Referat Dbd Lisa

62
REFERAT DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER Pembimbing : dr.Donny Gustiawan,Sp.PD Disusun Oleh : Lisa Chairunnisa 1102010153 1

description

dbd

Transcript of Referat Dbd Lisa

REFERAT

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Pembimbing :

dr.Donny Gustiawan,Sp.PD

Disusun Oleh :

Lisa Chairunnisa

1102010153

Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

SMF Interna – RSUD Kabupaten Bekasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Demam Dengue adalah demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih dari

gejala berikut : nyeri retro-orbital, nyeri kepala, rash, mialgia, atralgia, leukopenia

atau manifestasi perdarahan (tes toniquet positif, petekie, purpura atau ekimosis,

epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, urine atau feses, serta perdarahan

vagina yang tidak termasuk dalam kriteria DBD. Anoreksia, mual, muntah yang terus-

menerus, nyeri perut bisa ditemukan tetapi bukan merupakan kriteria DD.1

Dengue ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia, terutama di

daerah perkotaan dan semi-perkotaan. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia

menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara

itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas

daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas

dan kepadatan penduduk.1

Maksud dari penulisan referat ini adalah melengkapi persyaratan dalam

kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Dalaam FK YARSI di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Bekasi. Berdasarkan tinjuan kepustakaan yang ada, tujuan penulisan

referat yang berjudul Demam TIfoid ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui definisi demam hemorrahagic fever.

2. Mengetahui epidemiologi demam hemorrahagic fever.

3. Mengetahui etiologi demam hemorrahagic fever.

4. Mengetahui patofisiologi demam hemorrahagic fever.

5. Mengetahui penegakan diagnosis demam hemorrahagic fever.

6. Mengetahui penatalaksanaan demam hemorrahagic fever.

7. Mengetahui prognosis demam hemorrahagic fever.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Demam Dengue adalah demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih dari

gejala berikut : nyeri retro-orbital, nyeri kepala, rash, mialgia, atralgia, leukopenia

atau manifestasi perdarahan (tes toniquet positif, petekie, purpura atau ekimosis,

epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, urine atau feses, serta perdarahan

vagina yang tidak termasuk dalam kriteria DBD. Anoreksia, mual, muntah yang terus-

menerus, nyeri perut bisa ditemukan tetapi bukan merupakan kriteria DD.1

Demam berdarah adalah demam akut yang didefinisikan oleh adanya demam disertai

dua atau lebih manifestasi berikut :

1. Demam yang berlangsung 2-7 hari

2. Bukti pendarahan atau tes touniquet positif

3. Trombositopenia (≤100,000 sel per mm3)

4. Bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit ≥20% di atas rata-rata atau penurunan hematokrit ≥ 20% dari awal

setelah pemberian terapi penggantian cairan) efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.1

II.2 ETIOLOGI

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus

dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang

sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini mengandung

RNA untai tunggal sebagai genom. Flavivirus merupakan virus dengan ukuran 50 nm

terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Virus dengue

genom adalah 11 644 nukleotida panjang, dan terdiri dari tiga gen protein struktural

pengkodean nucleocaprid atau intiprotein (C), protein membran-terkait (M), sebuah

protein amplop (E), dan tujuh protein non-struktural (NS) gen. Di antara protein non-

struktural, amplop glikoprotein, NS1 adalah diagnostik dan patologis penting. Ini

adalah 45 kDa dalam ukuran dan berhubungan dengan haemagglutination virus dan

aktivitas netralisasi. Virus dengue membentuk kompleks yang berbeda dalam genus

3

Flavivirus berdasarkan karakteristik antigenik dan biologi. Virus dengue membentuk

kompleks yang berbeda dalam genus Flavivirus berdasarkan karakteristik antigenik

dan biologi. Virus dengue mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3,

DEN-4. Infeksi dengan satu serotipe menganugerahkan kekebalan seumur hidup

dengan virus serotipe. Meskipun keempat serotipe antigen sama, mereka cukup

berbeda untuk memperoleh proteksi-silang untuk beberapa bulan setelah infeksi oleh

salah satu dari mereka. Infeksi sekunder dengan serotipe lain atau beberapa infeksi

dengan serotipe yang berbeda menyebabkan bentuk parah dari dengue (DBD / DSS).

Terdapat variasi genetik yang cukup besar dalam setiap serotipe dalam bentuk

filogenetis yang berbeda "sub-tipe" atau "genotipe". Saat ini, tiga sub-tipe dapat

diidentifikasi untuk-DENV 1, enam untuk DENV-2 (salah satu yang ditemukan pada

primata non-manusia), empat untuk DENV-3 dan empat untuk DENV-4, dengan yang

lain DENV-4 yang eksklusif untuk primata non-manusia.3

Gambar 2 : Virus Dengue ( Smith, 2002 )

Penyebab DD/DBD adalah oleh virus dengue anggota genus Flavivirus,

diketahui empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus Stegomya.

Vektor adalah hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit.

Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama

dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk

pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat

penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih.

Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat

penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum

4

burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga

ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan; sedangkan Ae. albopictus lebih banyak

ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon,

potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan,

namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah.

Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih

menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk

memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik

biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut meningkatkan risiko penularan

DB/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk

yang infektif dalam satu periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus

kepada lebih dari satu orang.2

Gambar 1. Penyebaran vektor Dengue Haemorrhagic Fever

Source: Rogers D.J., Wilson, A.J., Hay, S.L. The global distribution of yellow fever and dengue. Adv.

Parasitol. 2006. 62:181–220.

5

II.3 EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi demam berdarah diketahui telah terjadi secara terus-menerus

selama tiga abad terakhir di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Epidemi

pertama dengue tercatat di 16.353 di Perancis Hindia Barat, meskipun wabah penyakit

kompatibel dengan demam berdarah, telah dilaporkan di China pada awal 992 AD.

Selama abad ke 18, 19 dan awal abad 20, epidemi penyakit demam berdarah

dilaporkan dan dicatat secara global, baik di daerah tropis serta beberapa daerah

beriklim. Di sebagian besar negara Amerika Tengah dan Selatan, pencegahan

penyakit yang efektif dicapai dengan menghilangkan utama vektor epidemi nyamuk,

Aedes aegypti. Di Asia, bagaimanapun pengendalian nyamuk yang dilakukan

keefektifannya tidak pernah tercapai. Sebuah bentuk parah dari demam berdarah,

kemungkinan besar yang menyerupai dengan DBD, muncul di beberapa negara Asia

setelah Perang Dunia II. Selama tahun 1980, kejadian meningkat tajam dan distribusi

virus diperluas ke pulau-pulau Pasifik dan Amerika. Peningkatan penularan penyakit

dan frekuensi epidemi juga hasil dari peredaran beberapa serotipe di Asia. Ini

membawa munculnya DBD di Kepulauan Pasifik, Karibia, dan Amerika Tengah dan

Selatan. Dengan demikian, dalam waktu kurang dari 20 tahun pada tahun 1998,

daerah tropis Amerika dan Kepulauan Pasifik pergi dari bebas dari demam berdarah

dengue untuk memiliki masalah / DHF serius.4

Setiap 10 tahun, jumlah rata-rata tahunan kasus kasus DD / DBD dilaporkan

ke WHO terus tumbuh dengan pesat. Dari tahun 2000 hingga 2008, jumlah rata-rata

tahunan kasus adalah 1 656 870, atau hampir tiga setengah kali angka untuk 1990-

1999, yang 479 848 kasus (Gambar 1). Pada tahun 2008, rekor 69 negara dari

kawasan WHO Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Amerika melaporkan aktivitas

demam berdarah. Ekstensi geografis daerah dengan transmisi dengue atau aktivitas

demam berdarah bangkit telah didokumentasikan di Bhutan, Nepal, Timor-Leste,

Hawaii (USA), Kepulauan Galapagos (Ekuador), Pulau Paskah (Chile), dan Hong

Kong Daerah Administratif Khusus dan Makao Daerah Administratif Khusus China

antara 2001 dan 2004 (Gambar 2). Sembilan wabah dengueoccurred di utara

Queensland, Australia, dalam empat tahun 2005-2008.1

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah

penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga

tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

6

negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin

bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatanpenduduk. Di

Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun

1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia

(Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke

seluruh Indonesia.5

Gambar 3. Epidemiologi Dengue Haemorrhagic Fever

II.4 PATOGENESIS

DBD terjadi pada sebagian kecil pasien demam dengue. Meskipun DBD dapat

terjadi pada pasien yang mengalami infeksi virus dengue untuk pertama kalinya,

sebagian besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan

antara terjadinya DHF / DSS dan infeksi dengue sekunder berimplikasi pada sistem

kekebalan tubuh dalam patogenesis DBD. Baik imunitas bawaan seperti sistem

komplemen dan sel NK serta imunitas adaptif termasuk imunitas humoral dan sel

yang termediasi terlibat dalam proses ini. Peningkatan aktivasi kekebalan, terutama

selama infeksi sekunder, menyebabkan respon sitokin yang berlebihan, ini

mengakibatkan perubahan permeabilitas pembuluh darah. Selain itu, produk virus

seperti NS1 mungkin memainkan peran dalam mengatur aktivasi komplemen dan

permeabilitas pembuluh darah. Ciri-ciri DBD adalah permeabilitas pembuluh darah

7

yang meningkat sehingga terjadi kebocoran plasma, terganggunya volume

intravaskular, dan syok pada kasus yang berat. Kebocoran ini unik karena ada

kebocoran selektif plasma dalam rongga pleura dan peritoneal serta periode kebocoran

yang pendek (24-48 jam). 2

Pemulihan yang cepat pada syok tanpa gejala sisa dan tidak adanya

peradangan pada pleura dan peritoneum menunjukkan perubahan fungsional dalam

integritas vaskular daripada kerusakan struktural endotel sebagai mekanisme yang

mendasari. Berbagai sitokin dengan perubahan permeabilitas, meningkatkan efek

yang terlibat dalam patogenesis DBD. Namun, kepentingan relatif sitokin tersebut

pada DBD masih belum diketahui. Penelitian telah menunjukkan bahwa pola respon

sitokin mungkin berhubungan dengan pola cross-recognition sel-T dengue tertentu.

Sel-T cross-reactive tampaknya mengalami defisit fungsional dalam aktivitas sitolitik

mereka tetapi mengungkapkan peningkatan produksi sitokin termasuk TNF-a, IFN-g

dan kemokin. Dari catatan, TNF-a telah terlibat dalam beberapa manifestasi parah

termasuk perdarahan dalam beberapa model hewan. Peningkatan permeabilitas

pembuluh darah juga dapat dimediasi oleh aktivasi sistem komplemen.

Peningkatan kadar fragmen komplemen telah didokumentasikan dalam DHF.

Beberapa, melengkapi fragmen seperti C3a dan C5a diketahui memiliki efek

meningkatkan permeabilitas. Dalam studi terbaru, NS1 antigen virus dengue telah

terbukti untuk mengatur komplemen aktivasi dan mungkin memainkan peran dalam

patogenesis DBD. Tingginya tingkat viral load pada pasien DBD dibandingkan

dengan pasien DD telah dibuktikan dalam banyak penelitian. Tingkat protein virus,

NS1, juga lebih tinggi pada pasien DBD. Derajat viral load berkorelasi dengan

pengukuran keparahan penyakit seperti jumlah efusi pleura dan trombositopenia,

menunjukkan bahwa beban virus dapat menjadi penentu utama keparahan penyakit.7

IMUNOPATOGENESIS

Infeksi primer atau infeksi pertama kali pada orang yang memiliki imunitas

terganggu menyebabkan demam berdarah. Infeksi virus dengue berikutnya oleh

serotipe yang berbeda akan menyebabkan penyakit yang lebih parah seperti DBD atau

DSS.

8

Manifestasi utama dari DBD atau DSS adalah syok secara tiba – tiba,

kebocoran kapiler, trombositopenia yang terjadi pada saat penurunan suhu badan

sampai mencapai suhu normal.

Bagan 1. Patogenesis Dengue Haemorrhagic Fever

II.5 MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Infeksi virus dengue mungkin asimtomatik atau dapat menyebabkan sindrom

virus, demam berdarah (DD), atau demam berdarah dengue (DBD) termasuk dengue

shock syndrome (DSS). Infeksi dengan satu serotipe dengue memberikan kekebalan

seumur hidup dengan serotipe tertentu, tapi di sini hanya jangka pendek proteksi-

silang untuk serotipe lainnya. 2

9

Manifestasi klinis tergantung pada strain virus dan tuan faktor seperti usia,

status kekebalan, dll.

Bagan 2. Manifestasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011.

Sindrom Virus

Bayi, anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk

pertama kalinya (yaitu infeksi dengue primer), dapat mengalami demam sederhana

dan terkadang tidak dapat dibedakan dari infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular

dapat menyertai demam atau mungkin muncul selama penurunan suhu badan sampai

yg normal. Gejala pernapasan dan pencernaan bagian atas terjadi pada umumnya.3

Demam Berdarah

Demam berdarah (DD) paling sering terjadi pada anak-anak, remaja dan orang

dewasa. Hal ini umumnya terjadi penyakit akut yang disertai demam, dan demam

kadang-kadang terjadi bifasik dengan sakit kepala, mialgia, arthralgia, ruam,

leukopenia dan trombositopenia juga dapat diamati. Meskipun DD mungkin jinak,

bisa jadi penyakit melumpuhkan dengan sakit kepala parah, nyeri otot dan sendi dan

tulang terutama pada orang dewasa. Kadang-kadang perdarahan yang tidak biasa

seperti perdarahan gastrointestinal, hypermenorrhea dan epistaksis bisa terjadi. Di

daerah endemis demam berdarah, wabah DD jarang terjadi di kalangan masyarakat

setempat.3

10

Demam berdarah dengue

Demam berdarah berdarah (DBD) lebih sering terjadi pada anak-anak kurang dari 15

tahun di daerah hiperendemik, berkaitan dengan infeksi dengue berulang. Namun,

kejadian DBD pada orang dewasa meningkat. DBD ditandai dengan onset akut dari

demam tinggi dan berhubungan dengan tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan DD

pada fase demam awal. Ada diatesis hemoragik umum seperti tes positif tourniquet

(TT), petechiae, mudah memar dan / atau GI perdarahan pada kasus yang berat. Pada

akhir fase demam, ada kecenderungan untuk mengembangkan hipovolemik syok

(dengue shock syndrome) akibat kebocoran plasma. Sebelumnya bisa terjadi tanda-

tanda peringatan seperti muntah terus-menerus, sakit perut, lesu atau gelisah, mudah

marah dan oliguria, penting untuk intervensi dalam mencegah syok.

Ketidakseimbangan hemostasis dan kebocoran plasma adalah keunggulan

patofisiologi utama DBD. Trombositopenia dan peningkatan hematokrit /

haemoconcentration temuan konstan sebelum penurunan demam / awal shock. DBD

terjadi paling sering pada anak-anak dengan infeksi dengue sekunder. Ini juga telah

didokumentasikan pada infeksi primer dengan-DENV 1 dan DENV-3, serta pada

bayi.3

Sindrom dengue

Manifestasi yang tidak biasa pasien dengan keterlibatan organ yang parah seperti hati,

ginjal, otak atau jantung yang berhubungan dengan infeksi dengue telah semakin

dilaporkan pada kasus DBD dan juga pada pasien demam berdarah yang tidak

memiliki bukti kebocoran plasma. Manifestasi yang tidak biasa mungkin berhubungan

dengan koinfeksi, komorbiditas atau komplikasi syok berkepanjanganatau koinfeksi.

11

MManifestasi Klinis

Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya

mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh,

anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi,

nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum

suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam

bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh

serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. 3

12

Demam Dengue

Kriteria Klinis

Tersangka dengue : demam akut disertai dua atau lebih manifestasi :

Sakit kepala

Nyeri retroorbital

Myalgia

Athralgia

Rash

Manifestasi pendarahan

Leukopenia (Leukosit < 5000 sel/mm3)

Trombositopenia ( Trombosit <150.000 sel/mm3

Peningkatan hematokrit ( 5-10%)

Dan setidaknya satu dari beberapa dibawah ini :

Serologis : HI antibodi titer > 1280, IgG dan IgM pada fase

akut dan konvalesen

Lokasi Endemik

Pasti dengue : Kriteria lab

Isolasi virus dengue dari serum atau autopsi

Peningkatan 4 x IgG atau IgM titer pada antigen virus diserum

Penemuan antigen virus pada autopsi jaringan, serum, CSF

dengan metode immunohistokima, imunofloresensi atau ELISA

Deteksi genom virus pada autopsi jaringan, serum atau CSF

dengan PCR

Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul mendadak, disertai kenaikan suhu,

nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa

menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu menyerupai

pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak

ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.

Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di

daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada

stadium dini sering timbul perubahan dalam indra pengecapan. Gejala klinis lain yang

sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk,

epistaksis, dan disuria. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. 3

Demam Berdarah

Kriteria klinis :

Demam akut 2-7 hari, kadang-kadang bifasik

Kecenderungan pendarahan berupa :

- Tes tourniquet positif

- Ptekie, ekimosis, purpura

- Pendarahan mukosa, saluran cerna, tempat penyuntikan

- Hematemesis atau melena

Hepatomegali

Gejala renjatan

- Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba

- Tekanan nadi < 20 mmHg

- Tekanan darah turun

- Kulit teraba dingin dan lembab, terutama daerah akral (ujung

hidung, jari, kaki)

- Sianosis sekitar mulut

Kriteria Lab :

Trombositopenia <100.000/ mm3

Bukti kebocoran plasma dan peningkatan permeabilitas

vaskular dengan manifestasi :

o Peningkatan Ht> 20 % dari baseline sesuai umur dan jenis

kelamin pada populasi tersebut

13

o Penurunan Ht> 20% setelah terapi cairan

o Tanda kebocoran plasma berupa efusi pleura, asites dan

hipoproteinemia

Diagnosis klinis ditegakkan bila didapatkan >2 gejala klinis dengan

trombositopenia dan hemokonsentrasi.

Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan ditandai trombositopenia

mendukung diagnosis DSS. Sebuah ESR rendah (<10 mm / jam pertama) selama syok

membedakan DSS dari syok septik.3

Manifestasi Klinis

Kasus DHF tipikal memiliki 4 ciri gejala utama yaitu : demam tinggi, fenomena

pendarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Pada pemeriksaan lab dapat

ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis yang

menentukan tingkat keparahan DHF dan membedakan dengan DD adalah plasma

leakage yang terlihat sebagai peningkatan hematokrit, efusi serosa atau

hipoproteinemia.

Pada fase awal terjadi demam mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia,

dan batuk yang berlangsung selama 2-5 hari. Demam tinggi berlanjut hingga 2-7 hari.

Suhu dapat mencapai 40-41oC. Pada suhu ini bayi rentan terkena kejang demam.

Beberapa pasien mungkin mengeluh sakit tenggorokan, dan faring yang merah dapat

terlihat pada pemeriksaan, namun gejala pilek dan batuk sangat jarang. Dapat juga

terlihat injeksi konjungtiva. Pada fase kedua, pasien merasa dingin, ekstrimitas dingin,

batang tubuh terasa hangat, muka flushing, keringat berlebih, gelisah, iritabel, dan

nyeri pada ulu hati. Sering, ptekie tersebar pada dahi dan ekstrimitas. Ekimosis dapat

terlihat, kulit mudah lebam dan pendarahan pada tempat penyuntikan dapat terjadi.

Rash makular atau makulopapular dapat terlihat, juga terdapat sianosis sirkumoral dan

periferal. Hati dapat membesar hingga 4-6 cm di bawah batas costa dan teraba lunak.

Pasien juga mengalami nyeri tekan epigastrik dan di bawah arkus costa atau nyeri

perut menyeluruh.

Fase kritis terjadi pada akhir fase demam. Setelah demam selama 2-7 hari terjadi

penurunan suhu yang diikuti oleh tanda-tanda gangguan sirkulasi yaitu : berkeringat,

14

gelisah, ekstrimitas dingin, respirasi cepat, nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung

redup. Sekitar 20-30% penyakit DBD mengalami komplikasi shock (dengue shock

syndrome). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis atau pendarahan saluran

cerna, biasanya setelah periode syok yang tidak terkoreksi. Setelah fase krisis selama

24-36 jam, penyembuhan terjadi dengan cepat terutama pada anak-anak. Suhu dapat

menjadi normal selama fase syok. Pada fase penyembuhan sering terjadi bradikardi

dan ventricular ekstrasistol.2

Klasifikasi Derajat Penyakit DBD

1. Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji tourniquet.

2. Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

3. Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar

mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

4. Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur.

Penentuan derajat demam berdarah :

15

Tabel 1. Derajat Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011

Bagan 3. Manifestasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011

Dengue Shock Syndrome (DSS)

Kriteria :

Seluruh kriteria DBD ditambah tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa :

Nadi cepat dan lemah

Tekanan nadi sempit (<20 mmHg)

Hipotensi

Ekstremitas dingin dan lembab serta penurunan kesadaran

Manifestasi Klinis

Kondisi pasien mengalami perburukan setelah demam 2-7 hari. Gejala gangguan

sirkulasi utama yang muncul adalah : kulit yang menjadi dingin, nadi cepat, terdapat

sianosis sirkumoral. Pasien awalanya letargis namun dengan cepat dapat menjadi

gelisah pada fase kritis syok. Nyeri akut abdomen sering dikeluhkan pada fase awal

syok. DSS memiliki ciri nadi yang cepat dan tekanan nadi yang sempit (< 20 mmHg)

atau hipotensi yang diikuti ekstrimitas yang dingin dan gelisah. Pasien beresiko

meninggal jika terapi tidak tepat. Kebanyakan pasien tetap sadar hingga fase akhir

penyakit. Durasi syok berlangsung sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam 12-

16

24 jam atau membaik dengan cepat. Efusi pleura dan asites dapat dideteksi pada

pemeriksaan fisik. Syok yang tidak terkoreksi menyebabkan komplikasi pendarahan

gastrointestinal dan metabolik asidosis. Pasien dengan pendarahan intrakranial dapat

mengalami kejang dan menjadi koma. Ensefalopati dapat terjadi akibat gangguan

elektrolit atau akibat pendarahan intrakranial.3

Fase pemulihan berlangsung cepat dalam 2-3 hari, meskipun asites dan efusi

pleura dapat tetap ada. Tanda prognosis yang baik adalah membaiknya output urin

dan kembalinya nafsu makan. Pada fase pemulihan sering ditemukan bradikardia dan

aritmia dan rash konfluen yang menyisakan sedikit kulit normal. Gejala biasanya

hanya berlangsung selama 7-10 hari.

Klasifikasi Dengue Berdasarkan Keparahan

Perubahan epidemiologi dari dengue terutama dengan meningkatnya kasus

pada dewasa ( dengan atau tanpa kematian ) dan ekspansi kasus dengue ke daerah

yang sebelumnya tidak endemis telah membuat klasifikasi yang ada sekarang kurang

efektif. Oleh karena itu “Clinical Management of Dengue“ yang diterbitkan oleh

WHO tahun 2012 menggunakan 3 kategori untuk manajemen kasus dengue seperti

yang terlihat di bawah ini. 3

Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah:

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan

3. Dengue berat (severe Dengue)

17

Bagan 4. Klasifikasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2009

Kesimpulan

Gambar 4. Perjalanan penyakit Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2009

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan

fase pemulihan.

Pada fase febris

Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit,

nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus

ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan

muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,

perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan

perdarahan gastrointestinal.

Fase kritis

18

Terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai

kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya

berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni

progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.

Fase pemulihan

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke

intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita

membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis

membaik.6

II.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari DD meliputi berbagai macam penyakit umum di wilayah :

Tabel 2. Diagnosis banding Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011

Diagnosis banding dari Demam berdarah dengue dan dengue shock syndrome

a) Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi

bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti dengue hemorrhagic fever, campak,

influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dam malaria. Adanya

trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara

DBD dengan penyakit lain.

b) Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya

(DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan

penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC

memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu

lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva,

dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie

19

dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan

perdarahan gastrointestinal dan syok.2

Tabel 3. Diagnosis banding Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011

a) Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa

penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak

semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-

tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel

polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan LED

dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada

meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan

kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

b) Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD

derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada

hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada

ITP demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai

leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada

hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali

normal daripada ITP.

20

c) Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada

leukimia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis.

Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia.

pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit

menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau

kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi

pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.2

Fase penyembuhan

Diuresis dan kembalinya nafsu makan adalah tanda-tanda pemulihan dan indikasi

untuk menghentikan penggantian volume. Temuan umum dalam pemulihan termasuk

bradikardia sinus atau aritmia dan karakteristik konfluen berdarah ruam petekie

seperti yang dijelaskan untuk demam berdarah. Pemulihan pada pasien dengan atau

tanpa syok biasanya singkat dan lancar. Bahkan dalam kasus-kasus dengan kejutan

besar, setelah syok dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat pasien sembuh dalam

waktu 2 - 3 hari. Namun, mereka yang telah lama syok dan kegagalan multiorgan

akan memerlukan pengobatan khusus dan mengalami pemulihan lebih lama. Perlu

dicatat bahwa angka kematian dalam kelompok ini akan menjadi tinggi bahkan

dengan pengobatan khusus.2

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tujuan dengue laboratorium diagnosis adalah (i) untuk mengkonfirmasi diagnosis

klinis dan (ii) untuk memberikan informasi untuk pengawasan epidemiologi.

Diagnosis laboratorium tidak diperlukan untuk manajemen klinis kecuali dalam

kasus-kasus atipikal atau ketika melakukan diagnosis dengan penyakit menular

lainnya. Diagnosis Laboratorium demam berdarah dibuat dengan mendeteksi virus

dan komponen (infeksi virus, virus genom, antigen dengue) atau dengan menyelidiki

tanggapan serologi hadir setelah infeksi (khususnya peningkatan IgM dan IgG).

21

Table 3. Katrakteristik diagnosis Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2009

Virus dengue merupakan virus RNA milik keluarga flavivirida, genom flavivirus.

Keempat virus dengue (den [1-4]) yang serologis terkait tetapi antigenik dan genetik

berbeda. Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue

adalah :

• virologi dan serologi penanda dalam kaitannya dengan waktu infeksi dengue

• jenis metode diagnostik dalam hubungannya dengan penyakit klinis

• karakteristik sampel klinis

Virologi dan spidol serologi dalam kaitannya dengan waktu infeksi dengue

Masa inkubasi terjadi 4-10 hari setelah gigitan nyamuk, mengakibatkan infeksi

dengue tanpa gejala atau dengan gejala. Selama periode ini virus bereplikasi dan

respon antibodi terjadi. Secara umum, viremia terdeteksi dalam kebanyakan kasus

demam berdarah pada saat yang sama dengan gejala muncul, dan tidak lagi terdeteksi

pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Perkembangan antibodi IgM

bertepatan dengan hilangnya demam dan viremia. Virologi dan serologi berbeda

dalam waktu evolusi dan respon titer menurut apakah infeksi primer atau sekunder.

22

Dalam infeksi primer (yaitu ketika seseorang terinfeksi untuk pertama kalinya dengan

flavivirus), viremia berkembang 1-2 hari sebelum timbulnya demam sampai 4-5 hari

setelah. Oleh karena itu, anti-dengue IgM antibodi spesifik dapat dideteksi 3-6 hari

setelah onset demam.

Rata-rata, IgM terdeteksi pada 50% kasus pada hari 3-5 setelah mulai sakit,

angka ini meningkat menjadi 95-98% untuk hari 6-10. Rendahnya tingkat IgM masih

terdeteksi sekitar 1-3 bulan setelah demam. Selain itu, infeksi primer ditandai dengan

perlahan meningkat namun tingkat rendah IgG-dengue tertentu, menjadi meningkat

pada hari 9-10. Tingkat IgG yang rendah bertahan selama puluhan tahun, indikasi

infeksi dengue masa lalu. Sebuah gambar yang sama sekali berbeda diamati selama

infeksi sekunder, dengan peningkatan yang cepat dan lebih tinggi dari antibodi IgG

anti-demam berdarah yang spesifik dan tingkat yang lebih lambat dan lebih rendah

dari IgM. Tingkat IgG yang tinggi akan tetap selama 30-40 hari. Tingkat viral load

bertahan tetapi lebih tinggi mencirikan infeksi sekunder dibandingkan dengan infeksi

primer.

Grafik 1. Virologi dan serologi infeksi dengue. WHO 2009

Jenis metode diagnostik dengue dalam kaitannya dengan waktu penyakit klinis

Metode diagnostik untuk mengkonfirmasi infeksi akut tergantung pada waktu

penyakit klinis: fase demam yang bertepatan dengan kehadiran viremia, beberapa

komponen virus dan produk replikasi dalam darah; fase kritis dan sembuh bertepatan

dengan perkembangan antibodi, seperti yang dirangkum dalam Tabel 3.3

Fase demam (hari 1 sampai hari 4-5 demam)

23

Infeksi virus dapat diisolasi dalam serum inokulasi dalam kultur jaringan

(kultur sel nyamuk) dan nyamuk. Metode ini memungkinkan untuk identifikasi

serotipe virus. Deteksi virus genom menggunakan transcriptase polymerase chain

reaction (RT-PCR) dan real-time RT-PCR menegaskan infeksi dengue akut. Kedua

metode memiliki sensitivitas tinggi dan memungkinkan identifikasi serotipe dan

kuantifikasi salinan genom. Beberapa penelitian menunjukkan adanya jumlah yang

lebih tinggi pada kasus infeksi dengue yang parah. NS1 Ag adalah penanda infeksi

dengue akut. Kedua uji enzyme-linked immunosorbent (ELISA) dan tes komersial

yang cepat tersedia untuk deteksi NS1 Ag. Sensitivitas dan spesifisitas dari alat- alat

untuk menguji tes ini masih dievaluasi.3

Fase kritis dan sembuh (setelah hari 4-5 sakit)

Spesifik IgM adalah penanda terbaik mendeteksi infeksi dengue. MAC-ELISA dan

rapid test adalah metode yang paling sering untuk deteksi IgM. Namun evaluasi baru-

baru ini empat rapid test menunjukkan sensitivitas rendah. Selain IgM, tingginya

tingkat IgG spesifik dalam serum yang dikumpulkan diawal setelah onset demam

yang terdeteksi oleh ELISA dan uji penghambatan hemaglutinin (HIA) juga

menyarankan infeksi demam berdarah. Infeksi primer ditandai oleh tingginya tingkat

IgM dan rendahnya tingkat IgG, sedangkan rendahnya tingkat IgM dengan tingkat

tinggi IgG ciri infeksi sekunder. Sampel serum tunggal dikumpulkan setelah hari ke-5

demam, berguna untuk penentuan IgM. Tergantung pada tingkat IgG dalam sampel,

klasifikasi menjadi infeksi primer atau sekunder juga dapat ditentukan dengan

menggunakan IgM / IgG rasio. Rasio lebih besar dari 1,2 (menggunakan serum pasien

pada 1/100 pengenceran serum) atau 1,4 (menggunakan pengenceran serum 1/20)

menunjukkan infeksi primer. Selain itu, IgG titer tinggi dari 1/1280 oleh HIA atau

ELISA juga sugestif infeksi sekunder.2

Sebagai antibodi IgM yang bertahan selama hampir tiga bulan setelah onset demam,

deteksi dalam sampel yang dikumpulkan akhir setelah fase akut penyakit

menunjukkan infeksi baru. Di negara-negara endemik demam berdarah, kasus klinis

akut dengan IgM positif diklasifikasikan sebagai kasus kemungkinan DBD. Studi

tentang pasangan (sampel serum akut dan sembuh dengan sampel kedua yang

dikumpulkan 15-21 hari setelah sampel pertama), memungkinkan untuk konfirmasi

serologis infeksi dengue. Diagnosis tergantung pada demonstrasi kenaikan titer

24

antibodi dengue antara akut dan sembuh. Sebuah reaktivitas silang ELISA dan HIA

dengan flaviviruses lainnya telah diamati. Netralisasi Test adalah metode pilihan

untuk penentuan serotipe tertentu. 5

Karakteristik sampel klinis

Virus dengue yang mudah dilemahkan pada suhu di atas 30 °C, sehingga harus

berhati-hati selama transportasi dan penyimpanan sampel. Sampel serum yang

dikumpulkan selama 4 hari pertama demam berguna untuk virus, genom dan deteksi

antigen dengue, sehingga mengkonfirmasikan infeksi dengue. Sampel harus cepat

diangkut pada suhu 4 °C ke laboratorium dan diproses secepatnya. Jika spesimen

pengiriman tidak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama, pembekuan pada suhu -

70 ° C dianjurkan. Ketika koleksi serum atau transportasi tidak mungkin, darah yang

dikumpulkan pada kertas filter merupakan kesempatan untuk penentuan IgM dan IgG

dan juga untuk mendeteksi RNA. Spesimen jaringan dikumpulkan dari kasus yang

fatal berguna untuk virus, genom dan deteksi antigen. Hati, limpa dan kelenjar getah

bening merupaka sampel jaringan. Sampel jaringan harus dikumpulkan segera setelah

kematian dan segera dibekukan pada -70 ° C, atau cepat diangkut pada suhu 4 ° C ke

laboratorium untuk pengolahan sampel. Jaringan segar juga cocok untuk isolasi virus.

Selain informasi pasien, data klinis dan epidemiologis, seperti tanggal onset demam,

metode pengumpulan sampel dan jenis sampel, harus disertai pada sampel klinis.

Kegunaan tes diagnostik yang tersedia tergantung pada tingkat pelayanan kesehatan

(lihat Tabel 4). Pada tingkat perawatan primer, tes cepat untuk deteksi NS1 Ag

(sugestif infeksi dengue akut) serta rapid test untuk penentuan IgM (sugestif dari

infeksi baru). Di puskesmas dan kecamatan, kedua tes berbasis antigen dan serologi

dapat dilakukan dengan menggunakan ELISA dan rapid test. Semua metode

diagnostik harus tersedia di pusat-pusat rujukan, termasuk isolasi virus, deteksi asam

nukleat, diagnostik untuk jaringan sampel dan semua teknik serologi.2

Konfirmasi laboratorium dari kasus dengue

Diagnosis infeksi dengue dikonfirmasi oleh deteksi virus, genom virus atau NS1

Ag ,atau serokonversi dari IgM atau IgG (dari negatif ke positif IgM / IgG atau

meningkat empat kali lipat dalam titer antibodi spesifik) dalam pasangan serum (lihat

Tabel 5). IgM serologi positif atau tes inhibisi hemaglutinin (HIA) titer antibodi 1280

atau lebih tinggi (sebanding angka dengan ELISA dalam spesimen tunggal.

25

Tabel 4 dan 5. Korfirmasi tes serologi dan virology infeksi dengue. WHO 2009.

II. 9 TATALAKSANA

Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang adekuat. menurut WHO 2012. Handbook for Clinical Management of Dengue.

26

Bagan 7. Terapi menurut WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention

and Control of Dengue and Dengue Haemorraghic Fever.

27

Manajemen kasus DD / DHF di rumah sakit

Rincian pengelolaan kasus DD / DHF di bangsal rumah sakit atau pengamatan pada

saat masuk disajikan di bawah ini.

Pemantauan pasien DBD / DHF selama periode kritis (trombositopenia sekitar 100

000 sel / mm3) Periode kritis DBD mengacu pada periode kebocoran plasma yang

dimulai sekitar waktu penurunan suhu tubuh sampai normal atau transisi dari fase

demam ke fase bebas demam. Trombositopenia merupakan indikator yang sensitif

dari kebocoran plasma, tetapi sebaiknya diamati juga pada pasien dengan DD.

Peningkatan hematokrit sebanyak 10% di atas nilai normal merupakan indikator

obyektif dari kebocoran plasma. Terapi cairan intravena harus segera diberikan pada

pasien dengan asupan oral yang buruk atau pada pasien dengan peningkatan

hematokrit dan pada pasien dengan warning signs.2

Parameter berikut harus dipantau:

• Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, tanda dan gejala lain.

• Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin karena merupakan

indikator awal untuk syok serta mudah dan cepat untuk dilakukan.

28

• Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan tekanan

darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien non-syok dan 1-2

jam pada pasien syok.

• Serial hematokrit harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai enam jam

dalam kasus-kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak

stabil atau mereka yang dicurigai perdarahan. Perlu dicatat bahwa

pemeriksaan hematokrit harus dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini

tidak mungkin, maka harus dilakukan setelah bolus cairan tetapi tidak selama

infus bolus.

• Output urine (jumlah urine) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam

dalam kasus-kasus rumit dan per jam pada pasien dengan mendalam syok /

berkepanjangan atau orang-orang dengan kelebihan cairan. Selama periode ini

jumlah output urine harus sekitar 0,5 ml / kg / jam (ini harus didasarkan pada

berat badan ideal).7

Tes laboratorium tambahan

Pasien dewasa dan orang-orang dengan obesitas atau menderita diabetes mellitus

harus melakukan tes glukosa darah. Pasien dengan gejala berkepanjangan / shock

mendalam dan / atau orang-orang dengan komplikasi harus menjalani pemeriksaan

laboratorium.

Koreksi hasil laboratorium yang abnormal harus dilakukan: hipoglikemia,

hipokalsemia dan asidosis metabolik yang tidak menanggapi resusitasi cairan.

Intravenous (IV) vitamin K1 dapat diberikan selama waktu protrombin. Perlu dicatat

bahwa di tempat-tempat fasilitas laboratorium tidak tersedia, kalsium glukonat dan

vitamin K1 harus diberikan selain terapi intravena. Dalam kasus dengan kejutan besar

dan mereka tidak menanggapi IV resusitasi cairan, asidosis harus diperbaiki dengan

NaHCO3 jika pH <7.35 dan serum bikarbonat <15 mEq / L.

Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis

Indikasi cairan IV:

ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan mulut yang memadai atau muntah

terus-menerus.

29

ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.

akan terjadi syok.

Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:

• Isotonik larutan kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali pada bayi

sangat muda <6 bulan usia di antaranya 0,45% natrium klorida dapat digunakan.

• Larutan koloid hiper-onkotik (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40 atau zat

pati dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma besar, dan mereka yang

tidak menanggapi volume minimum kristaloid (seperti yang direkomendasikan di

bawah). Larutan koloid iso-onkotik seperti plasma dan hemaccel mungkin tidak efektif.

• Sebuah volume maintenance + 5% dehidrasi harus diberikan untuk mempertahankan

volume intravaskular dan sirkulasi.

• Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi mereka

dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi terapi cairan

intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini

karena kedua kelompok pasien baru saja memasuki masa kebocoran plasma sementara

pasien syok telah mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran plasma sebelum

terapi intravena dimulai.

• Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai panduan untuk

menghitung cairan

Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis. Tingkat cairan IV

berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel 10 menunjukkan tingkat yang

sebanding / setara IV infus pada anak-anak dan orang dewasa sehubungan dengan

pemenuhan kebutuhan cairan.6

30

Tabel 5. Rata-rata pemberian cairan dewasa dan anak-anak penderita infeksi

dengue. WHO 2011

Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada transfusi

trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada orang dewasa dengan

hipertensi yang mendasari dan trombositopenia sangat parah (kurang dari 10 000 sel /

mm3).

Manajemen pasien dengan warning signs

Hal ini penting untuk mengetahui apakah warning signs yang disebabkan

dengue shock syndrome atau penyebab lain seperti gastroenteritis akut, refleks

vasovagal, hipoglikemia, dll Kehadiran trombositopenia dengan bukti kebocoran

plasma seperti kenaikan hematokrit dan efusi pleura membedakan DHF / DSS dari

penyebab lain. Kadar glukosa darah dan tes laboratorium lainnya dapat diindikasikan

untuk mencari penyebab. Manajemen DHF / DSS secara rinci di bawah ini. Untuk

penyebab lain, cairan IV dan pengobatan suportif dan simtomatik harus diberikan

sementara pasien berada di bawah observasi di rumah sakit. Mereka dapat dikirim

pulang dalam waktu 8 sampai 24 jam jika mereka menunjukkan pemulihan yang cepat

dan tidak dalam masa kritis (yaitu ketika jumlah platelet mereka> 100 000 sel / mm3).

Manajemen DBD kelas I, II (kasus non-syok)

Secara umum, kebutuhan cairan (oral + IV) tentang pemeliharaan (untuk satu

hari) + 5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang akan diberikan selama 48

jam. Misalnya, pada anak dengan berat 20 kg, defisit dari 5% adalah 50 ml / kg x 20 =

1000 ml. Pemeliharaan adalah 1500 ml untuk satu hari. Oleh karena itu, total M + 5%

31

adalah 2.500 ml (Gambar 8). Volume ini akan diberikan selama 48 jam pada pasien

non-syok. Peningkatan pemberian infus sebanyak 2.500 ml dapat ditunjukkan pada

Gambar 8 di bawah ini [perlu diketahui bahwa tingkat kebocoran plasma tidak

terjadi]. Pemenuhan cairan IV harus disesuaikan dengan tingkat kehilangan plasma,

dipandu oleh keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit.

Manajemen syok : DBD kelas 3

DSS adalah syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan ditandai

dengan peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik, dengan gejala tekanan nadi

menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan peningkatan tekanan diastolik,

misalnya 100/90 mmHg). Ketika terdapat hipotensi, kita harus menduga bahwa

pendarahan terjadi parah, dan sering tersembunyi perdarahan gastrointestinal,

kemungkinan terjadi kebocoran plasma yang lain. Perlu dicatat bahwa resusitasi

cairan dari DSS berbeda dari jenis lain syok seperti syok septik. Sebagian besar kasus

DSS akan merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang dewasa

lebih dari satu jam atau bolus, jika perlu. Selanjutnya, pemberian cairan harus

mengikuti grafik seperti pada Gambar 9. Namun, sebelum mengurangi tingkat

penggantian IV, keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit

harus diperiksa untuk memastikan perbaikan klinis.4

Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan pada kasus syok dan non-syok pada

keadaan dimana tidak terjadi perbaikan setelah dilakukan rehidrasi yang adekuat.

Cairan yang berlebihan akan menyebabkan efusi besar karena permeabilitas kapiler

meningkat. Aliran pengganti volume untuk pasien dengan DSS diilustrasikan di

bawah ini (Kotak 15).6

32

Bagan 8. Terapi syok menurut WHO 2012. Handbook for Clinical Management

of Dengue.

Manajemen syok berkepanjangan : DBD kelas 4

Resusitasi cairan awal di DBD kelas 4 lebih kuat agar cepat mengembalikan

tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesegera mungkin untuk

pemeriksaan ABCS serta adanya gangguan keterlibatan organ. Bahkan hipotensi

ringan harus ditangani secara agresif. Sepuluh ml / kg cairan bolus harus diberikan

33

secepat mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan darah

kembali normal, cairan intravena lebih lanjut dapat diberikan seperti manajemen DBD

kelas 3. Jika syok tidak reversibel setelah pemberian pertama 10 ml / kg, bolus ulangi

10 ml / kg dan hasil laboratorium harus dikejar dan diperbaiki secepat mungkin.

Transfusi darah yang mendesak harus dianggap sebagai langkah berikutnya (setelah

meninjau hasil hematokrit ) dan ditindak lanjuti dengan monitoring lebih dekat,

misalnya kateterisasi kandung kemih terus menerus.

Perlu dicatat bahwa memulihkan tekanan darah sangat penting untuk

kelangsungan hidup dan jika ini tidak dapat dicapai dengan cepat maka prognosis

sangat serius. Cairan inotropik dapat digunakan untuk mendukung memperbaiki

tekanan darah, rehidrasi telah dianggap memadai seperti tekanan vena central tinggi

(CVP), atau kardiomegali serta, kontraktilitas jantung yang buruk. Apabila tekanan

darah telah kembali normal setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah

dan dengan adanya gangguan organ maka pasien harus dikelola dengan terapi khusus.

Contoh terapi khusus untuk organ tersebut diantaranya dialisis peritoneal, terapi renal

replacement terus menerus dan ventilasi mekanis.

Jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan segera, maka lakukan terapi

oral jika pasien sadar atau dilakukan melalui jalur intraosseous. Akses intraosseous

dapat menyelamatkan hidup dan sebaiknya dilakukan setelah 2-5 menit setelah dua

kali usaha pemasangan akses vena perifer atau terapi oral gagal.

Manajemen pemulihan

• Pemulihan dapat dikenali oleh peningkatan keadaan klinis, nafsu makan dan

kesejahteraan umum.

• Perbaikan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan tanda-tanda

vital yang stabil harus diamati.

• Penurunan hamtokrit dari hasil sebelumnya dan diuresis harus diamati.

• Cairan intravena harus dihentikan.

• Pada pasien dengan efusi pleura dan asites, hipervolemia dapat terjadi dan

terapi diuretik mungkin diperlukan untuk mencegah edema paru.

34

• Hipokalemia dapat terjadi karena stres dan diuresis, harus diperbaiki dengan

buah yang kaya potassium atau suplemen.

• Bradikardia umumnya ditemukan dan memerlukan pemantauan intensif

untuk kemungkinan komplikasi langka seperti blok jantung atau ventrikel

kontraksi prematur (VPC).

• Pemulihan ruam ditemukan pada 20% -30% dari pasien.

Tanda-tanda pemulihan

• Stabilnya nadi, tekanan darah dan pernapasan.

• Suhu normal.

• Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.

• Kembalinya nafsu makan.

• Tidak ada muntah, tidak ada sakit perut.

• Output urin Baik.

• Hematokrit stabil pada nilai dasar .

• Petekie, ruam atau gatal-gatal menghilang, terutama pada ekstremitas.

Kriteria untuk pemulangan pasien

• Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa menggunakan terapi

anti-demam.

• Kembalinya nafsu makan.

• Perbaikan klinis terlihat.

• Output urin baik.

• Minimal 2-3 hari setelah sembuh dari syok.

• Tidak ada gangguan pernapasan dari efusi pleura dan tidak terdapat asites .

35

• Hitungan trombosit lebih dari 50 000 / mm3. Jika tidak, pasien dapat

dianjurkan untuk menghindari kegiatan berat setidaknya 1-2 minggu sampai

trombosit kembali normal. Dalam kasus yang paling rumit, trombosit

meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.5

II.9 KOMPLIKASI

a) Ensefalopati dengue

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok, cenderung

terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti dengan cairan

yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan

laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) =

3:1. untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat

perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat

disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula

darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial

dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan

elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk

mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD

ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat

diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari +

kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak

diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi

obat dalam hati.

b) Kelainan Ginjal

Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.

Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah

benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2

ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka

selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk

jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum

mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka

36

pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman

pemberian cairan selanjutnya.

c) Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan

yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai

panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena

perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari

ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya

melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),

pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan

ditunjang dengan gambaran edema paru pada foto rontgen dada. Gambaran edema

paru harus dibedakan dengan perdarahan paru. 1

Tabel komplikasi yang bisa disebabkan oleh infeksi dengue.

37

Table 8. Komplikasi Dengue haemorrhagic fever. WHO 2011

II. 10 PENCEGAHAN

Vaksin yang dilemahkan untuk dengue jenis 2 sedang dilakukan evaluasi

eksperimental. Pengendalian tergantung pada pengurangan nyamuk.6

38

II.11 PROGNOSIS

Dengan tidak adanya demam hemoragik dengue atau sindroma syok dengue, maka

mortalitas adalah nol.7

BAB III

KESIMPULAN

39

Demam Dengue adalah demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih dari

gejala berikut : nyeri retro-orbital, nyeri kepala, rash, mialgia, atralgia, leukopenia

atau manifestasi perdarahan (tes toniquet positif, petekie, purpura atau ekimosis,

epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, urine atau feses, serta perdarahan

vagina yang tidak termasuk dalam kriteria DBD. Anoreksia, mual, muntah yang terus-

menerus, nyeri perut bisa ditemukan tetapi bukan merupakan kriteria DD.

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus

dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang

sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini mengandung

RNA untai tunggal sebagai genom.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas

daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas

dan kepadatan penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

40

1. Centers for Disease Control and Prevention. Available at

http://www.cdc.gov/dengue/clinicalLab/caseDef.html. ( last update

2014 , December 26 )

2. Daniel. TM. 1999. Demam Berdarah Dengue. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu

penyakit dalam. Edisi 13 Terjemahan Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Sp.

PD-KE. Jakarta : EGC

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Demam Berdarah Dengue di

Indonesia, Depkes RI, Jakarta. Volume 2 Agustus 2010. Available at

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/

buletin- dbd.pdf. ( last update 2014 , December 26 )

4. World Health Organization. 2008. Guidelines for Clinical Management of

Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock

Syndrome. Available at

http://www.wpro.who.int/mvp/documents/handbook_for_clinical_managemen

t_of_de ngue.pdf ( last update 2014 , December 24 )

5. World Health Organization. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis,

Treatment, Prevention and Control. Available at

http://www.who.int/tdr/publications/documents/dengue-diagnosis.pdf (

last update 2014 , December 24 )

6. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention

and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever . India Available

at http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf ( last update 2014 ,

December 24 )

7. World Health Organization. 2012. Handbook for Clinical Management of

Dengue. Available at

http://www.wpro.who.int/mvp/documents/handbook_for_clinical_managemen

t_of_de ngue.pdf ( last update 2014 , December 26 )

41

TUGAS REFERAT

1. Bagaimana patofisiologi terjadinya hepatomegali pada kasus demam berdarah ?

Pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi

trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel

Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue. Bila kebocoran

plasma dan perdarahan yang terjadi tidak segera diatasi, maka pasien dapat jatuh ke

dalam kondisi kritis yang disebut DSS (Dengue Shock Sydrome) dan sering

menyebabkan kematian

2. Pada pemeriksaan laboratorium salah satu cara mendiagnosis demam berdarah adalah

dengan menemukan leukosit plasma biru pada hapisan darah tepi, pada penyakit apa

saja leukosit plasma biru dapat ditemukan ?

Limfosit plasma biru adalah limfosit dengan sitoplasma biru tua dan berukuran

lebih besar. Sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dan

dijumpai daerah perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel,

berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromatin inti kasar dan kadang- kadang di

dalam inti terdapat nukleoli.

Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan

eritrosit tidak melekuk dan tidak bertambah biru. Limfosit plasma biru merupakan

bentuk respons imun selular pada infeksi dengue, semakin berat respons imun yang

terjadi maka semakin berat pula spektrum klinis yang dialami. Jumlah LPB pasien

demam dengue pada saat kedatangan mempunyai peran dalam memprediksi

perubahan spektrum klinis infeksi dengue. Bagi para klinisi pemeriksaan LPB pada

anak yang mengalami infeksi dengue sebaiknya dilakukan pada semua spektrum

klinis, yaitu pada saat pasien datang dan dilakukan secara periodik pada hari ke-5, ke-

6, dan ke-7 sakit sehingga dapat dicegah terjadinya gejala klinis yang fatal, khususnya

syok. Bila ditemukan jumlah LPB pasien DD pada saat ke- datangan ␣6 per 100

leukosit, hendaknya dilakukan pemantauan yang lebih ketat dan tindakan lebih agresif

karena risiko untuk mengalami perubahan menjadi DBD lebih tinggi.

42

Sumber :

1. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. Brit Med J.

2002;324:1563-6.

2. Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-

209.

43