Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

117
TESIS KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT KETUT WIDYANI ASTUTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Transcript of Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

Page 1: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

TESIS

KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH

MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT

MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN

KOAGULASI PADA MENCIT

KETUT WIDYANI ASTUTI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 2: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

TESIS

KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH

MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT

MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN

KOAGULASI PADA MENCIT

KETUT WIDYANI ASTUTI

NIM 0990761050

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 3: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

ii

KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU

(Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU

PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

KETUT WIDYANI ASTUTI

NIM 0990761050

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 4: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

iii

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 4 AGUSTUS 2011

Pembimbing I

Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK

NIP.194606191976021001

Pembimbing II

Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si

NIP. 195705131986011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Bomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp. And. FAACS

NIP. 194612131971071001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP.195902151985102001

Page 5: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

iv

Tesis Ini Telah Diuji

Tanggal 4 Agustus 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No: 1334/UN14.4/HK/2011, Tanggal : 1 Agustus 2011

Ketua : Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

Anggota :

1. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si

2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And

3. Dr. dr. I P. G. Adiatmika, M. Kes

4. dr. I B. Ngurah, M.For

Page 6: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang

Hyang Widhi Wasa, sehingga penulis dapat menyusun tesis yang berjudul

”Kombinasi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dapat

Memperpanjang Waktu Perdarahan dan Koagulasi pada Mencit” . Tesis ini

disusun sebagai syarat untuk meraih gelar magister pada Program Pasca Sarjana Ilmu

Biomedis Kekhususan Ilmu Kedokteran Dasar Bidang Farmakologi Universitas

Udayana. Penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak dalam penyelesaian tesis

ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) selaku rektor Universitas

Udayana.

2. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program Pasca

Sarjana Universitas Udayana.

3. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila FAACS, Sp. And. selaku Ketua Program

Studi Pasca Sarjana Biomedis Universitas Udayana.

4. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK selaku pembimbing I yang telah

memberi banyak masukan.

5. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si selaku pembimbing II yang telah

memberi banyak masukan.

Page 7: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

vi

6. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And selaku penguji tesis yang telah

banyak memberi masukan.

7. Dr. dr. I P. G. Adiatmika, M. Kes selaku penguji tesis yang telah banyak

memberi masukan.

8. dr. I B. Ngurah, M.For selaku penguji tesis yang telah banyak memberi

masukan.

9. dr. Ketut Suwetra, M.S. AIF., Sp. GK yang telah memberi banyak masukan.

10. Dosen-dosen lain yang telah banyak memberikan saran selama penulisan tesis

ini.

11. Rekan-rekan yang telah banyak memberi masukan selama proses penulisan

tesis berlangsung.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik

dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga penelitian ini

dapat bermanfaat bagi pendidikan.

Denpasar, 4 Agustus 2011

Penulis

Page 8: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

vii

ABSTRAK

KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda

citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN

KOAGULASI PADA MENCIT

Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek meningkatkan waktu perdarahan

dan koagulasi. Adanya kesamaan aktivitas antara ekstrak buah mengkudu dan

asetosal memungkinkan adanya potensiasi aktivitas yang ditandai dengan waktu

perdarahan dan koagulasi yang semakin panjang. Tujuan penelitian ini adalalah untuk

mengetahui adanya peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi dalam pemberian

kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan asetosal pada mencit. Penelitian ini

dilakukan di Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Penelitian merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan

penelitian pre test-post test control group design. Subjek terdiri dari 3 kelompok

mencit yang tiap kelompok terdiri dari 8 ekor mencit. Kelompok 1 diberi asetosal

dengan dosis 40 mg/kg bb, kelompok 2 diberi ekstrak etanol buah mengkudu dengan

dosis 100 mg/kg bb dan kelompok 3 diberi kombinasi asetosal dengan dosis 40

mg/kg bb dan ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb satu kali

sehari selama 7 hari. Waktu perdarahan ditetapkan dengan metode tail bleeding

sedangkan waktu koagulasi ditetapkan dengan metode pipa kapiler.

Hasil menunjukkan bahwa kelompok 1 yang menerima asetosal 40 mg/kg bb

mengalami peningkatan waktu perdarahan dari 58,75 + 10,25 detik menjadi 167,12

+ 25,77 detik dan waktu koagulasi 56,25 + 10,60 detik menjadi 133,12 + 16,89 detik.

Kelompok 2 yang menerima ekstrak buah mengkudu 100 mg/ kg bb mengalami

peningkatan waktu perdarahan dari 59,14 + 7,13 detik menjadi 137,86 + 59,92 dan

waktu koagulasi 57,86 + 10,35 detik menjadi 147,86 + 42,80 detik. Kelompok 3

yang menerima kombinasi asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100

mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari 63,75 + 8,14 detik menjadi

220,75 + 29,25 dan waktu koagulasi 67,5 + 8,02 detik menjadi 198,75 + 20,83 detik.

Analisis data dilakukan dengan uji One Way Anova dan menunjukkan rerata yang

berbeda secara bermakna pada waktu perdarahan (p = 0,002) dan waktu koagulasi (p

= 0,001) pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan. Waktu perdarahan dan

koagulasi kelompok yang menerima kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian tunggal asetosal

dan ekstrak buah mengkudu pada mencit.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kombinasi asetosal dan ekstrak buah

mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat memperpanjang waktu perdarahan dan

koagulasi pada mencit

Kata kunci : asetosal, ekstrak buah mengkudu, waktu perdarahan, waktu koagulasi.

Page 9: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

viii

ABSTRACT

COMBINATION OF ACETOSAL AND NONI FRUITS EXTRACT (Morinda

citrifolia L.) COULD PROLONG BLEEDING TIME AND COAGULATION

TIME OF MICE

Noni fruits have been investigated to increase the bleeding time and the

coagulation time. The similar activity between noni fruits extract and acetosal could

potentiatite the activity that prolonged bleeding time and coagulation time. The goal

of this research was to know whether there was a prolonged bleeding time and

coagulation time in a group given combination of acetosal and noni fruit extract. This

research has been done in Pharmacology Department - Medicine Faculty of Udayana

University.

The research was pure experimental with pre test-post test control group

design. The subjects consisted of 3 groups of mice with 8 mice each group. Group 1

was treated with 40 mg/kg body weight acetosal, group 2 was treated with 100 mg/

kg body weight noni fruits extract, and group 3 was treated with combination of 40

mg/ kg body weight and 100 mg / kg body weight once daily for 7 days. The bleeding

time was determined by tail bleeding method and the coagulation time was

determined by capillary pipe method.

The results showed that group 1 treated with 40 mg/kg body weight acetosal

had increased bleeding time from 58,75 + 10,25 to 167,12 + 25,77 seconds and

coagulation time from 56,25 + 10,60 to 133,12 + 16,89 seconds. Group 2 treated with

100 mg/ kg body weight noni fruits extract had increased bleeding time from 59,14 +

7,13 to 137,86 + 59,92 seconds and coagulation time from 57,86 + 10,35 to 147,86

+ 42,80 seconds. Group 3 treated with combination of 40 mg/ kg body weight and

100 mg / kg body weight had increased bleeding time from 63,75 + 8,14 to 220,75

+ 29,25 seconds and coagulation time from 67,5 + 8,02 to 198,75 + 20,83 seconds.

Data were analyzed by One Way Anova and showed a significant difference in mean

of bleeding time (p = 0,002) and coagulation time (p = 0,001) in all three groups after

the treatment. The group treated with combination of acetosal and noni fruits extract

had higher bleeding and coagulation time than group given single acetosal and noni

fruits extract.

This research concluded that combination of acetosal and noni fruits extract

could prolong bleeding time and coagulation time of mice.

Keywords : acetosal, noni fruits extract, bleeding time, coagulation time.

Page 10: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

ix

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................ i

PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv

UCAPAN TERIMAKASIH.………………………………………………….. v

ABSTRAK ......................................................................................................... vii

ABSTRACT.................................................................................................... viii

DAFTAR ISI …………………………….......……………………………….... ix

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. xv

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ........................... ........................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3 Tujuan ......................................................................................... 4

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 4

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 4

1.4 Manfaat ........................................................................................ 5

1.4.1 Manfaat Ilmiah ............................................................................ 5

Page 11: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

x

1.4.2 Manfaat Aplikasi ......................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1 Fisiologi Pembekuan Darah ........................................................ 6

2.2 Mengkudu ................................................................................... 11

2.2.1 Deskripsi Tanaman ...................................................................... 12

2.2.2 Kegunaan Empiris ....................................................................... 14

2.2.3 Kandungan Kimia ....................................................................... 15

2.3 Asetosal ...................................................................................... 20

2.3.1 Farmakologi ................................................................................ 20

2.3.2 Efek Samping ............................................................................. 23

2.3.3 Kontraindikasi ............................................................................ 24

2.3.4 Dosis dan Aturan Pakai ............................................................... 24

2.3.5 Parameter Pengawasan ................................................................ 26

2.3.6 Farmakokinetika .......................................................................... 27

2.4 Interaksi Obat dan Produk Herbal .............................................. 28

2.4.1 Interaksi Farmakokinetik ............................................................. 28

2.4.1.1 Absorpsi ....................................................................................... 29

2.4.1.2 Distribusi ...................................................................................... 29

2.4.1.3 Metabolisme .................................................................................. 29

2.4.1.4 Ekskresi ......................................................................................... 29

2.4.2 Interaksi Farmakodinamik ........................................................... 30

Page 12: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xi

2.4.3 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu ......................... 31

2.5 Hewan Percobaan ........................................................................ 32

2.5.1 Anatomi ....................................................................................... 33

2.5.2 Fisiologi ........................................................................................ 33

2.5.3 Perilaku ......................................................................................... 34

2.6 Simplisia dan Ekstrak .................................................................. 35

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ............................................................................... 39

3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 39

3.2 Konsep ......................................................................................... 41

3.3 Hipotesis ..................................................................................... 41

BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................... 42

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................... 42

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 43

4.3 Sampel .......................................................................................... 43

4.3.1 Perhitungan Besar Sampel Penelitian .......................................... 43

4.3.2 Kriteria Sampel ............................................................................ 45

4.3.2.1 Kriteria Inklusi ............................................................................. 45

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi .......................................................................... 45

4.3.2.3 Kriteria Drop Out .......................................................................... 45

4.4 Variabel Penelitian ........................................................................ 46

Page 13: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xii

4.5 Definisi Operasional Variabel ......................................................... 47

4.6 Alat, Bahan dan Hewan Percobaan ............................................. 47

4.6.1 Alat .............................................................................................. 47

4.6.2 Bahan ........................................................................................... 47

4.6.3 Hewan Percobaan ........................................................................ 48

4.7 Prosedur Kerja ............................................................................ 48

4.7.1 Penetapan Dosis .......................................................................... 48

4.7.1.1 Penetapan Dosis Asetosal ............................................................ 49

4.7.1.2 Penetapan Dosis Ekstrak Buah Mengkudu ................................. 49

4.7.2 Preparasi Simplisia ...................................................................... 49

4.7.3 Ekstraksi ...................................................................................... 50

4.7.4 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak ........................................... 51

4.7.5 Preparasi Hewan Percobaan, Uji Waktu Perdarahan dan Uji Waktu

Koagulasi ................................................................................... 51

4.7.6 Alur Penelitian .......................................................................... 55

4.7.7 Pengolahan Data ......................................................................... 56

4.7.7.1 Analisis Normalitas .................................................................... 56

4.7.7.2 Analisis Homogenitas .................................................................. 56

4.7.7.3 Analisis Komparatif .................................................................... 56

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................ 57

5.1 Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi ............................................. 57

Page 14: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xiii

5.2 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak Buah Mengkudu ................ 57

5.3 Analisis Data.......................................... .................................... 58

5.3.1 Uji Normalitas Data .................................................................... 59

5.3.2 Uji Homogenitas Data Antar Kelompok...................................... 59

5.3.3 Analisis Uji Waktu Perdarahan..................................................... 59

5.3.3.1 Uji Komparabilitas Waktu Perdarahan..................................... 59

5.3.3.2 Analisis Efek Perlakuan Pada Waktu Perdarahan ..................... 60

5.3.3.3 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sebelum - Sesudah

Perlakuan ................................................................................. 63

5.3.4 Analisis Uji Waktu Koagulasi .................................................... 64

5.3.4.1 Uji Komparabilitas Waktu Koagulasi ........................................ 64

5.3.4.2 Analisis Efek Perlakuan Pada Waktu Koagulasi..................... 65

5.3.4.3 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sebelum - Sesudah

Perlakuan .................................................................................. 68

BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................... 70

6.1 Preparasi Simplisia dan Ekstrak .............................................. 70

6.2 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak ........................................ 70

6.3 Uji Waktu Perdarahan dan Waktu Koagulasi ........................... 72

6.4 Analisis Data ............................................................................ 73

6.4.1 Analisis Normalitas ................................................................. 73

6.4.2 Analisis Homogenitas .............................................................. 73

Page 15: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xiv

6.4.3 Analisis Komparatif .................................................................. 73

6.5 Perbandingan Hasil Penelitian Terdahulu ................................. 75

6.6 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu ....................... 76

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...................................................... 80

7.1 Simpulan ................................................................................... 80

7.2 Saran ......................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………................ 81

LAMPIRAN ................................................................................................. 84

Page 16: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hemostasis yang Dimediasi oleh Platelet .................................... 7

Gambar 2.2 Adhesi dan Agregasi Platelet ...................................................... 8

Gambar 2.3 Mekanisme Koagulasi Darah ..................................................... 10

Gambar 2.4 Mekanisme Fibrinolisis ............................................................... 11

Gambar 2.5 Buah Mengkudu .......................................................................... 13

Gambar 2.6 Struktur Kimia Komponen Mengkudu....................................... 18

Gambar 2.7 Struktur Damnakhantol dan Moridin ......................................... 19

Gambar 2.8 Struktur Kimia Turunan Salisilat ................................................ 20

Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Asetosal pada Siklooksigenase........................ 22

Gambar 2.10 Asetosal Sebagai Antiagregasi Platelet .................................... 23

Gambar 2.11 Mencit .......................... .............................................................. 33

Gambar 3.1 Konsep ........................................................................................ 41

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian ..................................................... 42

Gambar 4.2 Alur Penelitian ............................................................................... 55

Gambar 5.1 Grafik Waktu Perdarahan Sebelum dan Sesudah Perlakuan......... 61

Gambar 5.2 Grafik Peningkatan Waktu Perdarahan Setelah Pemberian

Perlakuan....................................................................................... 64

Gambar 5.3 Grafik Waktu Koagulasi Sebelum dan Sesudah Perlakuan........... 66

Gambar 5.4 Grafik Peningkatan Waktu Koagulasi Setelah Pemberian

Perlakuan....................................................................................... 69

Page 17: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal ................................................ 25

Tabel 2.2 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal pada Pediatri .......................... 26

Tabel 2.3 Parameter Normal Mencit ........................................................... 34

Tabel 4.1 Faktor Konversi untuk Mengubah Dosis dalam mg/kg Menjadi

mg/m2........................................................................................... 48

Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Kumarin .......................................................... 57

Tabel 5.2 Persentase Luas Area di Bawah Kurva ....................................... 58

Tabel 5.3 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sebelum Diberikan

Perlakuan.................................................................................... 60

Tabel 5.4 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sesudah Diberikan

Perlakuan.................................................................................... 61

Tabel 5.5 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sesudah Perlakuan

Antar Kelompok ....................................................................... 62

Tabel 5.6 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Antara Sebelum-Sesudah

Perlakuan ................................................................................. 63

Tabel 5.7 Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sebelum Diberikan

Perlakuan.................................................................................... 64

Tabel 5.8 Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sesudah Diberikan

Perlakuan.................................................................................... 65

Page 18: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xvii

Tabel 5.9 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sesudah Perlakuan

Antar Kelompok ....................................................................... 67

Tabel 5.10 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Antara Sebelum-Sesudah

Perlakuan ................................................................................. 68

Page 19: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik................................................... 84

LAMPIRAN 2 : Kromatogram Ekstrak Buah Mengkudu ...................................... 85

LAMPIRAN 3 : Kromatogram dan Spektrum UV Ekstrak Buah Mengkudu ........ 86

LAMPIRAN 4 : Data Hasil Penelitian .................................................................... 87

LAMPIRAN 5 : Uji Normalitas Data ...................................................................... 88

LAMPIRAN 6 : Uji One Way Anova ..................................................................... 90

LAMPIRAN 7 : Uji T-Paired ................................................................................. 93

Page 20: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem hemostasis yang berfungsi normal penting bagi kehidupan untuk

menjaga keseimbangan faktor trombogenik dan mekanisme proteksi. Trombus

berperan sebagai sumbat hemostatik pada saat terjadi injuri dan mekanisme

koagulasi teraktivasi. Sumbat hemostatik ini terdiri dari platelet yang teragregasi,

benang fibrin dan komponen darah lainnya.

Pembentukan sumbatan yang tidak diperlukan dalam pembuluh darah

disebut trombosis dan dapat membahayakan jiwa (Lullman, 2000). Trombus yang

terbentuk pada plak atheroma dalam pembuluh arteri koroner akan menyebabkan

infark miokardia sedangkan trombus pada pembuluh darah vena kaki dapat

menyebabkan pulmonary embolism yang mengganggu aliran darah paru-paru

(Lullman, 2000).

Obat-obatan seperti kumarin dan heparin yang merupakan antikoagulan

dapat digunakan untuk mencegah terjadinya trombosis. Penggunaan obat-obatan

antiagregasi platelet seperti asetosal juga digunakan untuk mencegah terjadinya

agregasi platelet yang dapat membentuk sumbatan dalam pembuluh darah

(Lullman, 2000). Pada pasien yang mengkonsumsi secara rutin obat golongan

antikoagulan (warfarin) atau antiagregasi platelet (asetosal dan klopidogrel) untuk

profilaksis tromboemboli, maka waktu perdarahan dan koagulasi menjadi lebih

panjang (Despopoulos, 2003).

Page 21: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

2

Mahalnya harga obat dan lamanya pengobatan secara medis menyebabkan

pasien memilih menggunakan terapi alternatif. Penggunaan produk herbal sebagai

terapi alternatif beberapa penyakit semakin berkembang luas dan populer. Hal ini

disebabkan karena adanya asumsi bahwa obat bahan alam memiliki efek samping

rendah dan aman untuk pengobatan jangka panjang karena alami. Pandangan ini

perlu dibenahi karena setiap bahan yang memiliki aktivitas farmakologi pasti

memiliki efek samping. Perlu diperhatikan juga adanya interaksi produk herbal-

obat sintetik apabila menggunakan produk herbal sebagai terapi tambahan bersama

dengan obat. Produk herbal merupakan campuran lebih dari satu bahan aktif

sehingga kemungkinan interaksi muncul menjadi sangat jelas. Secara teoritis

kemungkinan interaksi produk herbal-obat lebih tinggi dari interaksi obat-obat

karena obat sintetik hanya mengandung satu bahan aktif (Ebadi, 2007).

Beberapa produk bahan alam mengandung senyawa kumarin, salisilat atau

senyawa lain memiliki aktivitas antiplatelet sehingga dapat memperpanjang waktu

perdarahan dan koagulasi. Secara teoritis terdapat kemungkinan potensiasi aktivitas

farmakologi jika produk herbal ini digunakan bersama dengan warfarin atau obat

sejenisnya. Bawang putih memiliki efek kardiovaskular yang menguntungkan

seperti menurunkan tekanan darah tinggi dan serum lipid serta memiliki aktivitas

antitrombosis. Minyak bawang putih telah dilaporkan menghambat sintesis

tromboksan sehingga menghambat fungsi platelet. Ekstrak umbi bawang kapal

(Eleutherine americana (Aubl.) Merr.) juga telah diteliti memiliki aktivitas

antiagregasi platelet (Muttaqien, 2008). Selain itu, telah diteliti daun tanjung

(Mimusops elengi Linn), daun belimbing manis (Avverhoa carambola Linn.), dan

Page 22: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

3

rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) memiliki efek antiagregasi

platelet (Rahminiwati dkk, 2009). Bawang putih (Allium sativum), dong quai

(Angelica sinensis), ginkgo (Ginkgo biloba), dan danshen (Salvia miltiorrhiza) jika

diberikan bersamaan dengan warfarin dapat menyebabkan perdarahan spontan

(Ebadi, 2007).

Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek antiagregasi platelet sehingga

meningkatkan waktu perdarahan dan koagulasi (Yulinah dkk., 2008). Kandungan

kimia mengkudu adalah kumarin, alizarin, morindin, morindon, prokseronin,

rubidin, skopoletin, asam oktanoat, kalium, vitamin C, vitamin A, terpenoid,

asperulosid, asam kaprilat, asam kaproat, dan rutin (Saludes, 2002; Wang dkk.,

2002; Gunawan, 2001). Kumarin memiliki aktivitas farmakologi sebagai

antikoagulan. Salah satu derivat sintetik dari senyawa kumarin adalah warfarin

(dikumarol) yang digunakan sebagai antikoagulan (Pengelly, 2005). Pasien yang

menggunakan produk herbal yang mengandung kumarin, salisilat atau senyawa

anti platelet lainnya bersamaan dengan obat yang memiliki efek anti koagulan

seperti warfarin atau antiplatelet seperti asam salisilat memerlukan pengawasan

terhadap tanda atau gejala perdarahan (Ebadi, 2007).

Dengan mempertimbangkan kesamaan aktivitas antiagregasi platelet antara

ekstrak buah mengkudu dan asetosal, kemungkinan adanya potensiasi aktivitas

antiagregasi platelet yang ditandai dengan waktu perdarahan dan koagulasi yang

semakin panjang, secara teoritis mungkin terjadi. Hal ini mungkin terjadi pada

pasien yang rutin menggunakan asetosal untuk mencegah terjadinya trombosis dan

secara bersamaan juga mengkonsumsi suplemen mengkudu untuk menurunkan

Page 23: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

4

tekanan darah atau kolesterol. Perlu diteliti mengenai adanya peningkatan waktu

perdarahan dan koagulasi dalam pemberian kombinasi ekstrak buah mengkudu

dengan obat golongan salisilat seperti asetosal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat

memperpanjang waktu perdarahan pada mencit?

2. Apakah pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat

memperpanjang waktu koagulasi pada mencit?

1.3 Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian

kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat memperpanjang waktu

perdarahan dan waktu koagulasi pada mencit.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak

buah mengkudu terhadap waktu perdarahan pada mencit.

Page 24: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

5

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak

buah mengkudu terhadap waktu koagulasi pada mencit.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan terutama mengenai interaksi yang dapat berisiko membahayakan

dalam penggunaan kombinasi obat dan produk herbal.

1.4.2 Manfaat aplikasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai penggunaan

kombinasi obat seperti asetosal dan ekstrak buah mengkudu yang dapat

memperpanjang waktu perdarahan dan koagulasi pada mencit.

Page 25: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Pembekuan Darah

Pada saat terjadi perdarahan, secara alami tubuh akan merespon dengan

mekanisme hemostatik untuk menghentikan perdarahan tersebut. Sistem

penghentian perdarahan yang berfungsi normal penting bagi kehidupan

organisme, karena jika hemostasis terganggu maka luka yang kecil sekalipun

dapat menyebabkan perdarahan yang membahayakan jiwa, sebaliknya pada

kencederungan darah untuk membeku akan mempermudah pembentukan trombus

dan meningkan risiko trombosis dan emboli (Despopoulos, 2003).

Pada saat terjadi trauma, platelet, faktor pembekuan darah dalam plasma,

dan dinding pembuluh darah berinteraksi untuk menutup kebocoran pada

pembuluh darah. Pembuluh darah yang rusak akan berkonstriksi melepaskan

endotelin dan platelet akan beragregasi pada situs luka dan menarik platelet lain

untuk menutup bocoran dengan sumbatan platelet. Waktu yang diperlukan untuk

menutup luka tersebut disebut waktu perdarahan yang berkisar pada 2-4 menit.

Selanjutnya, sistem koagulasi akan memproduksi fibrin yang saling berikatan

silang yang membentuk bekuan fibrin atau trombus yang memperkuat proses

penutupan luka. Proses rekanalisasi pembuluh darah dapat dilakukan melalui

fibrinolisis (Despopoulos, 2003).

Page 26: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

7

Gambar 2.1 Hemostasis yang Dimediasi oleh Platelet (Despopoulos, 2003)

Pada saat terjadi trauma pada sel endotelial, platelet merupakan sel darah

yang melekat pada serat kolagen subendotelial yang dijembatani oleh faktor von

Willebrand (vWF) yang dibentuk oleh sel endotelial dan bersirkulasi dalam

kompleks plasma dengan faktor VIII. Kompleks glycoprotein GP Ib/ IX pada

platelet merupakan reseptor vWF. Proses adesi akan mengaktivasi pletelet dan

mulai melepaskan senyawa yang meningkatkan daya adesi platelet. Serotonin,

platelet derived growth factor (PDGF) dan tromboxane A2 (TXA2) meningkatkan

vasokonstriksi. Vasokonstriksi dan kontraksi platelet akan memperlambat aliran

darah. Mediator yang dilepaskan oleh platelet meningkatkan aktivasi platelet

sehingga menarik dan mengaktivasi lebih banyak platelet. Hal ini menyebabkan

Page 27: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

8

bentuk dari platelet teraktivasi berubah drastis. Platelet diskoid berubah menjadi

sferik dan menghasilkan pseudopodia yang saling terjalin antar platelet. Agregasi

platelet ini ditingkatkan oleh trombin (IIA) yang berikatan dengan reseptor yag

diaktivasi oleh protease (PAR 1 dan PAR 4) dan distabilisasi oleh GP IIb/IIIa

yang diekspresikan pada permukaan platelet, yang mengarah pada ikatan

fibrinogen dan agregasi platelet. Reseptor P2Y1 dan P2Y12 merupakan reseptor

untuk ADP dan ketika terstimulasi akan mengaktivasi GP IIb/IIIa dan COX 1

yang meningkatkan sekresi dan daya adesi platelet sehingga memudahkan untuk

berikatan dengan fibronektin subendotelial. Tromboksan A2 (TXA2) merupakan

produk dari COX 1 yang mengaktivasi agregasi platelet sedangkan PGI2 atau

prostasiklin dihasilkan oleh sel endotehelial untuk menghambat aktivasi agregasi

platelet (Despopoulos, 2003; Brunton, 2006).

Gambar 2.2 Adesi dan Agregasi Platelet (Brunton, 2006)

Page 28: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

9

Koagulasi diinisiasi secara in vivo melalui jalur ekstrinsik. Sejumlah faktor

VIIa dalam plasma berikatan dengan faktor jaringan subendotelial setelah adanya

trauma vaskular. Faktor jaringan ini akan mempercepat aktivasi faktor X oleh

faktor VIIa, fosfolipid, and Ca2+

. Faktor VIIa juga dapat mengaktivasi faktor IX

yang menghasilkan efek konvergen antara jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik.

Pembekuan yang disebabkan oleh jalur intrinsik diinisiasi secara in vitro ketika

faktor XII, prekallikrein, dan molekul berbobot besar kininogen berinteraksi

dengan kaolin, kaca atau permukaan lain yang dapat memicu faktor XIIa. Hal ini

akan diikuti dengan aktivasi faktor XI menjadi XIa dan faktor IX menjadi IXa.

Faktor IXa akan mengaktivasi faktor X dalam reaksi yang diakselerasi oleh faktor

VIIIa, fosfolipid dan Ca2+

. Aktivasi faktor X oleh faktor IXa muncul

disebabkan oleh mekanisme yang sama untuk aktivasi protrombin dan dapat

diakselerasi oleh platelet secara in vivo. Aktivasi faktor XII tidak diperlukan

untuk hemostasis, pasien dengan defisiensi faktor XII, prekallikrein, atau senyawa

berbobot molekul tinggi kininogen tidak mengalami perdarahan yang abnormal

walaupun nilai aPTT mengalami perpanjangan. Defisiensi faktor XI dihubungkan

dengan berbagai macam gangguan perdarahan ringan. Mekanisme aktivasi faktor

XI secara in vivo tidak diketahui tetapi trombin mengaktivasi faktor XI in vitro

(Brunton, 2006). Faktor II, VII, IX, dan X membutuhkan vitamin K sebagai

kofaktor dalam proses translasi akhir karboksilasi dari residu glutamat

(Despopoulous, 2003).

g

Page 29: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

10

Gambar 2.3 Mekanisme Koagulasi Darah (Brunton, 2006)

Sistem fibrinolitik dalam regulasi untuk menghilangkan trombi fibrin yang

tidak diinginkan, sementara fibrin dalam luka akan tetap dipertahankan untuk

menjaga hemostasis. Tissue plasminogen activator (t-PA) dilepaskan dari sel

endotelial dalam respon terhadap beberapa sinyal termasuk stasis yang dihasilkan

oleh oklusi vaskular. Tissue plasminogen activator (t-PA) akan dihilangkan

dengan cepat dari darah atau dihambat oleh inhibitor sirkulasi seperti plasminogen

activator inhibitor-1 dan plasminogen activator inhibitor-2, sehingga sedikit

berpengaruh pada plasminogen yang bersirkulasi. Tissue plasminogen activator (t-

PA) berikatan dengan fibrin dan mengkonversi plasminogen, yang juga berikatan

dengan fibrin, menjadi plasmin. Plasminogen dan plasmin berikatan dengan

fibrin pada situs ikatan yang kaya akan residu lisin. Situs ini diperlukan untuk

ikatan plasmin dengan inhibitor 2-antiplasmin. Dengan demikian, plasmin yang

Page 30: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

11

terikat fibrin akan terlidungi dari proses inhibisi. Plasmin yang lolos dari daerah

ini akan dihambat dengan cepat. Beberapa 2-antiplasmin terikat secara kovalen

dengan fibrin sehingga melindungi fibrin dari lisis prematur. Ketika aktivator

plasminogen diberikan pada terapi trombolitik, fibrinolisis besar-besaran akan

diinisiasi dan kontrol inhibitor akan dilampaui.

Gambar 2.4 Mekanisme Fibrinolisis (Brunton, 2006)

2.2 Mengkudu

Mengkudu dikenal dengan berbagai nama seperti keumeudee (Aceh),

pace, kemudu, kudu (Jawa), cengkudu (Sunda), kodhuk (Madura), tibah (Bali).

Nama lain untuk tanaman ini adalah Noni (bahasa Hawaii), Nono (bahasa Tahiti),

Nonu (bahasa Tonga), ungcoikan (bahasa Myanmar) dan Aceh (bahasa Hindi).

Mengkudu berasal dari daerah Asia Tenggara dan tergolong dalam famili

Rubiaceae.

Page 31: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

12

2.2.1 Deskripsi tanaman

Pohon mengkudu tidak begitu besar, tingginya antara 4-6 m. batang

bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar, dan memiliki akar tunggang yang

tertancap dalam. Kulit batang cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-

kuniangan, berbelah dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya bersegai empat.

Tajuknya selalu hijau sepanjang tahun. Kayu mengkudu mudah sekali dibelah

setelah dikeringkan. Bisa digunakan untuk penopang tanaman lada (Bangun,

2002).

Klasifikasi tanaman mengkudu adalah sebagai berikut (Sambamurty,

2005) :

Kerajaan : Plantae

Ordo : Gentianales

Famili : Rubiaceae

Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia

Tanaman mengkudu berdaun tebal mengkilap. Daun mengkudu terletak

berhadap-hadapan. Ukuran daun besar-besar, tebal, dan tunggal. Bentuknya

jorong-lanset, berukuran 15-50 x 5-17 cm. tepi daun rata, ujung lancip pendek.

Pangkal daun berbentuk pasak. Urat daun menyirip. Warna hijau mengkilap, tidak

berbulu. Pangkal daun pendek, berukuran 0,5-2,5 cm. ukuran daun penumpu

bervariasi, berbentuk segi tiga lebar. Daun mengkudu dapat dimakan sebagai

sayuran. Nilai gizi tinggi karena banyak mengandung vitamin A (Bangun, 2002).

Page 32: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

13

Gambar 2.5 Buah Mengkudu (Sambamurty, 2005)

Perbungaan mengkudu bertipe bonggol bulat, bergagang 1-4 cm. Bunga

tumbuh di ketiak daun penumpu yang berhadapan dengan daun yang tumbuh

normal. Bunganya berkelamin dua. Mahkota bunga putih, berbentuk corong,

panjangnya bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari tertancap di mulut mahkota.

Kepala putik berputing dua. Bunga mekar dari kelopak berbentuk seperti tandan.

Bunganya putih dan berbau harum (Bangun, 2002).

Kelopak bunga tumbuh menjadi buah bulat lonjong sebesar telur ayam

bahkan ada yang berdiameter 7,5-10 cm. Permukaan buah seperti terbagi dalam

sel-sel poligonal (segi banyak) yang berbintik-bintik dan berkutil. Mula-mula

buah berwarna hijau, menjelang masak menjadi putih kekuningan. Setelah

matang, warnanya putih transparan dan lunak. Daging buah tersusun dari buah-

buah batu berbentuk piramida, berwarna cokelat merah. Setelah lunak, daging

Page 33: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

14

buah mengkudu banyak mengandung air yang aromanya seperti keju busuk. Bau

itu timbul karena pencampuran antara asam kaprik dan asam kaproat (senyawa

lipid atau lemak yang gugusan molekulnya mudah menguap, menjadi bersifat

seperti minyak atsiri) yang berbau tengik dan asam kaprilat yang rasanya tidak

enak. Diduga kedua senyawa ini bersifat aktif sebagai antibiotik (Bangun, 2002).

2.2.2 Kegunaan empiris

Mengkudu (Morinda citrifolia L.) secara umum memiliki aktivitas

analgesik, antiarthritis, antipiretik, antirheumatik, antitumor, antispasmodik,

ascarisida, diuretik, emetik, emmenagogue, fungisida, hipotensif, laxatif, sedatif

dan tonik (Duke, 2002).

Buah mengkudu di masyarakat dimanfaatkan sebagai obat cacing,

sariawan, pelembut kulit, peluruh dahak, obat batuk, peluruh haid, pencegah mual,

kesulitan kencing, penurun tekanan darah, mengobati malaria, cacar, radang

empedu, radang ginjal, dan radang amandel (Gunawan dkk., 2001). Ekstrak buah

mengkudu juga telah diteliti memiliki aktivitas sebagai anti tukak lambung dan

duodenum (Muralidharan dan Srikanth, 2009).

Bagian daun dari tanaman mengkudu digunakan sebagai obat cacing,

pelembut kulit, peluruh dahak, obat batuk, peluruh haid, pencahar, penurun panas,

kejang perut, radang amandel, difteri, masuk angin, beri-beri, setelah bersalin,

kencing manis, radang usus besar sedangkan putik bunganya digunakan untuk

radang usus dan radang lambung (Gunawan dkk., 2001) .

Page 34: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

15

Bagian akar mengkudu dimanfaatkan sebagai penyegar badan. Di Eropa,

akar mengkudu digunakan sebagai peluruh air kencing, pencahar dan hipertensi.

Dekokta kulit kayu sebagai astringen pada gangguan perut sedangkan infusa kulit

kayu, akar dan buah untuk mencuci luka (Gunawan dkk., 2001). Bagian daun,

akar dan buah mengkudu memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Zin dkk., 2002)

Kontraindikasi dan interaksi mengkudu belum ada dilaporkan. Uji

uterotonik dari mengkudu memberi hasil negatif dan daun dari Morinda lucida

dapat membunuh jamur penghasil aflatoksin pada dosis 1000 ppm (Duke, 2002).

2.2.3 Kandungan kimia

Kandungan kimia mengkudu adalah morindin, morindon, prokseronin,

rubidin, skopoletin, asam oktanoat, kalium, vitamin C, vitamin A, terpenoid,

asperulosid, asam kaprilat, asam kaproat dan rutin (Saludes, 2002; Wang dkk.,

2002).

Buah dan akar Morinda citrifolia yang diperoleh dari daerah Yogyakarta

mengandung turunan kumarin (Gunawan dkk., 2001). Kumarin merupakan

senyawa lakton dari O- hidroxy cinnamic acid dengan rangka C6C3 siklik .

Kumarin banyak ditemukan pada famili Rubiaceae. Kumarin memiliki aktivitas

farmakologi sebagai antikoagulan, antimicrobial, fungisidal, antispasmodik, dan

antifertilitas. Kumarin dapat larut dalam alkohol. Warfarin merupakan derivat

dari dikumarol yang digunakan sebagai antikoagulan (Pengelly, 2005).

Selain itu buah dan akar Morinda citrifolia yang diperoleh dari daerah

Yogyakarta juga mengandung golongan iridoid (dalam buah terdapat 3 senyawa

Page 35: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

16

iridoid sedangkan dalam akar terdapat 2 macam senyawa iridoid, antrakinon,

triterpen, dan saponin, 4-hidroksi flavon tanpa gugus hidroksi pada atom C-5

(Gunawan dkk., 2001).

Mengkudu mengandung senyawa golongan antra kinon berikut turunannya

yaitu 2-metil-3-hidroksiantrakinon, 1-hidroksi-2-metilantrakinon, rubiadin,

lusidin, damnakantol, damnakantal, nor-damnakantal, morindon, soeranjidiol,

alizarin, alizarin-1-metil-eter, alizarin-2-metil-eter (Gunawan dkk., 2001).

Pada jenis Morinda lucida, ditemukan suatu senyawa iridoid yaitu

oruwasin, oruwalol dan asperulosid. Batang dan akar mengadung antrakinon.

Akar mengandung 1,7% nordamnakantal, 0,5% morindon, rubiadin, rubiadin-1-

metileter, soranjidiol, glikosida (morindon, rubiadin, rubiadin-1-metileter

(Gunawan dkk., 2001).

Buah mengandung morindin, asam malat, asam sitrat, glukosa, gum dan

suatu senyawa golongan saponin. Buah yang belum masak mengandung pektin

dengan kadar antara 0,84-1,18%, sedangkan dalam air perasan buah mengkudu

yang telah tua dan masak ditemukan paling sedikit tiga macam golongan senyawa

aldehid atau keton (Gunawan dkk., 2001).

Pada perasan buah mengkudu ditemukan golongan senyawa alkaloid pada

fraksi hidrofil dan senyawa triterpen pada fraksi lipofil. Senyawa hasil isolasi

salah satu komponen alkaloid dari perasan buah mengkudu mempunyai berat

molekul 353 yang terdiri dari gugus inti benzen C=O suatu keton, -C=N, -C-N, C-

O suatu alkil aril eter dari satu gugus metil (Gunawan dkk., 2001).

Page 36: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

17

Biji buah yang telah tua dan masak mengandung paling sedikit 3 macam

senyawa alkaloid dan 1 macam senyawa iridoid, tiga macam senyawa

keton/aldehid. Serbuk daun mengkudu mengandung alkaloid yang dengan uji

spektroskopi UV menunjukkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi tipe etilenik

dan tipe benzenoik serta kemungkinan memiliki inti indol. Dengan kultur suspensi

sel menghasilkan antrakinon (Gunawan dkk., 2001).

Page 37: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

18

Gambar 2.6 Struktur Kimia Komponen Mengkudu (Gunawan dkk., 2001)

Page 38: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

19

Gambar 2.7 Struktur Damnakhantol dan Moridin (Gunawan dkk., 2001)

2.2.4 Efek samping

Jus buah mengkudu dapat mempengaruhi keseimbangan elektrolit dan

menyebabkan hiperkalemia. Selain itu jus buah mengkudu juga dapat

menyebabkan gangguan hati karena menyebabkan peningkatan aktivitas enzim

transaminase dan dehidrogenase laktat (Aronson, 2009).

Page 39: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

20

2.3 Asetosal

Asetosal atau asam asetil salisilat atau aspirin adalah agen analgesik,

antipiretik, dan anti-inflamasi. Sifat anti-inflamasi berkaitan dengan

penghambatan biosintesis prostaglandin. Struktur kimia asetosal dan turunan

salisilat adalah sebagai berikut :

Gambar 2.8 Struktur Kimia Turunan Salisilat (Brunton, 2006)

2.3.1 Farmakologi

Asetosal menghambat secara nonselektif enzim siklooksigenase-1 (COX-

1), yang berhubungan dengan saluran cerna, ginjal dan menghambat agregasi

platelet. Asetosal juga menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang

berhubungan dengan respon inflamasi. Tidak seperti obat anti inflamasi

nonsteroid lain, efek antiplatelet dari asetosal tidak dapat diubah dan permanen

karena adanya transasetilasi platelet selama kehidupan platelet (8-11 hari).

Salisilat tanpa gugus asetil (natrium salisilat) pada dasarnya tidak memiliki

aktivitas antiplatelet tetapi tetap memiliki aktivitas analgesik, antipiretik, dan anti-

inflamasi (Anderson, 2001).

Page 40: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

21

Pada saat terjadi trauma vaskular, sistem koagulasi akan diaktivasi.

Platelet dan molekul fibrin bergabung membentuk bekuan darah untuk

menyumbat dan menghentikan proses perdarahan atau hemostasis (Lullman,

2000). Bekuan darah yang tidak diinginkan dalam pembuluh darah disebut

trombus. Trombosis biasanya muncul pada saat aliran darah lambat sehingga

faktor pembekuan darah yang teraktivasi terakumulasi dan tidak mengalir.

Masalah yang biasa muncul adalah trombosis pasca operasi pada vena kaki.

Kadang sebagian trombus pecah (emboli) dan dibawa jauh sehingga dapat

menyebabkan kerusakan parah seperti emboli paru-paru. Pada fibrilasi atrial,

kehilangan kontraksi atrial menyebabkan stasis darah dan menstimulasi

pembentukan trombus. Trombus ini dapat lepas dan menyebabkan emboli pada

otak atau yang lebih dikenal sebagai stroke (Neal, 2002)

Asetosal menurunkan risiko infark miokard pada pasien dengan angina

yang tidak stabil dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang pernah

mengalami infark miokardia akut. Asetosal juga menurunkan risiko stroke pada

pasien dengan serangan iskemia transien. Efek yang menguntungkan dari asetosal

pada penyakit tromboemboli disebabkan oleh inhibisi sintesis platelet

tromboksan-A2 (TXA2). Tromboksan A2 adalah penginduksi kuat terjadinya

agregasi platelet. TXA2 bekerja pada reseptor permukaan dan mengakitivasi

fosfolipase C yang menyebabkan pembentukan inositol trifosfat yang

menyebabkan peningkatan kalsium intraselular. Kalsium mengubah reseptor

GPIIb/IIIa inaktif pada membran platelet menjadi konformasi dengan afinitas

Page 41: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

22

tinggi terhadap fibrinogen yang membentuk ikatan silang antar platelet dan

menyebabkan agregasi.

Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Asetosal pada Enzim Siklooksigenase

(Ebadi, 2008)

Sel endotel pada dinding pembuluh darah menghasilkan prostaglandin,

PGI2 (prostasiklin), yang merupakan antagonis fisiologis dari TXA2. PGI2

menstimulasi reseptor yang berbeda pada platelet dan mengaktivasi adenilsiklase.

Hasil dari peningkatan cAMP ini berhubungan dengan penurunan kalsium

intraselular dan inhibisi agregasi platelet. Asetosal menghambat pembentukan

TXA2 dengan menghambat siklooksigenase secara ireversibel. Platelet tidak

dapat mensintesis enzim baru tetapi sel endotelial dapat dan pada dosis rendah

(75-300 mg) yang diberikan setiap hari, asetosal dapat memberikan efek inhibisi

Page 42: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

23

selektif pada enzim siklooksigenase. Dengan demikian keseimbangan efek

antiagregasi platelet dari PGI2 dan efek proagregasi platelet TXA2 berubah ke

arah yang menguntungkan (Neal, 2002).

Gambar 2.10 Asetosal Sebagai Anti Agregasi Platelet (Ebadi, 2008)

2.3.2 Efek samping

Efek samping dari asetosal adalah penurunan pendengaran, gangguan

saluran cerna, dan pendarahan spontan sering terjadi, dengan perdarahan akut dari

erosi lambung juga mungkin terjadi Seperti dengan obat antiinflamasi nonsteroid

lainnya, asetosal dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, khususnya pada

mereka yang sudah ada penyakit ginjal atau gagal jantung kronis (Anderson,

2001).

Hepatotoksisitas biasanya terjadi pada anak-anak dengan artritis rematoid,

orang dewasa dengan penyakit lupus atau sudah memiliki gangguan hati. Asetosal

dapat memicu sindrom asma, angioedema, dan polip hidung. Dosis analgesik

Page 43: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

24

tunggal dapat menekan agregasi platelet dan memperpanjang waktu perdarahan

hingga 1 minggu sedangkan dosis besar efeknya lebih lama (Anderson, 2001).

2.3.3 Kontraindikasi

Asetosal dikontraindikasikan pada kondisi gangguan perdarahan, asma,

hipersensitif terhadap obat antiinflamasi nonsteroid lain atau pewarna tartrazin.

Untuk tindakan pencegahan, asetosal harus digunakan dengan hati-hati pada

pasien dengan penyakit ginjal, tukak lambung, kecenderungan perdarahan,

hipoprotrombinemia, memiliki sejarah asma, atau sedang menggunakan

antikoagulan. Penggunaan salisilat tidak dianjurkan pada anak-anak dan remaja

yang mengalami infeksi virus dengan gejala seperti flu atau cacar air karena dapat

menyebabkan Reye's syndrome. Asetosal dapat menyebabkan bronkospasme.

(Anderson, 2001).

2.3.4 Dosis dan aturan pakai

Asetosal digunakan pada beberapa penyakit dengan dosis dan aturan pakai

yang berbeda untuk setiap kondisi. Dosis dan aturan pakai asetosal disajikan pada

Tabel 2.1

Page 44: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

25

Tabel 2.1

Dosis dan Aturan Pakai Asetosal (Anderson, 2001)

Indikasi Dosis Dewasa Rute

Demam atau nyeri minor 325 - 1000 mg q 4-6 jam, sampai

maksimal 4 g / hari

PO atau PR

Arthritis dan rematik

3,6-5,4 g / hari dalam 3-4 dosis

terbagi

PO

Demam rematik akut

5-8 g / hari dalam dosis terbagi PO

Pencegahan trombosis

atau stroke

81 - 325 mg/hari PO

Pengurangan risiko infark

miokard

Pencegahan primer :

81-325 mg / hari

Pencegahan sekunder :

162-325 mg/hari

PO

Angina tidak stabil 162-325 mg/hari

PO

Pencegahan coroner

artery bypass occlusion

graft

325 mg / hari mulai 6 jam pasca

operasi dan dilanjutkan selama 1

tahun

PO

Fibrilasi atrial

nonrematik

325 mg / hari PO

Penghambatan platelet Dosis optimum belum ditentukan;

dosis serendah 50 mg / hari

menghambat agregasi platelet dan

memberikan efektif

perlindungan terhadap trombosis

PO

Pada pasien geriatri digunakan dosis efektif minimal karena lansia lebih

rentan terhadap perdarahan saluran cerna dan insufisiensi ginjal akut. Untuk

Page 45: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

26

pencegahan primer dapat diberikan dosis 81 - 325 mg/hari. Pada kondisi uremia

atau albumin berkurang cenderung menyebabkan ikatan obat berkurang dengan

albumin plasma yang dapat meningkatkan efek farmakologi atauterjadi toksisitas.

Pengurangan dosis mungkin dibutuhkan pada pasien misalnya penyakit ginjal atau

kekurangan gizi (Anderson, 2001).

Dosis dan aturan pakai asetosal pada pasien pediatri sangat bervariasi

bergantung usia atau bobot badan. Pada Tabel 2.2 dicantumkan dosis dan aturan

pakai asetosal untuk anak-anak:

Tabel 2.2

Dosis dan Aturan Pakai Asetosal Pada Pediatri (Anderson, 2001)

Indikasi Dosis Anak-anak Rute

Artritis rematoid 60-110 mg / kg / hari dalam dosis

terbagi

PO

Demam rematik 100 mg / kg / hari dalam dosis terbagi

awalnya selama 2 minggu, kemudian

75 mg / kg / hari di dibagi

dosis untuk 4-6 minggu

PO

Penyakit Kawasaki 80-120 mg / kg / hari; penurunan

sampai 10 mg / kg / hari setelah

demam selesai

PO

Analgesik / antipiretik 10-15 mg / kg / dosis q 4 jam,

maksimum sebesar 60-80 mg / kg /

hari

atau

(2-3 tahun) 162 mg q 4 jam;

(4-5 tahun) 243 mg q 4 jam;

(6-8 tahun) 325 mg q 4 jam;

(9-10 tahun) 405 mg q 4 jam;

(11 tahun) 486 mg q 4 jam;

(>12 tahun) 650 mg q 4 jam.

PO

Page 46: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

27

2.3.5 Parameter pengawasan

Pengawasan diperlukan pada kondisi perdarahan abnormal atau

perdarahan pada saluran cerna. Pengawasan terhadap risiko kehilangan darah

(hematokrit periodik) dilakukan pada pasien yang mengkonsumsi salisilat secara

teratur. Penentuan kadar salisilat dalam serum perlu dilakukan pada pemberian

dosis tinggi karena terdapat variasi yang luas pada kadar obat dalam serum.

Pengawasan dilakukan terhadap fungsi ginjal dan perubahan pendengaran

(tinnitus), namun tidak disarankan untuk menggunakan tinnitus sebagai indeks

toleransi salisilat maksimum (Anderson, 2001).

2.3.6 Farmakokinetik

Onset asetosal yang diberikan per oral untuk analgesik adalah 30 menit.

Pada kadar salisilat dalam serum 150-300 mg / L (1,1-2,2 mmol / L) untuk

penyakit rematik, sering disertai dengan gejala ringan keracunan. Tinnitus terjadi

pada dosis 200 - 400 mg / L (1,5-2,9 mmol / L), hiperventilasi pada> 350 mg / L

(2,6 mmol / L), asidosis pada > 450 mg / L (3,3 mmol / L), dan keracunan parah

atau fatal pada > 900 mg / L (6,6 mmol / L) 6 jam setelah dicerna (Anderson,

2001).

Asetosal cepat diserap dari saluran pencernaan dengan bioavailabilitas oral

80-100%. Sediaan dengan lapisan enterik tidak menghambat absorpsi.

Dosis antipiretik/ analgesik menghasilkan kadar puncak 30-60 mg / L (0,22- 0,44

mmol / L). Asetosal 49% terikat protein plasma dan bisa menurun jika terjadi

uremia. Volume distribusi asetosal (Vd) 0,15 ± 0,03 L / kg dan klirens (Cl)

Page 47: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

28

sebesar 0,56 ± 0,07 L / jam / kg. Asetosal cepat dihidrolisis menjadi salisilat, yang

juga aktif secara farmakologi. Salisilat dimetabolisme terutama dalam hati

menjadi 4 metabolit yaitu asam salisilurik, glukuronida fenolik, glukuronida asil,

dan asam gentisik (Anderson, 2001).

Ikatan protein plasma salisilat bergantung pada dosis, 95% pada

15 mg / L dan 80% pada 300 mg / L dan mengalami penurunan dalam uremia,

hipoalbuminemia, neonatus, dan kehamilan. Volume distribusi salisilat adalah

0,17 ± 0,03 L / kg. Klirens bergantung pada dosis 0,012 L / jam / kg di 134-157

mg / L dan menurun pada hepatitis dan neonatus. Hanya 1% dosis asetosal

diekskresikan tidak berubah dalam urin. Waktu paruh asetosal adalah 0,25 ± 0,03

jam sedangkan waktu paruh salisilat bergantung pada dosis yaitu 2,4 jam dengan

dosis 0,25 g, 5 jam dengan dosis 1 g, 6,1 jam dengan dosis 1,3 g, 19 jam dengan

dosis 10-20 g (Anderson, 2001).

2.4 Interaksi Obat dan Produk Herbal

Beberapa tanaman obat telah diteliti khasiatnya namun masih ada

kekhawatiran tentang keamanan penggunaan produk herbal bersama obat. Hal ini

disebabkan kurangnya penelitian dan pengetahuan tentang potensi interaksi obat

dan produk herbal yang signifikan. Penggunaan bersama produk herbal dengan

obat memiliki potensi interaksi farmakokinetik atau farmakodinamik meningkat.

Penggunaan bersama produk herbal dan obat biasanya tidak dilaporkan. Hal ini

menimbulkan tantangan bagi profesi kesehatan dan konsumen.

Page 48: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

29

2.4.1 Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik dapat terjadi dalam proses absorpsi, distribusi,

metabolisme dan ekskresi (Lam dkk., 2006)

2.4.1.1 Absorpsi

Absorpsi obat dapat menurun karena waktu transit intestinal yang pendek

akibat penggunaan produk herbal mengandung antranoid yang bersifat laksatif

atau pembentukan kompleks senyawa aktif (Lam dkk., 2006).

2.4.1.2 Distribusi

Perubahan distribusi obat dapat terjadi karena berubahnya ikatan protein

dari obat yang terikat kuat dengan protein. Mekanisme interaksi ini biasanya tidak

terlalu berpengaruh kecuali bila disertai gangguan metabolisme atau ekskresi. Hal

ini dapat menyebabkan meningkatnya konsentrasi obat dalam darah (Lam dkk.,

2006).

2.4.1.3 Metabolisme

Sebagian besar obat yang saat ini digunakan dieliminasi melalui proses

metabolisme. Interaksi obat dan produk herbal dapat menginduksi atau

menginhibisi proses metabolisme obat. Interaksi yang berpengaruh pada

metabolisme merupakan interaksi farmakokinetik yang paling banyak dilaporkan.

Jalur metabolisme obat yang lazim adalah oksidasi melalui enzim sitokrom 450

yang berada pada retikulum endoplasma sel hepatosit (Lam dkk., 2006).

Mekanisme induksi metabolisme menyebabkan peningkatan konsentrasi

protein yang berperan aktif dalam katalisis obat pada jaringan. Aktivitas enzim

yang meningkat menyebabkan peningkatan klirens sistemik dan penurunan

Page 49: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

30

bioavaibilitas obat yang dimetabolisme. Penurunan konsentrasi obat dapat

menyebabkan kegagalan terapi (Lam dkk., 2006).

2.4.1.4 Ekskresi

Produk herbal dengan efek diuretik biasanya tidak sepotensial furosemid

sehingga tidak menyebabkan peningkatan ekskresi obat. Sebagian besar produk

herbal juga tidak mempengaruhi pH urin secara signifikan sehingga tidak

mempengaruhi reabsorpsi obat pada tubulus renalis (Lam dkk., 2006).

2.4.2 Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik dapat muncul antara produk herbal dan obat.

Interaksi ini dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan efek dari produk

herbal atau obat. Interaksi farmakodinamik banyak dipublikasikan karena adanya

kasus atau studi eksperimental (Lam dkk., 2006).

Pada literatur, interaksi farmakodinamik antara produk herbal dan obat

yang banyak dipublukasikan adalah antikoagulan warfarin. Hal ini disebabkan

adanya pemantauan rutin terhadap waktu koagulasi sebagai parameter pencapaian

terapi. Banyaknya produk herbal yang mengandung antikoagulan atau antiplatelet

menyebabkan warfarin menjadi contoh interaksi farmakodinamik dengan

peningkatan efek farmakologi (Lam dkk., 2006).

Interaksi farmakodinamik antara produk herbal dan obat yang bersifat

antagonis diantaranya adalah koenzim Q10 dan warfarin. Koenzim Q10

menyebabkan terjadinya peningkatan koagulasi. Koenzim Q10 diduga memiliki

mekanisme kerja yang berlawanan dengan warfarin (Lam dkk., 2006).

Page 50: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

31

2.4.3 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu

Interaksi antara asetosal dan ekstrak buah mengkudu diduga merupakan

interaksi farmakodinamik yang bersifat aditif. Asetosal merupakan obat

antiinflamasi nonsteroid yang menghambat enzim siklooksigenase. Penghambatan

enzim siklooksigenase menyebabkan sintesis tromboksan menurun. Tromboksan

merupakan salah satu mediator yang terlibat dalam aktivasi platelet dan

vasokonstriksi pada proses hemostasis yang dimediasi platelet. Jumlah

tromboksan yang menurun akan menyebabkan aktivitas agregasi platelet menurun

dan menyebabkan waktu perdarahan akan semakin panjang (Anderson, 2001).

Kumarin merupakan salah satu senyawa yang ada dalam buah mengkudu

yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antikoagulan. Kumarin merupakan

inhibitor kompetitif vitamin K (faktor II) dalam biosintesis protrombin. Proses

koagulasi membutuhkan perubahan protrombin menjadi trombin. Vitamin K

merupakan kofaktor dalam reaksi konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan

kumarin menyebabkan kumarin dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim

vitamin K reduktase dan vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu

proses koagulasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi

(Desai, 2000).

Kumarin saat ini diketahui berinteraksi dengan 250 macam obat yang

berbeda. Interaksi dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan international

normalised ratio atau INR. Obat antiplatelet akan memperpanjang waktu

perdarahan dan dapat meningkatkan risiko perdarahan apabila digunakan bersama

kumarin. Perbedaan mekanisme kerja dari antiplatelet dan kumarin menyebabkan

Page 51: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

32

nilai INR tidak berubah tetapi terjadi peningkatan risiko perdarahan (Myers,

2002).

Selain itu, risiko perdarahan yang diakibatkan oleh interaksi antara

asetosal dan kumarin dapat terjadi melalui interaksi farmakokinetika yaitu melalui

mekanisme pelepasan kumarin dari albumin dan inhibisi metabolisme kumarin

Kumarin yang terlepas dari albumin menyebabkan kadar kumarin bebas

meningkat dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin sebagai antikoagulan.

Inhibisi metabolisme kumarin juga menyebabkan akumulasi kumarin dalam

sirkulasi dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin (Anonim, 2004).

Erosi faktor proteksi lambung berisiko pada terjadinya perdarahan pada

lambung. Hal ini disebabkan karena asetosal berperan menghambat

siklooksigenase yang juga berperan dalam menghasilkan faktor proteksi lambung

(Anonim, 2004).

2.5 Hewan Percobaan

Mencit merupakan hewan yang paling sering digunakan dalam penelitian

menggunakan hewan. Keunggulan mencit untuk penelitian adalah ukuran badan

yang kecil, mudah berkembang biak, harga dan biaya perawatan murah. Selain itu,

seringnya mencit digunakan dalam penelitian membuat hewan ini paling dipahami

dan dikarakterisasi dengan baik secara anatomi, fisiologi dan genetik (Moore,

2000). Berikut klasifikasi taksonomi dari mencit :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Page 52: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

33

Ordo : Rodentia

Subordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

2.5.1 Anatomi

Mencit memilik rambut yang pendek, ekor panjang dan tidak berambut,

telinga bulat dan berdiri, mata menonjol dan moncong meruncing dengan kumis

yang panjang. Spesies ini memiliki 5 jari pada kaki depan dan belakangnya, tetapi

jari pertama pada kaki depan lebih pendek dari yang lain. Warna rambut mencit

ini bervariasi (Moore, 2000).

Gambar 2.11 Mencit (Moore, 2000)

2.5.2 Fisiologi

Komposisi makanan yang diberikan pada hewan percobaan memegang

peranan penting dalam menjaga hewan percobaan tetap sehat dan menghasilkan

data yang konstan. Mencit menyukai makan rendah serat (5%) dan diberikan

dalam bentuk pelet. Mencit sensitif terhadap ketidakseimbangan vitamin dan

Page 53: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

34

mineral. Air yang segar dan bebas dari bakteri dan kontaminasi zat kimia harus

disediakan ad libitum. Air dapat diberikan melalui botol atau sistem air automatis

(Moore, 2000).

Pada tabel di bawah ini dibahas mengenai parameter fisiologi normal

mencit.

Tabel 2.4 Parameter Normal Mencit (Moore, 2000)

Parameter Rentang Normal

Usia harapan hidup 2 tahun

Suhu tubuh 35 – 39 oC

Denyut Jantung 320 – 780 per menit

Respirasi 84 – 240 per menit

Volume urin 0,5 – 1 ml / hari

Berat badan 25 – 40 g

Usia pubertas 35 hari

Usia minimum berkembang biak Jantan : 60 hari

Betina : 50 – 60 hari

Konsumsi makanan 12 g / 100 g bb / hari

Konsumsi air 15 ml / 100 g bb / hari

2.5.3 Perilaku

Mencit merupakan hewan nokturnal dan jika diganggu pada siang hari

dapat menggigit. Mencit dapat dijinakkan jika ditangani secara baik sejak kecil.

Page 54: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

35

Setelah jinak, hewan ini akan mudah ditangani dan tidak mudah stres. Hewan

yang sudah biasa menjadi hewan percobaan memiliki daya tahan terhadap rasa

sakit yang lebih tinggi dan tidak mudah stres dalam percobaan. Untuk

mengurangi stres hewan ini harus dapat bergerak bebas (Moore, 2000).

Mencit jantan yang tinggal bersama dalam satu kandang dapat berkelahi

hingga luka atau mati. Pemindahan mencit agresor dapat menghentikan

perkelahian ini. Beberapa mencit betina yang dominan sering merawat pasangan

mereka dan menggigit rambutnya. Rambut yang rontok ini harus dibedakan

dengan rambut rontok karena parasit. Mencit sangat sensitif terhadap perubahan

aroma dalam lingkungan mereka. Perubahan tempat tidur atau mengenalkan

anggota baru dapat mengganggu perilaku dan keadaan fisiologik mereka. Faktor

fisik, biologik dan sosial dapat mempengaruhi integritas percobaan karena

mempengaruhi konsumsi makanan dan minuman, performa reproduksi dan

metabolisme obat serta parameter fisiologi lainnya (Moore, 2000).

2.6 Simplisia dan Ekstrak

Batasan simplisia menurut Farmakope Indonesia adalah bahan alamiah

yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga

dan kecuali dinyatakan lain , berupa bahan yang dikeringkan (Leliqia dkk., 2006).

Simplisia digolongkan menjadi simplisia nabati, hewani dan mineral.

Definisi masing-masing simplisia adalah sebagai berikut:

1. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara

Page 55: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

36

spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan

dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu

dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Leliqia

dkk., 2006).

2. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat

kimia murni (Leliqia dkk., 2006).

3. Simplisia pelikan/mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan/

mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa zat kimia murni (Leliqia dkk., 2006).

Diantara ketiga golongan itu, simplisia nabati merupakan jumlah

terbanyak yang digunakan untuk bahan obat. Penyiapan simplisia nabati

merupakan suatu proses memperoleh simplisia dari tanaman sumbernya di alam.

Proses ini meliputi pengumpulan, pemanenan, pengeringan, pemilihan, serta

pengepakan, penyimpanan dan pengawetan (Leliqia dkk., 2006).

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat

dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu

maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan sediaan

ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat simplisia terdapat dalam bentuk kadar

yang tinggi dan hal ini memudahkan agar zat berkhasiat dapat diatur dosisnya

(Ariantari dkk., 2006).

Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat aktif dari jaringan tanaman

atau hewan dari bahan inaktif dan inert dengan menggunakan pelarut yang selektif

Page 56: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

37

dalam prosedur ekstraksi yang standar (Handa dkk., 2008).

Secara umum terdapat beberapa metode ekstraksi yang paling banyak

digunakan untuk tanaman obat diantaranya:

1. Maserasi

Dalam proses maserasi, serbuk tanaman obat direndam menggunakan

pelarut dalam kontainer tertutup selama 3 hari pada suhu kamar dengan sesekali

diaduk hingga zat terlarut dapat larut. Campuran antara residu dan filtrat

dipisahkan dengan penyaringan atau dekantasi (Handa dkk., 2008).

2. Infusa

Infusa merupakan proses preparasi tanaman obat dengan cara maserasi

dalam waktu singkat dalam air mendidih atau air dingin (Handa dkk., 2008).

3. Digesti

Digesti merupakan proses maserasi yang disertai dengan pemanasan

selama proses berlangsung. Metode ini dapat digunakan jika bahan aktif tahan

terhadap panas. Pemanasan ini meningkatkan efisiensi pelarut (Handa dkk., 2008).

4. Dekoktum

Dalam proses ini, tanaman obat dididihkan dalam volume dan waktu

tertentu kemudian didinginkan lalu disaring atau difiltrasi. Prosedur dekoktum

cocok untuk bahan aktif larut air dan tahan panas. Metode ini digunakan dalam

Ayur Weda. Perbandingan tanaman obat dan air biasanya tetap seperti 1:4 atau

1:16. Volume ini biasanya dipekatkan hingga seperempatnya dengan cara

dididihkan. Ekstrak yang pekat ini kemudian disaring atau difiltrasi (Handa dkk.,

2008).

Page 57: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

38

5. Perkolasi

Metode perkolasi ini banyak digunakan untuk pembuatan ekstrak cair dan

tingtur. Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang

mengalir dalam alat perkolator (Handa dkk., 2008).

6. Hot Continuous Extraction (Soxhlet)

Dalam metode ini, serbuk tanaman obat diletakkan dalam kantong berpori

dari kertas saring yang kuat dan diletakkan dalam alat Soxhlet. Pelarut dipanaskan

dan uapnya dikondensasi dalam kondensor. Pelarut ini kemudian menetes dalam

kantong yang mengandung serbuk tanaman obat dan mengekstraksi pada saat

terjadi kontak. Proses ini berlangsung secara terus menerus hingga diperoleh

ekstrak yang diinginkan (Handa dkk., 2008).

Page 58: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

39

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun

kerangka berpikir bahwa waktu perdarahan dan koagulasi dapat menjadi

parameter untuk mengetahui keseimbangan sistem hemostatik. Sistem hemostasis

normal penting bagi kehidupan organisme karena jika hemostasis terganggu dapat

terjadi gangguan perdarahan. Pembentukan sumbatan yang tidak diperlukan dalam

pembuluh darah menyebabkan pembentukan trombosis dan dapat membahayakan

jiwa. Obat-obatan seperti kumarin dan heparin yang merupakan antikoagulan

dapat digunakan untuk mencegah terjadinya trombosis. Penggunaan obat-obatan

antiagregasi platelet seperti asetosal juga digunakan untuk mencegah terjadinya

agregasi platelet yang dapat membentuk sumbatan dalam pembuluh darah

Penggunaan kombinasi obat dan produk herbal memiliki potensi terjadinya

interaksi antar bahan aktif. Produk herbal merupakan campuran lebih dari satu

bahan aktif sehingga kemungkinan interaksi muncul menjadi lebih tinggi.

Interaksi antara ekstrak buah mengkudu dan asetosal dapat mempengaruhi waktu

perdarahan dan koagulasi.

Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek anti agregasi platelet sehingga

meningkatkan waktu perdarahan dan koagulasi. Kumarin merupakan salah satu

senyawa yang ada dalam buah mengkudu yang memiliki aktivitas farmakologi

Page 59: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

40

sebagai antikoagulan. Kumarin merupakan inhibitor kompetitif vitamin K (faktor

II) dalam biosintesis protrombin. Proses koagulasi membutuhkan perubahan

protrombin menjadi trombin. Vitamin K merupakan kofaktor dalam reaksi

konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan kumarin menyebabkan kumarin

dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim vitamin K reduktase dan

vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu proses koagulasi yang

ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi.

Asetosal merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang menghambat

enzim siklooksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase menyebabkan

sintesis tromboksan menurun. Tromboksan merupakan salah satu mediator yang

terlibat dalam aktivasi platelet dan vasokonstriksi pada proses hemostasis yang

dimediasi platelet. Jumlah tromboksan yang menurun akan menyebabkan aktivitas

agregasi platelet menurun dan menyebabkan waktu perdarahan akan semakin

panjang. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan produk herbal bersamaan

dengan obat yang memiliki efek anti koagulan golongan kumarin seperti warfarin

atau antiplatelet golongan salisilat memerlukan pengawasan terhadap tanda atau

gejala perdarahan.

Dengan mempertimbangkan kesamaan aktivitas antara mengkudu dan

asetosal, kemungkinan adanya potensiasi aktivitas farmakologi karena pemberian

ekstrak mengkudu dengan obat seperti asetosal secara teoritis mungkin terjadi.

Potensiasi aktivitas farmakologi ini berisiko menyebabkan meningkatnya waktu

perdarahan dan koagulasi. Oleh karena itu perlu diteliti mengenai adanya

peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi karena pemberian kombinasi

Page 60: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

41

ekstrak buah mengkudu dengan obat golongan salisilat seperti asetosal pada

mencit.

3.2 Konsep

Gambar 3.1 Konsep

3.3 Hipotesis

1. Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)

dapat memperpanjang waktu perdarahan pada mencit.

2. Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)

dapat memperpanjang waktu koagulasi pada mencit.

Faktor Eksternal :

- Obat

- Herbal

Faktor Internal :

- Genetik

- Penyakit

Waktu Perdarahan

Waktu Koagulasi

Kombinasi asetosal

dan ekstrak buah

mengkudu

Mencit

Page 61: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

42

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan

rancangan penelitian pre test-post test control group design (Pocock, 2008).

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian

P S RA O3 O4

P2

O1 O2 P1

O5 O6 P3

Page 62: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

43

Keterangan :

P : Populasi

S : Sampel

RA : Randomisasi Alokasi

P1 : Perlakuan 1 (kelompok diberi asetosal 40 mg / kg bb satu kali sehari)

P2 : Perlakuan 2 (kelompok diberi ekstrak mengkudu 100 mg / kg bb satu kali

sehari)

P3 : Perlakuan 3 (kelompok diberi kombinasi asetosal 40 mg/ kg bb dan ekstrak

etanol buah mengkudu 100 mg/ kg bb satu kali sehari)

O1, O3, O5 : Pengamatan waktu perdarahan dan koagulasi pada hari ke-0

O2, O4, O6 : Pengamatan waktu perdarahan dan koagulasi pada hari ke-7

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Departemen Farmakologi Universitas

Udayana pada bulan Februari – Mei 2011.

4.3 Sampel

Dalam penelitian ini ditetapkan besar sampel penelitian dan kriteria inklusi

dan eksklusi sampel penelitian.

4.3.1 Perhitungan besar sampel penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitis numerik tidak berpasangan

sehingga jumlah sampel ditentukan dengan rumus sebagai Pocock (2008) :

Page 63: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

44

Keterangan :

N = jumlah sampel

σ = simpangan baku

α = tingkat kesalahan 1 (α = 0,05)

β = tingkat kesalahan II (β = 0,1)

µ1 = rerata nilai pada kelompok kontrol

µ2 = rerata nilai pada kelompok perlakuan

Nilai α ditetapkan sebesar 0,05 dan β sebesar 0,1 sehingga nilai f (α,β)

adalah 10,5 (Pocock, 2008). Dari penelitian pendahuluan (Astuti, 2011) diperoleh

rerata waktu perdarahan normal mencit adalah 61,13 detik dengan simpangan

baku 4,06 detik dan waktu koagulasi normal mencit 59 detik dengan simpangan

baku 10,56 detik. Peningkatan waktu perdarahan (µ1 - µ2) yang diharapkan adalah

20. Dengan menggunakan rumus (1) maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Dengan demikian jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 ekor. Untuk

mengatasi sampel yang drop out maka sampel dilebihkan 25% sehingga jumlah

sampel tiap kelompok adalah 8.

Page 64: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

45

Dengan demikian sampel yang digunakan adalah 24 ekor mencit galur

Balb/c yang berumur 8-12 minggu dengan bobot badan 20-22 g yang terbagi

menjadi 3 kelompok. Sampel dikelompokkan dengan cara acak sederhana.

4.3.2 Kriteria sampel

Sampel yang digunakan sebagai obyek penelitian ini adalah mencit putih

jantan galur Balb/c yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

4.3.2.1 Kriteria inklusi

Yang termasuk kriteria inklusi adalah :

1. Mencit jantan dewasa galur Balb/c

2. Sehat

3. Umur 8-12 minggu

4. Berat badan 20-22 g

4.3.2.2 Kriteria eksklusi

Yang termasuk kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah mencit yang

tidak mau makan.

4.3.2.3 Kriteria drop out

Yang termasuk kriteria drop out dalam penelitian ini adalah mencit yang

mati dalam penelitian.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel

tergantung dan variabel terkendali.

Page 65: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

46

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kombinasi asetosal dan ekstrak

buah mengkudu.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah lamanya waktu perdarahan

dan waktu koagulasi.

3. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah kualitas serta kuantitas

makanan, umur, jenis kelamin, galur dan berat badan mencit.

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Asetosal yang digunakan adalah asam asetil salisilat (Brataco Chemical)

yang dilarutkan dalam aquadest sesuai dengan konsentrasi yang

dibutuhkan .

2. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak buah mengkudu yang telah

dipekatkan dan dilarutkan dalam air sesuai dengan konsentrasi yang

dibutuhkan.

3. Pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dilakukan

secara berturut-turut sesuai dengan dosis masing-masing kelompok.

4. Waktu perdarahan adalah interval waktu dari tetes pertama sampai darah

berhenti menetes dalam detik (Vogel, 2002).

5. Waktu koagulasi adalah waktu dari mulai mencit dilukai sampai benang

fibrin muncul pertama kali pada patahan pipa kapiler dalam detik (Yulinah

dkk., 2008; Vogel, 2002).

Page 66: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

47

6. Makanan diberikan pada tempat dan jumlah yang sama untuk tiap

kelompok berupa pelet dengan kadar protein 20 – 25 %, pati 45 – 55%,

lemak 10 – 12 % dan serat kasar 4% .

7. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan berumur 8-12

minggu dengan bobot badan 20-22 g.

4.6 Alat , Bahan dan Hewan Percobaan

Alat, bahan dan hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

4.6.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven Memmert, timbangan

digital, toples maserasi, erlenmeyer, corong gelas, rotary evaporator, pisau cutter,

kertas saring, pipa kapiler, pipet, stopwatch, plat HPTLC silika gel 60 F254

Merck, chamber kromatografi, Camag TLC Scanner dan lampu UV.

4.6.2 Bahan

Bahan utama untuk penelitian ini adalah buah mengkudu berumur 4-5 bulan

dengan tingkat kematangan yang sedang (buah berwarna kuning keputihan) yang

didapatkan dari daerah kabupaten Badung.

Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetosal (Brataco

Chemical), etanol 96 %, etanol 70%, kertas saring, metanol p.a., n-heksan p.a., etil

asetat p.a., dan aquades.

Page 67: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

48

4.6.3 Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 24 ekor

mencit galur Balb/c yang berumur 8-12 minggu dengan bobot badan 20-22 g.

4.7 Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini meliputi penetapan dosis, preparasi

simplisia, ekstraksi, identifikasi kumarin dalam ekstrak buah mengkudu, preparasi

hewan uji, uji waktu perdarahan, uji waktu koagulasi dan pengolahan data.

4.7.1 Penetapan dosis

Dosis yang tersedia adalah dosis pada manusia sehingga perlu dikonversi

menjadi dosis mencit. Faktor konversi untuk mengubah dosis dalam mg/ kg

menjadi mg/m2 dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Faktor Konversi Untuk Mengubah Dosis Dalam mg/ kg Menjadi

mg/m2 (Hong dkk., 2010)

Model Faktor Konversi

Mencit 3

Tikus 6

Monyet 12

Anjing 20

Manusia 37

Page 68: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

49

4.7.1.1 Penetapan dosis asetosal

Dosis asetosal untuk antitrombosis pada manusia adalah 81 – 325 mg per

hari (Anderson, 2001). Perhitungan dosis asetosal pada mencit adalah sebagai

berikut :

mg/kg bb

Dalam penelitian ini dipilih dosis asetosal pada mencit yaitu 40 mg/kg bb.

4.7.7.2 Penetapan dosis ekstrak buah mengkudu

Dosis ekstrak buah mengkudu dari sediaan yang ada di pasaran untuk

manusia adalah 450-1800 mg per hari. Perhitungan dosis ekstrak buah mengkudu

pada mencit adalah sebagai berikut :

mg/kg bb

Dalam penelitian ini dipilih dosis ekstrak buah mengkudu yaitu 100 mg/kg bb.

4.7.2 Preparasi simplisia

1. Buah mengkudu dicuci bersih di bawah air mengalir.

Page 69: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

50

2. Buah mengkudu diiris tipis

3. Irisan buah mengkudu dijemur ditempat teduh hingga irisan buah

mengkudu berubah menjadi kering.

4. Buah mengkudu yang telah kering kemudian dihancurkan hingga

berbentuk serbuk.

4.7.3. Ekstraksi

1. Serbuk mengkudu ditimbang sebanyak 1 Kg dan dimaserasi

menggunakan pelarut etanol 96 % sebanyak 5 L selama 24 jam.

2. Setelah 24 jam, rendaman disaring dengan corong gelas yang telah

dilapisi kertas saring.

3. Residunya dipisahkan dan filtrat I yang diperoleh diuapkan dengan

rotary evaporator sehingga didapat ekstrak etanol kemudian ekstrak

dikeringkan.

4. Residu dimaserasi ulang seperti cara di atas sebanyak tiga kali

perulangan sehingga diperoleh filtrat II dan III lalu diuapkan

menggunakan rotary evaporator.

4.7.4 Identifikasi kumarin dalam ekstrak

1. Chamber dijenuhkan dengan eluen metanol selam 30 menit.

2. Plat kromatografi lapis tipis dielusi dengan eluen metanol di dalam

chamber.

Page 70: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

51

3. Plat kromatografi lapis tipis dikeringkan selama 30 menit dalam oven

dengan suhu

4. Sampel ekstrak mengkudu ditimbang sebanyak 50 mg lalu diencerkan

dalam etanol 96% sebanyak 5 mL

5. Sampel diambil sebanyak 10 µL lalu ditotolkan pada plat kromatografi

lapis tipis menggunakan alat nanomat.

6. Chamber dijenuhkan dengan campuran 5 mL n-heksan dan 5 mL etil

asetat selama 30 menit.

7. Plat kromatografi lapis tipis yang berisi sampel dimasukkan dalam

chamber dan dielusi.

8. Plat kromatografi lapis tipis diangkat dan dibiarkan kering

9. Plat kromatografi lapis tipis dilihat dibawah lampu UV dengan

panjang gelombang 366 nm dan dicatat hasilnya.

10. Plat kromatografi lapis tipis dipindai menggunakan alat Camag TLC

scanner dan dicatat hasilnya

4.7.5 Preparasi hewan uji, uji waktu perdarahan dan uji waktu koagulasi

1. Dari populasi mencit dipilih 30 mencit putih jantan dewasa sehat umur

8-12 minggu dengan berat badan 20-22 g.

2. Mencit diadaptasi dalam kandang dan diberi makan selama satu

minggu.

3. Diamati bila ada mencit yang tidak mau makan.

4. Mencit yang tidak mau makan dikeluarkan dari kelompok.

Page 71: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

52

5. Dari sisa populasi tersebut dipilih 24 ekor mencit putih jantan dewasa

sehat umur 8-12 minggu dengan berat badan 20-22 g yang mau

makan.

6. Mencit dibagi secara acak menjadi 3 kelompok yang masing-masing

kelompok terdiri dari 8 ekor mencit.

7. Setiap mencit diberi makanan berupa pelet yang biasa diberikan untuk

mencit dan minuman berupa air putih setiap hari secara ad libitum.

8. Sebelum diberi perlakuan, semua mencit diuji waktu perdarahan dan

waktu koagulasi (hari ke-0).

9. Mencit dibaringkan di atas meja uji.

10. Untuk menentukan waktu perdarahan, mencit dimasukkan ke dalam

holder. Ujung ekor mencit dibersihkan dengan alkohol 70% lalu ekor

mencit dilukai dengan jarak 2 cm dari ujung ekor sepanjang 2 mm

dengan pisau cutter.

11. Darah yang menetes diserap dengan menempelkan kertas saring.

12. Diukur waktu dari darah pertama kali menetes sampai berhenti

menetes pada kertas saring. Interval waktu dari tetes pertama hingga

darah berhenti menetes adalah waktu perdarahan (Vogel, 2002).

13. Untuk menguji waktu koagulasi, sampel darah diambil melalui sinus

orbital menggunakan pipa kapiler.

14. Pipa kapiler digores menggunakan pemotong kaca kemudian

dipatahkan sepanjang 0,5 cm setiap 15 detik sekali hingga diperoleh

benang fibrin pada patahan pipa kapiler. Waktu koagulasi adalah

Page 72: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

53

waktu dari mulai darah pertama menetes hingga benang fibrin muncul

pertama kali pada patahan pipa kapiler (Yulinah dkk., 2008; Vogel,

2002).

15. Setelah itu mencit diberi makanan dan minuman, mencit mendapat

perlakuan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.

16. Larutan stok asetosal untuk kelompok 1 dibuat dengan cara melarutkan

80 mg asetosal dalam 50 ml aquadest.

17. Larutan stok ekstrak buah mengkudu untuk kelompok 2 dibuat dengan

cara melarutkan 200 mg ekstrak buah mengkudu dalam 50 ml

aquadest.

18. Larutan stok asetosal untuk kelompok 3 dibuat dengan cara melarutkan

80 mg asetosal dalam 25 ml aquadest sedangkan larutan stok ekstrak

buah mengkudu untuk kelompok 2 dibuat dengan cara melarutkan 200

mg ekstrak buah mengkudu dalam 50 ml aquadest.

19. Kelompok 1 diberi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb satu kali sehari

satu kali sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral sebanyak

0,5 ml larutan stok asetosal.

20. Kelompok 2 diberi ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100

mg/kg bb satu kali sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral

sebanyak 0,5 ml larutan stok ekstrak buah mengkudu.

21. Kelompok 3 diberi kombinasi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb dan

ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb satu kali

Page 73: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

54

sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral sebanyak 0,25 ml

larutan stok asetosal dan 0,25 ml larutan stok ekstrak buah mengkudu.

22. Perlakuan diberikan selama 7 hari karena pada penelitian pendahuluan

(Astuti, 2011) terjadi peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi

pada mencit pada hari ke-7.

23. Pada hari ke- 7 dilakukan uji waktu perdarahan dan koagulasi pada

hewan uji seperti prosedur yang telah disebutkan di atas.

Page 74: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

55

4.7.6 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur Penelitian

Hari ke-0 dan 7

Uji waktu perdarahan dan koagulasi

Analisis data

Kelompok 1

Asetosal

40 mg/ kg bb

Kelompok 3

Kombinasi

Ekstrak Buah

Mengkudu

100 mg/kg bb

+ Asetosal 40

mg/kg bb

Kelompok 2

Ekstrak Buah

Mengkudu

100 mg/kg bb

Populasi Mencit

Dipilih 24 ekor mencit

Dibagi secara acak menjadi 3 kelompok @ 8 ekor mencit dalam kandang

Dipilih 30 ekor mencit sehat

Mencit diadaptasi di kandang selama 1 minggu

Mencit yang tidak mau makan

dikeluarkan dari kelompok

Page 75: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

56

4.7.7 Analisis data

Data dianalisis secara statistik dengan uji normalitas data, uji homogenitas

data, dan uji komparabilitas .

4.7.7.1 Analisis normalitas

Analisis normalitas data dilakukan dengan uji Shapiro – Wilk. Uji

normalitas menunjukkan bahwa sebaran data adalah normal dengan nilai p > 0,05.

4.7.7.2 Analisis homogenitas

Analisis homogenitas data dilakukan dengan uji varians (Levene’s test of

varians). Uji varians menunjukkan bahwa data adalah homogen dengan nilai p >

0,05.

4.7.7.3 Analisis komparabilitas

Data normal dan homogen sehingga analisis komparatif data antar

kelompok dilakukan dengan uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan uji Least

Significant Difference.

Page 76: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

57

BAB V

HASIL PENELITIAN

5. 1 Pembuatan simplisia dan ekstraksi

Dalam proses pembuatan simplisia digunakan 10 kg buah mengkudu segar

yang kemudian dikeringkan hingga diperoleh simplisia buah mengkudu seberat

1,7 kg. Sebanyak 1 kg simplisia kemudian diekstraksi hingga diperoleh 60,2 gram

ekstrak kental yang berwarna kecoklatan.

5.2 Identifikasi kumarin dalam ekstrak buah mengkudu

Identifikasi kumarin secara kromatografi lapis tipis dengan pengembang n-

heksana : etil asetat (1 : 1) di bawah lampu uv pada panjang gelombang 366 nm

memberikan hasil seperti pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Identifikasi Kumarin

Sampel Rf Warna

Standar baku kumarin 0,31 Berfluoresensi biru (Sukmayati dkk., 2010)

Ekstrak mengkudu 0,28 Berfluoresensi biru

Page 77: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

58

Ekstrak buah mengkudu memberikan warna fluoresensi yang sama dengan

standar baku kumarin sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel ekstrak buah

mengkudu mengandung kumarin.

Luas area di bawah kurva dari kromatogram kemudian ditentukan

sehingga diperoleh hasil pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Persentase Luas Area di Bawah Kurva

Rf Luas Area Luas Area %

0.02 1844,9 6,94

0.12 1910,8 7,39

0.28 515 1,97

0.48 13726,2 50,73

0.73 26826,6 32,96

Persentase luas area di bawah kurva untuk kumarin dalam ekstrak buah

mengkudu dengan Rf 0,28 adalah sebesar 1,97%.

5.3 Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 24 ekor mencit galur Balb/c

sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing

berjumlah 8 ekor mencit, yaitu kelompk asetosal 40 mg/kg bb, kelompok

Mengkudu 100 mg/kg bb, dan kelompok kombinasi asetosal-mengkudu. Hasil

analisis akan diuraikan dalam uji normalitas data, uji homogenitas data, uji

komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

Page 78: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

59

5.3.1 Uji normalitas data

Data waktu perdarahan dan waktu koagulasi baik sebelum perlakuan

maupun sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya

dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil analisis menunjukkan bahwa

beberapa kelompok data tidak berdistribusi normal (p<0,05). Data kemudian

ditransformasi ke dalam fungsi logaritma. Hasil transformasi data diuji

normalitasnya kembali. Hasil analisis terhadap logaritma data menunjukkan

bahwa data berdistribusi normal, dan hasil analisis selengkapnya disajikan pada

Lampiran 5.

5.3.2 Uji homogenitas data antar kelompok

Data waktu perdarahan dan waktu koagulasi antar kelompok baik sebelum

perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan

uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada

Lampiran 6.

5.3.3 Analisis uji waktu perdarahan

5.3.3.1 Uji komparabilitas waktu perdarahan

Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata waktu

perdarahan antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis

kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3.

Page 79: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

60

Tabel 5.3

Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek

Rerata

Waktu

perdarahan

SB F

p

Asetosal 40 mg/kg bb

Mengkudu 100 mg/kg bb

Asetosal 40 mg/kg

bb+Mengkudu 100 mg/kg bb

58,75

58,38

63,75

10,25

6,95

8,14

0,984 0,390

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa rerata waktu perdarahan kelompok

asetosal 40 mg/kg bb adalah 58,75 10,25 detik, rerata kelompok mengkudu 100

mg/kg bb adalah 58,38 6,95 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb +

mengkudu 100 mg/kg bb adalah 63,75 8,14 detik. Analisis kemaknaan dengan

uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,984 dan nilai p = 0,390. Hal

ini berarti bahwa ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata waktu

perdarahannya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).

5.3.3.2 Analisis efek perlakuan pada waktu perdarahan

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata waktu perdarahan antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Page 80: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

61

Tabel 5.4

Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek

Rerata

Waktu

perdarahan

SB F

p

Asetosal 40 mg/kg bb

Mengkudu 100 mg/kg bb

Asetosal 40 mg/kg bb +

Mengkudu 100 mg/kg bb

167,12

137,86

220,75

25,77

59,21

29,25

8,47 0,002

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rerata jumlah waktu perdarahan kelompok

asetosal 40 mg/kg bb adalah 167,12 25,77 detik, rerata kelompok mengkudu

100 mg/kg bb adalah 137,86 59,21 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg

bb+mengkudu 100 mg/kg bb adalah 220,75 29,25 detik. Analisis kemaknaan

dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 8,47 dan nilai p =

0,002. Hal ini berarti bahwa rerata waktu perdarahan pada ketiga kelompok

sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

Gambar 5.1 Grafik Waktu Perdarahan Sebelum dan Sesudah Perlakuan

0

50

100

150

200

250

Pre Post

58.75

167.12

58.38

137.86

63.75

220.75

detik

Asetosal 40 mg/kg BB

Mengkudu 100 mg/kg BB

Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Page 81: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

62

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kombinasi asetosal

dan ekstrak buah mengkudu dapat meningkatkan waktu perdarahan.

Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakukan uji lanjut

dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel

5.5.

Tabel 5.5

Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok

Kelompok Beda

Rerata P

Asetosal 40 mg/kg bb dengan Mengkudu

100 mg/kg bb 29,27 0,171

Asetosal 40 mg/kg bb dengan Asetosal

40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb 53,62 0,014

Mengkudu 100 mg/kg bb dengan

Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100

mg/kg bb

82,89 0,001

Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa:

1. Rerata waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb tidak berbeda

dengan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb tetapi rerata kelompok

mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah daripada rerata kelompok asetosal

40 mg/kg bb.

Page 82: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

63

2. Rerata waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb berbeda secara

bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg

bb dengan rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg

bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb.

3. Rerata waktu perdarahan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb berbeda

secara bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100

mg/kg bb dengan rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah

daripada rerata kelompok kombinasi asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu

100 mg/kg bb.

5.3.3.3 Analisis komparasi waktu perdarahan sebelum - sesudah perlakuan

Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata waktu perdarahan antara

sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan

uji t-paired disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Antara Sebelum - Sesudah

Perlakuan

Kelompok Beda Rerata

pre - post p

Asetosal 40 mg/kg bb

Mengkudu 100 mg/kg bb

Kombinasi Asetosal + Mengkudu

108,38

78,71

157,00

0,001

0,010

0,001

Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada peningkatan waktu

perdarahan pada kelompok asetosal 40 mg/kg bb sebesar 108,38, sedangkan pada

Page 83: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

64

kelompok mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 78,71, dan kelompok asetosal 40

mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 157,00.

Gambar 5.2 Grafik Peningkatan Waktu Perdarahan Setelah Pemberian Perlakuan

5.3.4 Analisis Uji Waktu Koagulasi

5.3.4.1 Uji komparabilitas Waktu Koagulasi

Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata waktu

koagulasi antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan

dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7

Rerata Waktu Koagulasi antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek Rerata

Waktu koagulasi SB F

p

Asetosal 40 mg/kg bb

Mengkudu 100 mg/kg bb

Asetosal 40 mg/kgbb +

Mengkudu 100 mg/kgbb

56,25

58,12

67,50

10,61

9,61

8,02

3,239 0,059

050

100150200250

Asetosal 40 mg/kg BB

Mengkudu 100 mg/kg BB

Asetosal 40 mg/kg BB +

Mengkudu 100 mg/kg BB

58.75 58.38 63.75

167.12137.86

220.75detik

Pre

Post

Page 84: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

65

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa rerata waktu koagulasi kelompok asetosal

40 mg/kg bb adalah 56,25 10,61 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg

bb adalah 58,12 9,61 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu

100 mg/kg bb adalah 67,50 8,02 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 3,239 dan nilai p = 0,059. Hal ini

berarti bahwa ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata waktu

koagulasinya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).

5.3.4.2 Analisis efek perlakuan pada waktu koagulasi

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata waktu koagulasi antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova disajikan pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8

Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek

Rerata

waktu

koagulasi

SB F

p

Asetosal 40 mg/kg bb

Mengkudu 100 mg/kg bb

Asetosal 40 mg/kg bb +

Mengkudu 100 mg/kg bb

133,12

147,86

198,75

16,89

42,80

20,83

11,74 0,001

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rerata waktu koagulasi kelompok asetosal

40 mg/kg bb adalah 133,12 16,89 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg

Page 85: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

66

bb adalah 147,86 42,80 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu

100 mg/kg bb adalah 198,75 20,83 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 11,74 dan nilai p = 0,001. Hal ini

berarti bahwa rerata waktu koagulasi pada ketiga kelompok sesudah diberikan

perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

Gambar 5.3 Grafik Waktu Koagulasi Sebelum dan Sesudah Pemberian Perlakuan

Gambar 5.3 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan asetosal dan

mengkudu dapat meningkatkan waktu koagulasi.

Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakukan uji lanjut

dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel

5.9.

0

50

100

150

200

Pre Post

56.25

133.12

58.12

147.86

67.5

198.75

Detik

Asetosal 40 mg/kg BB

Mengkudu 100 mg/kg BB

Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Page 86: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

67

Tabel 5.9

Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sesudah Perlakuan Antar Kelompok

Kelompok Beda

Rerata p

Asetosal 40 mg/kg bb dengan Mengkudu

100 mg/kg bb 14,73 0,372

Asetosal 40 mg/kg bb dengan Asetosal

40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb 65,63 0,001

Mengkudu 100 mg/kg bb dengan

Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100

mg/kg bb

50,90 0,002

Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa:

1. Rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb tidak berbeda

dengan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb tetapi rerata kelompok

mengkudu 100 mg/kg bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40

mg/kg bb.

2. Rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb berbeda secara

bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg

bb dengan rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg

bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb.

3. Rerata waktu koagulasi kelompok mengkudu 100 mg/kg bb berbeda secara

bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg

bb dengan rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah

Page 87: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

68

daripada rerata kelompok kombinasi asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu

100 mg/kg bb.

5.3.4.3 Analisis komparasi waktu koagulasi sebelum - sesudah perlakuan

Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata waktu koagulasi antara

sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan

uji t-paired disajikan pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10

Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Antara Sebelum dan Sesudah

Perlakuan

Kelompok Beda Rerata

pre - post p

Asetosal 40 mg/kg bb

Mengkudu 100 mg/kg bb

Asetosal 40 mg/kg bb +

Mengkudu 100 mg/kg bb

76,88

90,00

131,25

0,001

0,001

0,001

Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada peningkatan waktu

koagulasi pada kelompok asetosal 40 mg/kg bb sebesar 76,88, sedangkan pada

kelompok mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 90,00, dan kelompok asetosal 40

mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 131,25.

Page 88: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

69

Gambar 5.4 Grafik Peningkatan Waktu Koagulasi Setelah Pemberian Perlakuan

Page 89: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

70

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Preparasi Simplisia dan Ekstrak

Dalam penelitian ini, buah mengkudu dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan dan tidak di bawah sinar matahari langsung. Hal ini bertujuan untuk

mengurangi pengaruh sinar UV yang dapat merusak senyawa aktif. Proses

pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sampel sehingga sampel

menjadi lebih awet dan dapat dibuat menjadi ekstrak kental.

Dalam proses pembuatan ekstrak digunakan pelarut etanol. Pelarut etanol

dipilih karena mudah diuapkan, tidak bersifat toksik, dan dapat melarutkan

kumarin. Proses ekstraksi yang digunakan adalah proses maserasi atau

perendaman dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh pemanasan yang dapat

merusak senyawa aktif. Maserasi dilakukan berulang sebanyak 3 kali dengan

tujuan untuk memperoleh hasil ekstraksi yang maksimal dan menghindari adanya

zat aktif yang belum terekstraksi pada maserasi pertama. Maserat yang diperoleh

lalu dipekatkan dengan rotary evaporator dengan tujuan memperoleh ekstrak

yang kental.

6.2 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak

Keberadaan kumarin di dalam ekstrak buah mengkudu yang digunakan

dalam penelitian ini diidentifikasi menggunakan metode kromatografi lapis tipis.

Page 90: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

71

Kromatografi merupakan suatu metode analisis pemisahan dimana suatu fasa

gerak mengelusi sampel pada fasa diam hingga sampel tersebut terpisah menjadi

komponennya masing-masing. Kromatografi lapis tipis merupakan suatu proses

pemisahan secara kromatografi dimana fasa diamnya merupakan suatu lapisan

tipis diatas suatu penyangga. Kromatografi lapis tipis dipilih jika senyawa sampel

tidak mudah menguap, sampel yang rusak jika dianalisis menggunakan

kromatografi cair atau gas, komponen dari senyawa sampel perlu dideteksi dalam

beberapa metode seperti pada skrining obat. Selain itu metode ini juga efektif

dalam hal biaya dan waktu (Hahn-Deinstrop, 2007).

Identifikasi kumarin secara kromatografi lapis tipis dalam penelitian ini

dilakukan dengan pengembang n- heksana : etil asetat (1 : 1) sebagai fasa gerak

dan plat silika GF sebagai fasa diam. Hasil kromatogram menunjukkan adanya

fluoresensi biru pada plat kromatografi lapis tipis dengan Rf 0,28 di bawah lampu

UV panjang gelombang 366 nm yang merupakan ciri khas kumarin. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sukmayati dkk. (2010) menunjukkan bahwa

kumarin memiliki fluoresensi biru pada plat kromatografi lapis tipis dengan Rf

0,31 di bawah lampu UV panjang gelombang 366 nm. Adanya fluoresensi biru

pada kromatogram menandakan adanya kumarin dalam sampel ekstrak buah

mengkudu.

Dalam penelitian ini, kromatogram dievaluasi menggunakan alat Camag

TLC scanner. Dari hasil pemindaian ini diperoleh luas area di bawah kurva.

Berdasarkan perhitungan rasio luas area di bawah kurva dari kromatogram,

persentase kumarin dalam sampel adalah sebesar 1,97%.

Page 91: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

72

6.3 Uji Waktu Perdarahan dan Waktu Koagulasi

Sampel dalam bentuk ekstrak kemudian diencerkan dan diberikan per oral

kepada hewan percobaan yaitu mencit. Sampel diberikan per oral menggunakan

sonde. Dipilih rute per oral karena asetosal dan ekstrak buah mengkudu lazim

digunakan per oral.

Pada pengujian ini terdapat dua parameter yang diamati yaitu waktu

perdarahan dan waktu koagulasi. Waktu perdarahan diamati untuk melihat

pengaruh bahan uji terhadap pembentukan sumbat hemostatik sementara yaitu

hemostatik fase platelet. Waktu dari mulai terjadinya luka sampai terbentuknya

sumbat hemostatik sementara pada daerah luka disebut waktu perdarahan. Adanya

efek ditunjukkan oleh waktu perdarahan yang semakin panjang setelah pemberian

bahan uji.

Pengamatan pada waktu koagulasi bertujuan untuk melihat pengaruh

bahan uji terhadap pembentukan sumbat hemostatik sekunder, yaitu proses

hemostasis koagulasi. Selama fase koagulasi berbagai enzim dan proenzim

berinteraksi. Aktivasi pada satu proenzim umumnya membentuk suatu enzim

yang mengaktivasi proenzim kedua dan seterusnya dalam suatu reaksi berantai.

Tahapan dalam fase koagulasi menyebabkan perubahan fibrinogen yang

bersikulasi menjadi fibrin yang menutup permukaan sumbatan platelet. Platelet

diperangkap di dalam suatu struktur yang sangat berserabut membentuk suatu

bekuan darah yang menutup secara efektif bagian yang terluka dari pembuluh.

Adanya efek ditunjukkan oleh waktu koagulasi yang semakin panjang setelah

pemberian bahan uji.

Page 92: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

73

6.4 Analisis Data

6.4.1 Analisis Normalitas

Data diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil

analisis menunjukkan bahwa beberapa kelompok data tidak berdistribusi normal

(p<0,05) sehingga data ditransformasi ke dalam fungsi logaritma. Hasil

transformasi data diuji normalitasnya kembali. Hasil analisis terhadap logaritma

data menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, dan hasil analisis

selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.

6.4.2 Analisis Homogenitas

Homogenitas data dianalisis dengan Levene’s Test dan hasilnya

menunjukkan bahwa data adalah homogen (p>0,05). Hasil analisis homogenitas

dapat dilihat pada Lampiran 6.

6.4.3 Analisis Komparatif

Hasil pengujian menunjukkan bahwa waktu perdarahan dan koagulasi

menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna setelah perlakuan. Kelompok 1

yang menerima asetosal 40 mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan

dari 58,75 + 10,25 detik menjadi 167,12 + 25,77 dan waktu koagulasi 56,25 +

10,60 detik menjadi 133,12 + 16,89 detik. Kelompok 2 yang menerima ekstrak

buah mengkudu 100 mg/ kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari

59,14 + 7,13 detik menjadi 137,86 + 59,92 dan waktu koagulasi 57,86 + 10,35

detik menjadi 147,86 + 42,80 detik. Kelompok 3 yang menerima kombinasi

Page 93: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

74

asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100 mg/kg bb mengalami

peningkatan waktu perdarahan dari 63,75 + 8,14 detik menjadi 220,75 + 29,25

dan waktu koagulasi 67,5 + 8,02 detik menjadi 198,75 + 20,83 detik.

Uji paired t test menunjukkan bahwa waktu perdarahan kelompok 1, 2 dan

3 hasilnya berbeda bermakna (p<0,05) dengan p berturut-turut 0,001, 0,010 dan

0,001. Ini berarti waktu perdarahan pre dan post pada kelompok 1, 2 dan 3

berbeda bermakna. Uji paired t test menunjukkan bahwa waktu koagulasi

kelompok 1,2 dan 3 hasilnya berbeda bermakna (p<0,05) dengan p berturut-turut

0,001, 0,001 dan 0,001. Ini berarti waktu koagulasi pre dan post pada kelompok

1, 2 dan 3 berbeda bermakna.

Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan pada

kelompok post perdarahan dan koagulasi bahwa hasilnya berbeda (p<0,05)

dengan p = 0,002 dan 0,001 . Ini berarti waktu perdarahan dan koagulasi pada

kelompok post perlakuan berbeda bermakna. Analisis dilanjutkan dengan analisis

Least Significance difference (LSD) dan menunjukkan bahwa rerata waktu

perdarahan dan waktu koagulasi kelompok 3 lebih tinggi dan berbeda bermakna

(p<0,05) dibandingkan dengan kelompok 1 dan 2.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kelompok 3 yang diberi kombinasi

asetosal dan ekstrak buah mengkudu mengalami peningkatan waktu perdarahan

dan koagulasi yang berbeda bermakna dibandingkan kelompok 1 yang hanya

menerima asetosal dan kelompok 2 yang hanya menerima ekstrak buah

mengkudu.

Page 94: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

75

6.5 Perbandingan Hasil Penelitian Terdahulu

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulinah dkk. (2008), kelompok yang

menerima asetosal 42,25 mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari

lebih tinggi dibandingkan dalam penelitian ini. Kelompok yang menerima ekstrak

buah mengkudu 100 mg/ kg bb juga mengalami peningkatan waktu perdarahan

yang lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini mungkin disebabkan karena

perbedaan jangka waktu pemberian asetosal dan ekstrak buah mengkudu yaitu

selama 28 hari. Selain itu terdapat perbedaan sumber buah mengkudu yang

berasal dari Jawa Barat. Perbedaan tempat tumbuh mempengaruhi kadar metabolit

dalam buah mengkudu sehingga memberikan efek yang berbeda. Pada penelitian

tersebut tidak dilakukan pengujian waktu perdarahan dengan pemberian

kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu.

Efek peningkatan waktu perdarahan dan waktu koagulasi ekstrak buah

mengkudu lebih rendah dibandingkan dengan efek yang diberikan oleh pemberian

masing-masing ekstrak rimpang jahe merah, kunyit dan bawang putih (Yulinah

dkk., 2008). Hal ini disebabkan perbedaan kandungan kimia antara buah

mengkudu, rimpang jahe merah, kunyit dan bawang putih. Perbedaan kandungan

kimia menyebabkan perbedaan potensi dan mekanisme kerja.

Efek peningkatan waktu perdarahan dan waktu koagulasi ekstrak buah

mengkudu sulit dibandingkan dengan efek dari ekstrak daun tanjung, belimbing

manis dan rimpang temulawak (Rahminiwati dkk., 2009). Hal ini disebabkan

perbedaan metode penelitian yang dilakukan secara in vitro dengan metode

pereaksi ADP.

Page 95: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

76

6.6 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu

Studi farmakodinamik memberikan pengetahuan mengenai dinamika

tingkah laku obat dalam tubuh manusia. Interaksi farmakodinamik dapat

didefinisikan sebagai fluktuasi biovaibilitas suatu senyawa sebagai hasil interaksi

yang bersifat sinergis atau antagonis dari obat dengan produk herbal. Interaksi

farmakodinamik secara umum lebih sulit diprediksi dan dicegah dibandingkan

dengan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik antara obat dan

produk herbal paling baik diidentifikasi melalui profil terapi dari obat dan produk

herbal tersebut. Penggunaan obat bersama produk herbal dengan fungsi terapi

yang serupa dapat menyebabkan potensiasi. Dalam beberapa kasus, peningkatan

potensi dalam terapi dapat mengganggu hasil yang diharapkan secara optimal

karena efek yang diharapkan menjadi lebih sulit untuk diprediksi. Interaksi yang

berisiko tinggi dan signifikan terjadi pada obat dan produk herbal dengan efek

simpatomimetik, diuretik, hipoglikemik, antikoagulan dan antiplatelet (Chen,

2007).

Pada saat dua obat digunakan secara bersamaan maka kemungkinan

respon yang diperoleh adalah respon semakin meningkat atau respon justru

berkurang karena salah satu obat menghambat kerja obat lainnya. Interaksi obat

dikatakan aditif jika efek yang diberikan oleh kombinasi obat sama dengan

penjumlahan dari efek masing -masing obat jika diberikan tunggal. Interaksi obat

dikatakan sinergis jika efek yang diberikan oleh kombinasi obat lebih besar

(eksponensial) dari penjumlahan efek masing-masing obat jika diberikan tunggal.

Interaksi obat ini dapat terjadi antara obat dengan obat lainnya atau obat dengan

Page 96: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

77

produk herbal (Chen, 2007).

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa waktu perdarahan pada kelompok

yang menerima kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu meningkat yaitu

220,75 + 29,25 detik dibandingkan kelompok yang menerima asetosal tunggal

167,12 + 25,77 detik dan ekstrak buah mengkudu 137,86 + 59,92 detik. Waktu

koagulasi kelompok yang menerima kombinasi asetosal dan ekstrak buah

mengkudu meningkat yaitu 198,75 + 20,83 detik dibandingkan kelompok yang

menerima asetosal tunggal 133,12 + 16,89 detik dan ekstrak buah mengkudu

147,86 + 42,80 detik. Hal ini menunjukkan adanya interaksi yang bersifat aditif

antara asetosal dan ekstrak buah mengkudu.

Kumarin saat ini diketahui berinteraksi dengan 250 macam obat yang

berbeda. Interaksi dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan international

normalised ratio atau INR. INR merupakan perbandingan waktu beku

protrombin yang merupakan ukuran dari jalur ekstrinsik koagulasi. Hemostasis

melibatkan dinding pembuluh darah, platelet dan faktor koagulasi. Interaksi obat

dapat mengubah INR. Obat-obatan dapat mengubah aktivitas platelet dan

memodifikasi hemostasis yang dapat menyebabkan meningkatnya waktu

perdarahan tanpa mempengaruhi nilai INR. Obat antiplatelet akan

memperpanjang waktu perdarahan dan dapat meningkatkan risiko perdarahan

apabila digunakan bersama kumarin. Perbedaan mekanisme kerja dari antiplatelet

dan kumarin menyebabkan nilai INR tidak berubah tetapi terjadi peningkatan

risiko perdarahan (Myers, 2002).

Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat memperpanjang

Page 97: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

78

waktu perdarahan dan koagulasi pada mencit. Hal ini disebabkan oleh mekanisme

kerja antiplatelet asetosal dan antikoagulan dari kumarin yang berada dalam

ekstrak buah mengkudu. Asetosal yang merupakan golongan anti inflamasi

nonsteroid dapat memperpanjang waktu perdarahan dan koagulasi melalui

mekanisme inhibisi sintesis tromboksan-A2 (TXA2). Tromboksan A2 adalah

penginduksi kuat terjadinya agregasi platelet. Apabila tromboksan A2 dihambat

maka agregasi platelet akan terhambat sehingga menyebabkan terjadinya

peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi (Neal, 2002; Anderson, 2001).

Ekstrak buah mengkudu mengandung kumarin yang merupakan inhibitor

kompetitif vitamin K (faktor II) dalam biosintesis protrombin. Proses koagulasi

membutuhkan perubahan protrombin menjadi trombin. Vitamin K merupakan

kofaktor dalam reaksi konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan kumarin

menyebabkan kumarin dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim vitamin

K reduktase dan vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu proses

koagulasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi (Desai,

2000).

Selain itu, risiko perdarahan yang diakibatkan oleh interaksi antara

asetosal dan kumarin dapat terjadi dengan cara melepaskan ikatan kumarin

dengan albumin plasma, inhibisi metabolisme kumarin dan terjadi erosi lambung .

Kumarin yang terlepas dari albumin menyebabkan kadar kumarin bebas

meningkat dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin sebagai antikoagulan.

Inhibisi metabolisme kumarin juga menyebabkan akumulasi kumarin dalam

sirkulasi dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin. Erosi faktor proteksi

Page 98: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

79

lambung berisiko pada terjadinya perdarahan pada lambung. Hal ini disebabkan

karena asetosal berperan menghambat siklooksigenase yang juga berperan dalam

menghasilkan faktor proteksi lambung (Anderson, 2001).

Page 99: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

80

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Kombinasi asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100

mg/kg bb dapat memperpanjang waktu perdarahan pada mencit.

2. Kombinasi asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100

mg/kg bb dapat memperpanjang waktu koagulasi pada mencit.

7.2 Saran

1. Penelitian ini dilakukan terhadap mencit sehingga tidak dapat langsung

diterapkan pada manusia sehingga perlu diteliti lebih lanjut efeknya

pada manusia.

2. Perlu diteliti interaksi ekstrak buah mengkudu dengan obat jenis lain

seperti warfarin, clopidogrel dan antiinflamasi nonsteroid yang dapat

memperpanjang waktu perdarahan dan waktu koagulasi.

Page 100: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

81

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P.O., Knoben, J.E., and Troutman, W. G. 2001. Handbook of Clinical

Drug Data. 11th

Ed. Mc Graw Hill. New York. p. 19-20.

Anonim. 2004. Warfarin Interactions With Drugs, Herbals, Foods, and Labs.

Available at URL : http://www.spectrum-health.org/physian/toolkit.

Accesed, June 19, 2011

Ariantari, N.P., Astuti, K.W., Susanti, N.M.P. dan Arisanti C.I.S. 2006. Buku

Ajar Farmasetika. Jurusan Farmasi Universitas Udayana. Jimbaran. hal.

117.

Aronson, J.K. 2009. Meyler’s Side Effect of Herbal Medicine. Elsevier. New

York. p.212 – 213.

Astuti, K. W. 2011. Penelitian Pendahuluan Kombinasi Asetosal dan Ekstrak

Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dapat Memperpanjang Waktu

Perdarahan dan Koagulasi pada Mencit. Universitas Udayana. Denpasar.

Bangun, A. P. dan Saworno, B. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Brunton, L.L. 2006. In: Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis

Therapeutics. 11th

ed. Mc Graw Hill. New York.

Chen, J. 2007. Recognition and Prevention of Herb-Drug Interactions, Part 2:

Pharmacodynamic Interactions. Naturopathy Digest.

Desai, U. R. 2000. Coumarins. Available from URL :

http://www.people.vcu.edu/~urdesai/cou.htm. Accesed, March 11, 2011.

Despopoulos, A. and Silbernagl, S. 2003. Color Atlas of Physiology. 5th Ed.

Thieme. Stuttgart. New York. p. 102-105

Duke, J.A., Bogenschutz-Godwin, M.J., duCellier J., dan Duke, P.K. 2002.

Handbook Of Medicinal Herbal. 2nd

Ed. CRC press. New York. p. 529.

Ebadi, M. 2008. Desk Refrence Of Clinical Pharmacology. 2nd

ed. CRC Press.

New York. p.71-72.

Ebadi, M. 2007. Pharmacodynamic Basis Of Herbal Medicine. 2nd

Ed. CRC

Press. Boca Raton. p. 45, 62, 94, 477-479.

Page 101: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

82

Gunawan, D., Sudarsono, Wahyuono, S., Donatus, I. A., dan Purnomo. 2001.

Tumbuhan Obat 2 : Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan. PPOT

UGM. Yogyakarta. hal 124-132.

Handa, S. S., Khanuja, S. P. S., Longo, G., and Rakesh, D. D. 2008. Extraction

Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. ICS UNIDO. Trieste.

p.21-22.

Hahn-Deinstrop, E. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography. Wiley VCH.

Weiheim. P.1,2,154.

Hong, W. K., Bast, R. C., Frei, E., Hail, W., Kuff, D. W., Holland, J.F., Pollock,

R. E., and Weidiselbaum, R. R. 2010. Holland Frei Cancer Medicine. Vol.

8. People’s Medical Publishing House. Shelton. p.502.

Lam, Y. W. F., Huang, S. M., and Hall, S. D. 2006. Herbal Supplements-Drug

Interaction. Taylor and Francis. New York. p. 27-38.

Leliqia, N.P., Astuti, K.W., Susanti, N.M.P. dan Arisanti, C.I.S. 2006. Buku Ajar

Farmakognosi. Jurusan Farmasi Universitas Udayana. Jimbaran. hal. 2-3.

Lullman, H., Ziegler, A., Mohr, K., and Bieger, D. 2000. Color Atlas of

Pharmacology, 2nd

Ed. Thieme. Stuttgart. New York. p. 142-150.

Moore, D. 2000. Laboratory Animal Medicine and Science Series II. University of

Washington Health Science Centre. Washingtong. p 1-23.

Muralidharan, P and Srikanth, J. 2009. Antiulcer Activity of Morinda citrifolia

Linn Fruit Extract. J. Sci. Res 1 (2), 345-352.

Muttaqien, S.E. 2008. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Air dan Air-Etanol Umbi

Eleutherine Americana (Aubl.) Merr. Terhadap Aktivitas Antiagregasi

Platelet In Vitro Serta Penentuan Kadar Vasodilator Nitrogen Oksida pada

Tikus Wistar Jantan” (Skripsi). Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Neal, M.J. 2002.Medical Pharmacology at A Glance. 4th

Ed. Blackwell Science.

Great Britain. p. 44-45.

Pengelly, A. 2005. Constituents of Medicinal Plants. 2nd

ed. Sun Flower Herbal.

Australia. P. 11-12.

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials : A Practical Approach. John Wiley & Sons.

New York. p. 128.

Page 102: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

83

Rahman, A. S. 2010. “Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu

(Morinda citrifolia Linnaeus) dan Waktu Penyimpanan Terhadap

Kualitas Daging Sapi”(Skripsi). Semarang: Universitas Sebelas Maret.

Hal 36-37.

Rahminiwati, M., Effendi, M. dan Wijayanto, B. 2009. Agregasi Platelet Mencit

Jantan Galur DDY yang Memperoleh Daun Tanjung (Mimusops lilengi

Linn), Daun Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn), dan Rimpang

Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) Tunggal dan Kombinasinya.

Prosiding Seminar Tumbuhan Obat Indonesia XXXVI. Bengkulu 11-12

November.

Saludes, M.J.G., Franzblau, S.G., Aguinaldo, A.M. 2002. Antitubercular

constituent from the Hexan Fraction of Morinda Citrifolia Linn

(Rubiaceae). Phytotherapy Res : 16(7): 683-685.

Sambamurty, A.V.S.S. 2005. Taxonomy of Angiosperms. I. K. International Pvt

Ltd. New Delhi. p. 404.

Sukmayati, A. dan Isnawati, A. 2010. Identifikasi dan Penetapan Senyawa

Kumarin dalam Ekstrak Metanol Artemisia anna L. secara Kromatografi

Tipis Densitometri. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 38. No.1: 17-28.

Vogel, H.G. 2002. Drug Discovery and Evaluation : Pharmacological Assays. 2nd

Ed. Springer. Berlin. 307-308.

Wang, M. Y., West, B. J., Jensen, C. J., Nowicki, D., Su, C., Palu, A. K., and

Anderson G. 2002. Morinda citrifolia (Noni): A Literature Review and

Recent Advances in Noni Research. Acta Pharmacol Sin. 23 (12): 1127 -

1141.

Yulinah, E., Sigit, J.I., dan Fitriyani, N. 2008. Efek Antiagregasi Platelet Ekstrak

Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.), Rimpang Jahe Merah

(Zingiber officinale var Sunti Val) dan Kombinasinya Pada Mencit Jantan

Galur Swiss Webster. JKM. Vol. 7. No.2 Februari: 130-143.

Yulinah, E., Sigit, J.I., dan Fitriyani, N. 2008. Efek Antiagregasi Platelet Ekstrak

Air Bulbus Bawang Putih (Allium Sativum L.), Ekstrak Etanol Rimpang

Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dan Kombinasinya Pada Mencit Jantan

Galur Swiss Webster. Majalah Farmasi Indonesia, 19(1), 1 – 11.

Zin, Z. M., Hamid, A. A. and Osman, A. 2002. Antioxidative Activity of Extract

from Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Root, Fruit and Leaf. J. Food

Chemistry 78 : 227-231.

Page 103: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

84

LAMPIRAN 1

Surat Keterangan Kelaikan Etik

Page 104: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

85

LAMPIRAN 2

Kromatogram Ekstrak Buah Mengkudu

Kromatogram Standar Baku Kumarin (Sukmayanti dkk., 2010)

Kromatogram Ekstrak Mengkudu

Page 105: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

86

LAMPIRAN 3

Kromatogram dan Spektrum UV Ekstrak Buah Mengkudu

Kromatogram Ekstrak Buah Mengkudu

Spektrum UV Kumarin dalam Ekstrak Buah Mengkudu

0

10

20

30

40

50

60

70

80

200 250 300 350 400

Inte

nsi

tas

(AU

)

Panjang Gelombang (nm)

Page 106: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

87

LAMPIRAN 4

Data Hasil Penelitian

KELOMPOK Waktu Perdarahan Waktu Koagulasi

PRE POST PRE POST

50 212 45 135

80 144 75 165

KELOMPOK 1 65 140 60 120

asetosal 52 175 45 120

40 mg/ kg bb 55 141 60 135

50 191 60 150

55 162 45 120

63 172 60 120

58,75 + 10,25 167,12 + 25,77 56,25 + 10,60 133,12 + 16,89

70 98 45 135

54 107 60 150

KELOMPOK 2 52 123 60 120

Mengkudu 60 137 60 120

100 mg/kgbb 62 149 45 150

65 263 60 120

51 88 75 240

53 - 60 -

59,14 + 7,13 137,86 + 59,92 57,86 + 10,35 147,86 + 42,80

71 183 60 165

KELOMPOK 3 53 219 60 195

asetosal 70 218 60 195

40 mg/kgbb 54 247 75 225

+ 69 217 75 180

mengkudu 55 275 75 210

100 mg/kg bb 70 191 75 195

68 216 60 225

63,75 + 8,14 220,75 + 29,25 67,5 + 8,02 198,75 + 20,83

Page 107: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

88

LAMPIRAN 5

Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statisti

c df Sig.

Statisti

c df Sig.

Perdarahan_

pre

Asetosal 40 mg/kg

BB .268 8 .095 .838 8 .071

Mengkudu 100

mg/kg BB .193 7 .200

* .938 7 .618

Asetosal 40 mg/kg

BB + Mengkudu

100 mg/kg BB

.324 8 .013 .749 8 .008

Perdarahan_

post

Asetosal 40 mg/kg

BB .190 8 .200

* .919 8 .424

Mengkudu 100

mg/kg BB .283 7 .096 .788 7 .031

Asetosal 40 mg/kg

BB + Mengkudu

100 mg/kg BB

.274 8 .079 .913 8 .378

Koagulasi_

pre

Asetosal 40 mg/kg

BB .263 8 .109 .827 8 .056

Mengkudu 100

mg/kg BB .296 7 .063 .840 7 .099

Asetosal 40 mg/kg

BB + Mengkudu

100 mg/kg BB

.325 8 .013 .665 8 .001

Koagulasi_

post

Asetosal 40 mg/kg

BB .281 8 .062 .809 8 .036

Mengkudu 100

mg/kg BB .337 7 .016 .706 7 .004

Asetosal 40 mg/kg

BB + Mengkudu

100 mg/kg BB

.196 8 .200* .931 8 .521

a. Lilliefors Significance

Correction

*. This is a lower bound of the true

significance.

Page 108: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

89

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statisti

c df Sig.

Statisti

c df Sig.

Log

Perdarahan Pre

Asetosal 40

mg/kg BB .246 8 .166 .874 8 .164

Mengkudu 100

mg/kg BB .183 7 .200

* .942 7 .655

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

.239 8 .200* .853 8 .102

Log

Perdarahan

Post

Asetosal 40

mg/kg BB .195 8 .200

* .926 8 .478

Mengkudu 100

mg/kg BB .208 7 .200

* .898 7 .321

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

.250 8 .150 .922 8 .446

Log Koagulasi

Pre

Asetosal 40

mg/kg BB .284 8 .056 .824 8 .051

Mengkudu 100

mg/kg BB .318 7 .031 .835 7 .089

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

.154 8 .200* .902 8 .299

Log Koagulasi

Post

Asetosal 40

mg/kg BB .278 8 .068 .884 8 .206

Mengkudu 100

mg/kg BB .214 7 .200

* .817 7 .060

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

.190 8 .200* .930 8 .513

a. Lilliefors Significance

Correction

*. This is a lower bound of the true

significance.

Page 109: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

90

LAMPIRAN 6

Uji One Way Anova

Descriptives

N Mean

Std.

Deviati

on

Std.

Error

95%

Confidence

Interval for

Mean

Mini

mum

Maxi

mum

Lower

Bound

Upper

Bound

Perdarahan_

pre

Asetosal 40

mg/kg BB 8 58.75 10.250 3.624 50.18 67.32 50 80

Mengkudu 100

mg/kg BB 8 58.38 6.948 2.456 52.57 64.18 51 70

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

8 63.75 8.137 2.877 56.95 70.55 53 71

Total 24 60.29 8.549 1.745 56.68 63.90 50 80

Perdarahan_

post

Asetosal 40

mg/kg BB 8 167.12 25.771 9.111 145.58 188.67 140 212

Mengkudu 100

mg/kg BB 7 137.86 59.207

22.37

8 83.10 192.61 88 263

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

8 220.75 29.251 10.34

2 196.30 245.20 183 275

Total 23 176.87 51.561

10.75

1 154.57 199.17 88 275

Koagulasi_

pre

Asetosal 40

mg/kg BB 8 56.25 10.607 3.750 47.38 65.12 45 75

Mengkudu 100

mg/kg BB 8 58.12 9.613 3.399 50.09 66.16 45 75

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

8 67.50 8.018 2.835 60.80 74.20 60 75

Total 24 60.62 10.354 2.113 56.25 65.00 45 75

Koagulasi_

post

Asetosal 40

mg/kg BB 8 133.12 16.890 5.971 119.00 147.25 120 165

Page 110: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

91

Mengkudu 100

mg/kg BB 7 147.86 42.804

16.17

8 108.27 187.44 120 240

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu 100

mg/kg BB

8 198.75 20.831 7.365 181.33 216.17 165 225

Total 23 160.43 39.798 8.298 143.22 177.64 120 240

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Perdarahan_pre .571 2 21 .573

Perdarahan_post 1.173 2 20 .330

Koagulasi_pre .284 2 21 .756

Koagulasi_post 1.174 2 20 .330

ANOVA

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Perdarahan_pr

e

Between Groups 144.083 2 72.042 .984 .390

Within Groups 1536.875 21 73.185

Total 1680.958 23

Perdarahan_po

st

Between Groups 26817.377 2

13408.68

8 8.467 .002

Within Groups 31671.232 20 1583.562

Total 58488.609 22

Koagulasi_pre Between Groups 581.250 2 290.625 3.239 .059

Within Groups 1884.375 21 89.732

Total 2465.625 23

Koagulasi_pos

t

Between Groups 18818.420 2 9409.210 11.742 .000

Within Groups 16027.232 20 801.362

Total 34845.652 22

Page 111: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

92

Multiple Comparisons

LSD

Dependen

t Variable (I) Kelompok (J) Kelompok

Mean

Differen

ce (I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

Perdaraha

n_post

Asetosal 40

mg/kg BB

Mengkudu

100 mg/kg BB 29.268

20.59

5 .171 -13.69 72.23

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu

100 mg/kg BB

-53.625* 19.89

7 .014 -95.13 -12.12

Mengkudu

100 mg/kg

BB

Asetosal 40

mg/kg BB -29.268

20.59

5 .171 -72.23 13.69

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu

100 mg/kg BB

-82.893* 20.59

5 .001 -125.85 -39.93

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu

100 mg/kg

BB

Asetosal 40

mg/kg BB 53.625

* 19.89

7 .014 12.12 95.13

Mengkudu

100 mg/kg BB 82.893* 20.59

5 .001 39.93 125.85

Koagulasi

_post

Asetosal 40

mg/kg BB

Mengkudu

100 mg/kg BB -14.732

14.65

1 .327 -45.29 15.83

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu

100 mg/kg BB

-65.625* 14.15

4 .000 -95.15 -36.10

Mengkudu

100 mg/kg

BB

Asetosal 40

mg/kg BB 14.732

14.65

1 .327 -15.83 45.29

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu

100 mg/kg BB

-50.893* 14.65

1 .002 -81.45 -20.33

Asetosal 40

mg/kg BB +

Mengkudu

100 mg/kg

BB

Asetosal 40

mg/kg BB 65.625

* 14.15

4 .000 36.10 95.15

Mengkudu

100 mg/kg BB 50.893* 14.65

1 .002 20.33 81.45

*. The mean difference is significant at

the 0.05 level.

Page 112: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

93

LAMPIRAN 7

Uji T-Paired

Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 Perdarahan_pre 58.75 8 10.250 3.624

Perdarahan_post 167.12 8 25.771 9.111

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB

Paired Samples Correlationsa

N Correlation Sig.

Pair 1 Perdarahan_pre &

Perdarahan_post 8 -.637 .089

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviati

on

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

Perdarahan

_pre –

Perdarahan

_post

-108.375 33.252 11.756 -136.174 -80.576 -9.218 7 .000

a. Kelompok = Asetosal 40

mg/kg BB

Page 113: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

94

Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 Perdarahan_pre 59.14 7 7.128 2.694

Perdarahan_post 137.86 7 59.207 22.378

a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Correlationsa

N Correlation Sig.

Pair 1 Perdarahan_pre &

Perdarahan_post 7 .396 .379

a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviati

on

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

Perdarahan

_pre –

Perdarahan

_post

-78.714 56.765 21.455 -131.213 -26.216 -3.669 6 .010

a. Kelompok =

Mengkudu 100 mg/kg

BB

Page 114: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

95

Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 Perdarahan_pre 63.75 8 8.137 2.877

Perdarahan_post 220.75 8 29.251 10.342

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Correlationsa

N Correlation Sig.

Pair 1 Perdarahan_pre &

Perdarahan_post 8 -.737 .037

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviat

ion

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Perdarahan

_pre –

Perdarahan

_post

-157.000 35.677 12.614 -186.827 -127.173 -12.447 7 .000

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB +

Mengkudu 100 mg/kg BB

Page 115: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

96

Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 Koagulasi_pre 56.25 8 10.607 3.750

Koagulasi_post 133.12 8 16.890 5.971

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB

Paired Samples Correlationsa

N Correlation Sig.

Pair 1 Koagulasi_pre &

Koagulasi_post 8 .673 .067

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviati

on

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

Koagulasi

_pre –

Koagulasi

_post

-76.875 12.518 4.426 -87.340 -66.410 -17.370 7 .000

a. Kelompok = Asetosal

40 mg/kg BB

Page 116: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

97

Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 Koagulasi_pre 57.86 7 10.351 3.912

Koagulasi_post 147.86 7 42.804 16.178

a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Correlationsa

N Correlation Sig.

Pair 1 Koagulasi_pre &

Koagulasi_post 7 .580 .172

a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviatio

n

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

Koagulasi

_pre –

Koagulasi

_post

-90.000 37.749 14.268 -124.912 -55.088 -6.308 6 .001

a. Kelompok =

Mengkudu 100 mg/kg BB

Page 117: Unud 363 185934947 Tesis s2 Ketut Widyani

98

Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 Koagulasi_pre 67.50 8 8.018 2.835

Koagulasi_post 198.75 8 20.831 7.365

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Correlationsa

N Correlation Sig.

Pair 1 Koagulasi_pre &

Koagulasi_post 8 .192 .648

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB

Paired Samples Testa

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviati

on

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

Koagulasi

_pre –

Koagulasi

_post

-131.250 20.831 7.365 -148.665 -113.835 -17.821 7 .000

a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB +

Mengkudu 100 mg/kg BB