Akuntansi Ba'i Istishna

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bai’ Istishna atau biasa disebut dengan istishna merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat , shani’). 1 Menurut madzhab Hanafi, Istishna’ hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak awal tanda ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna’ diatur dalam fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli Istishna’. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. 2 Istishna dapat dilakukan langsung antara dua belah pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau melalui perantara. Jika dilakukan melalui pearantara maka akad disebut dengan akad istishna paralel. 1 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba Empat, hal. 224 2 ibid 1

Transcript of Akuntansi Ba'i Istishna

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bai’ Istishna atau biasa disebut dengan istishna

merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan

pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan

persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan

(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat ,

shani’).1

Menurut madzhab Hanafi, Istishna’ hukumnya boleh

karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat

muslim sejak awal tanda ada ulama yang

mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna’

diatur dalam fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000

tentang jual beli Istishna’. Fatwa tersebut mengatur

tentang ketentuan pembayaran dan ketentuan barang.2

Istishna dapat dilakukan langsung antara dua belah

pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau

melalui perantara. Jika dilakukan melalui pearantara

maka akad disebut dengan akad istishna paralel.

1 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba Empat, hal. 224 2 ibid

1

Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi

memiliki perbedaan dengan salam maupun dengan

murabaha. Istishna lebih ke kontrak pengadaan barang

yang ditangguhkan dan dapat di bayarkan secara

tangguh pula. Istishna menurut para fuqaha adalah

pengembangan dari salam, dan di izinkan secara

syari’ah. Untuk pengakuan pendapatan istishna dapat

dilakukan melalui akad langsung dan metode

persentase penyelesaian. Di mana metode persentase

penyelesaian yang digunakan mirip dengan akuntansi

konvensional, kecuali perbedaan laba yang di pisah

antara margin laba dan selisih nilai akad dengan

nilai wajar.

Tujuan mempelajari akutansi istishna itu sendiri

adalah untuk memhami apa itu yang dimaksud denga

akutansi istishna, selain itu juga untuk mempelajari

jenis-jenis dari istishna, serta menganalisis ruang

lingkup dari istishna itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di

atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan

dijadikan objek penelitian sebagai berikut :

1. Apa peranan Bank Syari’ah dalam transaksi akad

Bai’ Istishna ?

2. Bagaimana aplikasi penyusunan dana berdasarkan

prinsip jual beli Istishna ?

2

3. Bagamana pengakuan, pengukuran dan penyajian

Bai’ Istishna ?

C. Tujuan Masalah

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Menjelaskan konsep, alur, dan aplikasi

pembiayaan istishna dengan konsep syari’ah

sehingga diharapkan mendapatkan gambaran yang

jelas mengenai akad atau produk bai’ istishna.

2. Memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai

proses dalam bai’ istishna.

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Peranan Bank Syari’ah dalam Produk Ba’i Istishna

Pada Istishna’ paralel terdapat tiga pihak yang

terlibat, yaitu Bank, Nasabah dan Pemasok.

Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat

melakukanpembayaran atas tagihan pemasok selama masa

periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa

pembiayaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap

pembangunan baranng, makabank mendapatkan margin

dari jual harga jual akhir kepada nasabah

kemungkinan, bank mendapatkan pendapatan selain

margin berupa pendapatan administrasi.

Pengertian yang dibuat atau dibangun dalam

istishna’ menunjukan periode yang diperlukan (antara

akad jual beli dengan penyerahan barang) untuk suatu

pekerjaan penyelesaian barang. Pekerjaan ini dapat

berupa pekerjaan manufaktur atau kontruksi

(bangunan/kapal/pesawat), rakit/assemble

(kendaraan/mesin), instalasi (mesin atau software)

atau istilah teknis engineering lainnya.

Contoh alur transaksi Istishna’ Paralel

4

5

1. Transaksi Biaya Pra-Akad (Bank sebagai Penjual)

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 25, disebutkan

bahwa biaya perolehan istishna’ terdiri dari biaya

langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung

meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung untuk membuat barang pesanan. Adapun

biaya tidak langsung adala biaya overhead termasuk

biaya akad dan biaya pra akad. Selanjutnya pada

paragraf 26 disebutkan bahwa biaya pra-akad diakui

sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai

biaya istishna’ jika akad disepakati.

Contoh Kasus.3

3 Ibid. 229

6

Transaksi Istishna’ Paralel

Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yangdikelolanya, Dr. Johan berencana menambah satu unitbanguna seluas 120 m2 khusus untuk rawat inap disebelah barat bangunan utama klinik. Untuk kebutuhanitu Dr. Johan menghubungi Bank Mandiri Syariah untukmenyediakan bangunan baru sesuai dengan spesifikasiyang diinginkannya. Setelah serangkaian negosiasibeserta kegiatan survey untuk menghasilkan desainbangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasibarang, pada tanggal 10 Februari 2010ditandatanganilah akad transaksi istishna’ pengadaanbangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antaraDr. Johan dengan Bank Mandiri Syariah adalah sebagaiberikut:

Harga bangunanLama penyelesaianMekanismepenagihan

Mekanismepembayaran

:::

:

Rp. 150.000.0005 bulan (paling lambattanggal 10 Juli)5 termin sebesar Rp.30.000.000 per termin mulaitanggal 10 AgustusSetiap 3 hari setelah tanggalpenagihan

Transaksi Istishna’ Kedua

Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan Dr.

Berdasarkan kasus diatas, pada tanggal 5

februari 2010, untuk keperluan survei dan

pembuatan desain bangunan yang akan dijadikan

acuan spesifikasi barang. Bank Mandiri Syariah

telah mengeluarkan kas hingga Rp2.000.000. jurnal

untuk mengakui transaksi ini sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit

(Rp)

Kredit

(Rp)05/02/201

0

Db. Beban praakad yang

ditangguhkan

2.000.0

00 Kr. Kas 2.000.0

00

Dalam laporan keuangan, beban pra-akad

disajikan dalam neraca pada bagian aset lancar

dengan perlakuan seperti memperlakukan beban di

muka. Akan tetapi, karena rekening ini bersifat

sementara, biasanya saldo rekening ini adalah nol

dan tidak disajikan pada laporan keuangan.

Pada saat akan ditandatangani antara bank

dengan pembeli, tidak ada jurnal yang harus dibuat

untuk mengakui adanya jual beli istishna’. Akan

tetapi, adanya kesepakatan jual beli istihshna’

ini menyebabkan pengeluaran-pengeluaran pra-akad

diakui sebagai biaya istishna’. Berdasarkan PSAK

104 paragraf 26, dinyatakan bahwa biaya pra-akad

7

diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan

sebagai biaya istishna’ jika akad disepakati.4

Misalkan kasus Dr. Johan dengan Bank Mandiri

Syariah diatas, transaksi istishna’ jadi

disepakati pada tanggal 10 Februari, maka jurnal

pengakuan beban pra-akad menjadi biaya istishna’

adalah sebgai berikut:

Tanggal Rekening Debit

(Rp)

Kredit

(Rp)10/02/201

0

Db. Biaya Istishna’ 2.000.0

00 Kr. Beban

pra-akad yang

ditangguhkan

2.000.0

00

Dalam praktik perbankan, jika akad jadi

disepakati, beberapa bank memperlakukan beban pra-

akad sebagai piutang istishna’.

4 Nurhayati Sri, Akutansi Syri’ah Di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, hal. 304

8

2. Pembuatan Akad Istishna’ Paralel dengan Pembuat

Barang (Bank sebagai Pembeli)

Seperti halnya saat akad istishna’ disepakati,

pada saat akad istishna’ paralel disepakati dengan

pembuat barang, tidak ada jurnal yang harus dibuat

terkait dengan kesepakatan jual beli istishna’.

Jurnal dilakukan jika terdapat transaksi

pembayaran uang kepada pembuat barang oleh bank

syari’ah. Dalam contoh kasus yang ada dihalaman 4

diketahui bahwa pembayaran dilakukan berdasarkan

tingkat penyelesaian, sehingga pada saat akad,

tidak ada kas yang harus dikeluarkan oleh bank

syari’ah.

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan

bahwa biaya perolehan istishna’ paralel terdiri

dari :

a. Biaya perolehan barang pesanan sebesar

tagihan produsen atau kontraktor kepada

entitas,

b. Biaya tidak langsung, yaitu biaya overhead

termasuk biaya akada dan pra-akad, dan

c. Semua biaya akibat produsen atau kontraktor

tidak dapat memenuhi kewajiban yang ada.

Biaya perolehan istishna’ dalam penyelesaian

pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau

kontraktor sebesar jumlah tagihan.

9

B. Aplikasi Penyusunan Dana Berdasarkan Prinsip Jual

Beli

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 36 disebutkan bahwa

pembeli mengakui aset istishna’ sebesar jumlah

termin yang ditagih oleh penjual yang dalam hal ini

pembuat barang dan sekaligus mengakui utang

istishna’ kepada pembuat barang tersebut. Dijelaskan

lebih lanjut dalam PAPSI 2013 (h.4.18) bahwa tagihan

supplier kepada bank atas sebagian barang pesanan

yang telah diselesaikan diakui sebagai (aktiva

istishna’) dalam penyelesaian dan (utang istisna’)

sebesar tagihan supplier.

Dalam contoh kasus dihalaman 4 disebutkan bahwa

mekanisme pembayaran dilakukan dalam tiga termin,

yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%.

Misalkan dalam perjalanannya, realisasi tagihan

ketiga termin tersebut ditunjukkan dalam tabel :

No.

Term

in

Tingkat

penyelesa

ian

Tanggal

penagih

an

Jumlah

tagihan

(Rp)

Tanggal

pembayar

an

Jumlah

pembayar

an (Rp)I 20% 1 April 26.000.

000

8 April 26.000.0

00II 50% 15 Mei 39.000.

000

22 Mei 39.000.0

00III 100% 25 Juni 65.000. 2 Juli 65.000.0

10

000 00Misalkan pada tanggal 1 April, PT Jaya Konstruksi

menyelesaikan 20% pembangunan dan menagih pembayaran

termin sebesar Rp26.000.000 (20% x Rp130.000.000)

kepda Bank Mandiri Syariah. Jurnal pengakuan

penagihan pembayaran oleh pembuat barang adalah

sebagai berikut :

Tanggal Rekening Debit

(Rp)

Kredit

(Rp)01/04/201

0

Db. Aset Istishna dalam

penyelesaian

26.000.

000 Kr. Utang

Istishna

26.000.

000

Adapun dasar pembukuan transaksi adanya utang

istishna’ dan timbulnya aset istishna’ dalam

penyelesaian adalah dokumen tagihan. Dokumen tagihan

umumnya didasari oleh dokumen teknis progres

pembangunan barang. Pada pekerjaan yang nilainya

besar, dokumen progres dikeluarkan oleh appraisal

independen yang disepakati kedua belah pihak.

Selanjutnya untuk membayar tagihan pembuat barang,

Bank Mandiri Syariah dapat membayar secara tunai

maupun melalui kredit rekening. Praktik yang lazim

di perbankan, tagihan biasa dibayarkan melalu

rekening.

11

Misalkan pembayaran dilakukan tanggal 8 April,

maka jurnal pembayaran tersebut adalah sebagai

berikut:

Tanggal Rekening Debit

(Rp)

Kredit

(Rp)08/04/201

0

Db. Utang Istishna’ 26.000.

000 Kr.

Kas/rekening nasabah

pemasok

26.000.

000

Jurnal sering juga dilakukan pada saat penerimaan

tagihan dan pembayaran kedua (penyelesaian 50%) dan

ketiga (penyelesaian 100%).

Misalkan, tagihan kedua diterima pada taqnggal 15

Mei dan diikuti dengan pembayaran oleh bank pada

tanggal 22 Mei 2010. Tagihan ketiga diterima tanggal

25 Juni 2010 dan dibayarkan pada tanggal 2 Juli

2010. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai

berikut:

Tanggal Rekening Debit

(Rp)

Kredit

(Rp)15/05/20

10

Db. Aset Istishna’ dalam

penyelesaian

39.000.0

00 Kr. Utang Istishna’ 39.000.0

00**(50%-20%) x Rp130.000.000

12

= Rp39.000.000

22/05/20

10

Db. Utang Istishna’ –

pembuat barang

39.000.0

00 Kr. Kas/rekening

nasabah pemasok

39.000.0

00

25/06/20

10

Db. Aset Istishna’ dalam

penyelesaian

65.000.0

00 Kr. Utang Istishna’ 65.000.0

00**(100%-50%) x Rp130.000.000

= Rp65.000.000

02/07/20

10

Db. Utang Istishna’ –

pembuat barang

65.000.0

00 Kr. Kas/rekening

nasabah pemasok

65.000.0

00

Umumnya, pembayaran dilakukan tidak 100% lunas

pada saat serah terima barang selesai, namun ditahan

sebesar 5% untuk masa commissioning. 5% merupakan

nilai best practice. Setelah bank yakin tidak ada

permasalahan teknias atas barang yang selesai

dibangun, baru 5% sisa pembayaran diserahkan. Masa

commissioning dapat berlangsung 1-3 bulan setelah

penyerahan barang tergantung dari kesiapan pengguna

operasinal aset istishna’ tersebut.

13

14

C. Pengakuan, Pengukuran, Penyajian Istishna’

1. Pengakuan

Pada istishna’ paralalel, terdapat dua metode

pengakuan pendapatan, yaitu metode persentase

penyelesaian dan metode akad selesai, pada metode

akad selesai, pengakuan pendapatan diakui setelah

barang selesai. Pengakuan pendapatan dibelakang

berlaku juga untuk metode persentase penyelesaian

dimana tidak terdapat alasan rasional yang kuat

untuk mengukur persentase penyelesaian (progres

pekerjaan atas barang yang dibangun).

Pada metode persentase penyelesaian,

pendapatan diakui sesuai persentase penyelesaian

dan menambah nilai aset istishna’ dalam

penyelesaian. Dasar dari pengakuan pendapatan

adalah alasan rasional yang terdokumentasi dimana

bank dapat mentaksi persentase penyelesaian barang

secara moneter untuk dijadikan nilai harga pokok

jual beli. Pengakuan pendapatan ini dapat

dilakukan secara periodik (bulanan, triwulan, dll)

atau pada periode tertentu sepanjang bank memiliki

dokumen persentase penyelesaian.

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 18, disebutkan

bahwa jika metode persentase penyelesaian

digunakan, maka:5

5 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba Empat, hal. 232

15

1. Bagian nilai akad yang sebanging dengan

pekerjaan yang telah diselesaikan dalam

periode tersebut, diakui sebagai pendapatan

istishna’ pada periode yang bersangkutan.

2. Bagian margin keuntungan isitishna’ yang

diakui selama periode pelaporan ditambahkan

kepada aset istishna’ dalam penyelesaian.

3. Pada akhir periode harga pokok istishna’

diakui sebesar biaya istishna’ yang telah

dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.

Bank sebagai produsen/penjual

a) Pengakuan dan Pengukuran biaya istishna

adalah sebagai berikut:

1) Biaya istishna terdiri dari:

Biaya langsung, terutama barang untuk

menghasilkan pesanan, dan

Biaya tidak langsung, yang

berhubungan dengan akad (termasuk

biaya pra-akad) yang dialokasikan

secara objektif.

2) Beban umum dan administrasi, beban

penjualan, serta biaya riset dan

pengembangan tidak termasuk dalam biaya

istishna.

3) Biaya pra-akad diakui sebagai biaya

ditangguhkan dan diperhitungkan sebagai

16

biaya istishna bila akad ditandatangani,

tetapi jika akad tidak di tandatangani

maka beban tersebut dibebankan pada

periode berjalan.

4) Biaya istishna yang terjadi selama

periode laporan keuangan, diakui sebagai

aktiva istishna dalam penyelesaian pada

saat terjadinya.

b) Pengakuan dan Pengukuran biaya istishna’

paralel adalah sebagai berikut:

1) Biaya istishna paralel terdiri dari:

Biaya perolehan barang pesanan

sebesar tagihan subkontraktor kepada

bank.

Biaya tidak langsung yang berhubungan

dengan akad (termasuk biaya pra akad)

yang dilakukan secara objektif.

Semua biaya akibat subkontraktor

tidak dapat memenuhi kewajibannya,

jik ada.

2) Biaya istishna parallel diakui sebagai

aktiva istisna dalam penyelesaian  pada

saat diterimanya tagihan dari kontrakto

sebesar jumlah tagihan.

3) Tagihan setiap termin dari bank kepada

pembeli akhir diakui sebagai piutang

17

istishna dan sebagai terima istishna

(istishna billig) pada pos pelayanan.

Bank sebagai pembeli:

a) Bank mengakui aktiva istishna dalam

penyelesaian sebesar jumlah termin yang

ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui

hutang istishna kepada penjual.

b) Apabila barang pesanan terlambat diserahkan

karena kelalain atau kesalahan penjual dan

mengakibatkan kerugian bank, maka kerugian

itu dikurangkan dari garansi penyelesaian

proyek yang telah diserahkan penjual.

Apabila kerugian melebihi garansi

penyelesaian proyek, maka selisihnya akan

diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada

subkontraktor.

c) Jika bank menolak barang pesanan karena

tidak sesuai spesifikasi dantidak dapat

memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang

telah dibayarkan kepada subkontraktor, maka

jumlah yang belum diperoleh kembali diakui

sebagai piutang jatuh tempo kepada

subkontraktor.

d) Jika bank menerima barang pesanan yang

tidak sesuai dengan spesifikasi, maka

barang pesanan tersebut diukur dengan nilai

18

yang lebih rendah antara nilai wajar dan

biaya perolehan. Selisih yang terjadi

diakui sebagai kerugian pada periode

berjalan.

e) Dalam istishna paralel, jika pembeli akhir

menolak barang pesanan karena tidak sesuai

dengan spesifikasi yang disepakati, maka

barang pesanan diukur dengan nilai yang

lebih rendah antara nilai wajar dan harga

pokok istishna. Selisih yang terjadi diakui

sebagai kerugian pada periode berjalan.

2. Pengukuran

pada proyek dengan periode pembuatan atau

konstruksi aset istishna’ yang melewati laporan

keuangan, maka timbul konsekuensi bahwa bank tidak

dapat mengakui adanya pendapatan. Untuk itu, bank

cenderung memilih penggunaan metode persentase

penyelesaian dan menyusun jadwal pembayaran

piutang dari nasabah yang besarnya disesuaikan

kemampuan arus kas nasabah. Hal ini akan

menghindari tiadanya pendapatan bank terlalu lama

yang ujungnya mengakibatkan bagi hasil untuk

nasabah deposan menurun atau rendah pada periode

tersebut. Termin istishna’ disajikan sebesar

jumlah tagihan termin Bank kepada nasabah. Untuk

kasus yang dibahas pada halaman 4 tadi, dengan

19

menggunakan metode persentase penyelesaian, maka

pendapatan diakui sesuai pengan persentase

penyelesaian, adapun perhitungan pendapatan

istishna’, harga pokok istishna’ dan keuntungan

istishna’ adalah sebagai berikut.

a) Pendapatan istishna’ diukur sebesar bagian

nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan

yang telah diselelsaikan dalam periode

tersebut.

Pendapatan istishna’ = persentase

penyelesaian x nilai akad penualan

Maka pada tanggal 10 April saat

penyelesaian 20%, diakui pendapatan sebesar

Rp30.000.000 (20% x Rp150.000.000).

b) Harga pokok istishna’ diakui sebesar

persentase penyelesaian aset istishna’.

Harga pokok

Istishna’

= Persentase penyelesain

x nilai pembelian= 20% x Rp130.000.000= Rp26.000.000

c) Keuntungan istishna’ yang dimaksud adalah

bagian margin keuntungan istishna’ yang

diakui selama periode pelaporan yang

ditambahkan kepada aset istishna’ dalam

penyelesaian.

20

Keuntungan

Istishna’

= Persentase penyelesaian

x margin keuntungan

istishna’= 20% x (Rp150.000.000--

Rp130.000.000)= 20% x Rp20.000.000= Rp4.000.000

Dalam jurnal penyesuaian yang dibuat,

pengakuan keuntungan istishna’ dilakukan dengan

mendebit asset istishna’ dalam penyelesaian

sebesar Rp4.000.000.

Secara keseluruhan, jurnal yang terkait dengan

transaksi pengakuan pendapat saat penyelesaian

20%, 50% dan 100% adalah sebagai berikut.

Tanggal RekeningDebit

(Rp)

Kredit

(Rp)

10/04/201

0

Db. Aset Isitishna’ dalam

penyelesaian4.000.00

0

Db. Harga pokok istishna’26.000.0

00

Kr. Pendapatan

istishna’30.000.00

0*

Ket:Pendapatan

margin

= % penyelesaian

x harga jual= 20% x

Rp150.000.000

21

= Rp30.000.000

Harga

pokok

istishna

= % penyelesaian x

harga beli= 20% x

Rp130.000.000= Rp26.000.000

Aset

isthisna’

dalam

penyelesai

an

= % penyelesaian -

keuntungan

istishna’= 20% -

Rp20.000.000

= Rp4.000.000

15/05/201

0

Db. Aset istishna’ dalam

penyelesaian

6.000.00

0

Db. Harga pokok istishna’39.000.0

00 Kr. Pendapatan

istishna’45.000.00

0

Ket:

Pendapatan

margin

= % penyelesaian

x harga jual= (50%-20%) x

Rp150.000.000= Rp45.000.000

Harga

pokok

istishna

= % penyelesaian x

harga beli= (50%-20%) x

Rp130.000.000= Rp39.000.000

Aset

isthisna’

dalam

penyelesai

an

= % penyelesaian -

keuntungan

istishna’= (50-20%) -

Rp20.000.000

= Rp6.000.000

22

25/06/201

0

Db. Aset istishna’ dalam

penyelesaian

10.000.0

00

Db. Harga pokok istishna’65.000.0

00 Kr. Pendaptan

istishna’

75.000.00

0Ket:

Pendapatan

margin

= %

penyelesaian x

harga jual= (100%-50%) x

Rp150.000.000

= Rp75.000.000

Harga pokok

istishna

= % penyelesaian

x harga beli= (100%-50%) x

Rp130.000.000

= Rp65.000.000

Aset

isthisna’

dalam

penyelesaia

n

= % penyelesaian

- keuntungan

istishna’= (100%-50%) –

Rp20.000.000

= Rp10.000.000

Dasar dari pengakuan adalah laporan teknis

yang dijadikan dasar perusahaan untuk mengakui

pendapatan. Laporan teknis ini berupa laporan unit

kerja produksi atau unit kerja teknis terhadap

kondisi pekerjaan konstruksi yang dilakukan (unit

kerja akuntansi tidak dapat menyusun sendiri

laporan teknis karena masalah teknis berada diluar

domain legistimasi dari akuntan).

23

3. Penyajian

Menurut PAPSI 2013 (h.4.19-20), ketentuan

penyajian transaksi terkait jual beli dengan skema

istishna’ dalam laporan keuangan adalah sebagai

berikut:6

1. Uang muka istishna’ disajikan sebagai

liabilitas lainnya.

2. Uang muka kepada pemasok disajikan sebagai

aset lainnya.

3. Utang istishna’ disajikan sebesar tagihan

dari pemasuk yang belum dilunasi.

4. Aktiva istishna dalam penyelesaian

disajikan sebesar dana yang dibayarka Bank

kepada supplier.

5. Termin istishna’ disajikan sebesar jumlah

tagihan termin Bank kepada nasabah.

6. Piutang istishna’ disajikan sebesar jumlah

yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.

7. Margin istishna’ ditangguhkan disajikan

sebagai pos lawan piutang istishna’.

6 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba Empat, hal. 242

24

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Bai’ Istishna atau biasa disebut dengan istishna

merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan

pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan

persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan

(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat ,

shani’).

Pada Istishna’ paralel terdapat tiga pihak yang

terlibat, yaitu Bank, Nasabah dan Pemasok.

Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat

melakukanpembayaran atas tagihan pemasok selama masa

periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa

pembiayaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap

pembangunan baranng, makabank mendapatkan margin

dari jual harga jual akhir kepada nasabah

kemungkinan, bank mendapatkan pendapatan selain

margin berupa pendapatan administrasi.

Peran Bank Syariah dalam produk Bai’ Istishna’ ada

dua yaitu sebagai :

1. Transaksi Biaya Pra-Akad (Bank sebagai Penjual)

25

2. Pembuatan Akad Istishna’ Paralel dengan Pembuat

Barang (Bank sebagai Pembeli)

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 36 disebutkan bahwa

pembeli mengakui aset istishna’ sebesar jumlah

termin yang ditagih oleh penjual yang dalam hal ini

pembuat barang dan sekaligus mengakui utang

istishna’ kepada pembuat barang tersebut. Dijelaskan

lebih lanjut dalam PAPSI 2013 (h.4.18) bahwa tagihan

supplier kepada bank atas sebagian barang pesanan

yang telah diselesaikan diakui sebagai (aktiva

istishna’) dalam penyelesaian dan (utang istisna’)

sebesar tagihan supplier.

Pada istishna’ paralalel, terdapat dua metode

pengakuan pendapatan, yaitu metode persentase

penyelesaian dan metode akad selesai, pada metode

akad selesai, pengakuan pendapatan diakui setelah

barang selesai. Pengakuan pendapatan dibelakang

berlaku juga untuk metode persentase penyelesaian

dimana tidak terdapat alasan rasional yang kuat

untuk mengukur persentase penyelesaian (progres

pekerjaan atas barang yang dibangun).

Bank cenderung memilih penggunaan metode

persentase penyelesaian dan menyusun jadwal

pembayaran piutang dari nasabah yang besarnya

disesuaikan kemampuan arus kas nasabah. Hal ini akan

menghindari tiadanya pendapatan bank terlalu lama

26

yang ujungnya mengakibatkan bagi hasil untuk nasabah

deposan menurun atau rendah pada periode tersebut.

Termin istishna’ disajikan sebesar jumlah tagihan

termin Bank kepada nasabah.

Ketentuan penyajian transaksi terkait jual beli

dengan skema istishna’ dalam laporan keuangan telah

dijelaskan oleh PAPSI 2013 (h.4.19-20)

B. Kritik dan Saran

Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak

kekurangan baik secara penulisan maupun pemaparan

materi, maka dari itu penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun agar dikemudian

nanti makalh ini dapat disempurnakan. Semoga dengan

makalah yang sederhana ini dapat berguna bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

27

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Wiyono Slamet, Akutansi Perbankan

Syari’ah,Jakarta:Grasindo, 2006.

Nurhayati Sri, Akutansi Syri’ah Di Indonesia, Jakarta:

Salemba Empat, 2008.

  Sofyan S.Harahap,Wiroso, Muhammad Yusuf, Akutansi

Perbankan Syari’ah, Jakarta: LPFE-Usakti, 2006.

Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim

Abdurahim, Akuntansi Bank Syari’ah 2, Jakarta ; Salemba

Empat, 2013

http://esharianomics.com/esharianomics/akuntansi-

2/akuntansi-istisna/pengungkapan-dan-penyajian-

akuntansi-istishna/

28