Akuntansi Ba'i Istishna
-
Upload
stain-metro -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Akuntansi Ba'i Istishna
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bai’ Istishna atau biasa disebut dengan istishna
merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat ,
shani’).1
Menurut madzhab Hanafi, Istishna’ hukumnya boleh
karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat
muslim sejak awal tanda ada ulama yang
mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna’
diatur dalam fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000
tentang jual beli Istishna’. Fatwa tersebut mengatur
tentang ketentuan pembayaran dan ketentuan barang.2
Istishna dapat dilakukan langsung antara dua belah
pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau
melalui perantara. Jika dilakukan melalui pearantara
maka akad disebut dengan akad istishna paralel.
1 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba Empat, hal. 224 2 ibid
1
Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi
memiliki perbedaan dengan salam maupun dengan
murabaha. Istishna lebih ke kontrak pengadaan barang
yang ditangguhkan dan dapat di bayarkan secara
tangguh pula. Istishna menurut para fuqaha adalah
pengembangan dari salam, dan di izinkan secara
syari’ah. Untuk pengakuan pendapatan istishna dapat
dilakukan melalui akad langsung dan metode
persentase penyelesaian. Di mana metode persentase
penyelesaian yang digunakan mirip dengan akuntansi
konvensional, kecuali perbedaan laba yang di pisah
antara margin laba dan selisih nilai akad dengan
nilai wajar.
Tujuan mempelajari akutansi istishna itu sendiri
adalah untuk memhami apa itu yang dimaksud denga
akutansi istishna, selain itu juga untuk mempelajari
jenis-jenis dari istishna, serta menganalisis ruang
lingkup dari istishna itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di
atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dijadikan objek penelitian sebagai berikut :
1. Apa peranan Bank Syari’ah dalam transaksi akad
Bai’ Istishna ?
2. Bagaimana aplikasi penyusunan dana berdasarkan
prinsip jual beli Istishna ?
2
3. Bagamana pengakuan, pengukuran dan penyajian
Bai’ Istishna ?
C. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan konsep, alur, dan aplikasi
pembiayaan istishna dengan konsep syari’ah
sehingga diharapkan mendapatkan gambaran yang
jelas mengenai akad atau produk bai’ istishna.
2. Memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai
proses dalam bai’ istishna.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Bank Syari’ah dalam Produk Ba’i Istishna
Pada Istishna’ paralel terdapat tiga pihak yang
terlibat, yaitu Bank, Nasabah dan Pemasok.
Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat
melakukanpembayaran atas tagihan pemasok selama masa
periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa
pembiayaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap
pembangunan baranng, makabank mendapatkan margin
dari jual harga jual akhir kepada nasabah
kemungkinan, bank mendapatkan pendapatan selain
margin berupa pendapatan administrasi.
Pengertian yang dibuat atau dibangun dalam
istishna’ menunjukan periode yang diperlukan (antara
akad jual beli dengan penyerahan barang) untuk suatu
pekerjaan penyelesaian barang. Pekerjaan ini dapat
berupa pekerjaan manufaktur atau kontruksi
(bangunan/kapal/pesawat), rakit/assemble
(kendaraan/mesin), instalasi (mesin atau software)
atau istilah teknis engineering lainnya.
Contoh alur transaksi Istishna’ Paralel
4
1. Transaksi Biaya Pra-Akad (Bank sebagai Penjual)
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 25, disebutkan
bahwa biaya perolehan istishna’ terdiri dari biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung
meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung untuk membuat barang pesanan. Adapun
biaya tidak langsung adala biaya overhead termasuk
biaya akad dan biaya pra akad. Selanjutnya pada
paragraf 26 disebutkan bahwa biaya pra-akad diakui
sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai
biaya istishna’ jika akad disepakati.
Contoh Kasus.3
3 Ibid. 229
6
Transaksi Istishna’ Paralel
Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yangdikelolanya, Dr. Johan berencana menambah satu unitbanguna seluas 120 m2 khusus untuk rawat inap disebelah barat bangunan utama klinik. Untuk kebutuhanitu Dr. Johan menghubungi Bank Mandiri Syariah untukmenyediakan bangunan baru sesuai dengan spesifikasiyang diinginkannya. Setelah serangkaian negosiasibeserta kegiatan survey untuk menghasilkan desainbangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasibarang, pada tanggal 10 Februari 2010ditandatanganilah akad transaksi istishna’ pengadaanbangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antaraDr. Johan dengan Bank Mandiri Syariah adalah sebagaiberikut:
Harga bangunanLama penyelesaianMekanismepenagihan
Mekanismepembayaran
:::
:
Rp. 150.000.0005 bulan (paling lambattanggal 10 Juli)5 termin sebesar Rp.30.000.000 per termin mulaitanggal 10 AgustusSetiap 3 hari setelah tanggalpenagihan
Transaksi Istishna’ Kedua
Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan Dr.
Berdasarkan kasus diatas, pada tanggal 5
februari 2010, untuk keperluan survei dan
pembuatan desain bangunan yang akan dijadikan
acuan spesifikasi barang. Bank Mandiri Syariah
telah mengeluarkan kas hingga Rp2.000.000. jurnal
untuk mengakui transaksi ini sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit
(Rp)
Kredit
(Rp)05/02/201
0
Db. Beban praakad yang
ditangguhkan
2.000.0
00 Kr. Kas 2.000.0
00
Dalam laporan keuangan, beban pra-akad
disajikan dalam neraca pada bagian aset lancar
dengan perlakuan seperti memperlakukan beban di
muka. Akan tetapi, karena rekening ini bersifat
sementara, biasanya saldo rekening ini adalah nol
dan tidak disajikan pada laporan keuangan.
Pada saat akan ditandatangani antara bank
dengan pembeli, tidak ada jurnal yang harus dibuat
untuk mengakui adanya jual beli istishna’. Akan
tetapi, adanya kesepakatan jual beli istihshna’
ini menyebabkan pengeluaran-pengeluaran pra-akad
diakui sebagai biaya istishna’. Berdasarkan PSAK
104 paragraf 26, dinyatakan bahwa biaya pra-akad
7
diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan
sebagai biaya istishna’ jika akad disepakati.4
Misalkan kasus Dr. Johan dengan Bank Mandiri
Syariah diatas, transaksi istishna’ jadi
disepakati pada tanggal 10 Februari, maka jurnal
pengakuan beban pra-akad menjadi biaya istishna’
adalah sebgai berikut:
Tanggal Rekening Debit
(Rp)
Kredit
(Rp)10/02/201
0
Db. Biaya Istishna’ 2.000.0
00 Kr. Beban
pra-akad yang
ditangguhkan
2.000.0
00
Dalam praktik perbankan, jika akad jadi
disepakati, beberapa bank memperlakukan beban pra-
akad sebagai piutang istishna’.
4 Nurhayati Sri, Akutansi Syri’ah Di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, hal. 304
8
2. Pembuatan Akad Istishna’ Paralel dengan Pembuat
Barang (Bank sebagai Pembeli)
Seperti halnya saat akad istishna’ disepakati,
pada saat akad istishna’ paralel disepakati dengan
pembuat barang, tidak ada jurnal yang harus dibuat
terkait dengan kesepakatan jual beli istishna’.
Jurnal dilakukan jika terdapat transaksi
pembayaran uang kepada pembuat barang oleh bank
syari’ah. Dalam contoh kasus yang ada dihalaman 4
diketahui bahwa pembayaran dilakukan berdasarkan
tingkat penyelesaian, sehingga pada saat akad,
tidak ada kas yang harus dikeluarkan oleh bank
syari’ah.
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan
bahwa biaya perolehan istishna’ paralel terdiri
dari :
a. Biaya perolehan barang pesanan sebesar
tagihan produsen atau kontraktor kepada
entitas,
b. Biaya tidak langsung, yaitu biaya overhead
termasuk biaya akada dan pra-akad, dan
c. Semua biaya akibat produsen atau kontraktor
tidak dapat memenuhi kewajiban yang ada.
Biaya perolehan istishna’ dalam penyelesaian
pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau
kontraktor sebesar jumlah tagihan.
9
B. Aplikasi Penyusunan Dana Berdasarkan Prinsip Jual
Beli
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 36 disebutkan bahwa
pembeli mengakui aset istishna’ sebesar jumlah
termin yang ditagih oleh penjual yang dalam hal ini
pembuat barang dan sekaligus mengakui utang
istishna’ kepada pembuat barang tersebut. Dijelaskan
lebih lanjut dalam PAPSI 2013 (h.4.18) bahwa tagihan
supplier kepada bank atas sebagian barang pesanan
yang telah diselesaikan diakui sebagai (aktiva
istishna’) dalam penyelesaian dan (utang istisna’)
sebesar tagihan supplier.
Dalam contoh kasus dihalaman 4 disebutkan bahwa
mekanisme pembayaran dilakukan dalam tiga termin,
yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%.
Misalkan dalam perjalanannya, realisasi tagihan
ketiga termin tersebut ditunjukkan dalam tabel :
No.
Term
in
Tingkat
penyelesa
ian
Tanggal
penagih
an
Jumlah
tagihan
(Rp)
Tanggal
pembayar
an
Jumlah
pembayar
an (Rp)I 20% 1 April 26.000.
000
8 April 26.000.0
00II 50% 15 Mei 39.000.
000
22 Mei 39.000.0
00III 100% 25 Juni 65.000. 2 Juli 65.000.0
10
000 00Misalkan pada tanggal 1 April, PT Jaya Konstruksi
menyelesaikan 20% pembangunan dan menagih pembayaran
termin sebesar Rp26.000.000 (20% x Rp130.000.000)
kepda Bank Mandiri Syariah. Jurnal pengakuan
penagihan pembayaran oleh pembuat barang adalah
sebagai berikut :
Tanggal Rekening Debit
(Rp)
Kredit
(Rp)01/04/201
0
Db. Aset Istishna dalam
penyelesaian
26.000.
000 Kr. Utang
Istishna
26.000.
000
Adapun dasar pembukuan transaksi adanya utang
istishna’ dan timbulnya aset istishna’ dalam
penyelesaian adalah dokumen tagihan. Dokumen tagihan
umumnya didasari oleh dokumen teknis progres
pembangunan barang. Pada pekerjaan yang nilainya
besar, dokumen progres dikeluarkan oleh appraisal
independen yang disepakati kedua belah pihak.
Selanjutnya untuk membayar tagihan pembuat barang,
Bank Mandiri Syariah dapat membayar secara tunai
maupun melalui kredit rekening. Praktik yang lazim
di perbankan, tagihan biasa dibayarkan melalu
rekening.
11
Misalkan pembayaran dilakukan tanggal 8 April,
maka jurnal pembayaran tersebut adalah sebagai
berikut:
Tanggal Rekening Debit
(Rp)
Kredit
(Rp)08/04/201
0
Db. Utang Istishna’ 26.000.
000 Kr.
Kas/rekening nasabah
pemasok
26.000.
000
Jurnal sering juga dilakukan pada saat penerimaan
tagihan dan pembayaran kedua (penyelesaian 50%) dan
ketiga (penyelesaian 100%).
Misalkan, tagihan kedua diterima pada taqnggal 15
Mei dan diikuti dengan pembayaran oleh bank pada
tanggal 22 Mei 2010. Tagihan ketiga diterima tanggal
25 Juni 2010 dan dibayarkan pada tanggal 2 Juli
2010. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai
berikut:
Tanggal Rekening Debit
(Rp)
Kredit
(Rp)15/05/20
10
Db. Aset Istishna’ dalam
penyelesaian
39.000.0
00 Kr. Utang Istishna’ 39.000.0
00**(50%-20%) x Rp130.000.000
12
= Rp39.000.000
22/05/20
10
Db. Utang Istishna’ –
pembuat barang
39.000.0
00 Kr. Kas/rekening
nasabah pemasok
39.000.0
00
25/06/20
10
Db. Aset Istishna’ dalam
penyelesaian
65.000.0
00 Kr. Utang Istishna’ 65.000.0
00**(100%-50%) x Rp130.000.000
= Rp65.000.000
02/07/20
10
Db. Utang Istishna’ –
pembuat barang
65.000.0
00 Kr. Kas/rekening
nasabah pemasok
65.000.0
00
Umumnya, pembayaran dilakukan tidak 100% lunas
pada saat serah terima barang selesai, namun ditahan
sebesar 5% untuk masa commissioning. 5% merupakan
nilai best practice. Setelah bank yakin tidak ada
permasalahan teknias atas barang yang selesai
dibangun, baru 5% sisa pembayaran diserahkan. Masa
commissioning dapat berlangsung 1-3 bulan setelah
penyerahan barang tergantung dari kesiapan pengguna
operasinal aset istishna’ tersebut.
13
C. Pengakuan, Pengukuran, Penyajian Istishna’
1. Pengakuan
Pada istishna’ paralalel, terdapat dua metode
pengakuan pendapatan, yaitu metode persentase
penyelesaian dan metode akad selesai, pada metode
akad selesai, pengakuan pendapatan diakui setelah
barang selesai. Pengakuan pendapatan dibelakang
berlaku juga untuk metode persentase penyelesaian
dimana tidak terdapat alasan rasional yang kuat
untuk mengukur persentase penyelesaian (progres
pekerjaan atas barang yang dibangun).
Pada metode persentase penyelesaian,
pendapatan diakui sesuai persentase penyelesaian
dan menambah nilai aset istishna’ dalam
penyelesaian. Dasar dari pengakuan pendapatan
adalah alasan rasional yang terdokumentasi dimana
bank dapat mentaksi persentase penyelesaian barang
secara moneter untuk dijadikan nilai harga pokok
jual beli. Pengakuan pendapatan ini dapat
dilakukan secara periodik (bulanan, triwulan, dll)
atau pada periode tertentu sepanjang bank memiliki
dokumen persentase penyelesaian.
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 18, disebutkan
bahwa jika metode persentase penyelesaian
digunakan, maka:5
5 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba Empat, hal. 232
15
1. Bagian nilai akad yang sebanging dengan
pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut, diakui sebagai pendapatan
istishna’ pada periode yang bersangkutan.
2. Bagian margin keuntungan isitishna’ yang
diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna’ dalam penyelesaian.
3. Pada akhir periode harga pokok istishna’
diakui sebesar biaya istishna’ yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
Bank sebagai produsen/penjual
a) Pengakuan dan Pengukuran biaya istishna
adalah sebagai berikut:
1) Biaya istishna terdiri dari:
Biaya langsung, terutama barang untuk
menghasilkan pesanan, dan
Biaya tidak langsung, yang
berhubungan dengan akad (termasuk
biaya pra-akad) yang dialokasikan
secara objektif.
2) Beban umum dan administrasi, beban
penjualan, serta biaya riset dan
pengembangan tidak termasuk dalam biaya
istishna.
3) Biaya pra-akad diakui sebagai biaya
ditangguhkan dan diperhitungkan sebagai
16
biaya istishna bila akad ditandatangani,
tetapi jika akad tidak di tandatangani
maka beban tersebut dibebankan pada
periode berjalan.
4) Biaya istishna yang terjadi selama
periode laporan keuangan, diakui sebagai
aktiva istishna dalam penyelesaian pada
saat terjadinya.
b) Pengakuan dan Pengukuran biaya istishna’
paralel adalah sebagai berikut:
1) Biaya istishna paralel terdiri dari:
Biaya perolehan barang pesanan
sebesar tagihan subkontraktor kepada
bank.
Biaya tidak langsung yang berhubungan
dengan akad (termasuk biaya pra akad)
yang dilakukan secara objektif.
Semua biaya akibat subkontraktor
tidak dapat memenuhi kewajibannya,
jik ada.
2) Biaya istishna parallel diakui sebagai
aktiva istisna dalam penyelesaian pada
saat diterimanya tagihan dari kontrakto
sebesar jumlah tagihan.
3) Tagihan setiap termin dari bank kepada
pembeli akhir diakui sebagai piutang
17
istishna dan sebagai terima istishna
(istishna billig) pada pos pelayanan.
Bank sebagai pembeli:
a) Bank mengakui aktiva istishna dalam
penyelesaian sebesar jumlah termin yang
ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui
hutang istishna kepada penjual.
b) Apabila barang pesanan terlambat diserahkan
karena kelalain atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian bank, maka kerugian
itu dikurangkan dari garansi penyelesaian
proyek yang telah diserahkan penjual.
Apabila kerugian melebihi garansi
penyelesaian proyek, maka selisihnya akan
diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada
subkontraktor.
c) Jika bank menolak barang pesanan karena
tidak sesuai spesifikasi dantidak dapat
memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang
telah dibayarkan kepada subkontraktor, maka
jumlah yang belum diperoleh kembali diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada
subkontraktor.
d) Jika bank menerima barang pesanan yang
tidak sesuai dengan spesifikasi, maka
barang pesanan tersebut diukur dengan nilai
18
yang lebih rendah antara nilai wajar dan
biaya perolehan. Selisih yang terjadi
diakui sebagai kerugian pada periode
berjalan.
e) Dalam istishna paralel, jika pembeli akhir
menolak barang pesanan karena tidak sesuai
dengan spesifikasi yang disepakati, maka
barang pesanan diukur dengan nilai yang
lebih rendah antara nilai wajar dan harga
pokok istishna. Selisih yang terjadi diakui
sebagai kerugian pada periode berjalan.
2. Pengukuran
pada proyek dengan periode pembuatan atau
konstruksi aset istishna’ yang melewati laporan
keuangan, maka timbul konsekuensi bahwa bank tidak
dapat mengakui adanya pendapatan. Untuk itu, bank
cenderung memilih penggunaan metode persentase
penyelesaian dan menyusun jadwal pembayaran
piutang dari nasabah yang besarnya disesuaikan
kemampuan arus kas nasabah. Hal ini akan
menghindari tiadanya pendapatan bank terlalu lama
yang ujungnya mengakibatkan bagi hasil untuk
nasabah deposan menurun atau rendah pada periode
tersebut. Termin istishna’ disajikan sebesar
jumlah tagihan termin Bank kepada nasabah. Untuk
kasus yang dibahas pada halaman 4 tadi, dengan
19
menggunakan metode persentase penyelesaian, maka
pendapatan diakui sesuai pengan persentase
penyelesaian, adapun perhitungan pendapatan
istishna’, harga pokok istishna’ dan keuntungan
istishna’ adalah sebagai berikut.
a) Pendapatan istishna’ diukur sebesar bagian
nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan
yang telah diselelsaikan dalam periode
tersebut.
Pendapatan istishna’ = persentase
penyelesaian x nilai akad penualan
Maka pada tanggal 10 April saat
penyelesaian 20%, diakui pendapatan sebesar
Rp30.000.000 (20% x Rp150.000.000).
b) Harga pokok istishna’ diakui sebesar
persentase penyelesaian aset istishna’.
Harga pokok
Istishna’
= Persentase penyelesain
x nilai pembelian= 20% x Rp130.000.000= Rp26.000.000
c) Keuntungan istishna’ yang dimaksud adalah
bagian margin keuntungan istishna’ yang
diakui selama periode pelaporan yang
ditambahkan kepada aset istishna’ dalam
penyelesaian.
20
Keuntungan
Istishna’
= Persentase penyelesaian
x margin keuntungan
istishna’= 20% x (Rp150.000.000--
Rp130.000.000)= 20% x Rp20.000.000= Rp4.000.000
Dalam jurnal penyesuaian yang dibuat,
pengakuan keuntungan istishna’ dilakukan dengan
mendebit asset istishna’ dalam penyelesaian
sebesar Rp4.000.000.
Secara keseluruhan, jurnal yang terkait dengan
transaksi pengakuan pendapat saat penyelesaian
20%, 50% dan 100% adalah sebagai berikut.
Tanggal RekeningDebit
(Rp)
Kredit
(Rp)
10/04/201
0
Db. Aset Isitishna’ dalam
penyelesaian4.000.00
0
Db. Harga pokok istishna’26.000.0
00
Kr. Pendapatan
istishna’30.000.00
0*
Ket:Pendapatan
margin
= % penyelesaian
x harga jual= 20% x
Rp150.000.000
21
= Rp30.000.000
Harga
pokok
istishna
= % penyelesaian x
harga beli= 20% x
Rp130.000.000= Rp26.000.000
Aset
isthisna’
dalam
penyelesai
an
= % penyelesaian -
keuntungan
istishna’= 20% -
Rp20.000.000
= Rp4.000.000
15/05/201
0
Db. Aset istishna’ dalam
penyelesaian
6.000.00
0
Db. Harga pokok istishna’39.000.0
00 Kr. Pendapatan
istishna’45.000.00
0
Ket:
Pendapatan
margin
= % penyelesaian
x harga jual= (50%-20%) x
Rp150.000.000= Rp45.000.000
Harga
pokok
istishna
= % penyelesaian x
harga beli= (50%-20%) x
Rp130.000.000= Rp39.000.000
Aset
isthisna’
dalam
penyelesai
an
= % penyelesaian -
keuntungan
istishna’= (50-20%) -
Rp20.000.000
= Rp6.000.000
22
25/06/201
0
Db. Aset istishna’ dalam
penyelesaian
10.000.0
00
Db. Harga pokok istishna’65.000.0
00 Kr. Pendaptan
istishna’
75.000.00
0Ket:
Pendapatan
margin
= %
penyelesaian x
harga jual= (100%-50%) x
Rp150.000.000
= Rp75.000.000
Harga pokok
istishna
= % penyelesaian
x harga beli= (100%-50%) x
Rp130.000.000
= Rp65.000.000
Aset
isthisna’
dalam
penyelesaia
n
= % penyelesaian
- keuntungan
istishna’= (100%-50%) –
Rp20.000.000
= Rp10.000.000
Dasar dari pengakuan adalah laporan teknis
yang dijadikan dasar perusahaan untuk mengakui
pendapatan. Laporan teknis ini berupa laporan unit
kerja produksi atau unit kerja teknis terhadap
kondisi pekerjaan konstruksi yang dilakukan (unit
kerja akuntansi tidak dapat menyusun sendiri
laporan teknis karena masalah teknis berada diluar
domain legistimasi dari akuntan).
23
3. Penyajian
Menurut PAPSI 2013 (h.4.19-20), ketentuan
penyajian transaksi terkait jual beli dengan skema
istishna’ dalam laporan keuangan adalah sebagai
berikut:6
1. Uang muka istishna’ disajikan sebagai
liabilitas lainnya.
2. Uang muka kepada pemasok disajikan sebagai
aset lainnya.
3. Utang istishna’ disajikan sebesar tagihan
dari pemasuk yang belum dilunasi.
4. Aktiva istishna dalam penyelesaian
disajikan sebesar dana yang dibayarka Bank
kepada supplier.
5. Termin istishna’ disajikan sebesar jumlah
tagihan termin Bank kepada nasabah.
6. Piutang istishna’ disajikan sebesar jumlah
yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
7. Margin istishna’ ditangguhkan disajikan
sebagai pos lawan piutang istishna’.
6 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba Empat, hal. 242
24
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Bai’ Istishna atau biasa disebut dengan istishna
merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat ,
shani’).
Pada Istishna’ paralel terdapat tiga pihak yang
terlibat, yaitu Bank, Nasabah dan Pemasok.
Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat
melakukanpembayaran atas tagihan pemasok selama masa
periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa
pembiayaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap
pembangunan baranng, makabank mendapatkan margin
dari jual harga jual akhir kepada nasabah
kemungkinan, bank mendapatkan pendapatan selain
margin berupa pendapatan administrasi.
Peran Bank Syariah dalam produk Bai’ Istishna’ ada
dua yaitu sebagai :
1. Transaksi Biaya Pra-Akad (Bank sebagai Penjual)
25
2. Pembuatan Akad Istishna’ Paralel dengan Pembuat
Barang (Bank sebagai Pembeli)
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 36 disebutkan bahwa
pembeli mengakui aset istishna’ sebesar jumlah
termin yang ditagih oleh penjual yang dalam hal ini
pembuat barang dan sekaligus mengakui utang
istishna’ kepada pembuat barang tersebut. Dijelaskan
lebih lanjut dalam PAPSI 2013 (h.4.18) bahwa tagihan
supplier kepada bank atas sebagian barang pesanan
yang telah diselesaikan diakui sebagai (aktiva
istishna’) dalam penyelesaian dan (utang istisna’)
sebesar tagihan supplier.
Pada istishna’ paralalel, terdapat dua metode
pengakuan pendapatan, yaitu metode persentase
penyelesaian dan metode akad selesai, pada metode
akad selesai, pengakuan pendapatan diakui setelah
barang selesai. Pengakuan pendapatan dibelakang
berlaku juga untuk metode persentase penyelesaian
dimana tidak terdapat alasan rasional yang kuat
untuk mengukur persentase penyelesaian (progres
pekerjaan atas barang yang dibangun).
Bank cenderung memilih penggunaan metode
persentase penyelesaian dan menyusun jadwal
pembayaran piutang dari nasabah yang besarnya
disesuaikan kemampuan arus kas nasabah. Hal ini akan
menghindari tiadanya pendapatan bank terlalu lama
26
yang ujungnya mengakibatkan bagi hasil untuk nasabah
deposan menurun atau rendah pada periode tersebut.
Termin istishna’ disajikan sebesar jumlah tagihan
termin Bank kepada nasabah.
Ketentuan penyajian transaksi terkait jual beli
dengan skema istishna’ dalam laporan keuangan telah
dijelaskan oleh PAPSI 2013 (h.4.19-20)
B. Kritik dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan baik secara penulisan maupun pemaparan
materi, maka dari itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar dikemudian
nanti makalh ini dapat disempurnakan. Semoga dengan
makalah yang sederhana ini dapat berguna bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Wiyono Slamet, Akutansi Perbankan
Syari’ah,Jakarta:Grasindo, 2006.
Nurhayati Sri, Akutansi Syri’ah Di Indonesia, Jakarta:
Salemba Empat, 2008.
Sofyan S.Harahap,Wiroso, Muhammad Yusuf, Akutansi
Perbankan Syari’ah, Jakarta: LPFE-Usakti, 2006.
Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim
Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba
Empat, 2013
http://esharianomics.com/esharianomics/akuntansi-
2/akuntansi-istisna/pengungkapan-dan-penyajian-
akuntansi-istishna/
28