unud-415-1876903488-tesis

116
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Salah satu badan air yang merupakan kekayaan sumberdaya air adalah 1

Transcript of unud-415-1876903488-tesis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air

merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada

kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi

malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas

maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia,

baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk

kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.

Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan

mengakibatkan lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi

kesehatan dan keselamatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Penurunan

kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung

dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan

kekayaan sumberdaya alam. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar

tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar

oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga

secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara

kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.

Salah satu badan air yang merupakan kekayaan sumberdaya air adalah

1

2

sungai. Sungai merupakan sebuah fenomena alam yang terbentuk secara alamiah.

Fungsi sungai adalah sebagai penampung, penyimpan irigasi dan bahan baku air

minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya. Sungai merupakan suatu bentuk

ekositem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan

berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di

sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik

yang dimiliki oleh lingkungan di sekitarnya.

Sungai juga merupakan tempat yang mudah dan praktis untuk

pembuangan limbah, baik padat maupun cair, sebagai hasil dari kegiatan rumah

tangga, industri rumah tangga, garmen, peternakan, perbengkelan, dan usaha-

usaha lainnya. Dengan adanya pembuangan berbagai jenis limbah dan sampah

yang mengandung beraneka ragam jenis bahan pencemar ke badan-badan

perairan, baik yang dapat terurai maupun yang tidak dapat terurai akan

menyebabkan semakin berat beban yang diterima oleh sungai tersebut. Jika

beban yang diterima oleh sungai tersebut melampaui ambang batas yang

ditetapkan berdasarkan baku mutu, maka sungai tersebut dikatakan tercemar, baik

secara fisik, kimia, maupun biologi.

Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 menyebutkan bahwa

sepuluh sungai di Provinsi Bali telah mengalami penurunan kualitas, karena

terkontaminasi limbah. Kesepuluh sungai yang terkena limbah tersebut, antara

lain Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad Pakerisan,

Tukad Unda, Tukad Sangsang, Tukad Saba, Tukad Bubuh, dan Tukad Yeh Sungi.

Sungai tersebut masih digunakan sebagai tempat untuk mandi dan kebutuhan lain.

3

Sungai-sungai tersebut terindikasi mengandung Biological Oxygen Demand

(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), lapisan minyak, phosfat dan lainnya.

Limbah tersebut bersumber dari kegiatan rumah tangga, aktivitas komersial,

seperti usaha pembuatan tempe dan tahu, kegiatan peternakan, sablon dan lainnya

(BLH Provinsi Bali, 2009).

Tukad Yeh Sungi merupakan salah satu sungai dari sepuluh sungai telah

mengalami penurunan kualitas, karena terkontaminasi limbah. Tukad Yeh Sungi

merupakan tukad lintas Kabupaten yang melintasi Kabupaten Tabanan dan

Badung yang pada aliran air di daerah hilir dipergunakan sebagai sumber bahan

baku air minum. Sungai/Tukad Yeh Sungi bermuara di perbatasan wilayah

Kabupaten Tabanan dan Badung. Beberapa parameter pencemar yang telah

melampaui baku mutu yaitu : BOD, COD, Total Fosfat, Total coliform, dan

Faecal coliform.

Berdasarkan data tersebut dan terkait dengan pemanfaatannya sebagai air

baku air minum menimbulkan ide untuk mengadakan penelitian di Tukad Yeh

Sungi sehingga diketahui tingkat pencemaran yang terjadi sebagai upaya

mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

4

1. Bagaimana sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada

perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi pada hulu,

tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi ?

2. Bagaimana Indeks Pencemaran Tukad Yeh Sungi pada wilayah hulu,

tengah dan hilir ?

3. Bagaimana kualitas air Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan

biologi ?

1.3. Tujuan Penelitian

2. Menentukan sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada

perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi pada tengah dan

hilir Tukad Yeh Sungi.

3. Menentukan Indeks Pencemaran pada hulu, tengah dan hilir Tukad

Yeh Sungi.

4. Mengetahui kualitas air pada Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan

biologi.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam

pengendalian pencemaran yang terjadi di Tukad Yeh Sungi.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi upaya pemeliharaan dan pemanfaatan

Tukad Yeh Sungi.

3. Memberikan data dan informasi awal bagi para peneliti untuk

melaksanakan penelitian lanjutan.

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat

penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan

kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama

pembangunan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010).

Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara

berlimpah-limpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi

keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor (Effendi,

2003). Dari sekitar 1.386 juta km3 air yang ada di bumi, sekitar 1.337 km3

(97,39%) berada di samudera atau lautan dan hanya sekitar 35 juta km3 (25,53%)

berupa air tawar di daratan dan sisanya dalam bentuk gas/uap. Jumlah air tawar

tersebut sebagian besar (69%) berupa gumpalan es dan glasier yang terperangkap

di daerah kutub, sekitar 30% berupa air tanah dan hanya sekitar 1% terdapat

dalam sungai, danau dan waduk (Suripin, 2002). Kuantitas air di alam ini

jumlahnya relatif tetap namun kualitasnya semakin lama semakin menurun.

Kuantitas/jumlah air umumnya dipengaruhi oleh lingkungan fisik daerah seperti

curah hujan, topografi dan jenis batuan sedangkan kualitas air sangat dipengaruhi

oleh lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk dan kepadatan sosial (Hadi

dan Purnomo, 1996 dalam Lutfi, 2006). Air yang memadai bagi konsumsi

manusia hanya 0,003% dari seluruh air yang ada (Effendi, 2003).

5

6

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan

bumi dibandingkan habitat laut dan daratan namun habitat ini mempunyai

kepentingan bagi manusia yang jauh lebih berarti karena habitat air tawar

merupakan sumber air yang praktis dan murah untuk berbagai keperluan, baik

rumah tangga, domestik, maupun industri. Selain itu ekosistem air tawar

menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1996).

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi

tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-

ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik

hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi

atau yang dikenal sebagai siklus air. Kegiatan sosial-ekonomi dan budaya

masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS,

seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin

meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang

disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada

perubahan kondisi tata air DAS.

Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan

kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah

konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang

diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas

lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya

berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan

7

penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan

masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya.

Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata pemanfaatannya agar dapat digunakan

untuk berbagai keperluan antara lain pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan,

peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman (Bappedal Jateng,

2002).

Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang

searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta

sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan),

jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin

besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air

semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan

dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair

jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar,

tebingnya curam atau landai badan air dalam, keruh dan aliran air lambat

(Mulyanto, 2007). Menurut Newson (1997) sungai merupakan bagian lingkungan

yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas manusia di

sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah

hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran

sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum,

1996).

Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri (self

purification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan kadar

8

oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas. Kemampuan sungai

dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju

aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk (Lehler dalam

Miller, 1975).

Kemampuan sungai untuk memulihkan diri sendiri dari pencemaran

dipengaruhi oleh (1) laju aliran air sungai, (2) berkaitan dengan jenis bahan

pencemar yang masuk ke dalam badan air. Senyawa nonbiodegradable yang

dapat merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan

secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis pada rantai makanan (Lehler dalam

Miller, 1975).

2.3 Gambaran Umum Tukad Yeh Sungi

Tukad Yeh Sungi merupakan sungai lintas kabupaten dengan daerah

aliran terletak disebelah Timur Kabupaten Tabanan yang berbatasan langsung

dengan wilayah administrasi Kabupaten Badung. Sungai-sungai yang melintas di

Kabupaten Tabanan pada bagian timur merupakan sungai yang mengalir

sepanjang tahun karena hampir semua hulunya terletak di Kecamatan Penebel dan

Kecamatan Baturiti yang merupakan daerah resapan air dan merupakan sungai

dengan sumber mata air dalam jumlah yang banyak. Debit air dari mata air pada

dua Kecamatan tersebut memiliki total debit air paling tinggi di bandingkan

dengan debit air dari mata air di kecamatan lain karena kecamatan ini terletak

pada dataran tinggi dengan perkebunan tanaman tahunan dan berdekatan dengan

punggung dari wilayah bergelombang yang menjorok ke pantai yang telah

9

mengalami pengikisan selama ratusan tahun (Kantor Lingkungan Hidup

Kabupaten Tabanan, 2010).

Panjang aliran Tukad Yeh Sungi 40,5 km dan luas daerah pengaliran

sungai 39,2 km². Daerah hulu terletak di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan

dan bermuara di wilayah Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. (BLH

Provinsi Bali, 2009). PDAM Kabupaten Tabanan sebagai punyuplai air bersih

bagi masyarakat di Kabupaten Tabanan mengembangkan pemanfaatan sumber air

di daerah muara Tukad Yeh Sungi sebagai air baku air minum (Kantor

Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2009)

2.4 Pencemaran

Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak

menguntungkan, sebagian karena tindakan-tindakan manusia yang disebabkan

oleh perubahan pola pembentukan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-

bahan fisika, kimia dan jumlah organisme. Perubahan ini dapat mempengaruhi

manusia secara langsung atau tidak langsung melalui hasil pertanian, peternakan,

benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Fardiaz. 1992)

Menurut Hidayat (1981), pada dasarnya pencemaran lingkungan dapat

dibagi dalam tiga tingkatan yaitu : (1) gangguan, merupakan bentuk pencemaran

yang paling ringan, (2) pencemaran temporer, berjangka pendek karena alam

mampu mencernakannya sehingga lingkungan dapat kembali seperti semula, dan

(3) pencemaran permanen, bersifat tetap karena alam tidak mampu kembali

mencernakannya (dikenal sebagai perubahan sumberdaya alam).

10

Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009) adalah masuk atau

dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam

lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu

lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

2.4.1 Pencemaran Air

Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya. Jadi

pencemaran air adalah suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan

dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor

penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2004).

Cottam (1969) mengemukakan bahwa pencemaran air adalah

bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap tindakan manusia yang

mempengaruhi kondisi perairan sehingga mengurangi atau merusak daya guna

perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar terhadap

perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi produk baru

dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan (Darsono, 1992).

Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau

komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas

manusia sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah

tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain seperti sebelum terkena pencemaran.

Polusi air merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal.

Ciri-ciri yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan

polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi (Sumengen, 1987).

11

2.4.2 Hal-hal yang Umumnya Menjadi Penyebab Pencemaran di dalam Perairan.

Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan

pencemaran sungai-sungai, terutama sungai – sungai yang melintasi daerah

perkotaan dimana sebagian air bekas kegiatan manusia dibuang ke sistem

perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu. Hal ini

menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992).

Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat

dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber

langsung meliputi effluent yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pemrosesan

Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang

memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan

air tanah mengandung mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk

dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia

yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran

air dapat juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan

pertanian (Suriawiria, 1996).

Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh

Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat

pada Tabel 2.1

12

Tabel 2.1

Jenis Pencemar dan Sumbernya

Sumber Tertentu (point source)

Sumber Tak Tentu (non point source)

Jenis Pencemar Limbah

Domestik Limbah Industri

Limpasan Daerah

Pertanian

Limpasan Daerah

Perkotaan

1. Limbah yang dapat menurukan kadar oksigen

X X X X

2. Nutrien X X X X

3. Patogen X X X X 4. Sedimen X X X X

5. Garam-garam - X X X 6. Logam yang toksik - X - X

7. Bahan organik yang toksik - X X -

8. Pencemaran panas - X - -

Sumber : Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003)

2.4.3. Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik

industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa

sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik

lainnya (grey water). Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kementerian Negara

Lingkungan Hidup, 2009), limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau

kegiatan.

Limbah cair adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah, bisnis

dan industri. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

13

terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari

padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan an-organik.

Pelimbahan akan berbeda kekuatan dan komposisinya dari suatu kota ke kota

yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaan-

kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan dan pemakaian air

perkapita. Tidak ada dua jenis sampah yang benar-benar sama. Pelimbahan pada

kota-kota non industri, kebanyakan terdiri dari sampah domestik yang murni

(Mahida, 1986).

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak

dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau

secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa

anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat

berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,

sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan

yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

2.4.4. Komponen Limbah Cair

Komponen limbah cair (Tchobanoglous and Eliassen dalam Soeparman,

2001) antara lain limbah cair domestik (domestic waste water), limbah cair

industri (industrial waste water), rembesan dan luapan (infiltration and inflow).

Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan,

perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Limbah cair domestik

mengandung susunan senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis. Senyawa

ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Penyusun

14

utamanya berupa polysakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats)

dan asam nukleat (nucleic acid).

Sugiharto (1987) menyebutkan bahwa komposisi yang sangat bervariasi dari

setiap tempat dan setiap saat sesuai dengan sumber asalnya. Secara garis besar zat

yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Komposisi dan Persentase Komponen Bahan Organik dalam Limbah (Sugiharto,

1987)

2.4.5 Indikator Pencemaran Perairan

Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk

dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan,

antara lain parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003).

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya

perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

- Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya

perubahan warna, bau dan rasa.

Air Limbah

Air (99, 9%) Bahan Padat (0,1 %)

Organik (70%) An Organik (30%)

Protein (65 %) Karbohidrat (25

%) Lemak (10 %)

Butiran Garam

Metal

15

- Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

- Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah

pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO),

kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta

kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).

Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan

pencatatan debit air agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debit

badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya

(Irianto dan Machbub, 2003).

- Parameter Fisika

a. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan

air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini

erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan

untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek

kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan

beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air

menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air

lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan

air lainnya akan mati. (Fardiaz, 1992)

16

b. Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan

cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion,

total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran.

Makin tinggi konduktivitas dalam air, air akan terasa payau sampai asin. (Mahida,

1986).

c. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) dan Total Padatan

Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)

Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami

evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang

terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel Tabel

2.2.

Tabel 2.2

Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter

Klasifikasi Padatan Ukuran Diameter (μm) Ukuran Diameter (mm)

Padatan terlarut <10-3 <10-6

Koloid 10-3 – 1 10-6 – 10-3

Padatan tersuspensi >1 >10-3

Sumber : APHA, 1989

Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam air limbah

setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro. Total

padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik

terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam

badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan

17

kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton,

sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya

menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi

yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama,

menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga

mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya.

Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti

ikan karena tersaring oleh insang.

Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi

cahaya ke dalam air. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam

analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi

kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.

Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu

pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna

perairan. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang

tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm.

Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut

dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah

bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh

air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut

air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.

d. Kekeruhan dan Kecerahan

18

Mahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di

dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan

umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat,

lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya.

Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat

menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada

proses penjernihan air.

- Parameter Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar

tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7

adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7

dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat,

bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-

asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah

buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai

pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur

renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak

ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

19

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam

bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya

dinyatakan dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapat

berkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable.

Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang

anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi

persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi

persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen

bebas dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh

dan berkembang adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992)

Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi.

Pada tekanan tertentu, kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Faktor

lain yang mempengaruhi kelarutan oksigen adalah pergolakan dan luas

permukaan air terbuka bagi atmosfer (Mahida, 1986). Persentase oksigen di

sekeliling perairan dipengaruhi oleh suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian

tempat dan plankton yang terdapat di perairan (di udara yang panas, oksigen

terlarut akan turun). Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika

dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar. Daya larut O2 dalam air

limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji,

1995)

Terbatasnya kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air

untuk membersihkan dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air

limbah untuk mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran. Oksidasi biologis

20

meningkat bersama meningkatnya suhu perairan sehingga kebutuhan oksigen

terlarut juga meningkat (Mahida, 1986).

Ibrahim (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan

bervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20

ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air tergantung juga pada aktivitas

fotosintesis organisme di dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan

mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam

umumnya < 2 ppm. Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan

instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0

ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995).

c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)

Biochemical Oxygen Demand merupakan ukuran jumlah zat organik yang

dapat dioksidasi oleh bakteri aerob/jumlah oksigen yang digunakan untuk

mengoksidasi sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob. BOD5

merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan

dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh

bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan

mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat

menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada

tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik yang dapat

mengakibatkan kematian organisme akuatik.

Menurut Mahida (1981) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran

limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk

21

menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang

telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200C. Nilai BOD

yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air

limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30

ppm.

Kristianto (2002) menyatakan bahwa uji BOD mempunyai beberapa

kelemahan di antaranya adalah: (1) dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang

dikonsumsi oleh bahan-bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang

disebut juga Intermediate Oxygen Demand, (2) uji BOD membutuhkan waktu

yang cukup lama, yaitu lima hari (3) uji BOD yang dilakukan selama lima hari

masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68 % dari total

BOD, (4) uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air

tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil

uji BOD kurang teliti.

d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat

didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.

Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling

baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat

didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji

COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

22

bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan

organik yang terdapat di dalam air.

Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara

cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa organik

tersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik

menjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi,

sehingga menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang

sama. Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan

mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enam

persen hasil uji COD yang selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil uji

BOD selama lima hari (Kristianto, 2002).

e. Fosfat (PO4)

Keberadaan fosfor dalam perairan adalah sangat penting terutama berfungsi

dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga

berguna di dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP)

dan adenosine difosfate (ADP) (Boyd, 1982)

Menurut Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair

dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam

atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap

senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di

dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan

pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.

Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang

23

menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri

pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air

buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.

Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air

minum adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar

antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang

eutrof.

- Parameter Biologi

Air mempunyai peranan untuk kehidupan manusia, hewan tumbuh-

tumbuhan dan jasad lain. Salah satu sumber daya air yang dipergunakan untuk

memenuhi kebutuhan manusia adalah sungai. Sungai sering dipakai untuk

membuang kotoran baik kotoran manusia, hewan maupun untuk pembuangan

sampah, sehingga air yang terdapat dalam sungai tersebut sering mengandung

bibit penyakit menular seperti disentri, kolera, tipes dan penyakit saluran

pencernaan yang lain. Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme

pathogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman,

pertanian dan peternakan.

Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan

air adalah bakteri Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang

tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan

sehingga disebut juga Faecal coliform. Faecal coliform adalah anggota dari

coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan merupakan

24

bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi,

2003).

Alaerts dan Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal coliform merupakan

bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena Faecal

coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut

terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan

tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Bakteri coliform lainnya berasal

dari hewan dan tanaman mati disebut dengan koliform non fecal.

2.5 Baku Mutu Lingkungan Hidup

Baku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau

kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar

yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur

lingkungan hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), sedangkan

baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau

komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya dalam air .

Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi

kelangsungan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya,

sehingga dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya melestarikan fungsi air.

Upaya yang dilakukan adalah dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian

pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi

sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

25

Pencemaran Air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga

tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjaga agar

kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air

dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai dengan baku mutu air melalui

upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air

(Pemerintah Republik Indonesia, 2001).

Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air yang dilakukan

oleh Pemerintah Provinsi Bali akibat makin meningkatnya kegiatan pembangunan

yang mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga

dapat mengancam kelangsungan hidupnya yang ditimbulkan oleh limbah yang

dibuang ke dalam media lingkungan hidup adalah dengan disusunnya Peraturan

Daerah tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

(Pemerintah Provinsi Bali, 2005). Tindak lanjut dari Peraturan Daerah maka

Pemerintah Provinsi Bali menyusun Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007

tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup

yaitu sebagai dasar dalam penetapan kelas air di Provinsi Bali.

Arti penting baku mutu lingkungan adalah untuk mencegah terjadinya

pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas

manusia, sebagai penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup serta untuk

pengendalian terhadap pencemaran lingkungan.

2.6 Status Mutu Air Sungai

Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar

atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan

26

membandingkan terhadap baku mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk

melakukan penilaian status mutu air pada suatu sumber air, yaitu diantaranya

yang disajikan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115

Tahun 2003 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003), tentang Pedoman

Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan Metoda Storet dan Metoda Indeks

Pencemaran.

Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat

memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan

air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas

jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Metode ini

menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat tidaknya air yang diperiksa

dipakai untuk penggunaan tertentu dengan nilai – nilai parameter tertentu.

Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran (Kementerian Negara

Lingkungan Hidup, 2003) adalah :

a) Memilih parameter menjadi tiga kelompok.

b) Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan

cuplikan

c) Menentukan nilai rata – rata dan maksimum dari keseluruhan data, masing-

masing dinyatakan sebagai (Ci/Lij) R dan Ci/Lij M

d) Menentukan nilai PIj dengan perhitungan :

27

PIj = (Ci/Lij) 2M + (Ci/Lij) 2

R

2

Keterangan :

(Cij/Lij) R = konsentrasi parameter kualitas air rata - rata

(Cij/Lij) M = konsentrasi parameter kualitas air maksimum

Pij = Indeks Pencemaran

Evaluasi terhadap nilai PI (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003) adalah:

0 ≤ PIj ≤ 1,0 kondisi baik (memenuhi baku mutu)

1,0 < PIj ≤ 5,0 tercemar ringan

5,0 < PIj ≤ 10,0 tercemar sedang

PIj > 10,0 tercemar berat

28

BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berfikir Penelitian

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan

peningkatan aktivitas pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

pada akhirnya akan memacu peningkatan aktivitas di segala bidang. Kondisi ini

berpotensi menyebabkan besarnya volume limbah yang dihasilkan oleh aktivitas

tersebut. Bahan pencemar yang berasal baik dari aktivitas perkotaan (domestik),

industri, pertanian dan sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run

off), langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan

perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi pada perairan sungai tersebut yang

pada akhirnya menimbulkan pencemaran. Pencemaran pada badan air selalu

berarti turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu akan menyebabkan air

tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Tukad Yeh Sungi merupakan sungai lintas kabupaten yang melintasi

Kabupaten Tabanan dan Badung. Tukad Yeh Sungi bukan merupakan sungai

yang bermuara di laut, melainkan menjadi satu dengan muara Tukad Yeh Penet,

yang terletak di Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. Aliran air pada

daerah muara dipergunakan sebagai air baku air minum oleh PDAM Kabupaten

Tabanan. Data Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 (BLH

Provinsi Bali, 2009) menunjukkan bahwa pada Tukad Yeh Sungi terdapat

beberapa parameter pencemar yang telah melampaui baku mutu yaitu : BOD,

COD, Fosfat, Total coliform, dan Faecal coliform. Berdasarkan data tersebut dan

mengingat pemanfataanya sebagai air baku air minum maka dipandang perlu

28

29

melaksanakan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara

bijaksana dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan

mendatang serta untuk menjaga agar keseimbangan ekologis tetap terjaga.

Rangkaian penelitian yang dilakukan adalah menentukan karakter sumber

pencemar dengan melakukan identifikasi terhadap sumber pencemar dan

melakukan analisis kualitas air dibandingkan dengan baku mutu untuk

mengetahui tercemar atau tidak tercemarnya badan perairan akibat limbah yang

dihasilkan dari aktivitas masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1

Kerangka Berpikir Penelitian

3.2 Kerangka Konsep Penelitian Sungai sebagai salah satu sumber daya air selama ini telah dimanfaatkan

sebagai sumber air baku air minum, sumber air sektor industri, untuk pengairan,

untuk badan air penerima berbagai limbah dan lain-lain. Sungai seringkali

Pengukuran In Situ

Tukad Yeh Sungi

Pengambilan Sampel Air

Pengukuran Ex Situ (Laboratorium)

Limbah yang berasal dari aktivitas manusia

Tercemar / Tidak Tercemar

Analisis Data 1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan

dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007.

2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran

30

dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah hasil kegiatan

manusia, yang dapat menambah beban pencemaran (Widyastuti dan Marfa, 2004).

Oleh karena itu, untuk melestarikan sumber daya air diperlukan upaya

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan

memperhatikan keseimbangan ekologis. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan

untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap

dalam kondisi alamiahnya. Demikian pula pengendalian pencemaran air

dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui

upaya pencegahan dan mengendalikan masukan bahan-bahan pencemar terutama

yang berasal dari kegiatan manusia serta penanggulangan pencemaran air serta

pemulihan kualitas air.

Salah satu upaya mencegah sedini mungkin terjadinya pencemaran oleh

bahan - bahan tertentu di perairan adalah dengan melaksanakan kegiatan

pemantauan kualitas air secara rutin dan terstruktur oleh pemerintah sesuai

kewenangannya. Melalui kegiatan pemantauan nantinya dapat dilakukan evaluasi

terhadap kualitas air sehingga sangat menunjang dalam menetapkan suatu

kebijakan yang strategis dalam pencegahan dan pengendalian terhadap degradasi

kualitas air.

Ruang lingkup penelitian meliputi : identifikasi sumber-sumber pencemar

dan analisis kualitas air dengan melakukan pengamatan terhadap parameter fisika,

kimia air serta biologi pada Tukad Yeh Sungi dibandingkan dengan baku mutu air

kelas 1 berdasarkan ketentuan Peraturan Gubernur Bali Nomor 08 Tahun 2007

tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan

31

Hidup (Pemerintah Provinsi Bali, 2007). Penentuan status mutu air Tukad Yeh

Sungi bertujuan untuk mengetahui tingkat kondisi mutu airnya apakah

menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada dalam waktu tertentu dengan

mempergunakan Metode Indeks Pencemaran sesuai dengan ketentuan Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman

Penentuan Status Mutu Air (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003).

Penentuan status mutu air dilakukan dengan menggunakan metode Indeks

Pencemaran untuk memperoleh evaluasi setiap kali sampling diambil, yaitu

minimal sebanyak 3 kali pemantauan serta untuk menentukan tingkat pencemaran

relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow,1974 dalam

Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003). Secara ringkas konsep penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3.2.

32

Gambar 3.2

Kerangka Konsep Penelitian

Tukad Yeh Sungi

Analisis Kualitas Air - Fisik : Debit, TSS, TDS, Suhu, Daya Hantar

Listrik - Kimia : pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat - Biologi : Total coliform dan Faecal coliform

Pengambilan Sampel Air

Analisis Data 1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan

dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007.

2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran

Tercemar/Tidak tercemar

Pengukuran In Situ : Debit, TDS, Suhu, Daya Hantar Listrik, pH, DO

Pengukuran Ex Situ : BOD, COD, Fosfat, TSS, Total coliform dan Fecal coliform

Rekomendasi

33

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan pedoman bagi seorang peneliti dalam

melaksanakan penelitian agar data dapat dikumpulkan secara efisien, efektif serta

dapat diolah dan dianalisis sesuai tujuan yang ingin dicapai. Manfaat rancangan

penelitian adalah : (1) memberi pegangan yang lebih jelas kepada peneliti dalam

melakukan penelitian, (2) menentukan batas-batas penelitian yang bertalian

dengan tujuan penelitian, (3) memberi gambaran yang jelas tentang apa yang

harus dilakukan dan memberi gambaran tentang macam-macam kesulitan yang

akan dihadapi pada saat melakukan penelitian.

Merujuk pada kondisi perairan Tukad Yeh Sungi yang dituangkan dalam

Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2009, memunculkan ide untuk

mengadakan penelitian pada perairan tersebut. Untuk mendukung ide tersebut

maka perlu dilakukan studi kepustakaan mengenai situasi dan kondisi yang

terdapat di Daerah Aliran sungai tersebut. Data sekunder yang diperlukan adalah

peta DAS, aktivitas yang terdapat di sepanjang Tukad Yeh Sungi yang bertujuan

untuk menentukan lokasi dan cara pengambilan sampel. Ide penelitian

dituangkan dalam usulan penelitian. Usulan penelitian merupakan acuan dalam

melaksanakan penelitian di lapangan. Data primer yang diperoleh dari

pengambilan sampel air maupun data sumber pencemar yang menyebabkan

turunnya kualitas air kemudian dianalisis dengan Metode Indeks Pencemaran

33

34

sehingga diketahui Status Mutu Air Tukad Yeh Sungi. Secara singkat penelitian

ini dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : (a) mengumpulkan dan

mempelajari pustaka yang ada kaitannya dengan topik penelitian, (b) orientasi

lapangan, (c) menentukan wilayah penelitian, (d) menentukan variabel penelitian,

(e) pengumpulan data primer dan data sekunder seperti : peta, data debit sungai,

aktivitas manusia, data kualitas air, (f) analisis data, (g) hasil dan pembahasan

dan (h) simpulan dan saran. Secara skematis tahapan pelaksanaan penelitian dapat

dilihat pada Gambar 4.1.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Tukad Yeh Sungi karena merupakan sungai yang

sangat potensial yaitu dimanfaatkan sebagai sumber air baku bagi PDAM, irigasi

pertanian, dan aktivitas manusia laiinya. Muaranya terletak di perbatasan wilayah

Kabupaten Tabanan dan Badung dengan panjang aliran 40,5 km. Pengambilan

sampel kualitas air dilakukan di titik pantau 1: Br. Palian, Desa Luwus,

Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, titik pantau 2: Br. Dakdakan, Desa

Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, titik pantau 3: Br. Nyanyi,

Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dasar penentuan titik

pantau tersebut adanya perbedaan karakteristik dan aktifitas pada masing –

masing titik pantau.

Pengambilan sampel air dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 selama 3

(tiga) minggu hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak stabil serta

pengulangan sebanyak 3 minggu diharapkan mendekati kondisi yang sebenarnya

dengan 9 (Sembilan) kali pengambilan dengan rincian sebagai berikut : minggu I

35

dilaksanakan tanggal 3, 5 7 Oktober 2011, minggu II dilaksanakan tanggal 10,12,

14 Oktober 2011 dan minggu III dilaksanakan tanggal 17, 19, 21 Oktober 2011.

Peta Lokasi Tukad Yeh Sungi dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.1

Skema Rancangan Penelitian

Pengambilan Sampel Air

Ide Penelitian

Identifikasi Aktivitas Masyarakat

Studi Kepustakaan/ Pengumpulan Data Sekunder

Rancangan Usulan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Pengukuran Kualitas Air (in situ dan ex situ)

Simpulan dan Saran Hasil dan Pembahasan

Observasi Lapangan dan wawancara

Analisis Data

36

Gambar 4.2

Peta Lokasi Penelitian

(Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010)

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan pada Tukad Yeh Sungi mencakup :

1. Identifikasi terhadap sumber pencemar yang menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas air. Identifikasi dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yaitu

wilayah I yang meliputi daerah hulu – tengah dengan karakteristik yang

didominasi oleh areal pertanian dan pemukiman yang relatif cukup jauh dari

Lokasi Penelitian

37

sungai dan wilayah II yang meliputi daerah tengah – hilir yang meliputi

dengan karakteristik yang didominasi oleh pemukiman penduduk yang padat

serta adanya kegiatan industri/usaha. Dasar pertimbangan penentuan masing-

masing wilayah tersebut adalah bahwa karakteristik dan aktivitas pada kedua

wilayah tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan sehingga

diketahui dampak yang terjadi pada masing-masing wilayah tersebut.

2. Analisis kualitias air, mempergunakan baku mutu sebagai pembanding untuk

kelayakan kualitas parameter sungai yaitu baku mutu air kelas I berdasarkan

Peraturan Gubernur Bali No 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan

Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dengan alasan bahwa

peruntukan air sungai sebagai air baku bagi PDAM Kabupaten Tabanan.

3. Data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis dengan Metode Indeks

Pencemaran untuk mengetahui status mutu air Tukad Yeh Sungi.

4.3.1. Metode Pengambilan Sampel Air

Metode yang dipergunakan dalam pengambilan sampel air oleh peneliti

bersama tim dari UPT Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali adalah sampel

gabungan (composite sampel) yaitu dengan cara mengambil sampel air dari

beberapa titik dengan menggunakan alat botol sampel yang terbuat dari plastik

untuk parameter fisika serta kimia dan untuk parameter mikrobiologi dengan botol

kaca yang telah steril pada satu titik pantau kemudian dijadikan satu pada

kedalaman 30 cm dari permukaan perairan sehingga diperoleh gambaran kondisi

perairan yang sesungguhnya.

38

4.3.2. Penentuan Titik Pantau

Penentuan titik pantau air dilakukan dengan cara purposive sampling

yaitu dengan memperhatikan berbagai pertimbangan masukan limbah rumah

tangga, limbah pertanian serta limbah usaha dan dari berbagai kegiatan manusia

yang berlangsung di DAS dan dampak yang ditimbulkan pada sungai tersebut

sehingga dapat diketahui kualitas air sebelum memasuki kawasan penelitian dan

perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti pada

daerah pemukiman, industri maupun pertanian. Pengambilan titik sampel di

sungai dilakukan pada lokasi dimana air sungai tersebut telah betul-betul

homogen atau tercampur dengan baik. Verifikasi bahwa pada titik sampel tersebut

sudah terjadi percampuran air sungai yang baik maka perlu dilakukan

pemeriksaan homogenitas dengan cara pengambilan beberapa sampel pada titik

sepanjang lebar dan kedalaman sungai untuk dianalisis beberapa parameter yang

khas seperti pH dengan alat pH meter, temperatur dengan alat termometer dan

oksigen terlarut dengan metode titrasi langsung dilapangan. Jika hasil yang

diperoleh tidak berbeda secara signifikan maka suatu titik sampling dapat

ditentukan di tengah aliran atau titik lain yang mudah pengambilannya. Bila hasil

analisis berbeda nyata dari satu titik dengan yang lainnya maka perlu diambil

sampel dari beberapa titik yang dilalui aliran dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Titik Pantau 1 : Br. Palian, Ds. Luwus, Baturiti, Tabanan

(Hulu) S : 08° 24’ 2,87” E : 115° 11’ 5,43”

2. Titik Pantau 2 : Br. Dakdakan, Ds Abiantuwung, Kediri, Tabanan

(Tengah) S : 08° 33’ 6,65” E : 115° 09’ 3,28”

39

3. Titik Pantau 3 : Banjar Nyanyi, Ds. Beraban, Kediri, Tabanan

(Hilir) S : 08° 37’ 0,78” E : 115° 06’ 7,78”

Peta lokasi titik pantau seperti terlihat pada Gambar 4.3.

PANDAK BADUNG

KUKUH

CAUBELAYU

SEMBUNG

CEPAKA

BERINGKIT

BELANWAK

MEKAR SARI

WERDIBUANA

MENGWI

SABONGANAYUNAN

DAHA

GULINGAN

MENGWI TANI

KABA KABA

BUWIT

MAMBU

BELALANG

MUNGGU

CEMAGI

KUWUM

LUWUS

ABIANTUWUNG

BANJARANYAR

TUA

PETAKA

MARGA

BERABAN

PANDAK GEDE

PEREAN

KEDIRI

DENAH TITIK PANTAU PADA TUKAD YEH SUNGI

KETERANGAN

Batas Desa

Tukad Sungi

Titik Pengambilan Sampel

NYITDAH

Gambar 4.3

Denah Titik Pengambilan Sampel pada Tukad Yeh Sungi

4.4 Penentuan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : data primer dan

data sekunder.

Tengah S: 08°33’6,65’’ E:115°09’3,28’’

Hulu. S: 08°24’2,87’’ E:115°11’5,43’’

Wilayah I

Wilayah II

Hilir S: 08°37’0,78’’ E:115°06’7,78’’

40

4.4.1. Data Aktivitas Manusia di Wilayah I dan Wilayah II

a. Data primer

Data primer ini diperoleh dari pengumpulan data dari informan dilakukan

dengan wawancara mendalam mengenai jenis kegiatan dan aktifitas yang terjadi

sepanjang tukad yeh sungi. Data yang diperoleh dari informan dituangkan dalam

tabel aktifitas sumber pencemar (Tabel 4.2). Selain itu, pengumpulan data primer

juga dilakukan melalui pengamatan (observasi).

Data primer yang dikumpulkan terdiri dari :

1. Faktor penyebab penurunan kualitas air.

2. Hubungan-hubungan antar berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas air

b. Data sekunder

Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah

DAS, buku, situs internet, jurnal - jurnal, skripsi dan tesis serta laporan

penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai

Data sekunder yang dikumpulkan:

1. Gambaran umum DAS dan profil masyarakat desa.

2. Hasil penelitian atau artikel pada jurnal mengenai pencemaran yang

terjadi pada DAS.

4.4.2 Data Kualitas Air

a. Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan (in-situ)

dan analisis laboratorium (ex-situ). Analisis secara ex-situ dilakukan pada

41

Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali dan Laboratorium Kantor Lingkungan

Hidup Kabupaten Tabanan.

b. Data Sekunder

Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah

DAS, buku, situs internet, jurnal-jurnal, skripsi dan tesis serta laporan

penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai.

4.5 Variabel Penelitian.

4.5.1 Variabel Kualitas Air

1. Fisika : debit air, suhu, kekeruhan, TDS dan TSS, daya hantar listrik.

2. Kimia : pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat.

3. Biologi : faecal coliform dan total coliform.

Pengambilan parameter di atas karena karakteristik daerahnya didominasi

oleh aktivitas pertanian dan pemukiman yang disertai dengan peternakan dan

beberapa kegiatan/usaha antara lain bengkel, laundry, pencucian mobil dll.

Parameter pengukuran secara in situ dan ex situ ditentukan dengan cara

seperti yang tercantum pada Tabel 4.1.

4.5.2 Variabel Aktivitas Manusia.

Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah yang masuk

ke perairan sungai dilakukan dengan wawancara dan dari data sekunder. Metode

survei digunakan untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam penurunan

kualitas air di sungai tersebut. Hal–hal yang diamati adalah (1) jenis

kegiatan/usaha yang ada, (2) jumlah kegiatan/usaha dan (3) lokasi. Variabel

aktivitas manusia ditampilkan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel 4.2.

42

Tabel 4.1

Parameter Kualitas Air yang Diukur, Metode Analisis dan Alat-alat Pengukuran

Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan

I. Fisika

Suhu 000C Pemuaian Thermometer

TSS TDS

mg/l Gravimetri Potensiometri

Timbangan analitik TDS Meter

Daya Hantar Listrik µs Potensiometri Conductovitymeter

Kekeruhan NTU Turbidimetri Turbidimeter II. Kimia

pH - Potensiometri pH meter DO mg/l Titrimetri winkler Peralatan titrasi

BOD5 mg/l Titrimetrik Peralatan titrasi COD mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer

Total Phosfat mg/l Spektrofotometrik Spektrofotometer III. Mikrobiologi

Fecal coliform MPN/100 ml Metode MPN Tabel MPN, filter Total coliform MPN/100 ml Metode MPN Tabel MPN, filter

Sumber : Alaerts dan Santika (1994)

Tabel 4 .2

Aktivitas Sumber Pencemar

No Jenis Kegiatan Jumlah Lokasi

1 Pemukiman

2 Laundry

3 Pertanian

4 Hotel/Villa

43

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :

seperangkat alat pengambilan sampel kualitas air, meteran, stop watch dan bola

pingpong, GPS, alat dokumentasi, komputer, peta sungai, wadah sampel air, dan

bahan pengawet,

4.7. Prosedur Penelitian

4.7.1.Parameter Fisika

a. Suhu

Alat yang dipergunakan adalah termometer gelas air raksa, pengukuran suhu

dilakukan dengan tujuan mengetahui suhu air dan suhu lingkungan.

Cara Kerja :

Termometer yang dipergunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan

termometer presisi atau dengan percobaan titik beku dan titik didih air.

Pengukuran sampel air sungai dilakukan secara in situ. Langkah pertama yang

harus dilakukan sebelum mengukur sampel air adalah dengan mencatat suhu

udara sekitar. Termometer gelas air raksa dicelupkankan ke dalam perairan,

ditunggu beberapa menit. Diangkat dan dicatat suhunya. Pengukuran temperatur

pada kedalaman tertentu adalah dengan memasang termometer pada water

sampler.

b. Total Suspended Solid (TSS)

Pengukuran TSS dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat atau jumlah

zat-zat yang tersuspensi di dalam 1000 ml air sampel yaitu dengan cara

menimbang berat zat-zat tersuspensi dalam air yang tertinggal pada kertas saring.

44

Metode :yang dipergunakan adalah Gravimetri dan cara kerjanya adalah : (1)

ditimbang dan dicatat berat kertas saring bersih yang dipakai (A gram), (2)

Sebanyak 500 ml sampel air disaring dan disisihkan air yang telah disaring di

dalam gelas piala, (3) kertas saring yang telah dipakai tadi dikeringkan dengan

didiamkan pada suhu kamar, (4) selanjutnya kertas saring beserta padatannya

ditimbang (B gram) dan dihitung padatan tersuspensi air sampel tersebut.

Perhitungan :

1000 x (B – A) Volume sampel (ml)

= …………. gram/Liter.................................(1)

Keterangan :

A = berat kertas saring bersih yang akan dipakai.

B = berat kertas saring beserta padatannya.

c. Total Dissolved Solid (TDS)

Pengukuran TDS dilakukan untuk mengukur banyaknya zat padat total

dalam contoh uji dalam satuan mg/l. Alat yang digunakan untuk mengukur TDS

adalah TDS meter. Metode yang dipergunakan adalah Potensiometri.

Cara kerja:

Alat dihidupkan dengan menekan tombol mode, kemudian set ditekan untuk

mencari analisis TDS lalu ditunggu hingga pada layar tertera nilai ppm, kemudian

dimasukkan elektrode alat pada sampel yang diukur lalu ditunggu hingga nilai

yang tertera pada layar menunjukkan nilai yang stabil / tidak berubah-ubah dalam

satuan ppm. Nilai yang tertera pada alat merupakan nilai TDS yang terkandung di

dalam sampel yang diukur. Setelah selesai pengukuran eletroda TDS meter

45

diangkat dan dibilas dengan air suling / aquades lalu dikeringkan dengan tisue.

Kemudian alat matikan dengan menekan tombol mode hingga pada layar tidak

muncul nilai.

d. Kekeruhan

Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut

di dalam air, misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran

lainnya. Sungai yang keruh menyebabkan cahaya matahari yang masuk ke

permukaan air berkurang mengakibatkan menurunnya proses fotosinstesis oleh

tumbuhan air sehingga suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses

fotosintesis berkurang. Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap panas yang

mengakibatkan suhu air meningkat sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air

berkurang. Pengukuran kekeruhan air sungai diukur dengan turbidity meter.

Pengukuran ini dapat langsung dilakukan di lapangan dan secara otomatis nilai

kekeruhannya dapat diketahui dalam satuan NTU (Nephlometer Turbidity Units).

Metode yang digunakan adalah visual dengan turbidimeter Hellige. Cara uji

adalah dengan membandingkan intensitas cahaya yang melalui contoh air dengan

intensitas cahaya yang melalui larutan baku silika. Langkah-langkah pengukuran

kekeruhan adalah :

a. Alat turbidimeter dikalibrasi dengan tujuan untuk menjamin tingkat ketelitian

dalam pengukuran.

b. Cara pengoperasian alat

1. Ditekan tombol on/off untuk menghidupkan alat, ditunggu hingga layar

menyala dan tertera “Rd”.

46

2. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian ditutup lalu read

ditekan dan ditunggu hingga muncul nilai pada layar, nilai tersebut

merupakan nilai kekeruhan sampel.

e. Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk menghantarkan listrik.

Daya hantar listrik menunjukkan adanya bahan kimia terlarut seperti NaCl.

Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion logam berat yang

dilepaskan oleh bahan-bahan polutan. Daya hantar listrik dinyatakan sebagai

umhos/cm adalah konduktan dari suatu konduktor dengan panjang 1 cm dan

mempunyai penampang 1 cm2. Peralatan yang dipergunakan adalah

konduktometer. Konduktometer yang digunakan dikalibrasi terlebih dahulu

dengan cara alat dihidupkan kemudian tombol ditekan. Cara kerja untuk

pengukuran daya hantar listrik adalah :

a. Kalibrasi alat untu menjamin tingkat ketelitian hasil pengukuran.

b. Cara penggunaan

1. Electrode dicelupkan ke dalam wadah yang berisi sampel lalu dilihat pada

nilai yang tertera pada alat, ditunggu hingga nilai pada layar stabil.

2. Nilai yang tertera pada layar merupakan nilai sampel.

4.7.2 Parameter Kimia

a. pH

Besarnya angka pH dalam air dapat dijadikan indikator adanya

keseimbangan unsur-unsur kimia dan unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan

vegetasi akuatis. Kondisi pH air mempunyai peran penting bagi kehidupan

47

organisme yang ada di dalamnya (Odum, 1996). Alat yang dipergunakan adalah

pH meter

Cara Kerja :

Alat dihidupkan dengan menekan tombol on/off, kemudian ditekan Cal

hingga muncul insert pH pada layar monitor, selanjutnya elektroda dimasukkan

ke larutan buffer pH 7, setelah itu Cal ditekan sampai muncul nilai 7 pada layar

monitor. Eletroda diangkat dibilas menggunakan akuades. Langkah selanjutnya

Cal ditekan sampai muncul insert buffer pH 4 pada layar monitor, lalu eletroda

pH dimasukkan ke dalam larutan buffer pH 4 sampai muncul nilai pH 4 pada

layar monitor. Setelah selesai dikalibrasi, alat dapat digunakan dengan cara

sebagai berikut : (1) elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan di ukur (2)

kemudian tombol read pada alat ditekan, ditunggu hingga nilai pada alat stabil.

Angka yang stabil tersebut merupakan nilai pH pada sampel yang diukur.

b. DO (Dissolved Oxygen)

Pengukuran DO dilakukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah oksigen

yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dalam mendegradasi bahan buangan

organik secara aerob (Fardiaz, 1992). Metode yang dipergunakan untuk analisis

oksigen terlarut di lapangan dan di laboratorium adalah metode titrasi.

Alat dan bahan yang dipergunakan adalah :

- Botol Winkler, pipet tetes, perangkat titrasi, pipet volume

- Iodida alkali (perekasi Winkler), H2SO4 pekat, larutan Mangan sulfat/ MnSO4

48 %.Natrium tiosulfat 0,025 N , Indikator amylum 1 %

Cara Kerja Metode titrasi :

48

a. Sebanyak 1 ml MnSO4 ditambahkan ke dalam sampel di dalam botol Winkler,

lalu dikocok dan ditunggu hingga terbentuk endapan.

b. Sebanyak 1 ml larutan alkali iodida azide ditambahkan. Setiap penambahan

pereaksi dihindarkan terjadinya gelembung udara, kemudian dikocok dengan

membalik-balikkan botol beberapa kali sampai terbentuk endapan. Jika proses

pengendapan sudah sempurna (endapan terjadi kira-kira ½ bagian botol)

kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat, yang dialirkan melalui dinding

bagian dalam dari leher botol, kemudian ditutup kembali. Selanjutnya dikocok

hingga endapan larut. Sebanyak 100 ml sampel tersebut diambil, lalu dititrasi

dengan larutan Natrium tiosulfat 0,025 N sampai berwarna coklat muda.

Ditambahkan indikator amilum (biru) 1 ml (timbul warna biru). Dititrasi

kembali dengan larutan Natrium tiosulfat, dari biru sampai menjadi bening.

Dicatat berapa ml Natrium tiosulfat yang dipakai.

Perhitungan :

Kadar oksigen terlarut (DO) dengan titrasi

ml. titran x N thiosulfat x 8000 (ml contoh)

DO (mg/L) = ………………………..(2)

c. ` BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah oksigen

yang dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan

organik yang ada dalam air secara aerob, pengukuran BOD dilakukan selama lima

hari. Nilai BOD tinggi berarti jumlah bahan buangan yang ada dalam air tinggi

(Wardhana, 1995).

49

Alat : Botol Winkler, pipet tetes, pipet volumetric, Erlenmeyer, buret dan statif

Bahan yang dipergunakan dapat dilihat pada pemeriksaan O2 (DO)

Cara kerja :

Sebanyak 100 ml sampel air disaring dari lumpur, kemudian diambil 75 ml

sampel air yang telah disaring, diencerkan dengan aquadest 100X dan dimasukkan

ke dalam 2 botol Winkler. Disimpan dalam keadaan gelap (dibungkus dengan

kertas karbon atau plastik hitam) dan ditempat yang gelap. Dicatat suhu air dan

jam penyimpanan. Dihitung kadar O2 nya setelah 5 hari kemudian. Terhadap

sampel juga dihitung kadar O2 sesaat. Kemudian dicatat kadarnya.

Perhitungan : Kadar BOD (mg/l) = (DO sesaat – DO5) x pengenceran .............(3)

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat

dioksidasi. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan buangan

dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia dengan menggunakan larutan

K2Cr2O7. Angka COD biasanya lebih tinggi dari angka BOD karena lebih banyak

bahan buangan organik yang dapat dioksidasi secara kimia, selain itu waktu untuk

pengukuran COD lebih singkat, hanya 15 menit (Fardiaz, 1992).

Bahan yang diperlukan untuk Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)

adalah sebagai berikut :

Air suling, Larutan pencerna / digestion solution (K2Cr2O7, H2SO4 pekat,

HgSO4), pereaksi asam sulfat (Ag2SO4, H2SO4 pekat), asam sulfamat (NH2SO3H),

dan larutan standar KHP/Kalium Hidrogen Phtalat (HOOCC6H4COOK).

Cara Kerja :

50

Pengukuran COD dilakukan dengan menghomogenkan contoh uji,

Sebanyak 2,5 ml volume contoh uji dipipet ke dalam tabung yang telah berisi

larutan pencerna (1,5 ml) dan larutan pereaksi asam sulfat (3,5 ml), tabung ditutup

dan dikocok perlahan sampai homogen, tabung diletakkan pada pemanas yang

telah dipanaskan pada suhu 150oC, dilakukan refluks selama 2 jam. Contoh yang

sudah direfluks didinginkan perlahan – lahan sampai suhu ruang, suspensi

dibiarkan mengendap dan dipastikan bagian yang diukur benar – benar jernih,

contoh diukur pada panjang gelombang 600 nm dengan spektrofotometer DR

2010, absorbansi blanko yang tidak direfluks yang mengandung dikromat diukur,

dengan pereaksi air sebagai contoh uji, lalu dilakukan analisis yang sama untuk

larutan standar (pembuatan larutan standar menggunakan Kalium Hidrogen

Phtalat (KHP) dengan berbagai konsentrasi). Pengukuran COD dilakukan dengan

menggunakan larutan blangko dan ferroammoniumsulfat (Alaerts dan Santika,

1994).

4.7.3 Parameter Biologi

Penghitungan Bakteri Golongan Koli (Total coliform) dan Bakteri koli Tinja

(Faecal coliform)

Tujuan analisis bakteri golongan koli dan bakteri golongan koli tinja

adalah untuk mengetahui adanya pencemaran dari kotoran manusia dan hewan

berdarah panas pada sungai, saluran air minum, tempat pemandian dan sumur.

Bakteri golongan koli tinja digunakan sebagai indikator adanya pencemaran air

karena bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia atau hewan, dan

sisa – sisa pembusukan tumbuhan sehingga apabila diketemukan dalam jumlah

51

besar memberi petunjuk bahwa air telah mengalami pencemaran, disamping itu

karena bakteri golongan koli tinja paling tahan terhadap lingkungan yang kurang

menguntungkan, sehingga apabila bakteri lain sudah mati, bakteri golongan koli

tinja masih bertahan hidup. Penggunaan bakteri golongan koli sebagai indikator

pencemaran masih perlu dilengkapi dengan analisis bakteri golongan koli tinja,

karena sebagian dari spesies golongan koli mempunyai habitat pada tanah

sehingga dengan dilakukannya analisis golongan koli tinja dapat menjamin

kemantapan hasil analisis.

A. Bakteri Total coliform

Penghitungan jumlah bakteri koliform mengikuti prosedur tabung ganda

dilakukan dalam beberapa tingkatan yaitu : pengujian perkiraan, pengujian

penegasan dan pengujian lengkap. Pengujian perkiraan merupakan uji

pendahuluan untuk menduga apakah di dalam air terdapat bakteri golongan koli.

Pengujian perkiraan dinyatakan positif jika terbentuk gas pada tabung peragian,

tetapi yang positif pada pengujian ini belum tentu merupakan bakteri golongan

koli sebab banyak bakteri lain yang dapat meragikan laktose dengan

menghasilkan gas sehingga perlu pengujian lanjutan. Pengujian penegasan

dilakukan dengan cara meneruskan pengujian perkiraan yang positif ke dalam

media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB), jika dalam media cair ini

terbentuk gas berarti dinyatakan positif. Pengujian Lengkap dilakukan dengan

tujuan untuk untuk meyakinkan terhadap hasil dari pengujian penegasan. Hasil

pengujian tersebut kemudian dapat dilihat pada penentuan MPN (Most Probable

Number) (APHA, 1989).

52

Bahan untuk pemeriksaan bakteri koliform dalam air:

Komposisi medium fermentasi laktosa cair (3 g ekstrak daging, 5 g

pepton, 5 g laktosa, NaCl), komposisi medium BGLBB (Brilliant Green Lactose

Bille Broth) , 10 g pepton, 3,5 g K2HPO4, 5 g laktosa.

Cara Kerja :

Sebelum pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pembuatan medium

fermentasi laktosa cair dengan mencampur bubuk laktosa dan akuades sampai

homogen lalu dipanaskan sampai larut dengan sempurna. Kemudian dilakukan tes

pH, setelah itu baru dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang di dalamnya berisi

tabung durham, sebelum digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan

menggunakan autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit. Medium BGLBB

(Brilliant Green Lactose Bile Broth) dibuat dengan mencampur bubuk BGLBB

dengan akuades sampai homogen lalu, kemudian dimasukkan ke dalam tabung

reaksi yang sudah berisi tabung durham, lalu disterilisasi dengan menggunakan

autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit sebelum digunakan (Fardiaz, 1992).

a. Tes Pendugaan

Tahapan tes pendugaan dilakukan sebagai berikut:

1. Sampel dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi yang telah diisi media

laktose dengan pipet yang steril.

2. Tabung-tabung dalam rak digoyang, supaya contoh air dengan media

bercampur rata.

3. Diinkubasi pada temperatur 35 º C ± 0,5 º C selama 24 jam. Pengamatan

dilakukan terhadap gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Tabung yang

53

mengandung gas dilanjutkan dengan tes penegasan. Tabung yang tidak

mengandung gas dilanjutkan selama 24 jam.

4. Sesudah 24 jam kemudian diamati gas yang dihasilkan. Apabila dalam tabung

tidak dihasilkan gas, sampel tersebut dibuang, sedangkan tabung yang

menghasilkan gas dilanjutkan dengan tes penegasan.

b. Tes Penegasan

Sampel yang mengandung gas, baik dalam jangka waktu 24 jam maupun

dalam jangka waktu 48 jam dilanjutkan dengan tes penegasan, dimana jumlah

tabung yang digunakan sesuai dengan jumlah tabung yang menghasilkan gas

dalam tes pendugaan. Tahap – tahap tes penegasan sebagai berikut:

1. Tabung yang menghasilkan gas pada tes pendugaan diambil sampelnya

sebanyak 2 tetes pipet steril.

2. Sampel ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi media

Briilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB)

3. Selanjutnya diinkubasi pada tabung reaksi pada temperatur 35 º C ± 0,5 º C

selama 24 jam dan dilakukan pengamatan gas yang di dalam tabung Durham.

Tabung yang mengandung bakteri golongan koli, untuk monitoring kualitas

air cukup dilakukan analisis sampai tes penegasan.

c. Tes Lengkap

Pada tes komplit ini digunakan media padat dan menggunakan cawan petri.

1. Sampel yang diragukan Confirmed Tes diambil dengan loop wire dan

digoreskan ke media agar Endo-C pada cawan Petri.

2. Sampel diinkubasi pada temperatur 35 º C ± 0,5 º C selama 48 jam.

54

3. Koloni yang terbentuk setelah 48 jam inkubasi diamati.

4. Bila bentuk yang diamati dengan koloni counter memberikan warna merah

jambu berbentuk apaque, pinggir mucoid, tidak berinti, maka hal ini

menunjukkan bahwa sampel tersebut adalah positif.

5. Bila masih gagal ( ragu ) dipindahkan sekali lagi ke media Lauril Triptose

Broth, diinkubasi lagi pada temperatur 35º C + 0,5 º C selama 48 jam.

6. Pembentukan gas diamati dalam 24 jam bila ada menunjukkan hasil positif.

Bila dalam 48 jam baru menghasilkan gas, pemeriksaan diteruskan dengan

pemeriksaan pewarnaan Gram.

d. Perhitungan

Cara penghitungan untuk bakteri golongan koli dan bakteri koli tinja adalah

sama. Jumlah tabung yang positif dari pengujian perkiraan, penegasan dan

pengujian lengkap pada pengujian bakteri golongan koli prosedur tabung ganda

merupakan suatu kombinasi dan dinyatakan dengan istilah MPN (Most Probable

Number) atau JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat ). Apabila sampel diencerkan

dalam beberapa desimal, maka perhitungan jumlah golongan bakteri coli sebagai

berikut :

10Volume sampel yang terbesar di tes

Tabel JPT x=JPT/100 ml .......(4)

Pengenceran yang dilakukan lebih dari 3 seri pengenceran maka perhitungan

hasil adalah sebagai berikut :

55

Jumlah tabung yang positif=JPT/100 ml ........ (5)ml. sampel dalam tabung yang negatif x ml contoh

seluruh tabung

B. Bakteri Faecal coliform

Pemeriksaan dilakukan dengan menaikkan temperratur inkubasi untuk

memisahkan bakteri golongan koli tinja (berasal dari usus hewan berdarah panas)

dengan bakteri golongan koli yang tidak berasal dari tinja. Cara ini dapat dipakai

secara langsung untuk memisahkan bakteri golongan koli dalam air, tetapi harus

melalui pengujian perkiraan terlebih dahulu. Pengujian bakteri golongan koli tinja

ini dapat digunakan untuk mengetahui pencemaran sungai, sistim pengolahan air

buangan, air laut dan air pemandian serta untuk monitoring kualitas air pada

umumnya.

Pelaksanaan uji meliputi pengujian perkiraan dan pengujian penegasan

yang prosedurnya sama dengan uji jumlah bakteri golongan koli. Terdapat sedikit

perbedaan suhu yang dipergunakan pada saat dilakukan pengujian penegasan

yaitu temperaturnya tidak 35ºC + 0,5ºC akan tetapi 44ºC + 0,5ºC.

4.7.4 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Data sekunder didapatkan dengan meminta informasi dari intansi terkait

seperti : BLH Provinsi Bali, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan,

Bappeda Kabupaten Tabanan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kabupaten Tabanan.

2. Data primer didapatkan dari observasi lapangan antara lain dengan

pengukuran debit pengambilan air sungai, dan kualitas air sungai.

56

3. Penentuan titik pengambilan kualitas air sungai didasarkan pada

pertimbangan kemudahan akses, biaya dan waktu akan tetapi masih tetap

dapat mewakili (representatif) yaitu masih mempunyai semua sifat yang

sama dengan lokasi penelitian.

4.8 Analisis Data

4.8.1 Identifikasi Sumber Pencemar

Memberikan karakter terhadap data hasil observasi lapangan dan hasil

wawancara dari informan mengenai pemanfaatan Tukad Yeh Sungi oleh

masyarakat serta faktor tekanan dari lingkungan yang mempengaruhi kualitas air

pada wilayah I dan wilayah II digunakan sebagai dasar penetapan status mutu air.

4.8.2 Penentuan Kualitas Air Sungai

Menetapkan kelayakan kualitas air sungai dilakukan dengan

membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan

nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007

(Pemerintah Provinsi Bali, 2007), tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan

Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.

4.8.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran

a. Metode Indeks Pencemaran

Indeks Pencemaran mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang

independen dan bermakna. Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat

ketercemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan

tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu.

b. Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran

57

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Indeks

Pencemaran dilakukan dengan langkah-langkah (Kementerian Negara

Lingkungan Hidup, 2003) sebagai berikut :

Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan

dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi

parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu

lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks

Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga Pij ini

dapat ditentukan dengan cara :

1. Dipilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas

air akan membaik.

2. Dipilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.

3. Dihitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan

cuplikan.

4.a Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat

pencemaran meningkat, misal DO. Nilai teoritik ditentukan atau nilai

maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh).

Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil

perhitungan, yaitu :

(Ci/Lij) baru = Cim - Ci (hasil pengukuran)

Cim - Lij ....................................................(6)

58

Keterangan :

Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam

Baku Mutu suatu Peruntukan Air

Ci = Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air

4.b. Jika nilai baku Lij memiliki rentang

- untuk Ci ≤ Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru = [Ci - ( Lij) rata-rata {(Lij)mimimim - (Lij )rata-rata }

….………………(7)

- untuk Ci > Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru = [Ci - ( Lij) rata-rata] {(Lij)maksimum - (Lij )rata-rata }

…………………(8)

4.c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0,

misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal

C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air

sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :

(1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari

1,0.

(2) Penggunaan nilai (Ci/Lij) baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran lebih

besar dari 1,0. (Ci/Lij) baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij) hasil pengukuran P

adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan

dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang

dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).

59

4. Ditentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij

((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).

5. Ditentukan harga Pij

PIj = (Ci/Lij) 2M + (Ci/Lij) 2R

2 ……………………………(9)

Keterangan :

(Cij/Lij) R = konsentrasi parameter kualitas air rata - rata

(Cij/Lij) M = konsentrasi parameter kualitas air maksimum

PIj = Indeks Pencemaran

Evaluasi terhadap nilai PI adalah : Ketentuan menentukan status mutu air adalah

sebagai berikut.

0 ≤ PIj ≤ 1,0 kondisi baik (memenuhi baku mutu)

1,0 < PIj ≤ 5,0 tercemar ringan

5,0 < PIj ≤ 10,0 tercemar sedang

PIj > 10,0 tercemar berat

60

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Identifikasi Sumber Pencemar

Data yang ditampilkan merupakan data hasil pengamatan di lapangan serta

data sekunder sebagai data pendukung. Hasil identifikasi dibuatkan peta seperti

yang terlihat pada Gambar 5.1.

KETERANGAN GAMBAR

BUWIT

BERINGKIT

KUKUH

ABIAN

TUWUNG

KABA KABA

PANDAK BADUNG

CAUBELAYUSEMBUNG

CEPAKA

BELANWAK

MEKAR SARI

WERDI

B UANA

MENGWI

SABONGAN

AYUNAN

DAHA

GULINGAN

MENGWI TANI

NYAMBU

BELALANG

MUNGGU

CEMAGI

KUWUM

LUWUS

BANJAR

ANYAR

TUA

PETAKA

MARGA

BERABAN

PANDAK GEDE

PEREAN

KEDIRI

NYITDAH

B ATAN

NYUH

27

1

8

6

5

IPA PDAM

DAKDAKAN

34

Wilayah II

Wilayah I

1

2

3

4

5

6

7

8

Batas DesaTukad Sungi

Bengkel Ganti Oli

Pertanian

Titik Pengambilan Sampel

Perumahan Penduduk & Villa

Perternakan Ayam Kampung Bali

Pemukiman Padat Penduduk

VillaPertanian & Perumahan

Perternakan Ayam Boiler33

3

2

2

2

4

4

8

2

6

3

8

2

Gambar 5.1

Peta Hasil Identifikasi Sumber Pencemar pada Tukad Yeh Sungi

60

Hulu. S: 08°24’2,87’’ E:115°11’5,43’’

Tengah S: 08°33’6,65’’ E:115°09’3,28’’

Hilir S: 08°37’0,78’’ E:115°06’7,78’’

61

5.1.1. Karakterisik Sumber Pencemar di Wilayah I

Wilayah I meliputi daerah hulu dan tengah Tukad Yeh Sungi. Karakteristik

sumber pencemar pada daerah hulu adalah kegiatan pertanian sedangkan

pemukiman penduduk letaknya relatif cukup jauh, pada daerah tengah terjadi

peningkatan pemukiman penduduk yaitu di Kecamatan Kediri ditandai dengan

peningkatan kepadatan penduduk jika dibandingkan dengan di Kecamatan Baturiti

(Tabel 5.1 dan Tabel 5.2). Pencemaran diakibatkan oleh pemanfaatan sungai

sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini ditandai dengan adanya tumpukan

sampah dalam perairan (Lampiran 1).

Tabel 5.1

Penggunaan Lahan

K E C A M A T A N KEDIRI (Ha) MARGA (Ha) BATURITI (Ha)

No

Penggunaan Lahan

2008 2007 Ev 2008 2007 Ev 2008 2007 Ev 1

Luas Lahan

5.360

5.360

-

4.479

4.479

-

9.917

9.917

-

- Lahan Sawah 3.036 2.953 83 2.326 2.326 - 1.886 1.886 - - Tegal/Kebun 839 839 - 1.273 1.279 6 3.870 3.868 2 - Kolam/Teba/

Empang 5 5 - 4 4 - 2 2 - Sementara tidak

diusahakan 24 107 83 - - - - - - - Rumah/bangunan 825 825 - 465 465 - 500 500 - - Hutan Negara - - - - - - 2.649 2.649 - - Lainnya 631 631 - 411 411 - 417 417 -

Keterangan : Ev adalah Perubahan Penggunaan Lahan

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan,

2010

62

Tabel 5.2.

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

No Kecamatan Luas (km2)

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Pertumbuhan Penduduk

(%)

Kepadatan Penduduk

(jiwa/Km2)

1 Baturiti 99,17 50.851 0,38 512,19

2 Marga 44,79 43.231 0,27 965,19

3 Kediri 53,60 67.843 0,46 1.265,73

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

5.1.2 Karakteristik Sumber Pencemar di Wilayah II

Wilayah II didominasi oleh kegiatan pertanian, pemukiman padat

penduduk, peternakan skala rumah tangga dan berbagai kegiatan/usaha seperti

bengkel service motor/mobil, penyosohan beras, pencucian mobil, pengalengan

/pengolahan ikan dan villa. Jumlah penduduk tertinggi terletak di Kecamatan

Kediri (Tabel 5.2). Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan terjadinya alih

fungsi lahan yang dipergunakan sebagai tempat pemukiman oleh masyarakat. Dari

7 (tujuh) jenis penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Tabanan, penggunaan

lahan sawah dan permukiman merupakan dua penggunaan lahan yang selalu

mengalami perubahan setiap tahun. Perubahan penggunaan lahan yang lain tidak

tidak terlalu signifikan (Tabel 5.1 dan 5.3). Aktivitas peternakan yang

dilaksanakan oleh masyarakat cukup besar (Tabel 5.4)

63

Tabel 5. 3

Alih Fungsi Lahan

Ke

No Subak/tempek/Desa/ Banjar yang beralih

fungsi Dari Rumah, bangunan

dan halaman sekitarnya (Ha)

Kec. Baturiti

1 Br. Pekarangan Tegal/Kebun 0,1

2 Br. Batusesa Tegal/Kebun 0,2

3 Br. Bukit Catu Tegal/Kebun 0,2

4 Br. Candikuning I Tegal/Kebun 0,3

5 Br. Candikuning II Tegal/Kebun 0,2

6 Br. Kembang Merta Tegal/Kebun 0,2

Kec. Kediri

1 Subak Kediri Lahan sawah 2

2 Subak Nyitdah II Lahan sawah 2

3 Subak Nyitdah III Lahan sawah 3

Jumlah 8,2

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten

Tabanan, 2010

Tabel 5.4 Data Jumlah Hewan Ternak menurut Jenis Ternak

No Kecamatan Sapi Potong (Ekor)

Kerbau (Ekor)

Kuda (Ekor)

Kambing (Ekor)

Babi (Ekor)

1 Baturiti 17.009 3 - 4 14.578

2 Marga 8.446 - - 26 11.027

3 Kediri 3.494 21 13 164 9.020

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

64

Sumber pencemar selanjutnya adalah jasa laundry skala kecil dan aktivitas

cuci motor/mobil. Limbah cair yang dihasilkan pada kegiatan usaha dan jasa

perbengkelan dengan pencucian kendaraan menghasilkan limbah yang

mengandung gugus sulfonat (S) yang berasal dari penggunaan sabun. Limbah

dari hasil kegiatan/usaha cuci motor/mobil tidak diolah melainkan dibuang secara

langsung pada saluran air yang ada di sekitar lokasi. Hasil identifikasi dapat

dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5

Jenis Kegiatan / Usaha

No Jenis Kegiatan Jumlah Lokasi 1 Pertanian 7.248 Ha Tengah dan Hilir

2 Peternakan ayam 2 unit Tengah dan Hilir

3 Peternakan babi 2 unit Tengah dan Hilir

4 Pencucian mobil 1 unit Tengah

5 Bengkel service dan ganti oli 4 unit Tengah dan Hilir

6 Penyosohan beras 1 unit Tengah

7 Perusahaan / kerajinan logam 1 unit Tengah

8 Villa 15 unit Tengah dan Hilir

9 Laundry 3 unit Tengah dan Hilir

10 Tempat pemandian / Beji 1 buah Tengah

11 Pengalengan ikan dan pengolahan ikan

2 unit Hilir

Sumber : Data hasil pengamatan lapangan (2011)

5.2. Hasil Analisis Kualitas Air

5.2.1 Parameter COD

Baku mutu kadar COD untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan

Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah

65

sebesar 10 mg/l. Kandungan COD minggu I tanggal 5 dan 7 Oktober masih

memenuhi baku mutu, akan tetapi kandungan COD tanggal 3 Oktober di daerah

tengah sebesar 12 mg/l. Kandungan COD minggu II yang melampaui baku mutu,

terjadi pada tanggal 12 dan 14 Oktober di daerah tengah yaitu masing-masing

sebesar 10,4 mg/l dan 12,2 mg/l. Nilai COD pada minggu III yang melampaui

baku mutu adalah pada saat pengambilan sampel ke 8 dan 9 tanggal 19 dan 21

Oktober di daerah tengah, dengan nilai masing- masing sebesar 10,8 mg/l dan

11,9 mg/l. Nilai COD pada daerah tengah melebihi baku mutu akibat adanya

pemukiman padat penduduk dan aktivitas lain yang menghasilkan limbah

domestik. Perubahan kadar COD dapat dilihat pada Gambar 5.2 sampai 5.4.

Gambar 5.2

Perubahan Kadar COD pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.3

Perubahan kadar COD pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

66

Gambar 5.4

Perubahan Kadar COD pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi

5.2.2 Parameter Fosfat

Baku mutu kadar Fosfat untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan

Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah

sebesar 0,20 mg/l. Kadar Fosfat minggu I di daerah hulu tanggal 3 Oktober

dibawah baku mutu yaitu sebesar 0,11 sedangkan pada tanggal 5 dan 7 Oktober

masing – masing sebesar 0,20 mg/l dan 0,61 mg/l. Nilai Fosfat minggu II pada

tanggal 10 Oktober telah melampaui baku mutu pada semua titik pengambilan.

Kadar Fosfat pada tanggal 12 dan 14 Oktober menunjukkan bahwa daerah hulu

masih dibawah baku mutu dengan nilai masing-masing sebesar 0,12 mg/l dan

0,11 mg/l sedangkan pada daerah tengah dan hilir telah melampaui baku mutu.

Pengambilan sampel air minggu III pada tanggal 17, 19 dan 21 didapatkan hasil

bahwa kandungan Fosfat telah melampaui baku mutu air kelas 1 kecuali pada

tanggal 21 Oktober 2011 dimana di daerah hulu kadar Fosfat dalam perairan

sedikit dibawah baku mutu yaitu sebesar 0,17 mg/l. Secara keseluruhan

parameter Fosfat melebihi baku mutu baik pada titik pantau dihulu, tengah dan

hilir hal ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan kawasan untuk pertanian dan

67

dalam melakukan aktivitasnya, petani penggarap lahan lebih banyak

menggunakan pupuk buatan (N,P,K) dan pestisida atau insektisida sebagai

pembasmi hama tanpa memperhatikan dosis yang seharusnya. Perubahan kadar

Fosfat yang terjadi pada minggu I sampai minggu III dapat dilihat pada Gambar

5.5 sampai 5.7.

Gambar 5.5

Perubahan kadar Fosfat pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.6

Perubahan Kadar Fosfat pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.7

Perubahan Kadar Fosfat pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi

68

5.2.3 Parameter Faecal coliform

Baku mutu kadar Faecal coliform untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan

Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007)

adalah sebesar 100/100 ml. Kandungan Faecal coliform pada minggu I tanggal 3,

5 dan 7 Oktober 2011 pada daerah hulu dibawah baku mutu air kelas 1 sedangkan

pada daerah tengah dan hilir telah melampaui baku mutu berkisar antara 150 –

280/100 ml di daerah tengah sedangkan di hilir berkisar antara 100 – 280 /100 ml.

Kandungan Faecal coliform minggu II tanggal 10, 12 dan 14 Oktober di hilir

melampaui baku mutu dengan nilai berkisar antara 110 – 150/100 ml sedangkan

pada daerah tengah yang melampaui baku mutu pada tanggal 14 Oktober yaitu

sebesar 140/100 ml. Kandungan Faecal coliform Minggu III pada hulu Tukad

Yeh Sungi masih memenuhi baku mutu dibandingkan dengan daerah tengah dan

hilir yang telah melampaui baku mutu. Parameter Faecal coliform melebihi baku

mutu pada daerah tengah dan hilir disebabkan oleh pemukiman dengan kepadatan

penduduk yang cukup tinggi dan kegiatan peternakan skala rumah tangga.

Perubahan kadar Faecal coliform yang terjadi pada minggu I - minggu III

dapat dilihat pada Gambar 5.8 sampai 5.10.

Gambar 5.8

Perubahan kadar Faecal coliform pada Minggu I

69

Gambar 5.9

Perubahan kadar Faecal coliform Minggu II

Gambar 5.10

Perubahan kadar Faecal coliform pada Minggu III

5.2.4 Parameter Total coliform

Baku mutu kadar Total coliform untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan

Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007)

adalah sebesar 1000/1000 ml. Hasil pengukuran kadar Total coliform yang

melampaui baku mutu adalah tanggal 3 Oktober pada bagian tengah yaitu sebesar

2100/1000 ml, dan tanggal 5 Oktober pada bagian tengah dan hilir masing-masing

sebesar 1500/1000 ml dan 2100/1000 ml. Nilai Total coliform minggu II dan III

masih memenuhi baku mutu air kelas 1. Parameter Total coliform melebihi baku

mutu dikarenakan oleh pemukiman dengan kepadatan penduduk yang cukup

tinggi dan kegiatan peternakan skala rumah tangga serta peningkatan alih fungsi

70

lahan. Perubahan kadar Total coliform yang terjadi pada minggu I - minggu III

dapat dilihat pada Gambar 5.11 sampai 5.13.

Gambar 5.11

Perubahan kadar Total coliform pada Minggu I

Gambar 5.12

Perubahan kadar Total coliform pada Minggu II

Gambar 5.13

Perubahan kadar Total coliform pada Minggu III.

5.2.5 Parameter BOD

Kadar BOD pada hulu, tengah serta hilir Tukad Yeh Sungi untuk minggu I

dan II memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil pengukuran kadar BOD

71

tanggal 19 Oktober dan 21 Oktober pada minggu III telah melampaui baku mutu

yang ditetapkan masing – masing sebesar 2,05 mg/l dan sebesar 2,32 mg/l.

Parameter BOD melebihi baku mutu pada daerah tengah diminggu III karena

banyak aktivitas di tengah Tukad Yeh Sungi yang berdampak pada peningkatan

volume limbah cair yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan nilai BOD.

Perubahan kadar BOD yang terjadi pada minggu I - minggu III dapat dilihat pada

Gambar 5.14 sampai 5.16.

Gambar 5.14

Perubahan kadar BOD pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.15

Perubahan kadar BOD pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

72

Gambar 5.16

Perubahan kadar BOD pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi

5.3 Persebaran Parameter Fisika, Kimia dan Mikrobiologi berdasarkan

Kriteria Baku Mutu Kualitas Air.

Persebaran Parameter Fisika, Kimia dan Biologi hasil analisis sampel air

pada 3 titik pantau dapat dilihat pada Gambar 5.17 sampai dengan 5.23.

5.3.1. Persebaran TSS (Total Suspended Solid)

Hasil pengukuran kadar TSS tertinggi adalah di hilir pada tanggal 7

Oktober 2011 yaitu sebesar 90 mg/l sedangkan nilai terendah adalah sebesar mg/l

pada tanggal 3 Oktober 2011 di daerah hulu sebesar 7 mg/l. Persebaran TSS

terhadap baku mutu dapat dilihat pada Gambar 5.17.

Gambar 5.17

Persebaran kadar TSS dibandingkan Baku Mutu Air Kelas 1.

73

5.3.2 Persebaran kadar TDS (Total Dissolved Solid)

Kandungan TDS pada semua titik pantau baik di hulu, tengah dan hilir

Tukad Yeh Sungi masih berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1.

Baku mutu kadar Total Dissolved Solid untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan

Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007)

adalah sebesar 1000 mg/l. Persebaran kadar TDS (Total Dissolved Solid) terhadap

baku mutu dapat dilihat pada Gambar 5.18.

Gambar 5.18

Persebaran TDS dibandingkan Baku Mutu Kelas 1.

5.3.3 Persebaran Kadar Fosfat (PO4)

Persebaran kandungan fosfat (PO4) dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.

berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa kandungan fosfat pada semua

titik yaitu di hulu, tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi telah melampaui baku mutu

kelas 1 namun pada tanggal 12, 14, dan 21 Oktober di bagian hulu kadar fosfat

(PO4) memenuhi baku mutu air kelas 1. Kadarnya berkisar antara 0,11 mg/l

sampai dengan 0,17 mg/l. Persebaran fosfat dapat dilihat pada Gambar 5.18.

74

Gambar 5.18

Persebaran Kandungan Fosfat (PO4) dibandingkan Baku Mutu Air Kelas 1

5.3.4. Persebaran Kandungan DO dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1

Baku Mutu Air kelas 1 untuk parameter DO minimal 6,00 mg/l.

Kandungan DO tertinggi terletak pada bagian hulu tanggal 3 Oktober sebesar 7,30

mg/l. Kandungan DO terendah terletak pada bagian tengah pada tanggal 12 dan

17 Oktober berkisar antara 6,10 mg/l dan 6,20 mg/l. Persebaran kandungan DO

pada masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5.19.

Gambar 5.19

Persebaran Kandungan DO dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1

5.3.5 Persebaran Kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1

Kandungan BOD tertinggi terletak pada bagian tengah Tukad Yeh Sungi

tanggal 21 Oktober yaitu sebesar 2,32 mg/l. Pada hulu dan hilir Tukad Yeh Sungi

75

kandungan BOD masih di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1. Persebaran

kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar

5.20.

Gambar 5.20

Persebaran Kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1

5.3.6 Persebaran Kandungan COD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1

Kandungan COD pada bagian tengah telah melampaui baku mutu air kelas

1 yaitu pada tanggal 3, 12, 14, 19 dan 21 Oktober yang berkisar antara 10,4 – 12,2

mg/l. Kandungan COD pada daerah hulu dan hilir sungai masih berada di bawah

ambang batas mutu air kelas 1. Persebaran Kandungan COD dibandingkan Baku

Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.21.

Gambar 5.21

Persebaran kandungan COD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.

76

5.3.7 Persebaran kandungan Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air

kelas 1.

Baku mutu kualitas air parameter Faecal coliform sesuai Peraturan

Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah

sebesar 100/100 ml. Kadar Faecal coliform pada daerah hulu masih memenuhi

baku mutu yang ditetapkan sedangkan di tengah dan hilir telah melampaui baku

mutu air kelas 1 sedangkan hasil pengukuran sampel yang dilaksanakan pada

tanggal 10 Oktober dan 21 Oktober masih dibawah baku mutu. hilir Tukad Yeh

Sungi berkisar dari 110 – 280 jml/100ml. Kandungan Faecal coliform pada

daerah hulu masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Persebaran kandungan

Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar

5.22.

Gambar 5.22

Persebaran kandungan Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.

5.3.8 Persebaran Kandungan Total coliform dibandingkan Baku Mutu Air

kelas 1.

Hasil pengukuran Total coliform yang melampaui baku mutu kualitas air

kelas 1 adalah pengambilan sampel yang dilaksanakan pada tanggal 3 dan 5

Oktober pada daerah tengah Tukad Yeh Sungi dengan nilai masing-masing 1500

77

jml/1000 ml dan 2100 jml/1000 ml dan di daerah hilir pada tanggal 5 Oktober

yaitu sebesar 2100 jml/1000 ml. Persebaran Kandungan Total coliform

dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.23.

Gambar 5.23

Persebaran Kandungan Total coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.

5.4 Indeks Pencemaran (IP)

Penentuan status mutu air pada Tukad Yeh Sungi didasarkan atas Metode

Indeks Pencemaran (IP). Nilai IP pada daerah hulu berkisar antara 0,51 sampai

dengan 1,26 sedangkan daerah tengah berkisar antara 1,52 sampai dengan 2,47

serta di hilir berkisar antara 1,59 sampai dengan 2,56. Hal ini menunjukkan bahwa

di daerah tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi tergolong tercemar ringan. Persebaran

nilai indeks Tukad Yeh Sungi dapat dilihat pada Gambar 5.24, sedangkan rincian

hasil perhitungan status mutu air dengan metode Indeks Pencemaran tercantum

pada Tabel 5.6.

Gambar 5.24

Persebaran Nilai Indeks Pencemaran.

78

Tabel 5.6

Nilai Indeks Pencemaran (IP) Air Tukad Yeh Sungi

No Ulangan Tanggal Pengambilan Sampel Lokasi

1 Minggu I 3 Okt 2011 5 Okt 2011 7 Okt 2011 0,56* 1,26# 1,03# Hulu

2,47# 2,37# 1,55# Tengah 2,56# 2,44# 1,98# Hilir

2 Minggu II 10 Okt 2011 12 Okt 2011 14 Okt 2011 1,21# 0,67* 1,00* Hulu 1,38# 1,93# 1,59# Tengah 1,76# 1,61# 1,59# Hilir 3 Minggu III 17 Okt 2011 19 Okt 2011 21 Okt 2011 0,96* 0,82* 0,51* Hulu 1,90# 2,13# 1,52# Tengah 2,00# 2,08# 1,67# Hilir

Keterangan :

1. 0 ≤ IP ≤ 1,0 : Memenuhi Kriteria Mutu (*)

2. 1,0 ≤ IP ≤ 5,0 : Cemar Ringan (#)

3. 5,0 ≤ IP ≤ 10 : Cemar Sedang (■)

4. IP > 10 : Cemar Berat (x)

5.5. Nilai Rata – Rata Parameter Fisika, Kimia dan Biologi pada Tukad Yeh

Sungi

5.5.1 Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi

Hasil pengukuran suhu air Tukad Yeh Sungi pada minggu I, II dan III

pada masing – masing titik pantau menunjukkan bahwa suhu air tetinggi pada

daerah hilir Tukad Yeh Sungi (Gambar 5.25).

79

Gambar 5.25

Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi

5.5.2 Rata-rata Kekeruhan pada Tukad Yeh Sungi

Nilai rata – rata kekeruhan di Tukad Yeh Sungi setelah tertinggi terletak

pada bagian tengah sungai (Gambar 5.26).

Gambar 5.26

Rata-rata Kekeruhan Air pada Tukad Yeh Sungi

5.5.3 Rata-rata TSS (Total Suspended Solid) pada Tukad Yeh Sungi

Nilai rata-rata TSS (Total Suspended Solid) di Tukad Yeh Sungi tertinggi

terletak pada bagian tengah sungai (Gambar 5.27).

80

Gambar 5.27 Rata-rata TSS pada Tukad Yeh Sungi

5.5.4 Rata-rata TDS (Total Dissolved Solid) pada Tukad Yeh Sungi

Nilai rata – rata TDS (Total Dissolved Solid) di Tukad Yeh Sungi

memberikan hasil TDS tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.28).

Gambar 5.28

Rata-rata Nilai TDS pada Tukad Yeh Sungi

5.5.5 Rata-rata Nilai DHL (Daya Hantar Listrik) pada Tukad Yeh Sungi

Nilai rata – rata DHL (Daya Hantar Listrik) Tukad Yeh Sungi tertinggi

terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.29).

81

Gambar 5.29

Rata-rata Nilai DHL pada Tukad Yeh Sungi

5.5.6 Rata-rata Nilai pH (Derajat Keasamaan) pada Tukad Yeh Sungi

Hasil pengukuran pH (derajat keasamaan) Tukad Yeh Sungi setelah di

rata-rata memberikan hasil nilai pH tertinggi terletak di daerah hilir sungai

(Gambar 5.30).

Gambar 5.30

Rata-rata Nilai pH pada Tukad Yeh Sungi

5.5.7 Rata-rata Nilai Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi

Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata pada memberikan

hasil bahwa nilai Fosfat tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.31).

82

Gambar 5.31

Rata-rata Nilai Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi

5.5.8 Rata-rata Nilai DO (Dissolved Oxygen) pada Tukad Yeh Sungi

Nilai DO (Dissolved Oxygen) di Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata

pada minggu I,II dan III. Nilai DO terendah terletak di daerah tengah sungai

(Gambar 5.32).

Gambar 5.32

Rata-rata Nilai DO pada Tukad Yeh Sungi

5.5.9 Nilai Rata-rata BOD (Biological Oxygen Demand)

Nilai BOD (Biological Oxygen Demand) di Tukad Yeh Sungi setelah di

rata-rata pada minggu I,II dan III. nilai BOD tertinggi terletak di daerah tengah

sungai (Gambar 5.33).

83

Gambar 5.33

Rata-rata Nilai BOD pada Tukad Yeh Sungi

5.5.10 Nilai Rata-rata COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) pada Tukad Yeh Sungi setelah di rata-

rata memberikan hasil bahwa nilai Fosfat tertinggi di daerah tengah sungai

(Gambar 5.34).

Gambar 5.34

Rata-rata COD pada Tukad Yeh Sungi

5.5.11 Nilai Rata-rata Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi

Hasil analisis Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata

memberikan hasil bahwa nilai Faecal coliform tertinggi terletak pada bagian

tengah sungai (Gambar 5.35).

84

Gambar 5.35

Rata-rata Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi

5.5.12 Nilai Rata-rata Total coliform

Hasil pengukuran Total coliform Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata

memberikan hasil bahwa kandungan Total coliform tertinggi terletak pada daerah

tengah sungai (Gambar 5.36).

Gambar 5.36

Rata-rata Total coliform pada Tukad Yeh Sungi

5.5.13 Nilai Rata-rata Nilai IP (Indeks Pencemaran) pada Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.37

Rata-rata IP pada Tukad Yeh Sungi

Nilai IP (Indeks Pencemaran) tertinggi terletak pada daerah hilir sungai

(Gambar 5.37).

85

86

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Hasil Identifikasi Sumber Pencemar

Identifikasi sumber pencemar bertujuan untuk mengetahui karakter

sumber pencemar yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air pada

Tukad Yeh Sungi.

6.1.1 Karakterisasi Sumber Pencemar Wilayah I

Sumber pencemar pada wilayah ini adalah adanya kegiatan pertanian yang

masih aktif dan letaknya berbatasan langsung dengan sungai seperti di Br. Palian,

Desa Luwus, Kecamatan Baturiti. Pemukiman penduduk letaknya relatif cukup

jauh dari daerah aliran sungai akan tetapi tidak menutup kemungkinan limbah

yang dihasilkan dari pemukiman akan terbawa masuk ke sungai jika terjadi hujan

lebat. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat sisa-sisa kegiatan pertanian

dan limbah cair berupa sisa-sisa pupuk yang hanyut terbawa aliran air masuk ke

badan air (sungai).

Masyarakat pada wilayah ini memanfaatkan Tukad Yeh Sungi sebagai

tempat mandi, cuci, kakus akibat belum semua rumah tangga memiliki jamban

keluarga. Hal ini mengindikasikan masih terjadi aktivitas buang air besar

sembarangan. Data mengenai ketersediaan jamban Tabel 6.1. Cara pembuangan

kotoran manusia yang sembarangan merupakan faktor utama yang mengancam

kesehatan manusia dan kenikmatan hidup. Hal ini perlu diperhatikan karena

banyaknya jumlah mikrobia yang dapat menyebabkan penyakit terdapat dalam

85

87

kotoran manusia yang sakit, bahkan juga dari kotoran manusia yang sehat

(Hardjasoemantri, 1986).

Tabel 6.1.

Data Kepemilikan Jamban pada Masing-masing Kecamatan yang Dilalui oleh

Tukad Yeh Sungi

Jenis Kepemilikan No Kecamatan

Jumlah RT

(Unit) Sendiri (Unit) %

1 Baturiti 13.442 8.757 65,15

2 Marga 11.722 7.871 67,15

3 Kediri 15.088 8.695 57,63

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

6.1.2 Karakterisasi Sumber Pencemar Wilayah II

Wilayah II meliputi daerah yang menerima limbah cukup besar karena

lokasinya berdekatan dengan pemukiman padat penduduk yang terletak di Br.

Dakdakan, Desa Abiantuwung Kecamatan Kediri sedangkan pada daerah hilir

yaitu di Br. Nyanyi, Desa Beraban Kecamatan Kediri, tingkat kepadatan

penduduk mulai berkurang dan jarak pemukiman dari sungai cukup jauh (dapat

dilihat pada Gambar 6.1), akan tetapi dengan adanya penetapan Br. Nyanyi

sebagai kawasan penyangga Daya Tarik Wisata Tanah Lot berakibat pada

menjamurnya bangunan villa di daerah tersebut dengan jarak yang dekat dengan

daerah aliran sungai. Limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas tersebut jika tidak

dikelola dengan baik akan dapat mempengaruhi kualitas air Tukad Yeh Sungi.

Limbah cair yang dihasilkan dari rumah tangga merupakan jenis limbah

domestik. Limbah domestik mengandung susunan senyawa organik, baik itu

88

alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari

aktivitas manusia. Penyusun utamanya berupa polysakarida (karbohidrat),

polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic acid). Selain limbah

domestik kualitas air sungai tersebut dipengaruhi oleh adanya jenis kegiatan /

usaha yang cukup beragam seperti pabrik kerajinan logam, penyosohan beras,

villa, laundry, bengkel service dan ganti oli untuk mobil dan motor, pencucian

mobil serta kegiatan pertanian maupun peternakan ayam dan babi dalam skala

rumah tangga ( dapat dilihat pada Tabel 5.5).

Beragam aktivitas yang terjadi di sepanjang Tukad Yeh Sungi

mengakibatkan penurunan kualitas air Tukad Yeh Sungi yang ditandai dengan

peningkatan beberapa parameter kualitas air yang merupakan indikator

pencemaran seperti tingginya TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved

Solid), kekeruhan, kadar Fosfat, Faecal coliform, Total coliform, COD, serta

BOD. Tukad Yeh Sungi pada daerah hulu di dominasi oleh kegiatan pertanian

yang meliputi daerah Baturiti terdapat persawahan berjumlah 1.886 Ha dan

perkebunan 3.870 Ha, mengakibatkan naiknya kadar fosfat dalam air. Kadar fosfat

di hulu lebih rendah dibandingkan pada bagian tengah maupun hilir, karena pada

bagian tengah-hilir yang terletak di Kecamatan Kediri penggunaan lahan untuk

persawahan mencapai 3.036 Ha serta 2.326 Ha di Kecamatan Marga sehingga

kadar Fosfat lebih tinggi akibat dari penggunaan pupuk buatan (N,P,K) dan

pestisida yang banyak dipergunakan dalam usaha untuk mengendalikan hama.

Penggunaan lahan untuk tegal/kebun di Kecamatan Baturiti, Marga, dan Kediri

yang cukup padat mengakibatkan tingginya kadar TSS, TDS dan kekeruhan.

89

Perumahan tradisional

Perumahan dengan kepadatantinggi

Perumahan dikembangkanoleh developer

Perumahan dengan KepadatanSedang pada Daerah Tengah

Perumahan dengan kepadatanrendah (pada daerah hilir

Kawasan Perkotaan Tabanan

Back NextMenu Sub Menu Gambar 6.1. Peta

Pemanfaatan Lahan pada daerah Tengah dan Hilir

(Sumber : Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010)

6.2 Hasil Analisis Kualitas Air Tukad Yeh Sungi yang melampaui Baku

Mutu Kualitas Air Kelas 1

Beragam aktivitas yang terdapat di sepanjang Tukad Yeh Sungi seperti

kegiatan pertanian dalam arti luas dan kegiatan/usaha yang dilakukan oleh

masyarakat akan menghasilkan limbah dimana terdapat kecenderungan limbah

yang dihasilkan dibuang ke badan air. Limbah tersebut dapat mengancam

lingkungan yaitu terjadinya pencemaran. Kondisi ini dipicu oleh tidak

terkelolanya limbah dengan baik, mengakibatkan tercemarnya air sungai tersebut.

Beberapa indikator yang menunjukkan terjadinya pembuangan limbah ke

lingkungan antara lain :

90

Tumpukan sampah, baik anorganik (plastik, botol, kemasan makanan dll)

maupun sampah organik (potongan kayu, sisa daun baik yang disebabkan

oleh alam maupun kegiatan manusia). Pemanfaatan Das sebagai tempat

pembuangan sampah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sedimentasi akibat alih fungsi lahan mengakibatkan terjadinya penurunan

kualitas dan kuantitas air sungai. Secara kuantitas jumlah air yang terserap

berkurang selanjutnya membawa lapisan permukaan lahan yang

mengakibatkan terjadinya erosi yang membawa partikel-partikel tanah

tersebut masuk ke dalam badan air sehingga peraiaran menjadi keruh.

Kondisi demikian mengakibatkan kualitas air sungai menjadi menurun yang

dapat mempengaruhi nilai sifat fisik, kimia dan biologi air sungai (Lampiran

2)

Pencemaran yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah langsung ke

badan air ditunjukkan oleh hasil analisis pada beberapa parameter kualitas air.

Hasil analisis kualitas air menunjukkan bahwa terdapat parameter pencemaran

telah melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu kandungan Fosfat dan Faecal

coliform. Kandungan air sungai dengan kandungan di atas baku mutu

menunjukkan bahwa air tersebut tidak layak digunakan sebagai air baku air

minum kecuali dilakukan treatment.

6.2.1 Perubahan Nilai COD pada Tukad Yeh Sungi

Nilai COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimia, baik yang dapat didegradasi secara

biologis (biodegredable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non

91

biodegradable) menjadi karbondioksida dan air. Nilai COD untuk air Tukad Yeh

Sungi di hulu pada Minggu I berkisar antara 2,00 – 8,00 mg/l, di tengah

meningkat menjadi 2,20 – 12,00 mg/l kemudian mengalami penurunan pada

bagian hilir berkisar antara 2,20 – 10,00 mg/l. Pada Minggu II di bagian hulu

berkisar antara 0,90 - 2,00 mg/l sementara di bagian tengah meningkat menjadi

8,00 – 12,20 mg/l kemudian mengalami penurunan pada bagian hilir berkisar

antara 7,30 – 9,30 mg/l. Minggu III di bagian hulu pada Minggu I berkisar antara

1,90 - 2,00 mg/l sementara di bagian tengah yang telah memasuki Kecamatan

Kediri meningkat menjadi 9,20 – 11,90 mg/l kemudian mengalami penurunan

pada bagian hilir berkisar antara 7,30 – 9,40 mg/l. Karakter sumber pencemar

pada sungai ini adalah limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai dan timbulan

sampah di sempadan sungai. Secara keseluruhan nilai rata – rata COD pada

daerah hulu sebesar 3,07 mg/l, daerah tengah 8,36 mg/l sedangkan di daerah hilir

sebesar 8,64 mg/l. Data tersebut menunjukkan bahwa kandungan COD masih

dibawah baku mutu kualitas air kelas 1. Kandungan COD pada bagian tengah dan

hilir lebih tinggi dibandingkan dengan daerah hulu akibat adanya pemukiman

padat penduduk dan aktivitas lain yang menghasilkan limbah domestik. Data

profil Desa Abiantuwung menunjukkan terdapat pemukiman yang padat

penduduk dimana sebagian besar mata pencahariannya beternak babi serta ayam.

Selain itu di sekitar Desa Abiantuwung terdapat kegiatan usaha dan industri di

antaranya pabrik pengalengan ikan, kerajinan logam, bengkel service dan ganti

oli untuk mobil dan motor serta terdapat tempat pencucian mobil. Aktivitas

92

tersebut menghasilkan limbah yang mengandung bahan organik dengan

konsentrasi yang cukup besar.

6.2.2 Perubahan Kandungan Fosfat pada Tukad Yeh Sungi.

Menurut Peavy et al. (1986), Fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair

dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam

atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan Fosfat organis.

Kandungan ataupun residu fosfat di perairan merupakan indikasi tingkat

kesuburan perairan dan memicu terjadinya pengkayaan perairan (eutrofikasi).

Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air minum

adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar antara

0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof.

Berdasarkan hasil analisis kualitas air didapatkan hasil bahwa kandungannya

melampaui baku mutu yang diijinkan untuk kualitas air kelas 1. Kisaran nilai rata

– rata Fosfat pada daerah hulu sebesar 0,26 mg/l, tengah sebesar 0,38 mg/l,

sedangkan pada daerah hilir sebesar 0,42 mg/l. Hal ini disebabkan oleh adanya

pemanfaatan kawasan untuk pertanian dan dalam melakukan aktivitasnya, petani

penggarap lahan lebih banyak menggunakan pestisida atau insektisida sebagai

pembasmi hama tanpa memperhatikan dosis yang seharusnya. Komposisi pupuk

buatan yang terdiri dari Na (Natrium), P (Fosfat) dan K (Kalium) merupakan

salah satu zat yang sukar diuraikan secara alamiah dan tidak semua terpakai,

sehingga sebagian akan masuk ke dalam perairan. Hal inilah yang menjadikan

nilai Fosfat pada Tukad Yeh Sungi tinggi dan melampaui baku mutu. Pada bagian

tengah kadar Fosfat melampaui baku mutu dan bahkan kadarnya lebih tinggi

93

daripada di hulu. Hal ini disebabkan karena aliran sungai pada tengah Tukad Yeh

Sungi cenderung lebih tenang sehingga Fosfat (PO4) memiliki konsentrasi yang

tinggi selain itu di kawasan tengah terdapat juga lahan pertanian.

Kandungan Fosfat pada bagian hilir memiliki nilai tertinggi. Fosfat (PO4)

berasal dari limpasan daerah pertanian dan daerah pemukiman penduduk dan villa

akibat adanya limbah domestik / pemakaian detergen dan minyak pelumas. Fosfor

(P) membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob,

bersifat tidak larut dan mengendap pada sedimen. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa Tukad Yeh Sungi memiliki tingkat kesuburan yang cukup

tinggi, yang dapat menstimulir pertumbuhan algae di perairan (algae bloom) yang

membentuk lapisan pada permukaan air/mengurangi penetrasi cahaya perairan.

6.2.3 Perubahan Kandungan Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi.

Bakteri Faecal coliform adalah salah satu bakteri patogen. Keberadaan

bakteri Faecal coliform di perairan secara berlimpah menggambarkan bahwa

perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang mungkin juga disertai

dengan cemaran bakteri lain. Kandungan Faecal coliform pada tengah dan hilir di

minggu pertama melebihi baku mutu masing – masing berkisar antara 70 –

280/100 ml sedangkan di hilir berkisar antara 40 – 200 /100 ml. Kandungan

Faecal coliform terendah pada tanggal 7 Oktober di hulu Tukad Yeh Sungi

karena di daerah hulu sungai tidak banyak dipergunakan untuk kegiatan MCK

karena letak pemukiman penduduk serta aktivitas masyarakat letaknya relatif

cukup jauh akan tetapi masih ada sebagian kecil penduduk memanfaatkan sungai

sebagai tempat MCK.

94

Kandungan Faecal coliform pada Minggu II pada bagian tengah dan hilir

Tukad Yeh Sungi melebihi baku mutu berkisar antara 90 – 140/100 ml dan 110 –

150/100 ml. Hal ini disebabkan oleh adanya pemukiman padat penduduk yaitu di

desa Dakdakan, Desa Nyambu, dan Desa Kaba-Kaba yang letaknya dekat dengan

Tukad Yeh Sungi. Pemukiman penduduk daerah hilir tidak sebanyak pada bagian

tengah, di hilir hanya terdapat pemukiman di desa Nyanyi dan terdapat 9

(sembilan) unit villa walaupun begitu limbah kotoran manusia yang dihasilkan

cukup dapat mencemari kualitas Tukad Yeh Sungi (Gambar 6.1).

Kandungan Faecal coliform Minggu III pada hulu Tukad Yeh Sungi

masih memenuhi baku mutu dibandingkan di tengah dan di hilir yang telah

melebihi baku mutu. Pada daerah hulu Tukad Yeh Sungi dimana penduduk masih

memanfaatkan Tukad Yeh Sungi untuk mandi, mencuci pakaian, hingga

membuang kotoran kecil dan besar. Hal inilah yang menyebabkan Tukad Yeh

Sungi pada bagian hulu telah tercemar bakteri Faecal coliform. Kandungan

Faecal coliform mencapai 90 jml/100ml. Idealnya pada bagian hulu suatu sungai

kandungan Faecal coliform harus 0 jml/100ml karena bagian hulu merupakan

awal dari bagian sungai yang tidak boleh tercemar oleh bakteri Faecal coliform.

Apabila di hulu suatu sungai telah tercemar maka pada bagian tengah dan hilir

sungai pasti ikut tercemar. Kandungan Faecal coliform bagian tengah pada

Minggu III pada tanggal 19 sebesar 230 jml/100ml telah melampaui baku mutu,

sedangkan di hilir Tukad Yeh Sungi kandungan Faecal coliform tertinggi pada

tanggal 17 dan 19 Oktober sebesar 150 jml/100ml. Hal ini menunjukkan daerah

95

tengah Tukad Yeh Sungi lebih tercemar dari pada di daerah hilir. Hal ini

disebabkan oleh padatnya aktivitas penduduk di daerah tengah.

6.2.4 Perubahan Kadar Total coliform pada Tukad Yeh Sungi.

Berdasarkan asal dan sifatnya kelompok bakteri Colliform dibagi menjadi

dua golongan yaitu:

1. Coli – Faecal, Seperti E . coli yang berasal dari tinja manusia.

2. Coli–non Faecal, seperti aerobakteri dan klebsiele yang lebih banyak

didapatkan di dalam habitat tanah dan air daripada di dalam usus, umumnya tidak

patogen. Perbedaan antara kedua kelompok ini terletak pada temperatur inkubasi

selama fermentasi kaldu laktosa, kandungan bakteri Colliform serta sifat-sifat

biokimia lainnya. Kehadiran faeses atau tinja di dalam subtrat atau benda yang

berhubungan dengan kepentingan manusia, sangat tidak diharapkan karena

kehadiran materi faecal ini langsung maupun tidak langsung pada suatu subtrat

dapat dikatakan substrat tersebut tercemar oleh tinja (Suriawiria,1996).

Kadar Total coliform melebihi baku mutu pada bagian tengah pada

tanggal 3 dan 5 Oktober sedangkan di hilir melebihi baku mutu pada tanggal 3

Oktober. Penyebab meningkatnya kadar Total coliform hingga melebihi baku

mutu pada bagian tengah khususnya di desa Dakdakan adalah karena terdapat

pemukiman yang padat penduduk, perternakan ayam, dan kandang babi yang

secara tidak langsung segala kotoran atau feses manusia dan hewan akan dibuang

ke dalam sungai. kandungan Total coliform pada daerah hilir Tukad Yeh Sungi

telah melampaui baku mutu akibat adanya pemukiman penduduk dan kandang

babi. Limbah kotoran yang dihasilkan dari hewan babi dan manusia tidak diolah

96

terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan sehingga pada musim hujan

limbah tersebut akan masuk ke sungai. Kandungan Total coliform pada daerah

hulu masih memenuhi baku mutu sebab sebagian besar kawasan hulu adalah

pertanian sehingga jumlah kotoran hewan jauh lebih sedikit dibandingkan di

daerah tengah dan hilir sungai.

Kadar Total coliform Minggu II dan III pada hulu, tengah dan hilir masih

memenuhi baku mutu berkisar antara 110 – 280/1000 ml. Hal ini menunjukkan

bahwa air di Tukad Yeh Sungi masih memenuhi baku mutu lingkungan.

Perubahan kadar Total coliform Minggu III baik di daerah hulu, tengah, dan

hilir Tukad Yeh Sungi masih tetap memenuhi baku mutu, tetapi di tengah terjadi

peningkatan kadar Total coliform yang cukup besar yaitu tanggal 19 Oktober

terlihat pada Gambar 5.12. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan peternakan

ayam dan babi yang dipelihara oleh penduduk di Desa Nyambu dan Desa

Abiantuwung. Limbah padat dan cair hewan tersebut secara tidak langsung

terbuang ke sungai akibat tidak dikelolanya limbah dengan baik.

6.2.5. Perubahan Kadar BOD pada Tukad Yeh Sungi.

BOD5 yang dimaksud adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang mudah terurai.

Bahan-bahan tersebut merupakan beban bagi lingkungan perairan sungai yang

mengancam timbulnya pencemaran. Bahan organik yang mudah terurai umumnya

berasal dari bahan-bahan alam yang menjadi limbah dari berbagai kegiatan

manusia. Pada perairan alami nilai BOD antara 0,5 – 7,0 ppm. Sedangkan yang

sukar terurai umumnya berasal dari aktivitas pertanian, laundry, bengkel dan

97

kegiatan /industri kecil yang mulai berkembang di Kota Tabanan. Perairan yang

memiliki nilai BOD lebih dari 10 ppm dianggap telah mengalami pencemaran.

Nilai BOD limbah industri makanan antara 500 – 4.000 ppm.

Ambang batas baku mutu untuk nilai BOD air Tukad Yeh Sungi untuk

baku mutu kualitas air kelas 1 adalah minimal 2 ppm, sesuai dengan peruntukan

air yang memerlukan persyaratan tersebut, yaitu sebagai kebutuhan untuk air baku

bagi PDAM. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bulan Oktober tahun 2011,

nilai Kadar BOD pada hulu, tengah serta hilir Tukad Yeh Sungi untuk Minggu I

dan II memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Kadar BOD pada hulu Tukad Yeh

Sungi masih rendah karena letaknya yang relatif jauh dengan pemukiman

penduduk. Aktivitas pada daerah dekat hulu sungai di Br. Palian, Desa Luwus

antara lain : pemukiman, pertanian, perkebunan. Jarak antara sungai dengan

sumber pencemar masih relatif jauh. Kadar BOD pada tengah Tukad Yeh Sungi

lebih tinggi dibandingkan di hulu karena berdekatan dengan pemukiman

penduduk di Desa Abiantuwung. Seluruh aktivitas menghasilkan limbah domestik

yang mengandung bahan organik dan gugus sulfonat (S) dan fosfat (P) dari

pemakaian sabun/detergent. Daerah hilir Tukad Yeh Sungi di Banjar, Nyanyi

terdapat pemukiman dan 9 (sembilan) unit villa. Jarak sungai dengan pencemar

berdekatan dengan jarak minimal + 100 meter.

Kadar BOD melampaui Baku Mutu Air kelas 1 terjadi pada Minggu II di

daerah tengah Tukad Yeh Sungi. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan

kandungan bahan organik pada badan air yang disebabkan oleh limbah domestik

dari pemukiman, dan tempat pencucian mobil sumber pencemar juga dari bahan

98

organik yang berasal dari areal persawahan yang luas terdapat di sisi sungai.

Sungai pada area ini banyak dimanfaatkan penduduk untuk membuang sisa-sisa

kegiatan ibadah. Pemukiman penduduk terkonsentrasi pada tepi sungai, dengan

jarak terdekat 8-30 meter. Kondisi ini menandakan terdapat banyak aktivitas di

tengah Tukad Yeh Sungi yang berdampak pada peningkatan volume limbah cair

yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan nilai BOD.

Kadar BOD pada daerah hulu dan hilir Minggu III masih memenuhi baku

mutu yang ditetapkan karena aktivitas tidak sepadat di daerah tengah Tukad Yeh

Sungi. Nilai BOD rata – rata daerah hulu Tukad Yeh Sungi berkisar 0,96 mg/l,

daerah tengah yang telah memasuki kota kawasan padat pemukiman kandungan

BOD meningkat menjadi 1,47 mg/l kemudian menurun lagi pada bagian hilir

sebesar 1,45 mg/l. Tipikal sumber pencemar dari sungai ini terutama limbah

rumah tangga yang dibuang ke sungai dan timbulan sampah di sempadan sungai

yang menyumbang lindi ke sungai serta bersumber dari peningkatan intensitas

kegiatan baik pemukiman maupun kegiatan perdagangan yang berdampak tidak

langsung maupun langsung terhadap air sungai.

6.3 Hasil Nilai Rata-rata Parameter Fisika, Kimia dan Biologi pada Tukad

Yeh Sungi.

6.3.1 Nilai Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi.

Berdasarkan rata-rata nilai suhu air dari hasil analisis didapatkan bahwa

semakin ke hilir, terjadi peningkatan suhu pada badan air. Hal ini berkaitan

dengan adanya perbedaan ketinggian tempat dan perbedaan waktu pengambilan

99

sampel yang dimulai dari bagian hulu menuju bagian tengah dan hilir Tukad Yeh

Sungi masing-masing membutuhkan waktu ± 55 menit..

6.3.2 Nilai Rata-rata Kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total

Dissolved Solid) pada Tukad Yeh Sungi.

Titik pantau di daerah tengah pada Tukad Yeh Sungi memiliki rata-rata

nilai kekeruhan tertinggi dibandingkan di bagian hilir dan hulu. Hal ini berkaitan

dengan adanya tingkat aktivitas manusia yang padat pada bagian tengah Tukad

Yeh Sungi seperti mandi, mencuci baju (mck), pertanian dan peternakan.

Kekeruhan di dalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi seperti lempung,

lumpur, zat organik, plankton dan zat halus lainnya. Hal ini ditunjukkan juga pada

rata-rata nilai TSS (Total Suspended Solid) mengalami peningkatan pada bagian

tengah sehingga adanya korelasi antara kekeruhan yang diakibatkan dengan

adanya zat tersuspensi. Zat yang tersuspensi tersebut mempunyai efek kurang baik

terhadap kualitas air karena menyebabkan kekeruhan. Untuk rata-rata nilai TDS

(Total Dissolved Solid) berdasarkan hasil analisis tertinggi dibagian hilir Tukad

Yeh Sungi yang kemungkinan disebabkan karena jumlah ion-ion yang terkandung

didalam air bagian hilir cukup banyak dibandingkan pada tengah dan hulu Tukad

Yeh Sungi.

6.3.3 Nilai Rata-rata DHL (Daya Hantar Listrik) pada Tukad Yeh Sungi.

Nilai DHL perairan air tawar sebesar 1000 µS. Berdasarkan rata-rata nilai

DHL (Daya Hantar Listrik) didapatkan bahwa nilai DHL dibagian tengah dan hilir

Tukad Yeh Sungi hampir sama tetapi lebih tinggi dibagian tengah karena jumlah

ion – ion yang menyebabkan daya hantar listrik lebih tinggi pada bagian tengah

100

sangat banyak. Hal ini ditunjukkan juga pada nilai rata-rata TDS yang tinggi pada

bagian tengah Tukad Yeh Sungi, karena TDS dipengaruhi juga oleh partikel dan

ion-ion didalam air. Apabila kadar DHL semakin tinggi di dalam suatu badan

perairan maka kualitas air tersebut semakin menurun yang dapat mengganggu

kegiatan pertanian.

6.3.4 Nilai Rata-rata pH (Derajat Keasaman) pada Tukad Yeh Sungi.

Nilai rata-rata pH (derajat keasaman) dari hasil analisis dibagian hulu

relatif netral yaitu berkisar 7.03 dan untuk bagian tengah hingga hilir nilai pH

semakin tinggi (sedikit basa) berkisar antara 7,51 – 7,58. Hal ini disebabkan

karena di bagian tengah sampai hilir banyak limbah domestik artinya sebagian

besar masyarakat di tengah dan hilir sungai sungai memanfaatkan sungai sungi

untuk mencuci pakaian dengan menggunakkan detergen, karena sifat dari

detergen bersifat basa maka sisa / residu dari detergen sehabis mencuci pakaian

larut bersama air. Daerah hilir Tukad Yeh Sungi juga dimanfaatkan oleh PDAM

yang didalam proses pengolahan air minum menggunakkan bahan kimia PAC

(Poli Alumunium Chlorida) sebagai bahan koagulannya dimana bahan kimia PAC

bersifat basa, hal ini juga mempengaruhi nilai pH pada bagian hilir Tukad Yeh

Sungi.

6.3.5 Nilai Rata-rata Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi.

Berdasarkan rata-rata nilai total Fosfat dari hasil analisis kualitas air pada

Tukad Yeh Sungi didapatkan bahwa nilai Fosfat tertinggi pada bagian hilir

sebesar 0,42 mg/l melampaui baku mutu kualitas air yang telah ditetapkan yaitu

sebesar 0,2 mg/l. Tingginya kadar Fosfat dalam badan air akibat terjadinya

101

akumulasi sisa-sisa pupuk dari aktivitas pertanian di bagian hulu dan tengah

Tukad Yeh Sungi yang tidak dapat diserap 100% oleh tumbuhan akibat

pemakaian pupuk atau pestisida melebihi dosis yang diharuskan.

6.3.6 Nilai Rata-rata DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biological Oxygen

Demand), dan COD (Chemical Oxygen Demand) pada Tukad Yeh

Sungi.

Tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan

menunjukkan tingkat kesegaran suatu perairan. Nilai DO semakin tinggi

menggambarkan suatu badan perairan semakin baik karena air tersebut masih

murni yang jumlah oksigen terlarut masih tinggi. Nilai minimum DO dalam

perairan sebesar berdasarkan Pergub Bali No 7 Tahun 2008 adalah sebesar 6 mg/l.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2011

didapatkan hasil nilai rata-rata nilai DO (Dissolved Oxygen) dari hasil analisis

didapatkan bahwa nilai DO dibagian hulu dan hilir lebih tinggi dibandingkan

dengan bagian tengah masing – masing sebesar 6,82 mg/l pada bagian hulu, 6,67

mg/l pada bagian tengah, 6,64 mg/l pada bagian hilir. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat kesegaran air dibagian hulu dan hilir lebih baik jika dibandingkan dengan

bagian tengah. Hal ini disebabkan oleh karena pada bagian tengah telah

mengalami pencemaran yang mengakibatkan nilai DO semakin menurun.

BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)

berbanding terbalik dengan DO (Dissolved Oxygen) semakin tinggi kadar BOD

dan COD maka semakin turun kualitas perairan hal ini ditunjukkan pada bagian

tengah nilai BOD dan COD sangat tinggi dibandingkan pada bagian hulu dan hilir

102

Tukad Yeh Sungi. Nilai rata-rata BOD pada masing-masing titik pengambilan

dari hulu, tengah dan hilir secara berturutan adalah sebagai berikut 0,96 mg/l, 1,47

mg/l dan 1,45 mg/l sedangkan untuk kandungan COD pada daerah hulu sebesar

3,07 mg/l, bagian tengah sebesar 8,36 mg/l dan bagian hilir sebesar 8,64 mg/l.

Kandungan COD dalam perairan memiliki kecenderungan nilai yang lebih besar

jika dibandingkan kandungan BOD.

103

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengambilan sampel air yang telah dilaksanakan pada

bulan Oktober 2011 di Tukad Yeh Sungi dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Karakteristik sumber pencemar yang mempengaruhi kualitas air pada Tukad

Yeh Sungi pada wilayah I adalah kegiatan pertanian, peternakan skala rumah

tangga, pemukiman padat penduduk dan kegiatan industri sedangkan pada

wilayah II disebabkan oleh kegiatan pertanian, peternakan skala rumah tangga,

pemukiman penduduk dan villaakibat limbah yang dihasilkan tidak dikelola

dengan baik, sehingga air sungai menjadi tercemar..

2. Status Mutu Tukad Yeh Sungi berdasarkan Metode Indeks Pencemaran pada

bagian hulu masih memenuhi kualitas air kelas 1 sedangkan pada bagian

tengah dan hilir tergolong tercemar ringan ditunjukkan oleh persebaran nilai

COD, BOD, TSS, Fosfat dan Faecal coliform telah melampaui baku mutu

yang telah ditetapkan berdasarkan Baku Mutu Kualitas Air kelas 1

berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007.

3. Nilai rata – rata pada masing-masing titik pengambilan sampel tedapat 2 (dua)

parameter kualitas air telah melampaui Baku Mutu Kualitas Air kelas 1 di

Tukad Yeh Sungi yaitu Total fosfat dan Faecal coliform.

102

104

7.2 `Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas dapat disarankan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan pemantauan dan pendataan penggunaan pupuk buatan

(N,P,K) dan pestidida oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Pertanian

Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan dan Petugas

Penyuluh Lapangan petani serta pembuangan limbah domestik yang

berasal dari pemukiman.

2. Perlu dilakukan pendataan dan pengawasan tentang perijinan kegiatan/

usaha baik skala rumah tangga maupun skala menengah, kegiatan

peternakan serta limbah yang dihasilkan oleh instansi terkait yaitu Dinas

Perindustrian dan Perdagangan dan UKM Kabupaten Tabanan, Dinas

Peternakan Kabupaten Tabanan, Kantor Lingkungan Kabupaten Tabanan.

3. Perlu adanya program/kegiatan pembuatan biogas untuk menanggulangi

limbah yang dihasilkan akibat adanya kegiatan peternakan.

4. Perlu adanya penelitian secara periodik untuk mendapatkan gambaran

kualitas air Tukad Yeh Sungi mengingat fungsinya sebagai penyedia air

baku PDAM Kabupaten Tabanan.

105

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G and S.S. Santika. 1994. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha

Nasional Surabaya APHA. 1989. Standard methods for the examination of waters and wastewater.

17th ed. American Public Health Association, American Water Works Association, Water Pollution Control Federation. Washington, D.C. 1467 p.

As-syakur A.R, I. W. Suarna, I. W. S. Adnyana, I W. Rusna, I. A. A Laksmiwati dan I W. Diara. 2008. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung. Jurnal Bumi Lestari10 (2) : 200-208

Bappeda Kabupaten Tabanan. 2010. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor Tahun 2010 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan. Tabanan.

Bappedal Jateng. 2002. Laporan Akhir, Penyusunan Profil Lingkungan DAS Babon di Jawa Tengah. Semarang.

BLH Provinsi Bali, 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali. Denpasar.

Boyd, CE. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Fond, Auburn University Agricultural Experimenta. Auburn Alabama.

Cottam, T. 1969. Research for Establishment of Water Quality Criteria for Aquatic Life. Reprint Transac of the 2nd Seminar on Biology, April 20-24, Ohio.

Dahuri, R. dan A. Damar. 1994. Metode dan Teknik Analisis Kualitas Air. PPLH, Lembaga Penelitian IPB-Bogor.

Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya, Yogyakarta, hal : 66, 68.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, 2010. Laporan Data Statistik Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan. Tabanan

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 21-23, 185

Hadi, A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Hal : 7-10.

Hardjasoemantri, K. 1986. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

104

106

Hidayat, I. 1981. Water Pollution Control, Pengawasan Kualitas dan Pencemaran Air, Paket Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC, I.S.F.I, Jawa Barat. Hal : 12-14

Ibrahim, S. 1982. Water Pollution Control. Pengawasan Kualitas dan Pencemaran Air. Paket Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC, I.S.F.I, Jawa Barat, hal : 12-19

Irianto, E.W dan B. Machbub, 2003. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar dalam Air Sungai (Studi Kasus : Sub DAS Citaru Hulu). JLP. Vol 17 (52) Tahun 2005. Hal : 1-4.Diakses pada tanggal 4 Mei 2011 pkl : 00 : 31.

Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010. Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Tabanan. Tabanan.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang Penetapan Status Mutu Air. Jakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Kumar, H.D. 1977. Modern Concept of Ecology. Vikas Published Houses, VT. Ltd, New Delhi.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Leonare, S and Clesceri. 1998. Standard Methods For The Examination of Water

and Waste Water, APHA, Washington DC. Lutfi A S. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di sekitar Sungai

TUK Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang serta Upaya Penangaannnya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan Bendan Ngisor Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang). http;//eprints.undip.ac.id/15152/I/Lutfi_As_L4K002051.pdf

Mahida, U.N. 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. Mc Graw Hill. Publishing Company Limited. Environmental

Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press, Jakarta.

Metcalf and I.N.C. Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, Reuse. 3rd ed. (Revised by: G. Tchobanoglous and F.L. Burton). McGraw-Hill, Inc. New York, Singapore. 1334 p.

Miller, G.T, 1975. Living In The Enviroment, Concept, Problem and Alternative. Widsworth Publishing Company, Belmot, California. p : 100

Mulyanto, H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

107

Odum, E. P. 1996. Dasar – Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Peavy H.S, D.R Rowe and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental Engineering. Mc. Graw Hill-Book Company, New York.

Pemerintah Provinsi Bali, 2005. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Denpasar.

Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta

Pemerintah Provinsi Bali. 2007. Peraturan Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007, tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Denpasar.

Risyanto dan M. Widyastuti.2004. Pengaruh Perlilaku Penduduk dalam Membuang Limbah terhadap Kualitas Air Sungai Gajah Wong. Manusia dan Lingkungan XI(2) : hal 73 – 85

Setiaji, B. 1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada Kegiatan MIGAS dan Panas Bumi. Lokakarya Kajian Ilmiah tentang Komponen, Parameter, Baku Mutu Lingkungan dalam Kegiatan Migas dan Panas Bumi, PPLH UGM, Yogyakarta.

Soemarwoto, O, 1987. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan.

Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair, suatu pengantar. Penerbit Buku Kedokteran (EGC)

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.

Sumengen. 1987. Metode Praktis dalam Menentukan Pencemaran Air. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bahan Kursus Penyegar dan Musyawarah II ILUNI FK-UI, Jakarta.

Suprabawati, A. dan I K. Sundra. 2007. Identifikasi Sumber Pencemar dan Kualitas Air Sungai di Desa Canggu dan Desa Dalung Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Ecotropic. 2 (2). : 2-4

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Suriawiria, U. 1996. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung.

Wardhana, W.A, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Widyastuti M. dan M. A. Marfa. 2004. Kajian Daya Tampung Sungai Gajahwong Terhadap Beban Pencemaran. Majalah Geografi Indonesia 2004, XVIII(2) : 81 – 97.

108

Winata, I. N. A, Siswoyo dan T. Mulyono. 2000. Perbandingan Kandungan P dan N Total dalam Air Sungai di Lingkungan Perkebunan dan Persawahan. Jurnal Ilmu Dasar, 1 (I) : 24 – 28

109

Lampiran 1. Tumpukan Sampah di daerah Tengah berlokasi di Br. Dakdakan, Desa Abiantuwung

Tumpukan Sampah di Hulu berlokasi di Desa Perean, Baturiti

Lampiran 2. Pendangkalan sungai di wilayah hulu yang berlokasi di Desa Perean, Baturiti

110

Lampiran 3. Lokasi Pengambilan Sampel Air

Hulu Tukad Yeh Sungi

Tengah Tukad Yeh Sungi

Hilir Tukad Yeh Sungi

110

Lampiran 4. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu I

Hasil Pemantauan 03-Okt-11 05-Okt-11 07-Okt-11

Rata - rata No Parameter Satuan BML

Kelas I Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir

1 Temperatur Udara °C 24,00 27,00 25,90 25,63 24,50 28,70 29,70 27,63 26,40 26,44 26,38 27,00

Debit m3/detik 0,33 0,30 0,90 0,51 0,33 0,30 0,90 0,51 0,33 0,58 0,38 0,51 Fisika

Suhu Air °C Deviasi 3

23,50

24,50

26,80

24,93

24,30

25,70

25,70

25,23

24,80

24,71

24,68

25,77

Kekeruhan NTU

0,15

13,25

13,24

8,88

0,54

9,70

8,18

6,14

0,47

5,74

6,64

7,80

TSS mg/L 50

7,00

40,00

30,00

25,67

12,00

82,00

60,00

51,33

14,00

30,89

34,44

42,00

TDS mg/L 1000

131,00

180,00

183,00

164,67

154,00

185,00

184,00

174,33

143,00

159,89

169,44

170,33

DHL µS

256,00

354,00

359,00

323,00

367,00

363,00

361,00

363,67

281,00

313,33

361,56

334,33 Kimia

pH 6-9

6,82

7,45

7,75

7,34

7,00

7,56

7,60

7,39

7,01

7,25

7,28

7,44

Total Phosfat mg/L 0.2

0,21

0,50

0,61

0,44

0,28

0,53

0,54

0,45

0,24

0,40

0,41

0,46

DO mg/L Min 6

7,30

6,90

7,10

7,10

7,10

6,90

7,10

7,03

6,70

7,17

7,01

6,90

BOD mg/L 2

0,99

1,39

1,19

1,19

0,99

1,59

1,19

1,26

1,10

1,12

1,21

1,29

COD mg/L 10

2,00

12,00

10,00

8,00

2,20

8,30

6,90

5,80

2,20

5,63

6,67

6,83 Biologi

Fecal coliform Jml/100ml 100

70,00

280,00

200,00

183,33

70,00

200,00

280,00

183,33

40,00

177,78

177,78

146,67

Total coliform Jml/100ml 1000

110,00

2.100,00

750,00

986,67

140,00

1.500,00

2.100,00

1.246,67

200,00

1.065,56

1.162,22

816,67

111

Lampiran 5. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu II

Hasil Pemantauan

10-Okt-11 12-Okt-11 14-Okt-11 Rata - rata

No Parameter Satuan BML Kelas I

Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir

1 Temperatur Udara °C 27,00 28,90 29,50 26,50 26,00 25,80 27,00 27,30 28,70 26,83 27,40 28,00

Debit m3/detik 0,33 0,30 0,90 0,18 0,17 0,34 0,18 0,17 0,34 0,23 0,21 0,53

Fisika

Suhu Air °C Deviasi 3 25,70 26,60 26,80 25,40 25,80 25,80 23,70 25,80 26,20 24,93 26,07 26,27

Kekeruhan NTU 0,71 11,76 14,70 0,48 12,47 17,52 0,94 20,90 9,77 0,71 15,04 14,00

TSS mg/L 50 7,00 10,00 12,00 13,00 42,00 53,00 7,00 42,00 34,00 9,00 31,33 33,00

TDS mg/L 1000 136,00 181,00 177,00 134,00 190,00 196,00 137,00 189,00 187,00 135,67 186,67 186,67

DHL µS 270,00 355,00 350,00 264,00 373,00 386,00 269,00 370,00 369,00 267,67 366,00 368,33

Kimia

pH 6-9 7,06 7,50 7,69 7,03 7,63 7,78 7,01 7,51 7,65 7,03 7,55 7,71

Total Phosfat mg/L 0.2 0,27 0,30 0,38 0,12 0,42 0,41 0,11 0,33 0,34 0,17 0,35 0,38

DO mg/L Min 6 6,70 6,50 6,70 6,70 6,10 6,70 6,70 6,30 6,70 6,70 6,30 6,70

BOD mg/L 2 1,15 1,79 1,25 1,37 1,95 1,40 0,84 1,94 1,24 1,12 1,89 1,30

COD mg/L 10 1,90 8,00 8,00 2,00 10,40 7,30 0,90 12,20 9,30 1,60 10,20 8,20

Biologi

Fecal coliform Jml/100ml 100 70,00 90,00 150,00 90,00 110,00 150,00 90,00 140,00 110,00 83,33 113,33 136,67

Total coliform Jml/100ml 1000 110,00 150,00 210,00 150,00 200,00 280,00 110,00 280,00 210,00 123,33 210,00 233,33 Lampiran 6. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu III

112

Hasil Pemantauan 17-Okt-11 19-Okt-11 21-Okt-11

Rata - rata No Parameter Satuan BML

Kelas I Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir

1 Temperatur Udara °C 27,8 29,4 29,9 25,7 29,4 27,9 27,7 28,8 28,9 27,1 29,2 28,9

Debit Aliran Sungai m3/detik 0,18 0,17 0,34 0,18 0,17 0,34 0,33 0,3 0,9 0,2 0,2 0,5

Fisika

Suhu Air °C Deviasi 3 24,9 27,7 29,9 25,1 27,9 27,5 25,7 27,6 28,5 25,2 27,7 28,6

Kekeruhan NTU 0,25 14,15 12,53 0,6 28,1 10,98 0,61 18,1 10,9 0,5 20,1 11,5

TSS mg/L 50 8 64 58 7 53 35 7 60 51 7,3 59,0 48,0

TDS mg/L 1000 141 184 192 141 183 196 136 177 192 139,3 181,3 193,3

DHL µS

290 362 377 278 359 386 270 350 376 279,3 357,0 379,7 Kimia 0,0

pH 6-9 7,03 7,53 7,73 7,28 7,63 7,68 7 7,56 7,75 7,1 7,6 7,7

Total Phosfat mg/L 0,2 0,23 0,41 0,44 0,21 0,44 0,46 0,17 0,31 0,36 0,2 0,4 0,4

DO mg/L Min 6 6,5 6,1 6,5 6,4 6,2 6,5 6,9 6,7 7,1 6,60 6,33 6,70

BOD mg/L 2 0,4 1,25 0,85 0,55 2,05 1,44 0,97 2,32 1,26 0,64 1,87 1,18

COD mg/L 10 1,9 9,2 7,3 1,9 10,8 9,4 2,1 11,9 8,7 1,97 10,63 8,47 Biologi

Fecal coliform Jml/100ml 100 70 140 150 90 230 150 70 150 70 76,7 173,3 123,3

Total coliform Jml/100ml 1000 110 200 280 200 750 280 90 210 210 133,3 386,7 256,7

113

Lampiran 7. Data Nilai Rata-rata Maing-masing Parameter pada Tukad Yeh Sungi

Rata – rata Rata - rata Rata - rata

Hulu Tengah Hilir No Parameter Satuan BML Kelas I Minggu

I Minggu

II Minggu

III

Total Minggu

I Minggu

II Minggu

III

Total Minggu

I Minggu

II Minggu

III

Total

1 Suhu Udara °C 26,44 26,83 27,07 26,78 26,38 27,40 28,00 27,26 27,00 29,20 28,90 28,37

Debit i m3/detik 0,58 0,23 0,23 0,35 0,38 0,21 0,53 0,37 0,51 0,21 0,53 0,42

Fisika

Suhu Air °C Deviasi 3 24,71 24,93 25,23 24,96 24,68 26,07 26,27 25,67 25,77 27,73 28,63 27,38

Kekeruhan NTU 5,74 0,71 0,49 2,31 6,64 15,04 14,00 11,89 7,80 20,12 11,47 13,13

TSS Mg/L 50 30,89 9,00 7,33 15,74 34,44 31,33 33,00 32,93 42,00 59,00 48,00 49,67

TDS Mg/L 1000 159,89 135,67 139,33 144,96 169,44 186,67 186,67 180,93 170,33 181,33 193,33 181,67

DHL µS 313,33 267,67 279,33 286,78 361,56 366,00 368,33 365,30 334,33 357,00 379,67 357,00

Kimia

pH 6-9 7,25 7,03 7,10 7,13 7,28 7,55 7,71 7,51 7,44 7,57 7,72 7,58

Total Phosfat Mg/L 0.2 0,40 0,17 0,20 0,26 0,41 0,35 0,38 0,38 0,46 0,39 0,42 0,42

DO Mg/L Min 6 7,17 6,70 6,60 6,82 7,01 6,30 6,70 6,67 6,90 6,33 6,70 6,64

BOD Mg/L 2 1,12 1,12 0,64 0,96 1,21 1,89 1,30 1,47 1,29 1,87 1,18 1,45

COD Mg/L 10 5,63 1,60 1,97 3,07 6,67 10,20 8,20 8,36 6,83 10,63 8,47 8,64

Biologi

Fecal coliform Jml/100ml 100 177,78 83,33 76,67 112,59 177,78 113,33 136,67 142,59 146,67 173,33 123,33 147,78

Total coliform Jml/100ml 1000 1065,56 123,33 133,33 440,74 1162,22 210,00 233,33 535,19 816,67 386,67 256,67 486,67

1

Lampiran 8. HASIL PERHITUNGAN IP TUKAD SUNGI PADA PENGAMBILAN 1

MINGGU HARI/TGL PARAMETER Ci Lij Ci/Lij Ci/Lij Baru Keterangan

I Senin 1 TSS 7 50 0,14 0,14 Hulu 3 Oktober 2011 2 TDS 131 1000 0,13 0,13 3 pH 6,82 6-9 0,45 0,45 4 Total Phosfat 0,21 0,2 1,05 1,11 5 DO 7,30 6 -0,30 -0,05 6 BOD 0,99 2 0,50 0,50 7 COD 2 10 0,20 0,20 8 Fecal coliform 70 100 0,70 0,70 9 Total coliform 110 1000 0,11 0,11 (Ci/Lij)R 0,37 (Ci/Lij)M 0,70 Pij 0,56

Senin PARAMETER Ci Lij Ci/Lij Ci/Lij Baru Tengah

3 Oktober 2011 1 TSS 30 50 0,6 0,6 2 TDS 180 1000 0,18 0,18 3 pH 7,45 6-9 0,03 0,03 4 Total Phosfat 0,55 0,2 2,75 3,20 5 DO 6,9 6 0,10 0,02 6 BOD 1,39 2 0,70 0,70 7 COD 12 10 1,20 1,40 8 Fecal coliform 280 100 2,80 3,24 9 Total coliform 2100 1000 2,10 2,61 (Ci/Lij)R 1,33 (Ci/Lij)M 3,24 Pij 2,47

Senin PARAMETER Ci Lij Ci/Lij Ci/Lij Baru Hilir

3 Oktober 2011 1 TSS 40 50 0,8 0,8 2 TDS 183 1000 0,18 0,18 3 pH 7,75 6-9 0,20 0,20 4 Total Phosfat 0,61 0,2 3,05 3,42 5 DO 7,1 6 -0,10 -0,02 6 BOD 1,19 2 0,60 0,60 7 COD 18 10 1,80 2,28 8 Fecal coliform 200 100 2,00 2,51 9 Total coliform 750 1000 0,75 0,75 (Ci/Lij)R 1,19 (Ci/Lij)M 3,42 Pij 2,56

114

2