UJI CEMARAN KAPANG, KHAMIR DAN BAKTERI Staphylococcus ...
Embed Size (px)
Transcript of UJI CEMARAN KAPANG, KHAMIR DAN BAKTERI Staphylococcus ...

i
UJI CEMARAN KAPANG, KHAMIR DAN
BAKTERI Staphylococcus aureus PADA SERBUK JAMU KUNYIT
DI PASAR GEDE SURAKARTA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh:
JULY ISWARA
NIM: M3513027
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

ii

iii

iv
UJI CEMARAN KAPANG, KHAMIR DAN
BAKTERI Staphylococcus aureus PADA SERBUK JAMU KUNYIT
DI PASAR GEDE SURAKARTA
JULY ISWARA
Jurusan D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
INTISARI
Jamu banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk mengurangi, menghilangkan dan
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit. Salah satu jamu yang banyak diminati
masyarakat adalah jamu serbuk kunyit, selain karena harganya murah, mudah dalam
penggunaanya, jamu serbuk kunyit memiliki manfaat untuk memperlancar peredaran
darah, antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan. Mutu dan keamanan jamu serbuk
kunyit yang dikonsumsi masyarakat dapat dilihat dari nilai Angka Kapang/Khamir (AKK) dan ada tidaknya bakteri Staphylococcus aureus yang ditemukan sampel
jamu. Adanya AKK yang melebihi batas dan bakteri S.aureus yang ditentukan oleh
BPOM RI No.12 Tahun 2014 dapat membahayakan kesehatan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui AKK da nada tidaknya bakteri S.aureus pada jamu
serbuk kunyit yang dijual di Pasar Gede Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei
dan rancangan deskriptif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan
pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu serbuk kenyit,
pengujian AKK dan S.aureus, serta dilakukan analisis hasil.
Data dianalisa menggunakan metode analisa mikrobiologi yang ditetapkan
Departemen Kesehatan tahun 1992. Hasil pengujian menunjukkan nilai AKK jamu
serbuk kunyit adalah <10 sampai 3,8 x 102 koloni/ml dan negatif bakteri S.aureus.
Kata Kunci : Jamu serbuk kunyit, AKK, S.aureus

v
THE TEST OF MOLD, YEAST CONTAMINATION AND
Staphylococcus aureus IN THE POWDER OF JAMU KUNYIT
AT PASAR GEDE SURAKARTA
July Iswara
Diploma 3 Pharmacy, Faculty of Mathematic and Science
Sebelas Maret University
ABSTRACT
Jamu is a traditional herbal-medicine that has comsumed by lot people to reduce,
eliminate and disease or symtoms disease. One of the many popular herbal medicine
that consumed by lot people is the powder of jamu kunyit, it’s because relatively low
cost, easy to use, and the powder of jamu kunyit has many medicinal benefits for
improving blood circulation, anti-inflammatory, antibacterial and antioksidan.
The quality and safety the powder of jamu kunyit that comsumed should be seen
from the molds figure and yeast (AKK) and the presence or absence of S.aureus
bacteria in samples of herbal medicine. The existence of the Number of Mold/Yeast
(AKK) exceeding the limit specified by the BPOm No. 12 of 2014 would be danger
for health. The purpose og this research were to find out the AKK and the presence or
absence of S.aureus bacteria in the powder of jamu kunyit that sold in Pasar Gede
Surakarta.
The study was non-experimental, designed by survey and descriptive. The
research was conducted on the determination and selection of sampling place,
sampling the powder of jamu kunyit, AKK testing process and S.aureus testing
process, also from analysis result. The result of research analysis based of
Microbiological Analysis Method that specified by Depatemen Kesehatan of 1992.
The result of research showed that the number of mold/yeast is between <10 to 3,8 x
102 and S.aureus can’t be identified.
Keyword: The powder of jamu kunyit, Number of Mold/Yeast, S.aureus

vi
MOTTO
Barangsiapa yang memberi kemudahan kepada orang yang mengalami kesulitan,
maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat”
-HR. Muslim-
Aku akan berjalan bersama mereka yang berjalan karena aku tidak akan berdiri diam
sebagai penonton yang menyaksikan perarakan berlalu.
–Khalil Gibran–
Don’t be afraid to move, because the distance of 1000 miles starts by a single step.”
-Anonim-
Aku datang, aku bimbingan, aku ujian, aku revisi, dan aku menang.

vii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdullillah, tugas akhir ini
penulis persembahkan untuk :
Kedua orang tua ku tercinta, bapak Sri Harjono dan ibu
Surami, yang selalu memberikan kasih sayang tak
terhingga dan mendoakanku serta menanti keberhasilanku.
Kedua kakakku, mas Reza Aristiyanto dan mbak Wika
Septiani, dan simbah uti yang selalu memberikan
dukungan.
Ibu Estu Retnaningtyas Nugraheni, S.TP., M.Si selaku
pebimbing Tugas Akhir.
Teman seperjuanganku, Desi Purnaning Putri dan Retno
Dwi Ningrum, terimakasih telah berjuangan bersama.
Sahabatku tercinta Arna, Meylana, Dewi, Shinta, Wulan,
Tika, Betty, Renita, Dias
Teman-teman D3 Farmasi angkatan 2013
Almamater yang ku banggakan, Universitas Sebelas Maret

viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Uji Cemaran
Kapang, Khamir dan Bakteri Staphylococcus aureus pada Jamu Serbuk Kunyit di
Pasar Gede Surakarta dengan baik dan lancar. Penulisan tuga akhir ini merupakan
salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian non-ekseperimental yang dilakukan di
laboratorium untuk memberikan informasi cemaran angka kapang/khamir dan bakteri
Staphylococcus aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta. Penulisan
tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagi
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sebab itu penulis
mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
2. Estu Retnaningtyas Nugraheni S.TP.,M.Si selaku kepala progam studi D3
Farmasi FMIPA Universitas Sebelas Maret dan dosen pembimbing tugas akhir.
3. Anif Nur Artanti, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing akademik.
4. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa restunya dan dukungan.
5. Teman-teman D3 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret angkatan 2013.

ix
6. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan segala bantuan dan dukungannya.
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan tugas akhir ini
masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Penulis berharap semoga laporan tugas
akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kefarmasian pada khhususnya.
Surakarta, Juni 2016
Penulis

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii
INTISARI .............................................................................................................. iv
ABSTRACT .......................................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 5
1. Obat Tradisional .................................................................................. 5

xi
2. Jamu .................................................................................................... 6
3. Jamu Serbuk Kunyit ............................................................................ 8
4. Kapang dan Khamir ............................................................................ 9
5. Staphylococcus aureus ........................................................................ 11
6. Media Pertumbuhan ............................................................................ 12
7. Metode Pengujian................................................................................ 13
B. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 14
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 15
A. Metode Penelitian...................................................................................... 15
B. Variabel penelitian dan Definisi Operasional ........................................... 15
C. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 16
D. Bahan Penelitian........................................................................................ 16
E. Alat Penelitian ........................................................................................... 16
F. Rancangan Penelitian ................................................................................ 17
1. Pemilihan dan Pengambilan Sampel ................................................... 17
2. Sterilisasi Alat dan Ruangan ............................................................... 17
3. Pembuatan Media ................................................................................ 17
4. Pengenceran Sampel ........................................................................... 18
5. Pengujian Sampel ................................................................................ 19
6. Analisa Data ........................................................................................ 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 22
A. Penentuan dan Pemilihan Tempat Pengambilan Sampel .......................... 22

xii
B. Pemilihan dan Pengambilan Sampel ......................................................... 23
C. Sterilisasi Media, Alat, dan Ruangan ........................................................ 23
D. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel ................................................... 25
E. Uji Cemaran Angka Kapang Khamir ........................................................ 26
F. Uji Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus ............................................ 30
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 33
A. Kesimpulan ............................................................................................... 33
B. Saran .......................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34
LAMPIRAN .......................................................................................................... 37

xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Nilai AKK pada Sampel .......................................................................... 28
Tabel II. Hasil Uji Cemaran S.aureus pada Sampel.............................................. 31

xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Penjual Jamu di Pasar Gede Surakarta .................................... 22
Gambar 2. Sampel Jamu ....................................................................................... 23
Gambar 3. Proses Sterilisasi .................................................................................. 24
Gambar 4. Hasil pengujian cemaran AKK setelah Inkubasi 3 hari ...................... 28
Gambar 5. Hasil uji S.aureus pada Sampel ........................................................... 31

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Kloramfenikol .............................................................. 38
Lampiran 2. Data koloni kapang khamir............................................................... 39
Lampiran 3. Perhitungan AKK pada Jamu Serbuk Kunyit ................................... 41
Lampiran 4. Gambar AKK Sampel Jamu Serbuk kunyit ...................................... 44
Lampiran 5. Gambar Uji Cemaran S.aureus pada Sampel. ................................ 34

xvi
Daftar Singkatan
AKK : Angka Kapang/Khamir
S.aureus : Staphylococcus aureus
PDA : Potato Dekstrosa Agar
MSA : Manitol Salt Agar

1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Jamu adalah salah satu ciri khas Indonesia yang sangat terkenal. Jamu
tetap menjadi andalan masyarakat Indonesia yang dikonsumsi secara
turun-menurun meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi semakin
berkembang. Masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional,
termasuk jamu untuk menjaga kesehatan (Pratiwi, 2005). Jamu serbuk
adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat
halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau
campurannya. Sediaan serbuk ini penggunaannya dengan cara diseduh
dalam air mendidih. Air seduhan diminum sesuai kebutuhan (Anonim,
1994).
Peningkatan penggunaan obat tradisional perlu disikapi secara bijak,
karena masih adanya pandangan yang keliru bahwa obat tradisional selalu
aman, tidak ada risiko bahaya bagi kesehatan dan keselamatan konsumen
(Anonim, 2007). Departemen Kesehatan (Depkes) RI dalam Keputusan
Menteri kesehatan RI No: 661/Menkes/SK/II/1994 menyatakan bahwa
perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu. Menurut BPOM RI No. 12
tahun 2014 tentang persyaratan mutu jamu sediaan lain bentuk serbuk
tidak boleh mengandung Angka Kapang Khamir lebih dari 103
koloni/gram dan negatif bakteri patogen.

2
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada lima
penjual jamu di Pasar Gede Surakarta, diperoleh informasi bahwa jamu
serbuk kunyit merupakan jamu yang paling banyak dikonsumsi
masyarakat karena dipercaya mampu mereduksi lemak atau sebagai
pelangsing dan untuk memelihara kecantikan. Selain itu harga jamu serbuk
kunyit relatif ekonomis..
Berdasarkan hal tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian mengenai aspek mikrobiologis pada jamu serbuk kunyit yang
dikonsumsi oleh masyarakat di Pasar Gede Surakarta. Pasar Gede
merupakan salah satu pasar di Surakarta yang banyak menjual jamu
racikan, selain itu Pasa Gede juga memiliki letak strategis dan banyak
dikunjungi masyarakat luas, terutama untuk membeli jamu. Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Registrasi Obat
Tradisional pasal 4 ayat 1 menyatakan usaha jamu racikan tidak perlu
memiliki izin edar sehingga mayoritas standar mutu dan keamanan jamu
belum sepenuhnya terjamin. Adanya cemaran mikroorganisme pada jamu
serbuk dapat menyebabkan penurunan mutu dan keamanan jamu. Hal ini
mendorong peneliti untuk melakukan pengujian cemaran angka kapang
khamir dan S.aureus pada jamu sebuk kunyit yang merupakan salah satu
parameter jaminan mutu jamu serbuk secara mikrobiologi. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap produsen
jamu serbuk kunyit tentang mutu dan keamanan jamu serbuk kunyit yang

3
dijual di Pasar Gede Surakarta sehingga dapat meningkatkan mutu dan
keamanan konsumen jamu serbuk kunyit.
II. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat cemaran mikroba berupa kapang, khamir, dan bakteri
S.aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta?
2. Berapakah nilai AKK yang terdapat pada jamu serbuk kunyit dari penjual
jamu di Pasar Gede Surakarta ?
3. Apakah hasil uji cemaran mikroba kapang, khamir, dan bakteri S.aureus
dalam jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta sesuai persyaratan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 12 tahun
2014?
III. Tujuan
1. Mengetahui ada tidaknya cemaran mikroba berupa kapang, khamir, dan
bakteri S.aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta.
2. Mengetahui nilai AKK dalam jamu serbuk kunyit dari penjual jamu di
Pasar Gede Surakarta.
3. Mengetahui kesesuaian hasil uji cemaran mikroba kapang khamir dan
bakteri S.aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta
dengan persyaratan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI Nomor 12 tahun 2014
IV. Manfaat
1. Untuk melindungi masyarakat terhadap obat tradisional yang tidak
memenuhi syarat mutu dan keamanan jamu.

4
2. Sebagai sumber informasi terkait keamanan dan mutu jamu serbuk kunyit
yang dikonsumsi.
3. Bahan acuan Dinas Kesehatan dan BPOM agar dapat lebih
memperhatikan adanya cemaran mikroba pada jamu tradisional.
4. Menambah wawasan di bidang kesehatan lingkungan tentang cemaran
mikroba pada jamu tradisional.
5. Sebagai bahan atau ide untuk melakukan penelitian selanjutnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN PUSTAKA
I. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim,
1992).
Obat tradisional telah berada dalam masyarakat dan digunakan
secara empiris karena memberikan manfaat dalam meningkatkan
kesehatan tubuh dan pengobatan berbagai penyakit. Departemen
Kesehatan mengklasifikasikan obat tradisional sebagai jamu, obat
herbal terstandar, dan fitofarmaka (Anonim, 2005).
Obat tradisional adalah ramuan dari berbagai macam jenis bagian
tanaman yang mempunyai khasiat untuk menyembuhkan berbagai
macam penyakit. Obat tradisional di Indonesia dikenal dengan nama
jamu. Obat herbal berstandar adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka adalah
sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
baku dan produk jadinya telah distandarisasi (Anonim, 2005).

6
Pada umumnya khasiat obat tradisional tidak dapat langsung
dirasakan. Cara kerjanya bertahap dengan pemakaian yang terus
menerus (Soedibyo, 2004). Berdasarkan fakta tersebut, perlu dilakukan
uji untuk memberi jaminan bahwa bahan obat tidak mengandung
cemaran mikroorganisme yang melebihi batas yang dipersyaratkan
oleh BPOM (2014) yaitu tidak lebih dari 103
koloni/gram. Jika dalam
obat tradisional terdapat cemaran mikroorganisme dengan jumlah yang
melebihi batas yang diperbolehkan dan dikonsumsi secara rutin, maka
penggunaan obat tradisional yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan tidak dapat tercapai. Dengan jumlah cemaran
mikroorganisme yang melebihi batas, dikhawatirkan dapat berdampak
negatif bagi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi jamu,
misalnya terjadi gangguan pencernaan (Fardiaz, 1992).
Upaya untuk menjamin mutu dan keamanan obat tradisional harus
dilakukan sejak proses pembuatan obat tradisional, mulai dari
pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses produksi sampai
produk tersebut beredar di masyarakat (Warsito, 2011).
II. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang dibuat dari tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Bahan-bahan yang digunakan

7
tidak menggunakan bahan kimia sintetik (Hermanto dan Subroto,
2007).
Jamu serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran
homogen dengan deraiat halus yang cocok; bahan bakunya berupa
simplisia sediaan galenik, atau campurannya. Sediaan serbuk ini
penggunaannya dengan cara diseduh dalam air mendidih. Air seduhan
diminum sesuai kebutuhan (Anonim, 1994).
Menurut Suharmiati dan Handayani (1998), pencemaran mikroba
pada produk-produk tradisional (termasuk jamu) dan produk makanan
pada umumnya bersumber dari bahan baku, pekerja, dan lingkungan
pengolahan termasuk peralatan produksi.
Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
tentang persyaratan mutu obat tradisional Nomor 12 Tahun 2014,
persyaratan mutu obat tradisional jamu serbuk sebagai berikut:
a. Organoleptik
Pengamatan dilakukan terhadap bentuk, rasa, baud an warna.
b. Kadar air
≤ 10%
c. Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total : ≤ 104
koloni/g
Angka Kapang Khamir : ≤ 103
koloni/g
Escheria coli : negatif/g
Salmonella spp : negatif/g
Shigella spp : negatif/g
Pseudomonas aeruginosa : negatif/g
Staphylococcus aureus : negatif/g

8
d. Aflatoksi total (aflatoksin B1, B2, G1 dan G2)
Kadar aflatoksin total ≤ 20 dengan syarat aflatoksin B1 ≤ 5µg/kg.
e. Cemaran Logam Berat
Pb : ≤ 10 mg/kg atau mg/L atau ppm
Cd : ≤ 0,3 mg/kg atau mg/L atau ppm
As : ≤ 5 mg/kg atau mg/L atau ppm
Hg : ≤ 0,5 mg/kg atau mg/L atau ppm
f. Bahan Tambahan
Penggunaan pengawet, pemanis, dan pewarna diizinkan sesuai
peraturan yang berlaku
III. Jamu Serbuk Kunyit
Hampir semua orang Indonesia pernah mengkonsumsi kunyit baik
sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga
kesehatan dan kecantikan tubuh. Nama ilmiah tanaman ini adalah
Curcuma domestica Val. Kunyit banyak mengandung senyawa yang
berkhasiat sebagai obat, yaitu kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin,
demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Selain itu kunyit
mengandung minyak atsiri berupa sesquiterpen, tumeron, tumeon
zingiberen, dan garam-garam mineral lainnya. Bagian tanaman yang
banyak digunakan adalah rimpangnya. Kunyit berkhasiat untuk
mengobati penyakit diabetes mellitus, disentri, keputihan, haid tidak
lancar, dan perut mulas saat haid (Warsito, 2011).
Kunyit mempunyai khasit sebagai jamu dan obat tradisional untuk
berbagai penyakit. Senyawa yang terkandung mempunyai peranan
sebagai antioksidan, antitumor, antikanker, antimikroba, antipikun,
dan antiracun. Secara tradisional kunyit sering digunakan oleh

9
masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti penyakit yang
disebabkan mikroba parasite, gigitan serangga, penyakit mata, cacar,
gangguan pencernaan, asma, menghilangkan gatal-gatal, mengurangi
nyeri dan sakit pada penderita rematik arthritis (Anonim, 2013).
IV. Kapang dan Khamir
Kapang merupakan mikroorganisme bersel banyak yang
membentuk misela yang tampak sebagai benang-benang halus.
Mikroba ini membentuk spora sebagai salah satu alat
perkembangbiakannya. Kapang juga dapat membentuk mikotoksin
yang telah dikenal sebagai penyebab keracunan (Anonim, 1998).
Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen.
Filamen merupakan ciri khams morfologi kapang yang membedakan
dengan khamir. Dengan adanya filamen, penampakan koloni kapang
berserabut seperti kapas. Pertumbuhan mula-mula berwarna putih,
tetapi jika spora telah timbul akan membentuk berbagai warna
tergantung dari jenis kapang (Fardiaz, 1992).
Beberapa kapang dapat menyebabkan karsinogenik (menyebabkan
kanker) yang berbahaya bagi manusia dan beberapa kapang
merupakan penyebab berbagai infeksi pernafasan dan kulit pada
manusia (Buckle, 1985).
Khamir adalah fungi uniselular yang menepati habitat air dan
lembab, termasuk getah pohon dari jaringan hewan. Khamir
bereproduksi secara aseksual, dengan cara pembelahan sel sederhana

10
atau dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa fungi
dapat tumbuh sebagai sel tunggal atau sebagai miselium filament,
tergantung pada ketersediaan zat-zat hara yang ada (Cambell et al,
2003).
Faktor-faktor intrinsik yang diperlukan dalam pertumbuhan khamir
adalah cukup suplai air, suhu optimal 25oC sampai 30
oC dan tumbuh
optimal secara aerobik (sebagian tumbuh pada lingkungan anaerobik)
(Winarno, 1997).
Kapang/khamir dapat mencemari obat tradisional, melalui bahan
baku yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional seperti pada
rimpang kunyit yang pada umumnya tumbuh di dalam tanah. Kapang
khamir terdapat di dalam tanah. Bahan baku yang tumbuh di dalam
tanah tersebut memiliki kondisi lingkungan yang menunjang
pertumbuhan fungi (kapang khamir), seperti keadaan tanah yang
lembab atau basah dan kandungan air yang terdapat dalam bahan baku
obat tradisional. Oleh karena itu, bahan baku yang digunakan harus
dicuci bersih sebelum digunakan sehingga dapat mengurangi
kontaminasi kapang khamir. Selain tumbuh di dalam tanah, kapang
khamir dapat tumbuh selama proses penyimpanan bahan baku jamu,
penyimpanan makanan dan minuman, serta dalam kondisi tanah yang
lembab (Pratiwi, 2008).

11
V. S.aureus
Bakteri S.aureus termasuk kedalam famili Microccaceae, pada
umumnya membentuk pigmen kuning keemasan, memproduksi
koagulasi, dapat memfermentasi glukosa dan manitol dengan
memproduksi asal dalam keadaan anaerobik. Bakteri ini berbentuk
bulat (kokus), berukuran 1µm, gram positif, tidak berspora, katalase
positif, dan biasanya sel-selnya terdapat dalam kelompok seperti buah
anggur (Supardi dan Sukamto, 1999).
Radji (2011), mengemukakan bahwa S.aureus merupakan flora
normal yang terdapat pada kulit manusia. Jenis bakteri patogen yang
dapat menimbulkan infeksi dan kelainan pada kulit. Secara ekologis,
S.aureus erat sekali hubungannya dengan manusia terutama pada
bagian kulit, hidung dan tenggorokan. Dengan demikian
makanan,minuman, dan produk jamu yang diolah secara manual akan
mudah tercemar S.aureus.
Gejala-gejala dari produk yang tercemar Staphylococcus aureus
bersifat intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan
menghasilkan racun enterotoksin, dimana apabila termakan dapat
mengakibatkan serangan mendadak, yaitu kekejangan pada perut dan
muntah-muntah yang hebat dan diare dapat juga terjadi (Buckle et al,
2008).
Apabila dalam jamu serbuk kunyit yang akan dikonsumsi tercemar
bakteri S.aureus maka akan mengakibatkan keracunan yang ditandai

12
serangan mendadak, yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah
hebat, dan diare. Hal tersebut karena zat yang tercemar bakteri
S.aureus bersifat intoksikasi dan dapat menghasilkan racun
enterotoksin (Dwidjoseputro, 2003).
VI. Media Pertumbuhan
Untuk menumbuhkan suatu mikroorganisme, diperlukan suatu
substrat makanan yang disebut media. Media pertumbuhan
mikroorganisme adalah bahan yang tersusun dari bermacam-macam
zat makanan atau nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan
mikroorganisme dalam komponen sel-selnya (Aulia, 2012).
Berikut adalah media yang digunakan untuk penelitian:
1. Potato Dextrose Agar (PDA).
Media ini menyediakan nutrisi untuk menstimulasi pertumbuhan
konidium pada jamur (Murray, 1999). PDA mengandung
dektrosa dan ekstrak kentang sebagai sumber nutrisi yang baik
untuk pertumbuhan fungi (Bridson, 2006).
2. Manitol Salt Agar (MSA)
MSA merupakan media selektif dan media diferensial (Sharp,
2006). Penanaman dilakukan dengan cara satu usap biakan
diambil dari media pepton, dan diusapkan pada media MSA,
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (Lay, 1994).
Staphylococcus aureus pada media MSA menunjukkan
pertumbuhan koloni berwarna putih kekuningan dikelilingi zona

13
kuning karena kemampuan memfermentasi manitol. Bakteri yang
tidak mampu memfermentasi manitol tampak zona berwarna
merah atau merah muda (Boyd dan Morr, 1984).
VII. Metode Pengujian Cemaran
a. Uji Angka Kapang Khamir
Prinsip uji angka kapang khamir pada makanan dan minuman
sesuai metode analisis mikrobiologi (MA PPOM 62/MIK/06)
yaitu pertumbuhan kapang/khamir setelah cuplikan diinokulasi
pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20-25oC. Pada
uji ini digunakan aquadest steril sebagai larutan pengencer, PDA
yang ditambahkan kloramfenikol (100 mg/L) (0,01%) sebagai
media pertumbuhannya.
b. Uji S.aureus
Untuk mengidentifikasi bakteri S.aureus secara konvensional
menggunakan media MSA. Media MSA merupakan media yang
bekerja dengan prinsip bakteri yang dapat tumbuh pada keadaan
garam yang tinggi dan selama pertumbuhan menghasilkan asam,
sehingga mengubah indikator pH yang mengubah warna merah
menjadi kuning. Pengujian dilakukan dengan cuplikan diinokulasi
pada media MSA dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam
(Bintoro, 2008).

14
B. Kerangka Pemikiran
Pembuatan jamu serbuk kunyit berasal dari rimpang kunyit
yang berada dalam tanah sehingga memiliki kondisi yang
lembab untuk ditumbuhi kapang, khamir dan banyak
mengandung mikroba patogen.
Pada proses pengolahan yang masih manual dan sederma
pengolahan secara langsung menggunakan tangan tidak
menutup kemungkinan terkontaminasi bakteri S.aureus.
Produk jamu serbuk yang siap dikonsumsi memiliki standar
persyaratan mutu yang diatur dalam BPOM RI No. 12
Tahun 2014
Jamu bentuk serbuk memiliki AKK tidak
lebih dari 103 koloni/gram.
Jamu bentuk serbuk bebas/negatif
bakteri S.aureus

15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan
pendekatan survei dan rancangan deskriptif, karena dalam penelitian tidak
dilakukan perlakuan pada subjek penelitian.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas : jamu serbuk kunyit yang dijual oleh lima penjual
jamu di Pasar Gede Surakarta.
b. Variabel Tergantung : nilai AKK dan cemaran bakteri S.aureus.
c. Variabel Terkendali : suhu inkubasi, lama inkubasi, media yang
digunakan, sterilisasi alat, sterilisasi media.
2. Definisi Operasional
a. Jamu serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran
homogen dengan deraiat halus yang cocok, bahan bakunya berupa
simplisia sediaan galenik, atau campurannya (Anonim, 1994).
b. Uji Angka Kapang/Khamir (AKK) adalah suatu uji cemaran
mikroba yang dilakukan dengan menghitung jumlah koloni kapang
dan khamir yang terdapat dalam sampel yang diperiksa setelah
cuplikan diinokulasikan pada media yang sesuai dan mengalami
inkubasi pada suhu 25oC selama 3-5 hari dengan metode dan
analisa hasil sesuai PPOMN 2006.

16
c. Uji Identifikasi S.aureus adalah uji untuk melihat keberadaan
S.aureus pada sampel yang diperiksa menggunakan media selektif
MSA dan pengamatan koloni dapat dilakukan dengan mengamati
adanya koloni cembung warna kuning dan media berubah menjadi
jernih (BPOM RI, 2008).
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat FMIPA Universitas
Sebelas Maret Surakarta pada bulan Februari hingga April 2016.
D. Bahan Penelitian
1. Bahan Utama
Bahan utama yang digunakan adalah jamu serbuk kunyit yang
diperoleh dari lima penjual jamu diwilayah Pasar Gede Surakarta.
2. Media Uji dan Bahan Kimia
a. Media yang digunakan untuk pengujian AKK adalah media PDA.
b. Media selektif S.aureus yang digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya S.aureus adalah media MSA.
c. Kloramfenikol, aquadest steril, dan aquadest.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian Laminar Air Flow (Speg Air
Tech), autoclave (Sturdy), inkubator (Selecta), pipet volume, pipet tetes
(iwaki), tabung reaksi (pyrex), gelas beaker (pyrex), cawan petri (pyrex),
gelas ukur (pyrex), neraca analitik (Mettler Toledo), batang pengaduk,
spreader glass, hotplate, bunsen, dan colony counter (colony star).

17
F. Rancangan Penelitian
1. Pemilihan dan Pengambilan Sampel
Sampel jamu serbuk kunyit diperoleh dari penjual jamu yang
menetap atau kios jamu yang terdapat di Pasar Gede. Terdapat 5 (lima)
kios jamu yang menetap di Pasar Gede. Pengambilan sampel jamu
diambil dari keseluhan kios jamu.
Pengambilan jamu serbuk kunyit diambil secara acak dengan
mengambil pada beberapa bagian yaitu bagian atas, tengah, dan bawah
yang selanjutnya dihomogenkan dengan cara diaduk, sampel diambil
sebanyak 50 gram.
2. Sterilisasi Alat dan Ruangan
Alat-alat yang digunakan terlebih dahulu dicuci bersih dan
dikeringkan. Tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, dan pipet ditutup
mulutnya dengan kapas, kemudian dibungkus dengan kertas perkamen.
Cawan petri dibungkus terpisah dengan perkamen, kemudian semua
alat disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121ºC dan tekanan 15 lbs
selama 15 menit. Spatel dan pinset disterilkan dengan cara flambier
pada lampu spiritus. Lemari aseptis dibersihkan dengan menggunakan
metanol 70%.
3. Persiapan Pembuatan Media
a. Potato Dextrose Agar (PDA)
Serbuk PDA sebanyak 39 gram disuspensikan dalam 1000mL
aquadest, kemudian dilarutkan dengan pemanasan dan diaduk

18
hingga merata, diamsukkan kedalam wadah yang sesuai
selanjutnya ditambah kloramfenikol dan dicampur hingga merata.
Sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC,
kemudian dituang kedalam cawan petri dan biarkan memadat.
b. Pembuatan Manitol Salt Agar (MSA)
Sebanyak 108 gram media disuspensikan dalam 1 liter
aquades, dipanaskan sampai bahan terlarut sempurna. Selanjutnya
media disterilisasi menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm dan
suhu 1210C selama 15 menit. Kemudian dituang ke dalam cawan
petri steril. media dibiarkan membeku (menjadi padat).
4. Pengenceran Sampel
a. Sampel untuk uji AKK
Sampel jamu dipipet secara aseptis sebanyak 1mL dan
dimasukkan dalam wadah yang sesuai yang telah berisi 10mL
aquadest steril sehingga diperoleh pengenceran (1 : 10) 10-1
.
Kemudian dikocok beberapa kali hingga homogen. Selanjutnya
dipipet 1mL sampel pengenceran 10-1
, dimasukkan kedalam tabung
reaksi yang telah berisi 9mL aquadest steril sehingga diperoleh
pengenceran 10-2
, kemudian dikocok hingga homogen. Pengencern
dibuat hingga pengenceran 10-4
.

19
b. Sampel untuk uji S.aureus
Satu gram sampel jamu serbuk kunyit dilarutkan dalam 10 ml
aquadest steril, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh
pengenceran 10-1
.
5. Pengujian sampel
a. Uji Angka Kapang/Khamir
Pengujian cemaran kapang/khamir dari sampel jamu serbuk
kunyit yang telah dilarutkan mengacu pada metode analisis
mikrobiologi BPOM (Anonim, 2006) dilalukuan dengan teknik
cawan agar sebar (spread plate method) dilakukan replikasi duplo.
Sebanyak 1 ml suspensi hasil pengenceran sampel dituang
pada permukaan media PDA dan diratakan dengan bantuan
spreader glass. Sebagai kontrol digunakan media yang telah
ditambah kloramfenikol dan larutan pengencer (larutan aquadest
steril). Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada temperature 20-
250C selama 3 - 5 hari. Penghitungan jumlah koloni kapang/khamir
yang tumbuh pada media dilakukan sesuai cara perhitungan yang
ditetapkan dalam prosedur operasional baku pengujian
mikrobiologi oleh Departemen Kesehatan tahun 1992.
b. Uji cemaran bakteri S.aureus
Pengujian cemaran S.aureus dilakukan dengan sebanyak 1 ml
suspensi sampel dituang pada permukaan media MSA dan
diratakan dengan spreader glass. Cawan petri selanjutnya

20
diinkubasi pada temperatur 37oC selama 24 jam (Pelczer dan Chan,
2005). Bakteri S.aureus dapat diketahui dengan adanya perubahan
warna dari media dari warna merah menjadi jernih.
6. Analisis Data
a. Perhitungan cemaran kapang/khamir
Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan
jumlah koloni antara 40-60. Jumlah koloni dari kedua cawan petri
dihitung kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila
pada dua cawan pada tingkat dua tingkat pengenceran dan
berurutan menunjukkan jumlah antara 40-60, maka dihitung
jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran kemudian diambil
rata-rata. Angka diambil dinyatakan sebagai angka kapang/khamir
dalam tiap gram contoh. Untuk beberapa kemungkinan lain yang
berbeda dari pernyataan di atas, maka ikuti petunjuk sebagai
berikut:
1) Bila hanya salah satu dari kedua cawan petri dari pengenceran
yang sama menunjukkan jumlah koloni antara 40-60 buah,
dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan
faktor pengenceran.
2) Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat koloni
lebih besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran
dibawahnya, maka dipilih tingkat pengenceran terendah.

21
3) Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satu pun yang
menunjukkan jumlah antara 40-60 koloni, maka dicatat angka
sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung
sebagai angka kapang/khamir perkiraan.
4) Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan bukan
disebabkan factor inhibitor, maka angka kapang/khamir
dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor
pengenceran (Departemen Kesehatan tahun 1992).
b. Analisis cemaran bakteri S. aureus
Analisis dilakukan dengan cara mengamati adanya koloni
cembung warna kuning yeng menyebabkan media berubah menjadi
jernih.

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamu serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan
deraiat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau
campurannya (Anonim, 1994). Jamu serbuk kunyit sering digunakan oleh
masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti penyakit yang disebabkan
mikroba parasite, gigitan serangga, penyakit mata, cacar, gangguan pencernaan,
asma, menghilangkan gatal-gatal, mengurangi nyeri dan sakit pada penderita
rematik arthritis (Anonim, 2013).
A. Penentuan dan Pemilihan Tempat Pengambilan Sampel
Peneliti memilih Pasar Gede Surakarta ini karena merupakan salah satu pasar
terlengkap di Surakarta. Pasar Gede ini memiliki letak yang strategis yang banyak
diketahui dan dikunjungi masyarakat.. Pasar Gede Surakarta banyak dikunjungi
pembeli, bahkan pekerja di sekitar pasar sehingga biasanya masyakat membeli
jamu di Pasar Gede. Terdapat 5 (lima) kios jamu menetap yang menjual jamu
serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta yang berada pada satu tempat yang
berdekatan yang dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penjual Jamu di Pasar Gede

23
B. Pemilihan dan Pengambilan Sampel
Pemilihan jamu serbuk kunyit, didasarkan hasil wawancara di lapangan
diketahui presentase penggunaan kunyit yang cukup tinggi dan menunjukkan
kunyit merupakan jamu yang sering dibeli masyarakat maka peneliti memilih
jamu serbuk kunyit. Pemilihan jamu bentuk sediaan serbuk karena masyarakat
lebih sering mengkonsumsi sediaan bentuk serbuk karena lebih praktis, dimana
dalam mengkonsumsi jamu hanya perlu diseduh dengan menggunakan air hangat.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan mengambil bagian
atas, tengah, dan bawah kemudian dihomogenkan dengan cara diaduk dari
masing-masing penjual. Sampel yang diambil sebanyak 50 gram. Sampel
dimasukkan dalam bungkus plastik bening menyesuaikan keadaan realita
pembelian jamu yang dilakukan masyarakat yaitu dengan menggunakan bungkus
plastik bening yang dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Sampel Jamu Serbuk Kunyit yang akan diuji
C. Sterilisasi Media, Alat, dan Ruangan
Sterilisasi adalah proses atau kerja untuk membebaskan suatu bahan seperti
medium pertumbuhan mikroba atau peralatan laboratorium dari semua bentuk
kehidupan (Imam, 2010). Prosesnya dapat berupa pemanasan, pemberian zat
kimia, radiasi, atau filtrasi. Sehingga dalam pemilihan metode sterilisasi dilakukan

24
tergantung sifat dan jenis bahan yang akan disterilisasikan (Gruendemann dan
Fernsebner, 2006).
Sterilisasi perlu dilakukan karena apabila alat maupun media yang digunakan
selama pengerjaan tidak steril, maka tidak dapat dibedakan apakah cemaran
mikroba yang tumbuh berasal dari sampel atau hasil kontaminasi alat maupun
media, sehingga perlu dilakukan sterilisasi untuk membebaskan alat dan media
dari segala bentuk kontaminasi (Hadioetomo, 1985).
Pada penelitian menggunakan air dan media PDA serta MSA merupakan
media yang terkandung banyak nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan
kapang/khamir dan mikroorganisme S. aureus sehingga sterilisasi menggunakan
metode sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf suhu 121o C selama 15
menit. Prinsip kerja dari metode ini adalah mendenaturasikan atau
mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian
mematikannya (Hadioetomo, 1985).
Peralatan seperti cawan petri dan peralatan kaca lainnya yang telah dicuci,
ditutup kapas atau alumunium foil pada ujung tabung reaksi, dan dibungkus kertas
disterilisasikan menggunakan metode sterilisasi panas basah menggunakan
autoklaf suhu 121o C selama 20 menit seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Proses Sterilisasi Alat

25
Sterilisasi ruangan digunakan dengan mengelap tempat bekerja menggunakan
alkohol 70% sebelum memulai pekerjaan. Penggunaan Laminar Air Flow (LAF)
perlu disterilisasi dengan menyemprotkan alcohol 70% pada dinding bagian dalam
LAF kemudian dilap menggunakan kapas steril. Kemudian LAF ditutup dan
lampu UV dinyalakan selama 1 jam pada panjang gelombang UV 260-270 nm
sehingga akan menghambat replikasi DNA sehingga mikroorganisme akan mati
(Suriawiria, 2005)
D. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel
Homogenisasi merupakan cara penyiapan sampel untuk memperoleh
distribusi bakteri atau jamur sebaik mungkin dalam sampel yang ditetapkan
(Anonim, 1992). Dasar dari homogenisasi adalah membebaskan sel-sel bakteri
atau sel-sel jamur yang terlindung oleh partikel dalam sampel dan untuk
menggiatkan kembali sel-sel bakteri atau sel-sel jamur yang mungkin terganggu
kelangsungan hidupnya karena kondisi yang kurang menguntungkan di dalam
sampel (Hadioetomo, 1985). Pengenceran ampel bertujuan untuk membantu
dalam perhitungan koloni yang benar (Lay, 1994).
Homogenisasi sampel yang digunakan untuk uji angka kapang dan khamir
dilakukan secara aseptis dengan cara mebuka dan mengencerkan dekat nyala api
bunsen dan di dalam LAF, untuk pengujian AKK sampel dilakukan pengenceran
hingga 10-4
, sedangkan untuk pengujian cemaran S. aureus pengenceran hingga
10-1
. Apabila pengenceran tidak dilakukan, maka koloni yang akan tumbuh
semakin pekat dan sulit dihitung jumlah yang nantinya akan menyulitkan proses
perhitungan jumlah koloni. Prinsip dari pengenceran ini adalah diperolehnya

26
individu fungi yang tumbuh secara terpisah dan tampak pada cawan setelah
inkubasi.
Pengenceran sampel menggunakan pelarut aquadest steril. Hal ini karena jika
pelarut yang digunakan telah steril maka tidak akan mempengaruhi hasil uji yang
dilakukan.
E. Uji Cemaran Angka Kapang Khamir
Pengujian angka kapang khamir bertujuan untuk mengetahui jumlah koloni
kapang/khamir dalam jamu serbuk kunyit yang dijual di Pasar Gede Surakarta. Uji
ini merupakan salah satu parameter mutu dan kualitas jamu yang dikonsumsi.
Jamu dikatakan aman dikonsumsi jika angka kapang khamir tidak melebihi batas
yang ditentukan BPOM. Pertumbuhan kapang dan khamir dipengaruhi oleh
kondisi yang lembab.
Jamu serbuk kunyit dan simplisia jamu kunyit memiliki perbedaan luas
permukaan, simplisia memiliki bentuk rajangan tipis halus sedangkan jamu serbuk
berbentuk serbuk dengan derajat kehalusan tertentu. Untuk mengkonsumsi jamu
serbuk dan simplisia ini juga memiliki perbedaan jamu simplisia diperlukan
pencucian, penumbukan kemudian direbus sedangkan jamu serbuk hanya perlu
diseduh dengan air hangat. Perbedaan luas permukaan pada jamu serbuk dan
simplisia akan mempengaruhi nilai AKK pada jamu meskipun berasal dari bahan
yang sama. Jamu serbuk memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga
memungkin lebih mudah tercemar mikroorganisme.
Pada uji AKK ini menggunakan media yang sesuai untuk pertumbuhan
kapang dan khamir yaitu PDA (Potato Dextrosa Agar). PDA mengandung

27
dekstrosa, ekstrak kentang dan agar karena media ini menyediakan faktor nutrient
yang sangat baik untuk pertumbuhan kapang dan khamir (Murray, 1996). Pada
penelitian ini PDA ditambahkan antibiotik kloramfenikol bertujuan antibakteri
sehingga diharapkan yang tumbuh dalam media adalah kapang/khamir.
Kloramfenikol adalah antibilotik yang mempunyai aktivitas spectrum antibakteri
yng relative luas dan tahan terhap panas. Kloramfenikol berkerja terhadap bakteri
intra maupun ekstraseluler secara bakteriostatik. Kloramfenikol bekerja
menghambat sintsis protein bakteri yang mengakibatkan lisi dan mati (Wattimena,
1991). Kloramfenikol efektif terhadap Streptococcus pneumonia, Streptococcus
pyogenes, Streptococcus viridans, Haemophilus, Nisseria, Bacillus spp, Listeria,
Bartonella, Brucella, hlamydia fragilities (Katzung, 2004).
Kloramfenikol tidak akan menghambat pertumbuhan kapang/khamir karena
kapang/khamir adalah sel eukariotik yang tidak memiliki sub unit ribosom 50s
(Fardiaz, 1992). Kloramfenikol sudah dapat memberikan aktifitas antibiotik yang
optimal pada konsentrasi 50mg/L dengan perhitungan pada lampiran 1 (Theantena
et al, 2007).
Penelitian membuat blangko dibuat kontrol media dan kontrol pelarut.
Kontrol media hanya berisi media PDA saja, sedangkan kontrol pelarut berisi
media PDA dengan larutan pengencer yaitu aquadest steril yang digunakan. Hal
ini bertujuan untuk memastikan bahwa mikroorganisme yang tumbuh bukan
berasal dari media atau pelarut yang digunakan.
Prinsip uji kapang/khamir pada makanan dan minuman sesuai metode analisa
mikrobiologi (MAPPOM 62/MIK/06) yaitu pertumbuhan kapang/khamir setelah

28
cuplikan diinokulasi pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20-25oC.
Pada penelitian ini menggunakan suhu inkubasi 25oC yang diinkubasi selama 3
hari. Kapang/khamir memiliki struktur yang kompleks dan membutuhkan waktu
yang lama untuk membentuk spora (Bridson, 2006). Koloni yang tumbuh pada
petri dihitung dan dianalisa dengan cara yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi
Nasional dalam Standar Nasional Indonesia No. 01-2897-1992 sehingga dapat
diketahui jumlah koloni/gram jamu serbuk. Pertumbuhan koloni dapat dilihat pada
gambar 4.
A (-)
B (-)
C (+) Gambar 4. Hasil pengujian cemaran AKK setelah Inkubasi 3 hari
Keterangan Gambar A: Kontrol Media PDA, B: Kontrol Pelarut Aquades Steril, C: Koloni
Kapang/Khamir pada Sampel, (-) = Tidak Ada Pertumbuhan Kapang/Khamir, (+) = Terdapat
Pertumbuhan Kapang/Khamir
Setelah inkubasi selama 3 hari didapatkan data jumlah koloni sampel pada
(lampiran 2), dihitung nilai AKK sampel dan diperoleh hasil pada tabel 1.
Tabel 1. Angka Kapang Khamir (AKK) Jamu Serbuk Kunyit
Sampel AKK (koloni/mL)
A 2,50 x 102
B 3,80 x 102
C 0,40 x 102
D 0,25 x 102
E <10
Pelarut 0
Media 0

29
Dari Tabel 1, kontrol media dan kontrol sampel tidak ditumbuhi kapang atau
khamir, sehingga pada sampel yang telah dikolonikan pada media yang ditumbuhi
kapang atau khamir merupakan bukan berasal dari media atau pelarut yang
digunakan, selanjutnya nilai AKK dari jamu serbuk kunyit dibandingkan dengan
persyaratan dari BPOM No. 12 Tahun 2014 batas keamanan yang diperbolehkan
tidak melebihi 103
koloni/gram. Pada kelima sampel jamu serbuk kunyit yang
diuji seluruhnya berada pada batas aman atau masuk dalam range aman yang
dipersyaratkan.
Nilai AKK pada jamu harus dibatasi dalam batas aman untuk dikonsumsi
karena kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin.
Beberapa jenis kapang selama proses pembusukan pangan atau pertumbuhannya
dalam bahan pangan dapat memproduksi racun yang dikenal sebagai mikotoksin.
Sebagai suatu kelompok zat, mikotoksin dapat menyebabkan gangguan hati,
ginjal dan susunan syaraf pusat dari manusia maupun hewan. Selain itu terdapat
khamir yang menyebabkan pembusukan pada produk makanan atau minuman
seperti Saccharomyces rouxii (Winarno, 1980).
Agar diperoleh jamu yang aman dikonsumsi, Untuk itu dalam mengolah jamu
maka perlu diperhatikan masalah kebersihan, kesehatan, dan sanitasi saat proses
pengolahan jamu tradisional yaitu mulai dari memilih bahan baku, membersihkan,
menakar, menghancurkan, menyaring, hingga mewadahi jamu tradisional. Sumber
tingginya AKK dapat berasal bahan baku, peralatan, dan SDM.
Menurut (Suharmiati, 2013), hal yang perlu diperhatikan pada bahan baku,
menggunakan bahan yang masih segar dan dicuci, apabila menggunakan bahan

30
ramuan yang sudah dikeringkan seharusnya dipilih yang tidak berjamur,
penggunaan yang digunakan baik untuk pencucian atau penggolahan digunakan
air bersih, matang, dan masak.
F. Uji Cemaran bakteri S.aureus
Uji Cemaran bakteri S.aureus pada jamu serbuk jamu kunyit di Pasar Gede
Surakarta ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri S. aureus. Uji ini
merupakan salah satu parameter keamanan dan mutu jamu yang dikonsumsi. Jamu
dikatakan aman dikonsumsi jika salah satunya negatif bakteri S.aureus.
Keberadaan S. aureus pada jamu perlu dilakukan pengujian karena bakteri
tersebut erat sekali hubungannya dengan manusia terutama pada bagian kulit,
hidung, dan tenggorokan. Dengan demikian jamu kebanyakan tercemar melalui
pengolahan oleh manusia (Buckle, 2008).
S.aureus merupakan salah suatu bakteri patogen dan biasanya bakteri ini
dapat digunakan sebagai indikator dari pengolahan jamu yang tidak higienis,
sehingga mampu menghasilkan enterotoksin yang dapat langsung dideteksi dalam
jamu yang dikonsumsi. Enterotoksin dapat menyebabkan jamu tercemar dan
mengakibatkan keracunan pada manusia.
Pada pengujian S.aureus menggunakan media MSA. MSA merupakan media
selektif dan media diferensial (Sharp, 2006). Tujuan penggunaan media MSA
adalah hanya untuk menyeleksi atau mengidentifikasi bakteri S.aureus saja.
Parameter adanya cemaran S.aureus pada media MSA menunjukkan
pertumbuhan koloni berwarna putih kekuningan dikelilingi zona kuning karena
kemampuan memfermentasi manitol. Bakteri yang tidak mampu memfermentasi

31
manitol tampak zona berwarna merah atau merah muda (Boyd dan Morr, 1984).
Hasil inkubasi sampel dapat dilihat pada gambar 6.
A (-)
B (-)
C (-)
Gambar 6. Hasil Uji Cemaran S. aureus pada sampel setelah inkubasi 24 jam
Ket. Gambar: A: Kontrol Media MSA, B: Kontrol Pelarut Aquades Steril, C: Pertumbuhan
Bakteri S.aureus pada Sampel , (-) = Tidak Ada Pertumbuhan Staphylococcus aureus, (+) =
Terdapat Pertumbuhan Staphylococcus aureus
Hasil pengamatan setelah media yang telah diberi sampel diinkubasi selama 24
jam sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Cemaran S aureus Jamu Serbuk Kunyit
Sampel Replikasi Hasil
A 1 - (negatif)
2 - (negatif)
B 1 - (negatif)
2 - (negatif)
C 1 - (negatif)
2 - (negatif)
D 1 - (negatif)
2 - (negatif)
E 1 - (negatif)
2 - (negatif)
Pelarut - - (negatif)
Media - - (negatif)
Dari tabel 2 dalam dilihat bahwa kontrol media dan kontrol pelarut negatif
tidak terdapat cemaran S.aureus. Selanjutnya dari kelima sampel jamu serbuk
kunyit diperoleh hasil negatif, dimana seluruh sampel jamu serbuk kunyit yang

32
dijual di Pasar Gede Surakarta bebas bakteri S.aureus. Hal tersebut menunjukkan
bahwa jamu serbuk kunyit aman untuk dikonsumsi.
Hasil uji cemaran S.aureus pada jamu serbuk kunyit adalah keseluruhan
sampel negatif S.aureus, hal tersebut menunjukkan bahwa proses pembuatan
pekerja memperhatikan kebersihan dan sanitasi begitu pula pada proses
penyimpanannya. (Soemarno, 2000). Karena bakteri S.aureus mudah
dikontaminasikan melalui manusia maka untuk menghindari hal tersebuk
diperlukan Higienen Perorangan.
Menurut (Dwidjoseputro, 1998), bahwa bakteri S.aureus sering terdapat pada
pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat, dan saluran usus, sehingga
adanya bakteri ini perlu dicegah untuk menghindari keracunan pada manusia.
Sehingga tindakan utama yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan atau
sanitasi yang baik dan dengan menggunakan bahan mentah yang tidak
terkontaminasi.

33
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
1. Terdapat cemaran mikroba kapang/khamir pada seluruh sampel jamu
dan bebas bakteri S.aureus.
2. Nilai AKK jamu serbuk kunyit yang diperoleh dari kelima penjual jamu
di Pasar Gede Surakarta berkisar antara kurang dari 10 sampai dengan
3,8x102
koloni/mL,
3. Hasil uji cemaran kapang dan khamir pada jamu serbuk kunyit yang
dijual oleh kelima penjual jamu di Pasar Gede Surakarta tidak melebihi
batas keamanan yang dipersyaratkan Peraturan Kepala BPOM No. 12
Tahun 2014 serta tidak mengandung bakteri Staphylococcus aureus,
sehingga aman dikonsumsi menurut standar keamanan yang ditetapkan
2. SARAN
1. Masyarakat lebih memperhatikan obat tradisional yang akan
dikonsumsi. Agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Para penjual jamu perlu menjaga sanitasi dan kebersihan sejak
pengolahan hingga penyimpanan.
3. BPOM dan Dinas Kesehatan lebih meningkatkan pengawasan terhadap
obat tradisional yang beredar guna meningkatkan kesehatan masyarakat

34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, 2, Jakarta: Depkes RI.
Anonim, 1994, keputusan Menkes RI No 386/Menkes/IV/1994 tentang Pedoman
periklanan Obat Bebas,Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Rumah Tangga dan Makanan Minuman,
Depkes RI, Jakarta.
Anonim, 1998, Peraturan Menkes RI. No. 715/Menkes/SK/V/2004 Tentang
Persyaratan Higiene Jasa Boga, Depkes RI, Jakarta.
Anonim, 2005, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik, BPOM RI, Jakarta.
Anonim, 2007, Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan Bahan-Bahan
Terkait GMP dan Inspeksi, vol. 2, diterjemahan oleh Fabiola C.R.
Hutabarat, 93,144-148, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Anonim, 2013, Khasiat Kunyit Sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya,
Warta Pene;itian dan Pengembangan Tanaman Industri, Vol 19 No.
2.
Aulia, 2012, Medium Pertumbuhan Bakteri, 1-2, Bapelkes, Jakarta.
Bintoro, V. P., 2008, Teknologi Pengelolaan Dagingdan Analisa Produk,
Universitas Diponegoro, Semarang, Hal. 137.
Boyd, R. I. and Morr, J. J., 1984, Medical Microbiology, 34-37, Little Bown and
Company USA.
BPOM RI, 2006, Metode Analisa Mikrobiologi Suplemen 2000. Pusat pengujian
Obat dan Makanan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Repyblik
Indonesia, Jakarta.
BPOM RI, 2008, Info POM Vol 9 No 2, Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia, Jakarta.
BPOM RI, 2014, Peraturan Kepala BPOM RI No 12 Tahun 2014 Tentang
Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, Jakarta.
Bridson, E., Y., 2006, Oxoid manual 9th
Edition, Oxoid Limited, England.

35
Buckle, KA., Edwards R.A., Fleet G.H, dan Wooton, M. (1985). Ilmu Pangan.
Terjemahan dari Bahasa Inggris oleh H. Purnomo dan Adiono.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 23-26, 49-50, 57-58.
Campbell., Reece dan Mitcheel, 2003, Biologi. Erlangga, Jakarta.
Buckle, K. A., 2008, Ilmu Pangan, UI Press, Jakarta.
Dwidjoseputro, D., 1998, Dasar-dasar Mikrobiologi 1, Djambatan, Jakarta.
Dwidjoseputro, D., 2003, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta.
Gruendemann, B. J., dan Fernsebner, B., 2006, Buku Ajar
Keperawatan Perioperatif. Kedokteran, EGC, Jakarta.
Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan 1, 557-608, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Hadioetomo, R., S., 1985, Mikrobiologi Dasar dan Praktek-teknik dan Prosedur
Dasar dalam Laboratorium, 42-46, Gramedia, Jakarta.
Hermanto dan Subroto, 2007., Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Epek Samping. PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 2007, Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition.,
Lange Medical Publications, United States.
Lay, B. W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, 15-22, 81-85, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Murray, P., R., 1996, Munual of linical Microbiology, 7th
ed., 73, American
Society for Microbiology, Washington DC.
Pelczar, M.J and E.C.S.Chan, 2005, Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2, UI Press,
Jakarta.
Pratiwi, S. T., 2005, Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran Kapang/Khamir
Pada produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta,
PHARMACON, Vol. 6, No. 1, Juni 02-15.
Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi. 38, 135-140, 206-207, Erlangga,
Yogyakarta.
Radji, M., 2011, Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran, 127, EGC, Jakarta.

36
Sharp, S. E. and idy, S., 2006, Comparison of mannitol salt Agar and Blood agar
paltes for identification and susceptibility testing of Staphylococcus
aureus in specimen from cystic fibrosis patients. 44(12): 4545-4546,
J.Clin. Microbiol.
Soedibyo, M,. 2004, Jamu Obat Sepanjang Zaman, diakses dari
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mooryatisoedibyo/opi
ni.shtml pada tanggal 20 Desember 2015.
Soemarno, 2000, Isolasi dan identifikasi bakteri klinik, Akademi Analis
Kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan RI, Yogyakarta.
SNI, 1992, Cara Uji Cemaran Mikroba, 15-16, SNI-012897-1992, Jakarta.
Suharmiati, 2003, Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong, 51, Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Suharmiati dan Handayani, L., 1998. Bahan Baku, Khasiat dan Cara Pengolahan
Jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI, http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052001/art-
1.html, 25 Desember 2015.
Supardi, I dan Sukamto, 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan
Produk Pangan. Bandung: Yayasan Adhi Karya Dan The Ford
Fondation.
Suriawiria, U., 2005, Mikrobiologi dasar, 65, Papas Sinar Sinanti, , Jakarta.
Theantena, T., Hyde, K.D., & Lumyong, S., 2007, Asparaginase Production by
Endophytic Fungi Isolated From Some Thai Medical Plants, Jurnal
Kmilt Sci. Tech. J. Vol. 7 No S1.
Winarno, F. G., 1997, Sterilisasi Komersial Produk Pangan, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Warsito, H., 2011, Obat Tradisional Kekayaan Indonesia, 5,14,17-19,26-27,51,72,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Wattimena, J.R., Sugiarso, N.., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., A.A., Setiabudi,
1991, farmakodinamik dan Terapi Antibiotik, 184,187, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta,
Winarno, F. G., 1997, Sterilisasi Komersial Produk Pangan, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

37
L
A
M
P
I
R
A
N

38
Lampiran 1. Perhitungan Kloramfenikol
Menurut Theantana et al (2007), kloramfenikol 50 mg/L telah memberikan altivitas
antibiotik yang optimal. Berikut perhitungan penambahan kloramfenikol
50 mg/L
Jika penggunaan media PDA sebanyak 500 ml, maka kloramfenikol yang digunakan
Untuk 500 ml media PDA = 0,05 mg/ml x 500 ml
= 25 mg
= 0,025 gram kloramfenikol

39
Lampiran 2. Jumlah koloni yang tumbuh pada media setelah 3 hari
inkubasi
Sampel Pengenceran Replikasi Jumlah Koloni
A 10-1
1 26
2 24
10-2
1 0
2 0
10-3
1 0
2 0
10-4
1 0
2 0
B 10-1
1 40
2 36
10-2
1 0
2 0
10-3
1 0
2 0
10-4
1 0
2 0
C 10-1
1 3
2 5
10-2
1 17
2 14
10-3
1 0
2 0
10-4
1 0
2 0
D 10-1
1 3
2 2
10-2
1 0
2 0
10-3
1 0
2 0
10-4
1 0
2 0
E 10-1
1 0
2 0
10-2
1 0
2 0
10-3
1 0
2 0
10-4
1 0
2 0

40
Pelarut - - 0
Media - - 0

41
Lampiran 3 . Perhitungan AKK sampel jamu serbuk kunyit pada inkubasi hari
ke-3
1. Sampel jamu serbuk kunyit penjual A
a. Sampel jamu A replikasi 1
Dipilih penegnceran 10-1
karena seluruh cawan tidak menunjukkan range
40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran
terendah yaitu 10-1
Perhitungan sebagai berikut:
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 24 x 10 = 2,4 x 102
b. Sampel jamu A replikasi 2
Dipilih penegnceran 10-1
karena seluruh cawan tidak menunjukkan range
40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran
terendah yaitu 10-1
Perhitungan sebagai berikut:
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 26 x 10 = 2,6 x 102
Rata-rata nilai AKK =
koloni/gram
2. Sampel jamu serbuk kunyit penjual B
Pada penjual jamu kunyit B hanya salah satu dari kedua cawan petri dari
pengenceran yang sama yaitu 10-1
menunjukkan jumlah koloni antara 40-60
buah, dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor
pengenceran.
a. Sampel jamu B replikasi 1

42
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 40 x 10 = 4 x 102
b. Sampel jamu B replikasi 2
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 36 x 10 = 3,6 x 102
Rata-rata nilai AKK =
koloni/gram
3. Sampel jamu serbuk kunyit penjual C
a. Sampel jamu C replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-1
karena seluruh cawan tidak menunjukkan range
40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran
terendah yaitu 10-1
Perhitungan sebagai berikut:
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 3 x 10 = 3 x 10
b. Sampel jamu C replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-1
karena seluruh cawan tidak menunjukkan range
40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran
terendah yaitu 10-1
Perhitungan sebagai berikut:
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 5 x 10 = 5 x 10
Rata-rata nilai AKK =
koloni/gram

43
4. Sampel jamu serbuk kunyit D
a. Sampel jamu D replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-1
karena seluruh cawan tidak menunjukkan range
40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran
terendah yaitu 10-1
Perhitungan sebagai berikut:
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 3 x 10 = 3 x 10
b. Sampel jamu D replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-1
karena seluruh cawan tidak menunjukkan range
40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran
terendah yaitu 10-1
Perhitungan sebagai berikut:
Pada pengenceran 10-1
= jumlah koloni x faktor pengenceran
= 2 x 10 = 2 x 10
Rata-rata nilai AKK =
koloni/gram
5. Sampel jamu serbuk kunyit E
Pada penjual jamu kunyit E tidak ada pertumbuhan pada semua cawan bukan
disebabkan factor inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai
kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran.
Rata-rata nilai AKK = koloni/gram

44
Lampiran. 4. AKK Sampel Jamu Serbuk kunyit
AKK sampel jamu serbuk kunyit setelah 3 hari inkubasi
A
B
C
D
E
F
Ketengan gambar
A : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-1
B : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-2
C : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-3
D : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-4
E : Kontrol Media
F : Kontrol Pelarut

45
Lampiran 5. Uji Cemaran S.aureus pada sampel jamu serbuk kunyit setelah
inkubasi
A
B
C
Ketengan gambar
A : Hasil inkubasi pada sampel jamu serbuk kunyit
B : Hasil inkubasi kontrol media
C : Hasil inkubasi kontrol pelarut