alinahrowi4.files.wordpress.com · Web viewGadai dalam istilah hukum positif Indonesia adalah apa...
Click here to load reader
Transcript of alinahrowi4.files.wordpress.com · Web viewGadai dalam istilah hukum positif Indonesia adalah apa...
PEGADAIAN SYARIAH
MAKALAH
Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Keilmuan Semester I
Tahun Akademik 2013-2014
Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dosen
Rizka Amaliah
Oleh
Ali Nahrowi : 13220214
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan produk-produk yang berbasis syariah dibidang
lembaga keuangan makin marak akhir-akhir ini, tidak terkecuali dengan
lembaga pengadaian. Perum penggadaian pun kini mengeluarkan produk
terbarunya yakni pegadaian berbasis Syariah. Penggadaian syariah memiliki
karakteristik yang berbeda dengan penggadaian umum (Konvensional),
karakteristik tersebut sebagaimana yang tertera dalam prinsip Syariah
(hukum islam) mengenai lembaga keuangan, diantaranya tidak adanya
praktik-praktik yang diharamkan dalam prinsip syariah seperti riba, gharar
dan maisir.
Hal ini didasarkan atas diadakannya undang-undang nomor 7 Tahun
1992 dengan semua ketentuan pelaksanaan baik berupa peraturan
pemerintah, keputusan Menteri keuangan, dan Edaran Bank Indonesia,
pemerintah telah memberi peluang berdirinya lembaga-lembaga keuangan
Syariah berdasarkan sistem bagi hasil.
Hal inilah yang menimbulkan pesatnya perkembangan berdirinya
lembaga-lembaga keuangan yang berbasis Syariah di Indonesia. Tidak
terkecuali lembaga pegadaian ini. Di sini akan dijelaskan tentang pegadaian
Syariah serta dasar hukum dan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
perkembangan lembaga ini. Yang nantinya akan menjadi pengetahuan lebih
1
kepada masyarakat luas untuk berpartisipasi aktif dalam mensukseskan
lembaga keuangan yang berbasis islam ini.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang dipaparkan diatas maka di sini dapat
diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran mengenai pegadaian Syariah dan syarat serta
rukun yang ada di dalamya?
2. Adakah landasan hukum yang membangun terbentuknya pegadaian
Syariah?
3. Adakah kendala yang terdapat dalam proses pelaksanaan pegadaian
Syariah?
C. Tujuan
1. Memberikan informasi mengenai pegadaian Syariah dan
mekanismenya.
2. Memberikan informasi tentang landasan hukum yang membagun
terbenuknya pegadaian Syariah.
3. Untuk memberikan informasi tentang kendala yang ada dalam
pegadaian Syariah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pegadaian syariah
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pegadaian Syariah di sini
terlebihdahulu dipaparkan gambaran awal mengenai gadai secara umum.
Arti harfiah gadai adalah tetap, kekal, dan jaminan. Gadai dalam istilah
hukum positif Indonesia adalah apa yang disebut dengan barang jaminan,
agunan, dan tanggungan.1 Gadai merupakan satu-satunya badan usaha di
Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melakukan kegiatan
lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke
masyarakat atas dasar hukum gadai.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai
adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas
suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang
yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain
atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berpiutang
tersebut memberikan kekuasaan yang telah diserahkan untuk melunasi utang
apabila pihak yang berpiutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada
saat jatuh tempo.2
Selanjutnya istilah gadai dalam hukum islam atau Syariah dikenal
dengan ar-rahn. Ar-rahn adalah satu jenis perjanjian punuk menahan satu
1 Rachmadi Usman, Aspek – Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002), h. 412 Andri Soemitra, “Bank&Lembaga Keuangan Syariah”, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 387
3
barang sebagai tanggung hutang.3 Jadi rahn adalah menjamin utang dengan
barang, di mana utang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari
hasil penjualannya. Rahn juga dapat diartikan menahan salah satu harta
milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang
yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya.
Pegadaian Syariah sebagai satu lembaga keuangan alternatif bagi
masyarakat terutama masyarakat kalangan menegah ke bawah yang
membutuhkan biaya jangka pendek dalam pemenuhan kebutuhan ataupun
dalam hal permodalan usaha. Oleh karena itu, barang jaminan pegadaian
dari masyarakat ini memiliki karakteristik barang sehari – hari yang
mempunyai nilai.
B. Landasan hukum pegadaian syariah
Dalam pegadaian yang diselenggarakan dengan sistem Syariah
tentunya lembaga ini mempunyai dasar hukum dari syariat islam tentunya.
Dalam pelaksanaan lembaga ini memiliki dasar hukum berupa Al-quran,
hadis, dan fatwa MUI. Hal yang dimaksud, dijelaskan sebagai berikut.
1. Al-Quran.
Landasan dari Alquran ini diambil dari salah satu ayat didalamnya
yakni, QS. Al-Baqarah (2) ayat 283, yang dalam hal ini digunakan sebagai
landasan dalam mmbangun konsep dasar gadai yakni.
3 Zainudin ali, hukum gadai Syariah, (Jakarta:sinar grafika, 2008), h. 1
4
Artinya; “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (180) (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa
yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.4
Fungsi barang gadai yang terkandung dalam ayat diatas adalah untuk
menjaga kepercayaan asing-masing pihak, sehingga penerima
gadai(murtahin) meyakini bahwa pemberi gadai (rahin) beriktikad baik
untuk mengembalikan pinjamannya (marun bih) dengan cara menggadaikan
barang atau benda yang dimilikinya (marhun), serta bidak melelaikan
jangka waktu pengembalian utangnya itu.5
2. Hadis Nabi Muhammad SAW.
4 Al – Qur’an dan Terjemahan Indonesia, (Jawa Tengah : Menara Kudus), 1999, hlm. 59 – 60 5 Zainudin ali, hukum gadai Syariah, (Jakarta:sinar grafika, 2008), h. 6
5
Dasar hukum yang kedua dalam membuat rumusan pegadaian
Syariah adalah Hadis Nabi Muhammad SAW. Yang Siantar hadis-hadis
yang menjadi dasar pegadaian Syariah ini adalah Hadis dari A’isyah ra.
Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya sebagai berikut : Telah
meriwayatkan kepada kami ishaq bin Ibrahim al-hanzali dan ali bin
khasyam berkata: keduanya menggambarkan kepada kami Ida bin Yunus
bin ‘amasy dari Ibrahim dari aswad dari ‘aisyah berkata: bahwasanya
Rasulullah SAW membeli makanan dari seseorang yahudi dengan
menggadaikan baju besinya.6(HR. Muslim).
Dalam hal ini hadis diatas menjelaskan bahwa Rasul pada zaman
dahulu juga melakukan kegiatan gadai dalam pemenuhan kebutuhan beliau.
Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan atau istimbath hukum yang dapat
diambil bahwasanya mlakukan gadai itu mempunyai hukum boleh.
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Fatwa dewan Syariah nasional majelis ulama Indonesia (DSN-MUI)
menjadi salah satu rujukan dalam penyelenggaraan berkenaan dengan
pegadaian Syariah, diantaranya dijelaskan sebagai berikut.
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn;
b. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas;
6 Imam ali bin Husin muslim bin hajjaj Al-kusyairy, sahih muslim, Dar Al-fikr, 1993, juz 2, hlm.51
6
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
09/DSN-MUI/IV/2000, tentang pembiayaan Ijarah;
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
10/DSN-MUI/IV/2000, tentang wakalah;
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi.7
Dari penjelasan tentang adanya landasan yuridis dari MUI ini maka
semakin kuatlah konsep pengadaan lembaga pegadaian Syariah ini, yang
selanjunya diharapkan akan lebih bisa menjamin dan memberikan
kesempatan dan peluang masyarakat untuk mendapatkan dana dalam
penyaluran dan permodalan maupun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
C. Rukun dan syarat pergadaian syariah
1. Rukun gadai
a) Aqid (orang yang berakad )
Aqid adalah orang yang melakukan akad yang
didalamnya terdapat hubungan 2 (dua) arah yaitu antara
rahin (orang yang menggadaikan barangnya) dan
murtahin (orang yang berpiutang dan menerima barang
gadai),atau penerima gadai. Dalam hal ini mereka berdua
melakukan akad ijab dan qabul (serah terima) dalam
pelaksanaan pergadaian.
b) Ma’qud ‘alaih ( barang yang diakadkan )
7 Zainudin ali, hukum gadai Syariah, (Jakarta:sinar grafika, 2008), h. 8.
7
Hal ini meliputi 2 (dua) hal yaitu marun (barang
yang digadaikan) dan murtahin bihi (utang yang
karenanya dilakukan akad rahn). Yakni barang yang
digadaikan untuk mendapatkan piutang.
2. Syarat gadai
a) Sighat
Tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan
suatu waktu di masa depan. Rahn mempunyai sisi pelepasan
barang dan pemberian utang seperti halnya akad jual beli. Maka
tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu
di masa depan.
b) Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum
Yang dimaksud di sini adalah pihak-pihak yang melakukan
transaksi pegadaian haruslah orang yang sudah memenuhi
kriteria cakap hukum, yakni sudah aqil baligh, berakal sehat,
dan mampu meakukan akad.
c) Utang (Marun bih)
Harus merupakan hak yang wajib diberikan atau diserahkan
kepada pemiliknya. Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu
menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka tidak sah. Harus
dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat
diukur atau tidak dikualifikasi rahn itu tidak sah.
d) Marun
8
Marun adalah harta yang dipegang oleh murtahin (penerima
gadai) atau wakilnya, sebagai jaminan hutang.
D. Akad dalam pergadaian syariah
Di sini akan dipaparkan berbagai jenis akad yang bisa dipakai dalam
pelaksanaan pegadaian Syariah, dalam pelaksanaanya pegadaian tentunya
akan terdapat berbagai macam sistem pengembangan ataupun transaksi yang
dilakukan oleh rahin dan murtahin yang melakukan akad. Selanjutnya akan
dipaparkan macam-macam akad dalam pegadaian Syariah yakni.
1. Gadai dengan aqad qard al-hasan.
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena
itu nasabah (Rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan
barang gadai (Marhun) kepada Pegadaian (Murtahin), adapun
ketentuannya adalah:
a. Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan
menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya
b. Karena bersifat social, maka tidak ada pembagian hasil.
Pegadaian hanya diperkenankan untuk mengenakan biaya
administrasi kepada Rahin.
2. Gadai dengan aqad mudharabah
9
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar
modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
Adapun ketentuannya adalah :
a. Barang gadai dapat berupa barang-barang bergerak maupun
barang tidak bergerak seperti emas, elektronik, kendaraan
bermotor, tanah, Rumah Dll.
b. Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya
pengelolaan marhun.
3. Gadai dengan aqad ba’i muqayyadah
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang
bersifat produktif, seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam
hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk
barnag atau modal kerja yang diinginkan oleh rahin. Barang gadai
adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin atau pun murtahin.
4. Gadai dengan aqad ijarah
Akad ini dimaksudkan sebagai akad yang objeknya merupakan
penukaran manfaat harta benda pada masa tertentu, yaitu pemilikan
manfaat dengan imbalan, sama dengan seseorang menjual manfaat
barang.dalam hal ini adat diambil pengerian bahwa dalam proses
pegadaian terdapat kebolehan dalam memanfaatkan atau
10
menggunakan jasa dari barang yang digadaikan sebagai penggantian
berupa kompensasi.8
5. Gadai dengan aqad musyarakat amwal Al-‘Inan.
Aqad musyarakat amwal Al-‘Inan adalah satu transaksi dalam
bentuk perserikatan antara dua pihak atau lebih yang disponsori oleh
pegadaian Syariah untuk berbagi hasil (profit loss sharing), berbagi
kontribusi, berbagi kepemilikan, dan berbagi resiko dalam sebuah
usaha.
E. Kendala pedagangan Syariah
Dalam proses realisasi terbentuknya pegadaian Syariah tentu
terdapat kendala yang dihadapi oleh lembaga yang masih ari ini. Hal ini
dilihat dari berbagai aspek terutama dari aspek konstruksi pendirian
lembaga ini yang asi baru menjadikan lembaga ini masih memerlukan
pembelajaran dan pengalaman dalam sistem pengoperasiannya. Di sini akan
dipaparkan beberapa kendala dalam pengembangan pegadaian Syariah
yakni.
1. Pegadaian Syariah masih relatif baru yang menimbulkan
tantangan tersendiri dalam proses meralisasikan ataupun
menginformasikan cirikhas kesyariahannya yang membuatnya
berbeda dengan pegadaian konvensional.
2. Dalam pegadaian terutama pegadaian Syariah ini nasabahya
adalah kebanyakan masyarakat kalangan menengah ke bawah 8 Zainudin ali, hukum gadai Syariah, (Jakarta:sinar grafika, 2008), h. 97
11
tentunya dengan lembaga yang baru ini menjadikan masyarakat
belum familier dengan sistem Syariah dalam lembaga keuangan
Syariah ini.
3. Kebijakan pemerintah tentang gadai syariah belum sepenuhnya
akomodasi terhadap keberadaan pegadaian syariah. Di samping
itu, keberadaan pegadaian konvensional di bawah Departemen
Keuangan mmepersulit posisi pegadaian syariah bila berinisiatif
untuk independen dari pemerintah pada saat pendiriannya.
4. Pegadaian kurang populer. Image yang selama ini muncul adalah
bahwa orang yang berhubungan dengan pegadaiann adalah merka
yang meminjam dana dengan jaminan suatu barang, sehingga
terkesan miskin atau tidak mampu secara ekonomi.9
Dari permasalahan-permasalahan yang dijelaskan diatas nampaknya
pegadaian Syariah yang kini mulai bergerak dan berkembang dalam
persaingannya dalam lembaga-lembaga keuangan ini harus lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat. Pegadaian ini tentunya dengan
sistemnya yang syar’i (berlandaskan syariat islam) juga mempunyai
kelebihan yang lebih dibanding pegadaian konvensional. Terutama bagi
nasabah yang beragama muslim ayan akan memberiakan sugesti kepada
mereka untuk melakukan transaksi gadai Di sana.
9 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, (Bandung : Al-Ma’arif, 1983), h. 167
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pegadaian adalah lembaga yang mendasarkan diri pada hukum
gadai. Dalam menjalankan usahanya. Pegadaian syariah atau Pegadaian
Islam adalah suatu sistem pergadaian yang dikembangkan berdasarkan
syariah (hukum) islam yang dalam istilah fiqh disebut ar-rahn. Tugas
Pokoknya adalah memberi pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum
gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan
informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari
masyarakat.
Barang yang digunakan sebagai jaminan utang atau gadai dalam
proses pegadaian adalah barang yang memiliki nilai ekonomis. Resiko yang
didapatkan dalam proses pegadaian adalah penurunan nilai aset yang
ditahan atau rusaknya barang yang digadaikan.
Hutang piutang dalam bentuk al-qardhul hassan dengan dukungan
gadai (rahn), dapat dipergunakan unutk keperluan sosial maupun komersial.
Peminjam mempunyai beberapa pilihan akad yang dipakai, yaitu : dapat
memilih qardhul hassan atau menerima pemberi pinjaman atau penyandang
dana (rabb al-mal) sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharabah, aqad
ba’i muqayyadah, aqad ijarah,dan aqad musyarakat amwal Al-‘Inan.
Dalam perkembangannya lembaga yang tergolong masih baru ini
tentunya terdapat banyak kelemahan dan kendala yang akan dihadapi oleh
13
lembaga ini terutang dalam hal mensosialisasikan kepada masyarakat agar
masyarakat nantinya mempunyai mindshet terhadap nilai positif yang
dimiliki pegadaian Syariah.
B. Saran
Dengan adanya pegadaian Syariah ini semoga dapat meningkatkan
ekonomi masyarakat, jadi meraka yang ingin membuka usaha tetapi tidak
memiliki modal bisa meminjam dengan pegadaian syariah ini . Dan di
sarankan semoga apa yang menjadi tujuan utama pegadaian Syariah ini
dapat terwujud, dan memang sesuai dengan ketentuan Syariah sesuai
dengan sistem pelaksanaan dan prosedur yang sudah ada. Peningkatan mutu
dan pelayanan yang dilakukan mungkin akan lebih bisa meningkatkan
mindset, minat, pengetahuan dan kepercayaan masyarakat kepada pegadaian
Syariah yang tergolong lembaga yang masih baru ini.
14
DAFTAR RUJUKAN
Al – Qur’an dan Terjemahan Indonesia.1999.Jawa Tengah : Menara Kudus.
Ali,Zainudin.2008.hukum gadai Syariah.jakata: sinar grafika.
Basyir,Ahmad Azhar.1993. Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang
Gadai.Bandung : Al-Ma’arif.
Imam ali bin Husin muslim bin hajjaj Al-kusyairy.1993. sahih muslim.
kairo: Dar Al-fikr.
Soemitra,Andri.2010. Bank&Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta :
Kencana.
Syafei,Rachmat.2001.fiqih muamalah.bandung:CV PUSTAKA SETIA.
Usman,Rachmadi.2002. Aspek – Aspek Hukum Perbankan Islam di
Indonesia.Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
komalah,lala.2013.pegadaian Syariah lengkap.(Online),(
http://pegadaiansyariahlala.blogspot.com/2013/05/pegadaian-
syariah-lengkap.html. Diakses tanggal 17 desember 2013)
15