BAB II - Jurusan Akuntansi Poliban

23
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Manajemen dana bank syariah Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki Bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan (Kasmir:2007). Menurut Muchdarsyah Sinungan (2000) manajemen dana bank adalah sebagai suatu proses pengelolaan penghimpunan dana-dana masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana-dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya serta pemupukannya secara optimal melalui penggerakan semua sumber dana yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku. Manajemen dana bank syari’ah adalah upaya yang d ilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi criteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya. Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syari’ah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit- unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit

Transcript of BAB II - Jurusan Akuntansi Poliban

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Manajemen dana bank syariah

Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki Bank ataupun aktiva

lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan

(Kasmir:2007). Menurut Muchdarsyah Sinungan (2000) manajemen

dana bank adalah sebagai suatu proses pengelolaan penghimpunan

dana-dana masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana-dana

tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya serta

pemupukannya secara optimal melalui penggerakan semua sumber

dana yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas yang memadai

sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku.

Manajemen dana bank syari’ah adalah upaya yang d ilakukan

oleh lembaga bank syari’ah dalam mengelola atau mengatur posisi

dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada

aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap

mampu memenuhi criteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan

solvabilitasnya. Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank

syari’ah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara

(intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-

unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan

unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit

8

Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank

syari’ah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan

kredit, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana

(shahibul mal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu,

tingkat laba Bank Syari’ah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat

bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh

terhadap hasil-hasil yang dapat diberikan kepada nasabah menyimpan

dana. Dengan demikian, kemampuan manajemen untuk melaksanakan

fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi

yang baik akan sangat nenentukan usahanya sebagai lembaga

intermediary dan kemampuanya menghasilkan laba.

Bank syari’ah dirancang untuk melakukan fungsi pelayanan

sebagai lembaga keuangan bagi para nasabah dan masyarakat. Untuk

itu, bank syari’ah harus mengelola dana yang dapat digolongkan

sebagai berikut:

a. Kekayaan bank syari’ah dalam bentuk:

1) Kekayaan yang menghasilkan (Aktiva Produktif) yaitu

pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana dibank atau

investasi lain yang menghasilkan pendapatan.

2) Kekayaan yang tidak menghasilkan yaitu kas dan investasi

(harta tetap).

b. Modal bank syari’ah berasal dari:

9

1) Modal sendiri yaitu simpanan pendiri (modal), cadangan dan

hibah, infaq/shadaqah.

2) Simpanan/hutang dari pihak lain.

c. Pendapatan usaha keuangan bank syari’ah berupa bagi hasil atau

mark up dari pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi

serta jasa tabungan bank syari’ah di bank.

d. Biaya yang harus dipikul oleh bank syari’ah yaitu biaya operasi,

biaya gaji, manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan nasabah

penabung.

2. Laporan keuangan

Setiap perusahaan, baik bank maupun non bank suatu waktu

(periode) akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan

keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi suatu perusahaan

baik informasi mengenai jumlah dan jenis aktiva, kewajiban (hutang)

serta modal, yang kesemuanya ini tergambar dalam neraca. Laporan

keuangan juga memberikan gambaran hasil usaha perusahaan dalam

suatu periodetertentu yang dikeluarkan dalam laporan laba rugi.

Kemudian laporan keuangan juga memberikan gambaran arus kas

suatu perusahaan yang tergambar dalam laporan arus kas (Kasmir,

2002).

Pada dasarnya laporan keuangan adalah hasil dari proses

akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi

antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-

10

pihak yang berkepentingan dengan data perusahaan tersebut. Laporan

keuangan merupakan salah satu alat untuk memperoleh informasi

tentang kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Dari

sebuah laporan keuangan dapat diketahui apakah kinerja perusahaan

tersebut baik atau buruk. Salah satu fungsi dari laporan keuangan

adalah untuk menyediakan informasi mengenai kinerja perusahaan.

Kinerja merupakan keadaan atau kondisi keuangan, hasil usaha, dan

kemajuan keuangan dari tahun ke tahun. Kinerja perusahaan perlu di

analisis untuk mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan perubahan

yang terjadi dalam kondisi keuangan. Laporan keuangan juga

merupakan alat untuk berkomunikasi antara data keuangan dengan

pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan tersebut.

Pihak-pihak tersebut antara lain adalah pemilik perusahaan, manajer,

investor, kreditur, karyawan, dan pemerintah (Munawir, 2002).

Menurut Kasmir (2015:16) dikatakan bahwa :

Laporan keuangan belum dapat dikatakan mencerminkan keadaaan

keuangan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan

adanya hal-hal yang belum atau tidak tercatat dalam laporan

keuangan tersebut. Sebagai contoh seperti adanya kontrak kontrak

penjualan atau pembeliaan yang telah disetujui, atau pesanan yang

tidak dapat dipengaruhi, namun belum dilaporkan dalam laporan

keuangan pada periode tersebut. Kemudian ada hal-hal yang tidak

dinyatakan dalam angka-angka seperti reputasi, prestasi

manajernya danlainnya.

Oleh karena itu, setiap laporan keuangan yang disusun pasti

memiliki keterbatasan tertentu. Berikut ini beberapa keterbatasan

laporan keuangan yang dimiliki perusahaan.

11

1. Pembuatan laporan keuangan disusun berdasarkan sejarah

(historis), dimana ada data-data yang diambil dari masa lalu.

2. Laporan keuangan dibuat umum, artinya untuk semua orang

bukan hanya untuk pihak tertentu saja.

3. Proses penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan

pertimbangan-pertimbangan tertentu

4. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi

situasi ketidak pastian.

5. Laporan keuangan selalu berpegang teguh kepada sudut

pandang ekonomi dalam memandang peristiwa-peristiwa yang

terjadi bukan kepada sifat formalnya.

Berikut adalah secara umum ada lima jenis laporan keuangan

yang biasa disusun yaitu :

1. Neraca (balance sheet)

2. Laporan laba rugi (income statement)

3. Laporan perubahan modal

4. Laporan arus kas

5. Laporan catatan atas laporan keuangan

3. Analisis laporan keuangan

Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat

dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilaksanakan

analisis laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen, tujuan

utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat mengetahui posisi

12

keuanagan perusahaan saat ini. Dengan mengetahui posisi keuangan

setelah dilakukan analisis laporan keuangan secara mendalam, akan

terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang sudah

direncanakan sebelumnya atau tidak.

Analisis laporan keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan

menggunakan metode dan teknik analisis yang tepat sehingga hasil

yang diharapkan benar benar tepat pula kesalahan dalam memasukn

angka atau rumus akan berakibat pada tidak akuratnya hasil yang

hendak dicapai. Kemudian hasil perhitungan tersebut, dianalisis dan

diinterpretasikan sehingga diketahui posisi keuangan yang

sesungguhnya.

Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan

adanya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa

tujuan –tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan adalah:

1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu

periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil

usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode

2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahanapa saja yang

menjadi kekurangan perusahaan

3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki

4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang

perlu dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi

keuangan perusahaan saat ini.

13

5. Untuk melakukan penilain kinerjaa manajemen kedepan

apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap

berhasil atau gagal.

6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan

perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.

Adapun langkah atau perosedur yang dilakukan dalam analisis

keuangan adalah :

1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang

diperlukan selengkap mungkin, baik untuk satu periode

maupun beberapa periode

2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan dengan

rumus-rumus tertentu, sesuai dengan standar yang biasa

digunakan secara dan teliti, sehingga hasil yang diporeleh

benar benar tepat

3. Melakukan perhitungan dengan memasukan angka-angka yang

ada dalam laporan keuangan secara cermat

4. Memberikan interprestasi terhadap hasil perhitungan dan

pengukuran yang telah dihapus

5. Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan

6. Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungkan

dengan hasil analisis tersebut

14

4. Dana Pihak Ketiga

a. Pengertian Dana Pihak Ketiga (DPK)

Bagi sebuah bank sebagai lembaga keuangan, dana

merupakan darah dalam tubuh badan usaha dan persoalan utama.

Tanpa dana, bank tidak dapat berbuat apa- apa artinya tidak dapat

berfungsi sama sekali. Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki

bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu

dapat diuangkan. Dana yang dimiliki atau yang dikuasai bank

tidaklah berasal dari milik bank sendiri, tapi juga ada dana pihak

lain. Dana yang dikuasai bank bersumber dari:

1) Dana modal sendiri, dana yang bersumber dari modal bank

sendiriatau berasal dari para pemegang saham. Dana ini disebut

dana pihak pertama.

2) Dana pinjaman dari pihak luar. Ini disebut dana pihak kedua.

3) Dana dari masyarakat. Dana ini disebut dengan dana pihak

ketiga

Dana dari pihak luar atau dana dari pihak ketiga adalah dana

yang dimiliki bank secara tidak permanen. Dana tersebut yang

sewaktu-waktu ditarik kembali. Jadi, dana pihak ketiga adalah

sejumlah uang yang dimiliki bank dan berasal dari pihak luar yang

menyimpan uangnya. Denngan kata lain, uang yang dimiliki bukan

milik bank sendiri tapi titipan dari pihak luar. Bank hanya sebagai

15

lembaga yang menghimpun kemudian akan disalurkan kembali

kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan.

b. Jenis – Jenis Produk Penghimpunan DPK

Pada Prinsipnya, proses pemnghimpunan dana dari

masyarakat yang dilakukann oleh bank syariah hampir sama

dengan bank konvensional, artinya dalam sistem perbankan syariah

dikenal produk-produk berupa giro (demand deposit), tabungan

(saving deposit), deposito (time deposit) sebagai sarana untuk

menghimpun dana masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa dalam

sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai

kontraprestasi terhadap nasabah deposan, melainkan melalui

mekanisme bagi hasil dan bonus yang bergantung pada jenis

produk apa yang dipilih oleh nasabah. Dengan demikian, produk

penghimpunan dana (funding) yang ada dalam sistem perbankan

syariah adalah:

1) Tabungan, Sama seperti bank konvesional, pada bank syariah

terdapat produk tabungan. Meski sama, tentu saja ada

perbedaan yang ada pada tabungan syariah dimana tidak

menggunakan sistem bunga. Berdasarkan Fatwa DSN nomor

02/DSN-MUI/IV/2000 bahwa terdapat dua jenis tabungan yang

dibenarkan sesuai dengan prinsip syariah, yaitu berdasarkan

prinsip wadiah dan mudharabah.

16

2) Deposito Melihat Fatwa DSN nomor 03/DSN-MUI/IV/2000,

deposito yang dibenarkan sesuai dengan prinsip syariah harus

berdasarkan akad mudharabah. Secara teori, deposito

mudharabah tidak begitu jauh berbeda dengan tabungan

mudharabah. Hanya saja, simpanan di bank penarikannya

hanya dapat dilakukan di waktu–waktu tertentu menurut

perjanjian antara pihak penyimpan dengan bank yang

bersangkutan, sedangkan tabungan mudharabah tidak.

Biasanya, waktu penyimpanan dana deposito dilakukan dalam

periode bulanan sebagaimana deposito di bank konvensional.

Maka dari itu, nasabah dapat melakukan penarikan dana hanya

saat tanggal jatuh tempo. Pada tanggal yang bersamaan juga

bagi hasil sesuai dengan nisbah dari hasil investasi yang telah

dilakukan oleh bank dibagikan.

3) Giro, Berdasarkan Undang – Undang no. 10 tahun 1998 pasal 1

ayat 6 disebutkan yang dimaksud dengan giro adalah simpanan

yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran

lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.12 Jadi, melalui

produk giro, nasabah memungkinkan melakukan perintah

kepada pihak bank untuk melakukan pemindahbukuan

sejumlah uang dari rekening seseorang kepada rekening yang

dituju dalam surat tersebut. Dalam Fatwa DSN nomor 01/DSN-

17

MUI/IV/2000 dinyatakan bahwa terdapat dua jenis giro

berdasarkan prinsip syariah yang dibenarkan, yakni giro

wadiah dan giro mudharabah.

c. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) Dengan Pembiayaan

Secara teknis yang dimaksud dengan simpanan adalah

seluruh dana yangdihasilkan dari produk penghimpunan dana dari

masyarakat pada bank syariah, seperti: giro wadiah, tabungan

wadiah dan deposito mudharabah. Salah satu sumber dana yang

bisa digunakan untuk menyalurkan pembiayaan adalah

simapanan, sehingga semakin meningkat sumber dana yang ada

maka akan dapat meningkatkan peyaluran pembiayaan kepada

masyarakat. Seperti teori pembiayaan yang menyebutkan salah

satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan

(financing) adalah modal sendiri (equity), sehingga semakin besar

sumber dana yang terkumpul maka bank dapat menyalurkan

pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula.

Pembiayaan merupakan salah satu aktiva produktif yang

merupakan lawan daripada Dana Pihak Ketiga (DPK). Karenanya

permintaan dan penawaran terhadap pembiayaan juga haruslah

mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan Dana

Pihak Ketiga (DPK), karena dengan semakin meningkatnya Dana

Pihak Ketiga (DPK) yang dikumpulkan maka kemungkinan

semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran dana yang

18

akan diberikan bank kepada masyarakat.

d. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) Dengan Return On Assets

(ROA)

Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga keuangan

dimana kegiatan sehari- harinya adalah bergerak di bidang

keuangan maka, sumber-sumber dana juga tidak terlepas dari

bidang keuangan. Untuk menopang kegiatan bank sebagai penjual

uang (memberikan pinjaman), bank harus lebih dahulu membeli

uang (menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga tersebutlah

bank memiliik keuntungan.

5. Rasio Keuangan Bank

Rasio keuangan yang digunakn oleh bank dengan perusahaan

non bank sebenarnya relatif tidak jauh berbeda. Perbedaannya

terutama terletak pada jenis rasio yang jumlahnya lebih banyak. Sama

seperti perusahan non bank, untuk mengetahui kondisi keuangan suatu

bank, dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank

secara periodek. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja

bank selama periode tersebut. Laporan ini sangat berguna terutama

bagi pemilik, manajemen, pemerintah dan masyarakat sebagai nasabah

guna mengetahui kondisi bank tersebut pada waktu tertentu.

(Kasmir:2015)

19

a. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio adalah suatu rasio yang

menunjukkan sampai sejauh mana kemampuan permodalan suatu

bank untuk mampu menyerap risiko kegagalan kredit yang

mungkin terjadi sehingga semakin tinggi angka rasio ini, maka

menunjukkan bank tersebut semakin sehat begitu juga dengan

sebaliknya. Sementara menurut Peraturan Bank Indonesia, CAR

(Capital Adequancy Ratio) adalah rasio yang memperlihatkan

seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung

resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain)

ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana

dari sumber-sumber diluar bank.

Angka rasio CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

adalah minimal 8%, jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah

8% berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang

mungkin timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika rasio

CAR diatas 8% menunjukkan bahwa bank tersebut semakin

solvable. Dengan semakin meningkatnya tingkat solvabilitas

bank, maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada

meningkatnya kinerja bank, karena kerugian-kerugian. Rasio ini

dirumuskan sebagai berikut:

CAR = 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑛𝑘

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑇𝑀𝑅 ................................................................ (1)

20

b. Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)

Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan

membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan

operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini

bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional

dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin

meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam

menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan

operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank

kurang efisien dalam mengelola usahanya. Bank Indonesia

menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah

90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati

angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak

efisien dalam menjalankan operasinya. Rasio ini dirumuskan

sebagai berikut :

BOPO = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 .................................. (2)

c. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam

membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan

dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai

sumber likuiditasnya, yaitu dengan cara membagi jumlah

21

pembiayaan yang diberikan oleh bank terhadap Dana Pihak

Ketiga (DPK). Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR)

maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke Dana Pihak Ketiga

(DPK). Dengan penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) yang besar

maka pendapatan bank Return on Asset (ROA) akan semakin

meningkat, sehingga Financing to Deposit Ratio (FDR)

berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA).

Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio

Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah 80% hingga 110%. Jika

angka rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) suatu bank berada

pada angka di bawah 80% (misalkan 60%), maka dapat

disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan

sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Karena

fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara)

antara pihak yan kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan

dana, maka dengan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) 60%

berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan

kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan

bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik.

Kemudian jika rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank

mencapai lebih dari 110%, berarti total pembiayaan yang

diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh

karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank

22

dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya

sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Semakin

tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan semakin

riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah

Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan kurangnya

efektivitas bank dalam menyalurkan pembiayaan. Jika rasio

Financing to Deposit Ratio (FDR) bank berada pada standar yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh bank

tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu

menyalurkan pembiayaannya dengan efektif). Rasio ini

dirumuskan sebagai berikut:

FDR = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 × 100 ....................... (3)

6. Kinerja Keuangan

a. Pengertian Kinerja Keuangan

Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan

kondisi keuangan perusahaan. Menurut Sukhemi bahwa kinerja

dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam

suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan

perusahaan tersebut. Kinerja merupakan hal penting yang harus

dicapai oleh setiap perusahaan karena mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber

23

dayanya. Berdasakan tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan

menjadi 8 macam, yaitu:

1) Analisis perbandingan laporan keuangan, merupakan teknik

analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua

periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam

jumlah (absolut) maupun dalam presentase (relatif).

2) Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis

untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah

menunjukkan kenaikan atau penurunan.

3) Analisis Presentase per Komponen (common size), merupakan

teknik analisis untuk mengetahui presentasi investasi pada

masing-masing aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva

maupun utang.

4) Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan

teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan

penggunaan modal kerja melalui dua periode waktu yang

dibandingkan.

5) Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik

analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab

terjadinya perubahan kas pada suatu periode waktu tertentu

6) Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan

untuk mengetahui hubungan diantara pos tertentu dalam

24

neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun

secara simultan.

7) Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis

untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya

perubahan laba.

8) Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk

mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar

perusahaan tidak mengalami kerugian.

b. Profitabilitas

Profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan

perusahaan dalam mengahsilkan keuntungan. Rasio ini

menggambarkan kemampuan perusahaan mandapatkan laba

melalui senua kemampuan dan sumber daya yang ada, seperti

kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang

dan sebagainya. Selain itu, rasio profitabilitas digunakan sebagai

salah satu tolak ukur menilai kinerja manajemen dalam upaya

menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam menjalankan kegiatan

operasionalnya.

Profitabilitas bank tidak hanya penting bagi pemilik, tetapi

juga bagi pihak- pihak lain. Bila bank berhasil meningkatkan laba

dan dana cadangan guna memperkuat posisi modal bank, maka

nasabah (deposan) tidak perlu merasa was-was terhadap keamanan

dananya di bank. Peningkatan laba bank juga penting bagi

25

pemerintah dan masyarakat karena bertambahnya laba bank

mencerminkan terjaminnya arus lalu lintas keuangan

(penghimpunan dan penyaluran dana dari dan ke masyarkat) secara

timbal balik dapat berjalan dengan baik. Bank syariah adalah salah

satu lembaga keuangan yang berorientasi laba (profit) dimana laba

tersebut bukan hanya untung kepentingan pemilik, tetapi juga

untuk pengembangan usaha bank syariah. Agar memperoleh hasil

yang optimal, bank syariah dituntut untuk meningkatkan

kapabilitasnya dalam mencetak laba termasuk mengelola dana

yang dikumpulkan secara efektif dan efisien. Hal tersebut sangat

penting dilakukan karena keuntungan yang rendah merupakan

hambatan bagi pertumbuhan bank yang dapat menurunkan tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap bank. Begitupun sebaliknya.

c. Return On Assets (ROA)

Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur

profitabilitas bank, karena Bank Indonesia sebagai pembina dan

pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu

bank yang diukur dengan aset yang dananya sebagian besar dari

dana simpanan masyarakat. Semakin besar ROA suatu bank,

semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, dan

semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur

tingkat profitabilitas adalah ROA. ROA penting bagi bank karena

26

ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dengan mamanfaatkan aktiva yang

dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sesudah pajak

terhadap total aset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja

perusahaan semakin baik, kerena tingkat pengembalian (return)

semakin besar. Rumus perhitungan Return On Assets (ROA)

menurut Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 6/23/DPNP

tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut:

(ROA) = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑆𝐸𝑇× 100% ........................................ (4)

Rentabilitas atau profitabilitas bank adalah suatu

kemampuan bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam

persentase. Profitabilitas atau rentabilitas bank adalah alat untuk

menganalisis atau mengukur tingka efisiensi usaha dan

profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.12

Profitabilitas atau sering dis ebut juga dengan rentabilitas

menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning tetapi

juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas

earning. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif

terhadap rentabilitas atau profitabilitas bank yang diukur dengan

dua rasio yang bobot sama. Bank Indonesia menilai kondisi

profitabilitas perbankan di Indonesia didasarkan pada dua indikator

yaitu:

1) Return on Asset (ROA) atau tingkat pengembalian aset, dan

27

2) (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional

(BOPO).

Suatu bank dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi sehat apabila:

1) Rasio tingkat pengembalian atau Return on Asset (ROA)

mencapai sekurang-kurangnya 1,2% dan

2) Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional tidak

melebihi 93,5%.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy

Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), dan Return On Asset

(ROA) Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Pada

Bank Muamalat Indonesia Periode 2001-2011) ditulis oleh Wuri Arianti

N.P (2011) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non

Performing Finance (NPF), dan Return On Asset (ROA) terhadap

besarnya pembiayaan perbankan syariah Dari hasil analisis menunjukkan

bahwa secara parsial hanya DPK yang berpengaruh signifikan positif

terhadap pembiayaan, sedangkan CAR, NPF, dan ROA tidak berpengaruh

terhadap pembiayaan. Secara simultan variabel DPK, CAR, NPF, dan

ROA berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan.

Dalam penelitian Dina Mardianingsih yang berjudul “Pengaruh

Dana Pihak Ketiga Terhadap Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Umum

Syariah (PT Bank Muamalat Indonesia dan PT Bank Syariah Mandiri),

28

(2013) Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini, dapat

disimpulkan bahwa dana pihak ketiga mempunyai pengaruh terhadap

pembiayaan mudharabah. Dari hasil perhitungan uji korelasi pengaruh

dana pihak ketiga, diperoleh r = 0,848 (korelasi positif). Sedangkan dari

hasil uji t dengan taraf kesalahan 5% dan df = 32-1- 1 =30 diperoleh harga

ttabel = 1,697 dan thitung = 8,762 artinya thitung lebih besar dari ttabel

(8,762>1,697), maka Ha diterima dan Ho ditolak artinya terdapat

pengaruh dana pihak ketiga terhadap pembiayaan mudharabah. Koefisien

determinasi sebesar 71,91% ini berarti pembiayaan mudharabah akan

berubah 71,91% karena dana pihak ketiga, sedangkan sisanya sebesar

28,09% dipengaruhi oleh faktor lain.

Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM Dan LDR

Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan ditulis oleh Pandu Hardian (2008)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CAR, NIM, dan LDR

berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA serta BOPO

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sementara untuk

variabel NPL memiliki pengaruh negatif terhadap ROA, akan tetapi tidak

signifikan. Dari keempat variable yang signifikan, variable BOPO

mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap ROA yaitu dengan

koefisien -3,404. Dengan demikian pihak bank (emiten) diharapkan lebih

memperhatikan tingkat efisiensi operasinya untuk meningkatkan

profitabilitas pada kinerja keuangannya. Kemudian penjelasan mengenai

29

tidak signifikannya variable NPL terhadap ROA adalah selama periode

penelitian, fungsi intermediasi bank tidak berjalan dengan baik.