Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

117
T E S I S PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA) KONSENTRASI 75% LEBIH MENURUNKAN JUMLAH MAKROFAG DARIPADA KONSENTRASI 50% DAN 25% PADA RADANG MUKOSA MULUT TIKUS PUTIH JANTAN I DEWA AYU NURAINI SULISTIAWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Transcript of Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Page 1: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

i

T E S I S

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA) KONSENTRASI 75% LEBIH

MENURUNKAN JUMLAH MAKROFAG DARIPADA KONSENTRASI 50% DAN 25% PADA RADANG

MUKOSA MULUT TIKUS PUTIH JANTAN

I DEWA AYU NURAINI SULISTIAWATI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 2: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

T E S I S

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA) KONSENTRASI 75% LEBIH

MENURUNKAN JUMLAH MAKROFAG DARIPADA KONSENTRASI 50% DAN 25% PADA RADANG

MUKOSA MULUT TIKUS PUTIH JANTAN

I DEWA AYU NURAINI SULISTIAWATI NIM 0990761039

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2011

Page 3: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA) KONSENTRASI 75% LEBIH MENURUNKAN JUMLAH

MAKROFAG DARIPADA KONSENTRASI 50% DAN 25% PADA RADANG MUKOSA MULUT TIKUS PUTIH JANTAN

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

I DEWA AYU NURAINI SULISTIAWATI

NIM 0990761039

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2011

ii

Page 4: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 01 November 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.dr. Nym. Mangku Karmaya, M.Repro., PA(K) Prof. dr. N.Tigeh Suryadhi, MPH,Ph.D NIP. 19461231 196902 1 001 NIP. 19451128 197903 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. W. Pangkahila, Sp.And.,FAACS. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19461213 197107 1 001 NIP 19590215 198510 2 001

iii

Page 5: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 31 Oktober 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor Universitas Udayana, No : 1678/UN14.4/HK/2011

Tanggal 31 Oktober 2011

Ketua : Prof.Dr.dr. Nym. Mangku Karmaya, M.Repro., PA(K)

Anggota :

1. Prof. dr. N.Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, Sp.And.,FAACS 3. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si. 4. dr. I G N Mayun SpHK

iv

Page 6: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Widhi Wasa,TuhanYang Maha Esa, karena atas karunia-NYA lah, penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul :“Pemberian Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe

Vera) Konsentrasi 75% Lebih Menurunkan Jumlah Makrofag Daripada

Konsentrasi 50% Dan 25% Pada Radang Mukosa Mulut Tikus Putih Jantan.”

Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan dorongan,

petunjuk, bimbingan dan bantuan baik materi, tenaga, fasilitas maupun hasil

pemikiran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan penuh rasa hormat dan

segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro., PA(K), selaku

pembimbing pertama dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph..D, selaku

pembimbing kedua atas segala bimbingan dan arahannya yang diberikan

dengan penuh perhatian dan kesabaran, serta tak henti-hentinya memberikan

motivasi dari awal hingga akhir tugas ini, sehingga selalu memacu penulis

untuk terus belajar dan melakukan yang terbaik.

2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, Sp. And., FAACS; Dr.dr. I Wayan Putu

Sutirta Yasa, M.si; dan dr. I G N Mayun, SpHK selaku penguji tesis yang telah

memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi yang sangat membangun

sehingga tesis ini dapat terwujud.

v

Page 7: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

3. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta,Sp.PD (KHOM),

Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka

Sudewi, SpS(K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana dan

Ketua Program Biomedis Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS.,

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan Program Magister di Universitas Udayana.

4. Rektor Universitas Mahasaraswati Tjok. Istri Sri Ramaswati, SH., MM, dan

drg. Putu Ayu Mahendri, M.Kes, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas

Mahasaraswati atas ijin dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti program magister.

5. Kepala Bagian Fakultas Kedokteran Hewan Unud dan Kepala Bagian

Farmakologi Unud yang telah memberikan kesempatan mempergunakan

fasilitas yang ada sehingga membantu penulis menyelesaikan penelitian ini

tepat pada waktunya.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Pendidikan Nasional melalui Tim

Managemen Program Magister yang telah memberikan bantuan finansial dalam

bentuk BPPS sehingga meringankan beban penulis dalam mengikuti program

ini.

7. Seluruh dosen dan staf pada Program Magister Biomedik Universitas Udayana

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada

teman-teman mahasiswa Ilmu Kedokteran dasar yang selalu memberikan motivasi

dan doanya. Terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu dan Ayahanda, Ibu

vi vi

Page 8: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

dan Ayah mertua (alm) tercinta yang telah penuh kasih, mengantarkan penulis

menerima semua karunia Tuhan dengan penuh rasa syukur.

Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada suami tercinta, I D. G.

Budhi Janana serta putra-putriku terkasih Listiana, Adisty dan Budhi Asthana

yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan, dukungan dan

semangat kepada penulis untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Juga

teman terkasih, I G. A. A. Hartini yang selalu memberikan motivasi dan dukungan

melewati masa-masa sulit.

Semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan secara lengkap satu

persatu. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini mohon

mendapat perhatian agar disampaikan kritik dan sarannya.

Denpasar, Oktober 2011

Penulis

vii

Page 9: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

ABSTRAK

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA) KONSENTRASI 75% LEBIH MENURUNKAN JUMLAH MAKROFAG DARIPADA

KONSENTRASI 50% DAN 25% PADA RADANG MUKOSA MULUT TIKUS PUTIH JANTAN

Radang mukosa mulut sering terjadi biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan agak cekung dan dikelilingi tepi kemerahan, serta sakit. Terapi radang mukosa mulut pada dasarnya ditujukan untuk menekan peradangan, mengurangi rasa perih dan mempercepat penyembuhan. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya infiltrasi sel-sel radang seperti sel polimorfonuklear (PMN) dan sel-sel fagosit mononuclear. Daun lidah buaya (aloe vera) mengandung bahan-bahan yang dapat mengobati radang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan jumlah makrofag pada radang mukosa mulut tikus yang diberikan ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) dengan berbagai konsentrasi. Penelitian dilakukan dengan rancangan eksperimental (Randomized Pre-post Test Control Group Design), terdiri dari empat kelompok, yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan. Kelompok kontrol mendapat pemberian akuades, dan kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75%. Hasil penelitian berdasarkan Uji perbandingan antara keempat kelompok dengan One Way Anova menunjukkan bahwa rerata jumlah makrofag pada konsentrasi 50% dan 75% sesudah diberikan perlakuan berbeda secara sangat bermakna (p<0,01). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah makrofag pada kelompok pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 50%, dan 75%. Disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75% terbukti paling tinggi menurunkan jumlah makrofag pada radang mukosa mulut tikus. Kata Kunci: radang mukosa mulut, makrofag, daun lidah buaya

viii

Page 10: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

ABSTRACT

THE APPLICATION OF ALOE VERA EXTRACT WITH A CONCENTRATION OF 75% DECREASES THE NUMBER OF MACROPHAGES MORE THAN THE EXTRACT WITH A CONCENTRATION OF 50% AND 25% IN ORAL

MUCOSA INFLAMMATION OF WHITE MALE MICE

Inflammation of oral mucosa often occurs as yellowish white spots with slightly concave and reddish halo, and painful. The treatment of oral mucosa inflammation is basically to suppress the inflammation, reduce the pain and to increase the healing process. Histopathological assessment proved infiltration of inflammatory cells such as polymorph nuclear cells (PMN) and mononuclear phagocyte cells. Aloe vera contains some compounds that can heal the inflammation. The objective of this research was to find out the decrease of macrophages in the oral mucosa of mice given extract of aloe vera in various concentrations. The research was carried out as randomized pre-test and post-test with control group design. Four groups involved in this study, including one control group and three treatment groups. The control group was given aquadest and the treatment groups were treated with aloe vera extract in the concentration of 25%, 50%, and 75%, respectively. The result based on comparison test between the groups with One Way Anova showed that the average amount of macrophages in the groups of 50% and 75% concentration after receiving the treatment was highly significantly different (p<0.01). The result of the test showed the decrease in the number of macrophages in the aloe vera treatment groups of 50% and 75% concentration. The conclusion was that the application of aloe vera extract proved in reducing inflamation with concentration of 75% was the strongest in reducing inflammation on mice oral mucosa. Keywords: Oral mucosa inflammation, macrophages, aloe vera

ix

Page 11: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

DAFTAR ISI

Halaman SAMPUL DALAM PRASYARAT GELAR ............................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... v ABSTRAK .............................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................ ix DAFTAR ISI ........................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 4 1.3 Tujuan penelitian .............................................................. 5 1.3.1 Tujuan umum ......................................................... 5 1.3.2 Tujuan khusus ........................................................ 5 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 7 2.1 Radang Mukosa Mulut/Stomatitis .................................... 7 2.1.1 Batasan radang mukosa mulut ................................. 7

2.1.2 Klasifikasi radang mukosa mulut ............................ 8 2.1.3 Etiologi radang mukosa mulut ................................ 10 2.1.4 Diagnosa banding radang mukosa mulut ................. 12 2.1.5 Terapi radang mukosa mulut ................................... 12 2.1.6 Histopathologi ........................................................ 14

2.2 Anatomi Mukosa Mulut ..................................................... 14 2.3 Radang ............................................................................... 16

2.3.1 Etiologi radang ......................................................... 18 2.3.2 Tanda utama radang .................................................. 18 2.3.3 Mekanisma radang .................................................... 19 2.3.4 Mediator kimia radang .............................................. 26 2.3.5 Macam-macam sel radang ......................................... 28

2.4 Lidah Buaya ...................................................................... 35 2.4.1 Morfologi lidah buaya ............................................... 40 2.4.2 Kandungan lidah buaya ............................................. 42 2.4.3 Efek farmakologis lidah buaya .................................. 45

2.4.4 Senyawa nutrisi yang berperan dalam penyembuhan . 46 2.5 Peranan lidah Buaya Dalam Menurunkan Radang ............... 47 2.6 Tikus Putih ......................................................................... 51 2.7 Penelitian Pendahuluan ....................................................... 52

x

Page 12: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ................................................................... 54

3.1 Kerangka Berikir .......................................................... 54 3.2 Konsep Penelitian ......................................................... 56

3.3 Hipotesis Penelitian ...................................................... 56

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................... 58 4.1 Rancangan Penelitian .................................................... 58 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................... 59 4.3 Sumber Data ................................................................. 59

4.3.1 Besar sampel ....................................................... 60 4.3.2 Kriteria sampel.................................................... 61

4.4 Identifikasi Variabel ..................................................... 61 4.5 Definisi Operasional ..................................................... 62 4.6 Bahan dan Alat Penelitian ............................................. 62 4.7 Jalannya Penelitian ....................................................... 65 4.8 Analisis Data ................................................................ 69

BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................... 70 5.1 Uji Normalitas Data ...................................................... 70 5.2 Uji Homogenitas Data .................................................. 71 5.3 Makrofag ...................................................................... 71

5.3.1 Analisis komparabilitas ....................................... 71 5.3.2 Analisis efek pemberian ekstrak daun lidah Buaya ................................................................. 72

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................. 76

6.1 Subyek Penelitian ......................................................... 76 6.2 Distribusi Data Hasil Penelitian .................................... 76 6.3 Hubungan Ekstrak Daun Lidah Buaya terhadap

Penyembuhan Radang Mukosa Mulut Tikus Putih ........ 77 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 84 LAMPIRAN ..................................................................................... 88

xi

Page 13: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan kimia lidah buaya.................................................. 42

Tabel 2.2 Komponen kimia lidah buaya berdasarkan manfaatnya ............ 43

Tabel 2.3 Beberapa kandungan nutrisi lidah buaya .................................. 45

Tabel 2.4 Penggunaan lidah buaya dalam penyembuhan ......................... 47

Tabel 5.1 Hasil uji normalitas data.............................................................. 70

Tabel 5.2 Homogenitas data jumlah makrofag antar kelompok perlakuan..71

Tabel 5.3 Rerata jumlah makrofag sebelum diberikan ekstrak daun lidah

Buaya............................................................................................71

Tabel 5.4 Perbedaan rerata jumlah makrofag antar kelompok sesudah

diberikan ekstrak daun lidah buaya............................................ 72

Tabel 5.5 Beda nyata terkecil jumlah makrofag sesudah diberikan

Ekstrak daun lidah buaya antar dua kelompok........................... 73

xii

Page 14: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1Radang mukosa mulut/stomatitis…………………………..8

Gambar 2.2 Monosit…………………………………………………. 33

Gambar 2.3 Lidah buaya ....................................................................... 42

Gambar 2.4 Pengamatan mikroskopis sel makrofag.......................... 53

Gambar 3.1 Konsep penelitian .............................................................. 56

Gambar 4.1 Rancangan penelitian ......................................................... 58

Gambar 4.2 Bahan dan Alat Penelitian .................................................. 63

Gambar 4.3 Alur Penelitian penelitian.................................................... 64

Gambar 4.4 Penyaringan dengan tabung erlenmeyer......................... 67

Gambar 4.5 Filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator..... 67

Gambar 4.6 Akuades dan ekstrak daun lidah buaya.............................67

Gambar 4.7 Pengolesan H2O2 30 %....................................................... 68

Gambar 4.8 Pengolesan ekstrak daun buaya....................................... 68

Gambar 4.9 Tikus dibunuh dengan chloroform.................................... 68

Gambar 4.10 Pengambilan Jaringan mukosa tikus............................... 68

Gambar 4.11 Fiksasi jaringan dengan formaldehid 10%...................... 68

Gambar 4.12 Preparat mikroskopis......................................................... 68

Gambar 5.1 Grafik perbandingan makrofag sebelum dan sesudah

Perlakuan antar kelompok.................................................. 73

Gambar 5.2 Pemeriksaan mikroskopis makropag................................... 75

xiii

Page 15: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

DAFTAR SINGKATAN

HIV : Human Immunodefisiensi Virus

PMN : Poly Morpho Nuklear

LNPF : Lymph Nodepermeability Faktor

SRS-A : Slow-Reacting Substance Anaphilaxis

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

RNA : Ribonucleic Acid

RES : Reticuloendothelial Cell

pH : potensial Hidrogen

H2O2 : Hidrogen Peroksida

HE : Harris Hematoxcylin-Eosin

xiv

Page 16: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Anova ................................................................................. 88

Lampiran 2 Post Hoct Test ...................................................................... 89

Page 17: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian yang kurang menentu, secara tidak langsung

akan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya, serta

mempengaruhi kesehatan di dalam rongga mulut pada khususnya. Masalah kesehatan

dalam rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat, adalah kasus peradangan

mukosa mulut.

Radang mukosa mulut/ stomatitis, merupakan sejenis penyakit radang mukosa

mulut yang sangat lazim dijumpai dan diderita oleh sekitar 10-25% dari seluruh jumlah

penduduk yang ada, tetapi kebanyakan dari kasus penyakit ini tergolong ringan dan

dialami dengan sedikit keluhan.Radang mukosa mulut ditandai dengan ulser yang

rekaren, sakit dan tanpa adanya tanda penyakit lain. Sebagian besar radang mukosa

mulut terjadi pada mukosa bukal dan labial, lesi ulsernya mulai sumbuh dalam waktu 7-

14 hari (Gandolfo dkk., 2006). Penyebab dari radang mukosa mulut masih belum

diketahui secara pasti, dugaan antara lain karena trauma, infeksi, gangguan pencernaan,

kelainan darah, infeksi HIV (Human Immunodefisiensi Virus), gangguan emosional,

gangguan imunologik, defisiensi nutrisi, dan kelainan hormonal. Pengobatan penderita

radang mukosa mulut bersifat simptomatis yang bertujuan mengurangi inflamasi,

menekan rasa sakit di daerah lesi dan mempercepat penyembuhan (Cawson dan Odel,

2002).

1

Page 18: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Melihat kondisi ekonomi saat ini diperlukan obat alternatif yang jauh lebih

murah dan lebih mudah didapat serta mempunyai efektivitas yang cukup baik dalam

mengobati peradangan. Pemerintah Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian

bahan tradisional sebagai bahan alternatif pengobatan, karena Indonesia kaya akan

tanaman berkhasiat obat dan harga yang terjangkau masyarakat (Farmakope Indonesia,

1979). Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan juga menganjurkan penggunaan

dan pengembangan penelitian tanaman obat (PP RI No 8/1999) yang berkhasiat dalam

mengurangi dan/menyembuhkan rasa sakit. Selain harganya relatif dapat dijangkau

masyarakat, mudah diperoleh dan penggunaannya cukup praktis (Farmakope Indonesia,

1995).

Melalui penelusuran berbagai literatur, ditemukan bahwa daun lidah buaya

(aloe vera) mengandung bahan-bahan yang dapat mengobati radang. Namun

efektivitasnya belum diteliti secara mendalam(Farmakope Indonesia, 1995). Daun lidah

buaya (aloe vera) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam family Liliaceae,

tumbuh di daerah kering sampai basah (16-33 derajat Celcius), merupakan tanaman

bergetah dan berdaging dengan ketebalan 2,5 cm. Di dalam daun terdapat gel yang

merupakan bagian paling banyak digunakan, gel berwarna jernih sampai kekuningan

(Jatnika dan Saptoningsih, 2009). Daun lidah buaya mengandung vitamin, enzim,

protein, karbohidrat, mineral (kalsium, natrium, magnesium, seng, besi) dan asam

amino. Selain itu berbagai agen anti inflamasi, di antaranya adalah asam salisilat,

indometasin, manosa-6-fosfat, B sitosterol, juga komponen lignin, saponin dan

anthaquinone yang terdiri atas aloin, barbaloin, anhtranol, anthracene, aloetic acid, aloe

emodin merupakan bahan dasar obat yang bersifat sebagai antibiotik dan penghilang

rasa sakit (Yuliani dkk., 1994; Simanjuntak, 1996; Jatnika dan Saptoningsih, 2009).

Page 19: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa beberapa komponen daun lidah

buaya memiliki aktivitas anti-inflamasi yang signifikan. Bob Bowden dan Wayne Smith

(2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa daun lidah buaya bertindak sebagai

anti-inflamasi dengan menghambat integrin tertentu (Davis, 2000). Penelitian yang

dilakukan oleh Meitha Widurini, seorang staf pengajar Biologi Mulut Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, menggunakan daun lidah buaya (aloe vera)

konsentrasi 100% yang diaplikasikan pada radang mukosa mulut tikus, ternyata dapat

menurunkan radang mukosa mulut tikus. Didapatkan hasil bahwa daun lidah buaya tidak

mempunyai mekanisme tunggal sebagai anti inflamasi. Tanaman ini mengandung

berbagai macam unsur dan zat yang dipercaya dapat bertindak sebagai agen anti-

inflamasi, antara lain asam salisilat, vitamin, polisakarida dan asam lemak. Disamping

itu terdapat pula indometasin yang dapat mengurangi edema, menghambat enzim siklo-

oksigenase dan menghambat motilitas dari leukosit poly morpho nuklear (PMN) yang

bila jumlahnya berlebihan dapat merusak jaringan (Widurini, 2003).

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah penulis lakukan (2011),

pemberian ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 25% didapat rerata jumlah makrofag =

38,60, pemberian ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 50% rerata jumlah makrofag =

15,60 dan pada pemberian ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 75% rerata jumlah

makrofag = 9,53. Tampaknya pemberian ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 75%

memberikan penurunan jumlah makrofag lebih tinggi daripada konsentrasi 50% dan

25% pada radang mukosa mulut tikus putih jantan. Peneliti juga melakukan penelitian

pendahuluan pada kelompok pemberian ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 100%

(sebagai referensi) dan didapatkan rerata jumlah makrofag = 9,65, yang kemudian

dilanjutkan dengan penelitian sesungguhnya didapat rata-rata jumlah makrofag =11,40.

Page 20: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Berdasarkan penelitian di atas penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang

pengaruh dari pemberian ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 75% apakah dapat lebih

menurunkan jumlah makrofag dari pada konsentrasi 50% dan 25% pada radang mukosa

mulut tikus, sehingga didapatkan konsentrasi yang efektif dalam menurunkan radang

mukosa mulut tikus putih jantan. Hal ini dapat membantu penderita mendapatkan obat-

obat yang lebih murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Dengan melakukan

penelitian ini, diharapkan penggunaan tanaman obat yang mengandung anti radang

dapat lebih ditingkatkan serta dapat membantu peningkatan budidaya tanaman obat di

Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitiktolak dari latar belakang masalah di atas, maka timbul suatu

permasalahan :

1. Apakah pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75% lebih

menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 50% pada radang mukosa

mulut tikus putih jantan?

2. Apakah pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75% lebih

menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 25% pada radang mukosa

mulut tikus putih jantan ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Page 21: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Untuk mengetahui konsentrasi pemberian ekstrak daun lidah buaya(aloe vera)

yang lebih tinggi dalam menurunkan jumlah makrofag pada radang mukosa mulut tikus

putih jantan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera)

konsentrasi 75% lebih menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 50%

pada radang mukosa mulut tikus putih jantan.

2. Untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera)

konsentrasi 75% lebih menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 25%

pada radang mukosa mulut tikus putih jantan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam bidang

kesehatan tentang potensi daun lidah buaya dalam menurunkan radang mukosa mulut

tikus.

1.4.2 Manfaat klinis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan masukan bagi peneliti

lain jika pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) dapat digunakan untuk

Page 22: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

menurunkan jumlah makrofag pada radang mukosa mulut, dan dapat dijadikan dasar

acuan penelitian lebih lanjut.

1.4.3 Manfaat sosial

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam

membantu menemukan salah satu obat alternatif dari berbagai terapi pilihan

pengobatan radang mukosa mulut.

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam

membantu menemukan obat tradisional yang murah dan mudah didapat

berkaitan dengan kemampuan daya beli masyarakat

Page 23: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Radang Mukosa mulut/ stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa

mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak ini dapat berupa bercak

tunggal maupun berkelompok. Radang mukosa mulut dapat menyerang selaput lendir

pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi serta langit-langit dalam rongga mulut

(Scully, 2006). Munculnya radang mukosa mulut ini disertai rasa sakit dan merupakan

penyakit mulut yang paling sering ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sekitar 10% dari populasi menderita penyakit ini, dan wanita lebih mudah terserang

daripada pria (Scully, 2006).

Radang mukosa mulut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain defisiensi

vitamin (zat besi, asam folat, Vitamin B12 atau B kompleks), psikologis, trauma,

endokrin, herediter, alergi, imunologi dan lain-lain (Lewis, 1998). Sumber lain

menyebutkan penyebab radang mukosa mulut sesungguhnya sangat beragam, mulai

dari tergigit, luka ketika menyikat gigi, alergi terhadap makanan ataupun adanya infeksi

oleh bakteri.

2.1 Radang Mukosa Mulut

2.1.1 Batasan radang mukosa mulut

Page 24: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Radang mukosa mulut diperkenalkan pertama kali oleh Hippocrates. Radang

mukosa mulut merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan ulser rekaren, terbatas

pada mukosa mulut dari penderita yang tidak mempunyai tanda

penyakit lainnya. Lesi ulsernya dapat tunggal atau jamak (Paris dkk., 2000; Ship dkk.,

2000; Greenberg, 2003). Biasanya, ulser yang perih ini timbul kembali dalam interval

waktu 3 hingga 4 minggu. Kadang-kadang tidak kunjung sembuh. Kekambuhan selama

satu bulan dapat terjadi, namun hal tersebut sulit diprediksi. Radang tipe minor secara

individual berlangsung selama 7-14 hari kemudian pulih tanpa meninggalkan bekas.

Radang mukosa mulut secara tipikal dapat mengenai daerah mukosa yang tak

berkeratin, seperti mukosa bukal, mukosa labial, sulkus atau batas lateral lidah. Radang

mukosa mulut sering kali timbul pada masa kanak-kanak, namun mencapai puncaknya

pada masa remaja atau dewasa. Waktu timbulnya dapat bervariasi, kadang-kadang

memiliki interval waktu yang relatif teratur. Kebanyakan orang yang mengalaminya

tampak sehat-sehat saja, sebagian besar penderitanya bukan perokok, sebagian kecil

mengalami gangguan haematologis (Cawson dan Odell, 2002).

Gambar: 2.1 Stomatitis (Cawson dan Odell, 2002)

2.1.2 Klasifikasi radang mukosa mulut

7

Page 25: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Berdasarkan gejala klinis radang mukosa mulut dapat diklasifikasikan menjadi 4

bentuk klinis (Joseph dan James, 1989; Haskell dan Gayford, 1990; Wray dkk., 2003)

1. Bentuk minor

Sebagian besar pasien (85%) menderita ulser bentuk minor, yang ditandai

dengan ulser bentuk bulat atau oval, disertai rasa nyeri dengan diameter antara 2-4

mm, kurang dari 1 cm dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulser ini

cenderung mengenai daerah non keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan

dasar mulut. Ulsernya bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri dari

empat sampai lima dan menyembuh dalam waktu 7-14 hari tanpa disertai

pembentukan jaringan parut.

2. Bentuk mayor

Radang mukosa mulut tipe mayor dijumpai pada kira-kira 10% penderita,

ulser bentuk mayor ini lebih besar dari bentuk minor. Ulsernya berdiameter 1-3 cm,

sangat sakit dan disertai dengan demam ringan, terlihat adanya limfadenopati

submandibula. Ulser ini dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut,

termasuk daerah berkeratin. Berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan sembuh

disertai pembentukan jaringan parut.

3. Bentuk Herpetiformis

Bentuk Herpetiformis mirip dengan ulser yang terlihat pada infeksi herpes

primer, sehingga dinamakan herpetiformis. Gambaran yang paling menonjol adalah

Page 26: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

adanya ulser kecil berjumlah banyak dari puluhan hingga ratusan dengan ukuran

mulai sebesar kepala jarum (1-2 mm) sampai gabungan ulser kecil menjadi ulser

besar yang tidak terbatas jelas sehingga bentuknya tidak teratur.

4. Bentuk Sindrom Behcet

Sindrom Behcet merupakan sindrom yang mempunyai tiga gejala yaitu

Aphthae dalam mulut, ulser pada genital dan radang mata. Aphthae dalam mulut

dari sindrom behcet mirip dengan radang mukosa mulut dan biasanya merupakan

gejala awal dari sindrom behcet.

2.1.3 Etiologi radang mukosa mulut

Etiologi radang mukosa mulut masih belum diketahui secara pasti dari seluruh

kasus yang ada, faktor penyebab baru dapat teridentifikasi sekitar 30%. Menurut Sonis

dkk., 1995; Cawson dan Odell, 2002; bahwa faktor penyebabnya antara lain:

1. Trauma

Adanya riwayat trauma pada penderita sebagai gejala awal misalnya

tergigit, trauma sikat gigi, pemakaian peralatan gigi, sehingga terjadi ulser pada

mukosa mulut.

2. Infeksi

Belum adanya bukti bahwa radang mukosa mulut secara langsung

disebabkan oleh mikroba, di duga yang berperan penting untuk terjadinya radang

Page 27: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

mukosa mulut adalah adanya reaksi silang antigen dari streptococcus. Hipotesis

lain, meskipun belum terbukti, menyatakan adanya gangguan regulasi imun yang

disebabkan oleh virus herpes atau virus lainnya.

3. Gangguan Imunologik

Sampai saat ini etiologi radang mukosa mulut belum diketahui, radang

mukosa mulut cenderung dikaitkan dengan proses autoimun. Peneliti lain

mengemukakan adanya perubahan perbandingan antara limfosit T Helper dan T

Supresor.

4. Gangguan Pencernaan

Radang mukosa mulut sebelumnya dikenal dengan nama dyspeptic ulcer

namun jarang berkaitan dengan penyakit gastrointestinal. Adanya hubungan

dengan penyakit ini biasanya karena terjadi defisiensi, terutama defisiensi vitamin

B12 atau asam folat yang terjadi secara sekunder akibat malabsorbsi.

5. Defisiensi Nutrisi

Defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat, telah dilaporkan pada

lebih dari 20% penderita dengan radang mukosa mulut. Pemberian vitamin B12

atau asam folat akan mempercepat penyembuhan radang mukosa mulut.

6. Kelainan Hormonal

Pada beberapa wanita, radang mukosa mulut berkaitan erat dengan fase

luteal dari siklus menstruasi. Beberapa penderita, kekambuhan dari radang mukosa

Page 28: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

mulut dikaitkan dengan stress, meskipun masih adanya pertentangan diantara

peneliti.

7. Infeksi HIV

Radang mukosa mulut dapat dijumpai sebagai salah satu kelainan dari

infeksi HIV. Kekambuhan dan keparahannya berhubungan dengan derajat

penurunan imunitas pertahanan tubuh

8. Faktor Genetik

Terdapat sejumlah bukti tentang adanya pengaruh faktor genetik. Riwayat

medis keluarga kadang dijumpai adanya anggota keluarga yang menderita radang

mukosa mulut dan kelainan ini tampaknya lebih banyak mempengaruhi pasangan

saudara kembar yang identik dibandingkan dengan non identik. Pendapat lain

mengatakan bahwa bila kedua orangtua terserang radang mukosa mulut maka

kemungkinan besar pada beberapa anaknya dapat ditemukan adanya kelainan

tersebut.

2.1.4 Diagnosa banding

Gambaran klinis radang mukosa mulut memiliki kemiripan dengan lesi lain didalam

rongga mulut. Gambaran lesi ini secara klinis mirip dengan lesi intra oral pada ulkus

traumatikus, gingivitis herpetika akut, eritema multiformis dan ulserasi dari penyakit

sistemik seperti Crohn’s disease. Radang mukosa mulut dapat dibedakan dari lesi lain

Page 29: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

didalam rongga mulut berdasarkan gambaran klinis yaitu ulser yang berbentuk bulat

atau oval, bersifat kambuhan, dapat sembuh dengan sendirinya tanpa disertai gejala

lainnya (Greenberg, 2003).

2.1.5 Terapi radang mukosa mulut

Tujuan terapi pada dasarnya untuk menekan peradangan, mengurangi rasa

perih dan mempercepat penyembuhan. Perawatan radang mukosa mulut yang sering

dilakukan adalah sebagai berikut (Cawson dan Odell, 2002; Greenberg, 2003):

1. Triamcinolon dental paste

Adalah suatu pasta kortikosteroid yang dapat melekat pada mukosa yang

basah, perlekatannya mulai berlangsung dari satu sampai beberapa jam. Biasanya

digunakan untuk ulser yang tidak banyak dan mudah dijangkau. Obat kortikosteroid

ini dapat mereduksi peradangan yang menimbulkan rasa perih sehingga penderita

mudah makan dan pasokan nutrisi cukup yang selanjutnya mempercepat

penyembuhan. Obat topikal ini berfungsi protektif terhadap ulser sehingga

penderita merasa nyaman. Triamcinolon in ora base dapat diaplikasikan secara

topical pada lesi ulser empat kali sehari, setelah makan dan pada waktu hendak

tidur.

2. Obat kumur Tetracycline

Page 30: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Berbagai uji coba telah dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat telah

membuktikan bahwa obat kumur tetracycline dapat mereduksi secara signifikan

frekwensi dan keparahan dari ulser. Dengan cara melarutkan isi dari kapsul 250 mg

dalam 50 ml air kemudian campuran ini digunakan sebagai obat kumur sebanyak

empat kali sehari dan dikumur selama 2-3 menit. Pemakaian tetracycline harus

diwaspadai terhadap resiko terjadinya reaksi alergi dan candidiasis oral.

3. Obat kumur Chlorhexidine

Larutan chlorhexidine 0,2% juga telah digunakan sebagai obat kumur

untuk mengobati ulser. Larutan ini digunakan 3 kali setiap hari setelah makan dan

dipertahankan didalam mulut selama kurang lebih 1 menit, hal ini dapat

mengurangi rasa tidak enak dalam rongga mulut.

4. Preparat Salicylate Topikal

Salicylate mempunyai efek lokal anti radang. Preparat cholin salicylate

dalam bentuk gel dapat diaplikasikan pada ulser.

5. Ekstrak Sanguin 5% - Polidocanol 1%

Obat ini dalam bentuk pasta dapat mengaktifkan transportasi oksigen dan

nutrien dalam sel, serta merangsang metabolisme energi dalam sel, meningkatkan

regenerasi sel, sehingga mempercepat perbaikan jaringan. Polidocanol dalam kadar

yang rendah dapat mengurangi rasa sakit dengan cepat dan untuk waktu yang

lama.

Page 31: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

2.1.6 Histopathologi

Terdapat dugaan yang kuat tentang adanya infiltrasi limfosit secara dini yang

diikuti oleh kerusakan epithelium dan infiltrasi jaringan oleh neutrofil. Sel-sel

mononuclear dapat pula menyelimuti pembuluh darah (perivasculer cuffing) (Cawson

dan Odell, 2002). Ditemukan proliferasi limfosit dalam merespon sejenis antigen

tertentu (Sonis dkk.,1995).

2.2 Anatomi Mukosa Mulut

Jaringan lunak mulut terdiri dari mukosa pipi, bibir, ginggiva, lidah, palatum,

dan dasar mulut. Struktur jaringan lunak mulut terdiri dari lapisan tipis jaringan mukosa

yang licin, halus, fleksibel, dan berkeratin atau tidak berkeratin. Jaringan lunak mulut

berfungsi melindungi jaringan keras di bawahnya; tempat organ, pembuluh darah, saraf,

alat pengecap dan alat pengunyah. Secara histologis jaringan mukosa mulut terdiri dari 3

lapisan (Avery dan Chiego, 2006; Balogh dan Fehrenbach, 2006) :

1. Lapisan epitelium, yang melapisi di bagian permukaan luar, terdiri dari berlapis-

lapis sel mati yang berbentuk pipih (datar) dimana lapisan sel-sel yang mati ini

selalu diganti terus-menerus dari bawah, dan sel-sel ini disebut dengan stratified

squamous epithelium. Struktur stratified squamous epithelium dari mukosa mulut

meliputi kedua permukaan, yaitu mukosa mulut tidak berkeratin (mukosa pipi,

bibir, palatum mole, dasar rongga mulut) dan mukosa berkeratin (palatum dan

alveolar ridges). Terdiri dari stratum corneum, stratum granulosum, stratum

spinosun dan stratum basale.

Page 32: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

2. Membrana basalis, yang merupakan lapisan pemisah antara lapisan ephitelium

dengan lamina propria, berupa serabut kolagen dan elastis. Terdiri dari lamina

lucida dan lamina densa.

3. Lamina propria, pada lamina propria ini terdapat ujung-ujung saraf rasa sakit, raba,

suhu. Selain ujung-ujung saraf tersebut terdapat juga pleksus kapiler, jaringan limfa

dan elemen-elemen penghasil sekret dari kelenjar-kelenjar ludah yang kecil-kecil.

Kelenjar ludah yang halus terdapat di seluruh jaringan mukosa mulut, tetapi tidak

terdapat di jaringan mukosa gusi kecuali di mukosa gusi daerah retromolar.

Disamping itu lamina propria ini sebagian besar terdiri dari serabut kolagen, serabut

elastin dan sel-sel fibroblas,makrofag, mast sel, sel inflamatori serta sel-sel darah

yang penting untuk pertahanan melawan infeksi. Jadi mukosa ini menghasilkan

sekret, bersifat protektif dan sensitif.

Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-

rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan yang

bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi herediter. Pada keadaan

normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman yang merupakan

bagian daripada “flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut

apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang

apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai

penyakit/infeksi. Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik (trauma,

cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin, anemia dan lain-lain. Pada

individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan tertentu sehingga

dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begitu juga dengan faktor psikis

dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada suatu gangguan mulut yang disebut radang

Page 33: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

mukosa mulut. Mukosa mulut adalah jaringan yang melapisi permukaan rongga mulut.

Selain berfungsi untuk proteksi, mukosa mulut juga berfungsi untuk pertahanan

terhadap antigen dengan adanya sel PMN, limfosit plasma dan makrofag (Nanchi, 2008).

2.3 Radang

Radang adalah respon tubuh terhadap trauma dan invasi agen infeksi, antigen

lain atau kerusakan jaringan (Gifford,2005). Radang adalah reaksi setempat dari jaringan

hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (Sudiono dkk., 2003). Radang

merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan oleh adanya respon jaringan

terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam

tubuh. Pengaruh-pengaruh merusak dapat berupa faktor fisika, kimia, bakteri, parasit

dan sebagainya. Penyebab fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X dan radium, juga

termasuk benda-benda asing yang tertanam pada jaringan atau sebab lain yang

menimbulkan pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk faktor

kimia. Bakteri patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus

(Mutschler, 1991).

Pada berbagai penelitian sering digunakan binatang percobaan seperti kera

dan tikus. Secara histologik, struktur dan susunan jaringan mukosa tikus tidak berbeda

dengan jaringan mukosa manusia, kecuali sel lekosit PMN yang sering tampak

memberikan gambaran bentuk seperti cincin (Navia, 1997). Radang dapat terjadi karena

berbagai bentuk cidera terhadap jaringan (Navia, 1997). Pada penelitian yang akan

peneliti lakukan, radang dibuat melalui iritasi dengan hidrogen peroksida yang

Page 34: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

diaplikasikan ke mukosa mulut tikus. Dengan bantuan enzim tertentu bahan ini akan

memecahkan membran sel epitel sehingga dapat menyebabkan kematian sel. Bila

kematian sel yang terjadi tidak diimbangi oleh proses regenerasi, maka lapisan sel akan

mengalami penipisan. Hal ini akan memudahkan O2 menembus lapisan epitel dan

masuk ke submukosa, sehingga proses kerusakan jaringan akan berlanjut (Trowbrige dan

Emling, 1997). Jaringan yang mengalami radang dapat ditemukan tanda-tanda kardinal

klasik, seperti kalor (panas), rubor (merah), tumor (bengkak), dolor (rasa sakit) dan

functio-laesa (gangguan fungsi). Tanda-tanda tersebut di atas dijumpai pada kondisi

radang akut. Namun bila fokus-fokus radang sudah mulai berkurang, tanda-tanda

tersebut akan menghilang. Hal ini dijumpai pada radang kronik (Abrams, 1995; Mitchell

dan Cotran, 2003).

Secara mikroskopik, pada radang akut dijumpai serbukan sel lekosit PMN yang

lebih menyolok dibandingkan dengan sel-sel mononukleus, dan sebaliknya pada radang

kronik dijumpai serbukan sel-sel mononukleus, terutama sel limfosit lebih mencolok

dibandingkan sel lekosit PMN (Kerr dan Ash, 1978).

2.3.1Etiologi radang

1. Benda mati

a. Rangsang fisis; trauma,benda asing, rangsang termis, listrik, tekanan, radiasi,

dan lain-lain.

b. Rangsang kimia; contohnya asam dan basa yang kuat, obat, dan lain-lain.

Page 35: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

2. Benda hidup; contoh kuman patogen, bakteri, virus, parasit. Selain itu juga ada

reaksi imunologi dan gangguan vaskuler serta hormonal yang dapat menimbulkan

kerusakan jaringan.Kuman dan parasit mengiritasi jaringan melalui zat kimia yang

dilepaskan atau diproduksi berupa toksin, dan juga bertindak sebagai rangsang

mekanis akibat adanya benda tersebut dalam sel atau jaringan.

2.3.2 Tanda utama radang

Tanda utama radang (Cardinal Symptom) yang ditetapkan oleh Cornelius

Celsus antara lain (Sudiono dkk., 2003) :

1. Rubor (kemerahan), disebabkan karena adanya hiperemia aktif karena bertambah

banyaknya vaskularisasi di daerah cedera tersebut.

2. Kalor (panas), disebabkan karena hiperemia aktif.

3. Tumor (bengkak), sebagian disebabkan karena hiperemia aktif dan sebagian

disebabkan karena edema setempat serta stasis darah.

4. Dolor (sakit), disebabkan karena terangsangnya serabut saraf pada daerah radang.

Belum jelas apakah karena terangsangnya serabut saraf ataukah karena iritasi zat

kimia yang terlepas, misalnya asetilkolin dan histamin. Zat ini berguna untuk

meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah. Bahan lain yang berperan

penting adalah bradikinin, dimana jika seseorang disuntik bradikinin tidak murni,

zat ini akan menyebabkan rasa nyeri pada permukaan kulit sebelum terjadi migrasi

sel darah putih.

5. Fungtio laesa, yaitu berkurangnya fungsi.

Page 36: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Radang merupakan proses yang kompleks, yang menyebabkan terjadinya

perubahan di dalam jaringan tubuh.

2.3.3 Mekanisme radang

Perubahan vaskuler pada radang

Urutan perubahan pada pembuluh darah karena pelepasan substansi vaso

aktif adalah sebagai berikut (Price dan Wilson, 2005):

1. Dilatasi arteriol yang kadang-kadang didahului vasokontriksi singkat.

2. Aliran darah menjadi cepat dalam arteriol, kapiler dan venula.

3. Dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler

4. Eksudasi cairan (keluarnya cairan radang melalui membran luka) termasuk semua

protein plasma (albumin, globulin dan fibrinogen).

5. Konsentrasi sel darah merah dalam kapiler.

6. Stasis (aliran darah menjadi lambat), kadang-kadang aliran darah berhenti (stgnasi

komplit).

7. Orientasi periferal sel darah putih pada dinding kapiler (pavamenting).

8. Eksudat dari sel darah putih dari dalam pembuluh darah ke fokus radang. Yang

pertama keluar adalah polimorfonuklear, kemudian monosit, limfosit dan sel

plasma.

Urutan kejadian pada pembuluh darah ini merupakan proses yang kompleks

dan dinamis, sehingga sering perubahan di atas terjadi bersamaan. Oleh karena itu,

proses radang dikelompokkan dalam tiga kejadian yang saling berhubungan, yaitu

Page 37: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

perubahan pada pembuluh darah (perubahan hemodinamik), eksudasi cairan

(perubahan permeabilitas), dan eksudasi seluler (perubahan sel leukosit).

Setiap ada cidera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu

yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut.

Walaupun belum diketahui secara pasti, tetapi salah satu zat yang dimaksud adalah

histamin. Selain itu ada pula zat lainnya misalnya, seretonin atau 5hidroksitritamin,

globulin tertentu, nukleosida dan nukleotida. Zat-zat ini akan tersebar di dalam jaringan

dan menyebabkan dilatasi pada arteriol. Perubahan arteriol ini terjadi beberapa menit

setelah cidera jaringan. Sedangkan dilatasi kapiler yang segera terjadi setelah itu

disebabkan oleh efek langsung dari bahan humoral terhadap dindingnya yang tipis.

Selain itu, dilatasi ini juga disebabkan oleh zat kimia dan menimbulkan perubahan pada

sel endotel pembuluh darah sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat.

Cairan plasma keluar ke jaringan sehingga tekanan hidrostatik darah lebih tinggi. Dengan

keluarnya cairan dari pembuluh darah, sel-sel darah merah akan berubah menjadi lebih

lengket satu sama lain dan menggumpal, akibatnya darah menjadi lebih kental dan

pergerakan menjadi lebih lambat. Aliran darah yang lambat ini akan menyebabkan

terjadinya stasis, bahkan kadang-kadang dapat terhenti sama sekali, keadaan ini

dinamakan stagnasi total (Sudiono dkk., 2003; Price dan Wilson, 2005).

Pada keadaan normal, sel darah mengalir secara aksial, yaitu berada ditengah

pembuluh darah, sedangkan di tepinya berisi cairan bening yang dinamakan zona

plasma. Sel darah putih yang lebih besar dari sel darah merah berada paling jauh dari

dinding pembuluh darah, dikelilingi oleh sel darah merah. Jika terjadi suatu radang akan

terjadi perubahan distribusi sel-sel darah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel

Page 38: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

darah merah akan menggumpal sehingga lebih besar dari sel darah putih. Akibatnya sel

darah putih akan terdesak kepinggir, sedangkan sel darah merah pindah ke tengah.

Makin lambat aliran darah, sel darah putih akan menempel pada sel endotel dinding

pembuluh darah, makin lama makin banyak. Keadaan ini dinamakan pavamenting.

Bersamaan dengan itu, terjadi pula perubahan aliran limfe. Makin banyak cairan eksudat

terkumpul di jaringan, saluran limfe juga akan melebar. Selain itu, sel endotelium

pembuluh limfe menjadi permeabel, sehingga sel dan molekul yang lebih besar dapat

melewati dinding pembuluh darah. Hal ini berguna untuk menghilangkan eksudat

daerah radang.Sel darah putih yang melekat pada pembuluh darah akan mengeluarkan

pseudopodia, bergerak secara amuboid sehingga dapat keluar dari pembuluh darah ke

jaringan. Selain itu muatan listrik sel endotel akan berubah. Dalam keadaan normal, sel

darah bermuatan (-), dinding pembuluh darahpun bermuatan (-) sehingga sel darah

mengalir ditengah (Sudiono dkk., 2003; Price dan Wilson, 2005). Jika ada radang, sel

darah (-), tetapi dinding pembuluh darah berubah (+), karena itu sel darah putih tertarik

ke pinggir. Sel endotel sendiri mengalami perubahan. Normalnya sel endotel gepeng

tetapi dengan adanya radang, sel endotel menjadi lebih besar dan merenggang satu

dengan lainnya.

Eksudasi cairan pada radang

Pada keadaan normal, permeabilitas dinding kapiler terbatas sehingga hanya

dapat dilalui oleh zat-zat tertentu, air, garam, asam amino, glukosa dan molekul lain

yang kecil. Sedangkan protein hanya dilepaskan dalam jumlah sedikit sekali, kecuali

dalam usus dan hati. Protein kecil seperti albumin dan gamma globulin lebih mudah

Page 39: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

melewati porus endotel dibandingkan dengan protein yang lebih besar misalnya

lipoprotein dan fibrinogen.

Adanya tekanan yang seimbang antara tekanan hidrostatik (darah) dan

tekanan osmotik koloid (protein plasma) di dalam pembuluh darah akan mengatur

keluar masuknya bermacam-macam cairan melalui membran endotelnya. Jika endotel

rusak misalnya karena proses radang, protein besar akan lepas ke luar dari aliran darah.

Akibatnya tekanan koloid osmotik dalam pembuluh darah menurun, karena hilangnya

protein tadi sehingga tekanan hidrostatiknya menjadi bertambah tinggi. Menurunnya

tekanan koloid osmotik menyebabkan permeabilitas kapiler bertambah besar sehingga

cairan eksudat akan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul di dalam jaringan

sekitar pembuluh darah, menimbulkan edema yang disebut Oedema

Inflamatoir(Sudiono dkk., 2003; Price dan Wilson, 2005).

Protein yang terlepas ini sebagian akan hancur dan mengakibatkan tekanan

osmotik jaringan bertambah besar sehingga cairan plasma tidak dapat mengalir masuk

ke dalam pembuluh darah. Akibatnya tekanan osmotik dalam darah semakin turun,

sedangkan tekanan hidrostatiknya semakin tinggi selama berlangsungnya kongesti

radang. Jika cidera cukup berat, bahan molekul protein besarpun akan ikut keluar dan

masuk ke jaringan, misalnya fibrinogen dapat ke luar dan masuk ke jaringan dan dapat

membentuk suatu massa karena ada penggumpalan. Eksudasi cairan ini biasanya segera

terjadi setelah ada proses radang dan berlanjut terus menjadi lebih nyata setelah 24 jam

berikutnya. Adanya penggumpalan fibrinogen ini dapat menyumbat saluran limfe dan

sela-sela jaringan sehingga dapat menghambat penyebaran infeksi atau radang.

Page 40: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Radang yang terjadi pada permukaan alat tubuh menyebabkan permukaan alat

tubuh dilapisi oleh bekuan fibrin yang juga akan mencegah penyebaran. Setelah radang

mereda, fibrin akan mencair lagi dan akan diabsorbsi. Jika absorbsi fibrin terhambat,

akan dimasuki sel fibroblas dan kemudian berubah menjadi jaringan ikat sehingga

menyebabkan perlekatan. Cairan yang terjadi karena radang dinamakan eksudat

(Sudiono dkk., 2003; Price dan Wilson, 2005).

Eksudasi selular pada radang

Adanya perubahan pada endotel kapiler akan menyebabkan keluarnya sel

darah ke daerah cidera. Pavamenting sel darah putih terjadi karena aliran darah yang

lambat, dimana sebagian besar merupakan sel neutrofil granulosit. Sel ini melekat

karena bertambah kentalnya darah dan juga karena perubahan muatan listrik dari

endotel.

Setelah menempel pada dinding kapiler, leukosit akanmengeluarkan

pseudopodia, kemudian akan bergerak secara amuboid menembus dinding kapiler

keluar ke jaringan, proses ini disebut emigrasi. Sel polimorfonuklear terutama neutrofil

adalah sel pertama yang menuju daerah radang. Jumlahnya meningkat cepat dan

mencapai puncak pada 24-48 jam. Elemen seluler berikutnya adalah makrofag. Sel ini

turunan dari monosit yang bersirkulasi, terbentuk karena proses kemotaksis dan migrasi.

Muncul pertama 48-96 jam setelah terjadi radang. Sel monosit bergerak lebih lambat,

karena itu sel ini pada radang akut tidak terlihat banyak sampai hari pertama atau kedua

setelah radang. Setelah makrofag muncul limfosit T pada hari kelima dan mencapai

puncak pada hari ketujuh. Makrofag dan limfosit T penting keberadaannya pada

Page 41: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

penyembuhan radang. Makrofag berumur dan tetap ada sampai proses penyembuhan

berjalan sempurna. Makrofag memfagositosis dan mencerna organisma patologis dan

sisa-sisa jaringan. Makrofag juga melepas zat biologis aktif. Zat ini mempermudah

terbentuknya sel inflamasi tambahan yang membantu makrofag dalam dekontaminasi

dan membersihkan sisa jaringan. Makrofag melepas faktor pertumbuhan dan

substansi lain yang mengawali dan mempercepat pembentukan jaringan granulasi

(Sudrajat, 2005).

Percobaan secara in vivo maupun in vitro berhasil mengisolasi zat suatu fraksi

dari protein eksudat radang yang disebut leukotaksin,menunjukkan bahwa zat ini dapat

menarik leukosit, kuman piogenik dan bakteri lain misalnya streptokokus dan

stapilokokus dan dinamakan kemotaksis positif.Secara in vitronampak asam silikat dan

beberapa silikat yang tidak menarik leukosit, tetapi dijauhi oleh leukosit. Keadaan ini

disebut kemotaksis negatif.

Sel limfosit, sel plasma, dan monosit tidak dijumpai pada radang akut. Gerakan

sel ini lambat, juga reaksi kemotaksisnya lebih sedikit. Oleh karena itu baru terlihat

setelah radang menjadi kronis (Sudiono dkk., 2003; Price dan Wilson, 2005).

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas,

merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit

bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim

lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara.

Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal

tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti (Robbins dan Kumar, 1995).

Page 42: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah

utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-

pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah

putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda.

Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit

bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun

monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih.

Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen,

misalnya produk bakteri (Robbins dan Kumar, 1995). Setelah leukosit sampai di lokasi

radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada

partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi

fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang

terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi

melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,

berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel

sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu

pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil

menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang

disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan

mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme,

walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit (Robbins

dan Kumar, 1995).

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang

(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari

Page 43: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut,

radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam

jumlah besar. Sedangkan radang kronis ditandai oleh infiltrasi sel mononuklear (seperti

makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi

proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell dan Cotran, 2003).

2.3.4 Mediator kimia radang

Mediator kimia merupakan faktor-faktor kimia yang berhubungan dengan

radang. Perubahan pada vaskular dan selular yang terjadi dapat disebabkan oleh efek

langsung dari iritan, namun sebagian besar terutama karena adanya bermacam-macam

zat yang disebut mediator kimia.

Ada beberapa kelompok mediator kimia, antara lain:

1. Vaso aktif amine: histamin dan 5-hidroxytryptamin (seretonin)

2. Protease: plasmin, kalikrein dan bermacam-macam factor permeabilitas

3. Polipeptida: bradikinin, kalidin dan leukotaksin, kinin peptida lanilla dan polipeptida

lain baik asam maupun basa.

4. Asam nukleat dan derivatnya: lymph nodepermeability faktor (LNPF).

5. Asam lemak larut: lysolecithin, slow-reacting substance anaphilaxis (SRS-A) dan

prostaglandin.

6. lisosom: enzim lisosom, protease dan lain-lain.

7. Toksin bakteri, kompleks antigen-antibodi, factor-faktor dari sistim komplemen,

penghancuran produk-produk DNA dan RNA (Abrams, 1995; Robbins dan Kumar,

1995).

Page 44: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai

penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera

langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein

dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan

dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat

mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip

dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Beberapa mediator dapat

bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme biologi yang memperkuat kerja

mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal

yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis (Abrams, 1995; Robbins dan Kumar, 1995).

Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal

sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan.

Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator yang

lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin dan

serotonin), protease plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi fibrinolitik),

metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk leukosit (enzim

lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal, radikal bebas yang

berasal dari oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit) (Abrams, 1995; Robbins

dan Kumar, 1995).

2.3.5 Macam-macam sel radang

Sel eksudat yang terkumpul di daerah yang mengalami iritasi sebagian berasal

dari darah (hematogen) dan sebagian lagi berasal dari jaringan (histogen). Bermacam-

Page 45: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

macam bentuk dari leukosit bermigrasi dari pembuluh darah. Plasma darah yang keluar

dari pembuluh darah memungkinkan terjadinya pembentukan fibrin dan sel yang

bergerak dari jaringan semuanya berkumpul pada daerah yang mengalami iritasi. Ketiga

komponen inilah yang membentuk eksudat radang. Beberapa tipe sel yang mengambil

bagian dalam proses radang yaitu: Sel polimorfonuklear/PMN (granulosit) terdiri dari

neutrofil, eusinofil dan basofil; limfosit; monosit/makrofag dan sel plasma (Avery dan

Chiego, 2006).

Jumlah normal sel leukosit di dalam darah berkisar 5000-8000/ml3 (Avery dan

Chiego, 2006).

Neutrofil : 55-65% dari jumlah sel darah putih.

Limfosit : 20-35% dari jumlah sel darah putih.

Monosit : 3-7% dari jumlah sel darah putih.

Eusinofil : 1-3% dari jumlah sal darah putih.

Basofil : 0-1% dari jumlah sel darah putih.

Neutrofil

Ketiga sel polimorfonuklear leukosit dibedakan satu sama lain karena adanya

granula yang dijumpai dalam sitoplasmanya. Biasanya yang dimaksud dengan

polimorfonuklear (PMN) adalah sel neutrofil, walaupun basofil dan eusinofil juga

termasuk dalam sel PMN. Sel neutrofil yang masih muda, tidak bersegmen dan

jumlahnya hanya sedikit, yaitu 3-6% dari seluruh leukosit dewasa. Sel dewasa

Page 46: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

mempunyai inti bersegmen dengan bentuk bermacam-macam, seperti kacang, tapal

kuda dan lain-lain. Segmen/lobus dari inti berkisar 2-4 buah. Granula di dalam

sitoplasma berukuran kecil, nampak hanya sebagai bintik-bintik kecil saja. Besarnya 10-

12 mikron. Dengan pewarnaan metilen biru-eosin tidak memberikan warna merah

(eosinofilik) maupun biru (basofilik), karena itu disebut neutrofil. Sel ini dibentuk oleh

mielosit sumsum tulang (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk., 2003) .

Fungsi utamanya adalah fagositosis. Daya fagositosisnya berbeda-beda,

tergantung dari jenis rangsang atau bakterinya. Ada kuman yang langsung dapat

difagositosis dengan mudah, adapula kuman yang sukar difagositosis. Kuman yang

resisten juga dapat difagositosis yaitu dengan jalan mengubah permukaan bakteri

dengan melepaskan enzim lisosom atau opsonin.Kedua enzim ini akan melapisi bakteri

tersebut sehingga dapat difagositosis, kemudian akan dicerna oleh enzim dalam sel dari

sel leukosit. Namun kadang-kadang sel leukosit kalah dan mati. Sel yang mati masih

berguna bagi tubuh yaitu akan melepaskan enzim proteolitik yang akan menghancurkan

dan melarutkan sel yang sudah mati, kuman maupun jaringan sehingga cairan bisa

diresorbsi dan akan mempercepat proses penyembuhan. Umur sel neutrofil dalam

keadaan normal hanya kira-kira 4 hari, dan pada pH kira-kira 6,8 sel ini akan mati (Burkit

dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk., 2003).

Eosinofil

Disebut demikian karena sitoplasmanya mengandung granula yang kasar dan

berwarna merah terang (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk., 1996). Bentuk dan besarnya

mirip dengan neutrofil, tetapi intinya lebih sederhana, sering hanya berlobus dua. Sel ini

Page 47: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

terlihat dalam sirkulasi darah hanya beberapa jam dan cepat sekali tertarik untuk

bermigrasi ke jaringan dengan meningkatnya konsentrasi histamin yang terlepas. Sel ini

dibentuk dalam sumsum tulang dan dilepaskan dalam aliran darah jika diperlukan.

Peningkatan jumlah sel ini dalam darah dapat disebabkan karena infeksi parasit.

Sejumlah besar sel ini dapat dijumpai dalam jaringan dimana terdapat parasit. Juga

dapat dijumpai dalam jumlah besar pada penyakit asma bronkial. Pada kedua keadaan

ini, adanya eusinofilia mungkin karena adanya reaksi terhadap protein asing. (Burkit

dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk., 2003).

Eosinofilia yang terjadi dalam jaringan maupun di dalam pembuluh darah

sering berhubungan dengan reaksi alergi. Jika sel ini pecah, akan melepaskan histamin

yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga banyak antibodi yang

keluar dan berguna untuk menetralisasi antigen. Fungsi eosinofil masih belum jelas,

walaupun daya kemotaksisnya dan fagositosisnya seperti neutrofil. Bila trombosit,

basofil, eosinofil dan sel mast pecah akan mengeluarkan histamin (Burkit dkk., 1995;

Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk., 2003).

Basofil

Dengan pewarnaan jaringan, sel ini nampak bergranula, kasar dan berwarna

biru kehitaman, karena itu disebut basofil. Mirip neutrofil dan jarang dijumpai dalam

sirkulasi darah, dapat berasal dari sel mast yang banyak dijumpai disekitar pembuluh

darah dan merupakan sumber utama dari histamin atau heparin. Kedua mediator kimia

ini dilepaskan jika sel mast dan basofil hancur, dan kedua zat ini memegang peranan

dalam pengontrolan radang (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk., 2003).

Page 48: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Limfosit

Sel limfosit lebih kecil dari sel PMN, tetapi lebih besar dari sel darah merah.

Besarnya sekitar 8-10 mikron. Di dominasi oleh nukleus yang besar dan bulat yang

mengandung kromatin padat, sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit. Nukleusnya pucat

dan tidak bergranul. Sel ini dibentuk dalam limfonodus dan kadang-kadang pada folikel

limfoid yang kecil misalnya pada tonsil, usus halus dan sumsum tulang.

Di dalam jaringan sel ini terdapat pada radang kronis dalam jumlah yang

meningkat. Gerakannya jauh lebih lambat sehingga baru terlihat jelas pada radang

kronis. Umurnya hanya 4-5 hari. Jumlahnya juga meningkat pada penyakit tertentu yang

berhubungan dengan reaksi radang, misalnya tuberkulosis dan infeksi mononukleosis.

Fungsi utama sel ini adalah melepaskan zat antibodi. Akan tetapi masih diperdebatkan

apakah sel ini memang memproduksi zat tersebut ataukah hanya mentrasformasikan ke

daerah cidera. Sirkulasi dari sel ini juga dipengaruhi oleh hormon steroid adrenal. Pada

keadaan tertentu, sel ini dapat berubah menjadi mononukleus dengan daya fagositosis

yang besar seperti makrofag jaringan (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono

dkk., 2003).

Mononuklear fagosit

Dikenal dua golongan mononuklear fagosit yaitu:

1. Makrofag jaringan

2. Monosit darah.

Page 49: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Nama lain dari makrofag adalah histiosit, plasmatosit, sel retikuloendotelial

(reticuloendothelial cell/RES). RES merupakan sel yang melapisi sinus dari kelenjar getah

bening, sumsum tulang dan limfe. Makrofag yang melapisi sinus dari sel hati disebut

Kupfer. Makrofag biasanya lebih panjang umurnya dibanding sel PMN, yaitu beberapa

minggu hingga beberapa bulan dan dijumpai pada jaringan.

Monosit darah juga dapat berubah menjadi makrofag. Dengan pulasan darah

kering (dry blood smear), nukleusnya nampak seperti biji kacang atau bentuk ginjal,

disekitarnya ada granula kecil, sedang sitoplasmanya berwarna abu-abu. Besar monosit

17-20 mikron. Fungsi utama kedua sel ini adalah fagositosis. Selain itu, morfologi kedua

sel ini saling berhubungan erat sekali, meski sumber dan pemunculannya berbeda

tempat. Kedua sel ini penting sebagai daya pertahanan tubuh. Baik monosit maupun

makrofag merupakan daya pertahanan tubuh dan munculnya lebih lambat dari sel

neutrofil leukosit. Sel-sel ini masih dapat aktif pada pH 6,8 dimana pada pH ini PMN

sudah mati karena keasaman bertambah. Sel RES juga aktif pada saat radang akan

beralih dari akut menjadi kronis (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk.,

2003).

Gambar : 2.2 Monosit (Burkit dkk., 1995)

Sel Plasma

Page 50: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Asal sel plasma berhubungan erat dengan sel limfosit. Sel dari jaringan limfoid

dapat berdifferensiasi membentuk plasmablast yang dapat membentuk sel plasma. Sel

ini juga dapat berasal dari limfosit dan RES. Besar sel ini lebih besar sedikit dari sel

limfosit (10-12 mikron). Gambaran sel sangat karakteristik, di dalam jaringan nampak

intinya eksentrik dengan struktur seperti roda dan sitoplasma yang basofilik. Fungsi sel

belum jelas, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa sel ini merupakan sumber

yang penting dari gamma globulin yang sangat penting untuk membentuk antibodi. Sel

dalam jumlah banyak dapat dijumpai pada radang kronis (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk.,

1996; Sudiono dkk., 2003).

Sel Mast

Sitoplasma sel mengandung granula yang kasar dan basofilik. Banyak terdapat

di jaringan penyambung, akan tetapi sering tidak nampak karena granulanya yang

spesifik sangat mudah larut dalam air. Oleh karena itu, jaringan haruslah difiksasi

dengan alkohol dan digunakan pewarnaan anyline, misalnya biru toluidin. Mungkin cara

terbaik untuk melihat sel ini adalah dengan teknik fluorosen, dimana granulanya akan

bersinar dengan warna oranye terang. Sel ini banyak dijumpai pada jaringan

perivaskular. Sel mast berasal dari jaringan dan bukan dari darah (bukan

hematogen).Fungsi sel belum jelas, diduga memproduksi suatu asam mukopolisakarida,

heparin dan histamin. Selain itu juga mengandung serotonin dalam jumlah yamg kecil.

Pada spesies tertentu, misalnya tikus sel mast berhubungan dengan reaksi anafilaktik.

Namun apakah sel ini juga berperan dalam proses imunologi pada manusia, belumlah

diketahui (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk., 2003). Pada radang akut

Page 51: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

sel ini sangat aktif, dan dengan keaktifan sel mast, granulanya akan hilang sehingga sel

ini tidak nampak lagi. Pada saat hancur, akan dilepaskan histamin dan serotonin dan

akan menyebabkan bermacam-macam perubahan pada endotel pembuluh darah.

Permeabilitas kapiler ditingkatkan oleh histamin, serotonin, bradikinin, sistim

pembekuan dan komplemen dibawah pengaruh faktor Hageman dan SRS-A.

Larutanmediator dapat mencapai jaringan karena meningkatnya permeabilitas kapiler

dengan gejala klinis berupa edema (Korolkovas, 1988).

Fagosit yang mula-mula ke luar dari dinding pembuluh darah adalah leukosit

polimorfonuklear yang menyerang dan mencerna bakteri dengan cara fagositosis.

Disusul datangnya monosit (makrofag) sebagai petugas pembersih, mencerna leukosit

polimorfonuklir dan sel jaringan yang telah mati akibat toksin bakteri. Pada radang

kronik makrofag juga ikut mencerna bakteri. Plasma darah setelah melewati dinding

pembuluh darah yang permeabel sifatnya berubah disebut limfe radang. Leukosit dan

limfe radang secara bersama membentuk eksudat radang yang menimbulkan

pembengkakan pada jaringan. Rasa sakit disebabkan tertekannya serabut syaraf akibat

pembengkakan jaringan. Selain itu rasa sakit disebabkan bradikinin dan prostaglandin

(Insel, 1991).

2.4 Lidah Buaya

Lidah buaya (Aloe vera; Latin: Aloe Barbadensis Milleer) adalah sejenis

tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan tahun silam dan digunakan sebagai

penyembuh luka dan untuk perawatan kulit. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan

Page 52: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

dan teknologi, pemanfaatan tanaman lidah buaya berkembang sebagai bahan baku

industri farmasi dan kosmetika, serta sebagai bahan makanan dan minuman kesehatan.

Secara umum, lidah buaya merupakan satu dari sepuluh jenis tanaman terlaris didunia

yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dan bahan baku

industri (Simanjuntak, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian, tanaman ini kaya akan kandungan zat-zat seperti

enzim, asam amino, mineral, vitamin, polisakarida dan komponen lain yang sangat

bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, lidah buaya berkhasiat sebagai anti inflamasi, anti

jamur, anti bakteri dan membantu proses regenerasi sel. Dapat menurunkan kadar gula

dalam darah bagi penderita diabetes, mengontrol tekanan darah, menstimulasi

kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat digunakan sebagai

nutrisi pendukung penyakit kanker (Jatnika dan Saptoningsih, 2009).

Tanaman lidah buaya dapat hidup liar di tempat yang berhawa panas atau

ditanam orang di pot dan pekarangan rumah. Daunnya agak runcing berbentuk taji,

tebal, getas, tepinya bergerigi/berduri kecil, permukaan berbintik-bintik, panjang 50-80

cm, bunga bertangkai yang panjangnya 60-90 cm, bunga berwarna kuning kemerahan

(jingga), batang tanaman aloe vera berbatang pendek. Daunnya berdaging tebal, tidak

bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, bersifat sekulen (banyak mengandung air) dan

banyak mengandung getah atau lendir (gel), sebagai bahan baku obat. Tanaman lidah

buaya tahan terhadap kekeringan karena di dalam daun banyak tersimpan cadangan air

yang dapat dimanfaatkan pada waktu kekurangan air. Bentuk daunnya menyerupai

pedang dengan ujung meruncing, permukaan daun dilapisi lilin, dengan duri lemas di

pinggirnya. Bunga lidah buaya berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa yang

Page 53: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga biasanya muncul bila ditanam di

pegunungan. Akar tanaman lidah buaya berupa akar serabut yang pendek dan berada di

permukaan tanah. Panjang akar berkisar antara 50-100 cm. Untuk pertumbuhannya

tanaman menghendaki tanah yang subur dan gembur dibagian atasnya (Kloppenberg

dan Versteegh, 1998).

Batangnya tidak kelihatan karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan

sebagian terbenam dalam tanah. Mulai batang ini akan muncul tunas-tunas yang

selanjutnya menjadi anak tanaman. Peremajaan tanaman ini dilakukan dengan

memangkas habis daun dan batangnya, kemudian dari sisa tunggal batang ini akan

muncul tunas-tunas baru.

Nutrisi dalam lidah buaya membantu membersihkan sistim perncernaan dari

segala bentuk racun. American Chronicle melaporkan, lidah buaya juga bekerja sebagai

agen anti bakteri dan jamur bagi tubuh sehingga mampu menghalau sejumlah penyakit.

Enzim yang ditemukan dalam daging lidah buaya juga baik untuk memperlancar

peredaran darah. Lidah buaya dikonsumsi dalam berbagai macam bentuk olahan seperti

juice, manisan atau campuran teh. Semakin tua tumbuhan lidah buaya semakin

memberi manfaat untuk nutrisi maupun pengobatan. Gel lidah buaya sering kali

digunakan untuk mengobati luka gores, tersayat, gigitan serangga dan ruam.

Penyembuhan dan pengobatan luar biasa dari tumbuhan ini juga bermanfaat untuk

kecantikan. Dengan meminum dua sampai empat ons, atau bahkan setengah cangkir jus

lidah buaya setiap hari akan membuat kulit terlihat bersih dan memperbaiki kualitas

kulit. Lidah buaya dapat memperkaya persediaan mineral pembangun untuk

memproduksi dan memperbaiki kesehatan kulit(Yuliani dkk., 1994).

Page 54: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Selama ini daun lidah buaya dimanfaatkan untuk mengobati sembelit,

mengobati luka dalam dan luka lebam, mengobati batuk rejan, luka bakar, kencing

manis dan wasir. Tetapi belum banyak yang mencobanya sebagai obat radang mukosa

mulut/stomatitis. Dalam laporan Fujio L. Penggabaian, seorang peneliti dan pemerhati

tanaman obat, mengatakan bahwa keampuhan lidah buaya tak lain karena tanaman ini

memiliki kandungan nutrisi yang cukup bagi tubuh manusia. Hasil penelitian lain

terhadap lidah buaya menunjukkan bahwa karbohidrat merupakan komponen

terbanyak setelah air, yang menyumbangkan sejumlah kalori sebagai sumber tenaga.

Sumbar lain menyebutkan bahwa, dari sekitar 200 jenis tanaman lidah buaya, yang baik

digunakan untuk pengobatan adalah jenis aloe vera Barbadensis Miller. Lidah buaya

jenis ini mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Diantara ke-72 zat yang

dibutuhkan oleh tubuh itu, terdapat 18 macam asam amino, kalbohidrat, lemak, air,

vitamin, mineral, enzim, hormon dan zat golongan obat, antara lain antibiotik,

antiseptik, anti bakteri, anti kanker, anti virus, anti jamur, anti infeksi, anti peradangan,

anti parkinson dan anti aterosklerosis (Kloppenberg dan Versteegh, 1998).

Di dalam daun terdapat gel yang merupakan bagian paling banyak digunakan.

Gel berwana jernih sampai kekuningan. Lidah buaya mengandung protein, karbohidrat,

mineral, (kalsium, natrium, magnesium, seng, besi) dan asam amino. Selain itu berbagai

agen anti inflamasi, diantaranya adalah asam salisilat, indometasin, manosa 6-fosfat, B-

sitosterol. Komponen lain lignin, saponin dan anthaquinone yang terdiri atas aloin,

barbaloin, anthranol, anthracene, aloetic acid, aloe emodin, merupakan bahan dasar

obat yang bersifat sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit(Yuliani dkk., 1994).

Page 55: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Tanaman lidah buaya telah dibudidayakan di Indonesia mulai beberapa tahun

yang lalu, salah satunya di Pontianak. Jenis yang diusahakan di daerah tersebut, yakni

Aloe Chinensis yang berasal dari Cina. Budi daya lidah buaya tersebut didistribusikan

untuk pasar dalam negeri dan ekspor, terutama ke Jepang. Jepang merupakan Negara

pengguna lidah buaya terbesar di dunia. Kebutuhan lidah buaya segar mencapai 300 ton

/ bulan. Keistimewaan tanaman ini salah satunya adalah mudah diperbanyak dan tidak

memerlukan perawatan intensif, baik di lahan pekarangan, dalam pot maupun polibag.

Selain itu, kemampuannya bertahan hidup di daerah kering pada musim kemarau

menjadi nilai tambah tanaman lidah buaya. Jika investasi sarana pertanian sudah

tersedia, lidah buaya dapat diproduksi melalui system hidroponik atau secara organik

(dengan pupuk kandang dan tanpa pestisida) (Jatnika dan Saptoningsih, 2009).

Sejak 2200 SM, lidah buaya telah dikenal dapat berfungsi sebagai obat untuk

melancarkan buang air besar (pencahar), penyubur rambut, dan penyembuh luka. Lidah

buaya sudah digunakan bangsa Samaria sekitar tahun 1875 SM. Seorang peracik obat-

obatan tradisional berkebangsaan Yunani bernama Dioscorides, menyebutkan bahwa

lidah buaya dapat mengobati berbagai penyakit, seperti bisul, kulit memar, pecah-

pecah, lecet, penyembuh luka bagi penderita lepra, rambut rontok, wasir, dan radang

tenggorokan. Tanaman lidah buaya diberi nama Aloe Vera oleh Carl Von Linne pada

tahun 1720. Ratusan catatan mengenai manfaat lidah buaya untuk pengobatan

dipublikasikan oleh tabib dan dokter. Di bagian barat daya Amerika, lidah buaya ditanam

sebagai tanaman hias (ornamental plants) sekaligus dimanfaatkan sebagai obat luka

bakar. Selain itu, Badan Farmasi Amerika Serikat menyatakan lidah buaya terdaftar

secara resmi sebagai obat pencahar dan obat untuk pelindung kulit. Pusat

pengembangan lidah buaya terdapat di negara-negara Afrika Bagian Selatan (Transvaal),

Page 56: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

yakni Eritrea, Ethiopia, dan Northern Somalia. Saat ini, Negara-negara yang telah

membudidayakan tanaman lidah buaya secara komersial di antaranya Amerika Serikat,

Meksiko, Karibia, Israel, Australia, Thailand, dan Indonesia. Lidah buaya merupakan

salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang telah dikembangkan oleh Negara-

negara maju sebagai bahan baku di bidang industri farmasi dan pangan (Jatnika dan

Saptoningsih, 2009).

Tanaman ini termasuk keluarga Lilicaea yang memiliki 4.000 jenis dan terbagi

ke dalam 240 marga dan 12 anak suku. Berikut ini penggolongan klasifikasi lidah buaya.

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliflorae

Suku : Liliceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe Vera

2.4.1 Morfologi lidah buaya

Akar

Page 57: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Tanaman lidah buaya berakar serabut pendek dan tumbuh menyebar di batang

bagian bawah tanaman (tumbuh kearah samping). Akibatnya, tanaman mudah tumbang

karena akar tidak cukup kuat menahan beban daun lidah buaya yang cukup berat.

Panjang akarnya mencapai 30-40 cm.

Batang

Umumnya batang lidah buaya tidak terlalu besar dan relative pendek (sekitar

10 cm). Penampakan batang tidak terlihat jelas karena tertutup oleh pelepah daun. Jika

pelepah daun lidah buaya telah dipotong (dipanen) beberapa kali, batang akan tampak

dengan jelas.

Daun

Letak daun lidah buaya berhadap-hadapan dan mempunyai bentuk yang sama,

yakni daun tebal dengan ujung yang runcing mengarah ke atas. Daun memiliki duri yang

terletak di tepi daun. Setiap jenis lidah buaya yang satu dan yang lain memiliki

penampakan fisik daun yang berbeda.

Bunga

Bunga lidah buaya memiliki warna bervariasi, berkelamin dua (bisexual)

dengan ukuran panjang 50-70 mm. Bunga ini berbentuk seperti lonceng, terletak di

ujung atau suatu tangkai yang keluar dari ketiak daun dan bercabang. Panjang tangkai

50-100 cm dan bertekstur cukup keras serta tidak mudah patah. Bunga lidah buaya

mampu bertahan 1-2 minggu. Setelah itu, bunga akan rontok dan tangkainya mengering.

Page 58: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Biji

Biji dihasilkan dari bunga yang telah mengalami penyerbukan. Penyerbukan

biasanya dilakukan oleh burung atau serangga lainnya. Namun, jenis Aloe barbadensis

dan Aloe chinensis tidak membentuk biji atau tidak mengalami penyerbukan. Kegagalan

ini diduga disebabkan oleh serbuk sari steril (pollen sterility) dan ketidaksesuaian diri

(self incompatibility). Karena itu, kedua jenis tanaman ini berkembang biak secara

vegetative melalui anakan (Jatnika dan Saptoningsih, 2009).

Gambar: 2.3 Lidah buaya (aloe vera) (Jatnika dan Saptoningsih, 2009)

2.4.2 Kandungan lidah buaya

Lidah buaya mengandung air sebanyak 95%. Sisanya berupa bahan aktif (active

ingredients) antara lain minyak esensial, asam amino, mineral, vitamin, enzim, dan

glikoprotein. Berikut ini kandungan kimia lidah buaya dalam 100 gram bahan.

Tabel 2.1 Kandungan kimia lidah buaya

Page 59: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

No Komponen Nilai

1 Air 95,51%

2 Total Padatan Terlarut

a. Lemak b. Karbohidrat c. Protein d. Vitamin A e. Vitamin C

0,067%

0,043%

0,038%

4,59 IU

3,47 Mg

(Jatnika dan Saptoningsih,2009)

Lidah buaya memiliki cairan bening seperti jeli dan cairan berwarna

kekuningan yang mengandung aloin. Cairan ini berasal dari lateks yang terdapat di

bagian luar kulit lidah buaya. Cairan yang mengandung aloin ini banyak dimanfaatkan

sebagai obat pencahar komersial. Daging lidah buaya mengandung lebih dari 200

komponen kimia dan nutrisi alami yang secara bersinergi dan menghasilkan khasiat

tertentu. Berikut ini merupakan komponen kimia yang terkandung dalam lidah buaya.

Tabel 2.2 Komponen kimia lidah buaya berdasarkan manfaatnya

Zat Manfaat

Lignin Memiliki kemampuan penyerapan yang tinggi yang memudahkan peresapan gel ke kulit sehingga mampu melindungi kulit dari dehidrasi dan menjaga kelembapan kulit.

Saponin - Memiliki kemampuan membersihkan (aspetik)

- Sebagai bahan pencuci yang sangat baik

Komplek antharaquinon aloin, - Bahan laksatif

Page 60: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

barbaloin, iso-barbaloin, anthranol, aloe emodin, anthracene, aloetic acid, asam sinamat, asam krisophanat, eteral oil, dan resistanol

- Penghilang rasa sakit - Mengurangi racun - Senyawa antibakteri - Mempunyai kandungan antibiotik

Kalium dan natrium - Memelihara kekencangan muka dan otot tubuh.

- Regulasi dan metabolism tubuh dan penting dalam pengaturan impuls saraf

Kalsium Membantu pembentukan dan regenerasi tulang

Seng (Zn) Bermanfaat bagi kesehatan saluran air kencing.

Asam Folat Bermanfaat bagi kesehatan kulit dan rambut

Vitamin A Berfungsi untuk oksigenasi jaringan tubuh, terutama kulit dan kuku

Vitamin B1, B2, B6, B12, C,E, Niacinamida, dan Kolin

Berfungsi untuk menjalankan fungsi tubuh secara normal dan sehat.

Enzim oksidase, amylase, katalase, lipase, dan protease

- Mengatur berbagai proses kimia dalam tubuh.

- Menyembuhkan luka dalam dan luar

Enzim protease bekerja sama dengan glukomannan

Penghilang rasa nyeri saat luka.

Asam krisofan Mendorong penyembuhan kulit yang mengalami kerusakan

Mono dan polisakarida (Selulosa, glukosa, mannose, dan aldopentosa)

- Memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.

- Berfungsi untuk memproduksi mukopolisakarida

Salisilat

Mukopolysakarida

- Anti inflamasi dan menghilangkan rasa sakit

- Memberi efek imonomodulasi

Page 61: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Tennin, Aloctin A - Sebagai anti inflamasi

Indometasin - Mengurangi edema

Asam amino - Untuk pertumbuhan dan perbaikan sertasebagai sumber energi. Aloe vera menyediakan 20 dari 22 asam amino yang dibutuhkan tubuh.

Mineral - Memberikan ketahanan tubuh terhadap penyakit dan berinteraksi dengan vitamin untuk fungsi tubuh.

(Jatnika dan Saptoningsih, 2009)

Daging lidah buaya memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap,

diantaranya Zn, K, Fe, Vitamin A, asam folat, dan kholin. Sementara itu, lendir lidah

buaya mengandung vitamin B1, B2, B6, B12, C, E inositol, dan asam folat. Kandungan

mineral lidah buaya, diantaranya kalsium, fosfor, besi, natrium, magnesium, mangan,

tembaga, dan seng. Berdasarkan penelitian, enzim yang dimiliki lidah buaya antara lain

amylase, katalase, selulosa, karboksipeptidase, karboksihelolase, fosfatase, lipase,

nukleotidase, alkaline, dan proteolitase (Santoso, 2008).

Tabel 2.3 Beberapa Kandungan nutrisi lidah buaya

Bahan Manfaat Unsur Konsentrasi

Page 62: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

(ppm)

Mineral - Memberi ketahanan terhadap penyakit, menjaga kesehatan dan memberikan vitalitas.

Kalsium (Ca)

Fosfor (P)

Besi (Fe)

Magnesium (Mg)

Mangan (Mn)

Kalum (K)]

Natrium (Na)

Tembaga (Cu)

458,00

20,10

1,18

60,80

1,04

797,00

84,40

0,11

Asam Amino - Bahan untuk pertumbuhan dan perbaikan

- Untuk sintesis bahan lain

- Sumber energy

Asam aspartat

Asam glutamate

Alanin

Isoleusin

Fenilalanin

Threonin

Prolin

Valin

Leusin

Histidin

Serin

Glisin

Methionin

Lisin

Arginin

Tirosin

43,00

52,00

28,00

14,00

14,00

31,00

14,00

14,00

20,00

18,00

45,00

28,00

14,00

37,00

14,00

14,00

Page 63: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Triptophan 30,00

Protein - - 0,1%

(Jatnika dan Saptoningsih, 2009)

2.4.3 Efek farmakologis lidah buaya

Lidah buaya memiliki efek farmakologis, yakni pencahar (laxatic) dan

parasiticide. Berikut ini beberapa manfaat lain dari lidah buaya berdasarkan hasil

penelitian (Jatnika dan Saptoningsih, 2009):

1. Antiseptik : pembersih alami dan mengobati luka dengan cepat.

2. Antipruritik : penghilang rasa gatal.

3. Anestetik : pereda rasa sakit.

4. Afrodisiak : pembangkit gairah seksual.

5. Antipiretik : penurun rasa panas.

6. Antijamur, antivirus, dan antibakteri yang berasal dari kandungan saponin.

7. Anti-inflamasi : berasal dari asam lemak.

Selain itu, lidah buaya mengandung senyawa lignin dan polisakarida yang

berguna sebagai media pembawa zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh kulit. Ditunjang

juga oleh karakteristik lidah buaya yang memiliki tingkat keasaman (pH) yang normal,

hampir sama dengan pH kulit manusia sehingga memberikan kemampuan untuk

menembus kulit secara baik. Lidah buaya juga memiliki kandungan asam amino dan

enzim yang masing-masing berfungsi untuk membantu perkembangan sel-sel baru

dengan kecepatan luar biasa dan menghilangkan sel-sel yang telah mati dari epidermis.

Page 64: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

2.4.4 Senyawa nutrisi yang berperan dalam penyembuhan

Lidah buaya mengandung senyawa nutrisi yang dapat dimanfaatkan untuk

pengobatan dan penyembuhan (terapi) berbagai penyakit. Salah satu referensi

menyebutkan bahwa lidah buaya mengandung hormone pertumbuhan (human growth

hormone) dan anti-penuaan (anti-aging). Efek positif meningkatkan sistem kekebalan

tubuh, dan kepekaan panca indra manusia. Berikut ini beberapa penyakit yang mampu

disembuhkan oleh lidah buaya dan senyawa yang berperan dalam penyembuhan

penyakit tersebut.

Tabel 2.4 Penggunaan Lidah buaya dalam penyembuhan

No Penggunaan Senyawa yang Berperan

1 Luka lecet, luka tersayat, sengatan matahari, dan luka bakar

Mukopolisakarida; enzim, hormone, vitamin A, B, C, E, asam folit, serta mineral Zn dan Ca

2 Bisul bernanah Mukopolisakarida, enzim, hormone, vitamin A, B, C asam folat, serta mineral Zn dan Ca

3 Jerawat Riboflavin, vitamin A, C, dan E, polisakarida, enzim, Zn, serta hormone penyembuhan luka

4 Memperlambat penuaan dini Semua vitamin dan mineral yang ada, asam amino, hormone, Zn, serta kalsium

Page 65: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

5 Anemia Besi, asam folat, tembaga, dan vitamin C

6 Antibakteri, antibiotic, fungisida Semua zat berperan secara sinergis

7 Tumor Lectin dan emodin

8 Kanker Hormon, polisakarida, dan mukopolisakarida

9 Sembelit Thiamin dan asam folat

10 Diabetes Kromium, inositol, vitamin A, dan getah kering lidah buaya yang mengandung hypoglycemic

11 Influenza Vitamin A, B, C, E asam amino, dan enzim

12 Luka dalam Polisakarida dan asam amino

13 Infeksi ginjal Kolin, vitamin B, mineral magnesium, dan kalium

14 Stomach Ulcers Polisakarida dan Fe

15 Sakit gigi Vitamin C, kalsium, Fe, dan asam amino

16 AIDS Polisakarida dan acetylated mannose

Diolah dari berbagai sumber

(Jatnika dan Saptoningsih, 2009)

2.5 Peranan Lidah Buaya Dalam Menurunkan Radang

Telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa beberapa komponen lidah

buaya memiliki aktivitas anti-inflamasi yang signifikan. Bob Bowden dan Wayne Smith

menunjukkan bahwa lidah buaya memediasi mekanisme anti-inflamasi dengan

menghalangi integrin tertentu. Bukti telah ditunjukkan bahwa derivat karbohidrat

Page 66: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

terikat khusus dengan karbohidrat pada dua Beta2-integrins SS2 disebut LFA-01 dan

Mac-1 yang secara signifikan dapat mengurangi migrasi neutrofil pada beberapa model

penelitian tentang peradangan (Davis, 2000).

Lidah buaya memiliki sistem penghambat yang menghalangi rasa sakit dan

peradangan serta sistem stimulasi yang meningkatkan penyembuhan luka. Pengujian

laboratorium independen tentang lidah buaya menunjukkan aktivitas lidah buaya dalam

modulasi antibodi dan kekebalan seluler (Davis, 2000). Topikal steroid biasanya

digunakan untuk memblokir peradangan akut dan kronis. Mereka menurunkan edema

dengan mengurangi permeabilitas kapiler, vasodilatasi dan menstabilkan membran

lisosom. Lidah buaya (aloe vera) dapat merangsang pertumbuhan fibroblas untuk

meningkatkan penyembuhan luka dan menghalangi penyebaran infeksi. Penelitian

menunjukkan bahwa hanya sekitar 1% dari steroid dapat menembus stratum korneum

kulit, dan 99% terbuang. Data penelitian ini menunjukkan bahwa lidah buaya dapat

bertindak sebagai kendaraan bagi steroid untuk meningkatkan penyerapan dan

bertindak sebagai pembawa yang efisien. Penggunaan lidah buaya adalah pertimbangan

ekonomi yang signifikan. Kompleksitas komponen lidah buaya, membuat studi

penelitian tentang aktifitas inflamasi dari lidah buaya sebagai sebuah tugas yang sulit

(Davis, 2000).

Lidah buaya (aloe vera) tidak memiliki mekanisme tunggal. Lidah buaya

mengandung asam amino seperti phenylalanine dan trytophane yang memiliki aktifitas

anti-inflamasi. Asam salisilat dalam lidah buaya mencegah biosintesis prostaglandin dari

asam arakidonat. Hal ini menjelaskan bagaimana aloe vera mengurangi vasodilatasi dan

mengurangi efek vaskular dari histamin, seretonin dan mediator inflamasi lainnya.

Page 67: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Prostaglandin memainkan peran integral dalam mengatur baik peradangan dan reaksi

kekebalan tubuh. Lidah buaya dapat mempengaruhi kedua sistem ini dengan memblokir

sintesis prostaglandin. Efek analgesik lidah buaya sinergis dengan aspirin. Lidah buaya

memiliki komponen stimulasi dan penghambatan. Lidah buaya dapat memodulasi baik

reaksi kekebalan maupun reaksi inflamasi. Lidah buaya dapat bertindak sebagai

stimulator penyembuhan luka dan produksi antibodi. Lidah buaya dapat memblokir

sintesis prostaglandin dan memodulasi produksi limfosit dan makrofag derivat mediator

(limphokinins) termasuk interleukins dan interferon. Lidah buaya, disamping memiliki

efek pada reaksi inflamasi dan reaksi kekebalan, juga mengurangi oksigen radikal bebas

yang dihasilkan oleh PMN’s. Vitamin C dalam lidah buaya menghambat peradangan,

mengambil radikal oksigen untuk memblokir proses inflamasi. Vitamin E, yang dikenal

sebagai anti oksidan, juga merupakan komponen lidah buaya. Efek-efek biologis dari

karya orkestra aloe vera, bekerjasama dengan konduktor (polisakarida) menghasilkan

efek terapi yang berharga (Davis, 2000).

Komponen yang kurang diserap stratum korneum membutuhkan kendaraan

untuk membantu mereka dalam penetrasi. Penelitian menunjukkan bahwa lidah buaya

membantu dalam penyerapan vitamin C dan menambah aktivitas biologisnya. Lidah

buaya dapat melarutkan senyawa larut air serta zat larut lipid. Selain itu dapat melalui

membran sel stratum korneum untuk membantu berbagai bahan dalam menembus

kulit. Aktivitas biologis lidah buaya dapat bertambah, bahkan bersinergi dengan banyak

agen dalam meningkatkan efek terapi (Davis, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Meitha Widurini, seorang staf pengajar Biologi

Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, menggunakan lidah buaya (aloe

Page 68: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

vera) konsentrasi 100% yang diaplikasikan pada radang mukosa mulut tikus, ternyata

dapat menurunkan radang mukosa mulut tikus. Didapatkan hasil bahwa lidah buaya

tidak mempunyai mekanisme tunggal sebagai anti inflamasi. Tanaman ini mengandung

berbagai macam unsur dan zat yang dipercaya dapat bertindak sebagai agen anti-

inflamasi, antara lain asam salisilat vitamin, polisakarida dan asam lemak. Disamping itu

terdapat pula indometasin yang dapat mengurangi edema, menghambat enzim siklo-

oksigenase dan menghambat motilitas dari dari leukosit poly morpho nuklear (PMN)

yang bila jumlahnya berlebihan dapat merusak jaringan. Dikatakan pula bahwa

sebenarnya daun lidah buaya yang berkhasiat sebagai pengobatan tradisional dan dapat

menyembuhkan penyakit atau kelainan pada tubuh adalah hasil dari interaksi

keseluruhan unsur-unsur pokok yang terkandung dalam lidah buaya dan bila masing-

masing unsur tersebut dipisahkan maka khasiat atau manfaatnya akan berkurang

(Widurini, 2003).

2.6 Tikus Putih (Rattus Norvegicus)

Tikus putih atau mencit adalah tikus rumah dan binatang asli Asia, India dan

Eropa Barat. Jenis ini sekarang ditemukan diseluruh dunia karena pengenalan oleh

manusia.

Klasifikasi dari tikus putih (Kusumawati, 2004) :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Page 69: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : Norvegicus

Tikuslaboratorium adalah spesies tikus rattus norvegicus yang dibesarkan dan

disimpan untuk penelitian ilmiah. Tikus laboratorium telah digunakan sebagai model

hewan yang penting untuk penelitian dibidang psikologi, kedokteran dan bidang lainnya.

Selama bertahun-tahun, tikus telah digunakan dalam banyak penelitian eksperimen

yang telah menambah pemahaman kita tentang genetika, penyakit, pengaruh obat-

obatan, dan topik lain dalam kesehatan dan kedokteran. Para ilmuwan telah

memunculkan banyak strain atau galur tikus khusus untuk eksperimen. Sebagian besar

berasal dari tikus Wistar albino, yang masih digunakan secara luas (Smith dan

Mangkoewidjojo, 1988).

2.7 Penelitian Pendahuluan

Penulis telah melakukan penelitian pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan

Maret – Mei 2011 bertempat di bagian Farmakologi dan Kedokteran Hewan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Penelitian memakai 25 ekor tikus putih

jantan yang dibuat radang mukosa mulut dengan pemberian H2O2 30% (dengan cara

diolesi) pada mukosa labial mulut tikus. Tikus dibagi dalam 6 kelompok yaitu :

Page 70: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

1. Kelompok data base : (5 ekor tikus).

2. Kelompok kontrol dengan pemberian akuades (4 ekor tikus).

3. Kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 25%

(4 ekor tikus).

4. Kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 50%

(4 ekor tikus).

5. Kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75%

(4 ekor tikus)

6. Kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi

100% (4ekor tikus)

Dari pemeriksaan secara mikroskopik pada lima lapang pandang didapatkan :

1. Pada kelompok data base didapat rerata jumlah makrofag 38,50

2 Pada kelompok kontrol dengan pemberian akuades didapat rerata jumlah

makrofag = 37,95

3. Pada kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi

25% didapat rerata jumlah makrofag = 38,60

4. Pada kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi

50% didapat rerata jumlah makrofag = 15,60

5. Pada kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi

75% didapat rerata jumlah makrofag = 9,53

6. Pada kelompok dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi

100% didapat rerata jumlah makrofag = 9,65

Page 71: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Hasil pengamatan mikroskopis sel makrofag pada radang mukosa mulut ekstrak lidah buaya konsentrasi 75% dengan mikroskop elektrik pembesaran 400x.

Gambar : 2.4. Pengamatan mikroskopis sel makrofag pembesaran 400x

dengan pengecatan HE

Page 72: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Radang mukosa mulut adalah radang yang terjadi di daerah mukosa mulut,

biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan agak cekung dan

dikelilingi tepi kemerahan, dapat berupa bercak tunggal maupun kelompok serta sakit.

Radang mukosa mulut secara tipikal dapat mengenai daerah mukosa yang tak

berkeratin, seperti mukosa bukal, mukosa labial, dasar mulut, sulkus atau batas lateral

lidah dan daerah berkeratin seperti palatum durum dan alveolar ridge. Etiologi radang

mukosa mulut diduga; oleh karena infeksi, trauma, gangguan nutrisi, gangguan

hormonal, gangguan imunologik, faktor genetik dan HIV. Terapi radang mukosa mulut

pada dasarnya ditujukan untuk menekan peradangan, mengurangi rasa perih dan

mempercepat penyembuhan. Pada pemeriksaan histopatologiditemukan adanya

infiltrasi sel-sel radang seperti sel polimorfonuklear (PMN). Sel-sel fagosit mononuclear

dapat pula menyelimuti pembuluh darah (perivasculer cuffing).Terdapat dugaan yang

kuat tentang adanya kerusakan epithelium dan infiltrasi jaringan oleh neutrofil, juga

ditemukan proliferasi limfosit dalam merespon sejenis antigen tertentu. Radang adalah

respon tubuh terhadap trauma dan invasi agen infeksi, antigen lain atau kerusakan

jaringan. Proses radang dikelompokkan dalam tiga kejadian yang saling berhubungan,

yaitu perubahan pada pembuluh darah (perubahan hemodinamik), eksudasi cairan

(perubahan permeabilitas), dan eksudasi seluler (perubahan sel leukosit). Penimbunan

54

Page 73: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi radang, merupakan

aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang

bersifat asing, termasuk bakteri, debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang

terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh. Beberapa produk sel darah putih

merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu dapat menimbulkan

kerusakan jaringan yang berarti. Dikenal beberapa tipe sel yang mengambil bagian

dalam proses radang antara lain : sel polimorfonuklear (neutrofil, eusinofil dan basofil),

limfosit, monosit/makrofag dan sel plasma. Fagosit yang mula-mula ke luar dari dinding

pembuluh darah adalah leukosit polimorfonuklear yang menyerang dan mencerna

bakteri dengan cara fagositosis. Disusul datangnya monosit (makrofag) sebagai petugas

pembersih, mencerna leukosit polimorfonuklear dan sel jaringan yang telah mati akibat

toksin bakteri.

Lidah buaya (Aloe vera; Latin: Aloe Barbadensis Milleer) adalah sejenis

tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan tahun silam dan digunakan sebagai

penyembuh luka dan untuk perawatan kulit. Lidah buaya mengandung vitamin, enzim,

protein, karbohidrat mineral (kalsium, natrium, magnesium, seng, besi) dan asam amino.

Selain itu lidah buaya mengandung berbagai agen anti inflamasi, diantaranya adalah

asam salisilat, indometasin, manosa 6-fosfat, B-sitosterol. Komponen lignin, saponin dan

anthaquinone yang terdiri atas aloin, barbaloin, anthranol, anthracene, aloetic acid, aloe

emodin, merupakan bahan dasar obat yang bersifat sebagai antibiotik dan penghilang

rasa sakit.

3.2 Konsep Penelitian

Page 74: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Gambar : 3.1 Konsep penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Ekstrak daun lidah buaya

Faktor internal :

1. Gangguan Imunnologi

2. Gangguan hormonal

3. Faktor genetic 4. Gangguan

pencernaan

Faktor Eksternal :

1. Trauma; mekanis, chemis, termis

2. Infeksi 3. Defisiensi

nutrisi

Tikus radang mukosa mulut

Jumlah makrofag

Page 75: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dirumuskan hipotesis:

1. Pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75% lebih menurunkan

jumlah makrofag daripada konsentrasi 50% pada radang mukosa mulut tikus putih

jantan .

2. Pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75% lebih menurunkan

jumlah makrofag daripada konsentrasi 25% pada radang mukosa mulut tikus putih

jantan.

Page 76: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

dengan rancangan eksperimental dengan : (Randomized Pre-post Test Control Group

Design).

SKEMA RANCANGAN PENELITIAN

___K___

___P1___

O1 O2

Page 77: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Gambar : 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :

P : Populasi

S : Sampel

Ra : Random alokasi

O1 : Observasi awal kelompok kontrol sebelum perlakuan

O3 : Observasi awal kelompok II sebelum perlakuan

O5 : Observasi awal kelompok III sebelum perlakuan

O7 : Observasi awal kelompok IV sebelum perlakuan

K : Perlakuan pada kelompok kontrol diberikan akuades

P S O3 04

O5 O6

07 O8

Ra

58

Page 78: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

P1 : Perlakuan pada kelompok II diberikan ekstrak daun lidah buaya konsentrasi

25%

P2 : Perlakuan pada kelompok III diberikan ekstrak daun lidah buaya konsentrasi

50%

P3 : Perlakuan pada kelompok IV diberikan ekstrak daun lidah buaya konsentrasi

75%

O2 : Observasi akhir kelompok kontrol setelah diberikan akuades

O4 : Observasi akhir kelompok II setelah diberikan ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi 25%

O6 : Observasi akhir kelompok III setelah diberikan ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi 50%

O8 : Observasi akhir kelompok IV setelah diberikan ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi 75%

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat penelitian : di bagian Farmakologi dan Kedokteran Hewan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

4.2.2 Waktu penelitian: Maret-Juni 2011 (penelitian pendahuluan - peneliti

an sesungguhnya).

Page 79: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

4.3 Sumber Data

Sesuai dengan rancangan penelitian, maka sampel (tikus) dalam penelitian ini

jumlahnya 32 dan dibagi dalam empat kelompok yang tidak berpasangan, yaitu satu

kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan. Kelompok kontrol mendapat pemberian

akuades. Satu kelompok perlakuan mendapat pemberian ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi 25%, satu kelompok perlakuan mendapat pemberian ekstrak daun lidah

buaya konsentrasi 50%, dan satu kelompok perlakuan mendapat pemberian ekstrak

daun lidah buaya konsentrasi 75%.

4.3.1 Besar sampel

Perhitunganbesarsampel dihitung berdasarkan rumus Frederer (Hanafiah

2004).

Rumus :

(n – 1) (r – 1) ≥ 15

(n – 1) (4 – 1) ≥ 15

(n – 1) ≥ 5

n ≥ 6

Keterangan :

n : jumlah ulangan (replikasi)

r : jumlah perlakuan

Page 80: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 6 per kelompok.

Untuk menghindari drop out pada sampel ditambahkan 20 % sehingga jumlah sampel

menjadi7,2 dan dibulatkan menjadi 8 ekor per kelompok. Jadi jumlah sampel seluruhnya

adalah 32 ekor.

4.3.2 Kriteria sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus

Norvegicus) yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

Kriteria Inklusi:

a. Tikus putih jantan dewasa(Strain Wistar)

b. Umur 3 bulan

c. Berat badan tikus 180 – 200 gram

d. Kesehatan umum baik

Kriteria Ekslusi : Tikus tidak mau makan

Kriteria drop out :Tikus mati saat penelitian

4.4 Identifikasi Variabel

4.4.1 Variabel bebas : Ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 25%, 50%,dan

75%

Page 81: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

4.4. 2 Variabel tergantung : Jumlah makrofag pada radang mukosa mulut tikus

putih jantan

4.4. 3 Variabel terkendali :

a. Galur tikus : Tikus putih (rattus norvegicus)

b. Umur tikus : 3 bulan

c. Jenis kelamin tikus : Jantan

d. Berat badan tikus : 180 – 200 gram

e. Jenis makanan tikus : Pellet broiler-11 dan air

4.5 Definisi Operasional

1. Ekstrak daun lidah buaya: adalah sediaan pekat yang didapat dengan

mengekstrak zat aktif daun lidah buaya menggunakan etanol 70%, yang

diperoleh secara maserasi. Pada penelitian ini dibuat konsentrasi ekstrak daun

lidah buaya setelah diencerkan dengan akuades hingga mencapai konsentrasi

25%, 50% dan 75%.

2. Radang Mukosa Mulut : adalah keradangan mukosa mulut yang ditandai dengan

lesi berupa bercak putih kekuningan, bentuk bulat atau oval, dengan diameter

antara 2-3 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang kemerahan. Pada penelitian

ini lesi dibuat dengan pengolesan bahan hidrogen peroksida (H2O2) 30%

menggunakan mikrobrush (diameter 2mm) pada bagian mukosa labial di bawah

Page 82: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

frenulum insisivus sentral rahang bawah sehingga terjadi iritasi mukosa labial

tikus.

3. Makrofag dinilai dengan menghitung jumlah sel makrofag di daerah radang

mukosa labial mulut, yang telah dibuat preparat/sediaan mikroskopis dengan

pengecatan Harris Hematoxcylin-Eosin dan dilihat pada lima lapang pandang

dengan menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 400x.

4.6 Bahan dan Alat Penelitian

4.6.1Bahan penelitian

a. Bahan utama :

- Mukosa labial tikus

- Ekstrak Daun lidah buaya 25%, 50% dan 75%

b. Bahan penunjang

- Anastesi (Xylonor dan Chloroform)

- Hidrogen Peroksida (H2O2)30%

- Akuades steril (kontrol)

- Cat Harris Hematoxcylin –Eosin

- Alkohol 70 %

- Larutan formaldehid 10 %

Page 83: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

4.6.2 Alat penelitian :

- Mikroskop elektrik(Olympus Type CX 21)

- Scalpel

- Pinset

- Cotton buds

- Mikro brush ( diameter 2mm)

- Gunting bedah

- Stop watch

- Dan lain-lain.

Gambar : 4.2 Bahan dan alat penelitian Alur Penelitian

32 Ekor Tikus

Random

Page 84: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Analisis data

Kelompok kontrol (8 ekor) diolesi aquades 3x5 menit selama 3 hari

Kelompok perlakuan I (8 ekor) diolesi aloe vera 25% sebanyak 3x5 menit selama 3 hari

Kelompok perlakuan II (8 ekor) diolesi aloe vera 50% sebanyak 3x5 menit selama 3 hari.

Kelompok perlakuan III(8 ekor) diolesi aloevera 75% sebanyak 3x5 menit selama 3 hari.

Pemeriksaanjumlah sel makrofag dengan mikroskop elektrik

Kelompok Perlakuan I

Kelompok Perlakuan II

Kelompok Perlakuan III

Kelompok Kontrol

Dibuatradang dengan diolesihidrogen peroksida 30%, 2x5 menit selama 6 hari.

Dekapitasi pada hari ke-10

Page 85: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Gambar : 4.3 Alur penelitian

4.7 Jalannya Penelitian

Penelitian ini memakai 32 ekor tikus putih jantan umur 3 bulan yang dibagi

dalam kelompok kontrol (8 ekor), kelompok perlakuan I (8 ekor), kelpompok perlakuan II

(8 ekor) dan kelompok perlakuan III (8 ekor). Kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan mendapat pengolesan hidrogen peroksida 30% dengan

menggunakan mikrobrush pada jaringan mukosa labial mulut sebanyak 2 kali 5 menit

dalam satu hari yang diberikan selama 6 hari berturut- turut bertujuan untuk membuat

radang.

Pada penelitian ini, bahan obat yang dipakai adalah ekstrak daun lidah buaya

25%, 50%, 75%. Ekstrak daun lidah buaya didapat dengan cara menggiling halus daun

lidah buaya (panjang kira-kira 50 cm, tebal 2,5cm) yang telah dibersihkan dan

dihilangkan durinya. Kemudian ditambah etanol 70% diaduk selama 30 menit dengan

stirrer magnetic dan didiamkan selama 48 jam. Hasil maserasi disaring sebanyak 3 kali

dengan corong buctner yang dilapisi kertas saring dan ditampung dengan erlenmeyer.

Filtrat hasil penyaringan diuapkan dengan vacum rotary evaporator. Selanjutnya

dilakukan pengenceran dengan akuades sehingga mencapai konsentrasi 25% , 50% dan

75% (Voigt, 1994).

Pemberian bahan obat dilakukan mulai pada hari ketujuh sebanyak 3 x 5 menit

berturut-turut dengan menggunakan cotton buds. Kelompok kontrol hanya diolesi

dengan akuades 3 x 5 menit selama tiga hari berturut-turut.Pada kelompok perlakuan I

Page 86: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

diolesi ekstrak daun lidah buaya 25% 3 x 5 menit selama tiga hari, kelompok perlakuan II

diolesi ekstrak daun lidah buaya 50% 3 x 5 menit selama 3 hari dan kelompok perlakuan

III diolesi ekstrak daun lidah buaya 75%

3 x 5 menit selama tiga hari berturut-turut dengan menggunakan cotton buds.

Pengolesan selama 5 menit karena dengan waktu tersebut obat sudah dapat

berpenetrasi atau meresap ke dalam jaringan mukosa rongga mulut. Pengobatan

dengan bahan ini selama 3 hari diharapkan sudah terjadi penurunan jumlah sel

makrofag atau bahkan penyembuhan peradangan pada jaringan mukosa rongga mulut

tikus.

Pada hari kesepuluh semua hewan percobaan dekapitasi dengan anastesi

menggunakan chloroform. Kemudian dibuat spesimen mukosa labial rahang bawah,

selanjutnya jaringan difiksasi dengan formaldehid 10% dan dibuat sediaan mikroskopik.

Untuk semua spesimen, pemotongan dengan mikrotom dilakukan dengan ketebalan 5

mikron, diambil untuk diwarnai dengan Harris Hematoxcylin Eosin. Perbandingan antar

kelompok dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x dan

masing-masing sediaan dinilai dengan menghitung jumlah sel radang makrofag pada

lima lapang pandang pada setiap sediaan mikroskopis.

Page 87: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Pembuatan ekstrak daun lidah buaya (aloe vera)

Gambar : 4.4 Penyaringan dengan Gambar: 4.5 Filtrat diuapkan dengan tabung erlenmeyer vacum rotary evaporator

Page 88: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Gambar : 4.6 Akuades dan ekstrak

daun lidah buaya

Perlakuan pada tikus

Gambar: 4.7 Pengolesan H2O2 30% Gambar: 4.8 Pengolesan ekstrak daun

Page 89: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

lidah buaya

Gambar: 4.9 Tikus dekapitasi dengan Gambar: 4.10 Pengambilan jaringan

chloroformmukosa tikus

Gambar: 4.11 Fiksasi jaringan Gambar: 4.12 preperat mikroskopis

dengan formaldehid 10%

4.8 Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Page 90: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

1. Analisis Deskriptif.

2. Uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk.

3. Uji homogenitas dengan Levene’s test.

4. Uji Efek Perlakuan

Karena data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan ujistatistik

parametrik yaitu One Way Anova.

Untuk mengetahui beda nyata terkecil dilakuan uji lanjut dengan Least

Significant Difference – test (LSD) Post Hoc Test.

Page 91: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 37tikus putih jantan (Rattus

novergicus) berumur 3 bulan, berat badan 180 – 200 g, dan sehat sebagai sampel, 5

ekor digunakan untuk data pre , dan 32 ekor digunakan untuk data post yang terbagi

menjadi 4(empat) kelompok yang tidak berpasangan, yaitu satu kelompok kontrol

diberikan akuades, satu kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun lidah buaya 25%,

satu kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun lidah buaya 50%, dan satu kelompok

perlakuan diberikan ekstrak daun lidah buaya 75%. Dalam bab ini akan diuraikan uji

normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data Jumlah makrofag diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-

Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Makrofag

Kelompok Subjek n p Ket.

Page 92: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Kontrol pre Kontrol (Aquadest) post Ekstrak daun lidah buaya 25% post Ekstrak daun lidah buaya 50% post Ekstrak daun lidah buaya 75% post

5 8 8 8 8

0,089

0,136

0,143

0,161

0,239

Normal Normal Normal Normal Normal

5.2 Uji Homogenitas Data

Data jumlah makrofagdiuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s

test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Homogenitas Data Jumlah MakrofagantarKelompok Perlakuan

Variabel F p Keterangan

Jumlah makrofag Post 1,418 0,356 Homogen

5.3Makrofag

5.3.1 Analisis komparabilitas

Analisis komparabilitas dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena sebelum

perlakuan (pre) hanya menggunakan satu kelompok dengan jumlah tikus 5 ekor. Hasil

analisis deskriptif disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

70

Page 93: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Tabel 5.3

Rerata Jumlah MakrofagSebelumDiberikan Ekstrak Daun Lidah Buaya

Kelompok Subjek n Rerata Makrofag SB Range

Kontrol 5 38,48 1,20 36,80-39,40

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Makrofagsebelum

diberikan perlakuan adalah 38,401,20

5.3.2 Analisis efek pemberian ekstrak daun lidah buaya

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah makrofag antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak daun lidah buaya . Hasil analisis

kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4

Perbedaan Rerata Jumlah MakrofagAntar Kelompok Sesudah Diberikan Ekstrak Daun Lidah Buaya

Kelompok Subjek n Rerata makrofag SB F p

Page 94: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Kontrol (Aquadest) E. daun lidah buaya 25% E. daun lidah buaya 50% E. daun lidah buaya 75%

8 8 8 8

39,13

39,03

19,90

11,55

1,99

1,12

2,21

1,80

174,08 0,001

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Makrofagkelompok

kontrol (aquadest) adalah 39,131,99, rerata kelompok ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi 25% adalah 39,031,12, rerata kelompok ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi 50% adalah 19,902,21, dan rerata kelompok ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi 75% adalah 11,551,80. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova

menunjukkan bahwa nilai F =174,08 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata

jumlah Makrofagpada keempat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara

bermakna (p<0,01).

Page 95: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Makrofag Sebelum dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok

Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu

dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan

pada Tabel 5.5 di bawah ini.

Tabel 5.5

Beda Nyata TerkecilJumlah MakrofagSesudah Diberikan Ekstrak Daun lidah buaya antar Dua Kelompok

Kelompok Beda Rerata p

Page 96: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Kontrol dan Konsentrasi 25%

Kontrol dan Konsentrasi 50%

Kontrol dan Konsentrasi 75%

Konsentrasi 25% dan 50%

Konsentrasi 25% dan 75%

Konsentrasi 50% dan 75%

0,10

19,23

27,58

19,13

27,48

8,35

0,944

0,001*

0,001*

0,001*

0,001*

0,001*

*. Berbeda bermakna

Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas

mendapatkan hasil sebagai berikut.

1. Rerata jumlah makrofag kelompok kontrol tidak berbeda dengan kelompok

Konsentrasi 25%(rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok

konsentrasi 25%).

2. Rerata jumlah makrofag kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok

Konsentrasi 50% (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok

konsentrasi 50%).

3. Rerata jumlah makrofag kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok

Konsentrasi 75% (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok

konsentrasi 75%).

4. Rerata jumlah makrofag kelompok konsentrasi 25% berbeda bermakna dengan

kelompok Konsentrasi 50%(rerata kelompok konsentrasi 25% lebih tinggi

daripada rerata kelompok konsentrasi 50%).

Page 97: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

5. Rerata jumlah makrofag kelompok konsentrasi 25% berbeda bermakna dengan

kelompok Konsentrasi 75% (rerata kelompok konsentrasi 25% lebih tinggi

daripada rerata kelompok konsentrasi 75%).

6. Rerata jumlah makrofagkelompok konsentrasi 50% berbeda bermakna dengan

kelompok Konsentrasi 75% (rerata kelompok konsentrasi 50% lebih tinggi

daripada rerata kelompok konsentrasi 75%).

Pemeriksaan mikroskopis makrofag

Makrofag pre test pembesaran400x dengan pengecatan HE

Makrofag kontrol aquadest pembesaran 400x dengan pengecatan HE

Makrofag ekstrak lidah buaya 50% pembesaran400x dengan pengecatan HE

Makrofag ekstrak lidah buaya 25% pembesaran400x dengan pengecatan HE

Page 98: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap
Page 99: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Gambar : 5.2 Pemeriksaan mikroskopis makrofag dengan pembesaran 400x dan dengan pengecatan HE

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian ekstrak daun lidah buaya dalam menurunkan jumlah

makrofag pada radang mukosa mulut, maka dilakukan penelitian pada tikus putih jantan

yang diberikan ekstrak daun lidah buaya.

Sebagai objek dalam penelitian ini digunakan sebanyak 32 tikus putih jantan

(Rattus novergicus) berumur 3 bulan, berat badan 180 – 200 g, dan sehat, yang terbagi

menjadi 4(empat) kelompok yang tidak berpasangan, yaitu satu kelompok kontrol

diberikan akuades, satu kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun lidah buaya 25%,

satu kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun lidah buaya 50%, dan satu kelompok

perlakuan diberikan ekstrak daun lidah buaya 75%.

Page 100: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

6.2 Distribusi Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa data jumlah makrofag sebelum dianalisis lebih

lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi digunakan uji

Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas data dan uji homogenitas dengan uji

Levene test. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing kelompok

berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).

6.3 Hubungan Ekstrak Daun Lidah Buaya dengan Penyembuhan Radang Mukosa Mulut

Berdasarkan analisis deskriptif pada kelompok sebelum perlakuan pada 5 ekor

tikus didapatkan rerata jumlah Makrofag sebesar 38,401,20.

Uji perbandingan antara keempat kelompok sesudah perlakuan berupa

pemberian ekstrak daun lidah buaya menggunakan One Way Anova. Rerata jumlah

Makrofag kelompok kontrol (aquadest) adalah 39,131,99, rerata kelompok ekstrak

daun lidah buaya konsentrasi 25% adalah 39,031,12, rerata kelompok ekstrak daun

lidah buaya konsentrasi 50% adalah 19,902,21, dan rerata kelompok ekstrak daun

lidah buaya konsentrasi 75% adalah 11,551,80. Uji perbandingan antara keempat

kelompok dengan One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna

jumlah makrofag diantara keempat kelompok, yaitu padakonsentrasi 50%, dan 75%

(p<0,01).

76

Page 101: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Pada saat yang sama peneliti juga melakukan penelitian pada satu kelompok

tikus putih jantan 8 ekor (Rattus novergicus)dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya

(aloe vera) konsentrasi 100% dan didapat rerata jumlah makrofag 11,40. Hal ini tidak

berbeda bermakna dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi

75 % yang didapat rerata jumlah makrofag 11,55.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapatkan bahwa terjadinya penurunan

bermakna jumlah makrofag pada radang mukosa mulut tikus putih jantan pada

kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun lidah buaya. Ini disebabkan karena daun

lidah buaya (aloe vera) mengandung vitamin, enzim, protein, karbohidrat, mineral

(kalsium, natrium, magnesium, seng, besi) dan asam amino, yang sebagian besar dapat

berperan dalam mengobati radang. Selain itu berbagai agen anti inflamasi, di antaranya

adalah asam salisilat, indometasin, manosa-6-fosfat, B sitosterol, juga komponen lignin,

saponin dan anthaquinone yang terdiri atas aloin, barbaloin, anhtranol, anthracene,

aloetic acid, aloe emodin merupakan bahan dasar obat yang bersifat sebagai antibiotik

dan penghilang rasa sakit (Yuliani dkk 1994; Simanjuntak 1996). Tanaman ini juga kaya

akan kandungan zat-zat seperti vitamin, polisakarida dan komponen lain yang sangat

bermanfaat bagi kesehatan, juga berkhasiat sebagai anti inflamasi,menstimulasi

kekebalan tubuh dan membantu proses regenerasi sel(Jatnika dan Saptoningsih, 2009).

Bob Bowden dan Wayne Smith dalam penelitiannya menunjukkan bahwa daun

lidah buaya bertindak sebagai anti-inflamasi dengan menghambat integrin tertentu

(Davis, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Meitha Widurini, menggunakan daun lidah

buaya (aloe vera) yang diaplikasikan pada radang mukosa mulut tikus, ternyata dapat

menurunkan radang mukosa mulut tikus. Didapatkan hasil bahwa daun lidah buaya tidak

Page 102: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

mempunyai mekanisme tunggal sebagai anti inflamasi. Lidah buaya mengandung

berbagai macam unsur dan zat yang dipercaya dapat bertindak sebagai agen anti-

inflamasi, antara lain asam salisilat, vitamin, polisakarida dan asam lemak. Disamping

itu terdapat pula indometasin yang dapat mengurangi edema, menghambat enzim siklo-

oksigenase dan menghambat motilitas dari leukosit poly morpho nuklear (PMN) yang

bila jumlahnya berlebihan dapat merusak jaringan (Widurini, 2003).

Dalam laporan Fujio L. Penggabaian, seorang peneliti dan pemerhati tanaman

obat, mengatakan bahwa keampuhan lidah buaya tak lain karena tanaman ini memiliki

kandungan nutrisi yang cukup bagi tubuh manusia. Hasil penelitian lain terhadap lidah

buaya menunjukkan bahwa karbohidrat merupakan komponen terbanyak setelah air,

yang menyumbangkan sejumlah kalori sebagai sumber tenaga.

Sumber lain menyebutkan bahwa, dari sekitar 200 jenis tanaman lidah buaya,

yang baik digunakan untuk pengobatan adalah jenis aloe vera Barbadensis Miller. Lidah

buaya jenis ini mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Diantara ke-72 zat yang

dibutuhkan oleh tubuh itu, terdapat 18 macam asam amino, kalbohidrat, lemak, air,

vitamin, mineral, enzim, hormon dan zat golongan obat, antara lain antibiotik,

antiseptik, anti bakteri, anti kanker, anti virus, anti jamur, anti infeksi, anti peradangan,

anti parkinson dan anti aterosklerosis (Kloppenberg dan Versteegh, 1998).

Lebih lanjut Jatnika dan Saptoningsih (2009) menyatakan bahwa lidah buaya

memiliki efek farmakologis, yakni pencahar (laxatic) dan parasiticide. Di samping itu

lidah buaya juga memiliki manfaat lain yaitu sebagai antiseptik : pembersih alami dan

mengobati luka dengan cepat; antipruritik: penghilang rasa gatal; anestetik: pereda rasa

sakit; afrodisiak: pembangkit gairah seksual; antipiretik: penurun rasa panas; antijamur,

Page 103: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

antivirus, dan antibakteri yang berasal dari kandungan saponin; dan anti-inflamasi:

berasal dari asam lemak. Lidah buaya juga mengandung senyawa lignin dan polisakarida

yang berguna sebagai media pembawa zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh kulit.

Ditunjang juga oleh karakteristik lidah buaya yang memiliki tingkat keasaman (pH) yang

normal, hampir sama dengan pH kulit manusia sehingga memberikan kemampuan untuk

menembus kulit secara baik.

Lidah buaya juga memiliki kandungan asam amino dan enzim yang masing-

masing berfungsi untuk membantu perkembangan sel-sel baru dengan kecepatan luar

biasa dan menghilangkan sel-sel yang telah mati dari epidermis. Lidah buaya

mengandung senyawa nutrisi yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan dan

penyembuhan (terapi) berbagai penyakit. Salah satu referensi menyebutkan bahwa

lidah buaya mengandung hormone pertumbuhan (human growth hormone) dan anti-

penuaan (anti-aging). Efek positif meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam

menurunkan radang, lidah buaya memiliki sistem penghambat yang menghalangi rasa

sakit serta sistem stimulasi yang meningkatkan penyembuhan luka. Pengujian

laboratorium independen tentang lidah buaya menunjukkan aktivitas lidah buaya dalam

modulasi antibodi dan kekebalan seluler (Davis, 2000). Topikal steroid biasanya

digunakan untuk memblokir peradangan akut dan kronis. Mereka menurunkan edema

dengan mengurangi permeabilitas kapiler, vasodilatasi dan menstabilkan membran

lisosom. Lidah buaya (aloe vera) merangsang pertumbuhan fibroblas untuk

meningkatkan penyembuhan luka dan menghalangi penyebaran infeksi. Penelitian

menunjukkan bahwa hanya sekitar 1% dari steroid dapat menembus stratum korneum

kulit, dan 99% terbuang. Data penelitian ini menunjukkan bahwa lidah buaya dapat

bertindak sebagai kendaraan bagi steroid untuk meningkatkan penyerapan dan

Page 104: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

bertindak sebagai pembawa yang efisien. Penggunaan lidah buaya adalah pertimbangan

ekonomi yang signifikan (Davis, 2000).

Lidah buaya (aloe vera) tidak memiliki mekanisme tunggal. Lidah buaya

mengandung asam amino seperti phenylalanine dan trytophane yang memiliki aktifitas

anti-inflamasi. Asam salisilat dalam lidah buaya mencegah biosintesis prostaglandin dari

asam arakidonat. Hal ini menjelaskan bagaimana aloe vera mengurangi vasodilatasi dan

mengurangi efek vaskular dari histamin, seretonin dan mediator inflamasi lainnya. Lidah

buaya memodulasi produksi limfosit dan makrofag derivat mediator (limphokinins)

termasuk interleukins dan interferon.

Lidah buaya juga mengurangi oksigen radikal bebas yang dihasilkan oleh

PMN’s. Vitamin C dalam lidah buaya menghambat peradangan, mengambil radikal

oksigen untuk memblokir proses inflamasi. Penelitian menunjukkan bahwa lidah buaya

membantu dalam penyerapan vitamin C dan menambah aktivitas biologisnya. Vitamin E,

yang dikenal sebagai anti oksidan, juga merupakan komponen lidah buaya. Efek-efek

biologis dari karya orkestra aloe vera, bekerjasama dengan konduktor (polisakarida)

menghasilkan efek terapi yang berharga (Davis, 2000).Lidah buaya dapat melarutkan

senyawa larut air serta zat larut lipid. Selain itu dapat melalui membran sel stratum

korneum untuk membantu berbagai bahan dalam menembus kulit. Aktivitas biologis

lidah buaya dapat bertambah, bahkan bersinergi dengan banyak agen dalam

meningkatkan efek terapi (Davis, 2010).

Page 105: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera)

didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75% lebih

menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 50% pada radang mukosa

mulut tikus putih jantan.

2. Pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 75% lebih

menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 25% pada radang mukosa

mulut tikus putih jantan.

3. Pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi 25% tidak

menurunkan jumlah makrofag pada radang mukosa mulut tikus putih jantan.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pemberian ekstrak daun lidah buaya

konsentrasi > 75% untuk mengetahui penurunan jumlah makrofag pada radang

mukosa mulut tikus.

Page 106: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

2. Disarankan untuk menggunakan ekstrak daun lidah buaya secara tepat dalam

menurunkan jumlah makrofagpada radang mukosa mulut tikus.

3. Disarankan penggunaan ekstrak daun lidah buaya pada manusia untuk

menurunkan jumlah makrofag pada radang mukosa mulut, haruslah secara hati-

hati,karena penelitian ini dilakukan pada tikus.

82

Page 107: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, G.D.1995. Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. MWilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.4th.ed. (Anugerah, P. penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992). Hal 35-61.

Aristiawati dkk., 2001. Pembahasan Pengaruh Pemutih Gigi Hidrogen Peroksida Terhadap Mukosa Rongga Mulut.Jakarta. hal 35 – 36.

Avery, J.K. dan Chiego,D.J. 2006. Essentials of Oral Histology And Embryology: A Clinical Aproach. 3 ed. By Mosby, Inc. Hal 177-183.

Balogh, M.B. Fehrenbach, M.J. 2006.Dental Embryology, Histology, and Anatomy.Second Edition.Certified Medical Illustrator, AMI. Oak Park, Illinois. Hal 105-114.

Burkit, H.G. Young, B. Heath, J.W. 1995. Histologi Fungsional. Edisi 3. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta: EGC. Hal 42-60.

Page 108: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Cawson, R.A. dan Odell, E.W. 2002.Disease Of the Oral Mucosa: Non-infective stomatitis, Oral Patologi and Oral Medicine, Churchill Livingstone 192-195.

Davis, R.H. The Conductor-Orchestra Concept Of Aloe Vera. Aloe Vera and Inflamation. Available from : http://wholeleaf.com. [email protected]. Diakses Januari 2011.

Eda, S dan Fukuyama, H. 1990. A Laboratory Manual For General and Oral Pathology. Tokyo; Quintessence Publishing.

Farmakope Indonesia.1979.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Edisi ketiga, hal 275-276.

Farmakope Indonesia.1995.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Edisi keempat, hal.414-416.

Gandolfo, Scully C, Carrozzo. 2006. Oral Medicine. Published by Unione Tipografico-Editrice Torinse. Hal 44-56.

Ganiswara, S. G. Setiabudy, R. Suyatna, F.D. Purwantyastuti, Nafraldi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed 4 th. Jakarta. FK UI 210 – 219.

Gifford, L. 2005. PATHOPHYSIOLOGY: An Essential Text For The Allied Health Prosfession. Oxford Philadelphia St Louis Sydney Toronto.ISBN 07506 52349.

Greenberg, M.S. 2003. Ulcerative, vesicular and Bulloys Lesions.Dalam Lynch MA, Brigman VJ, Greenberg MS. Burket Oral Medicine. Diagnosis and Treatment, eight edition hal.163-208.

84

Page 109: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Hanafiah, K.A. 2004. Rancangan Percobaan: teori dan aplikasi. Ed. Rev., Cet 9.Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada. Halaman 9.

Haskell, R dan Gayford, J.J. 1990.Edisi kedua. Alih Bahasa drg Lilian Yuwono, Hal 1-11.

Insel, P.A. (1991). Analgesic-Antipyretics and Antiinflammatory Agents: Drugs Employed in the Treatment of Rheumatoid Arthritis and Gout. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. etal. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman 639,648,665,667.

Jatnika, A. dan Saptoningsih. 2009. Meraup Laba dari Lidah Buaya. Jakarta: Agro Media Pustaka.Hal 1-26.

Joseph, A.R dan James, J.S. 1989.Apthous Ulcers.Oral Patology. Clinical-Pathologic Corelations, WB Saunders Company, hal 46-49.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Yogyakarta: UGM Press.

Kerr, D.A & Ash M. 1978. Oral Pathology, 4 th ed. Philadelphia : Lea & Febriger 69 – 79.

Korolkovas, A. 1988.Essentials of Medicinal Chemistry. Ed 2. New York: A Wiley lnterscience Publ. Halaman 1052-1053.

Kloppenberg, J. dan Versteegh. 1998. Petunjuk lengkap mengenai tanam-tanaman di Indonesia dan khasiatnya sebagai obat-obatan tradisionil. Cetakan kedua,diterbitkan oleh CD.RS. Bethesda Yogyakarta dan andi Ofset, jilid II hal 80-81.

Page 110: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Leeson, C.R. Leeson, S.T. Paparo, A.A. 1996. Atlas Histologi. Edisi 5. Alih Bahasa Jan Tambajong dkk.Jakarta: EGC. Hal 67-78.

Lewis, A.O. 1998. Clinical Oral Medicine. Butterworth-Heinemann Ltd. Hal 47-51.

Martindale. 1982.The Extra Pharmacopecia twenty-eight Edition, Edited by Jemes E.F. Reynolds, London Hal: 691-692.

Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. 2003. Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins Basic Pathology.7th ed.Philadelphia: Elsevier Saunders.pp33-59.

Mutschler, E. 1991.Arzneimittelwirkungen, Terjemahan: Dinamika obat oleh: Mathilda B. dan Anna S.R. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 194-195, 359, 388, 401-402.

Nanci, A. 2008. Ten Cates Oral Histology: Development, Structure, and Function. By Mosby, Inc.,an affiliate of Elsevier Inc.

Navia, J.M. 1997.Animal Modelsin Dental Research.The Univ. of Alabama Press.

Paris, P. Charles, F.S. Carl, M. Michael, F.B dan John, R.K. 2002.Celiac disease andrecurrent aphtous stomatitis; A report and review of the literature.Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Patology, Oral Radiology and Endodontic. Vol 94 Number 4, Oktober 2002, Published by Mosby, Inc St Louis, USA. P 474-478.

Price, S.A. Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Alih Bahasa Brahm U Pendit dkk. Jakarta: EGC. Hal 57-71.

Page 111: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Robbins, S.L. & Kumar, V. 1995. Buku ajar patologi I.4th ed.(Staf pengajar laboratorium patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1987).

Santoso,H.B. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Cet.1.-Jakarta: Agro Media Pustaka.Hal 71-78.

Simanjuntak, M. 1996. Botani Lidah Buaya, Bogor. 5 – 7.

Sudiono, J. Kurniadi, B. Hendrawan, A. Djimantoro,B. 2003. Ilmu Patologi. Editor Janti Sudiono, Lilian Yuwono-Jakarta: EGC. Hal 81-96.

Sudrajat,I. 2005. “Skor Histologi CD8+ Pada Proses Penyembuhan Luka Tikus wistar” (tesis). Semarang: Universitas Diponogoro.

Sulistiawati, N. 2011. “Pemberian Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe Vera) Konsentrasi 75% Lebih Menurunkan Jumlah Makrofag Daripada Konsentrasi 50% Dan 25% Pada radang Mukosa Mulut Tikus Putih Jantan”(penelitian pendahuluan). Denpasar. Universitas Udayana.

Sonis, S.T. Facio, R.C, Fang, L. 1995.Oral Ulcerative Disease, Principles and Practice of Oral Medicine, 2nd Ed. WB Saunders Co. 345-349

Scully, C. 2006.Clinical Practise.Aphthous Ulceration. N Engl J Med 355(2): 165-172.

Ship, J.A, Chaves, E.M, Doerr, P.A. Henson, B.S. and Sarmadi, M. 2000.Reccurent AphthousStomatitis. Departement of Oral Medicine, Pathology, Oncology, University of Michigan, School of Dentistry, Ann Arbor, Michigan USA [email protected] 4 Nopember 2003.

Page 112: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Smith, D. 1990.(ATN)Glycyrrizin : Research Still Promising, Still Limited AIDSTreatment News No 103- May 18. Available from:http://www.aegis.com/pubs/atn/1990/ATN10302.html 26 April 2004.

Smith, J.B., Mangkoe Widjoyo.1988. Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Penerbit UI, Jakarta. Hal 1-18.

Steven, L.B. Robert, P.L dan Craig, S. 1994.Ulcerative Lesions. Oral Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment Planning 2nd Ed, A Waperly Co. Hal 719-725.

Ten Cate, A.R. Oral Histology Development, Structure, and Function. St. Louis: The Mosby Co. 1980:340-5.

Trowbridge H.O. Emling RC. 1997. Inflammation a review of process 5 th ed. Illinois; Quintessence Pub. Co; 52 – 53, 129 – 136.

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan Noerono, S., edisi V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 551-564.

Widurini, M. 2003. Pengaruh Daun Lidah Buaya Terhadap Peradangan Jaringan Mukosa Rongga Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia:

edisi 10: 473-477.

Wray, D. Lowe, G.D.O. Dagg, J.H. Felix, D.H dan Scully, C. 2003.Oral Ulceration, Textbook of General and Oral Medicine, Churchill Livingstone.Hal. 225 – 227.

Yuliani, S. Winarti, C. Marwati, T. 1994. Manfaat Lidah Buaya dalam Perawatan Kesehatan dan Kecantikan, Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII. Hal 258 – 268.

Page 113: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Lampiran 1

Uji Normalitas Data Makrofag

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Makrofag

Kontrol pre .325 5 .091 .805 5 .089

Kontrol (Aquades) post

.235 8 .200* .865 8 .136

Ekstrak daun lidah buaya 25% post

.241 8 .191 .817 8 .143

Ekstrak daun lidah buaya 50% post

.249 8 .153 .873 8 .161

Ekstrak daun lidah buaya 75% post

.266 8 .100 .891 8 .239

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

88

Page 114: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Lampiran 2

Uji One Way Anova Data Makrofag antar Kelompok

N Mean Std.

Deviation Std.

Error

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound

Upper Bound

89

Page 115: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Makrofag_post

Kontrol 8 39.1250 1.98548 .70197 37.4651 40.7849

ekstrak daun lidah buaya 25%

8 39.0250 1.11835 .39540 38.0900 39.9600

ekstrak daun lidah buaya 50%

8 19.9000 2.20659 1.84081 15.5472 24.2528

ekstrak daun lidah buaya 75%

8 11.5500 1.80079 .63668 10.0445 13.0555

Total 32 27.4000 12.55892 2.22012 22.8720 31.9280

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Makrofag_post 1.418 3 28 .356

ANOVA

Makrofag

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4640.710 3 1546.903 174.082 .000

Within Groups 248.810 28 8.886

Total 4889.520 31

Page 116: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

LSD

Dependent Variable

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

Makrofag_post

Kontrol ekstrak daun lidah buaya 25% .10000 1.41646 .944 -2.7756 2.9756

ekstrak daun lidah buaya 50% 19.22500* 1.41646 .000 16.3494 22.1006

ekstrak daun lidah buaya 75% 27.57500* 1.41646 .000 24.6994 30.4506

ekstrak daun lidah buaya 25%

Kontrol -.10000 1.41646 .944 -2.9756 2.7756

ekstrak daun lidah buaya 50% 19.12500* 1.41646 .000 16.2494 22.0006

ekstrak daun lidah buaya 75% 27.47500* 1.41646 .000 24.5994 30.3506

ekstrak daun lidah buaya

Kontrol -19.22500*

1.41646 .000 -22.1006 -16.3494

ekstrak daun lidah buaya 25% -19.12500*

1.41646 .000 -22.0006 -16.2494

90

Page 117: Unud 305 381396974 Tesis Sulis Lengkap

50% ekstrak daun lidah buaya 75% 8.35000* 1.41646 .000 5.4744 11.2256

ekstrak daun lidah buaya 75%

Kontrol -27.57500*

1.41646 .000 -30.4506 -24.6994

ekstrak daun lidah buaya 25% -27.47500*

1.41646 .000 -30.3506 -24.5994

ekstrak daun lidah buaya 50% -8.35000* 1.41646 .000 -11.2256 -5.4744

*. The difference is significant at the 0.05 level.

xvi xv