ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR TIMUR ...

17
ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR TIMUR LAUT BALI DENGAN MENGGUNAKAN DATASET PENGINDERAAN JAUH (STUDI KASUS LOKASI SITUS KAPAL USAT LIBERTY, TULAMBEN) SHORELINE CHANGES ANALYSIS IN BALI'S NORTHEAST COAST USING REMOTE SENSING DATASETS (CASE STUDY USAT LIBERTY SHIP SITE LOCATION, TULAMBEN) Aprizon Putra 1 *, Semeidi Husrin 1 , Nia Naelul Hasanah Ridwan 1 1 Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang KP - Kementerian Kelautan dan Perikanan Jl. Raya Padang- Painan Km 16 Padang, Sumatera Barat *email: [email protected] Abstract Tulamben is one of the most popular tourism areas in Karang Asem Regency, Bali. The existence of USAT Liberty Shipwreck and underwater panoramic beauty are the biggest attraction for tourists visiting Tulamben and surrounding areas. The site is in dangerous condition because of its position on a very steep slope beach and is highly affected by coastal erosion to Sea storms been. Therefore, the analysis of shoreline changes were carried out to investigate the characteristics of shoreline changes in the location based on the observations of shoreline conditions from 1942 to 2013. By using Army Map Service (AMS) U.S, 1942 as a reference and Landsat satellite images in 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 and 2013, we found some locations have been experiencing erosion and accretion. Result analysis showed that the highest erosion occurs in Kubu, Karang Asem Regency with erosion rate reaches -0.68 m/yr and the highest accretion occurrs in Penuktukan, Buleleng Regency with accretion rate around 1.21 m/yr. The average rate of shoreline changes based on GIS analisys caused by abrasion in Bali's Northeast coast -1.60 m/yr or -113.36 m of the beach has gone since 1942. This finding are in agreement with the observations in the field. Keywords: Shoreline Changes, Abrasion, Landsat Images, Tulamben Abs trak Tulamben merupakan salah satu primadona pariwisata di Kabupaten Karang Asem, Bali. Keberadaan Kapal Karam USAT Liberty dan keindahan panorama bawah laut merupakan daya tarik terbesar bagi wisatawan yang datang ke Tulamben dan sekitarnya. Situs ini terancam kelestariannya karena posisinya berada pada lereng pantai yang cukup terjal dan akan terkena dampak dari tingginya kejadian abrasi yang diakibatkan oleh badai laut. Oleh karena itu, analisa perubahan garis pantai dilakukan untuk mengetahui karakteristik perubahan garis pantai di pesisir Timur Laut Bali. Berdasarkan hasil pengamatan garis pantai dari tahun 1942 hingga 2013 dengan acuan Army Map Service (AMS) U.S, 1942 dan citra satelit Landsat perekaman tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013, ditemukan sejumlah lokasi yang mengalami abrasi dan akresi. Hasil analisa menunjukkan bahwa abrasi tertinggi terjadi di Kubu, Kabupaten Karang Asem dengan kejadian abrasi -0.68 m/th dan kejadian akresi tertinggi terjadi di Penuktukan, Kabupaten Buleleng dengan kejadian akresi 1.21 m/th, rata- rata laju perubahan garis pantai di Timur Laut Bali berdasarkan analisa GIS berkisar -1.60 m/th atau -113.36 m dari garis pantai telah hilang sejak tahun 1942. Hasil - hasil yang didapat sesuai dengan temuan dan kondisi di lapangan. Kata Kunci: Perubahan Garis Pantai, Abrasi, Citra Landsat, Tulamben

Transcript of ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR TIMUR ...

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR TIMUR LAUT BALI DENGAN MENGGUNAKAN DATASET PENGINDERAAN JAUH

(STUDI KASUS LOKASI SITUS KAPAL USAT LIBERTY, TULAMBEN)

SHORELINE CHANGES ANALYSIS IN BALI'S NORTHEAST COAST USING REMOTE SENSING DATASETS

(CASE STUDY USAT LIBERTY SHIP SITE LOCATION, TULAMBEN)

Aprizon Putra1*, Semeidi Husrin1, Nia Naelul Hasanah Ridwan1 1 Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang KP - Kementerian Kelautan dan Perikanan

Jl. Raya Padang- Painan Km 16 Padang, Sumatera Barat *email: [email protected]

Abstract

Tulamben is one of the most popular tourism areas in Karang Asem Regency, Bali. The existence of USAT Liberty Shipwreck and underwater panoramic beauty are the biggest attraction for tourists visiting Tulamben and surrounding areas. The site is in dangerous condition because of its position on a very steep slope beach and is highly affected by coastal erosion to Sea storms been. Therefore, the analysis of shoreline changes were carried out to investigate the characteristics of shoreline changes in the location based on the observations of shoreline conditions from 1942 to 2013. By using Army Map Service (AMS) U.S, 1942 as a reference and Landsat satellite images in 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 and 2013, we found some locations have been experiencing erosion and accretion. Result analysis showed that the highest erosion occurs in Kubu, Karang Asem Regency with erosion rate reaches -0.68 m/yr and the highest accretion occurrs in Penuktukan, Buleleng Regency with accretion rate around 1.21 m/yr. The average rate of shoreline changes based on GIS analisys caused by abrasion in Bali's Northeast coast -1.60 m/yr or -113.36 m of the beach has gone since 1942. This finding are in agreement with the observations in the field. Keywords: Shoreline Changes, Abrasion, Landsat Images, Tulamben

Abstrak Tulamben merupakan salah satu primadona pariwisata di Kabupaten Karang Asem, Bali. Keberadaan Kapal Karam USAT Liberty dan keindahan panorama bawah laut merupakan daya tarik terbesar bagi wisatawan yang datang ke Tulamben dan sekitarnya. Situs ini terancam kelestariannya karena posisinya berada pada lereng pantai yang cukup terjal dan akan terkena dampak dari tingginya kejadian abrasi yang diakibatkan oleh badai laut. Oleh karena itu, analisa perubahan garis pantai dilakukan untuk mengetahui karakteristik perubahan garis pantai di pesisir Timur Laut Bali. Berdasarkan hasil pengamatan garis pantai dari tahun 1942 hingga 2013 dengan acuan Army Map Service (AMS) U.S, 1942 dan citra satelit Landsat perekaman tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013, ditemukan sejumlah lokasi yang mengalami abrasi dan akresi. Hasil analisa menunjukkan bahwa abrasi tertinggi terjadi di Kubu, Kabupaten Karang Asem dengan kejadian abrasi -0.68 m/th dan kejad ian akresi tertinggi terjadi d i Penuktukan, Kabupaten Buleleng dengan kejadian akresi 1.21 m/th, rata- rata laju perubahan garis pantai di Timur Laut Bali berdasarkan analisa GIS berkisar -1.60 m/th atau -113.36 m dari garis pantai telah h ilang sejak tahun 1942. Hasil - hasil yang didapat sesuai dengan temuan dan kondisi di lapangan. Kata Kunci: Perubahan Garis Pantai, Abrasi, Citra Landsat, Tulamben

I. PENDAHULUAN Pada saat ini, Tulamben merupakan ranking pertama untuk wisata bahari

di Indonesia menurut World Tourism Organization. Jumlah Turis tahun 2011 ke Kabupaten Karang Asem adalah 416.363 orang. Jadi sekitar 1.140 orang/hari. Sementara itu, jumlah turis yang menyelam di situs kapal USAT Liberty semakin meningkat setiap tahun dengan rata-rata 150 - 200 orang per hari (Ridwan, 2011).

Gambar 1. a) USAT Liberty tahun 1918 dan 1941 (Sumber: US Army Signal

Corps Photo SC 131484, US National Archives) dan b) Perkembangan Pariwisata Selam di Loka si Kapa l Karam USAT Liberty (Sumber: Ridwan, 2013)

Selain bernilai ekonomi tinggi, situs kapal USAT Liberty juga mengandung

aspek pendidikan bagi pengunjung dan selalu menjadi tempat pelatihan bagi para penyelam dan juga arkeolog bawah air. Lokasi penyelaman ini adalah salah satu tempat rekreasi penyelaman termudah untuk menikmati pemandangan bawah laut di sekitar kapal karam. Penyelam dari semua tingkatan keahlian dapat melakukan penyelaman di tempat ini. Akan tetapi pada saat ini, kondisi situs USAT Liberty dikhawatirkan terancam kelestariannya dan rentan terhadap kondisi lingkungan fisik perairan di sekitarnya seperti adanya ancaman perubahan garis pantai yang disebabkan oleh tingginya abrasi serta aktivitas Gunung Agung dan perubahan

a

b

lingkungan perairan yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia yang berasal dari terlalu banyaknya aktivitas penyelaman (Susanto, 2005).

Gambar 2. Kondisi lingkungan di Tulamben dan Sekitarnya (a. aliran sungai

yang ke ring di desa Tulamben dan sekitarnya, b. Lahan yang tandus dan kurangnya pasokan air tawar di desa Tulamben dan sekitarnya, c. Aktivitas

penambangan galian C dan d. Lok asi tambak serta perbuangan limbah langsung ke laut serta erosi pantai yang mengancam di lokasi tambak)

Fitur garis pantai berkaitan dengan berbagai proses dinamika alami pantai

yang sangat penting dalam pengelolaan kawasan pesisir. Monitoring kawasan pantai sangat penting bagi perlindungan lingkungan serta pembangunan negara. Bagi kepentingan monitoring kawasan pantai, ekstraksi garis pantai pada berbagai waktu berbeda merupakan pekerjaan mendasar (Alesheikh, 2007). Informasi perubahan garis pantai sangat penting dalam berbagai kajian pesisir, misalnya; rencana pengelolaan kawasan pesisir, mitigasi bencana, studi abrasi-akresi, serta analisis dan pemodelan morfodinamik pantai (Chand and Acharya, 2010).

Teknologi yang mudah dan cepat untuk pemantauan perubahan garis pantai adalah dengan menggunakan teknologi Penginderaan Jauh melalui perekaman citra satelit sebagai datanya. Salah satunya adalah dengan menggunakan data hasil perekaman citra satelit Landsat. Salah satu sensor yang dibawa adalah Thematic Mapper (TM) yang memiliki resolusi spasial 30 × 30 meter. Sensor ini terdiri dari 7 band yang memiliki karakteristik berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan (Lillesand and Kiefer, 1990).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui laju perubahan garis pantai di pesisir Timur Laut Bali dengan menggunakan citra satelit Landsat. Daerah kajian difokuskan pada daerah yang diketahui telah mengalami abrasi serta akresi.

a b

c d

II. METODE PENELITIAN 2.1 Deskripsi Wilayah Lokasi penelitian di pesisir Timur Laut Bali, yang secara administrasi berada di Kabupa ten Karang Asem dan Kabupaten Buleleng, di batasi oleh batas admistratif tiap Desa pesisir, pengambilan daerah penelitian ini dilakukan berdasarkan cakupan citra satelit (Gambar 3). Panjang garis pantai daerah penelitian berdasarkan analisa citra satelit yaitu 80.8 Km dan berada pada koordinat 115°13'8.01"E - 8°3'58.41"S dan 115°37'51.33"E - 8°19'40.66"S seluruhnya mengalami abrasi dengan derajat yang berbeda-beda dan terdapatnya sedikit lokasi yang mengalami akresi, ini merupakan salah satu indikasi kemungkinan tingginya abrasi akibat cross-shore transport di mana sebagain besar pasir hilang terdeposisi ke bagian laut yang lebih dalam pada saat badai laut. Hal ini menyebabkan sulitnya pasir untuk kembali lagi ke lokasi semula karena dalamnya batimetri (jurang) pada jarak hor isontal yang cukup deka t. Fenomena longshore transport juga ditemui di daerah ini karena tingginya abrasi di beberapa tempat setelah tempat lain yang bersebelahan ditambahi bangunan pelindung pantai (seawall). Longshore transport di daerah ini tinggi karena karakteristik angin/gelombang yang cenderung dominan dari arah timur dan tenggara (Husrin, 2013).

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Tampilan 2D dan 3D kedalaman (batimetri)

perairan Timur Laut Bali 2.2 Data dan Perangkat Lunak Data citra satelit yang digunakan adalah citra satelit Landsat perekaman tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 dengan resolusi 30 × 30 m. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data terdari Envi 4.5 untuk mengolah data citra, ArcGIS yang dilengkapi dengan eks tensi image analysis untuk melakukan interpretasi visual, proses digitasi garis pantai pada citra satelit, mengolah data vektor dan pembuatan peta-peta tematik. 2.3. Diagram Alir Penelitian Rangkaian pengerjaan dalam kajian perubahan garis pantai di Pesisir Timur Laut Bali secara diagram alir penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut; pertama dengan menginventarisasi data citra satelit Landsat yang selanjutnya dilakukan pemotongan citra dari hasil pemotongan citra tersebut dapat dilakukan koreksi geometrik yang selanjutnya dilakukan penajaman citra kemudian dilakukan digitasi, selanjutnya seluruh hasil digitasi garis pantai akan dibandingkan dengan referensi garis pantai dari peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942 (Gambar 5) secara tumpang susun (overlay). Hasil overlay tersebut dapat menggambarkan pe rubahan garis pantai Timur Laut Bali (Gambar 6).

LANDSAT (1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 & 2013)

Pemotongan Citra (Cropping)

Koreksi Geometrik

RMS ≤ 1 Pixel

Penajaman Citra

Digitasi on screen

Tumpang Susun (Overlay)

Peta Army Map Service (AMS)

U.S, 1942

Digitasi

Ya

Tidak

Perubahan Garis Pantai Timur Laut Bali

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian

Gambar 6. peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942 hasil overlay

2.4 Pemotongan Citra (Cropping) Pemotongan citra (croping) yang dilakukan berguna untuk mendapatkan dan membatasi daerah penelitian sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada penelitian ini daerah penelitiannya meliputi wilayah pesisir Timur Laut Bali, maka pemotongan citra yang dilakukan adalah pada bagian citra yang terdapat di dalamnya wilayah pesisir Timur Laut Bali. Pemotongan ini juga didasari karena cakupan dari 1 scene citra Landsat yang cukup besar, yaitu 185 x 185 km (Yulius dan Ramdhan, 2013). 2.5 Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya, dengan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan objek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Untuk melakukan koreksi pada tahap ini digunakan metode penyesuaian histogram (histogram adjustment) yang berdasarkan pada pemrosesan nilai digital oleh sensor. Obyek yang memberikan respon spectral yang paling rendah seharusnya bernilai 0, apabila nilai ini ternyata melebihi angka 0 maka nilai tersebut dihitung sebagai bias dan koreksi dilakukan dengan mengurangi seluruh nilai pada saluran tersebut dengan biasnya. Nilai bias yang dimaksud adalah sebagai asumsi pengaruh atmosfer terhadap perambatan gelombang elektromagnetik. 2.6 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik citra dilakukan dengan rektifikasi citra berdasar acuan peta Army Map Service (AMS) U.S,1942. Untuk melakukan rektifikasi minimal diperlukan 4 buah titik yang digunakan sebagai ground control point (GCP). Penentuan titik-titik GCP diletakkan pada pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah. Hal tersebut dilakukan agar citra terektifikasi secara merata. 2.7 Penajaman Citra (Image Enhancement) Proses penajaman citra (Image Enhancement) bermanfaat untuk mempermudah dalam menginterpretasikan objek-objek yang ada pada tampilan citra. Suatu kotak dialog trans formasi akan menampilkan histogram, data masukan dan data keluaran setelah ditransformasi dengan garis transformasi. Penajaman citra meliputi penajaman kontras (contrast enhancement) yaitu memperbaiki tampilan citra dengan memaksimumkan kontras antara pencahayaan dan penggelapan. Filtering yaitu memperbaiki tampilan citra dengan mentranformasi nilai-nilai digital citra seperti mempertajam batas area yang mempunyai nilai digital yang sama (edge enhancement) (Yulius dan Ramdhan, 2013).

2.6. Digitasi Garis Pantai Setelah citra terkoreksi multi temporal, tahap selanjutnya adalah proses on screen digitation (digitasi pada layar monitor). Digitasi dimaksudkan untuk mengubah format data raster ke format data vektor. Objek yang didigitasi adalah garis pantai. Seluruh proses digitasi menggunakan fasilitas image analysis pada perangkat lunak ArcGIS yang dapat menampilkan data raster dan vektor sekaligus (Yulius dan Ramdhan, 2013). 2.7. Tumpang Susun (Overlay) Setelah tahap digitasi selesai, proses selanjutnya adalah overlay garis pantai. Setelah itu dilakukan analisis perubahan garis pantai tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013. 3. Hasil dan Pembahasan Analisis perubahan garis pantai menggunakan data citra satelit Landsat Path/Row 117/06 yang meliputi daerah penelitian dan data pengamatan lapangan pada bulan Juli 2012. Citra yang digunakan adalah citra satelit Landsat perekaman tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 dengan resolusi 30 × 30 m yang tidak ada ganguan awan pada lokasi penelitian sehingga mempermudah analisa. Selanjutnya citra tersebut dipotong sesuai daerah yang dianalisis, kemudian dilakukan koreksi radiometrik dengan metode penyesuaian histogram. Peta acuan yang digunakan untuk koreksi geometrik adalah peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942 dan hasil surve i lapangan 2013 serta survei Juni 2014, menggunakan 10 titik kontrol yang diambil posisinya di lapangan dengan GPS. Untuk mempermudah dalam digitasi garis pantai dibuat komposit warna (false color composite) (Gambar 7). Dari citra tersebut dapat dilihat pola garis pantai dipermukaan bumi saat direkam satelit dengan tingkat ketelitian yang dibatasi dengan resolusi data citranya. Selanjutnya citra satelit Landsat didigitasi garis pantainya. Citra terkoreksi akan menampilkan objek daratan dan lautan di lokasi penelitian dengan sistem koordinat dan proyeksi yang sama. Garis pantai didigitasi secara visual dengan memperhatikan batasan darat dan laut. Digitasi dilakukan dengan memperhatikan resolusi citra, karena resolusi citra yang kecil dari citra satelit Landsat (30 m) maka tampilan zoom pada layar digitasi diatur mengikuti resolusi. Untuk mengetahui laju perubahan garis pantai pada periode waktu yang berbeda dilakukan tumpang Susun (overlay) ketujuh garis pantai hasil digitasi (Gambar 8). Dari tumpang susun ini dilakukan analisis perubahan garis pantai untuk tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013

Gambar 7. Hasil digitasi tahun perekaman 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009

dan 2013 pada citra satelit Landsat

Gambar 8. Peta Hasil Analisis Perubahan Garis Pantai dengan Perbandingan

Jarak Pantai Hasil Digitasi Citra Satelit Landsat dengan Garis Pantai Peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942

Tabel 1. Analisa Perbandingan Jarak Pantai hasil digitasi citra satelit Landsat dengan peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942 serta Perhitungan Laju

Perubahan Garis Pantai pertahun di Pesisir Timur laut Bali

NO

Perbedaan dengan garis pantai peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942

1989 [m]

1995 [m]

1997 [m]

2003 [m]

2005 [m]

2009 [m]

2013 [m]

1942 - 2013

[m/tahun]

Laju perubahan

[m/thn] Ket

ST 1 -66.69 -16.44 -8.58 -1.18 -1.56 -1.73 -1.88 -35.32 -0.50 Abrasi ST 2 -61.05 -20.04 -2.41 -5.36 -1.41 -2.07 -1.44 -28.32 -0.40 Abrasi ST 3 -61.06 -30.09 -4.60 -5.92 -0.31 -2.34 30.72 -48.52 -0.68 Abrasi ST 4 -54.65 -9.69 -25.34 24.12 -15.75 -0.54 -0.85 -26.60 -0.37 Abrasi ST 5 -47.53 43.86 -74.40 23.19 -15.01 -9.34 -8.24 -7.59 -0.11 Abrasi ST 6 -20.68 -10.88 -19.43 10.63 4.67 8.06 7.70 -21.43 -0.30 Abrasi ST 7 87.75 0.34 0.40 0.14 0.29 0.23 0.35 86.00 1.21 Akresi ST 8 -9.15 -0.13 -0.12 -0.06 -0.37 -0.26 1.31 -9.52 -0.13 Abrasi ST 9 -2.00 12.37 -0.22 -0.24 -1.48 0.33 -0.13 -12.63 -0.18 Abrasi

ST 10 -8.12 -0.92 -0.30 -0.43 -0.65 3.78 -0.17 -9.43 -0.13 Abrasi -243.18 -31.62 -135.00 44.89 -31.58 -3.88 27.37 -113.36 -1.60 Abrasi

Keterangan: Jarak dalam meter, (-) ke arah darat, (+) ke arah laut, tingkat ketelitian ukuran ± 30 m

Tabel 2. Hasil analisa luas abrasi dan akresi di Pesisir Timur laut Bali Tahun 1989 1995 1997 2003 2005 2009 2013

Abrasi (m2) 128.49 512.47 412.49 359.33 830.69 435.55 417.69 Akresi (m2) 62.59 10.55 10.55 26.82 41.27 5.29 16.05

Gambar 9. Peta lokasi (abrasi/ akresi) pesisir Timur laut Bali Tahun 2013

Tabel 3. Titik pengamatan (Survei lapangan, 2013)

No Nama stasiun Latitute (S)

Longitude (E)

Keterangan

1 Hotel Puri Wirata 08o16’25.7” 115o35’23.5” Hotel tempat menginap

2 St 01: Belakang Hotel Puri Wirata 08o16’23.5” 115o35’29.8” Pantai berbatu, sedikit berpasir, pasir hitam, lokasi penyelaman liberty, tedapat seawall 1 - 1,5 m, tererosi sekitar 100 m, kemiringan pantai curam

3 St 02: Pura Dalam 08o15’07.1” 115o34’37.1” Lokasi Pura Dalem, abrasi pantai sekitar 50 m, terdapat seawall kobinasi beton melingkar dan bebatuan besar, masih merupakan lokasi penyelaman, pura dibangun 40 tahun lalu dimana kondisi pantai masih lebar.

4 St 03: Labuhan Lanting Tianyar 08o11’31.8” 115o29’53.2” Erosi sangat parah > 100m, pantai relatif lebih landai dari St02, pantai berbatu dan bercampur pasir hitam, pura dilindungi dinding laut hingga 2m, vegetasi yang tumbuh cemara lut, kelapa, waru laut, kamboja dll, tidak ada aktifitas selam, ada lapanagan bola

5 St 04: Desa Tembok. I 08o09’27.8” 115o26’29.8” Erosi parah > 100m, pantai berpasir campur batu, pasir hitam, relatif landai serupa dengan stasiun 3, pendaratan kapal nelayan, terdapat sungai kering kecil, sedang berlangsung kegiatan konstruksi pemabngunan sewall, dominasi pohon kelapa dan ketapang.

6 St 05: Desa Tembok. II 08o09’26.9” 115o26’24.4” Erosi parah > 100m, pantai berpasir campur batu, pasir hitam, relatif landai serupa dengan stasiun 3, pendaratan kapal nelayan, sedang berlangsung kegiatan konstruksi pemabngunan sewall, dominasi pohon kelapa dan ketapang, gawir erosi 1 – 2 m, tanah 70 are menjadi 40 are terkena erosi, geromboln ikan tongkol sempat terlihat melompat sepanajang pantai.

7 St 06: Desa Penuktukan 08o08’16.1” 115o23’36.5” Lokasi penanaman koral buatan, dilindungi seawall 2 km, terdapat villa dan lokasi penyelaman baru, pasir kadang datang-pergi tergantung musim, pantai berbatu lebih curam dari st.3 dan 4, tempat pendaratan nelayan

8 St 07: Air Sanih 08o05’20.7” 115o15’56.4” Pantai bertebing, berbatu karang, pasir hitam,erosi relatif kecil

9 St 08: Ponjok Batu. I 08o05’37.1” 115o16’18.5” Pura kabupaten Ponjok Batu, terdapat diatas tebing dengan reinforced concrete, terdapat banyak batu pelindung tebing

10 St 09: Ponjok Batu. II 08o05’47.0” 115o16’34.0” Batas panati landai dan pantai bertebing, dilindungi oleh seawall setinggi 2 m, pasir hitam berbatu, erosi kecil

Sumber : Husrin, 2013

Gambar 10. Grafik perbandingan jarak pantai hasil digitasi citra satelit Landsat dengan garis pantai peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942

Gambar 11. Foto - foto titik pengamatan lapangan, 2013 (Husrin, 2013)

1 2

3 4

5 6

7 8

9 10

Hasil analisa digitasi garis pantai dengan data citra satelit Landsat yang di tumpang susun (Overlay) dengan peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942 serta pengamatan lapangan tahun 2013 dan Juni 2014, dengan menelusuri sepanjang garis pantai (dibuat track GPS) dari desa Tulamben sampai desa Kubutambahan Kabupaten Buleleng. Berdasarkan analisa pada Tahun 2013 luas wilayah pesisir yang terkena abrasi sepanjang 80.8 km yakni sebesar 417.69 m2 dimana umumnya lokasi yang terkena abrasi merata pada tiap - tiap desa pesisir di sepanjang pantai timur Laut Bali. Sedangkan luas wilayah pesisir yang terkena akresi hanya seluas 16.05 m2, ini pun terjadi di desa Les kabupaten Buleleng, tidak terjadinya abrasi di lokasi ini karena lokasi ini merupakan lokasi penanaman koral buatan yang dilindungi seawall 2 km di sepanjang pantai. Pantai Tulamben sampai Kubutambahan Kabupaten Buleleng umumnya berpantai landai dan dasarnya Pantai berbatu, sedikit berpasir, pasir hitam sehingga begitu datang gelombang yang besar dari arah laut ke pantai, pantai tersebut gambang terkikis atau tererosi. Informasi kejadian abrasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan lapangan dan analisa data citra satelit berlokasi pada titik St 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9 dan 10 dengan nilai tertinggi -48.52 m/thn di St 3 desa Kubu dan terendah -7.59 m/thn di St 5 desa Tembok. Abrasi yang terjadi di pesisir Timur Laut Bali disebabkan karena gelombang pada dinding batuan penyusun pantai sehingga membentuk daratan pantai yang landa i dan sempit sepanjang pantai, kondisi oseanografi di wilayah tersebut cukup kompleks dan berdinamika tinggi. Dasar laut berpasir vulkanik dan adanya arus yang cukup kuat sewaktu-waktu dapat menyebabkan penggerusan (scouring) di area pesisir pantai yang secara konstan dan terus menerus akan menyebabkan keberadaan dari situs kapal USAT Liberty terekspos atau malah menjadi tertutup sama sekali oleh timbunan pasir. Kondisi badan kapal USAT Liberty yang sebagian berada di lokasi yang dangkal dan dekat dengan permukaan laut terpengaruh oleh kondisi cuaca yang terkadang cukup ekstrim terutama di bagian - bagian yang tidak terlalu kuat atau yang telah rapuh. Lokasi bagian kapal karam USAT Liberty yang paling dangkal pada bagian atas yaitu mulai dari kedalaman 4-10 meter masih mendapatkan pengaruh signifikan dari kekuatan gelombang dan arus di bagian permukaan. Arus dan gelombang yang cukup kuat di pesisir Timur Laut Bali menyebabkan proses abrasi yang tinggi. Di dalam Lampiran VII Rencana Tata Ruang Wilayah Karang Asem Tahun 2012 - 2032 tentang Sebaran Kawasan Lindung di Kabupaten Karang Asem, disebutkan bahwa kawasan rawan abrasi pantai di Karang Asem di antaranya adalah Pantai Labuhan Amuk, Pantai Sengkidu, Pantai Candidasa, Pantai Ujung, Pantai Yeh Kali, Pantai Bunutan, Pantai Jemeluk, Pantai Kubu, Pantai Baturinggit, dan Pantai Tulamben yang juga merupakan kawasan lindung geologi dan kawasan rawan bencana geologi (Ridwan, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian, proses yang menyebabkan USAT Liberty berada di tempatnya yang sekarang adalah dikarenakan proses abrasi yang kuat yang terjadi sangat signifikan dan secara terus menerus sehingga menyebabkan USAT Liberty yang asalnya terdampar di pantai menjadi semakin jatuh ke kedalaman dikarenakan dudukan pasir di bawah badan kapal USAT Liberty habis tersapu erosi oleh arus dan gelombang. Hingga saat ini, semua tulisan dan publikasi yang ada menyebutkan bahwa tremor dari kejadian letusan Gunung Agung Tahun 1963 adalah penyebab utama USAT Liberty terdorong ke laut. Akan tetapi hasil penelitian kami dan hasil wawancara dengan sesepuh desa Tulamben mengatakan bahwa proses alam yang secara signifikan “menjatuhkan” USAT Liberty dari dudukannya di pantai Tulamben ke tempat yang lebih dalam adalah proses erosi yang terjadi secara terus menerus. Dengan demikian, bukan kapalnya yang terdorong dan bergeser semakin ke tengah laut yang lebih dalam akan tetapi kapalnya semakin jatuh ke bawah di lokasi yang tetap. Tremor Gunung Agung juga mungkin ikut berpengaruh akan tetapi erosi adalah proses dinamika pantai dan laut yang paling dominan di lokasi tersebut. Sesepuh desa Tulamben menyebutkan bahwa pantai Tulamben dulunya adalah sejarak kurang lebih 100 meter ke arah laut dari pantai yang sekarang. Dengan demikian, dapat diduga bahwa telah terjadi pergeseran garis pantai yang disebabkan oleh erosi. Batu-batu vulkanik yang berada di sepanjang pantai Tulamben merupakan batu vulkanik dari Gunung Agung dari kejadian letusan sebelum Tahun 1963. Batu-batu tersebut dulunya tertutup oleh pasir, dan kemudian pasir itu semakin lama semakin habis tererosi oleh gelombang dan akhirnya muncul hamparan batu yang sebelumnya ada di lapisan di bawah pasir. Hal tersebut dikonfirmasi oleh para sesepuh desa yang mengatakan bahwa mereka tidak tahu dari mana batu-batu itu muncul. Bahkan disebutkan bahwa batu-batu tersebut muncul karena “keajaiban Tuhan”. Akan tetapi hal tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah terkait dengan proses erosi pantai yang cukup dramatis. Dikarenakan proses erosi ini telah berhasil “menjatuhkan” USAT Liberty ke kedalaman laut mulai da ri tahun 1942, maka ada kemungkinan besar proses alam ini akan menjatuhkan USAT Liberty lagi ke tempat yang semakin dalam yang sudah tidak dapat diakses lagi secara aman oleh penyelam. Hal ini harus diwaspadai dan perlu dilakukan kajian yang mendalam serta kita perlu bersiap-siap untuk mencegah “hilangnya” USAT Liberty tersebut selamanya (Ridwan, 2013).

Evolusi pantai tulamben (tahap-1: kondisi awal) 1

2345

678910

MSL

• Periode tahun 1940 - 1970• Kapal terdampar di pasir putih• Terdapat 10 baris pohon kelapa dengan jarak antar baris sekitar 10m• Gelombang menghantam kapal, kerusakan akibat korosi dan hantaman gelombang mulai terjadi

Evolusi pantai tulamben (tahap-2: Musim badai 1) 1

2345

678910

MSL-1

• Periode tahun 1940 – 1980 (berkali-kali)• Pasir putih mulai tergerus (cross shore dan longshore transports)• Sebagain pohon kelapa tumbang• Selain mengalami kerusakan akibat badai, sedikit-sedikit kapal mulai bergeser/tengelam

MSL-2

Evolusi pantai tulamben (tahap-2: Musim badai 1) 1

2345

678910

MSL-1

• Periode tahun 1940 – 1980 (berkali-kali)• Pasir putih mulai tergerus (cross shore dan longshore transports)• Sebagain pohon kelapa tumbang• Selain mengalami kerusakan akibat badai, sedikit-sedikit kapal mulai bergeser/tengelam

MSL-2

Evolusi pantai tulamben (tahap-2: Musim badai 1) 1

2345

6

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1980• Pasir putih mulai tergerus (cross shore dan longshore transports)• Sebagian pohon kelapa tumbang• Selain mengalami kerusakan akibat badai, sedikit-sedikit kapal mulai bergeser/tengelam

MSL-2

Evolusi pantai tulamben (tahap-3: Kondisi normal setelah badai) 1

2345

6

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berlanjut (longshore current)• Sebagain pohon kelapa tumbang• Selain mengalami kerusakan, sedikit-sedikit kapal mulai bergeser/tengelam

Evolusi pantai tulamben (tahap-3: Kondisi normal setelah badai) 1

2345

6

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berlanjut (longshore current)• Sebagain pohon kelapa tumbang (lagi)• Kestabilan pantai baru pasca badai terbentuk

Evolusi pantai tulamben (tahap-3: Kondisi normal setelah badai) 1

2345

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berlanjut (longshore current)• Sebagain pohon kelapa tumbang (lagi)• Kestabilan pantai baru pasca badai terbentuk

Evolusi pantai tulamben (tahap-4: Kondisi badai ekstrim) 1

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berlanjut (crosshore dan longshore transports)

• Sebagain besar pohon kelapa tumbang• Lereng pantai makin curam dan bebatuan makin terekspose

MSL-2

MSL-3

Evolusi pantai tulamben (tahap-4: Kondisi badai ekstrim) 1

2345

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berlanjut (crosshore dan longshore transports)

• Sebagain besar pohon kelapa tumbang• Lereng pantai makin curam dan bebatuan mulai terekspose

MSL-2

MSL-3

Evolusi pantai tulamben (tahap-4: Kondisi badai ekstrim) 1

2345

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berlanjut (crosshore dan longshore transports)

• Sebagain besar pohon kelapa tumbang• Lereng pantai makin curam dan bebatuan mulai terekspose

MSL-2

MSL-3

Evolusi pantai tulamben (tahap-5: Tremor Gunung Agung) 1

MSL-1

• Periode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berlanjut (crosshore dan longshore transports)

• Sebagain besar pohon kelapa sudah tumbang• Lereng pantai makin curam, kapal sedikit bergeser/turun

MSL-2

MSL-3

Evolusi pantai tulamben (tahap-6: Pasca badai ekstrim dan tremor Gunung Agung) 1

MSL-1

• Perode tahun 1940 - 1990• Abrasi pantai berkurang (longshore transports)

• Sebagain besar pohon kelapa tumbang, pantai berbatu• Kestabilan pantai baru terbentuk, lebih curam

Evolusi pantai tulamben (tahap-7: Kondisi saat ini)1

MSL-1

• Dari 1990 hingga sekarang• Laju abrasi pantai berkurang (longshore transports)

• Pantai berbatu• Kestabilan pantai baru terbentuk, lebih curam

Gambar 11. Evolusi Pantai Timur dan sekitarnya serta keberadaan USAT Liberty

(Husrin, 2013)

4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pe rubahan garis pantai di pesisir Timur Laut Bali dengan menggunakan citra satelit Landsat tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 dan data lapangan Tahun 2013 dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa lokasi penambahan pantai (akresi) yaitu desa Les Kabupaten Buleleng dan pengurangan pantai (abrasi) umumnya sepanjang pantai Timur Laut Bali yang diduga disebabkan oleh fenomena alam (arus dan gelombang yang besar) dan tremor dari kejadian letusan Gunung Agung Tahun 1963 serta akiba t aktivitas manusia seperti penambangan bahan galian C serta buangan limbah tambak dan Berdasarkan analisis tumpang susun (overlay) data satelit Landsat 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 secara umum ditemukan pe rubahan garis pantai yang menjorok kearah daratan (erosi atau abrasi). Proses abrasi lebih dominan ditemukan di sepanjang pantai timur Laut Bali. Laju perubahan garis pantai terbesar yakni -48.52 m/tahun di desa Kubu tepatnya di sepanjang aktivitas tambang galian C. Secara umum, rata-rata laju perubahan garis pantai di pesisir timur Laut Bali adalah -1.60 m/thn. 5. Ucapan Terima Kasih Terima kasih diucapkan kepada Mas I Made Subrata yang telah membantu menjaga kami selama kegiatan surve i garis pantai di Karang Asem sampai Buleleng, Roka Pratama, ST yang sudah banyak berkontribusi untuk penelitian "Matching Data Juni 2014" dan kepada Sdr. Ilham dari LPSDKP Bungus yang telah banyak membantu selama kegiatan survei garis pantai 2013 (sabagai data dari untuk validasi GIS) serta seluruh instansi terkait yang telah membantu demi suksesnya pelaksanaan penelitian di kabupaten Karang Asem ini. DAFTAR PUSTAKA Alesheikh, A.A., A. Ghorbanali, and N. Nouri. 2007. Coastline Change Detection Using Remote Sensing. Int J Environ Sci Tech. 4(1): 61-66. Chand, P., and P. Acharya. 2010. Shoreline Change and Sea Level Rise Along Coast of Bhitarkanika Wildlife Sanctuary, Orissa: an Analytical Approach of Remote Sensing and Statistical Techniques. Int J Geom and Geosci. 1(3):436-455 Husrin, S. 2013. Survei Perubahan Garis Pantai Tulamben. Laporan Teknis Penelitian Sumber Daya Pesisir LPDKP, Balitbang KP KKP. Lillesand, T.M., and R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan, Sutanto Eds. Gadjah Mada Universitas Press : 725 hal. Ridwan, Nia Naelul Hasanah. 2011. The Importance of Empowering Local Community in Preserving Underwater Cultural Heritage in Indonesia: Case Study

in Tulamben, Bali and in Taka Kappala, Selayar-South Sulawesi”, Proceeding on the Asia Pacific Regional Conference on Underwater Cultural Heritage, Manila, 8-12 November 2011. Ridwan, Nia Naelul Hasanah. 2013. Analisis Kerentanan dan Dampak Perubahan Iklim Terhadap Potensi Kawasan Konservasi Maritim di Kab. Karang Asem Bali. Laporan Penelitian Sumber Daya Pesisir LPDKP, Balitbang KP KKP. Susanto, R. Dwi. 2005. Ocean Internal Wave Observed in Lombok Strait, Oceanography Vol. 18 No. 4, Dec 2005, The Oceanography Society, Rockville. Yulius dan M Ramdhan. 2013. perubahan Garis Pantai di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Analisis Citra Satelit. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 2, Hlm. 417-427, Desember 2013