BAB 2 LANDASAN TEORI
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung
untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar
sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada
bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis
stabilitas pada permukaan tanah yang miring ini, disebut analisis stabilitas lereng.
Analisis ini sering digunakan dalam perancangan bangunan, seperti : jalan kereta
api, jalan raya, bandara, bendungan, urugan tanah, saluran dan lain-lainnya.
Umumnya analisis stabilitas dilakukan untuk mengecek keamanan dari lereng
alam, lereng galian dan lereng urugan tanah. (Hardiyatmo, 2003).
Hardiyatmo (2003) memberikan contoh perhitungan mengenai analisis stabilitas
lereng untuk mengetahui faktor aman pada suatu lereng longsor. Analisis
dilakukan menggunakan metode Bishop disederhanakan.
Diketahui : Suatu saluran diperlihatkan dalam Gambar 2.1. Sifat-sifat tanahnya
yaitu sat = 20 kN/m3, ' = 10 kN/m3 º dan c' = 15 kN/m2.
Gambar 2.1. Lereng Longsor yang Dianalisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id10
Penyelesaian :
Dalam hitungan dianggap berat volume air w = 10 kN/m3. Karena ada pengaruh
air tanah , maka faktor aman dihitung dengan Persamaan 2.1.
F= ....................... (2.1.)
dengan :
n = nomor irisan atau sayatan pada lereng yang ditinjau
b = lebar irisan arah horizontal (m)
h = ketinggian tanah yang tidak terendam oleh air (m)
h = ketinggian tanah yang terendam oleh air (m)
hw = tinggi tekanan air rata-rata dalam irisan yang ditinjau (m)
u = hw . w = tekanan air dihitung dari muka air di saluran (m)
i = sudut yang dijelaskan pada Gambar 2.1. ( º )
= sudut geser dalam tanah efektif ( º )
W1 = . b. h1 = berat tanah di atas muka air di saluran (kN)
W2 = '.b. h2 = berat efektif tanah terendam di bawah muka air (kN)
c' = kohesi tanah efektif (kN/m²)
Mi = fungsi dari, cos i (1 + tg i tg /F)
Hitungan mengenai faktor aman dilakukan pada Tabel 2.1.
Setelah hitungan pada kolom(16) diperoleh, dicoba dengan faktor aman F= 1,80.
Diperoleh hasil F1 = 2,20.
Selanjutnya dicoba lagi dengan faktor aman F = 2,20, maka akan diperoleh hasil
F2 = 2,22, yang mana nilai ini dianggap sudah mendekati F yang dicobakan
sebelumnya.
Jadi, faktor aman dari lereng tersebut adalah F = 2,20.
Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id11
Tabel 2.1. Analisis Perhitungan
No.Irisan
b(m)
h1
(m)h2
(m)i
(º)W1= b.h1
(kN)W2= '.b.h2
(kN)
Wtot=W1+W2
(kN)
1 2 3 4 5 6 7
1 2,5 1,7 0,70 61 85 18 1032 2,5 2,0 3,75 42 100 96 1963 2,5 2,0 5,50 28 100 14 2404 2,5 1,2 6,50 17 60 166 2265 2,5 0 5,75 5,8 0 147 1476 2,5 0 3,25 -5,8 0 83 837 2,5 0 1,50 -16,5 0 38 388 2,0 0 0,50 -26,5 0 10 10
sin i Wtot sin i
(kN)hw
(m)u=hw. w
(kN/m2)
b.u(kN)
Wtot-bu(kN)
(Wtot-(kN)
8 9 10 11 12 13 14
0,875 90 1,75 17,5 44 60 350,60 131,3 1,60 16,0 40 156 900,47 112,8 1,26 12,6 31,5 210 1210,29 65,5 0,50 5,0 12,5 213,5 1230,10 14,7 0 0 0 147 85-0,10 -8,3 0 0 0 83 48-0,29 -11,02 0 0 0 38,3 22-0,45 -0,45 0 0 0 10,2 6
394,5
c'b(kN)
(14) + (15)(kN)
Mi (16) : (17) Hitungan faktor aman
(SF)F=1,80 F=2,20 F=1,80 F=2,20
15 16 17a 17b 18a 18b
37,5 72,5 0,77 0,71 93 102,1 F1= 859,4394,5
= 2,20
F2= 877,0394,5
= 2,22
37,5 127,5 0,96 0,92 133,5 138,637,5 158,5 1,03 1,00 153,4 158,537,5 160,5 1,05 1,03 153,1 155,837,5 122,5 1,02 1,02 120,1 120,137,5 85,5 0,96 0,97 89,1 88,137,5 59,5 0,86 0,88 69,2 67,630,0 36,0 0,75 0,78 48,0 46,2
859,4 877,0
Sumber : Mekanika Tanah II, Hardiyatmo, 2003.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id12
Penelitian sebelumnya mengenai stabilitas lereng yang dilakukan oleh Zaenal dan
Eka (2005) yaitu adanya penurunan dan pergeseran pada lereng berkonstruksi
bronjong di sungai Bengawan Solo, sehingga mengakibatkan kelongsoran.
Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Bishop disederhanakan untuk
mengetahui stabilitas lereng tersebut.
Studi kasus analisis stabilitas lereng pada sungai Gajah Putih Surakarta dilakukan
dengan perhitungan secara manual yaitu menggunakan metode Bishop
disederhanakan dengan bantuan program Microsoft Excel, maka akan diperoleh
hasil berupa angka aman pada lereng tersebut. Selain itu dapat mengetahui solusi
bagaimana pemasangan bronjong yang relatif paling aman untuk mengatasi
longsor yang terjadi pada lereng sungai Gajah Putih Surakarta.
Penelitian ini diharapkan mampu melengkapi penelitian sebelumnya, yakni tidak
hanya meninjau pada satu konfigurasi pemasangan bronjong saja, melainkan
dengan meninjau adanya kombinasi beban yang bekerja, fluktuasi muka air tanah
dan konfigurasi pemasangan bronjong yang bervariasi.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Lereng
Secara umum pencegahan atau penanggulangan lereng longsor adalah mencoba
mengendalikan penyebab maupun pemicu longsornya lereng. (Zakaria, 1993).
Terzaghi (1950) membagi penyebab longsoran lereng menjadi dua, yaitu
berdasarkan pengaruh dalam dan pengaruh luar.
1. Pengaruh dalam (internal effect)
yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau
gempa bumi, dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
a) Naiknya berat massa tanah
masuknya air ke dalam tanah menyebabkan terisinya rongga antar butir
sehingga massa tanah bertambah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id13
b) Pengembangan tanah
rembesan air dapat menyebabkan tanah mengembang terutama untuk
tanah lempung.
c) Naiknya muka air tanah
muka air dapat naik karena rembesan yang masuk pada pori antar butir
tanah yang menyebabkan tekanan air pori naik sehingga kekuatan
gesernya turun.
d) Pengaruh geologi
Proses geologi dalam pembentukan lapisan-lapisan kulit bumi dengan
cara pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentuknya suatu
lapisan yang potensial mengalami kelongsoran.
e) Pengaruh morfologi
Variasi bentuk permukaan bumi yang meliputi daerah pegunungan dan
lembah dengan sudut kemiringan permukaannya memiliki peranan
penting dalam menentukan kestabilan daerah tersebut sehubungan dengan
kasus kelongsoran.
f) Pengaruh proses fisika
Perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi
dan relaksasi tegangan sejajar permukaan, ditambah dengan proses
oksidasi dan dekomposisi akan mengakibatkan suatu lapisan tanah
kohesif lambat laun tereduksi kekuatan gesernya terutama nilai kohesi (c)
dan sudut geser dalamnya ( ).
2. Pengaruh luar (external effect)
yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser dengan tanpa
adanya perubahan kuat geser tanah sehingga faktor keamanan menjadi
berkurang, dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
a) Getaran
ditimbulkan oleh gempa bumi, peledakan, kereta api, dan lain-lain.
b) Pembebanan tambahan
disebabkan karena aktifitas manusia misalnya adanya bangunan atau
timbunan di atas lereng, adanya kendaraan, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id14
c) Hilangnya penahan lateral
disebabkan oleh pengikisan (erosi sungai, abrasi pantai maupun penggalian)
dapat diatasi dengan menambah perkuatan untuk meningkatkan kuat gesernya
sehingga safety factor meningkat.
d) Hilangnya tumbuhan penutup
dapat menimbulkan alur pada beberapa daerah tertentu yang akan
mengakibatkan erosi dan akhirnya akan terjadi longsoran.
Beban yang terdapat pada lereng berupa berat sendiri tanah, tumbuhan serta
bangunan yang berada di permukaan tanah, termasuk beban dinamis oleh beban
gempa bumi maupun angin. (Hardiyatmo, 2003).
Beban tersebut dapat mengakibatkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam
tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan
suatu lereng tersebut akan menurun. (Zakaria, 1993).
Penyelidikan yang pernah dilakukan di Swedia menegaskan bahwa bidang
keruntuhan lereng tanah menyerupai bentuk busur lingkaran. Tipe keruntuhan
lereng yang normal terjadi dapat dibagi atas 3 jenis. Menurut Murthy (1977)
kelongsoran lereng tersebut, antara lain :
1. Kelongsoran pada lereng (slope failure)
terjadi karena sudut lereng sangat besar dan tanah yang dekat dengan kaki
lereng tersebut memiliki kekuatan yang tinggi.
Gambar 2.2. Kelongsoran pada Lereng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id15
2. Kelongsoran pada kaki lereng (toe failure)
terjadi ketika tanah yang berada di atas dan di bawah kaki lereng bersifat
homogen.
Gambar 2.3. Kelongsoran pada Kaki Lereng
3. Kelongsoran pada dasar lereng (base failure)
diakibatkan karena sudut lereng yang kecil dan tanah yang berada di bawah
kaki lereng lebih halus dan lebih plastis daripada tanah di atasnya.
Gambar 2.4. Kelongsoran pada Dasar Lereng
Longsoran (landslide) merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya terdiri atas
jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide), nendatan (slump), aliran (flow),
gerak horisontal atau bentangan lateral (lateral spread), rayapan (creep) dan
longsoran majemuk .Untuk membedakan longsoran (landslide) yang mengandung
pengertian luas, maka istilah slides digunakan kepada longsoran gelinciran yang
terdiri atas luncuran atau slide (longsoran gelinciran translasional) dan nendatan
atau slump (longsoran gelinciran rotasional). Berbagai jenis longsoran (landslide)
dalam beberapa klasifikasi dijelaskan pada Tabel 2.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id16
Tabel 2.2. Klasifikasi Longsoran
Jenis Gerakan
(type of movement)
Jenis Material (type of material)
Batuan
dasar
(bed rock)
Tanah keteknikan (engineering soils)
Bebas, butir kasar
(freedom coarse)
Berbutir halus
(predominantly
fine)
Jatuhan (falls)Jatuhan batu
(rock fall)
Jatuhan bahan
rombakan
(debris fall)
Jatuhan tanah
(earth fall)
Jungkiran (topple)
Jungkiran
batu
(rock topple)
Jungkiran bahan
rombakan
(debris topple)
Jungkiran tanah
(earth topple)
Gel
inci
ran
(slid
es)
rotasi
Satuan
sedikit
(few
units)
Nendatan
batu
(rock slump)
Nendatan bahan
rombakan
(debris slump)
Nendatan tanah
(earth slump)
translasi
Satuan
banyak
(many
units)
Luncuran
bongkah batu
(rock block
slide)
Luncuran bongkah
bahan rombakan
(debris block slide)
Luncuran
bongkah tanah
(earth block
slide)
Luncuran
batu
(rock slide)
Luncuran bahan
rombakan
(debris slide)
Luncuran tanah
(earth slide)
Gerak horizontal/ bentang
lateral
(lateral spreads)
Bentang
lateral batu
(rock spread)
Bentang lateral bahan
rombakan
(debris spread)
Bentang lateral
tanah
(earth spread)
Aliran (flow)
Aliran batu/
rayapan
dalam
(rock flow/
deep creep)
Aliran bahan
rombakan
(debris flow)
Aliran tanah
(earth creep)
Rayapan tanah (soil creep)
Majemuk (complex)Gabungan dua atau lebih gerakan
(combination two or more movement)
Sumber : Varnes (1978) yang digunakan oleh Highway Research Board Landslide Comitte (1978)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id17
Berbagai jenis longsoran (landslide) dijelaskan sebagai berikut :
a. Jatuhan (Falls) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara,
termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu dan
bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain.
Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu,
bahan rombakan maupun tanah.
b. Jungkiran (Topple) adalah tergulingnya atau terjungkirnya beberapa blok-
blok batuan yang diakibatkan oleh momen guling yang bekerja pada blok-
blok batuan tersebut. Longsoran tipe ini biasanya terjadi pada lereng-lereng
terjal atau bahkan vertikal yang memiliki bidang tak menerus yang hampir
tegak lurus. Momen guling tersebut dihasilkan oleh berat blok batuan dan
juga dapat diakibatkan oleh gaya hidrostatik dan air yang mengisi pada
bidang tak menerus. (Nur, 2011).
c. Longsoran-longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang disebabkan oleh
keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamati ataupun
diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis. Disebut luncuran (slide) bila
dipengaruhi gerak translasional dan susunan materialnya yang banyak
berubah. Bila longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak banyak
berubah dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut nendatan
(slump). Termasuk longsoran gelinciran adalah: luncuran bongkah tanah
maupun bahan rombakan dan nendatan tanah.
d. Gerak horizontal/ bentangan lateral (lateral spreads), merupakan jenis
longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material batuan
secara horizontal. Biasanya berasosiasi dengan jungkiran, jatuhan batuan,
nendatan dan luncuran lumpur sehingga biasa dimasukkan dalam kategori
complex landslide/ longsoran majemuk (Pastuto & Soldati, 1997). Prosesnya
berupa rayapan bongkah-bongkah di atas batuan lunak (Radbruch-Hall, 1978,
dalam Pastuto & Soldati, 1997). Pada bentangan lateral tanah maupun bahan
rombakan, biasanya berasosiasi dengan nendatan, luncuran atau aliran yang
berkembang selama maupun setelah longsor terjadi. Material yang terlibat
antara lain lempung (jenis quick clay) atau pasir yang mengalami luncuran
akibat gempa (Buma & Van Asch, 1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id18
e. Rayapan (creep) adalah salah satu bentuk dari longsoran tipe aliran yang lain.
Rayapan mempunyai kecepatan pergerakan yang sangat lambat dan dapat
terjadi pada semua jenis lereng. Tanda-tanda terjadinya rayapan antara lain
yaitu pohon yang melengkung dan miring, tiang listrik yang miring serta jalan
pagar yang bergeser dari posisi awalnya.
f. Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau
kadar air tanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor
antara material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk
dalam jenis gerakan aliran kering adalah sandrun (larian pasir), aliran
fragmen batu, aliran loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran
pasir-lanau, aliran tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran lumpur dan aliran
bahan rombakan.
g. Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua atau tiga
jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam,
tetapi biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih
dominan. Menurut Pastuto & Soldati (1997), longsoran majemuk diantaranya
adalah bentangan lateral batuan, tanah maupun bahan rombakan.
Sumber : Mekanika Tanah 2, Nur, 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id19
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menambah stabilitas lereng. Menurut
Broms (1969) metode perbaikan stabilitas lereng dapat dibagi dalam tiga
kelompok, antara lain :
1. Metode geometri
yaitu perbaikan lereng dengan cara merubah geometri lereng.
Gambar 2.5. Mengurangi Kemiringan Lereng (a)
Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil dengan merubah bentuk lereng
menjadi lebih landai. Hal ini dilakukan dengan mengurangi sudut kemiringan
lereng, sehingga lereng akan stabil.
Gambar 2.6. Membuat Terasering (b)
Berkurangnya tanah atau beban di puncak lereng mampu mengurangi massa
tanah dan meningkatkan kuat geser tanah. Hal ini sangat menguntungkan
karena keseimbangan lereng akan lebih baik sehingga lereng stabil.
Gambar 2.7. Menggali Bagian Atas dan Menimbun di Bagian
Bawah untuk Mengurangi Kemiringan Lereng (c)
Menggali bagian atas lereng dan menimbun pada bagian bawah lereng
mampu mengurangi gaya dorong dari massa tanah yang longsor dan
menambah gaya penahan, sehingga angka keamanan lereng akan meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id20
2. Metode hidrologi
yaitu perbaikan dengan cara menurunkan muka air tanah atau menurunkan
kadar air tanah pada lereng.
Gambar 2.8. Pompa Air untuk Menurunkan Muka Air Tanah
Keadaan lereng dengan kandungan air tinggi mengakibatkan tanah menjadi
tidak stabil, karena tanah akan mengembang dan mengakibatkan massa tanah
menjadi bertambah sementara kuat geser dari tanah tersebut berkurang.
Pemompaan yang dilakukan akan mengurangi kandungan air pada tanah,
sehingga akan meningkatkan angka keamanan pada lereng.
3. Metode-metode kimia dan mekanis
yaitu perbaikan dengan cara grouting semen untuk menambah kuat geser
tanah atau memasang bahan tertentu seperti tiang di dalam tanah.
Gambar 2.9. Memancang Tiang-tiang pada Lereng
Pemancangan tiang yang dilakukan berfungsi untuk memperkuat lereng. Tiang
mampu menahan dorongan yang terjadi dan menjaga agar tanah tetap
seimbang. Sebaiknya pemancangan tiang dilakukan sampai pada tanah keras.
Adanya tiang mampu meningkatkan kuat geser tanah sehingga angka
keamanan lereng meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id21
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan memasang timbunan bronjong untuk
mencegah erosi yang menggerus tanah pada kaki lereng.
Gambar 2.10. Timbunan Bronjong pada Kaki Lereng
Pemasangan bronjong pada kaki lereng mampu menahan dorongan yang
ditimbulkan oleh beban mati dan beban hidup yang bekerja pada lereng. Bronjong
akan menambah kuat geser tanah sehingga angka keamanan lereng akan
meningkat.
2.2.2. Analisis Stabilitas Lereng
Menurut Indrawahyuni, dkk (2009) suatu permukaan tanah yang miring dengan
sudut tertentu terhadap bidang horisontal dan tidak dilindungi biasanya dinamakan
sebagai lereng tak tertahan (unrestrained slope). Bila permukaan tanah tidak
datar, maka komponen berat tanah yang sejajar dengan kemiringan lereng akan
menyebabkan tanah bergerak ke arah bawah. Bila komponen berat tanah tersebut
cukup besar, kelongsoran dapat terjadi. Dengan kata lain, gaya dorong (driving
force) melampaui gaya perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah
sepanjang bidang gelincir seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Kelongsoran Lereng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id22
Faktor yang perlu dilakukan dalam menganalisis kelongsoran yaitu dengan
menghitung dan membandingkan tegangan geser dengan kekuatan geser dari
tanah. Proses ini dinamakan analisis stabilitas lereng (slope stability analysis).
Menurut Arief (2007) tujuan dari analisis kestabilan lereng antara lain :
1. Untuk menentukan kondisi kestabilan dan tingkat kerawanan suatu lereng.
2. Memperkirakan bentuk keruntuhan kritis yang mungkin terjadi.
3. Menganalisis penyebab terjadinya longsoran.
4. Mempelajari pengaruh gaya-gaya luar pada kestabilan lereng.
5. Merancang suatu desain lereng galian atau timbunan yang optimal dan
memenuhi kriteria keamanan dan kelayakan ekonomis.
6. Memperkirakan kestabilan lereng, selama konstruksi dilakukan maupun
dalam jangka waktu yang panjang.
7. Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran.
8. Menentukan metode perkuatan atau perbaikan lereng yang sesuai.
Analisis stabilitas didasarkan pada konsep umum keseimbangan batas (General
Limit Equilibrium), untuk menghitung faktor keamanan (SF) yang melawan gaya
runtuh pada stabilitas lereng tersebut. Faktor keamanan digambarkan dimana
pergeseran tanah harus dikurangi dengan menempatkan massa tanah pada daerah
batas keseimbangan sepanjang daerah longsoran. Faktor keamanan
didefinisikan:
......................................................................................................... (2.2.)
dengan ,
SF = faktor keamanan terhadap kekuatan tanah
= kekuatan geser rata-rata dari tanah (kN/m2)
d = tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor (kN/m2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id23
Pada umumnya suatu lereng dapat dikatakan stabil apabila faktor keamanannya
lebih besar dari pada satu. Kestabilan lereng tergantung dari kekuatan geser
tanahnya. Pergeseran tanahnya terjadi karena adanya gerakan relatif antara butir-
butir tanah. Oleh karena itu, kuat geser tanah tergantung pada gaya yang bekerja
antara butir-butirnya. Tanah yang padat dengan susunan butir seperti pembagian
ukuran butir (interlocking) dan besarnya kontak antara butir, lebih besar kekuatan
gesernya dari tanah yang lepas (Das, 1993).
Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan geseran oleh
Coulomb dinyatakan dalam suatu persamaan yang berupa suatu garis lurus dalam
suatu sistem koordinat dengan sumbu tegak dan sumbu horizontal dapat
didefinisikan dengan rumus (Das, 1993) :
.............................................................................................. (2.3.)
dimana :
= sudut geser tanah ( º )
= kekuatan geser tanah (kN/m2)
c = kohesi (kN/m2)
= tegangan normal (kN/m2)
Besarnya nilai kohesi dan sudut geser tana ) merupakan parameter
efektif, mempengaruhi lokasi daerah kritis longsoran dengan keadaan faktor
keamanan yang minimum.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang
menyeluruh tentang kelongsoran lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Faktor
Keamanan (SF) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989) seperti
terlihat pada Tabel 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id24
Tabel 2.3. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor
Nilai SF Kejadian/ Intensitas Longsor
< 1,07
1,07 < SF < 1,25
> 1,25
Longsor biasa/ sering terjadi (lereng labil)
Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : cara pengamatan visual, cara komputasi dan
cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut :
1. Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan
dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan
bergerak dan yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil
dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini
kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini, dipakai bila
resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan
indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.
2. Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus
(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara
Fellenius dan Bishop menghitung faktor keamanan lereng dan dianalisis
kekuatannya. Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis
lereng tanah melalui metode sayatan, hanya longsoran yang mempunyai
bidang gelincir saja yang dapat dihitung.
3. Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor,
Hoek & Bray, Janbu, Couins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk
material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri
atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara
komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net
Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan
cara mengukur stike/ dip kekar-kekar (joints) dan stike/ dip lapisan batuan.
Dalam karya tulis ini analisis akan dilakukan dengan menggunakan metode
Bishop disederhanakan (Simplified Bishop Method).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id25
2.2.3. Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop Method)
Metode Bishop disederhanakan oleh Bishop (1955) menganggap bahwa gaya-
gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal.
Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan
tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan memperhatikan
faktor aman, adalah :
= + ( .................................................................................. (2.4.)
Dengan adalah tegangan normal total pada bidang longsor dan u adalah tekanan
air pori. Untuk irisan ke-i, nilai Ti = ai , yaitu gaya geser yang dikerahkan tanah
pada bidang longsor untuk keseimbangan batas. Karena itu :
T = + ( ......................................................................... (2.5.)
Gambar 2.12. Gaya-Gaya yang Bekerja pada Irisan
Gambar 2.12. memperlihatkan satu irisan dengan gaya-gaya yang bekerja, gaya
tersebut adalah :
Xl dan Xr = gaya geser efektif di sepanjang sisi irisan
El dan Er = gaya normal efektif di sepanjang sisi irisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id26
Ti = resultan gaya geser efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
Ni = resultan gaya normal efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
Ul dan Ur = tekanan air pori yang bekerja di kedua sisi irisan
Ui = tekanan air pori di dasar irisan
Kondisi keseimbangan momen dengan pusat rotasi O antara berat massa tanah
yang akan longsor dengan gaya geser total yang dikerahkan tanah pada dasar
bidang longsor, dinyatakan oleh Gambar 2.12.
........................................................................................... (2.6.)
Dengan xi adalah jarak Wi ke pusat rotasi O. Dari Persamaan 2.4. dan
Persamaan 2.6, dapat diperoleh :
F = ........................................................................ (2.7.)
Pada kondisi keseimbangan vertikal, jika X1 = Xi dan Xr = Xi +1
Ni cos i + Ti sin i = Wi + Xi - Xi +1
Ni = ................................................................................... (2.8.)
Dengan Ni' = Ni - uiai subtitusi Persamaan 2.5. ke Persamaan 2.8. dapat
diperoleh persamaan :
Ni = ................................................................. (2.9.)
Subtitusi Persamaan 2.9. ke Persamaan 2.7., maka diperoleh :
F = ......................................... (2.10.)
Untuk penyerdehanaan dianggap Xi – Xi+1 = 0 dan dengan mengambil :
xi = R sin i ................................................................................................. (2.11.)
bi = ai cos i ................................................................................................. (2.12.)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id27
Subtitusi Persamaan 2.11. dan Persamaan 2.12. ke Persamaan 2.10, diperoleh
persamaan faktor aman :
F = ........................................... (2.13.)
dengan,
F = faktor aman
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
bi = lebar irisan ke-i (m)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
c' = kohesi tanah efektif (kN/ m2)
= sudut gesek dalam tanah efektif (derajat)
i = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 2.12 (derajat)
Rasio tekanan pori (pore pressure ratio) didefinisikan sebagai :
ru = = ................................................................................................. (2.14.)
dengan,
ru = rasio tekanan pori
b = lebar irisan (m)
h = tinggi irisan rata-rata (m)
u = tekanan air pori (kN/m2)
= berat volume tanah (kN/m3)
Dari subtitusi Persamaan 2.14. dan Persamaan 2.13. bentuk lain dari persamaan
faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop disederhanakan :
F = ........................................... (2.15.)
Persamaan faktor aman Bishop disederhanakan tersebut lebih sulit pemakaiannya
dibandingkan dengan metode Fellinius. Selain itu, membutuhkan cara coba-coba
(trial and error), karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya.
Akan tetapi, cara ini telah terbukti menghasilkan nilai faktor aman yang
mendekati hasil hitungan dengan cara lain yang lebih teliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id28
Untuk mempermudah hitungan secara manual dapat digunakan untuk menentukan
nilai fungsi Mi, dengan :
Mi = cos i (1 + tg i ...................................................................... (2.16.)
Lokasi lingkaran longsor kritis oleh Bishop (1955), biasanya mendekati dengan
hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun metode Fellinius lebih
mudah, metode Bishop disederhanakan lebih disukai. Selain itu, metode ini sangat
cocok diterapkan apabila tanah tidak homogen dan terdapat aliran rembesan yang
tidak menentu dalam tanah. (Hardiyatmo, 2003).
2.2.4. Bronjong
Sifat tampak dari kawat bronjong menurut (SNI 03-0090-1999) antara lain :
1. Harus kokoh.
2. Bentuk anyaman heksagonal dengan lilitan ganda dan berjarak maksimum 40
mm serta harus simetri.
3. Lilitan harus erat, tidak terjadi kerenggangan hubungan antara kawat sisi.
4. Kawat anyaman minimum dililit tiga kali sehingga kawat mampu menahan
beban dari segala arah.
Kawat bronjong mempunyai bentuk dan ukuran berbeda-beda. Hal ini dibagi
dalam dua bentuk. Bentuk dan ukuran kawat bronjong dijelaskan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Bentuk dan Ukuran Kawat Bronjong
DeskripsiBronjong kawat bentuk
I IIUkuran anyaman 80 mm x 100 mm 60 mm x 80 mm
100 mm x 120 mm 80 mm x 100 mmØ kawat anyaman 2,70 atau 3,00 mm 2,00 mm atau 2,70 mmØ kawat sisi 3,40 atau 4,00 mm 2,70 mm atau 3,40 mmØ kawat pengikat 2,00 mm 2,00 mmToleransi ukuran kotak(panjang, lebar, tinggi)
5 % 5 %
Sumber : (SNI 03-0090-1999)
keterangan :
= bentuk dan ukuran kawat bronjong yang dipasang di lereng sungai Gajah Putih.
Bronjong yang akan dibuat harus sesuai dengan ukuran atau dimensi yang telah
ditetapkan. Hal ini seperti pada Tabel 2.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id29
Tabel 2.5. Bentuk dan Ukuran Bronjong
Bentuk I (meter) Bentuk II (meter)Panjang (a) Lebar (b) Tinggi (c) Panjang (a) Lebar (b) Tinggi (c)
2 1 0,5 6 2 0,173 1 0,5 6 2 0,234 1 0,5 6 2 0,303 1,5 0,52 1 0,53 1 0,54 1 0,5
Sumber :(SNI 03-0090-1999)
keterangan :
= bentuk dan ukuran bronjong yang dipasang di lereng sungai Gajah Putih.
Menurut SNI 03-0090-1999 bentuk dan ukuran bronjong sebaiknya seperti terlihat
pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Bentuk dan Ukuran Bronjong
Tabel 2.6. Bentuk dan Ukuran Kawat Bronjong di Lapangan
Tipe Dimensi (m)Kawat sisi
(mm)Kawat
anyam (mm)Lubang
mesh (cm)Harga(Rp)
A 2 x 1 x 0,5 3,4 2,7 18 x 20 130.000/ unitB 2 x 1 x 0,5 3,4 2,7 15 x 17 150.000/ unitC 2 x 1 x 0,5 3,4 2,7 8 x 10 200.000/ unitD 2 x 1 x 0,5 4,0 3,0 8 x 10 250.000/ unitE 2 x 1 x 1,0 3,4 2,7 18 x 20 230.000/ unitF 2 x 1 x 1,0 3,4 2,7 15 x 17 275.000/ unitG 2 x 1 x 1,0 3,4 2,7 8 x 10 315.000/ unitH 3 x 1 x 0,5 3,4 2,7 18 x 20 215.000/ unitI 3 x 1 x 0,5 3,4 2,7 15 x 17 260.000/ unitJ 3 x 1 x 0,5 3,4 2,7 8 x 10 305.000/ unitK 3 x 1 x 0,5 3,4 2,7 8 x 10 410.000/ unit
Sumber : CV. TANGGUH PUTRA, www.KawatBronjong.com, 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id30
Keunggulan produk kawat bronjong CV. TANGGUH PUTRA antara lain :
1. Produk mengacu pada SNI Kawat Bronjong 03-0090-1999.
2. Standar mutu sesuai dengan SNI ISO 9001 : 2008.
3. Telah diuji di Balai Sertifikasi Industri di Surabaya.
4. Khusus untuk produk bronjong lapis PVC, produk ini telah diuji semprot
garam selama 500 jam.
Prinsip kerja bronjong sama dengan Hukum III Newton, yaitu :
AKSI = - REAKSI ..........................................................................................(2.17)
Jika benda pertama mengerjakan gaya pada benda kedua, maka benda kedua akan
mengerjakan gaya pada benda pertama, yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan.
Dengan demikian, untuk setiap gaya aksi, selalu ada gaya reaksi yang sama besar
dan berlawanan arah. Oleh karena itu :
a. Pasangan gaya-gaya aksi reaksi selalu hadir ketika dua buah benda
berinteraksi. Dengan kata lain, tidak ada di alam ini gaya yang dapat terjadi
oleh dirinya sendiri.
b. Pasangan gaya-gaya aksi-reaksi selalu bekerja pada dua benda yang berbeda
sehingga gaya-gaya tersebut tidak mungkin saling menghilangkan atau
menghasilkan keseimbangan.
Contoh analisis I
P = fs (bronjong tepat akan bergerak)
P < fs (bronjong tidak bergerak)
P > fs (bronjong bergerak)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id31
Dimisalkan :
massa satu buah bronjong (m) = 25 kN
gaya dorong (P) = 150 kN
gaya gravitasi (g) = 10 m/s2.
koefisien gesekan statik (µs) = 0,3 ; antara bronjong dengan tanah
koefisien gesekan statik (µs) = 0,4 ; antara bronjong dengan bronjong
koefisien gesekan kinetik (µk) = 0,3 ; antara bronjong dengan tanah
koefisien gesekan kinetik (µk) = 0,4 ; antara bronjong dengan bronjong
Penyelesaian :
W = m . g
= 25 x 10
= 250 kN , karena W= N
maka,
fs = µs . N
= 0,3 x 250
= 75 kN
sehingga,
P > fs
150 kN > 75 kN................................. (bronjong bergerak)
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa bronjong akan bergerak dan tidak mampu
menahan dorongan dari beban yang bekerja pada lereng, hal ini dikarenakan gaya
dorong yang terjadi lebih besar daripada gaya gesek yang ditimbulkan dengan
adanya bronjong sebagai penahan.
Besarnya gaya kinetik saat bronjong bergerak yaitu :
fk = µk . N
= 0,3 x 250
= 75 kN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id32
Contoh Analisis II
Penyelesaian :
W1 = m . g
= 25 x 10
= 250 kN, karena W= N
fs1 = µs . N
= 0,3 x 250
= 75 kN
W2 = m . g
= 25 x 10
= 250 kN, karena W= N
fs2 = µs . N
= 0,3 x 250
= 75 kN
sehingga,
fs = fs1 + fs2 = 75 + 75 = 150 kN
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa bronjong tepat akan bergerak, hal ini
dikarenakan gaya dorong yang terjadi sama dengan gaya gesek yang ditimbulkan
akibat pemasangan bronjong.
P = fs
150 kN = 150 kN................................. (bronjong tepat akan bergerak)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id33
Contoh Analisis III
Penyelesaian :
W1 = m . g
= 25 x 10
= 250 kN, karena W= N
fs1 = µs . N
= 0,4 x 250
= 100 kN
W2 = m . g
= 25 x 10
= 250 kN, karena W= N
fs2 = µs . N
= 0,3 x 250
= 75 kN
sehingga,
fs = fs1 + fs2 = 100 + 75 = 175 kN
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa bronjong tidak bergerak, hal ini
dikarenakan gaya dorong yang terjadi sama dengan gaya gesek yang ditimbulkan
akibat pemasangan bronjong.
P < fs
150 kN < 175 kN................................. (bronjong tidak bergerak)
Dari tiga analisis di atas mampu menjelaskan mengenai banyak sedikitnya
bronjong yang dipasang dan konfigurasi pemasangan bronjong pada lereng sangat
berpengaruh terhadap stabilitas lereng.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id34
2.2.5. Beban Hidup (Beban Kendaraan)
Beban hidup yang digunakan untuk analisis stabilitas lereng pada sungai Gajah
Putih Surakarta diperoleh dari beban kendaraan. Menurut DPU besarnya beban
setiap kendaraan berbeda menurut fungsinya, hal ini seperti pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Beban Lalu Lintas untuk Analisis Stabilitas
Fungsi Sistem JaringanLalu Lintas Harian Rata-
rata (LHR)Beban Lalu
Lintas (kN/m2)
PrimerArteri Semua 15
Kolektor > 10.000 15< 10.000 12
Sekunder
Arteri > 20.000 15< 20.000 12
Kolektor > 6.000 12< 6.000 10
Lokal > 500 10< 500 10
Sumber : Panduan Geoteknik 4 No. Pt T-10-2002-B (DPU, 2002b)
keterangan :
= beban hidup yang digunakan untuk analisis stabilitas lereng sungai Gajah Putih.