Analisis Hukum Acara Sengketa Informasi Publik dan Perbandingannya dengan Inggris (Studi Kasus...

29
1 Analisis Yuridis Formil Sengketa Informasi Publik dan Perbandingannya dengan Inggris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Inggris Decision of The First-Tier Tribunal EA/2011/0024) Oleh: Ardy Prasetyo I. Pendahuluan Informasi menjadi aspek penting tidak hanya dalam perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan manusia. Setiap orang dalam menjalani kehidupan pada dasarnya selalu berhubungan dengan informasi termasuk dalam hal berkomunikasi. Dalam era persaingan global, entitas yang bisa bertahan dan mengambil keuntungan dari persaingan global adalah entitas yang menguasai sebanyak mungkin informasi. Informasi dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, menerima dan menggunakan informasi itu untuk memastikan pemahaman umum kita, dan menggunakannya sebagai sarana untuk menambah pengetahuan. 1 Hak atas informasi juga termasuk salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 19 Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1946. 2 1 Roger Cartwright et. al., The Handbook for Managing Resources and Information, (New Delhi: Infinity Books, 2001). 2 Universal Declaration of Human Right 1946, Article 19: Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive, and impart information and

Transcript of Analisis Hukum Acara Sengketa Informasi Publik dan Perbandingannya dengan Inggris (Studi Kasus...

1

Analisis Yuridis Formil Sengketa Informasi Publik dan

Perbandingannya dengan Inggris (Studi Kasus Putusan

Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp

dan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Inggris Decision

of The First-Tier Tribunal EA/2011/0024)

Oleh: Ardy Prasetyo

I. Pendahuluan

Informasi menjadi aspek penting tidak hanya dalam

perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam segala

aspek kehidupan manusia. Setiap orang dalam menjalani

kehidupan pada dasarnya selalu berhubungan dengan

informasi termasuk dalam hal berkomunikasi. Dalam era

persaingan global, entitas yang bisa bertahan dan

mengambil keuntungan dari persaingan global adalah

entitas yang menguasai sebanyak mungkin informasi.

Informasi dipakai sebagai dasar dalam pengambilan

keputusan, menerima dan menggunakan informasi itu untuk

memastikan pemahaman umum kita, dan menggunakannya

sebagai sarana untuk menambah pengetahuan.1

Hak atas informasi juga termasuk salah satu hak asasi

manusia yang tercantum dalam Pasal 19 Piagam Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1946.2

1 Roger Cartwright et. al., The Handbook for Managing Resources andInformation, (New Delhi: Infinity Books, 2001).

2 Universal Declaration of Human Right 1946, Article 19:Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedomto hold opinions without interference and to seek, receive, and impart information and

2

Dalam DUHAM jelas terlihat bahwa hak untuk mencari dan

mendapatkan informasi merupakan bagian yang termasuk

dalam kerangka kebebasan berpendapat dan berekspresi

(freedom of opinion and expression).3 Pentingnya hak atas

informasi dan akses untuk mendapatkan informasi membuat

negara-negara di dunia merasa perlu untuk menciptakan

serangkaian peraturan-peraturan menyangkut akses

informasi (Access to Information). Masing-masing negara

memiliki terminologi berbeda mengenai kebebasan

informasi, seperti Freedom of Information (FOI) di Inggris dan

Amerika Serikat, Right to Information (RTI) di Belanda dan

Kanada, dan Jepang yang menggunakan istilah Access to

Information (ATI).4

Di negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak

atas informasi sekaligus merupakan sarana untuk

memantau dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan.

Pemerintah yang demokratis akan berusaha semaksimal

mungkin membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik.

Itu sebabnya, di negara demokratis konstitusional,

keterbukaan informasi publik merupakan sarana untuk

mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum,

mengoptimalkan peran dan kinerja badan-badan publik,

ideas through any media and regarless of frontiers.3Diskusi Serial KIP dan OGP, “Transparansi Informasi dalam 3

Cara Pandang” www.kebebasaninformasi.org/en/2013/12/03/diskusi-serial-iii-transparansi-informasi-dalam-3-cara-pandang/ diaksestanggal 25 Oktober 2014.

4 Ibid.

3

serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan

publik.5

Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu

syarat terwujudnya pemerintahan terbuka (Open Government)

dan pemerintahan yang baik (Good Governance). Pemerintahan

yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima hal,

yaitu: (i) hak untuk memantau perilaku pejabat publik;

(ii) hak untuk memperoleh informasi; (iii) hak untuk

terlibat dalam pembentukan kebijakan publik; (iv)

kebebasan berekspresi antara lain kebebasan pers; dan

(v) hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan

atas keempat hak tersebut.6 Indonesia mengakui

keberadaan Freedom of Information dengan membuat pengaturan

tersendiri mengenai kebebasan informasi melalui Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik. Undang-undang tersebut merupakan

pengejawantahan amanat konstitusi yang termaktub dalam

Pasal 28F UUD 1945.7

Penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam

memperoleh informasi yang akurat dan memadai juga

merupakan suatu asas dalam menyelenggarakan

pemerintahan yang bersih. Asas Keterbukaan merupakan

5 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ed. 1, cet. 1(Jakarta: Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, 2009), hlm.4.

6 Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan,(Jakarta: ICEL, 2001), hlm. 22.

7 Lih. Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945

4

asas yang memiliki pengertian asas yang membuka diri

terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang

benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan

perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan

rahasia negara sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan

Pasal 3 Angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas

Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.8

Mekanisme akses terhadap informasi pada kenyataannya

tidak semudah yang dibayangkan dan pasti akan

menimbulkan sengketa. Undang-undang Keterbukaan

Informasi Publik telah mengakomodasi kesulitan tersebut

dan upaya penyelesaian sengketa informasi publik. Untuk

itu, pemerintah melalui Undang-undang Keterbukaan

Informasi Publik membentuk sebuah lembaga negara yang

bertugas untuk menyelesaikan sengketa informasi publik

melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi non-litigasi yang

bernama Komisi Informasi.9 Di negara lain seperti

Inggris, negara tersebut juga memiliki pengaturan

tersendiri mengenai kebebasan infromasi yang tertuang

dalam Freedom of Information Act 2000 (FOIA) yang di dalamnya

mengatur pula mengenai penyelesaian sengketa informasi

melalui suatu lembaga negara yang bernama The Information

8 Indonesia, Undang-Undang Penyelenggara Negara Yang Bersih DariKorupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun1999, TLN No. 3851, Penjelasan Pasal 3 Angka 4.

9 Indonesia, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14Tahun 2008, LN No. 61, TLN No. 4846, Pasal 23.

5

Commisioner dan penyelesaian dengan jalur litigasi

melalui The Information Tribunal.10

Dalam beracara melalui jalur litigasi atau pengadilan

mengenai sengketa informasi publik di Indonesia,

Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011 tentang

Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di

Pengadilan. Terdapat dua kompetensi Absolut dari

sengketa informasi publik, yaitu Peradilan Umum dan

Peradilan Tata Usaha Negara.11 Masing-masing peradilan

menerapkan hukum acaranya dengan ketentuan-ketentuan

khusus yang diatur tersendiri dalam Peraturan Mahkamah

Agung tersebut. Sedangkan beracara melalui Mediasi

ataupun Ajudikasi Non-Litigasi dilakukan melalui Komisi

Informasi dengan tata cara yang diatur dalam Peraturan

Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Dalam tulisan

ini akan dijabarkan mengenai prosedur dan proses

beracara dalam sengketa informasi publik yang dilakukan

oleh Moh. Siddiq sebagai pemohon informasi publik

terhadap RSUD. Moh. Anwar Kab. Sumenep melalui analisis

Putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor

14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp serta perbandingan tata cara

penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Roger Conway

10 United Kingdom, Freedom of Information Act 2000 Chapter 36,Section 18

11 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara PenyelesaianSengketa Informasi Publik Di Indonesia, Perma No. 2 Tahun 2011, Pasal 2.

6

melawan The Information Comissioner dalam putusan pengadilan

tingkat pertama Inggris Information Tribunal Decision

EA/2011/0024.

II. Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini, penulis akan merumuskan pokok

permasalahan berdasarkan latar belakang yang ada dalam

pendahuluan di atas sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme permohonan informasi terhadap

badan publik dan acara penyelesaian sengketa

informasi publik melalui jalur litigasi dan non-

litigasi?

2. Bagaimana penerapan ketentuan mengenai hukum acara

sengketa informasi publik terhadap kasus Putusan

Nomor 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan perbandingannya

dengan kasus di Inggris dalam Information Tribunal Decision

EA/2011/0024?

III. Kasus Posisi

Mohammad Siddiq adalah seorang warga negara Indonesia

yang mengajukan surat permohonan informasi publik

kepada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moh. Anwar Kabupaten

Sumenep pada tanggal 9 November 2011. Informasi yang

diminta oleh Moh. Siddiq adalah berupa:

7

1. Salinan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun

Anggaran 2009 beserta Perubahannya;

2. Salinan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun

Anggaran 2011 (PAK);

3. Seluruh salinan Dokumen Kontrak pada pelaksanaan

kegiatan dan pekerjaan di RSUD dr. Moh. Anwar

Kabupaten Sumenep;

4. Salinan SPJ Perjalanan Dinas untuk tahun anggaran

2009 s.d. tahun anggaran 2011 termasuk di dalamnya

bukti pembayaran atau kwitansi.

Atas surat permohonan Moh. Siddiq tersebut, RSUD dr.

Moh. Anwar Kabupaten Sumenep tidak memberikan tanggapan

atas permohonan informasi dari pemohon informasi

tersebut. Kemudian pada tanggal 5 Desember 2011 Pemohon

informasi mengirimkan surat keberatan kepada Termohon

informasi.

RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai Termohon informasi

juga tidak memberikan tanggapan atas keberatan yang

diajukan Pemohon. Dengan demikian Moh. Siddiq

mengajukan surat permohonan penyelesaian sengketa

informasi ke Komisi Informasi Jawa Timur pada tanggal

16 Januari 2012.

Pada tanggal 21 Februari 2012 Komisi Informasi Jawa

Timur telah melakukan Mediasi untuk menyelesaikan

Sengketa Informasi Publik antara Pemohon dengan

Termohon. Namun, Moh. Siddiq menarik diri dari Mediasi

8

dengan Surat No: 800/281/435.210/2012 pada tanggal 20

Februari 2012 perihal Penarikan Diri Mediasi sehingga

penyelesaian sengketa informasi dilakukan melalui

ajudikasi non-litigasi.

Komisi Informasi Jawa Timur pada akhirnya memutus

sengketa tersebut melalui Putusan Komisi Informasi Jawa

Timur Nomor: 009/I/KI-Prov.Jatim-PS-M-A/2012 dengan

amar putusan yang pada intinya sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa permohonan pemohon tentang Salinan

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran

2009 dan perubahannya dan Salinan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2011 (PAK)

adalah informasi yang terbuka dan dapat diakses oleh

publik, tetapi jika dalam dokumen terdapat kegiatan

yang menyangkut Pasal 17 Undang-undang Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,

maka kegiatan tersebut harus dihitamkan/dikaburkan

oleh Termohon disertai alasannya.

2. Menyatakan bahwa permohonan tentang Salinan SPJ

Perjalanan Dinas untuk tahun anggaran 2009 s.d.

tahun anggaran 2011 beserta dokumen pendukungnya

adalah informasi yang terbuka dan dapat diakses oleh

publik setelah diperiksa oleh instansi yang

berwenang dan telah berkekuatan hukum tetap.

3. Menyatakan bahwa tidak mengabulkan permohonan

Pemohon untuk mendapatkan seluruh salinan dokumen

9

kontrak pada pelaksanaan kegiatan dan pekerjaan di

RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep beserta dokumen

pendukungnya karena informasi yang diminta oleh

Pemohon tidak jelas/kabur.

Pada tanggal 22 Juni 2012, RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep

sebagai Termohon informasi mengajukan Gugatan

Keberatan/Perlawanan terhadap Putusan Komisi Informasi

Jawa Timur Nomor: 009/I/KI-Prov.Jatim-PS-M-A/2012 di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sumenep dengan Nomor

Register Perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan menempatkan

Moh. Siddiq sebagai Terlawan dalam gugatan tersebut.

IV. Analisis Yuridis Hukum Acara Keterbukaan Informasi

Publik Perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp

Proses awal pengajuan permohonan informasi publik

adalah dengan melakukan permohonan kepada badan publik

yang bersangkutan secara tertulis atau tidak tertulis.12

Moh. Siddiq sebagai pemohon informasi telah mengajukan

surat permohonan kepada badan publik pada tanggal 9

November 2011 yang berarti permohoan diajukan secara

tertulis. RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep seharusnya

diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan atas

permintaan informasi tersebut dalam waktu sepuluh

hari.13 Namun, pihak rumah sakit tidak menyampaikan

12 Indonesia, Undang-undang Nomor Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit., Pasal 22 ayat (1)

13 Ibid., Pasal 22 ayat (7).

10

tanggapan apapun terhadap permintaan tersebut. Sesuai

dengan Pasal 35 ayat (1) huruf c Undang-undang

Keterbukaan Informasi Publik, pihak pemohon dapat

mengajukan keberatan terhadap badan publik yang

bersangkutan dan Moh. Siddiq telah mengajukan

keberatannya pada tanggal 5 Desember 2011, yaitu lebih

dari jangka waktu sepuluh hari yang diberikan oleh

undang-undang kepada badan publik. Atas keberatan yang

diajukan oleh Moh. Siddiq, RSUD Kab. Sumenep pun tidak

memberikan respon terhadap keberatan tersebut. Oleh

karena itu, langkah yang dapat diambil adalah upaya

penyelesaian sengketa informasi publik melalui Komisi

Informasi dengan Mediasi dan/atau Ajudikasi non-

litigasi.

Komisi Informasi menerima pendaftaran sengketa

informasi publik oleh Moh. Siddiq dengan nomor register

009/KI-Prov.Jatim-PS-M/2012 dan menjalani proses

mediasi terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk kepada

proses Ajudikasi non-litigasi dengan Komisi Informasi

sebagai badan yang memiliki wewenang untuk memutus.

RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai termohon sengketa

di Komisi Informasi tidak pernah hadir dalam seluruh

rangkaian proses persidangan melalui Komisi Informasi.

Komisi Informasi kemudian memutus sengketa tersebut

dengan amar putusan sebagaimana disebutkan dalam kasus

posisi di atas. Atas putusan Komisi Informasi tersebut,

RSUD Moh. Anwar merasa dirugikan dan mengajukan gugatan

11

ke Pengadilan Negeri Sumenep pada tanggal 22 Juni 2012

dengan nomor register perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp

dengan Moh. Siddiq sebagai terlawan. Hak RSUD Kab.

Sumenep untuk mengajukan gugatan perlawanan terhadap

Putusan Komisi Informasi adalah hak yang diatur oleh

Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Keterbukaaan Informasi

Publik, Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun

2011, Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi Informasi

Nomor 1 Tahun 2013. Objek gugatan yang diajukan oleh

RSUD Kab. Sumenep adalah Putusan Komisi Informasi

karena memang sesuai dengan ketentuan pasal-pasal

tersebut, hanya Putusan Mediasi atau Ajudikasi Non-

Litigasi dari Komisi Informasi lah yang dapat dijadikan

objek gugatan sengketa informasi publik di peradilan

umum maupun peradilan tata usaha negara.

Jangka waktu yang diberikan oleh undang-undang adalah

empat belas hari setelah diterimanya Putusan Komisi

Informasi oleh para pihak. Dalam kasus ini, jarak

antara tanggal Putusan Komisi Informasi dan Gugatan

yang didaftarkan oleh RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep

adalah enam belas hari. Hal ini tidak mengabaikan

ketentuan empat belas hari yang diberikan undang-undang

sesuai Pasal 48 ayat (1) UU KIP, Pasal 4 ayat (2) PERMA

Nomor 2 Tahun 2011, dan Pasal 60 ayat (2) Peraturan

Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 karena jangka waktu

dimulai sejak diterimanya putusan dengan suatu tanda

bukti penerimaan. Hal tersebut memang tidak memberikan

12

suatu kepastian hukum akan waktu diterimanya putusan

tersebut, tetapi setidaknya telah memberikan rasa

keadilan melihat perbedaan jarak dan akses para pihak

dalam mendapatkan salinan putusan.

Kompetensi absolut dari penyelesaian sengketa informasi

publik adalah peradilan umum melalui pengadilan negeri

dan peradilan tata usaha negara melalui pengadilan tata

usaha negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 UU

KIP dan Pasal 3 PERMA Nomor 2 Tahun 2011. RSUD Moh.

Anwar Kab. Sumenep merupakan rumah sakit publik yang

dikelola oleh pemerintah daerah dan dilaksanakan

berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah

berdasarkan SK Bupati Sumenep Nomor:

188/459/435.013/2011 tanggal 28 Desember 2011. Badan

Layanan Umum Daerah merupakan bagian dari entitas

Pemerintah Daerah yang pendanaan kegiatannya didapatkan

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan status

hukum yang tidak terpisah dari Pemerintah Daerah.14 PPK-

BLUD bukanlah BUMD yang mengedepankan profit oriented karena

akuntabilitas pengelolaan keuangan BLUD masih di dalam

entitas pemerintah daerah. 15Dengan demikian, RSUD Moh.

Anwar Kab. Sumenep merupakan Badan Publik Negara

sebagaimana definisinya dijelaskan dalan Pasal 1 Angka

14 Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman TeknisPengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Permendagri No. 61Tahun 2007, Pasal 2 ayat (2).

15 Dewi, “Badan Layanan Umum Daerah”www.kemendagri.go.id/article/2013/12/02/badan-layanan-umum-daerahdiakses tanggal 25 Oktober 2014.

13

8 PERMA Nomor 2 Tahun 2011. Tindakan RSUD mengajukan

gugatan ke pengadilan negeri adalah tepat karena

tergugat dari gugatan tersebut adalah subjek hukum

individu (natuurlijk persoon) yang bukan merupakan Badan

Publik Negara.Gugatan tidak diajukan ke Pengadilan Tata

Usaha Negara karena yang digugat adalah individu dan

penggugat lah justru yang merupakan Badan Publik

Negara. Tidaklah mungkin tergugat dalam Pengadilan Tata

Usaha Negara adalah individu dan bukan Badan Publik

Negara. Dengan demikian secara kompetensi absolut,

gugatan sengketa informasi publik yang dilayangkan oleh

RSUD Moh. Anwar adalah tepat. Hukum acara pemeriksaan

perkara gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan

Pengadilan Negeri ini dilakukan sesuai dengan hukum

acara peradilan tata usaha negara dan peradilan umum

yang berlaku sepanjang tidak menyangkut hal-hal yang

telah diatur dalam UU KIP.16

Pemeriksaan sengketa informasi publik di Pengadilan

pada dasarnya mengikuti hukum acara masing-masing

sepanjang tidak bertentangan dengan UU KIP. Oleh karena

RSUD Kab. Sumenep mengajukan gugatan di lingkungan

peradilan umum, yaitu Pengadilan Negeri, maka hukum

acara yang berlaku adalah hukum acara perdata. Akan

tetapi, hukum acara penyelesaian sengketa informasi di

pengadilan yang diatur dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2011

merupakan suatu lex specialis dari hukum acara perdata atau

16 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 380.

14

hukum acara tata usaha negara. Konsekuensinya adalah

dalam kasus ini diterapkannya hukum acara perdata

dengan ketentuan-ketentuan khusus yang berbeda dengan

hukum acara perdata pada umumnya.

Mengenai pemeriksaan sengketa informasi publik dalam

kasus Moh. Siddiq melawan RSUD Kab. Sumenep tersebut,

Tergugat atau Terlawan mengajukan materi eksepsi dan

gugatan rekonvensi bersamaan dengan memori jawaban

Terlawan. Pelawan pun dalam gugatan perlawanannya

mengajukan tuntutan provisi. Akan tetapi, Majelis Hakim

melimitasi pemeriksaan sengketa diarahkan kepada

dokumen-dokumen berkas perkara, gugatan keberatan,

Putusan Komisi Informasi, dan Jawaban atas keberatan.

Hal tersebut tepat karena memang pada dasarnya Pasal 7

ayat (1) PERMA Nomor 2 Tahun 2011 sebagai pedoman hukum

acara bagi sengketa informasi publik telah mengarahkan

proses pemeriksaan hanya sebatas Putusan Komisi

Informasi, berkas perkara, gugatan keberatan, dan

Jawaban atas keberatan.17

Pada dasarnya eksepsi, gugatan rekonvensi, ataupun

tuntutan provisi dikenal dalam hukum acara perdata.

Eksepsi atau tangkisan adalah jawaban yang tidak

langsung mengenai pokok perkara.18 Gugatan rekonvensi

merupakan gugatan yang diajukan tergugat sebagai

17 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Indonesia, Op. Cit., Pasal 7 ayat (1)

18 Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet. 11 (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 38

15

gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan

penggugat kepadanya.19 Mengenai gugatan rekonvensi

diatur dalam Pasal 132a HIR. Sedangkan tuntutan provisi

atau gugatan provisi adalah permohonan kepada hakim

agar ada tindakan sementara mengenai hal yang tidak

termasuk dalam pokok perkara yang apabila dikabulkan

oleh hakim akan disebut putusan provisionil.20 Eksepsi

pada dasarnya merupakan jawaban tergugat atas gugatan

yang tidak mengenai pokok perkara. Waktu diajukannya

eksepsi adalah setelah surat gugatan diterima oleh

tergugat. Tergugat memiliki pilihan apakah akan

mengajukan eksepsi atau langsung mengajukan jawaban

atas gugatan yang langsung kepada pokok perkara.

Gugatan rekonvensi biasanya diajukan bersamaan dengan

jawaban secara lisan atau tertulis mengenai pokok

perkara. Gugatan rekonvensi dalam praktek dapat

diajukan selama belum dimulai pemeriksaan bukti,

artinya belum pula dimulai dengan pendengaran para

saksi.21 Akan tetapi, dengan dasar pengaturan lex specialis

dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2

Tahun 2011, hak-hak tersebut dihapuskan dalam

pertimbangan Majelis Hakim karena dinilai oleh Majelis

Hakim akan melenceng dari maksud PERMA tersebut dan

menjadi tidak sederhana lagi. Menurut Majelis Hakim,

19 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika. 2007), hlm. 468

20 Ibid., hlm. 88421 Retnowulan Sutantio, Op. Cit., hlm. 41

16

jika eksepsi, gugatan rekonvensi, ataupun gugatan

provisi dipertimbangkan dalam pemeriksaan di pengadilan

negeri dalam sengketa informasi publik ini. Maka akan

menyebabkan perkara tersebut tidak lagi bersifat khusus

(specialis). Ini merupakan cerminan perlakukan khusus dalam

beracara sengketa informasi publik dibandingkan dengan

beracara di pengadilan perdata pada umumnya.

Prosedur beracara di sengketa informasi publik, selain

yang dijelaskan di atas, tidak mengenal adanya proses

mediasi.22 Proses mediasi dalam beracara perkara

perdata diamanatkan dalam Pasal 130 ayat (1) HIR dan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pada dasarnya dalam

perkara perdata, proses mediasi wajib dilakukan oleh

para pihak melalui hakim atau seorang mediator pada

sidang pertama sebelum tergugat memberikan jawaban atas

gugatan, baik yang tidak mengenai pokok perkara maupun

yang mengenai pokok perkara.23 Tidak dilakukannya

prosedur mediasi yang diamanatkan dalam Pasal 130 ayat

(1) HIR akan berakibat putusan batal demi hukum.24

Ketentuan mengenai ketidakadaan proses mediasi dalam

penyelesaian sengketa informasi publik di pengadilan

dapat diterima. Hal tersebut dikarenakan sebelum

gugatan tersebut diterima oleh pengadilan negeri, para22 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian

Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 7 ayat (2).23 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan, Perma No. 1 Tahun 2008, Pasal 2 ayat (2).24 Ibid., Pasal 2 ayat (3).

17

pihak yang bersengketa dalam sengketa informasi publik

sudah melalui upaya penyelesaian sengketa di Komisi

Informasi yang merupakan bagian dari upaya penyelesaian

secara administratif (atau lebih tepatnya quasi-

yudisial).25

Sebelum RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep mengajukan gugatan

keberatan/perlawanan ke Pengadilan Negeri Sumenep, para

pihak telah melalui suatu proses upaya penyelesaian

sengketa baik melalui Mediasi maupun Ajudikasi Non-

Litigasi di Komisi Informasi. Dengan demikian, hakim

pengadilan negeri yang mengadili perkara sengketa

informasi publik tidak perlu mengusahakan suatu mediasi

sebelum masuk kepada pokok perkara seperti yang

diamanatkan Pasal 130 ayat (1) HIR dengan ancaman

putusan batal demi hukum sesuai dengan Pasal 2 ayat (3)

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

Setelah proses jawaban langsung mengenai pokok perkara

oleh tergugat atau terlawan, selanjutnya adalah masuk

ke dalam tahap pembuktian. Alat-alat bukti yang diatur

dalam perkara perdata yang diatur dalam Pasal 164 HIR,

juga diterapkan dalam pemeriksaan dalam sengketa

informasi publik. Akan tetapi, dalam acara penyelesaian

sengketa informasi publik, pemeriksaan bukti-bukti

tersebut hanya dilimitasi terhadap hal-hal yang

dibantah oleh salah satu para pihak serta jika ada

25 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 380

18

bukti baru selama dipandang perlu oleh hakim.26 Dalam

kasus Moh. Siddiq melawan RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep,

pihak pelawan lah yang mengajukan bantahan atas Putusan

Komisi Informasi dan mengajukan bukti-bukti berupa

surat serta bukti tambahan Surat Permohonan Informasi

tanggal 9 November 2011 oleh pemohon informasi. Oleh

karena itu, selama persidangan berlangsung, pemeriksaan

sangat ditekankan kepada isi dari Surat Permohonan

Informasi yang diajukan oleh pemohon informasi.

Bantahan yang diajukan oleh pelawan adalah bahwa Surat

Permohonan Informasi yang diajukan terlawan (dahulu

pemohon) tidak menjelaskan tujuan yang bersifat khusus

untuk apa informasi-informasi tersebut diminta. Dengan

demikian, Majelis Hakim mempertimbangkan bunyi Pasal 4

ayat (3) UU KIP yang menyatakan bahwa setiap pemohon

informasi publik berhak mengajukan permintaan informasi

publik disertai alasan permintaan tersebut.

Pembuktian hanya dilakukan sebatas pemeriksaan surat

dalam kasus tersebut karena isi surat permohonan lah

yang menjadi substansi masalah. Kemudian, pemeriksaan

sengketa informasi publik secara keseluruhan tidak

boleh lebih dari enam puluh hari sejak Majelis Hakim

ditetapkan.27 Sedangkan, hukum acara perdata tidak

mengenal pembatasan waktu seperti yang diatur secara

26 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara PenyelesaianSengketa Informasi Publik di Pengadilan., Op. Cit., Pasal 7 ayat (2).

27 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara PenyelesaianSengketa Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 9 ayat (1).

19

khusus dalam tata cara penyelesaian sengketa informasi

publik tersebut. Pemeriksaan perkara perdata dapat

memakan waktu yang cukup lama bahkan sampai bertahun-

tahun yang mengakibatkan menjadi kurang efisiennya

berperkara di pengadilan perdata. Atas dasar itu lah,

undang-undang membatasi waktu pemeriksaan perkara

sengketa informasi publik dengan alasan efektivitas dan

efisiensi bagi para pihak yang bersengketa informasi.

Hal tersebut juga bertujuan untuk memberikan kepastian

hukum bagi pemohon informasi atas informasi yang

diminta tersebut.

Dalam kurun waktu enam puluh hari yang diberikan oleh

undang-undang dalam menyelesaikan sengketa informasi

publik, Majelis Hakim wajib memutus sengketa tersebut

sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Perma No. 2 Tahun 2011

tersebut. Putusan memiliki dua golongan, yaitu putusan

sela dan putusan akhir. Menurut sifatnya, putusan

terdiri dari tiga macam, yaitu putusan declaratoir,

putusan constitutif, dan putusan condemnatoir.28

Putusan sela juga memiliki beberapa macam, yaitu

putusan preparatoir, putusan insidentil, dan putusan

provisionil.29 Hukum acara penyelesaian sengketa

informasi publik menjelaskan lebih jauh mengenai

putusan Majelis Hakim atas sengketa informasi publik.

Diatur bahwa putusan Pengadilan dapat berupa

28 Retnowulan Sutantio, Op. Cit., hlm. 109.29 Ibid., hlm. 110.

20

membatalkan atau menguatkan putusan Komisi Informasi

dengan merujuk pada Pasal 49 UU KIP.30 Maksud dari

pasal tersebut adalah bahwa putusan Majelis Hakim yang

mengadili sengketa informasi publik secara umum terdiri

dari dua jenis putusan tersebut. Karena objek sengketa

adalah putusan Komisi Informasi, maka putusan Majelis

Hakim memang sudah seyogyanya adalah memutus mengenai

putusan Komisi Informasi tersebut apakah dibatalkan

atau dikuatkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan.

Pengaturan putusan Majelis Hakim pada dasarnya tidak

dibatasi oleh kedua jenis putusan tersebut. Majelis

Hakim dapat memutus atas sengketa informasi publik

berupa perintah kepada para pihak untuk melakukan

sesuatu yang berhubungan dengan informasi publik.

Perintah tersebut dapat berupa memerintahkan badan

publik untuk memberikan seluruh atau sebagian informasi

atau untuk menolak memberikan informasi tersebut. Yang

kedua adalah putusan Majelis Hakim dapat berupa

perintah kepada Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi untuk melaksanakan kewajiban, menolak surat

permohonan informasi, dan memutuskan biaya penggandaan

informasi.31 Dilihat dari klasifikasi putusan

berdasarkan pendapat Retnowulan Sutantio di atas,

putusan Majelis Hakim terhadap sengketa informasi

30 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara PenyelesaianSengketa Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 10 ayat (2).

31 Indonesia, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit.,Pasal 49.

21

publik pada dasarnya dapat berupa putusan declaratoir

sekaligus putusan condemnatoir atau putusan

constitutief sekaligus putusan condemnatoir. Maksudnya

adalah selain putusan tersebut bersifat declaratoir

atau constitutief, yaitu berisi penegasan atau

peniadaan keadaan hukum berdasarkan putusan Komisi

Informasi, tetapi juga putusan Pengadilan berisi

konsekuensi tindakan yang diambil atas putusan

declaratoir atau constitutief tersebut, yaitu putusan

condemnatoir yang isinya memerintahkan suatu badan

publik untuk memberikan atau menolak informasi publik

yang diminta oleh pemohon informasi. Dalam Putusan

Pengadilan Negeri Sumenep No. 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp,

Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang berupa putusan

constitutief disertai dengan putusan condemnatoir.

Putusan constitutief tercermin dalam amar putusan

Majelis Hakim yang membatalkan putusan Komisi Informasi

Jawa Timur No. 009/I/KI-Prov.Jatim-PS-M-A/2012 dan

mengadili sendiri dengan mengabulkan sebagian

permohonan informasi. Dengan adanya amar putusan

tersebut, berarti ada suatu keadaan hukum yang

ditiadakan, yaitu putusan Komisi Informasi Jawa Timur

dan adanya suatu keadaan hukum baru, yaitu putusan

mengadili sendiri oleh Majelis Hakim. Kemudian putusan

condemnatoir dapat dilihat dari putusan Majelis Hakim

yang memerintahkan Pelawan untuk menyediakan beberapa

22

informasi yang disebutkan dalam amar putusan untuk

disediakan setiap saat.

Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut juga dapat

dimintakan kasasi oleh para pihak yang bersengketa

langsung ke Mahkamah Agung dalam kurun waktu empat

belas hari sejak diterimanya putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap tersebut.32 Proses kasasi yang

langsung tanpa upaya banding tersebut diperbolehkan

oleh undang-undang selama hal tersebut diatur oleh

undang-undang.33

V. Perbandingan dengan Hukum Acara Keterbukaan

Informasi Publik Inggris Perkara EA/2011/0024

Keterbukaan Informasi Publik di Inggris tertuang dalam

Freedom of Information Act 2000 yang mengatur tentang akses

publik terhadap informasi yang dikelola oleh otoritas

publik atau badan publik.34 Sama halnya dengan yang ada

di Indonesia, pemohon informasi publik Inggris dapat

meminta The Information Commissioner untuk memutus apakah

suatu permohonan informasi publik yang diminta oleh

pemohon telah memenuhi persyaratan hak pemohon

32 Indonesia, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit.,Pasal 50

33 Indonesia, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun2009, LN No. 157 Tahun 2009, TLN No. 5076, Pasal 26 ayat (1).

34 Information Commisioner’s Office, The Guide to Freedom ofInformation, version 4.3 (Chesire: Information Commissioner’s Office.2014), hlm. 3

23

informasi.35 The Information Commissioner akan mengeluarkan

sebuah putusan yang disebut dengan Decision Notice dalam

hal terdapat permintaan penyelesaian sengketa informasi

publik tersebut. Decision Notice yang dikeluarkan oleh The

Information Commissioner dapat digugat oleh para pihak yang

dirugikan dalam sengketa informasi publik melalui

pengadilan tingkat pertama Inggris atau First-Tier

Tribunal.36 Putusan First-Tier Information Tribunal Decision

EA/2011/0024 merupakan putusan pengadilan tingkat pertama

Inggris yang memutus kasus sengketa informasi antara

Roger Conway sebagai pemohon informasi melawan The

Information Commissioner terhadap objek sengketa, yaitu The

Information Commissioner Decision Notice FS50370481. Tergugat

(respondant) dalam kasus sengketa informasi di Inggris

adalah The Information Commissioner karena objek dari

sengketa adalah Decision Notice dari komisi tersebut.

Pihak-pihak lain hanya merupakan sebagai turut tergugat

atau pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, contohnya,

tergugat adalah The Information Commissioner dan pihak badan

publik yang terlibat adalah the Somerset County Council.

Berbeda dengan di Indonesia bahwa yang menjadi tergugat

adalah badan publik atau individu yang menjadi para

pihak dalam sengketa informasi publik tersebut.

Freedom of Information Act 2000 memiliki definisi tersendiri

mengenai public authority atau otoritas publik. Yang

35 United Kingdom, Op. Cit., Section 5036 Ibid., Section 57

24

dimaksud dengan badan publik adalah badan atau individu

yang sudah ditetapkan dalam daftar badan publik, badan

atau individu yang didirikan berdasarkan perintah

Secretary of State, atau perusahaan milik publik.37 Dalam

kasus Roger Conway, badan publik yang dimintakan

informasi adalah the Somerset County Council. Penolakan

terhadap informasi yang diminta oleh Roger Conway

mengakibatkan pengajuan penyelesaian sengeketa

informasi oleh Conway kepada The Information Commissioner

yang pada akhirnya menegaskan posisi the Somerset County

Council atas penolakannya terhadap informasi yang diminta

oleh Conway.

Pemeriksaan terhadap kasus Conway melawan The Information

Commissioner dilakukan terhadap permintaan informasi

publik. Majelis Hakim memeriksa apakah tujuan

permintaan informasi yang dilakukan oleh Conway dapat

digolongkan sebagai permintaan yang dilarang oleh

Freedom of Information Act atau tidak. Sama halnya dengan

pemeriksaan kasus Moh. Siddiq melawan RSUD Kab.

Sumenep. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumenep juga

memeriksa apakah surat permohonan informasi yang

diajukan oleh Moh. Siddiq memiliki tujuan khusus selain

tujuan yang diamanatkan oleh undang-undang atau tujuan

yang dilarang oleh UU KIP. Majelis Hakim di Pengadilan

dalam sengeketa informasi publik hanya memeriksa

Decision Notice yang dikeluarkan oleh The Information

37 Ibid., Section 3

25

Commissioner apakah putusan tersebut sesuai dengan

Freedom of Information Act 2000 atau tidak.

Majelis Hakim Inggris juga pada akhirnya akan

menjatuhkan putusan Pengadilan apakah menguatkan atau

membatalkan putusan Komisi Informasi (The Information

Commissioner Decision Notice). Dalam putusan Pengadilan

Tingkat Pertama Inggris yang mengadili sengketa

informai, Tribunal Judge menjatuhkan putusan Decision

EA/2011/0024 membatalkan The Information Commissioner Decision

Notice FS50370481 dan memerintahkan badan publik the

Somerset County Council untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh penggugat atau pemohon informasi.

Terhadap putusan tersebut juga dapat diajukan banding

langsung ke mahkamah tinggi sesuai dengan yurisdiksi

masing-masing sebagaimana diatur dalam Freedom of

Infromation Act 2000. Decision First-Tier Tribunal tersebut dapat

diajukan banding terhadapnya ke the High Court of England

apabila alamat badan publik tersebut berada di Inggris

dan Wales, the Court of Session jika alamat badan publik

berada di Skotlandia, dan the High Court of Justice in Northern

Ireland apabila badan publik tersebut berada di Irlandia

Utara.38

38 United Kingdom, Op. Cit., Section 59.

26

VI. Kesimpulan

Keterbukaan Informasi Publik menjadi sesuatu yang

penting bagi negara yang berdemokrasi. Baik Indonesia

maupun Inggris menjunjung tinggi kebebasan informasi

dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keterbukaan

Informasi Publik di Indonesia dan Freedom of Information Act

2000 di Inggris. Pada pokoknya konsep beracara dalam

sengketa informasi publik di Indonesia dan di Inggris

tidak jauh berbeda. Pemohon informasi dapat mengajukan

penyelesaian sengketa informasi publik kepada Komisi

Informasi terhadap penolakan informasi publik tersebut.

Di Indonesia, upaya administratif atau quasi-yudisial

dapat ditempuh melalui Komisi Informasi untuk

menyelesaikan sengketa informasi publik. Di Inggris,

tugas the Information Commissioner-lah memutuskan apakah

permintaan informasi publik sudah sesuai dengan syarat-

syarat yang ditentukan dalam Freedom of Information Act.

Komisi Informasi atau the Information Commissioner memiliki

kewenangan untuk memutus sengketa tersebut dan

menentukan apakah suatu informasi memenuhi persyaratan

dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-

undang serta permohonan informasi tersebut memiliki

tujuan yang jelas. Terhadap putusan Komisi Informasi

atau the Information Commissioner Decision Notice dapat diajukan

gugatan atau appeal ke Pengadilan Negeri di Indonesia

dan ke First-Tier Information Tribunal di Inggris. Yang menjadi

27

objek sengketa adalah putusan Komisi Informasi. Akan

tetapi, perbedaannya dengan di Inggris adalah bahwa di

Inggris yang menjadi tergugat atau terlawan dalam

sengketa di Pengadilan adalah the Information Commissioner

karena objek sengketanya adalah Decision Notice dari

Commissioner tersebut. Sedangkan di Indonesia, yang

menjadi tergugat atau terlawan adalah pihak lain dari

sengketa informasi publik, yaitu badan publik, baik

negara maupun non negara, atau individu. Komisi

Informasi tidak ditempatkan sebagai tergugat atau

terlawan dalam sengketa informasi publik di Indonesia

walaupun objek sengketanya adalah putusan Komisi

Informasi. Selanjutnya, terhadap putusan pengadilan

tersebut, pihak yang dirugikan masih memiliki upaya

hukum, yaitu upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung di

Indonesia dan upaya hukum Appeal on Decision of Tribunal di

Inggris ke the High Court of Justice in England, the Court of Session,

atau the High Court of Justice in Northern Ireland. Keterbukaan

Informasi Publik menjadi sangat penting sehingga

pengaturan terhadap mekanisme aksesnya harus diatur

dalam undang-undang serta bagaimana penyelesaian

sengekta terhadapnya. Secara garis besar, mekanisme

permohonan informasi dan penyelesaian secara litigasi

atau non-litigasi yang ditempuh di Indonesia tidak jauh

berbeda dengan di Inggris. Perbedaannya terdapat pada

substansinya, yaitu tolak ukur terhadap persyaratan

28

informasi yang diperbolehkan dan tujuan permohonan

informasi tersebut.

VII. Daftar Pustaka

Cartwright, Roger. Et. al. The Handbook for Managing Resources and Information. New Delhi: Infinity Books, 2001.

Dewi. “Badan Layanan Umum Daerah.”

www.kemendagri.go.id/article/2013/12/02/badan-

layanan-umum-daerah diakses tanggal 25 Oktober

2014.

Diskusi Serial KIP dan OGP. “Transparansi Informasi

dalam 3 Cara Pandang.”

www.kebebasaninformasi.org/en/2013/12/03/diskusi-

serial-iii-transparansi-informasi-dalam-3-cara-

pandang/ diakses tanggal 25 Oktober 2014.

Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan,

Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan.

Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Information Commissioner’s Office. The Guide to Freedom of Information, version 4.3. Chesire: Informtion Commissioner’s Office, 2014.

Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia. Anotasi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik, ed.1, cet.1, Jakarta: Komisi

Informasi Pusat Republik Indonesia, 2009.

29

Santosa, Mas Achmad. Good Governance dan Hukum Lingkungan.

Jakarta: ICEL, 2001.

Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan

Praktek, Cet.11. Bandung: Mandar Maju, 2009.

VIII.Daftar Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Indonesia. Undang-Undang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun 1999, TLN No. 3851.

Indonesia. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14 Tahun 2008, LN No. 61, TLN No. 4846.

Indonesia. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No, 157 Tahun 2009, TLN No. 5076.

Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Permendagri No. 61Tahun 2007.

Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan. Perma No.2 Tahun 2011.

Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma No. 1 Tahun 2008.

Universal Declaration of Human Right 1946.

United Kingdom. Freedom of Information Act 2000.