Analisis Penerapan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22...

60
1 PROPOSAL Analisis Penerapan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Terutang Dan Pembayaran ke Kas Negara Pada CV. Jaya Tambang Mas 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk bersama-sama secara langsung melaksanakan kewajiban perpajakan guna pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Adanya peningkatan target penerimaan pajak telah mendorong pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menghimpun penerimaan pajak melakukan reformasi

Transcript of Analisis Penerapan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22...

1

PROPOSAL

Analisis Penerapan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Terutang Dan

Pembayaran ke Kas Negara Pada CV. Jaya Tambang Mas

1. Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari

kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk

bersama-sama secara langsung melaksanakan kewajiban

perpajakan guna pembiayaan negara dan pembangunan

nasional. Adanya peningkatan target penerimaan pajak

telah mendorong pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk

menghimpun penerimaan pajak melakukan reformasi

2

perpajakan berupa penyempurnaan terhadap kebijakan

perpajakan dan sistem administrasi perpajakan sehingga

potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut

secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial

serta memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak.

Alokasi pajak tidak hanya diberikan kepada rakyat

yang membayar pajak tetapi juga untuk kepentingan

rakyat yang tidak membayar pajak. Dengan demikian,

peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi

sangat dominan dalam menunjang jalannya roda

pemerintahan. Pajak itu sendiri ada banyak jenisnya,

menurut golongannya ada pajak langsung dan pajak tidak

langsung, menurut sifatnya ada pajak subjektif dan

pajak objektif, dan menurut pemungutnya ada pajak pusat

dan pajak daerah. Salah satu pajak yang sering kita

dengar sekarang ini adalah Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

PPN merupakan golongan pajak tidak langsung yang

bersifat pajak objektif dan dipungut untuk membiayai

rumah tangga negara oleh pemerintah pusat. PPN

3

merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi barang

atau jasa di dalam Daerah Pabean oleh Orang Pribadi

atau Badan. Pada dasarnya setiap barang dan jasa adalah

Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pjakan, kecuali

ditentukan lain oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1994

kemudian diubah menjadi UU No. 18 Tahun 2000 dan yang

terakhir diubah lagi dengan No. 42 Tahun 2009 tentang

pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa dan pajak

penjualan atas barang mewah. Siapapun subjeknya

( masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu,

ataupun masyarakat yang muda maupun tua), akan

dikenakan PPN selama mereka mengonsumsi Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.

Sedangkan PPh juga merupakan pajak yang di pungut

oleh pemerintah pusat. Ada beberapa jenis Pajak

Penghasilan yang salah satunya adalah PPh Pasal 22 yang

merupakan salah satu jenis pajak yang pelunasannya

dalam tahun berjalan dipungut oleh pihak ketiga.

Sebagai pemungut pajak, maka pihak ketiga tersebut

dalam tahun berjalan mempunyai kewajiban untuk

4

memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang

setiap bulan atau pada masa pajak tersebut. Ada

kemungkinan wajib pungut keliru dalam memperhitungkan

jumlah PPh Pasal 22 yang dipungut, sehingga berpengaruh

terhadap pemotongan PPh Pasal 22 yang bersangkutan.

Sebagaimana kita ketahui, pihak yang dikenakan

PPN adalah pengusaha yang telah mendaftarkan dirinya

menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP di wajibkan

untuk dikenakan PPN ketika melakukan setiap penjualan

barang dan atau jasa. Saat PKP melakukan transaksi

penjualan barang dan penyerahan jasa kepada pembeli,

maka PKP harus membuat Faktur Pajak Keluaran (PPN

terutang) yang dipungut atau dikenakan kepada pembeli.

Pada saat Faktur Pajak Keluaran ini diterima oleh si

pembeli berubah namanya menjadi faktur pajak masukan

(PPN yang sudah di bayar).

Selanjutnya apabila si pembeli tadi melakukan

penjualan maka ia harus membuat Faktur Pajak Keluaran

(PPN terutang). Untuk melakukan penyetoran pada akhir

masa pajak harus dibandingkan antara jumlah Faktur

5

Pajak Masukan yang diterimanya pada saat dia membeli,

dengan Faktur Pajak Keluaran yang dia buat pada saat

dia menjual. Apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar

dari jumlah Pajak Keluaran dalam masa pajak disebut

lebih bayar. Sebaliknya, apabila Pajak Masukan lebih

kecil dari Pajak Keluaran maka disebut kurang bayar.

Jumlah kurang bayar ini harus segera disetorkan ke kas

negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya

setelah berakhirnya masa pajak. Apabila terjadi

sebaliknya yaitu lebih bayar, maka dapat diminta

kembali dari fiskus atau direstitusi.

PPh pasal 22 merupakan pajak yang di pungut

sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang

dari badan-badan, instansi atau lembaga pemerintah dan

lembaga-lembaga Negara lainnya, baik di bidang impor

atau kegiatan usaha di bidang lainnya dengan tarif yang

berbeda-beda sesuai dengan jenis penghasilannya. Dimana

yang memungut pajak tersebut langsung di sesuaikan

dengan objek pajak nya sebagaimana telah di ubah dalam

pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

6

Penghasilan yang telah beberapa kali di ubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dan Peraturan

Menteri keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang

pemungutan Pajak penghasilan Pasal 22 sebagaimana telah

di ubah dengan Peraturan menteri Keuangan Nomor

224/PMK.011/2012.

CV. Jaya Tambang Mas adalah salah satu perusahaan

yang bergerak di bidang pengadaan barang dan jasa yang

menjual Barang Kena Pajak dalam negeri berupa aspal.

Dengan demikian, CV. Jaya Tambang Mas juga tidak

terlepas dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Perusahaan ini juga merupakan rekanan pemerintah dalam

proyek pembangunan jalan nasional yang pembayarannya

dilakukan oleh bendaharawan pemerintah daerah, sehingga

perusahaan ini juga dikenakan PPh pasal 22 yang

langsung dipungut oleh bendaharawan pemerintah daerah

tersebut. Oleh karena itu setiap bulan perusahaan harus

menghitung, menyetor, serta melaporkan kewajiban

pajaknya ke kantor pelayanan pajak (KPP) dimana

7

perusahaan tersebut telah di kukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak (PKP).

Namun pada perusahaan yang penulis teliti ini,

masih banyak sekali kekurangan-kekurangan nya dalam hal

pajak, terutama dalam pelaporannya. Setiap adanya

transaksi pembelian ke pihak lain, perusahaan sebagai

PKP ini dikenai pajak masukan yang langsung di pungut

oleh pihak lain. Dan saat transaksi penjualannya ke

pihak bendaharawan pemerintah daerah, perusahaan juga

dipungut langsung pajak keluaran dan PPh pasal 22.

Dalam pemungutan dan penyetoran pajaknya, perusahaan

ini sudah mematuhinya. Namun dalam pemungutannya ada

kemungkinan wajib pungut keliru dalam memperhitungkan

jumlah PPN dan PPh Pasal 22 yang dipungut, sehingga

berpengaruh terhadap pemotongan dan juga pelaporannya.

Untuk itu perusahaan juga harus dapat memahami dalam

perhitungannya sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

penyetorannya.

Dalam pelaporannya kebanyakan perusahaan ini

seringkali terlambat dalam melaporkan SPT Masa nya baik

8

itu SPT Masa PPN dan SPT Masa PPh Pasal 22. Dengan

memperhatikan alasan dan keterangan di atas, maka

penulis tertarik untuk mengangkat sebuah judul yang

berkaitan dengan perhitungan dan pemungutan serta

pelaporan PPN dan PPh Pasal 22 yang diterapkan di

perusahaan CV. Jaya Tambang Mas dengan judul “Analisis

Penerapan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Terutang dan

Pembayaran ke Kas Negara Pada CV. Jaya Tambang Mas”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan

maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana penerapan perhitungan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22,

penyetoran dan pelaporannya, apakah telah dilaksanakan

menurut ketetuan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku?”

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

9

Penulis hanya melakukan penelitian mengenai

penerapan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan

Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 terutang dan

penyetorannya ke kas negara, pelaporannya ke Kantor

Palayanan Pajak dan Sanksi administrasi yang dikenakan

kepada wajib pajak CV. Jaya Tambang Mas pada tahun

2014.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah

dikemukakan di atas maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana

perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penghasilan (PPh) pasal 22 yang terutang, penyetorannya

ke kas negara, pelaporannya ke Kantor Pelayanan Pajak,

serta sanksi administrasi yang dikenakan kepada wajib

pajak karena keterlambatan dalam penyetoran dan

pelaporannya.

1.4.2 Manfaat Penelitian

10

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh

dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Bagi Penulis :

Penulis diharapkan mampu mengumpulkan, mengolah

dan menganalisa data secara sistematis sesuai dengan

masalah yang diangkat dalam penulisan tugas akhir ini.

Di harapkan dengan permasalahan yang di teliti, penulis

dapat mengetahui tentang tata-cara perhitungan dan

pemotongan PPN dan PPh pasal 22 pada CV. Jaya Tambang

Mas. Sekaligus untuk menambah wawasan dan pengetahuan

tentang perpajakan di Indonesia.

2. Bagi Perusahaan:

Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini

diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak CV.

Jaya Tambang Mas tentang tata-cara perhitungan dan

pemotongan PPN dan PPh pasal 22 sekaligus sebagai alat

ukur atas pelaksanaan penerapan, perhitungan, dan

11

pemotongan PPN dan PPh pasal 22 yang selama ini mereka

lakukan.

3. Bagi Dunia Usaha:

Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini

diharapkan dapat memberikan informasi bagi para

pengusaha tentang tata-cara perhitungan dan pemotongan

PPN dan PPh pasal 22 yang sesuai dengan peraturan yang

ada sehingga para pengusaha dapat menentukan besarnya

pajak terutang yang harus disetor atas penghasilan dari

kegiatan usaha mereka.

1.5 Sistematika Penulisan

Sesuai dengan materi yang dibahas, maka

penelitian ini dibagi menjadi lima Bab dengan maksud

memberikan gambaran secara garis besar dan menjelaskan

tentang isi dari skripsi ini, sehingga dapat

menggambarkan hubungan antara bab yang satu dengan yang

12

lain. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan uraian mengenai latar belakang

penelitian, rumusan masalah, ruang lingkup

pembahasan, tujuan dan manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Bab ini akan menguraikan tentang landasan teori

yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung

pembahasan terhadap judul skripsi, serta kerangka

pemikiran dan paradigma penelitian.

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian yang akan menguraikan

tentang objek penelitian, metodologi penelitian,

populasi dan sampel, sumber dan teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian dan

13

pengujian, dan teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum berupa

sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi

dan uraian tugas, pembahasan atas penerapan

perhitungan PPN dan PPh Pasal 22, penyetoran ke

Kas Negara, dan pelaporannya ke Kantor Pelayanan

Pajak, serta Sanksi Administrasi yang dikenakan

kepada perusahaan atas keterlabatan penyetoran

dan pelaporannya.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan atas analisis dan

pembahasan yang dilakukan pada bab IV (empat) dan

saran sehubungan dengan permasalahan yang dibahas

dalam skripsi ini.

14

2 Landasan Teori

2.1 Tinjauan Perpajakan

2.1.1 Pengertian Pajak

Apabila membahas mengenai definisi pajak, banyak

para ahli memberikan batasan tentang pajak, di

antaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Adriani di kutip Waluyo (2013:2) dalam bukunya yang

berjudul Perpajakan Indonesia, yaitu:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat

prestasi – kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan

yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang

menyelenggarakan pemerintah.”

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

15

Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007

dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 74 Tahun

2011, Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada

pengertian pajak, adalah sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran

tersebut berupa uang (bukan barang)

2. Berdasarkan Perundang-undangan (dapat dipaksakan)

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan

undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

16

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara

yang secara langsung dapat ditunjukkan

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan

adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara

Diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran

pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih

terdapat surplus, bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.2 Fungsi Pajak

Dalam fungsinya pajak memiliki fungsi yang sangat

strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu negara.

Menurut Waluyo (2013:6) Pajak antara lain memiliki

fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

17

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang

diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-

pengeluaran pemerintah. Dalam APBN pajak merupakan

sumber penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Pengatur (Regulatoir)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan dalam bidang sosial dan

ekonomi, misalnya PPn BM untuk barang-barang mewah

lainnya.

3. Fungsi Redistribusi

Dalam fungsi ini lebih ditekankaan unsur pemerataan

dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat

dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak

dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk

tingkat penghasilan yang lebih tinggi.

4. Fungsi Demokrasi

Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem

gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat

pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar

pajak.

18

2.1.3 Jenis-Jenis Pajak

Menurut Waluyo (2013:12) pajak dapat

dikelompokkan kedalam tiga kelompok, yaitu sebagai

berikut:

1. Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebannya

tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain,

tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak

yang bersangkutan, misalnya PPh.

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang

pembayarannya dapat dilimpahkan atau dibebankan

kepada pihak lain, misalnya PPN.

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif , adalah pajak yang berpangkal

atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya

dicari syarat objektifnya, dalam arti

memperhatikan keadaan Wajib Pajak, contohnya

Pajak Penghasilan.

19

b. Pajak Objektif , adalah pajak yang berpangkal

atau berdasarkan pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak,

contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat (Pajak Negara), adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya

adalah PPh, PPN dan PPn BM, dan Bea Materai

b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga daerah. Contohnya adalah Pajak

Reklame, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar dan lain-

lain.

2.2 Tinjauan Pajak Pertambahan Nilai

2.2.1 Definisi Pajak Pertambahan Nilai

20

Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pengganti dari Pajak

Penjualan. Alasan penggantian ini karena PPN dirasa

sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan

masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan

pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan

negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan

pajak. Menurut Waluyo (2011: 9) menyatakan bahwa pajak

pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan

atas konsumsi di dalam negeri (didalam Daerah Pabean),

baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa.

Dalam upaya mengakomodasi dan mencermati

masukan-masukan dari berbagai pihak, perubahan Undang-

undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 atas

Barang dan Jasa meliputi hal-hal yang berkenaan dengan

kepastian hukum, yang bertujuan untuk meningkatkan

daya saing, menghindari pengenaan pajak berganda dengan

pajak daerah atas objek yang sama, penambahan fasilitas

di bidang Pajak Pertambahan Nilai, pemberian hak

21

restitusi kepada Turis Asing, dan memberikan perlakuan

yang sama atas jasa keuangan yang dilakukan oleh

siapapun, serta pengaturan kembali mengenai ketentuan

tentang tanggung renteng Pajak Pertambahan Nilai.

2.2.2 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Berlakunya UU No. 42 Tahun 2009 tentang perubahan

ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 kemudian diubah menjadi

UU No. 1 Tahun 1994, dan yang terakhir diubah lagi

dengan UU No. 18 Tahun 2000 tentang pajak pertambahan

nilai (PPN) barang dan jasa dan pajak penjualan atas

barang mewah. Aturan pelaksanan terakhir diatur pada UU

No. 42 Tahun 2009. Dengan UU No. 8 Tahun 1983 dipungut

pajak pertambahan nilai dan penjualan atas barang

mewah.

Perbedaan utama pajak pertambahan nilai dari

peredaran dan pajak penjualan 1951 adalah tidak adanya

unsur pajak berganda. Undang-undang yang mengatur

pengenan pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa

serta pajak penjualan atas barang mewah adalah undang-

22

undang No. 8 Tahun 1983 kedua pajak ini merupakan

sebagai pajak yang dipungut atas konsumsi dalam negeri.

khususnya terhadap penjualan atau penyerahan barang

mewah selain dikenakan pajak pertambahan nilai juga

dikenalkan pajak penjualan atas barang mewah.

2.2.3 Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Resmi (2011: 5) Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak

yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan

kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang

mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan

PPN terdiri atas:

1. Pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan

penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak

didalam daerah pabean dan melakukan ekspor barang

kena pajak berwujud/barang kena pajak tidak

berwujud/jasa kena pajak.

2. Pengusaha Kecil yang memilh untuk dikukuhkan

sebagai pengusa kena pajak (PKP).

23

2.2.4Objek Pajak Pertambahan Nilai

Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN dikenakan

atas:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean

yang dilakukan oleh Pengusaha.

2. Impor Barang Kena Pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak didalam Daerah Pabean

yang dilakukan oleh Pengusaha.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari

luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean

di dalam Daerah Pabean.

6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha

Kena Pajak.

7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh

Pengusaha Kena Pajak.

8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

2.2.5 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

24

Tarif Pajak Pertambahan Nilai telah diatur dalam

UU No. 42 tahun 2009 perubahan ketiga atas UU No. 8

tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

Jasa, yaitu sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh

persen)

Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak adalah

tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya

dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang

atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda

sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas

Barang Mewah.

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang

Kena Pajak sebesar 0 % (nol persen)

25

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan

atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah

Pabean. Oleh karena itu, terhadap :

a. Barang Kena Pajak berwujud yang diekspor

b. Barang Kena Pajak tidak berwujud dari dalam

Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah

Pabean

c. Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa

Kena Pajak yang diserahkan oleh Pengusaha Kena

Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor

Barang Kena Pajak atas dasar pesanan atau

permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari

pemesan di luar Daerah Pabean, maka akan

dikenakan.

dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%

(nol persen).

Dengan tarif 0% (nol persen) tidak berarti

permbebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau

26

peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan,

Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif Pajak

Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% (lima

persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen)

dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

2.2.6 Dasar Pengenaan Pajak

Menurut Waluyo (2011:18) Dasar Pengenaan Pajak

adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai

Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai

dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Pajak yang

terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak

dengan Dasar Pengenaan Pajak.

2.2.7 Faktur Pajak

Sesuai dengan Undang-undang No. 42 tahun 2009

tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8

tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM), Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang

27

dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan

penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan

Jasa Kena Pajak (JKP), atau bukti pungutan Pajak karena

impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai (DJBC).

Terhitung 01 April 2013 Direktorat Jenderal Pajak

sudah mulai memberlakukan peraturan faktur pajak yang

terbaru, yaitu PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran,

Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan

dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau

Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

memuat beberapa perubahan yang mendasar di bidang Pajak

Pertambahan Nilai, terutama terkait dengan tata cara

pemberian nomor seri faktur pajak. Dengan berlakunya

peraturan ini, Nomor Seri Faktur Pajak tidak lagi

menjadi domain Wajib Pajak, karena penomoran faktur

pajak akan dilakukan secara sentralisasi oleh

Direktorat Jenderal Pajak.

28

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan

tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang

menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli

Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau

Penggantian, dan potongan harga;

4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur

Pajak; dan

7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani

Faktur Pajak.

Faktur Pajak Standar untuk segala transaksi

penyerahan barang yang dilakukan oleh perusahaan

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku umum

sesuai peraturan pajak terbaru, kecuali diatur lain

29

oleh Undang – Undang. Sebelum Pengusaha Kena Pajak

dapat memperoleh Nomor Seri Faktur Pajak, terlebih

dahulu Pengusaha Kena Pajak mengajukan permohonan Kode

Aktivasi dan Password secara langsung ke Kantor

Pelayanan Pajak dimana Pengusaha Kena Pajak tesebut

dikukuhkan.

Kode Aktivasi dan password akan diberikan oleh

Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak

yang telah memenuhi syarat, sebagai berikut:

1. Pengusaha Kena Pajak telah dilakukan Registrasi

Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh Kantor Pelayanan

Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 dan

perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang

verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau

2. Pengusaha Kena Pajak telah dilakukan verifikasi

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor73/PMK.03/2012 tentang Jangka Waktu

Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara

30

Pendaftaran, Pemberian, Dan Penghapusan Nomor Pokok

Wajib Pajak, Serta Pengukuhan dan Pencabutan

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Apabila Pengusaha Kena Pajak memenuhi syarat

tersebut di atas, Kantor Pelayanan Pajak  akan

menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi, yang

kemudian dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke

alamat Pengusaha Kena Pajak. Kantor Pelayanan Pajak

kemudian mengirimkan Password melalui surat elektronik

(email) ke alamat email Pengusaha Kena Pajak sesuai

dengan yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode

Aktivasi dan Password tersebut. Sehingga Pengusaha Kena

Pajak perlu memastikan agar seluruh poin dalam

permohonan diisi secara lengkap dan benar. Apabila

Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat-syarat

tersebut tidak akan diberikan Kode Aktivasi dan

Password.

2.2.8Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan PPN

31

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan

Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh

Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN dipungut secara

bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi.

Unsur pengenaan pajak berganda atas pengenaan pajak

atas pajak dapat dihindari dengan diterapkannya

mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit

pajak). Untuk melakukan pengkreditan pajak masukan,

sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode

faktur pajak).

Adapun cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai

yang terutang dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan

Nilai (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak)

dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual,

Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain

(Waluyo, 2011: 21). Mekanisme dalam pengenaan PPN dapat

digambarkan sebagai berikut :

1. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut

PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang

32

dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan

pembayaran pajak di muka dan disebut Pajak Masukan.

Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa

faktur pajak.

2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak

lain, wajib pajak memungut PPN. Bagi penjual, PPN

tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti

telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat

faktur pajak.

3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang

lamanya sama dengan satu bulan takwin) jumlah Pajak

Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak

Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.

4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak

Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan,

selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau

dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

5. Pelaporan perhitungan PPN dilakukan setiap masa

pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) yang

33

sekarang sudah menggunakan sistem modern, yaitu

pelaporan dengan menggunakan elektronik Surat

Pemberitahuan (e-SPT).

Sebelum Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak

dikonsumsi pada tingkat konsumen, PPN telah dipungut

pada setiap mata rantai jalur produksi maupuan jalur

distribusi. Pemungutan pada setiap tingkat ini tidak

menimbulkan efek ganda (cascade effect) karena adanya umur

kredit pajak. Oleh karena itu, beban pajak oleh

konsumen besarnya tetap sama, tidak terpengaruh oleh

panjang atau pendeknya jalur produksi atau jalur

distribusi.

2.3 Tinjauan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

2.3.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

Pajak penghasilan pasal 22 merupakan pembayaran

pajak dalam tahun berjalan melalui pemungutan pajak

oleh bendaharawan pemerintah atau badan-badan tertentu

sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan

kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang

34

lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Di tambah dengan

dasar hukum Peraturan Menteri Keuangan Nomor

154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan

Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan

Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha

di Bidang Lain sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012.

2.3.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 22

Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22

adalah Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008, selanjutnya di ikuti dengan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang

Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penyerahan Barang dan

Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang

35

lain sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012.

2.3.3 Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

Berikut ini di jelaskan pemungut PPh pasal 22

dengan objek yang di pungut menurut Diana (2010: 467).

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

(DJBC), atas impor barang

2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah

dan lembaga-lembaga negara laiinya berkenaan dengan

pembayaran atas pembelian barang

3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang

dilakukan dengan mekanisme uang persediaan

4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit

Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh

KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang

dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung

36

5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha

industri semen, industri kertas, industri baja, dan

industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor

Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya

di dalam negeri

6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan

pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan

pelumas

7. Industri dan ekportir yang bergerak dalam sektor

kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan

yang di tunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak

atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri

atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul

2.3.4 Tarif PPh Pasal 22

Besarnya pungutuan Pajak Penghasilan Pasal 22

ditetapkan sebagai berikut:

1. Atas impor :

37

a. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir

(API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai

impor;

b. Yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh

setengah persen) dari nilai impor;

c. Yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah

persen) dari harga jual lelang.

d. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu

oleh importir yang menggunakan API sebesar 0,5 %

dari nilai impor.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJP,

Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD sebesar 1,5% (satu

setengah persen) dari harga pembelian tidak

termasuk PPN dan tidak final.

3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan

berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak,

yaitu:

a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)

b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)

c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)

38

d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan

barang oleh produsen atau importir bahan bakar

minyak, gas, dan pelumas.

a. Premium, solar, dan premix 0,25% dari

penjualan bagi SPBU Pertamina dan 0,3% dari

penjualan bagi SPBU Swastanisasi (final)

b. Gas 0,3% dari penjualan

c. Pelumas 0,3% dari penjualan

Catatan:

Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen,

bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak

final

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri

atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan

sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk

PPN.

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh

importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud

39

pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen)

dari nilai impor.

7. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih

tinggi dari tarif PPh Pasal 22

2.3.5 Saat Terutang dan Pelunasan Pemungutan PPh

Pasal 22

Setiap pajak yang dipungut dari pemungutan PPh

pasal 22 yang terutang harus di lunasi atau di setorkan

ke kas negara. Berikut ini akan di jelaskan mengenai

kredit pajak PPh pasal 22 yang terutang dan

pelunasannya.

1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan

dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal

pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka

PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat

penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang

(PIB);

2. Atas pembelian barang terutang dan dipungut pada

saat pembayaran;

40

3. Atas penjualan hasil produksi terutang dan dipungut

pada saat penjualan;[

4. Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat

penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang

(Delivery Order);

5. Atas pembelian bahan-bahan terutang dan dipungut

pada saat pembelian.

2.3.6 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan

Pelaporan PPh Pasal 22

Berikut ini akan di jelaskan mengenai tata cara

pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22.

1. PPh Pasal 22 atas impor barang disetor oleh

importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran

Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas

impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor

ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka

waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan

41

dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7

(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak

berakhir.

2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan

dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea

Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas

impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen

pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP

paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak

berakhir.

3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh

pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke

bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama

dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan

barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap

tiga, yaitu :

a. lembar pertama untuk pembeli;

b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan

ke Kantor Pelayanan Pajak;

42

c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang

bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat

14 (empat belas ) hari setelah masa pajak

berakhir.

4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh

pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke

bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal

10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak

berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal

20 setelah masa pajak berakhir.

5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh

pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke

bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal

10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan

menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa

ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah

masa pajak berakhir.

6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi dan

hasil penjualan barang sangat mewah disetor oleh

pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi

43

atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh)

bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir

SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling

lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak

berakhir.

7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi disetor

oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos

paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya

setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib

menerbitkan bukti pemungutan PPh Pasal 22 rangkap 3

yaitu:

a. Lembar pertama untuk pembeli;

b. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan

kepada Kantor Pelayanan Pajak;

c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang

bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT

Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari

setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo

penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22

44

bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau

hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat

dilakukan pada hari kerja berikutnya.

45

2.4 PenelitianTerdahulu

No Nama/

Tahun

Judul Hasil Penelitian

1 Lili Safitri

(STIE MDP,

2010)

Analisis Perhitungan

Dan Pelaporan Pajak

Pertambahan Nilai

Pada CV. Family di

Kota Palembang

Untuk menyeimbangkan pengkreditan Pajak

Masukan dengan Pajak Keluaran dalam

perhitungan PPN Kurang atau Lebih Bayar,

sebaiknya dilakukan dengan memadankan Pajak

Keluaran dan Pajak Masukan dengan

memanfaatkan batas waktu pengkreditan sesuain

dengan undang-undang yang berlaku.

2 Devi

Mayangsarie

(Universitas

Analisis Perlakuan

Pajak Pertambahan

Nilai Kepada

Diketahui bahwa perusahaan sering kali telat

dalam penyetoran dan pelaporannya, perusahaan

masih belum mengikuti ketentuan perpajakan

46

Binus, 2013) Perusahaan Negara dan

Perusahaan Swasta

Pada PT. Pipa Mas

Putih di Pulau Batam

yang berlaku. Ketidaklengkapan dokumen

terkait, baik pembuatan faktur pajak,

penyetoran dan pelaporannya. Hal tersebut

memiliki dampak negatif dalam aspek

perpajakannya.

3 Fita

Christanty

(Bina

Nusantara,

2011)

Analisis Ekualisasi

Pajak Penghasilan

Pasal 22 Dan Pajak

Pertambahan Nilai Di

PT Kas Jakarta Barat

Perusahaan telah melakukan perhitungan dengan

benar, ditunjukkan dari kesamaan nilai antara

nilai PPh Pasal 22 dan total penyerahan yang

dilakukan perusahaan. Apabila Pajak Masukan

lebih besar dari Pajak keluaran maka terjadi

lebih bayar dan sebaliknya.

4 Clifvan

Thomas

Sorongan

Perhitungan Dan

Pelaporan Pajak

Penghasilan Pasal 22

Secara keseluruhan perhitungan sudah sesuai

dengan Peraturan Perpajakan, namun dalam hal

pelaporannya masih belum mengikuti peraturan

47

(Universitas

Sam

Ratulangi,

2014)

Atas Pengadaan Barang

Pada Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara

Kota Bitung

perpajakan yang berlaku. Sebaiknya bendahara

KPPN Kota Bitung melaporkan SPT Masa PPh.

Pasal 22 Atas pengadaan barang sesuai dengan

peraturan perpajakan agar tidak dikenakan

Sanksi Administrasi Perpajakan.

48

5 Sudibjo

(Universitas

Wijaya

Putra, 2014)

Tinjauan Atas

Perhitungan Dan

Penyetoran Bea Masuk,

Pajak Pertambahan

Nilai, Dan Pajak

Penghasilan Pasal 22

Dalam Rangka Impor

Flexitank Pada PT.

Surya Putra Sentosa

Surabaya

PT. SPS melaksanakan kegiatan impor dan

penyetoran pajak dalam rangka impor dengan

baik karena selalu mengacu kepada tata cara

prosedur impor berdasarkan Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor

84/KMK.04/2002 Tentang Tata Laksana Pembayaran

dan Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka

Impor dan Penerimaan Negara Atas Barang Kena

Cukai Buatan Dalam Negeri.

49

2.5 Kerangka Pemikiran dan Paradigma Penelitian

2.5.1 Kerangka Pemikiran

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penghasilan (PPh) Pasal 22 merupakan pajak yang

dikenakan kepada setiap perusahaan yang telah terdaftar

menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dari PPN sendiri

akan di pungut melalui pajak masukan dan pajak

keluaran. Pajak masukan merupakan pajak yang di pungut

saat PKP melakukan pembelian Barang Kena Pajak dan/atau

Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) dari pihak lain. Dan saat PKP

menjual kembali BKP/JKP yang sudah di beli ke pihak

yang lain, maka PKP tersebut juga akan di pungut PPN

nya atau disebut dengan pajak keluaran. Pemungutan PPN

tersebut dapat di lakukan baik dengan memungut sendiri

ataupun di pungut langsung dari pihak yang membeli.

Sedangkan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22

sendiri merupakan pembayaran pajak dalam tahun berjalan

melalui pemungutan pajak oleh bendaharawan pemerintah

atau badan-badan tertentu sehubungan dengan pembayaran

50

atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau

kegiatan usaha dibidang lainnya. Ada banyak yang

menjadi objek PPh pasal 22, baik itu dari kegiatan

impor barang yang dipungut oleh Bank Devisa dan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bendahara pemerintah

baik pusat maupun daerah, BUMN/BUMD yang melakukan

pembelian barang dengan dana yang bersumber dari

APBN/APBD, perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha

industri semen, kertas, baja, otomotif, atas penjualan

hasil produksi dalam negeri, importir bahan bakar

minyak, gas, dan pelumas, serta industri dan eksportir

yang bergerak dalam bidang sektor perhutanan,

perikanan, perkebunan, dan pertanian yang telah di

tunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Dengan pemungut

serta tarif yang berbeda sesuai dengan objek pajak nya.

Dalam hal ini, perusahaan yang menjadi rekanan

pemerintah dimana pembayaran atas pembelian BKP/JKP nya

dilakukan oleh bendaharawan pemerintah baik pusat

maupun daerah merupakan objek pajak PPh pasal 22 yang

51

dikenai tarif sebesar 1,5% dari harga pembelian. Pajak

ini termasuk ke dalam kredit pajak, karena dapat di

setorkan ke kas negara pada saat pembayaran dimana

penyetorannya dilakukan oleh pemungut pajak atas nama

wajib pajak dengan Surat Setoran Pajak ( SSP) sebagai

bukti pemungutan pajaknya.

Pelaporan dari pengenaan PPN dan PPh pasal 22

tersebut akan di pertanggung jawabkan oleh PKP yang di

kenai pajak. Kewajiban melaporkan pajak diwujudkan

dengan mengisi dan menyampaikan SPT Masa PPN dan SPT

Masa PPh Pasal 22 dengan benar, lengkap dan jelas.

Melalui sistem Self Assesment, SPT Masa berfungsi sebagai

sarana bagi PKP untuk mempertanggung jawabkan

perhitungan jumlah PPN dan PPh Pasal 22 yang terutang

dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

tempat PKP terdaftar disertai dengan lampiran Bukti

Pemungutan PPN dan PPh Pasal 22 dan lembar ketiga SSP.

52

2.5.2 Paradigma Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran yang telah

dijelaskan, maka dapat digambarkan dengan paradigma

sebagai berikut:

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

3 Objek dan Metodologi Penelitian

Pajak Pertambahan

Nilai (PPN)

(X1)

Pajak Penghasilan

(PPh) Pasal 22

(X2)

Penerapan Perhitungan,

Penyetoran dan

Pelaporan PPN dan PPh

Pasal 22

53

3.1 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah CV. Jaya

Tambang Mas yang berlokasi di Jalan Sultan Mahmud

Badarudin II Nomor 20 Rt. 16 Kelurahan Alang-alang

Lebar Palembang. Alasan mengapa penelitian ini memilih

objek tersebut adalah karena perusahaan tersebut

merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang

pengadaan barang dan jasa, yang sudah menjadi Pengusaha

Kena Pajak (PKP) dan merupakan rekanan pemerintah yang

di kenai PPN dan PPh pasal 22 sehingga penulis dapat

menganalisis penerapan perhitungan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 serta

pembayaran dan pelaporannya pada objek tersebut.

3.2 Metodologi Penelitian

3.2.1 Operasionalisasi Variabel

Operasional Variabel adalah sesuatu yang

diberikan variabel dengan cara memberikan arti atau

mengimplementasikan menspesifikasikan bagaimana

54

variabel kegiatan tersebut diukur. Agar penelitian ini

memiliki arah yang jelas, maka perlu ditetapkan

operasional variable sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Variabel Independen)

Variabel ini sering disebut variabel bebas adalah

variabel yang mempengaruhi variabel lainnya atau

yang menjadi penyebab timbunya variabel dependen

(terikat) dalam hal ini yang menjadi variabel

independen adalah PPN (X1) dan PPh Pasal 22 (X2).

2. Variabel Terikat (Variabel Dependen)

Variabel ini sering disebut dengan variable

terikat. Variabel terikat adalah variabel yang

dipengaruhi oleh Variabel Bebas (Independen) dalam

penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah

Penerapan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 pada CV. Jaya

Tambang Mas.

55

Agar lebih jelas maka diberikan definisi dari

masing-masing variabel dan indikator-indikator yang

mempengaruhinya sebagai berikut

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Definisi Indikator SkalaUkur

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

(X1)

Pajak yangdikenakan padasetiappenambahan nilaidari suatubarang dan ataujasa dalamperedarannyadari produsen kekonsumen

Pajak Masukan

Pajak Keluaran

Faktur Pajak

Tarif Pajak

DPP

Surat Setoran Pajak

Nominal

Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22

( X2)

Pembayaran pajakmelaluipemungutan pajakoleh bendaharawanpemerintah ataubadan-badantertentusehubungan denganpembayaran ataspenyerahan barangdan kegiatan

Tarif Pajak

DPP

Surat Setoran Pajak

Nominal

56

dibidang imporatau kegiatanusaha lain

Penerapan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

(Y)

Penelitianmengenaipenerapan PPN danPPh Pasal 22dalam halperhitungan,pemungutan, danpelaporannyaapakah sudahmengikutiperaturanperpajakan yangberlaku ataubelum

Perhitungan Penyetoran Pelaporan

Nominal

3.2.2 Jenis dan Sumber Data

Setiap penelitian ilmiah tentu memerlukan data-

data informasi untuk membantu menjawab setiap

permasalahan-permasalahan yang di teliti. Untuk

mendapatkan data yang relevan dengan pokok pembahasan

maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data-data

untuk penelitian ini adalah :

1. Data Primer

57

Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan

diolah sendiri langsung dari objek yang diteliti,

baik melalui observasi atau pengamatan langsung,

wawancara dan dokumentasi. Adapun data primer

berasal dari informasi yang akan diperoleh dari

pihak CV. Jaya Tambang Mas. Adapun metode

pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian

ini yaitu:

a. Observasi langsung, yaitu pengamatan langsung

mengenai objek yang akan diteliti pada instansi

yang terkait dengan keadaan yang sesungguhnya.

Penulis mengadakan observasi langsung pada

tempat penelitian yaitu CV. Jaya Tambang Mas

yang berlokasi di Kecamatan Alang-alang Lebar

Palembang. Untuk lebih mengarahkan pada masalah

penelitian yang dimaksud, dan mencatat hal-hal

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti

secara objektif.

b. Wawancara, yaitu metode untuk memperoleh data

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

58

berhubungan dengan penelitian. Penulis melakukan

wawancara langsung dengan pihak yang berhubungan

secara langsung mengenai perpajakan dari

perusahaan CV. Jaya Tambang Mas untuk memperoleh

data yang dibutuhkan.

c. Dokumentasi, dengan metode dokumentasi peneliti

akan mendokumentasikan hal-hal yang

menginformasikan tentang proses penelitian,

seperti bukti-bukti pemungutan PPN dan PPh pasal

22, Surat Setoran Pajak, faktur pajak, dan SPT

Masa PPN dan PPh Pasal 22.

2. Data sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari mempelajari

buku-buku, jurnal, artikel ilmiah yang terkait

dengan penelitian ini. Data sekunder dari

penelitian ini yaitu buku-buku tentang PPN dan PPh

Pasal 22, Undang-undang Nomor 42 tahun 2009

tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Undang-undang

Nomor 36 tentang Pajak Penghasilan, jurnal dan

59

artikel mengenai PPN dan PPh pasal 22, serta data

sudah diolah atau disusun sedemikian rupa oleh CV.

Jaya Tambang Mas, yang berupa data / dokumen yang

berhubungan dengan perhitungan, penyetoran dan

pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan PPh pasal 22.

3.2.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

analisis deskriptif dan analisis kualitatif dan

kuantitatif, karena penelitian ini di analisis

berbentuk kalimat-kalimat dan perhitungan.

1. Metode Tekhnik Analisis Deskriftif Kualitatif yaitu

teknik analisis yang berbentuk kalimat dan gambar

untuk memberikan penjelasan dan pemahaman yang

mendalam sehingga memudahkan dalam mendapatkan hasil

yang objektif, sehingga dapatlah ditarik suatu

kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan untuk

mengetahui penerapaan perhitungan PPN dan PPh pasal

22.

60

2. Tekhnik Analisis data kuantitatif adalah tekhnik

yang mengelompokan data, melakukan perhitungan data,

dan perbandingan antara dua variabel atau lebih.

Analisis penelitian ini dilakukan dengan menjelaskan

hal-hal yang berhubungan dengan penerapan PPN dan

PPh pasal 22 disertai dengan mekanisme perhitungan,

penyetoran dan pelaporan pada CV. Jaya Tambang Mas.