ARSIP DPR - RI

369
PROSES PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELA VAN, PEMBUDI DA YA IKAN DAN PETAMBAK GARAM BUKU II * ** *** *** *** *** ** * JAKARTA ARSIP DPR - RI

Transcript of ARSIP DPR - RI

PROSES PEMBAHASAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN

PEMBERDA YAAN NELA VAN, PEMBUDI

DA YA IKAN DAN PETAMBAK GARAM

BUKU II

* **

*** *** *** *** **

*

JAKARTA

ARSIP D

PR - RI

BUKUII

RISALAH/PEMBAHASAN

A. RAPATKERJA

1. RAP AT KERJA TANGGAL 27 JANUARI 2016

2. RAP AT KERJA TANGGAL 1 FEBRUARI 2016

3. RAP AT KERJA TANGGAL 3 MARET 2016

B. PANJA

1. RAP AT PANJA TANGGAL 9 FEBRUARI 2016

2. RAPATPANJATANGGAL 10FEBRUARI2016

3. RAP AT PANJA TANGGAL 18 FEBRUARI 2016

4. RAP AT PANJA TANGGAL 29 FEBRUARI 2016

ARSIP D

PR - RI

-1-

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISIIV DPR Rl BIDANG PERTANIAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN, DEWAN KELAUTAN PERIKANAN SERTA PERUM BULOG

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke­

Jenis Rapat

Sifat Rapat

Dengan

Hari, Tanggal

Waktu

Tern pat

Ketua Rapat

Sekretaris Rapat Acara

Hadir Anggota Hadir Mitra Kerja

2015-2016

Ill

Rapat Kerja

T erbuka - T ertutup Menteri Kelautan dan Perikanan Rl, Menteri Keuangan Rl, Menteri Dalam Negeri Rl, dan Menteri Hukum dan HAM Rl Rabu, 27 Januari 2016 10.00 WIB

Ruang Rapat Komisi IV

EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.

Drs. Budi Kuntaryo 1 . Pengantar Ketua Rapat; 2. Penjelasan DPR Rl mengenai RUU tentang Perlindungan dan

Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam; Pandangan Presiden/Pemerintah mengenai RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam;

3. Pengesahan Jadwal Acara Pembahasan RUU tentang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam;

4. Pengesahan Mekanisme Pembahasan; dan 5. Penyerahan DIM RUU oleh Pemerintah kepada Komisi IV DPR

Rl. 41 dari 51 orang Anggota Komisi IV DPR Rl Menteri Kelautan dan Perikanan Rl, Menteri Keuangan Rl, Menteri Dalam Negeri Rl, dan Menteri Hukum dan HAM Rl, beserta jajarannya.

ANGGOTA KOMISIIV DPR-RI:

1. EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A 2. SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E.

ARSIP D

PR- R

I

-2-

3. lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si. 4. Drs. H. IBNU MULTAZAM 5. Drs. I MADE URIP, M.Si. 6. lr. MINDO SIANIPAR 7. ONO SURONO, S.T. 8. lr. EFFENDI SIANIPAR 9. H. YADI SRIMUL YADI 10. DRS. H.M. DARDIANSYAH 11. RAHMAD HANDOYO, S.Pi, MM 12.A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA 13.1R. H. AZHAR ROMLI, M.Si 14.1CHSAN FIRDAUS 15. FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H. 16. H. MOHAMMAD SURYO ALAM,AK,MBA 17.DELIA PRATIWI KARDINAL, S.AB 18.HJ. SANIATUL LATIVA 19. lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M. 20. LUTHER KOMBONG 21. H. 0.0. SUTISNA, S.H. 22. DRS. H. AND I NAWIR, MP 23. SUSI SYAHDONNA MARLENY BACHSIN, S.E., M.M. 24. Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A. 25. Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si. 26. VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos. 27. H. SYOFWATILLAH MOHZAIB, S.Sos. 28. lr. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P. 29. EKO HENDRO PURNOMO, S.Sos. 30.1NDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M. 31. HAERUDDIN, S. Ag., M.H. 32. H. CUCUN AHMAD SYAMSURIZAL, S.Ag. 33. DANIEL JOHAN 34. Drs. H. TAUFIQ ABDULLAH 35. H. ACEP DADANG RUHIAT, M.Si. 36. DR. HERMANTO, S.E., M.M. 37. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M. 38. Drs. H. AL MUZZAMMIL YUSUF, M.Si. 39. H. FADLI NURZAL, S.Ag. 40. Drs. FADHOLI 41.SYAMSUDIN SIREGAR, S.H.

ANGGOTA YANG IJIN :

1. VIVA YOGA MUL YADI, M.Si. 2. SUDIN 3. AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S. 4. HENKY KURNIADI 5. ROBERT JOPPY KARDINAL, S.Ab. 6. H. ROFI MUNAWAR, Lc. 7. Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si. 8. H. FANNY SAFRIANSYAH, SE. 9. SULAEMAN L. HAMZAH 10.H. HAMDAN!, S.lp.

ARSIP D

PR- R

I

-3-

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalaamu'a/aikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua, Om Swastiastu.

Yang terhormat Saudari Menteri Kelautan dan Perikanan beserta Jajarannya, Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili beserta Jajarannya, Saudara Menteri Keuangan atau yang mewakili beserta Jajarannya, Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili beserta Jajarannya, yang mewakili Presiden dalam pembahasan tingkat I atas Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam,

Sebelum memulai rapat ini perkenankan pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl mengucapkan turut berduka cita atas kepergian ananda lbu Menteri, Panji Hilmansyah Putra. Semoga Almarhum diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Aamiin.

Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati, serta Hadirin yang berbahagia,

Mengawali rapat hari ini pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa pada hari ini kita dapat mengadakan Rapat Kerja dalam keadaan sehat wal'afiat guna melaksanakan tugas DPR Rl yaitu bidang legislasi

Sesuai dengan jadwal acara rapat-rapat DPR Rl Masa Persidangan Ill Tahun Sidang 2015-2016 yang telah diputuskan dalam Rapat Konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR Rl tanggal 16 Desember 2015, keputusan Rapat Intern Komisi IV DPR Rl tanggal 13 Januari 2016 dan surat presiden Nomor R78/Pres/12/2015 tanggal 21 Desember 2015 hal penunjukan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam serta surat Wakil Ketua DPR Rl Korinbang Nomor PW/00614/DPR Rl/112016 tanggal 18 Januari 2016 perihal penugasan untuk membahas RUU pada hari ini, Rabu tanggal 27 Januari 2016, Komisi IV DPR Rl menyelenggarakan Rapat Kerja dengan 4 (empat) menteri yang ditugaskan oleh presiden dalam pembahasan tingkat I Rancangan Undang­Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Bapakllbu yang kami hormati,

Menurut laporan dari Sekretariat Komisi IV DPR Rl saat ini Rapat Kerja Komisi IV DPR Rl telah dihadiri dan ditandatangani oleh 27 Anggota dari 51 Anggota dan dihadiri 8 fraksi dari 10 fraksi. .Sesuai dengan ketentuan Pasal 246 dan Pasal 251 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR Rl, Rapat Kerja hari ini dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

ARSIP D

PR - RI

-4-

(RAPAT DIBUKA PUKUL 11.30 WIB)

Sebelum kami lanjutkan perkenankan kami memperkenalkan Anggota Komisi IV DPR Rl yang baru berpindah ke Komisi IV. Kami persilakan untuk memperkenalkan diri, Pak Azhar Romli. Langsung, Pak. Pakai ini, Pak. Pakai mic, Pak.

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Azhar Romli dari Fraksi Partai Golkar, pindah komisi.

KETUA RAPAT:

Dari Dapil Bangka Belitung, Fraksi Partai Golkar. Sesuai undangan Rapat Kerja hari ini dimulai Pukul 1 0.00. Tapi karena

beberapa hal kita baru mulai Pukul 11.30. Apabila belum selesai dapat dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan Tata Tertib DPR Rl pada Pasal 226 ayat (1) atau sesuai dengan kesepakatan bersama dengan acara sebagai berikut: 1. Pengantar Ketua Rapat; 2. Pengantar Musyawarah, Penjelasan Komisi IV DPR Rl terhadap RUU tentang

Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, Pandangan Pemerintah terhadap RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam;

3. Pengesahan Jadwal Acara Pembahasan; 4. Pengesahan Mekanisme Pembahasan; 5. Penyerahan DIM Pemerintah kepada Komisi IV DPR Rl; 6. Penutup.

Apakah acara tersebut dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Bapakllbu sekalian,

Untuk mempersingkat waktu, karena saya pikir juga penjelasan pengantar dari Pimpinan Rapat juga akan kurang lebih sama dengan penjelasan yang akan disampaikan oleh Pimpinan Panja, sehingga mungkin kami akan skip acara penjelasan pimpinan rapat, akan kami langsung berikan kesempatan kepada Pimpinan Panja untuk menjelaskan acara ini.

Kami persilakan.

WAKIL KETUA (lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.):

Bismil/aahirrahmaanirrahiim, Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang terhormat Saudara Menteri Kelautan dan Perikanan beserta seluruh Jajarannya, Saudara Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili beserta Jajarannya,

ARSIP D

PR - RI

-5-

Saudara Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili beserta Jajarannya, yang mewakili presiden dalam pembahasan Tingkat I Rancangan Undang­Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati; serta Hadirin yang berbahagia,

Puji dan syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Taala, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kita dapat melaksanakan Rapat Kerja hari ini dalam keadaan sehat wal'afiat guna melaksanakan salah satu tugas dan fungsi DPR dalam bidang legislasi.

Bapakllbu yang kami hormati,

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas perairan mencapai 3,25 juta Km2 atau sekitar 63% wilayah lndonesi dengan garis pantai sepanjang 95.181 Km. Oleh sebab itu potensi tersebut perlu di manfaatkan secara optimal untuk meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat pesisir pada khururnya melalui pengelolaan prikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengembangan usaha garam rakyat. Hal ini sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana salah satu tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Begitu pula dalam pembangunan kelautan dan perikanan, titik berat adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama para pelaku utamanya seperti nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Selama ini pelaku utama tersebut telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Potensi di sektor kelautan dan perikanan yang besar tersebut belum sepenuhnya sejalan dengan pemanfaatannya, dimana nilai manfaatnya bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih sangat rendah. Hal ini dipicu oleh permasalahan internal maupun eksternal. Permasalahan internal antara lain adalah tingkat pendidikan yang masih rendah, penguasaan teknologi, permodalan dan terkait kultur masyarakat, sedangkan permasalahan eksternal antara lain adalah illegal fishing, sistem pemasaran yang tidak mendukung, kesulitan mendapatkan akses kredit serta perubahan iklim. Hal ini menyebabkan perlunya negara hadir untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan bagi pelaku utama pemanfaatan potensi sumber daya laut dan perikanan.

Catatan kami di DPR saat ini undang-undang yang terkait dengan perikanan dan kelautan masih belum banyak mengatur mengenai perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, sehingga belum memberikan jaminan kepastian hukum, keadilan dan pemerataan pembangunan. Undang-undang tersebut antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan atas Perubahan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil atas Perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan; 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, karena di dalam

Undang-Undang Pangan yang baru termasuk sektor kelautan masuk di dalamnya;

ARSIP D

PR - RI

-6-

5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; dan

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan.

Bapakllbu yang kami hormati,

Berdasarkan pemikiran di atas untuk mewujudkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, maka Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menggunakan usul inisatif sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk membentuk Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Rancangan Undang-Undang tersebut bertujuan untuk melindungi dan memberdayakan dalam mengembangkan usaha, memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan, meningkatkan kemampuan dan kapasitas serta penguatan kelembagaan dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, berkelanjutan dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan, menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha, melindungi dari risiko bencana alam dan perubahan iklim dan memberikan perlindungan hukum dan keamanan di laut. Strategi perlindungan yang dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang ini dilakukan melalui: 1. Penyediaan prasarana perikanan dan pergaraman; 2. Kemudahan memperoleh sarana produksi perikanan dan pergaraman; 3. Jaminan kepastian usaha; 4. Jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidaya ikan dan pergaraman; 5. Penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; 6. Jaminan keamanan dan keselamatan; 7. Fasilitasi dan bantuan hukum bagi nelayan; dan 8. Pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman.

Sedangkan pemberdayaan dilakukan melalui: 1. Pendidikan dan pelatihan; 2. Penyuluhan dan pendampingan; 3. Kemitraan usaha; 4. Penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; 5. Kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi; dan 6. Penguatan kelembagaan.

Substansi penting dalam strategi perlindungan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam antara lain adanya jaminan risiko penangkapan ikan dan pembudidaya ikan atau usaha pergaraman dalam bentuk asuransi selain jaminan asuransi jiwa yang diberikan kepada nelayan kecil. Sedangkan hal penting yang dilakukan dalam pemberdayaan adalah fasilitasi pembiayaan dan permodalan bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil, termasuk ini yang selalu didukung oleh Komisi Perempuan yaitu termasuk perempuan dalam rumah tangga nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil. Fasilitasi tersebut dilakukan dengan: 1. Pinjaman modal untuk sarana dan prasarana produksi perikanan atau produksi

garam; 2. Pemberian subsidi bunga kredit program dan/atau imbal jasa lembaga

pembiayaan; dan/atau

ARSIP D

PR - RI

-7-

3. Pemanfaatan dana tanggung jawab sosial serta dana program kemitraan dari Bina Lingkungan Hidup dari badan usaha.

Hadirin yang kami hormati,

Pokok-pokok materi yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam terdiri atas 10 bab dan 78 pasal sebagai berikut: Bab I Ketentuan Umum Bab II Asas, Tujuan dan Lingkup Pengaturan Bab Ill Perencanaan Bab IV Perlindungan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam yang

terdiri dari:

BabV

BabVI

BabVII Bab VIII BabiX BabX

Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bagian Keempat Bagian Kelima

Bagian Keenam Bagian Ketujuh

Umum Prasarana Perikanan dan Pergaraman Sarana Produksi Perikanan dan Pergaraman Kepastian Usaha Jaminan Risiko Penangkapan lkan dan Pembudidaya lkan dan Usaha Pergaraman Penghapusan Praktik Ekonomi Biaya Tinggi Pengendalian lmpor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman

Bagian Kedelapan Jaminan Keamanan dan Keselamatan bagi Nelayan Bagian Kesembilan Fasilitas dan Bantuan Hukum Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam Bagian Kesatu Umum Bagian Kedua Pendidikan dan Pelatihan Bagian Ketiga Penyuluh dan Pendampingan Bagian Keempat Kemitraan Usaha Bagian Kelima Penyediaan Fasilitas Pembiayaan dan Permodalan Bagian Keenam Kemudahan Akses llmu Pengetahuan, Teknologi dan

Bagian Ketujuh lnformasi Kelembagaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Pe1ambak Garam

Pembiayaan dan Pendanaan Bagian Kesatu Umum Bagian Kedua Perbankan Bagian Ketiga Lembaga Pembiayaan Pengawasan Partisipasi Masyarakat Ketentuan Pidana Ketentuan Penutup

Hadirin yang berbahagia,

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan atas Rancangan Undang­Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam dengan harapan Rancangan Undang-Undang ini dapat segera dibahas dan dapat diselesaikan pada masa sidang ini, sehingga dapat diundangkan dan memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia, baik generasi sekarang maupun

ARSIP D

PR - RI

-8-

generasi yang akan datang, khususnya bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Atas perhatian dan kerja samanya diucapkan terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

PIMPINAN KOMISIIV DPR Rl WAKIL KETUA,

lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.

Selanjutnya penyerahan. Diserahkan dulu ke pemerintah.

(PENYERAHAN NASKAH PENJELASAN DARI KETUA PANJA KEPADA PEMERINTAH)

Selanjutnya kami persilakan lbu Menteri untuk menyampaikan pandangan dari pemerintah.

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN (SUSI PUDJIASTUTI):

Terima kasih.

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Sebelumnya saya ucapkan Bapak Ketua dan seluruh Anggota Komisi IV DPR Rl yang terhormat dan seluruh Jajaran KKP atas semua dukungan, simpati dan batuannya selama masa-masa meninggalnya anak saya sampai pemakamannya sekali lagi saya ucapkan terima kasih.

Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang terhormat, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau yang mewakili, para Pejabat dan Kementerian/Lembaga terkait, Hadirin semua yang saya hormati,

Mengawali pandangan pemerintah marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena atas rahmat dan hidayah-Nya kita dapat menghadiri Rapat Komisi IV DPR Rl dengan pemerintah pada hari ini dalam keadaan sehat wal'afiat.

Rapat kerja merupakan pelaksanaan salah satu tugas konstitusional yang sangat penting dan strategis dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Pada kesempatan ini saya menyampaikan banyak terima kasih dan apresiasi kepada Komisi IV DPR Rl yang telah menginisiasi penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

ARSIP D

PR - RI

-9-

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati,

Sebagaimana diketahui Bapak Presiden Republik Indonesia dengan surat Nomor R-78/Pres/12/2015 tertanggal 21 Desember 2015 telah menunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk bersama-sama maupun sendiri-sendiri guna mewakili presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam bersama dengan DPR Rl.

Agenda Rapat Kerja hari ini perkenankan saya sampaikan pandangan pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam telah disampaikan oleh Ketua DPR Rl kepada Presiden Republik Indonesia surat Nomor G/16059/DPR RI/X/2015 tanggal 21 Oktober 2015. Berkenaan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, kami akan menyampaikan beberapa hal terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang tersebut. 1. Dasar Filosofi Pengaturan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,

Pembudidaya lkan dan Petambak Garam; 2. Urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan

Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam; 3. lsu Strategis Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan

Petambak Garam.

Bapak Ketua Komisi IV DPR Rl dan Anggota yang saya hormati,

Dalam Rapat Kerja ini izinkan saya menyampaikan apresiasi atas penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam oleh DPR Rl mengingat acara tersebut sejalan dengan pembangunan perikanan yaitu meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi DPR yang kami hormati,

Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, perbolehkan saya menyampaikan dasar filosofis pengaturan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H menyebutkan:

1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;

2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan, perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan;

3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat;

4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

ARSIP D

PR - RI

-10-

Setiap orang dalam hal ini termasuk nelayan, pembudidaya dan petambak garam. Dengan demikian upaya perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagai upaya konkret negara, pemerintah dalam memenuhi hak dasar warga negaranya. Strategi pembangunan nasional dengan target utama penduduk miskin yang tinggal dan bekerja di sektor kelautan dan perikanan dapat berhasil meningkatkan produksinya melalui pemanfaatan sumber daya yang melimpah secara berkelanjutan atau ramah lingkungan, dimana bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara filosofi dapat kita simpulkan bahwa ada satu kepentingan untuk membuat kondisi yang kondusifdgn memberikan perlindungan dan pemberdayaan bagi para nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dalam melakukan usahanya, sehingga bebas atau terhindar dari berbagai permasalahan dalam meningkatkan kapasitas berbagai aspek yang menguntungkan mereka.

Bapak Ketua dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang saya hormati,

Pada kesempatan yang berharga ini saya ingin menyampaikan beberapa hal terkait urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Pertama, Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam sangat penting dalam memberikan payung hukum dalam pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan maupun petambak garam, sehingga bisa memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Yang kedua, Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam diharapkan dapat mewujudkan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam yang maksimal sesuai dengan target dan sasaran yang diharapkan. Sedikit menambahkan bahwa kemarin dalam rapat DNI dengan BKIPM dan Ratas terbatas kita juga sudah menyampaikan bahwa khusus perikanan tangkap itu masuk dalam daftar negative list untuk investasi baik oleh asing, Pak. Jadi barangkali itu bisa dimasukkan ke dalam salah satu Rancangan Undang­Undang. Karena ada kekhawatiran apa yang sudah kita punyai sekarang ini pertumbuhan 8,7, ikan berlimpah, tangkapan nelayan berlimpah, apabila asing diizinkan masuk ke dalam perikanan tangkap akan membuat penurunan kembali daripada pertumbuhan itu sendiri.

Ketiga, Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam diharapkan dapat menurunkan tingkat kemiskinan nelayan pembudidaya ikan dan petambak garam. Pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Keempat, pengaturan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam juga memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian usaha, termasuk keamanan dan keselamatan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Kelima, diharapkan dengan pengaturan perlindungan dan pemberdayaan ini untuk nelayan pembudidaya ikan dan petambak garam dapat pula meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup keluarganya melalui program pemberdayaan

ARSIP D

PR - RI

-11-

dengan adanya jaminan asuransi bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang saya hormati,

Selanjutnya pemerintah pada kesempatan ini memandang perlu untuk menyampaikan beberapa isu strategis terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam yang perlu mendapat perhatian dan pemikiran untuk dibahas bersama antara pemerintah dengan Pimpinan dan Anggota DPR Rl yang terhormat. Subyek hukum yang diberikan perlindungan dan pemberdayaan tadi sesuai dengan yang saya katakan untuk perikanan tangkap adalah memastikan bahwa asing tidak bisa masuk ke dalam perikanan tangkap. Untuk petani garam dipastikan aturan­aturan untuk impor garam dipastikan bahwa itu tidak merugikan daripada produktifitas petani garam, bahwa sudah seharusnya Departemen Perdagangan dan Departeme Perindustrian juga memikirkan bagaimana memajukan industri para petani garam, bukan hanya dari sisi impornya saja, jaminan risiko dalam menjalankan usahanya dalam bentuk asuransi, jaminan asuransi bagi nelayan kecil, pemberian subsidi, pembiayaan dan pendanaan serta pengenaan sanksi.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang saya hormati,

Demikian berapa hal pokok yang dapat saya sampaikan. Kiranya pandangan pemerintah dapat dijadian sebagai bahan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Untuk itu sekali lagi saya ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat Ketua, Wakil Ketua dan seluruh Anggota Komisi IV DPR Rl, disertai harpan Rancangan Undang-Undang dapat ditandatangani dan disahkan secara resmi menjadi undang-undang, sehingga kita dapat melaksanakan apa yang telah diamanatkan oleh undang-undang ini. Semoga Tuhan Yang maha Esa memberkati kita semua dan akhirnya sesuai dengan harapan kita, langkah kita semakin dekat kepada visi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera dan menjadikan laut masa depan bangsa.

Wassa/aamu'a/aikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 27 Januari 2016

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

SUSI PUDJIASTUTI

Terima kasih atas penyampaian pandangannya. Mungkin akan ada yang diserahkan ke kami?

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN PEMERINTAH DARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPADA KETUA RAPAT)

ARSIP D

PR - RI

-12-

Bapakllbu sekalian,

Saya pikir karena ini baru membahas tingkat I, jadi pembahasannya lagi nanti adalah di tingkat Panja, saya pikir kita tidak perlu buka pembahasan. Tapi yang paling penting ada dua hal yang harus kita sahkan hari ini yaitu jadwal acara dan mekanisme. Jadi sebelumnya akan saya bacakan jadwal acara. Saya pikir ternan­ternan sudah melihat, karena ini bagian daripada yang tidak bisa terpisahkan dari dokumen untuk kita sepakati dan kita sahkan sesuai dengan mekanisme, sehingga saya bacakan: 1. Rancangan jadwal acara pembahasan tingkat I Rancangan Undang-Undang

tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam Masa Persidangan Ill Tahun Sidang 2015-2016; 1) Rabu, 27 Januari 2016 Pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai akan ada

Rapat Kerja I. lni sudah dilaksanakan; 2) 28 sampai 29 Januari Komisi IV DPR Rl mempelajari DIM pemerintah; 3) Senin, 1 Februari 2016 Pukul 10.00 sampai dengan selesai Rapat Kerja

membahas DIM dan pembentukan Panitia Kerja; 4) Rabu sampai dengan Jumat, 3 sampai 5 Februari 2016 Panitia Kerja

melakukan FGD dengan 3 (tiga) perguruan tinggi di daerah; 5) Selasa sampai Kamis, 9 sampai 11 Februari 2016 Rapat Panitia Kerja

membahas DIM; 6) Kamis sampai Sabtu, 18 sampai 20 Februari 2016 Rapat Panitia Kerja

membahas DIM, membentuk Tim Perumus, Tim Kecil dan Tim Sinkronisasi; 7) Selasa sampai Kamis, 23 sampai 25 Februari 2016 Rapat Tim Perumus dan

Tim Kecil membahas DIM penyempurnaan redaksional; 8) Selasa sampai Kamis, 1 sampai 3 Maret 2016 Rapat Tim Sinkronisasi

menyelaraskan bab, pasal dan ayat RUU; 9) Senin, 7 Maret 2016 Pukul 13.00 Rapat Panitia Kerja laporan Tim Perumus,

Tim Kecil dan Tim Sinkronisasi. Kemudian Pukul 15.00 Rapat Kerja pengantar Pimpinan Rapat laporan Panitia Kerja pembacaan naskah RUU, pendapat akhir m1n1 sebagai sikap akhir fraksi dan presiden, penandatanganan naskah RUU, pengambilan keputusan untuk melanjutkan pada pembicaraan tingkat II.

10)Harapannya ini semua sudah kita capai. Paripurna yang terdekat. Kita masuk Bamus. Rapat Paripurna pengambilan keputusan diharapkan seminggu sebelum rapat reses.

Kira-kira garis besar yang ini mungkin ada masukan atau kita setujui? Karena ini semua kan sudah bagian daripada yang kita bahas.

Bapak/lbu sekalian, Bisa kita setujui? Pemerintah?

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN: Setuju.

KETUA RAPAT: Baik, berarti kita cocok. Kita ketok.

(RAPAT: SETUJU)

Baik.

ARSIP D

PR - RI

-13-

Bapak/lbu sekalian,

Selanjutnya saya akan membacakan mekanismenya. Mekanisme atau tata cara pembahasan tingkat I Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam Masa Persidangan Ill Tahun Sidang 2015-2016: I. Umum

A Mekanisme atau tata cara rapat pembahasan berfungsi sebagai pedoman umum dalam pembahasan materi muatan RUU;

B. Materi bahasan adalah daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diajukan oleh presiden atau pemerintah atas RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam;

II. Jenis-jenis rapat dalam pembicaraan tingkat I Tata Tertib Pasal140 A Rapat Kerja B. Rapat Panitia Kerja (Panja) C. Rapat Tim Perumus, Tim Kecil dan/atau Rapat Tim Sinkronisasi

Ill. Pimpinan dan keanggotaan rapat A Rapat Kerja:

1. Rapat Kerja dipimpin oleh Pimpinan Komisi IV DPR Rl dan pemerintah oleh menteri yang mewakili presiden

2. Keanggotaan Rapat Kerja adalah seluruh Anggota Komisi IV DPR Rl dan pihak pemerintah

B. Rapat Panitia Kerja 1. Rapat Panja dipimpin oleh salah seorang Pimpinan Komisi IV DPR Rl

dengan menteri yang diwakilkan oleh pejabat Eselon I yang membidangi materi RUU yang sedang dibahas

2. Keanggotaan Panja paling banyak separuh dari jumlah Anggota Komisi IV DPR Rl yang dibentuk oleh Komisi IV DPR Rl

C. Rapat Tim Perumus (Timus) 1. Rapat Tim Perumus dipimpin oleh salah seorang Pimpinan Panitia

Kerja dengan menteri yang diwakili oleh pejabat Eselon I yang membidangi materi RUU yang sedang dibahas

2. Keanggotaan Tim Perumus paling banyak dua per tiga dari jumlah Anggota Panitia Kerja

D. Rapat Tim Kecil (Timcil) 1. Rapat Tim Kecil dipimpin oleh salah seorang Pimpinan Panitia Kerja

dengan menteri yang diwakili oleh pejabat Eseon I yang membidangi materi RUU yang sedang dibahas

2. Keanggotaan Tim Kecil paling banyak dua per tiga dari jumlah Anggota Panitia Kerja

E. Rapat Tim Sinkronisasi (Timsin) 1. Rapat Tim Slnkronisasi dipimpin oleh salah seorang Pimpinan Panitia

Kerja dengan menteri yang diwakili oleh pejabat Eseon I yang membidangi materi RUU yang sedang dibahas

2. Keanggotaan Tim Sinkronisasi paling banyak dua per tiga dari jumlah Anggota Panitia Kerja

IV. Tugas A Rapat Kerja

1. Menyepakati jadwal acara rapat pembahasan pembicaraan tingkat I, pembahasan RUU serta waktu penyusunan dan penyerahan DIM Tatib Pasal141, sedang kita laksanakan.

ARSIP D

PR - RI

-14-

2. Membahas semua materi RUU sesuai dengan DIM Tata Tertib 144: a. DIM dari semua fraksi atau DIM dari pemerintah menyatakan

rumusan tetap langsung disetujui sesuai rumusan b. Penyempurnaan yang bersifat redaksional langsung diserahkan

kepada Tim Perumus c. Dalam hal substansi disetujui tetapi rumusan perlu disempurnakan

diserahkan kepada Tim Perumus atau dalam hal substansi belum disetujui, dibahas lebih lanjut dalam Rapat Panitia Kerja.

B. Rapat Panitia Kerja (Panja), Tatib Pasal146 1. Membahas substansi RUU atau materi lain yang diputuskan dalam

Rapat Kerja 2. Membahas substansi RUU berdasarkan DIM 3. Dapat membentuk Tim Perumus, Tim Kecil dan/atau Tim Sinkronisasi 4. Panitia Kerja bertanggung jawab dan melaporkan hasil kerjanya pada

Rapat Kerja C. Rapat Tim Perumus (Timus), Pasal147

1. Merumuskan materi RUU sesuai dengan keputusan Rapat Kerja dan Rapat Panitia Kerja

2. Tim Perumus bertanggung jawab dan melaporkan hasil kerjanya pada Rapat Panitia Kerja

D. Rapat Tim Kecil, Tatib Pasal148 1. Merumuskan materi RUU konsideran Menimbang dan penjelasan

umum atau sesuai dengan keputusan Rapat Kerja 2. Tim Kecil bertanggung jawab dan melaporkan hasil kerjanya pada

Rapat Panitia Kerja E. Rapat Tim Sinkronisasi (Timsin), Tatib Pasal149

1. Menyelaraskan rumusan RUU dengan memperhatikan keputusan Rapat Kerja, Rapat Panitia Kerja dan hasil rumusan Tim Perumus

2. Hasil Tim Sinkronisasi dilaporkan dalam Rapat Panitia Kerja untuk selanjutnya diambil keputusan

V. Pengambilan Keputusan, Tatib Pasal 150 1. Pengambilan keputusan RUU dalam Rapat Kerja dilaksanakan

berdasarkan muyawarah untuk mencapai mufakat. 2. Pengambilan keputusan dapat dilaksanakan apabila dihadiri oleh lebih

dari separuh jumlah Anggota rapat yang terdiri atas lebih dari separuh unsur fraksi.

3. Apabila dalam Rapat Panitia Kerja tidak dicapai kesepakatan atas suatu atau beberapa rumusan RUU, permasalahan dilaporkan dalam Rapat Kerja untuk selanjutnya diambil keputusan.

4. Apabila dalam Rapat Kerja tidak tercapai kesepakatan atau suatu atau beberapa rumusan Rancangan Undang-Undang, pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR setelah terlebih dahulu dilakukan pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada angka 1.

VI. Lain-lain A. Fraksi dan pemerintah diberi kesempatan untuk menyampaikan

pendapatnya dua putaran. Apabila dalam dua putaran belum mendapat persetujuan atau kesepakatan, maka Rapat Kerja memutuskan dibahas lebih lanjut oleh Panitia Kerja. Apabila sifatnya substansi dan apabila sifatnya redaksional, pembahasan lebih lanjut oleh Tim Perumus.

B. Selama pembahasan RUU didampingi atau dihadiri oleh legal drafter atau ahli perundang-undangan dari Sekretariat Jenderal DPR Rl dan dari

ARSIP D

PR - RI

-15-

pemerintah serta ahli bahasa dan Sekretariat Negara untuk mendapatkan masukan terhadap RUU yang sedang dibahas.

C. Dalam pembicaraan tingkat I dapat dilakukan mekanisme lain sepanjang disepakati oleh Pimpinan dan Anggota rapat.

Jakarta, 27 Januari 2016

PIMPINAN KOMISI IV DPR Rl

Bapakllbu sekalian, lni kira-kira mekanisme yang saya pikir sudah lumrah dan lazim. Mungkin ada

tambahan? Tapi kalau sudah tidak ada kita sepakati, kita setujui. Mungkin sebelumnya kami berikan ke pemerintah.

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Menyetujui, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, kita ambil keputusan. Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Alhamdulillaahirobbil'alamiin. Berarti rapat lebih cepat dari perkiraan.

Saudara Menteri, Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati,

Dengan demikian berakhir sudah Rapat Kerja hari ini. Sebelum kami menutup rapat, kami mengingatkan kepada Kapoksi Komisi IV DPR Rl untuk segera menyampaikan nama-nama Anggota Panitia Kerja dan diserahkan kepada Sekretariat Komisi IV DPR Rl paling lambat hari Senin, 1 Februari 2016 sebelum Rapat Kerja dengan komposisi sebagai berikut: 1. Pimpinan 5 orang 2. Fraksi PDI Perjuangan 5 orang 3. Fraksi Partai Golkar 4 orang 4. Fraksi Partai Gerindra 3 orang 5. Fraksi Partai Demokrat 2 orang 6. Fraksi Partai Amanat Nasional 1 orang 7. Fraksi PKB 2 orang 8. Fraksi PKS 2 orang 9. Fraksi PPP 1 orang 10. Fraksi Partai Nasdem 1 orang 11. Fraksi Partai Hanura 1 orang

sehingga berjumlah 27 orang. Ya salah, dikoreksi, PAN 2 orang. Maaf, ini salah ketik. Nanti coba dihitung ulang. Untuk Panitia Kerja pemerintah sepenuhnya kami serahkan kepada pemerintah. Selanjutnya dipersilakan kepada pemerintah diwakili oleh Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan kata penutup pada Rapat Kerja hari ini.

ARSIP D

PR - RI

-16-

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Bapak Ketua dan Wakil Ketua yang saya hormati, Seluruh Anggota Komisi IV DPR Rl yang saya hormati,

Saya berharap Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam itu bisa diselesaikan pada Rapat Kerja tanggal 7 Maret 2016, bisa diselesaikan sesuai dengan rencana musim sidang tahun ini juga, masa sidang tahun ini.

Terima kasih.

Akhirul Kalam, Wassa/aamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Bapakllbu sekalian,

Dengan demikian berakhir sudah acara kita pagi hari ini. Kita masih ada Rapat Kerja satu lagi dengan Menteri KKP dalam materi tentang pengawasan dan pagu anggaran tahun 2016 serta hasil pengawasan BPK. lni nanti kita ak'an terjadi diskusi. Mudah-mudahan tidak terlalu lama juga rapat kita hari ini. Kita setujui apakah kita break sampai Pukul 13.00 atau Pukul 14.00 atau Pukul 15.00 atau kita lanjut?

Anggota:

lstirahat dulu, Ketua. Makan siang dan shalat.

KETUA RAPAT:

Baik, kalau begitu sesuai jadwal kita lanjutkan Pukul 13.00. Dengan ini rapat pertama kita tutup. Alhamdulil/aahirobbil'a/amiin.

Wabillaahit Taufiq Wal Hidayah, Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua, Om Shanti Shanti Shanti Om.

(RAP AT DITUTUP PUKUL 12.15 WIB) An. Ketua Rapat, Sekretaris Rapat

Drs. Budi Kuntarvo NIP.196301221991031001

ARSIP D

PR - RI

-1-

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISIIV DPR Rl BIDANG PERTANIAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, KELAUTAN DAN

PERIKANAN, DEWAN KELAUTAN PERIKANAN SERTA PERUM BULOG

Tahun Sidang Mas a Persidangan Rapat ke-

Jenis Rapat

Sifat Rapat

Dengan

Haril Tanggal

Waktu

Tempat

Ketua Rapat

Sekretaris Rapat Acara

Hadir Anggota Hadir Mitra Kerja

2015-2016

Ill

Rapat Kerja

Terbuka - Tertutup Menteri Kelautan dan Perikanan Rll Menteri Keuangan Rll Menteri Dalam Negeri Rl I dan Menteri Hukum dan HAM Rl Seninl 1 Februari 2016 10.00 WIB

Ruang Rapat Komisi IV

EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.

Drs. Budi Kuntaryo 1. Pembahasan Daftar lnventarisasi Masalah; dan 2. Pembentukan Panja Pembahasan RUU tentang Perlindungan dan

Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

41 dari 51 orang Anggota Komisi IV DPR Rl Menteri Kelautan dan Perikanan Rll Menteri Keuangan Rll Menteri Dalam Negeri Rll dan Menteri Hukum dan HAM Rll beserta jajarannya.

ANGGOTA KOMISIIV DPR-RI:

1. EDHY PRABOWOI M.M. 1 M.B.A 2. SITI HEDIATI SOEHARTOI S.E. 3. lr. H. E. HERMAN KHAERONI M.Si. 4. Drs. H. IBNU MUL TAZAM 5. SUDIN 6. Drs. I MADE URIP I M.Si.

ARSIP D

PR - RI

-2-

7. lr. EFFENDI SIANIPAR 8. H. YADI SRIMULYADI 9. DRS. H.M. DARDIANSYAH 10. RAHMAD HANDOYO, S.Pi, MM 11. AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S. 12. HENKY KURNIADI 13. ROBERT JOPPY KARDINAL, S.Ab. 14.A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA 15.1R. H. AZHAR ROMLI, M.Si 16.1CHSAN FIRDAUS 17. H. MOHAMMAD SURYO ALAM,AK,MBA 18.DELIA PRATIWI KARDINAL, S.AB 19. HJ. SANIATUL LATIVA 20. lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M. 21. LUTHER KOMBONG 22. H. 0.0. SUTISNA, S.H. 23. DRS. H. ANDI NAWIR, MP 24. SUSI SYAHDONNA MARLENY BACHSIN, S.E., M.M. 25. Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A. 26. INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M. 27. HAERUDDIN, S. Ag., M.H. 28. H. CUCUN AHMAD SYAMSURIZAL, S.Ag. 29. DANIEL JOHAN 30. Drs. H. TAUFIQ ABDULLAH 31. H. ROFI MUNAWAR, Lc. 32. DR. HERMANTO, S.E., M.M. 33. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M. 34. H. FADLI NURZAL, S.Ag. 35. Drs. FADHOLI 36. SULAEMAN L. HAMZAH 37. H. HAMDANI, S.lp. 38. SYAMSUDIN SIREGAR, S.H.

ANGGOTA YANG IJIN :

1. VIVA YOGA MUL YADI, M.Si. 2. lr. MINDO SIANIPAR 3. ONO SURONO, S.T. 4. FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H. 5. Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si. 6. VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos. 7. H. SYOFWATILLAH MOHZAIB, S.Sos. 8. lr. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P. 9. EKO HENDRO PURNOMO, S.Sos. 10. H. ACEP DADANG RUHIAT, M.Si. 11. Drs. H. AL MUZZAMMIL YUSUF, M.Si. 12. Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si. 13. H. FANNY SAFRIANSYAH, SE.

ARSIP D

PR - RI

-3-

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Bisa kita mulai, lbu Menteri?

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua.

Yang terhormat Saudara Menteri Kelautan dan Perikanan beserta Jajarannya, Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili beserta Jajarannya, Yang terhormat Saudara Menteri Keuangan yang dalam hal ini diwakili oleh Wakil Menteri Keuangan beserta Jajarannya, Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili, diwakilkan oleh Staf Ahli beserta Jajarannya, Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati, serta Hadirin yang berbahagia,

Mengawali rapat pagi hari ini pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa pada hari ini kita dapat mengadakan Rapat Kerja dalam keadaan sehat wal'afiat guna melaksanakan tugas DPR Rl yaitu bidang legislasi.

Sesuai dengan jadwal acara rapat DPR Rl Masa Persidangan Ill Tahun Sidang 2015-2016 yang telah diputuskan dalam Rapat Konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR Rl tanggal 16 Desember 2015, keputusan Rapat Intern Komisi IV DPR Rl tanggal 13 Januari 2016 serta keputusan Rapat Kerja tanggal 27 Januari 2016 pada hari ini, Senin, 1 Februari 2016 Komisi IV DPR Rl menyelenggarakan Rapat Kerja dengan 4 (empat) menteri yang ditugaskan oleh presiden dalam rangka pembahasan tingkat I Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Bapakllbu yang kami hormati,

Menurut laporan dari Sekretariat Komisi IV rapat pada hari ini baru dihadiri oleh 12 Anggota dan 7 fraksi. Secara fraksi memang sudah kuorum. Namun demikian sesuai dengan Tata Tertib kita mengikuti Tata Tertib dulu, kita buka kemudian kita skors sambil menunggu kelengkapan. Mungkin kita cukup skors 5 menit, sehingga setelah itu kita bisa lanjutkan, karena setelah itu tanpa kehadiran lengkap Anggota bisa melaksanakan acara sesuai dengan ketentuan. Apakah ini bisa kita sepakati? Jadi rapat kita buka dan langsung kita skors. lbu Menteri setuju?

MENTER! KELAUTAN DAN PERIKANAN (SUSI PUDJIASTUTI):

Setuju.

ARSIP D

PR - RI

-4-

KETUA RAPAT:

Dengan ini rapat kami buka dan sekaligus diskors 5 menit.

(RAPAT DIBUKA UNTUK DISKORS PUKUL 10.40 WIB)

KETUA RAPAT:

Sesuai dengan kesepakatan kita rapat kita lanjutkan.

(SKORS DICABUT PUKUL 10.50 WIB)

Sesuai undangan Rapat Kerja hari ini dimulai Pukul 10.00 WI B. Sekarang kita sudah memasuki Pukul 1 0.50. Apabila bel urn selesai dapat dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan Tata Tertib DPR Rl pada Pasal 226 ayat (1) dan/atau sesuai dengan kesepakatan bersama dengan acara sebagai berikut: 1. Pembahasan DIM 2. Pembentukan Panitia Kerja.

Apakah acara tersebut dapat kita setujui? Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

Saudara Menteri, Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl serta Hadirin yang kami hormati,

Dari hasil inventarisasi DIM yang ada kami ingin meminta persetujuan dalam Rapat Kerja hari ini adalah sebagai berikut: Jumlah DIM sebanyak 454 dengan rincian: 1. Konsideran Menimbang dan Mengingat sebanyak 3 DIM 2. DIM tetap, kosong dan strip sebanyak 239 DIM 3. DIM perubahan, DIM usulan baru dan DIM dihapus sebanyak 212 DIM.

Sesuai dengan mekanisme pembahasan yang telah disetujui atau disahkan pada Rapat Kerja tanggal 27 Januari 2016 bahwa:

1. Konsideran Menimbang, Mengingat berjumlah 3 DIM dibahas lebih lanjut oleh Tim Kecil yaitu DIM Nomor 2, 4 dan 7.

2. DIM tetap, kosong dan strip langsung disetujui oleh Rapat Kerja berjumlah 239 DIM. DIM dimaksud adalah seperti dalam lampiran, DIM Nomor 1 sampai 45, ini nomornya tidak berurut.

Apakah ini bisa kita setujui bersama? Ternan-ternan Anggota? lbu Menteri?

MENTER! KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Setuju, Pak.

ARSIP D

PR - RI

-5-

KETUA RAPAT:

Dari Menteri Hukum dan HAM? Pakai ini, Pak. Pakai mic, Pak.

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM:

Setuju, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Dari Menteri Dalam Negeri?

KEMENTERIAN DALAM NEGERI:

Setuju, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Dari Menteri Keuangan?

KEMENTERIAN KEUANGAN:

Setuju, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, dengan demikian persetujuan Nomor 1 239 DIM kita setujui.

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya rumusan RUU yang pembahasannya diserahkan kepada Panitia Kerja (Panja) berjumlah 212 DIM dengan rincian: a. Perubahan substansi 94 DIM b. Perubahan redaksional 34 DIM c. Usulan baru 43 DIM d. DIM yang dihapus 41 DIM.

DIM yang dimaksud sudah dalam lampiran ini. Apakah kita bisa langsung mengambil persetujuan bahwa nanti akan dibahas dalam Rapat Panja tim undang-undang?

MENTER! KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Setuju, Pak.

ARSIP D

PR - RI

-6-

KETUA RAPAT:

Setuju? Ternan-ternan? Pak Menteri KUMHAM?

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM:

Setuju, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Menteri Dalam Negeri?

KEMENTERIAN DALAM NEGERI:

Setuju, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Menteri Keuangan?

KEMENTERIAN KEUANGAN:

Setuju, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, Teman-teman. Kita ambil persetujuan terhadap putusan Nomor 2 ini.

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya untuk membahas substansi materi RUU perlu dibentuk Panitia Kerja. Sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati jumlah Anggota Panitia Kerja adalah separuh (50%) dengan nama Anggota Panitia Kerja Komisi IV DPR Rl sebagai berikut:

1. Pimpinan: Edhy Prabowo, M.M., M.B.A. Siti Hediati Soeharto, S.E. Jr. E. Herman Khaeron, M.Si. Viva Yoga Mauladi, M.Si. Drs. H. lbnu Multazam

2. Fraksi PDI Perjuangan Sud in Drs. I Made Urip lr. Minda Sianipar Ono Surono, S.T. lr. Effendi Sianipar

ARSIP D

PR - RI

-7-

3. Fraksi Partai Golkar A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra, M.H. lr. H. Azhar Romli lchsan Firdaus Firman Soebagyo, S.E., M.H.

4. Fraksi Partai Gerindra lr. K.R.T. H. Darori Wonodipuro, M.M. Luther Kombong Susi Syahdona Marleny Bachsin, S.E., M.M.

5. Fraksi Partai Demokrat Vivi Sumantri Jayabaya, S.Sos. lr. H. Muhammad Nasyit Umar, S.P.

6. Fraksi PAN Haerudin, S.Ag. Indira Chunda Thita Syahrul, S.E., M.M.

7. Fraksi PKB Daniel Johan H. Acep Adang Ruhiat, M.Si.

8. Fraksi PKS H. Rofi Munawar, Lc. H. Andi Akmal Pasludin, S.P., M.M.

9. Fraksi PPP Drs. H. Zainut Tauhid Saadi

10. Fraksi Partai Nasdem Drs. H. Fadholi

11. Fraksi Partai Hanura Samsudin Siregar

12. Pimpinan Panja lr. E. Herman Khaeron, M.Si.

Perlu kami beritahukan sesuai dengan jadwal pembahasan RUU yang telah disetujui atau disepakati, Panitia Kerja mulai melakukan pembahasannya tanggal 9 sampai dengan 11 Februari 2016.

ARSIP D

PR - RI

-8-

Saudara Menteri, Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati,

Sebelum melanjutkan saya akan tanyakan kepada ternan-ternan fraksi. Mungkin nama-nama yang tadi disebutkan akan ada perubahan atau tidak. Kalau tidak berarti sudah kita sahkan sebagai Anggota Panja.

Bapak mau? Silakan.

WAKIL KETUA (lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.):

Terima kasih, Pak Ketua. Sebelum mengakhiri rapat penetapan terhadap pasal-pasal yang akan dibahas

dan penetapan Panja, saya ingin mengingatkan Saudara Menteri Kelautan dan Perikanan berkaitan dengan apa yang disampaikan di rapat sebelumnya dan formal di penyampaian DIM yaitu meminta satu pasal yang nanti akan kita bahas untuk menutup di Perikanan Tangkap agar asing tidak masuk. Biasanya pasal ini mendapatkan sorotan di BKPM. Di dalam Ampres tidak disebutkan BKPM masuk dalam pembahas. Jadi berkaitan dengan pasal itu sebaiknya kami meminta untuk BKPM dilibatkan, sehingga penetapan terhadap pasal yang saya kira ini juga biasanya BKPM agak keberatan tentu bisa paripurna kita putuskan. Tetapi prinsipnya semua bisa kita jalankan di Panja. Tapi pada pengambilan keputusan terhadap hal-hal yang strategis tentu dilibatkan dari seluruh stakeholder pemerintah yang ada.

Terima kasih.

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN (SUSI PUDJIASTUTI):

Sedikit mungkin interupsi, Pak. Sudah ada DNI, Pak. Jadi BKPM sudah menginikan daftar negative list dan itu

sudah masuk. Jadi pemerintah sudah resmi memasukkan Perikanan Tangkap itu negative list dari investor asing. Seperti itu, Pak. Jadi apakah masih perlu mengundang BKPM, saya tidak melihat itu. Karena BKPM sudah mengeluarkan DNI tadi, Pak. Jadi sudah ada di DNI-nya, Pak.

WAKIL KETUA (lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.):

Kami paham, lbu berulang kali juga menyampaikan di daftar negative list. Tapi keputusan pemerintah itu kan kadang-kadang berubah, sesuai dengan keputusan Sidang Kabinet atau directed-nya presiden, sehingga pada waktu mengambil keputusan batang tubuh ini, ini supaya paripurna saya kira dilibatkan dalam pembahasannya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, kalau sudah tidak ada lagi, dengan demikian berakhir sudah Rapat Kerja hari ini. Bila tidak ada lagi hal-hal yang perlu dibahas kami akan menutup rapat ini.

Dengan mengucap Alhamdulil/aahirobbil'alamiin Rapat Kerja Komisi IV DPR Rl dengan pemerintah dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Dalam

ARSIP D

PR - RI

-9-

Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM dalam rangka pembahasan tingkat I Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam kami akhiri.

Wabillaahi Taufiq Waf Hidayah, Wassalaamu 'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, Om Shanti Shanti Shanti Om.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 11.00 WIB)

An. Ketua Rapat, Sekretaris Rapat

Drs. Budi Kuntaryo NIP.196301221991031001

ARSIP D

PR - RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH PANJA RUU PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUOIDAYA

IKAN DAN PETAMBAK GARAM

Tahun Sidang Mas a Persidangan Rapat ke-

Jenis Rapat

Hari, Tanggal

Waktu

Tempat

2015-2016

Ill

Rapat Panja

Selasa, 9 Februari 2016

14.00 WIB- 22.00 WIB

Ruang Rapat Wisma DPR Rl Griya Sabha Kopo Cisarua, Bogor

lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI

Drs. Budi Kuntaryo

1

Ketua Rapat

Sekretaris Rapat Acara Pembahasan RUU Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan,

Pembudidayaan lkan, dan Petambak Garam Hadir 19 dari 28 Anggota Panja.

Mitra Kerja Pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM)

ANGGOTA KOMISI IV DPR-RI :

1. EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A 2. SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E. 3. lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si. 4. SUDIN 5. lr. MINDO SIANIPAR 6. ONO SURONO, S.T. 7. lr. EFFENDI SIANIPAR 8. IR. H. AZHAR ROMLI 9. ICHSAN FIRDAUS 1 O.lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M. 11. LUTHER KOMBONG 12.SUSI SYAHDONNA MARLENY BACHSIN, S.E., M.M. 13.VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos. 14.1r. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P. 15.1NDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.

ARSIP D

PR - RI

16. HAERUDDIN, S. Ag., M.H. 17. DANIEL JOHAN 18.H. ROFI MUNAWAR, Lc. 19. Drs. FADHOLI

ANGGOTA YANG IJIN : 1. VIVA YOGA MAULADI, M.Si 2. DRS. H. IBNU MULTAZAM 3. DRS. I MADE URIP, M.Si 4. FIRMAN SOEBAGYO, SE, MH 5. AA. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA 6. H. ACEP ADANG RUHIAT, M.Si 7. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, SP, MM 8. DRS. H. ZAINUT TAUHID SAADI, M.Si 9. SAMSUDIN SIREGAR, SH

2

ARSIP D

PR - RI

3

JALANNYA RAPAT

KETUA RAPAT/F-PD (lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI):

Supaya ada hal yang tentu kita bisa bahas dan bukan berarti kita tidak kuorum, sudah lima fraksi hadir hari ini dan tiga pimpinan sudah hadir juga sehingga kita bisa memulai tentu dengan mekanisme dan tata cara. Keputusan mutlak nanti kita di Rapat Kerja dengan Menteri itu merupakan keputusan final di Panja, tentu ini adalah tim yang merumuskan terhadap pasal-pasal atau Daftar lnventarisasi Masalah antara Panitia Kerja dari DPR dengan Panitia Kerja dari pemerintah dan perumusan ini nanti kita akan bawa ke berbagai tingkatan rapat baik itu di Timus maupun di Timsin, kemudian kita akan ambit keputusan didalam Rapat Kerja.

Bapak dan lbu sekalian.

Sebelum kami membuka rapat, rencana terhadap jadwal acara Rapat Kerja Komisi IV dengan Pemerintah mengenai pembahasan Tingkat I Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan lkan, Petambak Garam di Wisma Cikopo ini akan berlangsung dari hari ini Selasa sampai dengan hari Kamis, tentu nanti kita akan sesuaikan dengan keputusan forum Panja apakah ada tim lain yang kita bisa bentuk sehingga bisa menselaraskan terhadap perbedaan baik itu redaksional maupun substantif yang tentu nanti kita bahas dalam perjalanannya.

Saya umumkan hari ini Selasa tanggal 9 rencana jam 12.00 dimulai tapi jam tangan saya menunjukkan jam 14.45 sehingga agak mundur dari jam yang ditetapkan didalam jadwal ini kemudian kita akan break untuk shalat, istirahat, dan makan malam nanti di jam 17.30 kita melanjutkan lagi jam 19.30 sampai 23.30. Bagi yang baru turut membahas Undang-undang ya inilah jadwal kebiasaan sehingga banyak anggota DPR kalau di Paripurna sering tertidur, sering ngantuk karena memang rapatnya sampai jam 23.30 disini.

Kemudian hari Rabu kita mulai lagi besok jam 07.00 sarapan, jam 09.00 kita melanjutkan rapat yang tertunda dimalam hari kemudian jam 12.00 shalat, istirahat dan makan siang, kemudian jam 13.00 melanjutkan rapat sampai jam 17.00 istirahat dan kita melanjutkan jam 09.30 sampai jam 23.30 besok.

Kemudian hari kita memulai jam 07.00 sarapanm jam 09.00 melanjutkan rapat, jam 12.00 check out, dan minggu depan kami jadwalkan kembali untuk rapat Panja. Perlu menjadi catatan kita bersama bahwa kami akan masuk masa Reses 12 Maret sehingga ada semangat, mudah-mudahan semangat dan spirit-nya sama tanggal 11 kita akan mengakhiri kerja Rancangan Undang-undang ini. Mudah­mudahan sebelum tanggal 11 Maret sudah ditetapkan menjadi Undang-undang di Paripurna.

Baik, saya kira ada usulan tentang jadwal? Belum dibuka pak rapatnya. Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

ARSIP D

PR - RI

4

Bapak dan lbu Komisi IV, Pimpinan, dan seluruh Panja Pemerintah.

Mengawali rapat ini tentu dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim maka rapat saya nyatakan dibuka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.50)

Apakah kita langsung melanjutkan Rapat Panja ini ataukah kita skors supaya mekanisme tata persidangan kita lalui selama lima menit untuk menunggu sampai yang lain hadir dan kita sepakati untuk kuorum fraksi karena kalau kuorum anggota kelihatannya di Rapat Panja agak sulit sehingga kita masuk dalam rapat kuorum fraksi. Ada usulan diskors atau lanjut? Skors lima menit dulu ya?

(RAPAT DISKORS)

Lima menit sudah berlalu. Skors saya cabut.

(SKORS DICABUT)

Yang kami hormati Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IV, Saudara Pimpinan Panja dan Anggota Panja Pemerintah.

Saya kira sebelum memulai acara sedikit memperkenalkan wakil pemerintah karena Panja ini harus lebih dekat, nanti kami perkenalkan juga dari komisi. Dan mohon nanti diingatkan Pak Sekjen dari setiap wakil pemerintah itu bisa hadir, bahkan saya ada pesan khusus kemarin ke Kementerian Kumham supaya dapat mengirimkan yang betul-betul mengerti tentang aturan hukum karena nanti banyak hal yang berkaitan dengan tata aturan hukum yang itu harus diverifikasi dan disesuaikan dengan kebijakan pemerintah.

Silakan Pak Sekjen.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Bismil/ahirrahmanirrahim. Assalamua 'alaikum Warahmatul/ahi Wabarakatuh.

Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semuanya.

Yang saya hormati Bapak Pimpinan, Bapak Ketua Komisi IV DPR Rl. Yang saya hormati seluruh Anggota dan rekan-rekan mitra pemerintah dari Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri dan hadirin sekalian.

Mohon ijin pak kami perkenalkan, jadi saya Syarief Wijaya Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan dan bersama kami hadir wakil-wakil pemerintah. Disebelah saya ini adalah Pak Slamet Subiyakto beliau Dirjen Perikanan dan Budidaya, yang disebelah kiri lagi adalah Bapak Didik Staf Ahli Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa Kementerian Dalam Negeri dan saat ini Pak Narmoko hadir tapi masih diluar sedang menuju kesini. Pak Narmoko Prasmaji beliau adalah Dirjen Perikanan Tangkap, kemudian Pak Nilanto Perbowo masih on

ARSIP D

PR - RI

5

the way kesini beliau Dirjen Daya Saing dan juga dari Kementerian Keuangan pak sedang menuju kesini. Jadi yang belum kami dapat konfirmasi adalah dari Kumham, lnsya Allah akan kami sampaikan ke bapak. Dan seluruh rekan-rekan dari Eselon II, Eselon Ill Kementerian Kelautan dan Perikanan.

T erima kasih Pak.

KETUA RAPAT :

Baik. Kalau bagi Kementerian Kelautan sudah tidak aneh, saya diberi kepercayaan

menjadi Pimpinan Panja di Rancangan Undang-undang Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan lkan, Petambak Garam, disamping sebelah kiri ketua Komisi IV Pak Edhi Prabowo, dari Fraksi POl Perjuangan Pak Ono Surono, dari Fraksi Gerindra Pak Darori Reno Dipuro, belakang Pak lchsan Firdaus dari Fraksi Partai Golkar, Pak Sudin dari POl Perjuangan yang sedang merayakan Gong Xi Fa Cai, kemudian Pak Daniel Johan dari Fraksi PKB juga sedang melaksanakan Gong Xi Fa Cai. Jadi kita sama-sama memberikan selamat Gong Xi Fa Cai gitu ya. Dari daftar anggota sebetulnya ada 28, tidak perlu saya sebutkan nanti bapak akan sangat paham dengan anggota Panja ini.

Bapak dan lbu sekalian.

Pada waktu acara Rapat Kerja saya kira sudah diputuskan beberapa pasal. Saya tidak ingin berbasa-basi ya Pak Sekjen, langsung saja ke substansi. Sudah diputuskan pada waktu Rapat Kerja bersama Menteri yang dipimpin oleh Ketua Komisi bahwa ada beberapa pasal yang tentu itu pasal yang tetap, pasal yang tidak mendapatkan perubahan dari pemerintah dan kemudian ada pasal-pasal tambahan, kemudian ada pasal perubahan redaksional dan kemudian ada pasal­pasal yang secara substantif itu diubah yang kemudian masuk Daftar lnventarisasi Masalah dari Pemerintah sehingga kita akan membahas DIM per DIM.

Dari hasil verifikasi kami bersama dengan tim, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, jumlah DIM sebanyak 215 (jadi jumlah DIM dari pemerintah ada sebanyak 215) dengan rincian konsideran menimbang dan mengingat ada 3 DIM, perubahan subtansi ada 94 DIM, perubahan redaksional ada 34 DIM, usulan baru 43 DIM kemudian ada DIM yang dihapus 41 DIM. lni kalau saya tidak salah ingat termasuk DIM berkaitan dengan subsidi.

Sesuai dengan mekanisme pembahasan tentu yang telah disetujui pada tanggal 20 Januari 2016 didalam Rapat Kerja yaitu konsideran menimbang, kemudian pembahasan menimbang mengingat, pembahasan yang lebih lanjut oleh tim kecil sebanyak 3 DIM yaitu DIM nomor 2, 4 dan DIM nomor 7. Mohon nanti sudah membuka draft DIM yang ada di Bapak dan lbu sekalian.

Kemudian DIM penyempurnaan yang bersifat redaksional pembahasannya langsung diserahkan kepada tim perumus berjumlah 34 DIM yaitu DIM nomor 62 dan lain sebagainya sampai DIM 449 (ada 34 DIM).

Kemudian saya atas hasil rumusan dari tim terhadap dua keputusan itu yaitu keputusan tentang konsideran menimbang, mengingat pembahasan yang lebih lanjut nanti akan didelegasikan kepada tim kecil dan kemudian yang bersifat redaksional itu tida menyangkut terhadap substansi. Pak Sekjen sudah punya ya? Untuk itu kami mohon persetujuan apakah terhadap dua poin DIM yang pembahasannya kita serahkan kepada tim kecil apakah dapat kita setujui? Artinya

ARSIP D

PR - RI

6

DIM ini tetap, kemudian yang kedua itu hanya bersifat perubahan terhadap redaksional saja jadi tidak terhadap substansi. Saya tanya kepada forum Panja apakah ini dapat disetujui? Komisi IV? Pemerintah?

(RAPAT : SETUJU)

Kemudian yang ketiga DIM perubahan substansi itu ada sebanyak 94 DIM yaitu DIM (mohon dilihat di daftar DIM yang termasuk kategori DIM perubahan substansi yaitu DIM nomor 14 sampai DIM 427 berjumlah 94 DIM. Kemudian DIM usulan baru sebanyak 43 DIM yaitu nomor 73, 74 dst sampai DIM 445. Kemudian DIM usulan yang dihapus (usulan pemerintah untuk dihapus) dari draft rancangan yang diusulkan DPR yaitu sebanyak 41 DIM yaitu DIM nomor 111, 139 sampai 444 sebagaimana ada dalam daftar yang bapak ibu sekalian dapat dilihat.

Dari 94 DIM perubahan substansi terdapat 55 DIM yang sebenarnya bersifat perubahan redaksional. Pemerintah menganggap ini adalah sebagai perubahan substansi tetapi setelah dipelajari lebih lanjut 55 DIM ini sifatnya hanya perubahan redaksional. Jadi misalkan kata wajib menjadi kewajiban, jadi secara substansi ini hanya persoalan redaksional sehingga ini bisa dirujuk kepada tim perumus karena berkaitan dengan persoalan redaksional, bahasa tentu nanti kita akan rumuskan secara pasti didalam tim perumus.

Saya tanya kembali kepada Bapak dan lbu sekalian anggota Komisi IV apakah dapat menyetujui terhadap keputusan poin tiga, empat dan lima termasuk 55 DIIM yang ini dirujuk kepada tim perumus , nanti kita akan baca seluruhnya setelah substansi kita dapat selesaikan. Setuju pemerintah?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Setuju pak.

KETUA RAPAT:

(RAPAT: SETUJU)

Terima kasih atas persetujuan itu dan tentu atas persetujuannya DIM yang akan dibahas didalam Panja ini diluar dari nanti tim perumus dan tim sinkro.nisasi itu ada 123 DIM dimana terdiri dari DIM perubahan substansi yang semula 94 dikurangi 55 menjadi 39 DIM kemudian DIM usulan baru sebanyak 43 DIM dan DIM usulan dihapus sebanyak 41 DIM. DIM Dimaksud adalah sebagai berikut mohon Bapak dan lbu sekalian silakan dilingkari. Yaitu DIM yang akan dibahas didalam Rapat Panitia Kerja selain nanti akan kita masuk didalam tim perumus dan Timsin yaitu DIM 14, 15, 16, 17, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 33, 73, 74 , 75, 76, 111, 115, 131, 132, 134, 135, 136, 137, 139, 147, 154, 158, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 170, 171, 179, 180, 181 sampai 185, 197, 198, 201, 202, 203, 204, 205 sampai 207, 219, 222, 228, 235, 236, 240, 241, 244, 247, 248, 249, 250, 251, 253, 257, 258, 259, 260 sampai 265, 271, 272, 277, 279, 281, 284, 294, 295, 297, 303, 304, 321, 322, 331, 332, 333, 336, 337, 339, 340, 341 sampai 344, 392, 396,399,401,402,403,404,405,406,411,412,414,415,419,420,421,422,423, 424, 442, 443, 444 dan 445.

Jadi DIM yang akan dibahas didalam Rapat Panitia Kerja ini adalah 123 DIM sebagaimana yang tadi saya sebutkan. Jika memang ada usulan baru tidak

ARSIP D

PR - RI

7

menutup kemungkinan itu akan masuk didalam DIM yang nanti kita akan masukkan didalam pasal-pasal ataupun dalam rangkaian DIM baik penyempurnaan terhadap DIM yang sudah disebutkan tadi maupun sebagai usulan baru didalam rapat panitia kerja. Tetapi koridornya kita tidak akan lepas atau tidak akan jauh dari apa yang tadi saya sebutkan.

Bapak dan lbu sekalian.

Untuk memudahkan mekanisme seperti biasa didalam rapat Undang-undang, alangkah baiknya kita akan mempersilahkan pemerintah untuk membacakan atas daftar inventarisasi masalah yang diajukan kepada DPR untuk dibahas lebih lanjut dan diselaraskan dengan draft rancangan Undang-undang yang menjadi inisiatif DPR berikut dengan alasan atas perubahan substansi tersebut. Jadi mohon apakah akan diborong oleh Ketua Panitia Kerja ataukah bergiliran, asal jangan Salam ya pak.

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua, ijin sebentar Ketua.

KETUA RAPAT :

Silakan.

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua, kalau kita bicara DIM 123 kita kasih catatan saja, betul saya setuju dengan ketua, saya hanya mengingatkan saja bahwa kita fokus kepada 123 tetapi jika kemudian didalam pembahasan dengan Panja kita ini dengan pemerintah seandainya mungkin diluar 123 itu kita bisa bahas jangan menutup peluang untuk itu ketua itu saya setuju tapi saya ingin catatan secara khusus.

Terima kasih ketua.

KETUA RAPAT :

Ya pengulangan saja. Saya kenalkan dulu lbu Titi Soeharto, kalau ada beliau senyumnya

menebar kemana-mana. Dan lbu Vivi yang meskipun sakit hari ini hadir disini untuk mengikuti pembahasan, kangen katanya mau ngucapin Gong Xi Fa Cai langsung ke Pak Sudin.

Jadi tadi Pak lchsan menekankan tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan pasal-pasal baru dan nanti kita rumuskan didalam rapat perumus. Mudah-mudahan semangat dan spiritnya sama pemerintah dengan DPR dalam tiga hari ini kita bisa menyelesaikan sebanyak 123 DIM dan tentu nanti kita bisa masuk dalam tahapan selanjutnya Rapat Timus dan Timsin dalam rangka memverifikasi dan merumus ulang terhadap hal-hal yang tentu perlu dirumuskan.

Untuk waktu dan kesempatan silakan Pak Sekjen runut dari mulai DIM perubahan substansi kemudian ke usulan baru dan penghapusan. Saya minta penjelasannya jangan terlalu panjang-panjang, jangan terlalu panjang Iebar, kalau

ARSIP D

PR - RI

8

kepanjangan kasihan ibu-ibu, kalau kelebaran yang kasihan bapak-bapak. Silakan pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik, terima kasih Bapak Pimpinan. Jadi mohon ijin Bapak dan lbu sekalian. Pertama DIM yang akan dibahas adalah DIM nomor 14, (teks asli berbunyi)

"nelayan adalah warga negara Indonesia perseorangan yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan meliputi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh dan nelayan pemiliK'.

Kami mengusulkan menghapus kalimat nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh dan nelayan pemilik, jadi kita menjadi satu kalimat bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

Disini teks warga negara Indonesia sudah kita lepas karena memang sudah ada di DIM nomor 73 yang berbunyi (Pasal 4a), "Undang-undang ini berlaku untuk nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia".

Jadi kami mengusulkan ini dipisahkan bahwa Undang-undang ini memang berlaku untuk warga negara Indonesia dan berkedudukan di Indonesia sehingga oleh sebab itu tidak perlu lagi disebutkan ada nelayan berwarga negara Indonesia. Kira-kira demikian pak. Definisi menyesuaikan dengan Undang-undang Perikanan, jadi nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan itu definisinya sesuai dengan Undang-undang Perikanan.

Demikian pak untuk DIM 14.

KETUA RAPAT :

Saya kira dilanjut, nanti kalau ada interupsi Bapak dan lbu sekalian boleh interupsi langsung. Jadi biar agak lebih cepat tapi bapak lambat saja membacakan. Nanti per bagian, kalau nanti bapak anggap bahwa ada sesuatu hal yang perlu agak didetailkan itu silakan. Jadi saya ingin nanti membacakan berikut dengan alasan kenapa harus ada perubahan, harus ada usulan baru, harus ada penghapusan. Nanti mohon bapak dan ibu sekalian interupsi saja untuk mengomentari terhadap DIM yang sedang dibacakan. Kalau kemudian pihak pemerintah membacakan lancar tanpa ada masalah nanti kita stop dititik tertentu, saya akan stop untuk mengambil keputusan setuju dan tidak setuju. Telah hadir juga Pak Efendi Sianipar. lni karena rapat Panja ini anggap sesuatu yang baru bagi kita. Dilanjut pak, jadi silakan berinterupsi kalau ada hal yang perlu dikoreksi.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik Bapak sekalian. Jadi DIM 14 "nelayan adalah warga negara Indonesia perseorangan yang

mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan meliputi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh dan nelayan pemiliK'.

Kami mengusulkan hanya disingkat saja nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Karena apa? Karena sudah terdefinisi didalam Undang-undang Perikanan, ini masuk sinkronisasi.

Kemudian DIM nomor 15, "nelayan kecil adalah nelayan yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 10 gross tonnage dan a/at penangkapan

ARSIP D

PR - RI

9

ikan sederhana atau bekerja pada pemilik kapal me/iputi nelayan tradisional dan nelayan buruh termasuk rumah tangga nelayan kecil yang melakukan pemasaran".

Disini kami mengusulkan ada perubahan mengenai nelayan kecil. Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dia menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 gross tonnage. Disini definisi ini kita menyesuaikan dengan Undang­undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan junto Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang definisi nelayan kecil. lni kira-kira demikian pak, ini kita ringkas saja.

F-P.GERINDRA (lr. KRT H. DARORI WONODIPURO, MM):

Ketua.

Tadi dari pemerintah mengatakan definisi nelayan dihapus, nelayan kecil dan tradisional menjadi nelayan adalah orang yang mata pencaharian melakukan penangkapan ikan. Kalau definisi nelayan kecil sudah dihapus diatas sudah masuk nelayan , kenapa muncul nelayan kecillagi dijelaskan begitu. Mestinya kalau sudah dikeluarkan dari DIM 14 nelayan kecil saya kira nggak perlu lagi ada penjelasan nelayan kecil karena induknya sudah ngggak ada lagi.

Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Mohon kalau tadi merujuk kepada Undang-undang Perikanan, dipasal berapa sehinggga nanti ada penjelasan yang lebih, ada referensinya untuk mengatakan itu.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon ijin pak. Di Undang-undang 31 itu di definisi Pasal 1 ayat (10) menjelaskan "nelayan

adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan". Sehingga kami memang sinkronisasi definisi di Undang-undang ini sama dengan Undang­undang di Perikanan. Kemudian nomor 11 ayat (11), "nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besars 5 gross stonnage". Jadi ini di Undang-undang 31/2004 Pasal 1 ayat (10) dan ayat ( 11) pak.

KETUA RAPAT:

Jadi begini maksudnya mungkin Pak Darori saya bantu pemerintah. Jadi nanti ada pengkategorian perbantuan terhadap nelayan kecil seperti

halnya terhadap petani di Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Bahwa petani kecil adalah petani yang maksimum menggarap sawahnya 2 hektar, ada pembatasan pengkategorian, kalau nelayan ini definisi secara umum. Definisi khusus untuk Undang-undang ini adalah nelayan kecil yang dia memang dibawah 5 gross tonnage. ltu mungkin penjelasan pemerintah.

ARSIP D

PR - RI

10

SEKJEN (PEMERINTAH):

Jadi mohon ijin sekaligus saya sampaikan di batang tubuhnya ini ada pembahasan tentang nelayan, apa saja yang diberikan kepada nelayan dan apa saja yang diberikan kepada nelayan kecil pak sehingga memang perlu diungkapkan didalam definisi umum nelayan itu apa, nelayan kecil apa. Begitu pak kira-kira.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

T erima kasih. Terkait dengan DIM Nomor 14 dan 15, saya melihat bahwa ada beberapa

alasan dari pemerintah bahwa definisi itu menyesuaikan dengan Undang-undang Perikanan, dimana Undang-undang Perikanan 31/2004 yang telah diubah menjadi 45/2009. Dan tentunya saya berpikir bahwa kondisi pada saat 2004 sangat berbeda dengan kondisi yang saat ini kita alami. Dimana dulu misalnya kapal-kapal yang 30 gross tonnage ke atas mungkin tidak sebanyak yang sekarang. Dengan komposisi 98 % kapal-kapal itu dibawah 30 gross tonnage dan mayoritas nelayannya menggunakan kapal-kapal 30 gross tonnage kebawah ini masih dikategorikan menjadi salah satu penduduk miskin di Indonesia yang terbanyak dan juga misalnya terkait dengan beberapa statement dari pemerintah bahwa kedepan akan ada semacam pembatasan penangkapan ikan di zona nol sampai 4 mi. Nah tentunya ini yang harus coba kita pikirkan bersama apabila dikaitkan dengan dua kondisi tadi misalnya saya berpikir bahwa tidak ada salahnya untuk definisi nelayan kecil misalnya skalanya kita besarkan, tidak lagi bicara di 5 gross tonnage tapi bisa di 10 gross tonnage. Sehingga apa yang menjadi fokus program pemerintah dalam rangka tadi bagaimana mengelola sumber daya perikanan kita yang berkelanjutan dan juga terkait dengan penanganan kemiskinan pada nelayan tentunya ini bisa menjadi pemikiran kita bersama untuk menambah bukan 5 gross tonnage lagi tapi 1 0 gross tonnage. Dan juga mungkin kalau kita lihat di Undang­undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kelautan misalnya terkait dengan kewenangan pengelolaan zona wilayah penangkapan dimana dulu terbagi 3 kabupaten, provinsi, dan pusat di Undang-undang itu hanya 2 provinsi dan pusat. Sehingga kedepan bagaimana kewenangan pemerintah kabupaten dalam hal mengelola ataupun secara fokus mereka ngurusin nelayan yang taruhlah jangkauan penangkapannya tidak luas.

Nah sehingga saya masih berpikir pimpinan untuk kita sama-sama merumuskan, saya pikir 5 gt untuk nelayan kecil itu yang konteks 2004, tapi sekarang kita harus menambah bagaimana pemerintah juga fokus terkait dengan bagaimana bisa meningkatkan merekalah dari sisi kesejahteraan maupun pendapatannya. Sehingga pada saat misalnya definisi terkait dengan hanya untuk kebutuhan sehari-hari ya kita jangan sampai juga menetapkan Undang-undang ini ya nasibnya nelayan 5 gt kebawah ya memang selalu miskin, hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

ltu, terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

11

KETUA RAPAT :

Baik, sebetulnya Pak Ono menarik kepada usul inisiatif DPR bahwa nelayan kecil yang batasannya adalah 10 gross tonnage.

Silakan pemerintah.

DIRJEN PT (PEMERINTAH) :

Baik, terima kasih Bapak dan lbu sekalian. Untuk nelayan kecil 5 gt, dari data yang kami dapat terakhir usulan dari

pemerintah daerah dalam rangka pengadaan 2016 agak aneh juga buat kami, justru usul yang paling banyak itu dibawah 5 gt pak dari seluruh provinsi tanpa ada rekayasa dari kita dan tanpa apapun dari kita, kita hanya memberikan informasi bahwa kita akan melakukan.

F-PDIP (SUDIN, SE) :

Pimpinan.

Kok bapak ini ngomongnya seolah-olah ada rekayasa, terus dijelaskan tidak ada rekayasa. Bagaimana ini? Nggak perlu dijelaskan pak ada rekayasa atau tidak, jelaskan saja apa artinya.

T erima kasih.

DIRJEN PT (PEMERINT AH) :

Baik, saya cabut. lni sekedar ilustrasi saja bahwa sekarang yang diminta oleh beberapa tempat

di daerah itu adalah kapal dibawah gt. Ada indikasi barangkali bahwa sekarang 5 gt lebih disenangi daripada yang besar. Yang kedua, diatas 10 gt ini sudah punya biaya yang cukup besar dalam rangka operasionalnya pergi melaut. Jadi mungkin dalam rangka efisiensi dan juga kelimpahan sumber daya maka 5 gt ini mungkin masih bisa kita pertahankan pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Jadi memang pasal ini maksimal. Saya yakin 10 gt itu juga masih kategori kecil kalau di daerah ya Pak Ono ya?

ANGGOTA:

Sebetulnya ini sudah kami debatkan betul di Baleg pada waktu kami diuji di Badan Legislasi antara 5 atau 10 gt dan tentu maksimal 10 gt ini tergantung kepada implementasi pemerintah kalau memang affirmative-nya lebih condong ke maksimum 5 gt ya silakan selesaikan dulu yang 5 gt, tetapi tidak menutup kemungkinan jika ada nelayan miskin yang memang dia mengoperasionalkan 1 0 gt ya tentu itu juga harus dibantu.

Jadi saya kira terlepas dari rekayasa atau bukan reyakasa, itu satu. Yang kedua terlepas dari reorientasi pemerintah terhadap pembangunan

ARSIP D

PR - RI

12

pemberdayaan dan perlindungan terhadap nelayan. Yang ketiga saya kira 10 gt ini memang batasan. Jadi wajar kalau saya sebagai Pimpinan Panja pun saya mempertahankan ini karen a memang usulan dari DPR 1 0 gt, rasa-rasanya mungkin tidak terlalu naiflah kita ya kalau masuk di tingkat yang lebih tinggi karena memang ini ujian kami, kami awalnya juga mengusulkan 5 gt sesuai dengan Undang-undang Perikanan tetapi melihat situasi rakyat bahkan untuk yang operasional 15 gt saja masih banyak yang kelimpungan juga Pak Ono ya. Artinya kalaupun nanti ada subsidi misalkan Undang-undang inikan hanya 5 gt berarti hanya 5 gt, padahal 10 gt harus dibantu juga misalkan, ini sebuah batasan begitu.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ketua.

Saya itu masih terlihat bahwa ada upaya pemerintah untuk mengeneralisir kondisi nelayan dibawah. Apa yang disampaikan Pak Narmoko tadi bahwa provinsi, kabupaten usulan ya bukan tidak semua dalam arti kalaupun misalnya usulannya 5 gt kebawah mungkin resikonya kecil apa segala macam. Tapi kita lihat misalnya pada saat kita nuruti terkait dengan 5 gt kebawah yang menjadi fokus saya melihat bahwa ini merupakan daerah-daerah yang memang selama ini ... besar tapi belum tergarap secara maksimal misalnya Indonesia Timur, tapi kalau di Pantura Jawa Pak Narmoko begitu banyaknya kapal-kapal 5 gt kebawah dan itu sumber konflik nelayan kan harus juga berpikiran bahwa kita harus mendorong mereka kepada zona-zona yang tidak lagi di tol sampai empat minggu.

Sehingga tadi yang disampaikan Pak Herman saya sepakat, batasan 1 0 inikan maksimal sehingga nanti kita lihat ini perjalanan kedepan seperti apa. Kalau pun memang pemerintah daerah maupun pusat masih fokus di 5 gt ya tidak salahnya juga. Tapi kita ibaratnya mewadahilah apabila kedepan ada pemikiran jangka panjang dari nelayan-nelayan kita dari pemerintah daerah kita untuk bisa memproteksi nelayan-nelayan sampai dengan 10 gt. Jadi saya tetap berkeinginan bahwa ini tetap 10 gt.

T erima kasih.

KETUA RAPAT :

Sebentar Ketua dulu ya, silakan Pak Edhy.

F-P.GERINDRA (EDHY PRABOWO, MM, MBA):

Pak Narmoko, Pak Sekjen.

Kita ini tidak usah khawatir kalau dianggap merekayasa karena memang kita inikan DPR dan pemerintah inikan tugasnya bagaimana merekayasa masyarakat supaya lebih baik, mengatur melalui Undang-undang , ini bentuk bagian daripada rekayasa kita, jadi negatif kalau tujuannya untuk negatif, itu satu.

Yang kedua, saya pikir 10 gt ini semangat kita sebenarnya untuk sama­sama bisa mengangkat derajat nelayan ini bangkit. Bahwa nanti kemampuan pemerintah hanya baru 5 gt dengan alasan kan pembagiannya terlalu besar dan anggarannya terbatas terpaksa dibagi ke 5 dulu, itu mungkin ceritanya lain tapi

ARSIP D

PR - RI

13

semangat dulu, subsidi juga 10 inikan termasuk bag ian daripada yang kena subsidi. Tidak usah masalah saya pikir 10 gt maupun 5 gt , kenapa? Kita waktu pertama pemikiran 10 gt ini ada keinginan dari DPR bagaimana nelayan kita ini bisa terangkat, hari ini tahun, lima tahun lalu, sepuluh tahun lalu 5 gt, sekarang kita bicara 10, nanti kedepan nelayan kita ini sudah pegang 50 gt , 60 gt inikan target semangat kita. Kita merekayasa sesuatu untuk membuat nelayan kita ini menjadi nelayan besar, bukankah itu pemikiran lbu Susi yang menyetop kapal-kapal asing masuk supaya kita siap menangkap. Kalaupun itu kapalnya besar kalau yang nangkapnya orang Indonesia sendiri kan saya pikir lebih baik, dan kalau nelayan kita lebih besar saya pikir berhasil tugas pemerintah. Jangan nanti stagnant, yang dulu 5 tetap 5 nggak ada kemajuan.

Jadi saya pikir pak kalau kita diatas 1 0 ini hal yang menunjukkan kemajuan berpikir DPR maupun pemerintah. Jadi ini salah satu pandangan kami, kalau memang dianggap merekayasa ya kita kan sedang merekayasa bagaimana kehidupan rakyat kita lebih baik.

lni Pak Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, kami beri kesempatan Pak lchsan.

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

Terima kasih Ketua. Saya tidak ingin menjelaskan terlalu jauh karena sudah dijelaskan sama Pak

Ono dan Pak Ketua. Yang saya ingin bertanya sebenarnya keberatannya apa kalau kemudian kita naikkan menjadi inikan sebenarnya paling besar 10 gt, kalau toh kemudian ada keinginan dari daerah -daerah meminta 5 gt itukan persoalannya adalah permintaan tapi kalau kemudian ini kita naikkan menjadi 10 gt rasanya apa yang disampaikan Pak Ono saya setuju bahwa kita harus mendorong tingkat kesejahteraan nelayan. Saya lihat memang inikan kalimatnya paling besar 10 gt, bagi saya tidak ada masalah sebenarnya, ya kita harus mendorong juga maju, tidak ada keberatan sebenarnya. Tetapi kita dengarkan dulu apa alasan pemerintah untuk kenapa kemudian hanya 5 gt itu saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, silakan pemerintah.

DIRJEN PT (PEMERINTAH) :

T erima kasih Bapak. Jadi yang kita pertimbangkan dengan pemahaman definisi nelayan kecil itu

adalah economic capability, saya tidak main di angka 5 atau 10 tetapi ini yang harus kita pertimbangkan betul bahwa akses kepada . . . disitu harus betul-betul mereka dalam kondisi yang tidak mampu.

ARSIP D

PR - RI

14

KETUA RAPAT :

Sebentar pak, ini persoalannya 5 gross tonnage atau 10 gross tonnage, bapak tidak terkait dengan ini, bukan itu. kita akan memutuskan 5 gross tonnage atau 10 gross tonnage untuk nelayan kecil ini, itu saja pak. Atau kita tanya fraksi­fraksi dulu supaya meyakinkan bahwa di fraksi OPR itu solid. Saya tanya dulu fraksi terbesar POl Perjuangan 5 atau 1 0?

F-PDIP (ONO SURONO, ST):

10.

KETUA RAPAT :

Kemudian Fraksi Golkar?

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

10, kalau kalimatnya kan paling besar 10.

KETUA RAPAT:

Tolong direkam ya karena kita ini dicatat, semua ini ditranskrip nanti.

F-PDIP (ONO SURONO, ST):

Fraksi POl Perjuangan 10 gt.

KETUA RAPAT :

Golkar?

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

ljin lbu Titi paling besar 10 gross tonnage.

KETUA RAP AT :

Gerindra?

F-P.GERINDRA (lr. KRT H. DARORI WONODIPURO, MM):

Gerindra maksimal 1 0 gross tonnage.

KETUA RAP AT :

Oemokrat?

ARSIP D

PR - RI

15

F-PD (VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos):

Maksimal 10 gt.

KETUA RAPAT :

Kemudian PKB?

F-PKB (DANIEL JOHAN, SE):

Pasti 1 0 pak.

KETUA RAPAT :

Baik, saya tanya Panja Pemerintah silakan pak biar cepat begitu.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Ya , baik Bapak terima kasih. Jadi pertimbangan kami adalah angka 10 gross tonnage itu sebetulnya untuk

mengoperasikannya dibutuhkan akumulasi modal yang seyogyanya sudah tidak kategori nelayan kecil. Pertimbangan kami begitu pak, tapi kami dengan senang hati menerima masukan dari DPR, kami akan catat disini pak jadi nanti pada akhirnya kita akan coba sampaikan kembali.

KETUA RAPAT:

Justru kita akan putuskan

F-PDIP (ONO SURONO, ST):

Pak ketua.

Kalau saya kalau urusannya modal jadi nggak pas, karena kalau misalnya 5 gt kebawah itu one day physic sehari itu paling perbekalan itu 500 ribu sampai 1 juta maksimal, kalau yang 1 0 itu bisa seminggu maksimal, tinggal dikali saja paling tidak anggarannya itu sekitar 3 juta sampai 4 juta per minggu. Kalau kita bicara modal sekarang kan pemerintah katanya sudah punya KUR sampai 25 juta tanpa agunan, saya pikir tidak ada masalah lagi terkait dengan modal hanya kemampuan. Dan kalau kita cek ke lapangan antara 5 sampai 10 gt nggak akan ada bedanya, hanya lamanya mereka dilaut saja tapi dari sisi pendapatan bisa dihitung nelayan harian dengan nelayan yang 1 0 gt itu bisa sama kalau dihitung pendapatan hariannya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

lni pelaku pak. Dan saya kira yang namanya memberdayakan ya memang harus

meningkatkan di posisi yang lebih jauh pak. Jadi kalau hanya yang diberdayakan

ARSIP D

PR - RI

16

yang kecil-kecil ini nggak bisa ... 1 0 gross tonnage gimana? Apalagi kesulitan di 1 0 gross tonnage justru ketika dia untuk melaut biayanya butuh bantuan yang lebih besar.

Saya kira kita putuskan saja dan kami persilakan pemerintah untuk menyampaikan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik bapak, jadi untuk did a lam Panja ini kami terima 10 gt.

KETUA RAPAT:

Setuju ya? DPR setuju? "nelayan kecil adalah nelayan yang

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari berukuran paling besar 10 gross tonnage".

F-PDIP (ONO SURONO, ST):

Ketua.

melakukan penangkapan ikan untuk yang menggunakan kapal perikanan

Setuju? DPR? Pemerintah?

Ada definisi yang versi DPR itukan disini juga bicara nelayan tradisional, nelayan buruh termasuk rumah tangga nelayan kecil yang melakukan pemasaran, redaksi utuhnya dari versi kita seperti itu.

KETUA RAPAT:

Nelayan tradisional karena ada definisi sendiri nanti ya, justru ini fokus untuk membatasi terhadap nelayan kecil. Saya kira redaksional sudah bagus ya, ini perbaikan.

Pemerintah setuju?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Setuju pak.

KETUA RAPAT :

(RAPAT: SETUJU)

Untuk ketentuan umum silakan dilanjut ke DIM 16 pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Kami lanjutkan DIM 16, "nelayan tradisional adalah nelayan yang menge/ola daerah penangkapan ikan yang tetap berada dalam wilayah tertentu yang dijamin dalam Undang-undang dengan menggunakan tradisi penangkapan ikan sesuai dengan budaya dan kearifan /okal masyarakatnya".

Disini kami mengusulkan "nelayan tradisional adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan di perairan yang merupakan hak perikanan

ARSIP D

PR - RI

17

tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal".

Disini kami sampaikan referensinya bahwa definisi nelayan tradisional itu menyesuaikan dengan Unclos pak ya, satu definisi internasional yang menyatakkan bahwa nelayan tradisional beroperasi, bekerja di daerah penangkapan ikan secara turun temurun dan untuk kebutuhan sehari-harinya dia sesuai dengan kearifan lokal.

KETUA RAPAT :

Saya kira kalau tidak ada nggak apa-apa lanjut saja.

ANGGOTA:

Ketua, saya ijin sedikit saja. lnikan sebenarnya niat kita didalam RUU ini adalah melindungi nelayan

termasuk didalamnya adalah hak-hak tradisional nelayan. Tapi kalau kalimatnya, saya setuju sebenarnya dengan definisi dari Unclos ini tapi kalau boleh kita tambahkan kalau ada dijamin dalam Undang-undang bagaimana begitu? Maksud saya bahwa tetap kita menghargai tentang hak-hak tradisionalnya mereka tetapi kita harus menjamin hak tradisional mereka dijamin oleh Undang-undang. Kalau boleh kita tambahkan, boleh tidak begitu pak?

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Pak, inikan Undang-undang pak.

KETUA RAPAT:

Saya kira memang tidak perlu disebutkan Undang-undang karena ini sudah dicantumkan didalam Undang-undang ya.

Lanjut pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Jadi DIM berikutnya adalah DIM 17, "ne/ayaN pemilik adalah nelayan yang berkuasa atas kapallperahu baik perseorangan maupun berbentuk badan usaha yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan".

Pemerintah mengusulkan "nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal perikanan yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan dan secara aktif melakukan penangkapan ikan".

Jadi kami disini mengikat bahwa nelayan pemilik juga sebetulnya dia ikut aktif melakukan kegiatan penangkapan ikan, itu adalah nelayan pemilik.

Kami lanjutkan?

KETUA RAPAT:

Lanjut saja dulu .

ARSIP D

PR - RI

18

SEKJEN (PEMERINTAH):

DIM 19, "penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan a/at dan cara yang mengedepankan asas berkelanjutan dan kelestarian termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengo/ah dan/atau mengawetkannya".

Disini kami mengusullkan, "penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan a/at atau cara apapun termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah danlatau mengawetkannya".

Demikian pak, jadi ini sesuai dengan Undang-undang 31 Tahun 2004. Sebetulnya diusulan DPR ada tambahan asas keberlanjutan dan kelestarian, sedang di Undang-undang 31 Tahun 2004 itu tanpa tambahan asas.

F-PDIP (ONO SURONO,ST):

Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak Ono.

F-PDIP (ONO SURONO,ST):

Saya ingat betul kenapa muncul definisi seperti ini karena memang pada Undang-undang sebelumnya bicara tanpa ada hal-hal yang diatur lebih ketat sehingga dengan cara apapun itu ada opini yang bisa berkembang dengan cara­cara yang merusak lingkungan juga bisa dilakukan.

Nah tentunya didalam Undang-undang inikan tidak diatur secara spesifik terkait dengan alat-alat apa saja yang tidak bisa digunakan. Sehingga ya menurut saya ya draft kita suda tepat gitu kan untuk mendefinisikan tidak semua cara bisa dilakukan. Karena kalau misalnya taruhlah pelarangan alat-alat yang tidak ramah lingkungan diatur oleh Undang-undang lain mungkin iya, Undang-undang 31 mungkin tapi disini pada saat definisinya dengan cara apapun tanpa ada kalimat untuk membatasi ini bahaya juga.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi prinsipnya begini Pak Ketua Panja Pemerintah, pnns1pnya bahwa Undang-undang itu yang penting tida bertabrakan. Kalau sifatnya menyempurnakan itu baik yang penting tidak bertolak belakang, tidak bertabrakan dan kontradiktif terhadap substansi masing-masing didalam Undang-undang.

Khusus untuk pasal ini saya kira sejalan sebetulnya dengan visi dan misinya Pak Narmoko, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan Perikanan Republik Indonesia yang selalu mengatakan bahwa ... , saya puji dulu Pak Narmoko, senyum dong Pak Narmoko, bahwa memang ini ada batasan yang masuk di dalam Undang­Undang Perlindungan dan Pemberdayaan ini adalah terhadap cara penangkapan

ARSIP D

PR - RI

19

dengan asas keberlanjutan dan kelestarian. Jadi kalau kemudian ada artikulasi lain di dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan ini tentu perlindungan dan pemberdayaan ini juga terhadap cara penangkapan yang memiliki atau mengikuti asas keberlanjutan dan kelestarian. Saya kira cukup positif dan ini sejalan, tidak bertolak belakang. Mohon dari Kementerian Kumham diberikan pandangan kalau misalkan ada sesuatu yang ... , atau dari Kementerian Dalam Negeri barangkali ada pandangan yang ... , mungkin punya pandangan lain. Saya kira beri kesempatan.

Silakan, Pak. Jadi prinsip dari DPR ingin kepada redaksional DPR.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Mohon izin, Pak. Kali ini saya ikut juga menyampaikan terima kasih kalau di RUU DPR ini ada

kata-kata 'asas keberlanjutan'. Luar biasa, Pak. Jadi memang ini yang harus kita kedepankan.

Kemudian kedua, di sini ada kata-kata 'lestari'. Jadi memang kelestarian dengan keberlanjutan ini harus menjadi satu-kesatuan yang utuh. Saya kira ini memang yang sangat baik untuk bisa kita pahami.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, kembali kepada redaksional DPR tanpa perubahan, begitu ya? Setuju? DPR setuju?

Lanjut. ..

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, Bapak. DIM20:

(RAPAT: SETUJU)

"Pembudidaya ikan adalah warga negara Indonesia perseorangan yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan, baik di perairan air tawar, air payau dan air /aut yang meliputi pembudidaya ikan kecil serta penggarap dan pemilik /ahan budidaya."

Kami usulkan untuk disingkat menjadi:

"Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan."

Kembali lagi, ini referensinya adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004.

ARSIP D

PR - RI

20

KETUA RAPAT:

Kalau tidak ada interupsi Bapak boleh lanjut, Pak.

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Pak Ketua, boleh?

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Sebelum kita bicara tentang pembudidaya ikan, saya ingin lihat di poin 15. lni kan kita sudah sepakati bahwa definisi itu kita hapus kalimat 'meliputi nelayan tradisional, nelayan buruh, termasuk rumah tangga nelayan kecil yang melakukan pemasaran'. Setelah kita lihat di poin 16, 17, 18, sebelum kita bahas tentang pembudidaya mohon izin Pak Sekjen, kita belum juga ... Sebenarnya ada satu definisi yang terlewatkan tentang rumah tangga nelayan kecil ini. Karena maksud kami di poin 15 kenapa kita masukkan ada rumah tangga nelayan miskin, itu kita ingin juga mendorong itu. Maksud saya kalau kemudian kita tambahkan dari poin 17 kemudian kita ke poin 18 kita masukkan rumah tangga nelayan kecil dengan definisi yang ada, itu lebih baik. Karena maksud dari poin tadi kita sudah sepakati tidak menghapus. Tapi ada definisi yang kurang sebenarnya rumah tangga nelayan miskin. lni sesuai dengan aspirasinya lbu Titha terkait dengan keperempuanan di nelayan. Tapi kita boleh definisikan sementara ini tentang rumah tangga nelayan kecil yang melakukan pemasaran itu kita sepakati dulu. Tapi kalimatnya saya agak blank. Mudah-mudahan mungkin yang ahlinya dari pihak pemerintah bisa melakukan itu sebelum kita bicara pembudidayaan.

KETUA RAPAT:

Ada dua yang bisa dilakukan, apakah membuat ketentuan umum baru berkaitan dengan rumah tangga nelayan kecil ataukah dilekatkan kepada nelayan kecil tadi. Selain dibatasi oleh 10 grasston juga termasuk di dalamnya adalah rumah tangga nelayan kecil.

Silakan, Pemerintah.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, Bapak. Jadi kami setuju dengan usulan dari DPR bahwa rumah tangga nelayan itu

memang patut dibahas di undang-undang ini. Tetapi rumah tangga nelayan kecil ini umumnya tidak bekerja untuk penangkapan ikan, tapi dia bekerja untuk pengolahan dan pemasaran. Umumnya demikian, Pak. Jadi kalau diizinkan apakah kita akan mendefinisikan tambahan? Kami setuju, Pak.

ARSIP D

PR - RI

21

KETUA RAPAT:

Kita tampung saja usulan Pak lchsan supaya masuk nanti di dalam Tim Perumus tentang apakah dimasukkan di dalam Ketentuan Umum, dilekatkan atau nanti kita melihat di dalam substansi berikutnya di isi undang-undang. Jadi Pak lchsan, prinsip ini bagus, tapi nanti lihat cantolan di dalam undang-undangnya ada tidak. Kalau ada, kita masukkan sebagai Ketentuan Umum. Tapi syarat Ketentuan Umum itu kan sesuatu yang diulang-ulang ada di dalam pasal=pasla yang akan dibahas. Kalau tidak diulang-ulang di dalam pasal apakah ini menjadi ketentuan sendiri, kemudian cantolannya pasal berapa, tentu nanti kita akan bahas, sehingga saya kira kita pastikan saja ini nanti kita masuk didalam pembahasan di Tim Perumus. Tolong dicatat ya, Pak.

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Ketua ...

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

lni Pasal 20 mohon penjelasan yang diusulkan oleh pemerintah pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. Kalau pengertian saya orang ini satu orang. Kalau dalam bentuk kelompok tani, koperasi, apakah tidak sebaiknya ditambah orang atau sekelompok orang? Jangan kita terpaku pada undang-undang tahun 2004. Bisa saja ini menyempurnakan undang-undang tahun 2004. Jadi orang atau sekelompok orang. Jadi kellompok tani, lalu koperasi, ini bisa dikategorikan sekelompok orang itu. Saya kira ini usul. Mohon penjelasannya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan beri penjelasan, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, Pak. Kalau memang arahnya demikian kami sependapat. Tapi kita harus meninjau

ulang yang DIM Nomor 14, karena DIM Nomor 14 itu juga orang: Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Jadi kalau kita mau mengubah DIM 20 seyogyanya DIM 14 juga berubah: orang atau sekelompok orang. Nanti monggo.

INTERUPSI F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Kalau menurut saya, Pimpinan, lebih baik Pak Darori kita pisahkan apa yang menjadi definisi nelayan dengan nelayan yang taruhlah lebih dari satu. Karena di

ARSIP D

PR - RI

22

pasal setelahnya juga kita bicara terkait dengan kelembagaan nelayan, sehingga definisi ini menurut saya sudah pas bicaranya orang atau perseorangan, tidak merupakan lembaga atau apa. Karena yang badan atau kelembagaan itu diatur oleh pasal yang berbeda.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, Pak. Di DIM 31 ini ada tambahan penjelasan, Pak. Di DIM 31 itu ada penjelasan

usulan dari DPR: Setiap orang adalah orang perseorang atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Sebetulnya sudah masuk di situ, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, kalau begitu tulisannya 'setiap orang', karen a definisi ketentuan umumnya adalah setiap orang. Jadi pembudidaya ikan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan pembudayaan ikan dan kita harus kembali berarti kepada nelayan. Nelayan pun adalah setiap orang. Begitu ya? Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

Silakan, Pak.

KETUAIF-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Saya mau penegasan saja, karena kita bicara di sini bicara orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. Kenapa asumsinya ini sudah kita pasti sama ratakan di danau, di darat, di sungai maupun di laut? Karena kalau dalam pengertian ini bisa diartikan bahwa tempatnya bisa di satu tempat atau tidak banyak tempat. Kan Bapak tidak menyebutkan kenapa DPR waktu itu menyampaikan datanya. Pengertian budidaya itu tidak hanya di daratan saja kan, di laut ada, di sungai ada, di danau ada, sehingga pengertiannya kenapa tidak kita usulkan saja. Saya nanti mau tanya apakah nanti Bapak setuju itu urusan nanti. Yang penting begini, pasal ini bisa meyakinkan kita bahwa pembudidaya itu bisa di mana saja. Kalau pasal ini kalau dengan tulisan pengertian pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan, ini nanti masih dianggap sempit, masih terlalu luas, sehingga pengertiannya ... Kalau kita sepakat, kecuali sudah ada penjelasannya bahwa pembudidaya ikan itu bisa di darat, di laut, di danau, di sungai atau di mana. Kalau ini kan tidak. Kenapa tidak disebutkan misalnya Bapak tadi menghapus frase ... , ditambahkan di perairan tawar, laut, payau maupun sungai. lni saya ingin penjelasan dan penegasan dari Bapak.

Saya pikir itu, Pak Ketua. Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

23

KETUA RAPAT:

Silakan.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Ada dua hal, Pak. Mohon izin. Yang pertama bahwa sebetulnya pembudidaya ikan ini tidak hanya di air tawar, payau, air laut saja, termasuk juga mungkin akuarium untuk ikan hias dan sebagainya, itu juga masuk di pembudidaya ikan.

Kemudian dijelaskan juga di DIM 75, Pak. Mohon izin, kami mengusulkan ada DIM baru di DIM 75, ini ada definisi, bukan definisi, perlakukan tetapi hanya keluar di satu batang tubuh, satu pasal di batang tubuh, sehingga memang tidak perlu ada definisi umum. Di sini misalnya pembudidaya ikan kecil itu menggunakan teknologi sederhana pembudidayaan ikan dengan luas lahan ada air tawar. Kemudian di sini ada air payau, kemudian ada laut dan seterusnya. Jadi kami menjelaskan di batang tubuh. Tetapi karena hanya muncul satu kali, kita tidak masukkan di definisi umum. Maksud kami begitu, Pak.

Terima kasih. Jadi ada rinci di sini ada berapa hektar penguasaan lahannya. Tapi hanya

muncul satu kali, Pak. Karena itu kami usulkan di definisi umum sifatnya general saja pembudidaya ikan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. Begitu, Pak.

Mohon izin, Pimpinan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Masih ada masukan, Pak Edhy?

KETUAIF-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Tidak. Kenapa tidak kita masukkan saja sekaligus di sini sebagai menjelaskan DIM 20 ini pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan, baik di perairan air tawar, air payau dan air laut yang meliputi pembudidaya ikan kecil serta penggarap dan pemilik lahan budidaya? Apa masalahnya dengan itu?

Silakan, Pak.

DIRJEN PB (SLAMET SUBIAKTO):

Baik, mohon izin. Jadi perlu kami barangkali memperjelas di sini. Sebetulnya prinsipnya yang

kita maksudkan sebetulnya sama bahwa pembudidayaan itu ada di tawar, payau dan laut. Hanya kalau memang kita cantumkan yang secara umum usulkan kami ini sebetulnya lebih luas, Pak. Karena ini wadah ya, Pak. Seperti tadi ini mata pencaharian melakukan pembudidayaan ikan, baik di perairan ... , ini kan dalam arti paparan yang luas. Sedangkan perikanan budidaya ini bisa dilakukan di perairan­perairan kecil, lebih luas lagi sebetulnya artinya di sini. Tapi prinsipnya kami setuju sebetulnya. Yang dimaksudkan Bapak kami setuju. Hanya ini lebih luas lagi sebetulnya.

ARSIP D

PR - RI

24

KETUA RAPAT:

Saya kira semestinya sudah benar keterangan dari pemerintah bahwa dengan menyederhanakan terhadap ketentuan umum di DIM 20 itu merujuk terhadap DIM 30. DIM 73 itu hanya memberikan item saja apa yang dimaksud lbu Titha. Tetapi DIM 30 itu sudah jelas. Artinya tidak perlu disebutkan. lni saya membela pemerintah sedikit. Tetapi saya kira Pak Edhy ingin menspesifikkan, ini juga catatannya bahwa pembudidaya ikan adalah kegiatan yang untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiarkan ikan. Artinya bahwa memang membesarkan, membiayakan itu kan pasti ada di perairan, bisa payau. Sebetulnya definisi ini bagus juga yang dari DPR, artinya menyebutkan zona area yang saya kira budidaya juga menjangkau air tawar misalkan. Selama ini kan Dlrjen Budidaya agak jarang ke air tawarnya, kan begitu ya. Jadi mungkin dengan sentuhan undang-undang ini diingatkan bahwa Bapak juga punya tanggung jawab di air tawar. Karena kolam­kolam masyarakat saya yang di gunung-gunung itu juga jarang disentuh oleh Dirjen Budidaya, jarang dikunjungi bahkan. Saya kira tidak apa-apa /ah kalau dimasukkan, bagus begitu ya. lni ada spesifikasi khusus lah di dalam undang-undang ini. Tapi kami persilakan penjelasan pemerintah.

INTERUPSI F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Sebelum ke pemerintah, di DIM 75 itu sebenarnya sudah mengurai terkait dengan jenis-jenis pembudidayaan. Tinggal apabila kurang saya pikir bisa ditambahkan di DIM 75 ini. lni sudah bicara air tawar, air payau, air laut. Jadi saya pikir yang di awal itu sudah secara umum penjelasannya di DIM 75 itu.

Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Bagaimana? Mudah-mudahan bisa selamat ini.

DIRJEN PB (SLAMET SUBIAKTO):

Ya, saya setuju tadi Pak Ono. Hanya memang kalau ini memang masih diperlukan penegasan, itu kami kalau bisa ditambahkan di kata-kata terakhir 'pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan air tawar, payau dan air laut', bukan di perairan ini, Pak. Karena ini kalau di sini spesifik perairannya.

KETUA RAPAT:

Baik, pembudidaya ikan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan di air tawar, air payau dan air laut, begitu ya? Oh ya, iar tawar, air payau dan air laut. Begitu, Pak? Ya, tolong dicatat. Setuju, Pak Edhy? Pak Edhy setuju. Pasti Pak Darori setuju terhadap Pak Edhy. lbu Titha, setuju? Ya. Pak Sudin? Pak Ono, setuju? PDIP? Setuju. Pemerintah?

PEMERINTAH :

Mohon izin, Pak. Jadi tanpa 'di', Pak.

ARSIP D

PR - RI

25

KETUA RAPAT:

Ya, tanpa 'di'.

PEMERINTAH :

Karena kalau 'di' itu ...

KETUA RAPAT:

Kemudian air tawar, air payau dan air laut. Berarti Pak Edhy harus pakai 'di', Pak. Kalau tidak Pak Ed namanya. Pembudidaya ikan adalah setiap orang ... , setiap orang ya, setiap orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. Pembudidaya ikan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan air tawar, air payau dan air laut. Begitu ya? Ya air laut, Pak. Memang air apa tadi? Air tuak? Tidak ada air tuak tadi. Air laut, dan air laut. Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

Nanti kita juga akan tanya terhadap DIM-DIM yang tadi belum di. .. , termasuk mohon tadi di definisi nelayan itu pakai 'setiap orang'.

Lanjut, Pak Sekjen.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Bisa tanya sedikit, Pak?

KETUA RAPAT:

Silakan.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Hanya bertanya saja, Pak. Mudah-mudahan salah pertanyaan saya. Tapi kalau saya membaca DIM 20 ini pembudidaya ikan itu kan jelas adalah orang yang mata pencahariannya melakukan dan seterusnya ke belakang. Kemudian yang paling belakang ada kata-kata 'dan pemilik lahan budidaya'. lni sudah dihilangkan ya?

KETUA RAPAT:

Sudah hilang, Pak.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Oke, terima kasih banyak.

ARSIP D

PR - RI

26

KETUA RAPAT:

Jadi sampai 'air laut' saja titik.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Nanti barangkali untuk kepentingan kita ke depan mengenali pemilik. Pemilik juga krusial, Bapak.

KETUA RAPAT:

Di belakang ada. Di DIM berikutnya nanti.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Ya, harus kita berikan porsi juga pemilik, karena dia bisa mempengaruhi proses produksi.

KETUA RAPAT:

Ya, baik. Lanjut.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, mohon izin kami lanjutkan DIM 23. DIM23:

"Pembudidaya ikan kecil adalah pembudidaya ikan dengan skala usaha, luas lahan atau /uas kolom air termasuk penggarap lahan budidaya dan rumah tangga pembudidaya ikan kecil yang melakukan pemasaran."

Di sini kami mengusulkan ini sama dengan yang 20 tadi:

"Pembudidaya ikan kecil adalah pembudidaya ikan yang melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari."

ltu saja, Pak.

KETUA RAPAT:

Selama tidak ada interupsi lanjut terus. Sudah datang lagi Pak Rofi Munawar dari Fraksi PKS dan lbu Titha Chunda

Yasin Limpo dari Makassar dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Lanjut.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, kami lanjutkan DIM 24:

ARSIP D

PR - RI

27

"Pemilik /ahan budidaya adalah pembudidaya ikan dengan haklizin apapun berkuasa atas suatu lahan, baik perseorangan maupun badan usaha yang digunakan untuk pembudidayaan ikan."

Kami mengusulkan:

"PemUik /ahan budidaya adalah pembudidaya ikan yang memiliki lahan dan secara aktif melakukan kegiatan pembudidayaan ikan."

Jadi ini sebetulnya melekatkan antara pemilik modal dengan penggarap secara langsung.

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Ketua, mohon izin.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Kalau kalimatnya 'memiliki lahan' itu agak sulit sebenarnya kalimat lahannya pembudidaya itu seperti apa, misalnya seperti rumput laut, Pak Sekjen. Kan sebenarnya laut itu kan ruang terbuka begitu ya. Susah kita katakan bahwa dia itu pemilik lahan. Kalau di budidaya darat mungkin kita bisa pastikan dia punya pemilik. Tapi kalau di laut saya agak khawatir kalimat 'pemilik lahan' ini menjadi rentan, sehingga si pembudidaya rumput laut itu dianggap tidak memiliki lahan. Padahallaut kan tidak boleh dimiliki sebenarnya kalau kita pakai Undang-Undang Pesisir kalau tidak salah. Artinya lebih menarik kalau kemudian kita kembali saja ke poin yang kita usulkan. Khawatir saja kepemilikan lahan ini menjadi persoalan baru kita nanti ke depan. Begitu, Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Terima kasih, Pak. Memang betul juga Pak lchsan. Saya tidak tahu apakah ada hukum baru

kalau di laut itu boleh dimiliki oleh perorangan, Pak. Karena yang jelas kalau laut itu kan milik rakyat dalam artian umum. Artinya public properties. Jadi betul Pak lchsan, kalau memang nanti dibatasi luas lahan tertentu ini seperti apa modeling-nya, seperti apa modeling yang harus kita carikan instrumen hukumnya. Bahwa dia menguasai. .. , bukan menguasai, bahwa dia mengontrol barangkali, mensupervisi lahan tertentu mungkin iya. Tapi bunyinya apakah dia punya property memiliki? ltu saja pertanyaannya. Tapi ini harus kita pertimbangkan. Kalau tidak nanti takutnya

ARSIP D

PR - RI

28

ada orang pemodal cukup besar kumpulkan orang kecil-kecil, punya wilayah, malah tertutup semua.

Terima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Ya, laut itu adalah taman property. Tapi karena taman property terjadilah tragedy of the common. ltu pelajaran ilmu perikanan bagitu, sehingga apakah penting tadi penguasaan terhadap kawasan pembudidaya ikan. Sekarang tanya Dirjen Budidayanya, Pak.

DIRJEN PB (SLAMET SUBIAKTO):

Baik, jadi sebetulnya begini, memang untuk lahan budidaya khususnya yang di laut ini tidak bisa dimiliki, namun harus izin. Jadi jelas betul bahwa area rumput laut yang kita garap ini adalah kita yang mengelola, yang menggarap, sehingga tidak terjadi saling serobot ataupun permasalahannya. Jadi memang sekarang pemerintah daerah pun mereka ada lahan-lahan yang tidak dimiliki tapi izin menggarap agar tidak terjadi ... , sehingga ...

KETUA RAPAT:

Sekarang begini supaya lebih fokus, ini kan ada pemilik lahan budidaya, sudah pasti itu di darat. Kemudian ada penggarap lahan budidaya di darat. Bagaimana dengan tadi budidaya yang ada di commor property tadi? Apakah perlu ada ketentuan umum khusus, sehingga dia juga masuk di dalam pengkategorian pembudidaya ikan yang harus dilindungi dan diberdayakan? Kan begitu konteksnya. Apakah ini harus ada definisi baru mengenai budidaya yang dia ada di laut yang pakai magang di laut misalkan ada budidaya lobster misalkan di situ juga? lni yang apakah perlu ada. Kalau perlu ada, kita rujuk saja supaya nanti ke Tim Perumus merumuskan yang akan disetujui lagi di Panja. Begitu, Pak.

Silakan.

DIRJEN PB (SLAMET SUBIAKTO):

Saya setuju perlu ada. Karena bukan hanya di laut, saya kira di danau/waduk pun ...

KETUA RAPAT:

Betul, di situ ya, Pak.

DIRJEN PB (SLAMET SUBIAKTO):

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kalau begitu kami serahkan kepada pemerintah untuk membuat draft rancangannya, baik di ketentuan umum maupun nanti juga masuk di dalam pasal-

ARSIP D

PR - RI

29

pasal tambahan. Karena ini temuan yang menarik menurut saya untuk bisa dimasukkan sebagai bagian perlindungan dan pemberdayaan. Begitu ya, Pak. Mohon di tim dapur dari pemerintah maupun dari DPR mencatat itu dan kami meminta pemerintah untuk merumuskan supaya sesuai dengan nomenklaturnya dan kemudian nanti kita masukkan di dalam pembahasan Tim Perumus. Kemudian kita nanti akan sahkan di Panja yang akan dibawa kepada Tim Rapat Kerja nanti.

Silakan dilanjut, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, terima kasih. DIM 25:

"Penggarap lahan budidaya adalah warga negara Indonesia yang menyediakan tenaganya dalam pembudidayaan ikan atas dasar perjanjian bagi hasil yang diadakan dengan pemilik /ahan budidaya."

Di sini kami mengusulkan 'warga negara Indonesia' sudah masuk dalam definisi umum untuk kesemuanya, sehingga:

"Penggarap lahan budidaya adalah pembudidaya ikan yang menyediakan tenaganya dalam pembudidayaan ikan."

Begitu saja, Pak.

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Mohon izin, Ketua. Kalau ada perjanjian terkait dengan perjanjian misalnya bagi hasil begitu, itu

termasuk kita boleh tambahkan tidak di dalam itu atau sudah termasuk di dalam include definisi di poin 14 yang diusulkan oleh pemerintah?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Nanti di batang tubuh ada, Pak. Di batang tubuhnya. Jadi ini definisi. Nanti di batang tubuh dia masuk perjanjiannya.

237 itu:

"Pemilik dan penyewa kapal atau pemilik dan penyewa /ahan budidaya ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan harus membuat perjanjian kerja dan terjadi bagi hasil secara tertulis."

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Saya setuju, Pak. Karena ada duplikasi nanti. Oke, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Lanjut, Pak.

ARSIP D

PR - RI

30

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

DIM26:

"Petambak garam adalah warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan produksi garam yang meliputi pemilik tambak garam, penggarap tambak garam dan petambak garam kecil."

Di sini sama dengan yang definisi nelayan dan definisi pembudidaya. Kami mengusulkan:

"Petambak garam adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pergaraman."

Kemudian kami lanjutkan DIM 27:

"Pemilik tambak garam adalah petambak garam dengan hak atau izin ataupun berkuasa atas sesuatu lahan, baik perseorangan atau badan usaha yang digunakan untuk produksi garam."

lni usulan dari DPR. Kemudian kami mengusulkan dari pemerintah:

"Pemilik tambak garam adalah petambak garam yang memiliki lahan yang digunakan untuk produksi garam dan secara aktif melakukan usaha pergaraman."

lni bisa, Pak. Karena garam mungkin tidak di perairan. Jadi dia memang memiliki tambak tersebut.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Ya, Pak. Sekali lagi kita bicara tentang kepemilikan, Pak. Artinya kalau kemudian ... lni kan nanti ada potensi konflik kepemilikan ini kalau kita definisikan seperti ini. lni juga harus hati-hati kita mendefinisikan apa itu kepemilikan lahan garam. Saya khawatir nanti kalau kita definisikan bahwa ini adalah pemilik lahan tiba-tiba bahwa wilayahnya menjorok ke pantai, tapi kemudian definisi pesisir itu kan sebenarnya common property dalam pemahaman kita wilayah kelautan begitu. Kita harus hati-hati bicara kepemilikan ini, Pak. Saya ingin ini kita definisi ulang saja tentang apa itu maksud kepemilikan ini. ltu yang kita kehati-hatian.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira nanti di batang tubuh ya. Jadi nanti batasan dan tata aturannya ada di batang tubuh. Jika nanti di batang tubuhnya kurang jelas kita rujuk ke peraturan pemerintah atau peraturan menteri. Tapi ini menjadi catatan panting. Karena memang sekarang juga sampai saat ini tidak jelas juga di pesisir. Tempatnya Pak Ono itu sudah saling klaim. Kawasan-kawasan yang sebetulnya itu tanah timbul, Perhutani dan sebagainya sudah tidak pernah jelas. Orang menggarap-garap saja di

ARSIP D

PR - RI

31

sana dan untuk memindahkannya seperti kasus-kasus lain di Lampung banyak sekali, susah juga akhirnya. Jadi memang ini harus hati-hati dalam undang-undang dan nanti menjadi catatan di batang tubuh.

Lanjut, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Terima kasih, Pak. Mohon izin. Kami setuju bahwa ini diberlakukan sama dengan yang pemilik tambak

budidaya tadi, lahan budidaya. Jadi kita definisikan ulang dari Tim Dapur. Kemudian DIM 28:

"Penggarap tambak garam adalah warga negara Indonesia yang menyediakan tenaganya dalam produksi garam atas dasar perjanjian yang diadakan dengan pemilik tambak garam."

Di sini sama, kami mengusulkan lebih ringkas:

"Penggarap tambak garam adalah petambak garam yang menyediakan tenaganya dalam usaha pergaraman."

Sarna dengan yang budidaya tadi, Pak. Ada di batang tubuh untuk penjelasannya. Kemudian DIM 29:

"Petambak garam kecil adalah petambak garam dengan skala usaha keci/, luas tambak kecil dan teknologi sederhana, termasuk penggarap tambak garam dan petambak garam yang melakukan pemasaran berskala kecil."

lni definisinya seperti nelayan. Kami mengusulkan:

"Petambak garam kecil adalah petambak garam yang melakukan usaha pergaraman pada lahannya sendiri dengan luas lahan paling luas 2 hektar dan perebus garam."

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Ya, Pak. Sekali lagi tentang lahannya sendiri, Pak. Akhirnya kita bicara kepemilikan lagi, Pak. Kita harus hati-hati tentang kepemilikan ini. Potensi konflik ini, sekali lagi saya ingatkan. Tolong bahasanya jangan lahannya sendiri. Bagaimana nanti kita rumuskan di dalam Tim Perumus.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, nanti bahasanya lebih diperhalus supaya tertutup lah, jangan terlalu dibuka.

Lalu yang kedua, saya kira ini hitung-hitungannya ini 2 hektar ini kok sama dengan petani padi. Petambak garam itu memang keekonomisannya berapa hektar. Ada yang bisa menjelaskan tidak? Tapi nanti skala keekonomisan. lni karena

ARSIP D

PR - RI

32

menyangkut persoalan di ketentuan umum. Silakan kalau ada yang bisa menjelaskan.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Boleh masukan saja, Pak? lni mohon izin agak mundur ke belakang di. ..

KETUA RAPAT:

Nanti dulu. lni dulu, Pak. lni petambak garam ini yang ... Karena ini ada batasan. Saya kira supaya nanti setelah ini kita mundur ke belakang sedikit.

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Pak Ketua, saya setuju kemudian ini dibatasi definisi. Kalau kita bicara kecil itu kan agak relatif. lni persoalan keekonomisan. Jangan-jangan 2 hektar itu tidak ekonomis. Kalau 2 hektar itu kan debatable apakah memang itu ekonomis atau tidak. Tetapi saya setuju ada batasan. Jangan hanya bicara kecil, tapi bicara batasannya apakah 2 hektar, 3 hektar, 1 hektar, it's ok. Tapi kita tanyakan dulu kenapa harus 2 hektar.

Terima kasih.

INTERUPSI KETUAIF-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

1 hektarnya itu berapa ton garam dihasilkan, Pak Sekjen.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

1 hektar kalau secara tradisional 60 ton garam. Tetapi setelah dilakukan intensifikasi bisa sampai 100 ton garam, 100 sampai 120.

KETUA RAPAT:

Dikali Rp50,-. Dikali 250 /ah paling rendah. 30 apa? Sekarang? Pak Sekjen, Rp30,-. Bagaimana sih Pak Sekjen ini. Coba dari ilmu sedikit tentang garam. Jangan banyak-banyak, sedikit saja. Sekali lagi ini panting. Jangan sampai kita menetapkan 2 hektar tapi 4 hektar juga tidak ekonomis.

DIRJEN PDS (NILANTO PERBOWO):

Terima kasih, Pak Ketua. Untuk lahan garam memang kita menghitungnya itu minimal dari lahan yang

bisa digarap dengan harga yang normal. Harga normal itu antara 300 sampai 500 untuk kita ambil kualitas dua, karena kita belum bisa ...

KETUA RAPAT:

Sebentar, kan begini ya, kalau garam itu kan garam jadinya itu ada di kotak keempat. Kalau garam itu kan ada di kotak keempat garam jadinya. Kan pertama air masuk dulu, kemudian aru masuk ke kotak kedua, pengendapan, baru masuk ke

ARSIP D

PR - RI

33

kotak ketiga. Yang di panen itu kan kotak ketiga dan kotak keempat. Kualitas 1 di kotak keempat, kualitas 2 di kotak ketiga. Begitu ya kalau tidak salah, sehingga hitungan hektar itu apakah terhadap luasan keseluruhan tambak garam atau terhadap tambak jadi. lni penting ini.

Silakan, Pak.

DIRJEN PDS (NILANTO PERBOWO):

Luasan hektarnya itu diperhitungkan seluruh luasan tambak garam. Jadi saya analogkan seperti ini, saya memiliki 1 hektar misalkan dengan panenan 100 ton per hektar per musim. Berarti yang menghasilkan tambak garam itu 1 hektar dan untuk meja kristalisasinya 10% sampai 15%, itu yang menghasilkan garam. Selebihnya adalah untuk proses untuk menghasilkan garam, intinya itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi yang menghasilkan kristal itu hanya 10% sampai 15% dalam per hektarnya. Apakah itu sudah masuk dalam skala ekonomis kalau kemudian ditetapkan di sini 2 hektar?

DIRJEN PDS (NILANTO PERBOWO):

Makanya ditetapkan 2 hektar karena memang minimal economic skill itu untuk per musim adalah sekitar 2 hektar dengan harga yang normal.

KETUA RAPAT:

Berapa normal itu?

DIRJEN PDS (NILANTO PERBOWO):

Rp350,- sampai ...

KETUA RAPAT:

Saya kira ini penting ini. Kita pending dulu ya luasannya? Pak, tolong dihitung betul. Jangan sampai karena kita dibatasi maksimum 2 hektar salah menginterpretasi terhadap skala keekonomisan lantas undang-undang ini membatasi terhadap bantuan pemerintah terhadap petambak garam. Setuju ya? Skalanya dihitung betul. Tolong Pak Nilanto tidak mengandai-andai. Pakai harga lndramayu, Pak. Tanya Pak Ono. Harga lndramayu, harga Cirebon. Sudah bagi lokasi. Urusan lndramayu Pak Ono, urusan Cirebon urusan saya. Harga Cirebon kemarin masih Rp125,-, lndramayu Rp30,-. Jadi tolong ambil berapa besaran rata­rata pada waktu harga fix, harga terendah dan berapa yang menghasilkan kristal dari per hektarnya. Karena kita membatasi maksimum. Tetapi kalau misalkan perbantuannya nanti dengan 1 hektar karena harga sedang bagus ya dia tidak perlu dibantu. Tapi kalau misalkan 4 hektar harga sedang jatuh ya harus dibantu. Nanti jangan sampai mereka harus dibantu undang-undang tidak membolehkan dibantu. Begitu ya, Pak Nilanto? Karena memberdayakan bukan persoalan didalam

ARSIP D

PR - RI

34

petambaknya, tapi juga persoalan didalam cara menjualnya. Kalau harganya jatuh bagaimana itu. Begitu? Saya mohon dihitung dulu. Besok Pak Nilanto mohon besok pagi sudah ada hitung-hitungan yang lebih formal bisa ditampilkan di sini. Untuk batasan saya kira untuk naratifnya kita setujui tetapi besarannya kita pending sampai besok pagi.

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, Pak. Mungkin dari Pak Dirjen Perikanan Tangkap ada yang ingin disampaikan, Pak.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Di DIM 28, Pak. lni usul saja mungkin, tidak terlalu rasional. Tapi rasanya ...

KETUA RAPAT:

Di DIM berapa, Pak?

DIRJEN PT (NARMOKO):

Di DIM 28 angka 17 itu penggarap yang ... , setelah perubahan ya, Pak:

"Penggarap tambak garam adalah petambak garam yang menyediakan tenaganya dalam usaha penggaraman."

Boleh tidak ditambah dengan pemikiran? Karena yang paling marginal dari orang kecil ini biasanya dimurah-murahkan, pikirannya tidak dihitung, Pak. Jadi biasanya orang itu kalau mengupahi orang di bawah itu hanya tenaga saja, fisik. Tapi pikirannya kadang-kadang mereka lebih cerdas.

KETUA RAPAT:

Ya, kami serahkan kepada pemerintah. ltu bagaimana, Pak Sekjen? Ada usulan tenaga dan pemikirannya. Karena kita berbicara persoalan penggarap, penggarap ya orang yang bekerja menggarap. Kalau yang memikirkan itu Pak Ono biasanya. Oke, kita tampung lah usulannya. Saya kasih tanda pemikirannya, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Kami mohon izin melanjutkan. DIM 33 definisi dari DPR:

"lkan adalah segala jenis organisme yang se/uruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan, termasuk jenis pisces (ikan bersirip), crustacea (udang rajungan dan kepiting), mollusca (kerang mutiara, cumi-cumi, gurita dan tiram), coelenterata (ubur-ubur), echinodermata

ARSIP D

PR - RI

35

(teripang dan bulu babi), amphibia (kodok), reptilia (penyu, biawak dan buaya), mamalia (paus, lumba-lumba, pesut dan duyung), algae (rumput /aut dan tumbuh-tumbuhan Jain yang hidup di da/am air) dan biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis ikan."

Karni usulkan:

"lkan ada/ah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan."

Jadi tidak perlu detail begini, karena karni khawatir kalau detail begini yang di luar yang detail ini tidak terrnasuk kategori ikan itu, Pak.

KETUA RAPAT:

Ada satu pertanyaan, Pak. Titipan ini dari lbu Titi. Kodok itu rnernang harus ada di air, Pak. Mernang sebagian hidupnya ada di air kodok itu. Kalau tidak ada air dia tidak bisa hid up. Coba jawaban referensinya, Pak.

DIRJEN PB (SLAMET SUBIAKTO):

Kodok atau katak rnernang sebagian ini sikulus hidupnya itu harus ada di air, terrnasuk untuk rneretaskan telurnya, anaknya itu harus di air. Tidak di darat, Pak.

Terirna kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan kalau ada rnasukan. Pak Darori, nanti Pak lchsan.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Terirna kasih, Ketua. Definisi yang dibuat oleh kita setelah kita rnendengar waktu di Udayana ini

dipertanyakan oleh para guru besar, termasuk saya juga baru teringat ada beberapa hal yang dipertanyakan, contohnya rnisalkan buaya dan lurnba-lurnba. Di sana dikategorikan ikan, sedangkan buaya dan lurnba-lurnba ini sudah di dalarn Undang­Undang Nornor 5 Tahun 1997, PP Nornor 7 dan hasil kesepakatan dunia internasional UCN rnasuk Apendiks 1 , artiny atdk boleh dirnakan dan tidak boleh ditangkap, dibunuh begitu. lni usul pernerintah saya kira bisa dipertirnbangkan, narnun di dalarn penjelasan agar ikan itu betul-betul definisi ikan yang seperti tertuang dalarn Undang-Undang Perikanan. Saya kira buaya tidak terrnasuk itu, iya kan? Tidak ada kita rnakan daging buaya. lni, Pak Sekjen dan Pak Ketua. Saya kira ini perlu dicerrnati, jangan sarnpai nanti definisi ini rnasuk, pengalarnan kita Undang­Undang Surnber Daya Air karena definisi yang salah akhirnya undang-undang dibatalkan, di-judicial review begitu. lni tolong, Ternan-ternan. Kita capek-capek, sidang dua kali batal. ltu kita perlu cerrnati.

Saya kira itu, Pak Ketua. Saya kira bisa dipertirnbangkan usulan dari pernerintah dengan catatan penjelasan pengertian ikan yang dirnaksud ikan di dalarnnya itu apa. Diberi penjelasannya di belakang. Biasanya kita ada penjelasan detailnya. Saya kira perlu dibuat oleh pernerintah. Tapi saran saya hal-hal yang

ARSIP D

PR - RI

36

menyangkut seperti rumput laut apakah ikan itu? Kemarin juga dipertanyakan. Definisi ikan soalnya ini. Kalau nelayan bisa termasuk nelayan rumput laut. Tapi ikan itu apa? lni mohon Pak Sekjen nanti di definisi ini betul-betul dicermati, sehingga tidak membingungkan.

Terima kasih, Ketua.

KETUA RAPAT:

Baik. Saya persilakan.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Ya, justru kekhawatiran saya ketika kita bicara definisi ikan ini. lni seperti kembali ke ruang kuliah begitu ya, Pak Slamet, waktu kita kuliah tentang ikan ini. Kalau saya lebih condong sebenarnya definisi ikan ini kita kembalikan ke definisi ilmiahnya, misalnya kekhawatiran misalnya saja perdebatan tentang dulu waktu zaman kuliah kita bicara apakah paus itu ikan atau bukan misalnya. ltu kan sebenarnya mamalia. Tapi definisinya adalah ikan. Tapi kalau kalimat dari usulan pemerintah saya khawatir justru ketika kemudian kita masuk nanti ada yang menggugat seperti kekhawatiran Pak Darori itu ini terlalu lentur begitu definisi yang di pain 22 yang dari pemerintah ini. Memang saya setuju bahwa kemudian definisi itu kita merujuk ke Undang-Undang Perikanan. Tapi kalau kemudian nanti persoalannya digugat di Mahkamah Konstitusi kemudian pakai kajian-kajian ilmiah, ini menjadi gugur dengan sendirinya. Saya khawatirnya begitu. Tolong kita hati-hati juga ini, apakah dengan pain 22 yang diusulkan pemerintah ini sudah melingkupi semuanya atau malah rentan digugat begitu. Kalau kita merujuk ke Undang-Undang Perikanan sepertinya tidak pernah digugat memang. Tapi kalau kemudian ini ada yang iseng saja, saya juga tidak tahu ini ada yang iseng-iseng berhadiah begitu, menggugurkan semuanya. Karena dampaknya besar juga terhadap rancangan undang-undang ini. ltu, Ketua. Tapi kalau boleh saya usulkan mungkin kita pending dulu sebentar, kita tanyakan. Karena pada saat kita fokus discussion ke beberapa universitas juga bukan hanya Udayana, waktu di Malang pun kita juga dipertanyakan definisi itu. Khawatir juga sebenarnya. Dulu waktu kita menyusun RUU juga sama dipertanyakan itu. Kita perlu hati-hati juga ini, Ketua. Saya usulkan saja pending sebentar. Toh sebetulnya tidak terlalu substansi kalau kemudian ini di-pending. Tetapi akan menjadi substansi kalau kemudian ini rawan digugat.

KETUA RAPAT:

Kata lbu Titi 'paus' atau 'ikan paus'? Kalau ikan paus di laut, paus orang.

PEMERINTAH :

Mohon izin, Pak.

KETUA RAPAT:

Yang kedua, saya kira Pak Darori memberikan solusi bahwa memang di dalam ketentuan umum dibuatkan general. Tetapi pada waktu di batang tubuh

ARSIP D

PR - RI

37

ketemu dengan pendefinisian ikan, ini dicantumkan. Karena memang bahaya. Ketentuan umum ini akan menjadi rujukan pada setiap pasal berkaitan dengan ketentuan umum, misalkan dengan ikan. Akan merujuk semua ke sini. Pada sesuatu yang bertolak belakang, itu akan merujuk ke sini juga, sehingga Pak Darori tadi saya kira solusi. Memang ini dalam setiap penyusunan perundang-undangan kita juga mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Undang-Undang, sehingga di dalam ketentuan umum tidak ada penjelasan. Tetapi mendefinisikan secara umum nanti hal yang sangat detail itu didefinisikan pada waktu ketemu dengan pasal pertama yang berkaitan dengan ikan. ltu nanti dimasukkan di dalam penjelasan. Pak Jchsan tadi mengusulkan untuk di-pending. Tapi kalau di-pending kan tidak selesai-selesai. Artinya kita definisikan secara umum, tetapi nanti detailnya kita masuk di dalam penjelasan, sehingga kalau nanti dalam perjalanannya ada penjelasan baru kita masukkan di dalam penjelasan itu, sehingga tidak mengikat terhadap definisi-definisi lainnya tentang ikan. Kalau ini disetujui saya kira solusi. Tapi tadi Pak Narmoko ada usulan.

Monggo kerso, Pak Narmoko.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Terima kasih, Pak Herman. Pak Ketua, itu dulu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 itu definisi yang

diberikan setelah kita itu terakhis sounding dengan berbagai macam university dan terakhir di tim IPB, Pak. Maka keluar itu. Kemudian kita berikan penjelasan di bagian belakang aoa yang dikategorikan ikan. Tapi mungkin saya tidak akan masuk di situ. Pertanyaan saya cuma satu, apakah di undang-undang ini kita perlu mencantumkan definisi ikan? Karena kan sudah ada di dalam undang-undang tersendiri di Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 itu tadi. Kalau memang mau diubah ya mestinya undang-undang ini diubah semua 31, karena justru backbound-nya dari Undang­Undang Nomor 31 ya di definisi ini. Jadi kalau misalnya mau diubah, mau ditambah, ya silakan sekalian. Jadi jangan dicabut begini, Pak. Nanti kasihan pasal-pasal yang lain yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 31. Karena itu masih dijuncto masih hidup, juncto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 207 kalau saya tidak salah. ltu pertimbangan hukum saya saja 2009. Jadi kalau memang boleh saya saran malah justru di undang-undang ini tidak perlu, karena nelayan yang menjadi core bussiness kita kan di sini adalah justru nelayan itu sendiri. Jadi obyeknya biar saja diatur dalam undang-undang yang lain. Kecuali nanti pada suatu saat kita mengubah Undang­Undang Nomor 31.

Saya hanya saran itu saja, Pak.

KETUA RAPAT:

Setuju dengan Pak Narmoko. Makanya tadi saya merujuk ke Pak Darori solusinya adalah kita mendefinisikan dalam ketentuan ini secara umum, tapi hal yang detail nanti kita masukkan pada waktu ketemu di batang tubuh. Bukan definisi, tetapi yang dimaksud dengan ikan adalah, sehingga ini bisa diperbaharui jika nanti memang ada jenis baru yang ini masuk dalam kategori budidaya perikanan. Saya kira begitu ya solusinya.

Paklchsan?

ARSIP D

PR - RI

38

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Ketua, saya justru kalau Pak Ketua setuju dengan pendapatnya Pak Narmoko saya kurang setuju, Pak Narmoko. Karena rezim sekarang kan tidak ada rezim umbrella, tidak ada undang-undang payung. Artinya pemahaman itu. Tetapi kita masukkan saja definisi, tapi kita harmonisasi juga dengan definisi yang di Undang­Undang Perikanan itu Nomor 31. Saya lebih setuju itu dimasukkan saja di definisi, harmonisasi saja begitu.

KETUA RAPAT:

Ya, tadi sudah diputuskan. Artinya Pak Narmoko memberikan pencerahan benar. Artinya yang diatur dalam undang-undang lain tidak perlu diatur di dalam undang-undang ini. Tetapi bahwa kita ada keinginan ini untuk dicantumkan sebagai bagian pendefinisian tentu itu akan dicantumkan di dalam penjelasan. Nanti bukan definisi disebutnya, 'yang dimaksud dengan ikan di dalam ayat ini adalah', nanti begitu. Termasuk rumput laut ya, itu ikan ya. Apakah kita akan keluarkan rumput laut dari perikanan? Jangan, masukkan. Setuju ya begitu?

Silakan, lbu.

WAKIL KETUAIF-PG (SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E.):

Tadi kalau rumput laut tidak masuk di ikan, lalu buaya tidak masuk di ikan, sementara kita bicara di sini mengenai pembudidaya ikan. Nanti kalau orang yang membudidayakan si buaya saya ada di mana? Pembudidaya rumput laut di mana?

KETUA RAPAT:

Baik, di ketentuan umumnya begitu. Nanti kita harmonisasi kalau ada rujukan baru untuk penambahan apa yang dimaksud dengan ikan. Begitu ya? Setuju ya? Pemerintah?

PEMERINTAH:

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT: Pak Rofi? Silakan, Pak Rofi.

F-PKS (H. ROFI MUNAWAR, Lc.):

Saya sepakat saja. Cuma mungkin pendefinisian ini penting kaitannya dengan penyempurnaan atau perbaikan dari undang-undang terdahulu. Jadi ketika kita membuat undang-undang baru, itu kan tidak boleh pasal-pasal atau tidak harus pasal-pasal yang kita buat itu menyesuaikan dengan undang-undang terdahulu. Kalau memang ini lebih baik begitu demikian, sehingga saya malah lebih sepakat tentang pendefinisian ini secara definitif satu-persatu. Khawatirnya nanti ketika ada gugatan dari masing-masing definisi itu. Misalnya ketika rumput laut digugat bahwa dia adalah ikan misalnya sementara dia tidak tertulis, nanti mudah dicabut.

Terima kasih, Ketua.

ARSIP D

PR - RI

39

KETUA RAPAT:

Baik, tadi sebelum Pak Rofi hadir sebetulnya sudah disepakati bahwa kita boleh menyempurnakan, boleh menambah dan boleh mengurangi, tidak harus sesuai dengan undang-undang sebelumnya kalau ini dianggap baik, lebih baik, lebih sempurna. Yang tidak boleh adalah bertentangan, karena bertentangan itu tidak boleh. Undang-undang a bilang a, undang-undang b bilangnya x, itu yang tidak boleh. Tadi saya sudah sampaikan. Tapi saya kira Pak Rofi mengingatkan kita semua pentingnya sesuatu hal yang baru dan menyempurnakan itu di dalam undang-undang ini. Begitu, Pak Narmoko.

Lanjut. Ketok dulu ya, Pak. Pak Rofi, ketok dulu ya. Pak lchsan? Pak Darori?

(RAPAT: SETUJU)

Mohon maaf, undang-undang ini karena akan dipakai seluruh masyarakat Indonesia. Jadi saya harus hati-hati.

INTERUPSI F-PAN (INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.):

lzin, Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan, lbu.

F-PAN (INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.):

Sedikit, Ketua. Mohon maaf terlambat. Sekedar usulan saja, Ketua. Pak Sekjen, bisakah di Pasal 1 ayat (2)

'pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam adalah ... '

KETUA RAPAT:

Sebentar, DIM berapa? Nomornya saja.

F-PAN (INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.):

13.

KETUA RAPAT:

Nomor 13?

F-PAN (INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.):

Ya. Nomor 13 bisa tidak usulan saya ini ditambahkan upaya untuk mendorong usaha olahan atau pengawetan hasil tangkapan pasca tangkap? Jadi jangan masuk di batang tubuh, tapi dipertegas juga di ketentuan umum.

Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

40

KETUA RAPAT:

Oke. Kami sudah menyepakati di Rapat Kerja, lbu Thita. Di dalam Rapat Kerja sudah disepakati mana DIM yang akan dibahas di Panja. Pasal-pasal yang tetap atau DIM yang tetap itu sudah diketok palu di dalam Rapat Kerja. Tetapi kalau ada usulan ini dicatat, nanti kita masukkan di Timus (Tim Perumus). Kemudian nanti kita akan menjadi usulan, usulan Rapat Panja kepada Rapat Kerja. Jadi diusulkan saja. Mungkin tidak bisa diubah hari ini, karena takut menyalahi tata peraturan. Pak Rofi bisa marah nanti kalau mengubah-ubah pasal yang sudah diketok Pak Edhy di Rapat Kerja, begitu kan. Tetapi ini tolong Tim Dapur dicatat agar menjadi usulan Rapat Panja kepada Rapat Kerja. Tapi kalau kemudian nanti ada konsensus fraksi­fraksi dalam Tim Perumus saya kira nanti bisa putuskan di Rapat Kerja bahwa ada pasal tetap yang kemudian dibahas di dalam Rapat Panja yang kemudian ini nanti ditetapkan pada waktu Rapat Kerja. Begitu ya, lbu Thita. Tolong dicatat. Catat dulu saja.

(RAPAT: SETUJU)

Ada lagi, lbu Thita? Mohon ini menjadi patokan ke halaman 4. Sarna ke halaman 4 tidak yang dibagikan? Tolong dilihat ke DIM yang dibahas oleh Panitia Kerja. ltu ada matriks DIM mana saja yang dibahas di Panitia Kerja. Jadi nanti tolong merujuk ke situ.

Lanjut, Pak Ketua Panja Pemerintah.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Ya, baik. Terima kasih, Bapak. Mohon izin. Untuk DIM berikutnya adalah DIM 73. DIM 73 adalah pasal tambahan, Pak.

Jadi setelah pasal. ..

KETUA RAPAT:

Mohon maaf, saya kira ini sudah melampaui Bab Ketentuan Umum ya. Jadi tadi ada beberapa DIM yang belum diketok. Tadi DIM yang perdebatan saja yang kita ketok. Untuk itu saya tanya kembali kepada Rapat Panja, apakah untuk DIM­DIM yang dibahas yang tadi tidak di-counter DIM oleh Komisi IV dapat disetujui? Setuju? Pemerintah? Setuju.

(RAPAT: SETUJU)

Masuk di Bab II. Silakan dilanjut, Pak Sekjen.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, Bapak. Jadi diantara DIM-DIM 123 DIM tadi disamping perubahan substansi ada DIM

usulan baru. DIM usulan baru ini diletakkan setelah Pasal 4. Jadi Pasal 4 berbunyi lingkup pengaturan yaitu DIM 66, kemudian ada 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72. Kemudian kami mengusulkan ada DIM tambahan, pasal tambahan yaitu Pasal 4A, itu DIM 73. Di DIM 73 ini merupakan penjelasan dari yang kita sebut tadi di awal tadi

ARSIP D

PR - RI

41

'seorang', nelayan adalah seorang itu tadi. Jadi di sini undang-undang ini berlaku untuk nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Jadi ini menjelaskan DIM-DIM di atas yang terkait dengan seorang. Jadi misalkan DIM 14 'nelayan adalah setiap orang', itu dijelaskan di DIM 73.

KETUA RAPAT:

Pak Sekjen, artinya bahwa laut kita terbuka untuk nelayan siapa saja, kecuali yang diatur oleh undang-undang ini adalah yang berkewarganegaraan Indonesia Begitu kan?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Ya. Maksudnya dengan undang-undang ini akan mengikat bahwa nelayan itu adalah berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira ini menjelaskan terhadap ketentuan umum tadi, baik nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Yang dimaksud di dalam undang-undang ini adalah warga negara asli Indonesia berkedudukan di Indonesia, KTP Indonesia. Setuju? Lanjut dulu ya, persetujuannya nanti per bab saja. Tolong diingatkan.

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Kalimat 'berkedudukan di Indonesia' ini, Pak Sekjen. Kalau kemudian kita punya nelayan yang warga negara Indonesia yang kemudian ... lni kita terkait dengan asuransi nanti ke depannya. Saya khawatir kalau mereka bekerja di taut lepas yang bukan teritorial Indonesia itu tidak bagian dari rezim definisi nelayan ini. Misalnya kan dia bekerja, tapi misalnya dia sudah laut lepas, ketika kita ingin mengklaim asuransi terkait dengan korban ... , misalnya saja kita tidak tahu ada korban atau tidak nanti ke depannya, kalau kemudian berkedudukan di Indonesia ini artinya mereka yang bekerja di luar negeri tapi warga negara Indonesia itu kan tidak bisa dijadikan bagian dari lingkup itu. Saya agak buru-buru di sini begitu. Mohon maaf tadi agak istirahat sebentar. Tapi bahasa 'berkedudukan' itu khawatir tidak terproteksi nelayan kita yang bekerja atau buruh nelayan yang bekerja di perairan bebas itu. Begitu kira-kira.

KETUA RAPAT:

Saya mohon dijelaskan apakah berkedudukan di Indonesia ini termasuk di zona ekonomi eksklusif atau barangkali dia berada di perairan internasional atau mungkin ... , itu kan juga sudah menjadi international gate begitu.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik. Mohon izin, Bapak. Jadi 'berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia' itu

kedudukan itu artinya KTP, domisili. KTP, Pak. Jadi bukan bahwa dia ber-KTP

ARSIP D

PR - RI

42

alamat tertentu di Indonesia dan bekerja di Afrika Selatan, itu tidak masuk dalam undang-undang ini. Sebetulnya tidak KTP, Pak.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Berarti kalau pemahamannya begitu tidak usah ada 'berkedudukan di Indonesia'. Berkewarganegaraan Indonesia itu sudah bagian dari... Posisi hukumnya kan sebenarnya sudah bagian dari KTP itu sebenarnya. Tapi kalau pemahaman berkedudukan di Indonesia dalam persepsi nanti di publik... Kalau persepsinya kita-kita mungkin di sini sama. Tapi kalau persepsi nanti ke depannya khawatirnya yang berkedudukan di Indonesia itu tidak terproteksi nelayan-nelayan yang ada di luar. Tapi kalau kemudian basisnya berkewarganegaraan Indonesia, itu kan secara hukum sah, misalnya paspor, KTP. Pakai paspor pun sudah cukup sebenarnya, itu sudah berkewarganegaraan Indonesia. Persepsi 'berkedudukan' itu, kita tidak bisa memproteksi itu, karena nanti di batang tubuh lain ada penjelasan tentang asuransi. Kita harus melindungi mereka juga.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira kalau pemahaman saya sih sudah benar begitu ya, artinya berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Ada warga negara kita yang kerja di Taiwan misalkan, tapi kan tidak perlu mendapatkan asuransi nelayan dari sini, karena itu mereka sudah berada di luar negeri. Bagi nelayan yang berkewarganegaraan Indonesia, kemudian dia berdomisili di Indonesia, kemudian masuk kategori didalam nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang diatur di dalam undang-undang ini, saya kira mungkin itu definisi panjangnya. Jadi kalau dia kerja di luar negeri ya tidak masuk dalam undang-undang ini.

INTERUPSI F-PKS (H. ROFI MUNAWAR, Lc.):

Mungkin yang disampaikan tadi itu cukup masuk akal begini kaitannya dengan masalah perlindungan hukum terhadap nelayan-nelayan kita yang mungkin ditangkap oleh pemerintah lain karena berada di zona tertentu yang sudah bukan lagi zona Indonesia. Kalau babnya adalah kewarganegaraan saya pikir tidak perlu ada kata-kata 'berkeduduka di Indonesia', karen a berkedudukan itu pemahaman saya itu sudah menyangkut lahan, menyangkut tempat mereka bekerja. Bagaimana dengan ketika mereka berada di sebuah zona yang itu sudah bukan lagi zona Indonesia dan mereka melakukan pelanggaran yang kemudian ditangkap masuk tidak mereka di dalam undang-undang ini.

KETUA RAPAT:

Ya, Pak Ono bisik-bisik. Fraksi PDI Perjuangan, silakan.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Saya pikir ini bukan hal yang perlu diperdebatkan menurut saya, karena berkewarganegaraan dan berkedudukan itu kan melengkapi, Pak. dalam arti dalam

ARSIP D

PR - RI

43

konteks usaha kita akan melindungi, memberdayakan setiap usaha yang kedudukannya di Indonesia. Tapi pada sisi konteks bagaimana nelayan kita kerja di luar negeri, ada masalah hukum atau masalah apa, itu sudah terakomodir bahwa mereka adalah warga negara Indonesia. Jadi saya pikir sudah cukup lah.

KETUA RAPAT:

Jadi saya kira komplit sebetulnya. Kita lihat saja nanti di pasal-pasal selanjutnya apakah pembelaan ataupun perlindungan terhadap hukum juga termasuk para nelayan yang ... Tapi ya kalau ditangkap di luar negeri ya memang pasti keluar zona Indonesia, pasti orang Indonesia. Begitu kita keluar zona ditangkap pasti berkedudukan... Jadi bisa berkedudukan, bisa berkewarganegaraan. lni penjelasan yang mengikat menurut saya.

Hadir juga Pak Azhar Romli, ini dari Fraksi Golkar. Saya kenalkan, Pak. lni Panja baru soalnya, Pak.

Silakan kalau ada penjelasan lain.

PEMERINTAH/STAF AHLI DON (0101):

Mohon izin, Pak. Sedikit saja menambahkan. Jadi seperti yang kita ketahui kalau di Undang-Undang Dasar 1945 ini

penduduk itu yang berkedudukan di Indonesia. Jadi kalau dia warga negara Indonesia tapi di Taiwan dia bukan penduduk, Pak. Jadi penduduk itu yang tinggal di sini, baik warga negara asing tapi sudah mempunyai surat tertentu tinggal di Indonesia, itu penduduk Indonesia.

Demikian, Pak. Terima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Ya, saya kira sudah paham ya. Lebih komplit ya.

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Justru maksud saya begini, memang betul bahwa yang definisi tadi itu saya setuju kemudian berkedudukan di Indonesia itu. Tetapi kalau kemudian kita baca misalnya di poin Pasal 4A ini dalam persepsi kita yang memahami itu kita setuju juga sebenarnya dengan kaliman itu. Tetapi kekhawatirannya saja bahwa kita tidak mampu melindungi segenap nelayan yang warga negara Indonesia begitu, Pak. Kalau kemudian kita bahasanya cukup 'berkewarganegaraan Indonesia' saya pikir itu warga negara itu cukup sebenarnya, tidak perlu ada penambahan 'berkedudukan'. Tidak, ini kita bicara persepsi, Pak. Saya khawatir kalau definisi Undang-Undang Dasar iya. Tapi malah kalau tadi Bapak bilang definisinya seperti itu khawatirnya nanti malah bias begitu, Pak. Tapi kalau cukup 'berkewarganegaraan Indonesia', itu sudah mengindikasikan bahwa dia memang sudah sah sebagai warga negara Indonesia. Saya pikir cukup itu saja poin 1 dan tidak usah 'berkedudukan di Indonesia'. lni usulan saya, Ketua.

T erima kasih.

ARSIP D

PR - RI

44

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Kewarganegaraan itu adalah citizenship, dia berbasis pada bendera. Kalau berkedudukan ini domisili kalau dalam hukum. Jadi dua-dua itu harus ada: warga negara dan berdomisili, kedudukan hukum. Kemudian kalau mau lengkap undang­undang ini, pasal ini, ditambah saja kita tegas. Jadi undang-undang ini jangan berlaku, tetapi undang-undang ini untuk perlindungan dan pemberdayaan dan seterusnya. Lebih kuat, lebih keren dan memang itu kita maksudkan untuk melakukan perlindungan dan pemberdayaan. lni kan penegasan saja, penegasan status hukum obyek yang akan kita atur. ltu kalau boleh usul. Tapi ya monggo, ini kan forum. Kalau saya lebih strong itu, kuat dia.

KETUA RAPAT:

Sebetulnya harapan kami pemerintah itu tidak berbeda-beda pendapat. Kalau beda pendapatan boleh lah, ada Eselon I, Eselon II, Eselon Ill. Kalau pemerintah sudah memajukan satu statement lantas berbeda-beda juga bagi kami bingung, malah membingungkan. Kalau Pak Narmoko mengubah-ubah lagi sikap pemerintah, ini kan Rakortas katanya. Baik, saya kira ini lebih komplit nanti di harmonisasi. Kita tanya ke ahli bahasa ...

INTERUPI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Ketua, boleh saya tambahkan sedikit? Kalau penjelasan Pak Narmoko citizenship dan domisili saya sepakat itu, pemahaman bahwa itu adalah yang seperti itu. Tapi jangan sampai pemahaman berkedudukan itu adalah saya khawatir kita tidak mampu melindungi nelayan yang bekerja di luar negeri, walaupun dia secara citizenship adalah Indonesia, tapi kita tidak mampu melindungi. Yang kedua adalah ketika kasus-kasus illegal fishing begitu. Saya sepakat sebenarnya poin itu.

KETUA RAPAT:

Maka itu saya katakan kita memang tidak bisa membahas point to point. Semestinya memang kita punya bekal membahas secara utuh dulu. Misal tadi kan kekhawatiran tidak bisa membela apa yang di luar negeri. Coba dibuka dulu DIM 296, Pak lchsan. DIM 296 Pasal 40 ini jelas, usulan DPR:

"Pemerintah pusat berkewajiban melakukan pendampingan terhadap nelayan keci/ yang mengalami permasalahan penangkapan ikan di wilayah perbatasan danlatau tentorial negara lain."

Pemerintah saya kira ini justru lebih memperluas lagi:

"Pemerintah pusat memberikan bantuan hukum dan perlindungan bagi nelayan yang menga/ami masalah penangkapan ikan di wilayah negara lain."

ARSIP D

PR - RI

45

Saya kira kekhawatiran sudah hilang /ah, begitu ya. Oke, disetujui ya? Disetujui dulu yang tadi.

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Kami lanjutkan DIM 74.

KETUA RAPAT:

Mohon, Pak Narmoko. Jadi nanti diperjelas pendapat pemerintah atau pendapat Pak Narmoko.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, DIM 74 Pasal 48 kami usulkan tambahan yaitu tadi seperti yang kami sampaikan di DIM 14:

"Nelayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A meliputi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh dan nelayan pemilik."

lni tadi ada usulan dari Pak lchsan mengenai rumah tangga nelayan kecil. lni kami sampaikan nanti di Tim Dapur, kami akan menambahkan nanti 'rumah tangga nelayan kecil'.

KETUA RAPAT:

Saya kira usulan bagus. Jadi tadi mengakomodir terhadap rumah tangga nelayan kecil. Tidak perlu ada definisi. Karena kalau tidak dituangkan di dalam pasal demi pasal merujuk kepada ketentuan umum tidak perlu diterangkan di dalam ketentuan umum. Tetapi kalau ini dianggap panting di batang tubuh kita masukkan.

Jadi memang ini bisa mengakomodir terhadap usulan Pak lchsan tentang rumah tangga nelayan kecil. Tapi bukan istri-istri nelayan.

Lanjut, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Kemudian kami lanjutkan DIM 75, ini terkait dengan pembudidaya. lni juga mengakomodasi apa yang sudah kita sampaikan tadi di definisi pembudidaya ikan di DIM 20. Pasal 4C kita usulkan: Ayat (1):

"Pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A meliputi: a. Pembudidaya ikan kecil, b. Penggarap lahan budidaya, dan c. Pemilik lahan budidaya."

ARSIP D

PR - RI

46

lni juga nanti mohon ... Pak Slamet Subiakto, Pak Dirjen juga mengusulkan, karena ada tambahan ...

KETUA RAPAT:

Sebentar, saya potong dulu. Tadi lbu Thita mengusulkan 'perlindungan terhadap hasil pengolahan ikan'. Tolong dimasukkan di mana itu pasnya. Tadi apa yang disampaikan lbu Thita bisa masuk juga di batang tubuh ini.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, Bapak. Jadi statusnya nanti akan sama dengan rumah tangga nelayan kecil. Kita akan usulkan tambahan. Ayat (2):

"Pembudidaya ikan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan kriteria: a. Menggunakan teknologi sederhana, dan b. Melakukan pembudidayaan ikan dengan luas lahan:

1) Usaha pembudidaya ikan di air tawar untuk kegiatan: a) Pembenihan ikan paling /uas 0, 75 hektar."

lni nanti kami mohon Dirjen Budidaya untuk menambahkan.

" ........ b) Pembesaran ikan paling luas 2 hektar."

lni statusnya sama dengan pergaraman tadi. Nanti kita akan cek kembali apakah angka 0,75 hektar maupun angka 2 hektar ini sudah skala ekonomis.

" .... 2) Usaha pembudidaya ikan di air payau untuk kegiatan: a) Pembenihan ikan paling /uas 0, 5 hektar, b) Pembesaran ikan paling /uas 5 hektar.

3) Usaha pembudidaya ikan di /aut: a) Pembenihan ikan paling luas 0, 5 hektar, b) Pembesaran ikan paling /uas 2 hektar."

lni sebetulnya kalau sudah di laut termasuk kategorinya untuk rumput laut, Pak. Nanti mohon izin Pak Dirjen menambahkan, Pak Dirjen Budidaya akan menambahkan tentang ini. Ayat (3) menyebutkan:

"Pemilik /ahan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan kriteria: a. Menggunakan teknologi sederhana atau teknologi semi intensif, b. Memiliki lahan:

1) Usaha pembudidayaan ikan di air tawar untuk kegiatan: (a) Pembenihan ikan /ebih dari 0,75 hektar sampai dengan 5 hektar, (b) Pembesaran ikan lebih dari 2 hektar sampai dengan 5 hektar,

2) Usaha pembudidayaan ikan di air payau untuk kegiatan: (a) Pembenihan ikan lebih dari 0,5 hektar sampai dengan 5 hektar,

ARSIP D

PR - RI

(b) Pembesaran ikan lebih dari 5 hektar sampai dengan 15 hektar, 3) Usaha pembudidayaan ikan di /aut untuk kegiatan:

(a) Pembenihan ikan lebih dari 0,5 hektar sampai dengan 5 hektar, (b) Pembesaran ikan lebih dari 2 hektar sampai dengan 5 hektar."

47

Mohon izin, Pak Ketua. Jadi ini kami mohon perkenan Dirjen Budidaya untuk menambahkan mengenai skala-skala ekonominya tadi.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

DIRJEN PB (SLAMET SUBIAKTO):

Baik. Mohon izin, Pak Sekjen. Jadi yang pertama saya kira perlu kami jelaskan bahwa teknologi untuk

tataran pembudidaya skala kecil adalah teknologi yang sederhana. Kalau dulu namanya tradisional, Pak. lni sederhana.

Lalu yang kedua melakukan pembudidayaan ikan dengan luas lahan seperti tadi disampaikan bahwa usaha pembudidayaan ikan di air tawar untuk kegiatan pembenihan ikan paling luas 0,75. Jadi untuk pembenihan saya kira ini sudah sangat mencukupi untuk pembenihan ikan 0,75 hektar itu. Biasanya untuk lele saja sekitar 200 m2 sudah bisa menguntungkan. Begitu juga untuk pembesaran ikan, paling luas 2 hektar. lni sudah lebih dari mencukupi, Pak. Jadi untuk kolam saja 2 hektar. Kalau rata-rata luasnya sekitar 200 m2

, ini sudah sang at mencukupi. lni juga saya kira seperti ukuran-ukuran, baik pembenihan maupun pembesaran di air tawar, air payau dan air laut, ini sudah mengacu kepada PP Nomor 50 Tahun 2015, Pak. Jadi ini Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pembudidaya lkan Kecil. ltu sudah kita kaji, sudah kita hitung dan batasan minimal ini sudah sangat menguntungkan, Pak.

Saya kira itu, Pak. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Diharapkan nanti Pak Riyanto menjelaskannya seperti Pak Dirjen Budidaya, ada referensinya, supaya didalam penetapan pasal-pasal di undang-undang itu betul-betul kita mengacu kepada apakah aturan sebelumnya ataukah kepada naskah akademik jika memang itu hal yang baru.

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

lzin, Ketua. Mengingatkan saja tentang definisi kepemilikan lahan itu. Mohon juga nanti

ada kehati-hatian kita, khawatir konflik lahan saja. itu saja yang saya ...

KETUA RAPAT:

Ya, nanti disinkronisasi. ltu sudah menjadi catatan, Pak lchsan. Lanjut.

ARSIP D

PR - RI

48

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, Bapak Pimpinan. Jadi DIM 76 kami mengusulkan tambahan Pasal 40. lni kembali ke garam,

Pak:

"Petambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A meliputi petambak garam keci/, penggarap tambak garam dan pemilik tambak garam yang memiliki lahan lebih dari 2 hektar sampai dengan 15 hektar."

lni kami mengusulkan mungkin untuk penyempurnaan kita samakan dengan nelayan.

KETUA RAPAT:

Sebentar, Pak. 'Pemilik tambak garam yang memiliki lahan lebih dari 2 hektar sampai 15 hektar', yang 1 hektar sampai 2 hektar bagaimana itu?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Tadi petambak garam kecil yang sampai 2 hektar, Pak.

KETUA RAPAT:

Oh iya. Saya kira tidak perlu ada begini lagi. Jadi di poin c-nya tidak perlu lagi. Kalau sudah ada maksimum kenapa kemudian dimunculkan lagi. Tinggal sekarang pastikan bahwa skala ekonomi kecil di petambak garam itu berapa luasannya, itu saja. Apakah akan ditetapkan maksimum 15 hektar ya tetapkan saja maksimum 15 hektar di sini. Tapi mohon kajiannya yang tepat supaya kita juga tidak menetapkan sesuatu tanpa dasar. Begitu ya, Pak? Jadi poin c saya kira tidak perlu, cuma tinggal di ketentuan umum tentang petambak garam kecil. Jadi kalau sudah ada batasannya adalah petambak garam kecil tidak perlu lagi ini menetapkan terhadap pemilik tambak garam antara 2 sampai 15 itu. Maksimumnya saja kita tetapkan berapa.

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Ketua, ini perlu juga, jangan sampai nanti kita lihat di beberapa tempat ada yang lebih dari 2 hektar. Saya pikir mungkin perlu dikaji, mungkin dibatasi 5 hektar. Jangan sampai nanti kalau petambak kecil punya lebih dari 2 hektar sudah pelanggaran hukum. Maksimal mungkin 5 hektar.

KETUA RAPAT:

Pak, kita tetapkan saja maksimal 5 hektar.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Jadi lebih luwes begitu, Pak. Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

49

KETUA RAPAT:

Setuju tidak kalau 5 hektar itu kita tetapkan sebagai batasan maksimum? Sehingga nanti yang dilaporkan pemerintah kalau memang 2 hektar itu rasionalitas yang memang menjadi kajian KKP ya itu yang menjadi prioritas. Tetapi maksimum 5 hektar /ah. Karena apalagi di sini dicantumkan 2 hektar sampai 15 hektar. ltu laptop bolak-balik dari tadi itu. Maklum dia ternan sekolah saya, jadi tidak pernah marah.

PEMERINTAH (RIYANTO):

Terima kasih, Pak Ketua. Sebenarnya hitung-hitungan 2 hektar itu hitungan minimal untuk layak bagi

petambak skala kecil. Karena perhitungannya setelah kita perhitungkan itu sekitar per musim itu mereka akan mendapatkan sekitar 70 juta per musim per hektar kalau harganya 350.

KETUA RAPAT:

Kalau rata-rata harganya 50 kata Pak Edhy tadi?

PEMERINTAH (RIYANTO):

Tidak, kita tidak bisa mengambil yang sangat ekstrim, Pak Herman. Saya kira untuk pada saat ini memang harga yang terendah rata-rata untuk lndramayu dan Cirebon itu adalah sekitar 250 sampai 300.

KETUA RAPAT:

Jadi kalau ditentukan maksimum itu 5 hektar menurut hitungan pas tidak itu?

PEMERINTAH (RIYANTO):

Lebih dari cukup. Saya kira bisa diterima, lebih dari cukup. Tapi minimalnya itu adalah ...

KETUA RAPAT:

Tidak pakai minimal. Kalau minimal ya semakin kecil semakin dibantu, Pak. Maksimal 5 hektar lah. Pak Rofi setuju? Menu rut studi banding di... Setuju ya? 5 hektar saja ya? Biar Pak Riyanto PR-nya selesai. Pak Ketua?

DIRJEN PT (NARMOKO):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Oke.

(RAPAT: SETUJU)

ARSIP D

PR - RI

50

DIRJEN PT (NARMOKO):

Sedikit rnasukan boleh, Pak? Mohon izin, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Tidak jeruk rnakan jeruk. lni hanya rnelengkapi saja. Pernilik tarnbak gararn, pernilik ini apakah orang, individu ataukah bisa badan hukurn?

Yang kedua, juga harus kita pertirnbangkan. llrnu saya sudah kuno barangkali. Tapi saya rnasih ingat ada pernbatasan luas lahan yang boleh dirniliki oleh orang di dalarn Undang-Undang Agraria. Tolong nanti ternan-ternan bisa ...

KETUA RAPAT:

ltu sudah dicoret itu yang poin c itu, sehingga ketentuannya tadi kehati-hatian terhadap apa yang disarnpaikan Pak lchsan, didalarn rnernberikan pasal rnengenai kewenangan kepernilikan itu harus asas kehati-hatian itu.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Ya, tapi rnungkin perniliknya ini harus dipastikan apakah orang atau bisa badan hukurn.

KETUA RAPAT:

Makanya dicoret. Poin c ini tidak ada, Pak. Nanti kita rnerujuk kepada pasal lain saja pada waktu kita rnernbahas pernberian diskresi di pasal-pasal ini terhadap para petarnbak garam kecil. Nanti ada tata aturanya di situ.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik. Kemudian sedikit saja, Pak. Petambak garam kecil ini berarti individu ya,

Pak?

KETUA RAPAT:

Tiap orang, Pak. Baik, setiap orang. Jadi setia orang itu baik individu rnaupun korporasi. Sekarang setiap orang. Sudah diubah semua, baik nelayan maupun petambak garam adalah setiap orang. Pak Riyanto tidak usah ke belakang lagi deh, nanti maju lagi bawa laptop lagi.

Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut.

ARSIP D

PR - RI

51

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik.

KETUA RAPAT:

Sebentar, Karena ini masuk ke Bab Ill, saya ingin bertanya kepada forum, apakah untuk pasal-pasal yang tadi tidak diperdebatkan yang dianggap tidak ada perdebatan dapat kita setujui? Setuju. Pemerintah?

PEMERINTAH:

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Pak Darori?

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Setuju.

KETUA RAPAT:

lbu Thita setuju? Coba suara halus dulu dikeluarkan. lbu Thita direkam. lbu Thita setuju?

F-PAN (INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M.):

Setuju, Ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, Bab II sudah kita lalui. Lanjut ke DIM 111. Bab berapa itu 111? Bab Ill ya? Bab Ill.

Lanjut, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, Bapak. Jadi DIM 111 ini sebetulnya merupakan item-item yang menjadi bagian dari

strategi pemberdayaan yaitu melalui pendidikan pelatihan, penyuluhan pendampingan, kemitraan usaha dan seterusnya. Kami kengusulkan poin d penyediaan fasilitas, pembiayaan dan permodalan ini dihapus, karena di dalam undang-undang ini poin d tersebut sudah dibahas secara tersendiri di dalam satu bab pembiayaan dan pendanaan. Jadi supaya tidak ada duplikasi penjelasan di dalam persoalan pembiayaan dan permodalan. Jadi disatukan dengan ...

ARSIP D

PR - RI

52

KETUA RAPAT:

Dibab?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Pembiayaan dan Pendanaan, Pak. lni ada satu bab sendiri yang secara panjang Iebar membahas tentang persoalan ...

KETUA RAPAT:

Tapi saya kira normatifnya memang harus ada cantolan dulu, Pak. Jadi pada waktu kita menyebut apa yang disebut dengan strategi pemberdayaan dia cantumkan dulu, baru implementasinya di Bab Pembiayaan dan Pendanaan. Jadi saya kira ini kan menyangkut strategi. lni normatifnya harus muncul dulu di atas, kemudian baru di Bab Pembiayaan dan Pendanaan itu sebagai penjelasan dari strateg i itu.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Jadi dihapusnya dihapus. Dikembalikan ke jalan yang benar.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, kami lanjutkan DIM 115. DIM 115 adalah Pasal9. Usulan DPR:

"Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan disusun oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dengan melibatkan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dan ke/embagaan termasuk perempuan dalam rumah tangga ne/ayan, rumah tangga pembudidaya ikan dan rumah tangga petambak garam."

Kami mengusulkan dipersingkat menjadi:

"Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan disusun oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya."

Kami melihat bahwa persoalan rumah tangga nelayan dan sebagainya itu menjadi satu kesatuan dari perlindungan pemberdayaan nelayan tersebut, Pak. Tidak perlu sampai detail rinciannya. Nanti akan dibahas juga di bab berikutnya.

KETUA RAPAT:

Lanjut, Pak. lni normatif.

ARSIP D

PR - RI

53

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

DIM 131 ...

KETUA RAPAT:

Oke, ini sudah masuk Bab IVya DIM 131. Saya bertanya dulu kepada forum Panja dari Komisi IV, apakah disetujui terhadap pasal-pasal yang tadi dibahas di dalam Bab Ill? Setuju? Setuju, Pak Sudin? Pemerintah?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

(RAPAT: SETUJU)

Pak Ono bukan Kapoksi, Pak. Ketua Tim, Pak. Baik, masuk di Bab IV, kami persilakan pemerintah untuk menjelaskan

terhadap DIM yang berubah.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Pasal 13 di DIM 130 itu menyebutkan ada Pasal 13:

"Perlindungan dilakukan melalui pe/aksanaan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)."

Kami mengusulkan ada penambahan ayat. Jadi di DIM 131 ada penambahan ayat yaitu:

"Strategi perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 8 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan huruf f sampai dengan huruf h diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

Begitu Pasal 8, Pak.

KETUA RAPAT:

Dibacakan dulu ayatnya, Pak. lni kan ayat tambahan.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Di Pasal 8 di DIM 114 ini aslinya, saya bacakan aslinya, Pasal 8:

"Kebijakan perlindungan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya."

ARSIP D

PR - RI

54

Kemudian ada perubahan taksonomi, perubahan urutan Pasal 8 menjadi Pasal7. Kemudian di sini di Pasal 13 disebutkan:

"Perlindungan dilakukan melalui pelaksanaan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasa/7 ayat (2)."

Di Pasal 7 ayat (2):

"Strategi perlindungan dilakukan melalui ... "

lni DIM 98 ya, Pak. Mohon maaf ini cross reference, jadi membacanya lompat­lompat. Jadi Pasal7 ayat (2):

"Strategi perlindungan dilakukan melalui: a. Penyediaan sarana prasarana perikanan dan pergaraman, b. Kemudahan memperoleh sarana produksi perikanan dan pergaraman, c. Kemitraan usaha, d. Penyediaan fasilitas pembelian dan permoda/an, e. Kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, f. Penguatan kelembagaan."

Di sini ditambahkan ayat (2) tadi itu dikatakan:

"Strategi perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a sampai dengan d dan huruf f sampai h diberikan kepada ne/ayan dan pembudidaya ikan dan petambak garam."

Begitu, Pak. Jadi penambahan saja, karena tertujunya tidak ada tadinya itu.

KETUA RAPAT:

Saya kira lebih komplit ya.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Penambahan saja. Kemudian DIM 132, jadi ini ada dipisah mana yang untuk nelayan dan mana

yang untuk nelayan kecil. Kemudian di DIM 132 kami usulkan ada tambahan ayat:

"Strategi perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e yaitu kemudahan akses imu pengetahuan, teknologi dan informasi itu diberikan kepada nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil."

Jadi secara spesifik menyebutkan bahwa akses ilmu pengetahuan dan teknologi dan informasi itu wajib diberikan oleh pemerintah kepada nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil. Ada stressing di situ, Pak.

ARSIP D

PR - RI

55

INTERUPSI F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Pak Ketua ...

KETUA RAPAT:

Pak Ono, nanti Pak ... Tapi sebelumnya Pak Erwin silakan. Karena ini Panja baru, memulai kerja, memperkenalkan diri.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag., M.H.):

Terima kasih, Pimpinan. Haerudin, Fraksi PAN, Dapil Jabar XI. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya sudah kenai, Pak. Jabar XI itu mana saja, Pak?

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag., M.H.):

Mohon maaf terlambat gara-gara menghadiri Baleg dulu.

KETUA RAPAT:

Memang ada sesi perkenalan. Kemudian di belakang ada Pak Rahmad. Silakan kenalan, Pak Rahmad. lni kan Panja baru, Pak. lni baru pembahasan tingkat I. Bapak kenalkan dulu.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.Pi., M.M.):

Tidak usah kenalan. lzin hadir saja, Ketua.

KETUA RAPAT:

Tidak, ini Pak Rahmad dari Fraksi PDI Perjuangan dan Pak Haerudin dari Fraksi PAN. Biasa, Pak Jadi bahas undang-undang itu harus rileks, kenalan dulu. Karena di undang-undang ini juga terkandung beberapa kandungan mineral yang bisa membuat vitamin lebih segar lagi di Dapil.

Silakan, Pak. Sebentar, Pak Edhy masih mengkaji, Pak. Pak Ono dulu? Pak Ono dulu,

kemudian Pak lchsan, lalu Pak Edhy.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Jadi penambahan ini saya lihat ingin memisahkan apa yang menjadi bentuk perlindungan dan pemberdayaan. Tapi kalau saya urai misalnya di ayat (3)-nya yang usulan dari perubahan ini:

ARSIP D

PR - RI

56

"Strategi perlindungan sebagaimana dimaksud pada Pasa/ 8 ayat (2) huruf e diberikan khusus yang kecil-kecil yaitu kemudahan akses i/mu pengetahuan, teknologi dan informasi."

Saya pikir ini tidak hanya untuk yang kecil saja, semua. Misalnya terkait dengan sistem logistik ikan nasional, ini kan bukan hanya yang kecil-kecil, dan juga mungkin penguatan kelembagaan juga yang kecil juga perlu, dalam arti ini sudah diatur di pasal tertentu ada kelembagaan nelayan yang intinya konsep ke depan juga KKP bagaimana memberikan fasilitas program apa ini, bukan ke perorangan lagi, tapi ke ke kelembagaan nelayan, ini juga harus menjadi pain yang masuk. Jadi saya pikir tidak perlu ada pembatasan yang besar harus dapat ini, yang kecil dapat ini. Semuanya saja, karena semua ini dibutuhkan.

KETUA RAPAT:

Jadi kesimpulannya bahwa pembatasan-pembatasan itu kan sudah ada di depan. Jadi untuk hal-hal yang sifatnya implementasi, teknologi dan sebagainya tidak perlu lagi dibatas-batasi. Kan sudah ada pembatasannya, termasuk luasan area dan sebagainya, sehingga di dalam pasal turunannya ini kita lebih kepada bagaimana implementatif sesuai dengan yang diatur di dalam undang-undang dan pasal sebelumnya. Begitu ya, Pak. Jadi lebih baik saya kira ini kembali lagi ke pasal DPR saja, sehingga ini menjelaskan terhadap pelaksanaan apa yang dimaksud oleh undang-undang ini.

Pak lchsan dulu ya, baru Pak Edhy. Silakan.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Apa yang diomongkan Pak Ono sama sebenarnya. Bagi saya tidak perlu ada diskriminatif sebenarnya. Tapi saya setuju dengan Pak Ono, tidak boleh ada diskriminatif maksud saya begitu.

KETUAIF-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Pak Pimpinan, ini saya mau luruskan dulu sebelum kita menyetujui atau tidak masalah DIM 131. Karena rujukan yang disampaikan itu kan Pasal 8 ayat (2), sementara yang huruf a sampai h itu Pasal 7. Jadi mungkin yang dimaksud yang Pasal 7 adalah Pasal 8-nya. Halaman 26 Pasal 7 itu, Pak.

KETUA RAP AT:

lni isi maksud dari kata-kata ini isinya kan Pasal 8 ayat (2). Kalau Pasal 8 ayat (2) tidak ada huruf a sampai huruf h yang saya tahu, di sini ya, artinya berarti Pasal 7. Pelan-pelan saja, Pak Sekjen. Jadi begini, halaman 32 DIM 131 mau diminta penambahan oleh pemerintah dengan menyampaikan kalimat di ayat (2):

"Strategi per/indungan sebagaimana dimaksud da/am Pasal 8 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan huruf f sampai dengan huruf h diberikan kepada ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

ARSIP D

PR - RI

57

Kalau kita mengacu kepada maksud ini, ini bukan Pasal 8, Pasal7. Ya, Pak Sekjen? Ya, berarti Pasal7 kan? Kalau pengertiannya itu kita bahas ini sekarang. Saya kalau melihat dari semangatnya ini kita melindungi ini kan melindungi semua pelaku di lapangan, tidak perlu mempetak-petakkan. Saya pikir penambahan yang Bapak maksud itu sudah termaktub didalam semua pembahasan, sehingga pasal tambahan ini menurut saya tidak perlu ditambah, karena semangat untuk melindunginya semua, sama yang disampaikan oleh Pak Ono.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Ya, saya memberikan sedikit penjelasan. Jadi memang maksudnya sama, maksud Pak Edhy adalah Pasal 7 ayat (2). Tetapi maksud pemerintah juga sama. Karena apa? Di dalam usulan perubahan terlalu maju. Semestinya perubahan urutan itu nanti kita di tahapan sinkronisasi. Jadi memang maksudnya sama sebetulnya, rujukannya sama. Hanya yang tadi lebih substansi adalah ini terlalu membatas-batasi lagi, padahal sudah dibatasi terhadap siapa yang harus mendapatkan bantuan di dalam undang-undang ini. Jadi intinya bahwa pemerintah jangan dulu mengubah urutan ini. Urutan ayat pasal itu nanti akan diubah di dalam sinkronisasi. Kalaupun ada tambahan pengurangan itu bisa pakai poin a, poin b, poin c, atas pasal dan/atau ayat, sehingga kalau ...

KETUA RAPAT:

Saya kira ini sama maksud Pak Sekjen setelah dia mengusulkan perubahan ayat (7) menjadi ayat (8). Mohon maaf, Pasal 7 menjadi Pasal 8, sehingga rujukannya terhadap Pasal 8 ayat (2). Tetapi Pak Edhy juga benar, karena semestinya pemerintah jangan dulu mengubah terhadap tata urutan pasal, karena tata urutan pasal akan kita ubah nanti di dalam sinkronisasi, karena pasti masih banyak perubahan, sehingga saya kira kita kembali kepada pendapat Pak Ono, Pak lchsan dan Pak Edhy, lebih baik substansinya bahwa untuk penambahan di rujukan Pasal 7 ayat (2) di DIM 31 penambahan ayat tidak perlu, tidak penting, karena pembatasan itu sebetulnya affirmative-nya sudah ada di atas. Jadi jangan dibatasi lagi. Kecuali kita kembali kepada pasal ataupun DIM yang ada di dalam usul inisiatif DPR. Saya kira begitu ya, kesimpulannya begitu ya. Jadi dikembalikan kepada jalan yang benar dan lurus.

Silakan.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Ya, Pak. Saya mohon izin. Memang ada dua materi ini confuse ya, Pak. Jadi asal 7 menjadi Pasal 8, Pasal 8 menjadi pasal 7. Karena memang urutannya itu kebijakan dulu, baru strategi, kan begitu. Jadi ini terbalik posisinya, strategi dulu baru kebijakan.

Kemudian yang kedua saya mohon maaf sekali, jadi ada tadi saya mengutipnya sebetulnya di perlindungan nelayan, Pak. Jadi bukan di pemberdayaan nelayan. Di perlindungan nelayan itu ada huruf e. Jadi di Pasal 7 aslinya itu ada huruf e yang disebut sebagai penghapusan praktek ekonomi biaya tinggi. lni yang kami mohon izin kita peruntukkan khusus untuk nelayan kecil.

ARSIP D

PR - RI

58

KETUA RAPAT:

Saya kira kalau praktek ekonomi biaya tinggi yang besar juga jangan ada. Karena efeknya terhadap rakyat Indonesia, Pak. Jadi rantai ekonomi biaya tinggi itu efeknya bukan saja kepada nelayan kecil. Kalau nelayan besar kena biaya tinggi juga yang susah kan rakyat Indonesia. Jadi saya kira dihapus lah, kembali ke DIM DPR ya. Secara substansi saya kira tidak masalah itu. Apa yang dimaksud oleh pemerintah juga masuk di situ. Tinggal nanti kalau mau penjelasan saya kira kita buat penjelasan yang lebih rinci. Begitu ya. Setuju ya? Pemerintah setuju?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

(RAPAT: SETUJU)

Baik, saya tanya dulu atas pasal-pasal yang tadi dibahas di dalam ... Baik, sudah ditanya rupanya tadi.

Silakan lanjut di Bab IV, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

DIM 134 Pasal14, dari DPR itu:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab membangun ketersediaan prasarana perikanan dan pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a."

Mungkin kita lepaskan dari posisi pasal ini, Pak. Kami pemerintah mengusulkan Pasal14:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menyediakan prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman."

Jadi tidak perlu lagi ada merujuk pada Pasal 7 lagi.

KETUA RAPAT:

Baik, sebelum dilanjut saya ada yang lupa. Saya perkenalkan Pak Wisnu, Ahli Bahasa. Pak Wisnu memang kadang-kadang menghilang karena kabut, Pak. Pak Wisnu ini mendampingi kami sudah bertahun-tahun dari mulai rambutnya hitam, sekarang sudah putih. Pak Wisnu ilmunya banyak sekali. Belum bisa menular kepada kami, sehingga masih diundang terus. Beliau ini ahli bahasa dan undang­undang pembandingnya banyak. Jadi melawan boleh lah ya. Kadang-kadang dulu Pak Sudin suka melawan dengan keputusan politik. lni keputusan politik, bukan keputsuan ahli bahasa.

Baik. Dilanjut, Pak. Sudah kenai Pak Wisnu ya? Pak Wisnu di Badan Bahasa. Jadi PNS, Pak. lanjut, Pak.

ARSIP D

PR - RI

59

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik. Terima kasih, Bapak. Kami lanjutkan. DIM 135 kami usulkan ada penambahan ayat:

"Prasarana usaha perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ... "

KETUA RAPAT:

134 tidak ada yang mengkritisi?

F-PKS (H. ROFI MUNAWAR, Lc.):

Saya, Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PKS (H. ROFI MUNAWAR, Lc.):

Berhubung ada Pak Wisnu di sini, jadi antara usulan DPR dengan pemerintah itu kira-kira secara hukum lebih kuat mana, Pak Wisnu? Karena kalau di DPR itu kan bertanggung jawab membangun ketersediaan. Kalau pemerintah itu dengan kewenangannya menyediakan.

KETUA RAPAT:

Pasti berkewajiban menurut Pak Wisnu.

PEMERINTAH/AHLI BAHASA (WISNU SASANGKA):

Bukan, Pak. Kalau berkewajiban itu kan yang membangun belum tentu pemerintah. Tetapi kalau yang pemerintah kan sudah menyediakan prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman. Jadi pemerintah itu langsung tidak hanya (suara tidak jelas). Jadi kalau mau seperti itu lebih baik OIM-nya pemerintah.

KETUA RAPAT:

Tapi saya yakin pro DPR, Pak. SPJ-nya lebih senang SPJ DPR daripada SPJ pemerintah. Karena Pak Wisnu bisa pakai SPJ pemerintah, bisa pakai SPJ DPR.

Baik, jawaban Pak Wisnu bagaimana, masih disanggah, Pak Rofi? Pak Edhy? Pak Edhy mau bicara? lkut pemerintah ya?

Lanjut.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Baik, Bapak. Jadi ini kami lanjutkan DIM 135, 136 dan 137. ltu menjadi satu­kesatuan. Penambahan ayatnya adalah ayat (2):

ARSIP D

PR - RI

60

"Prasarana usaha perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Prasarana penangkapan ikan, dan b. Prasarana pembudi daya ikan."

lni sebetulnya yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk prasarana penangkapanikan.

Kemudian yang berikutnya adalah tentang nelayan itu tidak kita bahas, sudah sama-sama disetujui.

Kemudian DIM 138:

"Prasarana yang dibutuhkan nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. Kapal yang dilengkapi dengan kenavigasian, perlengkapan keselamatan

berlayar dan a/at penangkap ikan yang sesuai dengan kebutuhan nelayan dan karakteristik lokasi penangkapan ikan."

Di s1n1 kami usulkan untuk dihapus, karena kapal merupakan sarana, bukan prasarana. Jadi kapal bukan prasarana, kapal merupakan sarana, jadi bukan prasarana. Padahal yang di atas judulnya adalah prasarana.

KETUA RAPAT:

Jadi kalaupun maksud kami di DPR ingin mencantumkan ini di mana yang tepat?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Kami usulkan di Pasal 17, Pak. Di Pasal 17 ayat (2) itu sarana produksi perikanan, itu ada di DIM 169, Pak. DIM 169 itu ada membahas tentang sarana produksi perikanan atau yang kami usulkan sarana penangkapan ikan. Jadi ada dua, Pak: prasarana dan sarana. Kalau prasarana berarti seperti pelabuhan dan seterusnya, sarana adalah untuk yang secara langsung terkait dengan produksi penangkapan. Jadi kami kelompokkan di kelompok yang sarana.

KETUA RAPAT:

Ya, lanjut.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Kemudian DIM 147 lahan dan air kami usulkan air saja, karena lahan itu bukan merupakan tanggung jawab pemerintah. Jadi:

"Prasarana yang dibutuhkan pembudi daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi /ahan dan air."

Lahan kami tidak bisa menyediakan, karena ini kepemilikan umum, masing-masing orang perorang, masyarakat atau badan usaha. Sedangkan air ini adalah persoalan

ARSIP D

PR - RI

61

perairan umum, sungan maupun laut, itu pemerintah bisa mengeluarkan izin. Tapi kalau lahan tidak.

Kemudian sama di DIM 154:

"Prasarana yang dibutuhkan petambak garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi lahan."

lni kita tidak menyediakan lahan, karena mereka yang adakan sendiri. Dihapus, karena penyediaan lahan bukan tanggung jawab pemerintah. Masing-masing mengusahakan sendiri. Kecuali kalau ada opsi seperti pencetakan sawah begitu, mungkin baru ada konversi lahan dari. ..

KETUA RAPAT:

Kalau ini sifatnya normatif begitu, misalkan pemerintah daerah yang mereka menyiapkan lahan, kan bisa saja. Artinya kalau memang ini bisa diwujudkan oleh pemerintah kenapa tidak. Artinya bahwa undang-undang ini juga menjamin terhadap ketersediaan Ia han untuk melakukan... Kan bisa saja ketersediaan Ia han bukan obyektifnya lahan, tapi bisa saja dari kebijakan tata ruang, tata ruang kewilayahan itu ditetapkan menjadi lahan tambak garam misalkan. Kan itu juga kebijakan penyediaan tambak garam oleh pemerintah.

INTERUPSI F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Ketua, tambahan.

KETUA RAPAT:

Sebentar, Pak Sekjen sedang berpikir dulu. Silakan, Pak.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Terkait dengan lahan ini bukan berarti pemerintah menyiapkan secara khusus kalau menurut saya, termasuk regulasi. Misalnya daerah itu membuat RTRW ataupun RDPR, bagaimana menentukan lokasi untuk lahan budidaya, itu juga merupakan kewajiban dari pemerintah. lni juga nanti akan nyambung dengan tadi Pak lchsan di awal terkait dengan kepemilikan. Ada beberapa lahan yang izinnya harus dari pemerintah, sehingga saya pikir tidak perlu didrop ini yang lahannya. Tetap saja lahan dan air.

Terima kasih.

INTERUPSI F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Ketua ...

KETUA RAPAT:

Baik, Pak Azhar Romli.

ARSIP D

PR - RI

62

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Saya juga ingin sedikit rnelengkapi yang disarnpaikan oleh ternan-ternan tadi tentang prasarana pernbagian lahan dan air. Kalau tidak salah dalam Undang­Undang Pertanahan itu ketika kita rnernbicarakan lahan itu rnernang bagian dari prasarana, karena negara punya ini. Jadi baik untuk (suara tidak jelas) rnaupun bagairnana yang penyediaan buat sernua sektor usaha, lahan itu adalah bagian daripada prasarana pernerintah. Jadi rnenurut hernat karni ini tidak rnungkin kita hilangkan, tapi tolong dikaitkan dengan Undang-Undang Pertanahan yang rnernang sekarang ini rnasih sedang diinikan juga. Jadi lahan itu bagian yang tidak terpisah dari prasarana.

Terirna kasih.

KETUA RAPAT:

Betul, dan ini juga kebijakan reforma agraria juga saya kira harus menjadi cantolan, Pak, Jangan sarnpai kita di sini rnenghilangkan tetapi ada kebijakan di sektor lain yang rnenyediakan lahan. Apalagi lahan untuk petarnbak dan petarnbak garam. Setuju ya, Pak?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, Pak. Karni setuju, dengan catatan tadi, konteksnya adalah RTRW.

KETUA RAP AT:

Bapak baca secara seksarna saya kira tidak wajib untuk menyediakan lahan, tapi itu adalah bagian daripada hal yang rnernang difasilitasi oleh pemerintah.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

(RAPAT: SETUJU)

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Ketua ...

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Saya klarifikasi sebentar terkait dengan kewenangan pemerintah pusat tentang penyediaan prasarana. Di dalarn poin itu kan ada prasarana, ada

ARSIP D

PR - RI

63

pelabuhan, ada macam-macam begitu ya. Yang dimaksud dengan pemerintah pusat setelah kita cek di definisi umum itu kan sebenarnya sangat lentur begitu. Kita sepakati saja yang dimaksud dengan pemerintah pusat ini apakah kementerian teknisnya. Karena ada wacana juga, kalau boleh kita urung diskusi, ada wacana bahwa pembangunan pelabuhan perikanan itu diserahkan kepada kementerian lain di luar Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kalau di dalam definisi yang disampaikan ini memang pemerintah pusat ini kan ada di bawah kewenangan presiden dan bisa jadi bukan hanya Kementerian KKP yang bisa membangun ini sebenarnya, bukan hanya itu. Kalau kemudian kita kunci saja bahwa ini adalah kewajiban dari kementerian teknis yang terkait dengan perikanan, boleh tidak kita kunci di situ? Kita boleh diskusikan masalah itu, Ketua.

Terima kasih, Ketua.

KETUA RAPAT:

Ada yang lain?

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Karena di dalam Undang-Undang Perikanan juga sudah ada kewajiban untuk itu kalau tidak salah. Mohon koreksi kalau saya salah, Pak Ketua Panja dari pemerintah, bahwa pemerintah pusat dalam hal ini kementerian teknis berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana kalau tidak salah di dalam Undang-Undang Perikanan. Mohon koreksi kalau saya salah. Tapi definisi pemerintah pusat ini sangat lentur begitu. Tapi kalau kita langsung (suara tidak jelas) di poin 134 ini yang dimaksud dengan pemerintah pusat adalah kementerian teknis yang menangani perikanan, kita kunci di situ.

KETUA RAPAT:

Kita kasih penjelasan saja yang dimaksud dengan kewajiban pemerintah pusat adalah kewenangan pusat untuk bisa membangun di daerah misalkan. Tolong dicatat ya.

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Ketua, saya urun rembuk apa yang disampaikan Pak lchsan. Biasanya di undang-undang yang lain yang setelah saya baca dilaksanakan oleh pemerintah pusat yang menangani bidang kelautan, kementerian yang menangani bidang kelautan. Coba lihat di undang-undang yang lain, seperti itu biasanya. Jadi yang menangani. Belum tentu nanti KKP. Mungkin setelah ini KKP bubar gabung dengan yang lain, itu mungkin itu. Semua itu kemungkinan. Kehutanan saja bubar, apalagi KKP, misalnya begitu.

Terima kasih, Ketua.

INTERUPSI F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Ketua, jadi ide Pak lchsan itu saya juga tidak setuju ya, dalam arti di undang­undang ini harus ada tanggung jawab yang jelas, tidak bicara secara keseluruhan pemerintah pusat. Pemerintah pusat itu di ketentuannya presiden, wakil presiden

ARSIP D

PR - RI

64

dan menteri-menteri, sehingga ada misalnya ini merupakan tanggung jawab pemerintah pusat yang mengatur misalnya hal-hal yang sifatnya umum, tapi ada hal­hal yang khusus yang tidak perlu pemerintah pusat tapi di sini langsung menteri, yaitu menteri di sini adalah Menteri Penyelenggara Urusan Pemerintahan di Bidang Kelautan dan Perikanan. Sehingga Pak lchsan coba diinventarisir Jah, kalaupun tidak diputuskan sekarang, mana yang memang harus merupakan kewenangan ataupun tanggung jawab pemerintah pusat dan mana yang merupakan tanggung jawab menteri, dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan. Jadi Pak Darori, kalaupun bubar Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan catatan nelayannya terus berkurang.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebetulnya kalau dibaca kan tidak juga dibatasi pemerintah pusat, pemerintah daerah. lni kan interpretasinya Panja pemerintah. Yang sebetulnya kewenangan itu kan sudah dibagi, ada kewenangan pusat, ada kewenangan daerah, sehingga ini harus menjadi keputusan jika pemerintah daerah tidak ambil posisi itu ambil oleh pemerintah pusat. Kalau ambil pemerintah pusat tidak melakukan itu, undang-undang ini juga bisa berlaku untuk pemerintah daerah. Jadi undang-undang ini kan berlaku untuk pemerintah daerah juga. Bukan berarti kemudian tidak disebutkan. Sehingga menurut saya semestinya tidak disebutkan penyediaan lahan bukan tanggung jawab pemerintah, sehingga akhirnya ada interpretasi ini menjadi sebuah tanggung jawab. Padahal kewenangan itu sudah dibagi di dalam Undang­Undang Nomor 23 Tahun 2014. Sudah jelas di situ saya kira, termasuk sektor kelautan itu juga ditarik ke pemerintah pusat, termasuk penyuluhnya juga dari pemerintah pusat. Jadi sudah otomatis saya kira itu ya. Karena Undang-Undang Pemda juga sudah mengatur itu. lni termasuk pelabuhan juga itu menjadi kewenangan pemerintah pusat, semestinya begitu. ltu juga bangunan di air soalnya.

Silakan, Pak Edhy.

KETUAJF-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Ya, sekedar menambahkan saja. Mungkin kita bicara lahan ini kan bukan untuk langsung lantas tiba-tiba pemerintah bagi-bagi lahan kepada masyarakat atau kepada orang perorang. Kita bicara bahwa keberadaan industri atau usaha nelayan ini dari pertambakan, pengelolaan budidaya ikan, penangkapan ikan, termasuk tambak garam, termasuk juga yang di laut, ini semua kan butuh tempat bagaimanapun juga. Kalau orang menangkap ikan di laut pasti ada tempatnya juga, mau mengembalikan ikan, melelang ikan butuh tempatnya juga. Lahan dalam pengertiannya ini bisa berarti luas kalau menurut pandangan kami, pandangan saya ya. Sehingga misalnya saja satu kabupaten di RTRW-nya tidak mencantumkan lahan untuk berbudidaya ikan saya pikir itu salah juga. Nanti mereka alasannya tidak ada undang-undang yang mengharuskan. Saya pikir itu intinya tadi yang Pak Herman sampaikan bahwa salah satu yang paling besar di RTRW. Kewenangannya pusat sampai kabupaten itu kan sudah dibagi-bagi dalam Undang-Undang Nomor 23 juga, sehingga saya pikir kita tidak usah berdebat tentang kewenangannya, nanti akan mengalir. Yang jelas undang-undang ini berlaku untuk semua masyarakat Indonesia, termasuk pejabat-pejabat yang sampai tingkat bawah. Makanya saran

ARSIP D

PR - RI

65

saya lahan ini tidak usah dihapus, karena lahan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan usaha kita.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, sudah setuju ya?

INTERUPSI F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Sebentar, Ketua.

KETUA RAPAT:

Kalau Pak lchsan setuju tidak lahan dicantumkan kembali?

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Silakan, tidak apa-apa, setuju.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Saya kembali lagi tentang definisi pemerintah pusat. Jangan sampai nanti yang dimaksud dengan pemerintah pusat ini bisa lentur kemana-mana begitu. Kita tambahkan saja khusus di dalam Pasal 14 ini yang dimaksud dengan pemerintah pusat adalah kementerian yang membidangi, yang bertanggung jawab bidang perikanan dan kelautan. Tambahkan saja di situ begitu. Jadi tidak lagi dilempar ke sana kemari. Tulis saja bahwa prasarana yang dimaksud dibutuhkan nelayan adalah a, b, c, d ini mulai dari kapal, stasiun pengisian bahan bakar, pelabuhan, alur sungai, seperti itulah, bahwa yang dimaksud dengan pemerintah pusat adalah kementerian yang membidangi masalah kelautan dan perikanan. ltu usulannya, Ketua. Tambahkan di poin 134

KETUA RAPAT:

Kalau definisi saya kira sudah ada. Definisi di ketentuan umum pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu ada. Coba tampilkan DIM-nya. Tetapi mungkin ini persoalan sarana dan prasarana, apakah ini menjadi tanggung jawab pusat atau daerah. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 sektor kelautan itu sudah ditarik ke pusat, tetapi dananya ada yang dikirim ke daerah oleh pusat. lni yang memang kita tidak boleh mengikat pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Karena kewenangan di dalam Undang-Undang Pemda itu sudah ditarik ke pemerintah pusat, sehingga pertimbangannya dulu setiap undang-undang selalu disebutkan apakah ini kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Tapi ketika dilimpahkan menjadi kewenangan daerah tetapi Undang-Undang Nomor 23 kemudian menarik ke pemerintah pusat, ini menjadi pemahaman yang tidak jelas

ARSIP D

PR - RI

66

akhirnya apakah ini menjadi kewenangan daerah atau menjadi kewenangan pusat, sehingga di dalam pasal ini kita mengambil posisi ini menjadi pemerintah saja. ltu kemudian kewenangannya diatur melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Begitu ya, Pak. Depdagri kan mengatur tentang kewenangan pusat dan daerah, termasuk beberapa sektor yang ditarik ke pusat, sehingga ini otomatis pasal ini.

F-PG (ICHSAN FIRDAUS):

Kita lihat poin 43 dan poin 45 itu, Pak Ketua. Pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia. Di poin 45 itu menteri adalah menteri yang menyelenggarakan. Kalau kita tambahkan saja begini, di poin 134, di nomor 134 Pasal14 ini:

11Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab membangun ketersediaan prasarana perikanan dan pergaraman."

Kalau kita bicara pemerintah pusat itu bisa siapapun untuk pemerintah pusat, tergantung presidennya mengarahkan kepada siapa dia diberikan kewenangannya. Tapi kalau kemudian tanggung jawab untuk pelabuhan perikanan, prasarana yang ada di pelabuhan kita berikan saja kepada menteri. ltu artinya jangan kemudian ... lni karena ada wacana begini, mohon maaf, untuk tahun 2016 atau tahun berapapun saya tahu ke depannya ada wacana bahwa pelabuhan perikanan itu dikelola oleh bukan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dikelola oleh yang lain. Tetapi kalau kita menyimak di poin 45 kita tambahkan saja di situ bahwa yang bertanggung jawab terhadap penyediaan prasarana yang ada untuk nelayan adalah menteri. Langsung saja fokus pada itu, bukan pemerintah pusat. Karena nanti Jempar-lemparan begitu. Tapi kalau dikunci di menteri, artinya kementerian itulah yang bertanggung jawab terhadap penyediaan prasarana untuk nelayan, begitu maksud saya. Tergantung menterinya sebetulnya.

KETUA RAPAT:

Jadi memang kita tidak ingin mengunci, karena di pemerintah itu ada beberapa alokasi bersama misalkan, ada tanggung jawab bersama. Kenapa kita tidak mengunci menteri? Karena khawatir juga anggaran tidak cukup kalau dibebankan kepada menteri. Tetapi didalam penjelasan itu bisa, artinya disebutkan yang dimaksud tanggung jawab pemerintah itu adalah menteri yang membidangi terhadap sektor kelautan dan perikanan. ltu boleh, sehingga ada penekanan. Tapi kalau kita mengunci di dalam batang tubuh itu adalah menteri justru tidak akan semuanya bisa dilaksanakan, bebannya akan sangat berat. Termasuk di atas saja kan akhirnya lepas dari urusan menteri, itu menjadi urusan Menteri Keuangan. Apakah kemudian M~nteri Keuangan akan tidak peduli lagi dengan pelabuhan ketika ini dikunci menjadi tanggung jawabnya Menteri Kelautan? Sehingga pada sesuatu yang sifatnya itu menjadi kewajiban di sektor tertentu hampir seluruh undang­undang mendelegasikannya kepada pemerintah atau pemerintah daerah. Terkecuali kalau rujukan, bahwa rujukan itu misalkan yang melaksanakan terhadap kegiatan itu adalah menteri. Menteri yang dimaksud adalah menteri yang berhubungan dengan undang-undang ini. ltupun tidak eksplisit disebutkan. Sekali waktu akan berubah menterinya. Nama Kementerian KKP saja sudah berubah tiga kali. Sehingga menteri

ARSIP D

PR - RI

67

ini juga kita harus hati-hati kalau mengunci, kemudian berubah nomenklatur, lain lagi nanti. lni undang-undang kan diharapkan universal. Saya kira begitu, Pak lchsan. Kalau memang ingin ada penekanan kita tekankan di penjelasan supaya lebih terdefinisikan begitu. Tapi sifat di dalam batang tubuh biar membuka celah, PKPL bisa masuk, di Kementerian PU bisa masuk. Tentang pelaksanaan utamanya bisa tim kementerian.

Silakan, Pak Azhar.

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Baik, Pak Ketua.

Bapak-bapak sekalian,

Saya juga ingin cerita ini pengalaman ketika di Komisi V, memang terjadi tumpang tindih soal kepelabuhan ini. Kalau pelabuhan umum domainnya memang ada di Kementerian Perhubungan ya, Pak. Tapi sering sekali terjadi pihak-pihak terutama di daerah yang menyangkut pelabuhan perikanan inipun pintunya dia masuk ke pelabuhan umum. Oleh karena itu kalau saran saya karena kita bicara Undang-Undang Nelayan dan Perikanan fokusnya spesial untuk masalah ini, tidak ada salahnya kita masuk di dalam batang tubuh, sehingga tegas, supaya tidak ada lagi di daerah itu cara membaca persoalan-persoalan itu kewenangan pusat tadi pemerintah pusat itu kepada siapa. Jadi kalau yang menyangkut perikanan dia tentunya Menteri KKP, kan begitu. Demikian juga ini. Kalau di penjelasan kita khawatir nanti tidak tegas di dalam undang-undang ini dan tidak mengikat. Saya lebih condong apa yang diusulkan oleh Pak lchsan dan Pak ini tadi, kita kementerian yang menangani masalah perikanan, sehingga jelas posisinya. ltu saja. Memang kalau tidak salah dalam undang-undang yang terdahulu pun sudah ada yang menyangkut masalah TPE segala macam itu urusan daripada menteri bukan perhubungan, tapi masih sering terjadi tumpang tindih itu di daerah pintu-pintu yang ada, sehingga menimbulkan ketidakjelasan seperti itu di tingkat daerah.

ltu saja, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira sesuai dengan jadwal kita refreshing dulu, nanti kita masuk Jam 19.30.

Terima kasih. Nanti kita putuskan untuk masalah ini. Skors waktu sampai Jam 19.30.

(RAPAT DISKORS PUKUL 18.05 WIB)

KETUA RAPAT:

Tolong dipanggil Anggota lain. Masih ada? Baik, sesuai dengan kesepakatan skors saya nyatakan dicabut.

(SKORS DICABUT PUKUL 19.45 WIB)

ARSIP D

PR - RI

68

Mohon persetujuan jika disetujui saya kira malam ini kita sampai Jam 22.00 saja. setuju ya? Setuju, Pemerintah?

(RAPAT: SETUJU)

Kenapa Pak Narmoko tidak setuju? Sebetulnya pertimbangannya Pak Narmoko tadi,"Aduh saya teler, Pak." Ya sudah.

Baik, saya kira ada kesepakatan tadi untuk DIM 154 hal yang terkait dengan infrastruktur, hal yang terkait dengan prasarana dalam penjelasan ditambahkan bahwa untuk sarana prasarana tertentu nanti langsung di penyelenggaranya adalah menteri, begitu ya. Jadi supaya ada kepastian pelabuhan ini ya Menteri Kelautan lah begitu contohnya, sehingga nanti untuk pasal-pasal yang terkait dengan prasarana saya kira penjelasannya didelegasikan ke menteri. Setuju ya, Pak? Pemerintah, setuju?

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Setuju, Bapak.

KETUA RAPAT:

Bapak delegasikan dulu, Pak. Sebentar, setuju dulu lah, setuju dulu.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya Bapak persilakan.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, Bapak Pimpinan. Jadi karena ini pembahasannya panjang, jadi kami bergantian antara

koordinator tim dengan anggota Pokja menyampaikan.

KETUA RAPAT:

Saya tidak ganti-ganti, Pak.

SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Biar sama-sama memiliki, Pak. Saya persilakan mungkin Pak ... , mohon izin.

ARSIP D

PR - RI

69

KETUA RAPAT:

DIM 158 sudah, sehingga nanti masuk di DIM 163 ya. Silakan, Pak.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik, DIM 159 ...

KETUA RAPAT:

Tolong diajari dulu, Pak. Sebelum diberikan tugas diajari dulu. Silakan. DIM yang 123 ya, Pak. 123 DIM yang dibahas. Jadi sekarang DIM

163.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik. Saya bacakan, RUU DPR Pasal17 ayat (1):

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab menyediakan sarana produksi perikanan dan sarana usaha pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 7 ayat (2) huruf b dengan harga terjangkau bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam."

Perubahan substansi pemerintah dan pemerintah daerah tidak bertanggung jawab dalam penyediaan sarana usaha tetapi memberikan kemudahan memperoleh sarana usaha perikanan dan sarana usaha pergaraman, sehingga rumusan usulan pemerintah:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan kemudahan memperoleh sarana usaha perikanan dan sarana usaha pergaraman paling sedikit melalui: a. Menjamin ketersediaan sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman;

dan b. Pengendalian harga sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman."

Kemudian penambahan ayat di ayat (2):

"Sarana usaha perikanan sbgmn dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Sarana penangkapan ikan; dan b. Sarana pembudidaya ikan."

Untuk hal ini terutama untuk sarana di ayat (2) untuk memperjelas bahwa sarana produksi perikanan terdiri dari sarana nelayan dan sarana pembudidaya ikan.

T erima kasih. Kemudian ini sinkronisasi dengan DIM Nomor 100. Baik, Bapak. DIM 164 tadi sudah saya bacakan sekalian dengan DIM 165.

Masih perlu dibacakan, Pak Ketua?

ARSIP D

PR - RI

70

KETUA RAPAT:

Tidak usah. ltu sudah rangkaian, Pak. Lanjut saja.

DIRJEN PT (NARMOKO):

DIM 170, ini penambahan huruf a:

"Kapal perikanan yang dilengkapi ... "

KETUA RAPAT:

Tolong dibaca dari 169. Dibacanya dari 169, sehingga nyambung apa yang Bapak baca.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik. RUU DPR Rl DIM 169 ayat (2):

"Sarana produksi perikanan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) bagi nelayan paling sedikit meliputi: a. Bahan bakar minyak dan sumber energi lainnya; dan b. Air bersih dan es."

Pemerintah mengusulkan penambahan huruf, penyempurnaan redaksional pada ayat (2) frasa 'sarana produksi perikanan' diganti menjadi 'sarana penangkapan ikan'. Kemudian kata 'paling sedikit' dihapus, karena dalam penangkapan ikan cukup dengan sarana sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d. Jadi usul dari pemerintah setelah perubahan ayat (3), menjadi ayat (3), karena tadi di depan ada penambahan ayat. ..

KETUA RAPAT:

Masalah ayat slrn tidak perlu disebutkan. ltu nanti di sinkronisasi. Bapak sebutkan apa adanya yang ada di situ.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik, jadi bunyinya menjadi:

"Sarana penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Kapal perikanan yang dilengkapi perlengkapan kese/amatan kapal; dan b. A/at penangkapan ikan dan a/at bantu penangkapan ikan."

lni sinkronisasi dengan DIM 167 sekaligus juga reposisi dari Pasal 14 ayat (2) huruf a DIM 139, kemudian penjelasan kapal perikanan merupakan sarana nelayan.

Kemudian di DIM 171 reposisi dari Pasal14 ayat (2) huruf a (DIM 139):

"A/at penangkapan ikan dan a/at bantu penangkapan ikan merupakan sarana nelayan."

ARSIP D

PR - RI

71

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Ketua ...

KETUA RAP AT:

Silakan, Pak Darori.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Tadi pemerintah sudah ada usul perubahan. Yang saya 1n91n minta penjelasan ini yang 172 dan 173 a dan b itu tidak tercover di pemerintah ini, Pak. Bahan bakar minyak dan sumber daya energi lainnya, air bersih dan es, saya kira yang utama sebenarnya di nelayan ini.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik, kami jelaskan bahwa di DIM 172 dan DIM 173 kita tetap setuju dengan usul DPR. Hanya ini penambahan saja, Pak.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Berarti poin c, d itu. a, b, c ...

DIRJEN PT (NARMOKO):

Ya, maksudnya harusnya seperti itu, Bapak.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Terima kasih.

KETUA RAP AT:

Baik, ada kapal dulu baru bahan bakar. Jadi tidak bahan bakar dulu. Ada kapalnya dulu baru di situ harus ada bahan bakar.

Lanjut, Pak.

DIRJEN PT (NARMOKO):

DIM 179 saya bacakan 74 itu, karena ini satu rangkaian. Usul RUU DPR Rl ayat (3):

"Sarana produksi perikanan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) bagi pembudidaya ikan paling sedikit meliputi: Di DIM 175: a. lnduk, bibit dan benih; DIM 176 : b. Pakan; DIM 177 :c. Obat-obatan; dan DIM 178 : d. Air bersih."

ARSIP D

PR - RI

72

Kemudian pemerintah penyempurnaan redaksional frasa 'sarana produksi perikanan' dig anti menjadi 'saran a pembudidaya ikan'. Kata 'paling sedikit' dihapus. Bunyinya menjadi:

"Sarana pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b me/iputi: a. Tetap, lnduk ...

KETUA RAPAT:

Sebentar, sebelum berlanjut, ini memang antara meliputi, paling sedikit, antara lain, kita jangan sampai mengikat lah. Jadi pelajaran yang diberikan oleh Pak Wisnu kepada saya selama memimpin Panja yaitu untuk hal-hal yang sifatnya teknis mari kita sama-sama untuk paham tidak mengikat, sehingga kalau meliputi itu meliputi mengikat, membatasi. Tapi kalau nanti ada kebutuhan lain itu tidak bisa tertampung di dalam undang-undang ini, meski secara eksplisit tidak bisa juga dimasukkan di dalam undang-undang. Tetapi kalau ada hal yang urgent itu bisa dimasukkan cantolannya kepada undang-undang ini dan itu memudahkan untuk pemerintah sebetulnya untuk mencari payung hukum dalam rangka menjustifikasi terhadap salah satu atau salah banyak kegiatan. Jadi Pak Wisnu, mohon pencerahan lah untuk hal seperti ini, apakah mempergunakan paling sedikit, meliputi atau pakai antara lain, sehingga jika ada hal yang ini dianggap penting oleh pemerintah tentu bisa dijadikan capstock untuk kegiatan.

Silakan, Pak Wisnu.

PEMERINTAH/AHLI BAHASA (WISNU SASANGKA):

Baik, Pak. Di dalam DIM di sebelah kiri kalau memakai kata 'meliputi', 'paling sedikit meliputi' itu batas minimal itu harus terpenuhi. Tetapi kalau 'sarana pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi', itu sudah limitatif. Kalau sudah limitatif di ujung itu tidak bisa memakai kincir 'dan/atau', harus 'dan'. Kalau limitatif seperti itu. Lalu kalau memakai 'antara lain' lazimnya norma itu akan menjadi gugur kalau ada 'antara lain'. Jadi pasal atau ayat hindari kata 'antara lain'. Begitu, Pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi sebaiknya 'paling sedikit meliputi'.

PEMERINTAH/AHLI BAHASA (WISNU SASANGKA):

Ya sesuai dengan keinginan bersama yang diinginkan 'meliputi' atau 'paling sedikit'.

KETUA RAPAT:

Jadi kita ingin ada ruang yang cukup jika ada sesuatu yang ingin dijadikan payung kebijakan, payung regulasi, sehingga saya kira kalau disepakati makna yang

ARSIP D

PR - RI

73

kemudian banyak diganti saya dari tadi melihat ada beberapa DIM yang kita membuat paling sedikit, kemudian 'paling sedikit'-nya dihilangkan. PAdahal ini penting menurut saya suatu saat untuk cantalan di beberapa regulasi turunan di kementerian. Jadi kalau dapat disetujui aleh pemerintah menurut saya kembali ke DIM DPR: 'paling sedikit meliputi:'. ltu kalau disetujui.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Setuju ya. DPR setuju?

ANGGOTA: Setuju.

KETUA RAPAT:

(RAPAT: SETUJU)

Jadi 'yang meliputi' dan itu masih ada ruang untuk penambahan berbagai aspek yang bisa memberikan pemerkayaan terhadap pemberdayaan dan perlindungan. Saya kira kita sepakat seluruhnya mempergunakan 'paling sedikit meliputi'. lni hanya untuk kemudahan pemerintah melaksanakan berbagai kegiatan.

Lanjut.

DIRJEN PT (NARMOKO):

DIM 179 diusulkan ada penambahan huruf e, DIM 180 penambahan huruf f.

KETUA RAPAT:

Saya kira bukan penambahan huruf mungkin, penambahan kalimat atau penambahan pain. Jadi ini talang yang begini-begini. .. Kalau huruf itu kan a, b, c, d, e, f, g. Penambahan frasa. Ada penambahan frasa pain e dan pain f, pain e-nya pupuk, pain f-nya alat pemanenan. Kita setuju lah kalau tambah-tambahan begitu.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Kami teruskan, Bapak. " ... g. A/at pengangkut ikan hid up

Kami ralat: Kapal pengangkut ikan hidup. h. Bahan bakar min yak dan sumber energi lainnya; i. Pompa air; j. Kincir danlatau k. Keramba jaring apung."

Jadi penambahan ada mulai dari huruf d dari DIM 179 sampai dengan DIM 185.

ARSIP D

PR - RI

74

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Di situ kan ada a, b, c, d, Pak. Jadi pembandingannya menjadi f membandingkan dulu f. Betul tidak? a, b, c, d-nya kan sudah yang sebelah kanan, induk, pakan, obat-obatan, air bersih, dilanjutkan usulan dari pemerintah. Betul kan?

KETUA RAPAT:

Yang c, d, e, f, g, h, i (suara tidak jelas).

DIRJEN PT (NARMOKO):

Yang sebelah kiri seperti DPR kita menambahkan, Pak.

KETUA RAPAT:

Tolong kalau ada penambahan, penambahan frasa begitu ya. Coba ditulis penambahan frasa biar semua tahu tulisan frasanya.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik, kami bacakan DIM 197 penambahan frasa 'k. Alat ukur suhu (termometer)'.

DIM 198 penambahan frasa '1. Alat ukur kekentalan air laut (baume hydrometer).

Terima kasih, Pak. Yang lainnya sesuai dengan usulan RUU DPR.

KETUA RAPAT:

Tetap ya 'yang meliputi' adalah paling sedikit, Pak. Begitu ya, Pak?

PEMERINTAH/AHLI BAHASA (WISNU SASANGKA):

Saran boleh, Pak? Yang DIM 180.

KETUA RAPAT:

Nanti dulu, tanya dulu, boleh tidak? Boleh.

PEMERINTAH/AHLI BAHASA (WISNU SASANGKA):

Biasanya boleh. Kalau tidak boleh saya pulang. Yang f itu bukan alat pemanenan, tapi alat pemanen. Beda antara

pemanenan dan pemanen, 180 f.

ARSIP D

PR - RI

75

KETUA RAPAT:

Lanjut, Pak.

DIRJEN PT (NARMOKO):

Baik, kami lanjutkan DIM 201:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat bekerja sama dengan pelaku usaha dalam menyediakan sarana produksi perikanan dan pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17."

Usulan pemerintah dihapus, alasan telah diatur dengan peraturan perundang­undangan terkait barang dan jasa.

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Pasal berapa yang atur, Pak? Di undang-undang mana ini?

DIRJEN PT (NARMOKO):

Mohon izin, Bapak. Saya cabut ini peraturan perundang-undangan dalam konteks Perpres mengenai pengadaan. barang dan jasa.

KETUA RAPAT:

Begini, ini pengalaman berharga di Kementerian Pertanian. Sebelum lahirnya Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013, tolong dicatat, ada beberapa hal yang memang mengacu kepada Perpres mengenai pengadaan barang dan jasa, Perpres Nomor 45 kalau tidak salah, Perpres Nomor 45 Tahun 2009 pada waktu itu. Tetapi kemudian bahwa atas dasar lahirnya undang­undang itu sekarang di dalam Perpres yang baru tentang pengadaan barang dan jasa menteri itu dapat menunjuk langsung, Pak. Jadi dapat menunjuk langsung terhadap ... Karena memang ini adalah sesuatu yang urgent, sesuatu yang tidak bisa ditunda. Seperti benih, tidak bisa ditunda. Kalau ditunda benih itu berkembang, tidak bisa, sehingga kalau kementerian ini memang hal-hal seperti ini dianggap penting dan kami DPR belajar terhadap hal yang sudah dilakukan di Kementerian Pertanian, tentu ini bisa dikerjasamakan, menunjuk, perusahaan apapun. Tentu ada mekanisme dan tata cara yang berlaku. Bahkan sadar atau tidak sadar Kementerian Kelautan dan Perikanan juga sudah menunjuk langsung. Pengadaan kapal itu kan penunjukan langsung. Pengadaan apa di garam itu? Membran, membran saja penunjukan langsung. Apa penunjukan langsung? Dengan e-catalog itu kan penunjukan langsung. Jadi hal-hal seperti ini boleh. Tetapi tentu ada mekanisme, sehingga kalau ini memang dalam memberdayakan dan melindungi perlu sesuatu yang lebih cepat ada payung hukum. Tapi kalau memang ada kekhawatiran dengan berbagai aspek tentu kembali kepada mekanisme pengadaan barang dan jasa. Saya kira coba dibuka, Kementerian Pertanian itu dapat menunjuk, dapat menunjuk, dapat menunjuk semuanya. Karena apa? Merujuk terhadap Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Begitu, Pak. Sehingga dalam hemat saya ini kan pain-

ARSIP D

PR - RI

76

poin penting didalam perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Untuk Pasal 19, Pasal 20 poin a dan b yang meminta untuk dihapus sampai ke DIM 207 menurut saya sebaiknya ini tetap ada, karena justru kandungan substansi yang kita menginginkan pasal-pasal afirmatif adanya di sini. Kalau hanya normatif-normatif saja menurut saya tidak perlu ada undang-undang, itu juga bisa dijalankan dengan peraturan presiden atau peraturan menteri. Begitu, Pak.

INTERUPSI F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.Pi., M.M.):

Pimpinan ...

KETUA RAPAT:

lni hemat saya. Tetapi tidak menutup kemungkinan. Silakan, Pak.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.Pi., M.M.):

Pimpinan, mohon izin. Jadi saya berpandangan ini sangat substansi sekali ya. Artinya lni tidak serta­

merta secara bicara an sich terkait dengan pengadaan barang saja. Kita memberikan satu payung hukum, perlindungan hukum, payung hukum terkait dengan apa-apa yang bisa diberikan pemerintah terhadap nelayan ataupun sejenisnya. Bisa dalam bentuk kebijakan, bisa juga dalam bentuk yang lainnya ketika pemerintah 'menginstruksikan' kepada perusahaan-perusahaan pelaku usaha besar memfasilitasi agar pembantuan CSR-CSR diberikan kepada para pelaku nelayan, terutama terkait dengan PKBR. Pemerintah dalam hal ini menginstruksikan kepada ... , ini case ya, menginstruksikan kepada BUMN agar menyediakan anggaran untuk memfasilitasi penguatan pemberdayaan terkait dengan yang ada di sini. Artinya bahwa ini memang memberikan ruang, tidak serta-merta pada an sich terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Betul bahwa pengadaan barang dan jasa itu sudah ada Perpres tersendiri. Tetapi Perpres itu kan nilainya atau derajatnya lebih rendah dibandingkan undang-undang. Saya kira kalau alasannya ini kurang relevan. Dari pemerintah menyatakan masih adanya terkait dengan peraturan yang sudah mengatur dalam hal ini. Tetapi kita memberikan payung hukum yang lebih kuat agar tatkala pemerintah memberikan fasilitasi kebijakan ataupun penguatan dalam bentuk apapun tentunya anggaran maupun program, ada payung hukumnya. Jadi ini yang menjadi spirit yang melatarbelakangi munculnya ini. Jadi kalau itu kurang diterima kalau terkait dengan alasan seperti itu. Tetapi kalau masalah alasannya terkait dengan ada berbenturan atau alasan yang lain mungkin · kita juga berpikir. Tetapi kalau sebatas seperti ini saya kira kita akan mengangkat dalam undang-undang ini, memberi payung hukum yang lebih kepastian.

Saya kira begitu, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, ada pandangan lain? Justru ruhnya undang-undang ini ada di sini, sehingga kalau Bapak baca di DIM 206:

ARSIP D

PR - RI

77

"Pemberian subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, tepat kualitas dan tepat jumlah."

207-nya:

"Ketentuan /ebih lanjut mengenai tata cara pemberian subsidi diatur dalam peraturan presiden."

lni menjadi direktifnya presiden. Kalau presiden tidak mau ya silakan. Tapi kalau mau cantolan undang-undangnya ada. Tetapi bagi kami di DPR ini adalah beban moril kami untuk mendorong bahwa ini adalah pasal yang sangat krusial. Ruhnya undang-undang ini ada di sini, Pak.

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Pak, tam bah.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Terima kasih, Ketua. Jadi saya pikir ini adalah suatu payung hukum penekanan kita, dasar kita

bekerja, sehingga jangan sampai seolah-olah kita bekerja payung hukumnya ada di peraturan lain. Kalau saya ini spesifikasi mengatur ternan-ternan di Kelautan. Saya kira jangan sedikit-sedikit sudah diatur di peraturan lain. Nanti mencarinya di peraturan mana begitu. Saya kira ternan-ternan sudah biasa diperiksa. Kalau ada payung hukumnya paling mudah itu. Saya pernah dulu membuat Perpres khusus menanam pohon itu, diperiksa BPK. Saya bilang,''Yang neken kan sama-sama presiden. Kalau ini salah berarti presidennya ya salah. Karena kita ada Perpres khusus.

Pak Ketua.

Saya kira ini mungkin saya yang salah, kalau disetujui nanti DIM 207 ini Peraturan Presiden, kalau Peraturan Presiden itu biasanya dalam rangka membentuk kelembagaan tapi kalau membentuk aturan itu Peraturan Pemerintah. Tinggal saya kira inikan bukan mengatur lembaga, penjabaran dari pasal ini saya kira lebih tepat kalau nanti disetujui bukan Peraturan Presiden tetapi Peraturan Pemerintah.

Saya kira itu Pak Ketua sebagai masukan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, saya ingin tidak berwacana. Tolong bukan google diatas Pasal21 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013

tentang Perlindungan Pemberdayaan Petani. Pasal 21 ayat (1) , "pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan subsidi

ARSIP D

PR - RI

78

benih atau bibit tanaman, bibit atau bakalan ternak". Jadi kata subsidi itu tidak alergi pak, dan kata dapat itu tergantung presiden. Presiden kalau peduli terhadap rakyat kasih subsidi, tapi kalau tidak peduli terhadap rakyat ya jangan dikasih subsidi, tetapi DPR sudah memberikan cantolan bahwa didalam Undang-undang ini kita memberikan ruang untuk adanya subsidi. lni titik tengah pak dan Undang­undang ini tidak di judicial review atau ada notifikasi dari WTO , tidak karena apa? Kalau bapak lihat Undang-undang Pertanian di Amerika Serikat justru ada subsidi output , yang disebutkan ... jelas disana gitu ya. Nah sehingga menu rut saya mohon dipertimbangkan di pemerintah kalau memang ada keberatan disini menjadi kewajiban dapat , tetapi kami disini memberikan ruang didalam Undang-undang untuk memerintah dapat memutuskan ya atau tidak untuk memberikan subsidi.

Begitu pak.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

Sebelum ke pemerintah pimpinan saya juga ingin minta penjelasan yang lebih komprehensif dari pemerintah terkait dengan keberatan, terkait dengan substansi yang ada disini. Sedangkan dari parlemen ini adalah suatu hal yang baginya adalah tidak suatu keharusan kan ini adalah substansi sekali, ini adalah roh dari Undang­undang disini karena didalam amanat konstitusi itu jelas fakir miskin irisannya kearah sini juga karena yang kita lindungi , yang kita beri subsidi itu adalah orang­orang kecil yang didalam konstitusi tertinggi mengatur melindungi itu gitu. Makanya saya belum melihat roh semangat yang disampaikan oleh pemerintah terkait penghabisan itu seperti apa? Tadi kalau saya (mohon maaf kalau salah menterjemahkan), pemerintah perijinan tidak masalah karena sudah diatur didalam peraturan yang ada. Nah did a lam peraturan perundangan, Perda ... dalam Undang-undang a, Undang-undang b diatur dalam hal yang persoalan yang tidak dilarang, tidak dipersoalkan apalagi tadi dilampirkan bahwa pemerintah prinsipnya oke karena sudah diatur didalam Peraturan Pemerintah dibawah Undang-undang. Kalau ... oke tentu akan kita kasih kehormatan yang lebih tinggi dan membentuk payung hukum yang lebih tinggi yaitu Undang-undang karena saya lihat disini keberatannya saya belum mengerti apa gitu.

Nah kalau alasan kami yang ada disini saya kira sudah satu semua lbu Bapak sekalian dari pihak pemerintah mohon ini jadi pemikiran ulang. Kalau toh kemudian ini menjadi kebijakan dari pemerintah dalam hal ini dari lbu Bapak yang hadir disini belum bisa mengambil keputusan terkait setuju atau tidak setuju dengan ini ya nggak bisa dilanjutkan Pimpinan kalau ternyata itu harus lapor kepada lbu Menteri, kan ini adalah masalah substansi dari kami. Ternyata kalau pemerintah didalam hal ini sudah instruksi dari lbu Bapak disini tidka bisa mengambil keputusan lebih baik kita maju ke DIM yang lain. Namun bila alasannya masih seperti itu saya kira lbu Menteri prinsipnya setuju karena sudah diatur dalam peraturan yang lebih rendah.

Saya kira begitu, kita bergeser saja pimpinan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan pemerintah.

ARSIP D

PR - RI

79

DIRJEN PT (PEMERINT AH) :

Baik, mohon ijin Bapak Ketua dan Anggota yang saya hormati. Kami masih di DIM tadi membacanya 201 bapak, sedangkan subsidi dan

yang lainnya ada di DIM 202.

KETUA RAPAT:

Ya sekalian saja, kan itu dihapus ...

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Baik Bapak. Kalau di DIM Nomor 201 Pasal 19 hemat kami tidak terdapat permasalahan

bagi pemerintah karena disini dapat bekerjasama dan ini sudah sering kita lakukan. Nanti instrumentasinya bisa menggunakan hal yang lain.

ANGGOTA:

Setuju Ketua, ketok Ketua.

(RAPAT: SETUJU)

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Saya membacakan DIM 202 ayat (1), "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan subsidi :).

Usul pemerintah dihapus , penjelasannya sudah dicantumkan dalam kriteria Pasal 17 ayat (1) DIM 163, DIM 164 dan DIM 165. Kami ingin menambahkan penjelasan hanya untuk memberikan wacana saja Bapak Pimpinan dan para Anggota yang saya hormati. Beberapa waktu yang lalu kami tidak bisa mengirim udang ke Amerika karena Amerika membentuk panel yang sebetulnya itu sudah berlangsung kurang lebih dugaan-dugaan panel udang di Amerika importir dan pengusaha lokal disana terhadap perilaku pemerintah Indonesia yang memberikan subsidi pada produksi udang yang kami kirim ke Amerika. Alhamdulillah ini sudah bisa kami cabut panel itu kemarin dengan effort yang sangat luar biasa, memakan waktu kurang lebih tiga tahun. Kita bisa membuktikan bahwa seluruh komponen produksi udang kami di Indonesia tidak mengandung unsur subsidi apapun juga.

Mohon ijin memberikan wacana, pengertian subsidi ini saya tidak tahu dengan Undang-undang negara lain tapi Amerika kemarin membuktikan bahwa mereka untuk semua barang yang masuk agar ada fair competition maka tidak boleh ada unsur-unsur dibelakang yang terkait dengan keberpihakan kita. Termasuk kemarin juga ditanya apakah nelayan Indonesia, pembudidaya udang di Indonesia juga diberikan fasilitas lain seperti lahan dan seterusnya.

Nah ini barangkali kami menyarankan mungkin ada kata-kata lain yang lebih bijak yang tidak harus menunjuk kepada subsidi. Karen a .. . itu memang did a lam perdagangan agak kurang disenangi, ini hanya memberikan masukan saja.

T erima kasih.

ARSIP D

PR - RI

80

KETUA RAPAT :

Ya silakan.

F-PAN (INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M):

Sedikit saja pimpinan. Mohon penjelasan dari pemerintah yang kami maksud subsidi disini

adalah untuk rakyat orang kecil bukan untuk eksportir pak, bukan untuk pengusaha. Mohon penjelasannya.

KETUA RAPAT :

Silakan Pak Rahmad digabung pertanyaannya, tadikan masih interupsi. Silakan.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

Saya hanya begini, . . . kita utamakanlah... kita harus berdaulat dibidang ekonomi kita. Artinya bahwa berapa sih kontribusi kita ke Amerika? Selalu kita digiring ke arah perdagangan internasional , perdagangan WTO, perdagangan bebas. Sedangkan fakta sampai hari ini negara sudah berpraktek melakukan subsidi terkait dengan salah satunya adalah solar, itu jelas kebutuhan dasar kita.

Sesuatu hal yang sudah berjalan, sesuatu hal yang sudah dijalankan oleh · negara yang sudah berpraktekkan dalam keseharian ketika kita memberikan satu payung hukum terkait dengan apa yang sudah diberikan oleh pemerintah apa yang salah kita? ini adalah hak rakyat, ini adalah hak orang kecil, ini adalah hak warga masyarakat yang memang berhak untuk mendapatkan ini dan dilindungi oleh aparat konstitusi kita, fakir miskin. Saya kira untuk nelayan kecil saya kira sudah agak mendalam masalah konstitusi kita itu.

Jadi artinya saya menghormati, menghargai apa yang disampaikan oleh pemerintah bahwa pada prinsipnya tidak ada masalah. Saya apresiasi betul itu, saya kira semangat , roh, jiwa yang ada di pemerintah dengan kami tidak beda jauh pada prinsipnya disitu. Kami juga menghargai, mengapresiasi tatkala ketika produk kita yang ada diluar terkait dengan perdagangan ini juga mengalami kendala, ini menjadi pemikiran kita bersama. Tetapi ketika diberikan satu pernyataan apakah ini jadi bahan, frase kata ini apakah ada kata yang lebih halus ataukah ada kata yang lain itu bisa jadi bahan diskusi. Tapi kalau yang saya tangkap saya apresiasi yang sangat tinggi kepada pemerintah, pada prinsipnya tidak ada masalah untuk itu.

Nah karena mengapa saya selalu menyampaikan ini bahwa apa yang sudah dijalankan ini memang kita berpihak ke payung hukum. Nelayan sudah memberikan subsidi sedemikian rupa, garam sudah memberikan subsidi sedemikian rupa. Tatkala nanti ada satu kebijakan atau organisasi apapun yang menggugat inilah amanat rakyat, bahwa negara melakukan menjalankan, menugaskan kepada pemerintah dalam hal ini pemerintah ibu bapak sekalian memberikan perhatian ada payung hukumnya. Nah itu Pimpinan yang saya sampaikan, tapi saya apresiasi tinggi. Pada prinsipnya semangat kita roh yang ada disini sama, tidak ada yang beda untuk kepentingan masyarakat kecil.

T erima kasih.

ARSIP D

PR - RI

KETUA RAPAT :

Semangat kita adalah Trisakti dan Nawacita. Silakan Pak Edhy.

F-P .GERINDRA (EDHY PRABOWO, MM, MBA) :

81

Ya, saya pikir kalau saya lihat dari pernyataan Pak Narmoko itu sudah nggak ada masalah dengan subsidi, tinggal bahasa subsidi ini diganti dengan yang lain. Tapi terus terang ya kalau menurut saya kalau pada akhirnya kan tetap sama orang akan lihat itu. Nah saya mau kasih ilustrasi sedikit bahwa bicara nelayan kita kan kita nggak bisa samakan dengan nelayan negara-negara barat Amerika atau sebagainya, mereka tidak bicara 5 gt lagi, tidak bicara 10 gt, tidak bicara masalah budidaya ikan yang jumlahnya hanya 100 ribu beli bib it cukup, disana kan tidak, belum lagi kita bicara tingkat pendidikan nelayan kita.

Nah inilah permasalahan yang selama ini menimpa. Belum lama Dirjen Peternakan menyampaikan ke kita yang saya sangat marah sekali terus terang saja. Peternak kita banyak tapi sapinya sedikit, petani kita banyak tapi sawahnya kecil-kecil, ya sama saja seolah-olah ya sudah kalau gitu ganti apa koorporasi kan nggak mungkin pak. Jadi maksud saya begini pak, tidak perlu kita khawatirkan dengan subsidi itu karena pada akhirnya kalau kita ganti sifatnya insentif pun mereka akan baca bahwa ini subsidi. Yang paling penting kita harus tahu reasoning-nya saja, alasannya kenapa kita harus bantu mereka? karena perdagangan bebas yang kemarin juga ditandatangani di Bali itu kita diberikan keleluasaan dalam hal apabila masyarakat kita belum siap kita masih berhak untuk mengajukan perpanjangan sampai waktu yang tidak diputuskan. Tolong di cek di artikelnya karena saya dengar langsung dari Menteri Perdagangan waktu itu Pak Gita Wiryawan, kita di Komisi VI waktu itu keras sekali untuk mengingatkan itu jangan sampai petani atau nelayan kita dipaksa harus ikuti aturan dimana kita sendiri belum siap dan itu ada artikelnya sekarang dan tolong itu bapak cek sendiri. Saya dapat langsung dari parlemen karena resmi penyataannya didepan Komisi VI. Nah ini satu pegangan yang harusnya kita pegang.

Nah sekarang kalau bapak meragukan, kalau saya sih pak saya tidak khawatir dengan subsidi,inikan kepentingan politik, keputusan politik, keputusan politik itu intinya adalah kami mau rakyat kami yang sekolahnya saja nggak lulus SO , yang sekarang nelayannya saja harus bersaing dengan nelayan besar, yang sekarang berbudidayanya pun harus bersaing dengan koorporasi budidaya lain, kan ini kita bicara fair trade, kita melihat ketidakadilan sekarang didepan mata kita tentang pembudidaya ikan, petambak garam dan nelayan-nelayan kita. Saya pikir kita fair juga kalau kita kasih mereka subsidi untuk membuat posisi mereka equal. Nah ini harus kita sampaikan juga ke pihak-pihak yang nanti mau mengambil atau menjual, atau menerima bahan-bahan hasil produksi dalam negeri kita.

Jadi saya pikir itu pak, kalau saya apresiasi dari pemerintah sudah mau, yang penting jangan subsidi. Tapi saya akan memberikan penjelasan lagi, subsidi apapun namanya lainnya itu akan tetap dianggap subsidi dan kita memberi subsidi dengan keputusan nyata bahwa ini perlu kita lakukan, karena kalau tidak ini mati. Jadi makanya Undang-undang ini panting, tidak masalah pak, ini penting juga dan bagus buat pemerintah akan menjadi PR dimata masyarakat kecil ini bahwa pemerintah berpihak kepada masyarakat. DPR saya pikir kita sepakat makanya

ARSIP D

PR - RI

82

kita bikin kesimpulan seperti ini, menjadi ... begitu dihapus menjadi pertanyaan besar buat kita.

Saya pikir itu pak, terima kasih.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

Sedikit pimpinan. Kita jangan alergi atau kaget ketika bangsa lain disana dengan bangga

kebanggaan bagi negara mereka memberi proteksi. Saya kira juga bahasa proteksi maupun ... saya kira juga tidak sama, jangan salah loh negara-negara itu sangat melindungi petani kecil. Ya kalau boleh kita membandingkan mungkin barangkali yang disampaikan oleh pemerintah tadi tatkala akan berbicara dengan industri yang besar, ketika industri besar diberi perlindungan terhadap subsidi saya kira juga akan menjadi persoalan yang besar bagi perang dagang di internasional. Tapi ini negara dimanapun saya kira proteksi apapun subsidi sudah menjadi hak dasar bagi peran dari satu pemerintahan.

Saya kira itu sedikit tambahan dari kami, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Mungkin mindset-nya terlalu tinggi karena kalau kita turunkan sebetulnya yang dapat subsidi itukan yang kecil-kecil itu. Jadi kalau yang kecil dapat subsidi, yang besar tidak ya ini adalah fakta mereka memang harus mendapatkan bantuan. Nah kalau memang kewajiban ini menjadi beban pak, kami keputusan politiknya dapat , silaka saja pemerintah, yang penting kami DPR sudah mendorong ruang yang cukup, pengambil keputusan di eksekutif untuk apakah memberikan subsidi atau tidak. Karena ini juga adalah bagian dari kita mengakomodir terhadap keinginan dan hak rakyat.

Bayangkan tetangga saya punya mobil dua biji dapat subsidi, tapi masa nelayan kecil yang 5 gt yang pergi pagi subuh pulang siang tidak dapat subsidi kan tidak fair, padahal sama-sama kami cari uang juga. Dia pakai mobil dapat subsidi solar, subsidi premium, coba mencari uang hal yang sama, kenapa yang mampu beli mobil bisa tapi nelayan yang berusaha tidak. lnikan dasar yang harus diberikan oleh rakyat.

Saya kira coba kita buka pikiran kita dan pemerintah boleh berembuk untuk mengambil keputusan ini. Silakan.

DIRJEN (PEMERINTAH):

Baik, mohon ijin Bapak. Semangatnya tolong dicatat sama pak, tetapi kami hanya ingin memberikan

gambaran saja karena kami kan praktek dilapangan, kami sering kesulitan dan mohon maaf komoditas perikanan ini adalah komoditas yang berjalan lebih dari 120 negara didunia pak, tidak ada komoditas lain yang bisa bergerak dengan berbagai macam bentuk kecuali produk perikanan Indonesia. Nah kami hanya menjaga pasar, karena terus terang saja kalau di WTO semua bentuk insentif apapun juga itu memang tidak boleh sampai menimbulkan distorsi kepada pasar , ini debatnya panjang. Kami juga paham Bapak bahwa di beberapa negara tertentu termasuk juga Amerika mereka juga melakukan sistem tertentu tetapi mungkin saya maaf bahasa saya kamuflasenya mereka jauh lebih bagus. Kami maaf, sama pak, jadi

ARSIP D

PR - RI

83

kita juga melihat bahwa insentif atau what ever kita mau kasih nama nanti . . . itu memang tidak boleh nantinya sampai menggangu prinsip-prinsip bahwa komoditas kita tidak bisa diterima di pasar. ltu saja bapak, jadi kalau misalnya nanti terkait dengan kontingensi misalnya saja kalau ada hal emergency tertentu dalam rangka percepatan barangkali ya bisa saja. kami berpikir sama bapak, tetapi menyarankan saja barangkali ada terminologi lain yang lebih lembut yang bisa kita pakai sehingga ini bukan merupakan statement bahwa kita melakukan hal seperti . . . interpretasi didalam dunia perdagangan pada umumnya pak. Karena kan perdagangan pak kalau kita masuk disemua negara mereka punya, termasuk juga kalau dengan Tiongkok pak kalau dengan cara normal, kami kalau masuk ke Tiongkok juga kami harus terdaftar disana terlebih dahulu pak, mengikuti standar negara Tiongkok. Cuma mereka di Tiongkok belum berbicara banyak tentang hal yang semacam ini, tapi Rusia saja sekarang sudah mulai dan seterusnya bapak. Jadi barangkali ini hanya pertimbangan kepada Bapak saja karena Undang-undang ini nanti kan akan dibaca juga oleh mereka pak, kalau memang disitu nanti ada unsur . .. mereka biasanya mempertentangkan. Tetapi keinginan bapak untuk itu 100% pak saya paham sekali, ini hanya saja soal kita menyesuaikan bahasa.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Oke. Jadi sekali lagi saya sampaikan Undang-undang Perlindungan Pemberdayaan Petani juga argumentasinya persis yang Pak Narmoko sampaikan, kekhawatiran, ketakutan itulah Indonesia. Tetapi setelah diketok palu dan kemudian itu menjadi Undang-undang saya katakan tidak ada notification cari WTO bahwa itu subsidi dilakukan, tidak ada kok. Tinggal didalam implementasinya seperti apa, karena kan yang namanya affirmative action pak kita juga belajar dari mereka-mereka yang suda maju gitu. Nah jadi saya kira ya tidak adillah negara­negara maju, mereka sudah maju, kita baru naik tangga , tangganya diambil kan , itu tidak adil, ini persoalan keadilan. lni pasal masuk surga pak.

Silakan Pak Edhy.

F-P.GERINDRA (EDHY PRABOWO, MM, MBA):

lni tambahan Pak Narmoko Pak Sekjen. Amerika itu di agriculture dia memberikan subsidi 75 triliun tiap tahun. Jadi

saya pikir mereka sebut subsidi biasa saja karena mereka sadar inilah yang menjalankan, yang menyiapkan segala macam bentuk kebutuhan dasar mereka. Jadi Pak saya pikir, saya percaya bapak sepakat dengan itu, mungkin kata subsidi saja. Jadi saya pikir kita nggak usah pak , Amerika sendiri pakai istilah subsidi kok dan subsidi ini bukan hal yang haram. Secara pelaksanaannya pun yang mungkin ditentang sama mereka, kan dianggap kita ini negara koruptor sehingga apapun yang menggunakan subsidi itu pasti orang yang nggak benarlah. Nah kalau kita mempunyai argumen yang kuat untuk memang menjaga petani dan nelayan kita yang memang benar ya saya yakin nggak ada masalah pak. Nah tadi menguatkan juga sekarang ini di jalanan raya yang pakai mobil segala macam itukan keadaan subsidi semua sebenarnya, baik yang memang mereka diam-diam yang memang harusnya nggak pakai subsidi tetap mencuri-curi, ada juga yang memang haknya pakai subsidi. Nah jadi mungkin tinggal pemasukan istilah. Kalau saya sekali lagi kita nggak usah khawatir dengan subsidi karena ini semangat, karena kalau kita

ARSIP D

PR - RI

84

tidak lakukan sekarang kapan lagi kita harus nunggu, ini keputusan pak. Dan saya harapkan bapak bisa meyakinkan lbu Menteri bahwa kata ini bukan haram bagi rakyat kita.

Terima kasih.

KETUA RAP AT :

Saya kira di agriculture ... tahun 2014 silakan dibuka untuk meyakinkan diri kita. Jangan takut, karen a disitu . .. itu di sebutkan bahkan kalau dulu karena saya ikut pada waktu kami menyusun Undang-undang ini 2013 kami melakukan diskusi dengan parlemen di Washington dan mereka menyambut baik karena kami juga mengeluarkan subsidi. Bayangkan 75 triliun mereka keluarkan subsidi dan yang didalamnya termasuk untuk asuransi dan peningkatan produksi, Juar biasa, jadi saya hapal, ketika perlu saya ini saya meyakinkan saja buka di agriculture ... memang betul pak, dan menyebut . . . Nah sehingga inilah keyakinan kita untuk melawan yang namanya ekonomi liberal kita bahwa Indonesia masih patuh terhadap leluhur kita untuk mengedepankan ekonomi Pancasila.

Silakan pak.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Sedikit saja Bapak, karena ini bukan domainnya Kementerian Kelautan semata menyangkut soal trade, mohon diijinkan juga pertimbangan dari Kementerian Perdagangan karena mereka nanti yang paling banyak berkomunikasi dengan pihak lain. Kalau memang juga dengan Kemenlu itu terkait dengan beberapa Direktoral Jenderal yang memang berkaitan dengan pasar. Jadi kami hanya saran sampai disana saja Bapak, yang lain sih semangatnya kita sama saya kira pak, hanya wording-nya saja.

Terima kasih Bapak.

KETUA RAPAT :

Baik. Pemerintah belum dapat mengambil keputusan, argumentasinya masih

sama seperti itu. Lebih baik bapak kan pendapatnya seperti Pak Narmoko toh? Silakan pak, kalau pendapatnya berseberangan dengan Pak Narmoko saya kasih kesempatan.

DIRJEN PERIKANAN BUDIDAYA :

Ya, Pak Ketua mohon ijin. Semangat kita sama , yang disampaikan Pak Narmoko juga sebetulnya

hampir sama pak. Hanya saya memberikan alternatif kata-kata subsidi kalau bisa diganti dengan keringanan biaya pak.

Terima kasih.

KETUA RAP AT :

Kita tampung ya. Silakan.

ARSIP D

PR - RI

85

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag, MH):

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Pakai bahasa Indonesia ya jangan pakai bahasa Sunda.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag, MH) :

lnikan persoalan keberpihakan semua kita baik anggota dewan maupun pemerintah. Kalau substansinya bersepakat kita bahwa petani kita adalah yang kita petambak garam dan pembudidaya ikan butuh subsidi terus kita ingin pembahasaan dan butuh catatan Prof, bahwa bahasa hukum itu harus sederhana dan mudah dipahami, menghindari multi interpretatif yang pada akhirnya confused dilapangan yang susah untuk diterapkannya.

Pimpinan.

Kalau dari sisi keberpihakan kita sama kita minta pada pemerintah apa bahasa yang paling mungkin dicerna, mudah dipahami, mudah dibaca dan tanpa tafsir yang lain. Kalau tidak ada bahasa yang lain kenapa kita mesti takut menyatakan kata subsidi, toh pada kenyataannya setiap negara maju pun menggunakan kata subsidi. Waktu kita ke ltali juga dulu mereka menyatakan yang sama, mereka punya subsidi dan yang lain. Jadi kalau dari sisi menggunakan kata subsidi , harusnya memang kita bersepaham di anggota DPR ini harus kata ... karena ini kata yang paling mudah ditafsirkan, mudah dibaca dan mudah diterapkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebentar, kita minta pandangan setelah itu nanti kita ke Pak Azhar. Pak Wisnu, memang subsidi ada bahasa lain?

AHLI BAHASA:

Subsidi itu maknanya hanya bantuan, biasanya berupa uang. Di kamusnya begitu.

KETUA RAPAT:

Orang kuliah saja dikasih subsidi diluar negeri, sama saja. Di Jerman itu kuliah gratis pak, itu subsidi.

F-P.GERINDRA (EDHY PRABOWO, MM, MBA):

Nggak pak, ini serius, kalau kita mau ini sudah ke tema pergantian kata subsidi kan? saya mau tanya bantuan itu dalam menggantikan kata subsidi

ARSIP D

PR - RI

86

harus ditambahkan kata uang atau bantuan saja bisa dianggap subsidi Pak Ahli Bahasa?

AHLI BAHASA:

Subsidi itu cenderung diartikan bantuan yang berupa uang.

F-P.GERINDRA (EDHY PRABOWO, MM, MBA):

Berarti kata bantuan subsidi harus kita ganti kata yang sekarang adalah tambahan bantuan uang. Jangan lagi, karena nanti yang lain bisa diartikan subsidi kayak bantuan kapal dan sebagainya, tapi pengertiannya akan lain nanti.

KETUA RAPAT :

lni jelas, saya supaya tidak salah paham tentang subsidi. Dulu di Kementerian Pertanian ada yang namanya bantuan langsung pupuk dan bantuan benih unggul (free 1 00%) gratis, tapi kemudian pemerintah berpandangan lain (pemerintah Presiden SBY waktu itu) bahwa bantuan langsung yang sifatnya gratis itu tidak diperbolehkan melalui anggaran BA 99 sehingga harus dalam bentuk subsidi. Sehingga dikeluarkanlah , nggak alergi kok jaman pemerintahan dulu, subsidi ya subsidi saja nggak apa-apa , wong itu haknya rakyat kok. Nah subsidi artinya adalah memberikan sesuatu atau sebagian dari beban masyarakat sehingga ada subsidi pupuk 80%, ada subsidi benih 80%, ada bantuan premi untuk asuransi juga 80%. ltu yang kemudian menjadi standar subsidi di Indonesia sehingga dapat dibedakan antara subsidi dengan bantuan. ltu sebetulnya yang suda berlangsung dan perlu diingat mungkin Pak Sekjen, Pak Dirjen, masih ingat jamannya Pak Fadel Muhamad dulu sangat gigih memperjuangkan adanya subsidi benih, subsidi pakan betul nggak pak? betul ya? tolong di iyakan ini, artinya gigih sekali tapi catatannya supaya mendapatkan subsidi dari BA 99, itu yang tidak berhasil. Sehingga kemudian dalam bentuk bantuan benih, bantuan pakan akhirnya diwujudkannya. lni perjalanan yang menurut saya perlu dicatat dan sejarah akan mencatat kita punya keberanian untuk memberikan subsidi kepada rakyat.

Silakan Pak Azhar.

F-PG (lr. AZHAR ROMLI, M.Si) :

Baik Pak Ketua.

Pak Dirjen.

Sebenarnya saya juga ingin melengkapi apa yang dijelaskan oleh Ketua terakhir, sebenarnya dasar hukumnya juga jelas kalau kita bicara tentang Pasal 20 ini mengenai subsidi karena Undang-undang yang mau kita buat ini juga kan namanya juga perlindungan dan pemberdayaan nelayan jadi apa konteksnya harus kesana. Nah kembali kepada persoalan bagaimana misalnya pemerintah pusat, pemerintah daerah juga sesuai dengan kewenangan memberikan subsidi saya pikir kita nggak usah mencari kalimat apakah itu insentif, apakah itu keringanan biaya, apakah itu bantuan tadi karena didalam Undang-undang 17 tentang

ARSIP D

PR - RI

87

keuangan maupun sistem penganggaran kita bersubsidi ini ada, jadi payung hukumnya juga jelas kalau kedalam ya pak ya.

Jadi dengan istilah subsidi kita ... terkait dengan persoalan konteks global kita bagaimana menghadapi sistem era liberalisasi bebas itu ya itu sistem pengaturan kita, kita melindungi masyarakat. Kalau kita kait dengan Pasal 33 yang menyangkut hajad hidup dan sumber daya alam kita harus dikelola oleh negara ya negara melindungi melalui cara-cara pemerintah pusat dan daerah memberi subsidi. Jadi dasar kita banyak kalau kita tarik kepada konstitusi kita pak, dan kita terbawa juga suasana era perdagangan bebas ini politik ekonomi, ekonomi politik menurut saya, ketika ingin melemahkan posisi negara-negara yang kuat dengan sumber daya alam dia mengatur hal-hal yang pembatasan , itu sistem perdagangan.

Jadi kami berpandangan kenapa masalah subsidi dijelaskan oleh Ketua baik kenyataannya selama ini terhadap bahan bakar, baik kepada yang para nelayan maupun itu sudah berlaku, apalagi ada pengembangan baru terhadap bib it. Jadi karen a ... kita melindungi dan juga memberi pemberdayaan nelayan ya saya pikir sangat tepat apabila masalah-masalah ini kita angkat dan kita ingin ke pasal ini bisa hidup (Pasal 19) karena di ayat(2) juga itu ada memberi ruang lagi pemberian subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus tepat guna, tepat sasaran, kontrol kita kan ada disana nanti. Kalau memang ada hal-hal yang kira-kira tepat gun a atau ... dan diatur melalui Peraturan Presiden itu bisa kita tegas juga hal yang demikian tapi semangat kita harus ada memberikan subsidi kepada nelayan dan itu sah saja menurut Undang-undang 17 maupun sistem penganggaran APBN kita selama ini mengenal adanya subsidi.

Saya pikir demikian pandangan kami.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

lnterupsi Pimpinan. Saya kira ini bisa diteruskan saja, dipending.

KETUA RAPAT:

Saya mau bicara itu tadi Pimpinan.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

Oh siap.

KETUA RAPAT:

Jadi yang paling penting bahwa rohnya sama, pemerintah sama, hanya ada kekhawatiran ini akan menjadi persoalan dengan wro karena memang syarat­syarat utamanya adalah tidak boleh ada dumping sebetulnya. Hanya subsidi bagi mereka dianggap sebagai bagian dumping, yang utamanya sebetulnya dumping yang nggak boleh, tapi apakah Cina tidak melakukan dumping? Menurut saya melakukan pak karena mereka mensubsidi output ditingkat produktifitas. Produktifitas lebih naik dia subsidi, Jepang juga mensubsidi di output, jadi sama saja , subsidi itu ada dan semuanya diatur dalam Undang-undangnya, tidak mungkin mereka mengeluarkan subsidi tanpa ada dasar Undang-undangnya.

Baik saya yakin sama tetapi sepertinya memang perlu ada keputusan.

ARSIP D

PR - RI

88

ANGGOTA:

Pimpinan.

ljin dulu sebentar. Waktu kita di Unhas kemarin sebetulnya guru besar Unhas kemarin bilang

bahwa sebetulnya ada satu hal yang agak susah itu memberikan perlindungan terhadap nelayan, petambak garam dan budidaya ikan itu adalah perlindungan dari kebijakan yang buruk dari pemerintah. Nah subsidi ini yang salah satu tamengnya kata ini.

KETUA RAPAT :

Betul, dua aspek yang selalu mengiang-ngiang terus ditelinga saya, belum ketemu. Satu adalah melindungi dari kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat jadi harus ada didalam Undang-undang ini. Jadi menteri tidak semena-mena mengeluarkan aturan yang menyengsarakan rakyat ini jelas ini kata mereka, nanti rekamannya tolong disiapkan ya. Yang kedua adalah bagaimana keputusan untuk memasukkan negative list terhadap investasi dibidang perikanan tangkap itu sebetulnya suatu keputusan yang "tuut" gitu ya.

DIRJEN PT (PEMERINTAH) :

Sedikit saja pak, ini saya tida ngeyel. Menghormati forum, keinginan kita kan sam a. Cum a ada yang menarik pak kalau .. . ini memang menjadi pergunjingan internasional karen a ... yang ditakutkan itu membawa kepada over capacity dan over fishing, ini yang paling ditakutkan oleh dunia.

KETUA RAPAT:

Tapi yang terjadi di Indonesia illegal fishing pak masalahnya karena kita tidak mampu untuk masuk didalam fishing ground area.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

Ya jadi ambil contoh bapak misalnya seperti Tiongkok dia juga nakal pak, misalnya dengan dia melakukan illegal fishing cari ikan murah disini kemudian yang paling hebat dari Tiongkok itu seluruh aset yang beroperasi diwilayah kita pada saat dia mengambil ikan colongan tadi itu pak itu 40% punyanya propertinya government pak karena disana kan tidak ada properti yang lepas dari kepentingan government. lni juga menarik, ini sebenarnya ... didalam bentuk kata yang lain. Jadi untuk yang ini barangkali kami tetap menyarankan konsultasi dulu, ijin dengan Departemen Perdagangan ijin nanti mungkin bisa memberikan gambaran pak.

T erima kasih banyak.

KETUA RAPAT :

Jadi untuk DIM 202 sampai 207 kita pending dan saya minta jawaban maksimal besok siang karena besok siang lnsya Allah kita bisa menyelesaikan

ARSIP D

PR - RI

89

tahapan Panja awal sebelum kita masuk pada Tim Perumus. Jadi mohon persetujuan.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Terlalu cepat ketua menurut saya kalau besok siang itu.

KETUA RAP AT :

Ya nggak apa-apa, namanya target itu diberikan cepat pak. pemerintah kalau dikasih dua minggu saja bisa satu bulan baru selesai.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Nah konsultasinya berapa lama gitu?

KETUA RAPAT:

Supaya juga ada alasan untuk segera pemerintah melakukan koordinasi, karena semangatnya sudah sama, kita ingin mempercepat penyelesaian Undang­undang ini tanpa menghilangkan pasal-pasal affirmative. Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Kalau lewat siang Pak Narmoko push up pak, sehat. Baik, silakan dilanjut Pak Narmoko.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

Kami bacakan DIM 219 ini sambungannya dari Pasal 21 DIM 209 RUU DPR Rl. Mohon ijin apa kami baca dari awal Pasal 21 kebawah?

KETUA RAP AT :

Cukup kepalanya terus buntutnya bapak baca, kepala dan buntut saja pak.

DIRJEN (PEMERINTAH):

Baik. DIM 209 , "untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud pada

Pasal 7 ayat (2) huruf C, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban :

a. DIM 210 sampai DIM 218.

Kami bacakan semua saja pak ya?

KETUA RAPAT :

Bapak yang dihapusnya saja, ini kan yang dihapus.

ARSIP D

PR - RI

90

SEKJEN (PEMERINTAH):

Nggak, kami bacakan semua pak, kami ulangi. DIM 209 , "untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud pada

Pasal 7 ayat (2) huruf C, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban :

Usul pemerintah penyempurnaan redaksional mengubah pasal acuan, dan bunyinya menjadi "untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 8 ayat (2) huruf C pemerintah pusat dan pemerintah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban :

DIM 210, "a. Menciptakan kondisi yang menghasilkan harga ikan atau harga garam yang menguntungkan bagi nelayan dan pembudidaya ikan atau petambak garam". Tetap.

KETUA RAPAT :

Gini pak, bapak ini nanti lama. Jadi tinggal sebutkan saja Pasal 21 ayat (1) "untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud". Yang lain tetap dan perbaikan redaksional, kecuali DIM 219 menghapus.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Baik, kami ulangi. DIM 209 sampai dengan DIM 218 sebagian tetap sebagian perubahan

redaksional atau perubahan frasa. Kemudian DIM 219, hururf f RUU DPR Rl, "menyediakan sistem informasi

harga garam secara nasional maupun intdemasional berdasarkan permintaan dan pasokan".

Usul perubahan dihapus, alasan substansi digabung dengan huruf e DIM 218. Dipindah tempatnya pak.

KETUA RAPAT :

Bukan dipindah, sudah tertampung di 218. lkan dengan garam digabung. Oke kalau begitu lanjut.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

DIM 222, "untuk menjamin kepastian usaha nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, pemerintah dapat menugasi atau membentuk badan atau lembaga yang menangani komoditas perikanan danlatau komoditas pergaraman.

Usul perubahan menghapus pembentukan badan, menambahkan kata pus at.

Kemudian Pasal 22 DIM 222, usul perubahan pemerintah, " untuk menjamin kepastian usaha nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, pemerintah pusat menugasi badan atau Jembaga yang menangani komoditas perikanan danlatau komoditas pergaraman". Alasan menyesuaikan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

ARSIP D

PR - RI

91

KETUA RAPAT :

Sebentar pak, jadi ini kalau menugasi terhadap badan atau lembaga badan dan lembaga apa yang dapat ditugasi. lni pertanyaan.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua, boleh urun rembuk? lni sangat esential ini.

KETUA RAPAT :

Sing kat saja jawabnya badan apa atau lembaga apa yang bisa ditugasi.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

Mohon ijin Bapak Pimpinan. Jadi sebetulnya yang kita agak berat itu adalah kata membentuk pak, jadi

kalau kata membentuk badan itu artinya kita membentuk suatu organisasi baru yang menghadirkan operate baru. Kalau menugasi ini kita sudah beberapa kali merintis itu bisa dengan Bulog, jadi Bulog bukan hanya komoditas pangan dalam arti pangan komoditas utama beras dan lain-lain tetapi juga termasuk ikan dan garam. Jadi bentuk satu SKP menugaskan kepada Bulog, sebetulnya seperti itu pak.

KETUA RAPAT :

Baik. Saya serahkan, silakan Pak lchsan.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Jadi saya boleh tambahkan sedikit, di Undang-undang 18 Tahun 2013 tentang pangan itu kan ada badan pangan nasional sebenarnya ketua. Saya boleh tambahkan mungkin Pak Narmoko, bukan hanya Undang-undang tentang pemerintah daerah, kita tambahkan juga Undang-undang 18/2013 tentang Badan Pangan Nasional. Artinya dengan poin ini sebenarnya kita bisa mendorong agar Badan Pangan Nasional itu harus terbentuk. Didalam Undang-undang ini Undang­undang perlindungan lain ya saya setuju kalau kemudian ini menugasi, kalau terlalu banyak pembentukan badan kan memang menjadi persoalan baru kalau kemudian , karena Pak Presiden kan sangat membatasi diri terhadap pembentukan­pembentukan badan itu. Saya setuju, tetapi kalau boleh ditambahkan di Undang­undang 18 itu ada Badan Pangan Nasional, disitu juga termasuk didalamnya adalah ikan. Apakah ikan menjadi komoditas strategis nasional atau tidak? Tergantung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mendorong ini. Kalau saya setuju ikan dan garam itu menjadi komoditas strategis nasional, ya minimal ikanlah, kalau garam nanti mungkin kita bicara lain misalnya.

Begitu Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira alasannya memang diganti saja pak. Jadi kalau alasannya menyesuaikan dengan Undang-undang 23 Tahun 2014 nggak nyambung menurut

ARSIP D

PR - RI

92

saya. Karena disini dapat penugasan lembaga, keterangannya dapat menugasi lembaga yang ada semisal Bulog atau badan pangan yang kelak akan dibentuk misalkan, itu lebih rasional saya kira ya.

Bisa diterima pak ya. Baik Pak Doli ada yang ingin disampaikan?

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Walaupun badan pangannya belum terbentuk ketua.

KETUA RAPAT :

Tapi paling tidak ada Bulog lah, Bulog yang bisa ditugasi untuk itu biar Bulog juga lebih akselaratif gitu ya.

Dilanjut. Jadi mohon tim dapur ini mengikuti ya. Ya lanjut pak.

DIRJEN (PEMERINTAH):

Kami bacakan DIM 228, "pembentukan badan atau lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui keputusan Presiden".

Usul perubahan ini dihapus, mengoptimalkan fungsi badan atau lembaga yang ada saja.

KETUA RAPAT:

Cukup alasannya, sejalan dengan usulan di Pasal 22.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

DIM 235, "pelaku usaha dilarang menggunakan bahan tambahan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan untuk komoditas perikanan dan komoditas pergaraman".

KETUA RAPAT :

Undang-undang bagus ya Pak Narmoko ya?

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Ya saya membacakan saja.

KETUA RAPAT :

Pasal ini bagus nggak? Kenapa dihapus? Menyesal itu, kalau gitu hapus sajalah.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Saya bacakan dulu bapak ya, subsidi sudah diatur dalam Undang-undang 31 tentang Perikanan, Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

ARSIP D

PR - RI

93

Boleh saya usul Bapak, lepas daripada ini semuanya saya sebagai warga negara.

KETUA RAPAT :

Bapak bicarakan dulu dengan Ketua Panja.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

Kandungan negatif pada komoditas ikan sekarang sudah menjadi kepentingan seluruh dunia pak baik itu yang bersifat kandungan kimia, logam berat maupun kandungan dari degradasi lingkungan.

KETUA RAPAT :

Sebentar pak, baca dulu sekalian dengan DIM 236 nya pak.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Saya bacakan ya.

KETUA RAPAT :

Pasti bapak pusing lagi kalau baca itu.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

ljin 236. "setiap orang dilarang me/akukan perbuatan yang berpotensi atau

mengakibatkan pencemaran /ingkungan perairan, perairan pesisir dan /aut yang dapat mengganggu atau merusak usaha perikanan dan usaha pergaraman".

Saya pusing banget loh, tapi kan gini tangan saya kan dari tadi gini terus kan? Cuma ini barangkali usul Bapak, ini memang perlu ada penegasan mungkin didalam penjelasan nanti seperti apa dia supaya lebih konkrit lagi. Karena memang yang diharamkan seperti itu pak dan sekarang . . . menjadi kunci utama untuk komoditas masuk dipasar.

Terima kasih Bapak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin Pak, sedikit saja.

KETUA RAPAT:

Ya silakan. SEKJEN (PEMERINTAH):

Jadi mohon ijin pak, dua pasal ini luar biasa artinya memang seyogyanya tidak dihilangkan. Tetapi pertimbangannya didalam tim kecil kemarin itu ada redudansi dengan Undang-undang 31 junto Undang-undang 45. Jadi sebetulnya

ARSIP D

PR - RI

94

sudah dijelaskan di Undang-undang 31, Undang-undang 45. Jadi saya rasa saya sependapat dengan bapak. Kalau sudah dari sana dan diperkuat disini juga nggak apa-apa sebetulnya.

KETUA RAPAT :

Redundant nggak apa-apa, yang penting tidak ...

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Tidak bertentangan pak, ini justru memperkuat.

KETUA RAPAT:

Baik, dihidupkan kembali ya.

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut. Tapi nanti dipakai penjelasannya, penjelasannya saya minta pemerintah untuk memberikan penjelasan.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Siap pak.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

DIM 240, "perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di/akukan dengan kemitraan usaha berdasarkan prinsip adil, menguntungkan bagi kedua belah pihak, dan mempertimbangkan kearifan /okal".

Usulan perubahan menghapus kata-kata kemitraan usaha, menjadi "perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip adi/, menguntungkan bagi kedua belah pihak, dan mempertimbangkan kearifan lokal".

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua, mau tanya ketua.

KETUA RAPAT : Ya, silakan.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Apa pertimbangannya kemitraan usaha itu dihapus, apakah memang hanya persoalan sematik atau subsidi? Saya pikir kalau ini kita hidupkan kembali kemitraan usaha kenapa tidak begitu. lnikan sebenarnya cukup strategis kalau kita mencantumkan kalimat kemitraan usaha ini, kecuali ada pertimbangan­pertimbangan sematik atau daerah teknis ya kita bisa menerima penjelasan itu.

T erima kasih Ketua.

ARSIP D

PR - RI

95

KETUA RAPAT :

Monggo.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin Bapak. Jadi DIM 240 ini tidak berdiri sendiri, ini terkait dengan DIM sebelumnya

yaitu DIM 239. Dimana disitu disebutkan bahwa pemerintah daerah berkewajiban memberi pendampingan kepada nelayan kecil , pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil dalam membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil. Jadi artinya sebetulnya ini cakupannya lebih luas dari sekedar kemitraan usaha maksudnya begitu pak. Jadi kalau kita masukkan prinsip dengan kemitraan usaha saja itu sebetulnya memperkecil ruang lingkup daripada perjanjian tadi.

KETUA RAPAT :

Ya kita tanya ke ahlinya ya. Pak Wisnu itu kalau nggak berpikir disini pulang marah-marah dia, kenapa saya datang kesini didiamkan gitu.

DIM 240 menghapus kata kemitraan usaha ini berimplikasi secara makna nggak terhadap usulan pemerintah ?

AHLI BAHASA :

Kalau yang sebelah kiri itukan perJanJian sebagaimana dilakukan dengan kemitraan usaha, jadi fokusnya perjanjian itu dilakukan dengan kemitraan usaha. Sedangkan kalau yang sebelah kanan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip adil. Jadi ternan melakukan perjanjian itu kan disebelah kiri itukan jelas, tapi kalau yang sebelah kanan kan tidak, perjanjian sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) langsung dilakukan berdasarkan itu. Lalu perjanjiannya dengan siapa kan tidak disebutkan secara eksplisit.

Jadi yang diinginkan oleh teman-teman yang mana? Yang kiri atau yang mana?

KETUA RAPAT :

Ya, saya kira justru yang benar usulan DPR dan justru di DIM 239 nya yang harus ditambah kemitraan usaha, karena inikan mengenai fasilitasi pemerintah terhadap kemitraan usaha pak, ini siapa tahu perjanjian adil dan lain, perjanjian apa ini? kok tiba-tiba perjanjian kerja , perjanjian bagi hasil. Kok kerja ada bagi hasil?

DIRJEN (PEMERINTAH):

Boleh kami bantu untuk membacanya pak, ini dibaca ke pasal atasnya kelihatannya. Kami coba bantu.

KETUA RAPAT:

Betul, kalau bapak merujuk ke pasal pemerintah hasilnya ya usulan pemerintah, tapi kalau membacanya dari usulan DPR ya ke DPR.

ARSIP D

PR - RI

96

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Ke DPR pak biar kita lebih komprehensif membahasnya. Mohon ijin naik di DIM 237, "pemilik dan penyewa kapal atau pemilik dan

penyewa lahan budidaya ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan, dengan melibatkan nelayan kecil atau pembudidaya ikan keci/ harus membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil secara tertuli".

"Pemilik tambak garam atau penyewa tambak garam yang melakukan kegiatan produksi garam dengan melibatkan petambak garam kecil harus membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil secara tertulis".

"Pemerintah daerah berkewajiban memberikan pendampingan kepada ne/ayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan petambak garam kecil dalam membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil sesuai dengan peraturan perundang­undangan dibidang ketenagakerjaan".

"perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat(2) dilakukan dengan kemitraan usaha berdasarkan prinsip adil, menguntungkan bagi kedua belah pihak, dan mempertimbangkan kearifan lokal".

DIM 241, "perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan sa/ah satu persyaratan pemberian ijin dalam usaha perikanan".

ltu lengkapnya pak dan ini satu kesatuan paket jadi jujur saja kalau saya sebagai seorang legal drafting ini tidak bisa diputus.

KETUA RAPAT :

Jadi begini memang menjelaskannya bapak yang kurang jelas saja. Semestinya adalah pasal-pasal ini berkaitan dengan perjanjian kerja itu pak kuncinya sehingga kata kemitraan usaha yang ada di DIM 240 itu tidak relevan dengan pasal-pasal sebelumnya, sehingga kata kemitraan kerja ini memang dihapus karena ini berkaitan dengan persoalan perjanjian kerja dan sistem bagi hasil. ltu ya sepakat ya? kalau itu saya kira sudah benar.

DIRJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin bisa dihapus kata-kata itu?

KETUA RAPAT :

lni mau diketok.

(RAPAT: SETUJU)

Penjelasannya bapak kurang runtun saja. Lanjut 241 pak, 241 dihapus.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

DIM 244, tapi kami membacanya harus dari DIM 242 pak, " perjanjian kerja dilaksanakan seuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan".

ARSIP D

PR - RI

97

Kemudian usul pemerintah, "perjanjian kerja paling sedikit harus memuat hak dan kewajiban jangka waktu perjanjian , dan pili han penyelesaian sengketa".

KETUA RAPAT :

Kalau nggak ada yang prates bapak terus baca.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

DIM 243 ayat (2), "perjanjian bagi hasil penangkapan ikan dan pembudidaya ikan atau usaha pergaraman, paling sedikit harus memuat jangka waktu perjanjian, pilihan penye/esaian sengketa dan kemitraan usaha". Tetap.

DIM 244, pemerintah mengusulkan penambahan ayat menjadi ayat (3) berbunyi, "perjanjian kerja dan perjanjian bagi hasil dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan".

Reposisi dari ayat (1) dengan menambahkan frasa perjanjian bagi hasil. 247 harus kami baca dari DIM 246.

KETUA RAPAT :

Ya nanti, kalau nggak ada ini lanjut saja.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Siap. DIM 246, "resiko penangkapan ikan dan pembudidaya ikan atau usaha

pergaraman yang dihadapi o/eh nelayan, pembudidaya ikan, atau petambak garam termasuk perempuan dalam rumah tangga ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam berupa :. "

Usulan perubahan perlu diatur terlebih dahulu kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pemberian perlindungan bagi nelayan , pembudidaya ikan dan petambak garam. Menjadi, "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan perlindungan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam atas resiko yang dihadapi saat melakukan usaha". Alasan reposisi dari ayat (2) DIM 258.

DIM 247 diusulkan oleh pemerintah penambahan ayat, usulannya menjadi, "resiko yang dihadapi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :. " Penambahan huruf "a. hilang atau rusaknya sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman;, b. Kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi nelayan kecil, ne/ayan tradisional, ne/ayan buruh, pembudidaya ikan kecil, dan penggarap lahan budidaya dilaut.

KETUA RAPAT:

Coba bapak sebutkan DIM nya ya bukan a, b, c, nya ya.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Baik DIM 248 kami ulangi, "a. hilang atau rusaknya sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman;".

ARSIP D

PR - RI

98

DIM 249 , 11b. Kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi ne/ayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, dan penggarap lahan budidaya dilaut dan atau DIM 250, "c. Jenis resiko lain yang diatur dengan peraturan menteri".

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua, ijin boleh Ketua?

KETUA RAPAT :

Ya silakan.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Pak Narmoko.

lnikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan perlindungan kepada nelayan. lni agak sedikit bias kalau tidak diatur melalui peraturan Pemerintah kelihatannya. Kalau kita tambahkan saja bahwa kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu diatur didalam peraturan pemerintah atau peraturan setingkat itu, ya tetapi disini tidak dicantumkan sebenarnya. Maksud saya kalau kemudian ini kita cantumkan didalam ini karena kan rincian detailnya kalau kemudian ini digabung-gabung begini kita nggak tahu yang mana kewenangan pemerintah daerah dan yang mana yang pusat begitu.

ltu ketua usul.

KETUA RAPAT:

Ya dijawab pak.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Ya setuju pak.

KETUA RAPAT :

Setuju apa?

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Pakai PP. Harus pak karena ini subtansi dasar, ini norma dasar komunikasi antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam konteks ini itu memang sebaiknya dibuat dalam peraturan pemerintah. Jadi mengikat bagi pemerintah daerah, mengikat bagi pemerintah pusat. Tambahkan saja.

ARSIP D

PR - RI

99

KETUA RAPAT :

Ditambahkan dimana?

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Tapi bunyinya harus dibatang tubuh.

KETUA RAPAT:

Dimana?

DIRJEN (PEMERINTAH):

Biasanya pak kalau yang begini.

KETUA RAPAT:

Nggak bapak nggak usah begini, dimana draft masukannya.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Oh kalau saya sih dibagian paling akhir dari pasal ini.

KETUA RAPAT :

Pasal mana?

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Tambahkan saja di ayat (1) nya Pak Narmoko, Pasal 28 misalnya, " pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan perlindungan bla-b/a yang kemudian diatur melalui peraturan pemerintah". Ditambahkan saja.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Ya boleh silakan, kami boleh usul pak ini pengalaman drafting saja ya pak ya.

KETUA RAPAT:

Oke, sebentar ini memang agak kacau membacanya. Saya bacakan ya, ini bagian kelima DIM 245, 'Yaminan resiko penangkapan

ikan, pembudidaya ikan dan usaha pergaraman". DIM 246 Pasal 28 pemerintah menyederhanakan, "pemerintah pusat dan

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan perlindungan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam atas resiko yang dihadapi saat melakukan usaha". lnikan asuransi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

ARSIP D

PR - RI

100

Kemudian ada penambahan frase yaitu menjadi ayat (2), "resiko yang dihadapi oleh nelayan pembudidaya ikan dan petambak garam sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi: a). Hilang atau rusaknya sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman;" b). DIM 249 , "kece/akaan kerja atau kehilangan jiwa bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan keci/ dan penggarap /ahan budidaya /aut danlatau (penambahan frase) jenis resiko lain yang diatur dengan peraturan menteri". Yang diatur oleh peraturan menteri itu adalah resiko-resiko seperti halnya di asuransi pertanian mengatur terhadap resiko lainnya.

Kemudian ada penambahan ayat (3), "penyebab resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) me/iputi" DIM 252 tetap bencana alam, DIM 253 ini minta dihapus pemerintah hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan semestinya ini masuk dalam resiko, kenapa dihapus?

Kemudian ada penyempurnaan di DIM 254 wabah penyakit ikan, DIM 255 tetap, DIM 256 tetap, 257 jenis resiko lain yang diatur dengan peraturan Menteri. Sebetulnya ini nggak perlu ada karena sudah diatur oleh jenis resiko lain yang diatur oleh menteri untuk pasal sebelumnya.

Nah untuk menutup rangkaian ini ada DIM 273 Pasal 33, "ketentuan lebih Janjut mengenai mekanisme pemberian jaminan resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 serta besaran bantuan premi asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diatur dengan peraturan pemerintah".

Setuju ya? Cuma satu hal saja yang patut dipertanyakan kenapa hilang dan rusaknya sarana penangkapan ikan dihapus oleh pemerintah, padahal ini yang sering terjadi pada nelayan manakala mereka tersangkut karang dan lain sebagainya. Semestinya jika yang gini-gini yang di cover asuransi pak, karena kalau tidak di cover asuransi ya asuransi untung pak , nggak ada yang hilang nanti. Kalau bapak setuju saya kira bagus ini.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon ijin pak, jadi hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan itu bukan penyebab resiko tapi akibat adanya resiko. Sehingga misalkan bencana alam maka dia akan mengakibatkan hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan. Jadi bukan penyebab, akibat pak.

F-PG (SITI HEDIATI SOEHARTO, SE) :

Ketua.

Kembali ke 246. KETUA RAPAT :

Pendapat Pemerintah dengan penghapusan ini bagaimana ini DIM 253?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin, jadi hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan ini bukan penyebab resiko tetapi akibat dari sebuah resiko. Misalkan bencana alam mengakibatkan hilang atau rusaknya penangkapan ikan, jadi akibat pak, itu justru yang harus di cover.

ARSIP D

PR - RI

101

KETUA RAPAT :

Kan tidak harus bencana alam, kan misalkan harga jaring itu harganya 50 juta, asuransi misalnya meng-cover hanya 30 juta. Nggak mungkin masyarakat menghilangkan jaring kan? kalau bencana alam sudah pasti pak tetapi kalau misalkan karena mereka tersangkut, kemudian ada kecelakaan yang bukan karena bencana alam bagaimana?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin sebetulnya kalau penangkapan ikan ini resiko dan itu sudah dijelaskan di DIM 248 poin A Jadi resiko yang dihadapi nelayan itu adalah hilang atau rusaknya sarana usaha perikanan.

KETUA RAPAT:

Redundant ya.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Ya pak, sudah ada disitu.

KETUA RAPAT:

Oke. (RAPAT: SETUJU)

Silakan bu.

F-PG (SITI HEDIATI SOEHARTO, SE) :

Kembali ke DIM 246, ini perempuan dalam rumah tangga nelayan kok hilang ya padahal disini tidak termasuk dalam usulan perubahan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin bu, jadi 1n1 sebetulnya sudah sejak dari depan, dari sejak pembahasan di depan Undang-undang ini tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, jadi dia tidak membuat bias gender. Jadi nelayan itu artinya laki-laki dan perempuan, petambak artinya laki-laki dan perempuan sehingga semua konsisten dari sejak awal memang tidak ada begitu kuat.

KETUA RAPAT :

Saya kira begini saja, di ayat pertama muncul persoalan ini kita berikan penjelasan, yang dimaksud didalam pasal ini termasuk untuk resiko terhadap perempuan dan rumah tangga nelayan. ltu saya kira sebagai pesan moral saja.

ARSIP D

PR - RI

102

F-P.GERINDRA (EDHY PRABOWO, MM, MBA) :

Pak, ini yang dimaksud lbu Titi itu bukan hanya kita bicara nelayan. Perempuan dalam rumah tangga nelayan, belum tentu nelayan, yang kita lindungi saat inikan nelayan, nah dimasukkan istri nelayan juga dilindungi. ltu maksudnya, kira-kira begitu Bu Titi kan maksudnya?

KETUA RAPAT:

Saya kira di penjelasan saja ya. di Penjelasan ini harus dimunculkan supaya tidak kita gender bias lah, ada penjelasan disitu bahwa (termasuk bahwa) karena saya ingat persis pada waktu membahas dengan Baleg yang interupsi tentang ini adalah lbu Desi Ratnasari. Jadi protes khusus kenapa tidak menyebutkan nama perempuan didalam Undang-undang ini, dan saya dulu pada waktu perlindungan pemberdaya petani juga diprotes oleh Komnas Perempuan karena perempuan tidak dilibatkan , tidak disuarakan. Jadi saya kira harus ada pesan moral apa yang tadi disampaikan lbu Titi bahwa resiko dan lain sebagainya saya kira melibatkan ibu-ibu didalamnya. Meskipun kita sepakat bahwa tidak membedakan gender disitu.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Sedikit bisa memberikan masukan pak, boleh berpendapat?

KETUA RAPAT :

Silakan.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

Masukkan saja sebagai bagian daripada batang tubuh, kenapa karena dia ini yang mempunyai resiko paling tinggi kadangkala pak. Contoh, di Pantura itu yang berkuasa kan male dominated, kalau di selatan misalkan perempuan masih bisa punya kuasa mengatur manajemen ekonomi daripada nelayan. Tapi kalau memang mau dimasukkan saya lepas dari soal ternan-ternan disini setuju atau tidak setuju kalau melihat kedepan dalam rangka keseimbangan itu rasanya tidak apa-apa.

KETUA RAPAT :

Pak Narmoko, saya ingatkan kembali berbicara bapak itu atas nama Tim Panja Pemerintah, Bapak tinggal menyetujui apakah sesuai dengan usulan pemerintah atau usulan DPR itu saja, jadi bapak jangan ada interpretasi individu disini. Bapak membaca empat institusi disini berbicara, saya ingatkan sekali lagi, dari tadi bapak terbawa oleh sifat emosional sebagai seorang Bapak Narmoko. Kami disini mempunyai kebebasan mempertahankan terhadap usul inisiatif. Tetapi bapak tidak boleh cara-cara seperti itu saya ingatkan karena itu adalah keputusan pemerintah. Menteri sekalipun berbicara didepan saya saya akan interupsi, itu harus keputusan pemerintah bukan keputusan Menteri. Jadi mohon kalau ada hal­hal yang baru bicarakan dulu diantara tim.

Terima kasih, lanjut. Silakan Pak Sekjen.

ARSIP D

PR - RI

103

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon ijin. Siap bapak, setuju. Jadi kami akan menyampaikan di penjelasan mengenai

definisi bahwa itu termasuk, sebetulnya bukan hanya termasuk perempuan tetapi juga putera puteri nelayan. Misalkan untuk beasiswa itu bisa dimasukkan didalam penjelasan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik. Apakah disepakati, Pak lchsan sepakat? Bu Titi sepakat?

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

DIM 251 penambahan ayat, "penyebab resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi a. DIM 252 bencana a/am, DIM 253 b. Hi/ang atau rusaknya sarana penangkapan ikan (ini usulannya dihapus), DIM 254 c. Wabah penyakit ikan menular ( ini diusulkan menjadi wabah penyakit ikan), DIM 255 d. dampak perubahan iklim (tetap), DIM 256 pencemaran danlatau (tetap), DIM 257 , jenis resiko-resiko lain yang diatur dengan peraturan menteri (dihapus, alasannya reposisi menjadi ayat (2) huruf c DIM 250).

DIM 258, "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan penjaminan terhadap resiko penangkapan ikan, pembudayaan ikan, dan produksi garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk asuransi perikanan atau asuransi pergaraman". Usulan perubahan substansi kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah telah diatur dalam ayat (1) sehingga usulan perubahan menjadi "perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk resiko hilang atau rusaknya sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan resiko lain diatur dengan peraturan menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diberikan dalam bentuk asuransi perikanan atau asuransi pergaraman" . Keterangan, materi muatan sudah terakomodir didalam ayat (1) DIM 246.

DIM 259 penambahan ayat usulan pemerintah, "perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk resiko kecelakaan kerja a tau kehilangan jiwa bagi nelayan keci/, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, penggarap lahan budidaya di taut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan melalui sistem jaminan sosial nasional".

Perlu disebutkan bentuk perlindungan yang diberikan dalam bentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua, boleh dipotong satu DIM lagi?

ARSIP D

PR - RI

104

KETUA RAPAT :

Sampai 260 dulu.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

DIM 260, "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajban melakukan penjaminan kepada nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam dalam mengakses permodalan guna meningkatkan kapasitas usaha para nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam melalui perusahaan penjaminan".

Usulan perubahan dihapus, penjaminan bukan untuk akses permodalan namun untuk menjamin dari resiko gagal bayar.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak lchsan.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

lni ada hubungannya juga dengan DIM 261 yang diusulkan oleh pemerintah dan dihapus karena memang sudah tercantum didalam poin 259 itu nelayan kecil. Nah yang harus dipastikan adalah apakah betul nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh itu masuk didalam sistem jaminan sosial nasional. Kalau memang ini ada masuk kita boleh masukkan disitu , tetapi kalau tidak itukan beresiko menurut saya. Lebih baik kita cantumkan saja perlindungan ini tidak perlu diatur pakai SJSN, kalau memang toh ada biarkanlah diatur didalam Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional tetapi khusus didalam Undang-undang ini ya kita atur juga nggak ada masalah, kemudian terjadi duplikasi kan sama juga ketika kita bicara definisi ikan, definisi nelayan dan sebagainya. Lebih baik tidak usah dimasukkan didalam sistem jaminan sosial nasional, tetapi kita buat saja disini begitu. Kalau usulan saya begitu ketua, tidak perlu ada sistem jaminan sosial nasional, khawatirnya saja nanti disesuaikan dengan Undang-undang SJSN nanti tiba-tiba disitu terjadi perdebatan juga, kita masukkan saja langsung disini , tidak ada SJSNnya.

KETUA RAPAT :

Dan tiba-tiba pindah ke Komisi IX, hilanglah itu yang namanya bapak begadang berhari-hari.

Jadi saya kira kita biarkan saja, kalaupun ada kebijakan presiden ini bagian daripada SJSN tentu itu adalah bagian yang tak terpisahkan. Tetapi pesan kita terhadap Undang-undang ini berdiri sendiri, pesan kita itu berikut dengan pesannya Bapak Narmoko.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Usul ketua, poin 261 dimasukkan saja di poin 259. Misalnya "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan jaminan asuransi jiwa bagi nelayan kecil, nelayan buruh,

ARSIP D

PR - RI

105

pembudidaya ikan kecil, penggarapan Jahan budidaya di /aut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. Jadi tidak ada SJSN disitu.

KETUA RAPAT :

Ya SJSN nya dihapus, DIM 259 itu dihapus. Cuma menurut saya di DIM 260 sebetulnya inikan otomatis juga kalau resiko usahanya dimasukkan asuransi itu otomatis sebetulnya sebagai penjaminan, permodalan akan terjamin dengan adanya asuransi itu. Seperti dipertanian sekarang karena ada asuransi pertanian mereka lebih mudah pak meminjam ke bank karena kalaupun gaga! panen itu ada penggantian dari asuransi. Mungkin hanya kata-katanya saja bahwa pemerintah memfasilitasi, karena apa? Jaminannya sudah ada didalam asuransi, tinggal memfasilitasi saja. Jadi diubah saja ini kata-katanya karena kalau sudah difasilitasi oleh asuransi atau sudah dimasukkan di asuransi tetapi masih harus diwajibkan lagi pemerintah mengakses terhadap permodalan melalui penjaminan saya kira ini terlalu berbelit juga.

Nah kalau disetujui saya kira kita masukkan ke perumusan saja. Jadi nanti tim perumus bagaimana menyambungkan terhadap DIM 258, DIM 259 dengan menghapus sistem jaminan sosial nasional kemudian menghubungkan hanya memfasilitasi di DIM 260 sehingga ini nyambung satu rangkaian yang saya kira ini tidak terpisahkan dari keberadaan asuransi dibidang perikanan dan pertambakan garam. Kalau setuju kita ketok dan dirujuk ke tim perumus nanti supaya merumuskan bahasanya dengan baik.

Silakan kalau ada pendapat lain, pemerintah silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin Bapak. Jadi sebetulnya inikan sudah terlihat ada sistematika yang baik pak. Jadi

pertama di ayat (4) yang di DIM 258 itu perlindungan terhadap resiko hilang atau rusaknya sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman. Kemudian ayat (5) nya perlindungan terhadap resiko kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa, ini sudah betul pak. Kemudian yang DIM 260 itu sebetulnya bukan akses permodalan tetapi resiko usaha, istilahnya misalkan musim paceklik dan sebagainya.

Jadi ini 3 item yang berbeda, satu adalah karena hilang, rusaknya sarana karena bencana alam, kedua karena hilangnya jiwa, dan ketiga karena.

KETUA RAPAT :

Betul, sehingga tadi DIM 260 kita rujuk ke tim perumus supaya ini nanti dirangkaikan supaya juga asuransi selain mengcover resiko usaha, mengcover terhadap jiwa juga pemerintah memfasilitasi mengakses terhadap permodalan atas jaminan asuransi itu.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Dan langsung diberikan melalui perusahaan penjaminan saja pak.

ARSIP D

PR - RI

106

KETUA RAPAT :

Ya, nanti kita rumuskan. Dasar pemikirannya sudah kita tangkaplah, setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Apakah setuju kalau kita berhenti dulu dan dilanjut besok?

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Tanggung ketua, sampai jam 10 ketua.

KETUA RAPAT:

Sebelum ditutup kalau ada hal yang ingin disampaikan kepada pemerintah. Saya lihat Pak Narmoko sudah error pak, jangan dipakskan. Jadi hari ini kita

sudah alhamdulillah menghasilkan banyak DIM dan kami berikan kesempatan pemerintah supaya koordinasi berkaitan dengan DIM yang terkait dengan subsidi. Saya kira perlu diyakinkan ternan-ternan yang lain bahwa kita tidak perlu alergi dengan subsidi karena negara lain juga menyebutkan subsidi. Hanya yang dinilai yang berirnplikasi terhadap WTO adalah apabila subsidi berdampak terhadap dumping, sebetulnya itu pak karena bagi mereka yang penting competitive price itu tidak dipengaruhi oleh kebijakan subsidi di negara masing-rnasing. Saya baca tentang itu, sebetulnya disitu konteksnya, bukan persoalan kata-kata subsidi bantuan dan lain sebagainya gitu. Narnun saya kira perlu didiskusikan sehingga besok siap ini bisa kita arnbil keputusan. Kita minggu depan masuk ke tim perumus, kemudian kita masuk tim sinkronisasi, masuk lagi rapat panja dan diawal Maret mudah-rnudahan kita sudah bisa mengambil keputusan di tingkat I di Rapat Kerja dan nanti kita persilakan Pak Edhy Ketua Komisi mudah-mudahan bisa berpidato didepan podium Paripurna.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua tambahkan.

KETUA RAPAT :

Silakan.

F-PG (IR.ICHSAN FIRDAUS) :

Bukan hanya persoalan subsidi kalau boleh minta PR nya dari pemerintah, juga terkait dengan kepemilikan lahan pak. Mohon bisa diselesaikan besok jadi kita bisa berdiskusi, bisa kita arnbil keputusan besok karena jangan sarnpai kita bicara lahan tapi kemudian nanti malah menjadi konflik di kemudian hari. Saya usul saja ketua selain subsidi, kepernilikan lahan ini sifatnya agak substantif begitu ketua.

ARSIP D

PR - RI

107

KETUA RAPAT :

Baik, saya kira untuk malam ini kita dapat mempercepat penyelesaian. lnsya Allah besok jam 09.00 kita sudah memulai disini, jam 07.00 makan pagi sudah siap, jam 05.00 kalau mau jalan pagi enak kesana, ditanjakan situ ada semur jengkol juga enak pak, dan tentu mudah-mudahan besok sore kita bisa menyelesaikan ini. Kalau ini selesai besok (namanya juga optimis), mohon disiapkan tim dapur untuk bisa merapikan dalam satu hari satu malam besok, lusa. Jadi hari Rabu malam dan Kamis pagi bisa untuk merapikan hasil yang kita dapatkan hari ini. Spirit kita sama dan yang paling penting kami mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan, utamanya terhadap Pak Narmoko karena Pak Narmoko itu nge-band, jadi orang band itu tidak tersinggungan pak.

Untuk kata akhir malam ini Pak Sekjen sebagai Ketua Tim Panja Pemerintah silakan pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik, terima kasih.

Bapak Pimpinan.

Jadi kami sangat mengapresiasi dan menghargai kerja keras kita siang hari ini. Jadi mohon ijin pak ada dua hal PR tadi kepemilikan lahan dan masalah subsidi kami akan berkoordinasi, lnsya Allah besok pagi kita sudah siap untuk melanjutkan kerjasama ini pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik.

Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IV DPR Rl. Pimpinan Panja Pemerintah beserta seluruh Anggota Panja dan staf yang hadir.

Sekali lagi mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan, sampai besok jam 09.00. Waktu sidang saya skors sampai jam 09.00 besok.

Assalamua 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DISKORS PUKUL 22.00 WIB)

An. Ketua Rapat, Sekretaris Rapat

Drs. Budi Kuntarvo NIP.196301221991031001

ARSIP D

PR - RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH PANJA RUU PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA

IKAN DAN PETAMBAK GARAM

T a hun Sidang Mas a Persidangan Rapat ke-

Jenis Rapat

Hari, Tanggal

Waktu

2015-2016

Ill

Rapat Panja

Rabu, 10 Februari 2016

09.30WIB

1

Tern pat

Ketua Rapat

Sekretaris Rapat Acara

Ruang Rapat Wisma DPR Rl Griya Sabha Kopo Cisarua, Bogor

lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI

Drs. Budi Kuntaryo Pembahasan RUU Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan lkan, dan Petambak Garam

Hadir 19 dari 28 Anggota Panja.

Mitra Kerja Pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM)

ANGGOTA KOMISI IV DPR-RI :

1. EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A 2. SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E. 3. lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si. 4. SUDIN 5. lr. MINDO SIANIPAR 6. ONO SURONO, S.T. 7. lr. EFFENDI SIANIPAR 8. IR. H. AZHAR ROMLI 9. ICHSAN FIRDAUS 10.1r. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M. 11. LUTHER KOMBONG 12.SUSI SYAHDONNA MARLENY BACHSIN, S.E., M.M. 13.VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos. 14.lr. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P.

ARSIP D

PR - RI

15.1NDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M. 16.HAERUDDIN, S. Ag., M.H. 17. DANIEL JOHAN 18. H. ROFI MUNAWAR, Lc. 19. Drs. FADHOLI

ANGGOTA YANG IJIN : 1. VIVA YOGA MAULADI, M.Si 2. DRS. H. IBNU MULTAZAM 3. DRS. I MADE URIP, M.Si 4. FIRMAN SOEBAGYO, SE, MH 5. AA. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA 6. H. ACEP ADANG RUHIAT, M.Si 7. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, SP, MM 8. DRS. H. ZAINUT TAUHID SAADI, M.Si 9. SAMSUDIN SIREGAR, SH

2

ARSIP D

PR - RI

3

JALANNYA RAPAT

KETUA RAPAT/F-PD (lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI) :

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Kita akan melanjutkan kembali sesuai dengan jadwal acara yang sudah dsepakati. Hari ini kita mulai jam 09.00, kita akan istirahat di jam 12.00 sampai jam 13.00. Kita akan melanjutkan sampai jam 13.00 sampai jam 17.30, kalau selesai kami akan serahkan kepada tim dapur untuk merapikan sampai Lusa sehingga persiapan minggu depan untuk rapat Timus sudah ada bahan yang lebih rapi.

Yang kedua jika tidak selesai tentu kita lanjut sampai malam, kita mulai jam 19.00 sampai jam 23.30. Jadi jadwal itu yang tentu tetap menjadi pegangan kita dan mudah-mudahan bisa lebih cepat hal-hal yang sifatnya naratif , sifatnya pembahasan saya kira ada ahli bahasa, kita tidak perlu berdebat, kita serahkan kepada beliau. Hampir seluruh Undang-undang di Komisi IV diperiode lalu kami menggunakan kemampuan dan keahliannya Pak Wisnu. Saya pernah mengganti pada waktu itu karena Pak Wisnu marah nggak tahu SPJ nya kurang atau apa gitu. Sempat marah, dan diganti oleh yang lain. Baru satu kali pertemuan saya minta untuk diganti lagi dengan Pak Wisnu dengan honor yang ditambah, datanglah beliau. Dan Pak Wisnu termasuk ahli bahasa yang kooperatif dan kalau ngeyel-ngeyel dikit ya memang itu pelajarannya katanya.

Dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim skors saya nyatakan dicabut.

(SKORS RAPAT DICABUT PUKUL 09.30 WIB)

Untuk mengingatkan kembali, ada 123 DIM yang kita bahas baik ini yang berkaitan dengan perubahan substansi yang semula ada 94 dikurangi 55 karena 55 nya kita hanya merubah redaksional yang nanti kita akan perbaiki di tim perumus. Kemudian ada usulan baru sebanyak 43 DIM dan ada usulan yang dihapus sebanyak 41 DIM.

Kemarin kita sudah menyelesaikan hampir separuh lebih, ada 70 DIM yang sudah kita selesaikan sehingga kita berharap kita tidak terlalu debatable dan tentu ini tidak mengurangi terhadap kualitas karena saya yakin betul DPR itu merumuskan ini bukan sesuatu hal yang mudah. Kami menyusun Rancangan Undang-undang ini sebagai usul inisiatif DPR selama dua masa sidang dan bahkan memang ini dipersiapkan diperiode yang lalu.

Yang kedua tentu kami juga melewati harmonisasi, sinkronisasi dan pembulatan di Badan Legislasi termasuk Pak Sarmukti dulu yang sangat kritis terhadap Rancangan Undang-undang ini. Beliau sekarang malah ke Komisi IV menjadi pembela nanti di Baleg berikutnya.

Yang ketiga tentu juga Rancangan Undang-undang ini dibahas dari awal bersama pemerintah. Meski secara informal tapi ruh dari konten dari Rancangan Undang-undang ini tentu sudah melalui sebuah tahapan bersama-sama.

ARSIP D

PR - RI

4

Dan yang terakhir saya yakin betul pemerintah sudah mengkoordinasikan dengan baik sehingga persoalan-persoalan yang terkait dengan perbedaan cara pemikiran dan cara pandang kita ini dapat diselesaikan sebaik-baiknya.

Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IV yang saya hormati. Pimpinan Panja Pemerintah beserta seluruh Anggota Panjanya.

Saya hanya mengingatkan juga jadi kalau Pak Narmoko tidak ada itu nggak masalah, tapi kalau Pak Sekjen nggak ada itu masalah. Sehingga kalau pun Pak Slamet sudah hadir lebih awal kalau Ketua Panjanya belum hadir nggak bisa dimulai pak. Kalau kami masih bisa, kalau saya tidak hadir masih bisa Pak Edhy, masih bisa lbu Titi karena pimpinan memiliki hak yang sama didalam memimpin. Tetapi kalau di Panja Pemerintah karena sudah ditunjuk sebagai Ketua Panja pembahasan adalah Pak Sekjen itu harus tepat waktu sehingga tidak menunggu. Baik kemarin kita sudah menyelesaikan di DIM 260. Jadi kita akan mulai di DIM 261.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Pimpinan interupsi.

KETUA RAPAT :

Silakan.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

T erima kasih. Sebelum membahas DIM yang memang belum dibahas , tanpa mengurangi

rasa hormat kepada kawan-kawan yang semalam sudah membahas tanpa saya karena saya harus membahas harmonisasi revisi Undang-undang KPK saya mohon saya diberi informasi terkait dengan DIM 202 yang mengatur terkait dengan subsidi, dimana pemerintah dalam DIM nya itu menghapus pasal-pasal tersebut. Sehingga saya sekali lagi mohon penjelasan dari pihak pemerintah apa yang melatarbelakangi terkait dengan penghapusan draft yang dari DPR Rl yang mengatur terkait dengan subsidi.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Baik. Saya saja yang menyampaikan informasi karena tadi malam

pembahasannya panjang Pak Ono, bahkan kalau diukur dari kekerasan lebih keras kami-kami mempertahankan pasal itu. Jadi Pak Ono jangan khawatir, Pak Ono pergi Pak Edhy kami di pimpinan naik beliau di anggota pun semua mempertahankan dengan keras pasal itu. Dan penjelasan dari pemerintah ini berkaitan dengan aturan di wro yang pernah terjadi pengiriman udang terkena sangsi. T erlalu detail kalau kita jelaskan dan sampai sa at ini pasal itu masih kita pending. Keputusannya adalah Ketua Panja Pemerintah atau Panja Pemerintah diminta untuk berkoordinasi. Kita beri kesempatan nanti siang untuk

ARSIP D

PR - RI

5

menyampaikan hasil dari koordinasi internal di Panja Pemerintah dan tentu pasal terkait dengan subsidi sampai saat ini belum diputuskan, DPR tetap ingin itu ada dan pemerintah ruhnya sama, tetap ada tetapi bagaimana untuk menghindari terhadap akses yang ditimbulkan di perdagangan internasional berkaitan dengan peraturan di WTO.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Saya minta dari pemerintahnya juga Pak Herman.

KETUA RAPAT :

Ya kemarin sudah menjelaskan. Maksud saya, ini nanti kita siang saja setelah ini.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ada beberapa hal memang yang harus saya sampaikan disini. Yang pertama saya harus merekam omongan saya juga karena saya pun banyak ditanya oleh pelauku usaha khususnya yang selama ini menikmati subsidi BBM.

Perjalanan WTO dalam rangka mengatur terkait dengan subsidi di sektor perikanan ini tidak sekarang-sekarang saja, dari tahun 80-an juga mereka sudah mengadakan sidang-sidang malahan ada agreement-agreement yang diputuskan, ada yang istilahnya SAC agreement, ada GATI dan ada beberapa hal yang diatur yang dengan sampai sekarang ini tidak ada satu aturan pun yang berlaku secara keseluruhan di semua negara Anggota WTO. Jadi kalau dikatakan misalkan kemarin kita sempat... mana datanya saya mohon kalau ini berkaitan dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Karena di SAC agreement itu tidak hanya mengatur terkait dengan subsidi BBM, ada beberapa hal yang diatur. Kalau semua negara merujuk kepada agreement itu ada larangan untuk memberikan subsidi kepada infrastruktur pelabuhan, ada larangan memberikan subsidi biaya operasional penangkapan ikan, dilarang memberikan subsidi kapal penangkap ikan, alat penangkap ikan, semua itu dilarang dalam agreement tersebut.

Jadi kalau misalnya kita berpatokan bahwa Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan ini yang senyatanya kita memberikan proteksi sebuah negara kepada rakyatnya kalau kita ujungnya berpatokan kepada agreement yang ditandatangani Anggota WTO misalnya ya buat apa kita bikin Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, semuanya tidak akan boleh. Nah sehingga ini harus menjadi pemikiran bersama, bukan hanya di KKP saja, mungkin melibatkan institusi yang lebih tinggi. Kalau misalnya kita berpatokan kepada WTO nggak akan jalan, nelayan kita tetap akan miskin.

Sehingga ini sebagai catatan mohon Pak Sekjen untuk melihat sejarah WTO itu melakukan perundingan sampai dengan 17 Desember kemarin 28 negara menyepakati akan melanjutkan pembahasan terkait dengan subsidi sektor perikanan dan belum selesai, akan panjang juga nanti pembahasannya dan Indonesia tidak termasuk di 28 negara tersebut. Tetapi Indonesia pernah memberikan proposal karena Indonesia termasuk negara berkembang, maka Indonesia meminta tahun 2007 pada saat SAC agreement itu ditandatangani untuk

ARSIP D

PR - RI

6

diberikan keleluasaan untuk tetap memberikan subsidi tapi yang terbatas. Sebagai contoh misalnya kalau di BBM dulu itu aturannya 30 gt kurang dan lebih dapat alokasi 25 kl, itu sudah merupakan sebuah kebijakan yang tidak ada sangsi dari negara-negara lain. Dan kalau bicara subsidi perikanan secara total diseluruh dunia yang terbesar itu Jepang, yang kedua adalah Amerika. Di Asia sendiri yang terbesar adalah Jepang, Malaysia, Indonesia itu peringkat 8 sampai 9 sehingga kita jangan jago-jagoanlah ibaratnya pemerintah ini bicara regulasi internasional disaat mereka yang berunding ini negara-negara maju, kita yang masih negara terbelakang kita gaya-gaya tidak ingin memberikan subsidi. Nah ini harus menjadi perhatian kita semua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, dua menit pak. Ulangi diresume yang tadi malam jawaban dan diskusi panjang, silakan Pak Sekjen.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik terima kasih Bapak.

Yang saya hormati Bapak Pimpinan, para Anggota.

Pertama kami sampaikan bahwa pemerintah pada prinsipnya mempunyai satu sikap yang sama dengan DPR terkait dengan subsidi. Jadi kita setuju bahwa kita perlu memberikan dukungan kepada para nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam dan sebagainya.

Yang kedua memang dimasa Jalu ada beberapa kejadian yang menunjukkan bahwa penggunaan kata subsidi itu memang perlu dicermati dengan sangat hati-hati. Bukan persoalan aksinya yang kita persoalkan tapi pemilihan kata subsidi yang perlu kita cermati hati-hati sekali pak. Sifatnya begitu.

Satu adalah bila kita terus berhubungan dengan bilateral maka apabila ada indikasi diberikannya subsidi terhadap suatu pelaku usaha maka mereka akan menaikkan biaya masuk secara langsung. Misalnya biaya masuk tadinya 12%, 14% akan didorong naik menjadi 60% karena mereka beranggapan sebagian dari produk ini diberikan satu subsidi, dia akan menaikkan biaya masuk. ltu kami sempat berjuang, ini bukan di wro pak tetapi di hubungan bilateral dengan beberapa negara Uni Eropa dan sebagainya.

Kedua adalah apabila kita terindikasi memberikan subsidi maka dia akan mengenakan kepada produk-produk komoditas yang Jain. Jadi dua belah pihak, dua arah , dengan demikian dia akan melakukan hal yang sama. Seperti itu pak. Tetapi semalam kita sepakat bahwa aksi memberikan subsidi bagi nelayan kecil tadi, kami setuju pak. Hanya pemilihan kata-katanya nanti kita putuskan siang nanti. Misalkan (mohon ijin) insentif dan kemudian akses misalkan gitu ya, pemerintah dapat memberikan insentif dan kemudahan akses untuk bahan bakar dan seterusnya. ltu mungkin salah satu cara yang dapat kita lakukan. Materinya sama pak, persis sama dengan apa yang dikehendaki DPR hanya kita menghindari eksplisit kata-kata subsidi.

ltu saja pak, terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

7

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ya mungkin tambahan pak terkait dengan pemilihan kata atau kalimat ya. Saya pikir terkait dengan pengaturan subsidi saya ingin diperlindungan dan pemberdayaan ini menjadi peraturan induk bagi kebijakan pemerintah dalam memberikan proteksi kepada nelayan yang dijalankan oleh strategi perlindungan dan pemberdayaan. Seperti misalnya jangan sampai setiap pada saat ada isu pemerintah akan merevisi terkait dengan harga eceran bahan bakar minyak, kita tidak punya kejelasan seperti yang kemarin-kemarin gitu kan, dasarnya apa karena ini hanya dikeluarkan melalui Perpres atau Permen ESDM kalau khusus BBM. Nah sehingga saya berkeinginan bahwa kalimat atau kata ini menjadi patokan, payung utama bagi aturan dibawahnya dalam rangka memberikan proteksilah kalau tidak mau dikatakan subsidi tetapi memberikan proteksi kepada rakyat kita.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Jadi sudah saya rekam Pak Ono aman. Oke ya nanti siang kita bahas itu. Selamat datang dari Kementerian Keuangan, saya hapal pak karena

memang kalau Kementerian Keuangan mengirim orang yang strike yang ngeyel kalau dia. Mudah-mudahan sekarang sudah insaf. lni saya yakin beliau hadir karena urusan subsidi. Terima kasih Pak. Jadi tidak pindah ya, masih di kebijakan fiskal ya. Saya hapal pak meskipun sudah lama nggak ketemu masih hapal, terngiang­ngiang soalnya, kalau depannya keras benar. Ada lagi ibu satu lagi, jangan-jangan sudah pindah yang ibu satu lagi. Saya kira siang ditunggu Pak Sekjen setelah makan siang lah kita rapikan untuk pasal itu.

Sesuai dengan agenda yang tadi disebutkan di awal, silakan untuk dilanjut mulai DIM 261.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Yang terhormat Bapak Pimpinan, para Anggota.

Mohon ijin untuk selanjutnya kami mohon berkenan Pak Dirjen Budidaya untuk memimpin.

KETUA RAPAT :

Kalau dari Kemendagri ada nggak ya? Pak staf ahlinya belum tiba toh? Ya Bapak dulu lah, takutnya ada pendapat-pendapat bisa langsung Pak Ketua Panja bisa mendelegasikan.

Silakan Pak Slamet.

DIRJEN BD( PEMERINTAH) :

Mohon ijin, saya langsung saja Pak Ketua. Pasal saya 29 DIM 261, "selain resiko penangkapan ikan, pembudidaya ikan

dan produksi garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan

ARSIP D

PR - RI

8

jaminan asuransi jiwa bagi ne/ayan kecil". lni usulanya adalah dihapus karena subtansi mengenai asuransi jiwa telah diakomodir dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana dalam DIM 246,249 dan 259.

Kalau kita baca di 246 ini sebetulnya sudah ada. "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan perlindungan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam atas resiko yang dihadapi saat melakukan usaha".

Begitu juga di 249, "kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi nelayan keci/, ne/ayan tradisional, ne/ayan buruh, pembudidaya ikan kecil dan penggarap lahan, budidaya /aut danlatau jenis resiko lain yang diatur dengan peraturan menteri". lni kemarin juga sudah ada perubahan.

DIM 263, "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menugasi Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dibidang penjaminan untuk melaksanakan penjaminan guna membantu ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam da/am mengakses permodalan guna meningkatkan kapasitas usaha". lni juga diusulkan untuk dihapus karena pengaturan mengenai penugasan Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dibidang penjaminan untuk melaksanakan penjaminan disarankan untuk dimasukkan dalam Bab Pembiayaan dan Pendanaan dalam pasal 68b atau seperti dalam DIM 423 yang berbunyi " pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi Badan Usaha Milik Negara danlatau Badan Usaha Milik Daerah dibidang penjaminan untuk melaksanakan penjaminan kredit dan pembiayaan terhadap nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam".

DIM 264, "pe/aksanaan asuransi perikanan, asuransi pergaraman dan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". lni diusulkan ada perubahan yaitu "pelaksanaan asuransi perikanan dan asuransi pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". lni dapat jelaskan bahwa materi ayat (2) seperti halnya di DIM 263 diusulkan untuk dihapus dan dimasukkan dalam Bab Pembiayaan dan Pendanaan dalam Pasal 68b atau DIM 423 seperti tadi yang kami bacakan.

DIM 265 ini diusulkan untuk penambahan pasal yaitu Pasal 30a, pelaksanaan asuransi perikanan dan asuransi pergaraman bagi ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". lni dapat kami jelaskan bahwa sinkronisasi dengan pengaturan pembiayaan dan pendanaan.

DIM 271 ini juga ada usulan perubahan yang menyangkut perubahan reposisi dari Pasal 32 atau DIM 273 dengan penambahan frase nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil dan penggarap lahan budidaya dilaut yang berbunyi "bantuan pembayaran premi asuransi perikanan bagi nelayan keci/, pembudidaya kecil dan asuransi pergaraman bagi petambak garam kecil serta asuransi kecelakaan kerja danlatau ...

KETUA RAPAT :

lnterupsi dulu pak. DIM 265 penambah pasal, ini memang di periode lalu debatable pada waktu

penyusunan Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Prinsipnya

ARSIP D

PR - RI

9

sebetulnya asuransi menjadi tanggung jawab negara sehingga resiko fiskal yang dikeluarkan negara untuk asuransi diharapkan kembali lagi menjadi keuangan negara. Nah kenapa di Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani kita meninggalkan swasta, ingin ini menjadi tanggung jawab negara, negara hadir untuk petani, negara hadir untuk nelayan dan tentu ini tugas negara tang merenteng.

Did a lam pelaksanaannya pak premi itukan tidak 100% diberikan, tetapi kalau itu dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara sebagian premi bisa dibayarkan oleh CSR, CSR dibidang Perasuransian atau non Perasuransian atau dibidang pertanian itu bisa. Nah sehingga tidak akan sulit untuk kemudian memberikan perlindungan terhadap masyakat atas ketersediaan anggaran yang sebagian besarnya itu memang dibayari oleh APBN.

Saya kira kalau negara ini memang tanggung jawab negara jadi menurut saya kita inline saja dengan Undang-undang itu supaya tidak ada , itu sih bebas pemilihannya siapa saja bebas tapi kita inline lah supaya sama antara perlakuan didalam Undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani sama juga di Undang-undang ini. Begitu ya, kalau disetujui saya kira tidak perlu ada lah yang pasal tambahan, pasal tambahan di DIM 265.

Setuju ya? dari DPR setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut pak.

DIRJEN BD ( PEMERINTAH) :

DIM 272 Pasal32, "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan bantuan pembayaran premi asuransi perikanan bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan asuransi pergaraman bagi petambak garam kecil termasu perempuan dalam rumah tangga nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil serta asuransi jiwa bagi ne/ayan keci/ sesuai dengan kemampuan keuangan negara". lni juga diusulkan untuk dihapus karena substansi reposisi ke Pasal 31 ayat (2) huruf d atau DIM 271.

DIM 277, "membebaskan pungutan usaha perikanan" (ini saya kira ada kaitannya dengan diatas Pasal 34 "penghapusan praktek ekonomi biaya tinggi dilakukan dengan a). membebaskan biaya penerbitan perijinan yang terkait dengan penangkapan ikan, pembudidaya ikan dan usaha penggaraman bagi nelayan kecil , pembudidaya ikan kecil atau petambak garam kecil; b). membebaskan pungutan usaha perikanan atau usaha pergaraman baik berupa pajak ataupun retribusi bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil atau petambak garam kecil'). lni diusulkan untuk menghilangkan frase baik berupa pajak maupun retribusi dan menambahkan frase yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga berbunyi menjadi " membebaskan pungutan usaha perikanan atau usaha pergaraman bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil atau petambak garam kecil yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan". lni juga karena menyesuaikan dengan Pasal 32 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Undang-undang Perpajakan karena pengenaan pajak berlaku umum dan equal treatment.

ARSIP D

PR - RI

10

DIM 279 Pasal 35, "setiap pejabat dilarang mengenakan biaya penerbitan perijinan dan pungutan bagi nelayan keci/ , pembudidaya ikan kecil, dan petambak garam keci/ yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan". lni diusulkan untuk dihapus karena sangsi pejabat telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, juga bertentangan dengan Pasal 34 atau DIM 276 dan 277.

KETUA RAPAT :

Baik silakan Pak Ono.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ya terima kasih. DIM 277 di draft DPR itukan membebaskan pungutan perikanan berupa

pajak dan retribusi yang saya yakin ini diatur oleh sebuah peraturan. Nah tapi oleh pemerintah ini diubah menjadi membebaskan pungutan usaha perikanan dan usaha pergaraman bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nah ini maksudnya seperti apa, maksudnya pungutan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku saja misalnya contohnya apa?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin Pak Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Jadi sebetulnya untuk perikanan itu ada kewenangan pusat dan ada kewenangan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah. Pada masa lalu ada 0 sampai 10 gt itu ada di kabupaten kota , kemudian 10 sampai 30 ada di provinsi. Pada saat mereka diberi pendelegasian wewenang untuk memberikan ijin ditambahkan dengan satu aturan baru di daerah tersebut memberikan satu peraturan daerah. Padahal secara prinsip didalam Undang-undang untuk pemerintahan daerah itu ada batasan didalam menetapkan retribusi dan lain­lain pak. Jadi ini sebetulnya dia menabrak aturan yang lain, itu yang kami sebut sebagai memberikan satu pungutan, menetapkan satu pungutan tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas kewenangan daerah tersebut misalnya begitu.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ya, menurut saya itu nggak mungkin penjelasan Sekjen saja itu terjadi , karena setiap produk Perda itu harus ada evaluasi dari Gubernur maupun pemerintah pusat pak, bagi yang bertentangan dengan Perda itu pasti akan dihapus. Contoh sekarang yang berlaku yang dipungut oleh pemerintah daerah

ARSIP D

PR - RI

11

adalah retribusi ternpat pelelangan ikan, dan itu dasarnya jelas PP yang terkait dengan pajak dan retribusi daerah dan itu tercanturn betul disana.

Sehingga rnenurut saya ada pernah dulu pada jarnan Pak Fadel Muharnad rnernberikan surat edaran Menteri kepada daerah untuk rnenghapus retribusi ternpat pelelangan ikan dan nanti akan diganti rnelalui OAK. Jadi ibaratnya daerah dilarang untuk rnernungut tapi kalaupun ada terkait dengan pernanfaatan hasil pungutan retribusi itu untuk pernbangunan kernbali ke rakyat rnaka ini akan disiapkan dana oleh pernerintah pusat.

Nah kenapa ternan-ternan disini di Panja RUU ini kita berkeinginan untuk nelayan kecil ini dihapus paling tidak ada sebuah persepsi atau pernikiran kedepan di nelayan ini hanya ada satu pungutan saja, silakan oleh pernerintah daerah rnaupun pernerintah pusat yang nanti darnpaknya tidak seperti sekarang pak, sekarang di daerah itu rnernang banyak sekali pungutan dan ini sesuai dengan aturan perundang-undangan sernua. Nelayan rnasuk pelabuhan ada retribusi tarnbak labuh, ada retribusi tempat pelelangan ikan, ada berbagai macam retribusi turunan dari beberapa Undang-undang. Nah sehingga paling tidak kita mulai dari nelayan yang kecil-kecil dululah, pernbudidaya ikan yang kecil-kecil dulu, petarnbak gararn yang kecil-kecil dulu.

Nah sehingga tadi kernbali pada saat rnisalnya usulan perubahan DIM ini dari pernerintah bunyinya seperti ini ya rnernang nyatanya pun tidak ada sebagai pungutan yang berlaku yang tidak sesuai dengan aturan, sernua aturan sernua pak. Kalau rnisalnya ini ya pungli gitu kan, ya tidak perlu diatur disini gitu kan. Jadi perubahan ini ya sangat tidak rnendasar sekali rnenurut saya. Jadi saya kembali ke yang awal saja Pak Ketua draft kita.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kalau yang kecil-kecil rnasih dicubit itu habis pak. Ssaya kira rnemang 1m harus ada Undang-undang rnengenai skala rnungkin itu nanti pemerintah boleh saja rnenerapkan gradual misalnya, kalau yang kecil sekali ini bebas tapi yang kecil agak besar yang sudah untungnya banyak. Tetapi saya kira kalau kemudian bahwa dikunci dengan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ya itu jatah prernan, pungli, tukang palak ya itu yang tidak sesuai dengan perundang-undang. Sehingga saya kira kalau dikunci seperti ini ya tidak ada artinya pasal ini sehingga mernang lebih baik dibuka saja bahwa rnernbebaskan yang kecil-kecil, yang susah masa rnasih di pajak kan susah juga pak. Nah sehingga mereka juga ada optirnisrne, ada sernangat dan saya kira ini pasal ibadah narnanya pak.

Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Pak mohon ijin dari Depdagri pak rnernberikan tambahan. PEMERINTAH (DEPDAGRI) :

Mohon ijin Pak Pirnpinan, terkait dengan perijinan itu di Undang-undang 28 kalau nggak salah tahun 2009 tentang pajak dan retribusi. Pernda pemerintah daerah itu selalu mengacu Undang-undang tersebut karena ada ijin tertentu yang harus dikenakan retribusi. ltu ada 5 ijin tertentu kalau nggak salah, itu pajak dari ...

ARSIP D

PR - RI

12

dari keuangan sebenarnya tapi sering diacu oleh daerah yaitu mengenai ijin 1MB termasuk salah satunya adalah ijin usaha dibidang perikanan. Oleh karena itu selalu kita memberikan retribusi, jadi ijin tertentu yang dikenakan retribusi itu ada lima salah satunya adalah ijin usaha dibidang perikanan.

Oleh karena itu kalau di pasal ini dimunculkan terkait dengan usaha-usaha yang kecil nelayan ini nah ini mungkin Undang-undang 28 ini apakah yang disesuaikan yang mana gitu mumpung kita lagi nuansanya tergantung nanti ada revisi atau nggak. Nah ini mohon disini ditegaskan kembali.

KETUA RAPAT :

Mohon maaf pak saya potong kembali, dengan Undang-undang 28 masih berlaku untuk yang besar-besar pak.

PEMERINTAH (DEPRAGDRI) :

Yaya.

KETUA RAPAT :

lnikan yang kecil-kecil, maksimum yang 10 gt gitu. Jadi saya kira Undang­undang itukan berlaku umum tapi inikan di lex spesialis karena untuk yang kecil­kecil jadi tidak ada masalah menurut saya, tidak harus ada penyesuaian karena ini ada kekhususan, jadi tidak ada hal yang berlaku umum untuk Undang-undang ini.

PEMERINTAH (DEPRAGDRI):

Mohon ijin Pak Ketua.

KETUA RAPAT :

Ya silakan.

PEMERINTAH (DEPRAGDRI):

ltu tidak ada batasan , hanya ijin tertentu saja yang terkait dengan ijin usaha.

KETUA RAPAT :

Betul, maka itu karena ada kekhususan bagi yang kecil saya kira tidak bertabrakan dengan Undang-undang itu.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ya tambahan, terkait dengan Undang-undang atau aturan induklah yang pemerintah pusat saya pikir inikan menjadi acuan bagi pemerintah daerah tapi tidak berarti manakala ada Undang-undang mengatur itu terus pemerintah daerah juga harus mengatur yang sama. Sebagai contoh misalnya begini, pada saat misalnya ada perubahan peraturan pemerintah terkait dengan pajak dan retribusi

ARSIP D

PR - RI

13

daerah terus ada kewenangan yang merubah pengelolaan tempat pelelangan ikan dari kabupaten dari provinsi ke kabupaten akhirnya Perda provinsi itu dihapus semua dan diserahkan kabupaten dan banyak daerah-daerah yang menghapus retribusi. Contoh DKI saja, DKI Jakarta tidak ada retribusi lagi hanya ada retribusi tambak labuh saja sehingga menurut saya itu tidak menjadi alasan. Nah tinggal nanti pada saat misalnya aturan induk ini ada pemerintah daerah bikin aturan kalau sekarang kewenangan TPI masih di kabupaten , perijinan 0, 1 sampai 30 gt di provinsi mereka bikin Perda selama itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi itu tidak dituruti, hapus kan gitu. ltu bukan kewenangan kita tapi Mendagri.

Terima kasih

KETUA RAPAT:

Jadi saya kira tidak tabrakan lah, ini ada kekhususan batasan itukan berlaku umum. Jadi kalau di daerah ijin diterbitkan sampai 20 gt pak ya? 10 ya itu bisa digratiskan kan gitu ya, yang diatas kan tetap berlaku untuk itu.

Silakan pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik Bapak. Jadi memang karena ini sudah secara eksplisit disampaikan nelayan kecil,

pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil dimana sudah ada batasan didepan di definisi kami setuju pak untuk tetap ikut DPR.

KETUA RAPAT :

Baik, setuju ya ke DPR kembali.

(RAPAT: SETUJU) Lanjut pak.

DIRJEN BD ( PEMERINTAH) :

DIM 281 Pasal 36," pemerintah berkewajiban mengendalikan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman". lni diusulkan untuk menambahkan kata pusat setelah kata pemerintah dan menghapus kata berkewajiban sehingga menjadi , "pemerintah pusat mengendalikan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman".

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Baik, kenapa tidak langsung menteri saja? dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan.

KETUA RAPAT :

lni belum selesai, pasal ini belum selesai.

ARSIP D

PR - RI

14

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ya.

KETUA RAPAT:

Main atas terus Pak Ono ini, nanti main bawahnya. lni masih bab impor, nanti di ujungnya kalau kurang penutupannya kita tutup.

Silakan lanjut.

DIRJEN BD ( PEMERINTAH) :

DIM 284 diusulkan untuk penambahan pasal menjadi Pasal 36a yang berbunyi " setiap orang dilarang mengimpor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat pemasukan, waktu danlatau standar mutu wajib yang ditetapkan o/eh pemerintah pusat".

KETUA RAP AT :

Nah saya kira ini boleh menteri,kalau pemerintah pusat siapa yang akan menetapkan? Kan ini keinginan Kementerian Kelautan Perikanan bahwa ingin mengunci supaya seluruh impor komoditas yang itu mampu diproduksi dalam negeri itu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Kelautan, nah kalau Kementerian Kelautan ijin keluar dari Menteri. Sehingga saya kira kalau disini ditetapkan oleh pemerintah pusat ini yang menurut saya harus dirumuskan seperti usulan Pak Ono tadi bahwa pertama rekomendasi, kalau disinikan setelah berkoordinasi. Jadi Pasal 283 ini yang harusnya mengikat terhadap impor, dalam hal impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman menteri terkait harus melakukan koordinasi dengan menteri, menteri terkait perdagangan misalkan. Nah kemudian didalam pasal penutup yang diusulkan disini setiap orang dilarang mengimpor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat pemasukan waktu ... yang ditetapkan oleh menteri.

Saya kira ini lebih diproteksi , kalau Undang-undangnya dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dia harus dikunci bahwa semuanya harus berada keluar dari Kementerian ini. Kalau setuju saya kira ini menteri saja.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin Pak Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Dim 284 tadi itu nanti akan di cross reference dengan pemberian sangsi ya pak, jadi karena ada kata-kata dilarang "setiap orang dilarang mengimpor komoditas", maka dibelakang di pasal sangsi dia muncul keluar.

ARSIP D

PR - RI

15

KETUA RAPAT :

Ya bisa, muncul pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Ya.

KETUA RAPAT :

Nanti kita munculkan dan bisa sangsi pidana, sangsi denda dan sangsi administratif.

Setuju pak ya?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Setuju pak oleh Menteri pak.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Jadi bagaimana tolong diulangi Pak Ketua.

KETUA RAPAT :

Pertama "dalam hal pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri terkait setelah berkoordinasi dengan menteri".

Jadi sebetulnya jangan berkoordinasi pak, setelah mendapatkan rekomendasi dari menteri. Begitu ya?

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Kalau saya sih berpikir begini, judul inikan pengendalian bukan mengatur terkait dengan impornya sebenarnya, pengendaliannya. Kira-kira paling tidak memberikan kewenangan yang maksimal kepada menteri.

KETUA RAPAT :

Ya, sebentar dulu. lnikan pilihan, pemerintah memberikan pilihan. Ada DIM Pemerintah pengendalian impor, tapi kalau dari DIM-nya DPR kan mengingat. "dalam hal impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, menteri terkait harus melakukan koordinasi dengan menteri".

Nah maksud saya harus melakukan koordinasi dengan menteri ini diganti, harus mendapatkan rekomendasi dari menteri.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Harus, secara tegas.

ARSIP D

PR - RI

16

KETUA RAPAT :

Harus wajib.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Bicaranya pengendalian, jadi harus diberikan kewenangan yang penuh bagi Menteri Kelautan dan Perikanan.

KETUA RAPAT :

Jadi saya bacakan ulang pak DIM 283 , jadi kembali redaksionalnya ke usulan DPR dengan ada perubahan dibawah. "dalam hal impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari menteri".

lni lbu Susi jempolnya empat-empatnya naik pak ini.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Setuju sekali.

KETUA RAP AT :

Pak Ono setuju. Pak Khaerudin setuju pak? Pak Azhar setuju ya? Pak Ustadh? Harus tanya

dulu, Pak Sianipar? lbu Dona? (RAPAT: SETUJU)

Sehingga kami usulkan untuk di Pasal 36a tambahannya itu ditetapkan oleh menteri bukan oleh pemerintah pusat , begitu ya pak ya? setuju Pak Ono ya?

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Setuju kalau itu. Saya mau menambahkan yang Pasal 36a.

KETUA RAPAT :

Silakan.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

"setiap orang dilarang mengimpor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat pemasukan, waktu danlatau standar mutu yang wajib ditetapkan oleh pemerintah pusat". Maksudnya kan setiap orang juga kan tidak bisa seketika mengimpor, harus ada ijin kan gitu. Nah kalau misalnya diluar ijin ya berarti kan memang penyelundupan,kalau penyelundupan ya sudah ada di Undang-undang lain yang mengatur terkait dengan hal itu.

ARSIP D

PR - RI

17

Sehingga saya pikir penambahan pasal ini juga ya tidak akan efektif , karena pasti yang terkait mengatur waktu, standar mutu itu ditetapkan oleh aturan yang nanti yang dibikin oleh Kementerian Kelautan maupun Perdagangan.

KETUA RAPAT :

Saya kira pasal pertama itu supaya mewajibkan Kementerian lain tidak semena-mena. Di DIM 283 ini mengunci supaya Kementerian Perdaganganlah gitu, tidak mengimpor semena-mena. Jangan salah Pak Ono Pasal 36a ini saya mengerti, ini adalah mengunci untuk MEA. Jadi di era perdagangan inikan tidak serta merta kita bisa memproteksi pemasukan dari luar, hanya yang bisa dilakukan adalah dengan syarat-syarat yang itu bisa memproteksi terhadap kemampuan lokal. Jadi Pasal 36a menurut saya ini panting adalah untuk bisa memproteksi.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Jadi gini pak, kalau pun dilarang bukan ke orangnya tapi kepada orang yang memberikan rekomendasinya, bahwa rekomendasi itu dikeluarkan apabila tidak sesuai dengan tempat pemasukan, waktu ataupun standar mutu itu yang harus diberi sangsi, bukan orangnya, ya pemerintahnya yang diberi sangsi, bukan orangnya. Nah inikan mengaturnya orang pak. Sebagai contoh misalnya kejadian jagung kemarinlah, siapa yang memberikan ijin impor?

KETUA RAPAT :

Sebentar, justru itu Pak Ono DIM nya baca dulu. Di DIM 283 ini sudah memproteksi terhadap kebijakan menteri lain semena-mena. Yang kedua ini untuk memproteksi setiap orang di era perdagangan bebas agar ada syarat-syarat yang ini bisa memproteksi terhadap kepentingan lokal gitu loh. Setiap orang itukan orang per orang atau koorporasi gitu ya.

Nah sehingga ini dibedakan, kalau tadi persoalan instansi lain itu sudah dikunci di 283 sudah ketempat ini pak. Maksud saya ini yang memproteksi untuk syarat-syarat dan ketentuan berkaitan dengan daerah perdagangan bebas karena kita juga tidak bisa memproteksi serta merta dengan aturan kalau kemudian perdagangan, kan sektor kelautan inikan termasuk 12 komoditas yang dibebaskan didalam perdagangan di MEA ini.

Silakan pak.

F-PKS (H. ROFI' MUNAWAR, Lc.) :

Ya, mungkin hanya ingin memperjelas saja Ketua. Kalau seandainya di DIM 283 itu di poin 3 ini dilaksanakan maka menjadi

tidak ada gunanya penambahan pasal di 36a ini, kenapa? karena setiap impor itukan pasti ada ijin, nah siapa yang memberi ijin? Terus yang kedua kalau Pasal 36a ini tetap ada maka ada aturan lain yang terkait dengan persoalan impor ilegal. Karena ketika disini dilarang mengimpor dan seterusnya kan larangan impor serta pengendaliannya kan sudah ada , bagaimana mungkin mereka bisa mengimpor tanpa ada pengendalian dan tanpa ada ijin. Mungkin kita bisa minta penjelasan

ARSIP D

PR - RI

18

kepada pemerintah terkait dengan maksud Pasal 36a ini karena orang tidak bisa mengimpor tanpa ada ijin dari instansi terkait untuk bisa memberikan impor itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Ya betul, secara norma sebetulnya sudah ngunci semuanya di 283, sebetulnya ini penjelasan, jika tidak diperlukan ini dihapus lagi saja.

Silakan pak, sebentar penjelasan pemerintah silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin Bapak. Jadi DIM 281, 282,283 dan 284 ini ... ayat (1) itu sebetulnya adalah

kewenangan, jadi kewenangannya adalah kewenangan pemerintah pusat. Disini ada Kementerian Perdagangan yang berwenang untuk impor dan kemudian ada rekomendasi dari KKP, yang ayat (2) itu pola pengendaliannya. Jadi nomor satu kewenangannya, organisasi yang berwenang, ayat (2) itu kewenangannya, bentuk kewenangannya, ayat (3) itu adalah instansi yang memberikan ijin atas rekomendasi. Disini sebetulnya ayat (3) kalau menteri terkait melanggar maka dia terkena Undang-undang ASN (Undang-undang Nomor 5 sangsi pejabat) karena dia memberikan ijin yang tidak benar. Rekomendasi diberikan oleh menteri, jadi sebetulnya sudah saling mengendalikan, saling mengontrol antara menteri teknis dengan menteri yang memberikan ijin impor (ayat 3 pak) dan ini kalau melanggar pejabatnya yang kena.

Nah sekarang Pasal 36a setiap orang dilarang, ini sebenarnya adalah bila dia memegang ijin tetapi implementasinya tidak sesuai dengan ijin tadi pak, bukan berarti dia ilegal tapi kalau sekali ilegal .... nggak ada masalah dia pegang ijin tapi dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Saya ambil contoh garam ya pak, garam itu diberikan ijin impor misalkan bulan Februari tapi ijin itu sama dia dipegang saja , dia akan datangkan impornya bulan Juli ditempat misalkan usaha pergaraman, itu akan langsung rusak. ljinnya benar tapi implementasinya tidak benar, pengendalian dilapangannya kurang tertib, maka pejabat yang kena yang bersangkutan kena. Jadi sebetulnya empat ayat ini saling berkait dan saling mengunci pak.

Demikian pak, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Sebentar, saya coba menangkap dari apa yang disampaikan Pak Sekjen. llustrasi ya.

Seperti halnya Menteri Pertanian kemudian mengeluarkan ijin impor hortikultura, tetapi pada sisi lain menteri mengeluarkan aturan bahwa tidak boleh mendarat di Tanjung Priok, tidak boleh dilakukan pada waktu panen, tidak boleh masuk ke pasar-pasar tradisional misalkan kalau gambaran saya begitu. Bahwa ketika rekomendasi dikeluarkan oleh menteri sesuai dengan Pasal 283, menteri mengeluarkan lagi aturan bisa mengeluarkan atau dapat mengeluarkan bahwa karena disini tidak sesuai dengan tempat pemasukan, berarti ada pelarangan terhadap tempat pemasukan. Garam tidak boleh impornya ke Madura atau ke Cirebon yang banyak garamnya. Kemudian waktu, tidak boleh pada waktu garam sedang panen misalkan. Kemudian standar mutu, ... standar mutu yang sekarang

ARSIP D

PR - RI

19

menjadi competitive lokal jangan dimasukin, mutu yang lain saja misalkan. Bagus juga kalau ilustrasinya kesana, pasal ini menjadi sebuah kewenangan menteri yang ditambah ketika kemudian rekomendasi sudah terbit dan itu dilaksanakan oleh Kementerian lain sehingga ada penetapan aturan lain oleh menteri untuk membatasi supaya waktu, tempat dan standar ini bisa diatur oleh menteri. Tapi jangan pemerintah pusat, kalau pemerintah pusat berarti diatur Kementerian Perdagangan bisa, sehingga harus diatur oleh menteri, jadi menteri bisa menetapkan jangan ke lndramayu, jangan ke Madura, boleh impornya di Papua New Guinea misalkan kan bisa begitu ya, ilustrasi pak.

Silakan pak.

F-PKS (H. ROFI' MUNAWAR, Lc.) :

Ya terima kasih pak. Jadi yang disampaikan tadi terus kemudian apa yang diilustrasikan oleh

Pak Herman sesungguhnya itu sudah menyangkut bab teknis, artinya Pasal 36a ini bisa dilaksanakan oleh peraturan menteri. Sebagaimana yang terjadi sekarang Pak Permendag nomor berapa itu yang kemarin ramai. ltukan menjadi ramai karena dia tidak menentukan durasi waktu kapan boleh impor sehingga begitu petani garam itu sedang panen kemudian ada impor akhirnya mereka atau harga garam itu menjadi jeblok. Jadi maksud saya kalau tadi disampaikan ini terkait dengan peraturan menteri kenapa tidak diperaturan menteri itu bab teknisnya dan tidak perlu ada pasal karena terlalu teknis menurut saya ini.

Terima kasih Pak.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Pak Ketua, menurut saya hal-hal yang berkaitan dengan kesalahan prosedur sesuai ijin importasi itu bukan hanya KKP yang menangani itu, bea cukai juga terlibat, pelabuhan juga terlibat, itu si polisi juga terlibat disana. Sehingga saya pikir ini tidak pas kalau ini dimasukkan kesini.

Terkait dengan ijin pasti bea cukai akan mengecek ini harus masuk ke pelabuhan mana, waktunya kapan, barangnya apa, kualitasnya seperti apa. Jadi saya pikir ya percuma saja gitu kan dicantumkan disini karena tadi Pak Rofi ya secara teknis ini sudah diatur oleh ketentuan aturan perundang-undangan yang lain dan institusi yang lain juga.

Tapi intinya bahwa pasal-pasal sebelumnya KKP diberikan kewenangan untuk membuat pengendalian dan itu syarat-syaratnya ya bisa lebih diperberat kan gitu kalau menghindari kejadian seperti ini.

KETUA RAPAT :

Saya kira memang kalau contohnya pertanian menurut pasal ini panting, contoh pertanian ketika merekomendasikan hortikultura masuk peraturan menteri keluar hanya boleh di 5 pelabuhan yaitu Makasar, Tanjung Perak Surabaya, kemudian Belawan Medan, mana lagilah satu itu artinya ini bukan teknis tetapi ada hal kekhususan karena kan tambak garam khusus, sektor perikanan khusus , Pak Ono kan teriak kalau tiba-tiba ada impor ikan untuk pindang itu selar, ikan kembung, tiba-tiba ada impor ikan kembung sangat banyak di Cirebon dan

ARSIP D

PR - RI

20

merembes ke lndramayu misalkan, itu saya sering melihat sendiri dari kontainer turun impor ikan di daerah yang memang sebetulnya mendarat daerah ikan.

Jadi menurut saya kalau melihat terhadap urgensinya pasal ini ini penting , ini tidak teknis hanya ada pengaturan waktu, pengaturan tempat, pengaturan standar tetapi ini jangan dikeluarkan oleh pemerintah pusat, oleh menteri supaya perlindungan terhadap para nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam tentu bisa diproteksi dengan pasar ini gitu. lnikan bisa diusulkan, kalau masyakatnya usul ke menteri ini impor jangan disini bu ini tempat kami berusaha nah lbu Menteri bisa mengeluarkan atau Pak Menteri bisa mengeluarkan berdasarkan cantolan pasal ini. Karena bisa jadi rekomendasi tidak sampai kepada tempat, tidak sampai kepada waktu, hanya bisa mungkin hanya di kuota. Pemerintah mengeluarkan kuota 1 juta ton untuk garam yang dibagi didalam empat triwulan misalkan, kan ijinnya biasanya triwulan rekomendasinya. Nah ijin triwulan memang bisa mundur, dia bisa ngumpul di bulan Juni misalkan di semester kedua atau triwulan dua dimana dikala itu biasanya garam kita sedang panen. Nah kalau garam sedang panen tiba-tiba impor masuk besar di waktu yang sama terus proteksinya apa? menteri sudah tidak bisa lagi karena sudah mengeluarkan kouta. Pasal ini bisa jadi cantolan, menteri bisa mengeluarkan peraturan tidak boleh ini diwaktu-waktu yang sedang masa panen ini kemudian pemerintah melakukan impor.

Saya kira kalau urgensinya kesana penting gitu ya, tapi kalau ini debatable kita tunda dulu sehingga kita tidak berada di posisi pasal ini. Kalau menurut saya pentinglah aturan-aturan yang memproteksi yang melindungi petani itu penting dan ini bukan teknis, justru ini membatasi terhadap intervensi impor terhadap masyakat atau terhadap para petani kecil, nelayan kecil.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ya, boleh ketua.

KETUA RAPAT:

Ya.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Saya menghargai betul apa yang disampaikan Pak Herman memang betul. Pada praktek dilapangan ya memang kadangkala terjadi seperti itu, ada beberapa kejadian misalnya tadi yang disampaikan misalnya importasikan jenis scomber scombrus dari tahun 2006 sampai 2012 pada akhirnya juga menurunkan pendapatan nelayan. Nah terus yang terakhir Pak Milanto, mungkin ini kejadiannya hampir sama dengan yang masalah jagung. Masuk ikan impor dari India 56 ton ke Bitung, saya tanya ke lbu Menteri, lbu Menteri tidak tahu padahal ijin itu keluar bulan Agustus 2015, mungkin Dirjennya belum Pak Milanto kan tapi ikan itu masuk di bulan Desember atau Januari kemarin ya. Nah apakah sesuai dengan waktu tadi.

Jadi kalau larinya kesana ya mungkin tadi pendapat Pak Herman ini perlu. Nah tetapi menurut saya pada saat dikatakan bahwa setiap orang, tapi kan memang orang yang menjadi target kita ini orang yang sudah diberikan ijin misalnya tadi bulan Agustus harusnya September sudah masuk, barangnya masuk Januari misalnya seperti itu. Nah tapi ini akan membawa sebuah

ARSIP D

PR - RI

21

konsekuensi, tadi Pak Sekjen sampaikan harus ada pasal yang mengatur bahkan dengan sangsinya apa kan begitu. Apakah memang ini harus diatur di pasal ini juga atau pasal sangsi berarti ada. Nah tapi sih saya berharap harusnya tidak menuggu ini harusnya, tidak menunggu KKP harus dibuat pasal ini dulu tidak menindak yang 56 ton yang di Bitung, kalau pun itu tidak sesuai dengan ijinnya ya Pak Milanto? Jadi kalau kemarin Menter Pertanian lahan jagung dibeberapa pelabuhan berani, Bareskrim turun ya lbu Susi tidak berani menahan 56 ton ikan dari India kan gitu, berarti kalah juga ini lbu Menteri sama Pak Amran.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Dulu Pak Fadel berani membongkar kontainer garam, lbu Susi nggak berani. Manas-manasin Pak Ono saja pak saya. Jadi Permennya ini bisa terbit lebih awal disesuaikan dengan musim panen ikan, dengan musim garam Permen ini dikeluarkan pak, ada cantolannya didalam Undang-undang ini. Nah yang tidak bisa ini ya ada sangsi, sangsinya nanti kita buat di ujung.

Setuju ya? pemerintah setuju?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Setuju pak.

KETUA RAPAT :

Wong yang mengusulkan masa nggak setuju.

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

DIM 294 ini adalah kaitannya dengan Pasal 39 dimana perlu kami bacakan ayat (1), "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan fasilitasi dan memberikan bantuan hukum kepada nelayan kecil yang mengalami permasalahan dilintas batas wilayah provinsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang bantuan hukum".

DIM 294 ayat (2), "fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa koordinasi, kerjasama dan mediasi ". lni diusulkan untuk dihapus karena materi muatan telah diakomodir pada ayat (1) DIM 293.

DIM 295 ayat (3), "ketentuan mengenai fasilitasi dan bantuan hukum diatur dengan peraturan Menteri". lni juga diusulkan untuk dihapus karena materi telah diakomodir juga pad a ayat (1) DIM 293.

DIM 297 ini kaitannya dengan Pasal 30 DIM 296 ayat(1) kami bacakan, "pemerintah pusat berkewajiban melakukan pendampingan terhadap ne/ayan kecil yang mengalami permasalahan penangkapan ikan di wilayah perbatasan danlatau diteritorial negara lain".

DIM 297 Ayat (2), "pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian bantuan hukum dan perlindungan dari ancaman atau

ARSIP D

PR - RI

22

gangguan pihak negara lain". lni juga diusulkan untuk dihapus karena pendampingan merupakan bagian dari bantuan hukum dan telah diakomodir dalam DIM 296.

DIM 303 ini kaitannya dengan Pasal 42.

KETUA RAPAT:

Sebentar pak, ini masuk ke bab lima. Jadi saya mohon persetujuan forum sebelum masuk ke bab lima, atas apa yang tadi disampaikan, hal-hal yang tentu tadi dikritisi sudah diambil keputusan tapi ada beberapa hal yang itu kita anggap sesuai dengan apa yang diusulkan atau sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Komisi IV DPR Rl tentu saya ingin bertanya, ada juga yang tadi sesuai dengan DPR Rl tentu barangkali juga belum sepenuhnya disetujui oleh pemerintah tapi untuk hal pengambilan keputusan apakah untuk tidak dikritisi didiskusikan lebih lanjut yang tadi dibacakan atas DIM-DIM yang harus dibahas sesuai dengan kesepakatan awal apakah dapat disetujui di bab empat tadi. Setuju ya? Pemerintah?

(RAPAT: SETUJU)

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Sebentar, tolong dijelaskan saya nggak tahu sering disebut Pak Narmoko itu kenapa?

KETUA RAPAT :

Nanti tunggu siang Pak Narmokonya datang.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Nggak, saya harus dapat jawaban sekarang juga ketua.

KETUA RAPAT :

Begini Pak Ono, jadi Pak Narmoko itu menjadi juru bicara Panja Pemerintah tapi untuk hal-hal tertentu berseberangan dengan pemerintah nah itu maksudnya Pak Ono begitulah. Banyak bukan satu dua, kadang-kadang lupa, makanya saya mengingatkan selalu sebagai juru bicara pemerintah jangan terbawa emosional oleh emosinya Pak Narmoko gitu ya. Beliau membacakan tidak setuju tapi begitu membacakan yang DPR ini harus ada ini, padahal pemerintah harus dihapus gitu kan.

Cukup jelas lbu Dona? Saya ke BU Dona terus bukan ke Pak Ono. Terima kasih, mohon maaf jika ada sedikit supaya kita segar lah. Jadi bukan ada niatan untuk menyinggung dan membuat sesuatu lelucon atas bapak-bapak sekalian atau pihak lain. lni hanya semata-mata supaya kita lebih akrab dan tidak terlalu stress begitu karena saya lihat Pak Milanto serius banget hari ini.

Silakan dilanjut pak.

ARSIP D

PR - RI

23

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Baik kami lanjut. DIM 303 ini ada kaitannya dengan Pasal42 di DIM 302 ayat (1), "pemerintah

pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas pemberdayaan ne/ayan , pembudidaya ikan dan petambak garam".

DIM 303 ayat (2):

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan koordinasi dalam kegiatan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

lni diusulkan untuk dihapus, karena substansi sudah diakomodir di ayat (1) atau DIM 302 dan dilaksanakan sesuai dengan kewenangan.

DIM 304 ayat (3):

"Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk me/aksanakan strategi pemberdayaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) ... "

lni juga diusulkan untuk dihapus, karena substansinya sudah diakomodir dalam Pasal41 atau DIM 301 di atas yang berbunyi:

"Pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dilakukan melalui strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)."

Berikutnya adalah DIM 321, ini kaitannya dengan Pasal 47 DIM 319. Kami bacakan Pasal47 ayat (1):

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberi fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, termasuk pada perempuan dalam rumah tangga nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

Ayat (2) DIM 320:

"Pemberian fasilitas penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyu/uh." DIM 321 ayat ayat...

KETUA RAPAT:

Sebentar, saya hanya menegaskan kepada kita semua, kemarin sempat muncul tentang peran perempuan yang belum terakomodir. Saya ingin mengingatkan, kemarin lbu Titi menyoroti ini khusus. Jadi di DIM 305 ini sudah

ARSIP D

PR - RI

24

mengakomodir seluruhnya bahwa kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud memperhatikan keterlibatan dan peran perempuan dalam rumah tangga. lni kemarin kan kita mintanya ada dalam penjelasan. Tetapi kalau dalam penjelasan pun itu tetap diadakan saya kira tolong disinkronisasikan dengan DIM 305. Begitu ya.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

DIM 321 ayat (3):

"Lembaga penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, swadaya dan swasta."

lni juga diusulkan untuk dihapus, karena materi muatan sudah diatur dalam Pasal 47 ayat (2) atau DIM 320.

DIM 322 ayat (4):

"Penyediaan penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit 1 (satu) orang· penyuluh dalam satu desa."

lni diusulkan untuk diubah substansinya menjadi:

"Penyediaan penyuluh sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) paling sedikit 3 (tiga) orang penyuluh dalam satu kawasan potensi kelautan dan perikanan."

Berikutnya adalah DIM 331, ini kaitannya dengan Pasa149 DIM 328 ayat (1):

"Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat di/akukan dalam aspek: a. Pra produksi; b. Produksi; c. Permodalan."

lni diusulkan untuk dihapus, karena permodalan merupakan bagian dari pra produksi, produksi, pasca produksi, pengolahan dan pemasaran.

DIM 332 diusulkan untuk penambahan huruf 'c. pasca produksi'.

KETUA RAPAT:

Penambahan frasa ini, jangan huruf ya, Pak. Kalau huruf itu a, b, c.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Begitu juga DIM 333 penambahan frasa 'd. pengolahan'.

ARSIP D

PR - RI

25

DIM 336 'f. pengingkatan keterampilan sumber daya manusia dan/atau' ini diusulkan untuk dihapus, karena peningkatan keterampilan sumber daya manusia merupakan bagian dari pra produksi, produksi, pasca produksi, pengolahan dan pemasaran.

DIM 337 'd. teknologi dan informasi', ini juga diusulkan untuk dihapus, karena teknologi dan informasi merupakan bagian dari pra produksi, produksi, pasca produksi dan pemasaran.

DIM 339 bagian V 'penyediaan fasilitas, pembiayaan dan permodalan' ini diusulkan untuk dihapus.

DIM 340 Pasal50 ayat (1):

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi pembiayaan dan permodalan bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil termasuk perempuan dalam rumah tangga ne/ayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil. "

lni diusulkan untuk perubahan urutan menjadi Pasai58A ayat (1) yang berbunyi:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan bagi nelayan keci/, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, penggarap lahan budidaya, petambak garam kecil dan penggarap tambak garam."

Ayat (2) DIM 341:

"Fasilitasi pembiayaan dan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ... "

lni juga diusulkan untuk perubahan urutan menjadi:

"Fasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ... "

DIM 342A:

"Pinjaman modal untuk sarana dan prasarana produksi perikanan atau produksi garam ... "

Diusulkan untuk dihapus, karena negara tidak dapat memberikan pinjaman kepada perseorangan sesuai dengan Undang-Undang tentang Keuangan Negara.

DIM 3438:

ARSIP D

PR - RI

26

"Pemberian subsidi, bunga kredit program danlatau imbal jasa lembaga pembiayaan dania tau ... "

lni perubahan substansi, menghapus frasa 'lembaga pembiayaan' dan menambah frasa 'imbal jasa penjamin', menjadi:

"Pemberian subsidi, bung a kredit danlatau imbal jasa penjaminan danlatau ... "

DIM 344 ...

KETUA RAPAT:

Bahasanya bukan begitu, Pak Ono. lni meyakinkan kita untuk tetap (suara tidak jelas) subsidi, begitu dong. Pak Ono ini salah. Meyakinkan ini, bahwa pemerintah hati nuraninya sudah benar ini. Jadi memang sudah disetujui yang depan itu seperti ini.

Sebentar, sebelum dilanjut. Saya DIM 342. 342, Pak.

"Fasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan sebagaimana dimaksud dilakukan fasilitasi."

Jadi misalkan memberikan ... , misalkan menunjuk Bulog sebagai (suara tidak jelas) misalkan, itu kan bisa memfasilitasi. Jadi kalau di sini alasan penghapusan negara tidak dapat memberikan pinjaman kepada ... , ini tidak sesuai dengan norma pasal ini. Kalau di situ pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan pendanaan, nah itu yang ... Kalau memfasilitasi kan bisa. Masak tidak bisa mengantar Pak Ono ke BRI misalnya Pak Ridjen. Bisa harusnya. Contohnya kan sudah jelas. Oke ya, dicabut. Setuju yang 342, Pak. Kan judulnya 'Fasilitasi' di atasnya.

DIRJEN 80 (PEMERINTAH) :

Ya, setuju.

KETUA RAPAT: (RAPAT: SETUJU)

Jadi ada.

INTERUPSI F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Ketua, saya dari kemarin lupa tanya sebenarnya. Ada beberapa definisi lah terkait dengan pasca produksi, Pak. Jadi ini kan ada penambahan yang pasca produksi. Sebenarnya apa sih pasca produksi itu?

ARSIP D

PR - RI

27

DIRJEN BD (PEMERINT AH) :

Pasca produksi itu sebetulnya waktu setelah panen, Pak. Jeda waktu mau menuju ke processing.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Kegiatannya dalam bentuk apa?

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Seperti begini, pada saat panen udang contohnya ya, setelah panen udang lalu udang itu dibersihkan pakai air tawar, di-packing pakai es dan lain-lain, setelah itu masuk pengangkutan. lni handling di pasca produksi, Pak. Jadi untuk mempertahankan mutu agar udang tersebut sampai masuk ke processing-nya masih terjaga kualitasnya dengan baik.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Berarti kegiatan sebelum masuk ke pemasaran atau pengolahan?

KETUA RAPAT:

Sudah dapat dimengerti, Pak Ono?

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Ya, karena asumsi saya itu awalnya pasca produksi itu termasuk pemasaran dan pengolahan. Kalau itu memang benar ya oke.

KETUA RAPAT:

Jadi karena Pak Ono bisa mengerti di sini, kami bisa mengerti di sini, tapi suatu saat pembaca undang-undang ini belum tentu mengerti, sehingga tolong Pak Slamet Panja Pemerintah membuat penjelasan. Jadi di dalam pasal ini nanti ada penjelasan yang dimaksud dengan pasca produksi di perikanan tangkap itu apa saja, pasca produksi di budidaya perikanan itu apa saja, pasca produksi di pergaraman itu apa saja, supaya apa yang dimaksud di dalam norma batang tubuh ini juga dapat dimengerti oleh pengguna undang-undang. Begitu ya? Saya ketok dulu. Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

ARSIP D

PR - RI

28

Mohon disiapkan sebelum masuk Tim Perumus, karena di Tim Perumus kita akan sekalian untuk memasukkan penjelasan. Jadi ini Pak Nilanto juga sudah mulai menulis, Pak. Jangan SMS terus dari tadi. Kalau diperhatikan terus sebenarnya banyak pemikiran. Pak Nilanto ini termasuk SDM yang andal di Perikanan itu. Karena dulu di Perikanan Tangkap juga terpakai beliau itu. Bahasa lnggrisnya bagus, komunikasinya bagus. Kalau Pak Nilanto lebih serius pasti ide dan gagasannya banyak di sini. Saya yakin itu. Calon lah, pokoknya semua calon. Pak Ono juga caJon.

Dilanjut.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Baik ...

KETUA RAPAT:

Oh sudah ada? Sebentar. Pak Edhy mau bertanya kepada Pak Wisnu. Untuk bertanya harus dijemput Pak Wisnu tadi.

Silakan, Pak Edhy.

F-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Pak Wisnu, di DIM 341 kan dari judul awalnya bagian V dari 339 kewajiban pemerintah ini 'penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan' Pasal 50 dan seterusnya. Kemudian di DIM 341 muncul kata dan kalimat 'fasilitasi pembiayaan dan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan'. Kata 'fasilitasi' ini menurut saya apakah sudah sempurna melengkapi kalimat ini? Karena ini kan kita bicara undang-undang. Jadi bahasanya itu harus sempurna. Apakah ini sudah benar cukup dengan ini atau perlu diganti 'memfasilitasi' atau apa dan sebagainya, Bapak Ahli Bahasa? Kami mohon tanggapannya.

AHLI BAHASA:

Baik, Bapak. Kata 'fasilitasi' mulai dipakai di Undang-Undang Sisdiknas tahun 2004. Kalau mau mengganti itu harus 'pemfasilitasan'. Jadi pemberian fasilitas. Fasilitasi sendiri sebenarnya sudah pemberian fasilitas. Terserah mau pilih mana, mau fasilitasi atau pemfasilitasan.

KETUA RAPAT:

Yang pasti jangan pilih 'atau' ya, Pak. Cukup, Pak? Tadi di mana Bapak dicari-cari? Shalat? Shalat apa jam segini? Terima kasih, Pak Wisnu. Baik, dilanjut. lni sedikit lagi ini.

ARSIP D

PR - RI

29

DIRJEN BD (PEMERINT AH) :

Baik, DIM 344C:

"Pemanfaatan dana tanggung jawab sosial serta dana program kemitraan dan bina lingkungan dari badan usaha."

KETUA RAPAT:

Saya ingin meyakinkan pemerintah. Tentang pemberian subsidi sudah oke ya, Pak?

(RAPAT: SETUJU)

DIRJEN 80 (PEMERINTAH) :

Baik, DIM 344C:

"Pemanfaatan dana tanggung jawab sosial serta dana program kemitraan dan bin a lingkungan dari bad an us aha ... "

Diusulkan untuk perubahan substansi menambahkan frasa 'milik negara atau badan usaha milik daerah', sehingga menjadi:

"Pemanfaatan dana tanggung jawab sosial serta dana program kemitraan dan bina lingkungan dari badan usaha mi/ik negara atau badan usaha milik daerah."

DIM 392 ...

INTERUPSI F-GERINDRA (EOHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Tunggu, Pak. Kalau kita mau bicara CSR itu Undang-Undang Perseroan di Indonesia itu berlaku tidak hanya BUMN dan BUMD. Artinya swasta wajib menyetorkan 2,5% dari hasil keuntungan bersih perusahaannya kepada lingkungan sekitarnya. Artinya pemerintah berhak untuk menuntut mengatasnamakan masyarakat sekitarnya terhadap pengusaha-pengusaha atau perusahaan­perusahaan yang beroperasi di sekitar situ. Artinya kalau kita mau sempurnakan harus ditambah perusahaan swasta juga. lni kewajiban yang tidak bisa dipisahkan itu di Undang-Undang Perseroan Terbatas. Silakan mungkin dicek.

ARSIP D

PR - RI

30

KETUA RAPAT:

Bapak jangan menyangkal Pak Edhy ya, karena Pak Edhy satu periode di Komisi VI, Pak. Ketua. Jadi sebaiknya kembali ke DIM-nya DPR. Kalau kembali ke DIM DPR berarti bisa badan usaha milik negara, daerah maupun badan usaha lainnya. Begitu ya. Setuju, Pak?

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Setuju.

KETUA RAPAT:

Cepat sekali setujunya. (RAPAT: SETUJU)

Lanjut, Pak.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Bab VI Pembiayaan dan Pendanaan, Pasal 58:

"Pembiayaan dan pendanaan untuk kegiatan perlindungan ... "

KETUA RAPAT:

Sebentar, Pak. Masuk bab lain ya? Sebentar, Pak. 392. Baik, saya tanya dulu ke forum Panja, untuk Bab V untuk yang masuk di

dalam matriks pembahasan Panja di luar pembahasan Timus dan Timsin apakah dapat disetujui? Setuju ya, Pak?

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut, Pak.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Pasal58 DIM 392:

"Pembiayaan dan pendanaan untuk kegiatan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam bersumber dan· ... "

ARSIP D

PR - RI

31

Diusulkan untuk perubahan substansi menghapus kata 'pembiayaan', sehingga menjadi:

"Pendanaan untuk kegiatan perlindungan dan pemberdayaan ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam bersumber dari ... "

DIM 396 Pasal 59:

"Pembiayaan dan pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dilakukan untuk mengembangkan usaha perikanan atau usaha pergaraman melalui:"

Diusulkan untuk perubahan substansi menghapus kata 'pendanaan' dan menghapus Pasal acuan, sehingga menjadi:

"Pembiayaan dl1akukan untuk mengembangkan usaha perikanan atau usaha pergaraman mela/ui:"

DIM 399 diusulkan untuk penambahan ayat yaitu ayat (2) dari Pasal 59, dimana perlu kami bacakan dulu untuk 59. Kami ulangi:

"Pembiayaan dilakukan untuk mengembangkan usaha perikanan atau usaha pergaraman melalui: a. Lembaga perbankan; danlatau b. Lembaga pembiayaan"

dan ditambah ayat (2):

"Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan penjaminan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah."

lni merupakan sinkronisasi dari DIM 423. DIM 401 Pasal 60:

"Dalam meiaksanakan perlindungan dan pemberdayaan ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam pemerintah pusat menugasi badan usaha milik negara bidang perbankan, baik dengan prinsip pembiayaan konvensiona/ maupun syariah untuk melayani kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Diusulkan untuk menghapus kata 'pembiayaan' setelah kata 'prinsip', sehingga kata­kata menjadi:

ARSIP D

PR - RI

32

"Dalam melaksanakan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menugasi badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah bidang perbankan, baik dengan prinsip konvensional maupun syariah untuk melayani kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

DIM 402 Pasal 2:

"Untuk melaksanakan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan usaha milik negara bidang perbankan membentuk unit khusus usaha perikanan dan usaha pergaraman."

lni diusulkan beberapa perubahan substansi, mengubah 'untuk melaksanakan penugasan' menjadi 'dalam rangka melayani kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman' dan mengubah 'membentuk unit khusus usaha perikanan dan usaha pergaraman' menjadi 'dapat membentuk unit kerja yang mengelola kredit usaha mikro, kecil dan menengah, termasuk usaha perikanan dan usaha pergaraman', sehingga setelah diubah menjadi:

"Dalam rangka melayani kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah bidang perbankan dapat membentuk unit kerja yang mengelola kredit usaha mikro, kecil dan menengah, termasuk usaha perikanan dan usaha pergaraman."

DIM 403 Pasal 3:

"Pelayanan kebutuhan pembiayaan oleh unit khusus perikanan dan pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan prosedur yang mudah dan persyaratan yang lunak."

Diusulkan untuk perubahan substansi, mengubah 'prosedur yang mudah dan persyaratan yang lunak' menjadi 'prosedur yang sederhana dan memperhatikan prinsip kehati-hatian', sehingga menjadi:

"Pelayanan kebutuhan pembiayaan oleh unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan prosedur yang sederhana dan memperhatikan prinsip kehati-hatian."

DIM 404 Pasal61 ayat (1):

"Dalam melaksanakan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam pemerintah daerah menugasi badan

ARSIP D

PR - RI

33

usaha mi/ik daerah bidang perbankan, baik dengan prms1p pembiayaan konvensional maupun syariah, untuk me/ayani kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman sesuai dengan peraturan perundangan­undangan."

Diusulkan untuk dihapus, karena substansinya digabung dengan Pasal 60 atau DIM 401.

DIM 405 ayat (2). lni juga diusulkan untuk dihapus, yang tadinya berbunyi:

"Untuk me/aksanakan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan usaha milik daerah bidang perbankan membentuk unit khusus usaha perikanan dan usaha pergaraman."

lni karena substansinya digabung dengan Pasal 60 DIM 402. DIM 406 ayat (3):

"Pe/ayanan kebutuhan pembiayaan oleh unit khusus perikanan dan pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan prosedur yang mudah dan persyaratan yang lunak."

lni juga diusulkan untuk dihapus, karena substansi digabung dengan Pasal 60 pada DIM 403.

Pasal 63, ini ayat (2) di DIM 411, sebelumnya perlu kami bacakan dulu Pasal 63 ayat (1) DIM 408:

"Untuk melaksanakan penyaluran kredit danlatau pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman tiap bank berperan aktif membantu ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam agar: a. Memenuhi persyaratan memperoleh kredit danlatau pembiayaan; b. Mudah mengakses fasilitas perbankan."

Ayat (2):

"Bank dapat menyalurkan kredit danlatau pembiayaan bersubsidi untuk usaha perikanan dan usaha pergaraman melalui koperasi, badan usaha milik nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, lembaga keuangan bukan bank danlatau jejaring lembaga keuangan mikro pada usaha perikanan dan usaha pergaraman."

Diusulkan untuk dihapus, karena substansi telah diatur dalam Pasal 49A ayat (2) atau DIM 341.

ARSIP D

PR - RI

34

KETUA RAPAT:

Sebentar, dibacakan DIM 341-nya.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

341 adalah:

"Fasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a, b, c dan seterusnya."

DIM 412 Pasal 64:

"Ketentuan /ebih lanjut mengenai pembentukan unit khusus usaha perikanan dan usaha pergaraman sebagaimana dimaksud pada pasal dimaksud Pasal 60 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2), prosedur yang mudah dan persyaratan yang /unak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan Pasal 61 ayat (3) serla penyaluran kredit danlatau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dalam peraturan pemerintah."

Diusulkan untuk perubahan substansi, mengubah 'ketentuan lebih lanjut mengenai' dan 'diatur dalam peraturan pemerintah' menjadi 'dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan' dan menambah kata 'pelaksanaan' serta menambah kata 'dalam', sehingga kalimatnya menjadi:

"Pelaksanaan pembentukan unit kerja yang menge/ola kredit usaha mikro, kecil dan menengah, termasuk usaha perikanan dan usaha pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2), prosedur yang sederhana dan memperhatikan prinsip kehati-hatian dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) serla penyaluran kredit danlatau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 63 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan."

DIM 419, ini sebetulnya Pasal 67 ayat (2):

"Lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud da/am Pasal 68 dapat menyalurkan kredit danlatau pembiayaan bersubsidi kepada ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam mela/ui koperasi, badan usaha milik ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, /embaga keuangan bukan bank dan/atau jejaring /embaga keuangan mikro di usaha perikanan dan usaha pergaraman."

Diusulkan untuk dihapus, karena substansinya telah diakomodir dalam Pasal 49A ayat (2) atau DIM 341. 341 berbunyi:

ARSIP D

PR - RI

35

"Fasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a, b, c dan seterusnya."

DIM 420 Pasal 68:

"Ketentuan /ebih Janjut mengenai persyaratan sederhana dan prosedur cepat sebagaimana dimaksud da/am Pasa/ 66 dan penya/uran kredit danlatau pembiayaan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 diatur oleh pemerintah pusat."

Diusulkan untuk perubahan substansi, mengubah 'ketentuan lebih lanjut mengenai' dan 'diatur dalam peraturan pemerintah' menjadi 'dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan' dan menambah kata 'pelaksanaan', sehingga kalimatnya menjadi:

"Pelaksanaan prosedur yang sederhana dan memperhatikan prinsip kehati­hatian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan penyaluran kredit danlatau pembiayaan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan."

DIM 421 adalah pengusulan penambahan pasal. Pasai68A yang berbunyi:

"Pe/ayanan kebutuhan pembiayaan usaha perikanan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan usaha pergaraman bagi petambak garam dapat dilakukan oleh /embaga pembiayaan swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

lni merupakan sinkronisasi dari DIM 414. DIM 422 adalah penambahan bagian yaitu Bagian IV Penjaminan Kredit dan

Pembiayaan. lni merupakan grouping substansi dari penjaminan. 423 diusulkan untuk penambahan pasal menjadi Pasal 688 yang berbunyi

ayat (1 ):

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi badan usaha milik negara danlatau badan usaha milik daerah di bidang penjaminan untuk melaksanakan penjaminan kredit dan pembiayaan terhadap nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

DIM 424 ayat (2) dari Pasal 688 yang berbunyi:

"Pelaksanaan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

ARSIP D

PR - RI

36

KETUA RAPAT:

Stop. Lulus, Pak. Saya kira matang /ah dan terima kasih, cara membaca dan merujuknya juga bagus, cocok kepala biro hukum Bapak ini. Pembacaannya dapat dimengerti, rujukannya tepat dan timnya bagus dalam merumuskan ini. Sampai­sampai Kementerian Keuangan tidak berfungsi di sini.

Apakah untuk Bab VI dapat disetujui apa-apa yang tadi dibacakan? Kecuali yang dirujuk kepada Timus dan Timsin. Saya tanya kepada ternan-ternan Anggota, apakah setuju? Pemerintah?

PEMERINTAH:

Setuju.

KETUA RAPAT:

Pak Edhy? Pak Wisnu?

AHLI BAHASA:

Masukan, Bapak. Di DIM 392 Pasal 58 itu kan 'pembiayaan' diganti dengan 'pendanaan' saja,

sementara judul babnya itu Bab Pembiayaan dan Pendanaan. DIM 392 judulnya kan Pembiayaan dan Pendanaan. Jika 'pembiayaan' itu dihapus, tinggal 'pendanaan' saja, oleh karena itu Pasal 58 itu menjadi Pasal 59 dan Pasal 59 menjadi Pasal 58. Hanya itu saja urutannya, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, ditukar, diputar ya. Yang pembiayaannya diatur di pasal pendanaan dan pembiayaan, karena pendanaan dulu dibahas di depan. Oke, baik.

AHLI BAHASA :

Judulnya kan tetap Pembiayaan dan Pendanaan. Oleh karena itu pasalnya dipindah, yang 59 ...

KETUA RAPAT:

Dimasukkan di sinkronisasi. T along Pak Wisnu juga diketik di situ di laptopnya masuk di sinkronisasi. Karena sinkronisasi selain kita mensinkronisasikan terhadap runtutan atau rangkaian pasal dan ayat juga menyusun terhadap substansi, disesuaikan dengan bab dan sub bab yang sesuai dengan content-nya. Ditulis ya, Pak. T olong tim dapur.

ARSIP D

PR - RI

37

Saya kira tinggal sedikit. Memasuki Bab VII, Bab VIII, Bab IX dihabiskan saja sekalian, jadi nanti saya tidak per bab lagi. Kalau ada interupsi kami persilakan, tidak membatasi per fraksi, semua per Anggota. Kami persilakan.

Untuk melanjutkan pembahasan Pak Slamet atau Pak Sekjen? Masih Pak Slamet, silakan.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Bab IX Ketentuan Pidana. DIM 442 Pasal 72:

"Pelaku usaha yang menggunakan bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,-."

lni diusulkan untuk dihapus, karena substansinya sudah diatur di Undang-Undang Tahun 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Disamping itu juga ada sinkronisasi DIM 235.

KETUA RAPAT:

lni berlawanan tidak dengan Undang-Undang Nomor 18? Kalau tidak saya kira kita cantumkan saja supaya ini ada penegasan di dalam Undang-Undang Perlindungan pun kita untuk hal-hal yang sifatnya ini membahayakan terhadap keamanan pangan juga kita memberikan apresiasi dan penetapan di sini. Pemberdayaan dan perlindungan juga bagian daripada kita menjaga terhadap keamanan pangan. Begitu ya, Pak.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT: (RAPAT: SETUJU)

DIRJEN BD (PEMERINT AH) :

DIM 443 Pasal 73:

"Setiap orang melakukan perbuatan yang melakukan pencemaran lingkungan perairan, perairan pesisir dan /aut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling ban yak Rp 10.000.000.000, -."

ARSIP D

PR - RI

38

Juga diusulkan untuk dihapus, karena substansi sudah diatur di Pasal 12 Undang­Undang Nomor 31 Tahun 2004.

KETUA RAPAT:

lni kan cantolan pasalnya ada. Memang dua pasal ini sebelumnya dihapus. Tetapi kemudian kemarin waktu pembahasan tadi malam dihidupkan kembali, sehingga saya kira ini harus hidup kembali, karena memang cantolannya di pasal sebelumnya ini ada.

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Ketua ...

KETUA RAPAT:

Ya.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Pidana ini kalau mengacu pada judul undang-undang ini kan kita bicara nelayan kecil dan nelayan besar. lni pidananya dicampur. Saya khawatir nanti nelayan kecil kesalahannya tidak seberapa tapi hukumannya seberat ini begitu. Saya mohon bisa diklarifikasi, dibagi pelanggaran bagi nelayan kecil juga nelayan di luar yang kecil. lni pengalaman di Kehutanan itu menebang satu pohon tapi hukumannya sekian tahun. Saya kira perlu di. .. Nanti kena itu, rakyat kita masuk penjara semua yang kecil-kecil10 tahun-10 tahun, ramai lagi itu.

Terima kasih, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Setuju saya kira. lni nanti dirumuskan, tolong dibuatkan rumusan bahwa untuk yang kecil-kecil ini harus ada kekhususan. Tetapi nanti kita coba carikan dulu, sehingga nanti kita masukkan ke perumusan. Tolong dicatat.

T erima kasih, Pak Darori. Dilanjut.

DIRJEN 80 (PEMERINTAH) :

DIM 444 Pasal74:

"Pejabat yang mengenakan biaya penerbitan penzman dan pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,-."

ARSIP D

PR - RI

39

lni diusulkan untuk dihapus, karena sanksi pejabat telah diatur di dalam Undang­Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

INTERUPSI F-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Sebentar, Pak. Pasal 74 ini saya pikir sejalan dengan Pasal 72, 73. Secara umum memang sanksi. .. , kita ini bukan ahli hukum. Nanti Tolong juga dikoordinasikan dengan ahli hukum. Mana yang sangat proporsional, kita harus mengikuti itu. Bahwa semangatnya sekarang karena kita melakukan pembuatan Undang-Undang Perlindungan kepada Nelayan, ada yang dilindungi berarti pasti ada yang melanggarnya. Ada yang melanggar berarti ada yang dihukum. Nanti jumlah hukumannya tolong juga supaya kita tidak ... , itu tadi yang Pak Darori maksudkan betul sekali. Hanya saja saya melihat di sini ada pembedaan harusnya antara pelakunya itu adalah rakyat biasa atau masyarakat umum dengan pejabat. Kalau di hukum militer itu polisi atau tentara yang melakukan hukuman, hukumannya 1,5 kali dari hukuman rakyat biasa. Kalau ini pejabat artinya harus lebih besar. Kalau 100 juta bagi dia, dia menerbitkan izin, izin itu menghasilkan reward yang besar dengan 2 tahun,"Sudahlah saya masuk penjara, saya dapat sekian ratus milir misalnya", ini kan menjadi catatan juga buat kita, sehingga tolong ini menjadi acuan Jangan untuk pejabat kesannya murah sekali tapi di sini masyarakat sampai 1 0 miliar. lni kan sementara yang kita tangkap ini. Jadi mohon nanti bahwa hari ini kami sepakat hukuman harus ada. Kita kan semua sepakat hukuman harus ada, sanksi harus ada. Bahwa nanti undang-undang lain sudah mengatur saya pikir tidak ada masalah, karena sifatnya kan saling sejalan. Nanti ditanya,"Buat undang-undang sanksinya kok tidak ada?" Mengikuti sana. Untuk apa mengikuti sana. Bila perlu copy paste. Misalnya kalau pejabat di ASN itu berapa tahun? Kalau di ASN masih kurang, khusus di sektor ini mohon maaf bukan berarti kita benci dengan Bapak­bapak lalu akan hukum Bapak-bapak besar. Kan ini kalau salah. Kalau Bapak tidak salah kan kita reward, kita kasih jaminan prestasi, pujian. Kalau ini mungkin mohon Pak Sekjen sanksinya ini. .. , saya terus terang kalau angka 100 juta dan 2 tahun khusus pejabat ini masih sangat kecil. Bahwa tadi ada masukan dari Pak Darwis saya pikir itu penting, walaupun begini ya, dengan membedakan ini bisa jadi menjadi modus untuk pengusaha-pengusaha besar untuk menggunakan rakyat kecil dibagi rata banyak-banyak. Sarna kan kalau mengirim uang di atas 100 juta harus laporan. Kita kirim saja menyuruh orang, 100 orang, 10 miliar juga. lni yang perlu kita siasati juga supaya jangan jadi alat permainan dari oknum-oknum tertentu.

Terima kasih.

INTERUPSI F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Ketua ...

ARSIP D

PR - RI

40

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Menambahi yang disampaikan Pak Edhy, saya jadi ingat undang-undang yang Pak Ketua buat, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013. Di sana dicantumkan bagi pejabat yang sengaja atau lalai melaksanakan tugas dikenakan sanksi hukuman minimal 1 tahun dan maksimal 10 tahun, denda minimal 1 miliar dan maksimal 10 miliar kalau tidak salah, Pak Ketua. Saya kira karena ini undang­undang sudah disahkan saya pikir tinggal mengutip saja, sama. Saya kira pejabat itu berarti dari Pemda sampai ke atas sampai Kehutanan Undang-Undang yang P3H itu. Saya kira ini mungkin biar semangat. Jadi pejabat yang lalai pun kena. Di sana sudah ada yang mulai kena di Kehutanan ini. Rumahnya digadaikan itu tidak cukup untuk membayar yang 10 miliar itu.

Terima kasih, Ketua.

KETUA RAPAT:

Pak Ono, silakan.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Ya, terima kasih. Jadi kalau tadi Pak Edhy menambahkan terkait dengan besarnya hukuman

yang kurang, kalau saya sih menambahkan bukan hanya terkait dengan konsekuensi pelanggaran terhadap Pasal 35, tapi bisa lebih umum. Kalau Pasal 35 kan hanya mengatur terkait dengan pemberian izin bagi rakyat kecil. Padahal kenyataannya kita juga harus menghindari pungutan-pungutan terhadap perizinan­perizinan di seluruh perizinan di usaha perikanan dan pergaraman. lni sebagai contoh saja, masalah mark down-mark up kapal. Kalau Pak Sekjen ke daerah ketemu dengan pelaku usaha, kenapa mereka 29 GT yang tadinya 70 100 GT, ya pasti ada sesuatu. Saya sering cek ada satu kapal yang (suara tidak jelas) itu sampai 50 juta, Pak. Sehingga inipun harus ditangani secara khusus dan harus ada sanksi, walaupun tidak institusi Bapak, tapi Perhubungan. Sehingga ini harus muncul pasalnya dan bukan hanya terkait dengan Pasal 35, tapi seluruh perizinan yang dikeluarkan, seluruh pungutan yang nanti kalau ini dilakukan ini kena sanksi.

Terima kasih, Ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira ditampung dulu saja. Karena ini menjadi catatan di dalam perumusan, biasanya nanti untuk di Bab Sanksi ini kita akan merumuskan dengan

ARSIP D

PR - RI

41

tepat. Karena jumlah baik itu denda dan pidananya ini juga kita akan konsultasikan dengan Kementerian Kumham. Hari ini tidak terlihat ada, sehingga saya kira kita bukan ahli-ahli hukum. Namun pendapat ini adalah sebagai bagian masukan yang nanti kita coba elaborasi dengan pendapat para pakar hukum.

Dilanjut. Masih ada? Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon izin, Pak. Khusus terkait dengan pasal-pasal sanksi, kami mengusulkan kita masukkan

dalam tim dapur dulu, karena mungkin ada beberapa pasal di depan yang sudah mengandung sanksi.

KETUA RAPAT:

Tadi kan saya menjelaskannya begitu.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

lnggih, mohon izin. Saya setuju, Pak. T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Slamet. Satu pasallagi.

DIRJEN BD (PEMERINTAH) :

DIM 445 merupakan usulan penambahan pasal, penambahan pasal menjadi Pasai74A yang berbunyi:

"Setiap orang yang melakukan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman yang tidak sesuai dengan pintu masuk, waktu danlatau standard untuk wajib yang ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36A dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,-."

lni merupakan pengendalian impor sesuai dengan Pasal 36 atau sinkronisasi dari DIM 281 yang berbunyi:

"Pemerintah pusat mengendalikan impor ... "

ARSIP D

PR - RI

42

KETUA RAPAT:

Masih ingat, Pak. Masih ingat itu. Baik, untuk DIM 445 saya kira ini menutup pembahasan di Rapat Panja ini.

Tapi masih ada DIM yang tertunda yaitu DIM 204 sampai 207. Kemudian saya mencoba memasukkan tambahan, nanti mohon dimasukkan di Tim Perumus. lni rumusannya Pak Haerudin. Jadi kalau Pak Haerudin bicara, memberikan masukan, jangan dikira kami diam. Kami tulis, Pak Haerudin. Usulannya adalah ... , ini untuk perumusan tambahan, penegasan terhadap perlindungan nelayan kecil dan tradisional. Bagian dari strategi perlindungan dalam memberikan jaminan kepastian usaha tambahan DIM 221A dengan menyisipkan antara DIM 221 dan 222 yaitu Pasai21A:

"Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya berkewajiban melindungi hak melakukan usaha bagi nelayan kecil, ne/ayan tradisiona/, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil."

lni melindungi hak, Pak. Hak usaha. Penjelasannya adalah ketentuan ini dimaksudkan agar pejabat yang berwenang tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang dapat mengurangi hak melakukan usaha bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudidaya ikan dan petambak garam kecil seperti larangan menggunakan alat tangkap ikan jenis tertentu yang tidak merusak lingkungan.

Tambahan DIM 448A di ketentuan penutup dengan menyisipkan antara DIM 448 dan 449 menjadi Pasal 76A:

"Semua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam berdasarkan undang-undang ini harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku."

lni untuk mengunci supaya undang-undang ini efektif bisa diberlakukan dan tentu kemudian tidak menjadi undang-undang yang berada di posisi abu-abu. Begitu ya, Pak Haerudin? lni usulannya kan? Jadi Pak Haerudin kemarin karena keras mengusulkan, jadi saya kira ini merupakan norma yang coba kami tuangkan dan nanti akan kami masukkan di perumusan, sehingga nanti kita akan melakukan Rapat Panja sekali lagi setelah Timus, Timsin dan kemudian kita akan mengambil keputusan di Panja dan mungkin di Jakarta saja lah, sehari cukup lah Rapat Panja setelah Timus.

Saya kira itu sebagai tambahan. Mohon tim dapur nanti dimasukkan pada waktu mempersiapkan Timus, sehingga pasal tambahan ini sudah masuk di dalam pembahasan Timus, Timsin dan di Panja.

Kembali ke DIM 204, kembali ke 202, jadi kita ada yang harus diputuskan 202 sampai 207. RUU DPR saya kira sudah dibacakan sebelumnya dan pemerintah mengusulkan untuk dihapus. Untuk itu jika memang sudah ada keputusan yang saya kira ini bisa kita ambit hari ini, kita ambit hari ini. Tetapi kalau pemerintah memang

ARSIP D

PR - RI

43

masih membutuhkan ini ya bisa kita tunda. Tapi saya kira kita berharap hal-hal seperti ini kita bisa ambil keputusan.

Untuk hal-hal yang kecil menurut saya subsidi ini tidak menjadi soal. Jadi saya tetap tentang subsidi sampaikan ke masyarakat (suara tidak jelas) dan masyarakat (suara tidak jelas) yang diwakili Pak Ono Surono. Diskusi saja dulu. Atau skors waktu ya? Kami skors waktu 5 menit Bapak diskusi? Oke, skors waktu.

Tapi Pak Haerudin, silakan. Silakan mau bicara dulu.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag., M.H.):

Sebagai tawaran dari pihak DPR tentang subsidi ini, apapun pertimbangan yang diberikan oleh pemerintah dari kemarin sebenarnya sudah dijawab bahwa ini sangat penting dan harus ada. Kebetulan ... , bukan hanya kebetulan, pemerintah sendiri sudah mengakui subsidi di pasal-pasal berikutnya. Jadi apa yang menjadi soal atau menjadi masalah ini harus dihapus. Untuk itu kepada pemerintah kita ini bersepaham bersama-sama.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih. Skors 5 menit. Diskusi dulu 5 menit, Pak.

(RAP AT DISKORS PUKUL 11.25 WIB)

KETUA RAPAT:

(SKORS DICABUT PUKUL 11.30 WIB)

(Rekaman terputus) menyampaikan terkait dengan 202 sampai 207.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik. Mohon izin, Bapak Pimpinan.

Bapak/lbu para Anggota,

Jadi setelah kami berkonsultasi, baik mulai dari tadi malam maupun bab berapa saat ini, kami sampaikan bahwa pada prinsipnya pemerintah mendukung pemikiran tentang subsidi yang kita berikan kepada nelayan kecil. Tapi kami mengusulkan ada satu penggantian nama, penggantian kata 'subsidi' yaitu menjadi:

ARSIP D

PR - RI

44

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi harga dan menjaga ketersediaan: bahan bakar min yak dan seterusnya."

'Melindungi harga' ini begini maksud kami, melindungi harga ini kita akan menghitung satu harga yang benar, sehingga nelayan, pembudidaya ikan dan sebagainya akan menerima satu harga yang pantas untuk biaya produksinya. Jadi sebetulnya kata halus dari subsidi juga.

KETUA RAPAT:

Mohon maaf, Pak. Undang-undang tidak bisa diterangkan seperti itu. Jadi kalau di situ 'melindungi harga' tidak bisa diterangkan. Jadi memang harus jelas. Kalau di situ 'subsudi', 'pengurangan', 'bantuan insentif', itu harus jelas, Pak. Jadi tidak perlu kemudian pasal yang ini membuat orang menginterpretasikan berbagai definisi. Karena melindungi harga bisa saja (suara tidak jelas) saya melindungi harga pada tingkat berapa, pada tingkat harga yang tinggi. Tapi di mana positioning bahwa ini menjadi norma afirmatif yang memberikan terhadap kemudahan bagi para nelayan. Menurut saya kalau Bapak mencantumkan 'subsidi' untuk yang kecil-kecil tidak ada masalah. Karena juga dalam prinsip ekonomi yang kecil juga di luar negeri dibantu.

INTERUPSI F-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Saya tambahkan sedikit atas izin Ketua. Memang ada penafsiran yang bisa diartikan lain tentang subsidi ini, seolah­

olah kita memberikan bantuan kepada semua orang, artinya yang besar dan kecil sama. Tapi di Pasal 20 ini DIM 202 sampai 207 itu semuanya kan kita berikan kepada nelayan-nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil. Kalau nelayan kita mengerti maksud nelayan di sini, artinya orang-orang kecil. Pembudidaya bisa saja besar. Makanya ditulis kecil supaya memang membatasi. Artinya apa? Artinya bahwa kita ini memberikan perlindungan dan apa yang kita tulis hari ini sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah, cuma belum berbadan hukum, belum berpayung hukum. Kita memberi payung ini sehingga bisa nanti menjadi catatan kita dalam menentukan semua kegiatan perencanaan anggaran di tahun-tahun mendatang dengan pegangan ini, Pak. Kemarin Bapak kan sempat sampaikan akan ada asuransi. Asuransi sudah oke. Di pertanian juga ada asuransi. Kita juga tahu untuk pelaksanaannya tidak mudah. Tidak semua bank itu mau, tidak semua pengusaha asuransi mau ikut. T eta pi kalau kita tidak mulai, tidak ada political will yang kuat untuk kita memulai, tidak akan ada jalan, tidak akan pernah terjadi. Yang harus kita ingat sebagai ilustrasi, jangan kita sebagai pejabat negara, DPR maupun sudah Eselon I ini berpikirnya begini, masyarakat kita ini banyak, nelayan kita ini kalau ikannya banyak sudahlah nelayannya kita istirahatkan. Jangan dipikirkan. Kita buat saja perusahaan besar supaya dapat ikannya banyak. Sarna saja di pertanian,

ARSIP D

PR - RI

45

petaninya lupakan dulu, baru kita buat korporasi untuk menyediakan pangan. ltu bisa, Pak. ltu bisa sekali dan saya yakin dalam waktu dekat bisa, tapi fungsi Bapak sebagai pejabat negara tidak terlaksana. Karena fungsi kita tidak hanya saja fungsi untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, tapi bagaimana kita bisa mengayomi mereka, bagaimana kita bisa menjaga mereka dari kesusahan-kesusahan yang mereka alami. Karena kenyataannya 4 juta nelayan lebih yang datanya masih diperdebatkan sampai sekarang. Pendidikannya Bapak sendiri waktu itu laporkan ke kami pada saat rapat 70% lebih di bawah SO. Sarna juga di petani kita. Artinya apa, Pak? Kalau kita melakukan ini, ini alasan kita ke WTO, ini alasan kita ke negara­negara tujuan ekspor kita. Saya pikir tidak usah takut. Kita jalan saja dulu, Pak.

Saya pikir itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, saya ingin menegaskan bahwa bukan kami tidak mengerti tentang WTO, bukan kami tidak membaca tentang syarat-syarat WTO, bukan kami tidak paham dengan kekhawatiran, tetapi ini harus diambil sikap. lni kebutuhan rakyat kita. Justru kami berharap sebetulnya ini datang dari pemerintah yang didalam pekerjaannya membutuhkan payung hukum. Kalau ini datang dari pemerintah justru afdhal, Pak. Karena pemerintah yang setiap hari mengurusi rakyat dengan program dan anggarannya. Kami tidak punya anggaran, kami tidak punya program, hanya bisa bicara, hanya bisa melaksanakan fungsi legislasi, fungsi anggaranpun dalam pembahasan saja dan fungsi pengawasanpun terbatas dengan anggaran, sehingga semestinya ini lahir. Jadi jangan memandang bahwa kami tidak mengerti tentang perdagangan bebas. Kami mengerti. Tapi ini harus diambil sikap dan kami mencoba untuk memberikan keberanian kepada pemerintah untuk sama-sama mari ini kita letakkan. Rakyat kita butuh bantuan, yang kecil-kecil butuh dorongan. Jangan kemudian yang kecil disamakan dengan yang besar, yang maju disamakan dengan yang terbelakang. lni tidak faire, Pak. Justru ini yang harus ditegaskan kepada komunitas internasional.

Masih ada pandangan lain? Silakan.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Ya, terima kasih. Saya Ono Surono, Pak. Dapil Jabar VIII dari PDI Perjuangan.

KETUA RAPAT:

Saya Herman Khaeron, Pak. Bersama Pak Ono di sini.

ARSIP D

PR - RI

46

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Cirebon, lndramayu, Kota Cirebon. Saya tetap berkeinginan Pasal 20 itu tidak dihapus semua dan harus tetap

ada. Karena kalau alasan tadi yang disampaikan Pak Edhy itu sudah tepat, Pak. Bicara terkait dengan subsidi, regulasi, WTO, ya bukan hanya BBM, air bersih dan es, termasuk tadi pembangunan pelabuhan, hibah kapal, hibah alat tangkap. Kalau konsisten ya semuanya juga tidak boleh. Sekarang misalnya terkait dengan apa sih sebenarnya motivasi awalnya. Yang kemarin diberikan subsidi semua sampai 60 GT, kemarin juga sudah dikurangi hanya 30 GT saja yang pada akhirnya negara berkurang memberikan pembiayaan terkait dengan subsidi, alokasi yang tadinya 2,5 juta kilo ton menjadi 1 ,5 juta, kalau sekarang dihitung antara harga ekonomi dengan harga subsidi malah bisa jadi harga subsidi yang lebih mahal hdrpd harga keekonomian saat ini dengan crude oil yang US$30. Tapi belum tentu juga ke depan akan seperti apa. Coba Pak Syarief dan Bapak-bapak bayangkan, bukan hanya masalah harga terkait dengan subsidi BBM ini, tapi terkait dengan distribusi BBM juga. Saat sekarang SPDN/SPBM berapa persen yang terbangun di seluruh sentra nelayan di Indonesia? Paling 30%-40%, Pak. Ada SPDN/SPBM dan mereka menyalurkan BBM subsidi pada saat mereka beralih untuk menyalurkan BBM non subsidi dimana nelayan akan membeli BBM non subsidi pada saat SPDN/SPBM itu tidak ada di situ. Yang selama ini mereka beli di SPBU. Apakah nanti SPBU diset ada dispenser khusus yang melayani BBM non subsidi? Jadi ini tidak akan mudah. Menurut saya bahwa terkait dengan terapi teknis biarkan presiden yang diberi kewenangan. Bukan di undang-undang ini. Makanya ada pasal ketentuan lebih lanjut itu diatur melalui Perpres, karena selama ini harga eceran itu diatur oleh Perpres. Pernah oleh Menteri ESDM terkait berapa yang akan diberikan, berapa GT kapal, berapa alokasinya per bulan, biarkan presiden yang kita kasih kewenangan berdasarkan undang-undang ini. Tapi saya mohon ini dipayungi dalam undang­undang ini. Sekarang kalau kita berpikir lebih jauh misalnya dengan paket kebijakan yang dibuat oleh kementerian Bapak ini, ini cenderung menurunkan semua aktifitas kegiatan usaha yang ada di nelayan, kecuali (suara tidak jelas}. Produksi, pengolahan, semuanya drop semua. Kalau kita mau adu data riil ayo. Dengan dicabut BBM ini apakah Kementerian Kelautan dan Perikanan akan bubar ke depan? Dengan sekarang ada 700 nelayan yang turun, yang tadinya berprofesi nelayan sekarang sudah tidak berprofesi nelayan lagi. Coba ini kita bayangkan bersama-sama di saat pemerintah pusat kita berkonsentrasi bagaimana membangun poros maritim dunia Indonesia ini. Saya terus terang tidak akan tinggal diam, Pak. Karena sebelum saya mewakili beberapa nelayan, saya juga masih menjadi pelaku usaha di nelayan. Dalam hal ini kita tidak main-main. Kalau misalnya pemerintah mencabut subsidi ini, akan ada reaksi yang besar dari masyarakat. Kalau kemarin Bapak bisa pecah-pecahkan rakyat seperti di Pati kemarin dikasih izin baru untuk kapal purse seine, tapi ditarik ke Jakarta, diolah melalui media yang akhirnya mereka pulang, hampir bunuh-bunuhan, mereka akan menyatu dalam isu ini, Pak. Saya yakinkan itu. Kalau kemarin Bapak-bapak bisa memecah nelayan di

ARSIP D

PR - RI

47

bawah, isu cantrang, isu apa, tapi dengan isu ini saya yakin mereka gabung menjadi satu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, saya memberikan solusi. Jadi solusinya makan dulu, Pak. Jadi solusinya memang persoalan subsidi ini ada di tangan presiden. Tetapi kita tidak ingin ... Ya presiden /ah, Perpres. Kami tidak ingin bahwa ruh yang dibangun di dalam perlindungan pemberdayaan ini menghilangkan terhadap harapan dan keinginan rakyat nelayan, pembudidaya dan petambak garam. Harapannya itu. Silakan, itu pilihan pemerintah, pilihan presiden. Kalau saya boleh mengusulkan, ini usul saja ya Pak Ono, saya bukan mengeliminir, tapi semangat Pak Ono kita tangkap itu adalah semangat nelayan, karena Pak Ono adalah nelayan dan menyemangati kita semua yang di Dapil kami juga banyak nelayan. Tolong direkam dong, Pak. Saya Herman Khaeron, Dapil VIII Jawa Barat, Cirebon dan lndramayu, membela adanya subsidi untuk nelayan. Bersama Pak Edhy di sini, Dapil Palembang. Sehingga usulannya untuk DIM 203, 204, 205, 206, 207 tidak berubah. Tetapi redaksi di 202 itu mengubah 'berkewajiban' menjadi kata 'dapat'. lni sesuai dengan di Undang-Undang Perlindungan Pemberdayaan Petani. lni usulan. Tapi kalau mau kembali ya saya welcome. Hanya mencoba membuat opsi, sehingga bunyinya:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan subsidi."

Ke bawahnya tidak diubah. ltu adalah komponen yang memang dibutuhkan oleh rakyat, oleh nelayan. Pilihannya ada di tangan pemerintah, ada di tangan presiden. Tetapi ingat, tadi Pak Ono sudah menyampaikan bahwa keinginan nelayan, keinginan pembudidaya, petambak garam ada kekhususan, utamanya di bidang bahan bakar. Karena ini sudah bertahun-tahun yang lalu diberikan oleh pemerintah, sehingga kenapa saat ini mendapatkan reaksi yang tidak menggembirakan dari pemerintah dan mudah-mudahan undang-undang ini sebetulnya menjadi pelipur lara dari masyarakat tetapi seutuhnya pelaksanaan undang-undang ini diserahkan kepada pemerintah. Kami mengawasi, kami mengevaluasi, bahkan sekarang kami sudah menetapkan di balik itu ada program pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Kami juga sekarang sudah mulai mempertanyakan sanksi terhadap pemerintah atas tidak dijalankannya undang-undang. Jadi ke depan barangkali kita harus sudah membicarakan sanksi. Kalau amanat dalam undang-undang tidak dilaksanakan, contoh seperti pembentukan Badan Pangan yang melebihi batas waktu yang sudah ditetapkan, pembentukan Badan Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan sudah melampaui batas waktu, ini kan melanggar undang-undang, jelas melanggar undang-undang. Kan sanksinya sebetulnya presiden yang kena sanksi impeachment itu, Pak. Memang kami sudah mengusulkan ke Pimpinan DPR

ARSIP D

PR - RI

48

untuk dibahas, sehingga undang-undang ini juga efektif bisa dijalankan dan tentu yang paling penting adalah berdampak positif terhadap rakyat.

Kami persilakan, Pemerintah.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Terima kasih, Bapak Pimpinan. Jadi setelah kita berdiskusi agak dalam terkait dengan ini dan semangatnya

sama, saya sampaikan sekali lagi semangat pemerintah sama dengan DPR, kami setuju dengan statement dapat memberikan subsidi.

Demikian, Pak. Terima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Saya tanya fraksi-fraksi untuk bisa menyetujui supaya bulat. Saya kira kalau ada payungnya Pak Ono, kita bisa membuat kesimpulan politik di DPR jika ada dasar payung. Keinginannya saklek kita. Tetapi kalau saklek tidak bisa dilaksanakan juga seperti banyak aspek yang tidak dilaksanakan juga.

Kami persilakan Fraksi PDI Perjuangan.

F-PDIP (ONO SURONO, S.T.):

Saya tetap berpendapat bahwa kalau 'dapat' ini kan bisa diberikan bisa tidak, sehingga tidak ada ketegasan di sana, sehingga saya berpikir bahwa draft yang sudah ada 'berkewajiban' itu yang menjadi keinginan dari Fraksi PDI Perjuangan.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, selanjutnya Fraksi Partai Golkar.

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

(Suara tidak jelas/tanpa mic) pemerintah juga akhirnya menawarkan kalimat 'dapat', saya pikir bisa kita maklumi, Pak. Karena ini kan terkait dengan dana APBN. Kalau dana memang pada suatu ketika tidak memungkinkan untuk ini, itu mungkin hanya 'dapat'. Tapi kalau memungkinkan, itu harus dilakukan. Jadi kalau pun pemerintah menawarkan ada 'dapat' sedikit bisa kita ...

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Azhar.

ARSIP D

PR - RI

49

lni Pak Azhar Romli. Jadi memang familiar. Karena Pak Azhar memang baru bergabung di IV.

Silakan selanjutnya Pak Darori, Fraksi Gerindra.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Terima kasih, Ketua. Setelah mendengarkan penjelasan dari berbagai ternan dari pemerintah,

Anggota Dewan, kalimat 'berkewajiban' diubah menjadi 'dapat' saya kira ini bijaksana. Karena kita akan melihat situasi negara tidak sepanjangnya ada. Seperti tadi ternan Golkar, saya kira kami sependapat dengan kata-kata 'dapat', bukan 'wajib' itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Edhy.

F-GERINDRA (EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A.):

Saya menambahkan sedikit Pak Darori. Jadi pengertian yang kita maksud 'dapat' ini kita akhirnya menyetujui karena semangatnya subsidi itu kita akan berikan. Pemerintah setuju akan memberikan subsidi, DPR setuju, inginnya memang idealnya kita maunya 'kewajiban'. Tapi pada akhirnya kan 'kewajiban' ataupun 'dapat' keputusannya kan tetap pemerintah yang menjalankan. Bisa saja nanti kita tulis 'kewajiban' di sini tidak juga dijalankan, bisa lewat. Akhirnya kita demo-demo di lapangan. Dalam pengawasan kita paling sering marah-marah. Tapi 'dapat' manakala pemerintahnya juga dengan segala macam keterbatasan anggaran, ini dianggap penting, saya yakin pemerintah itu akan mengalokasikannya dan saya percaya. Karena selama ini juga pemerintah sudah menjalankan. Sehingga ini saya yakin Pak Darori dan kami Fraksi Gerindra mendukung usulan pemerintah menjadi jalan tengah dengan kata 'dapat' itu.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya mewakili Fraksi Demokrat tentu memaklumi terhadap apa yang disampaikan oleh pemerintah. Saya berkeyakinan seperti Pak Edhy bahwa subsidi ini dapat dilaksanakan. Contoh di Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013, di dalam undang-undang itu dikatakan 'dapat memberikan subsidi', tetapi sampai saat ini masih memberikan subsidi, baik untuk subsidi pupuk dan mohon dicatat untuk subsidi pupuk saja sudah 30 triliun, untuk subsidi benih 1 triliun. Kalau kemudian bahwa 30 triliun seperti yang diberikan kepada petani bisa diberikan kepada nelayan tentu ini adalah situasi yang baik bagi

ARSIP D

PR - RI

50

nelayan kita. Harapannya dapat dilaksanakan, sehingga kami maklumi dengan opsi itu dan Fraksi Demokrat seperti teman-teman terdahulu untuk bisa ini menjadi keputusan.

Lanjut Fraksi PKS.

F-PKS (H. ROFI MUNAWAR, Lc.):

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Sebagaimana usulan-usulan ternan-ternan terdahulu, saya sepakat dengan kata-kata 'dapat' itu. Cuma memang semangatnya adalah memberi subsidi. Oleh karena itu saya tidak tahu apakah di peraturan pemerintah atau di yang lainnya, saya kira perlu ada formulanya. Jadi jelas bahwa ketika undang-undang ini nanti kita sosialisasikan kepada masyarakat nelayan khususnya, sudah terbayang di mereka memang ada subsidi itu. Karena itu kita mengusulkan tetap ada formulanya, bagaimana cara subsidinya, sehingga jangan sampai kemudian kata-kata 'dapat' ini optional, optional dalam arti ya dilaksanakan oke, tidak juga tidak apa-apa. Karena dari awal semangat kita adalah memberi subsidi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Apa yang kita sampaikan di dalam pandangan ini tidak terpisahkan dari dokumen negara yang akan disahkan dalam bentuk undang-undang. Jadi kalau tadi pemerintah mengatakan semangat (spirit) dan keinginannya sama tentu itu tercatat di dalam transkrip yang nanti bagian yang tidak terpisahkan dari pembuatan undang­undangini.

Selanjutnya kami persilakan Fraksi PAN.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag., M.H.):

Ada beberapa hal, karena kita butuh yang sifatnya afirmatif. Karena kan kata 'dapat' itu fakultatif. Jadi kita ingin bagaimana ini adalah sebuah rangkaian yang mengikat dan mendorong. Maka kalau kami dari PAN memberikan tambahan kata atau kalimat:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berusaha secara maksimal agar dapat memberikan subsidi."

Kalau itu mendorong. Jadi begini, Kalau nanti dipertanyakan mana usaha pemerintah untuk mensubsidikan, tapi kalau 'dapat' saja sebagai fakultatif bisa iya bisa tidak. Dalam pembuatan perumusan undang-undang tentunya semangat itu tidak bisa menjadi jaminan nanti dalam pelaksanaannya. Tetapi butuh kata yang mendorong. Kata 'dapat' itu bukan fakultatif, tapi pendorongan. Jadi dengan segala

ARSIP D

PR - RI

51

kewenangannya dapat berusaha secara maksimal agar dapat memberikan subsidi. ltu jalan tengah dari kami antara yang fakultatif bebas tanpa ikatan dengan yang memang harga mati, wajib subsidi.

Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ya, sangat jujur dari hati yang paling dalam, jauh dari fitnah dan intervensi. Kita pending dulu kalau begitu.

Baik, saya mohon pending dulu. Saya minta fraksi-fraksi ke sini sebentar. 5 menit sebentar. Maaf, di sini saja kita berdiri.

(RAPAT DISKORS PUKUL ...... WIB)

KETUA RAPAT:

Atas keputusan fraksi-fraksi kita sepakati dulu untuk DIM 203, 204, 205, 206, 207 tetap. Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Tetapi untuk DIM 202 kita menempatkan dua rumusan. Rumusan pertama adalah:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan subsidi."

Rumusan kedua:

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan subsidi."

Kita ambil keputusan berikutnya setelah iklan-iklan berikut ini. Jadi ini titik tengah, saya kira selesai, satu pasal dua rumusan. lni biasa. Bahkan biasa di Paripurna. Apakah menjadi minderheitsnota? Biasa. Perbedaan itu adalah warna dalam kehidupan. Coba dalilnya, Pak Ustadz. Pakai Bahasa Belanda sekarang, bukan lagi Bahasa Arab.

Baik, kami minta pendapat pemerintah. Silakan, Pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Setuju, Pak. Jadi nanti kita akan bahas lebih lanjut di perumusan.

ARSIP D

PR - RI

52

KETUA RAPAT:

Baik. (RAPAT: SETUJU)

Saya kira kita bisa menyelesaikan tidak seluruhnya, baru menyelesaikan terhadap pasal-pasal yang memang kemarin kita sepakati, baik di Rapat Kerja maupun di Rapat Panja untuk dibahas di dalam Rapat Panja 2-3 hari ini. Untuk selanjutnya kami akan menjadwalkan untuk Rapat Timus. Kami mohon fraksi-fraksi untuk mengajukan nama secepatnya supaya kami segera menjadwal terhadap Rapat Timus. Rapat Timus adalah sebagian dari Rapat Panja.

Pemerintah saya kira tetap, Panja pemerintah utuh. T eta pi dari pihak kami untuk Fraksi POl Perjuangan 3 Anggota, Fraksi Partai Golkar 2 Anggota, Fraksi Gerindra 1 Anggota, Fraksi Partai Demokrat 1 Anggota, Fraksi PAN 1 Anggota, Fraksi PKB 1 Anggota, Fraksi PKS 1 Anggota, Fraksi PPP 1 Anggota, Fraksi Nasdem, Fraksi Hanura masing-masing 1 Anggota. Kami Pimpinan berharap mengutus Anggota yang bisa aktif, karena ini penting untuk pengambilan keputusan di perumusan terhadap rumusan-rumusan baik rumusan yang tertunda maupun rumusan yang baru. Kami meminta tim pemerintah membentuk tim dapur. Siang ini mulai bekerja merapikan atas dasar keputusan hari ini dan mempersiapkan terhadap draft yang akan dibahas di dalam Rapat Tim Perumus.

Untuk agenda selanjutnya nanti kami menyusul, sedang menjadwal dengan beberapa kesibukan tentunya. Kami memprioritaskan Rancangan Undang-Undang ini untuk mendapatkan waktu dan tempat yang lebih banyak porsinya. Saya kira dari pihak pemerintah kami berharap juga demikian. Wakil-wakil yang mendapatkan Ampres jangan absen, karena kecepatannya memang ini kita seperti rencana kereta cepat Jakarta-Bandung. Sehingga nanti kami dari pihak DPR ada 18 orang, nanti dari pihak pemerintah ada berapa orang.

Bapakllbu sekalian yang kami hormati,

Kita bisa mempercepat jadwal sesuai dengan keputusan kemarin. Baik, sudah tampil. Jadi rencana selanjutnya adalah Kamis sampai Sabtu tanggal 18 sampai tanggal 20 Februari 2016·. lni rencana kita untuk Rapat Timus. Kalau bisa tempat yang lain, jangan di sini ya. Di Ponorogo lah atau di dekat nelayan. lni kayaknya membahas Undang-Undang Nelayan menjauhkan diri dari nelayan. Mungkin nanti di Muara Baru atau di Karangsong. Kalau berkenan di Cirebon, nanti saya dekatkan dengan Pelabuhan Kebang Hilir.

Baik, kalau tidak ada hal lain tentu dalam pembahasan ini kita berharap semuanya bisa satu kata, satu suara dan tentu ini didasari oleh niat kita yang tulus ikhlas untuk bisa meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Yang kedua, tentu didalam pembahasan selama 2 hari ini jika ada kataOkatayg tidak berkenan, seakan­akan, seolah-olah ada olok-mengolok, tentu ini adalah dinamika yang kita maknai ini

ARSIP D

PR - RI

53

adalah sebuah kemitraan yang lebih lekat, lebih kental, lebih hangat, lebih friendly, karena sama-sama Bapak di pemerintahan juga mengemban amanah negara, kami juga di DPR mengemban amanah negara, wa bil khusus Bapak Narmoko. Tapi saya ingatkan kalau nanti bicara lagi mengenai atas nama pribadi, saya akan hentikan pembicaraan. Sebetulnya yang lebih berhak Bapak yang menegur, bukan saya. Jadi Pak Syarief Widjaja sebagai Ketua Panja sebetulnya wajib menegur, mengingatkan siapapun yang tidak sejalan dengan keputusan bersama di pemerintah. Tapi kalau kemarin Pak Syarief kelihatannya agak sungkan, Pak Narmoko lebih tua, jadi tidak apa-apa lah yang mengingatkan dari DPR. Tentu atas semua itu kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Kami tidak ada maksud jelek, tapi semua ini adalah bagian dari kemitraan yang lebih dekat.

Ada kata-kata lain? Ada pantun, Pak Edhy? Pak Edhy ada pantun? Selebihnya kami persilakan Pak Syarief Widjaja untuk menyampaikan sebagai kata akhir didalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di tingkat I pada hari ini. Silakan, Pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik. Terima kasih, Bapak Pimpinan.

Yang saya hormati Pimpinan, para Anggota Komisi IV DPR Rl,

Pertama kami sampaikan terima kasih dan apresiasi atas segala perhatian dan dukungan dari seluruh hadirin pada pembahasan ini. Kami atas nama pemerintah secara terus-menerus, konsisten untuk memperjuangkan supaya RUU ini bisa berjalan dengan baik. Untuk selanjutnya karni siap untuk berpartisipasi didalam rangkaian kegiatan untuk sarnpai pada saat selesainya penetapan dari undang-undang ini.

Terirna kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Terirna kasih kepada kita sernua, wa bH khusus Pak Ketua Kornisi, Pak Edhy, yang dari awal rnenemani, meskipun saya tahu tadi rnalarn Pak Edhy wirid sarnpai pagi. Kemudian dari rekan-rekan Anggota, Pak Ono, Pak Darori, lbu Donna, Pak Azhar Rornli, Pak Haerudin, Pak Ustadz Rofi Munawar dan Pak Effendi Sianipar atas kesetiaan selalu berada di ternpat ini dan ini adalah bukti dari ternan-ternan di Kornisi IV yang memiliki kepedulian penuh terhadap rekan-rekan nelayan, pembudidaya ikan dan petarnbak gararn.

Pak Edhy ada kata-kata? Kalau tidak ada yang lain sekali lagi kami rnohon maaf dan mudah-rnudahan kerja kita rnenjadikan amal ibadah di kemudian hari.

Terima kasih. Dengan demikian rapat saya nyatakan ditutup.

ARSIP D

PR - RI

Wabi/laahit Taufiq Wal Hidayah, Wassa/aamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.10 WIB)

An. Ketua Rapat, Sekretaris Rapat

Drs. Budi Kuntaryo NIP.196301221991031001

54

ARSIP D

PR - RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH PANJA RUU PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA

IKAN DAN PETAMBAK GARAM

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke-

Jenis Rapat

Hari, Tanggal

Waktu

Tempat

2015-2016

Ill

RapatTimus

Kamis, 18 Februari 2016

13.00WIB

Ruang Rapat Wisma DPR Rl Griya Sabha Kopo Cisarua, Bogor

lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI

Drs. Budi Kuntaryo

1

Ketua Rapat

Sekretaris Rapat Acara Pembahasan RUU Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan,

Pembudidayaan lkan, dan Petambak Garam Hadir 12 dari 18 Anggota Panja.

Mitra Kerja Pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM)

ANGGOTA KOMISI IV DPR-RI :

1. lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si. 2. DRS. H. IBNU MUL TAZAM 3. ONO SURONO, S.T. 4. lr. EFFENDI SIANIPAR 5. RAHMAD HANDOYO, S.Pi, MM 6. ICHSAN FIRDAUS 7. LUTHER KOMBONG 8. lr. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P. 9. HAERUDDIN, S. Ag., M.H. 10.DANIEL JOHAN 11. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, SP, MM 12. Drs. FADHOLI

ARSIP D

PR - RI

2

ANGGOTA YANG IJIN : 1. EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A 2. SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E. 3. VIVA YOGA MAULADI, M.Si 4. AA. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA 5. DRS. H. ZAINUT TAUHID SAADI, M.Si 6. SAMSUDIN SIREGAR, SH

ARSIP D

PR - RI

3

JALANNYA RAPAT

KETUA RAPAT/F-PD (lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI) :

Assalamu'alaikum Warahmatul/ahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua dan selamat sore.

Rapat ini adalah meneruskan kelanjutan dari Rapat Panja yang telah menghasilkan beberapa kesepakatan di Rapat Panja, namun ada beberapa yang didelegasikan kepada Rapat Tim Perumus. Saya mohon persetujuanu forum apakah rapat ini bisa kita mulai? Pak lchsan bagaimana Pak?

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

Siap ketua dimulai.

KETUA RAPAT:

Pak Effendi bagaimana?

F-PDIP (IR. EFFENDI SIANIPAR):

Siap.

KETUA RAPAT:

Pak Akmal siap? Oke ya pemerintah kita buka ya?

(RAPAT DIBUKA PUKUL: 14.30 WIB)

Baik, rapat ini dijadwalkan sampai dengan hari Sabtu, kita mulai hari ini jam 13.00. Sebetulnya direncanakan jam 10.00 tadinya cuma rencana ada Paripurna pengesahan Rancangan Undang-undang KPK tapi diundur hari Selasa sehingga rapat ini kemudian diundur jam 13.00, namun kita mundur lagi menjadi jam 14.30 dan tentu ini karena memang kita menunggu untuk kuorum. Kita akan break nanti jam 17.30, dimulai lagi jam 19.30 sampai 23.30. kemudian besok jam 07.00 kita sudah sarapan, jam 09.00 kita mulai , jam 12.00 istirahat, jam 16.00 dan seperti hari ini jadwalnya. Kemudian Sabtu check out jam 10.00, kecuali kalau kita bisa menyelesaikan secara cepat, tepat, seksama dan dalam tempo yang sesingkat­singkatnya tentu itu akan bisa mengurangi waktu dan Panja atau Tim Perumus ini terdiri dari Pak Edhy ... (REKAMAN TERPUTUS)

Kemudian perlu saya sampaikan bahwa sesuai dengan keputusan Rapat Kerja dan Rapat Panja (SUARA TIDAK JELAS). Kemudian yang pernah kita putuskan yaitu ada penugasan kepada Rapat Timus yaitu sesuai dengan keputusan rapat sebelumnya yaitu ada 34 DIM yang ini bersifat ... redaksional, kemudian ada 55 DIM yang termasuk didalam perubahan substansi yang harus

ARSIP D

PR - RI

4

dirumuskan ulang. Jadi ada 89 DIM yang harus dibahsa tetapi karena didalam Rapat Panja kemarin juga banyak (SUARA REKAMAN TIDAK JELAS).

Jadi sudah dihasilkan draft Rancangan Undang-undang Bahan Timus yaitu tanggal 18 sampai 20 Februari 2016. Jadi acuannya ke bahan yang sudah ada , tapi saya akan membandingkan dengan Oaftar lnventarisasi Masalah berikut dengan catatan yang sudah kita bahas didalam Rapat Panja sebelumnya.

Bapak dan lbu sekalian.

Saya tawarkan supaya mekanisme pembahasan ini lebih cepat , lebih mudah dipahami. Pada setiap pasal atau ayat itu ada perbandingan kecuali pasal mengenai kewajiban dan /atau mempergunakan kata dapat didalam berbagai subsidi tentu, bukan hanya subsidi BBM itu yang kita tidak perlu bahas disini karena ini akan menjadi pasal yang akan kita bahas lagi di Panja. Namun hal-hal lain sesuai dengan usulan DIM didalam pemerintah tetapi kami bukan bermaksud untuk menganggap enteng gitu ya, tapi memang kalau dicermati, dibaca perubahan itu hanya sifat perubahan redaksional meski ada perubahan yang secara substansi tapi itu juga menurut saya hanya perubahan redaksional. Ada beberapa pasal juga yang tentu ini harus diputuskan pada tim perumus karena redundant dengan ayat-ayat sebelumnya.

Yang ketiga informasi dari Kementerian Kelautan atau dari Panja Pemerintah, ada beberapa usulan berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang tentu ini juga mohon dimasukkan diawal Panja Pemerintah menyampaikan pandangan dan pendapatnya. Saya kira rapat ini akan saya pimpin langsung berikut dengan pembacaan pasal, kecuali kalau saya sudah capek nanti saya serahkan ke Pak lchsan ya. Dan tentu mudah-mudahan ini mempermudah terhadap pembahasan.

Rencana kita akan melaksanakan Rapat Panja tanggal 29 sampai dengan tanggal 2, tanggal 3 rencananya Rapat Kerja pengambilan keputusan Tingkat I dan kami sudah melaporkan kepada Pimpinan DPR khususnya Pak lchsan kita akan mengambil keputusan di Paripurna setelah tanggal 3. Sebetulnya kemarin kita agak mundurkan di tanggal7.

Baik untuk mempersingkat waktu kami persilakan dari Panja Pemerintah untuk menyampaikan pertama adalah berkaitan dengan rencana ... pengolahan dan pemasaran hasil yang saya minta tim dapur untuk mengelaborasi kepada pasal­pasal berapa itu bisa masuk. Yang kedua tentu kepada pasal-pasal pemerintah silakan kecuali pada sisi Jain yang hasil dari keputusan Panja yang harus dirumuskan di tim perumus nanti akan saya sampaikan.

Silakan Pak Sekjen.

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

Ketua.

Saya ingin fungsi tentang tim perumus ini ketua. Saya pikir kalau kemudian perlu ada penambahan pasal ayat terakhir baru sebaiknya memang kita tidak memasukkan dulu ataupun kemudian sifatnya usulan saja , karena kita nggak boleh juga melangkahi kewenangan Panja, kita kan tim perumus Ketua, merumuskan hal-hal yang sifatnya interpretatif terhadap beberapa perdebatan itu,

ARSIP D

PR - RI

5

tetapi bagaimanapun keputusan ada di Panja. Kalau boleh saya usulkan bahwa terkait dengan usulan dari Panja Pemerintah terkait dengan pemasar dan pemasok ikan. Kita disini hanya sekedar mencantumkan saja, tapi tidak bisa memutuskan, kalau boleh saya usulkan begitu ketua. Tetapi kita juga tidak bisa membahas terlalu detil karena inikan kewenangannya ada di Panja , bukan di tim perumus. ltu yang saya boleh mengingatkan ketua.

Terima kasih.

KETUA RAP AT :

Betul saya kira memang konteksnya begitu. Jangan khawatir, lima Undang­undang sudah saya pimpin jadi lnsya Allah saya akan sesuai dengan regulasi dan tentu tim perumus merumuskan terhadap berbagai usulan dan tidak diputuskan itu sebagai hasil keputusan. Dan saya selalu juga mengingatkan kita semua Panja hanya juga untuk membahas berbagai persoalan, keputusan mutlak nanti ada dipengambilan keputusan saat Rapat Kerja dengan Menteri sebagai pemilik Ampres , karena Bapak lbu sekalian yang ada disini juga bukan pemilik Ampres, hanya mewakili dari Kementerian yang ditunjuk sebagai pemilik Ampres. Dan semestinya sebetulnya rapat kita dengan Presiden.

Terima kasih Pak lchsan, saya kira ini mengingatkan kepada kita.

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M) :

Terima kasih.

Ketua Panja dan Anggota. Pak Sekjen beserta dengan jajarannya.

Sedikit Pak Ketua sebelum kita berikan kesempatan kepada Pak Sekjen. Saya juga dari Fraksi PKS kemarin kita mengadakan FGD membahas RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam dari kalangan kampus kemudian dari kalangan masyakat perikanan, juga dari fraksi.

Pak Sekjen mungkin ada catatan ini pak, karena bukan saya mengundang mungkin staf ahli yang mengundang ya. Yang mengundang dari Kementerian yang datang Pak Arif, kita sangat berterima kasih, cuma kita berharap yang datang minimal lrjen, saya berharap mungkin ini bisa diperbaiki kalau ada undangan fraksi bisa diperhatikan karena ini menyangkut masalah wibawa hidup anggota. Seandainya saya mengundang pad a datang ... tapi bukan saya mengundang jadi saya sempat menjadi pembicaranya kemarin karena kita ingin sebenarnya Undang-undang RUU ini betul-betul nanti muaranya adalah bagaimana bisa mensejahterakan masyakat. Dan kemarin Pak Ketua alhamdulillah banyak sekali yang hadir dari berbagai macam profesi dan juga dari masyakat. Dan ada beberapa masukan tertulis, kemarin dari beberapa lembaga dari IPB, koalisi perempuan, ... mungkin nanti bisa menjadi bahan untuk perbaikan RUU kita ini sehingga menjadi lebih baik kedepan.

Saya kira itu saja Pak Ketua, terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

6

KETUA RAPAT :

Fuaji Eselon I pak, apalagi disini banyak Eselon I didalam Panja ini, bahkan ada Eselon I dari Kementerian Kumham ada juga. Jadi saya kira kedepannya kalau ada undangan Fraksi itu wajib Eselon I sehingga juga bisa menerangkan secara komprehensif begitu ya.

Baik kami persilakan Pak Sekjen.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Bismillahiffahmaaniffahiim.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati Bapak Pimpinan Panja. Yang saya hormati Bapak Anggota Komisi IV DPR Rl.

Pertama kami sampaikan terima kasih atas perkenannya kita mulai membahas ditingkat tim perumus tentang Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Mohon ijin bapak yang pertama saya sampaikan permohonan maaf. Jadi undangan itu sampai ke Dirjen jadi tidak ke kami jadi kami juga tidak tahu ada acara seperti ini.

KETUA RAPAT :

Kalau mengundang itu jangan ke Pak Narmoko.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon ijin saya tidak terima, nanti kami akan upayakan untuk siap untuk selalu hadir.

Kemudian yang kedua bapak sebetulnya apa yang akan kami usulkan ini sebenarnya juga menanggapi apa yang dihasilkan di Panja. Saya ingat sekali pada saat itu Pak lchsan menyampaikan ada satu materi yaitu rumah tangga nelayan yang belum kita tindak lanjuti pembahasannya. Nah padahal rumah tangga nelayan bapak itu sebetulnya mayoritasnya adalah ibu dan putera-puteri yang dalam hal ini bapaknya ke laut dan ibunya adalah mengolah ikan dan dia mengolah ikan dan memasarkan. Sebetulnya berangkatnya dari Pak lchsan dan kami ingin menindaklanjuti bahwa supaya Undang-undang Perlindungan Nelayan ini lengkap, tidak hanya dari sisi hulu menangkap ikan saja tetapi dia mengolah dan memasarkannya juga ikut terlindungi terutama dari sisi kaum ibu dan putera puterinya. Jadi intinya ingin membuat supaya agar komprehensiflah Undang­undang ini pak, tidak menyentuh pelaku utama Bapak saja tapi juga keluarga juga, gender juga dari sisi lbu Titi Prabowo pada saat itu juga sudah menyampaikan mengenai gender perempuan nelayan.

Jadi itu kira-kira dan kami mohon ijin Pak Ketua kalau diperkenankan karena ini salah satunya penggagasnya juga menindaklanjuti apa yang

ARSIP D

PR - RI

7

disampaikan Pak lchsan adalah dari Dirjen Pengolahan Pemaran, kami mohon berkenan Pak Dirjen untuk menyampaikan secara filosofisnya bagaimana pak.

KETUA RAPAT:

Berarti saya sudah sehati dengan Pak Milanto pak.

DIRJEN PDS:

Baik terima kasih Pak Sekjen.

Yang Saya hormati Pak Ketua dan seluruh Anggota Panja Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan untuk bisa membahas usulan menindaklanjuti Rapat Panja sebelumnya khususnya terkait dengan pengolah dan pemasar.

Yang pertama tentu kami akan menyampaikan secara ringkas alasan filosofis mengapa pengolahan dan pemasaran ikan didalam Rancangan Undang­undang ini demikian penting. Yang pertama tentu kita memperhatika bahwa kegiatan pengolah dan pemasar ikan ini adalah merupakan satu kesatuan bisnis didalam bisnis perikanan atau usaha perikanan secara keseluruhan yang tidak terpisahkan dari obyek dari Rancangan Undang-undang ini sendiri yaitu nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Kemudian secara yuridis kita pun juga sudah mengetahui bahwa Undang­undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dimana semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi , pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan. Disamping Undang-undang Perikanan selanjutnya adalah Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah berkewajiban melakukan pembinaan kepada pihak yang melakukan pemasaran pangan. Selain itu dalam Pasal 72 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga disebutkan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah.

Selanjutnya secara sosiologis kita bisa menyampaikan pandangan bahwa secara statistik pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tahun 2015 terindentifikasi jumlah pengolah ikan di Indonesia sebanyak 61.603 dimana 98% diantaranya didominasi oleh pengolah ikan skala mikro dan kecil. Dengan demikian ternyata lbu dan Bapak sekalian bahwa para pengolah dan pemasar sudah selayaknya seperti yang disampaikan oleh Anggota Panja yang Saya hormati Pak lchsan bahwa ini memang menjadi penting dan merupakan bagian satu kesatuan dalam bisnis perikanan.

Sedangkan jumlah pemasar ikan di Indonesia tercatat sebanyak 275.458 orang dimana 95% diantaranya adalah pengecer. Karakteristik pelaku usaha skala mikro dan kecil masih memiliki banyak keterbatasan, baik dalam hal untuk mengakses pasar, mengakses teknologi, permodalan dan informasi. Perubahan lingkungan industri regional dan global saat ini memang mendorong adanya

ARSIP D

PR - RI

8

persaingan antara pelaku usaha lebih kompetitif. Terkait dengan hal tersebut tentu para pelaku usaha dimaksud yaitu pengolah dan pemasar mohon pertimbangan dan dukungan sepenuhnya agar supaya bisa pula mendapatkan jaminan perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah agar keberlanjutan usaha mereka dapat berlanjut.

Demikian Bapak Pimpinan dan seluruh Anggota Panja terkait dengan urgensi yang perlu kami laporkan dan kami sampaikan menindaklanjuti dari Rapat Panja sebelumnya.

Terima kasih, demikian kami sampaikan dan kembali ke Pak Sekjen.

KETUA RAPAT :

Baik, sebelum ke Pak Sekjen. Tentu ini perlu dirumuskan didalam beberapa rumusan yang tepat sesuai dengan alur yang ada , tetapi untuk dirumuskan itu nanti masuk didalam poin-poin. Jadi kalau bahasa saya tulisannya masih tetap merah nanti, belum hitam Pak lchsan, nanti kita di Panja baru kita putuskan sebagai hasil perumusan di Panja yang akan diputuskan pada rapat rapat pengambilan keputusan Tingkat I.

Saya tanya kepada rekan-rekan Anggota Komisi IV Panja utamanya Tim Perumus dari Komisi IV apakah menyetujui untuk dimasukkan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagai bagian terpenting dalam perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang nanti rumusannya akan dirumuskan secara baik dan akan ditempatkan pada pasal­pasal yang terkorelasi langsung dengan substansi itu. Dan tentu kami meminta persetujuan rekan-rekan, silakan

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Terima kasih Pimpinan. Pada saat saya masuk kesini saya berpikir kita kan sudah merumuskan apa

yang menjadi ... Apa yang kemarin kita bahas di Panja ini ... tetapi ada us ulan ini usul cukup bagus karena memang di draft kanan kita bicara dari tahap produksi dan selanjutnya. Nah tetapi seyogyanya harusnya sebelum kita masuk DIM dari pemerintah harusnya sudah bisa memasukkan dulu sehingga bisa tercantum harusnya kalaupun masih tadi merah. Sehingga kalau sekarang misalnya kita masukkan ya saya pikir apakah memang kita langsung bahas yang menurut Pak lchsan itu bukan kewenangan dari Timus, apakah memang kita masukkan dulu ini tim kecil ini kita masukkan pasal-pasal apa saja yang harus kita ... Kalau saya lihat kalau kita dilatar belakang alasan filosofis, biologis, sosiologis sampai dengan ketentuan umum ada beberapa definisi-definisi yang harus ... lnikan merubah struktur dari RUU ini, pasal-pasal pasti akan berubah. Nah sehingga menurut saya daripada kita membahas pada akhirnya batik lagi batik lagi paling tidak bisa nggak misalnya ada tim kecil dulu yang memasukkan pasal-pasal itu, kita kasih waktu berapa lama skorsing terus kita masuk lagi kita bahas detilnya.

KETUA RAPAT:

Justru kalau begitu lama, artinya kita setujui saja dirumuskan nanti dicantumkan di pasal mana lalu nanti kita tinjau kembali, kemudian kita ambil keputusan. Saya kira memang substansinya apa yang disampaikan Pak Ono saya

ARSIP D

PR - RI

9

kira pertama adalah memang didalam judul tidak perlu masuk. Substansinya sudah benar tapi mungkin ini agak sulit kalau masuk ke judul karena inikan Rancangan Undang-undang ini sudah disosialisasikan diberbagai pihak, Komisi IV sendiri sudah melakukan FGD dan sudah ada beberapa FGD di perguruan tinggi bahkan terakhir PKS juga melaksanakan FGD di fraksinya, sehingga mungkin kalau judul tidak perlu.

Kemudian mengenai substansi karena ini akan melekat kepada nelayan, kepada pembudidaya ikan, dan kepada petambak garam ini subjek hukumnya akan melekat ke tiga persoalan itu. Sehingga kalau boleh saya simpulkan , kalau saya baca mengenai definisi itu akan masuk didalam penjelasan. Didalam subjek Undang-undang ini tetap adalah nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Substansi yang tercantum didalam poin tiga, poin empat, poin lima, poin enam, poin tujuh dan poin delapan itu akan masuk didalam substansi perlindungan dan pemberdayaan. Mungkin kalau boleh saya usul nanti poin tiga dan poin empat ini masuk di perlindungan kemudian tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan substansinya masuk di pemberdayaan.

Saya kira ini sebagai tahap awal saja tetapi nanti bahasa dan bunyi daripada pasal dan ayatnya tentu nanti akan dirumuskan oleh tim perumus. Hanya kalau memang ini dianggap baik tentu saya minta persetujuan untuk ini dirumuskan nanti dicantolkan atau didekatkan kepada pasal-pasal terkait. Hal yang ini menjadi penjelasan itu nanti berada di posisi penjelasan, sehingga tidak mempengaruhi terhadap postur, terhadap batang tubuh, tapi ini memperkaya terhadap perlindungan dan pemberdayaan terhadap tiga subjek hukum yaitu nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Silakan Pak Haerudin.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag, MH) :

Tapi kalau dari sisi pendefinisian mungkin tidak bisa mewakili penjelasan, kekuatan hukumnya agak lemah. Bagaimana kita justru membicarakan secara baik semua pihak dan pendefinisian tetap masuk di bab pertama karena itu untuk penguatan ... kepentingan kita kepada wilayah pengolah itu ... mungkin kalau ada kesepahaman berbagai pihak itu bisa saja nanti ditingkat Panja dibahas walaupun hanya spesifik tentang itu. Daripada nanti sudah ... kita ingin masuk ternyata pendefinisian di penjelasan nanti kekuatannya tidak terlalu baik.

ltu pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Kalau kekuatan hukum saya kira sama, ketentuan umum itu dibuat adalah untuk mendefinisikan setiap pasal-pasal yang berulang. Jadi supaya tidak ada penjelasan yang berulang itu dibuat ketentuan umum sehingga sebutannya tidak harus Panja gitu. Nah penjelasannya itu dalam bagian tidak terpisahkan dari Undang-undang ini, tidak mungkin itu tidak memiliki kekuatan hukum. Jadi saya kira sebetulnya kalau melihat dari kadar itu sama, hanya ketentuan umum adalah mencantumkan sesuatu nomenklatur yang itu sering disebutkan didalam pasal­pasal sehingga rujukannya kesitu.

ARSIP D

PR - RI

10

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Terima kasih. Saya kira ini langkah maju dari pemerintah, saya kira saya sepakat kali ini

dan memang kemarin dari diskusi juga berkembang ada masukan-masukan berkait dengan gender perlunya memang perempuan diikutkan petani pengolahan. Saya kira sangat bagus pak menurut saya.

Yang kedua ini juga menarik sebenarnya masalah ... jadi saya kira lebih jelas daripada yang ada sekarang ini, bahwa kondisi misalnya adanya kenaikan BBM, bencana alam kalau saya Pak Ketua bagus ini dan memang saya kira sebelumnya disahkan ada pikiran bagus kita terima semua dululah sehingga betul­betul RUU ini menjadi semakin bagus.

ltu Pak Ketua.

KETUA RAP AT :

Silakan Pak Ono.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Ya terima kasih Pak Ketua. Jadi nyambung ya tadi, biasanya memang mendefinisikan kata yang sering

disebut pasal-pasal ... Nah hanya saya me rasa bahwa apa yang disajikan oleh Pak Sekjen dan kawan-kawan ini masih sifatnya umum saya lihat, belum perumusan misalnya pasal ini harusnya bunyinya gini, memasukkan substansi. Nah makanya ini belum bisa kita bahas menurut saya, jadi ibaratnya kita kembalikan dulu ke tim pemerintah yang clear-nya dalam arti yang jelasnya itu seperti apa, apa pasal yang perlu ditambahi, mana yang diubah, yang disempurnakan, nah kalau itu sudah ada baru kita bisa bahas.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Sudah benar pandangan itu, kita semua memandang ini baik sehingga saya hanya minta keputusan agar ini segera dirumuskan kemudian dikorelasikan dengan pasal-pasal terkait. Definisi simpan ditempat penjelasan, baru nanti kita bahas di Panja Pak Ono gitu ya, justru ini sudah bekerja sebetulnya ini, begitu dengar disetujui saja sudah bekerja semua ini yang dibelakang-belakang kita ini. Hanya kita memang nanti baru dibahas kemudian ditetapkan didalam Panja.

Silakan.

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

Usul saja ketua, kalau dilihat dari poin pertama kan sebenarnya inikan sama dengan definisi nelayan, nelayan kecil, pembudidaya, pembudidaya kecil dan ada skala besarnya. Terus kemudian yang kedua saya lihat memang banyak beberapa hal yang betul kata Pak Ono tadi masih bersifat kerangka umum saja. Nah kalau boleh saya usulkan ketua, dari tim Panja Pemerintah mungkin ada beberapa tim yang bekerja sekarang sambil kita berproses yang ada sekarang ini memasukkan beberapa kalimat yang lebih konkrit saja sehingga jangan terlalu mutus seperti ini,

ARSIP D

PR - RI

11

lebih konkrit masukkan saja nanti sambil berjalan kita masuk kesini. Tapi catatan saya mungkin jangan dimerahkan ketua, dikuningkan saja.

KETUA RAP AT :

Kalau dikuningkan nggak kelihatan.

F-PG (IR. ICHSAN FIRDAUS) :

Terima kasih ketua.

KETUA RAPAT:

Oke ya kita ambit keputusan, kita minta tim dapur segera merumuskan. lni bagian daripada tim perumus yang nanti kita akan bahas didalam Panja. Setuju ya? Pemerintah setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Baik, untuk pembahasan pertama didalam Rapat Tim Perumus yang sudah ada dalam draft Rancangan Undang-undang dibahan Timus 18 sampai 20 Februari ini silakan pemerintah diusulan halaman satu di menimbang A. Jadi saya kira ini terlalu ini ya, ini hanya menambahkan penguatan gitu. Jadi jangan terlalu dibaca seluruhnya, hanya menambahkan penguatan, sebut saja penguatan.

Silakan pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik, terima kasih Bapak. Jadi terima kasih atas perkenannya tadi, jadi tadi sifatnya usulan pak kalau

bapak merestui kita segera melakukan perubahan dan memasukkan kedalam pasal-pasal tentang yang tadi. Terima kasih atas persetujuannya pak.

Bapak dan lbu sekalian.

Mohon ijin hasil dari tim dapur yang diusulkan kepada tim perumus kami laporkan pak, bahwa pada saat Rapat Panja yang sebelumnya ada tiga DIM yaitu DIM 2, 4 dan 7 yang kategorinya adalah konsideran. Nah kami sudah dibentuk dalam bentuk format sebenarnya sebuah Undang-undang, makanya kita akan mulai dari konsideran menimbang dan mengingat yaitu DIM 2, 4, dan 7 pak setelah itu kita akan lanjutkan dengan DIM yang sifatnya redaksional ada 34 DIM mulai nomor 62 dan seterusnya termasuk juga redaksional yang ... dari substansi yaitu mulai dari DIM 21 dan seterusnya. Tapi dari hasil tim dapur ini semua sudah dibentuk didalam format sebuah Undang-undang pak.

Mohon ijin pak kami lanjutkan. Yang pertama adalah tentang menimbang. Kami mengusulkan dari pemerintah bahwa didalam konteks menyampaikan satu statement untuk melindungi segenap bangsa Indonesia itu memang kita mengutip dari pembukaan. Jadi melindungi segenap banga Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dan seterusnya ini sebenarnya harus dilengkapi sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yaitu menjadi "melindungi

ARSIP D

PR - RI

12

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum". Jadi kita menambahkan satu frase kecil yang kita kutip dari pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Bapak ketua mohon ijin kalau tidak ada tanggapan kam lanjut. Ya baik , terima kasih.

Kemudian yang kedua poin C dari menimbang, itu ada definisi bahwa nelayan dan seterusnya kami mengusulkan berasal dari tim dapur rumusan pemerintah adalah "bahwa nelayan, pembudidaya ikan dan, petambak garam sangat tergantung kepada sumber daya ikan, kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, kepastian usaha, akses permodalan, dan ilmu pengetahuan teknologi dan informasi sehingga membutuhkan per/indungan dan pemberdayaan". Jadi ini sifatnya bagian dari klausul menimbang.

Kemudian kami lanjutkan diD danE tetap, tidak ada masalah. Kemudian ada lagi DIM 4, DIM 4 ini sebetulnya adalah nelayan tadi ,

kemudian ada lagi DIM 7 adalah mengenai pasal. Jadi mengingat itu ada mengutip sebuah pasal yaitu Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28h ayat (1 ).

KETUA RAPAT :

Saya interupsi dulu pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Ya pak.

KETUA RAPAT:

Jadi nanti jangan ke DIM lagi, bapak langsung merujuk kepada pasal ini. Jadi langsung saja di mengingat itu ada menambahkan Pasal 28h ini untuk melengkapi saja.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik, jadi kami usulan pemerintah adalah menambahkan Pasal 28h ayat (3) ini nanti ada rinciannya pak. Kemudian selebihnya adalah tetap.

Kemudian langsung kita lanjut kepada item nomor 10.

KETUA RAPAT :

Sebelum dilanjut saya mohon persetujuan didalam tim perumus persetujuan untuk penambahan, sebetulnya ini hanya penguatan saja ditambah kata-kata pun, ditambah pasal sehingga ini lebih lengkap gitu ya. Saya mohon persetujuan apakah dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut pak.

ARSIP D

PR - RI

13

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik kami lanjutkan. Jadi langsung pada poin sepuluh tentang ketentuan umum definisi yaitu

garam. Disini usul kami usul pemerintah "garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya natrium klorida dan dapat mengandung unsur lain seperti magnesium, kalsium, besi dan kalium dengan bahan tambahan atau tanpa bahan tambahan iodium". lni adalah rumusan pemerintah dan ini sesuai dengan satu definisi umum tentang garam.

Kemudian kami lanjutkan tetap dihalaman empat poin sebelas tentang pergaraman, usulan pemerintah adalah "pergaraman adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pra produksi, produksi, paska produksi, pengo/ahan dan pemasaran garam". Jadi disini tadi menyinggung sedikit usulan tentang pengolahan dan pemasaran garam jadi sudah dimasukkan didalam poin tersebut tertentu terkait dengan paska produksi.

Kemudian lanjut halaman lima tentang definisi pemilik tambak garam, "pemilik tambak garam adalah petambak garam yang memiliki hak atas lahan yang digunakan untuk produksi garam dan secara aktif melakukan usaha pergaraman". lni adalah definisi yang kami usulkan sesuai dengan apa yang sudah kita komit selama ini terkait dengan pemilik tambak garam.

Kemudian kita lanjutkan halaman enam bapak tetang perikanan, "perikanan ada/ah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, paska produksi, dan pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. ". lni sebenarnya sudah masuk juga disini tetapi ini definisi ini sebenarnya sesuai dengan Undang-undang 31 dan Undang-undang 45 tadi pak.

F-PDIP (ONO SURONO, ST) :

Pak Sekjen.

Kalau nggak salah tidak ada paska produksi, coba dilihat lagi. Makanya kemarin saya sempat menanyakan tentang paska produksi ini pengertiannya, karena di 31 dan 45 kalau tidak salah itu tidak ada paska produksi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Kecuali jika pemerintah menganggap bahwa ini adalah kegiatan yang penting dalam rangka penyempurnaan. Jadi saya kira kalau Undang-undang ini menyempurnakan, Undang-undang ini menambahkan, substansinya semakin kuat , tidak bertabrakan itu tidak ada masalah. Tapi kalau tadi alasannya Undang­undang itu benar nggak dikonfirmasi, tapi kalau alasannya ini adalah memberikan penguatan terhadap Undang-undang ini saya kira ini tidak bertabrakan.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon ijin pak.

ARSIP D

PR - RI

14

Jadi kalau di Undang-undang 31/2004 dan Undang-undang 45/2009 perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, betul bapak sampaikan tidak ada paska tetapi pengolahan sampai dengan pemasaran dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Jadi pengolaannya ada , pemasarannya ada.

KETUA RAPAT :

Jadi sifatnya paska produksi ini adalah menambahkan dan menguatkan. Pak Ono betul mengoreksi , hapal berarti Pak Ono.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Luar biasa pak, terima kasih koreksinya. Kemudian halaman enam kami lanjutkan mengenai usaha perikanan,

"usaha perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem bisnis perikanan yang meliputi pra produksi, produksi, paska produksi , pengolahan dan pemasaran". Kembali lagi ini adalah satu kesatuan rangkaian yang akan konsisten akan dipertahankan terus.

Kemudian poin 26 tetap dihalaman yang sama 86, "usaha pergaraman adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem bisnis pergaraman yang meliputi pra produksi, produksi, paska produksi, pengolahan dan pemasaran". Konsisten ini pak.

KETUA RAP AT:

Baik, Bab satu saya kira didalam tim perumus sudah disampaikan. Kalau ada hal yang lain silakan interupsi, tapi saya akan menanyakan apakah ini dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU) Lanjut.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik Bapak kami lanjutkan halaman delapan. Di halaman delapan ada perbaikan redaksional di poin C, rumusan usulan pemerintah adalah " meningkatkan kemampuan kapasitas dan kelembagaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam serta penguatan kelembagaan dalam menjalankan usaha yang mandiri , produktif, maju, modern dan berkelanjutan".

Kami lanjutkan halaman sembilan, kembali lagi ini persoalan redaksional kita dilengkapi, kita perkuat, "menumbuhkembangkan sistem dan lembaga pembiayaan yang me/ayani kepentingan usaha". Disini persoalannya adalah huruf K besar dan Kegiatan kecil, kalau kita bicara kelembagaan dengan K besar itu artinya sebuah nama, tapi kalau K kecil dia bisa bentuk apa saja bentuk koperasi, bentuk badan usaha dan seterusnya jadi lebih luas sifatnya daripada K huruf besar.

Kemudian dihalaman sembilan di poin J, "melindungi dari resiko bencana a/am, perubahan iklim dan pencemaran". lni kita tambahkan pencemaran.

ARSIP D

PR - RI

15

Kemudian dihalaman sembilan di Pasal 4 pain B, disitu kita mengusulkan penyelenggaraan perlindungan, jadi langsung kita satukan saja, nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam jadikan satu. Kita rumuskan perlindungan menjadi penyelenggaraan perlindungan. Kemudian pemberdayaan juga sama dipoin B , pemberdayaan diganti menjadi penyelenggaraan pemberdayaan karena kegiatan yang sifatnya aktif kata kerja pak.

Kemudian halaman 10 disini Pasal 4a kami mengusulkan ada catatan, Undang-undang ini berlaku untuk nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam yang berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (ini juga waktu itu Pak lchsan meng-quote masalah ini). Kami memberi catatan perlu diatur mengenai rumah tangga nelayan kecil , pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil. lni juga rumah tangga nelayan kecil ini kami mengusulkan didalam penjelasan pak nantinya.

KETUA RAPAT :

Baik, jadi ini diusulkan didalam penjelasan ada pengaturan khusus untuk rumah tangga nelayan kecil, pembudidaya kecil dan petambak garam kecil gitu saja.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Kemudian kami lanjutkan halaman sebelas. Disini kita mengusulkan dirumusan pain C Pasal 40, "pemilik tambak garam yang memiliki lahan /ebih dari 5 hektar sampai dengan 15 hektar''. Jadi ini ada batasan yang disebut sebagai petambak garam yang di Pasal 4a ini adalah yang luasnya 5 hektar sampai 15 hektar. Pada saat yang Jalu Panja minta penjelasan dari Dirjen Pengolahan Ruang Laut tentang batasan kecil.

KETUA RAPAT :

Saya kira inikan masalah redundant ini antara pain A petambak garam kecil dengan pain C, inikan redundant saja. Kalau saya usul ini tidak perlu pakai antara , namanya kecil masa pakai antara gitu, berarti kalau 5 sampai 15 hektar, itu dibawah 5 hektar berarti kan tidak termasuk kecil. Nah sehingga kalau memang disepakati pada Rapat Panja itu maksimal 5 hektar sehingga pain C ini lebih baik masuk ke penjelasan saja. Sehingga yang dimaksud dengan petambak garam kecil adalah yang memiliki lahan sampai dengan 5 hektar. ltu adalah merupakan penjelasan sebagai penjelasan dari apa yang dimaksud dengan petambak garam kecil. Kan sepakatnya seperti itu sebetulnya , hanya ini menjadi pasal tetap kemudian didalam tim perumus kita harus diubah. Gitu ya pak?

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon ijin pak.

KETUA RAPAT :

Ya.

ARSIP D

PR - RI

16

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Jadi ada beda antara petambak garam kecil dengan pemilik tambak, disini adalah pemilik tambak pak. Jadi pemilik tambak yang masuk didalam Pasal Perlindungan Nelayan ini adalah pemilik tambak yang sebetulnya kalau boleh kami usulkan antara 5 sampai 15 hektar, jadi mungkin kalau Bapak mau supaya efisien maksimum 15 hektar kira-kira begitu.

KETUA RAPAT :

Jangan pakai antara, maksimum 5 hektar saja. Kalaupun itu adalah pemilik itu adalah maksimum 5 hektar saja, pada waktu itukan hitung-hitungannya begitu.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Ya.

KETUA RAPAT :

Hitung-hitungannya adalah 5 hektar itu skala keekonomisan. Nah kalau skala keekonomisan kalau sudah ekonomis kan tidak perlu lagi dibantu. Atau saya kira disini langsung saja pemilik tambak garam yang memiliki lahan maksimum 5 hektar.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Berarti kembali ke?

KETUA RAP AT :

Kembali ke hasil Panja.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Jadi tidak perlu ada tambahan ini pak.

KETUA RAPAT :

Begitu ya fraksi-fraksi, saya kira ini sudah disetujui di Panja sebetulnya. Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

lni persetujuan untuk yang dihalaman sebelas di poin C.

PEMERINTAH (RIYANTO) :

Baik, mohon ijin pak.

ARSIP D

PR - RI

17

Sbenarnya yang untuk petambak garam skala kecil itu memang sampai dengan 5 hektar tapi dalam konteks perlindungan ini kita analogkan juga dengan yang budidaya sampai dengan 15 hektar itu dalam konteks perlindungannya. Tapi khusus untuk pemberdayaan nelayan, petambak garam skala kecil sampai dengan 5 hektar.

T erima kasih pak.

KETUA RAPAT :

Baik,saya kira ini nanti disinkronisasilah, saya rujuk ke sinkronisasi karena ini harus dibaca runut masalahnya. Kalau dibaca runut ke atas saya kira nanti ada redundant lagi. Jadi untuk sementara mungkin untuk poin C ini mohon nanti disinkronisasi saja karena secara substansi sudah nggak ada masalah sebetulnya. Hanya ini disinkronisasi dengan pasal-pasal lainnya yang berkaitan dengan garam ini supaya tidak redundant supaya tidak ada multitafsir nantinya.

Lanjut pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik, terima kasih Bapak.

KETUA RAP AT :

Bab II jadi masih ada tambahan silakan.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

Baik terima kasih Pimpinan. lni terkait dengan halaman delapan poin C yang bagian terakhir ini. Saya

kira ini agak cukup substansi ya perbedaan antara rumusan DPR dengan pemerintah karena kalau dibilang bahwa isu-isu lingkungan itu sudah mengemuka dihampir setiap RUU atau Undang-undang yang berkaitan dengan alam ataupun ekonomi. Nah kalau rumusan dari pemerintah ini menghilangkan penyetaraan lingkungan berarti ini bukan rumus, jadi ini menghilangkan substansi. lni kalau dari kami dari PDIP Perjuangan masih bertanya kalau ini dihilangkan karena ini sangat substansi sekali, apapun yang terkait dengan isu-isu Undang-undang terkait dengan sumber daya alam maupun kegiatan yang mengeksplorasi alam itu adalah salah satu parameter untuk lingkungan menjadi salah satu konsen dari DPR. Saya kira begitu, mohon penjelasan lebih lanjut karena ini benar-benar menghilangkan yang substansi, bukan sinkronisasi lagi.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT :

Ya saya kira penguatan ya, meskipun didalam lingkaran besar itu adalah masuk didalam keberlanjutan tapi kalau kemudian ada prinsip kelestarian menurut saya memang kejelian sebagai seorang Pak Rahmad itu merupakan rahmat yang harus kita rahmatan Iii alaamin.

ARSIP D

PR - RI

18

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Saya kira mungkin juga memang dijelaskan oleh Pemerintah perbedaan antara keberlanjutan dengan kelestarian lingkungan, siapa tahu memang maknanya sama gitu, coba kita mau dengarkan dulu Pak mungkin maksudnya pemerintah seperti apa menghilangkan kelestarian lingkungan diganti dengan keberlanjutan.

KETUA RAPAT :

Ya silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin Bapak. Jadi Bab II ini menjelaskan tentang asas, tujuan dan lingkup pengaturan.

Didalam Pasal 2 tentang asas ini sebetulnya kelestarian fungsi lingkungan hidup sudah masuk pak asasnya pak. Jadi asasnya mulai dari kedaulatan, kemandirian, kemanfaatan, kebersamaan , keterpaduan, keterbukaan, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan, kesejahteraan , kearifan lokal dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. lni sebetulnya didalam asas sudah ada.

Nah kemudian di Pasal 3 nya bicara tentang tujuan, begitu pak.

KETUA RAPAT :

Tapi tujuannya kalau kemudian meningkatkan kemampuan, kapasitas, kelembagaan termasuk didalamnya terhadap kelestarian saya kira kan tidak lebih bagus sebetulnya. ltu lebih komplit gitu ya.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Betul pak.

KETUA RAPAT :

Ya sudah angguk-angguk pak. Saya kira tambahkanlah kembali ke DPR saja ya karena ini saya kira lebih komplitlah begitu. Gimana ada usul dari Kemendagri? Apakah ada perubahan lain di Bab II, kalau tidak ada maka saya ketok dengan perubahan tersebut dan ada satu sinkronisasi untuk secara substansi sudah kita setujui , sinkronisasi untuk mengenai kepemilikan di petambak garam. Setuju fraks­fraksi? Pemerintah?

ARSIP D

PR - RI

19

(RAPAT: SETUJU)

SEKJEN (PEMERINTAH):

Kemudian kita Bab Ill sekarang. Bab Ill menjelaskan tentang perencanaan. Oi Pasal 5 ayat (1) pemerintah

mengusulkan menjadi " perencanaan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dilakukan secara sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan dan akuntabe/". lni kata yang ditambahkan adalah subjeknya nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dimasukkan, selebihnya sama pak.

Kemudian halaman 12 dipoin E tentang rencana zonasi wilayah, pemerintah mengusulkan ini bahasanya sama dengan bahasa Undang-undang 27 yaitu "rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, rencana tata ruang /aut nasional dan rencana zonasi kawasan /aut". tni kalimat baku pak.

KETUA RAPAT :

lni bukan persoalan baku tapi ini ada didalam Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Ya ada didalam Undang-undang ini jadi kita mengutip langsung. Kemudian di ayat (3) kami menambahkan dari tim dapur yaitu halaman 13

usutan pemerintah adalah " untuk penentuan jumlah nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf C pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mencantumkan pekerja nelayan, pembudidaya ikan danlatau petambak garam didalam pencatatan administrasi kependudukan". lni sebagai profesi pak.

Kemudian halaman 13 Pasal 6 kami mengusulkan "perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) paling sedikit memuat kebijakan dan strategi". Dibalik pak, ini usulan juga pada waktu itu dengan Pak Wisnu, jadi kebijakan dulu baru strategi.

Kemudian dihalaman 13 tetap di Pasat 7 ayat (1) perubahan usulan Pasal 7 ayat (1) menjadi Pasal 8 ayat (1) yang waktu itu dibalik antara kebijakan dulu baru strategi.

Halaman 14 sama pak di ayat (2) dibalik, perubahan urutan Pasal7 ayat (2) menjadi Pasal 8 ayat (2) ini masuk di sistematika.

Kemudian dari ayat (2) poin a, "penyediaan prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman". Jadi yang kita tambahkan adalah kata-kata usaha.

Kemudian poin b kita mengusulkan, "kemudahan memperoleh sarana usaha produk perikanan dan usaha pergaraman". Kita tambahkan kata usaha juga.

Halaman 14 tetap di poin g, usulan kami adalah "fasilitasi dan bantuan hukum". Cukup pak karena ini subjeknya seluruhnya.

Dihalaman 15 nah ini kembali ke sistematika. Jadi perubahan usulan urutan Pasal 7 ayat (3) menjadi Pasal8 ayat (3), dibalik antara kebijakan dengan strategi.

Kemudian di poin d "penyediaan fasi/itas pembiayaan dan permodalan dimasukkan kedalam Bab VI pendanaan dan pembiayaan". lni sama ini persoalan

ARSIP D

PR - RI

20

sistematika lagi, diusulkan di Bab VI dan dibalik, jadi dulu pembiayaan dan pendanaan, sekarang dibalik pendanaan dan pembiayaan.

Halaman 15 Pasal 8 kembali kita usulkan perubahan , dibalik jadi perubahan urutan Pasal 8 menjadi Pasal7.

Halaman 16 Pasal 9 ayat (3) pemerintah mengusulkan "perencanaan perlindungan dan pemberdayaan ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenlkota menghasilkan rencana perlindungan dan pemberdayaan nelayan , pembudidaya ikan dan petambak garam baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang". lni setelah konsultasi dengan alih bahasa jadi menghasilkan.

KETUA RAP AT :

Silakan.

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Terima kasih Pak Ketua. Saya kembali dulu Pak Sekjen ke halaman 12 pak huruf e ini ada masukan

juga saya kira perlu kita pertimbangkan juga. Saya kira sudah bagus ini, mungkin perlu nggak ditambahkan ya kalau disinikan dari unsur pemerintah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil , rencana tata ruang, laut nasional dan rencana zonasi kawasan taut. Apakah dalam pasal ini kita tidak masukkan adanya upaya perlindungan zonasi wilayah bagi nelayan kecil, tradisional dan masyakat adat? lni saya kira pak kemarin yang diskusi kami juga ini menjadi salah satu dokumentasi bagi RUU ini supaya ada perlindungan yang jelas bagi nelayan kecil, tradisional, dan adanya masyakat adat. lnikan ada kearifan lokal masing-masing daerah kita di Indonesia inikan ada wilayah-wilayah tertentu sehingga jika menjadi masalah di kemudian hari gitu pak. lni Pak Ketua, saya hanya memasukkan apakah memang bisa.

KETUA RAPAT:

Seingat saya pada waktu pembahasan Panja kemarin itu sudah ada di pasal berapa itu? jadi memang sudah ada tentang khusus itu rangkaian pasal mengenai nelayan tradisional dan lain sebagainya.

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Nggak ada zonasinya ketua, disini kalau ... disini melindungi saja, bukan wilayah tangkapannya maksudnya daerah tangkapan, daerah area penangkapan Pak Ketua.

KETUA RAPAT :

Kalau begitu nanti tolong dibuatkan rumusan baru mengenai hak akses terhadap zona tradisional dan hak akses untuk para nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam kecil. Tadi saya sudah sampaikan bahwa itu menjadi kewajiban pemerintah yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban adalah untuk memberikan perlindungan dan akses terhadap masyakat atau zona

ARSIP D

PR - RI

21

tradisional karena disitukan ada zona-zona perlindungan yang secara tradisional. Yang kedua adalah memberikan akses kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, akses sumber daya. Karena memang ini penting, jangan sampai kita melindungi semuanya tetapi zonanya nggak dikasih, tambak garam semua tidak ada, disana dibangunnya bangunan gedung semua tapi tidak diberikan hak terhadap akses sumber daya yang ada disekitar itu. Jadi ini agak kelewat, nanti mohon dirumuskan saja, nanti kita masukkan dimana dua pasal penting ini supaya ini juga menjadi pemerkayaan didalam Undang-undang. Setuju ya? nanti dirumuskan dulu pak nanti kita masukkan didalam Panja.

Ada tambahan?

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M) :

Kepikiran juga sama kita ini daerah-daerah seperti reklamasi Ancol inikan sebenarnya daerah nelayan daerah tangkapan, kan harusnya Undang-undang 1n1

bisa memberikan ketegasan bahwa ini tidak bisa dibangun misalnya bangunan yang bisa mengekang atau bisa membatasi daerah tangkapan nelayan misalnya contoh yang kepikiran Pak Ketua.

KETUA RAP AT :

Sebenarnya didalam Undang-undang Pengolahan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil itu sudah diatur, itu masuk dalam kawasan strategi nasional. Kawasan strategi nasional adalah kawasan yang itu menjadi domain pusat dan penggunaannya harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Sebetulnya sudah begitu, hanya khusus untuk DKI Jakarta ini sudah bolak balik, ini statusnya nggak jelas juga, reklamasi berjalan terus. Sebetulnya kan sudah dicantumkan didalam Undang-undang termasuk untuk pengurusan Amdal dan lain sebagainya itu harus pusat, tapi mereka sekarang rujukannya adalah Amdal di provinsi. Ya kalau provinsi yang berkepentingan Amdalnya di provinsi ya mereka pasti lolos gitu ya. Saya kira ini kalau itu kita sudah ada, cuma yang tradisional sama yang hak akses terhadap sumber daya yang nelayan kecil, pembudidaya ikan dan ini harus dimasukkan, nanti dirumuskan dulu lah.

Pemerintah ada tambahan? Ada tambahan dua itu ya, jadi dua itu nanti dirumuskan nanti kita masukkan didalam Panja. Tolong nanti kalau keputusan untuk hari besok dan lusa itu Timsin juga disinkronisasikan.

Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut Bab IV, silakan pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik pak kami lanjutkan. Jadi Bab IV, " perlindungan ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak

garam". Tetap, usulan pemerintah sudah kita bahas, tidak ada masalah. Kemudian halaman 17 Pasal 12 ayat (3), usulan pemerintah adalah

"koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di/akukan untuk melakukan

ARSIP D

PR - RI

22

strategi perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)". Jadi ini kembali yang tadi adalah dibalik, sekarang dibalik.

Kemudian halaman 18 dibagian kedua sama dengan yang sebelumnya, prasarana perikanan dan pergaraman kami usulkan menjadi "prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman".

Kemudian halaman 18 Pasal 14 ayat (3) kami mengusulkan "prasarana penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (20)a paling sedikit meliputi". Jadi bukan ayat (1) tapi ayat (2).

Halaman 19 di Pasal 14 huruf f kami mengusulkan tempat penyimpanan bukan tempat penyimpan. Jadi ini dari ahli bahasa mengatakan demikian.

Kemudian Pasal14 ayat (4) kami mengusulkan "prasarana pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e paling sedikit meliputi". Jadi disini bukan pembudidaya ikan tapi pembudidayaan ikan. lni juga dari bahasa.

Kemudian Pasal 14 ayat (4) huruf f sama tadi tempat penyimpanan, penyimpanan berpendingin dan/atau pembekuan.

Halaman 20 Pasal 14 ayat (5) kami mengusulkan "prasarana usaha pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling $edikit meliputi".

Kemudian ayat (5) pain a untuk lahan kami mengusulkan ada penjelasan pak, lahan ini ada penjelasan terkait dengan RT RW, jadi ini nanti akan diatur di Pasal 21 ayat (3).

Kemudian di Pasal 5 pain d tempat penyimpan garam ditempat penyimpanan garam.

Kemudian Pasal 15 ayat (1) usulan pemerintah "selain pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pelaku usaha dapat menyediakan danlatau mengelola prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 14 yang dibutuhkan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam". lni sama kita insert kata-kata usaha.

Kemudian halaman 21 Pasal 15 ayat (2) kami mengusulkan "pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pelaku usaha dalam menyediakan danlatau mengelola prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman". Sarna pak, kita meng-insert kata usaha.

Kemudian halaman 21 Pasal 16 usulan pemerintah adalah "nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam berkewajiban memelihara prasarana usaha perikanan atau prasarana usaha pergaraman yang telah ada sebagaimana dimaksud dalam Pasa/14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1)". Sarna, kami meng-insert kata-kata usaha.

Kemudian bagian ketiga judul, sarana praduksi perikanan dan pergaraman kami usulkan sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman.

Halaman 22 Pasal 17 ayat (2) usulan kami "sarana penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit meliputf'. Disini persaalan kansistensi pak, jadi sarana produksi perikanan menjadi sarana penangkapan ikan, sama dengan yang diatas.

Kemudian halaman 22 Pasal17 ayat (3), sarana praduksi juga sama, sarana pembudidayaan ikan , kansistensi dengan yang diatasnya.

Halaman 23 abat-abatan ini juga sudah dibahas di Panja, abat-abatan menjadi abat ikan.

Kemudian di Pasal17 ayat (4) ini kita meng-insert lagi usaha pergaraman. Halaman 24 sama persis. Jadi penyediaan sarana praduksi kita menjadi

sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman. lni kita insert lagi kansistensi dengan namanya.

ARSIP D

PR - RI

23

Halaman 25 Pasal 18 usulan pemerintah adalah " selain pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pelaku usaha dapat menyediakan sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 17 yang dibutuhkan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam". Sarna kita meng­insert kata-kata usaha.

Halaman 26 Pasal 21 ayat (1) usulan pemerintah "untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban". Disini kita menukar pasalnya, jadi antara kebijakan dengan strategi. Pasal 8 menjadi Pasal 7, Pasal 7 menjadi Pasal 8.

Kemudian halaman 26 Pasal 21 poin b usulan pemerintah adalah "melakukan pengendalian kualitas lingkungan perairan, perairan pesisir dan /aut". Jadi menjaga kualitas menjadi pengendalian kualitas.

Halaman 26 Pasal 21 ayat (2) usulan pemerintah adalah "untuk menciptakan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan".

Halaman 27 Pasal 21 ayat (2) poin c usulan pemerintah adalah "memberikan jaminan pemasaran ikan dan garam". Jadi ini supaya meliputi semuanya, melalui resi gudang, konsistensi pak ikan dan garam melalui resi gudang, bukan hanya garam saja.

Kemudian halaman 27 Pasal 21 ayat (2)energi usulan pemerintah adalah "menyediakan sistem informasi terhadao harga ikan dan harga garam secara nasiona/ maupun intemasional". Jadi konsistensi pak yang kita urus adalah ikan dan garam, jadi dua-duanya harus dimasukkan.

Halaman 27 ayat (3) usulan pemerintah adalah "untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 8 ayat (2) huruf c , pemerintah pusat menetapkan rencana tata ruang /aut nasional dan pemerintah daerah menetapkan rencana zonasi diwilayah kecil dan pulau-pulau kecil untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan danlatau rencana tata ruang wi/ayah untuk pembudidayaan ikan dan lahan produksi garam sesuai dengan ketentuan peraturan perudangan".

KETUA RAPAT:

Saya kira bagus di pasal ini, kalau tadi usulan mengenai hak tradisional dengan akses prioritas terhadap nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil kita masuk disini saja. Tolong dikasih tanda saja.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Jadi yang tadi masuk sini ya.

KETUA RAPAT:

Ya masuk sini.

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Ketua, sebelum lanjut. Mungkin yang di ini Pak Sekjen yang e ya.

ARSIP D

PR - RI

24

SEKJEN (PEMERINTAH):

Ya pak.

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Saya kira sudah bagus ini pak, cuma apakah nggak perlu ditambahkan kalau disini kan ... menyediakan sistem informasi terhadap harga ikan dan harga garam secara nasional maupun internasional. Bisa nggak ditambahkan disini dalam pasal ini tentang ketersediaan jumlahnya PakKetua, kira-kira produksinya berapa, pasokannya kita berapa dan kira-kira kebutuhan kita berapa maksudnya supaya bukan hanya sekedar harga tertinggi, juga pasokan kita, bisa nggak disitu menjadi ... Pak Ketua, karen a yang selama ini jadi masalah kita inikan Kementerian teknis mengatakan saya baragnnya ada tapi Kementerian Perdagangan mengatakan tidak ada barangnya jadi kita perlu impor, inikan yang tidak perlu. Apakah perlu disini atau di pasallain ya.

KETUA RAPAT :

Saya kira di pasal lain ini termasuk kerahasiaan negara memang. Saya sendiri sebetulnya ingin ada data yang pasti apakah mau diatur disini atau di Undang-undang Perikanan. Karena didalam Prolegnas yang 2016 kalau nggak salah dimasukkan juga revisi Undang-undang Perikanan kedua. Jadi menurut saya untuk stock ikan itu nanti masuk didalam Undang-undang itu dan tentang kerahasiaan informasi ini juga harus diatur karena jangan sampai semuanya terbuka tetapi spekulan bermain disini. Nah tetapi mungkin ini panting catatan bahwa memang kita juga mengamanatkan bahwa harus ada data stok ikan dimasing-masing wilayah. Apakah ini masuk didalam pasal ini atau tidak menurut saya kurang pas kalau dimasukkan disini Pak Andi, inikan keterbukaan informasi ini jadi mungkin harga saja seperti kalau pagi-pagi subuh itu, harga ikan keriting, ikan rebounding itu diseluruh daerah diumumkan. Sekarang kan kalau juga untuk komoditas pertanian sudah diumumkan ya. Karena kalau nggak salah kemarin sudah dipresentasikan bahwa akan ada revisi kedua terhadap Undang-undang Perikanan.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik, mohon ijin.

KETUA RAPAT:

Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Kita lanjutkan ya pak. Baik, halaman 27 tadi kita sepakat bahwa persoalan masyakat adat dan

masyakat tradisional dimasukkan dilengkapkan didalam.

ARSIP D

PR - RI

25

KETUA RAPAT :

Pemerintah pusat wajib memberikan akses secar prioritas terhadap sumber daya perikanan dan pergaraman.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik kami lanjutkan halaman 28 Pasal23 ayat (1), usulan pemerintah adalah "pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengembangkan sistem pemasaran komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2) huruf a". Jadi ini kutipannya menggeser sedikit Pasal 21 ayat (3) menjadi ayat (2).

Kemudian halaman 29 Pasal 24, "pe/aku usaha dilarang menggunakan bahan tambahan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan untuk komoditas perikanan dan komoditas pergaraman". Disini kami mengusulkan ada penjelasan, yang disebut sebagai bahan tambahan melampaui ambang batas maksimal seperti apa ini terutama seperti formalin dan beberapa.

KETUA RAPAT:

lnikan nggak diijinkan pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Halaman 29 Pasal 26 ayat (1), usulan pemerintah "pemilik dan penyewa kapa/ atau pemilik dan penyewa lahan budidaya ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan atau pembudidayaan ikan dengan melibatkan nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, atau penggarap Jahan budidaya harus membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil secara tertulis". lni redaksional.

Kemudian halaman 30 di Pasal 26 ayat (2) kami mengusulkan "pemilik tambak garam atau penyewa tambak garam yang melakukan kegiatan produksi garam dengan melibatkan penggarap tambak garam harus membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasi/ secara terlu/is". lni juga melengkapi.

Kemudian halaman 30 ayat (3) usulan pemerintah "pemerintah daerah berkewajiban memberikan pendampingan kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh atau penggarapan lahan budidaya dan penggarap tambak garam dalam membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil". Disini ada kewajiban untuk proses pendampingan.

Kemudian halaman 30 Pasal 27 ayat (1) usulan rumusan pemerintah "perjanjian kerja paling sedikit harus memuat hak dan kewajiban jangka waktu perjanjian dan pilihan penye/esaian sengketa". Disini kami lebih spesifik pak, tidak mengutip secara terbuka terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Ketenagakerjaan.

Halaman 30 Pasal 28 ayat (1), "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberi perlindungan kepada ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam atas resiko yang dihadapi saat melakukan usaha". Disini sesuai dengan usulan Anggota Komisi IV yang lalu dalam Rapat Panja yang sebelumnya kami mengusulkan adanya catatan mengenai perempuan dalam rumah tangga. Penjelasan sudah diakomodasi dalam Pasal 43, jadi nanti kita akan cek di Pasal 43 pak.

ARSIP D

PR - RI

26

Kemudian halaman 31 wabah penyakit ikan menular ini cukup wabah penyakit ikan, karena menular atau tidak menular tetap sama-sama berbahaya.

Kemudian halaman 32 Pasal 28 ayat (4) usulan pemerintah "perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c untuk usaha perikanan diberikan dalam bentuk asuransi perikanan". Dengan catatan menghapus skema SJSN, jadi disini kita lepas yang kita sudah bahas di Panja.

Kemudian ayat (5) "perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c untuk usaha pergaraman diberikan dalam bentuk asuransi pergaraman". lni juga demikian, kita hapus skema SJSN nya.

Ayat (6) sama juga dengan ayat (4), (5) "perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan dalam bentuk asuransi jiwa atau asuransi perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku". Disini kita menghapus skema SJSN.

Halaman 33 di Pasal 30 ayat (1), usulan pemerintah "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dibidang asuransi untuk melaksanakan asuransi perikanan dan asuransi pergaraman".

Kemudian di halaman 33 Pasal 31 ayat (1) , usulan rumusan pemerintah "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi setiap nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam menjadi peserta asuransi perikanan atau peserta asuransi pergaraman".

Kemudian kita lanjut sampai dihalaman 35. Di halaman 35 itu adalah Pasal 36 ayat (2), usulan pemerintah "pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dilakukan me/a lui penetapan pintu masuk, waktu pemenuhan persyaratan administratif dan standar mutu". lni usulan dari tim perumus.

Kemudian halaman 36 Pasal 39 ayat (1), usulan pemerintah adalah "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan fasilitasi dan memberikan bantuan hukum kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang menga/ami perrnasalahan dalam menjalankan usahanya sesuai ketentuan peraturan perundangan". lni redaksional yang diperbaiki.

Kemudian halaman 36 Pasal 40 ayat (1), "pemerintah pusat memberikan bantuan hukum dan perlindungan bagi ne/ayan yang mengalami perrnasalahan penangkapan ikan di wi/ayah negara lain".

Kemudian halaman 36 ayat (3) usulan pemerintah adalah "pemberian bantuan hukum dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dan ketentuan hukum intemasional".

Selesai Bab IV pak.

KETUA RAPAT :

Baik, kami persilakan fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangannya sebelum kita mengambil keputusan,silakan.

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

Terima kasih Pimpinan. Pada prinsipnya saya tidak masalah, cuma ini ada satu yang menggelitik

mungkin kalau nanti jadi bahasan, ini bukan jadi domain di Timus ya. Terkait

ARSIP D

PR - RI

27

dengan Pasal 26, kemudian berikutnya itukan ada kata harus, ada dua harus itu kalau dalam bahasa Undang-undang harus itu tentu harus dilaksanakan, kalau tidak (mohon maaf, mohon saya diingatkan juga kalau sudah dibahas ini), kalau tidak bagaimana? tentukan ada punishment sangsi itu apakah sangsi administrasi, sangsi denda biaya atau denda yang lain. Kalau ternyata sudah termaktub didalam pasal-pasal yang menyangkut terkait dengan adanya ada keharusan dalam Undang-undang ini tidak ada masalah, lebih baik sudah, terima kasih. Tetapi kalau belum saya pribadi mengusulkan (fraksi mengusulkan) agar pemerintah memberikan satu batasan rambu-rambu seandainya Undang-undang ini tidak dipenuhi, tidak ditaati dan dilanggar, nah kata harus itu harus diikuti dengan sangsi, nah sangsi itu kalau belum diatur ya saya serahkan sepenuhnya untuk pemerintah merumuskan.

Terima kasih pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, ini yang sebetulnya menjadi pertanyaan kita semua. Kalau harus ya harus dilaksanakan tetapi implikasi terhadap Pasal Pidana biasanya muncul terhadap sesuatu yang dilarang. Kalau seseorang dilarang untuk memberikan bahan tambahan nah itu baru ada sangsi. Kewajiban, wajib, harus , dapat sebetulnya ya kalau sekarang sih ... Contoh did a lam Undang-undang Pangan itu harus terwujud Badan Pangan Nasional tiga tahun setelah itu disahkan, tiga tahun setelah disahkan itu adalah tanggal 16 November 2015, tapi sampai sekarang kan belum, selalu ini dalam tahap proses begitu.

Nah sebetulnya kalau merunut terhadap aturan ketatanegaraan melanggar Undang-undang itu adalah impeachment karena Undang-undang yang melaksanakan Undang-undang itu adalah pres sebetulnya. Sebetulnya begitu, cuma memang di Indonesia sepertinya kebiasaan, tetapi bagi para pelaku atau Kementerian teknis ketika harus biasanya ini dilaksanakan, yang penting jangan kata dapat. Tapi memang didalam sangsi tidak pernah muncul gitu berkewajiban, yang penting tidak ada kata dapatlah gitu.

Saya kira pemerintah juga agak sulit menjelaskan ini, tapi saya dalam menyusun Undang-undang selalu dihadapkan pada pertanyaan yang disampaikan Pak Rahmad. Saya pernah menyampaikan juga di Paripurna tentang itu apa sebenarnya sangsi terhadap keharusan yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah itu. Tapi saya ini adalah bentuk komitmen pemerintah semestinya, ini adalah bentuk komitmen pemerintah yang tentu berarti kalau berimplikasi terhadap hukum memang biasanya yang dilarang, yang tidak diperbolehkan nah itu pasti ada pasal hukumnya.

Sebetulnya dulu kita sepakat yang periode lalu Pak lbnu dan kawan-kawan di periode lalu kita yang penting maksimal lah didalam Undang-undang perlindungan pemberdayaan itu jangan ada aspek hukumanlah, wong juga namanya Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan masa banyak hukumannya apalagi terhadap nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil. Nah tetapi memang karena ada implikasi tadi tidak boleh yang menambah bahan tambahan misalkan yang berbahaya nah ya itu pasti ada hukumannya, kalau tidak bagaimana.

ARSIP D

PR - RI

28

F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.PI, MM) :

Saya ingin mendengarkan dari pemerintah saya kira.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik bapak 1 pada prinsipnya ini akan terkena pada pemilik lahan, akan terkena kepada pemilik kapal atau yang menyewakan kapal dan menyewakan lahan. Jadi dengan , Adanya Undang-undang ini pemerintah bisa saja membuat satu Peraturan Menteri misalkan pada saat dia diberikan ijin usaha maka dia berkewajiban memeriksa I mengecek apakah ada perjanjian kerja atau tidakl kalau tidak ada ya sifatnya kita meminta dia untuk membuat. Jadi karena dia kan pelaku usaha juga kecil I masyakat juga kan, jadi kita nggak bisa menghukum dia tetapi kita mendorong doa untuk melakukan. Sifatnya mungkin persuasif jadinya pak.

KETUA RAP AT :

Biasanya diatur lebih lanjut didalam Peraturan-Peraturan Menteri yang itu harus dan wajib. Jadi inipun menjadi catatan rapat ini, catatan didalam pembahasan Undang-undang ini yang tidak dipisahkan, karena apa yang direkam ini juga menjadi dokumen negara, ini semua ditulis. Kalau saya sedikit memberikan joke joke pun ditulis juga. Jadi saya seringkali tertawa sendiri ketika diputar lagi itu didalam tulisan saja diputar-putar gitu, kalau hahahaha ketawa saja ada gitu. Nah jadi memang ini dokumen tidak terpisahkan saya kira sehingga komitmen pemerintah pun jangan main-main didalam memberikan statement.

Silakan Pak Andi.

F-PKS (DR. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M):

Hanya menambahkan Pak Ketua. Tadi prinsipnya saya sepakat, mungkin tentang masalah bagi hasil. Jadi

mungkin pemerintah perlu juga kedepannya kita dorong supaya bagi hasil yang adil bagi para awak kapal (anak buah kapal) 1 jangan sampai untung ini pemilik kapalnya yang kaya pak sementara ABK nya ini semakin miskin. Ya ini mungkin maksud saya mendorong saja pemerintah supaya nanti apakah di PP nya, apakah nanti di Peraturan Menteri ya Pak Sekjen bisa lebih tegas sedikit karena keluhan yang banyak didata ke DPR inikan awak kapal juga banyak yang model begitu kan, kalau bos-bos ini ya mereka ini cukup makmurlah begitu.

T erima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-P .GERINDRA (LUTHER KOMBONG) :

T erima kasih Ketua.

ARSIP D

PR - RI

29

lni di halaman 36 Pasal 40 ayat (1) Pak Sekjen, "pemerintah pusat memberikan bantuan hukum dan perlindungan bagi ne/ayan yang mengalami permasalahan penangkapan ikan di wilayah negara Jain". Saya kira ini sudah benar, namun yang belum terakomodir dan mungkin perlu jadi pemikiran kita adalah bagaimana dengan nelayan yang betul-betul nelayan tradisional kecil dan tradisional yang sebetulnya tidak tahu batas, yang mereka sebetulnya, misalnya masalah Kalimantan Timur dengan Kalimantan Barat. Kalimantan inikan dipisahkan oleh penjajah dulu Belanda dan lnggris lalu kemudian yang dipisah ini bersaudara antara yang disana dengan yang disini yang mereka tidak tahu apa sebetulnya batas itu baik itu diperbatasan darat maupun dilaut. Nah tiap hari ini melanggar , baik yang ada di Malaysia baik yang ada di Indonesia karena mereka sebetulnya merasa bahwasanya saya tidak melanggar ini tapi bukan kapal besar, misalnya dia pakai perahu dayung saja atau dia pakai mesin ketinting ini harganya hanya 1 juta lebih. Misalnya yang begitu, ini mungkin ada pemikiran untuk mengakomodir mereka itu supaya jangan juga ini dijadikan perkara karena ini tiap hari pemerintah pusat urus yang begini ini. Nah mungkin ini yang bisa jadi pemikiran, kalau misalnya itu diperlukan. lni hanya mengingatkan saja.

Saya kira itu pak, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Saya kira nyambung dengan Pak Andi ya Pak Luther Kombong, tnt

termasuk didalam zona tradisional. Didalam Unclos 82 itu diatur traditional fishing right yang meskipun itu lintas batas itu dimaklumi karena dilindungi did a lam Uncles 82. Tadi usulannya sudah masuk saya kira, nanti termasuk yang dimaksud dengan zona tradisional termasuk zona yang diatur didalam Uncles yang mereka masyakat tradisional itu diatur, dilindungi. ltu saya kira sudah jelas, bahkan didalam . . . juga diatur tidak boleh untuk menindak itu. Jadi itu sedang dirumuskan pasalnya supaya didalam zona tradisional maupun akses terhadap nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan petambak garam kecil ini bisa mengakomodir. Jadi memperjelas tadi, Pak Lutjer memperjelas terhadap akses di traditional fishing right.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon ijin ya pak kami tambahkan. Jadi benar sekali pak, jadi selain di Uncles 82 itu juga di FAO itu ada small­

scale fisheries yang sudah diatur. Kami dengan Malaysia , dengan negara tetangga sudah dapat perjanjian untuk kapal-kapal nelayan tradisional dibawah 15 gross tonnage melewati batas mereka tetap akan diminta untuk keluar dari batas saja, tidak dikenai hukuman, sudah ada pak. Jadi yang kami bantu di Malaysia, di Timor Leste maupun di Australi itu adalah yang diatas 5 gt, karena dibawah 5 gt pasti hanya diusir, tidak ditahan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik itu kita diingatkan bersama karena dulu saudaranya banyak Pak Luther Kombong disekitar Filipina situ. Jadi dulu Pak Luther Kombong bolak balik situ, sekarang sudah punya perkebunan tidak perlu.

ARSIP D

PR - RI

30

Baik saya kira kami mohon persetujuan, tentu dengan catatan-catatan tadi. Catatan terhadap penjelasan di Pasal 14 ayat (5) huruf a , kemudian Pasal 24 penambahan terhadap zona traditional fishing right, dan terhadap akses terhadap sumber daya baik itu nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Saya mohon persetujuan fraksi-fraksi apakah bisa disetujui? Pemerintah?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Setuju pak.

KETUA RAPAT :

Pak luther setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

lanjut.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik , terima kasih bapak. Kami lanjutkan Bab V, pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan

petambak garam. Dihalaman 37 kami mengusulkan karena ini sifatnya aktif kata kerja maka kita tambahkan kata-kata di Bab V judulnya adalah "penyelenggaraan pemberdayaan".

Kemudian bagian satu Pasal 41 kita mengusulkan "pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dilakukan melalui strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 8 ayat (3)". lni sama, dibalik antara 7 dan 8, kebijakan dan strategi.

Kemudian di Pasal43, usulan rumusan pemerintah "kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 41 memperhatikan keter/ibatan dan peran perempuan dalam rumah tangga, rumah tangga pembudidaya ikan, dan rumah tangga petambak garam".

KETUA RAPAT :

Bukan perempuan pak usulnya, memasukkan istri-istri pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Siap pak. Kami lanjut, kemudian halaman 38 Pasal 44, usulan pemerintah "pemerintah

pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban menyelenggarakan pendidikan dan pe/atihan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam termasuk ke/uarganya". lni karena kalau sudah keluarganya berarti sudah masuk perempuan dalam rumah tangga nelayan itu.

Kemudian halaman 38 Pasal 44 ayat (2), usulan pemerintah , "pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa". Kemudian kami usulkan dihalaman 38 ayat (2)a usulan pemerintah adalah

ARSIP D

PR - RI

31

"pemberian pelatihan dan pemagangan dibidang perikanan atau pergaraman". lni redaksional.

Kemudian halaman 38 pain b usulan pemerintah adalah "pemberian beasiswa danlatau bantuan biaya pendidikan untuk mendapatkan pendidikan dibidang perikanan atau pergaraman".

Halaman 39 Pasal 44 ayat (3), usulan pemerintah adatah"pemberian beasiswa danlatau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf bonus demografi diberikan kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan keci/, penggarap /ahan budi daya, petambak garam keci/ dan penggarap tambak garam termasuk keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan". Jadi lengkap pak sudah.

Kemudian halaman 39 Pasal 45 ayat (1 ), "pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban meningkatkan keahlian dan keterampilan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam mela/ui pendidikan dan pelatihan termasuk keluarganya". lni kita juga sudah lengkap, konsistensi dengan Pasal 44.

Kemudian halaman 39 Pasal 46, "pe/aku usaha dapat berperan serla da/am pemberdayaan ne/ayan, pembudidaya ikan , petambak garam mela/ui penyelenggaraan". Jadi disini kita membuka peluang CSR pak dari para pengusaha, pelaku usaha yang sudah berhasil untuk ikut serta didalam pemberdayaan nelayan ini.

Halaman 40 Pasal 46b ini kami usulkan pemagangan karena pelatihan sudah masuk didalam pendidikan non formal, jadi langsung pemagangan saja.

Bagian ketiga Pasal 47 ayat (1), usulan pemerintah "pemerintah pusat sesuai dengan kewenangannya memberi fasi/itas penyu/uhan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam termasuk keluarganya". lni juga sudah konsisten dengan yang didepan tadi.

Kemudian halaman 41 Pasal49, ini terkait dengan bagian keempat Kemitraan Usaha. Pasal 49 ayat (1) usulan pemerintah:

"Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dapat dilakukan dalam k " aspe ...

Di sini persoalan sistematika. Jadi Pasa147 menjadi Pasal48. Halaman 41 Pasal 49 ayat (2) usulan pemerintah:

"Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimuat dalam perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 21 ayat (1) huruf c."

lni kembali kata-kata 'harus', Pak. lni istilahnya pemerintah wajib untuk mendorong secara afirmatif kepada nelayan kecil.

Kemudian halaman 42 di Pasal 49 ayat (2) kami mengusulkan dihapus ya. Karena bagian kelima Penyediaan Fasilitas Pembiayaan dan Permodalan ini sudah disinkronisasi, Pak. Tetap ada, Pak. Jadi ini masuk di dalam sistematika urutan­urutan pasal, Pak.

ARSIP D

PR - RI

32

Pasal 58 tentang bantuan begitu ya, memfasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan, ini secara substansi dipindahkan ke Bab VI. Jadi semua dikelompokkan, Pak. Dikelompokkan semua. Jadi ada di dalam Kemitraan Usaha, tetapi karena semua sifatnya pendanaan, pembiayaan, kita pindahkan semuanya di dalam Bab Pendanaan dan Pembiayaan. Mulai dari Pasal 58A ayat (1), ayat (2), kemudian huruf a, huruf b, huruf c, ini dipindahkan ke Bab VI nanti, Pak.

Kemudian kita lanjutkan dengan halaman 44 di Pasal 52 ayat (2) usulan pemerintah:

"Kementerianllembaga pemerintah non kementerian yang berwenang terhadap data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g berkewajiban menyampaikan data dan informasi kepada pusat data dan informasi perikanan dan pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)."

Jadi di sini kita menarik keterlibatan dari lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki data cuaca dan sebagainya, cuaca, iklim, peluang pasar dan seterusnya, ditarik bersama menjadi satu di pusat data dan informasi.

KETUA RAPAT:

Mungkin tata urutan penulisan ya yang harus diperbaiki: 'Kementarian/lembaga pemerintah non kementerian'.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Ya, Pak. K/L, Pak.

KETUA RAPAT:

KIL dan non KIL begitu ya atau KIL Kementerianllembaga pemerintah dan -lembaga non kementerian, mungkin begitu ya.

INTERUPSI F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.):

Ketua, ini kita kan menyadari bahwa kita ini di Indonesia belum ada pusat data kelautan ya. Jadi kalau masing-masing terpisah-pisah begini kan agak sulit juga sebenarnya begitu. Apakah memungkinkan misalnya dalam rumusan pasal-pasal ini kita berikan saran atau mungkin menyampaikan bahwa perlu dibentuknya sebuah pusat data kelautan dan perikanan yang terintegrasi, bukan parsial-parsial per departemen, Ketua.

ARSIP D

PR - RI

33

KETUA RAPAT:

Kalau tidak salah pusat data itu sudah ada ya, PUSDATIN namanya, Pusat Data dan lnformasi. Hanya ini kan persoalannya sumbernya ini, kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian. Berarti kementerian kan tidak disebut di sini.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Ada, Pak.

KETUA RAP AT:

'Kementerian/lembaga pemerintah non kementerian'? 'dan/atau' saja kalau begitu ya, jangan pakai garis miring ya. lni pasti confuse ini kalau begini. 'Kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian', bisa bersama-sama atau bisa sendiri-sendiri.

Lanjut, Pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Setuju, Pak. Kemudian kami usulkan di ayat (3), Pasal 52 ayat (3):

"Penyediaan inforrnasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di/akukan oleh Pusat Data dan lnforrnasi perikanan dan pergaraman. II

Jadi penguatan peran dari PUSDATIN ini menjadi penting. Data yang lain-lain itu ditariknya dari bermacam-macam, dari BPS, dari Kementerian Perdagangan, dari berbagai sumber.

Baik, kemudian kita lanjut ke halaman 45 Pasal 53 ayat (3) usulan pemerintah:

"Pengembangan dan pembentukan kelembagaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan budaya, norma, nilai, potensi dan kearifan lokal. II

Di sini yang tadi diarahkan Bapak masih akan ada segala macam masuk di dalam pembentukan kelembagaan.

Kemudian halaman 46 Pasal 55:

"Kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 54 sebagai wadah pembelajaran, kerja sama dan tukar-menukar inforrnasi untuk menyelesaikan masalah dalam melakukan usaha perikanan dan usaha pergaraman."

ARSIP D

PR - RI

34

lni sudah mengakomodasi masyarakat lokal, adat dan sebagainya. Kemudian halaman 46 Pasal 56:

"Kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 54 bertugas ... "

Di sini sebetulnya seperti koperasi dan sebagainya itu, Pak. Halaman 47 Pasal57 di sini kita mengusulkan:

"Gabungan asosiasi koperasi atau badan usaha milik nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) berfungsi untuk meningkatkan skala ekonomi, daya saing, investasi dan mengembangkan kewirausahaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

Kemudian Pasal 57 ayat (2) sama dengan ayat (1), kita mengusulkan konsistensi:

"Gabungan asosiasi koperasi atau badan usaha milik nelayan dan pembudidaya ikan dan petambak garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit bertugas ... "

Jadi kita mendorong adanya induk-induk koperasi dan sebagainya. 47 ayat (2) poin c usulan pemerintah:

"Memberikan bantuan pembiayaan dan permodalan sesuai dengan kemampuan."

Jadi ini dari gabungan koperasi ini salah satunya adalah memberikan bantuan pembiayaan dan permodalan.

Bab V selesai, Pak Ketua. Mohon izin, Bab V selesai. Jadi monggo mungkin kalau ada ...

KETUA RAPAT:

Baik, kalau ada masukan, pandangan dan pendapat silakan. lni Pak lbnu masalah ini saya kira anda baca saja itu halaman 39. Coba buka halaman 39:

"Pemberian beasiswa danlatau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan kepada nelayan kecil, nelayan tradisional. "

lni ada penjelasan lah begitu ya. Karena nelayan kecil misalkan nelayan yang berusia pendidikan begitu ya. Tapi saya kira juga bisa saja beasiswa untuk paket c begitu, kan bisa saja itu. Begitu ya, Pak. Tapi ini tolong diberikan penjelasan saya

ARSIP D

PR - RI

35

kira nanti, termasuk mungkin tanda baca di situ, 'petambak garam kecil dan penggarap tambak garam, termasuk ... ', biar tidak bingung bacanya, ' ... penggarap tambak garam, termasuk keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'. Nanti di situ ada penjelasan juga yang dimaksud dengan keluarganya itu adalah anak dan istrinya, supaya jelas, tidak abu-abu. Kata Pak lbnu begitu tadi bisik-bisik.

Silakan, Pak.

F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.):

Pasal 57 ini, Pak. lni saya belum ... , mung kin dijelaskan sedikit: 'Gabungan, asoasiasi'. lni maksudnya apa gabungan? Kalau asoasiasi kan kita tahu ya, asosiasi, koperasi, BUMN, kita tahu ini. lni gabungan maksudnya apa ini di Pasal57, Pak?

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Jadi gabungan biasanya kelompok-kelompok Gapoktan. Kalau di pertanian ada Gapoktan (Gabungan Kelompok Pertanian), kalau di kita ada kelompok budidaya ikan, itu dari kelompok-kelompok membentuk suatu gabungan. Jadi merupakan suatu kawasan.

KETUA RAPAT:

Gabungan itu yang dimaksud gabungan apa, yang dimaksud dengan asosiasi apa. Baik, tambah penjelasan di situ.

Lanjut, masih ada? Pak (suara tidak jelas) ada pendapat?

ANGGOTA:

Cukup.

KETUA RAPAT:

Sudah cukup. Baik, kalau tidak ada saya mohon persetujuan. Pemerintah, cukup?

PEMERINTAH:

Cukup, Pak.

ARSIP D

PR - RI

36

KETUA RAPAT:

Kami mohon persetujuan untuk Bab V, apakah dapat disetujui? Pak Daniel, setuju? Pemerintah, setuju?

PEMERINTAH:

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Artinya ini tidak usul pemerintah saja. lni hasil perbaikan yang juga ada hasil Panja. Panja mendelegasikan bahwa ada yang harus diperbaiki di Timus, termasuk ada usulan baru dari ... , bukan usulan baru, usulan redaksional, sehingga yang masuk di dalam Tim Perumus itu pembahasannya terhadap hal yang sifatnya perubahan redaksional. ltu sudah dibagi.

PEMERINTAH/KEMENKEU (ST. ISKANDASYAH):

Boleh sedikit?

KETUA RAPAT:

· Silakan.

PEMERINTAH/KEMENKEU (N. ISKANDASYAH):

Kami hanya ingin menyampaikan sedikit pandangan, Pak.

KETUA RAP AT:

Saya minta direkam ini. Coba ke depan saja, masih ada ... lni penting dari Kementerian Keuangan.

PEMERINTAH/KEMENKEU (N. ISKANDASYAH):

Mohon izin, Bapak Pimpinan.

Bapak/lbu Anggota Dewan yang terhormat,

Mungkin kami agak sedikit mundur. Yang pertama terkait dengan definisi nelayan kecil. Di Pasal 1 ayat (5) kan kemarin sudah disepakati (suara tidak jelas) sampai dengan 10 GT, walaupun ini agak berbeda dengan Undang-Undang Perikanan, Undang-Undang Nomor 31. Kemudian terkait dengan hal tersebut ada di

ARSIP D

PR - RI

37

Pasal 34 yang terkait dengan membebaskan perizinan untuk nelayan kecil untuk izin usaha dan sebagainya. lni mungkin agak bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 28, dimana ketentuan untuk izin itu telah diberikan kepada provinsi untuk ukuran 5 sampai 10 GT. lni berarti konsekuensinya nanti pemerintah provinsi akan kehilangan pendapatan untuk yang izin 5 sampai 10 GT. Kalo yang di undang-undang ini provinsi, Pak. Jadi mung kin itu pandangan kami, Pak. Mungkin mohon dipertimbangkan itu.

KETUA RAPAT:

Makanya ada undang-undang ini, Pak. Makanya ada undang-undang ini untuk membebaskan yang kecil-kecil dari pungutan. Kalau persoalan undang­undang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pun itu banyak sekali menggugurkan undang-undang lainnya. Undang-Undang Penyuluhan digugurkan, Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga digugurkan, tentang zonasi dan lain sebagainya. Jadi sekali-kali kita gugurkan lah itu Undang-Undang Nomor 23. Tapi yang panting fiskal di pusat tidak berubah begitu.

Silakan.

F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.):

Saya kebetulan Anggota DPRD Provinsi 10 tahun, ini banyak memang aspirasi dari nelayan kita dibebaskan, Pak. Jadi saya sepakat saja bebaskan. Karena tidak signifikan juga pendapatan provinsi, Pak. Provinsi lebih tertarik pajak kendaraan bermotor. Kalau begini-begini berapa lah. Saya kira begitu, Pak Ketua. Saya dukung kalau ini dibebaskan saja.

KETUA RAPAT:

Baik, kan masih ada juga yang di atas 10 gross ton, itu justru yang lebih banyak, Pak. Juga ban yak yang sampai 1 0 gross ton yang tidak juga mengurus izinnya. Jadi daripada tidak mengurus izin karena tidak ada biaya lebih baik kita bebaskan. Tidak perlu PMK berarti kan. Justru yang dari Kementerian Dalam Negeri diam saja juga dari tadi. Setuju juga ya, Pak?

PEMERINTAH/KEMENDAGRI (ENDANG SUHAEDY):

(Suara tidak jelas) yang dibatasi di undang-undang (suara tidak jelas). Tapi karena ini undang-undang khusus yang kecil jadi gugur. Tapi yang besar tetap kena retribusi. Begitu saja, Pak.

ARSIP D

PR - RI

38

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira setuju tidak ada perubahan baru. Kementerian Keuangan tidak keluar PMK PPn 10%.

Terima kasih. (RAPAT: SETUJU)

Lanjut, Pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik. Terima kasih, Bapak. Jadi kami lanjutkan Bab VI. Tadi yang dipindahkan semua yang sifatnya

pembiayaan dan pendanaan kita pindahkan di Bab VI. Semua sudah sesuai. Kemudian lanjut di halaman 49 di bagian kedua tentang perbankan. lni hanya

judul saja, karena bahasa bakunya adalah lembaga perbankan. Tidak hanya perbankan tapi lembaga perbankan.

Kemudian halaman 50 di Pasal 60 ayat (3) di sini:

"Pelayanan kebutuhan pembiayaan oleh unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan prosedur yang sederhana, mudah dan persyaratan yang lunak serta dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian."

Di sini kami mengusulkan perlu ada penjelasan tentang prinsip kehati-hatian. Kami mengusulkan untuk dipindahkan ke substansi DIM 42 dengan rumusan baru. lni ada pindah ini, Pak. Dipindahkan ke ayat (4) ya. Di ayat (4):

"Penugasan badan usaha milik negara atau badan usaha mi/ik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (suara tidak jelas) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (suara tidak je/as) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan."

Jadi sudah dengan bahasa 'ketentuan peraturan perundangan'. Jadi diikuti dengan 'peraturan perundangan di bidang keuangan'.

Kemudian Pasal 62 usulan pemerintah:

"Pelayanan kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman dapat dilakukan o/eh swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan."

lni kita memberikan peluang kepada swasta. Kemudian di halaman 51 Pasal 64, di sini kami mengusulkan dipindahkan ke

DIM 403 yang ayat (4) tadi. Jadi ini dijadikan satu, dijadikan satu dengan halaman 50 ayat (4).

ARSIP D

PR - RI

39

Kemudian di bagian ketiga lembaga pembiayaan, jadi ada lembaga perbankan, ada lembaga pembiayaan. Di Pasal 65 ada lagi mengenai prinsip kehati­hatian. lni kami usulkan memang perlu dicantumkan tentang prinsip kehati-hatian ini.

Kemudian di halaman 52 di Pasal 67 poin b 'memperoleh fasilitas kredit dan/atau pembiayaan', di sini kami usulkan 'sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan di bidang perbankan'. Jadi Pasal 67 -nya ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.

Kemudian Pasal 68:

"Pelaksanaan prosedur yang sederhana dan memperhatikan prinsip kehati­hatian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan penya/uran kredit danlatau pembiayaan ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan."

Di sini kita menghapuskan 'di bidang perbankan' -nya.

KETUA RAPAT:

Saya kira ini yang pasal-pasal yang seperti ini ya, Pak Sekjen. Pada sisi lain kita memberikan kemudahan, sederhana, tapi ditutup dengan 'sesuai perundang­undangan'. ltu pasti tidak sederhana, pasti tidak mudah. Karena kalau dikembalikan ke perundang-undangan ya harus mengikuti prosedur perbankan, harus bankable, harus ada penjaminan dan lain sebagainya. Jadi kalau memang kita akan memberikan pasal afirmatif jangan ditutup dengan 'perundangan' kalau di frame pembiayaan, karena dia akan mengacu kepada tata aturan. ltu tergantung pemerintah saja. Kalau nanti memang ada scheme kredit yang disubsidi bunga ya silakan menggunakan ini sebagai payung hukum. Karena di dalam perundang­undangan di Undang-Undang Perbankan tidak diatur tentang subsidi bunga kredit, tidak diatur. lni kita mengatur tentang kemudahan akses itu, sehingga ini bisa dijadikan payung hukum kalau nanti ada afrimatif di Undang-Undang Perbankan, maksudnya begitu, sehingga saya kira yang berkaitan dengan persoalan kemudahan akses itu jangan ditutup dengan ketentuan dan peraturan perundang­undangan, pasti ini akan kembali pada kesulitan. Saya kira itu. Kalau bisa dihapus dulu. ltu sesuai terhadap pasal sebelumnya yang berkaitan dengan masalah kemudahan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon izin, Bapak. Boleh nanti dari Kementerian Keuangan menjelaskan ya, Pak. Tetapi pada

prinsipnya kami sampaikan bahwa pasal ini di cantumkan itu sebagai suatu ikatan terhadap peraturan perundangan. Jadi nanti di OJK ada juga yang sifatnya memberikan kemudahan seperti subsidi bunga ...

ARSIP D

PR - RI

40

KETUA RAPAT:

Bukan, Pak. Kalau masalah peraturan perundangan sudah diatur di pasal sebelumnya. Di pasal sebelumnya itu penugasan yang dimaksud terhadap kelembagaan keuangan, baik itu BUMN maupun BUMD, mengikuti peraturan perundang-undangan. Tapi kita jangan menutup terhadap pasal afirmatif dengan ketentuan, itu tidak afirmatif lagi. ltu justru kita akhirnya ditutup dengan peraturan perundang-undangan yang harus bankable, harus ada penjaminan, harus tidak ada lagi. Lalu untuk apa dibuat pasal kemudahan kalau kemudian ditutup dengan kesulitan. Karena memang prosedur yang ada ini sekarang ya sesuai dengan ketentuan perundangan perbankan yang ada. Tapi kan ini tidak memberikan sebuah penekanan wajib. Tapi ada payung hukum jika sekali waktu ada seperti dulu misalkan dibangun namanya mikro mitra mina. ltu kan khusus itu, jauh dari prinsip­prinsip perbankan. ltu bahkan ada beberapa bantuan yang tidak perlu mempergunakan agunan misalkan. Kan ini kekhususan begitu, di luar ketentuan perundangan perbankan yang terjadi. Saya kira ini dijadikan payung hukum seperti di pemberdayaan dan perlindungan petani atau perlindungan dan pemberdayaan petani. Dulu ada yang namanya modal awal padanan. BPK harus menstop itu karena tidak ada payung hukum. Ketika kemudian ada Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani itu boleh karena ada payung hukumnya, ada cara-cara pembiayaan yang dilaksanakan secara mandiri oleh kementerian terkait. Begitu, Pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon izin, mungkin dari Keuangan. Silakan, Pak.

PEMERINTAH/KEMENKEU (N.ISKANDASYAH):

Mohon izin, Bapak Pimpinan. Jd pada prinsipnya kalau memang itu pembiayaan atau mungkin skema kredit

yang kita berikan untuk nelayan miskin itu menggunakan lembaga keuangan perbankan, itu memang mau tidak mau kita akan ikut aturan yang ada di OJK. Namun yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah mungkin katakanlah meringankan persyaratan atau aturan yang ada, misalkan dengan memberikan penjaminan atau mungkin katakanlah skema (suara tidak jelas) dan sebagainya. Tapi bagaimanapun juga memang itu tetap kita akan tunduk pada aturan yang ada di OJK terkait dengan lembaga keuangan, cuma pemerintah nanti bisa meringankan katakanlah aturan atau persyaratannya.

ARSIP D

PR - RI

41

KETUA RAPAT:

Ya itu dia. Artinya bahwa ini pesan moral di dalam undang-undang. Kalau di atasnya memberikan kemudahan di bawahnya ditutup 'dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan' ya tidak ada artinya pasal ini, Pak. Lebih baik ditiadakan. Sehingga menurut saya lebih baik memang dihapus saja 'sesuai ketentuan perundang-undangan', sebab di situ juga tidak wajib untuk pemerintah menyediakan bunga misalkan, subsidi bunga dan sebagainya. Tapi jika nanti ada program yang berkaitan dengan penitipan atau penurunan bunga khusus untuk nelayan ya ini payung hukumnya ada. Di Undang-Undang Perlindungan ini bisa dijadikan payung hukum untuk memberikan permodalan melalui bank nasional atau bank milik negara yang itu bisa menjadikan sesuatu yang sifatnya sederhana, mudah, bunganya rendah. Sebab payung hukumnya ada ini, Pak. Kalau merujuknya ke perbankan saya kira terikat lagi dengan peraturan-peraturan perbankan itu. saya kira itu maksudnya. Jadi kenapa ada pasal ini? lni mudah-mudahan menjadi payung hukum manakala unit khusus itu memang terwujud. Karena di pertanian sekarang juga BRI membentuk Bank Agro tetapi juga adanya di Jakarta dan Bank Agro hanya melayani untuk perkebunan, belum sampai kepada tanaman pangan. Kewajiban untuk membentuk unit khusus sampai sekarang juga belum terwujud. Semestinya Bapak ada di sini juga memberi catatan. Begitu ya, dihapus ya?

PEMERINTAH/KEMENKEU (N. ISKANDASYAH):

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Kalau kehati-hatian tidak apa-apa, itu merupakan pesan. Prinsip kehati-hatian ya harus hati-hati. Jangan mau menabrak gunung ditabraki.

PEMERINTAH/KEMENKEU (N. ISKANDASYAH):

Kalau sesuai dengan undang-undang tadi (suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Lari lagi ke situ lagi, tidak bisa.

PEMERINTAH/KEMENKEU (N. ISKANDASYAH):

(Suara tidak jelas).

ARSIP D

PR - RI

42

KETUA RAPAT:

Baik. Lanjut, Pak Sekjen.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Ya, Pak. Jadi sebetulnya ini sudah menyelesaikan Bab VI. Jadi prinsipnya di Bab VI ini adalah pendanaan pembiayaan. Semangatnya kita sama dari pemerintah maupun dari DPR. lntinya kita mencoba mencari satu terbosan hukum untuk membantu nelayan kecil. Saya kira demikian, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, kami minta pandangan fraksi-fraksi. Kalau tidak ada kita ambil keputusan.

Silakan, Pak. PDIP, cukup? Golkar, cukup? Pak Fadholi? Saya ingin mendengarkan Pak Fadholi sedikit saja lah bicara di situ. Pak Andi?

F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.):

Pak Ketua, tadi saya belum melihat yang di Kopo itu untuk pendanaan ini selain di perbankan kita juga mendorong fenomena keuangan lebih ke pembiayaan ya di sini. Ada ya? Sudah ada, Pak. Keuangan mikro ke pembiayaan ya. Tapi kemarin juga aspirasi dari PPP dan PKS juga pembiayaan syariah juga, Pak. (Suara tidak jelas) bagi hasil. ltu nelayan itu cocok sebenarnya bagi hasil. Sudah masuk tidak?

KETUA RAPAT:

Syariah sudah masuk, Pak.

F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.):

Terima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Saya ingat itu, Pak. Karena mertua saya namanya lbu Syariah. Benar itu. Pasal 65 coba dibaca dulu. Kalau kurang tepat ya nanti kita tambahkan. Pak

Nasyit, irigasi di sini?

F-PD (lr. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P.):

Cukup.

ARSIP D

PR - RI

43

KETUA RAPAT:

Cukup? Barangkali Bapak di sini mau masukkan di sini, belum ada irigasi. Saya terlalu cepat juga ini. Kalau terlalu cepat ini rekor juga nantinya. Baik, pemerintah masih ada hal lain?

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Setuju ya. Saya tanya sekali lagi, apakah Tim Perumus setuju untuk hal-hal yang bersifat rujukan terhadap pengambilan keputusan di Tim Perumus? Tentu dengan catatan-catatan tadi. Setuju ya? Pak Sekjen, setuju ya?

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT: (RAPAT: SETUJU)

Baik, lanjut.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Kita lanjutkan Bab VII. Bab VII terkait dengan pengawasan mulai dari Pasal 69. Halaman 53 Pasal 70 ... Bab VII sudah selesai, Pak. Bab VII tetap, tidak ada perubahan.

KETUA RAPAT:

Bab VII ada. Oh iya, baik. Lanjut Bab VIII.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Bab VIII halaman 53 ... Bab VII tidak ada perubahan, sesuai dengan Panja. Bab VIII Partisipasi Masyarakat, Pasal 70 usulan rumusan pemerintah:

"Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan perlindungan, pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

ARSIP D

PR - RI

44

Di sini membuka peluang CSR ini, Pak. Peluang terbuka (suara tidak jelas). Kemudian halaman 54 tetap, hanya 'pendanaan pembiayaan' kita kembalikan

kebab sebelumnya, konsistensi. Jadi masuk di dalam Bab VI. Selesai Bab VIII, Pak. Mohon izin, Pak Ketua. Sudah selesai Bab VIII.

KETUA RAPAT:

Langsung saja, sekalian saja dengan Bab IX. Atau langsung saja dengan Bab Penutup lah. Terlalu sedikit yang kita diskusikan.

Lanjut, Pak.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Bab IX Ketentuan Pidana. Pada saat Rapat Panja sebelumnya kami menangkap aspirasi dari para Anggota bahwa kita perlu membedakan antara nelayan dengan nelayan kecil, Pak. Jadi di sini perlu kita skip atau bagaimana mengenai hukuman peringanan atau pemberatan untuk nelayan umum dengan nelayan kecit.

Pasal 72 tentang satu sanksi pidana maupun denda, kami usulkan:

"(Suara tidak je/as) pencabutan izin bagi korporasi."

Jadi memang ini kita perlu memisahkan, tetapi cara menyajikannya memang agak delicate, karena sebenarnya undang-undang sifatnya berlaku untuk seluruh warga negara masyarakat Indonesia. Tapi di sini sifatnya kita memberikan ke kecil. Kadang-kadang kecil juga melakukan pelanggaran, Pak. Jadi ini catatan saja.

KETUA RAPAT:

Saya kira baca di sini saja cukup. Dari Kemenkumham ada? Bapak? Silakan, Pak. Bapak menyampaikan ini

catatan dari ... Saya kira tepat lah kalau memang Kumham yang menyampaikan.

PEMERINTAH/KEMENKUMHAM (SUHARIYONO):

Terima kasih, Bapak Pimpinan. Melalui Bapak Sekjen, saya sebetulnya sudah pensiun, Pak. Baru pensiun

dan kebetulan saya kembali ke kampus, tapi masih diangkat oleh Pak Menteri untuk tenaga ahli. Jadi saya mewakili Kementerian Hukum dan HAM.

Bapakllbu sekalian, Anggota Dewan yang terhormat,

ARSIP D

PR - RI

45

Terkait dengan pasal ketentuan pidana di Bab IX, itu pada umumnya kita harus mengacu dulu ke pasal-pasal larangan. Jadi Pasal 24 ini kami usulkan untuk ada satu ayat yang melarang memberikan bahan tambahan. Karena begini, Pasal 24 ini belum ada larangan dan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009.

Bapakllbu yang terhormat,

Namun demikian ketentuan ini sudah tentu digantungkan pada peraturan menteri yang akan dikeluarkan nanti. Jadi kelemahannya pada saat batasan maksimal itu baru akan dikeluarkan oleh menteri, maka kemudian ketentuan Pasal 24 yang kemudian ditentukan pidananya di Pasal 72, itu nanti tidak akan bisa diterapkan kalau peraturan menterinya belum ada. Jadi ini pemerintah sudah harus siap. Pada saat undang-undang ini mau diundangkan itu sebetulnya harus sudah diatur mengenai batas ambang maksimal. Jadi nanti kelemahannya kalau pemerintah tidak mengeluarkan itu, maka kemudian Pasal 72 tidak bisa digunakan. ltu satu.

Terkait dengan pemidanaan, sebetulnya ukuran pidana yang 5 tahun itu 4 tahun ke atas itu sebetulnya serious crime, jadi tindak pidana yang serius dan pada umumnya memang yang 5 tahun itu kemudian orang bisa ditahan. Ditahan itu artinya supaya tidak menghilangkan alat bukti, tidak lari, itu sebetulnya. Tapi justru pasal ancaman 5 tahun yang kemudian bisa ditahan itu sering digunakan oleh penegak hukum untuk selalu menahan. lni juga perlu dipertimbangkan. Jadi sebetulnya saya menggunakan bahan tambahan ini sebetulnya saya tidak tahu secara teknis ya apakah ini serius akibatnya atau sangat merugikan, karena di Undang-Undang Nomor 12 dikatakan untuk mengukur ancaman pidana itu kita harus mengukur akibat yang ditimbulkan oleh tindakan pidana. lni yang sangat memahami adalah pemerintah, artinya seberapa jauh akibat yang ditimbulkan itu. Kalau sangat merugikan, maka kemudian itu bisa dianggap sebagai serious crime, itu kejahatan yang serius. ltu supaya agak singkat penjelasannya, Pak.

KETUA RAP AT:

Kami kan sudah ada persetujuan juga dengan pemerintah di Undang-Undang Pangan. Jadi di Undang-Undang Pangan hampir sama ini pasalnya bahwa ada batasan terhadap ... , ada sanksi terhadap pangan yang melebihi dari ambang batas yang ditetapkan. Ambang batas di Undang-Undang Pangan itu sudah ada. Mungkin normatifnya memang di Kelautan pun sudah ada, misalkan tidak boleh pakai formalin dan sebagainya, itu kan nanti dijelaskan. Artinya bahwa mengenai bahan pangan yang melampaui ambang batas nanti akan diatur lebih lanjut oleh menteri atau sudah ada barangkali. Mungkin sudah ada juga. Pak Sekjen mungkin dijelaskan sudah ada atau tidak itu. Kalau sudah ada saya kira ini kan bisa dijadikan rujukan di dalam Undang-Undang Pangan ini bahwa inipun sudah pernah ada undang-undang yang mengatur tentang itu. Jadi saya kira sebetulnya penjelasan

ARSIP D

PR - RI

46

pemerintah saja apakah penerapan itu sudah dalam bentuk sanksi ataupun dalam bentuk peraturan menteri atau apa. ltu yang tentu kami minta penjelasan. Karena kalau perspektif hukumnya ini kan tadi dikatakan belum ada. Tapi kan undang­undang bisa saja mengatur tentang ini.

Silakan, Pak.

INTERUPSI F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.Pi., M.M.): Sebelum ke pemerintah, Pimpinan. Terima kasih, Pimpinan. Memang untuk menyusun undang-undang ini yang terkait dengan ... , apatagi

1m adalah pemberdayaan nelayan kecil, kita harus asas kehati-hatian apakah dengan menggunakan, menerapkan, memasang pasal pidana. lni kalau mengacu Pasal 24 dan 25 ini saya kira juga ... Kalau menurut saya pribadi ya ini cukup berat saya kira ini, karena ini tidak ada rambu-rambu. Kalau dalam penjelasan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 penjelasan itu tidak masuk norma. tni jadi pasal karet sekali. Pasal 24 ini harus ada ketegasan menggunakan tambahan melalui bla bla bla itu harus jelas ayat-ayatnya. Jadi bahan pemikiran bersama. Karena kalau tidak, hanya disampaikan di penjelasan, itu sekali lagi akan menjadi perdebatan (debatable) di dalam peradilan, karena ini tidak masuk norma kalau dalam penjelasan ini. Kalau perlu penjelasan itu diangkat dalam pasal-pasal di dalam batang tubuh. Sekali lagi, saya belum bisa mengambil keputusan dari fraksi kami terkait dengan pasal yang pidananya, walaupun ini sudah masuk di Tim Sinkronisasi. Tetapi ini lebih baik kita asas kehati-hatian, kita konsultasi lagi. Prinsipnya saya setuju bahwa rambu-rambu undang-undang itu adalah seperti yang disampaikan oleh pemerintah terkait dengan apa yang sangat merugikan maupun yang mengancam dari kedaulatan ummat.

Kedua, Pasal 25 ini juga sangat karet sekali ketika nanti aparat penyidik berpotensipun sudah bisa diambil pidananya. lni sangat mengkhawatirkan menurut pemahaman seorang yang tidak ahli hukum. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang berpotensi ... , yang berpotensi saja sudah sangat bias sekati. Kalau ada like and dislike, kemudian ketika seseorang yang memiliki usaha di bidang perikanan ternyata itu 'tidak suka' kemudian dilaporkan kepada Kepotisian, ini sangat berpotensi untuk dipermainkan dalam hal perkara hukum. Saya dari Fraksi PDf Perjuangan meskipun ini pada prinsipnya menyetujui, tetapi (suara tidak jelas) barangkali ini tidak mengurangi substansi, tetapi marilah kita dari pihak pemerintah maupun dari fraksi kami maupun yang lain berkonsultasi lah apakah ini terlalu memberatkan bagi pelaku usaha yang di bidang perikanan maupun pergaraman. Karena terkait di sini adalah setiap orang melakukan perbuatan yang bukan pencemaran lingkungan, ini terlalu sederhana begitu.

Kemudian yang terkait dengan setiap orang yang melakukan perbuatan, padahal di sini hanya kita batasi, kita beri rambu-rambu bahwa di bidang nelayan dan pergaraman yang berbasisnya kecil. Jadi ini pandangan dari POl Perjuangan seperti itu, Ketua.

Terima kasih, Pimpinan.

ARSIP D

PR - RI

47

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Fadholi.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Terima kasih.

Bapak Ketua dan seluruh Anggota, Pak Sekjen dan seluruh jajaran Menteri,

Menyimak pada Bab IX, satu hal yang perlu kita pikirkan adalah pertama penetapan pidana ini lebih baik terinci. Kemudian pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud ini perlu ada rumusan yang jelas.

Yang kedua, tentu ini akan diberlakukan oleh semua yang terkait, baik itu nelayan kecil maupun nelayan besar. Kalau ini tidak ada satu rincian, maka ini sangat berbahaya dan kasihan pada masyarakat-masyarakat kecil kita. lnipun nanti perlu ada ilustrasi yang jelas. Ancaman ini cukup berat 5 tahun dan paling lama ... Tetapi kan orang yang mendapat arahan zaman 5 tahun, 10 tahun, ini satu hal yang sangat berat sekali. Untuk itu karena ini semuanya juga dalam satu rumusan yang masih global perlu ada satu ketegasan satu-persatu yang dimaksud dengan pelanggaran tambahan ini yang bagaimana, kemudian yang dimaksud kemungkinan ada satu kelalaian dan sebagainya, ini kami minta untuk saya pikir perlu ada satu kajian yang lebih mendalam dan ada satu rincian. lni juga kalau tidak ada rincian ini sangat keberatan bagi kami.

Lalu yang kedua, ini pada Pasal 74. Tadi Pasal 73 dengan denda 10 tahun, ini juga perlu ada satu rincian yang jelas. Apalagi terkena masalah 1 0 tahun ini sangat berat. Kemudian juga didalam menentukan antara 10 tahun 10 miliar, kemudian ada yang 2 tahun 100 juta, ini antara denda dan ancaman ini bagaimana rumusannya? Apakah ini ada rumusan yang baku ataukah tidak? Karena di sini ada yang terkena pidananya pad a Pasal 7 4, itu dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda 100 juta. Yang 2 tahun 100 juta, ini yang 10 tahun 10 miliar. lni rumusannya dalam menentukan ratusan juta dengan miliar ini rumusannya apa? Apakah itu ada rumusan baku? Apakah itu bagaimana? Kita tidak tahu cara itu. Oleh karena itu saya minta ini perlu kajian yang lebih mendalam dan lebih terinci agar masyarakat kita itu juga bisa tahu bahwa ini adalah rambu-rambu dan rambu-rambu itu jangan sampai abu-abu. Karena hukumannya jelas tapi rambu-rambunya abu­abu, ini sangat berbahaya.

Saya pikir usulan saya semacam itu, Bapak Ketua yang baik hati, Pak Herman.

Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

ARSIP D

PR - RI

KETUA RAPAT:

ltu titipan dari jaksa agung. Terima kasih, Pak Fadholi. Kita selesaikan bersama ya. Silakan, Pak.

F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.):

Terima kasih, Pak Ketua.

48

Saya pikir sangat maju ini sudah ada ketentuan pidana, karena yang saya ikuti kemarin ... lni sudah ada pasal tentang ketentuan pidana dan saya kira inis angat bagus, karena dengan adanya ketentuan pidana ini kan membuat penegakan aturan ya, penegakan aturan untuk melindungi konsumen kita, kemudian juga para pejabat kita berhati-hati begitu kan. Kalau saya mungkin penjelasan sedikit saja nanti masalah maksirnal 5 tahun, kernudian ada rnaksimal 10 tahun, itu rnungkin penjelasan saja. Tapi pada dasarnya kami sepakat dengan ini, Pak. Tinggal nanti didetailkan di peraturan pernerintah dan juga di peraturan rnenteri begitu ya. ltu yang pertarna.

Kemudian yang kedua, ini di Pasal 73 apakah tidak sebaiknya ditambahkan? lni kan kalau kita lihat di sini 'setiap orang yang melakukan perbuatan'. Apakah tidak ditambahkan 'setiap pelaku usaha atau orang yang melakukan perbuatan pencemaran lingkungan' begitu? Karena yang melakukan pencemaran lingkungan kan bukan hanya orang, tapi korporasi, pelaku usaha. Apakah tidak sebaiknya dimasukkan di sini? Yang banyak rnerusak lingkungan sebenarnya kan perusahaan sebenarnya, bukan perorangan. lni rnungkin perlu dikaji dari Kernkurnharn ya Pasal 73 ini. Kalau saya ingin ditarnbahkan supaya korporasi atau pelaku usaha yang melakukan pencernaran lingkungan, Pak Ketua.

Yang lainnya saya kira pertimbangan ternan-ternan tadi dari PDIP dan Nasdern saya kira mengingatkan kehati-hatian, jangan sampai kita memidana pelaku usaha atau masyarakat kita yang kecil. T a pi saya kira semangatnya saya sepakat bahwa mernang harus ada ketentuan pidana supaya ini semuanya bisa mengikuti aturan yang ada begitu.

Begitu, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Mernang pernbicaraan awal kita sebetulnya pertama adalah idealnya Undang­Undang Perlindungan Pernberdayaan itu tidak ada ketentuan pidana. Tetapi kan ada hal-hal yang perlu dilarang, konsekuensinya harus ada pidana. Tetapi saya juga ingin mengingatkan kepada kita semua, saya sempat berdebat dulu di Undang­Undang (suara tidak jelas). Jadi di Paripurna saya di (suara tidak jelas) oleh dua orang ahli hukum: yang satu Pak Azis Syamsuddin, yang kedua yang dari Padang itu siapa ya? Pak Nudirman Munir dari Golkar. Berat sekali itu, mengenai persoalan

ARSIP D

PR - RI

49

Bab Ketentuan Pidana. Pada akhirnya harus voting dan itu mengingatkan kepada kita semua sebetulnya, di dalam yang pasal-pasalnya itu afirmatif, meskipun di situ ada pasal sanksi pidana, diharapkan tidak lebih dari 4 tahun supaya meskipun memang terindikasi melakukan pidana tidak harus ditahan, pertama. Yang kedua, tentu sanksinya pun kalau di bawah 4 tahun tadi, kalau di atas 4 tahun kan itu merupakan tindakan pidana serius, sehingga menurut saya coba untuk sanksi ini kita rumuskan lagi lah dengan seksama. Tadi ada saran bahwa ada pengecualian juga bagi para nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, petambak garam kecil ada pengecualian. Bisa tidak itu pengecualian?

PEMERINTAH :

Dalam hukum sama, Pak.

KETUA RAPAT:

Saya bertanya justru ini. Saya mau bertanya. Justru ini adalah sebuah pertanyaan yang harus dijawab, bisa tidak, begitu kan. Benar tidak? Yang bisa menjawab bukan doktorandes, bukan insinyur, ini harus ahli hukum. Saya meskipun dijawab oleh Pak (suara tidak jelas) saya tidak percaya, (suara tidak jelas), bukan ahli hukum. Jadi terkecuali yang menjawabnya ahli hukum saya percaya. Ahli hukum pun pendapatnya berbeda-beda. Kalau ada 10 ahli hukum pendapatnya itu 100, bukan Jagi 10. Saya pernah dulu ahli hukum, termasuk Pak Prof. Romli Atmasasmita, itu juga kita undang, pendapatnya juga berbeda-beda dengan yang lain. Bahkan secara subyektif memiliki pandangan yang berbeda. Sehingga kalau disetujui pertama ada batasan apakah boleh tidak ada kekhususan untuk nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, petambak garam kecil mendapatkan keringanan dari segala pasal ini. Rasa-rasanya di Undang-Undang Perlindungan Petani ada pasal itu ya. Tolong nanti kalau ada disandingkan.

Yang kedua, pasal terhadap hal yang sifatnya itu kemungkinan besar akan terjadi kepada mereka itu jangan lebih dari 4 tahun supaya ketika kemudian dikenakan sanksi maksimum 4 tahun tidak boleh dipenjara atau tidak perlu dipenjara, kecuali kalau berindikasi lain. Jangan percaya saya, karena saya bukan ahli hukum. Cuma ini mengingatkan kepada kita semua.

Yang ketiga, untuk yang bahan tamabahn saya kira itu sudah ada di Undang­Undang Pangan, sehingga menurut saya disamakan saja. Jangan sampai nanti ada perbedaan hukum, perbedaan tafsir dan orang akan mengambil sesuatu yang Jebih ringan. Untuk iyu kalau disetujui tentang ketentuan pidana nanti kita bahas di Panja ya. Silakan fraksi-fraksi kalau punya usulan diusulkan ke tim dapur.

Silakan, Pak.

PEMERINTAH/KEMENKUMHAM (SUHARIYONO):

Terima kasih, Pak Pimpinan.

ARSIP D

PR - RI

50

Terkait dengan pengecualian, sebetulnya kita juga sudah punya Undang­Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dulu Pengadilan Anak. Di sana dikecualikan dalam hal perbuatan itu dilakukan oleh anak, maka pidananya itu hanya separuh. Apakah ini bisa disamakan apabila dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal yang di atas itu dilakukan oleh petani, nelayan kecil dan sebagainya itu maka pidananya itu misalnya separuh dari pidana yang diancamkan oleh (suara tidak jelas). lni mengacu ke Undang-Undang Peradilan Anak. Kalau bisa seperti itu pengecualian itu sudah kita a nut di dalam ... , terutama untuk anak.

Kemudian satu lagi, Pak. Mohon kiranya kata 'dan' itu, kata 'dan' itu kan kumulatif. Artinya itu pemberatan, Pak. Jadi sebaiknya itu pakai 'atau', karena KUHP itu tidak mengenal kumulatif. Yang ada itu alternatif, karena hakim itu bisa memilih. lni bukan pelakunya yang memilih, tapi hakimnya memilih mau dipidana penjara atau hanya didenda saja. ltu kan pilihan-pilihan dan itu maksimum, Pak. Maksimum itu artinya memberi keleluasaan kepada hakim untuk menentukan kalau ini petani­nelayan kecil ya mungkin dendanya tidak perlu 10 miliar, tapi misalnya 1 miliar. Jadi batas maksimum ini sebenarnya diberi kelonggaran-kelonggaran bagi hakim untuk menentukan pidananya. Kalau 'dan/atau' itu nanti timbul disparitas, disparitas antara pengadilan yang satu dengan pengadilan yang lain, jaksa yang satu, hakim yang satu dengan hakim yang lain. Lebih baik 'atau', Pak. Karena di undang-undang yang lain tadi yang ditayangkan itu tadi pakai 'atau'.

ltu saja, Pak. Cukup. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kalau ini Sarjan Hukum, Pak. Percaya saya. Wong saya saja bicara tidak percaya omongan saya. Saya bukan ahli hukum, saya selalu begitu.

Oke, dirumuskan sesuai dengan saran-saran ahli hukum. Ada pandangan pemerintah? Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mengenai korporasi juga sudah kami rumuskan dan sudah ada di pasal terakhir. Tapi di catatan ini, karena menyusul tadi malam.

KETUA RAPAT:

Saya kira begini, supaya ini rapi, kita putuskan saja serahkan kepada tim untuk merumuskan ulang, termasuk penempatan-penempatan dan tadi usulan mengenai ada ketentuan pidana yang afirmatif begitu ya, bahwa bisa mereduksi terhadap maksimal, baik itu hukuman pidana maupun denda. Apakah disetujui? Kalau disetujui saya kira kita rujuk saja, nanti kita bahas di Panja.

Silakan, Pemerintah.

ARSIP D

PR - RI

51

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon izin, Bapak Ketua. Jadi yang pertama adalah bahwa kami setuju kalau ini dirumuskan kembali. Kemudian yang kedua, praktek-praktek di dalam perdagangan, di dalam

usaha perikanan ini semakin lama semakin maju, semakin canggih, termasuk pelanggarannya. Jadi kami ambil contoh bahwa misalkan kita menangkap kapal Malaysia, itu ABK-nya seluruhnya itu orang Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran biasanya tidak dilakukan lagi oleh korporasi, tetapi meminta nelayan kecil melakukan atas nama korporasi. Hal-hal semacam ini mohon izin perlu kita cermati supaya yang terkena jangan nelayan kecilnya, tapi korporasinya. lni juga sebetulnya banyak terjadi, Pak. Mohon izin, nanti kalau diizinkan kami sama-sama merumuskan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik. Silakan, Pak. Bapak mau pindah? Oh iya, saya kira mau memberikan pendapat, Pak.

Baik, saya kira kalau disetujui untuk Bab VIII dan Bab IX disetujui ya.

(RAPAT: SETUJU)

Ya, Bab VIII dan Bab IX disetujui. Bab X ini dirumuskan ulang. Mohon kalau ada ahli-ahli hukum... Silakan.

Kenapa? Yang disetujui Bab VIII, kemudian Bab IX dirumuskan ulang, kemudian Bab X saya kira ini kita setujui, hanya redaksional saja, disetujui. Kemudian satu lagi untuk penjelasan nanti kita bacakan di Rapat Panja dan mohon disempurnakan, termasuk rujukan tadi yang muncul untuk penjelasan-penjelasan, termasuk rumusan terhadap pasal-pasal yang berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Jadi mohon ini tugasnya cukup berat dan Rapat Panja direncakan akan berlangsung dari tanggal 29 sampai tanggal 2, karena tanggal 3 kita akan rapat pengambilan keputusan tingkat I di Rapat Kerja bersama menteri-menteri terkait, karena ada 4 (empat) kementerian. Mohon dari Menkumham, Pak Suhariyono, mohon nanti dibantu merumuskan mengenai ketentuan pidana. Jika mana mungkin dari Biro Hukum bisa dilibatkan meng-compare juga terhadap undang-undang sebelumnya supaya juga ini tidak dijadikan rujukan menjadi hukuman yang lebih ringan. Jadi kalau nanti diatur di Undang-Undang Pangan hukumannya 7 tahun tiba­tiba di sini menjadi 4 tahun dijadikan rujukan. Lebih baik nanti kita tempatkan saja pasal yang tadi, meringankan, misalkan maksimum separuh dari ketentuan­ketentuan yang diatur di pasal-pasal sebelumnya. Begitu ya.

Saya kira kalau disetujui kita sudah menyelesaikan Rapat Tim Perumus dan besok Rapat Tim Sinkronisasi kita serahkan saja antara tim DPR dan tim pemerintah untuk mensinkronisasi berbagai pasal, ayat dan jika ada pasal-pasal yang ... , saya

ARSIP D

PR - RI

52

kira ini mohon nanti sinkronisasi. Kemudian kita akan ambil keputusan di Panja tanggal 29 sampai tanggal 2 supaya tanggal 3 kita mengambil keputusan tingkat I di Rapat Kerja tentu sudah mendekati kesempurnaan. Kecuali pasal yang 'berkewajiban' dan 'dapat' itu masih dua pilihan yang berkaitan dengan masalah subsidi. Saya supaya tidak lupa. Mohon disempurnakan terhadap rancangan penjelasan agar ini nanti dibacakan pada waktu Rapat Panja, saya kira memenuhi terhadap berbagai usulan yang tadi menjadi catatan penting Rapat Tim Perumus hari ini.

Kalau masih ada yang lain. Silakan diserahkan, Pak Andi. Baik. Silakan pemerintah sebelum mengakhiri Rapat Tim Perumus. Jadi

Rapat Tim Perumus sudah selesai. Bsk masuk Tim Slnkronisasi. Kami serahkan saja di... Rapat Sinkronisasi hanya mensinkronisasi terhadap pasal dan ayat. Nanti kita bacakan pengambilan keputusanya di Panja.

Silakan, Pak.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon izin, Pak. Sebelum ditutup. Jadi tadi ada Bab X mengenai Ketentuan Penutup. Kami mohon arahan juga

mung kin masukan dari Kumham yaitu di usulan tambahan rumusan pasal baru DPR yaitu di halaman 56 Pasal 76A. Di sini disebutkan:

"Semua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam berdasarkan undang-undang ini harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku."

Kami mengusulkan ... , sebenarnya ini semestinya semuanya undang-undang demikian, Pak. Jadi tidak perlu dicantumkan seperti ini. ltupun memang kita semua harus segala sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang memang harus gugur dengan sendirinya. Jadi kami mohon arahan apakah ini sebetulnya tidak redundant dari aturan perundangan yang berlaku. Begitu, Pak.

KETUA RAPAT:

Sebetulnya pasal ini pasal usulan dari akademisi. Di Unhas kami juga mendapatkan usulan pasal ini. Tadinya kami berpikir apakah ada di batang tubuh ... Tapi terserah nanti akan di mana ini, disinkronisasikan nanti. Karena apa? Jujur saja, ini ada muncul gagasan pasal ini adalah dari kebijakan-kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, misalkan yang tiba-tiba menghapuskan kapal eks-asing, tidak boleh, kemudian cantrang dan (suara tidak jelas) yang semuanya tidak boleh. Kan semestinya ada hal-hal yang itu sebetulnya diatur, ada zona tangkap, zona yang memang tidak boleh pakai alat ini. Sebetulnya masih banyak cara. Ada masukan bahwa dengan diundang-undangkan ini supaya ada pengambil kebijakan tidak ... , kalau semena-mena terlalu kasar barangkali ya, tidak serta-merta

ARSIP D

PR - RI

53

menerapkan sebuah kebijakan yang kemudian membuat rakyat itu agak terhambat pendapatannya, agak menurun kesejahteraannya, sebetulnya itu. Cuma kita juga ingin halus supaya tidak serta-merta juga pasal ini kemudian seolah-olah (suara tidak jelas) terhadap kebijakan yang dianggap oleh rakyat itu tidak baik. Karena Mahkamah Konstitusipun mengamanahkan setiap pasal di dalam undang-undang yang penting jangan bertentangan dengan hak rakyat, begitu saja. Kalau bertentangan dengan hak rakyat sudah pasti itu akan digugurkan oleh Mahkamah Konstitusi. Saya kira nanti coba dirumuskan saja. Yang pasti bahwa ini mengakomodir terhadap berbagai masukan dari perguruan tinggi supaya ada rei. Contoh di Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan itu diatur bahwa sapi bakalan yang masuk ke dalam negeri itu harus diusahakan dulu minimalnya 3 tahun. Menteri tiba-tiba mengeluarkan aturan, peraturan menteri yang boleh memasukkan sapi potong. Untung saja Bulog waktu itu, sehingga baru 50.000 ekor yang diberikan izin baru masuk 7.000 kami ingatkan di dalam undang-undang tidak boleh sapi potong kemudian masuk dan langsung disembelih. lni harus dibesarkan dulu. Sapi bakalan boleh, silakan. Sehingga pada waktu itu menteri Jangsung mencabut peraturan menteri itu karena memang bertentangan dengan peraturan itu. Artinya ini ada yang mengingatkan supaya pengambil kebijakan ... Ada kemajuan sebetulnya, supaya pengambil kebijakan di tingkat operasional juga tidak serta-merta mengeluarkan aturan yang itu sangat memberatkan terhadap rakyat. Apalagi berkenaan dengan undang-undang ini.

ltu, Pak Sekjen. Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Mohon izin. Kalau boleh kita nanti merumuskan dengan kawan-kawan.

KETUA RAPAT:

Saya kira dirumuskan lah begitu ya. Mungkin sekali waktu menterinya nanti Pak Andi Akmal, artinya bisa menjadi gagasan atau siapa tahu diganti oleh Pak Rahmad, kan luar biasa.

INTERUPSI F-PDIP (RAHMAD HANDOYO, S.Pi., M.M.):

Pimpinan, hak pemerintah 50% untuk menolak dan menerima. Silakan merumuskan yang terbaik. Karena saya partai pemerintah.

Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

54

KETUA RAPAT:

Ujungnya itu luar biasa. Silakan saja. Makanya kita berikan keleluasaan untuk bisa merumuskan yang terbaik. Saya tidak punya kepentingan secara pribadi. Makanya undang-undang ini Jebih cepat.

Terima kasih. Sekali lagi mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan. Sebagai kata akhir

kami persilakan Pak Sekjen mengakhiri Rapat Tim Perumus sekaligus Rapat Timsin saja, karena nanti akan dilanjutkan oleh tim dapur.

Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik. Terima kasih, Bapak Ketua.

Bapak Anggota Komisi IV DPR yang terhormat,

Jadi luar biasa, Pak. Kami menyampaikan terima kasih atas dukungan dari Komisi IV dan Tim Perumus, karena ini lancar sekali dan kita berharap segera undang-undang ini bisa kita wujudkan sebagai bagian dari perlindungan terhadap nelayan.

Terima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, dari Anggota cukup? Dari Gerindra, partai oposisi, cukup? Karena tadi disebut ada fraksi partai pemerintah, jadi saya juga beri kesempatan ...

Kami ucapkan terima kasih atas atensi dan partisipasi yang begitu baik dan tentu bukan persoalan kecepatan, tapi persoalan kecermatan pun saya kira kita sudah mencoba. Sebelum rapat juga kita rapat dulu dan ini 3-4 hari juga Tim Perumus sebelum merumuskan di sini juga bekerja dengan baik. Terima kasih. Untuk mengakhiri Rapat Tim Perumus terima kasih kepada tim pemerintah dan tim DPR yang sudah mempersiapkan bahan dengan baik dan mohon dalam 2 hari ini segera dilakukan sinkronisasi dan perumusan terhadap pasal-pasal yang belum selesai, terhadap hal yang belm selesai, termasuk penjelasannya yang nanti kita akan putuskan di dalam Rapat Panja sebagai usulan terhadap pasal-pasal yang didelegasikan oleh Rapat Kerja kepada Panja untuk dibahas di dalam rapat-rapat.

Terima kasih, mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan. Kami haturkan terima kasih sekali lagi, mohon memantau. Pak Sekjen dan seluruh Eselon I mohon memantau kerja tim, tidak lepas juga dan saya juga selalu memantau. Terima kasih sekali lagi.

Dengan demikian rapat saya nyatakan ditutup.

ARSIP D

PR - RI

Wabi/laahit Taufiq Waf Hidayah, Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 17.05 WIB)

An. Ketua Rapat, Sekretaris Rapat

Drs. Budi Kuntarvo NIP.196301221991031001

55

ARSIP D

PR - RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH PANJA RUU PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA

IKAN DAN PETAMBAK GARAM

Tahun Sidang Mas a Persidangan Rapat ke-

Jenis Rapat

Hari, Tanggal

Waktu

Tempat

2015-2016

Ill

Rapat Panja

Senin, 29 Februari 2016

13.00WIB

Hotel Horison Bekasi Jl. KH. Noer Alie, Bekasi Jawa Barat.

lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI

Drs. Budi Kuntaryo

1

Ketua Rapat

Sekretaris Rapat Acara Pembahasan RUU Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan,

Pembudidayaan lkan, dan Petambak Garam Hadir 12 dari 18 Anggota Panja.

Mitra Kerja Pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM)

ANGGOTA KOMISI IV OPR-RI :

1. lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si. 2. DRS. H. IBNU MUL TAZAM 3. ONO SURONO, S.T. 4. lr. EFFENDI SIANIPAR 5. RAHMAD HANDOYO, S.Pi, MM 6. ICHSAN FIRDAUS 7. LUTHER KOMBONG 8. lr. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P. 9. HAERUDDIN, S. Ag., M.H. 10. DANIEL JOHAN 11. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, SP, MM 12.Drs. FADHOLI

ARSIP D

PR - RI

ANGGOTA YANG IJIN : 1. EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A 2. SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E. 3. VIVA YOGA MAULADI, M.Si 4. AA. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA 5. DRS. H. ZAINUT TAUHID SAADI, M.Si 6 .. SAMSUDIN SIREGAR, SH

2

ARSIP D

PR - RI

3

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT/F-PD (lr. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI):

Sudah hadir enam fraksi, Demokrat, Gerindra, PDI Perjuangan, PPP. Pak Zainut Tauhid, Pak Sekjen Pak Zainut Tauhid. Saya ingat Pak Zainut duduk ditempat yang sama membahas Undang-undang Perlindungan Pemberdayaan Petani disini juga, terakhir juga disini dibahas Undang-undang Perlindungan Pemberdayaan Petani.

Pertama sebelum saya buka, hari ini menghadirkan tiga narasumber karena ini sebagai bagian penting didalam penyelesaian dan ini sudah disampaikan dimasing-masing perguruan tinggi pada waktu kami melaksanakan fokus grup dikusi bahwa akan menghadirkan para pakar nanti sesuai dengan perguruan tingginya, apalagi IPB belum sempat diundang atau belum sempat kami datang ke IPB, jadi awal dulu, dulu sekali, yang terakhir belum, supaya nanti begitu disahkan semua tanggung jawab IPB ada dipundaknya Proffesor Doktor Arif Satria.

Kemudian ada Pak Maftuh dari Universitas Brawijaya. Saya kira beliau kenai baik sama Pak I Made Urip karena lama dulu menjadi penasehat di Komisi IV dulu. Empat periode menjadi penasehat, semenjak saya masuk saya pergi ke kampus saja balik lagi pak saya bilang begitu.

Kemudian dari Universitas Makasar Pak Doktor Budiawan, beliau menggantikan sebetulnya kami dulu kami janji pak ya pada waktu di Makasar bahwa kami akan mengundang kembali untuk didalam penyelesaian Undang­undangini.

Tentu tidak seluruhnya dan saya kira mohon yang penting-penting. Bapak­bapak bolehlah ikut sambil menelusuri, mungkin sampai sore ini boleh ikut dan kalau ada hal-hal yang penting mohon berikan masukan dan tentu ini juga untuk melengkapi dan menyempurnakan apa yang sudah dibahas. Kami sudah membahas dalam beberapa konsinyering, juga sudah melewati dari tim kecil yaitu tim perumus dan tim sinkronisasi, sekarang sudah masuk ke Panja. Dijadwalkan sampai hari Rabu tetapi besok kemarin saya mendapatkan informasi dari Ketua DPR , besok pagi ada Rapat Paripurna dan kami siang ada rapat harmonisasi dan pembulatan untuk Rancangan Undang-undang Karantina sehingga kalaupun nanti malam bisa separuhnya atau bisa sepenuhnya mungkin kita lanjut besok agak sorelah gitu ya sampai hari Rabu dan hari Kamis mohon fraksi-fraksi kalau ini bisa dituntaskan diruangan ini sampai hari Rabu, hari Kamis kita ambil keputusan tingkat I di Komisi didalam Rapat Kerja dengan pemerintah yang akan dipimpin oleh Menteri Kelautan Perikanan dipihak pemerintah tentunya.

Kemudian kami sudah berdiskusi di Pimpinan dan Pimpinan DPR , kita akan mengambil keputusan di Paripurna ditingkat II itu dijadwalkan kemungkinan di tanggal 11 atau tanggal 12. Karena Reses ada mundur yang semestinya tanggal 11 sudah Reses, diundur tanggal 19 baru Reses sehingga kemungkinan tanggal 13 atau 14 lah begitu untuk pengambilan keputusan di Paripurna. Mudah-mudahan ini juga tonggak sejarah bagi kita semua.

Kalau disetujui saya kira sambi jalan kita buka Rapat Panja ini dan tentu seperti biasa ada beberapa perubahan yang ini harus diputuskan di Panja dan saya minta juga pandangan PDIP Perjuangan karena ada satu pasal yang masih menggantung. Sebetulnya seluruh fraksi-fraksi sudah setuju cuma POl Perjuangan yang masih belum menyetujui, tentu nanti sambil jalan Pak Made Urip. Pasal berapa ya yang berkaitan dengan subsidi? Pemerintah dengan sembilan fraksi

ARSIP D

PR - RI

4

sebetulnya sudah menyetuju pakai kata dapat, cuma sebetulnya kami juga menyetujui karena menghargai pemerintah Pak Made, tapi karena Pak Ono waktu itu masih ngotot jadi ya sudahlah kita pending dulu sampai nanti ada kebersamaan untuk memutuskan supaya kompak.

Jika disetujui kami mohon persetujuan untuk dimulai dan untuk mengawali Panja ini kami persilakan nanti dari Pak Arif , Pak Maftuh dan Pak Budiawan untuk menyampaikan buah pikirannya berkaitan dengan draft terakhir ini kemudian singkat-singkat saja langsung kepada pasal-pasal. Kalau ada yang perlu ditambahkan supaya nanti menjadi catatan kami di Rapat Panja dan itu bisa dibahas kemudian dapat atau tidak dapat disetujui.

Dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim Rapat Panja ini saya nyatakan dibuka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 13.52 WIB)

Silakan Pak Arif, Pak Maftuh dan Pak Budiawan untuk menyampaikan kemudian nanti kita catat sesuai dengan usulan dan masukannya. Silakan.

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Baik terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan Komisi, para Pejabat Eselon I , Anggota Dewan, Saudara sekalian yang saya hormati.

Terima kasih atas undangan pada siang hari ini untuk memberikan masukan terkait dengan Undang-undang RUU Perlindungan Nelayan. Nah saya setelah membaca draft dari RUU ini, memang ini sebuah draft yang luar biasa menurut saya, ini sebuah kemajuan yang sangat signifikan terkait dengan komitmen kita untuk melindungi nelayan. Namun ijinkan kami memberikan beberapa masukan yang sifatnya sebenarnya tidak mayor ya terkait dengan draft yang ada.

Mas bisa langsung ke slide 27 saja mas. Sebenarnya ini ada beberapa angka-angka terbaru yang hasil riset kami dengan BPS tapi saya kira tidak perlu, saya akan fokus kepada scoping saja.

Jadi kalau lihat bahwa perlindungan nelayan yang dipentingkan pada era sekarang ini adalah dua aspek ya, pertama adalah aspek kehidupan dan kedua adalah aspek usaha. Nah nampaknya memang aspek usaha ini dominan dan kalau kita memang sudah bisa menjamin bahwa aspek kehidupan sudah dilindungi diperangkat Undang-undang ya lain barangkali tidak diperlukan. Artinya ini tarkait dengan soal akses pangan memang nelayan berdasarkan data kami terbaru mamang sangat rawan pangan, kamudian juga pandidikan anak, kasahatan sarta perumahan.

Kemudian yang kedua adalah aspek usaha, aspek usaha inilah yang dominan pada RUU ini. Jadi kalau memang kita sepakat bahwa aspak usahalah yang akan ditakankan diaspak parlindungan ini saya kira tidak akan masalah.

Nah ini adalah aspek-aspak panting yang parlu dilindugi kalau barangkat dari pengalaman kami memahami masyakat nelayan dan pambudidaya ikan maka ini adalah wilayah-wilayah yang panting untuk diparhatikan. Kalau dari sisi kita

ARSIP D

PR - RI

5

buat matriks seperti ini maka nelayan pemilik memang perlu dilindungi dari beberapa aspek kemudian line buruh berapa aspek, pembudidaya berapa aspek dan untuk pembudidaya ikan status buruh berapa aspek.

Nah disini kalau saya membaca dari scoping ini (ruang lingkup) perlindungan ini yang belum begitu menonjol bahkan belum terlihat adalah yang terakhir pak , jadi management right . ... management right saat ini memang sebenarnya trend didunia ini sudah merupakan komitmen internasional diberbagai forum baik scientific maupun FAO, ... evolusi kewenangan kepada masyakat ini sangat penting. Kemudian pengelolaan sumber daya dan kita secara de facto juga sebenarnya sudah sangat banyak sistem-sistem tradisional yang mengelola sumber daya. Nah kalau kita lihat di RUU ini memang aspek hak kelola sumber daya ikan (hak ulayat) ini memang relatif masih belum. lni saya kira penting memberikan subsidi dan bantuan perlindungan kepada nelayan kecil karena yang kita berikan adalah justice dan bukan equality.

Saya langsung masuk kepada pasal-pasal. Yang pertama adalah pasal tujuan dan kemudian implikasi sangat banyak kepada pasal-pasal yang lain. lni aspek yang belum dibahas , sama sekali belum disentuh adalah kelembagaan pengelola sumber daya ikan. Jadi ketika kita berbicara tentang kelembagaan memang konotasinya adalah kelembagaan dari aspek usaha, kemitraan dan seterusnya, komisi dan seterusnya. Tetapi dalam konteks pengelolaan sumber daya menurut saya ini kelembagaan yang penting. Jadi kelembagaan sangat dimensi­dimensi ekonomi, tapi kelembagaan dalam konteks dimensi ekologi ini yang saya lihat belum begitu kelihatan.

Kemudian ini implikasinya pak. lmplikasinya adalah begitu kita ingin menyebutkan salah satu tujuan adalah memperkuat kelembagaan pengelolaan sumber daya ikan oleh masyakat dan sekarang ini sudah nyata. Di Bali ada ... saya rasa sangat kuat sekali dan kemudian di Lombok , di Papua, di Sulawesi Utara, di Ambon dan berbagai hak ulayat nelayan ini jenis perlindungannya seperti apa? lni yang saya tidak lihat di Undang-undang ini. Oleh karena itu hasil diskusi kami dengan beberapa pakar di beberapa ... hampir semua menyampaikan urgensi perlindungan terhadap hak pengelolaan sumber daya.

Jadi yang saya melihat dan sudah sangat bagus disni adalah memberikan jaminan akses kepada wilayah tangkap (di tata ruang) yaitu di Pasal 25, menurut saya itu sebuah langkah yang penting sekali dan bagus. Tapi kita tidak hanya sekedar jaminan wilayah tangkap untuk menangkap tapi bagaimana memberikan hak karena secara de facto saat ini sudah ada, tinggal kita bagaimana memberikan perlindungan kepada mereka untuk management right-nya.

Kemudian yang ketiga adalah bagian Pasal 18 sarana dan prasarana, di Pasal 12 juga disebutkan betapa pentingnya kita nelayan untuk mendapatkan akses informasi dan teknologi apalagi sekarang pola penyuluhan yang dikembangkan oleh KKP dan trend kedepan adalah cyber extension sehingga kita tidak bicara hanya soal listrik dan air bersih tapi kita juga bicara soal jaringan telekomunikasi. Karena tanpa ada jaringan telekomunikasi maka pasal-pasal lain yang berusaha untuk memberikan akses kepada nelayan terhadap teknologi, informasi cuaca, informasi harga dan sebagainya itu nggak ada artinya apa-apa kecuali hanya di Jawa. Tapi ... remote area ini justru kalau ini ada maka Presiden harus ditagih komitmennya untuk bisa (kalau ini wajib) disediakan oleh pemerintah maka Presiden akan bisa mengalokasikan dana yang cukup untuk bisa menyiapkan jaringan telekomunikasi yang kemudian bisa menjadi instrumen penting untuk mengakses teknologi informasi dan sebagainya.

ARSIP D

PR - RI

6

Kemudian pola bagi hasil menurut saya sudah bagus ya, jadi pola bagi hasil karena ada pasal yang menjelaskan tentang adanya perjanjian tertulis dan kemudian pemerintah daerah mendampingi. Saya kira sudah oke, karena saya pikir saya tidak menemukan kata pola bagi hasil tetapi setelah saya teliti ternyata baru ada.

Kemudian yang terakhir adalah perlindungan wilayah tangkap dan budidaya. Jadi ada kata-kata hak akses ini yang menurut saya ada istilah yang secara akademis agak problem sedikit. Jadi hak akses atau access right itu (maaf saya bukan mengkuliahi) , sebenarnya istilah akses itu kan baik di ini oleh Ostrom ya, Ostrom itu peraih Nobel tahun 2009. Jadi kalau kita lihat status kepemilikan sumber daya itu adalah pertama access right , access right itu artinya hanya melintas. Orang lewat laut, lewat sungai, lewat hutan itu access right tapi kalau dia nangkap ikan namanya withdrawal right, kalau dia itu sampai bisa membuat aturan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh maka punya management right, kalau dia boleh melarang orang Jain masuk dalam wilayah tangkap mereka adalah execution right, dan kalau mereka bisa menjual semua ... right. ltulah istilah owner (pemilik) itu adalah kalau orang bisa sampai menjual, menyalurkan dan seterusnya.

Nah saya melihat perundang-undangan di Indonesia kebanyakan baru sampai pada outright user statusnya itu. Jadi kalau nelayan hanya punya access right maka dia ... , kalau dia boleh menangkap jaminan ini hanya outright user. Saya melihat di Undang-undang Pokok Agraria yang memberikan hak penangkapan ikan dan pemeliharaan ikan itu pada level outright user , padahal sekarang persoalan yang kita hadapi dan solusi yang diberolehkan adalah membuat status bukan outright user tapi minimal status nelayan sebagai ... , sebagai .. . berarti dia punya management right (hak kelola) tadi.

Oleh karena itu saya mengusulkan agar hak kelola ini diakui dan secara de facto sudah banyak, kalau ini diakui ini maka akan menjadi sebuah kekuatan sendiri dan apalagi program pemerintah sudah banyak mengembangkan daerah perlindungan laut berbasis masyakat dan seterusna itu bisa semakin kuat lagi.

Nah kalau kita hanya menyampaikan hak akses maka sangat minor sekali, dia boleh lewat saja, tidak boleh mengambil, tidak boleh ngapa-ngapain. Jadi saya menyarankan tidak perlu kata access right (hak akses) tapi hanya akses saja, karena kalau akses ada teori juga. Theory of access dari Peluso, definisinya adalah ability to derive benefits from things, jadi kemampuan kita untuk mengambil manfaat dari sesuatu yaitu akses. Nah oleh karena itu tapi kalau hak akses ini istilah dari Ostrom yang artinya sangat kecil sekali hanya boleh lewat saja. Sehingga saya mengusulkan kata-kata ini dalam konteks Pasal 25 adalah haknya dihapus, aksesnya saja.

Saya kira itu pak dari saya, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik terima kasih Pak Arif Satria. Saya kira ini bagus dan memberikan wawasan kepada kita semua, belum

dapat disimpulkan. Kami persilakan kepada Pak Dr. Muhamad Maftuh.

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA: Baik Pimpinan, terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

7

Bapak Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati. Bapak-bapak dari Kementerian Kelautan Perikanan yang kami hormati dan segenap hadirin yang kami muliakan.

Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama kali kami sampaikan ucapan terima kasih setinggi-tingginya atas penghargaan ini. Yang pertama bahwa ada satu perkembangan yang luar biasa dibahas di Komisi IV, dan kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ini saya kira satu perkembangan yang luar biasa terkait dengan Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan ini.

Dan hasil diskusi kami di kampus di Universitas Brawijaya memberikan apresiasi dan beberapa sa at yang lalu ... juga saya hitung ada sekitar 20 item point penting yang sudah disampaikan kepada Komisi IV DPR Rl dan alhamdulillah setelah pencermatan kami yang terakhir dan hasil diskusi kami dengan beberapa tim dan ini semuanya sudah sebagian besar di wadahi. Namun ada beberapa hal yang juga ingin kami sampaikan dalam kesempatan ini.

Yang paling awal saya kira Pimpinan ijinkan kami menyampaikan yang paling awal itu adalah adanya perubahan atau adanya penambahan tentang dimasukkannya bab Poklahsar kedalam satu draft ini yang bagi teman-teman sangat mengejutkan. Namun demikian bahwa ruh dari pemberdayaan bahwa tiga aspek ada kelompok nelayan, ada kelompok Poklahsar dan kemudian ada kelompok dagang dan satu lagi adalah kelompok petambak garam atau pugar. ltu memang selama ini sudah menjadi satu dalam pembinaan yang diatur oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, hanya saja saya kira ruh dari Undang­undang ini sepertinya adalah perlindungan terhadap produksi.

Kami bukan semata-mata tidak setuju tetapi sepertinya ada klausul statement yang nanti akan menjadi diskriminasi terhadap pihak yang lain , salah satu diantaranya statement yang kami angkat pada pasal tersebut adalah keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengelolaan pemasar. Di pihak lain ketika yang namanya pengelolaan dan pemasar adalah bukan merupakan keluarga dari nelayan dan pembudidaya ikan nampaknya tidak termasuk dalam perlindungan dan pemberdayaan yang ada didalam Undang­undangini.

Sehingga saya kira (bukan kami tidak sepakat dari teman-teman Brawijaya), tetapi nampaknya mencantolkan atau mengkaitkan ini yang kurang pas ketika hanya menyebut keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan Poklahsar. Nah bisa jadi klausulnya adalah (maaf), mungkin atau tidak ini saya kira ranahnya nanti adalah di Bapak-bapak Pimpinan dan Anggota Komisi IV mencantolkannya adalah pada klausul judul Undang-undang. Kalau tidak dimungkinkan itu saya kira nanti mungkin ada bisa dimasukkan kedalam definisi bahwa Poklahsar itu ada masuk didalam definisi, apakah usaha perikanan itu kemudian menyangkut Poklahsar itu adalah menjadi bagian agar supaya tidak menjadi diskriminasi terhadap kelompok lain yang bukan keluarga nelayan dan bukan keluarga pembudidaya ikan yang masuk ke dalam Poklahsar. lni yang pertama yang coba kami angkat karena itu juga cukup mewarnai sekian banyak pasal sehingga nanti agar supaya Undang-undang ini betul-betul berlaku secara umum , tidak diskriminatif.

Yang kedua, saya sepakat dengan Mas Arif tadi bahwa kita juga mendiskusikan di Malang itu adalah kaitannya dengan pengelolaan dan

ARSIP D

PR - RI

8

pemanfaatan sumber daya yang lestari. lni dulu saya lihat pada definisi pada ketentuan umum tentang definisi terkait dengan perlindungan dan pemberdayaan itu menyangkut tentang bagaimana sesuatu yang sustainable. Terakhir kemudian distorsi distorsi dan pada bab terakhir kami tidak melihat itu ada kaitannya dengan kewajiban pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang lestari oleh para pelaku. Karena sesungguhnya kalau kita bicara tentang pengelolaan dan pemanfaatan surnber daya lestari itu sama dengan mernberikan perlindungan sebagai salah satu kasus kalau seandainya nelayan itu menggunakan alat tangkap yang rnerusak rnaka decline dalarn waktu yang sangat pendek, rnungkin lima tahun sudah pembudidaya mengeluarkan satu lirnbah yang cukup besar dan kernudian rnerusakkan lingkungan rnaka saya kira saya . . . dari surnber daya disekitar itu juga tidak dalarn jangka yang panjang dan ini sangat rnerugikan dalarn kategori investasi karena budidaya itu juga cukup besar investasinya. Saya kira ada statement yang dalarn ketentuan urnurn yang dulunya ada pernanfaatan lestari saya kira itu bisa dipertahankan.

Kernudian klausul lagi di ketentuan urnurn itu juga ada distorsi terkait dengan statement warga negara Indonesia perseorangan. ltu juga terakhir terdistorsi, hilang. Saya kira ini juga penting karena kasus terakhir kita rnenernukan ada nelayan Filipina yang ada di Jawa Tengah itu ber-KTP lokal Jawa Tengah. Kasus ini ya nun sewu, bapak nanti kalau dicanturnkan warga negara Indonesia sernuanya ber-KTP warga negara, inikan rnasalah penegakan hukurn pada sektor yang lain. Tetapi bahwa yang dilindungi dan diberdayakan adalah warga negara Indonesia perseorangan. lni saya kira juga narnpaknya ternan-ternan kernarin agak ngotot kalau bisa dirnasukkan didalarn suatu klausul.

Kernudian semangat dengan budidaya yang lestari itu juga didalarn prasarana itu beberapa ternan-ternan juga rnenarnbahkan. Pada saat di Malang juga kita tarnbahkan narnpaknya pada draft yang terakhir juga rnasih belurn dimasukkan, yaitu diusulkannya ada laboratoriurn kesehatan ikan dan lingkungan serta instalasi pengelolaan lirnbah pada Pasal 30 ayat (3). lni saya kira juga rnasih belum ada.

· Kemudian perkembangan tentang budidaya terbaru. Budidaya terbaru itu rnenggunakan suatu teknologi budidaya geo isolator, harnpir sama dengan yang ada di petambakan gararn. lni saya kira juga sarana yang ada dibudidaya sebagian besar sekarang harnpir mungkin bisa daerah katakan 60% dari budidaya sekarang menggunakan geo isolator dengan berbagai macam variasi.

Kernudian pada Pasal53 dan 55 itu kaitannya dengan amanat kelembagaan. Pada Undang-undang Pesisir Kelautan itu kita lihat ada kemitraan bahari, terlepas dari efektif dan tidaknya dari kemitraan bahari sampai dengan saat ini didalarn rangka rnemberdayakan rnasyakat tapi saya kira tanggung jawab didalam rangka mernberdayakan dan rnelindungi masyakat hendaknya ada kelompok masyakat yang secara legal diarnanatkan oleh Undang-undang tersebut dan kemudian mereka bisa melakukan suatu aktifitas secara baik. Saya kira ini juga kemarin rnenjadi titipan bersarna dari ternan-ternan untuk arnanat kelembagaan ini pada Pasal 53 sarnpai dengan 55 itu bel urn secara jelas diatur.

Kemudian yang berikutnya adalah tentang peran serta masyakat dan saya lihat disitu sudah ada Permen, sudah diatur bahwa nanti peran serta masyakat sudah ada Permennya. Jtu saya kira sudah ada banyak perkembangan.

Lalu berikutnya adalah pasal sangsi. Pasal sangsi ini yang tadinya ada 72, 73 dan 74 rnaka terakhir hanya dengan 74 saja. {rnaaf) pasal sangsi itu hanya dikenakan kepada sangsi importir yang terkait dengan pergaraman.

ARSIP D

PR - RI

9

Saya menangkap bahwa terkait dengan isu perlindungan dan pemberdayaan ini kayaknya memang agak dikurangi terkait sesuatu kira-kira menjadi penekan terhadap stake holder. Dan hanya saya pikirkan bahwa tadi yang terkait dengan penggunaan bahan tambahan yang berbahaya dan yang berikutnya adalah kaitan dengan pencemaran. lni pada Pasal 24 dan 25 itu juga dihapus, ini saya kira juga cukup saya pertanyakan, apakah sudah cuku diatur dengan Undang-undang Perikanan saja, apakah perlu kemudian ditekankan kembali karena ini nuansanya adalah pada sesuatu yang lestari.

Kemudian tadi Pak Arif juga tadi rnenyarnpaikan tentang hak akses. Nah ini ternan-ternan di Malang kernarin juga rnenyarnpaikan kaitannya dengan hak pengelolaan akses area perikanan. Jadi lebih kepada tidak hanya sekedar akses perrnodalan , kernudian akses penjarninan tetapi kepada akses area. Ya ini tadi sudah ada terrnasuk dizonasi untuk yang penangkapan dan budidaya diatur didalarn itu. Tetapi saya kira kernarin penekanan ternan-ternan ini adalah bagairnana secara eksklusif diatur oleh Peraturan Pernerintah. lni juga kernarin dititipkan oleh terna-ternan untuk bisa diwadahi.

Kernudian Pasal 48 ayat (3) terkait dengan penyediaan penyuluh sebagairnana dirnaksud. lni kernarin saya rnelihat kata-katanya sedikit bias pada suatu kawasan. Dulu pernah di Kornisi IV didiskusikan bahwa kaitannya dengan penyuluh itu one village one penyuluh kalau tidak salah begitu konsepnya. Namun demikian mernang sangat berat arnanat ini untuk dilakukan. Tapi karni kernarin coba menggunakan suatu pendekatan dan kernarin juga kita pelajari di Undang­undang Desa narnanya ada pendamping dan mungkin barangkali kekuatannya bisa disesuaikan karena kawasan itu tidak mernberikan batasan yang jelas, barangkali bisa area terkait dengan kecamatan , area adrninistrasi, rnungkin paling sedikit adalah 3 orang dalam satu kecamatan. lni kernarin adalah usulan ternan-ternan sehingga bisa lebih konkrit.

Yang terakhir itu kaitannya dengan Pasal 75 yang diusulkan oleh pemerintah untuk dihapus. Saya kira ruh dari Rancangan Undang-undang ini adalah perlindungan dan pemberdayaan sehingga pada Pasal 75 tentang sernua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pernberdayaan. Saya kira hendaknya ini tetap diangkat artinya tidak dihapus karena ini adalah kaitannya dengan sernangat dari perlindungan dan pernberdayaan yang betul­betul akan diusulkan oleh Anggota Kornisi IV didalarn Rancangan Undang-undang ini.

Saya kira secara umum itu bapak dan ibu sekalian dan secara teknis kaitannya dengan statement dan seterusnya itu juga kemarin sudah kita masukkan ke ternan-ternan komisi rnelalui staf ahli.

Demikian mohon maaf, terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT :

T erima kasih Pak Doktor Maftuh dan saya kira jelas memberi usulannya jelas pasal demikian pasal dan tentu dengan berbagai penjelasan, nanti kami pertirnbangkan didalam pengarnbilan keputusan.

Selanjutnya kami persilakan Profesor Doktor Budiawan dari Universitas Hasanudi.

ARSIP D

PR - RI

PAKAR UNHAS:

Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bapak-bapak Anggota Komisi IV DPR yang saya hormati.

10

Saya kira banyak perubahan pak,tentu kami dari Universitas Hasanudin memberikan apresiasi yang sangat tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi beberapa terakhir ini. Mungkin kami memberikan masukan berkaitan dengan yang pertama banyak peristilahan yang perlu disinkronkan, ini yang ringan. Misalnya kapal penangkap ikan dengan perikanan , yang mana yang mau digunakan? Atau digunakan dua-dua pada tempat yang berbeda gitu.

Kemudian ini juga mulai kemarin saya lihat pembudidaya ikan budidaya bersatu tulisannya dibanyak tulisan artikel itu pembudidaya menyatu. Jadi pembudidaya ikan itu cuma dua suku kata gitu. ltu barangkali dalam istilah.

Kemudian Pak Pimpinan kami juga masih ingin menyoal mengenai kata-kata dapat dibeberapa pasal itu. Menurut hemat kami ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan aspek yang perlu dilindungi saya kira perlu ada penegasan wajib, tidak kata dapat, karena kalau dapat itu memberi peluang untuk tidak dilaksanakan. Jadi itu usulan kami. Karena kalau misalnya diberikan kata dapat itu mengulang dengan Undang-undang yang lain yang banyak menggunakan kata dapat akhirnya pemerintah tidak menjalankan , akhirnya tidak dapat begitu.

Jadi yang kami maksudkan dengan aspek yang penting itu yang pertama mengenai (tadi sudah disampaikan oleh Prof. Arif Satria) inikan pola pikir kami kalau melindungi itu artinya memberikan proteksi dari gangguan Juar (dari nelayan dan petani). Misalnya apa yang paling ditakuti nelayan? Yang pertama ketiadaan modal, jadi harus ada pasal yang menjelaskan memberikan jaminan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam untuk bisa memperoleh permodalan, kalau misalnya bencana alam sudah diatur dengan aturan yang lain. Ketakutan yang kedua tadi juga ini nelayan terutama nelayan tradisional, nelayan kecil ini takut terhadap inpasi nelayan-nelayan besar jadi itu harus dilindungi. Tadi sudah disampaikan secara akademis, ulasan akademisnya oleh Pak Arif. Jadi harus dilindungi bagaimana betul-betul mana hak untuk harus dinyatakan state didalam Undang-undang ada wilayah dimana perikanan tradisional secara eksklusif bisa diberikan hak sehingga tentu nelayan-nelayan besar itu diharapkan tidak menginpasi wilayah itu.

Kemudian tadi mengenai definisi disini agak berbeda pak di Undang-undang 45/2009, nelayan kecil itu batasannya 5 gt ya Pak Arif ya, disini disebutkan 10 gt. Nah ini perlu dipikirkan apakah ini memang suatu perbaikan dari Undang-undang sebelumnya karena pasal-pasal yang Jain mengikuti semua terminologi mengikuti aturan sebelumnya misalnya definisi nelayan dan seterusnya.

Mungkin yang juga perlu dipikirkan mengenai kelaikan laut dari kapal ikan ini terkait dengan Undang-undang 17/2008 tentang pelayaran. lni juga perlu dipikirkan kalau misalnya kita mengharuskan nelayan memiliki kapal ikan yang laik laut maka lebih dari 85% kapal-kapal ikan itu tidak bisa beroperasi kalau kita mengacu kepada Undang-undang Pelayaran. Nah ini juga mungkin dibuatkan satu atau beberapa pasal klausa memproteksi untuk mendapatkan pengecualian terhadap Undang-undang itu.

ARSIP D

PR - RI

11

Saya kira itu pak point-point terpenting, selebihnya saya kira cukup kami apresiasi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik terima kasih Prof. Budiawan. Dan kalau masih ada tambahan barangkali yang tertinggal, biasa kan begitu, kalau sudah bicara aduh ada yang ketinggalan.

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Nggak, tadi sebenarnya sudah tercantum di slide tapi tidak saya baca karena terselip. Ada Pasal 30 tentang resiko. Di draft ini hanya disebutkan bahwa ada bencana alam penyebab resiko, kemudian wabah penyakit ikan, dampak perubahan iklim dan/atau pencemaran. Jadi kita kalau menghadapi kasus-kasus nelayan selama ini yang ril didepan mata kan misalnya soal reklamasi ya, jadi kan resiko pembangunan juga termasuk pembangunan PL TU misalnya, artinya pembangunan juga bisa membawa resiko. Nah sekarang pembangunan­pembanguna resiko itu kita akan melindungi dalam bentuk apa? kompensasi, yang jelas bukan asuransi ya tapi itu mungkin dalam bentuk kompensasi misalnya. Sehingga itu yang pas satu klausul bila ada pembangunan yang terpaksa harus menggusur nelayan misalnya maka harus ada kompensasi.

Terima kasih.

KETUA RAP AT :

Baik. Jadi hal-hal yang sifatnya itu bisa nanti memperkaya di batang tubuh tentu

ini menjadi catatan kami,tapi kalau memang ini cukup masuk di penjelasan kita masukkan di penjelasan. Termasuk mungkin nanti Pak Wisnu mengenai hak akses dan akses didalam pasal yang nanti kita akan temui, mohon nanti karena Pak Wisnu ini ahli bahasa jadi beliau bisa memberikan banyak advice. Namun sebelum kami berikan kesempatan tinggal disini, tapi kalaupun mau meninggalkan karena pulang jauh ke Makasar boleh, tapi kalau mau ikuti saya kira nanti pasti ada sesuatu yang mungkin ini bisa bermanfaat untuk penyempurnaan.

Untuk hal yang teknis tadi Pak Maftuh saya kira sudah dibicarakan di Panja, memang kita delegasikan ke Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri. Jadi seperti tadi adalah teknologi terbaru dibidang budidaya, pengelolaan limbah karena memang kita sudah masuk di good processing practises jadi semuanya juga kita mengacu kepada standarisasi processing. Geo isolator kita tidak menyebutkan secara spesifik, tapi akses terhadap teknologi tentu juga terkait dengan itu.

Kemudian mengenai akses pengelolaan area juga coba nanti kita bahas di pasal tersebut. Kemudian terhadap pasal sangsi, kami bersepakat di Rapat Tim Perumus dan di Rapat Panja sebelumnya sepakat bahwa Undang-undang ini adalah Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan. Sehingga idealnya adalah Undang-undang ini tidak kemudian menjadi pasal yang akan menjerat nelayan itu sendiri sehingga didalam bab tentang ketentuan pidana itu kita eliminasi berbagai pasal sangsi. Seperti bahan tambahan pangan itu sudah diatur didalam Undang-undang Pangan, biarkan Undang-undang Pangan yang menjerat

ARSIP D

PR - RI

12

supaya Undang-undang ini tidak seperti kemudian kami membentuk Undang­undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang pada akhirnya Nenek Asiani terkena dengan pasal itu. Padahal pada waktu membahas Undang-undang itu kita selalu berpikiran bagaimana dengan rakyat sekitar hutan, bagaimana dengan pengusaha kecil dan lain sebagainya itu dibicarakan. Tapi pada akhirnya itu menyadarkan kami bersama untuk bisa juga sedikit memberikan batasan terhadap ketentuan pidana sehingga hal yang berkaitan dengan ketentuan pidana kita terhadap yang eksternal saja. Seluruh kegiatan yang didalamnya karena kalau menyangkut kelestarian lingkungan sudah diatur juga didalam Undang-undang lainnya sehingga kalaupun ada hal yang melanggar berkaitan dengan itu tentu silakan dihukum dengan Undang-undang yang ada. Karena kita juga akan mencantumkan pengecualian juga itu menjadi diskriminatif padahal hukum itu berlaku kepada setiap orang.

Kemudian Pak Prof. Budiawan, saya kira memang ini juga pasal-pasal yang kami mengakomodir terhadap berbagai masukan dan pandangan diperguruan tinggi. Dan mengenai peningkatan nelayan kecil dari 5 sampai 10 gt memang ini perdebatan tetapi sudah disetujui komisi dengan pemerintah dan kalaupun nanti ada revisi karena sudah masuk didalam Prolegnas 2014-2019 mungki di Undang­undang Perikanan kita akan menyesuaikan karena 5 gt itu sekarang sudah bukan eranya justru nelayan kita berdayakan pada level yang lebih tinggi dan batasan terendah itu di 10 gt.

Lain-lain ini menjadi catatan dan saya kira masih dipersilakan kalau memang nanti ada usulan kami nanti akan memulai pembahasan, menjadi tamu kehormatanlah pada hari ini.

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA:

Pada definisi nelayan kecil untuk diketentuan umum itukan sudah ditingkatkan 10 gt namun demikian dilapangan itu kita amati bahwa ada juga yang namanya nelayan kecil tanpa menggunakan kapal dan apakah memang bisa diwadahi?

KETUA RAPAT :

Tanpa menggunakan mesin ya.

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA:

Tanpa menggunakan kapal, jadi ada nelayan bagan tancap, kemudian nelayan zero, kemudian nelayan penangkap kepiting kerang itu juga jumlahnya cukup banyak ini juga saya kira mungkin 10 gt plus ditambah dengan ukuran kapal dan alat tangkap. Ukuran kapalnya 10 gt ditambah ditambah dengan tanpa alat tangkap sehingga itu menjadi definisi terkait dengan apa yang disebut dengan nelayan kecil. Kemarin sudah kita berikan masukan juga kepada Komisi IV. Jadi disamping ukuran yang 10 gt ditingkatkan kemudian alat tangkap juga menjadi ukuran bagi definisi nelayan kecil tersebut.

Mungkin itu ketua, terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

13

KETUA RAPAT :

Saiki mungkin nanti kita bisa perkuat di pasal pertama ketika kita menemukan berkaitan dengan kapal perikanan tangkap ini sehingga nanti ditambahkan definisi jika memang kita akan lengkapi dengan berbagai alat tangkap yang tidak menggunakan kapal. Karena bagan tancap juga kalau Jawa Tengah juga banyak itu menjadi budidaya.

T erima kasih saya ucapkan kepada tiga narasumber dan Pak Sekjen sebagai koordinator Panja di Pemerintah apakah sudah komplit dari Kementerian lainnya? Kementerian Hukum dan HAM sudah hadir? Kementerian Dalam Negeri? Kementerian Keuangan? Sudah dianggap beres?

Saiki mekanisme pembahasan akhir ini kita bacakan semua dari mulai judul sampai nanti akhir batang tubuh. Kita gantian sajal saya membacakan di awal I

nanti gantian Pak Sekjenl gantian Pak Dirjenl nanti kalau anggota yang mewakili membacakan nanti kami persilakan bab per bab. Pak Made nanti mohon keputusan PDI Perjuangan apakah akan diputuskan disini atau akan dibawa ke pengambilan keputusan tingkat I atau voting di Paripurna begitu. Sebetulnya ringan saja pasal inil kami membantu pemerintah tapi Pak Ono waktu itu masih ngotot.

Jadi nanti kita sahkan bab per bab dan memberikan titik penekanan terhadap hasil tim perumus yang belum disahkan di Panja. Jadi untuk yang lain­lainnya mohon ijin saya sampaikan ke Pak Zainut dan Pak Dardiansyah bahwa sudah beberapa keputusan sudah diputuskan di Panja dan ada beberap keputusan yang nanti saya sampaikan bahwa ini keputusan yang memang harus diputuskan di Panja karena baru diputuskan di tim perumus.

Saya mulai I Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor. .. Tahun . . . tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayanl Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Oengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia.

Hasil Timus 18 Februari 2016 saya kira tidak perlu dibacakanl nanti dilihat sajal saya langsung ke pasal-pasalnya.

Menimbang a. Bahwa Pancasila dan Undang-undang Oasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab dan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umuml mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Bahwa untuk mewujudkan tujuan bernegara mensejahterakan rakyat termasuk nelayanl pembudidaya ikanl dan petambak garam I negara menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan nelayanl pembudidaya ikanl dan petambak garam secara terencanal terarah dan berkelanjutan.

c. Bahwa nelayanl pembudidaya ikan dan petambak garam sangat tergantung kepada sumber daya ikanl kondisi lingkungan I sarana dan prasaranal kepastian usahal akses permodalan dan ilmu pengetahuan I teknologi dan informasi sehingga membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan.

d. Bahwa Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam belum komprehensif.

ARSIP D

PR - RI

14

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d perlu membentuk Undang-undang tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Mengingat Pasal 20, Pasal21, Pasal28h ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Rl 1945. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan, menetapkan Undang-undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Rancangan penjelasan.

1. Umum Tanggung jawab negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Salah satu filosofi dasar pembangunan bangsa ialah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu setiap warga negara Indonesia berhak dan wajib sesuai dengan kemampuan ikut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan khususnya dibidang perikanan dan pergaraman.

Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, salah satu tujuan pembangunan perikanan dan kelautan diarahkan antara lain untuk meningkatkan sebesar-besarnya kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Selama ini nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam tersebut telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembanguna perikanan dan kelautan serta pembangunan ekonomi masyakat pesisir dan pedesaan.

Pengelolaan perikanan sangat tergantung kepada sumber daya ikan yang pemanfaatanya dilakukan oleh nelayan dan pembudidaya ikan. Permasalahan yang dihadapi nelayan antara lain adalah ancaman ketersediaan bahan bakar minyak, pencurian ikan, penangkapan ikan berlebih atau over fishing serta perubahan iklim, cuaca dan tinggi gelombang laut.

Masalah crusial yang dihadapi pembudidaya ikan terutama terletak pada jaminan terhadap bebas penyakit, bebas cemaran, ketersediaan induk bibit benih dan pakan yang terjangkau. Permasalahan yang dihadapi petambak garam antara lain adalah sangat rentan terhadap perubahan iklim dan harga, konflik pemanfaatan pesisir serta perubahan musim, kualitas lingkungan dan kepastian status lahan. Secara faktual nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam di Indonesia mayoritas miskin serta prasarana, sarana, akses pendanaan dan pembiayaan terbatas.

Sehubungan dengan itu tingkat pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam berdampak langsung kepada keluarga nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang sangat menggantungkan hidupnya pada hasil usaha perikanan dan usaha pergaraman. Jstri atau suami dan anak dari nelayan dan pembudidaya ikan pada umumnya melakukan usaha pengolahan secara sederhana atau tradisional dari hasil penangkapan · atau budidaya untuk mendapatkan nilai tambah dan kemudian dipasarkan di pasar tradisional dengan

ARSIP D

PR - RI

15

harga yang relatif rendah untuk mendukung ekonomi keluarganya. Atas dasar permasalahan yang dihadapi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam diperlukan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran.

Jadi saya kira tadi agak terjawab meski tidak masuk dalam judul tapi sudah dimasukkan didalam ketentuan bahwa termasuk didalamnya karena faktor produksi dihulu ini lebih penting daripada memang di processing.

Saat ini Undang-undang yang terkait dengan kelautan dan perikanan masih belum memadai dalam hal mengatur perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Sehingga aturan yang ada kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Agar upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam mencapai sasaran yang maksimal diperlukan pengaturan dalam suatu Undang-undang.

AHLI BAHASA :

Pak, boleh tanya pak?

KETUA RAPAT:

Silakan.

AHLI BAHASA :

Dari bahasa boleh menyela atau menunggu?

KETUA RAPAT:

Boleh pak, bapak diundang untuk menyela.

AHLI BAHASA :

Ya takut kualat, jadi tanya dulu. Yang pertama butir b menimbang baris pertama, bahwa untuk

mewujudkan tujuan bernegara mensejahterakan, "s" nya luluh, menyejahterakan. Lalu baris ketiganya setelah garam ada tanda koma. Lalu setelah butir c masih menimbang baris kedua "tergantung pada",

bukan "tergantung kepada" . Lalu baris ketiganya akses permodalan koma dan , "dan" nya tidak usah

karena sudah ada dibelakang. Pengetahuan koma teknologi koma lah disitu.

KETUA RAPAT:

lnikan sifatnya tanda baca dan penyempurnaan , saya kira nanti bapak catat saja karena ini sifatnya penyempurnaan tanda baca dan penggantian kata-kata yang kurang tepat. Lebih baik bapak catat sekarang, besok itukan ada kesempatan karena kami ada Paripurna kemudian kami ada presentasi dulu di Baleg jadi kesempatan bapak besok lebih pagi menyempurnakan nanti kita putuskan dalam

ARSIP D

PR - RI

16

Panja. Jadi tidak lama disininya pak, sudah selesai, kita tinggal apa yang disempurnakan oleh ahli bahasa Profesor Wisnu ini dapat disetujui gitu ya. Betul ya Pak Made ya, karena Pak Wisnu juga sejak lama jadi kita percayalah kepakaran bapak ini. Karena saya kira pasti itu hanya mengenai redaksional ataupun tanda baca. Baik saya lanjut. Terima kasih Pak Wisnu.

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Perlindungan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam adalah segala upaya untuk membantu nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dalam menghadapi permasalahan kesulitan melakukan usaha perikanan dan usaha pergaraman.

2. Pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam untuk melaksanakan usaha perikanan atau usaha pergaraman yang lebih baik.

3. Nelayan ada setiap orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapanikan.

4. Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 1 0 gt.

5. Nelayan tradisional adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan diperairan yang merupakan hak perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.

6. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal perikanan yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan dan secara arif melakukan peningkatan penangkapan ikan.

7. Nelayan buruh adalah nelayan yang menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan.

8. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat dan cara yang mengedepankan asas keberlanjutan dan pelestarian termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan , mendinginkan , menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

9. Pembudidaya ikan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan air tawar , air payau dan air laut.

10. Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya natrium chlorida dan dapat mengandung unsur lain seperti magnesium, kalsium, besi dan kalium dengan bahan tambahan atau tanpa bahan tambahan iodium.

11. Pergaraman adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pra produksi, produksi, paska produksi, pengolahan dan pemasaran garam.

12. Pembudidaya ikan kecil adalah pembudidaya ikan yang melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

13. Pemilik Ia han budidaya adalah pembudidaya ikan yang memiliki hak atau ijin atas lahan dan secara aktif melakukan kegiatan pembudidayaan ikan.

14. Penggarap lahan budidaya adalah pembudidaya ikan yang menyediakan tenaganya dalam pembudidaya ikan.

15. Petambak garam adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pergaraman.

ARSIP D

PR - RI

17

16. Pemilik tambak garam adalah petambak garam yang memiliki hak atas lahan yang digunakan untuk produksi garam dan secara aktif melakukan usaha pergaraman.

17. Penggarap tambak garam adalah petambak garam yang menyediakan tenaganya dalam usaha pergaraman.

18. Petambak garam kecil adalah petambak garam yang melakukan usaha pergaraman pada lahannya sendiri dengan luas lahan paling luas 5 hektar dan perebus garam.

19. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

20. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi baik yang badan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

21 . Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau koorporasi yang melakukan usaha prasarana dan/atau sarana produksi garam, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dan produksi garam yang berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.

22.1kan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada didalam lingkungan perairan.

23. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, paska produksi dan pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

24. ( ini ada usulan dari sinkronisasi di Pasal 53 ayat (3), dari awal ini tetap di Raker tapi ada usulan.

Kelembagaan adalah /embaga yang ditumbuhkembangkan dari oleh dan untuk ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam atau berdasarkan kearifan lokal.

Usulan rumusannya ini hasil sinkronisasi, "kelembagaan adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari o/eh dan untuk nelayan, pembudidaya ikan atau petambak garam atau berdasarkan budaya dan kearifan /okal".

Arifnya tetap ada tetapi ditambah budaya. Setuju ya tambah budaya ini lebih luas saya kira. Apakah kita putuskan sambil jalan ya, yang tetap ya tetap kan sudah, kecuali yang saya ingin tadi tekankan sesuatu yang memang ini perlu diputuskan dalam Panja.

Demokrat setuju, Gerindra setuju, PDI Perjuangan tambah budaya pak? Setuju ya. PPP setuju, kemudian Amanat Nasional setuju.

(RAPAT: SETUJU)

25. Usaha perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan bisnis perikanan yang meliputi pra produksi, produksi, paska produksi, pengolahan dan pemasaran.

26. Usaha pergaraman adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem bisnis pergaraman yang meliputi pra produksi, produksi, paska produksi, pengolahan dan pemasaran.

ARSIP D

PR - RI

18

27. Komoditas perikanan adalah hasil dari usaha perikanan yang dapat diperdagangkan, disimpan dan/atau dipertukarkan.

28. Komoditas pergaraman adalah hasil dari usaha pergaraman yang dapat diperdagangkan disimpan dan/atau dipertukarkan.

29. Asuransi Perikanan adalah perjanjian para nelayan atau pembudidaya ikan dengan pihak perusahaan asuransi untuk meningkatkan diri dalam pertanggungan resiko penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan.

30.Asuransi Pergaraman adalah perjanjian antara petambak garam dengan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan resiko usaha pergaraman.

31. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh perusahaan penjaminan atas pemenuhan kewajiban finansial nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam kepada perusahaan pembiayaan dan bank.

32. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

33. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

Penjelasannya adalah jelas, cukup jelas karena didalam tata peraturan penyusunan perundang-undangan di Undang-undang 12 Tahun 2011 memang diketentuan umum tidak dicantumkan penjelasan karena itu memang juga merupakan bagian penjelasan.

Saya persilakan apakah yang dibacakan dapat disetujui atau ada tambah kurang, silakan pak.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

Konfirmasi saja Pak Ketua yang tadi disampaikan oleh Prof. Arif terkait dengan orang perorang atau warga negara tadi itu masuknya dimana.

KETUA RAPAT :

Saya kurang jelas ya, yang mana ya tadi Pak Arif. Pak Maftuh tadi pak.

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA:

Jadi untuk definisi 10 gt dan kalau pad a yang terakhir sudah 10 gt pak pada draft yang terakhir kemudian ditambahkan dengan nelayan tanpa alat tangkap. Kemudian yang pada ketentuan umum (nomor 14, pada ketentuan umum nomor 3), nelayan adalah warga negara Indonesia perseorangan yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, jadi ditambahkan warga negara Indonesia perseorangan.

ARSIP D

PR - RI

19

KETUA RAPAT :

Nomor berapa pak?

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA:

Nomor tiga pak, nelayan adalah pada ketentuan umum. Yang lama nomor tiga , mohon maaf ini yang baru tadi juga saya karena saya buat DIM sendiri (mohon maaf), Pasal4 ya.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira memang untuk diketentuan umum inikan karena ada pasal­pasal berulang yang menyebutkan tetapi secara substansi itu kewarganegaraan Indonesia sudah diatur di pasal-pasal termasuk di Pasal 5, Pak Maftuh bisa lihat di Pasal 5. Jadi penekanan terhadap hal-hal yang sifatnya itu spesifik atas hak seseorang itu adanya di pasal batang tubuh. Ya nanti ditambahka didalam penjelasan, jadi bahwasanya termasuk didalamnya adalah nelayan yang tanpa menggunakan kapal termasuk bagan dan lain sebagainya. Nanti di penjelasan tentang nelayan kecil pada waktu kita menemukan bab didalam batang tubuh yang berkaitan dengan itu, nanti kita akan stop disitu pak.

Silakan Pak Sekjen.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Jadi definisi nelayan, nelayan kecil, maupun nelayan tradisional, nelayan pemilik dan seterusnya itu yang melakukan penangkapan ikan. Nah definisi penangkapan ikan kalau kita lihat nomor delapan itu termasuk dengan alat dan cara yang mengedepankan. Jadi sebetulnya tanpa kapalpun sudah masuk disitu penangkapan ikan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidaya dengan alat dan cara yang mengedepankan, jadi ini sudah termasuk.

KETUA RAPAT :

Maka itu nanti kita akan definitifkan didalam penjelasan. Jadi didalam penjelasan kita akan definitifkan itu sebagai termasuk nelayan yang tanpa menggunakan kapal antara lain bagan dan lain sebagainya nanti kita sebutkan.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si):

Hanya catatan saja Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Silakan.

ARSIP D

PR - RI

20

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

lni struktur kalimatnya itu masih penempatan ya, itu masih lompat-lompat. Saya kira nanti pada sinkronisasi tapi diurutkan, misalnya begini ketika membahas masalah pembudidaya ikan misalnya tiba-tiba disitu ditengah ada petani petambak garam misalnya. Nah sebaiknya budidaya habis baru garam begitu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik, ada Pak Wisnu nanti mencatat pak ya termasuk struktur. Jadi Pak Zainut ini Panja terakhir sekarang ini karena tim perumus dan tim sinkronisasi sudah, tapi kalau memang perlu lagi untuk disinkronisasikan tata urutannya tentu kami minta nanti tim dapur mempersiapkan energiya untuk itu. Kami mohon bantuan Pak Sekjen sebagai koordinator Panja Pemerintah untuk membacakan selanjutnya, nanti kita per bab ganti-gantian ya.

Silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik, terima kasih.

Bapak Ketua.

Jadi mohon ijin kami lanjutkan . Bab II. Asas, tujuan, dan lingkup pengaturan.

Pasal 2, Perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam berdasarkan asas,

a. Kedaulatan b. Kemandirian c. Kebermanfaatan d. Kebersamaan e. Keterpaduan f. Keterbukaan g. Efisiensi berkeadilan h. Keberlanjutan i. Kesejahteraan j. Kearifan lokal dan k. Kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Penjelasan. Pasal 2 huruf a, yang dimaksud dengan akses kedaulatan adalah

penyelengaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan , pembudidaya ikan, dan petambak garam harus dilaksanakan dengan menjungjung tinggi kedaulatan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang memiliki hak untuk mengembangkan diri.

Huruf b penjelasan, yang dimaksud dengan akses kemandirian adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayan nelayan, pembudidaya ikan dan

ARSIP D

PR - RI

21

petambak garam harus dilaksanakan secara independen dengan mengutamakan kemampuan sumber daya dalam negeri.

Huruf c penjelasan, yang dimaksud dengan akses kebermanfaatan dalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus bertujuan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat.

Huruf d penjelasan, yang dimaksud dengan akses kebersamaan adalah penyelengaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyakat.

Huruf e penjelasan, yang dimaksud dengan akses keterpaduan adalah penyelengaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus menyerasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.

Huruf f penjelasan, yang dimaksud dengan akses keterbukaan adalah adalah penyelengaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus dilaksanakan dengan memperhatikan aspirasi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam serta pemangku kepentingan lainnya yang didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyakat.

Huruf g penjelasan, yang dimaksud dengan akses efisiensi berkeadilan adalah penyelengaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional terhadap semua warga negara sesuai dengan kemampuannya.

Huruf h penjelasan, yang dimaksud dengan asas keberlanjutan adalah penyelenggaran perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan untuk menjamin peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Huruf i penjelasan, yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah penyelengaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus dilakukan guna mencapai kesejahteraan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Huruf j penjelasan, yang dimaksud dengan asas kearifan lokal adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus memperhatikan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya serta nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyakat setempat.

Huruf k penjelasan, yang dimaksud dengan asas kelestarian fungsi lingkungan hidup adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus menggunakan sarana dan prasarana, tata cara, dan teknologi yang tidak mengganggu fungsi lingkungan hidup baik secara biologis , mekanis maupun kimiawi.

Pasal 3, perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam bertujuan untuk, meliputi :

a. Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha.

b. Memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan. c. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan dan

petambak garam serta penguatan kelembagaan dalam menjalankan usaha

ARSIP D

PR - RI

22

yang mandiri, produktif, maju , modern dan berkelanjutan serta mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan.

d. Hasil menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha.

e. Melindungi dari resiko bencana alam, perubahan iklim dan pencemaran. f. Memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum.

(usulan dari tim perumus, ini kaitannya dengan sinkronisasi dengan Pasal 37 sampai Pasal40, kita menyesuaikan). Mohon arahan Pak Ketua.

KETUA RAP AT :

Jadi apa yang tadi disampaikan memang di tim perumus kita mencoba untuk lebih memberikan kejelasan didalam poin f sehingga memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum. Karena perlindungan hukum dan keamanan I aut ini kan nggak jelas sehingga kita fokuskan lebih fokus.

Untuk itu saya mohon perstujuan Panja karena ini dirumuskan dan disetujui di tim perumus. Apakah untuk khusus yang poin f ini dapat disetujui?

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si):

Setuju dengan perbaikan kalimat, nanti bahasa saya kira menjadi "memberikan jaminan keamanan, keselamatan, dan bantuan hukum".

KETUA RAP AT :

Baik, tolong Pak Wisnu ya nanti secara tata bahasa. Ada yang lain? Pemerintah setuju?

(RAPAT: SETUJU) Sedikit mungkin tadi ada sarana dan prasarana saya kira telekomunikasi

barangkali nanti lebih diberikan titik berat atau nanti dirumuskanlah sedikit di Pasal 18. Nanti mohon diusulkan yang kira-kira bisa melengkapi.

Dilanjut Pak Sekjen.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Penjelasan dari Pasal 3 cukup jelas pak, jadi nggak perlu dijelaskan lagi.

Pasal 4, lingkup pengaturan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam meliputi :

a. Perencanaan. b. Penyelenggaraan perlindungan. c. Penyelenggaraan pemberdayaan. d. Pendanaan dan pembiayaan. e. Pengawasan. f. Partisipasi masyakat.

Disini di penjelasan disebutkan cukup jelas pak.

ARSIP D

PR - RI

23

Pasal 5 ayat (1 ), Undang-undang rnr berlaku untuk nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berkewarganegaraan Indonesia adn berkedudukan di Indonesia.

lni sudah menjawab apa yang disampaikan oleh Pak Maftuh tadi. Tapi ini ada usulan dari tim perumus untuk ditambahkan satu ayat lagi, disini masu untuk pengolahan.

Selain untuk nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam Undang-undang ini berlaku juga keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran.

Mohon arahan.

KETUA RAPAT:

Sarna seperti di pasal sebelumnya karena terakhir kita membahas mengenai paska produksi. Jadi disitu kemudian muncul tentang pasal-pasal pengolahan dan pemasaran hasil. Sebetulnya ini konsen usulan Fraksi Partai Golkar sebetulnya pada waktu pembahasan di Panja sebelumnya sehingga kami menambahkan poin dua dan berpikir kami di tim perumus bahwa hal-hal yang itu memberikan penyempurnaan , penajaman tentu kita akan ajukan di persetujuan Panja.

Saya tanya kepada bapak dan ibu sekalian, kepada forum apakah dapat disetujui, atau masih ada catatan silakan.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si):

Saya minta penjelasan sedikit Pak Pimpinan, untuk tambahan usulan baru ayat (2) kenapa tidak memasukkan petambak garam? Hanya dibatasi kepada keluarga nelayan dan pembudidaya ikan sementara petambak garam tidak. Apakah keluarganya juga tidak masuk disitu?

KETUA RAPAT:

Saya heran ya kok yang punya Pak Zainut ini energinya kuat sekali gitu ya.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si):

Habis minum tadi.

KETUA RAPAT:

Jadi memang untuk petambak garam itu sudah komplit ya semuanya, ada yang tertinggal pada waktu itu Pak Zainut yaitu tentang pengolahan dan pemasaran hasil karena dalam perspektif Undang-undang ini sebetulnya sudah diatur. Seluruh keluarga dan anak-anaknya bahkan untuk pendidikan dan kesehatan pun ada dalam pasalnya, hanya yang tertinggal pada waktu itu adalah pengolahan dan pemasaran hasil sehingga itu yang kemudian disisipkan. Kita tidak menyetujui untuk masuk di judul karena ini sifatnya akan merubah dari

ARSIP D

PR - RI

24

postur RUU yang ada ini sehingga kami bersepakat pada waktu itu untuk menyisipkan di pasal-pasal yang berkaitan dengan nelayan dan pembudidaya ikan. Kalau yang garam rasanya sudah komplit ya. Tapi kalau nanti ada penyempurnaan saya kira ini boleh nanti diusulkan karena masih cukup waktu lah untuk sampai ke arah itu.

Masih ada masukan? Jadi Panja ini adalah Panja DPR dan pemerintah tapi menghadirkan narasumber untuk bisa ikut serta didalam menyempurnakan, jadi narasumber menyempurkan tapi prinsip Pak Arif kalau nanti kesepakatan DPR dan pemerintah tidak boleh diinterupsi gitu ya.

Silakan Pak Arif.

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Pada saat saya tadi membahas Pasal 3 ada beberapa usulan tadi sudah saya sampaikan, tapi tadi kelewat pada saat Pak Sekjen membacakan. Boleh?

KETUA RAPAT :

Masukkan saja dimana?

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Jadi pada poin c di tujuan meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam serta penguatan kelembagaan dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju dan modern dan berkelanjutan serta mengembangkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan. Nah ini saya melihat masih nuansa-nuansa usaha, pada nuansa pengelolaan sumber daya.

KETUA RAPAT :

Saya kira to the point saja.

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Tambahannya adalah "berkelanjutan serta kemampuan ... nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam serta penguatan kelembagaan dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju dan modern dan berkelanjutan serta penguatan kelembagaan untuk pengelolaan sumber daya.

KETUA RAPAT :

Coba diulang.

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Saya mengusulkan setelah titik" prinsip kelestarian lingkungan (ditambah) serta penguatan kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya".

Usul alternatif kedua poin c ditambah poin d adalah sama kata-katanya "meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan dan

ARSIP D

PR - RI

25

petambak garam serta penguatan kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya".

KETUA RAPAT :

Pak Wisnu apakah penambahan itu tidak conflict of interest? Dari sisi kalimat bagaimana?

AHLI BAHASA :

Didepannya itu kata kerja semua, jadi meningkatkan lalu penguatan itu seharusnya ya menguatkan terus mengembangkan terus setelah itu juga harus kata kerja. ltu sekalian penguatannya diganti menguatkan mas, yang menguatkan baris kedua itu. Jadi c itu isinya kan tiga itu, yang pertama meningkatkan kemampuan lalu menguatkan kelembagaan dan yang ketiga mengembangkan prinsip kelestarian.

KETUA RAPAT :

Petambak garam titik koma.

AHLI BAHASA :

Mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan titik koma baru usulan bapak tadi dimasukkan.

KETUA RAPAT :

Kalau tambahan Pak Arif dimana itu? Bukan itu, yang digariskan itu yang diatas menguatkan kelembagaan

dalam mengelola sumber daya, pakai garisnya yang kelembagaan dalam menguatkan pengelolaan sumber daya karena konsep awalnya adalah penguatan dalam menjalankan usaha, tambahannya itu. Jadi bukan dalam perspektif menguatkan dalam bidang usahanya tapi juga dalam kelembagaan mengelola sumber daya itu.

Saya kira bagus tambahan ini. Tapi kalau sudah mengunci disini Pak Arif semuanya sudah mengunci, jadi tidak perlu ditambahkan lagi tentang itu. Jadi usulan itu sudah ditampung disini.

Apakah dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU) Lanjut.

SEKJEN (PEMERINTAH) :

Baik, kami lanjutkan pak Pasal 5 tadi ada penambahan ayat dua ya. Pasal5 ayat (1), cukup jelas. Pasal 5 ayat (2), yang dimaksud dengan pengolahan adalah rangkaian

kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku ikan sampai produk akhir. Yang dimaksud dengan pemasaran adalah rangkaian kegiatan memasarkan ikan dan

ARSIP D

PR - RI

26

produk olahannya mulai dari merencanakan, menentukan harga, melakukan promosi dan mendistribusikan secara sederhana sampai kepada konsumen.

Pasal 6, nelayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi : a. Nelayan kecil. b. Nelayan tradisional. c. Nelayan buruh. d. Nelayan pemilik

Yang memiliki kapal perikanan baik dalam satu unit maupun dalam jumlah kumulatif lebih dari 10 gt sampai dengan 60 gt yang dipergunakan dalam usaha penangkapanikan.

Disini Pasal 6 cukup jelas.

Pasal 7 ayat (1), pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi :

a. Pembudidaya ikan kecil. · b. Penggarap lahan budidaya. c. Pemilik lahan budidaya.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si):

Ya, tadi Pimpinan menjanjikan terkait dengan definisi atau penjelasan nelayan tradisional yang tidak mengggunakan alat tangkap tadi. Apakah mau tetap dimasukkan didalam penjelasan atau cukup? Termasuk tadi pasar itu apakah masuk dalam kelompok apa?

KETUA RAPAT :

Saya kira nanti biar nanti dirumuskan di tim dapur, nanti kita masukkan cocoknya dimana tolong diinput ya.

Terima kasih mengingatkan Pak Zainl:lt, bisa dilanjut Pak Zainut?

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si):

Bisa.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Baik Bapak kami lanjutkan. Pasal 7 ayat (2), pembudidaya ikan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a ditentukan dengan kriteria : a. Menggunakan teknologi sederhana. b. Melakukan pembudidayaan ikan dengan luas lahan :

1. Usaha pembudidayaan ikan tawar untuk kegiatan : a. Pembenihan ikan paling luas 0,75 hektar. b. Pembesaran ikan paling luas 2 hektar.

2. Usaha pembudiyaan ikan air payau untuk kegiatan : a. Pembenihan ikan paling luas 0,5 hektar. b. Pembesaran ikan paling luas 5 hektar.

3. Usaha pembudidayaan ikan air laut untuk kegiatan

ARSIP D

PR - RI

27

a. Pembenihan ikan paling luas 0,5 hektar. b. Pembesaran ikan paling luas 2 hektar.

Jadi disini adalah penjelasan untuk pembudidaya ikan kecil mengenai batasan lahan. Kalau untuk pembenihan kelihatannya 0,75 dan 0,5, sedangkan untuk air tawar 2 hektar itu sudah lebih dari 2 hektar adalah besar. Untuk air payau lebih dari 5 hektar besar dan untuk pembudidayaan ikan laut lebih dari dua hektar adalah besar.

Pasal 7 penjelasan adalah cukup jelas. Mohon ijin pak, apa perlu penjelasan dari Dirjen Pembudidayaan.

F-PG (lr. AZHAR ROMLI, M.Si) : Ada mau konfirmasi ini.

KETUA RAPAT: Ya silakan pak.

F-PG (lr. AZHAR ROMLI, M.Si) :

Pasal 7 ayat (2) ini terutama pain d pengistilahan istilah paling luas ini hampir sama nggak kalau kita gunakan maksimum misalnya luas sekian. ltu ahli bahasa mungkin , sudah tepat belum paling luas atau misalkan pembenihan ikan maksimum luasnya segitu, jadi ada hitungan, paling ini bisa tidak tetap kalau pandangan kami. ltu saja, minta komentar.

KETUA RAPAT :

Asal jangan paling-paling saja pak. Pak Wisnu apakah pakai maksimum atau paling luas disini.

AHLI BAHASA :

Lazimnya yang dipakai memakai paling pak, maksimal atau minimum tidak dipakai didalam bahasa perundang-undangan. KETUA RAPAT :

Paling banyak atau paling sedikitlah gitu ya. Masih ada yang lain, silakan. Jadi kenapa saya selalu minta direkam karena

ingat dulu ada namanya pasal tambahan yang tidak pernah dibahas didalam Panja dan tim lainnya itu bisa pidana pak sekarang. Jadi yang dipidana nanti saya sebagai Pimpinan Panja, padahal yang nambah-nambahin misalkan tim dapur gitu ya sehingga saya ingin ini direkam jadi kalau tidak ada ucapan saya tim dapur saja yang dipenjara gitu, bukan saya dong.

PAKAR UNHAS :

Sederhana sebenarnya definisi lahan, dibudidaya itu lahan seluruhnya atau lahan yang digunakan untuk melakukan pembenihan. lni yang harus dicermati gitu.

ARSIP D

PR - RI

28

KETUA RAPAT :

Silakan Dirjen budidaya lah karena ini pada waktu menetapkan angka-angka ini satu hal yang saya tekankan pada waktu itu adalah referensinya, kalau nggak ada referensi jangan asal-asalan menetapkan angka sehingga pada waktu itu jelas sebenarnya referensinya bukunya tebal pak tapi saya bilang itu urusan Dirjenlah kalau baca buku tebal itu.

Silakan pak.

DIRJEN (PEMERINT AH ) :

Ya yang dimaksudkan dengan lahan operasional pak. Jadi lahan yang digunakan untuk produksi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik, saya kira ini sangat teknis ya dan hal-hal seperti ini nanti akan diturunkan dalam peraturan Menteri.

Silakan.

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA:

Mohon ijin sedikit. Saya tadi menyampaikan itu terkait dengan Pasal 5 ayat (2) ... penjelasan,

menurut persepsi kami itukan keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran, tidak ada adjustment disitu sehingga Undang-undang ini tidak memberikan keumuman, akan memberikan kekhususan kepada keluarga nelayan yang melakukan .. . Sementara ada orang yang melakukan ... diluar dari keluarga pembudidaya dan nelayan itu sedikit justru yang tidak akan dilindungi, mohon maaf... saya baca di penjelasan tidak ada

Terima kasih. (SUARA REKAMAN TIDAK JELAS)

KETUA RAPAT :

Jadi sebelumnya sudah ada itu tadi dibacakan yang di Pasal 5 poin dua itu. Poin dua itukan menyangkut Poklahsar itu yang tambahannya tadi sudah disetujui yang diduanya itu.

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA:

Maksud saya begini Pak Ketua, saya membaca itu kok begini Undang­undang berlaku juga bagi keluarga nelayan dan pembudidaya ikan. Berarti ada Poklahsar yang diluar keluarga nelayan dan diluar pembudidaya ikan tidak terlindungi dan tidak diberdayakan oleh Undang-undang ini didalam pikiran saya karena faktanya bahwa Poklahsar ini adalah pihak yang berdiri sendiri diluar dari keluarga nelayan dan keluarga pembudidaya ikan , ini mohon penjelasan.

ARSIP D

PR - RI

29

KETUA RAPAT :

Saya kira nanti saya sambil jalan ya karena ini nanti berurut kan masuk kepada substansi perlindungan , substansi pemberdayaan nanti kita lihat.

PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA:

Baik, terima kasih.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Mohon ijin kam lanjutkan. Pasal 7 ayat (3), pemilik lahan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c ditentukan dengan kriteria : a. Menggunakan teknologi sederhana atau teknologi semi intensif. b. Memiliki hak atau ijin atas lahan;

1. Usaha pembudidayaan ikan air tawar untuk kegiatan : a. Pembenihan ikan lebih dari 0,75 hektar sampai dengan 5 hektar. b. Pembesaran ikan lebih dari 2 hektar sampai dengan 5 hektar.

2. Usaha pembudidayaan ikan air payau untuk kegiatan : a. Pembenihan ikan lebih dari 0,5 hektar sampai dengan 5 hektar. b. Pembesaran ikan lebih dari 5 hektar sampai dengan 15 hektar.

3. Usaha pembudidayaan ikan air laut untuk kegiatan " a. Pembenihan ikan lebih dari 0,5 hektar sampai dengan 5 hektar. b. Pembesaran ikan lebih dari 2 hektar sampai dengan 5 hektar.

Penjelasan, jadi Pasal 7 ayat (1) cukup jelas. Pasal 7 ayat (2), huruf a, yang dimaksud dengan teknologi sederhana

adalah teknologi pembudidayaan ikan dengan cara antara lain menggunakan pakan alami dan padat tebar rendah.

Huruf b cukup jelas. Kemudian ayat (3) huruf a, yang dimaksud dengan teknologi sederhana

adalah teknologi pembudidayaan ikan dengan cara antara lain menggunakan pakan alami dan padat tebar rendah.

Teknologi semi intensif adalah teknologi pembudidayaan ikan dengan cara antara lain menggunakan pakan buatan, padat tebar sedang dan menggunakan kincir.

Ayat (3) huruf b, cukup jelas.

KETUA RAPAT:

Baik, saya tanya kepada floor apakah dapat disetujui di Bab II?

SEKJEN (PEMERINTAH):

Masih ada satu pak Pasal 8 belum.

ARSIP D

PR - RI

KETUA RAPAT :

Oh ya, silakan.

SEKJEN (PEMERINTAH):

Pasal 8, petambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi : a. Petambak garam kecil b. Penggarap tambak garam.

30

c. Pemilik tambak garam yang memiliki lahan lebih dari 5 hektar sampai dengan 15 hektar.

Pasal 8 cukup jelas.

KETUA RAPAT:

Baik, memang kemarin ada keraguan di poin c mengenai apakah ini redundant atau tidak, ternyata memang ini harus ada karena didalam pasal sebelumnya tentang pemilik tambak garam yang antara 5 sampai 15 hektar nggak harus ada, kalau tidak ada justru kita sulit untuk memaknai tentang maksimum 5 hektar di petambak garam kecil. Apakah dapat disetujui? Pak Zainut setuju? Saya tanya Pak Zainu·t karena Pak Zainut ini Ketua Fraksi MPR jadi supaya tidak ada keraguan di MPR.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

Saya akan ikut pada putusan yang sudah diputuskan ketua, saya tidak elok kalau kemudian saya menggugat.

KETUA RAPAT :

Jadi Fraksi MPR setuju ya?

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

Tapi saya terharu ketika Ketua menyampaikan itu kepada Ketua atau menanyakan itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Setuju ya. (RAPAT: SETUJU)

Sebelum dilanjut 1n1 supaya kita tuntas gitu ya. Tadikan ada usulan ada alat tangkap yang tidak juga menggunakan kapal, betul itu, bagan apung juga itu adalah nelayan-nelayan kecil. Apa tidak sebaiknya kita masukkan didefinisi di ketentuan umum.

ARSIP D

PR - RI

31

Nomor 4 ya, nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 10 gt dan/atau tanpa kapal ikan.

Coba Pak Narmoko ini dipikirkan. Jadi ini berkembang bagus juga, ada yang alat tangkap statis termasuk mungkin bubu didalamnya gitu ya, itu kan nelayan kecil juga, set net.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

Ketua. Ada dua pilihan apakah itu dimasukkan dalam kelompok nelayan kecil atau

kelompok nelayan tradisional. Jadi kelompok nelayan tradisional adalah yang menggunakan alat-alat tradisional, tapi itu diinsert didalam ruang lingkup nelayan tradisional, bukan nelayan kecil, toh dua-duanya juga dilindungi.

KETUA RAPAT:

Sebetulnya Pak Arif yang harus ajari tentang traditional fishing right, tetapi Pak Arif kok gatal-gatal gitu gimana ini pak?

Coba Pak Arif kasih pencerahan ini.

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Memang trend kedepan adalah penangkapan ikan tanpa kapal pak, seperti Setnet di Jepang saya kira sudah sangat dominan sekali dan tanpa kapal dia itu bisa skala besar.

KETUA RAPAT :

Ya ini pertanyaannya karena di Indonesia ini berkembangkan nelayan­nelayan kecil itu, bahkan kalau di Cirebon itu ada nelayan tanpa kapl tetapi mempergunakan celana dalam pak kalau pagi pak. Karena dia hanya pakai celana dalam dia bawa serok saja, itu setiap pagi banyak sekali itu, setiap subuh itu banyak sekali saya disana. Nah jadi nggak pakai kapal tapi dia jalan di pinggir pakai serok cuma pakai celana dalam saja pak. Jadi apakah ini termasuk kategori nelayan kecil atau nelayan tradisional Pak Arif?

Baik, kalau di tradisional kan sudah disebutkan disini juga alat yang turun temurun jadi jelaslah apapun yang itu memang secara turun temurun itu dapat dikategorikan masuk didalam nelayan tradisional. Berarti masuknya di nelayan kecil, bantu saya untuk menambahkan kata-kata.

Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 1 0 gt dan/atau tidak menggunakan kapal penangkap ikan.

Coba ditamplkan didepan.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

Bisa, tanpa menggunakan kapal itu didepan kemudian baru ukuran kapal terbesar adalah 1 0 gt itu bisa juga. Kalau inikan jadi terbalik.

ARSIP D

PR - RI

32

KETUA RAPAT :

Ya boleh, coba dibalik dulu daripada nanti di petisi MPR.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

Yang tanpa menggunakan kapal.

KETUA RAPAT:

Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik yang tidak menggunakan kapal penangkapan ikan maupun yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 10 gt.

Demikian Pak Narmoko secara hukum perikanan.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

Hanya ada dua hal ketua, apakah kita menggunakan kapal penangkapan ikan atau kapal perikanan? Yang pertama yang tidak menggunakan kapal penangkapan ikan , yang kedua menggunakan kapal perikanan.

KETUA RAP AT :

Saya kira kapal perikanan karena inikan ada yang menggunakan kapal perikanan atau tidak menggunakan kapal perikanan.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Kalau begitu yang kapal penangkapan ikan diganti perikanan.

KETUA RAPAT :

dengan kapal

Sebelum saya ketok, silakan kalau masih ada yang berpandangan. Oke, betul awal kapal penangkap ikan. Jadi kapal perikanan itu ada kapal

penangkap ada kapal pengangkut, definisi kapal perikanan itu. Tapi ini memang harusnya tidak menggunakan kapal penangkapan ikan karena nggak mungkin itu ada kapal pengangkut pakai bagan kan nggak mungkin.

Baik, masih ada yang berpendapat?

ANGGOTA:

Bawahnya juga kapal penangkap ikan pak?

KETUA RAPAT:

Ya, kapal penangkap ikan karena kapal pengangkut tidak masuk didalam ini. Jadi yang dibawahnya juga pakai kapal.

ARSIP D

PR - RI

33

Oh sebentar, kalau kapal pengangkut itu ada nggak yang dibawah ukuran 10 gt itu? nggak ada toh? Pastinya kan ratusan gt kalau kapal pengangkut itu. Nah jadi menurut saya itu kapal penangkap ikan saja yang dibawahnya yang di kapal perikanan itu, yang menggunakan kapal itu kapal penangkap ikan.

Baik, Fraksi Gerindra setuju. PDIP Perjuangan setuju. PPP setuju. Golkar setuju. Amanat nasional setuju. Partai Demokrat setuju. Pemerintah sudah setuju atau masih ada yang belum setuju, silakan.

ANGGOTA:

lkan itu pakai kapal atau pakai alat tangkap? Ya jadi orang menangkap ikan itu ada dua dia, bisa saja dia menggunakan

alat tangkap saja tanpa menggunakan kapal. Tetapi kalau dia menggunakan kapal pasti otomatis dia menggunakan juga alat tangkap. Nah ini yang harus kita define pak, tapi ide ini bagus sekali ini jadi saya apreciate dengan idenya cuma kategorinya itu apakah nelayan kecil itu dia menangkap ikan saja tanpa kapal atau dia bisa juga menangkap ikan dengan kapal dibawah 10 gt? Tapi dia tidak mungkin menangkap ikan tidak menggunakan alat, contoh penangkap kepiting ya nggak kalau dia nggak pakai alat, sesederhana apapun juga dia menggunakan alat tangkap, tapi dia bukan, jadi dia tidak menggunakan kapal, dia mungkin jalan dipinggir pantai ambilin kepiting tapi dia pakai serok misalnya.

KETUA RAPAT:

Baik, memang pasal ini tidak berdiri sendiri. Kalau berdiri sendiri memang pertanyaannya banyak pasti tetapi kalau kita masuk ke poin-poin berikutnya saya kira sudah jelas ya termasuk di poin delapan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat dan cara yang mengedepankan asas keberlanjutan. Jadi saya kira sudah diperjelas di pasal ini.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

... (SUARA TIDAK TEREKAM) ... bahkan bagi yang membaca gitu pak. Jadi kalau saya boleh saran saja disatukan/ dipastikan disini pak.

KETUA RAPAT:

Jadi menurut pandangan bapak bagaimana baiknya?

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Ya sebaiknya nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menggunakan alat tangkap (nah ini yang belakangnya ini saya belum ketemu).

ARSIP D

PR - RI

34

KETUA RAPAT :

Kan diatas itu sudah ada itu, melakukan penangkapan ikan gitu kan?

DIRJEN (PEMERINTAH) :

T eta pi alatnya harus muncul pak, nanti kalau nggak nggak dikenalin nanti kasihan dia pak.

KETUA RAPAT :

Nggak, karena pasal tentang penangkapan ikannya sudah ada di poin 8, penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan, jadi sudah ada , sebetulnya sudah jelas menurut saya.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Kalau yang inikan kategorinya bisa besar, bisa kecil, bisa medium.

KETUA RAPAT:

Ya tetapi itu rujukan makanya dibatasi di poin 4.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Betul pak, tapi justru yang membuat kita kecil atau besar itukan dari alat yang kita pergunakan. Jadi misalnya set net itu kalau dia besar juga dia pasti butuh modal besar dan juga pasti biaya besar. Apakah ini juga kategori nelayan kecil gitu ya? atau misalnya bisa terjadi ada orang yang menangkap ini memang tidak hanya untuk kehidupan ... tetapi dia nanti (bukan untuk komersial) untuk hobi barangkali, nanti ini juga harus kita kenali juga untuk membedakan supaya dia itu bukan kategori nelayan gitu. Dia bisa saja menggunakan kapal dibawah 10 gt seperti ini kategorinya terus dia mengaku-ngaku bahwa dia sebagai nelayan padahal dia tidak frequent melakukan kegiatan menangkap ikan.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag, MH) :

Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ya silakan.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag, MH) :

Apa tidak mungkinkita tambah kalimat yang tadi apa yang disampaikan oleh Pak Dirjen barusan. Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan alat tangkap baik yang tidak menggunakan kapal penangkap.

ARSIP D

PR - RI

35

KETUA RAP AT :

Gini-gini, makanya tadi saya rujuk ke nomor delapan. lnikan berbicara persoalan penangkapan ikan, kalau yang ikan dengan menggunakan kapal sudah dibatasi yang kecil itu 10 gt. Saya tangkap pemikirannya Pak Narmoko, apakah yang tidak menggunakan alat tangkap yang menggunakan kapal ikan itu boleh semena-mena sampai berapapun mereka ukurannya kan begitu maksudnya. Nah artinya kenapa tidak dibatasi didalam yang tidak menggunakan kapal penangkap itu, kalau penangkapnya sih sudah ada dipoin delapan itu kalau dibaca penangkapan ikan itu sudah jelas tetapi batasannya kalau yang menggunakan kapal dibatasi 1 0 gt, yang tidak menggunakan kapal itu kapasitasnya kok tidak dibatasi kan begitu. ltu saja masalahnya.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Saya nggak mau debat pak, inikan persoalan hukum ya. Jadi kalau saya membaca ketentuan umum kita mesti mengikutkan bagian kebelakangnya pak, termasuk kegiatan dengan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan dan seterusnya gitu. Nah ini kalau kita kebelakangnya kita ikutkan semuanya antara kategori nelayan kecil nggak bisa kita dapat karena dia mungkin bisa saja baru memuat saja, baru mengangkut saja tapi dia mungkin kapasitasnya belum bisa mendinginkan dan seterusnya seperti di Ambon misalnya. Tetapi hasil tangkapannya dia itu justru menjadi nilai besar untuk dijual diperusahaan­perusahaan besar.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si) :

Mungkin pimpinan saya bisa mengusulkan untuk mengkategorikan nelayan kecil itu dibedakan terhadapa dua hal . Pertama alat tangkapnya, yang kedua jenis kapal atau tanpa kapal. Alat tangkap bisa saja oleh usulan beliau dikatakan alat tangkap yang sederhana yang tidak modern kemudian menggunakan sarana kapal atau dengan kapal dengan batasan 10 gt itu. Jadi kalau itu misalnya tinggal di insert saja ditambahkan penangkapan ikan dengan alat sederhana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang menggunakan kapal.

KETUA RAPAT :

Ya jadi gini. Kalau batasan penangkapan itukan 10 gt, batasan alat tangkap itu karena alat tangkap yang mengedepankan kelestarian itu jelas karena alat tangkap itukan berkembang terus. Dulu ada gil/net belum menarik ternyata ada gil/net apa itu namanya. Jadi memang alat tangkap itu berkembang terus, set net pun berkembang terus. Di Jepang dulu hanya pakai set net sederhana dibawah itu (alat perangkap) tapi sekarang sudah dengan alat perangkap yang lebih modern. Bubu juga dulu kita asal bubu saja tapi sekarang sudah dengan bubu yang lebih modern saya kira lebih potensi besar untuk bisa menangkap ikan. Artinya kita tidak bisa mengunci dengan alat sederhana gitu loh, kalau alat sederhana nanti ada yang modern untuk nelayan untuk memberdayakan nggak bisa masuk , itu harus alat sederhana itu nelayan kecil itu. Jadi memang kita batasannya sehingga ketika nelayan kecil itu dibatasi oleh grosstonnage-nya, maksimum 10 grosstonnage, dia mau pakai alat tangkap apapun itu yang penting

ARSIP D

PR - RI

36

berwawasan lingkungan, menjaga kelestarian gitu. Nah yang jadi persoalan kan kalau tidak dengan kapal ini ukuran batasannya apa ini? kalau yang kapal penangkap ikan inikan jelas ukurannya adalah 10 gt titik tapi ukuran untuk yang tanpa kapal ini apa ukurannya? Kalau yang tradisionalnya bubu dan lain sebagainya sudah diatur didalam nelayan tradisional tapi di nelayan kecil ini apa batasannya gitu loh pak, itu saja persoalannya.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag, MH) :

Pimpinan.

KETUA RAP AT :

Ya silakan.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag, MH) :

Kalau alat tangkap itu ada yang tradisional, sederhana, modern memang ada seperti di kita ada nelayan ban kan bukan tradisional toh, menggunakan bannya kan bannya modern masuk nggak? tapi sederhana, alatnya ban modern. Jadi kalau saya sih setuju dengan menggunakan kata alat tangkapnya karena ini tadi Pak Narmoko ingin menjelaskan tentang alat tangkap baik dengan kapal ataupun tidak dengan kapal. Kan bukan kapalnya yang mau dijelaskan , alat tangkapnya pimpinan.

KETUA RAPAT :

Bukan itu bukan maksudnya poin ini adalah batasannya , nelayan kecil itu batasannya 10 gt oke kalau menggunakan kapal. Karena ada usulan dari Perguruan Tinggi saya kira ini bagus, karena juga banyak yang tidak mempergunakan kapal, misalkan bagan tancap itukan banyak itu di pinggir-pinggir pantai. Tapi batasannya apa bagan tancap ini itu saja. Kita tidak berbicara alat tangkap disini, jadi tidak berbicara alat tangkap tapi berbicara batasan besaran yang masuk kategori sebagai nelayan kecil karena nelayan itu tidak semuanya mempergunakan kapal tetapi ada yang tidak mempergunakan kapal seperti bagan tancap itu.

Coba berikan gambaran Pak Arif, apakah bagan tancap itu bisa melebihi kapal 1 0 gt dipastikan bisa atau tidak gitu? Kan paling tidak Undang-undang ini bukan kitab suci lah ya, pasti nanti kalau misalkan suatu waktu wah Undang­undang ini terlalu terbuka Iebar bagi rezim kapitalis misalkan ya kita batasi lagi nanti suatu saat.

PAKAR UNIVERSITAS IPB:

Baik, terima kasih. Memang proksi yang paling mudah adalah ... kapal, itu adalah proksi untuk

... kecil, besar, menengah. Untuk yang tidak menggunakan alat tangkap , tidak menggunakan kapal maka menurut saya proksinya agak sulit kecuali nilai, modal yang setara dengan batas maksimum kapal. Jadi misalnya alat tangkap itu kalau kita menggunakan set net, set net nya berapa nilai harganya? Apakah melebih?

ARSIP D

PR - RI

37

Kalau kapal katakanlah 10 gt harganya 1 miliar berarti maksimum senilai dengan itu. Kita bicara dengan modal pada akhirnya.

KETUA RAPAT:

Saya kira bukan dengan modal mungkin , dengan kapasitas tangkap mung kin ya. Dengan kapasitas tangkap tidak melebihi tangkap 10 gt, kan ini batasannya 10 gt gitu ya. Tapi saya tidak mung kin juga kok alat tangkap statis itu dapat banyak itu juga, jadi yang bag an tancap itu bisa sesuai dengan kapal 10 gt saya tidak yakin. Mereka pasti hanya 10% nya saja dari alat tangkap dinamis karena inikan statis disitu saja, dia menunggu ikan datang saja begitu.

Silakan.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Begini Pak Sekjen, mohon maaf. Pak Arif maupun bapak-bapak dari universitas mohon dibantu pak.

lni nelayan kecil tadi pendekatannya mestinya capital atau capacity pak karena nanti kita kalau sudah bicara nelayan kecil mesti ada nelayan besar sebagai pembandingnya.

KETUA RAP AT :

lni diskusi Pak Narmoko sudah selesai saya kira, jangan ini lagi.

DIRJEN (PEMERINTAH) :

Nggak pak.

KETUA RAPAT :

Sudah selesai, 5 sampai 10 gt itu sudah perdebatan panjang pak. Bapak hadir atau tidak saya tidak tahu tetapi kalau mau berdebat itu 5 sampai 1 0 gt itu perdebatan di Baleg juga gitu loh. Jadi kalau membawa ke sesuatu yang scientific kami juga sudah perdebatkan juga di perguruan tinggi 5 sampai 10 gt ini. Ya artinya jangan membawa kepada perdiskusian batasan dan Jain sebagainya, sudah , batasan ini adalah batasan yang kemudian disepakati bahkan pada waktu di Rapat Kerja ini tidak diubah, ini pasal tetap gitu loh.

DIRJEN (PEMERINT AH) :

Tadikan saya bilang barangkali, kalau boleh saya.

KETUA RAPAT:

Bukan, kalau itu tadi sudah dipersilakan bapak itu. Tetapi kan tadi mengajak diskusi kepada batasan terhadap nilai dan lain sebagainya. Jadi kita perdebatan kepada sesuatu yang lebih fokus saja disini gitu loh. Ya silakan kalau ada masukan gitu.

Pak Luther dulu silakan.

ARSIP D

PR - RI

38

F-P.GERINDRA (LUTHER KOMBONG) :

Ya pak, jadi menanggapi tadi masalah bagan tancap dengan yang 10 gt, apakah bag an tancap ini masuk nelayan kecil atau disamakan dengan 10 gt. Kalau saya melihat dilapangan bahwasanya yang punya bagan tancap itu sebetulnya jauh lebih kecil daripada 10 gt karena dia pun menangkap ikan pad a musim-musim gelap, tidak ada bulan dan statis ya sangat terbatas. Sehingga mungkin bisa kita pahami bahwasanya dia masuk di kategori yang mana ini.

Saya kira itu saja, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik, masih ada masukan? Silakan Pak Narmoko kalau ada usulan langsung ke fokus ini ya. Jadi kita tidak mengajak kepada perdebatan , ini perdebatan panjang gitu, kalau mau berdebat saya juga berdebat gitu tapi ini bukan forumnya untuk berdebat kepada sesuatu yang scientific gitu, kami sudah dari awal dulu dengan perguruan tinggi dan ini sudah diputuskan, perguruan tinggi sudah melegitimasi ini jadi jangan kemudian ditarik lagi kepada batasan yang sifatnya value gitu loh.

Silakan pak.

PEMERINTAH (SEKJEN) :

Mohon ijin pak. Sebetulnya saya melihat dengan statement untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari itu sudah batasan pak karena kehidupan sehari-harikan dia ada kehidupan kita ya kebutuhan, pribadi , keluarga jadi dia tidak akan lebih dari industri. Kalimat itu sudah nelayan kecil pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Saya kira ini sudah baik dan ini kita tidak merumuskan kitab suci gitu, kalalu memang ini nanti terlalu luas tentang alat tangkap yang tidak menggunakan kapal ya kita evaluasi. Tetapi bahwasanya kita menemukan sesuatu yang baru ini adalah hal yang baik pada hari ini. Nah sehingga menurut saya kalau tidak hal-hal lain yang ingin didiskusikan ini pasal ini sudah bagus , Pak Luther Kombong tadi sudah menyampaikan bahwa memang sepengetahuan saya kalau alat tangkap statis itu juga karena dia ... , karena dia menggunakan , ... sedang musim gelap bulan jadi ikan memang dia menyerang terhadap cahaya gitu ya dan hasilnya tidak pernah jauh lebih baik dari yang mempergunakan kapal.. ............ dalam kondisi baik, seperti penyediaan sistem drainase atau penyediaan tempat penanganan limbah.

Saya kira ini hal positif, kita dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (NILANTO WIBOWO):

'd. memastikan adanya perjanjian tertulis dalam hubungan usaha penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan pergaraman'.

ARSIP D

PR - RI

39

Ayat (2) 'Untuk menciptakan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan : a. mengembangkan sistem pemasaran komunitas perikanan dan komunitas pergaraman; b. memberikan jaminan pemasaran ikan me/a lui pasar lelang; c. memberikan jaminan pemasaran ikan dan garam melalui resi gudang; d. mewujudkan fasilitas pendukung pasar ikan; e. menyediakan sistem informasi terhadap harga ikan dan harga garam secara nasional maupun intemasional', dan usulan rumusan tambahan terkait materi pengolahan dan pemasaran 'f mengembangkan sistem rantai dingin'.

Penjelasan 'sistem rantai dingin' : Yang dimaksud dengan 'sistem rantai dingin' penerapan teknik pendinginan paling tinggi 4 derajat celcius sesuai dengan jenis hasil perikanan yang dilakukan secara terus menerus sejak penangkapan/pemanenan, penanganan, pengolahan, dan pendistribusian sampai kepada konsumen tanpa mengubah struktur dan bentuk dasar.

KETUA RAPAT:

Apa yang disampaikan apakah dapat disetujui, setuju?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (NILANTO WIBOWO):

Ayat (3) 'Untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasa/12 ayat (2) huruf c pemerintah pusat menetapkan rencana tata ruang /aut nasional'.

KETUA RAP AT:

Mohon maaf, dibacakan saja yang usulannya saja.

PEMERINTAH/DIRJEN (NILANTO WIBOWO):

Usulan rumusan materi terkait pengolahan.

KETUA RAPAT:

Jadi untuk usulan ini mohon persetujuan, karena ini kita mencoba mem­breakdown dari ayat (3) sebelumnya.

PEMERINTAH/DIRJEN (NILANTO WIBOWO):

'Untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c : a. pemerintah pusat menetapkan rencana tata ruang /aut nasional untuk penangkapan ikan dan budidaya ikan; b. pemerintah daerah menetapkan rencana zonasi serla rencana zonasi rinci wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan; dan atau c. pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan rencana lata ruang wilayah untuk pembudidayaan ikan, pengolahan, dan pemasaran, serla usaha pergaraman'.

ARSIP D

PR - RI

40

3.a 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menetapkan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan'.

Ayat (4), usulan rumusan tambahan terkait dengan hak akses nelayan tradisional, 'Penetapan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan dengan memberikan ruang penghidupan dan hak akses kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudidaya ikan, dan petambak garam'. 'hak' nya dibuang.

Penjelasan Pasal 25 ayat (4) : 'ruang penghidupan' meliputi wilayah atau zona menangkap ikan atau membudidayakan ikan, tempat melabuhkan kapal perikanan, dan tempat tinggal nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudidaya ikan, dan petambak garam kecil.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira ini juga mengakomodir hampir pada setiap perguruan tinggi mengusulkan ini, karena ini juga masuk di dalam tujuh indikator terhadap pelaksanaan pemberdayaan di lingkungan perikanan. Salah satu ataupun memang yang terakhir adalah bagaimana memberikan akses terhadap sumber daya melalui tata ruang. Apakah ada pandangan lain atau akan langsung disetujui?

Silakan Pak Made.

F-PDIP (Drs. I MADE URIP, M.Si.):

Terima kasih Pak Pimpinan. Tadi yang baru dibacakan tadi itu fokus berkaitan dengan masalah

pengolahan dan pemasaran. Jadi ikan itu adalah pangan juga disamping komunitas yang lain. Kalau kita misalnya di pangan, kita berbicara konsumsi beras misalnya, itu ada HPP (Harga Pembelian Pemerintah) untuk menjaga stabilitas beras pangan kita.

Kalau di ikan, karena kita berbicara dengan pasca panen disini, pengolahan, dan pemasaran, kalau misalnya harga ikan itu jatuh, apakah tidak ada alat atau semacam HPP untuk menjaga ini. Barangkali dimana masuk ini. Karena untuk mendapatkan pasca panen, jadi untuk memberikan jaminan harga kepada para nelayan kita, ini kan perlu dibuka juga di undang-undang ini. Di sini kan kita hanya berbicara tentang ruang, kemudian budidaya, dan lain sebagainya, tetapi yang belum tersentuh esensinya disini adalah persoalan tentang pasca panen tentang harga ikan ini. Dulu kan pernah ada wacana, jadi ada bulog ikan misalnya, sekarang HPP saja misalnya bagaimana menetapkan ini. Jadi supaya betul-betul harga ini bisa terjamin, sehingga nelayan kita merasa nyaman untuk melaut.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Memang ini jaminan terhadap risiko harga, jadi outline nya adalah jaminan risiko terhadap harga ini memang menjadi pembicaraan kita. Satu-satunya komunitas yang itu masuk dalam persaingan sempurna itu adalah perikanan. Karena hanya satu-satunyalah perikanan yang sistem penjualannya dengan cara lelang. Hanya setelah lepas lelang saja kemudian baru kilo.

ARSIP D

PR - RI

41

Kalau dari nelayan kepada pasar itu biasanya lelang. lni yang kemudian diatur di dalam sistem bagi hasil, Undang-Undang Sistem Bagi Hasil, yang kita juga sudah masukkan di dalam prolegnas.

Tolong dikeluarkan coba mana yang berkaitan dengan pasal mengenai risiko terhadap harga itu. Pasal 26 ayat (1) 'Untuk menjamin kepastian usaha nelayan, budidaya ikan, dan petambak garam, pemerintah pusat menugasi badan atau lembaga yang menangani komunitas perikanan danlatau komunitas pergaraman'. Ayat (2) 'Badan atau /embaga sebagaimana dimaksud berfungsi (bla-bla-bla)'. Huruf a-nya 'menjamin ketersediaan ikan dan garam; b. mendukung sistem Jogistik ikan dan garam; c. mewujudkan harga ikan dan harga garam yang menguntungkan bagi nelayan pembudidaya ikan dan petambak garam'. lni nanti turunannya akan ditetapkan di dalam Undang-Undang Sistem Bagi Hasil. Atau kalau memang pernerintah merniliki kewenangan lain, coba dibawahnya ada rujukan tidak? lni, 'Penugasan badan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'. Saya kira menteri bisa mengeluarkan peraturan untuk ini dalarn rangka rnernberikan stabilisasi.

Karena kalau HPP mungkin agak sulit. Saya tidak tahu bagairnana ini, ada pandangan tidak dari Pemerintah? Karena ikan ini kan dilelang sistem ikan ini. Dari perguruan tinggi ada masukan tidak untuk usulan Pak Made ini? Saya juga concern ini bagairnana mempertahankan harga di tingkat nelayan itu.

Silakan Pak Sekjen.

PEMERINTAH/SEKJEN (SYARIEF WIDJAYA):

T erima kasih. Jadi sebetulnya yang dibutuhkan Pernerintah adalah dukungan politik dari

DPR, dalam hal ini sudah terwujud di situ, 'mewujudkan harga ikan dan harga garam yang menguntungkan bagi nelayan'. Dari situ Pernerintah akan mengeluarkan satu peraturan kebijakan, peraturan rnenteri, keppres, dan sebagainya, untuk rnenjelaskan satu mekanisme dan penetapan harganya. Tapi ikatan hukumnya sudah ada di undang-undang ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Made, apakah rnasih ada? Cukup ya. Jadi kita kawal saja. Kalau di kornunitas pertanian itu kan ada HPP, karena memang dia harga jualnya kilogram. Tapi di ini kan lelang ini sistemnya, bagaimana cara kita menetapkan harga pada waktu lelang supaya tidak di bawah harga yang merugikan nelayan.

Pak Narmoko lah dari sekarang coba membuatkan rumusan itu, silakan.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Sedikit saja, Pak Pirnpinan, sekarang ini sering terjadi juga, dan banyak yang terjadi, tidak masuk di pasar lelang. ltu kebanyakan ternan-ternan itu kalau dagang ikan dia telepon saja sama penangkap ikan di lapangan, terus kemudian taksiran harga itu dilakukan oleh mereka di darat. lni yang jadi masalah buat kita.

Sebetulnya terhadap penetapan harga seperti Pak Made tadi katakan, jangan juga Pak. Artinya bahwa si orang itu tidak boleh dirugikan, terutama bagi nelayan yang kecil sekali yang sam a sekali tidak punya kemampuan ..... .

ARSIP D

PR - RI

42

..... kalau lelang pasti pakai harga yang tertinggi. Yang banyak terjadi saat sekarang, makanya pelabuhan kami agak sepi juga, dia langsung telepon. Kamu dapat ikan berapa, saya bayar sekian. Kalau dia hasilnya senang, langsung itu terjadi tanpa tidak bisa kita kontrol. Yang sering terjadi dia masukkan ke pasar, dia jual sebagai harga umum. Jadi keuntungan dia bisa dua kali lipat.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan ini dijadikan cantolan hukum nanti untuk melakukan atau membuat kebijakan, baik itu di peraturan menteri atau peraturan lainnya. Saya kira Pak Narmoko ini PR nya ini dari sekarang, cantolan hukum ini bagus untuk mengatur sistem tata niaga di perikanan.

Saya mohon persetujuan untuk pasal-pasal tambahan yang tadi disampaikan, apakah dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU) Lanjut.

PEMERINTAH/DIRJEN (NILANTO WIBOWO):

Pasal 26 ayat (1) 'Untuk menjamin kepastian usaha ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, pemerintah pusat menugasi badan atau lembaga yang menangani komunitas perikanan atau komunitas pergaraman'. Ayat (2) 'Badan atau lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi : a. menjamin ketersediaan ikan dan garam; b. mendukung sistem /ogistik ikan dan garam; dan c. mewujudkan harga ikan dan harga garam yang menguntungkan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam'. Ayat (3) 'Penugasan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Pasal 26 cukup jelas. Pasal 27 ayat (1) 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengembangkan

sistem pemasaran komunitas perikanan dan komunitas pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 25 ayat (2) huruf a'. Ayat (2) 'Pengembangan sistem pemasaran komoditas perikanan dan komoditas pergaraman dilakukan melalui : a. penyimpanan komunitas perikanan dan komunitas pergaraman; b. transportasi; c. pendistribusian; dan d. promosi'.

Penjelasan Pasal27: Ayat (1) cukup jelas. Ayat (2) huruf a : Penyimpanan komoditas perikanan antara lain berfungsi

untuk : 1. Menyimpan ikan dan produk perikanan, seperti gudang beku (cool storage), gudang penyimpan, dan mesin pembeku; 2. Menyimpan ikan hidup, seperti kolam ikan, tambak, dan bak penampung; dan/atau 3. Menyimpan bahan dan alat produksi, seperti gudang penyimpan. Penyimpanan komoditas pergaraman berfungsi untuk menyimpan komoditas garam sebelum dipasarkan.

Huruf b : Transportasi perikanan antara lain berfungsi untuk : 1. Mengangkut ikan dan produk perikanan, seperti kapal pengangkut ikan, pesawat udara, kendaraan angkut ikan

ARSIP D

PR - RI

43

yang berpendingin maupun tidak berpendingin; 2. Mengangkut ikan hidup, seperti kapal pengangkut ikan, pesawat udara, kendaraan pengangkut ikan hidup; dan/atau 3. Mengangkat bahan dan alat produksi. Transportasi produk garam antara lain berfungsi untuk mengangkut garam dari lahan ke gudang penyimpan, seperti gerobak dorong, motor roda tiga, atau kendaraan sejenis dengan itu.

Huruf c : Pendistribusian antara lain berfungsi untuk 1. Mendistribusikan ikan dan produk perikanan atau garam, seperti depo, pemasaran ikan, pasar ikan, dan out/etpemasaran hasil perikanan; 2. Mendistribusikan bahan dan alat produksi, seperti toko dan kios.

Huruf d : Cukup jelas. Pasal 28 ayat (1) 'Pemilik dan penyewa kapal atau pemilik dan penyewa

lahan budidaya ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan atau pembudidayaan ikan dengan melibatkan nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, atau penggarap lahan budidaya harus membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil secara terlulis'. Ayat (2) 'Pemilik tambak garam atau penyewa tambak garam yang melakukan kegiatan produksi garam dengan melibatkan penggarap tambak garam harus membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil secara terlulis'. Ayat (3) 'Pemerintah daerah berkewajiban memberikan pendampingan kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, atau penggaram /ahan budidaya dan penggarap tambak garam dalam membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil'. Ayat (4) 'Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip adil, menguntungkan bagi kedua belah pihak dan memperlimbangkan kearifan lokal'.

Penjelasan Pasal 28 : Ayat (1) : Yang dimaksud dengan penyewa kapal adalah setiap orang yang

menguasai kapal perikanan/kapal penangkapan ikan milik orang lain berdasarkan perjanjian. Yang dimaksud dengan penyewa lahan budidaya adalah setiap orang yang menguasai lahan budidaya milik orang lain berdasarkan perjanjian.

Ayat (2) : Yang dimaksud dengan penyewa tambak garam adalah setiap orang yang menguasai tambak garam milik orang lain berdasarkan perjanjian.

Pasal 29 ayat ( 1) 'Perjanjian kerja paling sedikit harus memuat hak dan kewajiban jangka waktu perjanjian dan pilihan penyelesaian sengketa'. Ayat (2) 'Perjanjian bagi hasil penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan atau usaha pergaraman paling sedikit harus memuat jangka waktu perjanjian pilihan penyelesaian sengketa dan kemitraan usaha'. Ayat (3) 'Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perjanjian bagi hasi/ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Pasal 29 cukup jelas.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira sebelum pindah juru bicara, kami mohon persetujuan dulu. Apakah ada yang ingin dikomentari? Silakan Pak Zainut.

ARSIP D

PR - RI

44

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Saya tidak ada komentar. Hanya bagian kelima ini sangat penting untuk kita seriusi. Tapi kita juga perlu istirahat, supaya kita nanti ketika masuk itu bisa serius.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Arief :

PAKAR (ARIEF SA TRIA):

Seperti tadi saya usulkan ada beberapa hal, itu ada bagian yang disampaikan oleh Pak Nilanto, yang pertama halaman 22 di hak akses itu saya cenderung akses saja. Kemudian soal jaringan telekomunikasi untuk di Pasal 18.

KETUA RAPAT:

Tambahkan 'listrik dan telekomunikasi'. Setuju tambah 'telekomunikasi?

(RAPAT: SETUJU)

Di pasal berapa tadi telekomunikasi? 18, 'listrik' tambah 'telekomunikasi', Jaringan listrik (koma) telekomunikasi (koma) dan air bersih'. Tanpa telekomunikasi, harga tidak akan membaik.

Ada yang lain? Silakan Pak.

PAKAR (MACHTUH):

Untuk Bab Penyelenggaraan Perlindungan itu untuk pasal sarana budidaya, tadi di depan kami coba sampaikan yang semangatnya untuk sustainabilitas itu adalah operasi pengolah limbah, kemudian laboratorium. lni mohon izin apakah memang disepakati, karena semangatnya adalah untuk kelestarian dari aktifitas budidaya.

KETUA RAPAT:

Kita masukkan di penjelasan, penajaman penjelasan. Jadi untuk budidaya.

PAKAR (MACHTUH):

Pasal sarana budidaya.

KETUA RAPAT:

Nanti pakai penjelasan berkaitan dengan penambahan terhadap pengolahan lim bah.

ARSIP D

PR - RI

45

PAKAR (MACHTUH):

Sarna pengelola air limbah sama laboratorium kesehatan dan lingkungan. Lalu yang satu lagi untuk pengembangan teknologi sekarang pada budidaya

itu adalah sudah menggunakan geo isolator, apakah itu juga tidak dimasukkan dalam sarana budidaya.

KETUA RAPAT:

Saya kira dimasukkan saja. Minimalnya 'meliputi', begitu saja ya. Sudah masuk itu, ada itu.

PAKAR (MACHTUH):

ltu garam barangkali yang budidaya.

KETUA RAPAT:

Saya kira dimasukkanlah. Kalau di garam ada deskripsinya, kita masukkan saja kalau geo isolator itu bag us.

Pak Dirjen, kenapa kelewat kemarin Pak? Paling sedikit tambahlah geo isolator. Karena di garam itu ada geo isolator, jadi saya kira tambah poin geo isolator di budidaya. ltu kan ada induk, benih, makan, obat-obatan, geo isolator, instalasi limbah, kemudian laboratorium kesehatan. Jadi nanti perikanan budidaya berkewajiban membangun fasilitas-fasilitas itu.

Pak Dirjen, belum ada suaranya Pak Dirjen ini. Habis Maghrib bacalah disini.

PAKAR (MACHTUH):

Satu lagi sedang saya pikirkan, cuma saya tidak tahu masuknya dimana, kita untuk penangkapan di perairan umum, karena kita yakin ini bahwa penangkapan di perairan umum air tawar itu sekarang sudah sangat merosot karena penggunaan bermacam-macam dan tidak terkendalinya. Yang saya pikirkan adalah bagaimana pemerintah bisa menjamin adanya restocking. Diberikan .... tapi tidak termasuk ada di perairan umum, tidak tercantum disini. Setelah saya cari sarana yang dikaitkan dengan pemberdayaan dan perlindungan untuk perairan umum tangkap itu tidak ada fasilitasi. Saya pikirkan adalah bahwa di negara-negara maju itu sudah dilakukan ada yang namanya restocking, sehingga ini saya kira perlu dimasukkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi kita akan memulai lagi nanti sesuai dengan usulan Kyai Haji Zainut Tauhid untuk sedikit refresh. Ke kiri metropolitan mall lama, ke kanan metropolitan mall baru. Jadi yang baru ke kanan, yang lama ke kiri. Dan saya kira nanti ada usulan-usulan silakan dimasukkan saja. Selama ini memberikan penguatan dan memberikan kebaikan untuk subyek di dalam undang-undang ini tentu kita akan masukkan.

ARSIP D

PR - RI

46

Terima kasih, sampai nanti jumpa jam 19.00. Narasumber masih kami persilakan, bagus juga ini ada narasumber disini, jadi nanti kita bisa melegitimasi terhadap pembahasan ini.

Sampai jumpa, saya skors waktu sampai jam 19.00. Restoran di lantai sini, seberang situ.

(RAPAT DISKORS PUKUL 17.18 WIB)

KETUA RAPAT:

Tadi sepakat, kalau ada Pak Zainut masuk, langsung mulai. Jadi begitu Pak Zainut kelihatan di kaca, langsung kita mulai. Terima kasih, kita akan melanjutkan di bagian kelima tentang jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidaya ikan, dan usaha pergaraman. Yang bersedia membacakan Pak Slamet Subiakto, Dirjen Perikanan Budidaya, merangkap Dirjen Tata Ruang Laut. Luar biasa, ada empat jabatan eselon satu rangkap, ada 28 jabatan eselon dua rangkap. Delapan, salah berarti datanya itu. Kalau Pak Fadholi datang, selesai ini barang.

Kami persilakan Pak Slamet. Dan saya kira mekanisme kita melanjutkan seperti yang tadi kita bahas.

Silakan Pak.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Selamat malam, salam sejahtera.

Kami langsung saja bacakan. Bagian Kelima 'Jaminan Risiko Penangkapan lkan, Pembudidayaan lkan, dan

Usaha Pergaraman'. Pasal 30 ini merupakan usulan rumusan sinkronisasi, 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan per/indungannya kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, atas risiko yang dihadapi saat melakukan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan usaha pergaraman'.

KETUA RAPAT:

Saya mohon persetujuan terhadap hasil perumusan, apakah dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Ayat (2) 'Risiko yang dihadapi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. (merupakan usu/an rumusan sinkronsisasij hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan usaha pergaraman'.

ARSIP D

PR - RI

47

KETUA RAPAT:

Kami juga mohon persetujuan dari fraksi-fraksi di Komisi IV apakah dapat menyetujui?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

'b. kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa di /aut bagi nelayan kecil,. ne/ayan tradisional, ne/ayan buruh, pembudidaya ikan kecil, dan penggarap /ahan budidaya; dan c. jenis risiko lain yang diatur dengan peraturan menteri'.

Ayat (3) 'Penyebab risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. bencana a/am'. Disini dengan penjelasan, bencana alam antara lain tsunami dan gunung meletus. 'b. wabah penyakit ikat; c. dampak perubahan iklim; danlatau d. pencemaran'.

Ayat (4) 'Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c untuk usaha perikanan diberikan dalam bentuk asuransi perikanan'. lni saya kira ada usulan rumusan yang berbunyi, 'Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c untuk sarana penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan'.

KETUA RAPAT:

Baik, karena memang ini belum masuk di Bab Asuransi, sehingga ini sebetulnya sebagai pengantar. Kemarin redunden pasal ini, sehingga dirumuskan lebih general. Apakah dapat disetujui?

Silakan.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Jadi yang dimaksud dengan kecelakan kerja atau kehilangan jiwa. Karena ini kaitannya dengan jiwa, itu tidak perlu dibedakan antara nelayan kecil dan nelayan yang lainnya. lni kan yang dilindungi jiwanya.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

lzin, tambahan. Saya percaya bahwa untuk poin b ini meskipun panja sudah memikirkan kenapa petani atau petambak garam itu tidak dimasukkan pasti ada alasannya. Tapi alangkah baiknya saya diberikan penjelasan, sehingga ketika saya ditanya oleh Pak SBY saya bisa menjelaskan kenapa peternak garam itu tidak dimasukkan.

KETUA RAPAT:

Dijelaskanlah dulu, Pak Sekjen. Saya kira untuk petambak garam juga ada.

PEMERINTAH/SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

48

Jadi Pasal 30 ayat (2) huruf b ini sebetulnya lebih diarahkan kepada kehilangan jiwa di laut. Kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa di laut bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, dan seterusnya. Risikonya itu lebih besar pada saat kita bicara nelayan dan pembudidayaan di laut. Sebetulnya pertimbangannya begitu Pak.

KETUA RAPAT:

Tapi memang orang meninggal bisa dimana-mana saja, setuju saya Pak. Tapi sebetulnya kalau mau ditambahkan. Tapi sebetulnya kalau mau ditambah petambak garam juga tidak keberatan.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Sebetulnya saya itu ingin minta persetujuan untuk pain a. Jadi pain a ini yang saya minta persetujuan dulu dari forum. Baru nanti masuk ke pain b. Jadi ini yang dikritisi pain b. Saya kira pertama yang dilindungi aleh undang-undang ini adalah nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan petambak garam kecil. ltu merupakan keputusan panja sebelumnya.

Mengenai batasannya kan sudah ada batasannya. Karena asuransi bagi yang besar-besar yang sudah mampu, yang bukan kecil, mereka sudah bisa sendiri. lni kan kenapa dibatasi, karena ada sebagian premi yang nanti akan dibayarkan oleh pemerintah. Jadi seperti halnya asuransi pertanian. Yang kecil-kecil sebagian preminya dibayarkan oleh pemerintah. Tetapi bagi yang besar-besar kalau masuk boleh, tidak ada masalah. Tetapi preminya bayar sendiri. ltu maksud dari pembatasan ini sebetulnya. Jadi yang disanksikan oleh Bapak itu bagaimana. Kalau nelayan itu karena risiko melaut itu berkaitan dengan masalah jiwa, sehingga ada asuransi jiwa selain risiko usahanya. Misalkan kehilangan kapal dan sebagainya.Dan yang kedua manfaatnya ada asuransi, agar usaha mereka lebih visible. Presmi asuransi bisa dipakai untuk jaminan terhadap bank atas pinjamannya.

Saya kira itu maksud kenapa harus ada jaminan risiko usaha. Yang besar­besar silakan untuk daftar sendiri. Tidak usah pakai batasan nelayan kecil, tetapi cukup dengan kehilangan jiwa di laut bagi nelayan.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Tapi nanti jadi risiko pemerintah kalau tidak dibatasi. Jadi asuransinya terbuka untuk yang besar. Cuma bantuan premi dari pemerintahnya itu hanya untuk yang kecil-kecil.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Yang diatur untuk bantuan preminya silakan. Tetapi kalau untuk keselamatan musti harus dipikirkan secara keseluruhan.

ARSIP D

PR - RI

49

KETUA RAPAT:

Memang boleh juga, tidak ada masalah. Undang-undang ini kan affirmative nya melindungi yang kecil. Kalau yang besar-besar yang sudah mampu? Risiko itu jangankan di laut, di atas ranjang pun bisa lewat barang itu. Tetapi justru undang­undang ini ingin melindungi yang kecil-kecil.

Kita bukan kemudian berpikir 'kalau masalah jiwa kan masalah semuanya', bukan itu Pak. Justru undang-undang ini ingin dikhusus untuk yang kecil-keci itu. Kalau yang sudah berdaya tidak perlulah ada undang-undang ini. lngin kita ada batasan supaya affirmative nya kelihatan.

Kalaupun untuk semuanya, seperti tadi dari perguruan tinggi, bahwa yang kecil-kecil itu bukan orang pakai kapal saja, ada yang tidak pakai kapal. ltu ide dan gagasan bagus. Saya kira ini yang saya ingin meyakinkan Pak Fadholi bahwa sesungguhnya undang-undang ini untuk yang kecil. Tapi kalau yang besar-besar kan mereka sudah bisa mandiri.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Kalau mau diatur di preminya silakan. Tapi secara umum bahwa undang­undang karena yang dilindunginya adalah nelayan, dari sisi jiwa tolong itu diperhatikan. Kalau persoalan kemudian pemerintah hanya memberikan premi kepada nelayan kecil itu ada aturan di dalam pemberian aturan premi. Sehingga disini mengingatkan juga pada para perusahaan-perusahaan besar itu agar memberikan jaminan asuransi kepada nelayan.

KETUA RAPAT:

Khusus jiwa kalau begitu kita tambah satu pasal lagi. Jadi ini khusus untuk nelayan yang bukan nelayan kecil, tetapi ada juga membuka peluang untuk bisa ada jaminan terhadap asuransinya.

lni karena Pak Fadholi baru di briefing oleh Pak Surya Paloh, jadi masih segar. Atau dipisahkan saja. Yang lain ini adalah risiko usaha, yang b ini. Nanti c nya itu mengenai kecelakaan kerja. Mohon maaf, kecelakaan dan hilangnya jiwa di laut bagi nelayan itu satu poin saja. Yang di atas itu jaminan risiko terhadap usaha, yang b nya. Atau sebaliknya. 'Kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa di /aut bagi ne/ayan', titik.

Nanti di penjelasan itu dijelaskan, yang dimaksud risiko terhadap kecelakaan kerja dan kehilangan jiwa di laut bagi nelayan adalah, baru dijelaskan 'bagi nelayan kecil maka preminya sebagian dapat dibayarkan oleh negara'. Kemudian, bagi nelayan yang tidak termasuk nelayan kecil maka menjadi pertanggungan korporasinya atau perusahaannya. Baru nanti satu pasal poin c-nya itu, itu naikkan menjadi c. Baru disitu disebutkan secara khusus. Oke ya pasal ini, nanti diperbaiki dulu biar tidak menghambat dulu perjalanan pembacaan ini.

Silakan.

PEMERINTAH/SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Mohon izin, sebetulnya itu tetap saja. Hanya 'kecil' nya dihilangkan Pak. Baru nanti di penjelasan. Jadi 'nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam'.

ARSIP D

PR - RI

KETUA RAPAT:

Atau 'dan' pakai disitu, 'nelayan dan nelayan kecil'.

PEMERINTAH/SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA): 'Nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam'.

KETUA RAPAT: Baru nanti pakai penjelasan. Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

50

Ayat (5): 'Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan c untuk usaha pergaraman diberikan dalam bentuk asuransi pergaraman'.

Ayat (6): 'Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan dalam bentuk asuransi jiwa atau asuransi perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Pasal 31 : 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan fasilitas akses penjaminan kepada ne/ayan, pembudidaya ikan guna meningkatkan kapasitas usaha perikanan dan usaha pergaraman me/alui perusahaan usaha penjaminan'.

Pasal 32 ayat (1): 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah di bidang asuransi untuk melaksanakan asuransi perikanan dan asuransi pergaraman'. Ayat (2): 'Pelaksanaan asuransi perikanan dan asuransi pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Pasal 33 ayat (1): 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi setiap ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam menjadi peserta asuransi perikanan atau peserta asuransi pergaraman'. Ayat (2): 'Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kemudahan pendaftaran untuk menjadi peserta; b. kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi; c. sosialisasi program asuransi terhadap nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dan perusahaan asuransi; d. bantuan pembayaran premi asuransi perikanan bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan asuransi pergaraman bagi petambak garam kecil sesuai dengan kemampuan keuangan negara; dan e. bantuan pembayaran premi asuransi jiwa dan asuransi perikanan bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, dan penggarap lahan budidaya di /aut sesuai dengan kemampuan keuangan negara'.

Ada penjelasan mengenai d dan e, penjelasannya adalah : Bantuan pembayaran premi asuransi perikanan dan asuransi pergaraman berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui bagian anggaran kementerian terkait dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dibayarkan sampai dinyatakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah bahwa nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan petambak garam kecil mampu membayar preminya sendiri.

Penjelasan huruf e ...

ARSIP D

PR - RI

51

KETUA RAPAT:

Sebentar, ini agak redunden ini, 'Bantuan pembayaran premi asuransi perikanan nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan asuransi pergaraman bagi petambak garam kecil sesuai dengan kemampuan keuangan negara', 'Bantuan pembayaran premi asuransi jiwa dan asuransi perikanan bagi nelayan kecil', ini kan sama ini, ini redundance, d sama e ini sama, jadi kita hilangkan saja. Kan sama saja 'bantu an premi asuransi jiwa dan asuransi perikanan bagi nelayan kecil', sama saja, 'asuransi perikanan' sudah dijelaskan di sebelumnya. Jadi poin d dihapus, yang benar ini poin e. Poin d dihapus, dan poin e tetap ada dengan keterangan hanya di huruf e.

Silakan.

PEMERINTAH/KEMENKEU:

Mohon izin Bapak Pimpinan.

Bapak Anggota Dewan yang terhormat,

Kalau boleh menambahkan di penjelasan ini kalimat 'perlindungan asuransi jiwa diberikan dalam bentuk SCSN'. Karena sebenarnya di dalam SCSN itu ada sistem yang lengkap juga, termasuk jaminan kecelakaan kerja, termasuk juga jaminan kematian. Berarti artinya sebenarnya sistemnya sudah siap-siap untuk jalan.

KETUA RAPAT:

Saya kira itu ikut saja. Kemarin itu kita tidak ingin terikat dengan kata SCSN. Sesuai dengan perundang-undangan itu memang sudah mengacu kepada undang­undang lainnya. Kalau ada SCSN kita otomatis ikut kesana. Kemarin sudah ada kata SCSN itu. Cuma kita takut dengan definisi. Nanti SCSN diganti menjadi SDSB misalkan, kan lain lagi nanti. Tapi dengan perundang-undangan saya kira sudah nyantol.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Pimpinan, sebenarnya saya agak sedikit kurang sreg dengan frasa kalimat 'sesuai dengan kewenangannya'. ltu kan sebenarnya tugas, fungsi, dan wewenang itu sudah melekat pada pemerintah, baik pusat maupun daerah. Tapi kan ini sudah menjadi keputusan, jadi saya harus menahan diri untuk tidak minta diubah. Cuma sedikit agak kurang sreg saja dengan kalimat itu.

Terima kasih Pimpinan.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Ketua, sama sebetulnya ternan saya itu disini. Saya mau tanya Pak Sekjen, 'pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya', ini kan diatur dalam PP. PP pemerintah daerah ini apakah sudah mengatur detail kewenangan bidang KKB, gubernur, bupati, sudah ada belum disana? Karena ini nanti kan yang mengatur PP itu. Ada tidak disana. Kalau tidak ada akhirnya tarik­tarikan nantinya.

ARSIP D

PR - RI

52

lni tolong di cek, kalimatnya kan seperti ini 'pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya'. Kewenanganya kalau tidak salah PP 23 yang baru. ltu sudah ada belum disitu pembagian wewenang di bidang khusus kelautan dan perikanan.

Terus yang kedua, Pasal 34 'diatur dengan Peraturan Pemerintah', apa tidak terlalu tinggi. Apa tidak Perpres saja itu. Kalau mengatur premi harus PP itu bisa sampeyan pensiun belum tentu selesai ini. lni pemikiran, Pak Ketua, kenapa tidak Perpres saja. Kan cepan kalau presiden. Kalau PP mutar-mutarnya itu panjang, sedangkan ini premi sudah khusus ini.

F-PDIP (Drs. I MADE URIP, M.Si.):

Yang d ini saya melihat dari sisi keselarasan kata, semantik, karena ada penggunaan kata 'kecil' ini berulang-ulang. lni kalau dilihat dari selaras kalimat, ini tidak sedap di dengar kata 'kecil' ini. Misalnya disini, 'pembudidaya ikan kecil'. Yang kecil itu mana, pembudidayanya atau ikan. Bisa-bisa ikannya kecil ini. Saya rasa yang d ini perlu dari sisi keselarasan dan semantik kalimat ini kurang sedap. Kalimat ini harus bagus, sedap di dengar,

KETUA RAPAT:

Saya beri komentar dulu sedikit mengenai 'sesuai dengan kewenangannya'. Kalau tidak salah yang mengusulkan itu Pak Zainut kata itu, saya juga heran kalau kemudian merasa tidak genah dengan usulannya itu.

Jadi memang ini dulu kita berdebat bahwa ketika mendelegasikan kewenangan kepada daerah dulu banyak menghindar, karena 'ah ini bukan kewenangan saya, ah ini bukan tupoksi saya', sehingga di semua undang-undang Komisi IV kita mempergunakan penegasan sebetulnya 'sesuai dengan kewenangannya'.Jadi langsung menjurus kepada, kalau misalkan berkaitan dengan kewenangannya Bappeda ya Bappeda ini, kalau dinas kelautan dan perikanan ya dinas kelautan dan perikanan.

Tadi saya katakan, jadi tidak berbicara persoalan payung hukum, tetapi dulu perdebatan atas kewenangan yang kemudian harus ada penekanan. Jadi kan saya juga tidak mengatakan berdasarkan Perpres atau apa, tapi ini berdasarkan perjalanan di Komisi IV periode yang lalu. Mungkin Pak Darori juga di pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan juga disitu 'sesuai dengan kewenangannya' juga waktu itu. Karena apa, kita ingin menekankan bahwa ada kewenangan yang di delegasikan kepada masing-masing, apakah itu di pusat maupun di daerah sesuai dengan kewenangannya. Harus diambilalih kewenangan itu. Tidak bisa kemudian saling menghindar.

Sebetulnya itu penjelasannya. Makanya tadi kalau ke Pak Sekjen pasti tidak ketemu.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Contohnya sekarang kewenangan kehutanan tidak ada lagi di kabupaten, makanya kebakaran luar biasa karena ditarik ke gubernur. Berarti itu ada payungnya, PP. fni sudah diatur dalam PP belum. Kalau yang sufit pasti tidak akan mau. Pusat bilang daerah, daerah pasti bilang pusat, akhirnya tidak dilaksanakan.

ARSIP D

PR - RI

53

KETUA RAPAT:

Makanya nanti di PP nya harus muncul itu, 'sesuai kewenangan' itu apakah menjadi kewenangan pusat, provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota.

Terus yang kedua, mengenai peraturan pemerintah sebaiknya peraturan menteri saja. Karena seperti yang dilakukan untuk asuransi pertanian kita delegasikan kepada peraturan menteri saja. Terlalu jauh di peraturan pemerintah itu, peraturan menteri saja. Nanti diputuskan di kementerian, itu lebih fleksibel saya kira.

Bagaimana, Pak Sekjen. Anggarannya juga kan anggaran KL. Bahkan terakhir akan dicantolkan di BA 99 juga tidak mau Menteri Keuangan. Jtu menjadi kewajiban dan masuk di dalam program KL. Anggarannya kan di KL juga.

PEMERINTAH/SEKJEN (SYARIEF WIDJAJA):

Jadi kemarin ada keberatan dari Kementerian Keuangan kalau dalam bentuk Permen. Tapi kalau anggarannya KL oke, anggaran dari kami.

KETUA RAPAT:

Betul. Pada waktu kami menyerahkan kepada BA 99 juga Kementerian Keuangan tidak mau, karena itu nanti akan menjadi tanggungjawab Kementerian Keuangan. Kalau begitu masuk di KL saja, sehingga cukup dengan Permen.

Kita jawab dulu yang semantik itu, Pak Wisnu.

AHLI BAHASA (WISNU SASANGKA):

Supaya tidak dimaknai bahwa 'kecil' nya 'pembudidaya', diberi saja tanda hubung, 'ikan keci/' diberi tanda hubung. Jadi 'kecil' nya hanya menjelaskan ikan.

KETUA RAPAT:

Berarti yang lainnya harus pakai begitu Pak?

AHLI BAHASA (WISNU SASANGKA):

Nanti dilihat struktur frasanya. Kalau hanya dua kata 'ikan keci/'ya tidak usah. Tapi kalau empat seperti itu diberikan. Nanti saya lihat semua Pak.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Dholi.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Saya hanya mohon penjelasan, yang kalau ini diatur melalui peraturan menteri, kemudian yang ada pada tingkatan provinsi dan kabupaten ini apakah secara otomatis itu mengikuti peraturan menteri atau bagaimana. Karena kalau pemerintah kan mungkin bisa perpu, perpres. Tetapi apakah memungkinkan bahwa nanti di tingkat kabupaten, kemudian di tingkat gubernur, itu secara otomatis juga

ARSIP D

PR - RI

54

mematuhi. Karena kalau dari kewenangan menteri itu kan otomatis anggarannya yang dari kementerian.

KETUA RAPAT:

Justru ini anggarannya di KL, ada di KL. Untuk tahun ini saja di KL anggarannya. Kecuali kalau ada inisiatif pemerintah daerah untuk memperluas, itu silakan. Contoh saja Permen I, Permen II, itu kan juga semua menurut kepada menteri.

Siap untuk diketok?

(RAPAT: SETUJU) Untuk semuanyalah itu ketok palu. Lanjut.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Sekarang Bag ian Keenam 'Penghapusan Praktek Ekonomi Biaya Tinggi'. Pasal 35 'Penghapusan praktek ekonomi biaya tinggi dilakukan dengan : a. membebaskan biaya penerbitan perizinan yang terkait dengan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengolahan dan pemasaran, dan usaha pergaraman bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, atau petambak garam kecil, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran; dan b. membebaskan pungutan usaha perikanan atau usaha pergaraman, baik berupa pajak maupun retribusi bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil atau petambak garam kecil, termasuk keluarga ne/ayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran'.

KETUA RAPAT:

Jadi saya mohon persetujuan, ini karena konsistensi dari penambahan pengolahan dan pemasaran. Mohon persetujuan, apakah disetujui? Pemerintah setuju? DPR setuju pastilah.

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Ayat (2) 'Untuk menghapus praktek ekonomi biaya tinggi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban membangun sistem perijinan terpadu yang efektif dan efisien'.

Bagian Ketujuh 'Pengendalian lmpor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman'. Pasal 36 ayat (1) 'Pemerintah pusat mengendalikan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman'. Ayat (2) 'Pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan pintu masuk waktu pemenuhan persyaratan administratif dan standar mutu'.

ARSIP D

PR - RI

55

KETUA RAPAT:

Bapak baca yang bawah Pak. Karena ini hasil Tim Perumus.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Kami ulangi Pak. 'Pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan pintu masuk, jenis dan volume, waktu pemasukan, serta pemenuhan persyaratan administratif dan standar mutu'. Ayat (3) 'Dalam hal impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari menteri'.

Pasal 37, ini merupakan usulan rumusan, 'Setiap orang dilarang mengimpor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat pemasukan, jenis, waktu pemasukan, danlatau standar mutu wajib yang ditetapkan oleh menteri'.

Ada penjelasan, yaitu yang dimaksud dengan standar mutu wajib adalah standar nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib pada komoditas perikanan dan komunitas pergaraman.

KETUA RAPAT:

lni yang Bagian Ketujuh ini adalah perspektif baru di dalam pembahasan panja, kemudian dirumuskan di dalam tim perumus. Saya mohon persetujuan Panja, karena ini adalah pelarangan terhadap impor yang tidak terkendali. Apakah dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU) Lanjut.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bagian Kedelapan 'Jaminan Keamanan dan Keselamatan'. Pasal 38 ayat ( 1) 'Pemerintah pusat bertanggungjawab memberikan

keamanan bagi ne/ayan dalam melakukan penangkapan ikan di wilayah penge/olaan perikanan negara Republik Indonesia'. Ayat (2) 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggungjawab memberikan keamanan bagi pembudidaya ikan dan usaha pergaraman'.

Pasal 39 ayat (1) 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggungjawab terhadap keselamatan nelayan dalam me/akukan penangkapan ikan'. Ayat (2) 'Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan : a. memastikan perlengkapan keselamatan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan; dan b. memberikan bantuan pencarian dan pertolongan bagi nelayan yang mengalami kece/akaan dalam melakukan penangkapan ikan secara cepat, tepat, aman, terpadu, dan terkoordinasi'.

Bagian Kesembilan 'Fasilitasi dan Bantuan Hukum'. Pasal 40, ini merupakan usulan rumusan, 'Pemerintah pusat dan pemerintah

daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan fasilitasi dan memberikan bantuan hukum kepada ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan

ARSIP D

PR - RI

56

pengo/ahan dan pemasaran yang mengalami permasalahan dalam menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

KETUA RAPAT:

Jadi memang ini muncul kemarin lbu Titi usul bahwa yang dijamin terhadap bantuan hukum itu bukan saja para nelayan, tetapi juga dengan keluarga dan para pengolahan dan pemasaran. Apakah disetujui?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Pasal 41 ayat (1) 'Pemerintah pusat memberikan bantuan hukum dan perlindungan bagi nelayan yang mengalami permasalahan penangkapan ikan di wilayah negara lain'. Ayat (2) 'Pemberian bantuan hukum dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di/aksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum intemasional'.

KETUA RAPAT:

Saya kira Bab Perlindungan sudah diselesaikan. Dan apakah ada tambah kurang, atau ada hal-hal yang ingin disampaikan untuk memperkaya terhadap Bab Perlindungan. Kami persilakan fraksi-fraksi, silakan Pak.

F-PDIP (Drs. I MADE URIP, M.Si.):

Saya sedikit mengenai importasi garam. Kan ada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 itu. Pertama, ketentuan sarana itu adalah penghapusan tentang harga patokan garam, dan tidak ada kewajiban untuk menyerap garam rakyat. Jadi saya rasa dimana di akomodir ini? Kalau dulu kan ada itu. Dengan ketentuan Permendag yang baru ini, ini kasihan para petani garam kita ini. Jadi barangkali bisa tidak diakomodir berkaitan dengan ini? lni menyangkut perlindungan.

KETUA RAPAT:

lni pertanyaan Pak Made sebetulnya sama dengan pertanyaan sebelumnya yang berkaitan dengan harga ikan tadi. Garam kan sama, risiko terhadap harga juga ada disitu. Nanti Permen itu bisa menetapkan itu.

Yang kedua mengenai impor. Sekarang seluruh komoditas yang diatur oleh Menteri Perikanan itu harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri Perikanan. Barusan pasal dibacakan, bahkan kita mempersiapkan sanksi nanti di Bab Ketentuan Pidana jika impor itu dilakukan tanpa ada rekomendasi. Karena rekomendasi itu kan ada tempat yang diperbolehkan, ada waktu, kemudian ada syarat-syarat lain yang nanti ditetapkan oleh menteri. Bahkan kita memberikan sanksi. Sanksi tunggal yang ada di dalam undang-undang itu adalah untuk importir yang tidak memenuhi terhadap kriteria dan rekomendasi menteri.

ARSIP D

PR - RI

57

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Perlindungan-perlindungan tadi lebih banyak kepada pelaku nelayan. Tapi saya mau tanya, apakah juga keluarga nelayan, terutama anak-anak, ini apakah sudah masuk dalam satu perlindungan yang dimaksud.

Dan yang kedua, ini pernah ada satu kejadian bahwa di satu daerah ini kemudian semuanya angin ribut terjadi, dan keluarganya pun ikut terjadi kecelakaan. Apakah itu juga tidak dimasukkan di dalam satu perlindungan, baik melalui asuransi ataupun perlindungan yang lainnya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira kalau di dalam normatifnya bahwa memang masuk. Contoh, di dalam Pasal 40 'termasuk keluarga nelayan'. Memang selalu ditambahkan 'termasuk keluarga nelayan'. Awalnya kan istri dan anak-anak, keluarga itu kan termasuk istri dan anak-anak. Jadi saya kira sudah termasuk. lni memang usulan yang kemarin muncul. Bahkan yang tadinya tidak memasukkan pengolahan dan pemasaran hasil dari keluarga nelayan, kita masukkan sekarang.

Dari Pemerintah ada tambahan? Ada saran dari narasumber? Setuju ya Pak.

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut Bab V 'Penyelenggaraan Pemberdayaan'.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bab V Penyelenggaraan Pemberdayaan. Bagian Kesatu 'Umum'. Pasal 42 'Pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dilakukan melalui strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)'. Pasal 43 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggungjawab atas pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam'. Pasal 44 'Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud da/am Pasal 42 memperhatikan keterlibatan dan peran perempuan dalam rumah tangga nelayan, rumah tangga pembudidaya ikan, dan rumah tangga petambak garam'.

Bagian Kedua 'Pendidikan dan Pelatihan'. Pasal 45 ayat (1) 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban menye/enggarakan pendidikan dan pelatihan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, termasuk keluarganya'. Ayat (2) 'Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa : a. pemberian pelatihan dan pemagangan di bidang perikanan atau pergaraman'. lni ada penjelasan, 'termasuk dalam pelatihan antara lain pelatihan navigasi berlayar'. 'b. Pemberian beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan untuk mendapatkan pendidikan di bidang perikanan atau pergaraman atau pengembangan pelatihan kewirausahaan di bidang perikanan atau usaha pergaraman'. lni ada juga penjelasannya huruf b, '1. Beasiswa diberikan kepada siswa yang berprestasi; dan 2. Bantuan biaya pendidikan diberikan kepada siswa yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikan'. 'c. Salah satu bentuk pengembangan pelatihan kewirausahaan adalah pembinaan dan pengembanga kewirausahaan agar dapat tercipta usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi melalui

ARSIP D

PR - RI

58

inkubator wirausaha'. lnkubator wirausaha merupakan lembaga intermediasi yang dibentuk oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan/atau masyarakat, agar nelayan pembudidaya ikan dan petambak garam, termasuk rumah tangga pengolah dan pemasar dapat mengembangkan komoditas perikanan dan komoditas pergaraman. Ayat (3) 'Pemberian beasiswa danlatau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, ne/ayan buruh, pembudidaya ikan keci/, penggarap lahan budidaya, petambak garam kecil, dan penggarap tambak garam, termasuk keluarganya sesuaui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'. Dengan penjelasan, 'pemberian beasiswa dan bantuan biaya pendidikan kepada keluarga nelayn kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, penggarap lahan budidaya, petambak garam kecil, dan penggarap tambak garam, diberikan kepada anak dan istri atau suami'.

Pasal 46 ayat (1) 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban meningkatkan keahlian dan keterampilan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, melalui pendidikan dan pelatihan, termasuk ke/uarganya'. Ayat (2) 'Selain pemerintah pusat dan pemerintah daerah, badan, danlatau lembaga yang terakreditasi dapat melaksanakan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Pasal47 ayat (1) 'Pelaku usaha dapat berperan serta dalam pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, melalui penyelenggaraan : a. pendidikan formal dan non formal; dan b. pemaganan'.

Bagian Ketiga 'Penyuluhan dan Pendampingan'. Pasal 48 ayat (1) 'Pemerintah pusat sesuai dengan kewenangannya memberi fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, termasuk keluarganya'. Ayat (2) 'Pemberian fasilitas penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyu/uh'. Ayat (3) 'Penyediaan penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas 3 (tiga) orang penyuluh dalam satu kawasan potensi kelautan dan perikanan'. Ayat (4) 'Penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki kompetensi di sektor perikanan dan usaha pergaraman'. Ayat (4) 'Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh penyuluh'. Ayat (6) 'Penyuluhan dan pendampingan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan'. Dengan penjelasan, 'kegiatan pendampingan termasuk menyusun kelayakan usaha bagi nelayan kecil pembudidaya ikan kecil, dan petambak garam kecil'.

Bagian Keempat 'Kemitraan Usaha'. Pasal 49 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi kemitraan usaha perikanan atau usaha pergaraman'.

Pasal 50 ayat (1) 'Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat dilakukan dalam : a. pra produksi; b. produksi; c. pasca produksi'. Dengan penjelasan, 'yang dimaksud dengan pasca produksi meliputi : 1. Kegiatan penanganan ikan di atas kapal sebelum di olah atau dipasarkan untuk penangkapan ikan; 2. Kegiatan penanganan ikan hidup, ikan segar, atau pengemasan benih dan induk setelah panen sebelum diolah atau dipasarkan untuk pembudidayaan ikan; dan 3. Kegiatan penanganan garam setelah panen sebelum diolah atau dipasarkan untuk usaha pergaraman'. 'd. pengolahan; e. pemasaran; f. pengembangan'. Ayat (2) 'Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimuat dalam perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c'.

ARSIP D

PR - RI

59

Bagian Keenam 'Kemudahan Akses 1/mu Pengetahuan, Teknologi, dan lnformasi'. Pasal 51 ayat ( 1) 'Pemerintah pus at dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi'. Ayat (2) 'Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. penyebar/uasan i/mu pengetahuan dan teknologi; b. kerjasama a/ih teknologi; dan c. penyediaan fasilitas bagi ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi'.

Pasal 52 ayat ( 1) 'Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pas a/ 51 ayat (1) huruf c paling sedikit memuat informasi tentang: a. potensi sumberdaya ikan dan migrasi ikan; b. potensi lahan dan air; c. sarana produksi (dan ini merupakan usulan rumusan); d. ketersediaan bahan baku; e. harga ikan; f. harga garam; g. peluang dan tantangan pasar, h. prakiraan iklim, cuaca, dan tinggi gelombang /aut; i. wabah penyakit ikan; j. pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan; dan k. pemberian subsidi dan bantuan modal'. Ayat (2) 'Kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian yang berwenang terhadap data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, berkewajiban menyampaikan data dan informasi pada pusat data dan informasi perikanan dan pergaraman'. Ayat (3) 'Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pusat data dan informasi perikanan dan pergaraman'. Ayat (4) 'lnformasi yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mutakhir, akurat, dan cepat'. Ayat (5), ini merupakan usulan rumusan, 'Pusat data dan informasi perikanan dan pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berkewajiban menyajikan informasi secara akurat, mutakhir, dan dapat di akses dengan mudah dan cepat oleh nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran serta pelaku usaha danlatau masyarakat'.

KETUA RAPAT:

Setuju ya, ini konsistensi.

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bagian Ketujuh 'Kelembagaan Nelayan, Pembudidaya lkan, dan Petambak Garam'. Pasal 53 ayat (1) 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya me/akukan pembinaan untuk pengembangan kelembagaan yang telah terbentuk'. Ayat (2) 'Da/am hal kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) be/um terbentuk, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mendorong dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan'. Ayat (3) 'Pengembangan dan pembentukan kelembagaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan budaya, norma, nilai, potensi, dan kearifan lokal'.

Pasal 54 ayat (1) 'Kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dapat berbentuk : a. pranata sosial yang berdasarkan budaya setempat'. lni ada penjelasan, yaitu 'pranata sosial yang berdasarkan budaya setempat antara lain, pranata sosial yang memiliki sistem tingkah laku sosial yang terbentuk berdasarkan ad at istiadat dan norma setempat, seperti pang lima laut di Aceh dan Sasi di Maluku'.

ARSIP D

PR - RI

60

'b. kelompok nelayan; c. kelompok usaha bersama; d. kelompok pembudidaya ikan; e. kelompok pengolah dan pemasaran hasil perikanan; f. kelompok pengolahan dan pemasaran komoditas pergaraman; atau g. ke/ompok usaha garam rakyat'. Ayat (2), merupakan usulan rumusan, 'Ke/embagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk gabungan, asosiasi, koperasi, atau badan usaha yang dimiliki oleh nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, termasuk ke/uarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran'.

KETUA RAPAT:

Saya kira ini penambahan 'ke/uarga nelayan dan pembudidaya ikan' sesuai dengan konsistensi, termasuk 'pengo/ahan dan pemasaran'. Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Mau tanya sedikit. Yang kaitannya dengan budidaya rumput laut disini belum masuk ya? Tadi yang diulang-ulang yang disebutkan selalu budidaya ikan.

KETUA RAPAT:

Budidaya ikan itu rumput laut Pak.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Terus yang kedua, ada satu daerah, karena kemudian ini banyak sekali hotel­hotel, kayak di Jepara itu, sekarang nelayannya itu tidak boleh lewat situ. ltu masuknya dimana Pak?

KETUA RAPAT:

ltu ada di perlindungan, dan itu sudah masuk. Saya kira tadi juga diperdebatkan tentang hak akses dan akses. Jadi akses terhadap sumber daya itu termasuk tempat pendaratan, termasuk area tangkap, dan lain sebagainya. Saya juga kemarin berkunjung ke Kabupaten Gunung Kidul. Gunung Kidul itu kan sekarang maju pesat. Yang dulunya terbelakang, sekarang maju pesat. Sekarang memang aksesnya sudah tertutup oleh pariwisata. Saya kira yang begini-begini nanti melalui undang-undang ini harus ditetapkan melalui tata ruang kawasannya dimana memang itu untuk kawasan, dan itu menjadi prioritas untuk nelayan kecil.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Ketua, maaf ini saya minta tambahan informasi saja, kalau nelayan dan pengolahan petambak garam dan sebagainya tadi kan asuransinya ditanggung oleh pemerintah sebagian. Belum ada ketentuan yang mengatur bahwa pengusaha besar itu juga memiliki kewajiban untu mengasuransikan buruh nelayan atau yang bekerja pada perusahaan itu. Saya tidak tahu apakah sudah diatur atau belum. Kalau tidak, saya kira beban pemerintah terlalu besar untuk itu.

Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

61

KETUA RAPAT:

ltu yang tadi menjadi pemikirannya Pak Fadholi. Cuma memang tadi kurang sejelas apa yang disampaikan oleh Pak Zainut. Jadi saya kira masuk tadi dengan perubahan pasal. Tetapi minta di penjelasan, nanti dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemberian kepada nelayan, pekerja nelayan, asuransi, preminya dibayarkan merupakan kewajiban dari perusahaanlah.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'AOI, M.Si.):

T ermasuk nanti ada pasal yang mengatur tentang sanksi terhadap perusahaan yang tidak memberikan asuransi kepada pekerjanya. lni satu rangkaian.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tolong dirumuskan. Nanti setelah selesai ini, kita kembali. Ide ini bagus, memang belum ada kewajiban itu.

Silakan Pak Made.

F-PDIP (Drs. I MADE URIP, M.Si.):

Di Pasal 47 'Pelaku usaha dapat berperan serta dalam pemberdayaan nelayan, pemberdayaan ikan, dan petambak garam, melalui penyelenggaraan : a. pendidikan formal dan non formal; b. pemagangan'. Apa tidak perlu c misalnya kalau memang pelaku usaha itu mampu misalnya untuk memberdayakan nelayan ditambah misalnya nanti 'studi banding'. Sekali-sekali kan perlu. Bukan DPR saja studi banding. Jadi perlu diajak melihat yang maju itu. Studi banding itu kan tidak harus ke luar negeri, itu bisa di daerah lain misalnya yang sudah maju. Tapi kalau tidak disebutkan secara eksplisit disini kadang-kadang kan mandeg sampai pendidikan di tempat saja. Pemagangan kan bisa di tempat saja juga.

KETUA RAPAT:

Saya kira di penjelasan nanti ditambah, yang dimaksud dengan 'pemagangan' termasuk didalamnya untuk melakukan studi banding terhadap keberhasilan. Tolong di catat ya. Kita harus mengakomodir seluruh fraksi-fraksi.

Masih ada yang lain? Pak Azhar silakan.

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Terima kasih Pimpinan. Saya melengkapi mungkin masalah yang disampaikan oleh sahabat saya di

sebelah saya, Pak Zainut tadi, bagaimana kewajiban daripada wirausaha, termasuk usaha perikanan atau pergaraman ini dalam memberikan perlindungan, baik dalam asuransi ataupun yang lain, mungkin perlu dikaitkan juga, saya lupa undang-undang apa, yang memberikan kewajiban kepada perusahaan, usaha apapun jenisnya, di dalam sektor itu memberi dalam bentuk CSR. Kalau dia misalnya berlaku juga semua ini sebenarnya bisa menjawab apa yang diusulkan oleh Pak Zainut tadi. Jadi nanti kepada tim coba dilihat, kalau memang ini dikaitkan dengan perundang-

ARSIP D

PR - RI

62

undangan yang berlaku. Dunia usaha memang harus ada kewajibannya untuk melakukan hal yang demikian.

KETUA RAPAT:

Seingat saya memang kalau untuk pembiayaan itu sudah masuk CSR itu, sudah ada. Tetapi yang asuransi memang ini saya kira perlu rumusan baru mengenai kewajiban perusahaan terhadap perlindungan dalam bentuk asuransi, baik kepada buruh maupun kepada karyawannya. Saya kira nanti tolong ini dirumuskan. ltu bisa ditambah satu ayat atau satu pasal khusus mengenai kewajiban. Tetapi kalau untuk CSR dan pembiayaan rasanya sudah masuk, nanti akan kita kupas.

Lanjut.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Pasal 55 'Kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 sebagai wadah pembe/ajaran, kerjasama, dan tukar-menukar informasi untuk menyelesaikan masalah dalam melakukan usaha perikanan dan usaha pergaraman'.

Pasal 56 'Ke/embagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 54 bertugas : a. meningkatkan kemampuan anggota atau kelompok dalam mengembangkan usaha perikanan dan usaha pergaraman yang berkelanjutan'. Dengan penjelasan, 'Pengembangan usaha perikanan dan usaha pergaraman dilakukan dengan menyusun kelayakan usaha'. 'b. memperjuangkan kepentingan anggota atau kelompok dalam mengembangka kemitraan usaha; c. menampung dan menyalurkan aspirasi anggota atau kelompok; dan d. membantu menyelesaikan permasalahan anggota atau kelompok dalam usaha perikanan dan usaha pergaraman'.

Pasal 57 ayat (1) 'Gabungan asosiasi, koperasi, atau badan usaha yang dimiliki o/eh ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 54 ayat (2) berfungsi untuk meningkatkan skala ekonomi, daya saing, investasi, dan mengembangkan kewirausahaan ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam'. Ayat (2) 'Gabungan asosiasi, koperasi, atau badan usaha yang dimiliki oleh nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit bertugas : a. mengembangkan kemitraan usaha; b. meningkatkan ni/ai tambah komoditas perikanan dan komoditas pergaraman; dan c. memberikan bantuan pembiayaan dan permodalan sesuai dengan kemampuan'.

KETUA RAP AT:

Saya kira dengan catatan-catatan tadi, kami meminta persetujuan untuk Bab V mengenai pemberdayaan. Apakah dapat disetujui? Tentu dengan catatan, mengenai kewajiban swasta terhadap asuransi perikanan. Dan jika nanti ada tambahan penjelasan tentu seperti yang tadi kita diskusikan di pasal-pasal sebelumnya.

Kami mohon persetujuan Fraksi Partai Golkar. Pak Azhar setuju? Golkar? Pak Zainut?

ARSIP D

PR - RI

63

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Tidak keberatan, Ketua.

KETUA RAPAT:

Saya tanya setuju atau tidak setuju, bukan keberatan. Tidak ada yang membuat berat disini.

POl Perjuangan, Pak Made? _/

F-PDIP (Drs. I MADE URIP, M.Si.):

Setuju.

KETUA RAPAT:

Fraksi Gerindra?

F-GERINDRA ( ......... ):

Setuju

KETUA RAPAT:

Fraksi Nasdem?

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Setuju.

KETUA RAPAT:

Biar tahu Bapak itu dari Nasdem. Fraksi Amanat Nasional? Demokrat?

F-PD ( .•....... ):

Setuju

KETUA RAPAT:

Saya ketok dulu.

(RAPAT: SETUJU)

Masuk di Bab VI tentang Pendanaan dan Pembiayaan. Silakan lanjut Pak.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bab VI Pendanaan dan Pembiayaan. Bagian Kesatu Umum. Pasal 58 'Pendanaan untuk kegiatan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya

ARSIP D

PR - RI

64

ikan, dan petambak garam bersumber dari : a. Anggaran Pendapatan dan Be/anja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; danlatau c. dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Pasal 59 ayat (1) 'Pembiayaan dilakukan untuk mengembangkan usaha perikanan atau usaha pergaraman mela/ui : a. /embaga perbankan; b. /embaga pembiayaan; danlatau c. (ini merupakan tambahan rumusan) lembaga penjaminan'. Ayat (2) 'Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan penjaminan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah'.

Pasal 60 ayat (1), ini merupakan usulan rumusan, 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan bagi ne/ayan kecil, ne/ayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, penggarap lahan budidaya, petambak garam kecil, dan penggarap tambak garam, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran'. Ayat (2) 'Fasilitasi bantuan pembiayaan dan bantuan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan : a. pinjaman modal untuk sarana dan prasarana usaha perikanan atau usaha pergaraman; b. pemberian subsidi bunga kredit danlatau imbal jasa penjaminan; danlatau c. pemanfaatan dana tanggungjawab sosial serta dana program kemitraan dan bina lingkungan dari badan usaha'.

Bagian Kedua 'Lembaga Perbankan'. Pasal61 ayat (1) 'Dalam melaksanakan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menugasi badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah bidang perbankan, baik dengan prinsip konvensional maupun syari'ah untuk melayani kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman'. Ayat (2) 'Dalam rangka melayani kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah bidang perbankan dapat membentuk unit kerja yang mengelola kredit usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk usaha perikanan dan usaha pergaraman'. Ayat (3) 'Pelayanan kebutuhan pembiayaan o/eh unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan prosedur yang sederhana, mudah, dan persyaratan yang lunak, serta memperhatikan prinsip kehati-hatian'. Dengan penjelasan, yang dimaksud dengan prosedur sederhana, mudah, dan persyaratan lunak adalah tata cara penyaluran kredit tanpa agunan, bunga kredit yang terjangkau, dan/atau bagi hasil yang menguntungkan sesuai dengan karakteristik usaha perikanan atau usaha pergaraman. Ayat (4), ini merupakan alternatif rumusan, 'Penugasan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentukan unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pelayanan kebutuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan'.

KETUA RAPAT:

Sebentar, jadi kalau penugasan badan usaha milik negara atau milik daerah dikembalikan kepada Undang-Undang Perbankan, ini mengikat. Jadi apakah tidak kemudian kita lakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan saja titik disitu, sehingga undang-undang ini bisa menjadi acuan. Jadi kita tidak terikat dengan undang-undang lain. Kecuali Pemerintah mengambil keputusan bahwa harus menyesuaikan, tidak ada masalah itu. Tapi undang-undang ini, karena

ARSIP D

PR - RI

65

undang-undang ini untuk mendorong perlindungan pembiayaan saya kira jangan terlalu diikat oleh prosedur-prosedur yang menyulitkan.

Jadi saya mengusulkan, saya juga baca bolak-balik ini, seperti kemarin ketika mengikat sesuatu yang sederhan, mudah, cepat, tetapi melalui perundang­undangan yang terkait, itu percuma juga, buat apa ada pasal itu. Sehingga kalau boleh saya mengusulkan 'di bidang perbankan' kita hapus saja. Tapi ini sebuah pilihan perundang-undangan mana. Termasuk undang-undang ini menjadi acuan terhadap pendanaan dan pembiayaan.

Pemerintah bagaimana, silakan.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Setuju Pak.

KETUA RAPAT:

Dari fraksi-fraksi apakah setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Baik, 'di bidang perbankan' dihapus. Lanjut Pak.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Pasal 62 'Pe/ayanan kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman dapat dilakukan oleh bank swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Pasal 63 'Untuk melaksanakan penyaluran kredit danlatau pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman, pihak bank berperan aktif membantu ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam agar : a. memenuhi persyaratan memperoleh kredit danlatau pembiayaan; dan b. mudah mengakses fasilitas perbankan'.

Bagian Ketiga Lembaga Pembiayaan.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Sebelum Bagian Ketiga, Pimpinan, mohon dipertimbangkan pada Pasal 62 'Pelayanan kebutuhan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman dapat dilakukan oleh bank swasta'. Memang disitu dikatakan 'dapat', tapi hanya dikunci oleh bank swasta, padahal lembaga keuangan yang lain juga saya kira diberi ruang untuk itu. Jadi usul saya, 'oleh bank swasta danlatau /embaga keuangan'.

KETUA RAPAT:

lni kan baru akan masuk ke lembaga pembiayaan. Jadi memang ini babnya bab perbankan. Kita masuk ke lembaga pembiayaan.

ARSIP D

PR - RI

66

PEMERINT AH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bagian Ketiga Lembaga Pembiayaan. Pasal 64 'Dalam melaksanakan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi lembaga pembiayaan pemerintah pusat atau /embaga pembiayaan pemerintah daerah untuk melayani nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam memperoleh pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman, baik dengan prinsip konvensional maupun syari'ah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan '.

Pasal 65, ini merupakan alternatif rumusan, 'Lembaga pembiayaan wajib berkewajiban melaksanakan kegiatan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman dengan prosedur yang sederhana dan cepat dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang perbankan'.

KETUA RAPAT:

Saya kira kalau mau konsisten dengan perbankan, kita ke rumusan yang di timus saja yang hasil DPR dan Pemerintah, yaitu 'Lembaga pembiayaan berkewajiban me/aksanakan kegiatan pembiayaan usaha perikanan dan usaha pergaraman dengan prosedur yang sederhana dan cepat dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian'. lni kan konsisten terhadap pasal di perbankan. Jadi rumusan ini kan rumusan Pemerintah, bukan rumusan dari tim perumus. Sehingga menurut saya ini kembalikan saja, karena sudah diikat di perundang-undangan di Pasal 64. Sehingga Pasal 65 ini affirmative-nya bahwa harus diberikan secara mudah dan cepat dengan kehati-hatian. lni kan norma saja untuk memberikan affirmative kepada yang kecil-kecil tadi.

Pemerintah setuju? Fraksi-fraksi setuju? Supaya tidak berat-berat lah.

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Pasal 66 'Untuk melaksanakan penyaluran kredit danlatau pembiayaan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, pihak /embaga pembiayaan berperan aktif membantu ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, agar : a. memenuhi persyaratan mempero/eh kredit danlatau pembiayaan; dan b. mempero/eh fasi/itas kredit danlatau pembiayaan'.

Pasal 67 'Pelayanan kebutuhan pembiayaan usaha perikanan bagi ne/ayan, pembudidaya ikan, dan usaha pergaraman bagi petambak garam dapat dilakukan oleh lembaga pembiayaan swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan'.

Bagian Keempat Lembaga Penjaminan. Pasal 68 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya'.

KETUA RAPAT:

Sebentar, sudah terjawab ya, Pak Zainut. Jadi Pasal 67 menjawab tadi Pak Zainut.

ARSIP D

PR - RI

67

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Saya ulangi, 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi badan usaha milik negara danlatau badan usaha milik daerah di bidang penjaminan untuk melaksanakan penjaminan kredit dan penjaminan pembiayaan terhadap ne/ayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam'. lni usulan rumusan di bawah, maaf. Hasil Tim Perumus, 'Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi badan usaha milik negara danlatau badan usaha milik daerah di bidang penjaminan untuk melaksanakan penjaminan kredit dan penjaminan pembiayaan terhadap nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Bab VII Pengawasan.

KETUA RAPAT:

Saya kira ini hampir mulus di Bab VI, kecuali tadi 'asuransi' di Bab V yang harus kita tambahkan. Saya mohon persetujuan fraksi-fraksi. Fraksi Gerindra? Fraksi Nasdem?

F-NASDEM ( ......... ):

Setuju.

KETUA RAPAT:

Fraksi PDI Perjuangan? Kalau kemarin begitu fraksi pemerintah beda dengan pemerintah kayaknya dikawal betul hari ini. PPP?

F-PPP ( ......... ):

Setuju.

KETUA RAPAT:

Fraksi Partai Golkar?

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Tidak menolak.

KETUA RAPAT:

Fraksi PAN setuju. Fraksi Demokrat? Pemerintah silakan.

PEMERINTAH:

Setuju Pak.

ARSIP D

PR - RI

68

KETUA RAPAT:

Dengan demikian kita setujui bersama.

(RAPAT: SETUJU) Bab VII silakan.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bab VII Pengawasan. Pasal 69 ayat (1) 'Untuk menjamin tercapainya tujuan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dilakukan pengawasan terhadap kinerja perencanaan dan pelaksanaan'. Ayat (2) 'Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan, pe/aporan, dan evaluasi'. Ayat (3) 'Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya'. Ayat (4) 'Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan pelaporan dengan memberdayakan potensi yang ada'. Ayat (5) 'Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah'.

KETUA RAPAT:

Bab VII ada tambahan atau cukup? Kami minta persetujuan Komisi IV apakah setuju? Pemerintah?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bab VIII Partisipasi Masyarakat. Pasal 70 'Masyarakat dapat berpartisipasi dalam menye/enggarakan penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam'.

Pasal 71 ayat (1) 'Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasa/ 71 dapat dilakukan secara perseorangan danlatau berkelompok'. Ayat (2) 'Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap : a. penyusunan perencanaan; b. perlindungan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam; c. pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam; d. pendanaan dan pembiayaan; dan e. pengawasan'. lni ada dengan penjelasan, d yang dimaksudkan adalah partisipasi masyarakat dalam pendanaan dan pembiayaan antara lain : 1. Angel investor merupakan setiap orang yang menyediakan dana awal usaha dan jaringan bisnisnya untuk membantu penumbuhan usaha bagi para pelaku usaha perikanan atau usaha pergaraman, dan 2. . ... tropis merupakan sumbangan individu atau kelompok yang berwujud uang, barang, atau karya lain, sebagai perwujudan kepedulian terhadap sesama. 'e. pengawasan'. Ayat (3) 'Ketentuan lebih /anjut mengenai partisipasi masyarakat dalam perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam diatur dalam peraturan menteri'.

ARSIP D

PR - RI

69

KETUA RAPAT:

Apakah ada yang ingin ditambahkan pada Bab VIII? Atau dapat disetuju? Fraksi-fraksi setuju? Pemerintah?

(RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bab IX Ketentuan Pidana. Pasal 72 'Setiap orang yang melakukan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat pemasukan jenis, waktu, pemasukan, danlatau standar mutu wajib ditetapkan o/eh menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak 6 (enam) miliar rupiah'.

KETUA RAPAT:

Saya kira di Bab IX, karena tadi ada usulan tentang kewajiban perusahaan untuk memberikan asuransi kepada para buruh nelayan, sehingga apakah memang juga harus ada sanksi, sehingga perusahaan merasa berkewajiban betul untuk bisa melaksanakan amanat undang-undang ini. Saya minta pandangan fraksi-fraksi, supaya nanti kita delegasikan ada pasal sanksi tambahan.

Kami persilakan dari Golkar.

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Untuk sanksi, termasuk juga tambahan mengenai masalah asuransi, kita setuju ditambahkan. Di lain itu, kami dari Fraksi Partai Golkar juga terhadap ketentuan pidana ini kalau kita lihat Pasal 72 ini kan kalau setiap orang melakukan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman itu ada kena sanksi.

Pertanyaan kami, bagaimana kalau ada juga setiap orang atau badan usaha mengimpor misalnya tentang sarana atau peralatan-peralatan yang berhubungan dengan penangkapan ikan ataupun penggaraman ini, itu perlu di sanksi atau tidak. Padahal dalam bab sebelumnya kita juga menekankan bagaimana peralatan maupun apa yang digunakan itu menggunakan produksi di dalam negeri. lni saya pikir juga perlu kita tekankan untuk soal pidana. Tapi perlu di rumus kalau seandainya disetujui.

T erima kasih Pak Ketua.

KETUA RAP AT:

Terima kasih masukannya. Silakan selanjutnya, PPP.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Untuk efektifnya pelaksanaan undang-undang saya kira memang harus ada sanksi, baik terkait dengan usulan kami untuk perlindungan terhadap nelayan terkait dengan asuransi sehingga pengusaha itu betul-betul bisa melaksanakan

ARSIP D

PR - RI

70

kewajibannya. Tentunya sanksi ini juga harus kita pertimbangkan, kita diskusikan dengan para pakar.

Saya kira itu, terima kasih.

KETUA RAPAT: Lanjut, POl Perjuangan.

F-PDIP (Drs. I MADE URIP, M.Si.):

Terima kasih Pimpinan. Pertama berkaitan dengan masalah asuransi bagi para pengusaha untuk para

nelayan kita memang perlu ditegaskan di dalam undang-undang ini berkaitan dengan masalah sanksi. Walaupun misalnya asuransi preminya itu berasal dari APBN, tapi alangkah baiknya juga para pengusaha itu juga berpartisipasi dalam kaitannya dengan asuransi ini. Jadi POl Perjuangan tentu setuju dengan ini.

Yang kedua, mengenai para importir garam disesuaikan dengan waktu, ada salah satu kewajiban juga bagi para importir garam ini, karena kebutuhan dalam negeri begitu tinggi sedangkan produksi kita belum bisa memenuhi itu, maka ada kewajiban bagi pengusaha atau importir itu untuk menyerap garam rakyat. Peraturan Menteri Perdagangan yang baru ini kan dihilangkan itu, maka harus diikat oleh undang-undang ini tentang kewajiban untuk menyerap garam rakyat ini oleh para importir.

Dan juga harga patokan garam ini barangkali perlu ditegaskan kembali. Bukan saja yang bisa dilakukan di gabah, gabah kering panen, kering giling, kering simpan misalnya oleh HPP. Tetapi garam ini juga perlu sebetulnya karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Petani garam ini adalah wong cilik. Jadi kalau DPR itu rakyat jelata. Kalau Fadholi ini rakyat jelita dia senangnya.

Yang terakhir barangkali akses bagi nelayan ini untuk mendapatkan penguatan modal. Kalau dulu kita di Undang-Undang tentang Perlindungan Petani begitu kita ngotot supaya kita punya bank pertanian (agro bank). Apakah kita perlu di depan disini misalnya bank bagi nelayan misalnya, atau lembaga keuangan mikro misalnya yang bisa di akses oleh para nelayan. Jadi barangkali ini perlu di buka jalan, di pasal manalah ini di cut disini juga. Karena selama ini kan sangat sulit. Kalau tidak mendapat bantuan dari APBN, nelayan kita terkatung-katung berkait dengan masalah penguatan modal ini.

KETUA RAPAT:

Kalau bank dan pembiayaan tadi sudah di pasal-pasal sebagai cantolan. Dan sekarang sudah dibentuk bank agro. Tetapi sekarang masih di tingkat kota-kota besar. Saya kira kalau ini kita dorong terus, dan ada perubahan di Undang-Undang Perbankan nya lebih menjangkau terhadap petani, bank agro ini sebagai cikal bakal untuk menggantikan BRI untuk pembiayaan skim khusus di pertanian. Tetapi juga di dalam operasionalnya sekarang di tingkat kecamatan memang beroperasinya sejalan dengan Bank BRI. Tapi Bank BRI pada sisi lain juga tidak ingin kehilangan potensi penyimpanan masyarakat, itu yang kelihatannya masih tarik menarik. Tapi pada sisi lain kan BRI juga sudah berubah sekarang, 80 persen ke arah property. lni mudah-mudahan ada perubahan paradigma pembiayaan di bank-bank negara khususnya.

Kemudian silakan Fraksi Nasdem.

ARSIP D

PR - RI

71

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Pada prinsipnya setuju dengan adanya satu sanksi. Tetapi perlu ada satu rumusan yang jelas yang terkait sanksi itu bagaimana, apa sanksinya, dan sebagainya.

Dan yang kedua, ini ada mungkin perusahaan importir pemula dan perusahaan importir yang sudah berjalan cukup lama. Apakah perusahaan­perusahaan yang dari mulai menengah ini masuk ke wilayah yang dianggap kuat, dan ini merupakan suatu perusahaan-perusahaan yang pemula. lni apakah juga diberlakukan dengan satu sanksi-sanksi yang berat.

Saya setuju dengan adanya suatu sanksi. Tetapi harus ada rumusan yang jelas yang terkait dengan sanksi tersebut. Saya pikir itu menjadi hal yang perlu kita cermati bersama-sama.

KETUA RAPAT:

lni karena perintah Bapak, sedang dirumuskan ini. Harus ada yang jelas ini, langsung kita rumuskan. Perintah Bapak Dholi apa sih yang tidak dijalankan. Tapi tadi tidak balas 'rakyat jelita'?

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Kalau itu memang aspirasi Beliau kan biar saja tidak apa-apa. Sebenarnya itu dari hati nurani Beliau.

Jadi itu yang perlu kita perhatikan bahwa yang pertama tadi saya sampaikan bahwa untuk perusahaan-perusahaan pemula yang bisa dikategorikan memulai impor ini perlu ada satu batasan.

Yang kedua adalah rumusan sanksi. Termasuk sanksi itu sanksi yang bagaimana, ini perlu dijelaskan.

KETUA RAPAT:

Selanjutnya, Fraksi Gerindra.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Terima kasih Pak Ketua. Mengenai rumusan sanksi asuransi saya kira perlu. Dan selama kita sering

rapat ini disampaikan katanya bahwa semua sanksi pelanggaran yang tercantum di dalam rancangan undang-undang ini telah diatur di Undang-Undang Perikanan, apa betul? Jangan sampai kegiatan ini, contohnya Pasal 35, 36, 37 ini kan pelanggaran perizinan, pelanggaran kutipan uang, itu sanksinya dimana? lni jangan sampai nanti kita mengatur ketat tetapi tidak ada sanksinya. Kalau belum saya kira perlu dimasukkan. Tapi kalau sudah dicantumkan di Undang-Undang Perikanan saya kira alangkah baiknya ada khusus disini.

Terus yang kedua, Pak Ketua, di Pasal 72 ini mestinya ada dua pasal yang a dan b. Yang a itu 'setiap orang' yang kedua adalah setiap korporasi perusahaan. Kalau setiap orang seperti undang-undang lain itu lebih ringan hukumannya. Tapi kalau sudah perusahaan/korporasi, itu beda. Kalau saran saya Pasal 7 ada ?a mengenai setiap orang, dan 7b korporasi.

ARSIP D

PR - RI

72

Terus mengenai pidananya, Pak Ketua, saya kira seperti undang-undang yang lain, ini semua nanti tidak ada yang masuk penjara, karena 4 tahun atau pidana denda. Kalau saya sarankan 4 tahun dan denda. Jadi nanti orang kaya menyelundup saja, di denda 6 miliar kecil, yang penting tidak masuk penjara.

lni saran saya, Pak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

T erima kasih Pak Darori. Selanjutnya, Pak Haerudin, Fraksi Amanat Nasional.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag., M.H.):

Terima kasih Pimpinan. Berkaitan dengan sanksi pemidanaan kami memandang bahwa, pertama dari

5151 jumlah waktu didiskusikan besaran dendanya yang 6 miliar itu, apakah cantolannya dari mana, atau ada rumusan. Sebagai alasan logis kita kenapa menentukan 6 miliar. Perasaan dulu kita pernah menentukan 10 miliar dulu, apakah kebesaran atau 5eperti apa.

Yang kedua, baik perseorangan ataupun korpora5i dari sisi pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Nelayan, Petambak Garam, dan Budidaya lkan ini memang wajib adanya proses sanksi pidana. Untuk hal pemidanaan ini dalam Pasal 72 tentunya kami bersepakat dengan apa yang telah ditentukan oleh kita. Hanya dari sisi jumlah, baik tahun maupun denda yang 6 miliar, butuh alasan logi5 kita untuk menentukannya. Apakah ditambah lagi, atau memang seperti apa yang dikatakan oleh Pak Darori harus 'dan', atau kita akan sebut 'danlatau'. ltu butuh mendi5kusikan lebih detail, lebih bijaksana, dan secara logis kita mampu menjelaskannya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Fraksi Partai Demokrat silakan.

F-PD (VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos.):

Terima kasih Pimpinan. Frak5i Partai Demokrat setuju dengan adanya 5anksi pidana bagi importir

atau perseorangan, korporasi, yang melanggar undang-undang ini. Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi nelayan, pembudidaya ikan serta petani, petambak garam. Namun harus digarisbawahi juga konsistensi Pemerintah terkait haru5 benar­benar dikawal oleh semua stake holder yang ada. Mudah-mudahan undang-undang ini bisa diterima oleh semua pihak, karena penyusunannya sudah melibatkan berbagai lapi5an masyarakat, termasuk dewan pakar.

Terima kasih Pak Ketua.

KETUA RAP AT:

Saya kira seluruh fraksi-fraksi sudah menyampaikan itu. PPP itu rangkap, PPP dan PKB. Perlu saya sampaikan, pertama, ini pengalaman saya di periode lalu dengan Pak Made, Pak Zainut, pada waktu Paripurna teman-teman di Paripurna, di

ARSIP D

PR - RI

73

komisi lain mempertanyakan ini Undang-Undang Pemberdayaan Perlindungan atau Undang-Undang Penjeratan. ldealnya Undang-Undang Perlindungan Pemberdayaan itu tidak ada sanksi, idealnya. Tetapi di sini kan ada pasal-pasal yang tentu juga kita anggap sebagai sesuatu yang ini menegaskan terhadap norma yang diatur, misalkan pelarangan terhadap importir atau pembatasan. Kalau Menteri membatasi lantas impor seperti di Perlindungan Pemberdayaan Petani, kita tidak bisa memberikan sanksi kepada korporasi yang jagungnya sudah masuk di Kepabeanan. Malah akhirnya masuk dan menjadi keuntungan bagi pemerintah. 450 ribu ton, bayangkan. Dan di jalan 300 ribu ton. Hampir 1 juta ton masuk tanpa rekomendasi tetapi tidak ada sanksi ini. Padahal kita menekankan harus mendapatkan rekomendasi menteri. T eta pi tidak ada pasal sanksi di ketentuan pidana. Jadi ini positif menurut saya.

Tapi yang kedua yang sesungguhnya tadi menjadi usulan itu mengenai norma berkaitan dengan asuransi, sehingga sebelum ke pemerintah saya akan membacakan dulu norma dan ketentuan pidana dengan usulan tadi. Kalau melihat fraksi-fraksi saya kira setuju lah mendukung terhadap itu.

Setiap orang itu, Pak Darori, di dalam ketentuan umum setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Jadi memang sudah masuk di situ. Berkaitan asuransi, ini Pak Zainut ya, karena ini Pak Zainut yang tadi mengusulkan, ada nanti di Pasal antara 33 dan 34. Jadi saya coba tempatkan dulu ini di Pasal 33A:

"Pe/aku usaha wajib memberikan jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidaya ikan dan usaha pergaraman kepada nelayan buruh, penggarap /ahan budidaya dan penggarap tambak garam melalui asuransi jiwa. II

Nanti tolong disempurnakan ini. Selamat datang, Pak Andi. Pak Andi nanti terakhir baca doa lah. Kemudian sanksinya kita tempatkan diantara Pasal 71 dan ... , mohon maaf, Pasal 71 dan Pasal 72, sehingga saya tempatkan dulu Pasal 71A. Sanksinya adalah:

"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pas a/ 33A dikenakan sanksi berupa denda ... II

Besarnya saya kira ini masih belum, coba nanti kita diskusikan besarannya berapa. Kemudian:

" ... dan sanksi terhadap kurungan."

Karena kalau sanksinya terhadap besaran premi rasanya terlalu ringan ya. Namanya sanksi harus lebih berat daripada kewajibannya, sehingga dia bisa melaksanakan terhadap kewajibannya itu. kemudian nanti sanksi pidananya saya kira nanti coba dirumuskan dengan tetap dan tolong dimasukkan saja biar nanti saya membacakannya lebih mudah di depan.

INTERUPSI F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Mungkin sanksi saya kira bisa dimulai dari sanksi administrasi, karena ini terkait dengan korporasi. Tidak harus semuanya dalam bentuk denda ataupun kurungan.

ARSIP D

PR - RI

74

KETUA RAPAT:

Ya, nanti sedang dicarikan referensinya supaya pas. Tadi saya minta referensi dari undang-undang lain supaya mirip-mirip lah begitu ya.

Baik, saya minta pandangan dari pemerintah. Silakan, Pak.

PEMERINTAH/SEKJEN:

Pertama kami mengusulkan memang untuk asuransi perlu ada sanksi, karena ini terkait dengan hak-hak APK, nelayan maupun pembudidaya ikan yang sudah masuk di dalam ... Kita menyiapkan peraturan menteri terkait dengan hak asasi manusia, penerapan hak asasi manusia pada usaha perikanan, baik nelayan, pembudidaya ikan maupun petambak garam, sehingga dengan itu maka undang­undang ini akan memperkuat, Pak. Jadi bentuk asuransi dan seterusnya, keselamatan kerja maupun gaji dan sebagainya. Jadi kalau dikenakan sanksi, itu akan menjadikan mereka lebih disiplin terhadap pemenuhan hak-hak karyawannya.

T erima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi menyangkut sanksi administrasi. .. Tetapi setahu saya dalam menyusun undang-undang itu sanksi administrasi harus melekat di norma ya. Begitu ya? Sanksi administrasi harus melekat di norma, tetapi sanksi denda dan sanksi pidana itu berada di ketentuan pidana, biasanya begitu, sehingga menurut saya di Pasal 33 itu bisa dibuat dua pasal berkaitan dengan ketentuan yang menyangkut dengan sanksi administratif, sehingga kemudian di Pasal 71A-nya baru sanksi denda dan pidana.

ANGGOTA:

Ketua semakin cerdas saja kelihatannya.

KETUA RAPAT:

Kan Bapak yang mengajari. Baik, sambil menunggu kita lanjutkan dulu yang lain ya, nanti kita kembali ke

sini. Silakan, Pak.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Bab X Ketentuan Penutup, Pasal 73: "Penugasan oleh pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 harus sudah dilaksanakan paling lama 2 tahun terhitung sejak undang­undang ini diundangkan."

Pasal74: "Pada saat undang-undang ini mulai ber/aku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan

ARSIP D

PR - RI

75

nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih tetap berlaku sepanjang belum diganti a tau tidak bertentangan dengan undang-undang ini."

Pasal 75, ini ada usulan alternatif. lni untuk dihapuskan, karena substansinya sudah diatur dalam Pasal 7 4. lni yang perlu kami bacakan juga.

"Semua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam berdasarkan undang-undang ini harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku."

Pasal76:

"Peraturan pe/aksanaan dari undang-undang ini harus ditetapkan paling lama 2 tahun sejak undang-undang ini diundangkan."

Pasal77:

"Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan."

ANGGOTA:

Yang bunyi Pasal77 itu ada penggantian atau tidak?

KETUA RAPAT:

Yang mana? lni ada permintaan pemerintah untuk dihapus berkaitan dengan Pasal 75. Jadi Pasal 75 sebetulnya ini memang dirumuskan berdasarkan masukan dari beberapa perguruan tinggi. Saya masih ingat waktu ke Makassar, jadi rekan­rekan di perguruan tinggi mengusulkan bahwa harus ada pagar terhadap nelayan supaya tidak timbul peraturan-peraturan. Tapi saya kira kita juga harus menghargai terhadap kebijakan pemerintah, sehingga memang harus dicarikan titik tengah yang pas, sehingga juga subyeknya tidak terlalu nampak didalam penetapan pasal-pasal yang prinsipnya melarang begitu ya, seperti di Pasal 75:

"Semua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam berdasarkan undang-undang ini harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku."

Sebetulnya normatif pasal ini, hanya pesan. Karena untuk melihat bertentangan dan tidak itu kan batang tubuh saya kira. Sebetulnya ini bagus. Siapapun yang memiliki kewenangan, berkuasa, ini akan menjadi pasal kehati-hatian untuk mengeluarkan kebijakan. Tapi saya kira kami persilakan Panja pemerintah yang mengusulkan untuk ini dihapus.

PEMERINTAH/DIRJEN (SLAMET SUBIAKTO):

Mohon izin, Bapak. Jadi sebetulnya Pasal 7 4 dan Pasal 75 itu dekat sekali. Jadi isinya sama.

Kalau kita lihat Pasal 7 4 pad a saat undang-undang ini mulai berlaku semua ketentuan peraturan perundangan yang mengatur perlindungan dan seterusnya

ARSIP D

PR - RI

76

tetap berlaku sepanjang belum diganti atau tidak bertentangan dengan undang­undang ini. Jadi esensinya dua pasal ini sama, Pak. Yang satu kalimatnya adalah kalau bertentangan harus dicabut, yang satu tidak perlu diganti sepanjang tidak bertentangan. Jadi sebetulnya dua pasal ini sama. Kami mengusulkan sebetulnya Pasal 74 ini 'belum diganti'-nya dihapus, Pak. Jadi Pasal 75 tidak perlu, 'sepanjang belum diganti' dan 'atau' ini juga dihapus, Pak. Kami mengusulkan Pasal 74 dan 75 itu sama, Pak:

"Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih tetap berlaku . sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini."

Artinya kalimat ini kalau dibalik adalah bahwa kalau dia bertentangan, maka dinyatakan tidak berlaku. Sebenarnya sama, Pak. Jadi ada redundansi dua pasal ini.

Terima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

Ya, ini agak berbedanya karena yang di atas itu berkaitan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang Pasal 75 itu kebijakan. Jadi semua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan pemberdayaan. lni yang harus dicarikan titik tengah, Pak Sekjen. Saya setuju lah, pemerintah juga punya hak untuk menempatkan masalah yang tepat, tapi bagaimana makna yang sesungguhnya di Pasal 75 ini juga terkandung di Pasal74 kalau mau digabungkan.

Dari fraksi-fraksi ada yang memberikan tanggapan? Kalau Pasal 74 itu ini biasa, di dalam undang-undang selalu ada. Karena dia untuk bisa menghidupkan sebelum ada ketentuan baru tetap menghidupkan ketentuan lama, tetapi begitu kemudian ketentuan ini bisa berjalan dan menggantikan, itu otomatis tergantikan. Tapi yang kedua ini persoalannya untuk tidak ada kebijakan yang itu luput dari persetujuan publik. Kebijakan publik harus mendapatkan persetujuan publik, karena publik sebagai user, masyarakat sebagai user. Namun kalau memang ini dipandang agak terlalu 'menohok', saya kira kita cari jalan keluar yang pas.

Silakan, Pak Zainut biasanya. Jangan lama-lama berpikirnya, Pak.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Ya, memang ini dua substansi yang berbeda. Yang pertama yang Pasal 74 lebih pada pengaturan terkait dengan peraturan perundangan, itu biasa, sedangkan yang 75 ini lebih kepada kebijakan. Kalau mau dicari titik temunya tidak mungkin digabung ya. Saya setuju saja mana yang mau diambil, apakah salah satu atau salah dua. ·

PEMERINTAH/SEKJEN:

Mohon izin, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

ARSIP D

PR - RI

77

PEMERINTAH/SEKJEN:

Kami melihat bahwa kebijakan itu selalu akan tersusun tertulis dalam bentuk peraturan perundangan, Pak. Kebijakan tidak mungkin di luar format sebagai peraturan perundangan. Jadi kami melihatnya bahwa kalau memang mau dijadikan satu itu semua kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan yang mengatur ini ... , jadi kebijakan dimasukkan ke atas. Semua kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan saya rasa begitu kalau mau disatukan.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak.

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Kita rembuk diskusi saja ini tentang Pasal 74 dan 75. Hal-hal normatif 74 yang terkait dengan kebijaksanaan, Pak. Pak Sekjen mengatakan kebijaksanaan itu juga merupakan bagian tak terpisah dari perundang-undangan yang berlaku. Tapi bagaimana kalau seandainya dalam undang-undang misalnya telah diatur suatu masalah dan Permen juga ada, tapi kadangkala di tingkat eksekutif ini sering memberlakukan juga kebijakaan seperti surat edaran, memberitahukan sesuatu sampai ke tingkat lebih teknis. Hal-hal untuk melakukan apa yang berkaitan misalnya terhadap perlindungan ataupun pemberdayaan ini, sehingga bertentangan dengan undang-undang. ltu bagaimana persoalannya? Maka dari itu menurut hemat kami 74 dan 75 ini biar saja apa adanya seperti demikian. Kalau digabung memang agak susah karena dua persoalan yang berbeda tadi. Karena takut ada kebijaksanaan yang seperti saya katakan tadi, bukan bagian daripada suatu perundang-undangan tetapi melihat situasional ekonomi atau apa situasi ini ada surat edaran. lni mungkin perlu kita pikirkan.

ltu saja, Pak.

KETUA RAPAT:

Sebetulnya kalau kita lebih jauh melihat sebetulnya ini kan kebijakan di pemerintahan daerahpun belum tentu mereka memahami. Kita melarang misalkan perizinan yang 10 Gross Ton ke bawah tidak boleh pakai pungutan, tidak ada retribusi. Tapi bisa saja kebijakan pemerintah daerah memungut itu. Dengan undang-undang ini itu bisa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Saya kira tidak terlalu ini lah ya kalau menurut saya.

INTERUPSI F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Mungkin supaya tidak terlalu tadi istilah Ketua bahasanya agak menohok, kata-kata 'harus dicabut' itu dibuang saja, berdasarkan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. Jadi perintah untuk mencabut itu tidak ada.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Fadholi.

ARSIP D

PR - RI

78

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Terima kasih, Pak Ketua yang baik hati. Saya pikir ini harus jelas dan konkret dan ini satu hal yang sudah sangat

bagus. Kalau sudah ada undang-undang, maka semuanya juga tidak perlu ada satu kebijakan-kebijakan yang lain. Sejauh kebijakan itu melanggar undang-undang ya harus tidak berlaku, dicabut. Oleh karena itu dua-duanya ini biarkan saja begini adanya. Begitu, Pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Mantap sekali. Kita tanya fraksi-fraksi dulu ya, nanti baru kita cari titik tengah. Pak Azhar, silakan dari Golkar /ah yang umur partainya lebih panjang daripada kita­kita.

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Apa yang telah menjadi draft rumusan ini memisahkan antara Pasal 74 dan 75 kepadanya ini, cuma usul Pak Zainut tadi memang sangat bijaksana. Jangan kalimat bahasa-bahasa orang luar Jawa, mungkin agak lebih kasar ya. Dengan 'tidak berlaku' saja mungkin, Pak. Redaksional itu yang diperbaiki. Tidak usah dicabut, tapi tidak berlaku itu sudah dengan sendirinya begitu. Demikian.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, tetap ada tetapi bahasanya diperhalus ya. Tidak ada 'dicabut', takut sakit nanti kalau dicabut.

Silakan Pak Zainut mengulang. Oh Gerindra dulu? Atau dari fraksi pemerintah dulu? Silakan Gerindra.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Terima kasih, Pak Ketua. Saya kira mungkin dari teman-teman KKP saya ingin tahu contohnya yang

selama 1 tahun ini kebijakan anda yang sudah dilakukan apa itu. Contohnya apa sehingga anda keberatan? Kebijakan apa yang sudah dilakukan oleh lbu Susi? Kan 1 tahun ini lah kita ya. Kira-kira apa? Mung kin ada 10 kita paham begitu.

Terima kasih.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

lzin, Pak. Mewakili Pak Sekjen. Kalau dengan undang-undang ini keluar, maka segala instrumentasi yang

berada di bawah undang-undang sebagai sumber hukum yang cukup tinggi itu semuanya tidak bisa melebihi dari ap ayg diperintahkan oleh undang-undang. Artinya dia dengan sendirinya gugur, otomatis dia gugur. Jadi saya kira yang kedua rumusan Pasal 74 itu standard perundang-undangan. Kecuali kalau mau ditambahkan lain lagi sih silakan. Tapi itu sudah standar bahwa semua peraturan

ARSIP D

PR - RI

79

perundang-undangan yang bertentangan dengan undang-undang baru otornatis gugur, Pak.

KETUA RAPAT:

74 tidak ada rnasalah, Pak. 75 yang pernerintah rninta dihapus.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Ya, dengan adanya 74 sudah cukup, Bapak. Mohon rnaaf. Terirna kasih, Pak.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Saya kira bukan begitu, Pak. Jadi saya justru dengan adanya Pasal 75 rnenyelarnatkan ternan-ternan. Saya pernah rnenjadi Dirjen 10 tahun. Banyak diperintah, kebijakan yang tidak benar dipaksakan. lni kita buka lah ya. lni tujuannya ini yang ini tidak boleh, pasalnya ada kebijakan. Tapi kalau ada sesuatu ya saya kira ini tujuannya baik ya.

KETUA RAPAT:

Baik, undang-undang kita putuskan bersarna lah begitu. Kalau saya rnenjadi rnenteri saya tidak keberatan pasal ini. Kalau saya rnenjadi rnenteri ya, bukan rnenjadi sekjen, bukan rnenjadi dirjen begitu. Tidak keberatan lah, Pak.

Silakan, PKS dulu ya. PKS, silakan.

F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.):

Terirna kasih, Pak Ketua. Mohon rnaaf terlarnbat, karena baru tiba dari Makassar. Jd saya kira apa yang ada di sini sepakat dengan ·Pak Fadholi tadi bahwa kita

terirna dulu dua-duanya. Kan rnasih ada waktu untuk kita putuskan nantinya, Ketua. Biar kita berpikir dulu, kan rnasih ada waktu untuk kita finalkan nanti bersarna dengan lbu Menteri di Raker itu.

Terirna kasih, Ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, biar agak seru sedikit lah nanti di Raker. Jadi rnungkin 1-2 pasal kita sisakan lah supaya diskusi. Terlalu cepat nanti itu. lstikharah dulu.

Pak Fadholi akan rnengulang atau sarna? Oh sarna. Jangan mengulang­ulang. Pak Khaerudin? Sudah cukup? Sarna dengan Pak Fadholi? Sarna, oke. Dernokrat sarna? Sarna. Biar agak halus harus dicabutnya kita haluskan /ah ya: 'gararn berdasarkan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku', begitu saja. Tetapi ini rninta diputuskan di dalarn Raker, begitu ya? Tulis di bawahnya: Untuk diputuskan dalarn Raker. Jadi pasal di 74-nya tetap, kernudian ada Pasal 75, tulis di situ: Diputuskan di dalarn Raker dengan pernerintah. Pernerintah rninta dihapus, kernudian catatannya akan diputuskan di dalarn Rapat Kerja pengarnbilan keputusan tingkat I Rancangan Undang-Undang ini. Begitu ya, Pak Sekjen? Nanti saya

ARSIP D

PR - RI

80

sebutkan juga di sana pemerintah ngotot sekali dan dipertahankan oleh POl Perjuangan.

Silakan.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Ya, saya kira dari pandangan dan pendapat rekan-rekan sudah bisa mendekati kesimpulan. Memang betul bahwa setiap undang-undang yang terbaru yang Posterior ada kaidah hukum saya kira, Lex Posterior Derogat Legi Priori bahwa undang-undang yang baru itu mengalahkan undang-undang yang lama dan juga lex superior derogat legi inferiori, undang-undang yang besar atau yang lebih tinggi mengalahkan undang-undang yang lebih rendah, sehingga semua peraturan menteri memang harus tunduk dan patuh kepada undang-undang yang akan diputuskan tu, sehingga ketentuan hal Pasal 74 dan 75 saya kira sudah mengatur tentang itu. saya kira begitu.

Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Kita ikut Kyai saja kalau bicara itu. Pokoknya Pak Kyai mau bicara apa kita ikuti.

Baik, kalau ini disetujui, saya tanya dulu pemerintah, setuju untuk dibawa ke Raker?

PEMERINTAH:

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, hanya satu pasal ini yang dibawa ke Raker ya.

(RAPAT: SETUJU)

Biar ada perdebatan sedikit lah di Paripurna.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Supaya memberikan bukti bahwa Pak Sekjen, kemudian Pak Dirjen itu sudah berjuang mati-matian, sampai berdarah-darah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi memang supaya ada perdebatan. Biasa, dalam undang-undang 1-2 pasal disisakan, Pak. Jangan dihabiskan di Panja.

ANGGOTA:

Ya tapi jangan pura-pura.

ARSIP D

PR - RI

81

KETUA RAPAT:

Tidak pura-pura. Coba nanti kalau juru bicaranya Pak Ono, beda lagi nanti. Baik, kembali ke Pasal 33A, Pasal 71A. Yang lain-lain saya kira itu

pendelegasian kepada tim untuk merapikan, termasuk tadi ada beberapa hal yang harus dimasukkan di dalam penjelasan.

ANGGOTA:

Pasal 77 itu disahkan di Jakarta pad a tanggal . . . Presiden Republik Indonesia.

KETUA RAPAT:

Tidak, kalau dalam waktu dekat ya saya yakin 1 00% lah tetap Pak Joko Widodo presidenku. Ya presidennya siapa lagi di Indonesia, cuma itu satu.

ANGGOTA:

Tidak, ini ada catatannya kalau dalam waktu dekat ini di mana?

KETUA RAPAT:

Kan keyakinan itu harus ada batas waktu, Pak. Pasai33A:

"Pe/aku usaha wajib memberikan jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidaya ikan dan usaha pergaraman pada nelayan buruh, penggarap lahan budidaya dan penggarap tambak garam melalui asuransi jiwa."

Apakah disetujui? lni rumusan baru diantara Pasal 33 dan 34 untuk mengakomodir usulan bahwa pelaku usaha itu adalah korporasi. Saya bacakan dulu pelaku usahanya biar tidak rancu.

"Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan usaha prasarana dan/atau sarana produksi perikanan,prasarana danlatau sarana produksi garam, pengolahan dan prasarana hasil perikanan dan produksi garam yang berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia."

Apakah bisa disetujui?

INTERUPSI F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Apakah pelaku usaha ini langsung disebutkan pelaku usaha dalam skala besar atau semua pelaku usaha?

KETUA RAPAT:

Kenapa? Diulang, Pak?

ARSIP D

PR - RI

82

INTERUPSI F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Ya, untuk pelaku usaha apakah dikategorikan dalam undang-undang ini langsung disebutkan pelaku usaha dalam skala besar? Karena kalau misalnya ini kemudian (suara tidak jelas) nanti takut pelaku usaha kecil juga akan kena.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

lni masalahnya pelaku usaha skala-skalanya ini belum jelas kalau begitu. Tapi pelaku usaha itu adalah perseorangan yang usaha, kemudian juga korporasi yang usaha juga. lni domainnya Pak Fadholi ini.

"Pelaku usaha wajib memberikan jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidaya ikan dan usaha pergaraman pada nelayan buruh."

Atau pakai penjelasan, yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah pelaku usaha yang berskala besar. Begitu saja lah. Begitu ya? Jangan yang kecil. Masak kecil kena denda. Skala besar lah.

INTERUPSI F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Pak Ketua, tetapi perlu ada satu rumusan juga yang dimaksud kecil, menengah, besar itu bagaimana.

KETUA RAPAT:

Nanti merujuk ke itu saja, merujuk ke Undang-Undang Perikanan kalau tidak salah ada.

Silakan, Pak.

PEMERINTAH/SEKJEN:

Pak, mohon izin. Jadi kalau kita kaitkan tingkatannya ini, ini sama dengan pemilik dan penyewa

kapal atau pemilik tambak garam ini melakukan perjanjian bagi hasil. lni sifatnya di sini harus membuat perjanjian kerja, harus membuat, tanpa sanksi. Jadi artinya pemerintah mempunyai tugas untuk mendorong pelaku usaha itu mendaftarkan asuransi ini, tapi tanpa sanksi. Karena tingkatannya sama. Jadi pemilik dan penyewa kapal atau pemilik dan penyewa lahan budidaya yang melakukan kegiatan penangkapan ikan Pasal 28 atau pembudidaya ikan dengan melibatkan nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh atau penggarap lahan budidaya harus membuat perjanjian kerja atau perjanjian bagi hasil secara tertulis. Di sini kalau boleh kami usulkan kalimatnya sama: harus memberikan jaminan risiko kepada para penggarapnya tadi itu. Tapi tanpa sanksi, Pak. Karena kalau kita memberi dengan sanksi itu kita batasan besar-kecilnya sangat relatif, Pak.

ARSIP D

PR - RI

83

KETUA RAPAT:

Monggo, bagaimana? Kalau pengusaha tidak ada sanksi itu dianggapnya ini fakultatif saja, pilihan. Jadi dia tidak ada kewajiban. Kalau ada sanksi, ini ada kewajiban yang harus dipenuhi. Biarkan saja, Pak. Korporasi itu kan mereka punya hitung-hitungan business plan-nya juga. Hanya dalam penjelasan berskala besar. Nanti penjelasan skala besarnya coba Bapak carikan referensi, hanya di dalam penjelasan saja.

Kemudian di Pasal 71A, pasal sanksinya:

"1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 33A dipidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,-."

Cukup tidak Rp10.000.000.000,-? Kasihan ya. Tapi kalau karyawannya 5.000 orang, itu kan 5.000 dikali. .. , maksimal, paling banyak. Rp5.000.000.000,- saja /ah ya. lni kan mengatur tentang asuransi. Tetap dihukum. Kalau importir untungnya besar, justru Rp6.000.000.000,- kurang itu. Untungnya besar kalau importir. Rp5.000.000.000, lah.

"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 33A dipidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,-."

Supaya bisa ditahan pengusaha itu.

"2. Selain dipidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin."

'lzin usaha' lah, boleh.

"3. Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dikenakan apabila sanksi denda pidana tidak dipatuhi."

Memang begitu ya hukumnya. Ultimum remedium sebagaimana diberlakukan dalam undang-undang. Karena memang tidak bisa sekaligus sanksi itu diberlakukan kepada seseorang. Pidananya tidak ada ya? Pidananya denda dan pencabutan sanksi. Tidak perlu pakai pidana lah ya. ltu pencabutan izin usaha. Coba dipasangkan dulu, nanti saya baca.

Bab IX Ketentuan Pidana:

"1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasa/33A ... "

Nanti 33A ini akan berubah pasalnya. 71A juga akan berubah setelah nanti kita selesaikan bersama.

" ... dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,-." "2. Selain pe/aku usaha yang melanggar peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33A dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,-."

ARSIP D

PR - RI

84

Pencabutan izin mana ini? Salah ini, belum diganti. Pidana dulu, baru nanti dicabut izinnya.

"1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33A dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,-."

"2. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan sanksi administrasi berupa pencabutan izin."

'lzin' saja ya, tidak usah pakai 'usaha'. Kan ada juga izin-izin yang nanti bisa diterbitkan oleh kementerian itu.

ANGGOTA:

'Dikenakan', Pak.

KETUA RAPAT:

'Dikenakan'? Mana 'dikenakan'? 'Dipidana' dikenakan itu.

"Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pe/aku usaha dikenai sanksi administrasi berupa pencabutan izin."

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

lni berarti akumulatif ya, Ketua. Tidak alternatif ya.

KETUA RAPAT:

Akumulatif kalau ini. Padahal bisa juga pemberatan. Dicabut gigi juga berat itu. Apa ini pengenaan ini? Rp5.000.000.000,- juga besar itu.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Yang ke-3 jadi alternatif ini.

KETUA RAPAT:

Mau akumulatif?

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Saya kira bisa alternatif ya.

KETUA RAPAT:

Kalau alternatif bisa pilihan dia. Artinya tinggal pilihan dia, apakah membayar ataukah dicabut izin.

ARSIP D

PR - RI

85

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Tambahan, kalau dicabut izin dia akan berganti (suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Tidak, ini ada prinsip hukum ultimum remedium. Maksudnya kalau tidak lulus harus remedial, Pak. Saya bukan orang hukum, mohon maaf.

"3. Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dikenakan apabila sanksi pidana pada ayat (1) tidak dipatuhi."

Begitu, Pak.

INTERUPSI F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Kalau bunyinya ini jadi rancu, Pak. Ayat (2) itu sudah akumulatif, kemudian ayat (3) menafikkan ayat (2). Kalau mau ayat (2) itu ditambahkan:

"Se/ain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku usaha juga dapat dikenai sanksi administrasi."

Ada kata 'dapat'.

KETUA RAPAT:

'Pelaku usaha dapat' saja, 'pelaku usaha dapat dikenai sanksi administrasi'. Pakai kata 'dapat' bisa. Oke, begitu ya? Baik, apakah bisa disetujui? Pemerintah setuju? Fraksi pemerintah setuju? Aman kalau Pak Made yang mengawal.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Ayat (3) tetap.

KETUA RAPAT:

Tetap ada, tetap ada, tetap hidup. Tetapi kan bisa dua-duanya, bisa ... Tergantung rakyatnya, apakah rakyat jelata atau rakyat jelita.

Silakan, Pak. Pak Narmoko ahli hukum. Silakan.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Yang ayat (3) 'pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dikenakan apabila sanksi pidana pada ayat (1) tidak dipatuhi', kalau menurut hemat hukum saya sih kalau sudah kena pidana apapun juga ya berhenti, Pak.

Terima kasih, Pak.

ARSIP D

PR - RI

86

INTERUPSI F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Sifat pidananya kan denda ya, bukan pidana badan, kurungan kan.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Apapun bentuknya kalau sudah pidana, kategori pidana, yang lain pasti berhenti. Karena pidana itu kan sudah ultimate sebetulnya, sudah mengganggu kepentingan publik, kira-kira begitu filsafatnya. Jadi kalau seseorang sudah kena pidana, dia sudah pasti yang itu administratif harus kita pertimbangkan, cabut. Apalagi ini kan korporasi. Tetapi ada juga yang berpikir tidak perlu juga pidana kalau di korporasi sanksi administratif kita cabut saja itu sudah kematian perdata, Pak. Dan itu yang paling jahanam sebetulnya dalam hidup kita adalah kematian perdata, Pak. Kematian perdata itu artinya orang tidak punya hak apapun juga terhadap hukum atau difasilitasi oleh hukum. Jadi ada juga yang berpandangan seperti itu. Tapi kalau mau sankai administratif ada, sanksi pidana ada, tapi tidak dalam satu rumusan seperti ayat (3), Bapak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Coba ini contoh di Undang-Undang Lingkungan Hidup ya. Mana contohnya?

"Setiap orang yang melanggar... dipidana penjara paling lama 3 tahun. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi."

Saya kira begini saja.

INTERUPSI F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Saya kira di sini ada beberapa tahapan. Pertama administrasi, kemudian kurangan badan dan juga denda. Saya kira ini. Karena kalau misalnya hanya dicabut izinnya saja tapi dia tidak bayar misalnya ...

KETUA RAPAT:

Berarti pasal ini administrasinya pisah, tidak ada di sini ya? Melekat di batang tubuh? Di norma? Coba lihat di normanya. Sebentar, administrasinya di sini melekat di norma tidak? Karena ini kan muncul di sanksi pidananya, ketentuan pidana itu. lni melekat ini, melekat di norma ya. Coba kasih 5 menit dulu ya. Silakan 5 menit dulu ya. Saya makan dulu kacang ini.

lni kan undang-undangnya Undang-Undang Perlindungan Pemberdayaan. ldealnya ada sanksi di sini. Tetapi jangan terlalu menojol lah. Saya debatannya keras di Paripurna dulu. Pak Made mungkin tahu ya. Tinggal berapa orang kita ya, Pak Made. Anggota Komisi IV tinggal berapa orang, kita dihantam di Paripurna. Akhirnya forum lobby. Karena apa? lni Undang-Undang Perlindungan Pemberdayaan, bukan Undang-Undang Pemberantasan. ltu yang saya kira tetap ada, tetapi perspektifnya kita jangan terlalu menonjolkan di ketentuan pidana begitu.

ARSIP D

PR - RI

87

INTERUPSI F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Coba kita diskusikan ayat (1) dan ayat (2) dulu, Pak. Yang merah itu dihapus saja, Mas Toro. ltu dihapus dulu. Oke, saya kira 1, 2 itu sudah cukup itu. Jangan juga nanti kemudian undang-undang ini malah semangat kita untuk mengundang investasi justru akan kontraproduktif, karena pengusaha juga akan takut. lni juga harus dipertimbangkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pasai71A:

"1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 33A dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,-. 2. Selain dikenakan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin."

Dua itu saja? Di bawahnya apa itu? Saya kira lebih bagus itu ya.

"3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dikenakan apabila sanksi pidana pada ayat (1) tidak dipatuhi."

Tidak perlu lah. Sudah 1 dan 2 itu saja. Tidak, hapus. Pemerintah mana? Pak Sekjen mana? Sekarang Pak Narmoko saja tanggapi ini lah, ahli hukum, berdasarkan seizin Ketua Panja Pemerintah. Silakan, Pak.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Saya baca yang ayat (3) ya? Ayat (2) ya:

"Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku usaha dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin."

Kenapa?

" .. . pelaku dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin."

Sebentar, kalau dapat itu choices, dapat itu soal pilihan. Bisa saja saya menjatuhkan sanksi pidana tapi saya tidak memerlukan sanksi administrasi. ltu pemahaman saya tentang kata 'dapat'. Hukum mestinya membuat kategorisasi dia, jadi tidak bisa ... Karena kan kalau sudah dikenakan sanksi pidana tentunya sanksi administrasi dicabut atau ...

KETUA RAPAT:

Mungkin kasusnya berbeda dengan illegal fishing, Pak.

ARSIP D

PR - RI

88

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Oh tidak, saya tidak bicara itu, Pak.

KETUA RAPAT:

Saya pakai kata ataumungkinatau masak tidak boleh Bapak ini Boleh dong diskusi. Tadi sudah saya persilakan kepada siapapun. Jangan egois begitu jadi orang. Artinya bahwa yang dimaksud oleh Pak Zainut tadi sanksinya itu adalah pidana penjara paling lama 3 tahun, dendanya Rp5.000.000.000,-. Kalau itu dibayar bisa saja administrasi dikenakan juga. Tetapi kalau itu dibayar berarti tidak perlu ada sanksi administrasi. Kan beda ini kasusnya dengan illegal fishing. Illegal fishing itu kan mating. Dia mau ditinjau dari sisi manapun dia sudah bersalah, karena sumbernya sudah salah. lni kan hanya asuransi, tidak memberikan jaminan kepada orang. Ketika kemudian asuransi itu tidak membayar kemudian ada sanksi. Kalau sanksi 1-2 itu dipenuhi bisa saja administrasi tidak perlu. Tetapi kalau 1-2 kemudian tidak dibayar lama kelamaan itu juga izin bisa dicabut. Mungkin begitu. Saya memberikan gambaran, jangan main potong dulu. Tapi kalau ada perspektif hukum lain ya silakan, Saya juga merasa bukan ahli hukum kok. lni hanya penafsiran saja, diskusi.

Silakan.

PEMERINTAH/DIRJEN (NARMOKO):

Kalau yang saya baca kalau dendanya tidak dibayar ditambahi hukumannya biasanya, iya kan? Nah itu, jadi Rp5.000.000.000,- atau kurungan 6 bulan. Memilih yang 6 bulan atau Rp5.000.000.000,-? Kalau saya memilih yang 6 bulan, Pak. Cuma memilih saja angel kok. lni, Pak Ketua. lni hanya intermezo saja Jah.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Boleh juga. Jadi alternatif saja, tidak akumulatif. Paling lama 3 tahun dan/atau boleh akumulatif, boleh alternatif, baru kemudian kalau itu diadakan ada pemberatan lain yaitu pencabutan izin.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Fadholi.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Saya pikir untuk pencabutan izin itu perlu ditinjau ulang, karena ini kaitannya kan perusahaan dan ini menghidupi ekonomi bagi karyawan-karyawannya. lni pun merupakan suatu pelanggaran yang kaitannya masalah asuransi. Kalau menurut saya kalau kemudian izinnya dicabut begitu saja dan itu suatu perusahaan yang menghidupi banyak orang, siapa yang bertanggung jawab terhadap karyawan­karyawan yang ada. lni perlu pemikiran saya pikir, sehingga untuk pencabutan izin itu barangkali ada suatu klausul kalau dia melakukan pelanggaran yang kedua kali atau ketiga kali. Jadi kalau begitu sekali langsung dicabut izinnya, toh dia sudah misalkan sudah jelas tidak hanya kurungan dan sekaligus denda secara materil,

ARSIP D

PR - RI

89

saya pikir itu cukup. Apabila dia melakukan yang kedua kali baru dicabut izinnya, sehingga di sini ada satu bimbingan, ada satu pembinaan. Jangan kemudian ini mematahkan, juga jangan semangatnya ... Saya pikir berbeda.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira ini relevan dengan Pasal 72. Jadi Pasal 71A itu sesuai saja dengan Pasal 72. Jadi mengena terhadap sanksi pidana dan sanksi denda. ltupun sudah berat itu. Jadi mungkin Pasal 71A kita samakan saja dengan Pasal 72. Tentunya terkait hanya dengan pidana dan denda. Begitu ya? Mungkin lebih ... Karena ini sam a.

INTERUPSI F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Ya, usulan saya tadi memang boleh pilihannya alternatif atau alternatif akumulatif. Jangan akumulatif saja. Yang 'dan' itu, Ketua.

KETUA RAPAT:

Yang 72 itu kan pilihan. Kalau 71 itu kan 'dan', akumulatif.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Ya, itu yang saya usulkan. Bisa diganti 'atau' atau 'dan/atau'.

KETUA RAPAT:

Atau 'dan/atau' saja.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Boleh.

KETUA RAPAT:

Yang bawah menurut saya juga bisa 'dan/atau'. Jadi sama perlakuannya. Kemudian yang sanksi administrasi menurut saya tidak perlu ya. ltu 'dan/atau'.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Sanksi administrasi itu kan ada kata 'dapat'. Sepanjang yang pertama itu dilakukan saya kira administrasi tidak perlu. ltu kan pemberatan jika ayat (1) tidak ...

KETUA RAPAT:

Maksudnya begini, maksudnya kalau mau konsisten dengan Pasal 72, Pasal 72 ini kan juga berat. Mereka impor ilegal, karena tidak memenuhi persyaratan dari menteri. Tapi tidak ada pencabutan atau sanksi usaha atau sanksi administrasi. Pencabutan izin tidak ada. Maksudnya masak kalau hanya tidak membayarkan

ARSIP D

PR - RI

90

.-auransi karyawan lebih ~erat ?aripada i//~~1/ tr~ding begitu_, ma~:s.~dnya begitu. Kalau mau Pasal 2 di 71A juga drterapkan dr Pasal 12-nya. Tapr saya Krra_ untuk para Qll'&.~sahaan yang tidak membayar asuransi dengan ?enda dan prdana JUga su~ah .... itu. Oke, jadi 2-nya hapus ya? 2-nya hapus, d'1:ambah Pasal 71A, kemudran ,... 72 saya kira tidak berubah. Setuju? Pemenntah?

IIICJEN KKP (SYARIEF WIDJAJA):

lzin sedikit, Pak.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan.

SEKJEN KKP (SYARIEFiNIDJAJA,):

Mengenai Pasal 71A dengan Pasal 7'l antara_ 'pelaku usaha~ ~engan 'se~iap orang' ini kalau lihat de\'nisinya sama sebetu'nya dr depan. l<alau krta kembah ke

d tiap orang a~~lah perorangan dan t.orporasi, pelaku usaha adalah orang epan se -fit M k' h lp .. 1,. dan korporasi juga, ..... " ung rn mo on enf~ asan. ·'·

KETUAJ~yAl: ,

. · · · /Ya, normanya di Pasal 33A itu pelaku usaha, sehingga dia berlakunya /terhadap pelaku usaha. Di Pasal 72 norrnanya setiap orang, sehingga juga berlaku ke~ada _setiap orang. Tadi sebetulnya sudeh ingin ~ita t.erikan kepada setiap orang, tapt tadt ada pandangan ini dikenakan r.epada korporasi besar, perusahaan besar. Kor~orasi bl~sar analoginya adalah pelaku usaha. Pelaku usaha di ketentuan umum ada JUga, Pak. Bagaimana, pendapat setujt:r

INTERUPSI F-PK~ (H.;ANDI AKMAL PASLUODIN, S.P., M.M.):

Ketua ...

KETUA RAPAT:

,_.Ya, aih~kan . . ~

F-PKS (H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M.): . '

Saya kira beda·:rantara pengusaha dengan .·korporasi. Kalau korporasi kan otomatis pengusaha besar, yang sudah berbentuk perusaha'an yang sudah mapan begitu ya. Tapi pengusaha bisa pengusaha' kecil, bisa menehgah atau pengusaha besar begitu,· Ketua. Mungkin nanti ada sedikit penjelasannya dari pemerintah antara pengusaha dengan korporasi. ,. ....

KETUA RAPAT:

Ya, yang dimaksud dengan pelaku usaha dalam pasal ini adalah pelaku usaha besar, begitu saja /ah. Nanti referensinya kita cari.

ARSIP D

PR - RI

91

Baik, saya kira seluruh pasal sudah diselesaikan, kecuali berkaitan dengan Pasal75.

INTERUPSI F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

lnterupsi.

KETUA RAPAT:

Silakan.

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Baik, saya mohon penjelasan saja. Terkait dengan pelaksanaan tugas di lapangan, apabila ada satu pelaksana tugas yang melanggar dan melalaikan tugasnya di sini belum ada sanksinya.

KETUA RAPAT:

Pelaksana tugas apa maksudnya? Pit?

F-NASDEM (Drs. FADHOLI):

Yang melaksanakan tugas.

F-PPP (Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si.):

Silang saja pemerintah begitu, susah amat sih. Masak pemerintah mau dipenjara.

KETUA RAPAT:

Sudah kelewat, Bapak sudah kelewat. Tadi datangnya telat Bapak. Oh para pejabat. Para pejabat yang melalaikan tugas dipenjara paling lama 1 tahun. Ya sudah terapkan saja Undang-Undang Nomor 18. Tidak usah lah, nanti di Undang­Undang Pemberdayaan ini.

Baik, jadi yang tersisa adalah ini akan dibawa ke Raker pada tanggal 4 Jam 1 0.00. Mohon maaf, Hari Kamis tanggal 3 akan kita bawa ke Raker. Satu pasal masih tersisa untuk diputuskan di dalam Rapat Kerja yaitu Pasal 75. Untuk sanksi tadi mohon diperbaiki. Normanya disebutkan ya. Kalau merujuk ke Pasal 72 normanya disebutkan di atasnya. Jadi norma di Pasal 33A-nya disebutkan. Nanti tolong dibereskan itu. Tentu dengan catatan-catatan yang tadi disampaikan, baik penyempurnaan di batang tubuh di normanya maupun di penjelasannya.

Secara khusus sebelum mengakhiri saya kira saya ingin menyampaikan terima kasih kepada tim dapur yang bekerja meluangkan waktu yang cukup luar biasa, karena di hari libur saya ingin genjot supaya ini bisa selesai. Saya perkenalkan ini supaya kenai. Pak Budi Kuntaryo mana? Pak Budi berdiri, ini kepala kesekretariatan, Kepala Staf Komisi IV. Kemudian Pak Hanafi Arsyad, Menkumham Komisi IV. Kemudian lbu Yanti, ini ketata usahaan Komisi IV. Kemudian staf ahli Saudara Dewo, Andi Rahman, Adam, berdiri saja langsung, M. Teja, Najib Ibrahim,

ARSIP D

PR - RI

92

Riko Wahyudi, Yuliati dan spesialis Asrot M. lkhwantoro. Tidak ada yang pandai memegang komputer dan Asrot kecuali Toro. Terima kasih kepada tim dapurnya Kementerian Kelautan dan Perikanan dan kementerian lain yang hadir, coba berdiri biar dilihat, dipimpin oleh Kepala Biro Hukum, silakan. Yang lainnya mana? Coba berdiri. Yang kerja malam-malam itu berdiri, coba berdiri, jangan malu untuk berdiri. Terima kasih, kita beri applause.

Terima kasih kepada Ketua Panja pemerintah Pak Prof. Dr. Syarief Widjaja, Sekjen Kementerian Kelautan Perikanan Pak Narmoko, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Pak Nirlanto, Direktur Peningkatan Mutu ... , salah sedikit mohon dimaklumi ya, Direktur Jenderal Budidaya Pak Slamet Subiyakto, kemudian didukung oleh para Eselon II yang saya kira luar biasa kerjanya, dari Kementerian Keuangan. Boleh memperkenalkan diri, Pak. Karena nanti pasti kalau Kementerian Keuangan itu ketemunya Bapak lagi. Perkenalkan dulu, Pak. Silakan, di direktorat jenderal apa.

KEMENTERIAN KEUANGAN ( ......... ):

(Suara tidak jelas/tanpa mic).

KETUA RAPAT:

Penting ini. Kebijakan APBN, Pak. Saya kira ini adalah undang-undang pertama yang lnsya Allah kita lahirkan di

periode ini, wa bil khusus malam ini. Kita hitung dari pendatang pertama Pak Made Urip, yang kedua Pak Zainut Tauhid, yang datang ketiga itu Pak Darori, meskipun pertama kali ketemu saya di ruang makan, kemudian Pak Luther Kombong, Pak Haerudin, Pak Adriansyah, lbu Vvi masuknya agak telat, lbu Vivi Jayabaya, Pak Adhi Mahendra Putra, kemudian Pak Fadholi, luar biasa Pak Fadholi, kemudian Pak Andi Akmal Pasluddin dari PKS dan teman-teman yang saya kira sebelumnya hadir, Pak Ono dan lain-lain, wa bit khusus saya kira ahli bahasa yang selalu setia bersama kami Prof. Dr. Wisnu dan mohon nanti dipelajari kembali titik, koma dan redaksional yang kurang pas. Tentu saya sebagai Pimpinan Panja menghaturkan terima kasih ...

ANGGOTA:

Narasumber belum.

KETUA RAPAT:

Oh iya, mohon maaf, para narasumber Prof. Dr. Arif Satria, kemudian Prof. Dr. Maftuh dr Brawijaya, kemudian... Sebetulnya masih banyak yang ingin kami undang, tetapi memang perwilayahan. Ada dari barat ITB, kemudian dari timur ada Brawijaya dan dari Unhas Prof. Budimawan, saya kira dari Unhas juga mewakili teman-teman di sana, karena undangan kami kirim secara resmi kepada institusi, juga kepada perguruan tinggi lainnya yang hampir ada 8 (delapan) perguruan tinggi yang sudah kami datangi beserta stakehoder-nya. Karena bukan hanya Fakultas Perikanan, tapi Fakultas Budaya dan sebagainya juga kami undang. Bapakllbu sekalian yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, mudah-mudahan apa yang kita hasilkan ini menjadi karya dan ibadah kita di kemudian hari.

ARSIP D

PR - RI

93

Kami persilakan Prof. Dr. Syarief Widjaja untuk menyampaikan dan lnsya Allah saya pemberitahuan pad a kesempatan ini Maret saya akan melaksanakan ... , atau April /ah, jangan terlalu pendek, April saya akan melaksanakan sidang terbuka. Mudah-mudahan ada waktu bisa hadir nanti.

ANGGOTA:

lni hadiah yang paling istimewa untuk Ketua ini.

KETUA RAPAT:

Baik. Silakan, Pak Syarief. Saya kira tidak ada gading yang tak retak lah. Kita pasti ada banyak salah, menyinggung perasaan. ltulah dinamika di dalam dunia politik dan hari ini keputusannya adalah keputusan politik. Pemerintah sebagai entitas eksekutif yang melaksanakan penugasan negara saya kira juga tidak terlepas dari keputusan politik itu.

SEKJEN KKP (SYARIEF WIDJAJA):

Baik. Terima kasih, Pak Ketua.

Para Anggota Panja Komisi IV DPR Rl dan seluruh Hadirin, para Narasumber,

Pertama saya sampaikan terima kasih dan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta'a/a, ini kita perjalanan cukup panjang. Banyak sekali yang kita dapat dari masyarakat dan sekarang sampai pada akhir. Mudah-mudahan apa yang kita hasilkan pada malam hari ini segera dapat kita rasakan manfaatnya untuk masyarakat dan semoga ini menjadi bagian dari amal ibadah kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Saya atas nama Panja pemerintah menyampaikan terima kasih sekaligus juga permohonan maaf kalau dalam perjalanan pembahasan kita ada hal-hal yang kurang berkenan.

Saya kira demikian dan selamat untuk Pak Ketua. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pertama, yang harus dipersiapkan kepada fraksi-fraksi mempersiapkan pandangan mini fraksi yang akan dibacakan pada tanggal 3 dan kesekretariatan harus membuat surat segera ke fraksi-fraksi agar pandangan mini fraksi nanti segera dipersiapkan.

Yang kedua, Rapat Kerja tanggal 3 mahan juga pandangan pemerintah atas usul ini sebelum nanti memutuskan satu pasal yang tentu ini masih kita simpan untuk dibahas di dalam Rapat Kerja. lnsya Allah tanggal 14 kita akan mengambil keputusan di Paripurna dan kalau tanggal 14 bisa diambil keputusan di Paripurna maksimum tanggal 14 April, jadi 14 Maret diambil keputusan, 14 April lnsya Allah sudah diundangkan menjadi undang-undang dan memang ada kegiatan yang sudah disiapkan oleh Pak Syarief yaitu asuransi, mudah-mudahan nanti juga sosialisasi melibatkan kita semua. lni pesan terakhir dari kami. Mungkin undang-undang ini disiapkan sosialisasinya, Pak. Kami di seluruh Oapil, hampir di seluruh Oapil ada Anggota Komisi IV. Di Bali ada Pak Made, Pak Adhi, nanti bisa sama-sama

ARSIP D

PR - RI

94

melakukan sosialisasi undang-undang ini sekaligus sosialisasi asuransi perikanan dan petambak garam. Tentu setelah diundangkan undang-undang ini mudah­mudahan ini memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. Mohon dukungan penuh dari perguruan tinggi dan mahan juga disosialisasikan kepada masyarakat yang lebih luas.

Sekali lagi mahan maaf jika ada hal yang tidak berkenan. Sampai ketemu tanggal 3 Hari Kamis dalam Rapat Kerja dengan menteri untuk mengambil keputusan tingkat I.

Dengan demikian Rapat Panja saya nyatakan selesai dan saya tutup.

Wabillaahit Taufiq Wal Hidayah, Wassa/aamu'alaikum Warahmatul/aahi Wabarakaatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL ...... WIB)

An. Ketua Rapat, Sekretaris Rapat

Drs. Budi Kuntarvo NIP. 196301221991031001

ARSIP D

PR - RI

-1-

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI IV DPR Rl BIDANG PERTANIAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN, DEWAN KELAUTAN PERIKANAN SERTA PERUM BULOG

T a hun Sidang Masa Persidangan Rapat ke-

Jenis Rapat

Sifat Rapat

Dengan

Hari, Tanggal

Waktu

Tempat

Ketua Rapat

Sekretaris Rapat Acara

Hadir Anggota Hadir Mitra Kerja

2015-2016

Ill

Rapat Kerja

T erbuka - T ertutup Menteri Kelautan dan Perikanan Rl, Menteri Keuangan Rl, Menteri Dalam Negeri Rl, dan Menteri Hukum dan HAM Rl Kamis, 3 Maret 2016 10.00 WIB

Ruang Rapat Komisi IV

IR. E. HERMAN KHAERON, M.Si

Drs. Budi Kuntaryo 1. Pengantar Pimpinan Rapat; 2. Laporan Panja RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan

Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam; 3. Pembacaan Draft Naskah RUU tentang tentang Perlindungan dan

Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam;

4. Pendapat Akhir Mini sebagai sikap akhir fraksi-fraksi dan Presiden;

5. Penandatangan Draft Naskah RUU; 6. Pengambilan keputusan untuk melanjutkan pada Pembicaraan

Tingkat II. 41 dari 51 orang Anggota Komisi IV DPR Rl Menteri Kelautan dan Perikanan Rl, Menteri Keuangan Rl, Menteri Dalam Negeri Rl, dan Menteri Hukum dan HAM Rl, beserta jajarannya.

ANGGOTA KOMISIIV DPR-RI:

1. lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si. 2. Drs. H. IBNU MUL TAZAM

ARSIP D

PR - RI

-2-

3. SUDIN 4. Drs. I MADE URIP, M.Si. 5. lr. EFFENDI SIANIPAR 6. H. YADI SRIMULYADI 7. AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S. 8. DRS. H.M. DARDIANSYAH 9. HENKY KURNIADI 10.1R. H. AZHAR ROMLI, M.Si 11. H. MOHAMMAD SURYO ALAM,AK,MBA 12.HJ. SANIATUL LATIVA 13.1r. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M. 14. LUTHER KOMBONG 15. H. 0.0. SUTISNA, S.H. 16. SUSI SYAHDONNA MARLENY BACHSIN, S.E., M.M. 17. Drs. H. SJACHRANI MATAJA, M.M., M.B.A. 18. Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si. 19. VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos. 20.1r. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR, S.P. 21.1NDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M. 22. HAERUDDIN, S. Ag., M.H. 23. DANIEL JOHAN 24. H. ACEP DADANG RUHIAT, M.Si. 25. H. ROFI MUNAWAR, Lc. 26. H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M. 27. Drs. H. AL MUZZAMMIL YUSUF, M.Si. 28. H. FADLI NURZAL, S.Ag. 29. SULAEMAN L. HAMZAH 30.H. HAMDAN!, S.lp. 31.SYAMSUDIN SIREGAR, S.H.

ANGGOTA YANG IJIN :

1. EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A 2. SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E. 3. VIVA YOGA MUL YADI, M.Si. 4. lr. MINDO SIANIPAR 5. ONO SURONO, S.T. 6. RAHMAD HANDOYO, S.Pi, MM 7. ROBERT JOPPY KARDINAL, S.Ab. 8. A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA 9. ICHSAN FIRDAUS 10. FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H. 11. DELIA PRA TIWI KARDINAL, S.AB 12. DRS. H. ANDI NAWIR, MP 13. H. SYOFWATILLAH MOHZAIB, S.Sos. 14. EKO HENDRO PURNOMO, S.Sos. 15. H. CUCUN AHMAD SYAMSURIZAL, S.Ag. 16. Drs. H. TAUFIQ ABDULLAH 17. DR. HERMANTO, S.E., M.M. 18. Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si. 19. H. FANNY SAFRIANSYAH, SE 20. Drs. FADHOLI

ARSIP D

PR - RI

-3-

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si.):

lni luar biasa ini undang-undang pertama kita ini.

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assa/aamu'alaikum Warahmatul/aahi Wabarakaatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.

Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati, Saudara Menteri Kelautan dan Perikanan beserta seluruh Jajarannya, Saudara Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili beserta Jajarannya, hari ini diwakili oteh Bapak Dr. Sugiyono, M.Si., Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Yang terhormat Saudara Menteri Keuangan atau yang mewakili, diwakili oleh Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Pak Rofiyanto Kurniawan yang rajin hadir di Rapat Panja,

Harus saya sebut, lbu Menteri. Karena beliau rajin.

Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili beserta Jajarannya, diwakili oleh Pak Prof. Dr. Widodo Eka Cahyono, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham yang mewakili Presiden dalam pembahasan tingkat I atas Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan·Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, serta Hadirin yang berbahagia,

Mengawali rapat ini pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta'a/a, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa pada hari ini kita dapat mengadakan Rapat Kerja dalam keadaan sehat wal'afiat guna melaksanakan tugas DPR Rl yaitu bidang legislasi. Hari ini merupakan rapat monumental, karena kemitraan kami dengan pemerintah mudah-mudahan lancar akan melahirkan undang-undang baru di bidang perlindungan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Sesuai dengan jadwal acara rapat-rapat di DPR Rl Masa Persidangan Ill Tahun Sidang 2015-2016 yang telah diputuskan dalam Raoat Konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR Rl tanggal 16 Desember 2015, keputusan Rapat Intern Komisi IV DPR Rl tanggal 13 Januari 2016 serta keputusan Rapat Kerja tanggal 27 Januari 2016 dan tanggal 1 Februari 2016, pada hari ini Kamis tanggal 3 Maret 2016 Komisi IV DPR Rl menyelenggarakan Rapat Kerja dengan pemerintah dalam rangka pengambilan keputusan tingkat I terhadap Rancangan Undang­Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Menurut laporan dari Sekretariat Komisi IV DPR Rl saat ini Rapat Kerja Komisi IV DPR Rl telah dihadiri dan ditandatangani oleh 28 dari 51 Anggota dan 10 fraksi telah menghadiri. Sesuai dengan ketentuan Pasal 246 dan Pasal 251 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR Rl Rapat Kerja ini dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 11.25 WIB)

ARSIP D

PR - RI

-4-

Sesuai dengan undangan Rapat Kerja hari ini dimulai Pukul 10.00, namun mundur dan mudah-mudahan tidak terlalu mundur untuk diakhiri yaitu Jam 12.00. Apabila belum selesai tentu dapat dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan Tata Tertib.

Sesuai dengan kesepakatan bersama jadwal acara sebagai berikut, mohon persetujuan forum: 1. Pengantar Pimpinan Rapat; 2. Laporan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang; 3. Pembacaan Naskah Rancangan Undang-Undang; 4. Pendapat Akhir Mini Fraksi-fraksi dan Presiden sebagai sikap akhir; 5. Penandatanganan Naskah Rancangan Undang-Undang; 6. Pengambilan Keputusan untuk Melanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II; dan 7. Penutup.

Saya tanyakan kepada forum, apakah acara rapat tersebut dapat disetujui? lbu Menteri setuju?

(RAPAT: SETUJU) ·

Sesuai dengan mekanisme pembahasan yang telah disetujui yaitu untuk pendalaman lebih lanjut mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, pembahasan lebih lanjut diserahkan kepada Panitia Kerja dan hasil ke~a atau hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Kerja. Untuk itu agar mempersingkat waktu kami persilakan Saudara Drs. H. lbnu Multazam, Pimpinan Panitia Kerja, dipersilakan untuk melaporkan hasil kerja atau hasil pembahasannya. Kami persilakan.

WAKIL KETUA (Drs. IBNU MUL TAZAM):

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.

LAPORAN PANITIA KERJA DALAM

RAPAT KERJA PEMBAHASAN TINGKAT I RUU TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN,

PEMBUDIDAYA IKAN DAN PETAMBAK GARAM Yang saya hormati: - Saudara Menteri Kelautan dan Perikanan beserta Jajarannya, - Saudara Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili beserta segenap

Jajarannya, - Saudara Menteri Keuangan atau yang mewakili beserta segenap

Jajarannya, - Saudara Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili beserta segenap

Jajarannya, yang mewakili Presiden dalam Pembahasan Tingkat I RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam,

Hadirin yang saya hormati,

ARSIP D

PR - RI

-5-

Mengawali Rapat Kerja hari ini pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kita dapat bertemu guna melaksanakan tugas konstitusional dalam keadaan sehat wal'afiat.

Berdasarkan keputusan Rapat Kerja Pembahasan Tingkat I RUU tentang Pelrindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam tanggal 1 Februari 2016, Panitia Kerja terdiri atas 5 orang pimpinan dan 23 orang Anggota Komisi IV DPR Rl yaitu:

- Saudara EDHY PRABOWO, M.M., M.B.A. - Saudari SITI HEDIATI SOEHARTO, S.E. - Saudara lr. H. E. HERMAN KHAERON, M.Si. - Saudara VIVA YOGA MAULADI, M.Si. - Drs. IBNU MUL TAZAM - lr. EFFENDI SIANIPAR - Drs. H.M. ADRIANSYAH - RAHMAD HANDOYO, S.Pi., M.M. - Drs. I MADE URIP - A.A. BAGUS ADHI MAHENDRA PUTRA - lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si. - FIRMAN SOEBAGYO, S.E., M.H. - ICHSAN FIRDAUS - lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M. - LUTHER KOMBONG - SUSI MARLENY BACHSIN, S.E, M.M. - VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos. - lr. H. MUHAMMAD NASYIT UMAR - HAERUDIN, S.Ag., M.H. - INDIRA CHUNDA THITA SYAHRUL, S.E., M.M. - DANIEL JOHAN - H. ACEP ADANG RUHIAT - H. ROFI MUNAWAR, Lc. - H. ANDI AKMAL PASLUDDIN, S.P., M.M. - Drs. H. ZAINUT TAUHID SA'ADI, M.Si. - Drs. FADHOLI - SAMSUDIN SIREGAR, S.H.

Wakil Ketua Komisi Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua PDIP PDIP PDIP PDIP Golkar Golkar Golkar Golkar Gerindra Gerindra Gerindra Demokrat Demokrat PAN PAN PKB PKB PKS PKS ppp Nasdem Hanura

Berdasarkan keputusan Rapat Kerja tersebut, Panitia Kerja sebelum memulai pembahasan pada tanggal 3 sampai 5 Februari 2016 terlebih dahulu melakukan forum group discussion di 3 (tiga) perguruan tinggi yaitu Universitas Brawijaya Malang, Universitas Udayana Denpasar dan Universitas Hasanuddin Makassar. Setelah itu pada tanggal 9 sampai 11 Februari 2016 mulai dilakukan pembahasan dan pada tanggal 18 sampai 20 Februari 2016 pembahasan dilakukan oleh Tim Perumus/Tim Kecil dan Tim Sinkronisasi. Kemudian pada tanggal 29 Februari 2016 sampai dengan tanggal 2 Maret 2016 Panitia Kerja melanjutkan pembahasannya. Berkat kerja keras dan kesungguhan Panitia Kerja dapat menyelesaikan pembahasan tepat waktu, bahkan lebih cepat 4 (empat) hari dari jadwal acara pembahasan yaitu tanggal 7 Maret 2016. Namun demikian ada rumusan yang perlu mendapat persetujuan Rapat Kerja hari ini yaitu: 1. Mengingat keluarga nelayan dan pembudidaya ikan melakukan pengolahan dan

pemasaran sebagai rangkaian dari usaha perikanan, Panitia Kerja melalui Tim

ARSIP D

PR - RI

-6-

Perumus/Tim Kecil dan Tim Sinkronisasi menambahkan atau menyisipkan substansi tersebut ke dalam beberapa pasal. Contoh Pasal 5 yang semula hanya satu ayat dengan rumusan 'undang-undang ini berlaku untuk nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia' menjadi dua ayat yaitu: 1) Undang-undang ini berlaku untuk nelayan, pembudidaya ikan dan petambak

garam yang berkewarganegaraan Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 2) Selain untuk nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam undang­

undang ini berlaku bagi keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran.

2. Pasal 1 angka 6 dan Pasal 6 huruf d disinkronisasikan dengan pengaturan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan mengenai Kapal Penangkap lkan, sehingga Pasal 1 angka 6 menjadi 'nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal penangkap ikan yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan dan secara aktif melakukan penangkapan ikan'. Dan Pasal 6 huruf d menjadi 'nelayan pemilik yang memiliki kapal penangkap ikan, baik dalam satu unit maupun dalam jumlah kumulatif dari 10 GT sampai 60 GT yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan'.

3. Menambah dua pasal, Pasal 34 dan Pasal 73 yang rumusannya berbunyi: Pasal 34: 'Setiap orang yang melakukan usaha perikanan atau usaha

pergaraman wajib memberikan jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan dan usaha pergaraman pada nelayan buruh, penggarap lahan budidaya dan penggarap tambak garam melalui: a. Asuransi perikanan atau asuransi pergaraman untuk kecelakaan

kerja, dan b. Asuransi jiwa untuk kehilangan jiwa.'

Kewajiban memberikan jaminan risiko tersebut diperuntukkan bagi usaha perikanan atau usaha pergaraman skala besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Pasal 73: 'Setiap orang yang tidak memberikan jaminan risiko sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,-.'

4. Sampai dengan tanggal2 Maret 2016 Panitia Kerja belum bersepakat/menyetujui rumusan Pasal 77 yaitu semua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam berdasarkan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. ltu yang nanti barangkali perlu persetujuan dari Bapak-bapak dan lbu-ibu sekalian. Pemerintah mengusulkan Pasal 77 ini dihapus karena sudah tertampung dalam Pasal 76.

Bapakllbu yang kami hormati,

Dari hasil pembahasan yang dilakukan oleh Panitia Kerja, Tim Perumus/Tim Kecil dan Tim Sinkronisasi yang semula jumlah materi pengaturan RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam sebanyak 78 pasal menjadi 79 pasal dan 10 bab, sedangkan peraturan turunan dari RUU ini diatur dalam satu peraturan pemerintah, satu peraturan presiden dan tiga peraturan menteri.

ARSIP D

PR - RI

-7-

Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati, Saudara Menteri Kelautan dan Perikanan yang saya hormati, Saudara Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili yang saya hormati, Saudara Menteri Keuangan atau yang mewakili yang saya hormati, Saudara Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili yang saya hormati yang mewakili presiden dalam pembahasan tingkat I RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam, Hadirin yang kami hormati,

Demikian laporan Panitia Kerja Pembahasan Tingkat I RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Harapan kami nila RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam telah diundangkan, maka segera dilakukan sosialisasi agar bermanfaat untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Sebelum mengakhiri laporan ini kami atas nama Pimpinan Komisi IV DPR Rl mengucapkan terima kasih kepada Anggota Panitia Kerja, baik dari Komisi IV DPR Rl maupun dari pemerintah. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada jajaran Sekretariat Jenderal DPR Rl maupun dari pemerintah dan Sekretariat Komisi IV DPR Rl yang dengan penuh keikhlasan, kecermatan, ketekunan dan kesabaran dalam mendampingi pembahasan tingkat I RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang meridhoi hasil kerja kita.

Wassa/aamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Diucapkan terima kasih kepada Pak lbnu yang sudah menyampaikan laporan Panja. Yang terakhir Panja dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2016. Seperti apa yang dilaporkan lbu Menteri sebagai koordinator yang mewakili presiden pada hari ini, tentu ada satu pasal yang kemarin fraksi-fraksi sudah menyetujui terhadap pasal tersebut. Namun pemerintah meminta untuk dihapuskan. Sebetulnya ini adalah pasal afirmatif yang kita berikan supaya ada jaminan bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tentu sejalan dan selaras dengan perlindungan dan pemberdayaan yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 77 merupakan bagian dari Bab X yaitu di ketentuan penutup dan tentu apakah saya perlu bertanya kembali kepada fraksi-fraksi atau saya langsung bertanya kepada pemerintah? Karena memang pemerintah yang ingin menghapuskan ini. Tapi kita beri kesempatan lbu Menteri untuk berpendapat tentang Pasal 77.

Kami persilakan.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUT AN DAN PERIKANAN (SUS I PUDJIASTUTI):

Terima kasih, Pak Ketua.

Wakil Ketua dan seluruh Jajaran Anggota Komisi IV DPR Rl, Staf KKP dan Hadirin sekalian,

ARSIP D

PR - RI

-8-

Melihat dari Pasal 76 pada saat undang-undang ini berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Di Pasal 77 sebetulnya kalau saya lihat hampir sama, sudah dicover di sini, yang masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang. Jadi kenapa kita mesti menambahkan lagi Pasal 77. Semua kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam berdasarkan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. Jadi sepertinya kita jadi men-justify undang-undangnya Jagi begitu, Pak. Kan sudah semua ada di poin-poin ini dan disebutkan sangat afirmatif di Pasal 76 bahwa pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang. Saya rasa sudah cukup begitu, Pak. Karena kesannya kita jadi mempertanyakan undang­undang kita lagi, Pak. Jadi lucu begitu. lni undang-undang, bukan seperti peringatan untuk sebuah produk dimana ada disclaimer. We don't disclaim our undang-undang kan, Pak. Masak kita sudah buat undang-undang di-disc/aimer sendiri, kan tidak mungkin itu. Dan itu sidah ada di Pasal 76. Jadi jangan sampai kita mengecilkan arti undang-undang dan peraturan-peraturan dalam undang-undang kita yang kita buat. Saya pikir tidak menambah apapun tapi ada kesan kita mempertanyakan undang­undang kita sendiri, Pak. Saya pikir sedikit, malah mengecilkan pekerjaan kita dari undang-undang ini, Pak. Karena semua poin sudah ada di sana. Saya mohon mungkin dari Kumham pendapatnya, saya lihat sih seperti itu. Karena kalau produk di Amerika biasa ada disclaimer, Pak. Kita tidak disclaims kita punya undang­undang. Undang-undang ini adalah hasil kerja yang sudah jelas pasti. Jadi kalau masih sanksi ya dibahas Jagi saja begitu, Pak. Jangan buat undang-undang. Karena ini mempertanyakan jadinya. Pengertian bahasa saya seperti itu. Jadi mempertanyakan, disclaim terhadap apa yang sudah kita buat. Sedikit lucu saja saya pikir.

Terima kasih, Pak.

KETUA RAPAT:

KalalJ lucu tertawa terus dong, lbu. Baik, beri kesempatan dari Kumham sebelum nanti kami minta pandangan

fraksi-fraksi.

PEMERINTAH/KEMENKUMHAM:

Terima kasih, lbu Menteri.

Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati,

Mengenai soal ketentuan Pasal 77 ini dan Pasal 76 memang pemerintah mengusulkan supaya Pasal 77 itu dihapuskan. Kita sebetulnya sekaligus mengingatkan, me-remain kita bersama bahwa pembentukan peraturan perundang­undangan ini kita sudah punya yang namanya undang-undang induknya yang kita sebut dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

ARSIP D

PR - RI

-9-

Peraturan Perundang-undangan yang di dalamnya disamping substansi ada beberapa lampiran, dua lampiran (lampiran 1 dan lampiran 2) yang mengatur, terutama pada lampiran 2-nya itu mengatur tentang tehnik penyusunan peraturan perundang-undangan. Pasal 76 sebagaimana sudah disampaikan oleh lbu Menteri memang sebetulanya merupakan pasal yang di dalam tehnik perancangan peraturan perundang-undangan dapat disebut dengan trantitional provision dan juga ada yang menyebut ini closing provision (ketentuan penutup) yang secara teknis sebetulnya itu sudah diatur di dalam lampiran 2 Undang-Undang P3 itu. Salah satu diantaranya adalah menyebutkan demi kepastian hukum, maka ketentuan pencabutan itu seharusnya tidak dirumuskan secara umum, juga tidak boleh sebetulnya perumusannya itu dilakukan berulang. Secara substansi ketentuan Pasal 76 ini sebetulnya sudah sangat jelas sekali, karena sebetulnya juga substansinya terkandung di dalam Pasal77. Jadi terhadap semua kebijakan yang bertentangan itu dinyatakan tidak berlaku. Di dalam anak kalimat Pasal 76 itu juga sudah disebutkan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Mohon demi kepastian hukum, karena ini juga ada pengulangan redundant dalam perumusan, kiranya Pasal 77 ini dihapuskan.

Demikian tambahan kami, Pimpinan dan Bapakllbu Anggota Komisi IV DPR Rl.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Masih ada tambahan? Cukup, lbu?

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Mungkin saya tambahkan sedikit. Kalau dilihat memang seperti pengulangan, Pak. Kalau itu sudah closing mestinya tidak diulang lagi closing-nya. Karena takutnya jadi ada kesan tadi ketidakpastian hukum, seolah-olah kita mempertanyakan seluruh poin-poin dalam undang-undang kita. Saya pikir seperti itu.

Terima kasih.

KETUA RAP AT:

Baik, kami juga bahas saya kira apa yang disampaikan lbu Menteri, dari Kumham juga sama seperti yang disampaikan oleh Panja pemerintah didalam pembahasan. Saya memimpin dengan rekan-rekan tentunya juga mencoba untuk bagaimana menggali pengertian yang lebih mendalam terhadap dua pasal ini. Pasal pertama itu terkait dengan perundang-undangan. Tapi yang 77 itu berkaitan dengan upaya perlindungan pemberdayaan. Sebetulnya kalau melihat skeilas memang seperti redundant begitu ya 76 dan 77. Tetapi kalau didalami sebetulnya ada sesuatu yang lebih spesifik di 77 yaitu terhadap upayanya, bukan terhadap undang­undangnya. Namun demikian tentu saya akan meminta pandangan fraksi-fraksi supaya ini dapat diputuskan dan tentu kita akan bisa melanjutkan kepada tahapan selanjutnya.

Kami persilakan dari Fraksi POl Perjuangan. Kalau belum ada ini bisa didiskusikan dulu. Diskusikan dulu ya? Selanjutnya kami persilakan dari Fraksi Partai Golkar.

ARSIP D

PR - RI

-10-

F-PG (lr. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Terima kasih, Pimpinan.

Para Anggota Komisi IV, lbu Menteri beserta segenap Jajarannya dan para Eselon I yang hadir pada Acara Raker kita pada hari ini,

Pembahasan di Panja, kebetulan kita juga di Panja rapat pada tanggal 2 itu terhadap Pasal 76 dan 77 sikap Fraksi Partai Golkar berkembang di Panja itu seperti apa adanya di dalam 76 dan 77. Pendapat kita melihat, walaupun kita tahu Pasal 76 itu secara normatif memang secara undang-undang dikatakan oleh Saudara Ketua sebagai penutup dari suatu pembuatan undang-undang, tetapi karena undang­undang ini sifatnya adalah undang-undang upaya untuk melindungi dan juga pemberdayaan nelayan lebih sesuatu hal yang perlu kita protect lebih lanjut. Karena didalam praktek-praktek pelaksanaan pemerintahan ini seringkali terjadi walaupun ada undang-undang akibat situasional persoalan ekonomi atau persoalan politik. Ada kebijaksanaan itu kadang-kadang diatur dalam konteks tiba-tiba untuk kepentingan ini. Oleh karena itu Pasal 77 itu sebenarnya upaya jangan sampai ada kebijakan pemerintah yang agak bergeser dari hal-hal yang telah diatur oleh undang-undang. Oleh karena itu kami melihat praktek pemerintahan misalnya contoh pernah suatu masalah gabah, ini sekedar contoh saja, bahwa Kementerian Pertanian melalui Dirjen Produksi pada saat itu wewenangnya memberikan izin kalau ada impor. Tapi karena ada kebijaksanaan harus ditangani oleh Bulog, sehingga kebijaksanaan menteri setingkat di bawah undang-undang atau dirjen serta apa saja itu membuat pertimbulan-pertimbulan di dalam hal itu. Oleh karena itu Pasal 77 ini sebenarnya kelengkapan dari semua undang-undang yang mengatur. Jangan sampai niat kita mau melakukan penjagaan, perlindungan terhadap pemberdayaan pada nelayan ini tidak optimal.

Jadi itu saja pemikiran kami. Kalau dari Fraksi Partai Golkar telah dirumuskan oleh Panja Pasal 77 ini perlu ada dan kita setuju.

Terima kasih, Saudara Ketua.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Azhar. Jadi mungkin lbu Menteri saya contohkan ya, ini dicontohkan di dalam Rapat

Panja pada waktu kemarin. Disebutkan di dalam undang-undang ini bahwa untuk nelayan kecil atau ukuran kapal-kapal penangkapan ikan di bawah 10 Gross Ton itu tidak boleh dipungut biaya. Artinya ini pemerintah daerah ... Karena ini kan izin di pemerintah daerah. lni tidak boleh ada upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas keputusan ini, sehingga Pasal 77 sebetulnya mengingatkan kepada kita semua bahwa tidak boleh ada kebijakan lain selain yang telah diputuskan di dalam undang-undang ini pada semua tingkatan, saya kira contohnya seperti itu.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUT AN DAN PERl KANAN:

Dalam 76 kan sudah ada bahwa tidak boleh bertentangan dengan undang­undang.

ARSIP D

PR - RI

-11-

KETUA RAPAT:

Sebentar dulu, lbu.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Berarti dengan 76 pun sudah cukup untuk membatalkan peraturan daerah. Saya pun sudah membuat surat edaran menteri 7 November 2014, 1 minggu di KKP, saya langsung buat peraturan menteri bahwa tidak boleh nelayan di bawah 10 GT dipungut atau buat izin-izin. Jadi mereka free of izin dan free of pungutan apa-apa begitu.

KETUA RAPAT:

Baik, kita berikan dulu fraksi-fraksi berpendapat ya. Terima kasih, Pak Azhar. Selanjutnya kami persilakan dari Fraksi Gerindra.

F-GERINDRA (lr. KRT. H. DARORI WONODIPURO, M.M.):

Assalaamu'alaikum Warahmatul/aahi Wabarakaatuh,

Pak Ketua, para Anggota, lbu Menteri yang kami hormati, Seluruh Hadirin,

Seperti apa yang disampaikan tadi oleh Ketua, lbu Menteri, bahwa Pasal 77 ini kami menyatakan penting. Kenapa? Walaupun sudah ada undang-undang. lni pengalaman saya, I bu. Saya dirjen 10 tahun itu. Bukan 1 hari, 10 tahun. Banyak menteri membuat PP, karena dibuat oleh pemerintah melanggar undang-undang. lni sebetulnya untuk mengamankan teman-teman yang ada di kementerian. Sebagai contoh yang baru PP keluar di Kehutanan melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Di sana dikatakan hutan konservasi dilarang untuk kegiatan selain untuk konservasi. Apa sih hutan konservasi? Adalah tujuannya dalam rangka pengawetan tumbuhan dan satwa dan ekosistemnya. Tapi kenyataannya di PP itu jelas-jelas melanggar. Di PP itu disebutkan bahwa para pengusaha yang sudah terlanjur menanam kegiatan di.luar kehutanan tanaman sawit diberi izin selama satu daur, itu sudah ... , ini kebijakan yang salah. Dan yang lain kita sedang mengkaji. Artinya apa? Karena dalam membuat PP ternan-ternan ini pengalaman kita itu hanya lintas ke pemerintah, sehingga DPR tidak pernah ... , DPR mendapatkan pengaduan dari masyarakat bahwa ini loh kekeliruan melanggar PP. Permen apalagi. lni sering dimanfaatkan oleh oknum pejabat kementerian dan sebagainya. Tujuan kami ini adalah dalarn rangka mem-protect ternan-ternan kita untuk rnengamankan jangan sampai terjadi. Mungkin selama lbu Menteri aman. Tapi begitu tidak, ada suatu kebijakan lbu yang salah bisa digugat. Saya kira lbu paham lah kenapa ternan-ternan kita menteri sekarang banyak yang masuk ke KPK. Karena dia menggunakan kebijakan yang salah, melanggar undang-undang. lni sebetulnya tujuan kami. Namun demikian ini kami serahkan kembali kepada Pimpinan keputusan nanti apa. lni sekedar mengingatkan kepada kita semua bahwa tujuan kita adalah untuk kebaikan.

Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

-12-

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Darori dari Fraksi Partai Gerindra. Kami persilakan selanjutnya Fraksi Partai Demokrat.

F-PD (VIVI SUMANTRI JAY ABA VA, S.Sos.):

Terima kasih, Pimpinan. Menurut Fraksi Partai Demokrat Pasal 77 ini tetap dan sangat penting untuk

melindungi Kementerian KKP dan yang berlaku pada pasal yang telah kita buat, kita putuskan bersama dalam Rapat Panja Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Jadi tetap menurut Fraksi Partai Demokrat.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, lbu Vivi. Selanjutnya kami persilakan dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag., M.H.):

Terima kasih, Pimpinan.

Pimpinan, Anggota yang terhormat, Para Pejabat Pemerintah, lbu Menteri serta para Pejabat yang hadir dari berbagai kementerian yang saya hormati,

Fraksi PAN menyikapi Pasal 77 kalau dari sisi pembahasan dan tujuan kita melindungi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sejatinya pasal-pasal yang telah diputuskan sebelumnya adalah semua perlindungan bagi mereka.

Yang kedua, dari sisi penegasan kalimat apa yang disampaikan dari Mendagri tadi, dari Kumham tadi, sebetulnya kita mendapat penjelasan bahwa itu cukup bahwa Pasal 76 sudah mencukupi, sudah bisa mewakili dan menegaskan bahwa peraturan-peraturan yang lalu yang dibuat oleh kementerian yang memang bertentangan dengan undang-undang ini dengan sendirinya tidak berlaku. Jadi kalau dalam logika hukum sebetulnya Pasal 76 itu sudah menganulir seluruh keputusan yang bertentangan dengan undang-undang kalau undang-undang ini nanti berlaku. Kalau PP-nya dibuat dan berlaku, maka seluruh peraturan kementerian atau kebijakan kementerian yang bertentangan dengan perundang-undangan ini tidak berlaku. Jadi kalau memang keputusan kita keputusan Rapat Kerja kemarin ditunda, di Fraksi PAN memang memutuskan 76 adalah sebuah yang final dan 77 ... , kalaupun mau dibuat penjelasan.

Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Penjelasan sejelas-jelasnya. Terima kasih, Pak Haerudin. Selanjutnya kami persilakan dari Fraksi PKB.

ARSIP D

PR - RI

-13-

F-KB (DANIEL JOHAN):

Terima kasih, Pimpinan.

Seluruh sahabat Anggota Komisi IV, lbu Menteri dan seluruh Jajaran,

Saat ini cukup banyak peraturan-peraturan menteri, bahkan lintas menteri yang diterbitkan justru bertentangan dengan undang-undang. Malah terakhir ramai, meskipun bukan di komisi kita. Sehingga Pasal 77 ini menjadi sangat fundament, memiliki jiwa yang kontekstual dan langsung nyambung dengan judul dari RUU ini, sehingga Fraksi PKB menyatakan pencantuman Pasal 77 sangat panting dan mendasar dan harus tetap dicantumkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Daniel Johan. Selanjutnya kami persilakan dari Fraksi PKS.

F-PKS (H. ROFI MUNAWAR, Lc.):

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Pimpinan Komisi IV yang saya hormati beserta Teman-teman Anggota, lbu Menteri dan seluruh Jajarannya,

Kami dari Fraksi PKS sesungguhnya memandang penting Pasal 77 ini, itu terkait salah satunya tentang kondisi yang sekarang ini terjadi. Kalau tadi Pak Darori mengatakan bahwa ada beberapa atau mungkin sudah mencontohkan peraturan menteri yang bertentangan dengan undang-undang, sekarang ini yang sedang ribut di media banyak menteri yang mendahului kehendak presiden, sampai kemudian perlu ada penyatuan visi, jangan sampai ada menteri yang mendahului kehendak presiden dan seterusnya. lni di media, lbu. Terus terang saja. Karenanya kami sangat memandang penting Pasal 77 ini sebagai sebuah penegasan pertama.

Yang kedua, kalau kita lihat dari sisi substansi misalnya, Wa/laahu'alam, yang saya pahami Pak Kumham yang tadi menjelaskan kepada kita ada perbedaan mendasar antara ketentuan dan kebijakan. Di Pasal 76 itu dikatakan pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang­undang ini. Di Pasal 77-nya semua kebijakan. Saya yakin ini jelas berbeda. Kemarin kita juga sudah menghadirkan ahli bahasa waktu pembahasan ini dan itu berbeda. Kenapa? Karena kebijakan itu dia bisa sesuai dengan ketentuan, bisa tidak sesuai dengan ketentuan. Tapi kalau ketentuan, maka itu memang induknya ketentuan. ltu satu. Yang kedua, pada Pasal77 ini tadi sudah disampaikan oleh Pak Darori dan lbu Vivi juga ini sesungguhnya untuk mengamankan kepentingan KKP, karena pada saat yang bersamaan ada kementerian-kementerian yang lain yang mereka juga akan membuat kebijakan-kebijakan yang memungkinkan bertentangan dengan undang-undang ini. Nuwun sewu, lbu. Nanti dulu ya, lbu. Jangan ditanggapi dulu,

ARSIP D

PR - RI

-14-

lbu. Contoh misalnya ketika Permendag 65 kalau tidak salah tentang Garam kemarin yang lbu Menteri sudah mati-matian jangan sampai ada impor di saat musim panen dan seterusnya, kenyataannya Kemendag membuat Permendag yang membolehkan impor meskipun tidak dalam kondisi panen. Garam misalnya. Saya kira hal-hal seperti itu menurut kami di Fraksi PKS Pasal 77 ini bisa memberikan sebuah penegasan sekaligus pengamanan jangan sampai ada kebijakan, wa bil khusus dari luar kementerian yang ada sekarang ini, untuk kemudian kebijakan itu menentang undang-undang kita. Kalau sampai itu terjadi, maka dengan sendirinya kebijakan itu harus dibatalkan berdasarkan Pasat 77 ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Rofi Munawar. Setanjutnya kami persilakan Fraksi PPP.

F-PPP (H. FADL Y NURZAL, S.Ag.):

Terima kasih, Pimpinan.

Pimpinan dan Anggota Komisi IV yang terhormat, lbu Menteri dan Hadirin sekalian,

Saya kira kan sekarang ini pembicaraan tentang perlindungan terhadap nelayan itu makin amat sangat menjadi topik utama sebagai bagian dari upaya kita dengan berbagai macam alasan yang selalu kita dengar, melindungi taut kita, melindungi netayan kita, melindungi rakyat kita dan sebagainya. Saya kira kita percaya dengan apa yang diambil atau langkah-langkah yang lbu takukan, tbu. Kita percaya itu. Tetapi kita tidak tahu nanti apakah menteri di luar lbu atau menteri pengganti seperti apa pula. Karena yang kita pahami di Pasat 77 ini lebih seperti apa yang disampaikan oleh ternan-ternan PKS, lebih kepada hat-hal yang keluar dari kebijakan-kebijakan dari kementerian. Undang-undang ini kan harus memberikan kepastian terhadap teknis pelaksanaan. Jangan sampai ada ruang dimana para menteri atau instansi lain bisa berimprovisasi untuk melakukan berbagai tangkah­langkah. lni yang kita maksud. Sehingga 76 ini menjelaskan kepada undang-undang yang lama, 77 ini kepada langkah-tangkah berikutnya, kira-kira sederhananya seperti itu. Sehingga saya kira ini tidak ada persoalan. Kalau ini ada hanya sebagai penegasan. Katau datam bahasa ushul fiqihnya ini lid tauhid /ah begitu. Jadi ada kepastiannya, sehingga tidak ada improvisasi-improvisasi dari kementerian atau menteri pengganti nanti setelah lbu. Apatagi lbu sering mengatakan lbu cuma 2 tahun. Nanti setelah lbu bagaimana? lya kalau ada perubahan tidak 2 tahun lagi. Kalau masih tetap 2 tahun bagaimana coba? Sementara Pak Viva masih berharap lbu terus. Pak Viva loh.

Saya kira ini, Pimpinan. Sekedar masukan saja. Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum.

ARSIP D

PR - RI

-15-

KETUA RAPAT:

Wa 'alaikumsalam.

Tapi kata Pak Viva kalau bicara asal usul fiqih dalilnya dong dikeluarkan. Terirna kasih, Pak Fadly Nurzal. Selanjutnya karni persilakan dari Fraksi Nasdern.

F-NASDEM (SULAEMAN L. HAMZAH):

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Pimpinan dan Teman-teman Anggota yang saya hormati, lbu Menteri dan seluruh Jajaran,

Rurnusan yang kita ikuti dalarn dua pasal ini, Pasal 76 dan 77, rnernang sebagairnana tadi sudah dijelaskan oleh ternan dari PKS saya kira itu yang paling jelas untuk dipaharni bersarna bahwa sesungguhnya Pasal 77 itu lebih pada rnernbatasi kebijakan yang melebihi atau melarnpaui ketentuan dalarn undang­undang ini, sehingga Pasal 76 dan 77 ini tetap dipertahankan, karena bagairnanapun ini rnenjadi kebutuhan untuk mernbentengi undang-undang ini supaya berlaku dengan sernpurna. Saya kira ini, Pimpinan. Andaikata dari keberatan yang disarnpaikan oleh Menkurnham dan juga lbu Menteri barangkali jalan keluarnya kita sepakati untuk dua pasal ini dilebur menjadi satu, sehingga rnengakornodir sernua pernaharnan yang tadi agak sedikit rnenyirnpang. Karena Pasal 76 rnenurut lbu Menteri itu sudah closing.

Saya kira dernikian, Pimpinan. Terirna kasih.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Wa'alaikumsalam.

ltu hasil dari istikharahnya Pak Sulaeman. Terirna kasih, Pak Sulaernan Harnzah. Selanjutnya karni persilakan dari Fraksi Partai Hanura.

F-HANURA (SAMSUDIN SIREGAR, S.H.):

Terirna kasih, Pirnpinan.

Yang kami hormati Pimpinan Komisi IV dan seluruh Anggota juga Bapakllbu Menteri atau yang mewakili,

Karni dari Fraksi Hanura, saya pikir sama juga dengan ternan-ternan sebelurnnya, rnenyikapi Pasal 77 ini sangat penting karena ini merupakan sebuah gagasan utarna. Jadi singkat saja dari kami, sarna seperti ternan-ternan terdahulu. Jadi karni sangat setuju dengan pasal ini.

Dernikian, Pimpinan. Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

-16-

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Samsudin Siregar. Saya perkenalkan Pak Samsudin ini biar mantap barang itu. Terima kasih, Pak Samsudin. Kembali ke PDI Perjuangan, kami persilakan.

F-PDIP (Drs. I MADE URIP, M.Si.):

Terima kasih, Pimpinan.

lbu Menteri yang saya hormati, POl Perjuangan akan selalu berpegang teguh kepada apa yang telah

diputuskan yang menjadi komitmen kita di Rapat Panja yang terakhir. Jadi Pasal 76 dan 77 walaupun sepintas kelihatannya sama, tapi kalau kita dalami, kita kaji, itu sangat berbeda. Kehadiran Pasal 77 itu memberikan kenyamanan, kesejukan dan juga kepastian dari para nelayan kita didalam hal untuk berusaha, demikian juga untuk melakukan kegiatan-kegiatan di laut. Maka regulasi yang berkaitan dengan ini Pasal 77 masih tetap diperlukan. Maka dari itu Pasal 76 dan 77 ini sudah menjadi komitmen kita bersama untuk kita sahkan bersama pada hari ini.

Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik. Terima kasih, Pak Made Urip. 10 (sepuluh) fraksi menyatakan sepakat dengan tetap adanya Pasal 77,

meskipun ada beberapa alternatif solusi yang tentu tadi ditawarkan. Tentu atas pandangan fraksi itu tetap kami persilakan lbu Menteri ataupun pihak pemerintah untuk memberikan tanggapannya sebelum nanti kami akan mengambil sikap terhadap perbedaan cara pandang ini.

Kami persilakan, lbu Menteri. Kalau ada tambahan atau barangkali ada pencerahan, tiba-tiba ada hidayah di wakil dari Kemenkumham. Saya lihat dari tadi mulai buka-buka itu, sudah mulai catat-catat. Kami persilakan, lbu.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Terima kasih, Pak Ketua. Kalau saya melihat sebetulnya 76 dan 77 itu sama, Pak. Tapi kalau itu ada

dua pasal menjadi redundant. Kalaupun tetap memaksakan saya pikir yang 77 menjadi penjelasan itu making sense, Pak. Tapi kalau kita mau pakai 77 lebih menyejukkan ya dibuang saja yang 76. Karena kalau kita mau buat undang-undang tidak boleh ada redundansi. Tidak boleh, Pak. Jadi dijadikan satu pasal penjelasan atau satu antara dua itu supaya kedengarannya cantik. Dan juga kalaupun ada peraturan regulasi ujungnya kan ke Kumham untuk harmonisasi, Pak. Jadi kalau ada peraturan bisa lolos, tadi mencontohkan garam, garam itu belum diputus sampai hari ini. Kita belum diputus dan kita masih menolak, Pak. Kemarin saya ketemu dengan Pak Lembong. Jadi itu kan baru akan diberlakukan April dan kita masih keberatan. Dan sebetulnya kalaupun itu dipaksakan, kita bisa PTUN-kan beliau karena tidak sesuai dengan undang-undang. Jadi kalau undang-undang sudah jelas jangan dibuat kita sendiri menyangsikan dengan redundansi. lni pengertian saya, Pak.

ARSIP D

PR - RI

-17-

Karena background hukum saya kurang, tetapi saya pakai logika dan saya percaya bahwa hukum itu harus logis. Kalau tidak logis ya harus batal demi hukum. Hukum juga harus adil. Tidak adil ya batal demi hukum. Bertentangan dengan undang­undang ya harus dibatalkan, seperti itu pengertian saya. Sebetulnya apa yang sudah disebutkan itu sudah mengikat. Jadi untuk apa ada redundansi. Saya takut redundansi ini menjadi sesuai dengan tadi Pak Dirjen dari Kumham bahwa redundansi itu kadang-kadang membuat malah jadi kurang jelas poin-poin yang sudah ada di sini, Pak. Kalau kita sudah perlindungan nelayan, petani tambak dan semua, kalau yang bertentangan ya pasti tidak bisa berlaku. ltu saja, Pak. Dan ujungnya juga akan sama. Seandainya misalnya tadi diibaratkan Menteri Perdagangan akan terus, kita juga akan bisa mengajukan keberatan dan tidak bisa diberlakukan, seperti itu, karena bertentangan dengan undang-undang. Jadi kalau sudah bertentangan dengan undang-undang kita tidak perlu meyakinkan lagi, meyakinkan lagi, tambah lagi pasal, tambah lagi redundansi, ini akan membuat seolah-olah poin-poin awal itu sudah tidak cukup. Ya kalau tidak cukup direvisi saja semua, buat kata-katanya lebih cukup. Jangan sampai ada closing dua yang similar. Yang 77 ini dibuat penjelasan atau satu antara dua, 77 yang dipakai kalau itu lebih baik untuk Komisi IV, yang 76 dibuang saja. Saya pikir tidak bisa kita closing, ada disclaimer begitu, Pak. ltu saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Masih ada tambahan dari pemerintah? Kami menghargai lbu Susi ya, kami menghargai pendapatnya lbu Menteri dan tentu semua juga berpandangan, menghargai siapapun pendapat dalam ruangan ini. Tetapi memang perbedaan itu pasti ada dan ini tentu nanti yang kita coba kerucutkan.

Apakah masih ada tambahan dari pemerintah? Sudah ada hidayah, Pak? Silakan.

PEMERINTAH/KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM:

Terima kasih, Pimpinan. Saya coba memberi beberapa catatan yang disampaikan oleh yang terhormat

Bapak-bapakllbu dari pendapat masing-masing fraksi. Salah satu catatan itu yang menyebutkan bahwa secara gramatikal itu Pasal 77 dan Pasal 76 itu berbeda. Saya berpendapat bahwa secara gramatikal memang ada peristilahan yang disebut dengan tadi disebutkan dari Fraksi PKS itu ketentuan atau di dalam ilmu hukumnya, terutama dalam konsep english, itu disebut dengan no rules ketentuan itu. ada yang juga ketentuan dan rules ini tentu berbeda dengan kebijakan atau policy. Di dalam ilmu perundang-undangan kebijakan itu sesungguhnya adalah substansi, isi. Agar isi ini memiliki baju, dalam konsep Belanda disebut dengan rest form bentuk hukumnya, maka ini diberi nomenklatur yang kita sebut dengan peraturan perundang-undangan. ltu yang kemudian kita sebut undang-undang. Mulai dari Undang-Undang Dasar, TAP MPR, undang-undang dan semuanya, itu rest form, bentuk isi dari kebijakan atau yang ini ada di dalam rumusan Pasal 77 semua kebijakan. Jadi hukum itu, peraturan perundang-undangan itu baru punya isi dari kebijakan. Hukum sendiri hanya memberikan label, memberikan nomenklatur secara formal atas penamaan dari masing-masing kebijakan itu. itu yang pertama penjelasan kami. Saya kira lbu Menteri apresiasi tentu kepada Pimpinan dan Anggota Komisi IV ini sudah berusaha

ARSIP D

PR - RI

-18-

untuk memagari lbu, berusaha untuk memberikan ... , Pimpinan menyebut sebagai afirmatif, langkah-langkah afirmatif untuk memperkuat, walaupun memang secara tehnik perundang-undangan ini tidak lazim kalau kita refer di dalam Undang-Undang Nomor 12. Tetapi semangatnya saya kira ini yang memang harus kita tangkap semangat lbu/Bapak ingin berusaha agar nanti ketika undang-undang ini berjalan itu bisa memperkuat positioning itu. lni hanya persoalan teknis saja saya kira, sehingga saya memberikan usulan ini sesungguhnya bisa dimasukkan di dalam penjelasan saja untuk memperkuat. Misalnya di dalam ketentuan Pasal 16, itu tentang penyelenggaraan perlindungan, di ayat (1)-nya itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggungjawab dan seterusnya. Mungkin di dalam penjelasannya nanti disebutkan bahwa semua kebijakan, baik itu dari pemerintah pusat, dilarang bertentangan dengan ketentuan ini. Mungkin maunya ini, tetapi tidak ditempatkan pada apa yang disebut dengan secara tehnik penyusunan itu masuk di dalam closing provision, ketentuan penutup.

Saya kira itu tambahan, Pimpinan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira bukan tambahan itu. Hidayah, Pak. Tetapi saya tidak ingin menyimpulkan sendiri. Jika disetujui bersama kita

skors waktu 5 menit untuk lobby. Kita coba dulu menyamakan persepsi, 5 menit saja. Kami minta untuk fraksi-fraksi atau Poksi-poksi untuk sama-sama kita berbicara dengan pemerintah dan barangkali yang dari pemerintah yang mengerti hukum /ah begitu ya. Kalau yang keuangan kan tidak menyangkut keuangan, cukup di sini lah, begitu ya. Kalau mau ikut tidak apa-apa. Tentu kita rumuskan mana yang terbaik. Kami sebetulnya punya solusi lain. Tadi ada usulan bagus dari Pak Sulaeman juga bagus, Pak Haerudin juga bagus dan tentu ini yang nanti kita ambit keputusan di titik mana yang tentunya secara gramatikal itu juga ada, tapi substansi yang diinginkan oleh seluruh fraksi-fraksi. Karena ini adalah pasal yang penting, pasal afirmatif yang tentu kita ingin memagari pada setiap langkah-langkah teknis supaya tidak lari dari upaya perlindungan dan pemberdayaan.

Saya kira 5 menit ya kita skors waktu. Kami mohon nanti di ruangan lobby depan.

(RAPAT DISKORS PUKUL 12.20 WIB)

KETUA RAPAT:

(SKORS DICABUT PUKUL 12.40 WIB)

Pertama hasil kesepakatan lobby adalah tetap untuk memasukkan Pasal 77, tetapi tidak di ketentuan penutup, dimasukkan di dalam Pasal 11. Jadi kalau tadi di dalam forum lobby dimasukkan dalam Pasal 16 ternyata itu babnya adalah Bab Penyelenggaraan Perlindungan, sehingga yang paling tepat kita masukkan adalah di Pasal 11, sehingga Pasal 11 menjadi dua ayat. Saya bacakan Pasal 11. Ayat (1):

ARSIP D

PR - RI

-19-

"Kebijakan perlindungan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pas a/ 10 ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya."

Ayat (2):

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah di/arang membuat kebijakan yang bertentangan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan ne/ayan, pembudidaya ikan dan petambak garam."

Jadi dua ayat. Penjelasannya cukup jelas.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Tidak efisien, Pak. Kapal juga lebih banyak, Pak. Kita sudah retreat kemarin, mengubah harga-harga. Jadi kapalnya lebih banyak lagi, Pak.

KETUA RAPAT:

Segera rapat lah kalau begitu. Baik, kami mohon persetujuan fraksi-fraksi. Fraksi POl Perjuangan?

F-PDIP:

Setuju.

KETUA RAPAT:

Fraksi Golkar? Sebentar, Fraksi POl Perjuangan setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi Partai Golkar?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi Partai Gerindra?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi Partai Oemokrat?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi PAN?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi PKB?

ARSIP D

PR - RI

-20-

(RAPAT: SETUJU)

Angguk-angguknya lemas. Fraksi PKS?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi PPP?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi Nasdem?

(RAPAT: SETUJU)

Fraksi Hanura?

(RAPAT: SETUJU)

Kami tanya pemerintah, apakah pemerintah setuju?

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Setuju.

KETUA RAPAT:

Sekaligus kami mohon tepuk tangan dulu. Sekaligus kami mohon persetujuan fraksi-fraksi dan pemerintah atas laporan yang disampaikan oleh Pak lbnu Multazam sebagai Pimpinan Panja atas hasil-hasil di Panja dan hasil di Rapat Kerja ini yang kemudian memindahkan Pasal 77 ke Pasal 11 menjadi Pasal 11 ayat (2). Apakah laporan Panitia Kerja dan kemudian perubahan terhadap persetujuan Pasal 77 menjadi Pasal 11 ayat (2) ini bagian integral yang dapat kita setujui dari hasillaporan Panja? Kami minta fraksi-fraksi di Komisi IV dapat memberikan persetujuannya. Apakah dapat disetujui?

(RAPAT: SETUJU)

Pemerintah apakah dapat menyetujui? Nah ada baca lagi lbu ini.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Setuju, Pak.

KETUA RAPAT:

(RAPAT: SETUJU)

Saya kira ada masukan dari mana lagi itu.

ARSIP D

PR - RI

-21-

Baik dengan demikian Alhamdulillah seluruh pasal-pasal, seluruh ayat-ayat beserta dengan seluruh penjelasannya dapat disetujui bersama dan tentu persetujuan ini akan dinyatakan di dalam pandangan mini fraksi-fraksi. Namun demikian memasuki jadwal selanjutnya sesuai dengan apa yang telah disepakati yaitu pembacaan naskah rancangan undang-undang. Tetapi kami memiliki keyakinan bahwa pada waktu Panja terakhir kita bacakan utuh dari a sampai z, dari ketentuan umum sampai ketentuan penutup dengan berbagai rancangan undang­undangnya, sehingga kami mohon persetujuan atau mohon tanggapan apakah naskah rancangan undang-undang ini perlu dibacakan utuh ataukah dianggap sudah selesai pada waktu pembacaan dan penyelesaian pada waktu di Raker sesuai dengan pasal yang masih dalam sengketa. Untuk itu kami meminta pandangan fraksi-fraksi apakah dibacakan utuh atau kita ketok saja karena kita anggap bahwa di dalam Rapat Panja sudah dibaca secara utuh.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Ketok saja.

KETUA RAPAT:

Ketok ya? lbu?

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Yes.

KETUA RAP AT:

Ketok. Dengan demikian saya kira saya mohon persetujuan, apakah Naskah

Rancangan Undang-Undang ini tidak perlu dibacakan dan dianggap ini sudah dibacakan secara utuh di dalam Rapat Panja? Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Baik, selanjutnya masuk di dalam agenda acara Pandangan Akhir Mini Fraksi-fraksi. Kami mohon juga persetujuan dari fraksi-fraksi. Tetapi ini sifatnya mengimbau, karena itu menjadi hak fraksi-fraksi untuk menyampaikannya.

Kami persilakan mulai dari Fraksi PDIP untuk menyampaikan. Namun alangkah lebih baik kalau pandangannya lebih dipadatkan, lebih disederhanakan dan yang paling penting pernyataan bahwa ini harus dibawa ke tingkat selanjutnya yaitu ke tingkat Paripurna. lni penting ada pernyataan itu. Jadi kami mohon fraksi­fraksi memberikan statement, pernyataan bahwa menyetujui terhadap rancangan ini agar segera dibawa ke tingkat Paripurna. Untuk itu kami persilakan dari Fraksi POl Perjuangan. Kami persilakan. Yang akan diwakili sebagai juru bicara adalah lbu Agustina Wilujeng Pramestuti.

F-PDIP (AGUSTINA WILUJENG PRAMESTUTI, S.S.):

Terima kasih, Pak Ketua.

ARSIP D

PR - RI

-22-

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Salam sejahtera untuk kita semua.

Karena sesuai dengan kesepakatan bahwa harus dipadatkan, kami sampaikan Fraksi POl Perjuangan setuju terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Namun demikian kami berharap bahwa materi yang kami sampaikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan yang akan menjadi pembahasan pada tahap berikutnya.

Demikian pembacaan kami sampaikan. Terima kasih.

Wabil/aahit Taufiq Wal Hidayah, Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Wa'alaikumsalam.

Mohon diserahkan ke Pimpinan dan ke pemerintah.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

Bersiap-siap Fraksi Partai Golkar. Keuangan itu ada rancangan budget-nya di dalam, Pak. Yang lain tidak ada. Ke Depdagri itu ada larangan-larangannya saja di Depdagri, Pak.

Selanjutnya kami persilakan pandangan mini fraksi dari Fraksi Partai Golkar yang akan dibacakan oleh Bapak H. Mohammad Suryo Alam. Kami persilakan, Pak.

F-PG (H. MOHAMMAD SURYO ALAM, Ak., M.B.A.):

Terima kasih, Pimpinan.

PENDAPAT AKHIR MINI FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBUK INDONESIA TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN DAN PETAMBAK GARAM

Yang terhorrnat Pimpinan Komisi IV DPR Rl, lbu Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Yang terhormat Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili, Yang terhormat Menteri Keuangan Republik Indonesia atau yang mewakili, Yang terhormat Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia atau yang mewakili, dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami banggakan, serta

ARSIP D

PR - RI

-23-

Hadirin yang kami hormati,

Fraksi Partai Golongan Karya dapat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam dan untuk selanjutnya untuk dilanjutkan ke Sidang Paripurna.

Demikian pendapat mini fraksi dari Partai Golongan Karya. Mohon izin, ini kami informasikan dokumen akan kami serahkan, sudah secara tertulis, secara lengkap. Namun Ketua Fraksi berhubung di luar kota belum tanda tangan, tapi sudah membaca, nanti akan disusulkan pada tangannya. Dokumen yang kami bawa ini sudah ditandatangani oleh sekretaris fraksi dan stempel lengkap.

Terima kasih, Ketua.

KETUA RAP AT:

Silakan penyerahan.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

Selanjutnya kami persilakan Pandangan Mini Fraksi dari Fraksi Partai Gerindra yang akan dibacakan oleh Pak Luther Kombong.

F-GERINDRA (LUTHER KOMBONG):

Terima kasih, Ketua.

PENDAPAT MINI FRAKSI PARTAI GERINDRA TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN DAN PETAMBAK GARAM

Partai Gerindra pada prinsipnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam untuk dibahas lebih lanjut di tingkat II atau Paripurna DPR Rl.

Demikian yang bisa kami sampaikan. Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

KETUA RAPAT:

Selanjutnya Pandangan Mini Fraksi dari Fraksi Partai Demokrat, kami persilakan Saudari Vivi Sumantri Jayabaya.

ARSIP D

PR - RI

-24-

F-PD (VIVI SUMANTRI JAYABAYA, S.Sos.):

PANDANGAN MINI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN DAN PETAMBAK GARAM

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Salam Demokrat Jaya!

Yang terhormat Pimpinan Komisi IV DPR Rl, Saudara Menteri Kelautan dan Perikanan Rl beserta Jajarannya, Saudara Menteri Hukum dan HAM Rl beserta Jajarannya, Saudara Menteri Dalam Negeri beserta Jajarannya, Saudara Menteri Keuangan beserta Jajarannya, para Anggota Komisi IV DPR Rl, dan Hadirin yang kami muliakan, Saudara Pimpinan, Saudara Menteri dan para Anggota Komisi IV DPR Rl yang kami hormati,

Indonesia merupakan negara maritin yang memiliki luas perairan mencapai 3,25 juta Km2 atau sekitar 63% wilayah Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95,181 Kami. Oleh sebab itu potensi tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Selama ini pelaku utama telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Permasalahan yang terjadi saat ini di sektor perikanan Indonesia: 1. Potensi di sektor kelautan dan perikanan yang besar belum sepenuhnya sejalan

dengan pemanfaatannya dimana nilai manfaatnya bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih sangat kurang dan rendah.

2. Permasalahan yang dihadapi nelayan antara lain adalah ancaman ketersediaan bahan bakar minyak, pencurian ikan, penangkapan ikan berlebih (over fishing) serta perubahan iklim, cuaca dan tinggi gelombang laut.

3. Permasalahan yang dihadapi pembudidaya ikan adalah terletak pada jaminan terhadap bebas penyakit, bebas cemaran ketersediaan induk, bibit atau benih dan pakan yang terjangkau.

4. Permasalahan yang dihadapi petambak garam adalah sangat rentan terhadap perubahan iklim dan harga, konflik pemanfaatan pesisir serta perubahan musim, kualitas lingkungan dan kepastian status lahan.

Fraksi Partai Demokrat dengan ini menyatakan menerima dan menyetujui agar Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam agar dilanjutkan ke pembahasan tingkat II.

Demikian pendapat Fraksi Partai Demokrat dalam Rapat Kerja tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan ridho-Nya kepada kita semua.

Untuk rakyat Demokrat peduli dan beri solusi!

ARSIP D

PR - RI

-25-

Wabillaahit Taufiq Wal Hidayah, Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 3 Maret 2016 PIMPINAN FRAKSI PARTAI DEMOKRAT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETUA, SEKRETARIS,

EDHIE BASKORO YUDHOYONO, M.Sc. DIDIK MUKRIANTO, S.H. Nomor Anggota: A-434 No, Anggota: A-437

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

lbu Vivi itu supaya lama masuk TV-nya.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARt JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

Saya kira dari Golkar lbu Vivi ini. Terima kasih dan mohon dimaklum lah agak panjang sedikit, supaya lbu Vivi

agak lama masuk TV-nya. Terima kasih, lbu Vivi dari Fraksi Partai Demokrat. Selanjutnya kami persilakan dari Fraksi Partai Amanat Nasional yang akan

dibacakan oleh Pak Haerudin, S.Ag. M.H ..

F-PAN (HAERUDIN, S.Ag., M.H.):

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh,

Saudara Pimpinan yang kami hormati, Para Anggota yang kami hormati, lbu Menteri beserta para Pejabat Kelautan dan para Pejabat yang mewakili beberapa Kementerian, Mendagri, Menkumham dan Keuangan yang kami hormati,

Dari perjalanan panjang yang kita jalani tentang RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam yang Alhamdulillah hari ini sudah kita sepahami bersama-sama sampai 76 pasal jadinya, mudah-mudahan bermanfaat bagi nelayan. Mudah-mudahan nelayan, petambak garam dan para pembudidaya ikan kita mendapatkan kesejahteraan sesuai harapan kita. Dengan beberapa pertimbangan dan pembicaraan yang sangat panjang, Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional) dengan mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim dapat menerima dan menyetujui RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam untuk selanjutnya dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II guna disahkan menjadi undang-undang.

Terima kasih.

ARSIP D

PR - RI

-26-

Di Jakarta, sudah ditandatangani lnsya Allah oleh ketua fraksi dan sekretaris fraksi.

Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

KETUA RAPAT:

Jadi memang ... , coba bacakan. lbu, bacakan itu belakangnya apa itu? Update banget.

Terima kasih, Pak Haerudin dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Selanjutnya kami persilakan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang

akan dibacakan oleh Pak Daniel Johan.

F-KB (DANIEL JOHAN):

Terima kasih.

Pimpinan, Segenap Anggota, lbu Menteri dan seluruh Jajaran yang kita hormati,

Dengan mengucap Bismillaahirrahmaanirrahiim dan demi kesejahteraan nelayan di Indonesia dengan ini Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR Rl menyatakan menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam untuk dibahas lebih lanjut pada tingkat berikutnya.

Terima kasih.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Daniel Johan. Selanjutnya kami persilakan pandangan mini fraksi dari Fraksi PKS yang

akan dibacakan oleh Bapak H. Rofi Munawar. Silakan, Pak.

F-PKS (H. ROFI MUNAWAR, Lc.):

Bismi/laahirrahmaanirrahiim, Assalaamu'a/aikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

PENDAPAT MINI FRAKSI PART AI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG

ARSIP D

PR - RI

-27-

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN DAN PETAMBAK GARAM

Pimpinan Komisi IV yang saya hormati, Seluruh Anggota Komisi IV, lbu Menteri dengan seluruh Jajarannya, Pak Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili, Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili, Menteri Keuangan atau yang mewakili, Rekan-rekan Tenaga Ahli, Staf Sekretariat Komisi IV, Wartawan, serta Hadirin yang kami muliakan,

Dalam pendapat mini fraksi F-PKS ini ada 8 (delapan) catatan akhir yang ingin kami sampaikan. Tetapi pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan catatan terakhir dari 8 (delapan) catatan akhir yang ada di pendapat mini fraksi ini yaitu bahwa dengan RUU ini Fraksi PKS ingin memastikan hadirnya negara yang lebih konkret dalam melakukan perlindungan, pelayanan dan keberpihakan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Sebagaimana yang lainnya mereka adalah aset negara.

Pimpinan dan Anggota Komisi IV serta Hadirin yang kami hormati,

Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucap Bismillaahirrahmaanirrahiim menyatakan menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam untuk dibawa ke tingkat II dan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR Rl.

Demikian pendapat Fraksi PKS ini kami sampaikan sebagai ikhtiar kita dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara Indonesia. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk memberikan kerja terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.

Wassalaamu'alaikum Warahmatu/laahi Wabarakaatuh.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Rofi Munawar. Selanjutnya kami persilakan pandangan mini fraksi dari Fraksi PPP yang

akan dibacakan oleh Bapak H. Fadly Nurzal, S.Ag .. Silakan., Pak.

F-PPP (H. FADL Y NURZAL, S.Ag.}:

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Pimpinan Komisi IV beserta segenap Anggota Komisi IV yang terhormat, Menteri Kelautan, yang mewakili Kementerian Dalam Negeri, yang mewakili Kementerian Hukum dan HAM, yang mewakili Kementerian Keuangan yang kami banggakan, Hadirin yang terhormat,

ARSIP D

PR - RI

-28-

Kita telah melewati seluruh proses pembahasan undang-undang ini dengan berbagai perdebatan yang kita lihat, termasuk perdebatan yang baru saja kita lewati. Semuanya tidak lebih karena kita menginginkan lahirnya sebuah peraturan, sebuah perundang-undangan yang memberikan rasa aman, rasa nyaman dan masa depan serta kesejahteraan buat para nelayan tanpa eksploitasi. Karena itu Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dengan senantiasa mengucapkan Bismil/aahirrahmaanirrahiim dapat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam untuk disahkan sebagai undang-undang dan untuk dilanjutkan pada pembicaraan berikutnya.

Demikian. Wassa/aamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Fadly Nurzal. Selanjutnya kami persilakan pandangan mini fraksi dari Fraksi Partai Nasdem

yang akan disampaikan oleh Bapak Sulaeman L. Hamzah.

F-NASDEM (SULAEMAN L. HAMZAH):

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assa/aamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR, Ketua dan Anggota Panja, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang kami hormati, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Hadirin yang berbahagia,

PENDAPAT AKHIR MINI FRAKSI PARTAI NASDEM DPR Rl ATAS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA AKHIR PEMBICARAAN MENGENAI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN DAN PETAMBAK GARAM

MELALUI RAPAT KERJA KOMISIIV DPR Rl

Fraksi Partai Nasdem dapat menerima dan menyetujui Rancangan Undang­Undang ini untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme pembentukan undang-undang dengan memperhatikan masukan-masukan yang sudah kita ikuti bersama.

Demikian, Pimpinan. Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

ARSIP D

PR - RI

-29-

KETUA RAPAT:

Silakan disampaikan, Pak.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

Terima kasih, Pak Sulaeman Hamzah. Yang terakhir pandangan mini fraksi dari Fraksi Partai Hanura yang akan

dibacakan oleh Pak Samsudin Siregar, S.H .. Silakan, Pak.

F-HANURA (SAMSUDIN SIREGAR, S.H.):

Terima kasih.

Yang terhormat Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IV, Bapakllbu Menteri atau yang mewakili dan seluruh Jajarannya dan juga Bapak/lbu Hadirin yang hadir pada saat ini.

Demi kesejahteraan nelayan Republik Indonesia, maka kami dari Fraksi Partai Hanura DPR Rl menyatakan setuju dilakukan pengambilan keputusan agar Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam dapat ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan dan Tata Tertib DPR ini.

Demikian pandangan mini Fraksi Partai Hanura DPR Rl kami sampaikan. Atas perhatiannya kami haturkan terima kasih.

Horas!

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI FRAKSI DARI JURU BICARA FRAKSI KEPADA PIMPINAN RAPAT DAN PEMERINTAH)

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Samsudin. Diucapkan terima kasih kepada fraksi-fraksi yang sudah menyampaikan persetujuannya yang dicantumkan ataupun dituangkan di dalam pandangan mini fraksi. Hampir seluruh fraksi menyetujui. Bukan hampir, seluruh fraksi bulat menyetujui untuk dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II di Paripurna.

Selanjutnya kami persilakan pandangan akhir mini dari presiden yang akan diwakili oleh lbu Menteri Kelautan dan Perikanan. Silakan, lbu.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl yang saya hormati, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau yang mewakili, Para Pejabat dari Kementerian/lembaga terkait,

ARSIP D

PR - RI

-30-

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Selamat siang.

Saya ucapkan beribu terima kasih dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa pada kesempatan ini saya selaku wakil pemerintah menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Komisi IV DPR Rl dalam melaksanakan salah satu tugas konstitusional yang sangat penting, strategis yakni penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Sesuai dengan acara Rapat Kerja hari ini perkenankan kami menyampaikan pendapat mini pemerintah sebagai akhir terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam dan Rapat Kerja Komisi IV DPR Rl.

Sejalan dengan apa yang telah kita lakukan pembahasan pada hari ini, maka dengan ini pemerintah menyatakan setuju untuk melanjutkan ke Sidang Paripurna Tingkat II untuk pembahasan Rencana Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam.

Demikian pandangan dari pemerintah. Saya ucapkan terima kasih.

Akhiru/ Kalam, Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Wa 'alaikumsalam.

Saya kira ini sejalan, selancar, selancar itu bisa cepat dan tentu Alhamdulillah tidak ada perbedaan.

(PENYERAHAN NASKAH PANDANGAN AKHIR MINI PEMERINTAH DARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPADA PIMPINAN RAPAT)

Diucapkan terima kasih kepada presiden dalam hal ini disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, tentu atas dasar sebagai wakil dari seluruh kementerian yang mewakili pada pembahasan Rancangan Undang-Undang ini.

Saya sampaikan sebelum meminta persetujuan kepada fraksi-fraksi, nanti masing-masing Paksi atau juru bicara silakan nanti untuk menandatangani naskah Rancangan Undang-Undang. Jadi nanti mohon dipersiapkan. Tetapi karena ditandatanganinya banyak lembar, jadi nanti mohon ditandatangani mungkin 1-2 lembar saja. Setelah itu nanti kita akan tandatangani setelah acara ini selesai.

Baik, atas pandangan mini fraksi, baik dari fraksi-fraksi di Komisi IV DPR Rl maupun pandangan mini fraksi akhir di pemerintah, saya ingin bertanya ulang, apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II dalam Paripurna DPR Rl? Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

ARSIP D

PR - RI

-31-

Baik, atas persetujuan itu tentu kita akan sama-sama menandatangani naskah. Tolong dipersiapkan. Siapkan wakil dari masing-masing fraksi. Saya kira nanti memberikan penandatanganan tidak seluruh lembar ya. Nanti setelah acara selesai saja. Tetapi kita sebagai persetujuan di publik tentu kita harus menandatangani.

(PENANDATANGANAN NASKAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG)

Saya kira rangkaian untuk sampai kepada keputusan agar undang-undang ini segera diundangkan di tingkat II saya kira sudah selesai. Tentu kita bersyukur atas apa yang sudah kita hasilkan. Sebagai catatan kami bahwa Rancangan Undang­Undang ini adalah Rancangan Undang-Undang pertama yang akan diambil keputusan di tingkat II, tepuk tangan dulu. Saya kira ini adalah prestasi bersama, prestasi Komisi IV DPR, prestasi pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemendagri, Kemenkumham dan Kementerian Keuangan beserta seluruh jajarannya.

Untuk mengakhiri dari acara ini kami persilakan lbu Menteri mewakili pemerintah untuk memberikan kata akhir.

PEMERINTAH/MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Terima kasih, Bapak Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IV DPR Rl, perwakilan dari Kementerian Kumham, Keuangan dan dari Depdagri. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas tercapainya persteujuan untuk mengajukan ke Sidang Paripurna tingkat II atas Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya lkan dan Petambak Garam. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Sebagai catatan juga kemarin BPK merilis data untuk nilai tukar nelayan pada akhir Januari menjadi 107,37, tertinggi selama ini, selama 3 tahun terakhir. Juga BPS merilis data kuartal ke-4 tahun 2015 pertumbuhan GDP-PDB daripada perikanan adalah 8,96, juga tertinggi selama 15 tahun terakhir KKP existing. Satu prestasi yang luar biasa dan kita menyebabkan minus 3,1 untuk GOP perikanannya Thailand, 4,5 untuk Cina dan juga Filipina dan Malaysia. Jadi keberhasilan kita yang begitu tinggi menyebabkan pelemahan di negara lain. Jadi itu juga satu prestasi atas dukungan semua daripada stakeholder dan pemerintah dan juga lembaga DPR.

Terima kasih.

Akhirul Kalam, Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Tentu perlu kami sampaikan kami memberikan apresiasi atas yang lbu sampaikan tadi, mudah-mudahan sejalan dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Terima kasih. Kami berharap setelah disahkan undang-undang ini segera dibuat peraturan turunannya. Kami memang seminimal mungkin membuat peraturan pemerintah, sehingga hanya satu peraturan pemerintah nanti yang mungkin lbu harus segera rumuskan. Peraturan Menteri saya kira bisa cepat dan peraturan turunan lainnya. Yang paling penting bagaimana mensosialisasikan kepada pemangku kepentingan. Jika memungkinkan saya kira bisa mengajak seluruh

ARSIP D

PR - RI

-32-

Anggota Komisi IV untuk mensosialisasikan undang-undang ini kepada masyarakat di seluruh Dapilnya masing-masing supaya juga ada kebanggaan bahwa Komisi IV sudah melahirkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat khususnya nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Kami atas nama Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR Rl mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Panitia Kerja Komisi IV DPR Rl dan pemerintah yang dikoordinir oleh Saudara Prof. lr. Syarief Widjaja, Ph.D., kemudian para Dirjen, saya kira Dirjen Perikanan Budidaya, Dirjen Perikanan Tangkap, Dirjen Penguatan Daya Saing. Mudah-mudahan segera PL T-PL T dituntaskan supaya juga pelaksanaan undang-undang ini segera diselesaikan.

Kemudian kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim kesekjenan yang sejak awal terus bersama-sama kami untuk merumuskan, kemudian membuat draft naskah akademik dan sampai pada hari ini kita sahkan bersama. Berikut juga saya kira dari kesekretariatan Komisi IV yang terus juga mempersiapkan berbagai upaya untuk supaya undang-undang ini bisa diselesaikan.

Tidak lupa terima kasih kepada tim dari pemerintah yang saya kira diketuai AJhamdulillah dari awal sampai akhir berat badan tidak

kelihatannya bertambah karena selalu disiapkan makanan yang cukup, cukup bergizi seimbang sesuai dengan Undang-Undang Pangan. Tentu semoga Allah Subhanahu Wa Ta'a/a, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang melimpahkan rahmat dan hidayah serta ridho kepada kita semua. Semoga karya dan hasil yang kita peroleh pada hari ini menjadi. amal kebaikan di kemudian hari.

Dengan mengucapkan Alhamdulillaahirobbil'alamiin, maka Rapat Kerja hari ini kami nyatakan ditutup.

Terima kasih.

Wabillaahit Taufiq Wal Hidayah, Wassa/aamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

(RA~"AT DITUTUP PUKUL 13.30 WIB)

An. Ketua Rapat, Sekretaris Rapat

Drs. Budi Kuntarvo NIP.196301221991031001

•••••n 1••••• U IS IIIli•

ARSIP D

PR - RI