matematikaiiiiistimewaaaaa.weebly.commatematikaiiiiistimewaaaaa.weebly.com/uploads/1/6/2/9/... ·...
Click here to load reader
-
Upload
nguyenhanh -
Category
Documents
-
view
216 -
download
2
Transcript of matematikaiiiiistimewaaaaa.weebly.commatematikaiiiiistimewaaaaa.weebly.com/uploads/1/6/2/9/... ·...
MAKALAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
MBS sebagai model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi lebih besar
terhadap sekolah, memberikan fleksibilitas, dan mendorong partisipasi stakeholder secara
langsung untuk meningkatkan mutu sekolah yang akan menciptakan keterbukaan, kerjasama
yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. MBS dipahami sebagai salah satu
alternative untuk mengelola struktur penyelenggaraan pendidikan yang menempatkan sekolah
sebagai unit utama peningkatan. MBS juga merupakan cara untuk meningkatkan motivasi kepala
sekolah agar tanggung jawab terhadap mutu peserta didik. Untuk itu, kepala sekolah sebagai
pemimpin sebaiknya mengembangkan program pendidikan secara menyeluruh dalam melayani
segala kebutuhan peserta didik. Kepemimpinan sekolah yang kuat adalah kepemimpinan yang
efektif, tangguh, mampu menggunakan fakta, menciptakan visi, memotivasi orang,
memberdayakan stafnya, mampu memimpin dan memiliki keahlian dalam arti sebenarnya.
Dalam pelaksanaan MBS, tidak hanya factor kepemimpinan yang diperhatikan, tetapi
ada koordinasi dan komunikasi yang harus selalu terjalin di antara stakeholder yang terkait
dengan sekolah. Sekolah yang melaksanakan MBS juga perlu di evaluasi dan di supervise untuk
mengetahui seberapa besar peningkatan yang telah dicapai. Partisipasi masyarakat dalam
berbagai bidang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan MBS. Yang perlu di monitor dan
dievaluasi dalam MBS adalah konteks atau eksternal lsekolah yang berupa tuntutan dan
dukungan, yang di dalamnya ada evaluasi kebutuhan, input, proses, output, dan outcome.
Indicator keberhasilan MBS ditentukan oleh kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan,
efektivitas dan efisiensi pendidikan, dan tata pengelolaan sekolah yang baik.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai organisasi MBS dengan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan dalam MBS ?
2. Bagaimana koordinasi dan komunikasi dalam MBS ?
3. Apa saja yang harus di supervisi dalam MBS ?
4. Apa yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam MBS ?
5. Bagaimana peran masyarakat dan komite dalam MBS ?
6. Apa saja yang menjadi indicator keberhasilan dalam MBS ?
A. Kepemimpinan dalam MBS
1. Pengertian
a. Menurut Sutisna, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau
kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. (Mulyasa,2009:107)
b. Menurut Soepardi, kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi,
memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah,
melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu) serta membina dengan maksud agar manusia
sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif
dan efisien. (Mulyasa,2009:107)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu secara efektif
dan efisien. Kepemimpinan mencakup 3 hal yang saling berhubungan, yaitu pemimpin dan
karakter, pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.
2. Gaya Kepemimpinan
Adalah cara yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Thoha
(Mulyasa,2009) mengartikan sebagai norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
a. Pendekatan Sifat
Menurut Sutisna, pada pendekatan terdapat sifat – sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau
keramahan yang esensil pada kepemimpinan yang efektif. Pendekatan ini menyarankan beberapa
syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu : (a) kekuatan fisik dan susunan syaraf; (b)
penghayatan terhadap arah dan tujuan; (c) antusiasme; (d) keramah tamahan; (e) integritas; (f)
keahlian teknis; (g) kemampuan mengambil keputusan; (h) inteligensi; (i) keterampilan
memimpin; (j) ketrampilan memimpin; (k) kepercayaan (Tead)
Namun sayangnya, pendekatan ini tidak mampu menjawab pertanyaan di sekitar kepemimpinan.
b. Pendekatan Perilaku
1) Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Ada 2 dimensi utama dari perilaku pemimpin, yaitu pembuatan inisiatif (initiating
structure) dan perhatian ( consideration). Inisiatif, artinya pemimpin memberi batasan dan
struktur terhadap peranannya dan peran bawahannya untuk mencapai tujuan. Konsiderasi,
diartikan derajat dan corak hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang ditandai
saling percaya, menghargai dan menghormati dengan bawahannya. Kombinasi 2 dimensi
tersebut akan menghasilkan 4 gaya kepemimpinan.
2) Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Hersey & Blanchard mengidentifikasi dua konsep, yaitu bawahan dan produksi.
Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan menganggap setiap karyawan penting dan
menerimanya sebagai pribadi. Sedangkan pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi
dan aspek kerja, bawahan dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Ini sama
dengan tipe otoriter (task) dan demokrasi (relationship).
3) Jaringan Manajemen (Managerial Grid)
Dikembangkan oleh Blake & Mouton, menurut mereka manajemen berhubungan dengan
2 hal, yaitu (a) perhatian menekankan pada produksi / tugas : menekankan mutu pelayanan staf,
efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran ; (b) perhatian pada orang – orang : memperlihatkan
keterlibatan anak buah untuk mencapai tujuan (aspek yang menyangkut harga diri anak buah,
tanggung jawab berdasarkan kepercayaan, suasana kerja yang menyenangkan, dan hubungan
yang harmonis).
4) Sistem Kepemimpinan Likert
Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu.
Ia merancang 4 sistem kepemimpinan sebagai berikut :
a) Sistem 1 : sangat otokratis →kepercayaan pada bawahan sedikit, suka mengeksploitasi
bawahan, bersikap paternalistic, memotivasi dengan ketakutan dan hukuman, penghargaan
diberikan secara kebetulan (occasional rewards), komunikasi turun ke bawah serta membatasi
pengambilan keputusan di tingkat atas.
b) Sistem 2 : otokratis baik hati (Benevolent Authoritative) → kepercayaan terselubung, percaya
pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah dan ketakutan berikut hukuman, membolehkan
adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat / ide dari bawahan, dan membolehkan
delegasi wewenang dalam proses keputusan.
c) Sistem 3 : Manajer konsultatif → sedikit kepercayaan pada bawahan, mau melakukan motivasi
dengan penghargaan dan hukumanyang kebetulan dan berkehendak melakukan partisipasi,
hubungan komunikasi ke atas dank e bawah, membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada
tingkat atas, tetapi keputusan mengkhususkan pada tingkat bawah.
d) Sistem 4 : Partisipatif (Partisipative Group) → kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan,
mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide / pendapat serta mempunyai niat untuk
menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif, penghargaan bersifat ekonomis berdasarkan
partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan, mendorong untuk ikut tanggung
jawab buat keputusan dan melaksanakan keputusan dengan tanggung jawab yang benar.
c. Pendekatan Situasional
Teori Kepemimpinan Kontingensi
Menurut Fiedler & Chemers, menjadi pemimpin bukan karena faktor kepribadian tetapi
karena berbagai factor situasi (saling berhubungan antara pemimpin dengan situasi). Tiga factor
yang harus diperhatikan yaitu hubungan antara pemimpin dengan bawahan, struktur tugas, dan
kekuasaan yang berasal dari organisasi. Dua jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat yang
menyenangkan adalah mengutamakan tugas dan hubungan kemanusiaan.
Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi (Reddin, dari Universitas New Brunswick, Canada)
Menurutnya ada 3 dimensi yang dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan, yaitu
perhatian pada produksi/tugas, perhatian pada orang, dimensi efektifitas. Ini sama dengan
jaringan manajemen yang memiliki 4 dasar kepemimpinan yaitu integrated, related, separated,
dan dedicated. Apabila dilihat dari segi efektif dan tidak efektif akan menjadi 7 gaya
kepemimpinan, yaitu :
Gaya integrated, dikembangkan secara efektif → Gaya eksekutif.
Gaya integrated, dikembangkan tidak efektif → Gaya compromiser.
Gaya separated, dikembangkan secara efektif → Gaya bureaucrat.
Gaya separated, dikembangkan tidak efektif → Gaya deserter.
Gaya dedicated, dikembangkan secara efektif → Gaya benevolent authocrat.
Gaya related, dikembangkan secara efektif → Gaya developer.
Gaya related, dikembangkan tidak efektif → Gaya missionary.
Yang termasuk gaya efektif yaitu (a) executive : perhatian pada tugas maupun hubungan
kerja dalam kelompok; (b) developer : perhatian tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok
dan perhatian minim terhadap tugas dan pekerjaan; (c) benevolent authocrat : perhatian tinggi
terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja; (d) birokrat : perhatian rendah terhadap tugas
maupun hubungan. Sedangkan gaya tidak efektif yaitu (a) compromiser : perhatian tinggi pada
tugas maupun hubungan kerja; (b) missionary : perhatian tinggi pada hubungan kerja dan rendah
pada tugas; (c) autocrat : perhatian tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan; (d) deserter
perhatian rendah pada tugas dan hubungan kerja.
Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini di dasarkan pada hubungan 3 faktor, yaitu perilaku tugas (Task behavior) yang
merupakan pemberian petunjuk, perilaku hubungan (Relationship behavior) adalah ajakan
melalui komunikasi zarah, serta kematangan (Maturity) yang merupakan kemampuan dan
kemauan anak buah dalam mempertanggung jawabkan. Kematangan (maturity) merupakan
factor dominan.
Menurut teori ini, gaya yang tepat untuk diterapkan adalah : (a) Gaya mendikte (Telling) :
diterapkan pada anak buah dengan tingkat kematangan rendah; (b) Menjual (Selling) : diterapkan
pada anak buah taraf rendah hingga moderat; (c) Melibatkan diri ( Participating) : diterapakan
pada anak buah moderat hingga tinggi; (d) Mendelegasikan (Delegating) : diterapkan pada anak
buah yang memiliki kemampuan dan kemauan tinggi.
3. Kepemimpinan Dalam Peningkatan Kinerja
a. Pembinaan disiplin (self-disipline)
Disiplin merupakan sesuatu yang penting untuk menanamkan rasa hormatterhadap
kewenangan, menanamkan kerja sama dan merupakan kebutuhan untuk berorganisasi serta untuk
menanamkan rasa hormat terhadap orang lain. Soelaeman mengemukakan bahwa pemimpin
berfungsi sebagai pengemban ketertiban yang patut diteladani, tetapi tidak di harapkan sikap
yang otooriter. Taylor dan User, strategi umum membina disiplin antara lain :
Konsep diri : factor penting setiap perilaku. Untuk menumbuhkan, pemimpin bersikap empatik,
menerima, hangat dan terbuka sehingga pegawai dapat mengeksplorasi pikiran dan perasaannya
dalam memecahkan masalah.
Ketrampilan berkomunikasi : pemimpin harus menerima semua perasaan pegawai dengan teknik
komunikasi yang dapt menimbulkan kepatuhan dari dalam dirinya.
Konsekuensi logis dan alami.
Klarifikasi nilai : membantu pegawai menjawab pertanyaan sendiri tentang nilai dan membentuk
system nilai sendiri.
Latihan keefektifan pemimpin : tujuannya untuk menghilangkan metode represif dan kekuasaan.
Terapi realitas : pemimpin bersikap positif dan tanggung jawab untuk menerapkan perlu melihat
situasi dan paham factor yang mempengaruhi.
b. Pembangkitan motivasi
Merupakan factor dominan kearah efektivitas kerja. Menurut Maslow, motivasi adalah
tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau berusaha untuk
memenuhi kebutuhannya. Ada 2 jenis motivasi menurut Owen, yaitu instrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi instrinsik adalah motivasi yang dating dari dalam diri seseorang, sedangkan ekstrinsik
adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Istilah motivasi sering digunakan secara
bergantian dengan istilah kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), dan gerak hati
(impuls). Berikut ini adalah teori – teori motivasi :
a) Teori Maslow : teori hierarkhi kebutuhan
Maslow membagi kebutuhan manusia dalam 5 kategori :
Kebutuhan fisiologis (psysiological needs) : merupakan kebutuhan paling rendah, memerlukan
pemenuhann yang paling mendesak (contoh : makanan, minuman).
Kebutuhan rasa aman (safety needs) : memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari
keadaan lingkungan (contoh : pakaian, rumah)
Kebutuhan kasih sayang (belongingness & love needs) : mengadakan hubungan afektif / ikatan
emosional dengan individu lain, sesame jenis maupun lain jenis.
Kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs) : penghargaan dari diri sendiri dan dari orang lain.
Kebutuhan akan aktualisasi diri (need for self actualization) : kebutuhan paling tinggi, akan
muncul jika kebutuhan di bawahnya terpenuhi.
b) Teori Dua Faktor
Dikembangkan oleh Fredrick Herzberg. Dia berpendapat ada dua factor penting, yaitu hygiene
(lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu sendiri). Factor hygiene bersifat preventif terhadap
ketidakpuasan dan tidak memotivasi karyawan dalam bekerja.
c) Teori Alderter
Alderter membedakan 3 kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan akan keberadaan (existence),
kebutuhan berhubungan (relatedness), dan kebutuhan untuk bertumbuh (growth need).
d) Teori Prestasi McCelland
McCelland mengatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan untuk melakukan karya yang
berprestasi / yang lebih baik dari karya orang lain. Ada 3 kebutuhan manusia, yaitu berprestasi,
berafilisasi, dan kekuasaan. Ketiganya merupakan unsur penting dalam menentukan prestasi
seorang pekerja.
e) Teori X dan Teori Y
Dikembangkan oleh McGregor. Menurutnya, cirri organisasi tradisional pada dasarnya
bertolak dari asumsi mengenai sifat dan motivasi manusia.
Teori X menganggap sebagian manusia lebih suka di perintah dan tidak tertarik rasa tanggung
jawab, masih bersifat anak – anak, tidak suka bekerja, berkemampuan kecil untuk mengatasi
masalah organisasi, dan hanya butuh motivasi fisiologi. Oleh karena itu, perlu diawasi secara
ketat.
Teori Y menganggap manusia suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan mempunyai
kemampuan untuk berkreativitas. Oleh karena itu, tidak perlu diawasi ketat.
Kebutuhan terbagi menjadi dua jenis, primer (fisiologis) dan sekunder (sosio psikologis).
Ada beberapa prinsip untuk memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja, yaitu kegiatan
yang menarik dan menyenangkan, tujuan kegiatan disusun jelas dan di informasikan, pegawai
juga dilibatkan dalam penyusunan tujuan, pemberitahuan hasil kerja, pemberian hadiah lebih
baik dari hukuman, memanfaatkan sikap, cita-cita,dan rasa ingin tahu pegawai, memperhatikan
perbedaan individual pegawai, memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kondisi fisik,
member rasa aman, menunjukkan bahwa pemimpin memperhatikan mereka, dan mengatur
pengalaman sedemikian rupa sehingga pegawai memperoleh kepuasaan dan penghargaan.
Castetter mengemukakan 4 kriteria kinerja yaitu : karakteristik personil (kinerja meliputi
kemampuan, ketrampilan, kepribadian, motivasi), proses (kecocokan dengan standar kinerja
yang telah ditentukan), hasil (hasil nyata kualitas / kuantitas), serta kombinasi ketiganya.
Menurut Mitchell criteria kinerja dalam Area Performance adalah kualitas kerja, ketepatan,
inisiatif, kemampuan, dan komunikasi. Sedangkan Steers menggunakan 3 faktor untuk menilai
kinerja yaitu kemampuan dan minat pegawai, kejelasan penerimaan atas peranan pegawai, dan
tingkat motivasi pegawai. Kriteria menilai kinerja pegawai dalam MBS antara lain, pemahaman
tentang tugas dan tanggung jawab, kemampuan dan keterampilan, semangat yang tinggi, serta
berinisiatif dan berkemampuan tinggi.
c. Penghargaan (rewards)
Penghargaan penting untuk meningkatkan kegiatan produktif dan mengurangi kegiatan yang
kurang produktif. Penggunaannya sebaiknya secara efektif dan efisien agar tidak menimbulkan
dampak negatif.
4. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Kriteria kepemimpin kepala sekolah yang efektif, kriterianya :
a. Mampu memberdayakan guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang baik, lancer, dan
produktif.
b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan tepat waktu.
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat, melibatkan masyarakat secara
aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain di sekolah.
e. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Menurut Pidarta (dalam Mulyasa,2009:126), tiga keterampilan yang harus dimiliki oleh
kepala sekolah antara lain ketrampilan konseptual ( memahami dan mengoperasikan organisasi),
ketrampilan manusiawi (kerja sama, memotivasi dan memimpin), ketrampilan teknik
(menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas
tertentu). Untuk memiliki ketrampilan konsep, diharapkan melakukan kegiatan sebagai berikut :
senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama cara kerja guru dan pegawai sekolah lain,
melakukan observasi kegiatan manajemen secara terencana, membaca berbagai hal yang
berkaitan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan, memanfaatkan hasil penelitian orang lain,
berfikir untuk masa yang akan dating, merumuskan ide yang dapat di uji cobakan, menerapkan
gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan serta motivasi para guru
dan pekerja lain.
B. KOORDINASI, KOMUNIKASI, dan SUPERVISI DALAM MBS
1. Koordinasi dalam MBS
Coordination, berasal dari bahasa latin cum, artinya berbeda-beda, sedangkan ordinare,
artinya penyusunan/penempatan sesuatu pada keharusannya. Dalam MBS koordinasi berkaitan
dengan penempatan berbagai kegiatan yang berbeda – beda pada keharusan tertentu sesuai aturan
yang berlaku untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya melalui proses yang tidak
membosankan. Pada hakekatnya, koordinasi merupakan proses penyatupaduan kegiatan yang
dilakukan pegawai di berbagai satuan lembaga sehingga dapat berjalan selaras dan serasi.
Handayaningrat (dalam Mulyasa,2009:133) mengemukakan karakteristik koordinasi sebagai
berikut :
a. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan
b. Koordinasi adalah kerja sama
c. Koordinasi merupakan proses yang terus menerus (continue process)
d. Pengaturan usaha kelompok secara teratur
e. Kesatuan tindakan merupakan inti koordinasi
f. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama
Ada lima prinsip utama yang harus diperhatikan agar koordinasi berjalan lancar, antara
lain : koordinasi harus dimulai dari tahap perencanaan awal, menciptakan iklim yang kondusif
bagi kepentingan bersama, koordinasi merupakan proses yang terus menerus dan
berkesinambungan, koordinasi merupakan pertemuan-pertemuan bersama untuk mencapai
tujuan, serta perbedaan pendapat harus diakui sebagai pengayaan dan harus dikemukakan secara
terbuka dan diselidiki dalam kaitannya dengan situasi secara keseluruhan.
a. Manfaat koordinasi dalam MBS
1) Menghilangkan dan menghindarkan perasaan terpisahkan satu sama lain antara pengawas,
kepala sekolah, guru, dan para petugas/personalia di sekolah.
2) Menghindarkan perasaan / pendapat bahwa dirinya / jabatannya merupakan paling penting.
3) Mengurangi / menghindarkan kemungkinan timbulnya pertentangan antar sekolah / antar pejabat
dan pelaksana.
4) Menghindarkan timbulnya rebutan fasilitas.
5) Menghindarkan terjadinya peristiwa menunggu yang memakan waktu lama.
6) Menghindarkan kemungkinan terjadinya kekembaran pekerjaan sesuatu kegiatan oleh sekolah.
7) Menghindarkan kemungkinan terjadinya kekosongan pekerjaan sesuatu program oleh sekolah /
kekosongan pekerjaan tugas oleh kepala sekolah.
8) Menumbuhkan kesadaran kepala sekolah untuk saling memberikan bantuan satu sama lain
terutama bagi mereka yang berada dalam wilayah yang sama.
9) Menumbuhkan kesadaran kepala sekolah untuk saling memberi tahu masalah yang dihadapi
bersama dan bekerja sama dalam memecahkannya.
10) Memberikan jaminan tentang kesatuan langkah diantara para kepala sekolah/guru.
11) Menjamin adanya kesatuan kebijaksanaan diantara kepala sekolah dalam wilayah tertentu.
12) Menjamin adanya kesatuan sikap diantara kepala sekolah.
Manfaat utama koordinasi yaitu, menumbuhkan sikap egaliter serta meningkatkan rasa
kesatuan dan persatuan diantara kepala sekolah maupun guru dengan tetap menghargai
kewajiban dan wewenang masing-masing.
b. Macam – macam koordinasi
Handayaningrat mengemukakan koordinasi berdasarkan hubungan antara pejabat yang
mengkoordinasi dan pejabat yang dikoordinasi, sebagai berikut:
1) Koordinasi intern
Koordinasi vertical / structural : antara yang mengkoordinasi dengan yang dikoordinasi terdapat
hubungan hierarkis, satu dengan yang lain berada pada satu garis komando (line of command).
Koordinasi horizontal, yaitu koordinasi fungsional : kedudukan yang mengkoordinasi dengan
yang dikoordinasi setingkat eselonnya.
Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi fungsional : yanh memhkoordinasi menpunyai kedudukan
lebih tinggi eselonnya disbanding yang di koordinasi, tetapi satu sama lain tidak berada pada satu
garis komando.
2) Koordinasi ekstern
Termasuk dalam koordinasi fungsional, bersifat horizontal dan diagonal.
Siagian mengelompokkan koordinasi sebagai berikut : (a) koordinasi menjadi atasan
dengan bawahan yang disebut koordinasi vertical; (b) koordinasi diantara sesame pejabat yang
setingkat dengan instansi; (c) koordinasi fungsional : koordinasi antar instansi, tiap instansi
mempunyai tugas dan fungsi dalam suatu bidang tertentu.
c. Cara melakukan koordinasi
Sutarto mengungkapkan cara melakukan koordinasi antara lain dengan : (1) mengadakan
pertemuan informal antar pejabat; (2) mengadakan pertemuan formal antar pejabat; (3) membuat
edaran berantai kepada mengadakan pertemuan informal antar pejabat; pejabat yang d
mengadakan pertemuan informal antar pejabat;iperlukan; (4) menyebar kartu pada pejabat yang
diperlukan; (5) mengangkat coordinator; (6) membuat buku pedoman lembaga, buku pedoman
tata kerja, dan buku pedoman kumpulan peraturan; (7) berhubungan melalui alat perhubungan /
telepon; (8) membuat tanda-tanda; (9) membuat symbol; (10) membuat kode; (11) bernyanyi
bersama.
Hakekatnya koordinasi dilakukan secara formal, yaitu upaya impersonal dengan
membuat peraturan dan mengangkat pejabat, serta secara informal, yaitu pembicaraan dan
konsultasi. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pendekatan proses dan pendekatan tugas
(koordinasi mencakup seluruh program pengelolaan terhadap setiap subjek, objek dan bidang
garapan sekolah).
2. Komunikasi dalam MBS
a. Komunikasi Intern
1) Dasar, Tujuan, dan Manfaat
Dasar : komunikasi yang baik antara berbagai personil harus dikembangkan untuk mencapai hasil
seoptimal mungkin. Kurang komunikasi akan mengakibatkan kurangnya hasil yang dapat
diwujudkan, bahkan sering gagal mencapai tujuan.
Tujuan : menciptakan kondisi menarik dan hangat, personil dapat bekerja terdorong untuk
berprestasi lebih baik dan mengerjakan tugas mendidik dengan penuh kesadaran.
Manfaat : mudah dalam memecahkan / menyelesaikan masalah dengan bantuan orang (diskusi).
2) Prinsip Komunikasi
Karakteristik hubungan professional antara lain dipengaruhi “tata karma” professional,
terbuka untuk mengemukakan pendapat, keputusan diambil berdasarkan pertukaran pendapat dan
memberikan keputusan yang bersifat pedoman, bukan sesuatu yang tegas dan praktis. Kepala
sekolah perlu memperhatikan prinsip dibawah ini :
Bersikap terbuka, tidak memaksakan kehendak tetapi bertindak sebagai fasilitator (demokratis dan
kekeluargaan).
Mendorong guru untuk mau dan mampu memecahkan masalah, serta mendorong aktivitas dan
kreativitas guru.
Mengembangkan kebiasaan untuk berdiskusi secara terbuka dan mendidik guru untuk mau
mendengar pendapat orang lain secara objektif.
Mendorong untuk mengambil keputusan yang baik dan mentaatinya.
Berlaku sebagai pengarah, pengatur pembicaraan, perantara dan pengambil kesimpulan secara
redaksional.
3) Memecahkan Masalah Bersama di Sekolah
Kegiatan pertemuan yang bersifat teratur dan berkala.
Guru bergiliran mengemukakan pendapat.
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan professional dengan mengungkapkan pengetahuan yang
diperoleh dengan guru lain (diskusi).
b. Komunikasi Ekstern
1) Hubungan Sekolah dengan Orang Tua
Tujuan : saling membantu dan saling isi mengisi mengenai bantuan keuangan dan barang-
barang, untuk mencegah perbuatan yang kurang baik, dan bersama-sama membuat rencana yang
baik untuk sang anak.
Cara menjalin hubungan sekolah dengan orang tua :
Melalui dewan sekolah : tujuannya untuk membantu menyukseskan kelancaran proses belajar
mengajar di sekolah baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan,dan penilaian.
Melalui BP3 : memberi bantuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah (masalah sarana prasarana
penunjang KBM).
Melalui pertemuan penyerahan buku laporan pendidikan : pemberian penjelasan tentang kegiatan
belajar mengajar serta prestasi peserta didik dan kelemahan yang perlu ditingkatkan.
Melalui ceramah ilmiah : menghadirkan ahli untuk menyampaikan permasalahan dan
pemecahannya dalam forum tersebut.
Hubungan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ; (a)
proses belajar mengajar : memberi bantuan dan kemudahan belajar kepada peserta didik; (b)
bidang pengembangan bakat : pembinaan dan pengembangan bakat agar berkembang optimal;
(c) bidang pendidikan mental : untuk menghadapi peserta didik dengan masalah kesulitan belajar
karena kondisi yang kacau; (d) bidang kebudayaan : penggunaan Bahasa Indonesia yang baik
dan benar, penanaman cinta terhadap budaya dan produk dalam negeri.
Memecahkan Masalah Bersama
Masalah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : masalah yang berhubungan dengan
tubuhnya, mentalnya, dan belajarnya.
Bila masalah tidak dapat diselesaikan / dilayani di sekolah, guru perlu menyarankan ke SLB/A :
tuna netra, SLB/B : tuna rungu-bicara, SLB/C : mental, SLB/D : cacat tubuh, SLB/E : tuna laras.
Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, guru menanamkan pengertian agar anak tersebut
tidak menjadi cemoohan. Guru secara santun memberitahukan kondisi tersebut kepada orang
tuanya agar dapat memahami dan menerima kondisi tersebut. Adanya kerjasama humois agar
tidak ada salah pengertian dan kerjasama dalam menyelesaikan dan mencari jalan
pemecahannya.
2) Hubungan Sekolah dengan masyarakat
Tujuannya ada 2 dimensi :
Kepentingan sekolah : memelihara kelangsungan hidup sekolah, meningkatkan mutu pendidikan
di sekolah, memperlancar kegiatan belajar mengajar, memperoleh bantuan dan dukungan dari
masyarakat dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan program sekolah.
Kebutuhan sekolah : memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperoleh
kemajuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, menjamin
relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, memperoleh
kembali anggota masyarakat yang terampil dan makin meningkatkan kemampuannya.
Saling membantu, mengisi dan menggalang bantuan keuangan serta barang
Program kegiatan luar sekolah, mwaktu libur, pengisi waktu luang.
Membantu pengadaan alat peraga, perpustakaan sekolah, beasiswa / orang tua asuh.
bidang kerjasama
pendidikan kesenian : pengembangan / pembinaan bakat seni dengan membentuk perkumpulan
kemudian dikembangkan.
pendidikan olahraga : manusia berkualitas yang dicita-citakan adalah yang sehat jasmani dan
rohani.
proses keterampilan : kerjasama dengan lembaga dan yayasan di masyarakat untuk menekan dana
yang dikeluarkan
pendidikan anak berkelainan : membentuk lembaga penyelenggara sekolah luar biasa / memberi
bantuan khusus bagi anak yang memerlukan.
Hubungan dapat dijalin dengan melalui dewan sekolah, melalui rapat BP3, melalui rapat
bersama, konsultasi, radio, tv, surat, telepon, pameran sekolah (pameran hasil karya peserta
didik, pementasan,dan mencari dana) , serta melalui ceramah.
C. Supervisi dalam MBS
1. Hakikat Supervisi
Secara etimologi kata super dan visi mengandung arti melihat dan meninjau dari
atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas,
kreativitas dan kinerja bawahan. Istilah yang hampir sama dengan supervisi, yaitu pengawasan.
Pengawasan adalah kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai
dengan ketentuan. Pemeriksaan maksudnya untuk melihat bagaimana kegiatan yang
dilaksanakan telah mencapai tujuan. Inspeksi itu digunakan untuk mengetahui kekurangan-
kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan. Dalam MBS, supervise
ditekankan pada pembinaan dan peningkatan kemampuan serta kinerja tenaga kependidikan di
sekolah dalam melaksanakan tugas.
Dalam Carter Good’s dictionary of Education (dalam Mulyasa,2009:155),
supervisi adalah segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga
kependidikan lainnya untuk memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi
pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan –tujuan
pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran.
Sutisna mendeskripsikan supervise sebagai bantuan dalam pengembangan situasi
belajar mengajar yang lebih baik. Supervisi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang disediakan
untuk membantu para guru dalam menjalankan pekerjaan agar lebih baik. Menurut Wiles,
supervisi yang baik hendaknya mengembangkan kepemimpinan dalam kelompok, membangun
program satu tahun dalam jabatan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan guru
dalam menilai hasil pekerjaannya. Sahertian mengartikan supervise sebagai usaha mengawali,
mengarahkan, menkoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru baik secara
individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan
seluruh fungsi pengajaran sehingga dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap
murid secara kontinyu sehingga dapat lebih cepat berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi
modern. Pada hakikatnya, supervise mengandung beberapa kegiatan pokok, yaitu pembinaan
yang kontinyu, pengembangan kemampuan professional personil, perbaikan situasi belajar
mengajar dengan sasaran akhir pencapaian tujuan pendidikan dan pertumbuhan pribadi peserta
didik.
2. Tujuan dan Fungsi
Tujuan supervisi adalah membantu dan memberikan kemudahan kepada para guru untuk belajar
bagaimana meningkatkan kemampuan mereka guna mewujudkan tujuan belajar peserta didik.
Sementara Ametembun mengungkapkan bahwa tujuan supervisi adalah :
Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang
sebenarnya dan peranan sekolah dalam merealisasikan tujuan tersebut.
Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang lebih efektif.
Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-
aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan belajar mengajar serta menolong mereka merencanakan
perbaikan.
Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru serta warga sekolah lain terhadap cara kerja
yang demokratis dan komprehensif serta memperbesar kesediaan untuk tolong menolong.
Memperbesar semangat guru-guru dan meningkatkan motivasi berprestasi untuk mengoptimalkan
kinerja secara maksimal dalam profesinya,
Membantu kepala sekolah untuk mempopulerkan pengembangan program pendidikan disekolah
kepada masyarakat.
Melindungi orang-orang yang disupervisi terhadap tuntutan-tuntutan yang tidak wajar dan kritik-
kritik yang tidak sehat dari masyarakat.
Membantu kepala sekolah dan guru dalam mengevaluasi aktivitasnya untuk mengembangkan
aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Mengembangkan Rasa persatuan dan kesatuan (kolegiatas) di antara guru.
Setiap supervisor pendidikan harus memahami dan mampu melaksanakan supervise sesuai
fungsi dan tugas pokoknya baik yang menyangkut penelitian, penilaian, perbaikan maupun
pengembangan. Penelitian merupakan kegiatan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan
objektif tentang situasi pendidikan yang akhirnya diperoleh data dan info sebagai dasar untuk
menganalisis, hasil analisisnya dan kesimpulan digunakan sebagai bahan pertimbangan.
Penilaian adalah tindak lanjut untuk mengetahui hasil penelitian lebih jauh, untuk mengetahui
factor-faktor yang mempengaruhi situasi pendidikan dan pengajaran yang telah diteliti
sebelumnya. Perbaikan merupakan hasil penilaian dan penelitian. Tugas supervisor dalam hal ini
adalah mencari jalan pemecahan, mengarahkan perbaikan, meningkatkan keadaan, dan
melakukan penyempurnaan. Pengembangan adalah upaya untuk senantiasa mempertahankan dan
meningkatkan kondisi yang sudah baik yang ditemukan dari hasil penelitian dan penilaian
dengan memelihara, menjaga, dan meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai supaya kondisi
dan situasi tersebut tidak mengalami penurunan, tetapi akan lebih baik dan meningkat, baik
secara secara kuantitas maupun kualitas pelaksanaan secara simultan, konsisten, dan kontinyu.
Gwyn (dalam Mulyasa,2009:159) merumuskan 10 tugas utama supervisor:
Membantu guru mengerti dan memahami peserta didik
Membantu mengembangkan dan memperbaiki, baik secara individual maupun secara bersama-
sama.
Membantu seluruh staf sekolah agar lebih efektif dalam melaksanakan proses belajar mengajar .
Membantu guru meningkatkan cara mengajar yang efektif.
Membantu guru secara individual.
Membantu guru agar dapat menilai peserta didik lebih baik.
Menstimulir guru agar dapat menilai diri dan pekerjaannya.
Membantu guru agar merasa bergairah dalm pekerjaannya dengan penuh rasa aman.
Membantu guru dalam melaksanakan kurikulumdi sekolah.
Membantu guru agar dapat memberikan info yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang
kemajuan sekolahnya.
3. Teknik Supervisi
a. Kunjungan dan observasi kelas
Kepala sekolah mengamati langsung guru saat melaksanakan tugas, mengajar, penggunaan alat,
metode, teknik mengajar, secara keseluruhan dengan berbagai factor yang mempengaruhi. Ada
tiga pola yang dapat dilakukan dalam kegiatan ini, yaitu tanpa memberitahu guru, memberi tahu
lebih dahulu, dan kunjungan atas undangan guru.
b. Pembicaraan individual
Merupakan alat supervise yang penting karena dalam kesempatan tersebut supervisor dapat
bekerja secara individu dengan guru dalam memecahkan masalah pribadi yang berhubungan
dengan proses belajar mengajar.
c. Diskusi kelompok / pertemuan kelompok
Merupakan kegiatan mengumpulkan sekelompok orang dalam situasi tatap muka dan interaksi
lisan untuk bertukar info atau berusaha mencapai suatu keputusan tentang masalah bersama.
Kegiatan diskusi kelompok dapat dikembangkan mlalui rapat sekolah untuk membahas bersama-
sama masalah pendidikan dan pengajaran di sekolah itu.
d. Demonstrasi mengajar
Proses belajar mengajar yang yang dilakukan oleh seorang guru yang memiliki kemampuan
dalam hal mengajar sehingga guru lain dapat mengambil hikmah dan manfaatnya. Tujuannya
member contoh bagaimana cara melaksanakan proses belajar mengajar yang baik dalam
menyajikan materi, menggunakan pendekatan, metode, dan media pembelajaran.
e. Perpustakaan professional
Ciri professional tercermin dalam kemauan untuk belajar secara terus menerus dalam rangka
meningkatkan dan memperbaiki tugas utamanya. Guru hendaknya merupakan kelompok
“reading people” dan menjadi bagian dari masyarakat belajar yang menjadikan belajar sebagai
kebutuhan hidup.
Selain teknik-teknik diatas, ada teknik lain yang bisa digunakan antara lain program orientasi,
lokakarya, bulletin supervise, penelitian tindakan (action research), pengembangan kurikulum,
rapat guru, bahkan penilaian diri sendiri berkaiatan dengan pelaksanaan tugas oleh para guru.
D. Monitoring dan Evaluasi
Hasil monitoring dan evaluasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan
pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, keberhasilan ME ditentukan oleh informasi yang cepat,
tepat dan cukup untuk pengambilan keputusan. Monitoring (dalam Rokhmaniah,2008:37) adalah
proses pemantauan untuk mendapatkan informasi pelaksanaan MBS. Sedangkan evaluasi ialah
proses mendapatkan informasi tentang hasil MBS. Monitoring dan evaluasi memiliki tujuan
yaitu mendapatkan informasi sebagai masukan dalam pengambilan keputusan dan member
masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MBS baik konteks, input, proses, output,
maupun outcome.
Komponen MBS yang perlu di monitoring dan di evaluasi adalah :
a. Konteks (eksternal sekolah) : berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support) yang
berpengaruh terhadap input sekolah. Evaluasinya dengan needs assessment.
b. Input
c. Proses
d. Output (dampak pendidikan jangka pendek)
e. Outcome (hasil MBS jangka panjang)
Ada 2 jenis ME :
Internal : ME yang dilakukan oleh sekolah, tujuannya untuk mengetahui tingkat kemajuan
sekolah sehubungan dengan sasaran – sasaran sekolah. Pelaksanaan ME internal adalah warga
sekolah.
Eksternal : ME yang dilakukan pihak luar sekolah seperti Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota,
Dinas Pendidikan Provinsi, Pengawas, atau gabungan dari mereka.
Hasil ME untuk system hadiah bagi sekolah, meningkatakan iklim kompetensi
antar sekolah, kepentingan akuntabilitas sekolah, memperbaiki system yang ada secara
menyeluruh, dan membantu sekolah mengembangkan dirinya.
E. Indikator Keberhasilan MBS
Yang menjadi factor keberhasilan MBS diantaranya adalah sebagai berikut (dalam
Depdiknas,2007:59) :
1. Adanya pemerataan pendidikan (berupa kesamaan kesempatan antara siswa – siswa desa-kota,
kaya miskin, laki-perempuan, cacat-tidak cacat).
2. Kualitas pendidikan (input, proses, output).
3. Efektivitas dan efisiensi pendidikan (angka kenaikan kelas, angka kelulusan, angka putus
sekolah).
4. Tata pengelolaan sekolah yang baik ( melalui partisipasi, transparansi, tanggung jawab,
akuntabilitas, wawasan ke depan, penegakan hukum, keadilan, demikrasi, prediktif, kepekaan,
profesionalisme, efektivitas dan efisiensi, serta kepastian jaminan hukum).
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung : Rosda Karya
Rokhmaniyah. 2008. Kompetensi Supervisi Manajerial. Direktorat Tenaga Kependidikan. Departemen
Pendidikan Nasional.
Diunduh dari:
http://prastutikartikasari.blogspot.com/2011/03/makalah-manajemen-berbasis-sekolah.html