BAB II LANDASAN TEORI

42
II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Frekuensi Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data acak yang dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang telah disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok disebut distribusi frekuensi atau tabel frekuensi. Distribusi frekuensi adalah susunan data menurut kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam sebuah daftar (Hasan, 2001). Distribusi Frekuensi umumnya disajikan dalam bentuk daftar yang berisi kelas interval dan jumlah objek (frekuensi) yang termasuk dalam kelas interval tersebut (Muttaqin dan Suryadi, 1997). Sebuah distribusi frekuensi akan memiliki bagian-bagian yang akan dipakai dalam membuat sebuah daftar distribusi frekuensi. Bagian-bagian tersebut akan dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 2001): 1. Kelas-kelas (class) adalah kelompok nilai data atau variable dari suatu data acak. 2. Batas kelas (class limits) adalah nilai-nilai yang membatasi kelas yang satu dengan kelas yang lain. Batas kelas merupakan batas semu dari setiap kelas, karena di antara kelas yang satu dengan kelas yang lain masih terdapat lubang tempat angka-angka tertentu. Terdapat dua batas kelas untuk data-data yang telah diurutkan, yaitu: a. Batas kelas bawah (lower class limits), terdapat di deretan sebelah kiri setiap kelas. b. Batas kelas atas (upper class limits), terdapat di deretan sebelah kanan setiap kelas. 3. Tepi kelas disebut juga batas nyata kelas, yaitu batas kelas yang tidak memiliki lubang untuk angka tertentu antara kelas yang satu dengan kelas

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Distribusi Frekuensi

Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data

acak yang dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang telah

disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok

disebut distribusi frekuensi atau tabel frekuensi. Distribusi frekuensi adalah

susunan data menurut kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam

sebuah daftar (Hasan, 2001).

Distribusi Frekuensi umumnya disajikan dalam bentuk daftar yang berisi

kelas interval dan jumlah objek (frekuensi) yang termasuk dalam kelas interval

tersebut (Muttaqin dan Suryadi, 1997).

Sebuah distribusi frekuensi akan memiliki bagian-bagian yang akan

dipakai dalam membuat sebuah daftar distribusi frekuensi. Bagian-bagian tersebut

akan dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 2001):

1. Kelas-kelas (class) adalah kelompok nilai data atau variable dari suatu data

acak.

2. Batas kelas (class limits) adalah nilai-nilai yang membatasi kelas yang satu

dengan kelas yang lain. Batas kelas merupakan batas semu dari setiap kelas,

karena di antara kelas yang satu dengan kelas yang lain masih terdapat lubang

tempat angka-angka tertentu. Terdapat dua batas kelas untuk data-data yang

telah diurutkan, yaitu:

a. Batas kelas bawah (lower class limits), terdapat di deretan sebelah kiri

setiap kelas.

b. Batas kelas atas (upper class limits), terdapat di deretan sebelah kanan

setiap kelas.

3. Tepi kelas disebut juga batas nyata kelas, yaitu batas kelas yang tidak

memiliki lubang untuk angka tertentu antara kelas yang satu dengan kelas

II-2

yang lain. Terdapat dua tepi kelas yang berbeda dalam pengertiannya dari

data, yaitu:

a. Tepi bawah kelas.

b. Tepi atas kelas.

4. Titik tengah kelas atau tanda kelas adalah angka atau nilai data yang tepat

terletak di tengah suatu kelas. Titik tengah kelas merupakan nilai yang

mewakili kelasnya dalam data. Titik tengah kelas = ½ (batas atas + batas

bawah) kelas.

5. Interval kelas adalah selang yang memisahkan kelas yang satu dengan kelas

yang lain.

6. Panjang interval kelas atau luas kelas adalah jarak antara tepi atas kelas dan

tepi bawah kelas.

7. Frekuensi kelas adalah banyaknya data yang termasuk ke dalam kelas tertentu

dari data acak.

2.1.1 Penyusunan Distribusi Frekuensi

Penyusunan suatu distribusi frekuensi perlu dilakukan tahapan penyusunan

data. Pertama melakukan pengurutan data-data terlebih dahulu sesuai urutan

besarnya nilai yang ada pada data, selanjutnya diakukan tahapan berikut ini

(Hasan, 2001).

1. Menentukan jangkauan (range) dari data.

Jangkauan = data terbesar – data terkecil.

2. Menentukan banyaknya kelas (k).

Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus sturgess

K = 1 + 3.3 log n; k

Keterangan:

k = banyaknya kelas

n = banyaknya data

3. Menentukan panjang interval kelas.

Panjang interval kelas (i) =(k) KelasJumlah

(R)Jangkauan

II-3

4. Menentukan batas bawah kelas pertama.

Tepi bawah kelas pertama biasanya dipilih dari data terkecil atau data yang

berasal dari pelebaran jangkauan (data yang lebih kecil dari data data terkecil)

dan selisihnya harus kurang dari panjang interval kelasnya.

5. Menuliskan frekuensi kelas didalam kolom turus atau tally (sistem turus)

sesuai banyaknya data.

2.1.2 Histogram dan Poligon Frekuensi

Histogram dan poligon frekuensi adalah dua grafik yang sering digunakan

untuk menggambarkan distribusi frekuensi. Histogram merupakan grafik batang

dari distribusi frekuensi dan poligon frekuensi merupakan grafik grafisnya. Jika

pada diagram batang, gambar batangnya terpisah maka pada histogram gambar

batangnya berhimpit. Histogram dapat disajikan dari perhitungan data dalam

distribusi frekuensi tunggal maupun distribusi frekuensi berkelompok (Hasan,

2001).

Gambar 2.1 Contoh Grafik Histogram

Poligon tidak berbeda dengan Histogram. Perbedaannya poligon

digambarkan dengan menghubungkan titik tengah dari garis-garis puncak

II-4

histogram dengan memakai garis lurus. Berdasarkan penjelasan di atas dapat

dibuat poligon frekuensinya seperti gambar berikut ini (Hasan, 2001).

Gambar 2.2 Contoh Grafik Poligon

Gambar 2.3 Contoh Grafik Histogram dan Poligon

2.1.3 Kurva Frekuensi

Distribusi frekuensi akan memerlukan kurva-kurva yang dipakai sebagai

hasil dari suatu perhitungan. Kurva frekuensi digambarkan dalam bentuk garis

yang menghubungkan tiap titik tengah untuk masing-masing kelas. Bentuk-bentuk

kurva frekuensi dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 2001):

II-5

1. Simetris atau berbentuk lonceng, ciri-cirinya ialah nilai variabel di samping

kiri dan kanan yang berjarak sama terhadap titik tengah (yang frekuensinya

terbesar) mempunyai frekuensi yang sama.

2. Tidak simetris atau condong, ciri-cirinya ialah ekor kurva yang satu lebih

panjang daripada ekor kurva lainnya. Jika ekor kurva yang satu lebih panjang

daripada ekor kurva lainnya. Jika ekor kurva lebih panjang berada di sebelah

kanan kurva disebut kurva condong ke kanan (mempunyai kecondongan

positif), sebaliknya disebut condong ke kiri (mempunyai kecondongan

negatif).

3. Bentuk J atau J terbalik, ciri-cirinya ialahsalah satu ujung kurva mempunyai

frekuensi maksimum.

4. Bentuk U, dengan ciri kedua ujung kurva memiliki frekuensi maksimum.

5. Bimodal, dengan ciri mempunyai dua maksimal.

6. Multimodal, dengan ciri mempunyai lebih dari dua maksimal.

7. Uniform, terjadi apabila nilai variabel dalam suatu interval mempunyai

frekuensi sama.

2.1.4 Jenis Jenis Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi memiliki jenis-jenis yang berbeda untuk setiap

kriterianya. Berdasarkan kreteria tersebut, distribusi frekuensi dapat dibedakan

tiga jenis (Hasan, 2001):

1. Distribusi frekuensi biasa

Distribusi frekuensi yang berisikan jumlah frekuensi dari setiap kelompok

data. Distribusi frekuensi ada dua jenis yaitu distribusi frekuensi numerik dan

distribusi frekuensi peristiwa atau kategori.

2. Distribusi frekuensi relatif

Distribusi frekuensi yang berisikan nilai-nilai hasil bagi antara frekuensi kelas

dan jumlah pengamatan. Distribusi frekuensi relatif menyatakan proporsi data

yang berada pada suatu kelas interval, distribusi frekuensi relatif pada suatu

kelas didapatkan dengan cara membagi frekuensi dengan total data yang ada

dari pengamatan atau observasi.

II-6

3. Distribusi frekuensi kumulatif

Distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif (frekuensi yang

dijumlahkan). Distribusi frekuensi kumulatif memiliki kurva yang disebut

ogif. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif yaitu distribusi frekuensi

kumulatih kurang dari dan distribusi frekuensi lebih dari.

Gambar 2.4 Contoh kurva Ogif

2.1.5 Pengertian Populasi Dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian objek.

Banyaknya pengamatan atau anggota populasi disebut ukuran populasi. Dalam

kata lain pengertian populasi yaitu kesimpulan dari suatu penelitian yang berlaku

secara umum atau keseluruhan dan bukan hanya sebagian kondisi saja. Apabila

1000 mahasiswa di universitas yang objek golongan berdasarkan golongan darah,

bisa dikatakan objek mempunyai populasi berukuran 1000 (Hasan, 2001).

Sampel ataupun contoh adalah suatu himpunan bagian dari populasi.

Apabila objek menginginkan kesimpulan dari sampel terhadap populasi menjadi

sah, objek harus mendapatkan sampel yang mewakili. Data yang diperoleh dari

observasi atau pengamatan dari sampel disebut data perkiraan (estimate value)

(Hasan, 2001).

II-7

2.2 Nilai Pusat dan Penyebaran

Pengamatan yang dilakukan dalam keperluan penganalisa data yang lebih

lanjut, selain pembuatan tabel dan grafik, diperlukan pula ukuran-ukuran yang

dapat mewakili data tersebut, sehingga dapat digunakan untuk membandingkan

keadaan berbagai kelompok data. Untuk keperluan tersebut statistik telah

menyediakan suatu nilai berupa nilai tunggal yang cukup mewakili keseluruhan

nilai yang terdapat dalam data tersebut (Hasan. 2001).

Ukuran nilai pusat adalah ukuran yang mewakili data secara keseluruhan.

Apabila keseluruhan nilai yang ada dalam data tersebut diurutkan besarnya dan

selanjutnya masukan nilai rata-rata kedalamnya, nilai rata-rata tersebut memiliki

kecenderungan terletak diurutan paling tengah atau pusat dari datanya (Hasan,

2001).

Ukuran Penyebaran adalah perserakan data individual terhadap nilai rata-

rata. Data yang bersifat homogen akan mempunyai penyebaran atau dispersi yang

kecil, sedangkan data yang bersifat heterogen penyebarannya akan besar.

Penyebaran yang besar menunjukkan bahwa data tersebut bersifat heterogen

(Budiyuwono, 1987).

2.2.1 Jenis-Jenis Ukuran Nilai Pusat

Gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data, baik sampel maupun

populasi dapat diperoleh dengan mencari ukuran-ukuran yang merupakan wakil

kumpulan data tersebut salah satunya adalah ukuran pemusatan. Ada beberapa

jenis ukuran pemusatan yang harus dipelajari dalam menghitung data dari

pengamatan, yaitu (Hasan, 2001):

1. Rata-Rata Hitung (mean)

Rata-rata hitung atau mean adalah nilai rata dari data-data yang ada, rata-rata

hitung dari populasi diberi simbol µ. Rata-rata hitung dari sampai diberi

simbol X�.

Mencari rata-rata hitung secara umum dapat ditentukan dengan rumus yang

tersedia sebagai berikut:

Rata-rata hitung = jumlah semua nilai data / jumlah data

II-8

a. Rata-rata hitung untuk data tunggal

Cara untuk menghitung rata-rata hitung untuk data tunggal ialah sebagai

berikut:

1) Jika X1,X2,….., Xn merupakan n buah nilai dari variabel X, maka rata-

rata hitungnya sebagai berikut:

n

X...XXXX 8321 ++++

=

2) Jika nilai X1 ,X2,……. Xn masing-masing memiliki frekuensi f1, f2,……

fn, maka rata-rata hitungnya sebagai berikut:

n2

nn2211

f...ff

xf...xfxf

f

fxX

++++++

==∑∑

3) Jika f nilai yang memiliki nilai rata-rata hitung m, f nilai yang

memiliki rata-rata hitung X2, dan fk nilai yang memiliki rata-rata

hitung mk, maka rata-rata hitung dari keseluruhan nilai itu f1 + f2 + …

+ fk , dapat dihitung dengan rumus:

k21

kk2211

f...ff

mf...mfmf

f

fmX

++++++

==∑∑

b. Rata-rata hitung untuk data berkelompok

Rata-rata hitung apabila datanya tersebut berkelompok, rata-rata hitung itu

dapat dicari dengan menggunakan 2 metode, yaitu metode biasa dan

metode simpangan rata-rata.

1) Metode biasa

Apabila telah terbentuk distribusi frekuensi biasa dengan fi = frekuensi

pada interval kelas ke-I, Xi = titik tengah interval kelas ke I, maka

rata-rata hitung dapat dihitung dengan rumus:

∑=f

fxX

2) Metode simpangan rata-rata

Apabila M adalah rata-rata hitung sementara maka rata-rata hitung

dapat dihitung dengan rumus:

II-9

∑∑+=

f

fdMX

Keterangan:

M = rata-rata hitung sementara, biasanya diambil dari titik tengah

d dkelas dengan frekuensi terbesarnya (titik tengah kelas modus)

D = X – M

X = titik tengah interval kelas

f = frekuensi kelas

2. Median

Median adalah nilai tengah dari data yang ada setelah data diurutkan. Median

merupakan rata-rata apabila ditinjau dari segi kedudukannnya dalam urutan

data. Median sering pula disebut rata-rata posisi. Median ditulis singkat atau

disimbolkan dengan Me atau Md. Cara mencari median dibedakan antara data

tunggal dan data berkelompok.

a. Median data tunggal

Median untuk data tunggal dapat dicari dengan pedoman sebagai berikut:

1) Jika jumlah data ganjil, mediannya adalah data yang berada paling

tengah.

2) Jika jumlah data genap, mediannya adalah hasil bagi jumlah dua data

yang berada di tengah data. Pedoman tersebut telah dirumuskan

sebagai berikut:

a) Untuk data ganjil (n = ganjil)

b) Untuk data genap (n = genap)

Atau secara singkat median dapat dtentukan:

Me = nilai yang ke ½(n + 1)

b. Median data berkelompok

Median data berkelompok dapat dicari dengan rumus yang telah tersedia

sebagai berikut:

CfMe

f2)(n2

1

BMe∑−

+=o

II-10

Keterangan:

Me = median

B = tepi bawah kelas median

(∑f2)o = jumlah frekuensi kelas-kelas sebelum kelas median

C = panjang interval kelas

Fme = frekuensi kelas median

3. Modus

Modus adalah nilai yang paling sering muncul dalam data. Modus ditulis

singkat atau disimbolkan Mo. Sejumlah data bisa tidak mempunyai modus,

mempunyai satu modus, mempunyai dua modus, mempunyai lebih dari dua

modus. Cara mencari modus dibedakan antara data tunggal dan data

berkelompok.

a. Modus data tunggal

Mencari modus data tunggal adalah mencari data yang frekuensinya

terbanyak.

b. Modus data berkelompok

Modus untuk data yang berkelompok dalam hal distribusi frekuensi adalah

modus hanya dapat diperkirakan dari data yang tersedia. Nilai yang paling

sering muncul akan berada pada kelas yang memiliki frekuensi terbesar

pada datanya.

Modus data berkelompok dapat dicari dengan menggunakan rumus yang

telah tersedia sebagai berikut:

Cd2d1

d1LMo

+=

Keterangan:

Mo = modus

L = tepi bawah kelas modus

d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sebelumnya

d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan freuensi kelas sesudahnya

C = panjang interval kelas

II-11

4. Ukuran-Ukuran yang Lain

Selain ketiga ukuran nilai pusat tadi (mean, median, modus), fraktil, rata-rata

ukur, rata-rata harmonis juga termasuk dalam ukuran nilai pusat pada

distribusi frekuensi.

a. Fraktil

Fraktil adalah nilai-nilai yang membagi seperangkat data yang telah

terurut menjadi beberapa bagian yang sama. Fraktil dapat berupa kuartil,

desil, persentil.

1) Kuartil (Q)

Kuartil adalah fraktil yang membagi seperangkat data menjadi empat

bagian yang sama. Terdapat tiga jenis kuartil, yaitu kuartil bawah atau

pertama (Q1), kuartil tengah atau kedua (Q2) kuartil kedua sama

dengan median, kuartil atas atau ketiga (Q3).

a) Kuartil data tunggal

Untuk data tunggal kuartil dapat dicari menggunakan rumus:

Q1 = nilai yang ke 1,2,3 I , 4

1)i(n =+

b) Kuartil data berkelompok

Untuk data berkelompok kuartil dapat dicari menggunakan rumus

sebagai berikut:

CfQi

fi)(4

in

1BQi

∑−=

o

Keterangan:

Bi = tepi bawah kelas kuartil

n = jumlah semua frekuensi

i = 1,2,3

(∑f i)o = jumlah frekuensi semua kelas sebelum kelas

kuartil

C = panjang interval kelas

FQ = frekuensi kelas kuartil

II-12

2) Desil (D)

Desil adalah fraktil yang membagi seperangkat data yang telah diurut

menjadi sepuluh bagian yang sama. Terdapat Sembilan jenis desil,

yaitu desil pertama (D1), desil kedua (D2), . . . . . dan desil kesembilan

(D9). Cara untuk mencari desil dibedakan antara desil dari data tunggal

dan desil dari data berkelompok. Pengertian dan rumusnya sebagai

berikut:

a) Desil data tunggal

Untuk perhitungan data tunggal desil dapat dicari menggunakan

rumus berikut:

Di = nilai ke .,9 . 1,2,3,. i ,10

1)i(n =+

b) Desil data berkelompok

Untuk perhitungan desil yang mempunyai data berkelompok, desil

dapat dicari menggunakan rumus yang telah tersedia sebagai

berikut:

Ci

fD

fi)(10

in

1B

iD

∑−+=

o

Keterangan:

Di = desil ke – i

Bi = tepi bawah kelas desil ke –i

n = jumlah frekuensi

(∑f i)o = jumlah frekuensi sebelum kelas ke – i

C = panjang interval kelas desil ke – i

FDi = frekuensi kelas desil ke – i

i = 1,2,3….9

3) Persentil

Persentil adalah fraktil yang membagi data yang telah terurut menjadi

seratus bagian yang sama. Terdapat sembilan puluh sembilan persentil,

yatu persentil pertama (P1), persentil kedua (P2),… persentil ke

II-13

sembilan puluh sembilan (P99). Cara mencari persentil dibedakan

antara data tungal dan data berkelompok.

a) Persentil data tunggal

Untuk data tunggal, persentilnya dapat dicari menggunakan rumus

sebagai berikut:

Pi = nilai ke C100

1)i(n +, i = 1,2,3,…,99

b) Persentil data berkelompok

Untuk data berkelompok persentilnya dapat dicari menggunakan

rumus:

CfPi

fi)(100

in

i

B i

P∑−

+=o

Keterangan:

Pi = persentil ke –i

Bi = tepi bawah kelas persentil ke –i

n = jumlah semua frekuensi dari hasil pengamatan yang

dilakukan

i = 1,2,3,….99

(∑f i)o = jumlah semua frekuensi kelas sebelum kelas persentil

dari

data kelas

C = panjang interval kelas dari data hasil pengamatan yang

telah diurutkan

fPi = frekuensi kelas persentil

b. Rata-rata ukur (rata-rata geometris)

1) Rata-rata ukur untuk data tunggal

Rata-rata ukur untuk data tunggal adalah akar ke-n dari hasil perkalian

unsur data hasil pengamatan. Apabila perbandingan setiap dua data

berurutan adalah tetap atau hampir tetap maka rata-rata ukur lebih baik

digunakan daripada rata-rata hitung. Jika seperangkat data adalah

II-14

X1,X2,X3, . . . Xn maka rata-rata ukur dapat dirumuskan sebagai

berikut:

n X1.X2...XnG =

Atau

)n

X log . . . 2

X log 1

X (log n1logG +++=

2) Rata-rata ukur untuk data berkelompok

Untuk data berkelompok, rata-rata ukur dapat dicari menggunakan

rumus:

∑=f

X) log . (f G log

keterangan:

X = titik tengah

c. Rata-rata harmonis

1) Rata-rata harmonis untuk data tunggal

Rata-rata harmonis dari seperangkat data tunggal hasil pengamatan,

X1, X2 . . . ,Xn dapat dirumuskan sebagai berikut:

=

x

1n

RH

2) Rata-rata harmonis untuk data berkelompok

Rata-rata harmonis untuk data yang berkelompok, dapat menggunakan

rumus:

∑=

x

ff

RH

d. Jangkauan

Jarak atau kisaran nilai (range) merupakan ukuran yang paling sederhana

dari ukuran penyebaran. Jarak merupakan perbedaan antara nilai terbesar

dan terkecil dalam suatu kelompok data baik data populasi atau sampel

dalam ukuran pemusatan. Semakin kecil ukuran jarak menunjukkan

II-15

karakter yang lebih baik, karena berarti data mendekati nilai pusat dan

kompak(Suharyadi dan Purwanto, 2007).

1) Jangkauan data tunggal:

Untuk data yang tidak dikelompokkan, dari hasil pengamatan nilai

range diperoleh dari selisih nilai pengamatan tertinggi dan nilai

pengamatan terendah.

2) Jangkauan data berkelompok:

Untuk data yang dikelompokan, dari hasil pengamatan yang dilakukan

jangkauan dapat dihitung melalui batas kelas dan nilai tengah dari data

berkelompok.

2.2.2 Sifat-Sifat Rata-Rata Hitung Median, Dan Modus

Perhitungan dalam memilih ukuran nilai pusat, sifat-sifat dari masing-

masing ukuran perlu diperhatikan. Berikut adalah sifat dari ketiga ukuran tersebut

(Hasan, 2001):

1. Sifat-sifat rata-rata hitung

a. Nilai rata-rata hitung dipengaruhi oleh hasil observasi dan pengamatan

yang dilakukan.

b. Nilai rata-rata hitung dapat menyimpang terlalu jauh, hal ini disebabkan

rata-rata hitung dipengaruhi oleh bilangan ekstrim (nilai sangat besar atau

sangat kecil), sehingga distribusi dengan kecondongan yang jelek, rata-rata

hitung dapat kehilangan makna.

c. Rata-rata hitung tidak dapat dihitung apabila memiliki kelas terbuka,

berbeda dengan ukuran yang lainnya.

d. Rata-rata hitung paling sering digunakan dan populer diantara hitungan

yang lainnya dalam ukuran pemusatan.

e. Jumlah dari penyimpangan semua nilai pengamatan dengan nilai rata-rata

hitung sama dengan nol.

f. Jika selisih semua nilai pengamatan dengan nilai rata-rata hitung

dikuadratkan maka jumlahnya lebih kecil dari jumlah penyimpangan

kuadrat semua nilai pengamatan dari titik lain selain rata-rata hitung.

II-16

g. Rata-rata hitung dapat dimanipulasi secara aljabar.

2. Sifat-sifat median

a. Median dipengaruhi oleh banyaknya pengamatan, tapi tidak dipengaruhi

oleh nilai pengamatan, sehingga tidak terpengaruh bilangan ekstrim dari

pengamatan.

b. Median dapat dihitung dari distribusi yang memiliki kelas terbuka, karena

median hanya mencari nilai tengah dari suatu data.

c. Median sering digunakan pada distribusi yang memiliki kecondongan

yang tidak bagus.

d. Median di definisikan dan diinterpretasikan.

e. Median lebih terpengaruh oleh fluktasi sampling.

f. Jumlah penyimpangan (tanda diabaikan) nilai-nilai dari median lebih kecil

daripada jumlah penyimpangan nilai-nilai dari titik lain.

g. Jika jumlah penyimpangan dari median dikuadratkan maka jumlahnya

lebih besar daripada jumlah penyimpangan kuadrat nilai-nilai data rata-

rata hitung.

3. Sifat-sifat modus

a. Dalam seperangkat data, modus bisa tidak ada dan bisa lebih dari satu.

b. Modus dapat ditempatkan pada distribusi yang memiliki kelas terbuka.

c. Modus tidak terpengaruhi oleh bilangan-bilangan yang ekstrim, karena

modus hanya mencai data terbanyak dari suatu observasi atau pengamatan

yang dilakukan.

d. Nilai modus sebenarnya sukar ditentukan, karena kebanyakan hanya

berdasarkan taksiran dalam suatu distribusi.

e. Perhitungan modus tidak didasarkan pada seluruh nilai pengamatan, tetapi

didasarkan pada individu yang berada pada titik tempat terjadinya

pemusatan terbanyak.

f. Untuk perhitungan secara aljabar lebih lanjut modus tidak dapat digunakan

dalam perhitungan.

g. Modus tidak sepopuler ukuran rata-rata hitung atau median dalam ukuran

pemusatan.

II-17

Mo = - 3 ( - Me)

2.2.3 Hubungan Rata-Rata Hitung, Median, Dan Modus

Hubungan antara ketiga ukuran nilai pusat, yaitu rata-rata hitung, median,

dan modus akan memberikan gambaran bentuk kurva data yang bersangkutan.

Hubungan antara ketiga ukuran nilai pusat berikut (Hasan, 2001):

1. Jika rata-rata hitung median dan modus memiliki nilai yang sama maka

kurvanya berbentuk simetris sempurna, apabila nilai rata-rata hitung median,

modus terletak pada suatu titik di tengah-tengah absis dan ketiga-tiganya

berimpit.

2. Jika nilai rata-rata hitung lebih besar daripada nilai median lebih besar dari

nilai modus maka kurvanya menceng ke kanan, karena ujungnya memanjang

atau mengarah kearah positif. Jadi, distribusi meruncing kearah yang nilainya

tinggi.

3. Jika nilai rata-rata hitung lebih kecil daripada nilai median lebih kecil dari

nilai modus maka kurvanya menceng ke kiri. Jadi, distribusi meruncing kearah

nilai yang rendah.

Apabila dalam bentuk grafik, hubungan dari nilai rata-rata, modus, median dari

ketiga nilai tersebut dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 Contoh Grafik Mean, Median Modus

Jika distribusinya tidak terlalu menceng, hubungan rata-rata hitung,

median, dan modus secara matematis dituliskan dengan rumus yang berhubungan

sebagai berikut:

Rata-rata hitung – modus = 3 (rata-rata hitung - median)

Dirumuskan:

II-18

2.3 Probabilitas

Dalam hidup ini hampir semua kejadian sifatnya tidak pasti. Artinya tidak

bisa mengatahui secara pasti hasil akhir kejadian tersebut. Terlebih lagi jika

kejadian itu meyangkut kemasa yang akan datang. Probabilitas adalah suatu

ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa (event) akan terjadi di masa

mendatang. Probabilitas dinyatakan antara 0 sampai 1 atau dalam persentase

(Hasan, 2005).

Untuk menghadapi keadaan yang tidak pasti, biasanya kita semua

mengandalkan tebakan. Dari tebakan itulah muncul kemungkinan atau peluang

atau probabilitas kejadian yang bersangkutan yang kemudian melahirkan sebuah

teori yang dikenal sebagai Teori probabilitas. Konsep – konsep probabilitas

didukung oleh banyak teori,seperti teori himpunan, permutasi, dan kombinasi

(Hasan, 2005).

Probabilitas merupakan suatu peluang yang terjadi pada suatu kejadian.

Fenomena ini sering disebut dalam bidang ilmu pengetahuan atau dunia bisnis

sebagai fenomena yang sifatnya probabilistik. Probabilitas juga merupakan derajat

atau tingkat kepastian atau keyakinan dari munculnya hasil percobaan statistika

disebut probabilitas atau peluang. Suatu probabilitas dilambangkan dengan P

(Boediono, 2001).

Dalam kehidupan sehari-hari, sering terjadi berbagai kejadian yang

berkaitan dengan peluang. Misalkan pengundian mata uang atau dadu,

pengundian bola berwarna tertentu, dan lain-lain. Ini semua merupakan

eksperimen atau percobaan. Semua hal yang mungkin terjadi dalam pecobaan

tersebut dinamakan ruang kejadian (ruang sampel) (Muttaqin dan Suryadi, 1997).

2.3.1 Pendekatan Probabilitas.

Perumusan konsep dasar probabilitas dapat dilakukan dengan tiga cara,

yaitu dengan cara pendekatan klasik, pendekatan frekuensi relatif dan pendekatan

subyektif. Bila kejadian-kejadian pada contoh diatas kita lambangkan dengan

huruf besar E, maka kita dapat merumuskan probabilitas kejadian E, yaitu P(E)

(Hasan, 2005).

II-19

2.3.2 Pendekatan Klasik

Pendekatan klasik mengasumsikan bahwa sebuah persitiwa mempunyai

kesempatan untuk terjadi yang sama besar (equally likely). Probabilitas suatu

peristiwa diartikan sebagai hasil bagi dari banyaknya peristiwa yang dimaksud

dengan seluruh peristiwa yang mungkin. Probabilitas dirumuskan (Hasan, 2005).

2.3.3 Pendekatan Frekuensi Harapan

Frekuensi harapan dilakukan untuk mengetahui berapa besar harapan

berhasil suatu kejadian dalam suatu pengamatan. Frekuensi harapan dirumuskan

sebagai berikut (Hasan, 2005).

2.3.4 Pendekatan Frekuensi Relatif

Berbeda dengan pendekatan klasik, besar probabilitas suatu peristiwa tidak

dianggap sama, tetapi tergantung pada berapa banyak suatu peristiwa terjadi dari

keseluruhan percobaan atau kegiatan yang dilakukan. Menurut pendekatan

frekuensi relatif, probabilitas diartikan sebagai:

1. Proporsi waktu terjadinya suatu peristiwa dalam jangka panjang, jika kondisi

stabil.

2. Frekuensi relatif dari seluruh peristiwa dalam sejumlah besar percobaan yang

dilakukan.

Nilai probabilitas ditentukan melalui percobaan, sehingga nilai

probabilitas itu merupakan limit dari frekuensi relatif peristiwa tersebut.

Probabilitas suatu kejadian dinyatakan sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto,

2007):

Fhar=jumlah kejadian berhasil

jumlah sampel x banyaknya percobaan

Probabilitas suatu peristiwa = jumlah kemungkinan hasil (peristiwa)

jumlah total kemungkinan hasil

Probabilitas kejadian relatif =jumlah peristiwa yang terjadi

jumlah total percobaan/kegiatan

II-20

2.3.5 Pendekatan Subjektif

Pengertian pendekatan subjektif adalah menentukan besarnya probabilitas

suatu peristiwa didasarkan pada penilaian pribadi dan dinyatakan dalam derajat

kepercayaan. Penilaian subjektif diberikan karena terlalu sedikit atau tidak ada

informasi yang diperoleh atau berdasarkan keyakinan (Suharyadi dan Purwanto,

2007).

Pendekatan Subjektif adalah pendekatan yang didasarkan pada tingkat

kepercayaan individu yang membuat dugaan atau tebakan terhadap suatu peluang

yang terjadi. Kepercayaan individu tersebut bisa berasal dari pengalaman

terjadinya suatu peristiwa pada masa lalu atau hanya dugaan dan tebakan saja

(Hasan, 2005).

Tingkat kepercayaan individu dalam membuat dugaan peluang suatu

peristiwa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. pandangan yang optimis bahwa peristiwa itu akan terjadi sehingga peluangnya

mendekati 1.

2. Pandangan yang pesimis bahwa peristiwa itu akan terjadi sehingga

peluangnya mendekati 0.

2.3.6 Peristiwa Bersama Tidak Saling Meniadakan (Nonexclusive)

Peristiwa bersama adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa dalam satu

percobaan. Peluang terjadinya peristiwa A atau B dapat dihitung melalui rumus

(Hasan, 2005):

2.3.7 Peristiwa Saling Meniadakan (Mutually Exclusive)

Jika hanya satu dari dua (atau lebih) peristiwa yang dapat terjadi, maka

peristiwa itu dianamakan peristiwa mutually exclusive atau disjoint. Sehingga dua

peristiwa mutally exclusive tidak dapat terjadi bersamaan dalam satu percobaan.

Misalkan peristiwa A adalah mandi dan peristiwa B adalah makan. Peristiwa A

P (A atau B ) = P (A) + P(B) – P(AB)

atau

P ( A ∪ B ) = P(A) + P(B) – P(A ∩ B)

II-21

dan B tidak dapat terjadi secara bersama. Peluang terjadinya peristiwa A atau B

dapat dihitung melalui rumus (Hasan, 2005):

2.3.8 Probabilitas Bersyarat

Suatu kejadian A terjadi dengan syarat kejadian B lebih dulu terjadi atau

akan terjadi atau diketahui terjadi dikatakan kejadian A bersyarat B yang ditulis

A/B. Hati-hati dalam hal ini penulisan A/B tidak berari A dibagi B. Probabilitas

terjadinya kejadian A bila kejadian B telah terjadi disebut probabilitas bersyarat

yang ditulis P(A/B) dan dirumuskan sebagai berikut (Hasan, 2005).

2.3.9 Peristiwa Bebas dan Bergantung (Independent dan Dependent Event)

Dua peristiwa dikatakan independent jika probabilitas terjadinya suatu

peristiwa tidak dipengaruhi terjadinya peristiwa lain. Dalam hal ini P(X|Y) sama

dengan P(X) karena terjadinya X tidak dipengaruhi oleh Y,dan P(Y|X) sama

dengan P(Y). Dua peristiwa dikatakan dependent jika probabilitas terjadinya suatu

peristiwa memengaruhi atau dipengaruhi terjadinya peristiwa lain (Hasan, 2005).

Peristiwa X dan Y adalah dependent jika:

2.3.10 Peristiwa Pelengkap (Complementery Event)

Peristiwa pelengkap menunjukkan bahwa apabila dua peristiwa A dan B

yang saling melengkapi, sehingga jika peristiwa A tidak terjadi, maka peristiwa B

P ( A atau B ) = P(A) + P(B)

atau

P(A ∪ B) = P(A) + P(B)

P ( B | A ) = P (A∩B)

P(A) bila P (A ) > 0

P(X|Y) ≠P(X) . P(Y)

karena

P(Y) ≠ P(Y|X)

II-22

P(n,k) =n!

�n-k�!

pasti terjadi. Maka probabilitas keduanya dapat dirumuskan sebagai berikut

(Hasan, 2005):

2.3.11 Faktorial, Permutasi dan Kombinasi

Konsep dasar probabilitas terdapat beberapa prinsip-prinsip menghitung

yang bermanfaat untuk menghitung data-data yang tersedia, prinsip-prinsip

tersebut yaitu faktorial, permutasi dan kombinasi. Berikut penjelasannya (Hasan,

2005):

1. Bilangan faktorial

Bila terdapat n bilangan bulat yang bernilai positif, maka bilangan faktorial

tersebut ditulis dengan n! dan didefinisikan dalam rumus yang tersedia sebagai

berikut:

2. Permutasi

Permutasi adalah suatu penyusunan atau pengaturan beberapa objek ke dalam

suatu urutan tertentu. Permutasi k unsur dari n unsur, untuk k ≤ n, adalah

semua urutan berbeda yang mungkin dari k unsur yang diambil dari n unsur

yang berbeda. Banyak permutasi k unsur dari n unsur dinyatakan dengan

nPk,P (n,k), dimana:

Permutasi memiliki beberapa jenis yang setiap pengertiannya berbeda.

Terdapat 3 jenis permutasi yaitu permutasi siklis, permutasi dari sebagian

anggota yang sama dan permutasi dari n objek seluruhnya, permutasi-

permutasi tersebut dapat digunakan dalam suatu perhitungan untuk

menghitung data-data tertentu.

P(A) + P(B) = 1

Atau

P(A) = 1 – P(B)

n! = n(n-1)(n-2)…3.2.1

0! = 1 dan 1! = 1

II-23

a. Permutasi siklis

Permutasi siklis adalah permutasi yang dibuat dengan menyusun anggota

suatu himpunan secara melingkar. Dua permutasi melingkar dianggap sama

bila didapatkan dua himpunan permutasi yang sama dengan cara beranjak dari

suatu anggota tertentu dan bergerak searah jarum jam. Banyaknya permutasi

dari n anggota yang disusun secara melingkar sebagai berikut:

b. Permutasi dari sebagian anggota yang sama jenisnya

Bila kita mempunyai himpunan yang terdiri atas n anggota, maka ada

kemungkinan bahwa sebagian dari anggotanya mempunyai jenis yang sama.

Banyaknya permutasi dari sebagian anggota yang sama jenisnya dapat dibuat

dengan rumus sebagai berikut:

...nr! . n2! n1!.

n!)n

n2,...nrn1,( =

c. Permutasi dari n objek seluruhnya

Permutasi dari n objek seluruhnya tanpa pengembalian dirumuskan

sebagai berikut:

3. Kombinasi

Dari suatu himpunan dengan n anggota dapat disusun himpunan bagiannya

dengan r anggota, untuk r ≤ n. Setiap himpunan bagian dengan r anggota

(unsur) dari himpunan dengan n anggota (unsur) disebut kombinasi r unsur

dari n unsur. Banyaknya kombinasi k unsur dari n unsur ditulis dengan notasi

nCr, C(n,r). Kombinasi tidak memperhatikan urutan, dari k unsur dapat dibuat

dari k! urutan yang berbeda, rumus kombinasi r dari n objek berbeda dapat

disrumuskan sebagai berikut:

Banyaknya permutasi = (n – 1) !

�n

r�=

n!

r!�n-r�!

nPn = n!

II-24

2.4 Distribusi Binomial

Suatu percobaan yang terdiri dari dua hasil yang mungkin terjadi, berharga

tetap dalam setiap percobaan, maka percobaan tersebut dinamakan binomial atau

bernouli (Muttaqin dan Suryadi, 1997).

Distribusi binomial adalah suatu distribusi probabilitas yang dapat

digunakan bilamana suatu proses sampling dapat diasumsikan sesuai dengan

proses Bernoulli. Suatu proses Bernoulli adalah proses sampling yang mempunyai

ketentuan sebagai berikut (Hasan, 2005):

1. Ada dua kejadian yang dapat terjadi dan saling asing pada setiap percobaan

atau observasi, untuk mudahnya disebut sukses atau gagal.

2. Urut-urutan percobaan atau observasi merupakan kejadian independen.

3. Probabilitas sukses dinyatakan dengan p, yang nilainya tetap dari percobaan

ke percobaan atau dari suatu kejadian ke kejadian yang lain.

Beberapa percobaan sering kali terdiri atas ulangan-ulangan yang

mempunyai dua kejadian, yakni berhasil atau gagal. Percobaan ini merupakan

percobaan dengan pemulihan (with replacement), yaitu setiap cuplikan yang telah

diamati dimasukan kembai dalam populasi semula. Populasi setelah pencuplikan

tetap sama. Artinya, susunan anggota populasi dan nisbah setelah pencuplikan

tidak pernah berubah.

Distribusi binomial atau distribusi bernoulli (ditemukan oleh James

Bernoulli) adalah suatu distribusi teoretis yang menggunakan variabel random

diskrit yang terdiri dari dua kejadian yang berkomplemen, seperti sukses-gagal,

ya-tidak, baik-cacat lulus-tidak lulus. Distribusi ini memiliki ciri-ciri berikut

(Hasan, 2005):

1. Setiap Percobaan hanya memiliki dua peristiwa, seperti ya-tidak, sukses-

gagal, lulus-tidak lulus.

2. Probabilitas suatu peristiwa adalah tetap, tidak berubah untuk setiap

percobaan.

3. Percobaannya bersifat independen, artinya adalah peristiwa dari suatu

percobaan tidak mempengaruhi atau dipengaruhi peristiwa dalam percobaan

lainnya.

II-25

4. Jumlah atau banyaknya percobaan yang merupakan komponen percobaan

binomial harus tertentu.

Adapun rumus dari distribusi binomial adalah sebagai berikut:

x-nq . xp . nx

c p)n,(x; b x) p(X ===

2.4.1 Variabel Acak atau Random

Variabel acak adalah variabel yang nilai-nilainya ditentukan oleh

kesempatan atau variabel yang dapat bernilai numerik yang didefinisikan dalam

ruang sampel. Variabel random ada dua, yaitu variabel random diskrit dan

variabel random kontinu (Hasan, 2005).

1. Variabel random diskrit

Variabel random diskrit adalah variabel Random yang tidak mengambil

seluruh nilai yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang hanya

memiliki nilai tertentu. Nilainya merupakan bilangan bulat dan asli, tidak

berbentuk pecahan.

2. Variabel random kontinu

Variabel random kontinu adalah variabel random yang mengambil seluruh

nilai yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang dapat memiliki nilai-

nilai pada suatu interval tertentu. Nilainya dapat berupa bilangan bulat atau

pecahan. Variabel kontinu biasanya dihasilkan dari pengukuran dan bukan

perhitungan.

2.4.2 Rata-Rata, Varians dan Simpangan Baku Distribusi Binomial

Secara umum, nilai rata-rata (µ), varians (σ2 ), dan simpangan baku (σ)

dapat dicari berdasarkan distribusi probabilitasnya. Pendekatan rumus-rumusnya

dalam distribusi binomial dapat disajikan dengan rumus sebagai berikut (Hasan,

2005):

1. Nilai Rata-Rata (µ)

Rata-rata hitung adalah nilai rata dari data-data yang ada. Rumus nilai rata-

rata pada distribusi binomial disajikan atau dapat dirumuskan dengan

keterangannya sebagai berikut:

II-26

=−==

n

0x)xn.qx.pn

xX(C µ E(X)

Dimana:

Μ : nilai rata - rata distribusi binomial

x : kejadian

n : banyaknya pengulangan

p : keberhasilan

q : kegagalan

∑ : lambang operasi penjumlahan

2. Varians

Varians dan deviasi standar merupakan ukuran penyebaran yang dalam

pengertiannya yaitu mengukur seberapa besar data menyebar dari nilai

tengahnya. Semakin kecil sebaran data, maka semakin baik, karena

menunjukkan data mengelompok pada nilai rata-rata. varians dapat

dirumuskan sebagai berikut:

∑ = −−= n0x

2µ)xn.qx.pnx

(C2σ

Keterangan:

σ2 : varians

x : nilai suatu kejadian

µ : nilai rata-rata distribusi binomial

p : probabilitas keberhasilan

q : probabilitas kegagalan

∑ : lambang operasi penjumlahan

3. Simpangan Baku

Simpangan baku adalah ukuran yang paling banyak dan sering digunakan

dalam perhitungan statistika dalam menghitung data tunggal ataupun data

yang berkelompok. Nilai simpangan baku telah disajikan atau dirumuskan

sebagai berikut:

II-27

2µ)xn.q2.pnx

(Cn

0x

2xσ −−∑

==

Dimana:

σ : simpangan baku

x : nilai suatu kejadian

µ : nilai rata – rata distribusi binomial

p : probabilitas keberhasilan

q : probabilitas kegagalan

Σ : lambang operasi penjumlahan

2.4.3 Pembentukan Distribusi Binomial

Pengamatan yang dilakukan untuk membentuk suatu distribusi binomial

diperlukan pengetahuan tentang dua hal penting. Dua hal penting tersebut sebagai

berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2007):

1. banyaknya atau jumlah dari percobaan atau kegiatan yang telah dilakukan.

2. probabilitas suatu kejadian baik sukses maupun gagal.

Distribusi probabilitas binomial dapat dinyatakan dalam rumus yang tersedia

sebagai berikut:

rnqrpr)!-(n r!

n! P(r) −=

Dimana:

P(r) : nilai probabilitas binomial

p : probabilitas sukses suatu kejadian dalam setiap percobaan yang telah

dilakukan

r : banyaknya peristiwa sukses suatu kejadian untuk keseluruhan

percobaan

n : jumlah total percobaan yang telah dilakukan sesudah pengamatan atau

observasi

q : probabilitas gagal suatu kejadian yang diperoleh dari q =1-p

! : lambang faktorial

II-28

2.4.4 Distribusi Binomial Kumulatif

Pada perhitungan binomial kumulatif, yang terpenting bukanlah mencari

probabilitas dari sejumlah x sukses tapi menghitung probabilitas paling sedikit

atau paling banyak sejumlah sukses. Probabilitas binomial kumulatif adalah

probabilitas dari peristiwa binomial lebih dari satu sukses. Probabilitas binomial

kumulatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Hasan, 2005):

Distribusi binomial mempunyai rumus koefisien momen kemencengan,

dan koefisien momen kurtosis sebagai berikut:

Koef. Momen Kemencengan Npq

pq3

σ−=

Koef. Momen Kurtosis Npq

pq613

−+=

2.4.5 Distribusi Multinomial

Jika percobaan binomial berkembang dengan memberikan lebih dari dua

hasil yang mungkin, bukan hanya kategori sukses dan gagal, maka percobaan itu

dinamakan multinomial.

Bila setiap ulangan menghasilkan salah satu dari k hasil percobaan E1, E2,

E3, ...., Ek, dengan peluang p1, p2, p3, ...., pk, maka sebaran peluang bagi peubah

acak X1, X2, X3, ...., Xk, yang menyatakan berapa kali E1, E2, E3, ...., Ek, terjadi

dalam n ulangan yang bebas adalah (Walpole, 1995):

PBK = ∑=

n

x 0

C. p. q�

= ∑=

n

x 0

P(X = x)

= P(X = 0) + P(X = 1) + P(X = 2) + ... + P(X = n)

P(x1,x2,…,xk)=

N!

x1!x2!…xk! P1

2.P22….PK

K

f(x1, x2, x3, ...., xk; p1, p2, p3, ...., pk, n) = (

�,�,�,....,�) p1x1p

2x2 .... p

kxk

Dengan ∑ Xi=n dan ∑ pi=1ki=1

ki=1

II-29

2.5 Distribusi Hipergeometrik

Distribusi hipergeometrik merupakan distribusi data diskrit. Probabilitas

suatu peristiwa pada suatu percobaan akan menghasilkan dua macam peristiwa

dependen menghasilkan probabilitas peristiwa yang berbeda pada setiap

percobaan. Kondisi ini biasanya muncul pada percobaan yang dilakukan tanpa

pengembalian dengan populasi terbatas. distribusi hipergeometrik adalah bentuk

probabalitas tanpa pengembalian, yaitu setiap pencuplikan data yang telah diamati

tidak dimasukkan kembali dalam populasi semula (Sudaryono, 2012).

Distribusi hipergeometrik juga termasuk distribusi teoritis seperti halnya

distribusi binomial. Perbedaan yang utama antara distribusi binomial dan

distribusi hipergeometrik adalah pada cara pengambilan sampelnya. Pada

distribusi binomial pengambilan sampel dilakukan dengan pengembalian,

sedangkan pada disribusi hipergeometrik pengambilan sampel dilakukan tanpa

pengembalian (Hasan, 2005).

Apabila populasinya terbatas dan sampel yang diambil tidak kembailkan

lagi sebelum pengambilan berikutnya, maka peluang berhasil dalam suatu

pengambilan (percobaan) tergantung pada hasil percobaan sebelumya. Keadaan

ini dapat terjadi karena setelah dilakukan pengambilan sampel maka populasinya

akan berkurang dan peluang “berhasil” mengalami perubahaan. Model yang tepat

untuk kasus demikian adalah dengan distribusi hipergeometrik (Turmudi dan

Harini, 2008).

2.5.1 Rumus Distribusi Hipergeometrik

Definisi secara umum dari distribusi probabilitas hipergeometrik bagi

peubah acak X adalah bila dari populasi berukuran N yang dapat digolongkan,

yaitu kelompok keberhasilan dan kelompok kegagalan masing-masing dengan k

dan N – k unsur, dipilih sebanyak n, distribusi probabilitas peubah acak X yang

menyatakan banyaknya kejadian berhasil yang terpilih adalah (Sudaryono, 2012).

h (x: N: n: k) =

CxkC

n-x

N-k

CnN

II-30

Keterangan:

x = banyaknya peristiwa sukses

N = ukuran populasi

k = banyaknya unsur yang sama pada populasi

n = ukuran sampel

2.5.2 Nilai Rata-rata dan Varian Distribusi Hipergeometrik

Nilai rata-rata distribusi hipergeometrik merupakan hasil kali dari contoh

data berukuran n dengan k sebagai keberhasilan dibagi dengan N sebagai

populasinya. Secara matematis persamaan nilai rata-ratanya dapat dirumuskan

sebagai berikut:

µ = nk / N

Rasio k/N setara nilainya dengan probabilitas dari suatu keberhasilan p, sehingga

nilai rata-rata yang dapat dibagi dengan distribusi hipergeometrik, dapat

dinyatakan dalam rumus dengan persamaan nilai rata-ratanya dapat dijabarkan

sebagai berikut:

µ = n p

Dan varian bagi distribusi hipergeometrik h (x: N: n: k) dapat dinyatakan dengan

rumus sebagai berikut:

)N

k(1

N

kn )

1-N

n-N( 2σ −=

Bila n relatif sangat kecil dibandingkan dengan N, probabilitas pada pengambilan

akan kecil sekali sehingga dapat dikatakan bahwa percobaan menjadi percobaan

binomial. Artinya, kita dapat menghampiri distribusi hipergeometrik dengan

menggunakan distribusi binomial rasio p = k/ N. varian populasi distribusi

binomial diperoleh dengan mengambil limit dari ragam distribusi hipergeometrik.

limN →∞

N-n

N-1

limn→∞ � N

N-1-

n

N-1� = 1

II-31

2.6 Distribusi Poisson

Distribusi Poisson disebut juga distribusi peristiwa jarang terjadi,

ditemukan oleh S.D. Poisson (1781 –1841), seorang ahli matematika bangsa

Prancis. Distribusi Poisson termasuk distribusi teoretis yang memakai variabel

random diskrit. Distribusi Poisson adalah distribusi nilai-nilai bagi suatu variabel

random diskrit X (X diskrit), yaitu banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam

suatu interval waktu tertentu atau di suatu daerah tertentu (Hasan, 2005).

Sebaran bagi peubah acak Poisson X, yang menyatakan banyaknya hasil

percobaan yang terjadi selama suatu selang waktu atau daerah tertentu. Selang

waktu tersebut dapat berapa saja panjangnya, misalnya semenit, sehari, seminggu,

sebulan, atau bahkan setahun. Daerah tertentu yang dimaksudkan di atas dapat

berupa suatu ruas garis, suatu luasan, suatu volume, atau mungkin sepotong

bahan. Dalam demikian ini, X mungkin saja menyatakan banyaknya tikus sawah

per hektar, banyaknya bakteri dalam suatu kultur biakan, atau banykanya

kesalahan ketik per halaman (Walpole, 1995).

Distribusi poisson adalah suatu distribusi teoritis yang berhubungan

dengan variabel acak diskrit. Seperti halnya dengan distribusi binomial, terdapat 2

kategori yang mungkin timbul pada populasi. Timbulnya setiap kejadian yang

mengikuti distribusi poisson adalah independen, setiap kejadian mempunyai

peluang yang tetap. Jumlah individu yang dihadapi besar sekali sedangkan

peluang timbulnya suatu individu termasuk kategori tertentu kecil sekali.

Penerapan distribusi poisson hampir sama dengan distribusi binomial hanya

membutuhkan syarat p < 0,05 dan n > 20 ( n besar dan peluang untuk terjadi

sangat kecil), dengan kata lain distribusi poisson digunakan untuk peristiwa yang

jarang terjadi dalam suatu pengamatan (Sugiarto dan Supramono, 1993).

2.6.1 Variabel Acak atau Random

Variabel acak adalah variabel yang nilai-nilainya ditentukan oleh

kesempatan atau variabel yang dapat bernilai numerik yang didefinisikan dalam

ruang sampel. Variabel random ada dua, yaitu variabel random diskrit dan

variabel random kontinu (Hasan, 2005).

II-32

1. Variabel acak diskrit

Variabel acak diskrit adalah variabel acak yang tidak mengambil seluruh nilai

yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang hanya memiliki nilai

tertentu. Nilainya merupakan bilangan bulat dan asli, tidak berbentuk pecahan.

2. Variabel acak kontinu

Variabel acak kontinu adalah variabel acak yang mengambil seluruh nilai

yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang dapat memiliki nilai – nilai

pada suatu interval tertentu. Nilainya dapat berupa bilangan bulat atau

pecahan. Variabel kontinu biasanya dihasilkan dari pengukuran dan bukan

perhitungan.

2.6.2 Ciri-Ciri Distribusi Poisson

Distribusi poisson memiliki ciri-ciri yang harus diperhatikan untuk

membuat suatu perhitungan. Ciri-ciri distribusi poisson sebagai berikut: (Walpole,

1995).

1. Banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam suatu selang waktu atau suatu

daerah tertentu, tidak bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi

pada selang waktu atau daerah lain yang terpisah.

2. Peluang terjadinya satu hasil percobaan selama suatu selang waktu yang

singkat sekali atau dalam suatu daerah yang kecil, sebanding dengan panjang

selang waktu tersebut atau besarnya daerah tersebut, dan tidak bergantung

pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi diluar selang waktu atau daerah

tersebut.

3. Peluang bahwa lebih dari satu hasil percobaan akan terjadi dalam selang

waktu yang singkat tersebut atau dalam daerah yang kecil tersebut, dapat

diabaikan.

4. Peluang terjadinya suatu sukses dalam selang waktu atau daerah tertentu,

sangat kecil (bisa diabaikan), sehingga rata-rata Np dianggap konstan.

Bilangan X yang menyatakan banyaknya hasil percobaan dalam suatu

percobaan poisson disebut peubah acak poisson dan sebaran peluangnya disebut

sebaran poisson. Karena nilai-nilai peluangnya hanya bergantung pada µ, yaitu

II-33

rata-rata banyaknya hasil percobaan yang terjadi selama selang waktu atau daerah

yang diberikan (Walpole, 1995).

Distribusi poisson dapat digunakan dengan tepat dalam suatu eksperimen

poisson apabila sebagai berikut (Hasan, 2005).

1. Menghitung probabilitas terjadinya peristiwa menurut satuan waktu, ruang

atau isi, luas dan panjang tertentu, seperti menghitung suatu probabilitas dari

kemungkinan berikut:

a. Banyaknya penggunaan telepon per menit.

b. Banyaknya bakteri dalam 1 tetes atau 1 liter air.

c. Banyaknya kesalahan ketik per halaman sebuah buku.

d. Banyaknya kecelakaan mobil di jalan tol selama minggu pertama bulan

oktober.

e. Dalam tempo lima menit operator telepon banyak menerima pemohonan

untuk disambungkan dan salah dalam menyambungkan.

f. Banyaknya hari sekolah yang libur dikarenakan banjir di daerah-daerah

tertentu.

g. Banyaknya orang yang menemukan barang hilang di suatu tempat-tempat

tertentu

h. banyaknya mobil yang lewat selama 5 menit di suatu ruas jalan atau

persimpangan jalan.

2. Menghitung distribusi binomial apabila nilai n besar (n ≥ 30) dan p jika (p <

0,1).

Distribusi poisson memiliki fungsi-fungsi dalam setiap perhitungan

datanya. Fungsi distribusi poisson dapat diturunkan dengan memperhatikan

asumsi-asumsi berikut (Hasan, 2005):

1. Jumlah kedatangan pada interval-interval yang tidak saling tumpang tindih

(nonoverlapping interval) adalah variabel random independent.

2. Ada nilai parameter λ positif sehingga dalam sebuah interval waktu yang

kecil ∆t akan diperoleh:

a. Kemungkinan bahwa terjadi tepat satu kedatangan pada interval waktu ∆t

adalah (λ .∆t ).

II-34

λµ =

λσ =

b. Kemungkinan bahwa terjadi tepat nol kedatangan pada interval waktu ∆t

adalah (1−λ .∆t ).

2.6.3 Rumus-rumus Distribusi Poisson

Distribusi poisson memiliki rumus untuk setiap perhitungan data yang

dicari, seperti nilai tengah, varians, simpangan baku, Koefisien momen

kemencengan dan Koefisien momen kurtosis (Hasan, 2005).

Nilai tengah distribusi poisson:

Varians distribusi poisson:

Simpangan baku distribusi poisson:

λσ =

Koefisien momen kemencengan distribusi poisson:

λα 1

3 =

Koefisien momen kurtosis distribusi poisson:

λα 1

34 +=

1. Rumus probabilitas Poisson suatu peristiwa

Probabilitas suatu peristiwa yang berdistribusi Poisson dapat dirumuskan

sebagai berikut (Hasan, 2005):

x!

λexλ x)P(X

−==

Keterangan:

λ = rata – rata terjadinya suatu peristiwa

e = bilangan alam = 2,71828

Probabilitas terjadinya kedatangan yang mengikuti proses Poisson,

dirumuskan:

II-35

x!

)x(λλtλt-e x)P(X ==

Keterangan:

λ = tingkat kedatangan rata-rata per satuan waktu

t = banyaknya satuan waktu

x = banyaknya kedatangan dalam t satuanwaktu

2. Probabilitas distribusi poisson kumulatif

Probabilitas distribusi poisson kumulatif yaitu probabilitas dari peristiwa

poisson yang lebih dari satu. Probabilitas poisson kumulatif dapat dihitung

menggunakan rumus yang telah tersedia sebagai berikut (Hasan, 2005):

2.6.4 Pendekatan Poisson Untuk Distribusi Binomial

Distribusi poisson dapat digunakan untuk pendekatan distribusi binomial,

dengan persyaratan bahwa n besar dan p kecil. Aturan yang digunakan dalam

statistika bahwa distribusi poisson merupakan pendekatan yang baik bagi

distribusi binomial adalah n > 20 dan p < 0,05. Kondisi ini di subtitusikan rata-

rata distribusi binomial ke dalam rata-rata distribusi poisson (Sugiarto dan

Supramono, 1993).

x!

e .(np) x)P(X

-npx

==

Keterangan:

e = 2.71828

np = rata – rata distribusi binomial

x = banyaknya unsur berhasil dalam sampel

n = Jumlah / ukuran populasi

p = probabilitas kelas sukses

PPK = ∑ λx e-λ

x!

nx=0

= ∑ P�X�x�nx�0

= P(X =x) + P(X = 1) + P(X = 2) + . . . + P( X = n)

II-36

2.7 Distribusi Normal

Distribusi normal adalah salah satu distribusi teoritis dari variabel random

kontinu. Distribusi normal sering disebut distribusi Gauss, sesuai nama

pengembangnya, yaitu Karl Gauss pada abad ke- 18, seorang ahli matematika dan

astronomi. Distribusi normal merupakan distribusi yang simetris dan berbentuk

genta atau lonceng. Pada bentuk tersebut ditunjukkan hubungan ordinat pada rata-

rata dengan berbagai ordinat pada berbagai jarak simpangan baku yang diukur

dari rata-rata (Hasan, 2005).

2.7.1 Jenis – Jenis Distribusi Normal

Distribusi probabilitas normal seperti dikemukakan sebelumnya sangat

dipengaruhi oleh nilai rata-rata hitung dan standar deviasinya. Oleh sebab itu,

distribusi probabilitas dan kurva normal tidak hanya satu jenis. Beberapa jenis

dari kurva normal adalah sebgai berikut (Sudaryono, 2012):

1. Distribusi probabilitas dan kurva normal dengan sama dan σ berbeda.

Bentuk distribusi normal dan kurva normal dengan nilai tengah sama dan

standar deviasi yang berbeda. Bentuk ini sudah dipelajari pada sub-bab

keruncingan. Kurva normal demikian mempunyai µ = Md = Mo yang

sama,namun mempunyai σ berbeda. Semakin besar σ,maka kurva semakin

pendek dan semakin tinggi nilai σ ,maka semakin runcing. Oleh sebab itu σ

tinggi cenderung menjadi platykurtik dan σ rendah menjadi leptokurtik.

Gambar 2.6 Distribusi Probabilitas dan Kurva Normal dengan µ1 µ2 dan σ1 σ2

II-37

2. Distribusi probabilitas dan kurva normal dengan berbeda dan σ sama.

Bentuk distribusi probabilitas dan kurva normal dengan µ berbeda dan σ sama

mempunyai jarak antara kurva yang berbeda, tetapi bentuk kurva tetap sama.

Hal ini dapat terjadi karena kemampuan antara populasi berbeda, namun

setiap populasi mempunyai keragaman yang hampir sama.

Gambar 2.7 Distribusi Probabilitas dan Kurva Normal dengan µ1 µ2 dan σ1 σ2

3. Distribusi probabilitas dan kurva normal dengan berbeda dan σ berbeda.

Bentuk ketiga dari distribusi probabilitas dan kurva normal dengan µ berbeda

dan σ berbeda. Kurva yang demikian mempunyai titik pusat yang berbeda

pada sumbu mendatar dan bentuk kurva berbeda karena mempunyai standar

deviasi yang berbeda. Kurva demikian relatif banyak terjadi, karena antar

populasi terdapat perbedaan kemampuan, di samping itu di dalam setiap

populasi juga terdapat perbedaan dan setiap populasi juga mempunyai

keragaman yang berbeda.

Gambar 2.8 Distribusi Probabilitas dan Kurva Normal dengan µ1 µ2 dan σ1 σ2

II-38

2.7.2 Sifat-Sifat Distribusi Normal

Dari bentuk-bentuk kurva distribusi normal dapat diketahui sifat-sifat dari

distribusi normal. Sifat-sifat distribusi normal akan dijelaskan sebagai berikut

(Hasan, 2005):

1. Bentuk distribusi normal adalah bentuk genta atau lonceng dengan satu

puncak (unimodal).

2. Rata-rata (µ) dalam distribusi normal terletak ditengah-tengah kurva

normalnya.

3. Nilai rata-rata sama dengan median sama dengan modus yang memberikan

pola simetris.

4. Ujung-ujung sisi kurvanya sejajar dengan sumbu horizontal (sumbu X) dan

tidak akan pernah memotong sumbu tersebut.

5. Data sebagian besar ada di tengah-tengah dan data sebagian kecil ada di tepi,

yaitu:

a. Jarak + 1� menampung 68% atau 68,26% data;

b. Jarak + 2� menampung 95% atau 95,46% data;

c. Jarak + 3� menampung 99% atau 99,74% data;

Sifat-sifat kurva normal menurut (Walpole, 1995):

1. Modusnya, yaitu titik pada sumbu mendatar yang membuat fungsi mencapai

maksimum, terjadi pada x = µ.

2. Kurva normalnya setangkup terhadap suatu garis tegak yang melalui nilai

tengah µ.

3. Kurva ini mendekati sumbu mendatar secara asimtotik dalam kedua arah bila

semakin jauh dari nilai tengahnya.

4. Luas daerah yang terletak di bawah kurva tetapi di atas sumbu mendatar sama

dengan 1.

Sifat-sifat kuva normal menurut (Muttaqin dan Suryadi, 1997):

1. Grafiknya selalu ada diatas gambar datar x.

2. Bentuknya simetris terhadap x = µ.

3. Mempunyai satu modus.

4. Luas daerah grafik selalu sama dengan satu unit persegi.

II-39

2.7.3 Luas Daerah di Bawah Kurva Normal

Kurva sembarang sebaran peluang kontinu atau fungsi kepekatan dibuat

sedemikian rupa sehingga luas daerah dibawah itu yang dibatasi oleh x = 1x dan x

= x2 sama dengan peluang bahwa peubah acak X mengambil nilai antara x = x1

dan x = x2. Kurva normal bergantung pada nilai tengah dan simpangan baku

sebaran yang diselidiki. Maka luas daerah dibawah kurva antara nilai x1 dan x2

bergantung pada nilai-nilai µ dan σ . Jadi bagi kurva normal dalam gambar ,

P(x1 X x2 ) dinyatakan oleh luas daerah gelap (Walpole, 1995).

Gambar 2.9 P(x1 < X < x2) = Luas Daerah Gelap

Daerah P(x1 X x2 ) bagi kedua kurva yang mempunyai nilai tengah

dan simpangan baku berbeda diberi bayang – bayang atau diberi arsiran. Untuk

peubah acak X pada sebaran I, P(x1 X x2 ) ditunjukkan untuk daerah yang

diarsir. Sedangkan untuk sebaran II peluang itu dinyatakan olehdaerah yang diberi

bayang-bayang. Pada gambar tersebut sangat jelas bahwa kedua daerah itu

berbeda besarnya.

Gambar 2.10 P(xx < X < x2) Untuk Kurva Normal yang Berbeda

II-40

Akan sia-sia apabila menyusun tabel yang terpisah untuk setiap kurva

normal bagi setiap pasangan nilai µ dan σ yang mungkin. Tetapi harus

menggunakan tabel bila ingin menghindar dari keharusan menggunakan kalkulus

integral. Untunglah dapat mentransformasikan setiap pengamatan yang berasal

dari sembarang peubah acak normal X menjadi suatu nilai peubah acak normal Z

dengan nilai tengan nol dan ragam 1. Ini dapat dilakukan melalui transformasi

(Walpole, 1995).

2.7.4 Sebaran Normal Baku

Sebaran normal baku adalah sebaran peubah acak normal dengan nilai

tengah nol dan simpangan baku 1. Bila X berada diantara x = x1 dan x = x2, maka

peubah acak Z akan berada diantara nilai-nilai padanannya (Walpole, 1995).

σ

µ1

x

1Z

−= σ

µ−= 2

2

xZ

Karena semua nilai X yang jatuh antara x1 dan x2 mempunyai nilai-nilai z

padanannya antara z1 dan z2, maka luas daerah dibawah kurva X antara x = x1 dan

x = x2, sama dengan luas daerah dibawah kurva Z antara nilai hasil transformasi z

= z1 dan z = z2. Dengan demikian persamaan rumusnya sebagai berikut (Walpole,

1995):

2.7.5 Rumus-Rumus Distribusi Normal

Seperti dengan distribusi teoritis yang lainnya, distribusi normal memiliki

rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan data, seperti rata-rata, varians,

simpangan baku. Berikut ini adalah rumus yang dapat digunakan pada distribusi

normal, yaitu sebagai berikut (Hasan, 2005):

Rata – rata:

)3

zZ1

Pz)2

xX1

P(x <<=<<

µ = EX

n

II-41

Varians:

Simpangan baku:

2.7.6 Kurva Normal

Sebuah kurva normal, sangat penting artinya dalam menghitung sebuah

peluang dalam distribusi normal. Bila X adalah suatu peubah acak normal dengan

nilai tengah µ dan ragam �², maka persamaan kurva normalnya adalah (Walpole,

1995).

2.7.7 Penggunaan Kurva Normal Standar

Untuk menentukan luas daerah di bawah kurva normal standar, telah

dibuat daftar distribusi normal standar, yaitu tabel luas kurva normal standar

dengan nilai-nilai Z tertentu. Dengan daftar tersebut bagian-bagian luas dari

distribusi normal dapat dicari (Hasan, 2005).

2.7.8 Fungsi Densitas Distribusi Normal

Fungsi densitas distribusi normal untuk peubah acak kontinu akan banyak

sekali keuntungannya, seperti perhitungan beberapa macam ekspetasi matematis.

Berkaitan dengan sifat yang berlaku untuk sebuah fungsi densitas, distribusi

normal memiliki bentuk fungsi sebagai berikut (Walpole, 1995):

σ

µ)(x(

2

1 2

e2πσ

1f(x)

−−

=

�² = ∑ (X- µ)²

n

� = �∑�X-μ�²n

n(x; µ, �) = 1

√2πσe

-1

2(x- µ

σ)², untuk- ∞ < x < ∞,

sedangkan dalam hal ini " = 3,14159... dan e = 2,71828...

II-42

Keterangan:

x = nilai data

" = 3,14

� = simpangan baku

µ = rata-rata x

e = bilangan alam = 2,71828

2.7.9 Distribusi Normal Standar

Distribusi normal memiliki jumlah yang banyak sekali, karena akibat

pengaruh rata-rata, varians dan simpangan baku. Akan tetapi, untuk mencari

Probabilitas suatu interval dari variabel random kontinu bisa dapat dipermudah

dengan menggunakan bantuan dari distribusi normal. Bentuk fungsi atau rumus

dari distribusi normalnya dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Hasan,

2005):

z2

1

e2π

1f(Z)

−=

Untuk mengubah distribusi normal umum menjadi distribusi normal

standar, perlu digunakannya nilai Z (standard units). Bentuk umum rumus

distribusi normal umum menjadi distribusi normal standar adalah sebagai berikut

(Hasan, 2005):

σ

µxZ

−=

Keterangan:

Z = variabel normal standar

X = nilai variabel random

µ = rata-rata variabel random

� = simpangan baku variabel random

Nilai Z (standard units) adalah angka atau indeks yang menyatakan

penyimpangan dari suatu nilai variabel random (X) dari rata-rata (µ) dihitung

dalam satuan simpangan baku (�).