Ujian Akhir Semester PL4008 Seminar Studi Futuristik · PDF fileii DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......
Transcript of Ujian Akhir Semester PL4008 Seminar Studi Futuristik · PDF fileii DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......
Ujian Akhir Semester
PL4008 Seminar Studi Futuristik
National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)-
Reklamasi Pantai Utara Jakarta pada tahun 2030
Disusun oleh:
Kintani Rizky Safitri 15412015
Dian Ade Putri 15412047
Ernatia Wati 15412069
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung
2016
i
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iv
1. BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
2. BAB 2 GAMBARAN UMUM ......................................................................................... 3
2.1 Latar Belakang National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) ...................................................................................................... 3
2.2 Tujuan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) ........ 4
2.3 Dasar Hukum National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) ...................................................................................................... 6
2.4 Stakeholder dalam National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) ...................................................................................................... 7
2.5 Kebijakan Perencanaan National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD) ............................................................................... 8
3. BAB 3 INTERAKSI ANTARA PROYEK DAN LINGKUNGAN ............................... 15
3.1 Metode Environmental Scanning ............................................................... 15
3.2 Interaksi Antara Proyek dan Lingkungan .................................................. 16
4. BAB 4 PERUBAHAN EKSTERNAL YANG MENDORONG MAUPUN
MENGHAMBAT PERKEMBANGAN PROYEK ........................................... 25
4.1 Kondisi Politik ........................................................................................... 25
4.2 Kebijakan Pemerintah ................................................................................ 25
4.3 Kondisi Sosial Masyarakat ........................................................................ 28
5. BAB 5 PROSPEK NATIONAL CAPITAL INTEGRATED COASTAL DEVELOPMENT
(NCICD) PADA TAHUN 2030 ........................................................................ 29
5.1 Metode Scenario Planning untuk Melihat Prospek National Capital
Integrated Coastal Development (NCICD) .............................................. 29
5.1.1 Tahap Pertama Scenario Planning ................................................ 29
5.1.2 Tahap Kedua Scenario Planning .................................................. 30
5.1.3 Tahap Ketiga Scenario Planning .................................................. 30
5.1.4 Tahap Keempat Scenario Planning .............................................. 32
5.1.5 Tahap Kelima Scenario Planning ................................................. 33
5.1.6 Tahap Keenam Scenario Planning ............................................... 33
iii
5.1.7 Tahap Ketujuh Scenario Planning ................................................ 34
5.2 Prospek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
tahun 2030 ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 39
LAMPIRAN TUGAS INDIVIDU ......................................................................................... 40
iv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 BANJIR DI JAKARTA .................................................................. 3
GAMBAR 2.2 KAWASAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA ......... 8
GAMBAR 2.3 RENCANA PENGEMBANGAN FASE A ................................. 10
GAMBAR 2.4 RENCANA PENGEMBANGAN FASE B ................................. 12
GAMBAR 2.5 RENCANA PENGEMBANGAN FASE C ................................. 14
GAMBAR 5.1 TAHAPAN SCENARIO PLANNING .......................................... 29
GAMBAR 5.2 MATRIKS SKENARIO .............................................................. 33
GAMBAR 5.3 MATRIKS SKENARIO DAN INDIKATOR KUNCI MASING-
MASING KUTUB ...................................................................... 34
0
(halaman ini sengaja dikosongkan)
1
1. BAB 1
PENDAHULUAN
Perkembangan perkotaan saat ini telah begitu pesatnya, khususnya di daerah
metropolitan. Perkembangan ini tidak terlepas dari semakin heterogennya
aktivitas masyarakat saat ini. Pembangunan pun terus dilakukan untuk mewadahi
aktivitas tersebut. Peningkatan pembangunan berdampak pada kebutuhan lahan
yang meningkat pula. Di satu pihak, lahan yang tersedia semakin berkurang. Daya
dukung dan daya tamping lahan sudah tak mampu lagi mewadahi meningkatnya
pembangunan.
DKI Jakarta merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia. Jakarta
yang merupakan Ibukota Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai pusat
pemerintahan tetapi merupakan pusat ekonomi, bisnis, pendidikan, pengembangan
teknologi dan lain sebagainya. Daya tarik perkotaan inilah yang mampu memnjadi
magnet bagi Jakarta. Hal tersebut yang mendorong masyarakat di luar Jakarta
untuk tinggal di Jakarta. Lapangan pekerjaan yang menjanjikan membuat
masyarakat tergiur untuk tinggal dan menetap di Jakarta. Tingginya migrasi ini
menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk Jakarta secara drastis setiap
tahunnya. Jumlah penduduk Jakarta saat ini mencapai 12,7 juta jiwa pada siang
hari dan malam hari yang mencapai 9,9 juta jiwa. Hal ini menjadi sangat
mengkhawatirkan mengingat batas maksimal jumlah penduduk di Jakarta pada
tahun 2030 mendatang adalah 12,5 juta jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk tersebut membawa masalah baru bagi
Jakarta. Kebutuhan lahan yang meningkat tajam seiring dengan penambahan
penduduk membaha kekhawatiran baru. Lahan yang tersedia hanyalah sebesar
662.330.000 m² dan harus menampung jumlah penduduk yang begitu besar.
Belum lagi masalah pembangunan lainnya yang membutuhkan lahan pula.
Pembangunan perkantoran, hotel, restoran, tempat ibadah dan fasilitas lainnya
yang juga semakin meningkat. Hal inilah yang menjadi perhatian khusus
pemerintah Jakarta saat ini. Beberapa transformasi telah dilakukan seperti
mengubah pebangunan menjadi pembangunan vertical serta perluasan daerakh
perkotaan ke kawasan hinterlandnya.
2
Tidak hanya kebutuhan lahan untuk kegiatan ekonomi, sosial dan bidang
lainnya, Jakarta juga memiliki daya tarik di bidang pariwisata. Pantai Jakarta pun
ramai dikunjungi pengunjung. Banyak investor melirik kesempatan ini untuk
mengembangkan resort maupun wisata pantai di Jakarta. Kebutuhan lahan pun
meningkat tajam. Luasan pantai yang ada tidak mampu menampung keinginan
pembangunan. Kedua hal di atas menyebabkan perlunya perluasan DKI Jakarta
khususnya ke arah pantai. Reklamasi pantai menjadi salah satu upaya untuk
menjawab tantangan di atas.
(Bagian ini sengaja dikosongkan)
3
2. BAB 2
GAMBARAN UMUM
National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau
Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) merupakan proyek
pengembangan kawasan pesisir di Jakarta bagian Utara. NCICD/PTPIN akhirnya
diresmikan sebagai nama terakhir untuk proyek ini setelah sebelumnya beberapa
kali berganti nama, mulai dari Jakarta Coastal Defence Strategies (JCDS), lalu
berubah menjadi Jakarta Coastal Development Strategies (JCDS), kemudian
berubah lagi menjadi Giant Sea Wall, hingga akhirnya pada tahun 2014
diresmikanlah nama National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
atau Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN).
2.1 Latar Belakang National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD)
DKI Jakarta merupakan ibukota negara yang juga merupakan pusat
perekonomian nasional. Berbagai kegiatan ekonomi di Indonesia berpusat di
ibukota negara ini. Hal itu menjadi daya tarik yang sangat tinggi untuk
masyarakat Indonesia untuk berlomba-lomba tinggal di wilayah
metropolitan ini. Sehingga tidak heran jika jumlah penduduk di wilayah ini
terus terjadi setiap tahunnya.
Walaupun begitu, bukan berarti wilayah ini tidak terlepas dari
berbagai permasalahan. Banjir merupakan salah satu masalah yang adadi
wilayah ini, dan sudah terjadi semenjak jaman Belanda. Berbagai solusi
sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah banjir ini, namun hingga saat
ini banjir masih juga terjadi dan menimbulkan kerugian yang besar.
GAMBAR 2.1
BANJIR DI JAKARTA
Sumber: Google.com
4
Pembangunan yang terjadi terus-menerus dan penyedotan air tanah
melalui sumur dalam yang dilakukan besar-besaran, yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk ibukota yang semakin besar,
mengakibatkan terjadinya penurunan muka tanah/land subsidence di
wilayah ini. Penurunan muka tanah ini terjadi dengan kecepatan 7,5
centimeter per tahun, namun di beberapa kawasan pesisir kecepatannya bisa
mencapai 17 centimeter per tahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2030
Jakarta akan berada di bawah permukaan laut. Hal ini menyebabkan
terjadinya banjir rob di kawasan pesisir Utara Jakarta, dan akan terjadi
semakin parah dari tahun ke tahun.
Selain banjir rob, di Jakarta banjir juga terjadi di setiap musim hujan
karena kapasitas penyimpanan air yang tidak mencukupi, sehingga
menimbulkan genangan. Selain itu, tingginya debit air dari hulu sungai-
sugai dan kanal-kanal, sementara kapasitas sistem drainase tidak mencukupi
dan diperburuk dengan terjadinya sedimentasi akibat sampah yang
menyumbat aliran sungai-sungai dan kanal-kanal di Jakarta. Hal ini juga
memperburuk kondisi jakarta ketika banjir terjadi.
Oleh karena itu, National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) diharapkan dapat menjadi solusi, tidak hanya menyelesaikan
masalah banjir, tetapi juga masalah kurangnya lahan perkotaan, kurangnya
suplai air bersih, serta masalah pencemaran air di Teluk Jakarta.
2.2 Tujuan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa proyek ini dilakukan
untuk permasalahan yang terjadi di wilayah Metropolitan Jakarta. Dengan
adanya proyek ini diharapkan dapat memberikan perlindungan jangka
panjang untuk Jakarta agar dapat terhindar dari banjir, serta memfasilitasi
pengembangan sosio-ekonomi yang ada di Jakarta.
Proyek ini memiliki misi untuk memadukan solusi-solusi keamanan
banjir dengan pengembangan perkotaan, yang dengan demikian akan
5
menyelesaikan masalah-masalah perkotaan dan pada waktu yang sama akan
menghasilkan pendapatan untuk membiayai perlindungan banjir ini.
Terdapat sepuluh ambisi utama untuk pengembangan perkotaan yang
diharapkan dapat terwujud dari pelaksanaan proyek ini, yaitu:
1. Melindungi wilayah pesisir Jakarta terhadap banjir yang berasal dari air
laut.
2. Menyediakan ruang baru untuk pengembangan Jakarta yang dilakukan
ke arah laut dan yang karenanya memberikan pendapatan untuk upaya-
upaya manajemen banjir.
3. Menciptakan kota berbatas perairan yang baru dan menawan yang
menghadap ke Teluk Jakarta.
4. Memberikan perumahan dan pekerjaan untuk semua tingkatan
penghasilan guna mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan yang
miskin.
5. Meningkatkan keterhubungan, dengan membangun mata rantai yang
hilang pada angkutan umum dan infrastruktur jalan (Jalan Bebas-
Hambatan Tangerang-Bekasi).
6. Meningkatkan kondisi sektor-sektor perekonomian kelautan, seperti
perikanan dan pelabuhan.
7. Menyediakan lingkungan hidup yang sehat dan menyenangkan untuk
warga Jakarta dan pengunjung sebagai faktor penting untuk menarik
minat investasi asing dengan meningkatkan mutu air, manajemen
limbah, keadaan lingkungan dan dengan menyediakan ruang terbuka
hijau untuk keperluan rekreasi.
8. Menyumbang untuk menyelesaikan masalah pasokan air baku yang
mendesak buat Ibukota.
9. Terdepan di bidang perancangan yang berkelanjutan di Indonesia
dengan mengembangkan sistem yang beresinambungan yang terkait
dengan siklus air, transportasi, dan pasokan listrik.
10. Benar-benar mengindonesia dalam perancangannya, yang
mencerminkan budaya Indonesia sebagai lambang untuk Ibukota.
6
2.3 Dasar Hukum National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD)
Dalam melaksanakan proyek ini, terdapat beberapa dasar hukum yang
menjadi landasan bagi pemangku kepentingan agar proyek ini bisa
terlaksana, antara lain:
1. Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta,
2. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta,
3. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
4. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan
Cianjur,
5. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
6. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta tahun 2010-2030,
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil,
8. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 146 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan Prasarana
Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta,
9. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor Tahun 2014 tentang Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi,
10. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kawasan
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagai perubahan atas Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil.
7
2.4 Stakeholder dalam National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD)
Dalam proyek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) ini berbagai stakeholder terlibat dengan pengaruh dan
kepentingannya masing-masing. Stakeholder yang dalam proyek ini antara
lain:
1. Pemerintah, yang terdiri dari:
- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Lingkungan Hidup
- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
- Pemerintah Provinsi Banten
- Pemerintah Provinsi Jawa Barat
2. Swasta, yang terdiri perusahaan-perusahaan yang sudah menandatangani
perjanjian kerja sama menurut Keputusan Presiden tentang Reklamasi
Pantai Utara Jakarta, yaitu:
- PT. Muara Wisesa Samudra
- PT. Taman Harapan Indah
- PT. Bhakti Bangun Eramulia
- PT. Kawasan Berikat Nusantara
- PT. Pembangunan Jaya Ancol
- PT. Kapuk Naga Indah
- PT. Jaladri Kartika Eka Paksi
- PT. Manggal Krida Yudha
- PT. Dwi Marunda Makmur
- BPL Pluit/PT Jakarta Propertindo
3. Luar Negeri, yaitu dari Pemerintah Belanda yang menyediakan dana
untuk melibatkan tim tenaga ahli dari Indonesia dan Belanda yang
berisikan lebih dari 40 tenaga ahli teknis, keuangan, perkotaan dan
8
kelembagaan dari 5 perusahaan konsultan utama di bidang pengelolaan
air, aspek keuangan dan pembangunan perkotaan yang ada di Belanda.
Sebagian besar pekerjaan teknis sipil dilakukan oleh tenaga ahli
Indonesia yang telah berpengalaman, dibantu oleh tenaga ahli
pengelolaan air dari Belanda.
4. Akademisi, sebagai tenaga ahli yang mendukung proses perencanaan
yang berasal dari Institut Teknologi Bandung.
5. Masyarakat.
2.5 Kebijakan Perencanaan National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD)
Proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
ini akan melakukan pembangunan di atas 17 pulau hasil reklamasi dengan
total luas 5100 hektar.
GAMBAR 2.2
KAWASAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA
Sumber: Presentasi Bappeda DKI Jakarta dalam Irawaty, 2014
9
Berdasarkan Masterplan National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD), pelaksanaan proyek ini akan dibagi menjadi tiga fase,
yaitu:
1. Fase A, Revitalisasi Kawasan Pesisir
Dalam fase ini akan dilakukan penguatan tanggul di sepanjang sungai dan
pesisir, dimana akan dibangun 7 cincin tanggul yang telah dirancang untuk
membuat unit hidrolik yang akan melindungi wilayah pesisir sampai
penutupan tanggul laut luar. Namun, sebagian besar permukaan Jakarta
telah dikembangkan dan bagian kota yang paling berbatasan dengan air
diapit oleh jalan utama dan koridor infrastruktur atau pembangunan yang
padat baik legal maupun ilegal. Hal ini diperlukan karena perancangan
perkotaan terpadu yang bertujuan baik untuk perlindungan banjir dan
revitalisasi komunitas lokal akan mengurangi gangguan, meningkatkan
penerimaan dan menambah nilai sosio-ekonomi.
(Bagian ini sengaja dikosongkan)
10
GAMBAR 2.3
RENCANA PENGEMBANGAN FASE A
Sumber: Masteplan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
11
2. Fase B, Garuda Megah
Pada fase ini akan dilakukan pembangunan pada bagian Garuda, yang
terbagi menjadi kawasan-kawasan berdasarkan bagian tubuh Garuda itu
sendiri, yaitu:
a. Badan dan kepala Garuda sebagai kawasan pusat bisnis
b. Ekor Garuda sebagai kawasan residensial campuran dan olahraga, serta
kawasan rekreasi dan hiburan
c. Sayap Garuda sebagai kawasan lingkungan berbatas air dan komunitas
maritim
d. Telur Garuda sebagai kawasan hunian dan tempat kerja kreatif di
kepulauan dekat tepi pantai
(Bagian ini sengaja dikosongkan)
12
GAMBAR 2.4
RENCANA PENGEMBANGAN FASE B
Sumber: Masteplan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
13
3. Fase C
Pada fase ini akan dilakukan beberapa pengembangan jangka panjang pada
bagian timur Teluk Jakarta. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi apabila
penurunan muka air tanah di Timur Jakarta tidak dapat dihentikan. Pada
fase ini dibangun Jalan Raya Tangerang-Bekasi, serta mengakomodasi
perluasan Pelabuhan Tanjung Priok dan pembangunan Bandara baru.
(Bagian ini sengaja dikosongkan)
14
GAMBAR 2.5
RENCANA PENGEMBANGAN FASE C
Sumber: Masteplan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
15
3. BAB 3
INTERAKSI ANTARA PROYEK DAN LINGKUNGAN
Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta ini merupakan suatu mega project
yang akan dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta bekerja sama dengan
Pemerintah Kabupaten Banten. Selain itu, proyek ini juga diselaraskan dengan
adanya proyek pemerintah pusat yakni Giant Sea Wall atau NCICD (National
Capital Integrated Coastal Development-Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota
Negara). Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui bahwa proyek ini melibatkan
banyak pihak baik lintas aspek, lintas sektor maupun lintas wilayah. Hal ini
tentunya akan menghasilkan interaksi antara proyek reklamasi dengan lingkungan
sekitar, baik itu dari segi ekonomi, sosial, lingkungan, dan lain sebagainya.
Interaksi ini dapat kita lihat dan kita ramalkan melalui metode peramalan
enviromental scanning.
3.1 Metode Environmental Scanning
Metode environmental scanning adalah suatu proses pengambilan
keputusan, analisis, penguraian informasi, dan bagaimana suatu organisasi
menggunakan informasi eksternal perusahaan yang melibatkan sejumlah
orang yang berada di perusahaan. Fahey dan Narayanan (dalam Morrison,
1992) berpendapat bahwa environmental scanning yang efektif seharusnya
dapat membantu pembuat keputusan mengetahui perubahan potensial yang
terjadi di lingkungan eksternal mereka. Environmental
scanning menyediakan penyelidikan strategik yang berguna dalam
pemilihan keputusan strategi. Konsekuensi dari aktivitas ini adalah
bertambahnya pemahaman akan dampak dari perubahan terhadap
organisasi, membantu meramalkan, dan membawa harapan perubahan yang
baik dalam pembuatan keputusan. Tujuan dari environmental scanning ini
sendiri antara lain:
1. Memahami perubahan kekuatan lingkungan, sehingga mereka mampu
menempatkan diri dalam persaingan masa mendatang.
16
2. Menghindari keterkejutan, identifikasi peluang dan ancaman, mencapai
keunggulan kompetitif dan mengembangkan perencanaan jangka
pendek maupun jangka panjang.
3. Untuk meningkatkan kesadaran para manajer tentang kemampuan
potensial yang berpengaruh penting pada lingkungan industrinya dan
mengidentifikasi ada tidaknya peluang dan ancaman di sekitar
lingkungan.
4. Untuk menghindari keterkejutan strategi dan menjamin kesehatan
jangka panjang perusahaan.
Dalam lingkungan eksternal terdapat bermacam lingkungan, yaitu
lingkungan umum (general environtment) atau bisa kita sebut lingkungan
masyarakat (societal environtment), dan lingkungan industri (industry
environtment) atau bisa kita sebut lingkungan tugas/industri (task/immediate
environtment). Namun, untuk kasus proyek reklamasi ini kami hanya akan
menggunakan lingkungan umum sebagai bahan analisis. Yang termasuk
kedalam lingkungan umum antara lain:
1. Faktor ekonomi: mencakup pertumbuhan, distribusi Y, tabungan, utang
dan kredit.
2. Faktor sosial: mencakup nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan.
3. Faktor politik dan hukum: mencakup aturan-aturan bisnis dan
kelompok kepentingan.
4. Faktor teknologi: mencakup perubahan teknologi, peluang inovasi dan
anggaran litbang.
5. Faktor demografi: mencakup pertumbuhan penduduk perubahan
komposisi umur & etnis, pendidikan, migrasi, dan perubahan menuju
pemasaran mikro.
3.2 Interaksi Antara Proyek dan Lingkungan
Proyek reklamasi ini dinilai memberikan dampak yang besar terhadap
lingkungan sekitarnya, maka berdasarkan hal tersebut perlu dilihat interaksi
17
antara proyek dengan lingkungan, dan sebaliknya. Hal ini didukung oleh
Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, yang mana pada pasal 4 ayat 3 perpres tersebut
dikatakan bahwa “Penentuan lokasi reklamasi dan lokasi sumber material
reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib mempertimbangkan
aspek teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi”, dalam
perpres yang sama disebutkan aspek teknis diantaranya adalah
hidrooseanografi yang meliputi arus laut dan sedimen. Aspek lingkungan
diantaranya kualitas air. Aspek sosial ekonomi diantaranya terkait mata
pencaharian dan potensi konflik.
1. Faktor Ekonomi
Interaksi proyek dengan lingkungan dari segi ekonomi dapat kita
lihat melalui pandangan-pandangan ahli mengenai proyek. Dari sudut
pandang ekonomi, reklamasi dipandang sebagai suatu prospek yang
sangat menggiurkan untuk mendatangkan sejumlah manfaat dari segi
pendapatan. Terlebih, pemerintahan Jokowi-JK menaruh fokus lebih ke
sektor kelautan yang selama ini kerap terabaikan. Proyek reklamasi ini
banyak dipandang sebagai sebuah proyek yang sangat berorientasi
bisnis. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan adanya reklamasi
berarti akan tercipta lahan baru di sebuah wilayah, munculnya lahan
baru ini akan memunculkan kegiatan ekonomi dan bisnis di atasnya.
Dengan demikian, pihak yang terlibat baik masyarakat hingga
pemerintah daerah akan mendapatkan keuntungan. Menurut mereka,
adanya aktivitas ekonomi ini akan mampu meningkatkan pendapatan
daerah yang merupakan manfaat yang bisa diterima pemerintah. Selain
itu, menurut Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), investor-
investor yang melakukan reklamasi dapat membantu pertumbuhan
ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja yang mana hal ini akan
memberikan keuntungan kepada masyarakat lokal.
Namun berbeda dengan beberapa pandangan diatas, Pusat Kajian
Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim mencatat adanya
18
kerugian perikanan tangkap dan budidaya sebesar Rp 314,5 miliar per
tahun dengan adanya proyek reklamasi ini. Sementara itu potensi
lainnya yakni kerugian dari terumbu karang sebesar Rp 20,2 miliar per
tahun, hutan manggrove 15,04 miliar per tahun dan padang lamun
sebesar Rp 92,57 triliun per tahun. Kajian ini memakai perhitungan dari
Fortes (1990), di mana nilai manfaat ekonomi total padang lamun
dikaitkan dengan kehidupan biota pada ekosistem ini sebesar 412.325
dollar AS per hektar per tahun, setara dengan Rp 5,78 miliar per hektar
per tahun dengan asumsi 1 dollar AS sama dengan Rp 14.000. Biota
tersebut antara lain ikan baronang, makro-alga, moluska, krustasea, dan
ekinodermata (seperti teripang). Sementara itu, menurut Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, pada
tahun 2014 luas padang lamun di Teluk Jakarta mencapai 16.036,78
hektare. Merujuk Fortes, nilai manfaat ekonomi padang lamun ini
mencapai Rp 92,57 triliun per tahun. Artinya, reklamasi menghilangkan
nilai manfaatnya sebesar Rp 92,57 triliun per tahun. Sementara itu,
dikawasan reklamasi ini terdapat nelayan tradisional yang selama ini
mencari penghidupan di perairan tersebut, mereka teracam digusur
dengan adanya proyek ini, sehingga mereka mengajukan gugatan
terhadap proyek reklamasi melalui Kesatuan Nelayan Tradisional
Indonesia (KNTI). Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah
agar proyek ini tetap berjalan namun tidak merugikan pihak manapun
ialah dengan jalan memberikan kompensasi dan kepemilikan saham
bagi nelayan, sehingga kehidupan masyarakat pesisir akan lebih
sejahtera dan tidak lagi termarjinalkan.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, berikut adalah
beberapa solusi terkait proyek reklamasi dari aspek ekonomi, yaitu:
a) Memanfaatkan lahan reklamasi sebagai kawasan permukiman,
perindustrian, bisnis, dan pertokoan, sehingga proyek ini tidak lagi
dipandang untuk kepentingan bisnis semata karena juga terdapat
peruntukkan permukiman.
19
b) Pengembangan pelabuhan ekspor-impor yang mendukung
perkembangan industri. Pasalnya, pabrik, moda angkutan hingga
pergudangan yang memiliki pangsa ekspor-impor lebih memilih
tempat yang berada di lokasi pelabuhan karena sangat ekonomis
dan mampu memotong biaya transportasi.
c) Reklamasi tidak harus menghilangkan mata pencaharian
masyarakat setempat, khususnya nelayan atau petambak. Adanya
penambahan daratan ini dapat memunculkan lapangan pekerjaan
baru yang lebih beragam.
2. Faktor Sosial
Jika dilihat dari faktor sosial, interaksi antara proyek dengan
lingkungan sosial haruslah baik, karena interaksi sosial yang baik akan
menimbulkan komunikasi yang baik. Dalam kasus reklamasi teluk
jakarta ini tentunya banyak pihak yang terlibat, baik itu pemerintah,
swasta, maupun masyarakat. Kawasan ini merupakan kawasan perairan
yang didominasi oleh kehidupan nelayan, oleh sebab itu aspek sosial
menjadi penting untuk dikaji dalam proyek ini, agar setiap proses dalam
pemabangunan proyek ini sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah,
bukan pihak swasta. Masyarakat pesisir memiliki hak untuk hidup aman
tanpa ada kekhwatiran tergusur akibat proyek ini. Apalagi, saat ini
kehidupan nelayan di tanah air kita ini termasuk yang paling miskin
secara sosial. Proyek reklamasi ini akan membuat kurang lebih 18.000
nelayan dan anak buah kapal harus direlokasi, yang tentunya hal
tersebut tidaklah mudah. Kegiatan masyarakat di wilayah pantai
sebagian besar adalah petani tambak, nelayan atau buruh. Dengan
adanya reklamasi akan mempengaruhi ikan yang ada di laut sehingga
berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang menggantungkan
hidup kepada laut.
Selain itu, proyek reklamasi ini akan mengakibatkan wilayah
pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan
hilang atau berkurang karena akan dimanfaatkan kegiatan privat.Proyek
20
reklamasi ini merupakan salah satu proyek besar di Indonesia yang
sangat rawan atau sangat berpotensi mengalami konflik, sebab proyek
ini sangat berpengaruh terhadap berbagai lapisan masyarakat.
Berdasarkan media-media yang membahas reklamasi ini diketahui
banyak pro dan kontra yang terjadi akibat adanya proyek ini. Hal
tersebut mulai terjadi sejak adanya pencanangan proyek ini pada saat
kepemimpinan Preseiden Soeharto. Sejak saat itu hingga kini,
pengerjaan proyek ini tidak terlepas dari konflik olrh berbagai pihak,
baik itu pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan swasta,
swasta dengan swasta lainnya, maupun pemerintah dan swasta dengan
masyarakat.
Menanggapi hal-hal tersebut diatas, berikt adalah beberapa solusi
yang dapat dilakukan guna memberikan dampak positif terhadap
lingkungan sosial, yaitu:
a) Pemerintah dan pengembang harus menyediakan lahan atau
wilayah baru bagi nelayan yang tentunya bebas dari penggusuran.
Hal ini juga dapat mengurangi kepadatan yang menumpuk di kota.
b) Untuk menghindari penyebaran daerah kumuh yang tidak tertata
dari sebuah kawasan, dan sesuai perencanaan awal reklamasi, maka
masterplan tata ruang dan wilayah harus benar-benar dikerjakan
dan diawasi pelaksanaannya. Kemungkinan terjadinya pelanggaan
HAM dalam pembebasan tanah, perubahan kebudayaan, konflik
dan isolasi masyarakat juga merupakan dampak sosial budaya
lainnya yang harus diperhatikan.
3. Faktor Lingkungan
Proyek reklamasi selalu mendapat perlawanan dari pemerhati
lingkungan, hal ini dikarenakan proyek ini dinilai hanya akan
mengganggu keberlangsungan ekosistem di lokasi reklamasi serta
memicu terjadinya abrasi. Pada kasus Pantai Utara Jakarta ini, penting
untuk diperhatikan keberlangsungan hidup biota laut dan mangrove,
banyak biota laut yang mati baik flora maupun fauna karena timbunan
21
tanah urugan sehingga mempengaruhi ekosistem yang sudah ada.
Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman
hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan.
Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga
apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan
mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem.
Ketidakseimbangan ekosistem perairan pantai dalam waktu yang relatif
lama akan berakibat pada kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi
ini menyebabkan kerusakan pantai. Tak jarang proyek ini juga
dipandang sebagai ajang eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan.
Masalah lain terkait lingkungan yang ditimbulkan oleh reklamasi
ini adalah masalah peningkatan sedimentasi (pengendapan material)
sehingga berpotensi banjir. Tanah reklamasi sangat rentan terhadap
likuifaksi selama gempa bumi yang dapat memperkuat jumlah
kerusakan yang terjadi pada bangunan dan infrastruktur. Subsidence
adalah masalah lain, baik dari pemadatan tanah pada lahan diisi, dan
juga ketika lahan basah diapit oleh tanggul dan dikeringkan untuk
polders dan rawa dikeringkan akhirnya akan tenggelam di bawah
permukaan air di sekitarnya, meningkatkan bahaya dari banjir. System
hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari
alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar
reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga
kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan
terjadinya banjir atau rob karena genangan air yang banyak dan lama.
Peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi
sebagai kolam telah berubah menjadi daratan. Akibat peninggian muka
air laut maka daerah pantai lainya rawan tenggelam, atau setidaknya air
asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati, area
persawahan sudah tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam, hal ini
banyak terjadi diwilayah pedesaan pinggir pantai. Tak hanya itu,
adanya reklamasi ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan
22
kecepatan arus sehingga proses sirkulasi air tidak berjalan dengan
lancar. Reklamasi juga bisa memperburuk pencemaran lingkungan
adanya penurunan kualitas air akibat logam berat dan bahan organik
yang berdampak pada kematian ikan. Reklamasi juga membuat pulau
lain tenggelam karena lebih rendah. Infrastruktur yang sudah tertanam
di kawasan yang akan direklamasi pun bisa terganggu.
Hal ini juga diperkuat dengan laporan kesimpulan Danish
Hydraulic Institute (DHI) pada 2011 yang menjadi konsultan
Kementerian Luar Negeri dalam mengkaji dampak lingkungan dari
terbentuknya 17 pulau reklamasi tersebut. Dokumen ini dengan jelas
menyatakan bahwa reklamasi membuat terjadi perlambatan kecepatan
arus, material lama tertinggal, sendimentasi logam berat, sehingga yang
ada ini makin memperparah pencemaran dan sedimentasi. Selain itu
juga dapat dipastikan, akibat lanjutan dari reklamasi dapat membunuh
biota di sekitar wilayah tersebutPada dasarnya reklamasi boleh saja
dilakukan asal aturan seperti persyaratan hukum dan administrasi,
dampak lingkungan yang sudah diantisipasi, termasuk antisipasi daerah
rawan banjir dan daerah resapan air sudah dipenuhi secara benar.
Selain itu, proyek reklamasi ini mengalami permasalahan
mengenai analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan
penanganan dampak lingkungan yang kurang transparan. Salah satu hal
yang mengganjal dalam proses reklamasi Teluk Jakarta adalah izin
AMDAL. Izin tersebut dinilai banyak pihak tidak secara menyeluruh
melainkan hanya pulau per pulau. DKI Jakarta merupakan salah satu
kawasan strategis nasional, untuk itu izin AMDAL yang dibutuhkan
adalah regional terpadu, bukan parsial. Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) bahkan menilai izin AMDAL yang parsial ini
sebagai bentuk pengkhianatan terhadap komitmen pelestarian dan
perlindungan lingkungan hidup. Sehingga dalam hal ini diharapkan
adanya kontribusi aktif Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
dalam pembuatan izin AMDAL. Upaya penaatan hukum lingkungan
23
terkait reklamasi pesisir dan pulau-pulau di teluk Jakarta penting
ditegakkan untuk melindungi ekologi dan keseimbangan kota.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut diatas, berikut
adalah beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memberikan
dampak positif dalam interaksi proyek dengan lingkungan.
a) Proyek ini harus dikaji oleh seluruh stakeholder agar peruntukkan,
pengelolaan, dan pemanfaatannya benar-benar membawa dampak
positif dan tidak merusak lingkungan.
b) Secara ilmiah sebuah reklamasi laut dapat dilaksanakan tanpa
menimbulkan dampak negatif lingkungan yang nyata karena
dengan kemajuan ilmu dan teknologi dapat memodifikasi suatu
lingkungan dan menkorversi daerah lain untuk konpensasi daerah
yang direklamasi.
c) Untuk mensukseskan pelaksanaan dan pembangunan reklamasi
serta peruntukannya sebagai pusat pemerintahan negara RI di lahan
reklamasi tersebut, maka seyogianya pengelola reklamasi ini adalah
Pemda DKI dan/atau bekerja sama dengan pemerintah pusat. Hal
ini menjadi sesuai dengan Keppres No. 59 tahun 1995 dan Perpres
No. 54 tahun 2008. Bilamana Pemda DKI dan/atau kerjasama
dengan pemerintah pusat sebagai pengelola reklamasi maka
perhatian terhadap dampak lingkungan menjadi lebih terarah
dibandingkan dengan pihak swasta sebagai pengelola.
4. Faktor Politik dan Hukum
Interakasi proyek dengan lingkungan terkait politik dan hukum
sudah sangat jelas akan terjadi. Proyek reklamasi ini melibatkan banyak
pemangku kepentingan didalamya, yang tentunya setiap pemangku
kepentingan ini memiliki kepentingan mereka masing-masing terhadap
proyek tersebut. Hal inilah yang akan memicu terjadinya konflik yang
diakibatkan adanya kekuasaan-kekuasaan politik seseorang. Dalam
kasus reklamasi jakarta ini, sudah banyak konflik yang terjadi akibat
24
adanya kekuasaan politik, yang salah satunya beberapa waktu lalu
terjadi monotorium terhadap proyek.
Selain masalah politik, faktor hukum juga sangat kental terlihat
pada proyek ini, salah satunya ialah adanya tumpang tindih kebijakan
yang mengatur pelaksaaan proyek ini sehingga sering terjadi salah tafsir
terhadap kebijakan yang ada. Selain itu, adanya Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) yang terjadi dalam proses pengembangan kawasan ini,
sehingga saat ini sudah terdapat beberapa nama yang tersandung
masalah tipikor akibat proyek reklamasi ini.
(Bagian ini sengaja dikosongkan)
25
4. BAB 4
PERUBAHAN EKSTERNAL YANG MENDORONG
MAUPUN MENGHAMBAT PERKEMBANGAN PROYEK
Reklamasi pantai menuai banyak pro maupun kontra. Kebijakan ini dirasa
mampu menjawab tantangan kebutuhan lahan di Jakarta dan mampu
menggerakkan ekonomi dengan meningkatnya investasi yang masuk. Di sisi lain
reklamasi dirasa sarat akan kepentingan beberapa pihak serta dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan di Pantai Utara Jakarta. Adapun beberapa faktor eksternal
yang mampu menghambat ataupun mendorong perkembangan reklamasi Jakarta
ini adalah kebijakan pemerintah, kondisi politik, kondisi sosial dan lain-lain.
4.1 Kondisi Politik
Kondisi politik juga berpengaruh terhadap keberjalanan suatu proyek.
Proyek ini sebenarnya sudah dicanangkan sejak orde baru dengan alasan
dengan adanya Reklamasi di pantai utara Jakarta maka diharapkan dapat
melindungi wilayah utara Jakarta dari bahaya banjir (rob). Selain itu adalah
untuk menambah lapangan kerja bagi penduduk Jakarta dan meningkatkan
investasi dan tentu akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) antara
lain dari PBB juga pajak-pajak lainnya. Namun, bergantinya kepala negara
serta sistem politik yang berubah menyebabkan proyek ini mangkarak
karena kebijakan yang dikeluarkan berubah dan cenderung mengalami tarik
ulur.
Arah pembangunan yang berbeda setiap tahunnya mempengaruhi
keberjalanan proyek ini. Kajian terhadap proyek ini dilakukan setiap tahun
pergantian kepala pemerintahan. Hal tersebut menyebabkan pro dan kontra
baru disetiap pengkajiannya. Apabila hal ini terus berlangsung, proyek
reklamasi ini diperkirakan akan sulit terlaksana ataupun lambat dalam
implementasinya.
4.2 Kebijakan Pemerintah
Reklamasi menimbulkan banyak kontra di dalam pemerintahan. Sejak
1995 tersebut terjadi kontra antara Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian
26
Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dalam berbagai
kebijakannya menyebutkan bahwa reklamasi tidak layak dilakukan karena
akan merusak lingkungan. Sementara Pemprov DKI Jakarta bersikeras agar
reklamasi tetap dilakukan.
Tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, proyek
reklamasi tidak bisa dilakukan karena Pemprov DKI tidak mampu
memenuhi kaidah penataan ruang dan ketersediaan teknologi pengendali
dampak lingkungan. Ketidaklayakan tersebut disampaikan dengan SK
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan
Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara.
Surat keputusan tersebut tidak menghentikan langkah Pemprov DKI.
Tahun 2007, enam pengembang yang mendapat hak reklamasi menggugat
Menteri Lingkungan Hidup ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Mereka beralasan sudah melengkapi semua persyaratan untuk reklamasi,
termasuk izin amdal regional dan berbagai izin lain. PTUN memenangkan
gugatan keenam perusahaan tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup lalu mengajukan banding atas
keputusan itu, tetapi PTUN tetap memenangkan gugatan keenam
perusahaan tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup lalu mengajukan
kasasi ke MA. Pada 28 Juli 2009, MA memutuskan mengabulkan kasasi
tersebut dan menyatakan, reklamasi menyalahi amdal.
Tahun 2011, keadaan berbalik. MA mengeluarkan putusan baru (No
12/PK/TUN/2011) yang menyatakan, reklamasi di Pantai Jakarta legal.
Namun, putusan MA tersebut tidak serta-merta memuluskan rencana
reklamasi. Untuk melaksanakan reklamasi, Pemprov DKI Jakarta harus
membuat kajian amdal baru untuk memperbarui amdal yang diajukan tahun
2003. Juga dengan pembuatan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) yang melibatkan pemda di sekitar teluk Jakarta.
Saat rencana reklamasi terkatung-katung oleh berbagai aturan yang
menghadangnya, tahun 2012 Presiden SBY menerbitkan Perpres No 122
Tahun 2012. Perpres mengenai reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
27
kecil tersebut menyetujui praktik pengaplingan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil di Teluk Jakarta.
Tahun 2014, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Fauzi
Bowo kembali mengukuhkan rencana reklamasi. Surat Keputusan Gubernur
DKI Nomor 2238 Tahun 2013 keluar pada Desember 2014 dengan
pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.
Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai, kebijakan
tersebut melanggar karena kewenangan memberikan izin di area laut
strategis berada di tangan kementeriannya meski lokasinya ada di wilayah
DKI Jakarta. Tak hanya itu, Kementerian Koordinator Kemaritiman juga
meminta pengembang dan Pemprov DKI Jakarta membuat kajian ilmiah
rencana reklamasi Pulau G di Jakarta Utara. Kajian ilmiah itu perlu
dijelaskan kepada publik sehingga publik tahu detail perencanaan dan bisa
mengawasi proyek reklamasi.
Akhir September 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan
mengkaji penghentian sementara (moratorium) reklamasi. Reklamasi
diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak
boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya.
Moratorium yang masih berupa kajian tersebut tidak menghentikan langkah
Pemprov DKI Jakarta untuk tetap melaksanakan reklamasi. Akhir Oktober
2015, Pemprov DKI menyatakan mulai mempersiapkan tahap awal
pengembangan pulau-pulau reklamasi. Pulau O, P, dan Q akan
diintegrasikan dengan Pulau N untuk pembangunan Port of Jakarta.
Kebijakan pemerintah yang terkatung-katung tersebut membuat
proyek ini seakan terbengkalai dan menghambat perkembangan proyek.
Sama seperti proyek lainnya, ketidak jelasan kebijakan yang ada hanya akan
membuang-buang waktu serta dana yang telah keluar. Hal tersebut juga
dapat menjadikan proyek ini sebagai bangkai raksasa yang terus menerus
menguras kantong pemerintah.
28
4.3 Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu elemen dalam penentuan keputusan.
Masyarakat memiliki hak dalam memberikan masukan ataupun mengajukan
keberatan terhadap suatu keputusan yang diambil. Kondisi sosial
masyarakat juga menentukan keberjalanan suatu kebijakan. Kajian terhadap
kondisi masyarakat ini menjadi pertimbangan yang mampu mempengaruhi
keberjalanan suatu rencana. Kondisi masyarakat saat ini yang membutuhkan
ruang untuk memenuhi kebutuhannya menjadi alasan untuk mempercepat
proyek ini. Lahan Jakarta yang sudah tidak mampu untuk menampung
pembangunan mendesak dilaksanakannya proyek reklamasi ini.
Di sisi lain, terdapat kontra dimana reklamasi hanya ditujukan untuk
kalangan menengah ke atas. Pemain dalam reklamasi ini kebanyakan adalah
developer ataupun perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh TNI, BUMN,
BUMD bahkan PemProv DKI sendiri. Tentulah dengan memiliki pulau
hasil reklamasi, khususnya bagi para pengembang, mereka punya tujuan
bisnis murni, yaitu dengan membangun perumahan elit, ruko dan gedung
perkantoran dengan pemandangan alam laut (sea view) yang indah. Hal
tersebut membawa pertanyaan bagaimana dengan kebutuhan rakyat kecil.
Pertanyaan tersebut yang menjadi kontra diantara masyarakat. Daya beli
masyarakat yang masih rendah tidak sesuai dengan pembangunan yang akan
dilaksanakan di atas lahan reklamasi. Desakan masyarakat akan kajian ulang
terhadap reklamasi dapat mengahambat pelaksanaan proyek ini.
(Bagian ini sengaja dikosongkan )
29
5. BAB 5
PROSPEK NATIONAL CAPITAL INTEGRATED COASTAL
DEVELOPMENT (NCICD) PADA TAHUN 2030
Dalam penelitian ini, untuk melihat prospek National Capital Integrated
Coastal Development (NCICD) digunakan metode scenario planning, yang
merupakan salah satu metode yang dapat merumuskan alternatif strategi dalam
menghadapi ketidakpastian yang akan di masa depan.
5.1 Metode Scenario Planning untuk Melihat Prospek National Capital
Integrated Coastal Development (NCICD)
Menurut Peter Schwatz (1991), Scenario Planning adalah sebuah alat
untuk menata persepsi tentang pilihan alternatif dari sebuah masa depan.
Dalam scenario planning sendiri terdapat tujuh tahap, yaitu seperti yang bisa
dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 5.1
TAHAPAN SCENARIO PLANNING
5.1.1 Tahap Pertama Scenario Planning
Pada tahap ini, dilakukan penetapan Focal Concern, yang
merupakan isu strategis yang menjadi perhatian utama, penting dan perlu
dibahas. Dalam penelitian ini, yang menjadi Focal Concern adalah Prospek
National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) pada tahun
2030.
30
5.1.2 Tahap Kedua Scenario Planning
Pada tahap ini, dilakukan identifikasi Driving Force yang merupakan
faktor-faktor pemicu perubahan yang akan mempengaruhi Focal Concern
yang sebelumnya sudah ditentukan (Prospek National Capital Integrated
Coastal Development (NCICD) pada tahun 2030).
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa Driving Force yang
teridentifikasi, antara lain:
1. Teknologi
2. Implementasi rencana program ruang
3. Perekonomian nasional
4. Perkembangan politik Jakarta
5. Nelayan pesisir Jakarta
6. Warga Jakarta yang terkena relokasi
5.1.3 Tahap Ketiga Scenario Planning
Pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap hubungan, baik antar
Driving Force, maupun hubungan Driving Force secara keseluruhan
terhadap Focal Concern. Dalam tahap ini dijelaskan bagaimana hubungan
tersebut dapat mempengaruhi Focal Concern.
1. Teknologi
Dalam perencanaan National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD), teknologi memiliki pengaruh dalam mendukung proses
pembangunan dari proyek tersebut. Dalam hal ini teknologi sipil,
teknologi kelautan dan oseanografi sangat mendukung proses tersebut.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih tentu akan mendukung
proses pembangunan menjadi semakin efisien dan efektif.
2. Implementasi rencana program ruang
Rancangan program ruang cukup mempengaruhi terlaksananya proyek
ini. Pembangunannya, mulai dari pembangunan tanggul, reklamasi,
penyediaan infrastruktur penunjang, serta pengembangan kawasannya,
membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pasir, batu, dan sheet pile,
31
karena dibutuhkan kuantitas besar, yaitu sekitar 300 juta m3 pasir dan 9,5
juta m3 batu. Oleh karena itu, jika terjadi perubahan harga sedikit saja
akan berdampak besar terhadap pembiayaannya, sehingga diperlukan
rancangan ruang yang tepat agar proyek ini dapat terlaksana secara
efisien.
3. Perekonomian nasional
Pembiayaan yang dikeluarkan dalam proyek ini bukanlah nilai sedikit,
yaitu sekitar USD 7 milyar. Sementara sumber pembiayaan yang paling
utama didapatkan dari hasil penjualan lahan di pulau-pulau hasil
reklamasi tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan perekonomian yang stabil
agar National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) bisa
terwujud.
4. Perkembangan politik Jakarta
Terlaksananya proyek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) dapat terjadi karena adanya kesepakatan politik antara
pemerintah dengan pengembang, tanpa adanya kesepakatan ini proyek ini
mungkin tidak bisa terlaksana. Saat ini DKI Jakarta akan memasuki masa
pemilihan Gubernur, dimana akan ada Gubernur baru yang akan menjadi
pemimpin di wilayah ini. Adanya penggantian kepala daerah ini bisa saja
mengeluarkan kebijakan baru yang akan mengubah atau mungkin
membatalkan proyek ini. Oleh karena itu, perkembangan politik memiliki
andil dalam terwujudnya proyek National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD) ini.
5. Nelayan pesisir Jakarta
Walaupun kawasan perkotaan, masih ada nelayan tradisional yang hidup
dari pesisir pantai ibukota ini. Pada 2012, terdapat 12.000 nelayan aktif
yang ada bekerja di pesisir Jakarta. Nelayan merupakan pihak yang akan
terkena dampak langsung dari adanya reklamasi pesisir, karena akan
terjadi perubahan secara fisik dari kawasan dimana mereka biasa mencari
nafkah.
32
6. Warga yang Terkena Relokasi
Untuk menyelesaikan masalah perkotaan di Jakarta, 30% dari proyek ini
akan disediakan perumahan sosial ditujukan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah yang tinggal di permukiman kumuh dan ilegal.
Warga yang direlokasi ke kawasan National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD) ini diperkirakan bisa mencapai 2000 orang. Oleh
karena itu, warga yang terkena relokasi menjadi salah satu Driving Force
yang mempengaruhi proyek ini.
5.1.4 Tahap Keempat Scenario Planning
Pada tahap ini dilakukan pemilihan Driving Force yang paling
berpengaruh terhadap Focal Concern. Dari lima Driving Force yang ada,
maka dipilih dua Driving Force yang paling berpengaruh terhadap Focal
Concern, yaitu:
1. Implementasi rencana program ruang
Untuk melihat prospek dari proyek National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD) ini, maka perlu melihat seberapa besar rencana
yang sudah/akan terimplementasikan dalam pembangunan. Oleh karena
itu implementasi dari rencana program ruang menjadi Driving Force
yang paling berpengaruh untuk melihat apakah tujuan dari National
Capital Integrated Coastal Development (NCICD) akan tercapai atau
tidak pada tahun 2030.
2. Masyarakat
Sebagai pihak yang bermukim di ibukota, masyarakat yang akan
merasakan dampak, baik itu dampak positif maupun negatif, yang akan
terjadi karena proyek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) ini. Dalam hal ini, masyarakat merupakan semua warga DKI
Jakarta, termasuk juga nelayan dan warga yang terkena relokasi. Oleh
karena itu, masyarakat sangat berpengaruh untuk melihat prospek dari
proyek ini.
33
5.1.5 Tahap Kelima Scenario Planning
Pada tahap ini dilakukan penyusunan matriks skenario yang terdiri
atas sumbu ordinat dan sumbu aksis yang dikembangkan dari dua Driving
Force yang terpilih.
Dalam penelitian ini, sumbu aksis diisi dengan Driving Force
mengenai program ruang yang terimplementasikan, sementara sumbu
ordinat diisi dengan Driving Force masyarakat, sehingga matriks skenario
seperti pada gambar berikut.
GAMBAR 5.2
MATRIKS SKENARIO
Sumber: Hasil Analisis, 2016
5.1.6 Tahap Keenam Scenario Planning
Pada tahap ini ditentukan indikator kunci dari masing-masing kutub
yang ada pada matriks tersebut. Dalam penelitian ini, indikator kunci yang
digunakan antara lain:
A. Jika Driving Force program ruang yang terimplementasikan positif,
berarti tanggul laut terbangun, reklamasi lahan terjadi, pengembangan
kawasan dilakukan dengan baik, infrastruktur penunjang terbangun
dengan baik, dan pembangunan dilakukan secara sustainable sehingga
tidak merusak lingkungan pesisir.
B. Jika Driving Force program ruang yang terimplementasikan
negatif, berarti hasil pembangunan tanggul laut dan reklamasi kurang
memuaskan, kondisi kawasan pengembangan buruk, infrastruktur
34
penunjang tidak terbangun dengan baik, dan pembangunan tidak
dilakukan secara sustainable sehingga merusak lingkungan pesisir.
C. Jika Driving Force masyarakat positif, berarti msyarakat percaya
kepada kebijakan pemerintah dan warga mendukung pemerintah
melalui relokasi
D. Jika Driving Force masyarakat negatif, berarti masyarakat tidak
percaya akan kebijakan pemerintah, warga menolak direlokasi, dan
nelayan tidak terima kebijakan pemerintah.
Indikator kunci dari masing-masing kutub, bisa dilihat seperti pada
gambar berikut.
GAMBAR 5.3
MATRIKS SKENARIO DAN INDIKATOR KUNCI MASING-MASING KUTUB
Sumber: Hasil Analisis, 2016
5.1.7 Tahap Ketujuh Scenario Planning
Pada tahap ini mulai disusun narasi skenario yang berisi deskripsi
elaboratif yang dikembangkan berdasarkan interaksi dari masing-masing
kutub.
Berdasarkan matriks skenario dan indikator kunci yang sudah
dijelaskan sebelumnya (Gambar 8), maka alternatif skenario untuk melihat
35
prospek proyek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) ini pada tahun 2030, antara lain:
1. Skenario A
Skenario ini merupakan skenario paling optimis, karena faktor
masyarakat mendukung serta program ruang yang sudah direncanakan
sudah terwujud. Pada skenario ini tanggul laut sudah terbangun,
reklamasi sudah dilakukan dengan baik, dan pengembangan kawasan
serta infrastruktur pendukungnya sudah berhasil diwujudkan. warga yang
terkena relokasi secara sukarela melakukan relokasi. Nelayan menyetujui
seluruh tawaran yang ditawarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Semua faktor mendukung, banjir tidak terjadi lagi, dan masalah-masalah
perkotaan bisa diatasi dengan memuaskan semua pihak.
2. Skenario B
Skenario ini merupakan kondisi dimana hanya salah satu Driving
Force yang mendukung, yaitu faktor masyarakat. Pada skenario ini
warga yang terkena relokasi sudah bersedia untuk direlokasi, masyarakat
Jakarta secara umum juga mendukung kebijakan pemerintah ini. Nelayan
juga menerima tawaran Pemprov DKI Jakarta.
Namun, pada skenario ini program ruang yang sudah direncanakan
tidak dapat memberikan hasil yang maksimal. Hasil pembangunan
tanggul dan reklamasi kurang memuaskan, karena terjadi beberapa
kesalahan konstruksi. Pembangunan yang direncanakan akan dilakukan
secara sustainable dan tidak mengganggu lingkungan kawasan pesisir
ternyata tidak bisa terwujud sehingga mengecewakan nelayan. Kondisi
kawasan pengembangan buruk dan masih terjadinya banjir membuat
warga yang direlokasi tidak puas dan menimbulkan pergolakan di
masyarakat. Kemudian masyarakat mulai melakukan protes dan
mengajukan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah. Hal ini menimbulkan
kondisi yang tidak kondusif di DKI Jakarta.
36
3. Skenario C
Skenario ini juga merupakan kondisi dimana hanya salah satu
Driving Force yang mendukung, yaitu rencana program ruang yang
terimplementasikan. Pada skenario ini, tanggul laut dan reklamasi
dilakukan dengan baik. Pembangunan dilakukan secara sustainable dan
tidak mengganggu lingkungan pesisir. Kawasan pengembangan pun
terwujud dengan baik dan didukung infrastruktur yang memadai.
Namun, pada skenario ini masyarakat tetap tidak percaya oleh
kebijakan pemerintah. Warga menolak untuk direlokasi dan nelayan tidak
terima akan tawaran-tawaran Pemprov DKI Jakarta. Oleh karena itu,
walaupun kawasan sudah terbangun namun masyarakat masih bersikukuh
untuk tinggal di kawasan permukiman kumuh, hal ini membuat masalah-
masalah perkotaan selain banjir, tidak bisa diselesaikan apabila skenario
ini terjadi.
4. Skenario D
Skenario ini merupakan skenario yang paling pesimis. Pada
skenario ini tidak ada sama sekali Driving Force yang mendukung
terwujudnya proyek ini. Pembangunan dilakukan dengan hasil yang
kurang memuaskan, dan masyarakat juga menolak untuk mendukung
kebijakan ini. Apabila kondisi pada skenario ini terjadi, maka
kemungkinan terburuk bisa terjadi. Biaya dan waktu sudah terbuang dan
masalah-masalah yang ada tidak bisa terselesaikan.
5.2 Prospek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)
tahun 2030
Berdasarkan metode scenario planning yang telah dilakukan
sebelumnya, maka prospek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) tahun 2030 terbagi menjadi empat alternatif skenario kemungkinan
yang akan terjadi. Dari empat skenario tersebut, tentu diharapkan bahwa
Skenario A dapat terjadi, karena semua program ruang yang sudah
direncanakan dapat terwujud dengan baik tanpa merusak lingkungan, serta
37
mendapat dukungan dari masyarakat, baik itu nelayan, warga yang terkena
relokasi, maupun masyarakat Jakarta secara umum. Pada skenario ini juga
tujuan dari proyek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) dapat terwujud, banjir tidak terjadi dan permasalahan perkotaan di
Jakarta bisa diatasi dengan baik. Oleh karena itu, perlu usaha yang sangat
kuat dari pihak-pihak yang terlibat di dalam proyek ini agar skenario A ini
dapat terwujud dan agar sebisa mungkin tidak terjadi skenario B, C, maupun
D. Sehingga proyek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) dapat terwujud dan memuaskan semua pihak yang terkait di dalam
proyek pembangunan ini.
(Bagian ini sengaja dikosongkan)
38
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
39
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Wira. 2015. Bermain Skenario (1). Diakses melalui
http://jurnalintelijen.net/2015/07/07/menggambar-skenario-masa-depan-1/
pada 03 April 2016
Harbottle, Terry. Risk Management & Scenario Planning. University of
Lethbridge.
Irawaty, Dian Tri. 2014. Pembangunan Atas Nama Bencana. Diakses dari Rujak
Center For Urban Studies rujak.org, pada tanggal 21 Mei 2016.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2014. Masterplan
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara. Jakarta.
Merybude. 2012. Resume Environmental Scanning. Diakses melalui
http://ungubudeku.blogspot.co.id/2012/02/resume-environtmental-
scanning.html pada 21 Mei 2016
Solihin, Dadang. 2007. Scenario Planning. Bappenas: Jakarta.
Sparinga, Daniel. Slide Presentasi Pengantar Scenario Planning.
Wollenberg, Eva, dkk. 2001. Mengantisipasi: Perubahan Skenario sebagai
Sarana Pengelolaan Hutan Secara Adaptif. CIFOR: Bogor.
-. 2015. Manfaat Reklamasi dari Berbagai Aspek. Diakses melalui
http://reklamasi-pantura.com/manfaat-reklamasi-dari-berbagai-aspek/ pada
21 Mei 2016
-. 2016. 10 Dampak Buruk Reklamasi Teluk Jakarta. Diakses melalui
https://beritasepuluh.com/2016/04/18/opini-pakar-tentang-reklamasi-teluk-
jakarta/ pada 21 Mei 2016
40
LAMPIRAN
TUGAS INDIVIDU