efektifitas penagihan pajak dengan surat teguran dan surat ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of efektifitas penagihan pajak dengan surat teguran dan surat ...
EFEKTIFITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN
DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KPP
PRATAMA DUREN SAWIT
OLEH
SITI SOLEHATI SYARIFAHNIM 0911000062
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A SJAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI2014
EFEKTIFITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN
DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KPP
PRATAMA DUREN SAWIT
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
oleh :
SITI SOLEHATI SYARIFAHNIM 0911000062
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A SJAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI2014
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A SJAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul
Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat PaksaTerhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Duren Sawit
oleh
Nama : Siti Solehati SyarifahNIM : 0911000062Program Studi : S1 Akuntansi
Telah disetujui untuk diujikan.
Jakarta, 22 November 2014Mengetahui,Ketua Program Studi S1 Akuntansi Dosen Pembimbing Skripsi,
Atik Djajanti, S.E., Ak., M.Ak. Dra. Hetty Djuhartika, Ak., M.Si
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A SJAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat PaksaTerhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Duren Sawit
Telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim Penguji Skripsipada
Hari : SabtuTanggal : 22 November 2014Waktu : 12.00 - selesai
oleh
Nama : Siti Solehati SyarifahNIM : 0911000062
DAN YANG BERSANGKUTAN DINYATAKAN LULUS
Tim Penguji Skripsi
Ketua Sidang : Drs. Leonardus Hartono, Ak., M.M.
Anggota : Kara Moestafa, SH., M.H.
Mengetahui,Ketua Program Studi S1 Akuntansi
Atik Djajanti, S.E., Ak., M.Ak.
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A SJAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PERNYATAAN
Seluruh isi dan materi skripsi ini menjadi tanggung jawab penyusun sepenuhnya.
Jakarta, 30 Oktober 2014Penyusun,
Siti Solehati Syarifah0911000062
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Siti Solehati Syarifah
NIM : 0911000062
Program Studi : Akuntansi
Judul Skripsi : Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan
Pajak di KPP Pratama Duren Sawit.
Menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian
hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus menerima sangsi
berdasarkan aturan tata tertib di ABFI Institute Perbanas.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaaan sadar dan tidak ada unsur
paksaan.
Jakarta, 30 Oktober 2014
Penulis
(Siti Solehati Syarifah)0911000062
ABSTRAK
Siti Solehati Syarifah. 0911000062. Efektifitas Penagihan Pajak dengan SuratTeguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama DurenSawit. Skripsi, Jakarta: Asian Banking Finance & Informatics Institute Perbanas.Jakarta. Oktober 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas serta kontribusipenagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajakdi KPP Pratama Duren. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dataprimer diperoleh dari hasil wawancara secara langsung dengan bagian seksipenagihan di KPP pratama Duren Sawit sedangkan data sekunder diperoleh daridata olahan dari instansi yang bersangkutan dan data-data yang digunakan untukmendukung hasil penelitian. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwapenagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa di KPP pratama DurenSawit mengalami penurunan dari tahun 2011 ke tahun 2012. Penagihan pajakdengan surat teguran dan surat paksa di KPP Pratama Duren Sawit tergolong tidakefektif hal ini dapat disebabkan pencairan surat teguran dan surat paksa tidakmencapai 100%. Penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa di KPPPratama Duren Sawit kurang berkontribusi terhadap target penerimaan negaradalam bidang perpajakan hal ini dibuktikan penagihan pajak dengan surat teguranhanya berkontribusi sebesar 8,58% pada tahun 2011 dan 2,07% pada tahun 2012,dan penagihan pajak dengan surat paksa berkontribusi hanya sebesar 3,58% tahun2011 dan sebesar 3,61% tahun 2012 sehingga hanya berkontribusi sedikitterhadap penerimaan negara
Kata Kunci: Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa, PenerimaanPajak
.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan dalam rangka pemenuhan
kewajiban penulis untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi ABFI Institute Perbanas Jakarta dengan judul “Efektivitas Penagihan
Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak di
KPP Pratama Duren Sawit”
Dalam menyusun skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan
dan pengarahan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
ix
viii
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, selaku Rektor ABFI Institute
Perbanas Jakarta.
2. Ibu Atik Djajanti, SE., Ak., M.Ak selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi
ABFI Institute Perbanas Jakarta.
3. Ibu Dra. Hetty Djuhartika, Ak., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang penuh
kesabaran membimbing dan mengarahkan peneliti, yang telah ikhlas untuk
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta memberikan petunjuk, saran, nasihat
dan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Pimpinan dan seluruh staf akademik yang telah memberikan bantuan dalam
perkuliahan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi ABFI Institute
Perbanas Jakarta.
5. Pimpinan, kepala seksi dan karyawan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Duren Sawit, terutama Bapak Usep Munandar & Bapak Deden yang telah
bersedia memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan
memberikan informasi juga data yang diperlukan dalam rangka penyusunan
skripsi ini.
6. Kedua orang tuaku yang terkasih dan tercinta, Ibunda Siti Maryati dan Ayahanda
Arris Kusumah Sunjaya S.pd., M.Si terima kasih yang tak terhingga atas segala
kasih sayang, doa, keikhlasan, kesabaran, bimbingan, motivasi, dan dukungannya
x
yang tak pernah berhenti kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
kuliah untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi. Semoga penulis dapat
memberikan persembahan yang terindah untuk kalian berdua.
7. Adikku Siti Nurul Fauziah atas motivasi dan inspirasinya. Terima kasih selalu
menjadi pendengar setia, dan penyemangat dikala penulis sedang bosan dengan
segala aktivitasnya. Semoga kita dapat mewujudkan cita-cita dan dapat
membanggakan orang tua dan keluarga.
8. Sahabatku Maya Resty Amalliah yang selalu menghibur dan menemani baik
dalam suka maupun duka.
9. Teman-teman rantau yang sekaligus menjadi keluarga kecil bagi penulis selama
di kostan Ummi, Saysa, Jijah, Ka Yuni, Ka Metha, Ka Lia.
10. Kepada seluruh teman-teman Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi angkatan
senior maupun junior yang saling membantu, saling berbagi, dan saling
menolong satu sama lain demi keberhasilan bersama. Terutama teman-teman
seperjuangan Pia, Memey, Dhika, Dea, Yuli, Putra dan teman-teman lainnya.
Terima kasih atas semua semangat, dukungan, bantuan, kesenangan, keceriaan,
dan menjadi tempat berkeluh kesah.
11. Seluruh dosen penguji skripsi yang telah memberikan penilaian kepada penulis
sebagai hasil penyelesaian studi di ABFI Institute Perbanas Jakarta.
12. Dan semua pihak yang namanya belum disebutkan diatas, mohon maaf atas
kekhilafan penulis, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang kalian
xi
berikan kepada penulis. Terima Kasih.
Penulis hanya bisa berdoa kepada Allah SWT semoga semua kebaikan
mereka mendapat pahala yang setimpal. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi
ini jauh dari sempurna, hal ini disebabkan adanya keterbatasan pengalaman dan
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang
sifatnya membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini mempunyai arti dan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan. Amin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 30 Oktober 2014
Penulis
Siti Solehati Syarifah
0911000062
xii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI.......... ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL.. ......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 7
1.3 Batasan Penelitian................................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitan ..................................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................. 10
xiii
2.1 Kajian Teori ............................................................................................ 10
2.1.1 Pengertian Pajak ............................................................................ 10
2.1.2 Fungsi Pajak .................................................................................. 13
2.1.3 Pengelompokan Pajak................................................................... 14
2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak......................................................... 16
2.1.5 Efektivitas ...................................................................................... 19
2.1.6 Tunggakan Pajak ........................................................................... 19
2.1.7 Penagihan Pajak............................................................................. 20
2.1.8 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran ........................................ 26
2.1.9 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ............................................ 27
2.2 Penelitian Sebelumnya............................................................................ 31
2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 37
3.1 Objek Penelitian...................................................................................... 37
3.2 Metode Penelitian ................................................................................... 37
3.3 Jenis dan Sumber Data............................................................................ 38
3.4 Metode Pengumpulan Data..................................................................... 38
3.5 Teknik Analisis Data .............................................................................. 39
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN........................... 43
4.1 Gambaran Umum Instansi ...................................................................... 43
xiv
4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya Instansi ............................................. 43
4.1.2 Rencana Strategis KPP Pratama Duren Sawit ............................. 44
4.1.3 Kedudukan, Tugas dan Fungsi KPP Pratama Duren Sawit ......... 48
4.1.4 Struktur Organisasi KPP Pratama Duren Sawit .......................... 50
4.2 Analisis data............................................................................................ 54
4.3 Hasil Penelitian....................................................................................... 54
4.3.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak ................................... 54
4.3.2 Perkembangan Piutang Pajak KPP Pratama Durn Sawit ............ 56
4.3.3 Efektivitas dan Kontribusi Surat Teguran dan Surat Paksa
Terhadap Penerimaan Pajak ....................................................... 59
4.3.3.1 Analisis Efektivitas Penagihan Pajak ............................... 59
4.3.3.2 Kontribusi ......................................................................... 65
4.3.4 Permasalahan dan Alternatuf Pemecahan Masalah yang
dihadapi oleh KPP Pratama Duren Sawit saat Melakukan Penagihan
Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa ...................................... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 77
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 77
5.2 Keterbatasan ........................................................................................... 78
5.3 Rekomendasi........................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 81
xvi
DAFTAR TABEL
No. Judul Tabel Halaman
Tabel 1.1 Perkembangan Tunggakan Pajak Tahun 2011 dan 2012 .............. 5
Tabel 3.1 Klasifikasi Pengukuran Efektivitas............................................... 40
Tabel 3.2 Klasifikasi Kriteria Kontribusi...................................................... 41
Tabel 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan................. 55
Tabel 4.2 Perkembangan Piutang Pajak........................................................ 56
Tabel 4.3 Pembayaran Surat Teguran di KPP Pratama Duren Sawit ........... 61
Tabel 4.4 Pembayaran Surat Paksa di KPP Pratama Duren Sawit ............... 64
Tabel 4.5 Perbandingan Pencairan Piutang Pajak dengan Surat Teguran
terhadap Tunggakan Pajak di KPP Pratama Duren Sawit Tahun
2011 dan 2012......................................................................................... 66
Tabel 4.9 Perbandingan Pencairan Piutang Pajak dengan Surat Paksa
terhadap Tunggakan Pajak di KPP Pratama Duren Sawit Tahun
2011 dan 2012......................................................................................... 69
xvii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran.................................................................... 36
Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Duren Sawit .......................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peran penerimaan pajak sangat penting bagi kemandirian pembangunan,
karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara dari dalam negeri
yang paling utama selain dari minyak dan gas bumi untuk mendanai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam ketetapan MPR RI Nomor
II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) disebutkan bahwa
pelaksanaan pembangunan nasional harus berlandaskan kemampuan sendiri,
sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Hal ini menujukan bahwa
2
sedapat mungkin peranan bantuan luar negeri semakin berkurang sehingga negara
semakin mampu membangun berdasarkan kekuatannya sendiri terutama jiwa
warganya untuk berpartisipasi membayar pajak sebagai kewajiban dan
keikutsertaannya dalam pembiayaan negara.
Rimsky (1999:34) menyatakan bahwa peningkatan penerimaan dalam negeri
dari sektor pajak adalah sesuatu yang wajar karena secara logis jumlah pembayar
pajak dari tahun ketahun akan semakin banyak sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk dan kesejahteraan masyarakat.
Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial untuk dapat
mencapai keberhasilan pembangunan. Keberhasilan upaya ini akan ditentukan oleh
dua hal yang saling berkaitan yaitu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak
serta sikap dan kemampuan aparat pajak dalam melaksanakan tugasnya di lapangan.
Dari tahun ke tahun terlihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan memberi
andil besar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak selalu dikatakan
merupakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional.
Untuk memenuhi target penerimaan pajak dan meningkatnya peranan pajak
dalam pembangunan di Indonesia, menjadi tugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
sebagai lembaga otoritas pajak. KPP Pratama merupakan integrasi dari tiga kantor
operasional DJP, yaitu KPP, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB),
dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Dalam KPP Pratama,
3
diperkenalkan konsep pemberian pelayanan satu atap. Artinya, KPP Pratama
memberikan pelayanan atas semua jenis pajak yang diadministrasikan oleh
pemerintah pusat, yaitu PPh, PPN, PBB serta jenis pajak lainnya, termasuk
pemeriksaan pajak.
Pemerintah berusaha untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak.
Usaha ini ditempuh dengan melakukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
peraturan perpajakan. Hal ini dilakukan agar penerimaan dari sektor pajak dapat
diperoleh secara maksimal.
Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak telah
mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu official assesment system menjadi
self assesment system. Berbeda dengan official assesment system, dalam self
assesment system, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor
dan melaporkan sendiri pajaknya.
Dari tahun ke tahun telah dilakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk
meningkatkan penerimaan pajak sebagai penerimaan negara. Kebijakan tersebut
dapat dilakukan melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan peraturan-
peraturan baru di bidang perpajakan, meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak
maupun menggali sumber-sumber pajak lain.
Dalam self assessment system, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban
4
pajaknya, sehingga melalui sistem administrasi perpajakan ini diharapkan dapat
dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh
masyarakat. Sistem ini menaruh kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk
menjalankan kewajiban-kewajiban perpajakannya. Hal tersebut tentu meletakkan
tanggung jawab yang lebih besar kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan
kepercayaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, pemerintah terus
memberikan pengertian kepada masyarakat tentang betapa pentingnya kesadaran dan
pemahaman mengenai pajak bagi kelangsungan pembangunan nasional dan
pembiayaan negara.
Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari pajak maka
tentu masyarakat sadar akan pajak (tax counciouness) dan tidak akan lagi dijumpai
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Akan tetapi dalam
kenyataannya, terdapat cukup banyak masyarakat yang dengan sengaja melakukan
kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan
pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan timbulnya tunggakan
pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah perkembangan tunggakan pajak yang
terjadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit sebagai berikut :
5
Tabel 1.1
Perkembangan Tunggakan Pajak Tahun 2011 dan 2012
Tahun Jumlah Tunggakan Pajak
2011 171.962.819.0002012 178.373.423.706
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Duren Sawit
Dari tabel diatas memperlihatkan adanya peningkatan tunggakan pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2012
mengalami kenaikan sebesar Rp6.410.604.706,00 dari tahun sebelumnya. Untuk
mengatasi tunggakan pajak, maka dibutuhkan tindakan penagihan yang mempunyai
kekuatan hukum memaksa.
Penagihan pajak merupakan implikasi dari berkembangnya jumlah tunggakan
pajak yang semakin besar dari waktu ke waktu. KPP sebagai salah satu lembaga yang
didirikan oleh Direktorat Jenderal Pajak Indonesia beserta Lembaga Keuangan
merupakan suatu sistem ekonomi yang memegang peran penting dalam
perekonomian, karena KPP adalah sarana pembayaran pajak yang menerima serta
menghimpun pembayaran pajak di seluruh daerah serta kota yang ada di Indonesia.
KPP didirikan untuk memudahkan wajib pajak membayar serta menyetorkan
pajaknya karena KPP terdapat di seluruh kota di Indonesia. Namun, dalam
kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak di hampir seluruh KPP di
Indonesia sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya.
6
Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan
yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi
pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat
paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang
yang telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19
tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.
Masih seringnya dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak
dilunasinya hutang pajak, memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai
kekuatan hukum yang memaksa, yang merupakan pertimbangan khusus
ditetapkannya Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan kata
lain, Undang–undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diharapkan dapat
mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya
masalah penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak.
Namun hal yang paling penting untuk diperhatikan oleh fiskus dalam
penagihan pajak yaitu suatu kewajiban perpajakan dianggap telah hilang atau gugur
apabila telah melewati jangka waktu tertentu. Dengan mencegah daluwarsa
penagihan pajak, berarti juga menyelamatkan penerimaaan pajak negara. Peran aktif
fiskus dalam pelaksanaan pencairan tunggakan pajak sebagai upaya untuk
meningkatkan penerimaan dari sektor pajak dapat dilakukan dengan cara menerbitkan
Surat Paksa.
7
Pelunasan utang pajak oleh wajib pajak merupakan salah satu tujuan penting
pemberlakuan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat paksa Nomor 19 Tahun
2000. Untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu
terhadap wajib pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang
nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian selanjutnya, untuk
itu judul yang akan diambil adalah “Efektifitas Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Duren
Sawit”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap
tunggakan pajak di KPP Pratama Duren Sawit sudah efektif?
2. Seberapa besar kontribusi penagihan pajak dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Dueren
Sawit?
8
1.3 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan data variabel yaitu Pajak Penghasilan
mulai tahun 2011 dan 2012 dan penelitian ini dibatasi hanya dengan satu Kantor
Pelayanan Pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan
yang terdiri dari:
1. Mengetahui tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa di KPP Pratama Duren Sawit dalam rangka peningkatan
penerimaan pajak.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penagihan pajak dengan
Surat teguran dan Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP
Pratama Duren Sawit.
1.5 Manfaat penelitian
a. Bagi Direktorat Jendral Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan menjadi bahan
masukan bagi Direktorat Jendral Pajak dalam rangka meningkatkan
9
kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak. Hal tersebut dimaksudkan agar
dapat meningkatkan pemasukan dari sektor pajak.
b. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini secara akademis diharapkan dapat menambah
wawasan para akademis yang melakukan studi dibidang perpajakan.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kajian teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang perpajakan
yang memberikan pengertian yang berbeda namun pada inti dan tujuannya sama:
Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro yang dikutip dalam buku karangan
Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) bahwa:
11
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung
dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Sementara itu jika mengacu pada Undang-undang nomer 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1 disebutkan pengertian
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara dan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Maka secara garis besar pajak mengandung unsur sebagai berikut :
a. Kontribusi Wajib kepada Negara.
b. Terutang oleh Orang Pribadi atau Badan.
c. Sifatnya memaksa berdasarkan Undang-undang.
d. Tidak mendapatkan imbalan (Kontraprestasi) secara langsung.
e. Digunakan untuk Keperluan Negara bagi sebesar-besarnya Kemakmuran
Rakyat.
Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah :
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang
bersifat dapat dipaksakan.
12
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
c. Pajak yang dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukkannya masih terdapat surplus maka digunakan untuk membiayai
public investment.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur.
Pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. luran dan rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. luran tersebut berupa uang
(bukan barang).
2. Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dan negara yang secara langsung dapat
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat di tunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeIuaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
13
2.1.2 Fungsi Pajak
Pajak memiliki dua fungsi, yaitu :
1. Fungsi Penerimaan (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntungkan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan.
2. Fungsi mengatur (regular)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan-
kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.
Fungsi tersebut merupakan peran utama pajak. Dalam perkembangannya, peran
tersebut menjadi lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi.
1. Fungsi redistribusi
Yaitu suatu fungsi yang lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan
dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan
pajak, yaitu tarif yang lebih besar untuk tingkat atau penghasilan yang lebih
tinggi.
2. Fungsi demokrasi
Merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk
kegiatan pemerintah dan pembangunan. Fungsi ini pada saat sekarang sering
dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat khususnya
14
pembayar pajak. Apabila pajak telah dilaksanakan dengan baik, maka timbal
baliknya pemerintah harus memberikan pelayan terbaik.
2.1.3 Pengelompokan Pajak
Menurut Siti Resmi (20090) jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 macam,
yaitu menurut sifat, sasarannya dan lembaga pemungutnya.
a. Menurut Golongan
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain
atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yangbersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2) Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung
terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi pernyerahan barang atau
jasa.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
b. Menurut sifat
Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
15
1) Pajak subyektif, adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan
pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan
subjeknya.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya
baik berupa benda, keadaa, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya kewajiban membayar pajak tanpa memerhatikan keadaan pribadi
subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
c. Menurut lembaga pemungut
1) Pajak Negara (pajak pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Contoh: PPh, PPN dam PPnBM, PBB, serta Bea Perolehan hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB)
2) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing.
Pajak provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas
Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan
16
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak Kabupaten/kota
meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak
Parkir.
2.1.4 Tata cara pemungutan pajak
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (pengahsilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai
kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak
yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru
dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang. Misalnya,, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan
besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel
ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu
17
akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak
berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Bila besar pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak
munurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika
lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas pemungutan pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2009:2) pemungutan pajak harus memunuhi syarat
sebagai berikut :
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang – Undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing – masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya
yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (syarat yuridis)
18
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara
maupun warganya.
c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat financial)
Sesuai dengan budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan sederhana akan memudahkan dalam mendorong
masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
3. Sistem pemungutan pajak
Menurut Mardiasmo (2009:7), Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi
3 yaitu :
a. Official Assessment System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang.
19
b. Self Assessment System, Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang
memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar.
c. Withholding System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.5 Efektivitas
Efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan
untuk mencapai tujuan tersebut, efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau
kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Formula untuk mengukur
efektivitas yang terkait dengan perpajakan adalah perbandingan antara realisasi
penerimaan pajak dengan potensi pajak.
2.1.6 Tunggakan Pajak
Tunggakan pajak adalah besarnya pajak terutang yang belum dibayarkan oleh
wajib pajak. Tunggakan pajak ini disebabkan oleh dua hal, yaitu:
a. Karena pemeriksaan
Pemeriksaan ini meliputi:
20
1. Surat Ketetapan Pajak (SKP). SKP diterbitkan terbatas pada wajib pajak
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat
Pemberitahuan (SPT) atau karena ditemukannya data fisik yang tidak
dilaporkan oleh wajib pajak.
2. Surat Tagihan Pajak (STP). STP adalah surat untuk melakukan penagihan pajak
dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda bagi wajib pajak.
b. Karena wajib pajak tidak mampu membayar kewajiban
Dalam hal ini tunggakan timbul karena murni yang bersangkutan atau wajib pajak
tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila bidang penagihan
mendapati adanya tunggakan pajak yang disebabkan seperti diatas, maka akan
dilakukan tindakan penagihan aktif sebagai sarana untuk menagih pajak kepada
wajib pajak.
2.1.7 Penagihan Pajak
A. Pengertian Penagihan Pajak
Kewajiban-kewajihan yang timbul dalam pajak harus dipenuhi oleh keharusan
membayar pajak. tetapi sebaliknya pembuat undang-undang pajak harus
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan bahwa tidak senantiasa kewajiban-
kewajiban itu, seperti pembayaran pajak akan dipenuhi oleh yang bersangkutan
dengan sukarela. Agar dipatuhinya undang-undang yang telah ditetapkan, maka
perlunya tindakan penagihan.
21
Menurut pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 tahun 2000 dijelaskan pengertian Penagihan Pajak yaitu sebagai
berikut :
"Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasiutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, danmenjual barang yang telah disita."
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penagihan memiliki 4 (empat)
unsur yaitu :
1. Serangkaian Tindakan
Maksudnya bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dan diterbitkannya
Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan dan
Permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pada kantor lelang.
2. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak
Maksudnva adalah juru sita pajak negara yang telah memenuhi svarat telah
mendapatkan pendidikan khusus, diangkat serta disumpah terlebih dahulu.
3. Wajib Pajak yang tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban
perpajakan yaitu utang pajak yang terdapat dalam STP/SKP/SKPT.
4. Menurut Undang-undang Perpajakan ialah Undang-undang Nomor 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-
22
undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
Penanggung pajak merupakan orang pribadi atau badan yang bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Wajib Pajak diwakili dalam hal :
a. Badan oleh pengurus.
b. Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator.
c. Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk
melakukan pemberesan.
d. Badan dalam proses likuidasi oleh likuidator.
e. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana
wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya.
f. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh
wali pengampunya.
2. Dasar Penagihan Pajak
Menurut pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa:
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
23
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
merupakan dasar penagihan pajak. (Undang-Undang Pajak Tahun 2009)
Adapun penjelasan hal diatas yaitu:
a. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan
atau sanksi administrasi berupa bunga dan denda. (Pasal 1 point 19)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar. (Pasal 1 point 15)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. (Pasal 1 point 16)
d. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat
dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan
Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak. (Pasal 1 point 29)
24
e. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak
ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. (Pasal 1 point 30)
f. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleb Wajib Pajak. (Pasal
1 point 31)
3. Bentuk Penagihan Pajak
Berdasarkan uraian penagihan yang dikemukakan oleh para ahli, maka dalam
bidang administrasi dikenal bentuk penagihan pajak, yaitu:
1. Penagihan Pasif
Yaitu tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara
melakukan pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran
lainnya yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Penagihan pasif dilakukan seperti
:
a. Dengan cara memberikan peringatan.
b. Setelah itu memberikan surat teguran.
c. Disusul dengan aturan pencicilan pembayaran.
2. Penagihan Aktif
25
Yaitu penagihan yang didasarkan pada surat tagihan pajak/surat ketetapan
pajak/surat ketetapan pajak tambahan dimana undang-undang telah
menentukan tanggal jatuh tempo yaitu satu bulan setelah atau dan saat surat
tagihan pajak/surat ketetapan pajak/surat ketetapan pajak tambahan
diterbitkan.
Penagihan aktif dilakukan jika seluruh cara penagihan pasif dilakukan dan
beluma ada niat baik dari wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Maka fiskus dapat melakukan penagihan dengan eksekusi
langsung, yaitu surat paksa, perintah penyitaan, penyanderaan dan
melakukan pelelangan atas barang-barang wajib pajak yang berutang pajak.
4. Bunga Penagihan
Menurut pasal 19 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut:
Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atauSurat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yangharus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar,maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar itu, dikenakan sanksiadministrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yangdihitung dari tanggaljatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggalditerbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)bulan..
5. Jangka Waktu Penagihan
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
26
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh
tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat
Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa
disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman
lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat
belas) hari setelah penyitaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan
penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak
kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.
2.1.8 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
A. Pelaksanaan Surat teguran
Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat lain yang sejenis
merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman
tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya.
Sesuai pasal 8 ayat (2) UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Surat Teguran
/ Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penganggung pajak
tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran
27
Pasal 1 angka 10 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyebutkan bahwa
Surat Teguran, Surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang
diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak
untuk melunasi utang pajaknya.
B. Penerbitan Surat Teguran
Dalam buku KUP Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan
Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui
penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak
menepati keputusan tersebut.
Penerbitan surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis
merupakan tindakan awal dari pelaksanaan penagihan pajak dan pelaksanaannya
harus dilakukan sebelum dilanjutkan dengan penerbitan surat paksa. Apabila terdapat
Wajib Pajak tidak pernah diberikan surat teguran, surat peringatan atau surat lain
yang sejenis namun langsung diterbitkan dan diberikan surat paksa, maka secara
yuridis surat paksa tersebut dianggap tidak ada karena tidak didahului dengan
pengeluaran surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
2.1.9 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
A. Pengertian Surat Paksa
28
Surat Paksa menupakan alat hukum yang lazimnya diterapkan dalam hukum
perdata setelah ada putusan hakim. Tetapi dalam hukum pajak surat paksa dapat
langsung ditetapkan tanpa melalui proses dimuka pengadilan. Hal ini dikenal dengan
nama “parate executie” atau eksekusi langsung. Surat paksa ini dapat diterapkan baik
untuk pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Sedangkan Pengertian Surat
Paksa menunut Soemitro dalam buku “Asas dan Dasar Perpajakan I” adalah sebagai
berikut :
“Surat Paksa adalah suatu surat ketetapan pejabat yang berwenang, yangmempunyai titel eksekutorial dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yangmengandung periniah kepada Wajib Pajak yang namanya tercantum dalam SuratPaksa, untuk membayar sejumlah pajak yang disebut dalam Surat Paksa, dalamjangka waktu yang ditentukan dalam Surat Paksa, dengan ancaman sila atausandera.” (Soemitro,2006)
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi:
1. Nama Wajib Pajak atau nama Wajib pajak dan Penanggung Pajak.
2. Dasar penagihan.
3. Besarnya utang pajak.
4. Perintah untuk membayar.
B. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
29
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1998 tentang Tata
Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1998 tentang Tata
Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara
Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang
penyanderaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
147/KMK.04/1998 tentang Penunjukan Pejabat Untuk Penagihan Pajak
Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan pajak.
6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
148/KMK.04/1998 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan
Penanggung Pajak yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa.
7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
149/KMK.04/1998 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Juru Sita Pajak.
C. Penerbitan dan Pemberitahuan Surat Paksa
- Penerbitan Surat Paksa
Menunut pasal 8 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
“Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa” menyatakan Surat Paksa diterbitkan
apabila :
30
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis.
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran
pajak.
- Pemberitahuan Surat Paksa
Menurut pasal 10 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000
tentang “Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa” menyatakan:
(Ayat 3). Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Juru sita
Pajak kepada :
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain
yang memungkinkan.
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai.
31
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
(Ayat 4). Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak
kepada:
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tampat
tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau
b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Juru sita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
2.2 Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian Oktafia (2003) yang berjudul “Analisis efektifitas Pelaksanaan
Penagihan dengan Penyitaan dan Pengaruhnya terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Kediri” menyatakan bahwa pelaksanaan penagihan dengan
penyitaan di KPP Kediri sudah mencapai efektivitas kerja, ditujukan dari jumlah surat
penagihan (Surat paksa, surat teguran dan surat perintah melakukan penyitaan).
32
Penelitian Wicaksono (2006) meneliti mengenai pengaruh penagihan pajak
dengan surat teguran dan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak di kantor
pelayanan pajak setia budi satu jakarta. Dalam hasil penelitiannya menyebutkan surat
teguran dan surat paksa mempunyai pengaruh signifikan terhadap pelunasan
tunggakan pajak oleh wajib pajak. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa
pelaksanaan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa dapat menekan
penanggung pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Yanny (2005) mengenai “Penagihan
dengan Surat Paksa dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Pajak dan Kepatuhan
Wajib Pajak di KPP Surabaya”. Penelitian tersebut menggunakan data kuantitatif
dengan menggunakan data primer yang didapat dari KPP Surabaya Rungkut mulai
tahun 2002-2003, statistik uji yang digunakan regresi linier berganda, penelitian ini
membutktikan bahwa jumlah surat paksa yang diterbitkan dan jumlah wajib pajak
aktif secara serempak berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak di
KPP Surabaya Rungkut.
Penelitian oleh Penelitian Dian (2005) meneliti mengenai analisa pengaruh
jumlah wajib pajak, pemeriksaan pajak, dan penagihan dengan surat paksa terhadap
penerimaan pajak di kantor pelayanan pajak batu. Hasil penelitiannya membuktikan
bahwa jumlah pemeriksaan pajak dan kepatuhan atas penagihan dengan Surat Paksa
secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Batu. Jumlah pemeriksaan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
33
penerimaan pajak, sedangkan kepatuhan atas penagihan pajak dengan Surat Paksa
tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ginting (2006) mengenai “Pengaruh
Pemberian Surat Penagihan Terhadap Pembayaran Tunggakan Pajak Penghasilan di
Tiga Kantor Pelayanan Pajak” menyatakan pada umumnya wajib pajak sering
melakukan penunggakan pembayaran pajaknya dengan berbagai alasan. Oleh karena
itu Kantor Pelayanan Pajak melakukan tindakan penagihan dengan surat penagihan
dimulai dari Surat Teguran, Surat Paksa, penyitaan dan lelang kepada wajib pajak.
Ditemukan fakta bahwa wajib pajak melunasi utang pajaknya setelah diberikan Surat
Teguran yaitu sekitar 95% dan sebagian lagi melunasinya setelah diterbitkannya
Surat Paksa. Secara keseluruhan proses kegiatan penagihan pajak tahun 2007 yang
memberikan andil yang sangat besar dalam pengamanan penerimaan pajak pada KPP
Pratama Jakarta XYZ yaitu pada kegiatan aktif dimana penagihan ini dilakukan oleh
peran fiskus, faktor lain. Kepatuhan wajib pajak untuk membayar atau melunasi
tunggakan pajaknya secara sukarela masih sangatrendah, aritnya wajib pajak baru
akan melunasi tunggakan pajak setelah adanya penagihan aktif dari KPP Pratama
XYZ.
Pada penelitian dari Junaidy, Sandra (2007) yang berjudul “Evaluasi Proses
Pelaksanaan Penagihan Pajak dalam Rangka Pengamanan Penerimaan Pajak Pada
KPP XYZ” menyatakan bahwa pelunasan akibat penagihan aktif lebih besar dari pada
penagihan pasif, baik dari segi rasi maupun rupiah. Ini memberikan pandangan bahwa
para wajib pajak belum meningkatkan kedisiplinannya dalam membayar pajak.
34
Menurut Syahab (2008) mengenai “Pengaruh Penagihan Pajak dan Surat Paksa
Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan” menyatakan penagihan pajak
disetiap KPP sudah sesuai dengan prosedur dan tata cara penagihan, surat paksa pajak
juga secara umum masih rendah, selain itu penagihan dan surat paksa pajak
berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan badan.
Menurut Wijoyanti (2010) mengenai “Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Mampang Prapatan” menunjukan bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari penagihan
pajak dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak yaitu mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik
material maupun spiritual. Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak
memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk
mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang
berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai
pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
Pembangunan Nasional Indonesia pada dasarnya dilakukan oleh masyarakat
bersama-sama pemerintah. Oleh karena itu peran masyarakat dalam pembiayaan
35
pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang kewajibannya membayar pajak.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, dapat
dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi usaha-usaha untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat (Wajib Pajak) dalam memenuhi kewajibannya membayar
pajak sebagai bentuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Mengoptimalkan dan
mengefektifkan penerimaan dari sektor pajak ini tergantung pada kedua belah pihak,
yaitu pemerintah sebagai aparat perpajakan (fiskus) dan masyarakat sebagai wajib
pajak atau yang dikenai pajak.
Salah satu tindakan penagihan pajak adalah dengan pemberitahuan surat
teguran dan surat paksa. Dasar dari penagihan pajak adalah adanya tunggakan pajak
dalam STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan
Putusan Banding. Apabila realisasi pencairan tunggakan pajak tersebut dapat
direalisasikan dengan jumlah nominal hampir sama dengan potensi pencairan
tunggakan pajak, maka penagihan pajak dengan surat paksa tersebut telah efektif.
Dengan efektifnya penagihan pajak dengan surat paksa maka dapat
meningkatkan penerimaan pajak, dimana diharapkan memberikan kontribusi terhadap
pembangunan nasional. Oleh karena itu efektivitas penagihan pajak dengan surat
paksa sangat diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit
Jakarta Timur. Tempat penelitian tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa baik
data maupun informasi yang dibutuhkan mudah diperoleh serta relevan dengan pokok
permasalahan yang menjadi objek pokok penelitian.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan cara menggambarkan efektivitas
penerbitan surat teguran dan paksa berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai
surat teguran dan surat paksa. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data
kuantitatif yang berupa angka-angka, seperti jumlah penerbitan surat teguran dan
38
surat paksa serta pencairan tunggakan pajak. Dan data kualitatif seperti struktur
organisasi KPP Pratama Duren Sawit.
3.3 Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer digunakan untuk mengetahui profil Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Duren Sawit. Data ini menjelaskan tentang struktur organisasi beserta
fungsi-fungsinya, serta visi dan misi dari Kantor Pelayanan Pajak PratamaDuren
Sawit.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari data olahan dari instansi yang bersangkutan dan
data-data yang digunakan untuk mendukung hasil penelitian berasal dari literatur,
artikel, dan berbagai sumber lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Serta
menggunakan data deret berkala atau runtut waktu selama dua tahun yaitu tahun 2011
dan 2012.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Peninjauan langsung
Mengadakan peninjauan langsung dan mengumpulkan data secara langsung
ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pelaksanaan
39
penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa oleh Jurusita Pajak di
KPP Pratama Duren Sawit.
2. Interview atau Wawancara
Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara langsung
dengan Fiskus di KPP Pratama Duren Sawit dan bagian penagihan pajak serta
pihak-pihak terkait pada seksi penagihan.
3.5 Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan analisis data. Analisis data yang
digunakan peneliti adalah :
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang menekankan pada pembahasan data-
data dan subjek penelitian dengan menyajikan data-data secara sistematika dan
tidak menyimpulkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti
mengunakan teknik analisis deskriptif rasio. Analisis rasio yang digunakan
adalah rasio efektivitas dan rasio kontribusi.
a. Rasio efektivitas penerbitan surat teguran dan surat paksa
Untuk mengetahui apakah suatu organisasi dikatakan berpengaruh harus
diperlukan suatu indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat
keefektivan suatu objek. Untuk menghitung tingkat / rasio efektivitas
penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa:
40
Efektivitas =Jumlah realisasi penagihan yang dibayar
x 100%Jumlahpenagihan yang diterbitkan
(Sumber: Seksi Penagihan KPP Duren Sawit)
Untuk Mengukur keefektifan, maka digunakan indikator sebagai berikut :
Tabel 3.1Klasifikasi Pengukuran Efektivitas
Persentase Kriteria
>100% Sangat Efektif90-100% Efektif80-90% Cukup Efektif60-80% Kurang Efektif<60% Tidak Efektif
(Sumber:Keputusan Mendagri No. 690.900-327 tahun 1996)
Dari tabel diatas menunjukan bahwa apabila presentase yang dicapai lebih
dari 100 persen berarti sangat berpengaruh dan apabila presentasi kurang 60
persen berarti tidak berpengaruh.
b. Rasio kontribusi Penerimaan Piutang Pajak dari Penagihan Pajak Terhadap
Tunggakan Pajak
Untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak yang berasal
dari penerimaan piutang pajak dari penagihan pajak yang dilaksanakan oleh
KPP, maka digunakan analisis rasio penerimaan tunggakan pajak. Dengan
menggunakan rasio ini, dapat diketahui apakah penerimaan tunggakan pajak
cukup signifikan terhadap penerimaan pajak pengahasilan di KPP. Formula
41
untuk Rasio Penerimaan Tunggakan Pajak (RPTP) di Kantor Pelayanan
Pajak adalah sebagai berikut:
RPTP =Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak dengan ST dan SP
x 100%Jumlah Seluruh Pencairan Tunggakan Pajak
(Sumber: Seksi Penagihan KPP Duren Sawit)
Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi
pencairan piutang pajak dari penagihan pajak terhadap tunggakan pajak di
Kantor Pelayanan Pajak. Semakin besar nilai dari RPTP, maka semakin
besar pula kontribusi penerimaan tunggakan pajak terhadap penerimaan
pajak negara. Untuk menginterpretasikan rasio pencairan tunggakan pajak
terhadap penerimaan pajak digunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.2Klasifikasi Kriteria Kontribusi
Presentasi Kriteria
0,00%-10% Sangat Kurang10,10%-20% Kurang20,10%-30% Sedang30,10%-40% Cukup Baik40,10%-50% BaikDiatas 50% Sangat Baik
(Sumber:Keputusan Mendagri No. 690.900-327 tahun 1996)
42
Dari tabel tersebut menunjukkan bakwa apabila persentase yang dicapai
diatas 50 persen berarti sangat baik dan persentase yang dicapai kurang dari
10 persen berarti sangat kurang.
43
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Instansi
4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya Instansi
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Duren Sawit yang dibentuk
sebagai bagian dari Reorganisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei 2007, mulai
beroperasi tanggal 2 Oktober 2007 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
No. KEP-86/PJ/2007 tanggal 11 Juni 2007. Wilayah Kerja KPP Pratama Jakarta
Duren Sawit meliputi wilayah Kecamatan Duren Sawit Kotamadya Jakarta Timur
dengan luas 2.280 ha yang terdiri dari 7 Kelurahan yakni
1. Kelurahan Pondok Bambu
2. Kelurahan Malaka Jaya
3. Kelurahan Duren sawit
44
4. Kelurahan Pondok Kopi
5. Kelurahan Pondok Kelapa
6. Kelurahan Klender
7. Kelurahan Malaka Sari
Sebagai KPP yang menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, KPP
Pratama Jakarta Duren Sawit memiliki karakteristik organisasi berdasarkan fungsi
dan diharapkan memiliki sistem informasi yang terintegrasi, sumber daya manusia
yang kompeten, sarana kantor yang memadai serta tata kerja yang transparan.
4.1.2 Rencana Strategis KPP Pratama Duren Sawit
Rencana stratejik KPP Pratama Jakarta Duren Sawit memuat/berisi visi, misi,
tujuan, sasaran, dan strategi sebagai berikut :
1. Visi
Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut ke mana instansi harus
dibawa dan diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis,
antisipatif, inovatif, serta produktif. Visi merupakan suatu gambaran
menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin
diwujudkan instansi pemerintah.
Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Duren Sawit adalah Menjadi
institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah Asia
Tenggara.
45
Visi tersebut merefleksikan cita-cita Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Duren Sawit untuk menjadi contoh pelayanan masyarakat bagi unit-unit instansi
pemerintah lainnya dengan tingkatan standar dunia atau standar internasional
baik untuk kualitas aparatnya maupun kualitas kinerja dan hasil-hasilnya
sehingga mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa eksistensi dan
kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan akurat, mampu
memenuhi harapan masyarakat serta memiliki citra yang baik dan bersih.
2. Misi
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan instansi pemerintah
sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi
diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat
mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran instansi pemerintah dalam
penyelengaraan pemerintahan negara.
Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Duren Sawit adalah
Menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan
Undang-Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai
penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat.
3. Tujuan
Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan
sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, satu
sampai lima tahun ke depan. Oleh karena itu sebagai penjabaran visi dan misi
46
yang telah ditetapkan KPP Pratama Jakarta Duren Sawit memiliki tujuan
sebagai berikut :
a. Peningkatan Pelayanan Perpajakan;
b. Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak melalui Pengawasan dan Penegakan
Hukum;
c. Peningkatan Efektivitas dan efisiensi organisasi melalui reformasi dan
modernisasi;
d. Peningkatan Profesionalisme dan Integritas SDM;
4. Sasaran
Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai
secara nyata dalam jangka waktu tertentu. Sebagai penjabaran tujuan yang
ditetapkan, KPP Pratama Jakarta Duren Sawit memiliki sasaran yaitu :
a. Meningkatkan kualitas pelayanan;
b. Meningkatkan efektivitas penyuluhan;
c. Meningkatkan efektivitas kehumasan;
d. Mengefektifkan pengawasan WP nonfiler;
e. Meningkatkan kepatuhan WP melalui pembetulan SPT;
f. Mengoptimalkan pelaksanaan ekstensifikasi;
g. Mengoptimalkan pelaksanaan penagihan;
h. Meningkatkan kegiatan intelijen perpajakan;
i. Meningkatkan efektivitas pemeriksaan;
j. Meningkatkan efektivitas penyidikan;
47
k. Melaksanakan reformasi kebijakan;
l. Melaksanakan reformasi proses bisnis;
m. Melaksanakan reformasi organisasi;
n. Melaksanakan modernisasi teknologi komunikasi dan informasi;
o. Mengoptimalkan pengelolaan dan penggunaan anggaran;
p. Mengembangkan sistem manajemen SDM berbasis kinerja dan kompetensi;
q. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan SDM.
5. Strategi
Demi tercapainya dan keterpaduan dalam upaya mencapai sasaran, tujuan, visi
dan misi yang telah ditetapkan, ditetapkan kebijakan-kebijakan dalam bentruk
strategi kinerja yang dijadikan pedoman, petunjuk atau pegangan bagi setiap
kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Duren Sawit yakni :
a. Meningkatkan pelayanan perpajakan dengan memanfaatkan teknologi
informasi;
b. Menyiapkan standar pelayanan;
c. Mempersingkat waktu pelayanan;
d. Meningkatkan dan memperbanyak sarana untuk mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat;
e. Menyiapkan standar penanganan pengaduan Wajib Pajak;
f. Menyederhanakan formulir dan persyaratan perpajakan;
g. Meningkatkan frekuensi penyuluhan;
h. Menyempurnakan materi dan metode penyuluhan;
48
i. Mensosialisasikan hak dan kewajiban WP (Taxpayer’s Bill of Right );
j. Mempublikasikan misi, visi dan nilai;
k. Meningkatkan publikasi kinerja, peran dan manfaat pajak;
l. Memanfaatkan database DJP untuk menguji WP non-filer;
m. Menyusun kebijakan persuasif kepada WP non-filer;
n. Memetakan kepatuhan Wajib Pajak;
o. Menggali potensi perpajakan sektor usaha tertentu dengan cara persuasif;
p. Meningkatkan kegiatan ekstensifikasi WP;
q. Mengefektifkan penanganan transaksi berindikasi Transfer Pricing (TP);
r. Mengembangkan sistem administrasi pemeriksaan pajak;
s. Meningkatkan mutu hasil pemeriksaan;
t. Membentuk budaya organisasi yang merupakan pelaksanaan nilai-nilai
organisasi;
u. Menyempurnakan jaringan komunikasi yang terintegrasi;
v. Membudayakan komunikasi berbasis teknologi informasi kepada seluruh
pegawai;
w Menyempurnakan basis data;
x. Mengembangkan sistem pembinaan pegawai;
y. Mengembangkan sistem pengawasan pegawai;
z. Menerapkan kode etik secara tegas dan konsisten;
4.1.3 Kedudukan, Tugas dan Fungsi KPP Pratama Duren Sawit
49
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
132/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006, Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Jakarta Duren Sawit memiliki kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur
organisasi sebagai berikut :
A. Kedudukan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Duren Sawit merupakan instansi
vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur.
B. Tugas
KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya,
Pajak Bumi dan Bangunan (mulai tahun 2013, pengelolaan PBB diserahkan
kepada Pemda DKI) dalam wilayah Kecamatan Duren Sawit berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Pratama Jakarta Duren Sawit
menyelenggarakan fungsi :
a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek
50
pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan (mulai tahun 2013
fungsi ini dijalankan oleh Pemda DKI);
b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;
d. Penyuluhan perpajakan;
e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak;
f. Pelaksanaan ekstensifikasi;
g. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
h Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
j. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
k. Pelaksanaan intensifikasi;
l. Pembetulan ketetapan pajak;
m. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (mulai Tahun 2013 kewenangan
diserahkan ke Pemda DKI)
n. Pelaksanaan administrasi kantor.
4.1.4 Struktur Organisasi KPP Pratama Duren Sawit
51
Gambar 4.1Struktur Organisasi KPP Pratama Duren Sawit
Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit
Berdasarkan Peraturan menteri keuangan Nomor 167/PMK.01/2012 tanggal 6
November 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat
52
Jenderal Pajak, KPP Pratama Jakarta Duren Sawit memiliki struktur organisasi
sebagai berikut :
a. Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian,
keuangan, tata usaha, dan rumah tangga.
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan
pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,
perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan,
pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-
SPT dan e-Filing, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta penyiapan laporan
kinerja. (Mulai Tahun 2013, kegiatan terkait dengan Pajak Bumi dan
Bangunan di wilayah DKI Jakarta kewenangannya telah diserahkan ke
Pemda DKI)
c. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan
produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta
penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib
Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
d. Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
53
e. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan
penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan
pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya, pemantauan pengendalian
intern, pengelolaan risiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan
tindak lanjut hasil pengawasan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan
proses bisnis.
f. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan
potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan
pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi
Pengawasan dan Konsultasi III, serta Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV,
masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan
konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja
Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi, usulan pembetulan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak
Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta
melakukan evaluasi hasil banding. (Mulai Tahun 2013, kegiatan terkait
dengan Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah DKI Jakarta
kewenangannya telah diserahkan ke Pemda DKI).
54
4.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan penulis dalam pembahasan penelitian ini adalah
analisis deskriptif. Dengan metode ini, penulis akan membandingkan keefektifan dan
kontribusi penagihan pajak aktif dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap
penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit tahun 2011 dan
2012.
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Rencana dan realisasi Penerimaan Pajak
Rencana dan realisasi penerimaan pajak adalah salah satu indikator yang
digunakan dalam menilai kinerja suatu KPP. Rencana penerimaan pajak yang
ditentukan berbeda setiap tahunnya disesuaikan dengan luas wilayah kerja, jumlah
wajib pajak, dan potensi wajib pajak yang berada di wilayah kerja KPP bersangkutan,
serta pencapaian yang dilakukan oleh KPP bersangkutan di periode sebelumnya.
Rencana penerimaan pajak total ini nantinya akan dibagi lagi ke masing-masing
seksi yang ada di KPP, sehingga setiap seksi yang ada mengetahui dengan jelas target
yang harus dicapainya dalam satu tahun pajak.
Berikut ini adalah tabel target dan realisasi penerimaan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit untuk tahun 2011 dan 2012 :
55
Tabel 4.1Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak
KPP Pratama Duren Sawit Tahun 2011 dan 2012
TAHUNRencana
Penerimaan Pajak(Rp)
RealisasiPenerimaan
Pajak(Rp)
PencapaianterhadapRencana
(%)
2011 1.077.891.832.720,00 1.199.085.542.558 111,24%
2012 1.754.770.736.969,36 1.796.912.695.054 102,40%
(Sumber: Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Duren Sawit)
Dari data tabel 4.1 diatas dapat dijelaskan bahwa untuk tahun 2011
penerimaan pajak di KPP Pratama Duren Sawit ditargetkan mencapai
Rp1.077.891.832.720,00 akan tetapi dalam realisasinya dari jumlah tersebut
penerimaan pajak pada tahun 2011 mencapai Rp1.199.085.542.558,00 atau hanya
sekitar 111,24% dari jumlah yang ditargetkan, pencapaian tersebut dikarenakan
potensi pajak yang diterima KPP Pratama Duren Sawit pada tahun 2011 sudah cukup
maksimal. Pajak tersebut terdiri dari Bea Materai, Pajak Tidak Langsung Lainnya,
Bunga Penagihan PPh, Bunga Penagihan PPN, dan Bunga Penagihan Pajak Tidak
Langsung Lainnya.
Di tahun 2012, mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika
dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak tahun sebelumnya. Yaitu realisasi
penerimaan pajak non PBB dan BPHTB sebesar Rp1.796.912.695.054,00 atau
mencapai 102,40% dari rencana penerimaan pajak non PBB dan BPHTB.
Peningkatan tersebut dikarenakan meningkatnya kesadaran dan kepatuhan wajib
pajak dalam kewajiban perpajakannya.
56
4.3.2 Perkembangan Piutang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren
Sawit
Timbulnya piutang pajak memberikan tugas tambahan bagi petugas pajak untuk
mengamankan penerimaan negara yang tertunda agar segera direalisasikan melalui
pencairan piutang pajak tersebut. Dalam usaha pencairan piutang pajak tersebut,
dilakukan penagihan pajak. Penagihan pajak pada dasarnya dibagi dalam dua
pendekatan, yaitu penagihan pajak dengan pendekatan pasif dan penagihan pajak
dengan pendekatan aktif.
Berikut adalah data perkembangan piutang pajak KPP Pratama Duren Sawit
untuk tahun 2011 dan 2012:
Tabel 4.2Perkembangan Piutang Pajak KPP Pratama Duren Sawit
Tahun 2011 dan 2012
TahunPiutang Pajak Awal
(Rp)Penambahan
(Rp)Pengurangan
(Rp)
Piutang PajakAkhir(Rp)
2011 171.962.819.000 22.518.681.000 21.103.175.000 173.378.325.0002012 173.378.325.000 37.236.906.853 32.241.808.147 178.373.423.706Total 59.755.587.853 53.344.983.147Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Duren Sawit
Tabel 4.2 menunjukan adanya peningkatan piutang pajak awal yang cukup
signifikan di tahun 2012. Piutang pajak awal tahun 2012 mengalami peningkatan
sebesar Rp1.415.506.000,00 atau mencapai 0,82% dari tahun 2011. Peningkatan
piutang pajak awal ini menunjukan bahwa penambahan piutang pajak lebih besar
57
daripada pencairan piutang pajaknya. Hal ini menunjukan semakin berkembangnya
atau banyaknya wajib pajak yang tidak mampu membayar utang tepat pada
waktunya.
Setiap tahun, jumlah piutang pajak awal tidak akan selalu sama dengan piutang
pajak akhir. Hal ini disebabkan adanya penambahan dan pencairan piutang pajak.
Saat jumlah piutang pajak akhir lebih besar dibandingkan piutang pajak awal berarti
jumlah pencairan piutang pajak akan lebih rendah daripada jumlah penambahan
piutang pajaknya dan sebaliknya.
Pada tahun 2012, terjadi kenaikan penambahan piutang pajak yang signifikan
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan penambahan piutang pajak
tahun 2012 sebesar Rp14.718.225.853,00 atau mencapai 65,36% dari jumlah
penambahan piutang pajak tahun sebelumnya.
Pencairan piutang pajak tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar
Rp11.138.633.147,00 atau mencapai 52,78% dari jumlah pencairan piutang pajak
pada tahun 2011. Meskipun terjadi kenaikan pencairan piutang pajak dari tahun
sebelumnya, pencairan piutang pajak pada tahun 2012 tidak dapat memenuhi rencana
pencairan piutang pajaknya. Pencairan piutang pajak merupakan salah satu standar
yang digunakan dalam menilai kinerja suatu organisasi.
Sedangkan untuk piutang pajak akhir tahun 2012 mengalami peningkatan
sebesar Rp4.995.098.700,00 atau mencapai 2,88% dari jumlah piutang pajak akhir
tahun 2011. Semakin besarnya piutang pajak akhir menunjukkan bahwa penambahan
piutang pajak lebih besar daripada pencairan piutang pajak disertai dengan semakin
58
banyaknya jumlah wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya tepat
pada waktunya.
Nominal-nominal tersebut merupakan piutang pajak yang timbul karena wajib
pajak tidak dapat mematuhi ketentuan undang-undang pajak, khususnya mengenai
pajak yang terutang. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan tindakan
penagihan pajak aktif bila jumlah pajak yang terutang brdasarkan Surat Tagihan
Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan. Penagihan pajak pasif dilakukan sedini mungkin sejak timbulnya piutang
pajak atau sebelum jatuh tempo pembayaran pajak. Untuk itu, apabila dalam jangka
waktu 30 hari belum dilunasi, maka 7 hari setelah tanggal jatuh tempo akan diikuti
dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran
(ST), surat paksa (SP), hingga dilaksanakannya pelelangan apabila ternayata wajib
pajak yang bersangkutan setelah dilaksanakannya tahapan-tahapan dalam penagihan
pajak aktif tersebut masih belum melunasi kewajiban pajaknya.
Upaya pencairan piutang pajak yang dilakukan melalui kegiatan penagihan
pajak aktif diharapkan dapat mengurangi jumlah piutang pajak yang ada. Dalam
pelaksanaannya, selain berkurang melalui pelaksanaan penagihan pajak, piutang
pajak yang ada juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut berasal dari
59
wajib pajak yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
mengingat tidak semua wajib pajak beritikad baik untuk melunasi utang pajaknya.
Dalam penagihan pajak aktif, peran seorang Jurusita Pajak sangatlah besar.
Sejak diterbitkannya Surat Paksa, wewenang untuk melakukan penagihan pajak
sepenuhnya menjadi kewajiban Jurusita Pajak.
Penagihan secara aktif di KPP Pratama Duren Sawit dilakukan oleh tiga orang
Jurusita Pajak. Selain seorang kepala seksi penagihan, terdapat juga tiga orang
pelaksana yang membantu proses pengadministrasian arus data serta
pemberkasannya. Seksi Penagihan KPP Pratama Duren Sawit cukup aktif dalam
mencairkan tunggakan pajak, terbukti dengan banyaknya Surat Teguran dan Surat
Paksa serta proses penagihan aktif lainya yang dilakukan.
4.3.3 Efektifitas dan Kontribusi Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap
Penerimaan Pajak
Pelaksanaan tindakan penagihan pajak aktif sangat tergantung dengan peran
Jurusita Pajak. Dengan semakin baiknya seorang Jurusita Pajak melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang Jurusita Pajak maka akan sangat mempengaruhi
pencairan piutang pajak yang akan didapat dari tindakan penagihan pajak aktif.
4.3.3.1 Analisis Efektifitas Penagihan Pajak
1. Analisis Efektifitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
60
Pelaksanaan tindakan penagihan pajak aktif sangat tergantung dengan peran
jurusita pajak. Dengan semakin baiknya seorang jurusita pajak melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang jurusita pajak maka akan sangat mempengaruhi
pencairan piutang pajak yang akan didapat dari tindakan penagihan pajak aktif.
Penagihan pajak aktif diawali dengan penerbitan Surat Teguran. Surat ini
dikirimkan kepada wajib pajak menggunakan jasa kurir atau jasa pos dan surat ini
juga belum memiliki kekuatan hukum yang tetap. Penerbitan Surat Teguran ini
diharapkan dapat mengingatkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya.
Surat teguran terbit apabila utang pajak yang tercantum seperti dalam Surat
Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tidak dilunasi sampai melewati
tujuh hari dari batas waktu jatuh tempo yaitu tiga puluh hari sejak tanggal diterbitkan
surat-surat tersebut.
Untuk mengetahui efektivitas penyampaian Surat Teguran dapat dihitung
dengan rumus berikut:
Efektivitas Penagihandengan Surat Teguran
=Jumlah realisasi ST yang dibayar
x 100%Jumlah ST yang diterbitkan
Tabel 4.3 dibawah ini akan menunjukkan penerbitan dan pencairan Surat
Teguran, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Teguran tahun 2011
dan 2012.
61
Tabel 4.3Pembayaran Surat Teguran di KPP Pratama Duren Sawit
Tahun 2011 dan 2012
Tahun Semester
Penerbitan Surat Teguran Total PencairanPiutang dariPenagihan
(Rp)
PencairanPiutang
TerhadapNominal
Penerbitan SuratTeguran
(%)
Jumlah(Lembar)
Nominal(Rp)
1 2 3 4 5 (5 : 4)
2011 I 842 43.074.088.813 10.227.535.625 23,74%II 523 27.652.466.065 4.660.100.197 16,85%
Jumlah 1365 70.726.554.858 14.887.635.822 21,05%2012 I 521 10.356.463.136 2.877.715.297 27,75%
II 932 7.304.159.431 817.622.381 11,19%Jumlah 1453 17.660.622.567 3.695.337.678 20,92%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Duren Sawit
Pada tabel 4.3 dijelaskan bahwa pada semester I tahun 2011 diterbitkan 842
lembar surat Teguran dengan nilai nominal sebesar Rp43.074.088.813,00. Dari
penerbitan Surat Teguran tersebut, terdapat jumlah pencairan piutang pajak sebesar
Rp10.227.535.625,00 atau mencapai 23,74% dari jumlah nominal Surat Teguran
yang diterbitkan sampai akhir Juni 2011. Sementara pada Semester II tahun 2011,
jumlah Surat teguran yang diterbitkan tidak sebanyak Semester I tahun 2011. Surat
Teguran sebanyak 523 lembar dengan nominal sebesar Rp27.652.466.045,00 berhasil
memberikan pencairan piutang pajak sebesar Rp4.660.100.197,00 atau mencapai
16,85% dari jumlah nominal Surat Teguran yang diterbitkan. Selama tahun 2011,
total pencairan piutang pajak sebesar Rp14.887.635.822,00 atau mencapai 21,05%
dari jumlah nominal Surat Teguran yang diterbitkan. Berdasarkan indikator
62
efektivitas penerbitan surat teguran tahun 2011 tergolong tidak efektif dikarenakan
kurang dari 60%.
Pada tahun 2012, jumlah Surat Teguran yang diterbitkan sebanyak 1.453
lembar, lebih banyak daripada tahun 2011. Semester I tahun 2012, diterbitkan
sebanyak 521 Surat Teguran dengan nilai nominal Surat Teguran sebesar
Rp10.356.463.136,00. Dari penerbitan Surat Teguran tersebut diperoleh pencairan
piutang pajak sebesar Rp2.877.715.297,00 atau mencapai 27,79% dari jumlah
nominal Surat Teguran yang diterbitkan. Jika dibandingkan dengan Semester I tahun
sebelumnya, diketahui bahwa terjadi penurunan yang signifikan dalam nominal Surat
Teguran yang diterbitkan. Pada Semester II tahun 2012, telah diterbitkan sebanyak
932 lembar Surat Teguran dengan nilai nominal sebesar Rp7.304.159.431,00. Dari
penerbitan Surat Teguran tersebut diperoleh pencairan piutang pajak sebesar
Rp817.622.381,00 atau mencapai 11,19% dari jumlah nominal Surat Teguran yang
diterbitkan di Semester II tahun 2012. Secara keseluruhan pencairan piutang pajak
selama tahun 2011 sebesar Rp3.695.337.678,00 atau mencapai 20,92% dari jumlah
nominal Surat Teguran yang diterbitkan. Secara umum dari tahun 2011 sampai tahun.
2012, pencairan piutang pajak dari penerbitan Surat Teguran mengalami penurunan.
Berdasarkan indikator pengukuran efektivitas penerbitan surat teguran tahun 2012
yaitu kurang dari 60% masih tergolong tidak efektif.
Beberapa hal yang menyebabkan tidak seluruh surat teguran yang diterbitkan
dilunasi oleh Penanggung Pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif, antara lain:
a. Penanggung pajak lalai dalam melunasi utang pajak.
63
b. Penanggung pajak tidak mengakui akan adanya utang pajak.
c. Penanggung pajak tidak mampu dalam melunasi utang pajaknya.
d. Penanggung pajak mengajukan keberatan atas jumlah tunggakan pajaknya.
e. Kondisi keuangan penanggung pajak tidak memungkinkan jika dibayar
sekaligus.
Mengingat Surat Teguran adalah tahap awal dalam pelaksanaan penagihan
pajak aktif, piutang pajak yang tidak dapat dicairkan di tahap awal ini akan diproses
lebih lanjut dengan penerbitan Surat Paksa.
2. Analisis Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Dalam pelaksanaan Surat Paksa, Jurusita Pajak berperan aktif dengan
memberitahukan Surat Paksa tersebut secara langsung kepada wajib pajak sehingga
kemungkinan untuk kesalahan alamat dapat diminimalisasi. Surat Paksa memiliki
kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan.
Oleh karena itu, seharusnya efektivitas pencairan piutang pajak dari surat paksa lebih
besar dari surat teguran.
Surat Paksa merupakan tahap kedua dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif
sebagai upaya yang dilakukan dalam pencairan piutang pajak. Apabila utang pajak
yang tidak dilunasi selama 21 hari dari tanggal surat teguran sebagai upaya yang
dilakukan dalam pencairan piutang pajak yang disampaikan oleh juru sita pajak
negara dengan dibebani biaya penagihan sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu
rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2x24jam. Surat Paksa ini semestinya
menjadi pengingat yang harus ditaati oleh setiap wajib pajak sebelum
64
dilaksanakannya penyitaan, yang selanjutnya akan diikuti pelelangan jika wajib pajak
masih belum melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Sama seperti efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran, maka rumus
efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut:
Efektivitas Penagihandengan Surat Paksa
=Jumlah realisasi SP yang dibayar
x 100%Jumlah SP yang diterbitkan
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan penerbitan Surat Paksa, pembayaran
Surat Paksa, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Paksa.
Tabel 4.4Pembayaran Surat Paksa di KPP Pratama Duren Sawit
Tahun 2011 dan 2012
Tahun Semester
Penerbitan Surat Paksa Total PencairanPiutang dariPenagihan
(Rp)
PencairanPiutang
TerhadapNominal
Penerbitan SuratPaksa(%)
Jumlah(Lembar)
Nominal(Rp)
1 2 3 4 5 (5 : 4)
2011 I 490 26.660.383.838 5.114.230.650 19,18%II 187 2.867.721.088 1.101.308.528 38,40%
Jumlah 677 29.528.104.926 6.215.539.178 21,05%2012 I 513 10.210.261.881 2.227.948.310 21,82%
II 410 5.358.208.982 4.210.195.604 78,57%Jumlah 923 15.568.470.863 6.438.143.914 41,35%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Duren Sawit
65
Berdasarkan tabel 4.4 pada tahun 2012 menunjukan adanya peningkatan
penerbitan surat paksa dibanding tahun sebelumnya hal ini menunjukan bahwa
jurusita telah berperan aktif dalam melaksanakan kewajibannya untuk menagih
piutang pajak kepada wajib pajak. Namun berdasarkan indikator pengukuran
efektivitas penerbitan surat paksa tahun 2011 dan 2012 kurang dari 60% tergolong
tidak efektif.
Beberapa hal yang menyebabkan tidak seluruh surat paksa yang diterbitkan
dilunasi oleh Penanggung Pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif, antara lain:
a. Penanggung pajak tidak mengakui adanya utang pajak.
b. Penanggung pajak tidak mampu melunasi utang pajaknya.
c. Penanggung pajak mengajukan permohonan angsuran pembayaran karena
kondisi keuangan yang tidak memungkinkan jika dibayarkan sekaligus.
d. Penanggung pajak mengajukan keberatan atas jumlah tunggakan pajaknya
e. Penanggung pajak lalai.
Secara umum dari tahun 2011 sampai 2012, jumlah pencairan piutang pajak
dari penerbitan Surat Paksa mengalami peningkatan. Meskipun mengalami
peningkatan dua tahun terakhir, persentase pencapaiannya secara umum mengalami
kenaikan yang menandakan bahwa kinerja jurusita penagihan KPP Pratama Duren
Sawit tetap meningkat.
4.3.3.2 Kontribusi
1. Kontribusi Surat Teguran terhadap Penerimaan Pajak
66
Untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak yang berasal dari
pencairan tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP, maka digunakan analisis
rasio penerimaan tunggakan pajak. Dengan menggunakan rasio ini, dapat diketahui
apakah pencairan tunggakan pajak cukup signifikan terhadap penerimaan pajak di
KPP. Formula untuk Rasio Penerimaan Tunggakan Pajak (RPTP) di Kantor
Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut :
RPTP =Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran
x 100%Jumlah Seluruh Pencairan Tunggakan Pajak
Perbandingan antara pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran dengan
tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit akan disajikan di
tabel 4.5. Perbandingan ini untuk menggambarkan seberapa besar
pengaruh/kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran terhadap
tunggakan pajak secara keseluruhan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Tabel 4.5Perbandingan Pencairan Piutang Pajak dengan Surat Teguran terhadap
Tunggakan Pajak KPP Pratama Duren SawitTahun 2011 dan 2012
Tahun Pencairan Piutang Pajakdengan Surat Teguran Tunggakan Pajak Kontribusi
2011 14.887.635.822 173.378.325.000 8,58%2012 3.695.337.678 178.373.423.706 2,07%
Sumber : Seksi Penagihan dan Seksi PDI KPPPratama Duren Sawit
67
Dari data table 4.5 dapat dianalisis nilai kontribusi penagihan pajak dengan
surat teguran terhadap tunggakan pajak sesuai dengan formula Rasio Penerimaan
Tunggakan Pajak (RPTP) adalah sebagai berikut :
Tahun 2011 :
RPTP =14.887.635.822
x 100% = 8,58%173.378.325.000
Tahun 2012 :
RPTP =3.695.337.678
x 100% = 2,07%178.373.423.706
Besarnya kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran terhadap
penerimaan pajak di KPP Pratama Duren Sawit pada tahun 2011 sebesar 8,58%.
Angka tersebut diperoleh dari pencairan piutang pajak dengan surat teguran sebesar
Rp14.887.635.822,00 dengan tunggakan pajak yang sebesar Rp173.378.325.000,00.
Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka kontribusi pencairan piutang pajak
terhadap tunggakan pajak di KPP Pratama Duren Sawit tergolong sangat kurang.
Tahun 2012 kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran
terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit
menunjukkan penurunan yaitu hanya berkontribusi sebesar 2,07%. Angka tersebut
diperoleh dari pencairan piutang pajak dengan surat teguran sebesar
Rp3.695.337.678,00 dengan tunggakan pajak yang sebesar Rp178.373.423.706,00.
Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka kontribusi pencairan piutang pajak
68
dengan surat teguran terhadap tunggakan pajak di KPP Pratama Duren Sawit
tergolong sangat kurang berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Beberapa hal yang menyebabkan tidak seluruh surat teguran yang diterbitkan
dilunasi oleh Penanggung Pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif, antara lain:
a. Surat teguran tidak dapat disampaikan karena tidak menemukan alamat
wajib pajak yang di maksud.
b. Kurangnya kesadaran penanggung pajak dalam pembayaran tunggakan pajak
lewat surat teguran.
Dengan penerimaan tunggakan pajak, penerimaan pajak yang diterima KPP
Pratama Duren Sawit akan membantu dalam penerimaan negara. Hal ini dapat
dijelaskan pada tahun 2011 KPP Pratama Duren Sawit berkontribusi untuk
penerimaan negara sebesar 8,58% dan pada tahun 2012 ikut berkontribusi terhadap
penerimaan negara sebesar 2,07% sehingga hanya sedikit untuk membantu
pencapaian target penerimaan negara yang berasal dari pajak yang diterima oleh KPP
Pratama Duren Sawit.
2. Kontribusi Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak
Sama seperti surat teguran, maka formula yang digunakan untuk mengetahui
kontribusi surat paksa terhadap penerimaan pajak menggunakan formula Rasio
Penerimaan Tunggakan pajak (RPTP). Adapun formulanya adalah sebagai berikut :
RPTP =Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
x 100%Jumlah Seluruh Pencairan Tunggakan Pajak
69
Pada tabel 4.6 ini menggambarkan perbandingan seberapa besar
pengaruh/kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa terhadap
tunggakan pajak secara keseluruhan.
Tabel 4.6Perbandingan Pencairan Piutang Pajak dengan Surat Paksa terhadap
Tunggakan Pajak KPP Pratama Duren SawitTahun 2011 dan 2012
Tahun Pencairan Piutang Pajakdengan Surat Paksa Tunggakan Pajak Kontribusi
2011 6.215.539.178 173.378.325.000 3,58%2012 6.438.143.914 178.373.423.706 3,61%
Sumber : Seksi Penagihan dan Seksi PDI KPP Pratama Duren Sawit
Dari data diatas dapat dianalisis nilai kontribusi penagihan pajak dengan surat
paksa terhadap penerimaan pajak sesuai dengan formula Rasio Penerimaan
Tunggakan Pajak (RPTP) adalah sebagai berikut :
Tahun 2011 :
RPTP =6.215.539.178
x 100% = 3,58%173.378.325.000
Tahun 2012 :
RPTP =6.438.143.914
x 100% = 3,61%%178.373.423.706
Besarnya kontribusi penerimaan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap
tunggakan pajak yang diterima di KPP Pratama Duren Sawit pada tahun 2011 hanya
sebesar 3,58% terhadap penerimaan negara. Angka tersebut diperoleh dari pencairan
70
piutang pajak dengan surat paksa sebesar Rp6.215.539.178,00 dengan tunggakan
pajak yang sebesar Rp173.378.325.000,00. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan,
maka pengaruh pencairan tunggakan pajak terhadap tunggakan pajak di KPP Pratama
Duren Sawit tergolong sangat kurang berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Berbeda dengan tahun 2011, untuk tahun 2012 adanya peningkatan
penerimaan piutang pajak dengan surat paksa sebesar 0,03% menjadi berkontribusi
hanya sebesar 3,61% terhadap penerimaan negara. Angka tersebut diperoleh dari
penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp6.438.143.914,00 dan tunggakan pajak yaitu
sebesar Rp178.373.423.706,00. Dilihat dari kriterian kinerja keuangan, maka
pengaruh pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama
Duren Sawit pada tahun 2012 juga masih tergolong sangat kurang berkontribusi
terhadap penerimaan negara.
Berikut ini beberapa hal yang menyebabkan tidak seluruh surat paksa yang
diterbitkan dilunasi oleh Penanggung Pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif,
antara lain:
a. Masih kurangnya kesadaran penanggung pajak dalam pembayaran
tunggakan pajak lewat surat paksa.
b. Kurangnya peran aktif jurusita pajak dalam memberitahukan tunggakan
pajak lewat surat paksa.
c. Surat paksa tidak dapat disampaikan karena penanggung pajak pindah
alamat dan tidak melaporkan ke kantor pajak.
71
Dengan penerimaan tunggakan pajak, penerimaan pajak yang diterima KPP
Pratama Duren Sawit akan mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 tunggakan
pajak dengan surat paksa berkontribusi untuk penerimaan negara sebesar 3,58% dan
pada tahun 2012 ikut berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar 3,61%
sehingga dapat membantu pencapaian target penerimaan negara yang berasal dari
pajak.
4.3.4 Permasalahan dan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi oleh
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit saat Melakukan Penagihan
Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa
Seksi penagihan merupakan salah satu seksi yang sangat mempunyai peranan
penting dalam upaya melaksanakan penagihan tunggakan pajak dimana sangat
berpengaruh terhadap penerimaan pajak, yang salah satunya dengan menggunakan
Surat Teguran dan Surat Paksa. Pelaksanaan penagihan dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa yang dilaksanankan oleh seksi penagihan di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Duren Sawit mendapat beberapa kendala yang akhirnya dapat menghambat
jalannya proses pelaksanaan kegiatan penagihan. Kendala-kendala tersebut ternyata
datang bukan hanya dari Wajib Pajak tetapi juga datang dari KPP Pratama itu sendiri.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Internal (KPP Pratama Duren Sawit)
a. Jumlah Juru Sita yang masih kurang;
72
Terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh KPP Pratama Duren
Sawit, dimana jumlah Jurusita Pajak di KPP Pratama Duren Sawit sebanyak
tiga orang. Jumlah ini sangat tidak memadai jika mengingat luas wilayah
kerja KPP Pratama Duren Sawit yang mencakup tujuh Kelurahan dengan
luas wilayah sebesar 2.280 ha, sehingga tidak dapat mencakupi untuk
pelaksanakan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa dalam
waktu yang ditentukan secara maksimal.
b. Adanya data-data penagihan pajak yang tidak lengkap baik itu Surat
Teguran, Surat paksa dikarenakan adanya pergantian periode seksi
penagihan sehingga data-data dari periode sebelumnya sulit untuk dicari.
c. Alamat Wajib Pajak yang tidak ter-update
Adanya alamat Wajib Pajak yang tidak ditemukan disebabkan mungkin
karena adanya Wajib Pajak yang pindah tempat tanpa memberikan
pemberitahuan kepada KPP Pratama Duren Sawit.
b. Faktor eksternal (Wajib Pajak)
a. Wajib Pajak/ Penanggung Pajak yang kurang kooperatif
Kurangnya kesadaran akan kewajiban pajak menjadi salah satu hal yang
mendorong WP untuk bertindak tidak kooperatif. Tindakan kurang
kooperatif ini dapat mempersulit pelaksanaan penagihan pajak aktif secara
khusus.
b. Alamat Wajib Pajak/ Penanggung Pajak yang tidak jelas
73
Terkadang adanya kesulitan pencarian terhadap Wajib Pajak dikarenakan
Wajib Pajak tersebut pindah alamat atau tempat usaha tanpa memberikan
keterangan terhadap pihak KPP Pratama Duren Sawit sehingga juru sita
kesulitan mencari objek sita. Selain itu biasanya dalam menyampaikan
Surat Paksa maupun Surat Teguran sering tidak sampai kepada Wajib Pajak
yang bersangkutan karena ketidakjelasan alamat yang dituju
c. Rendahnya kesadaran wajib pajak
Rendahnya kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya, serta banyaknya Wajib Pajak yang menghindar dari
pemenuhan kewajiban perpajakannya karena berbagai alasan yang tidak
jelas dan kurangnya respon positif dari Wajib Pajak terhadap pajak itu
sendiri, sehingga dari tersebut akan sangat menghambat proses pencairan
tunggakan pajak.
Dalam menghadapi kendala yang timbul dalam pelaksanaan Surat Teguran
dan Surat Paksa maka KPP Duren Sawit mencoba untuk mengambil upaya-upaya
agar meningkatkan kinerja penagihan sehingga meningkatnya pencairan piutang
pajak. Maka upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor Internal (KPP Pratama Duren Sawit)
a. Menambah jumlah jurusita pajak
Menambah kekurangan dalam jumlah Jurusita Pajak akan semakin
meningkatkan kinerja Jurusita Pajak, sebab pekerjaan yang seharusnya
dapat dilaksanakan selama dua hari oleh satu orang mungkin dapat
74
dikerjakan dalam satu hari oleh dua orang, sehingga penyelesaian pekerjaan
lebih hemat waktu. Dengan berkurangnya waktu penyelesaian satu
pekerjaan dapat meningkatkan jumlah pekerjaan yang dilakukan dalam satu
kurun waktu tertentu.
b. Menambah jumlah pegawai di Seksi Penagihan
Penambahan jumlah pegawai disesuaikan dengan jumlah efektifnya
pelaksanaan suatu pekerjaan akan dapat meningkatkan kinerja penagihan
pajak. Pekerjaan yang biasanya diselesaikan dengan waktu yang lebih lama
akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat dari biasanya saat
penambahan yang dilakukan adalah tepat.
c. Pemutakhiran data secara berkala
Apabila terjadi perubahan data mengenai wajib pajak, seksi PDI maupun
pegawai pajak yang lain, harus tanggap untuk memutakhirkan perubahan
data tersebut. Dengan adanya data yang tepat, pemberian keputusan pajak
juga bisa tepat karena sesuai dengan kondisi wajib pajak. Sehngga masalah
seperti alamat wajib pajak yang tidak ditemukan dapat diminimalisir.
d. Melakukan penertiban dalam pengadministrasian data atau berkas-berkas
wajib pajak sehingga dapat memudahkan untuk mencari data atau berkas-
berkas yang diperlukan meskipun sudah berganti periode jabatan.
2. Faktor Eksternal (Wajib Pajak)
a. Pendekatan interpersonal kepada WP yang kurang kooperatif
75
Wajib Pajak yang kurang kooperatif akan muncul karena kurangnya
pengetahuan atau pemahaman terhadap perpajakan atau memang tidak
peduli dengan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak seperti ini dapat
menjadi lebih kooperatif saat dilakukan melalui pendekatan interpersonal,
sehingga WP tersebut menganggap petugas pajak adalah teman, bukan
orang yang bertindak sewenang-wenang karena dapat melakukan
pemaksaan. Untuk WP yang kurang memahami pajak, maka dapat
dilakukan penyuluhan pajak agar kesadaran WP akan kewajibannya
semakin meningkat.
b. Meningkatkan koordinasi dengan instansi lain
Jika ternyata alamat WP atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan
maka perlu dilakukan koordinasi dengan instansi lain demi terlaksananya
kegiatan penagihan pajak. Seperti koordinasi dengan Badan Pertanahan
Nasional (BPN) untuk mengetahui apakah WP atau Penanggung Pajak
memilki harta berupa tanah atau tidak yang dimana harta tersebut dapat
disita sementara, hingga Penanggung Pajak yang bersangkutan bersedia
untuk melunasi utang pajaknya.
c. Selalu aktif dalam melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang
perpajakan kepada masyarakat terutama yang berada di daerah-daerah
wilayah kerja, sehingga dengan penyuluhan ini dapat meningkatkan
pengetahuan akan pentingnya membayar pajak dan dapat meningkatkan
kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
76
d. Memperbaiki manajemen penagihan pajak yang lebih efektif dan
profesional, oleh karena itu diperlukan peningkatan kualitas baik dari segi
Sumber Daya Manusianya maupun dari fasilitas-fasilitas yang disediakan.
77
BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis,
mengenai Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa
Terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Efektivitas pencairan piutang pajak melalui penerbitan Surat Teguran di
KPP Pratama Duren Sawit tahun 2011 dan 2012 secara umum mengalami
penurunan. Penurunan ini tidak hanya secara persentase pencapaian, tetapi
juga diikuti dengan penurunan jumlah realisasi pencairan piutang pajak.
Pencairan penagihan pajak dari penerbitan Surat Teguran pada tahun 2011
dan 2012 tergolong tidak efektif. Pencairan piutang pajak dari
pemberitahuan Surat Paksa di KPP Pratama Duren Sawit tahun 2011 dan
78
2012 secara umum mengalami peningkatan tetapi dengan jumlah yang tidak
signifikan. Pencairan penagihan pajak melalui pemberitahuan Surat Paksa
secara pencapaian lebih efektif daripada pencairan penagihan pajak melalui
penerbitan Surat Teguran.
2. Kontribusi penagihan piutang pajak dengan surat teguran dan surat paksa
terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Duren Sawit
tergolong sangat kurang. Penagihan pajak dengan surat teguran yaitu hanya
sebesar 8,58% pada tahun 2011 dan 2,07% pada tahun 2012, dan penagihan
piutang pajak dengan surat paksa yaitu hanya sebesar 3,58% tahun 2011 dan
sebesar 3,61% tahun 2012 sehingga hanya berkontribusi sedikit terhadap
target penerimaan negara.
5.2 Keterbatasan
1. Data yang diambil hanya terbatas pada dua tahun saja, yaitu tahun 2011 dan
2012. Sehingga hanya membandingkan dua tahun saja, dikarenakan untuk
tahun 2013 data-data yang tersedia di KPP Duren Sawit belum ter-update.
2. Data diperoleh hanya pada satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama yaitu KPP
Pratama Duren Sawit secara keseluruhan.
79
5.3 Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yaitu penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa dalam pelaksanaannya belum efektif, maka saran yang dapat
penulis berikan adalah :
1. Melihat tingkat efektivitas yang dicapai dalam pencairan piutang pajak
melalui penagihan pajak aktif yang masih kurang maksimal, maka salah satu
poin penting yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya kesadaran
WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk itu perlu
dilakukan sosialisasi secara intensif, sehingga WP yang semula tidak peduli
dengan kewajiban perpajakannya menjadi lebih peduli. Selain
menumbuhkan kepedulian terhadap WP, petugas pajak juga harus berbenah
diri dengan menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dalam bekerja.
Selain itu perlu ditumbuhkan juga citra dimana petugas pajak dan WP yang
dilayani adalah layaknya teman, sehingga WP jauh lebih rela dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku.
2. Menambah jurusita pajak mengingat luasnya cakupan wilayah dan
banyaknya jumlah WP yang terdaftar di KPP Pratama Duren Sawit. Dengan
penambahan petugas jurusita pajak, rencana pencairan piutang pajak menjadi
lebih maksimal.
3. Untuk wajib pajak yang membuat pernyataan ketidaksanggupan untuk
membayar utang pajaknya pada saat jatuh tempo maka pelaksanaan
80
penagihan harus tetap diperhatikan apakah wajib pajak tersebut benar-benar
akan melunasinya sesuai dengan kesepakatan dimasa yang akan datang.
Sehingga harus ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh wajib
pajak. Ketentuan ini dapat diberikan jika wajib pajak benar-benar sudah
tidak mampu untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Oleh karena
itu, pencairan piutang pajak yang seharusnya dapat dicairkan pada tahun
berjalan saat ini menjadi tertunda ke tahun berikutnya atau bahkan tertunda
hingga beberapa tahun ke depan.
4. KPP Pratama Duren Sawit sebaiknya melakukan penelitian lapangan, yaitu
pada saat waib pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Hal ini
sangat penting agar alamat wajib pajak yang sebenarnya dapat diketahui
dengan lebih mudah.
5. Meng-update terus data-data terbaru Wajib Pajak.
6. Meningkatkan kerjasama-kerjasama dengan pemerintah daerah setempat,
sehingga apabila ada kegiatan maupun permasalahan pajak dapat
diselesaikan dengan mudah dan cepat.
73
81
DAFTAR PUSTAKA
Judisseno, Rimsky K. (1999). Pajak dan Strategi Bisnis. Jakarta: GramediaPustaka Utama.
Mardiasmo. (2009). Perpajakan Indonesia. Edisi Revisi. Jogjakarta: Andi.
Nazir. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Resmi, Siti. (2009). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Soemitro, Rachmat. (2004). Asas dan Dasar Perpajakan 1 & 2. Bandung: RefikaAditama.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor 6 Tahun 1984 tentang Ketentuan Umum Dan Tata CaraPerpajakan.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/27/jiptummpp-gdl-s1-2004-hennioktaf-1331-Pendahul-n.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-109312.pdf
http://dewey.petra.ac.id/catalog/ft_detail.php?knokat=2905
http://www.citeulike.org/user/wulandari/article/4654826
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=11928&idc=72
82
http://asp.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/12_EVALUASI-PROSES-PELAKSANAAN-PENAGIHAN-PAJAK-DALAM-RANGKA-PENGAMANAN-PENERIMAAN-PAJAK-STUDI-KA.pdf
http://ejournal.gunadarma.ac.id/files/journals/8/articles/306/submission/original/306-886-1-SM.pdf
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1akuntansi/205112088/sk%20205112088.pdf