapat dalam
Kakawin Ramayana yang diubah oleh Pujangga Walmiki dan
183
terdiri atas 10 seloka (Wiratmadja. 1995). Dalam seloka
pendahuluannya disebutkan tentang sifat Hyang Widhi Waca yang
menjadikan kekuatan umatnya dan menggambarkan tentang
kemampuan yang harus dimiliki oleh segenap pemimpin. Kemudian
dalam sloka yang keduanya disebutkan: ”Dewa Indra, Yama,
Surya, Candra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna, dan Agni itulah
delapan Dewa yang merupakan badan sang pemimpin, kedelapannya
itulah yang merupakan Asta Brata”.
Kemudian penjelasan dari Asta Brata tersebut dengan
merujuk pada penjelasan Oka Mahendra (2001) dapat disajikan
sebagai berikut di bawah ini.
1. Indra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 304
dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Indra yang
mencurahkan hujan di musim hujan. Demikianlah raja
menempati kedudukan Indra dengan menghujankan dana
kekakayan bagi kerajaannya”. Kemudian dalam Ramayana XXIV:
58 dikemukakan: ”Beginilah brata Hyang Indra yang harus
diikuti yaitu memberikan hujan kesejahteraan pada rakyat,
184
anda hendaknya meniru brata Indra ini, sudana-lah yang anda
limpahkan demi kesejahtraan rakyat”.
Sesuai dengan ajaran Indra Brata seperti yang telah
dikutip di atas seorang pemimpin hendaknya mampu memenuhi
keperluan dasar masyarakat di bidang ekonomi, membe-rikan
rasa aman, meningkatkan kecerdasan rakyat, memberikan
perhatian yang besar pada masyarakat lapisan bawah, sering
turun ke bawah menyerap aspirasi masyarakat sebagai
masukan dalam mengambil kebijakan, serta mampu
menghanyutkan segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan
yang menghambat kesejahtraan dan keadilan pada masyarakat.
Dengan demikian pemimpin hendaknya bagaikan air hujan yang
turun dari langit yang memberikan kesejukan, menghapuskan
kegersangan sehingga tercipta kesejahteraan lahir bathin
secara adil dan merata sampai dengan lapisan masyarakat
yang paling bawah dan ke seluruh penjuru.
2. Yama Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 307 dikemukakan
sebagai berikut: ”Laksana Yama yang saatnya bertindak
tegas kepada teman maupun kepada lawan, demikianlah
185
hendaknya semua rakyatnya dikendalikan oleh raja sesuai
dengan kedu-dukannya menyerupai Dewa Yama”. Kemudian dalam
Ramayana XXIV: 54 dikemu-kakan: ”Dalam menghadapi
perbuatan jahat hendaknya diterapkan ajaran Yama Brata
yaitu menghukum setiap perbuatan jahat pencurian apalagi
bila sampai menyebabkan kematian. Ikut dihukum mereka yang
turut serta berbuat salah. Setiap orang yang mengacaukan
negara patut mendapatkan hukuman mati”.
Jadi sesuai dengan ajaran Yama Brata seperti yang telah
dikutip di atas seorang pemimpin harus mampu menciptakan
ketertiban dengan hukum sebagai sarananya. Semua orang
termasuk penguasa harus tunduk dan taat pada hukum sebagai
sarana ketertiban serta pembangunan. Tidak ada seorangpun
yang kebal hukum, berdiri di atas hukum, atau berada di
luar hukum. Dengan demikian sebagai seorang pemimpin harus
bisa menegakan wibawa hukum, menggunakan hukum sebagai
dasar tindakannya, memperlakukan semua orang sama di depan
hukum, berlaku adil dengan menghormati harkat dan
martabat manusia.
186
3. Surya Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 305
dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Surya, selama
delapan bulan menyerap air melalui sinar panasnya yang
tidak terlihat, demikianlah hendaknya beliau dengan
perlahan-lahan menarik pajak rakyat-nya, sesuai dengan
kedudukannya yang menyerupai Matahari” Dari kutipan
tersebut terkesan mengemukakan sesuatu makna yang khusus
hanya dalam hal pemungutan pajak. Tampaknya dalam Ramayana
XXIV: 55 akan memiliki makna yang lebih luas karena di
dalamnya dikemukakan: ”Dewa Matahari selalu menyerap air
perlahan-lahan tidak tergesa-gesa, demikianlah hendaknya
kalau anda menginginkan sesuatu dalam mengambilnya,
hendaknya sebagai caranya Matahari, yaitu selalu dengan
cara yang lemah lembut”.
Dari kutipan-kutipan tersebut di atas sesuai dengan ajaran
Surya Brata seorang pemimpin diharapkan mampu menggali
potensi pajak sebagai sumber pendapatan dan sumber
pembangunan yang dipungut secara adil, maupun membebaskan
tanah untuk pembangunan misalnya haruslah dilakukan dengan
187
sebaik-baiknya. Seorang pemimpin tidak boleh tergesa-gesa,
tanpa perencanaan yang mantap dan tujuan yang jelas
mengambil sesuatu dari rakyat. Setiap sumber pendapatan
yang dipungut dari rakyat harus dikembalikan kepada
rakyat, untuk kesejahteraan rakyat. Jadi ibarat matahari
yang menyerap air dari samudra, kemudian menjadi mendung,
dan akhirnya menjadi hujan yang turun menyegarkan segala
yang ada di bumi. Dengan demikian pemimpin juga dituntut
untuk melindungi kepada rakyatnya dari segala bentuk
kejahatan, serta dapat memberikan energi, kekuatan kepada
masyarakat agar memiliki motivasi dan kegairahan untuk
membangun dengan mengandalkan kemampuan sendiri.
4. Candra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 309
dikemukakan sebagai berikut: ” Baginda adalah raja yang
menduduki tempatnya Dewi Candra, yang rakyatnya menyambut
kehadirannya dengan penuh senang hati, sebagai orang-orang
yang gembira melihat bulan purnama”. Kemudian dalam
Ramayana XXIV: 56 dikemu-kakan: ”Laku utama dari Dewa
Bulan membuat seluruh dunia merasa bahagia. Demikianlah
188
tindakan adinda, hendaknya selalu manis sebagai air
kehidupan, junjung tinggilah orang tua serta orang-orang
bijakasana dan bermurah hatilah terhadap mereka”
Jadi sesuai dengan ajaran Candra Brata maka seorang
pemimpin tersebut haruslah meperlakukan bawahannya dengan
penuh kasih sayang, penuh kesejukan, serta dengan penuh
simpatik. Menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-
lebih orang yang banyak berjasa pada masyarakat, para
rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani
dan mencerdaskan masyarakat. Pemimpin harus mampu memberi
sinar terang, menyejukan, dan membahagiakan rakyatnya.
5. Vhayu Brata (Maruta). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 306
dikemukakan sebagai berikut: ”laksana wahyu (angin)
bergerak kemana-mana masuk merupakan napas bagi semua
mahluk hidup, demikianlah hendaknya raja melalui segala
arah, karena sebagai inilah kedudukannya menyerupai
angin”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56
dikemukakan:”Hendaknya anda berbuat sebagai angin jika
anda ingin menyelidiki tingkah laku orang lain.
189
Penyelidikan itu hendaknya dilakukan dengan sopan tidak
nampak. Itulah Bayu Brata yang tinggi nilainya dan
membawakan jasa yang sangat bagus.”
Dari dua kutipan di atas dapat disebutkan bahwa seorang
pemimpin menurut ajaran Vhayu Brata pertama harus
menguasai seluruh wilayahnya, rakyatnya dan menjadi nafas
kehidupan bagi semua mahluk. Kedua Pemimpin harus
berkomunikasi dan melakukan kunjungan resmi maupun tidak
resmi, selalu berkomunikasi dengan rakyatnya secara timbal
balik. Jadi pemimpin bagaikan angin berada dimana-mana
memhami apa yang hidup dan berkembang dan terjadi di
tengah-tengah rakyatnya, baik berupa masalah-masalah,
keluhan-keluhan, yang akan menghambat harapan rakyatnya.
Menurut ajaran Asta Brata pengawasan juga sangat penting
dilakukan untuk mengukur apa yang dicapai, menilai, serta
mengadakan perbaikan terhadap berbagai kebijakan yang
dipandang perlu. Pengawasan yang dilaksanakan tidak saja
melekat pada sistem, tetapi melekat pada diri sendiri,
190
sehingga walaupun tidak tampak, tetapi dirasakan ada
seperti layaknya angin yang ada di mana-mana.
6. Bhumi (Dhanada). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 331
dikemukakan sebagai berikut: ”laksana Bhumi menunjang
semua mahluk hidup secara adil dan merata, demikianlah
hendaknya raja terhadap rakyatnya sesuai dengan
kedudukannya sebagai ibu pertiwi”. Kemudian dalam Ramayana
XXIV: 58 dikemukakan:” Nikmatilah kekayaan hidup ini,
tanpa melewati batas, baik dalam makan, minum, pakaian dan
perhiasan, itulah laksana utama dari Dewa Dhanada yang
hendaknya dipegang sebagai contoh”.
Dari dua kutipan tersebut di atas para pemimpin hendaknya
mengusahakan kesejah-teraan semua mahluk secara adil dan
merata. Sesuai dengan fungsi bumi pemimpin hendaknya
memberi peluang dan kesempatan yang sama kepada rakyatnya
untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan bathin.
Memperhatikan kesejahteraan rakyat banyak, para pemimpin
harus menjadi tauladan dalam menerapkan pola hidup
191
sederhana, dan tidak dibenarkan melewati batas dalam
menggunakan kekayaan untuk biaya hidup.
7. Varuna Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 308
dikemukakan sebagai berikut: ” Laksana orang-orang berdosa
tampak terikat tali oleh Waruna, demikianlah hendaknya
raja menghukum orang-orang jahat itu sesuai kedudukannya
menyerupai Waruna”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58
dikemukakan: ”Dewa Waruna memegang senjata yangat berbisa
yaitu Nagapasa yang dapat mengikat secara ketat, anda
hendak-nya memakai secara teladan hakekat dari Nagapasa
ini, yaitu anda harus mengikat dengan ketat mereka yang
jahat”.
Bedasarkan pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa
seorang pemimpin haruslah memerangi semua jenis kejahatan
tanpa kenal kompromi. Pemimpin harus tegas menghukum
kejahatan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,
pemimpin harus mampu menghalangi sumber-sumber kejahatan,
demi terciptanya pergaulan sosial yang tertib dan tentram.
192
8. Agni Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 310 dikemukakan
sebagai berikut: ”Bila baginda bersemangat dalam menumpas
penjahat dan memiliki kekuatan yang dasyat serta mampu
menghancurkan penguasa-penguasa yang jahat, maka sifat
baginda sama dikatakan seperti Agni”. Kemudian dalam
Ramayana XXIV: 60 dikemukakan:” Kewa-jiban utama yang
dilakukan oleh Bahni (Api) ialah selalu menghanguskan
penentang-nya. Keberanian dan ketangguhan untuk menghadapi
musuh, itulah perlambang api, siapapun yang anda serang
pasti hancur lebur, itulah yang dinamkan Agni Brata”
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa
seorang pemimpin tersebut harus memiliki kemampuan dalam
menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan wilayah
negara dan menjaga kekuasaan negara dari berbagai ancaman
yang datangnya dari dalam dan dari luar. Pemimpin harus
mampu melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan dan
musuh yang datangnya dari luar dan dari dalam negeri,
pemimpin harus memiliki kemampuan dan kekuatan untuk
193
membasmi segala bentuk kejahatan demi untuk kejayaan
masyarakat.
Berdasarkan pada penjelasan dari masing-masing unsur
kepemimpinan Asta Brata tersebut di atas, tampak begitu
banyak berisi dan mengandung nilai-nilai, norma-norma,
kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang dapat dan
seharusnya ditauladani, ditaati, dan dilaksanakan serta perlu
dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap pemimpin
termasuk kepala sekolah. Kemudian kalau dicermati secara
lebih hati-hati, tampaknya dengan keterbatasan kekeritisan
dari penulis, keterbatasan dalam bahan sumber kajian terutama
yang bersumber dari ajaran-ajaran agama Hindu sebagai pisau
atau alat analisisnya, mungkin penulis akan dapat
mengidentifikasi dan menjabarkan turunannya secara lebih
bebas, sederhana, operasional, dan riil bahwa nilai-nilai,
norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang
bersumber dari Kepemimpinan Asta Brata tersebut yang
seharusnya dapat dan diharapkan ditauladani seorang pemimpin
khususnya seorang kepala sekolah haruslah mampu mewujudkan
194
sifat atau pola kepemimpinan Asta Brata yang bercirikan
kurang lebih atau paling tidak sebagai berikut di bawah ini:
1. Kepala sekolah harus mampu mewujudkan dan memenuhi
keperluan dasar masyarakat/ warga sekolah dalam berbagai
fasilitas material dan non material.
2. Kepala sekolah harus memberikan rasa aman kepada semua
warga sekolah.
3. Kepala sekolah harus meningkatkan kecerdasan semua warga
sekolah.
4. Kepala sekolah harus memberikan perhatian yang besar
pada warga sekolah sampai lapisan paling bawah seperti
pesuruh, maupun tukang kebersihan sekolah.
5. Kepala sekolah harus mampu menyerap aspirasi warga
sekolah yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil berbagai keputusan.
6. Kepala sekolah mampu menegakan wibawa hukum terhadap
warga sekolah.
195
7. Kepala sekolah harus berani memberantas dan
menghanyutkan segala bentuk penyim-pangan dan
penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh warga sekolah.
8. Kepala sekolah harus mampu menciptakan ketertiban
sekolah dengan berbagai peraturan, dan hukum sebagai
sarananya.
9. Kepala sekolah harus menggunakan hukum sebagai dasar
tindakannya,
10. Kepala sekolah harus memperlakukan semua warga sekolah
sama di depan hukum, dan berlaku secara adil dengan
menghormati harkat dan martabat manusia.
11. Kepala sekolah harus tunduk dan taat pada hukum sebagai
sarana ketertiban serta pembangunan.
12. Kepala sekolah mampu menggali potensi sumber pendapatan
dan sumber pembangun-an secara adil.
13. Kepala sekolah tidak boleh tergesa-gesa, tanpa
perencanaan yang mantap dan tujuan yang jelas, strategis,
dan visioner dalam mengambil sesuatu kebijakan.
196
14. Kepala sekolah mampu melindungi warga sekolah dari
segala bentuk kejahatan.
15. Kepala sekolah dapat memberikan energi, kekuatan kepada
warga sekolah agar memi-liki motivasi dan kegairahan untuk
membangun dengan mengandalkan kemampuan sendiri.
16. Kepala sekolah harus menghormati para sesepuh dan pini
sepuh, lebih-lebih orang yang banyak berjasa pada
masyarakat, seperti para rohaniawan, cendekiawan, karena
mereka membimbing rohani dan mencerdaskan warga sekolah.
17. Kepala sekolah harus mampu memberi sinar terang,
menyejukan, dan membahagiakan warga sekolah.
18. Kepala sekolah meperlakukan warga sekolah dengan penuh
kasih sayang dan dengan penuh simpatik.
19. Kepala sekolah harus menguasai seluruh lingkungan
sekolah, warga sekolah dan menjadi nafas kehidupan bagi
semua di lingkungan sekolah.
20. Kepala sekolah harus mampu berkomunikasi secara
baik.dengan warga sekolah.
197
21. Kepala sekolah mampu mengembangkan sistem pengawasan
yang ada pada diri sendiri para warga sekolah, sehingga
walaupun tidak tampak, tetapi dirasakan ada seperti
layaknya angin yang ada di mana-mana.
22. Kepala sekolah hendaknya memberi peluang dan kesempatan
yang sama kepada warga sekolah untuk memperoleh
kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata.
23. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya menjadi
tauladan bagi warga sekolah dalam menerapkan pola hidup
sederhana.
24. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mampu
memerangi semua jenis kejahatan yang kemungkinannya
dilakukan oleh warga sekolah tanpa kenal kompromi.
25. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki sifat
yang tegas menghukum terhadap warga sekolah yang melakukan
kejahatan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,
26. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mampu
menghalangi sumber-sumber kejahatan, demi terciptanya
198
pergaulan sosial yang tertib dan tentram diantara warga
sekolah.
27. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki
kemampuan dalam menegak-kan persatuan dan kesatuan warga
sekolah.
28. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mampu
melindungi warga sekolah sekolah dari ancaman kejahatan
yang datangnya dari luar dan dari dalam sekolah.
29. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki
kemampuan dan kekuatan untuk membasmi segala bentuk
kejahatan demi untuk kejayaan sekolahnya.
Demikianlah mungkin deskripsi pola kepemimpinan Asta
Brata yang dapat diidentifikasi dan diturunkan dalam bentuk
nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk,
pedoman sebagai pemimpin dalam melaksanakan tugas sebagai
kepala sekolah, sudah tentunya masih banyak yang dapat dan
bisa digali serta dikembangkan, terlebih-lebih unsur-unsur
dari kepemimpinan Asta Brata tersebut sesungguhnya disebut-
kan adalah sebagai pencerminan dan manifestasi dari sifat-
199
sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, yang sudah tentunya
sesuai dengan ajaran agama Hindu Tuhan Ida Shang Hyang Widhi
Waca memiliki sifat yang maha sempurna. Jadi barangkali
nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk,
pedoman yang disebutkan oleh penulis tersebut hanya baru
merupakan bagian kecil saja, hanya sebagai stimulan agar
berbagai lapisan mayarakat khususnya di Bali ikut mengkajinya
dan mendiskusikannya dari berbagai sisi. Demikian pula karena
semua bentuk nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah,
petunjuk-petunjuk, pedoman sebagai pemimpin tersebut adalah
sebagai manipestasi dan bersumber dari sifat Tuhan Ida Shang
Hyang Widhi Waca, maka sebagai seorang pemimpin sudah
tentunya seharusnya menerapkannya karena merupakan sifat-
sifat dan kehendak dari Tuhan. Namun demikian sesungguhnya
kalau dicermati dan dikritisi secara lebih akademik cara
berpikir yang memposisikan pola kepemimpinan Asta Brata
sebagai suatu model kepemimpinan yang bersumber dari sifat-
sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca yang kemudian
memunculkan adanya adagium yang menyatakan suara raja sebagai
200
pemimpin adalah suara Tuhan. Suara raja atau semua perintah
raja tersebut adalah benar, raja tidak pernah berbuat salah
pada saat sekarang ini di jaman modern tampak ada semacam
kontradiksi dengan paham kepemimpinan yang bersifat
demokrasi, yang memunculkan adagium suara rakyat adalah suara
Tuhan. Jadi rakyatlah yang paling berkuasa, walaupun pada
saat modern ini dipresentasikan melalui wakil-wakilnya.
Secara sepintas jelas kedua pola kepemimpinan tersebut tampak
bertentangan. Dan sudah tentunya menurut hemat penulis dari
kedua cara padang, cara berpikir, dan cara mendekati pola
kepemimpinan tersebut tidak mesti didebatkan atau
dipertentangkan, karena pada dasarnya kalau dilihat secara
lebih dalam dari sisi sifat, indikator, maupun ciri-cirinya
secara realnya kepemim-pinan Asta Brata dan kepemimpinan yang
bersifat demokratis yang disebut paling relevan dengan jaman
globalisasi seperti misalnya kepemimpinan transaksional,
visioner, dan tarnsformasi tidak jauh berbeda, malah banyak
memiliki kesamaannya, saling melengkapi. Dalam hubungan ini
barangkali bisa dibandingkan beberapa nilai-nilai, norma-
201
norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang dicoba
dan dapat diidentikasikan dari kepemimpinan Asta Brata
tersebut di atas dengan beberapa sifat yang merupakan ciri
dari kepemimpinan transformasional seperti yang dikemukakan
oleh Anderson (Usman. 2006), sebagai berikut. Kepemimpian
transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seorang
pemimpin tersebut, pertama, harus menunjukkan diri sebagai
komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola
bawahannya, memahami bawahannya dengan akurat, mengko-muni-
kasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan
bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi
konflik antar pribadi, membina hubungan yang efektif dan
menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati dan menghargai
bawahanya, memberikan dukungan terhadap bawahannya. Kedua,
sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi
masalahnya, membantu bawahannya membuat rencana atau tujuan
yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya untuk bertindak,
menghadapi orang-orang yang jenuh dan membangkang, melakukan
pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi
202
pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya untuk mencapai
tujuan, mengevaluasi kinerja dan memberikan unpan balik, dan
yang ketiga, pemimpin tersebut harus menunjukkan diri sebagai
konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi
dengan bawahanya, membuat nilai dan budaya bersama,
melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi
perkembangan kelompok, mengklari-fikasi norma-norma, nilai-
nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi dan misi, dan
tujuan arganisasi, memecahkan permasalahan organisasi,
menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti informasi yang
penting bagi bawahan dan organisasi, merencanakan dan
mengkoordinasikan berbagai sumberdaya organisasi. Bahkan
kelebihan dari kepemim-pinan Asta Brata tersebut tidak saja
karena ada kesamaan ciri dengan kepemimpinan transformasi,
tetapi juga karena dasarnya, sumbernya adalah keyakinan,
kepercayaan, religiusitas, moralitas, kesetiaan, komitmen,
keteguhan prinsip pada ajaran agama Hindu tanpa ada diskusi
yang panjang secara akademik, maka tampaknya dan seharusnya
orang-orang yang disebut pemimpinan pasti akan merasa lebih
203
terikat, lebih terdorong untuk mengaplikasikannya, dan akan
merasa dosa atau bersalah apabila tidak melaksanakan dalam
tugasnya sebagai pemimpin yang selalu harus diingatkan atau
diinstruksikan secara formal oleh atasan secara garis kuasa
atau birokrasi yang vertikal dalam suatu lembaga atau
organisasi seperti sekolah.
E. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Kompetensi adalah merupakan salah satu kriteria dari
suatu profesi. Kepala sebagai suatu pengembangan jabatan dari
guru yang disebut tugas tambahan juga dituntut untuk memenuhi
kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi bisa dilihat dari
berbagai aspek seperti pengertiannya, karakteristiknya,
maupun cara mengukur kompetensi tersebut. Dalam pembahasan
bab ini juga dibahas beberapa aspek dari kompetensi profesi
tenaga kependidikan khususnya kepla sekolah.
Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri
dari profesi dalam kepus-takaan diberikan pengertian secara
beraneka ragam tergantung dari sudut pandang para penulis.
Keaneka ragaman pengertian kompetensi tersebut, dapat
204
ditunjukkan dalam pembahasan ini, seperti, misalnya ada
pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi tersebut adalah
suatu hal yang menggambarkan kemampuan seseorang, baik yang
kuali-tatif maupun kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pengertian kompe-tensi seperti ini
mengandung makna bahwa kompetensi tersebut dapat digunakan
dalam dua kontek. Kontek pertama sebagai indikator yang
menunjukkan kepada perbuatan yang diamati. Kontek kedua
sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif. afektif,
dan perbuatan, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh.
Kemudian kompetensi juga diberikan pengertian sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian darinya sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003).
Kompetensi juga diberikan pengertian sebagai panguasaan
terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang
diperlukan untuk keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian
Gordon dalam Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari
205
kompetensi, sebagai berikut. Pertama pengetahuan, yaitu
kesadaran dalam bidang kognitif, seperti, misalnya seorang
guru sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan
bantuan yang diperlukan muridnya dalam melakukan pembelajaran
dikelasnya. Kedua pemahaman yaitu kedalaman kognitif dan
apektif yang dimiliki oleh individu, seperti misalnya seorang
guru yang akan melaksanakan pemebelajaran harus memiliki
pemahaman yang luas tentang karekteristik dan kondisi
muridnya agar dapat pembelajaran berjalan secara efktif.
Ketiga kemampuan, yaitu suatu yang dimiliki oleh seseorang
untuk dapat melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya, seperti, misalnya kemam-puan guru dalam memilih
dan membuat media pembelajaran yang diperlukan untuk lebih
memotivasi dan memudahkan pembelajaran peserta didik. Keempat
nilai, yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan
secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang,
seperti, misalnya standar perilaku dalam pembelajaran, antara
lain kejujuran, keterbukaan, demokratis, obyektif, adil.
Kelima sikap, yaitu perasaan seperti perasaan senang dan
206
tidak senang, suka tidak suka, atau reaksi terhadap terhadap
suatu rangsangan yang datang dari luar, seperti reaksi
terhadap krisis ekonomi, kenaikan gaji, dan sebagainya.
Keenam minat yaitu kecendrungan seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan, seperti, misalnya, minat sesorang untuk
melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu. Ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh
suatu profesi adalah mencakup: kemampuan untuk mengembangkan
pribadi, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan,
kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi dan berprilaku dalam
berkarya, dapat hidup bermasya-akat (Pusposutardjo. 2002).
Pengertian kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya
menguraikan bahwa kompetensi tersebut mengandung tiga
pengertian. (1) pengertian kompetensi itu pada dasarnya
merupakan kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan, (2) menunjuk pada pengertian bahwa kompetensi itu
merupakan sifat orang-orang, yang memiliki kecakapan,
kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain
sebagainya untuk dapat mengerjakan sesuatu yang diperlukan,
207
dan (3) bahwa kompetensi merupakan tindakan atau kinerja
rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara
memuaskan berdasarkan kondisi yang diharapkan (Makmun.1996,
Dep-dikbud.1978, Depdikbud. 1984). Lebih jauh Makmun (1996)
menyatakan bahwa berpijak pada pengertian kompetensi tersebut
dapat juga dijelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yang dapat
disebut sebagai profesional yang kompeten, kalau menunjukkan
karakteristik: (1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu
secara rasional, dalam arti, ia memiliki visi dan misi yang
jelas, ia melakukan sesuatu berdasarkan pada hasil analitis
kritis dan pertimbangan logis dalam membuat pilihan dan
mengambil keputusan tentang apapun yang akan dikerjakan, (2)
menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip
dan kaidah, hipotesis dan generalisasi, data dan imformasi
lainnya tentang seluk beluk apa yang menjadi bidang tugas
pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yang
mencakup strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur dan
mekanisme, sarana dan instrumen, tentang cara melakukan tugas
pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan ambang
208
tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari
proses yang dapat ditoleran-sikan dan kriteria keberhasilan
yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya, (5) memiliki
daya dan citra unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya.
Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal,
melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin, dan (6)
memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perangkat
kompetensi yang dalam batas tertentu dapat didemontrasikan
dan teruji sehinga memung-kinkan memperoleh pengakuan pihak
berwewenang.
Demikian variasi pengertian tentang kompetensi dari para
penulis, dengan demikian berdasarkan pada pengertian
kompetensi yang begitu beragam tersebut menambah wawas-an dan
khasanah para calon kepla sekolah, dan lebih lanjut akan
memiliki pijakan yang lebih luas dan kuat dalam mempelajari
serta memahami kompetensi profesi kependidikan khususnya
jabatan kepala sekolah tersebut.
Persoalannya sekarang bagaimanakah kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang kepala sekolah agar dapat melaksanakan
209
tugasnya sebagai pemimpin secara efektif? Dalam hubungannya
dengan kompetensi kepala sekolah ada pendapat yang
menyatakan bahwa seorang kepala sekolah dituntut untuk
memiliki kemampuan: (1) perilaku yang berorientasi pada tugas
dengan memfokuskan pada kegiatan penyusunan perencanaan,
mengatur pekerjaan, melakukan koordinasi kegiatan anggota,
dan menyediakan peralatan dan bantuan teknis yang diperlukan,
(2) perilaku yang berorientasi hubungan kepala sekolah
sebagai manajer harus penuh perhatian mendukung dan membantu
guru, konselor, dan karyawan sekolah dan berusaha memahami
permasalahan dan pemecahannya, da (3) perilaku partisipatif,
kepala sekolah melakukan pertemuan kelompok yang memudahkan
partisipasi, pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi,
mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik
(Sergiovanni. 1977). Sesuai dengan Peraturan Menteri No. 13
Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah diatur bahwa
seorang kepala sekolah tersebut dituntut harus memiliki
kompetensi keperibadian, kompetensi manajerial, kompetensi
kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.
210
Secara lebih lebih lengkap dan rincinya kompetensi yang
dimaksudkan tersebut adalah seperti yang disajikan dalam
daftar tabel berikut di bawah ini.
TABEL NO. 7.1DAFTAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH
1.Kepribadian
Mampu atau memiliki akhlak mulia.
Mampu mengembangkan budaya dan tradisi akhlak
mulia di sekolah tempat bertugas.
Mampu menjadi teladan akhlak mulia bagi
komunitas sekolah.
Mampu atau memiliki integritas kepribadian
dalam memimpin di sekolah
Mampu atau memiliki keinginan yang kuat dalam
pengembangan diri sebagai kepala sekolah
Mampu mengembangkan sikap terbuka dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai
kepala sekolah.
Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi
masalah dalam peker-jaan sebagai kepala
211
sekolah.
Mampu atau memiliki bakat dan minat sebagai
kepala sekolah.
2. Manajerial
Mampu menyusun perencanaan yang visioner.
Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai
kebutuhan.
Mampu memimpin sekolah dalam menggunakan
sumberdaya seko-lah.
Mampu mengelola perubahan dan pengembangan
sekolah menuju organisasi belajar yang
efektif.
Mampu menciptakan budaya dan iklim sekolah
yang kondusif dan inovatif bagi PBM siswa.
Mampu menerapkan nilai-nilai kewirausahaan
dalam menciptakan inovasi yang berguna bagi
pembangunan sekolah.
Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka
pandayagunaan SDM secara optimal.
Mampu mengelola sarana dan prasarana sekolah
212
dalam rangka panda-yagunaan secara optimal.
Mampu mengelola hubungan sekolah dan
masyarakat dalam rangka pencarian dukungan
ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah.
Mampu mengelola kesiswaan dalam rangka
penerimaan siswa baru, penempatan siswa, dan
pengembangan kafasitas siswa.
Mampu mengelola perkembangan kurikulum dan
kegiatan pem-belajaran sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasional.
Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan
prinsip pengelo-laan yang akuntabel,
tranfarans, dan efisien.
Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam
mendukung penca-paian tujuan sekolah.
Mampu mengelola untuk layanan khusus sekolah
dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan
kegiatan kesiswaan lainnya.
Mengelola system informasi sekolah dalam
mendukung penyusunan program dan pengambilan
213
keputusan.
Mampu memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi bagi peningkat-an pembelajaran dan
manajemen sekolah.
Mampu mengelola kegiatan produksi/jasa sebagai
sumber belajar siswa.
Mampu melakukan monitoring evaluasi, dan
pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah
dengan prosedur yang tepat, serta meren-
canakan tindak lanjutnya.
3. Kewirausahaan
Mampu menciptakan inovasi bagi pengembangan
sekolah.
Mampu bekerja keras untuk mencapai
keberhasilan sekolah sebagai organisasi
pembelajar yang efektif.
Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
pemimpin sekolah.
Pantang menyerah dan selalu mencari solusi
terbaik dalam mengha-dapi kendala yang
214
dihadapi sekolah.
Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola
kegiatan produksi/ jasa sekolah/sebagai sumber
belajar peserta didik.
4. Supervisor
Mampu merencanakan program supervisi akademik
dalam rangka meingkatkan profesionalisme guru.
Mampu melaksanakan supervisi akademik terhadap
guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik
supervisi yang tepat.
Mampu menindaklanjuti hasil supervisi akademik
terhadap guru da-lam rangka peningkatan
profesionalisme guru.
5. Sosial
Mampu bekerjasama dengan pihak lain untuk
kepentingan sekolah
Mampu melakukan partisipasi dalam kegiatan
sosial.
Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau
kelompok lain.
6. Penunjang Mampu meningkatkan citra dan profesionalisme
215
sekolah.
Mampu meningkatan daya saing sekolah secara
global.
Mampu menggugah jati diri bangsa
Demikian juga di samping kepala sekolah dituntut
memiliki kemampuan seperti yang telah diuraikan di atas,
lebih dari itu kemampuan tersebut sebaiknya didukung oleh
suatu sifat kepemipinan yang menurut pendapat Dewantara
(Depdikbud, Dijendikdasmen. 1993) kepala sekolah harus
memiliki sifat kepemimpinan yang sesuai dengan kepribadian
bangsa. Kepemimpinan yang paling cocok dengan kepribadian
bangsa Indonesia adalah kepemimpinan Pancasila, yaitu ing
ngarso sung tuludo, ing madio mangun karso, tut wuri andayani. Sifat
kepemimpinan tersebut kemudian lebih dejelaskan sebagai
berikut. Ing ngarso sung tuludo yang artinya kurang lebih sebagai
kepala sekolah yang berdiri tegak di paling depan harus mampu
memberi contoh atau teladan kepada bawahannya misalnya
sebagai berikut: cara berpakaian yang rapi, kehadiran yang
216
lebih awal dari guru-guru yang lain, memiliki wibawa,
menguasai masalah yang menyangkut bidangnnya, memiliki rasa
tanggungjawab yang tinggi, penuh dedikasi, aktif dan kreatif.
Ing madio mangun karso yang artinya kurang lebih sebagai berikut
kepla sekolah yang ideal apabila ada ditengah-tengah
lingkungan tugasnya dan bijkasana, yaitu mampu memberikan
motivasi terhadap guru-guru dan karyawan yang lainnya agar
mencintai profesinya, mampu dan menunjukkan masalah-masalah
pekerjaan apabila guru dan karyawan mendapatkan kesulitan,
jangan hanya bisa menyalahkan, mencari kesalahan guru-guru
dan karyawan, tetapi harus mebantu memecahkan masalah
tersebut, harus mampu menciptakan suasana yang menyenangkan
sehingga guru dan karyawan bekerja dengan suasana aman,
merasa tidak ditekan, serta memperhatikan kesejahteraaan
bawahannya dalam hal transpotasi, kehidupan keluarga, tempat
tinggal, membantu memecahkan masalah keluarga apabila
dimintai pertimbangan oleh bawahan, sehingga bawahan dapat
bekerja dengan tenang. Ttut wuri andayani yang artinya kurang
lebih kepala sekolah hendaknya memberi kebebasan kepada
217
bawahannya untuk bertindak aktif dan kreatif dalam
menjalankan tugasnya, yaitu mampu menjabarkan tugas-tugas
sebagai guru dan karyawan, wakil kepala sekolah dan staf
karyawan agar diberikan kesempatan untuk menjabarkan
kebijakan kepla sekolah yang telah dituangkan dalam program,
dan administrasi sekolah yang dikelola oleh karyawan tata
usaha agar dijabarkan sesuai dengan kebutuhannya. Kepala
sekolah mengikutinya, mengarahkannya apbila terjadi kesalahan
penafsiran atau terjadi penyimpangan dari kebijkan yang telah
ditetapkan.
F. Kuasa dan Jenis Kuasa Kepala Sekolah
Istilah kekuasaan dalam literatur manajemen telah
digunakan secara umum, akan tetapi masih juga terjadi
kekaburan tentang pengertiannya. Sering istilah kekuasaan
digunakan secara silih berganti dengan istilah-istilah
lainnya, seperti pengaruh, dan otoritas. Menurut Max Weber
(Thoha. 1990) memberikan pengertian kekuasaan sebagai suatu
kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu
hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan
218
keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Dalam
sumber yang sama Thoha (1990) mengutip pendapat Walter Nord
yang memberikan pengertian kekuasaan tersebut sebagai suatu
kemampuan untuk mempengaruhi aliran energi dan dana yang
tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara
jelas dari tujuan yang lainnya. Wexley dan Yukl (1977)
memberikan pengertian kekuasaan sebagai kapasitas
mempengaruhi orang lain. Seorang mempunyai kekuasaan
sepanjang terus dapat mempengaruhi tidak peduli apakah usaha-
usaha yang dilakukan itu benar-benar mem-punyai pengaruh.
Kemudian Rivai (2004) memberikan pengertian kekuasaan sebagai
kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang
diinginkan oleh pihak yang lainnya. Kekuasaan meliputi
hubungan antara dua orang atau lebih. Seseorang atau kelompok
tidak akan dapat memiliki kekuasaan dalam keadaan terisolasi,
kekuasaan harus diterapkan, atau mempunyai potensi untuk
diterapkan dalam hubungannya dengan orang atau kelompok
lainnya. Rogers (1973) berusaha membuat lebih jelas kekaburan
istilah dengan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi
219
dari suatu pengaruh. Dengan demikian kekuasaan adalah suatu
sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan.
Pengunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam
kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat
suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Rogers tampaknya
telah memberikan rumusan yang bermakna bagi kepemimpinan
dijelaskan olehnya bahwa kepemimpinan ialah suatu proses
untuk mempengaruhi aktivitas-aktivitas individu dan kelompok
dalam usahanya untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Dengan mengikuti penjelasan dari Rogers dapat disimpulkan
bahwa kepemim-pinan adalah setiap usaha untuk mempengaruhi,
sementara itu kekuasaan dapat diartikan sebagai suatu potensi
pengaruh dari seorang pemimpin tersebut. Demikian pula
dijelaskan bahwa otoritas adalah sebagai suatu tipe khusus
dari kekuasaan yang secara asli melekat pada jabatan yang
diduduki oleh pemimpin.
Banyak teori yang menjelaskan jenis kuasa yang telah
dikaji oleh para ahli. Dari sejumlah teori tersebut
diantaranya Bateman dan Snell (2007) dengan mengutip teori
220
dari French dan Raven menyebutkan bahwa pemimpin tersebut
paling tidak memiliki lima jenis kuasa, demikian juga Wexley
dan Yukl (1977), Koontz, dkk (1984), Stoner, dkk (1995)
menyebutkan lima jemis kuasa bisa dipakai secara luas. Jenis
kuasa yang dimaksudkan adalah kuasa paksaan (Coercive power),
kuasa refernsi (Refrent power), kuasa legitimasi (Legitimte
power), kuasa keahlian (Expert power), dan kuasa penghargaan
(reward power).
Kuasa paksaan (Coercive power) adalah didasarkan atas rasa
ketakutan bahwa kegagalan mematuhi peraturan atau perintah
akan mengakibatkan beberapa bentuk hukuman.
Sumber dari kuasa paksaan adalah pengendaliannya atas
konsekwensi-konsekwensi negatif para bawahan, seperti: denda,
skorsing, serta pemecatan, penurunan pangkat, mutasi, dan
lain sebagainya.
Kuasa refernsi (Refrent power) adalah didasarkan atas
identifikasi dan ketertarikan. Sejumlah pemimpin politik atau
kegamaan memiliki kharisma atau daya tarik pribadi yang luar
biasa dan para bawahannya sangat patuh dan menghormati. Kuasa
221
refrensi ditentukan oleh kepribadian pemimpin dan
kapasitasnya dalam memberi inspirasi terhadap bawahan serta
memberikan harapan-harapan dan nilai-nilai. Disamping itu
kuasa refernsi ditentukan juga oleh bagaimana caranya
pemimpin memperlakukan bawahan. Cara yang paling layak bagi
seorang pemimpin adalah dengan meninggikan konsiderasi.
Kuasa legitimasi (Legitime power) adalah kekuasaan yang
bersumber dari kedu-dukan atau jabatan formal atau informal
yang dipegang seseorang. Kekuasaan legitimasi diperoleh dari
wewenang hukum. Kekuasa ini meliputi kepatuhan bawahan dengan
peraturan dan perintah serta petunjuk yang diberikan dari
pimpinan bila hal ini dianggap sah oleh bawahan dari segi
lingkup pemimpin. Lingkup wewenang ditentukan oleh organisasi
dan keanggotaan bawahan ditentukan dalam perjanjian formal
atau mungkin sudah tercakup dalam persetujuan informal.
Wewenang pemimpin sangat tinggi terutama yang berkaitan
dengan prosedur dan penjawalan kerja. Banyaknya pengaruh
seorang pemimpin berasal dari wewenang organisasi, karena itu
222
kuasa legitimasi dari pemimpin biasanya sebaiknya didukung
dengan kuasa paksaan.
Kuasa keahlian (Expert power) adalah kuasa yang bersumber
dari suatu keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh seorang
pemimpin. Seorang pemimpin dapat mempe-ngaruhi pendapat
bawahan jika ia dipandang memiliki pengetahuan dan keahlian
yang luas. Dengan keahliannya mempengaruhi secara tidak
langsung perilaku bawahanya. Pengaruh pimpinan akan lebih
besar apabila memiliki pengetahuan penting yang luas, jika
pemimpin sangat persuasif dan pintar dalam mempengaruhi
bawahannya, jika pemimpin memiliki kejujuran dan kepercayaan
yang tinggi dari bawahan..
Kuasa penghargaan (reward power) adalah kekuasaan yang
bersumber dari hadiah atau penghargaan yang diberikan oleh
seorang pemimpin. Pemimpimpin akan mengen-dalikan atas
konsekwensi-konsekwensi positif yang ditimbulkan terhadap
bawahan, sperti kenaikan upah, kenaikan gaji, kenaikan
pangkat, promosi, penugasan, pengakuan formal, dan
penghargaan yang lainnya.
223
Dari kutipan dan uraian di atas dapat diketahui paling
tidak ada lima jenis kuasa yang dikenal dalam teori
manajemen, namun demikian kalau mengikuti uraiannya Hersey
dan Blanchard (1982) disamping lima jenis kuasa di atas,
masih ada dua jenis kuasa yang lainnya, yaitu kuasa koneksi
dan kuasa informasi.
Berdasarkan uraian di atas maka ada berberapa variasi
pilihan jenis kuasa yang dapat dipilih dan digunakan oleh
seorang pemimpin dalam upaya untuk meningkatkan kinerja atau
profesionalime bawahannya. Demikian juga dalam bidang
pendidikan seorang kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
memiliki variasi pilihan jenis kuasa yang dapat disesuaikan
dan sudah tentunya juga dengan mempertimbangkan tingkat
kematangan para guru sebagai bawahannya dalam rangka untuk
peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya.
Secara teori manajemen terutama dalam teori gaya
kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard (1982) bahwa tingkat kematangan bawahan atau
pengikut tidak hanya menentukan gaya kepemimpinan seseorang
224
pemimpin, tetapi juga sangat menentukan di dalam memilih
jenis kuasa yang seharusnya perlu digunakan pemimpin untuk
dapat menimbulkan peningkatan kepatuhan perilaku bawahan.
Oleh karena itu pemimpin yang efektif perlu menyesuaikan atau
memvariasikan jenis kuasa yang diterapkan atau diperlakukan
terhadap pengikutnya. Jenis kuasa yang dapat mempengaruhi
perilaku bawahan pada berbagai level kematangan dapat
digambarkan dalam gambar bagan berikut di bawah ini.
GAMBAR BAGAN.2.1TINGKAT KEMATANGAN BAWAHAN YANG MEMPENGARUHI
VARIASI JENIS KUASA PIMPINAN
Kematangan Tinggi Kematangan SedangKematangan Rendah
M4 M3
M2 M1
Kehalian Referen
Penghargaan Paksaan
Informasi
Legitimasi Koneksi
Berdasarkan gambar bagan di atas tampak secara jelas
bahwa tingkat kematangan bawahan tersebut memiliki hubungan
225
yang sangat tinggi atau menjadi faktor determinan bagi
seorang pemimpin dalam menentukan pilihan jenis kuasa yang
mana akan diterapkan terhadap bawahannya. Dalam hubungan ini
apabila tingkat kematangan bawahan tersebut termasuk tingggi
(M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu
diterapkan oleh seorangg pemimpin sehingga kepemimpinannya
tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa
keahlian. Apabila tingkat kematangan bawahan tersebut
termasuk sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa
yang perlu diterapkan oleh seorang pemimpin sehingga
kepemimpinannya tersebut dapat terlaksana secara efektif
adalah jenis kuasa refrensi atau kuasa penghargaan. Demikian
pula apabila tingkat kematangan bawahan tersebut termasuk
rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu
diterapkan oleh seorang pemimpin sehingga kepemimpinannya
tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa
paksaan.
Dengan demikian dalam bidang pendidikan terutama di
sekolah kepala sekolah tampaknya juga mempunyai variasi
226
pilihan jenis kuasa yang dapat dipilih dan digunakan dalam
rangka melaksanakan pembinaan kualitas kompetensi
profesionalisme para guru sebagai bawahannya. Apabila kepala
sekolah dalam rangka melaksanakan pembinaan peningkatan
kualitas kompetensi profesionalime guru berhadapan dengan
para guru sebagai bawahnya yang memiliki tingkat kematangan
yang tingi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang
perlu diterapkan sehingga pembinaanya tersebut dapat
terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa keahlian.
Kemudian Apabila kepala sekolah dalam rangka melaksanakan
pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime guru
berhadapan dengan para guru sebagai bawahnya memiliki tingkat
kematangan yang sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan
jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga pembinaanya
tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa
refernsi atau jenis kuasa penghargaan. Demikian juga apabila
kepala sekolah dalam rangka melaksanakan pembinaan
peningkatan kualitas kompetensi profesionalime para guru
tersebut berhadapan dengan guru sebagai bawahnya yang
227
memiliki tingkat kematangan yang rendah (M1), maka alternatif
pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga
pembinaannya tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah
jenis kuasa paksaan.
G. Rangkuman
Kepemimpinan oleh para ahli diberikan pengertian yang
berbeda-beda tergantung dari sudut pandang, penekanannya,
keluasannya dan kedalaman yang terkandung di dalamnya. Dari
beberapa pengertian kepemimpinan tersebut menunjukkan bahwa
dalam kepemimpinan tersebut paling tidak mencakup tiga hal
yang saling berkaitan, yaitu: adanya pemimpin dan
karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya situasi dalam
kelompok tempat pemimpin dan bawahan saling berinteraksi.
Untuk dapat efektifnya suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya akan sangat tergantung pada: pertama pemimpin dan
karakteristiknya yang dalam manajemen kemudian lazim disebut
dan dikenal dengan istilah pola kepemimpinan atau gaya
kepemimpinan, kompetensi yang dimiliki pemimpinnya, jenis
kuasa yang dimiliki para pemimpinnya. Faktor kedua yang dapat
228
menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya adalah faktor bawahan yang tekanannya pada tingkat
kematangan bawahan tersebut, jadi semakin tinggi tingkat
kematangan bawahan atau karyawan tersebut efektifitas suatu
organisasi akan semakin tinggi. Kemudian faktor ketiga yang
dapat menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya adalah faktor situasi interaksi tempat berkerja
yang dalam manajemen sering disebut dengan istilah iklim
organisasi atau budaya organisasi dan lain sebagainya.
H. Evaluasi
1. Sebutkan pengertian kepemimpinan dari berbagai ahli!.
2. Analisis berbagai kelebihan dan dan kelemahan gaya
kepemimpinan situasional!.
3. Bandingkan gaya kepemimpinan yang berbasisi budaya Bali
dengan gaya kepemim-
pinan transformsional!.
4. Analisis kompetensi kepala sekolah sebagai pemimpin yang
dapat dianggap efektif!.
229
5. Analisis sumber-sumber kuasa dan jenis kusa kepala
sekolah!.
BAB. VIIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI INOVATOR PENDIDIKAN
230
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian inovasi. Dapat menjelaskan pengertian
inovasi.
Memahami factor-faktor
inovasi.
Dapat menjelaskan faktor-
faktor inovasi.
Memahami pentingnya inovasi. Dapat menjelaskan pentingnya
inovasi.
Kepala sekolah sebagai
inovatotr pendi-dikan.
Dapat menjelaskan bahwa
kepala sekolah sebagai
inovatot pendidikan.
B. Pengertian Inovasi Pendidikan
Inovasi berasal dari bahasa Inggris innovation yang
berarti segala hal yang baru atau pembaharuan. Ada beberapa
pendapat tentang pengertian inovasi tersebut. Rogers (1983)
memberikan pengertian inovasi tersebut sebagai suatu gagasan,
teknik-teknik, atau praktik atau benda yang disadari dan
231
diterima oleh seseorang atau suatu kelompok untuk diadopsi.
Robbins (1994) memberi pengertian terhadap inovasi sebagai
suatu gagasan yang baru yang diterapkan untuk memprakarsai
atau memperbaiki suatu produk, proses, dan jasa. Freedman
(1988) memberikan pengertian inovasi sebagai suatu proses
pengimple-mentasian ide-ide baru dengan mengubah konsep
kreatif menjadi suatu kenyataan. Sedangkan Lena Ellitan dan
Lina Anatan (2009) memberikan pengertian inovasi sebagai
sistem aktivitas organisasi yang mentransformasi teknologi
mulai dari ide sampai komersialisasi. Jadi dari beberapa
pengertian inovasi tersebut dapat diketahui bahwa dalam
inovasi tersebut tercakup pembaharuan dalam bidang produk,
proses, dan inovasi sistem manjerial.
Disamping istilah inovasi terdapat juga beberapa istilah
lainya yang mempunyai hubungan dan makna yang sama dengan
inovasi seperti misalnya diskoferi dan invensi. Diskoferi adalah
suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya ada atau hal tersebut
sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Contohnya seperti
Newton menemukan hukum Gravitasi Bumi, yang sebenarnya gaya
232
tarik bumi tersebut sudah ada sejak lama, Columbus yang
menemukan Benua Amerika tahun 1942, yang sebenarnnya benua
tersebut sudah ada, hanya karena Columbus yang menemukan
pertama.
Invensi adalah suatu penemuan baru yang benar-benar baru
sebagai hasil rekayasa manusia. Manusia melalui
pengalamannya, pengamatannya, dan konsistensinya dalam
mempelajari atau menelaah sesuatu sampai kepada suatu bentuk
model diakui orang lain sebagai sesuatu yang baru, sperti
misal teori-teori belajar, arsitektur unik, mode pakaian,
teknologi bangunan, dll nya.
Dari beberapa pengertian inovasi tersebut, sebenarnya
dapat dimpulkan bahwa inovasi adalah suatu gagasan, barang,
kejadian, teknik-teknik, metode-metode, atau praktik yang
diamati, disadari, dirasakan, diterima dan digunakan sebagai
suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok sebagai
hasil diskoferi dan invensi.
Demikian juga dalam konteks sosial inovasi juga
diberikan pengertian tersendiri, seperti misalnya Zaltman dan
233
Duncan (1973) memberikan pengertian inovasi dalam konteks
sosial sebagai berikut, inovasi adalah perubahan sosial yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan suatu masalah tertentu. Drucker (1995) memberikan
pengertian inovasi sebagai perubahan sosial yang di dalamnya
mencakup dimensi proses kreatif, adanya perubahan, mengarah
kepada pembaharuan, dan memiliki nilai tambah.
Inovasi dalam suatu perubahan sosial akan mengalami tiga
tahapan, yaitu invensi, difusi, dan konsekwensi. Ketiga
tahapan tersebut Rogers (1983) menjelaskan sebagai berikut.
Invensi adalah suatu tahapan ketika ide-ide baru diciptakan
dan dikembangkan , difusi adalah suatu tahapan proses ketika
ide-ide baru dikomunikasikan pada sistem sosial, dan
konsekwensi adalah suatu tahapan ketika perubahan-perubahan
yang terjadi dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari
penerimaan atau penolakan ide-ide baru, dan secara totalitas
dan perubahan sosial tersebut merupakan hasil komunikasi.
Demikian juga dalam bidang pendidikan sebagai bagian dari
suatu sistem sosial inovasi pendidikan diberikan pengertian
234
sebagai suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau
diamati sebagai hal yang baru bagi seorang atau kelompok
orang atau masyarakat baik berupa hasil invensi atau
diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan
atau untuk memecahkan masalah pendidikan (Ibrahim. 1988).
Pendidikan sebagai suatu sistem mencakup beberapa komponen.
Dengan demikian inovasi tersebut dapat dilakukan terhadap
setiap komponen sistem pendidikan tersebut yang sudah
tentunya dalam inovasi tersebut disesuaikan dengan perubahan
dan perkembangan sistem pendidikan (Miles. 1964). Miles lebih
lanjut menje-laskan beberapa komponen sistem pendidikan yang
bisa dilakukan inovasi adalah sebegai berikut di bawah ini.
Pertama, pembinaan personalia. Pendidikan yang merupakan
bagian dari sistem sosial tentu menentukan personal sebagai
komponen sistem. Inovasi yang sesuai dengan komponen personal
misalnya: peningkatan mutu guru, sistem kenaikan pangkat,
sistem atau model pembelajaran guru, dan lain-lainnya.
Kedua, banyaknya personalia dan wilayah kerja. Sistem
sosial menjelaskan tentang berapa jumlah personalia yang
235
terikat dalam sistem serta dimana wilayah kerjanya. Inovasi
pendidikan yang relevan dengan aspek ini, misalnya berapa
rasio guru dengan murid dalam suatu sekolah. Dalam sekolah
yang menganut sistem pamong misalnya diperkenalkan inovasi 1
guru: 200 murid, di Amerika Serikat misalnya 1:27 orang
murid, perubahahan luasnya wilayah kepenilikan, dan
sebaginya.
Ketiga, fasilitas pisik. Sistem sosial termasuk juga
sistem pendidikan mendaya-gunakan berbagai sarana dan hasil
teknologi untuk mencapai tujuan. Inovasi pendidikan yang
sesuai dengan komponen ini, misalnya perubahan tempat duduk,
perubahan pengaturan dinding ruangan, kelengkapan
laboratorium, laboratorium bahasa, penggunaan CCTV, televisi
siaran dan sebaginya.
Keempat, penggunaan waktu. Suatu sistem pendidikan akan
memeiliki perencanaan penggunaan waktu. Inovasi yang relevan
dengan komponen ini adalah pengaturan waktu belajar sistem
semester, catur wulan, pembuatan jadawal pelajaran yang
236
memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih waktu sesuai
dengan keperluannya, dan sebaginya.
Kelima, prumusan tujuan. Sistem pendidikan memiliki
rumusan tujuan yang jelas. Inovasi yang relevan dengan
komponen ini misalnya perubahan perumusan tjuan tiap jenis
sekolah, perumusan tujuan pendidikan nasional, dan lain
sebaginya.
Keenam, prosedur. Sistem pendidikan mempunyai sistem
atau prosedur dalam mencapai tujuan. Inovasi yang relevan
dengan komponen ini, misalnya, penggunaan kurikulum baru,
cara membuat persiapan mengajar, pengajaran individual, dan
pengajaran kelompok, dan sebagainya.
Ketujuh, peran yang diperlukan. Dalam sistem pendidikan
mempunyai diperlukan kejelasan peran yang diperlukan untuk
memperlancar jalannya mencapai tujuan. Inovasi yang relevan
dalam hal ini adalah peran guru sebagai pemakai media, maka
memerlukan keterampilan menggunakan berbagai macam media,
peran guru sebagai pengelola kegiatan kelompok, guru sebagai
anggota team teaching, dan sebagainya.
237
Kedelapan, wawasan dan perasaan. Dalam interaksi sosial
biasanya dikembangkan suatu wawasan dan perasaan tertentu
yang akan menunjang kelancaran dalam melaksanakan tugas.
Kesamaan wawasan dan perasaan dalam melaksanakan tugas untuk
mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan akan mempercepat
tercapainya tujuan. Inovasi yang relevan dengan bidang ini
seperti misalnya wawasan pendidikan seumur hidup, wawasan
pendekatan keterampilan proses, perasaan cinta pada pada
pekerjaan sebagai guru, kesediaan berkorban, kesabaran sangat
menunjang pelaksanaan kurikulum SD yang disempurnakan, dan
sebagainya.
Kesembilan, bentuk hubungan antar bagian. Dalam sistem
pendidikan diperlukan adanya kejelasan hubungan natar bagian
atau mekanisme kerja antar bagian dalam kegiatan untuk
mencapai tjuan. Inovasi yang relevan dengan komponen ini
misalnya, didakannya perubahan pembagian tugas antar seksi
di kantor depdikbud , di perguruan tinggi, fakultas, biro
pengadministrasi nilai maha siswa, dan sebagainya.
238
Kesepuluh, hubungan sistem sistem yang lain. Dalam
pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam beberapa hal harus
berhubungan atau bekerja sama dengan sistem yang lain.
Inovasi yang relevan dengan bidang ini misalnya: dalam
pelaksanaan usaha kesehatan sekolah perlu bekerja sama dengan
departemen kesehatan, dalam pelaksanaan KKN harus kerjasama
dengan pemerintah daerah setempat, dan sebagainya.
Kesebelas, startegi. Strategi yang dimaksud disini adalah
adalah tahap-tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan inovasi pendidikan. Adapun macam dan pola
strategi yang digunakan akan sangat sukar untuk
diklasifikasikan, tetapi secara kronologi biasanya
menggunakan pola urutan sebagai: (1) desain, ditemukannya
suatu inovasi dengan perencanaan penyebarannya berdasarkan
suatu penelitian dan observasi atau hasil penilain terhadap
pelaksanaan sistem pendidikan yang sudah ada, (2) kesadaran
dan perhatian, suatu potensi yang sangat menunjang
berhasilnya inovasi ialah adanya kesadaran dan perhatian
sasaran inovasi baik untuk individu maupun kelompok akan
239
perlunya inovasi. Bedasarkan kesadaran tersebut mereka akan
berusaha mencari informasi tentang inovasi, (3) evaluasi,
para sasaran inovasi mengadakan penilaian terhadap inovasi
tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan, tentang
kemungkinan dapat terlaksananya sesuai dengan kondisi dan
situasi, pembiayaannya dan sebagainya, (4) percobaan, para
sasaran inovasi mencoba menerapkan inovasi untuk membuktikan
apakah memang benar inovasi yang telah dinilai baik tersebut
dapat diterapkan seperti yang diharapkan. Jika ternyata
berhasil maka inovasi akan diterima dan dilaksanakan dengan
sempurna strategi inovasi yang telah direncanakan.
Demikian barangkali sebagai gambaran tentang inovasi
pendidikan yang disertai dengan contoh-contohnya, yang
barangkali akan dapat menjadi pemicu para kepala sekolah
untuk dapat melakukan inovasi pendidikan di sekolahnya
masing-masing sesuai dengan permasalahan yang perlu
diperbaiki sesuai dengan sistuasi dan kondisi sekolahnya
masing-masing.
240
C. Pentingnya Inovasi Pendidikan
Dalam melakukan suatu inovasi perlu adanya suatu
perencanaan termasuk dalam melaksanakan dalam iovasi
pendidikan, karena tanpa suatu rencana yang mantap proses
inovasi tidak akan dapat terlaksana secara efektif. Setelah
diketahui tentang suatu rencana inovasi dilanjutkan dengan
pembicaraan tentang beberapa model inovasi pendidikan,
kemudian diakhiri dengan pembicaraan tentang petunjuk untuk
mengadakan inovasi pendidikan tersebut. Penjelasan tentang
penerapan inovasi pendidikan di sekolah diharapkan dapat
digunakan sebagai pedoman jika seorang guru atau kepala
sekolah akan mengadakan inovasi atau suatu perubahan di
sekolah tempatnya bertugas. Pengertian inovasi pendidikan
yang dimaksudkan disini bisa jadi yang berasal dari
pemerintah pusat dan bisa juga inovasi pendidikan yang berupa
ide atau gagasan baru dalam memperbaiki sekolah di tempat
guru dan kepala sekolah bertugas. Untuk dapat melaknakan
suatu inovasi tersebut dengan baik, tampaknnya guru dan
kepala sekolah perlu memahmai berbagai hal yang berkaitan
241
dengan perencanaan inovasi, model inovasi, dan petunjuk
tentang cara menerapakan inovasi pendidikan tersebut. Dengan
wawasan yang lebih luas dan lengkap tentang inovasi
pendidikan akan dapat membantu kelancaran proses pelaksanaan
inovasi pendidikan.
Lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan
tinggi merupakan bagian dari sistem sosial, oleh karena itu
jika terjadi suatu perubahan dalam masyarakat, maka
pendidikan formal juga akan mengalami perubahan, demikian
juga sebaliknya jika lembaga pendidikan mengalami perubahan
maka hasil perubahan tersebut akan mempengaruhi terhadap
perubahan masyarakat. Dengan demikian sesungguhnya lembaga
pendidikan memiliki beban ganda yaitu melestarikan nilai
budaya tradisional dan mempersiapkan generasi muda agar mampu
menghadapai tantangan kemajuan jaman (Ibrahim. 1988).
Ada dua faktor yang mendorong perlunya inovasi
pendidikan di sekolah dilakukan, pertama adalah kemauan
sekolah untuk mengadakan respon terhadap tantangan dan
kebutuhan masyarakat, dan yang kedua adanya usaha untuk
242
menggunakan sekolah untuk memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat. Sesungguhnya antara lembaga pendi-dikan dan
masyarakat tersebut memmpunyai hubungan yang erat dan saling
pengaruh-mempengaruhi (Ibrahim. 1988).
Agar dapat lebih dipahami tentang perlunya inovasi
pendidikan tersebut, maka dapat dilihat dari tiga faktor
yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah,
yaitu kegiatan belajar mengajar guru, faktor internal dan
eksternal, dan faktor sistem pengelolaan pendidikan di
sekolah sendiri.
Guru di sekolah dalam melaksanakan tugas belajar
mengajarnya banyak memiliki kelemahan oleh karena itu maka
dibutuhkan dan diadakan inovasi, beberapa kelemahannya
tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini.
1. Guru. Keberhasilan guru dalam mengelola
pembelajaran sangat ditentukan oleh hubungan interpersonal
antar guru dengan siswa. Dengan kemampuan guru yang sama
belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang sama dalam
kelas yang berbeda. Demikian juga sebaliknya kelas yang
243
sama bila diajar oleh guru yang berbeda belum tentu dapat
menghasilkan prestasi yang sama, walaupun para guru
tersebut sudah memenuhi persyaratan sebagai guru yang
profesional.
2. Guru melakukan tugas dan kegiatan
pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan
kegiatan yang terisolasi. Pada waktu sedang mengajar dia
tidak mendapat balikan oleh teman sejawat
dalammkelompoknya, tanpa diketahui oleh guru yang lainnya.
Ia menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh dirinya
sebagai guru menganggap sebagai cara yang terbaik. Dengan
demikian guru tidak akan mendapat kritik dalam rangka
untuk mengembangkan profesinya.
3. Guru melakukan tugas dan kegiatan
pembelajaran, pembelajaran guru merupakan kegiatan yang
terisolir, kritik dari teman guru yang lainnya akan tidak
ada, maka apa yang dilakukan oleh guru di kelas seolah-
olah merupakan hak mutlak tanggung jawabnya, orang lain
244
tidak boleh ikut campur tangan, padahal apa yang
dilakukannya mungkin masih banyak kekurangannya.
4. Guru sulit emilih model pengelolaan
pembelajaran karena belum ada kriteria yang baku tentang
model pengelolaan pembelajaran yang baku yang menjamin
efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Masih ada
beberapa variabel lain yang ikut mengkontribusi terhadap
keberhasilan belajar murid.
5. Guru kesulitan dalam menghadapi kondisi
siswa yang berbeda-beda dalam berbagai dimensi, seperti
dari segi fisik, mental intelektual, sifat, minat, bakat,
dan sosial ekonominya. Dengan demikian seorang guru tidak
mungkin akan dapat melayani siswa dengan memperhatikan
semua perebedaan-perbedaan siswa tersebut.
6. Guru dalam mengajarnya diharapkan dapat
melakukannya dengan menggunakan cara yang pleksibel, di
sisi yang lain guru dituntut untuk mencapai perubahan yang
sama dalam diri anak sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Jadi anak-anak yang berbeda diarahkan menjadi
245
sama. Jika guru tidak dapat mengatasi perbedaan anak ini
akan memunculkan keraguan masyarakat terhadap kualitas
profesionalnya.
7. Guru dalam petumbuhan jabatan karirnya
mengalami hambatan, karena tugas guru dirasakan berat,
pendapatan yang rendah, jumlah siswa yang besar, tugas
administrasi, cukup menghadapi tantangan dalam usaha
meningkatkan kemampuan profesionalnya, tidak adanya
keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya dalam
mengatur beban tugas yang dilakukan tanpa bantuan dan
insentif dari sekolahnya.
8. Guru dalam mengelola pembelajaran
mengalami kesulitan dalam memenuhi berbagai macam tuntutan
yang diutamakan. Ada tuntutan yang mengutamakan
keterampilan proses belajar, ada yang mengutamakan
menyelesaikan materi dalam kurikulum, dituntut untuk
mengutamakan perubahan tingkah laku, ada juga tuntutan
yang mengutamakan aspek kognitif. Guru akan dihadpkan pada
beberapa plihan yang diutamakan.
246
Faktor lainnya yang menyebabkan perlunya ada inovasi
dalam pendidikan di sekolah, adalah faktor internal yaitu
anak didik. Kondisi siswa sangat mempengaruhi terhadap proses
inovasi karena tujuan pendidikan adalah untuk terjadinya
perubahan tingkah laku anak didik. Anak didik adalah
merupakan pusat perhatian dan bahan pertimbangan dalam
melaksanakan berbagai kebijakan pendidikan. Demikian juga
para ahli pendidik, pegawai administrasi, konselor yang
terlibat langsung dalam pendidikan di sekolah akan membantu
untuk mengadakan berbagai fasilitas di sekolah. Demikian juga
sistem pendidikan yang membatasi kewenangannya dan peluang
bagi guru untuk mengambil kebijakan berkreasi dalam
melaksanakan tugasnya untuk menghadapi tantangan kemajuan
jaman. Kondisi sistem pendidikan seperti ini akan bisa jadi
menimbulkan rasa prustasi, mengurangi rasa tanggungjawab dan
rasa ikut terlibat dalam melaksanakan tugas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan inovasi pendidikan di sekolah akan lancar jika
kemampuan profesional guru lebih ditingkatkan dan diberikan
247
wewenang untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan
tugasnya agar dapat menyesuaikan dengan kondisi dan situasi
pada jamannya.
D. Kepala Sekolah Sebagai Inovator Pendidikan
Kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang pemimpin
pendidikan di sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan maka
dituntut untuk memiliki kemampuan mempengaruhi membimbing,
menyuruh, memerintah, melarang, serta membina dengan maksud
agar bawahan sebagai media manajemen dalam hubungan ini guru-
guru mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efisien. Berbagai hal yang dapat dilakukan
oleh seorang kepala sekolah untuk dapat tercapainya tujuan
pendidikan di sekolah diantaranya adalah melakukan
pembaharuan manajemen di sekolahnya atau melakukan
pembaharuan dalam bidang administrasi pendidikan. Danim
(2002) menjelas-kan dengan mengutip pendapatnya Coombs bahwa
pembaharuan dalam bidang pendidikan harus diawali dengan
revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Ini berarti
sekolah harus dikelola dengan administrasi yang inovatif.
248
Kepala sekolah atau pemimpin pendidikan yang ingin atau akan
sukses dituntut untuk mengadakan inovasi sehingga mampu
menampung dinamika perkembangan yang terjadi di luar sistem
pendidikan. Dengan demikian fungsi pemimpin dalam melakukan
pembaharuan atau inovasi adalah (a) fungsi tanggap terhadap
terhadap inovasi, (b ) fungsi mengharmoniskan atau mengkom-
plementasikan atau fungsi pembinaan, dan (c) fungsi
pengarahan (Muhadjir. 1983). Lebih lanjut Muhadjir juga
menjelaskan bahwa dalam hubungannya dengan fungsi pemimpin
dalam melakukan pembaharuan tersebut ada dua macam. Pemimpin
yang cepat-cepat tanggap terhadap inovasi, dan pemimpin tidak
tanggap terhadap inovasi. Pemimpin yang cepat-cepat tanggap
terhadap inovasi disebutnya dengan pemimpin adopsi inovasi.
Kepala sekolah sekolah sebagai pemimpin, hendaknya menjadi
pemimpin adopsi inovasi, lebih dari itu seorang kepala
sekolah dalam melakukan inovasi dituntut untuk berani
mengambil resiko, proaktif, dan kemitmen pada tugasnya. Tugas
lainnya yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai inovator
adalah membantu kelancaran jalannya arus inovasi dari
249
pemerintah, oleh para ahli, para kepala sekolah, atau guru
yang senior terhadap kliennya atau guru-guru unior yang
lainnya. Kelancacaran jalannya proses arus inovasi atau
komunikasi inovasi tersebut terjadi apabila inovasi yang
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari kliennya atau sesuai
dengan masalah yang dihadapinya. Ibrahim (1988) dengan
mengutif pendapatnya Rogers menjelaskan bahwa untuk
berhasilnya seorang kepala sekolah melaksanakan pembaharuan
atau inovasi, maka kepala sekolah tersebut supaya berpedoman
pada beberapa faktor.
Pertama, kegigihan yang dilakukan oleh kepala sekolah
yang terlihat dari banyaknya bawahannya yang dihubungi untuk
berkomunikasi, banyaknya waktu yang digunakan, ketepatan
memilih waktu, banyaknya keaktifan yang dilakukan dalam
proses inovasi. Keberhasilan pembaharuan kepala sekolah akan
berhubungan positif dengan besarnya usaha mengadakan kontak
dengan bawahannya.
Kedua, orientasi pada bawahan. Posisi kepala sekolah
harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keberhasilan
250
pembaharuan dalam pendidikan di sekolahnya, di satu sisi ia
juga bekerja bersama dan untuk memenuhi kepentingan
bawahananya. Kepala sekolah harus mengambil kebijakan yang
berorientasi pada bawahan, menunjukkan keakraban dengan
bawahannya, memperhatikan kebutuhan bawahan, sehingga akan
memperoleh kepercayaan yang besar dari bawahan. Dengan
demikian keberhasilan kepala sekolah melaksanakan pembaharuan
berhubungan positif dengan orientasi pada bawahan dari pada
berhubungan dengan pmemerintah sebagai penentu kebijakan
inovasi.
Ketiga, Sesuai dengan kebutuhan bawahan. Banyak terbukti
usaha inovasi gagal karena tidak mendasarkan pada kebutuhan
bawahan, tetapi lebih mengutamakan pada target inovasi sesuai
dengan kehendak pemerintah sebagai pembuata kebijakan
inovasi. Sehingga keberhasilan kepala sekolah dalam
melaksanakan pembaharuan akan berhubungan dengan kesesuaian
program difusi dengan kebutuhan bahawan.
Keempat, emphati. Kepala sekolah apabila dapat bersikap
emphati dalam melaksanakan komunikasi dengan bawahannya akan
251
sangat mempengaruhi efektifitas komunikasinya. Komunikasi
yang efektif akan lebih memudahkan menerima suatu inovasi.
Kelima, homophily. Homophily adalah pasangan individu
yang berinteraksi dengan memiliki ciri-ciri atau
karakteristik yang sama misalnya dalam bahasa, kepercayaan,
adat istiadat. Biasanya agen pembaruan akan lebih suka
komunikasi dengan bawahan yang memiliki persamaan dengan dia.
Keenam, kontak kepala sekolah dengan bawahannya yang
berstatus lebih rendah. Sebenarnya bawahan yang lebih rendah
kemampuan ekonominya, bawahan yang lebih rendah
pendidikannya, harus lebih banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari kepala sekolah.
Ketujuh, para profesional. Pembantu para profesional
ialah orang yang bertugas membantu kepala sekolah agar
terjadi hubungan dengan bawahan yang bersetatus lebih rendah.
Pembantu para profesional dari segi pengetahuan tentang
pembaharuan dan teknik penyebaran inovasi kurang dari kepala
sekolah. Tetapi dia akan lebih dekat dengan bawahan sehingga
memungkinkan untuk kontak secara lebih banyak.
252
Kedelapan, kepercayaan bawahan terhadap kepala sekolah.
Pembantu agen pembaharu kurang memperoleh kepercayaan dari
bawahan, jika ditinjau dari kompetensi profesional karena
memang ia bukan profesional. Tetapi pembantu para kepala
sekolah memiliki kepercayaan dari bawahannya karena adanaya
hubungan yang lebih akrab sehingga tidak timbul kecurigaan.
Bawahan akan percaya kepada pembantu kepala sekolah karena
keyakinannya akan membawa kebaikan bagi dirinya yang disebut
kepecayaaan keselamatan.
Kesembilan, kemampuan bawahan untuk menilai inovasi.
Salah satu keunikan kepala sekolah dalam inovasi adalah
memiliki kemampuan teknik yang menyebabkan ia berwewenang
untuk bertindak sesuai dengan keahliannya. Namun untuk dapat
berhasil inovasi tersebut bawahan dituntut untuk memiliki
kemampuan teknik dan kemampuan dalam menilai potensi inovasi
yang dicapainya sendiri.
E. Rangkuman
Inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-
teknik, metode-metode, atau praktik yang diamati, disadari,
253
dirasakan, diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang baru
oleh seseorang atau kelompok sebagai hasil diskoferi dan
invensi. Dalam konteks sosial inovasi diberikan pengertian
sebagai perubahan sosial yang digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
Perubahan sosial tersebut dalamnya mencakup dimensi proses
kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada pembaharuan, dan
memiliki nilai tambah.
Inovasi dalam suatu perubahan sosial akan mengalami tiga
tahapan, yaitu invensi, difusi, dan konsekwensi. Invensi
adalah suatu tahapan ketika ide-ide baru diciptakan dan
dikembangkan, difusi adalah suatu tahapan proses ketika ide-
ide baru dikomunikasikan pada sistem sosial, dan konsekwensi
adalah suatu tahapan ketika perubahan-perubahan yang terjadi
dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari penerimaan atau
penolakan ide-ide baru, dan secara totalitas dan perubahan
sosial tersebut merupakan hasil komunikasi. Demikian juga
dalam bidang pendidikan sebagai bagian dari suatu sistem
sosial inovasi pendidikan diberikan pengertian sebagai suatu
254
ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal
yang baru bagi seorang atau kelompok orang atau masyarakat
baik berupa hasil invensi atau diskoveri yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah
pendidikan. Beberapa komponen sistem pendidikan yang bisa
dilakukan inovasi adalah pembinaan personalia, banyaknya
personalia dan wilayah kerja, fasilitas pisik, penggunaan
waktu, prumusan tujuan, prosedur dalam mencapai tujuan,
peran yang diperlukan, wawasan dan perasaan, bentuk hubungan
antar bagian, hubungan sistem sistem yang lain, startegi
tahap-tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai
tujuan inovasi pendidikan.
Demikian barangkali sebagai gambaran tentang inovasi
pendidikan yang disertai dengan contoh-contohnya, yang dapat
menjadi pemicu para kepala sekolah untuk dapat melakukan
inovasi pendidikan di sekolahnya masing-masing sesuai dengan
permasalahan yang perlu diperbaiki sesuai dengan sistuasi dan
kondisi sekolahnya masing-masing.
I. Evaluasi
255
1. Jelaskan pengertian inovasi!.
2. Jelaskan faktor-faktor inovasi!.
3. Jelaskan pentingnya inovasi!.
4. Jelaskan bahwa sekolah sebagaiinovator pendidikan.
256
BAB. VIIIKEPALA SEKOLAH SEBAGAI MOTIVATOR PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian motivasi Dapat menjelaskan pengertian
motivasi
Memahamai faktor-faktor dan
cara-cara memotivasi
Dapat menjelaskan faktor-
faktor dan cara-cara
memotivasi
Memahamai teori-teori
motivasi
Dapat menjelaskan teori-
teori motivasi
257
Memahami kepala sekolah
sebagai moti-vator
pendidikan.
Dapat menjelaskan kepala
sekolah sebagai motivator
pendidikan.
B. Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi dalam beberapa buku sumber diberikan
pengertian secara berbeda dan beragam sesuai dengan cara
pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak
secara bahasa, maka istilah motivasi berasal dari bahasa
latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau
gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya
sebagai daya penggerak, pendorong seseorang untuk melakukan
aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan (Winardi.
2001). Motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan atau
aktifitas kepada sesorang atau diri sendidri untuk berbuat
sesuatu dalam rangka mencapai kepuasan atau tujuan
(Depdikbud. 1994). Motivasi kerja adalah sesuatu atau kondisi
yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau semangat
bergerak (Martoyo. 2000). Kondisi yang dimaksudkan tersebut
258
dapat berhubungan dengan ling-kungan kerja, demikian juga
yang dimaksud dengan lingkungan kerja di sini adalah
lingkungan sekolah. Sekolah sebagai suatu organisasai di
dalamnya terdapat sejumlah orang yang berpartisipasi dan
bekerjasama serta mempunyai peranan dan sangat penting untuk
dapat digerakkan atau diberikan motivasi dalam rangka
mencapai tujuan sekolah. Motivasi menjadi faktor penentu bagi
perilaku orang-orang yang bekerja atau dapat dikatakan
perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari
motivasi.
Untuk menambah wawasan dan khasanah yang lebih luas
tentang pengertian dari motivasi tersebut tampaknya perlu
juga dikutifkan beberapa pengertian motivasi di samping
pengertian motivasi yang telah disebutkan dalam uraian
sebelumnya, seperti Mangkunegara (2003) menjelaskan bahwa
motivasi adalah kondisi yang menggerakkan dari dalam diri
individu yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
Mcdonald yang dikutif Hamalik (1992) menjelaskan motivasi
adalah suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang
259
ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai
tujuan. Kemudian Flippo (1984) yang memberikan pengertian
motivasi sebagai suatu keahlian dalam menggerakkan pegawai
dan organisasi agar mau bekerja, sehingga keinginan para
pegawai dan tujuan organisasi dapat tercapai. Gorton (1976)
menjelaskan bahwa motivasi adalah merupakan dorongan untuk
melakukan suatu pekerjaan, dan motivasi erat hubungannya
dengan kinerja atau performansi seseorang, motivasi kerja
yang tinggi akan menyebabkan seseorang melakukan pekerjaan
dengan lebih bersemangat, karena dalam melakukan pekerjaan
tersebut ia melaksanakannya dengan senang hati dan dengan
dorongan yang kuat untuk melakukannya.
Berdasarkan pada beberapa pengertian motivasi dalam
uraian-uraian sebelumnya, tampaknya ada unsur persamaamnya
yaitu bahwa motivasi tersebut merupakan dorongan dari dalam
diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan baik sehingga
tercapai tujuan suatu organisasi dengan maksimal juga.
Kemudian kalau pengertian motivasi tersebut dikaitkan dengan
tugas kepala sekolah sebagai seorang motivator dalam bidang
260
pendidikan di sekolah, ini berarti bahwa seorang kepala
sekolah tersebut harus mampu menciptakan kondisi atau
lingkungan sekolah agar semua orang yang berpartispasi atau
semua sumberdaya manusia terdorong dari dalam dirinya
sendiri, memiliki harapan maupun terangsang untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara maksimal sehingga tujuan
organisasi atau sekolah juga dapat tercapai dengan baik..
C. Faktor-faktor dan Cara-cara Memotivasi
Ada banyak faktor yang mampu memotivasi para pekerja,
seperti situasi industrial kayawan yang bersangkutan dalam
hal bisa lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat,
kebutuhan, aspirasi, keinginan (Winardi. 2004). Faktor
lainnya yang digunakan untuk memotivasi kerja adalah uang,
karena uang dapat digunakan atau ditukar dengan barang-barang
atau jasa yang bernilai ekonomis, yang dapat memuaskan
kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan dasar. Kebutuhan
fisilogikal dan uang dalam pandangan orang banyak, maka uang
merupakan simbol hasil yang dicapai, sukses, prestasi, atau
kekuasaan sebagai sarana memenuhi kebutuhan sosial yang lebih
261
tinggi. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa keterbatasan
uang sebagai sebagai alat memotivasi orang dalam melaksanakan
pekerjaan dan menyatakan pentingnya kelompok kerja sebagai
kekuatan yang memotivasi (Winardi. 2004). Kemudian ada juga
pendapat yang menyatkan bahwa motivasi antara orang yang satu
dengan orang yang lainnya sangatlah berbeda, ada banyak
paktor yang mempengaruhinya, diantarnya adalah faktor
kewibawaan, ambisi, pendidikan dan umur (Tery.dan Leslie
W.Rue. 2001). Pendapat yang lainnya adalah bahwa motivasi
seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor individual dan
organisasi. Faktor individual tersebut mencakup kebutuhan-
kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan.
Kemudian faktor yang berasal dari organisasi tersebut
mencakup gaji, keamanan pekerjaan sesama kerja pekerja,
pengawasan, pujian, dan pekerjaan itu sendiri.
Berdasarkan pada uraian fator-faktor motivasi tersebut,
maka sebagai seorang kepala sekolah dalam rangka memotivasi
bawahnya atau semua sumberdaya manusia yang ada dalam
organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan faktor yang
262
bersifat individual maupun faktor organisasi sekolahnya.
Seorang kepala sekolah agar dapat berhasil memotivasi
bawahnyanya haruslah memperhatikan, mengenal, memahami,
menghargai dan mencoba untuk memenuhi dengan segala peluang
dan keterbatasanya berbagai kebutuhan-kebutuhan, tujuan-
tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan sumber-daya manusia
yang ada di sekolahnya sehingga semua sumberdaya manusia
tersebut terdorong, terangsang, dan memepunyai harapan-
harapan dalam melaksanakan tugasnya dan bertugas dengan baik
dan maksimal. Di sisi lain seorang kepala sekolah harus mampu
mengelola semua material dan fasilitas yang ada di sekolah
apakah menyangkut persoalan keuangan seperti gaji dan
kesejahteraan yang lainnya, keamanan dan kenyamanan dalam
melaksanakan pekerjaan, kekompakan dan kerja sama sesama
pekerja, melakukan pengawasan, memberikan pujian dan
penghargaan kepada bawahan, dan menumbuhkan kondisi agar para
bawahannya menjadi mencintai pekerjaan itu sendiri.
263
D. Teori-teori Motivasi
Dalam sumber kepustakaan disebutkan ada beberapa teori
tentang motivasi, dintaranya adalah: (1) teori motivasi
berdasarkan harapan, (2) teori motivasi berdasarkan
kebutuhan, (3) teori motivasi berdasarkan keadilan, dan (4)
teori motivasi berdasarkan kepuasan.
1. Teori Motivasi Berdasarkan Harapan
Teori motivasi berdasarkan harapan beranggapan bahwa
yang menjadi pendorong utama seseorang untuk dapat lebih giat
bekerja karena adanya harapan yang disertai dengan penuh
keyakinan, bahwa apa yang diusahakan atau dikerjakan akan
berhasil. Ada beberapa variasi model teori, formulasi-
formulasi teori yang lebih baru yang menyebut ada tiga konsep
esensial yang menentukan, tinggi rendahnya motivasi harapan
(expectancy) disingkat E, Valensi (valence) disingkat V, dan
peralatan (instrumental) disingkat dengan I (Hoy dan Miskel,
1987).
264
Harapan merupakan keyakinan bahwa apa yang diusahakan
oleh seseorang akan mengarah pada keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Harapan merupakan keyakinan subyektif seseorang dalam
serangkaian kegiatan tertentu akan didapat suatu hasil atau
tujuan positif yang tinggi. Misalnya seorang guru merasa
yakin dengan usaha-usahanya sendiri dapat memperbaiki atau
meningkatkan kecapakan hidup pada masyarakat yang kurang
mampu, maka orang itu mempunyai tingkat harapan tinggi. Jadi
tingkat harapan yang tinggi akan menyebabkan adanya motivasi
yang tinggi. Valensi merupakan suatu tingkat kemenarikan
atau keinginan seorang individu dikaitkan dengan suatu
penghargaan. Sebab seseorang diberikan tugas melaksanakan
perkejaan, maka untuk itu mereka diberi insentif, seperti,
gaji, prestasi, kondisi kerja yang baik, kesempatan untuk
maju dan sebagainya. Valenci ditentukan apabila mereka
mengindikasikan apa yang mereka inginkan dari suatu
pekerjaan. Valensi dikatakan tinggi bila terdapat ketertiban
di dalam meningkatkan suatu usaha. Selanjutnya peralatan
265
merupakan korelasi yang diperoleh antara melakukan suatu
pekerjaan dengan menerima penghargaan.
Teori motivasi yang berdasarkan harapan dari Vroom ini
dikembangkan oleh Porter dan Luwler, kemudian Nadler
(Handoko, 2003., Atkinson (1964). Berdasarkan teori motivasi
yang sudah ada, Atkinson mengembangkan teori Vroom dengan
mengajukan teori motivasi berdasarkan harapan. Teori tersebut
mempunyai generalisasi secara umum tingkah laku yang
ditentukan oleh suatu relasi multiplikatif bukan aditif
diantara harapan-harapan, peralatan-perlatan, dan valensi-
valensi seseorang. Hoy dan Miskel (1987) menyatakan perbedaan
konseptual yang mendasar dari teori Vroom dan Atkinson adalah
bahwa Atkinson hanya memfokuskan pada satu jenis motivasi
intrinsik, yaitu prestasi, sedangkan Vroom memfokuskan pada
motivasi ektrinsik memandang kekuatan motivation dalam tiga
variabel pada persamaan berikut: M = f (M x E x I ),
Motivation = f (motive x expectancy x Incentive).
Ada beberapa istilah yang merujuk pada persamaan arti:
(a) motive merujuk disposisi secara umum tentang individu yang
266
berusaha untuk memuaskan kebutuhan. Hal ini menunjukan betapa
pentingnya kebutuhan untuk dipenuhi, (b) expectancy kebutuhan
subjektif tentang kemungkinan pemberian tindakan yang
berhasil dalam memuaskan kebutuhan, dan (c) incentive adalah
perhitungan subyektif tentang ganjaran yang diharapkan untuk
mencapai suatu tujuan.
Menurut Atkinson terdapat tiga faktor motivasi yaitu
motif, harapan dan insentif. Model Atkinson ini telah dites
dalam sejumlah situasi experimental. Model ini telah
diaplikasikan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan prestasi.
Istilah-istilah persamaan diekspresi secara positif dan
negatif. Motivasi untuk mencapai keberhasilan dan motivasi
mengindari kegagalan (Hoy dan Miskel, 1987).
a. Motif
Para ahli psikologi berpendapat bahwa dalam diri
individu ada sesuatu yang menentukan prilaku, bekerja dengan
cara tertentu untuk mempengaruhi prilaku tersebut. Ada yang
menyebut penentu prilaku tersebut dengan istilah kebutuhan
atau need, ada yang menyebutnya dengan istilah motif, ada
267
pula yang menggunakan kedua istilah tersebut secara
bergantian, misalnya Miskel at. al (1967) dan Mc Clelland
(1987) menggunakan istilah motif dan motivasi dalam arti yang
sama, dan motif didapat dari hasil belajar. Selanjutnya ia
mengatakan bahwa semua motif tentu didasari emosi akan tetapi
motif itu sendiri tidak sama dengan emosi, dan bahwa motif
merupakan dorongan untuk berubah dalam kondisi yang efektif.
motif tidak dapat dilihat begitu saja dari prilaku, karena
motif tidak selalu seperti yang tampak, kadang-kadang malahan
berlawanan dengan yang tampak. Berdasarkan hal tersebut ia
berpendapat bahwa untuk menemukan motif yang mendasari suatu
perbuatan, cara yang terbaik ialah dengan menganalisis motif
yang ada di dalam fantasi seseorang.
Atkinson (1983) menganggap motif sebagai suatu disposisi
laten yang berusaha dengan kuat untuk menuju ke tujuan
tertentu, tujuan itu dapat berupa prestasi, afiliasi,
ataupun kekuasaaan. Motivasi adalah keadaaan individu yang
terangsang yang terjadi jika suatu motif yang telah
dihubungkan dengan suatu penghargaan yang sesuai misalnya
268
saja, jika sesuatu perbuatan akan dapat mencapai tujuan motif
yang bersangkutan.
Heckhousen (Martiniah. 1984) menyatakan apa yang disebut
oleh Atkinson sebagai motif, disebutnya sebagai motivasi
potensial, sedangkan yang disebut oleh Atkinson motivasi,
dinamakannya dengan motivasi aktual. Lebih lanjut Heckhousen
menjelaskan bahwa motivasi potensial adalah suatu keadaan
normal yang menentukan bagaimana suatu katagori situasi
hidup tertentu supaya dapat memberikan pemuasan. Motivasi
aktual terdiri dari penghargaan yang menghubungkan keadaan
sekarang dengan keadaan yang akan datang. Heckhousen dalam
tulisannya mengatakan bahwa motif merupakan kondisi yang
mengandung suatu katagori kejadian tertentu, yang isinya
homogen yang terjadinya atau adanya dapat mempengaruhi secara
positif atau negatif nilai-nilai atau kepercayaan seseorang.
Jadi ia mengganggap motif sebagai disposisi nilai seseorang
yang kalau dibentuk secara relatif dapat bertahan, meskipun
masih ada kemungkinan untuk dimodifikasi. Adapun proses
269
motivasi adalah interaksi antara motif dengan aspek situasi
yang diamati relevan dengan motif yang bersangkutan.
Motif merupakan dorongan yang datang dari dalam diri
seorang untuk melakukan sesuatu atau setidak-tidaknya
menyebabkan tingkah laku tertentu, motif-motif yang
menggerakan tersebut menggambarkan tingkat untuk memenuhi
suatu kepentingan. Dorongan untuk melakukan tindakan atau
tingkah laku tersebut dapat datang dari luar atau dapat
merupakan hasil dari proses pemikiran dari dalam diri
seseorang. Sedangkan Thoha (2003) mengartikan motif lebih
sederhana yaitu suatu rangkaian yang dapat menyebabkan
individu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dan untuk
mencapai tujuan tertentu.
b. Harapan
Harapan merupakan kemungkinan dan keyakinan perbuatan
akan mencapai tujuan. Hoy dan Miskel (1987) mengemukakan
bahwa setiap prilaku individu itu dipenuhi oleh dua sumber
yang besar yaitu sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan
270
peranannya antara lain tuntunan formal dari pihak pekerjaan
yang dirinci dalam tugas yang seharunya dilakukan. Serta
tuntunan informal yang dituntut oleh sekelompok-sekelompok
individu dalam lingkungan kerjanya. Jadi ada harapan secara
formal dan informal yang kedua-duanya menuntut perlakuan
tertenu dari individu. Sebagai akibat dari tututan ini,
individu berusaha untuk menyusun suatu struktur dalam situasi
sosial yang dihadapai dan untuk mendefinisikan perannya dalam
struktur tersebut.
c. Insentif
Insentif merupakan keadaan yang membangkitkan kekuatan
dinamis manusia, atau persiapan dari pada keadaan-keadaan
yang menghantarkan harapan yakni, dapat mempengaruhi atau
merubah sikap prilaku seseorang (Mathis & Jacson. 2002).
Dengan demikian insentif merupakan suatu perangsang atau daya
tarik yang sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan
untuk membangun, memelihara, dan memperkuat harapan-harapan
tenaga kerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang
lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi. Namun demikian
271
insentif tidaklah sama persis dengan ganjaran. Ganjaran
menunjukan bahwa sesuatu yang diinginkan dilakukan (Steer &
Porter. 1961). Insentif dapat bersifat positif dalam arti
tenaga kerja mau berbuat sesuatu untuk membantu melancarkan
atau mengembangkan bentuk dan tingkah laku, sedangkan
insentif negatif adalah perasaan yang timbul karena tidak
sesuai dengan harapan dan dapat menghalang-halangi atau
sejenisnya.
Jadi teori Atkinson tetang motif, harapan, dan insentif
berguna untuk memberi daya motivasi bagi setiap tenaga kerja
yang bekerja, sebab setiap orang yang berkerja pastilah
mempunyai motivasi tertentu, harapan tertentu, dan kebutuhan
insentif tertentu. Model teori harapan menurut Mitchell (Hoy
dan Miskel. 1987) dikembangkan dalam psikologi pada tiga
puluh penelitian model harapan prediktif bagi performansi
pekerja serta usaha kerja. Konsekuensinya adanya dukungan ini
sangat bersar bagi validitas model tersebut. Namun dalam
model ini, masih sedikit diselenggarakan riset dalam bidang
pendidikan. Mitchell dan Golstein (1987) menyatakan bahwa
272
penelitian terhadap teori harapan pada latar pendidiklan
dewasa ini telah banyak dilakukan oleh para ahli pendidikan
formal diantaranya : (a) Mowday yang menemukan bahwa kepala
sekolah dengan harapan tinggi lebih aktif dalam usaha
mempengaruhi keputusan distrik dari pada mereka yang motivasi
harapannya rendah, (b) Herrick dalam studinya memuji hubungan
antara struktur organisasi dan motivasi pegawai, menemukan
korelasi negatif yang kuat antara kekuatan motivational
harapan dengan sentralisasi dan stratifikasi. Selanjutnya
organisasi yang sentraslisasi dan stratifikasi penstafannya
tinggi terhadap pegawai mempunyai kekuatan motivasi yang
rendah, (c) Miskel, Delirain dan Vicox dalam studinya
terhadap pegawai kekuatan motivasi pada kepuasan kerja dengan
penerimaan performansi kerja, kekuatan motivasi secara
signifikan berkaitan dengan kinerja dalam penerimaan unjuk
kerja diantara dua kelompok, (d) Miskel, Mc Donald dan Bloom
menemukan bahwa motivasi harapan para pegawai secara
konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja pegawai, sikap
pegawai terhadap organisasi, dan pemahaman terhadap
273
keefektifan organisasi, dan (e) Graham menggunakan teori
harapan dengan sampel mahasiswa, menemukan dukungan yang
tinggi untuk kemampuan dari teori harapan guna memperediksi
kepuasan, partisipasi dalam kegiatan dan prestasi mahasiswa.
Beberapa penulis telah meriviu laporan riset berdasarkan
teori motivasi, harapan dan menyimpulkan hasil yang sama,
yaitu bahwa kekuatan motivasi model harapan telah menunjukan
korelasi positif dengan kepuasan kerja, usaha dan unjuk kerja
sebagai latar, termasuk latar pendidikan. Dengan kata lain
motivasi harapan merupakan faktor penting dalam usaha dan
unjuk kerja dan merupakan faktor kontributor yang penting
dalam lingkungan. Selanjutnya, Steer dan Porter (1991)
menjamin bahwa teori harapan memberi frame work yang
komperhenship berkaitan dengan prilaku karyawan. Miner (Hoy &
Miskel, 1987) menyatakan bahwa manakala semua prilaku
termotifasi tidak dapat dijelaskan pada semua kerja
organisasi, teori harapan cukup menjelaskan usaha kerja untuk
diikuti lebih lanjut. Ringkasnya teori harapan telah
melahirkan sejumlah penelitian secara luas. Secara umum
274
hasilnya memberikan sokongan. Bahkan melalui pertanyaan dan
kritikan di sekitar pendekatannya diyakini bahwa dengan
desain studi yang hati-hati teori harapan dapat memberikan
kontribusi yang bermanfaat pada bidang administrasi
pendidikan.
Davis dan Newston (1989) memaparkan bahwa diantara
model-model teori motivasi yang ada semuanya mempunyai
kekuatan dan kelemahan serta mempunyai pendukung dan
penentang. Tidak ada suatu model yang sempurna namun semuanya
memperkaya pemahaman tentang proses motivasi. Walaupun
demikian Hoy dan Miskel (1987) memberikan komentar umum
sebagai berikut: model predisposisi yang dikembangkan oleh
Argyrs dan teori Hirarkhi Kebutuhan yang dikemukakan oleh
Abraham Maslow dan para pengembang selanjutnya merupakan dua
pendekatan yang lazim terhadap studi motivasi. Sedangkan
teori dua faktor yang dikembangkan oleh Herzberg merupakan
teori secara khusus dikembangkan untuk menjelaskan motivasi
kerja, dan teori harapan yang diformulasikan secara terpisah
oleh Atkinson dan Vroom berkembang secara cepat sebagai
275
teori yang paling luas diterima dan didukung untuk pekerjaan
dan motivasi.
2. Teori Motivasi Berdasarkan Kebutuhan
Teori ini berdasarkan pada adanya kebutuhan yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Teori kebutuhan
ini dikemukaan oleh Abraham Maslow (Supardi dan Anwar, 2002)
yang berdasarkan teori dalam dua hal pokok yaitu: (1) setiap
orang dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan suatu
kebutuhan. (2) kebutuhan itu tersusun secara hierarkhis.
Maslow (Owen, 1991) menyebutkan bahwa lima kebutuhan manusia
yang tersusun secara hierarkhis yaitu: kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap
penghargaan, dan kebutuhan terhadap aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan seperti rasa lapar,
haus, sex, perumahan, tidur dan sebagainya. Kebutuhan rasa
aman yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari
bahaya, ancaman dan perampasan, ataupun pemecatan dari
pekerjaan (Owens, 1991). Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan
akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalani hubungan dengan
276
orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta dirterima
dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan dan
kasih sayang (Winardi, 2004). Kebutuhan penghar-gaan yaitu
kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan diri,
reputasi dan prestasi (Robbins, 1998). Kebutuhan aktualisasi
diri mempergunakan potensi diri, pengembangan diri semaksimal
mungkin, kreatifitas, ekspresi diri, dan melakukan apa yang
paling cocok, serta menyelesaikan (Kartono. 2003). Dengan
adanya pengakuan dari masyarakat sese-orang akan dapat
merasakan kepuasan dalam hidupnya.
Proses kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan di atas
saling tergantung dan saling menopang. Kebutuhan yang paling
rendah tidak hilang jika kebutuhan di atas terpenuhi begitu
selanjutnya senantiasa saling keterkaitan.
Suatu kebutuhan mencapai puncaknya maka kebutuhan
tersebut berhenti menjadi motivasi utama. Kemudian kebutuhan
selanjutnya mulai mendominasi, walaupun kebu-tuhan telah
terpuaskan, kebutuhan lain masih mempengaruhi perilaku, namun
intensitasnya lebih kecil karena kebutuhan seseorang saling
277
tergantung satu dengan yang lain. Alderfer (Thoha. 2003)
mengklasifikasikan kebutuhan dasar manusia menjadi tiga hal
penting yaitu : (1) kebutuhan eksistensi diri (existence needs)
yang disingkat E. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan
fisiologis, rasa aman, (2) kebutuhan keterikatan (relationess
needs) yang disingkat dengan R. Kebutuhan ini berhubungan
dengan rasa kebermaknaan dan kepuasan hubungan sosial. (3)
kebutuhan pertumbuhan (growth needs ) yang disingkat dengan G.
Kebutuhan ini mewakili tingkat kebutuhan yang tinggi yaitu
penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini lebih dikenal
dengan teori ERG. Pada prinsipnya teori ini mirip dengan
teori hierarkhi kebutuhan Maslow. Kebutuhan eksistensi diri
sama dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman dari Maslow.
Kebutuhan keterikatan sama dengan kebutuhan kasih yang atau
afiliasi. Kebutuhan pertumbuhan merupakan kebutuhan akan
harga diri dan aktualisasi diri.
Teori motivasi lain yang berkenaan dengan kebutuhan
adalah teori berpretasi dari Mc Clelland (Supardi dan Anwar,
2002). Berdasarkan teori ini kebutuhan dasar manusia itu
278
diklasifikasi menjadi tiga yaitu: (1) kebutuhan berprestasi,
merupakan kebutuhan yang mendorong manusia untuk berbuat yang
lebih baik dari pada orang lain, (2) kebutuhan afiliasi
merupkan kebutuhan untuk bergabung dengan orang lain, dan (3)
kebutuhan akan kekuasaan merupakan kebutuhan untuk menguasai
dan mempengaruhi orang lain.
3. Teori Motivasi Berdasarkan Keadilan
Teori motivasi berdasarkan keadilan dikemukakan oleh
Porter dan Lawler ( Handoko, 2003) yang mendasarkan pada
anggapan bahwa seseorang bersedia melakukan sesuatu kalau
diperlakukan secara adil. Orang yang membandingkan antara
masukan-masukan yang diberikan kepada pekerjaanya dalam
bentuk pendidikan, pengalaman, pelatihan dan usahanya dengan
kompensasi atau penghargaan yang mereka terima. Orang juga
membandingkan imbalan yang diperoleh orang lain dengan yang
diperoleh untuk dirinya sendiri dalam pekerjaan yang sama.
Dengan demikian suatu kewajaran kalau sering terjadi suatu
tindakan unjuk rasa yang dilakukan oleh karyawan, yang
disebabkan karena tidak terpenuhinya rasa keadilan ini.
279
Menurut Handoko (2003) bahwa teori motivasi
berdasarkan keadilan ini didasarkan pada empat tahap proses
pembentukan persepsi keadilan, yaitu: (1) penilaian tehadap
diri sendiri (evaluation of self), (2) penilaian terhadap orang
lain (evaluation of others), (3) perbandingan diri sendiri dengan
orang lain (comparison of self with others), dan (4) merasakan
keadilan dan ketidak adilan (feeling of equaty on in equity). Proses
pembentukan persepsi keadilan tersebut dapat di uraikan
sebagai berikut: (1) individu menilai dirinya sendiri
bagaimana diperlakukan oleh pemimpin, (2) disamping menilai
dirinya sendiri, seseorang juga mengembangkan suatu
penilaian, sebagai orang lain diperlakukan oleh pimpinan.
Perbandingan dengan orang lain ini bisa saja dalam organisasi
yang sama ataupun dengan orang lain yang ada pada bagian yang
lain dari organisasi tersebut, (3) setelah menilai perlakukan
pimpinan terhadap dirinya sendiri dan perlakuannya terhadap
orang lain seseorang akan membandingkan keduanya. Artinya
seorang akan melihat lingkungannya sendiri dengan
menghubungkan dengan situasi dengan orang lain, (4) Sebagai
280
akibat dari perbandingan itu seseorang akan merasakan
keadilan atau ketidakadilan. Keyakinan tehadap rasa keadilan
itu ataupun rasa ketidakadilan itu dalam memberi penghargaan
terhadap seseorang, akan mempengaruhi perilaku yang dilakukan
dalam suatu organisasi. Sudah barang tentu hal ini akan
mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
4. Teori Motivasi Berdasarkan Kepuasan
Teori motivasi berdasarkan kepuasan ini dikemukakan oleh
Herzberg (Supardi dan Anwar, 2002) yang disebut dengan the
motivation higiene theory atau disebut dengan teori dua faktor.
Berdasarkan teori ini, motivasi akan timbul apabila seseorang
mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya. Bukanlah yang
menyebabkan seseorang termotivasi untuk bekerja, akan tetapi
karena kebutuhannya terpenuhi, akan memperoleh kepuasan dalam
bekerja. Kepuasan ini yang mendorong seseorang untuk berkerja
lebih bergairah dan bersemangat dalam mencapai tujuan.
Kepuasan kerja merupakan refleksi dari motivasi dan
produktifitas kerja, sedangan ketidakpuasan merupakan
sebaliknya, tidak terdapat motivasi dan produktifitas kerja
281
(Winardi, 2004). Teori ini terkenal dengan teori dua faktor
karena ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu
motivation factor dan Hygiene factor (Supardi dan Anwar, 2002).
Motivation factor adalah faktor yang dapat menyebabkan kepuasan
(satisfaction). Faktor pendorong merupakan faktor penyebab
kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan keseluruhan sikap
positif seseorang pekerjanya (Supardi dan Anwar, 2002). Ada
lima faktor penyebab kepuasan kerja seseorang yaitu prestasi,
pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan
kenaikan pangkat. Sedangkan faktor penyehat terdiri dari:
gaji, peluang untuk berkembang, hubungan dengan bawahan,
hubungan dengan teman pekerja, teknik supervisi, kebijakan
dan administrasi, kondisi kerja, kehidupan pribadi dan
kemanan kerja (Herzberg dalam Thoha, 2004).
Faktor pendorong, merupakan faktor yang beroperasi untuk
meningkatkan kepuasan kerja, sedangkan faktor penyehat
merupakan faktor yang bekerja untuk menimbulkan ketidakpuasan
kerja (Herzberg dalam Winardi, 2004). Adanya pengurangan dari
faktor pendorong (motivatin factor) tidak mengakibatkan
282
munculmnya ketidakpuasan kerja dan dilain pihak adanya
peningkatan faktor ketidakpuasan dan cenderung untuk
mengurangi ketidakpuasan kerja. Walaupun ada penambahan dalam
faktor-faktor ini, ternyata tidak mendorong kepuasan kerja
para karyawan.
Harapan adalah suatu ksesempatan yang diberikan terjadi
karena prilaku mempunyai nilai yang berkisar dari nol yang
menunjukan tidak ada kemungkinan bahwa sesuatu hasil akan
mucul sesudah perilaku atau tindakan tertentu, sampai angka
positif. Menunjukan kepastian bahwa hasil tertentu akan
mengikuti suatu tindakan perilaku. Harapan dinyatakan dalam
probabilitas persatuan (instrumentality) adalah persepsi dari
individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan
hasil kedua. Motivasi nilai besarnya akan mengarah pada semua
kekuatan paling besar adalah tindakan yang paling mungkin
dilakukan. Kemampuan adalah menunjukan potensi seseorang
untuk melaksanakan pekerjaan seseorang, yang berhubugan erat
dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk
melaksanakan pekerjaan. Teori harapan menjelaskan proses di
283
mana orang menentukan pilihan motivasinya atas dasar imbalan
yang bakal diterima, hubungan antara kinerja dan imbalan
serta harapan untuk mencapai hasil.
Berdasarkan urain di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
faktor yang mendorong seseorang guru untuk melakukan tugas
dengan baik, dapat berupa jaminan fisik, jaminan ekonomi,
pengakuan, status, prestasi, dan pengalaman-pengalaman baru.
Dengan demikian timbul kepuasan kerja yang membawa dampak
positif kearah tercapainya tujuan bersama yaitu tujuan
sekolah. Motivasi kepemimpinan mengarahkan pada hal-hal yang
dilakukan oleh kepala sekolah dalam mempengaruhi bawahan
kearah tercapainya tujuan sekolah. Dalam mempengaruhi
kegiatan ini tidak cukup hanya mengandalkan wibawa yang
mereka miliki, memotivasi kerja guru untuk memeriksa seluruh
daya pergerakan atau pendorong yang menimbulkan adanya
keinginan untuk menaklukan kegiatan atau aktifitas dalam
menjalankan tugas sebagai tenaga teknis yang dilakukan secara
prima dan sistematis dan berulang-ulang, kontinyu, dan
progesif untuk mencapai tujuan. Tenaga pendorong atau daya
284
penggerak seperti yang diungkapkan pada teori-teori di atas
yaitu: (1) motif merupakan dorongan dari dalam diri seseorang
untuk mencapai tujuan tertentu, (2) harapan merupakan
keyakinan perbuatan akan mencapai tujuan baik secara formal
maupun secara non formal, (3) insentif merupakan keadaan yang
membangkitkan kekuatan dinamis manusia.
Mengkaji berbagai teori motivasi sebagaimana yang
dikemukakan para ahli tersebut di atas dalam kontek sekolah
adalah tugas kepala sekolah untuk berusaha agar para guru
mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjalankan tugas yang
diberikan kepada mereka. Pada hakekatnya tingkah laku manusia
merupakan tingkah laku yang sadar tujuan, artinya tingkah
laku yang di dorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan yang
berguna untuk kehidupannya. Oleh karena itu peranan motivasi
dalam manajemen sangat penting. Motivasi adalah kemampuan
untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan,
keinginan, dan dorongan (Hersey & Balnchard, 1978). Motivasi
seseorang ditentukan oleh motifnya. Permaslahannya yang
285
paling penting bagi kepala sekolah adalah bagaimana dapat
menumbuhkan motivasi para guru disekolahnya.
E. Rangkuman
Pengertian motivasi dalam beberapa buku sumber diberikan
pengertian secara berbeda dan beragam sesuai dengan cara
pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak
secara bahasa, maka istilah motivasi berasal dari bahasa
latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau
gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya
sebagai daya penggerak, pendorong seseorang untuk melakukan
aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Ada banyak
faktor yang mampu memotivasi para pekerja, seperti situasi
industrial kayawan yang bersangkutan dalam hal bisa
lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat, kebutuhan,
aspirasi, keinginan. Faktor lainnya yang digunakan untuk
memotivasi kerja adalah uang, karena uang dapat digunakan
atau ditukar dengan barang-barang atau jasa yang bernilai
ekonomis, yang dapat memuaskan kebutuhan fisiologikal dan
kebutuhan dasar. Kepala sekolah dalam rangka memotivasi
286
bawahnya atau semua sumberdaya manusia yang ada dalam
organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan faktor yang
bersifat individual maupun faktor organisasi sekolahnya agar
dapat berhasil memotivasi bawahnyanya. Di sisi lain seorang
kepala sekolah harus mampu mengelola semua material dan
fasilitas yang ada di sekolah apakah menyangkut persoalan
keuangan seperti gaji dan kesejahteraan yang lainnya,
keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan,
kekompakan dan kerja sama sesama pekerja, melakukan
pengawasan, memberikan pujian dan penghargaan kepada bawahan,
dan menumbuhkan kondisi agar para bawahannya menjadi
mencintai pekerjaan itu sendiri.
F. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian motivasi !
2. Jelaskan faktor-faktor dan cara-cara memotivasi !
3. Jelaskan teori-teori motivasi !
4. Jelaskan kepala sekolah sebagai motivator pendidikan !
287
DAFTAR PUSTAKA
Ametembun, N. A. (1975). Supervisi pendidikan penuntun bagi paraPembina kepala seko-lah dan guru-guru. Bandung: Karya Remaja.
Ardika, Pt. (2006). Hubungan pemberian motivasi dan lingkungan kerjaterhadap kinerja guru IPS ekonomi SMP Negeri di Kabupaten Jemberana.Tesis Program Pasca-sarjana pada IKIP Negeri Singarajatidak dipublikasikan.
Ariasna, K. G. (1998). Kepemimpinan hindu. Surabaya: Paramita.
288
Atkinson, J.W. (1964). An introduction to motivation. New York: VanNostrand.
Bafadal, I. (1992). Supervisi pengajaran. Teori dan aplikasinya dalammembina profe-sional guru. Jakarta: Bumi Aksara.
Bateman, T. S. dan S.A. Snell. (2009). Manajemen kepemimpinandan kolaborasi dalam dunia kompetitip. Jakarta: Salemba Empat.
Boardman, dkk (1961). Democratic supervision in secondary schools.Cambridge: Rever-side Press.
McClelland, David and William R.King (1992). Managemen : Asystem approach. New York : Mc Graw Hill Book Company.
Cogan, M. L. (1973). Clinical supervision. Boston: HoughtonMifflin, Co.
Danim, S. (2002). Inovasi pendidikan, dalam upaya peningkatkanprofesionalisme tenaga kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Danim, S. (2005). Menjadi komunitas pembelajar, kepemimpinan transformasional dalam komunitas organisasi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Danim, S. (2006). Visi baru manajemen sekolah. Jakarta: BumiAksara
Dewantara, K. H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis LuhurPersatuan Taman Siswa.
Depdikbud. (1976). Kurikulum SD tahun 1975. GBPP. Buku IIID. Pedomanadministrasi dan supervisi. Jakarta: PN Bali Pustaka.
Depdikbud. (1986). Kurikulum pedoman pembinaan guru. JakartaBalitbangdikbud.
289
Depdikbud. (1993). Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: DirjenPendidikan Dasar dan Menengah Direktorat PendidikanMenengah Umum.
Djamarah, S. B. dan Aswan Z. (2002). Strategi belajar mengajar.Jakarta: Rineka Cipta.
Drucker, Feter. F. (1994). Inovasi dan kewiraswastaan, praktek dandasar-dasar. Jakarta: Erlangga.
Ellitan L., Lina Anatan. (2009). Manajemen inovasi, transformasimenuju organisasi kelas dunia. Bandung: Alfabeta.
Flippo, EB. (1986). Personnel mangement. New York: McGraw-Hill.
Glickman, Carl D. (1990). Supervision of instruction: a developmentatapproach. Needham Heights: Allyn and Bacon.
Glickman, Carl D. (1980). Developmental supervision. Alternativepractice for helping teachers improve instruction. Virginia,Alexandria: ASCD.
Handoko, H. T. (2003). Manajemen. Yogyakarta:BPFE
Hariwung, A. J. (1989). Supervisi pendidikan. Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebu-dyaan Direktorat Jendral PendidikanTinggi.
Hersey, P. dan Ken Blanchard. (1986). Manajemen perilakuorganisasi. Jakarta: Erlangga.
Hoy, W.K. and Miskel, C.G. (1987), Educational administration: Asystem approach to managing. London: Addisonwesely PublishingCompany.
290
Ibrahim. (1988). Inovasi pendidkan. Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral PendidikanTinggi Proyek Pengembangan Lembaga Tenaga Kependidikan.
Kartono, K. (2003). Pemimpin dan kepemimpinan. Jakarta: PT. RajaGrafindo.
Komariah, A. Cepi Triatna. (2006). Visionary leadreship menujusekolah efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Koontz, H., C.O. Donnell., H. Weihrich. ( 1984). Management.McGraw-Hill.
Krajewski, R.J. (1982). Clinical supervison: a conceptual frame work.Journal of research and development in education.Volume 15. Number 2.
Mahendra, O. (2001). Ajaran hindu tentang kepemimpinan konsep negara dan wiweka. Jakarta: Swadaya.
Marks, dkk. (1980). Handbook of educational supervision. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Mathis, R. L., J.H. Jackson. (2002). Manajemen sumberdaya manusia. Jakarta: Salemba Empat.
Makmun, A.S. (1996). Pengembangan profesi dan kinerja tenaga kependidikan. Bandung: Program Pascasarjana IKIP bandung.
Muhadjir, N. (1983). Kepemimpinan adopsi inovasi untuk pembangunan masyarakat. Yogyakarta: Rake Press.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen berbasis sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nawawi, H. (1991). Administrasi pendidikan. Jakarta: CV. HajiMasagung
291
Ndraha, T. (2003). Budaya organisasi. Jakarta: Rineka Cipta
Neagley, R. L. dan Evans N Dean. (1980). Handbook for effectivesupervision. Englewood Cliffs. Nj: Printice Hall.
Pidarta, M. (1986). Pemikiran tentang supervisi pendidikan. Jakarta:Sarana Press.
Pidarta, M. (2004). Pmanajemen pendidikan Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta.
Purwanto, N. (1990). Psikologi pendidikan. Bandung: Tarsito.
Raihani. (2010). Kepemimpinan sekolah transformatif. Yogyakarta: LkiS
Rivai, V. (2004). Kepemimpinan perilaku organisasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Robbins, S. (1996). Perilaku organisasi, konsep kontroversi aplikasi.Jakarta: Prenhallindo.
Sahertian, P. A. (2000). Konsep dasar dan teknik supervisi pendidikandalam rangka pe-ngembangan sumberdaya manusia. Jakarta: PTRineka Cipta.
Sahertian, P. A. dan F. Mataheru (1982). Prinsip dan teknik supervisipendidikan. Sura-baya: Nasional.
Sanusi, A. (1990). Profesionalisme dalam pengelolaan pendidikannasional. Makalah di-sampaikan dalam Semlok PendidikanNasional. Jakarta: IKIP Jakarta.
Sanusi, A. dkk (1990). Studi pengembangan model pendidikanprofesional tenaga pend-idikan. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Sergiovanni, T. J. (1991). The principalship: a refelective practiceperspective. Needham Height: Alliyn and Bacon.
292
Siagian, PS. (2004). Teori motivasi dan aplikasi. Jakarta : PT.Rineka Cipta
Stoner, J. A.F dkk. (2000). Manajemen. Jakarta: PTPrenhallindo
Soetjipto dan Raflis K. (1999). Profesi keguruan. Jakarta:Rineka Cipta.
Soepardi. (1988). Dasar-dasar administrasi pendidikan. Jakarta:P2LPTK.
Suryosubroto. B. (2004). Manajemen pendidikan di sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.
Sutisna, O. (1993). Administrasi pendidikan : dasar teoritis dan peraktek profesional. Bandung: Angkasa.
Supriyadi, G. Suradji, D. S. (2001). Kepemimpinan dalam keragaman budaya. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Terry, G. R. (2001). Dasar-dasar manajemen. Jakarta: BumiAksara.
Thoha. (1995). Kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta: Rajawali.
Tilaar, H.A.R. (1997). Pengembangan sumberdaya manusia dalam eraglobalisasi, visi, misi, dan program aksi pendidikan dan pelatihan menuju2020. Jakarta: Grasindo.
Usman, H. (2006). Manajemen, teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi Akasara.
Wahjosumidjo. (1999). Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: PTRajaGrafindo.
293
Waldo, D. (1955). The study of publik administration, New: Doubleday &Co.
Wexley, K.N., G.A. Yukl. (1977). Perilaku organisasi dan psikologipersonalia. Jakarta: PT Bina Aksara.
Wijono (1989). Administrasi dan supervisi Pendidikan. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudyaan Direktorat JendralPendidikan Tinggi.
Winardi. (1990). Asas-asas manajemen. Bandung: Mandar Maju.
Wiratmadja, A. GK. (1995). Kepemimpinan hindu. Denpasar:Yayasan Dharma Naradha.
Zainun, B. (1987). Organisasi sekolah dan manajemen. Jakarta:Balai Aksara.
294
.
Toha, M. 2008. Perilaku Organisasi Konsep Dasar danAplikasinya. Jakarta. PT Raja Grafinso Persada
Uno, HB. (2009). Model Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Usman, MU. (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Usman MU. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. RemajaRosdakarya.
Wahjosumidjo, 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wibowo.2007. Manajemen Kinerja. Jakarta : PT Raja GrafindoPersada.
Winardi, 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta. Kencana
Yamin, M. (2007) Profesional Guru dan Implementasi. Jakarta : GaungPersada Press.
295