Perpustakaan Digital Serta Peranya Dalam Masyarakat Informasi Serta Isu Isu yang Terkait di...

11
PERPUSTAKAAN DIGITAL SERTA PERANYA DALAM MASYARAKAT INFORMASI SERTA ISU ISU YANG TERKAIT DI INDONESIA Abstrak Perpustakaan digital adalah perpustakaan yang menerapkan sistem tekhnolgi informasi dalam setiap aktivitas dengan tujuan optimasi terhadap kinerja serta meningkatkan jangkauan pelayanan. Dengan penerapan sistem tekhnolgi informasi seharusnya perpustakaan digital mampu untuk merubah dan meningkatkan kemampuan individual dari seseorang sehingga terbentuk masyarakat yang melek informasi. Namun dalam perkembanganya ternyata banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan perpustakaan digital. Mulai dari membangun perpustakaan digital, kebijakan perpustakaan digital sampai kondisi sosial di tengah masyarakat. Keyword : Perpustakaan digital, Masyarakat Informasi, Kebijakan, Open Access, Penerapan tekhnolgi informasi. A. Perpustakaan Digital dan Pengembanganya Banyak tantangan dalam pengembangan perpustakaan digital di Indonesia. Mulai dari keterbatasan sumber daya manusia, sampai dengan pakem pengembangan perpustakaan digital yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan pepustakaan digital. Disamping itu rendahnya minat pustakawan untuk menguasasi tekhnolgi informasi juga menjadi kendala tersendiri dalam pengembangan perpustakaan digital di Indonesia. Aspek pertumbuhan informasi juga nampaknya belum menjadi perhatian yang serius bagi masyarakat indonesia. Persepsi mengenai perpustakaan sebagai tempat repository buku masih melekat sebagai sebuah gagasan mutlak bagi mayoritas masyarakat indonesia. Pentingnya mengubah persepi pentingnya peranan informasi, adalah salah satu perkerjaan yang berat dalam pengembagangan perpustakaan digital di Indonesia. Nama Al Muhdil Karim NIM Jurusan Ilmu Perpustakaan Matakuliah

Transcript of Perpustakaan Digital Serta Peranya Dalam Masyarakat Informasi Serta Isu Isu yang Terkait di...

PERPUSTAKAAN DIGITAL SERTA PERANYA DALAM MASYARAKAT INFORMASI

SERTA ISU ISU YANG TERKAIT DI INDONESIA

Abstrak

Perpustakaan digital adalah perpustakaan yang menerapkan sistem tekhnolgi informasi dalam

setiap aktivitas dengan tujuan optimasi terhadap kinerja serta meningkatkan jangkauan

pelayanan. Dengan penerapan sistem tekhnolgi informasi seharusnya perpustakaan digital

mampu untuk merubah dan meningkatkan kemampuan individual dari seseorang sehingga

terbentuk masyarakat yang melek informasi. Namun dalam perkembanganya ternyata banyak

tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan perpustakaan digital. Mulai dari

membangun perpustakaan digital, kebijakan perpustakaan digital sampai kondisi sosial di

tengah masyarakat.

Keyword : Perpustakaan digital, Masyarakat Informasi, Kebijakan, Open Access, Penerapan

tekhnolgi informasi.

A. Perpustakaan Digital dan Pengembanganya

Banyak tantangan dalam pengembangan perpustakaan digital di Indonesia. Mulai dari

keterbatasan sumber daya manusia, sampai dengan pakem pengembangan perpustakaan

digital yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan pepustakaan digital.

Disamping itu rendahnya minat pustakawan untuk menguasasi tekhnolgi informasi juga

menjadi kendala tersendiri dalam pengembangan perpustakaan digital di Indonesia.

Aspek pertumbuhan informasi juga nampaknya belum menjadi perhatian yang serius

bagi masyarakat indonesia. Persepsi mengenai perpustakaan sebagai tempat repository

buku masih melekat sebagai sebuah gagasan mutlak bagi mayoritas masyarakat

indonesia. Pentingnya mengubah persepi pentingnya peranan informasi, adalah salah satu

perkerjaan yang berat dalam pengembagangan perpustakaan digital di Indonesia.

Nama Al Muhdil Karim

NIM Jurusan Ilmu Perpustakaan

Matakuliah

Perkembagan informasi pada saat ini telah tumbuh dalam berbagai format.

Pertumbuhan ini akibat dari perkembangan teknologi. Sikap pustkawan indonesia dalam

mengembangkan konten juga terlihat seperti sikap menunggu bola. Mengafirmasi media

penyimpanan sesuai dengan teori sepertinya menjadi subtansi berfikir bagi kebanyakan

pustakawan di Indonesia. Kondisi ini sewajarnya menjadi perhatian serius dalam

pengembangan perpustakan digital di Indonesia.

Berdasarkan dari International Workshop for Library Admistration, perpustakaan

digital dianggap perlu untuk meningkatkan servis, rencana kerja, pengembangan sistem

mekanik untuk meningkatkan komunikasi dan manajemen finansial. Namun ada beberapa

stigma mengenai pengembangan perpustakan digital di Indonesia, stigma perpustakaan

digital sebagai software masih menjadi maintstream dalam pengembangan perpustakaan

digital di Indonesia. Dengan adanya rivalitas dalam usaha mencari program terbaik antara

pioner pioner perpustakaan digital di Indonesia, konsep resource sharing jadi sulit untuk

diterapkan. Setiap lembaga berusaha untuk membuat aplikasi dan sistem terbaik, namun

melupakan aspek kompabilitas dari sistem yang berbeda akan mempersulit migrasi

metadata.

Namun dengan penerapan tekhnolgi informasi di perpustakaan penggunaan tempat dan

perangkat pendukung akan lebih efektif. Berdasarkan (Lawrence W.H. Tam,2002) dalam

tulisanya yang berjudul “Managing change : libraries and Information Services in the

Digital Age”, ada beberapa perubahan yang harus dipersiapkan sebagai langkah

antisipasi dalam rencana pegembangan perpustakaan dan penerapan ICT di perpustakaan,

1. Perubahan struktural

Perubahan struktutal yang harus dilakukan dalam pengembangan pepustakaan

digital adalah perubahan dari sistem hirarki menjadi sistem matriks. Disamping

hal tersebut penambahan beberapa departement juga dirasakan penting,

departement yang harus dipertimbangkan dalam struktur organisasi perpustakaan

digital adalah, servis manajemen. Bagian pengembangan sumberdaya elektronik

dan bagian penelitian dan pengembangan.

2. Perubahan Teknologi

Perpustakaan digital harus bertransformasi dalam penggunaan web-based , sistem

tersebut haruslah kuat, aman dan mampu untuk melakukan pencarian, membuat

report dan memberikan kesempatan bagi user untuk merubah sesuai dengan

kebutuhanya. System tersebut harus dibangun merujuk pada manajemen informasi

yang digunakan serta kebijakan informasi.

3. Perubahan Tugas

Pada perpustakaan konvensional tatap muka adalah salah satu ciri perkerjaan

pustakwan. Dalam perpustakaan digital cara kerja tersebut harus berubah dengan

sistem kerja dengan pengendali otomatis. Seni perkerjaan juga mengalami

perkembangan, seperti melakukan negosiasi dengan pihak vendor, menangani

pengadaan electronic resources.

Pengadaan electronic resousce menjadi permasalahan tersendiri bagi perpustakaan

yang notabenenya adalah perpustakaan kecil di Indonesia. Sistem langganan

berupa hak akses dalam waktu tertentu belum begitu pupoler di perpustakaan kecil

yang ingin bertransformasi menjadi perpustakaan digital. Disini tugas pustakawan

menjadi bertambah dengan skill yang harus ditingkatkan.

4. Perubahan individu

Tugas pepustakaan adalah untuk merubah ataupun berorientasi untuk

meningkatkan kemampuan diri dari pemustaka. Setiap staff berkomitmen untuk

tujuan tersebut. Setiap pengembangan yang dilakukan oleh perpustakaan

bertujuan untuk peningkatan kemampuan diri pemustaka,

Perubahan perubahan yang terjadi menuntut kriteria kriteria baru yang harus dipenuhi

oleh pustakawan. Menurut (AnuNuut,2004) kecakapan akan literasi informasi yang harus

dipenuhi oleh seorang pustakawan untuk mengelola perpustakaan digital meliputi,:

1. Kemampuan untuk mengetahui kebutuhan informasi.

2. Kemampuan untuk membedakan sumber yang cocok dengan aspek

kepantasan Informasi.

3. pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan

sumber informasi.

4. keterampilan untuk merumuskan kebutuhan informasi dan menentukan

lokasi informasi.

5. pemahaman tentang struktur dan karakteristik database.

7. Kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

8. Kemampuan untuk mengavaluasi relevansi informasi dari informasi yang

diterima dari sumber lainya.

9. Kemampuan untuk mengalisa informasi.

10. Kemampuan untuk memilih dan memilah informasi serta untuk membuat

kutipan dan referensi ; serta kesadaran terhadap pemasalahan hak cipta.

11. Keterampilan untuk mensintesakan informasi yang diambil dan

menciptakan pengetahuan baru.

Memang ada beberapa kriteria dari pustakwan perpustakaan digital yang tidak jauh

berbeda dengan pepustakaan konvensional. Namun dalam beberapa point, pustakawan

digital khususnya di Indonesia harus menguasi sistem informasi secara terperinci,

khususnya untuk memenuhi kebutuhan informasi. Di sini pustakawan dituntut untuk aktiv

dalam pencarian dan riset trend informasi yang berkemang. Akan tetapi untuk itu

pustawakan membutuhkan basis ilmu sistem informasi, karena informasi digital

perkembanganya sangat cepat.

Dikarenakan pendidikan pustakawan di Indonesia masih lemah dalam penerapan

tekhnologi informasi, maka untuk melakukan perkerjaan yang demikian akan terasa

sedikit sulit. Peneleitian tren inforamasi membutuhkan intstrumen instrumen berupa

keyword analysist, trafic pengunjung sebuah website, traffic situs indekser, popular

keyword analysist pada mesin pencari serta pengggunaan social media sebagai indikator

tren informasi yang sedang berkembang. Instrument instrumen tersebut biasanya

berimplikasi kepada target akses perpustakaan digital. Perkerjaan seperti ini dapat

diklasifikasikan sebagai perkerjaan yang membutuhkan intelektualitas dari pustakawan.

Pustakawan perpustakaan digital juga diharapkan mempunyai keterampilan dalam

mereproduksi informasi. Untuk pekerjaan ini pustakawan membutuhkan keterampilan

meliputi penulisan, editing video, editing audio, format converter. Keterampilan ini tidak

didapatkan dalam pendidikan kepustakawan di Indonesia, keilmuan yang mencakup

keterampilan ini lebih kepada jurnalisme dan multimedia enginering. Untuk

pengembangan perpustakaan digital dibutuhkan peningkata kemampuan pustawakan

dalam penganngan konten dan publikasi kontent yang lebih rumit daripada perpustakan

konvensional.

B. Kebijakan Seputar Perpustakaan Digital Sebagai Lembaga Informasi

Kebijakan dan aturan perpustakaan digital di Indonesia masih lebih. Peranan pemerintah

dalam pengembangan perpustakaan digital masih dinilai lamban. Sehingga perkembangan

perpustakaan menjadi terhambat. Disamping itu pihak perpustakaan juga terlihat gamang

dalam pengembangan pepustakaan digital akibat dari tidak adanya pijakan hukum

mengenai pengembangan perpustakaand digital. Berbeda dengan yang terjadi di negara

maju, kesadaran pemerintah terhadap perpustakaan digital telah lama terbentuk, dan

sudah memasuki kedalam beberapa pakta pakta kesepahaman dalam regional yang lebih

luas. Dibawah ini adalah contoh contoh pakta pengembangan perpustakaan digital di Uni-

Eropa dan Afrika.

1. Roles for the Library Public on The Copenhagen Declaration (Copenhagen

Conference 1999)

Kami mendukung peran berikut untuk perpustakaan umum , disorot dalam

Komunike Leuven :

a. Demokrasi dan Kewarganegaraan

Public perpustakaan memiliki peluang strategis untuk meningkatkan

kualitas hidup dan kemungkinan demokrasi bagi warga Societies Informasi

dengan menyediakan akses bebas dan setara terhadap informasi berkualitas

tinggi .

b. Ekonomi dan Pembangunan Sosial

Perpustakaan umum mendukung pertumbuhan masyarakat melalui

penyediaan layanan informasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan

lokal . Mereka adalah alat penting untuk mengurangi kesenjangan antara

yang kaya informasi dan informasi warga miskin Eropa.

c. Pembelajaran Seumur Hidup

Public perpustakaan menyediakan , melalui distribusi luas mereka di

seluruh Eropa , infrastruktur hemat biaya untuk belajar sepanjang hayat

dan akses mudah ke isi jaringan virtual. Mereka juga mendukung siswa di

semua tingkat pendidikan formal.

d. Keragaman Budaya dan Bahasa

Perpustakaan umum adalah lembaga kebudayaan sesuai dengan dimensi

budaya - Perjanjian Uni Eropa dengan tanggung jawab yang besar untuk

warisan budaya , sastra dan literasi.

2. Recommended Policy and Strategic Framework for Africa Libraries (Petrina

Amonoo,2005)

Sebuah kebijakan nasional yang efektif dan kerangka informasi strategis yang

meliputi infrastruktur , pendanaan , sumber daya manusia , teknologi , sumber

informasi , layanan dan tata kelola , harus mencakup dimensi perpustakaan dan

informasi layanan berikut:

a. Ketersediaan organisasi tingkat menteri dengan tanggung jawab untuk

kebijakan , alokasi sumber daya , inspeksi strategis , dan pengenalan dan

administrasi hukum yang relevan.

b. Pembentukan komisi nasional perpustakaan untuk menyediakan

kepemimpinan strategis dan advokasi lintas kementerian dan koordinasi

pada masalah perpustakaan

c. Pembentukan oleh undang-undang dan dana yang memadai dari

perpustakaan nasional untuk melakukan berbagai fungsi.

d. Sebuah sistem perpustakaan umum dan pusat-pusat sumber daya ,

masyarakat pendukung dari semua ukuran dan diakui sebagai komponen

vital dari kerangka manajemen informasi strategis nasional.

e. Sebuah undang-undang akses catatan publik yang menetapkan arsip dan

catatan publik fungsi manajemen , dan struktur lainnya untuk memilih ,

melestarikan , pengolahan dan memberikan akses ke catatan dan dokumen

yang berasal dari berbagai tingkat dan cabang-cabang pemerintahan.

f. Diberlakukannya serangkaian penuh hukum kekayaan intelektual , dengan

ketentuan yang tepat untuk penggunaan yang adil bahan diterbitkan.

g. Pembentukan badan profesional atau badan disewa untuk mempromosikan

praktek yang baik dan standar

h. Adanya pendidikan dan akreditasi sistem profesional standar internasional.

i. Memulai dan menjalankan sebuah konferensi nasional yang berdiri pada

layanan perpustakaan untuk membahas isu-isu kebijakan

Kesadaran perpustakaan sebagai repository kebudayaan yang seharusnya dapat

dijadikan sebagai batu loncatan untuk kesejahteraan besama terlihat sebagai ruh

dari pakta pakta yang dibentuk di Uni-Eropa dan Afrika. Berbeda dengan kondisi

yang ada di Indonesia, sikap perustakaan untuk gerakan membangun masyarakat

informasi masih sangat terasa kurang.

Dalam tata negara , dibutuhkan minimal dua badan eksekutif untuk membuat hal

tersebut terwujud, Kementerian Komunikasi dan Informasi dan Perpustakaan

Nasional seharusnya mulai mengambil langkah kongkrit untuk membuat pakta

kesempahaman dan perjanjian kerjasama. Memang telah ada langkah langkah

yang ditempuh demi tujuan tersebut. Namun aspek perpustakaan digital masih

belum dirasakan secara luas oleh masyarakat. Sebagai salah satu contoh adalah

perpustakaan Nasioanal. Publikasi perpustakaan digital yang dimiliki oleh

pepustakaan Nasional dapat dinilai gagal. Ketika dilakukan riset pengunjung,

pengunjung perpustakaan nasional berkisar antara 8439 pengunjung perhari.

Ketika dibandingkan dengan negara tentangga, Perpustakaan Nasional Singapura

mempunyai 18811 pengunjung perhari.

Hal ini menyankut kebijakan dan misi dari masing masing perpustakaan,

Berdasarkan angka tersebut dapat dinilai perencanaan dari perpustakaan nasional

singapur lebih baik karena lebih banyak yang mengakses perpustakaan tersebut,

daripada perpustakaan Indonesia. Dengan asumsi perpustakaan Singapura lebih

baik dalam menganalisa kebutuhan penggunanya, atau mempunyai strategi yang

lebih baik dalam publikasi perpustakaanya.

C. Open Society Dan Masyrakat Informasi

Meskipun Istilah 'open yang society'was pertama kali digunakan oleh filsuf Perancis

Henri Bergson , konsepsi modern sebagian besar berasal dari karya Sir Karl Popper,

khususnya seperti yang diungkapkan dalam bukunya yang terkenal Masyarakat

terbuka dan musuh-musuhnya, pertama kali diterbitkan pada tahun 1945. Menurut

Popper, pada dasarnya suatu bentuk organisasi sosial didasarkan pada pengakuan

bahwa tidak ada yang memiliki akses ke kebenaran hakiki ; pemahaman kita tentang

dunia tidak sempurna, dan masyarakat yang sempurna tidak mungkin tercapai .

Masyarakat terbuka adalah yang terbaik yang dapat dicapai. Persepsi menganai

masyarakat yang tidak sempurna mempunyai potensi untuk pengembangan yang tidak

terbatas.

Di mata Popper , musuh masyarakat terbuka adalah sistem yang totaliter , tertutup

khususnya rezim komunis, kediktatoran dan fasis yang berkembang dari awal sampai

pertengahan kedua puluh abad . Popper tidak mengidentifikasi masyarakat terbuka

dengan spesifik apapun terkait sistem politik atau ekonomi , dan masyarakat terbuka

tidak secara otomatis disamakan dengan demokrasi ala barat . Untuk gambaran dari

status saat ini dari Open Society

Dalam kebebasan informasi kita harus melihat dari prinsip dasar dimana semua

sumber informasi harus tersedia dalam kerangka open society. Tidak ada yang

membernarkan fungsi pustakwan atau penyedia informasi lainnya untuk membatasi

akses ke sumber menurut sistem penilaian mereka tentang apa yang ' terbaik '.

Pengetahuan dan pemahaman berdasarkan konsep open society dinilai tidak

sempurna. Membatasi akses ke pilihan yang mereka pilih sebagai sumber, terlepas

dari pengetahuan dan motivasi yang berebeda-beda, dapat dianggap bertentangan

dengan prinsip-prinsip dasar masyarakat terbuka .

Untuk mengimplementasikan ide keterbukaan informasi berdasarkan Open Society

didalam perpustakaan diperlukan 2 syarat dalam dua cara. Pertama , pustakawan, dan

penyedia informasi lainnya dalam prakteknya harus membuat pilihan untuk informasi

produk yang dapat diberikan tidak hanya atas dasar pembatasan anggaran , ruang dll.

Pilihan tersebut harus dilakukan secara terbuka dan transparan, dan memastikan tidak

ada pilihan yang dibuat berdasarkan ide ide penyedia informasi atau segelintir orang.

Kedua, prinsip umum ini tidak mencegah pustakawan dari menggunakan penilaian

terbaik mereka untuk apa yang akan paling berguna dan dapat diterima oleh pengguna

informasi , dan mempromosikan dan merekomendasikan informasi seperti yang telah

dilakukan pustakawan zaman dahulu ; selama tindakan tersebut tidak berubah menjadi

pembatasan dan penyensoran.

Dalam prakteknya khususnya di Indonesia banyak undang undang yang

mengakomodir sensor dan pelarangan buku. Pada zaman Order Lama Presidern

Soekarno menerbitkan UU No.4/PNPS/1963, tentang “Pengamanan Terhadap

Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Menganggu Ketertiban Umum”. Sehingga

semua cetakan yang dinilai akan menggangu ketertiban umum tidak diperbolehkan

beredar di Indonesia. Pengekangan tersebut tidak berhenti sampai disitu.

Pada Orde Baru, peran Kopkamtip (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban)

ditambah dengan hak untuk membrendel atau melarang cetakan untuk terbit. Bahkan

Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif mendorong Jaksa Agung untuk

menjalankan UU tahun 1963 dalam pelarangan peredaran buku. Peraturan ini

didukung pula oleh Tap XXV/MPRS/1966 yang membubarkan PKI atau penganut

Marxisme-Leninisme atau Komunisme. Hasil TAP tersebut berimplikasi kepada SK

Jaksa Agung yang bernomer No. Kep-114/JA/10/1989. Tindakan tersebut memicu

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu tersebut mengeluarkan

Instruksi No. 1381/1965. Instruksi tersebut berisi tentang pelarang buku buku yang

berbau komunisme dibekukan sementara.

Tidak hanya sampai disitu, Menteri Perdagangan dan Koperasi tak ketinggalan

mengeluarkan Keputusan Menteri No. 286/KP/XII/78 yang melarang impor,

perdagangan, dan pengedaran segala jenis barang cetakan dalam huruf/aksara dan

bahasa Cina. Pada era reformasi, PNPS tahun 1963 ini masih digunakan. Lalu

diperkuat dengan UU No.16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang

memberikan otoritas pelarangan buku oleh kejaksaan.

Dengan adanya hukum tersebut maka implementasi dari Open Society akan sudah

diterapkan di Indonesia. Sehingga keputusan untuk Open Access akan mendapatkan

permasalahan yang kompleks. Hukum yang berkembang di Indonesia menghambat

terbentuknya masyarakt informasi di Indonesia. Diperlukan kekuatan hukum yang

dipelopori oleh perpustakaan dalam memperjuangkan kemerdekaan informasi di

Indonesia. Sehingga upaya untuk menciptakan masyarakat yang melek informasi

dapat diwujudkan.

Pasal pelarangan tersebut, tidak lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Tugas

perpustakan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat akan sejarah masa lalu

tersebut. Diharapkan dengan terbentuknya pemahaman akan sejarah, masyarakt dapat

bahu menbahu untuk mengafirmasi sejarah kelam bangsa ini. Ketika proses afirmasi

sejarah selesai, baru kemunkginan untuk usaha penghapusan hukum dengan

melakukan tinjauan kembali pasal yang bersangkutan ke Mahkamah Agung dapat

dilakukan.

Daftar Pustaka

Jaringan Kerja Budaya. 1999. Menentang Peradaban: Pelarangan Buku di Indonesia.

Jakarta: ELSAM.

Ducth, Martin, The Public Library, Social Exclusion and The information Society in

United Kingdom, Libri vol.51, 2001

Foo, Schubert , Building An Information Society For All: The Library Environment

and Stakeholder Roles, International Conference on Libraries, 2007

Nuut, Anu , The Role of Libraries in A Knowledge- Based Society : Estonian and

Europian Experiences, Congress of Baltic Librarians , 2004

Public Libraries and the Information Society,Copenhagen Conference , 1999

Amonoo, Petrina, Libraries and the Information Society in Africa, Word Summit on

information Society : Geneva, 2003

Robinson, Lyn, Libraries and open society; Popper, Soros and digital information,

Aslib Proceedings Vol 53, No. 5, 2001