UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI...

156
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK MEROPENEM PADA PASIEN SEPSIS BPJS DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO TAHUN 2014 SKRIPSI ATHIROTIN HALAWIYAH NIM: 1111102000075 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2015

Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI...

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK MEROPENEM PADA PASIEN SEPSIS

BPJS DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO TAHUN

2014

SKRIPSI

ATHIROTIN HALAWIYAH

NIM: 1111102000075

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2015

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK MEROPENEM PADA PASIEN SEPSIS

BPJS DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO TAHUN

2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ATHIROTIN HALAWIYAH

1111102000075

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2015

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah karya saya sendiri,

dan semua sumber balk yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Athirotin Halawiyah

NIM : 1111102000075

• Tanda Tangan . op

1 6P/

Tanggal : 1 Juni 2015

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Athirotin Halawiyah

NIM : 1111102000075

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK MEROPENEM PADA PASIEN SEPSIS BPJS DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO TAHUN 2014

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

A1111.111. Drs. M. Samsul Arifin, W. Apt

97211292005012004

Letkol Laut/K/NRP.12154/P

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Athirotin Halawiyah

NIM : 1111102000075

Program Studi : Fannasi

Judul Slcripsi : EVALUASI KUALITATIF PENGGLTNAAN ANTIBIOTIK MEROPENEM PADA PASIEN SEPSIS BPJS DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO TAHUN 2014

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. Azrifitria M.Si., Apt

Pembimbing II : Drs. M. Samsul Arifin W.,Apt

Penguji I : Yardi Ph.D., Apt

Penguji II : Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt

Ditetapkan di : Ciputat

Tanggal : 1 Juni 2015

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas
Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Athirotin Halawiyah

Program Study : Pharmacy

Title : Qualitative Evaluation of Meropenem Use in Social

Health Insurance Sepsis Patient in Naval Hospital Dr.

Mintohardjo 2014

Sepsis is a systemic and deleterious body response to infection.

Sepsispatientsrequire abroad-spectrumantibiotictherapywhen thepathogenic

bacteria that infects the bodyis unknown. Meropenem is a broad spectrum

antibiotic that has a high potential as an empirical and definitive therapy against

serious infections caused by multi-drug resistant organism (MDRO) The

antibiotic resistance may emerge as a result of inappropriate use of antibiotic. This

study aimed to evaluate the quality (appropriateness) use of meropenem in Naval

Hospital Dr. Mintohardjo using Gyssens’ flowchart. Certain parameters have been

analyzed, which are the adequacy of the data, indication, antibiotic choice,

duration, dosage, interval, route and timing of antibiotic usage.This is

retrospective study using descriptive-case study approach. Data for this study

were drawn from patient’s medical records from January-December 2014 periode.

The data retrieval was done by using the total sampling technique, where 26

samples were obtained in accordance with the study inclusion criteria. Patient

characteristics were observed, showed that the most common sepsis type is

nosocomial sepsis (42%), disease comorbidity is cerebrovascular sepsis (29%),

the mean duration of treatment is 20 days, the number of drug received are 13 and

the number of antibiotic received is 3. Meropenem was given as empirical therapy

in 24 patients (92,3%) and definitive therapy in 2 patients (7.7%). The result of

the qualitative evaluation of meropenem use showed that 15% were appropriate

(category 0), and 85% were inappropriate (category I-VI). The inappropriate use

of meropenem, 9% due to inappropriate dose, 24 % innapropriate interval, 6%

duration too long, 49% because there were alternatives that more effective, 3%

alternatives that have narrower spectrum, and 9% data insufficiency. Referring to

this result, the use of antibiotic meropenemin patients with sepsis in RUMKITAL

Dr.Mintohardjo requires efforts in improving the quality of use and prevention of

meropenem resistance.

Key word: Antibiotic evaluation, Gyssens category, meropenem, sepsis

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur tak terhingga saya panjatkan kepada Allah azza

wa jalla yang telah memberikan segala bentuk kasih sayangNya kepada saya.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW. Berkat rahmat dan pertolongan Allah, penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kualitatif Antibiotik Meropenem

pada Pasien Sepsis BPJS di RUMKITAL Dr. Mintohardjo” bertujuan untuk

memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak mulai dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi, sangatlah sulit

untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih

dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt dan Bapak Drs. M. Samsul Arifin W., Apt

selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah banyak

memberikan bimbingan, ilmu, waktu, dan tenaga, dalam penelitian ini.

2. Prof. Dr. Arief Sumantri S.KM, M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan dukungan.

4. Ibu Dr. Hj. Delina Hasan, M.Kes, Apt selaku dosen Penasehat Akademik

(PA) atas motivasi dan bantuan selama empat tahun penulis menimba ilmu di

Farmasi UIN

5. Bapak dan Ibu dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak memberikan ilmu dan teladan selama masa perkuliahan.

6. Bapak Ari, Ibu Esti dan seluruh civitas RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang

telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Harta saya yang paling berharga, Abi H. Muhammad Syarofuddin Turmudzi

Hudan dan Ibu Dra. Hj. Rohmatin Maghfuroh atas kasih sayang, doa, teladan,

dukungan dan bimbingan yang tak henti mengalir. Terima kasih telah

menjadi murobbi ruhy. Insyaallah rumah di surga tersedia untuk Abi dan Ibu.

8. Adik-adik saya yang sangat saya sayangi, Muhammad Saad Yumnan dan

Ahmad Ubaidunnur, terima kasih untuk selalu mendukungku. Semoga kita

selalu berbakti kepada Abi dan Ibu serta selalu dalam naungan kasihNya.

9. Sahabat-sahabat tersayang; Nur Azizah dan Ratu Fauziyah, ketika

persahabatan berarti saling menginspirasi dan menguatkan. Terima kasih

telah membersamaiku dalam suka dan duka.

10. Teman-teman terdekat; Umniyaty Mufidah dan Syaima, terima kasih

menemaniku selama 3 tahun di perantauan. Semoga kita tetap berteman

hingga akhir hayat.

11. Keluarga Forum Lingkar Pena Ciputat; Kholik, Kak Andik, Tiara, Kak Amal,

Eza, Kak Ali Rif’an dan teman-teman serta senior yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk kebersamaan, kekeluargaan dan

pembelajaran selama ini. Penulis merasa beruntung mengenal kalian.

12. Teman-teman yang melaksanakan penelitian di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo; Bilqis, Nikmah, Dana, Tari, Pipit, terima kasih untuk semangat

yang terus kita nyalakan bersama-sama.

13. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2011, terima kasih atas

persaudaraan dan pertemanan yang berkesan selama 4 tahun ini.

14. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

kelancaran pengerjaan skripsi ini.

Semoga Allah azza wa jalla membalas kebaikan semua pihak yang telah

membantu. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap kritik

dan saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil

penelitian ini bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu

pengetahuan.

Ciputat, 1 Juni 2015

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Athirotin Halawiyah

NIM : 1111102000075

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui/karya ilmiah saya,

dengan judul :

EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK MEROPENEM

PADA PASIEN SEPSIS BPJS DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO

TAHUN 2014

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat

dengan sebenarnya

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 1 Juni 2015

Yang menyatakan,

(Athirotin Halawiyah)

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................. vi

ABSTRACT ................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ................................................................................. viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................ x

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3

1.3. Tujuan ......................................................................................... 4

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................. 4

1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................ 4

1.4. Manfaat Hasil Penelitian ............................................................ 4

1.4.1. Manfaat Teoritis ....................................................... 4

1.4.2. Manfaat Praktis .......................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

2.1. Antibiotik ................................................................................... 5

2.1.1. Definisi Antibotik ..................................................... 5

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.2. Penggolongan Antibiotik ........................................... 5

2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas .. 5

2.1.2.2.Antibiotik Berdasarkan Mekanisme Kerja .... 5

2.1.2.3.Antibiotik Berdasarkan Struktur Kimia ......... 6

2.1.3. Penggunaan Antibiotik .............................................. 7

2.1.4. Resistensi Antibiotik ................................................. 8

2.1.5. Evaluasi Penggunaan Antibiotik ............................... 11

2.1.5.1. Penilaian Kualitas Antibiotik ........................ 11

2.2. Meropenem ................................................................................. 14

2.2.1. Mekanisme Kerja ....................................................... 14

2.2.2. Indikasi ...................................................................... 14

2.2.3. Dosis .......................................................................... 14

2.2.4. Efek samping ............................................................. 15

2.2.5. Farmakokinetik .......................................................... 15

2.2.6. Kepekaan Bakteri Patogen Terhadap Meropenem .... 16

2.2.7. Potensi Interaksi Obat ................................................ 16

2.3. Sepsis .......................................................................................... 16

2.3.1. Definisi Sepsis ........................................................... 16

2.3.2. Patogenesis Sepsis ..................................................... 17

2.3.2.1.Mekanisme yang Mungkin Terjadi ................. 17

2.3.2.2.Fase-fase Respon Inflasi ................................ 18

2.3.3. Diagnosis .................................................................... 21

2.3.4. Manajemen Sepsis Berat ........................................... 23

2.3.4.1.Terapi Antimikroba ........................................ 25

2.4. BPJS ........................................................................................... 27

BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................... 28

3.1. Jenis Penelitian ........................................................................... 28

3.2. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 28

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 28

3.3.1. Populasi ..................................................................... 28

3.3.2. Sampel ....................................................................... 29

3.4. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 29

3.5. Definisi Operasional ................................................................... 29

3.6. Prosedur Penelitian ..................................................................... 33

3.6.1. Persiapan (permohonan izin) ..................................... 33

3.6.2. Pengumpulan Data Penelitian ................................... 33

3.6.3. Pengolahan Data ........................................................ 34

3.6.4. Analisis Data ............................................................. 34

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 36

4.1. Hasil Penelitian .......................................................................... 37

4.1.1. Karakteristik Pasien ..................................................... 37

4.1.2. Peta Resistensi Mikroorganisme ................................. 39

4.1.3. Evaluasi Antibiotik ...................................................... 42

4.2. Pembahasan Penelitian ............................................................... 44

4.2.1. Karakteristik Pasien ...................................................... 44

4.2.2. Peta Resistensi Mikroorganisme ................................... 47

4.2.3. Evaluasi Antibiotik ....................................................... 50

4.3. Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian ...................................... 58

4.3.1. Kekuatan Penelitian ...................................................... 58

4.3.2. Keterbatasan Penelitian ................................................. 58

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 59

5.1. Kesimpulan ................................................................................. 59

5.2. Saran ........................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 61

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1

2

3

4

5

Diagram Alir Gyssens ......................................................................

Struktur Meropenem …………………….........................................

Pelepasan mediator yang diinduksi endotoksin ................................

Pelepasan mediator yang diinduksi superantigen ............................ Kerangka Konsep Penelitian ……………………............................

13

14

19

20

28

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1.

2.2.

3.1.

4.1.

4.2.

4.3.

4.4.

4.5.

4.6.

4.7.

Kriteria Diagnosis Sepsis……………………................................

Manajemen Sepsis Berat ……………………................................

Definisi Operasional ............ ……………………..........................

Karakteristik Pasien Sepsis yang Menerima Antibiotik

Meropenem ............ …………………….......................................

Data Jumlah Spesimen Uji Sensitivitas Antibiotik RUMKITAL

Dr. Mintohardjo Periode Januari-Desember 2014 .........................

Data Jumlah Kuman yang Terlibat dalam Pembuatan Peta

Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo periode Januari-Desember2014 ................................

Data Profil Kuman Berdasarkan Jenis Spesimen Uji Sensitivitas

Antibiotik RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari-

Desember 2014………………........................................................

Hasil Evaluasi Penggunaan Antibiotik Meropenem (n=26) ..........

Rincian Ketidakrasionalan Penggunaan Antibiotik Meropenem

(n=34)………………......................................................................

Jenis Antibiotik Alternatif yang Lebih Efektif ..............................

22

23

30

38

40

40

41

42

43

43

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1

2

3

4

Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian ........................................

Rekapitulasi Data Pasien ……………………..................................

Rekapitulasi Hasil Evaluasi Meropenem Berdasarkan Kategori

Gyssens …………………….............................................................

Laporan Peta Resistensi Bakteri RUMKITAL Dr. Mintohardjo

Tahun 2014 .......................................................................................

66

67

85

139

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Infeksi merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan di rumah

sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Salah satu

permasalahan infeksi yang paling sering dijumpai adalah infeksi oleh bakteri.

Pemberian antibiotik masih merupakan pilihan utama untuk mengatasi infeksi saat

ini (Rosita, 2013).

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang

dibuat secara semi-sintesis juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua

senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay dan Rahardja, 2010). Antibiotik

merupakan obat yang paling banyak diresepkan di dunia. Pada tahun 2006, World

Health Organization (WHO) melaporkan bahwa lebih dari seperempat anggaran

rumah sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotik (Lestari, et al 2011).

Manfaat penggunaan antibiotik tidak perlu diragukan, akan tetapi penggunaan

antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotik.

Resistensi bakteri terhadap antimikroba menjadi masalah penting pelayanan

kesehatan. Infeksi yang disebabkan bakteri multi-drug resistant (MDR)

berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas karena terapi empiris

sering kali tidak tepat. Sehingga, antibiotik lini kedua atau ketiga harus diberikan.

Pemberian antibiotik lini kedua dan ketiga ini sering kali kurang efektif,

kemungkinan terjadi efek samping lebih besar dan biaya yang dibutuhkan lebih

besar (AMRIN-study, 2002).

Salah satu kondisi yang membutuhkan antibiotik adalah sepsis. Sepsis

adalah respon tubuh terhadap infeksi yang bersifat sistemik dan merusak. Sepsis

dapat menyebabkan sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat ditandai dengan

disfungsi organ akut. Syok septik adalah sepsis parah disertai hipotensi yang tidak

membaik dengan resusitasi cairan. Sepsis berat dan syok septik adalah masalah

besar untuk pelayanan kesehatan. Sepsis berat dan syok septik terjadi pada jutaan

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

orang tiap tahun, dan membunuh satu di antara empat penderitanya (Dellinger et

al,2012)

Sepsis paling banyak disebabkan oleh bakteri Gram-positive, diikuti oleh

bakteri Gram-negative dan kombinasi dari keduanya. Pasien dengan sepsis berat

atau syok septik memerlukan terapi antibiotik berspektrum luas sampai bakteri

patogen dan data kerentanan bakteri terhadap anbiotiknya didapatkan. Setelah

bakteri patogen teridentifikasi, de-eskalasi harus dilakukan dengan memilih agen

antimikroba yang sesuai dengan bakteri patogen, aman dan cost effective

(Dellinger et al, 2012)

Meropenem adalah agen antibakteri berspektrum luas yang termasuk

dalam golongan karbapenem. Untuk menangani infeksi, meropenem diindikasikan

sebagai terapi empiris sebelum mikroorganisme penyebab infeksi teridentifikasi

dan juga untuk penyakit yang disebabkan oleh satu bakteri atau banyak bakteri

baik pada orang dewasa maupun anak-anak (Baldwin, 2008). Efek samping

meropenem yang sering terjadi adalah diare, kulit kemerahan, mual dan muntah,

dan inflamasi di tempat injeksi yang terjadi pada <2,5% pasien (Lowe, 2000).

Meropenem tidak diabsorbsi setelah pemberian oral. Meropenem dapat

berpenetrasi dengan baik ke dalam sebagian besar jaringan termasuk paru-paru,

jaringan intrabdomen, cairan interstitial, cairan peritoneal dan cairan

serebrospinal. Waktu paruh meropenem kurang lebih 1 jam. Meropenem

dieliminasi terutama melalui ginjal (Lowe, 2000)

Pada tahun 2008, Meropenem Yearly Susceptibility Test Information

Collection (MYSTIC) melaporkan kepekaan bakteri patogen terhadap

meropenem adalah sebagai berikut: Pseudomonas aeruginosa (439 strain, 85,4%

peka), Enterobacteriaceae (1537 strain, 97,3% peka), methicillin-susceptible

staphylococci (460 strain, 100% peka), Streptococcus pneumoniae (125 strain,

80,2% pada meningitis susceptibility breakpoint), streptococci lain (159 strain,

90-100% peka), Acinetobacter spp. (127 strain, 45,7% peka) (Rhomberg dan

Jones, 2009). Dengan meningkatnya penggunaan antibiotik meropenem di rumah

sakit, kemungkinan resistensi harus diwaspadai (Mardiastuti, 2007).

Penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan secara kualitas dengan metode

Gyssens berdasarkan data rekam medik dan kondisi klinis pasien (Permenkes,

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2011). Penilaian kualitas penggunaan antibiotik dilakukan untuk mengetahui

rasionalitas penggunaan antibiotika. Gyssens et al mengembangkan evaluasi

penggunaan antibiotika untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotika seperti:

ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga

dan spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute dan waktu pemberian

(Pamela, 2011). Salah satu dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik menurut

Permenkes (2011) adalah data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang

tersedia di komunitas atau di rumah sakit setempat. Berdasarkan Surviving Sepsis

Campaign, pemilihan antibiotik untuk pasien sepsis harus berpedoman pada pola

prevalensi bakteri lokal (Dellinger et al, 2012).

Pada tahun 2014 pemerintah mulai memberlakukan Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS). Implementasi JKN menuntut rumah sakit untuk dibayar secara prospektif

berdasarkan diagnosa pasien bukan atas dasar tindakan (fee for service) artinya

semakin singkat lama hari rawat pasien maka profit RS akan semakin baik karena

sumber daya yang dikeluarkan rumah sakit lebih efisien (Setiawan dan Ramadani,

2014). Penggunaan antibiotik yang terkendali dapat mencegah munculnya

resistensi dan menghemat penggunaan antibiotik, yang pada akhirnya akan

mengurangi beban biaya perawatan pasien, mempersingkat lama perawatan,

penghematan bagi rumah sakit serta meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit

(Permenkes, 2011)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian

mengenai kualitas penggunaan antibiotik meropenem pada pasien sepsis rawat

inap BPJS di RUMKITAL Dr. Mintohardjo.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, disusunlah rumusan

penelitian sebagai berikut:

Bagaimanakah kualitas penggunaan antibiotik meropenem pada pasien

sepsis BPJS di ruang rawat inap RUMKITAL Dr. Mintohardjo ditinjau dari

ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga

dan spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute dan waktu pemberian

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antibiotik serta dikaitkan dengan data peta resistensi mikroorganisme terhadap

antibiotik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum:

Melakukan evaluasi kualitas penggunaan antibiotik meropenem pada

pasien sepsis BPJS di RUMKITAL Dr. Mintohardjo berdasarkan kategori

Gyssens.

1.3.2. Tujuan Khusus:

1. Menentukan karakteristik pasien sepsis yang menerima antibiotik

meropenem

2. Memperoleh data peta resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik

3. Menilai kualitas penggunaan antibiotik meropenem pada pasien sepsis BPJS

berdasarkan kategori Gyssens

1.4. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1.4.1.Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan dalam bidang kefarmasian khususnya pada bidang evaluasi

antibiotik

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk RUMKITAL

Dr. Mintohardjo dalam hal peningkatan penggunaan antibiotik meropenem

yang rasional

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antibiotik

2.1.1. Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang

dibuat secara semi-sintesis juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua

senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay dan Rahardja, 2010)

Pengertian antibiotik secara sempit adalah senyawa yang dihasilkan oleh

berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, fungi, actinomycetes) yang menekan

pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Penggunaannnya secara umum sering kali

memperluas istilah antibiotik meliputi senyawa antimikroba sintetik, seperti

sulfonamida dan kuinolon (Brunton et al, 2006)

2.1.2. Penggolongan Antibiotik

2.1.2.1 Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktifitas

Berdasarkan spektrum aktivitas, antibiotik dibagi menjadi dua golongan,

yaitu (Tjay dan Rahardja, 2010):

a. Antibiotik aktivitas sempit (narrow spectrum)

Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya

penisilin-G dan penisilin-V, eritromisin, klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat

hanya bekerja terhadap kuman Gram positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin,

polimiksin-B, dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap kuman Gram negatif.

b. Antibiotik aktivitas luas (broad spectrum)

Antibiotik berspektrum luas bekerja terhadap lebih banyak kuman, baik

jenis kuman Gram positif maupun Gram negatif. Misalnya sulfonamida,

ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin

2.1.2.2.Antibiotik Berdasarkan Mekanisme Kerja

Berdasarkan mekanisme kerja, antibiotik dibagi sebagai berikut: (Brunton

et al, 2006)

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Agen yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk kelas β-

laktam misalnya penisilin, sefalosporin, karbapenem

b. Agen yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme,

meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran komponen

intraseluler, termasuk polimiksin, agen antifungi polien (nistatin dan

amfoterisin)

c. Agen yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S sehingga

menghambat sintesis protein secara reversibel, biasanya bersifat

bakteriostatik misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, klindamisin,

streptogramin

d. Agen yang berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis

protein, biasanya bersifat bakterisid, misalnya aminoglikosida

e. Agen yang mempengaruhi metabolisme asam nukelat bakteri, seperti

rifamisin (rifampin dan rifabutin)

f. Antimetabolit, seperti trimethoprim dan sulfonamid, yang memblok enzim

esensial untuk metabolisme folat

2.1.2.3.Antibiotik Berdasarkan Struktur Kimia

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan sebagai

berikut: (Mutschler, 1991)

a. Antibiotik beta laktam, yang termasuk antibiotik beta laktam yaitu penisilin

(contohnya: benzyl penisilin, oksisilin, fenoksimetilpenisilin, ampisilin),

sefalosporin (contohnya: azteonam) dan karbapenem (contohnya:

imipenem)

b. Tetrasiklin, contoh: tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin.

c. Kloramfenikol, contoh: tiamfenikol dan kloramfenikol

d. Makrolida, contoh: eritromisin dan spiramisin.

e. Linkomisin, contoh: linkomisin dan klindamisin

f. Antibiotik aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin, kanamisin,

gentamisin dan spektinomisin

g. Antibiotik polipeptida (bekerja pada bakteri gram negatif), contoh:

polimiksin B, konistin, basitrasin dan sirotrisin

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

h. Antibiotik polien (bekerja pada jamur), contoh: nistatin, natamisin,

amfoterisin dan griseofulvin

2.1.3. Penggunaan Antibiotik

Berdasarkan tujuan penggunaannya, antibiotik dibedakan menjadi

antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi dapat dibedakan

menjadi antibiotik untuk terapi empiris dan terapi definitif.

Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik

pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Tujuan

pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi dan penghambatan

pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh

hasil pemeriksaan biologi. Indikasi penggunaannya adalah apabila ditemukan

sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang paliing

sering menjadi penyebab infeksi (Permenkes, 2011)

Rute pemberian oral merupakan pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada

infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik

parenteral. Adapun lama pemberian antibiotik empiris adalah jangka waktu 48-72

jam (Permenkes, 2011).

Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik untuk terapi empiris adalah:

(Permenkes, 2011)

1. Data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di komunitas

atau di rumah sakit setempat

2. Kondisi klinis pasien

3. Ketersediaan antibiotik

4. Kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam jaringan/organ yang

terinfeksi

5. Untuk infeksi yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat digunakan

antibiotik kombinasi

Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotik

pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola

resistensinya. Tujuan pemberian antibiotik adalah eradikasi dan penghambatan

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil

pemeriksaan mikrobiologi (Permenkes, 2011)

Rute pemberian oral merupakan pilihan pertama. Pada infeksi sedang

sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral. Jika

kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotik parenteral harus segera

diganti dengan peroral.Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada

efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai dengan diagnosis awal yang telah

dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data

mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya (Permenkes,

2011)

Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik untuk terapi definitif: (Permenkes,

2011)

1. Efikasi dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik

2. Sensitivitas

3. Biaya

4. Kondisi klinis pasien

5. Diutamakan antibiotik lini pertama/spektrum sempit

6. Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium RS)

7. Sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) setempat yang terkini

8. Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.

Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan pada jaringan atau

cairan tubuh yang belum terinfeksi, namun diduga kuat akan terkena infeksi.

Antibiotik profilaksis diindikasikan ketika besar kemungkinan terjadi infeksi, atau

terjadi infeksi kecil yang berakibat fatal. Penggunaan antibiotik profilaksis

dibedakan menjadi antibiotik profilaksis bedah dan non bedah (Permenkes, 2011)

2.1.4. Resistensi Antibiotik

Resistensi dibedakan sebagai kejadian tidak terhambatnya pertumbuhan

bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang

seharusnya atau pada kadar hambat minimalnya. Multiple drug resistance

merupakan resistensi pada mikroorganisme terhadap dua atau lebih obat maupun

golongan obat. Istilah lainnya, cross resistance adalah resistensi obat yang belum

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pernah dipaparkan pada mikroba tersebut namun cara kerjanya mirip dengan

antimikroba lain yang sudah mengalami resistensi (Tripathi, 2003)

Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotik terjadi berdasarkan salah

satu atau lebih mekanisme berikut: (Jawetz, 1997)

a. Bakteri dapat mensintesis enzim inaktivator antibiotik. Misalnya

Staphylococcus resisten terhadap penisilin G karena dapat menghasilkan

betalaktamase yang merusak antibiotik tersebut.

b. Bakteri dapat mengubah permeabilitas membrannya terhadap molekul

antibiotik, misalnya pada penggunaan tetrasiklin yang hanya akan dapat

masuk ke dalam sel bakteri yang rentan (sensitif), namun tidak ditemukan

pada beberapa bakteri yang resisten.

c. Bakteri dapat mengembangkan perubahan struktur sasaran molekul

antibiotik, contohnya resistensi pada beberapa bakteri terhadap antibiotik

golongan aminoglikosida merupakan proses yang berkaitan dengan hilang

atau berubahnya struktur protein spesifik pada subunit ribosom 30S bakteri

yang merupakan reseptor pada bakteri yang sensitif.

d. Bakteri mampu mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung

dihambat oleh molekul antibiotik, misalnya beberapa bakteri yang resisten

terhadap sulfonamid tidak membutuhkan PABA ekstraseluler, tetapi bersifat

seperti sel mamalia yang dapat langsung menggunakan asam folat.

e. Bakteri mampu mengembangkan perubahan enzim, yakni enzim tersebut

dapat melakukan fungsi metabolismenya, bamun tidak rentan dipengaruhi

oleh molekul antibiotik, misalnya pada beberapa bakteri yang rentan

terhadap sulfonamid, enzim dihidropteroat sintetase pada mikroorganisme

tersebut mempunyai afinitas terhadap sulfonamid yang jauh lebih tinggi

daripada afinitasnya terhadap PABA.

Faktor-faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik adalah

sebagai berikut: (Utami, 2012)

1. Penggunaan antibiotik yang irasional, misalnya periode penggunaan terlalu

singkat, dosis terlalu rendah, diagnosis awal yang salah, atau digunakan

dalam potensi yang tidak adekuat

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Faktor pasien, contohnya pasien dengan pengetahuan yang salah akan

cenderung mengganggap wajinya pemberian antibiotik dalam penanganan

penyakit apapun meskipun disebabkan oleh virus misalnya flu, batuk-pilek,

demam yang banyak dijumpai di masyarakat. Dengan adanya kesalahan

tersebut, pasien dengan kemampuan finansial yang baik akan meminta

diberikan terapi antibiotik yang paling baru dan mahal meskipun tidak

diperlukan, bahkan membeli antibiotik sendiri tanpa peresepan dan dokter

(self medication), sedangkan pasien dengan kemampuan finansial rendah

seringkali tidak mampu untuk menuntaskan regimen terapi, padahal terapi

dengan antibiotik harus dituntaskan.

3. Faktor peresepan, yakni seringkali ditemukan kesulitan dalam menentukan

antibiotik yang tepat pada banyak tenaga klinis yang disebabkan kurangnya

pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya

4. Penggunaan monoterapi, karena dibandingkan dengan penggunaan terapi

kombinasi, penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi

5. Gaya hidup, terutama bagi tenaga kesehatan, misalnya mencuci tangan

setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan dipakai untuk

memeriksa pasien

6. Penggunaan di rumah sakit, yakni adanya infeksi endemik atau epidemik

yang memicu penggunaan antibiotik yang lebih masif di rumah sakit. Selain

itu, kombinsi pemakaian antibiotik yang lebih intensif dan lebih lama

dengan banyakanya pasien yang rentan terhadap infeksi yang berada di

rumah sakit akan memudahkan terjadinya infeksi nosokomial. Hal ini juga

dapat meningkatkan resistensi mikroba endemik tersebut terhadap antibiotik

yang digunakan.

7. Penggunaannya untuk hewan dan binatang ternak, misalnya pada beberapa

antibitoik yang juga dipakai untuk mencegah dan mengobati penyakit

infeksi pada hewan ternak atau digunakan sebagai suplemen rutin untuk

profilaksis atau merangsang pertumbuhan hewan ternak dengan dosis

subterapeutik akan meningkatkan resiko terjadinya resistensi pada berbagai

mikroba.

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi,

didukung pengaruh globalisasi, memudahkan terjadinya pertukaran barang

sehingga jumlah antibiotik yang beredar semakin luas.

9. Penelitian, yaitu kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk

menemukan antibiotik baru.

10. Pengawasan, yaitu lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam

distribusi dan pemakaian antibiotik. Misalnya, pasien dapat dengan mudah

mendapatkan antibiotik meskipun tanpa peresepan dari dokter. Selain itu,

masalah pengawasan juga terkait dengan kurangnya komitmen dari instansi

terkait, baik untuk meningkatkan mutu obat maupun mengendalikan

penyebaran infeksi.

2.1.5. Evaluasi Penggunaan Antibiotik

Evaluasi penggunaan antibiotik bertujuan untuk: (Permenkes, 2011)

a. Mengetahui jumlah atau konsumsi penggunaan antibiotik di rumah sakit

b. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah

sakit

c. Sebagai dasar untuk melakukan surveilans penggunaan antibiotik di rumah

sakit secara sistematik dan terstandar.

2.1.5.1. Penilaian Kualitas Antibiotik

Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data yang

terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan medik pasien dan

kondisi klinis pasien. Penilaian dilakukan dengan menggunakan alur penilaian dan

klasifikasi/kategori Gyssens dkk. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan

kesesuaian diagnosis (gejala klinis dan hasil laboratorium), indikasi, regimen

dosis, keamanan dan harga (Permenkes, 2011).

Kategori hasil penilaian kualitatif penggunaan antibiotik adalah sebagai

berikut: (Gyssens IC, 2005):

Kategori 0 = penggunaan antibiotik tepat/bijak

Kategori I = penggunaan antibiotik tidak tepat waktu

Kategori IIA = penggunaan antibiotik tidak tepat dosis

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kategori IIB = penggunaan antibiotik tidak tepat interval

Kategori IIC = penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian

Kategori IIIA = penggunaan antibiotik terlalu lama

Kategori IIIB = penggunaan antibiotik terlalu singkat

Kategori IVA = ada antibiotik lain yang lebih efektif

Kategori IVB = ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman

Kategori IVC = ada antibiotik lain yang lebih murah

Kategori IVD = ada antibiotik lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit

Kategori V = tidak ada indikasi penggunaan antibiotik

Kategori VI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi.

Alur penilaian kualitas antibiotik menggunakan kategori Gyssens:

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 1. Diagram Alir Gyssens Sumber: Gyssen (2005), dalam Permenkes

(2011)

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diagram alir ini merupakan alat penting untuk menilai kualitas

penggunaan antibiotik. Pengobatan dapat tidak sesuai dengan alasan yang

berbeda pada saat yang sama dan dapat ditempatkan dalam lebih dari satu

kategori. Dengan alat ini, terapi empiris dapat dinilai, demikian juga terapi

definitif setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi diketahui (Gyssens, 2005)

2.2. Meropenem

Gambar 2. Struktur Meropenem

(Sumber: Craig, 1997)

Meropenem merupakan antibiotik lini ketiga dari golongan karbapenem.

Meropenem merupakan antibiotik spektrum luas yang aktif melawan bakteri gram

negatif, bakteri gram positif dan bakteri anaerob. Meropenem memiliki kestabilan

tinggi terhadap hidrolisis oleh serin beta-laktamase. Berbeda dengan golongan

karbapenem terdahulu (imipenem/silastatin), meropenem relatif stabil oleh enzim

dehydropeptidase-I (DHP-I) (Baldwin, 2008)

2.2.1. Mekanisme Kerja

Meropenem menganggu sintesis dinding sel bakteri, sehingga

menghambat pertumbuhan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Meropenem

berpenetrasi dengan cepat ke dalam dinding sel bakteri dan berikatan dengan

penicillin-binding proteins (PBP) dengan afinitas yang tinggi, sehingga

menginaktivasi bakteri (Baldwin, 2008)

2.2.2. Indikasi

Meropenem diindikasikan sebagai terapi empiris sebelum mikroorganisme

penyebab infeksi teridentifikasi dan juga untuk penyakit yang disebabkan oleh

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

satu bakteri atau banyak bakteri baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

Meropenem disetujui di USA untuk digunakan dalam terapi complicated

intraabdominal infection, complicated skin and skin structure infection dan

meningitis yang disebabkan oleh bakteri (Baldwin, 2008). Di negara lain

meropenem juga disetujui untuk digunakan dalam terapi pneumonia nosokomial,

septikemia, infeksi saluran kencing, febrile neutropenia, cystic fibrosis dan

community acquired pneumonia (Baldwin, 2008).

2.2.3 Efek Samping

Efek samping meropenem yang sering terjadi adalah diare, kulit

kemerahan, mual dan muntah, dan inflamasi di tempat injeksi yang terjadi pada

<2,5% pasien (Lowe, 2000)

2.2.4. Dosis

Dosis orang dewasa berkisar pada 1,5-6 gram/hari setiap 8-12 jam,

tergantung tipe dan keparahan infeksi, kepekaan mikroorganisme dan kondisi

pasien. Dosis orang dewasa disarankan pada anak-anak dengan berat badan lebih

dari 50 kilogram. Pada bayi dan anak-anak berusia antara 3 bulan-12 tahun, dosis

yang direkomendasikan adalah 10-40 mg/kg diberikan secara intravena (Baldwin,

2008)

2.2.5. Farmakokinetik

Meropenem tidak diabsorbsi setelah pemberian oral. Meropenem dapat

berpenetrasi dengan baik ke dalam sebagian besar jaringan termasuk paru-paru,

jaringan intrabdomen, cairan interstitial, cairan peritoneal dan cairan

serebrospinal. Waktu paruh meropenem kurang lebih 1 jam. Meropenem

dieliminasi terutama melalui ginjal (Lowe, 2000)

Pada lansia, penurunan klirens meropenem berhubungan dengan

penurunan kreatinin klirens karena usia dan kemungkinan diperlukan penurunan

dosis. Farmakokinetik meropenem tidak berubah pada pasien dengan kerusakan

hati (Baldwin, 2008)

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.6. Kepekaan Bakteri Patogen terhadap Meropenem

Pada tahun 2008, Meropenem Yearly Susceptibility Test Information

Collection (MYSTIC) melaporkan kepekaan bakteri patogen terhadap

meropenem adalah sebagai berikut: Pseudomonas aeruginosa (439 strain, 85,4%

peka), Enterobacteriaceae (1537 strain, 97,3% peka), methicillin-susceptible

staphylococci (460 strain, 100% peka), Streptococcus pneumoniae (125 strain,

80,2% pada meningitis susceptibility breakpoint), streptococci lain (159 strain,

90-100% peka), Acinetobacter spp. (127 strain, 45,7% peka) (Rhomberg dan

Jones, 2009).

Secara umum, pola kepekaan bakteri gram negatif terhadap meropenem

masih cukup baik di beberapa negara, namun untuk P. aeruginosa terlihat

kepekaannya mulai menurun di Eropa dan Amerika. Dengan meningkatnya

penggunaan antibiotik meropenem di rumah sakit, kemungkinan resistensi harus

diwaspadai (Mardiastuti, 2007).

2.2.7. Potensi Interaksi Obat

Penggunaan bersama meropenem dengan probenesid menyebabkan

peningkatan waktu paruh dan konsentrasi plasma meropenem karena adanya

kompetisi terhadap sekresi tubular aktif. Penggunaan bersama meropenem dengan

probenesid tidak direkomendasikan (Baldwin, 2008)

Meropenem dapat menurunkan konsentrasi serum asam valproat, sehingga

menghasilkan level subterapeutik pada beberapa individu. Sebagai catatan, telah

dilaporkan adanya interaksi yang sama asam valproat dengan golongan

karbapenem lain, yaitu panipenem/betampiron sehingga diperkirakan interaksi

dengan asam valproat merupakan interaksi yang dipengaruhi golongan (Baldwin,

2008)

2.3. Sepsis

2.3.1. Definisi Sepsis

Pada tahun 1992, konferensi konsensus American College of Chest

Physician (ACCP) dan Society of Critical Care Management (SCCM)

mengenalkan term systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Pasien

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dikatakan mengalami SIRS jika ditemukan lebih dari satu tanda berikut: (Levy et

al, 2003)

- Temperatur lebih dari 38 ◦C atau kurang dari 36 ◦C

- Detak jantung lebih dari 90 kali per menit

- Hiperventilasi yang ditandai dengan laju pernapasan lebih dari 20 kali/menit

atau PaCO2 kurang dari 32 mmHg

- Jumlah sel darah putih lebih dari 12.000 sel/µL atau kurang dari 4000

sel/µL

Bone et al (1992) mendefinisikan sepsis sebagai SIRS dan infeksi. Sepsis

adalah respon tubuh terhadap infeksi yang bersifat sistemik dan merusak. Sepsis

dapat menyebabkan sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat ditandai dengan

disfungsi organ akut. Sedangkan syok septik adalah sepsis berat disertai hipotensi

yang tidak membaik dengan resusitasi cairan (Dellinger et al, 2012).

Beberapa definisi terkait lainnya adalah community-acquired sepsis yang

didefinisikan sebagai kejadian infeksi di luar rumah sakit atau dua hari pertama

perawatan di rumah sakit kecuali pasien pernah dirawat di rumah sakit 30-90 hari

sebelumnya, dirawat di panti jompo, melakukan hemodialisis atau menggunakan

alat intravaskular dalam jangka panjang; nosocomial yang didefinisikan sebagai

infeksi yang terjadi selama perawatan di rumah sakit (2 hari atau lebih setelah

masuk rumah sakit) atau didapatkan selama 30-90 hari setelah pulang dari rumah

sakit, sedang melakukan hemodialisis, tinggal di panti jompo atau memiliki alat

intravaskular jangka panjang (SWAB, 2010).

2.3.2. Patogenesis Sepsis

2.3.2.1.Mekanisme yang Mungkin Terjadi

Patogenesis sepsis dapat dijelaskan dalam tiga mekanisme yang

melibatkan pelepasan mediator sehingga menghasilkan respon inflamasi sistemik:

(Sagy et al, 2013)

a. Mekanisme 1: respon proinflamasi

Teori dibalik mekanisme ini berhubungan dengan pelepasan mediator

proinflamasi yang berlebihan dan menyebabkan inflamasi serta tanda

klinis SIRS.

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Mekanisme 2: kegagalan Compensatory Antiiflammatory Response

(CARS) untuk bekerja

Ketidakseimbangan antara respon proinflamasi dengan respon inflamasi

dipercaya terjadi selama infeksi. Hal ini menyebabkan mediator

proinflamasi untuk menginduksi proses inflamasi yang berlebihan.

c. Mekanisme 3: immunoparalisis

Mediator proinflamasi membanjiri dan memparalisasi sistem imun. Hal ini

menginduksi penurunan imun, menyebabkan ketidakmampuan

menetralisir patogen.

2.3.2.2.Fase-fase Respon Inflamasi

Terdapat tiga fase dalam patogenesis SIRS: (Sagy et al, 2013)

a. Pelepasan toksin bakteri

Invasi bakteri ke dalam jaringan tubuh adalah sumber toksis berbahaya.

Toksin tersebut bisa dinetralkan dan dibersihkan sistem imun atau

sebaliknya. Toksin berikut biasa dilepaskan bakteri gram negatif dan

bakteri gram positif:

- Bakteri gram negatif: lipopolisakarida (LPS)

- Bakteri gram positif: asam lipoteikoat (LPA), muramil dipeptida (MDP),

staphylococcal toxic shock syndrome toxin (TSST), streptococcal

pyrogenic toxin (SPE)

b. Pelepasan mediator sebagai respon terhadap infeksi

- Infeksi bakteri gram negatif dan gram positif dengan pelepasan endotoksin

Efek pelepasan endotoksin seperti lipopolisakarida (LPS) diperkirakan

terjadi saat infeksi bakteri gram negatif. Adapun pada saat infeksi gram

positif, diperkirakan terjadi pelepasan asam lipoteikoat (LPA). Kedua

toksin tersebut mempengaruhi fungsi makrofag sehingga terjadi pelepasan

mediator. Proses ini melibatkan toll-like receptor (TLR)-2 dan TLR-4.

Reseptor tersebut, bersama dengan co-reseptor CD-14 mengenali toksin

yang dilepaskan saat toksis menempel di dinding makrofag. Jika LPS

memerlukan LPS-binding protein (LBP) sebelum dikenali makrofag. LTA

dapat berikatan secara langsung pada TLR-2 makrofag.

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 3. Pelepasan mediator yang diinduksi endotoksin

Sumber: Sagy et al, 2013

- Infeksi bakteri gram positif dengan pelepasan eksotoksin (superantigen)

Superantigen mengaktivasi limfosit T dan memicu produksi interleukin 2

(IL-2) dan interferon gamma (IFN-ɣ). IL-2 adalah mediator proinflamasi

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi sel T untuk

menjadi sel T efektor dengan peningkatan kemampuan memori. IFN-ɣ

adalah mediator dengan sifat antivirus, immunoregulator dan antitumor.

IFN-ɣ juga mengaktivasi sintesis nitrit oksida dan membantu migrasi

leukosit. Keduanya memicu makrofag untuk melepaskan IL-1 dan faktor

nekrosis tumor alfa. IL-1 dan faktor tumor nekrosis alfa adalah stimulan

penting untuk menciptakan respon inflamasi sebagai respon terhadap

infeksi.

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4. Pelepasan mediator yang diinduksi superantigen

Sumber: Sagy et al, 2013

- Peran mediator (sitokin) dalam sepsis

Ada dua tipe mediator yang dilepaskan sebagai respon terhadap infeksi

yaitu mediator proinflamasi dan antiinflamasi. Diasumsikan bahwa respon

inflamasi yang menyebabkan sepsis berasal dari kelebihan mediator

proinflamasi dan kegagalan CARS untuk mensupresi imun. Sebaliknya,

apabila CARS dipicu secara berlebihan maka imunoparalisis terjadi

menyebabkan ketidakmampuan imun untuk bekerja.

Pertama, sitokin proinflamasi. Stimulasi makrofag menyebabkan produksi

sejumlah besar TNF-α, IL-1 dan IL-6. TNF-α adalah sitokin yang paling

berperan dalam sepsis dan dilepaskan pertama kali. Mediator proinflamasi

lain memfasilitasi inflamasi dengan meningkatkan adhesi sel endotelial-

leukosit, menginduksi nitrit oksida, pelepasan asam arakidonat, dan

mengaktivasi komplemen kaskade. Selain itu, mediator proinflamasi

meningkatkan koagulasi dengan meningkatkan level faktor koagulasi

jaringan dan koagulan membran. Mediator tersebut menghambat aktivitas

koagulan dengan meningkatkan thrombomodulin dan menginhibisi

fibrinolisis.

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kedua, sitokin antiinflamasi. Berlawanan dengan sitokin proinflamasi,

sitokin antiinflamasi menghambat inflamasi dengan penghambatan TNF-α,

augmentasi reaktan fase akut dan imunoglobulin serta penghambatan

fungsi limfosit T. Mediator antiinflamasi juga menghambat aktivasi sistem

koagulasi. Respon mediator antiinflamasi ini menyediakan mekanisme

feedback negatif untuk mengatur penurunan sintesis mediator proinflamasi

dan memodulasi efeknya sehingga menjaga homostasis dan mencegah

SIRS.

c. Efek kelebihan mediator spesifik

SIRS dihasilkan dari respon proinflamasi yang berlebihan. Sebaliknya, jika

CARS bekerja berlebihan maka terjadi imunosupresi yang tidak tepat. Jika

keseimbangan antara proinflamasi dan CARS terganggu maka homeostasis

tidak terjaga dan perkembangan klinis terhadap disfungsi organ bisa

terjadi.

2.3.3. Diagnosis

Berdasarkan International Guideline for Management of Severe Sepsis and

Septic Shock tahun 2012, berikut ini adalah kriteria diagnosis sepsis:

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Sepsis

Variabel umum

Demam (>38,3°C)

Hipotermia (<36°C)

Detak jantung >90/menit lebih dari dua angka di atas nilai normal sesuai usia

Takipnea

Perubahan status mental

Edema signifikan atau keseimbangan positif cairan >20 mL/kg selama 24 jam

Hiperglikemia (glukosa plasma) >140 mg/dL atau 7.7. mmol/L tanpa adanya

diabetes

Variabel inflamasi

Leukositosis (WBC count >12.000 µL-1)

Leukopenia (WBC count <4000 µL-1)

WBC count normal dengan lebih dari 10% bentuk immature

Plasma C-reactive protein lebih dari dua angka di atas nilai normal

Variabel hemodinamik

Hipotensi arteri (SBP <90 mmHg, MAP <70mmHg

Variabel disfungsi organ

Hipoksemia arteri (Pao2/Fio2 <300)

Oliguria akut (keluaran urin <0,5 mL/kg/jam setidaknya selama 2 jam meskipun

sudah dilakukan resusitasi cairan yang cukup )

Peningkatan kreatinin >0,5 mg/dL atau 44,2 µmol/L

Koagulasi abnormal (INR >1,5 atau PTT >60 detik)

Ileus

Thrombocytopenia (platelet count <100.000 µL-1)

Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin >4 mg atau 70 µmol/L)

Variabel perfusi jaringan

Hiperlaktatemia (> 1 mmol/L)

Penurunan refill kapiler

(Sumber: Dellinger et al, 2012)

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.4. Manajemen Sepsis Berat

Berdasarkan International Guideline for Management of Severe Sepsis and

Septic Shock tahun 2012, berikut ini adalah rekomendasi manajemen untuk sepsis

berat:

Tabel 2.2. Manajemen Sepsis Berat

A. Resusitasi awal

a. Resusitasi kuantitaif pada pasien dengan hipoperfusi yang diinduksi

sepsis setelah perubahan cairan awal atau konsentrasi laktat dalam darah

≥ 4 mmol/L. Tujuan selama 6 jam pertama resusitasi adalah:

b. Tekanan vena sentral 8-12 mmHg

c. Tekanan arteri rata-rata (MAP) ≥ 65 mmHg

d. Keluaran urin ≥ 0,5 mL/kg/jam

e. Vena central (vena cava superior) atau saturasi oksigen vena 70% atau

65%

f. Pada pasien dengan peningkatan level laktat maka target resusitasi adalah

untuk menormalkan laktat

B. Skrining untuk sepsis dan perkembangan kondisi

a. Skrining rutin terhadap potensi infeksi pasien sakit kritis untuk

menentukan implementasi awal terapi

b. Usaha peningkatan kondisi pasien sepsis berat berbasis rumah sakit

C. Diagnosis

a. Kultur sebelum terapi antimikroba jika tidak ada keterlambatan

signifikan (>45 menit) dalam memulai penggunaan antimikroba. Paling

tidak dua set kultur darah (baik aerob maupun nonaerob) ditentukan

sebelum terapi antimikroba

b. Penggunaan 1,3 beta-D-glucan assay, mannan dan anti-mannan antibody

assay jika tersedia dan candidiasis invasif terdapat dalam diagnosis

penyebab infeksi

c. Kajian imaging dilakukan untuk mengkonfirmasi sumber infeksi

potensial

D. Terapi antimikroba

a. Pemberian antimikroba intravena dalam satu jam pertama diketahuinya

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

syok sepsis dan sepsis tanpa syok sepsis sebagai tujuan terapi

b. Terapi empiris awal satu atau dua obat yang memiliki aktivitas melawan

bakteri patogen dan yang berpenetrasi dalam konsentrasi adekuat ke

dalam jaringan yang diasumsikan menjadi sumber sepsis.

c. Regimen antibiotik harus dinilai setiap hari untuk melakukan de-eskalasi

d. Gunakan level rendah prokalsitonin atau biomarker serupa untuk

membantuk klinisi mengehntikan antibiotik empriis pada pasien yang

tampak sepsis pada awalnya, tetapi tidak menunjukkan bukti sepsis lebih

lanjut

e. Terapi empiris kombinasi untuk pasien neutropeni dengan sepsis berat

dan untuk pasien yang susah diterapi, patogen MDR seperti

Acinetobacter dan Pseudomonas spp. Untuk pasien dengan infeksi berat

berkaitan dengan gagal napas dan syok septik, terapi kombinasi dengan

beta-laktam extended spectrum dan baik aminoglikosida atau

fluoroquinolone untuk P.aeruginosa. Kombinasi beta-laktam dan

makrolida untuk pasien dengan syok septic digunakan untuk infeksi

Streptococcus pneumoniae. Terapi kombinasi empiris tidak boleh

diberikan lebih dari 3-5 hari. De-eskalasi ke terapi tunggal paling sesuai

harus dilakukan segera profil kepekaan bakteri diketahui.

f. Durasi terapi biasanya 7-10 hari, lebih dari itu mungkin sesuai untuk

pasien yang memiliki respon klinis yang lambat, undrainable foci of

infectioni, bakteremia dengan S. aureus, beberapa fungi dan infeksi virus

atau defisiensi immunologi termasuk neutropenia

g. Terapi antivirus harus dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis

berat atau syok septik karena virus.

h. Agen antimikroba tidak boleh digunakan pada pasien dengan kondisi

inflamasi parah yang disebabkan karena noninfeksi.

E. Kontrol sumber

a. Diagnosis infeksi secara anatomik memerlukan pertimbangan apakah

kontrol sumber perlu dilakukan atau tidak secepat mungkin, dan

intervensi dilakukan selama 12 jam pertama setelah diagnosis dibuat, jika

mungkin.

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Ketika infeksi nekrosis peripancretic diidentifikasi sebagai sumber

infeksi potensial, intervensi definitif baiknya ditunda sampai adanya

pembatasan yang adekuat terhadap jaringan yang terinfeksi dan tidak.

c. Ketika kontrol sumber pada pasien sepsis berat dibutuhkan, intervensi

yang efektif adalah yang paling tidak menyakitkan secara fisiologis

(misal, perkutan daripada surgical drainage untuk abses)

d. Jika alat akses intravaskular adalah sumber sepsis berat atau syok septik,

alat tersebut harus dilepaskan setelah akses vaskular lain terpasang.

F. Pencegahan infeksi

a. Dekontaminasi oral dan digestive secara selektif harus diajukan dan

diinvestigasi sebagai metode untuk mengurangi kejadian pneumonia

yang berhubungan dengan ventilator. Pengukuran kontrol infeksi ini

dapat dimulai dalam pengaturan pelayanan kesehatan dan are dimana

metode ini efektif

b. klorheksidin glukonat oral digunakan dalam bentuk dekontaminasi

orofaringeal untuk menurunkan resiko pneumonia yang berhubungan

dengan ventilator pada pasien dengan sepsis berat.

(Sumber: Dellinger et al, 2012)

2.3.4.1.Terapi Antimikroba

Stichting Werkgroep Antibioticabeleid (SWAB), sebuah badan yang

mengurus kebijakan antibiotik di Belanda membagi terapi antibiotik empiris

sepsis menjadi dua yaitu terapi untuk sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas dan

terapi untuk sepsis dengan adanya lokasi infeksi yang dicurigai. Istilah yang

berhubungan dengan sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas yaitu community

acquired, yang didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi di luar rumah sakit atau

terjadi pada dua hari pertama perawatan di rumah sakit kecuali untuk pasien yang

dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu 30-90 hari sebelumnya, tinggal di

panti jompo, melakukan hemodialisis dan memakai alat intravaskular dalam

waktu lama. Hospital acquired didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi selama

perawatan di rumah sakit (setelah lebih dari dua hari) atau dalam jangka waktu

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30-90 hari setelah keluar dari perawatan di rumah sakit, melakukan hemodialisis

dan memakai alat intravaskular dalam waktu lama (SWAB, 2010).

Rekomendasi terapi untuk community acquired sepsis menurut SWAB

tanpa neutropenia dan tanpa lokasi infeksi yang jelas adalah sefalosporin generasi

kedua atau ketiga atau amoksisilin dikombinasikan dengan aminoglikosida +

asam klavulanat. Adapun terapi untuk sepsis dengan lokasi infeksi yang dicurigai

dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan lokasi infeksi:

a. Sepsis dan hospital acquired pneumonia

Dalam beberapa studi tidak ditemukan perbedaan antara karbapenem

dengan beta-laktam tunggal atau dikombinasikan dengan kuinolon dan

aminoglikosida (SWAB, 2010). Sementara guideline lain merekomendasikan

seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-sulbaktam (Bugano et al, 2008).

Meropenem dilaporkan berhubungan dengan penurunan kegagalan terapi

dibandingkan dengan kombinasi ceftazidime dan aminoglikosida (SWAB, 2010)

b. Urosepsis

SWAB (2010) merekomendasikan sefalosporin generasi kedua atau ketiga

atau kombinasi amoksisilin dan gentamisin.

c. Intraabdominal sepsis

Untuk pasien dengan community acquired intraabdominal sepsis SWAB

merekomendasikan sefalosporin generasi ketiga dikombinasikan dengan

metronidazole dengan atau tanpa aminoglikosida atau amoksisilin + asam

klavulanat dengan atau tanpa aminoglikosida. Sedangkan untuk pasien

nosocomial intraabdominal sepsis adalah sefalosporin dikombinasikan dengan

metronidazol dan aminoglikosida atau amoksisilin + asam klavulanat atau

piperacilin/tazobactam dengan atau tanpa aminoglikosida (SWAB, 2010).

Guideline lain merekomendasikan meropenem dan amikasin (Bugano et al, 2008)

d. Sepsis dan skin and structure infection

Antibiotik yang direkomendasikan untuk uncomplicated skin and structure

infection adalah flukloksasilin. Sedangkan untuk uncomplicated skin and

structure infection adalah amoksisilin + asam klavulanat.

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4. BPJS

Berdasarkan UU No. 24 tahun 2011, Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial yang selanjutnya disebut BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program jaminan sosial BPJS terbagi menjadi dua, yaitu BPJS

Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS kesehatan berfungsi

menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Untuk program Jaminan

Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya dimulai

sejak 1 Januari 2014. Program tersebut selanjutnya disebut dengan Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN).

Tujuan pelaksanaan JKN adalah untuk memberikan perlindungan

kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah

membayar iuran atau iuran dibayar oleh pemerintah.

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan desain case

study. Pengambilan data pasien dilakukan secara retrospektif, melalui

pengumpulan data dari rekam medis pasien rawat inap yang menerima antibiotika

meropenem di RUMKITAL Dr. Mintoharjo, selama periode Januari-Desember

2014.

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien Sepsis

di ruang rawat inap RUMKITAL Dr. Mintoharjo periode Januari-Desember 2014.

26 rekam medis pasien yang

menggunakan antibiotik

meropenem yang memenuhi

kriteria inklusi

Kualitas penggunaan

antibiotik meropenem

Rasional

(kategori 0)

Tidak rasional

(kategori I-VI)

Parameter Gyssens: (Pamela, 2011)

- ketepatan indikasi,

- ketepatan pemilihan

berdasarkan efektivitas - toksisitas - harga

- lama pemberian - dosis

- interval pemberian - rute pemberian - waktu pemberian

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Subjek dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria

eksklusi.

Kriteria inklusi adalah:

a. Semua pasien sepsis rawat inap BPJS yang menggunakan antibiotik

meropenem di ruang rawat inap RUMKITAL Dr. Mintoharjo periode

Januari-Desember 2014

b. Subjek penelitian adalah semua usia

c. Rekam medik yang lengkap dan jelas terbaca

Kriteria eksklusi adalah:

a. Pasien tidak dalam rentang terapi yang dapat dievaluasi

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria

inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu

semua pasien yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian. Dari

hasil uji pendahuluan didapatkan 41 rekam medis pasien sepsis yang menerima

antibiotik meropenem tetapi hanya 26 pasien yang masuk kriteria inklusi.

Sebanyak 15 rekam medis pasien sepsis dieksklusi karena data rekam medis yang

hilang atau tidak memenuhi rentang terapi.

3.4. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang administrasi medis RUMKITAL Dr.

Mintoharjo Jakarta Pusat pada bulan Februari 2015-selesai. Pengambilan data

dilakukan bulan Februari-Maret 2015. Pengolahan data dan analisis data

dilakukan bulan April-Mei 2015.

3.5. Definisi operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang didefinisikan sebagai berikut:

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara dan Alat

Ukur Skala Ukur Keterangan

1

Karakteristik

Pasien

Jenis

Kelamin

Umur

Keparahan

sepsis

Jenis terapi

Jenis sepsis

Kondisi fisik yang

menentukan status

seseorang laki-laki

atau perempuan

Usia pasien yang

menjalani terapi

berdasarkan ulang

tahun terakhir

Keparahan sepsis

yang dialami

pasien

Jenis terapi

antibiotika

meropenem yang

diberikan kepada

pasien

Jenis sepsis yang

dialami pasien

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan

diagnosis pasien

di rekam medis

Melihat

pencatatan

pemberian obat

dan hasil kultur

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan

diagnosis pasien

di rekam medis

Nominal

Kategori

Nominal

Nominal

Nominal

1. Laki-laki

2. Perempuan

1. Balita

2. Kanak-Kanak

3. Remaja Awal

4. Remaja Akhir

5. Dewasa Awal

6. Dewasa Akhir

7. Lansia Awal

8. Lansia Akhir

9. Manula

1. Sepsis

2. Sepsis berat

3. Syok septik

1. Empiris

2. Definitif

1. Nosocomial

sepsis

2. Community

acquired sepsis

Intraabdominal

sepsis

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

No Variabel Definisi Cara dan Alat

Ukur Skala Ukur Keterangan

Komorbidit

as

Lama

perawatan

Jumlah

obat yang

diterima

Jumlah

antibiotik

yang

diterima

Keberadaan dua

penyakit atau lebih

dalam satu waktu

pada satu pasien

Lama hari rawat

pasien di ruang

rawat inap

RUMKITAL Dr.

Mintohardjo

Jumlah obat yang

digunakan pasien

selama masa

perawatan

Jumlah antibiotik

yang digunakan

pasien selama masa

perawatan

Melihat

pencatatan

diagnosis pasien

di rekam medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan

formulir

pemberian obat di

rekam medis

Melihat

pencatatan

formulir

pemberian obat di

rekam medis

Nominal

Rasio

Rasio

Rasio

3. Community

acquired

pneumonia sepsis

4. Hospital

acquired

pneumonia sepsis

5.Urosepsis

1.Renal disease

Cerebrovascula

r disease

2.Congestive

heart failure

3.Diabetes with

chronic

complication

4.Diabetes

5.Peripheral

vascular disease

1. <10 hari

2.10-20 hari

3. 20-30 hari

4. >30 hari

1. 1-10 obat

2. 10-20 obat

3. >20 obat

1. 1-2 antibiotik

2. 3-4 antibiotik

3. ≥ 5 antibiotik

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

No Variabel Definisi Cara dan Alat

Ukur Skala Ukur Keterangan

2

Resistensi

Tingkat resistensi

mikroorganisme

penyebab infeksi

terhadap antibiotik

Melihat hasil uji

sensitivitas di

laporan peta

resistensi

mikroorganisme

Nominal

1. Sensitif

2. Intermediet

3. Resisten

3

Kualitas

penggunaan

antibiotik

Ketepatan

indikasi

Ketepatan

pemilihan

berdasarkan

efektivitas

Toksisitas

Harga

Ketepatan

penggunaan

antibiotik

meropenem yang

dievaluasi dengan

kategori Gyssens

Pemberian

antibiotik

meropenem sesuai

dengan indikasi

yang benar sesuai

diagnosa dokter

Pemilihan

antibiotik

meropenem yang

tepat sesuai dengan

hasil kultur dan

peta kuman atau

literatur terkait

Kemampuan

antibiotik

meropenem untuk

menimbulkan

kerusakan dalam

tubuh

Harga antibiotik

sesuai dengan

peraturan yang

berlaku

Mengevaluasi

kualitas antibiotik

meropenem

sesuai dengan

parameter

Gyssens

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Rasio

1. Rasional

2. Tidak rasional

1. Tepat

2. Tidak tepat

1. Tepat

2. Tidak tepat

1. Toksik

2. Tidak toksik

Rupiah

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

No Variabel Definisi Cara dan Alat

Ukur Skala Ukur Keterangan

Lama

pemberian

Dosis

Interval

pemberian

Rute

pemberian

Waktu

pemberian

Waktu yang

digunakan dalam

pemberian

antibiotik ke pasien

Takaran antibiotik

meropenem yang

diberikan

Jarak waktu antar

pemberian

antibiotik

meropenem

Jalur antibiotik

meropenem masuk

ke dalam tubuh

Waktu pada saat

antibiotik

meropenem

diberikan

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Melihat

pencatatan status

pasien di rekam

medis

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

1. Tepat

2. Tidak tepat

1. Tepat

2. Tidak tepat

1. Tepat

2. Tidak tepat

1. Tepat

2. Tidak tepat

1. Tepat

2. Tidak tepat

3.6. Prosedur Penelitian

3.6.1. Persiapan (Permohonan Izin)

Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian

dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah kepada RUMKITAL Dr. Mintoharjo. Penyerahan surat persetujuan

penelitian dari RUMKITAL Dr. Mintoharjo kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

3.6.2. Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan alur sebagai berikut:

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Pengumpulan data sekunder yang diawali dengan mengumpulkan data

resistensi kultur bakteri yang mungkin menyebabkan infeksi di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo. Kultur bakteri tersebut diperoleh dari

beberapa pasien selama tahun 2014. Masing-masing kultur tersebut sudah

ditetapkan resistensinya terhadap berbagai antibiotik. Data resistensi

bakteri yang didapatkan kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis

bakteri dan dihitung resistensinya terhadap berbagai antibiotik bertujuan

untuk memperoleh gambaran resistensi bakteri tersebut terhadap antibiotik

yang digunakan.

b. Pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi. Data rekam medis

dari pasien tersebut kemudian didokumentasikan berupa nomor rekam

medis, usia pasien, jenis kelamin, diagnosis, dan data penggunaan obat.

c. Data dari rekam medis pasien dan peta resistensi bakteri terhadap

antibiotik dianalisis dan dievaluasi menggunakan metode Gyssens

3.6.3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari rekam medis pasien kemudian diolah dengan

menggunakan program Statistical Package for the Social Science (SPSS) edisi

16.0 .

Proses pengolahan data meliputi langkah sebagai berikut:

a. Editing

Proses ini meliputi pemeriksaan kelengkapan data yang akan diolah,

koreksi kesalahan data dan eksklusi data-data yang tidak dibutuhkan

sehingga prngolahan data lebih mudah dan dapat dilakukan peneliti

dengan baik

b. Coding

Proses ini merupakan pemberian kode berupa angka terhadap data-data

yang terdiri dari beberapa kategori dalam satu variabel

c. Input data, yaitu kegiatan memasukkan data yang akan diolah ke dalam

program

d. Cleaning data¸ atau pemeriksaan kembali untuk memastikan data benar

dan siap diolah

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.6.4. Analisis data

a. Evaluasi kualitas penggunaan antibiotika

Evaluasi kualitas penggunaan antibiotika berdasarkan alur Gyssens

meliputi kelengkapan data, indikasi penggunaan antibiotika, pemilihan antibiotika

berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, lama pemberian, dosis,

rute dan interval serta waktu pemberian antibiotik. Pedoman yang digunakan

untuk penelitian antara lain International Guideline for Management Severe

Sepsis and Septic Shock 2012, peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo dan

literatur terkait lainnya. Hasil evaluasi yang didapatkan kemudian dinyatakan

dengan persentase.

b. Analisis data

Analisis data dilakukan secara deskriptif, yakni analisis menggambarkan

data yang diperoleh dari selama penelitian secara sederhana sehingga dapat dibaca

dan dianalisis secara sederhana (Nursalam, 2008). Data akan dipaparkan dalam

tabel-tabel persentase menggunakan fitur frequency pada program SPSS 17.0

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap regimen antibiotik meropenem yang

diterima pasien sepsis di ruang rawat inap RUMKITAL Dr. Mintohardjo selama

periode Januari-Desember 2014.Pada penelitian ini dilakukan evaluasi kualitas

penggunaan antibiotik meropenem pada pasien sepsis yang dilakukan berdasarkan

kategori Gyssens. Parameter kualitas penggunaan antibiotik berdasarkan kategori

Gyssens antara lain ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan

efektivitas, toksisitas, harga, lama pemberian, dosis, interval pemberian, rute

pemberian, dan waktu pemberian (Pamela, 2011). Berdasarkan Surviving Sepsis

Campaign, pemilihan antibiotik untuk pasien sepsis harus berspektrum luas untuk

melawan bakteri patogen yang mungkin menginfeksi dan harus berpedoman pada

pola prevalensi bakteri lokal. Mengacu pada hal tersebut, kualitas penggunaan

antibiotik meropenem juga berpedoman dari peta resistensi bakteri terhadap

antibiotik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo. Peta resistensi bakteri yang digunakan

sebagai pedoman ini tidak dapat digeneralisir untuk digunakan di seluruh rumah

sakit karena jenis bakteri yang ditemukan di setiap rumah sakit berbeda-beda.

Bakteri yang terdapat di lingkungan rumah sakit dapat menyebabkan infeksi

nosokomial, salah satunya adalah sepsis. Pembuatan peta resistensi berasal dari

hasil uji kultur mikrobiologi terhadap sampel yang diambil dari pasien yang

menderita infeksi namun tidak kunjung sembuh. Sampel yang digunakan dalam

pembuatan peta resistensi misalnya darah, urin, sputum, jaringan dan cairan tubuh

pasien.

Peta resistensi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi ketepatan

pemilihan berdasarkan efektivitas dan harga yang merupakan salah satu faktor

penilaian kerasionalan penggunaan antibiotik berdasarkan kategori Gyssens.

Antibiotik yang diberikan dinilai efektif apabila sensitivitasnya terhadap bakteri

yang menyebabkan sepsis masih cukup tinggi, dimana resistensi bakteri terhadap

antibiotik kurang dari 50% yang berarti efektivitas antibiotik dalam menghambat

pertumbuhan bakteri tersebut masih tinggi (Fathni, 2012). Apabila hasil uji kultur

negatif atau tidak dilakukan uji kultur, maka terapi dianggap terapi empiris. Pada

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penelitian ini ditemukan populasi pasien sepsis yang menerima antibiotik

meropenem sebesar 41 pasien. Dari populasi tersebut didapatkan sampel sebesar

26 pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi.

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Pasien

Data yang diperoleh dari rekam medis pasien menunjukkan bahwa pasien

sepsis yang menerima antibiotik meropenem terdiri dari 14 orang laki-laki

(53,8%) dan 12 orang perempuan (46,2%).

Penggolongan usia pasien berdasarkan Departemen Kesehatan RI

(DEPKES) 2009. DEPKES RI mengklasifikasikan usia manusia menjadi delapan

kelompok, yaitu balita (0-5 tahun), kanak-kanak (6-11 tahun), remaja awal (12-16

tahun), remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-

45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir (56-65 tahun), dan manula (65

tahun ke atas). Berdasarkan kelompok usia, dapat dilihat bahwa rentang usia 46

tahun sampai 55 tahun (lansia awal) adalah usia pasien terbanyak yang ditemukan.

Jika digabungkan dengan kelompok usia yang lebih tua, yaitu lansia akhir dan

manula maka didapatkan persentase pasien lanjut usia sebesar 51,6 %.

Karakteristik pasien berdasarkan keparahan sepsis juga diamati dan terbagi

menjadi tiga kategori yaitu sepsis, sepsis berat dan syok septik. Data yang diamati

dari rekam medis pasien menunjukkan bahwa 19 pasien (73,1%) didiagnosis

sepsis, 3 pasien didiagnosis sepsis berat (11,5%) dan 4 pasien (15,4%) didiagnosis

syok septik. Jenis terapi pasien dibedakan menjadi jenis terapi empiris dan

definitif. Sebanyak 24 pasien (92.3%) menerima meropenem sebagai terapi

empiris dan 2 pasien sebagai terapi definitif (7.7%). Jenis sepsis yang dialami

pasien diamati dari rekam medis dan dibedakan menjadi sepsis tanpa lokasi

infeksi yang dicurigai dan sepsis dengan infeksi yang dicurigai. Sepsis tanpa

lokasi infeksi yang dicurigai dibagi menjadi community acquired sepsis dan

nosocomial sepsis. Sepsis dengan lokasi infeksi yang diketahui dibagi menjadi

beberapa jenis sesuai dengan lokasi infeksi. Hasil pengamatan pada rekam medis

menunjukkan nosocomial sepsis (11 pasien, 42%) adalah jenis sepsis terbanyak

yang dialami pasien. Data komorbiditas pasien dikategorikan berdasarkan

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Charlson Comobidity Index menggunakan kode International Classification of

Disease (ICD-9) (Deyo et al, 1992). Hasil pengamatan pada rekam medis

menunjukkan cerebrovascular disease (5 pasien, 29%) adalah komorbiditas yang

paling banyak ditemukan.

Karakteristik pasien lain yang diamati adalah lama perawatan, jumlah obat

yang diterima selama perawatan dan jumlah antibiotik yang diterima selama

perawatan. Ketiga karakteristik tersebut dikategorikan berdasarkan rentang

tertentu. Karakteristik pasien sepsis yang menerima antibiotik meropenem dapat

dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Sepsis yang Menerima Antibiotik Meropenem

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

14

12

53.8

46.2

Kelompok Usia

Balita (0-5 tahun)

Kanak-kanak (6-11 tahun)

Dewasa Awal (26-35 tahun)

Dewasa Akhir (36-45 tahun)

Lansia Awal (46-55 tahun)

Lansia Akhir (56-65 tahun)

Manula (65 tahun ke atas)

2

2

2

4

8

3

5

7.7

7.7

7.7

15.4

30.8

11.5

9.3

Keparahan Sepsis

Sepsis

Sepsis Berat

Syok Septik

19

3

4

73.1

11.5

15.4

Jenis Terapi Meropenem

Empiris

Definitif

24

2

92.3

7.7

Jenis Sepsis

Nosocomial sepsis

Community acquired sepsis

Intraabdominal sepsis

Community acquired

pneumonia sepsis

Hospital acquired

pneumonia sepsis

Urosepsis

11

4

2

1

7

1

42%

15%

8%

4%

27%

4%

Komorbiditas

Renal disease

Cerebrovascular disease

4

5

23.5

29

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Congestive heart failure

Diabetes with chronic

complication

Diabetes

Peripheral vascular disease

2

1

4

1

12

6

23.5

6

Lama Perawatan

<10 hari

10-20 hari

20-30 hari

>30 hari

7

13

1

5

26.9

50.0

3.8

19.2

Jumlah Obat yang

Diterima

1-10

10-20

>20

8

17

1

23.1

65.4

11.5

Jumlah Antibiotik yang

Diterima

1-2

3-4

≥5

6

17

3

30.8

65.4

3.8

4.1.2. Peta Resistensi Mikroorganisme

Peta resistensi mikroorganisme di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada

tahun 2014 menunjukkan persentase resistensi berbagai bakteri terhadap 24 jenis

antibiotik. Peta resistensi bakteri juga menyediakan informasi mengenai jenis

spesimen yang digunakan dalam uji resistensi. Spesimen yang paling banyak

digunakan adalah darah, sebanyak 185 spesimen (40,30%). Dari 185 spesimen

hanya 25 spesimen (13,51%) memberikan hasil positif, sedangkan 160 spesimen

(86,49%) memberikan hasil steril atau tidak terdapat pertumbuhan kuman.

Spesimen yang paling banyak memberikan hasil positif adalah sputum, dimana

dari 52 spesimen sputum semuanya memberikan hasil positif (100%). Spesimen

yang banyak memberikan hasil positif setelah sputum adalah pus/swab luka,

dimana dari 74 spesimen, 59 spesimen (79,72%) memberikan hasil positif. Data

jumlah spesimen uji sensitivitas antibiotik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo dapat

dilihat di tabel 4.2.

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.2. Data Jumlah Spesimen Uji Sensitivitas Antibiotik RUMKITAL Dr.

Mintohardjo Periode Januari-Desember 2014

No Jenis

Spesimen

Jumlah

Isolat

% Positif % Steril %

1 Darah 185 40,30 25 13,51 160 86,49

2 Urin 132 28,75 25 18,93 107 81,07

3 Sputum 52 11,32 52 100,00 0 0

4 Pus/Swab

Luka

74 16,12 59 79,72 15 20,28

5 Cairan

Tubuh

9 1,96 5 55,55 4 44,45

6 Faeces 2 0,43 0 0 2 100,00

7 Ujung

Kateter

1 0,21 1 100,00 0 0

8 Swab Vagina 1 0,21 1 100,00 0 0

9 Jaringan 1 0,21 0 0 1 100,00

10 Pot Selang 1 0,21 1 100 0 0

11 Swab Rektal 1 0,21 0 0 1 100

Jumlah 459 100,00 169 36,82 290 63,18

Jenis bakteri yang ditemukan pada spesimen yang diuji kebanyakan adalah

bakteri gram negatif seperti kelompok bakteri Coliform, Pseudomonas sp.,

Proteus sp., dan Aerobacter sp. Adapun bakteri gram positif yang ditemukan

adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Bakteri yang paling banyak

ditemukan dari spesimen yang diuji adalah bakteri kelompok Coliform dan

Eschericia coli yaitu pada 37 kultur spesimen (21,90%) ditemukan bakteri

Coliform dan pada 34 kultur spesimen (20,11%) ditemukan bakteri Eschericia

coli. Data mengenai jumlah kuman yang terlibat dalam pembuatan peta resistensi

dapat dilihat di tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data Jumlah Kuman yang Terlibat dalam Pembuatan Peta resistensi

Bakteri terhadap Antibiotik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo periode Januari-

Desember 2014

No Jenis Kuman Jumlah %

1 Alkaligenes faecalis 30 17,75

2 Aerobacter aerogenes 5 2,95

3 Aerobacter Cloacae 1 0,60

4 Coliform 37 21,90

5 Eschericia coli 34 20,11

6 Proteus sp 15 8.90

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7 Pseudomonas sp 17 10,05

8 Staphylococcus aureus 24 14,20

9 Streptococcus sp 5 2,95

10 pseudodiplokokkus 1 0,60

Jumlah 169 100,00

Data jumlah kuman dan spesimen kemudian diperinci menjadi data profil kuman

berdasarkan jenis spesimen. Data profil kuman berdasarkan jenis spesimen dalam

uji sensitivitas dapat dilihat di tabel 4.4.

Tabel 4.4. Data Profil Kuman Berdasarkan Jenis Spesimen Uji Sensitivitas

Antibiotik RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari-Desember 2014

No Jenis Isolat Jenis Kuman Jumlah %

1 Darah Alkaligenes faecalis 9 5,32

Coliform 6 3,55

Eschericia coli 4 2,36

Staphylococcus aureus 5 2,96

Streptococcus Sp 1 0,60

2 Urin Alkaligenes faecalis 5 2,95

Aerobacter aerogenes 1 0,60

Coliform 2 1,18

Eschericia coli 11 6,50

Proteus Sp 3 1,78

Pseudomonas Sp 1 0,60

Staphylococcus aureus 1 0,60

Streptococcus Sp 1 0,60

3 Sputum Alkaligenes faecalis 8 4,73

Aerobacter aerogenes 3 1,78

Coliform 14 8,28

Eschericia coli 6 3,55

Proteus Sp 1 0,60

Pseudomonas Sp 11 6,50

Staphylococcus aureus 6 3,55

Streptococcus Sp 1 0,60

4 Pus/Swab Luka Alkaligenes faecalis 8 4,73

Aerobacter aerogenes 1 0,60

Aerobacter Cloacae 1 0,60

Coliform 10 5,91

Eschericia coli 13 7,70

Proteus Sp 11 6,50

Pseudomonas Sp 4 2,36

Staphylococcus aureus 9 5,32

Streptococcus Sp 2 1,18

5 Cairan Coliform 1 0,60

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Serebrospinal

6 Cairan Empedu Coliform 1 0,60

7 Cairan Asites Coliform 1 0,60

8 Cairan Paru-paru Pseudomonas Sp 1 0,60

9 Jaringan Coliform 1 0,60

10 Sekret Vagina Pseudodiplococcus 1 0,60

11 Kateter Staphylococcus aureus 1 0,60

12 Pot Selang Staphylococcus aureus 1 0,60

Jumlah 169 100.00

Adapun laporan peta resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat dilihat di

lampiran 4.

4.1.3. Evaluasi Antibiotik

Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan untuk mengevaluasi

antibiotik meropenem berdasarkan kriteria Gyssens adalah ketepatan indikasi,

ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas dan harga, lama

pemberian, dosis, interval pemberian, rute pemberian, dan waktu pemberian

(Pamela, 2011). Pengobatan dapat tidak sesuai dengan alasan yang berbeda pada

saat yang sama dan dapat ditempatkan dalam lebih dari satu kategori. Dengan

evaluasi Gyssens, terapi empiris dapat dinilai, demikian juga terapi definitif

setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi diketahui (Gyssens, 2005). Hasil evaluasi

menunjukkan 4 rejimen (15%) termasuk rasional (kategori 0) dan 22 rejimen

(85%) termasuk tidak rasional (kategori I-VI). Sebanyak 22 rejimen yang

termasuk tidak rasional diperinci menjadi 32 hasil evaluasi. Hasil dari evaluasi

antibiotik meropenem dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Evaluasi Penggunaan Antibiotik Meropenem (n=26)

Kerasionalan Jumlah Persentase (%)

Rasional (Kategori 0) 4 15

Tidak rasional (Kategori

I-VI)

22 85

Total 26 `100

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil evaluasi penggunaan antibiotik meropenem yang tidak rasional dapat

diperinci menjadi beberapa kategori sesuai dengan parameter yang dinilai.

Rincian ketidakrasionalan penggunaan antibiotik meropenem dapat dilihat pada

tabel 4.6.

Tabel 4.6. Rincian Ketidakrasionalan Penggunaan Antibiotik Meropenem (n=34)

Kategori Jumlah Persentase (%)

Dosis tidak tepat (Kategori IIA) 3 9

Interval tidak tepat (Kategori IIB) 8 24

Pemberian terlalu lama (Kategori IIIA) 2 6

Alternatif lain lebih efektif (Kategori IVA) 17 49

Spektrum alternatif lebih sempit (Kategori IVD) 1 3

Data tidak lengkap (Kategori VI) 3 9

- 34 100

Hasil evaluasi kategori IVA (ada alternatif lebih efektif) dapat diperinci

lagi menjadi jenis antibiotik alternatif yang lebih efektif. Rincian jenis antibiotik

alternatif yang lebih efektif dapat dilihat di tabel 4.7.

Tabel 4.7. Jenis Antibiotik Alternatif yang Lebih Efektif

Antibiotik yang Lebih Efektif Jumlah

Amikasin, Imipenem dan Fosfomisin 9

Levofloksasin 7

Siprofloksasin dan Fosfomisin 1

- 17

4.2. Pembahasan Penelitian

4.2.1. Karakteristik Pasien

Data karakteristik pasien yang diperoleh meliputi jenis kelamin, usia,

keparahan sepsis, lama perawatan, jumlah obat yang diterima selama perawatan

dan jumlah antibiotik yang diterima selama perawatan. Data jenis kelamin

menunjukkan bahwa jumlah antara pasien laki-laki dan perempuan hampir

seimbang, yaitu 53,8% laki-laki dan 46,2% perempuan. Hasil penelitian ini

berbeda dengan penelitian cohort yang dilakukan oleh Brun-Buisson (1995),

Danai dan Martin (2005) dan Engel et al (2006) yang melaporkan bahwa sepsis

lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Laki-laki beresiko

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menderita sepsis 30% lebih besar dibanding dengan perempuan (Danai dan

Martin, 2005). Perbedaan ini kemungkinan karena jumlah sampel yang sedikit

dan juga karena tidak semua pasien sepsis di RUMKITAL Dr. Mintohardjo

diteliti. Hanya pasien sepsis yang menerima meropenem saja yang termasuk

kriteria inklusi dalam penelitian ini.

Data usia pasien menunjukkan bahwa kelompok usia pasien terbanyak

adalah lansia awal (46-55 tahun) sebesar 30,8%. Jika usia semua pasien dirata-

ratakan maka didapatkan usia 46,5 tahun. Menurut Danai dan Martin (2005) rerata

usia pasien sepsis adalah 55-65 tahun. Dibandingkan dengan penelitian tersebut,

rerata usia pasien sepsis pada penelitian ini lebih muda. Hal ini kemungkinan

dikarenakan karena jumlah sampel yang sedikit dan adanya perbedaan ruang

lingkup dan waktu penelitian. Kemungkinan lain perbedaan ini berkaitan dengan

tipe rumah sakit. Engel et al (2006) melaporkan bahwa pada rumah sakit besar,

pasien sepsis cenderung berusia lebih muda. RUMKITAL Dr. Mintohardjo

merupakan rumah sakit tipe B dengan jumlah tempat tidur 256 buah termasuk

rumah sakit besar, sehingga kemungkinan pasien sepsis cenderung berusia lebih

muda.

Data jenis keparahan sepsis menunjukkan sebesar 19 pasien (73,1%)

mengalami sepsis, 3 pasien (11,5% ) mengalami sepsis berat dan 4 pasien (15,4%)

mengalami syok septik. Salah satu isu penting dalam terapi sepsis adalah apakah

keparahan sepsis berpengaruh pada pemilihan antibiotik. Tidak ada penelitian

randomized controlled trial (RCT) yang sudah dilakukan mengenai hal ini. Hal

yang sudah jelas adalah pada pasien yang mengalami syok septik, terapi dengan

antibiotik yang tidak efektif tidak dapat diterima. Konsekuensinya, rejimen

antibiotik untuk pasien syok septik harus efektif melawan bakteri patogen yang

dicurigai. Tetapi tidak ada bukti berapa level resistensi antibiotik yang masih bisa

diterima untuk terapi pasien sepsis (SWAB, 2010). Karena itu, evaluasi ketepatan

antibiotik dalam penelitian ini akan mengacu pada terapi secara umum tanpa

memandang keparahan pasien.

Data jenis terapi meropenem pasien yang didapat dari rekam medis dan

laporan rekapitulasi hasil kultur menunjukkan bahwa mayoritas pasien menerima

meropenem sebagai terapi empiris yaitu sebesar 24 pasien (92.3%). Banyaknya

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terapi empiris dikarenakan banyak uji kultur yang dilakukan memberikan hasil

negatif. Adapun pasien yang menerima meropenem sebagai terapi definitif sesuai

hasil kultur hanya 2 pasien (7.7%). Dari 26 rejimen meropenem yang termasuk

kriteria inklusi, tidak semuanya didukung oleh data kultur mikrobiologi. Sebanyak

6 pasien tidak melakukan uji kultur mikrobiologi. Adapun 20 pasien lain yang

melakukan hasil uji kultur mikrobiologi, memberikan hasil 9 kultur positif dan 11

kultur negatif. Kebanyakan uji kultur tersebut dilakukan setelah meropenem mulai

diberikan sehingga penggunaan meropenem dianggap sebagai terapi empiris.

Jikapun uji kultur dilakukan sebelum pemberian meropenem, hasil uji kultur

tersebut adalah negatif (tidak ada kuman yang tumbuh). Sekitar 50% hasil kultur

dari pasien sepsis adalah negatif (Phua et al, 2013). Ada beberapa kemungkinan

penyebab hasil negatif tersebut. Pertama, sensitivitas uji kultur mikrobiologi yang

rendah. Alasan yang bisa dikemukakan antara lain adalah adanya paparan

antibiotik sebelum dilakukan uji kultur mikrobiologi, kesalahan sampling, volume

darah yang tidak mencukupi untuk uji kultur mikrobiologi, kondisi pemindahan

sampel yang tidak baik, dan bakteri yang memiliki pertumbuhan sangat lambat

atau sangat cepat (Phua et al, 2013). Kedua, kemungkinan pasien yang memiliki

hasil kultur negatif tidak menderita sepsis karena bakteri. Sekitar 5% kasus sepsis

di ICU disebabkan oleh fungi (Phua et al, 2013). Dalam penelitian ini, hasil kultur

negatif diduga karena paparan antibiotik sebelum dilakukan uji kultur

mikrobiologi menyebabkan level bakteri dalam spesimen uji menurun sehingga

tidak terdeteksi. Kemungkinan lain adalah pasien tidak menderita sepsis karena

bakteri. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa dipastikan karena tidak dilakukan

pemeriksaan untuk memastikan adanya penyebab lain seperti virus dan jamur.

Sebagai konsekuensi dari ketidaktepatan waktu uji kultur mikrobiologi dan hasil

negatif uji kultur mikrobiologi, maka meropenem dianggap sebagai terapi empiris.

Hanya 2 rejimen dari 26 rejimen yang dianggap sebagai terapi definitif karena

pemberian meropenem dilakukan setelah hasil kultur didapatkan.

Jenis sepsis yang dialami pasien dibedakan menjadi sepsis tanpa lokasi

infeksi yang jelas dan sepsis dengan lokasi infeksi yang dicurigai (SWAB, 2010).

Penelusuran jenis sepsis dari rekam medis menunjukkan bahwa nosocomial sepsis

(11 pasien, 42%) adalah jenis sepsis yang paling banyak dialami pasien.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Banyaknya kejadian yang diidentifikasi sebagai nosocomial sepsis dikarenakan

tidak ada lokasi infeksi yang dicurigai, dan juga karena hasil kultur negatif.

Adapun sepsis dengan lokasi infeksi yang dicurigai yang paling banyak

ditemukan adalah hospital acquired pneumonia sepsis yaitu sebanyak 7 pasien

(27%). Pneumonia merupakan penyakit infeksi di saluran pernapasan. Hal ini

sesuai dengan penelitian oleh Engel et al (2007) yang menunjukkan bahwa

saluran pernapasan merupakan sumber infeksi sepsis yang paling banyak. Jenis

sepsis yang lain yang ditemukan pada pasien adalah Community acquired sepsis,

Intraabdominal sepsis (2 pasien, 8%), Community acquired pneumonia sepsis (1

pasien, 4%), dan Urosepsis (1 pasien, 4%).

Data komorbiditas pasien dikategorikan berdasarkan Charlson Comobidity

Index menggunakan kode International Classification of Disease (ICD-9) (Deyo

et al, 1992). Data yang didapatkan dari rekam medis menunjukkan bahwa

cerebrovascular disease menjadi komorbiditas yang paling banyak dialami pasien

yaitu sebesar 29%. Komorbiditas lain yang ditemukan antara lain renal disease

(23%), congestive heart failure (12%), diabetes with chronic complication (6%),

diabetes (23%) dan peripheral vascular disease (6%). Apabila digabungkan

antara diabetes dan diabetes with chronic complication didapatkan hasil

persentase sebesar 29% sehingga sama besar dengan cerebrovascular disease.

Martin (2009) melaporkan bahwa dari 12.000 pasien sepsis yang diteliti,

komorbiditas yang paling banyak ditemukan adalah diabetes. Pasien diabetes

memiliki beberapa kondisi kerusakan imun seperi penurunan cell-mediated

immunity dan fagositosis. Diabetes meningkatkan kecenderungan individu

terhadap kejadian infeksi serius dalam aliran darah dan resiko disfungsi organ

berkaitan dengan sepsis (Iskander et al, 2013). Komorbiditas yang meningkatkan

resiko kematian pada pasien sepsis antara lain kondisi supresi imun, kanker,

HIV/AIDS, gagal hati dan ketergantungan terhadap alkohol (Iskander et al, 2013)

Data keparahan sepsis pasien yang didapat dari rekam medis menunjukkan

bahwa mayoritas pasien mengalami sepsis yaitu sebanyak 19 pasien (73,1%)

diikuti syok septik 4 pasien (15,4%) dan sepsis berat 3 orang (11,3%). Lama

perawatan pasien berkisar antara 5-72 hari dengan rerata 20 hari. Angka ini

berbeda dengan Danai dan Martin (2005) yang melaporkan rerata 12 hari.

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jumlah obat yang diterima pasien selama perawatan paling banyak pada

kategori 10-20 obat. Rerata jumlah obat yang diterima per pasien adalah 13 obat.

Menurut Ernie dan Hafiz (2007), pemberian obat dengan jumlah berlebihan atau

lebih dari 4 jenis obat dikenal dengan polifarmasi. Berdasarkan hal ini, pola

penggunaan obat pada pasien sepsis dapat dikatakan polifarmasi. Polifarmasi

sering menimbulkan interaksi obat, baik yang bersifat meningkatkan maupun

meniadakan efek obat. Interaksi obat yang ditimbulkan dapat menyebabkan efek

samping obat atau efek yang tidak diinginkan (Pillians, 2006).

Jumlah antibiotik yang diterima pasien selama perawatan terbanyak pada

3-4 antibiotik. Rerata jumlah antibiotik yang diterima pasien adalah 3 antibiotik.

4.2.2. Peta Resistensi Mikroorganisme

Antibiotik yang digunakan dalam pembuatan peta resistensi

mikroorganisme dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimianya, antara lain:

a. Golongan β-laktam, antara lain golongan penisilin: ampisilin, amoksisilin

sulfat, dan penisilin-tazobactam; golongan sefalosporin generasi 2:

sefrozil; golongan sefalosporin generasi 3: seftriakson, seftazidim,

sefotaksim, sefoperazon dan seftizoksim; dan golongan karbapenem:

meropenem dan imipenem

b. Golongan aminoglikosida, antara lain: gentamisin, amikasin sulfat,

kanamisin, dan netilmisin

c. Golongan kuinolon, antara lain fluoroquinolon generasi 2: siprofloksasin,

ofloksasin, levofloksasin dan kuinolon sintetik yaitu asam nalidiksat

d. Golongan glikopetida, yaitu vankomisin

e. Golongan makrolida, yaitu eritromisin

f. Golongan lain-lain, yaitu tetrasiklin, kloramfenikol, fosfomisin dan

linkomisin

Antibiotik tersebut digunakan untuk uji resistensi bakteri sesuai dengan

spektrum antibakteri masing-masing, dimana terdapat beberapa antibiotik yang

aktif pada bakteri gram negatif saja dan tidak efektif terhadap bakteri gram positif

maupun sebaliknya.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Spesimen yang paling banyak digunakan adalah darah, sebanyak 185

spesimen (40,30%). Dari 185 spesimen hanya 25 spesimen (13,51%) memberikan

hasil positif, sedangkan 160 spesimen (86,49%) memberikan hasil steril atau tidak

terdapat pertumbuhan kuman. Bakteri yang ditemukan di darah menunjukkan

bahwa infeksi bakteri telah bersifat sistemik dan menyebar ke organ lain atau

bakteremia (Naber, 2009). Spesimen yang paling banyak memberikan hasil positif

adalah sputum, dimana dari 52 spesimen sputum semuanya memberikan hasil

positif (100%).

Bakteri yang paling banyak ditemukan dari spesimen yang diuji adalah

bakteri kelompok Coliform dan Eschericia coli yaitu pada 37 kultur spesimen

(21,90%) ditemukan bakteri Coliform dan pada 34 kultur spesimen (20,11%)

ditemukan bakteri Eschericia coli. Hasil ini tidak berbeda dengan pengamatan

peta resistensi mikroorganisme di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada tahun 2012

yang dilakukan Fathni (2009). Coliform merupakan bakteri gram negatif batang

yang terdiri dari beberapa jenis bakteri, salah satunya Eschericia coli. Bakteri

Eschericia coli dalam uji resistensi ini dipisahkan karena dapat dibedakan dari

bakteri lainnya yang termasuk kelompok Coliform. Bakteri yang banyak

ditemukan setelah Eschericia coli adalah Staphylococcus aureus yaitu sebanyak

24 kultur spesimen (14,20%). Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram

positif yang tidak selalu patogen namun dapat menyebabkan berbagai penyakit

infeksi, mulai dari infeksi kulit hingga bakteremia (Fathni, 2012). Banyaknya

bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus aureus di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo menunjukkan bahwa resiko sepsis tergolong tinggi. Eschericia coli

merupakan bakteri gram negatif yang paling banyak diisolasi dari pasien sepsis,

sedangkan Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang paling

banyak diisolasi dari pasien sepsis (DiPiro, 2008).

Data peta resistensi bakteri terhadap antibiotik memperlihatkan bahwa

kebanyakan bakteri, baik gram positif maupun negatif sudah resisten terhadap

kebanyak antibiotik yang digunakan dalam uji resistensi. Kelompok bakteri

Coliform yang paling banyak ditemukan di lingkungan RUMKITAL Dr.

Mintohardjo sudah resisten terhadap 17 jenis antibiotik dari 20 antibiotik yang

digunakan untuk uji resistensi Coliform. Coliform masih sensitif kepada antibiotik

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

amikasin sulfat, siprofloksasin dan fosfomisin. Eschericia coli yang merupakan

bakteri gram negatif yang banyak ditemukan pada pasien sepsis sudah resisten

terhadap 16 jenis antibiotik dari 20 antibiotik yang digunakan untuk uji resistensi

Eschericia coli. Eschericia coli masih sensitif terhadap antibiotik amikasin sulfat,

fosfomisin, imipenem, dan meropenem. Staphylococcus aureus yang merupakan

bakteri gram positif yang banyak ditemukan pada pasien sepsis sudah resisten

terhadap 16 jenis antibiotik dari 19 antibiotik yang digunakan untuk uji resistensi

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus masih sensitif terhadap amikasin,

fosfomisin, dan imipenem.

Meropenem sebagai antibiotik berspektrum luas dapat bekerja pada bakteri

gram positif dan gram negatif. Data peta resistensi menunjukkan bahwa

meropenem sudah tidak efektif untuk melawan bakteri gram positif yang

ditemukan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo yaitu Staphylococcus aureus (60%

resisten) dan Streptococcus sp (58% resisten). Pada kelompok bakteri gram

negatif, meropenem sudah resisten terhadap Pseudomonas sp (53% resisten),

Alkaligenes faecalis (60% resisten), Coliform (53% resisten). Meropenem masih

efektif terhadap Eschericia coli (12% resisten), Proteus sp (40% resisten) dan

Aerobacter sp (33% resisten). Dibandingkan dengan meropenem, beberapa

antibiotik yang lebih efektif antara lain amikasin, imipenem dan fosfomisin.

Amikasin masih efektif terhadap Streptococcus sp (20% resisten), Pseudomonas

sp (23% resisten), Coliform (46% resisten), Eschericia coli (12% resisten),

Proteus sp (27% resisten) dan Aerobacter sp (50% resisten). Imipenem masih

efektif terhadap Staphylococcus aureus (20% resisten), Streptococcus sp (37%

resisten), Pseudomonas sp (27% resisten), Eschericia coli (24% resisten), dan

Aerobacter sp (50% resisten). Data laporan peta resistensi bakteri dapat dlihat di

lampiran 4.

Ditinjau dari data yang diperoleh, tingkat resistensi berbagai bakteri yang

ditemukan di lingkungan RUMKITAL Dr. Mintohardjo sudah sangat tinggi. Di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo, uji kultur mikrobiologi dilakukan apabila pasien

menerima antibiotik empiris namun tak kunjung sembuh. Selain itu, hasil uji

kultur mikrobiologi baru bisa diperoleh setelah kurang lebih 6 hari, sehingga

penggunaan antibiotik empiris pun semakin panjang. Penggunaan antibiotik

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam jangka waktu panjang diduga menyebabkan resistensi bakteri terhadap

antibiotik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo. Strategi yang bisa dilakukan untuk

mengontrol resistensi antibiotik antara lain melakukan pengawasan resistensi,

mengontrol higienitas untuk membatasi penyebaran strain tunggal dan membatasi

penggunaan antibiotik termasuk merotasi atau cycling penggunaan antibiotik

(Weinstein, 2001). Cycling adalah penggantian golongan antibiotik (atau

antibiotik tertentu dari sebuah golongan) dengan golongan antibiotik lain (atau

antibiotik lain dari kelas tersebut) yang menunjukkan spektrum aktivitas yang

sesuai (Brown dan Nathwani, 2004). Strategi lain yang bisa dilakukan adalah stop

order policy. Secara sederhana, stop order policy menyaratkan penulis resep

untuk menentukan durasi setiap antibiotik yang diresepkan, baik untuk terapi atau

profilaksis. Tujuan dari stop order policy adalah untuk membatasi durasi

penggunaan antibiotik yang diperpanjang untuk terapi dan profilaksis (Brown,

2005).

4.2.3. Evaluasi Antibiotik Meropenem

Pada penelitian ini, pedoman yang digunakan untuk menganalisis antara

lain International Guideline for Management Severe Sepsis and Septic Shock:

2012, Peta Kuman RUMKITAL Dr. Mintohardjo dan literatur terkait lainnya.

Aspek individu setiap pasien dan profil resistensi bakteri di lingkungan rumah

sakit juga berperan dalam pemilihan obat yang tepat (Bugano et al, 2008). Karena

itu, dalam menganalisis kerasionalan meropenem pada penelitian ini bersifat

individualistik antar pasien tergantung pada penyebab sepsis dan kondisi pasien.

Rekapitulasi data pasien dan rekapitulasi hasil evaluasi pasien dapat dilihat pada

lampiran 2 dan lampiran 3. Evaluasi dilakukan menggunakan alur Gyssens yang

dimulai dari kelengkapan data (kategori VI) dan berlanjut ke parameter-parameter

evaluasi lain hingga terakhir adalah rasional (kategori 0).

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 15% regimen penggunaan

meropenem adalah rasional (kategori 0) dan sebanyak 85% regimen penggunaan

meropenem tidak tepat (kategori I-V). Hasil ini sedikit lebih tinggi dibandingkan

dengan Rosita (2013) yang melakukan evaluasi penggunaan meropenem di

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang dengan penggunaan rasional

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sebesar 7,1% dan tidak rasional 92,9%. Perbedaan ini diperkirakan terjadi karena

perbedaan ruang lingkup, waktu, tempat dan metode penelitian. Penelitian ini

dilakukan dengan metode retrospektif, sedangkan penelitian Rosita (2013)

dilakukan secara prospektif. Penelitian secara prospektif memberikan kesempatan

peneliti untuk mengkonfirmasi jika ditemukan masalah penggunaan antibiotika

dengan penulis resep sebelum membuat penilaian, karena sumber acuan yang

berbeda dapat menyebabkan penilaian yang berbeda (Pamela, 2011).

Ketidakrasionalan rejimen penggunaan meropenem pada penelitian ini

sebesar 85%. Sebanyak 19 rejimen yang termasuk tidak rasional diperinci menjadi

34 hasil evaluasi, meliputi kategori IIA (dosis tidak tepat) sebesar 9%, kategori

IIB (interval tidak tepat) sebesar 24%, kategori IIIA (pemberian terlalu lama)

sebesar 6%, kategori IVA (ada alternatif yang lebih efektif) sebesar 49%, kategori

IVD (spektrum alternatif lebih sempit) sebesar 3% dan kategori VI (data tidak

lengkap) sebesar 9%. Rekapitulasi hasil evaluasi dapat dilihat pada lampiran 3.

Pada hasil penelitian ini tidak terdapat hasil evaluasi kategori IVB

(alternatif lebih tidak toksik), IVC (alternatif lebih murah) dan kategori IIC (rute

tidak tepat). Ketiadaan hasil evaluasi kategori IVB dikarenakan meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak dan

orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima (Mohr, 2008).

Selain itu potensi interaksi obat meropenem tidak terlalu banyak. Meropenem

dilaporkan berinteraksi secara spesifik hanya dengan probenesid dan asam

valproat (Baldwin, 2008). Berdasarkan penelusuran data rekam medis, tidak

satupun obat yang diberikan kepada pasien berinteraksi dengan meropenem

sehingga tidak ada toksisitas yang mungkin terjadi.

Adapun ketiadaan hasil evaluasi berupa kategori IVC karena semua pasien

dalam penelitian ini merupakan pasien BPJS yang tidak menanggung biaya

pengobatan secara pribadi. Hal ini mengacu pada Pamela (2011), dimana apabila

harga antibiotik yang diterima termasuk mahal dan ada alternatif lebih murah

tetapi tidak ditanggung oleh jaminan kesehatan yang diikuti pasien, maka

antibiotik tersebut termasuk dalam kategori IVC. Sedangkan apabila harga

antibiotik termasuk mahal dan ada alternatif lebih murah tetapi ditanggung

jaminan kesehatan, maka antibiotik tersebut tidak termasuk dalam kategori IVC.

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Meskipun biaya pengobatan tidak ditanggung secara pribadi, tetapi ada baiknya

dilakukan penggantian antibiotik dari meropenem yang hanya tersedia dalam

bentuk sediaan parenteral menjadi antibiotik lain dalam bentuk sediaan oral

apabila memungkinkan. Beberapa kriteria berikut dapat dijadikan acuan untuk

penggantian dari antibiotik parenteral ke antibiotik oral (Arnold F, 2004):

a. Tidak ada indikasi terapi intravena, misalnya meningitis, endokarditis, dan

neutropenia

b. Tidak ada indikasi klinis mengenai saluran obat yang abnormal di saluran

cerna, misalnya diare

c. Pasien tidak demam paling tidak selama 8 jam

d. Tanda dan gejala klinis infeksi membaik

e. Jumlah sel darah putih normal

Berdasarkan hasil evaluasi, semua pasien menerima meropenem dengan

cara/rute pemberian yang sudah tepat. Ada dua cara pemberian antibiotik

meropenem yang dilakukan kepada pasien, yaitu injeksi bolus intravena dan drip

(infus) dalam NaCl 0,9%. Meropenem yang direkonstitusi dengan NaCl stabil

dalam selama 10 jam dalam ruangan yang terkontrol suhunya antara 15-25 ◦C dan

48 jam dalam suhu 4 ◦C (Baldwin, 2008). Meropenem merupakan time dependent

antibiotic, dimana aktivitas antibakterinya berhubungan dengan waktu konsentrasi

terjaga di atas MIC (minimum inhibitory concentration) selama interval dosis.

Untuk time dependent antibiotic, infus kontinu dilaporkan dapat mengoptimalisasi

pencapaian target farmakodinamik di dalam plasma (Roberts, et al, 2009).

Roberts et al (2009) melakukan randozimed trial terhadap pasien untuk menerima

meropenem secaa IV bolus dan infus kontinu dengan dosis yang sama yaitu 1

gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infus kontinu dapat menjaga

konsentrasi meropenem dalam plasma dan jaringan subkutan jauh lebih tinggi

daripada IV bolus.

a. Kategori VI (Data Rekam Medis Tidak Lengkap)

Berdasarkan alur Gyssens, evaluasi penggunaan antibiotik pertama kali

ditinjau dari kelengkapan data penggunaan antibiotik tersebut. Apabila data

penggunaan antibiotik tidak lengkap maka analisis berhenti pada kategori VI.

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suatu rekam medis yang masuk pada kategori VI memiliki kelengkapan form

sebagaimana tertuang dalam PERMENKES RI NOMOR

269/MENKES/PER/III/2008, tetapi tidak memiliki kelengkapan data yang

dibutuhkan untuk evaluasi antibiotik. Kelengkapan yang dimaksud dalam hal ini

adalah pencatatan penggunaan antibiotik meliputi rejimen dosis, interval, rute dan

waktu pemberian. Hasil penelitian menunjukkan dari 26 data rekam medis yang

akan dievaluasi, sebanyak 3 rekam medis (9%) tidak memiliki data rekam medis

yang lengkap. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan Gyssens (2001) yang

menyebutkan 10% regimen terapi tidak dapat dievaluasi karena data yang tidak

mencukupi. Ketiga rekam medis yang termasuk kategori VI ini (nomor 16, 21,22)

tidak memiliki pencatatan waktu pemberian obat yang lengkap. Ketiga rekam

medis yang termasuk kategori VI tidak dapat dievaluasi lebih lanjut sehingga

tersisa 23 data yang bisa dievaluasi lebih lanjut.

b. Kategori IVA (Alternatif Lebih Efektif)

Alur Gyssens selanjutnya adalah apakah antibiotik tersebut diindikasikan.

Untuk mengevaluasi hal ini bisa ditinjau dari hasil diagnosis dan data

laboratorium pasien. Berdasarkan data rekam medis, semua pasien terdiagnosis

sepsis dan mengalami peningkatan leukosit sehingga diindikasikan untuk

menerima antibiotik. Alur selanjutnya adalah apakah ada alternatif yang lebih

efektif. Untuk menganalisis hal ini, diperlukan informasi mengenai penyebab

sepsis pada pasien dan pola resistensi bakteri di rumah sakit. Bakteri adalah

mikroorganisme penyebab sepsis paling umum (Phua et al, 2013), sehingga

diperlukan uji kultur mikrobiologi untuk mengetahui bakteri apa yang

menyebabkan sepsis. Surviving Sepsis Campaign juga merekomendasikan uji

kultur mikrobiologi terhadap darah pasien sebelum memulai terapi antibiotik.

Seperti yang telah dibahas pada bagian karakteristik pasien, hanya 2

rejimen dari 26 rejimen yang bersifat terapi definitif. Kedua rejimen tersebut

adalah kasus 9 dan 18. Pada kasus 9, diketahui hasil uji kultur urin pasien positif

Alkaligenes faecalis. Berdasarkan peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014, tingkat resistensi Alkaligenes faecalis terhadap meropenem sebesar

60% sehingga bisa dikatakan meropenem sudah tidak efektif lagi. Terdapat

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

alternatif yang lebih efektif dibandingkan meropenem terhadap Alkaligenes

faecalis yaitu fosfomisin dan siprofloksasin dengan tingkat resistensi berurutan

sebesar 40% dan 47%. Dengan adanya alternatif yang lebih efektif ini maka

rejimen penggunaan meropenem pada kasus 9 dianggap termasuk kategori IVA.

Luciana et al (2015) menyatakan bahwa antibiotik untuk mengobati sepsis

tergantung dari lokasi infeksi. Stichting Werkgroep Antibioticabeleid (SWAB),

sebuah badan yang mengurus kebijakan antibiotik di Belanda membagi terapi

antibiotik empiris sepsis menjadi dua yaitu terapi untuk sepsis tanpa lokasi infeksi

yang jelas dan terapi untuk sepsis dengan adanya lokasi infeksi yang dicurigai

(SWAB, 2010). Contoh kasus untuk sepsis dengan adanya infeksi lokasi yang

dicurigai adalah intraabdominal sepsis (kasus 1). Diketahui pasien didiagnosis

peritonitis, yaitu suatu kondisi respon inflamasi akut lapisan peritonium dimana

kondisi tersebut memungkinkan terjadinya abses peritonium yang memudahkan

bakteri untuk menginfeksi. Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends

(SMART) pada tahun 2004 melaporkan bahwa Eschericia coli merupakan bakteri

yang banyak diisolasi dari intraabdomen 5731 pasien (Rossi et al, 2006).. Secara

umum, meropenem dan amikasin dianggap agen yang paling aktif melawan

Eschericia coli (Bugano et al, 2008). Mengacu pada peta resistensi bakteri di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, meropenem masih efektif melawan

Eschericia coli dengan resistensi hanya sebesar 12%. Dengan demikian maka

rejimen meropenem pada kasus 1 tidak termasuk kategori IVA.

Contoh kasus untuk nosocomial sepsis adalah kasus 12. Dengan hasil

kultur negatif dan tidak terdapat penyakit infeksi yang menyertai, maka analisis

keefektifan mengacu pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014. Berdasarkan peta resistensi, lima dari delapan bakteri yang ditemukan

di lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang lebih efektif antara lain amikasin dan imipenem yang masih

efektif terhadap enam bakteri. Menurut Gilbert et al (2010), pembatasan

penggunaan antibiotik untuk mencegah perkembangan resistansi bakteri atau

mengurangi biaya tidak sesuai untuk pasien sepsis atau syok septik. Dengan

demikian rejimen meropenem pada kasus 12 termasuk kategori IVA.

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Contoh kasus untuk community acquired sepsis adalah kasus 10. Pasien

didiagnosis sepsis saat pertama kali masuk rumah sakit. Terdapat enam penelitian

prospektif randomized clinical trial (RCT) membandingkan keamanan dan efikasi

dari karbapenem (imipenem atau meropenem), sefalosporin generasi ketiga

(seftazidim, sefotaksim dikombinasi dengan metronidazole, dan piperacilin-

tazobactam. Hasil RCT menunjukkan tidak ada yang terbukti lebih superior satu

sama lain (Bugano et al, 2008). Mengacu pada hal ini maka kasus 10 tidak

termasuk dalam kategori IVA.

Adanya kejadian alternatif lebih efektif paling banyak pada kasus

nosocomial sepsis dimana amikasin, imipenem dan fosfomisin merupakan

antibiotik yang lebih efektif dibandingkan dengan meropenem. Hal ini mengacu

kepada data peta resistensi, dimana meropenem hanya efektif terhadap empat dari

delapan bakteri sedangkan amikasin, imipenem masih efektif terhadap lima dari

delapan bakteri dan fosfomisin masih efektif terhadap semua bakteri. Pada semua

kasus hospital acquired pneumonia sepsis juga didapatkan bahwa ada alternatif

yang lebih efektif daripada meropenem yaitu levofloksasin.

Setelah dilakukan analisis efektivitas pada 23 rejimen meropenem,

sebanyak 17 rejimen termasuk dalam kategori IVA.

c. Kategori IVD (Spektrum Alternatif Lebih Sempit)

Terdapat satu rejimen dari 23 rejimen yang dianalisis termasuk dalam

kategori IVD yaitu kasus 18. Hasil uji kultur bakteri dengan spesimen urin pasien

positif Eschericia coli yang merupakan bakteri gram negatif. Netilmisin

merupakan antibiotik yang bekerja pada lebih banyak gram negatif dibandingkan

dengan gram positif.

Penggunaan antibiotik berspektrum luas memiliki kerugian. Menurut

Gyssens (2001), pemilihan antibiotik berspektrum luas dengan waktu paruh

panjang dengan alasan kenyamanan akan mempercepat resistensi antibiotik

tersebut di rumah sakit. Sedangkan mempersempit spektrum antibiotik dan

mengurangi durasi terapi akan menurunkan kecenderungan perkembangan

superinfection dengan patogen lain atau organisme lain yang sudah resisten

(Dellinger et al, 2012)

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Kategori IIIA (Pemberian Terlalu Lama)

Terdapat dua rejimen dari 23 rejimen yang dianalisis yang termasuk dalam

kategori IIIA yaitu kasus 9 dan 14. Berdasarkan data pemberian obat di rekam

medis, pasien nomer 9 menerima antibiotik meropenem selama 30 hari.

Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign, rejimen antibiotik harus dievaluasi

setiap hari untuk menilai kemungkinan de-eskalasi ke antibiotik yang lebih sesuai.

Menurut Soedarno (2008) apabila antibiotik tidak memberikan respon setelah tiga

hari, maka harus dievaluasi kemungkinan komplikasi, sumber infeksi lain,

resistensi terhadap antibiotika atau kemungkinan salah pemberian diagnosis.

Menurut Gyssens (2001) pemberian antibiotik jangka panjang tidak berarti akan

memberikan efek lebih baik daripada pemberian jangka pendek.

e. Kategori IIA (Dosis Tidak Tepat)

Meropenem sebagian besar diekskresi melalui ginjal, sehingga klirens

plasma meropenem menurun pada kondisi kerusakan ginjal. Studi farmakokinetik

menunjukkan bahwa klirens plasma meropenem berhubungan dengan klirens

kreatinin serum sehingga penyesuaian dosis disyaratkan pada pasien dengan

klirens kreatinin <51 mL/menit (Baldwin, 2008). Hasil evaluasi menunjukkan

terdapat tiga rejimen dengan dosis yang tidak tepat yaitu pada kasus 2, 4, dan 13

Pada kasus 2, diketahui pasien mengalami peningkatan kreatinin serum pada hari

penggunaan meropenem. Setelah dihitung klirens kreatinin pasien didapatkan

angka 16,8 mL/menit, sehingga pasien membutuhkan penyesuaian dosis hingga

separuh dari dosis awal.

f. Kategori IIB (Interval Tidak Tepat)

Terdapat delapan rejimen dari 22 rejimen yang dianalisis yang termasuk

kategori IIB. Mayoritas rejimen yang masuk dalam kategori IIB adalah rejimen

yang diterima pasien dengan peningkatan kreatinin serum yang seharusnya

membutuhkan penyesuaian interval. Contoh rejimen yang termasuk dalam

kategori IIB adalah kasus 14. Pada kasus 14, kreatinin klirens pasien menyentuh

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

angka 47,2 mL/menit sehingga membutuhkan penyesuaian interval menjadi 12

jam.

g. Kategori 0 (rasional)

Setelah dianalisis melewati alur Gyssens mulai dari kelengkapan data

hingga waktu pemberian, apabila rejimen tidak termasuk kategori V hingga I

maka rejimen tersebut dinyatakan sebagai rejimen yang rasional. Terdapat empat

rejimen dari 22 rejimen yang dianalisis yang termasuk kategori 0. Contoh rejimen

yang termasuk kategori 0 adalah kasus 1. Pasien didiagnosis sepsis dan diduga

terjadi karena infeksi intraabdomen. Data pasien lengkap untuk dievaluasi

sehingga evaluasi bisa terus dilakukan. Setelah meninjau aspek pemilihan

antibiotik, dosis, interval dan rute, lama pemberian serta waktu, rejimen

meropenem pada pasien 1 diniliai tepat. Sehingga hasil evaluasi untuk rejimen

pasien 1 termasuk kategori 0 (tepat). Rekapitulasi hasil evaluasi pasien dapat

dilihat di lampiran 3.

Berdasarkan pada permasalahan yang ditemukan, peneliti mengusulkan

agar pada pemberian meropenem lebih diatur dalam hal pemilihannya sebagai

terapi empiris. Meropenem merupakan salah satu antibiotik yang menjadi pilihan

utama dan pertahanan terakhir untuk terapi berbagaia infeksi serius (Ayalew et al,

2003). Namun demikian, kini penggunaan meropenem terancam oleh munculnya

beberapal laporan kasus resistensi. Adanya resistensi berbagai strain P.

aeruginosa, Acinetobacter sp, dan Enterobacteriaceae penghasil ESBL telah

dilaporkan oleh Hong et al (2005) dan Wolter et al (2008). Dilihat dari data peta

resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo, lima dari delapan bakteri yang biasa

ditemukan di lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Di

antara bakteri tersebut adalah Coliform, yang merupakan bakteri yang paling

banyak ditemukan di lingkungan rumah sakit. Apabila ketidakrasionalan

penggunaan meropenem terus berlanjut, dikhawatirkan resistensi akan terus

berkembang sehingga tidak satupun bakteri sensitif terhadap meropenem.

Peneliti mengusulkan agar setiap pengambilan sampel untuk uji kultur

sebaiknya dilakukan juga pewarnaan gram. Pewarnaan gram hanya membutuhkan

waktu satu hari, sedangkan uji kultur membutuhkan waktu 4-7 hari untuk

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mendapatkan hasilnya. Pewarnaan gram akan berguna untuk mengetahui jenis

bakteri yang menginfeksi, sehingga dapat dipilih antibiotik yang masih efektif

terhadap jenis bakteri tersebut dan mempunyai spektrum yang lebih sempit. Selain

itu, untuk menurunkan tingkat resistensi meropenem pada bakteri tertentu

sebaiknya dalam waktu berkala dilakukan strategi stop order policy, cycling atau

metode lainnya.

Dalam penelitian ini ditemukan banyak masalah berkaitan dengan dosis

dan interval yang tidak tepat. Kemungkinan hal ini karena kurangnya perhatian

dokter terhadap farmakokinetika meropenem. Pengetahuan tentang

farmakodinamik dan farmakokinetika dapat diterapkan untuk mendesain rejimen

yang lebih baik, memaksimalkan manfaat, menurunkan toksisitas dan resiko

resistensi serta menurunkan biaya (Pamela, 2011).

4.3. Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian

4.3.1. Kekuatan Penelitian

Penelitian ini memiliki kekuatan, antara lain:

1. Penelitian ini belum pernah dilakukan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo

Jakarta Pusat

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam menetapkan

panduan penggunaan meropenem pada pasien sepsis.

4.3.2. Keterbatasan Penelitian:

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Adanya keterbatasan data yang dapat diperoleh dari rekam medis pasien

2. Penelitian bersifat retrospektif, sehingga penulis tidak dapat melihat

kondisi pasien yang sebenarnya dan tidak dapat mengkonfirmasi mengenai

rejimen meropenem yang diterima kepada penulis resep. Terdapat

kemungkinan perbedaan literatur yang dipakai sehingga hasil analisis pun

bisa berbeda.

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

59 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Pasien yang diamati berjumlah 26 pasien, dengan karakteristik jenis sepsis

paling banyak ditemukan adalah nosocomial sepsis sebanyak 11 pasien

(42%), komorbiditas cerebrovascular disease sebanyak 5 pasien (29%),

rerata lama perawatan 20 hari, jumlah obat yang diterima 13 obat dan

jumlah antibiotik yang diterima 3 antibiotik.

2. Pasien yang menerima meropenem sebagai terapi empiris sebanyak 24

pasien (92,3%) dan terapi definitif sebanyak 2 pasien (7,7%).

3. Tingkat resistensi berbagai bakteri yang ditemukan di lingkungan

RUMKITAL Dr. Mintohardjo sudah sangat tinggi. Meropenem efektif

terhadap 3 dari 8 bakteri yaitu Eschericia coli (12% resisten), Proteus sp

(40% resisten) dan Aerobacter sp (33% resisten). Antibiotik yang lebih

efektif dibandingkan meropenem yaitu amikasin, fosfomisin dan

imipenem.

4. Penggunaan meropenem yang rasional (kategori 0) sebesar 15% dan yang

tidak rasional (kategori I-VI) sebesar 85% dengan rincian kategori IIA

(dosis tidak tepat) sebesar 9%, kategori IIB (interval tidak tepat) sebesar

24%, kategori IIIA (pemberian terlalu lama) sebesar 6%, kategori IVA

(alternatif lebih efektif) sebesar 49%, kategori IVD (spektrum aktivitas

lebih sempit) sebesar 3% dan kategori VI (data tidak lengkap) sebesar 9%.

5. Penggunaan antibiotik meropenem pada pasien sepsis di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014 masih banyak yang tidak rasional dan diperlukan

upaya peningkatan kualitas penggunaannya.

5.2. Saran

1. Penggunaan meropenem sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil uji kultur

mikrobiologi dan sebaiknya dilakukan juga uji pewarnaan gram untuk

mendapatkan gambaran bakteri penyebab sepsis yang lebih cepat

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Untuk mencegah resistensi bakteri terhadap meropenem yang semakin

berkembang sebaiknya dilakukan kebijakan stop order policy dan cycling

serta dilakukan evaluasi secara berkala terhadap penggunaan antibiotik

meropenem di RUMKITAL Dr. Mintohardjo

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

AMRIN-study group. (2005). Penggunaan Antibiotik di RS Dr Soetomo Surabaya dan

RSUP Dr. Kariadi Semarang. Directorate General of Medical Care

Arnold, F. W,. (2004). Improving Antimicrobial Use: Longitudinal Assesment of an

Antimicrobial Team Including a Clinical Pharmacist. J Manag Care Farm.

2004;10(2): 152-58

Ayalew K, Sumati, N., Yuliya, Barbara AJ. (2003). Carbapenems in Pediatrics. J Ther

Drug Monit, 25(5): 593-599

Baldwin, Claudine M., Lyseng-Williamson Katherine A., dan Susan J. Kean. (2008).

Meropenem: A Review of its Use in the Treatment of Serious Bacterial Infections.

Drugs 2008: 68 (6): 803-838

Bone, R. C., Balk, R.A., Cerra, F.B., Dellinger, R.P., et al (1992). Definitions of

Sepsis and Organ Failure and Guidelines for the Use of Innovative Therapies of

Sepsis. Chest 1992;101;1644-1655

Brown, Erwin (2005). Intervention to Optimise Antibiotic Prescribing in Hospital.

Dalam: Gould, I.M., Van der Meer, Antibiotic Policies Theory and Practice. New

York: Kluwer Academic Publisher h158-184

Brown, Erwin., Nathwani, Dilip (2005). Antibiotic Cycling or Rotation: a Systematic

Review of the Evidence of Efficacy. Journal of Antimicrobial Chemotherapy

(2005) 55, 6–9

Brun-Buisson, C., Doyon, F., Carlet, J., et al. (1995). Incidence, Risk Factors, and

Outcome of Severe Sepsis dan Septic Shock in Adults: Multicenter Prospective

Study in Intensive Care Unit. JAMA vol 274: 12

Brunton, Laurence L., Lazo, John S., Parker, Keith L. (2006). Goodman & Gilman

The Pharmacological Basis of Therapeutic 11th edition. New York: McGraw-Hill

Bugano, D.D.Z., Camargo, L.F.A., et al (2008). Antibiotic Management of Sepsis:

Current Concept. Expert Opin. Pharmacother 9(16)

Craig, William A. (1997). The Pharmacology of Meropenem, A New Carbapenem

Antibiotic. Clinical Infectious Diseases; 24(Suppl 2):S266-75

Danai, P., Martin, G. (2005). Epidemiologi of Sepsis: Recent Advances. Current

Infectious Disease Reports 7: 329-334

Dellinger, R. Phillip, Mitchell M. Levy, Andrew Rhodes, Djillali Annane, Herwig

Gerlach, et al. (2012). Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. Surviving Sepsis

Campaign.

Deyo, Richard A., Cherkin, Daniel C., Ciol, Marcia A. (1992). Adapting a Clinical

Comorbidity Index for Use with ICD-9-CM Administrative Databases. J Clin

Epidemiol Vol. 45, No. 6, pp. 613619, 1992

DiPiro, J.T (2008). Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach 7th Edition. New

York: McGraw-Hill

Engel, C., Brunkhorst, F., et al (2006) Epidemiology of Sepsis in Germany: results

from a national prospective multicenter study. Intebsive Care Med 33: 606-618

Ernie, HP., Hafiz, Ida (2007). Pemberian Obat Secara Polifarmasi pada Anak dan

Interaksi Obat yang Ditimbulkan. Media Litbang Kesehatan XVII Nomor 1

Tahun 2007

Fathni, Rafika (2012). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Profilaksis Laparotomi di

Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat Tahun 2012.

Universitas Indonesia

Gilbert DN, Moellering RC., et al (2010) The Sanford Guide to Antimicrobial Therapy

40th ed. Antimicrobial Therapy, Inc. Sperryville VA

Gunawan, Sulistia G., Rianto, S., Nafrialdi, dan Elizabeth. (2007) Farmakologi dan

Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Gyssens, IC. Van der Meers JWM. (2001). Quality of Antimicrobial Drug Prescription

in Hospital. Clinical Microbiology Infection Vol 7 Suppl 6

Gyssens, IC. (2005) Audit for Monitoring the Quality of Antimicrobial Drug

Prescription in Hospital. Dalam: Gould, I.M., Van der Meer, Antibiotic Policies

Theory and Practice. New York: Kluwer Academic Publisher h197-226

Hong, T. Molland, ES. Abdalhamid, B;, et al (2005). Eschericia coli: Development of

Carbapenem Resistance during Therapy. Clin Infect Dis 40:84-86

Iskander, Kendra N., Osuchowski, Marcin F., Stearns-Kurosawa, Deborah J., et al

(2013). Sepsis: Multiple Abnormalities, Heterogenous Response, anda Evolving

Understanding. Physiol Rev. 2013 Jul; 93(3): 1247–1288.

Jawetz, E. (1997). Principle of antimicrobial drug action, basic and clinical

pharmacology, Third edition. Appleton and Lange

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia no. 2406/MENKES/PER/XII/2011. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lestari, W., Almahdy A., Zubir A. Nasrul, Darwin, D. (2011). Studi Penggunaan

Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyssens di Bangsal

Penyakit Dalam RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

Levy, Mitchell M., Fink, Mitchell P., Marshall, John C., et al. (2003). 2001

SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions Conference.

Intensive Care Med (2003) 29:530-538

Lowe, Matthew N., Lamb, Harriet M. 2000. Meropenem, An Updated review of its

Use in the Management of Intra-Abdominal Infections. Drugs Sep: 60 (3): 619-

646.

Luciana, Andrajati, R., Rianti, A., Khan, Amir H. (2015). Rational Antimicrobial Use

in an Intensive Care Unit in Jakarta: Hospital-Based, Cross-sectional Study. Trop

J Pharm Res, April 2015; 14(4): 707.

Mardiastuti, H.W., Anis Karuniawati, Ariyani Kiranasari, Ikaningsih, Retno Kadarsih.

2007. Emerging Resistance Pathogen: Situasi Terkini di Asia, Eropa, Amerika

Serkat, Timur Tengah dan Indonesia. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3.

Martin, G., Brunkhorst, Frank M., Janes, Jonathan M., et al (2009). The International

PROGRESS Registry of Patients With Severe Sepsis: drotregogin alfa (activated)

use and patient outcomes. Critical Care 2009 13:R103

Mohr, John. F., (2008) Update on Efficacy and Tolerability Meropenem in The

Treatment of Serious Bacterial Infection. CID 2008:47 (Suppl 1)

Naber, C.K. (2009). Staphylococcus aureus Bacteremia: Epidemiology,

Patophysiology, and Management Strategies. Clin Infect. Dis. 48(4): S231-S237

Nester, E.W. et al (1998). Microbiology: A Human Perspective 2nd Edition. New

York: McGraw-Hill

Nebraska Medical Center. Supporting Evidence for Meropenem Therapeutic

Interchange and Dosing Substitution Policy. Diakses dari www.nebraskamed.com

pada tanggal 21 April 2015

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba

Medika

Nygard, Siri Tandberg, Langeland, Nina et al. (2014). Aetiology, Antimicrobial

Therapy and Outcome of Patients with Community Acquired Severe Sepsis: a

Prospective Study in a Norwegian University Hospital. BMC Infectious Diseases

2014, 14:121

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pamela, Dina Sintia. 2011. Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika dengan

Metode Gyssens di Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak

RSCM Secara Retrospektif.. Depok: Universitas Indonesia.

Phua, J., Ngemg, Wang J., et al (2013). Characteristic and Outcomes of Culture

Negative Versus Culture Positive Severe Sepsis. Critical Care 17:R202

Pillians, Peter. (2006). What is Polypharmacy. Diunduh dari www.nps.org.au tanggal

27 Mei 2015

Rhomberg, Paul R., Ronald N. Jones. (2009). Summary trends for the Meropenem

Yearly Suspectibility Test Information Collection Program: a 10-year experience

in the United States (1999-2008). Diagnostic Microbiology and Infectious Disease

65 (2009) 414-426

Roberts, Jason A., Kirkpatrick, Carl M. J., Roberts, Michael S., et al (2009).

Meropenem Dosing in Critically Ill Patients with Sepsis and Without Renal

Dysfunction: Intermittent Bolus Versus Continuous Administration? Monte Carlo

Dosing Simulation and Subcutaneous Tissue Distribution. Journal of

Antimicrobial Chemotherapy (2009) 64, 142–150

Rosita, Neny Nurmiwati. (2013). Kajian Kualitas Penggunaan Antibiotik Meropenem

Sebelum dan Sesudah Pemberian Informasi Obat di Bangsal Rawat Inap RSUD

Kabupaten Jombang. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada

Rossi F, Baquero F, Hsueg PR., et al (2006). In Vitro Susceptibility of Aerobic and

Facultatively Anaerobic Gram-negative Bacili Isolated from patients with

Intraabdominal Infections Worldwide; 2004 Results from SMART (Study for

Monitoring Antimicrobial Resistance Trends) J Antimicrob Chemother 2006; 58

(1): 205-10

Sagy, Mayer, Al-Qaaqa, Yasir, Kim, Paul. (2013). Definitions and Pathophysiology of

Sepsis. Curr Probl Pediatr Adolesc Health Care 2013;43:260-263

Setiawan, Ery. Royasia Viki Ramadani. (2014). Kualitas Pelayanan pada Pasien AMI

(Acute Myocardial Infarction) Sebelum dan Sesudah Implementasi JKN di RS

Harapan Kita 2009-2014. Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, FKM

UI.

Soedarno SSS, Garna H., Hadinegoro SRS., Satari HI. (2008). Pemakaian

Antimikroba di Bidang Pediatrik. Jakarta: Penerbit IDAI

Stichting Werkgroep Antibioticabeleid. (2010). SWAB Guidelines for Antibacterial

Therapy of Adult Patient with Sepsis. Diunduh dari www.swab.nl pada tanggal 22

Mei 2015

Tjay, Tan H., Rahardja Kirana. (2010). Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan

Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tripathi, K. D. (2003). Antimicrobial Drugs: General Consideration. Essential of

Medical Pharmacology, Fifth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical

Publishers.

Utami, E. R. (2012). Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Saintis 1

(1):124-138

Wolter, DJ., Acquazzino, D., Goering, RV., et al (2008). Emergence of Carbapenem

Resistance in Pseudomonas aeruginosa Isolate from a Patient with Cystic Fibrosis

in the Absence of Carbapenem Therapy. CID 48:137-141

Weinstein, Robert A. (2001) Controlling Antimicrobial Resistance in Hospitals:

Infection Control and Use of Antibiotics. Emerging Infectious Disease: vol. 7 No.

2

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

Lampiran 1. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

67

6

7

Lampiran 2. Rekapitulasi Data Pasien

No Usia L

/

P

Tanggal

Rawat Inap

Lama

Inap

(hari)

Diagnosis

lain

Dosis Rute Waktu

penggunaan

Rentang

waktu

(hari)

Hasil Laboratorium Status Pasien

Variabel

umum

Variabel

inflamasi

Variabel

lain

Tanggal

1 35 P 15/2/2014-

6/3/2014

21 Peritonitis

umum,

ARDS

3 x 1

gram

IV 18/2/2014-

24/2/

2014

7 Temp: 38◦C

HR: 96

kali/menit

L: 11.200

Throm: 270

ribu/mm3

15/2/2014 Meninggal

Temp: 38◦C

GDS: 97

mg/dL

HR: 96

kali/menit

L: 17.900 Thromb:

169

ribu/mm3

16/2/2014

Temp:

39,5◦C

HR: 128

kali/menit

L: 13.800

Thromb:

119

ribu/mm3

Cr: 0,7

mg/dL

TD: 117/78

17/2/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 104

kali/menit

L: 10.500 Thromb:

153

ribu/mm3

Cr: 0,8

mg/dL

18/2/2014

Temp: 38◦C

HR: 116

kali/menit

L: 12.400 Thromb:

155

ribu/mm3

TD: 102/72

19/2/2014

Temp: 36,5 ◦C

HR: 124

kali/menit

L: 14.800

Thromb:

209

ribu/mm3

20/2/2014

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

68

6

8

TD: 93/65

Temp: 36,8 ◦C

HR: 124

kali/menit

TD: 101/73 21/2/2014

Temp: 36,8 ◦C

HR: 108

kali/menit

L: 19.800 Thromb:

208

ribu/mm3

Cr: 0,6

mg/dL

TD: 122/77

22/2/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 116

kali/menit

L: 18.500 Thromb:

260

ribu/mm3

Cr: 0,6

mg/dL

23/2/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 116

kali/menit

L: 25.000 Thromb:

252

ribu/mm3

Cr: 0,7

mg/dL

TD:107/73

24/2/2014

Temp: 35,5 ◦C

HR: 66

kali/menit

Glukotest:

312

L: 16.800 Thromb:

310

ribu/mm3

25/2/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 82

kali/menit

L: 6.700 Thromb:239

ribu/mm3

26/2/2014

Temp: 38 ◦C

HR: 122

kali/menit

L: 7.400 Thromb:

141

ribu/mm3

27/2/2014

Temp: 38 ◦C

HR: 122

kali/menit

L: 7.400 Thromb:

131

ribu/mm3

Cr: 0,9

mg/dL

28/2/2014

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

69

6

9

Temp: 38,5 ◦C

HR: 136

L: 7.400 Thromb:

141

ribu/mm3

01/3/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 100

kali/menit

L: 8.600 Thromb:

186

ribu/mm3

TD: 131/91

02/3/2014

Temp: 38,8 ◦C

HR: 150

kali/menit

Temp: 38,4 ◦C

HR: 138

kali/menit

L: 8.300 Thromb:

131

ribu/mm3

Cr: 1,1

mg/dL

04/3/2014

Temp: 38,5 ◦C

HR: 132

kali.menit

L: 9.900 Thromb:

117

ribu/mm3

05/3/2014

L: 12.100 Thromb: 96

ribu/mm3

06/3/2014

2

48

tahu

n

L 06/5/2014-

12/7/2014

72 Stroke

Hemorragik,

penumonia,

hipertensive

heart

disesase,

peningkatan

fungsi

ginjal,

hipokalemia

3 x 1

gram

IV 8/5/2014-

12/5/2014

5 Temp: 38,8 ◦C

HR: 98

kali/menit

L: 17.600 Thromb:

218

ribu/mm3

07/5/2014 Meninggal

Temp: 39 ◦C

HR: 100

kali/menit

L: 21.400 Thromb:

202

ribu/mm3

Cr: 4,5

mg/dL

08/05/2014

Temp: 40 ◦C

HR: 136

kali/menit

L: 14.200 Thromb:

175

ribu/mm3

Cr: 4,7

mg/L

09/05/2014

Temp: 39,5 ◦C

HR: 112

kali/menit

L: 37.900 Thromb:

116

ribu/mm3

Cr: 6,5

10/05/2014

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

70

7

0

Temp: 38,5 ◦C

HR: 92

kali/menit

L: 24.100 Thromb: 95

ribu/mm3

11/05/2014

3 48

tahu

n

L 19/05/2015-

30/05/2014

11 Meningitis,

hipokalemia

,

hipoalbumin

, metabolic

disorder,

ARDS

3 x 1

gram

IV 26/5/2014-

30/5/2014

4 Temp: 37,8 ◦C

HR: 112

kali/menit

L: 14.200 Thromb:

202

ribu/mm3

Cr: 2,4

mg/dL

19/05/2015 Meninggal

Temp: 36 ◦C

HR: 92

kali/menit

L: 18.200 Thromb:

240

ribu/mm3

Cr: 1,6

mg/dL

20/05/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 92

kali/menit

L: 19.100 Thromb:

295

ribu/mm3

Cr: 1,0

mg/dL

21/05/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 104

kali/menit

L: 12.200 Thromb:

187

riu/mm3

PT: 24,1

aPTT: 49,1

26/05/2014

Temp: 38,8 ◦C

HR: 116 ◦C

L: 20.700 Thromb:

282

ribu/mm3

27/05/2014

Temp: 40 ◦C

HR: 112

kali/menir

L: 13.400 Thromb:

230

ribu/mm3

Cr: 1,1

mg/dL

28/05/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 124

kali/menit

L: 18.900 Thromb:

248

ribu/mm3

Cr: 1,5

29/05/2014

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

71

7

1

mg/dL

Temp: 36,5 ◦C

HR: 108

kali/menit

L: 10.300 Thromb:

149

ribu/mm3

30/05/2014

4 39 L 06/5/2014-

11/5/2014

11 Head injury,

fracture

tibia,

hipoalbumin

, acute post

hemorrhagic

anemia,

hiponatremi,

hipokalemi

3 x 2

gram

IV 09/5/2014-

11/5/2014

3 Temp: 38,5 ◦C

HR: 96

kali/menit

L: 58.500 Thromb: 48

ribu/mm3

06/5/2014 Meninggal

Temp: 38 ◦C

HR: 96

kali/menit

L: 56.900 Thromb: 73

ribu/mm3

TD: 132/78

07/5/2014

Temp: 39,5 ◦C

HR: 128

kali/menit

GD: 231

mg/dL

L: 33.700 Thromb: 48

ribu/mm3

Cr: 4,8

PTT: 19,8

INR: 182

08/5/2014

Temp: 38,2 ◦C

HR: 104

kali/menit

L: 9.800 Thromb:

103

ribu/mm3

TD: 106/50

Cr: 1,2

INR: 1,82

aPTT: 36 s

laktat: 4,6

09/5/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 84

kali/menit

TD: 78/38 10/5/2014

5 52

tahu

n

P

18/06/2014-

26/06/2014

8 TB paru,

pneumonia,

gagal napas

3 x 1

gram

IV 18/6/2014-

23/6/2014

6 Temp: 36,5 ◦C

HR: 84

kali/menit

GDS:

122mg/dL

L: 26.100 Thromb:

302

ribu/mm3

TD: 109/70

21/6/2014 Meninggal

Temp: 36,5 ◦C

HR: 64

kali/menit

L: 22.000 Thromb:

304

ribu/mm3

Cr: 0,9

mg/dL

22/6/2014

6 43 P 17/6/2014- 21 Hematosche 3 x 1 Drip 25/6/2014- 7 Temp: 37,5 ◦C L: 23.200 Cr: 0,9 25/6/2014 Perbaikan

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

72

7

2

tahu

n

09/7/2014 hari zia

perdarahan

ileum,

hemorroid,

polip

anorecti

gram NaC

l

0,9

%

100

cc

01/7/2014 HR: 132

kali/menit

mg.dL

TD: 110/79

Temp: 37,5 ◦C

HR: 128

kali/menit

L: 20.000 Thromb: 61

ribu/mm3

Prokalsitoni

n : >10

TD: 84/45

26/6/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 108

kali/menit

L: 41.200 Cr: 1.0

aPTT: 34 s

TD: 90/74

27/6/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 104

kali/menit

L: 31.900 Thromb: 87

ribu/mm3

TD: 110/80

28/6/2014

Temp: 38,5

HR: 98

kali/menit

L: 9.800 Thromb:

133

ribu/mm3

Cr: 0,7

mg/dL

TD: 102/80

29/6/2014

Temp: 38,3 ◦C

HR: 102

kali/menit

L: 7.100 Thromb: 91

ribu/mm3

Cr: 0,9

mg/dL

TD: 90/55

30/6/2014

7 51 L 7/10/2014-

22/10/2014

15 Hidrosefalu

s, renal

failure

2 x 1

gram

IV 7/10/2014-

12/10/2014

6 Temp: 36,5 ◦C

HR: 92

kali/menit

L: 23.300 Thromb:

324

ribu/mm3

Cr: 2,2

mg/dL

09/10/2014 Meninggal

Temp: 36,5 ◦C

HR: 100

kali/menit

L: Cr: 2,2

mg/dL

10/10/2014

L: 20.500 Thromb:

303

ribu/mm3

22/10/2014

8 1

bula

L 02/5/2014-

10/5/2014

9 Bronkopneu

monia,

1/3

floc

IV 9/5/2014-

10/5/2014

2 Temp: 37,5

◦C

L: 4.300 Thromb: 65

ribu/m3

02/5/2014 Sembuh

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

73

7

3

n hyperbilirub

inemia

Temp: 36 ◦C L: 16.900 Thromb:

367

ribu/mm3

07/5/2014

9 44

tahu

n

L 19/6/2014-

13/8/2014

53 Cholestitiati

s, Obstruksi

Jaundice,

Anemia

3 x 1

gram

IV 5/7/2014-

4/8/2014

30 Temp: 36,8

◦C

HR: 84

kali/menit

04/7/2014 Meninggal

Temp: 36,5

◦C

HR: 110

kali/menit

L: 14.200 Thromb:

622

ribu/mm3

TD: 110/70

Cr: 0.8

mg/dL

05/7/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 104

kali/menit

L: 23.000 Thromb:

668

ribu/mm3

TD: 120/85

Bilirubin

total: 12,2

mg/dL

06/7/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 100

kali/menit

L: 20.000 Thromb:

665

ribu/mm3

TD: 115/80

Cr: 0,7

mg/dL

07/7/2014

Temp: 36 ◦C

HR: 84

kali/menit

L: 28.800 Thromb:

565

ribu/mm3

TD: 120/80

30/7/2014

Temp: 36,5 ◦C

L: 13.300 Thromb:

459

ribu/mm3

Cr: 1,9

31/7/2014

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

74

7

4

mg/dL

TD: 93/61

Temp: 36,8 ◦C

HR: 68

kali/menit

L: 25.400 Thromb:

436

ribu/mm3

TD: 168/88

01/8/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 78

kali/menit

L: 20.500 Thromb:

406

ribu/mm3

Cr: 1,3

mg/dL

TD: 137/90

02/8/2014

Temp: 36 ◦C

HR: 116

kali/menit

L: 16.000 Thromb:

460

ribu/mm3

Bilirubin

total: 4,31

mg/dL

TD: 124/90

03/8/2014

Temp: 36 ◦C

HR: 104

kali/menit

L: 27.500 Thromb:

508

ribu/mm3

Cr: 1,1

mg/dL

TD: 121/88

04/8/2014

10 55

tahu

n

P 14/7/2014-

02/8/2014

20 Rectal 3x1

gram

IV 21/7/2104-

23/7/2014

3 Temp:36 ◦C

HR: 88

kali/menit

GDS: 160

mg/dL

L: 16.400 Thromb:

799 ribu

Cr: 0,7

mg/dL

14/7/2014 Meninggal

Temp: 36 ◦C

HR: 84

kali/menit

L: 13.400 Thromb:

799

ribu/mm3

Cr: 0,7

mg/dL

TD: 140/90

16/7/2014

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

75

7

5

Temp: 38,2 ◦C

HR: 136

kali/menit

GDS: 188

mg/dL

L: 30.800 Thromb:

764

ribu/mm3

Cr: 1 mg/dL

TD:130/80

21/7/2014

Temp: 38 ◦C

HR: 128

kali/menit

GDS: 269

mg/dL

L: 21.100 Thromb:

436

ribu/mm3

Cr: 1,4

TD: 110/73

22/7/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 100

kali/menit

GDS: 121

mg/dL

L: 20.700 Thromb:

343ribu/mm

3

Cr: 0,8

mg/dL

23/7/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 88

kali/menit

GDS: 133

mg/dL

L: 23.100 Thromb:

322 ribu/m3

26/7/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 92

kali/menit

GDS: 59

mg/dL

L: 53.000 Thromb:

314 ribu/m3

02/8/2014

11 80

tahu

n

P 30/7/2014-

20/8/2014

20 Chronic

heart

failure,

Chronic

kidney

disease on

Hemodialys

is, fraktur

remur

3x1

gram

IV 12/8/2014-

17/8/2014

6 Temp: 37 ◦C

HR: 120

kali/menit

L: 45.100 Thromb:

244

ribu/mm3

aPTT: 27,0

TD: 119/48

12/8/2014 Meninggal

Temp: 37 ◦C

HR: 98

kali/menit

L:31.500 Thromb:

114

ribu/mm3

Cr: 1,3

mg/dL

TD: 120/45

13/8/2014

Temp: 37 ◦C L: 20.900 Thromb: 14/8/2014

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

76

7

6

HR:116

kali/menit

GDS: 123

mg/dL

113

ribu/mm3

Cr: 1,3

mg/dL

TD: 47/46

Temp: 37 ◦C

HR: 108

kali/menit

GDS: 133

mg/dL

L: 16.100 Thromb:

143

ribu/mm3

TD: 137/45

15/8/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 104

kali/menit

GDS: 84

mg/dL

L: 10.400 Thromb:

140

ribu/mm3

TD:104/64

16/8/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 108

kali/menit

L: 17.500 Thromb:

134

ribu/mm3

Cr: 1,6

mg/dL

TD: 136/67

17/8/2014

12 65

tahu

n

L 18/8/2014-

03/9/2014

17

hari

Hipertensiv

e heart

disease,

atrial

fibrilasis

3x1

gram

Drip

dala

m

NaC

l

0,9

%

100

cc

20/8/2014-

31/8/2014

12 Temp: 37,5 ◦C

HR: 100

kali/menit

L: 26.000 Thromb:

581

ribu/mm3

Cr: 3,8

mg/dL

TD: 116/60

20/8/2014 Meninggal

Temp: 38 ◦C

HR: 100

kali/menit

GDS: 137

mg/dL

L: 15.200 Thromb:

474

ribu/mm3

Cr: 3,3

mg/dL

TD: 105/62

21/8/2014

Temp:36,8 ◦C

HR: 88

kali/menit

L: 15.100 Thromb:

333

ribu/mm3

22/8/2014

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

77

7

7

GDS: 133

mg/dL

TD:

141/106

Temp: 37 ◦C

HR: 90

kali/menit

GDS: 137

mg/dL

L: 14.300 Thromb:

323

ribu/mm3

TD: 110/75

23/8/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 88

kali/menit

GDS: 131

mg/dL

L: 14.300 Thromb:

323

ribu/mm3

Cr: 1,4

mg/dL

INR: 1,51

TD: 134/84

24/8/2014

Temp: 36,5 ◦C

HR: 86

kali/menit

GDS: 133

L: 13.500 Cr: 1,0

mg/dL

TD: 135/84

25/8/2014

13 1har

i

P 20/8/2014-

04/9/2014

15 Asphyxia,

pneumonia

1/3

floc

IV 23/8/2014-

29/8/2014

7 hari Temp: 36,2

◦C

GDS: 66

mg/dL

L: 34.600 Thromb:

182

ribu/mm3

21/8/2014 Sembuh

Temp: 35 ◦C L: 25.200 Thromb:

230

ribu/mm3

24/8/2014

Temp: 36,5 ◦C L: 28.000 Thromb:

305

ribu/mm3

28/8/2014

14

54

tahu

n

L 24/8/2014-

02/10/2014

38 Intraventrik

el

hemorrhage,

hipertensi

grade II,

bronkopneu

monia,

leukositosis,

hipoalbumin

3x1

gram

IV 25/8/2014-

22/9/2014

28 Temp:37 ◦C

HR: 136

kali/menit

GDS: 118

mg/dL

L: 18.700 Thromb:

309

ribu/mm3

Cr: 1,5

mg/dL

TD: 170/90

25/8/2014 Sembuh

Temp: 38,5 ◦C

HR: 120

kali/menit

L: 18.700 Thromb:

320

ribu/mm3

27/8/2014

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

78

7

8

, anemia TD: 168/65

Temp: 39,5 ◦C

HR: 140

kali/menit

GDS: 76

mg/dL

L: 16.800 Thromb:

283

ribu/mm3

Cr: 1,5

TD:

219/120

28/8/2014

Temp: 36,2 ◦C

HR: 68

kali/menit

L: 19.200 Thromb:

339

ribu/mm3

TD:

191/120

31/8/2014

Temp: 37,2

◦C

HR: 88

kali/menit

L: 26.100 Thromb: 26

ribu/mm3

TD:

180/104

03/9/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 92

kali/menit

L: 33.500 Thromb:

315

ribu/mm3

Cr: 1,0

mg/dL

TD: 110/70

07/9/2014

Temp:36,5 ◦C

HR: 84

kali/menit

L: 24.700 Thromb:

329

ribu/mm3

TD: 140/90

10/9/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 84

kali/menit

L: 17.900 Thromb:

350

ribu/mm3

TD: 160/90

12/9/2014

Temp: 36,8

◦C

HR: 80

kali/menit

L: 31.700 Thromb:

409

ribu/mm3

TD: 120/80

17/9/2014

Temp: 36,8

◦C

HR: 84

L: 20.400 Thromb:

470

ribu/mm3

19/9/2014

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

79

7

9

kali/menit

Temp:36,8 ◦C

HR: 84

kali/menit

L: 19.500 Thromb:

534 ribu/m3

TD: 130/96

21/9/2014

Temp: 36,6

◦C

HR: 86

kali/menit

L: 15.500 Thromb:

725

ribu/mm3

TD: 120/80

28/9/2014

15 43

tahu

n

L 29/8/2014-

9/9/2014

11 Hipertensiv

e heart

disease,

stroke

hemorragik,

hiperkoleste

rolemia

broknkopne

umonia

3 x 1

gram

IV 1/9/2014-

8/9/2014

8 Temp: 36,5

◦C

HR: 124

kali/menit

L: 10.100 Thromb:

210

ribu/mm3

Cr: 1,8

29/8/2014 Meninggal

Temp: 38 ◦C

HR: 124

kali/menit

GDS: 102

mg/dL

L: 14.500 Thromb:

217

ribu/mm3

30/8/2014

Temp: 39 ◦C

HR: 132

kali/menit

L: 9.400 Thromb:

225

ribu/mm3

Cr: 3,0

01/9/2014

Temp:35,5 ◦C

HR: 84

kali/menit

L: 6.000 Thromb:203

ribu/mm3

Cr: 2,7

mg/dL

TD: 110/70

02/9/2014

Temp: 39,5

◦C

HR: 96

kali/menit

L: 6.900 Thromb:

179

ribu/mm3

TD: 110/73

03/9/2014

Temp: 37,5

◦C

HR: 124

kali/menit

L: 11.000 Thromb:

242

ribu/mm3

Cr: 2,6

mg/dL

TD:

130/101

05/9/2014

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

80

8

0

Temp: 37,8

◦C

HR:100

kali/menit

L: 11.200 Thromb:

216

ribu/mm3

TD:

06/9/2014

Temp: 37,5

◦C

HR: 144

kali/menit

L: 20.400 Thromb:

268

ribu/mm3

07/8/2014

Temp: 40,5

◦C

HR: 112

kali/menit

08/8/2014

16 11

tahu

n

P 12/12/2014-

22/12/2014

10 3 x 1

gram

IV Temp: 36, 2

◦C

HR: 84

kali/menit

L: 10.900 Thromb:

391

ribu/mm3

12/12/2014 Sembuh

Temp: 36 ◦C

HR: 84

kali/menit

L: 17.400 Thromb:

400

ribu/mm3

Cr: 0,7

mg/dL

TD: 100/80

14/12/2014

Temp: 37,5

◦C HR: 164

kali/menit

L: 12.700 Thromb:

282

ribu/mm3

TD: 103/37

15/12/2014

17 50

tahu

n

P 5/11/2014-

13/11/2014

8 Chronic

kidney

disease on

hemodialysi

s, anemia,

diabetes

nefropati,ul

kus DM,

hipertensi

heart

disease

2 x 1

gram

IV 5/11/2014-

12/11/2014

8 Temp: 38,5

◦C

HR: 92

kali/menit

GDS: 215

mg/dL

L: 36.500 Thromb:

412

ribu/mm3

Cr: 17,5

mg/dL

TD: 150/90

05/11/2014

Temp: 36 ◦C

HR: 74

kali/menit

GDS: 185

mg/dL

L: 22.200 Thromb:

296

ribu/mm3

TD: 140/80

06/11/2014

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

81

8

1

Temp: 37,5 ◦C

HR: 100

kali/menit

GDS: 121

mg/dL

L: 19.300 Thromb:

234

ribu/mm3

Cr: 6,7

mg/dL

TD: 140/90

07/11/2014

Temp: 36,8

◦C

HR: 84

kali/menit

GDS: 177

mg/dL

L: 12.700 Thromb:

226

ribu/mm3

TD: 140/90

10/11/2014

Temp: 36,8

◦C

HR: 88

kali/menit

GDS: 124

mg/dL

L: 10.100 Thromb:

249

ribu/mm3

Cr: 9,5

mg/dL

TD: 140/90

11/11/2014

18 63

tahu

n

L 24/10/2014-

5/11/2014

13 Gangren

pedis,

diabetes tipe

II, CHF,

hipoalbumin

emia

2x1

gram

IV 31/10/2014-

4/11/2014

5 Temp: 37,5

◦C

HR: 112

kali/menit

L: 15.000 Thromb:

214

ribu/mm3

02/11/2014 Perbaikan

Temp: 36,8 ◦C

HR: 112

kali/menit

L: 21.400 Thromb:

245

ribu/mm3

04/11/2015

19 32

tahu

n

P 20/9/2014-

6/11/2014

36 Crush

injury,

fraktur tibia

fibula,

hipoalbumin

emia,

anemia,

pneumonia

3x1

gram

Drip

dala

m

NaC

l 0,9

%

100

mlb

28/10/2014-

6/11/2014

10 Temp: 38,6

◦C

HR: 92

kali/menit

L: 30.700 Thromb:

321

ribu/mm3

TD: 110/70

23/10/2014 Perbaikan

Temp: 38,2

◦C

HR: 104

kali/menit

L: 13.900 Thromb: 61

ribu/mm3

TD: 110/80

27/10/2014

Temp: 36, 8

◦C

HR: 100

kali/menit

L: 8.500 Thromb:

134

ribu/mm3

TD: 120/80

29/10/2014

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

82

8

2

Temp: 37,5

◦C

HR: 112

kali/menit

L: 14.100 Thromb:

219

ribu/mm3

TD: 120/80

30/10/2014

Temp: 37 ◦C

HR: 88

kali/menit

L: 15.500 Thromb:

407

ribu/mm3

02/10/2014

Temp: 36,5

◦C

HR: 84

kali/menit

L: 11.300 Thromb:495

ribu/mm3

Cr: 0,7

mg/dL

05/10/2014

20 67

tahu

n

L

15/9/2014 39 Hipertensi

heart

disease,stro

ke

hemorragik,

DM tipe II

3x1

gram

IV 25/9/2014-

30/9/2014

6 Temp: 37 ◦C

HR: 92

kali/menit

L: 19.300 Thromb:

153

ribu/mm3

Cr: 2,0

mg/dL

TD: 145/75

25/9/2014 Perbaikan

Temp: 37 ◦C

HR: 76

kali/menit

GDS: 105

mg/dL

L: 22.800 Thromb:

103

ribu/mm3

TD:145/82

26/9/2014

Temp: 36 ◦C

HR: 168

kali/menit

L: 17.900 Thromb:

113

ribu/mm3

TD: 108/59

27/9/2014

Temp: 37,5

◦C

HR: 92

kali/menit

GDS: 104

mg/dL

L: 28.300 Thromb:

107

ribu/mm3

28/9/2014

Temp: 37,5

◦C

HR: 68

kali/menit

L: 24.800 Thromb:143

ribu/mm3

TD: 108/59

30/9/2014

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

83

8

3

21 68 P 5/10/2014-

12/10/2014

8 Epidural

hemorragik,

hipertensive

heart

disease

without

heart

failure,

bronkitis

3x1

gram

IV - - - - - - Meninggal

22 73 P 1/10/2014-

15/10/2014

15 Pneumonia,

anemia

2x1

gram

IV - - Temp: 37 ◦C

HR: 84

kali/menit

Glukosa test:

199 mg/dL

L: 18.300 Thromb:

110

ribu/mm3

Cr: 1,1

mg/dL

01/10/2014 Meninggal

23 70 L 26/03/2014-

30/03/2014

5 Hepatorenal

syndrome,

Ca hati

3 x 1

gram

IV 26/03/2014-

30/03/2014

5 Temp: 35,8 ◦C

HR: 68

kali/menit

L: 26.400 Thromb:

124

ribu/mm3

26/03/2014 Meninggal

24 8 L 14/4/2014-

24/10/2014

10 Tumor

serebri,

diabetes

insipidus,

hidrosefalus

3x1

gram

IV 18/4/2014-

21/4/2014

4 Temp: 36,5

◦C

HR: 92

kali/menit

L: 15.300 Thromb:

202

ribu/mm3

15/4/2014 Meninggal

Temp: 40,3 ◦C

HR: 104

kali/menit

L: 14.900 Thromb:

244

ribu/mm3

17/4/2014

Temp: 38,5 ◦C

HR: 128

kali/menit

L: 17.000 Thromb:

300

ribu/mm3

18/4/2014

Temp: 39 ◦C

HR: 145

kali/menit

L: 17.300 Thromb:

156

ribu/mm3

21/4/2014

Temp: 37,8 ◦C

HR: 156

kali/menit

L: 9700 Thromb: 98

ribu/mm3

23/4/2014

25 46 P 21/3/2014-

4/4/2014

13 Obstruksi

jaundice,

hipoalbumin

3x1

gram

IV 29/3/2014-

4/4/2014

7 L: 24.600 Thromb:

424

ribu/mm3

23/3/2014 Meninggal

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

84

8

4

,

hepatorenal

syndrom

Cr: 1,0

L: 30.300 Thromb:

401

ribu/mm3

aPTT: 51,8

s

bilirubin

total: 50,36

mg/dL

26/3/2014

L: 20.300 Thromb:

308

ribu/mm3

28/3/2014

26 59 L 11/3/2014-

21/3/2014

11 Miasthenia

gravis, DM

tipe II, CKD

stage III

3x1

gram

IV 11/3/2014-

18/3/2014

8 Temp: 36,5 ◦C

HR: 88

kali/menit

GDS: 230

mg/dL

L: 21.700 Thromb:

203

ribu/mm3

Cr: 1,2

mg/dL

12/3/2014 Meninggal

Temp: 37,2 ◦C

HR: 80

kali/menit

L: 21.100 Thromb:

155

ribu/mm3

Cr: 1,4

mg/dL

14/3/2014

Temp: 36,5 ◦C

HR: 92

kali/menit

GD: 235

mg/dL

L: 27.400 Thromb:

181

ribu/mm3

16/3/2014

Temp: 39 ◦C

HR: 120

kali/menit

GDS: 348

mg/dL

L: 45.200 Thromb:72

ribu/mm3

Prokalsitoni

n >10

INR: 1,62

19/3/2014

Temp: 37,5 ◦C

HR: 88

kali/meni

GDS:

321mg/dL

L: 39.000 Thromb: 47

ribu/mm3

Cr: 4,9

mg/dL

21/3/2014

Page 101: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

85

85

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Meropenem Berdasarkan Kategori

Gyssens

No: 1 Jenis Terapi: empiris Intraabdominal sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori 0

Analisis:

a. Kelengkapan data: Pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi.

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: Pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris untuk intrabdominal sepsis yang dialami pasien. Study for

Monitoring Antimicrobial Resistance Trends (SMART) pada tahun 2004

melaporkan bahwa Eschericia coli merupakan bakteri yang banyak

Page 102: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

86

86

diisolasi dari intraabdomen 5731 pasien (Rossi et al, 2006). Secara

umum, meropenem dan amikasin dianggap agen yang paling aktif

melawan Eschericia coli (Bugano et al, 2008). Mengacu pada peta

resistensi bakteri di RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014,

meropenem masih efektif melawan Eschericia coli dengan resistensi

hanya sebesar 12%. Dengan demikian maka rejimen meropenem pada

kasus 1 tidak termasuk kategori IVA (alternatif lebih efektif)

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum lebih sempit: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris sehingga tidak diketahui bakteri jenis apa yang menginfeksi dan

karena itu dibutuhkan antibiotik berspektrum luas.

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 7 hari. Bugano et

al menyatakan waktu terapi untuk intrabdominal sepsis adalah 5-7 hari

sehingga waktu pemberian meropenem pasien tidak terlalu lama atau

terlalu singkat.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

Page 103: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

87

87

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen meropenem

pasien 1 termasuk kategori 0 (rasional)

No: 2 Jenis Terapi: empiris Hospital acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri yang diduga

menyebabkan pneumonia.

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 16,8 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian dosis

menjadi 500 mg

b Interval tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 16,8 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian

interval menjadi 12 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN:Kategori IVA, IIA, IIB

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi.

Page 104: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

88

88

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: Pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris untuk Hospital acquired pneumonia sepsis. Bakteri yang paling

banyak ditemukan pada pasien Hospital acquired pneumonia sepsis

antara lain Pseudomonas sp, Eschericia coli, Klebsiella pneumonia dan

apabila merujuk pada peta resistensi antibiotik RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, bakteri yang paling banyak ditemukan di

sputum adalah Coliform dan Pseudomonas. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-

sulbaktam (Bugano et a, 2008). Mengacu pada peta resistensi

RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, meropenem sudah resisten

terhadap Coliform dengan tingkat resistensi 65% dan terhadap

Pseudomonas sebesar 53%. Dari ketiga rekomendasi tersebut

levofloksasin menunjukkan tingkat resistensi yang lebih rendah yaitu

41% sehingga diniliai lebih efektif. Dengan alasan ini maka rejimen

penggunaan meropenem pada pasien 2 termasuk kategori IVA (alternatif

lebih efektif).

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 5 hari. Bugano et

al menyatakan waktu terapi untuk Hospital acquired pneumonia sepsis

adalah hingga 7 hari dan 15 hari jika dicurigai infeksi oleh Pseudomonas

Page 105: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

89

89

sehingga waktu pemberian meropenem pasien tidak terlalu lama atau

terlalu singkat

e. Dosis, rute dan interval: berdasarkan data laboratorium, pasien

mengalami peningkatan kreatinin serum pada hari pemberian

meropenem. Karena ketiadaan data berat badan maka perhitungan klirens

kreatinin dilakukan dengan rumus Jellife.

CrCl (mL/menit) = 98 – [ 0,8 x {usia-20}]

SCr

= 98 – [ 0,8 x { 48-20}]

4,5

= 16,8 mL/menit

Dengan klirens kreatinin sebesar 16,8 mL/menit, interval harus

disesuaikan menjadi 12 jam sedangkan dosis diturunkan menjadi 500 mg.

Dengan pertimbangan ini maka rejimen penggunaan meropenem

termasuk kategori IIA (dosis tidak tepat) dan IIB (interval tidak tepat)

Adapun rute pemberian adalah intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 2 termasuk dalam kategori IVA dan IIB.

No: 3 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

Page 106: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

90

90

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri

yang menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 3 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

Page 107: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

91

91

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 4 hari hingga

berhenti karena meninggal. Sehingga pemberian tidak serta merta dapat

dinilai terlalu singkat.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 3 termasuk dalam kategori IVA

No: 4 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih √ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

Page 108: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

92

92

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √ CrCl pasien saat hari pemberian

meropenem sebesar 17,25 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian dosis

1 gram

b Interval tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 17,25 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian

interval menjadi 12 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA, IIA, IIB

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri

yang menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

Page 109: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

93

93

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 3 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 3 hari hingga

berhenti karena meninggal. Sehingga pemberian tidak serta merta dapat

dinilai terlalu singkat.

e. Dosis, interval dan rute: pasien mengalami peningkatan kreatinin serum

pada hari pemberian meropenem sehingga diperlukan penyesuaian

rejimen. Karena ketiadaan data berat badan maka perhitungan klirens

kreatinin dilakukan dengan rumus Jellife.

CrCl (mL/menit) = 98 – [ 0,8 x {usia-20}]

SCr

= 98 – [ 0,8 x { 39-20}]

4,8

= 17,25 mL/menit

Dengan klirens kreatinin sebesar 17,25 mL/menit, interval harus

disesuaikan menjadi 12 jam sedangkan dosis yang mulanya 2 gram harus

diturunkan menjadi 1 gram. Dengan pertimbangan ini maka rejimen

penggunaan meropenem termasuk kategori IIA (dosis tidak tepat) dan

IIB (interval tidak tepat).

Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi intravena

dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

Page 110: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

94

94

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 4 termasuk dalam kategori IVA, IIA dan

IIB.

No: 5 Jenis Terapi: empiris Hospital acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri yang diduga

menyebabkan pneumonia.

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

Page 111: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

95

95

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem meropenem sebagai

terapi empiris untuk Hospital acquired pneumonia sepsis. Bakteri yang

paling banyak ditemukan pada pasien Hospital acquired pneumonia

sepsis antara lain Pseudomonas sp, Eschericia coli, Klebsiella

pneumonia dan apabila merujuk pada peta resistensi antibiotik

RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, bakteri yang paling banyak

ditemukan di sputum adalah Coliform dan Pseudomonas. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-

sulbaktam. Mengacu pada peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014, meropenem sudah resisten terhadap Coliform dengan tingkat

resistensi 65% dan terhadap Pseudomonas sebesar 53%. Dari ketiga

rekomendasi tersebut levofloksasin menunjukkan tingkat resistensi yang

lebih rendah yaitu 41% sehingga diniliai lebih efektif. Dengan alasan ini

maka rejimen penggunaan meropenem pada pasien 2 termasuk kategori

IVA (alternatif lebih efektif).

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: : pasien menerima meropenem selama 5 hari. Bugano

et al menyatakan waktu terapi untuk Hospital acquired pneumonia

sepsis adalah hingga 7 hari sehingga waktu pemberian meropenem pasien

tidak terlalu lama atau terlalu singkat

Page 112: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

96

96

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena yang merupakan salah satu cara pemberian selain pemberian

dengan infus.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 5 termasuk dalam kategori IVA

No: 6 Jenis Terapi: empiris Intraabdominal sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

Page 113: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

97

97

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori 0

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi.

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: Pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris untuk intrabdominal sepsis yang dialami pasien. . Study for

Monitoring Antimicrobial Resistance Trends (SMART) pada tahun 2004

melaporkan bahwa Eschericia coli merupakan bakteri yang banyak

diisolasi dari intraabdomen 5731 pasien (Rossi et al, 2006). Secara

umum, meropenem dan amikasin dianggap agen yang paling aktif

melawan Eschericia coli (Bugano et al, 2008). Mengacu pada peta

resistensi bakteri di RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014,

meropenem masih efektif melawan Eschericia coli dengan resistensi

hanya sebesar 12%. Dengan demikian maka rejimen meropenem pada

kasus 1 tidak termasuk kategori IVA (alternatif lebih efektif)

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum lebih sempit: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris sehingga tidak diketahui bakteri jenis apa yang menginfeksi dan

karena itu dibutuhkan antibiotik berspektrum luas.

Page 114: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

98

98

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 7 hari. Bugano et

al menyatakan waktu terapi untuk intrabdominal sepsis adalah 5-7 hari

sehingga waktu pemberian meropenem pasien tidak terlalu lama atau

terlalu singkat.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidka mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah dengan

drip (infus) meropenem dalam NaCl 0,9 %. Menurut Baldwin (2008)

meropenem kompatibel dengan NaCl.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian diniliai benar.

Kesimpulan: rejimen meropenem pasien 6 termasuk kategori 0 (rasional)

No: 7 Jenis Terapi: empiris Community acquired sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

Page 115: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

99

99

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori 0

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien didiagnosis sepsis saat pertama kali masuk

rumah sakit. Dengan demikian, sepsis yang dialami pasien termasuk

Community acquired sepsis. Nygard et al (2014) melaporkan bahwa

bakteri S. Pneumoniae, E.coli, S.aureus adalah bakteri yang paling

banyak ditemukan. Hasil enam penelitian randomized clinical trial

(RCT) menemukan bahwa di antara meropenem, sefalosporin generasi

ketiga dan piperacilin tazobactam memiliki efektifitas yang sama dan

tidak ada yang lebih superior. Dengan mengacu pada hal ini maka

pemilihan meropenem sebagai terapi untuk pasien 7 dianggap sudah

tepat.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

Page 116: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

100

100

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 6 hari. Bugano et

al (2008) menyatakan bahwa ada bukti bahwa pemberian antibiotik lebih

pendek tidak menurunkan respon klinis dan biasanya antibiotik dapat

dihentikan setelah 7-10 hari. dengan alasan ini maka lama pemberian

dinilai tepat.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan pertama kali saat di IGD (instalasi gawat

darurat) sehingga masih dalam enam jam pertama yang disyaratkan untuk

pemberian antibiotik pasien sepsis.

Kesimpulan: rejimen penggunaan antibiotik pasien no 7 termasuk

kategori 0

No: 8 Jenis Terapi: empiris Hospital acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri yang diduga

menyebabkan pneumonia.

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

Page 117: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

101

101

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem meropenem sebagai

terapi empiris untuk Hospital acquired pneumonia sepsis. Bakteri yang

paling banyak ditemukan pada pasien Hospital acquired pneumonia

sepsis antara lain Pseudomonas sp, Eschericia coli, Klebsiella

pneumonia dan apabila merujuk pada peta resistensi antibiotik

RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, bakteri yang paling banyak

ditemukan di sputum adalah Coliform dan Pseudomonas. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-

sulbaktam. Mengacu pada peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014, meropenem sudah resisten terhadap Coliform dengan tingkat

resistensi 65% dan terhadap Pseudomonas sebesar 53%. Dari ketiga

rekomendasi tersebut levofloksasin menunjukkan tingkat resistensi yang

lebih rendah yaitu 41% sehingga diniliai lebih efektif. Dengan alasan ini

maka rejimen penggunaan meropenem pada pasien 2 termasuk kategori

IVA (alternatif lebih efektif).

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

Page 118: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

102

102

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: : pasien menerima meropenem selama 5 hari. Bugano

et al menyatakan waktu terapi untuk Hospital acquired pneumonia

sepsis adalah hingga 7 hari sehingga waktu pemberian meropenem pasien

tidak terlalu lama atau terlalu singkat

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 8 termasuk dalam kategori IVA

Page 119: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

103

103

No: 9 Jenis Terapi: definitif urosepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri Alkaligenes

faecalis yang ditemukan di urin pasien

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √ Meropenem digunakan selama 30 hari.

apabila tidak ada perbaikan kondisi pasien

sebaiknya mempertimbangkan untuk

mengganti antibiotik

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA, IIIA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3. Selain itu hasil uji kultur

bakteri pada spesimen urin pasien positif Alkaligenes faecalis.

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima antibiotik meropenem sebagai

terapi definitif untuk melawan Alkaligenes faecalis. Berdasarkan peta

resistensi bakteri, Alkaligenes faecalis sudah resisten terhadap

Page 120: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

104

104

meropenem dengan tingkat resistensi sebesar 60%. Terdapat antibiotik

yang lebih efektif melawan Alkaligenes faecalis yaitu siprofloksasin dan

fosfomisin dengan tingkat resistensi berturut-turut sebesar 47% dan 40%.

Dengan demikian maka penggunaan meropenem pada pasien nomor 9

termasuk kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: meropenem diberikan selama 30 hari. Apabila

memang tidak ada perbaikan kondisi pasien sebaiknya

mempertimbangkan untuk mengganti meropenem dengan antibiotik yang

lebih efektif. Dengan demikian maka rejimen meropenem nomer 9

termasuk kategori IIIA

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Page 121: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

105

105

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 9 termasuk dalam kategori IVA, IIIA

No: 10 Jenis Terapi: empiris Community acquired sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori 0

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien didiagnosis sepsis saat pertama kali masuk

rumah sakit. Dengan demikian, sepsis yang dialami pasien termasuk

Community acquired sepsis. Nygard et al (2014) melaporkan bahwa

Page 122: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

106

106

bakteri S. Pneumoniae, E.coli, S.aureus adalah bakteri yang paling

banyak ditemukan. Hasil enam penelitian randomized clinical trial

(RCT) menemukan bahwa di antara meropenem, sefalosporin generasi

ketiga dan piperacilin tazobactam memiliki efektifitas yang sama dan

tidak ada yang lebih superior (Bugano et al, 2008). Dengan mengacu

pada hal ini maka pemilihan meropenem sebagai terapi untuk pasien 7

dianggap sudah tepat.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 3 hari dan dinilai

sudah tepat untuk pemberian terapi empiris yaitu ±72 jam (3 hari).

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Page 123: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

107

107

Kesimpulan: rejimen penggunaan antibiotik pasien no 10 termasuk

kategori 0.

No: 11 Jenis Terapi: empiris Community acquired sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 38 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian

interval menjadi 12 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk

I-VI

KESIMPULAN: Kategori IIB

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

Page 124: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

108

108

- Alternatif lebih efektif: pasien didiagnosis sepsis saat pertama kali masuk

rumah sakit. Dengan demikian, sepsis yang dialami pasien termasuk

Community acquired sepsis. Nygard et al (2014) melaporkan bahwa

bakteri S. Pneumoniae, E.coli, S.aureus adalah bakteri yang paling

banyak ditemukan. Hasil enam penelitian randomized clinical trial

(RCT) menemukan bahwa di antara meropenem, sefalosporin generasi

ketiga dan piperacilin tazobactam memiliki efektifitas yang sama dan

tidak ada yang lebih superior. Dengan mengacu pada hal ini maka

pemilihan meropenem sebagai terapi untuk pasien 7 dianggap sudah

tepat.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 6 hari. Bugano et

al (2008) menyatakan bahwa ada bukti bahwa pemberian antibiotik lebih

pendek tidak menurunkan respon klinis dan biasanya antibiotik dapat

dihentikan setelah 7-10 hari. dengan alasan ini maka lama pemberian

dinilai tepat. Kemungkinan penggunaan yang singkat juga karena tidak

ada perbaikan klinis sehingga dokter memutuskan untuk mengganti

dengan antibiotik lain.

e. Dosis, interval dan rute: berdasarkan data laboratorium, pasien

mengalami peningkatan kreatinin serum pada hari pemberian

meropenem. Karena ketiadaan data berat badan maka perhitungan klirens

kreatinin dilakukan dengan rumus Jellife.

CrCl (mL/menit) = 98 – [ 0,8 x {usia-20}]

SCr

Page 125: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

109

109

= 98 – [ 0,8 x { 80-20}]

1,3

= 38 mL/menit

Dengan klirens kreatinin sebesar 38 mL/menit, interval harus disesuaikan

menjadi 12 jam sedangkan dosis diberikan seperti biasa. Dengan

pertimbangan ini maka rejimen penggunaan meropenem termasuk

kategori IIB (interval tidak tepat)

Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi intravena

dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: rejimen penggunaan antibiotik pasien no 11 termasuk

kategori IIB.

No: 12 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

Page 126: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

110

110

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri

yang menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 3 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

Page 127: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

111

111

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 11 hari. Secara

umum, antibiotik dapat dihentikan setelah 7-10 hari (Bugano et al, 2008)

sehingga pemberian tidak dianggap terlalu lama.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah drip dalam

NaCl 0,9%. Menurut Baldwin (2008) meropenem kompatibel dengan

NaCl 0,9%.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 12 termasuk dalam kategori IVA

No: 13 Jenis Terapi: empiris Hospital acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri yang diduga

menyebabkan pneumonia.

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

Page 128: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

112

112

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √ Untuk pasien bayi harus disesuaikan dosis

menjadi 20 mg/kgBB. Karena BB pasien

2,8 kg maka dosis seharusnya disesuaikan

menjadi ± 60 mg

b Interval tepat √ Interval pemberian meropenem pada

pasien bayi adalah 12 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA, IIA, IIB

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem meropenem sebagai

terapi empiris untuk Hospital acquired pneumonia sepsis. Bakteri yang

paling banyak ditemukan pada pasien Hospital acquired pneumonia

sepsis antara lain Pseudomonas sp, Eschericia coli, Klebsiella

pneumonia dan apabila merujuk pada peta resistensi antibiotik

RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, bakteri yang paling banyak

ditemukan di sputum adalah Coliform dan Pseudomonas. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-

sulbaktam. Mengacu pada peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014, meropenem sudah resisten terhadap Coliform dengan tingkat

resistensi 65% dan terhadap Pseudomonas sebesar 53%. Dari ketiga

rekomendasi tersebut levofloksasin menunjukkan tingkat resistensi yang

lebih rendah yaitu 41% sehingga diniliai lebih efektif. Dengan alasan ini

maka rejimen penggunaan meropenem pada pasien 2 termasuk kategori

IVA (alternatif lebih efektif).

Page 129: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

113

113

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: : pasien menerima meropenem selama 7 hari. Bugano

et al menyatakan waktu terapi untuk Hospital acquired pneumonia

sepsis adalah hingga 7 hari sehingga waktu pemberian meropenem pasien

tidak terlalu lama atau terlalu singkat

e. Dosis, interval dan rute: pasien merupakan pasien bayi yang

membutuhkan penyesuaian rejimen. Berdasarkan guideline Nebraska

Medical Center, dosis yang direkomendasikan untuk pasien bayi usia <7

hari adalah 20 mg/kgBB dengan interval 12 jam. Berat badan pasien

diketahui 2,8 kilogram maka dosis yang seharusnya diberikan: 2,8 x 20

mg = 56 mg. Dari catatan pemberian obat diketahui pasien menerima

dosis 1/3 floc (kurang lebih 330 mg) dengan interval 8 jam. Dengan

pertimbangan ini rejimen penggunaan meropenem pasien 13 termasuk

kategori IIA dan IIB. Adapun rute pemberian adalah injeksi intravena

dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 13 termasuk dalam kategori IVA, IIA,

IIB.

Page 130: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

114

114

No: 14 Jenis Terapi: empiris Hospital acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri yang diduga

menyebabkan pneumonia.

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √ Meropenem digunakan selama 30 hari.

apabila tidak ada perbaikan kondisi pasien

sebaiknya mempertimbangkan untuk

mengganti antibiotik

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 47,2 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian

interval menjadi 12 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA, IIB, IIIA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi.

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: Pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris untuk Hospital acquired pneumonia sepsis. Bakteri yang paling

Page 131: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

115

115

banyak ditemukan pada pasien Hospital acquired pneumonia sepsis

antara lain Pseudomonas sp, Eschericia coli, Klebsiella pneumonia dan

apabila merujuk pada peta resistensi antibiotik RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, bakteri yang paling banyak ditemukan di

sputum adalah Coliform dan Pseudomonas. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-

sulbaktam. Mengacu pada peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014, meropenem sudah resisten terhadap Coliform dengan tingkat

resistensi 65% dan terhadap Pseudomonas sebesar 53%. Dari ketiga

rekomendasi tersebut levofloksasin menunjukkan tingkat resistensi yang

lebih rendah yaitu 41% sehingga diniliai lebih efektif. Dengan alasan ini

maka rejimen penggunaan meropenem pada pasien 2 termasuk kategori

IVA (alternatif lebih efektif).

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 28 hari. Bugano

et al menyatakan waktu terapi untuk Hospital acquired pneumonia

sepsis adalah hingga 7 hari sehingga waktu pemberian meropenem pasien

terlalu lama.

e. Dosis, rute dan interval: berdasarkan data laboratorium, pasien

mengalami peningkatan kreatinin serum pada hari pemberian

meropenem. Karena ketiadaan data berat badan maka perhitungan klirens

kreatinin dilakukan dengan rumus Jellife.

CrCl (mL/menit) = 98 – [ 0,8 x {usia-20}]

SCr

Page 132: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

116

116

= 98 – [ 0,8 x { 54-20}]

1,5

= 47,2 mL/menit

Dengan klirens kreatinin sebesar 47,2 mL/menit, interval harus

disesuaikan menjadi 12 jam sedangkan dosis diberikan seperti biasa.

Dengan pertimbangan ini maka rejimen penggunaan meropenem

termasuk kategori IIB (interval tidak tepat)

Adapun rute pemberian adalah injeksi intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 14 termasuk dalam kategori IVA, IIB dan

IIIA.

No: 15 Jenis Terapi: empiris Hospital acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri yang diduga

menyebabkan pneumonia.

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Page 133: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

117

117

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 26,5 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian

interval menjadi 12 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA, IIB

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi.

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil diagnosis

dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: Pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris untuk Hospital acquired pneumonia sepsis. Bakteri yang paling

banyak ditemukan pada pasien Hospital acquired pneumonia sepsis antara

lain Pseudomonas sp, Eschericia coli, Klebsiella pneumonia dan apabila

merujuk pada peta resistensi antibiotik RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014, bakteri yang paling banyak ditemukan di sputum adalah

Coliform dan Pseudomonas. Antibiotik yang direkomendasikan adalah

seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-sulbaktam. Mengacu pada peta

resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, meropenem sudah

resisten terhadap Coliform dengan tingkat resistensi 65% dan terhadap

Pseudomonas sebesar 53%. Dari ketiga rekomendasi tersebut

levofloksasin menunjukkan tingkat resistensi yang lebih rendah yaitu 41%

sehingga diniliai lebih efektif. Dengan alasan ini maka rejimen

penggunaan meropenem pada pasien 2 termasuk kategori IVA (alternatif

lebih efektif).

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

Page 134: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

118

118

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien ditanggung

oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan spektrum

lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 8 hari. Bugano et

al menyatakan waktu terapi untuk Hospital acquired pneumonia sepsis

adalah hingga 7 hari sehingga waktu pemberian meropenem pasien tidak

terlalu lama atau terlalu singkat

e. Dosis, rute dan interval: berdasarkan data laboratorium, pasien mengalami

peningkatan kreatinin serum pada hari pemberian meropenem. Karena

ketiadaan data berat badan maka perhitungan klirens kreatinin dilakukan

dengan rumus Jellife.

CrCl (mL/menit) = 98 – [ 0,8 x {usia-20}]

SCr

= 98 – [ 0,8 x { 43-20}]

3

= 26,5 mL/menit

Dengan klirens kreatinin sebesar 26,5 mL/menit, interval harus

disesuaikan menjadi 12 jam sedangkan dosis diberikan seperti biasa.

Dengan pertimbangan ini maka rejimen penggunaan meropenem termasuk

kategori IIB (interval tidak tepat).

Adapun rute pemberian adalah injeksi intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus diberikan

setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 15 termasuk dalam kategori IVA dan IIB.

Page 135: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

119

119

No: 16 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √ Data pemberian obat tidak lengkap

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama

b Terlalu singkat

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat

b Interval tepat

c Rute tepat

I Waktu tepat

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori VI

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien tidak memiliki data yang cukup untuk

dievaluasi

Kesimpulan: rejimen penggunaan meropenem pada pasien 16 termasuk

kategori VI

No: 17 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

Page 136: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

120

120

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 4,1 mL/menit sehingga

membutuhkan penyesuaian interval menjadi

24 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA, IIB

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri

yang menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

Page 137: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

121

121

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 3 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 8 hari. Secara

umum, antibiotik dapat dihentikan setelah 7-10 hari (Bugano et al, 2008)

sehingga pemberian tidak dianggap terlalu lama.

g. Dosis, interval dan rute: berdasarkan data laboratorium, pasien

mengalami peningkatan kreatinin serum pada hari pemberian

meropenem. Karena ketiadaan data berat badan maka perhitungan klirens

kreatinin dilakukan dengan rumus Jellife.

CrCl (mL/menit) = 98 – [ 0,8 x {usia-20}]

SCr

= 98 – [ 0,8 x { 50-20}]

17,8

= 4,1 mL/menit

Dari catatan pemberian antibiotik diketahui pasien diberikan rejimen 2 x

500 mg. Dengan klirens kreatinin sebesar 4,1 mL/menit, interval harus

disesuaikan menjadi 24 jam sedangkan dosis boleh diberikan seperti

biasa atau setengah dari dosis lazim. Dengan pertimbangan ini maka

rejimen penggunaan meropenem termasuk kategori IIB (interval tidak

tepat). Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

Page 138: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

122

122

e. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa selama perawatan dimana

meropenem harus diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu

pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 17 termasuk dalam kategori IVA

No: 18 Jenis Terapi: definitif Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

√ Masih ada antibiotik dengan spektrum lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVD

Page 139: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

123

123

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

definitif dengan hasil kultur pus positif Eschericia coli. Berdasarkan peta

resistensi bakteri, tingkat resistensi Eschericia coli terhadap meropenem

hanya sebesar 12% sehingga meropenem dianggap masih efektif

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: netilmisin merupakan aminoglikosida

yang memiliki aktivitas lebih luas pada gram negatif yang masih efektif

melawan Eschericia coli di RUMKITAL Dr. Mintohardjo sehingga

rejimen penggunaan meropenem pada pasien 18 termasuk dalam kategori

IVD/

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 6 hari. Secara

umum, antibiotik dapat dihentikan setelah 7-10 hari (Bugano et al, 2008)

sehingga pemberian tidak dianggap terlalu singkat. Selain itu pasien

menunjukkan perbaikan dengan penggunaan meropenem.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

Page 140: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

124

124

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat..

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 18 termasuk dalam kategori IVD

No: 19 Jenis Terapi: empiris Hospital acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

untuk mengatasi bakteri yang diduga

menyebabkan pneumonia.

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

Page 141: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

125

125

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengkap untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: Berdasarkan diagnosis dan hasil

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Hasil

diagnosis dan data laboratorium dapat dilihat di lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem meropenem sebagai

terapi empiris untuk Hospital acquired pneumonia sepsis. Bakteri yang

paling banyak ditemukan pada pasien Hospital acquired pneumonia

sepsis antara lain Pseudomonas sp, Eschericia coli, Klebsiella

pneumonia dan apabila merujuk pada peta resistensi antibiotik

RUMKITAL Dr. Mintohardjo tahun 2014, bakteri yang paling banyak

ditemukan di sputum adalah Coliform dan Pseudomonas. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-

sulbaktam. Mengacu pada peta resistensi RUMKITAL Dr. Mintohardjo

tahun 2014, meropenem sudah resisten terhadap Coliform dengan tingkat

resistensi 65% dan terhadap Pseudomonas sebesar 53%. Dari ketiga

rekomendasi tersebut levofloksasin menunjukkan tingkat resistensi yang

lebih rendah yaitu 41% sehingga diniliai lebih efektif. Dengan alasan ini

maka rejimen penggunaan meropenem pada pasien 2 termasuk kategori

IVA (alternatif lebih efektif).

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: : pasien menerima meropenem selama 9 hari. Bugano

et al menyatakan waktu terapi untuk Hospital acquired pneumonia

sepsis adalah hingga 7 hari dan 15 hari apabila dicurigai terjadi infeksi

Page 142: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

126

126

oleh Pseudomonas sehingga waktu pemberian meropenem pasien tidak

terlalu lama atau terlalu singkat

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah drip dalam

NaCl 0,9%. Menurut Baldwin (2008) meropenem kompatibel dengan

NaCl.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 19 termasuk dalam kategori IVA

No: 20 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

Page 143: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

127

127

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √ CrCl pasien sebelum pemberian

meropenem sebesar 30,2 mL/menit

sehingga membutuhkan penyesuaian

interval menjadi 12 jam

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA, IIB

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri yang

menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin (efektif

terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap lima dari

delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua bakteri). Dengan

demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada pasien nomor 3

termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

Page 144: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

128

128

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien ditanggung

oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan spektrum

lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 6 hari. Secara

umum, antibiotik dapat dihentikan setelah 7-10 hari (Bugano et al, 2008)

sehingga pemberian tidak dianggap terlalu singkat.

e. Dosis, interval dan rute: berdasarkan data laboratorium, pasien mengalami

peningkatan kreatinin serum pada hari pemberian meropenem. Karena

ketiadaan data berat badan maka perhitungan klirens kreatinin dilakukan

dengan rumus Jellife.

CrCl (mL/menit) = 98 – [ 0,8 x {usia-20}]

SCr

= 98 – [ 0,8 x { 67-20}]

2

= 30,2 mL/menit

Dengan klirens kreatinin sebesar 30,2 mL/menit, interval harus

disesuaikan menjadi 12 jam sedangkan dosis diberikan seperti biasa.

Dengan pertimbangan ini maka rejimen penggunaan meropenem termasuk

kategori IIB (interval tidak tepat)

Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah drip dalam NaCl

0,9%. Menurut Baldwin (2008) meropenem kompatibel dengan NaCl

0,9%.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus diberikan

setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 20 termasuk dalam kategori IVA dan IIB

Page 145: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

129

129

No: 21 Jenis Terapi: empiris Community acquired sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √ Data pemberian obat tidak lengkap

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama

b Terlalu singkat

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat

b Interval tepat

c Rute tepat

I Waktu tepat

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori VI

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien tidak memiliki data yang cukup untuk dievaluasi

Kesimpulan: rejimen penggunaan meropenem pada pasien 21 termasuk

kategori VI

No: 22 Jenis Terapi: empiris Community acquired pneumonia sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √ Data pemberian obat tidak lengkap

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

Page 146: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

130

130

efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama

b Terlalu singkat

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat

b Interval tepat

c Rute tepat

I Waktu tepat

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori VI

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien tidak memiliki data yang cukup untuk

dievaluasi

Kesimpulan: rejimen penggunaan meropenem pada pasien 22 termasuk

kategori VI

No: 23 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

Page 147: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

131

131

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri

yang menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 3 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

Page 148: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

132

132

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 5 hari hingga

meninggal sehingga tidak serta merta dapat dikatakan terlalu sebentar. .

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 23 termasuk dalam kategori IV.

No: 24 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

Page 149: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

133

133

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 24 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

Page 150: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

134

134

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 4 hari. Secara

umum, antibiotik dapat dihentikan setelah 7-10 hari (Bugano et al, 2008)

sehingga pemberian tidak dianggap terlalu lama.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan meropenem

pada pasien nomer 24 termasuk dalam kategori IVA.

No: 25 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

Page 151: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

135

135

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori IVA

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri

yang menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 3 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

Page 152: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

136

136

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 7 hari. Secara

umum, antibiotik dapat dihentikan setelah 7-10 hari (Bugano et al, 2008)

sehingga pemberian tidak dianggap terlalu lama.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 25 termasuk dalam kategori IVA.

No: 26 Jenis Terapi: empiris Nosocomial sepsis

Kategori Parameter Kesesuaian Alasan

Ya Tida

k

VI Data lengkap √

V Antibiotik

diindikasikan

IV Pemilihan

antibiotik

a Alternatif lebih

efektif

√ Masih ada antibiotik yang lebih efektif

b Alternatif lebih

tidak toksik

c Alternatif lebih

murah

d Spektrum

alternatif lebih

sempit

III Lama pemberian

a Terlalu lama √

b Terlalu singkat √

Page 153: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

137

137

II Dosis, Interval,

Rute

a Dosis tepat √

b Interval tepat √

c Rute tepat √

I Waktu tepat √

0 Tidak termasuk I-

VI

KESIMPULAN: Kategori

Analisis:

a. Kelengkapan data: pasien memiliki data yang lengka untuk dievaluasi

b. Indikasi pemberian antibiotik: berdasarkan diagnosis dan data

laboratorium pasien terindikasi untuk menerima antibiotik. Data

laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3

c. Pemilihan antibiotik:

- Alternatif lebih efektif: pasien menerima meropenem sebagai terapi

empiris. Tidak terdapat diagnosis penyakit infeksi selain sepsis dan hasil

uji kultur bakteri adalah negatif sehingga tidak diketahui jenis bakteri

yang menginfeksi. Merujuk pada peta resistensi bakteri RUMKITAL Dr.

Mintohardjo tahun 2014, lima dari delapan bakteri yang ditemukan di

lingkungan rumah sakit sudah resisten terhadap meropenem. Beberapa

antibiotik yang memiliki efektivitas lebih baik antara lain amikasin

(efektif terhadap lima dari delapan bakteri), imipenem (efektif terhadap

lima dari delapan bakteri) dan fosfomisin (efektif terhadap semua

bakteri). Dengan demikian maka rejimen penggunaan meropenem pada

pasien nomor 3 termasuk dalam kategori IVA.

- Alternatif lebih tidak toksik: tidak terdapat interaksi antara obat yang

digunakan pasien dengan meropenem. Secara umum meropenem

merupakan antibiotik yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak

dan orang dewasa serta memiliki profil keamanan yang dapat diterima

(Mohr, 2008)

- Alternatif lebih murah: biaya pengobatan dan perawatan pasien

ditanggung oleh BPJS sehingga harga dianggap tidak membebani pasien

- Spektrum alternatif lebih sempit: tidak terdapat alternatif dengan

spektrum lebih sempit

Page 154: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

138

138

d. Lama pemberian: pasien menerima meropenem selama 11 hari. Secara

umum, antibiotik dapat dihentikan setelah 7-10 hari (Bugano et al, 2008)

sehingga pemberian tidak dianggap terlalu lama.

e. Dosis, interval dan rute: pasien tidak mengalami gagal ginjal sehingga

tidak membutuhkan penyesuaian rejimen. Pasien menerima meropenem

dengan dosis 3 x 1 gram yang merupakan dosis lazim meropenem.

Berdasarkan catatan pemberian obat di rekam medis pasien menerima

meropenem dengan interval 8 jam sehingga interval pemberian dianggap

tepat. Adapun rute pemberian meropenem pada pasien adalah injeksi

intravena dan dinilai sudah tepat.

f. Waktu: meropenem diberikan secara parenteral sehingga tidak terjadi

absorbsi pada saluran pencernaan dan karena itu tidak diperlukan

penyesuaian waktu pemberian berkaitan dengan makanan. Pasien juga

tidak melakukan prosedur hemodialisa dimana meropenem harus

diberikan setelah hemodialisa sehingga waktu pemberian dinilai benar.

Kesimpulan: berdasarkan uraian analisis di atas rejimen penggunaan

meropenem pada pasien nomer 26 termasuk dalam kategori IVA

Page 155: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

1

39

Lampiran 4. Laporan Peta Resistensi Bakteri RUMKITAL Dr. Mintohardjo Tahun 2014

Spesies

Bakteri

Status Resistensi Terhadap Antibiotik (%)

AM

C

AK

AM

P

CF

P

CT

X

CP

R

CA

Z

CR

O

C

CIP

FO

S

CN

IPM

K

ME

M

INA

NE

T

OF

X

PR

C

VA

LE

V

FE

P

ZO

X

Bakteri Gram Positif Kokus

Streptococcus

Sp

S 60 40 80 20 - 40 20 40 40 40 80 40 80 - 40 0 - 20 - 40 60 40 40

I 20 0 0 0 - 20 20 0 20 40 20 0 0 - 0 0 - 40 - 40 0 0 0

R 20 60 20 80 - 40 60 60 40 20 0 60 20 - 60 100 - 40 - 20 40 60 60

Staphylococcus

aureus

S 38 50 17 20 - 12 21 25 25 21 63 37 63 - 42 4 - 17 - 37 25 30 30

I 4 8 13 13 - 17 12 8 4 4 0 0 0 - 0 4 - 4 - 8 13 8 0

R 58 42 70 57 - 71 67 67 71 75 37 63 37 - 58 92 - 79 - 55 62 62 70

Bakteri Gram Negatif Batang

Alkaligenes sp S - 26 - 20 7 0 23 7 23 23 47 17 33 13 37 13 30 20 17 - 30 13 10

I - 10 - 10 10 0 13 7 0 13 13 3 3 3 3 3 3 7 10 - 13 13 3

R - 64 - 70 83 100 64 86 77 47 40 80 64 84 60 84 67 73 73 - 57 74 87

Pseudomonas

sp

S - 59 - 35 12 0 44 6 0 12 53 29 47 0 47 6 47 29 29 - 59 35 0

I - 18 - 12 12 0 23 12 0 41 18 6 6 0 0 6 0 24 12 - 0 18 0

R - 23 - 53 76 100 23 82 100 57 29 65 47 100 53 88 53 47 59 - 41 47 100

Coliform S - 40 - 16 0 5 11 5 19 43 57 19 30 8 35 16 21 19 11 - 19 5 3

I - 14 - 5 0 5 8 3 8 19 8 5 5 8 0 8 3 5 11 - 8 14 11

R - 46 - 79 100 90 81 92 73 38 35 76 64 84 65 76 76 76 78 - 73 81 86

Eschericia coli S - 65 - 18 24 15 29 24 38 18 76 41 76 21 88 15 59 24 15 - 38 38 29

I - 15 - 8 6 6 9 6 6 18 0 0 0 24 0 21 15 15 9 - 3 6 21

R - 20 - 74 70 79 62 70 56 64 24 59 24 75 12 64 26 61 76 - 59 56 50

Proteus sp. S - 53 - 13 0 7 20 7 20 20 40 27 54 7 60 7 47 13 20 - 27 27 7

I - 20 - 13 13 7 33 13 0 20 13 20 13 7 0 0 6 13 13 - 13 20 13

R - 27 - 74 87 86 47 80 80 60 47 53 33 86 40 93 47 74 67 - 60 53 80

Aerobacter S - 33 - 50 50 50 50 50 50 50 67 33 67 33 67 50 50 50 50 - 50 50 50

Page 156: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1... · Penggolongan Antibiotik ... 2.1.2.1.Antibiotik Berdasarkan Spektrum Aktivitas

140

140

sp I - 17 - 0 0 0 0 0 0 0 16 17 0 17 0 0 0 0 0 - 17 0 0

R - 50 - 50 50 50 50 50 50 50 17 50 33 50 33 50 50 50 50 - 33 50 50

Keterangan: S= Sensitif; I= Intermediat; R= Resisten; AMC: Amoksisilin sulfat; AK= Amikasin sulfat, AMP= Ampisilin; CFP= Sefoperazon; CTX= Sefotaksim;

CPR= Sefrozil; CAZ= Seftazidim; CRO= Seftriakson; C= Kloramfenikol; CIP= Siprofloksasin; E= Eritromisin; FOS= Fosfomisin’ GN= Gentamisin; IPM= Imipenem;

K= Kanamisin; MEM= Meropenem; NA= Asam nalidiksat; NET= Netilsimin; OFX= Ofloksasin; TZP= Piperasilin tazobactan; TE= Tetrasiklin; VA= Vankomisin;

LEV= Levofloksasin; ZOX= Seftizoksim; FEP= Sefepim