alinahrowi4.files.wordpress.com€¦ · Web viewMAKALAH. Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas ......
Transcript of alinahrowi4.files.wordpress.com€¦ · Web viewMAKALAH. Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas ......
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
Dalam pembangunan poleksosbud hankam & reformasi
MAKALAH
Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pancasila Semester I
Tahun Akademik 2013-2014
Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dosen
Akhmad Farroh Hasan, M.Si
Oleh
KELOMPOK V
Agus muzakki : 13220184
Maulidah syar’iyah : 13220186
Shofiyatun darojat : 13220205
Latifatus sa’adah yasin : 13220224
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam
kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini
disebabkan oleh semakin banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga dalam
perkembangannya terdapat suatu kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemahan-
kelemahan pada teori yang telah ada, dan jikalau demikian maka ilmuan akan kembali pada
asumsi-asumsi dasar serta asumsi teoritis sehingga dengan demikian perkembangan ilmu
pengetahuan kembali mengkaji paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau dengan lain
perkataan ilmu pengetahuan harus mengkaji dasar ontologis dari ilmu itu sendiri.
Dengan demikian secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam
dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas s. khun dalam bukunya yang berjudul the structure of
scientific revolution ( 1970 : 49 ).
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi yang
menyandangnya. Yaitu meliputi paradigma pembangunan ( POLEKSOSBUD HANKAM ) dan
paradigma reformasi.
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma pembangunan?
2. Apakah yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma reformasi ?
C. TUJUAN
1. menjelaskan pengertian tentang pancasila sebagai paradigm pembangunan dalam bidang
poleksosbud hankam.
2. menjelaskan pengertian tentang pancasila sebagai paradigm reformasi yang meliputi
esensi, tujuan, syarat, dampak positif dan dampak negative serta hasil dari reformasi
tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PARADIGMA
Istilah paradigm sebagai suatu konsep pertama kali diperkenalkan oleh Thomas khun
(1962) dalam bukunya “ the structure of scientific revolution “. Konsep ini kemudian
dipopulerkan dalam teori sosial oleh Robert freidrichs (1970).
Menurut khun nampaknya dia menggunakan istilah paradigm sebagai model
pengembangan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1970 robert fridrichs merumuskan paradigm adalah sebagai suatu pandangan
yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang
semestinya dipelajari.
Tahun 1975 george ritzer membuat pengertian paradigm adalah merupakan alat bantu
bagi ilmuan dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang
harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti
dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh.
Paradigm adalah suatu jendela dimana seseorang akan menyaksikan fenomena,
memahami, dan menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung
didalam paradigm tersbut, baik itu konsep, asumsi, dan kategori tertentu.
Intisari pengertian paradigma adalah auatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi
teoritis yang umum ( merupakan suatu sumber nilai ), sehingga merupakan suatu sumber hukum-
hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, cirri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
4
1
Istilah ilmiyah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia
serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang
lainnya. Dalam masalah yang popular ini istilah paradigm berkembang menjadi terminologi yang
mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka piker, orientasi dasar, sumber asas serta
arah dan tujuan dari suatu perkembangan, Perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu
dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam bidang pendidikan.
1 Margono, pendidikan pancasila, 2012 universitas negeri malang 2012, hlm. 29
5
B. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan
bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin
berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang
politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka
bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan
paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan
tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan
segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar
pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas
pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia,
sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan
apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam
melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis
tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain :
6
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat
dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan.
Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan.
1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku
politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan
politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang
bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada
rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia
yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila
IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral
daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan,
dan moral keadilan.
7
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan
atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat
sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-
nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-
terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-
keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat
tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat
purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
8
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan (
sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan
menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai
hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang
hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi
demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui
kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh
karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi
yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar
pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi
Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan
bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan,
penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat
Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional
yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru
yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih
memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup
koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
9
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan
akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi
daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan
pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat
dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan
pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian
hukum.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari
hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan
bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan
derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan
atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh
wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga
bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan,
kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan
nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
10
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu
secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara
dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan
yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi
justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan
pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan
kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan
sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di
daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun
golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat
majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang
berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila
ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan
kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan
11
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung
jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan
seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban
warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari
rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan
bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada
falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
12
(1) adanya perlindungan terhadap HAM,
(2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila,
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari
hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi
negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi
negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD
1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan
peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila
dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum
(baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan
atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan
perwujuan aspirasi rakyat).
13
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi
cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang
majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama
namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena
ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di
Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran
yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat
non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama
perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan
wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas
lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a.Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
14
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang
didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan
masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam
“Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya,
mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada
bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi
kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi
(ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari
kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula
bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina
kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela”
di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga”
di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam
masyarakat.
Kedepan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang
saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog
Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling
pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang
indeterminis dan interdependen.
15
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi
manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda
mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.
C. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan main dalam
wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik yang dihinggapi
penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera,
masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat
yang demokratis yang bermoral religious serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan
beradab.
Dalam kenyataannya gerakan reformasi ini harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia
yaitu dampak sosial, politik, ekonomi, terutama kemanusiaan. Para elit politik memanfaatkan
gelombang reformasi ini demi meraih kekuasaan, sehingga tidak heran jikalau terjadi
perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi
kemanusiaan yang sangat memilukan dan banyak menelan korban jiwa dari anak-anak bangsa
sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian ketentraman serta
kesejahteraan. Tragedy yang sangat memilukan itu anatara lain peristiwa amuk masa di Jakarta,
Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan, serta daerah-daerah lainnya. Bahkan terjadi
pembersihan etnis ala rezim Serbiyah di Balkan terjadi di beberapa daerah antara lain di Dili,
Ambon, Kalimantan barat serta beberapa daerah lainnya.
1. Esensi Reformasi
Reformasi berasal dari kata reformation dengan kata dasar reform yang emiliki arti
perbaikan, pembaharuan, memperbaiki dan menjadi lebih baik (kamus inggris-indonesia, an
English-indonesia dictionary, oleh John M.Echole dan Hasan Shadily, 2003). Secara umum
reformasi di Indonesia dapat di artikan sebagai melakukan perubahan kea rah yang lebih baik
16
dengan cara menata ulang hal-hal yang telah menyimpang dan tidak sesuai lagi dengan kondisi
dan struktur ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalm rangka pelaksanaan penyelenggaraan hidup bernegara republik Indonesia termasuk
jalannya ketatanegaraan, bangsa Indonesia telah mengalami moment sejarah baru, yaitu
reformasi. Tepatnya terhjadi pada sekitar tahun 1998 setelah tumbangnya pemerintahan orde
baru yang sebelumnya telah berlangsung selama kurang lebih 32 tahun silang.
2. Tujuan Reformasi
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk mencapai nilai-nilai baru
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan yang menyimpang dari perjuangan dan
cita-cita bangsa.
c. Melakukan perbaikan disegenap bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya,
keamanan.
d. Menghapus dan menghilangkan pola hidup kebiasaan bangsa yang tidak sesuai dengan
reformasi.
3. Syarat-syarat Reformasi
Ketentuan atau syarat-syarat yang dapat menyatakan kondisi reformasi adalah sebagai
berikut :
a. Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan dalam kehidupan ketatanegaraan,
undang-undang dan hukum.
b. Penyelenggara Negara sewenang-wenang atau otoriter melalui tindakan-tindakan yang
merugikan dan menekan rakyat.
c. Melemahnya kondisi ekonomi bangsa akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan.
d. Perlunya langkah-langkah penyelamat kehidupan bangsa, terutama terkait hajat hidup
rakyat.
17
e. Reformasi berlandaskan kerohanian berupa falsafah Negara pancasila. 2
4. Dampak-dampak Reformasi
a. Dampak Positif
Dapat kita rasakan dampak positif reformasi dengan munculnya suasana baru yang
diantara lain terdapatnya kebebasan pers, kebebasan akademis, kebebasan berorganisasi, dan hal-
hal yang sebelumnya belum pernah ada seperti kebebasan pemikiran dalam memperjuangkan
pembebasan tahanan politik maupun narapidana politik.
Hal ini bisa di nilai sebagai lambing dari suatu era kebebasan berpolitik di Indonesia
dengan timbulnya kesadaran baru bahwa masyarakat bisa bertindak dan berbuat untuk
melakukan perubahan-perubahan yang diantaranya mendobrak ketakutan berpolitik, proses
pembodohan yang berlangsung kurang lebih 30 tahun. Dampak positif reformasi bagi bangsa
Indonesia.
1. Masyarakat yang sebelumnya dikekang kebebasannya dalm menyampaikan aspirasi
apalagi mengkritik kini dapat tersampaikan aspirasi dan kritiknya dengan bebas.
2. Derajat bangsa Indonesia semakin terangkat di mata dunia dikarenakan
keberhasilannya terlepas dari pemerintahan yang kurang demokratis.
3. Indonesia menjadi lebih terbuka pada dunia internasional.
b. Dampak Negatif
Menurut Muhammadgie reformasi 1998 memiliki dampak negatif :
1. Iklim politik tidak teratur dikarenakansalah mengartikan makna demokrasi.
2. Kebebasan menyampaikan aspirasi tidak beretika.
3. Banyak demonstrasi justru malah mengganggu kenyamanan masyarakat.
2 Bambagn satriya, Filsafat pancasila solusi problem keindonesiaan, 2013 nirmana media. Jakarta 2013, hlm. 209
18
4. Meningkatnya kerusuhan di masyarakat di karenakan pemerintah masih belum mampu
melaksanakan undang-undang sehingga belum dapat mengangkat kehidupan bangsa
dalam berbagai aspek.
4. Hasil Reformasi
Hasil reformasi sampai saat ini masih bergulir tanpa kejelasan, tentunya hasil positif
meskipun belum menyeluruh hal itu sangat dinanti-nanti.
Reformasi memang telah membawa perubahan bagi bangsa Indonesia yang berdampak
kebebasan dalam menyampaikan aspirasi yang sebelumnya di kekang. Namun perlu diingat,
kebebasan tersebut harus tetap mengikuti norma-norma yang berlaku, harus berguna bagi
kemajuan bangsa tidak memecah belah persatuan bangsa. Reformasi harus bisa menjadikan
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang demokratis, sebagaimana cita-cita reformasi itu sendiri. 3
3 Bambagn satriya, Filsafat pancasila solusi problem keindonesiaan, 2013 nirmana media. Jakarta 2013, hlm. 209
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Paradigma adalah suatu jendela dimana seseorang akan menyaksikan fenomena,
memahami, dan menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung
didalam paradigma tersbut, baik itu konsep, asumsi, dan kategori tertentu.
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi yang
menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya :
a) bidang politik,
b) bidang ekonomi,
c) bidang social budaya,
d) bidang hukum,
e) bidang kehidupan antar umat beragama,
f) bidang reformasi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Fiqih Syasah, Pustaka Setia, 2007.
Margono (editor), Pendidikan Pancasila, Umpres, 2012.
Muhammad Takdir Ilahi, Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa, Ar-Ruzz Media,
2013.
Prof. Dr. H. Bambang Satriya, SH., MH. Filsafat Pancasila, Nirmana Media, 2013.
21