Bab 1 fix rev Prof Darma
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Bab 1 fix rev Prof Darma
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kota Tua (Oude Binnenstad) bukan hanya menjadi
warisan fisik, melainkan representasi dari sebuah
peradaban (civilization) yang mencakup monumen dan
bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah. Kota
Tua Jakarta sebagai warisan sejarah kolonialisme,
memiliki nilai historis dan estetis pada bangunan-
bangunan tua yang menyimpan kehidupan Batavia yang
mulai dibangun awal abad XVII oleh VOC berkembang
hingga penjajahan Belanda abad XVIII hingga pertengahan
abad XX, masih berfungsi sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan, pelayanan dan jasa, menjadi satu dengan
perumahan dan pelabuhan lama.
Kawasan Kota Tua Jakarta saat ini kondisinya
termarjinalkan dan kumuh karena kurangnya perhatian
dari pemerintah (orde baru). Hal ini sebagai akibat
karena konsep yang tidak jelas tentang tata ruang kota
1
2
khusus untuk Kawasan Kota Tua Jakarta. Bangunan-
bangunan bersejarah banyak yang dihancurkan seperti
gedung cagar budaya Perusahaan Perdagangan Indonesia
(PPI) yang dibangun 1912, sebagian atap bangunan
runtuh. Gedung cagar budaya Dasaad yang kondisinya
memprihatinkan tanpa atap dan terancam roboh. Beberapa
bangunan lainnya mengalami kondisi yang serupa karena
penurunan permukaan tanah ditambah banyaknya kendaraan
berbeban berat yang melintas dilokasi berdirinya Menara
Syahbandar, dan Museum Bahari. Kedua bangunan ini
kondisinya rawan roboh karena sudah miring lima
derajat.1
Situasi Kawasan Kota Tua Jakarta dalam lima tahun
belakangan ini semakin memprihatinkan, pemerintah
berusaha keras menjadikan kawasan yang kaya akan
peninggalan bersejarah itu sebagai kota wisata budaya.
Hal-hal yang memprihatinkan adalah kepadatan penduduk,
1 Ana Shofiana Syatiri (ed), “Gedung Cagar Budaya Runtuh” diaksesdarihttp://megapolitan.kompas.com/read/2014/01/27/0740049/Gedung.Cagar.Budaya.Runtuh, pada tanggal 22Aapril 2015, pukul 10.15 WITA.
3
pengangguran, kriminalitas, penduduk miskin, dan tata
ruang kota (urban design) semua faktor ini dikarenakan
tingkat urbanisasi yang tidak terkendali. Fenomena
kemiskinan meningkat dari 3,55% di tahun 2013 menjadi
3,92% di tahun 2014 (BPS Pemprov DKI Jakarta tahun
2014). Hal ini berdampak baik langsung maupun tidak
langsung pada Kawasan Kota Tua Jakarta seperti
banyaknya lokasi kumuh, pedestrian dan halaman museum
yang beralih fungsi menjadi tempat pedagang kaki lima
atau pedagang asongan, premanisme, pengamen jalanan,
pengemis. Bagi wisatawan kondisi ini membuat tidak
nyaman dan menjadi tidak menarik untuk berkunjung
kekawasan Kota Tua yang telah ditetapkan pemerintah
menjadi kawasan yang dikonservasi.
Pada pemerintahan pasca reformasi pemerintah mulai
kembali memberikan perhatian pada Kawasan Kota Tua
dengan melakukan revitalisasi kawasan ini. Dampak
positif yang dirasakan seperti kemajuan fisik wilayah
dan masyarakat lokal, mencakup perbaikan infrastruktur,
aksesibilitas, maupun pelayanan publik, serta
4
menciptakan lapangan pekerjaan dan berkontribusi pada
pendapatan masyarakat lokal. Ini sebagai bentuk
tanggung jawab dari pemanfaatan Kawasan Kota Tua
sebagai salah satu destinasi tujuan wisata budaya atau
sejarah di kota Jakarta.
Reproduksi budaya masa lalu sebagai bentuk potret
budaya masa kini ditawarkan dalam pariwisata pusaka
budaya. Keterlibatan secara langsung wisatawan dengan
budaya setempat (lokal) yang merupakan pola konsumsi
wisatawan saat ini. Manifestasi posmodern dapat
diartikan sebagai perpaduan antara lokal dan global.
Kemampuan intelektual dipadukan dengan imajinasi
merupakan konsep wisatawan posmodern, wisatawan
menerima dan mengkomunikasikan pesan-pesan dan
membangun perasaannya terhadap tempat-tempat bersejarah
untuk menciptakan pencitraannya sendiri.
Rangkaian kompleks tentang kegiatan yang
berhubungan dengan produksi seringkali
dikonseptualisasikan sebagai pariwisata oleh masyarakat
di era posmodern. Perkembangan teknologi, khususnya
5
informasi dan komunikasi menjadi penanda era
posmodernisme, dimana dunia sangat dekat satu dengan
lainnya, sehingga banyak wisatawan melakukan perjalanan
wisata sesuai keinginan dan kecenderungan global,
dengan tujuan untuk mengetahui nilai-nilai sosial
tradisional dan semua yang berhubungan dengan masa lalu
sementara dalam dunia pariwisata posmodern, fantasi dan
realitas saling terkait menurut Nuryanti (dalam
Surbakti, 2008: 4).
Jakarta sebagai sebagai ibukota Republik
Indonesia, menjadi kota metropolitan bahkan
megapolitan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat
kegiatan ekonomi, dan sebagainya. Didominasi oleh
gedung-gedung pencakar langit, mal-mal besar, dan
bangunan-bangunan bersejarah lainnya merupakan ciri
fisik kota Jakarta. Jakarta pun memiliki sisi lain
dalam bentuk kawasan Kota Tua bersejarah. Kawasan Kota
Tua Jakarta, memiliki nilai sejarah hasil peradaban
masa lampau yang dapat dijadikan modal budaya seperti
bangunan-bangunan tua peninggalan zaman kolonial.
6
Sebagaimana ibukota negara lain juga memiliki
kawasan kota tua, seperti The Old Quarter Kota Tua Hanoi
di Vietnam suatu kawasan yang dipadati rumah-rumah yang
disebut “tunnel houses” rumah terowongan yang bentuknya
sempit dan memanjang, bangunan tua perpaduan arsitektur
kolonial dan cina, serta danau dan taman-taman.
Kota Tua Melaka di Malaysia dinobatkan menjadi
Kota Warisan Dunia (World Heritage City), oleh UNESCO pada
Juli 2008 lalu. Kota Tua Melaka terletak disebelah
Selatan kota Kuala Lumpur yang merupakan kota pesisir
pantai dan didominasi bangunan-bangunan tua bergaya
Eropa seperti Gereja Melaka, Menara Jam, dan air mancur
Victoria, serta ada museum di setiap celah kotanya.
Semua bangunan tua dicat warna merah tua dengan kondisi
teratur dan terawat dengan baik.2
Dam Square Kota Tua Belanda, kawasan yang tipikal
“alun-alun” Eropa luas dan terdapat monumen terletak
2 I Made Asdhiana (ed), “Melaka, Kecantikan Kota Tua dariSemenanjung Malaka” diakses darihttp://travel.kompas.com/read/2013/02/05/12295590/Melaka.Kecantikan.KotaTua.dari.Semenanjung.Malaka, pada tanggal 22 April 2014,pukul 21.20 WITA.
7
di depan istana kerajaan Belanda dan pusat perbelanjaan
(De Bijenkorf), banyak street performances dan atraksi memberi
makan burung-burung merpati. Beberapa kota-kota di
Indonesia juga memiliki kawasan kota tua, seperti kota
Semarang sebagai kota pesisir terbagi menjadi daerah
pecinan dan kauman, sementara kota Yogyakarta sebagai
kota dalam, Surabaya, Medan dan masih banyak lainnya.
Menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 34
tahun 2006 ditetapkan 846 hektar sebagai luas Kawasan
Kota Tua Jakarta. Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gedung
Arsip Nasional yang terletak di Jalan Gajah Mada
menjadi batas paling Utara dan Selatan. Masjid Tua yang
lokasinya di daerah Bandengan dan Bank BNI Kota menjadi
batas paling Barat dan Timur.
Kawasan Kota Tua Jakarta sudah ditata dalam
ketetapan pemerintah DKI Jakarta menjadi lima zonasi
yaitu zona Sunda Kelapa menjadi zona pertama dengan
karakteristik bahari, dan perkampungan-perkampungan
etnik, serta gudang-gudang. Zona kedua atau zona inti
mempunyai karakteristik bangunan-bangunan tua, dan zona
8
ketiga memiliki karakteristik perkampungan etnis Cina,
serta zona keempat difokuskan pengembangannya sebagai
pusat budaya religius kerena di kawasan ada didominasi
mesjid-mesjid tua. Zona terakhir disebut sebagai zona
peremajaan karena kawasan ini akan dijadikan pusat
bisnis. Visualisasi dan penjelasan Kawasan Kota Tua
dapat dilihat pada Gambar 1.1.
9
Keterangan Gambar:
1. Chartered Bank (Museum bank Mandiri)
2. Toko Merah3. Museum Sejarah Jakarta4. Museum Keramik5. Museum Wayang
6. Jembatan Pasar Ayam (Jembatan Kota Inten)
7. Gudang VOC8. Galangan Kapal VOC9. Menara Syah Bandar10. Museum Bahari
1
2
3
45
67
8
91
Zona 2/Zonainti
10
Gambar 1.1Kawasan Kota Tua dan Kawasan Zona 2
(Sumber: Tempat-tempat bersejarah di Jakarta, tahun1997)
Selama dua tahun belakangan ini pemerintah mulai
memperhatikan kembali kawasan Kota Tua Jakarta yang
selama ini hampir luput dari perhatian dimana gedung-
gedung tua banyak yang mulai hancur dan tidak terawat.
Bangunan tua dan museum merupakan persepsi kebanyakan
masyarakat tentang kawasan Kota Tua Saat ini. Di era
pemerintahan Presiden Jokowi kawasan Kota Tua Jakarta
mulai direvitalisasi dan melalui Kementrian Pariwisata
kawasan Kota Tua telah ditetapkan menjadi destinasi
wisata utama di Indonesia. Pemprov DKI Jakarta telah
pada tahun 2014 membuat konsorsium revitalisasi Kota
Tua Jakarta, yang akan menata ulang kawasan Kota Tua.
Revitalisasi mencakup semua aspek, mulai dari fisik
bangunan dan masalah sosial. Seluas 384 hektar
merupakan luas kawasan yang akan direvitalisasi mulai
tahun 2014 lalu.
Revitalisasi akan memakan waktu yang panjang dan
pengaktifan kegiatan-kegiatan di kawasan Kota Tua
11
Jakarta seperti wisata budaya, pengembangan ruang
terbuka hijau, pengembangan atraksi masyarakat ditepian
kawasan, serta aktivitas sehari-hari (pola hidup)
masyarakat yang berdomisili di kawasan Kota Tua
Jakarta.3 Banyaknya kegiatan-kegiatan yang saat ini
dilakukan di kawasan Kota Tua membuat pemerintah
mempercepat pelaksanaan revitalisasi kawasan KTJ
melalui Menteri Pariwisata, Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteri Badan Usaha Milik Negara sebanyak 80 bangunan
cagar budaya akan dipugar dan ditargetkan selesai pada
tahun 2016.4
Sebagai destinasi wisata pengembangan kawasan Kota
Tua secara spesifik akan ditinjau dari tiga aspek yaitu
aspek pariwisata, dan aspek budaya, serta nilai sejarah
yang dimilikinya. Pemprov DKI Jakarta akan bekerjasama
dengan para stakeholders seperti Kementrian Pariwisata,3 Fabian J K, diakses pada http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/07/1633570/Seluruh.Aspek.Kota.Tua.Jakarta.Direvitalisasi, tanggal 22 April 2015, pukul 23.15 WITA4 Hindra Liauw (ed), di akses pada http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/30/20241801/Revitalisasi.Fisik.Kota.Tua.Dipercepat?utm_source=news&utm_medium=bp-kompas&utm_campaign=related&, tanggal 22 april 2015, pukul 23.48 WITA.
12
PT. Pembangunan Kota Tua Jakarta, dan Jakarta Endowment
for Art and Heritage (JEROPAH) untuk menjadikan kawasan
Kota Tua sebagai kawasan wisata yang berkesinambungan
dan pusat kebudayaan selain tempat wisata sejarah dan
budaya.5
Berdasarkan hal tersebut, terkait dengan
pariwisata posmodern berkembang wacana untuk
mengembalikan fungsi lama dari kawasan Kota Tua Jakarta
sebagai destinasi wisata budaya dan sejarah serta
berbagai aspek sosial masyarakatnya dalam bentuk baru,
hal ini sejalan dengan tujuan dari revitalisasi yang
telah dan akan dilakukan oleh pemerintah khususnya
Pemprov DKI Jakarta. Dukungan dari banyak pihak seperti
pemerintah lewat Kementrian Pariwisata, Kementrian
Pekerjaan Umum, Kementrian BUMN, PT. Pembangunan Kota
Tua Jakarta (PKTJ), Jakarta Endowment for Art and
Heritage (JEROPAH), Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat,
5 Tri Wahyuni, diakses pada http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150204101946-269-29512/membangunkan-kota-tua-jakarta-dari-tidur-panjang/ tanggal 22 April 2015, pukul 22.50 WITA
13
tentunya akan mempermudah dan mempercepat terwujudnya
kawasan baru tersebut.
Kota Tua Jakarta telah ditetapkan sebagai nominasi
World Heritage Site oleh UNESCO untuk tahun 2016 yang akan
datang. Pencanangan Kota Tua Jakarta sebagai daya tarik
wisata utama Jakarta telah ditetapkan oleh Kementrian
Pariwisata melalui Surat Keputusan Menteri Pariwisata
(Kepmen) KM.02/PW.202/PM/2014, sebagai wujud nyata
keseriusan pemerintah untuk pengembangan kawasan ini.6
Melihat besarnya perhatian pemerintah terhadap
kawasan Kota Tua Jakarta, banyak fenomena-fenomena yang
akan timbul seiring dengan perkembangan informasi dan
teknologi yang semakin canggih. Salah satu fenomena
tersebut adalah pariwisata posmodern bagaimana modal-
modal yang dimiliki Kota Tua Jakarta direkayasa dan
dimanfaatkan menjadi suatu konsep wisata baru. Wisata
konvensional yang selama ini sangat dekat dengan apa
6 Rachmat Ogie Kurniawan, I Made Asdhiana (ed), di akses padahttp://travel.kompas.com/read/2015/02/04/140800227/UNESCO.Tetapkan.Kota.Tua.sebagai.Nominasi.World.Heritage.Site.?utm_source=news&utm_medium=bp-kompas&utm_campaign=related&, pada tanggal 22 April 2015, pukul 23.45.
14
yang disebut modernisme perlahan-lahan mulai bergeser
kearah kearifan lokal, dan berkelanjutan.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan yang disajikan
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
(1) Apa bentuk representasi pariwisata posmodern
Kawasan Kota Tua Jakarta?
(2) Bagaimana proses terbentuknya representasi
pariwisata posmodern Kawasan Kota Tua Jakarta?
(3) Pergulatan makna apa yang terjadi dengan
representasi pariwisata posmodern di Kawasan Kota
Tua Jakarta?
1. 3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk
mendeskripsikan tentang representasi pariwisata
posmodern yang memanfaatkan kawasan dan bangunan cagar
15
budaya bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai
sejarah yang tinggi (heritage tourism), peninggalan zaman
kolonial khususnya di Kawasan Kota Tua Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini dilakukan untuk
menemukan jawaban atas rumusan masalah tersebut di
atas, yakni sebagai berikut.
(1) Untuk mengetahui dan memahami bentuk representasi
pariwisata posmodern Kawasan Kota Tua Jakarta.
(2) Untuk mengetahui dan memahami proses terbentuknya
pariwisata posmodern Kawasan Kota Tua Jakarta.
(3) Untuk mengetahui dan memahami pergulatan makna
representasi pariwisata posmodern Kawasan Kota Tua
Jakarta.
1. 4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
wawasan dan cara pandang keilmuan terkait dengan
16
representasi pariwisata posmodern Kawasan Kota Tua.
Dengan demikian penelitian ini tidak saja terkait
dengan peta teoretis-konseptual kajian budaya, tetapi
juga berbagai bidang ilmu lain yang terkait secara
interdisipliner dengan permasalahan ini yaitu
pariwisata, ekonomi kreatif, sejarah, arsitektur,
kesenian (estetika), semiotik, urban planning, dan
sosiologi. Sebagai sebuah kesatuan cultural studies
penelitian saya kecenderungannya cukup tebal.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi
pemerintah, industri (pelaku pariwisata), dan
masyarakat sebagai kesatuan tiga pilar dalam
pariwisata. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan kebijakan. Bagi industri (pelaku pariwisata),
meningkatkan bisnis ekonomi pariwisata. Sedangkan bagi
masyarakat sendiri melalui penelitian ini diharapkan
dapat membangun partisipasi dan kesadaran (awareness)