unud-765-374512805-tesis pdf

213
1 TESIS ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA OLEH PETERNAK KUDA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR RAMBU ERYANI DIKI DONGGA NIM 1191361007 ROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Transcript of unud-765-374512805-tesis pdf

Page 1: unud-765-374512805-tesis pdf

1

TESIS

ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA OLEH PETERNAK KUDA DI

KABUPATEN SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR

 

 

 

 

RAMBU ERYANI DIKI DONGGA NIM 1191361007

ROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Page 2: unud-765-374512805-tesis pdf

2

ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA OLEH PETERNAK KUDA DI

KABUPATEN SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Pada Program Studi Ilmu Peternakan,

Program Pasca Sarjana Universitas Udayanan

RAMBU ERYANI DIKI DONGGA NIM 1191361007

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Lembar Pengesahan

Page 3: unud-765-374512805-tesis pdf

3

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 15 AGUSTUS 2013

Pembimbinga I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Suparta, M.S. M.M Ir. Ni Ketut Nuraini, M. Agr. Sc NIP. 19530319 198003 1 002 NIP. 19490517 197602 2 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Peternakan Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. Ir.G.A.M. Kristina Dewi.MS Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 19590813 198503 2 001 NIP 19590215 198510 2 001

Page 4: unud-765-374512805-tesis pdf

4

Tesis ini telah diuji pada Tanggal 13 Agustus 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Nomor: 16/2a/UN14.4/HK/2012, 23 Oktober 2012

Ketua : Prof. Dr. Ir. I Nyoman Suparta, MS. MM

Sekretaris : Ir. Ni Ketut Nuraini, MS

Anggota : Prof. Ir. I Dewa Ketut Harya Putra, M. Sc. Ph.D

Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, M. Kes

Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, Ms

Page 5: unud-765-374512805-tesis pdf

5

UCAPAN TERIMAKASIH

Pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Adopsi

Teknologi Pengendalian Penyakit Surra Oleh Peternak Kuda di Kabupaten Sumba

Timur, Nusa Tenggara Timur” sebagai salah satu syarat akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Peternakan di Program Pasca

Sarjana Universitas Udayana.

Berhasilnya penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan,

saran dan koreksi dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti

mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana, Bapak Prof. Dr.

dr. I Made Bakta, Sp. P.D (KHOM), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

selama perkuliahan dan penyelesaian pendidikan di Program Magister Universitas

Udayana. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Ibu Prof. Dr. dr. A. A.

Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana, Ibu Dr. Ir. G.A.M. Kristina Dewi. MS selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Peternakan beserta jajaran sebagai pelaksana teknis kegiatan

Program Studi Magister Ilmu Peternakan atas segala bantuan, dukungan, dan

dorongan selama perkuliahan sampai selesainya tesis ini.

Terimakasih juga peneliti ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. I Nyoman

Suparta, M.S.M.M selaku pembimbing I yang selalu sabar dalam memberikan

bimbingan, dorongan, dan nasehat dalam menulis tesis ini dan Ibu Ir. Ni Ketut

Nuraini, M. Agr. Sc, selaku pembimbing II, yang juga dengan penuh perhatian

Page 6: unud-765-374512805-tesis pdf

6

dan teliti memberikan dorongan, bimbingan, dan saran-saran kepada penulis

dalam menyelesaikan tesis ini, karenanya penulis menghaturkan terimakasih yang

sedalam-dalamnya atas kesabaran dan bimbingan selama ini. Ucapan yang sama

juga penulis ucapkan kepada Prof. Ir. I Dewa Ketut Harya Putra, M.Sc.Ph.D, Prof.

Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, M. Kes, Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS, selaku tim

penguji yang banyak memberikan masukan, saran, koreksi sehingga tesis ini dapat

terwujud.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya

kepada Ibu Bapak tercinta, Rambu Halla Anggung Praing, S.Pd dan Ferdy

Purumbawa, S.Sos, yang selalu dengan tulus dan tiada hentinya memberikan

kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan materi sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini, “you both are my everything”. Keberhasilan penulis

dalam menyelesaikan studi ini, tidak terlepas juga dari bantuan dan doa dari kedua

kakak dan adik, Rambu Shanty Diki Dongga S.Pi, Umbu Yantho Diki Dongga,

S.H, Irene Rambu Yeti Diki Dongga dan saudara sepupu saya Rambu Yeni Diki

Dongga, S.E, dan Rambu Esy Diki Dongga, terimaksih selalu bersedia menemani

mencari data selama penelitian serta om sopir yang selalu setia menemani ke desa

K’herman dan Umbu Djanji serta kekasih tercinta sekaligus sahabat seperjuangan

saya selama menempuh kuliah di Universitas Udayana “Pasifikus Mala Meko,

S.S.T.Par” yang selalu setia memberikan kasih sayang yang begitu tulus dan

memberikan motivasi serta doa bagi penulis selama menempuh studi di Program

Magister Ilmu Peternakan Universitas Udayana.

Page 7: unud-765-374512805-tesis pdf

7

Dalam kesempatan ini, peneliti juga menghaturkan terimakasih kepada

Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur yang telah memberikan bantuan

berupa data dan informasi untuk penelitian ini, staf –staf Magister Ilmu

Peternakan, serta para peternak kuda dan penyulu peternakan sebagai informan

yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan data dan mengisi

kuisioner dalam penyelesaian tesis ini.

Terkahir, namun sangat berarti, kepada semua teman-teman di Program

Pascasarjana Ilmu Peternakan, Awal Maulid Sari sebagai sahabat seperjuangan

dalam menyelesaikan tesis serta bantuan dalam segala hal, Indra, Yogik, Tutik,

Yanwar, Pak Rama dan Pak Gusti, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini.

“our togetherness in one of the best moments that I've ever had”.

Besar harapan penulis, karya ini dapat diterima dan ada manfaatnya,

meskipun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Semoga Tuhan Yang

Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan rahmat, berkat

dan perlindungan dari semua penjuru untuk kita semua.

Om Shanti Shanti Om

Denpasar, Agustus 2013

Peneliti,

Rambu Eryani Diki Dongga

Page 8: unud-765-374512805-tesis pdf

8

ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA OLEH PETERNAK KUDA DI KABUPATEN

SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR

ABSTRAK

Peternakan merupakan sektor penting dalam menunjang perekonomian di Kabupaten Sumba Timur. Tetapi, adanya penyakit surra merupakan masalah yang akan mengancam populasi kuda. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan melakukan penyuluhan, pengaturan, dan pelayanan. Namun, keberadaan penyakit surra masih belum dapat teratasi dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mengetahui tingkat perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak tentang pengendalian penyakit surra; 2) mengetahui tingkat adopsi tekonologi pengendalian penyakit surra; 3) menganalisis hubungan penyuluhan tentang pengendalian penyakit surra terhadap perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap peternak; 4) menganalisis hubungan antara perilaku peternak dengan tingkat adopsi teknologi pengendalian penyakit surra. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling dari seluruh peternak di daerah penelitian yang terkena penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur. Responden peternak yang dipakai dalam penelitian ini ditentukan secara proporsional yaitu diambil 10% dari setiap kecamatan di mana penyakit surra lebih banyak terjangkit. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus populasi Slovin (Consuelo, 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pengetahuan dan keterampilan peternak kuda di Kabupaten Sumba Timur mengenai teknologi pengendalian penyakit surra termasuk dalam kategori sedang, sedangkan sikap peternak kuda termasuk dalam kategori positif; 2) tingkat adopsi teknologi pengendalian penyakit surra oleh peternak kuda termasuk dalam kategori sedang; 3) penyuluhan tentang pengendalian penyakit surra berhubungan positif dengan tingkat pengetahuan peternak, tetapi tidak dengan keterampilan dan sikap peternak; 4) sikap peternak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat adopsi teknologi pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur, tetapi tidak dengan pengetahuan dan keterampilan peternak.

Kata Kunci: Adopsi teknologi, pengendalian penyakit surra, peternak kuda,

Kabupaten Sumba Timur

Page 9: unud-765-374512805-tesis pdf

9

THE ADOPTION OF TECHNOLOGY TO CONTROL SURRA DISEASE BY HORSE RAISER IN EAST SUMBA REGENCY,

EAST NUSA TENGGARA PROVINCE  

ABSTRACT

Animal husbandry, particularly horse keeping, is considered as important sector in supporting economy of the East Sumba Regency. However, the outbreak of surra disease has become serious threat for the maintenance of horse population in this area. Various efforts have been done by the local government to control the disease, such as by performing extension on disease control, enacting regulations concerning prevention of disease spreading, and performing services to control the disease. But up to the present days, surra disease has not been controlled properly; there were still many cases of disease encountered by horse raisers. Thus, the present work was aimed to study: (1) level of behavior (knowledge, skill, and attitude) of horse raisers towards control of surra disease, (2) level of adoption of technology to control surra disease, (3) analysis of relationship between the actual conduct of extension on disease control and change of the horse raisers behavior, and (4) analysis of relationship between horse raisers behavior and their level of adoption of the technology. A stratified random sampling was employed to choose respondents in the current study throughout all areas suffering from surra disease; in this case, 10% respondents of each kecamatan were surveyed, according to the Slovin population formula (Consuelo, 1993). The present study indicated the following results. (1) The knowledge and skills concerning technology to control surra disease of horse raiser in East Sumba can be considered as mediocre, and their attitudes were positive. (2) Their level of adoption of the technology can also be considered as mediocre. (3) The actual course of extension has positive relationship with level of horse raisers knowledge, but not with their skills and attitudes. (4) Attitudes have significant relationship with level of adoption of the technology, but not with their knowledge and skills.

Keywords: Adoption of technology, control of surra disease, horse raisers, East Sumba Regency

Page 10: unud-765-374512805-tesis pdf

10

RINGKASAN

ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA OLEH PETERNAK KUDA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NUSA

TENGGARA TIMUR

Bidang peternakan merupakan sektor penting dalam menunjang

perekonomian di Kabupaten Sumba Timur. Sebagian besar petani peternak masih mengandalkan hidupnya dari sektor peternakan, di samping pertanian dalam arti luas. hasil ternak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD Sumba Timur dapat berkurang apabila ada wabah penyakit yang menyerang ternak seperti penyakit surra yang menyebar luas di beberapa Kecamatan yang ada di Kabupaten Sumba Timur, NTT.

Penyakit surra pertama kali ditemukan di Sumba Barat Daya, menyebar ke Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Penyakit surra merupakan suatu penyakit pada ternak kuda yang disebabkan oleh sejenis protozoa yaitu Trypanosoma evansi. Data terakhir Dinas Peternakan Sumba Timur menyebutkan bahwa, penularan penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur mulai ditemukan sejak bulan Agustus 2010 yang menyerang ternak kuda sandel dan kerbau, sedangkan pada ternak sapi tidak ditemukan gejala klinis maupun hasil pemeriksaan laboratorium.

Penyakit surra menyerang ternak kuda dan kerbau warga di tujuh kecamatan yang ada di Sumba Timur, yakni kecamatan Lewa, Lewa Tidahu, Nggaha Ori Angu, Katala Hamu Lingu, Tabundung, Wula Waijelu, dan Kecamatan Ngadu Ngala. Keberadaan penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur merupakan masalah besar yang akan mengancam populasi ternak di Sumba Timur, dimana akibat serangan penyakit surra ratusan ekor ternak kuda mati dan ribuan lainnya menderita sakit dan terancam mati jika tidak mendapatkan pengobatan yang cepat.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi penularan penyakit surra dari daerah endemis. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan. Selain penyuluhan, pelayanan (service) dan pengaturan (regulation) yang umumnya merupakan kebijakan pemerintah, semestinya diselenggarakan dengan baik, agar penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur dapat teratasi dengan baik.

Namun, keberadaan penyakit surra masih belum dapat teratasi dengan baik. Inovasi atau pesan yang disampaikan oleh penyuluh serta pengaturan (regulation) yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya sebagian peternak yang mau mengikuti hal ini kemungkinan disebabkan oleh sumber daya manusia (SDM) yang masih kurang memadai, pola pikir peternak yang masih menganggap bahwa penyakit surra adalah penyakit yang sudah tidak bisa untuk disembuhkan lagi. Bagi mereka, surra adalah salah satu penyakit kutukan yang dapat mematikan ratusan ternak kuda. Dengan adanya persepsi yang demikian itu, secara langsung maupun tidak langsung akan berperan dalam penerimaan adopsi teknologi pengendalian penyakit surra oleh peternak kuda di Kabupaten Sumba Timur, NTT.

Page 11: unud-765-374512805-tesis pdf

11

Dari uraian di atas, maka penelitian mengenai “Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra Oleh Peternak Kuda di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur“ perlu segera dilakukan untuk mengetahui gambaran deskriptif dan analitis keadaan peternak sehingga dapat diberikan solusi untuk pengendalian penyakit selanjutnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mengetahui tingkat perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak tentang pengendalian penyakit surra; 2) mengetahui tingkat adopsi tekonologi pengendalian penyakit surra; 3) menganalisis hubungan penyuluhan tentang pengendalian penyakit surra terhadap perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak; 4) menganalisis hubungan antara perilaku peternak dengan tingkat adopsi teknologi pengendalian penyakit surra.

Populasi penelitian ini adalah semua peternak kuda yang ada di tujuh kecamatan endemis penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling dari seluruh peternak di daerah penelitian. Jumlah sampel untuk peternak ditentukan berdasarkan rumus populasi Slovin (Consuelo, 1993) yaitu selanjutnya secara proporsional diambil 10% dari setiap kecamatan. Sehingga, jumlah sampel untuk peternak adalah 96 orang. Sedangkan, responden penyuluh ditentukan dengan cara mengambil semua penyuluh yang bertugas melakukan penyuluhan di tujuh kecamatan dilokasi penelitian dan untuk responden pemerintah diambil dari petugas dinas peternakan dan petugas kecamatan dinas setempat yang memberikan pelayanan dan pengaturan dalam pengendalian penyakit surra. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah pelayanan, penyuluhan, pengaturan, pengetahuan, keterampilan, sikap dan adopsi. Data mengenai variabel adopsi teknologi pengendalian penyakit surra, pengetahuan, keterampilan, pelayanan, penyuluhan, dan pengaturan responden diukur dengan skala jenjang lima (1,2,3,4,5). Skala ini menggunakan lima kategori jawaban dari setiap pertanyaan yang disusun. Setiap jawaban diberi skor secara konsisten. Sikap responden mengenai teknologi pengendalian penyakit surra diukur dengan menerapkan “Skala Likert”, dengan membentuk lima kategori jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Skor dinyatakan dalam bilangan bulat (1,2,3,4,5). Untuk pertanyaan positif respon sangat setuju diberikan skor 5, sebaliknya sangat tidak setuju diberikan skor 1, sedangkan untuk pertanyaan negatif respon sangat tidak setuju diberi skor 5, sebaliknya sangat setuju diberi skor 1. Hal ini sesuai dengan metode Singarimbun dan Effendi (1995). Data mengenai identitas responden dianalisis secara deskriptif sampai tahap tabulasi. Keterkaitan antara tingkat pengetahuan dengan keterampilan dan sikap responden, keterkaitan antara keterampilan dengan sikap, dan hubungan penyuluhan tentang pengendalian penyakit surra dengan perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta keterkaitan perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) dengan adopsi responden tentang teknonologi pengendalian penyakit surra digunakan Analisis Jalur (Path Analysis) dengan menggunakan regresi bertahap. Analisis jalur (path analysis) merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hubungan kausal antara dua atau lebih variabel (Sitepu, 1994).

Page 12: unud-765-374512805-tesis pdf

12

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan pencapaian persentase skor pengetahuan dan keterampilan peternak tentang teknologi pengendalian penyakit surra adalah 49,75 (62,19%) dan 35,81 (65,11%) dari skor maksimal ideal 80 dan 55 (termasuk dalam kategori sedang), Sedangkan sikap peternak terhadap teknologi pengendalian penyakit surra termasuk dalam kategori positif dengan rataan pencapaian skor 57,98 (72,49%) dari skor maksimal ideal 80. Jika dilihat dari tingkat adopsi, rataan pencapaian skor tingkat adopsi peternak tentang teknologi pengendalian penyakit surra adalah 65,29 % termasuk dalam kategori sedang. Dari hasil analisis statistik didapatkan masing-masing bahwa pengetahuan peternak memiliki hubungan yang nyata (P<0,01) dengan keterampilan dan sikap, sedangkan keterampilan berhubungan tidak nyata (P>0,05) dengan sikap peternak. Kegiatan penyuluhan tentang teknologi pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur memiliki hubungan yang positif nyata (P<0,01) dengan pengetahuan peternak sedangkan dengan keterampilan dan sikap berhubungan tidak nyata (P>0,05). Pengetahuan peternak berhubungan negatif dengan adopsi teknologi pengendalian penyakit surra yang berarti semakin tinggi pengetahuan peternak maka semakin rendah tingkat adopsi peternak dan secara statistik tidak nyata (P>0,05). Keterampilan peternak berhubungan positif dengan adopsi teknologi pengendalian penyakit surra, namun secara statistik tidak nyata (P>0,05) sedangkan sikap peternak berhubungan positif dengan adopsi teknologi pengendalian penyakit surra dan secara statistik nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dan simpulan, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Pemerintah : Untuk meningkatkan tingkat adopsi peternak, diperlukan berbagai upaya termasuk penyuluhan (pelatihan, pendampingan, ceramah dll) agar terjadi peningkatan motivasi dan perilaku peternak tentang teknologi pengendalian penyakit surra, sebaiknya penyuluh tinggal di lokasi endemis penyakit surra, terutama ketika terjadi wabah penyakit surra sehingga mempermudah dalam proses pelayanan serta intensitas komunikasi antara penyuluh dan peternak perlu ditingkatkan, perlu adanya kegiatan pencegahan dan penanggulangan melalui kegiatan vaksinasi dan pengobatan secara rutin dalam rangka pengendalian penyakit selanjutnya. 2) Masyarakat : rajin mengikuti kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh instansi terkait untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peternak dalam beternak, sehingga pengendalian penyakit surra dapat berjalan dengan baik. Memperbaiki pola pemeliharaan secara baik dan benar dengan cara mengandangkan ternak kuda dan memisahkan ternak yang sakit dan sehat. Pelaporan dan penanganan penyakit surra secepatnya serta melakukan pembakaran bangkai dan karkas terinfeksi sehingga penyakit surra tidak menyebar ke ternak lainnya.

DAFTAR ISI

Page 13: unud-765-374512805-tesis pdf

13

Halaman

JUDUL ................................................................................................................................. i PRASYARAT GELAR ...................................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................................. iv UCAPAN TERIMAKASIH .............................................................................................. v ABSTRAK ......................................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................................... ix RINGKASAN .................................................................................................................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xx DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xxi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5 1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 6 1.4 Manfaat .......................................................................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penyakit Surra (Trypanosomiasis) ..................................................................... 8 2.2 Penyebab Penyakit Surra (Trypanosomiasis) ................................................................. 11 2.3 Penyakit Surra Pada Kuda .............................................................................................. 14 2.4 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Surra ............................................................... 16 2.5 Penyuluhan ..................................................................................................................... 18 2.6 Tujuan Penyuluhan ......................................................................................................... 21 2.7 Adopsi Inovasi ............................................................................................................... 25 2.8 Proses Adopsi ................................................................................................................. 30 2.9 Kecepatan Adopsi ........................................................................................................... 37 2.10 Peranan Penyuluhan dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi .................................... 38 2.11 Perilaku Peternak ......................................................................................................... 40 2.11.1 Pengertian Perilaku ........................................................................................... 40 2.11.2 Perubahan Perilaku ............................................................................................ 41 2.12 Unsur – Unsur Perilaku ................................................................................................ 42 2.12.1 Pengetahuan ..................................................................................................... 42 2.12.2 Keterampilan .................................................................................................... 45 2.12.3 Sikap ................................................................................................................. 46

Page 14: unud-765-374512805-tesis pdf

14

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ......................................................................................................... 52 3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................................................ 56 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ..................................................................................................... 57 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................................... 57 4.3. Populasi ......................................................................................................................... 58 4.4. Sampel ............................................................................................................................ 58 4.5. Pengumpulan Data ........................................................................................................ 61

4.5.1 Jenis dan Sumber Data ........................................................................................ 61 4.5.2 Tehnik Pengumpulan Data .................................................................................. 61

4.6 Instrumen Penelitian ...................................................................................................... 62 4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ......................................................................................... 63 4.7.1 Uji Validitas .......................................................................................................... 63 4.7.2 Uji Reliabilitas ...................................................................................................... 64 4.8 Pengukuran Variabel dan Batasan Operasional ............................................................. 64 4.8.1 Pengukuran Variabel ............................................................................................ 64 4.8.2 Definisi Operasional ............................................................................................. 70 4.9 Analisis Data .................................................................................................................. 71 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Dan Letak Astronomis ........................................................................ 73 5.2 Iklim dan Curah Hujan ................................................................................................... 75 5.3 Penduduk dan Tenaga Kerja .......................................................................................... 76 5.3.1 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk ............................................. 76 5.3.2 Persebaran Penduduk ............................................................................................. 77 5.3.3 Jenis Kelamin dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur .................... 78 5.3.4 Tingkat Pendidikan ................................................................................................ 80 5.3.5 Angkatan Kerja ...................................................................................................... 81 5.4 Kondisi Peternakan di Kabupaten Sumba Timur ........................................................... 83 BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden ................................................................................................ 86 6.1.1 Umur ..................................................................................................................... 86 6.1.2 Pekerjaan ............................................................................................................... 87 6.1.3 Tingkat Pendidikan ............................................................................................... 88 6.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga ............................................................................... 89 6.1.5 Rataan Luas Lahan ................................................................................................ 90 6.1.6 Jumlah Pemilikan Ternak ...................................................................................... 91 6.2 Perilaku Responden ........................................................................................................ 93 6.2.1 Pengetahuan Responden Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra .............................................................................................................................. 93 6.2.2 Keterampilan Responden Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra ............................................................................................................................... 94 6.2.3 Sikap Responden Terhadap Teknologi Pengendalian Penyakit Surra .................. 95

Page 15: unud-765-374512805-tesis pdf

15

6.3 Tingkat Adopsi Responden Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra di Kabupaten Sumba Timur, NTT ................................................................................. 96 6.4 Persepsi Responden Mengenai Kegiatan Penyuluhan, Pengaturan, dan

Pelayanan di Kabupaten Sumba Timur, NTT ............................................................... 96 6.4.1 Kegiatan Penyuluhan tentang Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ............ 96 6.4.2 Kegiatan Pelayanan dalam Penyuluhan Penyakit Surra ...................................... 97 6.4.3 Pengaturan dalam Penyuluhan Penyakit Surra ................................................... 98 6.5 Persepsi Penyuluh dan Pemerintah Mengenai Kegiatan Penyuluhan,

Pelayanan, dan Pengaturan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra ............................................................................................................... 99

6.5.1 Persepsi Penyuluh Mengenai Kegiatan Penyuluhan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra .............................................. 99

6.5.2 Persepsi Pemerintah Mengenai Kegiatan Pelayanan dan Pengaturan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra ............................ 100

6.6 Tingkat Perilaku (pengtahuan, ketermpilan, sikap) dan Adopsi Responden tentang

Teknologi Pengendalian Penyakit Surra yang Di bedakan atas Jarak Tempat dari Penyuluh ................................................................................................................ 101 6.6.1 Pengetahuan Responden tentang Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra Berdasarkan Tempat Tinggal dari Penyuluh ......................................... 101 6.6.2 Keterampilan Responden tentang Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra Berdasarkan Tempat Tinggal dari Penyuluh .......................................... 101 6.6.3 Sikap Responden Terhadap Teknologi Pengendalian Penyakit Surra

Berdasarkan Tempat Tinggal dari Penyuluh ....................................................... 102 6.6.4 Tingkat Adopsi Responden tentang Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra Berdasarkan Tempat Tinggal dari Penyuluh .......................................... 103 6.7 Hasil Uji Mann-Whitney Perbedaan Signifikansi Pengetahuan, Keterampilan, Sikap dan Tingkat Adopsi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari

Penyuluh ..................................................................................................................................... 103 6.8 Anlisis Jalur Hubungan Kegiatan Penyuluhan dengan Perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) Peternak, serta Hubungan

Perilaku Peternak dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra .............................................................................................................................. 106

6.8.1 Model Strukturan Menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis) ......................... 106 6.8.2 Hubungan Perilaku Peternak dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ............................................................ 107 6.8.3 Hubungan Penyuluhan Tentang Pengendalian Penyakit Surra Terhadap Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

Peternak ............................................................................................................... 108

Page 16: unud-765-374512805-tesis pdf

16

BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) Peternak

Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ........................................................................ 109 7.2 Tingkat Adopsi Peternak Tentang Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ................. 113

7.3 Hubungan Penyuluhan Dengan Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan,

dan sikap) ...................................................................................................................... 116 7.4 Hubungan Perilaku Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra .............................................................................................................................. 121

BAB VIII SIMPULAN DAN SARA 8.1 Simpulan ....................................................................................................................... 125 8.9 Saran ............................................................................................................................. 125 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 127 LAMPIRAN ........................................................................................................................ 133

Page 17: unud-765-374512805-tesis pdf

17

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Populasi Kuda di Lokasi Penelitian ..................................................................... 58

Tabel 4.2 Populasi dan Sampel Peternak Lokasi Penelitian ................................................ 60

Tabel 4.3 Variabel dan Indikator Variabel Yang Diamati Dalam Penelitian ....................... 65

Tabel 4.4 Kategori Adopsi, Pengetahuan, Keterampilan, Sikap, Pelayanan Penyuluhan, dan Pengaturan ................................................................................. 69 Tabel 5.1 Rata-Rata Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Setiap Bulan di

Kabupaten Sumba Timur, 2011 .............................................................................................. 76 Tabel 5.2 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumba Timur ........................................................................................................ 78 Tabel 5.3 Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Sumba Timur ........................................................................................................ 79 Tabel 5.4 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sumba Timur, 2011 ........................................................................... 80 Tabel 5.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Sumba Timur, 2011 .............................................................................................. 81 Tabel 5.6 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegaiatan Utama di Kabupaten Sumba Timur 2010-2011 ................................................................ 82 Tabel 5.7 Penduduk 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sumba Timur, 2011 ......................................... 83 Tabel 5.8 Populasi Ternak Menurut Kecamatan dan Jenis Ternak, 2011 ............................ 84

Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ............................................................ 86

Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ..................................................... 88

Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................................... 88

Tabel 6.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ..................... 90

Tabel 6.5 Distribusi Luas Lahan Berdasarkan Jenis Penggunaan Tanah ............................. 91

Page 18: unud-765-374512805-tesis pdf

18

Tabel 6.6 Distribusi Ternak Berdasarkan Jenis dan Jumlah Ternak yang

Dipelihara ..................................................................................................................... 91

Tabel 6.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak Kuda .............. 92

Tabel 6.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ............................................. 93 Tabel 6.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ............................................ 94 Tabel 6.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan Mengenai Sistem Pengendalian Penyakit Surra ................................................. 95 Tabel 6.11 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Adopsi Terhadap Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ........................................... 96 Tabel 6.12 Persepsi Responden Mengenai Kegiatan Penyuluhan Tentang

Teknologi Pengendalian Penyakit Surra ............................................................ 97 Tabel 6.13 Persepsi Responden Mengenai Pelayanan dalam Pengendalian

Penyakit Surra .................................................................................................... 98 Tabel 6.14 Persepsi Responden Mengenai Pengaturan dalam Penyuluhan Penyakit

Surra .................................................................................................................. 98 Tabel 6.15 Persepsi Penyuluh Mengenai Kegiatan Penyuluhan di Kabupaten

Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra ........................................... 99 Tabel 6.16 Persepsi Pemerintah Mengenai Kegiatan Pelayanan di Kabupaten

Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra ........................................... 100 Tabel 6.17 Persepsi Pemerintah Mengenai Pengaturan di Kabupaten Sumba Timur

dalam Pengendalian Penyakit Surra .................................................................. 100 Tabel 6.18 Kategori Pengetahuan Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh ................................................................ 101 Tabel 6.19 Ketegori Keterampilan Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh .............................................................................. 102 Tabel 6.20 Ketegori Sikap Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh ................................................................. 102

Tabel 6.21 Ketegori Tingkat Adopsi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh ................................................................. 103

Page 19: unud-765-374512805-tesis pdf

19

Tabel 6.22 Signifikansi Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap dan Tingkat Adopsi berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari

Penyuluh ............................................................................................................ 103 Tabel 6.23 Distribusi Pengetahuan, Keterampilan, Sikap, dan Tingkat Adopsi Resonden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari

Penyuluh ............................................................................................................ 105 Tabel 6.24 Struktural Model – Jackknife Hubungan Perilaku (Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap) Peternak dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra. ...................... 107 Tabel 6.25 Struktural model – Jackknife Hubungan Penyuluhan dengan

Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) Peternak ............................... 108

Page 20: unud-765-374512805-tesis pdf

20

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Peranan Penyuluhan, Pelayanan, dan Pengaturan Dalam Pembangunan Pertanian ................................................................................ 23

Gambar 2.2 Komunikasi dan Proses Adopsi Inovasi .......................................................... 29

Gambar 2.3 Model Proses Putusan Inovasi ........................................................................ 35

Gambar 2.4 Klasifikasi Adopsi ........................................................................................... 37

Gambar 2.5 Paradigma Faktor-Faktor Yang Menentukan Kecepatan Adopsi

Inovasi .......................................................................................................................... 38

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur .............................................................................................................. 55

Gambar 4.1 Struktur Hubungan Antara Variabel Berdasarkan Diagram Kerangka Pemikiran ........................................................................................................ 72

Gambar 5.1 Peta Kabupaten Sumba Timur, NTT ................................................................ 85

Gambar 6.1 Model Struktural Menggunakan Analisi Jalur ................................................. 106

Page 21: unud-765-374512805-tesis pdf

21

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Nama Responden .................................................................................. 133

Lampiran 2. Daftar Nama Penyuluh .................................................................................... 136

Lampiran 3. Rataan Persentase Skor Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak dan mengenai kegiatan penyuluhan, pelayanan dan pengaturan. ....................................................................................................... 137

Lampiran 4. Hasil Analisis Data Menggunakan Partial Least Square (PLS) .................. 140

Lampiran 5. Signifikansi Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap dan Tingkat Adopsi Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dengan Penyuluh ......................................................................................................................... 141

Lampiran 6. Reliabilitas Konstruk ....................................................................................... 144

Lampiran 7. Kuisioner .......................................................................................................... 154

Page 22: unud-765-374512805-tesis pdf

22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan merupakan sektor penting dalam menunjang perekonomian di

Kabupaten Sumba Timur. Sebagian besar petani peternak masih mengandalkan

hidupnya dari sektor peternakan, di samping pertanian dalam arti luas. Tahun

2011 jumlah peternak kuda sebanyak 8.285 kepala keluarga dan pengeluaran

ternak antarpulau mencapai 8.885 ekor terdiri atas 4.498 ekor sapi, 1.659 ekor

kerbau, dan 2.728 ekor kuda (Dinas Peternakan, Kabupaten Sumba Timur, 2011).

Lebih jauh, dinyatakan bahwa hasil ternak memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD Sumba Timur dapat berkurang

apabila ada wabah penyakit yang menyerang ternak seperti penyakit surra yang

menyebar luas di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Sumba Timur,

NTT.

Penyakit surra pertama kali ditemukan di Sumba Barat Daya, menyebar ke

Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Penyakit surra merupakan suatu

penyakit pada ternak kuda yang disebabkan oleh sejenis protozoa, yaitu

Trypanosoma evansi.

Protozoa ini hidup dalam darah penderita dan mengisap glukosa yang

terkandung dalam darah. Selain itu, ia mengeluarkan sejenis racun yang disebut

trypanotoksin yang bisa mengganggu kesehatan ternak kuda yang menderita

penyakit ini (Arianto,2012).

Page 23: unud-765-374512805-tesis pdf

23

Data terakhir Dinas Peternakan Sumba Timur menyebutkan bahwa

penularan penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur mulai ditemukan sejak bulan

Agustus 2010 yang menyerang ternak kuda sandel dan kerbau, sedangkan pada

ternak sapi tidak ditemukan gejala penyakit surra maupun dari hasil pemeriksaan

laboratorium. Jumlah ternak kuda di Kabupaten ini sebanyak 32.667 ekor dan

kerbau sejumlah 37.295 ekor. Sementara itu, angka kematian ternak karena surra

dari tahun 2010-2011 menunjukkan grafik peningkatan dan pada tahun 2012

mengalami sedikit penurunan. Tahun 2010 sebanyak 44 ekor kuda yang mati,

meningkat di tahun 2011 menjadi 278 ekor, dan pada tahun 2012 sampai dengan

bulan Juni kematian ternak kuda akibat surra mengalami penurunan sedikit

menjadi 244 ekor sehingga total ternak kuda yang mati karena wabah penyakit

surra ini mencapai 566 ekor (Dinas Peternakan, Kabupaten Sumba Timur, 2011).

Penyakit surra menyerang ternak kuda dan kerbau warga di tujuh kecamatan

yang ada di Sumba Timur, yakni kecamatan Lewa, Lewa Tidahu, Nggaha Ori

Angu, Katala Hamulingu, Tabundung, Wula Waijelu, dan Kecamatan Ngadu

Ngala. Keberadaan penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur merupakan

masalah besar yang akan mengancam populasi ternak di Sumba Timur, dan yang

paling banyak terserang penyakit surra adalah ternak kuda. Akibat serangan

penyakit surra, ratusan ekor ternak kuda mati dan ribuan lainnya menderita sakit

dan terancam mati jika tidak mendapatkan pengobatan yang cepat. Kuda

merupakan hewan yang sangat peka terhadap infeksi Trypanosoma evansi dengan

angka kematian (mortalitas) bisa mencapai 100% (Rodenwald dan Douwes, 1921

dalam Solihat, 2002).

Page 24: unud-765-374512805-tesis pdf

24

Faktor yang mempengaruhi peningkatan penyebaran penyakit surra di

Kabupaten Sumba Timur sangat beragam. Beberapa hal diduga sebagai

penyebabnya, yaitu pemotongan ternak terinfeksi, pemusnahan karkas atau

bangkai terinfeksi surra tidak tuntas, ternak kuda yang digunakan dalam urusan

adat-istiadat seperti upacara kematian dan perkawinan antara warga lintas

kabupaten, kecamatan, dan desa turut menyebarkan penyakit surra. Melalui

perpindahan ternak, lalu lintas ternak antardesa dan antarkecamatan yang tidak

terkontrol, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit surra dan

belum baiknya penerapan teknologi pengendalian penyakit surra sehingga

menyebabkan penyakit surra menular dari ternak satu ke ternak yang lainnya

(Dinas Peternakan, Kabupaten Sumba Timur, 2012). Selain itu, penyebaran

penyakit surra juga disebabkan oleh faktor kesadaran atau kejujuran peternak

(pemilik hewan) yang minim, yaitu sikap yang tidak mau melaporkan dan

mengobati ternaknya yang sakit (Amirullah, 2012).

Penularan penyakit yang paling mudah adalah akibat adanya perpindahan

ternak dari daerah yang endemis ke daerah bebas penyakit surra (lalulintas

ternak). Terutama dari daerah endemis ke daerah endemis, sehingga dapat lebih

memperparah keadaan dan mempersulit pemberantasan. Sebagaimana diketahui

bahwa daerah yang memiliki kedekatan kultural dan hobi berkaitan erat dengan

kuda adalah Bima dan Sumba. Kedua daerah tersebut juga merupakan endemis

penyakit surra. Jika ada perlombaan pacuan kuda (olah raga berkuda) di Sumba,

maka para penyuka kuda pacu dari Bima kadang-kadang ikut meramaikannya

dengan membawa kudanya ke Sumba, demikian juga sebaliknya. Setelah kuda

Page 25: unud-765-374512805-tesis pdf

25

tersebut kembali ke daerah masing-masing ada kemungkinan telah membawa

benih penyakit surra, yang akhirnya dapat menularkannya di daerah tersebut

(Amirullah, 2012).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi penularan

penyakit surra dari daerah endemis. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah

dengan melakukan penyuluhan. Menurut kepala bidang kesehatan hewan Bapak

Manuel M. Kitu, kegiatan penyuluhan di daerah endemis dilakukan setiap ada

kesempatan untuk turun ke lapangan baik dalam melakukan vaksinasi, maupun

pengobatan ternak yang sakit. Kegiatan penyuluhan ini dilakukan oleh kepala

seksi kesehatan hewan, tim dokter hewan, dan anak-anak SMK (Sekolah

Menengah Kejuruan Peternakan) yang sebelumnya telah diberikan pembekalan

atau pemahaman mengenai penyakit surra.

Selain penyuluhan, pemerintah juga melakukan pelayanan (service) dan

pengaturan (regulation) yang umumnya merupakan kebijakan pemerintah seperti

adanya surat ijin dan surat keterangan sehat yang dikeluarkan oleh dokter hewan

setempat untuk keluar masuknya ternak antarpulau. Selanjutnya untuk pelayanan,

pemerintah melakukan vaksinasi dan pemberian bantuan obatan-obatan dalam

rangka pemberantasan penyakit surra.

Namun, keberadaan penyakit surra masih belum dapat teratasi dengan baik.

Inovasi atau pesan yang disampaikan oleh penyuluh serta pengaturan (regulation)

yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya diikuti oleh sebagian peternak. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum

memadai dengan latar pendidikan yang rendah, pola pikir peternak yang

Page 26: unud-765-374512805-tesis pdf

26

menganggap bahwa penyakit surra adalah penyakit yang sudah tidak bisa untuk

disembuhkan lagi. Bagi mereka, surra adalah salah satu penyakit kutukan yang

dapat mematikan ratusan ternak kuda. Adanya persepsi yang demikian itu, secara

langsung maupun tidak langsung akan berperan dalam penerimaan adopsi

teknologi pengendalian penyakit surra oleh peternak kuda di Kabupaten Sumba

Timur, NTT.

Dari uraian di atas, maka penelitian mengenai “Adopsi Teknologi

Pengendalian Penyakit Surra Oleh Peternak Kuda di Kabupaten Sumba Timur,

Nusa Tenggara Timur“ perlu segera dilakukan untuk mengetahui gambaran

deskriptif keadaan peternak sehingga dapat diberikan solusi untuk pengendalian

penyakit selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimanakah tingkat perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

peternak mengenai pengendalian penyakit surra?

1.2.2 Bagaimanakah tingkat adopsi peternak mengenai tekonologi pengendalian

penyakit surra?

1.2.3 Bagaimanakah hubungan antara penyuluhan tentang pengendalian

penyakit surra dan perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan

sikap) peternak?

1.2.4 Bagaimanakah hubungan antara perilaku peternak dan tingkat adopsi

teknologi pengendalian penyakit surra?

Page 27: unud-765-374512805-tesis pdf

27

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Mengetahui tingkat perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

peternak mengenai pengendalian penyakit surra.

1.3.2 Mengetahui tingkat adopsi peternak mengenai tekonologi pengendalian

penyakit surra.

1.3.3 Menganalisis hubungan antara penyuluhan tentang pengendalian penyakit

surra dan perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

peternak.

1.3.4 Menganalisis hubungan antara perilaku peternak dan tingkat adopsi

teknologi pengendalian penyakit surra.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1.4.1 Bagi mahasiswa, agar dapat menambah wawasan pengetahuan tentang

adopsi teknologi pengendalian penyakit surra oleh peternak kuda di

Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.

1.4.2 Bahan informasi bagi pemerintah atau pihak-pihak yang berkepentingan

untuk dapat mempertahankan populasi kuda yang ada di Kabupaten

Sumba Timur, NTT, melalui penanggulangan penyakit surra.

1.4.3 Bagi penyuluh, agar dapat melakukan introspeksi dan selanjutnya

memberikan masukan untuk pemerintah daerah dan perbaikan kegiatan

penyuluhan mengenai penyakit surra yang lebih efektif agar adopsi

Page 28: unud-765-374512805-tesis pdf

28

teknologi ini oleh peternak kuda di Kabupaten Sumba Timur, Nusa

Tenggara Timur, menjadi lebih baik.

1.4.4 Bagi peternak, agar dapat mengubah pola pikir mereka dalam proses

pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Sehingga,

populasi kuda dapat dipertahankan.

Page 29: unud-765-374512805-tesis pdf

29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penyakit Surra

Trypanosomiasis yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi (T.evansi)

merupakan salah satu penyakit hewan menular penting pada ternak kuda dan

ruminansia besar, khususnya ternak sapi dan kerbau. Penyebaran parasit protozoa

T. evansi ini sangat luas hampir di seluruh pulau besar di Indonesia dan dapat

menyerang berbagai jenis hewan ternak dan satwa liar. Kejadian penyakit sangat

bervariasi tergantung kepada kepekaan hewan dan faktor-faktor yang

mempengaruhi. Hewan unta, kuda, dan anjing sangat peka terhadap infeksi

T.evansi. Penyakit ini terjadi secara cepat, bersifat akut, dan berakibat fatal.

Di lain pihak, ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba dan

ruminansia lainnya) relatif lebih tahan dari serangan penyakit surra, yang

umumnya berlangsung lebih lambat, bersifat kronis, dan bahkan tanpa

menunjukkan gejala klinis/sub klinis. Akan tetapi, penyakit tersebut dapat juga

bersifat akut dan mewabah pada ternak ruminansia ketika hewan mengalami

stress, misalnya karena dipekerjakan atau difungsikan terlampau berat, akibat

kekurangan pakan/air, dan faktor kondisi lingkungan kritis, dan cuaca yang

ekstrem (Soulsby,1982).

Secara historis, infeksi T.evansi pertama kali ditemukan oleh Evans pada

tahun 1880 pada unta dan bangsa kuda lainnya di Distrik Dara Ismail Khan,

Punjab, India, dan selanjutnya diketahui mewabah pada kuda, unta, dan kerbau di

Page 30: unud-765-374512805-tesis pdf

30

beberapa wilayah di India. Oleh karena dampak yang ditimbulkan wabah penyakit

tersebut sangat fatal, maka trypanosomiasis ini sering juga disebut penyakit surra

(Soulsby,1982). Selanjutnya pada akhir abad 19, penyakit tersebut dilaporkan

telah menyebar ke beberapa negara di antaranya Turkestan, Burma, Malaysia,

Philipina, Indonesia (Jawa dan Sumatra), dan di Vietnam mewabah pada tahun

1978 sampai tahun 1980-an. Dari populasi 650.000 ekor kerbau di Vietnam,

20.000 ekor di antaranya mati setiap tahunnya.

Di Indonesia, penyakit surra pertama kali dilaporkan oleh Penning pada

tahun 1897 pada seekor kuda di Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya

pada tahun 1898, terjadi wabah penyakit surra di Keresidenan Tegal, Provinsi

Jawa Tengah yang memakan korban sebanyak 500 ekor kerbau dari 7000 populasi

dan dalam tahun 1900-1901 terjadi wabah penyakit surra pada sapi di Keresidenan

Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Setelah itu, dalam kurun waktu 60 tahun, penyakit berlangsung secara

sporadis dan dilaporkan berupa kasus berdasarkan pemeriksaan klinis. Akan

tetapi, pada tahun 1968-1969 letupan wabah penyakit surra terulang lagi di

Provinsi Jawa Tengah yang menimbulkan banyak kematian ternak.

Pada era yang sama, wabah surra juga terjadi di beberapa daerah di

Indonesia, termasuk di Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1971

terserang sebanyak 516 ekor hewan ternak besar. Sementara itu, dalam tahun

1974-1976, terjadi peningkatan kasus surra di Provinsi Nusa Tenggara Barat

(Sukanto, 1992).

Page 31: unud-765-374512805-tesis pdf

31

Surra pertama kali ditemukan di Sumba Barat Daya, menyebar ke Sumba

Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Penyebaran penyakit surra lintas

kabupaten, kecamatan, dan desa di Sumba adalah akibat kegiatan adat istiadat.

Kuda dimanfaatkan masyarakat Sumba sebagai mas kawin utama, selain kerbau,

babi, dan kain tenun ikat asli Sumba. Perkawinan antara warga lintas kabupaten,

kecamatan, dan desa turut menyebarkan penyakit surra, melalui perpindahan

ternak. Tahun 2010, sekitar 500-an ekor ternak kuda dan sapi di Sumba Timur

mati akibat surra (Arianto, 2012).

Penyakit surra atau lumpuh layu menyerang ternak, terutama kuda di

Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Penyakit surra di Kabupaten

Sumba Timur muncul pertama kali pada tahun 2010. Akibat serangan kali ini,

ratusan ekor ternak besar dilaporkan mati dan ribuan lainnya menderita sakit dan

terancam mati jika tak mendapatkan pengobatan yang cepat (Antara, 2012).

Penyebaran penyakit surra ini melalui lalat. Lalat-lalat itu biasanya ada di kuda

dan sekitarnya, sementara kuda bagi masyarakat di pedesaan itu adalah alat

transportasi ke mana-kemana sehingga penyebarannya sangat cepat.

Menurut kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, penanganan

terhadap penyakit surra di pulau Sumba membutuhkan usaha yang sangat besar,

karena hewan-hewan masyarakat umumnya dilepas di padang penggembalaan,

sehingga menyulitkan petugas dalam pengendalian penyakit maupun pengobatan

penyakit surra. Hewan-hewan ini tidak bisa dengan mudah mendapat bantuan

pengobatan melalui petugas, tetapi harus ada pawang khusus.

Page 32: unud-765-374512805-tesis pdf

32

2.2 Penyebab Penyakit Surra (Trypanosomiasis)

Parasit darah merupakan salah satu penyebab penyakit ternak yang cukup

penting dan bersifat endemik sehingga dapat menimbulkan kerugian ekonomi

cukup besar antara lain berupa penurunan berat badan, kehilangan tenaga kerja,

dan kematian ternak. Jenis penyakit parasit darah yang penting di Indonesia

adalah trypanosomiasis. Penyakit trypanosomiasis atau surra di Indonesia

disebabkan oleh parasit darah Trypanosoma evansi merupakan salah satu penyakit

ternak yang penting dan dapat menular dari hewan satu ke hewan lainnya

(Adiwinata dan Dachlan,1969).

Trypanosomiasis (surra) yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi

merupakan salah satu penyakit parasit darah yang penting dan secara sporadik

menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Parasit ini telah ditemukan di Indonesia

sejak 1808 (Partoutomo, 1996), tetapi patogenesis dan epidemiologinya pada sapi

dan kerbau belum banyak terungkap. Hewan yang dilaporkan banyak terserang

adalah kerbau, sapi, kuda, babi, dan anjing. Penyakit ini ditularkan dari hewan

satu ke lainnya oleh gigitan lalat penghisap darah yang bertindak sebagai vektor,

terutama Tabanus sp. dan lalat Haematopota spp. Penyakit ini bersifat akut pada

kuda dan berakibat fatal, apabila tidak segera diobati, sedangkan pada kerbau

bersifat kronis dan kurang patogen menurut Sukanto 1994 (dalam Tarmudji,

2003).

Penyakit ini ditandai oleh adanya anemia, oedema, dan demam. Hewan yang

dapat diserang antara lain sapi, kerbau, kuda, unta, gajah, kambing, domba,

anjing, kucing, babi dan hewan liar lainnya. Pada sapi dan kerbau,

Page 33: unud-765-374512805-tesis pdf

33

Trypanosomiasis akut tidak pernah diketemukan baik pada infeksi alam maupun

infeksi buatan (Partoutomo et al., 1994). Menurut Partoutomo et al. (1995),

gejala kronis trypanosomiasis pada kerbau adalah berupa bulu dan kulit menjadi

kasar, hewan menjadi kurus dan nampak lemah, serta menunjukkan tanda-tanda

paresis (kelemahan otot pada lengan dan tungkai). Pengamatan yang dilakukan

menunjukkan bahwa gejala klinis pada kerbau nampak lebih jelas jika

dibandingkan dengan sapi, dan lebih jelas pada hewan muda daripada hewan

dewasa. Infeksi kronis juga ditandai oleh kenaikan suhu badan antara hari ke 1-5

pascainfeksi yang selanjutnya suhu badan berfluktuasi pada nilai normal.

Faktor pemicu terjadinya Trypanosomiasis antara lain: cara pemeliharaan

yang masih bersifat tradisional, hewan dalam transportasi yaitu pengangkutan

ternak yang digunakan untuk adat-istiadat, serta ada atau tidaknya infeksi

campuran, stress, kurang pakan, kelelahan, kedinginan dan sebagainya merupakan

faktor yang memicu kejadian penyakit surra.

Infeksi campuran T.evansi dengan kudis atau neoaskaris merupakan salah

satu penyebab anak kerbau kerdil (Partoutomo, 1992). Hal ini telah dilaporkan

oleh Partoutomo (1988a) bahwa T. evansi pada anak kerbau mengakibatkan

penurunan bobot badan, di samping infeksi skabies. Ini menunjukkan adanya

immunosupresi dari infeksi Trypanosoma sehingga anak kerbau mudah terkena

infeksi scabies (Partoutomo, 1988b). Selanjutnya, faktor yang berpengaruh atas

penyebaran dan patogenitas parasit antara lain: adanya jenis hewan karier, umur

hewan (anak umumnya memiliki maternal antibodi), serangga yang bertindak

sebagai vektor, dan ada tidaknya pengaruh stress. Stress merupakan fenomena

Page 34: unud-765-374512805-tesis pdf

34

yang sejak lama diduga sebagai faktor penyebab timbulnya wabah

Tripanosomiasis (Partoutomo, 1996). Faktor penyebab yang dimaksud antara lain

pakan, dan penggunaan ternak untuk mengerjakan sawah. Di samping itu, faktor

pemicu lain sebagai penyebab terjadinya surra klinis/wabah adalah adanya

perbedaan respon imunologik yang terdapat antara ternak yang pernah dan yang

belum pernah mendapat infeksi (Losos, 1980).

Kasus surra sudah sering dilaporkan di beberapa daerah di Indonesia dan

wabah surra yang terbesar yang menyerang sapi dan kerbau terjadi pada tahun

1968-1969 di Jawa Tengah yang menimbulkan banyak kematian (Adiwinata dan

Dachlan 1969 dalam Solihat, 2002). Pada tahun 1988, terjadi lagi wabah di

Madura yang mengakibatkan kematian pada sapi, kerbau, dan kuda (Sukanto,

1992). Kuda merupakan hewan yang sangat peka terhadap infeksi T. evansi

dengan angka kematian (mortalitas) bisa mencapai 100% (Rodenwald dan

Douwes, 1921 dalam Solihat, 2002). Dalam penelitian lain, diketahui bahwa

kerbau-kerbau yang terinfeksi mempunyai level parasitaemia yang lebih lama dan

tinggi jika dibandingkan dengan sapi (Partoutomo et al., 1995).

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Penyakit surra

merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi.

Parasit ini hidup dalam darah induk semang dan memperoleh glukosa sehingga

dapat menurunkan kadar glukosa darah induk semangnya. Menurunnya kondisi

tubuh akibat cekaman misalnya stress, kurang pakan, kelelahan, kedinginan dan

sebagainya merupakan faktor yang memicu kejadian penyakit ini. Penularan

terjadi secara mekanis dengan perantaraan lalat penghisap darah seperti

Page 35: unud-765-374512805-tesis pdf

35

Tabanidae, Stomoxys, Lyperosia, Charysops dan Hematobia serta jenis

arthropoda yang lain seperti kutu.

2.3 Penyakit Surra Pada Kuda

Penularan penyakit surra melalui mekanik murni oleh vektor, puncaknya

pada siang hari, kongenital lewat induk atau plasma, mukosa kelamin, mukosa

usus, dan luka terbuka. Trypanosoma evansi di dalam tubuh lalat hidup bertahan

selama kurang lebih 6-12 jam. Vektor utama adalah lalat dan nyamuk (Stomoxys

calcitrans, Lyperosia, Glossina dan Tabanus). Trypanosoma evansi diketahui

hanya berbentuk tunggal (monomorfik) berbeda dengan spesies lain yang

berbentuk ganda (polimorfik). Dalam keadaan tertentu, protozoa ini tidak dapat

tertangkap saat dilakukan pemeriksaan karena dapat bersembunyi di dalam

kelenjar limfe (Subronto, 2006).

Penyakit Tripanosomiasis ditularkan secara mekanik melalui gigitan vektor

setelah ia menghisap darah penderita, baik hewan ternak maupun anjing. Setelah

memasuki peredaran darah, trypanosoma segera memperbanyak diri secara biner.

Dalam waktu pendek, penderita mengalami parasitemia dan suhu tubuh biasanya

mengalami kenaikan. Sel darah penderita yang tersensitisasi oleh parasit segera

dikenali oleh makrofag dan dimakan oleh sel darah putih tersebut. Bila sel darah

merah yang dimakan makrofag cukup banyak, kuda akan segera mengalami

anemia normositik dan normokromik. Sebagai akibat anemia, penderita tampak

lesu, malas bergerak, bulu kusam, nafsu makan menurun, dan mungkin juga

terjadi oedema di bawah kulit maupun serosa dan jika tidak ditangani secara cepat

maka akan mengakibatkan ternak kuda mati (Subronto, 2006).

Page 36: unud-765-374512805-tesis pdf

36

Jenis Trypanosoma yang dalam siklus hidupnya hanya terdapat satu

stadium, contoh T. equiperdum dan T. evansi, disebut monomorf, dan

perlipatgandaannya berlangsung dengan pembelahan biner. Trypanosoma yang

dalam hidupnya terdapat 2 atau lebih stadium, disebut polimorf, contoh: T.

gambiense, T. rhodesiense, T. brucei, dan sebagainya.

Dalam tubuh vertebrata, stadium terakhirnya adalah Trypanosoma. Jika

bersama darah stadium tadi ditelan oleh serangga, dalam saluran pencernaan

parasit itu mengalami perubahan bentuk melalui satu atau lebih stadium, yaitu

stadium Leishmania, Leptomonas, atau chritidia. Tiga macam stadium itu tidak

infektif bagi vertebrata. Stadium yang infektif adalah Tripanosoma metasiklik.

Parasit bentuk infektif ini dikeluarkan bersama tinja serangga, dan penularan

terjadi bila tinja yang mengandung tripanosoma metasiklik itu kontak langsung

dengan kulit vertebrata inang. Masuknya parasit bentuk infektif ke dalam tubuh

inang dipermudah oleh luka karena gigitan serangga atau karena luka goresan atau

garukan (Mukayat, 1987).

Gejala klinis yang ditimbulkan adalah sebagai berikut (Dharma et al.,

1997).

1. Masa inkubasi bervariasai antara 5-60 hari.

2. Demam berselang-seling dengan suhu rektal 40oC.

3. Hewan lesu, nafsu makan turun, dan nampak lemah.

4. Selaput lendir mata kekuning-kuningan dan sering terjadi keratitis.

Page 37: unud-765-374512805-tesis pdf

37

5. Biasanya terjadi oedema pada daerah dada dan perut sampai dekat

dengan alat kelamin. Pada kuda jantan sering terjadi oedema pada

skrotum.

6. Limfoglandula submaxillaris mengalami pembengkakan.

7. Muncul gejala syaraf, bila Trypanosoma terdapat dalam cairan otak

berupa gerakan yang berputar-putar.

Melalui Lalat ini, parasit Trypanosoma menyebar dari kuda yang sakit ke

kuda yang sehat. Selain lalat Tabanus bovinus, hewan lain pun bisa menjadi

perantara, seperti caplak, nyamuk Anopheles, dan pinjal atau kutu. Untuk

mencegah penularan, ternak kuda yang telah terinfeksi harus segera diasingkan di

kandang yang tertutup sehingga terlindung dari gigitan lalat. Selanjutnya, lakukan

penyemprotan terhadap semua peralatan ataupun lingkungan yang banyak

dihinggapi lalat.

2.4 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Surra

Pengendalian penyakit adalah suatu upaya mengurangi interaksi antara

hospes agent (penyebab penyakit) sampai pada tingkat dimana hanya sedikit

hewan yang terinfeksi, karena jumlah agen penyakit telah dikurangi atau

dimatikan. Salah satu cara untuk melakukan pengendalian terhadap penyakit

adalah dengan melakukan upaya pencegahan penyakit diantaranya dengan

melakukan vaksinasi.

Tujuan vaksinasi adalah memberikan kekebalan (antibodi) pada ternak

sehingga dapat melawan antigen atau mikroorganisme penyebab penyakit

(Dwicipto, 2013). Vaksinasi adalah pemberian antigen untuk merangsang sistim

Page 38: unud-765-374512805-tesis pdf

38

kebal menghasilkan antibody khusus terhadap penyakit-penyakit yang disebabkan

oleh virus, bakteri dan protozoa. ‘Pengebalan hewan” dapat dilakukan melalui

vaksinasi, imunisasi (pemberian antisera), peningkatan status gizi dan hal lain

yang mampu meningkatkan kekebalan hewan.

Pencegahan penyakit dapat dilakukan juga dengan memperhatikan

perkandangan yang baik misalnya ventilasi kandang, lantai kandang juga kontak

dengan ternak lain yang sakit. Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit

dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang

berkaitan dengan perpindahan dari penyakit tersebut.

Prinsip sanitasi yaitu bersih secara fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Hal-

hal yang harus diperhatikan dalam sanitasi yaitu: 1) ruang dan alat yang akan

disanitasi, 2) metode sanitasi yang digunakan. 3) bahan/zat kimia serta

aplikasinya, 4) Monitoring program sanitasi, 5) harga bahan yang digunakan, 6)

keterampilan pekerja, 7) sifat bahan/produk dimana kegiatan akan dilakukan.

Prinsip-prinsip dalam pencegahan penyakit : Pencegahan lebih baik

daripada mengobati, kuda -kuda baru yang akan dimasukkan ke kandang harus,

dipastikan bebas dari berbagai penyakit, lingkungan kandang harus bersih dan

kering, pisahkan kuda yang sakit dari kuda yang sehat, lakukan pencegahan stress

akibat transportasi karena stress akan menyebabkan kuda mudah, terserang

penyakit, pembersihan kandang dan peralatan dilakukan setiap hari, pengendalian

parasit internal (cacingan) dan eksternal (caplak, lalat dan pinjal).

Page 39: unud-765-374512805-tesis pdf

39

2.5 Penyuluhan

Kata penyuluhan merupakan terjemahan dari kata extension (bahasa

Inggris), yang berasal dari kata dasar “to extend”, yang berarti “memperluas”.

Margono Slamet (1995) mengemukakan bahwa penyuluhan diartikan sebagai jasa

yang menawarkan pelayanan pendidikan (nonformal) dan informasi pertanian

kepada petani dan pihak-pihak yang memerlukan dan menurut Mardikanto (2009)

penyuluhan merupakan penyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni yang dihasilkan oleh perguruan tinggi ke dalam praktek atau

kegiatan praktis.

Menurut Ibrahim et al. (2003) penyuluhan berasal dari kata “suluh” yang

berarti “obor” atau “pelita” atau “yang memberi terang”. Dengan penyuluhan

diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi

tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu. Keterampilan dikatakan meningkat

bila terjadi perubahan dari yang tidak mampu menjadi mampu melakukan suatu

pekerjaan yang bermanfaat. Sikap dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan

dari yang tidak mau menjadi mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang

diciptakan.

Menurut Kartasapoetra (1994), penyuluhan merupakan suatu usaha atau

upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui

dan mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalah sendiri dalam usaha

atau kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan hasil usahanya dan tingkat

kehidupannya. Penyuluhan adalah suatu sistem atau pelayanan yang diarahkan

Page 40: unud-765-374512805-tesis pdf

40

untuk membantu masyarakat petani melalui proses pendidikan, memperbaiki

tingkat hidup mereka, serta meningkatkan pendidikan dan standar sosial

kehidupan pedesaan (Farquar 1961; dikutip oleh Hawkins et al., 1982).

Wiriaatmadja (1990) mendefinisikan penyuluhan sebagai pendidikan di luar

sekolah untuk keluarga tani di pedesaan, dengan cara belajar sambil berbuat

sehingga mereka menjadi mau, tahu, dan mampu menyelesaikan sendiri masalah

yang dihadapi secara baik, menguntungkan, serta memuaskan. Jadi, penyuluhan

merupakan bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan tujuannya disesuaikan

dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan, baik ditinjau dari segi khalayak,

waktu, maupun tempat.

Kegiatan penyuluhan itu adalah jasa layanan, yang harus dibuat bermutu

sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan sasaran. Jasa layanan itu

dilakukan melalui proses pendidikan nonformal guna meningkatkan perilaku

sasaran, yang dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Dengan

demikian, sasaran diharapkan akan meningkat kemampuannya secara dinamis

untuk dapat menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang dihadapinya

(Suparta, 2005).

Departemen Pertanian (2002) dalam Setiawan et al. (2009) penyuluhan

pertanian adalah pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku

agribisnis melalui kegiatan pendidikan non-formal di bidang pertanian agar

mereka mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial, maupun

politik sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai.

Page 41: unud-765-374512805-tesis pdf

41

Margono Slamet (2003) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah

suatu sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan

keluarganya dengan tujuan agar mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai

warga Negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya serta mampu, sanggup

dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan

masyarakatnya. Kata-kata mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai

warga negara yang baik sesuai dengan profesinya mengandung arti bahwa

penyuluhan pertanian harus bertujuan membuat petani sanggup berkorban demi

pembangunan nasional.

Lebih lanjut, Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa

penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi

secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga

bisa membuat keputusan yang benar. Penyuluhan dilakukan bertujuan untuk

menambah kesanggupan para petani dalam usahanya memperoleh hasil-hasil yang

dapat memenuhi keinginan mereka (Wiraatmadja, 1990).

Perubahan perilaku yang diharapkan sebagai hasil penyuluhan adalah:

perubahan tingkat pengetahuan yang lebih luas dan mendalam terutama mengenai

ilmu-ilmu teknis pertanian dan ilmu pengolahan usahatani, perubahan dalam

kecakapan atau keterampilan teknis yang lebih baik dan keterampilan dalam

mengelola ushatani yang lebih efisien dan perubahan mengenai sikapnya yang

lebih progresif serta motivasi tidakan yang lebih rasional (Mardikanto dan Sutarni,

1982).

Page 42: unud-765-374512805-tesis pdf

42

Lebih lengkap lagi dijelaskan dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2006

tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ( SP3K), bahwa

pengertian penyuluhan adalah: proses pembelajaran bagi pelaku utama serta

pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dalam

mengakses informasi informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya

lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,

pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian

fungsi lingkungan hidup.

Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa penyuluhan merupakan upaya

pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis

melalui kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian, agar mereka mampu

menolong dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga

mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

2.6 Tujuan Penyuluhan

Berbicara tentang penyuluhan ibarat menyimak perilaku manusia, yang

terdiri atas komponen pengetahuan (P), keterampilan (K) dan sikap (S).

Menyoroti tujuan penyuluhan sama artinya dengan membahas proses pengubahan

perilaku. Berkenaan dengan itu, menjadi jelaslah bahwa pada dasarnya tujuan

penyuluhan adalah untuk mengubah perilaku manusia, yang terdiri atas ketiga

komponen atau kawasan tersebut di atas. Walaupun demikian, penyuluh yang

telah berhasil mengubah atau memperbaiki pengetahuan, keterampilan, maupun

sikap petani peternak, bukan berarti semuanya telah berakhir.

Page 43: unud-765-374512805-tesis pdf

43

Agar para petani peternak mampu berusahatani atau bisa bertindak secara

nyata atas usaha yang ditekuninya, mereka memerlukan dua faktor pendukung

penting, yakni pelayanan (service) atau penyediaan sarana produksi, di samping

kepastian pengaturan (regulation) yang umumnya merupakan kebijakan

pemerintah.

Ketiga faktor penyuluhan, pelayanan, dan pengaturan secara umum itu

merupakan pilar utama pembangunan pertanian dan peternakan, secara khusus

menjadi penentu keberhasilan usahatani petani peternak setelah berhasilnya petani

peternak melewati proses penyuluhan di satu sisi, serta adanya dukungan

pelayanan dan pengaturan di sisi lain, barulah mereka itu diharapkan akan

mencapai perbaikan peningkatan hasil pertanian (better farming), mencapai

keuntungan ekonomi (better business), yang pada akhirnya semuanya ini

menciptakan kesejahteraan hidup (better living) bagi petani. Skema kaitan faktor-

faktor tadi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Tujuan penyuluhan adalah untuk mengubah perilaku manusia yang terdiri

atas komponen pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Untuk dapat mencapai

tujuan penyuluhan itu, maka seorang penyuluh harus selalu tetap berpegang pada

falsafah dasar dan prinsip-prinsip penyuluhan. Margono Slamet (1995), dan

Samsudin (1987) menyatakan bahwa falsafah dasar dari penyuluhan pertanian

terdiri atas (1) penyuluhan merupakan proses pendidikan, (2) proses demokrasi,

dan (3) proses yang berlangsung kontinyu. Dilain pihak, Dahama dan Bhatnagar,

(1980) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip penyuluhan antara lain sebagai

berikut : (1) Penyuluhan akan efektif bila mengacu kepada minat dan kebutuhan

Page 44: unud-765-374512805-tesis pdf

44

sasaran. (2) Penyuluhan harus mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk

bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan program penyuluhan, (3)

Penyuluhan mendorong terjadinya belajar sambil bekerja. (4) Penyuluhan harus

dilakukan oleh orang yang sudah terlatih dan benar-benar menguasai materi yang

akan disuluhkan, (5) Metode penyuluhan disesuaikan dengan kondisi secara

spesifik sasaran (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi dan sosial budaya) dan

(6) Penyuluhan harus mampu mengembangkan kepemimpinan partisipatif.

n

Gambar 2.1 Peranan Penyuluhan, Pelayanan dan Pengaturan dalam Pembangunan Pertanian/ Peternakan

Sumber : Suparta et al. (2009)

Penyuluhan juga memiliki peranan yang penting dalam pengembangan

perusahaan, yaitu : (1) sebagai pengendali kekondusifan belajar sasaran secara

mandiri, (2) sebagai pelatih di tempat kerja untuk meningkatkan keterampilan

Pembangunan Pertanian/Peternakan

Pelayanan (Sevice)

Penyuluhan (Extension)

Pengaturan (Regulation)

Perubahan Perilaku 1. Pengetahuan 2. Keterampilan 3. Sikap

Tindakan nyata

Produksi usahatani meningkat

Usahatani menguntungkan

Kesejahteraan hidup masyarakat meningkat

Page 45: unud-765-374512805-tesis pdf

45

sasaran, (3) sebagai pendamping dalam memecahkan masalah pertanian, (4)

sebagai pembina untuk meningkatkan nilai tambah usaha, dan (5) sebagai

motivator untuk menerapkan prinsip koordinasi vertikal dalam tatanan ekonomi

kerakyatan (Suparta, 2005).

Kegiatan penyuluhan dikatakan berhasil apabila mampu menimbulkan

perubahan perilaku pada diri sasaran penyuluhan. Agar pelaksanaan penyuluhan

dapat berhasil dengan baik, terlebih dahulu program dan rencana kerja penyuluhan

harus disusun dengan baik pula, melalui proses perencanaan atau penyusunan

program dan rencana kerja penyuluhan. Menurut Suparta et al. (2009) tahap

penyusunan program dan rencana kerja penyuluhan, yaitu: (1) tahap pengumpulan

data situasi atau keadaan, (2) tahap analisis data, (3) tahap menetapkan kebutuhan,

(4) tahap perumusan masalah, (5) tahap menetapkan tujuan, (6) tahap menetapkan

alternatif untuk mencapai tujuan, (7) tahap memilih alternatif yang baik, (8) tahap

menetapkan rencana kerja dan kelender kerja, (9) tahap pelaksaan rencana kerja,

(10) tahap evaluasi, dan (11) tahap rekonsiderasi.

Penyuluhan pada dasarnya berusaha untuk mengubah perilaku (pengetahuan,

sikap, dan keterampilan) khalayak. Agar para petani peternak bisa berhasil

mewujudkan perilaku mereka ke dalam tindakan nyata dalam berusahatani, maka

diperlukan dukungan pelayanan (service) dan pengaturan (regulation). Adanya

dukungan kedua faktor ini, para petani peternak diharapkan bisa meningkatkan

produksi usahatani secara menguntungkan demi kesejahteraan hidup mereka

dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan (Suparta et al., 2009).

Page 46: unud-765-374512805-tesis pdf

46

2.7 Adopsi Inovasi

Menurut Margono Slamet (1978) dalam (Lestari, 2009) proses adopsi inovasi

adalah proses yang terjadi sejak pertama sekali seseorang mendengar hal yang

baru sampai seseorang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan,

menggunakan hal baru tersebut). Penerimaan atau penolakan suatu inovasi ialah

keputusan yang dibuat oleh seseorang. Untuk mengadopsi suatu inovasi

memerlukan jangka waktu tertentu, dari mulai seseorang mengetahui sesuatu yang

baru hingga terjadi adopsi. 

Adopsi inovasi adalah suatu proses mental yang terjadi pada diri individu

dari saat mengetahui sesuatu yang baru (inovasi) sampai menerapkan inovasi

tersebut (Rogers dan Shoemaker, 1971). Lebih lanjut, Feder et al., (1981)

menyatakan, adopsi didefenisikan sebagai proses mental seseorang dari

mendengar, mengetahui inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Dalam proses

penyuluhan, adopsi pada hakikatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan

perilaku, pada diri seseorang baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap

(affective), dan keterampilan (psychomotoric) setelah “menerima inovasi” yang

disampaikan melalui proses komunikasi (Mardikanto, 2009).

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), inovasi merupakan ide, pratek atau

obyek yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang. Bahkan, pada

banyak kenyataan, seseorang biasanya tidak menerima begitu saja ide-ide atau

teknologi baru pada saat pertama kali mendengarnya. Akan tetapi, sebelum

inovasi diterima dan diterapkan oleh masyarakat secara keseluruhan, terlebih

dahulu anggota masyarakat akan mengalami penyesuaian yang kemudian dapat

Page 47: unud-765-374512805-tesis pdf

47

meyakini bahwa inovasi yang diterima dan diterapkan adalah inovasi yang sesuai

dengan keinginan penerimanya.

Dikatakan pula bahwa suatu inovasi akan diterima dan membawa perubahan

sikap pada suatu masyarakat, bila inovasi tersebut sesuai dengan kebutuhan pada

saat itu. Kecepatan adopsi juga dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh

penyuluh untuk mempromosikan inovasinya. Semakin rajin penyuluh

menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula.

Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai

sesuatu yang baru, tetapi lebih luas daripada itu, yakni sesuatu yang dinilai baru

atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada

lokalitas tertentu. Pengertian “baru” disini, mengandung makna bukan sekedar

“baru diketahui” oleh pikiran (kognitif), tetapi juga baru karena belum dapat

diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap dan juga

baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan atau diterapkan oleh

seluruh warga masyarakat setempat.

Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil

produksi saja, tetapi mencakup idiologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi,

perilaku atau gerakan-gerakan kepada perubahan di dalam segala bentuk

kehidupan masyarakat. Mardikanto (2009) mengemukakan pengertian inovasi

secara luas yang dapat diartikan sebagai suatu ide, perilaku, produk, informasi,

dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, digunakan,

diterapkan, atau dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu

lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-

Page 48: unud-765-374512805-tesis pdf

48

perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat, demi selalu terwujudnya

perbaikan mutu kehidupan setiap individu dan seluruh warga masyarakat

bersangkutan.

Di sisi lain, Samsudin (1987) menyatakan bahwa inovasi merupakan sesuatu

yang baru yang disampaikan kepada masyarakat, lebih baik dan lebih

menguntungkan daripada hal-hal yang sebelumnya. Dalam usaha penyebaran

inovasi, peran agen pembaru dan pemuka pendapat sangatlah penting dalam

mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain dan bertindak dalam cara

tertentu sampai pada tahap pengambilan keputusan, apakah inovasi itu diterima

atau ditolak (Rogers dan Shoemaker, 1971).

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adopsi

inovasi, yaitu: sifat inovasi, jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi, ciri-ciri

sistem sosial, dan gencarnya agen pembaru dalam mempromosikan inovasi

(Rogers dan Shoemaker, 1971).

Ditinjau dari sifat-sifat inovasi, dijelaskan bahwa kecepatan adopsi

ditentukan oleh besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari inovasi

(keuntungan relatif), cocok atau tidaknya inovasi dengan situasi dan kondisi

setempat yang ada di masyarakat (kompatibilitas), rumit tidaknya suatu inovasi

untuk dipahami dan dimengerti serta digunakan (kompleksitas), dapat tidaknya

inovasi tersebut dicoba secara kecil-kecilan (trialabilitas), serta mudah tidaknya

hasil inovasi dapat dilihat (observabilitas).

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) Secara menyeluruh kecepatan

adopsi inovasi dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel-variabel sebagai berikut:

Page 49: unud-765-374512805-tesis pdf

49

(1) Sifat-sifat inovasi, (2) Jenis keputusan inovasi, (3) Saluran komunikasi, (4)

Ciri-ciri sistem sosial, dan (5) Kegiatan promosi oleh penyuluh.

Sehubungan dengan ragam golongan masyarakat ditinjau dari kecepatannya

mengadopsi inovasi, Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan beberapa faktor

yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi.

a. Skala usahatani. Semakin besar skala usahatani yang dimiliki seseorang

biasanya semakin cepat mengadopsi inovasi, karena memiliki kemampuan

ekonomi yang lebih baik.

b. Tingkat pendapatan. Seperti halnya tingkat luas usahatani, petani dengan

tingkat pendapatan semakin tinggi, biasanya akan semakin cepat mengadopsi

inovasi.

c. Keberanian mengambil risiko. Seseorang yang memiliki keberanian

mengambil risiko biasanya inovatif.

d. Umur. Kecenderungan semakin tua seseorang biasanya semakin lambat dalam

mengadopsi inovasi.

e. Tingkat partisipasi dalam kelompok dan organisasi di luar lingkungannya

sendiri. Seseorang yang suka bergabung dengan orang di luar sistem sosialnya

sendiri umumnya lebih inovatif daripada mereka yang hanya melakukan

kontak dengan warga masyarakat setempat.

f. Aktivitas mencari informasi. Seseorang yang aktif mencari informasi atau ide

baru, biasanya lebih inovatif bila dibandingkan dengan mereka yang pasif.

Page 50: unud-765-374512805-tesis pdf

50

g. Sumber informasi yang dimanfaatkan. Seseorang yang aktif mencari informasi

(kelompok inovatif) biasanya banyak memanfaatkan sumber informasi seperti

majalah, buku dan lain-lain.

Adopsi merupakan hasil dari kegiatan penyampaian pesan penyuluhan

berupa inovasi, sehingga proses adopsi tersebut dapat digambarkan sebagai suatu

proses komunikasi yang diawali dengan penyampaian inovasi sampai terjadinya

perubahan perilaku (Mardikanto, 2009).

Menurut Soekartawi (2005) proses adopsi inovasi sebenarnya menyangkut

pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Karena proses

adopsi inovasi pada sasaran terjadi mulai dari dikomunikasikannya inovasi oleh

penyuluh, proses adopsi dapat digambarkan sebagai suatu proses komunikasi yang

diawali oleh penyampaian ide baru sampai terjadinya perubahan perilaku sasaran

(lihat gambar 2.2)

Gambar 2.2. Komunikasi dan Proses Adopsi Inovasi

Sumber: Mardikanto (2009)

Inovasi (Pesan)

Informatif

Persuasif dan Menghibur

Afektif (Sikap)

Adopsi Inovasi (Perubahan Perilaku)

Kognitif (Pengetahuan)

Psikomotorik (Keterampilan) 

Page 51: unud-765-374512805-tesis pdf

51

Adopsi berbeda dengan adaptasi yang berarti “penyesuaian”. Dalam proses

adopsi, dapat saja terjadi proses adaptasi tetapi sebenarnya proses adaptasi terjadi

secara alami yang dilakukan oleh seseorang untuk menyesuaikan dirinya dengan

lingkungannya. namun, proses adopsi merupakan proses penerimaan “sesuatu

yang baru” yang diupayakan dan ditawarkan oleh pihak lain.

2.8 Proses Adopsi

Pertemuan para ahli sosiologi di Amerika Serikat tahun 1955 menetapkan

proses adopsi inovasi terdiri atas lima tahap seperti diuraikan oleh Rogers dan

Shoemaker (1971) sebagai berikut ini :

1. Tahap Kesadaran (Awareness stage)

Sasaran mengetahui keberadaan inovasi atau ide baru sebagai akibat adanya

proses komunikasi, yang berbeda dari apa yang mereka lakukan selama ini

tetapi masih kekurangan informasi mengenai inovasi tersebut.

2. Tahap minat (Interest stage)

Sasaran mulai tertarik perhatiannya terhadap inovasi dan timbul minatnya

untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang inovasi dengan jalan mencari

informasi tambahan mengenai inovasi pada orang-orang di sekitarnya yang

dianggapnya lebih mengetahui inovasi tersebut daripada dirinya sendiri.

3. Tahap penilaian (Evaluation stage)

Sasaran mulai menilai inovasi berdasarkan informasi yang dia terima maupun

dengan melihat pengalaman orang lain di sekitarnya yang sudah menerapkan

inovasi tersebut dikaitkan dengan keadaannya baik dari segi kemampuan fisik

Page 52: unud-765-374512805-tesis pdf

52

maupun kemampuan ekonomi serta kemungkinan risiko yang terjadi

seandainya dia menerapkan inovasi tersebut.

4. Tahap mencoba (Trial stage)

Seandainya hasil evaluasi sasaran merasa bahwa inovasi itu cocok bagi

dirinya, maka sasaran mulai mencoba inovasi dalam jumlah sedikit. Jika hasil

percobaan ini sesuai dengan harapan sasaran, maka sasaran akan mencobanya

kembali dalam skala yang lebih besar hingga yakin akan manfaat inovasi

tersebut bagi dirinya.

5. Tahap adopsi atau penerimaan (Adoption stage)

Apabila sasaran sudah yakin akan inovasi itu, maka sasaran akan menerapkan

inovasi secara berkelanjutan dan dalam skala yang lebih besar atau

sepenuhnya.

Lima tahap inovasi ini bukan merupakan pola kaku yang pasti diikuti oleh

petani, tetapi sekedar menunjukkan adanya lima urutan yang sering ditemukan

oleh peneliti maupun petani. Peneliti menunjukkan perlunya waktu yang lama

antara saat pertama kali petani mendengar suatu inovasi dengan saat melakukan

adopsi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) ada beberapa kekurangan dari

model proses adopsi 5 tahap. Kekurangannya adalah sebagai berikut :

1. Proses adopsi lima tahap menyatakan proses selalu berakhir dengan adopsi

tetapi kenyataannya penolakan terhadap inovasi oleh sasaran mungkin saja

terjadi sebelum terjadinya adopsi.

Page 53: unud-765-374512805-tesis pdf

53

2. Kelima tahapan ini tidak selalu terjadi menurut urutannya, beberapa tahapan

mungkin saja dilalui terutama tahap mencoba. Evaluasi bukan hanya terjadi

pada tahap ketiga namun terjadi pada setiap saat.

3. Proses adopsi jarang berakhir dengan adopsi karena masih ada informasi

lanjutan yang diperlukan untuk menegaskan keputusannya, atau mungkin saja

beralih dari mengadopsi menjadi menolak inovasi.

Berdasarkan pandangan mereka terhadap kelemahan model adopsi 5 tahap

maka Rogers dan Shoemaker (1971) menetapkan model yang dinyatakan lebih

sempurna yang disebut: Proses Putusan Inovasi (Innovation Decision Process)

yang terdiri dari 4 fungsi yaitu:

1. Fungsi pengetahuan (Knowledge function)

Pada tahap ini individu sasaran mengetahui keberadaan sesuatu hal yang baru

dari proses komunikasi yang dilakukan baik melalui sesama anggota

masyarakatnya, melalui penyuluh maupun melalui media massa. Individu

mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut.

2. Fungsi persuasif atau bujukan (Persuasion function)

Individu mengadakan perenungan dan menilai inovasi dikaitkan dengan

keadaannya sendiri dan kemungkinan hasil yang akan diperoleh di masa depan.

Individu akan membentuk sikapnya terhadap inovasi. Semua inovasi secara

subjektif mengandung berbagai risiko untuk individu, dia mungkin akan

mencari informasi tambahan pada orang-orang disekitarnya melalui

komunikasi interpersonal untuk dapat menguatkan sikapnya terhadap inovasi.

Page 54: unud-765-374512805-tesis pdf

54

3. Fungsi putusan (Decision function)

Berdasarkan pengetahuan dan sikapnya terhadap inovasi, individu akan

mengambil keputusan apakah dia akan menolak, menunda atau mengadopsi

inovasi tersebut. Dalam hal ini mungkin individu akan mencoba inovasi dalam

skala yang kecil sebelum dia memutuskan untuk menerima inovasi tersebut.

4. Fungsi penegasan (Confirmation fuction)

Pada tahap ini individu mencari informasi lanjutan untuk menegaskan atau

menguatkan putusan yang telah diambil. Apabila informasi lanjutan yang dia

terima bertentangan dengan apa yang dia lakukan, kemungkinan dia tidak

melanjutkan lagi adopsi inovasi tersebut. Bila informasi yang dia peroleh justru

memperkuat apa yang dia lakukan maka dia akan meneruskan mengadopsi

inovasi ini.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) model proses putusan inovasi terdiri

dari tiga bagian, yaitu: situasi awal, proses dan hasil (dapat dilihat pada gambar

2.3).

1. Situasi awal individu sebelum inovasi dianjurkan, terdiri atas:

a. Fungsi individu penerima seperti: (1) karakter pribadi individu seperti

sikapnya terhadap perubahan, umur, pendidikan, keberanian mengambil

risiko, motivasi berkarya, aspirasi, fatalism, (2) karakter sosial misalnya

tingkat kekosmopolitanan, (3) Kebutuhan yang dirasakan mengenai inovasi

b. Faktor sistem sosial : (1) norma sistem sosial, misalnya: dogmatism, (2)

toleransi terhadap penyimpangan, (3) integrasi komunikasi.

Page 55: unud-765-374512805-tesis pdf

55

2. Terjadi proses dari saat individu menerima inovasi sampai putusan yang

diambil untuk menerima atau menolak inovasi. Setelah sasaran mengadopsi

inovasi, informasi penegasan dicari lebih lanjut. Bagi sasaran yang telah

mengadopsi mungkin akan terus mengadopsi inovasi jika informasi yang

diterima menguatkan putusannya, atau tidak akan melanjutkan adopsi bila

informasi yang dia terima bertentangan dengan putusannya. Dia mungkin

akan mengganti dengan inovasi lain atau dia tidak meneruskan adopsi

dengan rasa kekecewaan karena hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan

harapannya.

3. Hasil. Ada tiga kemungkinan yang terjadi dari hasil pengambilan keputusan,

yaitu: mengadopsi, menunda, dan menolak inovasi. Bagi mereka yang

menolak mungkin terus menolak atau kemungkinan mengadopsi di

kemudian hari setelah merasa cocok dengan inovasi setelah mengadakan

perenungan ulang dan dengan melihat pengalaman tetangganya.

Lamanya waktu yang diperlukan dari saat sasaran mengetahui sesuatu hal

yang baru (inovasi) sampai dia membuat suatu putusan disebut dengan istilah

“periode keputusan inovasi”, diukur dalam hari, bulan atau tahun (Rogers dan

Shoemaker, 1971), sedangkan kecepatan adopsi adalah kecepatan relatif inovasi

itu diadopsi oleh anggota suatu sistem sosial. Umumnya diukur melalui jumlah

sasaran yang menerima inovasi pada waktu tertentu (Rogers dan Shoemaker,

1971).

Page 56: unud-765-374512805-tesis pdf

56

Gambar 2.3. Model Proses Putusan Inovasi Sumber : Rogers dan Shoemaker (1971)

Selanjutnya Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan pengklasifikasian

kelompok pengadopsi berikut persentasenya ditunjukkan dalam Gambar 2.4.

Simpangan baku (standar deviasi) dari rataan dijadikan ukuran atau garis

pembatas kelompok inovator, pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas lambat

dan kelompok lamban. Ciri-ciri yang membedakan setiap kelompok mengadopsi

diringkas sebagai berikut ini:

FAKTOR INDIVIDU - Karakteristik pribadi - Karakteristik sosial - Kakrakteristik terhadap

inovasi

FAKTOR SISTEM SOSIAL - Norma sosial - Toleransi - Integrasi komunikasi

FUNGSI PENGETAHU

AN

FUNGSI PERSUASIF

II

Persepsi mengenai sifat-sifat inovasi

FUNGSI PUTUSAN

III

MENOLAK  ADOPSI MENUNDA

ADOPSI TERUS

Terus Menolak

FUNGSI PENEGASAN

IV

TIDAK MELANJUTKAN ADOPSI - Mengganti - Kekecewaan

Mengadopsi Kemudian

Page 57: unud-765-374512805-tesis pdf

57

1. Kelompok pelopor (Innovator) : (a) lahan usaha tani luas, pendapatan tinggi,

(b) status sosial tinggi, (c) aktif di masyarakat, (c) banyak berhubungan dengan

orang lain secara formal dan informal, (c) mencari informasi langsung ke

lembaga penelitian dan penyuluh pertanian, (d) tidak disebut sebagai sumber

informasi oleh petani lainnya.

2. Pengadopsi awal (Early adoeptor) : (a) usia lebih muda, (b) pendidikan lebih

tinggi, (c) lebih aktif berpartisipasi di masyarakat, (d) lebih banyak

berhubungan dengan penyuluh pertanian, (e) lebih banyak menggunakan surat

kabar, majalah, dan bulletin.

3. Mayoritas awal (Early majority) : (a) sedikit di atas rata-rata dalam umur,

pendidikan dan pengalaman petani, (b) sedikit lebih tinggi dalam status sosial,

(c) lebih banyak menggunakan surat, majalah, dan bulletin, (d) lebih sering

menghadiri pertemuan pertanian, (e) lebih awal dan lebih banyak mengadopsi

daripada mayoritas lambat.

4. Mayoritas lambat (Late majority): (a) pendidikan kurang, (b) lebih tua, (c)

kurang aktif berpartisipasi di masyarakat, (d) kurang berhubungan dengan

penyuluhan pertanian, (e) kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah,

bulletin. Untuk lebih jelasnya pengklasifikasian kelompok dapat dilihat pada

Gambar 2.4.

Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi adopsi inovasi. Suparlan (1986) menyatakan bahwa adopsi

inovasi dipengaruhi oleh (a) tidak bertentangan dengan pola kebudayaan yang

Page 58: unud-765-374512805-tesis pdf

58

telah ada, (b) struktur sosial masyarakat dan pranata sosial, dan (c) persepsi

masyarakat terhadap inovasi.

Menurut Departemen Pertanian (2001), kecepatan proses adopsi

dipengaruhi oleh klasifikasi pengadopsi, ciri-ciri pribadi, sosial, budaya, dan

lingkungan serta sumber informasi. Di lain pihak, Lionberger dan Gwin

(1982) mengelompokkan faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi antara lain,

variabel internal (personal), variabel eksternal (situasional), dan variabel

kelembagaan (pendukung).

Gambar 2.4. Klasifikasi Adopsi (Rogers dan Shoemaker, 1971)

2.9 Kecepatan Adopsi

Sasaran dalam menerima inovasi umumnya tidak menerima inovasi tersebut

dengan seketika, mereka memerlukan waktu untuk mempertimbangkannya.

Antara individu yang satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan waktu. Ada

berbagai faktor yang mempengaruhi sasaran untuk mengadopsi inovasi.

Kecepatan adopsi inovasi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti disajikan

pada Gambar 2.5.

Page 59: unud-765-374512805-tesis pdf

59

1. Sifat inovasi a. Keuntungan relatif b. Kompatibilitas c. Kompleksitas d. Trialibilitas e. Observabilitas f. Input komplementer

2. Jenis putusan inovasi a. Opsional b. Kolektif c. Kekuasaan

3. Saluran komunikasi a. Media massa b. Interpersonal

4. Ciri-ciri sistem sosial

a. Modern atau tradisional b. Pola komunikasi

5. Kegiatan promosi agen perubahan

Gambar 2.5. Paradigma faktor-faktor yang menentukan kecepatan adopsi inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1971 ; Mardikanto, 2009)

2.10 Peranan Penyuluhan Dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi

Agar penyuluhan dapat mempercepat proses adopsi dan difusi inovasi,

Margono Slamet (2003) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat

dilaksanakan oleh penyuluh, seperti berikut ini.

a. Mendiagnosa permasalahan-permasalahan masyarakat dan kebutuhan-

kebutuhan nyata yang belum dirasakan oleh masyarakatnya.

b. Membuat sasaran menjadi tidak puas dengan kondisi yang dialaminya dengan

menunjukkan kelemahan–kelemahan mereka dan kebutuhan-kebutuhan

KECEPATAN ADOPSI INOVASI

Page 60: unud-765-374512805-tesis pdf

60

mereka sehingga sasaran secara sadar akan termotivasi untuk mengadakan

perubahan.

c. Menjalin hubungan yang semakin erat dan menunjukkan bahwa dia mampu

membantu sasaran untuk memecahkan masalahnya dan memenuhi

kebutuhannya.

d. Mendukung dan membantu masyarakat sasaran agar keinginan-keinginan

tersebut dapat menjadi tindakan nyata untuk melakukan perubahan.

e. Mengusahakan untuk memperkokoh perubahan-perubahan yang telah terjadi.

f. Mengakhiri hubungan dengan masyarakat sasaran sehingga mereka tidak

selalu menjadi tergantung dengan penyuluh, tetapi atas swakarsa dan swadaya

mampu mengadakan perubahan-perubahan demi kemajuan usaha mereka dan

demi kesejahteraan hidup mereka.

Adopsi dalam proses penyuluhan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai

proses perubahan perilaku pada diri seseorang baik yang berupa cara berfikir,

cara kerja, pengetahuan, dan sikap mentalnya yang lebih terarah dan lebih

menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarga maupun lingkungannya

(Kartasapoetra, 1994).

Penerimaan inovasi oleh seorang individu mengandung arti tidak sekedar

tahu, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dalam

kehidupan dan usaha taninya (Mardikanto, 2009). Adopsi merupakan tujuan

akhir dalam komunikasi, sehingga proses adopsi juga berlangsung bertahap

sesuai tahapan komunikasinya.

Page 61: unud-765-374512805-tesis pdf

61

2.11 Perilaku Peternak

2.11.1 Pengertian perilaku

Menurut Soekanto (1985), perilaku adalah segala tindakan manusia untuk

mencapai kebutuhan hidupnya. Lebih lanjut, Soetarno (1994) menyatakan bahwa

segala perbuatan/tindakan yang dilakukan oleh manusia disebut sebagai perilaku.

Azwar (2003) memandang perilaku manusia sebagai reaksi yang dapat bersifat

sederhana maupun bersifat kompleks.

Makmun (1996) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan manusia yang

memiliki tujuan tertentu, sedangkan Walgito (2003) berpendapat bahwa perilaku

merupakan respon terhadap stimulus, tetapi dalam diri individu itu ada

kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambil.

Selanjutnya, Arifin et al., (2003) menyimpulkan bahwa perilaku merupakan

segala hal yang dilakukan manusia secara langsung maupun tidak langsung

sehingga akan mempengaruhi keberadaan di lingkungannya. Dari beberapa

pengertian perilaku yang dipaparkan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa perilaku adalah segala perbuatan/tindakan manusia yang memiliki tujuan

sebagai reaksi dari rangsangan (stimulus) yang datang dari lingkungannya

sehingga akan mempengaruhi keberadaan manusia tersebut dan lingkungannya.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) perilaku adalah cara bertindak yang

menunjukkan tingkah laku seseorang dan merupakan hasil kombinasi antara

pengembangan anatomis, fisiologis, dan psikologis. Unsur perilaku terdiri atas

perilaku yang tidak tampak seperti pengetahuan (cognitive) dan sikap (Affective),

serta perilaku yang tampak seperti keterampilan (psycomotoric), dan tindakan

Page 62: unud-765-374512805-tesis pdf

62

nyata (action). Perilaku seseorang dapat berubah karena adanya rangsangan yang

dapat berupa jarak antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diinginkan atau

kebutuhan untuk mencapai kondisi yang diinginkan (Suparta et al., 2009).

2.11.2 Perubahan perilaku

Tujuan merupakan faktor penentu yang penting pada diri manusia untuk

menentukan perilaku yang diambilnya meskipun tanpa adanya perangsang

(stimulus) yang datang dari lingkungan (Makmun, 1996). Selanjutnya, dijelaskan

dalam pandangan behaviouristik ditekankan bahwa pola-pola perilaku dapat

dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengkukuhan dengan mengkondisikan

rangsangan dalam lingkungan, sehingga perubahan perilaku memungkinkan untuk

terjadi.

Selain dipengaruhi oleh keadaan di sekitarnya yang terikat oleh hukum

alam, perilaku manusia juga dipengaruhi atau ditentukan oleh kemampuan yang

ada dalam diri manusia itu sendiri. Manusia sebagai makluk hidup merupakan

makluk yang dinamik dalam pengertian manusia dapat mengalami perubahan-

perubahan sehingga tingkah laku manusia dapat berubah dari waktu–kewaktu.

Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada diri manusia akan berkembang dan

mengalami perubahan-perubahan dalam segi fisiologi maupun dalam segi

psikologi (Su’adah dan Lendryono, 2003).

Perubahan perilaku biasa terjadi secara alamiah, maupun karena ada suatu

rekayasa sosial/berencana. Perubahan perilaku secara alamiah akan terjadi karena

secara naluriah manusia selalu ingin memperbaiki taraf hidupnya. Namun,

perubahan perilaku secara alamiah ini akan terjadi secara pelan-pelan/evolusioner

Page 63: unud-765-374512805-tesis pdf

63

maupun revolusioner tergantung dari kebutuhan maupun perangsang yang ada.

Perubahan secara ini umumnya akan terjadi secara tidak bersamaan pada anggota

masyarakat karena tergantung dari tujuan maupun dari kemampuan masing-

masing individu. Sebaliknya pada perubahan perilaku secara berencana bisa diatur

oleh agen perubahan, tingkat perubahan yang ingin dicapai dan beberapa orang

yang ingin diubah perilakunya.

2.12 Unsur – Unsur Perilaku

2.12.1 Pengetahuan

Sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan menurut Mardikanto (1993)

berasal dari kata “tahu” yang diartikan sebagai pemahaman seseorang tentang

sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya. Pengertian tahu

dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi setiap ragam stimulus

yang berbeda, memahami beragam konsep, pikiran bahkan cara pemecahan

terhadap masalah tertentu, sehingga pengertian tahu tidak hanya sekedar

mengemukakan/mengucapkan apa yang diketahui, tetapi sebaliknya dapat

menggunakan pengetahuan dalam praktek dan tindakannya.

Selanjutnya Wiriaatmadja 1990 berpendapat bahwa pengetahuan adalah

aktivitas atau kegiatan yang melihat penyelesaian sesuatu dengan baik dalam

jenis, jumlah dan bentuk atau barang maupun dalam kegiatan informasi dan

pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang dari kegiatan yang

dilakukannya. Pengetahuan seseorang dapat diperoleh setelah melakukan

penginderaan melalui panca inderanya. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan

berdasarkan pengetahuan akan langsung dirasakan manfaatnya dibandingkan

Page 64: unud-765-374512805-tesis pdf

64

dengan tindakan tanpa didasari pengetahuan. Hal ini sesuai pendapat Ray (1998)

yang menyatakan bahwa pengetahuan terjadi pada saat atau unit pengambil

keputusan lainnya, kontak dengan inovasi dan mendapatkan suatu fungsi inovasi

tersebut. Jadi fungsi pengetahuan pada intinya bersifat kognitif atau sekedar

mengetahui.

Depdikbud RI (2000) menyebutkan bahwa pengetahuan yang dimiliki

seseorang adalah hasil belajar baik formal maupun non formal dan terutama hasil

interaksi dengan masyarakat. Selajutnya disebutkan bahwa luasnya cakrawala

budaya seseorang tidak terlepas dari pengetahuannya dalam hidup bermasyarakat.

Akibatnya, pengetahuan seseorang tidaklah berbeda jauh dengan warga lainnya,

apabila pengetahuan yang didapatkan semata-mata berasal dari interaksi sosial

dengan sesama warga tempat ia hidup.

Wahyu (1986) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan produk akhir

dari kegiatan berpikir manusia, sedangkan Ahmadi (1991) menyatakan bahwa

yang dimaksud dengan pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai

hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan,

takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru.

Pemindahan pengetahuan merupakan titik berat pada proses belajar

mengajar (Suparta et al., 2009). Selanjutnya Winkel (1986) yang dikutip oleh

(Suparta et al., 2009) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental

atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dan nilai-

nilai sikap. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang berarti semakin tinggi

Page 65: unud-765-374512805-tesis pdf

65

juga pengetahuannya, sehingga dengan pengetahuan yang tinggi orang lebih

tanggap terhadap keadaan sekitarnya (Ahmadi, 1991).

Menurut Soekanto (1985), pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia

sebagai hasil proses panca indera, yang berbeda dengan kepercayaan (beliefs),

takhyul (superstitions) dan penerangan yang keliru (misinformation). Selanjutnya

disebutkan bahwa pengetahuan berbeda dengan buah pikiran (ideas), karena tidak

semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan itu bisa diperoleh dari

pengalaman-pengalaman, baik dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman

orang lain.

Pengetahuan merupakan aspek perilaku, yang terutama berhubungan

dengan kemampuan mengingat materi yang dipelajari dan kemampuan

mengembangkan intelegensia. Unsur-unsur perilaku pengetahuan tersebut

termasuk dalam golongan aspek perilaku pengetahuan. Sehingga pengetahuan

dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat dari suatu yang

telah dilakukan atau yang dipelajari (Soedijanto, 1987).

Perubahan pada pengetahuan seseorang merupakan manifestasi dari proses

belajar (Effendi dan Praja, 1984). Perubahan–perubahan yang terjadi sebagai hasil

proses belajar antara lain: 1) Pengetahuan baik jenis maupun jumlahnya, 2)

Keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan tujuan, 3)

Kecakapan dalam berpikir, dan 4) Sikap.

Selajutnya Rogers dan Shoemaker (1971), menyatakan bahwa dalam tahap

pengenalan inovasi ada tiga tipe pengetahuan yaitu : kesadaran/pengetahuan

mengenai adanya inovasi, pengetahuan teknis dan pengetahuan prinsip. Pada tipe

Page 66: unud-765-374512805-tesis pdf

66

pengetahuan/kesadaran seseorang cenderung membuka diri terhadap ide-ide yang

sesuai dengan minat, kebutuhan dan sikap yang ada padanya. Pengetahuan teknis

meliputi informasi yang diperlukan mengenai cara pemakaian atau penggunaan

suatu inovasi. Pengetahuan prinsip berkenaan dengan fungsinya suatu inovasi.

Pengetahuan petani sangat menunjang kelancaran dalam berkomunikasi dan

mengadopsi teknologi baru. Supriyanto, 1978 (dalam Arthanu, 1985) mengatakan

bahwa tingkat pengetahuan petani mempengaruhi ia dalam mengadopsi teknologi

baru dan kelanggengannya dalam melaksanakan usahatani.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan merupakan hasil pemahaman seseorang terhadap suatu obyek, yang

diperoleh baik secara formal maupun non formal melalui pengalaman diri sendiri

maupun pengalaman orang lain, sehingga mereka lebih terbebas dari keterbatasan

dan subyektifitasnya. Dengan adanya pemahaman seseorang tentang suatu hal

secara obyektif atau seseorang memiliki pengetahuan yang memadai terhadap

suatu hal maka diharapkan dapat memberikan peran serta secara lebih optimal

dalam kegiatan produksi sehingga dapat meningkatkan produktifitasnya terhadap

hal tersebut, guna mewujudkan tujuan bersama.

2.12.2 Keterampilan

Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat saraf dan otot-

otot (Neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah, seperti

menulis, mengetik, olahraga dan sebagainya (Muhibbin, 1995). Sedangkan Reber

(1998) yang dikutip oleh Muhibbin (1995) menyatakan bahwa keterampilan

adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan

Page 67: unud-765-374512805-tesis pdf

67

tersusun rapi secara meluas dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil

tertentu.

Ahmadi (1991) berpendapat bahwa keterampilan dapat diperoleh melalui

pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal misalnya sekolah

dan pendidikan non-formal diperoleh dari luar sekolah. Pendidikan informal

adalah pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman hidup

sehari-hari secara sadar maupun tidak sadar, sepanjang hidupnya, di dalam

lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari.

Supriatna (2000) menyatakan metode pendidikan luar sekolah atau

keterampilan bagi orang dewasa seperti petani peternak dalam rangka

memperoleh pengetahuan, pengalaman, sikap, kepercayaan, keahlian dan

partisipasi sosial dilakukan dengan menerapkan metode andragogi. Alasannya

adalah : pertama, adanya konsep diri orang dewasa lebih mengarah pada self

directing, kedua, berorientasi pada pekerjaan praktis dan ketiga dapat menunjang

pemecahan masalah hidupnya.

2.12.3 Sikap

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu,

tetapi dibentuk sepanjang pengetahuannya. Peranan sikap dalam kehidupan

manusia adalah relatif besar, sebab apabila sudah dibentuk dalam diri manusia,

maka sikap manusia itu turut menentukan tingkah lakunya terhadap obyek

tersebut. Adanya sikap ini menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap

obyeknya. Sebagaimana halnya dengan konsep lainnya, banyak para ahli

memberikan definisi sikap dengan redaksi yang berbeda, tetapi pada prinsipnya

Page 68: unud-765-374512805-tesis pdf

68

ada unsur-unsur yang sama. Tertentu, baik pada diri sendiri maupun luar diri

sendiri. Keadaan ini mencakup penilaian positif atau negatif serta kesediaan untuk

bereaksi terhadap situasi atau obyek tertentu dengan cara khas, sehingga dapat

diramalkan. Disisi lain, sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dengan

cara konsisten terhadap situasi atau obyek tertentu (Depdikbud RI, 2000).

Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap merupakan organisasi pendapat,

keyakinan seseorang mengenai obyek, yang disertai adanya perasaan tertentu dan

memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku

dalam cara tertentu yang dipilihnya. Di lain pihak, Dayakisni dan Hudaniah

(2001) menyimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak,

untuk bereaksi terhadap rangsangan, oleh karena itu manifestasi sikap tidak dapat

langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku

yang masih tertutup.

Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen,

dimana komponen-komponen tersebut menurut Allfort yang dikutip oleh

Dayakisni dan Hudaniah (2001) ada tiga yaitu : (1) komponen kognitif, yaitu

komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki

seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk

suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut; (2) komponen afektif, yaitu

yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif

yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang

dimilikinya; (3) komponen konatif, yaitu kesiapan seseorang untuk bertingkah

laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. Sikap yang ada pada diri

Page 69: unud-765-374512805-tesis pdf

69

seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (faktor fisiologis dan psikologis)

serta faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-

norma yang ada dalam masyarakat (Walgito, 2003).

Soetarno (1994) menyebutkan bahwa sikap memiliki beberapa ciri. Ciri-ciri

sikap tersebut adalah sebagai berikut : (1) sikap tidak dibawa seseorang sejak ia

lahir, melainkan dibentuk sepanjang perkembangannya; (2) sikap dapat berubah-

ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari; (3) sikap tidak berdiri sendiri,

melainkan selalu berkaitan dengan suatu obyek; (4) obyek suatu sikap dapat

tunggal atau majemuk; (5) sikap mengandung motivasi dan perasaan.

Pengetahuan mengenai suatu obyek tanpa disertai motivasi belum berarti sikap.

Sikap merupakan proses sosialisasi, yaitu pembentuk sikap-sikap sosial pada

seseorang karena adanya interaksi manusia atau individu (Mar’at, 1984).

Seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Pada tahap

persuasi, dari proses pengambilan keputusan inovasi seseorang membentuk sikap

berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi. Sebelum orang mengenal suatu ide

baru, iya tidak dapat membentuk sikap tertentu tehadap inovasi tersebut, (Rogers

dan Shoemaker, 1971). Sikap ini merupakan masalah penting dalam menentukan

corak atau warna dari tingkah laku atau perbuatan seseorang (Walgito, 2003).

Sikap adalah determinan perilaku, karena berkaitan dengan persepsi,

kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan sikap mental,

yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan menyebabkan

timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-

objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi, 2004).

Page 70: unud-765-374512805-tesis pdf

70

Dari definisi tentang sikap diatas, menimbulkan implikasi-implikasi

(Azwar, 2003) yaitu : 1) sikap dipelajari, 2) sikap menentukan predisposisi

seseorang terhadap aspek-aspek tertentu. 3) sikap memberikan landasan

emosional dari hubungan – hubungan antar pribadi seseorang dan identifikasi

dengan pihak lain. 4) sikap organisasi dan mereka erat sekali dengan inti

kepribadian.

Ada dua tingkatan sikap terhadap inovasi yaitu : 1) sikap terhadap inovasi

dan 2) sikap terhadap perubahan. Sikap terhadap inovasi adalah merupakan

berkenan atau tidaknya seseorang. Percaya atau tidaknya seseorang terhadap

inovasi khususnya dan sikap terhadap perubahan adalah umumnya menyangkut

respon seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi yang dipengaruhi

oleh hasil pengamatan dan pengalaman sebelumnya (Rogers dan Shoemaker,

1971).

Selanjutnya dikatakan bahwa sikap khusus ini menjembatani antara suatu

inovasi dengan inovasi lainnya. Sebab pengalaman positif dengan pengadopsian

suatu inovasi terdahulu pada umumnya menimbulkan sikap-sikap positif pula

terhadap inovasi yang akan datang berikutnya. Sebaliknya, pengalaman pahit dari

pengadopsian suatu inovasi yang dianggapnya suatu kegagalan akan merupakan

penghalang bagi masuknya inovasi pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu,

agen pembaharu yang baik haruslah memulai kegiatannya terhadap sasaran

tertentu dengan suatu inovasi yang memiliki taraf keuntungan relatif tinggi, sesuai

dengan kepercyaan yang terdapat dalam masyarakat tersebut serta mempunyai

Page 71: unud-765-374512805-tesis pdf

71

pembentukan sikap positif terhadap perubahan dan memperlancar jalan untuk

inovasi-inovasi yang akan datang.

Sikap merupakan respon evaluatif atau suatu bentuk evaluasi atau suatu

kesiapan perasaan yang mendukung terhadap suatu objek dengan cara-cara

tertentu. Menurut Azwar (2003) sikap dikatakan sebagai respon. Respon hanya

akan terjadi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

timbulnya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang

dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu,

yang diungkapkan dalam bentuk baik atau buruk. Positif atau negatif,

menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka.

Dilihat dari strukturnya Azwar (2003) juga mengemukakan bahwa sikap

terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu, komponen kognitif,

komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif berupa apa yang

dipercayai oleh subyek pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan

yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif merupakan

kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki subyek.

Sanafiah (1982) menyatakan bahwa sikap adalah perasaan seseorang dan

apa yang dia yakini. Pengukuran sikap biasanya dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan tertentu, sehingga sebagian pendapat dari orang teresebut dapat

diketahui. Dari pendapat ini dapat diperkirakan sikapnya yaitu, apa yang

sesungguhnya dia yakini. Selanjutnya Walgito (2003) menyatakan bahwa dengan

pengukuran sikap ini orang akan mengetahui perbedaan sikap orang tertentu

dengan orang lainnya. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan selalu

Page 72: unud-765-374512805-tesis pdf

72

berubah-ubah. Sherif (dalam Garungan, 1981) menyatakan bahwa objek sikap itu

dapat berupa suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-

hal tertentu. Jadi sikap itu dapat berkenaan dengan sederetan objek serupa.

Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya (Azwar,

2003). Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial individu. Dalam

interaksi sosial terjadi hubungan yang saling mempengaruhi diantara individu

yang satu dengan yang lain. Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan

sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting,

media massa, lembaga pendidikan serta faktor emosi dalam diri individu.

Dari pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap pada

hakikatnya merupakan tanggapan atau penilaian seseorang terhadap suatu hal atau

suatu obyek tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, yang disertai

kecenderungan untuk bertindak. Tindakan atau perilaku seseorang terhadap suatu

hal sangat dipengaruhi dari bagaimana tanggapan seseorang terhadap hal tersebut,

apakah setuju atau tidak mendukung atau tidak dalam batas skala sikap tertentu.

Page 73: unud-765-374512805-tesis pdf

73

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP

3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep

Surra merupakan suatu penyakit pada ternak kuda yang disebabkan oleh

sejenis protozoa, yaitu Trypanosoma evansi. Protozoa ini hidup dalam darah

penderita dan mengisap glukosa yang terkandung dalam darah. Selain itu, ia

mengeluarkan sejenis racun yang disebut trypanotoksin yang bisa mengganggu

kesehatan ternak kuda yang menderita penyakit ini. Keberadaan penyakit surra

menimbulkan masalah yang sangat serius di kalangan masyarakat Sumba di mana

akibat serangan penyakit surra ratusan ekor ternak kuda mati dan ribuan lainnya

menderita sakit dan terancam mati jika tidak mendapatkan pengobatan yang cepat

dan tepat.

Untuk mengatasi permasalahan ini, maka dilakukan penyuluhan mengenai

pengendalian penyakit surra. Pengendalian penyakit surra dapat dilakukan dengan

melakukan vaksinasi, pengaturan manajemen pemeliharaan yang baik,

pengawasan lalulintas ternak, dan melalui tindakan karantina yang cukup ketat

sehingga dapat mencegah jalannya penularan suatu penyakit dari tempat yang satu

ke tempat yang lain, hewan penderita harus diasingkan sehingga terlindung dari

serangga pengisap darah, serta melakukan penyemprotan dengan insektisida untuk

memberantas vektor (Dharma et al., 1997).

Penyuluhan merupakan suatu sistem atau pelayanan yang diarahkan untuk

membantu masyarakat petani melalui proses pendidikan, memperbaiki tingkat

Page 74: unud-765-374512805-tesis pdf

74

hidup mereka, serta meningkatkan pendidikan dan standar sosial kehidupan

pedesaan (Farquar 1961, dikutip oleh Hawkins et al., 1982). Metode penyuluhan

yang digunakan di Kabupaten Sumba Timur adalah metode komunikasi langsung,

yaitu penyuluh tatap muka secara langsung dengan peternak-peternak kuda yang

ada di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Dengan adanya penyuluhan, diharapkan

perilaku peternak mengalami perubahan baik dari segi pengetahuan, keterampilan,

dan sikap. Menurut Suparta et al. (2009), perubahan perilaku dapat terjadi karena

adanya rangsangan yang dapat berupa jarak antara kondisi sekarang dengan

kondisi yang diinginkan atau kebutuhan untuk mencapai kondisi yang diinginkan.

Setelah adanya perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap), maka

perubahan itu akan berdampak pada peningkatan adopsi teknologi pengendalian

penyakit surra.

Selain penyuluhan agar para petani peternak mampu berusahatani atau

bertindak secara nyata atas usaha yang ditekuninya, mereka memerlukan dua

faktor pendukung penting, yakni pelayanan (service) atau penyediaan sarana

produksi, di samping kepastian pengaturan (regulation) yang umumnya

merupakan kebijakan pemerintah. Kedua faktor ini merupakan faktor eksternal

yang juga berpengaruh terhadap peningkatan adopsi peternak.

Kepala bidang kesehatan hewan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur

Bapak Manuel M. Kitu menyatakan bahwa kenyataan yang terjadi di lapangan,

pesan atau inovasi yang disampaikan oleh penyuluh tidak diterima dengan baik

atau diterapkan oleh peternak. Hanya 25% peternak yang menerapkan inovasi

tersebut. Hal ini terjadi karena masyarakat menganggap surra adalah penyakit

Page 75: unud-765-374512805-tesis pdf

75

yang sudah tidak bisa untuk disembuhkan. Selain itu, kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) yang belum memadai dengan latarbelakang pendidikan sebagian

besar peternak yang masih rendah serta kondisi topografi pemukiman penduduk

yang masih berjauhan akan mempengaruhi tingkat adopsi dari peternak.

Kecepatan adopsi dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh penyuluh untuk

mempromosikan inovasinya. Semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi, proses

adopsi akan semakin cepat pula.

Proses adopsi juga dapat berjalan dengan baik apabila pesan yang

disampaikan oleh penyuluh dapat diterima dengan baik oleh para peternak

sehingga adanya penyuluhan tersebut dapat membantu masyarakat memperoleh

pemahaman mengenai teknologi pengendalian penyakit surra, yang

mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku peternak yang meliputi

pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Peternak yang semula tidak mengenal gejala-gejala penyakit surra, setelah

diberikan penyuluhan, mereka lalu mengetahui beberapa gejala atau ciri-ciri dari

penyakit surra, dan ini berarti mereka telah mengalami perubahan pengetahuan.

Setelah adanya perubahan pengetahuan maka akan berpengaruh terhadap

perubahan sikap dan keterampilan. Peternak yang awalnya tidak mau melakukan

vaksinasi pada ternak kuda setelah upaya yang gigih oleh penyuluh, serta diskusi

yang terus-menerus tentang teknologi pengendalian penyakit surra secara bertahap

mereka merelakan ternak mereka untuk divaksin. Hal ini berarti mereka telah

mengalami perubahan sikap. Peternak yang pada mulanya tidak bisa melakukan

vaksinasi sendiri pada ternak kuda, setelah diberikan penyuluhan melalui

Page 76: unud-765-374512805-tesis pdf

76

demonstrasi cara vaksinasi, pada akhirnya mereka mampu melakukannya secara

tepat dan benar. Perubahan ini dikenal dengan perubahan keterampilan.

Adanya perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

peternak, akan berdampak pada peningkatan adopsi teknologi peternak mengenai

pengendalian penyakit surra. Peningkatan adopsi teknologi juga dipengaruhi oleh

faktor eksternal yaitu pelayanan (service) dan pengaturan (regulation) yang

merupakan faktor pendukung dalam kegiatan penyuluhan dalam peningkatan

adopsi teknologi pengendalian penyakit surra. Pengaturan (regulation) merupakan

kebijakan pemerintah seperti adanya surat ijin dan surat keterangan sehat yang

dikeluarkan oleh dokter hewan setempat untuk keluar masuknya ternak

antarpulau. Selanjutnya untuk pelayanan, pemerintah melakukan vaksinasi dan

pemberian bantuan obatan-obatan dalam rangka pemberantasan penyakit surra.

Hal ini dirasakan mampu menekan angka kematian ternak kuda yang disebabkan

oleh penyakit surra. Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.

Penyuluhan Pengendalian Penyakit surra

Pengetahuan Peternak

Sikap Peternak

Keterampilan Peterrnak

Adopsi teknologi pengendalian penyakit surra

Pengaturan (regulation)

Pelayanan (service)

Ternak kuda sehat

Page 77: unud-765-374512805-tesis pdf

77

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari hasil pemaparan latar belakang penelitian dan tinjauan pustaka maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

3.2.1 Pengetahuan, keterampilan, dan sikap peternak terhadap adopsi

pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur termasuk

kategori rendah.

3.2.2 Adopsi teknologi pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur

termasuk kategori sedang.

3.2.3 Penyuluhan tentang teknologi pengendalian penyakit surra berhubungan

positif dengan perilaku peternak.

3.2.4 Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak berhubungan

positif dengan adopsi teknologi pengendalian penyakit surra.

Page 78: unud-765-374512805-tesis pdf

78

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survai yang bersifat explanatory

research design, yaitu menjelaskan dan menguraikan hubungan antara variabel-

variabel penelitian, yang menyangkut hubungan antara penyuluhan dan perubahan

perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), dan hubungan antara perubahan

perilaku dan tingkat adopsi teknologi pengendalian penyakit surra.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tujuh kecamatan dari 22 kecamatan yang ada di

Kabupaten Sumba Timur, NTT yakni kecamatan Lewa, Lewa Tidahu, Nggaha Ori

Angu, Katala Hamulingu, Tabundung, Wulla Waijelu dan Kecamatan Ngadu

Ngala. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive

sampling, yaitu suatu metode penentuan daerah penelitian yang didasarkan atas

pertimbangan-pertimbangan tertentu (Hadi, 1988). Dasar pertimbangan yang

dipakai dalam memilih lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada tujuh kecamatan ini, hampir semua warganya memelihara kuda sebagai

mata pencaharian utama

2. Adanya populasi kuda yang cukup banyak.

Data populasi kuda didapatkan dari Dinas Peternakan. Tujuh kecamatan

yang akan dijadikan tempat penelitian di Kabupaten Sumba Timur, populasi kuda

terbanyak ada di Kecamatan Nggaha Ori Angu 1.539 ekor dan populasi kuda

Page 79: unud-765-374512805-tesis pdf

79

terendah ada di Kecamatan Lewa Tidahu 326 ekor. Data selengkapnya disajikan

pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Populasi Kuda di Lokasi Penelitian

No Kecamatan Populasi kuda 1 Lewa 1.392 2 Lewa Tidahu 326 3 Tabundung 1.523 4 Katala Hamu Lingu 1.058 5 Ngadu Ngala 554 6 Nggaha Ori Angu 1.539 7 Wula Waijelu 585

Sumber : Dinas Peternakan Kab. Sumba Timur (2012)

3. Lokasi penelitian ini sudah dikenal oleh peneliti dan mudah dicapai dengan

sarana transportasi.

4.3 Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua peternak kuda yang ada di tujuh

kecamatan endemis penyakit surra, yakni kecamatan Lewa, Lewa Tidahu, Nggaha

Ori Angu, Katala Hamu Lingu, Tabundung, Wula Waijelu, dan Kecamatan Ngadu

Ngala, sebanyak 2574 orang peternak. Hampir seluruh warga yang berada di tujuh

kecamatan ini memelihara ternak kuda sebagai mata pencaharian utama dan

digunakan dalam adat-istiadat seperti “mas kawin” dalam upacara pernikahan.

4.4 Sampel Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara stratified

random sampling dari seluruh peternak di daerah penelitian yang terkena penyakit

surra di Kabupaten Sumba Timur. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus

populasi Slovin (Consuelo, 1993). Peternak yang dipakai sebagai responden

dalam penelitian ini ditentukan secara proporsional yaitu diambil 10% dari setiap

Page 80: unud-765-374512805-tesis pdf

80

kecamatan yang lebih banyak terjangkit penyakit surra dengan klasifikasi ke

dalam tiga kelas berdasarkan jarak dari kota waingapu. 1) kecamatan yang dekat

dengan kota waingapu yaitu kecamatan Nggaha Ori Angu dengan jarak 40 km, 2)

agak dekat dengan kota Waingapu yaitu kecamatan Katala Hamu Lingu dengan

jarak 55 km, kecamatan Lewa 60 km, dan 3) kecamatan yang jauh dari kota

Waingapu yaitu kecamatan Lewa Tidahu dengan jarak 97 km, Wula Waijelu

dengan jarak 123 km, Tabundung dengan jarak 103 km, dan kecamatan Ngadu

Ngala dengan jarak 139 km.

Namun, untuk responden penyuluh ditentukan dengan cara mengambil

semua penyuluh yang berperan dalam melakukan penyuluhan di kecamatan-

kecamatan yang endemis penyakit surra yang dijadikan lokasi penelitian dan

responden pemerintah diambil dari dinas peternakan dan pemerintah setempat

yang memberikan pelayanan dan pengaturan dalam pengendalian penyakit surra.

Rumus Slovin : 21 αN

Nn+

=

= 2%)10(257412574

+

= 96)01,0(25741

2574=

+

Keterangan : n = Jumlah Sampel α = Peluang kesalahan (10%) N= Jumlah populasi Penentuan jumlah sampel yang akan diambil pada masing-masing

kecamatan sesuai dengan rumus Slovin adalah “ populasi peternak kuda di

Page 81: unud-765-374512805-tesis pdf

81

masing-masing kecamatan” dibagi dengan “total populasi peternak semua

kecamatan di tempat penelitian (2574 orang) “, kemudian dikalikan dengan

jumlah sampel (n= 96) sebagai contoh: Untuk kecamatan yang dekat dengan kota

waingapu “Nggaha ori angu = 20962574562

=× orang, dan seterusnya dengan cara

yang sama digunakan untuk kecamatan yang agak dekat dari kota waingapu dan

jauh dari kota waingapu dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Penentuan sampel dari populasi peternak, peneliti menggunakan cara

proporsional random sampling dari daftar nama peternak sebagai populasi.

Penentuan responden dimasing-masing kelas lokasi penelitian dilakukan dengan

cara penetapan jarak tertentu dari daftar nama peternak. Hal ini dimaksudkan agar

pengambilan sampel diambil secara adil dan semua populasi peternak terwakili.

Tabel 4.2 Populasi dan Sampel Peternak Lokasi Penelitian

Jarak/Kelas Kecamatan Populasi Peternak Setiap

Kecamatan Sampel 1. Dekat dengan kota Waingapu a. Nggaha Ori Angu 562 20

         

2. Agak dekat dari kota Waingapu a. Katala Hamu Lingu 172 27

b. Lewa 530 3. Jauh dari kota Waingapu a. Lewa Tidahu 196 49

    

   b. Wula Waijelu 199    c. Tabundung 617    d. Ngadu Ngala 298

TOTAL 2.574 96

Page 82: unud-765-374512805-tesis pdf

82

4.5 Pengumpulan Data

4.5.1 Jenis dan sumber data

Dilihat dari jenis dan sumber data, maka data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data

yang didapat langsung dari responden, sedangkan data sekunder adalah data yang

diperoleh melalui catatan-catatan atau laporan yang ada di Dinas Peternakan atau

sumber lain yang dapat dipercaya.

Data primer bersumber dari para peternak kuda, penyuluh dan petugas

pemerintah sebagai responden penelitian. Data primer ini terdiri atas data

kuantitatif dan kualitatif yang diangkakan melalui teknik scoring. Data sekunder

dalam penelitian ini diperoleh dari instansi terkait, yaitu Dinas Peternakan

Kabupaten Sumba Timur, NTT, Badan Pusat Statistik, Kabupaten Sumba Timur,

NTT, dan publikasi pendukung lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

4.5.2 Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut ini:

1) Wawancara langsung kepada peternak, penyuluh dan petugas pemerintah yang

menjadi sampel penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan cara

mendatangi semua responden ke lokasi peternak, penyuluh, dan petugas

pemerintah kemudian melakukan wawancara langsung terinci dan terurut

sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan dan mencatat

jawaban/respon dari responden (berpedoman pada Singarimbun dan Effendi,

1995). `

Page 83: unud-765-374512805-tesis pdf

83

2) Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan

pengamatan langsung ke lokasi peternak untuk mengamati kondisi peternak

dan usaha peternak secara langsung. Hal ini bertujuan selain untuk mengetahui

kondisi dari objek penelitian, juga untuk memperoleh informasi yang lebih

jelas mengenai keadaan para peternak responden.

3) Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara meneliti

dokumen-dokumen yang ada untuk dapat digunakan menurut kehendak

peneliti, dilakukan dengan cara mengambil data sekunder seperti jumlah

peternak, keadaan umum daerah penelitian, dan dari catatan atau buku yang

ada pada instansi Dinas Peternakan, Kabupaten Sumba Timur, NTT; Badan

Pusat Statistik, Kabupaten Sumba Timur, NTT.

4.6 Instrumen Penelitian

Data primer diperoleh dengan tehnik wawancara mendalam dan diskusi

secara langsung yang didukung oleh sejumlah instrument/alat: kuisioner, dan alat

dokumentasi seperti kamera foto dan catatan.

Kuisioner untuk responden peternak terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

mengenai pengetahuan, keterampilan, sikap dan persepsi peternak mengenai

kegiatan penyuluhan, pelayanan, dan pengaturan yang merupakan kebijakan

pemerintah. Kuisioner untuk penyuluh berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai

“kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh dalam pengendalian penyakit

surra”. Sedangkan kuisioner untuk petugas pemerintah berupa pertanyaan-

pertanyaan mengenai pelayanan dan pengaturan yang merupakan kebijakan

pemerintah dalam pengendalian penyakit surra.

Page 84: unud-765-374512805-tesis pdf

84

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

4.7.1 Uji validitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa

yang ingin diukur sesuai dengan ukuran yang sebenarnya. Daftar pertnyaan di

katakan valid jika nilai korelasi product momet lebih besar dari r-Tabel 5% =

0,361 dan 1% = 0,463.

Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur

adalah validitas konstruk, yaitu penyusunan tolok ukur operasional dari suatu

kerangka berpikir. Upaya yang dilakukan adalah (1). membuat tolok ukur

berdasarkan kerangka berpikir yang diperoleh dari beberapa kajian pustaka, (2).

berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan berbagai pihak yang dianggap

menguasai materi yang akan diukur, (3). membuat kuisioner penelitian, dan (4).

menetapkan lokasi uji. Langkah pengujian sbb: (1) membuat tabulasi skor untuk

setiap nomor pertanyaan untuk setiap responden; (2) pengujian validitas

menggunakan rumus korelasi “Product Moment” (Singarimbun dan Effendi,

1995) yang rumusnya sebagai berikut:

( ) ( )( ) ( )2222 ∑∑∑∑

∑ ∑∑−−

−=

YYNXXN

YXXYNr

Keterangan:

r = Koefisien korelasi “Product moment” X = Skor pertanyaan no 1, 2 dst Y = Skor total N = Banyaknya soal

Page 85: unud-765-374512805-tesis pdf

85

4.7.2 Uji reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau

dapat diandalkan dalam mengukur gejala yang sama dalam waktu yang berbeda.

Hal ini sama dengan uji validitas dilakukan pada tempat dan responden yang

sama. Hasil pengujian reliabilitas alat ukur akan menggunakan teknik belah dua,

yaitu mengkorelasikan jawaban belahan pertama dan belahan kedua. Rumus yang

digunakan adalah :

r- total = 2 (r.tt)

1 + r.tt

Keterangan :

r-total = angka reliabilitas keseluruhan item atau koefisien reliabilitas r.tt = angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua

Nilai Reliabilitas Guttman Split-Half adalah 0,756 ≥ r-tabel, hal ini

menunjukkan bahwa alat ukur tersebut mempunyai reliabilitas yang tinggi.

Langkah pengujian sebagai berikut : (1) membuat tabulasi skor untuk setiap

nomor pertanyaan untuk setiap responden; dan (2) pengujian reliabilitas dengan

menggunakan rumus korelasi sederhana.

4.8 Pengukuran Variabel dan Batasan Operasional

4.8.1 Pengukuran variabel

Untuk dapat mengambil suatu kesimpulan dari data yang diperoleh dalam

pengolahan data digunakan metode deskriptif dan analisis statistika.

Page 86: unud-765-374512805-tesis pdf

86

Tabel 4.3 Variabel dan Indikator Variabel yang Diamati dalam Penelitian

Variabel Indikator Variabel Parameter Skor

Pelayanan Pelayanan pemerintah a. Kegiatan Vaksinasi b. Pemeriksaan Ternak c. Pengobatan ternak sakit

1,2,3,4,5

Penyuluhan Penyuluh a. Rajin b. Konsisten c. Kontinyu d. Bekerja keras e. Bertanggung jawab f. Inovatif g. Kreatif

1,2,3,4,5

Materi penyuluhan a. Pengenalan penyakit surra b. Penyebab penyakit surra c. Gejala/ciri penyakit d. Cara penularan penyakit e. Pencegahan penyakit surra f. Karantina hewan sakit

Cara pengobatan penyakit surra

h. Jenis obat yang digunakan untuk penyakit surra

i. Penanganan hewan yang mati

1,2,3,4,5

Frekuensi penyuluhan

d. Frekuensi penyuluh bertemu dengan peternak

e. Frekuensi kehadiran peternak dalam kegiatan penyuluhan 1 tahun terakhir

1, 2, 3,4,5

Interaksi penyuluh peternak

a. Aktitas diskusi dalam

kegiatan penyuluhan

1,2,3,4,5

Pengaturan Aturan-aturan Dinas Peternakan

a. Kebijakan b. Peternak mengikuti aturan

yang ada c. Penanganan kasus

1,2,3,4,5

Pengetahuan Penyakit a. Penyakit surra b. Penyebab penyakit surra c. Ciri-ciri penyakit surra d. Cara penularan penyakit

surra

1,2,3,4,5

Page 87: unud-765-374512805-tesis pdf

87

Pencegahan a. Apa itu pencegahan penyakit surra

b. Vaksinasi penyakit surra c. Pemberian pakan yang sehat d. Kandang yang sehat

Cara pemeliharaan yang sehat

f. Karantina hewan sakit

1,2,3,4,5

Pengobatan a. Cara pengobatan penyakit surra

b. Jenis obat yang digunakan untuk mengobati penyakit surra

1,2,3,4,5

Keterampilan Penyakit a. Mengidentifikasi penyakit 1,2,3,4,5

Pencegahan a. Cara melakukan vaksinasi b. Cara yang diterapkan untuk

menyembuhkan kuda yang sakit.

c. Cara menjaga kandang agar tetap sehat

d. Cara pemberian pakan yang sehat

e. Cara pemeliharaan agar ternak kuda tetap sehat

f. Cara melakukan karantina hewan sakit

g. Pemilihan bibit yang sehat

1,2,3,4,5

Pengobatan a. Cara melakukan pengobatan penyakit surra

b. Cara penanganan hewan mati.

1,2,3,4,5

Sikap Penyakit a. Bahaya penyakit surra b. Cara penanganan penyakit

surra

1,2,3,4,5

Pencegahan a. Kegiatan vaksinasi b. Pemberian pakan yang sehat c. Kandang yang sehat d. Cara pemeliharaan ternak

kuda yang sehat e. Cara karantina hewan yang

sakit. f. Pemilihan bibit kuda yang

sehat

1,2,3,4,5

Page 88: unud-765-374512805-tesis pdf

88

Pengobatan a. Cara pengobatan kuda yang sakit

b. Cara penanganan hewan yang mati

1,2,3,4,5

Adopsi Penyakit a. Usaha yang dilakukan peternak dalam menangani kuda yang sakit.

1,2,3,4,5

Pencegahan a. Usaha peternak dalam mencegah penyakit surra melalui vaksinasi

b. Usaha peternak dalam mencegah penyakit surra melalui pemberian pakan yang sehat

c. Usaha peternak dalam mencegah penyakit surra melalui pemeliharaan kuda yang sehat.

d. Usaha peternak dalam mencegah penyebaran penyakit surra melalui karantina hewan yang sakit.

1,2,3,4,5

Pengobatan

a. Usaha yang dilakukan peternak untuk mengobati penyakit surra

b. Obat yang diberikan jika ternak kuda terserang penyakit surra

c. Usaha peternak dalam menangani kuda yang mati.

1,2,3,4,5

Data mengenai variabel adopsi teknologi sistem pengendalian penyakit

surra, pengetahuan, keterampilan, pelayanan, penyuluhan, dan pengaturan

responden diukur dengan skala jenjang lima (1,2,3,4,5). Skala ini menggunakan

lima kategori jawaban dari setiap pertanyaan yang disusun. Setiap jawaban diberi

skor secara konsisten atau data kualitatif diubah terlebih dahulu menjadi data

kuantitatif dengan pemberian skor dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

Page 89: unud-765-374512805-tesis pdf

89

Di sisi lain, sikap responden mengenai sistem pengendalian penyakit surra

diukur dengan menerapkan “Skala Likert”, dengan membentuk lima kategori

jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Skor dinyatakan dalam bilangan bulat

(1,2,3,4,5). Untuk pertanyaan positif respon sangat setuju diberikan skor 5,

sebaliknya sangat tidak setuju diberikan skor 1, sedangkan untuk pertanyaan

negatif respon sangat tidak setuju diberi skor 5, sebaliknya sangat setuju diberi

skor 1. Hal ini sesuai dengan metode Singarimbun dan Effendi (1995).

Perolehan total skor pelayanan, peyuluhan, pengaturan, pengetahuan,

keterampilan, sikap, dan adopsi teknologi peternak terhadap sistem pengendalian

penyakit surra disajikan dalam bentuk persen (%) berdasarkan jumlah skor

maksimum ideal (Singarimbun dan Effendi, 1995 ) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Proporsi skor = %100×SMI

X X = Perolehan skor

SMI = Skor maksimum ideal Berdasarkan hasil kuisioner maka didapatkan variabel pelayanan dengan

skor tertinggi 60 (100%) dan skor terendah 12 (20%), penyuluhan skor tertinggi

95 (100%) dan skor terendah 19 (20%), pengaturan skor tertinggi 40 (100%) dan

skor terendah 8 (20%), pengetahuan dengan skor tertinggi 80 (100 %) dan skor

terendah 16 (20%). Variabel keterampilan dengan skor tertinggi 55 (100 %) dan

skor terendah 11 (20%). Variabel sikap dengan skor tertinggi 80 (100%) dan skor

terendah 16 (20%) , dan Variabel adopsi dengan skor tertinggi 75 (100%) dan

skor terendah 15 (20%).

Page 90: unud-765-374512805-tesis pdf

90

Nilai-nilai yang termasuk pada masing-masing kategori dilihat dari

persentase pencapaian skornya dengan menggunakan rumus Interval Kelas yang

dikemukakan oleh Dajan (1986), dengan rumus sebagai berikut:

IK = Jarak kelas

Banyaknya kategori

Keterangan:

I K = interval kelas Jarak kelas = persentase skor maksimal dikurangi dengan persentase

skor minimal Banyaknya kategori = jumlah kategori yang ditentukan Dengan menggunakan rumus interval kelas tersebut maka dapat diketahui

nilai kategori untuk setiap variabel yaitu kategori adopsi peternak tentang

teknologi pengendalian penyakit surra, pengetahuan, keterampilan, sikap,

pelayanan, penyuluhan, dan pengaturan masing-masing dikelompokkan seperti

berikut:

Tabel 4.4. Kategori Adopsi, Pengetahuan, Keterampilan, Sikap Pelayanan,

Penyuluhan, dan Pengaturan.

Persentase Pencapaian Adopsi Pengetahuan Keterampilan Pelayanan Penyuluhan Pengaturan Sikap

>84%-100% Sagat baik Sagat tinggi Sangat tinggi Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat positif >68%-84% Baik Tinggi Tinggi Baik Baik Baik Positif >52%-68% Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Ragu-ragu >36%-52% Buruk Rendah Rendah Buruk Buruk Buruk Negatif

0%-36% Sangat buruk Sangat rendah

Sangat rendah

Sangat buruk

Sangat buruk

Sangat buruk

Sangat Negtif

Sumber: Dajan (1986)

Data tentang identitas pribadi responden dianalisis sampai tahap tabulasi.

Page 91: unud-765-374512805-tesis pdf

91

4.8.2 Definisi operasional penelitian

Definisi operasional penelitian adalah penjelasan atau pengertian dari

peubah-peubah yang terlibat dalam penelitian dengan maksud untuk membatasi

lingkup makna peubah kearah objek pengamatan sehingga dapat dilakukan

pengukuran. Definisi operasional dalam rencana penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Pelayanan (service) adalah faktor pendukung dalam kegiatan penyuluhan yang

merupakan penyediaan sarana dan prasarana seperti vaksin, obat-obatan dalam

upaya pengendalian penyakit surra.

b. Penyuluhan adalah suatu sistem atau pelayanan yang diarahkan untuk

membantu peternak dalam pengendalian penyakit surra melalui proses

pendidikan non formal untuk menekan kematian ternak kuda akibat penyakit

surra.

c. Pengaturan (regulation) adalah faktor pendukung dalam kegiatan penyuluhan

yang merupakan kebijakan dari pemerintah untuk menangani penyakit surra di

Kabupaten Sumba Timur, NTT.

d. Pengetahuan adalah hasil pemahaman peternak terhadap segala ihwal yang

berkaitan dengan pengendalian penyakit surra.

e. Keterampilan adalah kemampuan seseorang secara terampil menerapkan

pengetahuan kedalam bentuk tindakan secara cepat dan refleks dalam

pengendalian penyakit surra.

Page 92: unud-765-374512805-tesis pdf

92

f. Sikap adalah tanggapan atau penilaian seseorang terhadap suatu hal atau suatu

obyek tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, yang disertai

kecenderungan untuk bertindak dalam menangani penyakit surra.

g. Adopsi adalah hasil dari kegiatan penyampaian pesan penyuluhan berupa

inovasi pengendalian penyakit surra, atau sebagai suatu proses komunikasi

yang diawali dengan penyampaian inovasi sampai terjadinya perubahan

perilaku peternak dalam pengendalian penyakit surra.

4.9 Analisis Data

Data mengenai identitas responden dianalisis secara deskriptif sampai tahap

tabulasi. Selanjutnya, hasil analisis data ini dapat memaparkan atau

mendeskripsikan sistem pemeliharaan kuda yang dipelihara.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara tingkat

pengetahuan dengan keterampilan dan sikap responden, keterkaitan antara

keterampilan dengan sikap, dan hubungan penyuluhan tentang pengendalian

penyakit surra dengan perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap)

serta keterkaitan perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) dengan adopsi

responden tentang teknonologi pengendalian penyakit surra, digunakan Analisis

Jalur (Path Analysis) dengan menggunakan regresi bertahap. Analisis jalur (path

analysis) merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hubungan

kausal antara dua atau lebih variabel (Sitepu, 1994).

Page 93: unud-765-374512805-tesis pdf

93

Gambar 4.1. Struktur Hubungan Antara Variabel Berdasarkan Diagram Kerangka Pemikiran.

Keterangan : x1 = Variabel pengaturan, x2 = Variabel penyuluhan, x3 = Variabel pelayanan, x4 = Variabel pengetahuan, x5 = Variabel keterampilan, x6= Variabel sikap, Y= Variabel Adopsi, ρixi = koefisien jalur ke-i, є = Variabel residu Persamaan untuk Gambar 4.1.

BAB V

x4

x5

x6 Y

x4 = ρ2x2 + є x5 = ρ2x2 + ρ4x4 + є x6 = ρ2x2 + ρ4x4 + ρ5x5 + є Y = ρ4x4 + ρ5x5 + ρ6x6 + є

x1

x2

x3

Page 94: unud-765-374512805-tesis pdf

94

BAB VI GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis dan Letak Astronomis

Secara astronomis Kabupaten Sumba Timur terletak antara 119o45-120o52

Bujur Timur/ BT dan 9o16-10o20 Lintang Selatan/LS (Sumber: Badan Pusat

Statistik Kab. Sumba Timur, 2012). Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten

Sumba Timur memiliki batas-batas : Utara berbatasan dengan Selat Sumba,

Selatan berbatasan dengan Laut Hindia, Timur berbatasan dengan Laut Sabu,

Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah.

Luas Wilayah daratan Sumba Timur 700.050 ha yang tersebar pada 1

pulau utama (Pulau Sumba) dan 3 pulau kecil yaitu Prai Salura, Pulau Mengkudu

dan Pulau Nuha (belum berpenghuni). Sekitar 40% luas Sumba Timur merupakan

daerah yang berbukit-bukit terutama di daerah bagian Selatan, dimana lereng-

lereng bukit tersebut merupakan lahan yang cukup subur, sementara daerah bagian

Utara berupa dataran yang berbatu dan kurang subur..

Kabupaten Sumba Timur terdiri dari 22 kecamatan, yaitu kecamatan

Lewa, Nggaha Ori Angu, Lewa Tidahu, Katala Hamu Lingu, Tabundung, Pinu

Pahar, Paberiwai, Karera, Matawai La Pawu, Kahunga Eti, Mahu, Ngadu Ngala,

Pahunga Lodu, Wula Waijelu, Rindi, Umalulu, Pandawai, Kambata

Mapambuhang, Kota Waingapu, Kambera, Haharu, Kanatang. dan beberapa

kecamatan diantaranya yang dijadikan lokasi penelitian adalah kecamatan Nggaha

Ori Angu, Lewa, Katala Hamu Lingu, Lewa Tidahu, Tabundung, Ngadu Ngala,

Page 95: unud-765-374512805-tesis pdf

95

dan Wula Waijelu. Lokasi kecamatan yang di teliti dapat dilihat pada Gambar

5.1.

Kecamatan Nggaha Ori Angu, Lewa, Lewa Tidahu, Katala Hamu Lingu

dan Tabundung terletak di sebelah Barat dari ibukota Kabupaten Sumba Timur

sedangkan Kecamatan Wula Waijelu terletak di sebelah timur dari ibukota

Kabupaten Sumba Timur dan Kecamatan Ngadu Ngala terletak di sebelah Selatan

dari Ibu Kota Sumba Timur.

Jarak Kecamatan Nggaha Ori Angu dari kota Kabupaten yaitu 40 km.

Kecamatan Nggaha Ori Angu berbatasan dengan : 1) Sebelah utara dengan

Kecamatan Haharu, 2) Sebelah selatan dengan Kecamatan Tabundung, 3) Sebelah

Timur dengan Kota Waingapu , 4) Sebelah Barat dengan Kecamatan Lewa.

Jarak Kecamatan Lewa dari kota Kabupaten 60 km. Kecamatan Lewa

berbatasan dengan : 1) Sebelah Utara dengan Kecamatan Haharu, 2) Sebelah

Selatan dengan Katala Hamu Lingu, 3) Sebelah Barat dengan Lewa Tidahu, 4)

Sebelah Timur dengan Nggaha Ori Angu.

Jarak Kecamatan Katala Hamu Lingu dari kota Kabupaten 55 km.

Kecamatan Katala Hamu Lingu 1) Sebelah Utara dengan Kecamatan Lewa, 2)

Sebelah Selatan dengan Kecamatan Tabundung, 3) Sebelah Barat dengan

Kecamatan Lewa Tidahu, 4) Sebelah Timur dengan Kecamatan Tabundung.

Jarak Kecamatan Lewa Tidahu dari kota Kabupaten 97 km. penduduk.

Kecamatan Lewa Tidahu berbatasan dengan 1) Sebelah Utara dengan Kecamatan

Lewa, 2) Sebelah Selatan dengan Samudra Indonesia, 3) Sebelah Barat dengan

Page 96: unud-765-374512805-tesis pdf

96

Kabupaten Sumba Tengah, 4) Sebelah Timur dengan Kecamatan Katala Hamu

Lingu.

Jarak Kecamatan Tabundung dari kota Kabupaten 103 km. Kecamatan

Tabundung berbatasan dengan : 1) Sebelah Utara dengan Kecamatan Nggah Ori

Angu, 2) Sebelah Selatan dengan Kecamatan Pinupahar, 3) Sebelah Barat dengan

Kecamatan Kambata Mapambuhang, 4) Sebelah Timur dengan Kecamatan Katala

Hamu Lingu.

Jarak Kecamatan Wulla Waijelu dari kota Kabupaten 123 km. Kecamatan

Wulla Waijelu berbatasan dengan : 1) Sebelah Utara dengan Kecamatan Mahu, 2)

Sebelah Selatan dengan Samudra Indonesia, 3) Sebelah Barat dengan Kecamatan

Ngadu Ngala, 4) Sebelah Timur dengan Kecamatan Pahungalodu.

Jarak Kecamatan Ngadu Ngala dari kota Kabupaten 139 km. Kecamatan

Ngadu Ngala berbatasan dengan : 1) Sebelah Utara dengan Kecamatan Paberiwai

2) Sebelah Selatan dengan Samudra Indoenesia, 3) Sebelah Barat dengan

Kecamatan Karera, 4) Sebelah Timur dengan Kecamatan Mahu dan Wulla

Waijelu.

5.2 Iklim dan Curah Hujan

Seperti halnya daerah lain di Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumba Timur

memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada umumnya

Sumba Timur diguyur hujan pada bulan Januari – April, sementara 8 bulan

lainnya mengalami kemarau dengan curah hujan yang sedikit, yang menyebabkan

wilayah Sumba Timur tergolong wilayah kering. Curah hujan tertinggi terjadi

pada bulan Januari, Februari, Maret dan April sedangkan kekeringan menurun

Page 97: unud-765-374512805-tesis pdf

97

pada bulan Mei, puncak kekeringan terjadi pada bulan Juni sampai Oktober. Suhu

rata-rata minimum 24,1oC dan maksimum 28,6oC. (Sumber: BPS Kabupaten

Sumba Timur). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Rata-rata Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Setiap Bulan di Kabupaten Sumba Timur, 2011

Sumber: Stasiun Meteorologi Kelas III Mau Hau, Waingapu, 2011

5.3 Penduduk dan Tenaga Kerja 5.3.1 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk

Kabupaten Sumba Timur pada tahun 2011 yang diproyeksikan sebanyak 234.642

jiwa terdiri dari 120. 779 jiwa penduduk laki-laki dan 113.863 jiwa penduduk

perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sumba Timur selama

sepuluh tahun terakhir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 rata-rata

sebesar 2,11 persen pertahun.

Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Nggaha Ori Angu merupakan yang

tertinggi dibanding dengan pertumbuhan penduduk kecamatan lain di Kabupaten

Bulan Jumlah Hujan (hari) Curah Hujan (mm) Januari 22 228,7 Februari 20 316,0 Maret 18 272,1 April 18 157,4 Mei 6 9,6 Juni - - Juli - - Agustus 1 0,3 September - - Oktober 2 2,0 November 5 39,7 Desember 9 78,4

Page 98: unud-765-374512805-tesis pdf

98

Sumba Timur yaitu sebesar 28,09 persen pertahun diikuti Kecamatan mahu 11,57

persen per tahun, Kecamatan Kambata Mapambuhang 4,18 persen per tahun, dan

Kecamatan Kanatang 3,93 persen per tahun. Sedangkan kecamatan yang paling

lambat pertumbuhan penduduknya adalah Kecamatan Paberiwai dengan rata-rata

pertumbuhan 0,11 persen pertahun dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

5.3.2 Persebaran Penduduk

Pada Tabel 5.2 disajikan data tentang persebaran penduduk menurut

kecamatan pada tahun 2011. Kecamatan Kambera adalah paling padat

penduduknya yaitu sebanyak 609 jiwa per km2 diikuti oleh Kecamatan Kota

Waingapu 490 jiwa per km2 dan Kecamatan Lewa sebesar 57 jiwa per km2.

Kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Katala Hamu

Lingu, dan Kambata Mapambuhang yaitu rata-rata 8 jiwa per km2.

Page 99: unud-765-374512805-tesis pdf

99

Tabel 5.2 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumba Timur

Sumber: Hasil Proyeksi BPS 5.3.3 Jenis Kelamin dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur

Jumlah penduduk laki-laki Kabupaten Sumba Timur pada tahun 2011

sebanyak 120.779 jiwa, penduduk perempuan sebanyak 113.863 jiwa. Rasio Jenis

Kelamin (Sex Ratio) penduduk Kabupaten Sumba Timur adalah 106 yang berarti

setiap 100 penduduk perempuan terdapat 106 penduduk laki-laki. Dengan kata

No Kecamatan Luas (km2)

Persentase (%)

Penduduk (orang)

Persentase (%)

Kepadatan Penduduk

(orang/km2) 1 Lewa 281,1 4,02 16.053 6,77 57 2 Nggaha Ori Angu 286,4 4,09 8.978 3,81 31 3 Lewa Tidahu 322,1 4,60 6.460 2,95 20 4 Katala Hamulingu 453,1 6,47 3.755 1,59 8 5 Tabundung 514,4 7,35 8.404 3,76 16 6 Pinu Pahar 246,6 3,52 6.901 2,94 28 7 Paberiwai 199,7 2,85 5.786 2,45 29 8 Karera 334,6 4,78 7.594 3,21 23 9 Matawai La Pawu 405,4 5,79 5.973 2,54 15

10 Kahunga Eti 475,1 6,79 8.298 3,55 17 11 Mahu 196,6 2,81 4.050 1,71 21 12 Ngadu Ngala 207,9 2,97 4.915 2,10 24 13 Pahunga Lodu 349,8 5,00 12.218 5,21 35 14 WulA Waijelu 221,3 3,16 7.119 3,01 32 15 Rindi 366,5 5,24 9.282 3,96 25 16 Umalulu 307,9 4,40 16.549 7,06 54 17 Pandawai 412,6 5,89 15.285 6,48 37 18 Kambata Mapambuhang 412,7 5,90 3.504 1,50 8 19 Kota Waingapu 73,8 1,05 36.170 15,28 490 20 Kambera 52,0 0,74 31.692 13,49 609 21 Haharu 601,5 8,59 5.916 2,52 10 22 Kanatang 279,4 3,99 9.740 4,09 35

Sumba Timur 7000,5 100,00 234.642 100,00 33

Page 100: unud-765-374512805-tesis pdf

100

lain, jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Sumba timur tahun 2011 lebih besar

dibanding penduduk perempuan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Sumba Timur

tahun 2011 dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 5.4.

Tabel 5.3 Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sumba Timur.

No Kecamatan Penduduk Rasio Jenis

Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Lewa 8.306 7.747 16.053 107 2 Nggaha Ori Angu 4.542 4.436 8.978 102 3 Lewa Tidahu 3.225 3.235 6.460 100 4 Katala Hamu Lingu 1.882 1.873 3.755 100 5 Tabundung 4.275 4.129 8.404 104 6 Pinu Pahar 3.557 3.344 6.901 106 7 Paberiwai 3.041 2.745 5.786 111 8 Karera 3.924 3.670 7.594 107 9 Matawai La Pawu 3.063 2.910 5.973 105 10 Kahunga Eti 4.241 4.057 8.298 105 11 Mahu 2.147 1.903 4.050 113 12 Ngadu Ngala 2.576 2.339 4.915 110 13 Pahunga Lodu 6.127 6.091 12.218 101 14 Wula Waijelu 3.664 3.455 7.119 106 15 Rindi 4.752 4.530 9.282 105 16 Umalulu 8.567 7.982 16.549 107 17 Pandawai 7.913 7.372 15.285 107 18 Kambata Mapambuhang 1.831 1.673 3.504 109 19 Kota Waingapu 18.713 17.457 36.170 107 20 Kambera 16.353 15.339 31.692 107 21 Haharu 3.027 2.889 5.916 105 22 Kanatang 5.053 4.687 9.740 108 Sumba Timur 120.779 113.863 234.642 106 Sumber: Hasil Proyeksi BPS

Page 101: unud-765-374512805-tesis pdf

101

5.4 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kab. Sumba Timur, 2011

Kelompok Umur Penduduk (%)

Laki-laki Perempuan Jumlah < 2 4,79 4,68 4,73 2-4 8,28 8,05 8,17 5-9 12,48 13,86 13,16

10-14 12,04 11,88 11,96 15-49 48,51 46,66 47,60 50-64 9,64 9,36 9,50 65+ 4,25 5,51 4,87

Jumlah 100 100 100 Sumber: Hasil Proyeksi BPS

Dari tabel 5.4 terlihat bahwa persentase penduduk menurut kelompok

umur sebagian besar masyarakat Kabupaten Sumba Timur berada di kelompok

umur 15-49 Tahun (47,60%) sedangkan yang berumur 65 tahun ke atas sebanyak

(4,87%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Sumba Timur

berada pada umur produktif. Umur merupakan aspek yang berhubungan terhadap

kemampuan fisik, psikologis dan biologis seseorang serta berhubungan dengan

kemampuan seseorang dalam belajar, baik dalam mengaktualisasikan hasil belajar

dalam pengalaman hidup maupun hakekat serta jenis dari struktur sikap dalam

pemprosesan informasi yang dipunyainya.

5.3.4 Tingkat Pendidikan

Menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk berusia 15 tahun

ke atas yang termasuk angkatan kerja di Kabupaten Sumba Timur yang tidak

tamat SD sebanyak 39. 684 orang (38,173%), Diikuti oleh tamat sekolah dasar

22.832 orang (21,963%) dan pendudukan yang tidak atau belum perna sekolah

sebanyak 11. 055 orang (10,634%). Sementara itu terdapat sebanyak 14.732

Page 102: unud-765-374512805-tesis pdf

102

orang (14,171%) penduduk yang telah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).

Untuk kategori pendidikan tinggi, yang merupakan lulusan D I/II 686 orang

(0,659%), D III 1.107 orang (1,065%), S1 3.020 orang (2,905%), dan S2/S3 630

orang (0,606). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Sumba Timur, 2011

Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional 2012 5.3.5. Angkatan Kerja Tahun 2011, penduduk yang termasuk angkatan kerja sebanyak 103.957

orang (71,034%) terdiri dari yang bekerja sebanyak 101.711 orang (69,499%) dan

pengangguran sebanyak 2.246 orang (1,535%). Kemudian, yang bukan termasuk

angkatan kerja sebanyak 42.392 orang (28,966%). Berdasarkan lapangan

Pendidikan Tinggi yang Ditamatkan Laki-Laki

Perempuan Jumlah

%

Tidak / Belum Pernah Sekolah 5.344 5.711 11.055 10,634

Tidak/ Belum Tamat SD 25.821 13. 863 39.684 38,173

Sekolah Dasar 12.728 10.104 22.832 21,963

Paket A 296 170 466 0,488

SMTP 6.083 2.218 8.301 7,985

1. Umum 6.026 2.218 8.244 0

2.Kejuruan 57 0 57 0

Paket B 814 0 814 0,783

SLTA 6.937 7.795 14.732 14,171

1. Umum 4.518 4.894 9.412 0

2. Kejuruan 2.419 2.901 5.320 0

Paket C 630 0 630 0,606

D I/D II 174 512 686 0,659

D III 675 432 1.107 1,065

S1 1.446 1.574 3.020 2,905

S2/S3 560 70 630 0,606

Jumlah 61.508 42. 449 103.957 100

Page 103: unud-765-374512805-tesis pdf

103

pekerjaan utama, sebagian besar penduduk bekerja sebagai tenaga usaha

pertanian, perkebunan, kehutanan yaitu sebanyak 69.192 orang. Menurut status

pekerjaan utama mereka, sebagian besar penduduk berusaha sendiri. Ditinjau dari

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Kabupaten Sumba Timur

yang berumur 15 tahun ke atas tahun 2011 sebesar 71,03 persen (Tabel 5.5).

Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja  Menurut Jenis Lapangan

Usaha tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama di Kabupaten Sumba Timur, 2010 -2011

No Jenis Kegiatan Utama 2010

% 2011

%

I Angkatan Kerja 102. 697

71,569 103 .957

71,034

1. Bekerja 98. 779

68,838 101. 711

69,499

2. Pengangguran 3. 918

2,730 2.246

1,535

II Bukan Angkatan Kerja (sekolah, mengurus 40.797

28,431 42. 392

28,966 rumah tangga dan lainnya)

Jumlah 143.494

100 146.349

100 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 71,57 71,03 Tingkat Pengangguran 3,82 2,16

Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional 2012

Page 104: unud-765-374512805-tesis pdf

104

Tabel 5.7 Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sumba Timur, 2011

Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional 2012

5.4 Kondisi Peternakan di Kabupaten Sumba Timur

Sektor peternakan di Kabupaten Sumba Timur memiliki sejarah yang

panjang dan cukup bervariasi dibandingkan daerah lain di Indonesia, karena

keadaan alam wilayah ini yang memiliki musim penghujan pendek dan padang

rumput yang luas. Sumba Timur terkenal sebagai pusat penangkaran dan

perdagangan kuda sejak abad ke-19. Kuda sandel, yang merupakan hasil

perbaikan (grading up) kuda lokal dengan kuda Arab, telah menjadi maskot dan

figurnya dimasukkan dalam lambang daerah.

Di subsektor peternakan, ternak babi, kambing/domba dan sapi potong

merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara, diikuti ternak kerbau dan

kuda. Peternakan di Kabupaten Sumba Timur sangat ditunjang dengan kondisi

No Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Jumlah %

1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, 42.288 26.904 69.192

68,028 Perburuan, dan Perikanan

2 Pertambangan dan Penggalian 1.701 578 2.279 2,241

3 Industri Pengolahan 903 3.590 4.493 4,417

4 Listrik, Gas dan Air Minum 87 0 87 0,086

5 Konstruksi 1.41 0 1.410 1,386

6 Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi 3.059 3.448 6.507

6,397

7 Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi 2.827 0 2.827 2,779

8 Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, 381 140 521

0,512

dan Jasa Perusahaan

9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 7.797 6.598 14.395 14,153

Jumlah 60.453 41.258 101.711 100

Page 105: unud-765-374512805-tesis pdf

105

daerah yang memiliki padang rumput yang luas sehingga peluang bagi

pengembangan populasi ternak dapat direspon dengan baik. Pengembangan sub

sektor peternakan, diarahkan untuk peningkatan pendapatan petani peternak dalam

rangka meningkatkan populasi maupun produksi ternak. Data selengkapnya

disajikan pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Populasi Ternak Menurut Kecamatan dan Jenis Ternak, 2011

Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2012

No Kecamatan

Populasi Ternak (ekor) Sapi

potong Kerbau Kuda Kambing Babi 1 Lewa 1.787 1.665 1.392 1.858 4.606 2 Nggaha Ori Angu 2.468 1.968 1.539 1.380 3.538 3 Lewa Tidahu 689 577 326 887 1.339 4 Katala Hamulingu 882 1.280 1.058 915 1.489 5 Tabundung 1.282 3.235 1.523 1.761 4.018 6 Pinu Pahar 1.193 1.233 1.128 3.207 4.473 7 Paberiwai 1.197 1.926 943 2.012 5.005 8 Karera 2.176 3.144 1.504 1.175 2.538 9 Matawai La Pawu 1.890 3.689 1.538 3.435 2.857 10 Kahunga Eti 5.951 3.456 3.254 2.942 6.547 11 Mahu 599 1.308 663 367 1.812 12 Ngadu Ngala 475 1.554 554 1.147 1.230 13 Pahunga Lodu 5.337 3.848 3.728 2.440 8.707 14 Wula Waijelu 838 2.514 585 740 4.675 15 Rindi 5.157 1.105 1.857 1.135 5.219 16 Umalulu 2.463 937 714 8.803 7. 268 17 Pandawai 7.826 624 2.894 5.624 6.172

18 Kambata Mapambuhang 781 1.055 834 1.669 2.995

19 Kota Waingapu 731 325 1.249 4.761 6.055 20 Kambera 2.567 172 862 3.596 11. 388 21 Haharu 1.938 290 1.492 3.692 3.222 22 Kanatang 1.693 1.390 3.026 4.389 3.953

   Sumba Timur 49.920 37.295 32.667 57.935 99.106

Page 106: unud-765-374512805-tesis pdf

106

Gambar 5.1 Peta Kabupaten Sumba Timur, NTT

Waingapu 

Page 107: unud-765-374512805-tesis pdf

107

BAB VI

HASIL PENELITIAN

6.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden terdiri dari umur, pekerjaan, tingkat pendidikan,

jumlah tanggungan keluarga, rataan luas lahan, dan jumlah pemilikan ternak.

Data selengkapnya diuraikan sebagai berikut:

6.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan produktivitas

peternak dalam menjalankan usahanya. Umur dapat mempengaruhi kemampuan

fisik dalam bekerja, cara berpikir, serta kemampuan untuk menerima inovasi baru

dalam mengelola usahanya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa umur peternak

termuda adalah 19 tahun dan tertua adalah 67 tahun. Sebagian besar responden

yaitu sebanyak 38 orang (39,58%) berusia antara 40 sampai 49 tahun. Data

selengkapnya disajikan pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 19-29 9 9,38 30-39 18 18,75 40-49 38 39,58 50-59 26 27,08 60-69 5* 5,21

Jumlah 96 100 *Umur 65 = 1 orang Umur 67 = 1 orang (2 orang berusia tidak produktif)

Page 108: unud-765-374512805-tesis pdf

108

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar peternak (97,92%)

berada dalam usia kerja produktif. Usia kerja produktif berkisar antara umur 15-

64 tahun (Prijono, 2001). Umur mempengaruhi kemampuan fisik dan cara

berpikir serta dapat menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga

terdapat perubahan perilakunya berdasarkan usia yang dimiliki. Makin muda

petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka

ketahui, sehingga mereka berusaha agar lebih cepat melakukan adopsi inovasi,

walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi

inovasi tersebut (Kartasapoetra, 1994).

Soekartawi (2005) menyatakan bahwa petani yang lebih tua tampaknya

kurang termotivasi menerima hal-hal baru daripada mereka yang relatif berumur

muda. Petani yang berumur lebih muda biasanya lebih bersemangat jika

dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Semakin tua (di atas 50 tahun) umur

seseorang, biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah diterapkan oleh warga masyarakat

setempat (Mardikanto, 2009).

6. 1.2 Pekerjaan

Pekerjaan responden dilihat dari prioritas penggunaan waktu dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu: pekerjaan utama/pekerjaan pokok dan pekerjaan

sambilan/sampingan. Pekerjaan utama merupakan pekerjaan yang memerlukan

waktu lebih banyak (8 jam), sedangkan pekerjaan sampingan adalah pekerjaan

yang dilakukan pada waktu senggang (Anonimous, 2008b dalam Griawan,

2010:65). Berdasarkan hasil penelitian, pekerjaan utama yang terbanyak adalah

Page 109: unud-765-374512805-tesis pdf

109

sebagai petani (62,5%) dan pekerjaan sampingan terbanyak (41,7%) dari 96

responden adalah sebagai peternak. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Pokok (orang) (%) Sampingan (Orang) (%) 1 Petani 60 62,5 20 20,8 2 Peternak 36 37,5 36 41,7 3 Buruh 0 0 0 0 4 Pedagang 0 0 0 0 5 Pegawai Sipil 0 0 0 0

Jumlah 96 100 56 62,5

6.1.3 Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam memajukan usaha

peternakan dan sangat terkait dengan tingkat kemampuan mengadopsi teknologi.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan petani peternak responden di

Kabupaten Sumba Timur cukup bervariasi. Sebagian besar (37,5%) peternak di

Kabupaten Sumba Timur tidak tamat SD, diikuti oleh tamat SD sebanyak 22

orang (22,9%). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.3.

Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Tidak pernah sekolah 4 4,17 2 Tidak Tamat SD 36 37,5 3 Tamat SD 22 22,9 4 Tidak tamat SMP/SLTP 2 2,08 5 Tamat SMP/SLTP 19 19,81 6 Tamat SLTA 13 13,54 7 Perguruan tinggi 0 0 8 Kursus – dll 0 0

Jumlah 96 100

Page 110: unud-765-374512805-tesis pdf

110

Tingginya persentase responden peternak yang tidak tamat SD yaitu

sebanyak 37,5% mencerminkan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM)

peternakan kuda di Kabupaten Sumba Timur masih tergolong rendah.

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya meningkatkan

kualitas SDM. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kualitas

mereka akan semakin meningkat dan sebaliknya semakin rendah tingkat

pendidikan maka kualitas mereka baik dari segi pengetahuan, keterampilan, sikap

dan wawasan, pengembangan daya nalar, dan analisis semakin rendah pula.

Keadaan pendidikan sangat menentukan kemampuan dalam pengambilan

keputusan, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu

(Anonimus, 2008a) dalam Griawan (2010:64).

6.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi jumlah dana yang akan

dialokasikan. Jumlah tanggungan keluarga peternak terbesar berada pada kisaran

5-10 orang yaitu sejumlah 51 orang peternak (53,13%). Data selengkapnya di

sajikan dalam Tabel 6.4.

Menurut Ilyas (1987), jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 3-4

orang tergolong sedang dan lebih dari 5 orang tergolong besar. Sesuai dengan

pendapat Ilyas tersebut jumlah tanggungan keluarga sebagian besar peternak di

Kabupaten Sumba Timur tergolong besar. Hal ini akan menyebabkan kepala

keluarga semakin sulit untuk memuhi kebutuhan keluarga dan sulit menerapkan

suatu inovasi yang diterimanya karena tanggungan keluarga yang tergolong besar,

Page 111: unud-765-374512805-tesis pdf

111

sehingga tidak cukup tersedia dana untuk menyediakan sarana produksi yang

diperlukan.

Tabel 6.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga

Tanggungan Keluarga Jumlah Persentase (%) 1- 4 37 38,54 5-10 51 53,13 > 10 8 8,33

Jumlah 96 100

Keadaan ini merupakan beban yang akan membebani biaya hidup dan

biasanya peternak akan menjual ternak-ternak kudanya untuk memenuhi

kebutuhannya. Hal ini didukung oleh pendapat Soekartawi et al. (1986) yang

menyatakan bahwa, semakin banyak jumlah anggota keluarga merupakan beban

disatu sisi, akan tetapi dari sisi lain merupakan sumber tenaga kerja keluarga.

Lebih lanjut, dinyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga turut

mempengaruhi keluarga untuk mengadopsi inovasi bahwa petani yang memiliki

jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan menyulitkan mereka dalam

menerapkan teknologi baru, karena biaya untuk mencukupi kebutuhan keluarga

sangat tinggi, sehingga mereka sulit menerima risiko yang besar jika nantinya

inovasi tersebut tidak berhasil.

6.1.5 Rataan Luas Lahan Luas lahan yang dimiliki responden adalah 346,45 ha, terdiri dari sawah

(46%), dengan rataan pemilikan 1,662 ha per responden, tegalan 149,115 ha2

(43%) dengan luas pemilikan 1,553 ha per responden dan pekarangan 37,8 (11%)

dengan luas pemilikan 0,394 ha. Sebagian besar responden menggarap lahannya

sendiri. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.5.

Page 112: unud-765-374512805-tesis pdf

112

Tabel 6.5 Distribusi Luas Lahan Berdasarkan Jenis Penggunaan Tanah

No Penggunaan Lahan Jumlah (ha) Persentase (%) 1 Sawah 159,535 46 2 Tegalan 149,115 43 3 Pekarangan 37,80 11

Jumlah 346,45 100

6.1.6 Jumlah Pemilikan Ternak

Jenis ternak yang dipelihara oleh responden adalah kuda, sapi, kerbau dan

babi. Ternak yang banyak dipelihara adalah ternak kuda yaitu sebanyak 3.913

ekor (47%) dengan rata-rata pemilikan 40,76 ekor per responden. Jumlah

pemilikan sapi 2313 ekor (28%) dengan rata-rata pemilikan 24,09 ekor per

responden, kerbau 1498 ekor (18%) dengan rata-rata pemilikan 15,60 ekor per

responden, dan sebagian kecil ternak babi 544 ekor (7%) dengan rata-rata

pemilikan 5,67 ekor per responden. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.6.

Tabel 6.6 Distribusi Ternak Berdasarkan Jenis dan Jumlah Ternak yang Dipelihara.

No Jenis Ternak Jumlah Persentase (%) 1 Kuda 3913 47 2 Sapi 2313 28 3 Kerbau 1498 18 4 Babi 544 7 5 Kambing 0 0

Jumlah 8268 100

Dari Tabel 6.6 terlihat bahwa, jumlah populasi ternak terbanyak yang di

pelihara oleh peternak adalah ternak kuda yaitu 47% dengan rataan pemilikan

40,76 ekor per responden. Makin banyak ternak yang dipelihara maka makin

tinggi pula resiko yang dihadapi. Semakin besar jumlah yang ternak yang

Page 113: unud-765-374512805-tesis pdf

113

dipelihara akan memacu peternak untuk lebih giat belajar dalam hal menambah

pengetahuan dan keterampilan mereka agar dapat melaksanakan

pemeliharaan/pengandangan ternak yang lebih baik. Hal ini, sesuai dengan

pendapat (Margono Slamet, 2003) yang menyatakan bahwa besar kecilnya

pemilikan ternak akan mempengaruhi motivasi peternak untuk belajar lebih giat

menambah pengetahuan serta membina keterampilan mereka.

Komposisi ternak kuda yang didapatkan dari hasil pengamatan ini adalah

jumlah anak kuda jantan 529 ekor, anak kuda betina 755 ekor, kuda jantan dewasa

944 ekor dan kuda betina dewasa 1685 ekor dengan rataan pemilikan per

responden adalah untuk anak kuda jantan 5,5 ekor, anak kuda betina 7,8 ekor,

kuda jantan dewasa 9,8 ekor, dan kuda betina dewasa 17,6 ekor. Sebagian besar

responden 57 orang (59,38%) memelihara ternak kuda betina dewasa. Data

selengkapnya disajikan pada Tabel 6.7.

Tabel 6.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak Kuda

Kepemilikan Ternak Kuda (ekor)

Peternak (orang) Peternak (orang) A*Jantan A*Betina Jantan D* Betina D*

0 17 (17,7%) 16 (16,7%) 0 0 1-10 59 (61,5%) 44 (45,8%) 51 (53%) 19 (19,79%)

10-20 20 (20,8%) 35 (36,5%) 42 (44%) 57 (59,38%) >20 0 1 (1%) 3 (3%) 20 (20,83%)

Jumlah 96 96 96 96 Keterangan: *A : Anak *D : Dewasa

Dari Tabel 6.7 terlihat, tidak semua responden memiliki anak kuda jantan

dan anak kuda betina. Dari 96 responden hanya 79 orang peternak yang

memelihara anak kuda jantan dan 80 orang peternak yang memilihara anak kuda

Page 114: unud-765-374512805-tesis pdf

114

betina. Jadi ada 17 orang peternak yang tidak memiliki anak kuda jantan dan 16

orang peternak yang tidak memiliki anak kuda betina.

6.2 Perilaku Responden Perilaku responden terdiri atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap

responden. Data selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut.

6.2.1 Pengetahuan responden mengenai teknologi pengendalian penyakit surra

Rataan tingkat pengetahuan responden mengenai teknologi pengendalian

penyakit surra termasuk dalam kategori sedang, dengan rataan pencapaian skor

adalah 49,75 (62,19%) (dapat dlihat pada lampiran 3). Sebagian besar responden

yaitu sebanyak 66 orang (68,75%) memiliki pengetahuan sedang dan yang

memiliki pengetahuan sangat tinggi tidak ada, tetapi yang memiliki pengetahuan

dengan kategori tinggi ada 28 orang (29,17%). Data selengkapnya disajikan pada

Tabel 6.8.

Tabel 6.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sangat tinggi 0 0 2 Tinggi 28 29,17 3 Sedang 66 68,75 4 Rendah 2 2,08 5 Sangat Rendah 0 0

Jumlah 96 100

Pengetahuan responden yang sedang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor

yaitu tingkat pendidikan peternak yang rendah, kondisi karakteristik peternak

yang sebagian besar adalah petani, serta sedikitnya informasi yang diperoleh oleh

Page 115: unud-765-374512805-tesis pdf

115

peternak, karena akses terhadap sarana dan prasarana dalam memperoleh

informasi sangat sulit. Hal ini, diakibatkan oleh kodisi topografi sehingga

menyulitkan pelayanan dan penyuluhan dari pemerintah.

6.2.2 Keterampilan responden mengenai teknologi pengendalian penyakit surra

Rataan tingkat keterampilan peternak mengenai teknologi pengendalian

penyakit surra termasuk dalam ketegori sedang, dengan rataan pencapaian skor

35,81 (65,11%) dari skor maksimal ideal 55 (dapat dilihat pada lampiran 3).

Tingkat keterampilan sebagian besar responden yaitu sebanyak 50 orang

(52,08%) memiliki keterampilan sedang dan yang memiliki keterampilan sangat

tinggi hanya 1 orang (1,04%). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.9.

Tabel 6.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Keterampilan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sangat tinggi 1 1,04 2 Tinggi 30 31,25 3 Sedang 50 52,08 4 Rendah 15 15,63 5 Sangat Rendah 0 0

Jumlah 96 100 Keterampilan Responden yang sedang, selain disebabkan oleh faktor

pengetahuan dan pendidikan, juga karena kurang aktifnya peternak dalam

mengikuti kegiatan penyuluhan serta belum adanya kegiatan pelatihan-pelatihan

seperti demonstrasi cara misalnya cara vaksinasi, cara menangani kuda yang sakit,

penanganan kuda yang mati, pemberian pakan yang sehat, kandang yang sehat

serta karantina hewan sakit.

Page 116: unud-765-374512805-tesis pdf

116

6.2.3 Sikap responden terhadap teknologi pengendalian penyakit surra

Rataan sikap responden terhadap teknologi pengendalian penyakit surra

termasuk dalam kategori positif dengan rataan pencapaian skor 57,98 (72,49%)

dari skor maksimal ideal 80 (dapat dilihat pada lampiran 3). Sebagian besar

responden yaitu sebanyak 65 orang (67,71%) memiliki sikap positif terhadap

teknologi pengendalian penyakit surra. Data selengkapnya disajikan pada Tabel

6.10.

Tabel 6.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Sikap Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Sangat Positif 3 3,12 2 Positif 65 67,71 3 Ragu-ragu 28 29,17 4 Negatif 0 0 5 Sangat Negatif 0 0

Jumlah 96 100

Sikap responden yang positif disebabkan karena peternak menyadari akan

bahaya dan risiko dari penyakit surra yang memiliki tingkat kematian 100%.

Dengan adanya penyakit surra peternak merasa terganggu baik dari segi ekonomi

maupun sosial, yang tadinya bisa menunjukkan sikap solidaritas sosial dalam adat

istiadat dengan adanya kasus penyakit surra mengakibatkan peternak tidak bisa

lagi menyumbangkan ternak kuda sebagai bentuk solidaritas dalam keluarga dan

dalam kehidupan bermasyarakat.

Page 117: unud-765-374512805-tesis pdf

117

6.3 Tingkat Adopsi Responden Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra di Kabupaten Sumba Timur, NTT.

Rataan adopsi responden mengenai teknologi pengendalian penyakit surra

termasuk dalam kategori sedang, dengan rataan pencapaian skor 48,96 (65,29 %)

dari skor maksimal ideal 75 (dapat dilihat pada lempiran 3). Sebagian besar

responden sebanyak 63 orang (65,62%) memiliki tingkat adopsi sedang dan

responden yang memiliki tingkat adopsi sangat buruk 2 orang (2,04%) mengenai

teknologi pengendalian penyakit surra . Data selengkapnya disajikan pada Tabel

6.11.

Tabel 6.11 Distribusi responden Berdasarkan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Adopsi Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sangat Baik 3 3,13 2 Baik 26 27,08 3 Sedang 63 65,63 4 Buruk 2 2,08 5 Sangat Buruk 2 2,08

Jumlah 96 100 6.4 Persepsi Responden Mengenai Kegiatan Peyuluhan, Pengaturan dan

Pelayanan di Kabupaten Sumba Timur, NTT. 6.4.1 Kegiatan Penyuluhan Tentang Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra.

Kegiatan penyuluhan dalam pengendalian penyakit surra termasuk dalam

kategori baik, dengan pencapaian skor 76,96 (81,01%) dari skor maksimal ideal

95 (Dapat dilihat pada lampiran 3). Sebagian besar responden yaitu sebanyak 63

orang (65,63 %) memiliki persepsi mengenai kegiatan penyuluhan baik, dan 31

Page 118: unud-765-374512805-tesis pdf

118

orang (32,29%) memiliki persepsi sangat baik. Data selengkapnya disajikan pada

Tabel 6.12.

Persepsi responden mengenai kegiatan penyuluhan termasuk sebagian besar

berkategori baik dan sangat baik, karena munculnya kesadaran peternak mengenai

berbahayanya penyakit surra yang berpotensi memusnahkan ternak kuda, apabila

tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan penurunan populasi ternak kuda

di Kabupaten Sumba Timur.

Tabel 6.12 Persepsi Responden Mengenai Kegiatan Penyuluhan Tentang Teknologi Pengendalian Penyakit Surra

No Kategori Penyuluhan Jumlah Persentase (%) 1 Sangat Baik 31 32,29 2 Baik 63 65,63 3 Sedang 2 2,08 4 Buruk 0 0 5 Sangat Buruk 0 0

Jumlah 96 100 6.4.2 Kegiatan Pelayanan dalam Penyuluhan Penyakit Surra

Kegiatan pelayanan dalam kegiatan pengendalian penyakit surra termasuk

dalam kategori baik, dengan pencapaian skor 47,95 (79,91%) dari skor maksimal

ideal 60 (dapat dilihat pada lampiran 3). Sebagian besar responden yaitu

sebanyak 71 orang (73,95%) memiliki persepsi mengenai kegiatan pelayanan

baik, dan 23 orang (23,95%) memiliki persepsi mengenai kegiatan pelayanan

sangat baik. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.13.

Page 119: unud-765-374512805-tesis pdf

119

Tabel 6.13 Persepsi Responden Mengenai Kegiatan Pelayanan dalam Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Pelayanan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sangat Baik 23 23,95 2 Baik 71 73,95 3 Sedang 2 2,08 4 Buruk 0 0 5 Sangat Buruk 0 0

Jumlah 96 100

Kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sumba

Timur dalam rangka pengendalian penyakit surra termasuk kategori baik, karena

pemerintah sudah berupaya memberikan bantuan pelayanan berupa obat-obatan,

vaksinasi dan pelayanan lainnya dalam rangka pengendalian penyakit surra.

6.4.3 Pengaturan dalam Penyuluhan Penyakit Surra.

Pengaturan atau kebijakan pemerintah dalam kegiatan pengendalian

penyakit surra termasuk dalam kategori baik, dengan rataan pencapaian skor

33,33 (83,33%) dari skor maksimal ideal 40 (dapat dilihat pada lampiran 3).

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 43 orang (44,79 %) memiliki

persepsi mengenai pengaturan sangat baik, dan 36 orang (37,5 %) memiliki

persepsi mengenai pengaturan baik. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.14.

Tabel 6.14 Persepsi Responden Mengenai Pengaturan dalam Penyuluhan Penyakit Surra.

No Kategori Pengaturan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sangat Baik 43 44,79 2 Baik 36 37,50 3 Sedang 17 17,71 4 Buruk 0 0 5 Sangat Buruk 0 0

Jumlah 96 100

Page 120: unud-765-374512805-tesis pdf

120

Dari tabel 6.14 terlihat bahwa, pengaturan yang berupa kebijakan

pemerintah termasuk dalam kategori sangat baik, karena pemerintah sudah

berupaya mengeluarkan peraturan-peraturan dalam rangka pencegahan

penyebaran penyakit surra, seperti keluarnya ternak baik antarkecamatan,

kabupaten, dan antarpulau harus memiliki surat ijin dan surat keterangan sehat.

Sehingga, penyakit surra tidak menyebar dan angka kematian ternak kuda dapat

ditekan.

6.5 Persepsi Penyuluh, dan Pemerintah Mengenai Kegiatan Penyuluhan, Pelayanan, dan Pengaturan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra.

6.5.1 Persepsi Penyuluh Mengenai Kegiatan Penyuluhan di Kabupaten

Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra.

Rataaan persepsi penyuluh mengenai kegiatan penyuluhan dalam

pengendalian penyakit surra termasuk dalam kategori baik dengan pencapaian

skor 488,18 (81,36%) dari skor maksimal ideal 110. Sebagian besar penyuluh

yaitu sebanyak 5 orang (18,3 %) memiliki persepsi termasuk dalam kategori baik.

Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.15.

Tabel 6.15 Persepsi Penyuluh Mengenai Kegiatan Penyuluhan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Penyuluhan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sangat Baik 1 16,7 2 Baik 5 18,3 3 Sedang-sedang 0 0 4 Buruk 0 0 5 Sangat Buruk 0 0

Jumlah 6 100

Page 121: unud-765-374512805-tesis pdf

121

6.5.2 Persepsi Pemerintah Mengenai Kegiatan Pelayanan, dan Pengaturan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra.

Rataan persepsi pemerintah mengenai kegiatan pelayanan di Kabupaten

Sumba Timur termasuk dalam kategori sangat baik dengan pencapaian skor 850

(85%) dari skor maksimal ideal 60. Sebanyak 5 orang (50%) pemerintah termasuk

dalam kategori sangat baik. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.16.

Tabel 6.16 Persepsi Pemerintah Mengenai Kegiatan Pelayanan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Pelayanan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Sangat Baik 5 50% 2 Baik 5 50% 3 Sedang-sedang 0 0 4 Buruk 0 0 5 Sangat Buruk 0 0

Jumlah 10 100 Persepsi pemerintah mengenai kegiatan pengaturan dalam pengendalian

penyakit surra sebanyak 6 orang (60%) termasuk dalam kategori sangat baik. Dan

sebanyak 4 orang (40%) termasuk dalam kategori baik. Data selengkapnya dapat

dilihat pada Tabel 6.17.

Tabel 6.17 Persepsi Pemerintah Mengenai Kegiatan Pengaturan di Kabupaten Sumba Timur dalam Pengendalian Penyakit Surra.

No Kategori Pelayanan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sangat Baik 6 60% 2 Baik 4 40% 3 Sedang-sedang 0 0 4 Buruk 0 0 5 Sangat Buruk 0 0

Jumlah 10 100

Page 122: unud-765-374512805-tesis pdf

122

6.6 Tingkat Perilaku (pengetahuan, keterampilan, sikap) dan Adopsi Responden tentang Teknologi Pengendalian Penyakit Surra yang di Bedakan atas Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh.

6.6.1 Pengetahuan responden tentang teknologi pengendalian penyakit surra

berdasarkan tempat tinggal dari penyuluh.

Responden yang dekat dari tempat tinggal penyuluh yaitu sebanyak 16

orang (80%) memiliki pengetahuan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan

pengetahuan responden yang agak dekat dan jauh dari tempat tinggal penyuluh

yaitu sebanyak 19 orang (70,37%) dan 43 orang (88%) memiliki pengetahuan

termasuk dalam kategori sedang. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.18.

Tabel 6.18. Kategori Pengetahuan Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh

6.6.2 Keterampilan responden tentang teknologi pengendalian penyakit surra berdasarkan tempat tinggal dari penyuluh.

Responden yang dekat dari tempat tinggal penyuluh yaitu sebanyak 11

orang (55%) memiliki keterampilan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan

keterampilan responden yang agak dekat dan jauh dari tempat tinggal penyuluh

yaitu sebanyak 21 orang (77,78%) dan 21 orang (43%) memiliki keterampilan

termasuk dalam kategori sedang. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.19.

Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh Kategori

Pengetahuan Dekat Agak Dekat Jauh

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Sangat tinggi 0 0 0 0 0 0 Tinggi 16 80 7 25,93 5 10 Sedang 4 20 19 70,37 43 88 Rendah 0 0 1 3,70 1 2 Sangat Rendah 0 0 0 0 0 0

Jumlah 20 100 27 100 49 100

Page 123: unud-765-374512805-tesis pdf

123

Tabel 6.19. Kategori Keterampilan Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh.

6.6.3 Sikap responden terhadap teknologi pengendalian penyakit surra berdasarkan tempat tinggal dari penyuluh.

Responden yang dekat dari tempat tinggal penyuluh yaitu sebanyak 15

orang (75%), yang agak dekat sebanyak 17 orang (63%), dan yang jauh sebanyak

33 orang (67%) memiliki sikap positif terhadap teknologi pengendalian penyakit

Surra. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.20.

Tabel 6.20. Kategori Sikap Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh

Jarak Tempat Tinggal dari Penyulun Kategori

Keterampilan Dekat Agak Dekat Jauh

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Sangat tinggi 0 0 0 0 1 2 Tinggi 11 55 3 11,11 16 33 Sedang 8 40 21 77,78 21 43 Rendah 1 5 3 11.11 11 22 Sangat Rendah 0 0 0 0 0 0

Jumlah 20 100 27 100 49 100

Jarak Tempat Tinggal dari Penyulun

Kategori Sikap Dekat Agak Dekat Jauh

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Sangat positif 0 0 3 11 0 0 Positif 15 75 17 63 33 67 Ragu-ragu 5 25 7 26 16 33 Negatif 0 0 0 0 0 0 Sangat Negatif 0 0 0 0 0 0

Jumlah 20 100 27 100 49 100

Page 124: unud-765-374512805-tesis pdf

124

6.6.4 Tingkat adopsi responden tentang teknologi pengendalian penyakit surra berdasarkan tempat tinggal dari penyuluh.

Responden yang dekat dari tempat tinggal penyuluh yaitu sebanyak 8

orang (40%), yang agak dekat sebanyak 23 orang (85%), dan yang jauh sebanyak

32 orang (65%) memiliki tingkat adopsi dalam kategori sedang mengenai

teknologi pengendalian penyakit surra. Namun, lebih banyak responden (40%)

yang bertempat tinggal dekat dari penyuluh memiliki tingkat adopsinya tinggi

dibanding dengan yang agak dekat (15%) dan jauh (29%). Data selengkapnya

disajikan pada Tabel 6.21.

Tabel 6.21. Kategori Tingkat Adopsi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh.

6.7 Hasil Uji Mann-Whitney Perbedaan Signifikansi Pengetahuan, Keterampilan, Sikap, dan Tingkat Adopsi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh

Tabel 6.22 Signifikansi Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap, dan Tingkat

Adopsi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh.

Keterangan : n: nyata tn: tidak nyata Z tabel P (0,01) = 2,58 P ( 0,05) = 1,96 ; P (0,10) = 1,65

Jarak Tempat Tinggal dari Penyulun

Kategori Adopsi Dekat Agak Dekat Jauh

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Sangat tinggi 2 10 0 0 1 2 Tinggi 8 40 4 15 14 29 Sedang 8 40 23 85 32 65 Rendah 1 5 0 0 2 4 Sangat Rendah 1 5 0 0 0 0

Jumlah 20 100 27 100 49 100

Nilai Z- Mann-Whitney Jarak Pengetahuan Keterampilan Sikap Adopsi

Dekat - Agak dekat -4.333n -3.153n -0.691tn -1,445tn Dekat –Jauh -5.655n -1.468tn -2.805n -0.318tn Agak dekat - Jauh -3.099n -2.736n -2.199n -3.199 n

Page 125: unud-765-374512805-tesis pdf

125

Berdasarkan Tabel 6.19 dan 6.20, jelas ditunjukkan bahwa ada perbedaan

pengetahuan (P<0,05) antara responden yang dekat, agak dekat, dan jauh dari

tempat tinggal penyuluh. Rataan persentase skor pengetahuan responden yang

dekat secara nyata lebih tinggi (72,31%) bila dibandingkan dengan pengetahuan

responden yang agak dekat dan jauh dari tempat tinggal penyuluh.

Tingkat keterampilan responden yang dekat dengan yang agak dekat dari

tempat tinggal penyuluh memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan

dengan yang jauh berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tingkat keterampilan yang agak dekat dengan yang jauh dari tempat tinggal

penyuluh memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Rataan persentase skor

keterampilan responden yang dekat lebih tinggi (68%) dibandingkan dengan agak

dekat dan jauh dari tempat tinggal penyuluh.

Sikap responden yang tinggal dekat dengan yang agak dekat dari tempat

tinggal penyuluh berbeda tidak nyata (P>0,05), sedangkan, dengan jauh berbeda

nyata (P<0,05).

Sikap responden yang agak dekat dengan yang jauh dari tempat tinggal

penyuluh berbeda nyata (P<0,05). Rataan persentase skor sikap yang dekat dari

tempat tinggal penyuluh lebih tinggi (75,25%) bila dibandingkan dengan yang

agak dekat (73,61%) dan jauh (70,54%) dari tempat tinggal penyuluh.

Tingkat adopsi responden yang dekat dari tempat tinggal penyuluh berbeda

tidak nyata (P>0,05) dengan responden yang agak dekat maupun yang jauh dari

tempat tinggal penyuluh. Sedangkan, tingkat adopsi responden yang tinggal agak

dekat berbeda nyata (P<0,05) dengan responden yang jauh dari tempat tinggal

Page 126: unud-765-374512805-tesis pdf

126

penyuluh. Rataan persentase skor tingkat adopsi yang tinggal dekat dari tempat

tinggal penyuluh lebih tinggi (67,07%) dibandingkan dengan yang agak dekat dan

jauh. Untuk data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.23.

Tabel 6.23. Distribusi Pengetahuan, Keterampilan, Sikap, dan Tingkat Adopsi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari Penyuluh.

Kategori

Dekat Total

Skor % Rataan %

skor Kategori Skor

1 2 3 4 5 Pengetahuan 2(0,63) 46 (14,38) 99 (30,94) 98 (30,63) 75 (23,44) 320 (100) 72,31 Tinggi Keterampilan 2 (0,91) 39 (17,73) 82 (37,27) 60 (27,27) 37 (16,82) 220 (100) 68 Sedang Sikap 19 (5,94) 46 (14,38) 38 (11,88) 106 (33,13) 111 (34,69) 320 (100) 75,25 Positif Adopsi 5 (1,67) 86 (28,67) 77 (25,67) 62 (20,67) 70 (23,33) 300 (100) 67,07 Sedang

                          

Kategori

Agak Dekat Total Skor %

Rataan % skor Kategori Skor

1 2 3 4 5 Pengetahuan 0 142 (32,87) 157 (36,34) 92 (21,30) 41 (9,49) 432 (100) 61,48 Sedang Keterampilan 8 (2,69) 84 (28,28) 118 (39,73) 57 (19,19) 30 (10,10) 297 (100) 61,14 Sedang Sikap 6 (1,39) 80 (18.52) 55 (12,73) 190 (43,98) 101 (23,38) 432 (100) 73,61 Positif Adopsi 0 122 (30,12) 167 (41,23) 67 (16,54) 49 (12,09) 405 (100) 62,12 Sedang

                          

Kategori Jauh

Total Skor %

Rataan % skor Kategori Skor

1 2 3 4 5 Pengetahuan 10 (1,28) 276 (35,20) 338 (43,11) 110 (14,03) 50 (6,38) 784 (100) 57,81 Sedang Keterampilan 20 (3,71) 89 (16,51) 207 (38,40) 155 (28,76) 68 (12,62) 539 (100) 66,01 Sedang Sikap 6 (0,77) 158 (20,15) 177 (22,58) 303 (38,64) 140 (17,86) 784 (100) 70,54 Positif Adopsi 9 (1,22) 158 (21,49) 267 (36,32) 190 (25,85) 111 (15,10) 735 (100) 66,42 Sedang

 

 

 

 

 

 

 

Page 127: unud-765-374512805-tesis pdf

127

6.8 Analisis Jalur Hubungan Kegiatan Penyuluhan dengan Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) Peternak, serta Hubungan Perilaku Peternak dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Pnyakit Surra.

6.8. 1 Model struktural menggunakan analisis jalur (path analysis)

Gambar 6.1 Model Struktural menggunakan analisis jalur Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari model struktural di atas terlihat bahwa penyuluhan berhubungan positif

sangat nyata (P<0,01) dengan pengetahuan, dengan nilai koefisien determinasi

0,471. Namun, hubungan penyuluhan dengan keterampilan dan sikap

berhubungan tidak nyata (P>0,05). Model pengaruh penyuluhan terhadap

pengetahuan memberikan nilai R2 sebesar 0,222, sedangkan model hubungan

penyuluhan terhadap keterampilan dan sikap memberikan nilai R2 sebesar 0,198

dan 0,348.

Pengetahuan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan

keterampilan peternak dengan nilai koefisien determinasi 0,462. Model hubungan

pengetahuan dan keterampilan memberikan R2 sebesar 0,198.

Pengaturan

Penyuluhan

Pelayanan

Keterampilan 

Pengetahuan

Page 128: unud-765-374512805-tesis pdf

128

Pengetahuan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan sikap

peternak, dengan nilai koefisien determinasi 0,542. Model hubungan pengetahuan

dan sikap memberikan R2 sebesar 0,348.

Keterampilan tidak memiliki hubungan yang nyata (P>0,05) dengan sikap

peternak, dengan nilai koefisien determinasi -0,172. Model hubungan

keterampilan dan sikap memberikan R2 sebesar 0,348.

Berdasarkan model struktural diatas jelas bahwa pengetahuan berhubungan

tidak nyata (P>0,05) dengan adopsi teknologi pengendalian penyakit surra dengan

koefisien determinasi sebesar -0,09. Model hubungan pengetahuan dengan tingkat

adopsi peternak memberikan R2 sebesar 0.056.

Keterampilan berhubungan tidak nyata (P>0,05) dengan adopsi teknologi

pengendalian penyakit surra, dengan koefisien determinasi 0,1. Sementara itu

sikap peternak berhubungan nyata (P<0,10) dengan tingkat adopsi pengendalian

penyakit surra, dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,253. Untuk data

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.24 dan 6.25.

6.8.2 Hasil uji analisis jalur (path analisys). Hubungan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak, dengan tingkat adopsi tekonologi pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur.

Tabel 6.24 Struktural Model – Jackknife Hubungan Perilaku (Pengetahuan, Keterampilan, dan

Sikap) Peternak dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra.

Path (Jalur)

Entire sample

estimate Mean of

subsamples Jackknife estimate

Standar eror t-statistik

Standar eror (adjusted)

t-statistik (adjusted)

Pengetahuan – adopsi -0,09 -0,0898 -0,1058 0,1363 -0,7764 0,1928 -0,549tn

Keterampilan-adopsi 0,1 0,0995 0,1435 0,1336 1,0745 0,1889 0,7598tn

Sikap-adopsi 0,253 0,2532 0,2302 0,0964 2,3877 0,1364 1,6883n

Keterangan : n: nyata tn: tidak nyata t tabel P (0,01) = 2,57 P ( 0,05) = 1,96 ; P (0,10) = 1,64

Page 129: unud-765-374512805-tesis pdf

129

Berdasarkan Tabel 6.21 diatas menunjukkan bahwa, pengetahuan peternak

berhubungan tidak nyata (P>0,05) dengan tingkat adopsi teknologi pengendalian

penyakit surra, dengan nilai t-statistik (-0,7764).

Keterampilan berhubungan tidak nyata (P>0,05) dengan adopsi teknologi

pengendalian penyakit surra, dengan nilai t-statistik (1,0745), sementara itu sikap

peternak berhubungan nyata (P<0,10) dengan tingkat adopsi teknologi

pengendalian penyakit surra, dengan nilai t-statistik (2,3877).

6.8.3 Hasil uji analisis jalur (path analisys). Hubungan antara penyuluhan tentang pengendalian penyakit surra dan perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak.

Kegiatan penyuluhan berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan

pengetahuan peternak, dengan nilai t-statitik (5,2488). Sedangkan, hubungan

antara penyuluhan dengan keterampilan dan sikap memiliki hubungan tidak nyata

(P>0,05) dengan nilai t-statistik (-0,592 dan 1,62). Data selengkapnya dapat

dilihat pada Tabel 6.25.

Tabel 6.25 Struktural model – Jackknife Hubungan Penyuluhan dengan Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) Peternak.

Hubungan Variabel

Entire sample

estimate Mean of

subsamples Jackknife estimate

Standar eror

t-statistik

Standar eror

(adjusted) t-statistik (adjusted)

Peyuluhan-pengetahuan 0.471 0.4712 0.4492 0.0856 5.2488 0.121 3.7115sn

Penyuluhan-keterampilan -0.042 -0.0419 -0.0549 0.0927 -0.592 0.1311 -0.4183tn

Penyuluhan-sikap 0.172 0.1724 0.1314 0.0811 1.62 0.1147 1.1455tn

Keterangan : sn: sangat nyata n: nyata tn: tidak nyata t tabel P (0,01) = 2,57 P ( 0,05) = 1,96 ; P (0,10) = 1,64

Page 130: unud-765-374512805-tesis pdf

130

BAB VII

PEMBAHASAN

7.1 Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) Peternak Mengenai Teknologi Pengendalian Penyakit Surra.

Dari hasil analisis, didapatkan bahwa rataan pencapaian persentase skor

pengetahuan 49,75 (62,19%) dan keterampilan 35,81 (65,11%) (masing-masing

termasuk dalam kategori sedang) dari skor maksimal ideal 80 dan 55. Selain itu,

sikap peternak terhadap teknologi pengendalian penyakit surra termasuk dalam

kategori positif dengan rataan pencapaian skor 57,98 (72,49%) dari skor

maksimal ideal 80

Pengetahuan dan keterampilan peternak yang termasuk kategori sedang

tentang teknologi pengendalian penyakit surra disebabkan oleh beberapa faktor

seperti misalnya latar belakang pendidikan peternak yang rendah. Sebagian besar

(37,5%) peternak tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Latar belakang pendidikan

akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap peternak.

Hal ini, sesuai dengan pendapat Mosher (1987) yang menyatakan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan formal yang dialami oleh seseorang, maka tingkat

pengetahuan dan keterampilan makin tinggi, serta sikapnya lebih terbuka terhadap

teknologi baru.

Selain faktor pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan peternak yang

sedang juga disebabkan karena kegiatan penyuluhan di Kabupaten Sumba Timur

masih belum berjalan dengan baik. Hal ini, disebabkan karena kurangnya sarana

dan prasarana penyuluh dalam melakukan kegiatan penyuluhan, seperti belum

Page 131: unud-765-374512805-tesis pdf

131

adanya alat-alat peraga/media yang mendukung kegiatan penyuluhan, serta belum

memadainya kegiatan pelatihan baik dari penyuluh maupun pemerintah, seperti

demonstrasi cara, misalnya cara vaksinasi, cara menangani ternak kuda yang sakit,

penanganan hewan yang mati, pemberian pakan yang sehat, kandang yang sehat,

serta cara karantina hewan sakit.

Kegiatan penyuluhan (pelatihan) belum berjalan dengan baik disebabkan

juga karena peternak sangat sulit untuk dikumpulkan, yang diakibatkan oleh

kondisi pemukiman penduduk yang masih berjauhan antara peternak yang satu

dengan yang lainnya. Akibatnya, penyuluh sulit untuk mengatur waktu yang tepat

untuk mengadakan kegiatan penyuluhan dan pelatihan-pelatihan secara langsung.

Selain itu, rendahnya informasi yang diperoleh oleh peternak karena akses

terhadap sarana dan prasarana dalam memperoleh informasi sangat sulit, yang

diakibatkan oleh kondisi topografi sehingga menyulitkan pelayanan seperti

penyuluhan dari pemerintah.

Faktor kesadaran pribadi peternak yang masih kurang untuk berusaha

memperoleh pengetahuan juga mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan

peternak yang sedang. Hal ini, terlihat jika ada penyuluhan peternak jarang

mengikuti kegiatan penyuluhan. Mahfudz (2012) menyatakan bahwa kesadaran

dalam mempengaruhi pengetahuan sangat penting mengingat seseorang bila tidak

menyadari untuk memiliki keinginan tumbuh dan maju, orang tersebut akan

mengalami keterlambatan dalam hal pengetahuan baik secara wawasan,

pemikiran, dan kemajuan dalam bidang lainya.

Page 132: unud-765-374512805-tesis pdf

132

Meskipun memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang tergolong

sedang tentang teknologi pengendalian penyakit surra, peternak kuda di Kabupten

Sumba Timur tetap memiliki sikap positif terhadap teknologi pengendalian

penyakit surra. Hal ini, disebabkan karena peternak menyadari akan bahaya dan

risiko dari penyakit surra yang memiliki tingkat kematian 100%.

Sikap peternak yang positif disebabkan juga karena sumberdaya yang

mereka miliki khususnya sumberdaya lahan yang luas, dengan rataan pemilikan

untuk sawah 1,662 ha per responden dan tegalan dengan rataan pemilikan 1,553

ha per responden.

Hal ini, sesuai dengan pendapat Wiriaatmadja (1990) yang menyatakan

bahwa petani yang memiliki tanah yang luas memiliki sifat dan kegemaran untuk

mencoba teknologi baru dan akan selalu berusaha sendiri mencari informasi yang

diperlukan. Karena itu, mereka berusaha mengubah sikapnya untuk adopsi inovasi

karena dengan adanya penyakit surra, peternak merasa terganggu baik dari segi

ekonomi maupun sosial. Adanya penyakit surra mengakibatkan peternak tidak

bisa lagi menyumbangkan ternak kuda sebagai bentuk solidaritas dalam keluarga

dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Notoatmodjo ( 2003) menyatakan bahwa sikap seseorang akan dipengaruhi

oleh beberapa faktor, seperti faktor keluarga, adat istiadat yang berlaku, dan

informasi dari media massa yang diterima olehnya. Adanya sikap yang positif dari

peternak merupakan suatu modal dari penyuluh untuk meningkatkan motivasi

peternak dalam pengendalian penyakit surra.

Page 133: unud-765-374512805-tesis pdf

133

Dari hasil analisis statistik, didapatkan bahwa pengetahuan peternak

memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan keterampilan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Wolf (1983) yang menyatakan pengetahuan yang tidak

terbatas menyebabkan keterampilan akan muncul. Petani peternak akan dapat

mengerjakan sesuatu dengan terampil bila mereka telah tahu dan meyakini suatu

obyek. Pengetahuan peternak yang didukung oleh keterampilan yang baik akan

mampu meningkatkan kemauan dan kemampuan dalam menerapkan teknologi

yang baru yang lebih menguntungkan, sehingga akan mengerjakannya dengan

baik dan sungguh-sungguh (Azwar, 2003).

Pengetahuan peternak memiliki hubungan yang nyata (P<0,01) dengan

sikap peternak. Hal ini berarti bahwa, pengetahuan petani peternak berperan

dalam meningkatkan sikap terhadap pengendalian penyakit surra. Mar’at (1984)

menyatakan bahwa pengetahuan memiliki peranan dalam memunculkan sikap dan

persepsi seseorang terhadap suatu objek tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-

faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuannya.

Keterampilan peternak memiliki hubungan tidak nyata (P>0,05) dengan

sikap peternak. Hal ini berarti bahwa peternak yang memiliki keterampilan tinggi

maupun rendah sama-sama berpeluang untuk bersikap positif maupun negatif.

Meskipun peternak memiliki keterampilan yang sedang, tetapi mereka tetap

bersikap positif terhadap teknologi pengendalian penyakit surra, yaitu dengan

melakukan perkandangan terhadap kuda-kuda yang diumbar, meskipun masih ada

peternak lain yang masih melepaskan ternak kudanya di padang penggembalaan.

Page 134: unud-765-374512805-tesis pdf

134

Sikap positif peternak akan menunjang peningkatan penerapan teknologi

pengendalian penyakit surra, dalam menekan kematian ternak kuda demi

mempertahankan populasi ternak kuda yang ada di Kabupaten Sumba Timur.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama ditolak.

Pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari penelitian ini lebih

bagus dari hipotesis yang ditetapkan. Hal ini disebabkan karena adanya

penyuluhan mengenai teknologi pengendalian penyakit surra oleh penyuluh

maupun pemerintah, yang didukung oleh pengaturan dan pelayanan. Karena itu,

adanya penyuluhan akan mampu mengubah pengetahuan, keterampilan, dan

sikap peternak. Meskipun memiliki latar pendidikan yang rendah tetapi adanya

upaya yang serius dari penyuluh maupun pemerintah mampu membuat peternak

mengadopsi meskipun masih tergolong sedang.

7.2 Tingkat Adopsi Peternak Tentang Teknologi Pengendalian Penyakit

Surra.

Jika dilihat dari tingkat adopsi, rataan pencapaian skor tingkat adopsi

peternak tentang teknologi pengendalian penyakit surra adalah 65,29 % termasuk

dalam kategori sedang, berarti hipotesis 2 penelitian ini diterima. Keadaan ini

dapat dimengerti, karena kegiatan penyuluhan di Kabupaten Sumba Timur masih

belum berjalan dengan baik. Hal ini, dapat terlihat dari tingkat pengetahuan dan

keterampilan peternak yang masih tergolong sedang.

Supriyatno (1978) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang tentang suatu

inovasi serta sikapnya terhadap inovasi menentukan kesiapan seseorang untuk

melaksanakan inovasi. Dengan demikian, pengetahuan maupun keterampilan

Page 135: unud-765-374512805-tesis pdf

135

petani sangat menunjang kelancaran petani dalam mengadopsi suatu inovasi

maupun kelanggengan usaha taninya.

Tingkat adopsi peternak yang sedang, juga dipengaruhi oleh persepsi

peternak tentang ciri-ciri inovasi dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi di

dalam pengelolaan pertanian. Inovasi lambat diadopsi oleh peternak karena

peternak menganggap inovasi atau pesan yang disampaikan oleh penyuluh masih

rumit untuk dilakukan, seperti melakukan perkandangan pada kuda yang diumbar.

Hal ini, dilatar belakangi oleh faktor sosial budaya, ternak-ternak kuda dilepaskan

bebas di padang penggembalaan tanpa adanya manajemen pemeliharaan yang

baik.

Kemudahan dalam berinteraksi secara cepat dengan penyuluh yang masih

rendah juga turut mempengaruhi tingkat adopsi peternak. Hal ini, karena adanya

faktor jarak yang jauh antara tempat tinggal penyuluh dan peternak. Sebagian

besar penyuluh bertempat tinggal di pusat kota Waingapu. Akibatnya, intensitas

komunikasi antara penyuluh dan peternak masih sulit karena sebagian besar

peternak tidak memiliki alat komunikasi seperti handphone yang mempermudah

dalam pelaporan ternak sakit. Selain itu, intensitas kegiatan penyuluhan dilakukan

2-3 kali dalam sebulan hal ini juga mempengaruhi peternak dalam mengadopsi

inovasi teknologi pengendalian penyakit surra. Menurut Mardikanto (2003)

keberhasilan penyuluhan bukan diukur dari seberapa banyak terjadi “alih

teknologi”, melainkan seberapa jauh terjadi proses belajar bersama melalui dialog

atau tukar pengalaman antara penyuluh dan yang disuluh.

Page 136: unud-765-374512805-tesis pdf

136

Jumlah tanggungan keluarga yang tergolong besar (5-10) orang (53,12%)

dengan status sosial yang rendah turut mempengaruhi tingkat adopsi peternak

dalam inovasi teknologi pengendalian penyakit surra, dimana sebagian besar

responden (62,5%) bermata pencaharian sebagai petani dan (37,5%) sebagai

peternak.

Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah

anggota keluarga merupakan beban di satu sisi, akan tetapi dari sisi lain

merupakan sumber tenaga kerja keluarga. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa jumlah

tanggungan keluarga turut mempengaruhi keluarga untuk mengadopsi inovasi.

Petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan menyulitkan

mereka dalam menerapkan teknologi baru, karena biaya untuk mencukupi

kebutuhan keluarga sangat tinggi. Akibatnya, mereka sulit menerima risiko yang

besar jika nantinya inovasi tersebut tidak berhasil.

Ketersediaan sarana produksi yang masih kurang dalam pengendalian

penyakit surra turut mempengaruhi tingkat adopsi peternak, dimana kegiatan

pelayanan masih sulit dilakukan pemerintah dalam hal vaksinasi dan pengobatan

ternak sakit, yang diakibatkan karena pemukiman atau tempat tinggal peternak

berjauhan antara peternak yang satu dengan yang lainnya.

Dengan demikian, dengan kondisi seperti ini perlu adanya perubahan

program kegiatan penyuluhan dan pelayanan dalam hal ini, kegiatan vaksinasi dan

pengobatan ternak perlu mendapat perhatian secara khusus oleh pemerintah

sehingga angka kematian ternak dapat berkurang.

Page 137: unud-765-374512805-tesis pdf

137

7.3 Hubungan Penyuluhan dengan Perubahan Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) Peternak.

Dari hasil analisis statistika, kegiatan penyuluhan tentang teknologi

pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur memiliki hubungan yang

positif nyata (P<0,01) dengan pengetahuan peternak. Hal ini berarti hipotesis

diterima. Bagi peternak penyakit surra merupakan penyakit yang sangat

mengancam populasi ternak kuda yang ada di Kabupaten Sumba Timur. Dengan

adanya penyakit surra, maka peternak menganggap pentingnya pembinaan

melalui penyuluhan yang dilaksanakan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sumba

Timur.

Kartasapoetra (1994) menyatakan bahwa penyuluhan merupakan suatu

usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya agar mereka

mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalah sendiri

dalam usaha atau kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan hasil usahanya dan

tingkat kehidupannya.

Kegiatan penyuluhan tentang teknologi pengendalian penyakit surra di

Kabupaten Sumba Timur berhubungan tidak nyata (P>0,05), dengan tingkat

keterampilan peternak, berarti hipotesis penelitian ini ditolak. Hal ini berarti,

kegiatan penyuluhan di Kabupaten Sumba Timur belum mampu meningkatkan

keterampilan peternak, karena kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh

hanya berupa penyampaian informasi akan bahayanya penyakit surra, tanpa

disertai dengan pelatihan yang belum memadai, seperti melakukan vaksinasi

dengan sendiri dan manajemen pemeliharaan yang baik. Kegiatan vaksinasi

Page 138: unud-765-374512805-tesis pdf

138

dilakukan sendiri oleh penyuluh, sehingga jika ada ternak yang sakit peternak-

peternak kuda ini menunggu penyuluh yang melakukan vaksinasi.

Pemahaman peternak yang kurang mengenai penyakit surra jika ada ternak

kuda yang mati dibiarkan begitu saja di padang penggembalaan, tanpa mengubur

atau membakar ternak kuda tersebut. Hal ini disebabkan, karena sebagian besar

ternak kuda dibiarkan bebas dipadang penggembalaan atau di hutan, sehingga jika

ada ternak kuda yang mati, peternak tidak mengetahui dan berpeluang dimakan

oleh binatang liar.

Jika hal ini dibiarkan secara terus menerus, maka akan mengakibatkan

penyakit surra terus menyebar dari ternak yang satu ke ternak yang lain. Tjito

Pranoto (2003) dan Subejo (2009) menyatakan bahwa penyuluh

pertanian/peternakan dituntut tidak hanya sekedar sebagai penyampai

(desiminator) teknologi dan informasi tetapi, lebih ke arah sebagai motivator,

dinamisator, pendidik, fasilitator, dan konsultan bagi petani.

Kegiatan penyuluhan tentang teknologi pengendalian penyakit surra di

Kabupaten Sumba Timur berhubungan tidak nyata (P>0,05) dengan sikap

peternak, berarti hipotesis penelitian ini ditolak. Hal ini, disebabkan karena ada

dan tidak adanya penyuluhan sikap peternak terhadap pengendalian penyakit surra

tetap positif, mengingat manfaat dari ternak kuda yang sering digunakan oleh

masyarakat sebagai simbol status sosial dalam adat-istidat masyarakat Sumba

Timur.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan tentang

teknologi pengendalian penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur nampaknya

Page 139: unud-765-374512805-tesis pdf

139

baru bisa mengubah pengetahuan peternak saja tanpa menyentuh sikap maupun

keterampilan peternak. Hal ini disebabkan karna belum efektifnya kegiatan

penyuluhan di Kabupaten Sumba Timur.

Belum efektifnya kegiatan penyuluhan di kabupaten Sumba Timur,

disebabkan karena faktor jarak tempuh penyuluh dalam melakukan penyuluhan

yang turut mempengaruhi perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan

sikap) peternak. Hal ini, terbukti dapat dilihat dari hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa, pengetahuan responden yang tinggal dekat dengan penyuluh

lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan responden yang agak dekat dan jauh

dari tempat tinggal penyuluh dengan rataan persentase skor (72,31%), sedangkan

yang agak dekat (61,48%) dan jauh (57,81%).

Hal ini, dapat dimengerti karena intensitas penyuluhan lebih sering terjadi

antara penyuluh dengan yang disuluh dibandingkan dengan responden yang agak

dekat dan jauh dari tempat tinggal penyuluh. Semakin sering peternak mengikuti

penyuluhan, maka pengetahuannya tentang teknologi pengendalian penyakit surra

semakin meningkat dan akhirnya dapat mempengaruhi peternak mengadopsi

teknologi pengendalian penyakit surra. Setyarini (2009) menyatakan bahwa

intensitas penyuluhan mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang.

Jika dilihat dari segi keterampilan, keterampilan peternak yang dekat dan

jauh dari tempat tinggal penyuluh lebih baik dibandingkan dengan responden

yang agak dekat dengan rataan persentase skor (68%) dan (66,01%), (lihat Tabel

6.19 dan 6.20). Hal ini, disebabkan karena kegiatan penyuluhan di tempat yang

dekat dan jauh lebih intensif dibandingkan dengan yang agak dekat.

Page 140: unud-765-374512805-tesis pdf

140

Penyuluh jika melakukan penyuluhan di tempat yang jauh lebih sering

tinggal atau bermalam beberapa hari di kecamatan yang jauh tersebut, sehingga

pada malam hari terjadi komunikasi antara penyuluh dan peternak, baik dalam hal

tukar pikiran serta pengalaman dalam hal pengobatan-pengobatan ternak sakit.

Hal ini, akan berpengaruh terhadap tingkat adospsi teknologi dimana tingkat

adopsi peternak yang dekat maupun jauh lebih baik dibandingkan dengan

responden yang tinggal agak dekat dari penyuluh.

Sedangkan, untuk kecamatan yang agak dekat, penyuluh hanya melakukan

penyuluhan tanpa harus tinggal dan nginap di kecamatan yang tersebut, sehingga

intensitas komunikasi belum begitu berjalan dengan baik, begitupun dengan

pelatihan-pelatihan baik dalam pengobatan ternak sakit maupun dalam vaksinasi.

Namun, dari segi sikap peternak yang dekat dan agak dekat lebih positif

dibandingkan sikap peternak yang jauh. Hal ini karena kemudahan dalam

pelayanan oleh pemerintah serta masyarakat menyadari bahaya dari penyakit surra

dan kepatuhan dalam mengikuti aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah

dibandingkan dengan peternak yang jauh.

Keterjangkauan pelayanan seperti obat-obatan yang masih sulit karena

faktor topografi yang sulit di jangkau akan mempengaruhi sikap dari peternak itu

sendiri, serta kasus pencurian yang masih sering terjadi, sehingga penyebaran

penyakit surra semakin menyebar dari ternak yang satu ke ternak yang lain yang

mengakibatkan kesulitan pemerintah dalam menanggulangi penyakit surra.

Beberapa peternak memberikan alasan bahwa, meskipun diobati jika ternak

kuda tersebut sudah terinfeksi surra maka cepat atau lambat ternak kuda tersebut

Page 141: unud-765-374512805-tesis pdf

141

akan mati juga, hal inilah yang mengakibatkan menurunnya semangat peternak

dalam menanggulangi penyakit surra. Secara psikologi peternak merasa terbebani

baik aspek sosial maupun ekonomi, sehingga ternak kuda sebagai andalan

penopang tambahan kehidupan mereka tidak bisa lagi diandalkan karena adanya

penyakit surra.

Selain faktor jarak, belum efektifnya kegiatan penyuluhan disebabkan juga

karena fasilitas atau alat bantu dalam melakukan penyuluhan belum memadai,

seperti slide, film, gambar, radio, spanduk dan lain-lain. Penyuluh hanya

melakukan ceramah tanpa disertai dengan menggunakan alat bantu yang

menunjang kelancaran penyuluhan, berupa materi tertulis maupun gambar. Alat

bantu penyuluhan ini sangat penting dalam menunjang perubahan perilaku

peternak. Semakin banyak panca indera yang digunakan utnuk menerima sesuatu

maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang

diperoleh.

Dengan pengetahuan dan keterampilan yang tergolong sedang dan sikap

yang positif dari peternak membuktikan bahwa, adanya upaya yang serius dari

penyuluh dan dukungan pemerintah untuk menyuluhkan teknologi pengendalian

penyakit surra. Hal ini, terbukti dari adanya persepsi peternak, penyuluh, dan

pemerintah mengenai kegiatan penyuluhan, pelayanan, dan pengaturan termasuk

dalam kategori baik dan sangat baik.

Bantuan pelayanan dan pengaturan berupa obat-obatan, vaksinasi dan

kebijakan pemerintah, seperti masuk keluarnya ternak baik antar kecamatan,

kabupaten, dan antar pulau harus memiliki surat ijin dan surat keterangan sehat.

Page 142: unud-765-374512805-tesis pdf

142

Sehingga, peternak yang memiliki latar belakang pendidikan rendah mampu

mengadopsi meskipun masih tergolong sedang. Hal ini, terbukti dapat dilihat dari

kegiatan penyuluhan, pelayanan, dan pengaturan sistem pengendalian penyakit

surra oleh penyuluh dan pemerintah Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur

termasuk kategori baik dan sangat baik.

Suparta et al. (2009) menyatakan bahwa penyuluhan, pelayanan, dan

pengaturan secara umum merupakan pilar utama pembangunan pertanian dan

peternakan, secara khusus menjadi penentu keberhasilan usahatani petani

peternak.

7.4 Hubungan Antara Perilaku (Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap) dan Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Penyakit Surra.

Dari hasil analisa statistika didapatkan bahwa, pengetahuan peternak

berhubungan negatif dengan adopsi teknologi pengendalian penyakit surra yang

berarti semakin tinggi pengetahuan peternak maka semakin rendah tingkat adopsi

peternak dan secara statistik tidak nyata (P>0,05) hal ini berarti hipotesis ditolak.

Hal ini, bertentangan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) yang

menyatakan tingginya penerapan inovasi pada seseorang didukung pula oleh

pengetahuannya.

Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan tingkat adopsi peternak

mengenai teknologi pengendalian penyakit surra karena peternak yang memiliki

pengetahuan tinggi maupun rendah sama-sama berpeluang dalam mengadopsi

teknologi pengendalian penyakit surra, mengingat penyakit surra merupakan

penyakit yang berbahaya bagi kelangsungan populasi ternak kuda di Kabupaten

Sumba Timur. Selain itu, pemikiran peternak yang menganggap bahwa penyakit

Page 143: unud-765-374512805-tesis pdf

143

surra tidak bisa untuk disembuhkan karena meskipun diobati ternak-ternak kuda

ini tetap mati, hal inilah yang mengakibatkan peternak lambat mengadopsi

teknologi pengendalian penyakit surra.

Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh baru sampai pada tahap

peningkatan pengetahuan dan belum begitu memadai. Sehingga, peternak baru

sekedar mengetahui informasi akan bahaya dari penyakit surra dan gejala-gejala

penyakit surra.

Efektivitas kegiatan penyuluhan yang belum bagus dikarenakan fasilitas

penyuluhan seperti komputer, dan alat-alat peraga lainnya yang digunakan dalam

melakukan penyuluhan masih kurang, serta faktor jarak yang jauh antara peternak

yang satu dengan peternak lain menyulitkan penyuluh dalam melakukan kegiatan

penyuluhan. Hal inilah yang mengakibatkan peternak masih lamban dalam

mengadopsi inovasi teknologi pengendalian penyakit surra.

Keterampilan peternak berhubungan positif dengan adopsi teknologi

pengendalian penyakit surra, yang berarti semakin tinggi keterampilan peternak

terhadap teknologi pengendalian penyakit surra maka semakin tinggi peluang

untuk mengadopsi teknologi tersebut. Kesimpulan ini secara teoritis dan intuitif

konsisten, namun secara statistik tidak nyata (P>0,05), hal ini berarti hipotesis

ditolak. Sehingga faktor ini tidak berpengaruh terhadap peluang adopsi teknologi

pengendalian penyakit surra.

Kebanyakan peternak kuda yang berada di Kabupaten Sumba Timur

memiliki keterampilan sedang mengenai teknologi pengendalian penyakit surra.

Hal ini, disebabkan karena sumber daya manusia yang mereka miliki khususnya

Page 144: unud-765-374512805-tesis pdf

144

pengetahuan masih tergolong sedang dengan latarbelakang pendidikan yang

rendah, serta belum adanya kegiatan pelatihan yang intensif dan pendampingan,

sehingga mereka kurang terampil dalam mengadopsi inovasi teknologi

pengendalian penyakit surra.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan keterampilan peternak maka

diperlukan pendidikan terutama pendidikan nonformal misalnya kursus kelompok

tani, penyuluhan, studi banding dan pertemuan lapangan akan membuka

cakrawala petani/peternak, sehingga menambah keterampilan dan pengalaman

petani dalam mengelola usahataninya. Hal ini sangat diperlukan, mengingat

sebagian besar petani/peternak berpendidikan formal rendah (Suratiyah, 2006).

Hubungan antara sikap dengan adopsi teknologi pengendalian penyakit

surra positif dan secara statistik nyata (P<0,05). Semakin positif sikap peternak

terhadap teknologi pengendalian penyakit surra maka semakin tinggi peluang

untuk mengadopsi teknologi tersebut.

Dari uraian di depan ternyata penyuluhan berhubungan tidak nyata dengan

sikap peternak. Nyatanya sikap peternak positif dengan tingkat adopsi teknologi

pengendalian penyakit surra, hal ini berarti adanya tambahan pengetahuan dari

penyuluhan, aspek afektif (perasaan was-was akan kerugian yang besar akibat

penyakit surra nampaknya membuat sikap peternak menjadi positif). Penyuluhan

memicu pengetahuan, tapi faktor emosional peternak sendiri yang membangkitkan

sikap positif.

Sikap peternak yang positif terhadap teknologi pengendalian penyakit surra

disebabkan juga karena ternak kuda sangat erat kaitannya dengan budaya

Page 145: unud-765-374512805-tesis pdf

145

masyarakat Sumba Timur. Pada setiap pesta adat kuda selalu dilibatkan sebagai

mahar dan alat transportasi penduduk, selain itu juga kuda sumba memiliki fungsi

sebagai kuda beban, hewan sembelihan, kuda pacu dan juga sarana

penggembalaan sapi.

Pengembangan ternak kuda telah menyatu dengan ritual adat serta kearifan

lokal yang ada di Sumba Timur, karena kepemilikan ternak merupakan simbol

kesejahteraan dan strata sosial masyarakat sumba. Oleh karena itu, sikap positif

peternak kuda terhadap adopsi teknologi pengendalian penyakit surra perlu

ditingkatkan, sehingga penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur dapat

ditanggulangi dengan baik dan julukan Pulau Sumba sebagai gudang ternak dapat

dipertahankan.

Page 146: unud-765-374512805-tesis pdf

146

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Pengetahuan dan keterampilan peternak kuda di Kabupaten Sumba Timur

mengenai teknologi pengendalian penyakit surra termasuk dalam kategori

sedang, sedangkan sikap peternak kuda termasuk dalam kategori positif.

2. Tingkat adopsi teknologi pengendalian penyakit surra oleh peternak kuda di

Kabupaten Sumba Timur termasuk dalam kategori sedang.

3. Penyuluhan tentang teknologi pengendalian penyakit surra secara positif dapat

meningkatkan pengetahuan peternak, tetapi belum pada keterampilan dan

sikap.

4. Sikap peternak memiliki hubungan yang nyata, tetapi pengetahuan dan

keterampilan berhubungan tidak nyata dengan tingkat adopsi teknologi

pengendalian penyakit surra.

5. 8.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disarankan beberapa hal

sebagai berikut:

A. Untuk pihak pemerintah

1. Untuk meningkatkan tingkat adopsi peternak, diperlukan berbagai upaya

termasuk penyuluhan (pelatihan, pendampingan, ceramah dll) agar terjadi

Page 147: unud-765-374512805-tesis pdf

147

peningkatan motivasi dan perilaku (sikap, pola pikir, dan keterampilan)

peternak tentang teknologi pengendalian penyakit surra.

2. Perlu adanya kegiatan pencegahan dan penanggulangan melalui kegiatan

vaksinasi dan pengobatan secara rutin dalam rangka pengendalian

penyakit selanjutnya.

3. Sebaiknya penyuluh tinggal di lokasi endemis penyakit surra, terutama

ketika terjadi wabah penyakit sehingga mempermudah dalam proses

pelayanan serta intensitas komunikasi antara penyuluh dan peternak perlu

ditingkatkan.

B. Untuk masyarakat

1. Rajin mengikuti kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh instansi terkait

untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak dalam

beternak sehingga pengendalian penyakit surra dapat berjalan dengan baik.

2. Memperbaiki pola pemeliharaan secara baik dan benar dengan cara

mengandangkan ternak kuda dan memisahkan ternak yang sakit dan sehat.

3. Pelaporan dan penanganan penyakit surra secepatnya serta melakukan

pembakaran bangkai dan karkas terinfeksi sehingga penyakit surra tidak

menyebar ke ternak lainnya.

Page 148: unud-765-374512805-tesis pdf

148

DAFTAR PUSTAKA

Adiwinata.T. dan A. Dachlan. .1969 . A brief note on Surra in Indonesia . Elveka

Fol . Vet. 3 : 11. Ahmadi, H. A. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Renika Cipta, Jakarta. Amirullah. 2012. Waspadai dan Cegah Penyakit Surra Pada Kuda, Kerbau, dan

Sapi di Pulau Sumbawa. Lombok. Antara. 2011. Penyakit Surra Mulai Menyerang Ternak.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/nusantara-nasional/12/07/11/m6z2qz-penyakit-sura-mulai-serang-ternak. Diakses tanggal 12 November 2012.

Arianto, Marni. 2012. 481 Ekor Ternak Mati di Sumba. http://www.batukar.info/news/481-ekor-ternak-mati-di-sumba. diakses tanggal 12 November 2012.

Arifin, R., Amirulah, dan Fauziah, S. 2003. Perilaku Organisasi. Bayu Media, Malang.

Arthanu, I. B. K. 1985. Pengetahuan dan Sikap Petani dalam Pengalihan

Pemanfaatan Lahan Pertanian dari Kopi ke Cengkeh. Kasus di Kabupaten Buleleng. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.

Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Timur. 2012. Kabupaten Sumba Timur

dalam Angka 2012. Kabupaten Sumba Timur: Badan Pusat Statistik. Consuelo, G, S. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia

Press. Jakarta.

Dahama, D.P. and D.P. Bhatnagar. 1980. Education and Communicatijon for Development. Oxford & IBH Publishing CO. New Delhi.

Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jillid II. LP3ES, Jakarta. Dayakisni dan Hudaniah. 2001. Psikologi Sosial. Univeristas Muhammadiyah

Malang Press, Malang. Departemen, Pertanian. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan

Sinar Tani. Jakarta.

Page 149: unud-765-374512805-tesis pdf

149

Depdikbud RI, 2000. Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan dan Perilaku Generasi Muda terhadap Upacara Perkawinan Adat di Kota Padang. Cetakan pertama. PD Intisari, Padang.

Dharma, D. M., A. A, G. Putra. J. 1997. Penyidikan Penyakit Hewan. CV. Bali

Media Adhikharsa. Denpasar. Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur. 2011. Laporan Tahunan.

Dwicipto. 2013. Manajemen Kesehatan dan Kesejahteraan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang.

Effendi, D. U. dan Praja, S. 1984. Pengantar Psikologi. Angkasa, Bandung. Feder, G. Richard, Ej. And David, Z, 1981. Adoption of Agricultural innovation in

Development Coutries. The Word Bank Washington OC., USA. Gerungan, W.A. 1981. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresko Griawan, I D. P. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (BLM-PUAP) Di Kabupaten Klungkung. [tesis]. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Hadi, S. 1988. Statistik II. Eresco Jakarta, Bandung.

Hawkins, H. S., A. M. Dunn, dan J. W. Carry. 1982. A Course Manual in Agricultural and Livestock Extensiom, Volume 2 : The Extension Process. AUIDP. Canberra.

Ibrahim, J. T. Ahmad, S dan Harpowo. 2003. Komunikasi Penyuluh Pertanian.

Bayumedia Publissing dan Universitas Muhamadiyah Malang Press. Malang.

Ilyas, Y. (1987). Kinerja: Teori Penilaian dan Penelitian. Jakarta: FKM UI. IQ.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kartasapoetra, G. A. 1994. Teknologi penyuluhan pertanian. Bumi Aksara.

Jakarta. Lestari, E. 2009. Adopsi Inovasi Sebagai Faktor Yang Berperan dalam Perubahan

Sosial. AA Power, No 9 Vol.9. Lionberger, H. and Gwin P. H., 1982. Communication Strateges, The Interstate

Printer Pub. Inc. Canville.

Page 150: unud-765-374512805-tesis pdf

150

Losos, G.J. 1980. Disease Caused by Trypanosoma evansi, a Review. Vet. Res. Communication, 4: 165.

Mahfudz, S. 2012. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Rendah.

http://paberasan.blogspot.com/2012/03/faktor-yang-yang- mempengaruhi.html. diakses tanggal 13 mei 2013.

Makmun, A.S. 1996. Psikologi Pendidikan. PT. Remaja Rosadakarya, Bandung. Mar ‘at. 1984. Sikap Manusia Perubahan dan Pengukurannya. Ghalia, Jakarta. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Acuan untuk Pelajar,

Mahasiswa, Dosen, Penyuluh, Pekerja Sosial, Penentu Kebijakan dan Peminat Ilmu/Kegaiatan Penyuluhan Pembangunan. Sebelas Maret Universitas Press, Surakarta.

Mardikanto, T. dan Sri Sutarni, 1982. Pengaturan Penyuluhan Pertanian.

Surakarta: Hapsara. Mardikanto, T.2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. LPP dan UPT Penerbitan dan

Percetakan UNS.

Margono, S. 1995. Sumbang Saran Mengenai Pola, Strategi dan Pendekatan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Pada PJP II. Didalam : Dinamika dan Perspektif Penyuluhan Pertanian Pada Pembangunan Pertanian Jangka Panjang Tahap Kedua. Proseding Lokakarya ; Bogor, 4-5 juli 1995, Bogor.

Margono, S. 2003. Penyuluhan Pertanian. Kumpulan Bahan Bacaan. IPB. Bogor. Mosher AT. 1987. Menggerakan dan membangun pertanian. Yasaguna. Jakarta.

Muhibbin, S. 1995. Psikologi Kependidikan dengan Pendekatan Baru. Remaja Rosadakarya, Bandung.

Mukayat, D Brotowidjoyo. 1987. Parasit dan Parasitisme. Jakarta: PT Melton

Putra. Notoatmodjo, S. (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta,

Jakarta. Partoutomo, S. 1988a. Epidemiologi Trypanosoma evansi pada Sapi dan Kerbau.

Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Cisarua, Bogor 8-10 Nopember 1988, 38-41.

 

Page 151: unud-765-374512805-tesis pdf

151

Partoutomo, S. 1988b. PHA Skin Test pada Kerbau yang Diinfeksi dengan T. evansi. Seminar Nasional V dan Konggres P4I ke iv, Ciawi, Bogor.

Partoutomo, S. 1992. Variasi Antigenic Trypanosoma evansi Bakit 102 pada

Kerbau,Sapi FH dan Sapi PO. Penyakit Hewan, 24 (44): 125-129. Partoutomo, S., M. Soleh, F. Politedy, A. Day, P. Stevenson, A.J. Wilson, D.B.

Copeman dan L. Owen. 1994. The Epidemiology of Trypanosoma evansi and Trypanosoma theileri in Cattle and Buffalo in Small Holder Farms in Java. Penyakit Hewan 26 (48): 41- 46.

Partoutomo, S., M. Soleh, F. Politedy, A. Day, A.J. Wilson dan D.B.

Copeman.1995. Studi Patogenesis Trypanosoma evansi pada Kerbau, Sapi Friesian Holstein dan Sapi Peranakan Ongole.JITV 1 (1): 41-48.

Partoutomo, S. 1996. Trypanosomiasis Caused by Trypanosoma evansi (“Surra”)

in Indonesia. Proceeding of A Seminar on Diagnostic Techniques for Trypanosoma evansi in Indonesia. 10 January 1996. Balitvet, Bogor. 1-9.

Prijono, TP. 2001. Proyeksi Penduduk Angkatan Kerja, dan Peran Serikat

Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. Edisi 23. Majalah Perencanaan Pembangunan Jakarta.

Ray, G. L. 1998. Extension Communication and Management. Naya Prokash.

Calcutta. Rogers, E. M. dan F.F. Shoemaker. 1971.Communication of Innovations. The

Free Pres, New York. Samsudin, S. U. 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.

Bina Cipta, Bandung. Sanafiah, 1982. Sikap Seseorang dan Apek-Aspek Yang Mempengaruhi. PT

Eresco, Jakarta. Setiawan I, dkk. 2009. Peningkatan Efektivitas Integrasi Dan Koordinasi Peran

Antara Penyuluh Pertanian, Pemerintah, Swasta Dan Swadaya Bagi Pemberdayaan Petani Dan Pelaku Agroindustri Skala Kecil Menengah (Suatu Kasus Di Kec. Cililin Kab. Bandung Barat). Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Setyarini, Dewi. 2009. Skripsi Pengaruh Intensitas Penyuluhan terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Penghijauan Kota : Studi Kasus Kecamatan Kota Kabupaten Wajo. Universitas Indonesia. Jakarta.

Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Edisi Kedua LP3ES, Jakarta.

Page 152: unud-765-374512805-tesis pdf

152

Sitepu, N. SK. 1994. Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung. Soedijanto, 1987. Beberapa Konsepsi Konsep Belajar dan Implikasinya.Badan

Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Ciawi-Bogor. Soekanto, S. 1985. Karl Mamheim Sosiologis Sistematis. Rajawali, Jakarta. Soekartawi A., J.L. Dillo, J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian

untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Soekartawi. 2005. Prinsip dasar komunikasi pertanian. UI-Press. Jakarta

Soetarno, R. 1994. Psikologi Sosial. Kanisius, Yogyakarta. Solihat, dan Lilis. 2002. Proses Pemeriksaan Sampel Penyakit-Penyakit Parasit

Darah Di Laboratorium Parasitologi Balivet. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals. 7th ed. Bailliere Tindall. London. Su’adah dan Lendryono, F. 2003. Pengantar Psikologi. Bayu Media, Malang. Subejo. 2009. Revolusi Hijau dan Penyuluhan Pertanian. Tokyo. Indonesian

Agricultural Sciences Association http://www.iasa-pusat.org/artikel/revolusi-hijau-dan-penyuluhan-pertanian. html. (12 April 2013).

Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit & Mikroba pada Anjing &

Kucing.Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. Sukanto, I.P. 1992. Petunjuk diagnosa parasit darah trypanosoma. babesia dan

anaplasma. Proyek Kerjasama Balitvet - ODA (1986 - 1992). Puslithangnak. Badan Lithang Pertanian. 13 – 16.

Suparlan, 1986. Perubahan Sosial Dalam Wilayah,A. W. (ed) Manusia Indonesia,

Individu, Keluarga, dan Masyarakat, Akademi Pressido. Jakarta.

Suparta, N. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. Bali Media Adhikasa, Denpasar.

Suparta, N., K. K. Nuraini., I. B Sutrisna., W. Inggriati., I. G Suartha., I. G. N

Made. 2009. Penyuluhan Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar. Supriatna, dan Tjahya, S.U. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan.

Rineka Cipta, Jakarta.

Page 153: unud-765-374512805-tesis pdf

153

Supriyatno, 1978. Adopsi Teknologi Baru di Kalangan Petani. Agroekonomi,

Departemen Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta

Tarmudji. 2003. Beberapa Penyakit Hewan. Balai Penelitian Veteriner. Bogor Vol 13 (4) : 164.

Tjitropranoto, P.2003. Penyuluh Pertanian: Masa Kini dan Masa Depan: Dalam

Indrasih, KS. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Keputusan Petani Dalam Adopsi Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu. IPB Press : Bogor Usaha Pertanian Kedelai di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 6 (1): 50-63.

Van Den Ban, A.W dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius,

Yogyakarta.

Wahyu, 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya. Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Andi Offset, Yogyakarta.

Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Prenada Media, Jakarta.

Winkel, W.S. 1986. Psikologi Pengajaran.Cet Kedua. PT. Gramedia, Jakarta.

Wiriaatmadja, S. 1990. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. PT Yasaguna, Jakarta.

Wolf, E. R. 1983. Petani: Suatu Tinjauan Anthropologis. Rajawali Press, Jakarta.

Page 154: unud-765-374512805-tesis pdf

154

Lampiran 1 : Daftar Nama Peternak

No Daftar Nama Peternak Kecamatan 1 Yohanes Tenguwali Nggaha Ori Angu 2 Petrus Nggoa Madja Nggaha Ori Angu 3 Bakar Ngunju ndima Nggaha Ori Angu 4 Matius Laya Nggiku Nggaha Ori Angu 5 Stepanus Mada Andamai Nggaha Ori Angu 6 Nggaba Ndapa Tamu Nggaha Ori Angu 7 Gerson Karuta Lara Nggaha Ori Angu 8 Lanja Keba Ndiata Nggaha Ori Angu 9 Marten. R. Kamadjing Nggaha Ori Angu 10 Ndawa Talunggadja Nggaha Ori Angu 11 Andreas Anakonda Nggaha Ori Angu 12 Eben Koparihi Nggaha Ori Angu 13 Anus Kahapat Mbuhang Nggaha Ori Angu 14 Maria Tamu ina Nggaha Ori Angu 15 Hinna Pladjawa Nggaha Ori Angu 16 Henok Hamba Ndika Nggaha Ori Angu 17 Karippi Walu Wanja Nggaha Ori Angu 18 Yunus Luhamba wudi Nggaha Ori Angu 19 Pilipus Retang Kalambar Nggaha Ori Angu 20 Nikodemus Hamba Ndika Nggaha Ori Angu 21 Harun Nggala Mbaya Katala Hamu Lingu 22 Ayub Landu Wuhang Katala Hamu Lingu 23 Martinus Hunga Wai Katala Hamu Lingu 24 Hambai H. Ganju Katala Hamu Lingu 25 Ndilu H. Banggu Katala Hamu Lingu 26 Markus Katala Hamu Lingu 27 Andung Hamakonda Katala Hamu Lingu 28 Kawau Runga Katala Hamu Lingu 29 Jusuf Landu Pari Katala Hamu Lingu 30 Andreas Yanggu Rumar Katala Hamu Lingu 31 Umbu Rihi Tamu Katala Hamu Lingu 32 Yulius Remi Kati Katala Hamu Lingu 33 Yulius Namu Wali Katala Hamu Lingu 34 Lasarus Njuka Praing Lewa 35 Ling Dawan Untono Lewa

Page 155: unud-765-374512805-tesis pdf

155

36 Rangga Kalla Upung Lewa 37 Agustinus Hanaul Hawulla Lewa 38 Kabalik Lalupingu Lewa 39 Kahumbu Nggiku Lewa 40 Jiwa Kana Koni Lewa 41 Dada Mbadi Lewa 42 Rangga Ngalu Mara Lewa 43 Natarius Hapu Landu Kara Lewa 44 Matius R. Madappu Lewa 45 Daniel Pulu Karanggulimu Lewa 46 Adronian Lewa 47 Daud D. Lodu Lewa 48 Marinus Kalikit Ngganga Lewa Tidahu 49 Gidion Nggiku Tana Lewa Tidahu 50 Hamang Meta Yiwa Lewa Tidahu 51 Lukas Laku Ndawa Lewa Tidahu 52 Pipa Kaya Lewa Tidahu 53 Simeon K. Waka Lewa Tidahu 54 Mikael Harumbha Lewa Tidahu 55 Joni Hamba Banju Lewa Tidahu 56 Yakobus Pilla Ndelu Lewa Tidahu 57 Silwanus K. Ndala Lewa Tidahu 58 Yakub Ndakularak Lewa Tidahu 59 Obed Ndamuwulang Lewa Tidahu 60 Tehu Ria Ngadu Ngala 61 NdamunG Kilimandu Ngadu Ngala 62 Aku Makaborang Ngadu Ngala 63 Pura Lity Ndai Ngadu Ngala 64 Randa Ahing Ngadu Ngala 65 Romu Konda Luta Ngadu Ngala 66 Umbu Hunga Meha Ngadu Ngala 67 Mesakh Tara Awang Ngadu Ngala 68 Marthen K. Awang Ngadu Ngala 69 Kalikit Taka Meha Ngadu Ngala 70 Umbu Konda Awang Ngadu Ngala 71 Kalikit Peka Rihi Ngadu Ngala 72 Benyamin Rihi Welem Wula Waijelu 73 El El wuki Wula Waijelu 74 Nikolas Wuki Wake Wula Waijelu 75 Paulus Uli Wula Waijelu

Page 156: unud-765-374512805-tesis pdf

156

76 Yulius Kalukur Lidjang Wula Waijelu 77 Yohanes Hau Heji Wula Waijelu 78 Ndomu Hada Mburu Wula Waijelu 79 Melkianus Tono Hau Wula Waijelu 80 Marten Katoara Takandiwa Wula Waijelu 81 Padjaru Mbaku Ndima Wula Waijelu 82 Mada Wara Ndoi Wula Waijelu 83 Padjaru Maramba djua Wula Waijelu 84 Kaka Amah Tabundung 85 Jhon Kamalahina Tabundung 86 Bambang Amah Tabundung 87 Anthon Piranjawa Tabundung 88 Deha Taka Ndunu Tabundung 89 Daniel Manjapalit Tabundung 90 Anthon Piranjawa Tabundung 91 Hinna Kapu Endang Tabundung 92 Umbu Ndamu Tabundung 93 Ngguli Wenya Ndangu Tabundung 94 Katuhi Mbaha Tabundung 95 Kabukur Panjanji Tabundung 96 Marten Pura Mbida Nau Tabundung

Page 157: unud-765-374512805-tesis pdf

157

Lampiran 2 : Daftar Nama Penyuluh

No Daftar Nama Penyuluh Kecamatan 1 Yunus Landukara Nggaha Ori Angu dan Lewa 2 Yohanes A. Balla Katala Hamulingu 3 Umbu Kahumbu Njurumanna Lewa Tidahu 4 Dominggus T. Teul Ngadu Ngala 5 Marthen Umbu Hamataki Tabundung 6 Antonius R. Galla Wula Waijelu

Lampiran 2 : Daftar Nama Pemerintah

No Pemerintah Jabatan 1 Ir Yunus Domu Wullang Kepala Dinas Peternakan/IV B 2 Manuel M. Kitu Kepala Bidang Kesehatan Hewan 3 Hamba Manu Korung Camat Nggahaoriangu/IV A 4 Rudolf Rihi Tude Sekcam Lewa/ III D 5 Oria A. Raramata Camat Wullawaijelu /IV A 6 Melkianus Etu Dundu Camat Tabundung /III D 7 Dominggus Kaborang Camat Ngadu Ngala/ III D 8 Agustinus Kandeku Sekretaris Camat/ III D 9 Dr Banju Ndakumanung Camat Lewa Tidahu/ III D 10 Drh Jeany Mira Mangi Dokter Hewan

Page 158: unud-765-374512805-tesis pdf

158

Lampiran 3 : Rataan Persentase Skor Perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) peternak dan mengenai kegiatan penyuluhan, pelayanan dan pengaturan.

No Pengetahuan Keterampilan Sikap Adopsi Penyuluhan Pelayanan Pengaturan 1 64 44 50 56 80 47 32 2 61 39 62 63 87 57 30 3 55 35 53 49 80 43 31 4 59 41 64 60 74 49 28 5 61 40 65 38 85 50 34 6 60 41 63 64 82 42 30 7 52 38 53 47 78 48 38 8 58 37 57 43 82 51 31 9 56 27 61 40 72 46 28 10 66 36 64 55 87 50 31 11 49 40 63 42 85 43 34 12 58 29 68 34 78 45 34 13 59 35 67 59 73 40 25 14 56 43 63 49 88 55 34 15 49 35 58 41 83 47 36 16 53 35 68 51 60 47 27 17 58 34 59 44 76 42 24 18 61 42 53 57 76 51 36 19 64 38 52 53 73 44 34 20 59 42 61 59 67 44 33 21 42 27 52 46 81 50 31 22 45 31 55 46 83 50 32 23 56 40 51 44 78 48 34 24 59 30 51 48 75 47 35 25 54 35 53 45 74 46 36 26 53 34 47 43 74 46 34 27 57 37 54 46 78 50 35 28 57 33 54 54 78 55 36 29 55 39 58 48 89 51 39 30 49 35 55 50 87 53 38 31 56 38 59 51 80 54 36 32 50 37 61 51 84 50 30 33 61 36 59 48 77 57 36 34 42 28 63 43 83 53 38 35 40 31 66 43 86 51 35

Page 159: unud-765-374512805-tesis pdf

159

36 47 28 63 42 90 53 37 37 45 31 63 43 82 48 37 38 46 33 66 47 86 46 39 39 47 32 61 42 83 51 38 40 48 38 63 45 80 49 34 41 48 35 69 47 78 51 36 42 49 36 67 48 77 49 35 43 45 34 60 45 78 48 32 44 42 30 59 45 71 44 34 45 43 32 61 45 72 47 34 46 46 33 68 47 76 41 34 47 46 35 58 54 87 48 33 48 46 38 59 59 67 45 37 49 41 30 59 46 75 44 27 50 44 43 61 62 84 56 38 51 43 34 59 46 68 47 34 52 46 36 51 54 76 50 34 53 63 41 52 57 76 50 33 54 59 34 59 66 81 47 33 55 47 38 54 42 78 53 36 56 59 33 53 56 77 47 33 57 48 30 60 39 69 44 31 58 46 28 58 40 73 44 28 59 58 34 59 54 78 49 39 60 39 34 58 46 71 45 33 61 49 37 54 55 71 48 36 62 43 39 57 52 69 47 36 63 45 34 55 49 75 48 34 64 46 36 53 50 69 43 35 65 44 39 60 50 76 47 33 66 43 39 56 52 69 47 29 67 40 37 53 55 64 47 34 68 38 37 58 48 72 48 33 69 41 37 60 50 58 39 35 70 46 40 57 50 78 53 37 71 44 38 60 50 66 46 35 72 42 33 56 49 73 44 32

Page 160: unud-765-374512805-tesis pdf

160

73 45 32 56 38 72 40 27 74 42 34 51 47 74 48 34 75 42 33 53 39 74 48 26 76 43 42 55 55 79 55 33 77 46 27 55 49 76 42 32 78 46 26 62 49 79 45 30 79 43 37 58 56 75 47 34 80 47 35 61 50 76 46 35 81 45 34 60 52 81 45 37 82 45 35 56 47 76 44 29 83 50 34 59 51 80 52 34 84 46 37 58 44 71 46 34 85 53 37 56 46 83 53 32 86 51 37 62 46 78 51 28 87 48 35 54 47 81 48 36 88 49 35 54 46 75 49 29 89 49 37 49 51 74 49 32 90 47 39 49 51 80 47 32 91 49 41 54 49 79 49 36 92 48 42 53 47 74 48 34 93 45 39 52 49 74 45 31 94 49 45 60 52 81 49 36 95 54 48 61 55 80 54 34 96 48 39 58 48 70 48 32

Jumlah 4776 3438 5567 4701 7388 4603 3200 Rata-rata 49.75 35.81 57.98 48.97 76.96 47.95 33.33 Persentase 62.19 65.11 72.49 65.29 81.01 79.91 83.33

Page 161: unud-765-374512805-tesis pdf

161

Lampiran 4 : Hasil Analisis Data Menggunakan Partial Least Square (PLS)

Structural Model - Jack Knife

Entire Sample estimate

Mean of Subsamples

Jackknife estimate

Standard eror

T-statistic

Standar eror

(Adjusted) T statistic (Adjusted)

Pengetahuan -> Keterampilan 0.462 0.462 0.4194 0.0998 4.2046 0.1411 2.9731 Keterampilan -> Adopsi 0.1000 0.1 0.1435 0.1336 1.0745 0.1889 0.7598 Pengetahuan -> Adopsi -0.0900 -0.09 -0.106 0.1363

-0.7764 0.1928 -0.5490

Sikap -> Adopsi 0.253 0.253 0.2302 0.0964 2.3877 0.1364 1.6883 Penyuluhan -> Sikap 0.1720 0.172 0.1314 0.0811 1.6200 0.1147 1.1455 Pengaturan -> Adopsi 0.0060 0.0060 0.0100 0.1523 0.0654 0.2154 0.0462 Pelayanan -> Adopsi 0.0190 0.019 0.0418 0.1387 0.3011 0.1961 0.2129 Pengaturan -> Penyuluhan 0.2580 0.258 0.2768 0.0956 2.8962 0.1352 2.0480 Pelayanan -> Penyuluhan 0.5880 0.588 0.6345 0.0981 6.4667 0.1388 4.5726 Pengetahuan -> Sikap 0.5420 0.542 0.5529 0.0954 5.7943 0.1349 4.0972 Keterampilan -> Sikap -0.1720 -0.172 -0.156 0.0870

-1.7943 0.1231 -1.2688

Penyuluhan -> Pengetahuan 0.4710 0.471 0.4492 0.0856 5.2488 0.1210 3.7115 Penyuluhan -> Keterampilan -0.0420 -0.042 -0.055 0.0927

-0.5916 0.1311 -0.4183

Page 162: unud-765-374512805-tesis pdf

162

Lampiran 5: Signifikansi Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap dan Tingkat Adopsi Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dengan Penyuluh

a. Dekat-agak dekat

Ranks Jarak N Mean Rank Sum of Ranks

Pengetahuan Dekat 20 34.05 681.00

Agak Dekat 27 16.56 447.00

Total 47

keterampilan Dekat 20 31.30 626.00

Agak Dekat 27 18.59 502.00

Total 47

Sikap Dekat 20 25.60 512.00

Agak Dekat 27 22.81 616.00

Total 47

Adopsi Dekat 20 27.35 547.00

Agak Dekat 27 21.52 581.00

Total 47

Test Statisticsa Pengetahuan keterampilan sikap Adopsi

Mann-Whitney U 69.000 124.000 238.000 203.000

Wilcoxon W 447.000 502.000 616.000 581.000

Z -4.333 -3.153 -.691 -1.445

Asymp. Sig. (2-tailed)

.000 .002 .490 .149

a. Grouping Variable: Jarak

Page 163: unud-765-374512805-tesis pdf

163

b. Dekat-Jauh

Ranks

Jarak N Mean Rank Sum of Ranks

Pengetahuan Dekat 20 56.35 1127.00

Jauh 49 26.29 1288.00

Total 69

keterampilan Dekat 20 40.52 810.50

Jauh 49 32.74 1604.50

Total 69

Sikap dekat 20 45.58 911.50

Jauh 49 30.68 1503.50

Total 69

Adopsi dekat 20 36.20 724.00

Jauh 49 34.51 1691.00

Total 69

Test Statisticsa Pengetahuan keterampilan sikap Adopsi

Mann-Whitney U 69.000 124.000 238.000 203.000

Wilcoxon W 447.000 502.000 616.000 581.000

Z -4.333 -3.153 -.691 -1.445

Asymp. Sig. (2-tailed)

.000 .002 .490 .149

Page 164: unud-765-374512805-tesis pdf

164

c. Agak dekat-Jauh Ranks

Jarak N Mean Rank Sum of Ranks

Pengetahuan Agak Dekat 27 49.06 1324.50

Jauh 49 32.68 1601.50

Total 76

Keterampilan Agak Dekat 27 29.20 788.50

Jauh 49 43.62 2137.50

Total 76

Sikap Agak Dekat 27 45.96 1241.00

Jauh 49 34.39 1685.00

Total 76

Adopsi Agak Dekat 27 27.61 745.50

Jauh 49 44.50 2180.50

Total 76

Test Statisticsa

Pengetahuan keterampilan sikap Adopsi

Mann-Whitney U 376.500 410.500 460.000 367.500

Wilcoxon W 1601.500 788.500 1.685E3 745.500

Z -3.099 -2.736 -2.194 -3.199

Asymp. Sig. (2-tailed)

.002 .006 .028 .001

a. Grouping Variable: Jarak

 

Page 165: unud-765-374512805-tesis pdf

165

Lampiran 6: Reliabilitas Konstruk

1. Pengetahuan

Case Processing Summary N %

Cases Valid 30 100.0Excludeda 0 .0Total 30 100.0

.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized ItemsN of Items

.765 .950 17

Page 166: unud-765-374512805-tesis pdf

166

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted P1 103.9000 519.541 .892 . .745P2 103.3667 529.826 .609 . .752P3 104.2000 536.234 .709 . .754P4 104.0000 527.103 .740 . .750P5 104.0333 534.378 .608 . .754P6 103.8000 529.131 .700 . .751P7 104.0000 536.966 .651 . .755P8 104.4000 543.490 .546 . .758P9 103.8667 516.395 .693 . .745P10 103.9333 523.513 .838 . .747P11 103.9333 523.513 .838 . .747P12 103.9000 526.231 .772 . .749P13 103.8667 528.878 .685 . .751P14 104.0667 532.202 .578 . .753P15 103.9000 519.541 .892 . .745P16 103.4667 529.292 .556 . .752TOTAL 53.6333 140.654 1.000 . .938

Page 167: unud-765-374512805-tesis pdf

167

2. Keterampilan

Case Processing Summary N %

Cases Valid 30 100.0Excludeda 0 .0Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items

N of Items

.762 .854 12

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted K1 62.3667 172.240 .621 . .737K2 62.9667 172.861 .526 . .741K3 62.4667 168.947 .627 . .733K4 62.5000 180.121 .459 . .750K5 63.0333 183.137 .349 . .756K6 62.9667 172.861 .526 . .741K7 62.6000 180.938 .393 . .753K8 62.7000 174.562 .615 . .740K9 62.4000 173.490 .637 . .738K10 62.2667 179.926 .466 . .750K11 62.1333 176.533 .559 . .744TOTAL 34.6667 52.920 .993 . .807

Page 168: unud-765-374512805-tesis pdf

168

3. Sikap

Case Processing Summary N %

Cases Valid 30 100.0Excludeda 0 .0Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

.762 .940 17

Page 169: unud-765-374512805-tesis pdf

169

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted S1 105.6667 457.126 .659 . .742S2 105.6000 463.766 .781 . .744S3 105.7000 463.597 .765 . .744S4 105.1667 461.385 .746 . .743S5 105.6000 463.766 .781 . .744S6 105.8000 473.614 .677 . .750S7 106.2000 479.062 .597 . .754S8 105.8000 468.993 .652 . .748S9 105.1667 461.385 .746 . .743S10 105.4667 476.809 .459 . .753S11 106.0000 472.828 .739 . .750S12 105.8000 468.993 .652 . .748S13 105.1667 461.385 .746 . .743S14 105.4667 476.809 .459 . .753S15 106.2000 479.062 .597 . .754S16 105.7333 468.133 .687 . .747TOTAL 54.5333 124.671 1.000 . .926

Page 170: unud-765-374512805-tesis pdf

170

4. Adopsi

Case Processing Summary N %

Cases Valid 30 100.0Excludeda 0 .0Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

.762 .938 16

Page 171: unud-765-374512805-tesis pdf

171

Item-Total Statistics

Scale Mean

if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted A1 89.0333 511.482 .636 . .751A2 88.7667 505.013 .730 . .747A3 88.5000 501.845 .667 . .746A4 89.1333 513.430 .638 . .752A5 88.9000 511.955 .523 . .752A6 89.0333 489.137 .697 . .740

A7 89.3000 510.010 .713 . .750A8 89.0333 511.482 .698 . .751A9 89.0667 496.340 .862 . .742A10 89.0333 489.137 .697 . .740A11 88.1000 505.266 .643 . .748A12 88.9333 501.375 .731 . .745A13 89.4667 501.706 .583 . .747A14 88.7667 504.047 .752 . .746A15 88.9333 513.375 .517 . .753TOTAL 46.0000 134.759 1.000 . .919

Page 172: unud-765-374512805-tesis pdf

172

5. Penyuluhan

Case Processing Summary N %

Cases Valid 30 100.0Excludeda 0 .0Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

.759 .945 20

Item-Total Statistics

Scale Mean

if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted PNY1 150.4000 504.179 .690 . .748 PNY2 150.2667 497.306 .713 . .744 PNY3 150.2000 499.200 .774 . .745 PNY4 150.2000 503.200 .606 . .748 PNY5 150.4000 500.317 .802 . .745 PNY6 150.4667 500.395 .803 . .745 PNY7 150.4000 504.179 .690 . .748 PNY8 150.5000 502.052 .566 . .747 PNY9 150.2667 494.823 .772 . .743 PNY10 150.2000 500.717 .617 . .746 PNY11 149.9333 509.444 .584 . .751 PNY12 150.6667 501.747 .581 . .747 PNY13 150.2667 494.823 .772 . .743 PNY14 150.3000 496.907 .839 . .743 PNY15 150.6333 501.413 .537 . .747 PNY16 150.5000 499.638 .696 . .745 PNY17 150.4333 501.702 .504 . .748 PNY18 150.1333 510.740 .576 . .751 PNY19 150.2333 518.461 .433 . .755 TOTAL 77.2000 132.303 1.000 . .933

Page 173: unud-765-374512805-tesis pdf

173

6. Pelayanan

Case Processing Summary

N % Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items

N of Items

.766 .931 13

Item-Total Statistics

Scale Mean

if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted PL1 89.0333 209.689 .785 . .742PL2 89.3333 209.609 .773 . .742PL3 89.0667 208.547 .888 . .740PL4 89.2000 209.200 .735 . .742PL5 88.9667 209.757 .824 . .742PL6 88.7667 212.530 .798 . .745PL7 88.8333 220.351 .651 . .756PL8 88.7333 219.444 .601 . .755PL9 89.8333 217.454 .412 . .756PL10 89.2000 211.545 .651 . .746PL11 89.0667 214.340 .723 . .748PL12 90.2333 215.702 .398 . .755TOTAL 46.5333 57.913 1.000 . .902

Page 174: unud-765-374512805-tesis pdf

174

7. Pengaturan

Case Processing Summary

N % Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.782 .924 9

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted PNG1 49.6667 151.402 .524 . .776PNG2 49.1333 135.637 .726 . .745PNG3 49.2000 140.234 .855 . .750PNG4 49.2000 140.234 .855 . .750PNG5 49.1667 142.075 .768 . .755PNG6 49.1333 145.085 .608 . .764PNG7 49.3333 144.989 .575 . .765PNG8 49.1667 138.695 .887 . .747TOTAL 26.2667 40.340 1.000 . .893

Page 175: unud-765-374512805-tesis pdf

175

Lampiran 7 : Kuisioner

SURVAI ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA

OLEH PETERNAK KUDA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

Untuk responden peternak

I IDENTITAS RESPONDEN

1 Nama responden :

2 Alamat tempat tinggal responden :

3 Umur :

4 Jenis kelamin : 1) Laki-laki, 2) Perempuan

5 Agama : 1) Islam, 2) Kristen, 3) Hindu, 4) Budha, 5) Katolik

6 Status Perkawinan : 1) Kawin, 2) Belum kawin, 3) Janda/Duda

7 Pekerjaan :

Mohon disebutkan jenis pekerjaan pokok dan sambilan Bapak !

No Jenis Pekerjaan Pokok Sambilan 1 Petani 2 Peternak 3 Pedagang 4 Pengrajin 5 Buruh 6 Pegawai negri 7 Pegawai swasta 8 Lain-lain (sebutka) …….

Page 176: unud-765-374512805-tesis pdf

176

8 Tingkat Pendidikan terakhir dan lama waktu pendidikan

No Tingkat Pendidikan Tamat (tahun) Tidak tamat/sampai Tingkat …(tahun)

1 Tidak pernah sekolah 2 SD/ Kejar paket A 3 SLTP/ Kejar paket B 4 SMU 5 Akademi 6 Perguruan tinggi 7 Kursus – Dll

9 Jumlah Tanggungan Keluarga ……orang

10 Luas lahan sendiri (ha) :

Jenis Lahan Dikerjakan sendiri

Tidak Dikerjakan Jumlah Keteragan

1. Sawah 2. Tegalan 3. Pekarangan 4. …………..

No

Jenis Kelamis Hubungan dengan

keluarga Umur

(Tahun) Pendidikan Pekerjaan L P

1 2 3 4 5 6

Page 177: unud-765-374512805-tesis pdf

177

11 Apakah Bapak ikut menjadi anggota sesuatu organisasi? YA/TIDAK

Jika Ya, alasannya: ………….. ………………………………………………

………………………………………………….............................................

Jika Tidak, alasannya …………………………………………………...........

………………………………………………………………………………..

Jika Ya, manakah organisasi berikut yang dapat Bapak ikuti?

Organisasi Nama Bidang Anggota Pengurus

a. Kelompok ternak

b. Koperasi

c. Dll …………..

12 Apakah Bapak pernah mendapatkan penyuluhan ? YA/TIDAK

Jika Ya : Penyuluhan tentang apa yang bapak dapatkan? ……………………

13 Berapa kali mendapatkan penyuluhan dalam sebulan atau setahun? …………

14 Metode penyuluhan apa yang digunakan?

a. Datang sendiri berkunjung ke lokasi peternak

b. Bersama-sama dengan peternak lain

c. Melalui buku, brosur, tv, radio, dll

II JUMLAH KEPEMILIKAN TERNAK

1. Berapakah jumlah ternak yang Bapak pelihara saat ini?

No Jenis ternak Anak Dewasa Total

1 Ternak besar Jantan Betina Jantan Betina

a. Kuda

b. Sapi

c. Kerbau

2 Ternak kecil

a. Babi

b. Kambing

Page 178: unud-765-374512805-tesis pdf

178

III SUMBER – SUMBER INFORMASI PENGENDALIAN PENYAKIT

1. Sumber informasi mana yang dipakai untuk mengetahui tentang pengendalian

penyakit pada ternak kuda?

a. Buku

b. Koran

c. Televisi

d. Internet

e. Pemerintah

f. Penyuluh

g. Dll …….

2. Dari sekian informasi tersebut, yang mana Bapak anggap paling berperan ?

(disebut salah satu dan diberi tanda silang dan dilinkari)

3. Berikan alasan mengapa Bapak memakai sumber itu ? …………......

Page 179: unud-765-374512805-tesis pdf

179

IV PENGETAHUAN

Pilihlah jawaban yang saudara anggap paling benar !

1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit surra?

a. Merupakan salah satu penyakit hewan menular penting pada ternak

kuda dan ruminansia besar

b. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa

c. Penyakit parasit darah yang disebabkan oleh protozoa yang menyerang

mamalia hewan, yang bersifat akut dan kronis.

d. Penyakit yang disebabkan oleh kuman Bacillus anthracis

e. Penyakit yang bersifat akut dan kronis

2. Apakah Bapak mengetahui ciri - ciri penyakit surra?

a. Hewan lesu, nafsu makan turun, nampak lemah, selaput lendir mata

kekuning-kuningan dan sering terjadi keratitis.

b. Terjadi lepuh-lepuh pada lidah

c. Terjadi adema pada daerah dada dan perut sampai dekat alat kelamin.

d. Keluar getah bening dari hidung dan mata, demam dan nafsu makan

menurun

e. Muncul gejala syaraf, gerakan berputar-putar

3. Bagaimana cara penularan penyakit surra?

a. Ditularkan oleh gigitan vektor lalat, kutu penghisap darah yang

menghinggap/menulari dari hewan yang sakit kehewan yang sehat

lainnya

b. Melalui lalat penghisap darah (hematophagous flies)

c. Hewan karnivora dapat terinfeksi trypanosoma apabila memakan

daging yang mengandung trypanosoma.

d. Penularan melalui air susu.

e. Penularan melalui nyamuk

Page 180: unud-765-374512805-tesis pdf

180

4. Apakah Bapak mengetahui penyebab terjadinya penyakit surra?

a. Virus

b. Lalat, dan kutu pengisap darah

c. Protozoa Trypanosoma evansi. Protozoa ini hidup di dalam darah

penderita dan mengisap glukosa yang terkandung di dalam darah dan

mengeluarkan sejenis racun trypanotoksin.

d. Protozoa, dan kutu pengisap darah

e. Kutu pengisap darah, lalat dan protozoa

5. Apakah faktor pemicu terjadinya penyakit surra ?

a. Faktor lingkungan

b. Faktor iklim

c. Faktor kondisi yang menyebabkan stress pada hewan seperti malnutrisi,

kebuntingan, dan kelelahan.

d. Faktor angin berpengaruh yaitu berperan dalam penyebaran lalat

Tabanus.

e. Tidak ada faktor yang berpengaruh dalam penyebaran penyakit surra.

6. Apakah yang dimaksud dengan pencegahan penyakit surra?

a. Suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mencegah masuknya

cacing-cacing pengganggu pada ternak kuda.

b. Suatu usaha yang manusia untuk melindungi ternaknya dari penyakit

yang disebabkan oleh virus, dll melalui tindakan menjaga lingkungan

kandang selalu sehat

c. Suatu usaha untuk melindungi agar ternak-ternak terhindar dari

penyakit melalui kegiatan yang meliputi penjagaan dan pemeliharaan

kebersihan kandang dan sekitarnya, peralatan dan perlengkapan

kandang.

d. Suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia dalam usaha pencegahan

dan pemberantasan penyakit menular pada ternak diantaranya yaitu

dengan mengetahui tanda-tanda atau gejala-gejala penyakit yang

Page 181: unud-765-374512805-tesis pdf

181

menular serta mengerti tentang cara menularnya masing-masing jenis

penyakit

e. Usaha manusia dalam mempertahankan populasi ternak kuda melalui

pemilihan bibit yang terbebas dari penyakit menular.

7. Apakah yang dimaksud dengan vaksinasi?

a. Pemberian vaksin ke dalam tubuh hewan untuk memberikan kekebalan

terhadap penyakit.

b. Kekebalan tubuh hewan

c. Bahan antigen (zat yang merangsang respon kekebalan tubuh) yang

digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit.

d. Proses pemberian vaksin kedalam tubuh manusia atau hewan untuk

memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu sesuai dengan jenis

vansinnya.

e. Menyembuhkan kuda yang sakit

8. Mengapa ternak kuda perlu divaksinasi?

a. Memberikan kekebalan pada tubuh serta mencegah terjadinya infeksi

b. Mempercepat pertumbuhan, meningkatkan produksi, menyembuhkan

kuda yang sakit

c. Memberikan kekebalan tubuh

d. Mencegah terjadinya infeksi

e. Agar ternak kuda terhindar dari penyakit.

9. Menurut Bapak, hal-hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam

melaksanakan vaksinasi ?

a. Program vaksinasi harus dilakukan dengan seksama dan diperhatikan

masa kekebalan yang ditimbulkan.

b. Umur ternak

c. Jenis ternak

d. Kesehatan ternak

e. Tidak tau

Page 182: unud-765-374512805-tesis pdf

182

10. Apa saja yang sebaiknya diberikan pada ternak kuda sebagai pakan

tambahan (suplement)?

a. Rumput dan konsentrat (campuran jagung, kacang kedelai dan dedak

padi)

b. Dedak padi, Jagung, Kacang kedelai

c. Rumput, dedak padi dan bungkil kelapa

d. Rumput saja

e. Rumput dan dedak padi dan bungkil kacang tanah

11. Untuk menjaga kesehatan ternak, apakah ternak kuda perlu diberikan

pakan tambahan?

a. Sangat perlu

b.Perlu

c. Biasa-biasa saja

d.Kurang perlu

e. Tidak perlu

12. Apakah ternak kuda perlu dibuatkan kandang?

a. Sangat perlu

b. Perlu

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang perlu

e. Tidak perlu

13. Perlukah kandang didesinfektan?

a. Sangat perlu

b. Perlu

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang perlu

e. Tidak perlu

Page 183: unud-765-374512805-tesis pdf

183

14. Bagaimanakah cara sebaiknya mengendalikan penyakit menular pada

ternak kuda?

a. Melaksanakan jadwal vaksinasi secara teratur

b. Memeriksakan kesehatan ternaknya secara rutin pada dokter hewan di

Dinas Peternakan atau dokter hewan praktek daerah asal.

c. Menjaga sanitasi kandang (membersihkan kandang dan peralatannya),

d. Memisahkan (mengisolasi) kuda yang sakit dari kuda yang sehat

e. Membiarkan saja hewan sakit tanpa tindakan apapun

15. Apa yang Bapak ketahui tentang cara pengobatan penyakit surra?

a. Diobati dengan suramin

b. Dapat diobati dengan antibiotic

c. Diobati dengan trypamidium

d. Diobati dengan obat-obat tradisional

e. Dapat diobati dengan tryponil

16. Jika ternak kuda sakit, apakah Bapak perlu mengisolasi kuda yang sakit ?

a. Sangat perlu

b. Perlu

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang perlu

e. Tidak perlu

V. KETRAMPILAN

1. Bagaimana cara Bapak, mengidentifikasi penyakit surra?

a. Hewan akan terlihat lesu, nafsu makan turun, nampak lemah, selaput

lendir mata kekuning-kuningan dan sering terjadi keratitis.

b. Demam, lesu, lemah, nafsu makan berkurang, lekas letih, Anemia, kurus,

bulu rontok, busung daerah dagu dan anggota gera, keluar getah radang,

selaput lendir menguning, jalan sempoyongan dan kejang dan berputar-

putar.

c. Dimasukkan ke dalam kandang.

Page 184: unud-765-374512805-tesis pdf

184

d. Keluar getah bening dari hidung dan mata, demam dan nafsu makan

menurun

e. Mulut lepuh-lepuh

2. Apakah Bapak bisa melakukan vaksinasi sendiri dengan lancar?

a. Sangat lancar

b. Lancar

c. Kurang lancar

d. Biasa-biasa saja

e. Tidak lancar

3. Bagaimana cara Bapak, melakukan vaksinasi ?

a. Ternak kuda di masukkan ke dalam kandang jepit kemudian divaksin

b. Memasukkan kuda kedalam gang kemudian di vaksin

c. Dimasukkan ke dalam gang, kemudian dijepit pada bibirnya setelah

tenang baru di vaksin.

d. Dimasukkan kedalam kandang jepit, dengan menahan ekor kuda

kemudian di vaksin

e. Melakukan vaksinasi tanpa menggunakan kadang jepit dengan hanya

mengikat kuda dibawah pohon.

4. Jika ternak terserang penyakit cara apa yang Bapak terapkan untuk

menyembuhkan penyakit yang menyerang ternak Bapak ?

a. Tidak melakukan tindakan apapun

b. Kuda sakit dipisahkan dari kuda yang sehat

c. Diobati dengan suramin atau triponil

d. Diobati dengan trypamidium

e. Melapor kepada dokter hewan setempat untuk di obati.

5. Bagaimana cara Bapak menjaga agar kandang tersebut tetap sehat ?

a. Melakukan desinfektan, membersihkan kandang secara teratur

b. Menerapkan tindakan pengamanan dalam kandang

c. Membersihkan kadang sebulan sekali

Page 185: unud-765-374512805-tesis pdf

185

d. Kandang harus bebas dari hewan liar karena dapat membawa bibit

penyakit.

e. Melakukan pengamanan keluar masuknya ternak kedalam kandang.

6. Bagaimana cara Bapak menangani ternak yang mati akibat penyakit surra?

a. Membakar kuda-kuda yang terinfeksi surra

b. Menguburnya

c. Memotong dan memakan kuda-kuda yang mati.

d. Pemusnahan karkas yang terinfeksi surra

e. Memotong ternak kuda kemudian menguburnya

7. Hal apa yang Bapak lakukan pertama kali jika kuda bapak terserang

penyakit surra

a. Melaporkan kejadian tersebut ke dokter hewan/petugas lapangan

setempat

b. Memisahkan kandang ternak yang sakit dengan yang sehat

c. Melaporkan langsung kejadian tersebut di Dinas Peternakan

d. Mebiarkan ternak begitu saja tanpa tindakan apapun

e. Membakar kuda untuk menghindarkan ternak kuda yang lain terjangkit

penyakit surra.

8. Bagaimana cara bapak mempersiapkan makanan kuda yang sehat?

a. Memberikan pakan kuda sesuai dengan kebutuhan fisiologis

b. Memberikan pakan kuda yang memiliki kandungan protein, mineral dan

vitamin

c. Memberikan pakan yang memiliki kandungan gizi yang seimbang

d. Memberikan pakan hijauan, jagung dan kacang-kacangan

e. Membiarkan ternak kuda mencari pakannya sendiri dipadang tanpa

memperhatikan kebutuhan gizi

9. Bagaimana cara Bapak memilih bibit kuda yang sehat ?

a. Yang memiliki kaki pendek dan badan yang kecil

b. Memiliki postur tubuh yang ramping dan memiliki mata tajam serta

rahang yang besar dan bulat.

Page 186: unud-765-374512805-tesis pdf

186

c. Memiliki pandangan tajam kedepan, matanya harus cukup menonjol dan

letaknya cukup terpisah satu sama lain.

d. Kaki kuat, telinga yang pendek tegak dan badan yang ramping

e. Memiliki postur tubuh yang ramping, tinggi, besar dan dada yang lebar.

10. Bagaimana cara Bapak melakukan karantina hewan yang sakit?

a. Hewan yang sakit dibuatkan kandang khusus secara terpisah dengan

hewan yang sehat

b. Hewan yang sakit diasingkan dari hewan yang sehat

c. Pencegahan penggembalaan hewan sehat bersama-sama dengan hewan

yang sehat.

d. Melakukan pengasingan terhadap hewan yang sakit kemudian diadakan

pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan dengan tujuan untuk mencegah

kemungkinan penularan hama penyakit hewan karantina.

e. Tidak melakukan karantina hewan sakit

11. Bagaimana cara Bapak memelihara ternak kuda, agar tetap sehat?

a. Memberikan pakan yang sehat dan mengandung gizi yang seimbang

b. Menjaga kondisi kandang agar selalu bersih

c. Pakan dan air minum harus tersedia dalam jumlah cukup, sesuai dengan

kebutuhan baik kuantitas maupun kualitasnya.

d. Menghindarkan ternak dari stress panas, hujan deras, dingin, angin

kencang dll.

e. Membiarkan ternak bebas di padang penggembalaan.

Page 187: unud-765-374512805-tesis pdf

187

VI SIKAP PETERNAK TERHADAP SISTEM PENGENDALIAN

PENYAKIT SURRA.

Petani peternak diminta pendapatnya tentang berbagai pernyataan tertulis

pada kolom sebelah kiri. Mohon memberikan tanda silang (X) untuk jawaban

yang diberikan pada kolom sikap yang sesuai dengan yang ada disebelah

kanannya.

Keterangan : SS = Sangat setuju

S = Setuju

RR = Ragu – ragu

TS = Sangat tidak setuju

PERNYATAAN SIKAP

SS S RR TS STS

1. Ternak kuda pada umumnya sudah

tahan terhadap penyakit sehingga

tidak perlu untuk divaksinasi.

2. Kuda yang dewasa/besar belum

tentu lebih tahan terhadap penyakit

jika dibandingkan dengan kuda

muda, sehingga perlu divaksinasi.

3. Pemilihan bibit kuda yang baik

dapat mengurangi kemungkinan

kuda terserang penyakit.

4. Kuda yang berasal dari bibit yang

baik tidak perlu divaksinasi.

5. Vaksinasi pada kuda sebaiknya

dilakukan hanya jika terjadi wabah

penyakit.

6. Kuda yang dipelihara secara

diumbar tidak perlu diberi pakan

Page 188: unud-765-374512805-tesis pdf

188

tambahan

7. Pemberian pakan tambahan yang

memadai akan dapat mengurangi

kemungkinan ternak tersebut

terserang penyakit.

8. Ternak kuda yang telah diketahui

terinveksi virus penyakit surra,

secepatnya harus

dimatikan/dipotong.

9. Faktor –faktor yang menyebabkan

penyakit surra pada ternak kuda

perlu mendapatkan perhatian dan

penanganan yang serius karena hal

ini akan mempengaruhi populasi.

10. Kuda yang mati karena sakit

sebaiknya dikubur.

11. Kuda yang baru saja mati terjangkit

penyakit surra masih bisa di

konsumsi.

12. Kuda yang sudah divaksin. Kalau

sakit tidak perlu lagi diobati.

13. Kuda yang sakit hendaknya

dipisahkan dari kuda yang sehat

untuk menghindari kuda sehat

tertular penyakit.

14. Jika terjadi wabah penyakit

sebaiknya segera melapor kepada

dinas atau PPL setempat.

15. Pengobatan pada kuda yang sakit

hanya boleh dilakukan oleh dinas

atau PPL setempat.

Page 189: unud-765-374512805-tesis pdf

189

16. Peternak harus mengetahui jenis-

jenis penyakit dan cara

pengobatannya.

VII. ADOPSI PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI PENGENDALIAN

PENYAKIT SURRA.

Saudara dapat memilih lebih dari satu jawaban !!!

1. Penanganan apa yang Bapak lakukan saat ternak kuda terserang penyakit

surra?

a. Melaporkan kejadian tersebut ke dinas peternakan

b. Mengisolasi kuda yang sakit sehingga tidak terjagkit pada kuda yang sehat

c. Pemotongan hewan terinfeksi

d. Melepaskan kuda yang sakit ke padang penggembalaan

e. Melakukan tindakan karantina

2. Apa yang Bapak lakukan untuk mencegah terdinya penyakit surra?

a. Melakukan vaksinasi

b. Membersihkan kandang

c. Melakukan pengawasan terhadap kuda-kuda yang diumbar

d. Ternak kuda diberikan pakan yang sehat

e. Membiarkan kandang dalam keadaan kotor

3. Bagaimanakah cara Bapak mengendalikan penyakit menular pada kuda yang

dipelihara?

a. Melaksanakan jadwal vaksinasi secara teratur

b. Membiarkan begitu saja tanpa tindakan apapun

c. Menjaga sanitasi kandang (membersihkan kandang dan peralatannya)

d. Memisahkan (mengisolasi) kuda yang sakit dari kuda yang sehat

e. Melaksanakan penyeprotan dengan insektisida pada kuda yang sehat

Page 190: unud-765-374512805-tesis pdf

190

4. Usaha apa yang Bapak biasa lakukan agar kuda terhindar dari penyakit?

a. Menjaga lingkungan kandang tetap bersih

b. Memperlancar sirkulasi udara dalam kandang

c. Kuda yang sakit tidak dipisahkan dengan kuda yang sehat

d. Kuda yang sakit segera dipisahkan dari kelompoknya

e. Melakukan vaksinasi secara rutin

5. Usaha-usaha apa yang Bapak lakukan untuk mengobati kuda yang terinfeksi

penyakit surra?

a. Memberi obat tryponil

b. Memberi obat trypamidium

c. Memberikan pakan yang sehat

d. Tidak melakukan tindakan apapun

e. Selalu menjaga kondisi kandang agar tetap sehat

6. Obat apa yang sering Bapak berikan jika ternak kuda terserang penyakit ?

a. Trypamidium

b. trypolin

c. Larutan iodium

d. Penyemprotan dengan larutan coumaphos

e. Suramin

7. Apa yang Bapak lakukan untuk memberantas penyakit surra?

a. Melakukan pemotongan hewan terinfeksi

b. Melakukan karantina hewan

c. Pembatasan lalu lintas ternak di daerah wabah untuk mencegah penyebaran

penyakit.

d. Pelacakan (tracing) dan survei untuk mengetahui sumber infeksi dan

perluasan wabah penyakit.

e. Membiarkan ternak-ternak yang mati tanpa tindakan apapun

Page 191: unud-765-374512805-tesis pdf

191

8. Usaha apa yang Bapak terapkan agar ternak kuda tidak terserang penyakit?

a. Dengan membasmi serangga penyebar penyakit secara rutin.

b. Kandang disemprot pestisida, terutama tempat-tempat yang banyak

dihinggapi lalat.

c. Lingkungan di sekitar kandang disemprot pestisida

d. Mengontrol keluar masuknya hewan dan manusia ke dalam kandang

e. Membiarkan ternak keluar masuk tanpa mengontrol dan melakukan

pemeriksaan.

9. Pakan yang bagaimanakah yang Bapak berikan agar ternak Bapak tetap

sehat?

a. Pakan yang berkualitas yaitu pakan yang tidak berjamur yang memiliki

gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak.

b. Pakan hijauan saja tanpa tambahan suplemen apapun

c. Pakan hijauan, dan kacang-kacangan yang memiliki gizi seimbang

d. Pakan yang mengandung protein, energi dan sehat

e. Pakan yang sehat seperti hijauan, bungkil kedelai, kacang dan bungkil

kelapa

10. Sejauh mana Bapak melakukan pengamatan terhadap ternak kuda yang

dipelihara?

a. Melakukan pengamatan sekali-sekali

b. Melakukan pengamatan setiap pagi dan sore

c. Tidak melakukan pengamatan sama sekali

d. Melakukan pengamatan setiap sore

e. Sesering mungkin menjaga.

11. Bagaimana cara pengandangan ternak kuda yang Bapak pelihara?

a. Ternak kuda dikandangkan pada sore hari saja sedangkan paginya kuda-

kuda dilepas dipadang penggembalaan untuk mencari pakan.

b. Kuda-kuda dikandangkan pada kandang berkelompok tanpa dilepaskan

dipadang penggembalaan

c. Kuda-kuda dikandangkan dan diberikan pakan dengan intensif

Page 192: unud-765-374512805-tesis pdf

192

d. Kuda-kuda dilepas bebas dipadang penggembalaan tanpa dikandangkan

e. Kuda-kuda dikandangkan dengan menggunakan kandang individu.

12. Bagaimana Bapak merawat ternak kuda agar tetap sehat ?

a. Memandikan ternak kuda pagi dan sore

b. Memberikan pakan yang bergizi dengan kandungan energi yang seimbang

c. Melakukan vaksinasi secara teratur

d. Kandang kuda selalu di bersihkan dan diatur agar sirkulasi udara berjalan

dengan baik serta terlindung dari panas dan hujan.

e. Kuda-kuda dibiarkan bebas dipadang penggembalaan mencari pakan dan

minum sendiri.

13. Apakah ada perbedaan pakan, yang Bapak berikan untuk kuda yang sehat

dengan kuda yang sakit ?

a. Tidak ada perbedaan pemberian pakan untuk kuda yang sakit dan sehat

b. Pemberian pakan kuda yang sakit lebih intensif dibandingkan kuda sehat

c. Pakan kuda yang sakit dan sehat sama-sama memiliki gizi yang seimbang

d. Kuda sehat dan sakit diberikan pakan mengandung protein, mineral dan

sumber energi yang cukup

e. Kuda yang sehat dan sakit diberikan pakan yang mengandung vitamin,

protein dan mineral yang sumber energi yang seimbang.

14. Apa yang Bapak lakukan saat ternak kuda Bapak mati akibat penyakit surra?

a. Membakar kuda-kuda tersebut

b. Menguburnya saja

c. Membakar kuda-kuda yang mati

d. Memakan daging-daging kuda dengan cara di masak sampai benar-benar

matang

e. Melaporkan pada petugas dokter hewan setempat.

15. Apa yang Bapak lakukan untuk memisahkan hewan yang sakit dengan hewan

sehat?

a. Hewan yang sakit dibuatkan kandang khusus secara terpisah dengan hewan

yang sehat

Page 193: unud-765-374512805-tesis pdf

193

b. Melakukan pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan dengan tujuan untuk

mencegah kemungkinan penularan hama penyakit hewan karantina.

c. Hewan yang sakit tidak perlu untuk diasingkan dari hewan yang sehat

d. Pemeriksaan hewan yang sakit yang dilakukan oleh dokter hewan

e. Melakukan Pengasingan terhadap hewan yang sakit

PENYULUHAN, PELAYANAN DAN PENGATURAN di KABUPATEN SUMBA TIMUR

PENYULUHAN

1. Apakah penyuluh selalu mengunjungi rumah Bapak untuk berdiskusi mengenai penyakit surra?

a. Seminggu sekali

b. Dua minggu sekali

c. Tiga minggu sekali

d. Sebulan sekali

e. Lebih dari sebulan mengunjungi peternak

2. Apakah penyuluh selalu tepat waktu mengunjungi Bapak, Apabila Bapak melapor ada ternak yang sakit? a. Sangat tepat waktu

b. tepat waktu

c. Kadang-kadang

d. Kadang-kadang tepat waktu

e. Tidak pernah tepat waktu

3. Apakah penyuluh bersungguh-sunggung membantu Bapak, dalam proses

pengendalian penyakit surra?

a. Sangat sungguh-sungguh

b. Sungguh-sungguh

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang sungguh-sungguh

e. Tidak sungguh-sungguh

Page 194: unud-765-374512805-tesis pdf

194

4. Apakah dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh menerapkan hal-hal yang baru

misalnya manajemen pemeliharan dalam hal pemberian pakan yang baik

untuk membantu proses pengendalian penyakit surra?

a. Sangat sering menghasilkan ide baru

b. Sering menghasilkan ide baru

c. Kadang-kadang menghasilkan ide baru

d. Jarang menghasilkan ide baru

e. Tidak pernah menghasilkan ide baru

5. Kegiatan apa saja yang dilakukan penyuluh dalam penyuluhan penyakit surra?

No Kegiatan Sangat sering

Sering Kadang-kadang

Jarang Tidak pernah

1 Memberikan materi yang diperlukan oleh peternak

2 Menjadi pemandu dalam diskusi

3 Memberikan teladan dalam pemeliharaan ternak kuda yang baik

4 Memotiovasi peternak

5 Memfasilitasi peternak dalam uji laboratorium dan permodalan

6. Apakah penyuluh menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan praktis

Bapak dalam menangani penyakit surra ? a. Sangat sesuai dengan kebutuhan praktis

b. Sesuai dengan kebutuhan praktis

c. Kadang-kadang sesuai dengan kebutuhan praktis

d. Jarang sesuai dengan kebutuhan praktis

Page 195: unud-765-374512805-tesis pdf

195

e. Sangat jarang sesuai dengan kebutuhan praktis

7. Dalam kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit surra, apakah materi yang

disampaikan penyuluh dapat membantu mengatasi masalah Bapak dalam

pengendalian penyakit surra?

a. Sangat membantu

b. Membantu

c. Kadang-kadang membantu

d. Kurang membantu

e. Sangat jarang membantu

8. Bagaimana jumlah kehadiran Bapak, dalam kegaiatan penyuluhan penyakit surra? a. 90-100 %

b. 80-90 %

c. 60-70 %

d. 40-50 %

e. 20-30 %

9. Dalam kegiatan penyuluhan bagaimana aktifitas diskusi Bapak dengan penyuluh? a. Aktifitas diskusi sangat baik

b. Aktifitas diskusi baik

c. Kadang – kadang melakukan diskusi

d. Jarang mengadakan diskusi

e. Tidak perna mengadakan diskusi

10. Bagaimana suasan diskusi tersebut?

No Suasana Sangat sering

Sering Kadang-kadang

Jarang Tidak pernah

1 Terjadi pertukaran ide antar peternak

2 Berbagi pengalaman

3 Mendengarkan pandangan masing-

Page 196: unud-765-374512805-tesis pdf

196

masing antara peternak dan penyuluh

4 Pengambilan keputusan sebagai hasil diskusi

11. Bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh penyuluh pada saat berdiskusi dengan Bapak saat melakukan penyuluhan? a. Sangat ramah

b. Ramah

c. Sedang –sedang

d. Kurang ramah

e. Tidak ramah

12. Bagaimana pemahaman Bapak setelah mendapatkan penyuluhan? a. Sangat memahami

b. Memahami

c. Sedang-sedang

d. Kurang memahami

e. Tidak memahami

PELAYANAN

1. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan

pelayanan kepada Bapak dalam rangka pengendalian penyakit surra?

Kegiatan Sangat sering

Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah

Kegiatan vaksinasi

Pemeriksaan ternak

Pengobatan ternak sakit

Page 197: unud-765-374512805-tesis pdf

197

Pelayanan informasi

2. Apakah pemerintah sangat antusias memberikan pelayanan pada Bapak dalam

rangka pengendalian penyakit surra?

a. Sangat antusias

b. Antusias

c. Kadang-kadang

d. Kurang antusias

e. Tidak melakukan pelayanan sama sekali

3. Bagaimanakah sikap Bapak, saat Bapak menerima pelayanan seperti

pelayanan obat-obatan, vaksin, pemeriksaan hewan sakit dll dalam

pengendalian penyakit surra?

a. Sangat menerima

b. Menerima

c. Ragu-ragu

d. Kurang menerima

e. Tidak menerima

4. Bagaimana hubungan komunikasi Bapak dengan pemerintah atau orang yang

memberikan pelayanan (bantuan vaksinasi, obat-obatan dll) dalam hal

pengendalian penyakit surra?

a. Sangat akrab

b. Akrab

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang akrab

e. Tidak akrab

5. Menurut Bapak, apakah pelayanan (obat-obatan, vaksin, pemeriksaan ternak

sakit dll ) memiliki peran yang sangat besar dalam proses pengendalian

penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur?

a. Sangat berperan besar

b. Berperan besar

c. Biasa-biasa saja

Page 198: unud-765-374512805-tesis pdf

198

d. Kurang berperan

e. Tidak berperan

6. Bagaimana kemampuan pemerintah dalam membangun suasana hangat

dengan peternak-peternak kuda yang ada di Kabupaten Sumba Timur dalam

proses pelayanan?

a. Menciptakan suasana yang sangat akrab dengan peternak

b. Melakukan diskusi dengan peternak-peternak kuda mengenai kendala-

kendala yang dihadapi dalam proses pengendalian penyakit surra

c. Melakukan pertukaran pikiran serta berbagi pengalaman dalam hal

menanggulangi penyakit pada ternak

d. Biasa-biasa saja tanpa adanya diskusi

e. Tidak akrab yaitu tanpa adanya diskusi atau membahas hal-hal mengenai

penyakit surra

7. Dalam kegiatan pelayanan bagaimana aktifitas diskusi antara Bapak dengan

pemerintah atau orang yang memberikan pelayanan?

a. Aktifitas diskusi sangat baik

b. Aktifitas diskusi baik

c. Kadang – kadang melakukan diskusi

d. Jarang mengadakan diskusi

e. Tidak perna mengadakan diskusi

8. Apakah pemerintah selalu mengadakan komunikasi dan kunjungan ke tempat

Bapak dalam proses pengendalian penyakit surra ?

a. 9-10 kali dalam sebulan

b. 7-8 kali dalam sebulan

c. 5-6 kali dalam sebulan

d. 3-4 kali dalam sebulan

e. 1-2 kali dalam sebulan

9. Bagaimana cara pemerintah memberikan pelayanan (bantuan vaksinasi,

obat-obatan dan pemeriksaan hewan sakit dll) kepada Bapak di daerah

endemis surra?

a. Melakukan kunjungan langsung ke rumah peternak

Page 199: unud-765-374512805-tesis pdf

199

b. Menitipkan vaksin, obat-obatan ke tokoh-tokoh masyarakat setempat

c. Mengumpulkan para peternak kuda lalu memberikan bantuan pelayanan

yang dibutuh dalam pengendalian penyakit surra

d. Memberikan pelayanan setiap saat peternak membutuhkan bantuan dalam

proses pengendalian penyakit surra

e. Melakukan pelayanan hanya pada saat peternak membutuhkan obat

PENGATURAN

1. Kebijakan apa saja yang diberikan pemerintah untuk menanggulangi kejadian

penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur?

a. Trasportasi hewan antar daerah, kecamatan dan desa di batasi, melakukan

karantina hewan, serta memiliki surat-surat keterangan sehat dari dokter

hewn setempat

b. Melakukan karantina hewan sakit saja

c. Adanya surat ijin pemasukan dan pengeluaran hewan baik antar kabupaten

maupun antar pulau

d. Melakukan Pemotongan hewan-hewan sakit akibat penyakit surra

e. Tidak ada kebijakan apapun yang dilakukan oleh pemerintah

2. Bagaimana tanggapan Bapak mengenai kebijakan yang Bapak keluarkan?

a. Sangat tanggap d. Kurang tanggap

b. Tanggap e. Tidak tanggap

c. Sedang-sedang

3. Dalam penanganan penyakit surra apakah peraturan yang di keluarkan oleh

pemerintah sangat dipatuhi oleh peternak-peternak kuda yang ada di Kabupaten

Sumba Timur?

a. Sangat di patuhi

b. Di patuhi

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang dipatuhi

e. Tidak dipatuhi

Page 200: unud-765-374512805-tesis pdf

200

4. Menurut Bapak apakah dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh

pemerintah mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit

surra?

a. Sangat mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

b. Mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

e. Tidak mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

5. Menurut Bapak apakah peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengendalian

penyakit surra?

a. Sangat berperan besar

b. Berperan besar

c. Biasa-biasa saja

d. Kuran berperan

e. Tidak berperan

6. Apakah ada aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal pembelian

ternak yang akan digunakan dalam adat-istiadat?

a. Ya ada aturan yaitu ternak-ternak yang digunakan dalam adat istiadat harus

berasal dari tempat atau kecamatan yang akan diadakan proses adat-istiadat

b. Ternak-ternak yang akan digunakan dalam adat-sistiada harus memiliki

surat-surat keterangan sehat dari dokter hewan setempat

c. Aturan-aturan hanya berlaku didaerah endemis surra, sedangkan untuk

daerah/kecamatan yang tidak endemis surra tidak diberlakukan aturan

d. Transportasi hewan antar kecamatan dilarang, untuk menghambat vektor

lalat penyebab penyakit surra.

e. Tidak ada peraturan yang ditetapkan pemerintah, transportasi ternak

dibebaskan tanpa adanya karantina.

7. Apakah yang dilakukan oleh pemerintah sehingga peternak-peternak kuda

mau mengikuti aturan-aturan yang di tetapkan?

Page 201: unud-765-374512805-tesis pdf

201

a. Melakukan sosialisasi akan bahayanya penyakit surra yang mengancam

populasi ternak

b. Memberikan bantuan pelayanan dalam hal vaksnasi, obat-obatan dan

pemeriksaan hewan sakit

c. Selalu mengadakan komunikasi dan kunjungan ke rumah peternak

d. Saling bertukar pikiran dalam hal menangani wabah penyakit sura

e. Tidak melakukan tindakan apapun, kunjungan dilakukan jika peternak

benar-benar butuh dalam hal pemeriksaan, pengobatan dan vaksinasi

8. Apakah yang dilakukan pemerintah jika aturan yang ditetapkan tidak diikuti

oleh peternak-peternak kuda?

a. Memberikan peringatan keras, jika peternak-peternak kuda melanggar

aturan yang telah ditetapkan

b. Langsung memberikan sanksi kepada peternak-peternak kuda yang

melanggar aturan

c. Memberikan sosialisasi sehingga peternak menyadari akan bahayanya

penyakit surra

d. jika ada peternak yang melanggar diberikan sanksi tidak mendapat bantuan

pelayanan seperti pemberian obat-obatan, vaksin dan pemeriksaan hewan.

e. Tidak memberikan sanksi, tetapi hanya mdapat teguran agar tidak

mengulangi kesalahan yang sama.

Page 202: unud-765-374512805-tesis pdf

202

DAFTAR PERTANYAAN

SURVAI ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA

OLEH PETERNAK KUDA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

Untuk responden penyuluh

I IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama Penyuluh :

2. Umur :

3. Masa kerja penyuluh (tahun) :

4. Penyuluh di kecamatan :

5. Pangkat/golongan :

6. Jabatan fungsional :

7. Jenis kelamin : 1) Laki-laki, 2) Perempuan

8. Status Perkawinan : 1) Kawin, 2) Belum kawin, 3) Janda/Duda

9. Isteri/suami :

- Nama :

- Umur :

- Pendidikan :

- Pekerjaan :

10. Tingkat Pendidikan terakhir dan lama waktu pendidikan

II PENYULUHAN

Pilihlah jawaban yang dianggap paling benar!

1. Seberapa seringkah Bapak mengunjungi peternak kuda yang ada di daerah

endemis penyakit surra ?

b. Seminggu sekali mengunjungi peternak

c. Dua minggu sekali mengunjungi peternak

d. Tiga minggu sekali mengunjungi peternak

e. Sebulan sekali mengunjungi peternak

f. Lebih dari sebulan mengunjungi peternak

Page 203: unud-765-374512805-tesis pdf

203

2. Apakah Bapak selalu tepat waktu mengunjungi peternak kuda yang ada di

daerah endemis apabila mereka melaporkan ada ternak kuda yang sakit?

a. Sangat sering tepat waktu

b. Sering tepat waktu

c. Kadang-kadang

d. Kadang-kadang tepat waktu

e. Tidak pernah tepat waktu

3. Apakah Bapak selalu patuh terhadap undang-undang penyuluhan peternakan?

a. Sangat patuh

b. Patuh

c. Kadang-kadang patuh

d. Kurang patuh

e. Tidak pernah patuh

Apa alasan Bapak : …………………………………………………………….

………………………………………………………………………………….

………………………………………………………………………………….

4. Apakah Bapak selalu bersungguh-sungguh membantu peternak kuda dalam

proses pengendalian penyakit surra?

a. Sangat sungguh-sungguh

b. Sungguh-sungguh

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang sungguh-sungguh

e. Tidak sungguh-sungguh

Mengapa, dan apa alasan Bapak : ……………………………………………...

………………………………………………………………………………….

………………………………………………………………………………….

Page 204: unud-765-374512805-tesis pdf

204

5. Apakah dalam kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit surra, Bapak

menerapkan hal-hal yang baru seperti manajemen pemeliharaan yaitu pola

pemberian pakan yang baik yang gampang diterapkan oleh peternak dalam

pengendalian penyakit surra?

a. Sangat sering menerapkan hal-hal yang baru

b. Sering menerapkan hal-hal yang baru

c. Kadang-kadang menerapkan hal-hal yang baru

d. Jarang menerapkan hal-hal yang baru

e. Tidak pernah menerapkan hal-hal yang baru

6. Apakah dalam kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit surra, Bapak selalu

menghasilkan ide-ide baru dalam hal pemeliharaan ternak kuda untuk

membantu proses pengendalian penyakit surra?

a. Sangat sering menghasilkan ide baru

b. Sering menghasilkan ide baru

c. Kadang-kadang menghasilkan ide baru

d. Jarang menghasilkan ide baru

e. Tidak pernah menghasilkan ide baru

Tolong Bapak jelaskan : …………………………………………………….......

…………………………………………………………………………………..

7. Kegiatan apa saja yang Bapak lakukan dalam melakukan penyuluhan pada

peternak kuda?

No Kegiatan Sangat sering

Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah

1 Memberikan materi yang diperlukan oleh peternak

2 Menjadi pemandu dalam diskusi

3 Memberikan teladan dalam pemeliharaan ternak kuda yang baik

Page 205: unud-765-374512805-tesis pdf

205

4 Memotiovasi peternak

5 Memfasilitasi peternak dalam uji laboratorium dan permodalan

8. Apakah Bapak menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan praktis

peternak kuda di daerah endemis surra?

a. Sangat sering sesuai dengan kebutuhan praktis

b. Sering sesuai dengan kebutuhan praktis

c. Kadang-kadang sesuai dengan kebutuhan praktis

d. Jarang sesuai dengan kebutuhan praktis

e. Sangat jarang sesuai dengan kebutuhan praktis

Mohon dijelaskan, hal-hal apa saja, misalnya : ………………………………….

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

9. Dalam kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit surra, apakah materi yang

Bapak sampaikan dapat membantu mengatasi masalah peternak di daerah

endemis surra?

a. Sangat sering membantu

b. Sering membantu

c. Kadang-kadang membantu

d. Kurang membantu

e. Sangat jarang membantu

Mohon dijelaskan dalam hal apa saja : ………………………………………... ………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………..

Page 206: unud-765-374512805-tesis pdf

206

10. Bagaimana jumlah kehadiran peternak-peternak kuda dalam kegiatan

penyuluhan yang Bapak lakukan di daerah endemis yang Bapak tangani?

a. 90-100 %

b. 80-90 %

c. 60-70 %

d. 40-50 %

e. 20-30 %

11. Dalam kegiatan penyuluhan bagaimana aktifitas diskusi antara Bapak dengan

peternak-peternak kuda di daerah endemis surra?

a. Aktifitas diskusi sangat baik

b. Aktifitas diskusi baik

c. Kadang – kadang melakukan diskusi

d. Jarang mengadakan diskusi

e. Tidak perna mengadakan diskusi

Mohon dijelaskan apa saja yang didiskusikan : …………………………….... ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………. 12. Bagaimana suasan diskusi tersebut?

No Suasana Sangat sering

Sering Kadang-kadang

Jarang Tidak pernah

1 Terjadi pertukaran ide antar peternak

2 Berbagi pengalaman

3 Mendengarkan pandangan masing-masing antara peternak dan penyuluh

4 Pengambilan keputusan sebagai hasil diskusi

Page 207: unud-765-374512805-tesis pdf

207

13. Bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh peternak kuda pada saat berdiskusi

dengan Bapak saat melakukan penyuluhan?

a. Sangat ramah

b. Ramah

c. Sedang –sedang

d. Kurang ramah

e. Tidak ramah

14. Menurut Bapak, bagaimana pemahaman para peternak-peternak kuda setelah

mendapatkan penyuluhan?

a. Sangat memahami

b. Memahami

c. Sedang-sedang

d. Kurang memahami

e. Tidak memahami

15. Apakah ada aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal pembelian

ternak yang akan digunakan dalam adat-istiadat?

a. Ya ada aturan yaitu ternak-ternak yang digunakan dalam adat istiadat

harus berasal dari tempat atau kecamatan yang akan diadakan proses adat-

istiadat

b. Ternak-ternak yang akan digunakan dalam adat-sistiada harus memiliki

surat-surat keterangan sehat dari dokter hewan setempat

c. Aturan-aturan hanya berlaku didaerah endemis surra, sedangkan untuk

daerah/kecamatan yang tidak endemis surra tidak diberlakukan aturan

d. Transportasi hewan antar kecamatan dilarang, untuk menghambat vektor

lalat penyebab penyakit surra.

e. Tidak ada peraturan yang ditetapkan pemerintah, transportasi ternak

dibebaskan tanpa adanya karantina.

Page 208: unud-765-374512805-tesis pdf

208

DAFTAR PERTANYAAN

SURVAI ADOPSI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA

OLEH PETERNAK KUDA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

Untuk responden pemerintah

I IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Umur :

3. Pangkat/golongan :

4. Jabatan fungsional :

5. Jenis kelamin : 1) Laki-laki, 2) Perempuan

6. Status Perkawinan : 1) Kawin, 2) Belum kawin, 3) Janda/Duda

7. Isteri/suami :

- Nama :

- Umur :

- Pendidikan :

- Pekerjaan :

8. Tingkat Pendidikan terakhir dan lama waktu pendidikan :

II PELAYANAN

1. Kegiatan apa saja yang Bapak lakukan dalam memberikan pelayanan kepada

peternak-peternak kuda yang endemis penyakit surra?

Kegiatan Sangat sering

Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah

Kegiatan vaksinasi

Pemeriksaan ternak

Pengobatan ternak sakit

Pelayanan informasi

Page 209: unud-765-374512805-tesis pdf

209

2. Apakah Bapak sangat antusias memberikan pelayanan pada peternak kuda

dalam rangka pengendalian penyakit surra?

f. Sangat antusias

g. Antusias

h. Kadang-kadang

i. Kurang antusias

j. Tidak melakukan pelayanan sama sekali

Mengapa: …………………..…………………………………………………

………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………..

3. Bagaimanakah sikap dari peternak kuda saat Bapak memberikan pelayanan

seperti memberikan obat-obatan, vaksin, pemeriksaan hewan sakit dll dalam

pengendalian penyakit surra?

a. Sangat menerima

b. Menerima

c. Ragu-ragu

d. Kurang menerima

e. Tidak menerima

Mengapa? : ……………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………...

4. Bagaimana hubungan komunikasi Bapak dengan peternak saat Bapak

memberikan pelayanan (bantuan vaksinasi, obat-obatan dll) kepada mereka

dalam hal pengendalian penyakit surra?

a. Sangat akrab

b. Akrab

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang akrab

e. Tidak akrab

Page 210: unud-765-374512805-tesis pdf

210

5. Menurut Bapak, apakah pelayanan (obat-obatan, vaksin, pemeriksaan ternak

sakit dll ) memiliki peran yang sangat besar dalam proses pengendalian

penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur?

a. Sangat berperan besar

b. Berperan besar

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang berperan

e. Tidak berperan

6. Bagaimana kemampuan Bapak dalam membangun suasana hangat dengan

peternak-peternak kuda yang ada di Kabupaten Sumba Timur dalam proses

pelayanan?

a. Menciptakan suasana yang sangat akrab dengan peternak

b. Melakukan diskusi dengan peternak-peternak kuda mengenai kendala-

kendala yang dihadapi dalam proses pengendalian penyakit surra

c. Melakukan pertukaran pikiran serta berbagi pengalaman dalam hal

menanggulangi penyakit pada ternak

d. Biasa-biasa saja tanpa adanya diskusi

e. Tidak akrab yaitu tanpa adanya diskusi atau membahas hal-hal mengenai

penyakit surra

7. Dalam kegiatan pelayanan bagaimana aktifitas diskusi antara Bapak dengan

peternak-peternak kuda di Kabupaten Sumba Timur?

a. Aktifitas diskusi sangat baik

b. Aktifitas diskusi baik

c. Kadang – kadang melakukan diskusi

d. Jarang mengadakan diskusi

e. Tidak perna mengadakan diskusi

8. Apakah Bapak selalu mengadakan komunikasi dan kunjungan kepada

peternak kuda yang berada diderah endemis?

a. 9-10 kali dalam sebulan

b. 7-8 kali dalam sebulan

c. 5-6 kali dalam sebulan

Page 211: unud-765-374512805-tesis pdf

211

d. 3-4 kali dalam sebulan

e. 1-2 kali dalam sebulan

9. Bagaimana cara Bapak memberikan pelayanan (bantuan vaksinasi, obat-

obatan dan pemriksaan hewan sakit dll) kepada peternak kuda di Kabupaten

Sumba Timur?

a. Melakukan kunjungan langsung ke rumah peternak

b. Menitipkan vaksin, obat-obatan ke tokoh-tokoh masyarakat setempat

c. Mengumpulkan para peternak kuda lalu memberikan bantuan pelayanan

yang dibutuh dalam pengendalian penyakit surra

d. Memberikan pelayanan setiap saat peternak membutuhkan bantuan dalam

proses pengendalian penyakit surra

e. Melakukan pelayanan hanya pada saat peternak membutuhkan obat

III PENGATURAN

1. Kebijakan apa saja yang Bapak berikan untuk menanggulangi kejadian

penyakit surra di Kabupaten Sumba Timur?

a. Trasportasi hewan antar daerah, kecamatan dan desa di batasi, melakukan

karantina hewan, serta memiliki surat-surat keterangan sehat dari dokter

hewn setempat

b. Melakukan karantina hewan sakit saja

c. Adanya surat ijin pemasukan dan pengeluaran hewan baik antar kabupaten

maupun antar pulau

d. Melakukan Pemotongan hewan-hewan sakit akibat penyakit surra

e. Adanya surat keterangan sehat yang dikeluarkan oleh dokter hewan

setempat

2. Bagaimana tanggapan para peternak kuda mengenai kebijakan yang Bapak

keluarkan?

a. Sangat tanggap d. Kurang tanggap

b. Tanggap e. Tidak tanggap

c. Sedang-sedang

Page 212: unud-765-374512805-tesis pdf

212

3. Dalam penanganan penyakit surra apakah peraturan yang Bapak keluarkan

sangat dipatuhi oleh peternak-peternak kuda yang ada di Kabupaten Sumba

Timur?

a. Sangat di patuhi

b. Di patuhi

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang dipatuhi

e. Tidak dipatuhi

4. Menurut Bapak apakah dengan kebijakan-kebijakan yang Bapak keluarkan

mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra?

a. Sangat mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

b. Mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

c. Biasa-biasa saja

d. Kurang mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

e. Tidak mampu menekan angka kematian ternak kuda akibat penyakit surra

5. Menurut Bapak apakah peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan memiliki

peran yang sangat penting dalam proses pengendalian penyakit surra?

a. Sangat berperan besar

b. Berperan besar

c. Biasa-biasa saja

d. Kuran berperan

e. Tidak berperan

6. Apakah ada aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal pembelian

ternak yang akan digunakan dalam adat-istiadat?

a. Ternak-ternak yang digunakan dalam adat istiadat harus berasal dari tempat

atau kecamatan yang akan diadakan proses adat-istiadat

b. Ternak-ternak yang akan digunakan dalam adat-istiadat harus memiliki

surat-surat keterangan sehat dari dokter hewan setempat

c. Aturan-aturan hanya berlaku didaerah endemis surra, sedangkan untuk

daerah/kecamatan yang tidak endemis surra tidak diberlakukan aturan

Page 213: unud-765-374512805-tesis pdf

213

d. Transportasi hewan antar kecamatan dilarang, untuk menghambat vektor

lalat penyebab penyakit surra.

e. Tidak ada peraturan yang ditetapkan pemerintah, transportasi ternak

dibebaskan tanpa adanya karantina.

7. Apakah yang dilakukan oleh pemerintah sehingga peternak-peternak kuda mau

mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan?

a. Melakukan penyuluhan akan bahayanya penyakit surra yang mengancam

populasi ternak

b. Memberikan bantuan pelayanan dalam hal vaksnasi, obat-obatan dan

pemeriksaan hewan sakit

c. Selalu mengadakan komunikasi dan kunjungan ke rumah peternak

d. Saling bertukar pikiran dalam hal menangani wabah penyakit sura

e. Tidak melakukan tindakan apapun, kunjungan dilakukan jika peternak

benar-benar butuh dalam hal pemeriksaan, pengobatan dan vaksinasi

8. Apakah yang dilakukan pemerintah jika aturan yang ditetapkan tidak diikuti

oleh peternak-peternak kuda?

a. Memberikan peringatan keras, jika peternak-peternak kuda melanggar

aturan yang telah ditetapkan

b. Langsung memberikan sanksi kepada peternak-peternak kuda yang

melanggar aturan

c. Memberikan sosialisasi sehingga peternak menyadari akan bahayanya

penyakit surra

d. jika ada peternak yang melanggar diberikan sanksi tidak mendapat bantuan

pelayanan seperti pemberian obat-obatan, vaksin dan pemeriksaan hewan.

e. Tidak memberikan sanksi, tetapi hanya mdapat teguran agar tidak

mengulangi kesalahan yang sama.