Tutor Bencana

10
Jenis Kegiatan Siaga Bencana Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan medis dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting. Berikut beberapa tnidakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi tanggap bencana: 1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan. 2. Pemberian bantuan Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak tepat sasaran. 3. Pemulihan kesehatan mental Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala. 4. Pemberdayaan masyarakat Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana

Transcript of Tutor Bencana

Jenis Kegiatan Siaga BencanaKegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan medis dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting. Berikut beberapa tnidakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi tanggap bencana:1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisikBencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan.2. Pemberian bantuanPerawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak tepat sasaran.3. Pemulihan kesehatan mentalPara korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.4. Pemberdayaan masyarakatKondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya:1. Perawatan harus memilki skill keperawatan yang baik.Sebagai perawat yang akan memberikan pertolongan dalam penanaganan bencana, haruslah mumpunyai skill keperawatan, dengan bekal tersebut perawat akan mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan maksimal.2. Perawat harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian.Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap elemen masyarakat termasuk perawat, kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan mau berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana. Sehingga dengan jiwa dan semangat kepedulian tersebut akan mampu meringankan beban penderitaan korban bencana.3. Perawatan harus memahami managemen siaga bencanaKondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda, segal hal yang terkait harus didasarkan pada managemen yang baik, mengingat bencana datang secara tak terduga banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tindakan yang dilakukan salah dan sia sia. Dalam melakukan tindakan di daerah bencana, perawat dituntut untuk mampu memilki kesiapan dalam situasi apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal yang berhubungan dengan peralatan bantuan dan pertolongan medis harus bisa dikoordinir dengan baik dalam waktu yang mendesak. Oleh karena itu, perawat harus mengerti konsep siaga bencana.2.9 Managemen Bencana Ada 3 aspek mendasar dalam management bencana, yaitu:1. Respons terhadap bencana2. Kesiapsiagaan menghadapi bencana3. Mitigasi efek bencanaManagemen siaga bencana membutuhkan kajian yang matang dalam setiap tindakan yang akan dilakukan sebelum dan setelah terjun kelapangan. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman, yaitu:1. Mempersiapkan bentuk kegiatan yang akan dilakukanSetelah mengetahui sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di tempat kejadian, hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah memilih bentuk kegiatan yang akan diangkatkan, seperti melakukan pertolongan medis, pemberian bantuan kebutuhan korban, atau menjadi tenaga relawan. Setelah ditentukan, kemudian baru dilakukan persiapan mengenai alat alat, tenaga, dan juga keperluan yang akan dibawa disesuaikan dengan alur dan kondisi masyarakat serta medan yang akan ditempuh.2. Melakukan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.Hal ini merupakan pokok kegiatan siaga bencana yang dilakukan, segala hal yang dipersiapkan sebelumnya, dilakukan dalam tahap ini, sampai jangka waktu yang disepakati.3. Evaluasi kegiatanSetiap selesai melakukan kegiatan, perlu adanya suatu evaluasi kegiatan yang dilakukan, evaluasi bisa dijadikan acuan, introspeksi, dan pedoman melakukan kegiatan selanjutnya. Alhasil setiap kegiatan yang dilakukan akan berjalan lebih baik lagi dari sebelumnya.2.10Peran perawat dalam managemen bencana1. Peran perawat dalam fase pre-impecta. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana.b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana.c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana.2. Peran perawat dalam fase impacta. Bertindak cepatb. Dont promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat.c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukand. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinane. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.3. Peran perawat dalam fase post impacta. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korbanb. Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan gangguan memori.c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.PERAN PERAWAT KOMUNITAS DALAM MANAJEMEN KEJADIAN BENCANAPerawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap preimpact, impact/emergency, dan post impact.Peran perawat disini bisa dikatakan multiple;sebagai bagian dari penyusun rencana,pendidik,pemberi asuhan keperawatanbagian dari tim pengkajian kejadian bencana.Tujuan utamaTujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebutPERAN PERAWATA. Peran dalam Pencegahan PrimerAda beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:1.mengenali instruksi ancaman bahaya;2.mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)3.melatih penanganan pertama korban bencana.4.berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakatPendidikan kesehatan diarahkan kepada :1. usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)2. pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar3. memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS dan ambulans.4. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)5. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencanaB. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil.Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama.Ada saat dimana seleksi pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )TRIASE1. Merah paling penting, prioritas utama.keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II2. Kuning penting, prioritas kedua.Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II3. Hijau prioritas ketiga.Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi4. Hitam meninggal.Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggalPeran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana1.Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari2.Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian3.Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS4.Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian5.Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa7.Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)8.Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.9.Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater10.Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsiC. Peran perawat dalam fase postimpactBencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban.Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal.Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggung jawab di wilayah kerjanya berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama . Salah satu dari fungsi Puskesmas yang terakhir yaitu sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama mencakup aspek pelayanan kesehatan masyarakat maupun pelayanan kesehatan perorangan baik yang terjadi dalam situasi keseharian maupun yang timbul sebagai akibat dari bencana.Kondisi sehat, aman dan sejahtera merupakan idaman masyarakat yang dapat diwujudkan melalui penanganan terpadu oleh seluruh komponen masyarakat dan pemerintah. Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten bertanggung jawab menyelenggarakan sebagian tugas operasional Dinas Kesehatan Kabupaten di wilayah kerjanya. Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana sesuai dengan tahapan bencana adalah melaksanakan ketiga fungsi Puskesmas yaitu :1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatanFungsi ini dilakukan pada penanggulangan bencana melalui kegiatan, surveilans kesehatan, penyuluhan kesehatan serta kerjasama lintas sektoral.2. Pusat pemberdayaan masyarakatPada fungsi ini Puskesmas dapat melibatkan peran aktif dari masyarakat pada setiap kegiatan penanggulangan bencana.3. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertamaPelayanan yang dilakukan Puskesmas pada kegiatan penanggulangan bencana mencakup UKP dan UKM dengan kegiatan antara lain : Upaya pelayanan Gawat Darurat 24 jam, Pendirian pos-pos kesehatan 24 jam di sekitar lokasi bencana/pengungsian, Upaya gizi pengungsian, Upaya KIA, Upaya sanitasi tempat pengungsian, Upaya kesehatan jiwa pasca bencana dan Upaya kesehatan rujukan.Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana yang mencakup ketiga fungsi diatas disesuaikan dengan tahapan bencana yaitu:PRA BENCANA (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan)Puskesmas disamping melaksanakan ketiga fungsinya melalui upaya-upaya rutin juga melaksanakan upaya dalam penanggulangan bencana antara lain :a. Pemetaan kesehatan dengan inti informasi menyangkut rawan bencana, sumber daya kesehatan, risiko bencana, kerentanan dan potensi masyarakat dan lingkungan.b. Melakukan koordinasi dengan lintas sektoralc. Pelayanan gawat darurat sehari-harid. Pemberdayaan masyarakate. Latihan kesiapsiagaan/gladif. Melakukan pemantauan/SurveilansSAAT BENCANA Pada saat bencana Puskesmas wajib memberikan informasi awal ke Dinas Kesehatan Kabupaten, namun sebelumnya Puskesmas dapat melakukan peran sesuai dengan kemampuan sarana dan prasarana yang dimiliki serta kewenangan yang dilimpahkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten yaitu :1. Operasi pertolongan terhadap korban berdasarkan triagePertolongan berdasarkan triage bertujuan untuk menseleksi korban dan jenis pertolonagn yang diperlukan sesuai dengan tingkat keparahan, kedaruratan dan kemungkinan korban untuk hidup. Korban akibat bencana akan dikelompokkan menjadi 3 yaitu :1. a. Kelompok label merah (Gawat Darurat)Kelompok yang dapat digolongkan disini adalah korban gawat darurat yang memerlukan pertolonganstabilisasi segera1. b. Kelompok label kuningKorban bencana yang dikelompokkan disini adalah korban yang memerlukan pengawasan yang ketat tapiperawatan/pengobatan dapat ditunda.1. c. Kelompok label hijauKorban bencana yang dikelompokkan disini adalah korban yang tidak memerlukan pengobatan/perawatansegera.1. d. Kelompok label hitamkorban bencana yang masuk ke kelompok ini adalah yang tidak memerlukan pertolongan medis atau korbanyang sudah meninggal.2. Penilaian awal secara cepat3. Bergabung dengan satgas kesehatan di pos lapangan4. Pemberdayaan masyarakat.PASCA BENCANABencana selalu menimbulkan masalah kesehatan pada masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pasca bencana yaitu : Surveilans penyakit yang berpotensi KLB, Pemantauan Sanitasi Lingkungan, Pelayanan Kesehatan yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dan Pemberdayaan masyarakat.Apabila kondisi bencana sudah dinyatakan berakhir, tanggung jawab pelayanan kesehatan diserahkan kembali kepada Puskesmas. Kegiatan yang dilakukan Puskesmas adalah kegiatan rutin dengan kembali pada siklus penanggulangan bencana.

NGO? Siapa sih yang tidak kenal dengan istilah yang kini sedang ngetop di Aceh ini? Istilah NGO tentunya sudah sangat akrab di telinga masyarakat Aceh sejak datangnya bantuan yang terus mengalir dari berbagai penjuru dunia bagi korban bencana alam dahsyat gempa bumi tektonik dan gelombang Tsunami yang melanda bumi Nanggroe Aceh Darussalam, pada tanggal 26 Desember 2004. Sejak saat itulah, NGO bertaburan di Aceh baik yang bertaraf lokal, nasional, maupun Internasional atau asing. Malah banyak NGO lokal/nasional yang lebih dikenal dan ter-expose ke masyarakat Aceh justru setelah musibah gempa dan tsunami tersebut terjadi.

Apa sebenarnya NGO itu? NGO merupakan singkatan dari Non-Governmental Organization yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Organisasi Non-Pemerintah atau lebih dikenal dengan sebutan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). NGO adalah suatu kelompok atau asosiasi nirlaba yang beraktifitas di luar struktur politik yang terinstitusionalisasi. Pencapaian hal-hal yang menjadi minat atau tujuan anggotanya diupayakan melalui lobi, persuasi, atau aksi langsung.NGO biasanya memperoleh sebagian pendanaannya dari sumber-sumber swasta. Sampai seberapa besarkah dana yang dapat diperoleh oleh sebuah NGO?

Menyangkut pertanyaan tersebut, ada seorang aktifis NGO yang memberikan sebuah ungkapan praktis, Di NGO, kita lah yang menggaji diri kita sendiri. Itu berarti bahwa semakin baik kinerja dan produktifitas yang dihasilkan oleh sebuah NGO sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat semakin besar, maka dana yang akan mengalir ke NGO tersebut tentunya akan semakin besar pula. Itu menunjukkan bahwa kepercayaan dari pihak-pihak donatur untuk mendanai sebuah NGO tentu saja semakin besar. Jadi, bukanlah suatu masalah atau hal yang tidak realistis bagi mereka untuk memberikan dana yang relatif besar sesuai dengan jumlah yang diajukan oleh sebuah NGO yang punya kualitas dan kredibilitas yang cukup baik serta manfaat yang cukup besar bagi kemaslahatan masyarakat. Bahkan bukan hal yang tidak mungkin jika lebih besar dari jumlah yang pernah diberikan sebelumnya, asalkan track record NGO yang bersangkutan cukup baik dan berpotensi untuk lebih baik lagi di masa berikutnya.

Namun, apa yang menyebabkan munculnya trend bekerja di NGO di kalangan masyarakat Aceh, termasuk mahasiswa dan akademisi, khususnya dosen? Dengan sedikit ekstrim bisa kita katakan, trend ini memang punya gengsi tersendiri di kalangan penduduk Serambi Mekkah ini. Kita ketahui bahwa bantuan yang mengalir untuk korban Tsunami di Aceh, termasuk untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, banyak yang berasal dari atau dikelola oleh NGO dengan berbagai taraf dan level serta program dan tujuan.Sejak masa distribusi bantuan itulah, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak mahasiswa di Aceh yang menambah kesibukan atau karirnya dengan bekerja di NGO, mulai dari posisi sebagai worker hingga policy maker. Bagi mahasiswa, tentu saja honor/gaji yang diperoleh dengan bekerja di NGO relatif besar, bahkan sangat besar, khususnya bagi mereka yang menjabat posisi sebagai policy maker. Apalagi di NGO asing atau internasional, mahasiswa bisa kaya mendadak.

Penulis pernah bertanya tentang gaji di NGO pada seorang mahasiswa Universitas Syiah Kuala yang sudah tiga tahun menjalankan aktifitas kuliahnya. Dia mengaku menerima gaji di atas 2,5 juta rupiah per-bulan dengan mengerahkan skill-nya untuk bekerja di sebuah NGO asing. Angka yang cukup besar untuk level seorang worker dengan status mahasiswa yang sebenarnya masih dikategorikan lulusan SMA. Apalagi jika dibandingkan dengan gaji PNS yang statusnya sarjana bahkan master sekalipun, secara umum masih lebih besar. Walaupun masih berstatus mahasiswa, tetapi dia sudah memiliki skill yang cukup untuk jenis pekerjaan yang ditawarkan.

Namun, tentu saja uang bukanlah segala-galanya meskipun merupakan faktor penting yang mendorong kita untuk bekerja. Lebih dari itu, di sana mereka bisa memperoleh pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan, yaitu bagaimana rasanya bekerja dengan orang asing alias bule yang berbeda karakter dan budaya, bekerja dalam suasana pluralisme, tanpa harus ke luar negeri. Tentunya banyak pelajaran yang dapat diambil. Belum tentu kan mereka bisa memperoleh pengalaman seperti itu di lain waktu setelah mereka menyelesaikan jenjang perguruan tingginya?Lagipula, peluang kerja di NGO sudah ada di depan mata, kemampuan/skill lebih kurang juga sudah dimiliki, jadi apa salahnya toh kuliah sambil bekerja? Hitung-hitung menambah uang saku lah. Jadi, siapa sih yang nggak tergiur? Walaupun pada akhirnya kita lihat sendiri bahwa kebanyakan dari mereka sering tidak masuk kuliah sehingga mempengaruhi prestasi akademiknya.

Sebuah dampak yang negatif memang. Bahkan, ada yang rela menelantarkan skripsinya demi memperoleh gaji yang besar dan pengalaman bekerja di NGO hingga akhirnya mereka terpaksa menjadi mahasiswa abadi yang hanya sesekali muncul di kampus dan skripsinya pun tak kunjung selesai.Memang sih tidak ada salahnya kuliah sambil bekerja asalkan mampu mengatur dan membagi waktu dengan baik dan seimbang, misalnya dengan memilih bekerja part-time (paruh waktu). Intinya, harus memilki management of time yang baik dan siap menanggung segala resiko yang terkadang sering menimbulkan dilema di sana-sini. Malah dengan kuliah sambil bekerja menunjukkan bahwa mereka sudah siap menghadapi dan bersaing di dunia kerja serta mampu mengaplikasikan ilmu atau skill yang umumnya mereka peroleh dari perkuliahan untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Akan tetapi, kalau sampai menelantarkan kuliah? Mau jadi mahasiswa abadi yang bikin pusing dan kecewa orang tua dan dosen? Bagi dosen sendiri, alasan mereka menambah job di luar kampus rasanya tidak jauh berbeda dengan mahasiswa. Peluang sudah tersedia di depan mata, kapasitas atau skill sudah cukup memadai, dan gaji yang diperoleh lebih besar bahkan jauh lebih besar daripada gaji yang diperoleh dengan satus PNS yang relatif kecil. Apalagi di international NGO yang gajinya bisa dibilang gila-gilaan. Ya, hitung-hitung menambah penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraan. Apalagi bagi mereka yang kondisi perekonomiannya kurang baik, mencari penghasilan di luar PNS merupakan alternatif dan peluang yang sangat berharga dan dibutuhkan.

Sekedar informasi, berdasarkan survey yang dilakukan oleh Aceh Institute melalui kuesioner yang diedarkan kepada para peserta Semiloka Peran SDM Lokal dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh pada tanggal 18 maret 2006 yang diselenggarakan oleh Aceh Institute sendiri, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 55% dari total responden mengaku bahwa mereka menerima gaji sebesar 3 - 6 juta rupiah per-bulan. Sedangkan 10% dari total responden menerima gaji senilai 10 - 15 juta rupiah. Ini adalah data berdasarkan responden yang rata-rata masih muda dan umumnya bukan dosen. Jika diasumsikan bahwa kualifikasi dosen lebih tinggi dari responden survey sederhana ini, dapat pula diasumsikan bahwa rata-rata staf LSM, terutama LSM asing yang berasal dari kalangan dosen bisa lebih diatas gaji terbesar dalam survey tersebut.

Namun, mungkin saja gaji besar bukanlah alasan utama bagi mereka. Tapi, dengan bekerja di NGO mereka dapat mengembangkan diri serta mengaplikasikan ilmu yang dimiliki di dunia luar kampus. Memang sih, bukan berarti NGO menjadi satu-satunya alternatif untuk maksud tersebut, tapi fenomena yang terjadi dewasa ini menjadikan NGO sabagai alternatif yang punya banyak nilai lebih dan terasa lebih membumi dan memasyarakat. Jadi, profil seorang dosen dengan kapasitas sebagai intelektual dan akademisi memang seharusnya tidak hanya mampu dan menghabiskan waktunya untuk bergelut di dunia kampus tanpa membuka mata dan responsif terhadap dinamika yang terjadi di dalam masyarakat. Jika ilmu yang dimiliki hanya dapat diaplikasikan dan diseminasikan di dunia kampus, tentu masih sempit bukan? Jadi, realistis toh kalau sekarang ini dosen juga ikut terjun ke dunia NGO?

Akan tetapi, jika dengan aktifitas tersebut dosen menjadi tidak optimal dalam memfungsikan statusnya alias sering meninggalkan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang dosen, misalnya jarang mengajar atau memberi kuliah, lebih sering digantikan oleh asisten, sering tidak meluangkan waktunya untuk melayani mahasiswa yang memerlukan bimbingan akademik, lantas bagaimana dengan nasib si mahasiswa? Tentu saja mereka tidak mau menjadi pihak yang dirugikan gara-gara ulah si dosen.

Namun demikian, pada prinsipnya tidak menjadi masalah kalau dosen bekerja di NGO alias menjadi double agent, asalkan komitmen serta kewajiban dan fungsinya sebagai seorang tenaga pengajar dan pendidik tidak diabaikan dan ditelantarkan. Tentu saja dengan langkah dan cara yang bijak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan atau dizalimi. Resiko apapun yang akan menghadang harus siap untuk diterima, dihadapi, dan disiasati dengan fair. Dari penjelasan di atas, rasanya tidak salah jika kita menilai bahwa ternyata bekerja di NGO memiliki gengsi tersendiri dan nilai lebih bagi masyarakat di Aceh, sehingga kini menjadi sebuah trend yang banyak diminati, temasuk para intelektual dari kalangan mahasiswa dan dosen. NGO bukan saja dapat memberi alternatif dan tambahan penghasilan, tapi juga menjadi alternatif sebagai media aktualisasi diri bagi sejumlah intelektual muda Aceh. Bagi sebagian orang, NGO bahkan memberi ruang gerak yang lebih leluasa untuk menjaga idealisme dari mesin birokrasi yang jumud dan lembam. Tak salah jika sebagian dari kita merasa ada kebanggaan tersendiri kalau bisa bekerja di NGO!