1 Singapura
-
Upload
hiroshima-u -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of 1 Singapura
PEMBERANTASAN KORUPSI DI SINGAPURA
Abby P. Azis1), Chenris Cindyrama2), Dian Juwita S.3), NovitaWuri W.4), Rino Romadhoni5)
1) Akuntansi Reguler (01), STAN, Tangerangemail: [email protected]
2) Akuntansi Reguler (08), STAN, Tangerangemail: [email protected]
3) Akuntansi Reguler (10), STAN, Tangerangemail: [email protected]
4) Akuntansi Reguler (19), STAN, Tangerangemail: [email protected]
5) Akuntansi Reguler (22), STAN, Tangerangemail: [email protected]
Abstrak - Paper ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Pemberantasan Korupsi. Pengambilan data dilakukan melalui studi pustaka.
Kata Kunci: Singapura, Praktik Korupsi, Langkah Pemberantasan, Pencegahan Korupsi, Hasil Pemberantasan
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korupsi tumbuh seiring
dengan berkembangnya peradaban
manusia dan berada di berbagai
belahan dunia, bahkan di negara
maju sekali pun, seperti halnya
Singapura. Korupsi ada di
berbagai tingkatan dan tidak
ada cara yang mudah untuk
memberantasnya. Korupsi, tidak
saja mengancam sistem
kenegaraan kita, tetapi juga
menghambat pembangunan dan
menurunkan tingkat
kesejahteraan jutaan orang
dalam waktu yang tidak terlalu
lama. Korupsi telah menciptakan
pemerintahan irasional,
pemerintahan yang didorong oleh
keserakahan, bukan oleh tekad
untuk mensejahterakan
masyarakat. Mengutip Muhammad
Zein, korupsi merupakan
kejahatan luar biasa
(extraordinary crime). Korupsi
adalah produk dari sikap hidup
satu kelompok masyarakat, yang
memakai uang sebagai standar
kebenaran dan sebagai kekuasaan
mutlak. Sebagai akibat dari
korupsi ketimpangan antara si
miskin dan si kaya semakin
kentara. Orang-orang kaya dan
politisi korup bisa masuk
kedalam golongan elit yang
berkuasa dan sangat dihormati.
Mereka juga memiliki status
sosial yang tinggi.
Bab ini akan membahas
pemberantasan korupsi di
Singapura, mulai dari praktik
korupsi, langkah pemberantasan,
pencegahan korupsi hingga hasil
pemberantasan korupsi itu
sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini akan
menjelaskan pemberantasan
korupsi di Singapura dalam
rangka memahami
pemberantasan korupsi di
negara-negara lain.
Beberapa rumusan masalah
yang akan dicoba untuk
dibahas adalah:
a. Bagaimana praktik korupsi di
Singapura?
b. Apa saja langkah
pemberantasan korupsi yang
dilakukan oleh Singapura?
c. Bagaimana pencegahan korupsi
di Singapura dilakukan?
d. Bagaimana hasil
pemberantasan korupsi dari
langkah-langkah yang telah
dilakukan oleh Singapura?
2. PEMBAHASAN
Singapura (nama resmi:
Republik Singapura) adalah
sebuah negara pulau di lepas
ujung selatan Semenanjung
Malaya, 137 kilometer (85 mil)
di utara khatulistiwa di Asia
Tenggara. Negara ini terpisah
dari Malaysia oleh Selat Johor
di utara, dan dari Kepulauan
Riau, Indonesia oleh Selat
Singapura di selatan.
Singapura adalah pusat
keuangan terdepan keempat di
dunia dan sebuah kota dunia
kosmopolitan yang memainkan
peran penting dalam perdagangan
dan keuangan internasional.
Pelabuhan Singapura adalah satu
dari lima pelabuhan tersibuk di
dunia.
Singapura memiliki sejarah
imigrasi yang panjang.
Penduduknya berjumlah 5 juta
jiwa beragam terdiri dari Cina,
Melayu, India, berbagai
keturunan Asia, dan Kaukasoid.
42% penduduk Singapura adalah
orang asing yang bekerja dan
menuntut ilmu. Pekerja asing
membentuk 50% dari sektor jasa.
Singapura adalah negara
terpadat kedua di dunia setelah
Monako. A.T. Kearney menyebut
Singapura sebagai negara paling
terglobalisasi di dunia dalam
Indeks Globalisasi tahun 2006.
Sebelum merdeka tahun 1965,
Singapura adalah pelabuhan
dagang yang beragam dengan PDB
per kapita $511, tertinggi
ketiga di Asia Timur pada saat
itu. Setelah merdeka, investasi
asing langsung dan usaha
pemerintah untuk
industrialisasi berdasarkan
rencana bekas Deputi Perdana
Menteri Dr. Goh Keng Swee
membentuk ekonomi Singapura
saat ini.
Economist Intelligence Unit dalam
"Indeks Kualitas Hidup"
menempatkan Singapura pada
peringkat satu kualitas hidup
terbaik di Asia dan kesebelas
di dunia. Singapura memiliki
cadangan devisa terbesar
kesembilan di dunia. Negara ini
juga memiliki angkatan
bersenjata yang maju.
Setelah PDB-nya berkurang -
6.8% pada kuartal ke-4 tahun
2009, Singapura mendapatkan
gelar pertumbuhan ekonomi
tercepat di dunia, dengan
pertumbuhan PDB 17.9% pada
pertengahan pertama 2010.
Singapura beberapa kali
masuk sebagai salah satu negara
dengan tingkat korupsi terendah
di dunia oleh Transparency
International.
Meski hukum di Singapura
diwariskan dari hukum Inggris
dan India Britania, dan
meliputi banyak elemen hukum
umum Inggris, dalam beberapa
kasus hukum ini keluar dari
warisan tersebut sejak
kemerdekaan. Contohnya adalah
pengadilan oleh juri
dihapuskan.
Singapura memiliki hukum
dan penalti yang meliputi
hukuman korporal yudisial dalam
bentuk pencambukan untuk
pelanggaran seperti
pemerkosaan, kekerasan,
kerusuhan, penggunaan obat-
obatan terlarang, vandalisme
properti, dan sejumlah
pelanggaran imigrasi. Singapura
juga memiliki hukuman mati
wajib untuk pembunuhan tingkat
pertama, penyelundupan obat-
obatan terlarang, dan
pelanggaran senjata api.
Sebuah survei oleh Political
and Economic Risk Consultancy (PERC)
mengenai eksekutif bisnis
ekspatriat bulan September 2008
menemukan bahwa orang-orang
yang disurvei menganggap Hong
Kong dan Singapura memiliki
sistem yudisial terbaik di
Asia, dengan Indonesia dan
Vietnam yang terburuk. Sistem
yudisial Hong Kong diberi skor
1.45 dalam skala (0 untuk
terbaik dan 10 untuk terburuk);
Singapura dengan skor 1.92,
diikuti Jepang (3.50), Korea
Selatan (4.62), Taiwan (4.93),
Filipina (6.10), Malaysia
(6.47), India (6.50), Thailand
(7.00), China (7.25), Vietnam
(8.10) dan Indonesia (8.26).
2.1. Praktik Korupsi
2.1.1. Cases on Immigration Related
Corruption
Dalam dunia global,
migrasi tidak asing,
terutama di Singapura.
Meningkatnya populasi
imigran menjadi sebuah
tantangan. Baru-baru ini,
beberapa kasus imigrasi
ditangani oleh CPIB
seperti tindakan korup
untuk memperpanjang
tinggal di Singapura.
a. Perwira Investigasi menerima
suap dari orang asing untuk
memperpanjang izin tinggalnya
Pada tahun 2006,
seorang perwira
investigasi menerima suap
dari orang asing yang
ingin memperpanjang masa
tinggal mereka di
Singapura. Sebagai
imbalannya, ia mengatakan
kepada pihak imigrasi
bahwa orang asing tersebut
merupakan saksi yang
diperlukan untuk
penyelidikan polisi.
Kemudian orang asing
tersebut dikeluarkan ijin
khusus untuk memperpanjang
masa tinggal mereka di
Singapura. Setelah
melakukan penyelidikan,
petugas CPIB menemukan
bahwa petugas investigasi
telah mengeluarkan 21
falsified official minutes
ke pihak imigrasi dan
membantu 53 perempuan
asing ilegal untuk
memperpanjang masa tinggal
mereka di Singapura.
Dia didakwa dengan 53
tuduhan korupsi dan
pelanggaran pemalsuan dan
dijatuhi hukuman penjara
empat tahun serta S $
26.500 denda.
b. Penyanyi Asing membuat kontrak
palsu untuk memperpanjang izin
tinggalnya
Pada bulan April 2005,
penyanyi asing yang
terdaftar di local
Karaoke Television (KTV)
memutuskan untuk tidak
menyanyi lagi. Namun, dia
ingin tetap tinggal di
Singapura; sehingga ia
melakukan suap untuk
memenuhi niatnya. Dia
kemudian menyuruh agennya
untuk membuat kontrak
kerja palsu sebagai
penyanyi tanpa dia benar-
benar memenuhi itu. Dalam
pembuatan kontrak ini, ia
harus membayar S $ 800
kepada KTV dan S $ 200
kepada agen setiap bulan.
Setelah penyelidikan,
ia didakwa dengan Undang-
undang Imigrasi dan
dijatuhi hukuman penjara
empat minggu dengan denda
S $ 2.000.
c. Wan Kamil Bin Md Shafian (Wan
Kamil) menerima suap atas tindakan
penyelundupan imigran gelap.
Wan Kamil Bin Md
Shafian (Wan Kamil) adalah
Kopral pada CISCO Police
di Woodlands Checkpoint
pada saat material. Salah
satu tugasnya termasuk
pemeriksaan kendaraan yang
masuk untuk mencegah
masuknya penduduk ilegal
yang tidak sah. Dari awal
Maret 1999 sampai akhir
Mei 1999, Wan Kamil
menerima suap mulai dari
RM 380 sampai RM 1.350
pertukaran untuk membantu
4 orang imigran gelap
untuk masuk dari Malaysia
ke Singapura.
Wan Kamil dijatuhi
hukuman 12 bulan penjara
pada Oktober 1999
akibatnya.
2.1.2. Cases involving Public Sector
Officers
Untuk membantu menjaga
integritas pelayanan publik,
CPIB menyelidiki korupsi di
sektor publik. Perhatian khusus
diberikan kepada penegak hukum
dan pejabat publik yang, oleh
sifat pekerjaan mereka, lebih
rentan terhadap kejahatan. Ia
tidak akan ragu untuk membawa
siapa pun yang korup ke
pengadilan, terlepas dari
pangkat atau status.
a. Senior Public Officers
Lim Bagaimana Seng,
mantan direktur the
Singapore History Museum,
menerima dua pinjaman
sebesar $ 20.000 masing-
masing dari vendor swasta
yang bernama Studio 3G.
Sebagai gantinya, ia
sebagai pengahargaan
kepada perusahaan.
Dia dijatuhi hukuman
penjara 3 bulan dan
diperintahkan untuk
membayar denda sebesar $
20.000.
b. Politicians
Mantan Menteri
Pembangunan Nasional Tan
Kia Gan ditemukan telah
mencoba untuk membantu
teman dekatnya seorang
pengusaha Lim Tjin Hauw
dan putranya William Lim
untuk menjual pesawat
Boeing ke Malaysia
Airways. Ia juga perantara
untuk iparnya dalam
penjualan sebuah tambang
timah kepada Lim. Sebagai
imbalannya, ia diberi $
70.000 senilai saham.
Setelah penyelidikan
pada Agustus 1966, sebagai
saksi yang tidak
melibatkannya, Tan Kia Gan
secara administratif
dilucuti semua janji
publik oleh Pemerintah.
c. Public servants
Gavin Bertram Lazaroo
(Lazaroo) adalah Sersan
Staf di Angkatan Laut
Republik Singapura.
Tanggung jawab utamanya
adalah untuk memantau
situasi di Singapore
Teritorial Waters, untuk
mengidentifikasi kapal,
untuk melihat dan
melaporkan setiap kapal
yang mencurigakan dan
kegiatannya. Dari April /
Mei 2006 sampai Februari /
Maret 2007, Lazaroo telah
menerima total S $ 12.600
sebagai imbalan untuk
membantu Mazlan Bin Musa
(Mazlan) dan Norazmi Bin
Sawodi (Azmi) untuk
menyelundupkan rokok
selundupan ke Singapura.
Lazaroo dijatuhi
hukuman penjara 21 bulan
pada bulan Desember 2009
akibatnya.
2.1.3. Cases involving Government-
Linked Organizations
Teh Tunggu Peng adalah
Material controller pada
Singapore Technologies
Logistics Pte Ltd (ST Log) dan
berbasis di Tuas Naval Base
(TNB), Angkatan Laut Republik
Singapura (RSN). Tugasnya
adalah menerima kapal baru dan
cadangan kapal dari vendor dan
pengguna RSN. Tapi Teh
menggunakan pengetahuannya
tentang alur kerja fungsi
pergudangan untuk membantu
pemasok Lim Teck Beng untuk
memasok suku cadang local ke
TNB. Barang-barang palsu ini
dibuat mirip dengan barang yang
biasanya dikemas oleh Original
Equipment Manufacturers (OEM)
di luar negeri. Teh telah
menerima total $ 9300 antara
Januari 2003 dan Juli 2004 dari
Lim atas bantuannya.
Teh didenda S $ 15.000
pada bulan November 2004
akibatnya.
2.1.4. Private Sector Cases
Salah satu contoh
korupsi di sektor swasta
adalah bahwa seorang
manajer pembelian yang
menerima komisi ilegal
atau suap dari pemasok.
Sebaiknya, manajer
pembelian harus mencari
sumber dan membeli bahan-
bahan terbaik dengan harga
serendah mungkin atas nama
perusahaannya. Namun, jika
ia menerima komisi dari
pemasok untuk dirinya
sendiri tanpa izin dari
perusahaan, ia dapat
menempatkan kepentingan
pribadinya di atas
kepentingan perusahaannya.
Perusahaan berakhir
membayar untuk barang
inferior dengan harga
lebih tinggi karena
pemasok kemungkinan akan
menaikkan harga mereka
untuk memulihkan komisi
yang dibayarkan kepada
manajer pembelian. Hal ini
pada akhirnya akan
meningkatkan biaya
perusahaan dan menurunkan
daya saing.
Contoh lain dari
korupsi di sektor swasta
adalah bahwa manajer bank
memberikan kredit tanpa
terlebih dahulu memeriksa
kelayakan kredit dari
pemohon, dalam pertukaran
untuk suap. Ini
menghadapkan bank terhadap
risiko keuangan.
Penerimaan komisi ilegal
pada akhirnya akan
meningkatkan biaya,
mengurangi efisiensi dan
mencoreng citra perusahaan
yang bersangkutan. Lebih
penting lagi, suap seperti
di sektor swasta akan
mempengaruhi kepercayaan
investor akan Singapura.
2.1.5. Bea Cukai Cases
Publik sudah mulai
gerah terhadap layanan bea
cukai yang selalu dinilai
dengan uang pelicin.
Perizinan dijual-belikan,
barang-barang ilegal pun
membajir di pelabuhan
Singapura. Para
penyelundup memanipulasi
pajak, mereka membayar
pajak lebih sedikit
daripada yang seharusnya,
atau bahkan banyak yang
tidak membayar pajak sama
sekali.
Penyelenggaraan rumah-
rumah candu dan warung-
warung kopi yang menjual
minuman keras tanpa izin,
yang selama ini membayar
kepada petugas bea cukai.
Korupsi di bea cukai tidak
hanya dilakukan pegawai
rendahan, namun juga
dilakukan oleh pejabat
tingkat tinggi. Berkat
adanya usaha pemberantasan
korupsi ini, maka pada
tahun 1981, Departemen Bea
dan Cukai Singapura
berhasil mengurangi tindak
korupsi sampai hampir 80
%.
2.1.6. Sex Gratification
Skandal korupsi telah
menjerat sejumlah pejabat
tinggi di Singapura
belakangan ini. Misalnya,
mantan pejabat kepolisian
dan mantan kepala
pertahanan sipil yang
baru-baru ini dikenai
dakwaan menerima
gratifikasi seks. Seorang
profesor hukum di sebuah
universitas Singapura juga
dituduh memberikan nilai
yang bagus pada salah
seorang mahasiswinya
dengan imbalan seks dan
hadiah-hadiah.
2.2. Langkah Pemberantasan
Korupsi
Indeks Persepsi
Korupsi (Corruption Perceptions
Index) tahun 2012 yang
dipublikasikan oleh
Transparency
International, organisasi
anti korupsi internasional
yang bermaskas di Berlin,
menyebutkan bahwa
Singapura berada di
peringkat 5 dengan skor 87
dibawah Denmark,
Finlandia, Selandia Baru,
dan Swedia. Riset tersebut
dilaksanakan terhadap
sektor publik di 176
negara dengan pemberian
skor 0 (sangat korup)
sampai 100 (sangat
bersih). Hasil riset
tersebut menunjukkan bahwa
Singapura merupakan salah
satu negara dengan tingkat
korupsi terendah di dunia
dan negara paling bersih
di Asia. Pencapaian ini
merupakan hasil perjuangan
panjang dalam
pemberantasan korupsi di
negara tersebut.
Secara umum, kemauan
politik (political will) yang
kuat dari Pemerintah
Singapura yang membuat
negara tersebut sangat
bersih dalam
penyelenggaraan negaranya.
Tetapi, faktor kunci yang
tidak kalah penting
sebagai strategi dalam
pemberantasan korupsi di
Singapura adalah:
1. Faktor kelembagaan yang
kuat, independen, dan
profesional dalam menangani
kasus-kasus korupsi;
2. Faktor perangkat perundangan
anti korupsi yang selalu
dikembangkan dan disesuaikan
dengan dinamika lingkungan
internal dan eksternal.
Kedua hal diatas
merupakan alat-alat (tools)
yang menunjang kemauan
politik (political will) yang
kuat dari pemerintah
Singapura untuk
membebaskan diri dari
jeratan korupsi.
2.2.1. Lembaga pemberantas korupsi
yang kuat, independen, dan
profesional
Di Singapura sebelum tahun
1952, kasus-kasus korupsi
ditangani oleh unit kecil dalam
Singapore Police Force yang disebut
dengan Anti-Corruption Branch.
Dalam perkembangannya unit
tersebut tidak berjalan
efektif, terutama dalam
menangani kasus-kasus yang
melibatkan anggota kepolisian.
Kelemahan yang utama disebabkan
karena terbatasnya kewenangan
yang dimiliki unit tersebut dan
diperparah dengan adanya
konflik kepentingan yang
terjadi karena para penyidik
terlihat segan untuk memeriksa
rekan-rekan mereka yang juga
dari kepolisian.
Kondisi diatas menyebabkan
PM Singapura pada saat itu, Lee
Kuan Yew, membentuk sebuah
lembaga anti korupsi yang
terpisah dari kepolisian untuk
melakukan penyelidikan semua
kasus-kasus korupsi. Lembaga
ini disebut Corrupt Practices
Investigation Bureau (CPIB) yang
merupakan salah satu lembaga
anti korupsi tertua di dunia.
Meskipun dibentuk oleh
pemerintah, CPIB merupakan
lembaga yang independen dan
bertanggung jawab atas seluruh
penyelidikan dan pencegahan
korupsi di Singapura. Fungsi
CPIB antara lain menyelidiki
kasus korupsi/berindikasi
korupsi, mencegah terjadinya
korupsi, dan kombinasi antara
menyelidiki dan mencegah
tindakan korupsi.
Pada masa-masa awal
pembentukannya, CPIB mengalami
tantangan yang sangat berat.
Saat itu, undang-undang anti
korupsi yang berlaku tidak
memadai sehingga menghambat
pengumpulan bukti-bukti dalam
kasus korupsi. Di sisi lain,
persoalan yang muncul adalah
rendahnya dukungan publik
kepada CPIB dikarenakan
keraguan akan efektifitas
lembaga ini.
Situasi mulai berubah
ketika People’s Action Party (partai
politik) memperoleh kekuasaan
pada tahun 1959. Tindakan tegas
diambil terhadap pegawai-
pegawai negeri yang korup.
Sebagian dipecat dan sebagian
lainnya mengundurkan diri
secara sukarela untuk
menghindari penyelidikan.
Kepercayaan publik terhadap
CPIB mulai meningkat ketika
masyarakat menyadari keseriusan
pemerintah dalam memberantas
korupsi.
Untuk mempercepat upaya
pemberantasan korupsi,
pemerintah Singapura pada tahun
1960 mengesahkan undang-undang
anti korupsi yang baur yang
disebut Prevention of Corruption Act
(PCA). Dalam undang-undang ini,
wewenang CPIB diperluas dan
hukuman atas tindak pidana
korupsi ditingkatkan. Wewenang
CPIB antara lain :
1. Menerima pengaduan dan
melakukan investigasi
terhadap praktik-praktik
korupsi, baik di sektor
publik maupun swasta;
2. Melakukan investigasi
terhadap para pejabat
pemerintah yang dicurigai
melakukan pelanggaran dan
malpraktik;
3. Meninjau ulang prosedur
administrasi di departemen-
departemen untuk
mengeliminasi terjadinya
praktik korupsi;
4. Akses yang luas atas
database kekayaan masyarakat,
seperti rumah, mobil, dan
barang modal lainnya.
Penelitian yang
dilakukan oleh Robert
Klitgaard di Singapura
menunjukkan bahwa langkah
strategis CPIB dalam
memberantas korupsi antara
lain:
1. Mengubah imbalan dan
hukuman.
Imbalan (reward) diberikan
kepada mereka yang menolak
suap, yaitu dalam bentuk
surat pujian dan jaminan
kenaikan pangkat di masa
depan. Sedangkan, hukuman
yang diberikan adalah sanksi
administratif yang dapat
mempengaruhi masa depan dan
karier.
2. Mengumpulkan informasi.
Pengumpulan informasi
dilakukan untuk mendukung
investigasi yang akan
dilaksanakan terhadap aparat
yang diduga korup. Sesuai
wewenang yang ada, CPIB
memiliki akses yang luas
terhadap perolehan kekayaan
pejabat dan keluarganya.
3. Menyusun kembali hubungan
atasan-pegawai-klien.
Dalam meninjau ulang prosedur
administrasi departemen-
departemen yang ada, CPIB
dapat mengusulkan
restrukturisasi dengan
memindahkan pegawai atau
atasan dari satu tempat kerja
atau divisi ke tempat kerja
atau divisi yang lain. Hal
ini dilakukan untuk
mengurangi peluang terjadinya
tindak korupsi.
4. Mengubah sikap terhadap
korupsi.
Tindakan pencegahan dilakukan
dengan memberikan pesan-pesan
moral kepada perusahaan,
organisasi, dan masyarakat
umum untuk menghindari tindak
korupsi.
Dari sisi struktur
kelembagaan, CPIB berada
dibawah Kantor Perdana
Menteri (Prime Minister’s
Office). CPIB dipimpin oleh
Direktur (Director) yang
ditunjuk oleh Presiden
Singapura. Presiden juga
dapat memilih Wakil
Direktur (Deputy Director) dan
sejumlah asisten serta
investigator khusus.
Direktur CPIB membawahi 3
(tiga) departemen yaitu
Departemen Operasi
(Operations Department),
Departemen Urusan
Korporasi (Corporate Affairs
Department), dan Departemen
Investigasi (Investigation
Department). Dibawah ini
(Gambar 1) merupakan
struktur organisasi dari
CPIB.
Gambar 1Struktur Organisasi CPIB
Singapura
Departemen Operasi
Terdiri atas 2 (dua)
divisi, yaitu Divisi
Intelijen (Intelligence Division)
dan Divisi Dukungan dan
Manajemen Operasional (Ops
Management and Support
Division). Divisi Intelijen
bertugas mengumpulkan dan
menyatukan data-data
intelijen untuk mendukung
kebutuhan investigasi dari
Departemen Investigasi.
Divisi Dukungan dan
Manajemen Operasional
mendukung Departemen
Investigasi melalui Bagian
Forensik Komputer
(Computer Forensic Branch),
Bagian Poligraf (Polygraph
Branch), Bagian Manajemen
Operasional (Register,
Persenjataan, dan
Lapangan).
Departemen Urusan Korporasi
Terdiri atas 4 (empat)
divisi, yaitu Divisi
Pengembangan dan Manajemen
SDM (People Management and
Development Division), Divisi
Administrasi dan Keuangan
(Finance and Administration
Division), Divisi Humas,
Kebijakan, dan Perencanaan
(Planning, Policy, and Corporate
Relations Division), dan Divisi
Teknologi Informasi
(Information Technology Division).
Departemen Investigasi
Merupakan ujung tombak
CPIB dalam upaya
pemberantasan korupsi
dengan melakukan
penyelidikan berdasarkan
Prevention of Corruption Act.
Terdiri atas 2 (dua)
divisi yaitu Divisi
Investigasi Khusus (Special
Investigations Division) dan
Divisi Investigasi Umum
(General Investigations Division).
Keduanya menangani kasus-
kasus korupsi yang
melibatkan sektor publik
dan swasta.
2.2.2. Perangkat Perundangan Anti
Korupsi
Untuk membuat lembaga anti
korupsi yang kuat haruslah
ditunjang dengan “senjata” yang
memadai dalam memerangi
korupsi, yaitu peraturan
perundangan. Pemberantasan
korupsi memerlukan perangkat
undang-undang anti korupsi yang
efektif karena dengan instrumen
hukum ini dapat diberikan
jaminan kepastian hukum dan
jaminan keadilan yang lebih
objektif.
Singapura memiliki
undang-undang anti korupsi
yang selalu dikembangkan
dan disesuaikan dengan
dinamika lingkungan
internal dan eksternal.
Pengembangan perundangan
anti korupsi di Singapura
dilakukan dengan beberapa
amandemen atau perubahan
yang dianggap perlu untuk
mengantisipasi masalah
secara kontekstual.
Amandemen dilakukan bukan
untuk merubah isi, tetapi
untuk memperluas daya
jangkau perundangan dalam
rangka efektifitas
pemberantasan korupsi.
Terminologi korupsi,
misalnya, dalam
perundangan Singapura
(Prevention of Corruption Act)
adalah “The asking, receiving or
agreeing to receive, giving,
promising or offering of any
gratification as an inducement or
reward to a person to do or not to
do any act, with a corrupt
intention”. Jadi, korupsi
diartikan sebagai upaya
meminta, menerima, atau
menyetujui untuk meminta,
memberi, menjanjikan atau
menawarkan gratifikasi
sebagai inducement atau
hadiah kepada orang untuk
melakukan atau tidak
melakukan suatu hal,
dengan maksud yang korup.
Instrumen utama
perundangan di Singapura
terkait dengan
pemberantasan korupsi
adalah:
1. Prevention of Corruption Act
(PCA);
2. Corruption, Drug Trafficking and
Other Serious Crimes (Confiscation of
Benefits) Act.
PCA diundangkan pada
tanggal 17 Juni 1960
sebagai langkah yuridis
untuk memperkuat
keberadaan CPIB dengan
memberikan kewenangan yang
luar biasa dalam upaya
pemberantasan korupsi.
Unsur penting dalam PCA
yaitu:
1. Ruang lingkup diperluas
menjadi 37 section, dimana
dalam Prevention of
Corruption Ordinance
sebelumnya hanya mempunyai 12
section. PCA yang berlaku saat
ini merupakan hasil amandemen
pada tahun 1993;
2. Korupsi secara jelas
didefinisikan dalam berbagai
bentuk gratifikasi dalam
section 2 yang juga
mendefinisikan untuk pertama
kali CPIB dan Direkturnya;
3. Hukuman untuk pelaku
korupsi ditingkatkan menjadi
hukuman penjara maksimal 5
tahun dan/atau denda maksimal
S$ 10.000 dalam section 5
(dalam section lain hukuman
penjara maksimal 7 tahun).
Hukuman denda ditingkatkan
menjadi maksimal S$ 100.000
sejak tahun 1989.
4. Bagi yang terbukti
menerima gratifikasi secara
ilegal harus membayar kembali
suap yang diterimanya sebagai
tambahan atas hukuman yang
dikenakan di pengadilan. Di
Singapura, seluruh public
official termasuk pegawai CPIB
dilarang untuk menerima
barang apapun dari pihak
manapun. Setiap penerimaan
barang harus di-declare dan
diserahkan untuk menjadi
properti instansi atau aset
negara. Pada prinsipnya,
seluruh pegawai menerima
jaminan kesejahteraan dari
negara, sehingga penerimaan
pendapatan diluar dari apa
yang disediakan oleh negara
dianggap pelanggaran.
Penekanannya disini adalah
terletak pada profesionalisme
pegawai.
5. Memberikan kewenangan yang
lebih luas bagi CPIB seperti
kewenangan kepada personil
untuk melakukan penangkapan
dan menyelidiki orang yang
ditahan (section 15),
kewenangan kepada penuntut
umum untuk mengijinkan
direktur dan personil senior
CPIB menyelidiki rekening
bank orang yang dicurigai
melanggar PCA (section 17),
dan kewenangan kepada
personil CPIB untuk memeriksa
rekening pejabat publik
termasuk milik istri, anak,
atau agennya yang diperlukan.
Pada perkembangannya,
PCA diamandemen secara
ekspansif untuk memberikan
kewenangan yang sangat
luas kepada CPIB. Seluruh
kasus korupsi, baik aktif
maupun pasif, dan para
pelaku potensial korupsi,
sektor publik, swasta, dan
individu di dalam maupun
di luar negara Singapura,
dapat dijerat oleh pasal-
pasal kriminal korupsi di
PCA.
Kewenangan CPIB yang
diatur oleh PCA antara
lain:
1. Meminta kehadiran saksi
dan memeriksanya, serta
memperoleh bantuan dari
saksi;
2. Seseorang dapat didakwa
korupsi meskipun tidak secara
nyata menerima suap,
mengingat niat untuk korupsi
sudah cukup untuk mendakwa
(section 28);
3. Mewajibkan mereka yang
terbukti di pengadilan
melakukan korupsi untuk
mengembalikan dana yang
dikorupsi, selain hukuman
yang dijatuhkan oleh
pengadilan;
4. Melakukan investigasi
kepada pejabat investigasi
yang menangani kasus korupsi;
5. Melakukan penangkapan
terhadap pelaku tanpa harus
menunggu adanya surat
perintah (seizable offences),
apabila ditemukan ada
indikasi pelanggaran tindak
pidana korupsi;
6. Memberi perlindungan bagi
pelapor kasus korupsi (section
28);
7. Kewenangan lainnya
sehubungan dengan penanganan
kasus tindak korupsi.
Corruption, Drug Trafficking
and Other Serious Crimes
(Confiscation of Benefits) Act
disahkan tahun 1999 untuk
menggantikan Corruption
(Confiscation of Benefits) Act
tahun 1989. Undang-undang
ini diamandemen untuk
terakhir kalinya pada
tahun 2001. Hasil
amandemen terakhir ini
memberikan kewenangan
kepada pengadilan untuk
membekukan dan mengambil
alih properti dan aset
hasil korupsi, perdagangan
obat terlarang, dan
kejahatan berat lainnya.
Undang-undang ini mengatur
hukuman denda maksimal S$
200.000 dan/atau hukuman
penjara maksimal 7 tahun
untuk mereka yang
menyembunyikan atau
mentransfer hasil korupsi,
perdagangan obat
terlarang, dan kejahatan
berat lainnya.
2.3. Pencegahan Korupsi
Sebagai bagian dari
strategi pemberantasan
korupsi, faktor pencegahan
merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam
memberantas perilaku
korupsi. Pencegahan
korupsi diartikan sebagai
langkah-langkah yang
ditempuh oleh pemerintah
untuk mencegah,
menghindari, dan menjaga
agar perilaku serta
peluang korupsi dapat
diminimalisir sekecil
mungkin. Pencegahan juga
dimaksudkan untuk
memberantas korupsi mulai
sejak awal tanpa harus
menunggu seseorang berbuat
korupsi. Hal ini didasari
oleh pemahaman bahwa
tindak kejahatan korupsi
dapat terjadi bukan saja
disebabkan oleh besarnya
“keuntungan” yang bisa
diambil oleh seseorang,
akan tetapi juga
dikarenakan oleh kecilnya
“kerugian” yang ditanggung
para pelaku korupsi.
Selain itu, korupsi juga
dapat terjadi bukan hanya
karena muncul dari niat
seseorang, namun faktor
kesempatan sangat
memainkan peranan yang
besar. Dengan memperkecil
kesempatan atau peluang
korupsi, diharapkan
korupsi dapat dicegah
sedini mungkin sebelum
korupsi itu sendiri
terjadi.
Singapura sebagai
salah satu negara yang
berhasil menekan angka
korupsi bahkan disebut
sebagai negara terbersih
di Asia (peringkat 1
berdasarkan survei PERC
tahun 2006) memiliki
strategi yang berbeda
dengan negara-negara lain
dalam memberantas korupsi.
Strategi yang ditempuh
Singapura dalam
memberantas korupsi
disebut sebagai pilar
strategi anti korupsi,
memiliki empat fokus utama
yaitu Effective Anti-Corruption
Agency, Effective Acts (or Laws),
Effective Adjudication, dan
Efficient Administration.
Keempat pilar tersebut
dilandasi oleh “strong
political will against corruption”
dari pemerintah.
Gambar 2
Strategi Anti Korupsi Singapura
Komitmen politik
pemerintah yang tinggi
dalam memberantas korupsi
adalah faktor utama dan
terpenting dari
keberhasilan Singapura
dalam memberantas korupsi.
Selanjutnya, negara
tersebut menyadari
pentingnya membentuk
lembaga anti korupsi yang
independen, memiliki
kewenangan yang memadai,
dan memiliki integritas
tinggi. Keberadaan
peraturan perundang-
undangan yang tegas dan
jelas mengenai korupsi
juga sangat menentukan
efektivitas lembaga anti
korupsi dan hukuman yang
dijatuhkan kepada pelaku
korupsi. Kemudian
administrasi pemerintahan
yang efisien merupakan
outcomes dari efektifnya
lembaga anti korupsi,
undang-undang, dan sanksi
korupsi.
Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya,
aktor utama dalam
menangani korupsi di
Singapura adalah Corrupt
Practices Investigation
Bureau(CPIB). Dalam
menjalankan perannya
sebagai lembaga anti
korupsi, CPIB memiliki
beberapa fungsi yaitu:
menerima dan menyelidiki
keluhan mengenai praktik-
praktik korupsi,
menyelidiki penyimpangan
dan kekeliruan pegawai
negeri yang dapat
dikategorikan sebagai
korupsi, dan mencegah
korupsi melalui pengujian
standar dan prosedur
pelayanan publik untuk
meminimalisir peluang-
peluang untuk melakukan
praktik korupsi. Terkait
dengan fungsi pencegahan,
CPIB menempuh beberapa
cara yaitu:
1. Review of Work Methods.
CPIB melakukan evaluasi di
seluruh instansi pemerintah
dimana cara dan prosedur
kerja ditingkatkan untuk
menghindari penundaan
pemberian ijin atau lisensi
dan mencegah pegawai negeri
menerima suap dari masyarakat
untuk mempercepat proses
perijinan;
2. Declaration of Non-Indebtedness.
Setiap pegawai negeri di
Singapura diharuskan untuk
membuat pernyataan bahwa ia
bebas dari hutang budi yang
terkait dengan uang (pecuniary
embarrassment) setiap
tahunnya. Hal ini didasari
keyakinan bahwa pegawai
negeri yang memiliki hutang
budi dapat dengan mudah
dieksploitasi oleh pihak lain
dan memiliki kewajiban
tertentu yang menjadikannya
tidak obyektif dalam melayani
masyarakat. Dengan demikian
ia rentan untuk melakukan
korupsi;
3. Declaration of Assets and Investments.
Aturan ini mewajibkan setiap
pegawai negeri menyatakan
kekayaan dan investasinya
pada saat ia diangkat menjadi
pegawai negeri dan setiap
tahunnya setelah menjadi
pegawai negari, termasuk
pasangan dan anak-anaknya.
Apabila seorang pegawai
negeri memiliki kekayaannya
yang tidak sesuai dengan
gajinya, ia harus menjelaskan
dari mana ia dapat
memperolehnya. Selanjutnya
apabila ia memiliki sejumlah
saham di perusahaan swasta,
ia akan diminta untuk
mendivestasikan
kepemilikannya untuk
menghindari konflik
kepentingan;
4. Non-Acceptance of Gifts.
Pegawai negeri di Singapura
dilarang untuk menerima
hadiah uang atau sejenisnya
dari masyarakat yang
dilayaninya. Mereka juga
dilarang untuk menerima
suguhan hiburan. Pada kondisi
di mana mereka tidak mungkin
menolaknya (seperti
cinderamata dari kunjungan
resmi), mereka boleh
menerimanya dan menyerahkan
kepada kepada departemen.
Namun demikian, mereka dapat
menyimpan bingkisan tersebut
apabila mereka membayar
sesuai dengan nilai yang
ditaksir oleh official valuer yang
ditunjuk oleh Departemen
Keuangan
5. Public Education.
Pemerintah Singapura
menyadari bahwa sikap anti-
korupsi harus ditanamkan
semenjak dini. Oleh sebab itu
CPIB sebagai lembaga
pemberantas korupsi
melakukan Learning Journey
Briefing bagi siswa-siswi
sekolah menengah pertama di
Singapura. Sebagai bagian
dari upaya mencegah korupsi,
CPIB melakukan diseminasi
mengenai buruknya dampak
korupsi kepada pegawai
negeri, khususnya mereka yang
bekerja di instansi-instansi
penegakan hukum dan mereka
yang berpeluang untuk
menerima suap dan tindak
korupsi lainnya, seperti
perpajakan, bea cukai dan
imigrasi.
Langkah-langkah
pencegahan yang dilakukan
di atas Pemerintah
Singapura pada dasarnya
dilatarbelakangi oleh
sejumlah kelemahan yang
ada dalam birokrasinya.
Hubungan atau kontak
langsung antara pegawai
negeri sebagai ujung
tombak pelayanan publik
dengan masyarakat sebagai
pihak yang harus dilayani
merupakan kelemahan utama.
Hubungan semacam ini
menciptakan peluang
korupsi yang besar bagi
para pegawai negeri. Oleh
sebab itu, Singapura
menerapkan reformasi
administrasi pemerintahan
yang antara lain tertuang
dalam pernyataan motto
yakni Integrity, Service,
Excellence yang dipahami
sebagai visi bersama oleh
seluruh jajaran instansi
pemerintah mulai dari
pimpinan hingga staf.
Lebih lanjut reformasi
tersebut juga dilakukan
melalui Public Services for the
21st Century (PS21) Movement,
yang pada intinya
bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi
pemerintahan dan memangkas
birokrasi. Peran CPIB
dalam menciptakan
pelayanan publik yang
bersih salah satunya
adalah memberikan
rekomendasi dalam hal
perekrutan, promosi, dan
pemberian penghargaan
pegawai negeri. Dalam
kerangka PS21 Movement,
Pemerintah Singapura
menerapkan sejumlah
strategi yakni E-Government
Action Plans (eGAP) yang
diimplementasikan pada
tahun 2000-2006. Strategi
eGAP tersebut pada
prinsipnya bertujuan untuk
meminimalisir peluang
korupsi dengan
mendayagunakan teknologi
informasi secara
elektronik sehingga kontak
langsung antara penyedia
layanan publik dengan
masyarakat dapat
dikurangi. eGAP juga
merupakan bagian dari
konsep Integrated Government
(iGov) 2010. Upaya-upaya
lain yang termasuk dalam
eGAP adalah eCitizen dan
GeBIZ, dimana eCitizen
dimaksudkan untuk
menciptakan hubungan
antara pemerintah dan
masyarakat melalui
perangkat elektronik,
sedangkan GeBIZ adalah
suatu proses pengadaan
barang dan jasa
(procurement) pemerintah
melalui internet.
Selanjutnya guna
memperbaiki
profesionalisme dan
kinerja aparat pemerintah,
Singapura mengeluarkan
Government Instruction Manual.
Aturan ini mengatur
perilaku dan disiplin
pegawai negeri yang
mencakup larangan menerima
hadiah, melakukan
investasi di sektor
swasta, dan membuat
pernyataan bebas hutang
budi dengan siapa pun.
Kemudian aturan tersebut
juga melarang keterlibatan
kontraktor yang terbukti
korupsi dalam proyek-
proyek pemerintah, serta
memutuskan kontrak dengan
pihak ketiga apabila
terbukti terjadi praktik-
praktik korupsi. Kemudian
untuk meningkatkan
kesadaran (awarness)
terhadap korupsi, CPIB
Singapura secara aktif
melakukan kampanye dan
pendidikan anti korupsi
bekerja sama dengan Civil
Service College (CSC) di
seluruh instansi
pemerintah. Peran serta
masyarakat juga dilibatkan
dalam mengawasi pelayanan
publik, membuat pengaduan
atas apabila ada indikasi
tindak korupsi di instansi
pemerintah, dan ikut
mengawasi jalannya
peradilan kasus-kasus
korupsi.
Hal lain yang tidak
kalah penting dalam
langkah pencegahan korupsi
adalah perbaikan
kesejahteraan pegawai
negeri (remunerasi).
Pemerintah Singapura
menyadari bahwa
kesejahteraan birokrat
mempunyai pengaruh yang
cukup besar terhadap
perilaku korupsi. Pegawai
negeri seringkali tergoda
untuk menerima suap
apabila penghasilan mereka
tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan
hidupnya. Oleh karena itu,
Pemerintah Singapura
mengeluarkan kebijakan
bahwa saat ini gaji
pegawai, khususnya pegawai
baru (entry level) di sektor
pemerintah sama besarnya
dengan sektor swasta.
Tujuan lain dari kebijakan
ini adalah memberikan
insentif dan menciptakan
daya tarik bagi para
sarjana lulusan terbaik
untuk berkarir di
instansi-instansi
pemerintah secara
profesional. Kebijakan
untuk memperbaiki
remunerasi tersebut memang
tidak dilakukan secara
cepat namun dengan cara
bertahap dan memiliki
keterkaitan erat dengan
angka korupsi yang
berhasil dikendalikan
pemerintah. Skema
keterkaitan ini dapat
dilihat pada Gambar 3
berikut.
Gambar 3
Keterkaitan antara Korupsi
dengan Perbaikan Remunerasi
Pegawai Negeri
Meskipun dalam
sejarahnya, CPIB
memprioritaskan korupsi di
sektor publik, namun
Prevention of Corruption Act juga
memberikan kewenangan
kepada CPIB untuk
melakukan penyelidikan
korupsi di sektor swasta.
Hal ini dipengaruhi oleh
kecenderungan yang terjadi
di Singapura akhir-akhir
ini yaitu menurunnya
kasus-kasus korupsi di
sektor publik dan
sebaliknya terjadi
peningkatan kasus-kasus
korupsi di sektor swasta.
Praktik-praktik korupsi di
sektor swasta pada umumnya
melibatkan pembayaran atau
penerimaan komisi secara
ilegal atau sogokan yang
untuk beberapa kasus
jumlahnya cukup besar.
Sebagian pengusaha di
Singapura masih menganggap
pembayaran dari komisi
yang ilegal dapat diterima
dalam praktik bisnis.
Komisi ilegal yang
dimaksud mengacu pada
jumlah komisi yang
diterima seorang pegawai
melebihi dari jumlah yang
dibolehkan/disetujui oleh
perusahaan.
Aturan yang ada di
Singapura mewajibkan
perusahaan memberikan
petunjuk yang jelas bagi
para pegawainya terkait
dengan kebijakan menerima
komisi sehingga transaksi
bisnis yang adil dan jujur
dapat terjaga dan pada
akhirnya juga akan
melindungi kepentingan
perusahaan. Terkait dengan
praktik suap, undang-
undang anti korupsi di
Singapura memberikan
ancaman hukuman kepada
seseorang yang memberikan
atau menerima uang suap
adalah denda maksimal SG$
100,000 atau hukuman
kurungan maksimal 5 tahun
atau keduanya. Pada
praktiknya, pengadilan
dapat memberikan hukuman
sesuai dengan jumlah uang
suap yang diterima. Sanksi
yang sama juga dapat
dijatuhkan kepada
seseorang yang memberikan
atau menerima uang suap
atas nama orang lain.
Secara empirik, hukuman
ini sangat efektif
memberikan efek jera dan
menekan angka korupsi.
Bahkan pada beberapa
kasus, sanksi sosial yang
dijatuhkan masyarakat jauh
lebih berat dibandingkan
pengadilan. Sejak CPIB
dibentuk hingga saat ini,
tercatat sejumlah
tersangka koruptor
melakukan tindakan bunuh
diri sebelum diajukan ke
pengadilan karena merasa
malu kepada keluarganya
dan takut terhadap sanksi
sosial dari masyarakat
yang terkenal sangat tidak
mentolerir perbuatan
korupsi.
Faktor lain yang juga
turut mendukung pencegahan
korupsi yaitu adanya
dukungan yang kuat dari
seluruh lapisan
masyarakat. Mereka
menyuarakan pemberantasan
korupsi secara
berkesinambungan,
mendorong pemerintah untuk
membangun negara yang
bersih dari segala macam
bentuk penyelewengan uang
negara. Masyarakat
berpartisipasi mengamati
dan melaporkan jika ada
indikasi penyelewengan
yang dilakukan oleh para
pejabat negara.
Baru- baru ini
Pemerintah Singapura telah
membentuk Pasukan Anti-
Seks (ASS) untuk melakukan
inspeksi terhadap pegawai
negeri sipil guna mencegah
munculnya tindak korupsi.
Hal ini dilakukan
pemerintah setelah
munculnya kasus
gratifikasi seksual yang
melibatkan mantan Kepala
Polisi Singapura Peter
Lim. Mulai Juni tahun
lalu, setiap pegawai
negeri sipil yang
kedapatan berada di tempat
parkir sepi dan tanpa
alasan jelas maka akan
diciduk dan dibawa ke
Menara Sim Lim. Mereka
kemudian harus membawa
buku latihan yang
diberikan selama beberapa
hari baik selama jam kerja
maupun setelahnya. Mereka
harus menyalin tulisan
yang terlihat dalam papan
iklan di Menara Sim Lim
sebanyak 500 kali.
Sementara bagi mereka yang
bukan dari kalangan
pegawai negeri sipil,
namun tertangkap oleh ASS,
maka tidak diperbolehkan
melamar menjadi pegawai
negeri sipil di masa
depan. Hal ini untuk
mencegah potensi adanya
pelanggaran di kemudian
hari. Mereka juga akan
melakukan beberapa tugas
dan membuat salinan yang
terlihat dalam papan iklan
di Menara Sim Lim sebanyak
300 kali.
2.4. Hasil Pemberantasan
Korupsi
Selain adanya struktur
yang baik, keberhasilan
pemberantasan korupsi di
Singapura juga didukung
oleh beberapa faktor
berikut:
2.4.1. Adanya political will yang tinggi
dari pemerintah Singapura untuk
memberantas korupsi
Political will ini
terutama ditunjukkan oleh
Lee Kuan Yew, Perdana
Mentri Singapura melalui
pidatonya yang terkenal
pada tahun 1979 dan
Minister for Home Affairs,
Ong Pang Boon sebagaimana
yang dikatakannya di depan
Legislative Assembly.
Political will yang besar
ini kemudian ditunjukkan
melalui pembentukan CPIB.
2.4.2. Kuatnya hukum terutama
peraturan mengenai anti korupsi
Berbagai peraturan ini
mengatur mengenai:
1. Memperkuat fungsi
pengadilan.
2. Memperkuat para investigator
dengan berbagai kekuasaan
yang dapat mendukung
pelaksanaan tugasnya.
3. Memberi kekuasaan pada para
prosecutor public untuk
mendapatkan informasi dari
berbagai pihak.
4. Memberi pengertian pada
masyarakat mengenai tugas
dan fungsi CPIB sehingga
masyarakat dapat memberi
dukungan terhadap tugas dan
fungsi dari lembaga ini.
2.4.3. Adanya hukuman yang berat bagi
para koruptor
Seseorang yang terbukti
melakukan korupsi dapat dikenai
hukuman hingga $100,000 atau
hukuman penjara selama 5 tahun.
Apabila koruptor tersebut
berasal dari sektor publik yang
artinya ia akan merugikan
Negara dengan korupsinya maka
hukuman bisa dinaikkan hingga 7
tahun.
2.4.4. Adanya pendidikan anti-korupsi
Pemerintah Singapura
menyadari bahwa sikap anti-
korupsi harus ditanamkan
semenjak dini. Oleh sebab itu
CPIB sebagai lembaga
pemberantas korupsi melakukan
Learning Journey Briefing bagi siswa-
siswi sekolah menengah pertama
di Singapura.
2.4.5. Adanya analisis mengenai metode
kerja
Sebagaimana telah
disampaikan di atas, CPIB
memiliki wewenang untuk
menganalisis metode kerja dan
prosedur suatu lemabaga untuk
meminimalkan tingkat korupsi.
2.4.6. Adanya deklarasi asset dan
investasi
Setiap aparat publik harus
memberitahukan, saat dia
diangkat dan setiap tahunnya,
mengenai daftar kekayaan dan
investasi yang dimilikinya
termasuk jumlah tanggungan yang
dimilikinya. Nantinya apabila
aparat tersebut mendapatkan
kekayaan lebih dari yag
seharusnya bisa didapat dari
gaji yang diterimanya maka dia
akan dintanyai mengenai
bagaimana cara ia mendapatkan
kekayaannya tersebut.
2.4.7. Larangan menerima hadiah
Aparat publik tidak
diperbolehkan untuk menerima
segala bentuk hadiah dalam
bentuk uang ataupun bentuk
lainnya dari orang yang
memiliki kepentingan terhadap
pekerjaan aparat tersebut
karena dikhawatirkan akan
terjadi penyuapan. Menurut PCA,
segala sesuatu yang dimaksud
dengan penyuapan adalah:
Uang atau hadiah, pinjaman,
bayaran, penghargaan,
jabatan, barang berharga,
barang atau bunga dari suatu
barang dengan berbagai
definisi yang dapat
dipindahkan ataupun tidak
dapat dipindahkan
Kantor, jabatan atau
perjanjian kerja
Pembayaran, pembebasan
hutang, likuidasi hutang,
obligasi atau pinjaman apapun
baik seluruh ataupun sebagian
Jasa-jasa lainnya, keuntungan
dengan berbagai definisi,
termasuk perlindungan dari
berbagai hukuman yang
menggunakan kekuasaan ofisial
Berbagai aksi atau
gratifikasi yang terkait
dengan berbagai hal yang
telah disebutkan sebelumnya
Adanya dukungan yang kuat
dari seluruh lapisan
masyarakat. Mereka
menyuarakan pemberantasan
korupsi secara
berkesinambungan, mendorong
pemerintah untuk membangun
negara yang bersih dari
segala macam bentuk
penyelewengan uang negara.
Masyarakat berpartisipasi
mengamati dan melaporkan jika
ada indikasi penyelewengan
yang dilakukan oleh para
pejabat negara.
3. SIMPULAN
Untuk melakukan
pemberantasan korupsi, yang
utama mesti ada dukungan
politik pemerintah. Harus ada
political will dari pemerintah.
Karena, ini adalah kunci
pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi di
Singapura memiliki sejarah
panjang. Pada awalnya
pemberantasaan korupsi
dilakukan di lingkaran
birokrasi. Para pejabat hingga
pegawai rendahan tak asing
dengan praktik-praktik korupsi
dalam segala bentuknya,
termasuk suap-menyuap.
Pemerintah Singapura pun
membentuk badan khusus
pemberantasan korupsi yang
diambil dari institusi
kepolisian.
Namun, badan khusus di
lembaga ini pun tidak mampu
mengatasi korupsi yang
merajalela. Tertangkapnya
pejabat senior di kepolisian,
lantaran terbukti menerima suap
dari pedagang opium, menjadi
bukti bahwa intitusi dipercaya
tidak mampu memberantas
korupsi.
Dari sini kemudian muncul
ide untuk mendirikan lembaga
pemberantasan korupsi yang
independen. The Corrupt
Practices Investigation Bureau
(CPIB) tadinya merupakan bagian
dari kepolisian, namun kemudian
menjadi lembaga sendiri yang
independen, khusus menangani
korupsi.
Salah satu keberhasilan
pemberantasan korupsi di
Singapura ini adalah adanya
political will dari pemerintah,
dukungan masyarakat, serta
adanya orang kuat nomor satu di
negara tersebut. Lee Kwan Yew
dikenal sebagai sosok bersih,
berkarakter kuat, memiliki
kekuasaan yang besar. Baginya,
Singapura tidak pernah akan
jaya dan disegani di seluruh
dunia jika negara ini masih
diliputi korupsi.
Tanpa ada political will
yang kuat, bisa jadi, lembaga
antirasuah CPIB tidak berdiri.
Atau, lembaga ini berdiri namun
hanya sekedar simbol, dan tidak
memiliki “taji” untuk
memberantas korupsi. CPIB
diberikan kewenangan seluas-
luasnya untuk menggunakan semua
otoritas dalam memberantas
korupsi, dan diukung publik.
Lembaga ini benar-benar
merupakan lembaga yang kuat,
tak bisa disentuh oleh
siapapun.
Pemberantasan korupsi di
Singapura dilakukan secara
konsisten dan berkesinambungan.
Praktik-praktik korupsi di
birokrasi dari tahun ke tahun
semakin terkikis, karena
masyarakat dan pemerintahannya
memiliki tekad kuat untuk
membangun negara yang bersih
dari segala macam bentuk
penyelewengan uang negara.
Masyarakat berperan aktif
mengamati segala sesuatu yang
mencurigakan, dan kemudian
melaporkan jika ada indikasi
penyelewengan, termasuk para
pejabat negara yang
kehidupannya di luar kewajaran.
Pemerintah Singapura
mempunyai visi yang jelas dalam
pemberantasan korupsi. Dengan
penduduk yang beragam, di
antarannya etnis Cina, Melayu,
dan India, demokratisasi di
negara bekas jajahan Inggris
ini relatif berjalan. Demokrasi
lebih memungkinkan
pemberantasan korupsi
dilakukan. Singapura selain
sebagai negara maju di bidang
ekonomi, Product Domestic Bruto
(PDB) per kapita kelima
tertinggi di dunia, menjadi
pusat keuangan terbesar nomor
empat dunia. Struktur ekonomi
Singapura didukung bidang
ekspor, industri, dan jasa.
Pemerintah Singapura
menyadari, untuk mendukung
kesuksesan dibidang ekonomi,
termasuk menarik investasi
asing, dibutuhkan sistem
pemberantasan korupsi yang
baik. Dari mulai pencegahan
hingga praktik-praktik korupsi,
harus dicegah. Dibentuknya CPIB
tahun 1952, sebagai organisasi
yang terpisah dari polisi,
setidaknya bertujuan agar
negara ini mendapat simpati
dari negara lain. Untuk itu,
korupsi di bidang pelayanan
publik harus ditangani secara
intensif.
Singapura merupakan negara
dengan indeks korupsi yang
mengagumkan. Negara ini jauh
meninggalkan Indonesia. Indeks
persepsi koruspi Singapura saja
mencapai angka 9,7 untuk 2012,
sedangkan Indonesia hanya pada
angka 3.
Tidak ada salahnya, untuk
memberantas korupsi, Indonesia
melonggok negara tetangga.
Meski dilihat dari struktur
kependukan dan geografi
berbeda. Tapi, Indonesia
tampaknya perlu mencontoh
pemberantasan korupsi yang
dilakukan Singapura. Setidaknya
model pemberantasan korupsi
yang dilakukan negara dengan
penduduk 5,3 juta (Juni 2012)
jiwa ini dianggap cukup
berhasil.
REFERENSI:
1. http://id.wikipedia.org/
wiki/Singapura
2. Corruption Pratices
Investigation
Bureau:http://app.cpib.go
v.sg/cpib_new/user/defau
lt.aspx?pgID=21
3. Pendidikan Anti Korupsi
Perguruan Tinggi. 2011.
Jakarta: Center for Study of
Religion and Culture.
4. Singapore Prevention of
Corruption Act.
5. Strategi Penanganan
Korupsi di Negara-Negara
Asia Pasifik. 2007.
Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
6. Transparency International.
http://www.transparency.
org/
7. http://
allaboutadministration.b
logspot.com/2012/04/
perbandingan-
pemberantasan-
korupsi.html