alinahrowi4.files.wordpress.com file · Web viewDan hukum itulah yang akan kami paparkan dalam...

21
PERWALIAN DAN PEMELIHARAAN ANAK MAKALAH Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam Semester III Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Dosen Miftah solihudin Oleh KELOMPOK 8 Ali nahrowi : 13220214 Malihatus shofiya : 13220192 ..... : 13220

Transcript of alinahrowi4.files.wordpress.com file · Web viewDan hukum itulah yang akan kami paparkan dalam...

PERWALIAN DAN PEMELIHARAAN ANAK

MAKALAH

Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam Semester III Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas

Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen

Miftah solihudin

Oleh

KELOMPOK 8

Ali nahrowi : 13220214

Malihatus shofiya : 13220192

..... : 13220

MALANG

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis,sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “perwalian dan pemeliharaan anak” ini dengan lancar.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan

oleh dosen pengampu matakuliah hukum perdata islam bapak miftah solehudin.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis

peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan fiqih ibadah, serta infomasi dari

media massa yang berhubungan dengan konsep toharoh dari berbagai hadats

dalam pandangan berbagai mazhab, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih

kepada dosen matakuliah fiqih ibadah atas bimbingan dan arahan dalam penulisan

makalah ini. dan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga

dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Pancasila

yang ditinjau dari aspek ibadah khususnya dalam lingkup toharoh, terutama bagi

penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang

lebih baik.

Malang, 22 Oktober 2014

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3

A. Latar Belakang........................................................................................................3

B. Rumusan Masalah..................................................................................................3

C. Tujuan....................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5

A. Pengertian Wali......................................................................................................5

B. Dasar Hukum perwalian.........................................................................................8

D. Pihak Yang Mendapat Hak Sebagai Wali................................................................9

E. Peran Dan Tanggung Jawab Wali Terhadap Anak.................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................................14

A. Simpulan..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

ii

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah tidak membiarkan manusia pria dan wanita berkumpul mengadakan hubungan

semaunya sendiri layaknya hewan. Maka secara khusus Allah S.W.T menetapkan

perkawinan, sebagai jalan untuk bolehnya berkumpul dan mengadakan hubungan untuk

melaksanakan perkawinan. Allah menetapkan peraturan – peraturan yang baik, sehingga

dengan manusia akan mempunyai keturunan yang lahir dan dibesarkan dalam pengayoman

bapak dan ibu meraka yang sayang kepadanya, dipelihara dalam lingkunagan keluarga yang

selalu menjaga dengan pengawasan yang sempurna serta pendididkan yang setara.

Agama Islam memelihara keturunan, agar jangan sampai didustakan, dipalsukan

dan disia-siakan. Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan itu menjadi hak anak, anak

akan dapat menangkis penghinaan, atau keterlantaran yang mungkin menimpa dirinya. Setiap

ibu mempunyai kewajiban menolak hal yang menghinakan dari tuduhan-tuduhan yang tidak

baik terhadap anaknya. Demikian juga ayah bertanggung jawab memelihara keturunannya

dan keturunan anak cucunya, agar jangan sampai tersia-siakan dan dihubungkan dengan

keturunan oranglain.

Dari hal tersebut diatas maka agama Islam menanggulangi keperluan manusian

tentang penjelasan hukum – hukum yang khusus mengenai anak-anak, dalam bidang

pemeliharaan dan perwalian anak. Dan hukum itulah yang akan kami paparkan dalam bab-

bab yang ada pada makalah ini dengan memaparkan bagaimana hukum-hukum itu

menjelaskan sejauh mana agama islam memelihara anak-anak, dan menciptakan suasana

yang nyaman untuk kebaikan dan kesejahteraan mereka.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian wali ?

2. Siapa saja pihak yang mendapat hak sebagai wali ?

3. Apasajakah peran dan tanggung jawab wali terhadap anak ?

C. Tujuan

1. Agar mengerti pengertian wali ?

2. Siapa saja pihak yang mendapat hak sebagai wali

3

3. Apasajakah peran dan tanggung jawab wali terhadap anak

4

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Wali

Perwalian dalam literatur fiqih islam disebut dengan al-walayah, seperti kata da-

dalalah yang juga bisa disebut dengan da-dilalah. Secara etimologis, dia memiliki beberapa

arti. Diantarany adalah cinta (al-mahabbah)dan pertolongan (na-nasrah) seperti dalam

penggalan ayat wa man yatawallallaha wa rasulahu dan kata-kata ba’duhum awliya’u ba’dhin

juga berarti kekuasaan atau otoritas seperti dalam ungkapan al-wali yakni orang-orang yang

mempunyai kekuasaan. Hakikat dari alwalayah adalah “tawalliy al-amr” yaitu mengurus atau

menguasai sesuatu1.

Adapun yang dimaksud dengan perwalian dalam terminologi para fuqaha seperti

diformulasikan Wahbah Zuhayli ialah kekuasaan atau otoritas seseorang untuk secara

langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus terikat oleh izin orang lain.

Atas dasar pengertian semantik kata wali diatas, dapatlah dipahami dengan mudah

mengapa hukum islam menetapkan bahwa orang yang paling berhak menjadi wali bagi

kepentingan anaknya adalah ayah. Alasannya, karena ayah adalah orang yang paling dekat,

siap menolong, bahkan yang selama itu mengasuh dan membiayai anak-anaknya. Jika tidak

ada ayahnya, barulah hak perwaliannya digantikan oleh keluarga dekat lainnya dari pihak

ayah sebagaimana dibahas panjang Lear dalam buku-buku fiqh.

KHI di dalam pasal-pasalnya menggunakan istilah pemeliharaan anak yang termuat

Dalam kompilasi Bab XVI pasal 89 dijelaskan sebagai berikut:

1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun,

sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah

melangsungkan perkawinan.

2. Orang tuannya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di

dalam dan di luar pengadilan.

Pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu

menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya meninggal2.

Dalam pasal 1 kompilasi, ketentuan umum huruf h ditemukan, perwalian adalah

kewenangan yang diberikan kepada sesseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum

sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak memiliki dua orang tua, atau

1 Muhammad amin summa, hukum keluarga islam didunia islam,( jakarta: raja garafindo Persia) 20042 Amiur Nurddin dan Azhari Akmal tarigan, hukum perdata islam di Indonesia,2006 (Jakarta: prenatal media gorup) hlm.301

5

kedua orang tua dan orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Dengan demikian, wali adalah orang yang diberi kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum. Demi kepentingan anak yang tidak memiliki dua orang tua, atau kedua orang tua

dan orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum3.

Dalam hal pencabutan kekuasaan wali Menurut Jawad Mughniyah, hadanah sama

sekali tidak berhubungan dengan perwalian terhadap anak, baik yang menyangkut dengan

perkawinan maupun yang menyangkut dengan hartanya. Hadanah semata-mata tentang

perkara anak dalam arti mendidik dan mengasuhnya sehingga memerlukan wanita

pengasuhnya sampai ia dewasa4.

Kendati demikian, bukan berarti tidak ada kaitan antara hadanah dengan perwalian.

Dalam kasus seorang anak tidak lagi memiliki orang tua, atau memiliki orang tua namun

dipandang tidak cakap untuk merawat anak, maka keberadaan perwalian menjadi sebuah

keniscayaan. Oleh sebab itu, di dalam KHI dijelaskan bahwa, perwalian adalah kewenangan

yang di berikan kepada seseorang untu melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil

untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau memiliki

orang tua namun dipandang tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Dalam literatur lain dijelaskan bahwa perwalian juga dikenal sebagai Hasanah,

walaupun ada yang mengartika berbeda . Dalam islam, pemeliharaan anak disebut hadanah.

Secara etimologis, hadanah berarti di samping atau di bawah ketiak. Sedangkan secara

terminologisnya, hadanah adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz

atau yang kehilangan kecerdasannya karena mereka tidak bisa memenuhi keperluannya

sendiri.

Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya.

Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadanah atau mendidik dan merawat anak wajib.

Tetapi mereka berbeda dalam hal, apakah hadanah ini menjadi hak orang tua (hak ibu) atau

hak anak. Ulama madzhab hanafi dan maliki misalnya berpendapat bahwa hak hadanah itu

menjadi hak ibu sehingga ia dapat saja menggugurkan haknya. Tetapi menurut jumhur ulama,

hadanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak. Bahkan menurut wahbah al-

Zuhaily, hak hadanah adalah hak bersyarikat antara Ibu, ayah dan anak. Jika terjadi

pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak atau kepentingan si anak.

3 Ahmad Rofiq, Hukum perdata islam di Indonesia. Hukum perdata islam di Indonesia, 2013 (Jakarta: raja grafis

persada) hlm.2054 Amiur Nurddin dan Azhari Akmal tarigan, hukum perdata islam di Indonesia,2006 (Jakarta: prenatal media gorup) hlm.303

6

Hadanah dalam diskursus ini adalah kewajiban orang tua untuk memelihara dan

mendidik anak mereka dengan sebaik-bauknya. Pemeliharaan ini mencakup masalah

ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak.

Pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk

mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup dari

seorang anak oleh orang tua. Selanjutnya, tanggung jawab pemeliharaan berupa pengawasan

dan pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut bersifat kontinu sampai anak tersebut

mencapai batas umur yang legal sebagai orang dewasa yang telah mampu berdiri sendiri.

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah kewajiban orang tua untuk

memberikan pendidikan dan pengajaran yang memungkinkan anak tersebut menjadi manusia

yang mempunyai kemampuan dan dedikasi hidup yang dibekali dengan kemampuan dan

kecakapan sesuai dengan pembawaan bakat anak tersebut yang akan dikembangkannya di

tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai landasan hidup dan penghidupannya setelah ia

lepas dari tanggung jawab orang tua.

Dalam konteks globalisasi dalam semua aspek kehidupan manusia, terminology

pemeliharaan anak perlu dipahami secara lebih luas dan menyeluruh. Ini dimaksudkan, agar

orang tua tidak hanya mempprioritaskan kewajiban pada terpenuhinya kebutuhan materil

anak, tetapi lebih dari itu kebutuhan mereka akan cinta dan kasih sayang, pendididkan,

kesehatan dan lain-lain, turut menjadi faktor penentu pembentukan kepribadian anak.

Kualitas komunikasi antara anak dan orang tuanya mutlak perlu mendapat perhatian. Apabila

hal ini tidak terpenuhi, pada akhirnya anak akan mencari kompensasi di luar, yang besar

kemungkinan akan lebih besar mendapat pengaruh negative dari pergaulan mereka. Beranjak

dari ayat-ayat al-Qur’an seperti yang terdapat dalam surat Luqman 12-19, setidaknya ada

delapan nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan orang tua kepada anaknya seperti berikut:

1. Agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT.

2. Tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu yang lain.

3. Berbuat baik kepada orang tua, sebagai bukti kesyukuran anak

4. Mempergauli orang tua secara ma’ruf

5. Setiap perbuatan betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan dari Allah.

6. Menaati perintah Allah SWT. Seperti shalat, amar ma’ruf nahi munkar, serta sabar

dalam menghadapi berbagai cobaan

7. Tidak sombong dan angkuh

8. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata

7

Proses pemeliharaan anak dan pendidikannya akan dapat berjalan dengan baik, jika

kedua orang tua saling bekerja sama dan saling membantu. Tentu saja ini dapat dilakukan

dengan baik jika keluarga tersebut benar-benar keluarga yang sakinah dan mawaddah.

Undang-undang perkawinan dan kompilasi tidak secara rinci mengatur masalah tersebut

karena tugas dan kewajiban memelihara anak inheren dengan tugas dan tanggung jawab

suami seksligus bapak dbagi anak-anaknya.

B. Dasar Hukum perwalian

Ada beberapa ayat yang dapat dirujuk untuk menjelaskan keberadaan wali. Firman

Allah :

Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau

dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaknya walinya mengimlakkan dengan

jujur... (QS. Al Baqarah (2): 282)

Juga ada dalam firma Allah :

dan janganlah engkau serahkan kepada orang orang sebelum sempurna akalnya,

harta (mereka yang ada didalam kuasamu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.

Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata

kata yang baik (QS. Al Nisaa’ (4): 5)

Dan ujilah anak yatim tersebut sampai mereka cukup umur untuk kawin., kemudian

jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta) maka serahkanlah

harta harta mereka. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari kepatutan dan

(janganlah kamu tergesa gesa membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa

(diantara para pemelihara itu) mampu, mak hendaklah ia menahan diri (dari memakan

harta anak yatim)itu. Dan barang siapa yang miskin maka bolehlah ia memakan harta itu

menurut yang patut, kemudian kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah

kamu menjadi saksi saksi (tentang penyerahan tersebut bagi mereka ) dan cukuplah Allah

sebagai pengawas(atas persaksian itu). (QS. An Nisaa’ (4):6)

Ayat ayat tersebut membuktikan peran, kewajiban dan hak hak wali terhadap anak

dan harta yang dibawah perwalliannya.

Dalam hadis nabi juga diterangkan hal dalam perwalian yakni sebagai berikut:

Dari riwayat al Barra’ ibn ‘Azib:

8

Sesungguhnya Nabi Saw. Memutuskan wali bagi anak perempuanhamzah kepada

perempuan ibuu (khalah)nya, dan beliau bersabda: “saudara perempuan ibu (menempati)

kedudukan ibu.” (Riwayat Al Bukhari)

Dan hadis Nabi yang artinya :

“Rasulullah Saw bersabda : bagi anak perempuan ( jariyah ) perwaliannya paad

saudara perempuan ibunya, karena ia adalh orangtua perempuan (walidah)nya” (Riwayat

Ahmad dari Ali Ra)

D. Pihak Yang Mendapat Hak Sebagai Wali

Menurut hukum islam orang-orang yang bisa ditunjuk sebagai wali terdiri dari5 :

1. Jika anak tersebut sua dapat memilih atau sudah dapat membedakan sesuatu dan

sudah tidak lagi membutuhkan pelayanan perempuan, maka orang yang ditunjuk

menjadi wali untuknya diambil dari keluarganya sesuai dengan tertib hukum waris.

2. Jika anak tersebut belum dapat memilih, para ahli fiqh berpendapat bahwa kerabat ibu

lebih didahulukan dari kerabat ayahnya, dan urutannya adalah sebagai berikut:

a. Nenek perempuan

b. Kakek si anak dari pihak ibu

c. Saudara perempuan sekandung dari anak

d. Saudara perempuan seibu

e. Saudara perempuan seayah

f. Kemenakan perempuan sekandung

g. Kemenakan perempuan seibu

h. Saudara perempuan ibu yang sekandung dan seterusnya

i. Saudara perempuan ibu yang seibu

j. Saudara perempuan ibu yang seayah

k. Kemenakan perempuan ibu yang seayah

l. Anak perempuan saudara laki-laki sekandung

5 Amiur Nurddin dan Azhari Akmal tarigan, hukum perdata islam di Indonesia,2006 (Jakarta: prenatal media gorup) hlm.310

9

m. Anak perempuan saudara laki-laki seibu

n. Anak perempuan saudara laki-laki seayah

o. Bibi dari ibu yang sekandung

p. Bibi dari ibu seibu

q. Bibi dari ibu yang seayah.

Apabila ornagtua si anak sebelum meninggal tidak menunjuk wali untuk anaknya,

penunjukantersebut diambil dari salah seorang Siantar mereka mulai dari kerabat terdekat

menurut garis keturunannya.

E. Peran Dan Tanggung Jawab Wali Terhadap Anak.

.

Kewajiban wali dalam hal pemeliharaan anak adalah sebagai berikut :

1. Wajib mengurus anak dibawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-

baiknya dengan menghorati agama dan kepercayaan anak tersebut.

2. Wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah penguasaannya

pada waktu memualai jabatannya dan mecatat semua perubahan-perubahan

harta benda anak-anak dibawah asuhannya.

3. Wali bertanggunng jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah

perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau

kelalaiannya.

Dalam Pasal 51 ayat 3-5 dijelaskan bahwa kewajiban seorang wali terhadap anak

dijelaskan sebagai berikut:

1. Wali wajib mengurus anak yang ada dibawah penguasaannya dan harta bendanya

sebaik baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu

2. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya

itu pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan perubahan

hartabenda anak atau anak anak itu

3. Wali bertanggung jawab atas harta benda anak yang berada dibawah

perwaliannya sertakerugian yang serta kerugian yang ditimbulkan karena

keasalahan aatu kelalaiannya.

10

BAB IIIPENUTUP

A. Simpulan

Perwalian adalah berpindahnya hak asuh orang tua kepada orang lain

baik saudara maupun orang yang dipercayainya untuk mengurus anak kecil, orang

gila dan anak safih yang disebabkan oleh perceraian, meninggal dunia ataupun

orang tua tidak sanggup dalam mengurusinya.

Para ulama madzhab sepakat bahwa wali dan orang-orang yang

menerima wasiat untuk menjadi wali dipersyaratkan harus baligh, mengerti dan

seagama, dan juga adil

Pada hakikatnya hak asuh anak yang belum mumayyiz adalah ada pada

Ibu kandungnya kecuali ada halangan – halangan mengenai syarat – syarat

Hadhanah seperti yang sudah dijelaskan di atas, tapi siapapun yang memiliki hak

untuk mengasuh maka dia harus bertanggug jawab atas ahlak,pendidikan serta

kesejahteraan anak tersebut. Jangan sampai karna perceraian kedua orang tuanya,

anak tersebut yang menjadi korban.

Ketika anak telah mumayyiz, pilihan boleh diserahkan kepada anak dan

tidak memutuskan hubungan dengan orang tuanya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Summa, Muhammad amin. 2004. Hukum keluarga islam didunia

islam.jakarta: raja garafindo Persia.

Amiur Nurddin dan Azhari Akmal tarigan, hukum perdata islam di

Indonesia,2006 (Jakarta: prenatal media gorup)

Ahmad Rofiq. Hukum perdata islam di Indonesia.2013 (Jakarta: raja

grafis persada).

Effendi satria. Problematika hukum keluarga islam kontemporer.2004.

(Jakarta:prenatal media )

15