BAB II LANDASAN TEORI - repositori

27
9 BAB II LANDASAN TEORI A. Gambaran Umum Teori 1. Transfer Pricing Menurut Anang Mury Kurniawan (2015, 17) mengatakan bahwa: a. Hubungan istimewa menurut Undang-Undang PPh : Hubungan istimewa menurut Undang-Undang PPh dapat terjadi karena faktor kepemilikan/penyertaan modal, penguasaan maupun hubungan keluarga. Kepemilikan/penyertaan modal mengakibatkan hubungan istimewa jika wajib pajak mempunyai pernyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain, atau antara hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih, demikian pula dengan hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir. b. Hubungan istimewa menurut persetujuan penghindaran pajak berganda : Dalam hal suatu Negara mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Negara lain, maka pengertian

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - repositori

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Gambaran Umum Teori

1. Transfer Pricing

Menurut Anang Mury Kurniawan (2015, 17) mengatakan

bahwa:

a. Hubungan istimewa menurut Undang-Undang PPh :

Hubungan istimewa menurut Undang-Undang PPh dapat

terjadi karena faktor kepemilikan/penyertaan modal,

penguasaan maupun hubungan keluarga.

Kepemilikan/penyertaan modal mengakibatkan hubungan

istimewa jika wajib pajak mempunyai pernyertaan modal

langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib

pajak lain, atau antara hubungan antara wajib pajak dengan

penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih,

demikian pula dengan hubungan antara dua wajib pajak atau

lebih yang disebut terakhir.

b. Hubungan istimewa menurut persetujuan penghindaran pajak

berganda :

Dalam hal suatu Negara mempunyai persetujuan penghindaran pajak

berganda (P3B) dengan Negara lain, maka pengertian

10

hubungan istimewa (associated enterprises) mengacu pada

definisi hubungan istimewa yang diatur dalam P3B tersebut.

OECD model dan UN Model, sebagai model yang sering

dijadikan acuan Negara-negara di dunia dalam membuat P3B

mengatur mengenai hubungan istimewa di pasal 9. Contoh

penyalahgunaan P3B diantaranya, transaksi yang tidak

mempunyai substansi ekonomi dilakukan dengan

menggunakan struktur atau skema sedemikian rupa dengan

maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B.

c. Hubungan istimewa menurut standar akutansi keuangan :

Menurut Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK)

No.7, pihak-pihak yang dianggap mempunyai kemampuan

untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh

signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan

keuangan dan operasional.

Menurut Suandy Erly (2016, 78) mengatakan bahwa :

Dengan globalisasi bisnis, aspek internasional dari harga transfer

menjadi suatu perhatian yang lebih kritis, terutama dengan adanya isu-

isu pajak. Tujuan internasional yang lain mencakup meminimalkan

beban-beban pajak, pengendalian devisa, dan berkenaan dengan risiko

pengambil alihan oleh pemerintah asing. Fenomena perusahaan

multinasional dalam ekspansinya cenderung mengoperasikan usahanya

secara desentralisasi dan melaksanakan konsep cost revenue profit atau

11

corporate profit centre concept yang dapat mengukur dan menilai

kinerja dan motivasi setiap divisi/unit yang bersangkutan dalam rangka

mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut antara

lain digunakan sistem harga transfer.

Menurut Suandy Erly (2016, 78) mengatakan bahwa :

a. Penentuan harga transfer berdasarkan biaya (cost basis transfer

pricing). Transfer pricing yang didasarkan pada biaya,

dikenakan berdasarkan biaya produksi (standard cost). Cost

basis biasanya dilakukan antar divisi pada tingkat yang sama

pada aktivitas produksi dan distribusi (transfer horizontal).

Basis ini digunakan apabila harga pasar tidak tersedia atau

kurang tepat.

b. Penentuan harga transfer berdasarkan harga pasar (market

based transfer pricing) variasi dari basis ini dapat berkisar

antara harga pasar yang berlaku (current market price) dan

harga pasar dikurangi diskon (market price minus discount).

Basis ini dipakai bila pasar perantara cukup bersaing dan

saling ketergantungan antar unit.

c. Penentuan harga transfer berdasarkan negosiasi (the negotiated

price) pendekatan ini mengasumsikan bahwa kedua divisi

mempunyai posisi tawar menawar (bargaining position) yang

sama. Penentuan harga didasarkan pada pemberian otoritas

salah satu pihak untuk menentukan harga transfer, berdasarkan

12

persetujuan kedua divisi. Namun hal ini akan memakan waktu

negosiasi, mengulang pemeriksaan serta revisi harga transfer.

d. Penentuan harga transfer berdasarkan arbitrase (arbitration

transfer pricing) harga yang digunakan berdasarkan interaksi

kedua divisi pada tingkat yang dianggap baik bagi kepentingan

perusahaan, tanpa adanya paksaan dari salah satu divisi

mengenai keputusan akhir penentuan harga.

Menurut Anang Mury Kurniawan (2015, 34) mengatakan

bahwa:

a. Comparable Uncontrolled Price Method (CUP)

Comparable Uncontrolled Price (CUP) atau metode

perbandingan harga antara pihak yang tidak mempunyai hubungan

istimewa adalah metode penentuan harga transfer, yang dilakukan

dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan

antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan

harga barang atau jasa dalam transaksi, yang dilakukan antara

pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa dalam

kondisi atau keadaan yang sebanding, yang dihitung :

Harga wajar = harga pihak indenpenden sebanding

Atau

Normal Price = independent price comparable

b. Resale Price Method (RPM)

13

Resale Price Method (RPM) atau metode harga penjualan

kembali adalah metode penentuan harga transfer yang dilakukan

dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk.

Dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah

dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan

risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain

yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau penjualan kembali

produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.

Resale Price method menentukan kewajaran harga/laba pada

tingkat laba kotor. Indikator (profit level indicator) yang digunakan

adalah presentase laba kotor (gross return on sales), yang dihitung

:

c. Cost Plus Method (CPM)

Cost Plus Method (CPM) atau metode biaya-plus adalah

metode penentuan harga transfer, yang dilakukan dengan

menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan

yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai

Presentase Laba Kotor = Laba Kotor / Penjualan bersih

Atau

Gross return on sales = gross profit / net sales

14

hubungan istimewa, atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh

perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak

mempunyai hubungan istimewa pada harga pokok penjualan yang

telah disesuaikan dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

Cost Plus Method menentukan kewajaran harga atau laba

pada tingkat laba kotor. Indikator (profit level indicator) yang

digunakan adalah rasio mark-up (mark-up ratio), yang dihitung :

Rasio mark-up = laba kotor / harga pokok penjualan

Atau

Mark-up ratio = gross profit / cost of good sold

d. Transactional Net Margin Method (TNMM)

Transactional Net Margin Method (TNMM) atau metode

laba bersih transaksional adalah metode penentuan harga transfer

yang dilakukan dengan membandingkan presentase laba bersih

operasi terhadap biaya, penjualan, aktiva, atau terhadap dasar

lainnya atas transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai

hubungan istimewa, dengan presentase laba bersih operasi yang

diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak

mempunyai hubungan istimewa, atau presentase laba bersih operasi

yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak

yang tidak mempunyai hubungan istimewa lainnya, yang dihitung :

ROS = laba bersih usaha / penjualan x 100%

15

Atau

Return On Sales = net income / sales x 100%

Dalam penelitian ini menggunakan rumus Metode Harga

Penjualan Kembali (Resales Price Method). Kelebihan RPM

diantaranya sebagai berikut :

1. Dapat digunakan walaupun terdapat perbedaan produk.

2. Metode ini didasarkan pada harga jual kembali, yaitu harga pasar

sehingga mencerminkan permintaan (demand).

3. Dapat digunakan tanpa harus memaksa distributor untuk

menghasilkan keuntungan yang tidak realistis.

4. Lebih realistis karena hasil pengujian tidak berupa rentang laba.

Disamping itu RPM juga memiliki kelemahan diantaranya

sebagai berikut :

1. Merupakan analisis satu sisi saja (one sided analysis),

menggunakan benchmark dari perusahaan pembanding.

2. Kesulitan dalam penerapan terutama tentang mencari pembanding

yang mempunyai kemiripan fungsi dan risiko.

3. Data tidak akan sebanding jika ada perbedaan akutansi, terutama

dalam pencatatan harga pokok persediaan.

16

2. Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber dana terpenting bagi

kesinambungan gerak roda pembangun nasional yang antara lain

terwujud dengan tersedianya sarana-sarana pelayanan umum yang telah

kita nikmati bersama.

Pajak mempunyai peranan yang penting dalam melanjutkan

pembangunan di Indonesia. Hal ini juga terdapat dalam Garis Besar

Haluan Negara (GBHN) yang menyatakan bahwa : “Pajak sebagai

sumber pendapatan Negara yang penting ditingkatkan peranan terutama

pajak langsung, secara bertahap sesuai dengan kemampuan masyarakat

dan diarasakan adil agar mampu meningkatkan kesadaran masyarakat

untuk memenuhi kewajiban dan mampu menunjang kegiatan ekonomi.”

(Setelah era reformasi, GBHN dihapus dan diganti dengan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) serta Rencana

Kerja Pemeritntah (RKP) yang dibuat oleh pemerintah).

Menurut Chairil Anwar Pohan (2017, 5) mengatakan bahwa :

a. definisi Pajak adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-

peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang

langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan

dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

17

b. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro menyatakan :

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas

Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya

digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama

untuk membiayai public investment.”

Berdasarkan definisi diatas, maka penulis mengambil

kesimpulan bahwa pajak bersifat memaksa, tidak mendapat prestasi

kembali, dan akan berguna untuk membayar pengeluaran umum yang

hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat.

Ada beberapa manfaat yang biasa diperoleh dari perencanaan

pajak yang dilakukan secara cermat, menurut Chairil Anwar Pohan

(2013, 20) mengatakan bahwa :

a. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupakan

unsur biaya dapat dikurangi.

b. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (Cash Flow), karena

dengan perencanaan pajak yang matang dapat diperkirakan

kebutuhan kas untuk pajak, dan menentukan saat pembayaran

sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara

lebih akurat.

Secara umum tujuan pokok yang ingin dicapai dari perencanaan

yang baik, menurut Chairil Anwar Pohan (2013, 21) mengatakan

bahwa:

1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang.

18

Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak

tersebut berupa usaha-usaha mengefesiensikan beban pajak yang

masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar

peraturan perpajakan.

2. Memaksimalkan laba setelah pajak.

3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (Tax Surprise) jika terjadi

pemerikasaan pajak oleh fiskus.

4. Memenuhi kewajiban perpajakan secara benar, efesien, dan efektif,

sesuai dengan ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi :

a. Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar

dari pengenaan sanksi, baik sanksi administratif maupun

pidana, seperti bunga, kenaikan, denda, dan hukum kurungan,

atau penjara.

b. Melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang-undang

perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran,

pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan

pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal 22, dan pasal 23).

Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan

pajak yang dilakukan secara cermat :

a. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupakan

unsur biaya dapat dikurangi.

b. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena

dengan perencaan pajak yang matang dapat diperkirakan

19

kebutuhan kas untuk pajak, dan menentukan saat pembayaran

sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih

akurat.

Pajak memiliki unsur-unsur yaitu iuran dari rakyat kepada

negara, berdasarkan pada undang-undang. Menurut Irham Fahmi

(2012,1) mengatakan bahwa :

a. Fungsi budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya. Sebagai contoh : dimasukannya

pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Sebagai contoh : dikenakan pajak yang lebih tinggi terhadap

minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang

mewah.

Menurut Mardiasmo (2016, 4) mengatakan bahwa syarat-syarat

pemungutan pajak agar pemungutan tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,

undang-undang maupun pelaksanaan pemungutan pajak

20

harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya

mengenakan pajak secara umum dan merata, serta

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil

dalam pelaksaannya yakni dengan memberikan hak bagi

wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

pembayaran dan mengajukan banding kepada pengadilan

pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat

Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2.

Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan

keadilan, baik Negara maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh menggaggu kelancaran kegiatan

produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan

kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efesien (Syarat Finansial)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih

rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

System pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban

21

perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-

undang perpajakan yang baru.

Menurut Erly Suandy (2016, 7) mengatakan bahwa :

“Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis penghematan pajak yang dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.”

Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi

jumlah atau total pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Tapi secara

legal bukan ilegal. Tax planning adalah tindakan legal karena

penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal

yang tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya bukan untuk

mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang

dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

Tahapan dalam perencanaan pajak sebagai berikut :

a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data

base).

b. Membuat satu kesatuan lebih model kemungkinan jumlah pajak

(designing one or more possible tax plans).

c. Mengevaluasi pelaksaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan).

d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak

(debugging the tax plans).

e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan).

Strategi umum dari perencanaan pajak adalah sebagai berikut :

22

a. Tax saving merupakan upaya efesiensi beban pajak melalui

pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tariff yang lebih

rendah. Misalnya, perusahaan dapat melakukan perubahan

pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam

bentuk uang.

b. Tax avoidance merupakan upaya efesiensi beban pajak dengan

menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan

merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih

mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam

bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan

merupakan objek pajak pph pasal 21.

c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan yang berlaku,

dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat

menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa sanksi

adminitrasi dan sanksi pidana.

d. Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan

yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN.

Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak

keluaran hingga batas waktu yang diperkenakan, khususnya untuk

penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur

pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan

barang.

23

e. Wajib pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai

pembayaran yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar

dimuka. Misalnya, pph pasal 22 atas impor, pph pasal 23 atas

penghasilan jasa atau sewa.

CETR diharapkan dapat mengidentifikasikan keagresifan

perencanaan pajak suatu perusahaan yang dilakukan dengan

menggunakan perbedaan tetap maupun perbedaan temporer (Chen,

2008).

Rasio ini dihitung dengan rumus :

CETR = Cash Tax Paid

Pre Tax Income

3. Ukuran Perusahaan

Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukan bahwa

perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam

tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki

prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga

mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu

menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil.

Ukuran perusahaan secara umum dapat diartikan sebagai suatu

perbandingan besar atau kecilnya suatu objek. Dengan demikian ukuran

24

perusahaan merupakan sesuatu yang dapat mengukur atau menentukan

nilai dari besar atau kecilnya perusahaan.

Suatu perusahaan yang besar yang sahamnya tersebar sangat

luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh

yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya

pengendalian dari pihak yang dominan terhadap perusahaan

bersangkutan. Sebaliknya, perusahaan yang kecil, dimana sahamnya

tersebar hanya di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan

mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya

kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan.

Dengan demikian, maka perusahaan yang besar akan lebih

berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhan untuk

membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan

yang kecil.

Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses

yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai

sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan

lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki

probabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan

dalam industri. Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih

fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil

lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Oleh karena

25

itu, memungkinkan perusahaan besar tingkat leverage nya akan lebih

besar dari perusahaan yang berukuran kecil.

Menurut Said Kelana & Chandra Wijaya (2015, 274)

mengatakan bahwa : Ukuran perusahaan merupakan variabel control

yang dipertimbangkan dalam banyak penelitian (makalah) keuangan.

Hal ini disebabkan dugaan banyaknya keputusan atau hasil keuangan

dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Secara umum biasanya size

diproksi dengan total asset. Karena nilai total asset biasanya sangat

besar dibandingkan variabel keuangan lainnya, maka dengan maksud

untuk mengurangi peluang heteroskedasti, variabel asset ‘diperhalus’

menjadi Log (asset) atau Ln (asset).

a. Size Adjusted Return :

Teknik untuk menghitung abnormal return, yakni melalui :

excess return dari suatu portofolio diatas rata-rata pasarnya

untuk size yang sama.

b. Skala (Scale)

Merupakan salah satu teknik lazim dilakukan untuk

mengurangi heteroskedasti. Hal ini dilakukan dengan

membagi variabel dengan suatu besaran tertentu, biasanya

asset.

26

4. Leverage

Menurut Brigham & Houston (2013, 140) mengatakan bahwa :

leverage keuangan adalah tingkat penggunaan hutang sebagai sumber

pembiayaan perusahaan, dimana memiliki tiga dampak penting :

a. Menghimpun dana melalui utang membuat pemegang saham

dapat mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi

ekuitas yang terbatas.

b. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang diberikan pemilik

sebagai batas pengaman. Jadi, semakin tinggi proporsi total

modal yang diberikan oleh pemegang saham, makin kecil risiko

yang dihadapi kreditor.

c. Jika hasil yang diperoleh dari asset perusahaan lebih tinggi dari

tingkat bunga yang dibayarkan, maka penggunaan utang akan

“mengungkit” (leverage) atau memperbesar pengembalian atas

ekuitas.

Konsep leverage menurut Mamduh (2016, 327) mengatakan

bahwa :

Arti leverage secara harfiah (literal) adalah pengukit. Pengukit biasanya

digunakan untuk membantu mengangkat beban yang berat. Dalam

keuangan, leverage juga mempunyai maksud yang serupa. Lebih

spesifik lagi, leverage bias digunakan untuk meningkatkan tingkat

keuntungan yang diharapkan. Dua jenis leverage akan dibicarakan :

Operating leverage dan Financial leverage.

27

a. Operating Leverage

Operating leverage bias diartikan sebagai seberapa besar

perusahaan menggunakan beban tetapm operasional. Beban

tetap operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya

produksi dan pemasaran yang bersifat tetap (misal gaji bulanan

karyawan). Sebagai kebalikannya adalah beban (biaya) variabel

operasional. Contoh biaya variabel operasional adalah biaya

tenaga kerja yang dibayar berdasarkan produk yang dihasilkan

(misal karyawan harian perusahaan rokok, dibayar Rp 100.000

untuk setiap rokok yang dilinting). Komposisi biaya tetap atau

variabel yang berbeda mempunyai implikasi yang berbeda

terhadap risiko dan keuntungan yang diharapkan perusahaan.

Perusahaan yang menggunakan biaya tetap dalam proporsi

yang tinggi (relatif terhadap biaya variabel) dikatakan

menggunakan operating leverage yang tinggi. Dengan kata lain,

degree of operating leverage (DOL) untuk perusahaan tersebut

tinggi. Perubahan penjualan yang kecil akan mengakibatkan

perubahan pendapatan yang tinggi (lebih sensitif). Jika

perusahaan mempunyai degree of operating leverage (DOL)

yang tinggi, tingkat penjualan tinggi akan menghasilkan

pendapatan yang tinggi. Tetapi sebaliknya, jika tingkat

penjualan turun secara signifikan, perusahaan tersebut akan

mengalami kerugian. Dengan demikian DOL seperti pisau

28

dengan dua mata : bisa membawa manfaat, sebaliknya bisa

merugikan.

b. Leverage keuangan (Financial Leverage)

Leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap

keuangan (finansial) yang digunakan oleh perusahaan. Beban

tetap keuangan tersebut biasanya berasal dari pembayaran bunga

untuk hutang yang digunakan oleh perusahaan. Karena itu

pembicaraan leverage keuangan berkaitan dengan struktur

modal perusahaan. Perusahaan yang menggunakan beban tetap

(bunga) yang tinggi berarti menggunakan utang yang tinggi.

Perusahaan tersebut dikatakan mempunyai leverage keuangan

yang tinggi, yang berarti degree of financial leverage (DFL)

untuk perusahaan tersebut juga tinggi.

Degree of financial leverage mempunyai implikasi

terhadap earning per-share perusahaan. Untuk perusahaan yang

mempunyai DFL yang tinggi, perubahan EBIT (earning before

interest and taxes) akan menyebabkan perubahan EPS yang

tinggi. Sama seperti degree of operating leverage (DOL), DFL

seperti pisau bermata dua : jika EBIT meningkat, EPS akan

meningkat secara signifikan, sebaliknya, jika EBIT turun, EPS

juga akan turun secara signifikan.

Menurut Dwi Prastowo (2015, 70) mengatakan bahwa :

29

“Suatu ratio akan menjadi bermanfaat, bila ratio tersebut memang

memperlihatkan suatu hubungan yang mempunyai makna. Ratio

merupakan teknik analisis laporan keuangan yang dapat memberikan

jalan keluar dan menggambarkan symponi (gejala-gejala yang

tampak) suatu keadaan. Analisis ratio dapat menyikap hubungan dan

sekaligus menjadi dasar perbandingan yang menunjukan kondisi atau

kecenderungan yang tidak dapat diditeksi bila kita hanya melihat

komponen-komponen ratioitu sendiri.”

Menurut Kasmir (2012, 156-162) mengatakan bahwa biasanya

penggunaan leverage disesuaikan dengan tujuan perusahaan. Terdapat 4

jenis pengukuran rasio leverage yang sering digunakan yaitu :

a. Debt to asset ratio (debt ratio)

b. Debt to equity ratio

c. Long term debt to equity ratio (LTRDtER)

d. Times interst earned

Berikut rumus yang digunakan dalam metode leverage adalah :

Debt to Asset Ratio merupakan rasio utang yang digunakan

untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva.

Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang

atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap

pengelolaan aktiva. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

Debt to asset ratio = Total utang

Total asset

30

Dalam penelitian ini menggunakan rumus Deb to Asset Ratio (DAR)

yang berguna untuk mengetahui jumlah dana yang dipinjamkan

(kreditor) dengan pemilik perusahaan, dan rasio ini berfungsi untuk

mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan

utang.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel II.1 Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti Judul Peneliti Hasil Peneliti

1. Elsa Kisari

putri (2016)

Pengaruh

Kepememilikan Asing,

Ukuran Perusahaan, dan

Leverage terhadap

Keputusan Perusahaan

untuk Melakukan

Transfer Pricing

Ukuran perusahaan

berpengaruh positif terhadap

keputusan perusahaan untuk

melakukan transfer pricing,

sedangkan kepemilikan

asing dan leverage tidak

berpengaruh terhadap

keputusan perusahaan untuk

melakukan transfer pricing.

2. Nancy

Kiswanto dan

Anna

Purwaningsih

Pengaruh Pajak,

Kepemilikan Asing, dan

Ukuran Perusahaan

terhadap Transfer

Variabel pajak dan

kepemilikan asing

berpengaruh positif terhadap

Transfer Pricing, dan

31

(2014) Pricing Pada Perusahaan

Manufaktur di BEI

Tahun 2010 – 2013

Ukuran Perusahaan

berpengaruh negative

terhadap transfer pricing

3. Anisa Sheirina

Cahyadi dan

Naniek Noviari

(2018)

Pengaruh Pajak,

Exchange Rate,

Profitabilitas, dan

Leverage Pada

Keputusan Melakukan

Transfer Pricing

Variabel pajak, profitabilitas

dan leverage berpengaruh

positif pada keputusan

perusahaan dalam

melakukan transfer pricing,

sedangkan variabel

exchange rate tidak

berpengaruh terhadap

keputusan perusahaan dalam

melakukan transfer pricing.

4. Dwi Noviastika

F., Yuniadi

Mayowan, dan

Suhartini Karjo

(2016)

Pengaruh Pajak,

Tunneling Incentive, dan

Good Corporate (GCG)

terhadap Indikasi

Melakukan Transfer

Pricing Pada Perusahaan

Manufaktur yang

Terdaftar diBursa Efek

Indonesia (Studi Pada

Bursa Efek Indonesia

Pajak dan tunneling

incentive berpengaruh

signifikan terhadap indikasi

melakukan transfer pricing,

dan GCG tidak berpengaruh

signifikan terhadap transfer

pricing.

32

yang Berkaitan dengan

Perusahaan Asing).

5. Saifudin, dan

Lucky Septiani

Putri (2018)

Determinasi Pajak,

Mekanisme Bonus, dan

Tunneling Incentif

terhadap Keputusan

Transfer Pricing Pada

Emiten BEI

Variabel pajak dan

tunneling incentive tidak

berpengaruh terhadap

keputusan transfer pricing,

sedangkan variabel

mekanisme bonus

berpengaruh terhadap

keputusan transfer pricing.

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, penulis dapat

menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :

(X₁)

Pajak

(X₂) Ukuran Perusahaan

(X₃) Leverage

(Y) Transfer Pricing

33

Keterangan : X₁ = Pajak

X₂ = Ukuran Perusahaan

X₃ = Leverage

Y = Transfer Pricing

D. Perumusan Hipotesa

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang selanjutnya diuji

kebenarannya sesuai dengan model dan analisis yang cocok. Hipotesis

menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis-hipotesis

tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengaruh Pajak Terhadap Transfer Pricing

Pajak merupakan salah satu alasan perusahaan memutuskan untuk

melakukan transfer pricing. Pajak yang tinggi harus ditanggung

perusahaan untuk menjadikan suatu alasan perusahaan melakukan

transaksi transfer pricing agar dapat memperkecil pajak yang

seharusnya dapat dibayarkan. Dalam transfer pricing, perusahaan

cenderung menggeser kewajiban perpajakan dari negara-negara yang

memiliki tarif pajak tinggi ke negara yang memiliki tarif pajak rendah

yang dilakukan dengan cara memperkecil harga jual antar perusahaan

dalam satu group.

Berdasarkan rumusan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

34

H1 = Pajak (Cash Effective Tax Rate) berpengaruh terhadap

Transfer Pricing.

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Transfer Pricing

Ukuran perusahaan dapat didefinisikan sebagai penilaian besar atau

kecilnya sebuah perusahaan. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

transfer pricing menunjukkan bahwa perusahaan yang besar

pemiliknya akan cenderung menginginkan profit yang besar dengan

pajak yang kecil sehingga pemilik perusahaan yang besar akan

membuat cabang-cabang perusahaan untuk membagi labanya agar

jumlah pajaknya kecil, bahkan pemilik perusahaan besar dapat

membangun cabang-cabang perusahaan di Negara bertarif pajak

rendah untuk melakukan transfer pricing untuk menghindari pajak di

Negaranya (Choutrou 2001 dalam Pujiningsih, 2011).

Berdasarkan rumusan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

H2 = Ukuran Perusahaan (Size) berpengaruh terhadap Transfer

Pricing.

3. Pengaruh Leverage Terhadap Transfer Pricing

Utang merupakan salah satu tindakan perusahaan dalam

memenuhi sumber pendanaan yang bertujuan untuk menjalankan

bisnisnya. Menurut Elsa (2016) Leverage berpengaruh terhadap

35

transfer pricing. Semakin besar utang maka laba kena pajak akan

menjadi lebih kecil karena incentife pajak atas bunga utang menjadi

semakin besar.

H3 = Leverage (Debt to asset ratio) berpengaruh terhadap

Trasnsfer Pricing.

4. Pengaruh Pajak, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap

Transfer Pricing

Transfer Pricing pada dasarnya digunakan untuk

meminimalisirkan beban pajak perusahaan yang dapat dipengaruhi

oleh pajak, ukuran perusahaan, dan leverage.

Berdasarkan rumusan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

H4 = Pajak (Cash Effective Tax Rate), Ukuran Perusahaan

(Size), Leverage (Debt to asset ratio) berpengaruh terhadap

Transfer Pricing.