Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

86

Transcript of Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INFORMASI

JAKARTA, 2013

NASKAH AKADEMIKARAH KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN2014-2019

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

vPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

KATA PENGANTARPersoalan ketenagakerjaan dan penghidupan yang layak

merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945, dan sampai saat ini, masih menjadi persoalan mendasar bagi pemerintah dan stakeholders lainnya karena kompleksitasnya. Hal ini dipersulit oleh kondisi lingkungan perkembangan dunia yang semakin global dengan persaingannya yang semakin ketat, penggunaan teknologi yang semakin canggih terutama dalam bidang komunikasi, transportasi dan produktivitas kerja, serta kondisi politik dan hukum nasional serta lokal yang masih hingar bingar, dan kesemuanya menjadi tantangan berat bagi persoalan ketenagakerjaan.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang merupakan salah satu kementerian dengan tugas utama di bidang ini, dituntut berada di garda depan dalam upaya turut mengurai dan menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi perlu memiliki arah kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan ke depan yang komprehensif dan berkesinambungan terutama sekali karena masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II

vi PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

segera berakhir di tahun 2014. Dalam rangka inilah Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi sebagai satuan kerja pendukung di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memberikan tugas kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan agar mempersiapkan sebuah naskah arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019. Naskah ini berusaha menyajikan beberapa wacana kritis dan paradigma baru yang dirasa terlewatkan dalam kebijakan ketenagakerjaan di masa lalu agar dapat diperhatikan di masa-masa mendatang. Di samping itu tentunya, keberhasilan yang sudah dicapai dapat menjadi pijakan untuk melaksanakan kebijakan yang sustainable dan berkesinambungan ke depan. Naskah ini diharapkan menjadi dasar bagi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigasi dalam penyusunan kebijakan strategis dan praktis di masa mendatang.

Semangat dan kerja keras Tim yang terdiri atas Peneliti, Pejabat Struktural, dan staf di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan, serta masukan para narasumber yang memiliki kepakaran, pengetahuan dan pengalaman di bidang ketenagakerjaan dan bidang-bidang terkait dengan bidang ketenagakerjaan dalam menyusun Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019 ini, patut diberikan apresiasi setinggi-tingginya. Dengan rahmat dan ijin Tuhan yang Maha Kuasa, naskah ini dapat tersaji ke hadapan kita semua. Selaku Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan, kami mengucapkan terima kasih, penghargaan dan atensi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan naskah ini. Akhirul kalam, semoga Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019 ini sungguh-sungguh dapat memberi masukan dan landasan dalam menyusun kebijakan-kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019 yang lebih realistis dan bermanfaat bagi bangsa dan Negara.

Kepala PusatPenelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan

Wahyu Indrawati, SE, MM

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

viiPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

KATA PENGANTAR vDAFTAR ISI viiDAFTAR TABEL xDAFTAR GRAFIK xiDAFTAR GAMBAR xii

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 3 1.3. Pola pikir penyusunan 3 1.4. Metode 5 1.4.1. Penyusunan naskah awal 5 1.4.2. Workshop 8 1.4.3. Seminar 8 1.4.4. Penyusunan draft akhir dan buku naskah 9 1.5. Sistematika 9

BAB II BIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN PERMASALAHANNYA 11 2.1. Kependudukan 11 2.1.1. Angkatan Kerja 12 2.1.2. Punduduk yang bekerja 13

DAFTAR ISI

viii PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

2.1.3. Setengah Penganggur 15 2.1.4. Pengangguran terbuka 16 2.1.5. Bonusdemografi 18 2.2. Ekonomi 20 2.3. Politik dan hukum 23 2.4. Globalisasi perekonomian 26 2.5. Sifat pasar kerja 28 2.6. Budaya perusahaan 31 2.7. Budaya pekerja 34 2.8. Budaya pemerintah 35 2.9. Otonomi daerah 36

BAB III PERMASALAHAN BIDANG KETENAGAKERJAAN 39 3.1. Pelatihan keterampilan kerja 39 3.2. Penempatan tenaga kerja 41 3.3. Hubungan industrial dan Jamsostek 42 3.4. Pengawasan ketenagakerjaan 43

BAB IV ARAH KEBIJAKANBIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN 2014-1019 45 4.1. Kependudukan 45 4.2. Ekonomi 47 4.3. Politik dan hukum 48 4.4. Globalisasi perekonomian 49 4.5. Sifat pasar kerja 50 4.6. Budaya perusahaan 52 4.7. Budaya pekerja 53 4.8. Budaya pemerintah 54 4.9. Otonomi daerah 54

BAB V ARAH KEBIJAKAN BIDANG KETENAGAKERJAAN 2014-1019 57 5.1. Pelatihan keterampilan kerja 57 5.2. Penempatan tenaga kerja 60 5.3. Hubungan industrial dan jamsostek 63

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

ixPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

5.4. Pengawasan ketenagakerjaan 65

BAB VI PENUTUP 69Daftar Bacaan 73

x PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

DAFTAR TABELTABEL II.1 Daya Saing Industri Indonesia Berbanmding Negara Lain di Asia Tenggara Pada Aspek InfrastrukturdanEfisiensiPasarKerja Tahun 2012 23TABEL II.2 Dua bentuk perlindungan pekerja yang bertolak belakang 29TABEL II.3 Karakteristik perusahaan yang menerapkan Low Road Industrial Relation System 33

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

xiPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

DAFTAR GRAFIKGRAFIK II.1 Persentase angkatan kerja menurut pendidikan Tahun 2008-2012 12GRAFIK II.2 Persentase penduduk yang bekerja menurut pendidikanTahun 2008-2012 13GRAFIK II.3 Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama Tahun 2008-2012 14GRAFIK II.4 Persentase penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan Tahun 2008-2012 14GRAFIK II.5 Persentase setengah penganggur menurut lapangan pekerjaan utama Tahun 2008-2012 15GRAFIK II.6 Persentase setengah penganggur menurut status pekerjaan Tahun 2008-2012 15GRAFIK II.7 Persentase penganggur terbuka menurut pendidikan Tahun 2008-2012 16GRAFIK II.8 Distribusi Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 19GRAFIK II.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2004-2013 20GRAFIK II.10 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sektor Industri Menurut Jenis Industri Tahun 2012 22GRAFIK II.11 Penanaman Modal Asing di Sektor Industri Menurut Jenis Industri Tahun 2012 22

xii PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

DAFTAR GAMBARGAMBAR I.1 Pola pikir penyusunan arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 5

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

1PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bab IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Suatu kebijakan, terutama kebijakan pembangunan meminta biaya dan pengorbanan yang tidak kecil, baik materi, waktu dan tenaga, termasuk opportunity cost lainnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila suatu kebijakan diawali dengan berbagai persiapan, perencanaan yang matang, pembahasan yang intens, sebelum akhirnya dituangkan dalam suatu naskah atau sebagai dokumen kebijakan. Bila tahapan ini diikuti secara konsisten dan jujur, maka arah kebijakan yang dihasilkan akan memberi peluang yang besar bagi keberhasilan kebijakan yang dilaksanakan. Tetapi sebaliknya, bila tahapan ini tidak dilakukan secara konsisten dan jujur, maka besar kemungkinan arah kebijakan yang dihasilkan akan memberi arah yang salah dan berakibat kebijakan yang diterapkan menemui kegagalan (loss development).

Berdasarkan pengamatan selama beberapa tahun belakangan ini, kebijakan ketenagakerjaan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum menunjukkan hasil

2 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Pendahuluan

yang signifikan. Beberapa hal yang kemungkinan besar menyebabkan hal itu adalah:

a. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum secara ajeg, metodik, dan sistematis mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan sebagai dasar atau bahan dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan, yang mengakibatkan kurangnya inovasi dan kreasi dalam penyusunan kebijakan.

b. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum melakukan koordinasi yang efektifnya dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya dalam menyusun arah kebijakan ketenagakerjaan.

c. Masih banyak program dalam kebijakan ketenagakerjaan yang tidak dapat mencapai target dan sasaran seperti yang direncanakan.

d. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang luput dari kebijakan ketenagakerjaan.

e. Masih terdapat duplikasi program ketenagakerjaan antar satuan kerja dan atau unit kerja.

f. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang tanpa perubahan yang signifikan.

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kurun waktu 2014-2019, dan tahapan pembangunan berikutnya, kebijakan ketenagakerjaan harus:

a. Mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan secara ajeg, metodik, dan sistematis.

b. Ditentukan menurut evidence base dan koordinatif dengan Kementerian/Lembaga terkait.

c. Memuat program-program yang inovatif, kreatif, relevan, prioritas, dan terukur, serta tidak duplikatif, tidak repetitif tanpa perubahan yang signifikan.

Untuk itu, diperlukan suatu arah kebijakan yang memuat pemikiran dan informasi yang dapat digunakan sebagai tuntunan dalam menyusun kebijakan, strategi, dan program oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk itulah buku arah kebijakan ini disusun.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

3PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

1.2. TujuanBuku arah kebijakan ini disusun untuk memberi masukan

kepada unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam menyusun kebijakan, strategi, dan programnya masing-masing selama tahun 2014-2019.

1.3. Pola pikir penyusunan Dalam konteks pembangunan Indonesia secara keseluruhan,

bidang ketenagakerjaan tidak berdiri sendiri atau bebas nilai dari berbagai faktor, termasuk faktor-faktor yang berada di luar kontrol atau kewenangan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Artinya, bidang ketenagakerjaan merupakan fungsi dari bidang-bidang lain di luar bidang ketenagakerjaan itu sendiri. Ibarat sungai, bidang ketenagakerjaan adalah muara dari berbagai bidang. Setiap kebijakan di berbagai bidang ini akan berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan.

Bagaimana dan seberapa besar pengaruh bidang-bidang lain terhadap bidang ketenagakerjaan akan menjadi penentu terhadap keberhasilan bidang ketenagakerjaan. Selain itu, keberhasilan bidang ketenagakerjaan juga sangat tergantung pada bagaimana dan seberapa kemampuan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi merespon pengaruh bidang-bidang lain tersebut. Seperti telah banyak diungkapkan oleh para pengamat, tidak sedikit bidang-bidang lain di luar bidang ketenagakerjaan yang memberi dampak positif terhadap bidang ketenagakerjaan, tetapi tidak sedikit pula yang justru mendistorsi bidang ketenagakerjaan.

Penjelasan di atas menjadi pola pikir yang diterapkan dalam penyusunan buku arah kebijakan bidang ketenagakerjaan ini. Oleh karena itu, sebelum mengidentifikasi arah kebijakan bidang ketenagakerjaan, pertama-tama akan diuraikan bidang-bidang yang dipandang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kondisi dan lingkungan strategis bidang ketenagakerjaan. Bila tidak dapat dikatakan semua, maka bidang-bidang yang dipandang mempunyai

4 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Pendahuluan

pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap bidang ketenagakerjaan adalah:

a. Kependudukan.b. Ekonomi.c. Politik dan hukum.d. Globalisasi perekonomian.e. Sifat pasar kerja.f. Budaya perusahaan.g. Budaya pekerja.h. Budaya pemerintah.i. Otonomi daerah.

Selanjutnya, akan diidentifikasi pula permasalahan yang meliputi bidang-bidang ini, dan permasalahan yang ada pada bidang ketenagakerjaan itu sendiri. Berdasarkan identifikasi permasalahan ini, pada tahap berikutnya dilakukan identifikasi arah kebijakan yang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan bidang-bidang lain tersebut. Terakhir, akan diidentifikasi arah kebijakan yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk memecahkan masalah yang berada disekitar bidang ketenagakerjaan yang menjadi bagian dari tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

5PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

1.4. MetodeUntuk memenuhi pola pikir tersebut di atas, penyusunan arah

kebijakan bidang ketenagakerjaan tahun 2014-2019 ini dilaksanakan dengan dua cara yang saling terkait, yakni:

1.4.1. Penyusunan naskah awal

Sebagai langkah pertama, dihimpun masukan berupa pemikiran yang berkaitan dengan bidang-bidang di luar ketenagakerjaan yang dipandang berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan

GAMBARI.1Pola pikir penyusunan arah kebijakan bidang ketenagakerjaan

6 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Pendahuluan

seperti kependudukan, ekonomi, politik dan hukum, globalisasi perekonomian, sifat pasar kerja, budaya perusahaan, budaya pekerja, budaya pemerintah, otonomi daerah. Bersamaan dengan itu dihimpun pula masukan yang termasuk di dalam bidang ketenagakerjaan itu sendiri seperti pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan. Masukan ini diperoleh dari berbagai literatur dan narasumber, yang berasal dari kalangan pemerintah, pengusaha, pekerja, dan para pakar serta lembaga swadaya masyarakat (Tripartit Plus), yakni:

a. Prof. DR. Sri Moertiningsih (Pakar Demografi, Guru Besar FE-UI)Memberi masukan mengenai permasalahan kependudukan

dan arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan kependudukan.

b. Prof. DR. Chris Manning (Guru Besar Ekonomi Australian National University)

Memberi masukan mengenai permasalahan, kecenderungan perekonomian, pasar kerja Indonesia, dan globalisasi perekonomian, serta arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan ekonomi dan pasar kerja.

c. Suryadi Sasmita (Pengurus APINDO)Memberi masukan mengenai permasalahan perkembangan

perekonomian, investasi, dan sifat pasar kerja di Indonesia, serta arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan ekonomi, investasi, dan sifat pasar kerja.

d. Prof. Dr. Ir. Raldi H. Koestoer, M.Sc (Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan Menko Perekonomian)

Memberi masukan mengenai permasalahan ekonomi dan ketenagakerjaan, serta arah kebijakan ketenagakerjaan berkenaan dengan pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja berdasar kerangka MP3EI.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

7PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

e. DR. Ir. Rachmat Pambudi (Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia )

Memberi masukan mengenai permasalahan penempatan tenaga kerja di Indonesia, dan arah kebijakan ketenagakerjaan berkenaan dengan penempatan tenaga kerja melalui peningkatan kegiatan agrobisnis.

f. Prof. DR. Payaman J. Simanjuntak (Pakar Ketenagakerjaan)Memberi masukan mengenai permasalahan SDM Indonesia,

dan hubungan industrial di Indonesia, serta arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan pengembangan SDM, produktivitas, dan hubungan industrial.

g. Prof. DR. Dra. Sulistyowati Irianto (Guru Besar Hukum dan Antropologi UI dan Ketua Pusat Kajian Wanita dan Gender)

Memberi masukan mengenai permasalahan dan arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.

h. Saut Aritonang (Pengurus SB/SP)Memberi masukan mengenai permasalahan perburuhan di

Indonesia, dan arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan hubungan industrial.

i. Drs. I Gusti Made Arke M. Si (Pakar Ketenagakerjaan)Memberi masukan mengenai permasalahan dan arah

kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan pengawasan ketenagakerjaan, dan otonomi daerah.

Selain narasumber utama di atas, dalam proses penyusunan naskah awal melibatkan narasumber pendamping yang menambah masukan dan memperkaya draft tersebut, yakni:

8 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Pendahuluan

a. Prof. DR. Yeremias T. Keban (Gurubesar Fisipol UGM)b. DR. Abdul Aziz, MA (Staf Ahli Menakertrans Bidang ESDM)c. Johnson Tampubolon, SH, C.Law (Asdep Kemenko Perekonomian)d. Drs.Soewartoyo, MA (Peneliti Utama Bidang Ketenagakerjaan LIPI)e. Drs. H. Suwito Ardiyanto, SH, MH (Widyaiswara Kemenakertrans)f. Drs. Nyoman Tjenik Swata, MM (Pakar Ketenagakerjaan)

Semua masukan yang diperoleh melalui narasumber tersebut di atas disusun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan untuk menghasilkan satu naskah awal (first draft) berisi arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019.

1.4.2. Workshop

Naskahawal arah kebijakan bidang ketenagakerjaan yang telah disusun berdasarkan masukan dari narasumber dibahas dalam dua workshop, yakni workshop sub bidang pelatihan keterampilan kerja dan penempatan tenaga kerja; dan worksop sub bidang hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan. Selain pemaparan draft awal termaksud, dalam worksop ini juga diundang peserta yang mencakup perwakilan satuan-satuan kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Masukan yang diperoleh dari kedua workshop ini dielaborasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan untuk menghasilkan draft sementara arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019.

1.4.3. Seminar

Draft sementara arah kebijakan bidang ketenagakerjaan yang telah disusun berdasarkan masukan dari workshop tersebut di atas, dipaparkan dan dibahas dalam Seminar dengan mengundang beberapa narasumber terdahulu, dan perwakilan-perwakilan dari satuan kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kementerian/Lembaga terkait.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

9PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

1.4.4. Penyusunan draft akhir dan buku naskah

Berdasarkan masukan dari Seminar tersebut di atas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan menyusun draft akhir arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019 dan setelah menjadi buku, diserahkan kepada pimpinan Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi untuk kemudian disalurkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sesuai prosedur yang berlaku.

1.5. Sistematika

Secara keseluruhan, buku arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019 ini terdiri dari enam Bab, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Bab I Merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan, pola pikir, dan metode penyusunan buku arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019, serta sistematika penulisannya.

Bab II Memuat tentang bidang-bidang yang berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan dan permasalahannya.

Bab III Memuat tentang permasalahan di bidang ketenagakerjaan, yakni pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan.

Bab IV Memuat tentang arah kebijakan bidang-bidang yang berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan.

Bab V Memuat tentang arah kebijakan bidang ketenagakerjaan yang mencakup pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan.

Bab VI Merupakan bagian penutup, yang memuat kesimpulan dan atau ringkasan dari arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019.

10 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Pendahuluan

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

11PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bab IIBIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN PERMASALAHANNYA

Bidang ketenagakerjaan tidak berdiri sendiri atau bebas nilai dari berbagai faktor, termasuk faktor-faktor yang berada di luar kontrol atau kewenangan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bidang ketenagakerjaan merupakan muara dari berbagai bidang. Setiap kebijakan di berbagai bidang ini akan berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan. Bila tidak dapat dikatakan semua, maka bidang-bidang yang dipandang mempunyai pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap bidang ketenagakerjaan adalah: (a) Politik dan hukum, (b) Ekonomi, (c) Kependudukan, (d) Globalisasi, (e) Persepsi terhadap pasar kerja, (f) Budaya perusahaan, (g) Budaya pekerja, (i) Budaya pemerintah dan (h) Otonomi daerah.

2.1. KependudukanAspek kependudukan memberikan pengaruh yang sangat besar

terhadap masalah ketenagakerjaan, karena di dalamnya terdapat

12 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

angkatan kerja baik yang bekerja maupun menganggur, serta setengah pengangguran yang selama ini masih menjadi permasalahan nasional. Meskipun kependudukan berada di luar kontrol tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tetapi boleh dikatakan bahwa obyek dan subyek kebijakan ketenagakerjaan sesungguhnya adalah penduduk. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan permasalahan bidang ketenagakerjaan dilihat dari aspek kependudukan.

2.1.1. Angkatan Kerja

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, jumlah angkatan kerja yang pada tahun 2008 berjumlah 111.947.265 orang meningkat menjadi 118.053.110 orang pada tahun 2012. Bila diteliti lebih dalam, perubahan tersebut juga merupakan akibat dari perubahan tenaga kerja yang masuk ke dalam pasar kerja. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan TPAK, dari 67,18 pada tahun 2008 menjadi 67,88 pada tahun 2012. Bila dilihat menurut komposisi umur, sebagian besar dari angkatan kerja adalah mereka yang berumur muda dan dewasa. Cukup menarik untuk diperhatikan adalah adanya penurunan angkatan kerja di pedesaan karena adanya urbanisasi, baik karena pemekaran daerah perkotaan maupun adanya migrasi angkatan kerja dari desa ke kota. Selanjutnya, tidak jauh berbeda dengan periode-periode sebelumnya, peningkatan angkatan kerja lebih besar dari pada perempuan, yakni 6% berbanding 4,5%.

Meskipun secara umum tingkat pendidikan masih tergolong rendah, tetapi selama lima tahun terakhir nampak adanya perbaikan. Bila pada tahun 2008 separuh lebih dari angkatan kerja masih berpendidikan SD ke bawah, pada tahun 2012

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

2008 2009 2010 2011 2012

GRAFIK II.1Persentase angkatan kerja

menurut pendidikanTahun 2008-2012

≤SD

SMTP

SMTA Umum

SMTA Kejuruan

DIPLOMA I/II/III/AKADEMI

UNIVERSITAS

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

13PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

persentase tersebut menurun menjadi 47,36%. Seiring dengan itu, persentase angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas mengalami peningkatan.

Walaupun ada peningkatan ratio pendidikan menengah ke atas, namun seperti tahun-tahun sebelumnya, persentase angkatan kerja yang menambah keterampilan kerjanya melalui pelatihan masih tergolong rendah, yakni hanya sekitar 5%, dan selama 5 tahun angka tersebut tidak berubah secara siginfikan. Jenis-jenis kejuruan yang paling banyak diikuti adalah aneka kejuruan, seperti jahit-menjahit, bordir, tata boga, dan aneka kejuruan lainnya (65%), tata niaga (23%), pertanian (2,4%), dan yang paling sedikit adalah kejuruan pariwisata (sekitar 0,5%).

2.1.2. Penduduk yang bekerja

Penduduk yang bekerja selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan, yakni dari 102.552.650 orang atau dengan employment rate 91,6% pada tahun 2008, menjadi 173.926.703 orang atau dengan employment rate 93,9% pada tahun 2012. Sebagian besar dari penduduk yang bekerja ini berada di pedesaan meskipun secara perlahan-lahan persentasenya menurun bila dibandingkan dengan di perkotaan.

Seirama dengan penurunan proporsi angkatan kerja berpendidikan SD ke bawah, maka proporsi penduduk yang bekerja dengan pendidikan SD ke bawah juga mengalami penurunan dari 53,96% menjadi 48,62%, yang diiringi dengan meningkatnya proporsi yang berpendidikan menengah ke atas dari 6,85% menjadi 8,98% selama kurun waktu 2008-2012.

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

2008 2009 2010 2011 2012

GRAFIK II.2Persentase penduduk yang bekerja

menurut pendidikanTahun 2008-2012

≤ SD

SMTP

SMTA Umum

SMTA Kejuruan

Diploma I/II/III/Akademi

Universitas

14 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

Proporsi terbesar tenaga kerja yang bekerja menurut lapangan usahanya masih di pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan; kemudian terbanyak kedua adalah lapangan usaha perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel. Sedangkan lapangan usaha yang paling sedikit tenaga kerjanya adalah di pertambangan dan galian.

Secara umum tenaga kerja yang bekerja di sektor petanian mengalami penurunan. Pada tahun 2008 berjumlah 41.331.706 orang (40.30%) turun menjadi 38.882.134 orang (35,09%). Sedangkan yang meningkat adalah mereka yang bekerja di lapangan usaha industri, pada tahun 2008 berjumlah 12.549.376 orang (12,24%), setelah lima tahun meningkat menjadi 15.367.242 orang (13,87%). Lapangan usaha lain yang meningkat adalah jasa kemasyarakatan, pada tahun 2008 berjumlah 13.0099.817 orang (12,77%) selanjutnya pada tahun 2012 menjadi 17.100.896 orang (15,43%).

Status pekerjaan yang banyak digeluti oleh penduduk yang bekerja adalah buruh/karyawan/pegawai yang selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 jumlahnya terus meningkat dari 27,48% menjadi

36.36%. Berikutnya adalah berusaha di bantu buruh tetap, meskipun menurun dari 21,23% menjadi 16,93%. Pada urutan ketiga adalah yang berstatus berusaha sendiri, yang juga mengalami penurunan proporsi dari 20,40% menjadi 16,64%. Status pekerjaan dengan proporsi terendah adalah

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

2008 2009 2010 2011 2012

GRAFIK. II.3Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama

Tahun 2008-2012Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan PerikananPertambangan dan Penggalian

Industri

Listrik, Gas dan Air

Konstruksi

Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa AkomodasiTransportasi, Pergudangan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa PerusahaanJasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

-

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

2008 2009 2010 2011 2012

GRAFIK II.4Persentase penduduk yang bekerja

menurut status pekerjaanTahun 2008-2012

Berusaha Sendiri

Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak DibayarBerusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar

Buruh/Karyawan/Pegawai

Pekerja Bebas di Pertanian

Pekerja Bebas di Non Pertanian

Pekerja Keluarga/Tak Dibayar

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

15PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

berusaha dibantu buruh tetap, tetapi justru mengalami peningkatan yakni dari 2,94% menjadi 3,50%.

2.1.3. Setengah Penganggur

Penduduk yang termasuk kategori setengah penganggur atau yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu masih cukup tinggi, yakni sekitar 30% selama tahun 2008-2012. Mereka ini sebagian besar adalah yang bekerja di sektor pertanian, yakni sebesar 61,23% pada tahun 2008 dan 61,64% pada tahun 2012. Lapangan usaha lainnya dengan

angka setengah pengguran relatif tinggi perdagangan, yakni 12,42% pada tahun 2008 dan 12,62% pada tahun 2012. Sementara setengah penganggur pada lapangan usaha jasa kemasyarakatan pada tahun 2008 sebesar 11,49% meningkat menjadi 23,07% pada tahun 2012.

Bila dilihat menurut status pekerjaan utama, sekitar 33% dari setengah penganggur ini berstatus sebagai pekerja tidak dibayar, sekitar 20% berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan sekitar 17% berusaha sendiri. Selama lima tahun sejak Agustus 2008 s.d Agustus 2012

-

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

2008 2009 2010 2011 2012

GRAFIK II.5Persentase setengah penganggur

menurut lapangan pekerjaan utamaTahun 2008-2012

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan PerikananPertambangan dan Penggalian

Industri

Listrik, Gas dan Air

Konstruksi

Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa PerusahaanJasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

-

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

2008 2009 2010 2011 2012

GRAFIK II.6Persentase setengah penganggur

menurut status pekerjaanTahun 2008-2012

Berusaha Sendiri

Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak DibayarBerusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar

Buruh/Karyawan/Pegawai

Pekerja Bebas di Pertanian

Pekerja Bebas di Non Pertanian

16 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

jumlah dan komposisi setengah penganggur berdasarkan statusnya tidak banyak mengalami perubahan. Adapun yang jumlahnya paling sedikit adalah mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap. Sementara yang berststus sebagai pekerja keluraga pada awalnya sedikit mengalami kenaikan sampai tahun 2010, kemudian secara perlahan menurun kembali sampai tahun 2012. Setengah pengaggur yang sedikit mengalami kenaikan adalah mereka yang bersatatus sebagai buruh/ karyawan/pegawai.

2.1.4. Pengangguran terbuka

Selama lima tahun sejak 2008 sampai dengan tahun 2012 jumlah penganggur terbuka maupun tingkat p e n g a n g g u r a n n y a mengalami penurunan bahkan secara perlahan mendekati tingkat pengangguran alami. Pada tahun 2008 tingkat

pengangguran terbuka (TPT) sebesar 8,39%, kemudian pada tahun 2012 menurun menjadi 6,14%.

Bila dilihat menurut daerah, maka persentase penganggur terbuka di pedesaan lebih rendah dibanding perkotaan, yakni 44,78% pada tahun 2008 dan pada tahun 2012 turun menjadi 41,81%, sementara di perkotaan sebanyak 55,19% pada tahun 2008 lalu meningkat menjadi 58,19% pada tahun 2012. Tingkat penganggurannya pun di perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan. Sementara bila dilihat menurut jenis kelamin, angka penganggur laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, yakni 55,83% pada tahun 2008 meningkat menjadi 56,23% pada tahun 2012, sedangkan penganggur perempuan sebesar 44,17 % pada tahun 2008 lalu menurun menjadi 39,77% pada tahun 2012.

Lebih lanjut, proporsi yang terbesar dari penganggur terbuka ini adalah mereka yang berpendidikan rendah, yaitu berpendidikian SD

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

2008 2009 2010 2011 2012

GRAFIK II.7Persentase penganggur terbuka

menurut pendidikanTahun 2008-2012

≤SD

SMTP

SMTA Umum

SMTA Kejuruan

DIPLOMA I/II/III/AKADEMI

UNIVERSITAS

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

17PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

tahun 2008 sebnyak 28,18% pada tahun 2012 tidak banyak berbeda sebesar 28,09%; SMTP tahun 2008 sebanyak 21,01% menjadi 23,48% pada tahun 2012. Berpendidikan SMTA tahun 2008 berjumlah 40,08% pada tahun 2012 turun menjadi 39,66%. Begitu juga yang berpendidikan Tinggi pada tahun 2008 sebesar 6,37% turun menjadi 6.5% dari jumlah penganggur di tahun yang sama. Berbeda dengan jumlah, ternyata TPT yang paling sedikit, dan terus mangalami penurunan adalah mereka yang berpendidikan SD kebawah, pada tahun 2008 sebanyak 4,57% pada tahun 2012 turun menjadi 3,64%. Tingkat penganguran yang TPTnya masih relative tinngi adalah SMTA, namun selama 5 tahun mengalami penurunan yang cukup berarti. Pada tahun 2008 TPT SMTA Umum 14,31% pada tahun 2012 turun menjadi 9,60%. Untuk SMTA Kejuruan TPT pada tahun 2008 17,26% turun menjadi 9,87% pada tahun 2012. Sedangkan yang berpendidikan tinggi pada tahun 2008 TPTnya 12,59 % pada tahun 2012 turun menjadi 5,91%.

Bila dilihat menurut kelompok umur, maka sebagian besar dari penganggur terbuka ini adalah mereka yang berumur muda, yaitu umur 15-24 tahun, dan yang berumur 25-29 tahun. Sementara bila dicermati berdasarkan pendidikannya, ternyata untuk yang umur 15-19 tahun didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMTA Kejuruan dan SMTP, dan penganggur dengan kelompok umur 20-24 tahun didominasi oleh mereka yang berpendidikan Diploma dan SMTA UMUM. Untuk penganggur dengan kelompok umur 25-29 tahun dan 30-34 didominsi oleh mereka yang berpendidikan Universitas dan Diploma. Sedangkan kelompok umur penganggur ditas 35 tahun di dominasi oleh mereka yang berpenddidikan SD ke awah.

Cukup menarik untuk diperhatikan adalah bahwa sebagian dari para penganggur ini sudah mengikuti pelatihan kerja dan bersertifikat. Selain itu, pada kenyataannya TPT antara yang pernah mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan hampir sama saja. Ini menunjukkan bahwa tidak ada atau sangat kecil civil effect dari pelatihan terhadap kesempatan untuk memperoleh pekerjaan atau berusaha. Bila dilihat berdasarkan jenis keterampilan/pelatihan kerja, ternyata secara umum pelatihan yang TPTnya lebih besar dari TPT Total adalah pelatihan kerja otomotif, listrik, dan tata niaga. Jenis pelatihan kerja yang TPTnya di bawah TPT Nasional atau dngan kata

18 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

lain yang terserap dalam pasar kerja lebih banyak adalah jenis pelatihan bangunan, aneka kejuruan, dan pertanian. Sedangkan untuk pelatihan kerja pariwisata pada awalnya, yaitu tahun 2008 TPTnya lebih tinggi, tetapi secara berangsur-angsur terus menurun menjadi 2,23% pada tahun 2012.

2.1.5. Bonus demografi

Menurut Sri Moertiningsih, Indonesia sudah mencapai bonus demografi mulai 2010 dan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2020 hingga tahun 2030. Secara konseptual, bonus demografi adalah proporsi penduduk usia produktif yang sangat besar atau sekitar 69% dari jumlah penduduk, sedangkan rasio angka ketergantungan (dependency ratio) mencapai titik terendah. Artinya, pada saat itu jumlah angkatan kerja sangat besar, namun menanggung beban kelompok usia anak dan lansia yang sangat kecil. Sebagian besar penduduk usia produktif yang ada pada satu hingga tiga dekade mendatang itu adalah para remaja dan generasi muda saat ini. Selain itu perlu dicatat, bahwa bonus demografi hanya akan dialami sekali bagi sebuah bangsa.

Berdasarkan data BPS hasil sensus penduduk tahun 2010 angka rasio ketergantungan adalah 51,3%. Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan berada di rentang antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif menanggung 40-50 orang usia tidak produktif. Bonus demografi akan menjadi jendela kesempatan (windows of opportunity) apabila usia produktif tidak hanya potensial tapi aktual. Artinya harus tersedia lapangan kerja seimbang dengan pertumbuhan pencari kerja, ternasuk pencari kerja perempuan yang telah menyelesaikan tugas reproduksinya. Artinya, mereka juga memiliki ketrampilan, pengetahuan, kesehatan serta etos kerja yang mampu mengelola produkstivitasnya sehingga terbentuk tabungan yang dimanfaatkan untuk investasi selanjutnya. Akan tetapi, bonus demografi Indonesia yang bakal terjadi pada satu hingga tiga dekade mendatang bakal menjadi pintu malapetaka jika gagal mengelolanya. Bila demikian, maka potensi manfaat ekonomi dari bonus demografi yang dialami oleh Indonesia terancam sia-sia.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

19PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Jika penduduk usia produktif lebih banyak menganggur dan tidak mempunyai penghasilan, akan menjadi beban dan ancaman. Pada 2020-2030, 100 penduduk usia produktif diperkirakan menanggung 44 orang tak produktif. Setelah itu, angka ketergantungan penduduk akan naik kembali. Berkaitan dengan hal ini, Chris Manning mengingatkan bahwa bonus demografi ini kemungkinan besar tidak akan dapat dimanfaatkan oleh Indonesia melihat rendahnya kualitas penduduk Indonesia baik dari aspek pendidikan maupun keterampilan. Lebih lanjut, Dorodjatun Kuntjoro Jakti menambahkan, jika tidak dilakukan aksi sejak sekarang, maka yang akan terjadi bukanlah windows of opportunity, melainkan door to disaster. Pengangguran akan didominasi oleh penduduk muda dan terdidik yang dapat mendorong timbulnya sosial unrest dan peningkatan jumlah penduduk miskin.

Fenomena kependudukan yang akan terjadi tiga dekade ke depan ini memerlukan kebijakan pemerintah yang mempertimbangkan aspek kependudukan. Namun menurut Moertiningsih, anehnya soal kependudukan tak berada di posisi utama sesuai amanah UU No 52

GRAFIK II.8DistribusiPenduduk Indonesia

Menurut Umur dan Jenis KelaminTahun 2010

Perempuan Laki-laki

20 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

tahun 2009, tentang perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang menempatkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan (peoples centre depelovment). Pertanyaannya sekarang adalah: “apakah pemerintah sadar dan mau menetapkan kebijakan yang dapat menjadikan bonus demografi tersebut sebagai jendela peluang yang berpotensi bagi pembangunan?”

2.2. EkonomiSituasi perekonomian, yang dipengaruhi oleh kebijakan

perekonomian, termasuk fiskal, moneter, dan investasi mempunyai pengaruh yang sangat langsung dan signifikan terhadap bidang ketenagakerjaan. Logikanya adalah, bila kebijakan perekonomian sedemikian rupa dirancang dengan baik berdasarkan pertimbangan terhadap kesempatan kerja, maka pertumbuhan yang dihasilkan akan membuka kesempatan kerja yang mencukupi bagi penduduk yang membutuhkan pekerjaan. Kebijakan fiskal, moneter, dan investasi yang berpihak kepada kemudahan dunia usaha akan meningkatkan pertumbuhan dunia usaha, atau meningkatkan kesehatan dunia usaha yang sudah ada. Implikasinya adalah peningkatan kebutuhan dunia usaha terhadap tenaga kerja. Selain itu, kemungkinan perusahaan akan mampu memberikan upah yang lebih mensejahterakan pekerja, yang selanjutnya akan menekan serendah mungkin gerakan-gerakan unjuk rasa pekerja yang destruktif, dan hubungan industrial yang harmonis akan dapat terwujud.

Sebaliknya, ketidak berpihakan kebijakan perekonomian terhadap kesempatan kerja akan menjadi bumerang bagi perekonomian itu sendiri, karena tidak akan menciptakan banyak kesempatan kerja yang selanjutnya akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran. Kebijakan semacam ini akan menjadi bumerang

01234567

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (Q1)

2013 (Q2)

Pers

enta

se (%

)

Tahun

GRAFIK II.9Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tAHUN 2004-2013

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

21PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

bagi perekonomian itu sendiri, karena semakin banyak pengangguran, maka beban pembangunan akan semakin berat. Seperti dikatakan Okun’s Law, setiap 1% pengangguran akan membebani PDB sebesar 2%.

Berdasarkan data BPS, beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi Indonesia dikatakan cukup baik, dan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Asean-5. Bahkan di tengah kondisi dunia yang sedang krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat hasil positif pada kisaran 6% lebih.

Namun menurut Indonesia for Global Justice, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong anomali. Alasannya karena pertumbuhan ekonomi tidak diikuti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan itu, perlu pula dicermati catatan Kadin pada tahun 2007 yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengesankan itu kelihatannya hanya tampak luar saja, karena pola dan arah perkembangan ekonomi tidak konsisten, sehingga dikhawatirkan tidak kokoh dalam menghadapi goncangan eksternal. Selain itu, Indonesia juga diperkirakan akan sulit menghadapi persoalan-persoalan sosial di dalam negeri, antara lain karena adanya wrong incentive structure, dimana sektor yang dapat diperdagangkan (tradeable) yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja tumbuh jauh di bawah pertumbuhan PDB (kecuali sektor pertanian), sementara sektor yang tidak dapat diperdagangkan (non-tradeable) justru sebaliknya (terutama sub sektor komunikasi).

Argumen-argumen tersebut di atas dapat diterima bila melihat komposisi penanaman modal. Selama tahun 2012 misalnya, penanaman modal baik dalam negeri (PMDN) maupun asing (PMA) sangat sedikit pada sektor yang memberikan nilai tambah besar seperti industri pengolahan (manufaktur). Selain itu, investasi yang tertanam pada sektor industri pengolahan inipun lebih banyak pada sub-sub sektor yang tidak pada karya.

22 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi tidak mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. Menurut Pande Raja Silalahi, ini menandakan bahwa daya serap pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap tenaga kerja telah merosot sangat tajam dari 400.000 tenaga kerja per 1% menjadi hanya sekitar 200.000 tenaga kerja per 1%. Jelas bahwa penyebabnya selain wrong incentive structure, tetapi juga karena akselerasi pertumbuhan ekonomi tidak memperhatikan aspek kualitas, yakni adanya efisiensi, kesinambungan, dan pro kesempatan kerja. Ini juga berarti bahwa Indonesia akan sulit keluar dari lingkaran setan (vicious circle) menuju lingkaran kebajikan (virtuous circle) dimana perbaikan ekonomi terjadi secara berantai dan membawa perekonomian Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, karena pengangguran akan membebani ekonomi secara keseluruhan dan akan mengganggu stabilitas nasional dengan efek domino-nya. Menurut Chris Manning, ada beberapa pertanyaan yang akan muncul selama tahun 2013 dan 2014. Beberapa kebijakan pemerintah nampaknya telah memperlambat pertumbuhan produktivitas dan pekerjaan. Akibatnya, dapat dikatakan bahwa sampai sekarang Indonesia masih berada dalam tahap transisi dari labour surplus economy.

GRAFIKII.10Penanaman Modal Dalam Negeri di SektorIndustri MenurutJenis Industri Tahun 2012

GRAFIKII.11Penanaman Modal Asing di Sektor Industri

Menurut Jenis Industri Tahun 2012

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

23PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Lebih lanjut, World Economic Forum dengan Global Competitiveness Index 2013-2014, mencatat bahwa dalam suasana persaingan yang semakin kuat dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, daya saing industri Indonesia juga sangat tidak kompetitif karena berbagai hal, antara lain kurangnya dukungan infrastruktur, dan kurang efisiennya pasar kerja Indonesia.

TABEL II.1Daya Saing Industri Indonesia Berbanmding Negara Lain di Asia Tenggara

Pada Aspek Infrastruktur dan Efisiensi Pasar Kerja Tahun 2012

2.3. Politik dan hukumHubungan antara politik dan hukum dengan ketenagakerjaan

adalah semacam suatu hubungan yang tidak langsung, tetapi positif. Logikanya adalah, semakin baik situasi politik dan penegakan hukum, akan semakin baik pula kondisi Negara dan pemerintah, akan semakin meningkat kepercayaan dunia usaha dan investor kepada negeri ini, masyarakat juga akan mempercayai dan mendukung kebijakan pemerintah. Bila situasi ini dapat dicapai, maka perekonomian akan berjalan dengan baik, dan kesempatan kerja akan tercipta lebih banyak.

Akan tetapi situasi politik yang hingar bingar, penggunaan kekuatan politik untuk keuntungan kelompok, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum yang tidak tegas, termasuk tindak pidana khusus korupsi, akan mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan dunia usaha baik nasional maupun internasional terhadap pemerintah. Masyarakat akan turut memperburuk situasi dengan tindakan-tindakan tanpa dasar hukum, dan tindakan-tindakan parlemen jalanan.

Melalui budaya berpolitik yang jujur dan konsisten antara janji dan perbuatan para politisi, bidang ketenagakerjaan akan mendapatkan

Rank (out of 148)

Indonesia

Brunei Darussal

am

Malaysia

Singapore

Thailand

Philippines

Viet Nam

Infrastructure 61 58 29 2 47 96 82

Labor market efficiency

103 10 25 1 62 100 56

Sumber: World Economic Forum,Global Competitiveness Index 2013-2014

24 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

suasana dan kondisi yang kondusif dan konstruktif. Tetapi seperti sering terjadi, bidang ketenagakerjaan yang sangat seksi ini hanya dijadikan sebagai jargon politik dalam kampanye-kampanye politik mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah. Janji-janji penciptaan lapangan kerja atau pengurangan pengangguran adalah jargon-jargon yang sangat kasat mata dan jelas dalam pendengaran masyarakat. Akan tetapi dalam kenyataannya, janji-janji tersebut akan menguap dan terlupakan saat para politisi telah terpilih, baik sebagai legislatif maupun eksekutif. Sayangnya, para pengingkar janji tersebut tidak dapat dituntut dan ditindak secara hukum karena dalam sistem hukum tata negara Indonesia, pengingkaran janji politik oleh siapapun sah-sah saja. Setidaknya itu yang terjadi pasca amandemen UUD 1945. Setinggi apa pun janji yang dibuat, semanis apa pun harapan yang dilontarkan di atas kertas, tidak ada pengaruhnya sama sekali. Tidak ada sanksi hukum. Dipenuhi atau diingkari, ditunaikan atau diabaikan, undang-undang memilih diam.

Situasi politik di Indonesia yang acap kali mengalami eskalasi, disebabkan dan/atau diwarnai oleh polemik serta perseteruan baik di dalam Parlemen maupun di media massa, telah menimbulkan sikap sinis dan pesimis dari masyarakat terhadap manfaat politik bagi kemajuan, ketenangan dan kesejahteraan masyarakat. Keharmonisan antara legislatif dengan pemerintah juga kurang nampak, termasuk dalam menyelesaikan masalah-masalah ketenagakerjaan yang terkait dengan perselisihan kepentingan antara pengusaha dengan pekerja. Lebih lanjut, kondisi ini telah mengurangi minat investor luar negeri yang bergitu besar untuk menanamkan modal di Indonesia.

Tentu saja secara tidak langsung hal ini telah mengurangi kemungkinan terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Sayangnya, meskipun situasi seperti ini sudah berjalan sejak awal era reformasi, nampaknya situasi politik Indonesia belum berpihak kepada ketenagakerjaan. Para politisi belum menyadarinya, sehingga alih-alih menurunkan eskalasi dan menciptakan suasana politik yang berbudaya serta menimbulkan rasa nyaman bagi siapa saja, yang terjadi justru eskalasi yang semakin menjadi-jadi, terutama menjelang Pemilu 2014 mendatang.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

25PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Selain situasi politik yang kurang berpihak terhadap ketenagakerjaan sebagaimana dijelaskan di atas, nyatanya hukum juga tidak jauh berbeda. Sejak era reformasi telah dilakukan berbagai upaya perbaikan hukum, termasuk amandemen terhadap Konstitusi. Akan tetapi, perbaikan yang menyangkut perubahan pada the content of the law, the structure of the law, dan the culture of the law tidak dilakukan secara menyeluruh. Perubahan yang dilakukan semata-mata baru pada the content of the law, seperti dengan membuat sebanyak mungkin undang-undang dan peraturan untuk mengatasi persoalan di masyarakat. Perubahan dalam the structure of the law belum konsisten karena masih dihuni oleh oknum-oknum yang bermasalah dan berperan aktif dalam rangkaian keputusan atau praktek hukum yang menyimpang. Begitu pula halnya dengan the culture of the law, budaya sogok dan suap jauh lebih menonjol ketimbang profesionalisme sebagai aparatur penegak hukum. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hukum telah lumpuh. Harapan akan adanya instrumen dan pengadilan yang fair dan berkeadilan sangat bertentangan dengan maraknya mafia-mafia peradilan dan praktek-praktek hukum yang menyimpang. Pada tingkatan tertentu Indonesia bahkan dapat dikatakan berada pada situasi lawlessness. Orang dapat melakukan korupsi tanpa takut dan malu karena hukuman yang diputuskan oleh Pengadilan acap kali sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Dari 178 negara yang disurvey dalam survey korupsi, Indonesia memperoleh indeks persepsi korupsi hanya sebesar 2,8 (IPK 10,0 = bebas korupsi; 0,0 = korupsi semua). Indeks ini membuat posisi Indonesia berada pada ranking 110 bersama dengan Benin, Bolivia, Gabon, Kosovo, dan Solomon Island.

Hukum yang berada dalam kuasa negara menjadi semakin tidak berdaya ketika praktek-praktek politisasi lebih dominan ketimbang praktek hukum yang sebenarnya. Law enforcement menjadi kehilangan ruang, sehingga Ronald Katz kemudian menyebutkan bahwa apa yang terjadi di Indonesia adalah law without law. Dunia hukum Indonesia berada dalam kuasa “demoralisasi, disorientasi, dehumanisasi dan dekadensi”.

26 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

2.4. Globalisasi perekonomianAbad 20 adalah abad millennium, yang salah satu produknya

adalah apa yang disebut oleh Theodore Levitte sebagai globalisasi. Hampir semua aspek kehidupan manusia di bumi ini dipengaruhi oleh globalisasi, yakni keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara.

Seperti diketahui, salah satu bentuk globalisasi adalah globalisasi perekonomian, yang merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat.

Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk:

a. Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.

b. Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan non-tarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan adil.

Jan Aart Scholte merangkum kedua wujud globalisasi tersebut di atas menjadi satu definisi, yaitu liberalisasi, dimana semakin

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

27PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

menipisnya batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.

Banyak pihak yang tidak meragukan bahwa globalisasi ekonomi akan membawa manfaat bagi suatu bangsa, seperti: (a) Produksi global dapat ditingkatkan, (b) Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu Negara, (c) Memperluas pasar produksi dalam negeri, (d) dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik, dan (e) menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.

Akan tetapi, sebagai Negara berkembang, dampak positif ini kemungkinan besar masih sulit untuk diraih Indonesia, karena:

a. Perdagangan bebas dapat menghambat pertumbuhan sektor industri karena Indonesia tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tinggi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Industri domestik akan menghadapi hambatan untuk berkembang lebih cepat, seperti industri tekstil dan produk dari tekstil, alas kaki, dan elektronika yang pada umumnya adalah industri padat karya.

b. Indonesia akan mengalami ketergantungan yang semakin meningkat kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional.

c. Indonesia akan kesulitan menghadapi masuknya barang-barang impor, karena barang-barang Indonesia tidak akan mampu bersaing, sehingga ekspor tidak akan berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran.Dalam jangka pendek, kondisi tersebut di atas akan mengakibatkan

pertumbuhan ekonomi menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.

28 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

2.5. Sifat pasar kerjaSalah satu yang menggejala belakangan ini adalah tuntutan untuk

menciptakan pasar kerja yang bersifat fleksibel (PKF). Dari berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PKF adalah “sebuah pasar dimana pekerja, dan pemberi kerja memiliki suatu kebebasan yang relatif setara untuk saling berinteraksi dan melakukan pertukaran yang bersifat rasional”.

Berdasarkan strategi perusahaan, Atkinson (1984) membagi jenis PKF menjadi empat, yakni:

a. Fleksibilitas eksternal, yang merujuk kepada penyesuaian penggunaan pekerja, atau jumlah pekerja dari pasar eksternal. Hal ini dapat dicapai dengan mempekerjakan pekerja pada pekerjaan temporer atau kontrak kerja waktu tertentu, atau melalui peraturan rekrutmen dan PHK yang longgar.

b. Fleksibilitas internal, atau jam kerja fleksibel atau temporal flexibility. Fleksibilitas ini dicapai dengan menyesuaikan jam kerja atau jadual pekerja yang bekerja di perusahaan. Fleksibilitas ini dapat dicapai dengan memperbolehkan pengusaha menerapkan sistem kerja penggal-waktu (part-time), shift, dan lembur.

c. Fleksibilitas fungsional, disebut juga fleksibilitas organisasional, dimana pekerja dapat dipindahkan ke pekerjaan lain di dalam perusahaan. Termasuk dalam hal ini adalah menggunakan pekerja outsourcing.

d. Fleksibilitas finansial atau upah, dimana tingkat upah tidak ditentukan secara kolektif, dan harus ada perbedaan upah antar pekerja melalui rate-for-the-job systems, atau assessment based pay system, atau individual performance wages.

Berkenaan dengan hal ini, Eamets dan Masso membuat sebuah tabel yang dapat menunjukkan cirri-ciri tingkat fleksibilitas dan atau rigiditas pasar kerja suatu Negara berdasarkan peraturan perlindungan pekerjanya.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

29PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

TABEL II.2Dua bentuk perlindungan pekerja yang bertolak belakang

Selain itu, pada tahun 2008 OECD telah menyusun suatu tabel Index Rigiditas Peraturan Perlindungan Pekerja1 yang didasarkan pada analisis peraturan perlindungan pekerja beberapa Negara. Menurut tabel tersebut, index rigiditas Indonesia tergolong paling tinggi, yakni 3,02 atau sedikit di atas garis tengah skala 0 – 6. Ini berarti Indonesia dianggap sangat membatasi tindakan-tindakan perusahaan yang dianggap merugikan pekerja.

Berkenaan dengan informasi tersebut di atas, kalangan pengusaha menuntut diterapkannya pasar kerja fleksibel di Indonesia melalui pengurangan rigiditas peraturan perlindungan pekerja (P3), atau bila perlu diabolisi. Kenyataan ini membuat Indonesia berada pada posisi yang dilematis.

Bila PKF dilaksanakan maka gejolak akan timbul dari sisi pekerja, karena masih belum terpenuhinya beberapa persyaratan bagi sebuah Negara untuk melaksanakan PKF.

1 Indeks rigiditas perlindungan pekerja dihitung dengan menggunakan metodologi yang disusun oleh OECD. Ia merupakan indeks komposit yang merefleksikan peraturan mengenai kontrak kerja waktu tidak terbatas, kontrak kerja temporer dan PHK massal yang dikonstruksikan sebagai rata-rata tertimbang dari indikator untuk mengukur tingkat kesulitan melakukan PHK, pemberitahuan sebelum melakukan PHK dan pembayaran pesangon bagi pekerja yang terkena PHK, dan lain-lain. Indeks ini terdiri dari mulai yang terendah 0 (P3 liberal) sampai yang tertinggi 6 (P3 rigid). Lihat selengkapnya dalam OECD, Employment Outlook 1999.

KAKU / DIATUR FLEKSIBEL / TIDAK DIATURStandar rekrutmen pekerja diatur Tidak ada standar rekrutmen pekerjaHak pengusaha untuk melakukan PHK dibatasi

Hak pengusaha untuk melakukan PHK tidak dibatasi

Harus ada pemberitahuan bila hendak melakukan PHK

Tidak perlu ada pemberitahuan bila hendak melakukan PHK

Substansi persyaratan PHK sangat ketat Substansi persyaratan PHK sangat longgar

Hubungan kerja waktu tertentu dibatasi Hubungan kerja waktu tertentu tidak dibatasi

Pekerjaan temporer dibatasi Pekerjaan temporer tidak dibatasiPHK kolektif sangat dibatasi PHK kolektif tidak terlalu dibatasiSumber: Eamets dan Masso (2004)

30 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

a. Rendahnya Hofstede’s IDV Index masyarakat Indonesia (termasuk pekerja) dan tingginya tingkat pengangguran terbuka. Black, Gospel, and Pendleton (2000) mengasosiasikan PKF sebagai fungsi dari atau dipengaruhi oleh beberapa indikator, antara lain Hofstede’s Individualism (IDV) index, dan tingkat pengangguran. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Stephen Taylor, IDV Index2 Indonesia hanya 14, atau salah satu negara dengan index paling rendah di dunia. Manifestasi dari rendahnya individualisme ini adalah naluri untuk selalu berkelompok, dan cenderung mempedomani pendapat atau tindakannya pada panutan seperti pimpinan, sehingga sulit mengembangkan potensi dirinya atas inisiatif sendiri. Sifat ini, lebih jauh juga tertanam di dalam pelaksanaan hubungan industrial yang lebih menekankan pada nilai kelompok, dengan pendekatan hirarkis, sehingga dikatakan bahwa sifat hubungan industrial di Indonesia adalah paternalistik.

b. Masih cukup tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia, meskipun sudah berada pada area the natural rates of unemployment. Selain itu, pengangguran di Indonesia juga bersifat persisten. Seperti dikatakan oleh Nesporova (2003), negara-negara yang mengalami surplus tenaga kerja, TPT yang tinggi sebaiknya berkonsentrasi lebih dahulu pada penerapan kebijakan dan program-program penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.

c. Belum seimbangnya posisi tawar pekerja. Dalam situasi sekarang, dimana perlindungan pemerintah terhadap pekerja masih demikian kuat, kenyataannya posisi tawar pekerja masih belum kuat dan tidak sebanding dengan posisi tawar pengusaha. Ini semua merupakan akibat masih rendahnya pemahaman kebanyakan pekerja di Indonesia terhadap hak-haknya. Oleh karena itu, kemungkinan pekerja akan kehilangan posisi tawar yang rendah atau tidak

2 Yakni suatu metode yang dibuat oleh Hofstede, berupa index yang dapat menjelaskan derajat sifat suatu masyarakat atau bangsa, apakah individual atau kolektif, dan hubungan interpersonalnya. Tingginya indeks individualisme menggambarkan bahwa individualitas dan hak individu adalah paling penting. Setiap orang lebih mementingkan diri sendiri dan tidak terdapat hubungan yang erat antar individu. Indeks individualisme yang rendah menunjukkan sifat masyarakat yang kolektif dimana terdapat hubungan yang erat antar individu. Budaya ini menonjolkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan, dimana setiap orang mempunyai tanggung jawab terhadap sesama anggota kelompok.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

31PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

seimbang itu apabila PKF diterapkan. Dengan memiliki posisi tawar absolut, pihak pengusaha akan menjadi superordinat yang dapat dengan leluasa melakukan kehendaknya tanpa prasyarat apapun dari pihak pekerja.

d. Masih rendahnya budaya perusahaan, yang akan mempersulit terlaksananya PKF yang baik dan benar. Tentang hal ini akan dijelaskan lebih mendalam pada uraian berikut.

Sebaliknya, jika PKF tidak dilaksanakan maka pihak perusahaan akan terus menjadikan rigiditas P3 sebagai alasan untuk menyatakan kondisinya tidak sehat, tidak dapat berkreasi, dan tidak produktif. Lebih jauh, tentu saja Indonesia akan semakin tidak menarik bagi calon investor baik dari dalam maupun dari luar negeri.

2.6. Budaya perusahaanBanyak faktor yang mampu mempengaruhi berlangsungnya

suatu perusahaan dan salah satunya adalah budaya perusahaan, yakni nilai-nilai yang dianut dan cara bertindak dalam perusahaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pihak dalam maupun luar perusahaan. Keberhasilan dalam memahami dan mengaplikasikan budaya perusahaan berpengaruh terhadap kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu, budaya perusahaan memegang peran penting.

Perusahaan yang memiliki Budaya Perusahaan yang kuat akan mampu bertahan lama. Sebagai contoh adalah IBM dengan IBM means services, P&G dengan Bussiness Integrity, transparan dalam laporan keuangan, produksi, fair treatment of employees. Perusahaan yang memiliki budaya akan berusaha untuk meningkatkan produksi dan profit, tanpa mengabaikan kesejahteraan pekerjanya. Perusahaan harus berani dan siap memikul biaya tertentu —tidak ada yang gratis. Biaya tersebut mengandung beberapa unsur, antara lain:

a. Memperbaiki tingkat upah dan kesejahteraan pekerja. Upah harus dipandang bukan hanya sekedar kompensasi atas jasa pekerja, atau menjadi beban bagi pengusaha yang akan menekan tingkat laba, tetapi juga salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas perusahaan melalui produktivitas pekerja.

32 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

b. Tidak menganggap pekerja hanya sebagai faktor produksi (xL), melainkan sebagai mitra kerja yang setara, termasuk melibatkan pekerja di dalam menentukan kebijakan perusahaan, baik di bidang keuangan seperti upah dan jaminan sosial maupun dalam berbagai hal lain yang berkaitan dengan perusahaan. Dengan demikian, hubungan kerja akan lebih stabil dan berjangka panjang, karena pekerja dan pengusaha diharapkan menunjukkan komitmen yang tinggi, serta tidak bersikap oportunistik. Disini, rasa tidak puas pekerja akan diselesaikan melalui berbagai mekanisme ketimbang melakukan PHK.

c. Menjamin kepastian kesinambungan kerja bagi pekerja sesuai dengan perjanjian kerja. Ini bukan diartikan bahwa perusahaan harus mempekerjakan pekerja selama-lamanya. Yang terpenting disini adalah mempekerjakan pekerja sepanjang waktu yang disebutkan di dalam perjanjian kerja, kecuali karena keadaan tertentu yang sah, hal tersebut tidak dapat dilakukan.

d. Mengelola hubungan yang baik dengan serikat pekerja, karena sebagai representasi pekerja, serikat pekerja dapat memberi jaminan bergaransi akan diperolehnya dukungan absolut dari pekerja

Apakah seluruh perusahaan di Indonesia sudah memilikinya? Mungkin sudah banyak yang memiliki, tetapi situasi hubungan industrial sejak dahulu hingga sekarang menunjukkan masih banyak pula perusahaan yang belum memiliki budaya perusahaan sebagaimana didefinisikan di muka. Berdasarkan pengalaman nyata sehari-hari, dapat dilihat dan dirasakan dalam perilaku pengusaha sehari-hari.

a. Masih adanya perusahaan yang mengambil keuntungan dari banyaknya penganggur. Secara teori memang perilaku ini sah-sah saja, karena pengusaha sangat berkepentingan dengan adanya pengangguran. Semakin tinggi tingkat pengangguran, akan semakin banyak orang yang mencari pekerjaan; dan semakin banyak orang yang mencari pekerjaan akan membuat mereka bersedia menerima pekerjaan dengan kondisi apapun, termasuk upah rendah; dan semakin mereka bersedia menerima pekerjaan dengan kondisi apapun, semakin mudah bagi perusahaan untuk berkembang,

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

33PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

karena mereka tidak lagi mengkhawatirkan adanya pemogokan pekerja karena tuntutan-tuntan hak yang bersifat normatif.

b. Masih adanya anggapan bahwa pekerja hanya sebagai faktor produksi (xL), bukan sebagai mitra kerja yang setara dalam mengelola dan memajukan perusahaan.

c. Masih adanya anggapan bahwa upaya peningkatan keterampilan pekerja melalui program-program pelatihan sebagai cost, bukan investasi.

d. Tidak diberikannya suatu jaminan kepastian kesinambungan kerja bagi pekerja sesuai dengan perjanjian kerja.

e. Kurang terkelolanya dengan baik hubungan antara perusahaan dengan serikat pekerja, sehingga perusahaan kurang mendapat dukungan dari serikat pekerja sebagai representasi pekerja.

Bila dikaitkan dengan teori atau pola pikir Stiglitz (2000), maka perusahaan-perusahaan di Indonesia masih menerapkan Low-Road Industrial Relations System, yang merupakan sistem Anglo American, dimana pengusaha tidak memberi kepercayaan kepada pekerja, sehingga tingkat keterlibatan pekerja di dalam pengambilan keputusan sangat rendah atau tidak ada sama sekali.

TABEL II.3 Karakteristik perusahaan yang menerapkan

Low Road Industrial Relation System

KARAKTERISTIK PERUSAHAAN KEBIJAKAN PERUSAHAANPengambilan keputusan Tidak melibatkan pekerja.Kompensasi Upah kontraktualPerbedaan upah Perbedaan tinggi karena mengutamakan

peningkatan insentif bagi individu.Perlindungan kerja Rendah: PHK adalah alat pengusaha untuk

mendisiplinkan pekerja.Biaya pelatihan Dibayar oleh pekerja untuk meningkatkan

harga pasarnya.Ligkungan kerja Penyesuaian terhadap melemahnya ekonomi

perusahaan dilakukan dengan merumahkan atau PHK pekerja.

Sumber: Stiglitz, 2000.

34 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

Dalam sistem ini, pekerja menjadi tidak mengalami kepuasan, dan selanjutnya tingkat ketidak-tenangan pekerja menjadi sangat tinggi yang mengakibatkan seringnya terjadi perselisihan industrial dan atau pemogokan yang dapat berakhir pada PHK. Oleh karena itu, hubungan kerja di dalam sistem seperti ini biasanya adalah jangka pendek.

2.7. Budaya pekerjaSebagai motor utama berjalannya perusahaan untuk mencapai

tujuan perusahaan, maka pekerja juga harus memiliki budaya, katakanlah budaya pekerja sebagai pasangan budaya perusahaan. Bila perusahaan dituntut memiliki budaya, maka pekerja juga harus dituntut memiliki budaya. Sulit membayangkan perusahaan dapat maju bila pekerja tidak memiliki budaya, meskipun perusahaan sudah memiliki budaya perusahaan.

Bila di dalam budaya perusahaan disebutkan bahwa pekerja adalah mitra pengusaha, dan oleh karenanya harus dilibatkan dalam segala perencanaan perusahaan, maka berarti pekerja harus meyakini bahwa dirinya adalah bagian dari perusahaan. Runtuhnya perusahaan adalah keruntuhannya juga. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila pekerja memahami setiap kondisi perusahaan. Adalah tidak berbudaya apabila pekerja menuntut peningkatan upah pada saat perusahaan sedang menghadapi masalah yang mengganggu kemampuannya memberikan upah yang dituntut. Dalam bahasa Batak perilaku seperti ini disebut “situnjang na gadap” atau menendang orang yang sudah terjatuh atau tidak berdaya. Akan lebih elegan dan berbudaya bila pekerja meningkatkan kinerjanya untuk mendongkrak kembali kinerja perusahaan, sehingga pada akhirnya akan mampu memberikan apa yang mereka tuntut.

Akan tetapi, dari berbagai pengamatan dan kasus-kasus yang terjadi baik di dalam maupun di luar perusahaan, kebanyakan dari pekerja di Indonesia belum memiliki budaya kerja.

a. Karena IDV Index yang rendah, pekerja cenderung kolektivis ketimbang individualis, sehingga sulit mengembangkan potensi diri atas inisiatif sendiri. Lebih mengedepankan pendekatan hirarkis,

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

35PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

yang sangat respek terhadap yang berada dalam kekuasaan (paternalistik)

b. Belum merasa sebagai bagian atau asset perusahaan, sehingga acap kali mudah melakukan unjuk rasa dan pemogokan dalam jumlah besar dan jangka waktu lama tanpa mempertimbangkan akibatnya yang dapat merugikan perusahaan dan pekerja itu sendiri.

2.8. Budaya pemerintahKebijakan apapun, termasuk kebijakan di bidang ketenagakerjaan

tidak akan berjalan dengan baik, dan kemungkinan besar akan gagal dan akan menimbulkan kerugian (development loss) apabila pemerintah sebagai pengambil keputusan dan pelaksana kebijakan pembangunan tersebut tidak memiliki budaya yang didasarkan pada filosofis dan visi membangun untuk kemanfaatan.

Kriteria budaya pemerintah dapat dilihat di dalam Tap MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dan Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dimana terdapat tujuh azas umum penyelenggaraan Negara, yakni: (a) Kepastian hukum, (b) Tertib penyelenggaraan, (c) Kepentingan umum, (d) Keterbukaan, (e) Proporsionalitas, (f) Profesionalitas, dan (g) Akuntabilitas. Pemerintah yang menyimpang dari tujuh azas ini dapat dikatakan tidak memiliki budaya, dan oleh karenanya dapat menimbulkan kejahatan pemerintah (state crime), dan pada akhirnya menimbulkan korban (state violence).

Dalam kenyataannya, permasalahan umum yang juga turut mendistorsi bidang ketenagakerjaan adalah budaya pemerintah yang tidak mendukung. Sama halnya dengan kondisi politik dan hukum sebagaimana dijelaskan di muka, tidak terlepas dari tidak adanya budaya pemerintah yang mendukung visi pembangunan ketenagakerjaan. Filosofi dan cita-cita good governance belum terwujud dengan sempurna, baik di pusat, dan terlebih di daerah. Hal ini sangat jelas terlihat dari:

a. Kuatnya ego sektoral di pusat, yang acap kali tidak mempertimbang-kan kepentingan tugas dan fungsi kementerian/lembaga lain.

36 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

b. Kuatnya ego pemerintahan di daerah sebagai akibat eforia Otonomi Daerah, yang tidak jarang mengabaikan kepentingan program nasional.

c. Dikedepankannya faktor nepotisme, dan mengabaikan faktor kompetensi dalam penempatan aparat sipil Negara pada jabatan tertentu.

d. Adanya unsur pembiaran atau permissive Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam penerapan peraturan perundang-undangan, yang ditunjukkan oleh kurang tegasnya memberi sanksi terhadap pelanggar hukum.

2.9. Otonomi daerahUndang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan bahwa tujuan otonomi daerah adalah: memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Berdasarkan ketentuan tersebut disebutkan adanya tiga tujuan otonomi daerah, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan daya saing diharapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau kekhususan serta potensi daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara konseptual, otonomi daerah diharapkan dapat mendorong terciptanya demokratisasi di Indonesia, yang ditandai dengan meningkatnya peran masyarakat dalam proses pembangunan. Peran tersebut diwujudkan dalam bentuk partisipasi, prakarsa dan kreativitas untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya masing-masing.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

37PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Akan tetapi nyatanya, bagai panggang jauh dari api, kebijakan otonomi daerah justru telah menimbulkan gangguan terhadap sektor pelayanan publik dan menimbulkan ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan politik. Beberapa bukti empiris yang ditunjukkan oleh berbagai studi dan pengamatan menunjukkan:

a. Terbukanya peluang yang sangat besar bagi terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme serta memungkinkan terjadinya kontrol yang kuat dari para elit politik di tingkat lokal (daerah).

b. Terjadinya perubahan yang sangat besar dan signifikan disemua aspek pemerintahan dengan cepat yang berdampak negatif karena tidak diimbangi dengan kesiapan seluruh pihak yang akan berperan, serta tidak didahului dengan penyiapan infrastruktur yang memadai, baik berupa sarana dan prasarana fisik maupun regulasi atau peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif.

c. Timbulnya ketidakjelasan atau kekaburan antara lembaga yang memberikan kewenangan dan lembaga yang menerima kewenangan atau yang mewakili. Hal ini menimbulkan ketidakharmonisan antar lembaga-lembaga yang ada dan berpotensi menghambat penyelenggaraan good governance atau tata kelola yang baik.

d. Kuatnya upaya pemerintah daerah untuk menjadikan semua program pemerintah sebagai sumber PAD dengan mengabaikan fungsi sosial dari program tertentu.

e. Rendahnya kemampuan aparat daerah dalam menyusun regulasi, sehingga banyak peraturan yang disusun tidak sesuai dengan teknik legal drafting, yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya3 .

3 Menteri Dalam Negeri telah membatalkan sejumlah peraturan daerah yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

38 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

39PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bab IIIPERMASALAHAN BIDANG KETENAGAKERJAAN

Bidang ketenagakerjaan yang menjadi bagian dari tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terbagi menjadi empat besaran, yakni: (a) Pelatihan keterampilan kerja, (2) Penempatan tenaga kerja, (3) Hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, dan (4) Pengawasan ketenagakerjaan.

Berikut ini akan dijelaskan permasalahan bidang ketenagakerjaan yang diturunkan menjadi empat bagian sesuai dengan pengelompokan tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana disebutkan di atas.

3.1. Pelatihan keterampilan kerjaSebagai sebuah program yang berkaitan langsung dengan

pengembangan sumber daya manusia (SDM), lebih-lebih dalam situasi dimana SDM Indonesia belum menjadi modal sumber daya yang kompeten, kondisi yang dialami oleh program pelatihan keterampilan

40 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Permasalahan Bidang Ketenagakerjaan

kerja justru memprihatinkan. Pelatihan belum mendapat posisi penting dalam pembangunan ketenagakerjaan nasional dan belum menjadi gawe nasional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kenyataan, antara lain yang menonjol adalah:

a. Adanya duplikasi pelaksanaan pelatihan keterampilan kerja antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

b. Belum adanya koordinasi yang integratif antara Kementerian/Lembaga dan swasta yang melaksanakan pelatihan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

c. Belum kuatnya peraturan perundang-undangan tentang pelatihan yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena hanya setingkat Peraturan Pemerintah (PP).

d. Belum memadainya anggaran pelatihan keterampilan kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

e. Belum dijadikannya spesifikasi potensi wilayah sebagai dasarpelaksanaan pelatihan keterampilan kerja pada BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang menyangkut kejuruan, peralatan dan bahan, instruktur, dan proporsi anggaran.

f. Sangat sedikitnya jumlah lulusan pelatihan keterampilan kerja yang dilaksanakan oleh BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasibila dibandingkan dengan pencari kerja baru yang perlu dilatih.

g. Belum dapat diketahuinya dengan pasti berapa persen lulusan pelatihan keterampilan kerja BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dapat bekerja dan/atau berusaha mandiri.

h. Kurangnya skill dan attitude kebanyakan lulusan BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sehingga belum profesional dan belum dapat menjadihuman capital.

i. Belum adanya keselarasan antara program pelatihan keterampilan kerja dengan program peningkatan produktivitas.

j. Belum jelasnya konsep pelaksanaan pemagangan.k. Terjadinyapelemahanfungsilembagapengembanganproduktifitas

daerah. Kebutuhan pelayanan pengembangan produktifitas didaerah masih relatif besar, namun tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas pelayanan (lembaga, instruktur, metodologi).

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

41PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

l. Lumpuhnya sebagian besar BLK UPTD.m. Masih banyaknya perusahaan yang belum menganggap pelatihan

keterampilan kerja bagi pekerja sebagai bagian dari investasi.n. Masih banyaknya angkatan kerja yang belum memandang pelatihan

keterampilan kerja sebagai kebutuhan.o. Belum diakuinya secara internasional sertifikat kompetensi

nasional.

3.2. Penempatan tenaga kerjaSebagai salah satu ujung tombak pengurangan angka

pengangguran melalui penciptaan dan perluasan kesemapatan kerja baik di dalam maupun di luar negeri, pada kenyataannya sampai saat ini program penempatan tenaga kerja belum menunjukkan hasil dan bukti yang signifikan. Hal ini terjadi karena program penempatantenaga kerja belum mempertimbangkan dinamika global, belum dapat memberikan informasi pasar kerja dan pelayanan kepada masyarakat; belum menjamin penempatan tenaga kerja yang layak, bermartabat, anti diskriminasi gender, mempertimbangkan disabilitas, serta memanfaatkan keberadaan TKA untuk peningkatan keterampilan tenaga kerja Indonesia.

a. Belum dijadikannya perkembangan teknologi informasi dan sarana transportasi, serta meningkatnya migrasi tenaga kerja internasional sebagai dasar penyusunan kebijakan penempatan tenaga kerja.

b. Belum sesuainya program penempatan tenaga kerja dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (psl 27 UU 39 Tahun 2004).

c. Belum dapatnya peraturan penempatan tenaga kerja yang ada mengakomodasi perkembangan skema penempatan.

d. Masih banyaknya kesempatan kerja melalui program penempatan tenaga kerja yang tidak produktif dan berpenghasilan kurang layak.

e. Sulitnya unit kerja teknis terkait untuk mengakses data penempatan tenaga kerja, sehingga unit kerja teknis terkait tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.

42 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Permasalahan Bidang Ketenagakerjaan

f. Belum berfungsinya secara efektif informasi pasar kerja dan bursa kerja.

g. Belum berfungsinya BKOL dalam mewadahi semua informasi penempatan tenaga kerja.

h. Semakin melemahnya peran dan fungsi Pengantar Kerja dalam era otonomi daerah.

i. Tidak jelasnya informasi pasar kerja di luar negeri.j. Masih kurangnya pemanfaatan peluang kerja formal dan usaha di

luar negeri.k. Banyaknya permasalahan TKI akibat sistem penempatan dan

perlindungan TKI yang masih lemah.l. Masih banyak TKI yang menjadi korban human trafficking dan

peran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum optimal.m. Belum berperannya Pemda dalam penempatan TKI.n. Masih tingginya rasio pekerja sektor informal yang pada umumnya

rentan dengan upah yang rendah dan tereksploitasi, dibandingkan pekerja pada sektor formal.

o. Masih terbatasnya kesempatan kerja bagi kaum penyandang disabilitas, pemuda dan lansia.

p. Masih terjadinya diskriminasi kesempatan kerja berdasarkan gender.

q. Masih lemahnya pengendalian penggunaan TKA.r. Masih belum terlaksananya dengan baik program alih keahlian dari

TKA kepada tenaga kerja pendamping.

3.3. Hubungan Industrial dan JamsostekHubungan industrial di Indonesia masih diwarnai oleh pendekatan

Low Road Industrial Relation System, belum terwujudnya hubungan industrial yang harmonis, masih maraknya perselisihan antara pengusaha dengan pekerja, dan adanya anggapan rigidnya peraturan perlindungan pekerja di Indonesia, serta lemahnya jaminan sosial bagi tenaga kerja.

a. Penentuan upah terkooptasi oleh kepentingan politik.b. Belum adanya penilaian/evaluasi dari Biro Hukum Kementerian

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

43PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Tenaga Kerja dan Transmigrasiterhadap peraturan-peraturan daerahyangteridentifikasimenimbulkankemelutdalampenentuanupah minimum, sehingga masyarakat dapat menganggap Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah melakukan pembiaran.

c. Masih sempitnya pemahaman tentang unsur kesejahteraan pekerja, yang hanya didasarkan pada upah.

d. Belum terjaminnya kesejahteraan, keberlangsungan pekerjaan, dan jaminan sosial bagi pekerja dalam kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.

e. Belum tegasnya penegakan hukum dalam pelaksanaan kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.

f. Terjadinya kontroversi dalam pelaksanaan kegiatan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain karena terbitnya Permenakertrans No 19 Tahun 2012, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 4 Tahun 2013.

g. Kurang terlihatnya aspek perlindungan dalam penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, justru yang lebih menonjol adalah tentang pemberian ijin yang seharusnya menjadi urusan Ditjen Binapenta.

h. Belum pro-aktifnya PT JAMSOSTEK melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan SKPD ketenagakerjaan tentang kepesertaan jamsostek.

i. Kurang profesionalnya serikat pekerja/buruh.j. Lemahnya kelembagaan hubungan industrialdalam menjalankan

fungsinya karena tidak kompetennya SDM, tidak memadainya dana, dan kurangnya sarana serta prasarana.

k. Kurangnya pemahaman daerah terhadap peraturan perundang-undangan mengenai hubungan industrial.

l. Belum efektifnya Peradilan Hubungan Industrial.

3.4. Pengawasan ketenagakerjaanFungsi Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai pengawal utama

terlaksananya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan

44 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Permasalahan Bidang Ketenagakerjaan

dengan baik, telah mengalami degradasi dan pelemahan karena kooptasi politik serta kebijakan yang mendistorsi fungsi pengawasan ketenagakerjaan.

a. Tidak dipertimbangkannya faktor pengetahuan dan kompetensi dalam rekrutmen dan mutasi pengawas ketenagakerjaan.

b. Dijadikannya fungsi pengawasan ketenagakerjaan sebagai sumber retribusi.

c. Masih adanya tekanan kepentingan kelompok tertentu terhadap pengawas ketenagakerjaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

d. Tersumbatnya aliran informasi hasil dan masalah pengawasan ketenagakerjaan dari kabupaten/kota ke provinsi dan pusat (antara lain wajib lapor bagi perusahaan).

e. Belum berperannya pengawas ketenagakerjaan terhadap penegakan hukum terkait dengan peraturan ketenagakerjaan, antara lain pengawasan terhadap penggunaan TK penyandang cacat, pengendalian penggunaan TKA, dan perlindungan TKI di luar negeri.

f. Belum mencukupinya jumlah dan spesialisasi Pengawas Ketenagakerjaan untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugas pengawasan yang efektif.

g. Kurangnya kualitas dan kompetensi pengawas ketengakerjaan.h. Belum matangnya pemahaman aparat pemerintah daerah dan

masyarakat luas terhadap fungsi pengawasan ketenagakerjaan yang sudah diserahkan kepada daerah dalam era otonomi daerah.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

45PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bab IVARAH KEBIJAKAN BIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN 2014-2019

Berdasarkan uraian mengenai issu-issu yang terkait dengan bidang ketenagakerjaan, dan permasalahan yang dihadapi oleh bidang ketenagakerjaan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus sebagaimana dijelaskan di muka, maka berikut ini akan diuraikan arah kebijakan yang mutlak harus dilaksanakan (conditio sine qua non), baik oleh pemerintahan secara keseluruhan maupun oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi secara khusus.

4.1. KependudukanUntuk mencapai kondisi demografi yang ideal, yang selanjutnya

dapat terserap dalam pasar kerja baik sebagai pekerja upahan maupun berusaha mandiri, termasuk pemanfaatan windows of opportunity dari bonus demografi yang memuncak pada tahun 2020-2030, maka kebijakan pemerintah harus mempertimbangkan aspek kependudukan. Oleh karena itu, kebijakan kementerian/lembaga di luar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasiharusdiarahkan kepada pengendalian

46 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang-Bidang Yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

supplai tenaga kerja, peningkatan kualitas tenaga kerja, penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, sekaligus menekan angka TPT, yakni sebagai berikut:

a. Menurunkan tingkat fertilitas, karena dengan jumlah anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan pendapatan.

b. Menahan masuknya penduduk ke dalam angkatan kerja melalui program wajib belajar 12 tahun atau 15 tahun yang konsisten.

c. Meningkatkan kualitas penduduk baik melalui sisi kesehatan maupun pendidikan.

d. Merubah orientasi penduduk dari orientasi pekerja upahan menjadi wirausahawan melalui peningkatan jiwa kewirausahaan di sekolah-sekolah menengah dan perguruan tinggi.

e. Meningkatkan employment creation dan job creation padat karya yang layak, sehingga pendapatan perkapita naik dan bisa menabung yang akan meningkatkan tabungan nasional.

f. Mengarahkan dan memotivasi penduduk agar menginvestasikan tabungan rumah tangga untuk kegiatan produktif.

g. Seiring dengan menurunnya jumlah penduduk usia 0-15 tahun, maka anggaran yang sebelumnya dipakai untuk anak usia 0-15 tahun dialihkan kepada peningkatan sumber daya manusia untuk penduduk usia 15 tahun ke atas seperti untuk traning, pendidikan, dan upaya pemeliharaan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi dan penanggulangan perilaku tidak sehat seperti alkohol, narkoba, rokok dan seks bebas.

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Meningkatkan employment creation dan job creation padat karya yang layak, sehingga pendapatan perkapita naik dan bisa menabung yang akan meningkatkan tabungan nasional.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

47PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

4.2. EkonomiUntuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang konsisten, tidak

anomali, yang dicirikan oleh pro kesempatan kerja, maka arah kebijakan perekonomian yang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait harus dilandaskan pada filosofi keluar dari lingkaran setan (vicious circle) menuju lingkaran kebajikan (virtuous circle)dimana perbaikan ekonomi terjadi secara berantai dan membawa perekonomian Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, yakni sebagai berikut:

a. Memacu pertumbuhan ekonomi sampai pada rentang 7-10% selama tahun 2014-2019.

b. Perbaikan struktur APBN dengan mengurangi subsidi BBM konsumsi masyarakat, kemudian dana dialokasikan untuk pembangunan atau perbaikan infrastruktur (terutama di luar Jawa), pendidikan, kesehatan.

c. Mengimplementasikan program revitalisasi pertanian dan pedesaan.

d. Mengintegrasikan kebijakan pertanian, industri dan energi nasional sehingga tercipta suatu sinergi dalam mengoptimalkan segala potensi yang ada guna menjamin terwujudnya food and energy security.

e. Memperkuat industri mesin produksi, dan kebijakan bio-fuel terintegrasi

f. Memprioritaskan investasi pada sektor-sektor yang tradeable, yang memiliki nilai tambah tinggi kontribusi terhadap PDB dan padat karya, serta mengedepankan aspek keramahan lingkungan (green jobs) yakni pekerjaan-pekerjaan di bidang pertanian, industry, litbang, administrasi, dan kegiatan jasa lainnyayang member kontribusi substansial terhadap pemeliharaan dan perbaikan lingkungan hidup.

g. Menempatkan posisi UMKM sebagai pelaku ekonomi dalam pembangunan nasional untuk menciptakan industri pendukung pertumbuhan industri nasional. Pada waktu bersamaan pemerintah dituntut untuk meningkatkan akses UMKM terhadap kredit dan instrumen pembiayaan lainnya.

48 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang-Bidang Yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

h. Menghilangkan segala hambatan yang membuat produksi dalam negeri kian tersisih di dalam pasar domestik.

i. Menetapkan regulasi ruang lingkup dan koordinasi pemerintah tentang logistik agar mampu mendukung supply chain dan sektor-sektor yang berorientasi ekspor, dan dapat terintegrasi dengan sistem produksi global.

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Memberi masukan kepada BKPM mengenai ratio investasi terhadap tenaga kerja Indonesia. Artinya, berapa jumlah tenaga kerja Indonesia yang harus diserap untuk sejumlah investasi tertentu.

c. Turut menghilangkan segala hambatan yang membuat produksi dalam negeri kian tersisih di dalam pasar domestik.

4.3. Politik dan hukumUntuk mencapai pertumbuhan kondisi politik dan penegakan

hukum yang dapat menciptakan suasana kondusif bagi perkembangan bidang ketenagakerjaan khususnya, maka arah kebijakan politik dan hukum yang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait harus dilandaskan pada filosofi relasi hukum dan politik, dimana hukum bekerja dalam sebuah situasi politik yang memungkinkannya untuk menjadi perwujudan dari nilai-nilai keadilan, yakni:

a. Menciptakan aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum yang berpihak pada nilai-nilai keadilan.

b. Dalam jangka pendek, menerapkan peraturan perundang-undangan (law enforcement) dalam seluruh bidang kehidupan secara konsisten, tegas, tanpa diskriminasi.

c. Menyusun peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi hukum terhadap Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif baik di pusat maupun daerah yang mengingkari janji atau kontrak politiknya.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

49PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Dalam jangka pendek, turut menerapkan peraturan perundang-undangan (law enforcement) ketenagakerjaan secara konsisten, tegas, tanpa diskriminasi.

4.4. Globalisasi perekonomianUntuk menjawab tantangan globalisasi perekonomian, sehingga

Indonesia mampu memetik efek netto yang positif dari globalisasi tersebut, maka arah kebijakan yang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait harus dilandaskan pada filosofi keselarasan antara keamanan warga Negara dengan tuntutan pergaulan global,yakni:

a. Cermat dalam memperhitungkan manfaat setiap perjanjian perdagangan bebas baik dalam skema CEPA (Comprehensive Economic Partnership) maupun FTA (Free Trade Agreement) agar sungguh-sungguh dapat memberikan peluang untuk memperbesar aktivitas perekonomian.

b. Cermat dalam menentukan sektor yang ‘highly sensitive’ atau ‘inclusivelist’ sebagai sektor prioritas untuk dilindungi.

c. Memperluas pasar barang dan jasa di luar negeri.d. Memprioritaskan investasi pada sektor-sektor yang tradeable,

yang memiliki nilai tambah tinggi kontribusinya terhadap PDB dan padat karya.

e. Melindungi sektor-sektor yang rentan dan padat karya.f. Meningkatkan daya saing industri melalui berbagai kebijakan

insentif fiskal, dan perbaikan infrastruktur.g. Menetapkan regulasi ruang lingkup dan koordinasi pemerintah

tentang logistik agar mampu mendukung supply chain dan sektor-sektor yang berorientasi ekspor, dan dapat terintegrasi dengan sistem produksi global.

50 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang-Bidang Yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

h. Meningkatkan kualitas tenaga kerja agar dapat merebut peuang kerja di luar negeri, dan atau mempertahankan kesempatan kerja di dalam negeri.

i. Menciptakan dan memperluas kesempatan kerja baik untuk pekerja upahan maupun berwirausaha.

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Turut memperluas pasar kerja bagi TKI di luar negeri.c. Mengendalikan penggunaan TKA melalui persyaratan-persyaratan

yang dapat diterima secara internasional.d. Turut meningkatkan kualitas tenaga kerja agar dapat merebut

kesempatan kerja di luar negeri, dan atau mempertahankan kesempatan kerja di dalam negeri.

e. Turut menciptakan dan memperluas kesempatan kerja baik untuk pekerja upahan maupun berwirausaha.

4.5. Sifat pasar kerjaUntuk mencapai terciptanya pasar kerja yang kondusif bagi

pengusaha dalam mengembangkan usaha dan inovasinya, dan yang menjamin kesejahteraan pekerja dalam suatu tatanan High Road Industrial Relation System, yang menjamin terciptanya hubungan industrial yang harmonis, arah kebijakan yang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait harus dilandaskan pada penciptaan labor market flexicurity, dimana pada satu sisi fleksibilitas pasar kerja dipelihara, dan disisi lain supremasi nilai kemanusiaan tidak diletakkan dibelakang efisiensi, yakni:

a. Meningkatkan Individualism Index pekerja tanpa harus menghilangkan naluri untuk selalu berkelompok (kolektif) melalui bangku pendidikan, organisasi kepemudaan, dan lain-lain.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

51PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

b. Mengupayakan peningkatan kinerja ekonomi, menekan TPT sampai 4%, atau mempertahankan pada tingkat 5% sebagai tingkat rerata the natural rates of unemployment.

c. Mengupayakan agar perusahaan dan pekerja menciptakan dan melaksanakan budaya kerjanya masing-masing dengan menerapkan ‘mental and ideological approach’, yang tidak hanya sekedar mengejar keuntungan bagi pihaknya, tetapi juga bersedia membayar ‘biaya perubahan’.

d. Mengajak pengusaha, pekerja, dan para pakar untuk merumuskan konsep PKF yang ideal, yang lebih realistik, yakni suatu konsep yang membuka terjadinya semacam trade-off antara PKF dan perlindungan pekerja, yang memberi peluang untuk meningkatkan daya saing perusahaan seraya menjamin standar minimum perlindungan pekerja. Konsep PKF yang ideal ini akan memberi iklim yang lebih aman dan baik bagi pengusaha, pekerja, maupun pemerintah, karena di dalamnya ada distribusi manfaat dan biaya yang seimbang diantara ketiganya.

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme serta independensi serikat pekerja agar mampu memiliki posisi tawar yang kuat terhadap pengusaha.

c. Turut mengupayakan agar perusahaan dan pekerja menciptakan dan melaksanakan budaya kerjanya masing-masing dengan menerapkan ‘mental and ideological approach’, yang tidak hanya sekedar mengejar keuntungan bagi pihaknya, tetapi juga bersedia membayar ‘biaya perubahan’.

d. Turut mengajak pengusaha, pekerja, dan para pakar untuk merumuskan konsep PKF yang ideal, yang lebih realistik, yakni suatu konsep yang membuka terjadinya semacam trade-off antara PKF dan perlindungan pekerja, yang memberi peluang untuk

52 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang-Bidang Yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

meningkatkan daya saing perusahaan seraya menjamin standar minimum perlindungan pekerja. Konsep PKF yang ideal ini akan memberi iklim yang lebih aman dan baik bagi pengusaha, pekerja, maupun pemerintah, karena di dalamnya ada distribusi manfaat dan biaya yang seimbang diantara ketiganya.

4.6. Budaya perusahaanUntuk mencapai suatu dunia usaha yang sehat, kreatif, inovatif,

dan egaliter, serta menjamin kesejahteraan pekerja dalam wahana labor market flexicurity, maka kebijakan penciptaan dan peningkatan budaya perusahaan yang harus dilakukan oleh Kementerian/Lembaga terkait harus dilaksanakan dengan cara:

a. Mensosialisasikan dan atau melakukan bimbingan terhadap perusahaan mengenai pengertian, prinsip, dan manfaat budaya perusahaan.

b. Mendukung kemajuan perusahaan dengan menciptakan lingkungan hukum, fiskal, dan moneter yang dapat menciptakan high road industrial relations system.

c. Turut memotivasi perusahaan untuk mengelola hubungan baik dengan serikat pekerja agar perusahaan mendapat dukungan dari serikat pekerja sebagai representasi pekerja.

d. Turut memberi penghargaan kepada perusahaan yang telah terbukti menerapkan budaya perusahaan.

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Turut mensosialisasikan dan atau melakukan bimbingan terhadap perusahaan mengenai pengertian, prinsip, dan manfaat budaya perusahaan.

c. Mendukung kemajuan perusahaan dengan menciptakan lingkungan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang dapat menciptakan high road industrial relations system.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

53PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

d. Memotivasi perusahaan untuk mengelola hubungan baik dengan serikat pekerja agar perusahaan mendapat dukungan dari serikat pekerja sebagai representasi pekerja.

e. Memberi penghargaan kepada perusahaan yang telah terbukti menerapkan budaya perusahaan.

4.7. Budaya pekerjaUntuk mengimbangi perusahaan yang berbudaya menuju

kemajuan dunia usaha dan kerja demi kepentingan bersama dalam wahana labor market flexicurity, maka kebijakan penciptaan dan peningkatan budaya pekerjayang harus dilakukan oleh Kementerian/Lembaga terkait harus dilaksanakan dengan cara:

a. Meningkatkan individualism index pekerja, sehingga pekerja dapat lebih memahami hak dan kewajiban individu, tidak paternalistik, serta egaliter agar dapat mengembangkan potensi dirinya atas inisiatif sendiri.

b. Turut mensosialisasikan dan atau melakukan bimbingan terhadap pekerja mengenai pengertian, prinsip, dan manfaat budaya pekerja.

c. Turut memberi penghargaan kepada pekerja yang telah terbukti menerapkan budaya pekerja.

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Meningkatkan individualism index pekerja, sehingga pekerja dapat lebih memahami hak dan kewajiban individu, tidak paternalistik, serta egaliter agar dapat mengembangkan potensi dirinya atas inisiatif sendiri.

c. Mensosialisasikan dan atau melakukan bimbingan terhadap pekerja mengenai pengertian, prinsip, dan manfaat budaya pekerja.

d. Memberi penghargaan kepada pekerja yang telah terbukti menerapkan budaya pekerja.

54 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang-Bidang Yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

4.8. Budaya pemerintahBudaya perusahaan dan budaya pekerja harus juga diiringi oleh

budaya pemerintah, karena pemerintah memiliki posisi penting dalam penciptaan hubungan yang egaliter dan harmonis antara perusahaan dan pekerja. Oleh karena itu, kebijakan penciptaan dan peningkatan budaya pemerintah harus dilaksanakan dengan cara:

a. Menghilangkan ego sektoral antar instansi pemerintah di pusat.b. Menghilangkan ego pemerintahan di daerah sebagai akibat eforia

Otonomi Daerah.c. Menghilangkan kebiasaan nepotisme, dan mengutamakan

kompetensi dalam penempatan aparat sipil Negara pada jabatan tertentu.

d. Melaksanakan secara konsisten dan tegas peraturan perundang-undangan, dengan kemauan dan keberanian untuk memberi sanksi sesuai hukum yang berlaku terhadap semua pelanggar hukum tanpa pandang bulu.

4.9. Otonomi daerahUntuk mencapai terlaksananya seluruh kebijakan pemerintah

dengan baik, terhindar dari ego kedaerahan, kooptasi politik dan kepentingan yang tidak mengedepankan kepentingan masyarakat dan nasional, maka kebijakan otonomi daerahyang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait harus dilandaskan pada filosofi maju bersama dalam wadah NKRI, dengan cara:

a. Menghilangkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta kooptasi para elit politik di tingkat lokal (daerah).

b. Mempersiapkan knowledge, skill, dan attitude seluruh aparat SKPD agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan konsisten.

c. Mempersiapkan infrastruktur yang memadai, baik berupa sarana dan prasarana fisik maupun regulasi atau peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif.

d. Mensosialisasikan prinsip otonomi daerah, lembaga mana yang memberikan kewenangan dan lembaga mana yang menerima

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

55PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

kewenangan atau yang mewakili agar tercipta keharmonisan antar lembaga-lembaga yang ada.

e. Mensosialisasikan kepada pemerintah daerah jenis-jenis program yang bersifat sosial, yang tidak dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan asli daerah.

f. Meningkatkan kemampuan aparat daerah dalam menyusun regulasi, agar peraturan yang disusun sesuai dengan teknik legal drafting, dan tidak bertentangan peraturan perundang-undangan lainnya4 .

g. Turut mensosialisasikan kepada pemerintah daerah bahwa fungsi ketenagakerjaan menjadi kewenangan wajib daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus melaksanakan kebijakan ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

h. Menginventaris dan menelaah seluruh kebijakan dan peraturan di daerah.

Sementara pada saat yang sama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus melakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

a. Mendorong seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut di atas untuk melaksanakan kebijakan termaksud secara integratif dan konsisten.

b. Mempersiapkan knowledge, skill, dan attitude seluruh aparat SKPD Ketenagakerjaan agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik d an konsisten.

c. Membantu kesiapan infrastruktur SKPD Ketenagakerjaan agar lebih memadai, baik berupa sarana dan prasarana fisik maupun regulasi atau peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif.

d. Mensosialisasikan kepada pemerintah daerah jenis-jenis program ketenagakerjaan yang bersifat sosial, yang tidak dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan asli daerah.

e. Mensosialisasikan kepada pemerintah daerah bahwa fungsi

4 Menteri Dalam Negeri telah membatalkan sejumlah peraturan daerah yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

56 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang-Bidang Yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

ketenagakerjaan menjadi kewenangan wajib daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus melaksanakan kebijakan ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Menginventaris dan menelaah kebijakan dan peraturan ketenagakerjaan di daerah.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

57PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bab VARAH KEBIJAKAN BIDANG KETENAGAKERJAAN 2014-2019

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh bidang ketenagakerjaan yang menjadi bagian dari tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka berikut ini akan dijelaskan arah kebijakan yang harus dilakukan selama tahun 2014-2019.

5.1. Pelatihan keterampilan kerjaUntuk mewujudkan pelatihan keterampilan kerja sebagai gawe

nasional dalam meningkatkan skill dan attitude tenaga kerja agar menjadi human capital yang handal, maka kebijakan pelatihan keterampilan kerja yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasiharus dilandaskan pada filosofi bermanfaat dan integratif, dengan cara:

a. Melakukan road show ke seluruh kementerian/lembaga dan swasta, pusat dan daerah, untuk menggalang kekuatan dan kesadaran bahwa pelatihan keterampilan kerja adalah gawe nasional.

58 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

b. Membangun koordinasi yang integratif antara Kementerian/Lembaga dan swasta yang melaksanakan pelatihan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

c. Melakukan koordinasi dengan seluruh daerah yang memiliki BLK untuk menjadikan spesifikasi potensi daerah sebagaimana ditentukan dalam MP3EI sebagai dasar pelaksanaan pelatihan keterampilan kerja pada BLK UPTP dan UPTD. Untuk itu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan pemerintah daerah harusmelakukan reorientasi, revitalisasi, dan pemenuhan kapasitas BLK dengan cara:

1) Penyesuaian Instruktur baik jumlah maupun kapabilitas pada tiap kejuruan melalui evaluasi secara teratur tiap tahun berdasarkan DUK, agar dapat diketahui Instruktur yang akan memasuki MPP dan dapat diajukan rekrut Calon Instruktur.

2) Memperbaiki pola rekrutmen Calon Instruktur dengan berorientasi pada kesesuaian antara kejuruan dengan pendidikan formal.

3) Menyesuaikan peralatan dengan kebutuhan BLK.4) Meningkatkan jejaring kerjasama dengan lembaga pelatihan lain

dan perusahaan.5) Meningkatkan pelaksanaan Training Needs Assessment (TNA).6) Melaksanakan promosi agar BLK dikenal dan diminati oleh

tenaga kerja dan perusahaan, yang dilakukan secara rutin dan teratur minimal sekali dalam setahun.

7) Meningkatkan anggaran pelatihan keterampilan kerja pada BLK.8) Meningkatkan jumlah lulusan pelatihan keterampilan kerja yang

dilaksanakan oleh BLK, setidaknya 5% dari pencari kerja baru setiap tahun.

9) Meneliti persentase lulusan pelatihan keterampilan kerja BLK Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dapat bekerja dan/atau berusaha mandiri.

10) Meningkatkan skill dan attitude lulusan BLK Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar lebih profesional dan dapat menjadihuman capital.

d. Menyelaraskan program pelatihan keterampilan kerja dengan program peningkatan produktivitas.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

59PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

e. Menyusun konsep pelaksanaan pemagangan yang lebih jelas dan memenuhi definisi pemagangan yang sesungguhnya, meningkatkan monitoring pelaksanaan pemagangan, mensosialisasikan program magang ke perusahaan yang potensial.

f. Bersama dengan pemerintah daerah memperkuat fungsi lembaga pengembangan produktifitas daerah, dan mengembangkan jejaring dengan stakeholders di dalam maupun di luar negeri.

g. Bersama dengan pemerintah daerah mensosialisasikan kepada perusahaan mengenai pentingnya pelatihan keterampilan bagi karyawan.

h. Bersama dengan pemerintah daerah mensosialisasikan kepada angkatan kerja mengenai pentingnya pelatihan keterampilan kerja.

i. Mengupayakan agar sertifikat kompetensi nasional diakui secara internasional, memperbanyak kesepakatan bersama (Mutual Recognition Agreement/MRA) pengakuan sertifikasi kompetensi dengan lembaga sertifikasi internasional, memperluas sertifikasi profesi (SKKNI), dan mengembangkan data base sertifikasi dan kompetensi

j. Bersama dengan pemerintah daerah mengoperasionalkan kembali BLK UPTD yang sudah tidak berfungsi, dan merevitalisasi yang masih berfungsi.

k. Melakukan pembahasan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghilangkan dualisme pelaksanaan pelatihan keterampilan kerja antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

1) Memusatkan pelatihan keterampilan kerja sebagai tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk itu, pelatihan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus dialihkan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, termasuk peralatan, SDM, dan proporsi anggarannya dalam APBN. Bersamaan dengan itu, harus diupayakan peningkatan peraturan perundang-undangan tentang pelatihan tersebut menjadi Undang-undang, yang memuat platform pelatihan, koordinasi pelatihan, sasaran dan target pelatihan, dan lain-lain.

60 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

2) Atau memusatkan pelatihan keterampilan kerja sebagai tugas dan fungsi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk itu, pelatihan yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus dialihkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk peralatan, SDM, dan proporsi anggarannya dalam APBN.

l. Apabila pilihan tersebut di atas belum memungkinkan, maka Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus melakukan penyelarasan pelatihan keterampilan kerja antara yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, termasuk pengalihan sebagian dari anggaran pelatihan yang ada pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

5.2. Penempatan tenaga kerjaUntuk mencapai penciptaan dan perluasan kesempatan kerja

yang memadai dari aspek jumlah, dan layak dari aspek penghasilan dan standar kerja baik di dalam maupun di luar negeri, serta terjadinya peningkatan keterampilan tenaga kerja Indonesia melalui alih keterampilan dari TKA, maka kebijakan penempatan tenaga kerja yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasiharus dilandaskan pada filosofi kerja layak dan anti diskriminasi, dengan cara:

a. Membangun sinergitas antar sektor dalam menyediakan kesempatan kerja yang lebih besar dengan menitikberatkan penciptaan lapangan kerja yang layak dalam kebijakan makro ekonom .

b. Melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk menyelaraskan kebijakan makro ekonomi dan kebijakan sektoral mengarah kepada penciptaan kesempatan kerja dengan memperhatikan momentum jendela peluang bonus demografi.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

61PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

c. Bersama dengan pemerintah daerah memperbaiki, menyesuaikan sistem dan orientasi penempatan dengan perkembangan global dan teknologi:

1) Menguapayakan agar peraturan penempatan tenaga kerja yang ada mampu mengakomodasi perkembangan skema penempatan.

2) Membangun data base penempatan tenaga kerja agar unit kerja teknis terkait mudah mengakses dan menggunakan data untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya.

3) Menjadikan perkembangan teknologi informasi dan sarana transportasi, serta meningkatnya migrasi tenaga kerja internasional sebagai dasar penyusunan kebijakan penempatan tenaga kerja.

4) Menyesuaikan program penempatan tenaga kerja dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (psl 27 UU 39 Tahun 2004).

5) Memilih program penempatan tenaga kerja yang mampu menghasilkan kesempatan kerja produktif dan berpenghasilan layak.

6) Mengembangkan kesempatan kerja pada kegiatan agrobisnis di sektor on farm hulu, hilir, dan sub sektor penunjang sebagai solusi karena beban penyerapan tenaga kerja pada sub sistem on farm sudah berat dan menyebabkan involusi serta proses pemiskinan.

d. Bersama dengan pemerintah daerah mengefektifkan fungsi informasi pasar kerja dan bursa kerja:

1) Mengupayakan berfungsinya BKOL dalam mewadahi semua informasi penempatan tenaga kerja.

2) Memperkuat peran dan fungsi Pengantar Kerja dalam era otonomi daerah.

3) Menelusuri informasi pasar kerja di luar negeri.4) Penguatan sistem penempatan melalui fungsi bursa kerja dan

data base tenaga kerja.e. Bersama dengan lembaga terkait meningkatkan penempatan dan

perlindungan TKI ke luar negeri secara selektif dan konsisten, serta mencegah perdagangan orang:

62 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

1) Menyempurnakan sistem penempatan dan perlindungan TKI untuk menekan permasalahan yang dihadapi oleh TKI.

2) Peningkatan kerjasama dengan negara penempatan TKI.3) Pembentukan kantor ketenagakerjaan di negara penempatan

TKI yang dapat memfasilitasi kesempatan bekerja dan berusaha di luar negeri serta peningkatan informasi pasar kerja.

4) Mengupayakan agar Pemda berperan aktif dalam penempatan TKI.

5) Memperkecil rasio pekerja sektor informal yang pada umumnya rentan dengan upah yang rendah dan tereksplotasi.

6) Meningkatkan peran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang, dalam hal ini TKI.

f. Bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait dan pemerintah daerah mengefektifkan penempatan tenaga kerja khusus:

1) Memperluas kesempatan kerja bagi kaum penyandang disabilitas, pemuda dan lansia.

2) Menghilangkan diskriminasi kesempatan kerja berdasarkan gender.

g. Bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait dan pemerintah daerah melakukan pengendalian, dan pemanfaatan TKA dengan cara:

1) Mengatur pengendalian TKA yang lebih mengutamakan tenaga kerja dalam negeri dengan penetapan hambatan yang kualitatif dan fleksibel.

2) Meningkatkan verifikasi, monitoring dan evaluasi penggunaan TKA.

3) Menyusun instrumen ENT yang bisa menjadi alat untuk deteksi dini penggunaan TKA

4) Menyusun peraturan perundangan tentang pelaksanaan alih ketrampilan dari TKA ke pendamping minimal dalam suatu Peraturan Menteri.

h. Meningkatan kerjasama dan sinergitas antar unit di lembaga yang menangani ketenagakerjaan, dan atau dengan para pemangku kepentingan, seperti SKPD, Bappeda, DPRD dan dunia bisnis

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

63PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

5.3. Hubungan industrial dan jamsostekUntuk mencapai hubungan industrial yang harmonis melalui High

Road Industrial Relation System, yang menjamin adanya fleksibilitas pasar kerja tanpa mengabaikan supremasi nilai kemanusiaan, maka kebijakan hubungan industrial yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasiharus didasarkan pada filosofi dan visi menciptakan High Road Industrial Relation System, yang menjamin terciptanya hubungan industrial yang harmonis, yakni:

a. Pengupahan:1) Menegaskan kepastian kebijakan pengupahan.2) Memberi pemahaman kepada seluruh pihak terkait agar

melakukan penentuan upah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Mengevaluasi peraturan-peraturan daerah yang teridentifikasi menimbulkan kemelut dalam penentuan upah minimum. Evaluasi ini harus dilakukan oleh Biro Hukum.

4) Bersama dengan pemerintah daerah memberi pencerahan kepada perusahaan mengenai unsur kesejahteraan pekerja, yang tidak hanya didasarkan pada upah.

b. Pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain (outsourcing) :

1. Menunjukkan komitmen untuk menjamin kesejahteraan, keberlangsungan pekerjaan, dan jaminan sosial bagi pekerja dalam kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.

2. Mengambil keputusan yang tegas dalam penegakan hukum terkait pelaksanaan kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.

3. Mengambil langkah yang tegas terhadap kontroversi dalam pelaksanaan kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lainkarena terbitnya Permenakertrans No 19 Tahun 2012, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 4 Tahun 2013.

64 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

c. Jaminan sosial:1. Menyarankan agar PT JAMSOSTEK pro-aktif melakukan

sosialisasi mengenai program jamiman sosial bagi tenaga kerja.2. Meningkatkan koordinasi dengan SKPD ketenagakerjaan tentang

kepesertaan jamsostek.3. Mengupayakan implementasi SJSN dalam waktu secepatnya

untuk memecahkan permasalahan kesejahteraan pekerja/buruh, pesangon, outsourcing, dll).

4. Penerapan prinsip keadilan yang proporsional bagi kontribusi Pemerintah, Pengusaha, dan Pekerja dalam kebijakan SJSN.

d. Revitalisasi Serikat Pekerja:1. Bersama dengan pemerintah daerah meningkatkan

profesionalisme serikat pekerja/buruh.2. Bersama dengan pemerintah daerah melakukan bimbingan

mengenai budaya pekerja terhadap serikat pekerja/buruh.3. Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk

menentukan representasi serikat pekerja/buruhyang sah dalam hubungan Tripartit dalam menentukan kebijakan ketenagakerjaan.

4. Meningkatkan ketegasan aparat ketertiban dan keamanan terhadap tindakan anarkis.

e. Kelembagaan Hubungan Industrial:1. Meningkatkan kompetensi SDM, anggaran, sarana dan prasarana

kelembagaan hubungan industrial.2. Meningkatkan pemahaman daerah terhadap peraturan

perundang-undangan mengenai hubungan industrial.3. Meningkatkan efektivitas Peradilan Hubungan Industrial.4. Revitalisasi LKS Bipartit dengan memfungsikan LKS Bipartit

kepada hal-hal penyamaan persepsi, dan pengembangan perusahaan

f. Peraturan perundang-undangan dan Konvensi ILO:1. Mengupayakan sinkronisasi kebijakan untuk mendukung

hubungan industrial yang harmonis dan berbudaya antar Kementerian/Lembaga, internal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta antara pusat dan daerah.

2. Meninjau kembali ketentuan tentang Kelembagaan Hubungan Industrial(KHI) untuk penguatan fungsi dengan cara antara

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

65PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

lain: melibatkan akademisi/pakar dengan proporsi yang sama dengan unsur lainnya dalam KHI, meningkatkan profesionalisme unsur Tripartit Plus, komitmen yang kuat ketua/pimpinan dan anggota KHI, penguatan sarana dan prasarana KHI.

3. Mengkaji ulang dan menyempurnakan beberapa substansi perundangan dan aturan pelaksanaan dalam bidang hubungan industrial melalui mekanisme pembahasan secara Tripartit Plus, dan pengusulan perubahannya dapat melalui prosedur khusus (kumulatif terbuka).

4. Melakukan revisi terhadap UU No. 13 Tahun 2003 yang berkaitan dengan outsourching, PHK, dll.

5. Lebih selektif dalam melakukan ratifikasi Konvensi ILO, dengan melihat kesesuaiannya terhadap kondisi dan karakteristik Bangsa Indonesia.

6. Melaksanakan konvensi yang sudah diratifikasi(ratified convention) secara konsisten, dan menyiapkan pedoman pelaksanaan konvensi yang sudah diratifikasi.

7. Mensosialisasikan (awarness rising) terhadap konvensi yang sudah diratifikasi kepada semua masyarakat pekerja/buruh.

g. Pengembangan usaha-usaha ekonomi informal:1. Bersama dengan pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya

memfasilitasi transisi usaha-usaha ekonomi informal menjadi usaha ekonomi formal.

2. Bersama dengan pemerintah daerah memberikan pembinaan tentang perlindungan tenaga kerja dan syarat-syarat kerja kepada pengusaha-pengusaha ekonomi informal.

5.4. Pengawasan ketenagakerjaanUntuk mewujudkan pengawasan ketenagakerjaan yang berfungsi

sebagai pengawal pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, maka kebijakan pengawasan ketenagakerjaan yang harus dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus dilandaskan pada filosofi pengawasan ketenagakerjaan yang kuat, kompeten, professional, bermartabat, dan mengglobal, dengan cara:

66 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

a. Mengambil keputusan segera, apakah fungsi pengawasan ketenagakerjaan bersifat sentralistik, atau tetap desentralistik.

b. Apabila bersifat sentralistik, maka1) Harus ditarik kembali ke pusat fungsi pengawasan

ketenagakerjaan, sekaligus untuk menunjukkan konsistensi pemerintah dan legislatif yang telah meratifikasi Konvensi ILO mengenai pengawasan ketenagakerjaan.

2) Harus dilakukan terobosan melalui berbagai kebijakan pemberdayaan, sistem karir fungsional, dan kesejahteraan pengawas ketenagakerjaan secara sungguh-sungguh.a) Mengupayakan kenaikan tunjangan fungsional.b) Mengupayakan batas tertinggi pangkat/golongan pengawas

ketenagakerjaan menjadi setidaknya sampai IV/d, dan batas usia pensiun menjadi 60 tahun.

c) Mengupayakan kesejahteraan lainnya karena selama menjadi aparat pemerintah daerah para pengawas ketenagakerjaan memperoleh tunjangan kesejahteraan yang berkisar antara Rp. 1 juta sampai Rp. 3,5 juta perbulan.

d) Mengupayakan ketersediaan anggaran dan fasilitas pengawasan yang memadai sesuai kebutuhan lapangan.

c. Selama sentralisasi pengawasan ketenagakerjaan belum terwujud, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus mengambil inisiatif stelsel aktif dalam bentuk:

1) Menjadikan Perpres No 21 tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai mekanisme utama penyelenggaraan Pengawasan Ketenagakerjaan.

2) Menjadikan Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai agen pengembangan dan peningkatan Pengawasan Ketenagakerjaan, agar pemerintah daerah:a) Menjadikan faktor pengetahuan dan kompetensi dalam

rekrutmen dan mutasi pengawas ketenagakerjaan.b) Tidak menjadikan fungsi pengawasan ketenagakerjaan

sebagai sumber Retribusi.c) Tidak melakukan tekanan atau ancaman terhadap pengawas

ketenagakerjaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.d) Terbuka aliran informasi hasil dan masalah pengawasan

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

67PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

ketenagakerjaan dari kabupaten/kota ke provinsi dan pusat (antara lain wajib lapor bagi perusahaan).

3) Meningkatkan pertemuan-pertemuan antar pengawas ketenagakerjaan seluruh Indonesia untuk mempererat hubungan emosi dan profesi diantara korps pengawas.

d. Bersama dengan pemerintah daerah meningkatkan peran pengawas ketenagakerjaan dalam penegakan hukum terkait dengan penggunaan tenaga kerja penyandang disabilitas, pengendalian penggunaan TKA, dan perlindungan TKI di luar negeri.

e. Bersama dengan pemerintah daerah meningkatkan jumlah dan spesialisasi Pengawas Ketenagakerjaan untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugas pengawasan yang efektif.

f. Bersama dengan pemerintah daerah meningkatkan kualitas dan kompetensi pengawas ketengakerjaan.

g. Membentuk LSP Pengawasan Ketenagakerjaan.h. Menyusundata base obyek pengawasan dan hasil pengawasan

ketenagakerjaan yang memiliki validasi tinggi dan dipergunakan sebagai rujukan publik serta sebagai bahan utama penyusunan Program Kerja.

i. Menetapkan tanggung jawab wilayah kerja secara berkelompok atau secara individu untuk mengatasi kekurangan Pengawas Ketenagakerjaan.

j. Mengupayakan pembentukan jejaring kerjasama antara pengawas ketenagakerjaan Indonesia dengan pengawas ketenagakerjaan negara sahabat, terutama dengan negara-negara penempatan TKI agar TKI memperoleh perlindungan dari pengawas ketenagakerjaan di negara penempatan.

68 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

69PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Bab VIPENUTUP

Bidang ketenagakerjaan adalah muara dari berbagai kondisi di hulu.Oleh karena itu, seharusnya bidang ketenagakerjaan mendapat perhatian dan keberpihakan dari seluruh sektor.Tetapi nampaknya keberpihakan terhadap bidang ketenagakerjaan masih belum ada.Pertumbuhan ekonomi yang anomali lebih mengedepankan growth ketimbang kesempatan kerja.Investasi yang berkembang juga lebih mengutamakan sektor-sektor yang non-tradeable dan padat modal, mengabaikan sektor-sektor tradeable dan padat karya.Situasi lingkungan bagi ketenagakerjaan semakin buruk lagi karena penegakan hukum yang tidak tegas dan kurangnya relasi antara hukum dan politik, yang mengindikasikan adanya unsur pembiaran dari pihak yang berwenang akan situasi ini. Pada sisi lain, tiap kementerian/lembaga baik pusat maupun daerah belum menunjukkan misi pembangunan sebagai satu kesatuan dalam wadah NKRI karena lebih mengedepankan egonya masing-masing. Perusahaan dan pekerja pun belum menunjukkan budaya yang dapat mengurangi buruknya kondisi ini.

70 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Penutup

Kondisi lingkungan strategis yang kurang berpihak pada bidang ketenagakerjaan ini berdampak negatif dan kuat terhadap kebijakan ketenagakerjaan yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pelatihan keterampilan kerja sebagai salah satu tugas dan fungsi utama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi kurang berdayaguna dan berhasil guna karena dukungan SDM, peralatan, dan anggaran yang kurang memadai. Selain itu, sangat jelas indikasinya bahwa Kementerian/Lembaga pemerintah lainnya juga melaksanakan pelatihan keterampilan kerja secara parsial dan tanpa koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dan tidak kalah penting adalah adanya duplikasi pelaksanaan pelatihan antara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Penempatan tenaga kerja yang diharapkan dapat menciptakan dan memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja juga kurang berdayaguna dan berhasil guna karena belum mampu menciptakan kesempatan kerja yang layak dan sustainable, belum mampu mengikuti perkembangan global dan teknologi, dan belum mampu memberi informasi pasar kerja yang komprehensip dan up to date.

Harapan terciptanya High Road Industrial System sebagai salah satu jalan untuk terciptanya hubungan industrial yang harmonis sampai saat ini masih bagai panggang jauh dari api. Kemelut antara perusahaan dan pekerja karena perbedaan dalam berbagai aspek masih sering terjadi secara sporadik, bahkan sudah bersifat laten. Pemerintah dan kelembagaan hubungan industrial yang seharusnya dapat bertindak cepat dan tepat untuk mencari solusi justru acap kali tidak dapat berbuat banyak. Bahkan, suasana semakin tidak menentu karena adanya peraturan perundangan-undangan hubungan industrial yang dianggap kontroversial.

Akumulasi lingkungan strategis yang kurang kondusif ini disumbangkan pula oleh terdegradasinya fungsi pengawasan ketenagakerjaan, sehingga pengawasan ketenagakerjaantidak mampu menjalankan fungsi utamanya sebagai pengawal penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan terdistorsi oleh kebijakan pemerintah daerah dan terkooptasi

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

71PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

oleh kepentingan politik, dan kurang kompetennya pengawas ketenagakerjaan.

Oleh karena itu, agar persoalan ketenagakerjaan Indonesia dapat keluar dari lingkaran setan (vicious circle) menuju lingkaran kebajikan (virtuous circle), maka kebijakan ketenagakerjaanharus direlokasi kedalam lingkungan strategis baik internal maupun eksternal yang ideal, yang mendukung dan berpihak, sehingga dapat tercipta kebijakan ketenagakerjaan yang integratif, kuat, dan demokratis. Untuk itu, harus ditetapkan berbagai kondisi dan kebijakan yang bersifat conditio sine qua non, yakni:

a. Kebijakan makro, dan sektoral yang mempertimbangkan perkembangan kependudukan dan angkatan kerja.

b. Pertumbuhan ekonomi yang tidak anomali, yang pro kesempatan kerja dan kebijakan investasi yang pro sektor tradeable serta padat karya.

c. Adanya relasi yang kuat antara hukum dan dimana hukum bekerja, dalam sebuah situasi politik yang memungkinkannya untuk menjadi perwujudan dari nilai-nilai keadilan.

d. Kearifan menghadapi, dan kemampuan memetik manfaat dari globalisasi perekonomian.

e. Berjalannya labor market flexicurity, dimanapada satu sisifleksibilitaspasarkerjadipelihara,dandisisi lainsupremasinilaikemanusiaan tidak diletakkan dibelakang.

f. Perusahaan, pekerja, dan pemerintah yang berbudaya.g. Otonomi daerah yang taat azas terhadap peraturan perundang-

undangan dalam cita-cita maju bersama dalam tatanan NKRI.h. Pelatihan keterampilan kerja dijadikan sebagai gawe nasional yang

terkoordinir dengan dasar hukum yang kuat, tidak parsial dan duplikatif.

i. Penempatan tenaga kerja yang berdayaguna dan berhasil guna, yang mampu menciptakan kesempatan kerja layak dan sustainable, mampu mengikuti perkembangan global dan teknologi, mampu memberi informasi pasar kerja yang komprehensif dan up to date.

j. Terciptanya High Road Industrial Systemdan hubungan industrial yang harmonis, kemitraan perusahaan dan pekerja yang egaliter dibarengi dengan peraturan hubungan industrial yang

72 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Penutup

dapat diterima oleh semua pihak, serta ketegasan pemerintah menerapkan peraturan perundang-undangan.

k. Pengawasan ketenagakerjaan yang mampu mengawal penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, independen, bebas dari kooptasi politik dan tekanan, dibarengi dengan tersedianya jumlah pengawas ketenagakerjaan yang memadai dan kompeten.

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

73PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

DAFTAR BACAANAtkinson, J1984 Flexibility, Uncertainty and Manpower Management, IMS

Report No.89, London: Institute of Manpower Studies,

Aritonang, Saut2013 Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014 – 2019

Menuju Terwujudnya Buruh yang Sejahtera dan Budaya Buruh yang Demokratis. Disampaikan pada Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

Arka, I Gusti Made2013 Sistim Pengawasan Ketenagakerjaan yang Ideal di Era

Otonomi Daerah. Disampaikan pada Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

74 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Daftar Bacaan

Badan Pusat Statistik2012 Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2012.Jakarta.

----------2011 Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2011. Jakarta.

----------2010 Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2010. Jakarta.

----------2009 Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2009. Jakarta.

----------2008 Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2008. Jakarta.

Black, Boyd, Howard Gospel, and Andrew Pendleton2004 Capital Market, Corporate Governance, and Labour Market

Flexibility. Paper presentation in Labour Market Flexibility Research Seminar, London.

Drucker, Peter 1994 “The Age of Sosial Transformation,” The Atlantic Monthly,

November, p. 77.

Irianto, Sulistyowati2013 Accessing Justice from the 3rd Country to Global Migration:

Study on Indonesian WomenDomestic Migrant Worker in the UAE. Disampaikan pada Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

Koestoer, Raldi H2013 Arah Kebijakan Ketenagakerjaan Indonesia 2014-2019

Menuju Konsep Pembangunan Green Economy. Disampaikan pada Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

75PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Manning, Chris2013 Labor Market Trends, Policies and Prospects in Indonesia.

Disampaikan pada Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

Moertiningsih, Sri2013 Bonus Demografi di Indonesia. Disampaikan pada Diskusi

Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

Nesporova, Alena2003 Towards Policies to Reconcile Labour Flexibility with Sosial

Cohesion. Geneva: International Labour Organization.

Pambudy, Rachmat2013 Arah Kebijakan Ketenagakerjaan Agribisnis Indonesia

Puslitbang Ketenagakerjaan2010 Studi Penempatan dan Perlindungan TKI di Sembilan

Negara. Jakarta.

----------2010 Studi Dampak Penggunaan Tenaga Kerja Asing Terhadap

Peningkatan Keterampilan Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta.

----------2011 Penelitian Dampak ASEAN-China Free Trade Agreement

Terhadap Kesempatan Kerja di Indonesia. Jakarta.

----------2012 Penelitian Revitalisasi UPTP Pelatihan Tenaga Kerja.

Jakarta.

----------2013 Penelitian Peranan Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan

Dalam Perlindungan TKI di Luar Negeri. Jakarta.

76 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Daftar Bacaan

Rajagukguk, Zantermans2009 Penelitian Dampak Penerapan Pasar Kerja Fleksibel

Terhadap Kesempatan Kerja di Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional-Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Jakarta.

Sasmita, Suryadi2013 Arah Kebijakan Perbaikan Ketenagakerjaan dan Iklim

Investasi 2014-2019. Disampaikan pada Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta.

Simanjuntak, Payaman2013 Arah Kebijakan Hubungan Industrial. Disampaikan pada

Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

----------2013 Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia. Disampaikan

pada Diskusi Penyusunan Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan. Jakarta

Stiglitz, Joseph2000 Democratic Development as the Fruits of Labor.New York:

Keynote Address Industrial Relations Research Association. Global Policy Forum.

World Economic Forum2013 Global Competitiveness 2013-2014.