Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan ...

18
Diterima: Juli 2018. Disetujui: Agustus 2018. Dipublikasikan: September 2018 123 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Volume 3, Nomor 3, 2018, 123-140 DOI: 10.15575/tadbir Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/tadbir ISSN: 2623-2014 (Print)ISSN: 2654-3648 (Online) Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid Andri Sopiyan 1* , Irfan Sanusi 2 , Herman 3 123Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung *Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program pengorganisasian dalam hal imarah, idarah, dan ri’ayah kemakmuran masjid dan fungsi pengorganisasian dalam hal imarah, idarah dan ri’ayah terhadap kemakmuran Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Kab. Bekasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Kab. Bekasi kemakmuran masjid yang terlihat disana karena penerapan fungsi pengorganisasian yang baik yaitu dengan merumuskan tujuan secara jelas baik tujuan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Kemudian dengan menggunakan pembagian kerja dengan berdasarkan angka sederhana juga berdasarkan fungsi, serta pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang menggunakan sentralisasi (pemusatan) wewenang. Dengan demikian pengorganisasian dalam hal imarah, idarah dan ri’ayah cukup baik, hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan keagamaan, sosial, serta perawatan dan pengembangan fisik bangunan yang ada di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Desa Sukamanah Kab. Bekasi. Kata Kunci : pengorganisasian; masjid; kemakmuran ABSTRACT The purpose of this research is to find out the organizing program in terms of imarah, idarah, and ri'ayah mosque prosperity and organizing functions in terms of imarah, idarah and ri'ayah towards the prosperity of the Jami ’Qurrotul Mosque‘ Ibaad Kab. Bekasi. The method used in this research is descriptive method with a qualitative approach. Based on the results of research conducted at the Jami 'Qurrotul Mosque ‘Ibaad Kab. Bekasi mosque prosperity that was seen there because of the application of a good organizing function that is by formulating goals clearly both short, medium and long term goals. Then by using the division of labor based on simple numbers also based on functions, as well as delegation of authority and responsibility that uses centralization (concentration) of authority. Thus organizing in terms of imarah, idarah and ri'ayah is quite good, this can be seen from the many religious, social, and care and physical

Transcript of Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan ...

Diterima: Juli 2018. Disetujui: Agustus 2018. Dipublikasikan: September 2018 123

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Volume 3, Nomor 3, 2018, 123-140

DOI: 10.15575/tadbir Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/tadbir ISSN: 2623-2014 (Print)ISSN: 2654-3648 (Online)

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Andri Sopiyan 1*, Irfan Sanusi2, Herman3

123Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

*Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program pengorganisasian dalam hal imarah, idarah, dan ri’ayah kemakmuran masjid dan fungsi pengorganisasian dalam hal imarah, idarah dan ri’ayah terhadap kemakmuran Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Kab. Bekasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Kab. Bekasi kemakmuran masjid yang terlihat disana karena penerapan fungsi pengorganisasian yang baik yaitu dengan merumuskan tujuan secara jelas baik tujuan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Kemudian dengan menggunakan pembagian kerja dengan berdasarkan angka sederhana juga berdasarkan fungsi, serta pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang menggunakan sentralisasi (pemusatan) wewenang. Dengan demikian pengorganisasian dalam hal imarah, idarah dan ri’ayah cukup baik, hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan keagamaan, sosial, serta perawatan dan pengembangan fisik bangunan yang ada di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Desa Sukamanah Kab. Bekasi.

Kata Kunci : pengorganisasian; masjid; kemakmuran

ABSTRACT The purpose of this research is to find out the organizing program in terms of imarah, idarah, and ri'ayah mosque prosperity and organizing functions in terms of imarah, idarah and ri'ayah towards the prosperity of the Jami ’Qurrotul Mosque‘ Ibaad Kab. Bekasi. The method used in this research is descriptive method with a qualitative approach. Based on the results of research conducted at the Jami 'Qurrotul Mosque ‘Ibaad Kab. Bekasi mosque prosperity that was seen there because of the application of a good organizing function that is by formulating goals clearly both short, medium and long term goals. Then by using the division of labor based on simple numbers also based on functions, as well as delegation of authority and responsibility that uses centralization (concentration) of authority. Thus organizing in terms of imarah, idarah and ri'ayah is quite good, this can be seen from the many religious, social, and care and physical

A, I, Herman.

124 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

development of existing buildings in the Jami ’Qurrotul Mosque‘ Ibaad Sukamanah Village, Kab. Bekasi. Keywords : organizing; mosque; prosperity

PENDAHULUAN

Pengorganisasian merupakan kegiatan awal dari segala kegiatan manajerial yang dilaksanakan untuk dan mengatur segala sumber yang diperlukan termasuk didalamnya adalah unsur manusia, sehingga segala tugas dapat terselesaikan dengan baik dan sukses. Tujuan pengorganisasian yaitu untuk mengarahkan individu-individu bekerjasama secara efektif (Terry, 1993:73).

Gambaran di atas menunjukan betapa berperannya masjid di masyarakat bila difungsikan sebagaimana mestinya, bukan hanya tempat untuk sholat wajib dan sunnah saja. Namun lebih dari pada itu masjid juga menjadi tempat untuk bermusyawarah menyelesaikan persoalan umat, khususnya persoalan umat Islam yang berada di sekitar masjid tersebut.

Untuk mengikuti tuntutan zaman saat ini mengharuskan masyarakat muslim memprioritaskan salah satu organisasi yang ada di lingkungan terdekat masyarakt yakni di masjid, dalam hal ini khususnya DKM (dewan kemakmuran masjid). Karena DKM merupakan sebuah organisasi yang dibentuk dengan misi menjawab tantangan-tantangan dakwah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dakwah dan atau peningkatan fungsi masjid bagi kemakmuran umat di zaman sekarang baik secara lahiriyah terlebih secara bathiniyah.

Realita tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi masjid serta organisasi kemasjidan juga hilangnya ghirah pemuda dalam membangkitkan Islam dengan memakmurkan masjid yang berada di dekat rumah mereka, sehingga pengelolaan masjid kurang dioptimalkan sebagaimana mestinya sehingga agak sulit untuk menjawab tantangan zaman supaya risalah kelembagaan yang mulia ini yakni masjid tercapai.

Organisasi masjid harus menjadi wadah aspirasi bagi masyarakat, artinya mampu menampung ide-ide ataupun gagasan masyarakat terkait berbagai kegiatan positif yang mempunyai unsur ibadah yang mahdloh dan ghoiru mahdloh maupun dalam hal muamalah (sosial). Untuk mewujudkan masjid yang berdaya dan mampu memberdayakan umat karena itulah maka sangat penting bagi umat muslim untuk memahami pengelolaan masjid yang efektif dan efisien. Manajemen bagi pengurus masjid merupakan salah satu dari banyaknya cara untuk menghidupkan syiar Islam, karena itu manajemen pengurus masjid harus selalu dikembangkan sebagai refleksi dari syiar Islam.

Pengorganisasian merupakan suatu proses mengatur, mempekerjakan,

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 125

mengelompokkan dua individu atau lebih agar bekerja sama dengan cara yang terstruktur demi mencapai tujuan spesifik atau beberapa tujuan (Sulastri, 2010:2).Organisasi masjid dibuat dengan tujuan untuk menjawab krisis yang dihadapi bersamaan dalam tiap kesatuan sosial muslim. Yang berbeda dari organisasi masjid satu dengan yang lainnya hanyalah cara serta pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan yang ada pada lingkungan masjid masing-masing (Gazalba, 1994:363).

Penelitian tentang pengorganisasian pada lembaga atau organisasi masjid bukanlah hal yang baru. Beberapa tulisan serta penelitian terkait masjid telah banyak dilakukan. Penelitian Hari Hadiyatullah (2013), misalnya. Dengan judul penerapan fungsi pengorganisasian Pondok Pesantren Miftahul Falah dalam meningkatakan kualitas sumber daya manusia santri. Fokus yang diteliti tentang penerapan fungsi pengorganisasian yang dilakukan oleh Pesantren Miftahul Falah terhadap peningkaan kualitas sumber daya manusia santri.

Kemudian penelitian Abdul Hamid (2013). Tentang penerapan fungsi manajemen dalam meningkatkan kemakmuran Masjid Safînatussalâm Kab. Bandung. Hal yang diteliti mengenai fungsi pengorganisasian dalam hal imarah terhadap kemakmuran Masjid Saf înatussalâm Kab. Bandung. Selanjutnya penelitian Sapty Prasetiawaty R. (2013) yang meneliti tentang efektivitas manajemen organisasi IRMA (Ikatan Remaja Masjid) di Masjid Anwarul Huda dalam meningkatkan akhlak remaja muslim. Dengan fokus penelitian tentang efektivitas manajemen pengorganisasian yang dilakukan Irma Anwarulhuda; untuk mengetahui kualitas kinerja Irma Anwarulhuda dalam meningkatkan akhlak remaja muslim di lingkungan sekitar; untuk mengetahui seperti apa hubungan antara efektivitas dan kualitas kinerja organisasi Irma Anwarulhuda dengan peningkatan akhlak remaja muslim.

Berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini yang berlokasi di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Jl. H. Basuki Rt 04/04, Desa Sukamanah, Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi lebih mendalami tentang penerapan fungsi pengorganisasian dalam meningkatkan kemakmuran masjid. Dengan fokus penelitian terhadap segala bentuk kegiatan pengorganisasian yang dibatasi pada tiga hal 1) Perumusan tujuan 2) Mekanisme pembagian tugas, dan 3) Pelimpahan wewenang serta tanggungjawab.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perumusan tujuan, mekanisme pembagian tugas serta bagaimana pelimpahan wewenang dan tanggungjawab yang dilakukan oleh DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dalam meningkatkan kemakmuran masjid. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, khususnya dalam memberikan pemaham yang komprehensif tentang pengorganisasian sebuah lembaga Islam yang dalam hal ini ialah masjid.

A, I, Herman.

126 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni satu kegiatan sistematis dalam rangka menemukan suatu teori dalam sebuah kehidupan sosial khususnya pada organisasi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad bukan menguji teori atau hipotesis (Sadiah, 2015:19). Dilihat dari objek kajiannya, penelitian (research) ini termasuk pada kategori penelitian observasi dan kajian pustaka, artinya pengamatan serta pencatatan yang sitematis dan disengaja dilakukan terhadap segala gejala objek yang diselidiki atau yang diteliti (Sadiah, 2015:88). Adapun kajian pustaka yakni mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa buku, catatan, transkrip, majalah, surat kabar, jurnal, agenda, dan sejenisnya dalam bentuk media cetak tulis (Suharsimi, 1998:236). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Metode ini dinilai sangat cocok karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau mengilustrasikan dan mengungkapkan seperti apa kondisi yang terjadi secara faktual dan cermat (Rakhmat, 1985:34)..

LANDASAN TEORITIS

Pengorganisasian merupakan kegiatan awal dari segala kegiatan manajerial yang dilaksanakan untuk mengatur segala sumber yang diperlukan termasuk didalamnya adalah unsur manusia, sehingga segala tugas dapat terselesaikan dengan baik dan sukses. Tujuan pengorganisasian yaitu untuk mengarahkan individu-individu bekerjasama secara efektif (Terry, 1993:73)

Cyert dan March mengemukakan dalam Fremont dan James (1995:251) bahwa organisasi mempunyai sasaran yang beragam dan sering kali berlawanan antara satu dengan yang lainnya. Sasaran organisasi yang sesungguhnya terbentuk dari proses tawar menawar yang terus menerus. Beberapa sasaran yang ada pada organisasi 1) Sasaran menurut waktunya; pendek, menengan dan panjang (Muhyadi, 2012:67). 2) Berdasarkan perspektif primer; lingkungan, sistem (organisasi), dan individu (Kast & Rozenweig, 1995:251). 3) Berdasarkan tingkatannya; umum ke khusus atau sebaliknya (Muhyadi, 2012:67). Dan 4) Berdasarkan unit; produksi dan penjualan (Muhyadi, 2012:68).

Menurut Edgar H. Schein dalam Winardi (2017:27) menyatakan bahwa pembagian kerja yaitu membagi-bagi tugas komplek menjadi bermacam-macam pekerjaan yang terspesialisasi, dengan demikian maka organisasi dapat memanfaatkan semua sumber daya manusia yang ada dalam organisasi secara efisien. Ada beberapa mekanisme pembagian kerja yang harus diperhatikan, yang pertama Arah pembagian tugas; horizontal (operating system), vertikal (managing system). Dan kedua yaitu dasar-dasar pembagian kerja; angka sederhana, fungsi, produk, lokasi, pelanggan, peralatan kerja, waktu kerja, serta proses kerja

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 127

(Muhyadi, 2012:74-75). Wewenang merupakan hubungan antara berbagai posisi dalam sebuah

organisasi dan bukan atribut seseorang dalam organisasi. Wewenang ialah alat yang digunakan untuk memadukan aktivitas para anggota ke arah tujuan dan memberikan dasar dalam sentralisasi arah dan kontrol. Sedangkan tanggungjawab adalah kewajiban yang seimbang yang harus dipenuhi dari sebuah wewenang (Kast & Rosenzweig, 1995:333). Hal yang harus diperhatikan dalam pelimpahan wewenang antara lain; 1) Pendelegasian wewenang, 2) Efektivitas delegasi wewenang, 3) Persiapan delegasi wewenang, dan 4) Bentuk wewenang (sentralisasi atau desentraslisasi wewenang).

Asal kata masjid diambil dari bahasa Arab, yakni sajada, yasjudu, sujudan. Makna dari kata sajada adalah bersujud, taat, patuh, ta’dzim serta tunduk dengan penuh hormat. Ditunjukan untuk mengartikan suatu tempat, maka kata sajada diubah menjadi “masjidun” (isim makan) yang memiliki arti tempat untuk bersujud menyembah kepada Allah Jalla jalaluh. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa; secara terminologis masjid mempunyai makna sebagai inti atau pusat dari segala kebajikan kepada Allah Jalla jalaluh (Suherman, 2012:60-61).

Organisasi masjid dibuat dengan tujuan untuk menjawab berbagai krisis yang dihadapi bersamaan dalam tiap kesatuan sosial muslim. Yang berbeda dari organisasi masjid satu dengan yang lainnya hanyalah mekanisme atau cara dalam pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan yang ada pada lingkungan masjid masing-masing (Gazalba, 1994:363).

Berkaitan dengan fungsi masjid, Bachrun Rifa’i dengan Moch. Fakhruroji mengemukakan (2005:45) bahwa dalam pandangan umum, masjid memiliki fungsi; tempat untuk melakukan sholat (ibadah), memiliki fungsi kemasyarakatan (sosial), memiliki fungsi politik, pendidikan, ekonomi dan fungsi untuk mengembangkan seni-budaya. Semua fungsi diatas adalah fakta bahwa masjid merupakan pusat peradaban dalam masyarakat serta menjadi tempat pranata sosial yang mempunyai peran sebagai kanvas untuk berekspresi dan dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Tipologi masjid atau jenis-jenis masjid berdasarkan ukuran, yakni; 1) Masjid merupakan tempat ibadah yang berkapasitas lebih dari 500 orang serta digunakan sebagai tempat ibadah shalat Jum’at, 2) Langgar ialah tempat ibadah umat muslim dengan kapasitas minimal 100 orang tetapi tidak digunakan sebagai tempat shalat Jum’at, dan 3) Mushola yaitu tempat ibadah umat muslim yang berkapasitas lebih sedikit dari langgar dan tentu tidak digunakan sebagai tempat shalat Jum’at. Masjid berdasarkan lokasi; 1) Masjid negara, yakni masjid yang terletak di pusat pemerintahan, 2) Masjid nasional, yaitu masjid yang terletak pada provinsi dan diajukan menjadi masjid nasional, 3) Masjid raya, adalah masjid yang terletak di provinsi, 4) Masjid agung, merupakan masjid yang terletak di kota atau kabupaten,

A, I, Herman.

128 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

5) Masjid besar, ialah masjid yang terletak pada tingkat kecamatan, 6) Masjid jami, yaitu masjid yang berada pada tingkat kelurahan atau desa, dan 7) Masjid umum (DIRJEN BMI, 2014 no 802).

Menurut Moh. E. Ayub (2005:72-73) berpendapat bahwa kemakmuran masjid dapat dilihat dari berhasil atau tidaknya sebuah masjid tumbuh menjadi sentral dinamika umat. Sehingga masjid benar-benar dapat berfungsi sebagaimana mestinya yakni sebagai tempat ibadah, sosial, politik, pendidikan, ekonomi serta budaya. Kemakmuran masjid juga dapat diartikan sebagai masjid dengan kondisi fisik maupun ruh di dalamnya yang memberikan rasa nyaman untuk beribadah dari segi aspek idarah, imarah dan ri’ayahnya.

Adapun klasifikasi dari kemakmuran masjid menurut sumber yang penulis ambil dari https://dokumen.tips/documents/manajemen-masjid-paripurna.html yakni; 1) masjid paripurna yang merupakan masjid dengan sarana prasana terlengkap sebagai masjid, salah contohnya yaitu mempunyai lembaga pendidikan minimal sampai jenjang S1, 2) masjid ideal ialah masjid yang sekurang-kurangnya dalam hal idarah memiliki lembaga pendidikan hingga tingkat MA/SMA, 3) masjid layak adalah masjid yang memiliki tingkatan idarah dibawah masjid ideal, yakni memiliki lembaga pendidikan hingga tingkat Mts, dan 4) masjid sederhana ialah masjid yang berada pada tingkat kemakmuran terendah yang hanya memiliki lembaga tinggat RA atau TPQ dalam bidang idarahnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi penelitian bertempat di Jl. H. Basuki Kampung Elo Rt 04/04, Desa Sukamanah, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi. Menurut masyarakat sekitar masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ini berdiri sejak 1930, namun tidak ada satu orangpun yang mengetahui siapa yang mendirikan pada awalnya dan rupa bangunannya juga seperti bangunan Belanda. kemudian masjid ini mengalami berbagai kerusakan seiring berjalannya waktu, terutama pada saat pertengahan kepemerintahan Presiden RI yang ke-2 dimana telah terjadi banjir bandang di Desa Sukamanah tersebut.

Hingga pada tahun 1974 baru dilakukan renovasi terhadap masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ini, dan setelah selesai dibangun maka masyarakat sepakat untuk membentuk organisasi atau pengurus masjid yang saat ini kita kenal dengan sebutan DKM (dewan kemakmuran masjid). Pengurus masjid yang pertama sejak dilakukannya renovasi terhadap Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ialah seorang tokoh masyarakat di daerah Desa Sukamanah tersebut, tepatnya di Kampung Elo yakni K. H. Dahlan Efendi yang dipilih menjadi Ketua DKM Masjid Seumur hidup, hingga beliau tutup usia pada tahun 1995. kemudian pada tahun 1995 baru

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 129

diadakan pemilihan pengurus masjid kembali, da Mantri Awang ialah orang yang terpilih sebagai pengurus baru hingga tahun 2000.

Setelah Mantri Awang tutup usia pada tahun 2000, maka masyarakat mengadakan pemilihan ulang pengurus masjid. Pada pemilihan kali ini kepengurusan masjid lebih terkonsep dengan memberikan batas maksimal selama lima tahun. Pada pemilihan tahun 2000 tersebut Ust. Abdullah Bustomi yang menjadi ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dan selalu terpilih kembali hingga saat ini, pada tahun 2011 kondisi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sangat tidak layak digunakan sebagai tempat ibadah, akhirnya dengan keputusan bersama dari hasil musyawarah dengan para tokoh yang ada, memutuskan untuk merobohkan masjid dan kemudian membangun ulang masjid tersebut . Dalam jangka waktu lima tahun setelah dilakukakannya pembangunan, masjid selesai pada tahun 2016, tidak cukup sampai disitu hingga saat ini Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad masih melakukan berbagai upgrading dalam pembangunan untuk melengkapi sarana dan prasarana masjid.

Perumusan Tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Dalam perumusuan tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sejak kepengurusan dibentuk mengadakan rapat setiap satu bulan sekali untuk merumuskan target atau sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu satu tahun, lima tahun, hingga 20 tahun kedepan bagi kemakmuran Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Hal ini tentu dapat saja berganti seiring berjalannya waktu dan juga apabila terjadi pergantian pengurus dikarenakan masa jabatannya telah habis ataupun pengurus yang ada meninggal dunia. Rapat perumusan tujuan yang diadakan satu bulan sekali juga bertujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan pencapaian target yang dilakukan pengurus yakni DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dalam kurun waktu satu bulan untuk mecapai target atau sasaran yang ditentukan satu tahun waktunya (tujuan jangka pendek) dan selain rapat satu bulan sekali dengan sesama pengurus, DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad juga mengadakan rapat tahunan yang diadakan setiap satu tahun sekali tepatnya satu minggu setelah hari raya idul fitri yang bertujuan meminta kritik dan saran serta dukungan kepada jama’ah untuk menjalankan segala program yang telah dibuat sedemikian rupa dalam rangka meningkatkan kemakmuran masjid.

Diantara program yang dijalankan oleh DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ialah; program kesektretariatan yang mencakup: Manajerial yakni 1) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), 2) Melakukan evaluating kinerja pengurus, 3) recruitment pengurus, 4) monitoring kegiatan ibadah serta prilaku pengurus. Kemudian dalam Administrasi Umum yaitu 1) pembuatan serta penerimaan surat menyurat, 2) membuat arsip data, 3) controling absensi kehadiran pengurus dalam setiap kegiatan atau rapat, 4) planning dan evaluating segala kegiatan

A, I, Herman.

130 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

yang berlangsung di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Selanjutnya program dalam administrasi keuangan diantaranya, 1) membuat rencana anggaran belanja (RAB) untuk setiap program yang akan dilaksanakan, 2) pembukuan keuangan, 3) pengendalian keluar masuknya keuangan, 4) penerimaan zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf, 5) Identifikasi sumber lain baik berupa uang ataupun barang, 6) kehumasan, 7) sosialisasi program masjid, 8) update informasi, dan 9) pelayanan jama’ah.

Dua program berikutnya yang ada di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni program pokok kemakmuran, Pertama dalam program ibadah 1) melaksanakan sholat lima waktu, ibadah jum’at, kuliah subuh serta taklim mingguan di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 2) pelaksanaan PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), 3) Event Ramadhan dengan membuka bazar buku, buka puasa bersama, shalat tarawih, tadarus, pawai obor menyambut bulan suci ramadlan, 4) i’tikaf di masjid. Kedua peogram dalam majelis taklim, 1) pengajian umum mingguan, 2) festival qosidah artinya mengadakan festival qosidah setiap satu tahun sekali, dan ikut event festival qosidah di berbagai tempat, 3) safari dakwah yakni berkunjung ke berbagai majelis untuk silaturrahim, ziarah, dan tafakur di alam terbuka.Ketiga program bersama mitra dakwah masjid, 1) pembinaan remaja dengan membentuk regenerasi, dengan diadakan pembinaan, baik secara mental maupun ilmu, 2) pembangunan bangunan TPQ Majid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 3) pemberian pinjaman usaha (bekerjasama dengan bank BJB Syariah). Memberikan pembinaan untuk membuka usaha serta pemberian pinjaman dana untuk usaha tersebut tanpa bunga kepada masyarakat.Dalam hal ini pengurus Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad berperan sebagai agen dari Bank BJB, karena program pemberian pinjaman tersebut asalnya memang program Bank BJB yang diberi nama BJB MESRA (masyarakat ekonomi sejahtera).BJB MESRA ini ialah kredit usaha kepada masyarakat Jawa Barat yang disalurkan melalui rekomendasi Rumah Ibadah setempat.

Tujuan yang telah ditetapkan oleh DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, diantaranya tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka panjang. 1) Tujuan jangka pendeknya ialah melancarkan pelaksanaan segala kegiatan ibadah di masjid dengan cara menetapkan segala kegiatan ibadah rutin harian, mingguan, bulanan hingga satu tahun. Misalnya menetapkan petugas Jum’at selama satu tahun, pengajar taklim, dan lain sebagainya. 2) Tujuan jangka menengah menopang keuangan masjid agar tetap stabil dengan cara memperluas jaringan kerjasama dengan berbagai instansi demi kebutuhan masjid, seperti yang dilakukan saat ini DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad membangun kerjasama

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 131

dengan bank BJB Syariah dalam rangka mewujudkan visi DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yaitu menjadi basis peningkatan ekonomi umat, kemudia kerjasama DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad juga dilakukan bersama team dari PT. Astra Honda Motor. Dan 3)Tujuan jangka panjang atau yang disebut visi ialah menjadikan Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sebagai basis untuk peningkatan keimanan, ketakwaan, serta menjadi tempat pemberdayaan ekonomi umat. Hal ini dapat tercapai dengan mensukseskan tujuan jangka pendek dan jangka menengahnya.(02 Februari 2019 : Hasil wawancara dengan Ust. Abdullah Bustomi selaku Ketua DKM & Ust. Abdul Aziz selaku Sekertaris DKM).

Lingkungan memiliki pengaruh terhadap tujuan yang akan ditetapkan oleh organisasi (Fremont dan James, 1995:251). Begitupun yang dirasakan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, dari empat interaksi lingkungan ada dua yang mempengaruhi perumusan tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni; (1) Co-optation artinya DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad menggunakan jasa atau bantuan tenaga dari luar organisasi (jama’ah, mitra kerjasama Bank BJB Syari’ah, team dari P.T. Astra Honda) untuk menjalankan program yang telah ditetapkan sebelumnya namun tujuan yang ditetapkan harus disesuaikan dengan tenaga dari luar organisasi, (2) Koalisi artinya DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad pun melakukan koalisi dengan berbagai instansi sebagaimana yang dijelaskan pada tujuan jangka menengah DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad (02 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Abdullah Bustomi).

Kombinasi hubungan pasti terjadi dalam sebuah organisasi, begitupun organisasi kemasjidan yang dalam hal ini DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Relevansi hubungan tujuan yang terjadi pada DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ialah Neutral (netral). Hal ini berarti relevansi hubungan tujuan antara organisasi dengan tujuan anggotanya tidaklah bersebrangan, namun hanya berbeda cara pandang dalam mewujudkannya saja. Karena itu Ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad senantiasa memberikan motivasi dan memberi arahan agar dapat membawa anggota organisasi supaya bisa menerima 100% visi dari DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad (12 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Hasanudin selaku penasehat dan Ust. Abdul Aziz selaku Sekertaris DKM).

Pokok utama tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ialah; 1) Untuk mensahkan segala kegiatan yang akan dilaksanakan dan sebagai penunjang peranan organisasi dalam masyarakat, 2) Sebagai motivasi bagi semua pengurus DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dalam menjalankan amanahnya, 3) Mengurangi ketidak pastian dalam penetapan keputusan ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 4) Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam memakmurkan masjid, dan 5) Sebagai acuan dalam melaksanakan segala program DKM Masjid Jami’

A, I, Herman.

132 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

Qurrotul ‘Ibaad (12 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Abdul Aziz selaku sekertaris dan Ust. Afif Fudholi Selaku Ketua Seksi Peribadatan).

Sebagaimana yang ada dalam teori mengatakan bahwa tujuan terbagi kepada tiga yakni tujuan jangka pendek (satu tahun), kemudian tujuan jangka menengah (5-10 tahun), dan tujuan jangka panjang (20 tahun atau lebih) (Muhyadi, 2012:67).

Dengan visi DKM Masjid Qurrotul ‘Ibaad yang ingin menjadi basis dari peningkatan keimanan, ketakwaan serta untuk basis pemberdayaan ekonomi umat, selaras dengan pendapat Iwan Setiawan (2012: 348) yang mengemukakan gerakkan dakwah dengan menggunakan model pemberdayaan ekonomi umat adalah salah satu cara agar umat tidak hanya “kenyang” oleh kajian-kajian rohani saja tapi juga secara jasmani.

Mekanisme Pembagian Tugas DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Pembagian tugas yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad menggunakan angka sederhana yang berarti membagi tugas berdasarkan jumlah pengurus yang berada di organisasi, selain berdasarkan angka sederhana DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad juga menggunakan pembagian kerja berdasarkan fungsi yang berarti memberikan setiap tugas kepada individu yang sanggup atau ahli dibidang tugas atau pekerjaan tersebut. Berikut pembagian tugas DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad; Pertama, penasehat yang memiliki tugas 1) memberikan arahan, masukan, dan bimbingan bagi jalannya roda kepengurusan dan pembangunan masjid, 2) jika diperlukan, sewaktu-waktu dapat melakukan rapat terbatas dengan pengurus masjid.

Kedua, tugas ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni, 1) Menetapkan agenda kegiatan selama satu tahun yang didapat dari hasil musyawarah bersama para pengurus dan jama’ah, 2) Menyusun RAB (rencana anggara belanja) untuk pelaksanaan program selama satu tahun, 3) Mengkoordinasikan tugas kepada para anggota pengurus, 4) Membuat rencana atau langkah objektif untuk kelancaran pelaksanaan program, 5) Memberikan pelayanan yang terbaik untuk jama’ah, 6) Menjaga nama baik pengurus / masjid, 7) Menyampaikan usulan-usulan kepada para pengurus serta jama’ah untuk perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana masjid kedepannya, 8) Mengevaluasi setiap program yang telah dilaksanakan serta mengadakan inovasi-inovasi baru terhadap setiap kegiatan untuk kedepannya.

Ketiga, wakil ketua yang memiliki tugas 1) Membantu merealisasikan tugas-tugas ketua, 2) Memotivasi, mengarahkan, serta mengawasi anggota pengurus secara teknis dalam melaksanakan tugasnya, dan 3) Bertanggung jawab kepada

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 133

ketua.

Keempat, sekretaris dengan tugas 1) Membuat program kerja beserta anggarannya bersama ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 2) Membuat laporan serta hasil evaluasi kerja pengurus, 3) Ikut melakukan kontrol terhadap program yang sedang dan akan dilaksanakan,4) Monitoring setiap kegiatan, 5) erkoordinasi dengan pihak terkait dengan program yang dilaksanakan, 6) Melakukan evaluating kinerja SDM (sumber daya manusia) DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 7) Membuat proposal kegiatan apabila dibutuhkan, dan 8) Mendokumentasikan berbagai dokumen penting masjid.

Kelima, bendahara yang mempunyai tugas, 1) Memikirkan dan mengusahakan tambahan dana yang halal bagi masjid, 2) Membuat pembukuan keuangan, 3) Membuat laporan keuangan, baik mingguan, bulanan, tahunan sampai masa jabatannya habis, dan 5) Membantu dalam pencairan anggaran untuk program kegiatan.

Keenam, seksi ibadah memiliki tugas, 1) Menyiapkan segala sarana dan prasarana untuk beribadah, 2) Bertanggungjawab terhadap kebersihan masjid sebelum digunakan untuk ibadah, 3) Bertanggungjawab sebagai ketua pelaksana dalam kegiatan taklim, 4) Bertanggungjawab terhadap berlangsungnya segala aktivitas peribadatan secara teknik, misalnya mengontrol pelaksanaan ibadah rutin, memastikan atau konfirmasi khotib Jum’at, pelaksanaan sholat tarawih dan sholat ied, dan 5) Bertanggungjawab kepada ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad.

Ketujuh, seksi kepemudaan yang memiliki tugas, 1) Bertanggungjawab terhadap pengembangan dan pembinaan pemuda atau remaja masjid baik perihal struktur, pengkaderan ataupun kegiatan kepemudaan, dan 2) Bertanggungjawab kepada ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad.

Kedelapan, seksi sarana dan prasarana memiliki tugas, 1) Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam setiap pelaksanaan program kegiatan masjid, 2) Merawat sarana dan prasarana masjid, dan 3) Bertanggungjawab kepada ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad.

Adapun tugas dalam kemakmuran masjid dalam bidang idaroh; Pertama menjalankan segala akivitas DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sesuai dengan fungsinya masing-masing, Kedua, melakukan rapat rutin minimal satu bulan sekali oleh sesama pengurus DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Ketiga melakukan rapat rutin bersama jama’ah minimal satu tahun sekali. Keempat melakukan upgrading terhadap SDM pengurus DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Kelima, melakukan pembinaan terhadap remaja masjid. Keenam, Evaluasi setiap program kegiatan yang telah dilaksanakan. Ketujuh Membuat laporan keuangan masjid.

A, I, Herman.

134 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

Dan kedelapan, membuat laporan pertanggung jawaban setiap akhir periodenya.

Tugas dalam bidang imarah yakni; Pertama menyelenggarakan peribadatan seperti sholat fardhu, sholat Jum’at, sholat tarawih, sholat ied, sholat sunnah yang insidental misalnya sholat sunnah gerhana. Kedua menyiapkan sarana dan prasarana untuk beribadah.ketiga mengatur jalannya rangkaian sholat Jum’at, mulai dari penetapan muadzin, khotib dan imam sholat.keempat memperingati hari besar Islam (seperti tahun Hijriyah, Maulid Nabi, Isra mi’raj, dll).Kelima mengadakan kegiatan sosial. Dan keenam melakukan pelayanan yang baik terhadap jama’ah.

Tugas dalam bidang ri’ayah; pertama merawat bangunan masjid, kedua merawat taman-taman masjid, ketiga merawat kolam wudlu masjid, keempat merawat bangunan majlis taklim masjid, kelima merawat setiap kantor atau ruangan yang berada dalam lingkup masjid, keenam merawat sarana serta prasarana masjid yang lainnya.

Arah pembagian kerja pada organisasi DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni menggunakan arah pembagian kerja vertikal (managing sysstem) hal ini bertujuan agar control terhadap anggota yang diberikan tugas lebih baik, dan arah pembagian kerja secara vertikal ini pun dipilih karena jumlah anggot yang terbilang sedikit (13 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Abdullah Bustomi dan pengurus DKM lainnya).

Menurut Umu Kulsum (2018: 85) mengemukakan bahwa penerapan manajemen dengan formulasi yang berisi rumusan-rumusan dari program yang sedang atau akan dilaksanakan harus disesuaikan dengan keadaan sumber daya yang ada, serta mempertimbangkan pengaruh lingkungan sekitar.

Menurut Adam Smith, dalam Sentanou K. (1985:70) berpendapat bahwa sifat baik dari suatu pembagian kerja ialah dalam pemecahan kerja secara keseluruhan menjadi bermacam-macam bagian kegiatan yang kecil, sederhana, juga terpisah sehingga dalam setiap bagian tersebut dapat melakukan spesialisasi, dan dapat meningkatkan produktivitas secara deret ukur.Arah pembagian kerja secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua; yakni 1) pembagian kerja mendatar atau menyamping atau horizontal (operating system), dan 2) arah pembagian kerja secara menegak atau vertical (managing system). Arah pembagian kerja secara horizontal (menyamping) yaitu pembagian kerja yang mendasarkan diri kepada berbagai tugas operasional (nonmanajerial) yang dikerjakan oleh para anggota, sedangkan arah pembagian kerja secara vertical (menegak) mengarahkan kepada pembagian kerja yang mendasarkan diri kepada integrase atau fungsi

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 135

control (fungsi manajerial) (Muhyadi, 2012:74).

Pembagian kerja menurut G.R.Terry (1993:93-95) adalah sebagai berikut; 1) Berdasarkan fungsi artinya kegiatan biasa atau sejenis yang ditempatkan dalam suatu unit/divisi organisasi yang biasa. Sistem pembagian tugas melalui fungsinya adalah sistem yang pada umumnya diterapkan dalam pembagian tugas; cara tersebut banyak digunakan karena lebih mudah dipahami dibandingkan dengan cara-cara yang lain, 2) Berbagai tugas operasi dan pelayanan. Berbagai tugas operasi tersebut akan dilaksanakan oleh divisi-divisi yang dimana pekerjaan langsung berhubungan dengan produk yang akan dihasilkan, 3) Wilayah/lokasi. Pembagian kerja yang didasarkan pada wilayah, merupakan cara yang cukup populer di dalam organisasi, khusunya penjualan. Sistem ini dimaksudkan agar para petugas penjualan mengurangi waktu serta biaya perjalanan juga lebih memungkinkan para petugas untuk dapat mengetahui segala kondisi setempat, 4) Langganan/pelanggan. Cara pembagian kerja ini dilakukan sesuai dengan jenis langganan yang akan dilakukan hal ini dimaksudkan agar memberikan pelayanan yang lebih baik, 5) Proses. Pembagian kerja yang didasarkan pada proses terutama ditentukan oleh bermacam fasilitas teknis juga bersifat logis; pembagian seperti ini biasanya diterapka pada tingkat operasional, 6) Team work. Suatu pekerjaan khusus yang diserahkan kepada kelompok kerja yang bekerja sebagai divisi atau unit yang dapat mengerjakan pekerjaan tersebut sacara mandiri karena memiliki keahlian dalam bidang pekerjaan yang diberikan kepada divisi tersebut, 7) Matrix. Inilah yang merupakan pembagian kerja terbilang baru yakni secara matriks dimana sistem ini menganut double pengasawan; contohnya atas dasar teknis (secara vertikal yang terdapat pada bagan organisasi).

Pelimpahan Wewenang dan Tanggungjawab DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Dalam pelimpahan wewenang dan tanggung jawab DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad melakukan pendelegasian yang memiliki indikator, 1) Menetapkan pekerjaan apa yang akan diberikan, 2) Mempertimbangkan siapa yang akan diberikan wewenang tersebut, 3) Kemudian barulah menetapkan atau memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada yang terpilih, 4) Tetap melakukan monitoring terhadap wewenang yang telah diberikan.

Tingkat efektivitas pendelegasian wewenang DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yakni; 1) Melihat pekerjaan apa yang telah didelegasikan wewenangnya, 2) Mengawasi pemegang wewenang dengan menetapkan feedback, dan 3) membantu pemegang wewenang dengan memberikan arahan atau gambaran umum tentang pekerjaan atau program yang diberikan.

A, I, Herman.

136 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

Dalam pelimpaham wewenang dan tanggung jawab pada DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, keputusan dari ketua DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sangat penting yang dimana sikap atau keputusan yang diambil yakni; 1) Menganggap pentingnya pendelegasian tugas tersebut, 2) Selalu terjun kelapangan untuk menganalisa situasi dan kondisi di lapangan, 3) Menetapkan dengan matang tentang wewenang apa yang akan didelegasikan kepada anggota-anggotanya, 4) Memilih dengan cermat kepada siapa wewenang tersebut akan didelegasikan, 5) senantiasa menjadi motivator terhadap anggota-angotanya yang telah menerima delegasi wewenang darinya.

Dalam bentuk pelimpahan wewenang dari dua bentuk yang ada yakni sentralisasi dan desentralisasi, DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad menggunakan bentuk sentralisasi artinya segala keputusan akhir semuanya berada pada keputusan ketua DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dan segala aktifitas pelaporan semuanya harus melaporkan ke ketua DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad secara langsung, yaitu ke ustadz Abdulloh Bustomi. Bentuk sentralisasi ini menjadi pilihan DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dikarenakan beberapa fakto, pertama melihat dari organisasi DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad itu sendiri yang tergolong kedalam organisasi kecil dan sederhana juga memiliki anggota atau individu yang sedikit, dan kedua karena dilihat dari cara kerja pelimpahan wewenang dalam bentuk sentralisasi ini terbilang sederhana dan mudah untuk diaplikasikan terutama untuk organisasi yang terbilang kecil dan sederhana.

Pelimpahan otoritas atau wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad adalah dengan membuat standar dalam menentukan wewenang dan tanggung jawab apa yang akan diberikan serta akan diberikan kepada siapa, selain memberikan wewenang dan tanggung jawab ketua DKM juga turut membantu dengan memotivasi serta memberikan arahan tanpa ikut membuat keputusan yang akan diambil oleh pengurus yang menerima wewenang dan tanggung jawab tersebut. Oleh karena itu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab disini sangat tepat karena telah terkonsep dengan baik, sehingga terciptanya lingkungan organisasi yang sehat serta kemakmuran masjid meningkat hal ini dapat dilihat dari terciptanya kenyaman dilingkungan masjid, program masjid yang berjalan continue, juga sarana dan prasarana yang memadai sebagai masjid jami (13 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Abdullah Bustomi dan pengurus DKM lainnya).

Pegawai yang diberikan tugas dengan wewenang atas tugas tersebut namun

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 137

wewenang itu jauh lebih kecil dari tugas yang harus dikerjakannya, maka pegawai tersebut tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Begitupun sebaliknya apabila wewenang yang diberikan melebihi tugas yang semestinya, cenderung dapat menimbulkan penyelewengan atas wewenang tersebut. Dari pemaparan sebelumnya maka sudah sepatutnya antara tugas, wewenang (hak), serta tanggung jawab haruslah diberikan dengan porsi yang proporsional (seimbang)(Muhyadi, 2012:81).

Setiap manajer harus mempunyai keseimbangan antara wewenang dan tanggungjawab; wewenang tanpa tanggung jawab tidak akan pernah layak dijadikan sebagai pegangan; begitu juga sebaliknya tanggungjawab tanpa wewenang merupakan omong kosong yang nyata. Pada sebuah organisasi resmi yang berjalan, wewenang haruslah didelegasikan oleh seorang pimpinan atau manajer atau kelompok kerja organisasi pada pihak lain untuk melaksanakan berbagai kewajiban khusus.

Pendelegasian wewenang merupakan salah saru faktor yang sangat vital di dalam manajemen, karena; 1) menetapkan hubungan organisatoris formal di antara individu yang merupakan anggota-anggota badan usaha, 2) memberikan atau menyerahkan kekuasaan pengaturan (manajerial), dalam hal ini dapat diartikan sebagai memberi “senjata” kepada para manajer agar mereka mampu mengambil tindakan ketika keadaannya sulit “memaksa”; dan3) mengembangkan atau meng-upgrade anggota dengan cara memberinya izin untuk mengambil keputusan serta menerapkan pengetahuan yang mereka dapatkan dari berbagai program latihan maupun hasil diskusi dalam pertemuan-pertemuan (G.R.Terry, 1993 : 101).

Efektivitas delegasi wewenang diantaranya; 1) memutuskan pekerjaan mana yang nantinya akan didelegasikan (tidak semua pekerjaan dapat didelegasikan), 2) menetapkan siapa yang akan menerima wewenang (tidak semua orang dapat menerima wewenang), 3) mendelegasikan tugas yang telah ditetapkan, dan 4) menetapkan feedback dengan tujuan monitoring (Hanafi, 1997:219).

Berikut hal-hal yang harus dilakukan pemimpin dalam pendelegasian; 1) mengakui bahwa pendelegasian itu perlu dilakukan, 2) membuat suatu cara untuk mengetahui segala hal yang terjadi di lapangan. Semua delegator (orang yang mendelegasikan) ingin setiap informasi yang ada tetap sampai kepadanya, hal ini dilakukan karena agar para delegator mengetahui semua hal yang sedang terjadi dan agar ia mampu untuk kemudian memberikan petunjuk yang bersifat korektif (jika diperlukan), 3) memilih jenis pengambilan keputusan yang paling tepat yang akan didelegasikan. Untuk merealisasikan hal ini sebelum melakukan pendelegasian maka haruslah membuat daftar sehingga dengan hal tersebut dapat

A, I, Herman.

138 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

mengidentifikasikan berbagai keputusan yang nantinya akan didelegasikan, 4) menentukan dengan seksama mereka yang nantinya akan mendapatkan atau menerima delegasi tersebut. Yang akan menerima pendelegasian atas wewenang diharuskan orang yang dipercaya keberhasilannya dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan 5) membantu orang yang telah didelegasikan wewenang. Mendampingi orang yang telah diberikan wewenang merupakan hal yang harus dilakukan seorang pemimpin, namun dalam mendampingi jangan sampai mengatur anggota yang telah didelegasikan tersebut dalam tindakannya mengambil keputusan atau mendikte hal-hal yang semestinya harus dilakukan (Terry, 1993:102).

Sentralisasi dan desentralisasi wewenang, kedua hal ini merupakan bagian penting dari suatu wewenang. Sentralisasi mempunyai arti sebagai suatu pemusatan wewenang; sedangkan desentrasliasi memiliki arti membagi wewenang. Kedua hal ini berhubungan dengan pendelegasian wewenang, karena persoalan dalam pendelegasian wewenang salah satunya ialah berapa banyak wewenang yang nantinya akan didelegasikan kepada anggota atau bawahan.

Sentralisasi wewenang mendapatkan dukungan yang luas dikarenakan; 1) menghindari berbagai fungsi yang bersifat ganda, 2) menyeragamkan atau menyamakan berbagai kebijaksanaan serta mendukung praktek kerja, 3) mendapatkan wibawa dari para manajer dan bisa mengembangkan tugas yang diberikan kepada mereka secara penuh, dan 4) pembagian kerja didasarkan pada keahlian masing-masing dan bisa dimaksimalkan, hal ini dikarenakan ruang lingkup serta volume pekerjaan yang diproses (Teryy, 1993:106).

Sedangkan desentralisasi wewenang lebih berhubungan dengan hal-hal berikut ini; 1) mengedepankan efektivitas hubungan antar individu, 2) kesempatan untuk mengelola dan mengembangkan tugas lebih besar, 3) meningkatkan bagian-bagian dari organisasi begitupun kerjasamanya, dan 4) menyebarkan berbagai resiko kerugian secara personal juga kerugian berbagai fasilitas (Terry, 1993:106).

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad mengenai penerapan fungsi pengorganisasian dalam meningkatkan kemakmuran masjid maka dapat disimpulkan bahwa; 1) perumusan tujuan yang dilakukan oleh DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni dengan mengklasifikasikan berbagai tujuan mulai dari jangka pendek, menengah dan juga jangka panjang. Selain hal tersebut pengurus (DKM) juga melibatkan setidaknya satu anggota dari masing-masing lembaga yang bekerjasama dengan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘ibaad

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 139

dalam merumuskan tujuan sehingga hasilnya penilaian dari mayoritas jama’ah mengatakan perumusan tujuan atau sasaran yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dapat dirasakan dampak positifnya terhadap peningkatan ibadah mayoritas jama’ah, 2) mekanisme pembagian kerja yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dengan menggunakan pembagian kerja berdasarkan angka sederhana juga dengan menempatkan orang yang diberi tugas sesuai dengan kemampuannya (pembagian kerja berdasarkan fungsi) karenanya pembagian tugas disini cukup baik. Baik dari segi idarah, imaroh, dan ri’ayahnya dengan indikator adanya koordinasi tugas yang baik serta relationship yang baik antar pengurus, dan 3) pelimpahan otoritas atau wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad adalah dengan membuat standar dalam menentukan wewenang dan tanggung jawab apa yang akan diberikan serta akan diberikan kepada siapa, selain memberikan wewenang dan tanggung jawab ketua DKM juga turut membantu dengan memotivasi serta memberikan arahan tanpa ikut membuat keputusan yang akan diambil oleh pengurus yang menerima wewenang dan tanggung jawab tersebut. Oleh karena itu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab disini sangat tepat karena telah terkonsep dengan baik, sehingga terciptanya lingkungan organisasi yang sehat serta kemakmuran masjid meningkat hal ini dapat dilihat dari terciptanya kenyaman dilingkungan masjid, program masjid yang berjalan continue, juga sarana dan prasarana yang memadai sebagai masjid jami.

Dari kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti mengemukakan beberapa rekomendasi bagi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, yaitu; 1) dalam perumusan tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad setidaknya harus melibatkan beberapa jama’ah agar jama’ah pun mengetahui dan ikut berpartisipasi mengemukakan pendapatnya dalam merumuskan tujuan, hal ini karena jama’ah yang akan merasakan dampak baik itu positif atau negatifnya dari program yang dijalankan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad berdasarkan perumusan tujuan tersebut, 2) mekanisme pembagian kerja serta pelimpahan otoritas atau wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad hendaklah dibuat profesional untuk menghindari adanya kecemburuan sosial dari anggota, dengan begitu akan dapat meningkatkan kerjasama antar sesama pengurus DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, dan 3) menambahkan pada struktur organisasi divisi atau unit usaha agar organisasi DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad lebih profesional, terlebih dalam rangka mencapai visi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni menjadi basis dalam pemberdayaan ekonomi umat.

DAFTAR PUSTAKA

Ayub E, M. 2005. Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani.

A, I, Herman.

140 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

Dirjen BMI. 2014. Standar Pembinaan Manajemen Masjid, Jakarta: Dirjen Press. E. Kast, Rosenzweig J. 1995. Organisasi dan Manajemen Edisi Keempat, Jakarta:

Bumi Aksara. Gazalba, S. 1994. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-

Husna. Hanafi, M.M. 2003. Manajemen Edisi Revisi, Yogyakarta: Unit Penerbit dan

percetakan akademik Manajemen Perusahaan ykpn. Indonesia dokumen, 2015. Manajemen Masjid Paripurna, diakses 26 Februari

2019, dari https://dokumen.tips/documents/manajemen-masjid paripurna.html

Iwan S, A. 2012. “Dakwah Berbasis Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Mad’u” dalam Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homeilectic Studies,Vol. 6 No. 2 Desember 2012, 348

Kulsum, U. 2018. “Manajemen Strategik dalam Pengelolaan Pesantren” dalam Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah, Vol. 3 No. 1 Maret 2018, 85.

Muhyadi. 2012. Dinamika Organisasi, Yogyakarta: Penerbit OMBAK. R. Terry, G. 1993. Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara. Rakhmat, J. 1999. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Karya. Rifa’i, F. 2005. Manajemen Masjid Mengoptimalkan Fungsi Sosial Ekonomi

Masjid, Bandung: Benang Merah Press. Sadiah, D. 2015. Metode Penelitian Dakwah, Bandung: PT Rosdakarya. Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka

Cipta. Suherman, E. 2012. Manajemen Masjid, Bandung: Penerbit Alfabeta. Winardi, J. 2017. Teori Organisasi & Pengorganisasian, Jakarta: Rajawali Pers.