Tutorial Dbd Referat

22
DEMAM BERDARAH DENGUE BAB I DEFINISI Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock. 1,2 Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia dan pada beberapa pulau di Samudra India, pasifik selatan dan tengah serta Karibia. Dengue Fever telah meningkat sepanjang 40 tahun, dan pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang secara potensialberesiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun, diperkirakan terdapat 20 juta kasus infeksi dengue, mengakibatkankira-kira 24 juta kematian. 3 Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD,

description

fhk,j

Transcript of Tutorial Dbd Referat

DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I

DEFINISI

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang

ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi

yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada

demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.1,2

Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh

di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia dan pada

beberapa pulau di Samudra India, pasifik selatan dan tengah serta Karibia. Dengue Fever telah

meningkat sepanjang 40 tahun, dan pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang

secara potensialberesiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun, diperkirakan terdapat 20

juta kasus infeksi dengue, mengakibatkankira-kira 24 juta kematian.3

Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health

Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan

kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan

pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan

kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).4

BAB II

ETIOLOGI

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flaviviridae.

Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal

dengan berat molekul 4x106.1

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan

di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara

serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis, dan West

Nile virus. 1

BAB III

EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden di

Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995( dan pernah meningkat

tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan

mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.1

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1

1. Vektor : perkembang biakan vector, kebiasaan mengigit, kepadatan vector di lingkungan,

transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu : terdapat penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk,

usia, jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

BAB IV

PATOGENESIS

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh

virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu

disebabkan karenakebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi.3

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.

Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera

terjadi viremia selama 2hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas

mulai. Makrofag akan segerabereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga

makrofag menjadi APC(AntigenPresenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan

mengaktifasi sel T-Helper dan menarikmakrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-

helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yangakan melisis makrofag yang sudah memfagosit

virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepasantibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah

dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,antibodi fiksasi komplemen.3

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya

gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi

manifetasi perdarahankarena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,

tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.3

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah

hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infectio theory) dan hipotesis immune

enhancementMenurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte,1997, sebagai akibat

infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan

terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG

antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka

replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang

selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini

terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam

rongga serosa. 4

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa

mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar

untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain

kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari

membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi

mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.4

Gambar 1 : secondary heterologous dengue infection

BAB V

PATOLOGI

Pada autopsi, semua pasien yang telah mati karena DBD menunjukkan suatu tingkatan

hemoragi, berdasarkan frekuensi hemoragi ditemukan pada kulit dan jaringan subkutan, pada

mukosa saluran gastrointestinal, dan pada jantung serta hati. Hemoragi gastrointestinal mungkin

hebat, tetapi hemoragi subarachnoid atau serebral jarang terjadi. Efusi serosa dengan kandungan

protein tinggi (kebanyakan albumin) umumnya terdapat pada rongga pleural dan abdomen, tetapi

jarang terjadi pada rongga perikardial.

Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan aktifitas system

limfosit B, dengan priliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel limfablastoid, dan pusat germinal

aktif. Pada hati, terdapat nekrosis fokal dari sel-sel hepar, pembengkakan, adanya Councilman

dan nekrosis hialin dari sel-sel Kupfer. Pemeriksaan patologis terhadap sumsum tulang, ginjal,

dan kulit telah dilakukan pada pasien yang mengalami DBD non-fatal. Pada sumsum tulang,

tampak depresi semua sel-sel hematopoetik, yang secara cepat membaik dengan penurunan

demam. Studi pada ginjal telah menunjukkan tipe glomerulus kompleks imun yang ringan, yang

akan membaik setelah kira-kira 3 minggu dengan tidak ada perubahan residual. Biopsi terhadap

ruam kulit telah menunjukkan edema perivaskular dan mikrovaskular terminal papilla dermal

dan infiltrasi limfosit dan monosit. Fagosit mononuclear pembawa antigen telah ditemukan pada

sekitar edema ini. Deposisi komplemen serum, immunoglobulin, dan fibrinogen pada dinding

pembuluh darah juga telah ditemukan. 3

BAB VI

MANIFESTASI KLINIS

Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, yang

diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan

tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.

Pasien juga mengeluh sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya

napsu makan, mual-mual dan ruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam

tinggi yang bisa mencapai suhu 40-41◦C selama dua sampai tujuh hari, wajah kemerahan, dan

gelaja lainnya yang menyertai demam berdarah ringan. Berikutnya dapat muncul kecenderungan

pendarahan, seperti memar, hidung dan gusi berdarah, dan juga pendarahan dalam tubuh. Pada

kasus yang sangat parah, mungkin berlanjut pada kegagalan saluran pernapasan, shock dan

kematian.1,2,3,4,5

BAB VII

DIAGNOSA

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.1

Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut :1,2,6

1. Nyeri kepala

2. Nyeri retro orbital

3. Mialgia/ artralgia

4. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)

5. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD

yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD

ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi : 1,2,6

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bending positif

Ptekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan

dari tempat lain.

Hematemesis atau melena.

1. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)2. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :

Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada

DBD ditemukan kebocoran plasma.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu :2,4-7

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji

torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,tekanan nadi menurun (20

mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak

gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

BAB VIII

DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bila terdapat kesamaan klinis dengan demam

tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leprasitosis.1

BAB IX

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfasitosis relative

(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15 % dari jumlah

total leukosit yang pada fase syok meningkat.

2. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20 % dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.

4. Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

5. Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

6. SGOT/SGPT : dapat meningkat

7. Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

8. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

9. Golongan darah : bila akan dilakukan transfuse

10. Imunoserologi dilakukan untuk pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

BAB X

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan

ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi

substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting

yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses

kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga

6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan

akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara

bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau

kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi

pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang

berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak

mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat

diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan

dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena

berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum).

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa

mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,

sebagai berikut:1-7

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Penanganan tersangka DBD tanpa syok4

Penanganan tersangka DBD tanpa syok4

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat4

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%4

Penatalaksanaan sindrom syok dengue pada dewasa4

BAB XI

PROGNOSIS

Kematian akibat demam dengue hamper tidak ada. Pada DBD/DSS mortalitas cukup

tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa

prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.2

BAB XII

KESIMPULAN

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang

ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi

yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada

demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Demam

berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase

kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai

resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien juga

mengeluh sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan,

mual-mual dan ruam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006 :

1709-1713

2. Mansjoer Arif dkk. Demam Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta :

Media Aesculapius FKUI : 2004 : 428-433

3. WHO. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan

Pengendalian. Jakarta : EGC : 1999

4. Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue. Dalam :

Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009

5. Isselbacher J Kurt dkk. Hemorrhagic Fever. Dalam : Harrison’s Principles of Internal

Medicine. 14th edition. United State of America : McGraw-Hill: 1998 : 1141-1143.

6. Mubin A Halim. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Panduan Praktis Ilmu Penyakit

Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC. 2001. 5-8

7. Murwani Arita. Perawatan Pasien Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah).

Dalam : Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press. 2009.

125-132