gambaran karakteristik dan fungsi kognitif

12
GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN FUNGSI KOGNITIF PASIEN PARKINSON DI UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DUSTIRA BERDASARKAN MMSE DAN CDT PERIODE 2015-2016 Nadira Sovia 1 , Yustiani Dikot 2 , Lucas Kabul 3 1 Fakultas Kedokteran UNJANI Cimahi, 2 Bagian Saraf Fakultas Kedokteran UNJANI Cimahi, 3 Bagian Ilmu Penyakit Jiwa Fakultas Kedokteran UNJANI Cimahi ABSTRACT Parkinson's disease is a movement disorder caused by chronic progressive neurodegenerative characterized by motor symptoms like resting tremor, rigidity, akinesia, postural instability and non-motor symptoms like impaired cognitive function. The aims of this study is to describe the characteristics and cognitive function on Parkinson disease in neurology outpatient department of Dustira hospital in 2015-2016 period. This study was held on September 2016 until January 2017. This study uses descriptive method with cross sectional design. Samples are taken by total sampling method. Samples which included into the inclusion criteria are 30 patients. The result showed the characteristics of Parkinson's mostly found in men (57%), aged 56-65 years (47%), and senior high school patients (47%). Impaired cognitive function was found in 16 patients (53%) based on the MMSE and 17 patients (57%) based on the CDT, age over 65 years (89%), elementary educational level based on the MMSE (67%) and based on the CDT (75%), irregular treatment (75%), duration of illness over 5 years (100%) and stage IV patients (100%). Impaired cognitive function involving the prefrontal cortex due to degeneration of the nigrostriatal dopaminergic pathway which increasingly heavier with age, duration of illness, severity clinical degrees, and irregular treatment. This study can be concluded that with increasing age, longer duration of illness, more severe clinical degrees, and irregular treatment, the worse incidence of cognitive impairment in Parkinson’s patient. Keywords: CDT, cognitive function, MMSE, Parkinson 1

Transcript of gambaran karakteristik dan fungsi kognitif

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN FUNGSI KOGNITIF

PASIEN PARKINSON DI UNIT RAWAT JALAN RUMAH

SAKIT DUSTIRA BERDASARKAN MMSE DAN CDT

PERIODE 2015-2016

Nadira Sovia1, Yustiani Dikot2, Lucas Kabul3

1

Fakultas Kedokteran UNJANI Cimahi, 2Bagian Saraf Fakultas Kedokteran

UNJANI Cimahi, 3Bagian Ilmu Penyakit Jiwa Fakultas Kedokteran UNJANI

Cimahi

ABSTRACT

Parkinson's disease is a movement disorder caused by chronic progressive

neurodegenerative characterized by motor symptoms like resting tremor, rigidity,

akinesia, postural instability and non-motor symptoms like impaired cognitive

function. The aims of this study is to describe the characteristics and cognitive

function on Parkinson disease in neurology outpatient department of Dustira

hospital in 2015-2016 period. This study was held on September 2016 until

January 2017. This study uses descriptive method with cross sectional design.

Samples are taken by total sampling method. Samples which included into the

inclusion criteria are 30 patients. The result showed the characteristics of

Parkinson's mostly found in men (57%), aged 56-65 years (47%), and senior high

school patients (47%). Impaired cognitive function was found in 16 patients

(53%) based on the MMSE and 17 patients (57%) based on the CDT, age over 65

years (89%), elementary educational level based on the MMSE (67%) and based

on the CDT (75%), irregular treatment (75%), duration of illness over 5 years

(100%) and stage IV patients (100%). Impaired cognitive function involving the

prefrontal cortex due to degeneration of the nigrostriatal dopaminergic pathway

which increasingly heavier with age, duration of illness, severity clinical degrees,

and irregular treatment. This study can be concluded that with increasing age,

longer duration of illness, more severe clinical degrees, and irregular treatment,

the worse incidence of cognitive impairment in Parkinson’s patient.

Keywords: CDT, cognitive function, MMSE, Parkinson

1

ABSTRAK

Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses

neurodegeneratif progresif kronis yang ditandai dengan gejala motorik yaitu

tremor pada saat istirahat, rigiditas, akinesia, instabilitas postural dan gejala non-

motorik seperti gangguan fungsi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui karakteristik dan gambaran fungsi kognitif pasien Parkinson di unit

rawat jalan RS Dustira periode 2015-2016 berdasarkan MMSE dan CDT.

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 hingga Januari 2017. Metode

yang digunakan yaitu deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel

diambil dengan metode total sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi

sebanyak 30 pasien. Hasil penelitian didapatkan karakteristik pasien Parkinson

paling banyak pada laki-laki (57%), usia 56-65 tahun (47%), dan tingkat

pendidikan SMA (47%). Gangguan fungsi kognitif ditemukan pada 16 pasien

(53%) berdasarkan MMSE dan 17 pasien (57%) berdasarkan CDT, terbanyak usia

>65 tahun (89%), tingkat pendidikan SD berdasarkan MMSE (67%) dan

berdasarkan CDT (75%), yang tidak teratur berobat (75%), durasi sakit >5 tahun

(100%), dan pasien stadium IV (100%). Gangguan fungsi kognitif melibatkan

korteks prefrontal akibat degenerasi jalur dopaminergik nigrostriatal yang

semakin memberat dengan meningkatnya usia, lamanya sakit, beratnya derajat

klinis, dan pengobatan yang tidak teratur sehingga dapat disimpulkan bahwa

semakin lanjut usia, semakin lama durasi sakit, stadium yang semakin berat, dan

tidak teratur mengkonsumsi obat, semakin besar kejadian gangguan kognitif pada

pasien Parkinson.

Kata Kunci : CDT, fungsi kognitif, MMSE, Parkinson PENDAHULUAN

Angka harapan hidup setiap tahunnya meningkat. Berdasarkan data World

Health Statistics tahun 2016, angka harapan hidup pada tahun 2015 mencapai

71,3 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan angka harapan hidup tahun 2014

yaitu sebesar 70,5 tahun. Rata-rata angka harapan hidup di kawasan Asia

Tenggara pada tahun 2015 yaitu 69 tahun, sedangkan pada tahun 2014 sebesar

68,7 tahun. Angka harapan hidup di Indonesia mencapai 69,1 tahun, dimana

angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu sebesar 68,9

tahun, hal ini merupakan suatu tanda keberhasilan program pemerintah dalam

pembangunan khususnya di bidang kesehatan sehingga menyebabkan peningkatan

jumlah lansia setiap tahunnya. Peningkatan jumlah lansia akan menyebabkan

meningkatnya jumlah angka kesakitan yang diakibatkan oleh penyakit

degeneratif, salah satunya adalah penyakit Parkinson yang menduduki peringkat

2

kedua penyakit neurodegeneratif terbanyak setelah alzheimer dan angka

kejadiannya diperkirakan terus meningkat hingga dua kali lipat di masa depan.1

Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh

proses degeneratif progresif sehubungan dengan proses menua dan faktor genetik

di sel-sel substansia nigra pars compacta (SNc) dengan gejala klinis yang ditandai

oleh tremor waktu istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan gerak

dan bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi tegak (postural instability).

Penyakit ini muncul pada usia 20-80 tahun, rata-rata di atas usia 55 tahun dan

lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.

Hal ini diakibatkan karena risiko pada laki-laki lebih besar terpapar dengan

toksin-toksin dari lingkungan, kurangnya mengkonsumsi antioksidan dan pola

hidup yang tidak sehat dengan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar,

kurangnya olahraga, serta faktor-faktor lain antara lain riwayat infeksi, atau

trauma kepala sebelumnya. Perbedaan jenis kelamin ini juga berhubungan dengan

hormonal, dikatakan bahwa estrogen bersifat protektif terhadap penyakit

degeneratif seperti penyakit Parkinson. 2,3

Angka prevalensi penyakit Parkinson diperkirakan sekitar 160 per 100.000

penduduk dengan insidensinya sekitar 20 per 100.000 penduduk pertahun. Pada

usia 70 tahun, prevalensinya meningkat sekitar 550 per 100.000 penduduk dan

insidensinya menjadi 120 per 100.000 penduduk per tahun. Berdasarkan laporan

Kelompok Studi (Pokdi) Movement Disorder Perhimpunan Dokter Saraf Seluruh

Indonesia (PERDOSSI) diperkirakan pertambahan jumlah pasiennya mencapai 10

orang per 100.000 penduduk per tahun, dan estimasi sementara terdapat 200.000-

400.000 pasien Parkinson di Indonesia. Fungsi kognitif dan emosi sering

terganggu pada pasien Parkinson. Faktor yang dapat mempengaruhi fungsi

kognitif tersebut bervariasi diantaranya yaitu usia, stadium penyakit, tingkat

pendidikan, onset penyakit, durasi sakit, dan keteraturan berobat. Penurunan

fungsi kognitif ini terdiri dari normal, mild cognitive impairment (MCI) dan

demensia. Diperkirakan bahwa sedikitnya terdapat 50% orang yang terkena

penyakit Parkinson mengalami MCI. Gangguan kognitif yang memenuhi kriteria

demensia telah dilaporkan terjadi pada 20-30% pasien penyakit Parkinson, bahkan

3

pada pasien yang baru di diagnosis. Gangguan kognitif pasien penyakit Parkinson

dapat ditemukan mulai pada usia 60-69 tahun berdasarkan MMSE, sedangkan

berdasarkan CDT mulai tampak pada usia 40-49 tahun. Perbedaan usia tersebut

diakibatkan karena pada pemeriksaan CDT lebih sensitif dalam mendeteksi

adanya gangguan kognitif, sehingga dapat ditemukan adanya gangguan kognitif di

usia yang lebih dini.3,4,5,6,7,8

Fungsi kognitif yang sering terganggu pada pasien Parkinson adalah fungsi

eksekutif, visuospasial, atensi, dan memori. Gangguan non-kognitif yang sering

muncul adalah depresi dan halusinasi. Identifikasi MCI pada penyakit Parkinson

sangat penting, karena memprediksi penurunan kognitif di masa depan yang dapat

berkembang menjadi demensia. Manifestasi gangguan kognitif pada pasien

penyakit Parkinson merupakan hal yang sangat mempengaruhi kualitas

hidupnya.9,7

Evaluasi status mental merupakan penilaian fungsi kognitif dan emosi yang

sistematis. Pemeriksaan status mental menilai beberapa komponen yaitu tingkat

kesadaran, atensi, orientasi, berbahasa, memori, pengetahuan umum, berhitung,

abstraksi, gnosia, praksia, dan respons emosional. Alat deteksi dini untuk menilai

fungsi kognitif yang paling sering digunakan adalah mini mental state

examination (MMSE), namun pemeriksaan ini kurang diskriminatif dalam

menangkap aspek-aspek tertentu dari gangguan kognitif pasien Parkinson. Oleh

karena itu, dilengkapi dengan pemeriksaan clock drawing test (CDT) untuk

menilai fungsi eksekutif dan visuospasial. Atas dasar tersebut, peneliti tertarik

untuk mengetahui fungsi kognitif pada pasien Parkinson yang dinilai berdasarkan

pemeriksaan MMSE dan CDT.5,10

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross

sectional. Pengumpulan data dengan melihat data rekam medik dan melakukan

pemeriksaan menggunakan MMSE dan CDT terhadap pasien penyakit Parkinson

yang berobat jalan di Rumah Sakit Dustira Cimahi.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data rekam medik tahun 2015-2016 didapatkan pasien Parkinson

sebanyak 33 orang, namun yang memenuhi kriteria inklusi hanya 30 orang.

Karakteristik Pasien

Tabel 1 memperlihatkan dari 30 orang yang didiagnosis Parkinson, didapatkan

pasien laki-laki lebih banyak dengan jumlah 17 orang (57%) dibandingkan

perempuan berjumlah 13 orang (43%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Okubadejo pada tahun 2010, bahwa rasio penyakit Parkinson lebih

banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti pekerjaan, lingkungan, dan gaya hidup. Laki-laki lebih

sering terpapar dengan toksin-toksin baik secara langsung maupun tidak langsung

akibat mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar, kurangnya

olahraga, kurang mengkonsumsi antioksidan, serta faktor lain seperti riwayat

infeksi, trauma kepala, dan perbedaan hormonal. Perempuan memiliki hormon

estrogen yang bersifat protektif terhadap penyakit degeneratif seperti penyakit

Parkinson.

Klasifikasi usia dibagi ke dalam tiga kelompok menurut kriteria Depkes RI

tahun 2009. Usia 56-65 tahun paling banyak menderita penyakit Parkinson yaitu

sebanyak 14 orang (47%), diikuti usia >65 tahun sebanyak 9 orang (30%), lalu

usia 46-55 sebanyak 7 orang (23%). Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian

Karin Windefeldt tahun 2011 yang menyatakan bahwa gejala penyakit Parkinson

mulai timbul diatas usia 55 tahun. Usia lanjut merupakan faktor risiko yang harus

diperhatikan sebagai penyebab timbulnya Parkinson. Bertambahnya usia

mengakibatkan paparan terhadap unsur-unsur seperti toksin, infeksi atau

gangguan sekunder lain lebih besar dengan durasi yang lebih panjang.

Karakteristik menurut tingkat pendidikannya, didapatkan pendidikan SMA paling

banyak yaitu berjumlah 14 orang (47%), diikuti lulusan SD berjumlah 12 orang

(40%), SMP dan sarjana memiliki jumlah yang sama yaitu berjumlah 2 orang

(7%).

5

Tabel 1 Karakteristik pasien

No Variabel Jumlah Persentase

1 Jenis Kelamin

Laki-Laki

Perempuan

17

13

57

43

2 Usia

46-55 tahun 7 23

56-65 tahun 14 47

>65 tahun 9 30

3 Tingkat Pendidikan

SD 12 40

SMP 2 7

SMA 14 47

SARJANA 2 7

Gambaran Fungsi Kognitif

Tabel 2 menunjukkan hasil pemeriksaan fungsi kognitif pasien Parkinson

berdasarkan MMSE menunjukkan bahwa 13 orang (43%) kemungkinan

mengalami gangguan kognitif, dan 3 orang (10%) diantaranya ada gangguan

kognitif, sedangkan 14 orang (47%) lainnya dinyatakan normal. Berdasarkan hasil

pemeriksaan CDT, didapatkan 17 orang (57%) mengalami gangguan kognitif dan

13 orang (43%) lainnya normal. Gangguan kognitif yang paling sering dilaporkan

adalah fungsi eksekutif. Gangguan kognitif ini mengindikasikan keterlibatan

lobus frontal khususnya korteks prefrontal dorsolateral akibat degenerasi jalur

dopaminergik nigrostriatal atau mesokortikal. Fungsi eksekutif secara spesifik

berkaitan dengan korteks prefrontal dan stuktur subkortikal yang berhubungan

dan membentuk sirkuit kontrol "striatal-kortikal-frontal". Sirkuit ini kemudian

membentuk jaras ke globus palidus dan talamus dan kembali lagi ke korteks

prefrontal. Kerusakan substansia grisea dan atau substansia alba pada sirkuit ini

berhubungan dengan defisit fungsi eksekutif.45,46

6

Tabel 2 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan MMSE dan CDT

No Pemeriksaan Skor Jumlah Persentase

1 MMSE skor 0-16 (definite gangguan 3 10 kognitif) skor 17-23 (probable gangguan 13 43 kognitif) skor 24-30 (normal) 14 47

2 CDT skor <4 (ada gangguan) 17 57

skor 4 (normal) 13 43

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan gangguan kognitif terbanyak pada usia >65

tahun dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yaitu sebanyak 1 orang dengan

skor 0-16 (11%), dan 7 orang dengan skor 17-23 (78%) berdasarkan MMSE,

sedangkan berdasarkan CDT dengan jumlah 8 orang (89%). Hal ini membuktikan

bahwa penurunan fungsi kognitif lebih banyak terjadi pada usia lanjut dan

kejadiannya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia karena pada

usia lanjut terjadi proses penuaan yaitu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan jaringan yang berfungsi untuk memperbaiki dan mempertahankan struktur

dan fungsi normalnya sehingga jaringan tersebut tidak dapat bertahan terhadap

jejas. Hal ini sesuai dengan etiologi penyakit Parkinson yaitu diduga adanya

proses penuaan. Berdasarkan penelitian, didapatkan adanya suatu reaksi

mikroglial pada neuron yang rusak, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses

penuaan merupakan faktor risiko yang mempermudah terjadinya proses

degenerasi di SNC.44

Tabel 3 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan usia

No Pemeriksaan Skor Usia

46-55 56-65 >65

n % n % n %

1 MMSE 0-16 0 0 2 14 1 11

17-23 2 29 4 29 7 78

24-30 5 71 8 57 1 11

Total 7 100 14 100 9 100

7

Tabel 3 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan usia

2 CDT <4 2 29 7 50 8 89

4 5 71 7 50 1 11

Total 7 100 14 100 9 100

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi

kognitif setiap individu. Tabel 4 menunjukkan fungsi kognitif berdasarkan tingkat

pendidikannya yang dikelompokkan menjadi tingkat SD, SMP, SMA, dan

Sarjana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan pasien dengan lulusan

SD lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan

pasien yang berpendidikan lebih tinggi yaitu sebanyak 8 orang (67%) berdasarkan

penilaian MMSE, dan 9 orang (75%) berdasarkan penilaian CDT. Hal ini sesuai

dengan penelitian Graves et al yang mendapatkan orang yang berpendidikan

tinggi memiliki kapasitas otak yang jauh lebih besar dan jumlah sinaps yang lebih

banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah sehingga semakin lama

pendidikan seseorang maka fungsi kognitifnya akan semakin baik.36

Tabel 4 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan tingkat pendidikan

No Pemeriksaan Skor Pendidikan

SD SMP SMA Sarjana

n % n % n % n %

1 MMSE 0-16 2 17 0 0 1 7 0 0

17-23 6 50 1 50 6 43 0 0

24-30 4 33 1 50 7 50 2 100

Total 12 100 2 100 14 100 2 100

2 CDT <4 9 75 1 50 8 57 0 0

4 3 25 1 50 6 43 2 100

Total 12 100 2 100 14 100 2 100

8

Tabel 5 dibawah menunjukkan fungsi kognitif berdasarkan durasi sakitnya

yang terbagi atas durasi sakit ≤5tahun dan >5tahun. Berdasarkan hasil penelitian

didapatkan bahwa pasien Parkinson dengan durasi sakit >5 tahun lebih banyak

mengalami kemungkinan gangguan fungsi kognitif sebanyak 83% dan 17% ada

gangguan kognitif berdasarkan MMSE dan seluruh pasien mengalami penurunan

fungsi kognitif berdasarkan CDT, sedangkan dengan durasi sakit ≤5 tahun

sebanyak 38% kemungkinan mengalami penurunan fungsi kognitif dan 8% ada

gangguan kognitif, sedangkan berdasarkan CDT didapatkan 50% mengalami

penurunan fungsi kognitif. Hal ini sesuai dengan data PERDOSSI tahun 2013

yang menyebutkan 25-30% pasien yang mengkonsumsi Levodopa akan

memberikan komplikasi motorik ataupun non motorik seperti gangguan kognitif,

50% akan timbul setelah durasi >5 tahun dan 80% akan timbul setelah 10 tahun.

Tabel 5 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan Durasi Sakit

No Pemeriksaan Skor Durasi Sakit

≤5 tahun >5 tahun

n % n %

1 MMSE 0-16 2 8 1 17

17-23 9 38 5 83

24-30 13 54 0 0

Total 24 100 6 100

2 CDT <4 12 50 6 100

4 12 50 0 0

Total 24 100 6 100

Stadium penyakit Parkinson pada penelitian ini dibagi menjadi lima sesuai

dengan klasifikasi Hoehn and Yahr. Berdasarkan tabel 6, didapatkan pemeriksaan

MMSE dengan skor 24-30 (normal) paling banyak pada stadium I dan II yaitu

sebesar 67%, skor 17-23 (kemungkinan gangguan kognitif) sebesar 33%, dan

tidak didapatkan skor 0-16 (pasti gangguan kognitif). Pada stadium III didapatkan

seluruh pasien kemungkinan mengalami gangguan fungsi kognitif dengan skor

17-23. Pada stadium IV, didapatkan adanya gangguan kognitif paling banyak

9

dengan skor 0-16 yaitu sebesar 60%, dan skor 17-23 sebesar 40%. Pada penelitian

ini tidak didapatkan pasien Parkinson stadium V sehingga tidak dilakukan

pemeriksaan fungsi kognitif pada stadium ini. Pemeriksaan CDT pada masing-

masing stadium menunjukkan seluruh pasien stadium III dan IV mengalami

gangguan fungsi kognitif dengan skor <4.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa faktor stadium penyakit berkorelasi

dengan kejadian gangguan kognitif pada penyakit Parkinson. Pada penelitian yang

dilakukan Vingerhoets dan kawan-kawan pada tahun 2003 dengan sampel

sebanyak 100 orang menemukan hasil yang mendukung hal tersebut. Hasil yang

sama didapatkan pada penelitian Locascio dan kawan-kawan pada tahun 2003

dengan sampel sebanyak 104 orang. Pada penelitian Levy dan kawan-kawan pada

tahun 2002 ditemukan bahwa insidensi demensia berhubungan dengan beratnya

gejala ekstrapiramidal pada penyakit Parkinson. Alexander, DeLong dan Stick

menggambarkan lima sirkuit ganglia basal – thalamocortical yang bekerja paralel

dan mempengaruhi berkurangnya porsi lobus frontal. Salah satu sirkuit ini adalah

sirkuit prefrontal dorsolateral yang mendukung fungsi kognitif.35,45

Tabel 6 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan Stadium penyakit

No Pemeriksaan Skor Stadium

I II III IV V

N % n % n % n % n %

1 MMSE 0-16 0 0 0 0 0 0 3 60 0 0

17-23 4 33 3 33 4 100 2 40 0 0

24-30 8 67 6 67 0 0 0 0 0 0

Total 12 100 9 100 4 100 5 100 0 0

2 CDT <4 4 33 3 33 4 100 5 100 0 0

4 8 67 6 67 0 0 0 0 0 0

Total 12 100 9 100 4 100 5 100 0 0

10

Tabel 7 menunjukkan gambaran fungsi kognitif yang dikelompokkan

berdasarkan pasien yang berobat secara teratur dan tidak teratur. Pasien yang

berobat teratur cenderung memiliki fungsi kognitif normal dengan skor 24-30

yaitu sebanyak 46%, sedangkan skor 17-23 sebanyak 42%, dan skor 0-16

sebanyak 11%. Pasien yang tidak teratur berobat cenderung memiliki penurunan

fungsi kognitif yaitu sebanyak 75%, dibandingkan dengan yang normal dengan

persentase 25%. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien yang tidak berobat

teratur didapatkan adanya penurunan fungsi kognitif yang lebih parah

dibandingkan dengan pasien yang berobat teratur.

Tabel 7 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan keteraturan berobat

No Pemeriksaan Skor Keteraturan Berobat

Teratur Tidak teratur

n % n %

1 MMSE 0-16 3 12 0 0

17-23 11 42 3 75

24-30 12 46 1 25

Total 26 100 4 100

2 CDT <4 15 58 3 75

4 11 42 1 25

Total 26 100 4 100

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 orang pasien Parkinson, didapatkan

kesimpulan:

1. Karakteristik pasien Parkinson di Rumah Sakit Dustira periode 2015-2016

berdasarkan jenis kelamin paling banyak pada laki-laki (57%), berdasarkan

usia paling banyak 56-65 tahun (47%), dan berdasarkan tingkat

pendidikannya yaitu SMA (47%).

2. Gangguan fungsi kognitif paling banyak terjadi pada pasien usia >65 tahun

sebanyak 89% berdasarkan MMSE dan CDT.

11

3. Gangguan fungsi kognitif paling banyak terjadi pada pasien dengan tingkat

pendidikan SD sebanyak 67% berdasarkan MMSE dan 75% berdasarkan

CDT.

4. Gangguan fungsi kognitif berdasarkan durasi sakitnya paling banyak terjadi

pada durasi >5tahun sebanyak 100% berdasarkan MMSE dan CDT,

sedangkan berdasarkan stadiumnya paling banyak pada stadium IV sebanyak

100% berdasarkan MMSE dan CDT .

5. Gangguan fungsi kognitif berdasarkan keteraturan berobat paling banyak

terjadi pada pasien yang tidak teratur berobat sebanyak 75% berdasarkan

MMSE dan CDT .