unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

108
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia, salah satunya dengan pencapaian prestasi yang tinggi di bidang olahraga. Prestasi olahraga memiliki nilai yang sangat tinggi bagi suatu bangsa. Prestasi olahraga di Indonesia secara makro sekarang ini belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan apabila dilihat dari segi peringkat, perolehan medali pada kegiatan-kegiatan seperti: Sea Games, Asean Games, dan Olimpiade serta pada kejuaraan-kejuaraan dunia untuk masing-masing cabang olahraga prestasinya perlu ditingkatkan. Prestasi olahraga Indonesia dapat berjaya kembali di Asean dan mulai bicara di Asia melalui kerja keras selama 8 hingga 12 tahun lagi (Paulus, 2000). Pemerintah Indonesia selalu menggaungkan semboyan memasyarakatkan olahraga atau mengolahragakan masyarakat dengan tujuan untuk melakukan aktivitas bergerak badan (Nala, 1992). Olahraga merupakan suatu aktivitas yang banyak dilakukan oleh masyarakat, keberadaannya sekarang ini tidak lagi dipandang sebelah mata tetapi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, sebab olahraga dewasa ini sudah dikenal oleh masyarakat baik orang tua, remaja, maupun anak-anak. Hal ini terbukti pada hari-hari libur di lapangan-lapangan serta tempat–tempat lainnya yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan olahraga.

Transcript of unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

Page 1: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah bangsa dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain di dunia,

salah satunya dengan pencapaian prestasi yang tinggi di bidang olahraga. Prestasi

olahraga memiliki nilai yang sangat tinggi bagi suatu bangsa. Prestasi olahraga di

Indonesia secara makro sekarang ini belum menunjukkan perkembangan yang

menggembirakan apabila dilihat dari segi peringkat, perolehan medali pada

kegiatan-kegiatan seperti: Sea Games, Asean Games, dan Olimpiade serta pada

kejuaraan-kejuaraan dunia untuk masing-masing cabang olahraga prestasinya perlu

ditingkatkan. Prestasi olahraga Indonesia dapat berjaya kembali di Asean dan mulai

bicara di Asia melalui kerja keras selama 8 hingga 12 tahun lagi (Paulus, 2000).

Pemerintah Indonesia selalu menggaungkan semboyan memasyarakatkan olahraga

atau mengolahragakan masyarakat dengan tujuan untuk melakukan aktivitas

bergerak badan (Nala, 1992).

Olahraga merupakan suatu aktivitas yang banyak dilakukan oleh

masyarakat, keberadaannya sekarang ini tidak lagi dipandang sebelah mata tetapi

sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, sebab olahraga dewasa ini sudah

dikenal oleh masyarakat baik orang tua, remaja, maupun anak-anak. Hal ini terbukti

pada hari-hari libur di lapangan-lapangan serta tempat–tempat lainnya yang

memungkinkan untuk melakukan kegiatan olahraga.

Page 2: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

2

Olahraga berdasarkan sifat dan tujuannya dapat dibagi menjadi olahraga

prestasi, olahraga pendidikan, serta olahraga kesehatan (Kanca, 2006). Bentuk

pelaksanaan latihan olahraga yang dilakukan berbeda-beda disesuaikan dengan

tujuan yang ingin dicapai.

Olahraga prestasi merupakan olahraga yang lebih menekankan pada

peningkatan prestasi seorang atlet pada cabang olahraga tertentu. Sejak delapan

tahun yang lalu, pada tahun 2002, Piala Thomas dan Piala Uber tak pernah lagi

digenggam Indonesia. Kemampuan atlet Indonesia pun tampak jauh ketinggalan

dibanding pemain negara lain. Padahal dulu jawara di bidang olahraga ini,

mengalahkan raksasa bulu tangkis seperti Cina atau Malaysia. Indonesia pernah

juara Thomas 13 kali. Kejayaan ini seolah tanpa bekas. Keterpurukan ini dibuktikan

dengan perolehan peringkat Taufik Hidayat dan ganda Markis kido/Hendra

peringkat 10 besar (BWF, 2011). Dengan terjadinya kemerosotan ini pembenahan

yang paling krusial dirombak adalah sistem pembinaan atlet (Tangkudung, 2006).

Prestasi olahraga dihasilkan melalui program pembinaan dan

pengembangan secara bertahap dan berkesinambungan, peranan ilmu pengetahuan

dan teknologi, sumber daya manusia dan sumber daya alam mempengaruhi

pencapaian prestasi. Dalam suatu pelatihan pencapaian prestasi secara maksimal

tidak lepas dari aspek fisik, tehnik, taktik dan mental. Menurut Bompa (2000),

faktor-faktor dasar latihan yaitu meliputi persiapan fisik, tehnik, taktik dan

kejiwaan (psikologi). Disamping itu juga komponen penting yang menentukan

keberhasilan seorang atlet untuk berprestasi adalah kesegaran jasmani. Tanpa

kesegaran jasmani yang prima atlet tidak akan berhasil memperoleh prestasi

Page 3: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

3

walaupun memiliki keterampilan tehnik dan taktik yang baik. Kenyataan

menunjukkan bahwa kesegaran jasmani yang baik berhubungan dengan prestasi

olahraga. Latihan fisik dalam rangka memperbaiki dan mengembangkan kesegaran

jasmani merupakan jawaban yang tepat untuk menghadapi keadaan darurat dan

tekanan-tekanan yang datang mendadak dalam kehidupan (Setijono, 2001). Proses

pelatihan fisik yang terprogram dengan baik sehingga faktor-faktor tersebut dapat

dikuasai. Bompa (1999) menyatakan bahwa pelatihan merupakan sebuah aktivitas

olahraga yang sistematik dalam waktu lama yang ditingkatkan secara progresif dan

individual, yang mana mengarah kepada ciri-ciri fisiologis dan psikologis manusia

untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Program pelatihan sebaiknya

direncanakan dengan baik dan sempurna. Menurut Harsono (1988), program latihan

kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis yang bertujuan

untuk meningkatkan kebugaran fisik dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh

sehingga memungkinkan atlet mencapai prestasi yang lebih baik. Aktivitas yang

teratur memantapkan fungsi sistem kekebalan, sedangkan aktivitas marathon yang

melelahkan bersifat menekan kekebalan sehingga aktivitas yang teratur memiliki

kontribusi terhadap kesehatan (Sharkey, 2003).

Permainan bulutangkis sarat dengan berbagai kemampuan dan keterampilan

gerak yang kompleks. Sepintas lalu dapat diamati bahwa pemain harus melakukan

gerakan-gerakan seperti lari cepat, berhenti dengan tiba-tiba dan segera bergerak

lagi, gerak meloncat, menjangkau, memutar badan dengan cepat, melakukan

langkah lebar tanpa pernah kehilangan keseimbangan tubuh sehingga aspek kondisi

fisik dapat memegang peranan penting untuk permainan bulutangkis yang

Page 4: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

4

membutuhkan kualitas kekuatan, daya tahan, kelentukan, kecepatan, kelincahan,

dan koordinasi gerak yang baik. Aspek-aspek tersebut sangat dibutuhkan agar

individu mampu bergerak dan bereaksi untuk menjelajahi setiap sudut lapangan

selama permainan. Karena itu, pebulutangkis sangat penting memiliki derajat

kondisi fisik prima. Berdasarkan hal tersebut salah satu komponen biomotorik

dalam permainan bulutangkis tidak lepas dari daya ledak otot lengan karena

melibatkan pukulan-pukulan di atas untuk menghasilkan pukulan yang keras,

dibutuhkan tenaga yang maksimal, yang bersumber dari kekuatan otot-otot bagian

tubuh, yang melibatkan segmen-segmen otot lengan dalam suatu rangkain gerakan

memukul yang utuh.

Daya ledak merupakan kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan

maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Menurut Harsono (1988), cabang-cabang

olahraga yang gerakannya didominasi gerakan meloncat seperti dalam bola voli,

bulutangkis serta olahraga sejenisnya. Setiap individu yang memiliki daya ledak

seyogyanya memiliki derajat kekuatan otot, derajat kecepatan, dan derajat

keterampilan yang tinggi dalam keterampilan. Bentuk pelatihan daya ledak ditandai

adanya gerakan atau perubahan tiba-tiba yang cepat, seperti tubuh terdorong ke

atas, terdorong ke depan, atau melempar, memukul atau menyemes bola serta

menendang (Nala, 2002). Dalam kenyataan di lapangan atau sering ditemukan di

tempat pelatihan yang sering dilakukan seperti push up, angkat barbell dengan

gerakan naik turun dengan arah vertikal serta pelatihan weight trainning seperti

incline press, standing press up righ row, triceps extension, revers curl,bench press

kebanyakan pelaksanaan dilakukan dalam posisi duduk, berbaring, padahal dalam

Page 5: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

5

permainan bulutangkis dilakukan posisi berdiri. Tipe pelatihan hendaknya

menyerupai gerakan memukul atas (overhead) pada olahraga bulutangkis sehingga

komponen biomotorik yang dilatih (spesifikasinya) tepat sasaran yaitu

meningkatkan daya ledak otot lengan. Tetapi akibat yang ditimbulkan otot lengan

semakin besar dan kuat sehingga hasilnya otot lengan yg besar bukan untuk

melakukan pukulan yg cepat dan tepat tetapi untuk mengangkat barang atau hanya

untuk sekedar keindahan. Sinkronisasi unit motorik, kelompok otot antagonis dan

sinergis pada lengan bahu dan dada serta kelompok tubuh lainnya belum terbina

(Nala, 2002), sehingga perlu dikembangkan tipe pelatihan yang posisinya

disesuaikan dengan karakteristik permainan bulutangkis pada saat melakukan

pukulan atas (overhead).

Berdasarkan dari kenyataan di atas timbul keinginan untuk mengadakan

penelitian yang berkaitan dengan meningkatkan daya ledak otot lengan khusus bagi

pemain bulutangkis melalui pelatihan menarik katrol beban yang posisi gerakannya

mirip dalam keadaan memukul overhead pada pukulan bulutangkis. Pelatihan

menarik beban berulang-ulang dengan sikap dan arah gerakan lengan seperti sikap

menyemes bola sesungguhnya merupakan cara yang tepat untuk melatih kekuatan

otot lengan (Nala, 2002). Pukulan smash dalam bulutangkis merupakan bagian dari

pukulan atas (overhead). Bentuk pelatihan menarik katrol merupakan salah satu

bentuk pelatihan beban dengan memberikan tahanan eksternal, berupa karung pasir

berbeban yang ditarik dengan menggunakan katrol. Cara pelatihan dengan menarik

lengan dari belakang, atas kepala setinggi jangkauan tangan dengan arah gerakan

dari atas ke bawah, posisi tubuh berdiri.

Page 6: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

6

Untuk pelatihan menarik katrol melibatkan beberapa jenis otot. biseps braki,

otot brakialis, otot karoko brakiali, otot pectoralis major, otot deltoid, otot supra

spinatus, otot infra spinatus, otot teres major, otot muskulas triceps braki, muskulas

ekstensor karpi radialis longus, muskulas ekstensor karpi radialis brevis, muskulas

ekstensor karpi ulnaris, digitonum karpi radialis, muskulas ekstensor policis longus

yang sesuai dengan pukulan overhead pada permainan bulutangkis (Syaifuddin,

1996).

Alat yang digunakan dirancang sesuai dengan posisi dan arah gerakan.

Bentuk alat sederhana dapat dibuat sendiri, diharapkan dapat menghemat waktu dan

biaya karena bisa dilakukan di rumah. Takaran pelatihan untuk meningkatkan daya

ledak otot lengan dengan beban bervariasi, kontraksi cepat, dalam repetisi kalau

kecepatan berkurang pengulangan dihentikan (Satriya, dkk., 2007). Repetisi

merupakan bentuk pengulangan. Dalam teori takaran beban dalam pelatihan daya

ledak 40%-80% dari kemampuan maksimal (Satriya, dkk., 2007), sedangkan

repetisi 12-15 dan set 3-5 (Harsono, 1988). Pelatihan dengan frekuensi tiga kali

seminggu sesuai untuk pemula yang akan menghasilkan peningkatan yang berarti

(Fox, 1983). Pelatihan yang diterapkan pada penelitian ini menggunakan menarik

katrol beban yang menekankan pada perbedaan jumlah repetisi dan set dengan

beban yang sama. Pengulangan yang tinggi (Nala, 2002), akan menjadikan suatu

pelatihan sangat efektif dan hal ini sangat baik dalam mengembangkan tipe serabut

otot, terutama tipe otot putih yang sangat dibutuhkan dalam anggota gerak atas.

Dari penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran dan hasil yang diperoleh

mampu melakukan menarik beban dari belakang, atas kepala samping ke bawah

Page 7: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

7

sebanyak 12 repetisi dengan beban maksimal yang mampu ditarik duabelas kg.

Hasil maksimal beban duabelas kg dari beban ini diambil 40 % dari kemampuan

maksimal yaitu lima kg. Sedangkan repetisi dan set diperoleh antara 12-15 kali

dengan tiga set, karena pelatihan ini diberikan kepada pemula sehingga takaran

diambil dari yang terendah supaya semua sampel yang terpilih dapat melakukan

pelatihan. Berdasarkan hasil ini diperoleh repetisi, set, dan beban dalam pelatihan

menarik katrol dengan beban lima kg, duabelas repetisi, tiga set, dan sembilan

repetisi, empat set dalam meningkatkan daya ledak otot lengan yang jumlah

totalnya tigapuluhenam kali.

Penelitian dilakukan terhadap siswa ekstrakurikuler bulutangkis SMK

dengan beberapa pertimbangan seperti siswa menguasai tehnik dasar bermain

bulutangkis, ditinjau dari umurnya berada pada masa remaja (adolescence), dimana

pada masa tersebut keterampilan secara maksimal dapat tercapai. Pertimbangan

lainnya siswa ekstrakurikuler bulutangkis SMK kurang bermunculan dilihat dari

prestasi tingkat PORJAR Denpasar sehingga perlu diberikan pelatihan menarik

katrol beban yang digunakan untuk meningkatkan daya ledak otot lengan dengan

beban yang sama tetapi set dan repetisi yang berbeda.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang

disampaikan sebagai berikut:

1. Apakah pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi, dan

tiga set dengan frekuensi tiga kali seminggu selama enam minggu dapat

Page 8: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

8

meningkatkan daya ledak otot lengan pada siswa ekstrakurikuler

bulutangkis SMK-1?

2. Apakah pelatihan menarik katrol beban lima kg, sembilan repetisi, dan

empat set dengan frekuensi tiga kali seminggu selama enam minggu

dapat meningkatkan daya ledak otot lengan pada siswa ekstrakurikuler

bulutangkis SMK-1?

3. Apakah pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi, dan

tiga set dengan frekuensi tiga kali seminggu selama enam minggu lebih

baik dari pada pelatihan menarik katrol beban lima kg, sembilan

repetisi, dan empat set dengan frekuensi tiga kali seminggu selama

enam minggu dalam meningkatkan daya ledak otot lengan

ekstrakurikuler bulutangkis siswa SMK-1?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Mendapatkan tipe pelatihan menarik katrol beban serta takaran pelatihan

yang lebih baik dalam meningkatkan daya ledak otot lengan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peningkatan daya ledak otot lengan pada pelatihan

menarik katrol beban lima kg, dengan duabelas repetisi, tiga set dalam

meningkatkan daya ledak otot lengan pada siswa ekstrakurikuler

bulutangkis SMK-1.

Page 9: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

9

2. Untuk mengetahui peningkatan daya ledak otot lengan menarik katrol beban

lima kg, dengan sembilan repetisi, empat set dalam meningkatkan daya

ledak otot lengan pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis SMK-1.

3. Untuk mengetahui bahwa pelatihan menarik katrol beban lima kg, dengan

duabelas repetisi, tiga set lebih baik dibandingkan dengan pelatihan menarik

katrol beban lima kg, dengan sembilan repetisi, empat set dalam

meningkatkan daya ledak otot lengan pada siswa ekstrakurikuler

bulutangkis SMK-1.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Memperoleh data empirik tentang tipe dan takaran pelatihan untuk

meningkatkan daya ledak otot lengan demi perkembangan kasana ilmu

pengetahuan di bidang olahraga.

2. Sebagai pedoman bagi pelatih, guru dan pembina olahraga dalam upaya

meningkatkan prestasi cabang olahraga khususnya yang memerlukan daya

ledak otot lengan.

Page 10: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan Olahraga

Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang

dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari meningkatkan jumlah beban

latihan atau pekerjaan, dan salah satu yang paling penting dari latihan harus

dilakukan secara berulang-ulang dan meningkatkan beban atau tahanan untuk

meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot yang diperlukan untuk pekerjaannya

(Hairy, Junusul, 1989). Pelatihan dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang

(repetitive) dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara

progressive, memiliki tujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologi dan

psikologi tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai

penampilan yang optimal (Nala, 1998).

Menurut Nossek (1982) pelatihan adalah suatu proses atau dinyatakan

dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai

atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tertinggi. Nossek (1982)

menyatakan pelatihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur

dengan prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip paedagogis.

Proses ini direncanakan dan sistematis, yang meningkatkan kesiapan untuk

melakukan dan kepastian penampilan atlet.

Page 11: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

11

Pelatihan adalah sebuah aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu

yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mana mengarah

kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran

yang telah ditentukan (Bompa, 1999). Pelatihan juga merupakan aktivitas fisik

yang dilakukan secara berkesinambungan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip

pelatihan yang benar.

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat beberapa kesamaan dalam

mendefinisikan pelatihan antara lain:

1. Aktivitas yang dilakukan secara sistematis.

2. Bentuk suatu proses

3. Dilaksanakan dengan waktu yang relatif lama.

4. Berkesinambungan.

5. Adanya pembebanan secara bertahap

6. Untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga.

Dengan demikian pengertian pelatihan dapat disimpulkan sebagai suatu proses

penyempurnaan kemampuan olahraga, yang dilakukan secara sistematis dan

berkesinambungan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan yang benar,

untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga.

2.1.1 Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan dalam bidang olahraga adalah untuk memperbaiki

kemampuan teknik (keterampilan) atau penampilan atlet sesuai dengan kebutuhan

dalam bidang olahraga spesialisasi atau yang digeluti, dan bertujuan untuk

meningkatkan kebugaran, jasmani dan menjaga kesehatan (Nala, 1998).

Page 12: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

12

Berdasarkan atas hal ini maka pelatihan ditujukan untuk meningkatkan

pengembangan fisik baik menyeluruh maupun khusus perbaikan terhadap teknik,

pematangan strategi, dan teknik permainan sesuai dengan kebutuhan cabang

olahraga, menanamkan kemauan dan disiplin yang tinggi, pengoptimalan persiapan

tim dan olahraga beregu, meningkatkan serta memelihara kebugaran jasmani dan

kesehatan serta mencegah kemungkinan cedera.

Menurut Bompa (1999), untuk mencapai tujuan dalam latihan, yaitu

memperbaiki prestasi tingkat terampil maupun unjuk kerja dari atlet, diarahkan oleh

pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan. Adapun tujuan-tujuan latihan

sebagai berikut:

1. Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh.

2. Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai

suatu kebutuhan yang telah ditentukan di dalam praktik olahraga.

3. Untuk memoles atau menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih.

4. Memperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat

diperoleh dari belajar teknik lawan berikutnya.

5. Menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi serta

disiplin untuk tingkah laku, ketekunan, dan keingginan untuk

menanggulangi kerasnya latihan dan menjamin persiapan psikologis.

6. Menjamin dan mengamankan persiapan tim secara optimal.

7. Untuk mempertahankan keadaan sehat setiap atlet.

Page 13: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

13

8. Untuk mencegah cedera melalui pengamanan terhadap penyebabnya dan

juga meningkatkan fleksibelitas di atas tingkat ketentuan untuk melakukan

gerakan yang penting.

9. Untuk menambah pengetahuan seorang atlet dengan sejumlah pengetahuan

teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan,

pencernaan gizi, dan regenerasi.

Beberapa kesimpulan tersebut tidak menyarankan untuk dipakai secara kaku

dalam upaya latihan yang dilakukan, hal tersebut harus disesuaikan dengan ciri-ciri

khusus pada kecabangan olahraga yang dilakukan dan juga memperhatikan kondisi

atlet itu sendiri. Pendekatan yang perlu mendapat perhatian untuk mencapai tujuan

pelatihan utama adalah mengembangkan dasar-dasar latihan secara fungsional

yang diarahkan untuk mencapai tujuan khusus sesuai dengan kebutuhan cabang

olahraga itu sendiri. Pada cabang olahraga bulutangkis kebutuhan yang digunakan

kekuatan, kecepatan, dayatahan disesuaikan dengan kebutuhan cabang olahraganya.

Jenis Pelatihan menarik katrol berbeban merupakan salah satu tipe pelatihan yang

digunakan dalam penelitian ini. Menurut Nala (2002) cara pelatihan yang paling

tepat untuk melatih kekuatan otot agar smesannya kuat atau pukulannya keras yang

dilakukan dengan pelatihan menarik beban berulang-ulang dengan sikap dan arah

gerakan lengan seperti melakukan smash atau melakukan pukulan overhead.

Apabila diberi pelatihan, efek pada otot terjadi pada unit motorik (saraf dan otot),

ko-kontraksi otot antagonis, sinkronisasi. Adaptasi neural akan meningkatkan

kekuatan dan meningkatkan koordinasi.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Pelatihan

Page 14: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

14

Pelatihan yang modern harus direncanakan secara berhati-hati. Sebuah

rancangan pelatihan mencakup semua tindakan yang diperlukan untuk mencapai

sasaran-sasaran latihan (Nossek, 1982). Tujuan pelatihan yang telah dijelaskan akan

memberikan arah dari suatu pelatihan olahraga, dan untuk mencapai tujuan tersebut

secara maksimal, suatu pelatihan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip

dasar pelatihan. Adapun prinsip-prinsip pelatihan adalah:

a. Prinsip Pelatihan beraturan (the principle of arrange ment of exercise).

Dalam setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus

dilakukan yaitu; pemanasan, latihan inti serta pendinginan. Latihan

hendaknya dimulai dari kelompok otot besar, kemudian dilanjutkan pada

kelompok otot kecil (Fox, dkk., 1993). Pemanasan bertujuan menyiapkan

kondisi fisik dan psikis sebelum latihan atau pertandingan/ perlombaan.

Pemanasan juga bertujuan meningkatkan suhu tubuh dan aliran darah pada

otot sekelet yang aktif (Nala, 1998). Dalam pelaksanaannya pemanasan

tidak harus selalu lama dilakukan, pemanasan yang berkisar lima sampai

limabelas menit sudah cukup untuk membuat tubuh berkeringat dan

bernafas dalam, sebagai tanda metabolisme meningkat dan tubuh siap untuk

mengikuti latihan berikutrnya. Selanjutnya latihan inti, gerakan inti olahraga

merupakan gerakan atau aktivitas yang pokok dalam suatu pelatihan atau

kecabangan olahraga. Kegiatan ini merupakan utama untuk mencapai tujuan

dari pelatihan. Pendinginan bertujuan untuk mengembalikan kondisi fisik

dan psikis pada keadaan semula. Pendinginan dilakukan setelah aktivitas

fisik atau pelatihan selesai dilaksanakan. Pendinginan akan bermanfaat

Page 15: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

15

untuk pulih asal (recovery) setelah aktivitas fisik yang berat. Latihan-latihan

pendinginan mengikuti urutan yang sebaliknya dari urutan latihan

pemanasan (yaitu latihan aerobik ringan, kalistenik dinamis, dan peregangan

statis) (Giam dan Teh, 1993). Lamanya pendinginan tergantung pada tingkat

kelelahan yang diperoleh dari latihan inti atau tergantung pada cepatnya

asam laktat dirubah, lama pendinginan bisa dari 10 sampai 30 menit.

b. Prinsip Kekhususan (the principle of speciafity).

Adalah latihan untuk cabang olahraga mengarah pada perubahan

morphologis dan fungsional yang berkaitan dengan kekhususan cabang

olahraga tersebut (Bompa, 1999). Untuk itu, sebagai bahan pertimbangan

dalam menerapkan prinsip kekhususan, antara lain ditentukan oleh:(a)

spesifikasi kebutuhan energi, (b) spesifikasi bentuk dan model latihan, (c)

spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu

periodisasinya.

c. Prinsip Individualisasi (the principle of individuality).

Pelatihan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan atlet

untuk mencapai hasil yang baik. Menurut Bompa (1999) faktor individu

harus diperhatikan, karena pada dasarnya setiap individu mempunyai

karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun secara psikologis.

Sukadiyanto (2005) menjelaskan, hal yang harus diperhatikan dalam prinsip

individualisasi adalah faktor keturunan, kematangan, status gizi, waktu

istirahat dan tidur, tingkat kebugaran, pengaruh lingkungan, cidera, dan

motivasi.

Page 16: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

16

d. Prinsip Beban Bertambah (the principle of progressive resistance).

Adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan

disesuaikan dengan kemampuan fisiologis dan psikologis setiap individu

olahragawan. Pelatihan dengan penambahaan beban secara bertahap

merupakan suatu keharusan, untuk mencapai hasil dari pelatihan tersebut.

Menurut Bompa (1999) untuk menyiapkan fungsi dan reaksi sistem-sistem

syaraf, koordinasi neuromuskular, dan kapasitas psikologi untuk

menanggulangi stres peningkatan beban latihan, atlet membutuhkan waktu,

dan pendapat Astrand (1986) bahwa; “Peningkatan kinerja olahragawan

memerlukan latihan dan penyesuaian dalam waktu yang panjang, disamping

itu peningkatan kemampuan organisme secara morphologis, fisiologis dan

psikologis bergantung pada peningkatan beban latihan. Dalam pembebanan

latihan, tuntutan ini adalah bahwa beban latihan harus berkelanjutan jika

harus ditingkatkan secara regular (progressive overload). Dalam mendisain

pelatihan overload, Bompa (1999) menyarankan untuk memakai the step

type approach system atau sistem tangga yang tampak pada gambar 1.

Gambar 2.1 The Step Type Approach System ( Bompa, 1999). Setiap garis vertikal menunjukan perubahan (penambahan) beban,

sedangkan garis horisontal adalah fase adaptasi terhadap beban yang baru.

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

PRESTASI

Page 17: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

17

Beban latihan tiga tangga (cycle) pertama ditingkatkan secara bertahap.

Pada cycle ke empat beban diturunkan (ini adalah yang dimaksud unloading

fase) yang maksudnya adalah untuk memberi kesempatan kepada organ-

organ tubuh untuk melakukan regenerasi (Harsono, 1988). The step type

approach atau sistem tangga berlaku untuk pelatihan olahraga yang

bertujuan untuk prestasi maupun kesehatan.

e. Prinsip Beban Berlebih (the overload principle).

Pelatihan untuk komponen kebugaran membutuhkan berkali-kali

kondisi-kondisi overload yang diikuti dengan kesempatan untuk istirahat

untuk mendapatkan efek pelatihan (Rushall dan Pyke, 1992). Menurut

Sukadiyanto (2005), beban latihan harus mencapai atau melampaui sedikit

di atas batas ambang rangsang. Sebab beban yang terlalu berat akan

mengakibatkan tidak mampu diadaptasi oleh tubuh, sedangkan bila terlalu

ringan tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas, sehingga

beban latihan harus memenuhi prinsip moderat. Untuk pembebanan

dilakukan secara progresif dan diubah sesuai dengan tingkat perubahan

yang terjadi pada olahragawan. Apabila tubuh sudah mampu mengatasi

beban latihan yang diberikan, maka beban berikutnya harus ditingkatkan

secara bertahap. Irianto (2002) mengatakan apabila tubuh ditantang dengan

beban latihan maka terjadi proses penyesuaian. Penyesuaian tersebut tidak

saja seperti pada kondisi awal namun secara bertahap mengarah pada

tingkat yang lebih tinggi yang disebut overkompensasi. Overkompensasi

(peningkatan prestasi) akan terjadi bila pembebanan yang diberikan pada

Page 18: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

18

latihan tepat di atas ambang rangsang (threshold), disertai dengan

pemulihan (recovery).

Menurut Martens dalam Sukadiyanto (2005) tingkat penambahan

beban latihan berkaitan dengan tiga faktor, yaitu frekuensi, intensitas, dan

durasi. Penambahan frekuensi dapat dilakukan dengan cara menambah sesi

latihan. Untuk intensitas latihan dapat dengan cara meningkatkan kualitas

pembebanan. Sedangkan durasi dapat dilakukan dengan cara menambah

jam latihan atau bila jam latihan tetap dapat dengan cara memperpendek

waktu recovery dan interval, sehingga kualitas latihan menjadi meningkat.

f. Prinsip Beragam (variety principle).

Latihan memerlukan proses panjang yang dilakukan berulang-ulang,

hal ini sering menimbulkan kebosanan. Untuk mengatasi kebosanan pelatih

menciptakan suasana yang menyenangkan serta membuat aneka macam

bentuk latihan (Bompa, 1999).

g. Prinsip Pulih Asal (revercible principle)

Kualitas yang diperoleh dari latihan dapat menurun kembali apabila

tidak melakukan latihan dalam waktu tertentu. Proses adaptasi yang terjadi

sebagai hasil dari latihan akan menurun bahkan hilang bila tidak

dipraktekkan dan dipelihara melalui latihan yang kontinyu. Dengan

demikian latihan harus berkesinambungan.

2.1.3 Volume Pelatihan

Sebagai komponen utama latihan, volume adalah prasarat yang sangat

penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan khususnya pencapaian

Page 19: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

19

fisik. Volume latihan disebut juga jangka waktu yang dipakai selama sesion latihan,

yang melibatkan beberapa bagian secara integral sebagai berikut: (1) waktu atau

jangka waktu yang dipakai dalam pelatihan, (2) jarak atau jumlah tegangan yang

dapat ditanggulangin atau diangkat per satuan waktu, (3) jumlah pengulangan

bentuk latihan atau elemen teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu. Jadi

diperkirakan bahwa volume terdiri jumlah keseluruhan dari kegiatan yang

dilakukan dalam latihan. Volume diartikan sebagai jumlah kerja yang dilakukan

selama satu kali latihan atau selama fase latihan (Bompa, 1999).

Menurut Nala (1998), bahwa volume latihan merupakan jumlah

seluruh aktivitas yang dilakukan selama latihan. Sering secara tidak

tepat, volume latihan ini disamakan dengan durasi atau lama latihan.

Padahal durasi ini merupakan bagian dari volume latihan. Pada umumnya

volume latihan ini terdiri atas:

a. Durasi atau lama waktu pelatihan (dalam detik, menit, jam, hari, minggu

atau bulan).

b. Jarak tempuh (meter), berat beban (kilogram) atau jumlah angkatan

dalam satuan waktu (berapa kilo-gram dapat diangkat dalam waktu satu

menit).

c. Jumlah repetisi, set atau penampilan unsur teknik dalam satu kesatuan waktu

(berapa kali ulangan dapat dilakukan dalam waktu semenit). Penggunaan

repetisi dan set ini amat penting dalam meningkatkan kemampuan komponen

biomotorik. Volume ini juga menunjukkan jumlah kerja atau aktivitas yang

dapat dilakukan selama phase latihan (Bompa, 1999).

Page 20: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

20

Sedangkan menurut Sukadiyanto (2005) adalah ukuran yang menunjukkan

kuantitas (jumlah) suatu rangsangan atau pembebanan. Adapun dalam proses

latihan yang digunakan untuk meningkatkan volume latihan dapat dilakukan

dengan cara latihan itu: (1) diperberat, (2) diperlama, (3) dipercepat, atau (4)

diperbanyak. Untuk itu dalam menentukan besarnya volume dapat dilakukan

dengan cara menghitung: (a) jumlah bobot berat per sesi, (b) jumlah ulangan per

sesi, (c) jumlah set per sesi, (d) jumlah pembebanan per sesi, (e) jumlah seri atau

sirkuit per sesi, dan (f) lama-singkatnya pemberian waktu recovery dan interval.

Dalam penelitian ini volume pelatihan terhadap beban dan repetisi ditentukan

berdasarkan pengukuran sampel yang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Hasil

penelitian pendahuluan bahwa kemampuan menarik katrol berbeban dengan beban

duabelas kg. Dari beban duabelas kg diambil 40% dari kemampuan maksimal

(Satriya, dkk., 2007) yaitu lima kg. Beban yang diberikan dari terendah karena

melibatkan anak pemula dalam penggunaan beban untuk daya ledak otot lengan.

Untuk menentukan repetisi dan set dilakukan menarik katrol berbeban lima kg hasil

yang diperoleh berkisar 12-15 kali dengan tiga set. Sehingga dalam penelitian daya

ledak otot lengan dengan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi dan tiga

set dengan istirahat lima menit yang ditentukan dari denyut nadi istirahat.

2.1.4 Intensitas Pelatihan

Intensitas pelatihan adalah dosis pelatihan yang harus dilakukan seseorang

menurut program yang telah ditentukan (Sajoto, 1995). Intensitas merupakan salah

satu komponen terpenting dari latihan. Intensitas menunjukan komponen kualitatif

pada penampilan kerja dalam suatu periode. Menurut Bompa (1999) bahwa

Page 21: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

21

intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan

dalam latihan dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan

gerakannya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Intensitas

adalah faktor terpenting dalam pengembangan maksimal pemasukan oksigen

(VO2max), intensitas merefleksikan kebutuhan energi dan kalor energi yang

dikeluarkan (Sherkey, 2003). Intensitas juga merupakan ukuran yang menunjukan

kualitas suatu rangsangan atau pembebanan.

Menurut Harsono (1988) tingkatan intensitas beban pelatihan yang

dianjurkan untuk pelatihan kondisi fisik: rendah: 30-50%, ringan: 51-60%, sedang:

61-75%, submaksimal: 76-85%, maksimal: 86-100% dan super maksimal: 100%.

Sedangkan kondisi fisik untuk daya ledak (Satriya, dkk., 2007) pelatihan dengan

tahanan beban yang digunakan 40-80% kemampuan maksimal, kontraksi cepat,

repetisinya kalau kecepatan berkurang pengulangan dihentikan karena dalam daya

ledak ada kekuatan terdapat pula kecepatan (Harsono, 1988). Derajat intensitas

dapat diukur berdasarkan kepada bentuk latihan yang dilakukan untuk pelatihan

yang melibatkan kecepatan diukur dalam satuan meter/detik, atau intensitas untuk

kekuatan diukur dengan satuan kg, sedangkan untuk jarak contohnya jauh dan

tinggi diukur dalam satuan meter (Bompa, 1999).

Dalam meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan, pembebanannya

submaksimal dengan lama waktu berkontraksi 7-10 detik. Pembebanan berkisar 60-

90% dari kekuatan maksimal berdasarkan Oshea (1976). Sedangkan meningkatkan

kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan, intensitas pembebanannya berskala ringan

dan sedang dari kemampuan maksimal, demikian pula waktu rangsangan saraf dan

Page 22: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

22

kontraksi diperpendek (Jensen dan Fisher, 1983). Manfaat dari pemberian beban

untuk melatih kecepatan atau kemampuan maksimal dapat dipertahankan karena

penyediaan energi dari sistem phospagen berlangsung cepat atau dua kali lipat

kecepatan dalam sistem asam laktat (Guyton dan Hall, 2007).

2.1.5 Repetisi dan Set

Repetisi adalah jumlah ulangan pada waktu pelatihan sedangkan set adalah

suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Menurut Widana (1983) mensitir

pelatihan dari De Lorme dan Watkins, bahwa pelatihan meningkatkan kekuatan

otot dapat terujud melaui program dengan menggunakan 1-3 repetisi untuk 3-4 set

dengan menggunakan beban maksimum. Sedangkan pelatihan yang menggunakan

daya tahan otot hendaknya menggunakan program 10-12 repetisi dan 3-4 set.

Dalam Harsono (1988) untuk meningkatkan daya ledak menggunakan 12–15

repetisi, 3-5 set. Menurut Oshea, (1976) dalam meningkatkan daya ledak antara

repetisi 8-10 repetisi dan 3-4 set. Menurut Fox (1984) manfaat pengulangan yang

tinggi untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang sangat dibutuhkan dalam

kecepatan.

2.1.6 Densitas dan Frekuensi Pelatihan

Suatu frekuensi dimana atlet dihadapkan pada sejumlah rangsangan per

satuan waktu disebut densitas latihan. Jadi densitas latihan berkaitan dengan suatu

hubungan yang dinyatakan dalam waktu kerja dan pemulihan latihan. Suatu

densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara

rangsangan latihan dan pemulihan (Bompa, 1999). Berdasarkan hal tersebut, padat

atau tidaknya densitas ini sangat tergantung oleh lamanya pemberian waktu

Page 23: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

23

pemulihan yang diberikan. Semakin pendek waktu pemulihan maka densitas latihan

makin tinggi, sebaliknya semakin lama waktu pemulihan maka densitas pelatihan

semakin rendah (kurang padat). Menurut Harre (Bompa, 1999) untuk membangun

komponen biomotorik dalam daya tahan otot misalnya densitas pelatihan yang

optimal antara waktu kerja dan waktu istirahat perbandingannya berkisar antara

1:½, atau 1:1. Sedangkan untuk rangsangan yang itensif, perbandingannya 1:3 atau

1:6. Sehingga dalam melakukan aktivitas menyemes bola atau memukul shuttle

terus menerus untuk meningkatkan daya tahan otot lengan dan otot bahu bagi

pemain bulutangkis diperlukan selama satu menit maka waktu yang digunakan

selama 3-6 menit ( selama 3 x 1 menit =3 menit sampai 6 x 1 menit= 6 menit).

Setelah itu dilanjutkan kembali dengan gerakan menyemes atau memukul selama 1

menit. Untuk komponen kekuatan kekuatan otot waktu istirahat selama 2-5 menit,

bukan ½-1 menit. Lama istirahat untuk meningkatkan kekuatan tergantung pada

berat ringannya beban, jumlah repetisi, banyak set dan kecepatan irama

angkatannya. Bila beban ringan waktu istirahat cukup 2 menit tapi bila bebannya

berat, waktu istirahat sampai 5 menit.

Densitas latihan menunjukkan kepadatan (densitas) atau kekerapan

(frekuensi) dari suatu seri rangsangan per satuan waktu yang terjadi pada atlet

ketika sedang berlatih sedangkan Frekuensi adalah kekerapan atau kerapnya latihan

per-minggu. Menetapkan frekuensi latihan amat tergantung pada tipe olahraganya

dan jenis komponen biomotorik yang akan dikembangkan. Frekuensi latihan untuk

mengembangkan komponen kekuatan otot, jika dilakukan sebanyak tujuh kali

Page 24: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

24

dalam seminggu dianggap densitasnya terlalu tinggi. Bila dilakukan sekali

seminggu dianggap densitasnya terlalu rendah.

Frekuensi latihan merupakan jumlah latihan yang dilakukan dalam periode

waktu tertentu. Pada umunya periode waktu yang digunakan untuk menghitung

jumlah frekuensi tersebut adalah dalam satu minggu. Frekuensi latihan bertujuan

untuk menunjukkan jumlah tatap muka latihan pada setiap minggunya. Frekuensi

latihan misalnya:

a. Untuk meningkatkan kekuatan otot dianggap cukup baik bila

dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu.

b. Sebaliknya untuk meningkatkan komponen daya tahan

kardiovaskular atau kesegaran jasmani (physical fitness), maka

frekuensi latihannya sebanyak 4-5 kali seminggu, dengan selingan

istirahat maksimal selama 48 jam atau tidak lebih dari dua hari

berturutan.

c. Sedangkan untuk daya tahan perenang dan pelari jarak jauh

frekuensi lat ihannya lebih kerap, t idak cukup sebanyak 3-4

kal i seminggu, tetap i sebanyak 6-7 kali seminggu.

d. Frekuensi latihan bagi atlet non-daya tahan aerobik (non-

endurance) atau anaerobik, cukup sebanyak 3 kali per minggu,

dengan durasi latihan selama 8-10 minggu (Nala, 1998).

Frekuensi tergantung dari jenis komponen yang akan dikembangkan,

untuk menjalankan program latihan tiga kali setiap minggu, agar tidak terjadi

kelelahan yang kronis dan lama latihan diperlukan selama enam minggu atau

Page 25: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

25

lebih (Sajoto, 1995). Dalam penelitian ini menggunakan frekuensi pelatihan

tiga kali setiap minggu dan dilaksanakan selama enam minggu. Manfaat

gerakan pelatihan yang dilakukan berulang-ulang selama enam minggu akan

terpola pada sistem saraf sebagai pengalaman sensoris (Guyton dan Hall,

2007).

2.2 Pelatihan Fisik

Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang

tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya.

Artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen

tersebut harus dikembangkan. Walaupun dilakukan dengan sistem prioritas tiap

komponen dan untuk keperluan apa keadaan atau status yang dibutuhkan. (Sajoto,

1988). Kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha

peningkatan prestasi seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar

yang tidak dapat ditunda atau ditawar-tawar lagi. Menurut Harsono (1988), jika

kondisi fisik baik maka: (1) akan ada peningkatan dalam kemampuan sistem

sirkulasi dan kerja jantung. (2) akan ada peningkatan dalam kekuatan, kelentukan,

stamina, kecepatan dan lain-lain komponen kondisi fisik. (3) akan ada ekonomi

gerak yang lebih baik pada waktu latihan. (4) akan ada pemulihan yang lebih cepat

dalam organ-organ tubuh setelah latihan. (5) akan ada respon yang cepat dari

organisme tubuh apabila sewaktu-waktu respon demikian diperlukan. Proses latihan

kondisi fisik dalam olahraga, adalah suatu proses yang harus dilakukan dengan hati-

hati, dengan sabar dan dengan penuh kewaspadaan terhadap atlet. Melalui latihan

yang berulang-ulang dilakukan, yang intensitas dan kompleksitasnya sedikit demi

Page 26: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

26

sedikit bertambah, lama kelamaan atlet akan berubah menjadi seseorang yang lebih

pegas, lebih lincah, lebih terampil dan lebih berhasil menurut Harsono (1988).

Kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting. Program latihan kondisi fisik

haruslah direncanakan secara sistematis yang ditunjukkan untuk meningkatkan

kondisi fisik dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan

demikian dapat mencapai prestasi yang lebih baik haruslah direncanakan secara

sistematis yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi fisik dan kemampuan

fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian dapat mencapai prestasi

yang lebih baik.

2.3 Komponen Biomotorik

Komponen biomotorik merupakan kemampuan dasar gerak fisik atau

aktivitas fisik dari tubuh manusia (Nala, 2002). Menurut Sajoto (1995) komponen

kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat

dipisahkan baik peningkatan maupun pemeliharanya. Komponen biomotorik yakni

kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan,

waktu reaksi, keseimbangan, dan koordinasi (Nala, 2002). Menurut Jensen dan

Fisher (1983) daya ledak merupakan unsur biomotorik yang sangat penting untuk

melakukan berbagai aktivitas dan menentukan seberapa cepat dapat berlari dan

berenang, seberapa tinggi dapat melompat, seberapa jauh dapat melempar, dan

seberapa keras seseorang dapat memukul. Dari kesepuluh komponen biomotorik

ini salah satu komponen biomotorik yaitu daya ledak yang akan digunakan dalam

pelatihan bulutangkis.

2.4 Daya Ledak

Page 27: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

27

Daya ledak merupakan komponen biomotorik. Daya ledak adalah

kemampuan otot untuk menggerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang

sangat cepat (Juliantine, dkk., 2007). Daya ledak sering disebut eksplosif

atau daya otot. Menurut Sajoto (1995) daya otot (muscular power) adalah

kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang

dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Daya ledak sangat

penting untuk cabang-cabang olahraga yang memerlukan eksplosif, seperti

lari sprint, nomor-nomor lempar dalam atletik, atau cabang-cabang olahraga

yang gerakannya didominasi oleh meloncat, dalam olahraga voli dan juga

pada bulutangkis serta olahraga sejenisnya. Otot yang kuat otot yang

mempunyai daya ledak yang besar, sebaliknya otot yang mempunyai daya

ledak yang besar hampir dapat dipastikan mempunyai nilai kekuatan yang

besar (Boosey, 1980). Daya ledak ialah kemampuan sebuah otot atau sekelompok

otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan tinggi dalam

satu gerakan yang utuh (Suharno, 1993).

Daya ledak merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan

maksimum (Bompa,1999, Bosco, dan Gustafson, 1983). Daya ledak adalah

kemampuan seseorang mengatasi tahanan dengan kecepatan yang tinggi

dalam gerak yang utuh (Harre, 1982). Bosco dan Gustafson (1983)

menyatakan bahwa, daya ledak adalah kemampuan melakukan gerakan

secepat mungkin dengan kekuatan maksimum. Jensen (1983) menyatakan

bahwa daya ledak merupakan komponen yang penting untuk melakukan

aktivitas yang berat seperti meloncat, melempar, memukul dan sebagainya.

Page 28: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

28

Bompa (1999), daya ledak merupakan hasil dari kekuatan dalam waktu yang

singkat. Menurut Bucher (Harsono, 1988) dikatakan bahwa seorang individu

yang mempunyai power adalah orang yang memiliki (a) derajat kekuatan otot

yang tinggi, (b) derajat kecepatan yang tinggi, dan (c) derajat yang tinggi

dalam keterampilan menggabungkan kecepatan dan kekuatan otot. Menurut

Suharno (1993), beberapa faktor yang menentukan daya ledak otot adalah: 1)

banyak sedikitnya fibril otot putih dalam tubuh atlet, 2) tergantung banyak

sedikitnya zat kimia dalam otot (ATP), 3) kekuatan dan kecepatan, 4) waktu

rangsangan dibatasi secara konkrit lamanya, 5) Koordinasi gerakan yang harmonis.

Menurut Brandon (2004) daya ledak adalah kemampuan untuk menghasilkan

kekuatan dengan cepat, diistilahkan dalam matematis sebagai kekuatan

dikalikan kecepatan. Berdasar pada definisi-definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa dua unsur penting yang menentukan kualitas daya ledak adalah kekuatan

dan kecepatan.

2.4.1 Jenis Daya Ledak

Bompa (1999) membagi daya ledak berdasarkan gerakan olahraga yang

dilakukan yaitu:

a. Daya ledak asiklik, biasanya dilakukan pada olahraga yang gerakannya

tidak sama. Contoh olahraga atletik, lompat, lempar. Pada olahraga

permainan bolavoli, sepakbola, bola basket, bulutangkis dll.

b. Daya ledak siklik, ini biasanya digunakan pada olahraga yang

gerakannya sama dan berulang-ulang. Contoh pada olahraga lari cepat,

berenang, balap sepeda, dan olahraga yang memerlukan kecepatan

Page 29: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

29

tinggi.

Nossek (1982) membagi daya ledak menjadi dua bagian berdasarkan

aktivitas yang dilakukan yaitu:

a. Kekuatan eksplosif ini diterapkan untuk mengatasi atau menanggulangi

perlawanan yang lebih rendah dari pada perlawanan yang maksimum,

tetapi dengan kekuatan akselarasi maksimum.

b. Kekuatan Kecepatan, ini dilakukan melawan perlawanan dengan

akselarasi di bawah maksimum.

Penggunaan tenaga oleh otot atau sekelompok otot secara eksplosif

berlangsung dalam kondisi dinamis. Ini terjadi pada melemparkan benda,

pemindahan tempat sebagian atau seluruh tubuh, dan sebagainya hal ini untuk

gerakan tunggal atau satu pengulangan. Kekuatan maksimum dan eksplosif

atau perkembangan kekuatan kecepatan hendaknya dilatih sejajar (Nossek,

1982).

Faktor yang mempengaruhi daya ledak otot lengan bila dilihat lebih

mendalam potensi daya ledak seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan

faktor ekternal (Berger, 1982).

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet

sendiri diantaranya: jenis kelamin, berat badan, panjang anggota gerak atas,

kebugaran fisik, umur, menunjukkan tingkat kematangan yang dikaitkan

dengan pengalaman. Perbedaan dan penambahan umur sangat menentukan

kekuatan otot, selain itu dimensi anatomis dan diameter otot (Astrand, 1986).

Page 30: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

30

Tenaga mencapai puncak pada umur 20 tahun (Sharkey, 2003). Adapun

beberapa faktor internal yaitu:

1. Jenis Kelamin.

Secara biologis laki-laki dan wanita akan berbeda kekuatan

dan kecepatan karena adanya hormone testosterone pada laki-laki

dan wanita. Perbedaan terjadi sangat mencolok setelah mengalami

pubertas karena adanya perbedaan proporsi dan besar otot dalam

tubuh. Pada umur 18 tahun ke atas laki-laki mempunyai kekuatan

dua kali lebih besar daripada wanita (Powers dan Howleys 2004).

2. Berat Badan

Berat badan menentukan penampilan. Persen lemak adalah

presentasi keseluruhan berat badan yang berlemak. Berat badan

seseorang menyebabkan pembesaran massa otot dan juga akan

meningkatkan kekuatan. Makin tebal otot makin kuat otot

tersebut. Sehingga tebal otot mempengaruhi berat badan.

Kekuatan otot erat kaitannya dengan berat badan. Semakin berat

badan seseorang karena otot makin tebal maka kekuatan akan

bertambah. Tetapi otot kuat belum menjamin akan mempunyai

daya ledak tinggi tetapi dengan memiliki otot kuat merupakan

modal utama untuk dapat meraih daya ledak yang tinggi.

3. Tinggi badan

Tinggi badan adalah jarak dari alas kaki sampai titik

Page 31: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

31

tertinggi pada posisi kepala dalam posisi berdiri. Tinggi badan

yang lebih tinggi dapat menpengaruhi pertumbuhan organ tubuh

lainnya yaitu panjang lengan dan panjang tungkai (Hadi, 2005)

4. Kesegaran jasmani

Kesegaran jasmani seseorang, merupakan salah satu

parameter dalam memeberikan pembebanan pelatihan, karena

tingkat kesegaran jasmani yang kurang dapat mengakibatkan

kelelahan sehingga tidak dapat melakukan pelatihan secara

maksimal. Semakin baik kapasitas aerobik sesorang akan makin

baik pula kebugaran fisiknya (Soekarman, 1986). Kebugaran

fisik dapat diukur melalui lari 2,4 km diukur menggunakan

stopwatch, yang dinyatakan dalam waktu tempuh, satuan menit

dengan ketelitian 0,01 menit. Penilaian kebugaran fisik

berdasarkan umur dan jenis kelamin dalam tabel (Sajoto, 2002).

b. Faktor Eskternal

1. Suhu lingkungan

Suhu lingkungan yang panas akan berpengaruh

terhadap aktivitas kerja otot karena akan mempercepat terjadinya

pengeluaran keringat. Sebagaian dari volume darah akan dibawa

kekulit untuk mengkompessasi kelebihan panas. Hal ini berarti

bahwa telah terjadi kekurangan kerja otot didalam melakukan

pelatihan. Begitu juga sebaliknya, pada suhu lingkungan yang

dingin tubuh akan bereaksi untuk mengimbangi kosentrasi panas

Page 32: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

32

tubuh dengan reaksi menggigil, gerakan mengigil memerlukan

energi tambahan (Manuaba, 1983).

2. Kelembaban relatif

Kelembaban relatif menentukan proses pelatihan karena

perbandingan udara basah dan kering sangat menentukan

kenyamana dalm pelatihan. Apabila kelembaban udara cukup

tinggi atau diatas 90%, maka akan sangat mempengaruhi

kesanggupan pengeluaran panas tubuh akibat aktivitas pelatihan

melalui evaporasi. Apabila kelembaban udara dibawah 80%,

maka akan mempengaruhi keseimbangan panas tubuh,

metabolism meningkat akibat aktivitas tubuh untuk mengimbangi

suhu dingin sehingga tubuh mengeluarkan energi yang lebih besar

untuk menyesuaikan suhu tubuh dan suhu lingkungan.

Kelembaban relatif Indonesia berkisar antara 70-80% (Manuaba,

1983).

2.4.2 Penggunaan Daya ledak dalam olahraga bulutangkis

Bulutangkis merupakan olahraga prestasi yang mampu membawa

bangsa Indonesia ke prestasi tingkat dunia. Untuk mencapai prestasi

seseorang harus menguasai teknik dasar, teknik pukulan dan pola

pukulan dari tingkat kesukaran masing-masing. Teknik dasar merupakan

penguasaan yang pokok yang harus dikuasai oleh setiap pemain.

Adapun teknik pukulan menurut Tohar (1992) terdiri atas (1) pukulan

Page 33: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

33

service, (2) pukulan lob, (3) pukulan drive, (4) pukulan dropshot, (5)

pukulan pengembalian service, (6) pukulan smash. Dilihat dari teknik

pukulan dalam bulutangkis seperti dropshot, lob dan smash, gerakannya

diawali dari atas kepala (overhead). Pukulan overhead (atas) yang

diarahkan ke bawah. (Tahir, dkk 2004). Dalam Faktor fisik diperlukan

adalah daya ledak. Gerakan pukulan overhead lebih banyak didominasi

oleh gerakan otot lengan. Oleh karena itu, perlu koordinasi gerak yang

baik dari gerakan pukulan lob secara cepat diubah menjadi pukulan

dropshot dan berubah ke pukulan smash. Dengan demikian semakin

cepat perubahan itu dilakukan maka semakin banyak pula komponen

gerakan yang harus dikoordinasikan. Mekanisasi gerakan tubuh yang

sama, terjadi pada tiga jenis pukulan clear (pukulan bersih), drop

(pukulan jatuh), dan smash (pukulan keras) menurut James (2009). Agar

faktor daya ledak otot lengan dapat berkembang optimal, seorang

pebulutangkis perlu latihan rutin dan mengarah pada kekhususan dengan

memperhatikan pola latihan. Salah satunya dalam pelatihan menarik

beban dengan katrol yang gerakannya sama dengan gerakan bulutangkis

pada saat melakukan pukulan atas (overhead). Gerakan melakukan

pukulan overhead yang sesuai dengan pelatihan menarik katrol berbeban

dalam bulutangkis:

1. Berat badan berpindah dari kaki kanan ke kaki kiri pada saat badan

berputar sehingga menghadap kedaerah sasaran

2. Lengan bergerak keatas mulai dari siku dan lengan bawah serta serta

Page 34: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

34

pergelangan tangan berputar ke arah dalam

3. Pada saat raket menyentuh shuttle, pergelangan berubah menjadi lurus

4. Kepala raket mengayun ke bawah dengan pergelangan tangan setinggi

dada, sehingga terjadi suatu putaran ayunan penuh dan gerakan akhir

ayunan raket menyilang sebelah kiri tubuh (James, 2009).

Gambar 2.2 Gerakan Pukulan overhead (James, 2009)

2.4.3 Pengukuran Daya Ledak Otot Lengan

a. Melempar menggunakan bola softball

Alat yang digunakan bola softball dengan 198,45 gr dan lingkaran

30,80 cm. Pada tahap pelaksanaan orang coba berdiri melempar bola

soptball gerakannya seperti gerakan dalam bulutangkis pukulan atas

kepala (overhead). Lemparannya sejauh-jauhnya yang dimulai dari

belakang garis batas. Dalam pelaksanaan diberi kesempatan tiga kali

melempar. Skor lemparan diambil dari lemparan terjauh. Jarak diukur

diukur dengan satuan sentimeter (Nurhasan, 2000).

b. Melempar two hand mendicine ball put.

Alat yang digunakan bola medicine dengan berat 6 pound atau 2,7

kg. dan seutas tali. Pada tahap pelaksanaan orang coba duduk tegak

Page 35: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

35

dengan punggung menyentuh dinding, sambil kedua tangannya

memegang bola medicine sehingga bola tersebut menyentuh dada.

Kemudian tangan mendorong bola medicine sejauh-jauhnya. Sebelum

orang coba mendorong bola medicine, badan bersandar pada dinding.

Hal ini untuk mencegah agar orang coba padawaktu mendorong tidak

dibantu oleh badan ke depan. Dalam pelaksanaan diberi kesempatan

melempar tiga kali. Skor jarak tolakan terjauh dari tiga kali percobaan,

yang diukur mulai dinding tembok, tempat bersandar sampai batas

tanda dimana bola tersebut jatuh. Jarak diukur dalam satuan sentimeter

(Nurhasan, 2008).

2.5 Pelatihan Pembebanan

Latihan otot untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya perlu

menggunakan beban yang berupa berat badan sendiri atau beban yang berasal

dari luar. Pemberian beban disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki

dalam menjalani pelatihan, sesuai dengan tujuan pelatihan, dan juga sesuai

dengan cabang olahraganya. (Giriwijoyo, 2008). Pada pelatihan yang

menggunakan beban hendaknya berpedoman pada empat prinsip yaitu prinsip

overload, prinsip penggunaan beban secara progresif, prinsip pengaturan

latihan dan prinsip kekususan program latihan menurut Sajoto (1995). Pada

permainan bulutangkis, untuk pelatihan otot lengan menggunakan beban pada

daerah 1/3 bawah minimal karena kebutuhan akan daya tahan dalam

melakukan pukulan secara beulang-ulang (Giriwijoyo, 2008). Sedangkan

(Satriya, dkk., 2007) penggunaan beban untuk daya ledak otot lengan yaitu

Page 36: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

36

40-80% dari kemampuan maksimal.

2.5.1. Alat yang digunakan pada pelatihan menarik katrol berbeban

a. Beban dengan menggunakan karung berpasir

b. Katrol yang digunakan untuk menarik beban

c. Tali

Gambar 2.3 Pelatihan menarik katrol 2.5.2. Pelatihan menarik katrol

Pelaksanaan pelatihan menarik katrol. Posisi berdiri selebar bahu

membelakangi, kaki kiri maju didepan, kedua tungkai sedikit ditekuk

kemudian pelaksanaan tangan kanan lurus vertikal yang berada di atas kepala

samping dan tangan yang melakukan tarikan memegang pegangan tali.

Kemudian menarik katrol/mengayun lengan dengan hentakan sampai di depan

dada. Kemudian diulang lagi. Beban yang digunakan lima kg repetisi

duabelas dan tiga set, istirahat setiap set lima menit. Dan beban lima kg,

Page 37: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

37

sembilan repetisi dan empat set.

2.5.3. Struktur angggota gerak atas.

2.5.3.1.Struktur Otot Bahu

Menurut Syaifuddin (1996), otot bahu hanya meliputi sebuah sendi

saja dan membungkus tulang lengan dan tulang belikat akromion yang

teraba dari luar.

1. Muskulus Deltoid (otot segi tiga), otot ini untuk membentuk lengkung

bahu dan berpangkal di sisi tulang selangka ujung bahu, balung tulang

belikat dan diafise tulang pangkal lengan. Fungsinya mengangkat lengan

sampai mendatar.

2. Muskulus Subskapularis (otot depan tulang belikat) otot ini mulai dari

depan tulang belikat menuju taju kecil pangkal lengan. Fungsinya

menengahkan dan memutar tulang humerus ke dalam.

3. Muskulus Suprasuspinatus (otot atas tulang belikat) otot ini berpangkal

dilekuk sebelah atas menuju tulang pangkal lengan fungsinya mengangkat

lengan.

4. Muskulus. Infraspinatus (otot bawah tulang belikat) otot ini berpangkal di

lekuk sebelah bawah tulang belikat dan menuju ke taju besar tulang

pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan keluar.

5. Muskulus Teresmayor (otot lengan bulat besar)otot ini berpangkal di siku

bawah tulang belikat dan menuju ke taju kecil tulang pangkal lengan.

Fungsinya memutar lengan ke dalam.

Page 38: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

38

6. Muskulus Teres minor (otot lengan belikat kecil) otot ini berpangkal di

siku sebelah luar tulang belikat dan menuju ka taju besar tulang pangkal

lengan. Fungsinya memutar lengan keluar

Gambar 2.4 Anatomi anggota gerak badan (Widiastuti, 2011)

2.5.3.2. Struktur Otot Lengan Atas

Menurut Syaifuddin (1996), otot-otot lengan atas terdiri dari:

1. Otot-otot ketul (fleksor).

a. Muskulus Biseps braki (otot lengan kepala dua) kepala yang panjang

melekat pada sendi bahu, kepala yang pendek melekat di sebelah luar dan

yang kedua di sebelah dalam. Otot itu kebawah menuju tulang

pengumpil. Di bawah uratnya terdapat kandung lender. Fungsinya

membengkokkan lengan bawah siku, merata hasta dan mengangkat

lengan.

Page 39: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

39

b. Muskulus Brakialis (otot lengan dalam). Otot ini berpangkal di bawah

otot segitiga di tulang pangkal lengan dan menuju taju di pangkal tulang

hasta. Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku.

c. Muskulus korako brakialis. Otot ini berpangkal pada prosesuskorakoid

dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya mengangkat lengan.

2.Otot-otot kedang (ekstensor). Muskulus triseps braki (otot lengan

berkepala tiga).

a. Kepala luar berpangkal di sebelah belakang tulang pangkal dan menuju

ke bawah kemudian bersatu dengan yang lain.

b. Kepala dalam di mulai di sebelah dalam tulang pangkal lengan.

c. Kepala panjang di mulai pada tulang di bawah sendi dan ketiga-tiganya

mempunyai sebuah urat yang melekat di olekrani

2,5.3.3. Struktur Otot Lengan Bawah

1. Otot-otot kedang yang memainkan peranannya dalam pengetulan di atas

sendi siku, sendi-sendi tangan dan sendi-sendi jari dan sebagian dalam

gerak silang hasta.

a. Muskulus ekstensor karpi radialis longus.

b. Muskulus ekstensor karpi radialis brevis.

c. Muskulus ekstensor karpi ulnaris.

d. Digitonum karpi radialis, fungsinya ekstensi dari jari tangan kecuali

ibu jari.

e. Muskulus ekstensor policis longus, fungsinya ekstensi dari ibu jari

D. Gerakan Sendi Bahu

Page 40: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

40

Damiri (1994) gerakan-gerakan yang dapat dilakukan pada sendi bahu

adalah sebagai berikut:

1. Mengayun lengan ke depan (swing forward anteflexion/flexion)

2. Mengayun lengan ke belakang (swing backward/flexion)

3. Mengangkat lengan ke samping menjahui badan (abduction)

4. Menarik lengan dari samping mendekati badan (addunction)

5. Memutar lengan ke arah dalam (inward rotation)

6. Memutar lengan ke arah luar (outward rotaion)

7. Sirkumduksi lengan (circumduction)

8. Menarik lengan dari posisi abduksi ke arah depan (horizontal adduction)

9. Menarik lengan dari posisi antefleksi ke posisi abduksi lengan (horizontal

adduction)

Pada saat melakukan overhead merupakan gerakan rotasi yang berpangkal

pada bahu. Sesuai dengan gerakan yang dapat dilakukan pada sendi bahu yaitu

mengayun lengan kebelakang (swing backward atau extention), maka untuk

melakukan gerakan overhead tersebut dibutuhkan ruang gerak sendi bahu yang

luas, serta elastisitas otot-otot disekitarnya.

Page 41: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

41

Gambar 2.5 Anatomi lengan (Anonim. 2011)

2.6. Sistem Energi Latihan

Energi didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan

pekerjaan. Kerja kita artikan sebagai penerapan tenaga sehingga tenaga dan kerja

tidak dapat dipisahkan (Foss dan Keteyian, 1998). Energi diperoleh dari pemecahan

glukosa. Karbohidrat glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam kaitannya

dengan penyediaan energi di dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena semua jenis

karbohidrat baik, monosakarida, disakarida maupun polisakarida yang dikonsumsi

oleh manusia akan terkonversi menjadi glukosa di dalam hati.

Banyak energi yang digunakan untuk kerja otot tergantung pada intensitas,

densitas, frekuensi, dam jenis latihan. Energi yang diperlukan untuk suatu kegiatan

Page 42: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

42

atau kontarsi otot tidak dapat diserap langsung dari makanan yang kita makan, akan

tetapi melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, karbohidrat

ataupun lemak kemudian akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP

(adenosine triphosphate) yang merupakan molekul-molekul dasar penghasil energi

di dalam tubuh.

ATP terdiri dari satu molekul adenosine dan tiga molekul phosphate. Energi

dibutuhkan untuk kontraksi otot diperoleh dari pembebasan dengan merubah ATP

menjadi ADP + Pi (Bompa, 1999).

Persediaan ATP dalam sel otot sangat terbatas, walaupun begitu suplai ATP

harus secara berkesinambungan diganti lagi untuk memudahkan aktivitas fisik

secara berkelanjutan. Jumlah ATP yang terdapat dalam otot, bahkan didalam otot

seorang atlet yang berlatih baik, hanya cukup untuk mempertahankan daya tahan

otot yang maksimal yang baru terus menerus dibentuk (Guyton dan Hall 2008).

ATP diperlukan untuk menyediakan energi kontraksi otot dan daur cross

bridge selama kontraksi. Pemecahan ATP yang disebabkan oleh enzim ATPase

akan menghasilkan sejumlah energi, dimana energi tersebut akan memberikan

kesempatan pada cross bridge yang merupakan kepala dari filamen miosin untuk

berputar dan membentuk sudut baru dimana sebelumnya pada fase eksitasi cross

bridge saling tertarik dengan filamen aktin, sehingga filamen aktin akan meluncur

melewati filamen miosin mengakibatkan kedua filamen tersebut saling tumpang-

tindih dan terjadilah kontraksi otot.

Tanpa ATP filamen aktin tidak akan bisa meluncur melewati filamen

miosin. Tetapi persedian ATP di dalam otot hanya sedikit, cukup untuk kontraksi

Page 43: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

43

maksimal otot yang berlangsung dalam satu detik. Untungnya tubuh mampu

mengisi/melengkapi ATP hampir secepat waktu yang dibutuhkan untuk

memecahkannya. Pengisian ATP ini terjadi apabila cadangan molekul bahan bakar

seperti karbohidrat dan lemak dipecah untuk menyediakan energi bebas yang dapat

dipergunakan bersama-sama ADP dan Pi untuk membentuk ATP (Hairy, Junusul,

1989). ATP senantiasa digunakan setiap kali otot berkontraksi, oleh karena itu ATP

harus selalu tersedia. Sedangkan untuk menyediakan ATP saja diperlukan energi.

Untuk itu tiga macam proses menghasilkan ATP (Hairy, Junusul, 1989):

1. ATP-PC atau sistem fosfagen. Dalam sistem ini energi untuk resintesis ATP

berasal dari hanya satu persenyawaan creatin phosphate (PC). Creatin

phosphate akan dipecah yang akan menghasilkan energi untuk mensintesis

ADP + P menjadi ATP dan selanjutnya ATP akan dipecah lagi menjadi ADP +

P yang akan menyebabkan pelepasan energi yang akan digunakan untuk

kontraksi otot. Menurut David (1984) sistem ini sangat penting ketika

melakukan latihan yang berat, seperti lari sprint dan angkat berat.

2. Glikolisis anaerobik atau sistem asam laktat (LA) penyediaan ATP berasal dari

glukosa atau glikogen. Sistem ini dilakukan dengan memecahkan glukosa atau

glikogen yang disimpan dalam sel otot dan hati. Sistem ini akan melepaskan

energi untuk meresintesi ADP + P menjadi ATP. Selama glikolisis anaerobik

hanya beberapa mol ATP yang dapat diresintesis dari glikogen, jika

dibandingkan dengan adanya oksigen. Melalui proses glikolisis ini 4 buah

molekul ATP akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akan

Page 44: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

44

mengkonsumsi 2 buah molekul ATP sehingga total 2 buah ATP akan dapat

terbentuk.

3. Sistem aerobik (O2). Bila suplai oksigen berlimpah dan otot tidak bekerja berat,

maka pemecahan glikogen atau glukosa dimulai dengan cara yang sama pada

glikolisis anaerobik. Bagaimanapun juga, dalam kondisi aerobik molekul asam

piruvat tidak dikonversi menjadi asam laktat, tetapi melewati sarkoplasma

masuk ke mitokondria, tempat rangkaian reaksi pemecahan. Di dalam

mitokondria asam piruvat hasil proses glikolisis akan teroksidasi menjadi

produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam tahapan proses yang dinamakan

respirasi selular (Cellular respiration). Proses respirasi selular ini terbagi

menjadi 3 tahap utama yaitu produksi Acetyl-CoA, proses oksidasi Acetyl-CoA

dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta Rantai Transpor Elektron

(Electron Transfer Chain/Oxidative Phosphorylation). Sistem aerobik

memerlukan kira-kira dua menit untuk memulai memproduksi energi dalam

meresintesis ATP dari ADP + P. Sistem aerobik memecahkan glikogen

berdasarkan hadirnya oksigen, sehingga denyut jantung dan pernapasan harus

ditingkatkan secara memadai untuk membawa sejumlah oksigen yang

dibutuhkan sel otot. Sistem aerobik merupakan sumber energi utama untuk

aktivitas olahraga yang berjangka waktu 2 menit sampai 2-3 jam. Aktivitas

yang lebih dari 3 jam akan mengakibatkan pemecahan lemak dan protein untuk

menggantikan cadangan glikogen yang mendekati habis.

Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk menghasilkan

energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara anaerobik. Dalam

Page 45: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

45

proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk sebanyak 36 buah

sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan dua buah ATP. Ikatan yang

terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk menghasilkan energi sebesar

7.3 kilokalor per-molnya.

Kebanyakan cabang olahraga dalam kaitannya dengan penggunaan sistem

energi sering secara kombinasi. Kegiatan fisik dalam waktu singkat dan eksplosif

sebagian besar energi diperoleh dari sistem energi anaerobik (ATP-PC dan LA).

Sedangkan kegiatan fisik dalam jangka waktu yang lama, energinya dicukupi dari

sistem aerobik.

Tabel 2.1 Karakteristik Sistem Energi (Fox, Bower, dan Foss, 1993)

Sistem ATP-PC Sistem Asam Laktat (LA) Sistem Oksigen (O2) • Anaerobik (tanpa

oksigen) • Anaerobik • Aerobik

• Sangat cepat • Cepat • Lambat • Bahan bakar dari :

PC • Bahan bakar dari:

glikogen • Bahan bakar dari:

glikogen • Produksi ATP

sangat terbatas • Produksi ATP

terbatas • Produksi ATP bukan

tak terbatas • Dengan simpanan

di otot yang terbatas

• Dengan memproduksi asam laktat, menyebabkan kelelahan otot

• Dengan memproduksi kembali, tidak melelahkan

• Menggunakan aktivitas lari cepat atau berbagai power yang tinggi dengan aktivitas pendek

• Menggunakan aktivitas dengan durasi antara 1-3 menit

• Menggunakan daya tahan atau aktivitas dengan durasi yang panjang

Pemahaman setiap pelatihan olahraga dalam menggunakan sistem energi

sangat diperlukan. Menurut Nala, (2002) bahwa dalam dunia olahraga kebanyakan

atlet menggunakan kedua sistem tersebut baik aerobik maupun anaerobik.

Page 46: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

46

Penelitian ini tentang pelatihan menarik katrol berbeban yang menekankan pada

perbedaan jumlah set dan repetisi (pengulangan). Pengulangan yang tinggi menurut

Nala, (2002) akan menjadikan suatu pelatihan sangat efektif dan sangat baik dalam

mengembangkan tipe serabut otot putih yang sangat diperlukan dalam daya ledak

eksplosif.

Page 47: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

47

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka, seperti yang telah

diuraikan sebelumnya, maka dapat dibuat suatu kerangka konsep sebagai berikut:

faktor daya ledak otot lengan sangat diperlukan dalam cabang olahraga bulutangkis.

Daya ledak otot lengan dapat ditingkatkan melalui pelatihan. Program pelatihan

harus dilakukan secara sistematis, terencana, teratur, dan berkelanjutan, salah

satunya dengan pelatihan beban. Tipe pelatihan yang digunakan sebelumnya

memilih komponen biomotorik yang dominan dengan melibatkan semua kelompok

otot yang ingin dilatih dan menyesuaikan dengan cabang olahraga.

Komponen biomotorik yang dominan dalam cabang bulutangkis adalah

daya ledak otot lengan. Daya ledak merupakan kemampuan untuk melakukan

aktivitas secara tiba tiba dan cepat mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu

yang singkat. Daya ledak dalam olahraga bulutangkis adalah daya ledak eksplosif,

yang melibatkan komponen biomotorik yaitu kecepatan dan kekuatan. Dalam

pelatihan daya ledak otot lengan melibatkan beban karung pasir dengan

mengayunkan lengan dari belakang atas kepala ke bawah dengan tangan menarik

katrol.

Daya ledak dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor

internal antara lain umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, dan kesegaran

Page 48: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

48

jasmani, sedangkan faktor eksternal, seperti suhu lingkungan dan kelembaban

relatif. Selain itu untuk mendapatkan daya ledak yang baik kekuatan dan kecepatan

harus baik.

Upaya untuk meningkatkan daya ledak otot lengan dengan pelatihan ayunan

lengan beban lima kg, duabelas repetisi, tiga set, dan sembilan repetisi, empat set.

Pelatihan ini menggunakan frekuensi tiga kali dalam seminggu selama enam

minggu.yang disesuaikan dengan takaran jumlah set dan jumlah repetisi. Mengacu

pada beberapa landasan teori yang digunakan sebagai acuan dalam membuat

kerangka konsep, yaitu: Takaran beban dalam pelatihan daya ledak 40%-80% dari

kemampuan maksimal. Pelatihan dengan frekuensi tiga kali seminggu sesuai untuk

pemula akan menghasilkan peningkatan yang berarti. Takaran pelatihan untuk

meningkatkan daya ledak otot lengan dengan bervariasi, kontraksi cepat, dalam

repetisi kalau kecepatan berkurang pengulangan dihentikan. Pelatihan daya ledak

menggunakan repetisi 12-15 dan set 3-5. Mekanisasi gerakan tubuh yang sama

terjadi pada tiga jenis pukulan yaitu pukulan clear, drop dan smash. Dengan

melakukan pukulan overhead yang diarahkan ke bawah. Cara yang paling tepat

untuk melatih kekuatan otot agar smesannya kuat dengan menarik beban berulang-

ulang mempergunakan katrol.

Page 49: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

49

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian dan pendapat tersebut diatas, maka dapat dibuat

bagan:

Gambar. 3.1 Konsep

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan konsep di atas, maka hipotesis dapat

dirumuskan sebagai berikut:

FAKTOR EKSTERNAL Suhu Kelembaban Penonton Keadaan Lapangan

PELATIHAN Pelatihan menarik beban katrol 5kg, 12 R, 3 set Pelatihan menarik beban katrol 5kg, 9 R, 4 set

FAKTOR INTERNAL Umur Jenis kelamin Berat badan Tinggi badan Indek massa tubuh Kebugaran Fisik

Daya Ledak Otot Lengan

Page 50: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

50

1. Pelatihan menarik katrol beban lima kg, dua belas repetisi dan tiga set

dalam tiga kali seminggu selama enam minggu meningkatkan daya

ledak otot lengan siswa ekstrakurikuler bulutangkis SMK-1.

2. Pelatihan menarik katrol beban lima kg, sembilan repetisi dan empat set,

dalam tiga kali seminggu selama enam minggu meningkatkan daya

ledak otot lengan siswa ekstrakurikuler bulutangkis SMK-1.

3. Pelatihan menarik katrol berbeban lima kg, duabelas repetisi dan tiga set

dalam tiga kali seminggu selama enam minggu lebih baik daripada

sembilan repetisi, empat set, tiga kali seminggu selama enam minggu

dalam meningkatkan daya ledak otot lengan siswa ekstrakurikuler

bulutangkis SMK-1.

Page 51: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

51

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan The

Randomized Pre and Post Test design (Pocock, 2008).

Rancangan ini memiliki skema sebagai berikut:

P1

O1 O2

P R S

P2

O3 O4

Bagan 4.1 Rancangan Penelitian

P : Populasi

R : Random

S : Sampling

O : observasi daya ledak otot lengan

P1 : Kelompok perlakuan I, pelatihan menarik katrol beban lima kg, 12 repetisi,

tiga set

Page 52: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

52

P2 : Kelompok perlakuan II, pelatihan menarik katrol beban lima kg, sembilan

repetisi, empat set

O1 : observasi daya ledak otot lengan kelompok-1 sebelum pelatihan menarik

katrol beban lima kg, 12 repetisi, tiga set

O2 : observasi daya ledak otot lengan kelompok-1 sesudah pelatihan menarik

katrol beban lima kg, 12 repetisi, tiga set

O3 : observasi daya ledak otot lengan kelompok-2 sebelum pelatihan menarik

katrol beban lima kg, sembilan repetisi, empat set

O4 : observasi daya ledak otot lengan kelompok-2 setelah pelatihan menarik

katrol beban lima kg, sembilan repetisi, empat set

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di lapangan Lumintang Denpasar, karena aktivitas

olahraga SMK-1 dilakukan dilokasi Lumintang selain tempatnya luas.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2011.

Waktu pengambilan data dilakukan selama enam minggu, dilakukan tiga kali

seminggu, mulai pukul 05.30-07.00 Wita.

4.3 Populasi Dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah semua siswa kelas I SMK Denpasar yang

memilih kegiatan ekstrakurikuler bulutangkis berjumlah 40 siswa.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini dari populasi yang memenuhi kreteria inklusi

dan eksklusi sebagai berikut:

Page 53: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

53

4.3.2.1 Kriteria inklusi:

1. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai selesai, dengan

menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai sampel.

2. Berbadan sehat dan tidak cacat, berdasarkan pemeriksaan dokter.

3. Jenis kelamin laki-laki.

4. Umur 15-16 tahun.

5. Siswa kelas I SMK yang memilih ekstrakurikuler bulutangkis.

6. Berat badan 48,1-68,3 kg.

7. Tinggi badan 152,2-173,5 cm.

8. Indeks Masa Tubuh 18,5-24,9.

9. Kebugaran fisik 10,49-12.10.

4.3.2.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah subjek yang berdomisili di luar Kota Denpasar.

4.3.2.3 Kreteria tidak dilanjutkan sebagai subjek

Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk membatalkan keterlibatan

seseorang sebagai sampel:

a. Jika dalam pengambilan data orang tersebut tidak masuk atau tidak datang

ke lokasi pengambilan data

b. Jika selama penelitian orang tersebut tiba–tiba jatuh sakit atau cedera karena

kecelakaan

c. Jika selama penelitian orang tersebut pindah sekolah

d. Jika selama penelitian orang tersebut mengundurkan diri sebagai subjek

penelitian.

Page 54: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

54

4.3.3 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan daya ledak

otot lengan terhadap tujuh siswa kelas SMK yang berumur 15-16 tahun, diperoleh

data dengan rata-rata daya ledak otot lengan sebelum pelatihan adalah 26,16 m

dengan standar deviasi 3,42. Harapan peningkatan daya ledak otot lengan sebesar

% sehingga besar sampel disubstitusikan kedalam rumus Pocock (2008) sebagai

berikut:

Keterangan:

n= jumlah sampel

δ = standar deviasi (SD) daya ledak otot lengan=3,42

f(α, β)=7,9 table velue

µ1=rata-rata daya ledak otot lengan sebelum pelatihan=26,16 m

µ2=harapan peningkatan daya ledak setelah pelatihan (15%)=30,084 m

Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas, maka diperoleh hasil = 12,

untuk mengantisipasi subjek tidak melanjutkan penelitian ini, maka jumlah sampel

untuk tiap kelompok ditambah 15% dari jumlah (n) sehingga jumlah sampel

menjadi 14 orang untuk masing-masing kelompok. Total keseluruhan sampel

sebanyak 28 (2 kelompok x 14 orang).

4.3.4 Teknik Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi berdasarkan

kreteria inklusi dan eksklusi dengan cara acak sederhana (simple random

sampling)

2. Melakukan pembagian kelompok penelitian sebanyak dua kelompok dengan

masing-masing kelompok berjumlah 14 orang. Pembagian kelompok

( )( )βα

µµδ

,2

221

2

fn−

=

Page 55: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

55

dilakukan dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok I akan

menerima perlakuan pelatihan menarik katrol dengan beban lima kg,

duabelas repetisi, tiga set, dan kelompok II akan menerima perlakuan

pelatihan menarik katrol dengan beban lima kg, sembilan repetisi, empat

set.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi variabel

4.4.1.1 Variabel bebas (independent variable).

Pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi, tiga set dan

pelatihan lima kg, sembilan repetisi, empat set.

4.4.1.2 Variabel tergantung (dependent variable)

Daya ledak otot lengan

4.4.1.3 Variabel kendali (kontrol) adalah umur, berat badan, tinggi badan dan

indeks masa tubuh( IMT).

4.4.1.4. Variabel Random adalah kondisi lingkungan

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam

pengambilan data, maka berikut diuraikan definisi variabel sebagai berikut:

1. Pelatihan menarik katrol beban lima kg, dengan dua belas repetisi, tiga set.

Pelatihan menarik katrol beban lima kg, dengan 12 kali ulangan yang

diselingi dengan istirahat selama lima menit (disebut 1 set), lalu dilanjutkan

dengan duabelas kali ulangan menarik katrol sampai pada tiga set.

Page 56: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

56

2. Pelatihan menarik katrol beban lima kg dengan sembilan repetisi, empat set.

Pelatihan menarik katrol beban lima kg, dengan sembilan kali ulangan yang

diselingi dengan istirahat selama lima menit (disebut 1 set), lalu dilanjutkan

dengan sembilan kali ulangan menarik katrol sampai pada empat set.

3. Daya ledak otot lengan

Kemampuan otot lengan untuk melakukan gerakan secara sentakan tiba-tiba

dan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat.

Daya ledak otot lengan diukur dengan melempar menggunakan bola softball

dengan mengukur jauhnya lemparan dalam satuan sentimeter (cm). Alat

yang digunakan bola softball dengan berat 198,45 gr dan lingkaran 30,80

cm yang diukur dari garis batas sampai titik jatuh bola dengan meteran

Kinglon buatan Jepang dalam satuan centimeter. Dengan cara subjek

melemparkan bola softball sejauh jauhnya. Pelaksanaan adalah posisi kaki

berdiri dibelakang garis batas, dengan jarak kaki selebar bahu, kaki kiri di

depan dan kedua tungkai sedikit ditekuk, lengan dan tangan kanan lurus

vertikal di belakang atas kepala memegang bola dengan cara di genggam,

lengan dan tangan kiri dalam keadaan bebas, posisi menghadap bentangan

tali yang apabila disentuh tepat mengenai pergelangan tangan, kalau lengan

kanan diayun ke depan dalam posisi bentuk 300 dari sikap semula. Tes

dilakukan selama tiga kali diambil dari jarak terjauh. Hasil yang digunakan

sebagai data penelitian dan dicatat dengan ketelitian 0,1 mm. Pelaksanaan

Page 57: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

57

pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Jarak lemparan bola softball

merupakan hasil yang menunjukkan seberapa besar kemampuan daya ledak

otot lengan.

4. Umur

Umur adalah usia dalam tahun berdasarkan tanggal, bulan kelahiran yang

tercatat dalam data administrasi sesuai dengan akte kelahiran yang berusia

sekitar 15-16 tahun.

5. Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki yaitu jenis kelamin yang telihat penampakkan luar

(phenotif) dan kesesuaian yang tertulis dalam administrasi sekolah.

6. Berat badan

Berat badan adalah bobot tubuh subjek yang diukur dengan timbangan berat

badan merk Tanita dengan ketelitian 0.1 kg. Saat penimbangan tidak

menggunakan alas kaki.

7. Tinggi badan

Tinggi badan adalah ukuran tinggi badan yang diukur dengan antropometer

merk Super buatan Jepang dengan ketelitian 0.1 cm. Subjek berdiri tegak

membelakangi alat ukur dan pandangan lurus ke depan. Tinggi badan

diukur melalui panjang dari lantai tempat berpijak sampai ubun-ubun

(vertex).

8. Indeks Masa Tubuh ( IMT)

Indeks masa tubuh adalah nilai komposisi tubuh atau berat badan ideal yang

ditentukan dengan berat tubuh (kg) dan kuadrat tinggi badan (m).

Page 58: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

58

9. Kebugaran Fisik

Kebugaran fisik adalah kategori kebugaran jasmani subjek yang diperoleh

melalui kemampuan melakukan lari 2,4 km dengan hasil yang dicatat

berdasarkan satuan menit yang dikonversikan dalam skor berdasarkan

penilaian Cooper. Waktu yang digunakan menggunakan stopwatch merk

Q&Q buatan Jepang dengan tingkat ketelitian 0,01 detik.

10. Suhu udara

Suhu adalah suhu kering yang rata-rata yang diukur setiap melakukan

penelitian dengan termometer elektronik. Merek Extech buatan Jerman

dengan tingkat ketelitian 0.10C.

11. Kelembaban Relatif udara

Kelembaban relatif adalah presentase uap air dalam udara yang diukur

dengan hygrometer elektronik digital merek Exctech buatan Jerman dengan

tingkat ketelitian 1%.

4.5 Alat Pengumpul data

Alat ukur atau instrument yang digunakan dalam penelitian:

1. Alat katrol beban yang dirancang khusus untuk pelatihan menarik katrol

berbeban.

2. Alat pelatihan dengan katrol dari bahan besi dengan lebar 200 cm dan

tinggi 200 cm dan bola soft ball.

Page 59: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

59

3. Timbangan berat badan merk Tanita untuk mengukur berat badan yang

digunakan pada pelatihan menarik katrol beban dengan ketelitian 0.1 kg.

4. Karung pasir dengan berat lima kg sebagai beban yang ditarik pada

pelatihan menarik katrol beban.

5. Antropometer Super buatan Jepang untuk mengukur tinggi badan dalam

satuan centimeter (cm) dengan ketelitian 0,1 cm.

6. Stop watch digital merk Q&Q untuk mengukur kecepatan lari 2,4 km,

lama waktu istirahat tiap set, dan lamanya pelatihan dalam satu kali

pelatihan, denagn ketelitian1/100 detik.

7. Meteran merk Kinglon buatan Jepang.

8. Metronom merk Nikko buatan Jepang untuk mengukur irama gerakan

menarik katrol dengan arah gerakan dari belakang atas kepala ke bawah

supaya irama gerakan setiap mengangkat beban sama.

9. Norma penilaian tes lari 2,4 km Cooper, untuk mengukur status

kebugaran fisik subjek.

10. Termometer merk Extech buatan Jerman untuk mengukur suhu kering

lingkungan, satuan 0C, ketelitian 0,1 0C.

11. Higrometer elektronik digital merk Extech buatan Jerman untuk

mengukur kelembaban relative udara, ketelitian 1%.

12. Alat-alat tulis untuk mencatat data

13. Kamera digital merk Nikon buatan Jepang yang digunakan untuk

mendokumentasikan setiap kegiatan yang berkaitan dengan penelitian

ini.

Page 60: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

60

4.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap penelitian, yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

4.6.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan menyangkut :

1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain

yang relevan dengan topik penelitian ini.

2. Mengurus surat-surat penelitian.

3. Meminta persetujuan penelitian kepada kepala sekolah dan

mengkoordinasikan dengan wali kelas serta guru olahraga yang

menyangkut jadwal penelitian dan persiapan.

4. Membuat jadwal pelaksanaan penelitian.

5. Menyiapkan alat ukur yang baku dan memiliki ketelitian yang dapat

dipercaya dan diakui secara ilmiah.

6. Melakukan uji coba terkait alat yang dirancang khusus yang digunakan

pelatihan menarik katrol. Dalam bentuk beban (berupa karung pasir lima

kg) digantungkan dengan seutas tali melalui tiga buah katrol. Ujung tali

terhubung dengan beban, lengan kanan yang akan menarik. Subjek

berdiri dalam posisi tegak dengan sedikit tungkai ditekuk, kaki kiri maju

kedepan kemudian tangan kanan menarik katrol berbeban lima kg dari

atas kepala di arahkan ke bawah dan kembali ke posisi semula sesuai

dengan takaran pelatihan. Posisi tangan kiri bebas.

4.6.2. Tahap Penelitian Pendahuluan

Page 61: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

61

1. Memberikan penjelasan tentang pelaksanaan penelitian

2. Menentukan subjek yang akan dilibatkan

3. Melakukan pengukuran pada beberapa variabel, seperti umur, berat

badan, tinggi badan dan daya ledak otot lengan

4. Mengolah hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan besar sampel

dalam penelitian selanjutnya.

5. Pengukuran Kebugaran fisik. Kebugaran fisik diukur dengan tes lari 2.4

km, yaitu subjek berlari dengan menempuh jarak 2.4 km sesuai dengan

kemampuan tanpa henti. Waktu tempuh dikonversikan dengan table

tingkat kebugaran fisik menurut Cooper. Subjek yang dipilih adalah

subjek yang memiliki kategori fisik sedang.

6. Pengukuran berat badan.

7. Pengukuran tinggi badan.

8. Pengukuran daya ledak anggota gerak atas dilakukan dengan bola

softball dengan berat 198,45 gr dan lingkaran 30,80 cm. Pengukuran dari

garis batas sampai titik jatuh bola dengan meteran Kinglon buatan

Jepang dalam satuan sentimeter. Pelaksanaan adalah posisi kaki berdiri

dibelakang garis batas, dengan jarak kaki selebar bahu, kaki kiri didepan

dan kedua tungkai sedikit ditekuk, lengan dan tangan kanan lurus vertikal

di belakang atas kepala memegang bola dengan cara di genggam, lengan

dan tangan kiri dalam keadaan bebas, lengan kanan diayun ke depan

dalam posisi bentuk 300 dari sikap semula. Tes dilakukan selama tiga kali

diambil dari jarak terjauh.

Page 62: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

62

4.6.3 Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel

Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut:

1. Semua siswa yang memenuhi kreteria inklusi dan eksklusi sebagai

sampel diberikan dengan nomor urut yang berbeda.

2. Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan

teknik undian sebanyak dua kelompok, yaitu masing-masing kelompok

beranggotakan 14 orang.

4.6.4 Tahap Pelaksanaan

Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Sebelum pelaksanaan subjek di berikan penjelasan tentang tujuan,

manfaat, jadwal, tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak

subjek dalam pelaksanaan penelitian.

2. Pengukuran suhu lingkungan dilakukan mulai dari awal pelatihan sampai

akhir dengan termometer elektronik merk Excetch buatan Jerman dengan

ketelitian 0,1oC. Termometer diaktifkan, kemudian dilihat suhu kering

dalam derajat Celcius. Suhu dicatat awal dan diakhir pelatihan kemudian

dihitung rata-ratanya.

3. Pengukuran kelembaban relatif udara diukur pada awal sampai akhir

dengan menggunakan hygrometer digital. Caranya hygrometer diaktifkan

pada saat pelatihan berlangsung dan hasilnya dicatat dalam satuan %.

Page 63: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

63

4. Subjek datang 15 menit ke tempat penelitian sebelum pelatihan dimulai.

Sesudah istirahat selama lima menit kemudian dilakukan pengukuran

denyut nadi dengan metode 1 menit.

5. Subjek dipisahkan menjadi dua kelompok.

6. Melakukan pemanasan selama 15 menit, berupa peregangan, kalistenik

dan gerakan spesifik yang dimulai dari leher, bahu, lengan, tangan,

badan, pinggul dan anggota gerak atas.

7. Subjek pada kedua kelompok melakukan pelatihan dalam waktu yang

sama secara bergantian, selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali

seminggu (Senin, Rabu, Jumat).

8. Pada hari Senin kelompok satu (pelatihan menarik katrol beban lima kg,

duabelas repetisi, dan tiga set melakukan pelatihan pertama, kemudian

selanjutnya pelatihan dilakukan oleh kelompok dua (pelatihan menarik

katrol beban lima kg, sembilan repetisi, dan empat set).

9. Pada hari Rabu pelatihan pelatihan pertama dilakukan oleh kelompok II

dan dilanjutkan oleh kelompok I

10. Pada hari Jumat pelatihan pertama dilakukan oleh kelompok I, dan

dilanjutkan oleh kelompok II, demikian seterusnya pelatihan ini sampai

pada enam minggu yang dilakukan secara bergiliran.

11. Selama pelatihan subjek diarahkan oleh rekan-rekan guru olahraga.

12. Setelah enam minggu dilakukan pengukuran daya ledak anggota gerak

atas pada kedua kelompok perlakuan dengan mempergunakan bola

softball. Hasilnya jauhnya lemparan dengan dicatat dalam satuan

Page 64: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

64

sentimeter. Pelaksanaan sama seperti pada saat pengambilan data (awal

pretest).

4.7 Prosedur Pengukuran

1. Pengukuran Kebugaran Fisik

Kebugaran fisik diukur dengan tes lari 2,4 km, yaitu subjek berlari

dengan menempuh jarak 2,4 km sesuai dengan kemampuan tanpa henti.

Waktu tempuhnya dicatat kemudian dikonversikan dengan table tingkat

kebugaran fisik menurut Cooper. Subjek yang dipilih adalah subjek yang

memiliki kategori kebugaran fisik sedang.

2. Pengukuran Berat badan

Berat badan diukur dengan timbangan merk Tanita dengan satuan

kilogram (kg) dan ketelitian 0,1 kg. Subjek berdiri tegak diatas timbangan

memakai pakaian tanpa alas kaki.

3. Pengukuran tinggi badan

Pengukuran ini menggunakan antropometer merk Super buatan

Jepang dengan ketelitian 0,1 cm dalam satuan centimeter. Subjek berdiri

tegak membelakangi alat ukur dan pandangan lurus ke depan. Tinggi badan

diukur melalui panjang dari lantai tempat berpijak sampai ubun-ubun

(vertex).

4. Pengukuran suhu lingkungan

Pengukuran suhu lingkungan dilakukan mulai awal sampai akhir

penelitian dengan thermometer elektronik merk Extech buatan Jerman

Page 65: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

65

dengan ketelitian 0.1 oC. Termometer diputar selama kurang lebih tiga

menit, kemudian dilihat suhu basah dan kering dalam derajat celcius.

5. Pengukuran daya ledak anggota bagian atas (lengan)

Pengukuran daya ledak otot lengan atau anggota gerak atas dilakukan

dengan menggunakan bola softball. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga

kali dan nilai yang dipakai adalah nilai yang tertinggi.

4.8 Analisis data

Berdasarkan data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Statistik deskriptif untuk menganalisa umur, tinggi badan, berat badan,

indeks massa tubuh, dan kebugaran fisik, daya ledak otot lengan.

2. Uji Normalitas data (daya ledak otot lengan sebelum perlakuan) dengan

Shapiro-Wilk Test yang bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing

masing kelompok perlakuan. Batas kemaknaan 0,05 atau tingkat

kepercayaan yang digunakan adalah 95%.

3. Uji homogenitas data (daya ledak otot lengan sebelum dan sesudah

perlakuan) dengan Lavene Test, bertujuan untuk mengetahui variasi data.

Batas kemaknaan 0,05 atau tingkat kepercayaan yang digunakan adalah

95%.

4. Uji Beda

a. Uji t paired digunakan untuk menganalisis rerata peningkatan daya

ledak otot lengan antara sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-

masing kelompok, untuk data yang berdistribusi normal.

Page 66: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

66

b. Untuk data yang tidak berdistribusi normal dianalisis menggunakan Uji

Wilcoxon.

c. Data berdistribusi normal menggunakan uji statistik parametrik yaitu

One Way ANOVA (Analisis Of Varians) pada taraf kemaknaan p = 0,05

untuk membandingkan pengaruh pelatihan pada kelompok kontrol,

pelatihan a, pelatihan b.

4.9. Alur Penelitian

Kriteria inklusi

Sampel

Tes awal

Kelompok I (P1) Kelompok II (P2)

Populasi

Alokasi acak sederhana

Tes awal

Kriteria eksklusi

Page 67: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

67

Gambar. 4.2 Alur penelitian

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMK Negeri-1 Denpasar selama enam

minggu. Subjek penelitian berjumlah 28 orang, yang terdiri dalam dua kelompok

perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri dari 14 orang. Kelompok

perlakuan satu diberikan pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi

tiga set, sedangkan kelompok dua diberikan pelatihan menarik katrol beban lima

kg, sembilan repetisi empat set. Hasil penelitian disajikan dalam pembahasan

berikut.

5.1 Analisis Deskriptif Karakteristik subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: umur, berat badan, tinggi

badan, indeks masa tubuh, dan kebugaran fisik sebelum pelatihan pada kedua

kelompok. Karakteristik dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Perlakuan selama enam minggu Pelatihan menarik beban katrol lima kg, dua belas repetisi, tiga set

Analisis data

Penyusunan Tesis

Perlakuan selama enam minggu Pelatihan menarik beban katrol lima kg, sembilan repetisi, empat set set

Tes akhir Tes akhir

Page 68: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

68

Tabel 5.1

Karakteristik Fisik siswa SMK Negeri -1 Denpasar

Karakteristik Subjek KLP-1 KLP- 2

Rerata ±SB Rentang Rerata ±SB Rentang

Umur (th) 16,21 ± 0,30 15,66-16,83 16,12 ± 0,41 15,58-16,75

Berat badan (kg) 57,36 ± 13,61 41-82 55,00 ± 9,44 41-76

Tinggi badan (cm) 168,21 ± 6,12 158-180 165,79 ± 8,08 153-178

IMT (kg/m2) 20,62 ± 3,61 17,14-27,86 20,76 ± 2,54 17,31-25,4

Kebugaran Fisik (mnt) 12,07 ± 1,30 10.30-14.56 11,91 ± 1,33 10.10-14.14

Keterangan:

SB = Simpangan Baku

KLP-1= Kelompok-1 (pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas

repetisi, tiga set)

KLP-2= Kelompok-2 (pelatihan menarik katrol beban lima kg, sembilan repetisi,

empat set)

5.2 Lingkungan Penelitian

Kondisi lingkungan yang diukur selama pelaksanaan penelitian adalah suhu,

dan kelembaban relatif udara. Hasilnya dicantumkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Karakteristik Suhu dan Kelembaban Relatif Udara Lingkungan Pelatihan

Keadaan lingkungan Rerata ± SB Maksimum Minimum

Suhu (0C) 25,89 ± 117 28,40 24,30

Kelembaban (%) 69,78 ± 4,82 79,00 65,00

Berdasarkan Tabel 5.2 maka rentang suhu berkisar antara 24,3-28,4°C sedangkan

kelembaban relatif berada pada 65% sampai 79%. Kondisi lingkungan selama

pelatihan dan pengukuran dapat diadaptasi oleh subjek penelitian karena mereka

bertempat disekitar lokasi tersebut dan juga digunakan sebagai tempat latihan

Page 69: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

69

olahraga. Dengan demikian kondisi lingkungan nyaman untuk pelaksanaan

pelatihan.

5.3 Uji Normalitas Data dan Homogenitas Daya Ledak Otot Lengan

Sebagai prayarat untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan maka

dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data hasil daya ledak otot lengan

dengan menggunakan tes melempar bola softball sebelum dan sesudah pelatihan.

Uji Normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk Test, sedangkan uji

homogenitas menggunakan Levene Test, semua variabel bebas dan tergantung.

Berdasarkan hasil uji normalitas (Saphiro Wilk-Test) dan uji homogenitas (Levene-

Test) data daya ledak otot lengan bahwa sebelum dan sesudah pelatihan pada

kedua kelompok menunjukkan bahwa dari kedua uji tersebut memiliki nilai p lebih

besar dari 0,05 yang berarti data ledak otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan

berdistribusi normal dan homogen (lampiran XIII), oleh karena itu maka uji yang

dilakukan adalah uji parametrik.

5.4. Data Hasil Daya Ledak Otot Lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan,

Siswa SMK-1 Denpasar

Data hasil daya ledak bertujuan untuk membandingkan rerata daya ledak

otot lengan antar kelompok pelatihan sebelum dan sesudah pelatihan. Dengan hasil

analisis kemaknaan dengan uji t berpasangan, yang disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Data Hasil Daya Ledak Otot Lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan siswa

SMK-1 Denpasar

No Kelompok Sebelum Sesudah

Mean SD Mean SD

1 I 29,56 5.37 35,79 5.78

Page 70: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

70

2 II 29,52 4.40 31,80 4.19

Tabel 5.. diatas, menunjukkan bahwa data hasil daya ledak otot lengan sebelum

dan sesudah pelatihan kedua kelompok pelatihan memiliki nilai p lebih kecil dari

0,05. Hal ini berarti pada masing-masing kelompok terjadi peningkatan daya ledak

otot lengan secara bermakna. Dengan demikian pelatihan menarik katrol beban

lima kg, duabelas repetisi, tiga set dan pelatihan menarik katrol beban lima kg,

sembilan repetisi, empat set dapat meningkatkan daya ledak otot lengan. Rerata

peningkatan daya ledak otot lengan pada kelompok-1 lebih besar daripada

kelompok-2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelatihan kelompok satu

menghasilkan peningkatan daya ledak otot lengan lebih besar daripada pelatihan

kelompok-2.

5.5. Perbedaan Peningkatan Daya ledak Otot Lengan Sesudah Pelatihan

antara kelompok I dan kelompok II

Perbedaan peningkatan daya ledak otot lengan sesudah pelatihan pada

masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Perbedaan Peningkatan Daya Ledak Otot Lengan Sebelum dan Sesudah

Pelatihan antar kelompok-1 dan kelompok-2

Pelatihan I II

Sebelum 29,56 29,52

Sesudah 35,79 31,80

Selisih 6,23 m ( 21,07%) 2,28 m (7,73%)

Page 71: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

71

Tabel 5.4 menunjukkan perbedaan peningkatan daya ledak otot lengan sesudah

pelatihan pada masing masing kelompok. Berdasarkan persentase rerata

peningkatan daya ledak otot lengan sesudah pelatihan selama enam minggu

tmenunjukkan bahwa persentase rerata peningkatan daya ledak otot lengan pada

kelompok satu yaitu pelatihan menarik katrol beban lima kg, dua belas repetisi, tiga

set lebih besar daripada kelompok pelatihan menarik katrol beban lima kg,

sembilan repetisi, empat set. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelatihan

menarik katrol beban beban lima kg, dua belas repetisi, tiga set menghasilkan

peningkatan daya ledak otot lengan lebih baik dibandingkan dengan pelatihan

menarik katrol beban lima kg, sembilan repetisi, empat set.

5.6 Analisis Efek Perlakuan Antar Kelompok

Analisis perbedaan efek perlakuan diuji berdasarkan gain score (selisih nilai

pretes dan postes) daya ledak otot lengan antar kelompok pelatihan. Hasil analisis

kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5 Hasil Uji perbedaan Gain Score daya ledak otot lengan kelompok 1 dan

kelompok 2

Kelompok Rerata SD t p

Kelompok 1 6,23 2,03 6,299 0,000

Kelompok 2 2,28 1,16

Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata gain score daya ledak otot lengan

kelompok 1 sebesar 6,23 dan rerata gain score daya ledak otot lengan kelompok 2

adalah 2,28. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan nilai t =

Page 72: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

72

6,299 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa antara kelompok 1 dan kelompok-

2 setelah diberi perlakuan, rerata daya ledak otot lengannya berbeda secara

bermakna (p<0,05). Dalam hal ini peningkatan rerata daya ledakotot kelompok-1

lebih besar dari pada peningkatan rerata daya ledak otot lengan kelompok-2.

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Kondisi Subjek

Subjek penelitian berjumlah 28 orang siswa kelas 1 ekstrakurikuler

bulutangkis SMK Negeri-1 Denpasar dengan menggunakan tehnik acak sederhana

dari populasi yang berjumlah 40 orang.

Rerata umur subjek penelitian pada kelompok pelatihan-1 rerata 16,21 dan

kelompok pelatihan-2 rerata 16,12. Hal ini menunjukkan subjek penelitian memiliki

karakteristik umur yang tidak berbeda bermakna. Pelatihan spesialisasi pada cabang

Page 73: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

73

olahraga bulutangkis dapat diberikan pada usia 14-16 tahun (Juliantine, dkk 2007),

sehingga pelatihan yang diterapkan tidak berpengaruh buruk terhadap struktur dan

fungsi tubuh dan aman bagi subjek.

Rerata tinggi badan subjek penelitian adalah rerata 168,21 cm pada

kelompok pelatihan-1 dan rerata 165,79 cm pada kelompok pelatihan-2. Rerata

berat badan siswa ekstrakurikuler bulutangkis SMK Negeri-1 Denpasar yang

dipakai sebagai subjek penelitian adalah rerata 57,36 kg pada kelompok pelatihan-1

dan rerata 55,00 kg pada kelompok pelatihan-2. Dari hasil uji homogenitas, terlihat

bahwa tinggi badan dan berat badan siswa pada kedua kelompok pelatihan adalah

homogen (p >0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian

memiliki karakteristik tinggi badan dan berat badan yang tidak berbeda bermakna.

Dengan demikian rerata berat badan ini berada pada mal nutrisi ringan sampai

normal yang diambil pada persentil ke-50 standar WHO (Soetjiningsih, 1995)

sehingga berdasarkan berat badan dan tinggi badan subjek tidak ada kekurangan

gizi yang berarti aktivitas pelatihan dapat dilakukan dengan baik.

Indeks masa tubuh subjek penelitian pada kelompok-1 adalah 20,62 kg/m2

sedangkan kelompok-2 adalah 20,76. Kg/m2. Indeks massa tubuh merupakan rasio

berat dan tinggi badan yang sering digunakan untuk mengukur komposisi tubuh,

khususnya menggunakan skala pada battery fitnesgram. Berdasarkan indeks masa

tubuh pada kedua kelompok, subjek penelitian berada dalam kategori normal yang

berkisar antara 18,5-24,9 (Atmojo, 2007). Rentang waktu tempuh tes lari 2,4 km

subjek penelitian pada kelompok-1 adalah 12,07.dan kelompok-2 adalah 11,91.

Subjek penelitian pada kedua kelompok menunjukkan bahwa kebugaran fisik

Page 74: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

74

berada pada kategori sedang untuk usia 15-16 tahun. Berdasarkan Cooper, 1980

ditinjau dari umur termasuk dalam usia 13-19 tahun dengan rentangan waktu 10:45-

12:10 untuk putra. Derajat kesegaran jasmani seseorang sangat menentukkan

kemampuan fisiknya dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, semakin tinggi derajat

kesegaran jasmani seseorang semakin tinggi pula kemampuan kerja fisiknya

(Satriya, dkk 2007). Dengan memiliki kebugaran fisik kategori sedang diasumsikan

subjek mampu melakukan pelatihan yang akan diberikan dengan baik. Selain itu

atlet yang memiliki kesegaran jasmani yang baik akan terhindar dari kemungkinan

cidera yang biasanya terjadi jika melakukan kerja fisik yang berat.

6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian

Pelatihan dilaksanakan di SMK-1 Denpasar pada pukul 05.30-07.00 wita dengan

variasi suhu 24,3-28,4°C, dan kelembaban relatif berada pada 65%-79%.

Berdasarkan data kelembaban relatif tempat pelatihan berlangsung masih dalam

batas nyaman. Daerah yang nyaman bagi orang Indonesia untuk melakukan

aktivitas pelatihan adalah pada kelembaban relatif yang berkisar antara 70-80%

(Manuaba,1983). Dengan demikian subjek penelitian terbiasa dengan lingkungan

tempat pelatihan. Lingkungan yang nyaman akan berdampak mengurangi

pengeluaran keringat berlebihan sehingga subjek dapat melakukan pelatihan dengan

baik.

6.3. Distribusi dan Varians Subjek Penelitian

Distribusi subjek penelitian kedua kelompok sebelum dan sesudah pelatihan,

dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Test dan uji homogenitas dengan

Levene Test. Data Daya ledak otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan pada

Page 75: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

75

kedua kelompok menunjukkan nilai p lebih besar dari 0,05. Dengan demikian data

daya ledak otot lengan sebelum dan sesudah pelatihan pada kedua, sehingga uji

selanjutnya digunakan uji parametrik (Dahlan, 2004).

6.4. Perbedaan Daya ledak Otot lengan Sebelum Pelatihan

Perbedaan daya ledak otot lengan sebelum pelatihan diantara kedua

kelompok pelatihan diuji dengan uji t-tidak berpasangan. Hasil uji statistik

menunjukkan nilai p untuk daya ledak otot lengan sebelum pelatihan di antara

kedua kelompok pelatihan lebih besar dari 0,05 tercantum pada lampiran XIV. Hal

ini berarti rerata daya ledak sebelum pelatihan di antara kedua kelompok pelatihan

tidak berbeda bermakna. Dengan demikian daya ledak otot lengan sebelum

pelatihan diantara kelompok-1 dan kelompok-2 adalah sebanding. Oleh karena itu,

apabila terjadi perbedaan daya ledak otot lengan sesudah pelatihan, hal ini

disebabkan oleh pelatihan yang diterapkan.

6.5 Pengaruh Pelatihan terhadap daya ledak otot lengan

Berdasarkan hasil tes daya ledak otot lengan selama pelatihan selama enam

minggu dari tes awal sampai test akhir diperoleh rerata daya ledak otot lengan

sebelum pelatihan 29,56 m dan setelah pelatihan 35,79 m dengan selisih 6,23 m

daya ledak otot lengan pada kelompok-1. Rerata daya ledak otot lengan sebelum

pelatihan pada kelompok-2 adalah 29,52 m dan 31,80 setelah pelatihan 31,80 m

dengan selisih daya ledak 2,28 m.

Page 76: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

76

Analisis data tes daya ledak antara tes awal dan tes akhir pada masing

masing kelompok dengan menggunakan paired t test (tabel 5.4), didapatkan bahwa

rerata daya ledak sebelum dan sesudah pelatihan diperoleh nilai p<0,05 pada

kelompok-1 dan kelompok-2. Hal ini berarti bahwa rerata daya ledak sebelum

pelatihan dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok pelatihan terdapat

perbedaan yang bermakna. Dengan hasil ini, dapat dinyatakan bahwa kedua tipe

pelatihan yang diterapkan memiliki pengaruh pelatihan dalam meningkatkan daya

ledak otot lengan. Dengan demikian berarti hipotesis satu dan dua terbukti, yaitu

pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi, tiga set dan pelatihan

menarik katrol beban lima kg, sembilan repetisi, empat set dapat meningkatkan

daya ledak otot lengan.

Pelatihan yang diberikan untuk pemula dalam jangka waktu 6-8 minggu

dengan frekuensi tiga kali seminggu akan memperoleh hasil yang konstan, dimana

tubuh dapat teradaptasi dengan pelatihan dan akan menghasilkan peningkatan yang

berarti (Nala, 2002). Selanjutnya menurut Satriya, dkk (2007), dengan melakukan

pelatihan secara intensif 6-8 minggu akan meningkatkan kekuatan, kelentukan, dan

daya tahan.

Pelatihan ini menggunakan sistem energi anaerobik karena rentang waktu

pelaksanaan pelatihan antara 0-2 menit. Metabolisme energi dominan anaerobik

akan menghasilkan produk berupa asam laktat yang apabila terakumulasi dapat

menghambat kontraksi otot sehingga menimbulkan gerakan yang bertenaga tetapi

tidak dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang panjang maka harus

diselingi dengan interval istirahat (Irawan, 2007). Dalam pelatihan menarik katrol

Page 77: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

77

ini durasi waktu selama 15 detik dengan istirahat lima menit untuk kelompok-1 dan

12 detik untuk kelompok-2 setiap setnya dengan istirahat lima menit. Penggunaan

energi pelatihan ini dalam jumlah besar dan waktu singkat dengan gerakan-gerakan

yang eksplosif (Giriwijoyo, 2007).

Fokus dalam pelatihan ini adalah daya ledak. Daya ledak dominan

menggunakan gerakan-gerakan yang eksplosif. Menurut Harsono dalam Satriya,

dkk (2007), dalam daya ledak terdapat dua komponen biomotorik yaitu kekuatan

dan juga kecepatan, sehingga untuk meningkatkan daya ledak otot maka diberikan

beban tahanan sebesar 40%-80% dari kemampuan maksimal. Latihan beban juga

dikenal dengan istilah weight training, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

merupakan latihan fisik untuk meningkatkan daya ledak otot lengan. Dengan

pelatihan beban menurut (Nossek, 1982), beban dalam latihan dibagi menjadi dua

yaitu beban luar dan beban dalam. Beban luar adalah komponen-komponen beban

dan latihan yang disusun menjadi urutan metodis yang wajar, sedangkan beban

dalam adalah perangsangan dan efeknya pada sel dengan meningkatkan kualitas

sel, yang berarti meningkatnya kesehatan dan kemampuan fungsional sel berarti

meningkatnya kekuatan sel-sel yang mengalami pelatihan (Giriwijoyo, 2007).

Rangsangan pelatihan yang optimum untuk membangun daya ledak adalah

pelatihan dengan intensitas tinggi dan repetisi yang cepat (Lawrensen, 2008).

Dampak yang terjadi akibat pelatihan tersebut adalah terjadi peningkatan

persentase massa otot, sehingga mengalami hipertropi, bertambah sebanyak 30-60

persen (Guyton dan Hall, 2008). Terjadinya hipertropi karena perubahan otot

rangka atau peningkatan diameter pada kedua serabut (fiber) otot cepat (fast twitch)

Page 78: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

78

dan otot lambat (slow twitch) pada vastus lateralis, maka dengan sendirinya juga

terjadi hipertropi, pada kedua macam otot. Semua hipertrofi otot akibat dari suatu

peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serabut otot,

menyebabkan pembesaran masing-masing serabut otot (Guyton dan Hall, 2008).

Untuk latihan ketahanan yang akan menjadi hipertropi, adalah otot lambat,

sedangkan untuk latihan kecepatan yang menjadi hipertropi, adalah otot cepat (

Fox, 1984). Dengan adanya peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel-

sel otot maka akan dapat menyebabkan fungsi dari mitokondria lebih efektif.

Dengan adanya peningkatan jumlah mitokondria dalam sel otot sehingga secara

fisiologis merangsang perbaikan pengambilan oksigen (Nala, 2002) disamping itu

akibat dari pelatihan yang teratur dan maksimal mitokondria melakukan replikasi

sehingga dapat mengerahkan sistem energi dominan untuk selalu siap menyediakan

energi yang diperlukan (Guyton dan Hall, 2008).

Pelatihan menarik katrol dalam meningkatkan daya ledak otot lengan adalah

pelatihan menarik katrol menggunakan tarikan beban melalui tali sebagai penahan

gerakan lengan ke depan sehingga tenaga berada pada otot lengan sebagai

penggerak utama. Dalam mengayun lengan ke depan, otot melakukan usaha/kerja

karena massa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan suatu

percepatan tertentu dan memaksimalkan usaha/kerja untuk otot lengan. Dengan

memaksimalkan kerja otot tersebut maka dapat meningkatkan otot lengan. Dalam

pelatihan ini hipertrofi yang sangat luas terjadi karena otot diberikan beban selama

proses kontraksi (Guyton dan Hall, 2008). Kontraksi yang terjadi pada saat awalan

pelatihan menarik katrol ini menggunakan kontraksi isometrik karena terjadi

Page 79: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

79

pemendekkan otot, sedangkan pada proses lanjutan menggunakan kontraksi

eksentrik karena otot memanjang, dan kontraksi alodinamik karena otot yang

digunakan sejak awal sampai akhir berbeda beban nya dan arahnya vertikal serta

melawan gravitasi bumi.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan yang

dilakukan secara tertata, terancang secara sistematis, dan dilaksanakan dengan baik

akan dapat meningkatkan daya ledak.

6.6. Perbedaan efek pelatihan antar kedua kelompok perlakuan

Pelatihan menarik katrol beban lima kg duabelas repetisi, tiga set yang

dilakukan oleh kelompok-1 menggunakan waktu kurang lebih 15 detik tiap set,

dengan waktu istirahat lima menit tiap set. Sedangkan pelatihan menarik katrol

beban 5 kg, sembilan repetisi, empat set yang diterapkan pada kelompok-2

memerlukan waktu kurang lebih 12 detik tiap set, dengan waktu istirahat lima

menit tiap set. Perbandingan kedua pelatihan menimbulkan efek dalam pelatihan

tersebut menggunakan uji t-tidak berpasangan (t-independent tes) pada lampiran

XV . Berdasarkan uji t-tidak berpasangan menunjukkan bahwa perbedaan pelatihan

kedua kelompok untuk meningkatkan daya ledak otot lengan sesudah pelatihan

pada kelompok-1 berbeda bermakna dibanding kelompok-2 dengan nilai p lebih

kecil dari 0,05. Dimana terdapat peningkatan daya ledak otot lengan kelompok-1

lebih besar daripada kelompok-2 (tabel 5.4). Dengan demikian hipotesis 3 terbukti

yakni pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi, tiga set lebih baik

daripada menarik katrol beban lima kg, sembilan repetisi, empat set.

Page 80: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

80

Berdasarkan sistem penggunaan energi yang digunakan dengan

memperhatikan waktu selama pelatihan kedua kelompok berdasarkan lama

pelatihan maka energi yang dipergunakan untuk pelatihan menarik katrol berasal

dari metabolisme anaerobik sistem ATP-PCR (Sports Fitnes Advisor, 2011) dengan

alasan latihan yang menggunakan waktu 3-15 detik akan mendapatkan potensi daya

ledak secara maksimal atau yang paling besar.

Faktor perbedaan peningkatan dari efeknnya pelatihan tersebut karena

adanya perbedaan beban latihan dalam jumlah repetisi dan jumlah set nya.

Pengulangan yang tinggi akan menjadikan pelatihan menjadi sangat efektif dan hal

ini akan sangat baik untuk mengembangkan serabut otot putih sangat diperlukan

dalam daya ledak eksplosif (Nala, 2002). Serta perbandingan waktu yang

dihabiskan setiap set antar kelompok pelatihan-1 dan kelompok pelatihan-2 yang

tidak sama menimbulkan dampak pemulihan yang tidak adekuat menyebabkan

terjadinya penimbunan asam laktat pada set berikutnya (Valeo, 2009). Hal ini

disamping karena perbedaan repetisi, set juga waktu istirahat yang sama antar set

menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara waktu kerja dan istirahat pada

kelompok-1 dan kelompok-2.

Efek pelatihan kelompok-1, memacu bagian tubuh untuk memenuhi

kebutuhan beban kerja tersebut, dengan repetisi yang lebih banyak menimbulkan

kemampuan reflek yang lebih baik dan pengalaman sensoris yang lebih kuat terpola

pada sistem saraf pusat serta memaksimalkan pelepasan berbagai hormon, termasuk

testosteron dan hormon pertumbuhan (Lawrensen, 2008). Dengan demikian

pelatihan kelompok-1 menjadi lebih baik dibandingkan pelatihan kelompok-2.

Page 81: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

81

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Page 82: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

82

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan

penelitian sebagai berikut:

1. Pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi, tiga set selama

enam minggu, dapat meningkatkan daya ledak otot lengan pada siswa

ekstrakurikuler bulutangkis SMK Negeri-1 Denpasar.

2. Pelatihan menarik katrol beban lima kg, sembilan repetisi, empat set selama

enam minggu, dapat meningkatkan daya ledak otot lengan pada siswa

ekstrakurikuler bulutangkis SMK Negeri-1 Denpasar.

3. Pelatihan menarik katrol beban lima kg, duabelas repetisi, tiga set selama

enam minggu lebih baik daripada pelatihan menarik katrol beban lima kg,

sembilan repetisi, empat set selama enam minggu, dalam meningkatkan

daya ledak otot lengan siswa ekstrakurikuler bulutangkis SMK Negeri-1

Denpasar.

7.2 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal yang berkaitan

dengan peningkatan daya ledak otot lengan:

1. Pelatihan menarik katrol beban lima kg dapat digunakan untuk

meningkatkan daya ledak otot lengan sehingga tipe pelatihan ini digunakan

pada cabang olahraga bulutangkis karena cara, posisi, dan arah gerakan

sesuai pada pukulan overhead. Bagi pelaku olahraga (pembina olahrga,

pelatih olahraga dan atlet) disarankan untuk menggunakan tipe pelatihan

menarik katrol dengan beban yang disesuaikan pada kemampuan dan

takaran yang tepat.

Page 83: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

83

2. Dilakukan penelitian lanjutan tentang pelatihan menarik katrol dengan

beban yang sama dengan menggunakan repetisi yang maksimal atau yang

paling tinggi dan jumlah set dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 84: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

84

Anonim. 2011. Otot lengan. [cited 2011 Februari 23]. Available from: http://google.co.id/imglanding=otot lengan

Astrand, P.D.,Rodahl, K, 1986. Texbook of Work Physiological Basic of Exercise. New York: Mc.Graw Hill Brooks Company.

Bob, D. 1995. Pysical Education and The Study of Sport. Second Edition, Bercelona, Spanyol: Mosby.

Bompa, T. O. 1999. Periodization: Theory and Methodology of Training, 4th Edition. Kendall/Hunt: Publishing Company.

Bompa, T. O. 2000. Total Training For Young Champions. Campaign: Human Kinetics

Boosey, D. 1980. The Jump Conditioning and Technical Trainning. Beatrice Avenal: Beatrice Publising Ltd.

BWF, World Ranking Top 100. 2011. Peringkat Atlet Indonesia per 10 Febuari 2011.(cited 2011 Februari 23). Available at: http//www. Bulutangkis.com/ indeks.

Cooper, K. 1980. The Aerobics Way. New York: Bantam Books, Inc.

Dahlan, S. M. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta Salemba Medika.

Damiri, A. 1994. Anatomi Manusia Bandung. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia.

Djide, T. 2004. Ulang Metode dan Strategi Pelatihan Bulutangkis dengan Pendekatan IPTEK untuk Bulutangkis Indonesia: FPOK.UPI.

Dresta, I. M. 2010. Pelatihan Loncat Tegak Delapan Repetisi Tiga Set Lebih baik daripada enam repetisi empat set dalam meningkatkan daya ledak otot anggota gerak bawah siswa SMP Pancasila Canggu Badung. (tesis). Denpasar. Universitas Udayana.

Foss, L. M., Steven, J. K. 1998. The Physiological Basis for Exercise and sport 6th Edition. Boston: WBC. Mc. Graw Hill Componies Illiones Dubuque Iowa Madison

Fox, E.L. 1983. Sport physiology. New York : C B S College Publishing.

Fox, E.L. 1984. Sport physiology. 2th Edition, Philadelphia: Saunders College Publishers.

Page 85: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

85

Fox, E. L., Richard, B, W., dan Merie, L. F. 1993. The Physiological Basic of Physical Education and Athletics, 5th Edition. Dubuque: Wm. C. Brown Communication, Inc.

Giam,Teh. 1993. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: Binapura Aksara.

Giriwijoyo, S., Muchtamaji, H. 2007. Ilmu Faal Olahraga; Fungsi Tubuh manusia pada olahraga, Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia.

Guyton, A.C., Hall, J.E. 1996. Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta: Depdiknas Dikti LPTK.

Harsono. 1993. Prinsip-prinsip Pelatihan Fisik . Jakarta: KONI Pusat

Hairy, J. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta: Dirjendikti.

Harre, D. 1982. Principle of Sport Training. Berlin: Sportverlag.

Irianto, D. P. 2002. Dasar Kepelatihan. Yogyakarta: FIK UNY.

Irawan. A.2007. Metabolisme Energi Tubuh dan Olahraga. [cited 2011 Juni 21]. Vol.01.N0.07. Sports Science Brief. Available from.www.pssplab.com

Juliantine, T., Yudiana, W., Subarjah, H .2007. Teori Latihan. Bandung. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. UPI.

Jensen, C. R., Fisher. 1983. Scientific Basis of Appied Kinesiology and Biomechanics. New York: Mc Graw Hill Book.

Kanca. 2006. Pencegahan Penyakit Degeneratif Usia Dini melalui pelatihan Olahraga: Suatu Kajian Fisiobologis. Makalah Orasi Pengenalan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Undiksha Singaraja.

Lamb, D. R. 1984. Physiology Of Exercise Respones and Adaptations, 2th Edition. New York: Macmillan Publishing Company.

Lawrensen, D. 2008. The Super Toning Trainning Routine. [cited: 2011 Juni 15]. Available from http://www.muscleanstrength.com.

Manuaba, I. B. A. 1983. Aspek Ergonomi dalam Perencanaan Komplek Olahraga dan Rekreasi. Naskah lengkap Panel Diskusi Rencana Induk Gelora Jakarta: 21 September 1983

Page 86: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

86

Nala, N. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali.

Nala, N. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: UNUD Denpasar.

Nala, N. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali.

Nossek, J. 1982. General Teori Of Training, (Terjemahan M. Furqon H). Surakarta: Sebelas Maret University Perss.

Nurhasan. 2000. Buku Materi Pokok Tes dan Pengukuran, Jakarta: Depdikbud Universitas Terbuka.

Nurhasan. 2008. Tes Kemampuan Komponen Fisik Dasar Cabang-Cabang Olahraga Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI .

O’Shea, J. P. 1976. Scietific Principles and method of Strength Fitness, 2th Edition London : Addison Wesley Publishing Company.

Pasurney, P. 2000. Mengapa Prestasi Olahraga Indonesia Terpuruk. [cited 2011 Maret. 20]. Available at: http//www.Koni.or.id/files/documnts/journal.

Pearce, E. C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama.

Pocock, S. J. 2008. Clinical Trial;A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication.

Powers, S. K., Howley, E. T. 2004. Exercise Pysiology, Theory and Application to fitness and Performance. 5th Edition. New York: Mc. Graw Hill Companies.Inc.

Poole, J. 2009. Belajar Bulutangkis. Bandung: Pionir Jaya.

Rogers, P. 2009. Basic Streght and Muscle Weigth Trainning Program. [cited: 2011 Juni 15]. Available from http://www..com. weigthtrainning.about.com

Rushall, B. S., an Frank S. P. 1992. Training for Sport and Fitness. Canberra: The Macmillan Company of Australia PTY LTD.

Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengadaan Buku pada Lembaga Pengembangan Tenaga Pendidikan. Jakarta.

Sajoto. 1995. Pengembangan dan Pembinaan Kekuatan kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta: Dahara Prize.

Sajoto. 2002. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan kondisi fisik. Semarang: Effhar dan Dahara Prize.

Page 87: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

87

Sarwoto, B. 1992. Materi Pokok Kinesiologi, Jakarta : Depdikbud.

Satriya., Sidik, S., Imanudin, I. 2007. Metodologi Kepelatihan Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI.

Setijono, H. 2001. Instruktur fitnes. ISBN: 979-678-890-9. Surabaya: Unesa University Press.

Sharkey, B. J. 2003. Kebugaran & Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekarman. 1986. Energi dan Sistem energi Predominan Pada Olahraga. Pusat Ilmu Olahraga: Jakarta. Koni Pusat.

Soetjiningsih,1995. Tumbuh kembang Anak Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.

Sports Fitnes Adviser, 2011. Energi Sytem in Sports and Exercise. [cited 2011 Juni 21]. Available from: http://www.sports-fitnes-adviser.com.

Subiyono, S. H. 2007. Tekhnik Renang Gaya Crawl. Jurnal IPTEK Olahraga.Vol. 9, No. 3. pp. 191-201. September 2007

Suharno, HP. 1993. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Bandung. PT. Karya Ilmu.

Sukadiyanto. 2005. Penghantar Teori dan Metodelogi Melatih Fisik. Yogyakarta: PKO-FIK-UNY.

Syaifudin, 1996. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Edisi II .Jakarta. EGC Kedokteran.

Tangkudung, J. 2006. Profil Tinggi Badan, Berat badan dan Indeks Masa Tubuh Atlet Piala Thomas dan Uber. Jurnal IPTEK Olahraga. Vol. 8, no 3.

Tohar. 1992. Olahraga Pilihan Bulutangkis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Jakarta: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Valeo, T. 2009. Weight Trainning. [cited 2011 Juni 21]. Available from: http://www.brianmac.co.uk.

Widana, K. 1983. Physiology of Trainning Sprinting. Perth: Departement of Human Movement and Recreation Studies University of Westrn Australia

Widiastuti, P, 2011. Apa Sih Nyeri Punggung itu. [cited 2011 Februari 23]. Available at: wordpress.com/apa-sih-nyeri punggung itu.

Page 88: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

88

Lampiran VII. Daftar Nama Subjek Penelitian.

Subjek

Pelatihan Menarik Katrol beban 5 kg, 12 repetisi, 3 set

Kelompok 1

Pelatihan Menarik Katrol beban 5 kg, 9 repetisi, 4 set

Kelompok 2 1 IWAN IMEA

2 IPAU NW

3 AYS PPJP

4 AAP MNI

5 IGAABP ISN

6 IKBP IKSR

7 IPBDD IMS

8 IKBS IMS

9 IKDW IKS

10 DS PMTJ

11 DAY MYSN

12 IGEPA IGSWD

13 IPED PW

14 IMEP SB

Page 89: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

89

Lampiran VIII. Karakteristik umur (th), Berat badan (kg), Tinggi badan (cm) Subjek Penelitian

Subjek Pelatihan menarik katrol beban 5 kg, 12 repetisi, 3 set

Pelatihan menarik katrol beban 5 kg, 9 repetisi, 4 set

umur TB BB Umur TB BB 1 15,98 171 81 16,25 168 57

2 15,91 165 50 16,75 166 46

3 16,41 164 45 16,00 178 64

4 15,83 158 41 15,58 166 51

5 16,16 180 82 16,66 167 48

6 16,41 176 69 16,5 153 41

7 16,25 169 69 16,33 165 58

8 16,25 162 46 15,66 169 51

9 16,25 169 48 16,08 174 63

10 16,83 174 66 16,00 172 62

11 16,41 162 45 16,58 156 45

12 16,16 167 54 15,5 176 76

13 16,41 173 51 15,66 156 49

14 15,66 165 56 16,16 155 59

Keterangan

Th : Tahun (terhitung Mei 2011)

TB : Tinggi badan dalam satuan centimeter

Kg : Kilogram

BB : Berat badan dalam satuan kilogram

Cm : Centimeter

Page 90: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

90

Lampiran IX. Karakteristik IMT (kg/m), dan Kebugaran Fisik (menit) Subjek Penelitian

Subjek

Pelatihan menarik katrol beban 5 kg, 12 repetisi, 3 set

Pelatihan menarik katrol beban 5 kg, 9 repetisi, 4 set

IMT KF IMT KF 1 27,86 12,22 22,69 12,21

2 18,90 11,55 17,31 10,10

3 17,14 10,30 21,15 10,30

4 17,29 13,03 19,20 11,11

5 25,03 14,14 17,96 12,21

6 23,06 11,43 18,14 10,57

7 25,51 10,35 21,96 13,50

8 17,74 11,23 18,86 13,15

9 17,75 11,45 21,29 13,12

10 22,31 14,56 21,20 12,55

11 17,36 11,00 19,23 10,28

12 20,20 12,20 25,40 14,14

13 17,34 12,20 20,94 11,11

14 21,21 13,35 25,37 12,40

Keterangan

IMT : Indeks Masa Tubuh (satuan meter

KF : Kondisi Fisik (satuan menit)

Page 91: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

91

Lampiran X. Keadaan Lingkungan Selama Pelatihan

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN

NO TANGGAL SUHU (C) KELEMBABAN (%)

1. 18-4-2011 25,0 79

2. 20-4-2011 24,9 67

3. 22-4-2011 25,5 66

4. 25-4-2011 26,9 67

5. 27-4-2011 26,5 65

6. 29-4-2011 24,7 68

7. 02-5-2011 26,3 70

8. 04-5-2011 24.3 67

9 06-5-2011 27,4 68

10. 09-5-2011 24,8 73

11. 11-5-2011 26.6 79

12. 13-5-2011 25,5 65

13. 16-5-2011 26,3 70

14. 18-5-2011 28,4 67

15. 20-5-2011 27,6 73

16. 23-5-2011 25,7 67

17. 25-5-2011 24,8 66

18. 27-5-2011 24,8 79

Keterangan

C : Celcius

Page 92: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

92

Lampiran XII. Data Tes

Data tes awal dan Tes akhir (meter) Daya ledak Subjek penelitian

Subjek

Pelatihan menarik katrol beban 5 kg, 12 repetisi, 3 set

Pelatihan menarik katrol beban 5 kg, 9 repetisi, 4 set

Tes Awal Tes akhir Tes Awal Tes Akhir 1 31,80 37,70 29,90 34,52

2 29,60 33,15 27,80 30,98

3 29,80 35,50 32,70 35,70

4 25,60 30,50 22,60 26,87

5 26,00 30,15 31,10 32,20

6 40,00 45,00 26,20 27,78

7 30,00 38,70 35,50 36,50

8 24,00 34,40 35,50 36,80

9 23,50 26,60 34,70 36,11

10 37,60 44,81 30,20 32,76

11 25,80 32,25 24,50 25,50

12 24,40 32,20 34,00 35,43

13 28,60 35,55 25,20 26,77

14 37,20 44,60 24,40 27,34

Keterangan

Tes awal : melakukan pengukuran sebelum pelatihan

Tes akhir : melakukan pengukuran setelah pelatihan

Page 93: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

93

Lampiran XIII

Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Daya Ledak Otot Lengan Sebelum

dan Sesudah Pelatihan siswa SMK-1 Denpasar

Daya ledak otot

lengan

p Uji Normalitas (Saphiro Wilk) p Uji

Homogenitas

(Levene Test)

Kelompok 1 Kelompok 2

Sebelum pelatihan 0,092 0,273 0,714

Sesudah pelatihan 0,338 0,068 0,385

Page 94: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

94

Lampiran XIV

Hasil Uji Beda Rerata Daya Ledak Otot Lengan antar kelompok Pelatihan

siswa SMK-1 Denpasar

Dengan menggunakan uji t tidak berpasangan

Daya ledak Otot

Lengan

N KLP-1

Rerata ± SB

KLP-2

Rerata ± SB

t p

Sebelum pelatihan 14 29,56 ± 5,37 29,52 ± 4,40 0,023 0,982

Setelah pelatihan 14 35,79 ± 5,78 31,80 ± 4,19 2,090 0,048

Page 95: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

95

Lampiran XV

Hasil Uji Beda Rerata Daya ledak otot lengan Sebelum dan Sesudah

perkelompok Pelatihan siswa SMK-1 Denpasar

Dengan menggunakan uji t berpasangan

Kelompok

Daya Ledak otot lengan

Beda t p Sebelum

pelatihan

Rerata ± SB

Sesudah

pelatihan

Rerata ± SB

Kelompok 1 29,59 ± 5,37 35,79 ± 5,78 6,23 -11,454 0,000

Kelompok 2 29,52 ± 4,40 31,80 ± 4,19 1,24 -7,337 0,000

Page 96: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

96

1. Karakteristik fisik siswa SMK N 1 Denpasar

KELOMPOK 1 Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation Variance BERAT 14 41,00 41,00 82,00 803,00 57,3571 13,6134 185,324 TINGGI 14 22,00 158,00 180,00 2355,00 168,2143 6,1165 37,412 UMUR 14 1,17 15,66 16,83 226,92 16,2085 ,2966 ,8800E-02 IMT 14 10,72 17,14 27,86 288,70 20,6214 3,6075 13,014 KF 14 4,26 10,30 14,56 169,01 12,0721 1,3041 1,701 Valid N (listwise)

14

KELOMPOK 2

Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation Variance

BERAT 14 35,00 41,00 76,00 770,00 55,0000 9,4381 89,077 TINGGI 14 25,00 153,00 178,00 2321,00 165,7857 8,0783 65,258 UMUR 14 1,25 15,50 16,75 225,71 16,1221 ,4148 ,172 IMT 14 8,09 17,31 25,40 290,70 20,7643 2,5358 6,431 KF 14 4,04 10,10 14,14 166,75 11,9107 1,3282 1,764 Valid N (listwise)

14

2. Karakteristik Suhu dan Kelembaban Relatif Udara Lingkungan Pelatihan

Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation Variance

SUHU 18 4,10 24,30 28,40 466,00 25,8889 1,1722 1,374 KELEMBABAN 18 14,00 65,00 79,00 1256,00 69,7778 4,8210 23,242 Valid N (listwise)

18

Page 97: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

97

3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Daya ledak Otot Lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

KLP Statistic Df Sig. Statistic df Sig. PRE 1,00 ,182 14 ,200 ,892 14 ,092

2,00 ,132 14 ,200 ,917 14 ,273 POS 1,00 ,160 14 ,200 ,926 14 ,338

2,00 ,189 14 ,191 ,882 14 ,068 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic

df1 df2 Sig.

PRE Based on Mean ,137 1 26 ,714

Based on Median ,168 1 26 ,685

Based on Median

and with adjusted df ,168 1 22,788 ,686

Based on trimmed

mean ,144 1 26 ,708

POS Based on Mean ,780 1 26 ,385

Based on Median ,636 1 26 ,432

Based on Median

and with adjusted df ,636 1 20,661 ,434

Based on trimmed

mean ,793 1 26 ,381

Page 98: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

98

4. Hasil Uji Beda Rerata Dayaledak Otot Lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Antar Kedua Kelompok Pelatihan

Independent Samples Test PRE POS

Equal variances assumed

Equal variances

not assumed

Equal variances assumed

Equal variances not

assumed

Levene's Test for Equality of

Variances

F ,137 ,780

Sig. ,714 ,385 t-test for

Equality of Means

t ,023 ,023 2,090 2,090

df 26 25,039 26 23,711 Sig. (2-tailed) ,982 ,982 ,047 ,048

Mean Difference

4,286E-02 4,286E-02 3,9893 3,9893

Std. Error Difference

1,8562 1,8562 1,9089 1,9089

95% Confidence Interval of the Difference

Lower -3,7726 -3,7797 6,551E-02 4,698E-02 Upper 3,8583 3,8655 7,9131 7,9316

5. Hasil Uji Beda Rerata Power Otot Lengan Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Paired Samples Test Pair 1 Pair 2

PRE1 - POS1 PRE2 - POS2

Paired Differences Mean -6,2293 -2,2829 Std. Deviation 2,0349 1,1642 Std. Error Mean ,5438 ,3112 95% Confidence Interval of

the Difference Lower Upper

-7,4042 -5,0544

-2,9551 -1,6106

t -11,454 -7,337 df 13 13 Sig. (2-tailed) ,000 ,000

Page 99: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

99

6. Hasil Uji t-independen gain score daya ledak Otot Lengan kelompok 1 dan kelompok 2

Independent Samples Test

Daya ledak

Equal variances assumed

Equal variances

not assumed

Levene's Test for Equality of

Variances

F 3.403

Sig. .076

t-test for Equality of Means t 6.299 6.299

df 26 20.688

Sig. (2-tailed) .000 .000

Mean Difference 3.94643 3.94643

Std. Error Difference .62656 .62656

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower 2.65852 2.64223

Upper 5.23434 5.25063

Page 100: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

100

Gambar 1. ALAT METRONUM

Gambar 2. ALAT PELATIHAN MENARIK KATROL BEBAN 5 KG

Page 101: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

101

GAMBAR 3. PENGUKURAN TINGGI BADAN DAN ALAT BERAT BADAN

GAMBAR 4. SUBJEK MELAKUKAN PEMANASAN

Page 102: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

102

GAMBAR 5. SUBJEK MELAKUKAN TES 2,4 KM

GAMBAR 6. MELAKUKAN TES DAYA LEDAK OTOT LENGANMELEMPAR BOLA SOFTBALL

Page 103: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

103

GAMBAR 7. MELAKUKAN TES DAYA LEDAK OTOT LENGAN MELEMPAR BOLA SOFTBALL

GAMBAR 8.MELAKUKAN TES DAYA LEDAK OTOT LENGAN GERAKAN LANJUTAN MELEMPAR BOLA SOFTBALL

Page 104: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

104

GAMBAR 9. SUBJEK MELAKUKAN PELATIHAN MENARIK KATROL

GAMBAR 10. SUBJEK MELAKUKAN PELATIHAN MENARIK KATROL

Page 105: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

105

GAMBAR 11. SUBJEK MELAKUKAN PELATIHAN MENARIK KATROL

GAMBAR 12. SUBJEK MELAKUKAN PELATIHAN MENARIK KATROL

Page 106: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

106

Tabel 2.1. Norma Penilaian Tes Lari 2,4 km (Coper)

Kategori (Skor)

Umur

13-19 tahun menit, detik

20-29 tahun menit, detik

30-39 tahun menit, detik

40-49 tahun menit, detik

50-59 tahun menit, detik

60 tahun menit, detik

Pria Kurang sekali (1)

>15'13" >16'01" >16'31" >17'31" >19'01" >20'01"

wanita >18'21" >19'01" >19'31" >20'01" >21'31" >21'01

Pria Kurang (2)

12'11"-15'30" 14'01"-16'00" 14'44"-16'30" 15'36"-17'30" 17'01"-19'00" 19'01"-20'00"

wanita 16'55"-18'30" 18'31"-19'00" 19'01"-19'30" 19'31"-20'00" 20'01"-20'30" 20'31"-21'00"

Pria Sedang (3)

10'49"-12'10" 12'01"-14'00" 12'31"-14'45" 13'01"-15'35" 14'31"-17'00" 16'16"-19'00"

wanita 11'31"-16'54" 15'55"-18'00" 16'31"-19'00" 17'31"-19'30" 19'0"-20’00" 19'31"-20'30"

Pria Baik (4)

09'41"-10'48" 10'46"-12'00" 11'01"-12'30" 11'31"-13'00" 13'31"-14'30" 14'00"-16'16"

wanita 12'30"-14'30" 13'31"-15'54" 14'31"-16'30" 15'56"-17'30" 16'31"-19'00" 17'31"-19'30"

Pria Baik Sekali (5)

08'37"-09'40" 09'45"-10'45" 10'00"-11'00" 10'30"-11'30" 11'00"-12'30" 11'15"-13'59"

wanita 11'50"-12'29" 12'30"-13'30" 13'00"-14'30" 13'45"-15'55" 14'30"-16'30" 16'30"-17'30"

Pria Baik Sekali & Terlatih (6)

<06'37" <09'45" <10'00" <10'30" <11'00" <11'15"

wanita <11'50" <12'30" <13'00" <13'45" <14'30" <16'30"

Page 107: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

107

SURAT PERTANYAAN

Yang bertanda tangan di bawah:

Nama : Luh Putu Tuti Ariani

NIM : 0990361020

Program Studi : Program Magister Fisiologi Keolahragaan

Instansi Asal : Universitas Negeri Singaraja

Tempat dan tanggal lahir : Singaraja, 14 Desember 1978

Alamat : Jln. Gunung Tangkuban Perahu 36 Padangsambian

Telpon/Hp : 08179740973

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tidak menjiplak setengah atau sepenuhnya

tesis orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya, dan apabila ada kemudian hari ternyata tidak benar maka

saya bersedia dituntut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Denpasar, 28 Juli 2011

Hormat Saya,

Luh Putu Tuti Ariani

NIM. 0990361020

Page 108: unud-271-730660155-tesis 2011 (1)

108