UAP Lisa Final Akhir
-
Upload
febrian-putra -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of UAP Lisa Final Akhir
Laporan Kasus
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
Disusun Oleh:
Lisa Dwipurnamasari Tobing
0908113626
Pembimbing :
dr. Juwanto, Sp.PD, K-KV, FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2013
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
Lisa Dwipurnamasari Tobing, dr. Juwanto, Sp.PD, K-KV, FINASIM*
ABSTRAK
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh
iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga
varian utama angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris
prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil.
Yang dimasukkan ke dalam angina pektoris tak stabil yaitu: 1. pasien
dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. 2. pasien dengan angina yang
makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul
lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin
ringan. 3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Laporan kasus ini menyajikan suatu kasus laki-laki berusia 58 tahun
dengan angina pektoris tak stabil. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil-hasil yang mengarah pada angina
pektoris tak stabil. Angina pektoris tak stabil dapat terjadi akibat adanya ruptur
plak, trombosis dan agregasi trombosit, vasospasme, serta erosi pada plak tanpa
ruptur. Penanganan segera diperlukan untuk mencegah komplikasi yang lebih
lanjut.
Kata kunci: angina pektoris tak stabil.
PENDAHULUAN
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya
berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun
patogenesa angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada
umumnya dapat dibedakan 3 tipe angina: classical effort angina (angina klasik),
variant angina (angina Prinzmetal), unstable angina (angina tak stabil / ATS).1
* Bagian Ilmu Kedokteran Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau
1
Di Amerika Serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit
karena angina pektoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat
serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah
diagnosis ditegakkan.2
Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada
keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan
klinik.
Berdasarkan angina :
1. Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah
beratnya nyeri dada.
2. Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan,
tapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir.
3. Kelas III: adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara
akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Keadaan klinis:
1. Kelas A: angina tak stabil sekunder.
2. Kelas B: angina tak stabil primer.
3. Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Intensitas pengobatan:
1. Tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal.
2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar.
3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang
maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.
Patogenesis angina pektoris disebabkan karena adanya ruptur plak,
thrombosis dan agregasi trombosit, vasospasme, erosi pada plak tanpa ruptur.
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina
yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat
dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas
yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani
seringkali tidak ada yang khas.2
2
Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada
auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di
daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat
pada waktu serangan angina.3 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa:
1. EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat
normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.
Tujuan dari stress test adalah:
- Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
- Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh
darah utama akan memberi hasil positif kuat
Gambaran EKG penderita angina pektoris tak stabil dapat berupa depresi segmen
ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan his
dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada UAP
bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun
bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke
gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam.
Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi gelombang Q,
maka disebut sebagai IMA.
2. Troponin T atau I dan CK-MB
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut Europian Society
of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I
positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian
bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan d otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah
serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.
3
A. Pengobatan medikal
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3
jenis obat yaitu :
1. Obat anti-iskemia
Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat
juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner
dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin
atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena.
Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam.
β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai
macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra
indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial,
bradiaritmia.
Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :
Golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek
inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
Golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner
akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang,
pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan
nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal jantung
normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
2. Obat anti-agregasi trombosit. Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar
dalam pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen.
Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin,
tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa.
4
Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non
fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh
karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis
awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
Tiklopidin merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.
Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping
granulositopenia.
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat
agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel
terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular.
Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan Ikatan fibrinogen dengan
reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi
platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan
platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak
terjadi.
3. Obat anti-trombin
Unfractionated Heparin : Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang
terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan
aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat
dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa.
Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang
mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan
pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin
induced thrombocytopenia (HIT).
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) : LMWH dibuat dengan
melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin. Dibandingkan
dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein
plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
5
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan
secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
Direct Thrombin Inhibitors : Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis
mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan
bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor
4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi
komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk
menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI.
Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek
samping trombositopenia akibat heparin (HIT).4
B. Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk memberi darah yang lebih banyak kepada otot
jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner.6 Ada 4 dasar jenis
pembedahan:
Ventricular aneurysmectomy : rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri.
Coronary arteriotomy : memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri
koroner.
Internal thoracic mammary : revaskularisasi terhadap miokard.
Coronary artery baypass grafting (CABG) : Hasilnya cukup memuaskan dan
aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1
% pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
Percutaneous ratational coronary angioplasty (PCRA)
Laser angioplasty
ILUSTRASI KASUS
Tuan DE, seorang wiraswasta, umur 58 tahun datang ke IGD RSUD Arifin
Achmad dengan keluhan utama nyeri dada yang semakin memberat sejak 5 jam
sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
6
Sejak 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri dada kiri, nyeri dirasakan
seperti dililit dan hilang timbul. Nyeri timbul terutama ketika pasien melakukan
aktivitas berat seperti berlari dan naik turun tangga, nyeri hilang ketika pasien
beristirahat. Nyeri juga dirasakan menjalar ke lengan. Keluhan ini dirasakan
pasien 2-3 kali sehari selama ± 1-2 menit tiap kali serangan. Keluhan nyeri pada
pasien disertai adanya sesak nafas, perasaan berdebar-debar, dan berkeringat
dingin. Pasien juga mengeluhkan sering pusing, tengkuk terasa berat. Mual (-),
muntah (-), demam (-), bengkak pada ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Pasien mengaku tidak berobat ke dokter untuk mengurangi keluhan.
Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluhkan nyeri dada yang semakin
memberat. Nyeri dirasakan seperti terhimpit, nyeri timbul ketika pasien sedang
beristirahat, terus-menerus. Keluhan ini disertai dengan sesak nafas, badan terasa
lemah, nyeri dada kiri semakin hebat, pusing (+), demam (-), mual (-), muntah (-),
bengkak pada ekstremitas (-).
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun SMRS, diabetes
mellitus (-), TB paru (+) 1 tahun SMRS. Tidak ada anggota keluarga yang
mengeluhkan penyakit yang sama. Riwayat hipertensi (+) pada ayah pasien.
Riwayat diabetes mellitus (+) pada adik kandung pasien. Pasien memiliki
kebiasaan merokok sejak SMA (umur 16 tahun), ±1 bungkus/hari dan baru
berhenti merokok sejak ±6 bulan yang lalu. Pasien memiliki kebiasaan minum
alkohol sejak umur 20 tahun. Pasien mengaku jarang berolahraga dan sering
mengkonsumsi makanan berlemak.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, keadaan
umum tampak sakit sedang, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 96 x/menit, nafas
24 x/menit, suhu 36,7°C. Pada pemeriksaan kepala dan leher didapatkan
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembesaran KGB (-), JVP 5+2 cm
H2O. Pada pemeriksaan paru didapatkan gerakan dinding dada simetris, otot bantu
pernapasan tambahan (-), vokal fremitus simetris, sonor pada seluruh lapangan
paru, auskultasi vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-). Pada pemeriksaan
jantung didapatkan iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, batas jantung
dekstra RIC V linea sternalis dekstra, batas jantung sinistra RIC V 2 jari medial
LMCS, auskultasi bunyi jantung I dan II normal, mur-mur (-), gallop(-). Pada
7
pemeriksaan abdomen didapatkan perut tampak datar, scar (-), asites (-),
auskultasi bising usus (+), frekuensi 7x/menit, timpani, supel, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral
hangat, edema (-), CRT < 2 detik.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin (07 Juli 2013 01.00 WIB)
didapatkan: leukosit 10.800/µL, trombosit 227.000/ µL, Hb 14,9 gr/dL,
hematokrit 49,6 %. Pada pemeriksaan laboratorium kimia darah (03 Juli 2013
01.36 WIB) didapatkan: glukosa 126 mg/dL, ureum 21,8 mg/dL, kreatinin 1,2
mg/dL, SGOT/AST 48 IU/L, SGPT/ALT 45 IU/L, BUN 10,2 mg/dL. Pada
pemeriksaan laboratorium kimia darah (03 Juli 2013 09.24 WIB) didapatkan
glukosa 90 mg/dL, Chol 184 mg/dL, HDL 43,8 mg/dL, TG 79 mg/dL, Bil D 0,20
mg/dL, Bil T 0,98 mg/dL, CRE 1,03 mg/dL, Asam urat 6,1 mg/dL, SGOT/AST
50 IU/L, SGPT/ALT 48 IU/L, Troponin 6,76 g/dL, Albumin 3,7 g/dL, URR 15
mg/dL, Globulin 2,6 mg/dL, LDL 124,4 mg/dL, Ind bil 0,8 mg/dL, BUN 7,0
mg/dL. Pada pemeriksaan elektrolit (03 Juli 2013) didapatkan Na+ 140,3mmol/L,
K+ 3,99 mmol/L, Cl- 107,7 mmol/L. Pada pemeriksaan urin (03 Juli 2013)
didapatkan: warna kuning pekat, jernih, protein (-), glukosa (-), bilirubin (-),
urobilinogen 1,0 u Mol/L, pH 6,0, BJ 1,030, darah (-), keton (-), nitrit (-), eritrosit
0-1 LPB, leukosit 1-2/ LPB, sel epitel +1/ LPB, kristal (-).
Dari rontgen foto thorax AP didapatkan:
8
Dari EKG didapatkan:
Rencana Penatalaksanaan
- Non farmakologis
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen
Menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas
Diet makanan lunak TKTP rendah garam
Penggunaan rokok dan alkohol dihentikan
- Farmakologis
O2 3-5 L/menit
ISDN 3x10 mg
Captopril 2 x 25 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Ranitidin 2 x 25 mg
Amlodipin 1 x5 mg
PEMBAHASAN
9
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang didapatkan bahwa pasien mengalami angina pektoris tak stabil dan
hipertensi grade II. Diagnosis angina pektoris tak stabil ditegakkan berdasarkan
keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri dada semakin memberat, lebih sering,
timbul ketika pasien sedang beristirahat, dimana sebelumnya nyeri dada dirasakan
timbul ketika pasien melakukan aktivitas berat dan hilang ketika pasien
beristirahat. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria angina tak stabil yaitu angina
yang makin bertambah berat, sebelumnya didahului oleh angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan
faktor presipitasi makin ringan.
Hipertensi grade II yang ditemukan pada pasien merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya angina pektoris tak stabil. Pasien mengaku mengalami
hipertensi sejak 5 tahun SMRS. Hipertensi yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan terbentuknya plak di arteri koroner. Pembentukan plak ini
mengakibatkan sirkulasi darah di jantung mengalami gangguan dan jika dibiarkan
dapat terjadi ruptur plak. Ruptur plak merupakan salah satu penyebab angina
pektoris tidak stabil. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus sehingga tiba-tiba dapat
terjadi oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang sebelumnya mempunyai
penyempitan yang minimal.
Dari anamnesis didapatkan pasien mempunyai riwayat merokok, minum
alkohol, jarang berolahraga, dan sering mengkonsumsi makanan berlemak. Hal ini
merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan terbentuknya plak di
arteri koroner. Pada pasien juga dijumpai kelainan EKG berupa right bundle branch
block yang dapat timbul sebagai akibat dari adanya pembentukan plak yang
menghambat konduksi listrik pada jantung.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami angina pektoris tak
stabil disertai adanya hipertensi grade II.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Anwar TB. Angina pektoris tak stabil. Universitas Sumatera Utara: e-USU Repository; 2004.
2. Trisnohadi HB. Angina pektoris tak stabil. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
3. Warnica JW. Angina pectoris; 2013. Available from: URL: http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artery_disease/angina_pectoris.html (accesed on 10 July 2013).
4. Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007.
5. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1998.
6. Anwar TB. Nyeri dada. Universitas Sumatera Utara: e-USU Repository; 2004.
11