Laporan Tutor 3

73
SKENARIO 1 Seorang laki-laki, usia 16 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Raden Mattaher Jambi setelah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor 1 jam yang lalu. Saat ini pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang serta merasakan nyeri pada paha dan lutut kanan, GCS 12. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas dan pembengkakan di paha kanan. Terdapat vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut kanan dengan perdarahan yang berdenyut. Pada Tanda Vital ditemukan TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32 x/menit, nafas cepat dan dangkal. Apa yang harus dilakukan? KLARIFIKASI ISTILAH 1. Nyeri : Pengalaman emosional dan sensorik yang tidak menyenangkan serta dihubungkan dengan kerusakan jaringan atau potensi akan terjadinya kerusakan jaringan. 2. Deformitas : Perubahan bentuk 3. Vulnus scissum : Luka sayat atau terbelah biasanya akibat benda tajam 4. Swelling : Pembengkakan 5. Robekan : Luka yang tidak beraturan 6. Perdarahan yang berdenyut : Kehilangan akut volume peredaran darah dan mengenai arteri 7. GCS (Glasgow Coma Scale) : Pemeriksaan tingkat kesadaran atau status neurologis dengan 3 SKENARIO 1, TUTORIAL 3 1

Transcript of Laporan Tutor 3

Page 1: Laporan Tutor 3

SKENARIO 1

Seorang laki-laki, usia 16 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Raden

Mattaher Jambi setelah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor 1 jam yang lalu. Saat

ini pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang serta merasakan nyeri pada paha dan

lutut kanan, GCS 12. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas dan pembengkakan di paha

kanan. Terdapat vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut kanan

dengan perdarahan yang berdenyut. Pada Tanda Vital ditemukan TD 80/60 mmHg, Nadi 130

x/menit, RR 32 x/menit, nafas cepat dan dangkal. Apa yang harus dilakukan?

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Nyeri : Pengalaman emosional dan sensorik yang tidak

menyenangkan serta dihubungkan dengan kerusakan

jaringan atau potensi akan terjadinya kerusakan

jaringan.

2. Deformitas : Perubahan bentuk

3. Vulnus scissum : Luka sayat atau terbelah biasanya akibat benda tajam

4. Swelling : Pembengkakan

5. Robekan : Luka yang tidak beraturan

6. Perdarahan yang berdenyut : Kehilangan akut volume peredaran darah dan

mengenai arteri

7. GCS (Glasgow Coma Scale) : Pemeriksaan tingkat kesadaran atau status neurologis

dengan 3 indikator ( Eye, Movement, Verbal ) yang

digunakan secara umum dalam mendeskripsikan berat

ringannya cidera otak

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Seorang laki-laki, usia 16 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Raden

Mattaher Jambi setelah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor 1 jam yang

lalu.

2. Saat ini pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang serta merasakan nyeri

pada paha dan lutut kanan, GCS 12.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 1

Page 2: Laporan Tutor 3

3. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas dan pembengkakan di paha kanan. Terdapat

vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut kanan dengan

perdarahan yang berdenyut.

4. Pada Tanda Vital ditemukan TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32 x/menit,

nafas cepat dan dangkal.

ANALISIS MASALAH

1. Seorang laki-laki, usia 16 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD

Raden Mattaher Jambi setelah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor 1

jam yang lalu.

a. Apa saja macam-macam mekanisme trauma?

Jawab :

Trauma berhubungan : Akselerasi dan deselerasi

Mekanisme trauma yang berhubungan dengan kendaraan roda dua, meliputi :1

1. Benturan Frontal – Ejeksi (Terlempar)

Pada saat gerakan kedepan ini kepala, dada dan perut pengendara mungkin

membentur stang pengemudi. Bila penderita terlempar keatas melewati

stang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan stang kemudi, dan

dapat terjadi fraktur femur bilateral.

2. Benturan Lateral/Ejeksi

Pada benturan samping mungkin akan terjadi fraktur terbuka/tertutup

tungkai bawah. Crush Injury pada tungkai bawah sering ditemui kalau

pengendara motor ditabrak oleh kendaraan bergerak akan rawan untuk

mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil, namun

pengendara motor tidak memiliki kompartemen yang dapat mengurangi

pemindahan energy kinetiknya.

3. “Laying the bike Down”

Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan objek yang akan

ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya

kesamping, membiarkan kendaraannya bergeser, dan ia sendiri bergeser

kebelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini, akan dapat terjadi trauma

jaringan lunak yang parah.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 2

Page 3: Laporan Tutor 3

4. Helm (Helmets)

Helm yang digunakan pengendara motor telah terbukti menurunkan

angka kejadian trauma kepala dan mengurangi angka kematian. Secara

umum dianggap bahwa yang sangat sering menyebabkan trauma otak ialah

aselerasi angular/rotational.

5. Falls (terjatuh )

Pada kecelakaan bermotor, terjatuh menyebabkan trauma tiba-tiba

(deselerasi). Pada tempat benturan akan terjadi perbedaan pergerakan dari

jaringan tubuh, yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Berat ringannya

trauma akan ditentukan oleh kinematik dari deselerasi vertical,

viskoelatisitas jaringan dan karakteristik fisik dari permukaan benturan

6. Trauma ledak/ Blast Injury

Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu

bahan dengan volume yang relative kecil, baik padat, semi padat, cairan,

atau gas, menjadi produk-produk gas.

Tabel 1. Mekanisme Trauma/Perlukaan 2

Mekanisme Trauma/Perlukaan Kemungkinan Pola

Perlukaan

Benturan frontal

Kemudi bengkok

Jejak lutut pada dashboard

Cedera bull’s eye, pada kaca

depan

Fraktur servikal

Flail chest anterior

Kontusio miokard

Pneumothorax

Ruptur aorta

Ruptur lien/hepar

Fraktur/dislokasi coxae, lutut

Benturan samping, mobil Sprain servikal kontralateral

Fraktur servikal

Flail chest lateral

Pneumothorax

Ruptur aorta

Ruptur diafragma

Ruptur hepar/lien/ginjal

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 3

Page 4: Laporan Tutor 3

Fraktur pelvis/asetabulum

Benturan belakang, mobil Fraktur servikal

Kerusakan jaringan lunak

leher

Terlempar keluar, kendaraan Semua jenis perlukaan

Mortalitas jelas meningkat

Pejalan kaki >< mobil Trauma kapitis

Perlukaan toraks/abdomen

Fraktur tungkai/pelvis

b. Bagaimana mekanisme trauma pada kasus ini?

Jawab :

Pada kasus ini, kemungkinan terjadi mekanisme trauma lateral oleh mobil saat

Os mengendarai sepeda motor 1 jam yang lalu, kemungkinan akan terjadi

fraktur terbuka/tertutup tungkai bawah.

c. Apa saja kemungkinan trauma yang terjadi pada kasus ini?

Jawab :

Jenis trauma : 3

Trauma tumpul : benturan, deselerasi, kompresi

Trauma tajam : tusuk, sayat

Trauma tajam dan tembak : tembus.tidak tembus

Pada kasus ini, kemungkinan terjadi trauma benturan dan trauma sayat.

d. Apa yang sebaiknya kita lakukan pertama kali sebelum 1 jam yang lalu

dibawa ke IGD?

Jawab :

* Do no further harm!

Persiapan Fase Pra-Rumah Sakit 4

Pada fase ini dititik beratkan pada penjagaan airway, control perdarahan

dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah sakit terdekat yang

fasilitas cocok, dan sebaiknya ke suatu pusat trauma yang diakui.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 4

Page 5: Laporan Tutor 3

Waktu yang lama di tempat kejadian (scene time) harus dihindari. Yang

juga penting adalah mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan

di rumah sakit, seperti : waktu kejadian, sebab kejadian, dan riwayat

penderita. Mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis dan berat

perlukaan.

2. Saat ini pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang serta merasakan

nyeri pada paha dan lutut kanan, GCS 12.

a. Apa makna klinis dari pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang

serta merasakan nyeri pada paha dan lutut kanan?

Jawab :

Os bingung : Os mengalami penurunan kesadaran

Os terus mengerang : Os merasakan nyeri, Airway Os paten/baik.

Os merasakan nyeri pada paha dan lutut kanan : kemungkinan, terdapat

cedera/perlukaan pada daerah tersebut.

b. Apa makna klinis dari GCS 12?

Jawab :

GCS 12 : kemungkinan, Os mengalami cedera kepala sedang - Os biasanya

tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu

menuruti perintah.

c. Bagaimana fisiologi kesadaran dan apa saja yang dapat mempengaruhi

kesadaran?

Jawab :

Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan

pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen dapat disebut

input, dan semua impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. 5

Yang berperan dalam kesadaran :

Formatio retikularis di Batang Otak, berperan dalam keadaan bangun-

membuka mata

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 5

Page 6: Laporan Tutor 3

Korteks serebri, berperan dalam keadaan waspada yang

memungkinkan individu bereaksi terhadap stimulus dan berinteraksi

dengan lingkungan.

Yang mempengaruhi kesadaran :

Otak mengalami kekurangan oksigen(hipoksia) ; kurangnya aliran darah

(syok) ; penyakit metabolic, ex: DM - koma ketoasidosis ; pada keadaan hipo

dan hipernatremia ; dehidrasi ; asidosis, alkalosis ; pengaruh obat-obatan,

alkohol, keracunan ; hipernatremia, hipotermia ; tekanan intracranial (karena

ada perdarahan, stroke, tumor otak) ; infeksi (encephalitis) ; epilepsi

d. Apa saja klasifikasi tingkat kesadaran?

Jawab :

Tingkat Kesadaran 6

Komposmentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun

terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa

dengan baik.

Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh

terhadap lingkungannya.

Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan

siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau,

disorientasi, dan meronta-ronta.

Somnolen (letargia, obtudansi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk

yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang

berhenti, pasien akan tertidur kembali.

Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih

dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri,

tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan

jawaban verbal yang baik.

Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak

memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat

dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.

Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 6

Page 7: Laporan Tutor 3

Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan

spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

e. Apa saja klasifikasi nyeri?

Jawab :

Klasifikasi berdasarkan mekanismenya:7

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri dengan tanda inflamasi, biasanya berlangsung

beberapa hari sampai proses penyembuhan.

Tanda- tanda utama inflamasi adalah: rubor (kemerahan jaringan), kalor

(kehangatan jaringan), tumor (pembengkakan jaringan), dolor (nyeri

jaringan), fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan).

2. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri tanpa tanda inflamasi, waktu berlangsungnya

lama atau merupakan ikutan dari proses akut, dimana nyeri masih

berlangsung meskipun kerusakan jaringan sudah sembuh.

3. Nyeri kanker.       

Nyeri kanker merupakan kombinasi dari nyeri akut dan nyeri kronis

dimana ada suatu proses inflamasi kemudian nyeri berlangsung terus -

menerus sesuai dengan perkembangan kankernya, bilamana kanker tidak

ditangani.

Klasifikasi berdasarkan kualitasnya: 7

1. Nyeri ringan

Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi

dengan baik.

2. Nyeri sedang

Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

3. Nyeri berat.

Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 7

Page 8: Laporan Tutor 3

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang.

Berdasarkan lokasi nyeri:7

1. Nyeri somatic

Nyeri yang terlokalisasi hanya pada tempat terjadinya kerusakan, bersifat

tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani, contoh nyeri karena trauma

atau sayatan.

2. Nyeri visceral

Nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri karena trauma di

hati atau paru-paru.

3. Nyeri reperred/menyebar

Nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri angina.

Berdasarkan persepsi nyeri:7

1. Nyeri Nosiseptis

Kerusakan jaringannya jelas

2. Nyeri neuropatik

Kerusakan jaringan tidak jelas, kerusakan berhubungan dengan kelainan

pada susunan saraf.

f. Bagaimana mekanisme nyeri pada kasus ini?

Jawab :

Terjadi kerusakan jaringan – ke pusat nyeri (di corda spinalis pada bagian

dorsal horn) oleh saraf type A delta dan serat C dua respon yang timbul :

vaskularisasi : vasokonstrisi, vasospasme, meningkatnya sensitifitas dan

aktifasi aliran nyeri ke otak : persepsi nyeri dan perubahan tingkah laku.

Mekanisme nyeri

1. Transduksi

Transduksi adalah rangsang nyeri diubah menjadi depolarisasi membran

reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 8

Page 9: Laporan Tutor 3

2. Transmisi

Transmisi, saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsang ke terminal di

medula spinalis disebut sebagai neuron aferen primer, jaringan saraf yang

naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron

penerima kedua, neuron yang menghubungkan dari talamus ke kortek

serebri disebut neuron penerima ketiga.

3. Modulasi

Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer, medula spinalis atau

supraspinal. Modulasi ini dapat menghambat atau memberi fasilitasi.

4. Sensasi

5. Persepsi

Persepsi, nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif, walaupun

mekanismenya belum jelas.

g. Bagaimana manajemen nyeri pada kasus ini?

Jawab :

1. Farmakologi

Berdasarkan tingkat nyeri :

Non – opioid, analgetik

Opioid rendah (oral) + adjuvant

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 9

Page 10: Laporan Tutor 3

Opioid potent + adjuvant

Opioid potent + adjuvant terapi invasive

2. Non farmakologi

Stimulasi perkutan

Dilakukan dnegan cara menstimulasi kulit pada daerah nyeri,

dengan cara : fibrasi, rangsang dingin atau panas, massase

Distraksi

Mengalihkan perhatian ke objek lain, dengan cara : mendengarkan

music, mengajak ngobrol

Imagery

Dengan cara mengalihkan pikiran ke hal-hal yang menyenangkan

Relaksasi dengan cara menarik nafas dalam lewat hidung dan

mengeluarkan secara perlahan melalui mulut diulang secara terus

menerus dan teratur

h. Apa saja yang dinilai pada GCS dan bagaimana cara pemeriksaan GCS?

Jawab :

Tingkat kesadaran umumnyadiukur dengan mengguanakan Glasgow coma

scale (GCS), penilaiannya meliputi :

- Reflex membuka mata (EYE, “E”)

4 membuka secara spontan

3 membuka dengan rangsangan suara

2 membuka dengan rangsangan nyeri

1 tidak ada respon

- Refleks verbal (Verbal, “V”)

5 orientasi baik

4 kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan

3 kata-kata baik, kalimat baik

2 kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang

1 tidak keluar suara

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 10

Page 11: Laporan Tutor 3

- Refleks motorik (Motorik atau Movement, “M”)

6 melakukan perintah dengan benar

5 mengenali nyeri local tapi tidak melakukan perinah dengan benar

4 dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi

3 hanya dapat melakukan fleksi

2 hanya dapat melakukan ekstensi

1 tidak ada gerakan.

Note :

∂ Cara penilaiannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan.

∂ Bila salah satu reaksi tidak dapat dinilai, misal kedua mata bengkak

sedangkan V dan M tidak ada masalah maka penulisannya X-5-6.

∂ GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak <

5tahun.

i. Apa interpretasi dari pemeriksaan GCS?

Jawab :

Normal total nilai GCS : 15

GCS 14-15 : Cedera kepala ringan, penderita sadar dan berorientasi.

GCS 9-13 : Cedera kepala sedang, penderita biasanya tampak kebingungan

atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah.

GCS 3-8 : Cedera otak berat, penderita tidak mampu melakukan perintah

sederhana karena kesadaran menurun.

j. Apa tujuan dilakukannya pemeriksaan GCS?

Jawab :

Untuk menggambarkan berat/ringannya cedera otak seseorang.

Suatu alat yang praktis : untuk mengetahui perubahan tingkat

kesadaran.

k. Kapan pemeriksaan GCS dilakukan?

Jawab :

Pada saat pemeriksaan status neurologis (D = disability) pada primary survey.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 11

Page 12: Laporan Tutor 3

3. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas dan pembengkakan di paha kanan.

Terdapat vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut

kanan dengan perdarahan yang berdenyut.

a. Bagaimana anatomi, vaskularisasi, serta persarafan ekstremitas inferior?

Jawab :

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 12

Page 13: Laporan Tutor 3

b. Apa makna klinis dari deformitas dan pembengkakan di paha kanan, terdapat

vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut kanan

dengan perdarahan yang berdenyut?

Jawab :

Deformitas : terjadi fraktur femur dextra

Vulnus scissum (sayatan) : trauma tajam penetrating) pada belakang lutut

kanan dengan gambaran bentuk luka rapi

c. Berapakah tafsiran/derajat perdarahan yang terjadi pada kasus setelah 1 jam

lalu ?

Jawab :

Fraktur femur diperkirakan akan mengakibatkan kehilangan darah sebanyak

1500-2000 cc. (derajat perdarahan III = 30-40 % ).

d. Mengapa terjadi deformitas dan pembengkakan di paha kanan?

Jawab :

Kemungkinan terjadi fraktur, dengan tanda-tanda yang didapat pada saat

pemeriksaan ekstremitas : nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan,

krepitasi, dan gerakan abnormal di tempat fraktur nya.

e. Apakah sudah terjadi fraktur pada kasus ini?

Jawab :

Kemungkinan iya, telah terjadi fraktur femur dextra yang telah digambarkan

oleh karena adanya deformitas pada paha kanan. Tetapi harus dipastikan

dahulu dengan pemeriksaan radiologis.

f. Apa saja klasifikasi fraktur?

Jawab :

Klasifikasi fraktur : 8

Jenis Contoh

Fisura Diafisis metatarsal

Serong sederhana Diafisis metacarpal

Lintang sederhana Diafisis tibia

Kominutif Diafisis femur

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 13

Page 14: Laporan Tutor 3

Segmental Diafisis tibia

Dahan hijau Diafisis radius pada anak

Kompresi Korpus vertebra Th XII

Impaksi Epifisis radius distal, kokum femur lateral

Impresi Tulang tengkorak

Patologis Tumor diafisis humerus, korpus vertebra

g. Apa saja tanda-tanda fraktur dan deformitas?

Jawab :

Nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, dan gerakan

abnormal di tempat fraktur nya.

h. Apa saja komplikasi dari fraktur?

Jawab :

Komplikasi menurut waktu disesuaikan dengan lokalisasi : 9

A. Komplikasi segera

Komplikasi local

1. Komplikasi pada kulit

Trauma pada kulit

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 14

Page 15: Laporan Tutor 3

Dari luar : aberasi, laserasi luka tusuk, luka tembus peluru,

avulse, kehilangan kulit

Dari dalam : penetrasi kulit oleh fragmen fraktur

2. Komplikasi vaskuler

Trauma pada arteri besar : terputus, kontusi, dan spasme arteri

Trauma pada vena besar : terputus, kontusi

Perdarahan local

a. Eksterna : keluar ke permukaan tubuh

b. Interna : - ke dalam jaringan lunak seperti hematoma

- ke dalam rongga intracranial, hematoraks,

hemoperitoneal, hemartrosis

3. Komplikasi neurologis

Otak

Sumsum tulang belakang

Saraf perifer

4. Komplikasi pada otot biasanya bersifat tidak total

5. Komplikasi pada organ :

Toraks, jantung, dan pembuluh darah besar, trakea, bronkus, dan

paru-paru

Intra-abdominal, saluran pencernaan, hati,limpa, dan saluran kemih

Komplikasi di luar fraktur pada organ lain :

1. Trauma multiple : trauma pada alat lain tubuh yang tidak berhubungan

dengan fraktur

2. Syok hemoragik

B. Komplikasi awal

Komplikasi local

1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi berupa nekrosis kulit,

gangrene, iskemik

2. Komplikasi pada sendi

Infeksi (arthritis septic) oleh karena adanya trauma terbuka

3. Komplikasi pada tulang

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 15

Page 16: Laporan Tutor 3

Infeksi (osteomielitis) pada daerah fraktur karena adanya trauma

terbuka

Nekrosis avaskuler tulang biasanya mengenai satu fragmen

Komplikasi di luar pada organ lain:

1. Emboli lemak

2. Emboli paru

3. Pneumonia

4. Tetanus

5. Delirium tremens

C. Komplikasi lanjut

Komplikasi local

1. Komplikasi pada sendi

Kekakuan sendi yang menetap

Penyakit degenerative sendi pasca trauma

2. Komplikasi pada tulang

Penyembuhan fraktur yang abnormal : malunion, delayed

union, nonunion

Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada

lempeng epifisis

Infeksi yang menetap (osteomielitis kronik)

Osteoporosis pasca trauma

Atrofi Sudeck

Refraktur

3. Komplikasi pada otot

Miositis osifikans pasca trauma

Rupture tendo lanjut

4. Komplikasi saraf

Tardy nerve palsy

Komplikasi pada organ lain

1. Batu ginjal

2. Nekrosis akibat kecelakaan

i. Apa saja klasifikasi fraktur terbuka?

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 16

Page 17: Laporan Tutor 3

Jawab :

Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat

ringannya luka dan berat ringannya patah tulang. 8

Derajat patah tulang terbuka

Derajat Luka Fraktur

I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi fragmen

minimal

II Laserasi > 2 cm, kontusi otot

di sekitarnya

Dislokasi fragmen jelas

III Luka lebar, rusak berat atau

hilangnya jaringan di

sekitarnya

Kominutif, segmental,

fragmen tulang ada yang

hilang

Klasifikasi 9

Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustillo, Merkow, dan

Templeman (1990)

Tipe 1

Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan

dari fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit

kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat

pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple,

transversal, oblik pendek, atau sedikit komunitif.

Tipe II

Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang

hebat atau avulse kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan

dengan sedikit kontaminasi dari fraktur.

Tipe III

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 17

Page 18: Laporan Tutor 3

Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak, termasuk otot, kulit,

dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini

biasanya disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi.

Tipe III dibagi dalam 3 subtipe :

Tipe III a

Jaringan lunak cukup menutup lubang yang patah walaupun

terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat

segmental atau komunitif yang hebat.

Tipe III b

Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan

kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost,

tulang terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif yang

hebat.

Tipe III c

Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang

memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan

jaringan lunak.

k. Apa dampak dari robekan pada lutut?

Jawab :

Terjadi robekan pada a. poplitea yang sifatnya parsial (tidak total):

menyebabkan perdarahan dan masih teraba pulsasi.

l. Bagaimana cara menghentikan perdarahan pada kasus ini?

Jawab :

1. Balut tekan

2. Spalk udara (pneumatic splinting device) untuk mengontrol perdarahan

3. Elevasi

4. Tourniquet (pilihan terakhir, hanya dipakai bila ada amputasi traumatic)

m. Bagaimana manajemen luka?

Jawab :

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 18

Page 19: Laporan Tutor 3

Prinsipnya : bersihkan luka dengan NaCl 0,9 % tutup luka dengan

perban/kassa steril/kain yang bersih.

4. Pada Tanda Vital ditemukan TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32 x/menit,

nafas cepat dan dangkal.

a. Apa makna klinis dari TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32 x/menit,

nafas cepat dan dangkal?

Jawab :

Os telah mengalami syok hipovolemik derajat III, kemungkinan telah

mengalami kehilangan darah sebanyak 1500-2000 ml (30%-40% volume

darah)

b. Apa saja klasifikasi syok?

Jawab :

1. Syok hemoragik (hemorrhagic)

2. Syok non-hemoragik

a. Syok kardiogenik

b. Tension pneumotoraks

c. Syok neurogenik

d. Syok septik

c. Apa saja grading dari syok hipovolemik?

Jawab :

Tabel. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Berdasarkan Presentasi Penderita Semula 10

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 19

Page 20: Laporan Tutor 3

d. Apa saja tanda-tanda syok?

Jawab :

- Denyut nadi > 100X/menit

- Telapak tangan basah, dingin, dan pucat

- Capillary Refill Time > 2 detik

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 20

KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV

Kehilangan darah

(ml)

Sampai 750 750 - 1500 1500 – 2000 >2000

Kehilangan darah

(% volume darah)

Sampai 15

%

15%-30% 30%-40% >40%

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi

(mmHg)

Normal/naik Menurun Menurun Menurun

Frekuensi

pernapasan

14 – 20 20 – 30 30 – 40 >35

Produksi urin

(ml/jam)

>30 20 - 30 5 – 15 Tidak berarti

CNS/Status Mental Sedikit

cemas

Agak cemas Cemas,

bingung

Bingung,

lesu (letargi)

Penggantian Cairan

(Hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid

dan darah

Page 21: Laporan Tutor 3

Perdarahan Hipovolemia Aliran balik vena

Pengisian jantung

Curah jantung

Tekanan darah

Tonus simpatis

NadiRR

e. Pada kasus ini, apakah sudah terjadi syok?

Jawab :

Sudah, syok hipovolemik karena adanya perdarahan yang mengenai arteri

besar pada ekstremitas Inferior.

f. Bagaimana manajemen syok hipovolemik?

Jawab :

Cairan kristaloid dan transfuse. Keputusan untuk memberi transfuse darah

didasarkan atas respon penderita terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi

oksigenasi yang adekuat. 10

g. Bagaimana mekanisme terjadinya TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32

x/menit, nafas cepat dan dangkal pada kasus ini?

Jawab :

Apa tindakan awal yang harus dilakukan di IGD pada kasus ini?

Jawab :

(Sinthesis)

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 21

Page 22: Laporan Tutor 3

Trauma: Definisi KlasifikasiMekanisme

Primary survey: Airway BreathingCirculation Disability (GCS definisi, cara menilai)Exposure

Fraktur: Definisi Jenis – jenis frakturKlasifikasi TatalaksanaTanda – tanda

Tanda fraktur: Nyeri (definisi, mekanisme, klasifikasi, penatalaksanaan), DeformitasKrepitasiSwelling

Luka: MacamPerdarahan syok:DefinisiTanda – tandaMacam – macam

Syok hemoragik (hipovolemik): DefinisiDerajatKomplikasiTatalaksana

Apa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada kasus ini?

Jawab :

1. Pemeriksaan darah rutin

2. Foto AP/Lateral pada ekstremitas inferior

3. Pemeriksaan sedimen urine Curiga trauma mengenai buli-buli

4. CT Scan

Apakah pasien ini perlu dikonsul? Kepada siapa?

Jawab :

Perlu. Untuk dilakukan operasi cito oleh spesialis orthopedic

Bagaimana prognosis pasien?

Jawab :

Baik, apabila penanganannya segera dan cepat.

HIPOTHESIS

Seorang laki-laki, 16 tahun mengalami syok hemoragik serta fraktur femur dextra et causa

MVC

KERANGKA KONSEP

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 22

Page 23: Laporan Tutor 3

SINTHESIS

ANATOMI EKSTREMITAS INFERIOR

Ekstremitas inferior terdiri atas : 11

∂ Femur, terdapat pada regio femoris

∂ Patella, terdapat pada regio patellaris

∂ Tibia dan fibula, terdapat pada regio cruralis

∂ Ossa tarsalia, membentuk pergelangan kaki dan bagian proximal kaki

∂ Ossa meta tarsalia, membentuk lengkung kaki

∂ Ossa phalangea, membentuk jari kaki

Femur :

• Merupakan tulang panjang

• Diatas bersendi dengan acetabulum

• Dibawah bersendi dengan patella dan tibia

Tibia dan Fibula

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 23

Page 24: Laporan Tutor 3

• Tibia terletak di medial, hanya tulang ini yang menahan berat badan tubuh

• Fibula terletak di lateral

• Persendian antara tungkai atas dan bawah melalui :

- condylus lateral dan medial femur dengan condylus lateral dan medial tibia

Hubungan antara tibia dan fibula

1. Superior

Facies articularis fibularis tibia dengan caput fibula

2. Membrana interossea

Jaringan ikat yang menghubungkan kedua crista interossea

3. Inferior

Incissura fibularis tibia dengan distal fibula

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 24

Page 25: Laporan Tutor 3

Vaskularisasi , Limfe dan persyarafan region femoris

- Vasa arteri yang utama memperdarahi ekstremitas inferior mempunyai sifat-sifat

sebgai berikut :

a. Vasa darah arteri = a. femoralis yang memperdarahi paha melalui cabang-

cabangnya. Cabang penting dari a. femoralis adalah a.profunda femoris dengan

a.brachialis profunda pada elstremitas superior.

b. A.Femoralis melanjutkan diri menjadi a.poplitea tepat diatas lutut . Arteri ini

merupakan arteri region geue yang dikombinasi\ dengan cabang terminal

a.femoralis dari paha.

c. Pada tepi bawah fossa poplitea, a fpoplitea bercabang menjadi a.tibialis anterior

et posterior yang memperdarahi region cruris dan pedis , dikombinasi oleh a.

peronealis yang merupakan cabang dari a.tibialis posterior.

Gambar. Anatomi vaskularisasi Ekstremitas inferior.

- Vena pada region femoris

o Vena saphena magna , vena obturatoria, Vena femoralis

- Aliran Limfe regio femoris

- Nervus region femoris

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 25

Page 26: Laporan Tutor 3

o Nervus cutaneus merupakan syaraf yang dijumpai di jaringan

superfisialis , sebagian besar merupakan cabang / plexus lumbalis . Nervus

cutaneus ini terdiri atas :

1. N. cutaneus femoralis lateralis (L2,3)

2. N.Genitofemoralis (L1,2) ,

3. Ramus cutaneus anterior n.femoralis

4. Nervus Cutaneus femoris posterior ( S1-S3).

o Nervus yang terletak dibagian dalam regio femoris adalah :

1. N. Obturatorius(L2-L4)

2. N.Obturatorius Accesorius (L3-L4)

3. N.femoralis ( (L1-L4)

4. N.Ischiadicus ( nervus terbesar ditubuh manusia).

TRAUMA

Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh salah

satu sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industry, olah raga, dan

rumah tangga.

Di Indonesia, kematian akibat kecelakaan lalu lintas + 12.000 orang per tahun. Kematian

penderita dibagi dalam tiga periode waktu :

1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%)

Disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang belakang

bagian atas, kerusakan jantung, aorta serta pembuluh darah besar. Kebanyakan

penderita tidak dapat ditolong dan meninggal di tempat.

2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%)

Disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks, robekan

limpa, laserasi hati, fraktur panggul serta fraktur multiple yang menyebabkan

perdarahan yang massif.

3. Kematian setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma (15%).

Kematian akibat kegagalan beberapa organ atau sepsis.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 26

Page 27: Laporan Tutor 3

Urut-urutan tindakan dalam penanggulangan trauma :

1. Persiapan awal

Persiapan untuk penderita trauma, dibedakan dalam dua hal yaitu:

Fase sebelum masuk rumah sakit

Persiapan ini terutama untuk mengkoordinasikan antara dokter rumah sakit yang

akan menerima dan selama transportasi berupa tindakan yang akan dilakukan yaitu :

control jalan napas, pernapasan, penanggulangan perdarahan eksterna dan syok serta

imobilisasi penderita.

Fase rumah sakit

Rumah sakit sebaiknya sudah menyiapkan suatu rancang bangun, penyediaan

personil terlatih, obat-obatan dan alat-alat lainnya pada satu Instalasi Rawat Darurat

(IRD).

2. Triase

Merupakan suatu sistim sortase penderita serta ketersediaan sumber daya untuk

memberikan pengobatan disesuaikan dengan prioritas ABC, A (Airway dengan

memperhatikan vertebra servikalis), B (Breathing), C (Circulation dengan mengontrol

perdarahan).

Dilakukan dua jenis triase, yaitu :

Jumlah penderita tidak melebihi kapasitas rumah sakit

Penderita yang mempunyai problem sehingga dapat menyebabkan gangguan

kehidupan serta penderita yang mengalami cedera multiple didahulukan

penanggulangannya.

Jumlah penderita melebihi kapasitas rumah sakit baik fasilitas maupun stafnya. Pada

keadaan ini penderita yang mempunyai kemungkinan hidup, didahulukan.

3. Survey awal

Untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma

yang dialami.

Mekanisme trauma yang berhubungan dengan kendaraan roda dua, meliputi :1

1. Benturan Frontal – Ejeksi (Terlempar)

2. Benturan Lateral/Ejeksi

3. “Laying the bike Down”

4. Helm (Helmets)

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 27

Page 28: Laporan Tutor 3

5. Falls (terjatuh )

6. Trauma ledak/ Blast Injury

Tabel 1. Mekanisme Trauma/Perlukaan 2

Mekanisme Trauma/Perlukaan Kemungkinan Pola Perlukaan

Benturan frontal

Kemudi bengkok

Jejak lutut pada dashboard

Cedera bull’s eye, pada kaca depan

Fraktur servikal

Flail chest anterior

Kontusio miokard

Pneumothorax

Ruptur aorta

Ruptur lien/hepar

Fraktur/dislokasi coxae, lutut

Benturan samping, mobil Sprain servikal kontralateral

Fraktur servikal

Flail chest lateral

Pneumothorax

Ruptur aorta

Ruptur diafragma

Ruptur hepar/lien/ginjal

Fraktur pelvis/asetabulum

Benturan belakang, mobil Fraktur servikal

Kerusakan jaringan lunak leher

Terlempar keluar, kendaraan Semua jenis perlukaan

Mortalitas jelas meningkat

Pejalan kaki >< mobil Trauma kapitis

Perlukaan toraks/abdomen

Fraktur tungkai/pelvis

Jenis trauma : 3

Trauma tumpul : benturan, deselerasi, kompresi

Trauma tajam : tusuk, sayat

Trauma tajam dan tembak : tembus.tidak tembus

KESADARAN

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 28

Page 29: Laporan Tutor 3

Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian

impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen dapat disebut input, dan semua

impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. 5

Yang berperan dalam kesadaran :

Formatio retikularis di Batang Otak, berperan dalam keadaan bangun-

membuka mata

Korteks serebri, berperan dalam keadaan waspada yang memungkinkan

individu bereaksi terhadap stimulus dan berinteraksi dengan lingkungan.

Yang mempengaruhi kesadaran :

Otak mengalami kekurangan oksigen(hipoksia) ; kurangnya aliran darah (syok) ;

penyakit metabolic, ex: DM - koma ketoasidosis ; pada keadaan hipo dan

hipernatremia ; dehidrasi ; asidosis, alkalosis ; pengaruh obat-obatan, alkohol,

keracunan ; hipernatremia, hipotermia ; tekanan intracranial (karena ada perdarahan,

stroke, tumor otak) ; infeksi (encephalitis) ; epilepsi

LUKA

Luka merupakan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh, yang dapat disebabkan :

Trauma benda tajam atau tumpul

Perubahan suhu

Zat kimia

Ledakan

Sengatan listrik

Gigitan Hewan

Mekanisme terjadinya luka:

1. Luka incisi (incised wounds)

Terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat

pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh

pembuluh darah yang luka diikat.

2. Luka memar (Contusion Wound)

Terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera

pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 29

Page 30: Laporan Tutor 3

3. Luka lecet (abraded Wound)

Terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda

yang tidak tajam.

4. Luka tusuk (punctured wound)

Terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit

dengan diameter yang kecil.

5. Luka gores (lacerated wound)

Terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau kawat.

6. Luka tembus (penetrating wound)luka yang menembus organ tubuhbiasanya pada

bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya

akan melebar.

Proses Penyembuhan Luka

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”,

yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan

(redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses

penyembuhannya mencakup beberapa fase:

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat

perlukaan yang terjadipada jaringan lunak.

Tujuan : menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing,

sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.

Pada awal fase ini terjadi pengeluaran platelet yang berfungsi sebagai hemostasis.

Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan

“substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi dan penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.

Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler

akibat stimulasi sarafs sensoris, lokal reflek action dan adanya substansi vasodilator

(histamin, bradikinin, serotonin, dan sitokin). Histamin juga menyebabkan

peningkatan permeabilitas vena sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh

darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan

keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.

Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pd kulit, oedema

dan sakit yang berlangsung sampai hari ke 3 atau 4.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 30

Page 31: Laporan Tutor 3

2. Fase proliferatif

Proses kegiatan seluler; fibroblas berperan dalam rekonstruksi jaringan.

Fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,

kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberpa substansi

(kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan

dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru dan

dengan dikeluarkannya subsrat atau fibroblas.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk,

terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang

dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase maturasi

Fase ini dimulai minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12

bulan.

Tujuan dari fase ini adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi

jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.

Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari

jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari

kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut

Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertropik scar,

sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan

luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan

parut mampu atau tidak menganggu untuk melakukan aktivitas normal.

Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. Usia, semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan

jaringan

2. Infeksi, tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga

menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah

ukuran dari luka itu

3. Hipovolemia, kurangnya volume darah akan menyebabkan vasokonstriksi dan

menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 31

Page 32: Laporan Tutor 3

4. Hematoma, merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap

diabsorpsi oleh tubuh masuk ke sirkulasi. Tetapi, jika terdapat bekuan yang besar hal

tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat

penyembuhan luka.

5. Benda asing, akan menyebabkan abses sebelum benda ini diangkat

6. Iskemia

7. Diabetes

8. Pengobatan, steroid: akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap

cedera. Antikoagulan: myebabkan perdarahan antibiotik: efektif diberikan segera

sebelum pembedahan.

FRAKTUR

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan atau tulang dan atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Trauma yang menyebabkan patah tulang:

Trauma langsung : benturan pada lengan bawah patah tulang radius dan ulna

Trauma tidak langsung : jatuh bertumpu pada tangan tulang klavikula dan radius

distal patah.

Klasifikasi patah tulang 8, 12

1. Menurut ada tidaknya hubungan patahan dengan dunia luar patah tulang tertutup

Patah tulang tertutup

Patah tulang terbuka

o Berdasarkan berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang, dibagi

menjadi tiga derajat:

o Derajat patah tulang terbuka

Derajat Luka Fraktur

I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 32

Page 33: Laporan Tutor 3

fragmen minimal

II Laserasi > 2 cm, kontusi otot

di sekitarnya

Dislokasi fragmen jelas

III Luka lebar, rusak berat atau

hilangnya jaringan di

sekitarnya

Kominutif, segmental,

fragmen tulang ada yang

hilang

Tabel . Derajat Luka

2.Menurut garis fraktur

- Fisura

- Serong sederhana

- Lintang sederhana

- Kominutif

- Segmental

- Dahan hijau

- Kompresi

- Impaksi

- Impresi

- Patologis

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 33

Page 34: Laporan Tutor 3

Gambar . Bentuk fraktur tulang berdasark garis fraktu 9

3. Berdasarkan usia pasien

Patah tulang pada anak

Patah tulang pada dewasa

Patah tulang orang tua

4. Klasifikasi radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas:

Lokalisasi Menurut ekstensi

Difasial

Metafisial

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

Fraktur total

Fraktur tidak total

(fraktur crack)

Fraktur buckie atau

torus

Fraktur garis rambut

Fraktur green stick

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 34

Page 35: Laporan Tutor 3

5. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

Tidak bergeser (undisplaced)

Bergeser (displaced)

FRAKTUR FEMUR

Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan dimana fraktur dapat terjadi mulai dari

proksimal samapi distal tulang. 11,12

1. FRAKTUR LEHER FEMUR

- Fraktur paling serinmg ditemukan pada orang tua terutama wanita usia 60 tahun

keatas disertai tulang yang osteoporosis

- Mekanisme trauma = kecelakaan lalaulintas , jatuh dari tempat yang tidak terlalu

tinggi, terpeleset dikamar mandi dengan panggul dalam eadaan fleksi dan rotasi.

- Gejala Klinis : nyeri pada daerah panggul, terutama pada daerah ingerak bguinal

depan, nyeri dan pemendekan anggot a gerak bawah dalam posisi rotasi lateral.

- Komplikasi :

o Umum : thrombosis vena, emboli patu, pneumonia decubitus.

o Nekrosis vaskuler kaput femur

o Non union

o Osteoarthritis

o Anggota gerak memendek

o Malunion

o Malrotasi berupa rotasi eksterna

o Koksavara 7,8

2. FRAKTUR DAERAH TROKHANTER

- Fraktur ini disebut juga fraktur trokanterik (intertrokanterik) , semua fraktur yang

terjasi antara trokhanter major dan minor.

- Mekanisme trauma : terjadi pada trauma yang bersifat memutir, fraktur bisa

bersifat kominutif terutama pada korteks bagian posteromedial.

- Gejala klinis : pemdekan anggota gerk bawah disertai rotasi eksterna.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 35

Page 36: Laporan Tutor 3

- Komplikasi ; sama dengan komplikasi fraktur leher femur. 7,8

3. FRAKTUR SUBTROKHANTER

- Fraktr ini dapat terjadi pada semua usia ,dan biasanya terjadi akibat trauma yang

hebat.

- Gejala klinis : anggota gerak abwah dalam keadaan rotasi eksterna , memendek

dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada

pergerakan .

- Komplikasi : nonunion dan malunion, dan dapat diatasi dengan koreksi osteotomi

dan grafting.

4. FRAKTUR DIAFISIS FEMUR

- Fraktur ini dapat terjadi pada semua umur, biasanya karena trauma hebat,

misallnya kecelakaan lalu lintas / jatuh dari ketinggian.

- Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan massive yang harus selalu

difikirkan sebagai penyebab syok.

- Mekanisme trauma : fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki

melekat erat pada dasar mobil terjadi putaran yangkan diteruskan pada femur.

Liter)

- Komplikasi Dini :

o syok (perdarahan 1-2 ) walaupun fraktur bersifat tertutup

o emboli lemak, sering pada usia muda dengan fraktur femur perlu

analisis gas darh

o Trauma pembuluh darah besar Emboli

o Infeksi

o Trauma syaraf

o Tromboemboli

- Komplikais Lanjut

o Delayed Union

o Non union

o Kaku sendi lutut

o Refraktur 12

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 36

Page 37: Laporan Tutor 3

5. FRAKTUR SUPRACONDILER FEMUR

- Daerah supracondyer adalah daerah antara batas proximal condylus femur dan

batas metafisis dengan diafisis femur.

- Gejala klinis ; riwayat trauma dengan pembengkakan dan deformitas pada daerah

supracondyler , pade pemriksaan mungkinada crepitasi.

- Komplikasi Dini : penetrasi fragmen ke kulit yang menyebabkan frakt ur menjadi

terbuka, Trauma pembuluh darah besar, Trauma syaraf

- Komplikasi lanjut : malunin dan kekakuan pada sendi. 12

6. FRAKTUR CONDYLER FEMUR

- Fraktur supra condyler femur sering bersama-sama dengan fraktur intercondiler

yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks.

- Komplikasi : Trauma pembuluh darah

- Kaku sendi

- Osteoartritis lutut.

Klasifikasi 9

Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustillo, Merkow, dan Templeman (1990)

Tipe 1

Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen

tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak

terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi

biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek, atau sedikit komunitif.

Tipe II

Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulse

kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi dari

fraktur.

Tipe III

Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak, termasuk otot, kulit, dan struktur

neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya disebabkan oleh

karena trauma dengan kecepatan tinggi.

Tipe III dibagi dalam 3 subtipe :

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 37

Page 38: Laporan Tutor 3

* Tipe III a

Jaringan lunak cukup menutup lubang yang patah walaupun terdapat laserasi yang

hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.

* Tipe III b

Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,

terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat

serta fraktur komunitif yang hebat.

* Tipe III c

Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan

tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

NYERI

Definisi Nyeri adalah Rasa sensorik tidak nyaman dan pengalaman emosional yang berkaitan

dengan kerusakan atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan yang dideskripsikan dari

suatu kerusakan (IASP).

Definisi Nyeri muskuluskeletal adalah Nyeri yang disebabkan oleh kelainan system

muskuluskeletal.

Rangsangan nyeri pada muskuluskeletal ada 3 :

oRangsangan pada otot dan atau tendo

oRangsangan pada sendi

oRangsangan pada tulang 11

Klasifikasi berdasarkan mekanismenya:

1. Nyeri akut

2. Nyeri kronik

3. Nyerikanker.       

Klasifikasi berdasarkan kualitasnya:

1. Nyeri ringan

2. Nyeri sedang

3. Nyeri berat.

Berdasarkan lokasi nyeri:

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 38

Page 39: Laporan Tutor 3

1. Nyeri somatic

2. Nyeri visceral

3. Nyeri reperred/rujukan

Berdasarkan persepsi nyeri:

1. Nyeri nosiseptis

2. Nyeri neuropatik

Skala nyeri

Skala nyeri, pengetahuan tentang nyeri penting untuk menyusun program pengobatan nyeri

setelah pembedahan.

Derajat nyeri dapat diukur dengan macam- macam cara, misalnya:

1. Tingkah laku pasien,

2. Skala verbal dasar,

3. Skala analog visual.

Secara sederhana nyeri setelah pembedahan pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan

pada yang bersangkutan dan biasanya dikatagorikan sebagai:

1. Tidak nyeri (none),

2. Nyeri ringan (mild, slight),

3. Nyeri sedang (moderate),

4. Nyeri berat (severe) dan

5. Sangat nyeri (very severe, intolerable).

Managemen awal Nyeri muskuluskeletal.

Intervensi Nyeri ada 2 :

a. Nonfarmakologis

- Stimulus perkutan ; fibrasi, rangsang dingin/panas, masase

- Distraksi : mengalihkan perhatian keobjek lain( music/mengobrol)

- Imagery : mengalihkan fikiran pasien ke hal yang menyenangkan .

- Relaksasi : Menarik nafas dalam lewat hidung dan mengeluarkan perlahan melalui

mulut secara terus menerus dan teratur.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 39

Page 40: Laporan Tutor 3

b. Farmakologis

- Terapi farmakologis nyeri diberikan berdasarkan tingkatan nyeri :

Tingkatan anti Nyeri :

1. Non-Opiat, analgesic

2. Opiat rendah (oral)+ analgesic

3. Opiat potent +adjuvant

4. Opiat Potent +adjuvant (terapi infasiv)

- Pembidaian

SYOK

Syok adalah ketidaknormalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ

dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. 13

Jenis-jenis syok :13

1. Syok hemoragik (hipovolemik)

* Disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh.

* Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada

trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa :

oSejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.

oPerdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 1500-2000 .

oPerdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2000-3000 cc . 13

2. Syok kardiogenik

* Disebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain akibat :

oKontusio miokard

oTamponade jantung

oPneumotoraks tension

oLuka tembus jantung

o Infark miokard

* Penilaian tekanan vena jugularis sangat penting dan sebaiknya ECG dapat

direkam.13

3. Syok neurogenik

* Ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang

(spinal cord).

* Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa disert takhikardiaa atau vasokonstriksi. 13

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 40

Page 41: Laporan Tutor 3

4. Syok septik

* Jarang ditemukan pada fase awal dari trauma, tetapi sering menjadi penyebab

kematian beberapa minggu sesudah trauma (melalui gagal organ ganda).

* Palingsering dijumpai pada korban luka tembus abdomen dan luka bakar. 13

“ Hipovolemia adalah keadaan darurat mengancam jiwa, Yang harus dikenali dan

diatasi secara agresif “

Tabel. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Berdasarkan Presentasi Penderita Semula 10

        

KOMPLIKASI FRAKTUR FEMUR 13, 14

1. Syok

2. Crush syndrom (rhabdomiolisis traumatika)

Crush Syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan pelepasan zat berbahaya

hasil kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 41

KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV

Kehilangan darah

(ml)

Sampai 750 750 - 1500 1500 – 2000 >2000

Kehilangan darah

(% volume darah)

Sampai 15

%

15%-30% 30%-40% >40%

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi

(mmHg)

Normal/naik Menurun Menurun Menurun

Frekuensi

pernapasan

14 – 20 20 – 30 30 – 40 >35

Produksi urin

(ml/jam)

>30 20 - 30 5 – 15 Tidak berarti

CNS/Status Mental Sedikit

cemas

Agak cemas Cemas,

bingung

Bingung,

lesu (letargi)

Penggantian Cairan

(Hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid

dan darah

Page 42: Laporan Tutor 3

Keadaan ini terdapat pada crush injury dan kompresi lama pada sejumlah otot, yang

tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia,

pelepasan mioglobin dan zat toksik lainnya. 14

Dari pemeriksaan, didapatkan mioglobin menimbulkan urin berwarna gelap yang

akan positif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Pemeriksaan khusus mioglobin

perlu untuk memanjang diagnosis. Rhabdomiolisis dapat menyebabkan hipovolemi,

metabolic asidosis, hiperkalemia, hipokalsemia dan DIC (disseminated intravascular

coagulation).

Pengelolaan : Pemberian cairan IV selama ekstriksi sangat penting untuk melindungi

ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah

dengan pemberian cairan dan dieresis osmotic untuk meningkatkan isi tubulus dan

aliran urin. Pada kebanyakan penderita lebih baik mengusahakan akalinisasi urine

dengan natrium bikarbonat untuk mengurangi pengendapan mioglobin di intratubulus.

3. Sindroma Kompartemen

Sindroma Kompartemen akan ditemukan pada tempat dimana otot dibatasi oleh

rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan

penahan. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah,lengan bawah, kaki,

tangan, region glutea, dan paha. Sindroma kompartemen terjadi bila tekanan di ruang

osteofasial menimbulkan iskemia dan berikutnya nekrosis. Iskemia dapat terjadi

karena peningkatan isi kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi

sekunder dari ekstremitas yang iskemi, atau karena penurunan isi kompartemen yang

disebabkan tekanan dari luar missal nya dari balutan yang menekan. Tahap akhir dari

kerusakan neuromuscular disebut Volkman’s ischemic contracture. 13,14

Dari pemeriksaan semua trauma ekstremitas, potensial untuk terjadinya sindroma

kompartemen. Sejumlah cedera mempunyai resiko tinggi yaitu tibia dan lengan

bawah, imobilisasi dengan balutan atau gips yang ketat, kerusakan otot yang luas,

tekanan local yang lama pada ekstremitas, peningkatan permeabilitas kapiler dalam

kompartemen akibat reperfusi otot yang mengalami iskemia, luka bakar atau latihan

berat. Kewaspadaan yang tinggi sangat penting pada penderita dengan penurunan

kesadaran atau keadaan lain yang tidak dapat merasakn nyeri. 13, 14

Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen adalah :

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 42

Page 43: Laporan Tutor 3

a. Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang

meregangkan otot

b. Parastesi di daerah distribusi saraf perifer yang terkena

c. Menurunnya sensasi atau hilang nya fungsi dari saraf yang melewati

kompartemen tersebut

d. Tegang serta bengkak di daerah tersebut

Pulsasi di daerah distal biasanya masih teraba. Kelumpuhan atau

parese otot dan hilangnya pulsasi (disebabkan oleh tekanan kompartemen

melebihi tekanan sistolik) merupakan tingkat lanjut dari sindrom

kompartemen.

Pengelolaan kasus ini : buka semua balutan yang menekan, gips dan bidai.

Penderita harus diawasi dan diperksa setiap 30 sampai 60 menit. Jika tidak

terdapat perbaikan, fasciotomi diperlukan. Sindroma Kompartemen

merupakan keadaan yang ditentukan oleh waktu. Semakin tinggi dan semakin

lama meningkatnya tekanan intrakompartemen, makin besar kerusakan

neuromuscular dan hilangnya fungsi. Terlambat melakukan fasiotomi

menimbulkan mioglobinemia, yang dapat menimbulkan menurunnya fungsi

ginjal. Bila menegakkan diagnosis atau curiga sindroma kompartemen harus

segera konsultasi bedah.

PEMBAHASAN KASUS :

Seorang laki-laki 16 tahun mengalami syok hemoragik serta fraktur femur dextra et causa

MVC.

Tindakan yang kita lakukan pada saat di IGD, penatalaksanaan awal syok hemoragik :

Prinsip : menghentikan perdarahan dan menggantikan kehilangan volume.

Primary Survey

Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan berdasar

prioritas (triage), Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas yang ada.

Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut

survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit.

Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim

yang cedera.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 43

Page 44: Laporan Tutor 3

A (Airway)

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas .

Jika ada obstruksi maka lakukan :

Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)

Suction / hisap (jika alat tersedia)

Guedel airway / nasopharyngeal airway

Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral. 13,20

B (Breathing)

Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.

Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :

Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)

Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada

Berikan oksigen jika ada, diberikan tambahan Oksigen untuk

mempertahankan saturasi > 95%.

“ Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil “

C (Circulation/Sirkulasi)

Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas

bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :

* Hentikan perdarahan eksternal

* Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)

* Berikan infus cairan Ringer Lakt/ Nacl fisiologis yang dihangatkan.

* PASG (Pneumatic Anti Shock ) untuk mengendalikan perdarahan dar patah

tulang pelvis, ekstremitas bawah.

* Operasi untuk mengendalikan perdarahan internal

D (Disability)

* Untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi

motorik dan sensorik bermanfaat untuk menilai perfusi otak, mengikuti

perkembangan kelainan neurologi meramalkan pemulihan. 13,20

Metode AVPU :

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 44

Page 45: Laporan Tutor 3

* Awake = A

* Respons bicara (verbal) = V

* Respons nyeri = P

* Tak ada respons =U

Cara ini cukup jelas dan cepat

Menghitung GCS (Glasgow coma Scale)

o Tingkat kesadaran umumnya diukur dengan mengguanakan Glasgow coma scale

(GCS), penilaiannya meliputi :

Reflex membuka mata (EYE, “E”)

* 4 : membuka secara spontan

* 3 : membuka dengan rangsangan suara

* 2 : membuka dengan rangsangan nyeri

* 1 : tidak ada respon

Refleks verbal (Verbal, “V”)

* 5 = orientasi baik

* 4 = kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan

* 3 = kata-kata baik, kalimat baik

* 2 = kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang

* 1 = tidak keluar suara

Refleks motorik (Motorik atau Movement, “M”)

* 6 = melakukan perintah dengan benar

* 5 = mengenali nyeri local tapi tidak melakukan perinah dengan benar

* 4 = dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi

* 3 = hanya dapat melakukan fleksi

* 2 = hanya dapat melakuakn ekstensi

* 1 = tidak ada gerakan.

Note :

* Cara penialaiannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan.

* Bila salah satu reaksi tidak dapat dinilai, missal kedua mata bengkak sedang V dan M

maka penulisannya X-5-6.

* GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak < 5tahun.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 45

Page 46: Laporan Tutor 3

E (Eksposure)

* Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang

mungkin ada.

* Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus

dikerjakan.

PENGELOLAAN JALAN NAFAS

Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya agar tetap bebas.

1. Bicara kepada pasien

Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya bebas.Pasien

yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan bantuan

pernafasan.Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal

lidah kebelakang. Jika ada cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi

trakhea

tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.

2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung nafas ( selfinvlating)

3. Menilai jalan nafas

Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :

* Suara berkumur

* Suara nafas abnormal (stridor, dsb)

* Pasien gelisah karena hipoksia

* Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradox

* Sianosis

Waspada adanya benda asing di jalan nafas.

Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini. 13,20

4. Menjaga stabilitas tulang leher

5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan

Indikasi tindakan ini adalah :

a. Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi

b. Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar

c. Apnea

d. Hipoksia

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 46

Page 47: Laporan Tutor 3

e. Trauma kepala berat

f. Trauma dada

g. Trauma wajah / maxillo-facial 13,20

“ Obstruksi jalan nafas harus segera diatasi”

PENGELOLAAN NAFAS (VENTILASI )

* Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.

Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)

adakah hal-hal berikut :

* Sianosis

* Luka tembus dada

* Flail chest

* Sucking wounds

* Gerakan otot nafas tambahan

Palpasi / raba (FEEL)

* Pergeseran letak trakhea

* Patah tulang iga

* Emfisema kulit

* Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks

Auskultasi / dengar (LISTEN)

* Suara nafas, detak jantung, bising usus

* Suara nafas menurun pada pneumotoraks

* Suara nafas tambahan / abnormal

Tindakan Resusitasi

- Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan darah

dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu pemeriksaan sinar X.

- Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka kerjakan krikotiroidotomi.

Catatan Khusus

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 47

Page 48: Laporan Tutor 3

Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil

Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan dengan

jarum besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang cedera. Lakukan

pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui tengah klavikula. Pertahankan

posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.

Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan krikotiroidotomi.

Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis yang ada dan

kelengkapan alat.

“ Jangan terlalu lama mencoba intubasi tanpa memberikan ventilasi “

PENGELOLAAN SIRKULASI

Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai.

Langkah-langkah resusitasi sirkulasi

Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan.

Karena penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi cairan merupakan

Prioritas.

Akses Pembuluh darah

Pengambilan sampel darah untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin dan cross match/

golongan darah.

Dilakukan dg memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16 gauge).

Terapi awal cairan:

o Larutan elektrolit isotonik untuk resusitasi awal cairan ini mengisi

intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dg

cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruangan interstitial

dan intraseluler.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 48

Page 49: Laporan Tutor 3

o Pilihan pertama : Ringer Laktat

o Pilihan Kedua : NaCl fisiologis namun punya potensi untuk tjdnya asidosis

hiperkhloremik.

o Pada saat awal cairan diberikan cairan hangat diberikan dg tetesan cepat

sebagai bolus, dosis awal adalah 1 – 2 liter pada dewasa. Sering membutuhkan

penambahan pemasangan alat pompa infus (mekanikal atau manual).

o Pantau respon penderita terhadap cairan.

Respon cepat respon kepada bolus cairan awal & tetap hemodinamis

normal kalau bolus cairan awal selesai (< 20%).

Respon sementara respon terhadap pemberian cairan jk tetesan

diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali. (kehilangan darah 20 –

40 %)

Respon minimal atau tanpa respon tanpa respon setelah pemberian cairan

dan darah perlu operasi segera.

Urine

Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi jumlah seharusnya

adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan syok lama sebaiknya dipasang kateter

urine.

Transfusi darah

Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak sesuaian

golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan penyakit juga ada

meski donornya adalah keluarga sendiri.

Transfusi harus dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah

mendapat cukup koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidak

tersedia, dapat digunakan darah golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus

negatif.

Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.

Prioritas pertama : hentikan perdarahan

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 49

Page 50: Laporan Tutor 3

Cedera pada anggota gerak :

Cedera dada

Cedera abdomen

Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia dengan ketamin.

- Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang 0,2

mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak mengurangi gag reflex,

sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat. 13, 14

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons. Biomekanik Trauma dalam Advanced Trauma Life

Support for Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004. Hal : 361-365

2. American College of Surgeons. Penilaian Awal dan Pengelolaannya dalam buku

Advanced Trauma Life Support For Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004.

Hal : 25

3. Sjamsuhidajat, R & De Jong, Wim. Trauma dan Bencana dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 91

4. American College of Surgeons. Penilaian Awal dan Pengelolaannya dalam buku

Advanced Trauma Life Support For Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004.

Hal : 14

5. Mahar, Mardjono, dan Priguna Sidharta. Kesadaran dan fungsi luhur dalam buku

Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. 2008. Hal : 183-184

6. Setiyohadi, Bambang. Pemeriksaan Fisis Umum dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 22

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 50

Page 51: Laporan Tutor 3

7. Guyton AC, dan Hall JE.Sensasi Somatik: II Sensasi Nyeri, Nyeri kepala, dan sensasi

suhu. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-sembilan. Jakarta: EGC. Hal 761-

770

8. Sjamsuhidajat, R & De Jong, Wim. Sistem Muskuloskelatal dalam Buku Ajar Ilmu

Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 840-845

9. Rasjad C. Trauma. Dalam : Pengantar Ilmu bedah ortopedi. Makassar : Bintang

Lamumpatue. 2003. Hal 337-340

10. American College of Surgeons. Syok dalam buku Advanced Trauma Life Support For

Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004. Hal : 79

11. Legiran, Ektremitas Inferior.2006. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang. Palembang : 1-23.

12. Carter MA, Price SA, dan Wilson LM,Fraktur dan dislokasi .Dalam patofisiologi . Edisi

ke 6, volume 2. Jakarta. EGC.2006.Hal 1365-1370

13. American College Surgeon. Syok dalam Advanced Trauma Life Support for Doctors.

Edisi ke-tujuh. Jakarta: IKABI. 2004. Hal 73-102

14. American College Surgeon. Trauma Muskuloskeletal dalam Advanced Trauma Life

Support for Doctors. Edisi ke-tujuh. Jakarta: IKABI. 2004. Hal 225-242.

SKENARIO 1, TUTORIAL 3 51