BAB VI RELASI DAN FUNGSI
Transcript of BAB VI RELASI DAN FUNGSI
BAB VI
RELASI DAN FUNGSI
6.1. Pendahuluan
Materi pada bab ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu relasi dan fungsi.
Topik tentang relasi dibahas pada Minggu ke-12, meliputi pengertian relasi,
jenis-jenis relasi, dan relasi ekuivalensi yang memunculkan partisi himpunan.
Jenis-jenis relasi yang dibahas mulai dari refleksif, non refleksif, irrefleksif,
simetris, antisimetris, asimetris, transitif, non transitif, dan intransitif. Konsep
tentang partisi banyak dijumpai dalam teori bilangan, khususnya tentang modulo
bilangan.
Selanjutnya, topik tentang fungsi (pemetaan) dibahas pada Minggu ke-
13 dan ke-14 meliputi pengertian fungsi, domain, daerah hasil, nilai fungsi,
kesamaan dua fungsi, bayangan invers, dan komposisi fungsi. Selain itu dalam
bab ini juga dibahas tentang berbagai jenis fungsi, di antaranya fungsi injektif,
surjektif, bijektif, fungsi restriksi, dan fungsi karteristik.
Seluruh bidang matematika selalu berhubungan dengan konsep fungsi.
Hal ini sangat terlihat pada bidang analisis dan terapan matematika. Demikian
juga dengan bidang lain seperti statistik, elektronika, fisika, kehidupan sehari-hari,
dan lain-lain. Bagi mahasiswa materi pada bab ini akan sangat bermanfaat dalam
studi lebih lanjut, termasuk dalam menerapkan ilmu matematika dalam
memahami teori kendali, mekanika, dan optimisasi.
Setelah mempelajari topik bahasan untuk pertemuan pada Minggu ke-12,
13, dan 14 para mahasiswa diharapkan memperoleh Learning Outcomes:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis relasi beserta contohnya
2. Mahasiswa mampu mengkontruksi partisi himpunan menggunakan relasi
ekuivalensi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi
4. Mahasiswa mampu mengkomposisi fungsi
5. Mahasiswa mampu mencari invers fungsi
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fungsi karateristik dan fungsi
restriksi
7. Mahasiswa mampu mengindentifikasi jenis fungsi injektif, surjektif, dan
bijektif
8. Mahasiswa mampu membutkikan sifat-sifat fungsi fungsi injektif,
surjektif, dan bijektif
9. Mahasiswa mampu mengaplikasikan sifat-sifat fungsi fungsi injektif,
surjektif, dan bijektif dalam bidang matematika
6.2. Relasi (Hubungan).
Relasi atau hubungan antara himpunan merupakan suatu aturan
pengawanan antar himpunan tersebut, sebagai contohnya kalimat “ a adalah ayah
b” atau kalimat “ 4 habis dibagi 2” dan sebgainya. Relasi dapat menyangkut tidak
hanya dua himpunan, tetapi bisa tiga atau lebih. Relasi yang menyangkut dua
himpunan dari semestanya disebut relasi binair.
Secara simbolis kalimat “ a berada dalam relasi R dengan b” dapat
disajikan dengan
“aRb” atau “ Rba , ”.
Relasi R antara himpunan A dan B merupakan himpunan bagian A× B.
Demikian juga, sebarang subhimpunan A B merupakan relasi dari A ke B.
Himpunan A disebut domain R yang ditulis DR, himpunan B disebut kodomain R
ditulis CR, dan daerah hasil R atau range R yang ditulis R(A) adalah
range(R) = aRbAaBb .
A B
a 1 b 2 c 3 d 4
5
Contoh 6.2.1. Pada diagram di atas relasi R adalah himpunan
R = .2,,4,,3,,1 , dcca
Berarti aR1, cR3, cR4, dan dR2. Daerah hasil R, range(R) = 4 3, 2, 1, , domain
relasi DR = a, b, c, d , kodomain CR = 5 ,4321 , , , .
Contoh 6.2.2. Pengaitan f dari ℝ ke ℝ dengan definisi 1xx untuk x
yang mungkin menunjukkan Df = ℝ, Cf = ℝ, dan range( f ) = f (ℝ) = [ 0, ).
Untuk x < 1, tidak dapat ditemukan yℝ yang memenuhi (x, y) f .
6.3. Relasi Invers dan Komposisi Relasi
Misalkan f relasi dari A ke B. Relasi invers ABf :1 adalah
himpunan
., a , fbaABb
Pada diagram relasi f berikut diperoleh relasi 1f :
A f B B 1f A
a 1 1 a b 2 2 b c 3 3 c d 4 4 d
5 5
domain 1f adalah ,1 BDf
kodomain 1f adalah ,1 ACf
dengan
.,4,,3,,2, ,1 1 ccdaf
Contoh 6.3.1. Pada Contoh 6.2.2 relasi invers f dari ℝ ke ℝ dengan definisi
1xx , adalah relasi 1f dari ℝ ke ℝ dengan aturan 12 xx dan
,11frange .
Selanjutnya, dua buah relasi, yaitu relasi f dari A ke B dan relasi g dari B
ke C dapat dikomposisikan menjadi relasi fg , dengan definisi
.,,. , CBcbBAbaBbCAcafg
Sebagai ilustrasi diberikan diagram sebagai berikut:
A f B B g C
a 1 1 I b 2 2
c 3 3 II
d 4 4 III
III , ,III, ,I , dbafg
karena dapat ditemukan , 2 ,1 B yang memenuhi:
gfa I ,1dan 1 , ; ;III ,2dan 2 , gfb gfd III ,2dan 2 , .
Contoh 6.3.2. Diketahui relasi f dari ℝ ke ℝ dengan definisi 1xx untuk
x yang mungkin dan g dari ℝ ke ,0 dengan definisi 22 xx untuk x
yang mungkin.
Dapat ditentukan, bahwa
2, dan 1 1 , 2 xxxgxx -xf ,
sehingga 1 1 , x x xfg .
Teorema 6.3.3. Diketahui BAf : dan CBg : relasi.
1. Jika DCh : relasi, maka .fghfgh
2. .111 gffg
Bukti.
1. hdcfgcaCcDAdafgh ,,.,
hdcgcbfbaBbCcDAda ,,,.,
hdcgcbfbaBbCcDAda ,,,,
hdcgcbfbaCcBbDAda ,,,,
hdcgcbCcfbaBbDAda ,,,.,
hdcgcbCcfbaBbDAda ,,,.,
.,,., fghghdbfbaBbDAda
2. fgcaACacfg
,,1
gcbfbaBbACac ,,.,
11 ,,., gbcfabBbACac = .11 gf
Definisi 6.3.3. Suatu relasi R dikatakan determinatif pada A atau antara
anggota-anggota A jika dan hanya jika kalimat “aRb” adalah kalimat deklaratif
untuk setiap a, b dalam A. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
R determinatif (a, b A). RbaRba ,,
6.4. Relasi Ekuivalensi.
Berikut diberikan beberapa sifat dari relasi binair.
Definisi 6.4.1. Diketahui A himpunan tidak kosong. Relasi R pada A (dari A ke A)
disebut refleksif jika (jika dan hanya jika) untuk setiap anggota dari semestanya
berlaku aRa. Secara matematis dinyatakan dengan notasi,
R refleksif ( a A).aRa.
Misalnya relasi mencintai antara orang-orang adalah relasi yang refleksif,
sebab tidak ada orang yang tidak mencintai dirinya sendiri.
Contoh 6.4.2.
1. Relasi kesejajaran antara garis-garis lurus pada bidang ℝ2 refleksif, sebab
a sejajar dengan a sendiri, untuk setiap garis a.
2. Relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b ℝ, aRb jika ba ,
merupakan relasi refleksif
3. Diketahui m ℕ, dengan 1m . Pada ℤ didefinisikan relasi modulo m,
ditulis “mod m” dengan definisi
abmmba mod, ,
yaitu terdapat kℤ, sehingga .kmab Relasi mmod reflesif.
Notasi lain untuk mba mod, adalah mba mod
Suatu relasi R pada A disebut non-refleksif jika sekurang-kurangnya ada
satu a A tidak berada dalam relasi R dengan dirinya sendiri,
RbaAa ,
Contoh 6.4.3.
1. Relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b ℝ, aRb jika ba ,
merupakan relasi non-refleksif, sebab ,11 jadi R1,1
2. Didefinisikan relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b ℝ,
,, baRba
dengan b bilangan bulat terbesar yang tidak lebih dari b. Relasi R non-
refleksi.
Definisi 6.4.4. Relasi R pada A disebut irrefleksi jika untuk setiap a A berlaku:
Raa , . Notasi matematisnya,
R irrefleksif (a,b A). Raa , .
Contoh 6.4.5.
1. Relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b ℝ, aRb jika ba ,
merupakan relasi irrefleksif, sebab ,aa untuk setiap .Aa
2. Relasi R pada ℝ di Contoh 6.4.3 nomor 2 bukan relasi irrefleksi sebab
untuk a ℤ⊂ ℝ, aa . Akibatnya ., Raa
3. Relasi “ ” pada himpunan semua garis di ℝ2 atau ℝ3
irrefleksif, sebab
untuk setiap garis g pasti tidak tegak lurus dengan g sendiri.
Jenis relasi berikutnya berkaitan erat dengan kesimetrisan relasi antara dua
elemen himpunan.
Definisi 6.4.6. Relasi R pada A disebut simetris jika untuk setiap a,b dari
semestanya berlaku: aRb bRa. Notasi matematisnya,
R simetris (a,b A).aRb bRa.
Contoh 6.4.7.
1. Relasi kesejajaran antara garis-garis lurus di ℝ2 atau ℝ3 bersifat
simetris, sebab g sejajar h, maka h pasti juga sejajar g.
2. Relasi R pada ℝ dengan definisi aRb jika abba 22 22
merupakan relasi simetris, sebab jika abba 22 22 dapat
dipastikan baab 22 22 .
3. Relasi “ mmod ” pada Contoh 6.4.2. bersifat simetris, sebab jika
mba mod, , maka terdapat kℤ, sehingga .kmab Akibatnya
terdapat –kℤ, sehingga .mkabba
Selanjutnya, jika sekurang-kurangnya terdapat satu pasang a, b A
sedemikian hingga Rba , dan Rba , , maka R dikatakan non-simetris.
Misalnya relasi mencintai pada himpunan semua manusia.
Contoh 6.4.8.
1. Diketahui X ∅. Relasi “⊂” pada himpunan kuasa XP bersifat non
simetris, sebab jika BA , maka BA
2. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa XP bersifat
non simetris, sebab untuk XAX , berlaku XA , yang berarti
XA .
3. Pada himpunan M(ℝ) yang memuat semua matriks
dc
ba atas ℝ,
didefinisikan relasi R; untuk semua A, B M(ℝ), RBA , jika
0AB . Relasi R bersifat non simetris, sebab
00
00
11
00
00
01 tetapi
01
00
00
01
11
00
Definisi 6.4.9. Relasi R pada himpunan A dikatakan antisimetris jika
babRaaRbAba ,
Contoh 6.4.10.
1. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa XP bersifat anti
simetris, sebab jika BA dan AB , maka BA
2. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi
kabkaPb 7.,1,0
Relasi P anti simetris, jika kab 7 dan mba 7 , dengan
km, ℕ⋃ 0 , maka 0 km , sehingga .ab
Definisi 6.4.11. Relasi R pada himpunan A dikatakan asimetris jika untuk setiap
Aba , berlaku, jika Rba , pastilah Rab , . Dengan kata lain
R asimetris ⇔ RabRbaAba ,,,
. Salah satu contoh relasi asimetris yang sudah dikenal dengan baik dalam
pelajaran matematika mulai dari SD, SMP, dan SMA adalah relasi lebih kecil “< “
pada himpunan semua bilangan real. Contoh-contoh relasi asimetris yang lain
diberikan sebagai berikut.
Contoh 6.4.12.
1. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi
kabkaPb 7.,2,1
Relasi P asimetris.
2. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa XP bersifat
asimetris.
3. Pada Contoh 6.4.8, relasi R pada M(ℝ) bersifat non simetris, tapi
tidak asimetris, sebab
00
00
10
00
00
01 dan
00
00
00
01
10
00.
Definisi 6.4.13. Relasi R pada A dikatakan transitif jika untuk setiap tripel a,b,c
di A berlaku apabila aRb dan bRc maka aRc. Notasi matematisnya,
R transitif (a, b, cA).aRb bRc aRc.
Relasi transitif sangat banyak dijumpai dalam konsep-konsep matematika.
Semua sistem bilangan seperti ℕ, ℤ, ℚ, ℝ, dan ℂ mengenal relasi “urutan
parsial” yang salah satu syaratnya harus transitif. Demikian juga dalam aljabar,
dikenal istilah semigrup terurut, lapangan terurut parsial, dan grup kuosien yang
proses pembentukannya menggunakan relasi ekuivalensi.
Contoh 6.4.14.
1. Relasi kesejajaran antara garis-garis lurus di ℝ2 atau ℝ3 bersifat
transitif.
2. Relasi R pada ℝ dengan definisi
abbaaRb 22 22
merupakan relasi transitif
3. Relasi “ mmod ” pada Contoh 6.4.2. bersifat transitif, sebab jika
mcbba mod,,, , maka terdapat h, kℤ, sehingga .kmab
dan .hmbc Akibatnya terdapat m+kℤ, yang memenuhi
.mkhkmhmabbcac Jadi .mod, mac
Bentuk ingkaran dari relasi transitif memberi syarat keanggotaan untuk
terbentuknya relasi jenis lain. Syarat tersebut menyatakan, jika pada himpunan A
dapat ditemukan triple a, b, dan c elemen A, sehingga aRb dan bRc tetapi aRc,
maka R dikatakan non-transitif. Dengan kata lain:
Definisi 6.4.15. Relasi R pada himpunan A dikatakan non-transitif jika
RcaRcbRbaAcba ,,,,,
Contoh relasi non-simetris banyak dijumpai dalam bidang matematika dan
kehidupan sehari-hari. Relasi “menyukai” atau “bersahabat” pada semesta
himpunan semua manusia menunjukkan kondisi yang non-transitif, sebab jika A
menyukai B dan B menyukai C, tidak selalu berakibat A menyukai C. Ada
beberapa kasus yang secara ekstrim justru menunjukkan A tidak menyukai C.
Contoh 6.4.16.
1. Relasi “ ” pada himpunan semua garis di ℝ3 non transitif, sebab
dapat ditemukan garis g = h : sumbu OX dan l : sumbu OY yang
memenuhi hghllg // tetapi,dan .
Namun jika diambil g sumbu OX, h sumbu OY, dan l sumbu OZ,
diperoleh hghllg dan , ,
2. Diambil 3,2,1X . Relasi “” pada himpunan kuasa XP bersifat
non transitif, sebab 2,13,2 ,3,21 , tetapi 2,11 .
Definisi 6.4.17. Relasi R pada himpunan A dikatakan intransitif jika
RcaRcbRbaAcba ,,,,,
Contoh 6.4.18.
1. Dari Contoh 6.4.16, keduannya bukan relasi intransitif.
2. Relasi “ ” pada himpunan semua garis di ℝ2 merupakan relasi
intransitif, sebab jika hghghllg atau // maka , dan .
Definisi 6.4.19. Relasi R pada himpunan A yang sekaligus memiliki sifat refleksif,
simetris, dan transitif disebut relasi ekuivalensi.
Dalam matematika relasi ekuivalensi memegang peranan penting. Contoh-
contoh relasi ekuivalensi adalah :
1. Relasi kesejajaran antara garis – garis lurus pada bidang datar.
2. Relasi kesebangunan antara segitiga-segitga dalam bidang datar.
Contoh 6.4.20.
1. Relasi R pada ℝ dengan definisi
abbaaRb 22 22
merupakan relasi ekuivalensi
2. Relasi “ mmod ” pada Contoh 6.4.2. bersifat ekuivalensi, sebab :
1. Sifat refleksif dipenuhi: a - a = 0.m, sehingga a a(mod m).
2. Sifat simetris dipenuhi: Jika a – b = k.m, maka b – a = (-k)m, (suatu
kelipatan (-k) dari m), sehingga untuk setiap a, b berlaku, jika a
b(mod m) maka b a(mod m).
3. Sifat transitif dipenuhi, sebab jika a b(mod m) dan b c(mod m),
maka a – b = km dan b – c = lm, untuk suatu bilangan bulat k dan l,
sehingga jika dijumlahkan diperoleh a – c = (k + l)m, dengan k + l
bilangan bulat. Jadi a c(mod m).
Selanjutnya diberikan suatu teorema yang memegang peranan penting
dalam matematika, khususnya di bidang aljabar abstrak. Untuk itu sebelumnya
didefiniskan pengertian partisi himpunan.
Definisi 6.4.21. Diketahui A himpunan tak kosong dan K = { Hi | i I } koleksi
subhimpunan A. Koleksi K disebut partisi A jika
i
HIi , AH iIi
, dan ji HHji
Contoh 6.4.22.
1. Diketahui 19,13,10,8,6,3,1H . Keluarga himpunan
13,10,8,3,19,6,1K
merupakan partisi H
2. Pada himpunan bilangan real ℝ,
2.1. bulatbilangan 1 n n, nL merupakan partisi ℝ.
2.2.
bulatbilangan 1,
2
1,
2
1 n n, nnnM merupakan
partisi ℝ.
Teorema 6.4.23. Relasi ekuivalensi antara anggota-anggota himpunan A,
mengakibatkan terbentuk partisi (penggolongan) di dalam A.
Partisi dalam himpunan A membagi A ke dalam himpunan bagian-
himpunan bagian (kelas-kelas) yang masing-masing tidak kosong dan saling
asing, sehingga setiap anggota dari A berada dalam salah satu dan hanya satu
kelas A.
Bukti. Misalkan relasi di atas disebut R. Karena ekuivalensi, maka R memenuhi
sifat refleksif, simetris dan transitif. Semua elemen – elemen yang berelasi R
dengan a, dikumpulkan dalam suatu hmpunan,sebut Sa. Jadi
Sa = { xS | xRa }.
Himpunan Sa tidak kosong sebab R refleksif, jadi aRa, sehingga aSa dan Sa
mempunyai sekurang-kurangnya satu anggota. Daapat disimpulkan bahwa setiap
anggota pasti berada dalam sekurang-kurangnya satu kelas, yaitu yang memuat ia
sendiri.
Selanjutnya, misalkan Sa dan Sb beririsan tidak kosong, dengan salah satu
elemen irisannya c. Karena c Sa, maka cRa; dan karena R simetris maka aRc.
Selain itu karena c Sb maka berlaku juga cRb. Dari aRc dan cRb, sehingga
dengan menggunakan sifat transitif diperoleh aRb, sehingga a Sb. Selanjutnya
untuk setiap p Sa berlaku pRa dan karena aRb, dengan menggunakan R transitif,
maka pRb. Jadi p Sb, sehingga terbukti, Sa Sb.
Dengan cara yang analog dapat dibuktikan Sb Sa, sehingga berlaku Sa =
Sb. Dengan demikian terbukti bahwa relasi ekuivalensi akan menyebabkan
terbentuknya kelas-kelas yang disebut kelas ekuivalensi.
Akibat 6.4.24. Diambil mℕ lebih besar daripada 1. Terhadap relasi modulo m,
himpunan ℤ terpartisi menjadi kelas-kelas :
1. ,2,,0,,2,0 0 mmmmnmn
2. ,12,1,1,1,12,1 1 mmmmnmn
3. ,2,,,,2, imimiimiminmni
4. ,12,1,1,1,12,1 1 mmmmmnmnm
Himpunan kelas-kelas: 1 , ,2 ,1 ,0 m .
Teorema 6.4.25. Terhadap relasi mmod pada ℤ berlaku:
1. mdbcamdcmba modmodmod
2. mbdacmdcmba modmodmod
Relasi mod m juga disebut dengan relasi kongruensi.
Definisi 6.4.26. Relasi R pada A disebut relasi urutan parsial lemah jika
memenuhi refleksif, antisimetris, dan transitif. Himpunan A yang dilengkapi
urutan parsial lemah disebut himpunan terurut lemah.
Contoh 6.4.27.
1. Pada ℝ didefinisikan relasi lebih kecil atau sama dengan “≤”. Relasi
“≤” bersifat refleksif, antisimetris, dan transitif.
2. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa XP bersifat
refleksi, anti simetris, dan transitif. Jadi relasi urutan lemah
3. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi
,4 ,2 ,0 abaPb
merupakan relasi refleksif, anti sinetris, dan transitif. Jadi P urutan
parsial lemah
4. Pada himpunan ℝn = nixxxx
in,,2,1 real,bilangan ,,,
21
didefinisikan relasi R, dengan n
aaa ,,1 ,
nbbb ,,
1 ℝn
nnbabaaRb ,,
11
Relasi R merupakan urutan parsial lemah.
Selanjutnya, jika R relasi urutan parsial lemah pada A, dengan merujuk
notasi “≤” pada contoh 1 di atas, maka “ aRb” dapat ditulis dengan “ ba ” atau
“ baR
”. Relasi lain yang berkaitan langsung dengan urutan lemah dan banyak
digunakan di bidang analisis dikenal dengan relasi urutan parsial tegas.
Definisi 6.4.28. Relasi R pada A disebut relasi urutan parsial tegas jika
memenuhi irrefleksif, asimetris, dan transitif. Himpunan A yang dilengkapi urutan
parsial tegas disebut himpunan terurut tegas.
Contoh 6.4.29.
1. Pada ℝ didefinisikan relasi lebih kecil “<”. Relasi “<” bersifat irrefleksif,
asimetris, dan transitif. Berarti merupakan urutan parsial tegas.
2. Diketahui X ∅. Relasi subhimpunan sejati “” pada himpunan
kuasa XP bersifat irrefleksi, asimetris, dan transitif. Jadi relasi
urutan parsial tegas.
3. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi
,4 ,2 abaPb
merupakan relasi irrefleksif, asinetris, dan transitif. Jadi P urutan
parsial tegas
4. Pada himpunan ℝn = nixxxx
in,,2,1 real,bilangan ,,,
21
didefinisikan relasi R, dengan n
aaa ,,1 ,
nbbb ,,
1 ℝn
iinn
banibabaaRb ,,2,1,,11
Relasi R memenuhi:
1. Irrefleksif:
Tidak mungkin ditemukan j, nj 1 yang memenuhi jj
aa ,
sehingga Raa ,
2. Asimetris:
Jika iinn
banibabaaRb ,,2,1,, maka ,11
.
Akibatnya tidak mungkin ditemukan j, nj 1 yang memnuhi
jjba . Jadi Rba ,
3. Transitif:
Jika aRb dan bRc maka
iinn
banibaba ,,2,1,, 11
, dan
jjnn
cbnjcbcb ,,2,1,, 11
. Akibatnya untuk
semua l, nl 1 , memnuhi lll
cba , lli
cba , dan
jjjcba . Jadi Rca ,
Selanjutnya, jika R relasi urutan parsial tegas pada A, dengan merujuk
notasi “<” pada contoh 1 di atas, maka “ aRb” dapat ditulis dengan “ ba ” atau
“ baR
”.
Salah satu jenis relasi yang disebut urutan trivial adalah relasi R dengan
definisi aRb jika a = b. Relasi ini merupakan relasi urutan parsial lemah.
Hubungan antara relasi urutan lemah dan relasi urutan tegas nampak dalam
teorema berikut ini.
Teorema 6.4.30. Diketahui R relasi pada himpunan A.
1. Jika R relasi urutan parsial lemah di A, maka relasi
R dengan definisi
baR
⇔ babaR
merupakan relasi urutan tegas.
2. Jika R relasi urutan parsial tegas di A, maka relasi
R dengan definisi
baR
⇔ babaR
merupakan relasi urutan lemah.
Contoh 6.4.31.
Pada himpunan ℝn = nixxxx
in,,2,1 real,bilangan ,,,
21
didefinisikan relasi “ ”, “1
”, dan “ ” dengan
n
aaa ,,1 ,
nbbb ,,
1 ℝn
iinn
banibababa ,,2,1,,111
nnbababa ,,
11
.,,11 nn
bababa
1. Relasi “ ” dan “1
” merupakan urutan parsial lemah; sedangkan “ ”
merupakan relasi urutan parsial tegas,
2. Jika didefinisikan relasi “
” dengan definisi ba
jika ba dan
ba , maka “
” merupakan relasi urutan tegas; dan berlaku
.baba
3. Jika didefinisikan relasi “
” dengan definisi ba
jika ba atau
ba , maka “
” merupakan relasi urutan parsial lemah; dan berlaku
.baba
Dari uraian tersebut jelas, bahwa
1
dan
1
.
Selanjutnya, dalam matematika dapat ditemukan himpunan terurut parsial
A terhadap relasi urutan R yang di dalamnya terdapat sepasang elemen a dan b
yang tidak dapat “dibandingkan” artinya ,R
ba dan ,R
ab . Demikian
juga dapat ditemukan contoh urutan parsial lemah R pada A yang memenuhi
abbaAbaRR
,
Relasi urutan yang memenuhi sifat ini dinamakan relasi urutan total (lemah).
Pengayaan:
Menurut anda apakah himpunan kosong itu merupakan relasi dari A ke B ?
Jelaskan menggunakan logika matematika
6.5. Fungsi (Pemetaan).
Pada bagian ini akan dibahas konsep yang sangat penting, yaitu konsep
fungsi dari suatu himpunan ke himpunan lain. Suatu fungsi juga disebut pemetaan
atau mapping. Fungsi merupakan kejadian khusus dari relasi yang telah dibahas
sebelumnya.
Definisi 6.5.1. Suatu fungsi dari himpunan S ke himpunan T adalah suatu aturan
pengawanan yang memenuhi untuk masing-masing anggota S, mepunyai tepat
satu kawan di T. Dengan kata lain fungsi f dari S ke T merupakan relasi dari S ke
T yang memenuhi untuk setiap s S terdapat tepat satu t T sehingga f(s) = t.
Dengan kata lain:
f : S T fungsi (pemetaan) (sS)(!tT). f(s) = t.
Definisi tersebut ekuivalen dengan:
1. f S × T, dan
2. (a S)( b, c T) cbfcaba , ,,
Syarat ke-2 dapat dibaca dengan:
(a, b S) yfxfyx .
Himpunan S disebut daerah asal/domain f
D dan himpunan T disebut
kodomain/daerah kawan f
R . Himpunan
SfSssftsfSsTtt ,
disebut himpunan nilai fungsi f atau Image f atau range f atau peta S atau
Sf atau f
R terhadap f .
Contoh 6.5.2. Diketahui S himpunan empat dadu, yaitu S = {D1, D2, D3, D4} dan
T himpunan bilangan 1 sampai 6, T = {1,2,3,4,5,6}. Suatu lemparan menentukan
suatu fungsi dari S ke T.
S 1 T
D1 2
D2 3
D3 4
D4 5
6
Diagram di atas memperlihatkan bahwa dadu D1 oleh jatuh dengan mata 3, D2 ke
mata 1, D3 ke mata 3, D4 ke mata 6. Jika f adalah fungsi yang mengaitkan
masing-masing dadu dengan jumlah mata dadunya, maka
f = 6,,3,,1,,3, 4321 DDDD
Jika s S, maka kawan (hasil peta) s yang berada dalam T disajikan
dengan f(s) dan dikatakan s dipetakan ke f(s), dengan notasi matematis sfs .
S f T
a 1
b 2
c 3
d 4
5
Pada fungsi tersebut domain dari f adalah f
D = S = {a, b, c, d}, daerah kawan
dari f adalah f
D = T = {1, 2, 3, 4, 5} dan daerah hasil dari f adalah range f =
{2, 4, 5}.
Suatu fungsi dapat juga disajikan dengan suatu rumus sebagai syarat
keanggotaan fungsi. Misalnya domain dan kodomain f adalah himpunan semua
bilangan real
2.: ssfsf
Jika anggota sembarang dari himpunan S disajikan dengan varibel “x”
sedangkan anggota sembarang dari himpunan T disajikan dengan variabel “y”
maka fungsi f di atas dapat disajikan dengan 2: xxfxf
Contoh 6.5.3. Diambil fungsi f dari ,1 ke ℝ dengan definisi 1xx .
Fungsi 1 , xyyxf dengan persamaan fungsi 1 xxf dan
,0,0f
Rf .
6.5.1. Rumus-Rumus.
Berikut ini akan diberikan beberapa konsep dan rumus yang penting.
Untuk itu, sebelumnya akan diberikan definisi kesamaan dua fungsi dari S ke T.
Definisi 6.5.4. Fungsi f dan g dari A ke B dikatakan sama, ditulis f = g jika untuk
setiap s S berlaku f(s) = g(s). Notasi matematisnya:
f = g xgxfSs . .
Selanjutnya, diketahui TSf : , TBSA dan , . Himpunan Af ,
dengan
AssftsfAsTtAf )(.
disebut peta (bayangan) A terhadap fungsi f.
S f T f (S)
A
f (A)
Himpunan Bf 1 , dengan
BsfSsBf )(1
disebut prapeta (bayangan invers) elemen-elemen B terhadap fungsi f
S f T f (S)
f -1
(B)
B
Jika ,Ty maka prapeta y terhadap f ditulis yf 1 adalah .ysfSs
Dengan mudah dapat dibuktikan, bahwa .11 yfysfSsyf
Contoh 6.5.5.
1. Diketahui yxkngaf ,,,,,7,5,4,3,1: , dengan
ykgkaf ,7,,5,,4,,3,,1
7,5,1A dan nxkgB ,,, . Dengan mudah dapat ditentukan, bahwa
,,,, ykgaRf peta A terhadap f adalah ykaAf ,, , dan pra peta
B terhadap f adalah .5.4,31 Bf Prapeta k terhadap f adalah .5,3
2. Diambil fungsi f dari interval ,1 ke ℝ dengan definisi
1 , xyyxf , dengan 210,1 xxxA dan
11,2B . Range fungsi f adalah ,0,1f
Rf , peta
A terhadap f adalah ,31,0Af ; sedangkan 12,11 Bf .
Prapeta y terhadap f adalah .121 yyf
Selanjutnya, diketahui f fungsi dari S ke T. Dari definisi dapat diturunkan
sifat-sifat berikut ini:
Teorema 6.5.6.
1. f (∅) = ∅,
2. BfAfSBA
Bukti. Hanya dibuktikan no 1. Andaikan f (∅) ≠ ∅. Akibatnya dapat ditemukan
Tx , sehingga x f (∅). Dengan kata lain terdapat a ∅ yang memenuhi. Hal
ini tidak mungkin terjadi. Jadi yang berlaku f (∅) = ∅.
Teorema 6.5.7.
1. f -1
(∅) = ∅,
2. BfAfTBA 11
Bukti. Hanya dibuktikan no 2. Ambil sebarang Afx 1 . Sesuai definisi
,BAxf akibatnya .1 Bfx Jadi .11 BfAf
Teorema 6.5.8. SBA, f(AB) = f(A)f(B).
Bukti. Karena A AB maka menurut Teorema 6.5.6, BAfAf .
Demikian juga, karena himpunan B AB, maka BAfBf , sehingga
BAfBfAf
Selanjutnya diambil sebarang BAfx . Akibatnya dapat ditemukan
,bAa sehingga xaf . Dengan kata lain terdapat Aa atau Ba
yang memenuhi xaf . Dapat disimpulkan Afx atau .Bfx Jadi
BfAfBAf .
Teorema 6.5.9. SBA, f(A∩B) f(A)∩f(B).
Bukti. Karena ABA , maka menurut Teorema 6.5.6, AfBAf .
Demikian juga, BfBAf , sehingga BfAfBAf .
Perlu diketahui, bahwa kondisi BAfBfAf tidak selalu
berlaku. Sebagai contoh diambil fungsi ,,,4,3,2,1: hmaf dengan definisi
aff 31 dan hff 42 . Jika diambil 2,1A dan 4,3B ,
maka BA ∅, sehingga BAf ∅. Jadi aBfAf ⊈ ∅.
Teorema 6.5.10. TBA f
-1(AB) = f
-1(A)f
-1(B).
Bukti. Karena BABA , , sesuai Teorema 6.5.7, AfBAf 11 dan
BfBAf 11 , sehingga BfAfBAf 111 .
Sebaliknya, jika diambil BfAfx 11 , maka Afx 1 dan
.1 Bfx Akibatnya Axf dan ,Bxf sehingga Afx 1 dan
.BAxf Hal ini berarti .1 BAfx
Teorema 6.5.11. TBA f -1
(AB) = f -1
(A)f -1
(B).
Bukti. Sebagai latihan mandiri.
Teorema 6.5.12. TBA f -1
(A–B) = f -1
(A) – f -1(B).
Bukti. Diambil sebarang .1 BAfx Berakibat ,BAxf sehingga
Axf dan .CBxf Dengan kata lain ,Bxf yang berakibat
Bfx .1 dan Afx .1 , sehingga .11 BfAfx Jadi
f -1
(A–B) f -1
(A) – f -1(B).
Sebaliknya jika diambil BfAfx 11 , berakibat Afx 1 ,
yang berarti ;Axf dan .1 Bfx Akibatnya ,1 Bfx sehingga
.Bxf Jadi CBxf ; dan terbukti .BABAxf C Dengan kata
lain .1 BAfx
6.5.3. Jenis-jenis Fungsi (Injektif, Surjektif, Bijektif)
Setiap fungsi (pemetaan) dari himpunan S ke himpunan T disebut juga
fungsi dari S ke dalam (into) T. Secara umum tidak selalu setiap elemen Tx
mempunyai prapeta di S yang dipetakan ke x. Dalam kasus x memiliki prapeta di S
ditemukan fakta, bahwa prapeta x tersebut bisa tunggal atau jamak. Untuk itu
dibahas beberapa jenis pemetaan berdasarkan kondisi prapeta sebarang elemen di
dalam kodomai fungsi.
Definisi 6.5.13. Fungsi TSf : dikatakan surjektif atau pada (onto) jika
setiap anggota T mempunyai prapeta di S, yaitu
.. tsfSsTt
S f T
∃ f -1(t) t
Contoh 6.5.14.
1. Fungsi yxkngaf ,,,,,7,5,4,3,1: , dengan
ykgkaf ,7,,5,,4,,3,,1
bukan fungsi surjektif, karena terdapat n elemen domain yang tidak
memiliki prapeta,
2. Fungsi f dari ℝ ke ,0 dengan definisi 1 , xyyxf
merupakan fungsi surjektif, sebab untuk setiap 0y , berlaku 11 2 y ,
sehingga terdapat 1x , yaitu 12 yx , yang memenuhi
112 xxy .
Akibatnya ,1 xy jadi f surjektif.
Teorema 6.5.15. Jika TSf : fungsi surjektif, maka
1. ,TSf
2. Jika ,TB maka terdapat ,SA sehingga .BAf
Bukti. Sifat 1 merupakan kejadian khusus sifat 2. Misalkan .TB Jika B ∅,
maka terdapat ,Ty sehingga .By Karena fungsi f surjektif, maka dapat
ditemukan ,Sx yang memenuhi .yxf Akibatnya ∅ ≠ Bf 1 S dan
.1 BBff
Seperti diketahui pada fungsi f dari S ke T, sebarang tT mungkin
mempunyai lebih dari satu prapeta di S. Untuk itu didefinisikan fungsi yang
memiliki sifat setiap tT yang memiliki prapeta tunggal di S.
Definisi 6.5.16. Fungsi f dari S ke T dikatakan injektif jika
.,
212121sssfsfSss
S f T
s f (s)
∥ ⟸ ∥ u f (u)
Kontraposisi dari syarat injektif adalah
.,212121
sfsfssSss
Kondisi ini dapat digunakan untuk membuktikan bahwa suatu fungsi itu injektif.
Contoh 6.5.17. Berikut diberikan contoh fungsi injektif dan fungsi bukan injektif
1. Fungsi f pada Contoh 6.5.44. (1) bukan fungsi injektif, karena terdapat
k yang memiliki prapeta tidak tunggal yaitu 3 dan 5
2. Fungsi f pada Contoh 6.5.44. (2), tidak injektif, sebab
.210 ff .
3. Diambil fungsi g : ℝ → ℝ, dengan persamaan .13 xxg Fungsi g
merupakan fungsi injektif, karena untuk setiap xs, ℝ yang
memenuhi 11 33 xxgsgs berakibat ,33 xs sehingga
220 xsxsxs
Hanya terpenuhi oleh .xs
4. Fungsi h : ℝ → ℝ, dengan persamaan 42 xxh merupakan fungsi
injektif.
5. Fungsi h : ℝ2 → ℝ2, dengan persamaan xyyxyxh 3,2,
merupakan fungsi injektif.
Teorema 6.5.18. Jika TSf : fungsi, maka:
1. Dapat ditemukan SU dan fungsi TUF : yang injektif dan
,ufuF untuk setiap ,Uu
2. Dapat ditemukan TU dan fungsi USF : yang surjektif dan
,ufuF untuk setiap .Su
Bukti. Hanya dibuktikan untuk nomor 2. Untuk sebarang Sfu berlaku
uf 1 ∅, sehingga dapat dipilih tepat hanya satu .1 Sufs
u
Dibentuk
.SfusUu
Himpunan SU ; dan dengan pengaitan TUF : , ufu jelas bahwa F
fungsi injektif yang memenuhi ufuF untuk setiap ;Uu karena untuk
setiap ,tFxF berlaku .tfxf Akibatnya hanya terdapat tepat satu
,Usxf yang memenuhi tfxfsfsF
xfxf . Akibatnya
.tsxxf
Jenis fungsi selanjutnya yang perlu dibahas adalah fungsi yang bersifat
surjektif sekaligus injektif. Fungsi demikian dikatakan bijektif. Dengan kata lain
fungsi bijektif adalah fungsi yang setiap anggota domainya menentukan dengan
tunggal satu anggota dari kodomain dan sebaliknya. Dapat juga dikatakan sebagai
korespondensi satu-satu..
Teorema 6.5.19. Fungsi TSf : dikatakan bijektif jika dan hanya jika
..! tsfSsTt
Bukti.
⇒) Karena f surjektif, maka untuk sebarang Tt dapat ditemukan Ss ,
yang memenuhi .tsf Selain itu karena f injektif, maka jika
,sftuf untuk suatu ,, Ssu berlaku .su Akibatnya pernyataan
tsfSsTt .
terbukti benar.
⇐) Dari asumsi jelas terlihat f surjektif. Selanjutnya jika ,Tsfuf
untuk sebarang ,, Ssu maka terdapat dengan tunggal ,Sx sehingga
.sfuftf Akibatnya ,stu yang berarti f injektif
Contoh 6.5.20. Berikut diberikan beberapa contoh jenis fungsi.
1. Fungsi f dari ℤ ke ℤ dengan definisi:
genap jika ,2
ganjil jika ,0
nn
n
nf
adalah fungsi yang surjektif, tapi tidak injektif, sehingga bukan bijektif.
2. Diambil fungsi g : ℕ → ℤ dengan persamaan .12 nnf Fungsi g
merupakan fungsi injektif, tetapi bukan surjektif, karena untuk 0m ℤ
tidak dapat ditemukan n ℕ yang memenuhi .0 mng . Akibatnya
g tidak bijektif.
3. Fungsi ,,,,,,6,5,4,3,2,1: LKWUXAh dengan
KLUAWXh 6, , 5, , 4, , 3, ,,2 ,,1
merupakan fungsi bijektif, karena untuk setiap ,,,,,, LKWUXAx
terdapat dengan tunggal 6,5,4,3,2,1n sehingga xnh
4. Fungsi g : ℤ → ℤ dengan persamaan 3 nng merupakan fungsi
bijektif.
5. Salah satu fungsi bijektif yang sangat dikenal saat SMA adalah fungsi F
dari interval
2,
2
ke ℝ, dengan persamaan .tanxxF
6.5.4. Invers Fungsi dan Komposisi Fungsi
Sebagai bentuk khusus relasi, maka dari fungsi TSf : dapat dibentuk
relasi STf :1 sebagai invers f , yaitu
.,,1 ftsstf
Dengan definisi tersebut dapat dipastikan f -1
belum tentu merupakan fungsi.
Khusus jika f -1
berupa fungsi, maka invers fungsi f disebut fungsi invers.
Contoh 6.5.21.
1. Invers fungsi g : ℕ → ℤ dengan persamaan 12 nng adalah relasi
,5 ,3
2
1,1 nn
ng
dari ℤ ke ℕ. Relasi g -1
bukan fungsi, sebab ada -1 ℤ yang tidak
memliki peta di ℕ.
2. Invers fungsi ,,,,,,7,6,5,4,3,2,1: LKWUXAh dengan
AKLUAWXh ,7, 6, , 5, , 4, , 3, ,,2 ,,1
adalah .6, ,5, ,4, ,7, ,3, ,2, ,1,1 KLUAAWXh Relasi h
-1
bukan merupakan fungsi, sebab peta A terhadap h-1
tidak tunggal.
3. Invers fungsi g : ℝ → ℝ dengan persamaan 12 xxg adalah
x
xxg
2
1,1
merupakan fungsi, sehingga fungsi invers dari g adalah .1g
4. Invers fungsi ,,,,,5,4,3,2,1: EDCBAh dengan
ACEDBh 5, , 4, , 3, ,,2 ,,1
adalah 3, ,2, ,4, ,1, ,5,1 EDCBAh . Relasi h
-1 merupakan
fungsi invers.
Teorema 6.5.22. Jika BAf : fungsi injektif, maka dapat dibentuk fungsi
bijektif AAfh : , sehingga .1 fh Khususnya f bijektif jika dan hanya
.1 fh
Bukti. Perlu diperhatikan, bahwa pernyataan 1 fh menunjukkan h sebagai
subhimpunan f -1
sebagai relasi karena 1fh
DBD . Jika f bijektif, maka
,1fh
DBD sehingga .1 fh
Dari asumsi BAf : fungsi injektif, maka untuk setiap Afy
terdapat Axy yang memenuhi .
yxfy Diambil relasi AAfh :
dengan definisi .y
xyh Mudah dibuktikan, bahwa h fungsi dan untuk setiap
,Aa berlaku Afaf dan ,axafhaf karena elemen A satu-
satunya yang dipetakan ke af oleh f adalah a. Jadi f surjektif. Selain itu
karena f injektif, maka jika uhyh , dengan yxfy dan uxf
u
berakibat .uy
xuhyhx Dengan kata lain ,yxfxfuyu
sehingga h injektif. Akibatnya h bijektif.
Selanjutnya, jika BAf : fungsi dengan persamaan fungsi xfy
dan 1f adalah fungsi invers dari f , maka dapat ditentukan persamaan fungsi
1f .
Contoh 6.5.23. Jika g : ℝ → ℝ fungsi dengan persamaan ,23 3 xxg
selidikilah keberadaan 1g !
Penyelesaian. Fungsi g bijektif, sehingga menurut Teorema 6.5.22 relasi 1g
merupakan fungsi dari ℝ ke ℝ; dan
23 3xxgy 32 3xy ,3
23 x
y
sehingga persamaan fungsi 1g adalah
,3
23
1 y
yg
dengan y ℝ.
Untuk keperluan tertentu domain atau range fungsi BAf : dapat
dibatasi pada AD atau BE agar relasi ABf :1 menjadi fungsi
invers dari D ke E.
Contoh 6.5.24. Diambil fungsi bernilai real f : ℝ → ,0 dengan persamaan
.122 xxxf Tentukan himpunan terluas D ℝ, sehingga relasi 1f
dari ,0 ke D merupakan fungsi. Kemudian tentukan 1f .
Penyelesaian. Untuk setiap ,0y :
,1112222 yxxyxxxfy
Akibatnya f surjektif tapi tidak injektif, sehingga 1f dari ,0 ke ℝ bukan
fungsi. Jika diambil ,1D atau 1,D akan berakibat
,0: Df bijektif, sehingga Df ,0:1 fungsi.
Selanjutnya, untuk sebarang fungsi BAf : dan CBg : dapat
didefinisikan (fungsi) komposisi antara f dan g , yang diberi notasi fg dari
A ke C, sebagai komposisi relasi f dan g . Berdasarkan definisi komposisi dua
relasi diperoleh
gcbfbaBbCAcafg ,,., ;
dan dapat dibuktikan fg merupakan fungsi dari A ke C. Nilai x terhadap fg
adalah .xfgxfg
Bukti. Diambil sebarang fgcaca 21
,,, . Akibatnya terdapat ,,21
Bbb
sehingga fbaba 21
,,, dan .,,,2211
gcbcb Karena f fungsi, maka
.21
bb Hal ini mengakibatkan gcbcb 2111
,,, dan g fungsi, sehingga
.21
cc
Contoh 6.5.25. Sebagai ilustrasi perhatikan diagram berikut ini.
A f B B g C
1 a a ⊗
2 b b ⊕
3 c c ×
4 d d △
5 □
Pada diagram di atas ,5,,4,,3,,2,,1fg .
Contoh 6.5.26. Diketahui f : ℝ → ,0 fungsi bernilai real dengan persamaan
.122 xxxf Jika g : ,0 → ℝ, dengan ,12 xxg tentukan
persamaan fungsi fg !
Penyelesaian:
112212 22 xxxxgxfgxfg
1122 2 xx
Teorema 6.5.27. Diketahui BAf : dan CBg : fungsi.
1. Jika DCh : fungsi, maka .fghfgh
2. Jika 1f dan
1g fungsi, maka 111 gffg fungsi.
Bukti. Lihat kembali bukti Teorema 6.3.3.
Teorema 6.5.28. Diketahui BAf : dan CBg : fungsi.
1. Jika f dan g surjektif, maka fg surjektif.
2. Jika fg surjektif, maka g surjektif
3. Jika f dan g injektif, maka fg injektif
4. Jika fg injektif, maka g injektif
5. Jika f dan g bijektif, maka fg bijektif.
Bukti. Hanya akan dibuktikan untuk 1, 2, dan 3.
1. Karena CBgAfgAfg , maka fg surjektif
2. Ambil sebarang .Cc Karena fg surjektif, maka dapat ditemukan
,Aa sehingga .afgafgc Akibatnya terdapat afy
yang memenuhi .ygc Jadi g surjektif
3. Untuk sebarang Avu , yang memenuhi
vfgvfgufgufg
berakibat ,vfuf karena g injektif. Selebihnya karena asumsi f
injektif, maka .vu
Sebagai bagian akhir diktat ini, berikut diberikan beberapa fungsi khusus.
Di antaranya fungsi injeksi, identitas, pembatasan, perluasan, dan fungsi
karakteristik.
Definisi 6.5.29. Fungsi BAf : dengan BA disebut injeksi jika
.aafAa
Injeksi dari A ke B diberi notasi A
i (Gambar 1). Injeksi dengan domain dan
kodomain yang sama A disebut fungsi identitas dengan notasi A
id (Gambar 2).
Jadi A
id adalah fungsi dari A ke A yang memenuhi aaidA
untuk setiap
.Aa
B
A A
i A A A
id A
a a a a
Gambar 1 Gambar 2
Berdasarkan Definisi 6.5.29 di atas mudah dibuktikan sifat berikut ini.
Teorema 6.5.30. Diberikan fungsi BAf : .
1. Jika f bijektif, maka B
idff 1 dan A
idff 1
2. fidfA dan .ffid
B
Definisi 6.5.31. Diberikan fungsi BAf : dan himpunan .AC Fungsi
BCF : dinamakan fungsi restriksi (pembatasan) ,f jika xfxF
untuk setiap ,Cx dan ditulis dengan CfF .
Contoh 6.5.32. Berikut diberikan beberapa contoh fungsi pembatasan.
1. Diketahui f : ℝ → 1,1 dengan persamaan xxf sin . Fungsi f
bukan merupakan fungsi injektif, sehingga 1f bukan merupakan
fungsi. Agar 1f fungsi, maka
fD harus dibatasi untuk itu f dibatasi
pada
2,
2
A . Jadi 1,1
2,
2:
A
f , dengan persamaan
xxfA
sin merupakan fungsi pembatasan yang injektif, sehingga
1
Af merupakan fungsi, dengan persamaan
.arcsin1
xxfA
2. Diambil fungsi ,:f ℝ yang memenuhi
x
x
x
x
x
xf
1 ,
1 ,
1 ,
1
3
12
Fungsi 1,:F ℝ dengan persamaan 12 xxF merupakan
fungsi pembatasan f pada .1,
Definisi 6.5.33. Diketahui BAf : fungsi dan .DA Fungsi BDF :
dinamakan fungsi perluasan ,f jika xfxF untuk setiap .Dx
A f B D F B
C Cf f
A
Pembatasan Perluasan
Contoh 6.5.34.
1. Pada Contoh 6.5.32. no. 1, jika 1,12
,2
:
f , dengan
xxf sin , maka:
1.1. Fungsi F : ℝ → 1,1 dengan xxF sin , dan
1.2. Fungsi G : ,0 → 1,1 dengan
,,1
,,sin
x
xxxG
merupakan fungsi perluasan f .
2. Fungsi ,,,,,,,5,4,3,2,1: FEDCBAIh dengan
BIFDEADh ,,,5,,4,,3,,2,,1
merupakan fungsi perluasan BIFEDho
,,,5,,3,,1 .
Definisi 6.5.35. Diketahui .AD Fungsi Af : ℝ yang memenuhi
Dx
Dxxf
,0
,1
disebut fungsi karakteristik di D.
Pada beberapa bidang ilmu sering dijumpai fungsi dengan persamaan
yang hampir sama, yaitu Af : ℝ dengan AD yang memenuhi
Dx
Dxxf
,0
,
dengan 𝛼 bilangan real.
Contoh 6.5.36. Diambil fungsi ,0:f ℝ yang memenuhi
x
xxf
5,0
50,1
6.6. Latihan Soal
1. Diketahui ℤ adalah himpunan semua bilangan bulat dan ℕ⋃{0} himpunan
bilangan bulat non-negatif. Apakah perkawanan :f ℤ → ℕ⋃{0} dengan
1
x
xxf suatu fungsi? Apabila demikian apakah surjektif? Injektif?
Jelaskan jawaban anda.