BAB II TEORI DAN STUDI EMPIRIS TENTANG PENGUKURAN KINERJA BUMN SERTA IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE...

34
35 BAB II TEORI DAN STUDI EMPIRIS TENTANG PENGUKURAN KINERJA BUMN SERTA IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE II.1 EKONOMI SEKTOR PUBLIK DAN PERAN PEMERINTAH Peran pemerintah dalam perekonomian negara sering dinilai tidak proporsional. Pemikiran ini boleh jadi merupakan awal dari tumbuh dan berkembangnya konsep mekanisme pasar. Namun konsep ini akan keliru ketika diartikan bahwa pemerintah tidak berhak sama sekali campur tangan dalam perekonomian. Peran pemerintah tetap dibutuhkan walaupun hanya pada batas dan kadar tertentu saja. Adapun yang dimaksud dengan pemerintah adalah organisasi (dari atas ke bawah, susunan hierarki) yang bertujuan untuk mengejar tujuan bersama dan sah secara politik untuk menggunakan kekuasaan melalui peraturan tertentu (Wolfgang Kasper dan Manfred E. Streit). Pada dasarnya, pemerintah diharapkan untuk dapat menjalankan beberapa peran pokok. Adapun beberapa peran pokok tersebut adalah: Melindungi kebebasan/ kemerdekaan dari warganya Memproduksi barang publik (public goods) Meredistribusikan hak kepemilikan Berdasarkan uraian di atas, tampak ada dua peran yang sangat berkaitan dengan perekonomian yaitu peran pemerintah dalam memproduksi public goods dan meredistribusikan hak kepemilikan. Terminonologi public goods sendiri adalah mengacu pada seluruh barang atau jasa yang besifat non excludable dan non rival consumption (dapat diakses oleh setiap orang dengan bebas tanpa persaingan pada waktu yang Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

Transcript of BAB II TEORI DAN STUDI EMPIRIS TENTANG PENGUKURAN KINERJA BUMN SERTA IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE...

35

BAB II

TEORI DAN STUDI EMPIRIS TENTANG

PENGUKURAN KINERJA BUMN SERTA IMPLEMENTASI

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

II.1 EKONOMI SEKTOR PUBLIK DAN PERAN PEMERINTAH

Peran pemerintah dalam perekonomian negara sering dinilai tidak proporsional.

Pemikiran ini boleh jadi merupakan awal dari tumbuh dan berkembangnya konsep

mekanisme pasar. Namun konsep ini akan keliru ketika diartikan bahwa pemerintah tidak

berhak sama sekali campur tangan dalam perekonomian. Peran pemerintah tetap

dibutuhkan walaupun hanya pada batas dan kadar tertentu saja. Adapun yang dimaksud

dengan pemerintah adalah organisasi (dari atas ke bawah, susunan hierarki) yang bertujuan

untuk mengejar tujuan bersama dan sah secara politik untuk menggunakan kekuasaan

melalui peraturan tertentu (Wolfgang Kasper dan Manfred E. Streit).

Pada dasarnya, pemerintah diharapkan untuk dapat menjalankan beberapa peran

pokok. Adapun beberapa peran pokok tersebut adalah:

Melindungi kebebasan/ kemerdekaan dari warganya

Memproduksi barang publik (public goods)

Meredistribusikan hak kepemilikan

Berdasarkan uraian di atas, tampak ada dua peran yang sangat berkaitan dengan

perekonomian yaitu peran pemerintah dalam memproduksi public goods dan

meredistribusikan hak kepemilikan. Terminonologi public goods sendiri adalah mengacu

pada seluruh barang atau jasa yang besifat non excludable dan non rival consumption

(dapat diakses oleh setiap orang dengan bebas tanpa persaingan pada waktu yang

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

36

bersamaan) seperti contohnya : pertahanan negara. Sedangkan peran pemerintah dalam

meredistribusikan hak kepemilikan mengacu pada upaya pemerintah dalam menekan

eksternalitas (negatif) yang mungkin terjadi ketika suatu aktivitas perekonomian

berlangsung.

Namun di luar beberapa peran di atas, pemerintah juga dapat berperan dalam

mengatasi kegagalan pasar sebagai akibat ketidakmampuan mekanisme pasar yang tersedia

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat maupun karena alasan-alasan lainnya seperti

faktor institusi/ kelembagaan dan historis. Hal inilah yang berlangsung ketika pemerintah

terjun langsung dalam menyediakan barang dan jasa yang dinilai esensial bagi kepentingan

masyarakat banyak.5 Secara umum, barang dan jasa yang dikategorikan esensial tersebut

mencakup :

1. Public Utilities yang meliputi energi, komunikasi, dan transportasi. Adapun

contoh konkret dari public utilities, antara lain : listrik, air, gas, radio, televisi,

telepon, jasa pos, jasa penerbangan, jalan raya, dan sebagainya.

2. Basic good industries, yaitu usaha produksi atas hasil-hasil pertambangan

seperti minyak, energi atom, besi, baja, dsb.

3. Finance atau jasa lembaga keuangan yang dikelola pemerintah.

4. Pertanian.

5. Pendidikan dan kesehatan.

Di Indonesia, peran pemerintah dalam sejumlah kegiatan penyediaan barang dan jasa

esensial tersebut cukup nyata melalui kehadiran Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berikut ini adalah contoh dari beberapa BUMN yang bergerak dalam beberapa bidang

yang telah disebutkan di atas :

5 Klasifikasi barang dan jasa yang dinilai esensial ini disampaikan oleh Dieter Bos dari University of Bonn, Bonn pada buku yang berjudul Handbook of Public Economics, vol 1, dengan editor pada buku tersebut A.J. Auerbach dan M. Feldstein.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

37

Bidang perbankan : PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia

Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dll.

Bidang telekomunikasi : Perum Produksi Film Negara (PFN), dan PT

Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Bidang energi : PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Perusahaan Listrik

Negara, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, dll.

Bidang pertanian : PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri (SHS)

Namun, ada satu lagi peran pemerintah yang cukup sentral dan bahkan tersirat secara

langsung dalam definisi pemerintah di atas. Peran tersebut sehubungan dengan

kapasitasnya dalam mengunakan kekuasaan terutama melalui peraturan dan kebijakan yang

diambilnya. Adapun peraturan dan kebijakan tersebut merupakan bagian dari apa yang

dinamakan faktor institusi/ kelembagaan. Perkembangan faktor institusi pun semakin nyata

tidak dapat dipisahkan dari peran pemerintah sebagai regulator, termasuk ketika institusi

yang diciptakan tersebut salah satunya berbicara mengenai isu dalam perekonomian.

II.2 EKONOMI KELEMBAGAAN ( INSTITUTIONAL ECONOMICS )

Salah satu faktor yang tidak terlepas dari setiap interaksi manusia termasuk dalam

aktivitas perekonomiannya adalah kehadiran institusi. Institusi sendiri merupakan batasan

yang menyusun interaksi antar manusia (Douglass North)6. Definisi lain dari institusi

adalah peraturan yang diterapkan dalam suatu masyarakat atau komunitas (Wolfgang

Kasper dan Manfred E. Streit)7. Kehadiran institusi telah mampu mendorong nasabah bank

untuk berani mendepositokan uangnya di bank yang mana nasabah tersebut tidak memiliki

informasi yang relatif sempurna tentang bank tersebut termasuk prilaku pegawainya.

Kondisi serupa juga terjadi ketika pasien mempercayakan dirinya untuk ditangani oleh

dokter yang sebelumnya bahkan tidak dikenal oleh pasien tersebut. Berdasarkan sekelumit

6 Douglass North, Economic Performance Throgh Time, Prize Lecture, hal. 1, diakses dari http:/www.nobleprize.org. 7 Wolfgang Kasper dan Manfred E. Streit, Institutional Economics: Social Order and Public Policy, hal 2-3.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

38

contoh di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa baik nasabah maupun pasien tersebut

merasa aman dalam melakukan aktivitas (transaksi) mereka karena adanya institusi yang

melindungi mereka. Institusi di sini berperan penting dalam membatasi perilaku oportunis

yang amat mungkin terjadi dalam hubungan antar manusia. Namun institusi saja ternyata

belum cukup untuk mencegah prilaku oportunis tersebut, sehingga pemberian sanksi yang

tegas bagi setiap pelanggaran yang terjadi dianggap perlu. Institusi semata tanpa penerapan

sanksi yang tegas, hanya menjadi suatu usaha yang tampak sia-sia.

Jika diteliti lebih jauh, pada awalnya hubungan penting antara biaya transaksi,

institusi dan teori neo-klasikal diperkenalkan oleh Ronald Coase dalam bukunya The

Nature of Firm. Ia juga mencoba menjelaskan hubungan antara kehadiran institusi dengan

tercapainya kesehjateraan suatu bangsa.

Gambar 2-1

Peran Institusi dalam Perekonomian Bangsa

Sumber: The New Institutional Economics, Ronald Coase

Menurutnya, institusi semakin penting ketika terjadi biaya transaksi. Lebih lanjut,

Douglass North, menyimpulkan bahwa jika institusi dianalogikan sebagai aturan

biaya transaksi turun

spesialisasi meningkat

Produktivitas ekonomi naik

kesehjateraan

Institusi - sistem hukum - sistem politik - sistem sosial - sist. pendidikan

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

39

permainan, maka organisasi termasuk pengusaha di dalamnya adalah pemain. Ia juga

mengklasifikasikan institusi ke dalam batasan formal dan informal.

Gambar 2-2 Jenis Institusi

Sumber: Economic Performance Through Time, Douglass North

Berdasarkan gambar di atas, tampak bahwa institusi tersebut dapat dibagi ke dalam

dua kelompok besar yaitu batasan yang bersifat formal dan informal. Aturan, konstitusi,

hukum, dan undang-undang di suatu negara adalah bentuk kelembagaan yang batasannya

bersifat formal. Kehadiran Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan

Presiden dan Keputusan Menteri yang sering ditemui di dalam birokrasi Indonesia juga

adalah bagian dari batasan formal tersebut. Di lain sisi, batasan informal mengacu kepada

hal–hal yang lebih bersifat tidak resmi (dalam hal ini sering tidak tertulis) namun tetap

diakui sebagai kesepakatan bersama yang harus ditaati/ dijunjung. Di Indonesia sendiri,

batasan informal ini antara lain norma kesopanan, kesusilaan, maupun etika.

Adapun yang dimaksud organisasi adalah sekelompok individu bersama yang dibatasi

oleh tujuan yang sama untuk mencapai tujuan tertentu (Douglass North). Organisasi

tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok sebagai berikut:

1. Ekonomi, misalnya koperasi dan perusahaan.

2. Pendidikan, misalnya sekolah dan universitas.

Institution

Formal Constraint - aturan - konstitusi - hukum

Informal Constraint - konvensi - norma

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

40

3. Sosial, misalnya gereja dan perkumpulan.

4. Politik, misalnya dewan, senat, dan badan pembuat undang-undang.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian kali ini ingin mengetahui peran institusi

(dalam hal ini kebijakan pengukuran tingkat kesehatan BUMN dan penerapan Good

Corporate Governance di tubuh PTPN). Dua paket kebijakan tersebut ingin dilihat

pengaruhnya terhadap kinerja PTPN khususnya pada aspek keuangannya.

II.3 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN GOOD GOVERNANCE

Istilah Good Corporate Governance (GCG) dan Good (Public) Governance (GPG),

pada intinya mengacu pada suatu terminologi yang sama yaitu sistem tata kelola

(Governance) yang baik. Perbedaan yang tampak hanyalah kenyataan bahwa GPG sering

dikaitkan dengan sistem pengelolaan sektor publik yang baik. Dan GCG dikaitkan dengan

pengelolaan perusahaan (privat) yang baik. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa

letak perbedaan antara GPG dan GCG adalah pada line of accountability. Oleh karena itu

boleh dikatakan prinsip-prinsip utama GPG dan GCG cenderung tidak jauh berbeda.

Adapun istilah Good Governance sendiri sebenarnya berangkat dari penerapan GCG di

sektor privat.

Jika dirunut ke masa lampau, isu Corporate Governance (Prinsip Tata Kelola) pada

dasarnya bermula dari Cadbury Committee yang memperkenalkan konsep ini melalui

laporannya (Cadbury Report) pada tahun 1992. Namun sebenarnya, konsep ini bukanlah

sesuatu yang baru di sejumlah negara terlebih Eropa dan Amerika. Salah satu tonggak yang

dapat dinilai sebagai pemicu dari berkembangnya konsep Corporate Governance ini

adalah timbulnya masalah-masalah seperti kegagalan bisnis, terbatasnya peran auditor,

creative accounting pada sejumlah perusahaan publik di Inggris pada akhir tahun 1980an.

Adapun definisi Corporate Governance sendiri cukup beragam, berikut ini adalah

beberapa diantaranya yang terdapat dalam buku berjudul Komitmen Menegakkan Good

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

41

Corporate Governance: Praktik Terbaik Penerapan Good Corporate Governance

Perusahaan Publik di Indonesia yang diterbitkan oleh The Indonesian Institute For

Corporate Governance :

1. Organization for Economic Cooperation and Development/ OECD menilai bahwa

Corporate Governance menitikberatkan pada pembagian kewenangan antara semua

pihak yang menentukkan arah dan performance suatu perusahaan. Adapun pihak-

pihak yang dimaksud di sini merujuk pada board of directors, manajemen dan

pemegang saham. 8

2. Monks dan Minow memandang Corporate Governance sebagai hubungan berbagai

partisipan dalam menentukan arah dan kinerja korporasi.

3. The Indonesian Institute For Corporate Governance berpendapat bahwa Corporate

Governance adalah proses dan sruktur yang diterapkan dalam menjalankan

perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam

jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain.

II.3.1 Good Corporate Governance dan Konsep Pengukuran Kinerja

Dalam perjalanan suatu entitas bisnis (private), diyakini ada dua kondisi utama yang

dapat memicu persoalan Corporate Governance.9 Adapun kedua kondisi yang dimaksud

tersebut adalah :

1. Agency problem terjadi dalam perusahaan suatu ketika ada konflik kepentingan

dalam tubuh organisasi perusahaan. Konflik kepentingan yang terjadi bisa saja

antara pemilik dan manajer, pemilik dengan pekerja, manajer dengan pekerja atau

pekerja dengan konsumen.

8 Herwidayatmo, Implementasi Good Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik Indonesia, Usahawan No. 10 Tahun XXIX Oktober 2000, hal 25. Beliau juga menambahkan bahwa ketiga pelaku utama dalam perusahaan di Indonesia yang menganut civil law adalah pemegang saham, direksi dan dewan komisaris. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam terminologi corporate governance, fungsi manajemen berada di tangan dewan direksi dan yang dipahami sebagai board of directors tidak lain adalah dewan komisaris. 9 Oliver Hart, Corporate governance: Some theory and Implications, The Economic Journal Vol. 105, No. 430, hal. 678.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

42

2. Kontrak atau perjanjian ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah transaction

cost yang merupakan bagian dari agency problem.

Standar dari teori neo-klasikal mengasumsikan situasi dimana sebuah perusahaan

memandang bahwa setiap individu dalam organisasi dapat diinstruksikan untuk

meminimalkan biaya dan memaksimalkan profit dalam kondisi dimana agency problem

tidak ada. Hal ini terjadi karena individu-individu dalam organisasi tersebut telah

dipersiapkan untuk menjalankan instruksi tanpa dibebani oleh target akan hasil aktivitas

organisasi yang harus dicapai. Selain itu berbagai jenis biaya dan usaha memperoleh

penggantian secara langsung sehingga individu dalam organisasi tidak perlu dimotivasi

lagi melalui pemberian insentif. Governance structure (kepemilikan aset) juga tidak

dibutuhkan dalam hal ini karena masalah ketidaksepakatan (disagreement) dalam

organisasi tidak ditemui. Oleh karena itu tidak berlebihan jika perusahaan sepertinya

diperlakukan sebagai black box dalam teori ini, yaitu dimana rencana produksi yang

bervariasi dengan harga input dan output yang dapat diperkirakan tetapi tetap tidak mampu

menjelaskan bagaimana terjadinya proses produksi tersebut. Di sisi lain ada asumsi bahwa

biaya dan usaha atau upaya (effort choices) adalah suatu yang tampak / nyata menurut

pandangan teori neo-klasikal.

Hal ini berbeda dari principal-agent theory yang mengandaikan bahwa beberapa

biaya adalah informasi pribadi. Kasus yang khas dalam menggambarkan masalah principal

agent antara lain, ketika seorang manajer dipekerjakan oleh pemilik perusahaan untuk

menjalankan usahanya. Dalam uraian matematis, dapat ditunjukkan hubungan antara

kinerja perusahaan yang dilambangkan dengan keuntungan kotor ( gross profit ), Π, yang

bergantung pada usaha manajer/ manager’s effort ( e ) dan juga variabel kesempatan/

chance variable ( Є ), ditentukan setelah e dipilih, sehingga :

Π = g ( e, Є )

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

43

Berdasarkan uraian tadi maka pada dasarnya manager’s effort choice hanya bisa

tampak atau diketahui oleh manajer itu sendiri. Dengan demikian kompensasi manajer

harus disesuaikan dengan keuntungan yang ingin dicapai Π : I = I ( Π ) 10 . Hal ini terjadi

karena perjanjian yang menyebabkan kompensasi manajer (Manager’s compesation), I,

fungsi langsung dari e tidak dapat dijalankan. Ilustrasi di atas menggambarkan adanya

trade-off klasik antara insentif dan risk-sharing (pembagian resiko). Ketika tujuan utama

perusahaan adalah untuk memotivasi manajer dalam bekerja keras, maka insentif yang

berupa pemberian kewenangan tinggi, untuk membuat I sangat sensitif terhadap Π

menjadi sangat penting. Di lain sisi pemberian insentif berupa kewenangan yang rendah

sebagai batasan untuk membuat I tidak sensitif terhadap Π ditujukan untuk melindungi

manajer dari resiko. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika sebagian besar literatur

yang menulis principal-agent theory menggangap keseimbangan yang optimal antara

masalah penanggungan resiko (risk-bearing) dan efisiensi adalah sesuatu yang sangat perlu

diperhatikan.

Jika contoh di atas adalah kasus yang menggambarkan principal agent berkaitan

dengan alasan mengapa manajer diberi kompensasi gaji / penghasilan yang sesuai dengan

kinerjanya (performance-related pay) maka kasus lain yang menggambarkan principal

agent problem juga tampak ketika manajer bersikap mempertahankan posisinya, walaupun

ia tidak memiliki kompetensi di bidangnya. Sikap manajer yang hanya memanfaatkan

posisi yang dimilikinya untuk dapat menikmati posisi prestisius, aneka fasilitas dan

pelayanan mewah juga dapat digolongkan sebagai masalah principal agent. Di lain sisi

perlu diwaspadai sikap managerial opportunism yang berupa kesalahan mereka dalam

mengalokasikan dana perusahaan atau bahkan pengambilan alih dari investor. Berdasarkan

seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa corporate governance penting sebab

10 Diasumsikan juga bahwa pemilik tidak dapat mengetahui Є

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

44

berhubungan dengan cara pemasok dana/keuangan/investor memastikan bahwa investasi

yang mereka lakukan dapat memberikan hasil (Andrei Shleifer dan Robert W. Vishny)

dengan demikian mekanisme Good Corporate Governance dibutuhkan untuk memberi

jaminan bahwa investor dapat memperoleh imbalan yang sesuai atas investasi yang mereka

tanamkan.11 Hal ini penting, sebab pada umumnya para investor tidak dapat menjalankan

suatu bisnis secara langsung melainkan mendelegasikan hal tersebut kepada pihak lain

(manajer perusahaan). Berikut ini adalah pendekatan dalam corporate governance yang

mempercayakan pada investor sedikit kekuasaan :

1. Memberi kepuasan pada investor melalui perlindungan hukum terhadap

pengambilan alih yang bisa saja dilakukan oleh manajer seperti memberi

perlindungan terhadap hak minoritas.

2. Kepemilikan oleh para investor besar (kepemilikan terkonsentrasi). Sebagai

informasi corporate governance lebih sering dijalankan oleh para investor besar.

Keberhasilan dalam mengelola perusahaan diyakini tercermin juga dari kinerja

perusahaan itu. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar jika salah satu cara untuk menilai

baik buruknya pengelolaan perusahaan adalah dengan menganalisis kinerja yang

dicapainya dalam kurun waktu tertentu. Adapun pengukuran kinerja suatu perusahaan

dapat diartikan sebagai suatu inti dari aktivitas pengawasan. Hal ini pun semakin penting

ketika konsep pengukuran kinerja dipakai sebagai suatu alat untuk mendeteksi kemampuan

perusahaan dalam mengelola usahanya selama ini sekaligus sebagai pertimbangan untuk

menetapkan target dan tujuan perusahaan ke depan.

11 Andrei Shleifer dan Robert W. Vishny, A Survey of Corporate Governance, The Journal of Finance, Vol. 52, No. 2 diakses dari (http://www.jstor.org).

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

45

Menurut Alastair Shaw dari The Foundation For Performance Measurement, ada 4

tujuan yang ingin dicapai dari suatu proses pengukuran kinerja.12 Keempat tujuan itu

adalah sebagai berikut ;

Mengetahui apa yang terjadi dengan perusahaan.

Mengetahui penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu pada perusahaan.

Mengetahui kemungkinan dari berlanjutnya suatu kondisi tertentu pada perusahaan.

Mengetahui kebijakan seperti apa yang tepat untuk dilakukan dalam menangani

suatu kondisi tertentu yang terjadi di perusahaan itu.

Secara spesifik, para pakar manjemen membagi pengukuran kinerja dalam beberapa

indikator/ dimensi yaitu:

1. keunggulan komparatif, yaitu bagaimana kemampuan perusahaan dalam

bersaing di pasar.

2. kinerja keuangan, yaitu kemampuan perusahaan dalam mengelola sisi

keuangannya.

3. kualitas pelayanan, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya

perusahaan dalam memelihara hubungan baik dengan konsumen maupun

pihak-pihak di sekelilingnya. Jika dihubungkan dengan salah satu fungsi

BUMN maka hal ini mencakup Public Service Obligation (PSO) atau

pelayanan yang lebih berorientasi pada fungsi sosial daripada sisi komersial.

4. fleksibilitas, yaitu kemudahan dan ketepatan waktu dalam melaksanakan

kegiatan operasional perusahaan.

5. alokasi sumber daya, berhubungan erat dengan kemampuan perusahaan

dalam mengelola sumber daya yang tersedia untuk mencapai target/tujuan

perusahaan.

12 Alastair Shaw, A Guide to Performance Measurement and Non Financial Performance, diakses dari (http://www.fpm.com), pada tanggal 5 Febuari 2007.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

46

6. inovasi, berkaitan erat dengan kemampuan perusahaan untuk selalu

memiliki ide baru/ terobosan yang dapat memberi peluang bagi kemajuan

perusahaan.

Tabel berikut adalah menjelaskan indikator dari kinerja dan bentuk pengukuran yang

sesuai untuk setiap indikator:

Tabel 2-1

Bentuk Pengukuran Terhadap Berbagai Indikator Kinerja

Indikator/ dimensi Kinerja Bentuk Pengukuran

Competitiveness Pangsa pasar relatif dan posisi

Kinerja Keuangan

Pertumbuhan penjualan, likuiditas, struktur modal dan rasio pasar.

Kualitas Pelayanan

Tk. kepercayaan, kebersihan, keamanan, kenyamanan, ketersediaan, kemudahan, dll.

Fleksibilitas

Fleksibilitas volume, kecepatan dan ketepatan waktu.

Penggunaan Sumber Daya

Produktivitas dan efisiensi

Inovasi Kinerja dari proses inovasi dan inovasi individu.

Sumber: A Guide to Performance Measurement and Non Financial Performance, Alastair Shaw.

II.3.2 GOOD GOVERNANCE

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, isu Good Governance berangkat dari konsep

Good Corporate Governance pada dunia swasta. Adapun yang dimaksud dengan Good

Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang

substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat

utama efisien dan relatif merata (Loina Lalolo Krina, Bappenas).13 Adapun lembaga-

lembaga menyatakan berbagai pendapat mereka tentang prinsip-prinsip tata pemerintahan 13 Penjelasan mengenai good governance serta beberapa prinsip-prinsipnya dari berbagai pandangan lembaga/ organisasi diperoleh dari tulisan Loina Lalolo Krina P, yang berjudul Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi, dan ditebitkan oleh Sekretariat Good Public Governance, Bappenas tahun 2003 dan diakses dari (http://www.goodgovernance>bappenas.go.id/frame_index_2.htm) pada tanggal 15 Maret 2007, hal 5-7.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

47

yang baik (Good Governance) sebagai contoh World Bank berpendapat bahwa

karakteristik Good Governance adalah terbuka, masyarakat sipil yang kuat dan

partisipatoris, birokrasi yang profesional dan aturan hukum, pembuatan kebijakan yang

dapat diprediksi. Sedangkan UNDP menyatakan bahwa karakteristik Good Governance

yaitu kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, kerja sama dengan institusi dan masyarakat

sipil, manajemen sektor publik yang efisien, akuntabilitas, birokratis dan keuangan, sistem

yudisial yang adil dan dapat dipercaya, serta legitimasi politik.

Adapun Indonesia mulai memperhatikan konsep Good Governance terutama ketika

krisis ekonomi mulai menggerogoti Indonesia pada tahun 1997. Tata kelola pemerintahan

yang buruk diyakini menjadi sumber dari kemerosotan bangsa ini khususnya di bidang

politik, sosial, ekonomi dan keamanan. Berdasarkan wacana yang digulirkan oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) maka ada 14 karakteristik konsep Good

Governance yang perlu diperjuangkan di Indonesia, yaitu :14

1. Wawasan ke depan ( Visionary);

2. Keterbukaan dan Transparansi (oppeness and transparency);

3. Partisipasi Masyarakat (participation);

4. Tanggung Gugat (accountability);

5. Supremasi hukum (rule of law);

6. demokrasi (democracy);

7. Profesionalisme dan Kompetensi (professionalism and competency);

8. Daya tanggap (responsiveness);

9. Keefisienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness);

10. Desentralisasi (decentralization);

14 Informasi ini diperoleh dari ( http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/prinsip-991.htm) dan diakses pada tanggal 14 Maret 2007.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

48

11. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil

society partnership);

12. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality);

13. Komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection);

14. Komitmen pasar yang fair (commitment to fair market)

Setelah mengetahui berbagai prinsip yang dinyatakan oleh berbagai lembaga

sehubungan dengan prinsip-prinsip good governance maka dapat diperhatikan bahwa salah

satu isu yang hingga saat ini begitu gencarnya diupayakan di Indonesia terlebih setelah era

Orde Baru tumbang karena berbagai kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) serta

pelanggaran HAM adalah masalah transparansi, demokrasi, dan akuntabilitas. Sejak krisis

ekonomi mencapai puncaknya pada tahun 1998 tersebut, pemerintah dan masyarakat luas

mulai menyadari bahwa ada hal yang harus segera dibenahi dalam sistem pengelolaan

negara ini.

Bertolak dari peristiwa tersebut, maka pada tahun 1999, pemerintah melalui

persetujuan DPR megeluarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 Tentang

Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Hal

ini juga mulai memicu diperkenalkannya sistem Good Corporate Governance pada

perusahaan–perusahaan milik negara (BUMN) sebagai upaya untuk mendorong kinerja

perusahaan yang sebagian besar modalnya disokong oleh pemerintah.

Fakta lain yang dapat dilihat sebagai upaya pemerintah dalam mengembangkan

prinsip transparansi, juga terlihat dari diterbitkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

Keuangan Negara yang mengacu pada Code of Good Practices on Fiscal Transparency

yang diperkenalkan International Monetary Fund (IMF). Menurut lembaga ini, salah satu

aspek penting dari good fiscal management adalah masalah fiscal transpareny. Tak hanya

itu, upaya membangun keuangan yang sehat dan meningkatkan efisiensi dari aktivitas

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

49

pemerintahan juga perlu ditanggapi dengan serius. Tercapainya good governance bahkan

sangat ditentukan oleh fiscal transpareny. IMF sendiri menjelaskan bahwa transparansi

fiskal ini bertujuan untuk:

1. meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam melaksanakan kebijakan

fiskal.

2. membangun pemahaman publik terhadap kebijakan ekonomi dan sekaligus

memperkuat kredibilitas pemerintah.

Adapun empat pilar utama yang dinilai penting oleh IMF dalam upaya mewujudkan

transparansi fiskal adalah :

1. Kejelasan peran dan tanggung jawab dalam pemerintahan.

2. Aktivitas dalam pemerintahan harus diinformasikan kepada publik.

3. Keterbukaan dalam perencanaan, penentuan, dan pelaporan anggaran.

4. Informasi fiskal harus mencapai standar yang berlaku secara umum dari

kualitas data adanya jaminan kebebasan dari integritas harus dijalankan.

Berdasarkan uraian di atas, maka tampak bahwa Good Governance atau yang juga

sering disebut dengan istilah lain sebagai Good Public Governance pada dasarnya

merupakan bentuk dari New Public Management yaitu terminologi yang pernah digunakan

di Inggris pada masa pemerintahan Margareth Thatcher ketika beliau ingin melakukan

reformasi terhadap birokrasi di negeri tersebut.

II.4 KEBIJAKAN PENTING DI LINGKUNGAN BUMN

Setelah pemerintahan orde baru berakhir sebagai imbas dari krisis multidimensi yang

menimpa Indonesia pada pertengahan tahun 1998, wacana tentang tata kelola (corporate

governance) yang baik dan benar pun mulai bergema dalam khasanah pemerintahan

maupun bisnis. Hal ini sejalan dengan pendapat yang berkembang saat itu bahwa

pemerintahan orde baru dan sistem yang berlangsung ketika itu sarat dengan korupsi,

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

50

kolusi, dan, nepotisme yang jelas-jelas menjerumuskan Indonesia ke dalam krisis yang

berkepanjangan. BUMN sebagai perusahaan negara juga tidak terlepas dari praktek tata

kelola yang tidak tepat pada era orde baru tersebut. Sebagai contoh, kasus penyediaan

pasokan listrik yang sering tidak direalisasikan dengan baik oleh PLN, walaupun anggaran

untuk hal itu telah digulirkan. Begitu juga upaya melakukan mark up harga oleh Pertamina

yang mengakibatkan biaya investasi Pertamina tinggi. Di lain sisi, penguasa pada saat itu

juga mengeluarkan Keppres yang mengharuskan BUMN untuk menyisihkan sebagian dari

keuntungannya untuk disetorkan kepada yayasan yang tidak lain dimiliki secara pribadi

oleh penguasa saat itu. Sebagian contoh kecil di atas dapat memberikan gambaran betapa

buruknya pengelolaan BUMN saat itu. Padahal , keberlangsungan BUMN selama itu tidak

lain disokong oleh sejumlah besar penyertaan modal pemerintah yang jelas-jelas

bersumber dari keuangan negara.

Kini, setelah reformasi bergaung di Indonesia, isu tata kelola yang baik dan benar pun

berkembang menjadi wacana krusial yang dituntut untuk diimplementasikan di semua lini

termasuk di lingkungan BUMN. Oleh karena itu tidak berlebihan jika pada tahun 2002

yang lalu pemerintah melalui Kementerian BUMN merumuskan paket kebijakan yang

dinilai penting untuk diterapkan di lingkungan BUMN.

Adapun paket kebijakan yang diterbitkan oleh Kementerian BUMN tersebut

merupakan bagian dari ekonomi kelembagaan (institutional economics) yang berupaya

untuk memacu daya saing dan kinerja BUMN disamping mencegah berbagai tindakan

oportunis terhadap operasionalisasi BUMN yang pada akhirnya dapat merugikan negara

sebagai salah satu stakeholder. Pembahasan akan hal ini akan dibagi ke dalam dua

kelompok besar kebijakan yang selanjutnya akan dijabarkan satu demi satu. Uraian berikut

ini adalah penjelasan atas dua kebijakan yang telah disosialisasikan di lingkungan BUMN

selama ini.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

51

II.4.1 Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN

Kehadiran Keputusan Menteri Negara BUMN No 100 Tahun 2002 (KEP-

100/MBU/2002) tentang penilaian tingkat kesehatan BUMN di Indonesia sebenarnya

sudah tidak asing lagi. Hanya saja penilaian tingkat kesehatan BUMN sebelum tahun 1998

dilakukan oleh Departemen Keuangan yaitu melalui Ditjen Pembinaan BUMN sedangkan

penilaian pada tahun-tahun selanjutnya langsung dilakukan oleh lembaga terkait yaitu

Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 15

Adapun penilaian tingkat kesehatan BUMN dalam UU terbaru tersebut membedakan

antara kelompok jasa keuangan dan non keuangan. Adapun kelompok non jasa keuangan

tersebut dibagi lagi menjadi kelompok BUMN Infrastruktur dan Non Infrastruktur. Oleh

karena pengelompokan inilah, maka penulis merasa bahwa penilaian kinerja terhadap

seluruh BUMN jelas sulit dilakukan karena tolok ukur penilaian berbeda. Dengan

demikian, penilaian dalam satu kelompok BUMN terlebih perusahaan-perusahaan pada

satu bidang yang sama (apakah itu perkebunan, pertambangan, dsb) jauh lebih tepat untuk

diperbandingkan.

Secara singkat, ada tiga aspek yang dinilai dalam menentukan tingkat kesehatan

BUMN yaitu aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi. Adapun aspek

yang dinilai cukup memiliki peran penting dalam menentukan tingkat kesehatan BUMN

adalah aspek keuangan. Hal ini terdiri dari pemberian bobot penilaian yang relatif lebih

besar dibandingkan aspek lainnya untuk kelompok non jasa keuangan.16

Sehubungan dengan topik bahasan penelitian ini yang menekankan pada kinerja

keuangan PTPN, maka penilaian yang dilakukan oleh Kementerian BUMN adalah

berdasarkan penilaian terhadap kelompok BUMN Non Infrastruktur, yaitu dengan

15 Sebagai contoh, pernah diterbitkan SK Menteri Keuangan No.826/KMK.013/1992 tentang penilaian kinerja untuk menentukan tingkat kesehatan BUMN. 16 Lampiran Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat kesehatan BUMN yang diakses dari (http://www.bumn.go.id).

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

52

menetapkan bobot penilaian sebesar 70% untuk aspek keuangan dan masing-masing 15%

untuk aspek operasional dan administasi.

Adapun indikator yang digunakan oleh Kementerian BUMN dalam menilai tingkat

kesehatan keuangan BUMN adalah:

1. Imbalan kepada pemegang saham (ROE)

2. Imbalan Investasi

3. Rasio Kas

4. Rasio Lancar

5. Collection Periods

6. Perputaran Persediaan

7. Perputaran Total Aset

8. Rasio Modal sendiri terhadap Total Aktiva

Untuk setiap indikator yang dinilai diberikan skor. Pada akhirnya skor dari kedelapan

indikator inilah yang dijumlahkan untuk mendapatkan total skor keuangan suatu BUMN.

II.4.2 Kebijakan Penerapan Good Corporate Governance Di Lingkungan BUMN

Setelah kementerian BUMN secara mandiri mengadakan penilaian terhadap BUMN

yang dibinanya, maka pada tahun yang sama, kementerian ini juga memperkenalkan

konsep Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan BUMN melalui Keputusan

Menteri Negara BUMN Nomor 117 Tahun 2002 (KEP-117/M-MBU/2002) Tentang

Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara

(BUMN).17 Adapun yang dimaksud dengan corporate governance dalam Keputusan

tersebut seperti yang tertuang pada pasal 1 butir a adalah suatu proses dan struktur yang

digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas

suatu perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan

17 Sebenarnya, isu Corporate Governance sendiri secara umum telah diperkenalkan pemerintah membentuk Komite Nasional Mengenai Kebijakan Corporate Governance pada tahun 1999 silam.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

53

tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan

perundangan dan nilai-nilai etika. Stakehoder yang dimaksud adalah pihak-pihak yang

memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu

pemegang saham/ pemilik modal, komisaris/ dewan pengawas, direksi dan karyawan serta

pemerintah, kreditur, dan pihak berkepentingan lainnya. (pasal 1 butir d). Seperti yang

dikemukakan sebelumnya, banyak lembaga memiliki berbagai pendapat tentang apa saja

yang seharusnya menjadi karakteristik good governance. Hal ini juga tampak dalam

penjabaran prinsip-prinsip GCG yang ditetapkan oleh kementerian BUMN (pasal 3).

Adapun prinsip-prinsip GCG tersebut adalah sebagai berikut:

a. transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan

keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

b. kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa

benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai

dengan perturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

c. akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ18

sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

d. pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

e. kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak

stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pada akhirnya, dengan penerapan good corporate governance ini diharapkan

tercapainya tujuan-tujuan sebagai berikut (pasal 4):

18 Organ adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris dan Direksi untuk Perusahaan Perseroan (PERSERO) dan Pemilik Modal, Dewan Pengawas dan Direksi untuk Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Jawatan (PERJAN).

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

54

a. memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,

akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki

daya saing yang kuat baik secara nasional maupun internasional.

b. mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien, serta

memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ.

c. mendorong agar Organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi

nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap

stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.

d. meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian Nasional

e. meningkatkan iklim investasi nasional.

f. mensukseskan program privatisasi.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, salah satu tujuan dari penerapan good

governance adalah untuk memaksimalkan nilai BUMN sebagai sebuah perusahaan (firm).

Nilai perusahaan itu sendiri akan meningkat jika perusahaan mampu mencapai

profitabilitas. Hubungan tersebut dapat dinyatakan melalui gambar berikut ini:

Gambar 2 – 3

Hubungan Antara Peningkatan Nilai Perusahaan dan Peningkatan Profitabiltas

Sumber : Buku Strategi Pembiayaan dan Regrouping BUMN, Moh. Arsyad Anwar,dkk.

Peningkatan Nilai Perusahaan

Profitabilitas

Standar Operasional

Kebijaksanaan Manajemen

1. Rasio Aktivitas 2. Rasio Struktur Biaya

3. Rasio Likuiditas 4. Rasio Solvabilitas

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

55

II.5 LATAR BELAKANG BERDIRINYA BUMN

Pendirian BUMN atau yang sering dikenal dengan istilah State Owned Enterprise

(SOE) di sejumlah negara, pada awalnya, tidak terlepas dari tinjauan pemerintah untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa esensial. Akan tetapi sejalan

dengan perkembangan waktu, keberadaan sektor swasta (private) ternyata juga mampu

berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa yang esensial bagi

masyarakat. Bahkan kenyataan di lapangan sering menunjukkan bahwa kinerja sektor

swasta (private) jauh lebih unggul dan efesien dibandingkan kinerja BUMN yang didirikan

negara tersebut. Sistem manajemen yang bersifat profesional dinilai memiliki andil yang

cukup besar dalam mendorong kinerja dunia swasta (private). Jika mengacu pada

pengolaan organisasi, maka sejak awal telah ditemukan perbedaan yang cukup mendasar

dari konsep serta tujuan BUMN dan swasta. BUMN sebagai salah satu institusi

perekonomian Nasional diarahkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Upaya BUMN

mencapai keuntungan (profit) maksimum bukanlah fokus utama institusi ini. Realita ini

amat berbeda dengan munculnya institusi swasta yang berupaya mengejar keuntungan

semaksimal mungkin (profit oriented).

Sejarah di masa lampau menggambarkan bahwa negara sangat mendominasi dalam

hal kepemilikan tanah dan produksi sumber daya yang penting, seperti hasil tambang dan

pabrik-pabrik industri khususnya pada saat perang dunia berakhir. 19 Dominasi pemerintah

tersebut terlihat dalam penyelenggaraan dan pengolaan sektor yang sebenarnya swastapun

dapat berperan (public private partnership), seperti misalnya : bidang kesehatan (rumah

sakit), pendidikan (sekolah), komunikasi, asuransi hingga perbankan. Hal inilah yang

mendorong lahirnya perusahaan-perusahaan milik negara. Pada kenyataannya tidak semua

19 Seperti diuraikan pada tulisan berjudul State Versus Private Ownership oleh Andrei Shleifer (The Journal of Economic Perspectives, Vol. 12, No.4 Autumn 1998), pp 133-150. Literatur ini diperoleh dari (http:/www.jstor.org/), diakses pada tanggal 8 Maret 2006.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

56

negara mengembangkan sepenuhnya BUMN atau (SOEs) yang dimilikinya. Beberapa

negara tertentu seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat telah membatasi peran

pemerintah sejak awal. Namun di beberapa negara seperti Perancis dan Austria, peran

pemerintah tetap dipertahankan meskipun hanya sekedar pada pengawasan bagian-bagian

yang signifikan dari sebuah proses produksi. Akan tetapi di sejumlah negara berkembang

pengelolaan sektor-sektor yang bersifat strategis justru diserahkan kepada BUMN (SOEs).

Bahkan bentuk implementasi yang paling ekstrim dari dominasi kepemilikan negara dapat

ditemui di negara-negara yang menganut sistem perekonomian sosialis dan komunis

dimana negara memiliki kewenangan untuk menguasai seluruh faktor produksi yang

tersedia. Hal ini terbukti dengan pertumbuhan BUMN (SOEs) yang sangat banyak di

sejumlah negara di kawasan Eropa Timur dan Rusia terlebih ketika privatisasi belum

disosialisasikan di negara-negara tersebut.20

II.6 PERKEMBANGAN UMUM BUMN DI DUNIA

Seperti telah diuraikan sebelumnya, negara sangat berperan dalam hal kepemilikan

faktor produksi terutama setelah berakhirnya perang dunia. Hal ini tak lain disebabkan oleh

tingginya rasa sentimen nasionalisme yang muncul di sejumlah negara. Pendirian BUMN

atau yang dikenal dengan istilah State-Owned Enterprises (SOEs) seolah-olah menjadi cara

pemerintah di sejumlah negara mengekspresikan kebanggaan dan nasionalisme dalam

sendi perekonomian negara mereka. Seperti diuraikan pada SME Technical Working Paper

Series tentang Reformasi SOEs, pendirian BUMN (SOEs) pada sejumlah negara ditujukan

untuk :21

- Memberikan konstribusi pada pemerintah

- Mendukung pembangunan perekonomian Nasional yang berdaulat

- Mencukupi atau melayani kebutuhan akan barang dan jasa esensial

20 Pandu Patriadi, Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara, Kajian Ekonomi Keuangan Vol.7 21 Hal ini seperti dipaparkan pada SME Technical Working Paper Series berjudul Reforming State Owned Enterprises yang diperoleh dari United Nations Industrial Development Organization, hal. 10.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

57

- Menghasilkan keuntungan untuk akumulasi modal

- Pembangunan infrastruktur

- Mengurangi angka kemiskinan

- Menciptakan lapangan pekerjaan

- Mencapai keuntungan finansial dan skala produksi yang efisien

Tak dapat dipungkiri bahwa BUMN (SOEs) selalu dihadapkan dengan masalah

efisiensi. Namun sebenarnya ketika konsep SOEs berkembang di negara maju pada tahun

1950an-1980an terlihat bahwa sejumlah SOEs memiliki prestasi yang baik. Hanya saja

perlu dipahami bahwa tidak semua negara sanggup mengembangkan SOEs yang

dimilikinya termasuk sejumlah negara berkembang yang mencoba konsep ini.

Berikut ini adalah gambaran umum kinerja SOE di sejumlah kawasan/negara :

Tabel 2-2

Kinerja BUMN (SOEs) secara Umum di Berbagai Negara dan Kawasan

Kawasan / Negara Hasil Penelitian 1. Afrika Utara dan Subsahara Berdasarkan survey di kawasan tersebut pada tahun 1934

terhadap 48 perusahaan negara memperlihatkan bahwa hanya 12 perusahaan saja yang memiliki net profit margin di atas 4%.

2. Afrika Barat Survei yang melibatkan 12 negara di Afrika Barat tersebut menunjukkan 62 % merugi dan 36 % mengalami ekuitas negatif.

3. Philipina Secara umum, tampak bahwa rata-rata ROE dan ROA dari sejumlah SOE sebesar 2,9 % dan 3,71 %. Angka persentase tersebut berada 10 % di bawah rata-rata ROE dari 1000 perusahaan teratas selama kurun waktu 1984-1987.

4. Ghana Sekitar 43 % dari jumlah SOE dalam perekonomian negara tersebut menderita kerugian tiap tahunnya selama kurun waktu 1979-1983.

5. Trinidad dan Tobago SOEs yang bergerak di luar bidang usaha pertambangan minyak, mengalami kerugian mencapai $ 700 juta selama tahun 1985.

6. Thailand Pada tahun 1989, sektor usaha yang dikelola swasta mencapai keuntungan sebelum pajak sebesar 45,9 juta bant($ 1,8 milyar). Hanya lima perusahaan negara mengalami kerugian.

7. Republik Korea Kinerja SOE. Di Korea terbilang lebih baik dari negara-negara lain. Namun demikian persentase kontribusinya masih kecil dibanding kontribusi keseluruhan dunia industri.

8. Indonesia Secara keseluruhan ROA dari sejumlah SOE berada di bawah 2,5 % selama kurun waktu 1983-1987 dan 3,5 % pada tahun 1989. Selain itu sekitar 70 % SOE tergolong tidak sehat secara finansial.

Sumber : SME Technical Working Paper Series, UNIDO

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

58

Berdasarkan hasil temuan di atas, terlihat bahwa BUMN (SOEs) cenderung

mengalami kesulitan dalam hal kinerja finansial. Namun, sebagian dari fakta di atas tidak

dapat dengan serta merta menunjukkan bahwa SOE tidak berpeluang untuk maju dan

berkembang. Salah satu hal yang mendukung pernyataan tersebut adalah keberhasilan

BUMN (SOEs) dalam persaingan global.

II.7 DIMENSI INTERNASIONAL DARI BUMN

BUMN (SOEs) yang dimiliki suatu negara tidaklah selamanya diasosiasikan sebagai

pemain lokal dalam perekonomian negara tersebut. Tak jarang sebuah BUMN (SOEs)

dapat berkembang menjadi entitas bisnis yang mendunia. Beberapa contoh BUMN (SOEs)

yang sukses menjadi perusahaan terkemuka dunia, misalnya saja :

- Canadian Wheat Board di Kanada yang sukses menjadi produsen gandum terbesar di

dunia.

- Japanese Food Agency di bidang pertanian

- Petronas (Malaysia) di bidang eksplorasi minyak

- Singapore Telecom (Singapura) di bidang komunikasi di Asia

- Aerospatiale (Perancis) di bidang teknologi canggih.

- SK Corp (Korea Selatan) di bidang bisnis, energi, petrokimia, dan telekomunikasi.

Sebuah konsep yang menarik dari BUMN (SOEs) adalah kenyataan bahwa eksistensi

BUMN (SOEs) selalu digambarkan dalam posisi yang aman selama suatu negara masih

berdiri. Adapun pendirian BUMN (SOEs) di sejumlah negara dapat ditelaah dari

dimensi/aspek internasional. 22 Berikut ini adalah beberapa motif pendirian SOE yang

berdimensi internasional :

a. BUMN (SOEs) dipandang sebagai fiscal agent

22 Raymond Vernon, The International Aspect of State Owned Enterprises, Journal of International Business Studies, Vol. 10, No.3 (Winter 1979), pp. 7-15. Literatur ini diperoleh dari (http:/www.jstor.org/), diakses pada tanggal 11 September 2006, hal 8-9.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

59

Hal ini menempatkan BUMN (SOEs) sebagai satu lembaga ekonomi yang dapat

digunakan sebagai alat untuk menarik pajak. Realita ini tampak dalam kegiatan monopoli

dan monopsoni yang dilakukan BUMN (SOEs), Kasus yang sangat khas untuk

mengilustrasikan motif ini adalah penjualan pada tingkat harga yang tinggi (monopoly

prices) pada kasus tembakau asal Perancis dan Italia. Begitu juga alkohol serta pembelian

pada harga terendah (monopsony prices) pada produk Coklat di Ghana.

Fungsi BUMN (SOEs) sebagai fiscal agent juga tampak ketika BUMN (SOEs) berada

dalam situasi untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi pada kasus produk pertanian

(yang cenderung memiliki harga yang tidak stabil). Pada kondisi tersebut, BUMN (SOEs)

menerapkan tingkat pajak yang tinggi di masa-masa yang menguntungkan dan membayar

subsidi tahun-tahun yang buruk. Hal lain yang perlu dipahami adalah seperti halnya

perusahaan-perusahaan swasta lainnya, BUMN (SOEs) juga berkewajiban menyusun

laporan keuangan. Adapun laporan keuangan BUMN (SOEs) perlu disimak lebih cermat

karena perolehan laba yang besar tidak selamanya menunjukkan kinerja yang baik. Fakta

bahwa BUMN (SOEs) meraih laba yang tinggi terkadang hanya menggambarkan

kemampuan pemerintah menarik pajak yang diwajibkan dari perolehan uang dalam

kegiatan monopoli BUMN (SOEs)

b. BUMN (SOEs) sebagai National Champion

Pemerintah ingin memastikan bahwa industri dalam negeri mereka tetap dikelola

secara mandiri tanpa dominasi investor asing. Selain itu pendirian BUMN (SOEs) juga

merupakan suatu langkah yang harus diambil pemerintah ketika pihak swasta tidak mampu

mendirikan industri tersebut.

c. BUMN (SOEs) sebagai penggerak monopoli Nasional dan pemegang wewenang

monopsoni.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

60

Seperti telah diuraikan sebelumnya, BUMN (SOEs) juga dikontrol dalam melakukan

aktivitasnya, terutama ketika BUMN (SOEs) terlibat dalam masalah perdagangan

internasional baik itu ekspor maupun impor. Hal inilah yang terjadi ketika The Export

Marketing Board pada beberapa negara seperti Ghana membatasi ekspor produk Coklat

dan Kolombia untuk produk kopi.

d. BUMN (SOEs) sebagai perwakilan (agen pemerintah) dalam perjanjian bilateral

Pada beberapa negara tertentu, perjanjian perdagangan bilateral yang dilakukan

BUMN (SOEs) dapat menolong suatu negara untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi

atau perjanjian yang disepakati bersama dengan negara lain dapat terlaksana dengan baik.

e. BUMN (SOEs) sebagai agen dari kebijakan industri (agen of industial policy)

BUMN (SOEs) yang dimiliki suatu negara dituntut untuk mampu memberikan solusi

termasuk dalam mengatasi masalah perubahan struktural maupun siklus perekonomian

khususnya dalam upaya untuk menahan diri dalam hal PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)

ketika terjadi penurunan permintaan oleh masyarakat, seperti yang pernah dialami negara

Mexico, Italia, dan Inggris.

II.8 PERKEMBANGAN BUMN DI BEBERAPA NEGARA

II.8.1 BUMN di Malaysia

Malaysia memiliki tiga bentuk dari apa yang dinamakan perusahaan negara23. Bentuk

yang pertama, adalah perusahaan yang berada di dalam kewenangan atau otoritas suatu

kementerian. Negara melakukan pengawasan penuh. Sebagai catatan, bentuk perusahaan

ini mendapatkan anggaran dari negara, bebas pajak, dan laporan keuangannya diaudit oleh

negara. Bentuk kedua, adalah perusahaan dengan karakteristik semi-negara. Artinya

perusahaan ini tetap memperoleh anggaran dari negara, hanya saja pengawasan tidak

sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan bentuk yang ketiga adalah BUMN.

23 Penjelasan mengenai BUMN di Malaysia termasuk Petronas salah satunya diperoleh dari tulisan Baharudin Mydin, berjudul Memanajemeni BUMN: Pengalaman Petronas Malaysia yang disajikan kembali dalam buku BUMN Indonesia : Isu, Kebijakan, dan Strategi, 2005, hal 173-174 dengan Riant Nugroho D. dan Ricky Siahaan sebagai penyunting.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

61

Adapun BUMN di Malaysia memiliki posisi yang independen dan diaudit oleh auditor

independen tetapi tetap dianggap sebagai wajib pajak. Beberapa contoh BUMN Malaysia

yang tetap eksis hingga kini adalah MISC, HICOM, Tenaga, Telekom, PLUS, Kelang

PORT, dan TV3.

Salah satu BUMN Malaysia yang tergolong sukses adalah Petronas. Jika merujuk

pada tujuan utama, pembentukan BUMN ini adalah untuk mendayagunakan sumber daya

alam minyak dan gas bumi yang ada di Malaysia dalam rangka menolong pemerintah.

Selain itu pendirian BUMN ini juga ingin menerapkan apa yang disebut sebagai New

Economic Policy, yaitu program sosial ekonomi dirancang untuk menekan kesenjangan

antaretnis khususnya dalam bidang sosial ekonomi.

Adapun isu yang menarik dari pengelolaan Petronas adalah sikap pemerintah yang

tidak membebani Petronas dengan kewajibannya dalam pelayanan sosial (civil service

rules and regulation). Petronas juga independen dari intervensi pemerintah dan diberikan

kesempatan untuk memanfaatkan laba yang diperolehnya untuk meningkatkan

investasinya. Kini, perusahaan yang berdiri sejak 17 Agustus 1974 ini telah menjadi salah

satu perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia yang memiliki wilayah operasi di 32

negara dan mempekerjakan sekitar 23.000 orang.

Kunci keberhasilan Petronas yang utama terletak pada independensi Petronas dan

sistem pengelolaan perusahaan yang mengacu pada Tata Kelola yang Baik (Good

Corporate Governance). Selain itu sikap pemerintah yang memperlakukan Petronas

sebagai entitas bisnis membuat BUMN ini kompetitif di bidangnya.

II.8.2 BUMN di Singapura

Perkembangan BUMN di Singapura terbilang cukup baik. Beberapa BUMN yang

dimiliki negara ini bahkan telah mampu bersaing di pasar internasional seperti: Singapore

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

62

Airlines di industri maskapai penerbangan, Singapore Seaport, Temasek holding dan

Singapore Telecom.

Singapore Telecom (Singtel) adalah contoh BUMN yang sukses dalam menembus

persaingan telekomunikasi Asia.24 Perjalanan Singtel dimulai ketika pada tahun 1879 jasa

pelayanan telepon diluncurkan. Selanjutnya, pemerintah Inggris membangun suatu

lembaga yang dinamakan Telephone Department of Singapore pada tahun 1946. Sejarah

Singtel yang cukup panjang membuatnya beberapa kali berganti nama hingga Singtel

berdiri dengan nama yang sama pada tahun 1988 dan hal itu berlangsung hingga saat ini.

Lembaga ini kemudian mengalami korporatisasi pada tahun 1992 dengan nama Singapore

Telecom Pte. Ltd yang sekaligus menjadi sebuah BUMN. Kiprah Singtel sebagai

perusahaan publik diawali dengan tercatatnya saham perusahaan tersebut pada Bursa

Saham negeri itu dan di Bursa Saham Australia pada tahun 1993. Hal ini juga yang

mendorong Singtel merambah ke bisnis telepon bergerak di tahun 1997 dan selanjutnya

melebarkan sayap bisnisnya keluar negara itu pada tahun 2000.

Adapun tujuan Singtel dikorporatisasi antara lain membatasi peran pemerintah dan

sebagai tahap awal privatisasi. Sedangkan privatisasi sebagai kelanjutan korporatisasi

bertujuan untuk memberi insentif ruang gerak kepada Singtel untuk mengambil keputusan/

langkah strategi dalam berbisnis, mengembangkan pasar modal negeri tersebut, dan

mendukung partisipasi publik Singapura dalam hal kepemilikan saham Singtel. Kini

beberapa perusahaan telekomunikasi di Asia seperti:Globe Telecom (Philipina), New

Century Infocom (Taiwan), APT Satelite (Hongkong) dan Telkomsel ( Indonesia) menjadi

tempat Singtel berinvestasi.

24 Uraian ini diperoleh dari tulisan dari Mr. Lim Toon, Chief Operating Officer Singtel Group, Singapura yang berjudul Privatisasi dan Regionalisasi: Perjalanan Singapore Telecom dan disajikan kembali dalam buku BUMN Indonesia : Isu, Kebijakan, dan Strategi, 2005, hal 145-148 dengan Riant Nugroho D. dan Ricky Siahaan sebagai penyunting.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

63

II.8.3 BUMN di Kanada

Kanada sebagai salah satu negara persemakmuran (commonwealth) mengenal BUMN

dengan istilah Crown Corporation.25 Adapun BUMN di Kanada ini terdiri atas dua

kelompok besar yaitu yang dikelola oleh provincial government (pemerintah tingkat

propinsi/ daerah) dan federal government (pemerintah di tingkat negara). BUMN di

Kanada sendiri dikembangkan untuk tujuan ekonomi dan sosial. Beberapa contohnya

adalah: Federal Crown Corporation di Kanada antara lain Canada Post, Canada Lands

Company, Marine Atlantic, Canadian Broadcasting Corporation, Atomic Energy of Canada

Limited (AECL), dan VIA Rail. Sedangkan beberapa contoh provincial crown corporation

diantaranya Manitoba Hydro, Hydro Quebec, TV Ontario, Sydney Steel Corporation,

Ontario Power Generation, Newfoundland and Labrador Hydro, NB Power, Sask Tel, dan

Alberta Treasury Branches.

Adapun crown corporation yang eksistensinya dirasakan cukup penting hingga saat

ini di Kanada antara lain Canadian National Railway, CBC, VIA Rail, Air Canada dan

Marine Atlantic. Namun salah satu BUMN yang menonjol adalah Canadian Wheat Board

(CWB) yang bergerak dalam pemasaran gandum. CWB adalah salah satu eksportir

gandum terbesar di dunia dengan tujuan ekspor ke hampir 70 negara. Sebagai State Owned

Enterprises, CWB juga memiliki dewan direksi. Dewan ini terdiri dari 15 orang yang

ditunjuk oleh Western Canadian Farmers dan federal government.

II.8.4 BUMN di Perancis

Perancis memiliki BUMN ternama yaitu Aerospatiale.26 SOE yang bergerak dalam

pembuatan pesawat, roket masyarakat, dan militer ini, telah mendunia. Pada awalnya,

perusahaan yang didirikan pada tahun 1970 ini merupakan gabungan dari perusahaan milik

negara Sud Aviation, Nord Aviation, dan Soci’ete’ d’ e’tudes et de re’alisation d engines

25 Penjelasan mengenai BUMN di Kanada dan beberapa contohnya diperoleh dari Wikipedia. 26 Informasi ini diperoleh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/A%C3%A9rospatiale) dan diakses pada 7 November 2006.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

64

balistiques (SEREB). Adapun jenis produk yang diciptakan oleh Aerospatiale diantaranya:

Airbus transport, Aloette (helikopter), Arabsat (satelit), Ariane (roket), dan Exocet (misil).

II 8.5 BUMN di Selandia Baru

BUMN di Selandia Baru pada dahulunya adalah sejumlah besar departemen

pemerintah yang dikorporatisasi dan terdaftar dalam daftar 1 dan 2 dari State Owned

Enterprise Act 1986.27 New Zealand Post Limited, Meteorological Service of New Zealand

Limited ( MetService ), Airways New Zealand ( instansi penyedia jasa navigasi dan

pengawasan udara ), Transpower New Zealand Limited adalah beberapa SOE terkemuka di

New Zealand.

II.8.6 BUMN di Amerika Serikat

BUMN di Amerika Serikat yang hingga kini masih dipertahankan hingga kini adalah

Amtrak, Tennese Valey Authority, United States Postal Service, dan Corporation for

Public Broadcasting. Adapun Amtrak adalah perusahaan yang bergerak dalam jasa

pelayanan kereta api. Sedangkan Tennese Valley Authority adalah BUMN yang bergerak

di bidang penyediaan listrik bagi masyarakat Amerika Serikat terutama yang tinggal di

pedesaan/ pemukiman menengah ke bawah.

II.9 PENELITIAN MENGENAI KINERJA BUMN (SOEs)

Fenomena SOEs ternyata cukup menarik perhatian kalangan akademisi. Hal ini

terbukti dari sejumlah riset yang pernah diadakan di berbagai negara dan kawasan. Berikut

ini adalah beberapa penelitian yang pernah dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah:

1. Penelitian atas kinerja keuangan dan operasional dari perusahaan pemerintah yang

menerapkan privatisasi. Penelitian ini dilakukan oleh William L. Megginson,

Robert C. Nash, dan Matthias Van Randenborgh pada tahun 1994. Adapun

penelitian tersebut menggunakan metodologi statistik yaitu Wilcoxon signed-rank

27 Penjelasan tentang BUMN dan contohnya di Selandia Baru diperoleh dari (http://www.ccmau.govt.nz/soes.html) dan diakses pada tanggal 7 November 2006.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

65

test yang berupaya membandingkan kinerja SOE sebelum dan setelah diprivatisasi.

Perbandingan ini dilakukan setelah beberapa proxy atas variabel ditentukan.

Adapun beberapa variabel itu adalah: profitabilitas, efisiensi, investasi, output,

jumlah tenaga kerja, tingkat utang dan dividen. Hasil penelitian tersebut

menjelaskan bahwa terdapat kemajuan kinerja yang signifikan pada sejumlah SOE

di negara-negara berkembang dan maju yang melaksanakan privatisasi.

2. Penelitian serupa yang mengacu pada metodologi yang dikembangkan oleh

Megginson, Nash, Randenborgh (MNR) juga dilakukan oleh Narjess Boubakri dan

Jean-Claude Cosset pada tahun 1998. Satu hal yang membedakan penelitian ini

adalah bahwa data yang digunakan bersumber dari negara-negara berkembang saja.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sejumlah SOE yang diprivatisasi

mengalami peningkatan kinerja.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ravi Ramamurti secara khusus ingin menelaah

evaluasi kinerja SOE di India terutama SOE di sektor manufaktur selama periode

1982-1986. Pada penelitian ini sejumlah kuisioner diberikan kepada sejumlah

responden yaitu yang mewakili kalangan: birokrat senior di bidang keuangan dan

perencanaan, birokrat senior di kementerian yang menangani pengawasan SOE,

wartawan yang secara reguler menulis tentang SOEs di India, dan anggota

parlemen India. Kuisioner tersebut berisi 8 kriteria penting yang berhubungan

dengan kinerja SOE. Adapun 8 kriteria tersebut meliputi: penyerapan tenaga kerja,

ekspor, pertumbuhan tingkat penjualan, subtitusi impor, commercial profitability,

quality of industrial relation, kemampuan/ penguasaan teknologi, dan tren

keuntungan. Setiap responden diminta memberikan penilaian terhadap SOE yang

diketahuinya dengan baik. Berdasarkan pendekatan statistik dan scorring, data

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

66

primer yang diperoleh tersebut akan diolah. Hasilnya merupakan perbandingan

penilaian kinerja SOE dari masing-masing sudut pandang kalangan responden.

4. Penelitian selanjutnya adalah studi empiris terhadap profitabilitas, tingkat utang dan

intensitas pekerja yang diteliti oleh Kathryn L. Dewenter dan Paul H. Malatesta.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 ini mengambil data sejumlah SOEs dan

perusahaan swasta dari berbagi negara sejak tahun 1985-1995. Metodologi yang

digunakan adalah melakukan regresi terhadap profitabilitas, tingkat utang, tingkat

intensitas pekerja termasuk variabel pengendali (control variable) dari business

cycle GGDP di antara regresor. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

SOEs tampaknya kurang menguntungkan, memiliki tingkat utang dan jumlah

pekerja yang cukup besar dibandingkan swasta. Sedangkan perusahaan swasta

disimpulkan jauh lebih menguntungkan, memiliki tingkat utang yang relatif kecil

dibandingkan SOE dan memiliki tingkat intensitas pekerja yang lebih rendah.

5. Salah satu penelitian yang berupaya untuk mengukur kinerja BUMN di Indonesia

adalah yang ditulis oleh Chusnul Chotimah dalam skripsinya untuk meraih gelar

sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2004 lalu. Pada

skripsi tersebut, ia meneliti kinerja keuangan BUMN Perkebunan yaitu PTPN

sebelum dan setelah dilaksanakannya Regrouping.

6. Penelitian terhadap Kinerja BUMN juga pernah dilakukan oleh Monika Natalia

dalam skripsinya untuk meraih gelar sarjana ekonomi dari FEUI. Dalam tulisannya

ia menganalisis kinerja BUMN sebelum dan setelah go public dari segi

keuangannya.

7. Penelitian berkaitan dengan kinerja keuangan dan operasional BUMN yang

diprivatisasi juga pernah diangkat dalam Tesis yang ditulis oleh Judilherry Justam

dari Universitas Indonesia.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

67

8. Penelitian atas kinerja PT PLN dan anak perusahaannya sebelum dan setelah

terjadinya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) pernah diangkat oleh Ribut Nurul

Tri W. dalam skripsinya berjudul Pengaruh kenaikan harga BBM dan TDL Tahun

2003 Terhadap Kinerja Keuangan PT PLN Tahun 2004 Dibandingkan dengan

Kinerja Keuangan PT PLN Tahun 2002, untuk meraih gelar sarjana dari Sekolah

Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2006 lalu.

9. Penelitian berjudul Analisa Penerapan GCG pada BUMN: Studi Kasus pada PT

Kawasan Berikat Nusantara juga pernah dilakukan oleh mahasiswi FEUI Nurlufti

Tanjung Sari melalui skripsinya pada tahun 2007.

II.10 INEFISIENSI SEKTOR PUBLIK

Berdasarkan beberapa argumen di atas, tampak bahwa masalah inefisiensi adalah

salah satu faktor yang turut menurunkan kinerja BUMN (SOEs). Jika ditelaah lebih jauh,

ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya inefisiensi di sektor publik. Secara garis

besar, inefisiensi (dalam hal ini BUMN/ SOEs) bersumber dari dua alasan pokok yaitu:

organizational differences dan individual differences28.

Berikut adalah penjelasan yang dapat diberikan mengenai sumber inefisiensi tersebut:

1. Organizational Differences (perbedaan organisasional) yang mencakup :

- Soft budget constraint, yaitu dimana perusahaan negara tidak pernah

khawatir jika suatu saat merugi karena kedudukannya sebagai perusahaan

yang dimiliki negara menyebabkan BUMN (SOEs) tidak dapat

dibangkrutkan. Masalah soft budget constraint ini terjadi karena sejak awal

BUMN (SOEs) tidak sepenuhnya dituntut untuk mencari keuntungan,

sehingga usaha memaksimalkan produktivitas terbilang rendah.

28 Joseph stiglitz, Economic in Public Sector, hal 200-205.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

68

- Role of political concern, yaitu ketika pemerintah melakukan intervensi

dalam pengelolaan BUMN (SOEs) sebagai kompensasi atas kepemilikan

terbesar pemerintah dalam manajemen BUMN (SOEs).

- Absence of competition, yaitu kondisi BUMN (SOEs) yang terbilang selalu

nyaman dan terbebas dari kompetisi.

2. Individual differences, mencakup:

- Absence of incentives pay, yaitu kondisi dalam perusahaan publik yang sulit

untuk menerapakan sistem insentif baik itu yang bersifat memberikan

reward (bonus pada pegawai yang berprestasi) maupun punishment

(hukuman bagi yang tidak produktif). Masalah ini muncul karena sebagai

perusahaan negara, BUMN (SOEs) tidak dimungkinkan untuk bangkrut

sehingga karyawan selalu merasa aman dan terbebas dari ancaman PHK

dan tekanan untuk mencapai target perusahaan. Keseluruhan pengelolaan

yang bersifat demikian menyebakan munculnya istilah bureaucratic

behavior yang artinya pengelolaan BUMN (SOEs) lebih didasari oleh

tujuan-tujuan politik. Sikap ini pula yang menyebabkan manajemen BUMN

(SOEs) menjadi besar dan cenderung tidak efisien.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007