SKENARIO 1
Seorang laki-laki, usia 16 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Raden
Mattaher Jambi setelah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor 1 jam yang lalu. Saat
ini pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang serta merasakan nyeri pada paha dan
lutut kanan, GCS 12. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas dan pembengkakan di paha
kanan. Terdapat vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut kanan
dengan perdarahan yang berdenyut. Pada Tanda Vital ditemukan TD 80/60 mmHg, Nadi 130
x/menit, RR 32 x/menit, nafas cepat dan dangkal. Apa yang harus dilakukan?
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Nyeri : Pengalaman emosional dan sensorik yang tidak
menyenangkan serta dihubungkan dengan kerusakan
jaringan atau potensi akan terjadinya kerusakan
jaringan.
2. Deformitas : Perubahan bentuk
3. Vulnus scissum : Luka sayat atau terbelah biasanya akibat benda tajam
4. Swelling : Pembengkakan
5. Robekan : Luka yang tidak beraturan
6. Perdarahan yang berdenyut : Kehilangan akut volume peredaran darah dan
mengenai arteri
7. GCS (Glasgow Coma Scale) : Pemeriksaan tingkat kesadaran atau status neurologis
dengan 3 indikator ( Eye, Movement, Verbal ) yang
digunakan secara umum dalam mendeskripsikan berat
ringannya cidera otak
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Seorang laki-laki, usia 16 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Raden
Mattaher Jambi setelah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor 1 jam yang
lalu.
2. Saat ini pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang serta merasakan nyeri
pada paha dan lutut kanan, GCS 12.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 1
3. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas dan pembengkakan di paha kanan. Terdapat
vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut kanan dengan
perdarahan yang berdenyut.
4. Pada Tanda Vital ditemukan TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32 x/menit,
nafas cepat dan dangkal.
ANALISIS MASALAH
1. Seorang laki-laki, usia 16 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD
Raden Mattaher Jambi setelah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor 1
jam yang lalu.
a. Apa saja macam-macam mekanisme trauma?
Jawab :
Trauma berhubungan : Akselerasi dan deselerasi
Mekanisme trauma yang berhubungan dengan kendaraan roda dua, meliputi :1
1. Benturan Frontal – Ejeksi (Terlempar)
Pada saat gerakan kedepan ini kepala, dada dan perut pengendara mungkin
membentur stang pengemudi. Bila penderita terlempar keatas melewati
stang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan stang kemudi, dan
dapat terjadi fraktur femur bilateral.
2. Benturan Lateral/Ejeksi
Pada benturan samping mungkin akan terjadi fraktur terbuka/tertutup
tungkai bawah. Crush Injury pada tungkai bawah sering ditemui kalau
pengendara motor ditabrak oleh kendaraan bergerak akan rawan untuk
mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil, namun
pengendara motor tidak memiliki kompartemen yang dapat mengurangi
pemindahan energy kinetiknya.
3. “Laying the bike Down”
Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan objek yang akan
ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya
kesamping, membiarkan kendaraannya bergeser, dan ia sendiri bergeser
kebelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini, akan dapat terjadi trauma
jaringan lunak yang parah.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 2
4. Helm (Helmets)
Helm yang digunakan pengendara motor telah terbukti menurunkan
angka kejadian trauma kepala dan mengurangi angka kematian. Secara
umum dianggap bahwa yang sangat sering menyebabkan trauma otak ialah
aselerasi angular/rotational.
5. Falls (terjatuh )
Pada kecelakaan bermotor, terjatuh menyebabkan trauma tiba-tiba
(deselerasi). Pada tempat benturan akan terjadi perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh, yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Berat ringannya
trauma akan ditentukan oleh kinematik dari deselerasi vertical,
viskoelatisitas jaringan dan karakteristik fisik dari permukaan benturan
6. Trauma ledak/ Blast Injury
Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu
bahan dengan volume yang relative kecil, baik padat, semi padat, cairan,
atau gas, menjadi produk-produk gas.
Tabel 1. Mekanisme Trauma/Perlukaan 2
Mekanisme Trauma/Perlukaan Kemungkinan Pola
Perlukaan
Benturan frontal
Kemudi bengkok
Jejak lutut pada dashboard
Cedera bull’s eye, pada kaca
depan
Fraktur servikal
Flail chest anterior
Kontusio miokard
Pneumothorax
Ruptur aorta
Ruptur lien/hepar
Fraktur/dislokasi coxae, lutut
Benturan samping, mobil Sprain servikal kontralateral
Fraktur servikal
Flail chest lateral
Pneumothorax
Ruptur aorta
Ruptur diafragma
Ruptur hepar/lien/ginjal
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 3
Fraktur pelvis/asetabulum
Benturan belakang, mobil Fraktur servikal
Kerusakan jaringan lunak
leher
Terlempar keluar, kendaraan Semua jenis perlukaan
Mortalitas jelas meningkat
Pejalan kaki >< mobil Trauma kapitis
Perlukaan toraks/abdomen
Fraktur tungkai/pelvis
b. Bagaimana mekanisme trauma pada kasus ini?
Jawab :
Pada kasus ini, kemungkinan terjadi mekanisme trauma lateral oleh mobil saat
Os mengendarai sepeda motor 1 jam yang lalu, kemungkinan akan terjadi
fraktur terbuka/tertutup tungkai bawah.
c. Apa saja kemungkinan trauma yang terjadi pada kasus ini?
Jawab :
Jenis trauma : 3
Trauma tumpul : benturan, deselerasi, kompresi
Trauma tajam : tusuk, sayat
Trauma tajam dan tembak : tembus.tidak tembus
Pada kasus ini, kemungkinan terjadi trauma benturan dan trauma sayat.
d. Apa yang sebaiknya kita lakukan pertama kali sebelum 1 jam yang lalu
dibawa ke IGD?
Jawab :
* Do no further harm!
Persiapan Fase Pra-Rumah Sakit 4
Pada fase ini dititik beratkan pada penjagaan airway, control perdarahan
dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah sakit terdekat yang
fasilitas cocok, dan sebaiknya ke suatu pusat trauma yang diakui.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 4
Waktu yang lama di tempat kejadian (scene time) harus dihindari. Yang
juga penting adalah mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan
di rumah sakit, seperti : waktu kejadian, sebab kejadian, dan riwayat
penderita. Mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis dan berat
perlukaan.
2. Saat ini pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang serta merasakan
nyeri pada paha dan lutut kanan, GCS 12.
a. Apa makna klinis dari pasien dalam keadaan bingung dan terus mengerang
serta merasakan nyeri pada paha dan lutut kanan?
Jawab :
Os bingung : Os mengalami penurunan kesadaran
Os terus mengerang : Os merasakan nyeri, Airway Os paten/baik.
Os merasakan nyeri pada paha dan lutut kanan : kemungkinan, terdapat
cedera/perlukaan pada daerah tersebut.
b. Apa makna klinis dari GCS 12?
Jawab :
GCS 12 : kemungkinan, Os mengalami cedera kepala sedang - Os biasanya
tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu
menuruti perintah.
c. Bagaimana fisiologi kesadaran dan apa saja yang dapat mempengaruhi
kesadaran?
Jawab :
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen dapat disebut
input, dan semua impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. 5
Yang berperan dalam kesadaran :
Formatio retikularis di Batang Otak, berperan dalam keadaan bangun-
membuka mata
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 5
Korteks serebri, berperan dalam keadaan waspada yang
memungkinkan individu bereaksi terhadap stimulus dan berinteraksi
dengan lingkungan.
Yang mempengaruhi kesadaran :
Otak mengalami kekurangan oksigen(hipoksia) ; kurangnya aliran darah
(syok) ; penyakit metabolic, ex: DM - koma ketoasidosis ; pada keadaan hipo
dan hipernatremia ; dehidrasi ; asidosis, alkalosis ; pengaruh obat-obatan,
alkohol, keracunan ; hipernatremia, hipotermia ; tekanan intracranial (karena
ada perdarahan, stroke, tumor otak) ; infeksi (encephalitis) ; epilepsi
d. Apa saja klasifikasi tingkat kesadaran?
Jawab :
Tingkat Kesadaran 6
Komposmentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa
dengan baik.
Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya.
Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan
siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi, dan meronta-ronta.
Somnolen (letargia, obtudansi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk
yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang
berhenti, pasien akan tertidur kembali.
Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri,
tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan
jawaban verbal yang baik.
Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat
dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 6
Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan
spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
e. Apa saja klasifikasi nyeri?
Jawab :
Klasifikasi berdasarkan mekanismenya:7
1. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri dengan tanda inflamasi, biasanya berlangsung
beberapa hari sampai proses penyembuhan.
Tanda- tanda utama inflamasi adalah: rubor (kemerahan jaringan), kalor
(kehangatan jaringan), tumor (pembengkakan jaringan), dolor (nyeri
jaringan), fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan).
2. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri tanpa tanda inflamasi, waktu berlangsungnya
lama atau merupakan ikutan dari proses akut, dimana nyeri masih
berlangsung meskipun kerusakan jaringan sudah sembuh.
3. Nyeri kanker.
Nyeri kanker merupakan kombinasi dari nyeri akut dan nyeri kronis
dimana ada suatu proses inflamasi kemudian nyeri berlangsung terus -
menerus sesuai dengan perkembangan kankernya, bilamana kanker tidak
ditangani.
Klasifikasi berdasarkan kualitasnya: 7
1. Nyeri ringan
Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi
dengan baik.
2. Nyeri sedang
Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
3. Nyeri berat.
Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 7
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang.
Berdasarkan lokasi nyeri:7
1. Nyeri somatic
Nyeri yang terlokalisasi hanya pada tempat terjadinya kerusakan, bersifat
tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani, contoh nyeri karena trauma
atau sayatan.
2. Nyeri visceral
Nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri karena trauma di
hati atau paru-paru.
3. Nyeri reperred/menyebar
Nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri angina.
Berdasarkan persepsi nyeri:7
1. Nyeri Nosiseptis
Kerusakan jaringannya jelas
2. Nyeri neuropatik
Kerusakan jaringan tidak jelas, kerusakan berhubungan dengan kelainan
pada susunan saraf.
f. Bagaimana mekanisme nyeri pada kasus ini?
Jawab :
Terjadi kerusakan jaringan – ke pusat nyeri (di corda spinalis pada bagian
dorsal horn) oleh saraf type A delta dan serat C dua respon yang timbul :
vaskularisasi : vasokonstrisi, vasospasme, meningkatnya sensitifitas dan
aktifasi aliran nyeri ke otak : persepsi nyeri dan perubahan tingkah laku.
Mekanisme nyeri
1. Transduksi
Transduksi adalah rangsang nyeri diubah menjadi depolarisasi membran
reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 8
2. Transmisi
Transmisi, saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsang ke terminal di
medula spinalis disebut sebagai neuron aferen primer, jaringan saraf yang
naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron
penerima kedua, neuron yang menghubungkan dari talamus ke kortek
serebri disebut neuron penerima ketiga.
3. Modulasi
Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer, medula spinalis atau
supraspinal. Modulasi ini dapat menghambat atau memberi fasilitasi.
4. Sensasi
5. Persepsi
Persepsi, nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif, walaupun
mekanismenya belum jelas.
g. Bagaimana manajemen nyeri pada kasus ini?
Jawab :
1. Farmakologi
Berdasarkan tingkat nyeri :
Non – opioid, analgetik
Opioid rendah (oral) + adjuvant
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 9
Opioid potent + adjuvant
Opioid potent + adjuvant terapi invasive
2. Non farmakologi
Stimulasi perkutan
Dilakukan dnegan cara menstimulasi kulit pada daerah nyeri,
dengan cara : fibrasi, rangsang dingin atau panas, massase
Distraksi
Mengalihkan perhatian ke objek lain, dengan cara : mendengarkan
music, mengajak ngobrol
Imagery
Dengan cara mengalihkan pikiran ke hal-hal yang menyenangkan
Relaksasi dengan cara menarik nafas dalam lewat hidung dan
mengeluarkan secara perlahan melalui mulut diulang secara terus
menerus dan teratur
h. Apa saja yang dinilai pada GCS dan bagaimana cara pemeriksaan GCS?
Jawab :
Tingkat kesadaran umumnyadiukur dengan mengguanakan Glasgow coma
scale (GCS), penilaiannya meliputi :
- Reflex membuka mata (EYE, “E”)
4 membuka secara spontan
3 membuka dengan rangsangan suara
2 membuka dengan rangsangan nyeri
1 tidak ada respon
- Refleks verbal (Verbal, “V”)
5 orientasi baik
4 kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 kata-kata baik, kalimat baik
2 kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 tidak keluar suara
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 10
- Refleks motorik (Motorik atau Movement, “M”)
6 melakukan perintah dengan benar
5 mengenali nyeri local tapi tidak melakukan perinah dengan benar
4 dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 hanya dapat melakukan fleksi
2 hanya dapat melakukan ekstensi
1 tidak ada gerakan.
Note :
∂ Cara penilaiannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan.
∂ Bila salah satu reaksi tidak dapat dinilai, misal kedua mata bengkak
sedangkan V dan M tidak ada masalah maka penulisannya X-5-6.
∂ GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak <
5tahun.
i. Apa interpretasi dari pemeriksaan GCS?
Jawab :
Normal total nilai GCS : 15
GCS 14-15 : Cedera kepala ringan, penderita sadar dan berorientasi.
GCS 9-13 : Cedera kepala sedang, penderita biasanya tampak kebingungan
atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah.
GCS 3-8 : Cedera otak berat, penderita tidak mampu melakukan perintah
sederhana karena kesadaran menurun.
j. Apa tujuan dilakukannya pemeriksaan GCS?
Jawab :
Untuk menggambarkan berat/ringannya cedera otak seseorang.
Suatu alat yang praktis : untuk mengetahui perubahan tingkat
kesadaran.
k. Kapan pemeriksaan GCS dilakukan?
Jawab :
Pada saat pemeriksaan status neurologis (D = disability) pada primary survey.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 11
3. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas dan pembengkakan di paha kanan.
Terdapat vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut
kanan dengan perdarahan yang berdenyut.
a. Bagaimana anatomi, vaskularisasi, serta persarafan ekstremitas inferior?
Jawab :
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 12
b. Apa makna klinis dari deformitas dan pembengkakan di paha kanan, terdapat
vulnus scissum 5 cm di lutut kanan, robekan 8 cm di belakang lutut kanan
dengan perdarahan yang berdenyut?
Jawab :
Deformitas : terjadi fraktur femur dextra
Vulnus scissum (sayatan) : trauma tajam penetrating) pada belakang lutut
kanan dengan gambaran bentuk luka rapi
c. Berapakah tafsiran/derajat perdarahan yang terjadi pada kasus setelah 1 jam
lalu ?
Jawab :
Fraktur femur diperkirakan akan mengakibatkan kehilangan darah sebanyak
1500-2000 cc. (derajat perdarahan III = 30-40 % ).
d. Mengapa terjadi deformitas dan pembengkakan di paha kanan?
Jawab :
Kemungkinan terjadi fraktur, dengan tanda-tanda yang didapat pada saat
pemeriksaan ekstremitas : nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan,
krepitasi, dan gerakan abnormal di tempat fraktur nya.
e. Apakah sudah terjadi fraktur pada kasus ini?
Jawab :
Kemungkinan iya, telah terjadi fraktur femur dextra yang telah digambarkan
oleh karena adanya deformitas pada paha kanan. Tetapi harus dipastikan
dahulu dengan pemeriksaan radiologis.
f. Apa saja klasifikasi fraktur?
Jawab :
Klasifikasi fraktur : 8
Jenis Contoh
Fisura Diafisis metatarsal
Serong sederhana Diafisis metacarpal
Lintang sederhana Diafisis tibia
Kominutif Diafisis femur
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 13
Segmental Diafisis tibia
Dahan hijau Diafisis radius pada anak
Kompresi Korpus vertebra Th XII
Impaksi Epifisis radius distal, kokum femur lateral
Impresi Tulang tengkorak
Patologis Tumor diafisis humerus, korpus vertebra
g. Apa saja tanda-tanda fraktur dan deformitas?
Jawab :
Nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, dan gerakan
abnormal di tempat fraktur nya.
h. Apa saja komplikasi dari fraktur?
Jawab :
Komplikasi menurut waktu disesuaikan dengan lokalisasi : 9
A. Komplikasi segera
Komplikasi local
1. Komplikasi pada kulit
Trauma pada kulit
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 14
Dari luar : aberasi, laserasi luka tusuk, luka tembus peluru,
avulse, kehilangan kulit
Dari dalam : penetrasi kulit oleh fragmen fraktur
2. Komplikasi vaskuler
Trauma pada arteri besar : terputus, kontusi, dan spasme arteri
Trauma pada vena besar : terputus, kontusi
Perdarahan local
a. Eksterna : keluar ke permukaan tubuh
b. Interna : - ke dalam jaringan lunak seperti hematoma
- ke dalam rongga intracranial, hematoraks,
hemoperitoneal, hemartrosis
3. Komplikasi neurologis
Otak
Sumsum tulang belakang
Saraf perifer
4. Komplikasi pada otot biasanya bersifat tidak total
5. Komplikasi pada organ :
Toraks, jantung, dan pembuluh darah besar, trakea, bronkus, dan
paru-paru
Intra-abdominal, saluran pencernaan, hati,limpa, dan saluran kemih
Komplikasi di luar fraktur pada organ lain :
1. Trauma multiple : trauma pada alat lain tubuh yang tidak berhubungan
dengan fraktur
2. Syok hemoragik
B. Komplikasi awal
Komplikasi local
1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi berupa nekrosis kulit,
gangrene, iskemik
2. Komplikasi pada sendi
Infeksi (arthritis septic) oleh karena adanya trauma terbuka
3. Komplikasi pada tulang
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 15
Infeksi (osteomielitis) pada daerah fraktur karena adanya trauma
terbuka
Nekrosis avaskuler tulang biasanya mengenai satu fragmen
Komplikasi di luar pada organ lain:
1. Emboli lemak
2. Emboli paru
3. Pneumonia
4. Tetanus
5. Delirium tremens
C. Komplikasi lanjut
Komplikasi local
1. Komplikasi pada sendi
Kekakuan sendi yang menetap
Penyakit degenerative sendi pasca trauma
2. Komplikasi pada tulang
Penyembuhan fraktur yang abnormal : malunion, delayed
union, nonunion
Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada
lempeng epifisis
Infeksi yang menetap (osteomielitis kronik)
Osteoporosis pasca trauma
Atrofi Sudeck
Refraktur
3. Komplikasi pada otot
Miositis osifikans pasca trauma
Rupture tendo lanjut
4. Komplikasi saraf
Tardy nerve palsy
Komplikasi pada organ lain
1. Batu ginjal
2. Nekrosis akibat kecelakaan
i. Apa saja klasifikasi fraktur terbuka?
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 16
Jawab :
Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya patah tulang. 8
Derajat patah tulang terbuka
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi fragmen
minimal
II Laserasi > 2 cm, kontusi otot
di sekitarnya
Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, rusak berat atau
hilangnya jaringan di
sekitarnya
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada yang
hilang
Klasifikasi 9
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustillo, Merkow, dan
Templeman (1990)
Tipe 1
Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan
dari fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit
kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat
pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple,
transversal, oblik pendek, atau sedikit komunitif.
Tipe II
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang
hebat atau avulse kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan
dengan sedikit kontaminasi dari fraktur.
Tipe III
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 17
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak, termasuk otot, kulit,
dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini
biasanya disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe III dibagi dalam 3 subtipe :
Tipe III a
Jaringan lunak cukup menutup lubang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat
segmental atau komunitif yang hebat.
Tipe III b
Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost,
tulang terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif yang
hebat.
Tipe III c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan
jaringan lunak.
k. Apa dampak dari robekan pada lutut?
Jawab :
Terjadi robekan pada a. poplitea yang sifatnya parsial (tidak total):
menyebabkan perdarahan dan masih teraba pulsasi.
l. Bagaimana cara menghentikan perdarahan pada kasus ini?
Jawab :
1. Balut tekan
2. Spalk udara (pneumatic splinting device) untuk mengontrol perdarahan
3. Elevasi
4. Tourniquet (pilihan terakhir, hanya dipakai bila ada amputasi traumatic)
m. Bagaimana manajemen luka?
Jawab :
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 18
Prinsipnya : bersihkan luka dengan NaCl 0,9 % tutup luka dengan
perban/kassa steril/kain yang bersih.
4. Pada Tanda Vital ditemukan TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32 x/menit,
nafas cepat dan dangkal.
a. Apa makna klinis dari TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32 x/menit,
nafas cepat dan dangkal?
Jawab :
Os telah mengalami syok hipovolemik derajat III, kemungkinan telah
mengalami kehilangan darah sebanyak 1500-2000 ml (30%-40% volume
darah)
b. Apa saja klasifikasi syok?
Jawab :
1. Syok hemoragik (hemorrhagic)
2. Syok non-hemoragik
a. Syok kardiogenik
b. Tension pneumotoraks
c. Syok neurogenik
d. Syok septik
c. Apa saja grading dari syok hipovolemik?
Jawab :
Tabel. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Berdasarkan Presentasi Penderita Semula 10
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 19
d. Apa saja tanda-tanda syok?
Jawab :
- Denyut nadi > 100X/menit
- Telapak tangan basah, dingin, dan pucat
- Capillary Refill Time > 2 detik
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 20
KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV
Kehilangan darah
(ml)
Sampai 750 750 - 1500 1500 – 2000 >2000
Kehilangan darah
(% volume darah)
Sampai 15
%
15%-30% 30%-40% >40%
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi
(mmHg)
Normal/naik Menurun Menurun Menurun
Frekuensi
pernapasan
14 – 20 20 – 30 30 – 40 >35
Produksi urin
(ml/jam)
>30 20 - 30 5 – 15 Tidak berarti
CNS/Status Mental Sedikit
cemas
Agak cemas Cemas,
bingung
Bingung,
lesu (letargi)
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan
darah
Kristaloid
dan darah
Perdarahan Hipovolemia Aliran balik vena
Pengisian jantung
Curah jantung
Tekanan darah
Tonus simpatis
NadiRR
e. Pada kasus ini, apakah sudah terjadi syok?
Jawab :
Sudah, syok hipovolemik karena adanya perdarahan yang mengenai arteri
besar pada ekstremitas Inferior.
f. Bagaimana manajemen syok hipovolemik?
Jawab :
Cairan kristaloid dan transfuse. Keputusan untuk memberi transfuse darah
didasarkan atas respon penderita terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi
oksigenasi yang adekuat. 10
g. Bagaimana mekanisme terjadinya TD 80/60 mmHg, Nadi 130 x/menit, RR 32
x/menit, nafas cepat dan dangkal pada kasus ini?
Jawab :
Apa tindakan awal yang harus dilakukan di IGD pada kasus ini?
Jawab :
(Sinthesis)
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 21
Trauma: Definisi KlasifikasiMekanisme
Primary survey: Airway BreathingCirculation Disability (GCS definisi, cara menilai)Exposure
Fraktur: Definisi Jenis – jenis frakturKlasifikasi TatalaksanaTanda – tanda
Tanda fraktur: Nyeri (definisi, mekanisme, klasifikasi, penatalaksanaan), DeformitasKrepitasiSwelling
Luka: MacamPerdarahan syok:DefinisiTanda – tandaMacam – macam
Syok hemoragik (hipovolemik): DefinisiDerajatKomplikasiTatalaksana
Apa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada kasus ini?
Jawab :
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Foto AP/Lateral pada ekstremitas inferior
3. Pemeriksaan sedimen urine Curiga trauma mengenai buli-buli
4. CT Scan
Apakah pasien ini perlu dikonsul? Kepada siapa?
Jawab :
Perlu. Untuk dilakukan operasi cito oleh spesialis orthopedic
Bagaimana prognosis pasien?
Jawab :
Baik, apabila penanganannya segera dan cepat.
HIPOTHESIS
Seorang laki-laki, 16 tahun mengalami syok hemoragik serta fraktur femur dextra et causa
MVC
KERANGKA KONSEP
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 22
SINTHESIS
ANATOMI EKSTREMITAS INFERIOR
Ekstremitas inferior terdiri atas : 11
∂ Femur, terdapat pada regio femoris
∂ Patella, terdapat pada regio patellaris
∂ Tibia dan fibula, terdapat pada regio cruralis
∂ Ossa tarsalia, membentuk pergelangan kaki dan bagian proximal kaki
∂ Ossa meta tarsalia, membentuk lengkung kaki
∂ Ossa phalangea, membentuk jari kaki
Femur :
• Merupakan tulang panjang
• Diatas bersendi dengan acetabulum
• Dibawah bersendi dengan patella dan tibia
Tibia dan Fibula
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 23
• Tibia terletak di medial, hanya tulang ini yang menahan berat badan tubuh
• Fibula terletak di lateral
• Persendian antara tungkai atas dan bawah melalui :
- condylus lateral dan medial femur dengan condylus lateral dan medial tibia
Hubungan antara tibia dan fibula
1. Superior
Facies articularis fibularis tibia dengan caput fibula
2. Membrana interossea
Jaringan ikat yang menghubungkan kedua crista interossea
3. Inferior
Incissura fibularis tibia dengan distal fibula
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 24
Vaskularisasi , Limfe dan persyarafan region femoris
- Vasa arteri yang utama memperdarahi ekstremitas inferior mempunyai sifat-sifat
sebgai berikut :
a. Vasa darah arteri = a. femoralis yang memperdarahi paha melalui cabang-
cabangnya. Cabang penting dari a. femoralis adalah a.profunda femoris dengan
a.brachialis profunda pada elstremitas superior.
b. A.Femoralis melanjutkan diri menjadi a.poplitea tepat diatas lutut . Arteri ini
merupakan arteri region geue yang dikombinasi\ dengan cabang terminal
a.femoralis dari paha.
c. Pada tepi bawah fossa poplitea, a fpoplitea bercabang menjadi a.tibialis anterior
et posterior yang memperdarahi region cruris dan pedis , dikombinasi oleh a.
peronealis yang merupakan cabang dari a.tibialis posterior.
Gambar. Anatomi vaskularisasi Ekstremitas inferior.
- Vena pada region femoris
o Vena saphena magna , vena obturatoria, Vena femoralis
- Aliran Limfe regio femoris
- Nervus region femoris
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 25
o Nervus cutaneus merupakan syaraf yang dijumpai di jaringan
superfisialis , sebagian besar merupakan cabang / plexus lumbalis . Nervus
cutaneus ini terdiri atas :
1. N. cutaneus femoralis lateralis (L2,3)
2. N.Genitofemoralis (L1,2) ,
3. Ramus cutaneus anterior n.femoralis
4. Nervus Cutaneus femoris posterior ( S1-S3).
o Nervus yang terletak dibagian dalam regio femoris adalah :
1. N. Obturatorius(L2-L4)
2. N.Obturatorius Accesorius (L3-L4)
3. N.femoralis ( (L1-L4)
4. N.Ischiadicus ( nervus terbesar ditubuh manusia).
TRAUMA
Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh salah
satu sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industry, olah raga, dan
rumah tangga.
Di Indonesia, kematian akibat kecelakaan lalu lintas + 12.000 orang per tahun. Kematian
penderita dibagi dalam tiga periode waktu :
1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%)
Disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang belakang
bagian atas, kerusakan jantung, aorta serta pembuluh darah besar. Kebanyakan
penderita tidak dapat ditolong dan meninggal di tempat.
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%)
Disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks, robekan
limpa, laserasi hati, fraktur panggul serta fraktur multiple yang menyebabkan
perdarahan yang massif.
3. Kematian setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma (15%).
Kematian akibat kegagalan beberapa organ atau sepsis.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 26
Urut-urutan tindakan dalam penanggulangan trauma :
1. Persiapan awal
Persiapan untuk penderita trauma, dibedakan dalam dua hal yaitu:
Fase sebelum masuk rumah sakit
Persiapan ini terutama untuk mengkoordinasikan antara dokter rumah sakit yang
akan menerima dan selama transportasi berupa tindakan yang akan dilakukan yaitu :
control jalan napas, pernapasan, penanggulangan perdarahan eksterna dan syok serta
imobilisasi penderita.
Fase rumah sakit
Rumah sakit sebaiknya sudah menyiapkan suatu rancang bangun, penyediaan
personil terlatih, obat-obatan dan alat-alat lainnya pada satu Instalasi Rawat Darurat
(IRD).
2. Triase
Merupakan suatu sistim sortase penderita serta ketersediaan sumber daya untuk
memberikan pengobatan disesuaikan dengan prioritas ABC, A (Airway dengan
memperhatikan vertebra servikalis), B (Breathing), C (Circulation dengan mengontrol
perdarahan).
Dilakukan dua jenis triase, yaitu :
Jumlah penderita tidak melebihi kapasitas rumah sakit
Penderita yang mempunyai problem sehingga dapat menyebabkan gangguan
kehidupan serta penderita yang mengalami cedera multiple didahulukan
penanggulangannya.
Jumlah penderita melebihi kapasitas rumah sakit baik fasilitas maupun stafnya. Pada
keadaan ini penderita yang mempunyai kemungkinan hidup, didahulukan.
3. Survey awal
Untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma
yang dialami.
Mekanisme trauma yang berhubungan dengan kendaraan roda dua, meliputi :1
1. Benturan Frontal – Ejeksi (Terlempar)
2. Benturan Lateral/Ejeksi
3. “Laying the bike Down”
4. Helm (Helmets)
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 27
5. Falls (terjatuh )
6. Trauma ledak/ Blast Injury
Tabel 1. Mekanisme Trauma/Perlukaan 2
Mekanisme Trauma/Perlukaan Kemungkinan Pola Perlukaan
Benturan frontal
Kemudi bengkok
Jejak lutut pada dashboard
Cedera bull’s eye, pada kaca depan
Fraktur servikal
Flail chest anterior
Kontusio miokard
Pneumothorax
Ruptur aorta
Ruptur lien/hepar
Fraktur/dislokasi coxae, lutut
Benturan samping, mobil Sprain servikal kontralateral
Fraktur servikal
Flail chest lateral
Pneumothorax
Ruptur aorta
Ruptur diafragma
Ruptur hepar/lien/ginjal
Fraktur pelvis/asetabulum
Benturan belakang, mobil Fraktur servikal
Kerusakan jaringan lunak leher
Terlempar keluar, kendaraan Semua jenis perlukaan
Mortalitas jelas meningkat
Pejalan kaki >< mobil Trauma kapitis
Perlukaan toraks/abdomen
Fraktur tungkai/pelvis
Jenis trauma : 3
Trauma tumpul : benturan, deselerasi, kompresi
Trauma tajam : tusuk, sayat
Trauma tajam dan tembak : tembus.tidak tembus
KESADARAN
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 28
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian
impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen dapat disebut input, dan semua
impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. 5
Yang berperan dalam kesadaran :
Formatio retikularis di Batang Otak, berperan dalam keadaan bangun-
membuka mata
Korteks serebri, berperan dalam keadaan waspada yang memungkinkan
individu bereaksi terhadap stimulus dan berinteraksi dengan lingkungan.
Yang mempengaruhi kesadaran :
Otak mengalami kekurangan oksigen(hipoksia) ; kurangnya aliran darah (syok) ;
penyakit metabolic, ex: DM - koma ketoasidosis ; pada keadaan hipo dan
hipernatremia ; dehidrasi ; asidosis, alkalosis ; pengaruh obat-obatan, alkohol,
keracunan ; hipernatremia, hipotermia ; tekanan intracranial (karena ada perdarahan,
stroke, tumor otak) ; infeksi (encephalitis) ; epilepsi
LUKA
Luka merupakan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh, yang dapat disebabkan :
Trauma benda tajam atau tumpul
Perubahan suhu
Zat kimia
Ledakan
Sengatan listrik
Gigitan Hewan
Mekanisme terjadinya luka:
1. Luka incisi (incised wounds)
Terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat
pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat.
2. Luka memar (Contusion Wound)
Terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera
pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 29
3. Luka lecet (abraded Wound)
Terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda
yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (punctured wound)
Terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit
dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (lacerated wound)
Terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau kawat.
6. Luka tembus (penetrating wound)luka yang menembus organ tubuhbiasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya
akan melebar.
Proses Penyembuhan Luka
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”,
yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan
(redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadipada jaringan lunak.
Tujuan : menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing,
sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini terjadi pengeluaran platelet yang berfungsi sebagai hemostasis.
Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan
“substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler
vasokonstriksi dan penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.
Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler
akibat stimulasi sarafs sensoris, lokal reflek action dan adanya substansi vasodilator
(histamin, bradikinin, serotonin, dan sitokin). Histamin juga menyebabkan
peningkatan permeabilitas vena sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh
darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan
keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pd kulit, oedema
dan sakit yang berlangsung sampai hari ke 3 atau 4.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 30
2. Fase proliferatif
Proses kegiatan seluler; fibroblas berperan dalam rekonstruksi jaringan.
Fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,
kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberpa substansi
(kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan
dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru dan
dengan dikeluarkannya subsrat atau fibroblas.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk,
terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang
dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase maturasi
Fase ini dimulai minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12
bulan.
Tujuan dari fase ini adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi
jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.
Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari
jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari
kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut
Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertropik scar,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan
luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan
parut mampu atau tidak menganggu untuk melakukan aktivitas normal.
Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1. Usia, semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan
jaringan
2. Infeksi, tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah
ukuran dari luka itu
3. Hipovolemia, kurangnya volume darah akan menyebabkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 31
4. Hematoma, merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorpsi oleh tubuh masuk ke sirkulasi. Tetapi, jika terdapat bekuan yang besar hal
tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
penyembuhan luka.
5. Benda asing, akan menyebabkan abses sebelum benda ini diangkat
6. Iskemia
7. Diabetes
8. Pengobatan, steroid: akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera. Antikoagulan: myebabkan perdarahan antibiotik: efektif diberikan segera
sebelum pembedahan.
FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan atau tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan patah tulang:
Trauma langsung : benturan pada lengan bawah patah tulang radius dan ulna
Trauma tidak langsung : jatuh bertumpu pada tangan tulang klavikula dan radius
distal patah.
Klasifikasi patah tulang 8, 12
1. Menurut ada tidaknya hubungan patahan dengan dunia luar patah tulang tertutup
Patah tulang tertutup
Patah tulang terbuka
o Berdasarkan berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang, dibagi
menjadi tiga derajat:
o Derajat patah tulang terbuka
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 32
fragmen minimal
II Laserasi > 2 cm, kontusi otot
di sekitarnya
Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, rusak berat atau
hilangnya jaringan di
sekitarnya
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada yang
hilang
Tabel . Derajat Luka
2.Menurut garis fraktur
- Fisura
- Serong sederhana
- Lintang sederhana
- Kominutif
- Segmental
- Dahan hijau
- Kompresi
- Impaksi
- Impresi
- Patologis
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 33
Gambar . Bentuk fraktur tulang berdasark garis fraktu 9
3. Berdasarkan usia pasien
Patah tulang pada anak
Patah tulang pada dewasa
Patah tulang orang tua
4. Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
Lokalisasi Menurut ekstensi
Difasial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Fraktur total
Fraktur tidak total
(fraktur crack)
Fraktur buckie atau
torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 34
5. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
FRAKTUR FEMUR
Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan dimana fraktur dapat terjadi mulai dari
proksimal samapi distal tulang. 11,12
1. FRAKTUR LEHER FEMUR
- Fraktur paling serinmg ditemukan pada orang tua terutama wanita usia 60 tahun
keatas disertai tulang yang osteoporosis
- Mekanisme trauma = kecelakaan lalaulintas , jatuh dari tempat yang tidak terlalu
tinggi, terpeleset dikamar mandi dengan panggul dalam eadaan fleksi dan rotasi.
- Gejala Klinis : nyeri pada daerah panggul, terutama pada daerah ingerak bguinal
depan, nyeri dan pemendekan anggot a gerak bawah dalam posisi rotasi lateral.
- Komplikasi :
o Umum : thrombosis vena, emboli patu, pneumonia decubitus.
o Nekrosis vaskuler kaput femur
o Non union
o Osteoarthritis
o Anggota gerak memendek
o Malunion
o Malrotasi berupa rotasi eksterna
o Koksavara 7,8
2. FRAKTUR DAERAH TROKHANTER
- Fraktur ini disebut juga fraktur trokanterik (intertrokanterik) , semua fraktur yang
terjasi antara trokhanter major dan minor.
- Mekanisme trauma : terjadi pada trauma yang bersifat memutir, fraktur bisa
bersifat kominutif terutama pada korteks bagian posteromedial.
- Gejala klinis : pemdekan anggota gerk bawah disertai rotasi eksterna.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 35
- Komplikasi ; sama dengan komplikasi fraktur leher femur. 7,8
3. FRAKTUR SUBTROKHANTER
- Fraktr ini dapat terjadi pada semua usia ,dan biasanya terjadi akibat trauma yang
hebat.
- Gejala klinis : anggota gerak abwah dalam keadaan rotasi eksterna , memendek
dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada
pergerakan .
- Komplikasi : nonunion dan malunion, dan dapat diatasi dengan koreksi osteotomi
dan grafting.
4. FRAKTUR DIAFISIS FEMUR
- Fraktur ini dapat terjadi pada semua umur, biasanya karena trauma hebat,
misallnya kecelakaan lalu lintas / jatuh dari ketinggian.
- Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan massive yang harus selalu
difikirkan sebagai penyebab syok.
- Mekanisme trauma : fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki
melekat erat pada dasar mobil terjadi putaran yangkan diteruskan pada femur.
Liter)
- Komplikasi Dini :
o syok (perdarahan 1-2 ) walaupun fraktur bersifat tertutup
o emboli lemak, sering pada usia muda dengan fraktur femur perlu
analisis gas darh
o Trauma pembuluh darah besar Emboli
o Infeksi
o Trauma syaraf
o Tromboemboli
- Komplikais Lanjut
o Delayed Union
o Non union
o Kaku sendi lutut
o Refraktur 12
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 36
5. FRAKTUR SUPRACONDILER FEMUR
- Daerah supracondyer adalah daerah antara batas proximal condylus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur.
- Gejala klinis ; riwayat trauma dengan pembengkakan dan deformitas pada daerah
supracondyler , pade pemriksaan mungkinada crepitasi.
- Komplikasi Dini : penetrasi fragmen ke kulit yang menyebabkan frakt ur menjadi
terbuka, Trauma pembuluh darah besar, Trauma syaraf
- Komplikasi lanjut : malunin dan kekakuan pada sendi. 12
6. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
- Fraktur supra condyler femur sering bersama-sama dengan fraktur intercondiler
yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks.
- Komplikasi : Trauma pembuluh darah
- Kaku sendi
- Osteoartritis lutut.
Klasifikasi 9
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustillo, Merkow, dan Templeman (1990)
Tipe 1
Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen
tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek, atau sedikit komunitif.
Tipe II
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulse
kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi dari
fraktur.
Tipe III
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak, termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya disebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe III dibagi dalam 3 subtipe :
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 37
* Tipe III a
Jaringan lunak cukup menutup lubang yang patah walaupun terdapat laserasi yang
hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.
* Tipe III b
Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,
terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat
serta fraktur komunitif yang hebat.
* Tipe III c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan
tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
NYERI
Definisi Nyeri adalah Rasa sensorik tidak nyaman dan pengalaman emosional yang berkaitan
dengan kerusakan atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan yang dideskripsikan dari
suatu kerusakan (IASP).
Definisi Nyeri muskuluskeletal adalah Nyeri yang disebabkan oleh kelainan system
muskuluskeletal.
Rangsangan nyeri pada muskuluskeletal ada 3 :
oRangsangan pada otot dan atau tendo
oRangsangan pada sendi
oRangsangan pada tulang 11
Klasifikasi berdasarkan mekanismenya:
1. Nyeri akut
2. Nyeri kronik
3. Nyerikanker.
Klasifikasi berdasarkan kualitasnya:
1. Nyeri ringan
2. Nyeri sedang
3. Nyeri berat.
Berdasarkan lokasi nyeri:
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 38
1. Nyeri somatic
2. Nyeri visceral
3. Nyeri reperred/rujukan
Berdasarkan persepsi nyeri:
1. Nyeri nosiseptis
2. Nyeri neuropatik
Skala nyeri
Skala nyeri, pengetahuan tentang nyeri penting untuk menyusun program pengobatan nyeri
setelah pembedahan.
Derajat nyeri dapat diukur dengan macam- macam cara, misalnya:
1. Tingkah laku pasien,
2. Skala verbal dasar,
3. Skala analog visual.
Secara sederhana nyeri setelah pembedahan pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan
pada yang bersangkutan dan biasanya dikatagorikan sebagai:
1. Tidak nyeri (none),
2. Nyeri ringan (mild, slight),
3. Nyeri sedang (moderate),
4. Nyeri berat (severe) dan
5. Sangat nyeri (very severe, intolerable).
Managemen awal Nyeri muskuluskeletal.
Intervensi Nyeri ada 2 :
a. Nonfarmakologis
- Stimulus perkutan ; fibrasi, rangsang dingin/panas, masase
- Distraksi : mengalihkan perhatian keobjek lain( music/mengobrol)
- Imagery : mengalihkan fikiran pasien ke hal yang menyenangkan .
- Relaksasi : Menarik nafas dalam lewat hidung dan mengeluarkan perlahan melalui
mulut secara terus menerus dan teratur.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 39
b. Farmakologis
- Terapi farmakologis nyeri diberikan berdasarkan tingkatan nyeri :
Tingkatan anti Nyeri :
1. Non-Opiat, analgesic
2. Opiat rendah (oral)+ analgesic
3. Opiat potent +adjuvant
4. Opiat Potent +adjuvant (terapi infasiv)
- Pembidaian
SYOK
Syok adalah ketidaknormalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ
dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. 13
Jenis-jenis syok :13
1. Syok hemoragik (hipovolemik)
* Disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh.
* Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada
trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa :
oSejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.
oPerdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 1500-2000 .
oPerdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2000-3000 cc . 13
2. Syok kardiogenik
* Disebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain akibat :
oKontusio miokard
oTamponade jantung
oPneumotoraks tension
oLuka tembus jantung
o Infark miokard
* Penilaian tekanan vena jugularis sangat penting dan sebaiknya ECG dapat
direkam.13
3. Syok neurogenik
* Ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang
(spinal cord).
* Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa disert takhikardiaa atau vasokonstriksi. 13
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 40
4. Syok septik
* Jarang ditemukan pada fase awal dari trauma, tetapi sering menjadi penyebab
kematian beberapa minggu sesudah trauma (melalui gagal organ ganda).
* Palingsering dijumpai pada korban luka tembus abdomen dan luka bakar. 13
“ Hipovolemia adalah keadaan darurat mengancam jiwa, Yang harus dikenali dan
diatasi secara agresif “
Tabel. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Berdasarkan Presentasi Penderita Semula 10
KOMPLIKASI FRAKTUR FEMUR 13, 14
1. Syok
2. Crush syndrom (rhabdomiolisis traumatika)
Crush Syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan pelepasan zat berbahaya
hasil kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 41
KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV
Kehilangan darah
(ml)
Sampai 750 750 - 1500 1500 – 2000 >2000
Kehilangan darah
(% volume darah)
Sampai 15
%
15%-30% 30%-40% >40%
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi
(mmHg)
Normal/naik Menurun Menurun Menurun
Frekuensi
pernapasan
14 – 20 20 – 30 30 – 40 >35
Produksi urin
(ml/jam)
>30 20 - 30 5 – 15 Tidak berarti
CNS/Status Mental Sedikit
cemas
Agak cemas Cemas,
bingung
Bingung,
lesu (letargi)
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan
darah
Kristaloid
dan darah
Keadaan ini terdapat pada crush injury dan kompresi lama pada sejumlah otot, yang
tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia,
pelepasan mioglobin dan zat toksik lainnya. 14
Dari pemeriksaan, didapatkan mioglobin menimbulkan urin berwarna gelap yang
akan positif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Pemeriksaan khusus mioglobin
perlu untuk memanjang diagnosis. Rhabdomiolisis dapat menyebabkan hipovolemi,
metabolic asidosis, hiperkalemia, hipokalsemia dan DIC (disseminated intravascular
coagulation).
Pengelolaan : Pemberian cairan IV selama ekstriksi sangat penting untuk melindungi
ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah
dengan pemberian cairan dan dieresis osmotic untuk meningkatkan isi tubulus dan
aliran urin. Pada kebanyakan penderita lebih baik mengusahakan akalinisasi urine
dengan natrium bikarbonat untuk mengurangi pengendapan mioglobin di intratubulus.
3. Sindroma Kompartemen
Sindroma Kompartemen akan ditemukan pada tempat dimana otot dibatasi oleh
rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan
penahan. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah,lengan bawah, kaki,
tangan, region glutea, dan paha. Sindroma kompartemen terjadi bila tekanan di ruang
osteofasial menimbulkan iskemia dan berikutnya nekrosis. Iskemia dapat terjadi
karena peningkatan isi kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi
sekunder dari ekstremitas yang iskemi, atau karena penurunan isi kompartemen yang
disebabkan tekanan dari luar missal nya dari balutan yang menekan. Tahap akhir dari
kerusakan neuromuscular disebut Volkman’s ischemic contracture. 13,14
Dari pemeriksaan semua trauma ekstremitas, potensial untuk terjadinya sindroma
kompartemen. Sejumlah cedera mempunyai resiko tinggi yaitu tibia dan lengan
bawah, imobilisasi dengan balutan atau gips yang ketat, kerusakan otot yang luas,
tekanan local yang lama pada ekstremitas, peningkatan permeabilitas kapiler dalam
kompartemen akibat reperfusi otot yang mengalami iskemia, luka bakar atau latihan
berat. Kewaspadaan yang tinggi sangat penting pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau keadaan lain yang tidak dapat merasakn nyeri. 13, 14
Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen adalah :
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 42
a. Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang
meregangkan otot
b. Parastesi di daerah distribusi saraf perifer yang terkena
c. Menurunnya sensasi atau hilang nya fungsi dari saraf yang melewati
kompartemen tersebut
d. Tegang serta bengkak di daerah tersebut
Pulsasi di daerah distal biasanya masih teraba. Kelumpuhan atau
parese otot dan hilangnya pulsasi (disebabkan oleh tekanan kompartemen
melebihi tekanan sistolik) merupakan tingkat lanjut dari sindrom
kompartemen.
Pengelolaan kasus ini : buka semua balutan yang menekan, gips dan bidai.
Penderita harus diawasi dan diperksa setiap 30 sampai 60 menit. Jika tidak
terdapat perbaikan, fasciotomi diperlukan. Sindroma Kompartemen
merupakan keadaan yang ditentukan oleh waktu. Semakin tinggi dan semakin
lama meningkatnya tekanan intrakompartemen, makin besar kerusakan
neuromuscular dan hilangnya fungsi. Terlambat melakukan fasiotomi
menimbulkan mioglobinemia, yang dapat menimbulkan menurunnya fungsi
ginjal. Bila menegakkan diagnosis atau curiga sindroma kompartemen harus
segera konsultasi bedah.
PEMBAHASAN KASUS :
Seorang laki-laki 16 tahun mengalami syok hemoragik serta fraktur femur dextra et causa
MVC.
Tindakan yang kita lakukan pada saat di IGD, penatalaksanaan awal syok hemoragik :
Prinsip : menghentikan perdarahan dan menggantikan kehilangan volume.
Primary Survey
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan berdasar
prioritas (triage), Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas yang ada.
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut
survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit.
Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim
yang cedera.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 43
A (Airway)
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas .
Jika ada obstruksi maka lakukan :
Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral. 13,20
B (Breathing)
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
Berikan oksigen jika ada, diberikan tambahan Oksigen untuk
mempertahankan saturasi > 95%.
“ Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil “
C (Circulation/Sirkulasi)
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
* Hentikan perdarahan eksternal
* Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
* Berikan infus cairan Ringer Lakt/ Nacl fisiologis yang dihangatkan.
* PASG (Pneumatic Anti Shock ) untuk mengendalikan perdarahan dar patah
tulang pelvis, ekstremitas bawah.
* Operasi untuk mengendalikan perdarahan internal
D (Disability)
* Untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
motorik dan sensorik bermanfaat untuk menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi meramalkan pemulihan. 13,20
Metode AVPU :
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 44
* Awake = A
* Respons bicara (verbal) = V
* Respons nyeri = P
* Tak ada respons =U
Cara ini cukup jelas dan cepat
Menghitung GCS (Glasgow coma Scale)
o Tingkat kesadaran umumnya diukur dengan mengguanakan Glasgow coma scale
(GCS), penilaiannya meliputi :
Reflex membuka mata (EYE, “E”)
* 4 : membuka secara spontan
* 3 : membuka dengan rangsangan suara
* 2 : membuka dengan rangsangan nyeri
* 1 : tidak ada respon
Refleks verbal (Verbal, “V”)
* 5 = orientasi baik
* 4 = kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
* 3 = kata-kata baik, kalimat baik
* 2 = kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
* 1 = tidak keluar suara
Refleks motorik (Motorik atau Movement, “M”)
* 6 = melakukan perintah dengan benar
* 5 = mengenali nyeri local tapi tidak melakukan perinah dengan benar
* 4 = dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
* 3 = hanya dapat melakukan fleksi
* 2 = hanya dapat melakuakn ekstensi
* 1 = tidak ada gerakan.
Note :
* Cara penialaiannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan.
* Bila salah satu reaksi tidak dapat dinilai, missal kedua mata bengkak sedang V dan M
maka penulisannya X-5-6.
* GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak < 5tahun.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 45
E (Eksposure)
* Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang
mungkin ada.
* Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus
dikerjakan.
PENGELOLAAN JALAN NAFAS
Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya agar tetap bebas.
1. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya bebas.Pasien
yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan bantuan
pernafasan.Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal
lidah kebelakang. Jika ada cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi
trakhea
tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.
2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung nafas ( selfinvlating)
3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
* Suara berkumur
* Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
* Pasien gelisah karena hipoksia
* Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradox
* Sianosis
Waspada adanya benda asing di jalan nafas.
Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini. 13,20
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
a. Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
b. Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
c. Apnea
d. Hipoksia
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 46
e. Trauma kepala berat
f. Trauma dada
g. Trauma wajah / maxillo-facial 13,20
“ Obstruksi jalan nafas harus segera diatasi”
PENGELOLAAN NAFAS (VENTILASI )
* Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
adakah hal-hal berikut :
* Sianosis
* Luka tembus dada
* Flail chest
* Sucking wounds
* Gerakan otot nafas tambahan
Palpasi / raba (FEEL)
* Pergeseran letak trakhea
* Patah tulang iga
* Emfisema kulit
* Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks
Auskultasi / dengar (LISTEN)
* Suara nafas, detak jantung, bising usus
* Suara nafas menurun pada pneumotoraks
* Suara nafas tambahan / abnormal
Tindakan Resusitasi
- Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan darah
dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu pemeriksaan sinar X.
- Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka kerjakan krikotiroidotomi.
Catatan Khusus
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 47
Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil
Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan dengan
jarum besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang cedera. Lakukan
pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui tengah klavikula. Pertahankan
posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.
Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan krikotiroidotomi.
Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis yang ada dan
kelengkapan alat.
“ Jangan terlalu lama mencoba intubasi tanpa memberikan ventilasi “
PENGELOLAAN SIRKULASI
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai.
Langkah-langkah resusitasi sirkulasi
Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan.
Karena penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi cairan merupakan
Prioritas.
Akses Pembuluh darah
Pengambilan sampel darah untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin dan cross match/
golongan darah.
Dilakukan dg memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16 gauge).
Terapi awal cairan:
o Larutan elektrolit isotonik untuk resusitasi awal cairan ini mengisi
intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dg
cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruangan interstitial
dan intraseluler.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 48
o Pilihan pertama : Ringer Laktat
o Pilihan Kedua : NaCl fisiologis namun punya potensi untuk tjdnya asidosis
hiperkhloremik.
o Pada saat awal cairan diberikan cairan hangat diberikan dg tetesan cepat
sebagai bolus, dosis awal adalah 1 – 2 liter pada dewasa. Sering membutuhkan
penambahan pemasangan alat pompa infus (mekanikal atau manual).
o Pantau respon penderita terhadap cairan.
Respon cepat respon kepada bolus cairan awal & tetap hemodinamis
normal kalau bolus cairan awal selesai (< 20%).
Respon sementara respon terhadap pemberian cairan jk tetesan
diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali. (kehilangan darah 20 –
40 %)
Respon minimal atau tanpa respon tanpa respon setelah pemberian cairan
dan darah perlu operasi segera.
Urine
Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi jumlah seharusnya
adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan syok lama sebaiknya dipasang kateter
urine.
Transfusi darah
Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak sesuaian
golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan penyakit juga ada
meski donornya adalah keluarga sendiri.
Transfusi harus dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah
mendapat cukup koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidak
tersedia, dapat digunakan darah golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus
negatif.
Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.
Prioritas pertama : hentikan perdarahan
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 49
Cedera pada anggota gerak :
Cedera dada
Cedera abdomen
Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia dengan ketamin.
- Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang 0,2
mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak mengurangi gag reflex,
sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat. 13, 14
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeons. Biomekanik Trauma dalam Advanced Trauma Life
Support for Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004. Hal : 361-365
2. American College of Surgeons. Penilaian Awal dan Pengelolaannya dalam buku
Advanced Trauma Life Support For Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004.
Hal : 25
3. Sjamsuhidajat, R & De Jong, Wim. Trauma dan Bencana dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 91
4. American College of Surgeons. Penilaian Awal dan Pengelolaannya dalam buku
Advanced Trauma Life Support For Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004.
Hal : 14
5. Mahar, Mardjono, dan Priguna Sidharta. Kesadaran dan fungsi luhur dalam buku
Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. 2008. Hal : 183-184
6. Setiyohadi, Bambang. Pemeriksaan Fisis Umum dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 22
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 50
7. Guyton AC, dan Hall JE.Sensasi Somatik: II Sensasi Nyeri, Nyeri kepala, dan sensasi
suhu. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-sembilan. Jakarta: EGC. Hal 761-
770
8. Sjamsuhidajat, R & De Jong, Wim. Sistem Muskuloskelatal dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 840-845
9. Rasjad C. Trauma. Dalam : Pengantar Ilmu bedah ortopedi. Makassar : Bintang
Lamumpatue. 2003. Hal 337-340
10. American College of Surgeons. Syok dalam buku Advanced Trauma Life Support For
Doctors (ATLS). Edisi ke-7. Jakarta : IKABI. 2004. Hal : 79
11. Legiran, Ektremitas Inferior.2006. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang. Palembang : 1-23.
12. Carter MA, Price SA, dan Wilson LM,Fraktur dan dislokasi .Dalam patofisiologi . Edisi
ke 6, volume 2. Jakarta. EGC.2006.Hal 1365-1370
13. American College Surgeon. Syok dalam Advanced Trauma Life Support for Doctors.
Edisi ke-tujuh. Jakarta: IKABI. 2004. Hal 73-102
14. American College Surgeon. Trauma Muskuloskeletal dalam Advanced Trauma Life
Support for Doctors. Edisi ke-tujuh. Jakarta: IKABI. 2004. Hal 225-242.
SKENARIO 1, TUTORIAL 3 51