BAB II LANDASAN TEORI
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI
II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Distribusi Frekuensi
Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data
acak yang dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang telah
disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok
disebut distribusi frekuensi atau tabel frekuensi. Distribusi frekuensi adalah
susunan data menurut kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam
sebuah daftar (Hasan, 2001).
Distribusi Frekuensi umumnya disajikan dalam bentuk daftar yang berisi
kelas interval dan jumlah objek (frekuensi) yang termasuk dalam kelas interval
tersebut (Muttaqin dan Suryadi, 1997).
Sebuah distribusi frekuensi akan memiliki bagian-bagian yang akan
dipakai dalam membuat sebuah daftar distribusi frekuensi. Bagian-bagian tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 2001):
1. Kelas-kelas (class) adalah kelompok nilai data atau variable dari suatu data
acak.
2. Batas kelas (class limits) adalah nilai-nilai yang membatasi kelas yang satu
dengan kelas yang lain. Batas kelas merupakan batas semu dari setiap kelas,
karena di antara kelas yang satu dengan kelas yang lain masih terdapat lubang
tempat angka-angka tertentu. Terdapat dua batas kelas untuk data-data yang
telah diurutkan, yaitu:
a. Batas kelas bawah (lower class limits), terdapat di deretan sebelah kiri
setiap kelas.
b. Batas kelas atas (upper class limits), terdapat di deretan sebelah kanan
setiap kelas.
3. Tepi kelas disebut juga batas nyata kelas, yaitu batas kelas yang tidak
memiliki lubang untuk angka tertentu antara kelas yang satu dengan kelas
II-2
yang lain. Terdapat dua tepi kelas yang berbeda dalam pengertiannya dari
data, yaitu:
a. Tepi bawah kelas.
b. Tepi atas kelas.
4. Titik tengah kelas atau tanda kelas adalah angka atau nilai data yang tepat
terletak di tengah suatu kelas. Titik tengah kelas merupakan nilai yang
mewakili kelasnya dalam data. Titik tengah kelas = ½ (batas atas + batas
bawah) kelas.
5. Interval kelas adalah selang yang memisahkan kelas yang satu dengan kelas
yang lain.
6. Panjang interval kelas atau luas kelas adalah jarak antara tepi atas kelas dan
tepi bawah kelas.
7. Frekuensi kelas adalah banyaknya data yang termasuk ke dalam kelas tertentu
dari data acak.
2.1.1 Penyusunan Distribusi Frekuensi
Penyusunan suatu distribusi frekuensi perlu dilakukan tahapan penyusunan
data. Pertama melakukan pengurutan data-data terlebih dahulu sesuai urutan
besarnya nilai yang ada pada data, selanjutnya diakukan tahapan berikut ini
(Hasan, 2001).
1. Menentukan jangkauan (range) dari data.
Jangkauan = data terbesar – data terkecil.
2. Menentukan banyaknya kelas (k).
Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus sturgess
K = 1 + 3.3 log n; k
Keterangan:
k = banyaknya kelas
n = banyaknya data
3. Menentukan panjang interval kelas.
Panjang interval kelas (i) =(k) KelasJumlah
(R)Jangkauan
II-3
4. Menentukan batas bawah kelas pertama.
Tepi bawah kelas pertama biasanya dipilih dari data terkecil atau data yang
berasal dari pelebaran jangkauan (data yang lebih kecil dari data data terkecil)
dan selisihnya harus kurang dari panjang interval kelasnya.
5. Menuliskan frekuensi kelas didalam kolom turus atau tally (sistem turus)
sesuai banyaknya data.
2.1.2 Histogram dan Poligon Frekuensi
Histogram dan poligon frekuensi adalah dua grafik yang sering digunakan
untuk menggambarkan distribusi frekuensi. Histogram merupakan grafik batang
dari distribusi frekuensi dan poligon frekuensi merupakan grafik grafisnya. Jika
pada diagram batang, gambar batangnya terpisah maka pada histogram gambar
batangnya berhimpit. Histogram dapat disajikan dari perhitungan data dalam
distribusi frekuensi tunggal maupun distribusi frekuensi berkelompok (Hasan,
2001).
Gambar 2.1 Contoh Grafik Histogram
Poligon tidak berbeda dengan Histogram. Perbedaannya poligon
digambarkan dengan menghubungkan titik tengah dari garis-garis puncak
II-4
histogram dengan memakai garis lurus. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
dibuat poligon frekuensinya seperti gambar berikut ini (Hasan, 2001).
Gambar 2.2 Contoh Grafik Poligon
Gambar 2.3 Contoh Grafik Histogram dan Poligon
2.1.3 Kurva Frekuensi
Distribusi frekuensi akan memerlukan kurva-kurva yang dipakai sebagai
hasil dari suatu perhitungan. Kurva frekuensi digambarkan dalam bentuk garis
yang menghubungkan tiap titik tengah untuk masing-masing kelas. Bentuk-bentuk
kurva frekuensi dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 2001):
II-5
1. Simetris atau berbentuk lonceng, ciri-cirinya ialah nilai variabel di samping
kiri dan kanan yang berjarak sama terhadap titik tengah (yang frekuensinya
terbesar) mempunyai frekuensi yang sama.
2. Tidak simetris atau condong, ciri-cirinya ialah ekor kurva yang satu lebih
panjang daripada ekor kurva lainnya. Jika ekor kurva yang satu lebih panjang
daripada ekor kurva lainnya. Jika ekor kurva lebih panjang berada di sebelah
kanan kurva disebut kurva condong ke kanan (mempunyai kecondongan
positif), sebaliknya disebut condong ke kiri (mempunyai kecondongan
negatif).
3. Bentuk J atau J terbalik, ciri-cirinya ialahsalah satu ujung kurva mempunyai
frekuensi maksimum.
4. Bentuk U, dengan ciri kedua ujung kurva memiliki frekuensi maksimum.
5. Bimodal, dengan ciri mempunyai dua maksimal.
6. Multimodal, dengan ciri mempunyai lebih dari dua maksimal.
7. Uniform, terjadi apabila nilai variabel dalam suatu interval mempunyai
frekuensi sama.
2.1.4 Jenis Jenis Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi memiliki jenis-jenis yang berbeda untuk setiap
kriterianya. Berdasarkan kreteria tersebut, distribusi frekuensi dapat dibedakan
tiga jenis (Hasan, 2001):
1. Distribusi frekuensi biasa
Distribusi frekuensi yang berisikan jumlah frekuensi dari setiap kelompok
data. Distribusi frekuensi ada dua jenis yaitu distribusi frekuensi numerik dan
distribusi frekuensi peristiwa atau kategori.
2. Distribusi frekuensi relatif
Distribusi frekuensi yang berisikan nilai-nilai hasil bagi antara frekuensi kelas
dan jumlah pengamatan. Distribusi frekuensi relatif menyatakan proporsi data
yang berada pada suatu kelas interval, distribusi frekuensi relatif pada suatu
kelas didapatkan dengan cara membagi frekuensi dengan total data yang ada
dari pengamatan atau observasi.
II-6
3. Distribusi frekuensi kumulatif
Distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif (frekuensi yang
dijumlahkan). Distribusi frekuensi kumulatif memiliki kurva yang disebut
ogif. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif yaitu distribusi frekuensi
kumulatih kurang dari dan distribusi frekuensi lebih dari.
Gambar 2.4 Contoh kurva Ogif
2.1.5 Pengertian Populasi Dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian objek.
Banyaknya pengamatan atau anggota populasi disebut ukuran populasi. Dalam
kata lain pengertian populasi yaitu kesimpulan dari suatu penelitian yang berlaku
secara umum atau keseluruhan dan bukan hanya sebagian kondisi saja. Apabila
1000 mahasiswa di universitas yang objek golongan berdasarkan golongan darah,
bisa dikatakan objek mempunyai populasi berukuran 1000 (Hasan, 2001).
Sampel ataupun contoh adalah suatu himpunan bagian dari populasi.
Apabila objek menginginkan kesimpulan dari sampel terhadap populasi menjadi
sah, objek harus mendapatkan sampel yang mewakili. Data yang diperoleh dari
observasi atau pengamatan dari sampel disebut data perkiraan (estimate value)
(Hasan, 2001).
II-7
2.2 Nilai Pusat dan Penyebaran
Pengamatan yang dilakukan dalam keperluan penganalisa data yang lebih
lanjut, selain pembuatan tabel dan grafik, diperlukan pula ukuran-ukuran yang
dapat mewakili data tersebut, sehingga dapat digunakan untuk membandingkan
keadaan berbagai kelompok data. Untuk keperluan tersebut statistik telah
menyediakan suatu nilai berupa nilai tunggal yang cukup mewakili keseluruhan
nilai yang terdapat dalam data tersebut (Hasan. 2001).
Ukuran nilai pusat adalah ukuran yang mewakili data secara keseluruhan.
Apabila keseluruhan nilai yang ada dalam data tersebut diurutkan besarnya dan
selanjutnya masukan nilai rata-rata kedalamnya, nilai rata-rata tersebut memiliki
kecenderungan terletak diurutan paling tengah atau pusat dari datanya (Hasan,
2001).
Ukuran Penyebaran adalah perserakan data individual terhadap nilai rata-
rata. Data yang bersifat homogen akan mempunyai penyebaran atau dispersi yang
kecil, sedangkan data yang bersifat heterogen penyebarannya akan besar.
Penyebaran yang besar menunjukkan bahwa data tersebut bersifat heterogen
(Budiyuwono, 1987).
2.2.1 Jenis-Jenis Ukuran Nilai Pusat
Gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data, baik sampel maupun
populasi dapat diperoleh dengan mencari ukuran-ukuran yang merupakan wakil
kumpulan data tersebut salah satunya adalah ukuran pemusatan. Ada beberapa
jenis ukuran pemusatan yang harus dipelajari dalam menghitung data dari
pengamatan, yaitu (Hasan, 2001):
1. Rata-Rata Hitung (mean)
Rata-rata hitung atau mean adalah nilai rata dari data-data yang ada, rata-rata
hitung dari populasi diberi simbol µ. Rata-rata hitung dari sampai diberi
simbol X�.
Mencari rata-rata hitung secara umum dapat ditentukan dengan rumus yang
tersedia sebagai berikut:
Rata-rata hitung = jumlah semua nilai data / jumlah data
II-8
a. Rata-rata hitung untuk data tunggal
Cara untuk menghitung rata-rata hitung untuk data tunggal ialah sebagai
berikut:
1) Jika X1,X2,….., Xn merupakan n buah nilai dari variabel X, maka rata-
rata hitungnya sebagai berikut:
n
X...XXXX 8321 ++++
=
2) Jika nilai X1 ,X2,……. Xn masing-masing memiliki frekuensi f1, f2,……
fn, maka rata-rata hitungnya sebagai berikut:
n2
nn2211
f...ff
xf...xfxf
f
fxX
++++++
==∑∑
3) Jika f nilai yang memiliki nilai rata-rata hitung m, f nilai yang
memiliki rata-rata hitung X2, dan fk nilai yang memiliki rata-rata
hitung mk, maka rata-rata hitung dari keseluruhan nilai itu f1 + f2 + …
+ fk , dapat dihitung dengan rumus:
k21
kk2211
f...ff
mf...mfmf
f
fmX
++++++
==∑∑
b. Rata-rata hitung untuk data berkelompok
Rata-rata hitung apabila datanya tersebut berkelompok, rata-rata hitung itu
dapat dicari dengan menggunakan 2 metode, yaitu metode biasa dan
metode simpangan rata-rata.
1) Metode biasa
Apabila telah terbentuk distribusi frekuensi biasa dengan fi = frekuensi
pada interval kelas ke-I, Xi = titik tengah interval kelas ke I, maka
rata-rata hitung dapat dihitung dengan rumus:
∑
∑=f
fxX
2) Metode simpangan rata-rata
Apabila M adalah rata-rata hitung sementara maka rata-rata hitung
dapat dihitung dengan rumus:
II-9
∑∑+=
f
fdMX
Keterangan:
M = rata-rata hitung sementara, biasanya diambil dari titik tengah
d dkelas dengan frekuensi terbesarnya (titik tengah kelas modus)
D = X – M
X = titik tengah interval kelas
f = frekuensi kelas
2. Median
Median adalah nilai tengah dari data yang ada setelah data diurutkan. Median
merupakan rata-rata apabila ditinjau dari segi kedudukannnya dalam urutan
data. Median sering pula disebut rata-rata posisi. Median ditulis singkat atau
disimbolkan dengan Me atau Md. Cara mencari median dibedakan antara data
tunggal dan data berkelompok.
a. Median data tunggal
Median untuk data tunggal dapat dicari dengan pedoman sebagai berikut:
1) Jika jumlah data ganjil, mediannya adalah data yang berada paling
tengah.
2) Jika jumlah data genap, mediannya adalah hasil bagi jumlah dua data
yang berada di tengah data. Pedoman tersebut telah dirumuskan
sebagai berikut:
a) Untuk data ganjil (n = ganjil)
b) Untuk data genap (n = genap)
Atau secara singkat median dapat dtentukan:
Me = nilai yang ke ½(n + 1)
b. Median data berkelompok
Median data berkelompok dapat dicari dengan rumus yang telah tersedia
sebagai berikut:
CfMe
f2)(n2
1
BMe∑−
+=o
II-10
Keterangan:
Me = median
B = tepi bawah kelas median
(∑f2)o = jumlah frekuensi kelas-kelas sebelum kelas median
C = panjang interval kelas
Fme = frekuensi kelas median
3. Modus
Modus adalah nilai yang paling sering muncul dalam data. Modus ditulis
singkat atau disimbolkan Mo. Sejumlah data bisa tidak mempunyai modus,
mempunyai satu modus, mempunyai dua modus, mempunyai lebih dari dua
modus. Cara mencari modus dibedakan antara data tunggal dan data
berkelompok.
a. Modus data tunggal
Mencari modus data tunggal adalah mencari data yang frekuensinya
terbanyak.
b. Modus data berkelompok
Modus untuk data yang berkelompok dalam hal distribusi frekuensi adalah
modus hanya dapat diperkirakan dari data yang tersedia. Nilai yang paling
sering muncul akan berada pada kelas yang memiliki frekuensi terbesar
pada datanya.
Modus data berkelompok dapat dicari dengan menggunakan rumus yang
telah tersedia sebagai berikut:
Cd2d1
d1LMo
+=
Keterangan:
Mo = modus
L = tepi bawah kelas modus
d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sebelumnya
d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan freuensi kelas sesudahnya
C = panjang interval kelas
II-11
4. Ukuran-Ukuran yang Lain
Selain ketiga ukuran nilai pusat tadi (mean, median, modus), fraktil, rata-rata
ukur, rata-rata harmonis juga termasuk dalam ukuran nilai pusat pada
distribusi frekuensi.
a. Fraktil
Fraktil adalah nilai-nilai yang membagi seperangkat data yang telah
terurut menjadi beberapa bagian yang sama. Fraktil dapat berupa kuartil,
desil, persentil.
1) Kuartil (Q)
Kuartil adalah fraktil yang membagi seperangkat data menjadi empat
bagian yang sama. Terdapat tiga jenis kuartil, yaitu kuartil bawah atau
pertama (Q1), kuartil tengah atau kedua (Q2) kuartil kedua sama
dengan median, kuartil atas atau ketiga (Q3).
a) Kuartil data tunggal
Untuk data tunggal kuartil dapat dicari menggunakan rumus:
Q1 = nilai yang ke 1,2,3 I , 4
1)i(n =+
b) Kuartil data berkelompok
Untuk data berkelompok kuartil dapat dicari menggunakan rumus
sebagai berikut:
CfQi
fi)(4
in
1BQi
∑−=
o
Keterangan:
Bi = tepi bawah kelas kuartil
n = jumlah semua frekuensi
i = 1,2,3
(∑f i)o = jumlah frekuensi semua kelas sebelum kelas
kuartil
C = panjang interval kelas
FQ = frekuensi kelas kuartil
II-12
2) Desil (D)
Desil adalah fraktil yang membagi seperangkat data yang telah diurut
menjadi sepuluh bagian yang sama. Terdapat Sembilan jenis desil,
yaitu desil pertama (D1), desil kedua (D2), . . . . . dan desil kesembilan
(D9). Cara untuk mencari desil dibedakan antara desil dari data tunggal
dan desil dari data berkelompok. Pengertian dan rumusnya sebagai
berikut:
a) Desil data tunggal
Untuk perhitungan data tunggal desil dapat dicari menggunakan
rumus berikut:
Di = nilai ke .,9 . 1,2,3,. i ,10
1)i(n =+
b) Desil data berkelompok
Untuk perhitungan desil yang mempunyai data berkelompok, desil
dapat dicari menggunakan rumus yang telah tersedia sebagai
berikut:
Ci
fD
fi)(10
in
1B
iD
∑−+=
o
Keterangan:
Di = desil ke – i
Bi = tepi bawah kelas desil ke –i
n = jumlah frekuensi
(∑f i)o = jumlah frekuensi sebelum kelas ke – i
C = panjang interval kelas desil ke – i
FDi = frekuensi kelas desil ke – i
i = 1,2,3….9
3) Persentil
Persentil adalah fraktil yang membagi data yang telah terurut menjadi
seratus bagian yang sama. Terdapat sembilan puluh sembilan persentil,
yatu persentil pertama (P1), persentil kedua (P2),… persentil ke
II-13
sembilan puluh sembilan (P99). Cara mencari persentil dibedakan
antara data tungal dan data berkelompok.
a) Persentil data tunggal
Untuk data tunggal, persentilnya dapat dicari menggunakan rumus
sebagai berikut:
Pi = nilai ke C100
1)i(n +, i = 1,2,3,…,99
b) Persentil data berkelompok
Untuk data berkelompok persentilnya dapat dicari menggunakan
rumus:
CfPi
fi)(100
in
i
B i
P∑−
+=o
Keterangan:
Pi = persentil ke –i
Bi = tepi bawah kelas persentil ke –i
n = jumlah semua frekuensi dari hasil pengamatan yang
dilakukan
i = 1,2,3,….99
(∑f i)o = jumlah semua frekuensi kelas sebelum kelas persentil
dari
data kelas
C = panjang interval kelas dari data hasil pengamatan yang
telah diurutkan
fPi = frekuensi kelas persentil
b. Rata-rata ukur (rata-rata geometris)
1) Rata-rata ukur untuk data tunggal
Rata-rata ukur untuk data tunggal adalah akar ke-n dari hasil perkalian
unsur data hasil pengamatan. Apabila perbandingan setiap dua data
berurutan adalah tetap atau hampir tetap maka rata-rata ukur lebih baik
digunakan daripada rata-rata hitung. Jika seperangkat data adalah
II-14
X1,X2,X3, . . . Xn maka rata-rata ukur dapat dirumuskan sebagai
berikut:
n X1.X2...XnG =
Atau
)n
X log . . . 2
X log 1
X (log n1logG +++=
2) Rata-rata ukur untuk data berkelompok
Untuk data berkelompok, rata-rata ukur dapat dicari menggunakan
rumus:
∑
∑=f
X) log . (f G log
keterangan:
X = titik tengah
c. Rata-rata harmonis
1) Rata-rata harmonis untuk data tunggal
Rata-rata harmonis dari seperangkat data tunggal hasil pengamatan,
X1, X2 . . . ,Xn dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑
=
x
1n
RH
2) Rata-rata harmonis untuk data berkelompok
Rata-rata harmonis untuk data yang berkelompok, dapat menggunakan
rumus:
∑
∑=
x
ff
RH
d. Jangkauan
Jarak atau kisaran nilai (range) merupakan ukuran yang paling sederhana
dari ukuran penyebaran. Jarak merupakan perbedaan antara nilai terbesar
dan terkecil dalam suatu kelompok data baik data populasi atau sampel
dalam ukuran pemusatan. Semakin kecil ukuran jarak menunjukkan
II-15
karakter yang lebih baik, karena berarti data mendekati nilai pusat dan
kompak(Suharyadi dan Purwanto, 2007).
1) Jangkauan data tunggal:
Untuk data yang tidak dikelompokkan, dari hasil pengamatan nilai
range diperoleh dari selisih nilai pengamatan tertinggi dan nilai
pengamatan terendah.
2) Jangkauan data berkelompok:
Untuk data yang dikelompokan, dari hasil pengamatan yang dilakukan
jangkauan dapat dihitung melalui batas kelas dan nilai tengah dari data
berkelompok.
2.2.2 Sifat-Sifat Rata-Rata Hitung Median, Dan Modus
Perhitungan dalam memilih ukuran nilai pusat, sifat-sifat dari masing-
masing ukuran perlu diperhatikan. Berikut adalah sifat dari ketiga ukuran tersebut
(Hasan, 2001):
1. Sifat-sifat rata-rata hitung
a. Nilai rata-rata hitung dipengaruhi oleh hasil observasi dan pengamatan
yang dilakukan.
b. Nilai rata-rata hitung dapat menyimpang terlalu jauh, hal ini disebabkan
rata-rata hitung dipengaruhi oleh bilangan ekstrim (nilai sangat besar atau
sangat kecil), sehingga distribusi dengan kecondongan yang jelek, rata-rata
hitung dapat kehilangan makna.
c. Rata-rata hitung tidak dapat dihitung apabila memiliki kelas terbuka,
berbeda dengan ukuran yang lainnya.
d. Rata-rata hitung paling sering digunakan dan populer diantara hitungan
yang lainnya dalam ukuran pemusatan.
e. Jumlah dari penyimpangan semua nilai pengamatan dengan nilai rata-rata
hitung sama dengan nol.
f. Jika selisih semua nilai pengamatan dengan nilai rata-rata hitung
dikuadratkan maka jumlahnya lebih kecil dari jumlah penyimpangan
kuadrat semua nilai pengamatan dari titik lain selain rata-rata hitung.
II-16
g. Rata-rata hitung dapat dimanipulasi secara aljabar.
2. Sifat-sifat median
a. Median dipengaruhi oleh banyaknya pengamatan, tapi tidak dipengaruhi
oleh nilai pengamatan, sehingga tidak terpengaruh bilangan ekstrim dari
pengamatan.
b. Median dapat dihitung dari distribusi yang memiliki kelas terbuka, karena
median hanya mencari nilai tengah dari suatu data.
c. Median sering digunakan pada distribusi yang memiliki kecondongan
yang tidak bagus.
d. Median di definisikan dan diinterpretasikan.
e. Median lebih terpengaruh oleh fluktasi sampling.
f. Jumlah penyimpangan (tanda diabaikan) nilai-nilai dari median lebih kecil
daripada jumlah penyimpangan nilai-nilai dari titik lain.
g. Jika jumlah penyimpangan dari median dikuadratkan maka jumlahnya
lebih besar daripada jumlah penyimpangan kuadrat nilai-nilai data rata-
rata hitung.
3. Sifat-sifat modus
a. Dalam seperangkat data, modus bisa tidak ada dan bisa lebih dari satu.
b. Modus dapat ditempatkan pada distribusi yang memiliki kelas terbuka.
c. Modus tidak terpengaruhi oleh bilangan-bilangan yang ekstrim, karena
modus hanya mencai data terbanyak dari suatu observasi atau pengamatan
yang dilakukan.
d. Nilai modus sebenarnya sukar ditentukan, karena kebanyakan hanya
berdasarkan taksiran dalam suatu distribusi.
e. Perhitungan modus tidak didasarkan pada seluruh nilai pengamatan, tetapi
didasarkan pada individu yang berada pada titik tempat terjadinya
pemusatan terbanyak.
f. Untuk perhitungan secara aljabar lebih lanjut modus tidak dapat digunakan
dalam perhitungan.
g. Modus tidak sepopuler ukuran rata-rata hitung atau median dalam ukuran
pemusatan.
II-17
Mo = - 3 ( - Me)
2.2.3 Hubungan Rata-Rata Hitung, Median, Dan Modus
Hubungan antara ketiga ukuran nilai pusat, yaitu rata-rata hitung, median,
dan modus akan memberikan gambaran bentuk kurva data yang bersangkutan.
Hubungan antara ketiga ukuran nilai pusat berikut (Hasan, 2001):
1. Jika rata-rata hitung median dan modus memiliki nilai yang sama maka
kurvanya berbentuk simetris sempurna, apabila nilai rata-rata hitung median,
modus terletak pada suatu titik di tengah-tengah absis dan ketiga-tiganya
berimpit.
2. Jika nilai rata-rata hitung lebih besar daripada nilai median lebih besar dari
nilai modus maka kurvanya menceng ke kanan, karena ujungnya memanjang
atau mengarah kearah positif. Jadi, distribusi meruncing kearah yang nilainya
tinggi.
3. Jika nilai rata-rata hitung lebih kecil daripada nilai median lebih kecil dari
nilai modus maka kurvanya menceng ke kiri. Jadi, distribusi meruncing kearah
nilai yang rendah.
Apabila dalam bentuk grafik, hubungan dari nilai rata-rata, modus, median dari
ketiga nilai tersebut dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.5 Contoh Grafik Mean, Median Modus
Jika distribusinya tidak terlalu menceng, hubungan rata-rata hitung,
median, dan modus secara matematis dituliskan dengan rumus yang berhubungan
sebagai berikut:
Rata-rata hitung – modus = 3 (rata-rata hitung - median)
Dirumuskan:
II-18
2.3 Probabilitas
Dalam hidup ini hampir semua kejadian sifatnya tidak pasti. Artinya tidak
bisa mengatahui secara pasti hasil akhir kejadian tersebut. Terlebih lagi jika
kejadian itu meyangkut kemasa yang akan datang. Probabilitas adalah suatu
ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa (event) akan terjadi di masa
mendatang. Probabilitas dinyatakan antara 0 sampai 1 atau dalam persentase
(Hasan, 2005).
Untuk menghadapi keadaan yang tidak pasti, biasanya kita semua
mengandalkan tebakan. Dari tebakan itulah muncul kemungkinan atau peluang
atau probabilitas kejadian yang bersangkutan yang kemudian melahirkan sebuah
teori yang dikenal sebagai Teori probabilitas. Konsep – konsep probabilitas
didukung oleh banyak teori,seperti teori himpunan, permutasi, dan kombinasi
(Hasan, 2005).
Probabilitas merupakan suatu peluang yang terjadi pada suatu kejadian.
Fenomena ini sering disebut dalam bidang ilmu pengetahuan atau dunia bisnis
sebagai fenomena yang sifatnya probabilistik. Probabilitas juga merupakan derajat
atau tingkat kepastian atau keyakinan dari munculnya hasil percobaan statistika
disebut probabilitas atau peluang. Suatu probabilitas dilambangkan dengan P
(Boediono, 2001).
Dalam kehidupan sehari-hari, sering terjadi berbagai kejadian yang
berkaitan dengan peluang. Misalkan pengundian mata uang atau dadu,
pengundian bola berwarna tertentu, dan lain-lain. Ini semua merupakan
eksperimen atau percobaan. Semua hal yang mungkin terjadi dalam pecobaan
tersebut dinamakan ruang kejadian (ruang sampel) (Muttaqin dan Suryadi, 1997).
2.3.1 Pendekatan Probabilitas.
Perumusan konsep dasar probabilitas dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu dengan cara pendekatan klasik, pendekatan frekuensi relatif dan pendekatan
subyektif. Bila kejadian-kejadian pada contoh diatas kita lambangkan dengan
huruf besar E, maka kita dapat merumuskan probabilitas kejadian E, yaitu P(E)
(Hasan, 2005).
II-19
2.3.2 Pendekatan Klasik
Pendekatan klasik mengasumsikan bahwa sebuah persitiwa mempunyai
kesempatan untuk terjadi yang sama besar (equally likely). Probabilitas suatu
peristiwa diartikan sebagai hasil bagi dari banyaknya peristiwa yang dimaksud
dengan seluruh peristiwa yang mungkin. Probabilitas dirumuskan (Hasan, 2005).
2.3.3 Pendekatan Frekuensi Harapan
Frekuensi harapan dilakukan untuk mengetahui berapa besar harapan
berhasil suatu kejadian dalam suatu pengamatan. Frekuensi harapan dirumuskan
sebagai berikut (Hasan, 2005).
2.3.4 Pendekatan Frekuensi Relatif
Berbeda dengan pendekatan klasik, besar probabilitas suatu peristiwa tidak
dianggap sama, tetapi tergantung pada berapa banyak suatu peristiwa terjadi dari
keseluruhan percobaan atau kegiatan yang dilakukan. Menurut pendekatan
frekuensi relatif, probabilitas diartikan sebagai:
1. Proporsi waktu terjadinya suatu peristiwa dalam jangka panjang, jika kondisi
stabil.
2. Frekuensi relatif dari seluruh peristiwa dalam sejumlah besar percobaan yang
dilakukan.
Nilai probabilitas ditentukan melalui percobaan, sehingga nilai
probabilitas itu merupakan limit dari frekuensi relatif peristiwa tersebut.
Probabilitas suatu kejadian dinyatakan sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto,
2007):
Fhar=jumlah kejadian berhasil
jumlah sampel x banyaknya percobaan
Probabilitas suatu peristiwa = jumlah kemungkinan hasil (peristiwa)
jumlah total kemungkinan hasil
Probabilitas kejadian relatif =jumlah peristiwa yang terjadi
jumlah total percobaan/kegiatan
II-20
2.3.5 Pendekatan Subjektif
Pengertian pendekatan subjektif adalah menentukan besarnya probabilitas
suatu peristiwa didasarkan pada penilaian pribadi dan dinyatakan dalam derajat
kepercayaan. Penilaian subjektif diberikan karena terlalu sedikit atau tidak ada
informasi yang diperoleh atau berdasarkan keyakinan (Suharyadi dan Purwanto,
2007).
Pendekatan Subjektif adalah pendekatan yang didasarkan pada tingkat
kepercayaan individu yang membuat dugaan atau tebakan terhadap suatu peluang
yang terjadi. Kepercayaan individu tersebut bisa berasal dari pengalaman
terjadinya suatu peristiwa pada masa lalu atau hanya dugaan dan tebakan saja
(Hasan, 2005).
Tingkat kepercayaan individu dalam membuat dugaan peluang suatu
peristiwa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. pandangan yang optimis bahwa peristiwa itu akan terjadi sehingga peluangnya
mendekati 1.
2. Pandangan yang pesimis bahwa peristiwa itu akan terjadi sehingga
peluangnya mendekati 0.
2.3.6 Peristiwa Bersama Tidak Saling Meniadakan (Nonexclusive)
Peristiwa bersama adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa dalam satu
percobaan. Peluang terjadinya peristiwa A atau B dapat dihitung melalui rumus
(Hasan, 2005):
2.3.7 Peristiwa Saling Meniadakan (Mutually Exclusive)
Jika hanya satu dari dua (atau lebih) peristiwa yang dapat terjadi, maka
peristiwa itu dianamakan peristiwa mutually exclusive atau disjoint. Sehingga dua
peristiwa mutally exclusive tidak dapat terjadi bersamaan dalam satu percobaan.
Misalkan peristiwa A adalah mandi dan peristiwa B adalah makan. Peristiwa A
P (A atau B ) = P (A) + P(B) – P(AB)
atau
P ( A ∪ B ) = P(A) + P(B) – P(A ∩ B)
II-21
dan B tidak dapat terjadi secara bersama. Peluang terjadinya peristiwa A atau B
dapat dihitung melalui rumus (Hasan, 2005):
2.3.8 Probabilitas Bersyarat
Suatu kejadian A terjadi dengan syarat kejadian B lebih dulu terjadi atau
akan terjadi atau diketahui terjadi dikatakan kejadian A bersyarat B yang ditulis
A/B. Hati-hati dalam hal ini penulisan A/B tidak berari A dibagi B. Probabilitas
terjadinya kejadian A bila kejadian B telah terjadi disebut probabilitas bersyarat
yang ditulis P(A/B) dan dirumuskan sebagai berikut (Hasan, 2005).
2.3.9 Peristiwa Bebas dan Bergantung (Independent dan Dependent Event)
Dua peristiwa dikatakan independent jika probabilitas terjadinya suatu
peristiwa tidak dipengaruhi terjadinya peristiwa lain. Dalam hal ini P(X|Y) sama
dengan P(X) karena terjadinya X tidak dipengaruhi oleh Y,dan P(Y|X) sama
dengan P(Y). Dua peristiwa dikatakan dependent jika probabilitas terjadinya suatu
peristiwa memengaruhi atau dipengaruhi terjadinya peristiwa lain (Hasan, 2005).
Peristiwa X dan Y adalah dependent jika:
2.3.10 Peristiwa Pelengkap (Complementery Event)
Peristiwa pelengkap menunjukkan bahwa apabila dua peristiwa A dan B
yang saling melengkapi, sehingga jika peristiwa A tidak terjadi, maka peristiwa B
P ( A atau B ) = P(A) + P(B)
atau
P(A ∪ B) = P(A) + P(B)
P ( B | A ) = P (A∩B)
P(A) bila P (A ) > 0
P(X|Y) ≠P(X) . P(Y)
karena
P(Y) ≠ P(Y|X)
II-22
P(n,k) =n!
�n-k�!
pasti terjadi. Maka probabilitas keduanya dapat dirumuskan sebagai berikut
(Hasan, 2005):
2.3.11 Faktorial, Permutasi dan Kombinasi
Konsep dasar probabilitas terdapat beberapa prinsip-prinsip menghitung
yang bermanfaat untuk menghitung data-data yang tersedia, prinsip-prinsip
tersebut yaitu faktorial, permutasi dan kombinasi. Berikut penjelasannya (Hasan,
2005):
1. Bilangan faktorial
Bila terdapat n bilangan bulat yang bernilai positif, maka bilangan faktorial
tersebut ditulis dengan n! dan didefinisikan dalam rumus yang tersedia sebagai
berikut:
2. Permutasi
Permutasi adalah suatu penyusunan atau pengaturan beberapa objek ke dalam
suatu urutan tertentu. Permutasi k unsur dari n unsur, untuk k ≤ n, adalah
semua urutan berbeda yang mungkin dari k unsur yang diambil dari n unsur
yang berbeda. Banyak permutasi k unsur dari n unsur dinyatakan dengan
nPk,P (n,k), dimana:
Permutasi memiliki beberapa jenis yang setiap pengertiannya berbeda.
Terdapat 3 jenis permutasi yaitu permutasi siklis, permutasi dari sebagian
anggota yang sama dan permutasi dari n objek seluruhnya, permutasi-
permutasi tersebut dapat digunakan dalam suatu perhitungan untuk
menghitung data-data tertentu.
P(A) + P(B) = 1
Atau
P(A) = 1 – P(B)
n! = n(n-1)(n-2)…3.2.1
0! = 1 dan 1! = 1
II-23
a. Permutasi siklis
Permutasi siklis adalah permutasi yang dibuat dengan menyusun anggota
suatu himpunan secara melingkar. Dua permutasi melingkar dianggap sama
bila didapatkan dua himpunan permutasi yang sama dengan cara beranjak dari
suatu anggota tertentu dan bergerak searah jarum jam. Banyaknya permutasi
dari n anggota yang disusun secara melingkar sebagai berikut:
b. Permutasi dari sebagian anggota yang sama jenisnya
Bila kita mempunyai himpunan yang terdiri atas n anggota, maka ada
kemungkinan bahwa sebagian dari anggotanya mempunyai jenis yang sama.
Banyaknya permutasi dari sebagian anggota yang sama jenisnya dapat dibuat
dengan rumus sebagai berikut:
...nr! . n2! n1!.
n!)n
n2,...nrn1,( =
c. Permutasi dari n objek seluruhnya
Permutasi dari n objek seluruhnya tanpa pengembalian dirumuskan
sebagai berikut:
3. Kombinasi
Dari suatu himpunan dengan n anggota dapat disusun himpunan bagiannya
dengan r anggota, untuk r ≤ n. Setiap himpunan bagian dengan r anggota
(unsur) dari himpunan dengan n anggota (unsur) disebut kombinasi r unsur
dari n unsur. Banyaknya kombinasi k unsur dari n unsur ditulis dengan notasi
nCr, C(n,r). Kombinasi tidak memperhatikan urutan, dari k unsur dapat dibuat
dari k! urutan yang berbeda, rumus kombinasi r dari n objek berbeda dapat
disrumuskan sebagai berikut:
Banyaknya permutasi = (n – 1) !
�n
r�=
n!
r!�n-r�!
nPn = n!
II-24
2.4 Distribusi Binomial
Suatu percobaan yang terdiri dari dua hasil yang mungkin terjadi, berharga
tetap dalam setiap percobaan, maka percobaan tersebut dinamakan binomial atau
bernouli (Muttaqin dan Suryadi, 1997).
Distribusi binomial adalah suatu distribusi probabilitas yang dapat
digunakan bilamana suatu proses sampling dapat diasumsikan sesuai dengan
proses Bernoulli. Suatu proses Bernoulli adalah proses sampling yang mempunyai
ketentuan sebagai berikut (Hasan, 2005):
1. Ada dua kejadian yang dapat terjadi dan saling asing pada setiap percobaan
atau observasi, untuk mudahnya disebut sukses atau gagal.
2. Urut-urutan percobaan atau observasi merupakan kejadian independen.
3. Probabilitas sukses dinyatakan dengan p, yang nilainya tetap dari percobaan
ke percobaan atau dari suatu kejadian ke kejadian yang lain.
Beberapa percobaan sering kali terdiri atas ulangan-ulangan yang
mempunyai dua kejadian, yakni berhasil atau gagal. Percobaan ini merupakan
percobaan dengan pemulihan (with replacement), yaitu setiap cuplikan yang telah
diamati dimasukan kembai dalam populasi semula. Populasi setelah pencuplikan
tetap sama. Artinya, susunan anggota populasi dan nisbah setelah pencuplikan
tidak pernah berubah.
Distribusi binomial atau distribusi bernoulli (ditemukan oleh James
Bernoulli) adalah suatu distribusi teoretis yang menggunakan variabel random
diskrit yang terdiri dari dua kejadian yang berkomplemen, seperti sukses-gagal,
ya-tidak, baik-cacat lulus-tidak lulus. Distribusi ini memiliki ciri-ciri berikut
(Hasan, 2005):
1. Setiap Percobaan hanya memiliki dua peristiwa, seperti ya-tidak, sukses-
gagal, lulus-tidak lulus.
2. Probabilitas suatu peristiwa adalah tetap, tidak berubah untuk setiap
percobaan.
3. Percobaannya bersifat independen, artinya adalah peristiwa dari suatu
percobaan tidak mempengaruhi atau dipengaruhi peristiwa dalam percobaan
lainnya.
II-25
4. Jumlah atau banyaknya percobaan yang merupakan komponen percobaan
binomial harus tertentu.
Adapun rumus dari distribusi binomial adalah sebagai berikut:
x-nq . xp . nx
c p)n,(x; b x) p(X ===
2.4.1 Variabel Acak atau Random
Variabel acak adalah variabel yang nilai-nilainya ditentukan oleh
kesempatan atau variabel yang dapat bernilai numerik yang didefinisikan dalam
ruang sampel. Variabel random ada dua, yaitu variabel random diskrit dan
variabel random kontinu (Hasan, 2005).
1. Variabel random diskrit
Variabel random diskrit adalah variabel Random yang tidak mengambil
seluruh nilai yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang hanya
memiliki nilai tertentu. Nilainya merupakan bilangan bulat dan asli, tidak
berbentuk pecahan.
2. Variabel random kontinu
Variabel random kontinu adalah variabel random yang mengambil seluruh
nilai yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang dapat memiliki nilai-
nilai pada suatu interval tertentu. Nilainya dapat berupa bilangan bulat atau
pecahan. Variabel kontinu biasanya dihasilkan dari pengukuran dan bukan
perhitungan.
2.4.2 Rata-Rata, Varians dan Simpangan Baku Distribusi Binomial
Secara umum, nilai rata-rata (µ), varians (σ2 ), dan simpangan baku (σ)
dapat dicari berdasarkan distribusi probabilitasnya. Pendekatan rumus-rumusnya
dalam distribusi binomial dapat disajikan dengan rumus sebagai berikut (Hasan,
2005):
1. Nilai Rata-Rata (µ)
Rata-rata hitung adalah nilai rata dari data-data yang ada. Rumus nilai rata-
rata pada distribusi binomial disajikan atau dapat dirumuskan dengan
keterangannya sebagai berikut:
II-26
∑
=−==
n
0x)xn.qx.pn
xX(C µ E(X)
Dimana:
Μ : nilai rata - rata distribusi binomial
x : kejadian
n : banyaknya pengulangan
p : keberhasilan
q : kegagalan
∑ : lambang operasi penjumlahan
2. Varians
Varians dan deviasi standar merupakan ukuran penyebaran yang dalam
pengertiannya yaitu mengukur seberapa besar data menyebar dari nilai
tengahnya. Semakin kecil sebaran data, maka semakin baik, karena
menunjukkan data mengelompok pada nilai rata-rata. varians dapat
dirumuskan sebagai berikut:
∑ = −−= n0x
2µ)xn.qx.pnx
(C2σ
Keterangan:
σ2 : varians
x : nilai suatu kejadian
µ : nilai rata-rata distribusi binomial
p : probabilitas keberhasilan
q : probabilitas kegagalan
∑ : lambang operasi penjumlahan
3. Simpangan Baku
Simpangan baku adalah ukuran yang paling banyak dan sering digunakan
dalam perhitungan statistika dalam menghitung data tunggal ataupun data
yang berkelompok. Nilai simpangan baku telah disajikan atau dirumuskan
sebagai berikut:
II-27
2µ)xn.q2.pnx
(Cn
0x
2xσ −−∑
==
Dimana:
σ : simpangan baku
x : nilai suatu kejadian
µ : nilai rata – rata distribusi binomial
p : probabilitas keberhasilan
q : probabilitas kegagalan
Σ : lambang operasi penjumlahan
2.4.3 Pembentukan Distribusi Binomial
Pengamatan yang dilakukan untuk membentuk suatu distribusi binomial
diperlukan pengetahuan tentang dua hal penting. Dua hal penting tersebut sebagai
berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2007):
1. banyaknya atau jumlah dari percobaan atau kegiatan yang telah dilakukan.
2. probabilitas suatu kejadian baik sukses maupun gagal.
Distribusi probabilitas binomial dapat dinyatakan dalam rumus yang tersedia
sebagai berikut:
rnqrpr)!-(n r!
n! P(r) −=
Dimana:
P(r) : nilai probabilitas binomial
p : probabilitas sukses suatu kejadian dalam setiap percobaan yang telah
dilakukan
r : banyaknya peristiwa sukses suatu kejadian untuk keseluruhan
percobaan
n : jumlah total percobaan yang telah dilakukan sesudah pengamatan atau
observasi
q : probabilitas gagal suatu kejadian yang diperoleh dari q =1-p
! : lambang faktorial
II-28
2.4.4 Distribusi Binomial Kumulatif
Pada perhitungan binomial kumulatif, yang terpenting bukanlah mencari
probabilitas dari sejumlah x sukses tapi menghitung probabilitas paling sedikit
atau paling banyak sejumlah sukses. Probabilitas binomial kumulatif adalah
probabilitas dari peristiwa binomial lebih dari satu sukses. Probabilitas binomial
kumulatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Hasan, 2005):
Distribusi binomial mempunyai rumus koefisien momen kemencengan,
dan koefisien momen kurtosis sebagai berikut:
Koef. Momen Kemencengan Npq
pq3
σ−=
Koef. Momen Kurtosis Npq
pq613
4σ
−+=
2.4.5 Distribusi Multinomial
Jika percobaan binomial berkembang dengan memberikan lebih dari dua
hasil yang mungkin, bukan hanya kategori sukses dan gagal, maka percobaan itu
dinamakan multinomial.
Bila setiap ulangan menghasilkan salah satu dari k hasil percobaan E1, E2,
E3, ...., Ek, dengan peluang p1, p2, p3, ...., pk, maka sebaran peluang bagi peubah
acak X1, X2, X3, ...., Xk, yang menyatakan berapa kali E1, E2, E3, ...., Ek, terjadi
dalam n ulangan yang bebas adalah (Walpole, 1995):
PBK = ∑=
n
x 0
C. p. q�
= ∑=
n
x 0
P(X = x)
= P(X = 0) + P(X = 1) + P(X = 2) + ... + P(X = n)
P(x1,x2,…,xk)=
N!
x1!x2!…xk! P1
2.P22….PK
K
f(x1, x2, x3, ...., xk; p1, p2, p3, ...., pk, n) = (
�,�,�,....,�) p1x1p
2x2 .... p
kxk
Dengan ∑ Xi=n dan ∑ pi=1ki=1
ki=1
II-29
2.5 Distribusi Hipergeometrik
Distribusi hipergeometrik merupakan distribusi data diskrit. Probabilitas
suatu peristiwa pada suatu percobaan akan menghasilkan dua macam peristiwa
dependen menghasilkan probabilitas peristiwa yang berbeda pada setiap
percobaan. Kondisi ini biasanya muncul pada percobaan yang dilakukan tanpa
pengembalian dengan populasi terbatas. distribusi hipergeometrik adalah bentuk
probabalitas tanpa pengembalian, yaitu setiap pencuplikan data yang telah diamati
tidak dimasukkan kembali dalam populasi semula (Sudaryono, 2012).
Distribusi hipergeometrik juga termasuk distribusi teoritis seperti halnya
distribusi binomial. Perbedaan yang utama antara distribusi binomial dan
distribusi hipergeometrik adalah pada cara pengambilan sampelnya. Pada
distribusi binomial pengambilan sampel dilakukan dengan pengembalian,
sedangkan pada disribusi hipergeometrik pengambilan sampel dilakukan tanpa
pengembalian (Hasan, 2005).
Apabila populasinya terbatas dan sampel yang diambil tidak kembailkan
lagi sebelum pengambilan berikutnya, maka peluang berhasil dalam suatu
pengambilan (percobaan) tergantung pada hasil percobaan sebelumya. Keadaan
ini dapat terjadi karena setelah dilakukan pengambilan sampel maka populasinya
akan berkurang dan peluang “berhasil” mengalami perubahaan. Model yang tepat
untuk kasus demikian adalah dengan distribusi hipergeometrik (Turmudi dan
Harini, 2008).
2.5.1 Rumus Distribusi Hipergeometrik
Definisi secara umum dari distribusi probabilitas hipergeometrik bagi
peubah acak X adalah bila dari populasi berukuran N yang dapat digolongkan,
yaitu kelompok keberhasilan dan kelompok kegagalan masing-masing dengan k
dan N – k unsur, dipilih sebanyak n, distribusi probabilitas peubah acak X yang
menyatakan banyaknya kejadian berhasil yang terpilih adalah (Sudaryono, 2012).
h (x: N: n: k) =
CxkC
n-x
N-k
CnN
II-30
Keterangan:
x = banyaknya peristiwa sukses
N = ukuran populasi
k = banyaknya unsur yang sama pada populasi
n = ukuran sampel
2.5.2 Nilai Rata-rata dan Varian Distribusi Hipergeometrik
Nilai rata-rata distribusi hipergeometrik merupakan hasil kali dari contoh
data berukuran n dengan k sebagai keberhasilan dibagi dengan N sebagai
populasinya. Secara matematis persamaan nilai rata-ratanya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
µ = nk / N
Rasio k/N setara nilainya dengan probabilitas dari suatu keberhasilan p, sehingga
nilai rata-rata yang dapat dibagi dengan distribusi hipergeometrik, dapat
dinyatakan dalam rumus dengan persamaan nilai rata-ratanya dapat dijabarkan
sebagai berikut:
µ = n p
Dan varian bagi distribusi hipergeometrik h (x: N: n: k) dapat dinyatakan dengan
rumus sebagai berikut:
)N
k(1
N
kn )
1-N
n-N( 2σ −=
Bila n relatif sangat kecil dibandingkan dengan N, probabilitas pada pengambilan
akan kecil sekali sehingga dapat dikatakan bahwa percobaan menjadi percobaan
binomial. Artinya, kita dapat menghampiri distribusi hipergeometrik dengan
menggunakan distribusi binomial rasio p = k/ N. varian populasi distribusi
binomial diperoleh dengan mengambil limit dari ragam distribusi hipergeometrik.
limN →∞
N-n
N-1
limn→∞ � N
N-1-
n
N-1� = 1
II-31
2.6 Distribusi Poisson
Distribusi Poisson disebut juga distribusi peristiwa jarang terjadi,
ditemukan oleh S.D. Poisson (1781 –1841), seorang ahli matematika bangsa
Prancis. Distribusi Poisson termasuk distribusi teoretis yang memakai variabel
random diskrit. Distribusi Poisson adalah distribusi nilai-nilai bagi suatu variabel
random diskrit X (X diskrit), yaitu banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam
suatu interval waktu tertentu atau di suatu daerah tertentu (Hasan, 2005).
Sebaran bagi peubah acak Poisson X, yang menyatakan banyaknya hasil
percobaan yang terjadi selama suatu selang waktu atau daerah tertentu. Selang
waktu tersebut dapat berapa saja panjangnya, misalnya semenit, sehari, seminggu,
sebulan, atau bahkan setahun. Daerah tertentu yang dimaksudkan di atas dapat
berupa suatu ruas garis, suatu luasan, suatu volume, atau mungkin sepotong
bahan. Dalam demikian ini, X mungkin saja menyatakan banyaknya tikus sawah
per hektar, banyaknya bakteri dalam suatu kultur biakan, atau banykanya
kesalahan ketik per halaman (Walpole, 1995).
Distribusi poisson adalah suatu distribusi teoritis yang berhubungan
dengan variabel acak diskrit. Seperti halnya dengan distribusi binomial, terdapat 2
kategori yang mungkin timbul pada populasi. Timbulnya setiap kejadian yang
mengikuti distribusi poisson adalah independen, setiap kejadian mempunyai
peluang yang tetap. Jumlah individu yang dihadapi besar sekali sedangkan
peluang timbulnya suatu individu termasuk kategori tertentu kecil sekali.
Penerapan distribusi poisson hampir sama dengan distribusi binomial hanya
membutuhkan syarat p < 0,05 dan n > 20 ( n besar dan peluang untuk terjadi
sangat kecil), dengan kata lain distribusi poisson digunakan untuk peristiwa yang
jarang terjadi dalam suatu pengamatan (Sugiarto dan Supramono, 1993).
2.6.1 Variabel Acak atau Random
Variabel acak adalah variabel yang nilai-nilainya ditentukan oleh
kesempatan atau variabel yang dapat bernilai numerik yang didefinisikan dalam
ruang sampel. Variabel random ada dua, yaitu variabel random diskrit dan
variabel random kontinu (Hasan, 2005).
II-32
1. Variabel acak diskrit
Variabel acak diskrit adalah variabel acak yang tidak mengambil seluruh nilai
yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang hanya memiliki nilai
tertentu. Nilainya merupakan bilangan bulat dan asli, tidak berbentuk pecahan.
2. Variabel acak kontinu
Variabel acak kontinu adalah variabel acak yang mengambil seluruh nilai
yang ada dalam sebuah interval atau variabel yang dapat memiliki nilai – nilai
pada suatu interval tertentu. Nilainya dapat berupa bilangan bulat atau
pecahan. Variabel kontinu biasanya dihasilkan dari pengukuran dan bukan
perhitungan.
2.6.2 Ciri-Ciri Distribusi Poisson
Distribusi poisson memiliki ciri-ciri yang harus diperhatikan untuk
membuat suatu perhitungan. Ciri-ciri distribusi poisson sebagai berikut: (Walpole,
1995).
1. Banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam suatu selang waktu atau suatu
daerah tertentu, tidak bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi
pada selang waktu atau daerah lain yang terpisah.
2. Peluang terjadinya satu hasil percobaan selama suatu selang waktu yang
singkat sekali atau dalam suatu daerah yang kecil, sebanding dengan panjang
selang waktu tersebut atau besarnya daerah tersebut, dan tidak bergantung
pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi diluar selang waktu atau daerah
tersebut.
3. Peluang bahwa lebih dari satu hasil percobaan akan terjadi dalam selang
waktu yang singkat tersebut atau dalam daerah yang kecil tersebut, dapat
diabaikan.
4. Peluang terjadinya suatu sukses dalam selang waktu atau daerah tertentu,
sangat kecil (bisa diabaikan), sehingga rata-rata Np dianggap konstan.
Bilangan X yang menyatakan banyaknya hasil percobaan dalam suatu
percobaan poisson disebut peubah acak poisson dan sebaran peluangnya disebut
sebaran poisson. Karena nilai-nilai peluangnya hanya bergantung pada µ, yaitu
II-33
rata-rata banyaknya hasil percobaan yang terjadi selama selang waktu atau daerah
yang diberikan (Walpole, 1995).
Distribusi poisson dapat digunakan dengan tepat dalam suatu eksperimen
poisson apabila sebagai berikut (Hasan, 2005).
1. Menghitung probabilitas terjadinya peristiwa menurut satuan waktu, ruang
atau isi, luas dan panjang tertentu, seperti menghitung suatu probabilitas dari
kemungkinan berikut:
a. Banyaknya penggunaan telepon per menit.
b. Banyaknya bakteri dalam 1 tetes atau 1 liter air.
c. Banyaknya kesalahan ketik per halaman sebuah buku.
d. Banyaknya kecelakaan mobil di jalan tol selama minggu pertama bulan
oktober.
e. Dalam tempo lima menit operator telepon banyak menerima pemohonan
untuk disambungkan dan salah dalam menyambungkan.
f. Banyaknya hari sekolah yang libur dikarenakan banjir di daerah-daerah
tertentu.
g. Banyaknya orang yang menemukan barang hilang di suatu tempat-tempat
tertentu
h. banyaknya mobil yang lewat selama 5 menit di suatu ruas jalan atau
persimpangan jalan.
2. Menghitung distribusi binomial apabila nilai n besar (n ≥ 30) dan p jika (p <
0,1).
Distribusi poisson memiliki fungsi-fungsi dalam setiap perhitungan
datanya. Fungsi distribusi poisson dapat diturunkan dengan memperhatikan
asumsi-asumsi berikut (Hasan, 2005):
1. Jumlah kedatangan pada interval-interval yang tidak saling tumpang tindih
(nonoverlapping interval) adalah variabel random independent.
2. Ada nilai parameter λ positif sehingga dalam sebuah interval waktu yang
kecil ∆t akan diperoleh:
a. Kemungkinan bahwa terjadi tepat satu kedatangan pada interval waktu ∆t
adalah (λ .∆t ).
II-34
λµ =
λσ =
b. Kemungkinan bahwa terjadi tepat nol kedatangan pada interval waktu ∆t
adalah (1−λ .∆t ).
2.6.3 Rumus-rumus Distribusi Poisson
Distribusi poisson memiliki rumus untuk setiap perhitungan data yang
dicari, seperti nilai tengah, varians, simpangan baku, Koefisien momen
kemencengan dan Koefisien momen kurtosis (Hasan, 2005).
Nilai tengah distribusi poisson:
Varians distribusi poisson:
Simpangan baku distribusi poisson:
λσ =
Koefisien momen kemencengan distribusi poisson:
λα 1
3 =
Koefisien momen kurtosis distribusi poisson:
λα 1
34 +=
1. Rumus probabilitas Poisson suatu peristiwa
Probabilitas suatu peristiwa yang berdistribusi Poisson dapat dirumuskan
sebagai berikut (Hasan, 2005):
x!
λexλ x)P(X
−==
Keterangan:
λ = rata – rata terjadinya suatu peristiwa
e = bilangan alam = 2,71828
Probabilitas terjadinya kedatangan yang mengikuti proses Poisson,
dirumuskan:
II-35
x!
)x(λλtλt-e x)P(X ==
Keterangan:
λ = tingkat kedatangan rata-rata per satuan waktu
t = banyaknya satuan waktu
x = banyaknya kedatangan dalam t satuanwaktu
2. Probabilitas distribusi poisson kumulatif
Probabilitas distribusi poisson kumulatif yaitu probabilitas dari peristiwa
poisson yang lebih dari satu. Probabilitas poisson kumulatif dapat dihitung
menggunakan rumus yang telah tersedia sebagai berikut (Hasan, 2005):
2.6.4 Pendekatan Poisson Untuk Distribusi Binomial
Distribusi poisson dapat digunakan untuk pendekatan distribusi binomial,
dengan persyaratan bahwa n besar dan p kecil. Aturan yang digunakan dalam
statistika bahwa distribusi poisson merupakan pendekatan yang baik bagi
distribusi binomial adalah n > 20 dan p < 0,05. Kondisi ini di subtitusikan rata-
rata distribusi binomial ke dalam rata-rata distribusi poisson (Sugiarto dan
Supramono, 1993).
x!
e .(np) x)P(X
-npx
==
Keterangan:
e = 2.71828
np = rata – rata distribusi binomial
x = banyaknya unsur berhasil dalam sampel
n = Jumlah / ukuran populasi
p = probabilitas kelas sukses
PPK = ∑ λx e-λ
x!
nx=0
= ∑ P�X�x�nx�0
= P(X =x) + P(X = 1) + P(X = 2) + . . . + P( X = n)
II-36
2.7 Distribusi Normal
Distribusi normal adalah salah satu distribusi teoritis dari variabel random
kontinu. Distribusi normal sering disebut distribusi Gauss, sesuai nama
pengembangnya, yaitu Karl Gauss pada abad ke- 18, seorang ahli matematika dan
astronomi. Distribusi normal merupakan distribusi yang simetris dan berbentuk
genta atau lonceng. Pada bentuk tersebut ditunjukkan hubungan ordinat pada rata-
rata dengan berbagai ordinat pada berbagai jarak simpangan baku yang diukur
dari rata-rata (Hasan, 2005).
2.7.1 Jenis – Jenis Distribusi Normal
Distribusi probabilitas normal seperti dikemukakan sebelumnya sangat
dipengaruhi oleh nilai rata-rata hitung dan standar deviasinya. Oleh sebab itu,
distribusi probabilitas dan kurva normal tidak hanya satu jenis. Beberapa jenis
dari kurva normal adalah sebgai berikut (Sudaryono, 2012):
1. Distribusi probabilitas dan kurva normal dengan sama dan σ berbeda.
Bentuk distribusi normal dan kurva normal dengan nilai tengah sama dan
standar deviasi yang berbeda. Bentuk ini sudah dipelajari pada sub-bab
keruncingan. Kurva normal demikian mempunyai µ = Md = Mo yang
sama,namun mempunyai σ berbeda. Semakin besar σ,maka kurva semakin
pendek dan semakin tinggi nilai σ ,maka semakin runcing. Oleh sebab itu σ
tinggi cenderung menjadi platykurtik dan σ rendah menjadi leptokurtik.
Gambar 2.6 Distribusi Probabilitas dan Kurva Normal dengan µ1 µ2 dan σ1 σ2
II-37
2. Distribusi probabilitas dan kurva normal dengan berbeda dan σ sama.
Bentuk distribusi probabilitas dan kurva normal dengan µ berbeda dan σ sama
mempunyai jarak antara kurva yang berbeda, tetapi bentuk kurva tetap sama.
Hal ini dapat terjadi karena kemampuan antara populasi berbeda, namun
setiap populasi mempunyai keragaman yang hampir sama.
Gambar 2.7 Distribusi Probabilitas dan Kurva Normal dengan µ1 µ2 dan σ1 σ2
3. Distribusi probabilitas dan kurva normal dengan berbeda dan σ berbeda.
Bentuk ketiga dari distribusi probabilitas dan kurva normal dengan µ berbeda
dan σ berbeda. Kurva yang demikian mempunyai titik pusat yang berbeda
pada sumbu mendatar dan bentuk kurva berbeda karena mempunyai standar
deviasi yang berbeda. Kurva demikian relatif banyak terjadi, karena antar
populasi terdapat perbedaan kemampuan, di samping itu di dalam setiap
populasi juga terdapat perbedaan dan setiap populasi juga mempunyai
keragaman yang berbeda.
Gambar 2.8 Distribusi Probabilitas dan Kurva Normal dengan µ1 µ2 dan σ1 σ2
II-38
2.7.2 Sifat-Sifat Distribusi Normal
Dari bentuk-bentuk kurva distribusi normal dapat diketahui sifat-sifat dari
distribusi normal. Sifat-sifat distribusi normal akan dijelaskan sebagai berikut
(Hasan, 2005):
1. Bentuk distribusi normal adalah bentuk genta atau lonceng dengan satu
puncak (unimodal).
2. Rata-rata (µ) dalam distribusi normal terletak ditengah-tengah kurva
normalnya.
3. Nilai rata-rata sama dengan median sama dengan modus yang memberikan
pola simetris.
4. Ujung-ujung sisi kurvanya sejajar dengan sumbu horizontal (sumbu X) dan
tidak akan pernah memotong sumbu tersebut.
5. Data sebagian besar ada di tengah-tengah dan data sebagian kecil ada di tepi,
yaitu:
a. Jarak + 1� menampung 68% atau 68,26% data;
b. Jarak + 2� menampung 95% atau 95,46% data;
c. Jarak + 3� menampung 99% atau 99,74% data;
Sifat-sifat kurva normal menurut (Walpole, 1995):
1. Modusnya, yaitu titik pada sumbu mendatar yang membuat fungsi mencapai
maksimum, terjadi pada x = µ.
2. Kurva normalnya setangkup terhadap suatu garis tegak yang melalui nilai
tengah µ.
3. Kurva ini mendekati sumbu mendatar secara asimtotik dalam kedua arah bila
semakin jauh dari nilai tengahnya.
4. Luas daerah yang terletak di bawah kurva tetapi di atas sumbu mendatar sama
dengan 1.
Sifat-sifat kuva normal menurut (Muttaqin dan Suryadi, 1997):
1. Grafiknya selalu ada diatas gambar datar x.
2. Bentuknya simetris terhadap x = µ.
3. Mempunyai satu modus.
4. Luas daerah grafik selalu sama dengan satu unit persegi.
II-39
2.7.3 Luas Daerah di Bawah Kurva Normal
Kurva sembarang sebaran peluang kontinu atau fungsi kepekatan dibuat
sedemikian rupa sehingga luas daerah dibawah itu yang dibatasi oleh x = 1x dan x
= x2 sama dengan peluang bahwa peubah acak X mengambil nilai antara x = x1
dan x = x2. Kurva normal bergantung pada nilai tengah dan simpangan baku
sebaran yang diselidiki. Maka luas daerah dibawah kurva antara nilai x1 dan x2
bergantung pada nilai-nilai µ dan σ . Jadi bagi kurva normal dalam gambar ,
P(x1 X x2 ) dinyatakan oleh luas daerah gelap (Walpole, 1995).
Gambar 2.9 P(x1 < X < x2) = Luas Daerah Gelap
Daerah P(x1 X x2 ) bagi kedua kurva yang mempunyai nilai tengah
dan simpangan baku berbeda diberi bayang – bayang atau diberi arsiran. Untuk
peubah acak X pada sebaran I, P(x1 X x2 ) ditunjukkan untuk daerah yang
diarsir. Sedangkan untuk sebaran II peluang itu dinyatakan olehdaerah yang diberi
bayang-bayang. Pada gambar tersebut sangat jelas bahwa kedua daerah itu
berbeda besarnya.
Gambar 2.10 P(xx < X < x2) Untuk Kurva Normal yang Berbeda
II-40
Akan sia-sia apabila menyusun tabel yang terpisah untuk setiap kurva
normal bagi setiap pasangan nilai µ dan σ yang mungkin. Tetapi harus
menggunakan tabel bila ingin menghindar dari keharusan menggunakan kalkulus
integral. Untunglah dapat mentransformasikan setiap pengamatan yang berasal
dari sembarang peubah acak normal X menjadi suatu nilai peubah acak normal Z
dengan nilai tengan nol dan ragam 1. Ini dapat dilakukan melalui transformasi
(Walpole, 1995).
2.7.4 Sebaran Normal Baku
Sebaran normal baku adalah sebaran peubah acak normal dengan nilai
tengah nol dan simpangan baku 1. Bila X berada diantara x = x1 dan x = x2, maka
peubah acak Z akan berada diantara nilai-nilai padanannya (Walpole, 1995).
σ
µ1
x
1Z
−= σ
µ−= 2
2
xZ
Karena semua nilai X yang jatuh antara x1 dan x2 mempunyai nilai-nilai z
padanannya antara z1 dan z2, maka luas daerah dibawah kurva X antara x = x1 dan
x = x2, sama dengan luas daerah dibawah kurva Z antara nilai hasil transformasi z
= z1 dan z = z2. Dengan demikian persamaan rumusnya sebagai berikut (Walpole,
1995):
2.7.5 Rumus-Rumus Distribusi Normal
Seperti dengan distribusi teoritis yang lainnya, distribusi normal memiliki
rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan data, seperti rata-rata, varians,
simpangan baku. Berikut ini adalah rumus yang dapat digunakan pada distribusi
normal, yaitu sebagai berikut (Hasan, 2005):
Rata – rata:
)3
zZ1
Pz)2
xX1
P(x <<=<<
µ = EX
n
II-41
Varians:
Simpangan baku:
2.7.6 Kurva Normal
Sebuah kurva normal, sangat penting artinya dalam menghitung sebuah
peluang dalam distribusi normal. Bila X adalah suatu peubah acak normal dengan
nilai tengah µ dan ragam �², maka persamaan kurva normalnya adalah (Walpole,
1995).
2.7.7 Penggunaan Kurva Normal Standar
Untuk menentukan luas daerah di bawah kurva normal standar, telah
dibuat daftar distribusi normal standar, yaitu tabel luas kurva normal standar
dengan nilai-nilai Z tertentu. Dengan daftar tersebut bagian-bagian luas dari
distribusi normal dapat dicari (Hasan, 2005).
2.7.8 Fungsi Densitas Distribusi Normal
Fungsi densitas distribusi normal untuk peubah acak kontinu akan banyak
sekali keuntungannya, seperti perhitungan beberapa macam ekspetasi matematis.
Berkaitan dengan sifat yang berlaku untuk sebuah fungsi densitas, distribusi
normal memiliki bentuk fungsi sebagai berikut (Walpole, 1995):
σ
µ)(x(
2
1 2
e2πσ
1f(x)
−−
=
�² = ∑ (X- µ)²
n
� = �∑�X-μ�²n
n(x; µ, �) = 1
√2πσe
-1
2(x- µ
σ)², untuk- ∞ < x < ∞,
sedangkan dalam hal ini " = 3,14159... dan e = 2,71828...
II-42
Keterangan:
x = nilai data
" = 3,14
� = simpangan baku
µ = rata-rata x
e = bilangan alam = 2,71828
2.7.9 Distribusi Normal Standar
Distribusi normal memiliki jumlah yang banyak sekali, karena akibat
pengaruh rata-rata, varians dan simpangan baku. Akan tetapi, untuk mencari
Probabilitas suatu interval dari variabel random kontinu bisa dapat dipermudah
dengan menggunakan bantuan dari distribusi normal. Bentuk fungsi atau rumus
dari distribusi normalnya dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Hasan,
2005):
z2
1
e2π
1f(Z)
−=
Untuk mengubah distribusi normal umum menjadi distribusi normal
standar, perlu digunakannya nilai Z (standard units). Bentuk umum rumus
distribusi normal umum menjadi distribusi normal standar adalah sebagai berikut
(Hasan, 2005):
σ
µxZ
−=
Keterangan:
Z = variabel normal standar
X = nilai variabel random
µ = rata-rata variabel random
� = simpangan baku variabel random
Nilai Z (standard units) adalah angka atau indeks yang menyatakan
penyimpangan dari suatu nilai variabel random (X) dari rata-rata (µ) dihitung
dalam satuan simpangan baku (�).