Tumor Pilorus Edit

download Tumor Pilorus Edit

of 22

description

TUMOR

Transcript of Tumor Pilorus Edit

PYLORIC TUMOR

I. PENDAHULUAN

II. INSIDENS

III. ANATOMI

Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus. Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen. Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan (body), antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik.

Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa. 1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos. 2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa.3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner oblique, (2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik (auerbach). Lapisan oblik terbatas pada bagian badan (body) dari lambung. 4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos (mesotelium) dan jaringan ikat areolar. Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum.

Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah : (1) mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan (body), (2) daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung (gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin. Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar oksintik mukosa lambung, yaitu :

1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus yang encer. 2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen. 3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam.

Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice). Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari. Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam.LOKALISASIHolotopi:Gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio epigastrium. Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor, seperti bentuk gaster, isi gaster, konstitusi tubuh dan sikap tubuh.Skeletopi:Tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra thoracalis 9.Tepi cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa 5.Letak pylorus dalam keadaan kosong setinggi vertebra lumbalis 1.Syntopi:Facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral abdomen dan diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri dari hepar;sebagian dari gaster berada di bagian caudo-posterior hepar. Facies dorsalis letak berbatasan dengan ; Corpus pancreaticus, a.lienalis ; Ujung ren sinister, gld.suprarenalis sinister ;Di sebelah dorso-lateral terdapat lien.Di sebelah caudal terdapat colon transversum.[6]Gambar 4: Lokalisasi gaster (dikutip dari kepustakaan 11)

IV. ETIOPATOGENESISPenyebab stenosis pylorus belum diketahui tetapi berbagai macam factor telah dicurigai terlihat. Stenosis pylorus biasanya tidak tampak pada saat lahir dan lebih konkordans pada kembar monozigot dari pada dizigot. Innervasi otot yang tidak normal, menyusui, dan stress pada ibu pada trimester III telah diketahui ikut terlibat. Lagipula, peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksida sintase di pylorus, dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung. Pemberian prostaglandin E eksogen untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus telah dihubungkan dengan stenosis pylorus; dan juga dengan gastroenteritis eosinofilia dan trisomi 18, sindrom Turner, sindrom Smith-lemli Opitz dan sindrom Cornelia de Lange .[5]Stenosis pylorus terjadi karena adanya hipertrofi dua lapisan otot pylorus (otot longitudinal dan sirkuler yang menyebabkan penyempitan antrum gaster. Kanalis pylorus menjadi panjang, dan dinding otot pylorus mengalami penebalan, diikuti dengan penebalan dan edema dari mukosa. Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi dilatasi dan menyebabkan obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis pylorus hipertrofi dapat bersifat multifaktorial. Factor lingkungan dan herediter dipercaya sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pylorus hipertrofi. Factor etiologic yang memungkinkan yaitu defisiensi dari Nitrit Oksida Sintase (NOS), innervasi abnormal dari plexus myenterikus, hipergastrinemia infantile, dan paparan dari penggunaan antibiotic seperti obat golongan makrolid (eritromisin).[12] Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pylorus hipertrofi karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergic sepanjang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pylorus menjadi hipertrofi sehingga menyebabkan disfungsi lambung.[13]Stenosis pylorus menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan kembali. Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai keduodenum. Hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan bikarbonat.[13]

V. DIAGNOSISVI.1 Gejala KlinisDari anamnesis didapatkan pada pasien yang mengalami stenosis pylorus biasanya gejala awalnya adalah muntah proyekti nonbilious (tidak berwarna hijau) yang bersifat progresif dan terjadi segera setelah makan. Muntah biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling awal paling awal pada umur 1 minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan. Setelah muntah, bayi akan merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena muntah terus menerus terjadilah kehilangan cairan, ion hydrogen, dan klorida, secara progresif sehingga menyebabkan alkalosis metabolic, hiperkloremik. Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukoronil transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera membaik setelah obstruksinya sembuh.[5]

Diikutip dari kepustakaan 14

Tiga gejala pokok yang penting:1. Muntah proyektil,mulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat bercampur darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat perdarahan-perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung.2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan karena masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karena banyak muntah.3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan yang kurang.[3] Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik:1. Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas2. Teraba tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan.[3]Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pylorus. Massa ini kenyal, bisa digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti buah zaitun, keras, paling baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas dan kanan umbilicus di midepigastrium di bawah tepi hati. Pada bayi yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah makan, mungkin ada gelombang peristaltic lambung yang terlihat berjalan menyilang perut. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti buah zaitun lebih mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk mempermudah pemeriksaan, tetapi biasanya tidak diperlukan.[5]

VI.2 Pemeriksaan RadiologiVI.2.1 Foto polos abdomenRoentgenogram abdomen, adalah salah satu cara untuk mendiagnosis stenosis pylorus hipertrofi. Jika pasien baru saja mengalami muntah, visualisasi dari ukuran lambung bisa saja normal, tapi pada banyak kasus terlihat adanya dilatasi lambung. Pada foto polos abdomen dapat ditemukan: Distensi lambung dengan distribusi udara sampai pada aspek inferior dari gaster setinggi corpus vertebra L2 Diameter gaster maksimum yang tervisualisasi dapat mencapai 7 cm atau lebih Sebagian besar tampak gaster yang terisi dengan udara Gambaran indentasi dari bayangan udara lambung dibentuk oleh gelombang peristaltic Tampak frothy appearance (busa sabun) dalam lambung Penebalan dinding dari antrum pylorus Kurangnya distribusi udara pada usus halus dan colon.[15]

VI.2.2 Foto MD (Maag Duodenum) atau Barium MealWalaupun pada foto polos dapat memberikan gambaran dari hypertrophic stenosis pyloric (berupa distensi lambung) tetapi foto polos abdomen tidak dapat membedakan distensi lambung yang mungkin disebabkan oleh kausa lain seperti gastric hypotonia, pylorospasm, dan kelainan anatomi lainnya, sehingga dianjurkan untuk foto MD dengan kontras barium sulfat.[15]Pada temuan radiografi dari foto MD dengan kontras dapat dibagi kedalam tiga kategori: (1) Perlambatan dari pengosongan lambung, (2) Gambaran elongasi dari kanalis piloricum, dan (3) Gambaran efek masa dari tumor pylorus.[15](1) Waktu pengosongan lambung merupakan tanda yang dapat dipercaya untuk memastikan dari obstruksi gastric outlet oleh karena hypertrofi stenosi pylorus.(2) Elongasi pylorus String sign. Terdapat sebuah garis tunggal dan panjang dari kontras barium yang melapisi kanalis pylorus.[15]

Double track sign. Mukosa dari canalis pyloricum berada di lipatan sentral. Ketika kontras melewati pylorus maka kontras akan mengisi mukosa bagian atas maupun bagian bawah yang mengalami hipertrofi, sehingga dapat terlihat gambaran dua garis yang paralel di area pylorus.[15]

(3) Efek massa dari tumor pylorus. Shoulder sign memberikan gambaran saluran pylorus yang memanjang, penonjolan otot pylorus kedalam antrum.[15]

Beak signPada awal pemeriksaan,barium kontras dapat mengisi hanya di pintu masuk dari canalis pyloricum.[15]

Mushroom sign. Indentasi dari duodebal bulb. Dasar dari mukosa duodenum cembung mengikuti otot pylorus yang menebal.[15]

VI.2.3 Pemeriksaan ultrasoundStenosis pylorus terjadi karena hipertrofi dari otot pylorus dan menyebabkan obtruksi dari gastric outlet. Presentasi kejadiannya lebih banyak pada laki-laki disbanding perempuan dengan manifestasi klinis muntah proyektil nonbilious dan kehilangan berat badan oleh karena asupan nutrisi yang tidak adekuat. Pada diagnosis klinis mungkin dapat di palpasi massa berbentuk olive pada region dextra dari umbilicus dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan sonografi yang memperlihatkan gambaran cincin hipoechoic tebal dari lapisan otot pylorus yang mengalami hipertrofi.[20]

Ketika seseorang di suspect dengan HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis) tetapi tidak tampak massa berbentuk olive pada daerah hipokondrium kanan, maka ultrasound digunakan untuk melihat penebalan dari otot pylorus, dan mempunyai predictive value sampai 90%. Ketika massa berbentuk olive telah teridentifikasi dan ditemukan panjang kanalis pyloricum lebih besar dari 17 mm dan tebal dinding otot lebih besar dari 4 mm maka dapat dipastikan bahwa diagnostiknya adalah HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis).[21]

VI.2.4 CT-SCAN abdomen

VI.3 Pemeriksaan LaboratoriumVI.3.1 Darah rutinPada pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin yang rendah dengan hiponatrinemia dan hipoalbunemia. Peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrit oksida sintase di pylorus dan hipergastrinemia pada bayi dapat ditemukan pada penyakit HPS tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung.[3,5,13]Pada stadium lanjut bayi dalam keadaan dehidrasi malnutrisi-hipokalemi dan alkalosis metabolic hipokloremik. [3]VI.3.2 Histopatologi

VI. DIAGNOSIS BANDINGAdapun diagnosis banding dari hipertrofi stenosis pylorus adalah:1. Spasme pylorus 2. Reflux gastro-esofagus3. Trauma serebral-meningitis4. Infeksi, seperti septikemi dan kelainan traktus urogenitalis.Untuk memastikan diagnosis palpasi untuk meraba tumor yang merupakan pylorus yang hipertrofi. Bila tumor sulit diraba pemeriksaan dengan barium meal memastikan memberikan informasi yang konklusif. [3]Bayi yang sangat reaktif terhadap rangsang dari luar, yang diberi makan oleh perawat yang tidak berpengalaman, akan mengalami muntah pada minggu-minggu pertama sehingga gejalanya mirip dengan stenosis pylorus. Akalasia esophagus atau hernia hiatus biasanya menimbulkan muntah pada minggu pertama setelah lahir dan dapat dibedakan dengan stenosis pylorus dengan palpasi dan gambaran foto roentgen. Insufisiensi adrenal bisa menyerupai stenosis pylorus, tetapi tidak adanya tumor yang bisa diraba, asidosis metabolic, serta peninggian kalium serum dan kadar natrium urin pada insufisiensi adrenal membantu dalam diferensiasi. Kesalahan metabolism congenital (inborn errors of metabolism) bisa menyebabkan muntah berulang dengan alkalosis (siklus urea) atau asidosis (asidemia organic) dan letargi, koma, atau kejang. Muntah dengan diare mmemberi kesan gastroenteritis, tetapi kadang-kadang penderita dengan stenosis pylorus juga menderita diare. Meskipun jarang, refluks gastro-esofagus, dengan atau tanpa hernia hiatus, dapat terancukan dengan stenosis pylorus. Sangat jarang membrane pylorus atau duplikasi pylorus bisa menyebabkan muntah proyektil yang bisa terlihat dan pada kasus duplikasi suatu massa yang bisa diraba. Stenosis pada duodenum proksimal sampai ampula Vateri menyebabkan gambaran klinis yang sama dengan stenosis pylorus tetapi mungkin tidak ada massa yang bisa diraba. [5]VII. PENATALAKSANAANVII.1 Perbaikan keadaan umum:1. Lambung dibilas dengan larutan NaCl untuk mengeluarkan sisa barium bila bayi dilakukan foto barium-meal2. Koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi, dan alkalosisnya. Transfuse darah dan atau plasma/albumin bila terdapat anemia tau defisiensi protein serum.[3]Pengobatan prabedah ditujukan langsung pada koreksi cairan, asam basa, dan kehilangan elektrolit. Pemberian cairan intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl, dalam 5-10% dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar 30-50 mEq/L. terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami rehidrasi dan kadar bikarbonat serum kurang dari 30 mEq/L, yang menyatakan bahwa alkalosis sudah terkoreksi. Koraksi terhadap alkalosis sangat penting untuk mencegah apnea pascabedah, yang mungkin merupakan akibat dari anastesi. Kebanyakan bayi bisa berhasil rehidrasi dalam waktu 24 jam. Muntah biasanya berhenti bila lambung kosong, dan kadang-kadang saja bayi membutuhkan pengisapan nasogastrik.[5] VII.2 PembedahanProsedur bedah pilhan adalah piloromiotomi Ramstedt. Prosedur ini dilakukan melalui insisi pendek melintang atau dengan laparaskopi. Massa pylorus di bawah mukosa dipotong tanpa memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.[5]

Muntah pasca bedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema pylorus tempat insisi. Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai dalam 12-24 jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral rumatan dalam 36-48 jam sesudah pembedahan. Muntah yang menetap menunjukkan suatu piloromiotomi yang tidak sempurna, gastritis, hernia hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain.[5]Pengobatan beda stenosis pylorus adalah kuratif, dengan mortalitas pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medic konservatif (dengan memberikan makanan sedikit-sedikit, atropine) pernah dilakukan pada masa lalu tetapi perbaikannnya lambat dengan mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi balon cukup berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima sebagai terapi.[5]

VIII. PROGNOSISSetelah pembedahan bayi masih sekali-sekali muntah, sembuh sempurna setelah 2-3 hari pasca bedah.[3]

DAFTAR PUSTAKA

1. Hernanz Marta and Schulman. Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis. In: Upper Gastrointestinal Examination. Department of Radiology and Radiological Sciences, Vanderbilt University Medical Center; 2003.p.319-3312. Patel, Pradip. Pyloric Stenosis. In: Lecturer Notes Radiology. 2nd Edition. Penerbit Erlangga: Jakarta. 2009.Hal.240-2413. Staf pengajar FKUI. Stenosis Pilorik Hipertrofi. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.2008.Hal.95-964. Halpert, Robert. Pyloric Stenosis. In: Gastrointestinal Imaging 3rd Edition. Elsevier: Philadelphia. 2006.5. Stanton Kliegman. Pyloric Stenosis and Other Congenital Anomalies of the Stomach. In: Nelson Textbook of Pediatri 19th Edition. Elsevier: Philadelphia.2011.6. Datuk, Razak. Diktat Abdomen. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2004. Hal:8-97. Drake, Richard et al. Grays Anatomy for Student. Churchill Livingstone: Philadelphia.19958. Frank, Henry. Netter Atlas of Human Anatomy. Saunders Elsevier: Philadelphia.20119. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Gangguan lambung dan Duodenum. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th Edition. EGC: Jakarta.2005. Hal: 417-41810. Guyton, Arthur. General Principle of Gastrointestinal Function- Motility, Nervous Control, and Blood Circulation. In: Texbook of Medical Physiology 11th Edition. Elsevier Saunders: Philadelphia. 2006.p.771-77211. Brant, William. Abdomen and Pelvis. In: Fundamental of Diagnostic Radiology, 3rd Edition. Lippincott: California.2007.12. Singh, Jagvir. Pediatric Pyloric Stenosis. [ Cited on November 2012]. Available from: http://emedicine.medscape.com/13. Kusumadewi, Anny dkk. Congenital Hypertrophic Pyloric Stenosis. Department of Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Hasanuddin University: Makassar. 2008.14. Irish, Michael. Pediatric Hypertrophic Pyloric Stenosis Surgery. [ Cited On November 2012] .Available from: http://emedicine.medscape.com/15. Franken, Edmund. Pyloric Stenosis. In: Gastrointestinal Radiology in Pediatrics. Medical Department Harper & Row: New York.2000. p:83-8616. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from: www.cmaj.ca/content/182/5/E227/Fl.expansion.html17. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from: www.imagingconsult.com18. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from: www.learningradiology.com19. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from: td.rsmjournals.com20. Hardy Maryann and Boynes Steven. Congenital Pyloric Stenosis. In: Pediatric Radiography. School of Health Studies, University of Bradford: United Kingdom.2007.p: 64-6521. Frankel, Heidi.Hypertrophic Pyloric Stenosis (HPS). In: Ultrasound for Surgeons. Landes Bioscience: USA.2004.p: 70-7122. Horton, Karen. Current Role of CT In Imaging of The Stomach. [Cited On November 2012]. Available from: radiographics.rsna.org/content/23/1/75.figures-only23. Anonym. Texas Pediatric Surgical Associates. [Cited On November 2012]. Available from: www.pedisurg.com/ptewc/pyloric-stenosis.htm22